Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENANGANAN PERKARA PIDANA


YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUM

DISUSUN OLEH :

MULKAN MUSLIHAN
C1A.13.0009

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUBANG
Jl. R.A. Kartini KM 3 Subang
Telp. 0260 411 415 Website : www.unsub.ac.id

2017
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat taufiq dan
hidayah-Nya lah penulisan makalah ini dapat diselesaikan.
Kami selaku penulis sadar bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan
selanjutnya.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada
semua pihak yang telah membantu terselesaikannya pembuatan makalah ini. Terlepas dari
semua kekurangan penulisan makalah ini, baik dalam susunan dan penulisannya yang salah,
penulis memohon maaf dan berharap semoga penulisan makalah ini bermanfaat khususnya
kepada kami selaku penulis dan umumnya kepada pembaca.
Akhirnya, semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada
siapa saja yang mencintai pendidikan. Amin Ya Robbal Alamin.

Subang, Nopember 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1


A. Latar belakang penulisan ...................................................................................................... 1

BAB II PERMASALAHAN .................................................................................................... 2

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................................ 3


A. Faktor-faktor penyebab anak melakukan tindak pidana ....................................................... 3
B. Penanganan Pidana terhadap anak di bawah umur pada tingkat penyidikan ....................... 3
C. hak-hak pada tersangka atau terdakwa anak ......................................................................... 9

BAB IV PENUTUP ................................................................................................................ 11


A.Kesimpulan .......................................................................................................................... 11
B. Saran .................................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang penulisan


Anak adalah generasi penerus bangsa. Oleh karena itu setiap anak seharusnya
mendapatkan haknya untuk bermain, belajar dan bersosialisasi. Tetapi keadaannya akan
menjadi berbalik apabila anak melakukan tindak pidana, seperti yang baru terjadi pada kasus
10 siswa Sekolah Dasar yang diadili oleh Pengadilan Negeri Tangerang karena tertangkap
sedang bermain judi lempar koin.1
Lalu ketika anak terkena kasus tindak pidana, bukan berarti polisi ataupun pejabat
yang berwenang lainnya memperlakukan anak sama seperti orang dewasa yang melakukan
tindak pidana.
Maka dari itu, diperlukan adanya peradilan khusus yang menangani masalah tindak
pidana pada anak yang berbeda dari lingkungan peradilan umum. Dengan demikian, proses
peradilan perkara pada anak yang melakukan tindak pidana dari sejak ditangkap, ditahan,
diadili dan sampai diberikan pembinaan selanjutnya, wajib diberikan oleh pejabat khusus
yang benar-benar memahami masalah anak dan dunianya.
Oleh karena situasi dan kondisi itulah, penulis merasa prihatin dan tergugah untuk
membuat makalah ini. Karena penulis merasa adanya perbedaan antara teori dan praktek
dalam melaksanakan dan menjalankan hukum tersebut, khususnya kepada anak yang
melakukan tindak pidana dan masih kurangnya perlindungan yang diperoleh anak yang
sedang diproses karena terlibat tindak pidana.

1
TvOne 23 Juli 2009
1
BAB II
PERMASALAHAN

Berikut ini adalah poin-poin yang menjadi permasalahan dalam proses pemidanaan
terhadap anak di bawah umur yang akan dibahas pada bab pembahasan:
1. Apa saja faktor-faktor yang menjadi penyebab anak melakukan tindak pidana?
2. Kenapa kondisi ekonomi yang tidak mampu di jadikan sebagai faktor penyebab yang
utama?
3. Apa saja syarat-syarat anak yang melakukan tindak pidana dan apa jenis tindak
pidananya?
4. Bagaimana proses dari pemidanaan terhadap anak di bawah umur pada tingkat
penyidikan?
5. Siapa saja yang terlibat dalam proses pemidanaan tersebut?
6. Apa yang dimaksud dengan penyidikan?
7. Siapa saja yang berhak melakukan penyidikan?
8. Apa saja hak-hak pada terdakwa anak yang wajib dipenuhi?

2
BAB III
PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor penyebab Anak melakukan tindak pidana


Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan anak melakukan tindak pidana, bahkan
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh UNAIR pada tahun 2003 terhadap anak-
anak yang melakukan tindak pidana di Jawa Timur sebagian besar karena kondisi ekonomi
yang tidak mampu (74,71%), pendidikan rendah (72,76%), lingkungan pergaulan dan
masyarakat yang buruk (68,87%) dan yang terakhir karena lingkungan keluarga yang tidak
harmonis (66,15%). Dari hasil penelitian ini penyebab utama yang paling besar adalah karena
kondisi ekonomi yang tidak mampu dengan presentase sebanyak 74,71%. Kondisi ekonomi
yang tidak mampu memang bisa membuat anak berbuat jahat apabila imannya kurang dan
keinginannya akan sesuatu tak terpenuhi oleh orang tuanya, tindakan yang dilakukannya bisa
berbentuk pencurian benda yang di inginkannya.
Selain itu, adanya dampak negative dari perkembangan pembangunan yang cepat,
arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua telah membawa perubahan
sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang pada gilirannya sangat berpengaruh
terhadap nilai dan perilaku anak Hal yang sama juga diperoleh melalui adegan-adegan
kekerasan secara visualisasi, khususnya melalui media elektronik (televisi). Melalui tingginya
frekuensi tontonan adegan kekerasan akan melahirkan apa yang di sebut dengan kultur
kekerasan. Hal ini akan menimbulkan penggunaan tindak kekerasan yang mengarah kepada
tindak pidana sebagai solusi dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk anak. Anak
juga bisa melakukan tindak pidana karena terinspirasi dari tayangan film yang bernuansa
pornografi dan pornoaksi. Sehingga dalam berbagai kasus ada anak yang sampai tega
memperkosa teman sepermainannya setelah menonton film porno.

B. Proses Pemidanaan terhadap Anak di bawah umur pada tingkat penyidikan


B.1. Kategori anak yang melakukan tindak pidana dan jenis pidana yang akan
dijatuhkan
Sebelum kita membahas tentang proses pemidanaan terhadap anak di bawah umur
pada tingkat penyidikan lebih lanjut, kita akan ketahui terlebih dahulu kategori anak yang
melakukan tindak pidana yang telah diatur dalam Undang-Undang No.3 tahun 1997 pasal 1
angka 2 yang berbunyi :
3
1. Anak yang melakukan tindak pidana.
2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut
peraturan perundang-undangan maupun menurut hukum lain yang hidup dan berlaku
dalam masyarakat yang bersangkutan.
Dan mengenai batasan umur anak yang melakukan tindak pidana diatur dalam pasal
4, yaitu :
1. Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang pengadilan anak adalah sekurang-
kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan
belum pernah kawin.
2. Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana di maksud dalam
ayat (1) dan di ajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui
batas umur tersebut, tetapi belum pernah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun tetapi
di ajukan ke sidang anak.
Menurut Undang-Undang Pengadilan Anak, anak di bawah umur yang melakukan
kejahatan yang memang layak untuk diproses adalah anak yang telah berusia 8 tahun dan
diproses secara khusus yang berbeda dengan penegakan hukum terhadap orang dewasa.
Tetapi pada prakteknya penegakan hukum kepada anak nakal terkadang mengabaikan batas
usia anak. Contohnya pada kasus Raju yang di sidang di Pengadilan Negeri Atabat Langkat,
saat itu dia baru berusia 7 tahun 8 bulan.
Tegasnya, anak yang melakukan kejahatan jika dia belum berusia 8 tahun seharusnya
tidak diproses secara hukum seperti anak yang telah berusia 8 tahun.
Bagi anak yang melakukan tindak pidana yang akan di ajukan ke sidang pengadilan anak
harus ditangani oleh hakim yang khusus menangani perkara anak dan petugas-petugas yang
khusus menangani perkara anak. Seperti yang tercantum dalam pasal 1 angka 5 sampai 8
Undang-Undang No.3 tahun1997 :
1. Penyidik adalah penyidik anak
2. Hakim adalah hakim anak
3. Hakim banding adalah hakim banding anak
4. Hakim kasasi adalah hakim kasasi anak
Dalam pelaksanaannya sidang pengadilan bagi anak adalah tertutup dan suasana pada
sidang anak harus menimbulkan keyakinan pada anak dan orang tua bahwa hakim ingin
membantu memecahkan masalah pada anak, sebagaimana yang di atur dalam pasal 6 dan
pasal 8 Undang-Undang No.3 tahun 1997 :

4
Pasal 6
Hakim, penuntut umum, penyidik dan penasehat hukum serta petugas lainnya dalam
sidang anak tidak memakai toga atau pakaian dinas.

Pasal 8
1. Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup
1. dalam hal tertentu dan dipandang perlu pemeriksaan perkara anak sebagaimana
yang dimaksud dalam ayat 1 dapat dilakukan dalam sidang terbuka.
2. Dalam sidang yang dilakukan secara tertutup hanya dapat dihadiri oleh anak yang
bersangkutan beserta orang tua, wali, orang tua asuh, penasehat hukum dan
pembimbing kemasyarakatan.
3. Selain mereka yang disebutkan dalam ayat 3, orang-orang tertentu atas ijin hakim
atau majelis hakim dapat menghadiri persidangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1.
4. Pemberitaan mengenai perkara anak mulai sejak penyidikan sampai saat sebelum
pengucapan putusan pengadilan menggunakan singkatan dari nama anak, orang
tua, wali atau orang tua asuhnya.

Dalam hal jenis pidana dan berat ringannya pidana pada anak yang melakukan tindak
pidana dapat dilihat pada pasal 22 sampai pasal 32 Undang-Undang No.3 tahun 1997 :
Pasal 22
Terhadap anak nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan
dalam undang-undang ini.

Pasal 23 ayat 3 menetapkan :


Selain pidana pokok sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 2 terhadap anak nakal
dapat juga dijatuhkan pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu
atau pembayaran ganti rugi.

Lalu pasal 24 ayat 1 menetapkan :


Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal adalah :
1. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya.
2. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan
kerja.
3. Menyerahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial kemasyarakatan
yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.

Pasal 26 ayat 1 menetapkan :


Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud
dalam pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama dari maksimum ancaman pidana penjara
bagi orang dewasa.

Pasal 26 ayat 2 menetapkan :


Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka2 huruf a, melakukan
tindak pidana yang di ancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup,
maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10
(sepuluh) tahun.

5
B.2 Proses pemidanaan pada tingkat penyidikan
Sebelum kita ketahui lebih jauh mengenai proses pemidanaan terhadap anak di bawah
umur pada tingkat penyidikan, kita akan bahas terlebih dahulu mengenai pengertian
penyidikan itu sendiri.
Menurut pasal 1 butir 2 KUHAP, yang dimaksud dengan penyidikan adalah
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak
pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya.
Dalam KUHAP sendiri dikenal ada dua macam pejabat penyidik, yaitu pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia (penyidik POLRI) dan pejabat Pegawai Negeri Sipil
(PNS). Untuk perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak pada umumnya adalah
ketentuan yang dilanggar dari peraturan pidana yang ada di KUHP, maka penyelidikannya
dilakukan oleh penyidik umum yaitu penyidik POLRI. Penyidik adalah pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya pembantu Letnan dua (PELDA) Polisi
(sekarang Ajun Inspektur dua Polisi). 2Meskipun penyidiknya adalah penyidik dari POLRI
tapi bukan berarti penyidik POLRI bisa melakukan penyidikan terhadap kasus anak nakal.
Dalam Undang-Undang No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dikenal dengan adanya
penyidik anak, penyidik inilah yang berwenang melakukan penyidikan. Mengenai penyidikan
diatur dalam pasal 41 Undang-Undang No.3 tahun 1997, yang antara lain :
Pasal 41 telah menetapkan bahwa :
1. Penyidik terhadap anak nakal, dilakukan oleh penyidik yang diterapkan berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh
Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
2. Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) adalah :
Berpengalaman sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan orang dewasa.
Mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak.
3. Dalam hal tertentu dan dipandang perlu tugas penyidik sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat dibebankan kepada :
Penyidik yang melakukan tugas penyidikan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh
orang dewasa; atau

2
Ferry Anka Sugandar, Bahan ajar Hukum Acara Pidana, Universitas Pamulang, Tangerang
2009, Hlm 8.
6
Penyidik lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan Undang-Undang.
Lalu bagaimana proses dari pemidanaan itu sendiri pada tingkat penyidikan?. Proses
dari pemidanaan terhadap anak di bawah umur pada tingkat penyidikan telah diatur dalam
pasal 42 Undang-Undang No.3 tahun 1997. Pasal 42 menetapkan :
1. Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan
2. Dalam melakukan penyidikan terhadap anak nakal, penyidik wajib meminta
pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama atau
petugas kemasyarakatan lainnya.
3. Proses penyidikan terhadap perkara anak nakal wajib dirahasiakan.
Setelah melakukan penyidikan dapat dilanjutkan dengan penahanan dan penangkapan
terhadap anak nakal, sebagaimana tercantum dalam pasal 43, 44 dan pasal 45 Undang-
Undang No.3 tahun 1997. Menurut pasal 1 butir 2 KUHP penangkapan adalah suatu tindakan
dari penyidik, berupa pengekangan sementara waktu kebebasan terdakwa apabila terdapat
cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan, sedangkan
penahanan adalah penempatan terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut
umum atau hakim dengan penetapannya. Dalam Undang-Undang No.3 tahun 1997 tidak
dicantumkan mengenai tindakan penangkapan anak, oleh karena itu dalam hal ini yang
digunakan adalah KUHAP sebagai peraturan umumnya.
Untuk melakukan penangkapan seorang anak, maka penyidik anak wajib
memperhatikan surat tugas dan surat perintah penangkapan kepada yang ditangkap. Surat
perintah penangkapan itu berisi tentang identitas tersangka dan menyebutkan alasan
penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan dan tempat
tersangka diperiksa. Apabila seorang anak nakal tertangkap tangan, maka penangkapannya
tidak dilakukan dengan surat perintah dan yang melakukan penangkapan tidak harus
dilakukan oleh penyidik anak. Pasal 18 ayat (2) KUHAP memerintahkan kepada penyidik
bahwa penangkapan harus segera menyerahkan tersangka beserta barang bukti yang ada
kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat. Lamanya penangkapan anak nakal
sama dengan orang dewasa yaitu paling lama satu hari (pasal 19 ayat 1 KUHAP). 3
Pasal 43 menetapkan :
1. Penangkapan anak nakal dilakukan sesuai dengan ketentuan KUHAP.
2. Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan guna kepentingan
pemeriksaan untuk paling lama 1 (satu) hari.
3.

3
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan anak, Jakarta: Djambatan, 2007, hlm 40, Cet. 3
7
Setelah tindakan penangkapan, dapat dilakukan tindakan penahanan, penahanan ialah
penempatan tersangka atau terdakwa ke tempat tertentu oleh penyidik anak atau penuntut
umum anak atau hakim anak dengan penetapan, Undang-Undang No.3 tahun 1997 dan
KUHAP menentukan bahwa tersangka atau terdakwa dapat ditahan. Menurut pasal 21 ayat 1
KUHAP, alasan penahanan adalah karena adanya kekhawatiran melarikan diri, agar tidak
merusak atau menghilangkan barang bukti dan agar tidak mengulangi tindak pidana.
Sedangkan menurut Hukum Acara Pidana, menghilangkan kemerdekaan seseorang tidak
merupakan keharusan tetapi untuk mencari kebenaran bahwa seseorang melanggar hukum,
kemerdekaan seseorang itu dibatasi dengan melakukan penangkapan dan penahanan.4
Pasal 44 menetapkan :
1. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 41
ayat (1) dan ayat (3) huruf a berwenang melakukan penahanan terhadap anak yang
di duga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
2. Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya berlaku untuk paling
lama 20 (dua puluh) hari.
3. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan guna
kepentigan pemeriksaan yang belum selesai, atas permintaan penyidik dapat
diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama 10
(sepuluh) hari.
4. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sudah harus menyerahkan berkas perkara yang bersangkutan kepada penuntut
umum.
5. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilampaui dan
berkas perkara belum diserahkan, maka tersangka harus dikeluarkan dari tahanan
demi hukum.
6. Penahanan terhadap anak dilaksanakan di tempat khusus untuk anak di lingkungan
Rumah Tahanan Negara, cabang Rumah Tahanan Negara atau di tempat tertentu.

Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang No.3 tahun 1997 menentukan bahwa untuk
kepentingan penyidikan, penyidik berwenang melakukan penahanan anak yang di duga keras
melakukan tindak pidana (kenakalan) berdasarkan pada bukti permulaan yang cukup kuat.
Penahanan dilakukan apabila anak melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara 5
(lima) tahun ke atas atau tindak pidana tertentu yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Jangka waktu penahanan untuk kepentingan penyidikan paling lama adalah 20 (dua
puluh) hari, untuk kepentingan pemeriksaan yang belum selesai dapat diperpanjang paling
lama 10 (sepuluh) hari. Dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut, penyidik harus
sudah menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Dalam hal ini apabila anak
ditangkap atau ditahan secara tidak sah (tidak memenuhih syarat yang sudah ditetapkan oleh

4
Maidin Gultom, Perlindungan hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
di Indonesia, Bandung : 2008, PT. Refika Aditama, Anggota IKAPI, hlm 98, Cet. 1
8
Undang-Undang), maka anak atau keluarganya atau penasehat hukumnya dapat meminta
pemeriksaan oleh hakim tentang sahnya penangkapan atau penahanan dalam sidang pra-
peradilan. 5
Pasal 45 menetapkan bahwa :
1. Penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan
kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat.
2. Alasan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus di nyatakan
secara tegas dalam surat perintah penahanan.
3. Tempat penahanan anak harus di pisahkan dari tempat penahanan orang dewasa.
Selama anak di tahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus tetap di
penuhi.

Sesuai dengan pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No.3 tahun 1997 dalam tindakan
penahanan, penyidik seharusnya melibatkan pihak yang berkompeten seperti Psikolog,
Pembimbing kemasyarakatan, atau ahli lain yang diperlukan sehingga penyidik anak tidak
salah dalam mengambil keputusan.
Pada pasal 45 ayat (2) Undang-Undang No. 3 tahun 1997, pelanggaran dan kelalaian
atas pasal tersebut tidak diatur secara tegas akibat hukumnya, sehingga dapat merugikan
anak. Sanksi yang dapat diberikan kepada penyidik anak telah diatur tetapi akibat hukum dari
tindakan penahanan tersebut tidak jelas. Perkembangan hukum di bidang pengadilan anak
semakin menunjukkan adanya kelemahan KUHAP, terutama yang menyangkut masalah pra-
peradilan.
Lalu pada pasal 45 ayat (3) Undang-Undang No. 3 tahun 1997, penahanan anak
seharusnya di tempatkan secara terpisah dari narapidana anak yang lain dan tidak boleh di
gabung dengan tahanan orang dewasa, hal ini untuk mencegah akibat negative dari pengaruh
narapidana anak dan orang dewasa apabila si anak belum terbukti melakukan kesalahan atau
tindak pidana.

C. Hak-hak pada tersangka atau terdakwa anak


Selain anak mempunyai hak untuk di lindungi, anak juga mempunyai hak yang sama
dengan orang dewasa, adapun hak-hak tersebut menurut KUHAP adalah :
1. Setiap anak nakal sejak saat di tangkap atau di tahan berhak mendapat bantuan hukum
dalam waktu dan setiap tingkat pemeriksaan.
2. Setiap anak nakal yang di tangkap atau di tahan berhak berhubungan langsung dengan
penasehat hukumnya tanpa di dengar oleh pejabat yang berwenang.

5
Ibid, hlm 99.
9
3. Selama anak di tahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial harus di penuhi.
4. Tersangka anak berhak mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya di
ajukan ke pengadilan.
5. Tersangka anak berhak untuk segera di adili oleh pengadilan.
6. Untuk mempersiapkan pembelaan tersangka, anak berhak di beritahukan dengan jelas
dalam bahasa yang di mengerti olehnya.
7. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka anak berhak
untuk setiap waktu mendapat juru bahasa, apabila ia tidak paham bahasa Indonesia.
8. Dalam hal tersangka anak bisu atau tuli, ia berhak mendapatkan bantuan penerjemah
orang yang pandai bergaul.
9. Tersangka atau terdakwa anak yang dikenakan penahanan berhak menghubungi
penasehat hukum sesuai dengan ketentuan KUHAP.
10. Tersangka atau terdakwa anak yang dikenakan penahanan berhak di beritahukan tentang
penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan
dalam proses peradilan, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan
tersangka atau terdakwa anak yang bantuannya di butuhkan oleh tersangka atau terdakwa
anak.
11. Tersangka atau terdakwa anak berhak menghubungi dan menerima kunjugan dari pihak
yang mempunyai hubungan keluarga dengan tersangka atau terdakwa anak.
12. Tersangka atau terdakwa anak berhak secara langsung atau dengan perantara penasihat
hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang
tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan
keluarga.
13. Tersangka atau terdakwa anak berhak menghubungi dan menerima kunjugan rohaniawan.
14. Tersangka atau terdakwa anak berhak untuk di adili di sidang pengadilan yang terbuka
untuk umum.
15. Tersangka atau terdakwa anak berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi guna
memberikan keterangan.
16. Tersangka atau terdakwa anak tidak di bebani dengan kewajiban pembuktian.
17. Tersangka atau terdakwa anak berhak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi
sebagaimana di atur dalam pasal 95 KUHAP.
Dengan di aturnya hak-hak di atas walaupun tersangka atau terdakwa masih anak-
anak, petugas pemeriksaan tidak boleh menghalang-halangi penggunaannya dan sebaiknya
sejak awal pemeriksaan sudah diberitahukan hak-hak tersebut.
10
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang menyebabkan seoarng anak melakukan tindak pidana yang pertama
adalah karena kondisi ekonomi yang tidak mampu (74,71%), pendidikan rendah
(72,76%), lingkungan pergaulan dan masyarakat yang buruk (68,87%) dan yang terakhir
karena lingkungan keluarga yang tidak harmonis (66,15%).
2. Menurut Undang-Undang No.3 tahun 1997 pasal 4 : Batas umur anak nakal yang dapat
diajukan ke sidang pengadilan anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi
belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
3. Menurut pasal 1 butir 2 KUHAP, yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian
tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini
untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak
pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya.
4. Menurut pasal 1 butir 2 KUHP penangkapan adalah suatu tindakan dari penyidik, berupa
pengekangan sementara waktu kebebasan terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna
kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan, sedangkan penahanan adalah
penempatan terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim
dengan penetapannya.
5. Jangka waktu penahanan untuk kepentingan penyidikan paling lama adalah 20 (dua
puluh) hari, untuk kepentingan pemeriksaan yang belum selesai dapat diperpanjang
paling lama 10 (sepuluh) hari. Dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut,
penyidik harus sudah menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.

B. Saran
1. Bagi para pejabat kepolisian atau hakim hendaknya melihat pada umur anak yang sedang
diproses, apabila anak tersebut belum mencapai umur 8 tahun sebaiknya di kembalikan
kepada orang tuanya dengan di berikan sanksi untuk pihak yang di rugikan.
2. Dalam melakukan proses pemidanaan anak di bawah umur, Polisi harus lebih
memperhatikan lagi hak-hak yang seharusnya diterima oleh anak.
3. Tidak adanya lagi ketimpangan hukum dalam proses pemidanaan anak di bawah umur.
4. Dalam menangani kasus seperti ini Polisi dan Hakim harus adil dan tidak berat sebelah.

11
DAFTAR PUSTAKA
Anka Sugandar Ferry SH. MH., Bahan ajar Hukum Acara Pidana, Universitas Pamulang,
Tangerang, 2009.
Lonthor Ahmad, Penegakan hukum terhadap kejahatan anak dalam perspektif Islam,
www.mytahkim.worpress.com, unknown year.
Made Sadhi Astuti, Pemidanaan terhadap anak di bawah umur 16 tahun sebagai pelaku
tindak pidana oleh Hakim Pengadilan Negeri wilayah propinsi Jawa Timur,
www.adln.lib.unair.ac.id, 2003.
Panji Firmansyah Niki, Tinjauan Yuridis terhadap penerapan sanksi Pidana bagi anak di
bawah umur menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 di
hubungkan dengan putusan Pengadilan Negeri Bandung vide Putusan Nomor
44/PID/B/2005/PN.BDG, www.one.indoskripsi.com, 2008.
TvOne, www.tvone.co.id, 2009.
WangMuba, Kenakalan Remaja dan faktor yang mempengaruhinya,
www.wangmuba.com, 2009.
Wijiatmoko SH., Proses pemidanaan terhadap anak di bawah umur menurut Undang-
Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Analisis Yuridis Putusan No.
446/PID.B/2008/PN.JAKSEL), Universitas Pamulang, Tangerang, 2009.

12

Anda mungkin juga menyukai