Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

HAKIKAT DAN KARAKTERISTIK HUKUM INDONESIA


“Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Dalam Matakuliah
Sistem Hukum Indonesia”

Disusun Oleh Kelompok 2:

1. ROOFID (E1B018078)
2. FITRIA JUNIARTI (E1B018028)
3. BAIQ TANIA FEBRIANTI (E1B018014)
4. M. RIZKY RAMDONI (E1B018058)
5. SUSI ASTIKA (E1B018082)
6. FEBRIAN EVAYANTI (E1B018026)
7. YULITA APRIANA (E1B018088)
8. NURMAWADAH RAHMAH (E1B018070)

UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
SISTEM HUKUM INDONESI
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga
penulia dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul .”Hakikat dan Karakteristik
Hukum Indonesia”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam
mata kuliah Sistem Hukum Indonesia.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas ini.

Mataram, 23 September 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFATAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan...................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 2
A. PENGERTIAN DAN FUNGSI HUKUM............................................................... 2
1. Pengertian Hukum....................................................................................... 2
2. Fungsi Hukum............................................................................................. 3
B. SEJARAH HUKUM ............................................................................................... 7
1. Sejarah Konstitusionalisme Yunani............................................................. 7
2. Sejarah konstitusionalisme Romawi............................................................ 7
3. Sejarah Konstitusionalisme Abad Pertengahan........................................... 8
C. MAZHAB-MAZHAB DAMLAM HUKUM.......................................................... 8
1. Mazhab Realisme Hukum........................................................................... 8
2. Mazhab Hukum Secara Umum.................................................................... 11
D. KARAKTERISTIK HUKUM DI INDONESIA..................................................... 12
E. PLURALISME HUKUM DI INDONESIA............................................................ 14

BAB III PENUTUP............................................................................................................. 17


A. Simpulan.................................................................................................................. 17
B. Saran........................................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hukum tentu tidak asing bagi kita, terutama bagi kita negara Indonesia yang
merupakan negara hukum. Kehidupan dalam masyarakat yang sedikit banyak berjalan
dengan tertib dan teratur ini didukung oleh adanya suatu tatanan. Kerena adanya tatanan
inilah kehidupan menjadi tertib. (mengenai masalah ini hanya kita singgung sampai disini,
oleh karena pada uraian-uraian dibelakang nanti ia akan dibicarakan secara lebih luas).
Ketertiban yang didukung oleh adanya tatanan ini pada pengamatan lebih lanjut ternyata
terdiri dari berbagai tatanan yang mempunyai sifat-sifat yang berlainan-lainan. Sifat yang
berbeda-beda ini disebabkan oleh karena norma-norma yang mendukung masing-masing
tatanan itu mempunyai sifat-sifat yang tidak sama (Radbruch, 1991: 12-13)

Kehadiran hukum dalam masyarakat diantaranya adalah untuk mengintergrasikan dan


mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertubrukan satu sama lain itu oleh
hukum diintegrasikan sedemikian rupa sehingga tubrukan-tubrukan itu bisa ditekan sekecil-
kecilnya. Pengorganisasian kepentingan-kepentingan itu dilakukan dengan membatasi dan
melindungi kepentingan-kepentingan tersebut.

Pengetahuan tentang berbagai gagasan mengenai hukum tentunya perlu untuk dikaji
secara mendetail, baik dari konsep hukum, sejarah, terutama yang terkait dengan bagaimana
karakteristik hukum di negara kita. Dengan disajikannya makalah ini diharapkan mampu
menambah wawasan penulis dan pembaca terkait materi yang akan disajikan

Makalah ini menyajikan beberapa gagasan yang terkait dengan konsep hukum,
sejarah hukum pada zaman Yunani, Romawi dan Abad pertengahan, Mazhab hukum,
karakteristik dan pluralisme hukum di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian dan Fungsi Hukum ?
2. Bagaimana Sejarah Hukum pada Zaman Yunani, Zaman Romawi dan pada Abad
Pertengahan ?
3. Apa Saja Bentuk Mazhab Hukum ?
4. Bagaimana Karakteristik Hukum di Indonesia ?
5. Bagaimana Pluralisme Hukum di Indonesia ?

C. Tujuan Pembahasan
a. Untuk Mengetahui Pengertian dan Fungsi Hukum
b. Untuk Memahami Sejarah Hukum pada Zaman Yunani, Zaman Romawi dan pada
Abad Pertengahan
c. Untuk Mengetahui dan Memahami Mazhag-Mazhab Hukum
d. Untuk Menganalisis Karakteristik Hukum di Indonesia
e. Untuk Mengetahui Pluralisme Hukum di Indonesia

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN FUNGSI HUKUM


1. Pengertian Hukum
Hukum dalam bahasa inggris “law”, Belanda “recht”, Jerman “recht”, Italia
“dirito” , prancis “droit” bermakna aturan. Sementara definisi tentang hukum, para
sarjana hukum memiliki pengertian yang berbeda. Bahkan kurang lebih 200 tahun
lalu, Imanuel Kant pernah menulis Nochsuchen die judristeneine definition
zuihrembegriffe von recht.

Secara sederhana pengertian tersebut menyatakan bahwa masih juga


parasarjana hukum mencari-cari suatu definisi tentang hukum. Perbedaan tentang
pengertian hukum tersebut disebabkan terlalu banyak segi dan seluk-beluknya.
Sedangkan penjelasan megenai hukum, terdapat beberapa ahli hukum yang membuat
definisi kata hukum, diantara:

1) Grotius, “hukum adalah pertauran tentang perbuatan moral yang menjamin


keadilan”
2) Imanuel Kant, “hukum adalah keseluruhan syarat yang dengan ini kehendak bebas
dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang
lain, menuruti hukum tentang kemerdekaan”
3) E. Utrecht, “hukum adalah himpunan peraturan (perintah dan larangan ) yang
mengurus tatatertib suatu masyarakat dan harus ditaati oleh masyarakat itu”
4) Leon Duguit, “hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan
yang daya penggunaanya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat
sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi
bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu”
5) S. M Amin, “hukum adalah kumpulan perturan-peraturan yang terdiri dari norma-
norma dan sanksi-sanksi sehingga menciptakan ketertiban dalam pergaulan
manusia, sehingga keamanan dan ketertiban dipelihara”
6) Bellefroid mengatakan bahwa, “hukuma dalah peraturan yang berlaku di suatu
masyarakat mengatur tata tertib masyarakat dan didasarkan atas kekuasaan yang
ada pada masyarakat tersebut”
7) Menurut Ensi klopedia, “hukum merupakan rangkaian kaidah, peraturan-
peraturan, tataaturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang mengatur
hubungan-hubungan antara anggota masyarakat”
8) Van Apeldoorn, hukum itu banyak seginya dan demikian luasnya sehingga tidak
mungkin menyatakan dalam (satu) rumusan yang memuaskan
9) Karl von savigny, hukum adalah aturan yang terbentuk melalui kebiasaan dan
perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam.
Hukum beraakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh
kesadaran, keyakinan dan kebiasaan warga masyarakat.

2
10) John Austin, meliat hukum sebagai rangkaian perintah, baik langsun gmaupun
tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga rakyatnnya yang
merupakan masyarakat politik yang independen, dimana otoritasnya (pihak yang
berkuasa) merupakan otoritas tertinggi.
11) Achmad Ali, hukum adalah seprangkat asas-asas hukum, norma-norma hukum
dan aturan-aturan hukum, yang mengatur dan menentukan mana tindakan yang
dilarang dan mana yang boleh dilakukan, apabila dilanggar maka ada sanksi yang
bersifat eksternal.
12) Eugen Ehrlich (Jerman) sesuatu yang berkaitan dengan fungsi kemasyarakatan
dan memandang sumber hukum hanya dari legal history and jurisprudence dan
living law (hukum yang hidup di dalam masyarakat)
13) Menurut Soejono Soekanto, hukum mempunyai berbagai arti :
o Hukum dalam arti ilmu (pengetahuan) hukum
o Hukum dalam arti disiplin atau system ajaran tentang kenyataan
o Hukum dalam arti kaidah atau norma
o Hukum dalam arti tata hukum/hukum positif tertulis
o Hukum dalam arti keputusan pejabat
o Hukum dalam arti petugas
o Hukum dalam arti proses pemerintah
o Hukum dalam arti perilaku yang teratur atau ajeg
o Hukum dalam arti jalinan nilai-nilai
14) Menurut Roscoe Pound, hukum itu dibedakan dalamarti :
a. Hukum dalam arti sebagai tata hukum, mempunyai pokok bahasan :
 Hubungan antara manusia dengan individu lainnya
 Tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu lainnya
b. Hukum dalam arti kummpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan
pengadilan dan tindakan administrasi. Pandangan Roscoe Pound tergolongkan
dalam aliran sosiologis dan realis.

2. Fungsi Hukum
Menurut Lawrence M. Friedmann dalam bukunya “Law and society an
introduction” fungsi hukum adalah :
 Pengawasan atau pengendalian sosial (sosial control )
 Penyelesaian sengketa ( dispute settlement )
 Rekayasa sosial (social engineering)
Berkaitan dengan fungsi hukum, Muchtar Kusumaatmadya, mengajukan
konsepsi hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat, yang secara singkat dapat
dikemukakan pokok-pokok pikiran beliau, bahwa fungsi hukum di dalam
pembangunan sebagai sarana pembaruan masyarakat. Hal ini didasarkan pada
anggapan bahwa adanya keteraturan atau keteriban dalam usaha pembangunan atau
pembaruan merupakan suatu yang dianggap penting dan sangat diperlukan. Di
samping itu, hukum sebagai tata kaedah dapat berfungsi untuk menyalurkan arah
kegiatan warga masyarakat ketujuan yang dikehendaki oleh pembangunan atau

3
pembaruan . Kedua fungsi tersebut diharapkan dapat dilakukan oleh hukum di
samping fungsinya yang tradisnonal, yakni untuk menjamin adanya kepastian dan
ketertiban.
Theo Huijbers, menyatakan bahwa fungsi hukum ialah memelihara
kepentingan umum dalam masyarakat, menjaga hak-hak manusia, mewujudkan
keadilan dalam hidup bersama. Sedangkan dalam pandangan Peters, yang menyatakan
bahwa fungsi: hukum itu dapat ditinjau dari tiga perspektif:
a. Perspektif kontrol sosial daripada hukum. Tinjauan ini disebut tinjauan dari sudut
pandang seorang polisi terhadap hukum (the policemen view of the law).
b. Perspektif social engineering, merupakan tinjauan yang dipergunakan oleh para
penguasa (the official perspective of the law), dan karena pusat perhatian adalah
apa yang diperbuat oleh penguasa dengan hukum.
c. Perspektif emansipasi masyarakat daripada hukum. Perspektif
inimerupakantinjauan dari bawah terhadap hukum (the bottom's up view of the
law) dan dapat pula disebut perspektif konsumen (the consumer's perspective
ofthe law).
Ioseph Raz melihat fungsi hukum sebagai fungsi sosial, yang dibedakanya ke
dalam FungsiLangsung dan Fungsi tidak Langsung :
1) Fungsi Langsung
Fungsi langsung yang bersifat primer, mencangkup :
a. Pencegahan perbuatan tertentu dan mendorong dilakukannya pebuatan
tertentu.
b. Penyediaan fasilitas bagi rencana-rencana privat .
c. Penyediaan servis dan pembagian kembali barang-barang .
d. Penyelesaian perselisihan diluar jalur regular.

2) Fungsi tidak Langsung :


Termasuk didalam fungsi hukum yang tidak langsung ini adalah
memperkuat atau memperlemah kecendrungan untuk menghargai nilai-nilai
moral tertentu , sebagai contoh :
 Kesucian hidup
 Memperkuat atau memeprlemah penghargaan terhadap otoritas umum
 Mempengaruhi perasaan kesatuan nasional
Selain cara pandangan yang di gunakan Raz , kita juga dapat membedakan
fungsi hukum dengan pembedaan berikut ini :
a) Fungsi hukum sebagai “a tool of social control ”
Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial dapat diterangkan sebagai
fungsi hukum untuk menetapkan tingkah laku mana yang dianggap merupakan
penyimpangan terhadap aturan hukum , dan apa sanksi atau tindakan yang
dilakukan oleh hukum jika terjadi penyimpangan tersebut.

Menurut Achmad Ali hukum sebagai pengendali sosial dapat diartikan


sebagai berikut :

4
1) Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial , tidaklah sendirian
didalam masyarakat , melaikan menjalankan fungsi itu bersama-sama
dengan pranata-pranata sosial lainnya yang juga melakukan fungsi
pengendalian sosial .
2) Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial merupakan fungsi “pasif”
disini artinya hukum yang menyesuaikan diri dengan kenyataan
masyarakat.

b) Fungsi hukum sebagai”a tool of social engineering”


Konsep hukum sebagai” a tool of social engineering” selama ini dianggap
sebagai suatu konsep yg netral yg dicetuskan oleh Roscoe Pound. konsep “a tool
of social engineering”ini biasa diperhadapkan dengan konsep hukum yg
lain,antara lain konsep yg diajarkan oleh aliran historis dari friederich karl von
sabigny.

Aliran historisnya savigny berpendapat bahwa hukum merupakan ekspresi


dari kesadaran hukum,dari”volkseigst”, dari niwa rakyat. Hukum pada awalnya
lahir dari kebiasaan dan kesadaran masyarakat kemudian dari putusan
hakim,tetapi bagaimanapun juga diciptakan oleh kekuatan-kekuatan dari dalam yg
bekerja secara diam diam,dan tidak ileh kemauan sendiri legislatif. konsep aliran
historis ini ,jika dikaitkan dengan masyarakat-masyarakat yg masih
sederhana,memang masih tepat,karena dalam masyarakat yg masih sedrhana tidak
terdapat peranan legislatif seperti pada masyrakat modern saat ini,peranan hukum
kebiasaanlah yg menonjol pada masyarakat sederhana.

Berhadapan dengan konsep aliran historis ini, maka Roscoe


mengemukakan konsep” a tool of social engineering”yg memberikan dasar yg
kemungkinan digunakannya hukum secara sadar untuk mengadakan perubahan
masyarakat. Roscoe Poundnsendiri memberikan gambaran tentang apa yg
sebenernya diinginkan dan apa yg tidak diinginkan oleh penggunaan hukum”alat
rekayasa social” sebagai berikut:

1) Mempelajari asfek social yg nyata dari lembaga-lembaga swasta ajaran-


ajaran hukum
2) Melakukan studi sosiologis dalam rangka mempersiapkan perundang-
undangan.
3) Melakukan studi tentang bagaimana membuat peraturan peraturan hukum
menjadi efektif
4) Memperhatikan sejarah hukum,yaitu bahwa studi itu tidak hanya mengenai
bagaiamana ajaran ajaran itu terbentuk dan bagaimana ajaran ajaran itu
berkembang yg kesemuanya dipandang sekedar sebagai bahan kajian
hukum, melaibnkan tentang efek-efek social yg ditimbulkan oleh ajaran
ajaran hukum itu pada masa lalu tumbuh dari kosndisi social,ekonomi dan
psikologis,bagaimana ia menyesuaikan diri kesemuanya itu,dan seberapa

5
jauh kita dapat mendasarkan atau mengabaikan hukum guna mencapai
hasil yg kita inginkan.

c) Fungsi Hukum Sebagai Simbol


Simbolisasi mencakupi proses proses dalam mana seseorang
menerjemahkan atau menggambarkan ataupun mengartikan suatu istilah
sederhana tentang perhubungan sosial serta fenomena fenomena lain yg timbul
dari interaksinya dengan oranglain.

Simbolisasi dilakukan sebagai upaya menyederhanakan rangakaian suatu


tindakan atau peristiwa tertentu untuk memudahkan diperolehnya pengertian yg
bersifat umum yang mencakupi tindakan tibdakan atau peristiwa bperitiwa yg
memiliki esensi sejenis. Penyimbolan akan memudahkan pelaksana hukum
menerapkan symbol hukum tertentu terhadap suatu tindakan atau peristiwa yg
tidak bersesuian dengan hukum.

Untuk memudahkan pemahaman tentang hukum sebagai symbol,diberikan


contoh sebagai berikut:
1) Rangakain peristiwa /tindakan si bradol
2) Mengasah badik
3) Menuju rumah aralano sambil membawa badik
4) Beretruak memanggil arlano agar keluar rumah
5) Menusukkan badik ke perut si arlano
6) Si arlano meninggal

Rangkaian tindakan si bradol trsb mulai dari mengasah badik sampai


menuskukkannya kperut arlano di simbolkan oleh hukum(pasal 340 KUHP)
sebagai”pembunuhan berencana”

d) Fungsi hukuim sebagai mekanisme untuk integrasi


Seperti yang diketahui bahwa didalam setiap masyarakat senantiasa
terdapat berbagai kepentingan dari warganya. Diantara kepentingan itu ada yg
bisa selaras dengan kepentingan lain tetapi juga kepentingannya yg menyulut
konflik dengan kepentingan lain. Hukum sering disalah artikan ,ya hanay
berfungsi jika terjadi konflik padahal hukum telah berfungsi sebelum konflik itu
terjadi,dengan kata lain hukum berfungsi

 Sebelum terjadi konflik


 Setelah terjadi konflik.

Atau dapat dikatakan ada dua jenis penerpan hukum yaitu:


 Penerapan hukum dalam hal tidak ada konflik,contohnya jika seorang
pembeli barang membayar harga barang,dan penjual menerima uang
pembayaran

6
 Penerpan hukum dalam hal terjadi konflik,contohnya si pembeli sudah
membayar lunas harga barang tetapi penjual tidak mau menyerhakan
barang yg tel;ah dijualnya.

Sehubungan dengan hal diatas hukum berfungsi sebagai mekanisme untuk


melakukan integrasi terhadap berbagai kepentingan warga masyarakat,dan juga
berlaku baik jika tidak ada konflik maupun setelah ada konflik. Namun
demikian harus diketahui bahwa dalam penyelesain konflik konflik
kemasyarakatan bukan hanya hukum satu satunya sarana pengintegrasi,melainkan
masih terdapat sarana pengintegrasi lain seperti kaidah agama,kaidah moral dan
sebagainya.

B. SEJARAH HUKUM
1. Sejarah Konsritusionalisme Yunani
Bagi bangsa Yunani, negara merupakan selruh la pergaulannya, sebuah kota
tempat terpenuhinya semua kebutuhan secara materi dan spiritual (C.F Strong; 1996 :
24). Salah satu filusuf Yunani, Aristoteles memahami istilah negara yang
digunakannya sebagai segala sesuatu yang dartikan sekarang sebagai stilah negara,
masyarakat, organisasi, ekonomi bahka agama. Bahkan bagi Aristoteles negara
bukanlah ikatan spiritual, bukan alat kelengkapan pemerintahan belaka.
Keberadaan negara, kata Aristoteles tidak semata-mata untuk memunkinkan
adanya kehidupan,tetapi untuk membuat kehidupan bisa berjalan lebih baik (C.F
Strong, 1996 : 24). Bagi filsuf-filsuf Yunani seperti Plato dan Aristoteles, tidak ada
pertentangan antara individu dengan negara. Sebaliknya negara adalah satu-satunya
cara bagi individu untuk mewujudkan tujuan-tujuan terbaiknya dan manusia
bukanlah seorang manusia yang baik kecuali jika dia juga seorang warga negara yang
baik.
Konstitusi ideal baik menurut Plato maupun Aristoteles menekankan
pentingnya pendidikan politik, sebab melalui warga negara yang terdidik negara
dapat dilindungi dari timbulnya anarki, menurut pemikiran Plato dan Aristoteles,
anarki merupakan akibat dari ketidak kontrolnya perkembangan demokrasi (C.F
Strong; 1996 : 24). Solusi Plato seperti dijelasan dalam karyanya Republik, terletak
pada suatu aristokrasi cendekiawan politik, suatu badan pelindung yang memenuhi
syarat untuk memerintah dengan sistem pendidikan kaku yang seharusnya memimpin
terciptanya negara ideal.
Walaupun konstitusionalisme politik Yunani telah berakhir, idealisme politik
mereka masih tertinggal dan sulit untuk memperkirakan apa jadinya pemerintahan
politik masa kini tanpa adanya inspirasi yang diperoleh dari contoh kasik ini.

2. Sejarah Konstitusionalisme Romawi


Pentingnya Romawi dalam sejarah konstitusionalisme terletak paa fakta
bahwa peranan konstitusinya dalam dunia kuno dapat diperbandingkan dengan
peranan kontitusi dalam dunia modern. Awalnya konstitusi romawi merupakan

7
sebuah instrumen pemerintahan yang sangat mantap, meskipun tidak ditemukan
dalam bentuk tertulis, konstitusi Romawi terdiri dari sekumpulan preseden yang
dibawa dalam ingatan seseorang, kumpulan keputusan pengacara, negarawan,
kumpulan adat istiadat, kebiasaan, pengertian, dan keyakinan yang berhubungan
dengan metode pemerintahan(C.F Strong: 1996 : 24).
Kontitusi Romawi dimulai sebagai suatu perpaduan harmonis antara elemen-
elemen monarki, aristokratis, dan demokratis dan berakhir sebagai aristokratis yang
tidak bertanggung jawab. Walaupun demikian, tidak dapat dilupakan bahwa hal ini
pasti terjadi seiring dengan perkembangan kekaisaran Romawi yang wilayahnya
sangat luas dengan beraneka ragam suku bangsa dan kepentingan. Kekaisaran seperti
ini menuntut adanya suatu instrumen kekuata yang cepat dan efisien yang hanya dpat
dipenuhi oleh suatu kedaulatan absolut di satu tangan(C.F Strong; 1996 : 24).

Pengaruh abadi konstitusionalisme Romawi dapat dilihat pertama hukum


Romawi (roman law) berpengaruh besar terhadp sejarah hukum eropa kontinental,
kedua kecintaan bangsa Romawi akan ketentraman dan kesatuan sangat kuat
sehingga orang-orang di abad pertengahan terobsesi dengn gagasan kesatuan politik
dunia untuk menghadapi kekuatan disintegrasi(C.F Storng; 1996 : 24).

3. Sejarah Konstitusionalisme Abad Pertengahan


Fenomena feodalisme pada abad pertengahan mulai berkembang pesat di
seluruh Eropa. Feodalisme adlah salah satu konstitusionalisme abad pertengahan
karena dalam beberapa taraf tersusun menjadi suatu bentuk pemerintahan sosial dan
politik yang dapat diterima secara umum. Ciri utamanya adalah pembagian negara
menjadi unit-unit kecil. Prinsip kecil feodalisme adalah “setiap orang harus punya
penguasa”(C.F Strong; 1966 : 24). Hal ini semakin menambah hak-hak preogatif
bayangan di dalam kekaisaran di abad pertengahan tanpa menambah hakikatnya.
Kejahatan feodalisme terletak pada sedemikian banyaknya kekuasaan yang diberikan
kepada baron-baron tinggi dan proporsi kekuatan mereka di masa itu yang terhambat
ketika negara kesaruan bangkit. Oleh karena itu raja-raja kuat dari abad pertengahan
adalah mereka yang melakukan seagala daya dan upaya untuk memusatkan
kekuasaan di atangan mereka sendiri dan menyusun suatu kontrol pusat yang
merusak supremasi pada baron. Dengan cara ini feodalisme berkembang secara pasi
untuk menjembatani jurang pemisah antara chaos pada awal abad pertengahan dan
keteraturan di negara modern(C.F Strong; 1966 : 24).

C. MAZHAB – MAZHAB DALAM HUKUM


1. Mazhab Realisisme Hukum
a) Mazhab Hukum Alam
Hukum alam adalah hukum yang ditemukan pada alam dimana hukum itu
sesuai dan bersinergi dengan alam. Hukum Alam sendiri sebenarnya bukan
merupakan jenis hukum, tetapi itu merupakan penamaan seragam untuk banyak ide

8
yang dikelompokan dalam satu nama, yaitu hukum alam. ini berarti dalam hukum
alam sendiri terdapat beberapa teori hukum yang memiliki persamaan dan perbedaan.
dalam teori hukum alam terdapat ke khasan yaitu tidak dipisahkannya secara tegas
antara hukum dan moral. penganut mazhab ini memandang hukum dan moral sebagai
pencerminan dan pengaturan secara internal dan eksternal kehidupan manusia dan
hubungan sesama manusia. Sumber hukum Alam :

 Hukum Alam Bersumber dari Tuhan (Teori hukum alam yang irasional)
Sumber hukum alam adalah kitab suci, manusia dikuasai oleh hukum
alam dan adat kebiasaan. hukum alam adalah hukum yang lahir bersamaan
dengan terciptanya manusia dan tidak berubah sepanjang zaman (kodrat)
hukum alam adalah hukum yang tertinggi (Tokoh dari pencetus teori ini
adalah Thomas Acquinas)

Klasifikasi Hukum Menurut Thomas Aquinas:


 Lex Aeterna (Hukum rasio Tuhan yang tidak dapat ditangkap oleh panca
indera manusia) maksudnya ini merupakan hukum Tuhan. Hukum Tuhan
yang tidak dapat diterima oleh pikiran secara rasional, melainkan hanya
dapat diresapi dan diyakini secara Irasional sebagai bentuk Keyakinan
pada Hukum-hukum Tuhan.
 Lex Divina (Hukum rasio Tuhan yang dapat ditangkap panca indera
manusia).
 Lex Naturalis (Hukum alam merupakan penjelamaan lex aeterna ke dalam
rasio manusia) maksudnya manusia dapat menangkap adanya ketentuan
Hukum Tuhan dengan mengamati ciptaannya berupa alam kehidupan dan
lain sebagainya.
 Lex Positivis (Hukum Alam yang diterapkan ke dalam kehidupan manusia
di dunia) yaitu hukum alam dituangkan kedalam bentuk wujud yang lebih
kongkret (nyata) dalam kehidupan manusia seperti membentuk undang-
undang.

 Hukum Alam Yang bersumber dari Rasio Manusia.


Menurut pendapat kelompok ini, hukum yang universal dan abasi itu
berasal dari rasio manusia. hukum alam muncul dari pikiran manusia tentang
apa yang baik, benar atau buruk diserahkan kepada moral alam. (tokoh utama
mazhab ini adalah Hogo de Groot (Grotius).

b) Positivisme Hukum
Mazhab positivisme hukum lahir atas reaksi berkembangnya mazhab
(Mazhab) hukum alam. ciri positivisme menurut H.L.A. Hart :
“hukum tidak perlu dikaitkan moral, hukum itu sebagaimana adanya (law as is
it) bukan hukum sebagaimana yang seharusnya (Law as ought to be)”
“studi tentang hukum harus dilepaskan dari studi sejarah, sosiologis, moral,
dan tujuan sosial, dan fungsi sosial.

9
Ciri-ciri Positivisme Hukum
o Sistem hukum adalah sistem tertutup yang logis (masuk akal)
o Pertimbangan secara moral tidak dipertahankan, kecuali dengan argumen
rasional, fakta-fakta, atau bukti.
o Sanski pidana harus spesifik untuk setiap kejahatan selain itu kerasnya
sanksi tidak boleh melebihi daya preventifnya (pencegahannya).
o Tujuan utamanya adalah ketertiban semata.

c) Mazhab Utilitarianisme (Utilitarianism)


Mendasarkan diri pada kemanfaatan sebagai tujuan hukum, karena
kemanfaatan adalah kebahagiaan. baik buruknya atau adil atau tidak adilnya hukum
bergantung apakah hukum memberikan kebahagiaan atau tidak.

Mazhab atau mazhab ini sebenarnya dapat digolongkan ke dalam positivisme


hukum, mengapa dikatakan demikian karena mengingat paham ini sampai pada
kesimpulan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan ketertiban masyarakat
disamping memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada jumlah individu
yang terbanyak.

d) Mazhab Sejarah
Dalam mazhab ini terdapat suatu pendapat yaitu, hukum itu ditemukan bukan
dibuat oleh manusia. ditemukan darimana ?, yaitu ditemukan dari sejarah manusia
(Masyarakat) itu sendiri. mazhab ini juga berpendapat bahwa hukum harus terus
berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. dan undang-undang tidak
berlaku secara universal, setiap masyarakat memiliki hukum kebiasaan sendiri. (tokoh
mazhab ini adalah Frederich karl von savigny)

Latar Belakang Lahirnya Mazhab Sejarah :


 Perkembangan rasionalisme dalam hukum pada abad kedelapanbelas
 Semangat revolusi prancis yang menentang wewenang tradisi, revolusi prancis
memunculkan semangat kosmopolitan.

e) Mazhab Sociological Jurisprudence


Tokoh dari teori ini adalah Eugen Ehrlicht dan Roscoe Pound, Ciri mazhab ini
adalah :
 Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat (living law)
 Ada pemisahan yang tegas antara hukum positif dan hukum yang hidup dalam
masyarakat.
 Pendapat yang berkembang saat itu, yakni hakim tidak boleh menafsirkan
undang-undang.

f) Mazhab Realisme (Realisme Amerika)


Dugaan-dugaan apa yang akan diputus oleh pengadilan itulah yang disebut
hukum, Realisme Amerika bersifat pragmatis mereka tidak percaya pada bekerjanya

10
hukum menurut ketentuan hukum di atas kertas. hukum bekerja mengikuti peristiwa
kongkret yang muncul.

2. Mazhab-Mazhab Hukum Secara Umum


Dalam praktik peradilan terdapat beberapa mazhab hukum yang mempunyai
pengaruh luas bagi pengelolaan hukum dan proses peradilan. Mazhab hukum yang
dimaksud adalah sebagai berikut:

1) Mazhab Legisme
Cara pandang mazhab legisme adalah bahwa semua hukum terdapat dalam
undang-undang. Maksudnya diluar undang-undang tidak ada hukum. Dengan
demikian, hakim dalam melaksanakan tugasnya hanya melakukan pelaksanaan
undang-undang belaka (wetstiopasing), dengan cara yuridische sylogisme, yakni suatu
deduksi logis dari perumusan yang umum (preposisi mayor) kepada suatu keadaan
yang khusus (preposisi minor), sehingga sampai kepada suatu kesimpulan (konklusi).
Sebagai contoh:

 Siapa saja karena salahannya menyebabkan matinya orang dihukum penjara


selama-lamanya lima tahun (preposisi mayor).
 Si Ahmad karena salahnya menyebabkan matinya orang (preposisi minor).

Contoh: Si Ahmad dihukum penjara selama-lamanya lima tahun (konklusi).


Mazhab ini berkeyakinan bahwa semua persoalan sosial akan dapat diselesaikan
dengan undang-undang. Oleh karena itu, mengenai hukum yang primer adalah
pengetahuan tentang undang-undang, sedangkan mempelajari yurisprudensi adalah
sekunder.

2) Mazhab Freie Rechtslehre atau Freie Rechtsbewegung atau Freie Rechtschule


Pandangan Mazhab freie rechtslehre/freie rechtsbewegung/ freie rechtsschule
berbeda cara pandang dengan mazhab legisme. Mazhab ini beranggapan, bahwa di
dalam melaksanakan tugasnya, seorang hakim bebas untuk melakukan sesuatu
menurut undang-undang atau tidak. Hal ini dikarenakan pekerjaan hakim adalah
menciptakan hukum. Mazhab ini beranggapan bahwa hakim benar-benar sebagai
pencipta hukum (judge made law), karena keputusan yang berdasarkan keyakinannya
merupakan hukum. Oleh karena itu, memahami yurisprudensi merupakan hal primer
di dalam mempelajari hukum, sedangkan undang-undang merupakan hal yang
sekunder. Tujuan daripada freie rechtslehre menurut R. Soeroso adalah sebagai
berikut:

 Memberikan peradilan sebaik-baiknya dengan cara member kebebasan kepada


hakim tanpa terikat pada undang-undang, tetapi menghayati tata kehidupan
sehari-hari.
 Membuktikan bahwa dalam undang-undang terdapat kekurangan-kekurangan
dan kekurangan itu perlu dilengkapi.

11
 Mengharapkan agar hakim memutuskan perkara didasarkan kepada rechts ide
(cita keadilan).

3) Mazhab Rechtsvinding (penemuan hukum)


Sedangkan mazhab rechtsvinding adalah suatu mazhab yang berada di antara
mazhab legisme dan mazhab freie rechtslehre/freie rechtsbewegung/freie
rechtsschule. Mazhab ini berpendapat bahwa hakim terikat pada undang-undang,
tetapi tidak seketat sebagaimana pendapat mazhab legisme, sebab hakim juga
mempunyai kebebasan.

Dalam hal ini, kebebasan hakim tidaklah seperti pendapat freie


rechtsbewegung, sehingga hakim di dalam melaksanakan tugasnya mempunyai
kebebasan yang terikat. (gebonden vrijheid), atau keterikatan yang bebas (vrije
gebondenheid). Jadi tugas hakim merupakan melakukan rechtsvinding, yakni
menyelaraskan undang-undang yang mempunyai arti luas.

Kebebasan yang terikat dan keterikatan yang bebas terbukti dari adanya
beberapa kewenangan hakim, seperti penafsiran undang-undang, menentukan
komposisi yang terdiri dari analogi dan membuat pengkhususan dari suatu asas
undang-undang yang mempunyai arti luas. Menurut mazhab rechtsvinding bahwa
yurisprudensi sangat penting untuk dipelajari di samping undang-undang, karena di
dalam yurisprudensi terdapat makna hukum yang konkret diperlukan dalam hidup
bermasyarakat yang tidak ditemui dalam kaedah yang terdapat dalam undang-undang.
Dengan demikian memahami hukum dalam perundang-undangan saja, tanpa
mempelajari yurisprudensi tidaklah lengkap, Namun demikian, hakim tidaklah mutlak
terikat dengan yurisprudensi seperti di negara Anglo Saxon, yakni bahwa hakim
secara mutlak mengikuti yurisprudensi.

D. KARAKTERISTIK HUKUM DI INDONESIA


Negara-negara penganut sistem hukum eropa koninental atau civil law antara lain
negara-negara prancis, Jerman, Belanda dan bekasjajahan Belanda antara lain Indonesia ,
Jepang ,dan Thailand .

Sistem hukum Eropa Kontinental (civil law system)

Sistem hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan dan sering disebut
sebagai”Civil Law” yang semula berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di
kekaisaran romawi pada masa pemerintahan kaisar justinianus abad VI sebelum masehi.

Sistem Civil Law mempunyai tiga karakteristik, yaitu adanya kodifikasi, hakim
tidak terikat kepada presiden sehingga undang-undang menjadi sumber hukum yang
terutama, dan sistem peradian bersifat inkuisitoral. Karakteristik utama yang menjadi
dasar sistem hukum Civil Law adalah hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena
diiwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun

12
secara sistematik di dalam kodifikasi. Karakteristik dasar ini dianut mengingat bahwa
nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah kepastian hukum.(Doktrins Res
Ajudicata).

Karakteristik kedua pada system Civil Law tidak dapat dilepaskan dari ajaran
pemisahan kekuasaan yang mengilhami terjadinya Revolusi Prancis. Menurut Paul
Scolten, bahwa maksud sesungguhnya perorganisasian organ-organ Negara Belanda
adalah adanya pemisahan antara kekuasaan pembbuatan undang-undang, kekuasan
peradilan, dan system kasasi adalah tidak dimungkinkannya kekuasaan yang satu
mencampuri urusan kekuasaan lainnya. Penganut system Civil Law memberi keleluasaan
yang besar bagi hakim untuk memutuskan perkara tanpa perlu meneladani putusan-
putusan hakim terdahulu. Yang menjadi pegangan hakim adalah aturan yang dibuat oleh
parlemen, yaitu undang-undang.

Karakteristik ketiga pada system hukum Civil Law adalah apa yang oleh
Lawrence Friedman disebut sebagai digunakannya sistem inkuisitorial dalam peradilan.
Di dalam sistem itu, hakim mempunyai peranan yang besar dalam mengarahkan dan
memutuskan perkara; hakim aktif dalam menemukan fakta dan cermat dalam menilai
alat bukti. Menurut pengamatan Friedman, hakim di dalam sistem hukum Civil Law
berusaha untuk mendapatkan gambaran lengkap dari peristiwa yang dihadapi sejak awal.
Sistem ini mengandalkan profeisonalisme dan kejujuran hakim.

Bentuk-bentuk sumber hukum dalam arti formal dalam sistem hukum Civil Law
berupa peraturan perundang-undangan, kebiasaasaan-kebiasaan dan yurisprudensi.
Dalam rangka menemukan keadilan, para yuris dan lembaga-lembaga yurisprudensi
maupun quasi-judisial merujuk kepada sumber-sumber tersebut. Dari sumber-sumber itu,
yang menjadi rujukan pertama dalam tradisi sistem hukum Civil Law adalah peraturan
perundang-undangan. Negara-negara penganut civil law menempatkan konstitusi pada
urutan tertinggi dalam hirarki peraturan perundangan-undangan. Semua negara penganut
civil law mempunyai konstitusi tertulis.

Dalam perkembangannya, sistem hukum ini mengenal pembagian hukum publik


dan hukum privat. Hukum publik mencakup peraturann-peraturan hukum yang mengatur
kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat
dan negara (sama dengan hukum publik di sistem hukum Anglo-Saxon). Hukum privat
mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-
individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya.

Sitem hukum ini memiliki segi positif dan negatif. Segi positifnya adalah hampir
semua aspek kehidupan masyarakat serta sengketa-sengketa yang terjadi telah tersedia
undang-undang/hukum tertulis sehinngga kasus-kasus yang timbul dapat diselesikan
dengan mudah, disamping itu dengan telah tersedianya berbagai jenis hukum tertulis
akan lebih menjamin adanya kepastian hukum dalam proses penyelesaiannya. Sedang
segi negatifnya, banyak kasus yang timbul sebagai akibat dari kemajuan zaman dan
peradaban manusia, tidak tersedia undang-undangnya. Sehingga kasus ini tidak dapat

13
diselesaikan di pengadilan. Hukum tertulis pada suatu ssaat akan ketinggalan zaman
karena sifat statisnya. Oleh karena itu, sistem hukum ini tidak menjadi dinamis dan
penerapannya cenderung kaku karena tugas hakim hanya sekedar sebagai alat undang-
undang. Hakim tak ubahnya sebagai abdi undang-undang yang tidak memiliki
kewenangan melakukan penafsiran guna mendapatkan nilai keadilan yang
sesungguhnya.

Pada sistem ini, Indonesia dalam pengambilan putusan pengadilan yakni


berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku , contohnya bisa UUD 45,
Tap MPR, UU /Perpu, peraturan Pemerintah , Perpres/ Kep pres , MA. Keputusan
menteri dan lain-lain jadi ,keputusan pengadilan bersifat fleksibel (berubah ubah )
tergantung hakim yang memutuskan berdasarkan fakta yang ada.

Adanya sistem perjanjian “ the receipt tule” yakni perjanjian terbentuk ketika
penerimaan terhadap suatu penawaran sampai ke pemberi tawaran . Jadi , ketika
seseorang membatalkan sesuatu kontrak perjanjian dengan cara mengirimkan email atau
surat fax ke perusahaan tertentu , maka perjanjian pembatalan terlaksana ketika surat
tersebut dibaca oleh manajer atau pemilik perusahaan yang bersangkutan . Jika karena
masalah ( belum sampai membaca surat ) maka perjanjian masih belum terlaksana . Jadi
dapat diambil kesimpulan bahwa sistem hukum indonesia menganut system hukum
Eropa Koninental atau Civil Law System .

E. PLURALISME HUKUM DI INDONESIA


Menurut suteki, legal pluralisme merupakan strategi pendekatan baru untuk
melakukan terobosan hukum melalui the non enforcment of law agar hukum dapat
melakukan lompatan (rule breaking) kearah pertimbangan living law dan natural law.
Indonesia memiliki 4 sistem hukum dalam praktiknya yaitu hukum adat, hukum agama
(islam), Civil law system dan common law system. Hukum adat yang berlaku di
Indonesia merupakan hukum asli yang lahir dan hidup dalam denyut nadi perkembangan
masyarakat indonesia (living law) yang berlaku sebagai law society. Sedangkan nilai-
nilai yang terkandung dalam hukum agama berlaku sebagai natural law.

Persoalan-persoalan SARA dapat di selesaikan dengan pendekatan ini. Persoalan


SARA tidak hanya diselesaikan dengan pendekatan positivistic (state positive law) saja,
karena pada dasarnya peraturan perundang-undangan memiliki keterbatasan yang dapat
berujung pada kebuntuan aturan, sedangkan dinamika dan persoalan semakin komplesk
keadilan tif akan urung didapatkan bila keadilan hanya dicari melalui law in the books.
Karena itulah diperlukan sisi pendekatan lain yang dapat membantu mengungkapkan dan
mengupayakan penyelesaian permasalahan ini adalah melalui sosial-legal approach.

Masyarakat pada dasarnya telah memiliki pranatanya masing-masing dan


semuanya itu dapat ditemukan bila mencari aturannya di masyarakat (living law).
Pranata-pranata yang ada didalam masyarakat tumbuh sesuai karakteristik masyarakat.
Ciri khas kesukuan, kedaerahan, budaya dan agama sangat melekat pada bentuk pranata

14
yang ada pranata inilah yang membingkai sekaligus perekat ikatan primodial yang ada
diantara mereka. Hukum dalam bentuk pranata sosial yang kukuh dan kokoh dalam
masyarakat inilah sering kali memiliki daya pembentuk perilaku yang kuat, diyakini,
diikuti dan tumbuh bersama masyarakat yang ada. Sanksi sosial sering kali dinilai lebih
pedih dari ujung mata tombak penegakan hukum formal oleh negara. Ikatan primadonal
sering dinilai lebih kuat membentuk komunal mereka. Hal ini disebabkan, “tiada pranata
tanpa masyarakat memiliki bingkai yang disebut dengan the law society framework yang
memiliki hubungan tertentu”

State positivsm dan law society tidak boleh bebas nilai. Kehadiran hukum negara
dan hukum yang hidup dimasyarakat harus sarat nilai. Nilai-nilai moral, ethic dan
keadilan tidak dapat dilepaskan dari hukum. Hukum tidak boleh tajam kebawah dan
tumpul keatas. Hukum tidak boleh tebang pilih. Hukum juga tidak boleh di perjual
belikan untuk kepentingan tertentu. Hakim bukanlah corong undang-undang (la bouche
de la loi) yang hanya menyatakan apa yang dinyatakan pada pasal-pasalnya. Hakim
berperan lebih dari itu. Hakim harus mampu menggunakan kecerdasan spiritual untuk
berani mencari jalan baru yang dapat mewujudkan keadilan. Hakim harus mampu
melakukan apencarian makna mendalam dengan hati nuraninya dan membuat ukuran
baru dalam menjalankan hukum. Hukum dijalankan dengan prinsip, kepedulian, perasaan
dan keterlibatan kepada kelompok yang lemah.

Hukum memiliki hubungan langsung dengan manusianya, hukum tidak berjaeak


dengan manusia. Prinsipnya, hukum adalah untuk manusia, bukjn manusia untuk hukum.
Hukum bukan suatu yang absolut dan final, melainkan sangat bergantung pada bagimana
manusia melihat dan menggunakannya. Hukum dibuat oleh manusia, dilaksanakan oleh
manusia dan untuk mengatur kehidupan manusia. Hakim, polisi, jaksa, advokat dan
penegak hukum lainnya adalah manusia. Para pembuat hukum di legislatif dan eksekutif
juga manusia, demikian juga masyarakat diatur oleh hukum. Karena itu, state positivsm
dan law society dipandu oleh moral, ethic dan religion.

Persoalan keberagaman yang ada di indonesia adalah bagian dari kompleksitas


masyarakat prismatik dan pluralistik. Masyarakat indonesia memiliki karakteristik yang
berbeda dalam ketiga dimensi tersebut. Masyaralat indonesia adalah masyarakat yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa yang dipandu oleh agama dan kepercayaan masing-
masing. Moralitas dan nilai-nilai ethic religion tumbuh bersama dengan keyakinan dan
kepercayaan masyarakat indonesia. Semua agama dan kepercayaan saling berdialektika
dalam rumah pancasila, mendialogkan nilai-nilai luhur ajaran agama. Semua ini luhur di
dalamajaran agama bersesuaian dan pancasila mampu mewadahnya untuk selanjutnya
diikat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di dalam rumah pancasila, semua umat beragama, suku dan seluruh masyarakat
saling menjaga harmonisasi dan menahan diri untuk tidak menonjolkan agama dan atau
etnisnya masing-masing, namun lebih mengedepankan persayuan dan kesatuan bangsa
dalam NKRI, sebagaimana disampaikan oleh Soepomo:

15
Maka semangat kebathinan struktur kerohanian dari bangsa indonesia bersifatan
bercita-cita persatuan hidup, persatuan kawulo dan gusti, yaitu persatuan antara dunia
luar dan dua batin antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-
pemimpinnya. Segala manusia sebagai seseorang, golongan manusia dalam
suatumasyarakat dan golongan-golongan lain dari masyarakat itu dan tiap-tiap
masyarakat dalam pergaulan hidup didunia seluruhnya dianggapnya mempunyai tempat
dan kewajiban hidup (dharma)sendiri-sendiri menurut kodrat dan alam segala-galanya
ditunjukan kepada keseimbangan lahir dan batin. Manusia sebagai seseorang yang tidak
terpisah dengan seseorang lain atau dari dunia luar, golongan-golongan manusia,
bercampur baur dan bersangkutan paut ,berpengaruh-pengaruhi. Inilah ide totaliter, ide
integralistik dari bangsa indonesia yang berwujud dalam susunan tata negaranya yang
asli.

Komitmen kebangsaan didalam konstitusi sudah sangat jelas bahwa indonesia


bukan negara agama sekaligus bukan negara tanpa agama. Indonesia adalah religius
nation statedalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persoalan-persoalan
yang timbul akibat gesekan-gesekan keberagaman dan keberagaman tidak bisa di
selesaikan dengan tekanan dominasi mayoritas terhadap minoritas atau hanya dengan
state loe enforcment. Benih-benih kebencian justru akan tumbuh subur karena sakit hati
bila putusan pengadilan hanya mengedepankan sisi menang dan kalah, bukan benar dan
salah. Rekonsiliasi dan pendekatan natural law dan law society sangat diperlukan.

Pendekatan natural law dapat di tempuh melalui para pemuka agama yang duduk
bersama berekonsiliasi mengupayakan pembenahan ke dala, dalam arti menasehati dan
meyampaikan isi kitab suci kepada umat beragamanya tentang kebaikan hidup, toleransi,
hidup bermasyarakat dan menghadirkan diri upaya pecah belah yang akan melemahkan
perasaan kebangsaan. Lintas pembuka agama juga dapat menyampaikan kepada
masyatakat luas akan empati dan keprihatinannya akan tercederainya rasa persatuan dan
kesatuan, serta bergandeng tangan mengupayakan kembali integrasi bangsa.

Demonstrasi adalah bagian dati law society karena tercederainya keberagaman


dan keberagaman yang selama ini di harmonisasikan. Penyampaian aspirasi secara
damai adalah bagian dari menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Komunikasi dan
rekonsiliasi antara umat beragama pemuka agama dan kehadiran agama (state positivsm
law ) sangat diperlukan. Dialektika hatus dibangun diantara umat beragama, pemuka
beragama dan pemerintah. Dialektika pluralisme hukum juga harus hadir untuk
mensinergikan penyelesaian persoalana tidak hanya dari satu dimensi state positivism
law saja namun juga law society dan kembali pada nilai-nilai moralitas ethic religion.

16
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Hukum secara etimologi dalam bahasa inggris “law”, Belanda “recht”, Jerman
“recht”, Italia “dirito” , prancis “droit” bermakna aturan.
Menurut Lawrence M. Friedmann dalam bukunya “Law and society an
introduction” fungsi hukum adalah :
1. Pengawasan atau pengendalian sosial (sosial control )
2. Penyelesaian sengketa ( dispute settlement )
3. Rekayasa sosial (social engineering)
Bagi bangsa Yunani, negara merupakan seluruh pola pergaulannya, sebuah
kota tempat terpenuhinya semua kebutuhan secara materi dan spiritual (C.F Strong;
1996 : 24). Konstitusi ideal baik menurut Plato maupun Aristoteles menekankan
pentingnya pendidikan politik, sebab melalui warga negara yang terdidik negara dapat
dilindungi dari timbulnya anarki, menurut pemikiran Plato dan Aristoteles, anarki
merupakan akibat dari ketidak kontrolnya perkembangan demokrasi (C.F Strong;
1996 : 24). Solusi Plato seperti dijelasan dalam karyanya Republik, terletak pada
suatu aristokrasi cendekiawan politik, suatu badan pelindung yang memenuhi syarat
untuk memerintah dengan sistem pendidikan kaku yang seharusnya memimpin
terciptanya negara ideal.

Kontitusi Romawi dimulai sebagai suatu perpaduan harmonis antara elemen-


elemen monarki, aristokratis, dan demokratis dan berakhir sebagai aristokratis yang
tidak bertanggung jawab. Walaupun demikian, tidak dapat dilupakan bahwa hal ini
pasti terjadi seiring dengan perkembangan kekaisaran Romawi yang wilayahnya
sangat luas dengan beraneka ragam suku bangsa dan kepentingan. Kekaisaran seperti
ini menuntut adanya suatu instrumen kekuata yang cepat dan efisien yang hanya
dapat dipenuhi oleh suatu kedaulatan absolut di satu tangan(C.F Strong; 1996 : 24).

Fenomena feodalisme pada abad pertengahan mulai berkembang pesat di


seluruh Eropa. Feodalisme adlah salah satu konstitusionalisme abad pertengahan
karena dalam beberapa taraf tersusun menjadi suatu bentuk pemerintahan sosial dan
politik yang dapat diterima secara umum. Ciri utamanya adalah pembagian negara
menjadi unit-unit kecil. Prinsip kecil feodalisme adalah “setiap orang harus punya
penguasa”(C.F Strong; 1966 : 24). Hal ini semakin menambah hak-hak preogatif
bayangan di dalam kekaisaran di abad pertengahan tanpa menambah hakikatnya.
Kejahatan feodalisme terletak pada sedemikian banyaknya kekuasaan yang diberikan
kepada baron-baron tinggi dan proporsi kekuatan mereka di masa itu yang terhambat
ketika negara kesaruan bangkit. Oleh karena itu raja-raja kuat dari abad pertengahan
adalah mereka yang melakukan seagala daya dan upaya untuk memusatkan
kekuasaan di atangan mereka sendiri dan menyusun suatu kontrol pusat yang
merusak supremasi pada baron. Dengan cara ini feodalisme berkembang secara pasi
untuk menjembatani jurang pemisah antara chaos pada awal abad pertengahan dan
keteraturan di negara modern(C.F Strong; 1966 : 24).

17
Mazhab – Mazhab Dalam Hukum
1. Mazhab Realisisme Hukum
- Mazhab hukum alam
- Positivism hukum
- Mazhab Utilitarianisme (Utilitarianism)
- Mazhab sejarah
- Mazhab Sociological Jurisprudence
- Mazhab realisme (Amerika)
2. Mazhab-Mazhab Hukum Secara Umum
- Mazhab legisme
- Mazhab Freie Rechtslehre atau Freie Rechtsbewegung atau Freie
Rechtschule
- Mazhab Rechtsvinding (penemuan hukum)
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut Sistem Civil
Law. Sistem Civil Law mempunyai tiga karakteristik, yaitu adanya kodifikasi, hakim
tidak terikat kepada presiden sehingga undang-undang menjadi sumber hukum yang
terutama, dan sistem peradian bersifat inkuisitoral. Karakteristik utama yang
menjadi dasar sistem hukum Civil Law adalah hukum memperoleh kekuatan
mengikat, karena diiwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-
undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi. Karakteristik dasar ini
dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah
kepastian hukum.(Doktrins Res Ajudicata).
Karakteristik kedua pada system Civil Law tidak dapat dilepaskan dari ajaran
pemisahan kekuasaan yang mengilhami terjadinya Revolusi Prancis. Menurut Paul
Scolten, bahwa maksud sesungguhnya perorganisasian organ-organ Negara Belanda
adalah adanya pemisahan antara kekuasaan pembbuatan undang-undang, kekuasan
peradilan, dan system kasasi adalah tidak dimungkinkannya kekuasaan yang satu
mencampuri urusan kekuasaan lainnya. Penganut system Civil Law memberi
keleluasaan yang besar bagi hakim untuk memutuskan perkara tanpa perlu
meneladani putusan-putusan hakim terdahulu. Yang menjadi pegangan hakim adalah
aturan yang dibuat oleh parlemen, yaitu undang-undang.
Karakteristik ketiga pada system hukum Civil Law adalah apa yang oleh
Lawrence Friedman disebut sebagai digunakannya sistem inkuisitorial dalam
peradilan. Di dalam sistem itu, hakim mempunyai peranan yang besar dalam
mengarahkan dan memutuskan perkara; hakim aktif dalam menemukan fakta dan
cermat dalam menilai alat bukti. Menurut pengamatan Friedman, hakim di dalam
sistem hukum Civil Law berusaha untuk mendapatkan gambaran lengkap dari
peristiwa yang dihadapi sejak awal. Sistem ini mengandalkan profeisonalisme dan
kejujuran hakim.
Meskipun demikian, dalam praktiknya Indonesia juga menerapkan Common
law system(anglo -saxon).
Menurut suteki, legal pluralisme merupakan strategi pendekatan baru untuk
melakukan terobosan hukum melalui the non enforcment of law agar hukum dapat

18
melakukan lompatan (rule breaking) kearah pertimbangan living law dan natural
law. Indonesia memiliki 4 sistem hukum dalam praktiknya yaitu hukum adat, hukum
agama (islam), Civil law system dan common law system .

B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini, tentu jauh dari kata sempurna, tim penulis
mengharapkan kritik dan saran agar sekiranya mampu untuk melengkapi berbagai
kekurangan dalam makalah ini

19
DAFTAR PUSTAKA

Santoso Lukman, Yahyanto. Pengantar Ilmu Hukum: Sejarah, Pengertian, Konsep


Hukum, Aliran Hukum dan Penafsiran Hukum Indonesia. Malang: Setara Press. 2016

Najih Mokhammad, Soimin. Pengantar Hukum Indonesia: Sejarah, Konsep Tata


Hukum dan Politik Hukum Indonesia. Malang: Setara Press. 2016

Nurhadianto, F, (2015). System Hukum dan Posisi Hukum Indonesia. Jurnal TAPIs
vol. 11 No. 1 Januari-Juni 2015

Masyithoh, D, (2016). Dilektika Pluralisme Hukum: Upaya Penyelesaian Masalah


Ancaman Keberagaman dan Keberagaman di Indonesia. Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
vol.24 No. 2, November 216, 359-378

Rosmawan, W, (2015). Sejarah Perkembangan Konsrirusional Dunia dan Indonesia


(Tinjauan Perbandingan). Jurnal Ilmiah Galuh Justisi.

Merani Dhea, N. 2016. Mazhab Hukum di http://dheameranin.wordpres.com (akses 23


September 2019. 19:15)

Haranger Joes. 2015. Pengertian Hukum, Teori dan Aliran Hukum di


http://joesharanger.blogspot.com (akses 23 September 2019. 19:47)

Rahardjo Satjipto. Ilmu Hukum: PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012

20

Anda mungkin juga menyukai