Anda di halaman 1dari 13

Nama Kelompok :Bob Median Lumbantobing

Windi Kristina Siagian


Tingkat/Jurusan :I-C/Teologia
Mata Kuliah :Filsafat Barat
Dosen Pengampu :Dr. Jadiaman Parangin-angin Kelompok 11

Ludwig Andreas von Feuerbach dan Soren Aaby Kierkegaard

(Perbaikan)

I. Pendahuluan
Dalam kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang riwayat, pemikiran
dan filsafat, karya-karya dari dua filsuf yang sangat berpengaruh pada zamannya,
yaitu Ludwig Andreas von Feuerbach dan Soren Aaby Kierkegaard. Disini kami
penyaji akan menjelaskan mengenai topik pembelajaran kita ini, semoga sajian dan
penjelasan kami dapat menambah wawasan kita semua.
II. Pembahasan
2.1. Ludwig Andreas von Feuerbach (1804-1872, 68 Tahun)
2.1.1. Riwayat Hidup

Ludwig Feuerbach lahir pada 28 juli 1804 di Landshut, Jerman. Ayahnya,


Paul Johann Anselm Ritter von Feuerbach, adalah seorang hakim terkemuka.
Sedangkan, ibunya adalah orang yang taat beragama. Pada awalnya, Feuerbach
memiliki keinginan membangun karier di Gereja, sebagaimana yang dicita-citakan
oleh sebagian orang kala itu. Karena itulah ia belajar teologi di Universitas
Heidelberg. Akan tetapi, ia kemudian menyukai filsafat yang tidak begitu disukai
oleh keluarganya. Guna semakin memperdalam kesukaan barunya itu, ia datang ke
Universitas Berlin untuk belajar filsafat. Di sana, ia mengikuti kuliah Hegel yang
sedang menjadi favorit para pelajar filsafat pada masa itu.

Tahun 1825, Feuerbach pindah ke Erlangen. Di sana, ia mempelajari ilmu


pengetahuan alam. Dan, di universitas kota ini, ia mendapat gelar Doktor filsafat.
Empat tahun kemudian, ia diagkat menjadi dosen filsafat. Namun karena
pemikiran-pemikirannya yang dianggap membahayakan agama Kristen, ia
dipersulit untuk menjadi profesor. Akhirnya, ia keluar dari mengajar di universitas

1
dan menjadi pengarang bebas. Tahun 1837, Feuerbach menikah dengan Bertha
Low, yang memiliki pabrik porselen. Dari pernikahannya ini, ia dikaruniai seorang
putri yang bernama Mathilde. Akan tetapi putrinya meninggal sewaktu ia masih
berusia tiga tahun. Ia sangat terpukul dengan kematian putirnya. Beberapa tahun
kemudian, tepatnya tahun 1868, ia berkenalan dengan pemikiran Karl Marx,
kemudian menggabungkan diri dengan partai Sosial-Demokrat Jerman. Feuerbach
meninggal pada 13 September 1872 dalam usia yang ke 68 tahun karena terkena
serangan jantung. Ia dimakamkan di tempat kota kematiannya, yaitu Rechenberg,
dekat kota Nurnberg.1 Feuerbach terkenal sebagai filsuf ateis. Kata “ateis” berasal
dari bahasa Yunani a theos yang berarti tanpa Tuhan atau pengingkaran akan
adanya Tuhan,2

2.1.2. Karya-karya
Karya-karya Feuerbach cukup banyak, yaitu:
1) Gedanken Uber Tod und Unsterblichkeit (1830)
2) Geschichte der neueren Pshilosophie von Bacon von Verulam bis Benedict Spinoxa
( 1833)
3) Zur Kritik der Hegelschen Philosophie ( 1839)
4) Das wesen der Cristentums ( 1841)
5) Das wesen der Religion ( 1843)3
2.1.3. Pemikiran dan Filsafat
2.1.3.1.Kritik atas Agama
Sebelum ditunjukkan bagaimana Feuerbach sampai pada kesimpulan
bahwa agama dan Tuhan merupakan produk kesadaran subjektif manusia sendiri,
perlu ditunjukkan mengapa Feuerbach mempersoalkan agama. Pertama-tama,
Feuerbach mau membela kemanusiaan manusia ketika kemanusiaan bukan lagi
pusat manusia karena digantikan oleh Tuhan dalam agama. Ia mengatakan tentang
tujuannya menulis: “adalah untuk menerangi esensi gelap dari agama dengan obor
rasio “Kegelapan” itu adalah pembalikan yang dibuat orang beragama berupa
perendahan kemanusiaan oleh karena peninggian Tuhan, padahal Tuhan adalah

1
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat (Jogjakarta: IRCiSoD, 2013), 316-317.
2
Louis Leakhy, Filsafat Ketuhanan Kontemporer (Yoyakarta: Kanasius, 1994), 5.
3
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat, 317-318.

2
ciptaan kesadaran manusia. “Satu-satunya keinginanku adalah.......
mentransformasi teman-teman Allah menjadi teman-teman manusia, orang-orang
percaya menjadi para pemikir, yang tekun berdoa menjadi tekun bekerja, para
kandidat untuk hidup yang akan datang menjadi para murid dunia ini, orang-orang
kristen yang, oleh prosesi dan admisi mereka, adalah ‘setengah binatang, setengah
malaikat’ menjadi pribadi-pribadi, menjadi pribadi-pribadi keseluruhan.”
Feuerbach mau membela kemanusiaan manusia yang seharusnya menjadi pusat
dan puncak semua terhadap agama yang membalik tatanan itu dengan menjadikan
Tuhan yang imajiner menjadi pusat dan puncak. Bagi Feuerbach “Awal, tengah,
dan akhir dari agama adalah MANUSIA.” Feuerbach mau menerangi kesadaran
orang tentang agama yang membuat manusia hanya karena menuruti iman menjadi
mengabaikan realitas yang objektif dari alam, kemanusiaan, dan masyarakat. Di
samping itu, baginya agama berkontribusi pada penyakit spiritual yang diderita
subjek-subjek moral modern, yaitu individualisme atau egoisme.4 Ia juga
mengkritik ajaran agama, lantaran ia menganggap Tuhan bukan materi, sehingga
tidak ada dalam kenyataan.
Menurutnya, bukan lah Tuhan atau Allah yang menciptakan manusia,
melainkanlah manusia yang menciptakan Tuhan atau Allah dalam angan-angan
(Ratio).5 Menurutnya juga, keyakinan (agama) manusia akan berasal dari Allah
keinginan hati manusia.6 Karena itu, bagi Feuerbach agama itu sesuatu yang
bersifat subjektif dan praktis. Demikianlah, bagi Feuerbach Allahnya agama tak
lain adalah subjektivitas manusia sendiri yang menginginkan kebebasan dari segala
keterbatasan, kebahagiaan, keterberkatan, yang dengannya manusia tidak perlu
tunduk-terikat lagi pada yang objektif di luar dirinya karena dengannya sebagai
pengada tertinggi-terakhir keinginan manusia untuk hanya mengacu dirinya sendiri
secara murni-absolut terpenuhi. Bahkan adanya Tuhan memberi kebenaran baru
bagi manusia mengenai apa yang merupakan tujuan hidupnya, yaitu bahwa tujuan
hidupnya itu tidak didapatkan di dunia ini, tetapi sesudah hidup di dunia ini. Ini
tampak pada tujuan dari agama yaitu kesejahteraan, keselamatan, kebahagiaan
tertinggi manusia di mana Tuhan dilihat sebagai daya tak terbatas yang

4
L. Feuerbach, Lectures on the Essence of Religion, (New York: Harper and Row, 1967), 22.
5
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat, 318.
6
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1997.

3
menghasilkan keselamatan atau kebahagiaan manusia, yang mana keselamatan ini
bukan kesejahteraan duniawi.7
2.1.3.2.Kritik atas Allah

Feuerbach dijuluki sebagai bapak ateisme modern karena dialah yang


meletakan dasar pemikiran ateisme secara gamblang dan mempengaruhi pemikiran
ateisme selanjutnya termasuk Karl Marx. Feuerbach telah berhasil menjawab
pertanyaan tentang adanya Allah melalui pendekatan kesadaran manusia
(Psikologis). Bagi Feuerbach, adanya Allah merupakan sebuah fenomena
kesadaran manusia saja. Allah ada hanya sebagai akibat proses kesadaran manusia.
Dengan demikian, jika kesadaran manusia tidak ada maka Allah otomatis tidak ada.
Pemikiran Feuerbach tentang Allah ini akhirnya diapresiasi oleh Marx. Bagi
Feuerbach, Allah itu merupakan “sosok” proyeksi dari semua keinginan dan hasrat
manusia itu sendiri. Misalnya, manusia menginginakan kesempurnaan,
kemahatahuan, kemahakuasaan, tetapi keinginan itu tidak dapat dicapai manusia.
Maka kesemua hal itu ditempatkan pada sosok di luar manusia yang disebut Allah
Fenomena proyeksi ini dapat diambil contoh seseorang yang sedang jatuh cinta.

Misalnya, seorang gadis selalu mengatakan bahwa lelaki itulah yang


mencintainya sementara dirinya tidak merasakan hal serupa. Ternyata hal serupa
dialami oleh gadis itu namun dia “melemparkan” perasaan itu pada orang lain.
Demikianpun keyakinan pada Allah. Manusia berusaha memproyeksi semua
kehendak dan keinginannya pada sosok di luar dirinya. Kehendak dan hasrat
menjadi “maha tahu, maha besar, maha kasih, atau maha pengampun” adalah hasrat
yang ingin dicapai oleh manusia sendiri. Lalu manusia seoalah-olah menciptakan
sebuah sosok di mana semua ke-maha-an itu dimiliki sosok di luar dirinya yaitu
Allah.8

2.1.3.3.Kritik atas Hegel


Feuerbach juga mengritik F. Hegel yang mengabsolutkan Tuhan dengan
idealismenya. Menurut F. Hegel, Feuerbach mau membalik tatanan Hegelian di

7
, Ludwig, Feuerbach, The Essence of Christianity, (MSAC Philosophy Group, Walnut, 2008), 145.
8
https://www.qureta.com/post/ateisme-la-feuerbach-dan-marx, diakses 12 April 2019, pukul 20.20.

4
mana di dalamnya predikat-predikat abstrak seperti rasio, pikiran, kesadaran
sebagai entitas-entitas, sementara kodrat manusia direndahkan dengan dilihat
sebagai alienasi dari Ide Absolut. Feuerbach melihat bahwa kodrat yang
materiallah yang tertinggi, bukan Ide Absolut. Bagi Feuerbach klaim Hegel bahwa
Yang Absolut mengobjektifikasikan dirinya dalam ciptaan untuk kemudian sampai
pada kesadaran dirinya secara penuh melalui dan dalam kesadaran diri manusia
adalah tidak tepat. Yang tepat menurut Feuerbach adalah spesies manusia yang
berjalan menuju kesadaran dirinya tentang kesempurnaan esensialnya melalui dan
dalam ide Allah. Karena itu, Allah bagi Feuerbach tak lain dari bentuk pengetahuan
akan diri sendiri manusia secara tidak langsung, yaitu melalui kontemplasi akan
kodratnya sendiri yang diproyeksikan keluar dirinya sebagai “engkau” ketika
manusia melakukan diferensiasi dalam dirinya antara “aku” dan “yang lain.”Ini
berarti bahwa kesadaran manusia akan Allah tak lain daripada kesadaran akan
dirinya sendiri. Feuerbach juga menolak idealisme Hegel yang putus dengan
pengalaman indrawi. Bagi Feuerbach realitas pertama-tama berarti yang indrawi.
Bahkan, pikiran harus direduksi pada indra.
Kendati merujuk pada persepsi indrawi, Filsafat Hegel tidak mulai dari
persepsi indrawi itu sendiri, tetapi hanya dari ide mengenai persepsi indrawi.
Padahal, yang menjadi sasaran perhatian manusia bukan pengada abstrak atau
semata-mata konseptual, melainkan pengada yang real, yaitu manusia yang benar-
benar real. Karena itu, suatu teori pengetahuan haruslah realistis dan materialistis.
Itulah sebabnya, bukan Allah, melainkan manusia yang seharusnya menjadi titik
berangkat dari semua berfilsafat. Objek pertama dari manusia adalah manusia.
Di samping itu, Feuerbach sendiri memang hendak menekankan bahwa
manusia adalah makhluk yang mengada di dunia ini sebagai pengada natural.
Karena itu, elaborasi atas pengalaman manusia pertama-tama harus merujuk pada
realitas yang material dan konkret, bukan yang abstrak, konseptual semata, ideal
dan dari dunia lain. Feuerbach berkata: “Karena di dalam alamlah kita hidup,
bernafas, dan mengada; alam melingkupi manusia dari setiap sisi; ambillah alam
dan manusia berhenti mengada.” Ini berarti bahwa manusia tidak boleh dimengerti
semata-mata seperti yang dimengerti sejak Descartes yaitu sebagai manusia
rasional, yang tercerabut dari alam, yang diabstraksikan dari hidup indrawinya.
Menurutnya manusia adalah manusia fisik yang sejati, real, keseluruhan,
konkret. Selain itu, keterpecahan lama antara “di sini” dan “di sana” harus

5
ditanggalkan tidak hanya dalam pikiran seperti kata Hegel, tetapi dalam realitas,
sehingga fokusnya sepenuhnya seharusnya adalah diri manusia sendiri, dunia
sendiri, masa sekarang, hidup di sini dan sekarang. Tekanan seharusnya adalah
pada manusia yang sehat dan mampu pada pikiran dan badan, bukan jiwa yang tak
dapat mati. Feuerbach juga menolak yang spekulatif, antinatural dari filsafat dan
teologi yang menyingkirkan objek, pengalaman, yang indrawi dalam pikiran atau
yang membuat konsep-konsep tentang Tuhan muncul dari praasumsi-praasumsi
spekulatif yang menyingkirkan yang indrawi.9
2.1.3.4.Problem Kritik Agama Feuerbach

Kritik Feuerbach terhadap agama tersebut tentu saja membuat marah orang-
orang beragama yang meyakini bahwa Tuhan itu ada dan berbeda dengan manusia.
Namun, terlepas dari kemarahan ini, sebenarya gagasan Feuerbach yang
mengkritik agama tersebut mengandung kelemahan. Salah satunya tidak tepat
sasaran. Tuhan yang dibayang-bayangkan oleh orang-orang beragama benar- benar
berbeda dengan dirinya. Maka dari situlah kurang layak dinyatakanTuhan adalah
Proyeksi manusia. Sebab Tuhan yang dipikirkan Feuerbach, berbeda dengan
dirinya. 10

2.2. Soren Aaby Kierkegaard (1813-1855, 42 Tahun)


2.2.1. Riwayat Hidup
Soren Aabye Kierkegaard lahir pada 5 Mei 1813, di Copenhagen, Denmark. Ia
berasal dari keluarga kaya, dan merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara.
Ibunya bernama Anne Sorensdatter Lund Kierkergaard. Sedangkan ayahnya
bernama Michael Pedersen Kierkegaard dan merupakan seorang yang sangat seleh
serta dikenal sebagai orang yang selalu merasa mendapat kutukan Tuhan akibat
dosa-dosanya. Kierkegaard sangat dekat dengan ayahnya ini, sehingga sikap
ayahnya yang melankonis tersebut sedikit banyak terwariskan kepadanya. Sebelum
meninggal, ayahnya memintanya untuk menjadi pendeta. Kenangan indah bersama
ayahnya sangat membekas dalam dirinya. Pada tahun 1836, ia mengalami krisis
keagamaan dan patokan moral. Karena krisi itulah, ia sempat mempunyai
keinginan untuk bunuh diri. Namun setelah ayahnya meninggal, ia kembali sadar.

9
L. Feuerbach, Lectures on the Essence of Religion, (New York: Harper and Row, 1967), 22.
10
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat, 324.

6
Ia bertobat serta menyusun kembali puing-puing keagamaan dan moral yang
pernah dihancurkannya. Tidak hanya itu, ia juga berhasil menyelesaikan studi
Teologinya. Kierkegaard menjalani hidupnya tanpa menikah.11
Setelah masa kanak-kanak yang tersendiri dan tidak bahagia dia menjadi
seorang mahasiswa di Universitas Kopenhagen, dan akhirnya bermaksud menjadi
pendeta. Dia lulus ujian teologinya pada tahun 1840 dan bertunangan pada tahun
berikutnya. Tetapi dia tidak dapat membuat dirinya sendiri memasuki baik
penahbisan maupun pernikahan. Dalam tahun berikutnya Kierkegaard terjun
kedalam suatu kehidupan sosial yang berfoya-foya, setelah berharap bahwa hal itu
akan mengalihkan pikirannya. Pada minggu suci 1848, Kierkegaard mengalami
suatu pengalaman pertobatan. Tahun-tahun terakhir Kierkegaard dikacaukan oleh
pertentangan atau perselisian pahit dengan gereja yang telah mapan. Di akhir
hidupnya dia menolak menerima komunio suci “dari pejabat resmi Sang Raja”,
sekalipun pejabat atau pelayan yang di maksud adalah teman lamanya. Dia
meninggal dunia pada 11 november 1855 di Kopenhagen, Denmark. Pada usia 42
tahun. ia dianggap sebagai bapak Eksistensialisme dan psikologi eksistensial.
Pengaruh Kierkegaard dapat ditemukan dalam banyak gerakan seni, seperti
Futurisme dan gerakan lain dalam seni modern.12
2.2.2. Karya-karya
Beberapa buku yang ditulis kierkegaard, antara lain:13
a. Om Begrebet Ironi (The Concept of Irony, 1841)
b. Enten-Eller (Eiter-Or, 1843)
c. Philosophiske Smuler (Philosophical Fragments, 1844)
d. Afsluttende Uvidenskabelig Efterskrift (Concluding Unscientific Postscript, 1846)
e. Kjerlighedens Gjerninger (Works of Love, 1847)
f. Christelige Taler (Christian Discourses, 1848) dan
g. Sydomen Til Doden (The Sickness unto Death, 1849).
2.2.3. Filsafat
Kierkegaard menimbulkan suatu Ego eksistensial yang muncul dalam pikiran
dan bahasa dia menyelamatkan sunyektivitas dari rawan psikologi tetapi dalam

11
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat, 324-326.
12
Colin Brown, Filsafat dan Iman Kristen (Surabaya: Momentum, 2017), 174-176.
13
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat, 326.

7
sejarah filsafat dia menjadi suatu gejala an-histirik, suatu teriakan dari orang yang
sepi yang menyendiri dari pelopor tanpa pengikut. Dia menyerahkan pada kita
suatu kesalahan dan kekhilafan karena setiap perkataan yang menunjuk
obyektivitas ialah penghianayan dari kebenaran subyektip. Kierkegaard memetangi
Hegel tapi dia anak Hegel kalau dia mencoba mengkategorikan sikap-sikap dari
orang yang bereksitensi menjelaskan universa-universa eksitensi.14 Kierkegaard
membedakan tiga jalan dasar hidup, yang disebutnya ekstensi, etis, dan religius dan
ia mengiginkan orang memilih salah satu diantaranya. Ia berpendapat bahwa jalan
religius (Lebih khususnya, jalan Kristen) sebagai jalan “Tertinggi” meskipun hanya
dapat dicapai melalui “Penyerahan diri kepada Tuhan” secara bebas dan
irrasional.15
2.2.3.1.Filsafat Pemberontakan
Berbeda dari filsafat lain, eksistensialisme tidak pernah menjadi suatu aliran
atau gerakan. Lebih tepat, terdapat suatu “kemiripan keluarga” antara pemikir-
pemikir eksitensial dalam hal permasalahan yang mereka ajukan dan bagaimana
mereka melihat kedudukan manusia di dalam semesta. Pada dasarnya,
eksistensialisme adalah filsafat pemberontakan, terpusat pada individu dan
masalah-masalah eksistensi. Dalam cara tertentu eksistensialisme dapat dilihat
sebagai pemberontakan romantisme melawan ide Pencerahan Eropa dengan
tekanannya pada sistem dan rasionalitas. Pada filsuf eksistensialis telah
menekankan bagaimana manusia individual “Beridiri tegak” melawan dunia,
masyarakat, lembaga, dan cara berpikir. Salah satu yang dikritik oleh Kierkegaard,
yaitu mengkritik Gereja Denmark pada masanya. Para filsuf eksistensialis
menyatakan bahwa mereka prihatin dengan permasalahan-permasalahan yang
menghadang umat manusia. Tujuan mereka adalah membuka ilusi kehidupan
sehari-hari dan meminta perhatian manusia pada suatu pandangan yang serius
mengenai tanggungjawab mereka. Misalnya, banyak eksistensialis percaya bahwa
tidak ada hukum moral yang tertulis di dalam struktur semesta. Manusia harus

14
M.A.W Brouwer, Sejarah Filsafat Barat Modern dan Sejaman (Bandung: Penerbit Alumni, 1980),
114-115.
15
Leslie Stevenson & David L. Haberman, Hakikat Manusia, (Jogyakarta: Yayasan Bentang Budaya,
2001), 260-261.

8
memilih apa yang mau mereka kerjakan dan mereka mau menjadi apa. Mereka
adalah bebas. 16
2.2.3.2.Kebenaran dan Kekristenan (Iman)

“Kebenaran” tulis Kierkegaard, adalah “Subjektivitas”. Ia melihat


pengalaman-pengalamanya sendiri sebagai suatu drama yang digunakan untuk
membentuk filsafatnya. Ia gigih mempertahankan bahwa, eksistensi personal tidak
dapat dibatasi di dalam suatu sistem atau direduksikan ke hal yang melalui rasional.
Suatu sistem logis itu mungkin, sistem eksistensial tidak mungkin. Kierkegaard
membenci sistem Empiris dan ide objektivitas. Diatas semuanya, ia membenci
Filsafat Hegel, filsafat yang dominan pada waktu itu, yang meletakkan segalanya
di dalam suatu sistem. Kierkegaard melihat tugas filsafatnya adalah untuk
mempertobatkan orang menuju subjektive. Ia menekankan pentingnya iman. Ia
tidak ingin menambah pengetahuan seperti seorang saintis atau seorang guru
sekolah, tetapi untuk mencerahi suatu jalan baru untuk hidup bagi orang-orang.
Dari hidupnya sendiri, Kierkegaard membedakan tiga macam eksistensi:

1. Estetik : Cara hidup “Langsung”


2. Etik : Hegel yakin manusia menemukan eksistensi etis sebagai bagian dari
masyarakat, bagian dari khalayak; Kierkegaard menyatakan anda harus
memisahkan diri dari khalayak.
3. Religius : cara hidup tertinggi melibatkan iman.

Iman merupakan tema besar Kierkegaard. Iman, baginya merupakan suatu


mujizat yang mengubah seluruh cara hidup seseorang. Di dalam Fear and
Trembling, Kierkegaard menceritakan kembali kisah dari kitab suci adimana Allah
meminta kepada Abraham untuk mengorbankan anak tunggalnya. Kierkegaar
menyebut “penundaan Teologis dari yang etis”, dimana hukum moral yang normal
disisihkan karena panggilan iman yang lebih tinggi, panggilan Allah. Allah hanya
dapat diketahui di dalam suatu cara yag personal dan mendalam; kebenaran Allah

16
Linda Smith dan William Raeper, Ide-ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang, (Jogyakarta:
Kanisius, 2000), 76-77.

9
oleh karenanya, merepakan kebenaran pribadi yang mendalam. Tidak ada sesuatu
yang disebut Evidensi; hanya ada iman.17

III. Refleksi Filisofi


1. Ontologis
a. Ludwig Andreas von Feuerbach
Feuerbach memiliki pemikiran dan juga filsafat yaitu tentang Kritikan
atas agama, Kritikan atas Allah, kritikan atas Hegel. Bagi Feuerbach “Awal,
tengah, dan akhir dari agama adalah MANUSIA.” Menurutnya, bukan lah
Tuhan atau Allah yang menciptakan manusia, melainkanlah manusia yang
menciptakan Tuhan atau Allah dalam angan-angan (Ratio). Tujuan dari
agama yaitu kesejahteraan, keselamatan, kebahagiaan tertinggi manusia di
mana Tuhan dilihat sebagai daya tak terbatas yang menghasilkan
keselamatan atau kebahagiaan manusia, yang mana keselamatan ini bukan
kesejahteraan duniawi. Bagi Feuerbach, adanya Allah merupakan sebuah
fenomena kesadaran manusia saja. Allah ada hanya sebagai akibat proses
kesadaran manusia. Dengan demikian, jika kesadaran manusia tidak ada
maka Allah otomatis tidak ada. Bagi Feuerbach klaim Hegel bahwa Yang
Absolut mengobjektifikasikan dirinya dalam ciptaan untuk kemudian
sampai pada kesadaran dirinya secara penuh melalui dan dalam kesadaran
diri manusia adalah tidak tepat.
b. Soren Aaby Kierkegaard

Berbeda dengan Kierkegaard, pemikiran ataupun filsafatnya adalah


tentang Pemberontakan dan juga tentang kebenaran dalam Kristen (Iman).
Kierkegaard membedakan tiga jalan dasar hidup, yang disebutnya
eksistensi, etis, dan religius dan ia mengiginkan orang memilih salah satu
diantaranya. Ia berpendapat bahwa jalan religius (Lebih khususnya, jalan
Kristen) sebagai jalan “Tertinggi” meskipun hanya dapat dicapai melalui
“Penyerahan diri kepada Tuhan”

2. Epistemologi
a. Ludwig Andreas von Feuerbach

17
Ibid, 79.

10
Bagi Feuerbach Allahnya agama tak lain adalah subjektivitas
manusia sendiri yang menginginkan kebebasan dari segala keterbatasan,
kebahagiaan, keterberkatan, yang dengannya manusia tidak perlu tunduk-
terikat lagi pada yang objektif di luar dirinya karena dengannya sebagai
pengada tertinggi-terakhir keinginan manusia untuk hanya mengacu dirinya
sendiri secara murni-absolut terpenuhi. Bahkan adanya Tuhan memberi
kebenaran baru bagi manusia mengenai apa yang merupakan tujuan
hidupnya, yaitu bahwa tujuan hidupnya itu tidak didapatkan di dunia ini,
tetapi sesudah hidup di dunia ini. Menurutnya manusia adalah manusia fisik
yang sejati, real, keseluruhan, konkret. Selain itu, keterpecahan lama antara
“di sini” dan “di sana” harus ditanggalkan tidak hanya dalam pikiran seperti
kata Hegel, tetapi dalam realitas, sehingga fokusnya sepenuhnya seharusnya
adalah diri manusia sendiri, dunia sendiri, masa sekarang, hidup di sini dan
sekarang. Feuerbach juga menolak yang spekulatif, antinatural dari filsafat
dan teologi yang menyingkirkan objek, pengalaman, yang indrawi dalam
pikiran atau yang membuat konsep-konsep tentang Tuhan muncul dari
praasumsi-praasumsi spekulatif yang menyingkirkan yang indrawi.

b. Soren Aaby Kierkegaard

Eksistensialis telah menekankan bagaimana manusia individual


“Beridiri tegak” melawan dunia, masyarakat, lembaga, dan cara berpikir.
banyak eksistensialis percaya bahwa tidak ada hukum moral yang tertulis di
dalam struktur semesta. Manusia harus memilih apa yang mau mereka
kerjakan dan mereka mau menjadi apa. Mereka adalah bebas. Ia
menekankan bahwa kodrat manusia adalah sedemikian rupa sehingga
individu hanya dapat bebas dari keputusasaan dan memenuhi harapan
fundamentalnya dengan memeluk warta Kristen. Ia menekankan pentingnya
iman. Ia tidak ingin menambah pengetahuan seperti seorang saintis atau
seorang guru sekolah, tetapi untuk mencerahi suatu jalan baru untuk hidup
bagi orang-orang.

c. Aksiologi
a. Ludwig Andreas von Feuerbach

11
Sebenarnya gagasan Feuerbach yang mengkritik agama tersebut
mengandung kelemahan. Salah satunya tidak tepat sasaran. Tuhan yang
dibayang-bayangkan oleh orang-orang beragama benar- benar berbeda
dengan dirinya. Maka dari situlah kurang layak dinyatakan Tuhan adalah
Proyeksi manusia. Sebab Tuhan yang dipikirkan Feuerbach, berbeda
dengan dirinya.

b. Soren Aaby Kierkegaard

Ada tiga tahapan lompatan eksistensial, yaitu tahap estetis, tahap


etis, tahap religius.

1. Tahap Estetis, orang yang berada pada tahap ini akan dilanda
ketakutan, kebosanan, rasa tidak puas dan putus asa. Walaupun
demikian, ini termasuk tahap eksistensial, karena manusia
memiliki kebebasan untuk memilih hidup yang seperti ini.
2. Tahap Etis, ia juga bebas untuk memilih dan meninggalkannya,
jadi, tahap etis bukanlah paksaan, melainkan kesadaran
eksistensial. Akan tetapi, pada tahap ini, meski berusaha
mengikuti aturan moral universal, orang tersebut masih
tergantung pada konsepsi ratio yang terbatas.
3. Tahap Religius, iman dapat melampaui ratio yang terbatas.
Disini, seseorang akan menjadi sadar terhadap Tuhan nya yang
menguasai dirinya dan tidak terbatas. Jadi, jika sebelumnya
berpatokan pada yang terbatas, maka pada lompatan iman ini,
manusia bergantung pada yang tak terbatas. Pada tahap inilah,
eksistensi manusia mencapai puncaknya.
IV. Kesimpulan
Disini kami para penyaji menyimpulkan bahwa, kedua filsuf ini merupakan
filsuf yang berpengaruh di zaman masing-masing. Seperti Feuerbach, dia
merupakan filsuf di Jerman, sedangkan Kierkegaard merupakan filsuf di Denmark.
Adapun pemikiran mereka berbeda-beda. Feuerbach adalah seorang filsuf yang
juga disebut sebagai seorang ateis sejati. Seorang ateis sejati itu adalah orang yang
sama sekali tidak percaya terhadap kekuatan duniawi atau kekuatan yang dianggap
menyalahi hukum alam. Feuerbach juga menekankan kritikannya terhadap agama

12
dan juga kepada Hegel. Lain halnya dengan Kierkegaard, yang merupakan seorang
Eksistensialisme, dan juga menekankan betapa pentingnya iman itu dan iman itu
berada diatas segala-galanya. Dia mengatakan bahwa, apa yang tidak dapat
dijangkau oleh akal, iman dapat memasukinya. Lebih jauh lagi, ajaran agama tidak
dapat dipahami oleh akal, seperti Tuhan, malaikat, surga, dan neraka. Hanya iman
lah yang dapat memahami semua itu, yaitu lewat firman Tuhan dalam Kitab Suci.
V. Daftar Pustaka
Bertens, K. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1997.
Brouwer, M.A.W. Sejarah Filsafat Barat Modern dan Sejaman. Bandung:
Penerbit Alumni, 1980.
Brown, Colin. Filsafat dan Iman Kristen. Surabaya: Momentum, 2017.
Feuerbach, Ludwig. The Essence of Christianity. MSAC Philosophy Group,
Walnut, 2008.
Feuerbach, L. Lectures on the Essence of Religion. New York: Harper and Row,
1967.
Leakhy, Louis. Filsafat Ketuhanan Kontemporer. Yoyakarta: Kanasius, 1994.
Rahman, Masyur Arif. Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat. Jogyakarta: IRCiSoD,
2013.
Smith, Linda dan William Raeper. Ide-ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang.
Jogyakarta: Kanisius, 2000.

Stevenson, Leslie & David L. Haberman. Hakikat Manusia. Jogyakarta: Yayasan


Bentang Budaya, 2001.

Sumber Lain
https://www.qureta.com/post/ateisme-la-feuerbach-dan-marx, diakses 12 April
2019, pukul 20.

13

Anda mungkin juga menyukai