Seringkali kita bertanya, dan kadang dipertanyakan oleh saudara-saudari kita dari Gereja lain
yg non- Katolik, apakah 7 (tujuh) Sakramen dalam Gereja Katolik ditetapkan oleh Kristus
dan mempunyai dasar biblis yang kuat ttg itu. Kadang kita sendiri bingung dan tidak tahu
mau menjawab apa. efeknya adalah pnghayatan kita terhadap Sakramen pun kurang
mendalam. Semoga bahan ini menjadi pengetahuan iman yang membantu rekan-rekan untuk
semakin memahami apa yang kita imani selama ini.,
SAKRAMEN SAKRAMEN GEREJA KATOLIK
Ketujuh sakramen (Pembaptisan, Penguatan, Ekaristi, Pengakuan Dosa, Tahbisan,
Perkawinan, dan Urapan orang sakit) merupakan tanda yang menyampaikan rahmat
dan kasih Tuhan secara nyata. Hal ini merupakan pemenuhan janji Kristus yang tidak
akan pernah meninggalkan kita sebagai yatim piatu (Yoh 14:18). Melalui sakramen
tersebut, Allah mengirimkan Roh Kudus-Nya untuk menyembuhkan, memberi makan
dan menguatkan kita.
Keberadaan sakramen sebenarnya telah diperkenalkan sejak zaman Perjanjian Lama, tetapi
pada saat itu hanya merupakan simbol saja -seperti sunat dan perjamuan Paskah
(pembebasan Israel dari Mesir)- dan bukan sebagai tanda yang menyampaikan rahmat Tuhan.
Kemudian Kristus datang, bukan untuk menghapuskan Perjanjian Lama melainkan untuk
menggenapinya. Maka Kristus tidak menghapuskan simbol-simbol itu tetapi
menyempurnakannya, dengan menjadikan simbol sebagai tanda ilahi. Sunat disempurnakan
menjadi Pembaptisan, dan perjamuan Paskah menjadi Ekaristi. Dengan demikian, sakramen
bukan hanya sekedar simbol semata, tapi menjadi tanda yang sungguh menyampaikan
rahmat Tuhan.
Di sini kita melihat bagaimana Allah tidak menganggap benda- benda lahiriah sebagai
sesuatu yang buruk, sebab di akhir penciptaan Allah melihat semuanya itu baik (Gen 1:31).
Bukti lain adalah Kristus sendiri mengambil rupa tubuh manusia (yang termasuk benda
hidup) sewaktu dilahirkan ke dunia (lih. Ibr 10:5) Kita dapat melihat pula bahwa di dalam
hidupNya, Yesus menyembuhkan, memberi makan dan menguatkan orang-orang dengan
menggunakan perantaraan benda-benda, seperti tanah sewaktu menyembuhkan orang buta
(Yoh 9:1-7); air sewaktu mengubahnya menjadi anggur di Kana (Yoh 2:1-11), roti dan ikan
dalam mukjizat pergandaan untuk memberi makan 5000 orang (Yoh 6:5-13), dan roti dan
anggur yang diubah menjadi Tubuh dan DarahNya di dalam Ekaristi (Mat 26:26-28). Jika
Yesus mau, tentu Ia dapat melakukan mujizat secara langsung, tetapi Ia memilih untuk
menggunakan benda- benda tersebut sebagai perantara. Janganlah kita lupa bahwa Ia adalah
Tuhan dari segala sesuatu, dan karenanya Ia bebas menentukan seturut kehendak dan
kebijaksanaan-Nya untuk menyampaikan rahmatNya kepada kita.
kita, untuk menyertai dan menguduskan kita, karena sungguh besarlah kasihNya kepada kita
sebagai anggota Gereja-Nya.
Sakramen Penguatan (KGK 1285-1321)
Tuhan memperkuat jiwa kita juga dengan Sakramen Penguatan. Hal ini kita lihat dari kisah
para rasul yang, walaupun telah menerima rahmat Tuhan, mereka dikuatkan secara istimewa
pada hari Pentakosta, ketika Roh Kudus turun atas mereka. Atas karunia Roh Kudus ini para
rasul dapat dengan berani mengabarkan Injil dan melaksanakan misi yang Yesus percayakan
kepada mereka. Karunia Roh Kudus ini diturunkan melalui penumpangan tangan para rasul
(Kis 8:14-17) yang kemudian juga dilanjutkan oleh para penerus mereka (para uskup) kepada
Gereja-Nya. Melalui Sakramen Penguatan inilah kita dikuatkan dalam iman untuk
menghadapi tantangan hidup.
Sakramen Pengakuan/ Tobat (KGK 1422-1498)
Allah mengetahui bahwa di dalam perjalanan iman, kita dapat jatuh di dalam dosa. Maka Ia
menganugerahkan Sakramen Pengakuan/ Tobat pada kita, karena Allah selalu siap sedia
untuk mengangkat kita dan mengembalikan kita ke dalam persekutuan dengan Dia. Di dalam
sakramen ini kita mengakukan dosa kita di hadapan imam, karena Yesus telah memberi
kuasa kepada para imamNya untuk melepaskan umatNya dari dosa. Setelah kebangkitanNya,
Yesus berkata kepada para rasulNya, Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni
dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya
tetap ada. (Yoh 20:22-23). Melalui Sakramen Tobat ini kita menerima pengampunan dosa
dari Tuhan dan juga rahmatNya, yang membantu kita untuk menolak godaan dosa di waktu
yang akan datang.
Sakramen Perkawinan (KGK 1601-1666)
Sebagian besar orang dipanggil untuk kehidupan berumah tangga. Melalui Sakramen
Perkawinan, Tuhan memberikan rahmat yang khusus kepada pasangan yang menikah untuk
menghadapi bermacam tantangan yang mungkin timbul, terutama sehubungan dengan
membesarkan anak-anak dan mendidik mereka untuk menjadi para pengikut Kristus yang
sejati.
Dalam sakramen Perkawinan terdapat tiga pihak yang dilibatkan, yaitu mempelai pria,
mempelai wanita dan Allah sendiri. Ketika kedua mempelai menerimakan sakramen
Perkawinan, Tuhan berada di tengah mereka, menjadi saksi dan memberkati mereka. Allah
menjadi saksi melalui perantaraan imam, atau diakon, yang berdiri sebagai saksi dari pihak
Gereja.
Sakramen Perkawinan adalah kesatuan kudus antara suami dan istri yang menjadi tanda yang
hidup tentang hubungan Kristus dengan GerejaNya (Ef 2:21-33). Karenanya, perkawinan
sakramental Katolik adalah sesuatu yang tetap dan tak terceraikan, kecuali oleh maut (Mrk
10:1-2, Rom 7:2-3, 1Kor 7:10-11).
Tahun liturgi, warna liturgi dan Perayaan liturgi yang digolongkan dalam
beberapa tingkat, menurut pentingnya
Tahun Liturgi
Gereja Katolik memiliki kalender tersendiri yang mengatur perayaan, pesta, peringatan para
orang kudus, dan hari biasa, selama 1 tahun. Jadi, dalam kalender Gereja Katolik tersebut
diatur bacaan-bacaan Kitab Suci yang dibacakan dalam Ekaristi harian dan mingguan.
Kita umumnya mengenal Tahun Masehi yang berawal pada tanggal 1 Januari dan berakhir
tanggal 31 Desember. Tahun Liturgi berbeda dengan Tahun Masehi. Awal tahun liturgi dimulai
pada Hari Minggu Adven I [akhir November awal Desember], yang menantikan kedatangan
Tuhan Yesus yang pertama. Akhir tahun liturgi jatuh pada Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam
[akhir November], yang merayakan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya, yakni pada
akhir zaman. Sepanjang tahun liturgi, Gereja menghadirkan seluruh misteri keselamatan Allah
yang terlaksana dalam diri Tuhan Yesus Kristus.
Puncak Tahun Liturgi adalah Misteri Paskah Tuhan yang dirayakan selama Trihari Paskah yang
puncaknya pada Malam Paskah. Tahun Liturgi terbagi dalam 3 masa [Masa Khusus, Masa
Biasa, Pesta atau peringatan orang kudus]. Masa Khusus terdiri dari: lingkaran Natal [masa
Adven dan masa Natal] dan lingkaran Paskah [masa Prapaskah dan masa Paskah]. Masa
Biasa terdiri dari 34 pekan biasa yang puncaknya pada hari Minggu. Pesta peringatan orang
kudus merupakan kebiasaan Gereja untuk menghormati orang-orang suci, dan untuk
memuliakan dan menghormati Tuhan.
Mengapa tahun 2012 masuk Tahun B? Gereja membagi lingkaran Tahun Liturgi dalam 3 tahun.
Gereja membaginya berdasarkan Injil yang dibacakan. Tahun A, yaitu tahun 2005, 2008, 2011,
2014, dst : Injil Matius. Tahun B, yaitu tahun 2006, 2009, 2012, dst: Injil Markus. Tahun C, yaitu
tahun 2007, 2010, 2013, dst: Injil Lukas. Injil Yohanes diselipkan dalam ketiga tahun tersebut
berdasarkan misteri iman yang dirayakan. Cara menentukan Tahun A, B, C adalah dengan
membagi tahun bersangkutan dengan angka 3! Jika hasil baginya bersisa satu berarti tahun
bersangkutan adalah tahun A; jika hasil baginya bersisa dua berarti tahun bersangkutan adalah
Tahun B; jika tahun bersangkutan habis dibagi 3 berarti tahun C. Misalkan, tahun 2009 dibagi 3
= 669 sisa 2. Maka tahun 2009 adalah tahun B.
Tahun A, B, C di atas untuk menentukan bacaan Injil pada hari Minggu. Bacaan misa harian
diatur dalam tahun ganjil/genap [tahun I / tahun II]. Disebut tahun I , karena tahun ganjil [2007,
2009, dst]; tahun II , karena tahun genap [2008, 2010, dst]. Yang membedakannya hanya
bacaan pertama, sedangkan bacaan Injilnya sama.
Maka bila kita setia mengikuti Misa hari Minggu, dalam tiga tahun kita sudah menyelesaikan
hampir seluruh isi alkitab. Seandainya kita juga rajin mengikuti misa harian, hampir seluruh
alkitab sudah kita dengarkan dalam waktu dua tahun.
bisa digantikan oleh apapun. Jika ada Pesta Tuhan atau Hari Raya yang jatuh pada
hari Minggu pada masa-masa tersebut, maka akan digeser ke hari Sabtu. (DOKUMEN
GEREJA: PERAYAAN PASKAH DAN PERSIAPANNYA (LITTERAE CIRCULARES DE FESTIS
PASCHALIBUS PRAEPARANDIS ET CELEBRANDIS #11)
Dalam contoh kasus di atas, Pesta Salib Suci jatuh pada hari Minggu di luar 3 masa
tersebut. Pesta ini digolongkan pada Pesta Tuhan. Karenanya dirayakan
menggantikan hari Minggu.
Warna Liturgi
Dalam Perayaan Ekaristi warna sangat dimanfaatkan sebagai unsur virtual yang
sangat penting dalam menciptakan suasana religius, sekaligus memberi sentuhan
atmosfir sedemikian rupa sehingga sungguh-sungguh dapat mengantar umat
kepada pertemuan dengan yang Ilahi.
Gereja Katolik mempunyai pemahaman norma tersendiri dan baku akan warna.
Setiap warna merefleksikan nilai dan makna rohani tertentu. Begitu juga kapan
waktu pemakaian warna tersebut dipakai disesuaikan dengan masa-masa dan
perayaan-perayaan atau pesta tertentu menurut penaggalan kalender liturgi.
Warna yang dimaksud dalam liturgi adalah warna Stola (selempang/selendang) dan
Kasula (Mantol Lebar/Pakaian Paling Luar Imam) yang dipakai oleh Imam, begitu
juga dengan warna yang dikenakan Prodiakon, Lektor/Lektris dan Putra/Putri Altar
disesuaikan dengan warna yang dipakai imam sesuai kalender liturgi.
Penggunaan warna liturgi berkembang bersama-sama dengan pakaian luturgi
dalam sejarah liturgi. Perkembangan pemilihan warna liturgi berlatar belakang pada
teknik pembuatan warna pada zaman kuno. Pada zaman kuno bahan pewarna
diambil dari getah utama keong dengan lama pemasakan, maka orang mengatur
warna yang diinginkan. Semakin lama pemasakan, semakin mahal harganya. Warna
merah tua dan gelap merupakan warna yang paling mahal, maka pesta liturgi yang
disimbolkan juga semakin meriah.
Pemilihan warna liturgi amat dipengaruhi oleh penafsiran makna atas simbol warna
sebagaimana dipahami suatu budaya dan masyarakat tertentu. De facto, penafsiran
terhadap simbol warna bisa bermacam-macam dan berbeda antarasuatu bangsabudaya yang satu dengan yang lain. Meskipun begitu, kita boleh meringkas makna
simbolis warna-warna liturgi secara umum dan penggunaannya.
Dalam liturgi, warna melambangkan:
HIJAU (H)
Pada umumnya, warna hijau dipandang sebagai warna yang tenang, menyegarkan,
melegakan, dan manusiawi. Warna hijau juga dikaitkan dengan musim semi, di
mana suasana alam didominasi warna hijau yang memberi suasana pengharapan.
Warna hijau pada khususnya dipandang sebagai warna kontemplatif dan tenang.
Karena warna hijau melambangkan keheningan, kontemplatif, ketenangan,
kesegaran, dan harapan, warna ini dipilih untuk masa biasa dalam liturgi sepanjang
tahun. Dalam masa biasa itu, orang Kristiani menghayati hidup rutinnya dengan
penuh ketenangan, kontemplatif terhadap karya dan sabda Allah melalui hidup
sehari-hari, sambil menjalani hidup dengan penuh harapan akan kasih Allah.
PUTIH DAN KUNING (U)
Warna putih dikaitkan dengan makna kehidupan baru, sebagaimana dalam liturgi
baptisan si baptisan baru biasa mengenakan pakaian putih. Warna putih umumnya
dipandang sebagai simbol kemurnian, ketidaksalahan, terang yang tak
terpadamkan dan kebenaran mutlak. Warna putih juga melambangkan kemurnian
mutlak. Warna putih juga melambangkan kemurniaan sempurna, kejayaan yang
penuh kemenangan, dan kemuliaan abadi. Dalam arti ini pula mengapa seorang
paus mengenkan jubah, single dan solideo putih.
Warna kuning umumnya dilihat sebagai warna mencolok sebagai bentuk lebih kuat
dari makna kemuliaan dan keabadian, sebagaimana dipancarkan oleh warna emas.
Dalam liturgi, warna putih dan kuning digunakan menurut arti simbolisasi yang
sama, yakni makana kejayaan abadi, kemuliaan kekal, kemurnian, dan kebenaran.
Itulah sebabnya warna putih dan kuning bisa digunakan bersama-sama atau salah
satu.
Warna putih atau kuning dipakai untuk masa Paskah dan Natal, hari-hari raya, pesta
dan peringatan Tuhan Yesus, kecuali peringatan sengsara-Nya. Begitu pula warna
putih dan kuning digunakan pada hari raya, pesta dan peringatan Santa Perawan
Maria, para malaikat, para kudus bukan martir, pada hari raya semua orang kudus
(1 November), Santo Yohanes Pembaptis (24 Juni), pada pesta Santo Yohanes
pengarang Injil (27 Desember), Takhta Santo Petrus Rasul (22 Februari), dan
Bertobatnya Paulus Rasul (25 Januari)
MERAH (M)
Warna merah merupakan warna api dan darah. Maka, warna merah ini amat
dihubungkan dengan penumpahan darah para martir sebagai saksi-saksi iman,
sebagaimana Tuhan Yesus Kristus sendiri menumpahkan darah-Nya bagi kehidupan
dunia. Dalam tradisi Romawi kuno, warna merah merupakan simbol kuasa tertinggi,
sehingga warna itu digunakan oleh bangsawan tinggi, terutama kaisar. Apabila para
kardinal memakai warna merah untuk jubah, singel, dan solideonya, maka itu
dimaksudkan agar para kardinal menyatakan kesiapsediaannya untuk mengikuti
teladan para martir yang mati demi iman.
Dalam liturgi warna mereh dipakai untuk hari Minggu Palma, Jumat Agung, Minggu
Pentakosta, dalam perayaan perayaan sengsara Kristus, pada pesta para rasul dan
pengarang Injil, dan dalam perayaan-perayaan para martir.
UNGU (U)
Warna ungu merupakan simbol bagi kebijaksanaan, keseimbangan, sikap berhatihati, dan mawas diri. Itulah sebabnya warna ungu dipilih untuk masa Adven dan
Prapaskah sebab pada masa itu semua orang Kristiani diundang untuk bertobat,
mawas diri, dan mempersiapkan diri bagi perayaan agung Natal ataupun Paskah.
Warna itu juga digunakan untuk keperluan ibadat tobat.
Pada umumnya, liturgi arwah menggunakan warna ungu sebagai ganti warna hitam.
Dalam liturgi arwah itu, warna ungu itu melambangkan penyerahan diri, pertobatan,
dan permohonan belaskasihan dan kerahiman Tuhan atas diri orang yang meninggal
dunia dan kita semua sebagai umat beriman.
HITAM (T)
Warna hitam merupakan lawan warna putih dan melambangkan ketiadaan,
kegelapan, pengurbanan, malam, kematian, dan kerajaan orang mati. Maka, warna
hitam dapat melambangkan kesedihan dan kedukaan hati secara paling itntensif.
Warna hitam bisa digunakan dalam liturgi arwah, meskipun penggunaan warna ini
sekarang bersifat fakulatif.
Tahun Liturgi Katolik Yang Di Golongkan Dalam Beberapa Tingkat Menurut Kepentingannya
19 February 2014
1
Kita umumnya mengenal Tahun Masehi yang berawal pada tanggal 1 Januari dan berakhir tanggal
31 Desember. Sedangkan Gereja Katolik memiliki kalender tersendiri yang mengatur perayaan,
pesta, peringatan para orang kudus, dan hari biasa, selama 1 tahun. Jadi, dalam kalender Gereja
Katolik tersebut diatur bacaan-bacaan Kitab Suci yang dibacakan dalam Ekaristi harian dan
mingguan. Tahun Liturgi berbeda dengan Tahun Masehi. Awal tahun liturgi dimulai pada Hari
Minggu Adven I [akhir November awal Desember], yang menantikan kedatangan Tuhan Yesus
yang pertama. Akhir tahun liturgi jatuh pada Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam [akhir
November], yang merayakan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya, yakni pada akhir
zaman. Sepanjang tahun liturgi, Gereja menghadirkan seluruh misteri keselamatan Allah yang
terlaksana dalam diri Tuhan Yesus Kristus.
Puncak Tahun Liturgi adalah Misteri Paskah Tuhan yang dirayakan selama Trihari Paskah yang
puncaknya pada Malam Paskah. Tahun Liturgi terbagi dalam 3 masa [Masa Khusus, Masa
Biasa, Pesta atau peringatan orang kudus]. Masa Khusus terdiri dari: lingkaran Natal [masa Adven
dan masa Natal] dan lingkaran Paskah [masa Prapaskah dan masa Paskah]. Masa Biasa terdiri dari
34 pekan biasa yang puncaknya pada hari Minggu. Pesta peringatan orang kudus merupakan
kebiasaan Gereja untuk menghormati orang-orang suci, dan untuk memuliakan dan menghormati
Tuhan.
Mengapa tahun 2014 masuk Tahun A? Gereja membagi lingkaran Tahun Liturgi dalam 3 tahun.
Gereja membaginya berdasarkan Injil yang dibacakan. Tahun A, yaitu tahun 2005, 2008, 2011,
2014, dst : Injil Matius. Tahun B, yaitu tahun 2006, 2009, 2012, dst: Injil Markus. Tahun C, yaitu
tahun 2007, 2010, 2013, dst: Injil Lukas. Injil Yohanes diselipkan dalam ketiga tahun tersebut
berdasarkan misteri iman yang dirayakan. Cara menentukan Tahun A, B, C adalah dengan
membagi tahun bersangkutan dengan angka 3! Jika hasil baginya bersisa satu berarti tahun
bersangkutan adalah tahun A; jika hasil baginya bersisa dua berarti tahun bersangkutan adalah
Tahun B; jika tahun bersangkutan habis dibagi 3 berarti tahun C. Misalkan, tahun 2009 dibagi 3 =
669 sisa 2. Maka tahun 2009 adalah tahun B.
Tahun A, B, C di atas untuk menentukan bacaan Injil pada hari Minggu. Bacaan misa harian
diatur dalam tahun ganjil/genap [tahun I / tahun II]. Disebut tahun I , karena tahun ganjil [2007,
2009, dst]; tahun II , karena tahun genap [2008, 2010, dst]. Yang membedakannya hanya bacaan
pertama, sedangkan bacaan Injilnya sama.
Maka bila kita setia mengikuti Misa hari Minggu, dalam tiga tahun kita sudah menyelesaikan
hampir seluruh isi alkitab. Seandainya kita juga rajin mengikuti misa harian, hampir seluruh
alkitab sudah kita dengarkan dalam waktu dua tahun.
Makna yang terkandung dalam Tahun Liturgi
Pesta-pesta Yesus disusun menurut urutan historis, memberi kita kesempatan untuk menghayati
kembali peristiwa-peristiwa besar dari hidup-Nya melalui sikap doa dan meditasi. Yesus adalah
PENEBUS sejak inkarnasi-Nya. Maka dari itu, kita merayakan dan mengalami kuasa penebusanNya dalam setiap peristiwa yang disajikan tahun liturgi Gereja kepada kita.
Dengan memasukkan peristiwa-peristiwa ke dalam perayaan liturgis, Gereja membantu
menghantar kuasa penebusan Kristus SECARA SAKRAMENTAL kepada kita. Apa yang dulu
pernah dilakukan Yesus dalam pelayanan historis-Nya, sekarang Ia lakukan (sebagai Tuhan yang
bangkit, melalui Roh Kudus) dalam misteri-misteri liturgi.
Berikut adalah perayaan liturgi yang digolongkan sebagai tingkat Hari Raya, tingkat Pesta
dan tingkat Peringatan, masing-masing menurut pentingnya. (Bdk. PTL 59)
2. PESTA / FEAST
adalah perayaan liturgis pada tingkatan yang kedua, untuk memperingati hidup Yesus, Bunda
Maria atau rasul atau para orang kudus tertentu (major Saints). Hari Pesta ini mempunyai juga
bacaan yang sesuai, namun hanya ada dua bacaan, ditambah dengan Kemuliaan (Gloria). Contoh:
hari pesta hari kelahiran Bunda Maria 8 September, dan Pesta Transfigurasi dan Pesta Salib Suci
(14 September), Pesta peringatan hari arwah (2 November)
3. PERINGATAN / MEMORIAL
adalah perayaan orang kudus yang berada di bawah tingkatan Pesta. Peringatan ini ada yang wajib
maupun fakultatif/ optional. Banyak hari peringatan merupakan pilihan/ tidak wajib, yang
dilakukan di keuskupan tertentu/ daerah/ negara tertentu. Peringatan orang kudus tidak akan
dirayakan/ diperingati jika jatuh bersamaan dengan hari raya/ solemnity, pesta, hari Minggu, hari
rabu Abu, Minggu paska atau Oktaf Paskah.
5. MASA BIASA
Hari- hari dalam masa biasa.
Tentang Hari Raya, Pesta dan Peringatan: Orang-orang kudus yang mempunyai arti penting
untuk seluruh Gereja, diperingati secara wajib di seluruh Gereja. Para kudus lainnya dicantumkan
dalam penanggalan umum sebagai peringatan fakultatif, atau peringatannya diserahkan kepada
kebijaksanaan Gereja setempat, bangsa atau tarekat yang bersangkutan. (PTL 9)
Dalam merayakan misteri Kristus sepanjang tahun liturgi, Gereja menghormati juga Santa Maria
Bunda Allah dengan cinta yang khusus. Kecuali itu para beriman diajak merayakan hari-hari
peringatan para martir dan para kudus lainnya. (PTL 8)
Perayaan-perayaan liturgi dibagi menurut pentingnya. Ada tingkat hari raya, tingkat pesta dan
tingkat peringatan. Hari raya merupakan hari liturgi yang paling besar. Perayaannya dimulai pada
hari sebelumnya dengan Ibadat Sore. Beberapa hari raya mempunyai Misa sore khusus pada hari
sebelumnya; rumus ini dipakai bila ada Misa sore. (PTL 10-11)
Di Indonesia, ada 4 hari libur nasional dari tradisi Gereja Katolik, yang tidak selalu jatuh pada
hari Minggu: Tahun Baru (Gregorian) 1 Januari dan juga Kelahiran, Wafat dan Kenaikan Yesus
Kristus. Di negara-negara lain, ada juga hari libur nasional untuk Hari Raya Penampakan Tuhan
(=Epifani, 6 Jan), Tubuh dan Darah Kristus (=Corpus Christi, Kamis kedua setelah Pentakosta),
Hari Minggu selama tahun liturgi dianggap sangat penting. Terutama hari Minggu selama Adven,
Prapaskah dan Paskah. Hanya Pesta memperingati Tuhan atau Hari Raya yang jatuh pada hari
Minggu di luar 3 masa tersebut yang boleh menggantikan perayaan hari Minggu.
Misalnya :
Hari Raya St. Perawan Maria Bunda Allah (1 Januari) jika jatuh hari Minggu maka akan
dirayakan menggantikan hari Minggu.
Pesta Penampakan Tuhan misalnya, jika jatuh hari Minggu (di negara di mana harinya tidak
dipindahkan ke hari Minggu terdekat) akan tetap dirayakan menggantikan hari Minggu.
Pesta lain yang berkenaan dengan Santo/Santa, Pendirian Gereja, dan sebagainya akan diabaikan,
karena lebih rendah dari hari Minggu derajatnya. Selama 3 masa tersebut: Adven, Prapaskah,
Paskah, derajat hari Minggu menjadi mutlak dan tidak bisa digantikan oleh apapun. Jika ada Pesta
Tuhan atau Hari Raya yang jatuh pada hari Minggu pada masa-masa tersebut, maka akan digeser
ke hari Sabtu. (DOKUMEN GEREJA: PERAYAAN PASKAH DAN PERSIAPANNYA
(LITTERAE CIRCULARES DE FESTIS PASCHALIBUS PRAEPARANDIS ET
CELEBRANDIS #11)
Dalam contoh kasus di atas, Pesta Salib Suci jatuh pada hari Minggu di luar 3 masa tersebut.
Pesta ini digolongkan pada Pesta Tuhan. Karenanya dirayakan menggantikan hari Minggu.
SAKRAMEN INISIASI
Dalam relasi, komunikasi, atau pertemuan dengan sesama kita sering menggunakan
simbol, tanda, atau lambang untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, dan seluruh keberadaan
kita. Misalnya, seorang pemuda menyatakan cintanya kepada seorang gadis tidak selalu
dengan kata-kata atau perbuatan langsung, tetapi dengan mengirim surat, mengirim bunga,
memberi saputangan, dan sebagainya. Benda-benda yang kelihatan itu melambangkan dan
mengungkapkan hati dan perasaan sang pemuda yang tidak terlihat. Simbol-simbol itu hanya
dapat dimengerti oleh orang yang terlibat langsung dengan si pemberi simbol.
Dalam komunikasi atau pertemuan dengan Tuhan juga dipergunakan simbol-simbol atau
tanda. Tanda atau simbol dalam komunikasi atau pertemuan kita dengan Tuhan disebut
sakramen. Gereja sebagai persekutuan yang dijiwai oleh Roh Kudus adalah suci dan
mengungkapkan diri sebagai Sakramen Keselamatan (LG. Art 1; 9c). Namun Gereja juga
sekaligus harus selalu dibersihkan dan terus-menerus menjalankan pertobatan dan
pembaharuan (LG. Art 8c). Ke dalam, Gereja mengungkapkan karya penyelamatan Kristus
dengan tanda dan sarana penyelamatan Kristus yang kita kenal dengan tujuh sakramen
Gereja, yaitu, Sakramen Baptis, Ekaristi, Tobat, Penguatan, Pengurapan Orang Sakit,
Perkawinan, dan Tahbisan
Sakramen-sakramen itu selalu memunculkan tiga aspek yaitu, aspek personal-manusiawi
(antropologis), yakni iman dan kesediaan orang yang menerimanya serta tanda berupa kata/
perbuatan yang dapat dirasakan dan didengar serta dialami; aspek Ilahi (Kristologis) yakni,
kehadiran Allah, yang dalam hal ini tampak dalam pribadi Yesus Kristus; aspek sosial/ jemaat
(eklesiologis), yakni adanya orang-orang yang hadir/ jemaat yang menyaksikan.
Gereja sebagai persekutuan orang-orang beriman kepada Yesus Kristus mempunyai
persyaratan bagi setiap orang yang bergabung menjadi anggotanya. Syarat utama adalah
seseorang harus sungguh-sungguh beriman kepada Yesus Kristus sebagai Juru Selamat
sekaligus menyerahkan diri dan mau dibentuk hidupnya sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan
Allah yang diwartakan oleh Yesus Kristus serta bersama semua orang mau mewartakan dan
mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah itu dalam kehidupan di masyarakat.
Setelah persyaratan ini terpenuhi, seseorang akan memasuki inisiasi Kristen yang
meliputi empat masa, yaitu, prakatekumen: masa pemurnian motivasi calon, diakhiri upacara
pelantikan tahap I (menjadi katekumen); masa katekumenat: pengajaran dan pembinaan iman,
diakhiri dengan upacara pelantikan tahap II (pengukuhan katekumen); masa persiapan
terakhir: mempersiapkan diri menerima sakramen inisiasi, diakhiri dengan upacara
penerimaan sakramen-sakramen inisiasi; masa mistagogi: masa pembinaan lanjutan setelah
seseorang menerima sakramen inisiasi. Dari segi liturgi ada tiga kegiatan penting selama
masa itu, yakni Pelantikan Katekumen (Tahap I), Pengukuhan Katekumen Terpilih (Tahap II),
dan Penerimaan Sakramen-sakramen Inisiasi (Tahap III).
Inisiasi Kristen adalah seluruh proses menjadi orang Kristen. Sakramen inisiasi adalah
tiga sakramen yang dapat diterima oleh seseorang.
Sakramen Inisiasi meliputi: Sakramen Baptis, Sakramen Penguatan, dan Sakramen
Ekaristi. Sakramen Baptis mengandung makna seseorang dilahirkan kembali dari air dan Roh.
Buah/ akibat atau rahmat pembaptisan adalah dibebaskan dari dosa; menjadi putera-puteri/
anak Allah; menjadi anggota Gereja, sebagai anggota Tubuh Kristus. Berkat Sakramen
Penguatan, ia menerima Roh Kudus dan dijadikan semakin menyerupai Kristus, dan
menyatakan dirinya telah dewasa dalam iman. Roh Kudus yang dicurahkan dalam Sakramen
Penguatan, seperti yang pernah dialami para rasul pada hari Pentakosta. Dengan demikian,
penerimaan Sakremen Penguatan mengandung makna (akibat dari Sakramen Penguatan):
menjadikan kita sungguh anak Allah dan berkata, Abba, ya Bapa (Rm 8: 15); menyatukan
kita lebih teguh dengan Kristus; menambah di dalam kita karunia Roh kudus; mengikat kita
lebih sempurna kepada Gereja. Untuk menerima sakramen penguatan seseorang harus dalam
keadaan rahmat, maka dihimbau sebelum menerima sakramen penguatan mereka menerima
sakramen tobat terlebih dahulu. Pemberi penguatan yang utama adalah Bapa Uskup yang
intinya ada dalam penumpangan tangan oleh Uskup kepada penerima sakramen penguatan.
Dalam Sakramen Ekaristi, bersama seluruh umat Allah, seseorang merayakan kenangan
akan wafat dan kebangkitan Tuhan. Ekaristi berasal dari kata eukharistia yang artinya puji
syukur. Maka inti perayaan Ekaristi adalah puji syukur kepada Allah atas karya
penyelamatan-Nya. Makna Sakramen Ekaristi antara lain: ucapan syukur dan pujian kepada
Bapa atas karya penciptaan, penebusan, dan pengudusan; kenangan akan kurban Yesus
Kristus yang dapat dirasakan oleh segenap Gereja dan anggotanya yang hadir dan
merayakannya; kehadiran Kristus melalui kekuatan Sabda-Nya dan Roh Kudus yang tampak
nyata dalam Tubuh dan Darah-Nya dalam rupa roti dan anggur yang kita sambut.
Kutipan Kitab suci yang dipakai: PENETAPAN PERJAMUAN MALAM (Luk 22: 14-23),
Dokumen Gereja yang digunakan : Lumen Gentium Art. 1 dan art 9
NB: Lumen Gentium (disingakat LG) adalah salah satu dekrit yang dihasilkan oleh Komisi
Vetran II, berisi tentang tugas Gereja untuk meneruskan karya Kristus membawa terang Injil
kepada segala bangsa
SAKRAMEN INISIASI
imannya terhadap Kristus. Iman personal inilah yang menjadi dasar dirinya layak dan pantas
menerima Tubuh dan Darah Kristus.
Berbeda dengan baptis bayi yang tidak langsung disertai dengan penerimaan ekaristi. Hal ini
disebabkan bayi/anak-anak belum mempunyai iman personal. Iman yang ada pada bayi adalah
iman Gereja, yang diwakili oleh orangtua dan wali baptisnya. Argumen teologis yang bisa
dikatakan adalah bahwa Allah berkehendak menyelamatkan semua orang dengan perantaraan
Yesus. Maka tidak ada yang dikecualikan, baik anak maupun orang dewasa yang tidak bisa
menggunakan kehendak dan akal budinya secara normal. Keselamatan itu diyakini oleh Gereja
akan diterima mereka lewat baptisan. Iman personal kiranya diharapkan akan menyusul
kemudian. Setelah dianggap tumbuh iman personalnya maka anak diperkenankan menerima
ekaristi. Hal ini dilaksanakan dalam penerimaan komuni pertama.
Sakramen Krisma diterimakan kepada mereka yang sudah dianggap dewasa dalam iman.
Kedewasaan ini secara sederhana dinampakkan pada kemampuan orang untuk terlibat dalam
kehidupan Gereja. Seseorang menerima krisma berarti diteguhkan untuk menunaikan tugasnya
yaitu mengaktualkan keselamatan di dalam jemaat dengan terlibat aktif membina diri serta
mewartakan Injil Tuhan. Seperti halnya dalam baptis, Roh Kudus yang sama juga hadir, namun
berbeda dalam peran dan fungsinya. Kehadiran Roh Kudus dalam krisma lebih memampukan
seseorang untuk menjadi saunisi Kristus serta secara penuh berpartisipasi dalam imamat Kristus.
Dengan menerima sakramen krisma seseorang secara penuh dipersatukan dengan Kristus dan
menjadi bagian yang utuh dari Gereja beserta segala hak dan kewajibannya.
Demikian para pembaca sekilas pemahaman tentang sakramen inisiasi. Berdasarkan pemahaman
tersebut, seseorang diterima secara penuh sebagai anggota Gereja Katolik setelah ia menerima
ketiga sakramen tersebut yakni baptis, ekaristi dan krisma. Pertanyaan reflektif: Sudahkah saya
menerima ketiganya? Jika sudah, apakah saya sudah mewujudkan kedewasaan iman dengan
terlibat aktif dalam kehidupan dan tugas perutusan Gereja?***
Banyak orang Protestan mengatakan dan percaya bahwa Babtis hanya sebuah simbol. Dalam
Gereja Katolik Babtisan tidak hanya sebagai simbol tetapi adalah sebuah sakramen. Babtisan
(menurut Gereja Katolik) membuat kita lahir baru. Dasar kitab suci dari ajaran tentang babtis ini
cukup banyak antara lain:
Yohanes 3:5 "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan
Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah" pada ayat ini Yesus menekankan pentingnya
Babtis sebagai jalan untuk masuk dalam Kerajaan Allah.
dalam Kis 2:38 St. Petrus mengatakan "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi
dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan
menerima karunia Roh Kudus." St. Petrus menekankan perlunya Babtis untuk pengampunan dosa
dan syarat untuk menerima karunia Roh Kudus.
St. Paulus dalam Titus 3:5 "pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan
baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan
oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus" lalu dalam Kis 22:16 "Dan sekarang,
mengapa engkau masih ragu-ragu? Bangunlah, berilah dirimu dibaptis dan dosa-dosamu
disucikan sambil berseru kepada nama Tuhan!"
Dari beberapa ayat diatas jelaslah bahwa Sakramen babtis bukan hanya sebuah lambang atau
simbol (jikalau itu simbol untuk apa Para Rasul menekankan perlunya Babtis?) tetapi Babtisan
memang membuat kita lahir baru, karena babtisan itu berhubungan erat sekali dengan Roh Kudus
yang membuat kita lahir baru. Bila kita perhatikan Yohanes 3:5 "Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam
Kerajaan Allah" kata "air dan Roh" (Babtisan dan Roh Kudus) memiliki suatu hubungan erat yang
tidak dapat dipisahkan. Hubungan yang erat antara babtisan dan Roh Kudus yang tak terpisahkan
inilah yang membuat kita memperoleh hidup baru pada saat kita dibabtis. karena hubungan yang
erat antara Roh Kudus dan Babtisan sehingga ketika Paulus berbicara mengenai babtisan ia tidak
menyebut Roh Kudus "Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam
Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersamasama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan
dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang
baru." (Roma 6:3-4).
Babtisan bukan perbuatan manusiawi belaka tetapi Babtis adalah tanda dan sarana Rahmat Allah
(yaitu kelahiran/hidup baru) dimana Allah berkarya melalui para pelayan (Imam, Diakon, dll)
yang membabtis. Jadi Babtisan adalah karya Allah sendiri yang mencurahkan Roh Kudus-Nya.
Babtisan tidak dapat dibedakan/dipisahkan dari Iman kepada Yesus dan dari Pencurahan Roh
Kudus. Babtisan merupakan perwujudan iman seseorang kepada Yesus dan Iman itu berhubungan
dengan pencurahan Roh Kudus lihatlah pada1 Kor 12:3 "Karena itu aku mau meyakinkan kamu,
bahwa tidak ada seorangpun yang berkata-kata oleh Roh Allah, dapat berkata: "Terkutuklah
Yesus!" dan tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: "Yesus adalah Tuhan", selain oleh Roh
Kudus."
Dari uraian diatas jelaslah bahwa Babtis bukan hanya sebuah simbol tetapi benar-benar membuat
kita lahir baru karena peranan dari Roh Kudus yang membuat kita lahir baru didalam
pembabtisan. oleh karena hal itulah St. Petrus menegaskan perlunya babtisan bagi keselamatan
"Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya (kiasannya=air bah {lihat ayat sebelumnya
untuk lebih jelas}), yaitu baptisan--maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani,
melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah--oleh kebangkitan Yesus
Kristus" (1 Pet 3:21)
Babtis cara Selam
Setelah berbicara banyak mengenai Hakekat Babtis yang membuat kita lahir baru, Ada baiknya
kita membahas mengenai masalah Babtis selam. Babtis selam dalam gereja Pantekosta
dimutlakkan dan mereka terkadang (tidak semuanya) mengatakan babtisan selain cara selam tidak
sah.
secara umum terkadang mereka mengajukan bukti dari Matius 3:16 "Yesus segera keluar dari air"
kata "keluar dari air" menurut mereka berarti Yesus sebelumnya berada didalam air. Menurut
kami kata "keluar dari air" tidak menunjukkan berapa banyak bagian tubuh yang terendam. (yang
menarik bahwa lukisan kristen kuno tentang pembabtisan Yesus pada Katakombe, dll pada jaman
yang dekat dengan jaman para rasul digambarkan bahwa Yesus masuk ke air hanya sebatas lutut)
Yang agak Rumit disini adalah pembahasan dari kata Babtizo (kata Yunani untuk membabtis)
yang menurut mereka berarti "menenggelamkan sesuatu dalam air". Sebenarnya kata Babtizo
memiliki beberapa arti yaitu "menenggelamkan" dan arti yang lain "mencelupkan". ada hal yang
menarik bahwa Lukas 11:38 "Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak
mencuci tangan-Nya sebelum makan" kata "Mencuci" dalam Lukas 11:38 dalam bahasa Yunani
babtizo tetapi dalam hal ini tentu bukan kata menenggelamkan, tetapi mungkin hanya
mencelupkan (dalam tradisi yahudi ada tempayan yang digunakan untuk pembasuhan sebelum
besantap) tetapi rasanya tidak etis dan tidak higienis jika seseorang mencelupkan tangannya (yang
kotor) kedalam tempayan itu (sementara tempayan itu digunakan untuk pembasuhan tidak hanya
untuk satu orang) tentunya orang akan mengambil gayung dan mengambil air dari tempayan itu
lalu mengucurkannya ke tangan. Jadi jelaslah penggunaan kata "babtizo" sangat fleksibel tidak
hanya menenggelamkan, oleh karena itu Tradisi Babtis Kristen sangat fleksibel (tidak hanya
dengan diselam saja) berikut kesaksian dari Dokumen 12 Rasul (berasal dari abad II M)
mengatakan bahwa jika tidak ada air yang cukup untuk membabtis maka pembabtisan dengan
pengucuran airpun adalah sah. hal itu juga ditegaskan dalam dokumen Didache (sekitar tahun 100
Masehi) yang berisi hal yang sama dan juga pernyataan St. Agustinus, sekedar pengetahuan
Bahwa gereja Protestan yang termasuk aliran utama (Lutheran, Calvinis) menggunakan cara
Babtis mirip seperti Katolik. Kita tahu kitab suci tidak memberikan petunjuk yang jelas dengan
cara apakah Para Rasul membabtis (apakah dengan cara selam, dibasuh, atau dengan cara lain)
tetapi kesaksian Yustinus Martir bahwa pembabtisan dilakukan dengan cara "masuk ke air" dan
menurut banyak sejarah Gereja, pembabtisan dilakukan dengan cara menenggelamkan orang dan
ini merupakan cara Babtis pada Gereja perdana yang akhirnya berevolusi menjadi Ritus yang
lebih sederhana (untuk lebih jelasnya lihat: Sakramen Babtis dan sejarah Perubahan Ritusnya).
Cara (Ritus) apapun yang digunakan untuk pembabtisan tetap tidak mengubah hakekat sakramen
Babtis, bahkan menurut informasi di beberapa Gereja Katolik di Amerika terdapat "kolam" untuk
membabtis.
Keselamatan tanpa babtis?
Dalam Dokumen Konsili Vatikan II Lumen Gentium No 16 dikatakan bahwa "Mereka yang tanpa
bersalah tidak mengenal injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan tulus hati mencari Allah,
dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui
suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal.". sekilas ajaran itu
bertentangan dengan 1 Tim 2:5 "Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara
antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus" ajaran Konsili Vatikan II menegaskan
bahwa mereka "yang tanpa bersalah tidak mengenal injil Kristus" bisa selamat didasarkan karena
Yesus menjadi tebusan bagi semua orang (lihat Mat 20:28; Mrk 10:45; 1Tim 2:6). Ajaran Konsili
Vatikan II juga tidak bertentangan dengan Mrk 16:15 dan Yoh 3:18 karena menurut pendapat
kami (yang bisa saja salah) Mrk 16:15 dan Yoh 3:18 tidak perlu ditafsirkan secara harafiah dalam
arti yang ketat kedua ayat itu menekankan tentang perlunya iman dan babtisan agar orang dapat
selamat, namun bagi "yang tanpa bersalah tidak mengenal injil Kristus" masakah mereka juga
harus dihukum?. Ajaran Konsili Vatikan II ini tidak mengakui bahwa semua agama itu sama,
Gereja merasa perlu untuk mewartakan injil dan kita wajib memperkenalkan Kristus yang adalah
jalan kebenaran dan Kehidupan dan Gereja sendiri memiliki kepenuhan sarana-sarana
keselamatan (lihat Redemptoris Missio 55, Ensiklik Evangelii Nuntiandi, dokumen Konsili
Vatikan II Digitatis Humanae 14, Ad Gentes 6 dan 7, dll) oleh karena itulah Gereja tidak pernah
melupakan Perutusan agung yang diberikan Yesus "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa
murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai
kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (mat 28:19-20) dengan tujuan memperkenalkan
Kristus yang adalah jalan yang pasti dan singkat menuju Rumah Bapa.
SAKRAMEN TOBAT
Apa itu ?
Sakramen Tobat ialah pernyataan kerahiman Allah dalam Yesus Kristus terhadap warga-warga
gereja yang telah berbuat dosa dan mau bertobat ( Luk 15:1-10; I Yoh 2:1-2). Orang yang berdosa
adalah orang yang dengan sadar (menggunakan kehendak bebasnya) dan nekat menghina Allah
atau memutuskan hubungannya dengan Allah dan sesama. Orang yang bertobat, ialah orang
yang mau berpaling kepada Allah karena menyesali kesalahannya, serta mempunyai niat yang
sungguh akan memperbaiki sikap dan kelakuannya.
Dasar Alkitabiah
Yesus Kristus memperdamaikan kita dengan Allah melalui misteri kematian dan
kebangkitanNya ( Rm 5:10). Ia mengutus para rasul untuk melanjutkan pelayanan ini dalam
Gereja dengan mengatakan : Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang,
dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.(Yoh
20:22-23)
B.
Kalau ada seorang diantara kamu yang sakit, hendaklah ia memanggil para penatua jemaat,
supaya mereka mendoakan dia dan mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa
yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia;
dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni. Karena itu hendaklah kamu
saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar,
bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya (Yak 5:14-16)
Penyakit dan sengsara sejak dahulu kala termasuk pencobaan yang paling berat dalam
kehidupan manusia. Di dalam penyakit manusia mengalami ketidakmampuan, keterbatasan dan
kefanaannya. Setiap penyakit dapat mengingatkan kita akan kematian.
Penyakit dapat menyebabkan rasa takut, sikap menutup diri, malahan kadang-kadang putus asa
dan pemberontakan kepada Allah. Tetapi ia juga dapat membuat manusia lebih matang, dapat
membuka matanya terhadap apa yang tidak penting dalam kehidupannya, sehingga ia berpaling
ke hal-hal yang penting. Sering kali penyakit membuat orang mencari Allah dan kembali
kepadaNya (KGK 1500-1501)
Apa itu ?
Sakramen Pengurapan Orang Sakit diberikan kepada mereka yang keadaan kesehatannnya
sangat terancam, dengan mengurapi mereka di dahi dan di tangan dengan minyak zaitun yang
telah diberkati sesuai dengan peraturan, atau sesuai dengan keadaan, dengan minyak nabati lain
yang diberkati sesuai dengan peraturan sambil mengucapkan doa :
Semoga karena pengurapan suci ini Allah yang maharahim menolong saudara dengan rahmat
Roh Kudus. Semoga Tuhan membebaskan saudara dari dosa dan membangunkan saudara di
dalam rahmatNya (KGK,1513)
Sakramen Pengurapan Orang sakit menandai kedatangan Tuhan untuk mendampingi dan
menghibur si sakit keras atau si sakit lanjut usia yang sudah dibabtis.
Tujuan sakramen Pengurapan Orang sakit untuk memberi Penghiburan kepada yang sakit dan
membantu mereka mendamaikan diri dengan Allah dan Gereja. Juga agar memiliki keteguhan
iman, sikap iman yang positif dan menolong dalam penyembuhan fisik, mental dan rohani.
Buah-Buah Rohani
Buah-buah Rahmat khusus dari Sakramen Pengurapan Orang Sakit
Persatuan orang sakit dengan sengsara Kristus demi keselamatannya sendiri dan
keselamatan Gereja ;
Penghiburan, perdamaian dan keberanian untuk menderita secara Kristen, sengsara yang
ditimbulkan oleh penayakit atau usia lanjut ;
Pengampunan dosa, apabila yang sakit tidak dapat menerimanya melalui sakramen Tobat ;
Penyembuhan , kalau ini berguna bagi keselamatan jiwa ;
Persiapan utuk peralihan ke hidup abadi.
141
8
Oleh karena Kristus sendiri hadir di dalam Sakramen altar, maka patutlah Ia dihormati
dengan penyembahan. "Kunjungan Sakramen mahakudus adalah bukti syukur terima kasih,
tanda cinta, dan pemenuhan kewajiban untuk menyembah Kristus Tuhan kita" (MF).
141
9
Oleh karena Kristus telah pergi dari dunia ini kepada Bapa-Nya, maka dalam Ekaristi, Ia
memberi kepada kita jaminan akan kemuliaan-Nya yang akan datang. Keikutsertaan dalam
kurban kudus membuat hati kita menyerupai hati-Nya, menopang kekuatan kita dalam
penziarahan hidup ini, membuat kita merindukan kehidupan abadi, serta menyatukan kita
sekarang ini dengan Gereja surgawi, Perawan Maria yang kudus, dan dengan semua orang
kudus.
BAB II
SAKRAMEN-SAKRAMEN PENYEMBUHAN
142
0
Oleh Sakramen-sakramen inisiasi Kristen, manusia mendapat hidup baru dalam Kristus.
Tetapi kita membawa kehidupan ini "dalam bejana tanah liat" (2 Kor 4:7). Sekarang
kehidupan itu masih "tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah" (Kol 3:3). Kita
masih hidup "dalam kemah kediaman kita di bumi ini" (2 Kor 5: 1) dan takluk kepada
sengsara, penyakit, dan kematian. Dengan demikian kehidupan yang baru ini pun dapat
diperlemah dan malahan dapat hilang sama sekali oleh dosa.
142
1
Yesus Kristus, dokter jiwa dan tubuh kita, yang telah mengampuni dosa orang lumpuh dan
telah memberi kembali kesehatan kepadanya Bdk. Mrk 2:1-12., menghendaki bahwa Gereja-Nya
melanjutkan karya penyembuhan dan penyelamatan-Nya dalam kekuatan Roh Kudus. Karya
ini juga dibutuhkan anggota-anggota Gereja sendiri Untuk itu ada dua Sakramen
penyembuhan: Sakramen Pengakuan dan Sakramen Urapan Orang Sakit.
"Mereka yang menerima Sakramen Tobat memperoleh pengampunan dari belas kasihan Allah
atas penghinaan mereka terhadap-Nya; sekaligus mereka didamaikan dengan Gereja, yang
telah mereka lukai dengan berdosa, dan yang membantu pertobatan mereka dengan cinta
kasih, teladan serta doa-doanya" (LG 11).
142
4
yang mendamaikan: "Berilah dirimu didamaikan dengan Allah" (2 Kor 5:20). Siapa yang
hidup dari cinta Allah yang berbelaskasihan, selalu siap memenuhi amanat Tuhan: "Pergilah
berdamai dahulu dengan saudaramu" (Mat 5:24).
"Kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan
dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita" (1 Kor 6:11). Orang harus sadar,
betapa besar anugerah Allah ini, yang telah dianugerahkan kepada kita dalam SakramenSakramen inisiasi Kristen, supaya mengerti, bagaimana dosa tidak pantas lagi bagi orang yang
"mengenakan Kristus" (Gal 3:27). Tetapi Rasul Yohanes mengatakan: "Jika kita berkata
bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam
kita" (1 Yoh 1:8). Dan Tuhan sendiri mengajar kita berdoa: "Ampunilah kami akan dosa kami"
(Luk 11:4). Sementara itu Ia menghubungkan kerelaan kita untuk saling mengampuni dengan
pengampunan yang akan Allah berikan atas dosa-dosa kita.
142
6
Pertobatan kepada Kristus, kelahiran kembali dalam Pembaptisan, anugerah Roh Kudus,
penerimaan tubuh dan darah Kristus sebagai makanan, membuat kita "kudus dan tidak
bercacat... di hadapan Allah" (Ef 1:4) sebagaimana Gereja sendiri, mempelai Kristus adalah
"kudus" dan "tanpa kerut" (Ef 5:27). Namun kehidupan baru yang diterima dalam inisiasi
Kristen tidak menghilangkan kerapuhan dan kelemahan kodrat manusiawi, dan juga tidak
menghilangkan kecenderungan kepada dosa, yang dinamakan "concupiscentia". Kecondongan
ini tinggal dalam orang yang dibaptis, supaya dengan bantuan rahmat Kristus mereka
membuktikan kekuatan mereka dalam perjuangan hidup Kristen Bdk. DS 1515.. Inti perjuangan ini
ialah: kembali kepada kekudusan dan kehidupan abadi, ke mana Tuhan selalu memanggil kita
Bdk. DS 1545; LG 40.
.
Yesus menyerukan supaya bertobat. Seruan ini adalah bagian hakiki dari pewartaan Kerajaan
Allah: "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah
kepada Injil !"(Mrk 1:15). Di dalam pewartaan Gereja seruan ini ditujukan pertama-tama
kepada mereka yang belum mengenal Kristus dan Injil-Nya. Tempat pertobatan yang pertama
dan mendasar adalah Sakramen Pembaptisan. Oleh iman akan kabar gembira dan oleh
Pembaptisan Bdk. Kis 2:38. orang menyangkal yang jahat dan memperoleh keselamatan, yang
adalah pengampunan segala dosa dan anugerah hidup baru.