Anda di halaman 1dari 42

Kajian Teologi Politik terhadap Pemahaman dan Partisipasi Politik Warga Jemaat GKPI

Bekasi dalam Perpolitikan di Indonesia

Oleh

Mitra Agustina
712014114

TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi
disusun sebagai salah satu persyaratan mencapai gelar Sarjana Sains Teologi
(S.Si, Teol)

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
2020

1
2
3
4
5
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah kekuatan,
kesehatan dan nafas kehidupan yang selalu disediakan bagi penulis dalam menjalankan tugas
tanggung jawab. Teristimewa ketika penulis dimampukan untuk melewati proses yang panjang
dan berliku dalam penulisan Tugas Akhir. Disamping itu penulis juga menyadari bahwa
ditengah-tengah perjuangan menyelesaikan penulisan Tugas Akhir, Tuhan juga menempatkan
orang-orang yang luar biasa untuk penulis guna memberikan semangat, doa, dukungan dan lain-
lain. Teruntuk pihak-pihak tersebut, melalui tulisan ini ijinkan penulis berterimakasih Kepada:

1. Orang tua saya bapa dan mama (Alm) yang telah mendidik saya menjadi anak yang
mandiri dan selalu berjuang dalam menjalani kehidupan ini terkhusus dalam
menyelesaikan tugas akhir. Mama, adalah orangtua teladan bagi saya, hanya karena
beliau saya mampu termotivasi untuk menyelesaikan perkuliahan saya. Begitu dengan
saudara kandung saya bang Alex, bang Dani, adek Luber dan adek Tina yang sudah
mendukung, mendampingi serta memberikan nasehat kepada saya.
2. Keluarga Situmorang, secara khusus kepada uda Monika, uda Friski dan uda Lidya yang
sudah berperan untuk membantu saya dalam hal dana selama saya menjalani masa
perkuliahan. Tante Detty, sahabat mama (Alm) yang selalu ada yang tidak henti-hentinya
memberikan perhatian kepada saya disituasi dan keadaan apapun.
3. Orang yang sangat berarti dalam hidup saya, Rahayu Pangaribuan dan Martin Dennise
Silaban. Terimakasih selama menjalani masa perkuliahan sampai di akhir perkuliahan
mereka selalu setia mendampingi dalam keluh kesah, sukacita maupun dukacita.
4. Sahabat tercinta saya Maudy Hutagalung, Theresia Sianturi, Olga Oktaviani, Cindy
Claudia, Tiwi, Nadia.
5. Teman gereja saya, Anjas dan bang Torang yang selalu ada untuk mendengar keluh kesah
saya, memberikan dukungan serta menghibur saya disaat saya mengalami permasalahan
dalam proses penyelesaian Tugas Akhir.
6. Saudara-saudara terkasih saya Lelita Doloksaribu, Bona Situmorang, Tumbur Ignatius.
7. Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga yang telah menerima dan
mengijinkan penulis untuk dapat belajar dan berproses.

6
8. Fakultas Teologi yang didalamnya para pimpinan, dosen, staf serta petugas kebersihan
yang telah membantu penulis menyelesaikan studi.
9. Pdt. Dr. Tony Robert Tampake dan Pdt. Cindy Quartyamina Koan, M. A. selaku dosen
pembimbing I dan II saya, yang telah memberikan waktu dan tenaga kepada saya untuk
mendampingi saya dalam penulisan Tugas Akhir.
10. Jemaat GKJTU Sumunar, Batur-Krangkeng Kec. Getasan yang telah bersedia menjadi
tempat penelitian dan memberikan banyak ilmu baru kepada penulis tentang Kristus Sang
Pemelihara lingkungan hidup.
11. Rekan-rekan Teologi angkatan 2014 yang telah menjadi saudara seperjuangan dan
sepelayanan.
12. Kepada semua orang-orang baik yang tidak dapat diucapkan penulis pada bagian ini yang
telah mendukung dan mendoakan penulis selama studi.

Akhir kata, penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan karena telah menempatkan
orang-orang baik untuk membantu penulis dalam menyelesaikan proses pembelajaran dan
penulisan tugas akhir dengan baik. Mohon maaf atas setiap kesalahan yang pernah penulis
lakukan baik yang disengaja ataupun tidak. Tuhan Yesus memberkati kita semua.

Salatiga, 13 Januari 2013

Rani Natalia Br. Sitorus

7
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ........................................................................................................... i


Pernyataan Tidak Plagiat .................................................................................................. ii
Pernyataan Persetujuan Akses ......................................................................................... iii
Pernyataan Persetujuan Publikasi ................................................................................... iv
Ucapan Terimakasih .......................................................................................................... v
Motto .................................................................................................................................... vi
Abstrak ............................................................................................................................... vii
Daftar Isi ............................................................................................................................. viii
1. Pendahuluan .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian ........................................................ 6
1.3 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 6
1.4 Metode Penelitian ............................................................................................ 7
1.5 Sistematika Penelitian ...................................................................................... 7
2. Pengertian Politik dan Partisipasi Politik ........................................................... 8
2.1.1 Pengertian Politik ........................................................................... 8
2.1.2 Politik dan Kekristenan di Indonesia.............................................. 9
2.2 Partisipasi Politik ............................................................................................... 11
2.2.1 Perilaku Politik ............................................................................... 11
2.2.2 Tipologi Partisipasi Politik .............................................................. 13
2.2.3 Model Partisipasi Politik ................................................................ 13
3. Hasil Penelitian mengenai Jemaat, Dokumen GKPI, Pemahaman
dan Politik ...................................................................................................... 14
3.1 Sejarah dan Dokumen Gereja........................................................................... 14
3.2 Pemahaman Iman GKPI tentang Gereja dan Negara.................................... 15
3.2.1 Gereja dan Negara...........................................................................15
3.3 Pemahaman Jemaat GKPI Bekasi terhadap Politik............................................ 17
4. Analisis terhadap Pemahaman dan Partisipasi Politik Jemaat GKPI Bekasi dalam
Perpolitikan di Indonesia.................................................................................. 21

5. Penutup ............................................................................................................ 26

8
5.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 26

5.2 Saran .................................................................................................................. 27

5.2.1 Bagi Gereja ................................................................................................... 27


Daftar Pustaka .......................................................................................................... 29

9
MOTTO

“Tidak ada hasil yang sia-sia dibalik


iman dan kerja keras”

-MA-

10
“Kajian Teologi Politik terhadap Pemahaman dan Partisipasi Politik Warga Jemaat GKPI
Bekasi dalam Perpolitikan di Indonesia”

Abstrak
Politik, hakekatnya merupakan segala aktivitas yang berkaitan dengan urusan negara.
Politik di Indonesia cenderung dipahami sebagai aktivitas yang kotor atau negatif. Hal inilah
yang mempengaruhi masyarakat Indonesia, khususnya umat Kristiani yang bersikap pasif
bahkan apolitis terhadap perpolitikan di Indonesia. Gereja, yang merupakan bagian dari negara
merupakan sebuah lembaga yang selayaknya dapat mengambil peran dalam partisipasi politik
serta mewadahi umat Kristiani untuk turut serta dalam aktivitas politik sesuai porsi yang
sepatutnya. Namun sayangnya gereja-gereja aliran Protestan di Indonesia sebagian besar masih
menganut paham pietis dari Kekristenan Barat, dimana gereja mengambil sikap memisahkan diri
dari urusan negara. Gereja hanya sibuk dengan urusan yang terkait dengan ritual-ritual
keagamaan dan menutup mata dengan keadaaan yang terjadi di dalam negara. Gereja lebih
menghayati aspek individual serta pertumbuhan spiritual Iman dengan orientasi dunia akhirat,
hal inilah yang menyebabkan warga gereja bersifat pasif bahkan apolitis terhadap negara.
Berdasarkan permasalahan ini, kesadaran serta peran warga gereja dalam partisipasi politik perlu
ditangani secara serius serta kritis. Warga gereja yang merupakan bagian dari masyarakat
Indonesia harus memahami tanggung jawabnya kepada negara. Partisipasi dalam politik
merupakan salah satu bentuk tanggung jawab warga gereja terhadap Indonesia. Salah satu upaya
untuk memulai tahapan awal bagi warga gereja adalah merekonstruksi pemahaman warga gereja
mengenai politik, sehingga politik dipahami sebagai sebuah tanggung jawab etis moral dan
kewajiban bagi seluruh warga gereja. Partisipasi politik melalui peran gereja diwujudkan tanpa
terlibat dalam lembaga politik. Melalui kesadaran ini maka hadirnya partisipasi politik warga
gereja merupakan sebuah bentuk pelayanan yang diberikan kepada negara. Pelayanan kepada
negara merupakan gambaran kesaksian Kerajaan Allah yang harus dilakukan oleh umat
Kristiani. Pelayanan yang diberikan menjadi dasar pemaknaan peranan partisipasi politik gereja
dalam realitas kehidupan bangsa Indonesia.

Kata Kunci : Politik, Partisipasi Politik, Pemahaman Jemaat terhadap Politik.

11
1. Pendahuluan

Sebagian umat Kristiani masih memahami politik dan agama sebagai dua hal yang
bertentangan. Hal ini disebabkan adanya kekeliruan dalam pemahaman umat kristiani akan
politik tersebut. Untuk memahami politik tidak dapat dilepaskan dari penelusuran awal pada akar
katanya. Politik berasal dari kata “polis” yang berarti negara dan “taia” yang berarti urusan,
sehingga politik berarti „urusan negara”.1 Selain itu politik juga tidak terlepas dari sistem.
Sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur, komponen
atau bagian yang banyak satu dengan yang lain, berada dalam keterikatan yang saling kait-
mengait dan fungsional.2 Sehingga jika keduanya yakni sistem dan politik digabungkan dapat
diartikan sebagai suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian yang berkaitan
dengan urusan negara.3 Dapat juga dikatakan bahwa sistem politik adalah unsur-unsur yang satu
sama lain saling terkait dalam urusan negara yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam sistem ini turut mempengaruhi pergerakan politik.
Secara konkrit sebuah negara tidak terlepas dari unsur masyarakat, negara dan masyarakat
merupakan satu kesatuan. Seluruh warga negara (masyarakat) memiliki tanggung jawab dan hak
untuk berkontribusi dalam segala bentuk urusan negara.

Menurut Aristoteles negara adalah institusi alamiah.4 Negara dirancang untuk membantu
manusia mencapai kehidupan yang baik, untuk menciptakan sebuah lingkungan sosial, ekonomi
dan moral yang bertujuan untuk kebaikan bersama. Ada beberapa makna dari ungkapan
Aristoteles yakni yang pertama, negara bukan suatu mekanisme yang digunakan manusia untuk
memperoleh segala sesuatu yang diinginkannya melainkan sebuah persekutuan hidup yang
menunjukan adanya suatu keterhubungan yang bersifat organik antara warga negara dengan
negara tersebut. Kedua, istilah persekutuan dalam bahasa Yunani klasik diartikan sebagai yang
khusus yang begitu erat, sangat akrab, amat mesra dan lestari. Aritoteles mengatakan bahwa
negara adalah persekutuan hidup politis yang berarti hubungan antar-warga negara haruslah
bersifat khusus,erat, akrab, mesra dan lestari. Memahami negara sebagai persekutuan hidup
politis menitikberatkan pada partisipasi warga negara. Warga negara sepatutnya ditopang

1
Arahman H.I, Sistem Politik Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), 6.
2
Dr. Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik indonesia (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006), 3
3
Arahman H. I, Sistem Politik Indonesia, 6.
4
Henry J. Schmadt, Filsafat Politik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015), 89

12
wawasan dan pengetahuan yang komprehensif serta keterampilan agar mampu menyadari
tanggung jawabnya sebagai warga negara. Konsekuensinya, Warga negara dalam menjalin
kehidupan politis ditempatkan dalam kedudukan dan peran sebagai orang yang diperintah dan
sekaligus sebagai orang yang memerintah.

Dalam kaitannya dengan Indonesia, tanggung jawab sosial dan politik warga negara
Indonesia pada hakikatnya tidak lain untuk mewujudnyatakan ide-ide dan cita-cita yang
terkandung di dalam Pancasila. Umat Kristen Indonesia yang merupakan bagian dari warga
negara, juga memiliki dan mengemban tanggung jawab sosial dan politik yang sama dengan
warga negara Indonesia lainnya.5 Hal tersebut menunjukan bahwa umat Kristen Indonesia
memiliki kewajiban serta tanggung jawab, baik secara individu maupun kelompok/golongan
untuk turut serta dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila. Tidak hanya itu umat Kristen
Indonesia juga bertanggungjawab untuk mempertimbangkan situasi dan peristiwa politik dan
soal-soalnya dengan pedoman injil serta hukum Tuhan. Hal ini juga dilakukan dengan
mencarikan dan menyelidiki kehendak Tuhan dalam usaha menyelesaikan soal-soal politik yang
dihadapi itu.6 Melihat tanggung jawab umat Kristen terhadap bidang politik, maka tidak ada
alasan bagi umat kristiani untuk bersikap apatis dan tidak mau tahu mengenai sistem perpolitikan
Indonesia.

Kenyatannya, sebagaimana yang telah disinggung di paragraf awal bahwa banyak


diantara orang Kristen yang memisahkan politik dengan agama/iman kepercayaannya serta
mengasingkan diri dari bidang politik. Tidak sedikit umat Kristen yang cenderung memahami
politik hanya sekedar membahas tentang pemilihan umum (pemilu), pemilihan kepala daerah
(pilkada), struktur, dan organisasi pemerintahan, bahkan kegiatan-kegiatan kampanye. Politik
kerapkali dinilai sebagai sesuatu yang buruk, berkaitan dengan hal-hal yang negatif dan penuh
dengan intrik serta persaingan yang tidak sehat, tipu muslihat, perebutan kekuasaan, dan
berbagai stigma negatif lainnya.

Penggeseran makna politik dari pemahaman aslinya sudah selayaknya dapat


direkontruksi kembali agar masyarakat, terkhusus jemaat serta umat Kristen yang sebagai warga
negara dapat menunjukan partisipasinya terhadap perpolitikan di kota maupun negara Indonesia.

5
R.M.S Gultom, Tanggung Jawab Warga Negara, 8
6
O. Notohamidjojo S. H , Iman Kristen dan Politik, (Jakarta : Gunung Mulia, 1972), 13

13
Lembaga gereja sudah sepatutnya memberikan pemahaman kepada jemaat mengenai edukasi
politik agar jemaat memiliki pemahaman yang terbuka terhadap sistem politik. Lembaga gereja
harus memiliki kesadaran penuh bahwa politik bukan merupakan barang yang asing untuk
diperbincangkan di dalam gereja, melainkan gereja harus mewadahi serta mengedukasi agar
warga gereja dapat berpartisipasi dan berkontribusi dalam sistem perpolitikan yang ada di di
Indonesia.

Berpijak pada kesadaran ini, teologi sejatinya merupakan sebuah diskursus atau refleksi
yang tidak sebatas mengenai Allah melainkan juga menyangkut perihal manusia serta dunia,
maka salah satu wadah pilihan bagi setiap manusia untuk menghidupi teologi tersebut adalah
agama. Agama sebagai sarana berteologi juga sekaligus bertanggung jawab untuk ikut
memikirkan, mengkaryakan kenyataan kehidupan manusia maupun dunia. Upaya untuk
merealisasikan tanggung jawab ini, salah satunya dengan melibatkan diri untuk memberikan
solusi terhadap masalah-masalah sosial. Politik merupakan salah satu wadah untuk kita dapat
berkontribusi terhadap masalah sosial yang ada di sekeliling kita. Politik melahirkan sebuah
kebijakan bersama, melalui kebijakan tersebut maka masalah-masalah sosial akan dapat teratasi.
Demikian titik temu teologi (agama) dan politik(negara) ada pada tanggungjawab mengkaryakan
realita kehidupan manusia serta negara yang dapat mewujudkan kesejahteraan bersama yang
pastinya mengacu pada nilai luhur agama sekaligus prinsip kemanusiaan.

Apabila kita mundur sejenak dan merujuk kepada fakta sejarah, kita mendapati sebuah
data, bahwa banyak umat kristiani yang terjun serta terlibat dalam dunia pemerintahan salah
satunya melalui partai politik.7 Data tersebut menyebutkan keterlibatan partai Kristen dimulai
sejak tahun 1945, diantaranya PARKINDO (Partai Kristen Indonesia), PDS (Partai Damai
Sejahtera), Partai Katolik Demokrat, KRISNA (Partai Kristen Nasional Indonesia), PDKB
(Partai Demokrasi Kasih bangsa), PDKI (Partai Kasih Demokrasi Indonesia), yang mana pada
masa ini keberadaan partai politik Kristen tersebut hampir musnah. Perolehan suara partai politik
Kristen memang kecil, sebagaimana ditunjukan dalam suatu data sebagai berikut; tahun 1995,
PARKINDO memperoleh suara 1.003.326 (2,66%), partai Katolik 770.740 (2,04%), Nasional
37.785.299. Tahun 1971, PARKINDO 733.359 (1,34%) Partai Katolik 603.740 (1,10%),
Nasional 54.669.509. Tahun 1999, Krisna memperoleh suara 369.719, PKD 216.675, PDKB

7
John Campbell-Nelson,et al, Teologi Politik (Makasar:Oase Intim, 2013), hal 23.

14
550.740, Nasional 105.786.661. Tahun 2004, perolehan suara dari partai PDS 2,424,319 (2,14%)
dan Nasional 113.125.750.8 Berdasarkan data di atas membuktikan bahwa kesadaran umat
Kristen untuk berkontribusi dalam urusan negara sudah lahir sebelum dan sesudah masa
kemerdekaan. Hanya saja kesadaran tersebut semakin hari semakin hilang karna adanya
pergeseran makna yang melahirkan pemahaman keliru terhadap sistem politik Indonesia.

Hal tersebut tidak jauh beda dengan kondisi yang terjadi pada orang kristen yang terlibat
politik di kota Bekasi. Perlu diketahui bahwa kota Bekasi merupakan kota dengan keadaan
masyarakatnya majemuk yaitu dengan memiliki keragaman suku, budaya serta keyakinan.
Hampir keseluruhan masyarakat kota Bekasi merupakan pendatang dari luar kota, mayoritas
pendatang ini berasal dari wilayah Jawa dan sekitarnya. Hingga saat ini, kota Bekasi sudah
mengalami kemajuan dan perkembangan yang pesat, antara lain seperti pembangunan kota,
perdagangan, perkantoran, bisnis maupun kondisi perpolitikan. Penganut keyakinan terbesar di
Bekasi ialah agama Muslim. Melihat kondisi kota yang sudah maju dan berkembang,
mempengaruhi perkembangan rumah-rumah ibadah di daerah tersebut, salah satunya
perkembangan gereja. Salah satu gereja yang tumbuh dan bekembang di Bekasi adalah GKPI.
Gereja ini merupakan gereja yang berlokasi di tengah-tengah kota dan bersampingan dengan
markas FBR (Forum Betawi Rempug). Markas FBR ini merupakan kumpulan orang-orang Islam
fanatik. Melalui pengamatan penulis selama menjalani praktik lapangan di gereja GKPI Bekasi,
mayoritas jemaat gereja GKPI Bekasi merupakan orang-orang yang berpendidikan serta orang-
orang yang sudah cukup lama tinggal di kota Bekasi. Mengenai persoalan minimnya partisipasi
umat Kristen dalam politik yang salah satunya berdasarkan adanya pemahaman yang keliru akan
politik , maka penulis akan coba meneliti hal ini di dalam jemaat GKPI Bekasi.

Setelah empat bulan menjalani masa praktek di GKPI Bekasi, penulis menganalisis serta
mengamati sikap dan reaksi jemaat terhadap situasi politik pemilihan walikota Bekasi yang
berlangsung pada bulan Juni yang lampau. Situasi politik tersebut menimbulkan respon dari
warga gereja. Respon dari tersebut ialah pertama, banyak jemaat yang tidak mau berpartisipasi
dalam pemilihan calon walikota tersebut seperti memilih untuk tidak mencoblos, karena
anggapan mereka siapapun yang menang tidak dapat menjamin ketenangan beribadah. Kedua,

8
Indra Jaya Rajagukguk, “Persoalan Suara Parpol Kristen dari Pemilu ke Pemilu” dalam
http:ijrsh.files.wordpress.com/2008/06/perolehan-suara-parpol-kristiani-di-tiap-pemilu-pdf

15
banyak jemaat dari kalangan pemuda serta orang tua masih menganggap politik merupakan
sesutau hal yang negatif yang tidak seharusnya dapat dijalankan. Ketiga, banyak jemaat yang
memiliki pemahaman bahwa politik merupakan hal yang tabu sehingga tidak bisa
diperbincangkan di dalam lingkup gereja. Melihat situasi tersebut, penulis mengamati adanya
kecenderungan pemisahan antara politik dengan ajaran agama.

Selama penulis menjalani praktek lapangan, penulis mengamati khotbah-khotbah serta


kegiatan yang berlangsung di gereja tersebut. Hasil dari pengamatan penulis, khotbah yang
disampaikan oleh pendeta atau para pelayan lainnya sama sekali tidak menyinggung atau
membahas mengenai pemahaman politik yang semestinya ataupun mengenai sistem politik di
Indonesia. Tidak hanya itu saja, penulis juga mengamati program-program tahunan gereja yaitu
program kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gereja selama satu tahun.9 Kegiatan-kegiatan
yang berlangsung tidak ada sama sekali berkaitan dengan kegiatan sosial di luar gereja. Kegiatan
yang berlangsung, baik anak-anak sekolah minggu maupun kegiatan jemaat dewasa kurang lebih
merupakan kegiatan peribadahan serta kunjungan ke gereja-gereja lain. Gereja kurang terbuka
dengan lingkungan sosial di sekitar gereja.

Kenyataan ini seolah menegaskan bahwa warga gereja GKPI Bekasi memahami identitas
kewarganegaraannya masih berada di taraf primodial. Indonesia bukanlah negara sekuler, bukan
pula negara agama yang mengakui salah satu agama resmi. Indonesia merupakan negara
pancasila, dimana negara mendasari agama dalam menjelajahi hidup bersama serta agama
menjadi penopang untuk berdirinya bangsa Indonesia. Setiap masyarakat yang menganut
kepercayaan masing-masing diperlakukan sama sebagai warga negara. Setiap warga negara
memiliki tanggung jawab untuk memberikan suatu karya bagi Indonesia, menunjukkan tanggung
jawab untuk dapat berkontribusi serta berpartisipasi dalam negara. Partisipasi tersebut didasari
dengan adanya pemberian edukasi oleh gereja kepada jemaat mengenai politik, cara berkontibusi
serta cara jemaat dapat bijaksana dalam menyikapi segala persoalan perpolitikan di Indonesia.
Partisipasi yang diwujudkan bukan politik praktis, politik identitas atau politik kekuasaan,
melainkan pemahaman politik yang melahirkan gagasan Indonesia bersatu.

9
Di akses dari http://www.gkpi.or.id/page/41/umum_jemaat pada tanggal 11 November 2018

16
Pemahaman yang minim bagi warga jemaat akan menunjukan sikap apatis dan
menunjukan sikap tidak bertanggung jawab atas keadaan yang terjadi di Indonesia. Bila umat
Kristen menunjukan sikap apatis terhadap politik, maka umat Kristen tidak menunjukan karya
terhadap masyarakat non-Kristen serta kepada kehidupan berbangsa. Sejatinya, umat Kristen
harus memiliki identitas nasionalis yang dapat berkarya bagi Indonesia melalui kegiatan maupun
dunia sosial politik. Berdasarkan pengamatan penulis seperti di atas, maka penulis ingin meneliti
lebih jauh mengenai partisipasi politik jemaat GKPI Bekasi.

Berdasarkan latarbelakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan


masalah sebagai berikut: Bagaimana jemaat GKPI Bekasi memahami apa itu politik? Bagaimana
jemaat GKPI Bekasi mewujudkan partisipasi politiknya dalam perpolitikan di Indonesia. Adapun
tujuan penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan pemahaman GKPI Bekasi terhadap politik
serta mendeskripsikan wujud tanggung jawab jemaat GKPI Bekasi tentang partisipasi politik
mereka dalam perpolitikan di Indonesia. Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini ialah
pertama untuk menambah serta memperluas wawasan penulis. Kedua, jemaat dan gereja dapat
memiliki pemikiran yang terbuka terhadap politik melalui eduaksi politik yang diberikan oleh
gereja, sehingga mendorong jemaat agar dapat berkontribusi dan berpartisipasi terhadap sistem
politik di Indonesia.

Tulisan ini merupakan studi yang terkait dengan sejarah kekristenan dalam hubungannya
dengan sistem politik di Indonesia. Pokok yang dibahas berkaitan dengan sejauh mana
pemahaman jemaat GKPI Bekasi dalam memahami konsep politik serta upaya untuk
merekontruksi pemahaman jemaat terhadap politik. Berdasarkan konsep politik yang sudah di
bangun, akan melahirkan sebuah sikap dari jemaat GKPI Bekasi terhadap sistem politik di
Indonesia. Selain studi sejarah tentang kekristenan dengan sistem politik di Indonesia, tulisan ini
akan membahas peran umat Kristen terhadap kiprah sistem politik di Indonesia yang merupakan
bagian intergral dari bangsa Indonesia. Sebagai yang mendukung menggunakan pendekatan
multidisipliner, maka ilmu politik, ilmu teologi, ilmu hukum dan ilmu lainnya digunakan sebagai
pisau analisis dalam penulisan ini.

Penelitian ini ialah penelitian sejarah kontemporer Indonesia, yang menggunakan metode
penelitian deskriptif serta analistis untuk mengumpulkan data dilakukan dengan metode
kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menyajikan

17
gambaran lengkap mengenai setting sosial atau untuk mengeksplorasi dan klarifikasi mengenai
suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang
berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti antara fenomena yang diuji. Sedangkan
penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek
alamiah, peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2005). Metode penelitian menggunakan
sampel purposive sampling, merupakan teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan
beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bsisa lebih
representatif (Sugiyono, 2010), sampel ini digunakan sebagai dasar untuk memfasilitasi data dari
narasumber. Penelitian yang dilakukan kepada narasumber berdasarkan usia, pekerjaan serta
pendidikan, jumlah narasumber dalam penelitian ini sebanyak tujuh orang diantaranya pendeta,
perwakilan penatua, majelis, kaum bapak, kaum ibu, pemuda-pemudi dan jemaat partisipan.
Tokoh kunci dalam penelitian ini adalah jemaat. Penulis akan menyertakan sumber-sumber dari
dokumen, arsip, buku, makalah, website dan lain-lain. Buku yang akan digunakan diantara lain
seperti Iman Kristen dan Politik karya O NOTOHAMIDJOJO S. H, Dasar-Dasar Ilmu Politik
karya Prof. MIRIAM BUDIHARJO, Agama dan Politik di Indonesia karya Richard M. Daulay,
Etika Politik karya Franz Magnis-Suseno, Teologi Politik-Panggilan gereja di Bidang Politik
Pasca orde Baru.

Penulis menggunakan sumber-sumber primer dan sekunder (literatur) yang tersedia di


berbagai arsip dan perpustakaan. Sedangkan sumber-sumber primer yang penulis gunakan
diperoleh dari arsip gereja GKPI, arsip GKPI Bekasi. Selain sumber-sumber dalam bentuk
literatur dan dokumen-dokumen resmi, sumber-sumber penelitian diperoleh melalui wawancara
dengan sejumlah narasumber yaitu tokoh-tokoh agama yang terkait, salah satunya pendeta GKPI
Bekasi, jemaat GKPI Bekasi, politisi Kristen, politisi non Kristen atau yang bersifat nasionalis
serta masih ada beberapa orang narasumber lain yang diwawancarai untuk memperkaya
informasi yang relevan dengan tulisan ini.

Dalam penelitian ini penulis akan menyusun tulisan menjadi lima bagian. Pada bagian
pertama memaparkan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bagian kedua, memaparkan penjelasan
definisi politik secara Umum-Etimologi (akar kata) serta definisi politik dari beberapa perspektif
para ahli. Selanjutnya, memaparkan secara singkat mengenai sejarah politik di Indonesia

18
(berkaitan dengan keterlibatan umat Kristen dalam perpolitikan di Indonesia), memaparkan teori
yang dirumuskan oleh Marthin Luther mengenai Dua Kerajaan, memaparkan pengertian
partisipasi politik beserta model dan tipologinya, memaparkan pandangan politik menurut
Aristoteles dan yang terakhir memaparkan dokumen GKPI dengan kaitannya dengan politik.
Bagian ketiga, memaparkan hasil penelitian mengenai pemahaman dan partisipasi politik jemaat
GKPI Bekasi. Bagian IV memaparkan analisis mengenai hasil penelitian dengan teori yang
dipergunakan oleh penulis. Pada bagian akhir akan berisikan kesimpulan dan saran-saran.

2. Pengertian Politik dan Partisipasi Politik

2.1.1 Pengertian Politik


Politik, sebagaimana dengan pengertian dasarnya maka harus dipahami dari akar katanya.
Politik berasal dari kata “polis” yang berarti negara dan “taia” yang berarti urusan, sehingga
politik berarti „urusan negara”10. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)11 pemahaman
politik terbagi menjadi empat. Pertama; sebuah pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau
kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan). Kedua, segala urusan
dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap
negara lain. Ketiga, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah).
Keempat, kebijaksanaan. Filsuf seperti Plato dan Aritoteles menganggap politics sebagai suatu
usaha untuk mencapai masyarakat politik (polity) yang terbaik. Di dalam polity semacam itu
manusia akan hidup bahagia karena memiliki peluang untuk mengembangkan bakat, begaul
dengan rasa kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang tinggi.12 Pada
umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah usaha untuk menentukan peraturan-
peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat ke
arah kehidupan bersama yang harmonis13.

Terdapat pandangan ahli-ahli mengenai hakikat politik. Salah satu pandangan tentang
politik dikemukakan oleh Surbakti.14 Paling tidak ada lima pandangan yang bisa dikemukakan
tentang politik. Pertama, politik merupakan upaya untuk memusyawarahkan penataan kehidupan

10
Arahman H.I, Sistem Politik Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), 6.
11
https://kbbi.web.id/politik
12
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 2015) 14.
13
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, 15.
14
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2010). 2.

19
bersama. Kedua, politik merupakan sarana dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Ketiga, politik berfungsi untuk membentuk kekuasaan. Keempat, politik berkaitan
dengan penyusunan dan penerapan kebijakan umum hidup masyarakat. Kelima, politik sebagai
sebuah konflik untuk memperjuangkan kepentingan. Dari kelima pemahaman mengenai politik
di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan politik berkaitan erat dan mempengaruhi kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu partisipasi politik masyarakat menjadi sangat penting..

2. 1.2 Politik dan Kekristenan di Indonesia

Kalangan Kristen mula-mula menghimpun kekuatannya dalam organisasi-organisasi


kesukuan yang terbuka kepada kebersamaan dengan warga non-Kristen seperti terlibat dalam
ormas-ormas Minahasa, Maluku dan Batak.15 Pada abad ke-19 lembaga-lembaga zending Eropa
mengutus misionaris datang ke Indonesia.16 kedatangan misionaris tersebut menanamkan
pemahaman politik yang bersifat negatif. Alasan kalangan zending orang Kristen terlibat dalam
masalah-masalah politik di Indonesia adalah karena zending yang masuk di Indonesia berlatang
belakang NZG (Nederlandsch Zendeling Genootschap) paling besar di Belanda, dan RMG
(Rheinische Missionsgesellschaft) yang berlatar belakang Gereja Uniert di Jerman adalah orang-
orang yang amat kental dipengaruhi wawasan politik Pietisme, yang menganggap politik itu
kotor, duniawi, dan tidak sesuai dengan hakikat Injil, yaitu kasih.17 Pemikiran kalangan Pietisme
berpengaruh di dalam gereja-gereja Protestan hingga saat ini. Pemikiran tersebut berakar dari
pemikiran politik Martin Luther. Pemikiran teologi Luther yang bersifat negatif terhadap negara
dan politik. Pietisme menekankan bahwa agama Kristen adalah agama yang mengutamakan
kesalehan, iman, pekabaran Injil dan bersifat sangat pribadi.18 Persepsi politik yang bersifat
negatif ini ditanamkan pada saat mereka sedang melakukan pekabaran Injil di Indonesia. Tidak
semua pekabar Injil dari Eropa bersikap negatif terhadap politik atau pergerakan politik yang

15
John Campbell-Nelson dkk, Teologi Politik (Makasar : Oase INTIM, 2013), 19.
16
Sebuah gerakan yang muncul dalam abad ke 17 dan 18 di Eropa yang berusaha mencari di dalam “agama hati
yang bersifat pribadi” suatu alternatif kehidupan menghadapi sistem skolastisme ortodoksi Luther. Gerakan ini
dipelopori oleh Philip Jacob Spener (1635-1705), seorang pendeta Lutheraan di Frankffurt. Dalam bukunya Pia
desideria ia mendorong suatu studi bersifat devosional terhadap Alkitab. Usahanya ini, kendati mendapat
perlawanan, namun tersebar kemana-mana. Muridnya, yang bernama A.H. Francke (1663-1727), menjadikan
Universitas Halle dan Rumah Yatim Francke sebagai pusat pengkabaran Injil dan pendidikan, termaksuk penerbitan.
Gerakan ini, yang belakangan mengalami semacam pembaharuan di abad ke 19 masuk ke Indonesia bersama-sama
dengan gencarnya upaya-upaya pengkabaran injil.
17
Richard M. Daulay, Agama Politik di Indonesia (Jakarta : PT BPK Gunung Mulia, 2015), 90.
18
Richard M. Daulay, Agama Politik di Indonesi, 91.

20
terjadi di Indonesia. H. Kraemer19 dari kalangan Gereja Hervormd dan J. Verkuyl20 dari latar
belakang Gereja Gereformeerd adalah guru-guru politik yang merupakan para pejuang
kemerdekaan Indonesia, khususnya di kalangan Kristen.21

Partisipasi politik Kristen di Indonesia dimulai sejak gagasan mengenai Indonesia bersatu
dan merdeka diperjuangkan dalam pergerakan nasional pada dekade kedua abad ke-20.22 Pada
masa pergerakan nasional pasrtisipasi politik Kristen segera diwujudkan ketika pemerintah
kolonial memberi peluang bagi adanya kekuatan-kekuatan politik masyarakat di Indonesia untuk
turut menentukan kebijakan pemerintah kolonial dengan pembentukan Volksrad (Dewan Rakyat)
pada tahun 1917.23 Partai politik kristen pertama di Indonesia, CEP (Christelijk, Etische Partji,
kemudian menjadi CSP, Christelijk staatkundige Partji), dibentuk di kalangan Kristen Belanda
dan kemudian melibatkan beberapa tokoh-tokoh Kristen Indonesia. Gerakan mahasiswa Kristen
(CSV, Christen Studenten Vereeniging) memperoleh pengarahan dari sejumlah tokoh Kristen
Belanda yang progesif untuk memihak pada pergerakan nasional memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Mereka antara lain Amir Sjarifuddin (1905-1948) dan Johannes Leimena (1905-
1977). Keterlibatan politik mereka terbagi menjadi dua yaitu dalam partai politik Kristen dan
partai politik sekuler, salah satu seperti Amir Sjarifuddin yang memilih berkiprah di dalam
lingkaran politik sosialis-komunis.24

19
Hendrik Kraemer (1888-1965) adalah seorang pekabar Injil awam dari Gereja Hervormd Belanda, yang bekerja di
Indonesia selama 16 tahun (1922-1938). Peran dan kontribusinya sangat besar tidak hanya kepada gereja di
Indonesia tetapi juga secara internasional. Selama di Indonesia, ia menjadi penasihat ahli dalam penerjemah Alkitab
dan dalam bidang politik dan hubungan antaragama. Kraemer adalah seorang dari sedikit misionaris Belanda yang
sejak awal bersikap positif terhadap gerakan politik dan nasionalisme Indonesia-berbeda dengan misionaris lain-dan
melalui banyak tulisan ia mengkritik kebijakan-kebijakan politik penjajah Belanda di Indoensia, yang membuat
pemerintah dan misionaris lain mencurigainya. Kreamer juga pendukung gagasan untuk “memerdekakan”
(memandirikan) gereja-gereja di Indonesia. ia pun pionir pendiri Sekolah tinggi Teologi Jakarta yang berdiri tahun
1934, dan menjadi ketua pengurus yayasan pertama dari seminari itu (De Jonge, 2001 : 456-457)
20
Johannes Verkuyl (1908-2001) adalah seorang teolog Belanda dari latar belakang Gereja Gereformeerd, yang
bertugas sebagai misionaris di Indonesia tahun 1938-1963, khususnya di kalangan Gereja Kristen Jawa (GKJ). Sama
seperti Kraemer, Verkuyl adalah seorang dari sedikit misionaris yang berjuang untuk mendukung gerakan
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Verkuyl adalah penggagas lahirnya Badan penerbit Kristen di Jakarta tahun
1946, yang sekarang dikenal dengan Bina Pustaka Kristiani Gunung Mulia, untuk menghormati jasa-jasa Prof. Dr.
Todung Sutan Gunung Mulia (De Jonge, 2001 : 874)
21
Richard M. Daulay, Agama Politik di Indonesi, 92.
22
Zakaria J. Ngelow, Kekristenan dan Nasionalisme : perjumpaan Umat Kristen Protestan dengan pergerakan
Nasional Indonesia, 1900-1950. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
23
John Campbell-Nelson dkk, Teologi Politik (Makasar : Oase INTIM, 2013), 19.
24
Frederick Djara Wellem, Amir Sjarifuddin : Tempatnya dalam Kekristenan dan Perjuangan Kemerdekaan
Indonesia. Jakarta : Jala Permata Aksara, 2009.

21
Budi Utomo, merupakan tokoh Kristen yang ikut terlibat dalam memperjuang
kemerdekaan. Kesadaran politis untuk memperjuangkan kemerdekaan tampak setelah lahirnya
perkumpulan-perkumpulan politik. Budi Utomo yang didirikan pada tahun 1908 bersikap netral
terhadap agama. Semula orang-orang Katolik Jawa memasuki organisasi Budi Utomo tersebut,
sampai berdirinya Indische Katholieke partij pada tahun 1918.25 Suatu bentuk partisipasi politik
oleh umat Kristiani dapat berlandaskan melalui injil Yesus. Injil Yesus Kristus telah
mendorongnya untuk memperjuangkan terwujudnya kesamaan martabat manusia dan
persaudaraan universal.26

2.2 Partisipasi Politik

2.2.1 Perilaku Politik

Kegiatan politik tidak terlepas dari pemerintah dan masyarakat. Pada dasarnya manusia yang
terlibat dalam kegiatan dibagi menjadi dua, yakni warga negara yang memiliki fungsi
pemerintahan (pejabat pemerintah) dan warga negara yang tidak memiliki fungsi pemerintahan,
namun memiliki hak untuk mempengaruhi orang yang memiliki fungsi pemerintahan (fungsi
politik).27 Pendekatan behavioralisme akan menjawab bahwa individulah yang secara aktual
melakukan kegiatan politik, sedangkan perilaku lembaga politik pada dasarnya merupakan
perilaku individual yang berpola tertentu.28 Perilaku politik terbagi menjadi tiga unit analisis,
yakni individu aktor politik, agregasi politik, dan tipologi kepribadian politik. Dalam kategori
individu aktor politik meliputi aktor politik (pemimpin), aktivis politik, dan individu warga
negara biasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik individu aktor politik yaitu;29

1. Lingkungan sosial politik tak langsung, seperti sistem politik, sistem ekonomi, sistem
budaya dan media massa;
2. Lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian
aktor, seperti keluarga, agama, sekolah, dan kelompok pergaulan. Faktor kedua ini
seseorang mengalami sosialisasi dan internalisasi nilai dan norma masyarakat.

25
Y.B Banawiratma SJ, Teologi Kemerdekaan, (Yogyakarta : Kanisius, 1996),144.
26
Y.B Banawiratma SJ, Teologi Kemerdekaan, 150.
27
Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta : PT Gramedia,1992), 131.
28
Heinz Eulau. 1986. Politics, Self, and Sosiety : A Theme and Variations. Cambrige Harvard University Press,
hlm, 24.
29
Ramlan subakti, Memahami Ilmu Politik, 133.

22
3. Ketiga, Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.
4. Faktor lingkungan sosial politik langsung berupa situasi, yaitu keadaan yang
mempengaruhi faktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan.
Partisipasi menurut KBBI adalah perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan;
keikutsertaan; peran serta;30 Berdasarkan pengertian partisipasi tersebut, maka partisipasi politik
merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam
kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak
langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).31 Selain itu, partisipasi
merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Asumsi yang mendasari demokrasi (dan
partisipasi) orang yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri.
Keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan
mempengaruhi kehidupan warga masyarakat, maka warga masyarakat berhak ikut serta
menentukan isi keputusan politik. Ramlan Subakti memahami partisipasi politik adalah
keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau
mempengaruhi kehidupannya.32

Ada empat kriteria yang menentukan ada atau tidaknya partisipasi politik, partisipasi politik
menyangkut; a) tindakan, b) oleh orang biasa, c) dilakukan secara sukarela, d) untuk
mempengaruhi kebijakan publik.33 Partisipasi dalam pemilu misalnya, merupakan salah satu
bentuk elementer partisipasi politik.34 Bila melihat pemikiran negara-negara demokratis, yang
mendasari pemikiran konsep partisipasi politik adalah kedaulatan ada di tangan rakyat.
Dilaksanakannya melalui kegiatan bersama serta menetapkan tujuan-tujuan untuk masa depan
masyarakat itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan,
maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi politik merupakan suatu pengejawantahan dari
penyelenggaraan kekuasaan politik absah oleh rakyat.35 Selain itu negara-negara demokratis
umumnya menganggap bahwa bila lebih banyak partisipasi masyarakat maka akan menjadi lebih
baik. Dalam alam pikiran ini tingginya tingkat partisipasi menunjukan bahwa warga negara
mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu.

30
https://kbbi.web.id/partisipasi
31
Miriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik, (Jakarta : Obor Indonesia, 1981), 2.
32
Ramlan subakti, Memahami Ilmu Politik, 140.
33
Paulinus Yan Olla, MSF, Spiritual Politik (Jakarta : PT Gramedia Pusaka Utama, 2014), 16.
34
Saiful Mujani dkk, Kuasa Rakyat (Bandung: Mizan Media Utama, 2012), 4-5.
35
Miriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik, 2.

23
Sebaliknya, tingkat partisipasi yang rendah pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang
baik, karena diartikan bahwa banyak negara tidak menaruh perhatian terhadap masalah
kenegaraan serta jika jika kurang banyak pendapat dikemukakan , pimpinan negara akan kurang
tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat dan cenderung untuk melayani kepentingan
beberapa kelompok saja.36

2.2.2 Tipologi Partisipasi Politik

Partisipasi sebagai kegiatan dibedakan menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif.
Kategori partisipasi aktif adalah mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan
alternatif kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan yang dibuat dengan pemerintah,
mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih
pemimpin pemerintahan. Sebaliknya, kegiatan yang termaksuk dalam kategori partisipasi pasif
berupa kegiatan yang menaati pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja setiap keputusan
pemerintah. Disamping itu terdapat sejumlah anggota masyarakat yang tidak termaksuk dalam
kategori partisipasi aktif maupun pasif karena mereka menganggap masyarakat dan sistem
politik yang ada telah menyimpang dari apa yang mereka cita-citakan kelompok tersebut disebut
apatis atau golongan putih (golput).37 Olsen memandang partisipasi sebagai dimensi utama
stratifikasi sosial. Dia membagi partisipasi politik menjadi enam lapisan, yaitu pemimpin
politik, aktivis politik, komunikator (orang yang menerima dan menyampaikan ide-ide, sikap,
dan informasi politik lainnya kepada orang lain), warga negara marginal (orang yang sangat
sedikit melakukan kontak denga sistem politik), dan orang yang terisolasikan (orang yang jarang
melakukan partisipasi politik).38

Partisipasi politik dapat dikategorikan berdasarkan jumlah pelaku, yakni individual dan
kolektif. Maksudnya, seseorang yang menulis surat berisi tuntutan atau keluhan kepada
pemerintah atau kolektif. Sedangkan partisipasi secara kolektif ialah kegiatan warga negara
secara serentak untuk mempengaruhi penguasa seperti kegiatan dalam proses pemilihan umum.
Partisipasi kolektif dibagi menjadi dua, yaitu partisipasi kolektif yang konvensional seperti

36
Miriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik, 3.
37
Ramlan subakti, Memahami Ilmu Politik, 143.
38
Ramlan subakti, Memahami Ilmu Politik, 143.

24
kegiatan dalam proses pemilihan umum dan partisipasi politik yang bukan konvensional
(agresif), seperti pemogokan yang tak sah, menguasai bangunan umum dan huru-hara.39

2.2.3 Model Partisipasi Politik

Ada faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik


seseorang, ialah kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik).
Kesadaran politik dipahami sebagai kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara. Hal ini
menyangkut tentang pengetahuan seorang tentang lingkungan masyarakat dan politik, dan
menyangkut minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat
dia hidup. Sikap kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah merupakan penilaian masyarakat
kepada pemerintah, penilaian yang diberikan masyarakat apakah dapat mempengaruhi atau
dipercaya.

Berdasarkan tinggi-rendahnya kedua faktor tersebut, Paige membagi partisipasi menjadi


empat tipe.40 (a) Apabila masyarakat memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada
pemerintah yang tinggi, partisipasi politik cenderung aktif. (b) kesadaran politik dan kepercayaan
kepada pemerintah yang rendah, partisipasi politik cenderung pasif-tertekan (apatis). (c) Tipe
partisipasi ketiga berupa militan radikal, yakni apabila kesadaran politik tinggi tetapi
kepercayaan kepada pemerintah sangat rendah. (d) Selanjutnya, apabila kesadaran politik sangat
rendah tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat tinggi, partisipasi ini disebut tidak aktif
(pasif).

3. Jemaat, Dokumen GKPI, Pemahaman dan Politik

Dalam bagian ini, data yang dipergunakan penulis untuk melihat pemahaman serta
partisipasi jemaat GKPI Bekasi mengenai perpolitikan di Indonesia berasal dari sejarah dan
dokumen gereja.

3. 1 Sejarah dan Dokumen Gereja

39
Ramlan subakti, Memahami Ilmu Politik, 143.
40
Jeffery M. Paige, Political Orientation and Riot Participation, American Sociological Review, vol. 36, no, 5
(Oktober 1971): 810-820, diakses pada 25 Juli, 2019, http://www.jstor.org/stable/2093668.

25
GKPI Bekasi berada di tengah-tengah kota Bekasi, terletak di Jl. Gn. Gede - Kayuringin
No.3, RT.005/RW.013, Kayuringin Jaya, Kec. Bekasi Sel., Kota Bks, Jawa Barat. 41 Wilayah
tempat gereja ini merupakan kawasan pusat keagamaan di Kota Bekasi. Lingkungan gereja ini
berada dikelilingi oleh tiga gereja yaitu gereja HKBP, GKO, GKOI, selain itu persis di samping
gereja terdapat DKW Mushollah Al-Muzakaroh dan sekaligus tempat pertemuan komunitas FBR
(Forum Betawi Rempung).42 Jemaat yang terdaftar di GKPI Bekasi sekitar 356 Kepala Keluarga
(KK), jumlah total jiwa 1.383. Hampir mayoritas jemaatnya ber etnis suku Toba yang berasal
dari Sumatera Utara, namun ada yang berasal dari etnis lain salah satunya seperti etnis Jawa.
Jemaat GKPI Bekasi merupakan jemaat yang rata-rata perantauan dari pulau Sumatera mulai dari
pemuda-pemudi sampai orangtua. Warga jemaat GKPI Bekasi secara keseluruhan tersebar di
sekitar Kota Bekasi walaupun ada sebagian kecil ada yang berasal dari kabupaten Bekasi.
Mayoritas latar belakang pendidikan dari jemaat GKPI Bekasi merupakan lulusan dari perguruan
tinggi, sedangkan mata pencaharian jemaat GKPI Bekasi beragam ada yang kantoran,
pengusaha, kontraktor, pejabat publik, guru, ojek online, dan sebagainya.43

Berdirinya gereja GKPI Bekasi berawal dengan status pos kebaktian dibawah binaan
GKPI Rawamangun dengan jumlah anggota 20 jiwa dari 5 keluarga, pada tanggal 20 Mei 1984
dilaksanakan kebaktian perdana dan ditetapkan sebagai berdirinya Pos Kebaktian GKPI Bekasi,
bertempat di Jl. Kepiting-1 No. 136 Perumnas-II bekasi di kediaman Keluarga Ny. St. Simon
Lumbantobing Br. Hutagalung (Op. Marlinggom) yang dihadiri 48 orang. Pada tanggal, 2 Maret
1986, oleh pendeta Resort Jaya-II Bp. Ds. FP. Lumban Tobing beserta Majelis jemaat GKPI
Rawamangun, dilaksanakan acara perubahan status dari Pos Kebaktian menjadi Jemaat
Persiapan, sesuai dengan SK Kantor Pusat GKPI No.: 653/XI/5/I/S. Pada tanggal 2 Juli 1995
GKPI Jemaat Bekasi oleh Bishop Ds. RMG Marbun, S.Th diresmikan menjadi jemaat penuh

41
https://petalokasi.org/Kabupaten-Bekasi/GKPI-Bekasi-3393220/
42
https://www.google.com/maps/uv?hl=id&pb=!1s0x2e698c3096099343:0x6650e7c379872bc1!3m1!7e
115!4s/maps/place/alamat%2Bgkpi%2Bbekasi/@-
6.2431239,106.9905233,3a,75y,210.46h,90t/data%3D*213m4*211e1*213m2*211s6c-
Z8aEqLagkz3ajrmHHXw*212e0*214m2*213m1*211s0x2e698c3096099343:0x6650e7c379872bc1?sa%3
DX%26hl%3Did!5salamat+gkpi+bekasi+-+Penelusuran+Google&imagekey=!1e2!2s6c-
Z8aEqLagkz3ajrmHHXw&sa=X&ved=2ahUKEwjStuz-ku7lAhXUwjgGHRONAXcQpx8wC3oECAsQDg
43
Di sadur dari Buku Program kerja Th. 2019

26
sekaligus menjadi Resort GKPI Bekasi dengan Da. RD. Lubis, S.Th. sebagai Pendeta Resort
GKPI Bekasi.44

3.2 Pemahaman Iman GKPI tentang Gereja dan Negara


Secara khusus pandangan gereja GKPI mengenai politik dapat digambarkan melalui dokumen
gereja yaitu perumusan Pemahaman Iman GKPI yang membahas tentang gereja dan negara sebagai
berikut;
Gereja dan Negara
Tuhan Allah adalah Raja dan Penguasa alam semesta dengan segala isinya, termasuk
ditengah bangsa-bangsa (Mzm 47:9; 96:10; Yes 11:10; Yer 16:19; Yeh 39:21). Untuk
menciptakan ketertiban dan keteraturan di tengah kehidupan manusia dan bangsa-bangsa, dan
sesuai dengan permintaan mereka, Allah mengaruniakan dan menetapkan negara dan pemerintah
(bnd 1 Sam 8:1-22). Dengan demikian negara dan pemerintah berasal dari Allah dan ditetapkan
oleh Allah untuk melayani Dia dan melaksanakan kehendakNya, untuk mendatangkan kebaikan
dan kesejahteraan bagi umat manusia, segaligus menjatuhkan hukuman bagi mereka yang
berbuat jahat. Karena itu manusia, teristimewa orang Kristen, diharuskan takluk dan taat pada
pemerintah, memenuhi kewajiban kepada negara dan pemerintah, mendoakannya, serta
mendukung dan ambil bagian dalam rencananya yang baik (Rm 13:1-7; Tit 3:1; 1 Ptr 2:13; Mat
22:21 dan sejajarnya). Allah menghendaki agar negara dan pemerintah (raja-raja) memimpin
bangsa-bangsa untuk menyembah dan memuliakan Allah, serta menegakkan keadilan dan
kebenaran, dan mewujudkan kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran. Oleh sebab itu Allah
menentang pemerintah (raja-raja) yang congkak dan mengandalkan kuasanya (bnd 1 Sam 13:8-
15; 15:10-31) ataupun membawa bangsanya kepada penyembahan berhala, maupun yang
melakukan kesewenang-wenangan dan penindasan terhadap rakyatnya (1 Raj 21:1-16; Am 5:7-
13; Hos 5:1-7). Dalam hal pemerintah tidak melaksanakan kehendak Tuhan, gereja wajib berkata
seperti yang dikatakan Petrus “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia
(Kis 5:29)”. GKPI bersama seluruh gereja mengajarkan kepada warganya agar taat kepada
negara dan pemerintah serta mendoakannya, sekaligus menyampaikan suara kenabian, agar
negara dan pemerintah menyelenggarakan kekuasaannya seturut dengan ketetapan dan kehendak

44
Di sadur dari Buku Sejarah GKPI Bekasi

27
Allah, demi kepentingan seluruh bangsa, dan bukan untuk kepentingan diri sendiri ataupun
segolongan orang.45
Melalui dokumen diatas dapat dilihat bahwa sebagai institusi gereja GKPI sangat mendukung
seluruh proses kegiatan yang berlangsung di dalam negara. Gereja GKPI mendorong jemaat
gereja agar turut andil berpartisipasi dalam politik di Indonesia. Bukan hanya itu saja gereja juga
mendorong jemaat untuk aktif mengamati seluruh kebijakan yang berlangsung dalam
pemerintahan, seperti yang di jelaskan di atas bahwa kebijakan-kebijakan yang diputuskan oleh
pemerintah harus sesuai dengan Kebenaran Allah atau untuk kebaikan bersama dan demi
kepentingan seluruh bangsa. Bila kebijakan-kebijakan tersebut tidak menghasilkan kesejahteraan
masyarakat maka, jemaat wajib mengambil sebuah tindakan untuk memproses hal tersebut.
Dokumen di atas tidak ada sama sekali mengarahkan gereja (jemaat) untuk memisahkan diri
dengan negara, sebaliknya gereja mendorong jemaat turut aktif dan terlibat dalam segala
kegiatan sosial-politik di Indonesia. Partisipasi jemaat dalam politik di Indonesia merupakan
peran GKPI sebagai institusi yang terlibat aktif dibawah naungan negara. Gereja GKPI
memahami bahwa pemerintah dan segala bentuk kegiatan yang berlangsung dalam negara
merupakan kehendak Allah dan seturut campur tangan Allah, maka sudah sangat jelas
Pemahaman Iman GKPI mengenai politik dapat disimpulkan bahwa tidak ada pemisahan antara
gereja dan negara, keduanya dapat bekerja sama untuk membangun bangsa.

3.3 Pemahaman jemaat GKPI Bekasi terhadap politik


Pemahaman jemaat GKPI Bekasi terhadap politik sangat beragam. Hal tersebut di pengaruhi
dengan latar belakang pendidikan dan profesi mereka yang berbeda-beda, mulai dari tamatan SMP
sampai di jenjang perguruan tinggi. Enrico Pratama merupakan jemaat yang berlatar belakang
pendidikan sarjana hukum dan bekerja di kantor pengacara memahami politik “Politik bukanlah alat
kekuasaan, tetapi etika untuk melayani. Politik pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu politik
praktis dan dinamis. Sesuai dengan apa yang saya pelajari politik praktis merupakan suatu kegiatan
atau suatu perkumpulan yang mempunyai tujuan tertentu atau kepentingan tertentu yang berhungan
dengan kenegaraan atau partai politik. Sedangkan politik dinamis merupakan suatu kegiatan atau
suatu perkumpulan dengan suatu interaksi tertentu yang mempunyai tujuan tertentu atau dengan

45
http://www.gkpi.or.id/page/69/gereja_dan_negara

28
tujuan untuk kepentingan orang banyak”46 Josua Hutagalung seorang mahasiswa jurusan ilmu
komunikasi, berusia 21 tahun merupakan warga jemaat gereja, memahami politik “sebagai sebuah
sistem yang memiliki kaitan dengan tujuan dalam negara”.47 Chistina Gomez Manalu bekerja sebagai
staff di puskesmas Cipinang Melayu, usia 35 tahun memahami politik adalah “kumpulan organisasi
dalam pemilihan presiden, wapres, dpr atau mpr”.48 Susi Rohani Tobing merupakan kepala seksi di
puskesmas duren Jaya Bekasi, berusia 50 tahun, memahami politik “sebagai sebuah seni untuk
mengatur dan menata sebuah negara”.49 Patar Situmorang, seorang pengusaha yang berusia 45 tahun,
menduduki profesi sebagai penatua di gereja memahami politik “sebagai sebuah pencapaian
keinginan bersama dalam mewujudkan keadilan, kesejahteraan serta kedamaian di dalam suatu
negara”50 Pendeta GKPI Bekasi Untung Pasaribu, menjalani profesinya sebagai pendeta di GKPI
Bekasi selama empat tahun lima bulan memahami politik “sebagai nilai untuk sebuah keteraturan
negara”.51
Partisipasi politik tidak hanya dibina melalui partai politik, tetapi juga melalui organisasi-
organisasi yang mencakup golongan pemuda, golongan buruh, serta organisasi-organisasi
kebudayaan.52 Warga gereja merupakan salah satu dari kumpulan organisasi-organisasi tersebut yang
dapat berperan aktif dalam politik atau menunjukan partisipasi politik. Dalam hal ini jemaat memiliki
pandangan mengenai orang-orang yang dapat terlibat dalam politik. “Kalau menurut saya siapapun
dapat terjun dalam dunia politik, karena siapapun yang mempunyai hati atau mempunyai niat untuk
memajukan negara bisa mengabil peran untuk berpolitik”53 Andrew Jackson merupakan presiden
Amerika yang ke-7 menyampaikan gagasannya bahwa setiap warga negara mampu untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan yang normal, keterlibatan di bidang politik baik untuk
masyarakat, karena melalui keterlibatan tersebut dapat membuat demokrasi menjadi lebih berarti dan
pemerintah lebih tanggap-dan membuat masyarakat menjadi manusia susila dan warga negara yang
bertanggung jawab.54 Keterlibatan dalam politik dapat dilakukan melalui partai-partai politik, sama
halnya yang disampaikan oleh salah satu jemaat bahwa “Politikus, partai-partai, orang-orang yang

46
Wawancara dengan salah satu jemaat GKPI Bekasi tanggal 18-11-2019 jam 15.30
47
Wawancara dengan salah satu jemaat GKPI Bekasi tanggal 17-11-2019 jam 16.20
48
Wawancara dengan salah satu jemaat GKPI Bekasi tanggal 15-11-2019 jam 10.00
49
Wawancara dengan salah satu jemaat GKPI Bekasi tanggal 05-12-2019 jam 20.00
50
Wawancara dengan salah satu jemaat GKPI Bekasi tanggal 05-12-2019 jam 23.00
51
Wawancara dengan salah satu jemaat GKPI Bekasi tanggal 25-11-2019 jam 13.00
52
Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik, 10.
53
Wawancara dengan Christina Gomez pada tanggal 17-11-2019 jam 16.20
54
Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik, 29.

29
mencalonkan diri sebagai MPR, DPR, Presiden, Wapres, dan seluruh rakyat Indonesia untuk
memilih.”55 Partai-partai adalah wakil dari kelompok-kelompok kepentingan sosial, menjembatani
jarak yang terdapat antara orang-seseorang dan masyarakat luas.56 “Bagi Saya setiap Warga Negara
Indonesia berhak terjun dalam berpolitik, mau agama apapun, suku, atau ras apapun karena semua itu
sudah diatur dalam UUD 1945 dimana berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya
didalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”57 Pendeta P. Pasaribu
menekankan bahwa keterlibatan jemaat terhadap politik di dalam gereja tidak boleh dilakukan oleh
seluruh jemaat, beliau menegaskan bahwa “Warga gereja bisa terlibat dalam politik, namun tidak
mencakup keseluruhan, karena di dalam gereja ini terdapat usia dini sampai dewasa. Jadi menurut
saya usia yang belum cukup tidak bisa terlibat dalam politik, seperti sekolah minggu dan remaja” 58
Arah keterlibatan jemaat terhadap politik belum sepenuhnya dipahami, hal ini memicu pertanyaan-
pertanyaan jemaat, seperti keterlibatan dalam hal apa? Bagaimana bentuk keterlibatannya? Sehingga
banyak jemaat masih memiliki pemikiran bahwa keterlibatan jemaat terhadap politik yaitu dengan
adanya dukungan gereja atau jemaat yang diberikan kepada salah satu caleg. Pemikiran tersebut
dapat disimpulkan dalam respon salah satu jemaat bahwa “Warga gereja boleh terlibat dalam politik,
tapi tidak boleh terlibat langsung dalam politik praktis atau subjektif. Warga gereja bisa berpolitik
hanya untuk menyuarakan aspirasi atau kebaikan bersama.”59 Rakyat akan berpatisipasi politik di
dalam kehidupan politi Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD‟45, maka pertama-tamaa
rakyat harus menghayati, memahami, dan mengamalkan pancasila.60
Kegiatan yang mendukung keterlibatan warga jemaat dalam politik di gereja GKPI Bekasi
belum terlihat secara signifikan dan bersifat pasif. Selain itu respon jemaat dalam mengadakan atau
melakukan kegiatan yang mendukung partisipasi politik masih dalam pro atau kontra. Hal tersebut
dapat terlihat dari kegiatan-kegiatan yang telah berlangsung serta pengalaman dari jemaat. “Bagi
saya, apabila ada kegiatan yang mendorong warga dalam meningkatkan partisipasi politik. Tidak
masalah, tetapi kegiatan tersebut tidak melanggar dogma atau aturan gereja dan aturan kenegaraan,
bila ada yang berbicara tentang politik dilingkungan gereja bagi saya masih bisa diterima selama
tidak menggangu kepentingan umum dan memberikan suatu doktrin-doktrin yang tidak baik yang

55
Wawancara dengan Josua Hutagalung pada tanggal 15-11-2019 jam 10.00
56
Miriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik, 62.
57
Wawancara dengan Enrico Pratama pada tanggal 18-11-2019 jam 15.30
58
Wawancara dengan Pdt Untung Pasaribu pada tanggal 25-11-2019 13.00
59
Wawancara dengan Patar Situmorang pada tanggal 25-11-2019 jam 23.30
60
Sukarna, Analisis Politik, (Bandung : Mandar Maju, 1991), 51.

30
dibalut dengan suatu ayat dalam alkitab serta di tafsirkan dengan tidak sesuai”. Para pelayan atau
pendeta dalam menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pemerintahan atau negara hanya
disampaikan melalui mimbar. Hal ini menunjukan bahwa belum terlihat dengan jelas suatu bentuk
kegiatan yang mendukung partisipasi politik di dalam gereja. Pengenalan atau pemahaman jemaat
terhadap politik hanya di dapatkan melalui kotbah di atas mimbar yang mana khotbah tersebut
menyinggung tentang politik pemerintahan atau negara. Hal tersebut didasari dengan pemahaman
jemaat yang cenderung pietis, yang berfokus pada Kerajaan Allah. “Bila dalam khotbah pun saya
masih bisa terima dengan ada batasan batasan tertentu, dan jangan menggunakan ayat-ayat dalam
Alkitab yang di tafsirkan sendiri, dan memberikan doktrin doktrin yang salah”.61 Pendeta Untung
Pasaribu menyampaikan bahwa kegiatan yang telah berlangsung hanya sebatas seminar-seminar dan
diskusi-diskusi yang disenggelarakan oleh pemerintah setempat dan lembaga-lembaga di luar gereja62
“Saya sangat setuju untuk mendukung dan pasti ingin berpartisipasi, karena menurut saya itu hal
yang bagus adanya untuk berpartisipasi dengan politik, karena mungkin masih banyak yang belum
paham betul akan mengenai politik itu sendiri dan pemahaman akan negara itu sendiri, seharusnya
gereja ambil peran untuk adanya kegiatan pemahaman akan politik akan negara akan permasalahan
negara akan sistem negara itu sendiri, supaya makin banyak orang-orang yang berkeinginan
memajukan negara, jadi seharusnya adanya kegiatan pemahaman kaya semacam seminar, apapun itu
untuk meningkatkan minat orang-orang untuk memajukan negara. Adanya kegiatan menghargai jasa
para pahlawan, 17 Agustus atau pembinaan pencoblosan saat pemilu, supaya orang-orang atau jemaat
itu makin paham akan politik itu sendiri”63 Jawaban tersebut merupakan salah satu respon jemaat
yang memiliki kerinduan agar gereja dapat lebih terbuka terhadap politik, sehingga gereja dapat
membentuk suatu kegiatan yang mendukung partisipasi atau pemahaman jemaat berkaitan dengan
politik. Jemaat tersebut memerlukan atau merindukan pengetahuan yang lebih mengenai politik atau
negara, pengetahuan yang didapatkan di dalam gereja. “Kegiatan yang mendukung partisipasi politik
di dalam gereja saat ini yang signifikan belum ada, hanya saja pada saat menyambut pemilu yang
berlangsung beberapa bulan lalu, pendeta menyampaikan pesan di mimbar untuk mengarahkan
jemaat memilih calon yang berintegritas bukan untuk kepentingan pribadi”.64

61
Wawancara dengan Enrico Pratama pada tanggal 18-11-2019 jam 15.30
62
Wawancara dengan Pdt Untung Pasaribu pada tanggal 25-11-2019 13.00
63
Wawancara dengan Josua Hutagalung pada tanggal 15-11-2019 jam 10.00
64
Wawancara dengan Patar Situmorang pada tanggal 25-11-2019 jam 23.30

31
Secara resmi dalam ajaran GKPI atau pemahaman iman GKPI sudah terdapat penjelasan
tentang politik atau partisipasi politik yaitu melalui pembahasan mengenai negara. Hal tersebut sudah
dipaparkan di paragraf atas, namun ajaran atau pemahaman tersebut tidak dipahami sepenuhnya oleh
gereja GKPI Bekasi baik jemaat serta pendetanya. Hal ini mempengaruhi pandangan jemaat terhadap
pemikiran mengenai politik yang cenderung tertutup atau memahami politik berdasarkan pengamatan
kacamata jemaat terhadap politik yang berlangsung. "Menurut saya sih, tidak, itu tidak ada, tidak ada
yang pernah ngajarin. Atau tidak ada ajaran kita sebagai jemaat untuk bersikap apatis terhadap
politik. Tidak ada, tapi itu kembali lagi kepada diri kita sebagai manusia itu sendiri, mau ikut
berpartisipasi atau apatis terhadap politik, kembali kepada diri sendiri. Tidak ada ajaran agama yang
mengajarkan seperti itu, hanya saja yang kurang dari peran gereja dalam memberikan pemahaman
65
politik aatau tidak ada edukasi atau pengarahan rutin mengenai hal ini”66 Berkaitan dengan corak
gerakan Pietisme yang sangat menekankan kehidupan kerohanian dan cenderung bersikap negatif
terhadap politik, sehingga terdapat pemisahan antara urusan gereja dan politik. Urusan gereja adalah
agama bukan politik. Prinsip ini berakar dari ajaran Marthin Luther yang menekankan tentang dua
kerajaan, urusan gereja dan orang percaya adalah beribadah, berdoa dan mengabarkan injil. “Sampai
detik ini sih tidak ada penekanan dari gereja atau pendeta mengenai keterlibatan atau partisipasi
warga politik, pendeta hanya beberapa kali mengkaitkan pembahasan mengenai negara, pemerintah
dll di dalam penyampaian firmannya. Kebanyakan pendeta hanya menyampaikan doktrin-doktrin
saja”67 Pietisme sangat mempengaruhi gereja-gereja protestan terkhusus GKPI Bekasi, meskipun
secara pemahaman iman gereja sudah menunjukan gereja yang terbuka terhadap negara, namun tetap
saja dalam aksi atau kegiatan dalam gereja hal tersebut belum dapat diaplikasikan. Gereja masih
menganggap bahwa politik itu berkaitan dengan penggunaan dan perebutan kekuasaan (power),
sedangkan Gereja dan Kekristenan mengutamakan “kasih” dan pengosongan diri seperti yang
dilakukan Yesus dalam hidup-Nya. “Secara yang saya pelajari dari pemahaman iman GKPI, GKPI
mendukung jemaat atau warga gereja untuk bersifat terbuka terhadap negara. Hal tersebut jelas
tertulis di pemahaman iman GKPI. Namun terkadang pendeta itu sendiri yang tidak dapat
menjembatani pemahaman iman GKPI dengan warga gereja di GKPI Bekasi. Kegiatan-kegiatan yang
berlangsung untuk mendukung dan melibatkan warga gereja juga terlihat tidak ada”.68

65
Richard M Daulay, Agama dan Politik di Indonesia, 86.
66
Wawancara dengan Josua Hutagalung pada tanggal 15-11-2019 jam 11.00
67
Wawancara dengan Susi Tobing pada tanggal tanggal 01-11-2019 jam 08.00
68
Wawancara dengan Patar Situmorang pada tanggal 25-11-2019 jam 23.30

32
4. Analisis terhadap Pemahaman dan Partisipasi Politik Jemaat GKPI Bekasi dalam
Perpolitikan di Indonesia.

Kata politik dalam pemahaman jemaat GKPI Bekasi masih merupakan hal yang asing, tabu
dan bukan kata yang sering diperbincangakan. Hal tersebut diperlihatkan melalui hasil wawancara
penulis dengan jemaat GKPI Bekasi. Politik yang dipahami oleh jemaat cenderung dipahami dengan
politik praktis.69 Pembahasan ini berdasarkan rumusan masalah tulisan ini, sebagaimana untuk
mengetahui pemahaman jemaat GKPI Bekasi mengenai politik serta bagaimana jemaat GKPI Bekasi
dapat berpartisipasi terhadap politik dalam mewujudkan tanggung jawab politiknya di kehidupan
bermasyarakat. Timbul rasa kesadaran dari salah satu jemaat bahwa politik pada dasarnya merupakan
etika untuk melayani.70 Pernyataan tersebut merupakan penegasan dari pemahaman Aritoteles
mengenai politik bahwa usaha untuk mencapai masyarakat politik yang terbaik, kehidupan bersama
yang harmonis serta hidup dalam suasana moralitas yang tinggi dibutuhkan kesadaran dalam diri
manusia,71 bahwa untuk mencapai semua itu harus diperlukan hati untuk melayani. Yesus Kristus
merupakan teladan untuk melayani, agar mecapai kehidupan yang sesuai dengan kebenaran Allah
maka selama Yesus di dunia Ia selalu melayani manusia, baik itu dalam hal mengajar,
menyembuhkan orang sakit maupun menyebarkan berita Kerajaan Allah.72 Sifat rendah hati dan
kesadaran melayani akan membentuk sebuah tanggung jawab jemaat untuk berpartisipasi terhadap
politik. Tugas dan panggilan gereja dalam pemahaman Iman GKPI pada pasal yang ke-empat
menyatakan bahwa “ Guna mewujudkan rencana mencapai tujuan gereja itu, Tuhan Allah
mengembankan kepada gereja tiga tugas pokok, yang disebut Tridarma gereja, yaitu apostolat
(Pengutusan, kesaksian, pemberitaan), pastorat (pembinaan persekutuan, pengembalaan) dan
diakonat (pelayanan kemanusiaan).73 Gereja disadarkan bahwa pelayanan yang dilakukan juga tertuju
pada pelayanan kemanusiaan, melakukan pelayanan di luar Kekristenan.

Kenyataannya, hingga saat ini pemahaman jemaat terhadap politik yang cenderung
memahami politik sebagai politik praktis masih terus mendominasi. Atas dasar keadaan tersebut,
gereja harus menempatkan diri untuk hadir dan terus berperan agar mampu mendorong warga
69
Wawancara dengan salah satu jemaat GKPI Bekasi tanggal 18-11-2019 jam 15.30
70
Wawancara dengan salah satu jemaat GKPI Bekasi tanggal 18-11-2019 jam 15.30
71
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 2015) 14.
72
Alkitabiah, Mazmur 16:15-20.
73
http://www.gkpi.or.id/page/62/tugas_panggilan_gereja

33
jemaat untuk memiliki wawasan yang luas dan lebih terbuka pada situasi perkembangan di
masyarakat dengan sikap positif, kritis dan realistis. Situasi politik yang dinamis menuntut gereja
agar tidak bersifat apatis dan terus mengikuti perjalanan politik yang ada di Indonesia. Pemikiran
jemaat yang memahami politik praktis membentuk pemahaman bahwa jemaat atau gereja tidak
bisa terlibat atau tidak memiliki peran, bukan untuk kepentingan bersama tetapi hanya untuk
kepentingan pemerintahan atau kalangan-kalangan elite saja. Dalam kedudukan demikian
tampak bahwa gereja tidak ikut campur tangan dalam urusan-urusan sosial, apalagi urusan
politik. Malah terdapat kesan gereja menarik diri dari urusan-urusan seperti itu dan cenderung
dengan urusan ritual yang terdapat di dalam gereja.74 Perlu dipahami, bahwa gereja (baik sebagai
umat atau lembaga/organisasi) pada hakekatnya hadir di dunia dengan mengemban tugas dan
tanggung jawab untuk mewujudkan kabar baik, kabar keselamatan, kabar tentang damai bagi
umat manusia. Berdasarkan hal tersebut keterlibatan atau partisipasi dalam politik bukan untuk
memperjuangkan kepentingan umat Kristiani atau kepentingan umat lainnya, melainkan untuk
memperjuangkan kepentingan bersama.

Keterlibatan warga gereja dalam politik menunjukan tanggung jawab sebagai warga
negara atas segala urusan negara, seperti yang dipaparkan di atas bahwa warga negara terbagi
menjadi dua kategori yaitu pasif dan aktif. Warga negara yang aktif merupakan warga negara
yang terlibat langsung dalam mengemban tugas di pemerintahan sedangkan yang pasif
merupakan warga negara yang tidak mengemban tugas tanggung jawab di pemerintahan
(masyarakat non pemerintah).75 Namun masyarakat pasif bukan berarti tidak memiliki tanggung
jawab, karena pada dasarnya segala keputusan dan kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat.
Maka dari itu masyarakat atau warga gereja dapat menyalurkan saran, kritik atau aspirasi
mengenai keadilan dan kesejahteraan bersama terhadap pemerintah. Partisipasi politik harus
diwujudkan dalam tindakan nyata. Perilaku politik tergambar dari interaksi antara pemerintah
dan masyarakat dalam proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik.76 Salah
satu bentuk kriteria partisipasi politik warga negara adalah membuat sebuah kegiatan yang
diarahkan untuk memengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik.
Termasuk ke dalam pengertian ini, seperti kegiatan mengajukan alternatif kebijakan umum,

74
A.A. Yewangoe, Iman, Agama dan Masyarakat Dalam Negara Pancasila, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2002), 48.
75
Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta : Grasindo, 2010), 131
76
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 180-181.

34
alternatif pembuat dan pelaksana keputusan politik, dan kegiatan mendukung maupun
menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah.

Keterlibatan umat Kristiani dalam politik di Indonesia sudah terekam dalam perjalanan
sejarah di Indonesia. Berita yang diakses dalam situs
https://kumparan.com/kumparannews/orang-kristen-dalam-sejarah-politik-indonesia-
1545622279840391007 membahas mengenai perjalanan tokoh-tokoh Kristen yang sudah
mengambil peran penting dalam memperjuangkan keadilan, kesejahteran serta kemerdekaan
bangsa Indonesia. Menurut pemahaman salah satu jemaat, mengatakan bahwa keterlibatan warga
negara dalam perpolitikan di Indonesia tidak memandang ras dan agama apapun. Semua agama
dapat berperan aktif dalam menyuarakan keadilan serta menentukan sebuah kebijakan untuk
kepentingan bersama. Berdasarkan konsep dua kerajaan ajaran Marthin Luther dalam
kenyataannya gereja GKPI Bekasi masih memisahkan diri dari negara dan belum sepenuhnya
menunjukan diri ke luar gereja atau aksi sosial terhadap lingkungan sekitar. Bentuk kegiatan
yang berlangsung merupakan gambaran dari ajaran pietis yang hanya menunjukan ritual-ritual
keagamaan.

Salah satu persoalan bagi kita di Indonesia, sekitar masalah gereja dan masyarakat adalah
menyadari hubungan yang hidup antara Iman kita sebagai orang-orang Kristen pada suatu pihak
dan pada suatu pihak yang lain pemikiran serta kegiatan kita dalam masyarakat. Sikap pietisme
adalah sangat berbahaya, sebab apabila anggota-anggota gereja khususnya pemuda-pemuda yang
tertarik dengan menjiwa revolusi untuk memajukan bangsa disatu sisi terdapat sikap gereja yang
dominan apatis, akan membentuk sikap pemuda tersebut menjadi acuh dan tak acuh.77 Hal ini
sangat bertolak belakang dengan pandangan jemaat, “Siapapun yang mempunyai hati untuk
mempunyai niat memajukan negara bisa mengambil peran dalam politik untuk memajukan
negara”78. Melalui pernyataan ini menggambarkan sudah timbulnya kesadaran serta kepedulian
jemaat terhadap negara, namun dalam kenyataannya sikap gereja yang cenderung apatis
membuat jemaat menjadi terhalang untuk mengekspresikan cita-cita dan harapannya bagi bangsa
Indonesia.

77
T.B Simatupang, Tugas Kristen dalam Revolusi, (Jakarta :Badan Penerbit Kristen, 1960), 10-11.
78
Wawancara dari salah satu pemuda gereja saudara Josua Hutagalung pada tanggal 15-11-2019 jam 10.00.

35
Pemahaman Iman GKPI mengenai negara dan gereja pada pasal yang ke-tiga
menegaskan bahwa “Allah menghendaki agar negara dan pemerintah (raja-raja) memimpin
bangsa-bangsa untuk menyembah dan memuliakan Allah, serta menegakkan keadilan dan
kebenaran, dan mewujudkan kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran. Oleh sebab itu Allah
menentang pemerintah (raja-raja) yang congkak dan mengandalkan kuasanya (bnd 1 Sam 13:8-
15; 15:10-31) ataupun membawa bangsanya kepada penyembahan berhala, maupun yang
melakukan kesewenang-wenangan dan penindasan terhadap rakyatnya (1 Raj 21:1-16; Am 5:7-
13; Hos 5:1-7). Dalam hal pemerintah tidak melaksanakan kehendak Tuhan, gereja wajib berkata
seperti yang dikatakan Petrus “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia
(Kis 5:29).” Pemahaman ini seirama dengan pandangan salah satu penatua yang mengatakan
bahwa “keterlibatan politik merupakan sebuah pencapaian keinginan bersama dalam
mewujudkan keadilan, kesejahteraan serta kedamaian dalam suatu negara”. Memperjuangkan
keadilan, kesejahteraan serta kedamaian merupakan ajaran akan kebenaran Allah, Allah akan
mengkehendaki hal tersebut jika hal itu untuk kepentingan bersama bukan untuk kepentingan diri
sendiri atau kelompok.

Berdasarkan teori di bagian 2, terdapat empat kriteria yang menentukan ada atau tidaknya
partisipasi politik, yaitu tindakan, oleh orang biasa, dilakukan secara sukarela dan untuk
mempengaruhi kebijakan negara. Warga GKPI Bekasi belum sepenuhnya memiliki kriteria tersebut,
hal yang mendasari pernyataan tersebut berdasarkan pengamatan hasil wawancara yang dilakukan
kepada jemaat GKPI Bekasi. Pertama, tindakan. Menurut salah satu respon jemaat mengatakan
bahwa “Kegiatan yang mendukung partisipasi politik di dalam gereja saat ini yang signifikan belum
ada, hanya saja pada saat menyambut pemilu yang berlangsung beberapa bulan lalu, pendeta
menyampaikan pesan di mimbar untuk mengarahkan jemaat memilih calon yang berintegritas bukan
untuk calon yang mengutamakan kepentingan pribadi”79. Sangat jelas melalui jawaban jemaat
tersebut bisa disimpulkan bahwa gereja GKPI Bekasi belum memiliki bentuk kegiatan terhadap
politik yang menggambarkan suatu tindakan dari gereja tersebut. Kedua, orang biasa. Warga gereja
termasuk ke dalam kategori orang biasa. Pernyataan tersebut diperkuat dengan teori yang membahas
tentang perilaku politik, dimana kegiatan politik tidak terlepas dari pemerintah dan masyarakat.
Masyarakat terbagi menjadi dua yaitu warga negara yang menjabat di pemerintah dan warga negara

79
Wawancara dengan Patar Situmorang pada tanggal 25-11-2019 jam 23.30

36
non-pemerintah, namun kedua-duanya memiliki tanggung jawab dan fungsi dalam pemerintahan.80
Ketiga, dilakukan dengan sukarela. Kategori yang ketiga mendukung dari jawaban saudara Enriko
Pratama yang mengatakan bahwa politik merupakan etika untuk melayani”.

Kesadaran jemaat GKPI Bekasi dalam hal berpartisipasi dalam politik, sudah ada namun
tingkat kesadarannya rendah. Pada umumnya, jika kesadaran jemaat tinggi maka rasa ingin
berpartisipasi akan dilakukan dengan sukarela dan menjadi sebuah pelayanan. Keempat, untuk
mempengaruhi kebijakan negara. Bentuk kegiatan di dalam jemaat belum ada yang menunjukan
bentuk partisipasi politik, maka dapat disimpulkan bahwa jemaat GKPI Bekasi belum termasuk
dalam ketegori ini, belum mempengaruhi ke dalam kebijakan-kebijakan pemerintahan, kegiatan
pemerintahan ataupun ruang publik. Meskipun di kategori kedua menegaskan bahwa warga gereja
merupakan orang biasa, namun tetap saja memiliki fungsi dan tanggung jawab untuk mempengaruhi
orang yang memiliki fungsi pemerintahan. Pada umumnya warga gereja termasuk ke dalam warga
negara yang aktif, yang turut serta dalam kegiatan politik dan kebijakan pemerintahan di Indonesia.
Bukti dari negara demokratis ialah tingginya partisipasi masyarakat terhadap politik yang akan
menjadikan negara tersebut menjadi lebih baik. Aspirasi, kritik, serta saran menunjukan bentuk
partisipasi yang sederhana dan salah satu cara untuk memajukan negara. Hal ini dapat dilakukan oleh
kalangan individu (masing-masing jemaat) atau kelompok (gereja). Namun pada hasil pengamatan
dan penelitian jemaat GKPI Bekasi memiliki kesadaran partisipasi yang rendah, sehingga
menandakan kondisi gereja yang kurang baik terhadap negara yaitu gereja menunjukan rasa tidak
peduli terhadap negara serta menyerahkan segala urusan negara sepenuhnya kepada pemerintah.
Gereja menunjukan diri yang tidak ingin turut serta atau ikut campur terhadap urusan negara.
Berdasarkan analisis data yang dikaitkan dengan teori bagian 2 maka jemaat GKPI Bekasi
termasuk ke dalam partisipasi pasif. Warga gereja GKPI Bekasi memiliki kesadaran politik sangat
rendah tetapi kepercayaan kepada pemerintah tidak rendah. Hal tersebut terlihat bahwa warga gereja
masih menaati pemerintah, menerima dan melaksanakan keputusan pemerintah. Selain itu, gereja
yang termasuk ke dalam partisipasi kolektif konvensional maupun non konvensional (berdasarkan
jumlah pelaku), belum ada menunjukan bentuk kegiatan yang memberikan kritik, menyuarakan
pendapat atau saran yang dilakukan bersama-sama dengan warga gereja, contohnya seperti demo

80
Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta:PT Gramedia, 1992) 131.

37
ataupun kegiatan menjelang pemilu, contohnya seperti seminar kepada jemaat. Kegiatan-kegiatan
tersebut belum ada diberlakukan di jemaat GKPI Bekasi.

5. Kesimpulan dan Saran

5. 1 Kesimpulan

Melalui penelitian penulis, penulis menemukan beberapa kesimpulan sehubungan dengan


penelitian yang dilakukan mengenai Kajian Teologi Politik terhadap Pemahaman dan Partisipasi
Politik Warga Jemaat GKPI Bekasi dalam Perpolitikan di Indonesia,

1. Warga jemaat GKPI Bekasi memahami politik merupakan sebuah bentuk kegiatan politik
praktis, sehingga gereja memisahkan diri yang terkait dengan urusan negara. Hal ini
berdasakan konsep pemahaman mereka yang masih berlatar pietis dan sikap gereja yang
kurang terbuka terhadap kegiatan-kegiatan sosial serta kegiatan politik di Indonesia.
2. Jemaat GKPI Bekasi memaknai politik adalah sebuah kegiatan atau aktivitas
pemerintahan yang bukan merupakan kegiatan atau tujuan utama bagi gereja atau jemaat
Kristiani. Warga gereja serta gereja belum sepenuhnya menunjukan partisipasi terhadap
politik. Hasil penelitian menunjukan tidak ada kegiatan di dalam gereja yang mendukung
atau mendorong warga gereja untuk berpartisipasi dalam politik sebagaimana mestinya.
3. Kegiatan partisipasi jemaat GKPI Bekasi terhadap politik di Indonesia masih sangat
bersifat pasif karena absenya keterlibatan jemaat secara sukarela baik secara perorangan
ataupun kelompok dalam aktivitas mengawasi, memberi saran, kritik yang
mempengaruhi kebijakan negara. Hal ini dikarenakan tidak ada dukungan atau kesadaran
dari gereja GKPI Bekasi terhadap hal tersebut. Warga gereja dan gereja menyerahkan
sepenuhnya urusan negara kepada pemerintah sebagai indikasi adanya tingkat
kepercayaan yang tidak rendah terhadap pemerintah. Gereja tidak mau turut serta dalam
urusan negara. Gereja cenderung memisahkan diri dari negara, merupakan salah satu
bentuk citra diri gereja, bahwa gereja tidak bisa mencampuri urusan negara. Begitupun
sebaliknya, negara tidak bisa mencampuri urusan gereja.
4. Kurangnya pemahaman yang luas atau cukup bagi para pelayanan dan pendeta untuk
memahami apa itu sebenarnya politik. Gereja melalui pendeta dan para pelayan belum
sepenuhnya mengedukasi jemaat mengenai politik. Akibatnya kerap kali terdapat

38
perbedaan sudut pandang serta pemahaman yang berbeda antara pendeta dengan jemaat.
Pendeta serta para pelayan harus berhati-hati dalam memberikan pandangan mengenai
politik serta partisipasi politik karena belum ada acuan tertentu yang diberikan oleh
sinode bagi pendeta serta gereja dalam keterlibatan serta partisipasi terhadap politik.
Sinode hanya memberikan pemahaman mengenai negara belum memberikan pengarahan
yang jelas terhadap perpolitikan di Indonesia.
5. Melalui tidak adanya kesadaran yang timbul dari diri warga negara terhadap politik di
Indonesia, maka warga gereja merasa tidak memiliki tanggung jawab yang penuh untuk
berkontribusi atau berpartisipasi terhadap politik. Warga gereja belum mengetahui apa
tujuannya berpartisipasi dalam politik serta gereja tidak mengetahui seberapa
berdampaknya bagi negara.
5. 2 Saran
Sedangkan saran-saran yang di berikan kepada gereja adalah;
1. Penting sekali bagi GKPI secara sinodal dalam merumuskan kembali pemahaman Iman
GKPI yang berkaitan dengan politik di Indonesia, mengingat pemahaman Iman GKPI
yang tersedia hanya sebatas mengenai gereja dan negara. Hasil dari perumusan
pemahaman Iman GKPI akan menghasilkan pemahaman teologis seputar titik temu dan
titik pisah antara Iman Kristen dengan politik. Pada akhirnya warga gereja dapat
menemukan arah pergerakan yang sepatutnya mereka lakukan serta menunjukan
partisipasi terhadap politik. Pemahaman Iman GKPI yang dirancang bisa berisikan
bagaimana seharusnya orang Kristen Indonesia memandang politik dan apa saja prinsip-
prinsip etis kekristenan yang harus diperhatikan ketika jemaat berpolitik atau
berkecimpung dalam dunia politik.
2. Setelah GKPI merumuskan atau merancangkan kembali pemahaman Iman GKPI terkait
politik, GKPI dapat membentuk suatu kegiatan yang merupakan wujud realisasi dari
pemahaman Iman GKPI. Kegiatan yang berlangsung dapat berupa seminar-seminar atau
workshop yang dilakukan setiap gereja-gereja per-wilayah. Kegiatan seminar-seminar
atau workshop ini ditujukan kepada para pelayan atau pendeta, agar para pendeta dan
pelayan dapat memiliki pemahaman yang luas dalam mendampingi serta mengedukasi
pemahaman jemaat di gereja-gereja setempat.

39
3. Masing-masing gereja setempat, terkhusus GKPI Bekasi perlu mengadakan kegiatan
pembinaan yang memberikan edukasi kepada jemaat, mengenai apa itu politik, peran
jemaat terhadap politik dan tanggung jawab jemaat sebagai warga negara Indonesia. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan mengadakan seminar-seminar khusus yang diberikan
kepada warga gereja, serta mengundang tokoh-tokoh politik Kristen yang pakar dalam
bidang politik atau melibatkan beberapa ahli dari luar gereja yang beragama Kristen.
Dengan mendapatkan pemahaman atau materi yang diberikan dapat memperluas serta
bermaanfaat bagi jemaat dalam mempengaruhi sikap partisipasi politik mereka.
4. Para pemimpin gereja serta pelayan gereja, terkhusus GKPI Bekasi dapat merancangkan
bentuk kegiatan diskusi dalam program kerja tahunan gereja. Suatu kegiatan bentuk
diskusi ini melibatkan pemerintah setempat. Gereja dapat mengundang RT, RW, Camat
atau Lurah serta masyarakat setempat untuk membahas mengenai masalah yang terjadi di
sekeliling gereja ataupun merancangkan kegiatan aksi sosial yang melibatkan pemerintah
setempat dan masyarakat setempat. Kegiatan tersebut suatu bentuk partisipasi gereja
terhadap negara, menunjukan kepedulian serta gereja sudah menunjukan sikap yang tidak
tertutup dan bersedia membuka diri kepada negara.

Daftar Pusaka
Buku
A Rahman H.I, Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007

Arief Budiman, et al, Reformasi Politik Kebangkitan Agama dan Konsumerisme. Yogyakarta :
DIAN/interfidei, 2000

J.R Poedjwijatna, Etika,Filsafat dan Tingkah Laku. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997

Saut Sirait, Politik Kristen di Indonesia. Jakarta: Gunung Mulia,2001

John campbell-Nelson,et al, Teologi Politik. Makasar:OASE INTIM, 2013

M.S Gultom, Tanggung Jawab Warga Negara. Jakarta: BPK Gunung Mulia,1992

40
Richard M.Daulay, Agama &Politik di Indonesia. Jakarta : Gunung Mulia,2015

Henry J. Schmandt, Filsafat Politik. Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR,2015

O. Notohamidjojo S.H, Iman Kristen dan Politik , Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1972

Harold J. Laski, Pengantar Ilmu Politik, Terj. Oto Sudarso Bactiar. Jakarta: PT Pembangunan,
1950

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 2015

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo, 2010

T.B Simatupang, Tugas Kristen dalam Revolusi, Jakarta :Badan Penerbit Kristen, 1960

Dr. Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik di Indonesia. Bandung: Sinar Baru Algesindo,2006

Sukarna, Analisis Politik, Bandung : Mandar Maju, 1991

Y.B Banawiratma SJ, Teologi Kemerdekaan,Yogyakarta : Kanisius, 1996

Paulinus Yan Olla, MSF, Spiritual Politik, Jakarta : PT Gramedia Pusaka Utama, 2014

Saiful Mujani dkk, Kuasa Rakyat, Bandung: Mizan Media Utama, 2012

A.A. Yewangoe, Iman, Agama dan Masyarakat Dalam Negara Pancasila, Jakarta:BPK Gunung
Mulia, 2002

Buku Sejarah GKPI Bekasi

Zakaria J. Ngelow, Kekristenan dan Nasionalisme : Perjumpaan Umat Kristen Protestan dengan
pergerakan Nasional Indonesia, 1900-1950. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.

Frederick Djara Wellem, Amir Sjarifuddin : Tempatnya dalam Kekristenan dan Perjuangan
Kemerdekaan Indonesia. Jakarta : Jala Permata Aksara, 2009.

Heinz Eulau. 1986. Politics, Self, and Sosiety : A Theme and Variations. Cambrige Harvard
University Press, hlm, 24.

41
Jurnal

M. Paige, Jeffery. Political Orientation and Riot Participation. American Sociological Review,
(1971). Diakses pada 25 Juli 2019, http://www.jstor.org/stable/2093668.

Indra Jaya Rajagukguk, “Persoalan Suara Parpol Kristen dari Pemilu ke Pemilu” dalam
http://ijrsh.files.wordpress.com/2008/06/perolehan-suara-parpol-kristiani-di-tiap-pemilupdf

Website

https://nasional.kompas.com/read/2018/02/21/07523171/pdi-perjuangan-dan-perjalanan-
panjangnya-di-pemilu

http://www.academia.edu/2359309/Partai_Politik_di_Indonesia_Pasca_Reformasi

https://bekasikota.bps.go.id/publikasi.html

https://www.qureta.com/post/mengembalikan-nilai-positif-politik

http://www.gkpi.or.id/page/95/khotbah_minggu/

https://kbbi.web.id/politik

http://www.gkpi.or.id/page/41/umum_jemaat

https://kumparan.com/kumparannews/orang-kristen-dalam-sejarah-politik-indonesia-
1545622279840391007

https://petalokasi.org/Kabupaten-Bekasi/GKPI-Bekasi-3393220/

42

Anda mungkin juga menyukai