Guru Pembibmbing :
Oleh :
Kelompok 3 / X MIPA 4
Email : smankalisat42@yahoo.com
Kalisat – Jember
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur atas rahmat & ridho Allah SWT, karena tanpa
rahmat & ridho-Nya, kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai
dengan tepat waktu. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Rendi selaku guru mata
pelajaran PPKN yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui, maka dari
itu kami mohon saran dan kritik dari teman-teman maupun guru agar kedepannya kami bisa
membuat makalah dengan sempurna.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
a. Fungsi Edukatif............................................................................................6
b. Fungsi Penyelamat.......................................................................................6
c. Fungsi Sosial..............................................................................................6
d. Memupuk Persaudaraan................................................................................6
PEMBAHASAN
A. Jaminan Konstitusi.....................................................................................3
BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan.........................................................................................................40
5.2 Saran.................................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................42
BAB I
PENDAHULUAN
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Agama dan Kepercayaan di Indonesia
Berdasarkan definisi yang dikutip dari Kamus Besar Indonesia, Agama adalah sistem
yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
serta tata kaidah berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Agamayang diakui di Indonesia ada 6 yakni Agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu,
Buddha dan Kong Hu Cu.
Pada era Orde Baru, Agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia hanya 5 yakni
Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha. Tetapi setelah era reformasi, berdasarkan
Keputusan Presiden (Keppres) No. 6/2000, pemerintah mencabut larangan atas agama,
kepercayaandan adat istiadat Tionghoa. Keppres No.6/2000 yang dikeluarkan oleh Presiden
Abdurrahman Wahid ini kemudian diperkuat dengan Surat Keputudan (SK) Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor MA/12/2006 yang menyatakan bahwa pemerintah mengakui
keberadaan agama Kong Hu Cu di Indonesia.
Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin menyatakan tidak ada peraturan perundang-
undangan yang menyatakan ada agama resmi atau tidak resmi, dan yang diakui tidak diakui oleh
negara.
Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin menjelaskan yang ada hanyalah bahwa
disebutkan enam agama sebagaimana agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia dan negara
memberikan serta perlindungan, selain jaminan yang disebutkan dalam UUD 1945, juga dalam
“Penjelasan Pasal 1 UU No.1/PNPS/1965 menyebutkan agama-agama yang dipeluk oleh
penduduk Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu,” jelasnya
dalam diskusi di Hotel Sofyan, Jakarta Pusat, Jum’at (17/10/2014). Menurutnya, keberadaan
enam agamai ini sebagai agama yang dipeluk penduduk Indonesia dapat dibuktikan dalam
sejarah.
Dia menyatakan hal ini dapat dibuktikan dalam sejarah perkembangan agama di
indonesia. Meskipun demikian, agama lain seain keenam agama tersebut juga dijamin
keberadaannya. “ini tidak berarti agama-agama lain misalnya Yahudi, Zarazustrian, Shinto,
Taoisme, dilarang di Indonesia. Mereka mendapat jaminan penuh seperti diberikan oleh pasal 29
Ayat 02 UUD 1945,” kata menteri agama Lukman Hakim Syaifuddin.
2. Pasal 28E ayat (1) dan (2) yang berbunyi sebagai berikut.
(1) Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya masing-masing,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini keperBayaan, menyatakan pikiran dan sikap
sesuai dengan hati nuraninya.
pasal 28I ayat (1), yang berbunyi:”Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan , hak pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudahk, hak
untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum , dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku sarut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”.
Adanya jaminan kebebasan bukan berarti sebagai warga negara Indonesia kita memiliki
kebebasan yang tidak terbatas, kita tetap harus menghormati kebebasan orang lain, karena
kebebasan kita akan menimbulkan kewajiban bagiorang lain begitu pula sebaliknya. Hal tersebut
sebagaimana yang diamanatkan oleh UUG 1945 pasal 28 J ayat (1) dan (2). Yang berbunyi
sebagai berikut.
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
pengakuan serta hormat atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan
yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis.
untuk mengkaji kebebasan beragama di Indonesia, hendaknya kita membaca dan menghayati
pasal-pasal, tersebut seBara menyeluruh. Kita tidak bisa membaca hanya Pasal 29, 28E, 38I, dan
28J saja. Tetapi kitaharus membaca menghayatinya sebagai satu kesatuan dengan pasal-pasal
sebelumnya.
Kovenan Internasional mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik (diadopsi PBB Tahun 1966)
yang telah diratifikasi menjadi UU No. 12 Tahun 2005,Pasal 18 Ayat (3) berbunyi sebagai
berikut: Kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya seseorang hanya dapat
dibatasi oleh ketentuan hukum, yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban,
kesehatan atau moral masyarakat atau hak dan kebebasan mendasar orang lain.
Deklarasi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Berdasarkan Agama Dan
Kepercayaan (Declaration on the Eliminaton of All Froms of Instolerance and of Discriminaton
Based on Religion and Belief) tahun 1981, pada pasal1 ayat (3) juga dinyatakan: kemerdekaan
seseorang untuk menyatakan agama atau keperBayaannya hanya dapat dibatasi oleh UU dan
dalam rangka menjamin keselamatan umum, ketentraman umum, kesehatan umum, atau nilai-
nilai moral atau hak-hak dasar dan kebebasan orang lain.
Selain itu, konvensi tentang hak-hak anak (Convention on the Rights of the Child), yang
diadopsi oleh sidang umum PBB pada pasal 14 ayat (3) menyatakan: kebebasan seseorang untuk
menyatakan agamanya atau keperBayaannya hanya dapat dibatasi oleh UU dan dalam rangka
untuk melindungi keselamatan, ketentraman, kesehatan, dan nilai-nilai moral publik, atau hak-
hak dasar dan kebebasan orang lain.
a.Fungsi edukatif
b.Fungsi penyelamat
Agama memberikan anjuran dan perintah untuk selalu berbuat kebaikan agar manusia dapat
mencapai kebahagiaan dan keselamatan.
Agama menyeleksi kaidah-kaidah susila yang ada. Kaidah yang baik dikukuhkan sebagai norma
dan kaidah yang buruk sebagai larangan atay tabu. Fungsi pengawasan diperkuat dengan adanya
sanksi bagi manusia yang melanggar kaidah tersebut.
d.Memupuk persaudaraan
Setiap agama menganjurkan agar umat manusia saling mencintai dan menghindari permusuhan.
Dengan adanya rasa saling memupuk persaudaraan, cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa
dapat terwujud.
- Solidaritas intern:
- Solidaritas ekstersn
Persatuan antar umat beragama yang berbeda. Solidaritas dapat dipupuk melalui penanaman
sikap salingmencintai sesama manusia. Sikap saling toleransi dan menghormati.
1) Pertama, Internal freedom (Kebebasan internal). Berdasarkan pada norma ini, setiap
orang dipandang memiliki kebebasan berfikir, berkesadaran dan beragama. Norma ini juga
mengakui kebebasan setiap individu untuk memiliki, mengadopsi, mempertahankan atau
mengubah agama dan kepercayaannya.
5) Kelima, Rights of parent and guardian (Hak orang tua dan wali). Menurut norma
ini, negara berkewajiban menghargai kebebasan orang tua dan para wali yang absah secara
hukum untuk memastikan pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan
kepercayaan mereka sendiri. Negara juga harus memberikan perlindungan atas hak-hak setiap
anak untuk bebas beragama atau berkepercayaaan sesuai dengan kemampuan mereka sendiri.
Kerukunan [dari ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau tiang-tiang yang menopang
rumah; penopang yang memberi kedamain dan kesejahteraan kepada penghuninya] secara luas
bermakna adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antar semua orang walaupun mereka
berbeda secara suku, agama, ras, dan golongan. Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses
untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan
untuk hidup berdampingan dan bersama dengan damai serta tenteram. Langkah-langkah untuk
mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan proses waktu serta dialog, saling terbuka,
menerima dan menghargai sesama, serta cinta-kasih.
Sedangkan kerukunan umat bragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang
dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam
kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan
bernegara. Umat beragama dan pemerintah harus melakukan upaya bersama dalam memelihara
kerukunan umat beragama, di bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan. Sebagai contoh
yaitu dalam mendirikan rumah ibadah harus memperhatikan pertimbangan Ormas keagamaan
yang berbadan hokum dan telah terdaftar di pemerintah daerah.
Sesuai dengan tingkatannya Forum Krukunan Umat Beragama dibentuk di Provinsi dan
Kabupaten. Dengan hubungan yang bersifat konsultatif gengan tugas melakukan dialog dengan
pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat, menampung aspirasi Ormas keagamaan dan
aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan.
Karena, Agama tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat
memecahkan semua masalah. Agama hanya salah satu faktor dari kehidupan manusia. Mungkin
faktor yang paling penting dan mendasar karena memberikan sebuah arti dan tujuan hidup.
Tetapi sekarang kita mengetahui bahwa untuk mengerti lebih dalam tentang agama perlu segi-
segi lainnya, termasuk ilmu pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling mungkin adalah
mendapatkan pengertian yang mendasar dari agama-agama. Jadi, keterbukaan satu agama
terhadap agama lain sangat penting. Kalau kita masih mempunyai pandangan yang fanatik,
bahwa hanya agama kita sendiri saja yang paling benar, maka itu menjadi penghalang yang
paling berat dalam usaha memberikan sesuatu pandangan yang optimis. Namun ketika kontak-
kontak antaragama sering kali terjadi sejak tahun 1950-an, maka muncul paradigma dan arah
baru dalam pemikiran keagamaan.
Orang tidak lagi bersikap negatif dan apriori terhadap agama lain. Bahkan mulai muncul
pengakuan positif atas kebenaran agama lain yang pada gilirannya mendorong terjadinya saling
pengertian. Di masa lampau, kita berusaha menutup diri dari tradisi agama lain dan menganggap
agama selain agama kita sebagai lawan yang sesat serta penuh kecurigaan terhadap berbagai
aktivitas agama lain, maka sekarang kita lebih mengedepankan sikap keterbukaan dan saling
menghargai satu sama lain.
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar
agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan
(lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola
perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan
teologi yang sensitif.
2) Kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam
mncapai tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama khususnya di Indonesia, jika bukan yang
paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama telah
dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun,
dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya.
Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan
antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar yang dengan
mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang
terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini,
tetapi lebih dari itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah-darah saudara-saudara kita,
yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya.
Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu
membangun sebuah negara, tetapi dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama
dan memanfaatkannya.
3) SikapFanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang.
Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan yang
dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan
yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya
diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa Islam
adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika orang
ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut
perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.
Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia akan sangat relevan,
karena ia akan dapat mengungkapkan sisi-sisi lain hubungan para penganut kedua agama ini di
luar bidang politik, yang sangat boleh jadi berlangsung dalam saling pengertian dan kedamaian,
yang pada gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara damai (peaceful co-existence) di
antara para pemeluk agama yang berbeda.
Hampir bisa dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agama-agama lain) akan terus
meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan peningkatan globalisasi, revolusi teknologi
komunikasi dan transportasi, kita akan menyaksikan gelombang perjumpaan agama-agama
dalam skala intensitas yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dengan begitu, hampir tidak ada
lagi suatu komunitas umat beragama yang bisa hidup eksklusif, terpisah dari lingkungan
komunitas umat-umat beragama lainnya. Satu contoh kasus dapat diambil: seperti dengan
meyakinkan dibuktikan Eck (2002), Amerika Serikat, yang mungkin oleh sebagian orang
dipandang sebagai sebuah “negara Kristen,” telah berubah menjadi negara yang secara
keagamaan paling beragam. Saya kira, Indonesia, dalam batas tertentu, juga mengalami
kecenderungan yang sama. Dalam pandangan saya, sebagian besar perjumpaan di antara agama-
agama itu, khususnya agama yang mengalami konflik, bersifat damai.
Dalam waktu-waktu tertentu―ketika terjadi perubahan-perubahan politik dan sosial yang cepat,
yang memunculkan krisis― pertikaian dan konflik sangat boleh jadi meningkat intensitasnya.
Tetapi hal ini seyogyanya tidak mengaburkan perspektif kita, bahwa kedamaian lebih sering
menjadi feature utama. Kedamaian dalam perjumpaan itu, hemat saya, banyak bersumber dari
pertukaran (exchanges) dalam lapangan sosio-kultural atau bidang-bidang yang secara longgar
dapat disebut sebagai “non-agama.” Bahkan terjadi juga pertukaran yang semakin intensif
menyangkut gagasan-gagasan keagamaan melalui dialog-dialog antaragama dan kemanusiaan
baik pada tingkat domestik di Indonesia maupun pada tingkat internasional; ini jelas memperkuat
perjumpaan secara damai tersebut.
Melalui berbagai pertukaran semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada
gilirannya, kehidupan berdampingan secara damai.
2) Bersikap Optimis
Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka,
saling pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak perlu bersikap pesimis.
Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme dalam menghadapi dan
menyongsong masa depan dialog.
Paling tidak ada tiga hal yang dapat membuat kita bersikap optimis.
Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog
antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di dalam maupun di
luar negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi agama, IAIN dan Seminari misalnya, di
universitas umum seperti Universitas Gajah Mada, juga telah didirikan Pusat Studi Agama-
agama dan Lintas Budaya. Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa menjadi pertanda dan
sekaligus harapan bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran dan pada akhirnya
lebih manusiawi. Juga bermunculan lembaga-lembaga kajian agama, seperti Interfidei dan
FKBA di Yogyakarta, yang memberikan sumbangan dalam menumbuhkembangkan paham
pluralisme agama dan kerukunan antarpenganutnya.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya perspektif baru
dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan pertemuan, baik secara
reguler maupun insidentil untuk menjalin hubungan yang lebih erat dan memecahkan berbagai
problem keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini. Kesadaran semacam ini
seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi juga oleh para penganut
agama sampai ke akar rumput sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara pemimpin agama dan
umat atau jemaatnya.
Kita seringkali prihatin melihat orang-orang awam yang pemahaman keagamaannya bahkan
bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri. Inilah kesalahan kita bersama. Kita lebih
mementingkan bangunan-bangunan fisik peribadatan dan menambah kuantitas pengikut, tetapi
kurang menekankan kedalaman (intensity) keberagamaan serta kualitas mereka dalam
memahami dan mengamalkan ajaran agama.
Ketiga, masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu atau provokasi-
provokasi. Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan, baik oleh
pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan politik tertentu. Meskipun berkali-kali masjid
dan gereja diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa masyarakat kita sudah bisa membedakan
mana wilayah agama dan mana wilayah politik. Ini merupakan ujian bagi agama autentik
(authentic religion) dan penganutnya.
Adalah tugas kita bersama, yakni pemerintah, para pemimpin agama, dan masyarakat untuk
mengingatkan para aktor politik di negeri kita untuk tidak memakai agama sebagai instrumen
politik dan tidak lagi menebar teror untuk mengadu domba antarpenganut agama.
Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya, maka
setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan untuk dapat berkomunikasi
dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup berdampingan lebih sebagai kawan dan mitra
daripada sebagai lawan.
Selalu siap membantu sesama dalam keadaan apapun dan tanpa melihat status
orang tersebut. Jangan melakukan perlakuan diskriminasi terhadap suatu agama, terutama saat
mereka membutuhkan bantuan. Misalnya, di suatu daerah di Indonesia mengalami bencana alam.
Mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Kristen. Bagi Anda yang memeluk agama lain,
jangan lantas malas dan enggan untuk membantu saudara sebangsa yang sedang kesusahan
hanya karena perbedaan agama. Justru dengan membantu mereka yang kesusahan, kita akan
mempererat tali persaudaraan sebangsa dan setanah air kita, sehingga secara tidak langsung akan
memperkokoh persatuan Indonesia.
Hormatilah selalu orang lain tanpa memandang Agama apa yang mereka anut.
Misalnya dengan selalu berbicara halus dan sopan kepada siapapun. Biasakan pula untuk
menomor satukan sopan santun dalam beraktivitas sehari harinya, terlebih lagi menghormati
orang lain tanpa memandang perbedaan yang ada. Hal ini tentu akan mempererat kerukunan
umat beragama di Indonesia.
Bila terjadi masalah yang membawa nama agama, tetap selesaikan dengan kepala
dingin dan damai, tanpa harus saling tunjuk dan menyalahkan. Para pemuka agama, tokoh
masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan peranannya dalam pencapaian solusi yang baik
dan tidak merugikan pihak – pihak manapun, atau mungkin malah menguntungkan semua pihak.
Hal ini diperlukan karena di Indonesia ini masyarakatnya sangat beraneka ragam.
BAB III
PEMBAHASAN
Agama, berasal dari bahasa sansekerta artinya menunjukkan kepercayaan manusia berdasarkan
wahyu dari Tuhan. Secara etimologis berasal dari suku kata A-Gam-A berarti tidak pergi atau
tetap atau kekal jadi agama dapat diartikan sebagai pedoman hidup yang kekal.
Menurut Kitab Sunarigama, yang berasal dari kata A-Ga-Ma berarti ajaran tentang hal-hal yang
bersifat misteri.
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) agama adalah ajaran atau sistem yang
mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta kaidah yang
Kepercayaan atau Religi, berasal dari bahasa Latin Religere/religare artinya berhati-hati dan
Jadi kepercayaan atau religi berarti kecenderungan batin (rohani) manusia yang terikat dengan
Agama yang diakui di Indonesia ada 6 yakni Agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu,
Pada era Orde Baru, agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia hanya 5 yakni agama
Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha. Tetapi setelah era reformasi, berdasarkan keputusan
presiden NO.06 tahun 2000 yang dikeluarkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid ini kemudian
diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indnoesia Nomor MA/12/2006
yang menyatakan bahwa pemerintah mengakui keberadaan agama Kong Hu Chu di Indonesia.
Menteri agama Lukman Hakim Syaifuddin menyatakan tidak ada peraturan perundang-
ungangan yang menyatakan ada agama resmi atau tidak resmi, dan yang ada hanyalah bahwa
disebutkan enam agama sebagaimana agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia dan negara
memberikan perlindungan.
Dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, dalam Pancasila, yaitu sila ke 1 yang berbunyi:
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif
terhadap politik, ekonomi danbudaya. Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa "tiap-tiap penduduk
semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya". Adanya
jaminan kebebasan beragama bukan berarti sebagai warga negara Indonesia kita memiliki
Kita tetap harus menghormati kebebasan orang lain, karena kebebasan kita akan menimbulkan
kewajiban bagi orang lain begitu pula sebaliknya. Pengaturan mengenai kebebasan beragama,
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
serta untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
serta untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu
(Confusius)".
1. Islam
Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 85%
kesempurnaan tersebut kedalam kultur. Pada abad ke-12, sebagian besar pedagang orang Islam
dariIndia tiba di pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Hindu yang dominan beserta kerajaan
Buddha, seperti Majapahit dan Sriwijaya, mengalami kemunduran, dimana banyak pengikutnya
Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada
sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mereformasi Katolik dengan sukses berhasil
Agama ini berkembang dengan sangat pesat pada abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan
para misionaris dari Eropa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan
3. Kristen Katolik
Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti
Pada abad ke-16, Portugis dan Spanyol mulai memperluas pengaruhnya di Manado dan kawasan
Minahasa, serta mencapai Flores dan Timor. Portugis dan Spanyol berperan menyebarkan agama
Kristen Katolik, namun hal tersebut tidak bertahan lama sejak VOC berhasil mengusir Spanyol
dan Portugis dari Sulawesi Utara dan Maluku. VOC pun mulai menguasai Sulawesi Utara, untuk
Selama masa VOC, banyak penyebar dan penganut agama Katolik Roma yang ditangkap.
Belanda adalah negara basis Protestan, dan penganut Katolik dianggap sebagai kaki-tangan
Spanyol dan Portugis, musuh politik dan ekonomi VOC. Karena alasan itulah VOC mulai
menerapkan kebijakan yang membatasi dan melarang penyebaran agama Katolik. Yang paling
Di Sulawesi Utara kini mayoritas adalah penganut Protestan. Meskipun demikian umat Katolik
masih bertahan menjadi mayoritas di Flores, hingga kini Katolik adalah agama mayoritas
di Nusa Tenggara Timur. Diskriminasi terhadap umat Katolik berakhir ketika Belanda
dikalahkan oleh Perancis dalam era perang Napoleon. Pada tahun 1806, Louis Bonaparte,
adik Napoleon I yang penganut Katolik diangkat menjadi Raja Belanda, atas perintahnya agama
Hindu di Indonesia berbeda dengan Hindu lainnya di dunia. Sebagai contoh, Hindu di
Indonesia, secara formal ditunjuk sebagai agama Hindu Dharma, tidak pernah menerapkan
sistem kasta. Contoh lain adalah, bahwa Epos keagamaan Hindu Mahabharata (Pertempuran
Besar Keturunan Bharata) dan Ramayana (Perjalanan Rama), menjadi tradisi penting para
pengikut Hindu di Indonesia, yang dinyatakan dalam bentuk wayang dan pertunjukan tari.
Aliran Hindu juga telah terbentuk dengan cara yang berbeda di daerah pulau Jawa, yang jadilah
lebih dipengaruhi oleh versi Islam mereka sendiri, yang dikenal sebagai Islam Abangan atau
Islam Kejawen.
Semua praktisi agama Hindu Dharma berbagi kepercayaan dengan banyak orang umum,
kebanyakan adalah Lima Filosofi: Panca Srada. Ini meliputi kepercayaan satu Yang Maha
Kuasa Tuhan, kepercayaan di dalam jiwa dan semangat, serta karma atau kepercayaan akan
hukuman tindakan timbal balik. Dibanding kepercayaan atas siklus kelahiran kembali
dan reinkarnasi, Hindu di Indonesia lebih terkait dengan banyak sekali yang berasal dari nenek
moyang roh.
Sebagai tambahan, agama Hindu di sini lebih memusatkan pada seni dan upacara
5. Buddha
Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam
masehi. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu, sejumlah kerajaan
Kedatangan agama Buddha telah dimulai dengan aktivitas perdagangan yang mulai pada awal
abad pertama melalui Jalur Sutra antara India dan Indonesia. Sejumlah warisan dapat ditemukan
di Indonesia, mencakup candi Borobudur di Magelang dan patung atau prasasti dari sejarah
Mengikuti kejatuhan Soekarno pada pertengahan tahun 1960-an, dalam Pancasila ditekankan lagi
pengakuan akan satu Tuhan (monoteisme). Sebagai hasilnya, pendiri Perbuddhi (Persatuan
Buddha Indonesia), Bhikku Ashin Jinarakkhita, mengusulkan bahwa ada satu dewata
tertinggi, Sang Hyang Adi Buddha. Hal ini didukung dengan sejarah di belakang versi Buddha
Indonesia pada masa lampau menurut teks Jawa kuno dan bentuk candi Borobudur.
6. Konghucu
Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para pedagang
Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di
kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitikberatkan pada
kepercayaan dan praktik yang individual, lepas daripada kode etik melakukannya, bukannya
suatu agama masyarakat yang terorganisir dengan baik, atau jalan hidup atau pergerakan sosial.
Di era 1900-an, pemeluk Konghucu membentuk suatu organisasi, disebut Tiong Hoa Hwee
status Konghucu di Indonesia pada era Orde Baru tidak pernah jelas. De jure, berlawanan
hukum, di lain pihak hukum yang lebih tinggi mengizinkan Konghucu, tetapi hukum yang lebih
rendah tidak mengakuinya. De facto, Konghucu tidak diakui oleh pemerintah dan pengikutnya
wajib menjadi agama lain (biasanya Kristen atau Buddha) untuk menjaga kewarganegaraan
mereka.
Praktik ini telah diterapkan di banyak sektor, termasuk dalam kartu tanda penduduk, pendaftaran
perkawinan, dan bahkan dalam pendidikan kewarga negaraan di Indonesia yang hanya
Setelah reformasi Indonesia tahun 1998, ketika kejatuhan Soeharto, Abdurrahman Wahid dipilih
menjadi presiden yang keempat. Wahid mencabut instruksi presiden No. 14/1967 dan keputusan
Agama Konghucu kini secara resmi dianggap sebagai agama di Indonesia. Kultur Tionghoa dan
semua yang terkait dengan aktivitas Tionghoa kini diizinkan untuk dipraktekkan. Warga
Tionghoa Indonesia dan pemeluk Konghucu kini dibebaskan untuk melaksanakan ajaran dan
tradisi mereka. Seperti agama lainnya di Indonesia yang secara resmi diakui oleh negara,
1. Animisme
Berasal dari bahasa latin anima yang artinya roh. Adalah kepercayaan dimana disekeliling alam
tempat tinggal manusia banyak terdapat roh gaib. Agar diperoleh hubungan harmonis dengan roh
2. Dinamisme
Dari bahasa Latin Dinamos artinya tenaga atau kekuatan yaitu kepercayaan bahwa disekeliling
alam manusia terdapat berbagai tenaga yang memiliki kekuatan gaib yang sakti, Kekuatan gaib
berasal dari berbagai gejala alam, misalnya matahari, bulan, air, api, angin.
Kekuatan gaib juga berasal dari roh manusia atau binatang yang sudah mati, istilah lain dari
Kepercayaan ini juga menganggap segala sesuatu mempunyai kekuatan yang dapat
misalnya kepercayaan adanya kekuatan gaib pada benda tertentu seperti akik atau keris,
3. Politheisme
Berasal dari bahasa latin poly artinya banyak dan theos artinya Tuhan. Jadi Politheisme adalah
4. Sinkretisme
Adalah perpaduan beberapa kegiatan, istilah keagamaan, tatacara upacara, atau perlengkapan
upacara dari beberapapaham atau aliran yang berbeda. Misalnya: Islam Kejawen adalah
5. Monotheisme
Adalah agama atau kepercayaan kepada satu Tuhan (misalnya agama Wahyu).
C. Kepercayaan-kepercayaan Masyarakat di Indonesia
kepercayaan yang dianut atau diturunkan dari nenek moyang daerah masing-masing antara lain:
Suku Nias memiliki kepercayaan yang disebut pelebegu, istilah yang diberikan oleh para
Menurut kepercayaan ini manusia memiliki dua macam tubuh yaitu tubuh kasar (boto) dan tubuh
halus. Tubuh Halus dibagi lagi menjadi 2 macam yaitu moso (nafas) dan lumo-lumo (bayangan)
2. Jawa
Masyarakat jawa (jawa tengan dan jawa timur) cukup banyak yang menganut tradisi kebatinan
dan kejawen.
3. Mentawai
setiap benda, manusia, hewan, dan tumbuhan itu memiliki jiwa. Kekuatan gaib yang ada di setiap
4. Batak
Masyarakat batak memiliki kepercayaan animisme. Mereka memiliki kepercayaan terhadap roh
nenek moyang. Mereka percaya terhadap Roh-Roh. Biasanya Roh orang mati disebut sebagai
Begu. Roh orang yang masih hidup adalah Tondi, Dan orang yang memiliki keistimewaan
5. Baduy
Orang Baduy percaya kepada Tuhan yang disebut Batara Tunggal. Segala kehidupan sosial dan
kebiasaan mereka dapat diuraikan dalam pikukuh yaitu seperangkat aturan perilaku yang
diturunkan oleh leluhur. Pelanggar pikukuh harus mengikuti pembersihan dan kemudian
dibuang dari baduy dalam (kampong tangtu) ke daerah luar (kampong dangka)
3.2 Perilaku Keagamaan Dalam Kehidupan Bermasyarakat
a) ketekunan dalam menjalankan ajaran agama sehingga sesorang selalu berperilaku baik, dan
b) sikap fanatik yang bijak dan terkendali terhadap ajaran agama akan meningkatkan
destruktif. Perilaku ini menimbulkan intoleransi, tidak menghargai dan memberi kesempatan
b) Kesombongan religius berlebihan, sikap memandang agamanya yang paling benar serta
meremehkan dan merendahkan agama lain. Perilaku ini dapat memicu pemaksaan
1) Fungsi edukatif :
melalui upacara keagamaan, dakwah dan kotbah, meditasi, pendalaman rohani dll.
2) Fungsi Penyelamatan : Agama memberikan anjuran dan perintah untuk selalu berbuat
3) Fungsi pengawasan Sosial : Agama menyeleksi kaidah-kaidah susila yang ada. Kaidah
yang baik dikukuhkan sebagai norma dan kaidah yang buruk sebagai larangan atau tabu. Fungsi
pengawasan diperkuat dengan adanya sanksi bagi manusia yang melanggar kaidah tersebut.
mencintai dan menghindari permusuhan. Dengan adanya rasa saling memupuk persaudaraan,
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan seluruh masyarakat Indonesia, termasuk kita
sebagai pelajar. Setiap awal pelajaran kalian tentunya selalu dipersilakan untuk berdoa
keluarga atau masyarakat, kalian dapat melakukan berbagai kegiatan keagamaan dengan
nyaman, aman dan tertib. Hal itu semua, dikarenakan di negara kita sudah ada jaminan akan
kemerdekaan beragama dan kepercayaan yang dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia.
Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan mengandung makna bahwa setiap manusia bebas
memilih, melaksanakan ajaran agama menurut keyakinan dan kepercayaannya, dan dalam hal ini
tidak boleh dipaksa oleh siapapun, baik itu oleh pemerintah, pejabat agama, masyarakat, maupun
orang tua sendiri. Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan muncul dikarenakan secara
prinsip tidak ada tuntunan dalam agama apa pun yang mengandung paksaan atau
menyuruh penganutnya untuk memaksakan agamanya kepada orang lain, terutama terhadap
orang yang telah menganut salah satu agama. Setiap orang memiliki kemerdekaan beragama,
Tentu saja tidak boleh, kemerdekaan beragama itu tidak dimaknai sebagai kebebasan untuk
tidak beragama atau bebas untuk tidak beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemerdekaan
beragama bukan pula dimaknai sebagai kebebasan untuk menarik orang yang telah beragama
atau mengubah agama yang telah dianut seseorang. Selain itu kemerdekaan beragama juga tidak
diartikan sebagai kebebasan untuk beribadah yang tidak sesuai dengan tuntunan dan ajaran
agama masing-masing, dengan kata lain tidak diperbolehkan untuk menistakan agama dengan
Pasal 18 disebutkan bahwa orang berhak akan kebebasan, keyakinan, dan agama termasuk
pindah agama.
Kemerdekaan beragama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Dalam pasal 28 E ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa:
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,
Di samping itu, dalam pasal 29 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ayat (2)
disebutkan,
bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
persamaan hak bagi setiap warga negara untuk menentukan dan menetapkan pilihan agama yang
ia anut, menunaikan ibadah serta segala kegiatan yang berhubungan dengan agama dan
kepercayaan masing-masing. Dengan kata lain, seluruh warga negara berhak atas kemerdekaan
beragama seutuhnya, tanpa harus khawatir negara akan mengurangi kemerdekaan itu. Hal ini
dikarenakan kemerdekaan beragama tidak boleh dikurangi dengan alasan apapun sebagaimana
diatur dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyebutkan bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketentuan tersebut, diperlukan hal-hal berikut:
b. Tiap pemeluk agama mempunyai kewajiban, hak dan kedudukan yang sama dalam
c. Adanya kebebasan yang otonom bagi setiap penganut agama dengan agamanya itu,
Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita, yaitu:
Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”):
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui
Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin
Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1)
UUD 1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Pasal 28J ayat (2)
UUD 1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada
pembatasan-pembatasan dalam undang-undang.
B. UUD yang mengatur /menegaskan kebebasan beragama
landasan hukum tentang kebebasan beragama tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945
yaitu:
a) Pasal 28 E
2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,
b) Pasal 28 I
1. Hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa
pun.
2. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan
c) Pasal 29
d) Pasal 22
1. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
2. Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk
b. Hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak ini.
e) Pasal 4
Hak beragama adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan
oleh siapapun.
tentang Hak-hak Sipil dan Politik) dengan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 1 (pasal 1,
ayat 1).
Dengan pengesahan Kovenan ini, maka Kovenan ini mengikat Indonesia secara hukum.
Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik tercantum dalam UU No. 12 tahun 2005:
a). Pasal 18
1. Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup
kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan,
baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup,
untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan,
dan pengajaran.
2. Tidak seorang pun yang dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut
3. Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat
dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan,
ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.
4. Negara Peserta dalam Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan
apabila diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral
Pertama, Internal freedom (Kebebasan internal). Berdasarkan pada norma ini, setiap
orang dipandang memiliki kebebasan berfikir, berkesadaran dan beragama. Norma ini juga
mengakui kebebasan setiap individu untuk memiliki, mengadopsi, mempertahankan atau
Kedua, External freedom (Kebebasan eksternal). Norma ini mengakui kebebasan mewujudkan
kebebasan atau keyakinan dalam berbagai bentuk manifestasi seperti kebebasan dalam
berkepercayaan dapat dilaksanakan baik diwilayah pribadi dan publik. Kebebasan juga bisa
Ketiga, Noncoercion (Tanpa paksaan). Norma ini menekankan adanya kemerdekaan individu
dari segala bentuk paksaan dalam mengadopsi suatu agama atau berkepercayaan. Dengan kata
lain, setiap individu memiliki kebebasan memiliki suatu agama atau kepercayaan tanpa perlu
menghargai dan memastikan bahwa seluruh individu di wilayah kekuasaan dan yurisdiksinya
memperoleh jaminan kebebasan beragama atau berkepercayaan tanpa membedakan warna kulit,
jenis kelamin, bahasa, agama atau kepercayaan, pandangan politik dan pandangan lainya, asal-
Kelima, Rights of parent and guardian (Hak orang tua dan wali). Menurut norma ini, negara
berkewajiban menghargai kebebasan orang tua dan para wali yang absah secara hukum untuk
memastikan pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan kepercayaan
mereka sendiri. Negara juga harus memberikan perlindungan atas hak-hak setiap anak untuk
Keenam, Corporate freedom and legal status (Kebebasan berkumpul dan memperoleh status
hukum). Aspek penting kebebasan beragama atau berkepercayaan terutama dalam kehidupan
kontemporer adalah adanya hak bagi komunitas keagamaan untuk mengorganisasikan diri atau
membentuk asosiasi.
agama atau kepercayaan dapat dikenai pembatasan oleh hukum dengan alasan ingin melindungi
Dari sekian banyak kasus pelanggaran HAM tentang kebebasan beragama di Indonesia ternyata
negara dan pemerintah belum benar-benar bisa menegakkan pasal pasal yang ada di dalam UUD
1945. Mulai dari aparat kepolisian yang seharusnya mengayomi masyarakat malah menjadi
pelanggar HAM terbanyak. Negara juga kurang tegas dalam menangani kasus kasus pelanggaran
tesebut maka dari itu bukan semakin berkurang kasus yang terjadi tetapi malah semakin
bertambanhnya kasus pelanggaran HAM tentang kebebasan beragama, bukan hanya tentang
kebebasan beragama tapi masih banyak juga pasal lain yang masih sering dilanggar.
-Dari pantauan Komnas HAM selama satu tahun terakhir, kasus-kasus terkait rumah ibadah
penutupan, perusakan, penyegelan, atau pelarangan rumah ibadah merupakan isu menonjol," kata
Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM,
Jakarta, Selasa
Nur Musafir di Batuplat, Kupang, Nusa Tenggara Timur, pengabaian penyelesaian pembangunan
gereja HKBP Filadelfia, Bekasi, Jawa Barat, serta pengabaian penyelesaian pemulangan warga
Walaupun pemerintah Indonesia mengenali sejumlah agama berbeda, konflik antar agama
undangan yang oleh beberapa kalangan dirasa sebagai anti Tionghoa. Presiden Soeharto
mencoba membatasi apapun yang berhubungan dengan budaya Tionghoa, mencakup nama dan
Antara 1966 dan 1998, Soeharto berikhtiar untuk de-Islamisasi pemerintahan, dengan
memberikan proporsi lebih besar terhadap orang-orang Kristen di dalam kabinet. Namun pada
awal 1990-an, isu Islamisasi yang muncul, dan militer terbelah menjadi dua kelompok,
nasionalis dan Islam. Golongan Islam, yang dipimpin oleh Jenderal Prabowo, berpihak pada
Islamisasi, sedangkan Jenderal Wiranto dari golongan nasionalis, berpegang pada negara sekuler.
Semasa era Soeharto, program transmigrasi di Indonesia dilanjutkan, setelah diaktifkan oleh
pemerintahanHindia Belanda pada awal abad ke-19. Maksud program ini adalah untuk
memindahkan penduduk dari daerah padat seperti pulau Jawa, Bali dan Madura ke daerah yang
lebih sedikit penduduknya, seperti Ambon, kepulauan Sunda dan Papua. Kebijakan ini
mendapatkan banyak kritik, dianggap sebagai kolonisasi oleh orang-orang Jawa dan Madura,
yang membawa agama Islam ke daerah non-Muslim. Penduduk di wilayah barat Indonesia
kebanyakan adalah orang Islam dengan Kristen merupakan minoritas kecil, sedangkan daerah
timur, populasi Kristen adalah sama atau bahkan lebih besar dibanding populasi orang Islam. Hal
ini bahkan telah menjadi pendorong utama terjadinya konflik antar agama dan ras di wilayah
Pemerintah telah berniat untuk mengurangi konflik atau ketegangan tersebut dengan pengusulan
kerjasama antar agama. Kementerian Luar Negeri, bersama dengan organisasi Islam terbesar di
Indonesia, Nahdlatul Ulama, yang dipegang oleh Sarjana Islam Internasional, memperkenalkan
ajaran Islam moderat, yang mana dipercaya akan mengurangi ketegangan tersebut. Pada 6
Desember 2004, dibuka konferensi antar agama yang bertema “Dialog Kooperasi Antar Agama:
Masyarakat Yang Membangun dan Keselarasan”. Negara-negara yang hadir di dalam konferensi
itu ialah negara-negara anggota ASEAN, Australia, Timor Timur,Selandia Baru dan Papua
Nugini, yang dimaksudkan untuk mendiskusikan kemungkinan kerjasama antar kelompok agama
berbeda di dalam meminimalkan konflik antar agama di Indonesia. Pemerintah Australia, yang
diwakili oleh menteri luar negerinya, Alexander Downer, sangat mendukung konferensi tersebut.
ragam. Di sekolah mungkin saja warga sekolahnya (siswa dan guru) menganut agama yang
berbeda-beda sesuai dengan keyakinannya. Atau mungkin saja, kalian mempunyai tetangga yang
tidak seagama dengan kalian. Hal itu semua, di negara kita merupakan sesuatu yang wajar.
Keberagaman agama yang dianut oleh bangsa Indonesia itu tidak boleh dijadikan hambatan
untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Hal tersebut tentu saja akan terwujud
kehidupan yang serasi dengan tidak membedakan pangkat, kedudukan sosial dan tingkat
kekayaan. Kerukunan umat beragama dimaksudkan agar terbina dan terpelihara hubungan baik
dalam pergaulan antara warga baik yang seagama, berlainan agama maupun dengan pemerintah.
Di negara kita di kenal konsep Tri Kerukunan Umat Beragama, yang terdiri atas kerukunan
internal umat seagama, kerukunan antar umat berbeda agama, dan kerukunan antar umat
beragama dengan pemerintah. Kerukunan antar umat seagama berarti adanya kesepahaman dan
kesatuan untuk melakukan amalan dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati adanya
Dengan kata lain dengan sesama umat seagama tidak diperkenankan Kemerdekaan beragama
dan untuk saling bermusuhan, saling kepercayaan tidak boleh dimaknai menghina, saling
menjatuhkan, sebagai kebebasan untuk tidak tetapi harus dikembangkan sikap beragama atau
kebebasan untuk saliang menghargai, menghomati memaksaakan ajaran agama kepada dan
toleransi apabila terdapat perbedaan, asalkan perbedaan tersebut tidak menyimpang dari ajaran
Kemudian, kerukunan antar umat beragama adalah cara atau sarana untuk mempersatukan dan
mempererat hubungan antara orang-orang yang tidak seagama dalam proses pergaulan pergaulan
di masyarakat, tetapi bukan ditujukan untuk mencampuradukan ajaran agama. Ini perlu
Bentuk nyata yang bisa dilakukan adalah dengan adanya dialog antar umat beragama yang di
mengajarkan untuk hidup dalam kedamaian dan ketentraman. Kerukunan antar umat beragama
dengan pemerintah, maksudnya adalah dalam hidup beragama, masyarakat tidak lepas dari
Masyarakat tidak boleh hanya mentaati aturan dalam agamanya masing-masing, akan tetapi juga
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
agama. Pluralisme agama sendiri dimaknai secara berbeda-beda bagi setiap orang. Secara
sosiologis, pluralisme agama adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah berbeda-beda, beragam
Wacana pluralisme agama adalah setiap umat beragama didunia pasti berbeda, tetapi juga
Sesungguhnya tidak ada yang namanya absolutisme agama, hal itu berarti antar umat
beragama tidak bisa menyalahkan ajaran agama orang lain yang dapat dilakukan hanya
Dengan demikian apabila seorang penganut mengatakan perkataan agama lain itu salah
maka yang sesungguhnya salah adalah orang tersebut karena secara tidak langsung ia
menyalahkan yang Tuhan dan bahkan menyamakan dirinya dengan Tuhan. Oleh karena itu,
pengertian dan pemahaman tentang agama jelas bukan agama itu sendiri dan karena itu tidak ada
alasan untuk secara mutlak menyalahkan pengertian dan pemahaman orang lain.
Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat
Prinsip yang mengakar paling kuat dalam pemikiran Islam yang mendukung sebuah
teologi toleransi adalah keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di dalam diri
semua manusia, dan kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah dari prinsip ini.
Dalam hubungannya dengan orang-orang yang tidak seagama, Islam mengajarkan agar
umat Islam berbuat baik dan bertindak adil. Selama tidak berbuat aniaya kepada umat Islam.
Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta berkat adanya
toleransi agama. Kerukunan umat beragama bertujuan untuk memotivasi dan mendinamisasikan
semua umat beragama agar dapat ikut serta dalam pembangunan bangsa dan menjadi hal yang
5.2 Saran
masyarakat harus dapat bekerja sama dalam menciptakan dan menjaga kerukunan antar umat
beragama. Setelah itu, Masyarakat harus dapat saling menghargai dan bertoleransi terhadap
masyarakat penganut agama lain. Toleransi sebagai salah satu kunci untuk mewujudkan hal
tersebut perlu mendapatkan perhatian yang lebih, agar terciptanya Negara yang terhindar dari
Toleransi dalam Islam adalah otentik. Artinya tidak asing lagi dan bahkan mengeksistensi
sejak Islam itu ada. Maka teori toleransi di dalam Islam harus diimplementasikan dan
5.3 Rekomendasi
pedoman untuk pembaca, serta untuk sebagai bahan pembelajaran dan diarsipkan
diperpustakaan.
DAFTAR PUSAKA
http://khaifaradz.blogspot.com/2017/03/makalah-kemerdekaan-beragama-dan.html