Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN EARLY CLINICAL & COMMUNITY MEDICINE EXPOSURE

GKI GEJAYAN

Disusun oleh :

PRADIPTA P. B (41150005) SHANTY DEWI SUTANTO (41150033)


SARAH KALIS S. (41150006) RUTH DEAS MULIANI (41150034)
SHEILLA DEWI S. (41150014) TIVA ISMADYANTI C. P (41150035)
YEMIMA KENIA ATMAJA (41150019) NOVIA BELLA RIANTO (41150036)
NI NENGAH AYU PETRA S (41150021) WILI DIRDA ADVENTIO (41150037)
SENDY TAMPUBOLON (41150023) WILLY CHRISTIAN PUTRA (41150042)
NI PUTU DIVI S. PUTRI (41150026) PUTU GEDE S. SATRIYA W (41150049)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2016
DAFTAR ISI

Daftar Isi ...................................................................................................1

Latar Belakang ..........................................................................................2

Aktivitas ....................................................................................................7

Pembelajaran ............................................................................................11

Dokumentasi ............................................................................................17

Daftar Pustaka...........................................................................................18

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam dunia profesi kedokteran, dokter harus mampu memenuhi

standar kompetensi yang menjadi pedoman dalam berperilaku profesional.

Pada jaman ini, selain keahlian/keterampilan seorang dokter dalam

mengusahakan penyembuhan pasien juga dibutuhkan keterampilan

komunikasi yang efektif. Komuniskasi yang efektif penting dalam menangani

pasien secara komprehensif sehingga memudahkan dokter dalam menentukan

diognosa penyakit pasien. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua

orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami dengan

melakukan hubungan atau kontak. Komuniskasi yang efektif dapat membantu

dokter dalam menentukan diognosa penyakit pasien. Program Early Clinical

& Community Exposure (ECCE) akan membantu para calon dokter atau

mahasiswa untuk melakukan pembelajaran dengan cara berinteraksi langsung

dengan masyarakat di luar, sehingga program ini secara tidak langsung dapat

mengembangkan nilai-nilai standar kompetensi yang harus dimiliki oleh

seorang dokter. Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok untuk

2
mengembangkan kemampuan komunikasi organisasi. Komunikasi organisasi

adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam

kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2007).

Pada stase kedua Early Clinical & Community Exposure (ECCE),

kami mendapat kesempatan untuk mendatangi Gereja Kristen Indonesia

(GKI) Gejayan. Tujuan dari stase ini adalah untuk melihat masalah apa saja

yang bisa kita temukan dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan disana dan

berbaur dengan masyarakat sekitar.

Gereja dapat diartikan sebagai rumah Allah bahwa semua anggotanya

memiliki kesejajaran status dan fundamental. Tidak ada istilah yang sebut

kelas atau golongan dalam lingkup persekutuan para anggota jemaat karena

semuanya merupakan orang terpilih, orang kudus, para murid, dan saudara

seiman.(Yayasan lembaga sabda, 2015)

GKI Gejayan merupakan lembaga yang berada di bawah naungan

Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) yang berlokasi di Yogyakarta. Dalam

situs resmi gereja tersebut, GKI Gejayan tercatat mulai dirintis pada tahun

1990-an dengan jumlah awal jemaat yang masih terhitung puluhan. Dalam

perjalanannya, GKI Gejayan semakin berkembang pesat dengan jumlah

jemaat kini mencapai lebih dari 1000 orang dan memiliki 8 kali jam ibadah.

Oleh karena itu terbentuklah staff gereja yang mengatur/mengorganisir segala

3
kegiatan dan keperluan gereja. Terbentuknya staff gereja membuat GKI

Gejayan dapat terorganisir dengan baik. Ada berbagai jenis kegiatan yang

diselenggarakan oleh gereja tersebut, mereka tidak hanya melaksanakan

kegiatan ibadah untuk jemaat, namun juga berbagai jenis kegiatan lainnya

yang terbuka untuk kalangan umum.

1.2 Profil Gereja Kristen Indonesia Gejayan

1.2.1 Sejarah Singkat

Awal pembentukan GKI Gejayan merupakan bagian dari persekutuan

wilayah GKI Ngupasan yang meliputi daerah Jogja bagian utara-timur.

Kemudian tahun 1990-an mulai dirintis rencana pembangunan gedung Gereja

di daerah Gejayan. Pada tanggal 16 September 1992 pertama kalinya gedung

Gereja di laksanakan kebaktian perayaan hari Natal yang dipimpin oleh Pdt.

John Then. Kemudian ibadah perdana yang dipimpin oleh Pdt. Budi S.

Marsudi dihadiri oleh kira 80-90 anggota jemaat. Saat itu gedung gereja

dijadikan pos PI Gejayan.

Semakin bertambahnya jumlah anggota kebaktian yang awalnya hanya

sekali dihari minggu menjadi dua kali dihari minggu, pagi dan sore. Seiring

berjalannya waktu anggota jemaat bertambah dan menjadi Bajem(Bakal

Jemaat). Pada saat itu persekutuannya mewadahi kegiatan sekolah minggu,

4
persekutuan pra-remaja, persekutuan remaja, persekutuan pemuda,

persekutuan dewasa muda, dan pembinaan bagi jemaat dewasa. Kemandirian

Bajem Gejayan secara organisasi kelembagaan terwujud, ditandai dengan

Kebaktian Pendewasaan pada tanggal 03 Maret 2000 sebagai momen

berdirinya GKI Gejayan dengan 206 anggota jemaat sidi dengan Pdt. John

Then sebagai pendeta konsulen.

1.2.2 Profil Gereja

Gereja Kristen Indonesia (GKI) Gejayan merupakan lembaga non

pemerintah yang bertempat di Yogyakarta dibawah naungan Gereja Kristen

Indonesia.Petama kali berdiri menjadi GKI Gejayan pada tanggal 3 maret

2000 dengan Pdt. John Then sebagai pendeta konsulen. Sekarang GKI

Gejayan digembalakan oleh Pdt. Paulus Cahya Purnama (Paulus Lie), Pdt.

Priskila Ratna Indah Widhiastuty, dan Pdt. Hadyan Tanwikara Sembiring.

Hingga saat ini GKI Gejayan sudah memiliki sekitar lebih dari 1000 jemaat.

1.2.3 Visi

Tubuh Kristus yang Aktif, Kreatif, dan Profesional.

1.2.4 Misi

Melayani jemaat dan masyarakat secara Aktif, Kreatif, dan Profesional.

1.2.5 Tujuan

Restrukturisasi untuk revitalisasi jemaat GKI Gejayan

5
1.2.6 Strategi

a. Satu orang satu pelayanan

b. Berpusat pada orang/jiwa, bukan pada program

c. Peningkatan Keterlibatan setiap orang

d. Pembinaan berjenjang bagi setiap orang/individu

1.2.7 Program kerja dan pelayanan

a. GKI Gejayan memiliki beberapa program pelayanan, meliputi:

b. Komisi-komisi: Komisi Sekolah Minggu, Komisi Remaja, Komisi

Pemuda, Komisi Dewasa Muda, Komisi Dewasa, dan Komisi Lanjut

Usia.

c. Kebaktian Umum, Kebaktian Inovatif, Kebaktian, Ekspresif,

Kebaktian Impresif.

d. Tim DOA

e. Pengobatan bagi Masyarakat

f. Perpustakaan

g. Pelayan Kedukaan

h. SOD( School of Dicipleship), SOC( School of Counseling),

SOP(School of Prayer)

i. KOMPAK (Kelompok Ajaran dan Karakter)

6
BAB II

ISI

2.1 Aktivitas

Beberapa aktivitas yang kami ikuti adalah sebagai berikut :

2.1.1 Klinik

Kegiatan ini kami laksanakan pada hari Selasa tanggal 20

September 2016 diikuti oleh 6 orang dan pada hari Jumat tanggal 30

September 2016 diikuti oleh 2orang. Pengobatan gratis di GKI

Gejayan diadakan setiap hari Selasa dan Jumat pukul 16.00-18.00.

Tiga orang dokter melayani di klinik tersebut, 2 diantaranya adalah dr.

Istianto dan dr. Paulus. Disana kami berbincang-bincang dengan para

pasien sambil pasien menunggu antrian pengobatan, mendengarkan

keluh kesah, serta memberikan sedikit edukasi sesuai kemampuan

kami. Adapun rentang usia pasien mulai dari bayi yang didampingi

orang tua hingga pasien lansia. Kami juga membantu menuntun

pasien lansia berjalan menuju ruang pengobatan dan menolong

pasien dalam melakukan administrasi. Mayoritas dari pasien anak

memiliki keluhan penyakit batuk, pilek, dan gatal-gatal. Sedangkan

pasien lansia yang kami temui kebanyakan memiliki keluhan pegal-

7
pegal, hipertensi, dan diabetes. Kebanyakan dari mereka merupakan

pasien tetap yang sering berkunjung ke klinik gratis GKI Gejayan.

2.1.2 School of Counseling

Kegiatan ini kami ikuti pada hari Selasa tanggal 20 September

2016 pukul 18.00-21.00 di GKI Gejayan dan 7 orang dari kelompok

kami mengikuti kegiatan ini. School of counseling kali ini membahas

tentang bagaimana menangani seorang anak.,bagaimana memahami

karakter yang menjadi ciri khas seorang anak, bagaimana menjadikan

diri kita sebagai teman anak, cara mengatasi berbagai masalah di

zaman sekarang yang berkaitan dengan anak, dan memberikan hak

serta perlindungan terhadap anak.

2.1.3 Kunjungan Pelawatan

Pada hari Rabu tanggal 21 September 2016 dua orang dari

kelompok kami mengunjungi rumah Ibu Budi di daerah Gejayan

bersama 2 orang pendamping dari tim pelawatan GKI Gejayan. Usia

Ibu Budi sekitar 50 tahun dan beliau menderita Artery Venous

Malformation yang ternyata sudah diderita sejak lama. Ibu Budi

menceritakan bahwa beliau sudah mengalami gejala-gejala penyakit

sejak kecil. Gejala yang dirasakan sering pingsan, lemas, pusing, dan

sakit kepala yang tidak tertahankan, namun pada usia SMA beliau

baru mengetahui bahwa gejala disebabkan karena beliau menderita

8
AVM. Kunjungan kami ke kediaman Ibu Budi bertujuan untuk

memberi semangat, perhatian, dan mendoakan beliau.

2.1.4 Pembekalan Materi Pelawatan

Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Kamis, 29 September

2016 pukul 18.00-21.00 bertempat di GKI Gejayan diikuti oleh 10

orang dari kelompok kami. Materi disampaikan oleh Pendeta Paulus

selaku salah satu dari pemimpin Gereja Kristen Indonesia Gejayan.

Beliau menyampaikan bagaimana kegiatan pelawatan (kunjungan ke

sesama atau jemaat) seharusnya dilakukan. Kami diajarkan mengenai

apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan saat pelawatan,

bagaimana cara melawat yang baik, dan bagaimana sikap kami sebagai

seorang pelawat. Kegiatan ini juga dihadiri khususnya oleh tim

pelawatan GKI Gejayan.

2.1.5 Seminar Gabungan

Seminar ini merupakan gabungan dari kegiatan School of

Counseling, School of Discipleship, School of Prayer, KOMPAK, dan

KOMPAS GKI Gejayan yang dilaksanakan pada hari Selasa, 4

Oktober 2016 pukul 18.30-20.30. Materi seminar disampaikan oleh

Pendeta Em. Dr. Benyamin Susilo dengan tema “Berbeda, Terluka,

dan Dipulihkan”. Seminar ini membahas tentang bagaimana dan apa

arti toleransi dalam perbedaan beragama, prinsip, dan konflik yang

terjadi di keluarga. Setelah materi disampaikan ada sesi tanya jawab,

9
kamipun ikut aktif dalam mengajukan pertanyaan seputar issue yang

terjadi di sekitar kami dalam kehidupan sehari-hari. Melalui

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta lain dan dijelaskan

oleh Pendeta Benyamin, kamipun mendapat pengetahuan mengenai

hal-hal yang sebenarnya sering terjadi di kehidupan sehari-hari namun

tidak menjadi perhatian kami. Dua orang dari kelompok kami

mengikuti kegiatan ini. Peserta lain pun ikut hadir pada seminar ini,

mulai dari usia pemuda hingga kebanyakan lansia. Beberapa pengurus

dan pendeta gereja juga ikut hadir dalam seminar ini. Kami juga

menyaksikan penampilan dari tim angklung GKI Gejayan yang

mayoritas adalah wanita lansia.

10
2.2 Pembelajaran Secara Umum

Kegiatan yang terdapat dalam stase ini pastilah memberikan kami

banyak hal yang bisa dipelajari baik dari isi materi kegiatan, pengalaman

bertemu dengan waarga GKI Gejayan, pasien dan bahkan melalui hambatan

serta kesulitan kami bisa mencoba untuk berusaha dalam mencari solusi nya.

Pembelajaran yang dapat kami rasakan melalui kegiatan ECCE ini adalah

sebagai berikut :

2.2.1 Kegiatan School of Counseling dengan topik pembahasan anak

Kami bisa mengetahui bahwa anak membutuhkan perlakuan khusus

dan tidak bisa disamakan dengan orang dewasa. Hal itu dikarenakan anak

anak mempunyai pemikiran yang khas dan tugas kita sebagai orang

dewasa adalah memberikan perlindungan kepada anak dan membimbing

mereka ke masa pertumbuhan yang baik. Menurut Trisusilaningsi (2009)

Pola asuh orang tua memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap

perkembangan moral anak, karena orang tua dengan pola asuh otoriter

akan cenderung menghasilkan anak dengan ciri kurang matang, kurang

kreatif, kurang inisiatif, tidak tegas dalam menentukan baik buruk, benar

salah, suka menyendiri, kurang supel dalam pergaulan, ragu-ragu dalam

bertindak atau mengambil keputusan karena takut dimarahi. Sementara

anak yang diasuh dengan pola permisif menujukan gejala cenderung

terlalu bebas dan sering tidak mengindahkan aturan, kurang rajin

11
beribadah, cenderung tidak sopan, bersifat agresif, sering mengganggu

orang lain, sulit diajak bekerja sama, sulit menyesuaikan diri dan emosi

kurang stabil. Sedangkan anak yang diasuh dengan pola demokratis

menunjukan kematangan jiwa yang baik, emosi stabil, memiliki tanggung

jawab besar, mudah bekerja sam adengan orang lain, mudah menerima

saran dari oran lain, mudah diatur, dan taat pada peraturan atas kesadaran

sendiri. Kegiatan ini jelas sangat bermanfaat untuk membekali para

peserta dalam memahami pentingnya perkembangan seorang anak.

2.2.2 Seminar dengan topik pembahasan mengenai pelawatan

Kami sebagai mahasiswa mendapat kesempatan untuk mengetahui

definisi dari pelawatan dan tugas yang harus dilakukan dalam kegiatan

pelawatan itu apa saja. Kemudian melalui seminar ini kami bisa

mengetahui bagaimana pengalaman para pelaku dalam pelawatan secara

intim karena kami bisa melakukan sharing dan berdiskusi.

2.2.3 Klinik

Melalui kegiatan di Klinik kami belajar banyak hal mulai dari

berkomunikasi dengan orang baru ( pasien), lebih lebih mempraktekkan

secara langsung sambung rasa yang pernah diajarkan saat kuliah. Selain

itu unsur empati, edukasi dan menolong pasien disitu semakin

memperkaya kompetensi kami sebagai mahasiswa kedokteran.

12
Melalui kegiatan klinik kami juga bisa mengetahui berbagai keluhan,

sudut pandang berbagai pasien mengenai lingkungan pelayan kesehatan,

contohnya BPJS, penggunaan obat, pola makan dan lain lain.

Kami menemukan satu orang nenek yang rela berjalan kaki berkilo-

kilo meter demi membawa cucunya berobat di klinik GKI Gejayan. Hal

ini meningkatkan kesadaran kami bahwa pasien berjuang dengan sangat

demi menemui dokter untuk mengatasi keluhannya. Kami belajar untuk

lebih menghargai seorang pasien, siapapun nantinya. Walaupun dalam

keadaan tidak diberi upah, namun kami sebagai seorang dokter harus tetap

melayani masyarakat tanpa pandang bulu.

2.2.4 Seminar gabungan

Kegiatan seminar gabungan disini mempunyai topik yang notabene

tidak ada hubungan dengan dunia kedokteran. Karena tema yang diangkat

adalah mengenai “Toleransi dalam Menikah”. Namun dari situlah kami

mendapatkan masalah, kasus, cerita yang tidak jarang ditemui dalam

rumah tangga. Kami sebagai calon dokter bisa mendapatkan pengetahuan

bahwa besok dalam anamnesis kami bisa mempunyai gambaran apabila

ada pasien yang mempunyai masalah yang berkaitan. Selebihnya kami

mendapat pengetahuan mengenai perbedaan, toleransi, dan bagaimana

melakukan toleransi. Dan menurut kami itu berguna bagi masa depan

kami karena suatu hari nanti kita akan berhadapan dengan masyarakat

yang pastinya mempunyai karakterisitik yang berbeda-beda.

13
2.2.5 Kunjungan pelawatan

Kegiatan ini memberikan pengalaman baru bagi kami dimana kami

datang kerumah jemaat dan bisa ikut ambil bagian dalam pelawatan ini.

Kompetensi komunikasi kami yang semakin diasah selain itu kami juga

bisa lebih ikut merasakan apa yang mereka rasakan dalam arti lain empati

kami semakin dibuat lebih peka. Pengalaman ini sangan berguna bagi

kedepannya, karena bisa menjadi satu nilai kemampuan dalam

menghadapi pasien dan masyarakat di masa depan.

2.3.1 Hambatan yang dialami

2.3.1 Ketidaklancaran dalam berbahasa Jawa

Memang sebagian dari kami adalah bukan orang Jawa asli dan

hanya bisa sedikit berbahasa Jawa. Bahkan ada teman kami yang

merupakan warga Jogja namun tidak begitu mengerti pemakaian Bahasa

Jawa terutama Bahasa Jawa halus.

Namun beruntungnya ada teman kami / pasien/anggota GKI yang

bisa membantu dalam mengartikan, ada juga pasien/warga GKI yang bisa

berbahasa Indonesia dan Jawa sekaligus sehingga mereka mengerti kalau

ada yang tidak lancar berbahasa Jawa.

14
2.3.2 Jadwal kuliah yang padat

Memang tidak dipungkiri jadwal perkuliahan yang dimiliki oleh

Fakultas Kedokteran tergolong padat. Hal tersebut tidak jarang membuat

kami kewalahan dalam menentukan jadwal kegiatan.

Solusi yang diambil adalah melakukan koordinasi yang lebih baik ,

kemudian dengan melakukan pergiliran dan mencari banyak kegiatan

GKI Gejayan supaya setiap kami mendapatkan pengalaman yang

bervariasi sehingga bisa berbagi pengalaman dengan teman-teman yang

lain.

2.3.3 Komunikasi antara pihak gereja dengan kelompok ECCE

Komunikasi antara pak Agung selaku pihak GKI Gejayan dengan

Wili Dirda selaku ketua kelompok tidak jarang mengalami hambatan.

Seperti keadaan dimana pak Agung “slow respon” ,dan atau telepon

genggam milik Wili mati karena kehabisan baterai dan tidak bisa

menghubungi pak Agung.

Hal tersebut bisa segera diatasi dengan cara menggunakan telepon

genggam anggota kelompok untuk menghubungi pak Agung, kemudian

juga dengan cara membuat janji atau menjadwalkan kegiatan jauh-jauh

hari supaya lebih tertata dan persiapan bisa dilakukan dengan baik.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Dokumentasi

DFGHZ

16
17
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka

Indonesia.

Santoso, B. 2011. Sejarah GKI Gejayan. Didapatkan dari laman

http://gkigejayan.or.id/profils/view/sejarah/false pada tanggal 5

Oktober 2016.

Trisusilaningsih, E. 2009. Pengaruh Pola Orang Tua Terhadap Perkembangan Moral


Anak. Jakarta : Gramedia Pustaka Indonesia

Wiryanto. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grameia wiiasarana Indonesia

Yayasan Lembaga Sabda. 2015. Gereja adalah Umat Allah. Didapatkan dari laman

http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=623&res=jpz pada

tanggal 5 Oktober 2016

18

Anda mungkin juga menyukai