Anda di halaman 1dari 281

Editor: Nuhrison M.

Nuh

PEMIMPIN GEREJA MORATORIUM


ORGANISASI GEREJA DAN HAM

Tim Penulis:
Wakhid Sugiyarto, Suhanah, Reslawati, Nuhrison M. Nuh,
Syaiful Arif, Asnawati, Sony Dandel

KEMENTERIAN AGAMA RI
BADAN LITBANG DAN DIKLAT
PUSLITBANG
KementerianKEHIDUPAN
Agama RI KEAGAMAAN
Badan Litbang dan Diklat
TAHUN
Puslitbang Kehidupan 2015
Keagamaan
Jakarta, 2015

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM i


Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


ISBN : 978-602-8739-49-8
xviii + 263 hlm; 14,8 x 21 cm.
Cetakan ke-2 November 2015

Hak cipta pada Penerbit


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun,
termasuk dengan cara penggunaan mesin fotocopy tanpa izin sah dari penerbit.

Penulis: Wakhid Sugiyarto•Suhanah•Reslawati•Nuhrison M. Nuh


• Syaiful Arif •Asnawati•Sony Dandel

Editor: Drs. H. Nuhrison M. Nuh, MA

Desain cover dan Layout oleh : Suka, SE

Penerbit:
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI
Jl. M. H. Thamrin No.6 Jakarta 10340
Telp./Fax. (021) 3920425 - 3920421
http://puslitbang1.kemenag.go.id

ii Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


KATA PENGANTAR
KEPALA PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN

Segala puja dan puji kita panjatkan kehadirat Allah


swt, atas rahmat dan karunianya pengeditan naskah buku ini
dapat diselesaikan dengan baik. Solawat dan salam semoga
selalu dilimpahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad
SAW, beserta keluarga dan pengikutnya.
Buku ini merupakan hasil penelitian yang
dilaksanakan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan yang
berjudul “Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan
Organisasi gereja”, yang dilakukan pada tahun 2014. Setelah
pengeditan, judul diubah menjadi “ Pemimpin Gereja
Moratorium Organisasi Gereja dan HAM”
Dalam penelitian dilapangan banyak dilakukan
wawancara pada pemimpin gereja dari berbagai denominasi.
Untuk itu kami ucapkan terimakasih atas kesediaannya
memberikan informasi yang dibutuhkan. Semoga informasi
tersebut bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan.
Buku ini memuat empat hal, yaitu: Pandangan Pemimpin
Gereja Tentang Pengaturan Organisasi Gereja, Pelayanan
Kementerian Agama dalam hal ini Pembimas Kristen; Relasi
Sosial Antara Pemimpin Gereja dengan Masyarakat Sekitar
dan Pembimas Kristen, dan Saran Pemimpin Gereja Tentang
Cara Menciptakan Kerukunan Internal Umat Kristen.
Kepada para peneliti yang telah bersusah payah
mengumpulkan data di lapangan, kemudian menuliskannya
menjadi sebuah laporan penelitian, kami juga mengucapkan
terimakasih. Terakhir kami mengucapkan terimakasih kepada

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM iii


saudara editor yang telah menyelesaikan pengeditan buku ini,
sehingga dapat dihidangkan kepada para pembaca.
Akhirnya kami berharap mudah-mudahan buku ini
bermanfaat dan dapat digunakan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan. Tak ada gading yang tak retak, maka saran
perbaikan para pembaca sangat kami harapkan.

Jakarta, November 2015

Kepala
Puslitbang Kehidupan Keagamaan

H. Muharam Marzuki, Ph.D


NIP. 19630204 199403 1 002

iv Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


SAMBUTAN
KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT
KEMENTERIAN AGAMA RI

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah, Tuhan


Yang Maha Esa, atas penerbitan buku ini. Shalawat serta
salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan kita, Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga dan pengikutnya. Kami
juga mengucapkan selamat kepada Puslitbang Kehidupan
Keagamaaan yang secara kontinyu dan terseleksi melakukan
penerbitan hasil-hasil penelitian. Hal ini penting karena
bagaimanapun penelitian dilakukan, harus tersosialisasikan,
meskipun kadang-kadang kurang teraplikasi dengan baik.
Tetapi setidaknya sosialisasi hasil penelitian melalui
penerbitan merupakan langkah yang cukup progresif dan
perlu dibudayakan di lingkungan institusi pemerintah,
khususnya di lingkungan Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama.
Buku berjudul Pemimpin Gereja Moratorium
Organisasi Gereja dan HAM merupakan hasil penelitian
Puslitbang Kehidupan Keagamaan yang dilaksanakan pada
tahun 2014. Kami menyambut baik penerbitan buku ini paling
tidak karena tiga hal. Pertama, dengan diterbitkannya buku
ini sekurang-kurangnya dapat memberikan gambaran
bagaimana pandangan para pemuka agama terhadap
kebijakan moratorium pendirian organisasi gereja yang baru
yang dikeluarkan oleh Ditjen Bimas Kristen, pandangan
tentang pelayanan yang diberikan oleh Pembimas Kristen dan
tentang relasi sosial antara pemimpin gereja dengan
Pembimas Kristen dan masyarakat sekitar.
Kedua, penerbitan hasil penelitian ini dapat dijadikan
sarana sosialisasi hasil-hasil kelitbangan sehingga diharapkan

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM v


dapat dijadikan bahan acuan bagi Dirjen Bimas Kristen dalam
memberikan pelayanan dan pengaturan terhadap organisasi
gereja. Pada umumnya para pemimpin gereja memberikan
dukungan terhadap kebijakan Dirjen Bimas Kristen yang
mengambil kebijakan untuk mengadakan moratorium
pendirian organisasi gereja yang baru, walaupun untuk
sebagian pemimpin gereja kebijakan tersebut dianggap
melanggar konstitusi dan HAM.
Ketiga publikasi hasil penelitian merupakan tanggung
jawab akademis para peneliti. Selain itu dengan
didiseminasikannya hasil penelitian ini, diharapkaan akan
mendapat kritik dan masukan dari para pembaca, dan hasil
penelitian ini akan semakin teruji. Kedepan hasil-hasil
penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan akan semakin
dapat dipertanggung jawabkan, baik secara metodologis
maupun substansinya.
Kami berharap buku ini bermanfaat bagi pihak-pihak
yang memerlukannya, dan selebihnya dapat memperkaya
informasi tentang pandangan pimpinan gereja tentang
substansi yang diteliti. Akhirnya, kepada semua pihak yang
terlibat dalam penerbitan buku ini, kami ucapkan banyak
terima kasih.

Jakarta, November 2015


Kepala Badan Litbang dan Diklat

Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D


NIP. 19600416 198903 1 005

vi Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT KRISTEN
KEMENTERIAN AGAMA RI

Pertama-tama marilah kita menaikkan puji dan syukur


kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan kasih
Kerunia-Nya yang telah kita terima, teristimewa pada hari ini
telah terlaksana penerbitan buku Pemimpin Gereja
Moratorium Organisasi Gereja dan HAM boleh terlaksana
dengan baik.
Penelitian merupakan kebutuhan penting yang sangat
mendukung umat dalam meningkatkan kinerja pelayanan
serta memacu kita untuk tetap giat dalam merencanakan
kinerja kita. Penelitian ini akan dirasakan lebih efektif dan
membawa dampak signifikan bagi perwujudan kelembagaan
suatu organisasi jika dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Dengan hadirnya buku Pemimpin Gereja Moratorium
Organisasi Gereja dan HAM ini diharapkan pencapaian dalam
penanganan permasalahan dalam pelayanan umat dapat
tercapai dengan sebaik-baiknya serta relasi umat dengan
sesama boleh berjalan lebih lancar dan tepat.
Penerbitan buku Pemimpin Gereja Moratorium
Organisasi Gereja dan HAM adalah salah satu buku yang
sangat penting karena banyak memberikan masukan kepada
gereja-gereja lain yang sangat mendambakannya serta ingin
memiliki program kerja dalam Kementerian Agama
khususnya Badan Litbang dan Diklat. Oleh karenanya melalui
penerbitan buku ini maka kita harus bertanggung jawab atas
kemurahan Allah melalui sikap, perilaku yang senantiasa
mencerminkan hidup kita. Selain memiliki buku ini maka
kegunaannya diperuntukkan sesuai dengan kebutuhan para
pembaca untuk penyelarasan organisasi dan peningkatan

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM vii


pelayanan kepada umat secara kontinyu karena merupakan
langkah strategis dalam memberikan landasan yang kokoh
untuk proses peningkatan kualitas iman yang secara
berkesinambungan menuju operational excellent service sebagai
tuntutan kinerja Kementerian Agama RI.
Saudara hadirin yang berbahagia,
Pada akhirnya sekali lagi kami menyampaikan selamat
atas keberhasilan penulisan dan penelitian ini berharap agar
seluruh umat dapat berkontribusi lebih maksimal lagi,
masyarakat, bangsa, negara dan bagi dunia. Sekaligus saya
mengucapkan selamat atas diterbitkannya buku Pemimpin
Gereja Moratorium Oganisasi Gereja dan HAM.

Sekian dan terima kasih.

Jakarta, 17 November 2015


Direktur Jenderal,

Oditha R. Hutabarat, M.Th.


NIP. 19560831 198703 2 001

viii Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


PRAKATA EDITOR
PEMIMPIN GEREJA MORATORIUM ORGANISASI
GEREJA DAN HAM
Oleh: Nuhrison M. Nuh

A gama merupakan kekuatan kolektif masyarakat di


atas semua individu, dipahami sebagai jalan menuju
kehidupan sejati dan pedoman bagi penganutnya.
Tujuanya adalah memproses realitas kehidupan yang ada (das
sein) kepada kehidupan seharusnya (das sollen). Proses
sosiologis seperti inilah yang mendorong sifat missioner
agama, termasuk Kristen.
Di Indonesia, agama Kristen tumbuh pesat setelah
Indonesia merdeka Kini organisasi gereja induk telah
mencapai 323 buah, puluhan ribu gereja jemaat, yayasan
sosial, sekolah dan penginjilan. Melihat sudah semakin
banyaknya organisasi gereja maka Dirjen Bimas Kristen
mengeluarkan kebijakan moratorium, untuk membatasi
pertumbuhan organisasi gereja. Namun kebijakan moratorium
tersebut tidak menyurutkan gereja untuk tumbuh, karena
watak protestantisme Luther, Evangelis, Kharismatik dan
Injili, terus tumbuh kapan saja dan dimana saja. Dengan kasih,
pengharapan, penebusan dosa, church planting dan presensia,
penginjil terus berkarya menyelamatkan domba-domba
tersesat, dan memberdayakan si miskin, gerejapun terus
tumbuh sesuai kebutuhan.
Organisasi gereja yang terus tumbuh itu memerlukan
pembatasan, pengaturan dan pelayanan, untuk menjaga

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM ix


masyarakat agar tetap damai, rukun, dan oikumenis dalam
kerangka NKRI. Ledakan organisasi gereja, di satu sisi dapat
dinyatakan sebagai keberhasilan misionaris, tetapi di sisi lain
mengkhawatirkan terjadinya konflik internal maupun
eksternal kekristenan, apalagi dengan lahirnya UU No 17
Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Menurut
undang-undang tersebut dalam membentuk organisasi
kemasyarakatan yang penting memenuhi syarat-syarat yang
termuat dalam undang-undang tersebut, tidak ada
pembatasan, apalagi moratorium, sehingga melahirkan
perbedaan pandangan di kalangan para pemimpin gereja.
Latar belakang di atas ini menjadi salah satu pendorong
dilakukan penelitian dengan harapan dapat menemukan
realitas yang sebenarnya yang terjadi dilapangan sehingga
dapat melahirkan rekomendasi yang dapat digunakan
sebagai bahan dalam menetapkan kebijakan dalam rangka
mendorong berhasilnya pembangunan dibidang agama.
Permasalahan yang ingin dijawab melalui penelitian ini
adalah; Bagaimana pandangan pemimpin gereja tentang
pengaturan organisasi gereja? Bagaimana kebijakan
Kementerian Agama dalam pengaturan organisasi gereja?
Pemikiran visioner seperti apa yang disumbangkan pemimpin
gereja yang menjamin keharmonisan, dan kedamaian
beragama? Dan bagaimana relasi gereja dengan masyarakat
sekitar dan Kementerian Agama?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,
data yang digali bersifat naturalistik dari para pemimpin
gereja, Pembimas Kristen, dan masyarakat. Narasumber yang
diutamakan berasal dari gereja-gereja besar, kemudian gereja-

x Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


gereja yang sudah teerdaftar dan yang belum terdaftar,
sehingga dapat ditemukan nuansa sosiologis, bagaimana
pandangan mereka terhadap semua pertanyaan yang
disampaikan oleh peneliti. Bentuk penelitian ini adalah
penelitian kualitatif, dalam bentuk studi kasus. Tehnik
pengumpulan data yang digunakan wawancara, observasi,
kajian dokumen, dan Focus Group Discussion (FGD). Wilayah
yang menjadi obyek penelitian adalah Kota Medan, Jakarta,
Bandung Jawa Barat, Semarang Jawa Tengah, Surabaya Jawa
Timur, Manado Sulawesi Utara dan Jayapura Papua.
Penelitian ini memberikan informasi sebagai berikut:
Lahirnya Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan cukup mengkhawatirkan, karena
dimungkinkan terjadinya pendaftaran denominasi baru
kepada Kementerian Dalam Negeri. Berdasarkan UU Ormas
tersebut, sebuah denominasi bisa disahkan selama berasas
Pancasila, tidak peduli apa paham keagamaannya.
Kementerian Dalam Negeri hanya melakukan seleksi paham
kebangsaan, bukan keagamaan. Berdasarkan hasil penelitian
dan seminar hampir semua informan dan pembicara sepakat
bahwa organisasi gereja yang akan mendaftar ke Kementerian
DalamNegeri harus mengantongi surat rekomendasi dari
Dirjen Bimas Kristen.
Ditjen Bimas Kristen tidak akan memproses
pendaftaran organisasi gereja baru berdasarkan surat edaran
Direktur Jenderal Bimas Kristen No: DJ.III/ BA/330/6319/2006
tanggal 29 Desember 2006, kepada Kabid dan Kabimas
Kristen. Dalam surat edaran tersebut diinstruksikan agar
Pembimas Kristen tidak memproses pendaftaran organisasi

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM xi


gereja baru. Namun demikian ada yang berbeda, misalnya di
Papua. Kemenag Papua mengeluarkan SK pemberian
rekomendasi layanan tetap kepada sinode baru, karena
adanya otonomi khusus.
Meskipun ada moratorium, ternyata tetap ada jalan
keluarnya yaitu meminta surat keterangan telah lapor (SKTL).
Syarat untuk memperoleh SKTL antara lain, telah memiliki SK
Dirjen Bimas Kristen; ada rekomendasi dari tiga (3)
denominasi besar di provinsi itu; telah mempunyai jemaat
sebanyak 40 KK; diketahui oleh pemerintah setempat (Lurah
dan Kepala Lingkungan); dan ada Anggaran Dasar (AD) dan
Anggaran Rumah Tangga (ART), serta susunan pengurus.
Dengan adanya SKTL ini, organisasi gereja secara tidak
langsung dikontrol, baik kegiatannya maupun arah misinya,
yang oleh sebagian pimpinan gereja dianggap menciderai
prinsip kebebasan beragama.
Dalam hal pelayanan terhadap denominasi gereja,
pelayanan Pembimas Kristen diberikan sesuai anggaran yang
tersedia. Pelayanan yang bersifat rutin baru dalam bentuk
pelayanan administratif, honor penyuluh Non PNS, renovasi
gedung gereja, dan rekomendasi pembangunan rumah
ibadah. Dalam pengaturan organisasi gereja, dilakukan sesuai
dengan surat edaran Dirjen Bimas Kristen yang melarang
menerima pendaftaran organisasi gereja baru.
Di berbagai wilayah penelitian, kinerja Bimas Kristen
dianggap cukup baik, meskipun masih terdapat catatan
perbaikan. Para pimpinan gereja sering bersinergi dengan
Kementerian Agama, terutama ketika terjadi permasalahan di
internal gereja. Bila terjadi masalah dalam internal denominasi

xii Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Kementerian Agama mampu memerankan diri sebagai
mediasi. Sayangnya, bagi mereka yang belum mendapatkan
bantuan dana dari Kemenag, merasa belum mendapatkan
pelayanan.
Dalam hal kerukunan umat beragama, setiap daerah
memiliki nilai kearifan lokal yang mendukung kerukunan.
Buah dari kebersamaan ini, terjadilah kerjasama antar
penganut dan tokoh agama yang kuat, sehingga ada
kewajiban setiap umat beragama untuk mewujudkan
perdamaian. Pimpinan gereja dan jemaatnya harus
menghargai doktrin teologis masing-masing; menjunjung
tinggi kesepakatan yang telah dibuat bersama, saling
menghormati terhadap perbedaan yang ada, mengaktifkan
forum-forum yang sudah ada seperti Badan Musyawarah
Antar Gereja (BAMAG) dan Badan Kerjasama Antar Umat
Beragama (BKSAUA). Perlu kejelasan definisi lembaga
keagamaan dan lembaga keormasan biasa, sehingga tidak
semua ormas harus mendaftarkan diri ke Kementerian Dalam
Negeri. Jika dia merupakan ormas keagamaan, maka sebelum
mendaftar di Kementerian Dalam Negeri harus mengantongi
dulu surat rekomendasi dari Kementerian Agama.
Hal lain yang perlu dikembangkan adalah, etika
pelayanan para gembala dan pendeta dari berbagai aliran
gereja agar sepakat untuk tidak melakukan pencurian domba
dari jemaat lain. Pemerintah perlu melakukan pertemuan-
pertemuan rutin dengan para gembala/pendeta agar ada
kesapakatan bersama dalam pelayanan jemaat, sehingga
kehadiran gereja sungguh-sunggguh menjadi berkat di
manapun ia tumbuh, bukan konflik antar gereja. Hanya saja
perlu dipahami bahwa beban kerja Kementerian Agama

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM xiii


terlalu berat dibandingkan dengan anggaran yang tersedia,
sehingga banyak tugas-tugas yang terkadang tidak tuntas.
Tetapi dibanding dengan berbagai instansi lain, dengan
anggaran yang tersedia, maka kinerja Kementerian Agama
secara umum cukup baik.
Secara umum, hubungan antara pihak gereja dengan
Bimas Kristen baik di level Kantor Wilayah maupun kota,
berjalan dengan baik. Hal ini diwujudkan dengan adanya
dukungan Kanwil dalam hal ini pembimas Kristen terhadap
gereja, seperti dalam hal administrasi dan beberapa kegiatan
Kemenag yang mengundang beberapa gereja untuk terlibat.
Namun beberapa gereja sangat mengharapkan Pembimas
Kristen yang selama ini hanya mengundang melalui lembaga
keagamaan seperti BAMAG, PGKP, PGI, dll, bisa
mensosialisasikan program kepada gereja lokal yang
menginduk ke organisasi gereja induk secara langsung.
Relasi juga terlihat pada Pembimas Kristen yang sering
mengundang dan memfasilitasi gereja-gereja berkaitan
dengan kegiatan Pembimas. Bagi gereja-gereja yang
mengalami permasalahan, dianjurkan menyelesaikan terlebih
dahulu proses administrasinya baik di pemerintahan, ijin
pendirian bangunan gereja dan pihak-pihak yang terkait
sampai prosesnya betul-betul final. Hal ini agar dapat
mengurangi terjadinya konflik baik internal maupun antar
umat beragama dilingkungan sekitarnya ataupun masyarakat
luas.
Berdasarkan deskripsi di atas, penelitian ini
merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:

xiv Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Perlu sosialisasi kepada umat Kristen, mengapa perlu
dilakukan moratorium pendirian organisasi atau denominasi
gereja baru bagi keberlangsungan oikumene. Perlu pula
dijelaskan bahwa yang dibatasi adalah pembentukan
organisasi gereja bukan pendirian gedung gereja yang baru,
sebab pendirian gedung gereja telah diatur melalui Peraturan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9
dan Nomor 8 Tahun 2006.
Perlu ada penertiban terhadap organisasi gereja yang
belum terdaftar, atau sudah terdaftar di Dirjen Bimas Kristen
tetapi belum melapor kepada Kantor Wilayah Kementerian
Agama Provinsi, karena belum dapat memenuhi persyaratan
yang disyaratkan.
Kementerian Agama perlu melakukan koordinasi
dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum
dan HAM, agar dalam menerima pendaftaran organisasi
keagamaan termasuk organisasi gereja, ada komunikasi dan
informasi kepada Kementerian Agama. Bila mungkin dalam
PP-nya nanti diatur bahwa organisasi keagamaan
mendaftarnya di Kementerian Agama terlebih dahulu, baru
kemudian di Kementerian Dalam Negeri atau Kementerian
Hukum dan HAM.
Perlu dialog untuk merumuskan kebijakan lintas
sektoral, yang melibatkan Kementerian Agama, Kementerian
Dalam Negeri, Kemenkumham, beserta para pimpinan gereja
terkait persoalan pengaturan organisasi gereja. Dialog
perumusan kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari
penelitian ini sebagai realisasi fungsi penelitian dan
pengembangan (research and development) dari Badan Litbang

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM xv


dan Diklat Kementerian Agama RI. Dialog dimaksud
diharapkan dapat menghasilkan draf kebijakan yang dapat
digunakan oleh Ditjen Bimas Kristen untuk pengaturan gereja
mulai sejak pendaftaran gereja baru hingga mediasi konflik
dan kerukunan di internal umat Kristen.
Semoga informasi yang terdapat dalam buku ini dapat
digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam
mengambil kebijakan. Tak ada gading yang tak retak, untuk
itu kritik dan saran untuk perbaikan buku ini sangat kami
harapkan.
Wabillahi taufik wal hidayah.

xvi Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR KEPALA PUSLITBANG


KEHIDUPAN KEAGAMAAN ....................................... iii
SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DAN
DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA RI ........................ v
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN
MASYARAKAT KRISTEN KEMENTERIAN
AGAMA RI ......................................................................... vii
PRAKATA EDITOR ......................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................... xvii
PENDAHULUAN ............................................................. 1
1. Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan
Organisasi Gereja di Kota Medan Sumatera Utara
Wakhid Sugiyarto.................................................... 31
2. Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan
Organisasi Gereja di DKI Jakarta
Suhanah .................................................................. 73
3. Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan
Organisasi Gereja di Kota Bandung Provinsi Jawa
Barat
Reslawati ................................................................ 107
4. Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan
Organisasi Gereja di Kota Manado Provinsi
Sulawesi Utara
Nuhrison M. Nuh .................................................. 141

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM xvii


5. Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan
Organisasi Gereja di Kota Semarang Jawa Tengah
Syaiful Arif ............................................................. 167
6. Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan
Organisasi Gereja di Kota Jayapura Provinsi
Papua
Asnawati ................................................................ 207
7. Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan
Organisasi Gereja di Kota Surabaya, Jawa Timur
Sony Dandel ........................................................... 233
INDEKS .............................................................................. 261

xviii Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sasaran pembangunan bidang agama adalah
peningkatan kualitas kehidupan beragama yang ditandai
dengan meningkatnya kualitas pemahaman dan pengamalan
agama pada masyarakat, serta terwujudnya kehidupan sosial
yang harmonis, rukun dan damai semua umat beragama.1
Sebagaimana dijelaskan oleh Emile Durkheim, bahwa agama
adalah merupakan suatu kekuatan kolektif masyarakat yang
berada di atas individu-individu, sehingga para pemeluknya
harus tunduk dan bergantung pada kekuatan moral serta
menerima segala yang baik dan meninggalkan laranganya.2
Dalam konteks kekristenan, maka agama harus dipahami
sebagai jalan menuju atau mencapai kehidupan sejati, seperti
diyakini setiap agama dan menjadi pedoman bagi para
pengikutnya, karena itu tujuan agama adalah menggiring
realitas kehidupan masyarakat yang ada (das sein) kepada
kehidupan masyarakat tertentu yang seharusnya (das sollen).
Proses sosial menuju kehidupan masyarakat yang seharusnya
dan diinginkan inilah yang menjadi pendorong kuatnya sifat
dan semangat missioner dari agama untuk menyebarkan
semua ajaranya agar kehidupan masyarakat tersebut sesuai
dengan petunjuk al-Kitab.

1RPJMN 2010 -2014, Peraturan Presiden No. 5 th 2010 bab II tentang Pembangunan

Sosial dan Kehidupan Beragama.


2Bernard Raho SVD, Agama dalam Perspektif Sosiologi, Penerbit Obor, Jakarta,

Januari 2013, hal. 44

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 1


Agama Kristen merupakan agama dengan kepercayaan
yang monoteistik yang mendasarkan ajarannya pada hidup,
sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus menurut
Perjanjian Baru serta meyakini Yesus Kristus sebagai Tuhan
dan Mesias, sang juru selamat bagi seluruh umat manusia,
dengan menebus dosa melalui tiang salib. Agama Kristen
(Nasrani) termasuk agama Smit, sebagaimana juga Islam dan
Yahudi, yang sama-sama turun di Timur Tengah. Yesus mulai
menyampaikan kebenaran-Nya ketika ia berumur 30 tahun,
dan hanya beberapa tahun saja. Meskipun demikian gaung
ajaran Yesus sungguh luar biasa di masa itu, bahkan sampai
sekarang dan menjadi komunitas keagamaan terbesar di
dunia.
Bermula dari pengajaran Yesus Kristus yang sejak umur
tiga puluh tahun itu, selama tiga tahun berkhotbah dan
berbuat mukjizat pada banyak orang, bersama keduabelas
muridnya. Yesus pun semakin populer yang akhirnya dibenci
oleh para pemimpin Yahudi, dan berkomplot untuk menyalib
Yesus. Yesus pun, disalib pada usia 33 tahun dan bangkit dari
kuburnya pada hari yang ketiga setelah kematiannya. Dalam
keyakinan umat Kristen, setelah empat puluh hari menjalani
hidup sebagai manusia, kemudian diambil Bapa di Surga
(paskah). Agama Kristenpun setelah Yesus dilanjutkan oleh
Petrus yang ditunjuk-Nya, dan kemudian agama Kristen
berkembang ke seluruh dunia melalui berbagai saluran sosial,
ekonomi, politik, kolonialisme dan imperalisme, pendidikan,
kesehatan dan sebagainya.
Untuk sampai pada kondisi seperti sekarang ini, umat
Kristen telah mengalami berbagai peristiwa yang luar biasa di
sepanjang sejarahnya. Pada masa lalu telah terjadi saling
menyesatkan, konflik, perpecahan (skisma), perang salib dan

2 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


perang agama yang sangat dahsyat hampir selama 1 abad di
Eropa tidak lama setelah Martin Luther melakukan reformasi
kekristenan. Konflik berabad-abad di antara para pemimpin
Gereja Roma, termasuk pembangkangan terhadap tahta suci
Paus di Vatikan, telah menjadikan kalangan elit agama Kristen
di seluruh dunia dewasa ini lebih bijaksana menyikapi
perbedaan apapun di dalamnya dan tidak pernah lagi terjadi
perang fisik berdarah-darah antar aliran, sekte dan
denominasi. Krisis teologi dan ajaran saat munculnya Martin
Luther yang mengkritik keras penyimpangan Gereja waktu
itu, telah usai, dan mereka semua saling mengakui
keberadaanya.
Dengan jatidiri mapan seperti itulah agama Kristen
masuk Indonesia melalui saluran kolonial dan tumbuh pesat
paska Indonesia merdeka. Paska G. 30 S. PKI tahun 1965,
secara tersirat Pemerintah Orde Baru telah mengeluarkan dan
memberlakukan kebijakan yang sangat anti komunis, yaitu
rakyat Indonesia harus beragama, ditengah agama-agama
lokal yang masih sangat kuat diberbagai daerah, seperti;
mayoritas etnis Batak Toba utamanya masih menganut agama
Parmalim (ugamo Malim)3; mayoritas etnis Dayak di
Kalimantan masih menganut agama Kaharingan4; mayoritas
masyarakat Papua5, Timor6, Maluku, Tana Toraja masih

3 Keterangan dari anggota MUI dan Kasi Bimas Kristen di Kota Medan, Maret
2014
4 Dituturkan seorang kawan yang pernah menjadi aktifis sosial
kemasyarakatan di Palangkaraya dan Kabupaten Berau (sekarang Kalimantan Utara)
tahun 1983 - 2005.
5 Gereja pertama didirikan 1955 di Manokwari setelah 1 abad para misionaris

bekerja (1885) mulai dari pulau Mensinan, memperkenalkan cocok tanam, cara
berpakaian, mengenal baca tulis, mengurus kesehatan diri dan lingkungan, cara
mengolah hasil alam dan sebagainya.
6Menurut Kepala Kemenag Sumba Barat yang lahir di pedesaan Timor dan

pernah bertugas di Flores selama 9 tahun di beberapa kabupaten, sampai sekarang

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 3


animisme dan etnis Cina masih beragama Tri Darma7;
mayoritas etnis Sumba masih beragama Marapu8; sebagian
etnis Jawa di Karesidenan Semarang, Surakarta, Magelang,
Pati, Madiun dan Karesidenan Kediri masih menganut
kejawen (agama Islam Jawa/Abangan)9. Ketika rakyat
Indonesia wajib beragama, para penganut agama lokal ini
berhamburan menganut Kristen dan Katolik. Etnis Cina,
Dayak, Sumba, Flores, Timor, Maluku dan Papua tidak masuk
Islam karena minuman keras dan makan babi haram dalam
Islam. Di beberapa Karesidenan di Jawa Tengah dan Jawa
Timur yang dikenal sebagai penganut kejawen banyak
memilih Kristen atau Katolik karena pengalaman deritanya
dengan kaum santri, dimana mereka banyak yang menjadi
korban pembantaian dan membuatnya enggan masuk Islam
(Soegiarso Soeroyo, 1997).
Kebijakan Orde Baru yang menguntungkan umat
Kristiani itu telah mendorong ledakan penganut Kristen dan
Katolik serta mendorong pertumbuhan gereja menjadi luar
biasa sampai hari ini. Karena itu dapat dianalisis misalnya,
berapa umat Kristen di Indonesia, berapa gedung gereja dan
organisasi gereja ketika meletus G. 30 S. PKI 1965, dan
bandingkan dengan berapa umat Kristen, gedung gereja dan
organisasi gereja atau denominasi Kristen pada hari ini jika

agama lokal masih sangat kuat. Masyarakat umumnya ber-KTP Kristen atau Katolik,
tetapi jarang ke gereja, kecuali Natal dan pemberkatan perkawinan, sehingga
gerejapun sepi jemaat (Kristen Abangan), karena ia memang masih menganut agama
local atau tinggalan nenek moyang mereka..
7 Lihat catatan sejarah yang membicarakan integrasi Papua ke pangkuan ibu

pertiwi, dan Dakwah Islam di Tnah Papua.


8 Masyarakat Sumba Barat 85% ber KTP Kristen atau Katolik, tetapi gedung

gerejanya tetap sepi di hari sabtu dan minggu, karena memang masyarakatnya masih
menganut agama Marapu atau Bhara Marapu).
9 Bagi pengamat sosial keagamaan pasti tahu, bagaimana Kristen dan Katolik

sukses paska G.30 S. PKI di bebereapa daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

4 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


organisasi gereja tidak dimoratorium. Semua akan
menunjukan bahwa umat Kristiani sukses membuat ledakan
penganut, sukses menambah gedung gereja, dan sukses
menumbuhkan organisasi gereja yang sangat spektakuler
hanya dalam waktu 50 tahun.
Kini organisasi gereja induk telah mencapai 323 buah,
ribuan gereja lokal, sekolah dan yayasan Kristen gerejawi. Di
luar itu, ada sekitar 400 organisasi gereja sedang antri di
Dirjen Bimas Kristen, tetapi tidak diproses dan cukup di data
saja (kata Kabid Kelembagaan). Kebijakan moratorium lisan
ternyata tidak menyurutkan gereja untuk terus tumbuh dan
berkembang. Hal ini karena watak protestantisme dalam
semangat Luther adalah gereja yang terus tumbuh dan
berkembang kapan saja dan dimana saja, merembes seperti air
dan berkembang mirip multi level marketing (MLM). Dengan
kasih, pengharapan, penebusan dosa, church planting dan
presensia, para penginjil terus berkarya menyelamatkan
domba-domba tersesat, mengurus si miskin, memberdayakan
si lemah, harga diri, gengsi dan kekuasaan, gereja terus
tumbuh sesuai kebutuhan, situasi dan kondisinya (JS
Aritonang, 1995; Direktori, 2010, Wakhid S. 2013).
Itulah sebabnya dengan semangat reformasi Martin
Luther, Kristen di Indonesia mengalami pertumbuhan
organisasi atau denominasi gereja yang sangat pesat, tetapi
tidak memunculkan pertumpahan darah, karena perbedaan
telah disikapi dengan kearifan dan kebijaksanaan. Sampai
dengan tahun 2010 di samping telah memiliki 323 organisasi
gereja dan ratusan organisasi gereja baru antri untuk didaftar
oleh Keenterian Agama, terdapat ratusan yayasan Kristen
yang bersifat gerejawi atau menjalankan aktifitas fungsi-
fungsi mirip organisasi gereja, seperti; kebaktian minggu

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 5


secara reguler, pembabtisan, perjamuan kudus, pemberkatan
pernikahan, pemakaman, penggembalaan (pelayanan
pastoral) dan sebagainya. Kitapun kesulitan membedakan
mana organisasi gereja dan mana yang yayasan Kristen,
karena keduanya sering melakukan fungsi-fungsi yang sama.
Dalam kekritenan sebenarnya telah dibangun semangat
oikumene sejak Konsili Nicea pada tahun 325 M di Kota Nicea
– berabad-abad sebelum munculnya Martin Luther- meskipun
realtasnya gagal mencapai tujuan itu, yang dilaksanakan atas
prakarsa Kaisar Constantinnus Agung. Gerakan Oikumene
lahir dari kesadaran penggerak organisasi atau denominasi
gereja untuk menjawab ajakan seperti yang terungkap dalam
doa Tuhan Yesus di dalam Yohanes 17: 21: “…supaya mereka
semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam
Aku, dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam
Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang mengutus
Aku.” Dalam sejarah gerakan oikumene, ayat ini dipahami
sebagai petunjuk bahwa keesaan gereja itu mempunyai kaitan
langsung dengan kesaksian. 10 Keesaan gereja merupakan
wujud dari kasih antar gereja, tatkala gereja-gereja yang satu
mau menganggap gereja yang lain sebagai saudara, dan
bukan sebagai musuh. Sementara itu, dalam realitas,
nampaknya semangat oikumene itu masih harus terus
didorong, sebab masyarakat masih disuguhi pertunjukan
permusuhan antar gereja-gereja sendiri. Pola pekabaran injil
(planting church) yang dilakukan banyak gereja sekarang telah
meresahkan gereja lainya (khususnya mainstream) dan umat

10 Solarso Sopater, Memacu Lajunya Gerakan Keesaan Gereja di Indonesia Suatu

Upaya Berteologi Secara Kontekstual” dalam, Gerakan Oikumene Tegar Mekar di Bumi
Pancasila.BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993.

6 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


non Kritiani, sebab pola itu juga dipakai untuk mengambil
anggota jemaat yang telah menjadi anggota gereja lainya.
Perpecahan umat Kristen dalam bentuk keragaman
organisasi atau denominasi gereja di seluruh dunia itu telah
mendorong hadirnya payung bersama untuk wahana
bersilaturahmi dan musyawarah bagi berbagai denominasi
dalam membangun gereja sebagai tubuh Kristus. Salah
satunya adalah World Church Conference (WCC) yang
fungsinya sebagai wadah bersama kalangan Kristen di seluruh
dunia, dan dikenal sebagai gerakan oikumene. Di Indonesia,
wadah oikumenis itu bernama Persekutuan Gereja-gereja di
Indonesia (PGI); Persekutuan Gereja-gereja Penthakosta
Indonesia (PGPI), Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili
Indonesia (PGLII), Bala Keselamatan (BK), Gabungan Gereja
Advent Hari Ketujuh (GMAHK), Gereja Ortodox Indonesia
(GOI), Persekutuan-persekutuan Gereja Indonesia (PPGI), dan
Gereja-gereja Tionghoa di Indonesia (PGTI)11. Setiap wadah
ekumenis ini memiliki anggota sinode-sinode yang secara
teologis memiliki aliran dan paham yang sama. Tetapi dalam
peraktiknya, banyak sinode yang menjadi anggota beberapa
persekutuan gereja aras nasional itu sekaligus. Misalnya,
Gereja Bethel Indonesia (apapun nama belakangnya),
disamping menjadi anggota PGI, ia juga anggota PGPI, PGLII,
dan PPGI.
Pada saat ini anggota PGI hanya 89 sinode gereja,
sementara sinode gereja telah mencapai 323 buah.12 Jika
ditambah gereja-gereja tingkat daerah atau lokal, jumlahnya

11 Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia, Direktori

Gereja-Gereja, Yayasan, Pendidikan Agama dan Keagamaan Kristen di Indonesia,


Jakarta, 2011:247
12 Ibid, hal. 248-250

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 7


telah mencapai 400-an13, belum lagi yayasan-yayasan Kristen
yang memiliki fungsi-fungsi seperti organisasi gereja yang
jumlahnya mencapai ribuan, pada tahun 1989 saja sudah
mencapai 450-an yayasan Kristen14.
JS Aritonang mensinyalir bahwa di tahun 1989 muncul
surat edaran Direktur Jenderal Bimas Kristen yang berisi
imbauan agar umat Kristen tidak membentuk organisasi atau
denominasi gereja baru, karena organisasi gereja atau
denominasi Kristen sudah terlalu banyak. Tetapi karena sifat
protestantisme dalam kekristenan yang terus berkembang
sebagai gereja yang hidup, sehingga tetap saja tumbuh
organisasi gereja atau yayasan Kristen bersifat gerejawi di
seluruh Indonesia, baik disebabkan perpecahan (skisma) dari
organisasi gereja atau yayasan Kristen sebelumnya, maupun
kreasi anggota gereja karena kebutuhan di suatu daerah
tertentu.15
Dalam surat edaran yang dikatakan oleh JS Aritonang
itu ternyata hanya himbauan belaka, di mana Dirjen Bimas
Kristen tidak memproses pendaftaran bagi organisasi atau
denominasi baru, tetapi cukup mendata saja. Jika tidak ada
moratorium, dikhawatirkan terjadi ledakan denominasi yang
dapat mengganggu gerakan oikumene dan kerukunan
beragama. Direktorat Jenderal Bimas Kristen melihat bahwa
organisasi atau denominasi gereja baru yang muncul,
seringkali bukan karena perbedaan teologis, tetapi karena

13 Penjelasan Kasubdit Kelembagaan Dirjen Bimas Kristen Kementerian

Agama RI dalam diskusi awal pengumpulan bahan desain penelitian ini, 11 Februari
2014.
14 Lihat lagi Jan S. Aritonang,

15 Bdk. Jan Sihar Aritonang, Aliran-Aliran di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1995); lihat pula direktori organisasi gereja, Bimas Kristen
Kementerian Agama RI

8 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


disemangati paham missionari church planting dan persoalan-
persoalan duniawi semata. Padahal pendirian organisasi atau
denominasi baru itu, akan diikuti pendirian gedung gereja
baru yang prosesnya juga tidak mudah.
Banyaknya aliran, kelompok, organisasi keagamaan
gereja atau denominasi, memerlukan pengaturan oleh
pemerintah. Pengaturan ini dalam upaya menjaga kehidupan
masyarakat yang tertib, damai, rukun, dalam semangat
oikumene dan tetap dalam kerangka NKRI. Wacana yang
dibangun atau kondisi yang diharapkan adalah bagi
organisasi atau denominasi gereja yang secara teologis
memiliki kesamaan disarankan bergabung dan diatur cara
pelaksanaan fungsi-fungsi gerejanya. Banyaknya organisasi
yang harus diatur sebenarnya merupakan kelanjutan dari
kebijakan pemerintah kolonial Belanda. Pada waktu itu semua
organisasi sosial politik dan keagamaan harus terdaftar di
Kantor Gubernur Jenderal. Pendaftaran ini dimaksudkan
sebagai media kontrol agar organisasi tidak melakukan
kegiatan yang menentang pemerintah atau mengganggu
ketertiban umum. Setelah Indonesia merdeka, maka
organisasi politik dan keagamaan itu harus didaftarkan ke
Presiden, yang kewenanganya dilimpahkan kepada
Kementerian Dalam Negeri dan sebagian lagi kepada
Kementerian Agama. Semua organisasi harus terdaftar itu
adalah sebagai bentuk kendali dan kontrol, agar organisasi
tidak melakukan kegiatan-kegiatan diluar yang telah diatur
dalam AD/ART organisasi itu sendiri.16

16Penjelasan Melius (Kabid Kelembagaan Bimas Keristen Kementerian

Agama) dan Marvel dalam diskusi awal untuk melengkapi bahan penyusunan desain
operasional penelitian, 11 Februari 2014

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 9


Berkaitan dengan pengaturan organisasi atau
denominasi gereja maupun yayasan Kristen itu, semuanya
harus diatur dan dilayani pemerintah. Jika jumlah organisasi
atau denominasi gereja tidak diatur, maka pemerintah akan
kesulitan mengatasi masalah yang muncul di kalangan
organisasi atau denominasi maupun yayasan yang
bermasalah. Selama ini terdapat kesalahan semantik di semua
lapisan masyarakat, bahkan terjadi di kalangan penyusun
undang-undang. Kesalahan semantik itu adalah bahwa agama
yang ”diakui” oleh pemerintah ada 6 yaitu Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghuchu, padahal istilah
yang benar dan lazim digunakan secara resmi oleh
Kementerian Agama adalah ”dilayani”. Kesalahan istilah
berakibat fatal bagi agama-agama yang belum ”dilayani”
pemerintah, seperti Malim, Kaharingan, agama Marapu dan
sebagainya. Paradigma baru kebijakan keagamaan
Kementerian Agama adalah pemerintah harus ”melayani”
semua agama, apapun agamanya dan bukan ”mengakui”. Jika
suatu agama tidak dapat dilayani di pusat, maka cukup
dilayani di tingkat daerah, sehingga semua mendapatkan
pelayanan yang sama dari negara.
Pemberlakuan UU No 17 Tahun 2013 yang belum ada
Peraturan Pemerintahnya (PP), Petunjuk Pelaksanaanya
(Juklak) dan Petunjuk Teknisnya (Juknisnya) berdampak
mengkhawatirkan jika semua pihak tidak hati-hati
menterjemahkanya. Pada saat ini dampak itu belum terasa,
karena undang-undang itu belum tersosialisasikan secara
merata, tetapi pada saatnya, pasti akan dipahami oleh semua
komponen bangsa. Selama ini semua organisasi atau
denominasi, yayasan dan ormas keagamaan yang dilayani
pasti terdaftar di Kementerian Agama, di kalangan umat
Kristen dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bimas Kristen

10 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Kementerian Agama. Dengan adanya undang-undang baru,
dikhawatirkan berbagai organisasi dan yayasan merasa cukup
mendaftar di Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri. Jika
seperti itu memahami semangat atau filosofi dari UU No 17
tahun 2013, maka sangat berbahaya bagi semangat oikumenis
(keesaan gereja) dan kerukunan hidup antar umat beragama.17
Secara teknis Undang-Undang No 17 Tahun 2013, tidak
menjelaskan apakah organisasi, denominasi, LSM, yayasan
keagamaan dan sebagainya harus terdaftar di Direktorat
Jenderal Bimas Kristen Kementerian Agama atau cukup di
Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri. Undang-undang ini
lahir untuk menggantikan UU sebelumnya yakni UU No 8
Tahun1985 tentang keormasan karena dipandang sudah tidak
memadai lagi bagi pengaturan berbagai lembaga/organisasi
kemasyarakatan yang ada. Dari aspek substansi, UU No. 17
Tahun 2013 tentang ormas ini berpotensi menimbulkan
dampak kerancuan kerangka hukum, yaitu apakah semua
denoinasi, yayasan, perkumpulan, serta semua perkumpulan
yang tidak berbadan hukum akan disebut ormas, karena
dalam undang-undang itu tidak ada pembedaan definisinya.
Di samping itu, pengaturan berlebihan dan multi tafsir bagi
organisasi tidak berbadan hukum sebagaimana ditunjukan
bahasa hukum dalam undang-undang itu.18
Lahirnya Undang-Undang No 17 Tahun 2013, jika tidak
segera disusul lahirnya PP. Juklak dan Juknisnya, dipastikan
dapat menganulir moratorium tidak resmi itu dan rawan
gugatan. Jika gugatan berhasil, maka jumlah organisasi atau

17 Pengarahan Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan dalam diskusi untuk

menambah kelengkapan bahan persiapan penyusunan desain dan judul penelitian ini,
11 Februari 2014
18 Eryanto, Makalah "Seminar Potensi Dampak UU No. 17 Tentang Ormas" di

Hotel Santika Jakarta, Senin (23/9/2013).

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 11


denominasi akan bertambah tak terkendali yang dapat
mengganggu keharmonisan dan kedamaian intern umat
Kristen dan antar umat beragama. Kementerian Agama,
utamanya Dirjen Bimas Kristen berkepentingan untuk
berharap adanya kebijakan keagamaan yang relevan dengan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berbasis
penelitian mendalam. Itulah pula sebabnya Puslitbang
Kehidupan Keagamaan pada tahun 2014 perlu melakukan
penelitian agar ditemukan cara pelayanan, dan pengaturan
kehidupan beragama yang mendukung munculnya
masyarakat yang harmonis, dan mendorong berhasilnya
pembangunan bidang agama. Penelitian ini akan
mendeskripsikan pandangan tokoh-tokoh agama Kristen di
berbagai daerah tentang pelayanan dan pengaturan
kehidupan keagamaan sesuai (HAM).

Masalah Penelitian
Dari latar belakang diatas, maka masalah penelitian
dirumuskan sebagai berikut;
 Bagaimana pandangan tokoh agama Kristen tentang
pelayanan, dan pengaturan organisasi atau denominasi
gereja yang dilakukan Dirjen Bimas Kristen selama ini?
 Bagaimana kebijakan Kementerian Agama di daerah
berkaitan dengan pelayanan, dan pengaturan organisasi
atau denominasi gereja yang telah ada selama ini?
 Pemikiran visioner seperti apa yang dapat disumbangkan
oleh para tokoh Kristen di berbagai daerah untuk
menjamin keharmonisan dan kedamaian kehidupan
beragama, berkaitan dengan semakin banyaknya

12 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


denominasi baru yang ingin mendapatkan legalisasi dari
pemerintah?

 Bagaimana relasi sosial pemuka agama dengan pembimas


Kristen dan masyarakat sekitar.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini secara


umum adalah untuk mengumpulkan bahan dalam rangka
penyusunan kebijakan dalam mengatur organisasi gereja bagi
pimpinan Ditjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI. Secara
khusus adalah untuk mendiskripsikan pandangan tokoh
agama Kristen di berbagai daerah berkaitan dengan
pelayanan, dan pengaturan organisasi atau denominasi
maupun yayasan Kristen yang bersifat gerejawi;
mendeskripsikan model pelayanan, dan pengaturan oranisasi
atau denominasi gereja maupun yayasan-yayasan Kristen
yang bersifat gerejawi oleh Kanwil maupun Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/Kota; mendekrisipkan
sumbangan pemikiran yang visioner dari para tokoh agama
Kristen di berbagai daerah untuk menjamin keberlangsungan
keharmonisan dan kedamaian kehidupan beragama, berkaitan
dengan semakin banyaknya denominasi baru yang ingin
mendapatkan legalisasi dari pemerintah pasca lahirnya
Undang-undang No 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan. Dan ingin mengetahui relasi social antara
pemuka agama dengan pembimas Kristen dan msyarakat
sekitar.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 13


Obyek Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian dan menjawab
masalah penelitian, maka obyek penelitian ini ada dua sasaran
utama yaitu pertama, pejabat di lingkungan Kantor Wilayah
(Kanwil) Kementerian Agama dan Kantor Kementerian
Agama; dan kedua, adalah gembala sidang atau pendeta dari
organisasi gereja terbesar di lokasi wilayah penelitian dan
empat organisasi gereja lainya. Empat gereja lainya dimaksud
adalah dua dari organisasi gereja yang sudah terdaftar dan
dua organisasi gereja yang belum terdaftar.

Penjelasan Konsep
Agama Kristen
Agama sebagai seperangkat aturan dan peraturan
yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib,
khususnya dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan
manusia lainnya, dan hubungan manusia dengan
lingkungannya. Secara khusus, agama didefinisikan sebagai
suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan
yang diwujudkan suatu kelompok atau masyarakat dalam
menginterpretasi dan memberi tanggapan terhadap apa yang
dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan suci. Bagi para
penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai
kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia
dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan di
akhirat. Agama menjadi bagian dan inti dari sistem nilai
dalam kebudayaan dari masyarakat, dan pendorong serta
pengontrol bagi tindakan-tindakan para anggota masyarakat
tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai

14 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya.19 Agama akan terus
berkembang sesuai dengan dedikasi para tokoh dan kuasa
Ilahi untuk berkembang, stagnan atau kemudian ditinggalkan
penganutnya.
Kristen termasuk agama semitik atau Abraham,
dengan kepercayaan monoteistik berdasar pada ajaran, hidup,
sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus menurut
Perjanjian Baru serta meyakini Yesus Kristus sebagai Tuhan
dan Mesias, Sang Juru Selamat bagi seluruh umat manusia,
dengan menebus dosa melalui tiang salib. Bermula dari
pengajaran Yesus (Nabi Isa menurut Islam) yang sejak umur
tiga puluh tahun, selama tiga tahun berkhotbah dan berbuat
mukjizat pada banyak orang, bersama keduabelas muridnya.
Yesus semakin populer sehingga dibenci para pemimpin
Yahudi dan berkomplot untuk membinasakanya dengan cara
menyalib Yesus di tiang salib pada usia 33 tahun. Yesus
bangkit dari kuburnya pada hari ketiga setelah kematiannya.
Dalam keyakinan umat Kristen, setelah empat puluh hari
menjalani hidup sebagai manusia, Yesus diangkat Bapa/Allah
ke Surga. Monoteistik dalam Kekristenan ini tidaklah sama
sebagaimana Islam dan Yahudi, tetapi didasarkan
kepercayaan adanya tiga pribadi atau Tritunggal yang
dipertegas dalam Konsili Nicea Pertama (325) oleh Kaisar
Romawi Konstantin I. Umat Kristenpun yakin dan percaya
bahwa Yesus pasti datang lagi sebagai Raja dan Hakim paling
adil di dunia ini di akhir jaman. Kata Kristen sendiri memiliki
arti "pengikut Kristus atau "pengikut Yesus" yang pertama
kalinya disebut Kristen ketika mereka berkumpul di

19 Parsudi Suparlan dalam Robertson, Roland (ed). 1988. "Agama: Dalam

Analisis dan Interpretasi Sosiologis", pp. v-xvi. Jakarta: CV Rajawali. Lihat pula Bernard
Raho SVD di latar belakang desain penelitian ini.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 15


Antiokia.20 Kepemimpinan Kristen setelah Yesus adalah Petrus
yang ditunjuk-Nya, kemudian para uskup yang dipimpin oleh
uskup Roma. Pengakuan imannya menyebutkan kepercayaan
Allah Tritunggal yang Mahakudus, yakni Bapa, Anak (Yesus
Kristus), Roh kudus, Gereja yang satu, kudus, katolik,
apostolik, pengampunan dosa, kebangkitan badan, dan
adanya kehidupan yang kekal.
Gereja Kristen mengalami dua kali perpecahan (skisma)
besar yaitu, pada tahun 1054 antara Gereja Barat yang
berpusat di Roma dengan Gereja Timur berpusat di
Konstantinopel dan pada tahun 1517 ketika Martin Luther
memprotes ajaran Gereja yang dianggapnya telah
menyimpang dari kebenaran, sehingga lahirlah Gereja
Protestan. Pada masa-masa berikutnya dengan semangat
reformasi Martin Luther (protestantisme) itu, munculah
berbagai organsiasi dan denominasi gereja di seluruh dunia,
termasuk sebagian (ratusan) di Indonesia.

Pemimpin Gereja
Dalam konteks Kekristenan, pemimpin gereja adalah
pimpinan organisasi gereja tertentu, yang biasanya seorang
pendeta. Pemimpin tertinggi gereja ada yang disebut Bishop,
Ephorus dan ada yang disebut Ketua. Ketiga sebutan
pemimpin organisasi gereja itu hanya diakui di komunitasnya
sendiri. Misalnya, Ephorus dalam HKBP belum tentu diakui
gereja lainya. Bishop dalam GTDI belum tentu diakui sebagai
pemimpin oleh organisasi gereja lainya, begitu seterusnya.
Jika ada Ephorus, Bishop dan Ketua diakui oleh organisasi

20Lihat kisah Para Rasul 11:26b

16 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


gereja lainya (lintas kelompok denominasi atau organisasi),
pastilah ia memiliki keistimewaan.
Tugas pokok dan fungsi para pemimpin gereja adalah
melayani Tuhan dan umatnya sepenuh hati dan sepenuh jiwa.
Meskipun banyak diantaranya yang melayani Tuhan dan
umatnya dengan setengah hati dan setengah jiwa, hingga ia
sibuk luar biasa di luar tugas pokoknya, seperti; menghadiri
berbagai undangan, seminar, workshop, lokakarya dan
sebagainya, yang ujung-ujungnya hanyalah melayani diri
sendiri. Mereka lebih mementingkan kesibukan diri,
megahnya gedung gereja dan nama harum, dari pada hidup
berhimpitan melayani masyarakat tertindas dan domba-
domba yang tersesat. Menurut Paulus Lie, Gereja seperti ini
perlu direformasi, agar fungsional seperti pesan Yesus, karena
kebenaran kitab suci saja tidak cukup atau hanya baik dan
benar di atas kertas, sementara dalam kehidupan tidak
fungsional. (Paulus Lies: 2010; 16-30)

Organisasi Gereja
Harus dipahami bahwa kekristenan telah melewati
perjalanan sejarah dan mengalami berbagai perdebatan dan
pergumulan teologis untuk menjadi seperti sekarang ini.
Saking fanatiknya para pemimpin agama Kristen, hingga
pernah melahirkan perang agama di Eropa yang sangat
dahsyat untuk mempertahankan kebenaran teologi dan ajaran
masing-masing. Perdebatan dan pergumulan teologis ini juga
menyangkut cara menterjemahkan wahyu Ilahi dalam realitas
kehidupan manusia dalam dunia yang konkret. Sebelum
munculnya Martin Luther, perdebatan pergumulan teologis
tersebut telah melahirkan aliran-aliran dalam tubuh gereja

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 17


seperti gereja Katolik dan gereja Ortodok. Dari gereja Katolik
muncul gereja Katolik Roma dan Katolik Timur. Dari Gereja
ortodok muncul gereja ortodok Timur (seperti: Konstantinopel
Patriark, Antiokia Partriark, Jerusalem Patriark, Alexandria
Patriark dan Rusia Partriark) dan gereja ortodok orang-orang
timur (Armenia, Koptik, Ethiopia, Suriah).
Dalam perspektif gereja Katolik Roma inilah munculnya
gereja Protestan atau gerakan reformasi Martin Luther
(protestantisme) yang diawali dengan menempelkan 90
kecaman kepada Paus di dinding gedung gerejanya sekaligus
tempat dikucilkannya oleh para imam gereja Katolik di
Wettenberg. Luther dalam gerakan reformasinya dibantu para
imam-imam dan teolog-teolog yang kritis terhadap gereja.
Oleh karena itu kalangan Kristenpun sejatinya dapat
dinyatakan sebagai Katolik juga, karena merupakan protes
saja terhadap Paus. Tetapi dari Martin Luther yang melakukan
gerakan reformasi di Gereja Katolik ini kemudian
memunculkan istilah Gereja Protestan (protes kepada Paus)
yang disusul oleh Zwingli (Jenewa, Swis), Johanes Calvin
(Perancis Selatan), Martin Bucer dan Heinrich Bullinger
(Zurich, Jerman Selatan).21
Hasil dari gerakan reformasi Martin Luther
(protestantisme) yang kemudian disebut dengan Kristen
Protestan ini adalah munculnya aliran-aliran baru dalam
Kristen Protestan sendiri, yaitu kelompok reformasi radikal
(anggota aliran/sekte/kelompoknya; Hutterite, Anababtis, dan
Menonit), Lutheran (anggota aliran/sekte/kelompoknya;
Monrovian, Pietist dan Evalengical Injili), Anglikan (anggota
aliran/sekte/kelompoknya; Methodist, Advent, Penthakosta,

Christian de Jonge, Gereja Mencari Jawab: Kapita Selekta Sejarah Gereja, BPK
21

Gunung Mulia, Jakarta, 2009, hal. 22-32

18 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Nazarene, Methodis, Allience, Bala Keselamatan, Puritan,
Quaker, Baptis dan Kongregasional), dan Calvin (anggota
aliran/sekte/kelompoknya; Nesthorian, Reform dan Kristen
Reform). Kita akhirnya mengenal Kristen Katholik, Kristen
Protestant, Kristen Orthodoks dan aliran-aliran lainnya.22 Jadi
singkatnya, gerakan reformasi Martin Luther atau dikenal
Protestantisme, telah memiliki beragam denominasi, seperti
Calvinis, Lutheran, Injili, Kharismatik, Anglikan, Bala
Keselamatan, Quaker, dan lain-lain.23
Dalam Protestantisme, kesadaran keragaman
denominasi atau organisasi gereja telah mendorong hadirnya
payung bersama (kesatuan gereja atau gerakan oikuminis)
untuk ajang rembug (bersilaturahmi dan musyawarah)
berbagai denominasi dalam membangun gereja sebagai tubuh
Kristus yang satu. Gerakan oikumenis ini sebenarnya sudah
dimulai sejak masa konsili Nicea pada tahun 325 M di Kota
Nicea yang dilaksanakan atas prakarsa Kaisar Constantinnus
Agung. Tujuanya adalah untuk menyelesaikan suatu
pertikaian yang mengancam keesaan gereja. Dalam konsili itu
masalah yang dibahas secara serius adalah masalah ke ilahian
Kristus, apakah Kristus itu Ilahi penuh atau tidak dan
dikemudian hari diperdebatkan pula bagaimana hubunganya
Allah, Kristus dengan Roh Kudus. Pendeta yang menjelaskan
secara gamblang tentang hubungan Allah, Kristus dan Roh
Kudus itu adalah Justinus Martyr (165 M) dan Origenes (185 –
254 M). Dengan filsafat Yunani keduanya menjelaskan bahwa
Allah telah memberi tugas kepada Yesus untuk mengatur
seluruh dunia. Yesus adalah Allah yang menjelma menjadi

22 Bdk. Jan Sihar Aritonang, Aliran-Aliran di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1995)


23 Bdk. Daru Marhendy dan Favor A. Bancin, Memahami Tradisi dan Sistem

Pemerintahan Gereja-gereja di Indonesia, (Jakarta: Word Visi Indonesia, 2008).

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 19


manusia (berkinosis), walaupun derajatnya lebih rendah dari
Allah sendiri, tetapi ke-Ilahian-Nya terjamin karena sebab
Logos berasal dari Allah, dan sekaligus membenarkan bahwa
ke-Ilahian-Nya terjamin sebagai Allah monoteisme Kristen.
Tetapi pertikaian ini semakin parah ketika Arius mengatakan
bahwa Allah harus bersih dari sifat ciptaanya. Sementara
Yesus adalah ciptaan-Nya, sehingga tidak layak disetarakan
dengan Allah. Tafsir Arius ini ditentang hebat oleh sebagaian
besar ahli filsafat Kristen dalam Konsili Nicea berikutnya, dan
Arius harus dihukum gantung. Konsili Nicea pun
memutuskan Tuhan Allah, Yesus dan Roh Kudus dalam
bahasa kristologi disebut dengan Trinitas atau Tritunggal.
Bahkan Konsili Constantinopel tahun 381 memperkokoh
teologi Trinitas ini, agar mudah dipahami oleh manusia (umat
Kristen).24
Perpecahanpun secara teologispun terus berlanjut
hingga terjadinya perang salib, munculnya berbagai sekte
baru, kecaman Martin Luther dan kemudian perang agama
yang dahsyat di Eropa, bersamaan dengan kolonialisme Barat
ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Dengan semangat
reformasi Martin Luther (protestantisme), Kristen Protestan di
Indonesia mengalami pertumbuhan organisasi gereja sangat
pesat, yang, secara umum dibagi dalam organisasi atau
persekutuan gereja aras nasional yang beranggotakan
berbagai sinode, gereja lokal dan denominasi atau organisasi
gereja yang disemangat oleh gerakan ekomumenisme.
Persekutuan gereja itu adalah ditingkat internasional disebut
World Church Conference (WCC) yang fungsinya sebagai wadah
bersama Kristen Protestan di seluruh dunia, atau dikenal

Christian de Jonge, Gereja Mencari Jawab: Kapita Selekta Sejarah Gereja, BPK
24

Gunung Mulia, Jakarta, 2009, hal. 1 – 3.

20 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


sebagai gerakan oikumene. Di Indonesia, wadah oikumenis
itu bernama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI),
meskipun ada wadah lain seperti; Persekutuan Gereja-gereja
Penthakosta Indonesia (PGPI), Persekutuan Gereja dan
Lembaga Injili Indonesia (PGLII), Bala Keselamatan (BK),
Gabungan Gereja Advent Hari Ketujuh (GMAHK), Gereja
Ortodox Indonesia (GOI), Persekutuan-persekutuan Gereja
Indonesia (PPGI), dan Gereja-gereja Tionghoa di Indonesia
(PGTI)25. Setiap wadah ekumenis ini memiliki anggota sinode-
sinode yang secara teologis memiliki aliran dan paham yang
sama. Tetapi dalam peraktiknya, banyak sinode yang menjadi
anggota beberapa persekutuan gereja aras nasional itu
sekaligus. Misalnya, Gereja Bethel Indonesia (apapun nama
belakangnya), disamping menjadi anggota PGI, ia juga
anggota PGPI, PGLII, dan PPGI.
Organisasi atau denominasi gereja itu telah menyadari
bahwa perpecahan organisasi dan denominasi itu
menyimpang dari pesan Yesus yang mendoakan kesatuan di
antara para pengikutnya, sehingga melahirkan semangat atau
dorongan kesatuan gereja atau ekumenisme di seluruh dunia
sejak awal abad 20. Doa itu adalah "Dan bukan untuk mereka ini
saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya
kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi
satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam
Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya,
bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."26

25 Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia, Direktori

Gereja-Gereja, Yayasan, Pendidikan Agama dan Keagamaan Kristen di Indonesia,


Jakarta, 2011:247
26 Lihat Injil Yohanes 17: 20 - 21

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 21


Pada tahun 1992, terdapat sekitar 275 organisasi atau
denominasi gereja Kristen Protestan disamping terdapat
sekitar 400 yayasan Kristen Protestan yang bersifat gerejawi
atau menjalankan aktifitas fungsi-fungsi seperti organisasi
gereja, yaitu kebaktian minggu secara reguler, pembabtisan,
perjamuan kudus, pemberkatan pernikahan, pemakaman,
penggembalaan (pelayanan pastoral) dan sebagainya.
Akhirnya agak kesulitan membedakan mana organisasi gereja
dan mana yang yayasan. Pada tahun 1989 ada surat edaran
Direktur Jenderal Bimas Kristen yang berisi imbauan agar
umat Kristen tidak membentuk organisasi gereja baru. Surat
edaran itu ternyata tidak memiliki kekuatan hukum yang
handal, sehingga tetap saja tumbuh organisasi gereja atau
yayasan Kristen bersifat gerejawi di seluruh Indonesia, baik
disebabkan oleh perpecahan (skisma) dari organisasi gereja
atau yayasan Kristen sebelumnya, maupun kreasi anggota
gereja karena kebutuhan di suatu daerah tertentu.27 Tetapi
pada tahun 2010, organisasi gereja atau denominasi telah
mencapai 323 yang tergabung dalam 8 persekutuan gereja aras
nasional dan 1 persekutuan yayasan Kristen.
Persekutuan-persekutuan gereja aras nasional itu
membawahi sinode-sinode yang secara theologis sealiran di
seluruh Indonesia. Banyak diantara sinode-sinode gereja itu
bergabung dalam beberapa persekutuan sekaligus, sekalipun
mereka ini tetapi memiliki otonomi sendiri. HKBP misalnya
adalah sinode suku atau lokal, meskipun sudah tersebar di
seluruh Indonesia dan berbagai perwakilan di luar negeri.
HKBP ini disamping menjadi anggota PGI, ia juga menjadi
anggota PGPI dan PPGI. Seluruh gereja HKBP di dalam dan

Bdk. Jan Sihar Aritonang, Aliran-Aliran di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK


27

Gunung Mulia, 1995)

22 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


luar negeri menginduk ke HKBP Pusat berikut semua aktifitas
kekristenanya, maupun pendanaanya, termasuk persepuluhan
dan persembahanya. Kantor Pusat HKBP adalah di Tarutung,
Sumatra Utara. Oleh karena itu dalam HKBP, seorang pendeta
adalah petugas atau pegawai gereja yang memimpin atau
menggembala di sebuah gereja yang kemudian digaji oleh
HKBP. Contoh lainya adalah sinode Gereja Bethel Indonesia
(GBI), dimana sinode GBI itu banyak macamnya dan bahkan
ada yang sudah berubah namanya yang masing-masing itu
memiliki independensi sendiri. Independen dimaksud adalah
bahwa secara organisatoris GBI dengan segala namanya itu
menjadi anggota PGI, PGPI, PGLII, PPGI dan sebagainya,
tetapi ia memiliki kebebasan memiliki anggaran dasar sendiri
dan mengelola anggaran rumah tinggi sendiri sebagai sinode,
terutama dalam pengelolaan persepuluhan dan persembahan
oleh anggotanya. Para gembala atau pendeta gereja digaji oleh
organisasi gereja dari GBI masing-masing. Semakin banyak
jumlah persepuluhan dan persembahan, semakin banyaklah
penghasilan para gembala dan pendetanya. Sifat independensi
gereja seperti GBI inilah yang mendorong semangat
pekabaran injil yang luar biasa, baik untuk menambah
umatnya menjadi lebih banyak maupun kerja-kerja sosial
untuk memberdayakan orang lemah siapapun dan dari
penganut agama apapun. Ini berarti dalam pandangan
Dhurkheim, GBI brusaha semaksimal mungkin menjadi
agama yang fungsional bagi umat manusia, baik untuk
penyelamatan hidupnya secara fisik maupun keselamatan di
akhirat yang abadi yang disemangati oleh Yesus untuk
pengabaran Injil ke seluruh umat manusia.
Pekabaran Injil atau penyebaran Kristen sebenrnya
merupakan tanggung jawab semua Kristen sebagai ekspresi
“panggilan” menjadi murid Kristus dan menghadirkan

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 23


kerajaan Allah. Kehadiran Yesus Kristus di dunia dihayati
sebagai usaha untuk memberitakan Injil, sebagaimana
dijelaskan dalam Markus 1: 38 “Aku memberitakan injil
karena itu aku datang..”. Injil diartikan sebagai kabar baik
tentang kerajaan Allah, sebagaimana tersirat dalam perkataan-
Nya dalam Lukas 4: 18-19, “ Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh
sebab ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar
baik kepada orang-orang miskin, dan Ia mengutus Aku untuk
memberitakan pembebasan kepada orang-orang yang
tertindas, untuk memberitakan “tahun rahmat” Tuhan telah
datang. Dengan demikian menurut Yesus, Pekabaran Injil
adalah upaya untuk memberitakan kabar baik tentang
kedatangan Kerajaan Allah dengan segala tanda-tandanya
kepada dunia. Untuk melaksanakan tugas pemuridan yang
akan menuai sukses adalah dengan cara membentuk
organisasi gereja yang rasional (modern). Organisasi yang
rasional pasti dikelola secara modern dengan memaksimalkan
sumberdaya yang dimilikinya, baik visi (cita-cita) dan misi
organisasi (kegiatan organisasi), sumber daya manusia (SDM)
inspiratif dan inovatif, politik, persepuluhan, persembahan,
do’a dan sebagainya agar cita-citanya dapat tercapai.
Penyebaran Kristen seperti ini oleh Yesus Kristus
dinubuatkan sebagai “keharusan” sejarah untuk diberitakan
sebelum akhir zaman tiba, sebagaimana dalam Markus 13: 10,
“Tetapi injil harus diberitakan dahulu kepada semua bangsa”.
Dalam rangka mengisi masa antara kedatangan Yesus Kristus
sampai akhir zaman, Dia memberikan perintah Pemberitaan
Injil yang dituliskan dalam Matius 28: 19-20,“Pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka
dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepada-
Mu”. Perintah ini pada hakekatnya adalah sebuah perintah

24 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


untuk “memuridkan” (mengajar melakukan perintah Yesus
Kristus) dan membaptiskan (sebagaimana yang dilakukan
Yesus Kristus sejak awal kegiatan pelayanan-Nya) agar orang
dapat mengenal dan merasakan tanda-tanda kedatangan
“Kerajaan Allah” dalam hidupnya. Dengan demikian konsep
dan pemahaman Kristus tentang Pekabaran Injil adalah
bagian dari misi Allah (Missio Dei) untuk memperluas
Kerajaann-Nya. Kerajaan Allah tidaklah indentik dengan
gereja. Kerajaan Allah adalah kondisi kehidupan dimana
Allah menjadi Raja di atas segala raja. Gereja sebagai umat
Allah dipanggil untuk berperan dalam mewujudkan tanda-
tanda Kerajaan Allah dengan melakukan pekabaran injil
sesuai dengan talenta yang dikaruniakan-Nya.
Dalil-dalil diatas telah mendorong semangat penyebaran
Injil ke seluruh dunia dengan segala daya dan upaya, agar
kerajaan-Nya segera terwujud, sehingga munculah
denominasi-denominasi atau organisasi-organisasi baru di
seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Sebagian denominasi
dalam Kristen yang sedang antri di Bimas Kristen untuk
didaftar dan mereka yang memiliki sifat independen
memaknai tugasnya sebagai gereja lebih mementingkan
penambahan umat dari pada kerja-kerja sosial yang dahulu
pernah berjaya di Indonesia. Gereja-gereja independen seperti
ini pula yang sering memiliki semangat perpecahan, dan
sering mendapat tuduhan churh planting atau ambisi
rekruitmen anggota sebanyak-banyaknya, karena nanti hasil
persepuluhan dan persembahan juga akan semakin besar.
Gereja-gereja ini sekaligus juga melakukan presensia secara
spektakuler karena pesan Yesus sebagaimana tersirat dalam
perkataan-Nya dalam Lukas 4: 18-19 diatas. Chruch planting
yang sekaligus presensia yang spektakuler ini sebagaimana
dilakukan oleh Gereja Bethel Indonesia ”Keluarga Allah” di

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 25


Surakarta yang memiliki strategi rekruitmen anggota yang
canggih yaitu seperti multi level marketing (MLM) dan
pelayanan masyarakat yang sangat diperlukan oleh semua
kalangan.28

Prosedur Penelitian
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,
karena data yang akan digali secara naturalistik atau alamiah
dari para tokoh Kristen baik yang memimpin organisasi atau
denominasi gereja maupun yang tidak memimpin, gembala,
pendeta, penatua, anggota jema’at, akademisi, pemuka agama
dan masyarakat yang bersifat kualitatif dan mendalam, yang
tidak mungkin diperoleh dengan pendekatan kuantitatif.

Metode Penelitian dan Penggalian Data


Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dalam
bentuk studi kasus untuk mendalami, menjelaskan dan
mendeskripsikan tentang pandangan tokoh agama Kristen
(Gembala dan pendeta) tentang pengaturan oganisasi atau
denominasi gereja dan yayasan-yayasan Kristen bersifat
gerejawi. Pandangan para tokoh ini perlu digali karena
Undang-Undang No 17 Tahun 2013 secara nyata
mempermudah semua perorangan dan kelompok untuk
membentuk organisasi apapaun dengan cara cukup
mendaftarkan diri ke Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri,

28 Lihat Wakhid Sugiyarto, Makalah: Dampak Pemahaman Misi Gereja Bethel

Indonesia (GBI) “Keluarga Allah” Dan Implementasinya Bagi Gerakan Oikumene


serta Kemajemukan Indonesia di Surakarta (Solo) Jawa Tengah, Jakarta, 2013.

26 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


sementara selama ini semua organisasi atau denominasi gereja
dan yayasan-yayasan Kristen bersifat gerejawi baru dapat
bekerja secara efektif ketika telah mendapatkan legalitas dari
Bimas Kristen Kementerian Agama. Dampak lahirnya
Undang-Undang No 17 Tahun 2013 terhadap peran Bimas
Kristen Kementerian Agama dalam melayani, membina dan
mengatur masyarakat Kristen; dan gagasan-gagasan visioner
yang dapat disumbangkan oleh para tokoh Kristen di daerah
untuk mengatur organisasi gereja yang semakin banyak yang
dapat mengganggu kedamaian, keharmonisan dan kerukunan
intern umat Kristen maupun antara umat Kristen dengan
umat beragama lainya.
Hasil penggalian data itu kemudian di-crosceck sehingga
didapatkan seperangkat pengetahuan tentang pandangan
tokoh Gereja sesuai dengan masalah yang dicari jawabnya
dalam penelitian ini, kemudian dianalisis secara teoritis. Data-
data yang diperoleh itu diklasifikasi dan diinterpretasi (bukan
ditranskripsi) agar didapatkan dekskripsi yang cukup dan
memudahkan penyusunan laporan.

Tehnik Pengumpulan Data


Tehnik pengumpulan data dalam kajian ini adalah
sebagai berikut;
 Wawancara. Wawancara dilakukan dengan informan (“key
informan”) yang dianggap memahami pokok persoalan,
yaitu pertama, Pejabat Bimas Kristen Kementerian Agama
di daerah; dan kedua, gembala, pengurus gereja/pendeta,
penatua dan sebagainya.
 Observasi. Observasi sebagai metode yang digunakan
adalah untuk menghimpun data tentang kegiatan obyek

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 27


penelitian baik secara terlibat (participant) maupun
observasi tidak terlibat (non participant). Observasi
ditujukan untuk melihat nuansa kekristenan di lingkungan
sebuah gereja jemaat yang dipimpin seorang gembala
dengan segala aktifitasnya. Dengan demikian, peneliti
dapat memiliki pemahaman berdasarkan pengamatan itu
untuk menjadi dasar tafsir terhadap data-data yang
diperoleh melalui wawancara, kajian dokumen dan FGD.
 Kajian dokumen. Kajian dokumen merupakan cara untuk
memahami landscap dari kekristenan dan berbagai hal
yang berkaitan denganya, seperti; organisasi atau
denominasi, sinode, theologi, ibadah, sosial, dan
sebagainya.
 FGD. FGD adalah salah satu cara penggalian informasi atau
data yang dilakukan dengan mengumpulkan para tokoh
agama yang mungkin (5 gembala sidang bersama 5
pendeta), sehingga dalam waktu relatif singkat dapat
ditemukan informasi atau data yang diperlukan untuk
menjawab penelitian yang dilakukan ini.
 Semua dokumen berupa tulisan, baik itu dokumen resmi,
hasil wawancara dan dokumen pribadi, kajian dokumen,
observasi dan FGD yang berkaitan dengan aspek-aspek
penelitian itu kemudian dihimpun sebagai sumber data
primer. Data diolah, dan diinterpretasi sehingga dapat
disajikan secara deskriptif analitis dan komparatif. Analisis
data dilakukan secara deskriptif kualitatif, yaitu dengan
menginterpretasi dan menganalisis hasil wawancara,
dokumen, observasi mendalam berdasarkan data yang
terkait dengan fokus penelitian.

28 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Data yang Dihimpun dan Lokasi Penelitian
Adapun data yang dihimpun dalam penelitian ini
adalah 1) Data demografi berdasarkan agama; 2) Kehidupan
sosial dan kehidupan keagamaan (Kondisi sosial ekonomi,
jumlah sinode, jumlah organisasi atau denominasi Kristen
yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar di Kementerian
Agama; jumlah yayasan-yayasan Kristen yang bersifat
gerejawi, dan lembaga pendidikan dasar hingga perguruan
tingi Kristen; 3) pandangan tokoh agama Kristen tentang
pelayanan, dan pengaturan organisasi atau denominasi gereja
maupun yayasan Kristen yang bersifat gerejawi oleh
Kementerian Agama; 4) Model pelayanan, dan pengaturan
organisasi atau denominasi gereja, dan yayasan-yayasan
Kristen yang bersifat gerejawi yang telah dilakukan oleh
Kementerian Agama; 5) Sumbangan pemikiran yang visioner
dari para tokoh agama Kristen di berbagai daerah untuk
menjamin keberlangsungan keharmonisan dan kedamaian
kehidupan beragama., berkaitan dengan semakin banyaknya
denominasi baru yang ingin mendapatkan legalisasi dari
pemerintah pasca lahirnya Undang-undang No 17 Tahun 2013
tentang organisasi kemasyarakatan. Relasi antara pemuka
agama dengan Pembimas Kristen dan masyarakat sekitar.
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Medan Sumatra
Utara, DKI Jakarta, Bandung Jawa Barat, Semarang Jawa
Tengah, Surabaya Jawa Timur, Manado Sulawesi Utara, dan
Di Jayapura Papua. Dipilhnya daerah tersebut dengan
pertimbangan bahwa jumlah denominasi gereja, jumlah umat
Kristen dan pluralitas masyarakat cukup tinggi yang sangat
mungkin terjadi dinamika sosial keagamaan yang tinggi pula,
sehinga layak dijadikan sebagai lokasi penelitian.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 29


30 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
1

PANDANGAN PEMIMPIN GEREJA TENTANG


PENGATURAN ORGANISASI GEREJA
Di Kota Medan Sumatera Utara

Oleh:
Wakhid Sugiyarto

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 31


BAB I
DEMOGRAFI DAN DINAMIKA
SOSIAL KEAGAMAAN

Kondisi Demografi dan Dinamika Sosial Keagamaan


Kondisi Demografi Berdasarkan Etnisitas
Kota Medan adalah kota terbesar ketiga setelah Jakarta
dan Surabaya yang menjadi ibukota dari Provinsi Sumatra
Utara. Jumlah penduduknya 2.295.956 jiwa pada tahun
2010.29 Kota Medan mempuyai luas wilayah sekitar 4.000 ha.
Wilayah Kota Medan dan sekitarnya merupakan hamparan
dataran rendah, rawa-rawa dan subur karena dilewati oleh
beberapa sungai. Seluruh sungai di Kota Medan mengalir ke
Selat Malaka, seperti; Sei Deli, Sei Babura, Sei Kambing, Sei
Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dn Sei Sulang atau Sei
Kera. Pada masa pemerintahan Belanda, Kota Medan menjadi
sala satu wilayah penghasil komoditas perkebunan yang
penting di Nusantara, sehingga para pengusaha Belanda
bersama dengan kompeninya menempatkan kantor
dagangnya di Tanah Deli tersebut. Tanah Deli yang kemudian
disebut dengan Kota Medan ini, karena kesuburan, keindahan
dan tata ruang wilayahnya yag bagus sehingga pernah disebut
dengan sebutan Paris van Sumatra, sebagaimana Bandung
sebagai Paris van Java..
Pembuka hamparan dataran rendah dan rawa-rawa
menjadi kampung yang kemudian disebut “Tanah Deli” ,

29 Kota Medan Dalam Angka 2012. Lihat pula Basyaruddin, Peta Dakwah Kota

Medan, Bank Muamalat Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia Kota Medan, Perdana
Publising, Medan, 2012, hal. 49

32 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Medan Deli dan kemudian Kota Medan itu adalah Guru
Patimpus. Setelah Indonesia merdeka istilah Tanah Deli dan
Medan Deli lenyap dari peristilahan dunia sosial
kemasyarakatan dan kemudian terkenalah sebagai Kota
Medan sebagaimana dikenal sekarang.
Pertumbuhan penduduk Kota Medan sangat pesat
bersamaan dengan perkembangan Kampung Medan Putri,
Tanah Deli, Medan Deli dan kemudian menjadi Kota Medan
semakin penting dalam dunia perdagangan. Pembukaan
perkampungan, persawahan dan perkebunan, terus terjadi
sehingga Kampung Medan Putri banar-benar menjadi wilayah
yang ramai sejak akhir abad 18. Kampung Medan Putri yang
ketika dibuka guru Patimpus sekitar akhir tahun 1600-an,
hanya berpenduduk sekitar 2.000 orang telah menjadi sekitar
11.000 jiwa pada tahun 1890-an, menjadi sekitar 76.5844 jiwa
pada tahun 1930 dan menjadi sekitar 2.295.956 jiwa pada
tahun 2012. Pertumbuhan penduduk Kota Medan menjadi
sangat pesat, yaitu ketika dimulai pembukaan tanah hutan
menjadi perkebunan tembakau oleh pengusaha Belanda
bernama Nehim Heusz yang mendapat konsesi tanah dari
Kesultanan Deli 1860-an.Pertumuhan itu karena datangnya
beribu-ribu kuli kontrak dari Jawa (termasuk Sunda),
Tapanuli Selatan dan Tionghoa. Oleh karena itu pada awal-
awal pertumbuhan Kota Medan dan bahkan hingga sekarang
ketiga etnis itu menjadi etnis dominan di Kota Medan dan
sekitarnya. Produksi tembakau yang sangat melimpah dari
dataran rendah di Medan ini sangat terkenal di Eropa dengan
sebutan tembakau Deli. Semakin ramainya perdagangan
komoditas pertanian dan perkebunan telah mendorong
pengusaha berkantor dagang di Kota Medan (terutama di
sekitar stasiun Kereta Api pusat Kota Medan sekarang).

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 33


Perkebunan-perkebunan tembakau itu maupun lahan-
lahan pertanian itu pada hari ini telah berubah menjadi
perkampungan, perkebunan kelapa sawit, dan coklat.
Sementara itu tembakau Deli yang sangat terkenal di Eropa di
akhir abad 19 dan awal abad 20 itu tinggal kenangan sejarah
yang telah menorehkan kejayaan perdagangan masyarakat
Medan Putri di masa lalu dan telah pula membuat rakyat
makmur waktu itu. Dampak dari pembukaan perkebunan itu
telah mendorong munculnya areal persawahan di Medan dan
sekitarnya. Lahan-lahan persawahan itu pada hari ini
merupakan lahan penghasil padi dan komoditas lainnya yang
sangat penting yang sekaligus menjadi penyebab mobilitas
penduduk yang tinggi, sehingga komposisi pendudukpun
berubah.
Komunitas Melayu yang secara adat pemilik sah dari
wilayah Medan dan sekitarnya harus menerima kenyataan
untuk menjadi minoritas di wilayahnya sendiri. Perannya
dalam dunia politikpun juga semakin menurun, karena tidak
mampu beradaptasi dan mengatasi dinamika sosial yang
terjadi di sekitarnya. Komunitas Melayu pernah memiliki
kesultanan yang disebut Kesultanan Deli yang bekas-
bekasnya masih berdiri megah hingga hari ini. Tetapi peran
sebagai kesultanan semakin menurun sejak kedatangan
pengusaha Belanda di Tanah Deli. Kesultanan Deli hanya
menerima royalti saja dari Belanda atas konsesi tanah yang
diberikan kepada pengusaha Belanda dan belakangan kepada
pemerintah kolonial Belanda. Menjelang pemilu April 2014
ini, semua nama calon-calon anggota lagislatif hampir tidak
ada yang berbau nama Melayu lagi, semua nama sudah
berbau marga Batak, seperti; Hutasoit, Simangunsong,
Hutapea, Nasution, Lubis, Siregar, Nainggolan, Tarigan,
Silalahi, Nababan, Manurung dan sebagainya. Pada tahun

34 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


1930-an komposisi penduduk antar etnis dapat dilihat
sebagaimana pada tabel berikut ini.

Tabel 1
Jumlah Penduduk Menurut Etnis di Kota Medan
Tahun 193030

No Etnis Jumlah jiwa %


1. Cina 27.287 35.63
2. Jawa 19.069 24,90
3. Minangkabau 5.590 7.30
4. Melayu 5.408 7.06
5. Mandailing 4.688 6,12
6. Eropah 4.293 5.60
7. Sunda 1.208 1.58
8. Betawi 1.118 1.46
9. Batak Toba 820 1.07
10. Batak lainya 2.587 3.04
11. Indonesia lainya 1.798 2.35
12. Asia lainya 3.737 4.88

Bila memperhatikan tabel di atas, maka etnis Cina sangat


mendominasi penduduk Kota Medan dengan jumlah 27.287
atau 35.63 % di tahun 1930-an, baru kemudian migran dari
Jawa, Minangkabau, dan Mandailing pada urutan berikutnya.
Tetapi etnis Batak Toba yang baru mulai melakukan migrasi
di Kota Medan sejak tahun 1930-an baru terdapat sekitar 820

30 O.H.S. Purba dan Elvis F. Purba, Migran Batak Toba di Luar Tapanuli Utara:

Suatu Deskripsi, Penerbit Monora, Medan, 1998, hal. 102. Lihat pula Disertasi Chalida
Fachruddin, Labuhan Deli: Organisasi sebuah Komuniti Melayu di Sumatra Utara,
Indonesia, Fakultas Sain Kemasyarakatan dan Kemanusiaan Universitas Kebangsaan
Malaysia, Bangi, 1998, hal. 33

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 35


jiwa segera dominan di Kota Medan di masa-masa
berikutnya. Etnis Batak Toba ini pada awalnya sering
mengalami kesulitan dan susah payah untuk dapat
beradaptasi dengan masyarakat lokal yang waktu itu masih
didominasi etnis lain dan muslim. Tetapi begitu migrasi ke
tanah Deli dimulai, segeralah mereka berpartisipasi membuka
lahan-lahan persawahan dari rawa-rawa yang selama itu tidak
dipandang bernilai oleh masyarakat sekitarnya. Merekapun
sering mengalami kesulitan beradaptasi dengan masyarakat
setempat karena perbedaan agamnaya. Migran Batak Toba
saat itu merupakan penganut agama Kristen dan agama suku
(Parmalim). Tetapi dengan keuletan, kesabaran dan motivasi
keberhasilan, mereka segera menguasai lahan-lahan yang
selama ini tidak diperhitungkan oleh kesultanan maupun
Nehim Heuzs, karena berwujud rawa-rawa yang luas yang
kemudian disulap menjadi tanah-tanah pertanian. Migran
Batak Toba ini dikenal sebagai petani yang suka bekerja keras
dan disiplin atau taat kepada para pendetanya. Di Medanpun
mereka tetap sebagai penganut Kristen dan Parmalim yang
fanatik, dan terus berupaya menjaga hubungan kekristenan di
antara mereka dengan kunjungan para pendeta yang rutin
kerumah-rumah penduduk etnis Batak Toba. Sejak saat itulah
etnis Toba mulai membanjiri Kota Medan, karena ada
semacam penampungan sementara meskipun tidak resmi dari
saudara-saudaranya yang sudah datang terlebih dahulu
sampai mendapatkan pekerjaan.
Jika di tahun 1930-an etnis Batak Toba baru berjumlah
sekitar 820 orang, tetapi pada tahun 1981, etnis Batak Toba
sudah menjadi salah satu etnis dominan di Kota Medan
setelah etnis Jawa dan meningkat tajam di ta hun 198831.

31 Ibid hal.103

36 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Kebiasaan memelihara babi dan anjing telah menjadi strategi
tidak sengaja untuk mengusir etnis lain dari lingkunganya.
Strategi tak sengaja itu kemudian dijadikan strategi yang baku
yaitu dengan memelihara anjing dan babi dengan cara
diliarkan. Bagi umat Islam dua jenis binatang itu merupakan
binatang yang menjijikan. Strategi ini sangat jitu untuk
membuat kaum muslim Melayu, Jawa dan Minangkabau
tidak betah serta tidak nyaman, sehingga mulai menyingkir ke
wilayah yang belum ada komunitas etnis Bataknya. Kaum
muslim sendiri ternyata tidak mau ribut-ribut dengan
saudaranya dari Batak Toba, meskipun di beberapa tempat
sempat terjadi ketegangan, tetapi tidak sampai terjadi
konfrontasi komunal antar etnis hingga dewasa ini. Oleh
karena itu dengan cepat komposisi penduduk berdasarkan
etnis segera berubah dan etnis Batak Toba menjadi semakin
dominan di atas semua etnis lainnya di Kota Medan kecuali
dengan etnis Jawa. Perimbangan penduduk ini juga terjadi
segera berubah cepat ketika di tahun 1960-an, Presiden
Sukarno mewajibkan etnis Tionghoa memilih untuk menjadi
warga negara Indonesia atau tetap menjadi warga RRC di
Cina daratan. Akhirnya beribu-ribu orang Tionghoa pulang ke
Daratan Cina di tahun 1960-an, hingga komposisi penduduk
pada tahun 1981 etmis Cina tidak lagi dominan seperti tahun
1930-an yang mencapai 35,63 % atau 27.287 jiwa, dan
posisinya pada urutan ketiga setelah Jawa dan Batak Toba.
Perimbangan etnis di Kota Medan secara prosentase tahun
1981 – 1988 sebagai berikut;

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 37


Tabel 2
Prosentase Penduduk Kota Medan Berdasarkan Etnis
pada Tahun 1981 dan 198832

No Etnis 1981 1998


1. Jawa 29.41 27.50
2. Toba 14.11 14.70
3. Cina 12.84 13.98
4. Mandailing 11.91 13.26
3. Minangkabau 10.93 8.62
4. Melayu 10.9 7.93
5. Karo 3.99 4.59
6. Aceh 2.10 1.91
7. Simalungun,Sunda, 3.3 2.5
Dairi dan Nias
8. Lain-lain 3.04 3.91

Pada tahun 1988 perimbangan etnis Batak Toba dengan


Batak Mandailing mulai mendekat selisihnya, yaitu Batak
Toba sebesar 14.70 % dan Batak Mandailing sebesar 13.98%.
Etnis Melayu yang secara adat adalah pemilik tanah Kota
Medan dalam komposisi penduduknya turun drastis dan
hanya tinggal berjumlah 7.93% dari keseluruhan penduduk
Kota Medan. Padahal di tahun 1981 etnis Melayu ini masih
berjumlah 10.93% dari keseluruhan penduduk Kota Medan.
Pada tahun 1931 ketika sensus penduduk pertama dilakukan
Belanda, etnis Batak Toba belumlah menjadi etnis yang
diperhitungkan karena masih terlalu sedikit (di bawah 1%),
tetapi di tahun 1988 sudah menjadi etnis dominan kedua
setelah Jawa, yaitu 14.70% dari keseluruhan jumlah penduduk

32 Ibid, hal. 111

38 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Kota Medan waktu itu. Itu artinya pertumbuhan penduduk
etnis Batak Toba di Kota Medan sangat pesat, baik karena
kelahiran maupun karena migrasi dari dataran tinggi Toba
untuk mencari pekerjaan atau pendidikan yang lebih baik. Di
Kota Medan kemudian muncul banyak perguruan tinggi
Kristen maupun teologi, yang jumlahnya cukup banyak (8
buah) dan mahasiswa yang berasal dari etnis Batak Toba
menguasai hampir semua perguruan tinggi negeri maupun
swasta33.
Di masa-masa mendatang perimbangan antar etnis itu
dipastikan akan terus berubah, sebagai akibat dinamika
penduduk dengan mobilitas yang tinggi di Kota Medan dan
sekitarnya. Menurut beberapa informan, dominasi etnis Jawa
dan jumlah etnis Melayu di Kota Medan semakin menurun
karena harus minggir ke wilayah sekitar Kota Medan yang
memungkinkan mereka dapat terus eksis dengan dunia
pertanian dan nelayan yang selama ini menjadi mata
pencaharianya. Oleh karena itu wilayah kabupaten di sekitar
Kota Medan, pada saat ini hampir didominasi oleh etnis
Jawa. Dengan kondisi sosial sedemikian rupa, pertarungan
politikpun menjadi semakin seru karena akhirnya ada 3 (tiga)
etnis dominan di Provinsi Sumatra Utara, yaitu etnis Jawa
(sebagian besar muslim), etnis Batak Mandailing (sebagian
besar muslim), dan etnis Batak Toba (sebagian besar Kristen),
baru kemudian disusul etnis Tionghoa (sebagian besar
Kristen, Buddha dan Khonghucu), Minangkabau dan Melayu
(sebagian besar muslim), dan etnis Batak lainya (muslim dan
Kristen berimbang).

33 Ibid, hal. 109 - 110

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 39


Dinamika Sosial Keagamaan
Demografi Keagamaan Penduduk
Berdasarkan administrasi pemerintahan, Kota Medan
terbagi menjadi 21 kecamatan, 151 kelurahan, 2001 lingkungan
dengan luas lahan 265 265 km2 dan jumlah penduduk
2.295.956 jiwa.34 Secara demografis, dinamika penduduk Kota
Medan sangat tinggi, sebagaimana diuraikan sebelumnya.
Dinamika kependudukan secara etnis itu ternyata juga diikuti
oleh adanya dinamika sosial keagamaan bagi penduduknya.
Jika wilayah Kota Medan sejak berdirinya di tahun 1600-an
sampai pembukaan lahan perkebunan sekitar akhir tahun
1800-an hampir didominasi mutlak oleh kaum muslim dan
bercokolnya Kesultanan Deli sampai hari ini, maka secara
berangsur-angsur setelah pembukaan lahan perkebunan itu
terjadi dinamika perimbangan penduduk berdasarkan agama.
Perimbangan penduduk berdasarkan agama adalah sebagai
berikut;

Tabel 3
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
Per Kecamatan di Kota Medan35
Penduduk
No Kecamaatan Kong
Muslim Protestan Katolik Hindu Budha
hucu
1 M. Kota 47.062 23.443 10.075 3.392 5.323 242
2 M. Timur 83.098 24.060 10.501 1.145 3.437 147
3 M. Barat 58.987 23.875 5.718 3.979 2.387 157
4 M. Baru 30.353 22.244 7.067 1.779 4.444 97
5 M. Belawan 73.859 34.052 15.426 972 4.864 134
6 M. Labuhan 98.323 46.258 4.093 1.075 3.227 156

34 Kota Medan Dalam Angka 2010


35 Kota Medan Dalam Angka 2010.

40 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


7 M. Deli 78.564 25.670 17.100 2.140 4.532 185
8 M. Sunggal 87.986 17.819 8.632 1.447 2.226 132
9 M. Tuntungan 27.496 30.316 13.491 352 705 102
10 M. Denai 89.870 57.728 9.921 411 2.406 105
11 M. Johor 87.567 24.639 9.508 116 1.052 56
12 M. Amplas 78.462 30.120 12.067 1.158 3.476 37
13 M. Tembung 98.678 37.099 20.100 1.746 4.279 106
14 M. Helvetia 72.897 43.881 12.099 1.494 3.114 69
15 M. Petisah 42.795 22.620 2.470 6.168 2.741 135
16 M. Polonia 27.881 17.201 11.004 1.612 3.225 57
17 M. Maimun 37.253 5.821 4.062 1.746 5.567 132
18 M. Selayang 46.750 37.872 2.904 1.764 882 56
19 M. Perjuangn 68.453 32.969 13.096 1.063 3.191 106
20 M. Marelan 99.369 12.739 10.000 5.095 2.547 134
21 Medan Area 66.473 8.745 9.105 1.092 4.752 125
JUMLAH 1.402.176 579.171 208.439 39.746 68.377 2.470
(61.07%) (25.23%) (9.08%) (2.80%) (1.72%) (0,11%)

Memperhatikan tabel di atas, nyata bahwa jumlah umat


Islam di Kota Medan hanya mencapai 1.402.176 (61.07%) dari
jumlah penduduk sebanyak 2.295.956 jiwa. Hal ini sekaligus
memperlihatkan perlombaan dalam usaha fungsionalisasi
agama atau dalam bahasa Islamnya adalah “berlomba-lomba
dalam kebaikan” menjadi sangat seru. Faktor urbanisasi akan
cukup berpengaruh terhadap perimbangan jumlah penduduk
menurut agamanya, tetapi tidak mungkin mengalahkan
pertumbuhannya berdasarkan kelahiran, yang situasinya
berbeda dengan kondisi tahun 1930. Karena itu pimpinan
umat Islam misalnya, harus merubah metode dakwah dari
model lisan dan bicara amal shaleh, surge dan neraka harus
merubah dengan memfungsionalkan agama sebagai jalan
keluar dari semua kesulitan dan penderitaan umat Islam di
Kota Medan. Jika tidak, maka masa depan umat Islam secara
prosentase dapat diramalkan akan semakin menurun.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 41


Tabel 4
Perimbangan jumlah penduduk muslim
dan non muslim perkecamatan

No Kecamaatan Muslim Non Muslim


1 Medan Kota 47.062 42.475
2 Medan Timur 83.098 39.290
3 Medan Barat 58.987 36.116
4 Medan Baru 30.353 35.631
5 Medan Belawan 73.859 55.448
6 Medan Labuhan 98.323 54.809
7 Medan Deli 78.564 49.627
8 Medan Sunggal 87.986 30.256
9 M. Tuntungan 27.496 44.966
10 Medan Denai 89.870 70.571
11 Medan Johor 87.567 35.371
12 Medan Amplas 78.462 46.858
13 M. Tembung 98.678 63.330
14 Medan Helvetia 72.897 60.657
15 Medan Petisah 42.795 34.134
16 Medan Polonia 27.881 33.099
17 Medan Maimun 37.253 17.328
18 Medan Selayang 46.750 43.478
19 M. Perjuangan 68.453 50.425
20 Medan Marelan 99.369 30.515
21 Medan Area 66.473 23.819
1.402.176 898.203
JUMLAH
(61.07%) (38,93%)

Dari table di atas, terlihat bahwa perimbangan jumlah


penduduk berdasarkan agama yang dianut semakin dekat jika
dibandingkan tahun 1930-an, 1980-an dan pada saat data ini
diperoleh (tahun 2014).

42 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Kehidupan sosial ekonomi dan kehidupan keagamaan
Kondisi _Sosial Ekonomi.

Medan sebagai ibukota provinsi memiliki luas wilayah


terbentang dari selat Malaka sampai Samudra Hindia. Kota
Medan menjadi sangat penting dalam proses distribusi sosial
ekonomi bagi daerah lainnya di Provinsi itu. Bahkan juga
sangat penting peranya dalam distribusi ekonomi bagi
wilayah Aceh Selatan, Aceh Timur dan Aceh Tengah, karena
tidak semua kebutuhan komoditas ekonomi di darah tersebut
dapat dipenuhi oleh daerah Aceh sendiri, hampir seluruhnya
dipasok dari Medan dan sekitarnya. Sementara Banda Aceh
sebagai ibukota Provinsi NAD hanya berfungsi secara
administratif saja bagi penduduk ketiga wilayah Aceh yang
disebutkan di atas. Mobilitas ekonomi dan sosialpun lebih
dekat dengan Kota Medan dan sekitarnya daripada dengan
Banda Aceh sendiri.

Kota Medan memiliki pertumbuhan ekonomi yang


cukup baik bahkan hampir selalu di atas pertumbuhan rata-
rata ekonomi tingkat nasional, sehinga pendapatan perkapita
penduduk Kota Medan juga cukup tinggi yaitu 12,5 juta per
tahun. Tingkat laju inflasi rata-rata hanya 2,69% pertahun,
dibawah rata-rata inflasi ekonomi nasional yang mencapai di
atas 6% pertahun dalam beberapa tahun terakhir. Kontribusi
ekonomi terbesar berasal dari sektor tersier yaitu 66,84%,
kemudian sektor sekunder 29,06% dan sektor primer hanya
menyumbangkan distribusi ekonomi sebesar 4,18%.

Pertumbuhan ekonomi Kota Medan tertinggi bila


dibandingkan dengan semua daerah Kabupaten/Kota lain di

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 43


Provinsi Sumatra Utara. Sebagai kota dengan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi menjadikan Kota Medan sebagai kota
generator ekonomi bagi Provinsi Sumatra Utara dan wilayah
Aceh yang disebut di atas, yaitu Aceh Tenggara, Aceh Timur
dan Aceh Tengah. Para pengusaha dan pedagang di 3 wilayah
Aceh diatas lebih banyak melakukan bisnis dengan Provinsi
Sumatra Utara khususnya dengan Kota Medan dari pada
dengan Kota Banda Aceh sebagai ibukota Nanggroe Aceh
Darrussalam (NAD). Posisi Kota Medan menjadi strategis
bukan hanya karena menjadi generator atau penggerak
ekonomi wilayah sekitarnya, tetapi juga karena telah
didukung oleh infrastruktur yang menghubungkan berbagai
wilayah di Provinsi Sumatra Utara maupun wilayah Aceh
yang cukup bagus. Bahkan infrastruktur penunjang lainya
cukup baik ketersedian maupun fungsionalisasinya, seperti;
adanya jalan tol, terminal-terminal antar kota yang cukup
berfungsi dengan baik, bandara internasional yang luas dan
baru diresmikan bulan Maret 2014 yang merupakan
pemindahan dari bandar udara yang lama yaitu di Polonia,
adanya pelabuhan untuk bongkar muat komoditas eksport
dan import komuditas bagi komunitas internasional yang
cukup besar di Medan Belawan dan adanya jalan-jalan lingkar
kota maupun dalam kota yang lebar dan rapi karena jarang
ada pedagang asongan kaki lima yang biasanya mengganggu
arus lalu lintas di berbagai kota Indonesia yang tidak tertib.
Pertumbuhan ekonomi Kota Medan dengan segala kelebihan
dan kekuranganya itu memiliki dampak atau efek domino
bagi rotasi ekonomi dan sosialnya. Sektor yang paling terkena
dampak dari pertumbuhan ekonomi di Kota Medan adalah

44 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


menggelembungnya harga-harga di sektor property, seperti
harga tanah, harga sewa kontrakan, rumah, pertokoan dan
perkantoran serta mahalnya biaya ongkos kerja bangunan.
Sementara itu sektor riil, seperti rumah makan, pertokoan
kurang terkena dampaknya, karena stabilitas pertumbuhan
ekonominya.

Kehidupan Sosiokultural dan Sosial Keagamaan


Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa secara
demografis, penduduk Kota Medan sangat plural dalam
dilihat daeri apek etnis, kultural, dan keagamaan. Secara
sosiokultural, masyarakat Kota Medan benar-benar
merupakan masyarakat majemuk, dimana hamper semua
etnis dan budaya terdapat di kota tersebut. Etnis Jawa yang
sebenarya cukup dominan, tetapi dalam kehidupan sosial
kebudayaan bukanlah masyarakat yang dominan, begitu pula
masyarakat dari etnis Batak Mandailing, Toba, Tionghoa dan
lainya. Justru yang terjadi adanya sikap saling menjaga
budaya masing-masing, sehingga semua budaya berjalan
seperti apa adanya yang dalam dinamikanya justru
berhadapan dengan perubahan budaya dari luar. Oleh karena
itu secara etnis dan budaya sebagaimana disebutkan
sebelumnya, Kota Medan Menjadi miniatur Indonesia yang
sesungguhnya karena keragamannya.
Dalam kehidupan sosial keagamaan, masyarakat Kota
Medan juga menunjukan adanya keragaman keberagamaan.
Namun demikian toleransi kehidupan beragama sangat baik,
sehingga selama ini tidak pernah terdengar terjadinya konflik
keagamaan, utamanya antar umat beragama. Kalaupun ada,
hanyalah konflik intern umat beragama, utamanya di

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 45


kalangan umat Kristen akibat persoalan-persoalan intern yang
memang sudah lazim terjadi, seperti kasus dualisme
kepemimpinan organisasi atau lainya. Dalam kehidupan
sosial keagamaan, masyarakat Medan dapat dikatakan cukup
dipengaruhi oleh nilai-nilai agama atau setidaknya terdapat
semangat keagamaan yang cukup tinggi. Hal ini dapat
ditunjukan oleh jumlah rumah ibadah yang cukup banyak di
Kota Medan. Tabel rumah ibadah berikut dapat menjadi
petunjuk bahwa masyarakat Kota Medan memiliki semangat
keagamaan yang tinggi, meski mungkin secara rasio masih
kurang. Hal ini karena sebagian belum sepenuhnya
menjalankan peribadatan sesuai dengan agamanya. Tetapi
jelas bahwa dari semua rumah ibadah yang ada, ketika waktu
peribadatan utama tidak pernah sepi.

Tabel 5
Jumlah Rumah Ibadah
Di Kota Medan Menurut Kecamatan

Rumah Ibadah
No Kecamaatan
Masjid Musholla Gereja Pura Wihara
1 Medan Kota 53 24 36 2
2 Medan Timur 51 33 33 2
3 Medan Barat 47 35 19 1
4 Medan Baru 19 31 27 0
5 Medan Belawan 26 71 47 0
6 Medan Labuhan 45 48 43 2
7 Medan Deli 44 57 15 3
8 Medan Sunggal 69 18 26 1
9 Medan Tuntungan 46 17 65 0
10 Medan Denai 73 31 56 1
11 Medan Johor 73 27 16 1
12 Medan Amplas 69 34 33 1
13 Medan Tembung 76 26 36 2
14 Medan Helvetia 85 29 49 1

46 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


15 Medan Petisah 35 20 30 2
16 Medan Polonia 22 9 15 1
17 Medan Maimun 21 21 8 1
18 Medan Selayang 46 12 32 1
19 Medan Perjuangan 59 19 35 1
20 Medan Marelan 29 52 4 0
21 Medan Area 51 55 9 2
JUMLAH 1039 669 634 25

Adapun jumlah Organisasi atau Denominasi Agama


Kristen yang terdaftar pada Pembimas Kristen Kantor
Wilayah Kementerian Agama Sumatra Utara sebanyak 47.

Tabel 6
Organisasi/Denominasi Kristen Sumatra Utara

Pengurus
No. Mana gereja
Ketua Sekretaris
1 Huria Kristen Batak Pdt. WTP Simarmata, Pdt. Mori
Protestan (HKBP) MA Sihombing
2 Gereja Luther Indonesia Pdt. Aladin Sitio Pdt. J.A. Saragih,
(GKLI) M.Th.
3 Banua Niha Keriso Pdt. Ar Geya, S.Th. Pdt. Y.S. Harefa,
Protestan (BNKP) S.Th.
4 Gereja Angorahua Pdt. Osara”O Gea Pdt. Air Hulu,
Fa”awasa Geheha (AFG) S,Th.
5 Gereja Angwuloa Fa Awasa Pdt. Sab. Waruhu Pdt. Samali Hura
Kho Yesus Nias (AFY)
6 Gereja Angowuloa Masehi Pdt. S.S. Gea, S.Th. Pdt. Larosa,
Indonesia Nias (AMIN) S.Th.,M.Min.
7 Orahua Niha Keriro Pdt. BL Hia, S.Th. Pdt. S. D.
Protestan Nias (ONKP) Waruwu, S.Th.
8 Banua Keriso Protestan Pdt. S. Manao, Sm.Th.
Nias (BKPN)
9 Gereja Niha Keriso Pdt. M. A. Lase, S.Th. Pdt. Faat Zebua,
Protestan Indonesia S.Th.
(GNKPI)

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 47


10 Gereja Kristen Protestan Pdt. Elias J. Solin, Pdt. Johnson
Pak Pak Dairi (GKPPD) S,Th. Anakampun, S.Th.
11 Gereja Batak Karo Proestan Pdt. Matius P. Pdt. Simon
(GBKP) Barus,M.Th. Tarigan,S.Th.
12 Gereja Bethel Rohul Kudus Pdt. M. Nainggolan, Pdt. P. Silalahi
(GBR) S.Th.
13 Gereja Kristen Indonesia Pdt. R. Saragih, MA Pdt. JMP Siregar
Sumatera Utara (GKI
Sumut)
14 Gereja Kristen Protestan Pdt. Patut Pdt. O. Pasaribu,
Indonesia (GKPI) Sipahutar,M.Th. M.Th.
15 Gereja Pentakosta Pdt. SH Siburian, S.Th. Pdt. M. Hutabarat,
SH, S.Th.
16 Gereja Kristen Protestan Pdt. Dr. Jaharianson Pdt. M. Rumanja
Simalungun (GKPS) Saragih Purba, M.Si.
17 Gereja Pentakosta di Pdt. SM Tampubolon, Pdt. R. Nababan,
Indonesia (GPdI) D.Th. M.Div.
18 Gereja Pentakosta Rev. Dr. MH. Siburian Pdt. Drs. J.
Indonesia (GPI) Manurung
19 Huria Kristen Indonesia Pdt. Dr. Langsung
(HKI) Sitorus
20 Gereja Mission Batak (GMB) Pdt. P. Panjaitan Pdt. RHP
Nababan, M.Th.
21 Gereja Alkitab Presbiterian Pdt. Haposan S. Pdt. H. Siregar
Protestan Indonesia
(GAPPI)
22 Gereja Allah di Indonesia Pdt. K. E. Nainggolan, Pdt. B. Pardede
(GADI) M.Th.
23 Gereja Elim Kristen Pdt. Natanael Mariven, Pdt. Octavianus,
Indonesia (GEKI) S.Th. B.Th.
24 Gereja Injili Karo Indonesia Pdt. Aswin
Peranginangin
25 Gereja Jemaat Allah Pdt. S. Sitepu Pdt. I Munthe
Indonesia
26 Gereja Kemenangan Iman Pdt. Benyamin Munthe
Indonesia (GKII)
27 Gereja Kristen Filadelfia Pdt.Dr.Kamsyah Drs. Bahary
Indonesia (GKFI) Sembiring Sembiring
28 Gereja Kristen Pentakosta Pdt. E, Hutahayan Pdm. Tambunan,
(GKP) S.Pd.
29 Gereja Merdeka Protestan Pdt. Lusi Koitololly Pdt. John Lado

48 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Indonesia
30 Gereja Methodis Merdeka Pdr. Drs. B.T. Hutasoit
Indonesia (GMMI)
31 Gereja Methodis Indonesia Pdt. Darwis Manurung
(GMI)
32 Gereja Methodis Wesley Pdt. R.Sitompul Pdt. Mjr
(GMW) Situmorang
33 Gereja Misi Eklesia Pdt. Sampit Ginting Pdt. Edward K.
Tarigan
34 Gereja Pantekosta Kudus Pdt. Sadikun Lie, SE Pdt. E.
Indonesia (GEPKIN) Situmorang, S.Th.
35 Gereja Pantekosta Pdt. M. Saragih Pdt. UP
Sumatera Utara Finsterkerk Simaremare
(GPSU)
36 Gereja Pekabaran Injil Pdt. Dr. J. S. Nababan Pdt. F.M.
Sungai Air Hidup (GPISAH) Simanjuntak
37 Gereja Pentakosta Kristus Pdt. Drs.Solider Pdt. J. Sembiring
(GPK) Siringoringo
38 Gereja Persekutuan Kristen Pdt. Rulhana Tanzil Pdt. Daniel Tanzil,
(CCA) S.Th.
39 Gereja Protestan Pdt. Pdt. J.
Persekutuan (GPP) J.H.Manurung,M.Div. Lumbangaol,S.Th.
40 Gereja Sidang Rohul Kudus Pdt. RT Tarigan Pdt. SY
Indonesia (GSRI) Sembiring,S.Pd.
41 Gereja Siloam Injili (GSI) Pdt. Dr. S.M. Pasaribu
42 Gereja Tuhan di Indonesia Pdt. P. Zebua, MA Pdt. Selamat
(GTdI) Siagian, S.Th.
43 Gereja Pentakosta Sion Pdt. Robinson Pdt.Jan L.
Indonesia (GPSI) Nainggolan Simanjuntak
44 Gereja Injil Sepenuh Rev. Drs. J.M.
Indinesia (GISI) Situmorang
45 Gereja Kristen Jerusalem Pdt. Filipus Purba Pdm. A. Josua
Baru (GKJB) Purba
46 Gereja Kristen Protestan Pdt. A.L. Hutasoit, Pdt. P.H.
Angkola (GKPA) S.Th. Harahap,S.Th.
47 Gereja Jemaat Kristus Pdt. J. Siahaan Pdt. Amson
Rasuli (GJKR) Ambarita

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 49


Sementara itu denominasi yang tidak didaftar tetapi
mendapat surat keterangan telah melapor (SKTL) adalah
sebagaimana tabel berikut.

Tabel 7
Organisasi/Denominasi Gereja di Sumatra Utara

Pengurus
No. Mana gereja
Ketua Sekretaris
1. Gereja Injil Kristus Indonesia Pdt. Domianus, S.Th
2. Gereja Iman Pengharapan Pdt. Yefta Maulana Sembiring Rachel F.
Kasih Indonesia Sembiring
3. Gereja Penuai Indonesia Pdt. Johnny Seragig, S.Th.
4. Gereja Kebangkitan Iman Pdt. Philip N. Surbakti, S.Th.
Indonesia
5. Gereja Angilikan Holy Trinity Pdt. Moses Alegesan
6. Gereja Laskar Kristus Sembiring
Indonesia (GLKRI)
7. Gereja Elim Kairos Pdt. Kunaraz Jurudame Ginting
8. Gereja Pentakosta Kudus Pdt. T. Sitanggang Pdt. S.
Immanuel (Gepkim) Simanjuntak

Adapun jumlah Yayasan-yayasan Kristen di Sumatra


Utara sebanyak 68 buah, sebagaimana table berikut:

Tabel 8
Yayasan Pendidikan dan Penginjilan di Sumatra Utara
Jenis
No Nama Yayasan Alamat & No. Telp.
Pelayanan
1. Yayasan Kalvari Medan Jl. Kawi No.4 Medan Penginjilan
2. Yayasan Perguruan Emmanuel Jl. Melati Gunung Sitoli Pendidikan
Agung
3. Yayasan Injil Soli Deo Gloria Jl. Iskandar Muda No. 24 Penginjilan
Medan
4. Yayasan Pekabaran Injil Jl. Gereja No. 5 Sei Agul Penginjilan
Maranatha (YPI Maranatha) Medan

50 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


5. Yayasan Abdi Sabda Jl. Binjai Khilafatul Pendidikan
Muslimin 103 Medan
6. Yayasan Berkat Kasih Hermina Jl. A. B. Lubis No. 5 Medan Pendidikan
7. Yayasan Bethesda Indonesia Komp. Villa Palem Kenca-na
Pinang Mas III Jl.Binjai KM
12 No. 7 Medan
8. Yayasan Samaria Jl. T. Amir Hamzah Blok A
No. 84-86 Medan
Telp.061-8468505
9. Yayasan Trinitas Sumatera Jl. Damai No. 16 Tromol
Utara Pos 02 Stabat-Langkat
10. Yayasan Bukit Doa Taman Jl. Tuntungan Golf No. 20
Getsemane Pancur Batu Telp.061-
8360637
11. Yayasan Sangkakala Nubuatan Jl. Turi 172 B Medan
20228
12. Yayasan Misi Amanat Agung Jl. Guru Sinumba No. 2-A
Karya Agung
13. Yayasan Samdebfris Jl. Binjey KM 7,5 Jl.
Puskesmas No. 10 B Kel.
Lalang, Kec. Medan
Sunggal, Medan 20127
14. Yayasan Sahabat Iman Jl. Rinte Raya No. 140
Orthodox Indonesia Komp. Kejaksaan Simpang
Selayang Medan 20135
Tlp. 061-8363229
15. Yayasan Mitra Sumatera Jl. Baru No. 8 Pasar III
Cemerlang (YMSC) Sunggal, Medan 20133
Tlp.061-77913771,
8215319
16. Yayasan Pekabaran Injil Iman Jl. Pemuda No.20 Medan, Penginjilan
Sumut
17. Yayasan Soteria Jl. Bunga Mawar No. 11
Medan Selayang, Medan
18. Yayasan Pekabaran Injil Agave Jl. Guru Patimpus Medan Penginjilan
Menara Plaza
19. Yayasan Sola Gratia Jl. Bantam No.2 Medan Penginjilan
20. Yayasan Pekabaran Injil Bukit Jl. Cemara Psr I Lorong 2 Penginjilan
Sion Baru No. 95 Medan
21. Yayasan Medan Praise Center Jl. H.Z.Arifin No.163 Medan

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 51


22. Yayasan Pekabaran Injil dan Jl. Sei Mencirim No. 14 Penginjilan
Persekutuan Doa Nazaret Medan
23. Yayasan Pelita Sejahtera Jl. Aksara No. 30 Medan
24. Yayasan Imamat Rajani Jl. Diponegoro No. 273 Gn
Sitoli Nias
25. Yayasan Anugerah Allah Jl. Bambu Runcing No. 30
Medan
26. Yayasan Pekabaran Injil Jl. Jend. Gatot Subroto KM Penginjilan
Hermina 10,8 Medan
27. Yayasan Wahana Anak Muda Jl. Ski Gg. Bersama No.1
P. Siantar
28. Yayasan Pemberitaan Alkitab Jl. Belibis 13 No. 100 P. Penginjilan
Mandala,Medan
29. Yayasan Iman Indonesia Jl. Ladang No. 20 KM 9
Medan
30. Yayasan Pekabaran Injil Jl. Pahae I B Pematang Penginjilan
Siantar
31. Yayasan Medan Ceria Jl. Setia Budi No.32
Simpang Selayang, Medan
32. Yayasan Pekabaran Injil Tubuh Jl. Gaharu No. 2 D Medan Penginjilan
Kristus
33. Persekutuan Pengusaha Jl. Nibung Raya No.18
Medan
34. Persekutuan Doa dan Jl. Sei Mencirim No. 14
Penelaahan Alkitabiah Medan
35. Yayasan Advent Peduli Jl. Air Bersih No. 98 Sosial
Indonesia Medan
36. Persekutuan Kristen Antar Jl. Sei Merah No. 6 Medan
Universitas
37. Yayasan Qadosh Bless Nias Jl. Golkar No. 15 Desa
(YQBN) Iraono Geba G. Sitoli
38. Yayasan Imanuel Ministry El Jl. Binjai Kuala KM 7 Sungai
Shadday Sekala Selesai Kab. Langkat
39. Persekutuan Penyandang Jl. Sei Batu Gingging Psr. Sosial
Cacat Imanuel X No. 45 Medan Selayang
40. Yayasan Ekonusa Marturia Jl. Jend. Sudirman KM 6,5
T. Balai Asahan Sumut
41. Yayasan Pekabaran Injil Putri Jl. Kapten Upah Tendi Penginjilan
Sion Sebayang No. 58
Kabanjahe

52 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


42. Yayasan Kudus Mandiri (YKM) Jl. Golkar No. 15 Gunung
Sitoli P. Nias
43. Yayasan Syalom Nias Jl. Diponegoro No.418 A
G. Sitoli P. Nias
44. Yayasan Eliezer Ministry Jl. Cermai Lk V Km 5,5 Sosial
Sijambi Datuk Bandar T
Balai
45. Yayasan Mutiara Suara Nafiri Jl. K.H. Wahid Hasyim Penginjilan
No.86 Medan Tlp.061-
4515905
46. Panti Asuhan Gelora Kasih Kab. Deli Serdang Sosial
Telp.0628-97265
47. PA Mamre GKPI P. Siantar Tlp.0622- Sosial
7550443
48. Yayasan Persekutuan Doa Medan Telp.061-8364958 Sosial
Matius 5
49. Yayasan Rapha-El Medan Tlp.061-77836028 Sosial
50. Yayasan Amanat Agung Medan Medan Tlp. 061-8367455 Sosial
HP.08126516263
51. Yayasan Minar Christ Kab. Deli Serdang Tlp.061- Sosial
7031882 HP.081380014253
52. Yayasan Anugerah Terindah Kab. Deli Serdang Sosial
53. LKSA Sion Sibolga Sibolga Tlp.0631-25432 Sosial
54. Yayasan Kasih Anugerah Binjai HP.081375165306 Sosial
55. Panti Asuhan Elim HKBP P. Siantar Tlp.0622- Sosial
430486
56. LKSA Sion Aek Horsik Badiri Tapanuli Tengah Sosial
57. Panti Karya Hephata HKBP Kab. Toba Samosir Sosial
58. Panti Asuhan Bait Allah Medan Tlp.061-8465654 Sosial
59. BPPP Bibelvrouw Pensiun P. Siantar Tlp.0622- Sosial
HKBP 7439153
60. Yayasan Kesejahteraan Penyan- Kab. Karo Tlp.0628-20968 Sosial
dang Cacat GBKP Alpha Omega
61. Yayasan Pendidikan Tunanetra Kab. Deli Serdang Tlp.061- Sosial
Sumatera 7940467
62. Yayasan Keluarga Bunga Kab. Karo Tlp. Sosial
Bakung 081361566598
63. Panti Asuhan Bethlehem HKBP Kab. Deli Serdang Sosial
Distrik X Medan Aceh

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 53


Lembaga pendidikan Menengah adalah sebagai berikut;

Tabel 9
Jumlah Lembaga Pendidikan

No. Nama Sekolah Alamat & No. Telp.


1 SMTK Bethel Tj. Anom Jl. Tanjung Anom, Durin Jangak Pancurbatu,
Deli Serdang HP. 08126444855
2 SMTK Agia Sophia Jl. Sembahe Baru Pancurbatu, Deli Serdang
HP. 085270529214
3 SMTK Mulia Sidikalang Jl. Pahlawan No.70 Panji Siburabura
Sidikalang, Dairi HP. 085296340777
4 SMTK Setia Narumonda Desa Namuronda III Kec. Siantar
Narumonda, Kab. Tobasa
HP.081375958556
5 SMTK Yasuka Jl. Cornel Simanjuntak No.14 Sihorbo Kec.
Barus Utara, Tapanuli Tengah
HP.081265162138
6 SMTK BNKP Jl. Pendidikan No.15 B Tohia G. Sitoli, Nias
HP. 081362150757
7 SMTK Oikumene Jl. Melati No. 158-161 Nias
Emmanuel Agung HP.081370951054
8 SMTK Setia Moale Desa Samadaya-Hilisimaetano, Kec.
Maniamolo, Nias Selatan HP.081376818216
9 SMTK Swasta Kristen Jl. Saonigeho No. 1 Kel. Psr. Teluk Dalam,
BNKP Nias Selatan HP.085358180717

54 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


BAB II
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISISNYA

Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan Organisasi


Dalam banyak definisi tentang organisasi dapat
disimpulkan bahwa organisasi adalah perkumpulan beberapa
orang atau banyak orang, dalam rangka mencapai tujuan atau
cita-cita bersama demi kemaslahatan bersama dengan cara,
proses, dan aturan-aturan yang sudah disepakati bersama,
yang dalam organisasi modern disebut AD/ART (disini bukan
sedang training keorganisasian). Organisasi banyak
macamnya sesuai dengan keinginan masyarakat sendiri,
seperti organisasi keagamaan, organisasi kemahasiswaan,
alumni, lembaga swdaya masyarakat (LSM) dan sebagainya.
Organisasi keagamaan, misalnya organisasi sinode gereja atau
gereja induk, gereja lokal dan sebagainya. Organisasi
keagamaan ini kemudian sering disebut dengan organisasi
masa keagamaan atau ormas keagamaan, dan sesuai dengan
undang-undang No 17 Tahun 2013, disebut dengan organisasi
kemasyarakatan. Sayangnya dalam UU ini sama sekali tidak
didefinisikan perbedaanya antara organisasi keagamaan
dengan organisasi kemasyarakatan.. Apalagi di dalamnya
tidak jelas tata aturan pendaftaran organisasi keagamaan,
semua diperlakukan sama di hadapan undang-undang.
Sehingga dimana posisi Kementerian Agama dalam
melakukan pelayanan, pembinaan dan pengaturan organisasi
menjadi tidak jelas.
Dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan, dalam hal menimbang dijelaskan bahwa;
”kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 55


pendapat merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dalam NKRI yang
dijamin oleh UUD ’45. Dalam menjalankan hak dan kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, setiap
orang wajib menghormati hak asasi dan kebebasan orang lain
dalam rangka tertib hukum serta menciptakan keadilan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai
wadah dalam menjalankan kebebasan berserikat, berkumpul
dan mengeluarkan pendapat, organisasi kemasyarakatan
berpartisipasi dalam pembangunan untuk mewujudkan
tujuan nasional dalam wadah NKRI yang berdasarkan
Pancasila.
Meskipun Undang-undang Dasar ’45 menyatakan
sebagaimana dijadikan pertimbangan dalam menyusun UU
No 17 Tahun 2013, dan berkaitan dengan organisasi
keagamaan juga belum jelas, PP, juklak, dan juknisnya, tetapi
secara umum informan dari gereja induk dan gereja lokal
mengatakan bahwa pengaturan organisasi gereja sangat perlu.
Legalitas organisasi akan menjadi pintu masuk bagi
pemerintah untuk melayani, membina dan mengontrol agar
tidak ada organisasi gereja liar. Menurutnya, organisasi gereja
yang tidak mau diatur haruslah dipertanyakan nasionalisme
kebangsaannya, karena negeri ini adalah miliki seluruh
bangsa Indonesia, apapun etnis, agama, budaya dan aliran
politiknya. Di samping itu pengaturan organisasi gereja oleh
pemerintah tidak pernah masuk ke ranah privat dari
organisasi gereja, tetapi hanya melayani secara administrasi,
melayani organisasi gereja pada batas-batas tertentu, seperti;
bantuan renovasi gedung gereja, bantuan penyuluh honorer,
bantuan pendidikan, bantuan guru honorer Pemda, bantuan
kegiatan sidang raya, pembinaan organisasi gereja jika
memang diperlukan, seperti kegiatan-kegiatan Kementerian

56 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Agama yang melibatkan berbagai denominasi gereja atau
persekutuan gereja aras nasional maupun geeja induk.
Semangatnya adalah termasuk untuk membangun dan
mengobarkan semangat oikumenis atau gereja yang satu.
Gereja yang satu tidak boleh diartikan hanya ada satu
persekutuan gereja saja, yang penting adalah semangat
membangun kesepahaman, keselarasan yang dinamik dalam
misi dan pelayanan Tuhan. Terlalu sombong jika ada
organisasi gereja di Indonesia merasa tidak butuh pemerintah
dan mereka rugi sudah membayar pajak kepada negara untuk
APBN, tetapi tidak ikut menikmati secara langsung, ketika
ada peluang. Pajak adalah uang rakyat untuk pembangunan
dan untuk kepentingan rakyat. Mungkin saja bagi organisasi
gereja yang ingin bergerak bebas sebebas-bebasnya, tidak mau
diatur karena akan menggganggu sepak terjangnya dalam
kerja-kerja misionaris.36
Organisasi merupakan kumpulan dari banyak orang
yang bergerak sesuai dengan tujuannya didirikan, di mana
pemerintah berhak tahu dalam kerangka menjaga ketertiban,
kedamaian, keharmonisan hubungan antar umat beragama
dan menjaga NKRI. Memang ordonantie pengaturan
organisasi gereja merupakan peninggalan kolonial Belanda
untuk mengontrol semua organisasi agar tidak beraktifitas di
luar AD/ART yang dimilikinya. Organisasi harus mendaftar di
Kantor Gubernur Jenderal atau Residen yang diserahi untuk
itu di berbagai daerah. Setelah Indonesia merdeka, organisasi
mendaftar kepada Presiden yang kewenanganya diserahkan
kepada Kementerian Dalam Negeri dan sebagian juga ke

36 Diolah dari hasil wawancara dengan Pdt. Sitorus (GTDI), Pdt. Y. Silaban

(HKBP), Pdt. Aliasa Lawolo (GKRI) dan Paulus Siahaan dari Gereja Metodhis
Merdeka Indonesia (GMMI)

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 57


Kementerian Agama. Jika organisasi tidak ada legalitasnya,
dapat menimbulkan kerawanan, penyalahgunaan tujuan dan
dapat merusak kehidupn sosial kemasyarakatan. Jika
organisasi gereja tidak memiliki legalitas dari pemerintah
(liar) dipastikan menimbulkan kerawanan sosial dalam
masyarakat dan dapat merusak gerakan oikumene. Oleh
karena itu saran yang pernah diberikan oleh Dirjen Bimas
Kristen sejak tahun 90-an,-sebagaimana tertulis dalam
makalah FGD- agar semua organisasi gereja yang secara
teologis sama sebaiknya bergabung dan mengatur dirinya
sedemikian rupa agar cita-cita gerakan oikumene tidak
semakin jauh sudah sangat tepat. Menurut Pdt. Yeleber
Silaban, organisasi gereja atau denominasi gereja adalah
organisasi gereja induk yang memiliki kekhususan tersendiri
di tengah-tengah berbagai organisasi yang ada, yaitu
menaungi berbagai gereja lokal yang sealiran, seteologis dan
sepaham dalam menjalankan fungsi-fungsi gereja agar agama
Kristen menjadi fungsional bagi masyarakat apapun
agamanya, begitu pula saran yang disampaikan oleh Ka
Pembimas Kanwil Sumatra Utara, dan beberapa pimpinan
gereja di Medan. Saran yang disampaikanya adalah agar
semua gereja lokal sebaiknya masuk dahulu ke dalam gereja
induk yang jumlah ada 8 itu, baru kemudian gereja induk
inilah yang akan melakukan kordinasi dan pembinaan
organisasi, jadi tidak semua organisasi gereja lokal didaftar
oleh Bimas Kristen. Semua urusan berkaitan dengan gereja
lokal harus diselesaikan terlebih dahulu di tingkat gereja
induk itu, baru kemudian jika terjadi dead look, barulah
pemerintah turun tangan, sehingga pemerintah tidak hanya
mengurusi organisasi gereja lokal yang jumlahnya ribuan di
seluruh Indonesia. Oleh karena itu pengaturanya bukan
dalam bentuk membatasi munculnya gereja lokal, tetapi

58 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


mendorong organisasi lokal masuk ke dalam organisasi induk
aras nasional.37
Meskipun demikian, ketidaksetujuan muncul terhadap
pengaturan gereja ini ketika dilakukan FGD, yang sebagian
besar adalah pendeta dan gembala dari gereja-gereja
kharismatik dan Injili. Dalam FGD itu terungkap bahwa
organisasi gereja tidak perlu diatur oleh pemerintah, apalagi
harus dibatasi, karena itu bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar ’45. Harap dipahami bahwa munculnya Kristen
Protestan adalah hasil skisma dari Gereja Katolik Roma yang
telah melakukan berbagai penyimpangan dalam gereja.
Munculnya banyak organisasi gereja harus dipandang secara
positif, bahwa kemunculanya merupakan keberhasilan
misionaris Kristen. Oleh karena itu, pembatasan kemunculan
organisasi gereja adalah bertentangan dengan semangat
protestantisme. Tugas pemerintah adalah melakukan
pembinaan organisasi agar semua organisasi gereja mematuhi
undang-undang yang berlaku dan tetap dalam kerangka
NKRI38. Masalah pendirian organisasi tidak boleh dibatasi,
tetapi perlu bimbingan dari Direktorat Jenderal Bimas Kristen
agar ia menjadi organisasi yang baik dan benar menjalankan
aktifitas keagamaanya sesuai dengan AD/ART dan tetap
dalam kerangka NKRI.

37 Diolah dari hasil wawancara dengan Pdt. Ostar Pasaribu dari GKPI; Pdt.

N.P. Sitorus dan Pdt. Paulus Nababan dari GTDI; Pdt Yeleber Silaban dari HKBP, Pdt.
JMP. Siregar dari GKI, dan Pdt. Yosef Hutabarat dari Gereja Merdeka Protestan
Indonesia (GMPI). Marbun (Pembimas Kanwil Kemenag Sumatra Utara,
38 Disimpulkan dari hasil wawancara dengan Pdt. Riawati Nainggolan dari

Gereja Bethel Penthakosta Indonesia, Pdt. Jan Alpon Saragih dari Gereja Bethel
Sepenuh, dan Pdt. Ruben Esvron Purba Gembala Sidang GBIS; Pdt. Benyamin
Munthe dan Pdt. Yusmin Batubara dari Gereja Kemenangan Iman Indonesia (GKII);
Pdt Pdt. S. Sitepu dari Gereja Jemaat Allah Indonesia (GJAI), ;

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 59


Jika dipandang secara negatif, benar bahwa munculnya
organisasi baru adalah sebagai perpecahan, tetapi secara
positif sebagai keberhasilan. Sekarang ini, pendeta lulusan
STT HKBP banyak yang nganggur, karena sistem kependetaan
yang diterapkan oleh HKBP, sementara di pihak lain banyak
gereja yang tidak memakai tingkatan kependetaan,
sebagaimana terjadi di Gereja Bethel Indonesia. Pada Gereja
Bethel Indonesia (apapun nama belakangnya) hampir selalu
dimulai oleh seorang tokoh yang mendirikan persekutuan
do’a atau pembinaan iman, dan ketika sudah cukup banyak
jemaatnya siap menjadi gereja lokal, maka berdirilah organissi
gereja yang secara teologis dan aliran tetap berafiliasi ke
Gereja Bethel Indonesia. Bila perlu membuat gereja baru
tersendiri yang tidak menginduk ke gereja induk yang telah
ada, dan itu bukan masalah, karena semua gereja kharismatik
memiliki otonomi dalam mengelola organisasinyai. Sistem
perekrutan kependetaan dilakukan melalui keberhasilan
seseorang dalam melakukan pembinaan iman, kemudian di
training pendeta, dan kemudian masuk lingkaran
kependetaan GBI. Seorang pendeta lulusan STT memang baik
dan perlu, tetapi itu bukan jaminan keberhasilan. Persis dalam
Islam, siapakah yang mengangkat seseorang menjadi kyai?
Pastilah komunitasnya yang memandang bahwa orang
tersebut layak dipanggil guru agama atau kyai. 39
Di Sumatra Utara terdapat banyak yayasan yang
bergerak dalam bidang pendidikan, sosial dan penginjilan.
Banyak juga di antaranya yang melakukan tugas pokok dan

39Pdt. Riawati Nainggolan dari Gereja Bethel Penthakosta Indonesia; Pdt.


Ruben Esvron Purba Gembala Sidang GBIS; Pdt. Baginda Nainggolan
Gembala/Pembina dari Gereja TDI; Pdt Boimin Sirait Pendeta dri GSJA; dan Pdt.
Yohanes Purba, S. Th Pendeta/Gembala GBI

60 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


fungsi seperti gereja, sebagaimana disinyalir oleh Jan
Aritonang sejak lama. Keberadaan yayasan penginjilan yang
berfungsi seperti gereja cukup banyak, biasanya bergerak di
rumah-rumah, ruko-ruko dan mall, yang hal ini cukup
memusingkan Marbun sebagai Pembimas Kristen.. Mereka ini
melakukan kebaktian minggu secara reguler, pembabtisan,
perjamuan kudus, pemberkatan pernikahan, pemakaman,
penggembalaan (pelayanan pastoral) dan sebagainya.
Pembimas Kristen Kantor Wilayah Kementerian Agama
Provinsi Sumatera Utara kesulitan melakukan pemantauan,
pelayanan dan pembinaan terhadap yayasan, karena tidak
jelas apakah ia merupakan yayasan Kristen ataukah organisasi
gereja, karena keduanya sering melakukan fungsi-fungsi yang
sama, dan perbedaanya hanyalah pada nama yayasan atau
organisasi gereja. Mereka melakukan berbagai kegitan
kegerejaan itu di ruko-ruko, rumah-rumah dan bahkan ada
yang dilakukan di ruang serbaguna sekolah. Dalam hal ini
Pdt. Sitorus (mantan Bishof dari GTDI) dan Pdt Yelesber
Silaban (HKBP/bermasadepan menjadi Ephorus) menyatakan
bahwa pemerintah harus tegas terhadap yayasan yang
bergerak tidak sesuai dengan tujuan ketika didaftarkan.
Menurutnya, sebagaimana disampaikan juga oleh Kasi
Pendidikan Agama Kristen Kantor Wilayah Kementerian
Agama (Marbun), yayasan-yayasan seperti inilah yang
sesungguhnya sering melahirkan ketidak harmonisan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahkan
ada yang memang bertujuan menambah umat bagaimanapun
caranya (church planting) dan tanpa pandang bulu
mempengaruhi semua orang yang ditemui, meskipun diikuti
dengan kerja-kerja sosial (presensia) sebagaimana pesan Yesus
di berbagai ayat dalam Al Kitab. Tetapi karena tujuanya
memang church planting, maka presensia yang

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 61


dilaksanakanpun juga dalam kerangka tujuan itu pula, yaitu
menambah umat sebanyak-banyaknya. Bukankah semakin
banyak umat akan semakin memakmurkan gereja? Kenyataan
seperti ini sebagaimana penelitian yang telah berkali-kali
dilakukan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan, memang
nyata adanya, terutama di Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan
Papua40.

Kebijakan Kemenag tentang Pengaturan Organisasi Gereja


Dari serangkaian wawancara yang dilakukan, baik
wawancara maupun FGD dapat diperoleh gambaran bahwa
pelayanan, dan pengaturan organisasi atau denominasi gereja
yang dilakukan oleh Kementerian Agama selama ini sudah
cukup baik, dengan segala keterbatasanya. Pada umumnya
mereka mengetahui banyak organisasi gereja mendapat
bantuan dari pemerintah, baik pusat maupun daerah,
meskipun belum semuanya dapat. Beberapa gereja pernah
mendapat bantuan finansial untuk renovasi gedung, honorer
penyuluh non PNS, merekomendasi berdirinya rumah ibadah
dan berbagai pertemuan dalam kerangka pembinaan gereja
sebagai organisasi dan sebagainya. Manurut beberapa
pendeta, justru yang kurang baik seringkali adalah
Pemerintah Kota Medan. Misalnya sebuah rekomendasi
pendirian gereja telah diberikan Kementerian Agama dan
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) tetapi IMB tidak

40 Disimpulkan dari hasil wawancara dengan Pdt. Ostar Pasaribu dari Gereja

Kristen Protestan Indonesia (GKPI); Pdt. N.P. Sitorus dan Pdt. Paulus Nababan dari
Gereja Tuhan di Indonesia (GTDI) di Jl. Bambu Runcing, 30 Medan; Pdt Yelibar
Silaban dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Komplek Perumahan Helvitia
Medan; Pdt. JMP. Siregar dan GH Simorangkir dari Gereja Kristen Indonesia Sumatra
Utara, Jl. Gatot Subroto, Medan; dan Pdt. Yosef Hutabarat dari Gereja Merdeka
Protestan Indonesia (GMPI)

62 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


diproses oleh Pemerintah Kota, karena protes dan intimidasi
kelompok masyarakat tertentu yang tidak ada kaitan dengan
masyarakat sekitar wilayah di mana akan dibangun gedung
gereja, sehingga nasib pendirian rumah ibadah menjadi
terkatung-katung. Oleh karena itu peraturan bersama Menteri
(PBM) menyangkut pendirian rumah ibadah perlu
ditingkatkan menjadi undang-undang, dilaksanakan secara
tegas, dan ada saknsi hukum bagi yang melanggar, sehingga
ada kepastian hukum bagi semua umat beragama untuk dapat
menjalankan perintah agamanya, termasuk mendirikan rumah
ibadah.41
Kebijakan yang dilakukan oleh Kantor Wilayah
Kementerian Agama Sumatra Utara berkaitan dengan
pengaturan organisasi adalah mendaftar organisasi gereja
lokal tersebut dengan persyaratan jumlah jema’at minimal 40
KK dan ada yang mengusulkan seperti kepengurusan partai,
sebagaimana juga disebut dalam UU Nomor 17 Tahun 2013
tentang Organisasi Kemasyarakatan, yaitu; untuk dapat daftar
ditingkat nasional harus memiliki kepengurusan sekurang-
kurangnya 25 % provinsi di seluruh Indonesia. Kemudian
untuk dapat didaftar di tingkat provinsi, organisasi harus
memiliki pengurusan di tingkat kabupaten/kota sebanyak 25%
dari kabupaten/kota yang ada di provinsi tersebut, dan untuk
dapat didaftar ditingkat kabupaten/kota, organisasi sekurang-
kurangnya memiliki 1 kepengurusan tingkat kecamatan.
Dengan demikian menurut informan tersebut, organisasi
gereja tidak seenaknya sendiri, misalnya baru memiliki gereja
lokal di beberapa provinsi sudah ingin didaftar di pusat yang
berrarti sebagai gereja induk. Persyaratan lainya adalah

41 Disimpulkan dari hasil wawancara dan FGD di Kantor Kemenag Kota


Medan

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 63


organisasi gereja tersebut harus mendapatkan rekomendasi
dari gereja induknya; melampirkan surat keterangan domisili;
ada susunan pengurus dan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga organisasi gereja; Kebijakan Kementerian
Agama seperti ini pada umumnya dinilai sudah sangat baik
oleh para pemimpin gereja yang diwawancarai.

Pemikiran Visioner Pemimpin Gereja


Dari wawancara yang dilakukan tentang pemikiran
visioner pimpinan gereja di Medan yang dapat menjamin
keharmonisan dan kedamaian kehidupan beragama dapat
disimpulkan, antara lain; pemerintah harus menjamin
kepastian hukum bagi organisasi atau denominasi gereja yang
mencari legalitas. Jika memang tidak boleh lagi mendaftarkan
organisasi atau denominasi gereja baru, sebaiknya dinyatakan
secara tegas dan jalan keluarnya juga tegas. Misalnya, jika
mereka tidak boleh lagi mendaftar mestinya diharuskan saja
bergabung dengan gereja induk aras nasional, sehingga ia
tetap dapat beroperasi dengan rekomendasi dari gereja
induknya. Tidak diproses setelah mendaftar dan tidak
diharuskan bergabung itu merupakan salah satu tindakan
kurang bijaksana dan ketidaktegasan pemerintah yang harus
dievaluasi. Pemerintah tidak boleh menggantung sebuah
organisasi gereja tanpa kejelasan, karena jika beroperasi dan
kemudian ada masalah dan kegaduhan sosial pemerintah
pasti akan kesulitan menyelesaikanya secara beradab karena
tidak memiliki pintu masuknya42. Sementara itu menurut
salah seorang Pdt GKPI (Pdt. Y. Seregar), masalah yang sering

42 Disimpulkan dari hasil wawancara dengan Pdt Sitorus dari GTDI dan Pdt.
Y. Silaban dari HKBP Wilayah Medan

64 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


mengganggu perdamaian dan ketertiban dalam kehidupan
bermasyarakat adalah ketidaktegasan pemerintah dalam
mengatasi permasalahan yang muncul.
Kompromi-kompromi yang dilakukan pemerintah
dengan kelompok-kelompok tertentu di masyarakat berkaitan
dengan eksekusi suatu tindak kriminal atau pelanggaran
hukum telah mendorong kelompok-kelompok tertentu berani
menekan pemerintah. Bagaimana mungkin pemerintah dapat
ditekan oleh kelompok-kelompok kepentingan, jika ingin
menegakan hukum. Kasus paling riil dan sering muncul
adalah bahwa pemerintah sering takluk terhadap tuntutan
kelompok tertentu yang tidak terkait dengan pembangunan
sebuah rumah ibadah. Maksudnya, kelompok yang
menghalang-halangi pendirian rumah ibadat itu ternyata
seringkali bukan merupakan masyarakat setempat, tetapi
entah masyarakat dari mana yang mengatasnamakan
masyarakat setempat, sementara dalam kenyataanya
persyaratan pendirian rumah ibadah sebagaimana diatur
dalam PBM sudah terpenuhi. Akhirnya pembangunan rumah
ibadah banyak terkatung-katung di berbagai daerah dan hal
ini menimpa semua agama di Indonesia. Soal pendirian
rumah ibadah yang utama adalah harus baik-baik dengan
masyarakat setempat, utamanya tokoh agama lain dan para
preman serta sering bersosialisasi dengan berbagai bentuknya
di masyarakat, gotongroyong atau acara lainya.43 Oleh karena
itu pemerintah memiliki kewajiban mempermudah,
membantu dan mengayomi semua kelompok umat beragama
agar dapat menjalankan aktifitasnya dengan sebaik-baiknya,
termasuk mendirikan rumah ibadah dan mendirikan
organisasi gereja.

43 Disimpulkan dari hasil wawancara dengan Pdt Yusman Seregar dari GKPI

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 65


Relasi Gereja dengan Kementerian Agama dan masyarakat
Mengenai relasi gereja dengan kementerian agama dan
masyarakat, berdasarkan wawancara dengan para pimpinan
organisasi gereja adalah sebagai berikut:. Pdt Jeleber Silaban
(HKBP) dan Pdt Sitorus (GTDI) menyatakan bawa
Kementerian Agama secara umum telah melakukan tugasnya
dengan baik dan proporsional sesuai dengan kemampuanya.
Menurutnya, Kementerian Agama ini sering diberi beban
kerja yang terlalu berat dibandingkan dengan anggaran yang
tersedia, sehingga banyak tugas-tugas yang terkadang tidak
tuntas. Tetapi dibanding dengan berbagai instansi lain,
dengan anggaran yang tersedia, maka kinerja Kementerian
Agama secara umum cukup baik. HKBP-pun sangat
berkepentingan membantu Kementerian Agama agar dapat
melakukan tugas-tugas kementerian secara proporsional.
Misalnya, jika ada bantuan keuangan kepada gereja, HKBP
sering menyarankan agar diberikan kepada gereja lokal yang
masih membutuhkan. Bukan HKBP tidak membutuhkan
anggaran itu, tetapi secara umum HKBP merasa tidak layak
menerima bantuan pemerintah. Contoh lainya adalah HKBP
menyediakan tenaga-tenaga penyuluh honorer, agar
pemerintah secara tidak langsung ikut melayani dan membina
umat Kristen. Penyedian honor bagi penyuluh agama Kristen
jelas memberi keuntungan timbalbalik yang luar biasa bagi
pelayanan keagamaan. Sebab tenaga penyuluh honorer di
samping umumnya memang guru jemaat, yang berarti
memang tugas pokok dan fungsinya, ia juga mendapat honor
dari pemerintah, sehingga ia dapat melakukan pelayanan dan
pembinaan umat dengan lebih baik dan tenang. Sebagaimana
diketahui, bahwa kemampuan pemerintah mengangkat
penyuluh agama PNS sampai saat ini sangat terbatas. Karena
itu penyediaan tenaga penyuluh honorer adalah jalan keluar

66 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


yang sangat baik, agar pemerintah secara tidak langsung
melayani umat beragama.
Dalam FGD-pun juga terungkap bahwa beban kerja
Kementerian Agama terlalu berat jika dibandingkan dengan
anggaran yang tersedia. Beberapa peserta juga
mempertanyakan tentang kecilnya anggaran yang dimiliki
oleh Kementerian Agama. Beberapa peserta FGD, pernah
mendapatkan bantuan untuk merenovasi gedung gerejanya,
sehingga lebih representative.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 67


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi diatas maka dapat disimpulkan;
1. Dalam kehidupan sosial keagamaan, masyarakat Kota
Medan sangat dinamis dan toleran dengan kecenderungan
meningkatnya jumlah umat Kristen, yang saat ini telah
memiliki 47 organisasi atau denominasi gereja, 8 (delapan)
denominasi mendapat surat keterangan telah lapor; 63
yayasan (26 yayasan sosial, 8 yayasan pendidikan dan 32
yayasan penginjilan). Sementara rumah ibadah yang tidak
didata oleh Kemenag sekitar 200 gereja, karena berada di
ruko-ruko dan mall yang dengan masa kontrak rata-rata
antara 5 – 10 tahun, serta di rumah-rumah pemimpin
jema’at;
2. Pada umumnya para pimpinan organisasi gereja
mendukung adanya peraturan organisasi gereja agar
tercipta ketertiban umum dan terpeliharanya kerukunan
intern dan antar umat beragama.
3. Pengaturan dalam bentuk pembatasan lahirnya organisasi
gereja baru tidak konstitusional, karena bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar ’45. Tugas pemerintah
adalah membina organisasi gereja agar tidak menggangu
ketertiban umum dan menjaga kerukunan umat beragama,
agar bekerja lebih baik dan persyaratan lengkap menurut
undang-undang terpenuhi, sehingga berapapun jumlah
organisasi gereja tidak menjadi persoalan;

68 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


4. Kebijakan Kementerian Agama Kanwil Sumatra Utara dan
Kemenag Kota Medan sudah baik, pendaftaran organissi
tidak dilayani tetapi mendapatkan surat keterangan
tandah lapor dengan berbagai persyaratan administratif
yang harus dipenuhi;
5. Pemerintah dianggap kurang tegas. Kalau memang tidak
boleh mendaftar harus segera diberi jawaban yang pasti,
bukan diambangkan atau tidak ada keterangan apa-apa;
6. Relasi antara gereja masyarakat dan Kementerian Agama
selama ini sudah terjalin dengan baik, terutama gereja-
gereja yang telah mapan.

Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan diatas direkomendasikan :
Karena penduduk Kota Medan yang sangat plural dan
dinamis dalam kehidupan sosialnya itu, maka hal penting
yang harus dilakukan adalah tetap menjaga kerukunan antar
umat bergama.
Kemudian berkaitan dengan pengaturan organisasi
gereja, pemerintah hendaknya tetap pada prinsip semula yaitu
bahwa organisasi gereja harus tetap diatur seperti biasanya,
sebagaimana saran hampir semua pimpinan organisasi gereja
yang dijadikan fokus penelitian ini. Mengatur bukan berarti
membatasi, tetapi agar tetap terjaga kerukunan intern ke
kristenan. Pembatasan munculnya organisasi gereja baru
mungkin dianggap melanggar konstitusi, tetapi pemerintah
dapat membuat persyaratan-persyaratan tertentu yang lebih
ketat, agar semua kelompok tidak semaunya mendaftarkan
diri sebagai sebuah organisasi.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 69


DAFTAR PUSTAKA

Daru Marhendy dan Favor A. Bancin, Memahami Tradisi dan


Sistem Pemerintahan Gereja-gereja di Indonesia, (Jakarta:
Word Visi Indonesia, 2008).
Jan Sihar Aritonang, Aliran-Aliran di Sekitar Gereja, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1995)
Christian de Jonge, Gereja Mencari Jawab: Kapita Selekta Sejarah
Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2009.
Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia,
Direktori Gereja-Gereja, Yayasan, Pendidikan Agama dan
Keagamaan Kristen di Indonesia, Jakarta, 2011
Injil Yohanes 17: 20 - 21
Kisah Para Rasul 11:26b
Penjelasan Kasubdit Kelembagaan Dirjen Bimas Kristen
Kementerian Agama RI dalam diskusi awal
pengumpulan bahan desain penelitian ini, 11 Februari
2014.
Parsudi Suparlan dalam Robertson, Roland (ed). 1988. "Agama:
Dalam Analisis dan Interpretasi Sosiologis", pp. v-xvi.
Jakarta: CV Rajawali.
Paulus Lie, Mereformasi Gereja, Penerbit Andi, Yogyakarta,
2010
Wakhid Sugiyarto (Ed), Direktori Aliran, Paham dan Gerakan
Keagamaan, Buku II, Puslitbang Kehidupan Keagamaan,
Jakarta, 2013.

70 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


_________Laporan Penelitian tentang Jaringan Kerja Penginjilan
GBI Horif dan Philadelphia Makassar,Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, Jakarta 2010;
_________Laporan Penelitian tentang Jaringan Kerja Penginjilan
GPdI Gunung Dieng Malang, Puslitbang Kehiduan Keagamaan,
Jakarta, 2 Makalah: Dampak Pemahaman Misi Gereja Bethel
Indonesia (GBI) “Keluarga Allah” Dan Implementasinya Bagi
_____________Gerakan Oikumene serta Kemajemukan Indonesia di
Surakarta (Solo) Jawa Tengah, Puslitbang Kehidupan
Keagamaan, Jakarta, 2013.

Daftar Informan
1. Pdt. Aliasa Lawolo dari Gereja Kristus Rahmani Indonesia
(GKRI)
2. Pdt. Paulus Siahaan dari Gereja Methodis Merdeka
Indonesia (GMMI)
3. Pdt. Ostar Pasaribu dari Gereja Kristen Protestan
Indonesia (GKPI)
4. Pdt. N.P. Sitorus dari Gereja Tuhan di Indonesia (GTDI)
5. Pdt Yelesber Silaban dari Huria Kristen Batak Protestan
(HKBP), Medan
6. Pdt. JMP. Siregar dari Gereja Kristen Indonesia (GKI)
Sumatra Utara,
7. Pdt. S. Sitepu dari Gereja Jemaat Allah Indonesia (GJAI);
8. Pdt. Benyamin Munthe dari Gereja Kemenangan Iman
Indonesia (GKII)

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 71


9. Pdt. Aswin Paranginangin dari Gereja Injili Karo
Indonesia (GIKI)
10. Pdt. Yosef Hutabarat dari Gereja Merdeka Protestan
Indonesia (GMPI)
11. Pdt. Riawati Nainggolan dari Gereja Bethel Penthakosta
Indonesia
12. Pdt. Jan Alpon Saragih dari Gereja Bethel Sepenuh
13. Pdt. Ruben Esvron Purba Gembala Sidang GBIS
14. Pdt. Baginda Nainggolan Gembala/Pembina dari Gereja
TD
15. Pdt. Boimin Sirait Pendeta dri GSJA
16. Pdt. Yohanes Purba, S. Th Pendeta/Gembala GBI
17. Pdt. Rizal Tampubolon Gembala GPI
18. Pdt. Drs. P. Aritonang, Pembantu Gembala Gepkin
19. St. M. Sihombing dari Oikumene Medan
20. Pdt. Ance Sihotang, Dosen Agama Kristen di Universitas
Sumatra Utara
21. Drs. Marbun sebagai Pembimas Kristen Kanwil Kemenag
Medan.

72 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


2
PANDANGAN PEMIMPIN GEREJA TENTANG
PENGATURAN ORGANISASI GEREJA
Di DKI Jakarta

Oleh:
Suhanah

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 73


BAB I
GAMBARAN UMUM WILAYAH

Wilayah Kota Jakarta


Jakarta yang merupakan ibu kota Negara Republik
Indonesia, memiliki status istimewa dan menyandang status
khusus. Dalam struktur wilayah administrasi, Jakarta
mengalami pemekaran wilayah, dari lima (5) kotamadya
menjadi lima (5) kota administrative dan satu (1) kabupaten
administrative.
Dilihat dari segi jumlah penduduk berdasarkan jenis
kelamin: a) di Jakarta Selatan laki-laki 1.784.044 jiwa dan
perempuan 2.062.232 jiwa; b) di Jakarta Timur laki-laki
2.347.917 jiwa dan perempuan 2. 693.896 jiwa; c) di Jakkarta
Pusat laki-laki 874.595 jiwa dan perempuan 905.973 jiwa; d) di
Jakarta Barat laki-laki 1.904.191 jiwa dan perempuan 2.281.945
jiwa; e) di Jakarta Utara laki-laki 1.419.091 jiwa dan
perempuan 2.281.945 jiwa; f) di Kepulauan seribu laki-laki
17.245 jiwa dan perempuan 21.082 jiwa.
Wilayah DKI Jakarta berdasarkan posisi geografisnya
sebelah Utara berbatasan dengan laut Jawa, sebelah Timur
berbatasan dengan kabupaten Bekasi; sebelah Selatan
berbatasan dengan kabupaten Bogor; dan sebelah Barat
berbatasan dengan kabupaten Tangerang.
Adapun luas wilayah Jakarta adalah: Jakarta Selatan
141,27 Km2; Jakarta Timur 188,03 Km2; Jakarta Pusat 48,13
Km2; Jakarta Barat 129,54 Km2; dan Jakarta Utara 146,66
Km2.

74 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Jumlah penduduk DKI Jakarta berdasarkan Agama
adalah: Agama Islam (87,80%); Agama Kristen Protestan
(6,0 %); Agama Katolik (2,7 %); AgamaBudha (3,13 %);
Agama Hindu (0,21 %); Agama Konghucu (0,06 %); dan
lainnya ( 0,10 % ). (Sumber: BPS, DKI Jakkarta dalam Angka,
2011).
Etnis yang ada di DKI Jakarta meliputi: Jawa 35,16 %;
Betawi 27,65 % ; Sunda 15, 27 %; Batak 3,61 %; Tionghoa 5,53
%; Minang 3,18 %; dan Melayu 1,62 % .

Tabel 1
Daftar Nama Yayasan Kristen Jakarta Pusat
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013

KELENGKAPAN BERKAS
NAMA
NO ALAMAT AKTE
YAYASAN SK DOMISILI
NOTARIS
1 Yayasan Jl.Pegangsaa SK.Depag R.I Sigit Kel. Menteng
Pekabaran n Barat No.32 No.F/ Ket / 27 Siswanto, Kec.Menteng
Injil El.Roi / 2495 / 91 No.17 Jakarta Pusat.
Tanggal 22
juni 2009
2 Yayasan Jl.Jend. SK.Dirjen Dr.Irawan Kel.Cmpk Putih
Gospel Achmad yani No.DJ S.SH, Timur
Overseas Kav.65 III/Kep/HK.00. Msi.No.855 Kec.Cmpk
Studio 5/285/2007 Tanggal Putih Jakarta
Nasional 15.8.207 Pusat
3 Yayasan Setia Jl.R.P.Soeros SK.Dirjen Jana Hanna Kel.Cikini
Bakti o No.24 No.III/Kep/HK W. No.05 Kec.Menteng
.00.5/122/192 Tanggal13. Jakarta Pusat
3/2007 10.2006
4 Yayasan Jl.R.P Dalam Chandra Kel.Cikini
Karya Alpha Soeroso Urusan Lim SH Kec.Menteng
Omega No.24 No.22 Jakarta Pusat
Tanggal10
Mei 2011

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 75


5 Yayasan Jl.Garuda SK.Dirjen Winanto Kel.Kemayoran
Marturia no.31-M No.112 W.SH Kec.Gunung
Indonesia Tahun 1989 No.12 Sahari Selatan
Tanggal13 Jakarta Pusat
Juli 2007
6 Yayasan Jl.Landas Kumham Ny.Nieltje T Kel.Kebon
Harpazo Pacu Utara No.AHU- Patinama,S Ksng
Parakeltos Selatan Blok 2518. H No.41 Kec.Kemayora
Indonesia A1 Kav.No.2 AH.01.04 Tanggal17 n Jakarta Pusat
Kemayoran Tahun2009 Juni 2009.
7 Yayasan Jl.MinangKab Dirjen Bimas Dorothea -
Appolos au No.8 Kristen No.5 Samola
Tahun 1994 SH.No.2
11-11 - 002
8 Yayasan Jl.RP Soeroso Dirjen Bimas Samuel Kel.Menteng
Baptis 5(Gondangdia Kristen Hadi,SH Kec.Cikini
Indonesia Lama) No.184 No.101 Jakarta Pusat
Thn1991, l7 30.08.1991
Juli 1991
9 Yayasan Jl.Kwini I Blok Humham Ermon SH Kel.Senen
Cahaya B.8 AHU-4214 No.4, 13 – 3 Kec.Senen
Karismatik AH.01.04Thn – 2009 Jakarta Pusat
209
10 Yayasan GBI Jl.Cimahi - Kristin Jakarta Pusat
Basilea No.23 Halim SH
Menteng
11 Yayasan Jl.Komp.Ruko Dirjen Bimas Henny Kel.Sumur
Karunia ITC Cempaka Kristen Kurnia Batu
Agape Mas Blok I No.DJIII/Kep/ Tjahya,SH Kec.Kemayora
Yakana No.29 HK.00.5/169/ No.9, 10 n Jakarta Pusat
1745/2005 Maret 2009
12 Yayasan Jl.LletJen Dirjen Bimas - Jakarta Pusat
Komunikasi Suprapto 28 Kristen No.91
Bina Kasih Cmpk Putih Thn 1989
13 Yayasan Jl.Abdul Muis KumHam Milly Kel.Cmpk Putih
Sidang No.24-26 Lt.2 No.C-- Karmila Timur Kec.Cmpk
Jemaat Gdng Graha 600.HT. Sareal SH Putih Jakarta
Kristus Motor City 01.02 Thn No.2, Pusat
2005 18.07.2005
14 Yayasan Misi Jl.Arief - No.102, l24- Jakarta Pusat
Masyarakat di rachman Apr-89
Pedalaman Hakim No.54
Menteng

76 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


15 Yayasan Jl.Cempaka PNJakarta No.5, 12 Jakarta Pusat
Pelayanan Sari Gg.VII Pusat Maret 2002
Anak Calvary No.5 Cempaka No.59/2002
Nasional Putih
16 Yayasan Jl.Letjen Kumham Evendy Kel.Sumur
Perkumpulan Suprapto AHU.73.AH.0 Troy H Batu
Usahawan Rukan Graha 1.06 Tahun Sitourus,SH Kec.Kemayora
Injil Sepenuh Cempaka Mas 2008 No.I, n Jakarta Pusat
Internasional Blok E No.11 10.06.2009
17 Yayasan Jl.Salemba DJ.III/Kep/HK Drajat Kel.Sumur batu
Pekabaran Raya No.49 . 00.5/350/ 11 darmaji Kec.
Kidung Agung No.2506.01 SH.No.211 Kemayoran
Tahun 2008 22.02.05 Jakarta Pusat
18 Yayasan jl.Sumur Batu KumHam Yulina Kel.Sumur
Hudam Gg.Kramat No.AHU- Sianipar Batu Kec.
Minisrty No.15 429.02.4/200 SH.No.03, Kemayoran
9 13 . Jakarata Pusat
01.2009
19 Yayasan Jl.Sayuti II Dirjen Bimas - -
Penginjilan No.18 Rawa Kristen
Oikumene sari No.F/Kep/161/2
Baitlahim 745/1989
20 Yayasan Jl.Letjen Dirjen Bimas No.35, Jakarta Pusat
Persekutuan Suprapto 28 Kristen 3.03.1989
Kristen No.F/Kep/299/9
Indonesia 66/1980
Perubahan
No.140/1989
21 Yayasan Jl.Salemba Dirjen Bimas - Jakarta Pusat
Lembaga raya No.12 Kristen
Alkitab No.F/Kep/HK.0
Indonesia 05/108/4282/20
02
22 Yayasan Jl.Jend KumHam Yenni Kel.Kebon Klp
Natanael Sudirman No.C- Himawan Kec.Gambir
Indonesia Kav.70 451.HT.01.03 SH.No.01, Jakarta Pusat
Miracel /2005 04- 8 - 2006
Centre
23 Yayasan Bina Jl.Murdai I/16 HT. Winter Kel.Cmpk P.Brt
Dunia Cempaka 01.02/2007 S,SH No.I, Kec. Cmpk
putih SK KumHam 01-8- 2006 Putih Jakarta
Pusat

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 77


24 Yayasan Jl.Perkantoran Dirjen Bimas FK. Kel.senen
Laksa bala Menara Era Kristen Makahanap Kec.Senen
Injil Lt.7 Senen Dj.III/Kep/HK.0 - No. 3 Jakarta Pusat
raya 135-137 0.5/206/4811/2 8/7/2004
Unit 01 004
25 Yayasan Jl.Gunung - No.20 Kel.Gng Sahari
Berkati Sahari XI Blok Tanggal17. U
Indonesia B 12 09.2001 Kec.SawahBes
ar
26 Yayasan Jl.Gunung Dirjen Bimas No.31 Kel. Galur Kec.
Media Buana Sahari XI Blok Kristen No.DJ 22.04.2004 Senen Jakarta
Indonesia B 23 III/Kep/HK00.5/ Pusat
1682/2007
27 Yayasan Jl.Komp.Spee - No.06 Jakarta Pusat
Harapan d Gng.Sahari 31.08.2004
Bangsa Xi
28 Yayasan Jl.Proklamasi Dirjen Bimas No.75 Kel.Pisangan B
Pelayanaan No.44 Kristen 29.09.2006 Kec.Matraman
Kasih Batu Menteng No.F/Kep/HK. Jakarta Pusat
Penjuru 005/13/836/2
000
29 Yayasan Jl.Bendungan Dirjen Bimas Fatma Kel.Benhil
Cahaya Multi Hilir Raya No.DJ.III/Kep/ Agung B. Kec.T.Abang
Media No.74 HK.00.5/21/4 SH.No.12, Jakarta Pusat
Nusantara 10/207 22 -9 -2008
30 Yayasan Jl.Cmpk Putih Dirjen Bimas Winanto Kel.Cmpk
Pelayanan Tengah II/1 K No.94 Thn Wiryo M, P.Tmr
Anak-Anak Blok D-12 1989 SH,M.Hum Kec.Cmpk
Indonesia Putih Jakarta
Pusat
31 Yayasan Jl.Garuda Dirjen Bimas Winanto Kel.Gng Sahari
Marturia No.31-M K No.112 Thn Wiryo M, S
Indonesia 1989 SH,M.Hum Kec.Kemayora
n Jakarta Pusat
32 Yayasan Balai Jl.Garuda Dalam Endang Kel.Gng Sahari
Pelayanan No.31-F Urusan Irawati,SH. S
Kristen Kec.Kemayora
Kesembuhan n Jakarta Pusat
Konseling
33 Yayasan Jl.Thamrin Dalam SugitoTedja Kel.Kebon
Ekkaleo City Lt.Dasar Urusan mulja Melati Kec.Tnh
Blok H 56 Abang Jakarta
No.6 Pusat

78 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


34 Yayasan Jl.Garuda Dirjen Bimas Jana Hanna Kel.Gg Sahari
Pondok No.31-F Kristen No.DJ Waturangi, Kec.Kemayora
Sentosa III/Kep/HK.00.5 SH n Jakarta Pusat
/163/2831/2007
35 Yayasan Misi Jl.Cikini II Kanwil Depag No.219/1986 -
Pelaut Kristen No.10 Lt.3 DKI No.WJ/
Indonesia 7/2533/86,
15 -7- 1986

Tabel 2
Data Yayasan Kristen Di Jakarta Timur

KELENGKAPAN BERKAS
NAMA
NO ALAMAT AKTE
YAYASAN SK DOMISILI
NOTARIS
1 Yayasan Jl.Jatinegara KumHam Daniel Jakarta Timur
Cahaya Kasih Barat No.195 No.C- Perganda
Bangsa Gdng 316.HT.03. Marpaung
LPK.Tiranus lt.2 1.2006 Sh. No.75
No.8-9 20.02.2006
2 Yayasan Jl.Cipinang Dirjen Bimas K Dirhamdan, Jakarta Timur
Betania Baru I,Komp. DJIII/Kep/ SH No.6
Indonesia Haji Sidik HK.00.5/240/2 5.02.1999
No.18F Rawa- 008
manggun.
3 Yayasan Jl.Jatinegara Dirjen Bimas F.K.Makahana Kel.Bali Mester
Awana Timur Gg.Limo K No.C-2763-P SH. No .5 16 Kec. Jatinegara
Indonesia No105/62 HT.01.02 Thn1 - 2006 Jakarta Timur
2006
4 Yayasan Musik Jl.Wisma Jaya Dirjen Bimas KH.Zamry Kel.Rwmanggu
Gereja No.11 No.OJ/III/Kep/Gimon, n Kec.Pulo
(Yamuger) Rawamangun HK.00.05/67/2SH.No.58 Gdng Jakarta
008, 19 – 2- 12.04.1991 Timur
2008
5 Yayasan Jl.H.Husin KumHam Achmad Kel.Susukan
Tabura No.33 Rt.09/04 No.AHU- zainudin Kec. Ciracas
Indonesia Susukan 368.AH01,04 SH.No.02 l jakarta Timur
Ciracas Thn 2009 2.12.2008
6 Yayasan Jl.Taman Jelita - H.Azra Jakarta Timur
Pendidikan Blok C.11 Alia,SH
dan Pek. Injil Rawamangun No.41
Efrata 7.03.1991

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 79


7 Yayasan Jl.Panti KumHam Dr.Fransiis Kel.CpngCmpd
Parapatan Asuhan No.23 No.AHU- kus X ak
Otista III Jkt 558.AH. Arsin,SH Kec.Jatinegara
01.06 Thn No.2 Jakarta Timur
2008 l9.10.2007
8 Yayasan Jl.Otista KumHam No.39 Kel.Bidaracina
Agape No.125-127 F/Kep/HK.00 13.09.1996 Kec.Jatinegara
Indonesia 5/3948/2000 Jakarta Timur
9 Yayasan Jl.Pemuda No.177/Thn - Jakarta Timur
Pendidikan No.61 1990
Rohani Rawamanggun
Indonesia
10 Yayasan Swadaya raya KumHam R.Simajuta Kel.Klp.2.Weta
Bersinar Bagi Jl.Pebangunan No.C.1817.H k n Kec.Ciracas
Bangsa No.18/38 T.012.2006 Jakarta Timur
Kelapa dua
11 Yayasan Jl.Otista 82/23 - Elly Kel.Bidara
Philadelphia Halida,SH. Cina
Mission Kec.Jatinegara
Jakarta Timur
12 Badan Jl.Otista Dirjen Bimas Evendy Kel.Bidara
Kerjasama No.127 K No.94 Thn Troy Cina
Pelayanan 1989 Hasudngan Kec.Jatinegara
Antar S, ,S.H Jakarta Timur
Kampus No.3
22.09.2008
13 Yayasan Jl.Pulo - Drajat Kel.P.Gebang
House Of Gebang Darmadji, Kec.Cakung
Sarepta Permai Blok S.H. Jakarta Timur
G4 No. 24 No.191
23.02.2011
14 Perhimpunan Jl.P.Bambu - Afrizal,SH Kel.P.Bambu
Oikumene Asri Raya No.4 No.10 Kec.Duren
Pelayanan 20.01.2012 Sawit Jakarta
Immanuel Timur
15 Yayasan Jl.Kamp.Jemb - Ivonne Kel.Penggiling
Samuel atan Rt.015/01 B.Sinyal,S an Kec.Cakung
Elizabeth Blok C No.15 H No.68 Jakarta Timur
Tobing Penggilingan Tgl
14.08.2007
17 Yayasan Jl.Pisangan Dirjen Bimas N.T. Kel.Pisangan
Pelayanan Baru Timur VIII KNo.F/Kep/H Pattinama Br
Kasih Batu No.I K.00.5/13/83 No.75 Kec.Matraman
Penjuru 6/2000 29.09.2006 Jakarta Timur

80 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


18 Yayasan Jl.Jatinegara - Irene Kel.Balimester
Efata Marturia Barat No.195 Yovita Kec.Jatinegara
Lumban Jakarta Timur
Tobing,SH
No.24
28.02.2011
19 Yayasan Jl.Puskesmas - Lasma Kel.Bidaracina
Josua No.10 Batubara,S Kec.Jatinegara
Bangun Rt.007/06 H.MH Jakarta Timur
Bangsa Otista
20 Yay.Pendidik Jl.Pemuda 61 Dirjen Bimas - Jakarta Timur
an Rohani Rawa- K
Indonesia manggun No.177/1990
21 Yayasan Jl. Kelapa Dua
Bersinar Wetan Ciracas
Tunas Jakarta Timur
Bangsa
22 Yayasan Jl. Nanas I SK
Suara Blok E/10 Utan Kemenkumh
Kebenaran Kayu Selatan am AHU-
Akhir Zaman Jakarta Timur 791.AH.01.04
2011

Tabel 3
Data Yayasan Kristen Di Jakarta Selatan

KELENGKAPAN BERKAS
NAMA
NO ALAMAT AKTE
YAYASAN SK DOMISILI
NOTARIS
1 Yayasan Jl.Kemang KumHam R.Ningsi Kel.Duren Tiga
Lembaga Utara IX/10 AHU-499. .SH No.28 Kec.Pancoran
Reformed Jakrta AH.01.04 23.04.2010 Jakarta Selatan
Indonesia Thn 2010
2 Yayasan Jl.Tebet Raya - Haryanti .S Kel.Tebet Barat
Taman No.11 rt.02/02 Tanubrata,S Kec.Tebet Barat
Firdaus Tebet H No.2 Jakarta Selatan
14.04.2009
3 Yayasan Jl.Wijaya I Dirjen Maria Kel.Petogogan
Pelayanan No.41 Rt 9/5 Bimas K Kristiana
Halleluya Petogogan No.51 Thn
1992

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 81


Soeharyo,S Kel.Kebyran Br
H No.59 Jakarta Selatan
27.06.1984
4 Yayasan Gdng.Graha Dirjen Ny.Judy K.H Kel.Senayan
Internasional Niaga Lt.2 Bimas K Sentana SH Kec.Kebyran Br
Christian Jl.Jend No.DJ.III/Ke No.12 Jakarta Selatan
Fellowship Sudirman p/HK005/48/ 28.03.2002
Kav.58 1776/202
5 Yayasan Jl.M.Kahfi I Dirjen Yulia Kel.Jagakarsa
Nathania No.24 Bimas K Sianipar SH Kec.Jagakarsa
Ministry Rt.08/06 No.DJ.III/Ke No.4 Jakarta Selatan
Jagakarsa p/HK00.5/15 17.07.2006.
9/4740/2003
6 Yayasan Jl.Prof.Dr.Satri - - -
Suara Nafiri o Kav.10 Karet
Sejahtera Kuningan
Setia Budi
7 Yayasan Jl.Kuningan - - Kel.Menteng ats
Maria Utara Lot 15 Kec.Setibudi
Magdalena Jakarta Selatan
Ministri

Tabel 4
Data Yayasan Kristen Jakarta Utara

KELENGKAPAN BERKAS
NAMA
NO ALAMAT AKTE
YAYASAN SK DOMISILI
NOTARIS
1 Yayasan Domba Jl.Pluit Murni KumHam H.M.Afdal,G Kel.Pluit
Cerdas VI No.48 AHU- azali SH. Kec.Penjaringa
Indonesia AH.01.08. No.207 n Jakarta Utara
365 Thn 7.5.1997
2008
2 Yayasan Dong Jl.Gading KumHam Rusman,SH Kel.Klp.Gading
Bu Kirana Timur NoAHU- No.17 Kec. Klp.Gadin
H-13/33 5098.AH.01. 26.02.2009 Jakarta Utara
04 Thn
2010
3 Yayasan Jl.Muncang 7 - - -
Suara No.1Rt.014/00
Pentakosta 8 Koja
Indonesia

82 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


4 Yayasan Jl.Sunter PN Jakarta Inggraini -
Gregoreo Agung Niaga Utara45/LE Yamin SH
Ministry VI Blok G-6 G/2011 No.50
No.28 21.03.2001
5 Yayasan Misi Jl.Enim II Dirjen Bimas - -
Kristiani Untuk No.67 Tj.Priok K No.134 Thn
Pelaut 1989
6 Yayasan Jl.Malaka II - Karlita Kel.Pademanga
Peduli Bangsa No.64.66 Rusiyanti,S n Barat Kec.
H No.5 Tgl Penjaringan
20.04.2004 Jakarta Utara
7 Yayasan Wisma Mitra - Diah Agraini
Media Lestari Sunter No.20
Cinta Bangsa Jl.Boulevard 29.08.2010
Mitra Sunter
No.K C2
Sunter Jaya
8 Yayasan Kompl. MOI
Jangkar Kelapa Gading
Kehidupan Jakarta Utara

Tabel 5
Data Yayasan Kristen Jakarta Barat
KELENGKAPAN BERKAS
NAMA
NO ALAMAT AKTE
YAYASAN SK DOMISILI
NOTARIS
1 Yayasan Iman Jl.Lapangan Dirjen Bimas No.182/30.6.7 Jakarta Barat
Indonesia Bola,Kbn K No.E / Ket / 6
Jeruk 79/ 0369 / 77
2 Yayasan STT Jl.Green Ville Dirjen PPTK S.Siswadi Jakarta Barat
Amanat Agung Blok C3 No.1 Kep05683/P Aswin.SH
PTK/PTA/20
08
3 Yayasan Jl.Komp.Green KumHam Drs.Wijanto Jakarta Barat
Suara Nafiri Ville No.C- Suwongso,S
Kemenangan Masisonette 316HT.03.0 H
Blok.FA No.4-7 1Thn 2001
4 Yayasan Jl.Pal Merah Dirjen No.23 Kel.Palmerah
Baptis UtaraI,Rt02/16 Bimas 4.4.1987 Kec.
Independent N0.26 kDJ.III/Kep/ Palmerah
Indonesia HK.00. Jakarta Barat
5/272/

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 83


5 Yayasan Jl.Taman - M. K Jakarta Barat
Radio Berita Sentana Indah Soeharyo
Cahaya BlokNQ/17 No.49
Indonesia 21.10.1998
6 Yayasan Obor Jl.Green Velle Dirjen Bimas No.107 Jakarta Barat
Cemerlang Blok AX K DI.III/Kep/ 10.5.2001
Indonesia No.29-30 HK.00. 5/08/
1282/2002
7 Yayasan Jl.Green Velle Dirjen - Jakarta Barat
Persekutuan Blok AX Bimas K
UntukPekabar No.29-30 No.162 Thn
an Injil 1999
8 Yayasan Jl.Tanjung Menkeh Linda Jakarta Barat
Cahaya Kasih Duren Utara No.C.HT.03. Ibrahim,SH
Kristus VII/Gg 2 02/1993 No.5 16
No.316 .11.2006
9 Yayasan Green Ville Dirjen Bimas Jana Hanna Kel.Duri Kepa
Sumber Maisonete K No.DJ W, SH No.07 Kec. Kebon
Sejahtera Blok FC-20 III/Kep/ 3.3.2006 Jeruk Jakarta
HK.00.5/196/ Barat
3243/2006
10 Yayasan Jl.Tanjung Dirjen - Kel.Tjng Drn
Domba Kecil Duren Utara Bimas K Utr
III/E No.235 No.96 Thn Kec.Grogol
237 Rt.006/06 1991 Ptbrn Jakarta
Barat
11 Yayasan Jl.Duri Nirmala Dirjen Emmy Halim Kel.Duri Kepa
Anugerah 1/2 Duri Kepa Bimas SH,Mkn No.4 Kec. Kebon
Sejahtera KNo.F/Kep/ Tgl17.01.2006 Jeruk Jakarta
Indonesia HK.00.5/105 Barat
(YASINDO) /3505/2001
12 Yayasan Jl.Surya - Esther Mercia Kel.Kedya
Pengembanga Mandal I Sulaiman,S.H Utara Kec.
n Apologetika No.8D . No.57 Kebon Jeruk
Indonesia 24.10.2007 Jakarta Barat
13 Yayasan Jl.Pelopor - - Kel.Tegal Alur
Kasih Blok P1 No.10 Kec. Kalideres
Anugerah Rt.04/05 Jakarta Barat
Pelopor

Berdasarkan data diatas maka jumlah yayasan Kristen


yang bersifat gerejawi yang ada di wilayah DKI Jakarta
adalah:

84 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


a. Jakarta Pusat 36 buah;
b. Jakarta Timur 23 buah;
c. Jakarta Selatan 9 buah;
d. Jakarta Utara 8 buah;
e. Jakarta Barat 15 buah.
(Sumber: Brosur Pembimas Kristen).

Sekilas tentang Gereja


Gereja Bala Keselamatan
Gereja Bala Keselamatan, didirikan oleh William Booth
yang lahir pada tanggal 10 April 1829 di Kota Hottingham
Inggris. Sejak berusia 15 tahun William Booth bertobat dan
terpanggil untuk mencari orang miskin yang tidak mampu ke
gereja, kemudian menjadi penghotbah setempat di gereja
Methodis. William Booth mengenal Catherine Mumford yang
lahir di kota Ashborne London pada tanggal 17 Januari 1829,
pada usia 12 tahun, ia sudah pandai membaca Alkitab
Kejadian sampai mendapatkan wahyu sebanyak 8 kali.
William Booth dan Catherine menikah di London pada
tanggal 16 Juni 1855, keduanya berjanji menyerahkan diri
sepenuhnya bagi pekerjaan Tuhan. Bertahun-tahun pelayanan
yang dilakukan adalah melayani orang miskin dan
berkhotbah.
Bala Keselamatan atau perkumpulannya menggunakan
seragam khusus dan bendera warna merah kuning dan biru
dengan tulisan di tengah “Darah dan Api”. Keanggotaannya
disebut pengikut, rekrut dan prajurit, mereka dilatih dan
diperlengkapi dalam menjalankan tugas. Perjuangannya
melawan dosa dan kejahatan. Tugas mereka pergi mencari
jiwa-jiwa yang terhilang. (Brosur yang sumbernya dari Gedion
Rangi, Opsir Bala Keselamatan). Bala keselamatan adalah

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 85


sebuah organisasi internasional yang bernama “ The Salvation
Army”. Secara internasional Gereja Bala Keselamatan telah
melayani kurang lebih di 146 negara.
Pada tanggal 24 November 1894, Jenderal William
Booth, pembangun bala keselamatan mengutus para opsir
perintis dari Negara Belanda untuk membuka pekerjaan Bala
Keselamatan di Indonesia. Asal mulanya perintah itu terjadi
pada musim panas tahun 1894. Pada waktu itu seorang opsir
Bala Keselamatan berkebangsaan Belanda bernama Esign
Adolf van Emmerik mengunjungi London dan memberikan
keterangan yang sangat berharga yaitu Bala Keselamatan akan
memulai pekerjaannya di Indonesia. Sebelum menjadi opsir ia
pernah beberapa tahun menetap di pulau Jawa. Pada tahun
1894 di Pulau Jawa ada 24 orang misionari dan pendeta
Protestan, 151 orang pembantu misionari dari penduduk
setempat dan 142.000 orang Kristen dari jumlah 24 juta
penduduk. Dalam bulan September 1895, datanglah bantuan
beberapa orang opsir dari Inggris dan pada akhir tahun ini
juga pekerjaan BK dimulai dari Semarang.
Pada tahun 1899 tercatat sebanyak 15 opsir. Sedangkan
pada tahun 1900 dimulailah penerbitan pertama majalah
resmi Bala Keselamatan yang diberi nama “Kabar Selamat”
dengan tiga halaman berbahasa Melayu dan satu halaman
berbahasa Belanda. Melihat pekerjaan yang makin meluas ini
memerlukan tenaga-tenaga dari penduduk pribumi. Oleh
karena itu diadakan suatu kursus yang dimaksudkan untuk
melatih serta mendidik pemuda-pemudi bangsa Indonesia
untuk menjadi opsir. Demikianlah Pusat Latihan Bala
Kesematan yang pertama didirikan pada tahun 1903 di
Kedung Pani Semarang. Selama 7 tahun pekerjaan Bala
Keselamatan di Indonesia berada di bawah territorial

86 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Australia dan pada masa-masa permulaan banyak opsir dari
Australia dengan suka rela menyumbangkan pikiran mereka
demi kelanjutan pekerjaan Bala Keselamatan. Baru pada tahun
1905 dengan diangkatnya Letnan Kolonel P. Van Rossum
sebagai Komandan Teritorial yang pertama, di Pulau Jawa
dijadikan Teritorial tersendiri. Sampai sekarang ini tercatat 22
orang Komandan Teritorial yang memimpin Teritorial
Indonesia.

Doktrin Bala Keselamatan


1. Kami percaya, bahwa Alkitab yang terdiri dari perjanjian
lama dan baru ditulis dengan ilham Allah; dan bahwa
kedua-duanya itu sajalah yang merupakan peraturan Ilahi
mengenai iman dan praktik kehidupan Kristen;
2. Kami percaya, bahwa Allah itu Esa dan Mahasempurna,
Pencipta, Pemelihara, dan pemerintah alam semesta dan
hanya kepada Dia sajalah patut manusia berbakti;
3. Kami percaya, bahwa ada tiga pribadi dalam Allah yakni
Allah Bapak,Anak dan Roh Kudus, yang tak terpisahkan
dalam intinya dan yang sama kuasa dan kemuliaanNya;
4. Kami percaya, bahwa nenek moyang kita yang pertama
diciptakan Allah dalam keadaan tidak berdosa, tetapi
karena melanggar perintah Allah, mereka kehilangan
kesucian dan kebahagiaan mereka; dan bahwa kejatuhan
mereka menyebabkan semua manusia juga jadi berdosa,
rusak sama sekali batinnya, oleh karena itu patut
mendapat murka Allah;
5. Kami percaya, bahwa Tuhan Yesus Kristus, oleh sengsara
dan kematianNya sudah mengadakan perdamaian bagi

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 87


segenap dunia, sehingga barang siapa yang mau dapat
diselamatkan;
6. Kami percaya, bahwa penyesalan dihadapan Allah,
kepercayaan kepada Tuhan kami Yesus Kristus dan hal
dilahirkankembali oleh Roh Kudus adalah perlu untuk
memperolah keselamatan;
7. Kami percaya, bahwa kami dibenarkan oleh kasih karunia
Allah melalui iman kepada Tuhan kami Yesus Kristus dan
bahwa setiap orang percaya memiliki kesaksian tentang
hal itu di dalam dirinya;
8. Kami percaya, bahwa keberlangsungan keadaan
diselamatkan tergantung pada ketetap taatan iman kepada
Kristus;
9. Kami percaya, bahwa semua orang yang beriman diberi
hak istimewa untuk dikuduskan secara keseluruhan dan
bahwa segenap roh dan jiwa serta tubuh dapat terpelihara
sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus
Kristus, Tuhan kami;
10. Kami percaya pada kekekalan jiwa manusia, kebangkitan
tubuh, hari pengadilan pada akhir zaman, kebahagiaan
kekal bagi orang saleh, dan hukuman kekal bagi orang
durjana. (Sumber: Gedion Rangi, Pendeta BK, 18 Maret
2013).
Dari sekian butir doktrin yang ada, dapat diringkas
menjadi 3 (tiga) doktrin Gereja Bala Keselamatan (BK),
yakni: 1) Doktrin Teologis; 2) Doktrin Etika; 3) Doktrin
kehidupan sesudah mati. ( Nahar Nahrawi, dalam buku
Direktori Kasus-kasus Keagamaan, Aliran, Paham
Gerakan Keagamaan, Puslitbang Kehidupan Keagamaan,
2009 : 329). Di samping doktrin dasar tersebut yang

88 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


menjadi pegangan setiap anggota, ada pula doktrin-
doktrin lain yang telah dibakukan antara lain: 1)
Penyucian, dalam arti meninggalkan perbuatan yang
buruk, dan pengabdian diri serta iman sepenuhnya
kepada Tuhan; 2) Baptisan Roh Kudus yang dilakukan
pada waktu seseorang dilahirkan kembali dan diilhami
oleh kasih Allah; 3) perjamuan suci yang tidak harus
melalui upacara formal tetapi yang lebih utama adalah
persekutuan langsung dengan Allah melalui roh kudus; 4)
Lambang Bala Keselamatan adalah “Darah dan Api” yang
artinya bahwa setiap orang yang beriman telah
diselamatkan oleh darah Kristus dan akan memperoleh
kesucian hidup oleh kuasa Roh Suci. (Nahar Nahrawi,
dalam buku Direktori Kasus-kasus Keagamaan, Aliran,
Paham Gerakan Keagamaan, Puslitbang Kehidupan
Keagamaan, 2009 : 329).

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 89


BAB II
TEMUAN HASIL PENELITIAN

Aliran yang ada dalam Kristen meliputi:


a. Calvinisme dan Luter;
b. Baptisme;
c. Advent;
d. Pentakosta (Bethel Karismatik)
e. Ortodoks;
f. Metodis;
g. Bala Keselamatan. Sedangkan Saksi Yehova dan Mormon
merupakan sempalan yang bagian dari binaan Pembimas
Kristen. (Wawancara dengan Pdt. Adieli dkk, 2 April 2014).
Adapun Jumlah Gereja, Sinode danYayasan Kristen
serta nama-namanya adalah: jumlah gereja yang ada di
wilayah DKI Jakarta sekitar 3000 lebih, tetapi yang memiliki
IMB baru hanya 1059 gereja, hal ini disebabkan sulitnya
membuat IMB, terkadang gereja yang belum memiliki IMB,
tapi tidak ada masalah, namun demikian ketika ingin
membuat IMB malah timbul masalah, ada yang demo dan
didatangi preman-preman (Wawancara dengan Pdt. Adieli
Zendrato). Jumlah Sinode yang ada di seluruh Indonesia
mencapai 323 buah, dan yang ada di DKI Jakarta baru
mencapai 97 (206) Sinode gereja. Sedangkan jumlah sinode
yang tidak terdaftar ada satu yaitu GKMI Bintaro.
Nama-nama Gereja/Sinode yang ada di DKI Jakarta
meliputi:

90 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Jumlah Sinode PGPI (Persekutuan Gereja Pentakosta
Indonesia) ada 27 gereja.
Jumlah Sinode PGI (Persekutuan -Gereja gerejadi
Indonesia) ada 61 nama gereja.
Jumlah Sinode PGLII(Persekutuan Gereja-gereja dan
Lembaga Injili Indonesia) ada 34 gereja.
Jumlah Sinode PGTI ( Persekutuan Gereja Tionghoa
Indonesia) ada 11gereja.
Jumlah Sinode PBI (Persekutuan Baptis Indonesia) ada 5
Gereja.
Jumlah Sinode BK (Bala Keselamatan) ada 5 gereja.
Jumlah Sinode GMAHK (Gereja Masehi Advent Hari
Ketujuh) ada 63 gereja. (Sumber: Brosur Pembimas Kristen
Kanwil Kementerian Agama DKI Jakarta). Selain itu bentuk-
bentuk gereja yang ada di DKI Jakarta adalah:
a. Gereja permanen, gedungnya mewah dan memiliki IMB;
b. Gereja Semi permanen, tempatnya di mall-mall dan ruko-
ruko, biasanya tidak memiliki IMB;
c. Gereja darurat, tempatnya di kantor-kantor dan di rumah-
rumah.
Dengan banyaknya jumlah gereja bisa berakibat
terjadinya perpecahan diantara masing-masing gereja itu, baik
antar sinode maupun di luar sinode tersebut. Faktor-faktor
terjadinya perpecahan gereja antara lain adalah: 1) karena
dilihat dari sudut pandang doktrin ajaran yang berbeda
pemahaman, misalnya jemaat dari gereja tertentu
memisahkan diri disebabkan ada hal yang penting
menurutnya merupakan suatu ibadah, tetapi gereja tersebut

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 91


tidak merayakannya, sehingga jemaat itu memisahkan diri
dan membuat gereja baru; 2) perebutan kekuasaan/
kepemimpinan gereja; 3) karena faktor ekonomi, dan 4) ada
juga karena perebutan jemaat atau domba.
Berkaitan dengan masalah Undang-Undang ormas,
karena baru muncul tahun 2013, maka sebagian besar dari
pemimpin gereja menyatakan belum mengetahui apa isi dari
undang-undang itu dan belum pernah melihat dan
mendengarnya. Terkecuali Pembimas Kristen yang telah
mengetahui dan membacanya, sehingga dapat mengatakan
bahwa isi dari Undang-Undang tersebut terdapat kejanggalan,
dimana ormas-ormas mainstream bisa saja dibubarkan bila
melakukan suatu pelanggaran. Oleh karena itu PGI,
Muhammadiyah dan NU menolaknya.

Pandangan Pemimpin Gereja


Mengenai pelayanan dan pengaturan organisasi gereja
atau denominasi gereja yang dilakukan selama ini, Dirjen
Bimas Kristen dengan tegas tidak menerima lagi pendaftaran
organisasi gereja baru. Hal ini karena pada tahun 1989 sudah
ada surat edaran dari Direktur Jenderal Bimas Kristen
Protestan yang berisi himbauan agar tidak dibentuk lagi
organisasi gereja baru. (Wawancara dengan Pdt. Adieli, 27
Maret 2014).
Pdt. Ir. Bunyamin berpandangan bahwa memang Dirjen
Bimas Kristen sangat ketat sekali dalam hal pendirian gereja
baru, dimana ketika kami mau mendaftar organisasi gereja
baru yang saya pimpin, lalu mereka katakan sudah tidak bisa
lagi dan sudah tertutup untuk pendaftaran gereja yang baru
muncul. Padahal menurut yang saya ketahui bahwa,

92 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


kebebasan beragama dan berkeyakinan dijamin dalam
Undang-Undang Dasar 1945, oleh karena itu sebaiknya gereja-
gereja baru yang mau berkembang diwadahi dan difasilitasi
dengan diberi izin yang tentunya melalui prosedur-prosedur
yang dibina Kanwil Agama dalam hal ini Pembimas Kristen.
Memang sebetulnya pemerintah perlu membuat aturan-
aturan yang ketat demi ketertiban, tetapi jangan ditutup,
karena umat Kristen ingin pengembangan-pengembangan,
sebaiknya diwadahi saja. (Wawancara dengan Pemimpin
Gereja Kehilat Mesianik Indonesia (GKMI), 28 Maret 2014).

Lain halnya dengan Gereja Misi Injili Indonesia (GMII)


yang beralamat di Kompleks Widuri Blok B 7-8 Jl. Palmerah
Barat Jakarta Selatan. Gereja ini berdiri pada Tahun 1992 dan
sudah terdaftar di Dirjen Bimas Kristen. Gereja GMII ini
walaupun sudah terdaftar di Dirjen Bimas Kristen
Kementerian Agama RI, tetapi rumah ibadatnya belum dalam
bentuk gereja melainkan dalam bentuk ruko sebagai tempat
pembinaan rohani, yang dibeli oleh salah seorang pengusaha
yang dihibahkan untuk kebutuhan umat Kristen Protestan
dalam melakukan ibadatnya. Ketika penulis melakukan
penelitian dan melakukan wawancara dengan salah seorang
yang bernama Ponis Bukit, beliau mengatakan ia sebagai
pimpinannya. Awal mula ruko ini dijadikan tempat ibadat
untuk jemaat Kristen adalah atas ide bapak Alex Supit (selah
seorang pengusaha). Jemaat yang datang ke gereja ini ada
yang dari Bekasi dan Jakarta. Menurut Ponis Bukit jemaatnya,
sekarang ini berjumlah 160 orang yang pada awalnya hanya
ada 6 keluarga. Dari pengamatan peneliti gereja ini tidak
nampak sebagai tempat ibadat bagi umat Kristen melainkan
terlihat hanya sebagai Ruko, selain itu tidak tampak ada

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 93


tulisan nama gereja atau tempat pembinaan rohani bagi umat
Kristiani. Etnisnya berasal dari kebanyakan Tionghoa, tetapi
ada dari Jawa, Batak, NTT dan Manado. Ruko ini selain
digunakan sebagai tempat ibadat, juga digunakan untuk
kegiatan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang ketika
peneliti melakukan observasi di Ruko tersebut, anak didiknya
baru berjumlah 14 orang dan hampir semuanya beretnis
Tionghoa. (Sumber : Hasil wawancara dengan Ponis Bukit dan
pengamatan di lokasi GMII).
Pelayanan dan pengaturan organisasi gereja yang
dilakukan Direktorat Jenderal Bimas Kristen selama ini, Pdt.
Ponis bukit berpandangan bahwa pelayanan yang diberikan
dari pemerintah selama ini baru sebatas dalam masalah
adminitratif, karena Dirjen Bimas Kristen bukan sebagai
atasan gereja, melainkan sebagai mitra kerja. Namun dalam
pengaturan gereja, ia setuju dengan kebijakan pemerintah
yang menutup pendaftaran gereja-gereja baru, karena hal ini
sesuai dengan himbauan dari Dirjen Bimas Kristen yang
isinya agar tidak membentuk lagi organisasi gereja baru. Oleh
karena itu bagi gereja-gereja yang sudah ada sebaiknya
diberikan pembinaan-pembinaan secara aktif, dan sebaiknya
bagi gereja-gereja yang sudah tidak eksis dibubarkan saja.
(Wawancara dengan Pdt. Ponis Bukit, 31 Maret 2014).
Bagi pemimpin Gereja Protestan Indonesia bagian Barat
(GPIB Shalom), yang beralamat di Jl. Anggrek Cendrawasih II
Kompleks Slipi Blok J. 11 Slipi Jakarta Barat, Gereja ini
induknya ke GPIB Jakarta Pusat Jl. Medan Merdeka Selatan.
Gereja GPIB Salom ini berdiri sejak Jaman Gubernur Ali
Sadikin sudah kurang lebih 40 tahun atau berdiri sejak 2
Nopember tahun 1969. Pendeta yang ada di GPIB ini selalu
diadakan mutasi lima tahun sekali, dan usia pensiunnya

94 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


berkisar umur 60 s/d 65 tahun. Rumah pendetanya selalu
berpindah-pindah tergantung pimpinnan pusat yang
menentukannya. Jumlah jemaat GPIB ini sangat banyak,
etnisnya heterogin mencerminkan Bhinneka Tunggal Ika.
Jemaatnya kebanyakan tempat tinggalnya jauh-jauh, ada yang
dari Tanggerang, Banten, Bandung, Bekasi Palmerah,
Kebayoran dan Slipi. GPIB ini memiliki sebuah Klinik yang
beroperasi mulai jam 13.00 s/d sore hari pada setiap hari
Jum’at dan Sabtu. Bagi yang berobat tidak dipungut biaya
(gratis), kecuali bila ada yang mengidap penyakit berat, maka
dirujuk ke rumah sakit dengan biaya sendiri. Dokternya ada
dua orang dan keduanya beragama Islam. Perawatnya dari
jemaat GPIB. Selain itu GPIB suka memberikan bantuan biaya
pendidikan bagi anak yang orang tuanya tidak mampu, dari
mulai sekolah dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Sampai
penelitian ini dilakukan menurut salah seorang pendeta
mengatakan jumlah anak yang dibantu ada 60 orang anak
didik.
Pendeta GPIB ( Nestor Mananohas, S. Th) berpandangan
bahwa pelayanan yang dilakukan Dirjen Bimas Kristen selama
ini baru sebatas administratif bagi gereja-gereja induk,
sedangkan bagi organisasi gereja cabang, seperti GPIB Shalom
ini, pelayanan administrasinya dilakukan oleh pembimas
Kristen di Kanwil Kementerian Agama DKI Jakarta. Terkait
masalah pengaturan organisasi gereja yang dilakukan Dirjen
Bimas Kristen selama ini berpedoman pada buku sosialisasi
PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006. Bagi yang mendirikan gereja-
gereja baru, harus kembali kepada induknya dan menutup
pendaftaran organisasi-organisasi gereja baru. Jadi bagi yang
membentuk denominasi baru supaya kembali kepada
induknya.(wawancara dengan Pdt. Nestor, 30 Maret 2014).

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 95


Begitu juga Gereja Bala Keselamatan yang beralamat di
Jl. Kramat Raya No. 55 Jakarta Pusat. Gereja Bala Keselamatan
ini induk nasionalnya di Bandung dan induk internasionalnya
di London. Gereja Bala Keselamatan Kramat Raya ini berdiri
sejak bulan Maret tahun 1907. Pimpinan Gereja Bala
Keselamatan ini bernama Pdt. Mayor Gedion, atau disebut
juga Opsir (Pendeta) Gereja Bala Keselamatan Kramat Raya.
Gereja Bala Keselamatan Kramat Raya ini merupakan system
komando, dimana kebijakan strategis tergantung keputusan
dari pimpinan pusat (Bandung). Gereja Bala Keselamatan
Kramat Raya ini memiliki Sekolah Tinggi Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Bala Keselamatan, sekolah ini siswanya tinggal
atau menetap di Kramat Raya, yang terdiri dari siswa laki-laki
dan perempuan, namun ada juga yang sudah berkeluarga.
Menurut ibu Sintiya sebagai staf pimpinan bagian Sekolah
Tinggi Pusdiklat mengatakan bahwa Siswa sekolah ini khusus
bagi orang-orang yang telah menjadi anggota dari gereja Bala
Keselamatan. Misi dari Gereja Bala Keselamatan ini adalah
menolong orang-orang miskin. Visinya kepada Allah, tangan
terulur kepada sesama. Awalnya dari kegiatan social
(kesehatan dan pendidikan) baru kemudian rohaninya.
(Menurut Sintiya).Gereja Bala Kesematan ini memiliki 4
(empat) bidang pelayanan sosial yaitu: 1) Panti social anak-
anak ( di Tanggerang, Bandung dan Surabaya); 2) Lansia
(Panti Werda Lanjut Usia) di (Bandung dan Semarang); 3)
Rumah Sakit (di Bandung, Surabaya, Semarang, Palu dan
Makassar); 4) Pendidikan dari TK s/d Perguruan Tinggi dan
Akper. Dari seluru kegiatan ini ada donator dari luar Australia
dan Amerika. (Wawancara denga Sintiya dan Gedion, 18
Maret 2014). Selain itu dikatakan bahwa Gereja Bala
Keselamatan ini di Indonesia telah memiliki gedung Gereja
sebanyak 400 buah. Namun bagi jemaat yang rumah

96 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


tinggalnya jauh dan banyak memiliki jemaat, boleh membuka
pos pelayanan. Misalnya Depok, namanya Pos luar Depok, ini
berarti cabang dari Gereja Bala Keselamatan. Bala
Keselamatan artinya tentara yang menyelamatkan umat.
Pimpinan Gereja Bala Keselamatan Kramat Raya,
berpandangan bahwa pelayanan dan pengaturan organisasi
gereja yang dilakukan Dirjen Bimas Kristen selama ini baru
hanya sebatas administratif, sedangkan pengaturan gereja
dilakukan sesuai himbauan dari Dirjen Bimas Kristen yang
isinya tidak boleh lagi membentuk organisasi gereja baru.
Selain berdasarkan buku Sosialisasi PBM No. 9 dan 8 dan
dengan tegas beliau mengatakan tidak boleh lagi membentuk
denominasi baru, karena pendaftaran denominasi baru sudah
tertutup. Bagi yang mendirikan gereja baru harus kembali
kepada induknya. Dan memperketat kriteria-kriteria dalam
pendirian gereja baru, seperti: berapa banyak jemaatnya,
berasal dari mana saja jemaat tersebut dan bagaimana situasi
lingkungannya, memungkinkan atau tidak untuk pendirian
sebuah gereja. (Wawancara dengan pemimpin gereja Bala
Keselamatan Kramat Raya, 1 April 2014).
Pemimpin Persekutuan Gereja-Gereja Pentakosta
Indonesia (PGPI) berpandangan bahwa masalah pelayanan
dan pengaturan organisasi gereja yang dilakukan Dirjen
Bimas Kristen selama ini adalah masalah pelayanan yang
diberikan baru sebatas admintratif, karena kita sama-sama
sudah mengetahui bahwa antara Dirjen Bimas Kristen dengan
organisasi gereja, hubungannya hanya bersifat mitra kerja dan
bukan sebagai atasan dengan bawahan. Sedangkan dalam
masalah pengaturan gereja kan sudah diatur dengan adanya
himbauan dari Dirjen Bimas Kristen, yang mengatakan tidak
ada lagi pembentukan denominasi atau organisasi gereja baru.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 97


Nah, pernyataan tersebut sebenarnya perlu menjadi perhatian
bagi semua umat atau jemaat gereja untuk dijadikan sebagai
pedoman. Namun demikian bila jemaat berkeinginan sangat,
sesuai kebutuhan untuk mendirikan gereja baru, maka
kembalilah kepada induknya. Dan memang pemerintah perlu
membuat aturan-aturan dalam pendirian denominasi atau
organisasi gereja baru. (Wawancara dengan Pdt. Eddy
Pongok, 2 April 2014).
Badan Musyawarah Antar Gereja yang ada di wilayah
DKI Jakarta (Pdt. Rusdyslat) berpendapat bahwa masalah
pengaturan gereja memang sudah diatur dalam buku
Sosialisasi PBM No. 9 dan 8 tahun 2006, walaupun jemaat
Kristen sangat membutuh kan sebuah rumah ibadat, namun
pelu kita melihat aturan-aturan yang ada dalam buku
Sosialisasi PBM. No. 9 dan 8 Tahun 2006, apakah di wilayah
yang akan dijadikan tempat ibadat itu, memungkinkan tidak
dengan situasi dan kondisi masyarakatnya dan persyaratan-
persyaratan yang ada dalam buku PBM tersebut, terpenuhi
atau tidak. Kalau memang tidak bisa terpenuhi, lebih baik kita
musyawarahkan dulu dengan pembimas Kristen, BAMAG
DKI dan BKSAG DKI Kecamatan Tanah Abang.

Kebijakan Kementerian Agama


Kebijakan Pembimas Kristen di Kanwil Kementerian
Agama DKI Jakarta, dalam hal pelayanan terhadap
denominasi gereja diberikan sesuai anggaran yang diterima
dari Dirjen Bimas Kristen dan tidak lebih dari itu. Pelayanan
yang diberikan secara rutin baru dalam bentuk administratif.
Sedangkan dalam hal pengaturan organisasi gereja kami
lakukan sesuai himbauan dari Dirjen Bimas Kristen yang

98 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


isinya tidak boleh lagi membentuk organisasi gereja baru.
Selain itu kami melakukannya berpedoman pada Buku
Sosialisasi PBM. No. 9 dan 8 Tahun 2006.

Pemikiran Para Pemimpin Gereja


Pdt. Adieli mengatakan bahwa Pemerintah perlu
memberikan pembinaan secara aktif terhadap gereja-gereja
yang sudah ada dan menutup pendaftaran adanya
denominasi gereja yang muncul, hal ini berdasarkan surat
edaran Direktur Jenderal Bimas Kristen Protestan pada tahun
1989, yang berisi himbauan agar tidak dibentuk lagi organisasi
gereja yang baru, karena sekarang ini jumlah sinodenya yang
terdaftar di Dirjen Bimas Kristen telah mencapai 323 untuk
seluruh Indonesia. Selain itu juga pembimas Kristen
mengatakan bahwa sebaiknya Dirjen Bimas Kristen
melakukan evaluasi terhadap gereja-gereja yang ada, dan
kalau memang gereja-gereja tersebut sudah tidak eksis,
sebaiknya SK nya dicabut saja.
Pdt.Gedion Rangi (Pimpinan Gereja Bala Keselamatan
Kramat Raya) mengatakan bahwa pihak Dirjen Bimas Kristen
harus memberikan persyaratan ketat dalam pendirian gereja-
gereja baru, dan harus memenuhi kriteria-kriterianya, seperti:
berapa banyak jemaatnya, jemaatnya berasal dari mana saja,
Status tanahnya bagaimana, terpenuhi atau tidak dengan
aturan yang ada dalam buku Sosialisasi PBM. No. 9 dan 9
Tahun 2006.
Pdt. Bunyamin berpendapat bahwa pemerintah
sebaiknya mengakomodasi dengan memberikan izin gereja-
gereja baru tetapi dengan prosedur dibina Kanwil, karena
bagaimanapun umat ingin berkembang; Sebenarnya

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 99


kebebasan beragama dijamin dalam Undang-Undang Dasar
1945, oleh karena sebaiknya pemerintah mewadahi dan
memfasilitasi gereja-gereja yang muncul dan sebaiknya
mengakui adanya sinode-sinode baru yang mau berkembang,
jangan ditutup pendaftarannya tetapi diatur dengan
ketentuan yang jelas.
Pdt. Ponis Bukit menyatakan bahwa Pemerintah perlu
mengatur pendirian rumah ibadat, dan harus mengikuti
aturannya, dan kalau mau mendirikan gereja baru, harus
mengikuti induk/sinodenya. Selain itu menyetujui aturan
yang ditetapkan pemerintah, namun ada keberatan dengan
penentuan 90 orang jemaat yang mau ibadat di gereja itu dan
60 orang yang mendukung atau menyetujuinya. Ketetapan 60
orang itu sulit, bagaimana mungkin orang yang berbeda
agama dengan kita mau menyetujui keberadaan rumah ibadat
orang lain, jangan-jangan mereka juga takut dosa.
Pdt. Nestor mengatakan bahwa pemerintah perlu
mengatur pendirian rumah ibadat, dan harus mengikuti
aturan yang ada dalam Buku Sosialisasi PBM. No. 9 dan 8
Tahun 2006, Jadi kalau mau bikin gereja baru, sebaiknya
mengikuti induknya. Setuju dengan himbauan pemerintah
yang menutup pembentukan organisasi gereja baru.

Relasi antara Dirjen Bimas Kristen dengan Pimpinan Gereja


Hubungan antara Dirjen Bimas Kristen dengan
pimpinan gereja sangat baik, dimana antara keduanya bukan
sebagai atasan dengan bawahan melainkan hanya sebatas
mitra kerja. Sebagaimana dikatakan bahwa kemitraan sebagai
suatu kerjasama untuk tujuan tertentu di mana pihak-pihak
terkait dapat menyatukan kekuatan, mempererat hubungan,

100 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


menghimpun sumber daya dan mendukung pertumbuhan
dari setiap pihak yang terlibat. Kerjasama itu perlu didasarkan
atas pemahaman bahwa keberadaan suatu kemitraan dapat
mendukung pencapaian visi atau harapan dari setiap
pihak.(Daru Marhaendhy dan Favor A. Bancin, 2008 : 33).

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 101


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari paparan tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Para pemimpin gereja yang ada di wilayah DKI Jakarta,
berpandangan bahwa pelayanan dan pengaturan
organisasi gereja atau denominasi gereja yang dilakukan
oleh Dirjen Bimas Kristen terhadap organisasi gereja,
selama ini baru bersifat administratif karena gereja itu
merupakan mitra kerja dan bukan sebagai atasan, tetapi
juga Dirjen Bimas Kristen memberdayakan keberadaan
lembaga tersebut, namun demikian pengaturan tentang
keberadaan Sinode gereja atau denominasi gereja baru,
Dirjen Bimas Kristen dengan tegas sudah menutup dan
tidak bisa lagi ada pendaftaran baru. Karena di Indonesia
hingga sekarang ini sudah mencapai 323 Sinode bahkan
sesuai dokumen yang ada jumlahnya mencapai 338
sinode;
2. Para pemimpin gereja yang ada di wilayah DKI Jakarta,
berpandangan bahwa Kebijakan Kementerian Agama
dalam hal ini pembimas Kristen tentang pelayanan dan
pengaturan organisasi gereja atau denominasi gereja yang
telah ada selama ini , pembimas Kristen di Wilayah DKI
Jakarta berpedoman kepada buku Sosialisasi PBM No. 9
dan 8 Tahun 2006. Gereja yang tidak memenuhi
persyaratan seperti tidak memiliki surat IMB gereja dan
lain sebagainya, maka dikategorikan gereja yang tidak

102 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


terdaftar, tetapi dibuatkan Surat Keterangan Lapor (SKTL)
yang ditandatangani oleh Pembimas Kristen.
3. Pemikiran ke depan yang dapat disumbangkaAA oleh
para pemimpin gereja yang ada di Wilayah DKI Jakarta
untuk menjamin keharmonisan dan kedamaian kehidupan
beragama , terkait dengan semakin banyaknya denominasi
baru yang ingin mendapatkan legalisasi dari pemerintah
adalah : a. pembimas merupakan kepanjangan tangan dari
pemerintah pusat dalam hal ini Dirjen Bimas Kristen, oleh
karena pembimas harus dapat melayani gereja-gereja yang
berusaha mengurus surat izin; b. pembimas Kristen yang
ada di wilayah DKI Jakarta saat ini cukup tegas dalam
urusan pendirian Sinode/gereja baru, mereka taat pada
aturan yang ada dalam buku Sosialisasi PBM No. 9 dan 8
Tahun 2006; c. Untuk gereja-gereja yang baru muncul
hanya dibuatkan Surat Keterangan Lapor (SKTL) gereja
yang ditandatangani oleh Pembimas Kristen.
4. Pemimpin gereja berkeberatan bila mendaftarkan
ormas/organisasi gerejanya ke Kesbangpol karena gereja
itu ormas keagamaan dan bukan LSM, sehingga mereka
mengatakan yang paling tepat adalah terdaftar di
Kementerian Agama;
5. Relasi sosial antara pimpinan gereja dengan Pembimas
Kristen yang ada di Kanwil Kementerian Agama, selama
ini berjalan baik-baik saja, hal tersebut dapat dibuktikan
bila ada masalah, diselesaikan secara bersama.

Rekomendasi
1. Pemerintah dalam hal ini Dirjen Bimas Kristen sebaiknya
melakukan pendataan ulang sejak kapan jumlah

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 103


denominasi yang ada di seluruh Indonesia itu mencapai
323/338 dan dimana keberadaannya, apakah semuanya itu
masih eksis;
2. Dengan banyaknya sinode gereja baru yang mau minta
dilegalisasi oleh pemerintah, sebaiknya Dirjen Bimas
Kristen perlu memikirkan atau memperhatikan kembali
masalah tidak bolehnya membentuk organisasi gereja
baru;
3. Relasi antara pimpinan gereja dengan Pembimas Kristen
yang menjadi kepanjangtanganan dari Dirjen Bimas
Kristen, yang selama ini sudah berjalan dengan baik, perlu
dipertahankan;

104 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


DAFTAR PUSTAKA

Bernard Raho SVD, Agama dalam Perspektif Sosiologi, Obor,


Jakarta, 2013.
Daru Marhendhy dan Favor A. Bancin, Memahami Tradisi dan
Sistem Pemerintahan Gereja-gereja di Indonesia,
Departemen Strategic Initiatives, World Vision
Indonesia, Jakarta, 2008.
Aritonang, Jan S. Dr. Pdt., Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar
Gereja, BPK Gunung Mulia, 2000, Jakarta.
Robertson Roland,ed., Agama dalam Analisa dan Interpretasi
Sosiologis, Rajawali Pers, Jakarta, 1992.
David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen, BPK Gunung Mulia,
Jakarta, 2011.
Kementerian Agama RI, Badan Litbang dan Diklat, Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, Direktori Kasus-Kasus
Keagamaan Aliran, Paham Gerakan Keagamaan, Jakarta,
2010.
Brosur Gereja Bala Keselamatan.
Nahar Nahrawi, Direktori Kasus-kasus Keagamaan, Aliran, Paham
Gerakan Keagamaan, Puslitbang Kehidupan Keagamaan,
Jakarta, 2009

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 105


106 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
3
PANDANGAN PEMIMPIN GEREJA TENTANG
PENGATURAN ORGANISASI GEREJA
Di Provinsi Jawa Barat

Oleh:
Reslawati

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 107


BAB I
GAMBARAN UMUM WILAYAH

Kondisi Demografi

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang


memiliki tingkat heterogenitas yang cukup kompleks, baik
dari segi suku, agama, ras, golongan maupun bahasa.
Heterogenitas ini menjadi salah satu tantangan dalam
membangun tata kehidupan yang harmonis untuk
mendukung keberlangsungan pembangunan baik daerah
maupun nasional. Provinsi Jawa Barat, dengan luas 35.377,76
Km2 didiami penduduk sebanyak 46.169.600 Jiwa. Penduduk
ini tersebar di 17 Kabupaten, 9 Kota, 625 Kecamatan dan 5.899
Desa/ Kelurahan. Jawa Barat mayoritas penduduknya
beragama Islam memiliki komposisi pemeluk agama sekitar
93,67% Muslim, 1,11% Katolik, 4,53% Kristen, 0,24% Hindu
dan 0,45 % Budha(data Kanwil Kemenag Prov. Jawa Barat
Tahun 2010.

Dinamika Sosial Keagamaan

Secara umum kehidupan keagamaan di Provinsi Jawa


Barat cukukp rukun, terutama di Kota Bandung. Namun
bukan berarti tidak ada riak-riak diantara hubungan intern
maupun antarumat beragama. Kasus yang sangat menonjol
terkait pendirian izin rumah ibadat di beberapa wilayah
Provinsi Jawa Barat, seperti di Ranca Ecek Bandung,
Tasikmalaya, Bekasi, Depok dan Bogor telah mewarnai

108 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


dinamika kehidupan keagamaan disana. Begitu juga dengan
maraknya tumbuh kembang gereja-gereja di beberapa tempat
di wilayah Bandung dan sekitarnya. Bahkan beberapa
pengembangan tempat ibadah dirumah-rumah penduduk dan
mall-mall serta terjadinya “numpang ibadah” (red) atau
“perpindahan” anggota jemaat gereja satu dengan yang
lainnya, yang menambah semarak kehidupan keberagamaan
umat Kristiani disana.

Berdasarkan data Pembimas Kristen Kanwil Kemenag


Prov. Jawa Barat jumlah pemeluk Agama Kristen di Jawa
Barat sebanyak 2.178.002 jiwa tersebar di 26 Kabupaten/kota,
dengan pelayan umat (pendeta 2.276 orang, pendeta muda
sebanyak 1.306 orang, pendeta pemula sebanyak 1.331 orang,
majelis/penatua sebanyak 16.873 orang, guru sekolah
menengah sebanyak 42.964 orang, penginjil sebanyak 5.207
orang, dan tenaga asing sebanyak 48 orang), sedangkan status
bangunan gereja (permanen sebanyak 1.196 buah, semi
permanen 458 buah, darurat/sewa/kontrak sebanyak 452
buah), adapun jumlah Sinode sebanyak 41 buah dan yayasan
Kristen sebanyak 108 buah.

Dalam pengamatan peneliti, kalau dilihat dari


banyaknya jumlah gereja/yayasan dan tempat ibadah yang
ada di Jawa Barat menunjukan begitu maraknya keberadaan
kehidupan umat Kristiani di Jawa Barat, namun disayangkan
belum ada data yg di update ulang untuk data terbaru terkait
pertumbuhan dan perkembangan data penganut agama
Kristen dalam 5 tahun terakhir, sehingga secara statistik atau
datatif tidak dapat di justifikasi bahwa semakin bertumbuh

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 109


atau semakin berkurang keberadaan penganut Kristiani di
Jawa Barat, begitu juga keberadaan tempat ibadah disana
apakah semakin bertumbuh kembang atau bahkan semakin
berkurang. Walaupun secara kasat mata kita dapat melihat
dan mengatakan bahwa banyaknya jemaat melakukan
kegiatan-kegiatan peribadatan di mall-mall, di rumah-rumah,
dan pengakuan pemimpin gereja adanya jemaat yang
melakukan ibadat dari satu gereja ke gereja lainnya.

110 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


BAB II
HASIL TEMUAN DAN ANALISISNYA

Pandangan Pemimpin Gereja


Pandangan Pemimpin Gereja Tentang Pelayanan Pembimas
Kristen
Dari hasil silaturrahmi, pembelajaran dalam bentuk
penggalian informasi peneliti terhadap beberapa pemimpin
gereja di Wilayah Provinsi Jawa Barat terkait dengan
pelayanan terhadap gereja oleh Penyelenggara Pembimas
Kristen, terungkap beragam pendapat. Namun secara umum
para pemimpin gereja mengungkapkan bahwa pelayanan
Penyelenggara Pembimas Kristen selama ini cukup baik,
walaupun ada beberapa hal yang harus lebih diperhatikan.
Pelayanan terhadap gereja yang dilakukan pembimas selama
ini hanya sebatas pelayanan administrasi saja, seperti: ketika
meminta surat perkawinan, kematian, surat kependetaan,
Surat Keterangan Tanda Lapor (SKTL) yang dikeluarkan oleh
Pembimas Kristen, demikian diungkapkan oleh pendeta
Philip dari gereja Rohoboth. Hal sama juga diungkapkan oleh
pendeta Lasma dari Gereja Pentakosta Antapani Bandung,
pendeta Frederik dari Gereja Kristen Jawa, Ferly David dari
Gereja Kristen Pasundan dan Opsir Made Petrus dari Gereja
Bala Keselamatan. Menurut pendeta Ferly David dari Gereja
Kristen Pasundan bahwa Selama ini kami belum mengetahui
pola pelayanan Pembimas Kristen Kementerian Agama
terhadap gereja, namun adanya jalinan kerjasama yang baik
dengan Kementerian Agama jika ada program Kementerian
Agama, dimana Gereja Kristen Pasundan ikut dalam rangka
pendirian rumah ibadat, inisiatif untuk dialog, pengadaan

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 111


guru agama, mendapatkan bantuan untuk rumah pendeta
atau untuk menambah kekurangan renovasi gedung gereja.
Pdt Frederik dari Gereja Kristen Jawa menyampaikan
bahwa selama ini hubungan antara Gereja dengan Pembimas
Kristen merupakan kemitraan. Apalagi kehadiran Pembimas
Kristen merupakan refresentasi kehadiran pemerintah,
sehingga ketika gereja membutuhkan legalisasi akta atau
apapun yang terkait persoalan admintrasi keagamaan, dengan
sikap sigap dan simpati memberikan pelayanan dengan
mudah, selama ini gereja merasa terbantukan. Komunikasi
yang dibangun antara pembimas Kristen dengan gereja cukup
positif dan kondusif, walaupun ada beberapa hal yang perlu
diperbaiki, misalnya pembimas harus mempunyai data yang
lebih valid sehubungan maraknya kasus-kasus tentang
pelarangan pendirian gereja, sehingga ketika dalam
menyelesaikan persoalan dapat menjembatani kepentingan
pihak gereja. Pembimas harus menelusuri lebih dalam apa
yang menjadi faktor-faktor penolakan terhadap gereja
tersebut, sehingga ada sikap antisipatif yang bisa dilakukan
pembimas, sebelum persoalan mencuat kepermukaan, yang
terjadi sebaliknya, pembimas justru bertanya dengan pihak
gereja yang bermasalah, bukan melakukan penelusuran dan
investigasi lebih awal, sehingga konflik yang seharusnya bisa
dicegah namun terlanjur mencuat kepermukaan, yang harus
diantisipasi adalah baik kasus permasalahan intern atau antar
umat beragama. Hal senada juga disampaikan oleh pendeta
Philip dari Gereja Rohoboth Syahlom, bahwa pelayanan
pembimas Kristen terhadap gereja-gereja hanya bersifat
administrative saja, tidak memasuki wilayah ibadat. Sangat
disayangkan terjadinya penutupan 9 rumah ibadat yang ada
di Rancah Ecek, seharusnya sebelum mencuat kepermukaan
pembimas sudah mengantisipasi keadaan tersebut, Gereja

112 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Rohoboth tadinya berharap dengan adanya pembimas Kristen
yang seharusnya mengatur izin gereja layak atau tidak dan
harus diakreditasi oleh pembimas karena mereka yang
mengeluarkan surat keterangan tanda lapor yang dimiliki
gereja, walaupun diakui bahwa gereja Rohoboth Syahlom di
Ranca Ecek tersebut izin bangunannya bukan merupakan izin
pendirian gereja, tetapi izin bangunan rumah, dimana jemaat
gereja Rohoboth Syalom sudah 28 tahun beribadat di rumah
tersebut, demikian diungkapkan pendeta Philip. Dalam hal
lain, gereja Rohoboth diundang melalui sinodenya dalam
kegiatan-kegiatan Pembimas Kristen Kanwil Kemenag, setelah
itu disampaikan ke gereja-gereja yang ada dalam naungan
sinode Rehoboth.
Menurut Pdt Lasma dari Gereja Pentakosta Antapani
Bandung, komunikasi yang dilakukan selama ini cukup baik.
Pembimas tidak pernah ikut campur dalam internal gereja dan
pembimas tidak ada kerjasama dalam hal pendampingan/
advocasi secara langsung, pelayanan yang dilakukan sebatas
mengundang dan memfasilitasi gereja-gereja terutama
berkaitan dengan program kegiatan yang dilaksanakan oleh
pembimas, seperti diberikannya kartu kerohanian
kependetaan untuk pendeta Lasma yang dikeluarkan oleh
Kanwil Kementerian Agama Jawa Barat, wajib lapor
keberadaan dan kegiatan setiap 2 tahun sekali (SKTL), dana
bantuan renovasi gereja sebesar 20 juta pada tahun 2010,
sosialisasi tidak boleh lagi ada penambahan sinode baru, jika
ada beberapa gereja sebaiknya di merger, seminar, training-
training, sosialisasi SK 2 menteri tentang PBM, dll. Adapun
terhadap gereja-gereja yang mengalami permasalahan rumah
ibadat, sebaiknya gereja-gereja menyelesaikan terlebih dahulu
proses administrasinya baik di pemerintahan, dalam hal ini
pembimas Kristen Kementerian Agama, administrasi

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 113


pendirian izin bangunan gereja dan pihak-pihak yang terkait
sampai prosesnya betul-betul mendapatkan izin pendirian
bangunan gereja, hal ini agar dapat mengurangi terjadinya
konflik baik intern maupun antar umat Bergama dilingkungan
sekitarnya ataupun masyarakat luas lainnya, demikian
disampaikan pendeta Lasma. Sedangkan menurut Opsir
Made Petrus dari Gereja Bala Keselamatan terkait masalah
pelayanan Pembimas Kristen terhadap gereja belum
mengetahui persis seperti apa, namun selama ini gereja
merasa dapat dukungan penuh dari pembimas Kristen
walaupun tidak secara langsung, dukungan penuh itu
diwujudkan dalam bentuk Gereja Bala Keselamatan
memberikan laporan tahunan kepada pembimas, dilanjutkan
oleh Opsir Hanny Tuhumury, Gereja Bala Keselamatan
selama ini tidak pernah mendapatkan informasi langsung
terkait dengan berbagai hal mengenai sosialisasi ataupun
kegiatan pembimas selain melalui Persatuan Gereja dan
Pendidikan Kristen (PGPK) yang merupakan mitra dari
pembimas Kristen, sebaiknya pembimas mengundang
langsung ke Gereja Bala Keselamatan, apalagi posisi Gereja
Bala Keselamtan yang ada di Jalan Jawa merupakan Pusat
Gereja Bala Keselamatan yang ada di Indonesia. Selama ini
kami mendapatkan informasi melalui PGKP saja, seperti;
sosialisasi tenaga kerja asing yang saya hadiri, di laksanakan
di puncak.
Apa yang diungkapkan para pemimpin gereja
berkenaan dengan pelayanan dan pembinaan terhadap gereja
senada yang disampikan oleh Ruminda, Kepala
Penyelenggara Pembimas Kristen Kementerian Agama.
Dimana selama ini pembimas Kristen telah berupaya untuk
melakukan berbagai pelayanan dan pembinaan keagamaan
terhadap gereja-gereja di wilayah Provinsi Jawa Barat sesuai

114 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


dengan tupoksi (tugas, pokok dan fungsinya) yang telah di
gariskan sesuai yang ada. Adapun terkait dengan pelayanan
dan pembinaan gereja, Pembimas Kristen tidak dalam ranah
pelayanan ibadah. Pelayanan ibadah dilakukan oleh pendeta
masing-masing dengan tata aturan organisasi yang sesuai
dengan yang sudah diatur oleh gereja masing-masing. Lebih
lanjut beliau mengungkapkan bahwa Selain itu, gereja
mempunyai tatacara ibadah atau liturgi berbeda-beda sesuai
dengan aturan gereja masing-masing.
Adapun pelayanan dan pembinaan terhadap gereja-
gereja berupa kemitraan saja yang diwujudkan dalam bentuk
pelaksanaan program kegiatan yang sudah dirancang oleh
Pembimas Kristen Kanwil Jawa Barat. Menurutnya, kata-kata
pelayanan menurut birokrasi tidak dapat disamakan dengan
kata-kata pelayanan yang ada di gereja. Pelayanan birokrasi
hanya sebatas adminstrasi saja, misalnya ketika gereja
membutuhkan perizinan dan atau pelaporan keberadaan
mereka, butuh rekomendasi pendirian rumah ibadat.
Sedangkan pembinaan diwujudkan dalam bentuk melakukan
kerjasama kepada gereja dalam melaksanakan kegiatan
berupa sosialisasi persiapan pasparawi ataupun pelaksanaan
pasparawi, memberikan bantuan terhadap gereja,
mengundang seminar/workshop yang diselenggarakan oleh
pembimas Kristen Kanwil Kemenag Jawa Barat,
mengeluarkan Surat Keterangan Tanda Lapor (SKTL) untuk
gereja yang melaporkan keberadaannya serta menjembatani
beberapa gereja yang mempunyai permasalahan dalam
mendirikan rumah ibadat. Pembimas sebagai fasillitator di
antara pihak-pihak yang bermasalah, dalam rangka menjaga
kerukunan intern maupun antarumat beragama.
Permasalahan intern misalnya, jika kita perhatikan seakan-
akan Kristen itu kelihatan sepertinya satu, padahal secara

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 115


intern tidak juga mereka satu, hal ini disebabkan adanya
perbedaan pemahaman dalam beribadat/liturginya, adanya
kepentingan tertentu oleh kelompok-kelompok tertentu, dll.
Padahal keinginan besar dari umat Kristiani adalah
menyatukan mereka dalam satu gerakan keesaan (ouekumene).
Pembimas berupaya untuk mengambil peran tersebut, namun
tidak segampang apa yang direncanakan. Melihat keadaan
seperti ini kita anggap saja bahwa begitu kayanya berkat
Tuhan diberikan kepada umat Kristiani dengan perbedaannya
itu. Adanya aliran yang berbeda-beda dalam Kristen justru
memberi warna tersendiri bagi perjalanan kekristenan di
Indonesia, khususnya Jawa Barat. Pembimas Kristen Kanwil
Jawa Barat juga melakukan kerjasama dengan Badan
Kerjasama Gereja-gereja (BKSG), Persekutuan Gereja- gereja di
Indonesia Wilayah Jawa Barat (PGIW), BAMAG, BKSAG,
Sinode-sinode Gereja dan Gereja-gereja induk, dll untuk
mensosialisasikan berbagai program kegiatan yang sudah
dirancang sebelumnya.
Kalau kita amati apa yang diungkapkan sebagian besar
para pemimpin gereja dan pembimas Kristen Kanwil
Kemenag Jawa Barat tentang makna pelayanan yang
dipahami secara birokrasi dan pemahaman pelayanan dalam
konteks gerejawi sangat berbeda. Pemerintah dalam hal ini
Kanwil Kemenag Jawa Barat melakukan pelayanan
terprogram sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai
birokrasi pemerintahan, yang diwujudkan dalam bentuk
program kegiatan yang sudah terencana berdasarkan
kegiatan-kegiatan yang melibatkan stakeholder, baik itu gereja,
LSM, instansi terkait lainnya tidak dalam kerangka ritual
keagamaan atau peribadatan. Melakukan pelayanan dalam
bentuk menjembatani dan membantu gereja dalam
menyelesaikan berbagai persoalan baik intern maupun

116 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


antarumat beragama yang mereka butuhkan baik secara
admistratif maupun dalam hal pembinaan fisikly jika
dibutuhkan oleh pihak gereja, karena pembimas Kristen
Kanwil Kementerian Agama Prov. Jawa Barat tidak
melakukan jemput bola seperti yang diinginkan beberapa
gereja. Keterbatasan tenaga pegawai para pembimas Kristen
yang hanya berjumlah 5 orang tidak cukup untuk menangani
pelayanan diwilayahnya yang begitu luas. Sehingga
pembimas memanfaatkan tenaga beberapa pihak didaerah
untuk memberikan informasi terkait dengan kebutuhan umat
Kristiani di beberapa wilayah kerja mereka. Sementera itu
pihak gereja selama ini memahami tugas-tugas pembimas
terhadap gereja adalah sebagai fasilitator dan sebagai
refresentasi kehadiran mereka di pemerintahan, sebagai
jembatan bagi gereja di pemerintahan, merekam aspirasi umat
Kristiani untuk dapat hidup dan beribadat lebih tenang dan
damai, sehingga mereka menyebutnya sebagai kemitraan,
bukan antara atasan dan bawahan.. Menurut Lehtinen
((1983:21) pemerintah harus melakukan pelayanan yang
sangat baik atau terbaik untuk menyediakan kepuasan
konsumen,dalam hal ini stakeholder (gereja-red). Pemerintah
wajib menjawab kegalauan umat jika umat dalam
kebimbangan dalam kehidupan bernegara dalam bidang
keagamaan. Sedangkan gereja memahami pelayanan adalah
yang dilakukan para rohaniawan dalam menjalankan misi
peribadatan dalam menghadap keimanan kepada Allah
dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh gereja.

Pengaturan Organisasi Gereja


Dari hasil diskusi yang berkembang bersama pimpinan
gereja, dapat dihimpun berbagai hal terkait pengaturan gereja

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 117


yang dilakukan oleh pembimas Kristen Kanwil Kementerian
Agama, sebagai berikut: Menurut pendeta Lasma, adanya
gereja yang muncul dan bertumbuh kembang tidak dapat
dicegah karena kita tidak bisa membatasi orang untuk
beribadah, sebaiknya gereja yang bertumbuh kembang
tersebut yang sealiran atau satu denominasi beribadah dalam
satu gereja saja, bila belum memiliki izin pembangunan
gedung gereja, hal ini untuk meminimalisir terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan di masyarakat dan sekaligus menjaga
kerukunan baik intern maupun antarumat beragama, untuk
pengaturan ini diperlukan peran pembimas Kristen
Kementerian Agama sebagai fasilitator, selama ini yang kami
ketahui pembimas tidak pernah mengatur gereja-gereja,
karena gereja punya tata aturan organisasi sendiri.
Sehubungan maraknya tumbuh kembang gereja-gereja baru,
dan terjadinya perpindahan anggota jemaat satu dengan
lainnya silahkan saja, sepanjang mereka jadi benar, prinsipnya
jiwa-jiwa hidup jadi benar dan bagus, jika pembinaan kita
benar terhadap anggota jemaat gereja maka mereka juga akan
tumbuh kembang jadi benar. Bagi Gereja Pentakosta tidak
perlu mengkhawatirkan tumbuh kembangnya gereja baru
karena tidak berpengaruh terhadap Gereja Pentakosta,
mungkin saja bagi gereja-gereja besar akan terganggu.
Menurut pendeta Ferly David, selama ini belum
mengetahui pengaturan organisasi gereja yang dilakukan oleh
Pembimas Kristen Kanwil Jawa Barat, apalagi terkait dengan
maraknya bermunculan gereja-gereja baru. GKP selama ini
tidak merasa terganggu dengan munculnya gereja-gereja baru
tersebut, karena keyakinan itu sudah menjadi hak mereka,
asal saja tertib, jika saja kelompok ini menjadi militan dan
berdampak pada gereja-gereja yang sudah mapan sebelumnya
karena proses panjang adanya gereja, ini yang harus

118 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


ditertibkan, sepanjang mereka tidak berdampak negative
terhadap gereja lainnya, silahkan saja. Lebih lanjut pendeta
Ferli David mengungkapkan bahwa di Gereja Kristen
Pasundan jika ada anggota yang pindah agama atau pindah
ke gereja lain maka keanggotaannya akan di cabut. Jika antar
anggota PGI, kita saling menghargai dan saling menghormati,
jika ada perpindahan anggota gereja ke gereja lainnya karena
sesuatu hal, akan diberikan surat pengantar kepindahan
anggota (surat atestasi), karena sudah pindah maka
keanggotaannya di Gereja Kristen Pasundan akan di cabut.
Kami tidak bisa melarang orang untuk pindah gereja atau
pindah keyakinan, selama ini yang kami ketahui belum ada
anggota GKP pindah agama atau pindah gereja, mungkin
karena selama ini mereka tumbuh kembang secara bersama,
sehingga walaupun ada GKP dekat rumahnya, dia belum
tentu beribadat di gereja tersebut, walaupun jauh gerejanya,
karena dia biasa beribadat disanah maka tetap akan
didatanginya, jadi tidak ada kekhawatiran bagi GKP adanya
tumbuh kembang gereja-gereja baru tersebut, karena kami
menanamkan keimanan kepada anggota jemaat kami,
demikian pendeta Ferly David menyampaikan.
Fenomena gereja-gereja tumbuh tidak bisa dihalangi
karena terkait kebebasan beragama, bahkan jika ada anggota
kami tidak nyaman di gereja kami, dan merasa nyaman ke
gereja lain, kami akan mendorong nyaman terhadap gereja
yang membuat mereka nyaman. Sepanjang anggota kami
tidak disesatkan kami mempersilahkan, hal ini jangan
dihambat karena tidak menjunjung tinggi nilai-nilai
kekristenan, harus saling menghargai dan tidak boleh saling
jelek, tidak boleh saling menghina satu sama lainnya,
demikian ungkap pendeta Frederik.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 119


Kami turut prihatin terhadap gereja-gereja yang tumbuh
kembang saling melakukan perpindahan gereja seperti yang
diberitakan di media. Kalau di Gereja Bala Keselamatan hal itu
tidak mungkn terjadi, karena orang tidak gampang untuk
keluar masuk menjadi anggota gereja, hal ini terkait dengan
kepangkatan seorang Opsir (pemimpin kerohaniawanan/
pendeta/pengembala/elder). Kepangkatan yang ada di Gereja
Bala Keselamatan merupakan tingkatan kerohaniawanan.
Setelah melalui pendidikan teologi mereka ditempatkan
berdasarkan pendidikan, skill, kesenioritasan, dll. Kami bisa
memakai jubah pendeta lain, tetapi pendeta lain tidak bisa
memakai jaket uni form yang kami pakai, karena ada tanda
kepangkatannya di baju kami diatas pundak kanan dan kiri.
Pimpinana tertinggi kami dengan pangkat Jenderal
berdomisili di London Timur. Sedangkan di pusat Gereja Bala
Keselamatan di Indonesia yang berada di Bandung dipimpin
oleh seorang Opsir Komandan Teritorial berpangkat
Komisioner, yang ditempatkan oleh Pimpinan Pusat Bala
Keselamatan Internasional yang berada di London, demikian
diungkapkan Opsir Made Petrus.
Dari deskripsi yang terurai berdasarkan pendapat para
pemimpin gereja bahwa tidak ada kekhawatiran dengan
adanya tumbuh kembang gereja-gereja baru atau bahkan
adanya perpindahan antara anggota jemaat gereja satu dengan
yang lainya sepanjang jemaat tersebut menjadi lebih baik
ditempatnya yang baru. Dan juga para pemimpin gereja
belum mengetahui pengaturan terhadap gereja seperti apa
yang telah dilakukan oleh pembimas Kristen selama ini.
Pembimas Kristen Kanwil kementerian Agama tidak pernah
mengintervensi intern gereja. Sementara itu gereja punya
aturan organisasi masing-masing, baik struktur organisasinya
sampai ke liturginya yang berbeda antargereja. Tumbuh

120 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


kembangnya gereja ditengah-tengah masyarakat
membuktikan betapa dinamika di internal umat Kristiani dan
antar gereja sangat positif, namun jika tumbuh kembang
gereja-gereja sampai mengganggu hubungan intern apalagi
antar umat beragama hal ini perlu ditertibkan. Selama ini ada
ke khawatiran dipihak gereja bahwa anggota jemaatnya
berpindah ke gerejayang lain, bahkan anggota jemaat baru
merupakan perpindahan dari umat diluar Kristiani.
Kekhawatiran seperti inilah yang terus harus di jawab. Jika
dari wawancara yang peneliti lakukan tidak adanya
kekhawatiran seperti itu, namaun pada faktanya dilapangan
terjadi kegalauan dipihak-pihak tertentu maka hal ini perlu
dicarikan solusinya.
Dalam pengamatan peneliti, ada beberapa alasan yang
mengakibatkan perpindahan anggota jemaat dari satu gereja
ke gereja lainnya atau dari satu agama ke agama Kristiani,
diantaranya adalah pertama karena yang bersangkutan merasa
lebih nyaman berada dikomunitasnya yang baru, mereka lebih
menemukan ketenangan bathinnya. Kedua, karena faktor
perhatian dan ekonomi, dimana pada komunitas barunya
mereka merasa mendapatkan perhatian dan fasilitas secara
ekonomi, sehingga mereka beranggapan bahwa semua
kebutuhan hidup mereka bisa teratasi. Adapun tumbuh
kembangnya gereja di rumah-rumah atau di mall-mall
disebabkan ada beberapa alasan, Antara lain, pertama, ada rasa
ketidak puasan jemaat atas kepemimpinan pimpinan gereja,
beda pemahaman secara teologis dan organisatoris, sehingga
aspirasi mereka tidak tersalurkan. Ketidak puasan ini
berakibat pada mereka memisahkan diri dari gereja tempat
mereka selama ini beribadat dan membentuk konunitas baru
sehingga mereka mendirikan gereja sendiri dengan struktur
organisasi baru, pengurus baru, namun demikian tata aturan

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 121


gerejanya biasanya tidak jauh berbeda dari gereja mereka
selama ini, namun ada beberapa liturgy yang sedikit berbeda.
Kedua, gereja tempat mereka beribadat mereka selama ini
sudah tidak mampu lagi menampung jemaat yang semakin
bertumbuh kembang, misalnya dalam sebuah gereja
persekutuan doa remaja, mahasiswa, kebaktian umum, seni
dan budaya yang semakin membeludak mengakibatkan gereja
yang mempunyai kapasitas kebaktian 900 jemaat setiap
minggunya menjadi 2000 jemaat bahkan sampai 5000 jemaat,
sehingga diperlukan tempat untuk menampung mereka.
Sementara untuk mendirikan gereja baru dengan syarat-syarat
tertentu tidak gampang dipenuhi baik oleh pihak gereja
sendiri maupun dari pihak pemerintah atau pihak-pihak yang
terkait dalam persoalan tersebut. Hal inilah yang dialami oleh
Gereja Rohobot Imanuel Syaloam yang melakukan ibadat di
rumah jemaat lebih dari 26 tahun, dan Gereja Fajar
Pengharapan yang mengembangkan unit-unit kegiatan gereja
di mall-mall, seperti di Bandung Trade Center mengunakan 3
lanta, yang gereja induknya ada di jalan Pasir Koja Bandung.
Serta beberapa gereja lainnya yang ada di mall tersebut.
Namun kegiatan gereja di mall tersebut tidak membuat para
pengunjung lainnya merasa terganggu, seperti yang peneliti
amati langsung aktifitas digereja tersebut selama 2 hari.

Kebijakan Kementerian Agama


Berdasarkan diskusi yang dilakukan dengan pimpinana
gereja-gereja tersebut diatas, bahwa mereka belum banyak
mengetahui kebijakan-kebijakan apa saja yang sudah
dikeluarkan secara tertulis tentang pelayanan dan pengaturan
organisasi gereja-geraja yang ada di Provinsi Jawa Barat. Para
pemimpin gereja mengetahui bahwa ada kebijakan untuk

122 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


melakukan pelaporan ulang terhadap pembimas Kristen
untuk sekedar sebagai pendataan bahwa keberadaan mereka
di ketahui Kanwil Kementerian Agama dalam hal ini
Penyelenggara Pembimas Kristen. Seperti diungakpkan oleh
Hanna Siahaan, Bagian Tata Usaha Sinode Gereja Rohoboth,
bahwa ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh
Sinode Gereja untuk mendapatkan Surat Keterangan Tanda
lapor (SKTL) dari Pembimas Kristen Kanwil Kemenag,
Walaupun Sinode Gereja Rohoboth terdaftar di Dirjen Bimas
Kristen dengan nomor. 180 th 1990, tgl 16-10-1990, namun juga
tetap melaporkan ke Pembimas Kristen, saat ini telah
mendapatkan Surat Keterangan Tanda Lapor Nomor:
Kw.10.8/ BA.01.1/2038/2013. Menurut pendeta Lasma, bahwa
pada tahun 2010 Kepala Pembimas Kristen menyatakan tidak
ada lagi pendirian sinode baru, kalau yang baru lebih baik
merger. Hal tersebut disampaikan melalui surat tertulis,
namun saat ini saya lupa mengarsipkannya dimana, harus
dicari terlebih dahulu, karena sudah 4 tahun yang lalu.
Namun untuk gereja Pentakosta sendiri sudah terdaftar di
Dirjen Bimas Kristen melalui Sinode Gereja Pentakosta Pusat
yang ada di Medan. Dengan melampirkan surat dari Sinode,
kami mendapatkan SKTL dari Pembimas Kristen disini, ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi gereja untuk
mendapatkan SKTL tersebut. Sementara itu gereja-gereja tua
seperti Gereja Kristen Pasundan, Gereja Bala Keselamatan,
Gereja Kristen Jawa belum mengetahui adanya SKTL tersebut.
Pendeta Ferly David mengungkapkan, bahwa untuk
SKTL tersebut saya belum mengetahui persis ada atau tidak,
harus dicek kembali dibagian tata usaha gereja. Keanggotaan
GKP terdaftar di Kementerian Agama dengan Keputusan
Dirjen Bimas Kristen No. 9 Tahun 1988 tentang Pernyataan
gereja Kristen Pasundan sebagai lembaga keagamaan yang

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 123


bersifat gereja. Begitu juga dengan pendeta Made Petrus
menyampaikan belum mengetahui SKTL itu, namun kami
selalu melaporkan kegiatan kami setiap setahun sekali ke
pembimas Kristen. Berbeda denga yang lainnya pendeta
Frederik mengungkapkan bahwa informasi kebijakan tentang
kerukunan SKB PBM tentang pendirian rumah ibadat oleh
pembimas belum tersosialisasi secara langsung kepada kami.
Sehubungan dengan SKTL, kami tidak melakukan ke
pembimas Kristen, tapi kami melakukan pelaporan ke PGI,
tembusnnya ke Sinode kami, karena Sinode sudah terdaftar di
Dirjen Bimas Kristen. Apalagi kami merupakan gereja tua
yang selama ini keberadaannya tidak diragukan lagi. Jika
kami terus-terusan melakukan pelaporan kepada pemerintah,
kami menganggap peran pemerintah tidak maksimal, sekan-
akan pemerintah “mencurigai” kami, padahal kami selama ini
telah melakukan kerja-kerja kerohanian dan kemanusiaan
dalam rangka membantu pemerintah dalam pembinaan dan
pelayanan umat. Sebagai mitra pemerintah. Gereja-gereja
“dicurigai.”
Ruminda, Kepala Penyelenggaraan Pembimas Kristen
Kanwil Kemenag Prov. Jawa Barat beranggapan bahwa
kewenangan untuk menerima pendaftaran gereja adalah di
Dirjen Bimas Kristen di Jakarata. Pembimas Kristen hanya
melakukan pendataan saja terhadap gereja-gereja di Jawa
Barat, sehingga pembimas Kristen hanya mengeluarkan Surat
Keterangan Tanda Lapor (SKTL) bagi gereja dan yayasan
yang ada di Jawa Barat, SKTL ini bukan pendaftaran tetapi
hanya bersifat pendataan saja. Mereka meminta SKTL dengan
melaporkan keberadaannya agar mereka tidak dianggap liar,
karena pembimas tidak melakukan jemput bola terhadap
gereja dan yayasan kristen yang ada untuk melapor ke
pembimas, jadi yang terpantau hanya yang melaporkan saja,

124 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


bagi yang tidak melaporkan tidak terpantau. SKTL ini berlaku
2 tahun, jika habis masanya mereka harus memperpanjang
lagi. Ada beberapa syarat yang harus dilakukan pengurus
gereja untuk mendapatkan SKTL ini, yaitu:
1. Mereka melaporkan dan membuat dari Sinodenya
tentang keberadaan mereka.
2. Melampirkan surat pendaftaran yang dikeluarkan oleh
Disrej Bimas Kristen Kementerian Agama RI.
3. Harus ada surat keputusan (SK) penggembala dari
Sinodenya bahwa dia menggembali di gerejanya.
4. KTP dan Foto penggembala
Selanjutnya Ruminda menyampaikan bahwa untuk
menjaga keharmonisan dan kerukunan umat beragama baik
intern gereja maupaun antarumat beragama, dan untuk
keberlangsungan beribadat umat Kristiani agar bisa beribadat
secara tenang, kedepan harus dipikirkan untuk dibuatkan satu
gedung serbaguna atau gereja bagi gereja-gereja atau
persekutuan doa yang belum mempunyai izin bangunan
gereja atau yang berada di ruko dan mall apalagi yang
jemaatnya sedikit tapi mereka sealiran, sebaiknya bergabung
dalam satu gereja/gedung saja, untuk jadwal ibadahnya
silahkan dimusyawarahkan untuk diatur sebaik dan
sebijaksana mungkin diantara pengguna gedung gereja atau
bangunan tersebut. Lebih lanjut disampikannya, bahwa di
Cianjur saat ini ada 4 denominasi gereja yang dilarang
mendirikan gereja, rata-rata satu denominasi mempunyai
jemaat lebih dari 50-100 orang. Demi keberlangsungan
peribadatan jemaat gereja, maka Pembimas Kristen
menjembatani mereka untuk mendapatkan fasilitas lahan dan
bangunan, dengan melakukan konsolidasi dan koordinasi

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 125


dengan Pemkab setempat. Untuk saat ini Pemkab setempat
sudah menyiapkan lahan dan bangunan gerejanya, namun
pembimas Kristen masih perlu mempertimbangkan lokasi
tempat pendirian gereja yang disiapkan Pemkab dengan
segala pertimbangannya, agar jangan sampai adanya gereja
baru justeru akan membuat persoalan baru lagi di masyarakat.
Dari ungkapan tersebut diatas dapat kita cermati
bahwa Kanwil Kementerian Agama dalam hal ini Pembimas
Kristen belum banyak mengeluarkan kebijakan terkait
masalah pelayanan dan pengaturan organisasi kepada gereja-
gereja yang ada di wilayah kerjanya. Dalam rangka
pembinaan terhadap gereja-geraja pembimas Kristen hanya
mengeluarkan Surat Keterangan Tanda Lapor (SKTL) yang
bersifat pendataan keberadaan adanya gereja tersebut. Namun
SKTL ini sering disalah interpretasikan atau dimultitafsirkan
oleh beberapa kalangan gereja. SKTL dianggap tidak sekedar
pendataan saja tetapi lebih dari itu dianggap sudah
mempunyai kekuatan hukum untuk melaksanakan kegiatan
peribadatan di mall-mall atau di rumah, bahkan dianggap
mempunyai kedekatan yang kuat terhadap pemerintah.
Apalagi format SKTL bentuknya seperti sertifikat sehingga
SKTL dibingkai dan ditempel di dinding gereja, ini
menunjukan betapa seakan-akan SKTL mempunyai kekuatan
hokum yang kuat, apalagi format SKTL yang berupa sertifikat.
Selaku Kepala pembimas, Minda kurang sependapat dengan
format tersebut, beliau lebih menginginkan kalau SKTL hanya
berupa surat keterangan biasa saja, tidak seperti format
sertifikat atau ijazah. Beliau bahkan mempertanyakan dasar
hukum dibuatnya SKTL itu harus lebih jelas, rujukan
perundang-undangannya seperti apa, sehingga SKTL itu
posisinya bisa kuat dan bisa dipertanggung jawabkan secara

126 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


hukum. Setiap membuat sesuatu kebijakan sebaiknya
didasarkan pada hukum. Demikian Minda mempertegaskan.
Selain SKTL pembimas juga mengeluarkan Kartu
Kerohanian bagi rohaniawan, kartu ini bisa diperoleh
siapapun yang melaporkan ke Pembimas Kristen, tidak hanya
untuk para pendeta, karena kartu tersebut bukan legitimasi
kependetaan, legitimasi kependetaan hanya dikeluarkan oleh
pihak gereja sendiri yang punya aturan tersendiri dalam
mekanisme pengangkatan seorang pendeta. Kebijakan lainnya
yang dilakukan pembimas berupa sosialisasi peraturan-
peraturan terkait dengan umat beragama. Adapun kebijakan
untuk pendaftaran pembimas tidak melakukan pendaftaran
terhadap gereja-gereja baru, pendaftaran dilakukan di Dirjen
Bimas Kristen di Jakarta, namun ada hal yang unik dilakukan
oleh beberapa gereja di Jawa Barat. Gereja-gereja hanya
melakukan pendaftaran oleh sinodenya saja, sehingga ada
beberapa gereja di bawah sinode yang tidak melakukan
pendaftaran karena mereka beragnggapan pendaftaran cukup
dilakukan oleh sinode saja, sehingga mereka cukup beroperasi
dengan surat pendaftaran yang dilakukan oleh sinode untuk
semua gereja-gereja yang ada didalam sinode tersebut.
Sehingga Minda mengharapkan kepada gereja-gereja yang
ada didalam sinode sebaiknya melakukan pendaftaran
langsung ke Dirjen Bimas Kristen di Jakarta agar posisi
mereka lebih kuat baik secara legalitas maupun
keberadaannya ditengah-tengah masyarakat tidak
dipertanyakan lagi.
Adapun terkait gereja-gereja yang tumbuh kembang
yang jumlah jemaatnya masih sedikit dan masih sealiran lebih
baik bergabung saja dengan gereja lainnya. Bagi gereja yang
jemaatnya yang tidak sealiran sebaiknya menghimpun diri

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 127


dalam satu gedung serba guna atau gereja dan
bermusyawarah untuk pemakaian jadwal peribatan masing-
masing secara bergantian, sembari mengurus dan memenuhi
syarat-syarat izin pendirian rumah ibadat, agar gereja-gereja
mempunyai legalitas dan umat beribadat di rumah ibadat
lebih tenang.

Pemikiran Visioner Pemimpin Gereja


Beragam pemikiran pemimpin gereja menyampaikan
visi mereka tentang keharmonisan dan kedamaian, terutama
pasca adanya UU tentang ormas tersebut. Menurut pendeta
Ferly David, belum begitu mengetahui tentang adanya UU
tersebut, namun pada prinsipnya Gereja Kristen Pasundan
sebagai gereja terbuka, menyadari kalau kami tinggal
ditengah-tengah masyarakat mayoritas Islam, maka kami
saling belajar dengan mereka, juga dengan agama lainnya
seperti Hindu, Buddha, Khonghucu, Katolik dan sebaliknya
mereka juga demikian terhadap kami. Hal ini diwujudkan
dalam berbagai keterlibatan GKP pada kegiatan seperti camp
pemuda lintas iman dan kerja-kerja kemanusiaan. Sebagai
gereja tua yang didirikan pada tahun 1934 dan berbadan
hukum setelah diperbaharui beberapa kali, terakhir terdaftar
dengan SK Dirjen Bimas Kristen No. 9, tgl 27-02-1988. Secara
internal gereja melakukan penguatan keimanan. Sedangkan
secara eksternal melakukan kerjasama kerja-kerja sosial dan
pendidikan melalui yayasan-yayasan milik GKP. Demkian
juga dengan pendeta Lasma yang tidak begitu mengetahui
tentang UU tersebut, namun jika mendaftarkan diri kepada
Kesbangpol dapat menfasilitasi kebutuhan gereja lebih baik,
silahkan saja, tetapi apabila justru mempersulit ruang gerak
gereja, maka sebaiknya cukup didaftarkan di Kementerian

128 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Agama saja. Adapun dalam rangka menciptakan kerukunan
intern dan antarumat beragama Gereja Pentakosata menjalin
kerjasama kegiatan dengan masyarakat sekitar, saling
toleransi, bahkan dikomplek perumahan seperti saudara,
apalagi jumlah umat Kristen dan Islam yang tinggal di sekitar
gereja berimbang.
Menurut pendeta Frederik, sehubungan dengan adanya
UU tersebut belum menelaahnya secara mendalam, namun
dari diskusi-diskusi yang berkembang dengan rekan-rekan di
media maya dan Jaringan Kerja Antarumat Beragama di
Bandung yang anggotanya terdiri dari NU, Muhammadiyah,
Ahmadiyah, Hindu, Buddha, Katolik, Kristen, dll. Bahwa ada
keresahan di kalangan ormas agama/ keagamaan, tidak hanya
di Kristen saja tapi semua agama. Dengan adanya UU tersebut
ada lanprogresif dari pemerintah intervensi terlalu jauh
terhadap agama. Kelompok agama dapat di ormaskan,
padahal kelompok keagamaan terutama gereja merupakan
bukan ormas. Sehingga ada ketakutan dimana ada wakil-
wakil pemerintah yang tidak mengenal bangunan agama
sehingga menerjemahkan regulasi yang kaku. Ada upaya
Negara untuk melemahkan ormas keagamaan. Dimana ada
regulasi pasti ada sanksi, padahal agama tidak harus diberi
disanksi. Jika agama dibuatkan sanksi-sanksi maka orang
beragama akan normative, bukan kontemplasi kebathinan,
karena kalau normative itu bukan agama. dengan UU No. 17
tahun 2013 tentang Ormas Keagamaan tersebut pemerintah
salah langkah. Seharusnya diklasifikasi terlebih dahulu mana
organisasi keagamaan, organisasi kebudayaan, organisasi
profesi, dll, jadi harus dibedakan terlebih dahulu definisi
ormas itu sendiri. Jika pemerintah mempunyai terminologi
yang pas untuk yang berbeda-beda tersebut, kehadiran UU
tersebut lebih baik.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 129


Lebih lanjut pendeta Frederik menyampaikan bahwa
dalam rangka menciptakan kerukunan, keharmonisan dan
kedamaian, perlu pengejewantahan nilai-nilai gereja kedalam
masyarakat dengan melakukan kerjasama terbuka dalam
banyak hal. Misalnya kerjasama dengan Forum Silaturrahmi
Kecamatan melakukan pertemuan diantara umat beragama
untuk membicarakan masalah-masalah yang terjadi
dimasyarakat, tidak hanya keagamaan saja, tetapi juga seni
dan budaya. Kerjasama dengan Masjid menyediakan snack
buka puasa untuk Masjid at Taqwa yang disediakan oleh
gereja, silaturrahmi antara ibu-ibu gereja dengan majelis
taklim, memberikan bantuan di Balai Endah. Kerjasama
dengan PD kebersihan pada bulan April ini berbagi berkat
kepada 1600 pegawai PD Kebersihan. Sementara kedalam
kami memberdayakan jemaat agar mereka punya tanggung
jawab humanis, agar mereka mengembangkan kegiatan
kedalam maupun keluar. Penguatan kerohanian. Harapan
kami kepada pembimas Kristen maksimal menjadi konsultatif
bagi gereja-gereja dan juga sebagai corong bagi regulasi-
regulasi dari pemerintah, sehingga kebijakan-kebijakan
pemerintah dapat tersosialisasi ke gereja, saat ini banyak
media yang bisa digunakan untuk menyampaikan pesan-
pesan regulasi yang terbaru terkait gereja, bisa melalui Surat
resmi atau melalui sms. Kami juga berharap pemerintah
berperan aktif dalam mendorong gereja menciptakan dan
memelihara ketertiban, keamanan agar lebih kondusif, jika
sudah lintas aliran antar gereja, apabila tidak ada arahan akan
bersifat destruktif.
Menurut Opsir Made Petrus, Gereja Bala Keselamtan
selama ini sudah diterima masyrakat Indonesia, bahkan
masyarakat dunia. Sebagai salah satu gereja tua di Indonesia,
Gereja Bala keselamatan secara internal tidak mengalami

130 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


banyak kendala di masyarakat, karena sistem gereja yang unik
dengan angkatan membuat internal gereja lebih solid. Dalam
rangka menciptakan kerukunan intern maupun antar umat
beragama, Gereja Bala Keselamatan telah banyak melakukan
kegiatan-kegiatan sosial kemanusiaan melalui bidang-bidang
pelayanan yang ada di Gereja Bala Keselamatan, baik
dibidang pelayanan kerohanian, panti asuhan, pemberantasan
buta huruf melaui pembelajaran paket A, B, C, dan PAUD, life
skill menjahit bagi ibu-ibu, adanya panti jompo, panti asuhan,
dan perumahan ibu dan anak bagi mereka yang ingin
mengadopsi keturunan. Di Indonesia rumah adopsi anak satu-
satunya yang dilegalkan pemerintah. Melalui 8 rumah sakit
yang dimiliki Gereja Bala Keselamatan (di Makssar, Semarang,
Bandung, Malang, Mando, Turen) serta 20 buah klinik telah
banyak membantu masyarakat terutama masyarakat miskin
yang termarjinal, membantu mendirikan 500 ribu rumah di
Malaboah akibat tsunami. Sehubungan dengan adanya UU
tentang ormas, pemahaman kami ormas itu adalah LSM,
sementara gereja bukan LSM walaupun kerja-kerja nyatanya
adalah kerja-kerja sosial kemanusiaan. Karena hal ini
dilakukan untuk mengimplementasikan nilai-nilai ajaran
gereja. Jadi harus dibedakan mana ormas bersifat umum
dengan gereja.
Opsir Made Petrus berharap pemerintah juga harus
menciptakan kerukunan diantara intern gereja-gereja dengan
menerapkan hukum yang sama tidak hanya berpihak pada
satu golongan saja. Selama ini pemerintah hanya menganggap
lembaga Kristen yang mereka akui hanya PGI saja, semua
informasi hanya melibatkan PGI, padahal PGI “pelit” untuk
berbagi informasi kepada yang diluar PGI. Beberapa kebijakan
pemerintah yang dihadiri PGI tidak disampaikan oleh PGI
kepada lembaga-lembaga aras nasional lainnya, kadang-

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 131


kadang kami dilupakan. Saat ini memang PGI sudah
merangkul kharismatik dan Pentakosta, namun mereka juga
tidak ingin terus diatur PGI. Pemerintah dalam hal ini
pembimas Kristen jika di daerah dan jika di pusat Dirjen
Bimas Kristen di Jakarta harus memfasilitasi atau membentuk
suatu wadah diluar PGI atau diatas PGI secara nasional,
sehingga dapat mewakili dan menaungi semua umat Kristiani,
wadah ini didalamnya terdiri dari semua gereja aras nasional
yang ada di Indonesia, termasuk kelompok gereja
Independen. Karena selama ini PGI tidak cukup mewakili
para Kristiani di pemerintahan, PGI hanya mewakili gereja-
gereja yang bergabung dengannya saja. Dengan adanya
wadah baru bagi umat Kristiani ini, maka wadah inilah yang
nantinya dapat menjembatani untuk meminimalisir terjadinya
kasus-kasus seperti pendirian rumah ibadat bagi gerej-geraja
di Indonesia. karena wadah ini sangat refresentatif untuk
mewakili umat kristiani secara keselutuhan dari berbagai
aliran dalam Kristen yang ada di Indonesia.
Dari ungkapan para pemimpin gereja tersebut
menunjukan bahwa semua pemimpin gereja berkomitmen
untuk menciptakan kerukunan umat beragama baik diintern
gereja masing-masing ataupun antarumat beragama. secara
intern beberapa pimpinan gereja melakukan penguatan
keimanan atau kerohanian terhadap jamaat mereka,
sedangkan secara eksternal mereka melakukan berbagai
kegiatan-kegiatan kerjasama kemanusiaan melalui beberapa
program kegiatan yang mereka miliki, melalui yayasan-
yasasan milik gereja. Sehubungan dengan adanya UU No. 17
tahun 2013 tentang ormas keagamaan semua pimpinan gereja
belum mengetahui persis adanya undang-undang tersebut.
UU tersebut jika membawa manfaat bagi gereja kenapa tidak
gereja melakukan pendaftaran ke Kesbangpol, namun jika itu

132 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


adalah bentuk intervensi pemerintah untuk mempersulit
ruang gerak aktifitas gereja, sebaiknya tidak dilakukan
pendaftaran ke Kesbangpol, cukup dilakukan di Kementerian
Agama saja. Sebaiknya pemerintah juga membuat klasifikasi
tehadap ormas, apakah rumah ibadat seperti gereja, masjid,
pure, vihara dapat dikatagorikan sebuah ormas keagamaan,
sekalipun dalam gereja, masjid, pure, dll terdapat struktur
organisasi seperti organisasi masyarakat pada umumnya
seperti PGI, KWI, NU, Muhammadiyah, dll. Karena organisasi
dalam rumah ibadat secara internal mengatur tentang
peribadatan/kerohanian, tidak semata-mata mengurusi
kelembagaan semata. Untuk itu pemerintah harus membuat
beberapa criteria terkait syarat-syarat sebuah organisasi yang
disebutkan sebagai sebuah organisasi masyarakat dengan
organisasi rumah ibadat. Sehingga tidak menimbulkan debat
table diantara pemerintah dan ormas keagamaan seperti
respon beberapa ormas keagamaan yg tidak mendukung
adanya UU tersebut. Jika terjadi debat berkepanjangan dapat
mengakibatkan hubungan kurang positif antara pemerintah
dan ormas keagamaan, akan muncul saling kecurigaan tanpa
alasan diantara kedua belah pihak. Hal ini dapat menciptakan
ketidak rukunan antara ormas keagamaan dengan pihak
pemerintah. Sementara pemerintah punya niatan baik dengan
adanya UU tersebut. Agar ormas dapat mempunyai
legalitasnya dalam melakukan aktifitasnya serta pemerintah
mempunyai peta data adanya ormas-ormas di masyarakat.
Apabila pemerintah akan melakukan kerjasama dan
membutuhkan ormas setiap saat dapat dihubungi. Oleh
karena itu niatan baik tersebut harus disosialisasikan ke
ormas-ormas pada umumnya maupun ormas keagamaan,
sehingga mempunyai kesepahaman dalam memahami tujuan
dan isi dari UU No. 17 tahun 2013 tersebut.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 133


Relasi Sosial Gereja dengan Masyarakat dan Kemenag
Semua para pimpinan gereja mengungkapkan bahwa
hubungan sosial antara pihak gereja dengan Kanwil baik-baik
saja, hal ini diwujudkan dengan adanya dukungan Knwil
dalam hal ini pembimas Kristen terhadap gereja cukup baik,
seperti dalam hal administrasi dan beberapa kegiatan
Kemenag yang mengundang beberapa gereja untuk terlibat
dalam berpartisipasi memenuhi undangan tersebut. Namun
beberapa gereja sangat mengharapkan bahwa Pembimas
Kristen yang selama ini hanya mengundang melalui sinode
atau lembaga keagamaan seperti BAMAG, PGKP (Persatuan
Gereja-gereja dan Pendidikan Kristen), PGI, dll. Tetapi
langsung mensosialisasikan kepada gereja-gereja
bersangkutan secara langsung, karena informasi dari Kanwil
Kemenag terkadang tidak sampai ke gereja. Adapun
hubungan sosial antara gereja yang peneliti datangi dengan
masyarakat sekitar pada umumnya baik saja. Apalagi
keberadaan gereja-gereja tersebut lokasinya kebanyakan
berada ditengah-tengah kota dan dipinggir jalan raya,
dilingkungan sekolah negeri, dekat pasar bahkan disekitar
wilayah perkantoran seperti Gereja Rohobot, Gereja Kristen
Pasundan, Gereja Kristen Jawa, Gereja Imanuel Hosanah,
Gereja Bala Keselamatan. Dengan lokasi seperti tersebut
masyarakat sekitar yang notabenya orang-orang bekerja tidak
merasa terganggu dan tidak saling peduli karena tempatnya
bukan dilingkungan tempat tinggal penduduk, selain itu juga
pihak gereja tidak melakukan hal-hal yang menggangu
ketertiban umum. Sedangkan gereja Pentakosta yang berada
di lokasi bekas pasum di perumahan penduduk di dalam
komplek perumahan Antapani tidak dipersoalkan
masyarakat. Hal ini dikarenakan pembangunan gereja dilokasi
tersebut lebih dulu berdiri dan saat itu belum ada perumahan

134 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


sehingga gereja lebih dahulu menempati lahan/wilayah
tersebut, beberapa tahun kemudian baru dibangun
perumahan disana. Dan lahan tersebutpun adalah ganti lahan
atas diambil alihya lahan Gereja Pentakosta ditempat lain
yang dijadikan jalan oleh pemerintah. Sehingga izin bangunan
gereja tersebutpun dalam pengurusan pemerintah setempat.
Selain itu masyarakat perumahan jumlah penduduk Muslim
dan Kristenya seimbang, ditambah lagi pihak gereja jika
mengadakan kegiatan-kegiatan gereja sering melibatkan tokoh
masyarakat setempat, dan masyarakat yang ada di perumahan
tersebut.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 135


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Hasil dari pengumpulan data tersebut dapat di
simpulkan sebagai berikut::
1. Sebagian besar pemimpin gereja berpandangan bahwa
pelayanan yang dilakukan oleh Pembimas Kristen Kanwil
Kementerian Agama hanya bersifat administrative yang
diwujudkan dalam program kegiatannya berupa
pelayanan pembuatan SKTL, memfasilitasi gerej-gereja
jika ada permasalah baik intern maupun antarumat
beragama, melibatkan gereja dalam kegiatan seperti
seminar, training, dll. Dalam hal pengaturan gereja,
pembimas tidak intervensi dalam pengaturan organisasi
gereja, karena gereja memiliki tata aturan sendiri sesuai
degan aturan gereja masing-masing.
2. Kanwil Kementerian Agama dalam hal ini pembimas
Kristen belum banyak mengeluarkan kebijakan terkait
dengan pelayanan dan pengaturan organisasi gereja.
Hanya melakukan pendataan bagi gereja-gereja yang
melaporkan dirinya ke pembimas dengan mengeluarka
Surat Keterangan Tanda Lapor ((SKTL) kepada gereja-
gereja dan melaporkan kegiatannya 2 tahun sekali ke
pembimas Kristen. Adapun kebijakan pendaftaran gereja
yang mempunyai kewenangan adalah pada Dirjen Bimas
Kristen Kementerian Agama di Pusat. Pemerintah dalam
hal ini pembimas Kristen sebagai refresentasi gereja,

136 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


belum mensosialisasikan secara maksimal regulasi terkait
masalaha gereja sampai ke gereja-gereja.
3. Gereja-gereja tidak merasa terganggu dengan tumbuh
kembangnya gereja-gereja baru, sepanjang tertib dan tidak
mengganggu kerukunan intern maupun antarumat
beragama. Para pemimpin gereja dalam menjaga
kerukunan umat beragama secara internal melakukan
penguatan kerohanian jemaatnya, sedangkan secara
ekternal melakukan kerjasama kepada berbagai stakeholder
dalam kerja-kerja sosial, kemanusiaan dan kegiatan
keagamaan . Terkait dengan UU No. 17 tahun 2013 tentang
Ormas, sepanjang pendaftaran yang dilakukan ke
Kesbangpol dapat memfasilitasi gereja membawa
kebaikan tidak menjadi masalah, jangan saja UU tersebut
menjadikan alat pemerintah untuk mengintervensi ormas
keagamaan, dalam hal ini gereja. Gereja tidak perlu diatur
pemerintah secara kaku, harus melihat ke pluralitasan
oragnisasi gereja itu sendiri, biarkanlah gereja tumbuh
kembang asal tidak menggangu kerukunan baik intern
maupun antar umat beragama.

Rekomendasi
1. Kanwil Kemenag Jawa Barat perlum membuat aturan yang
baku terkait bentuk pelayanan dan pengaturan organisasi
dengan versi birokrasi, karena pelayanan dan pengaturan
organisasi versi gereja dalam konteks peribadatan yang
diatur berdasarkan tata aturan gereja sangat berbeda
makna dan terjemahan pelayanan dan pengaturan
organisasi menurut pandangan pemerintah.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 137


2. Kanwil Kementerian Agama perlu mensosialisasikan secara
intensif beberapa kebijakan pemerintah terkait masalah
kebijakan dibidang keagamaan kepada pihak gereja secara
langsung kepada gereja-gereja, tidak hanya melalui sinode
atau lembaga keagamaan lainnya. Misalnya kebijakan
tentang PBM, adanya motorium tentang tidak boleh
ditambahnya sinode/gereja baru, UU No. 17 tahun 2013
3. Dirjen Bimas Kristen Perlu memfasilitasi dalam
pembentukan suatu wadah diluar PGI atau diatas PGI
secara nasional, dengan anggota didalamnya terdiri dari
semua gereja aras nasional yang ada di Indonesia,
termasuk kelompok gereja Independen. Wadah ini yang
nantinya dapat mewakili dan menaungi semua umat
Kristiani di Indonesia. Wadah baru inilah yang nantinya
dapat menjembatani untuk meminimalisir terjadinya
kasus-kasus seperti pendirian rumah ibadat bagi gerej-
geraja di Indonesia. karena wadah ini sangat refresentatif
untuk mewakili umat kristiani secara keselutuhan dari
berbagai aliran dalam Kristen yang ada di Indonesia.

138 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


DAFTAR PUSTAKA

Bdk, Daru Marhendy dan Favor A. Bancin, Memahami Tradisi


dan Sistem Pemerintahan Gereja-gereja di Indonesia,
(Jakarta: Word Visi Indonesia, 2008)
Bdk, Jan Sihar Aritonang, Aliran-Aliran di Sekitar Gereja,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995)
Bernard Raho SVD, Agama dalam Perspektif Sosiologi, Penerbit
Obor, Jakarta , 2013.
Christian de Jonge, Gereja Mencari Jawab: Kapita Selekta Sejarah
Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2009.
Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia,
Direktori Gereja-Gereja, Yayasan, Pendidikan Agama dan
Keagamaan Kristen di Indonesia, Jakarta, 2011.
Eryanto, Makalah Seminar Potensi Dampak UU No. 17 Tentang
Ormas, di Hotel Santika Jakarta.
Jan Sihar Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja,
BPK Gunung Mulia, Jakarta, Cet. 6, 2003.
Pengarahan Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan dalam
diskusi untuk menambah kelengkapan bahan
persiapan penyusunan desain penelitian dan
menetapkan judul penelitian ini, 11 Februari 2014.
Penjelasan Kasubdit Kelembagaan Ditjen Bimas Kristen
Kementerian Agama RI dalam diskusi awal
pengumpulan bahan desain penelitian ini, 11 Februari
2014.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 139


Parsudi Suparlan dalam Robertson, Roland (ed). 1988. “Agama
dalam Analisis dan Interpretasi Sosiologis” pp. v-xvi.
Jakarta CV Rajawali.
Paulus Lie, Mereformasi Gereja, Penerbit Andi, Yogyakarta,
2010.
RPJMN 2010-2014, Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 Bab II
tentang Pembangunan Sosial dan Kehidupan Beragama.
Solarso Sopater, Memacu Lajunya Gerakan Keesaan Gereja di
Indonesia Suatu Upaya Berteologi Secara Kontekstual,
dalam buku, Gerakan Oikumene Tegar Mekar di Bumi
Pancasila, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993.

140 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


5
PANDANGAN PEMIMPIN GEREJA TENTANG
PENGATURAN ORGANISASI GEREJA
Di Provinsi Sulawesi Utara

Oleh:
Nuhrison M. Nuh

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 141


BAB I
KEHIDUPAN KEAGAMAAN UMAT KRISTEN
DI SULAWESI UTARA

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Urusan


Agama Kristen jumlah denominasi yang terdapat di Sulawesi
Utara berjumlah 76 denominasi/organisasi gereja. Denominasi
tersebut tersebar pada semua kabupaten dan kota di Sulawesi
Utara. Denominasi tersebut adalah:
Gereja Nasehi Injili di Minahasa (GMIM), Gereja
Masehei Injili Sangihe Talaud (GMIST), Gereja Masehi Injili
Bolaang Mongondow (GMIBM), Kerapatan Gereja Protestan
Minahasa (KGPM), Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh
(GMAHK), Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI),
Kereapatan Gereja Baptis Indonesia ( KGBI ), Gereja Kristen
Maranatha Indonesia (GKMI), Gereja Cahaya Roh Kudus,
(GCRK), Gereja Masehi Protestan Umum (GMPU), Gereja
Kegerakan Roh Suci (GKRS), Gereja Iman Sejati Kaum
Immanuel (GISKI), Gereja Kristen Menara Injil Indonesia
(GKMII), Kerukunan Gereja Masehi Protestan Indonesia
(KGMPI), Gereja Bala Keselamatan (GBK), Majelis Pusat
Gereja Pimpinan Rohul Kudus ( ( GPRK), Gereja Persekutuan
Pekabaran Injil Rahmat Ilahi (GPPRI), Gereja Sidang
Pantekosta Indonesia (GSPI), Gereja Gerakan Pantekosta
9GGP), Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS), Gereja Sidang
Jemaat Allah (GSJA), Gereja Pantekosta Pusat Surabaya
(GPPS), Gereja Bethel Indonesia (GBI), Gereja Pantekosta
Serikat di Indonesia (GPSDI), Gereja Bethel Tabernakel (GBT),
Gereja Pantekosta Tabernakel (GPT), Gereja Pantekosta (GP),
Gereja Penyebaran Injil (GP), Gereja Pantekosta Isa Almasih

142 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


(GKIA), Gereja Segala Bangsa (GESBA), Gereja Pantekosta
Rahmat (GPR), Gereja Zending Prostentan Timur, (GZPT),
Gereja Pantekosta Merdeka Indonesia (GPMI), Gereja Alkitab
Anugerah (GAA), Gereja Sidang Jemaat Kristus (GSJK), Gereja
Kristen Sangkakala Manado (GKSM), Gereja Pantekosta
Kharismatik di Indonesia (GPKdI), Gereja Kristen di
Indonesia (GKDI), Gereja Pantekosta Serikat Indonesia (GPSI),
Gereja Kerasulan Baru Indonesia (GKBI), Gereja Kerapatan
Injil Bangsa Indonesia (GKIBI), Gereja Kristen Bahtera Injil (
GKBI), Gereja Adven Hari Ketujuh Gerakan Pembaruan
(GAHKGP), Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII), Gereja
Tuhan Di Indonesia, Gereja Injil Seutuh Indonesia, (GISI),
Gereja Isa Almasih (GIA), Gereja Kristen Baitani (GKB), Gereja
Kristen Kalam Kudus, Gereja Kalvari Pantekosta Missi
Indonesia, Gereja Injil Kasih Karunia Indonesia (GIKKI),
Gereja Kristen Protestan Injil Indonesia (GKPII), Gereja Jemaat
Kristus Indonesia,(GJKI). Gereja Kasih Anugerah ( City
Blessing), Gereja Masehi Injili Talaud (GERMITA), Gereja
Pekabaran Injili Jalan Suci, Gereja Bethani Indonesia (GBI),
Gereja Mawar Sharon (GMS), Gereja Sidang Jemaat Kristus
(GSJK), Saksi-Saksi Yehowa Indonesia, Gereja Pekabaran Injil
Sungai Air Hidup ( GPI-SAH), Gereja Sungai Yordan Sulawesi
Utara, Gereja Tiberias Indonesia (GTI), Gereja Kasih Karunia
Indonesia, (GEKARI), Gereja Kristus di Indonesia, Gereja
Yesus Kristus dari Orang Orang Suci Zaman Akhir, Gereja
Pemberita Injil, Gereja Kegerakan Pantekosta, Gereja Missi
Injili Indonesia, Gereja Methodis, Gereja Pantekosta
Internasional Indonesia, Gereja Kemanangan Iman Indonesia,
Gereja Morning Star, Gereja Yesus Hidup Sejati (GYHS),
Gereja Pelayanan Penyembahan Kharismatik (GPPK), Gereja
Kristen Yesus Tuhan.(Wawancara dengan Anggraini N.Paat).

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 143


Diantara gereja-gereja tersebut ada dua denominasi baru
yaitu: Gereja Yesus Hidup Sejati (GYHS), dan Gereja
Pelayanan Penyembahan Kharismatik (GPPK). Kedua
denominasi baru ini baru melapor pada tahun 2013, dan
sinodenya terdaftar di Pusat pada tahun 2012. Sebuah
denominasi yang pecah kemudian dibentuk sebuah sinode
am, yaitu Gereja Pimpinan Rohul Kudus Yahwe dan Gereja
Kristen Pimpinan Rohul Kudus berada dibawah sinode am
Majelis Pusat Gereja Pimpinan Rohul Kudus. Sedangkan
denominasi yang belum terdaftar tapi sudah beroperasi
adalah Gereja Sinar Kemuliaan pimpinan Pdt Jhon Mewo, dan
Gereja Kharismatik Siloam (GKS), dipimpin oleh Pdt Simon.
Gereja Kharismatik mengaku memiliki jemaat sebanyak 700
orang,sedangkan Gereja Sinar Kemuliaan memiliki jemaat
sebanyak 86 orang.
Sedangkan jumlah yayasan yang terdapat di Provinsi
Sulawesi Utara berjumlah sebanyak 49 buah, yang tersebar di
Kota Manado 40 buah, di Kabupaten Minahasa 2 buah,
Kabupaten Minahasa Utara sebanyak 3 buah dan Kota Bitung
sebanyak 5 buah. Kebanayakan yayasan tersebut bergerak
dalam bidang pekabaran injil.
Di bidang pendidikan organisasi gereja Kristen di
Sulawesi Utara, sangat banyak mempunyai lembaga
pendidikan. Untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) terdapat 823
buah sekolah, tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP),
berjumlah 130 buah, dan Sekolah Menengah Atas (SMA)
berjumlah 99 buah. Bandingkan umlah tersebut dengan
Sekolah Dasar Negeri yang berjumlah 993 buah, Sekolah
Menengah Pertama, 380 buah dan Sekolah Menengah Atas 144
buah. Data ini menunjukkan bahwa sekolah sekolah milik
gereja jumlahnya tidak terlalu jauh bedanya dengan sekolah

144 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


milik gereja. Dengan demikian sumbangan gereja dalam
masalah pendidikan di Sulawesi Utara sangat signifikan.
Sekolah-sekolah tersebut tersebar pada 11 kabupaten dan 5
kota (Wawancara dengan Jeffry Kawung).
Untuk mendidik calon pendeta di Sulawesi Utara
terdapat 14 buah Sekolah Menengah Theologi Kristen (SMTK).
Sekolah-sekolah tersebut adalah: SMTK Nusa Utara Bulude
milik Yayasan Pendidikan Kristen Imanuel; SMTK Baitani
Pulutan milik Yayasan Syalom Germita; SMTK Manalu milik
GMIST Resort Tabukan; SMTK Sinai Baramuli, milik Yayasan
Baramuli; SMTK Kristo Manado, milik Sinode AM Gereja-
gereja Sulutteng; SMTK Berea Tondano milik Yayasan
BAPKRISPA, SMTK Tumaratas Langowan milik Majelis
Daerah 1 Sulawesi Utara GGP; SMTK Kawangkoan milik
Yayasan Pendidikan KGPM; SMTK Mariri, milik Yayasan
Lembaga Pengembangan Pendidikan Mariri; SMTK Lolak
milik Yayasan Pendidikan Pembangunan Kemah; SMTK
Kosio milik Yayasan Pendidikan GMIBM; SMTK
Kotamobagu milik Yayasan Pendidikan GMIBM;SMTK
ElSHADDAI Mooat, milik Majelis Darah II Sulawesi Utara
BOLMONG, GGP; dan SMTK MOKODITEK milik Yayasan
Pendidikan GMIBM.
Sedangkan untuk tingkat sekolah tinggi, di Sulawesi
Utara terdapat 14 buah sekolah tinggi teologi. Adapun
sekolah-sekolah tinggi tersebut adalah; STT SETIA di Sitaro;
STT Anderson di Lembean Minahasa Utara; STT Ginosko di
Airmadidi Minahasa Utara; STAKAM Apolos di Winangun
Manado, STTI Baptis di Teling Manado; STT EL-Shaddai di
Sario Manado; STT STEMAKOS di Manado; STT EKKLESIA
di Manado; STT Missio Dei di Manado; STT Paraklitos di
Tomohon; STAKN di Manado; STT Bahtera di Langowan; STT

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 145


Filadelfia di Langowan dan STT Seapin di Bitung. Kesemua
sekolah tinggi teologi tersebut semuanya sudah terakreditasi
oleh Dirjen Bimas Kristen.
Jumlah penganut agama Kristen di Sulawesi Utara
berjumlah 1.615.820 orang. Untuk menampung jumlah jemaat
sebanyak itu tersedia 4290 buah gereja, berarti setiap gereja
dapat menampung 300 orang jemaat. Mengingat gereja-gereja
yang terdapat di Sulawesi Utara umumnya bangunannya
terbilang besar, maka keberadaan gereja tersebut sudah cukup
menampung jumlah jemaat yang ada. Untuk melayani umat
terdapat 9975 orang pendeta, dengan demikian setiap pendeta
dapat melayani 150 orang jemaat. Selain itu juga terdapat 1422
pendeta muda, 332 pendeta pembantu, 51760 Majelis Penatua,
571 orang guru injil, 27280 orang guru sekolah minggu dan 52
orang penginjil.
Dalam rangka memberikan surat tanda lapor kepada
organisasi gereja, Kepala Bidang Urusan Agama Kristen
sudah membuat suatu kebijakan yaitu, organisasi gereja bisa
melapor kalau sudah tanda terdaftar di Dirjen Bimas Kristen,
kalau belum terdaftar di Dirjen Bimas Kristen Jakarta, maka
tanda lapor tidak bisa diberikan. Untuk itu mereka disuruh
untuk mendaftar ke Jakarta, Kepala Bidang Urusan Agama
Kristen akan memberikan surat pengantar. Sebab berdasarkan
pengalaman ada beberapa gereja baru yang mengurus ke
Jakarta, berhasil memperoleh pendaftaran sinode baru dengan
bergabung dengan sinode yang sudah tidak mempunyai
aktivitas lagi.
Walaupun mereka sudah terdaftar di Dirjen Bimas
Kristen untuk dapat memperoleh surat tanda lapor harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:

146 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


1. Membawa surat tanda terdaftar di Dirjen Bimas Kristen
2. Mempunyai jemaat sebanyak 40 KK
3. Mendapat rekomendasi dari tiga denomasi besar (GMIM,
GPdI dan KGPM)
4. Susunan pengurus
5. Surat keterangan dari pemerintah setempat (Lurah dan
Ketua Lingkungan), terutama tentang nama-nama jemaat
yang 40 KK, status gedung
6. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Setelah mereka menerima surat tanda lapor, maka setiap
tahun mereka harus melaporkan kegiatan mereka. Selain itu
mereka dalam menjalankan kegiatannya harus : (a) menjaga
kerukunan intern dalam jemaat, (b) melaksanakan kerjasama
dalam menciptakan kerukunan antar Denominasi dan
Yayasan, (c) mengadakan kerjasama dalam rangka pembinaan
antar umat beragama. Untuk menjaga ketertiban lingkungan,
(d) diwajibkan berkoordinasi dengan pemerintah daerah
setempat (RT,RW, Keluarahan, Kecamatan) dan pihak-pihak
terkait untuk menjaga ketertiban lingkungan, € wajib
melaksanakan kegiatan sesuai dengan AD/ART, (f) agar
berusaha aktif dalam persekutuan keesaan gereja yang sudah
ada, (g) tidak menimbulkan keresahan pada masyarakat
dalam bentuk apapun, (h) setiap akhir tahun memberikan
laporan tertulis kepada Kanwil Kementerian Agama Provinsi
Sulawesi Utara, (i) surat keterangan ini akan diperbaharui
setiap 2 (dua) tahun sekali, (j) apabila dikemudian hari pihak
gereja tidak memenuhi ketentuan tersebut pada point 1
sampai dengan 9, maka tanda lapor ini akan dicabut dan tidak
berlaku lagi.(Lihat Contoh Surat Tanda Lapor)

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 147


Berdasarkan hasil pembicaraan dengan Kabid Urusan
Agama Kristen maka organisasi gereja yang dijadikan sasaran
penelitian adalah Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM)
sebagai gereja utama, ditambah dengan Kerapatan Gereja
Masehi Minahasa (KGPM), dan Gereja Pantekosta di
Indonesia (GPdI), dua buah gereja yang baru daftar adalah
Gereja Yesus Hidup Sejati (YHS) dan Gereja Pelayanan
Penyembahan Kharismatik (GPPK), kemudian gereja yang
belum daftar tetapi telah mengadakan kegiatan adalah Gereja
Sinar Kemuliaan dan Gereja Kharismatik Siloam, serta satu
yayasan yaitu Yayasan Kemuliaan Allah yang dipimpin oleh
Evangelis Herman Kamala.
Karena banyaknya denominasi gereja di Sulawesi Utara,
maka dinamika internal umat Kristen di Sulawesi Utara
sangat tinggi, meskipun demikian tingkatan kerukunan
mereka baik internal maupun antar umat beragama sangat
tinggi. Memang terdapat dua kasus yang berkaitan dengan
internal umat kristiani. Berdasarkan informasi dari para
pendeta dan pejabat kementerian agama, terjadinya kasus
tersebut lebih disebabkan karena perbedaan dalam memahami
ajaran kristiani, dan karena factor kepemimpinan dan materi.

148 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


BAB II
TEMUAN PENELITIAN

Profil Ringkas Gereja Yang di Teliti.


Gereja Masehi Injili di Minahasa
GMIM merupakan singkatan dari Gereja Masehi Injili di
Minahasa, kata “di” menunjukkan bahwa GMIM adalah
gereja yang berada di tanah Minahasa yang terdiri atas jemaat-
jemaatnya dan tetap konsisten dengan pendiriannya,
mengusahakan terwujudnya gereja yang Esa di Indonesia dan
pada sifat serta pengakuannya sebagai gereja yang universal.
Ketika berdiri tidak terdapat kata “di”, sehingga pada
waktu itu GMIM juga terdapat diluar daerah Minahasa,
karena ia merupakan gereja suku. Tetapi sejak tahun 1990 kata
“di” dipakai sehingga dia menunjukkan wilayah, maka
anggota GMIM yang berada diluar Minahasa dianjurkan
bergabung dengan gereja setempat.(A.F. Parengkuan: 2004, hal
4-5).
GMIM berdiri pada tanggal 30 September 1934. Salah
satu alas an penting berdirinya GMIM adalah munculnya rasa
nasionalisme dikalangan masyarakat. Selain itu alasan
lahirnya GMIM adanya kerinduan orang Kristen Minahasa
membebaskan diri dari perwalian gereja colonial dan secara
khusus dicatat bagaimana peran guru-guru sekolah Kristen
yang mulai mengorganisasikan diri dalam organisasi Pangkal
Setia tahun 1917 dan adanya usaha Pemerintah Belanda dan
Gereja Protestan mengakhiri ikatan-ikatan yang sudah ada
sejak VOC. (Josep M.Saruan: 1999, hal 36).

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 149


Sekarang GMIM terdiri dari 110 wilayah, 918 jemaat
(pada tahun 2006 terdapat 88 wilayah dan 808 jemaat), dan
800.000 anggota jemaat (sama dengan data tahun 2006).
Melalui Sidang Majelis Sinode ke 77 yang berlangsung dari
tanggal 24 s,d 28 Maret 2014 terpilih sebagai Ketua Badan
Pekerja Majelis Sinode (BPMS) GMIM periode 2014-2018 Pdt
Dr. Henni Sumakul, Ketua Majelis Pertimbangan Sinode
(MPS) Dr. Albert Supit, dan Ketua Badan Pengawas
Perbendaharaan Sinode (BPPS), Prof. Dr. Joice Sondakh
Lapian SE.MEc. (Manado Post, 01 April 2014, hal 8). Alamat
Sinode Jl Raya Kakaskasen, Bukit Inspirasi, Tomohon,
Sulawesi Utara. No telp 351036, 351162. Adappun pendeta
yang diwawancarai adalah Pdt Yudi Tonari, pimpinan Majelis
Jemaat, Diaspora Manado, karena pada waktu itu masih
berlangsung Sidang Badan Pekerja Majelis Sinode GMIM ke
77 di Tomohon untuk memilih pimpinan sinode yang baru.

Gereja Pentakosta di Indonesia.


Mejelis Sinode Pusat GPdI terdapat di Jakarta, dengan
Ketua Dr. Wakare. Jumlah wilayah yang bergabung dengan
GPdI sebanyak 120 majelis wilayah, dan 1640 gembala sidang
jemaat. Sedangkan Majelis Wilayah /Daerah Sulawesi Utara
mempunyai 10 jemaat lokal, dengan anggota jemaat sebanyak
400.000 jemaat. Pimpinan Daerah GPdI Sulawesi Utara adalah
Gembala H.O.H. Awuy dengan alamat sinode: Jl Samratulangi
No 38 Manado, atau Jl Yos Sudarso No 56, ManadoTelp
862265. Pendeta yang diwawancarai adalah Dr. Revly Pesak,
Kepala Biro External GPdI Sulawesi Utara, dan Kepala Biro
Pemuda dan Remaja, Persekutuan Gereja-Gereja Pantekosta
Indonesia (PGPI).

150 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Kerapatan Gereja Kristen Minahasa (KGPM).
Gereja ini menganggap dirinya sebagai gereja
perjuangan, karena berdirinya pada masa perjuangan
menjelang kemerdekaan. KGPM lahir pada tahun 1933, lebih
awal satu tahun dari gereja GMIM. Bahkan cikal bakal
berdirinya sejak masa Samratulangi. KGPM didirikan oleh BW
Lapian. Sekarang KGPM dipimpin oleh Gembala Teddius
Batasina, membawahi 245 jemaat, dengan jumlah anggota
sebanyak 250.000 orang. Alamat sinode KGPM di Jl 5
September, Sea Malalayang 1 Manado, Telp 865941. Yang
diwawancarai adalah Gembala Teddius Batasina, Ketua Sinode
KGPM.

Gereja Pelayanan Penyembahan Kharismatik (GPPK).


Gereja ini berawal dari perkumpulan doa Charismatik
Whorship Service (CWS) yang pada awalnya bergabung
dengan Gereja Sidang Jemaat Allah. Kemudian karena
perbedaan dalam masalah ajaran mereka keluar dari Gereja
Sidang Jemaat Allah, dan bergabung dengan Gereja Sidang
Jemaat Kristus (GSJK) yang berpusat di Subang. Gereja GSJK
dianggap sudah tidak aktif lagi, maka SK Dirjennya diambil
alih. Gereja ini diberi tanda lapor oleh Bidang Urusan Agama
Kristen tahun 2012. Pimpinan Kordinator Wilayah IV
membawahi majelis daerah Ambon, Papua, Sulawesi Utara
dan Kalimantan. Majelis Daerah Sulawesi Utara membawah
jemaat di Bitung (3), Manado (3) dan Minahasa (1). Pimpinan
Jemaat, Mejelis Daerah dan Kordinator Wilayah dipegang oleh
Pdt Esther Tulenan, yang beralamat di Jl Lumimuut No 30
Mahakeret Manado. Jumlah jemaat sebanyak 300 orang. Yang
diwawancarai adalah Pdt Esther Tulenan, Ketua Jemaat GPPK.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 151


Gereja Yesus Hidup Sejati (YHS).
Gereja ini mempunyai semboyan Yakin Hidup Sukses
(YHS). Sinode ini berdiri di Pusat pada tahun 2011 di
Surabaya, karena memisahkan diri dari Gereja Bethani
Indonesia. Yaqub seorang staf sekretariat Gereja YHS, juga
surprise begitu cepatnya gereja mereka diterima ketika
mendaftar ke Dirjen Bimas Kristen mengingat sejak tahun
1995, pendaftaran tersebut sudah ditutup. Tetapi menurut
informasi, mereka mengambil SK yang dimiliki oleh sebuah
sinode yang sudah tidak aktif lagi. Pada tahun 2012 akhir
mereka memperoleh surat tanda lapor dari Kanwil
Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara. Ketua Majelis
YHS Manado adalah Gembala Yusac Permana, sedangkan
sebagai gembala jemaat adalah gembala Hanna Hadi
Sumantoro. Jumlah jemaatnya sebanyak 200 orang, menyewa
gedung ex Bank Pinaesaan, di Jl Samratulangi No 62 Manado.
Yang diwawancarai adalah Yakub, Sekretaris gereja YHS.

Gereja Kristen Sangkakala Indonesia (GKSI).


Sebuah sinode gereja Tionghoa berdiri tahun 1951 di
Majalengka. Karena tidak berkembang dan tidak mempunyai
aktifitas, maka pada tahun 1989 diambil alih oleh Gereja
Kristen Sangkakala Indonesia (GKSI), dengan surat
pengesahan Menteri Kehakiman No JA.8/126/8, tanggal 21
November 1951; SK Departemen Agama RI No 153, 10 Juli
1989, anggota PGI.
Tahun 1991 GKSI berdiri di Manado. Pada Tahun 1992
berdiri Majelis Wilayah GKSI Sulawesi Utara, yang
membawahi Minahasa Utara, Bitung, Amurang, Manado (6),
dan Minahasa Selatan (3). Gereja ini dipimpin oleh Pdt Max

152 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Tombuku, beralamat di Sarongsong 1 Lingkungan II Air
Madidi, Telp 891215. Jumlah jemaat gereja ini masih belum
begitu banyak karena se Sulawesi Utara hanya berjumlah 300
KK, atau sekitar 1000 orang anggota jemaat. Yang
diwawancarai adalah Pdt Max Tombuku, Ketua Majelis Daerah
GKSI wilayah Sulawesi Utara.

Kebijakan Dirjen Bimas Kristen


Dinamika pertumbuhan denominasi gereja sangat cepat,
sehingga pada tahun 2010 telah terdapat 323 organisasi gereja,
sedangkan di Sulawesi Utara terdapat 75 denominasi, dan 49
buah yayasan yang bersifat gerejawi. Pertumbuhan yang
demikian itu, kadang-kadang menimbulkan ekses negative
dalam hubungan internal gereja. Berdasarkan kenyataan
tersebut, maka Dirjen Bimas kRisten mengeluarkan kebijakan
moratorium pendirian sinode/denominasi baru di Indonesia.
Terhadap kebijakan tersebut tanggapan pimpinan gereja
setelah dilakukan wawancara terbagi dalam tiga pendapat.
Pendapat pertama mendukung sepenuhnya terhadap
kebijakan moratorium yang dikeluarkan oleh Dirjen Bimas
Kristen, sebab menganggap jumlah denominasi gereja yang
ada sudah terlau banyak, seperti di Sulawesi Utara sudah
terdapat 75 organisasi gerja. Pendapat kedua mendukung
kebijakan tersebut diberlakukan terhadap daerah tertentu,
tetapi untuk daerah yang masih sedikit jumlah sinode atau
organisasi gerejanya, perlu diberi kelonggaran untuk
mendirikan sinode atau organisasi gereja baru. Pendapat
ketiga, karena hak berserikat dan berkumpul dijamin oleh
undang-undang, maka kebijakan tersebut bertentagan dengan
Undang- Undang Dasar 1945, oleh sebab itu pembentukan

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 153


sinode baru tetap harus diberi kesempatan. Sebagian besar
pimpinan gereja yang diwawancarai mendukung pendapat
yang pertama. Bahkan hampir seluruhnya menolak kehadiran
sinode yang baru.
Berkaitan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No
17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas),
sebagian besar pimpinan gereja mengharuskan Kementerian
Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM melakukan
kordinasi dengan Kementerian Agama sebelum mengesahkan
sebuah organisasi gereja. Sebaiknya organisasi yang mau
mendaftar ke Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian
Hukum dan HAM, membawa surat rekomendasi dari
Kementerian Agama, sebab yang mengetahui kebenaran
ajaran/teologi dari agama Kristen adalah Kementerian Agama
dalam hal ini Dirjen Bimbingan Agama Kristen (Bimas
Kristen).

Kebijakan Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara.


Setiap Bimas Kristen Provinsi mempunyai kewenangan
untuk mengatur organisasi gereja di daerahnya, sesuai dengan
situasi dan kondisi setempat. Kementerian Agama Wilayah
Provinsi Sulawesi Utara dalam hal ini Bidang Urusan Agama
Kristen telah mengeluarkan persyaratan bagi gereja yang akan
memperoleh tanda lapor yaitu:
a) Telah memiliki SK Dirjen Bimas Kristen,
b) Ada rekomendasi dari tiga (3) denominasi besar (GMIM,
GPdI, dan KGPM),
c) Telah mempunyai jemaat sebanyak 40 KK,

154 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


d) Diketahui oleh pemerintah setempat (Lurah dan Kepala
Lingkungan),
e) Ada Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga
(ART), serta susunan pengurus.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pimpinan gereja,
sebagian besar menganggap persyaratan itu masih relevan,
agar terdapat ketertiban dalam kehidupan internal umat
kristiani. Mereka beralasan kalau sudah memenuhi
persyaratan akan memperoleh perlindungan hukum, lebih
mudah beradaftasi karena sudah diakui oleh tiga sinode besar,
selain itu akan lebih dikenal oleh masyarakat.
Terhadap pertanyaan apakah organisasi gereja yang
sudah terdaftar di Dirjen Bimas Kristen masih perlu melapor
dan memenuhi persayaratan yang dibuat oleh Kemeneian
Agama di daerah. Sebagaian besar informan menganggap
masih perlu melapor, agar aktifitasnya dapat diketahui. Orang
yang bertamu ke suatu daerah saja dalam 1 kali 24 jam harus
melapor pada pemerintah setempat, apalagi organisasi gereja
yang mempunyai aktifitas ditengah-tengah masyarakat, yang
kemungkinan dapat mengganggu masyarakat sekitarnya
sangat perlu untuk melapor. Lapor itu penting dalam rangka
kordinasi, konsolidasi dan control. Selain itu karena
Kementerian Agama juga berfungsi sebagai mediasi dan
fasilitasi bagi semua kegiatan antar gereja. Ada sebagian
pimpinan gereja yang menganggap kalau sudah terdaftar di
pusat, cukup melapor saja, tidak perlu memenuhi persyaratan
seperti yang ada sekarang ini. Mengenai pelayanan
Kementerian Agama, semua pemimpin gereja menganggap
sudah baik. Pelayanan yang diberikan antara lain berupa
pembinaan, pemberian bantuan, dan diikutkan dalam
berbagai kegiatan (seminar, workshop).

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 155


Mengenai pemberian rekomendasi dari tiga sinode
besar, pimpinan sinode GPdI menyatakan: “keputusan
mengeluarkan rekomendasi dibicarakan dalam siding pleno
majelis daerah, dengan memperhatikan doktrinnya,
persyaratannya sudah dipenuhi atau belum, tidak menganggu
masyarakatsekitar, menanyakan maksud pelayanannya untuk
apa? dan yang penting sudah melayani (Wawancara dengan Dr.
Revli Pesak, 29 Maret 2014).
Sedangkan menurut pimpinan gereja KGPM sebelum
rekomendasi dikeluarkan di diskusikan dahulu, kemudian
ditanya mengapa dia menginjil di Sulawesi Utara? Umatnya
dari mana? Rekomendasi dikeluarkan melalui siding sinode
(Pdt Teddius Batasina). Demikian pula GMIM menetapkan
rekomendasi setelah melalui pengkajian khusus oleh Bidang
Ajaran, Pembinaan dan Penggembalaan, dan dengan
memperhatikan syarat-syarat yang dibuat oleh Kementerian
Agama (Wawancara dengan Pdt Yudi Tonari, tanggal 29 Maret
2014).

Visi Pimpinan Gereja tentang Keharmonisan Beragama.


Dalam masyarakat yang majemuk, sangat rentan
terjadinya konflik dalam hubungan internal maupun antar
umat beragama. Di tengah masyarakat yang dinamika
pertumbuhan organisasi gerejanya sangat tinggi perlu
menggali berbagai pemikiran yang visioner untuk
menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat.
Pemikiran tersebut antara lain:
Pdt Dr. Revli Pesak berpendapat untuk mewujudkan
kerukunan internal umat kristiani, masing-masing denominasi
menghargai doktrin masing-masing; menjunjung tinggi rasa

156 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


saling menghormati; memposisikan GPdI senetral mungkin.
Selain itu mengaktifkan forum-forum yang sudah ada seperti
Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) dan Badan
Kerjasama Antar Umat Beragama (BKSAUA). Perlu diusulkan
agar BKSAUA dibuatkan Perdanya, selain itu dibuat
perbedaan antara lembaga keagamaan gereja dengan
lembaga-lembaga keormasan biasa, sehingga tidak semua
ormas harus mendaftarkan diri ke Kementerian Dalam
Negeri.(Wawancara tanggal 29 Maret 2014)
Menurut Pdt Yudi Tonari berpendapat: Baik-baiklah
beribadah; jangan mengganggu masyarakat sekitar;
penerapan peraturan harus konsisten; harus lapor kepada
pemerintah setempat; kalau Pusat mengeluarkan SK harus
berdasarkan Bottom Up ( Wawancara tanggal 29 Maret 2014)
Sedangkan Evangelis Herman Kemala berpendapat :
gereja tidak boleh berpolitik; gereja bertumbuh tetapi kurang
berkualitas, maka perlu dikembangkan Iman – Jemaat – dan
ekonomi, selain itu gereja jangan selalu merasa benar dan
besar sendiri. Kemajuan jangan dicegah, tetapi eksesnya harus
dibenahi. Menurutnya gereja kaya tapi miskin fungsi, maka
gereja harus terdiri dari lima (5) komponen yaitu: Rasul, Nabi,
Penginjil, Gembala dan Guru.(Wawancara 30 Maret 2014)
Berdasarkan pimpinan Gereja Kristen Sangkakala
Indonesia (GKSI), Pdt Max Tombuku melapor itu penting agar
kegiatan gereja tersebut diketahui; perlu ada ketegasan dari
Kementerian Agama, jangan terpengaruh oleh keputusan
BAMAG; harus dibuat ketentuan tertulis tentang penyetopan
pembentukan sinode baru; munculnya denominasi baru
bukan karena missi dari Tuhan, tapi karena missi pribadi;
denominasi baru muncul karena perbedaan paham dan
perebutan kekuasaan; bagi gereja yang belum lapor tapi sudah

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 157


melayani perlu dilakukan penertiban. Selain itu pejabat
Kementerian Agama harus bersifat proporsional, professional
dan netral.(Wawancara tanggal 31 Maret 2014)
Pdt Teddius Batasina (KGPM), gereja tidak pernah
menyelamatkan, yang menyelamatkan adalah iman, maka
tidak perlu mendirikan banyak organisasi gereja, pilih saja
yang sudah ada; kalau sudah ada medianya tinggal pilih saja
media mana yang dianggap cocok dan sesuai dengan hati
nurani; jangan saling mengganggu; jangan mengembangkan
perbedaan theologies; membangun sinergisitas dan ke esaan
dalam gerakan oikeumene; perlu didirikan Sinode Am,
dimana semua organisasi gereja bergabung, sehingga menjadi
: “ Gereja Kristen Yang Esa: Jemaat KGPM; semakin
mempererat konsolidasi, untuk itu setiap kegiatan yang
diadakan Kementerian Agama undangan langsung ditujukan
kepada pimpinan sinode.
Pendirian sinode-sinode baru sangat mengganggu
sinode yang sudah lama berdiri. Banyak jemaat GMIM dan
KGPM yang pindah ke sinode baru tersebut, mereka pindah
karena melihat kreatifitas ibadah dan isi khutbah
membangkitkan dari sonode baru tersebut, maka hal tersebut
harus dijadikan introspeksi diri.(Wawancara tanggal 1 April
2014).

Relasi Kemenag Sulawesi Utara dan Pimpinan Gereja


Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai
pimpinan gereja (10 orng) umumnya menganggap relasi
antara pimpinan gereja dengan Kementerian Agama Provinsi
d.h.i Bidang Urusan Agama Kristen berjalan dengan baik dan

158 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


intensip. Hal itu dapat dilihat dari pendapat mereka dibawah
ini.
Menurut Pdt Teddius Batasina, relasi Kementerian Agama
dengan pimpinan gereja berlangsung sangat baik terutama
dalam masalah konsolidasi, komunikasi dan kordinasi. Kalau
ada issu-issu krusial selalu melakukan komunikasi dengan
pimpinan gereja.(Wawancara, tangal 1 April 2014).
Pdt Max Tombuku berpendapat, gereja kecil merasa lebih
dekat dengan pejabat Kementerian Agama, kalau mereka
dating kita sangat senang, untuk itu kalau mereka dating kita
anggap sebagai pejabat pemerintah, sedangkan kalau gereja
besar kunjungan itu dianggap biasa. Menurutnya relasi terjadi
dalam dua arah, kadang-kadang gereja yang mengundang,
kadang-kadang Kementerian Agama yang mengundang.
(Wawancara tanggal 31 Maret 2014).
Evangelis Herman Kemala berpendapat:” Relasi sangat
baik, karena Kementerian Agama memberikan pembinaan,
memberitahukan tentang berbagai peraturan, memberikan
contoh keteladanan, mengajar dan bekerjasama, member tahu
yang belum diketahui.(Wawancara tanggal 30 Maret 2014).
Pdt Yudi Tonari berpendapat: selalu ada komunikasi
yang intensif, Kementerian Agama merupakan mitra dalam
pelayanan gereja, tempat menyampaikan sesuatu, membina
dan mengarahkan gereja, banyak melengkapi pemahaman
pimpinan gereja, membekali para pimpinan gereja dengan
pengetahuan baru (Wawancara, tanggal 29 Maret 2014).
Pdt Dr. Revli Pesak berpendapat:” sangat berterima kasih
kepada Kementerian Agama, sebab tanpa Kementerian
Agama gedung Pantekosta Center tidak akan selesai; terjadi
relasi yang baik antara sinode dan Kementerian Agama;

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 159


komunikasi berjalan baik antara GPdI dengan Bidang Urusan
Agama Kristen.( Wawancara, tanggal 29 Maret 2014).
Sedangkan Pdt Esther Telenan berpendapat, pelayanan
Kementerian Agama sangat baik, terbukti kita dilayani
dengan baik ketika lapor tentang keberadaan Gereja
Pelayanan Penyembahan Karismatik (GPPK). Pelayanan
tersebut berupa petunjuk dan pengarahan-pengarahan yang
harus dilakukan agar dapat diterima oleh sinode besar.
(wawancara, tanggal 28 Maret 2014).

160 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pada umumnya pemimpin gereja di Sulawesi Utara
mendukung sepenuhnya kebijakan Dirjen Bimas Kristen
yang mengeluarkan kebijakan moratorium terhadap
pendaftaran organisasi atau denominasi gereja baru.
Mereka beralasan sekarang sudah terlalu banyak
organisasi atau denominasi gereja, sebaiknya bagi yang
baru mau mendaftar bergabung saja dengan organisasi
atau gereja yang sudah ada. Berkaitan dengan keluarnya
UU No 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan, para pemimpin gereja berpendapat tetap
pendaftaran tersebut di Kementerian Agama, karena
organisasi keagamaan berada dalam binaan Kementerian
Agama. Untuk itu sebelum di syahkan oleh Kemenkum
dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri tetap harus
kordinasi dengan Kementerian Agama.
2. Kebijakan Kementerian Agama Provinsi mengenai syarat-
syarat yang harus dipenuhi ketika sebuah organisasi atau
denominasi gereja akan melapor, masih dianggap relevan
dipertahankan karena untuk menjaga ketertiban dan
mencegah konflik dalam masyarakat. Bagi organisasi atau
denominasi gereja yang sudah terdaftar di Dirjen Bimas
Kristen masih tetap diharuskan melapor ke Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi dengan memenuhi

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 161


persyaratan yang sudah ditetapkan. Menyangkut
pelayanan Kementerian Agama Provinsi, sebagian besar
pimpinan gereja menganggapnya sudah baik, dan sangat
diperlukan keberadaannya.
3. Banyak pemikiran yang dikemukakan oleh pimpinan
gereja agar terdapat keharmonisan dalam kehidupan umat
beragama, diantaranya yang menyelamatkan manusia
adalah iman bukan organisasi gereja, maka tidak perlu
mendirikan gereja yang baru. Perlu dibentuk Sinode Am
yang membawahi semua denominasi yang ada, sebagai
contoh: Gereja Kristen Yang Esa: Jemaat KGPM. Agar
pimpinan denominasi menghargai perbedaan doktrin
masing-masing. Meningkatkan aktifitas forum-forum yang
sudah ada seperti Badan Musyawarah Antar Gereja
(BAMAG) dan Badan Kerjasama Antar Umat Beragama
(BKSAUA). Aturan harus ditegakkan secara konsisten,
untuk itu gereja yang belum terdaftar tetapi sudah
menjalankan aktifitasnya harus ditertibkan. Sebagian kecil
dari pendeta ada yang berpendapat Kementerian Agama
perlu membuat kebijakan tertulis tentang penyetopan
pembentukan sinode baru, sebagian yang lain
mengusulkan agar Kementerian Agama mengadakan
pendekatan kepada pimpinan gereja aras nasional agar
masing-masing dari mereka membuat aturan memperketat
penerimaan anggota baru.
4. Pada umumnya para pimpinan gereja berpendapat bahwa
relasi antara pimpinan gereja dan Kementerian Agama
Provinsi (Bidang Urusan Agama Kristen) terjalin dengan
baik, ada komunikasi dua arah kadang-kadang
Kementerian Agama yang mengundang, kadang-kadang
gereja yang mengundang. Dalam situasi tersebut kedua

162 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


belah pihak berusaha untuk selalu memenuhi undangan
tersebut. Kementerian Agama selalu memberikan
bimbingan, pengarahan, memberikan contoh,
memberitahu berbagai peraturan dan bekerjasama dalam
berbagai kegiatan.

Saran – Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan hal-
hal sebagai berikut:
1. Perlu di sosialisasikan kepada umat Kristen, mengapa
perlu dilakukan moratorium pendirian organisasi atau
denominasi gereja baru bagi keberlangsungan oikumene.
Perlu pula dijelaskan bahwa yang dibatasi adalah
pembentukan organisasi gereja bukan pendirian gedung
gereja yang baru, sebab masih terdapat pemahaman
adanya pembatasan pendirian gedung gereja yang baru.
2. Perlu ada penertiban terhadap organisasi gereja yang
belum terdaftar, atau sudah terdaftar di Dirjen Bimas
Kristen tetapi belum melapor kepada Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi, karena belum dapat
memenuhi persyaratan yang disyaratkan.
3. Kementerian Agama perlu melakukan kordinasi dengan
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan
HAM, agar dalam menerima pendaftaran organisasi
keagamaan termasuk organisasi gereja, selalu
mengadakan komunikasi dan meminta informasi kepada
Kementerian Agama. Bila mungkin dalam PP-nya nanti
diatur bahwa organisasi keagamaan mendaftarnya di
Kementerian Agama, bukan di Kementerian Dalam Negeri
atau Kementerian Hukum Dan HAM.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 163


DAFTAR KEPUSTAKAAN

A.F. Parengkuan, MTh, GMIM dan Pekabaran Injil, Catatan


Historis Mengenai Gereja di Minahasa Yang Masehi
dan Injili, dalam buku Menggali Harta Terpendam:
Penelusuran Jejak Sejarah Pekabaran Injil dan Kelembagaan
GMIM, Panitya Perayaan HUT ke-70 GMIM Bersinode,
Tomohon, 2004.
Bernard Raho SVD, Agama dalam Perspektif Sosiologi, Penerbit
Obor, Jakarta, 2013.
Christian de Jonge, Gereja Mencari Jawab: Kapita Selekta Sejarah
Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2009.
Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia,
Direktori Gereja-Gereja, Yayasan, Pendidikan Agama dan
Keagamaan Kristen di Indonesia, Jakarta, 2011.
Daru Marhendy dan Favor A. Bancin, Memahami Tradisi dan
Sistem Pemerintahan Gereja-gereja di Indonesia, Jakarta:
World Visi Indonesia, 2008.
Eryanto, Makalah :disampaikan dalam seminar” Potensi
Dampak UU No 17 tentang Organisasi Kemasyarakatan”,
Hotel Santika, Jakarta, 23 September 2013.
Jan Sihar Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja,
BPK Gunung Mulia, Jakarta, cet 6, 2003.
Josef M.Saruan, Gereja dan Masyarakat, (1930 – 1945), Masa
Awal Pertumbuhan GMIM, BPS-GMIM, Tomohon, 1999.

164 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Nuhrison M.Nuh, Mengenal Gereja Lokal: Studi Kasus Gereja
Masehi Injili di Minahasa, Jurnal Harmoni, Volume V,
Nomor 19, Juli-September 2006.
Parsudi Suparlan dalam Robertson, Roland (ed). "Agama:
Dalam Analisis dan Interpretasi Sosiologis", Jakarta: CV
Rajawali, 1988.
Paulus Lie, Mereformasi Gereja, Penerbit Andi, Yogyakarta,
2010.
RPJMN 2010 – 2014, Peraturan Presiden No 5 Tahun 2010 Bab II
tentang Pembangunan Sosial dan Kehidupan Beragama.
Solarso Sopater, Memacu Lajunya Gerakan Keesaan Gereja di
Indonesia Suatu Upaya Berteologi Secara Kontekstual,
dalam buku, Gerakan Oikumene Tegar Mekar di Bumi
Pancasila, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993.
Wakhid Sugiyarto, Makalah: Dampak Pemahaman Misi Gereja
Bethel Indonesia (GBI) “Keluarga Allah” Dan
Implementasinya Bagi Gerakan Oikumene serta
Kemajemukan Indonesia di Surakarta (Solo) Jawa Tengah,
Jakarta, 2013.

DAFTAR INFORMAN
1. Pdt Dr. Revli Pesak dari Gereja Pentakosta di Indonesia
(GPdI).
2. Pdt Yudi Tonari dari Gereja Masehi Injili di Minahasa
(GMIM).
3. Gembala Teddius Batasina dari Kerapatan Gereja
Protestan Minahasa (KGPM)
4. Pdt Esther Telenan, dari Gereja Pelayanan Penyembahan
Karismatik(GPPK).

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 165


5. Pdt Max Tombuku dari Gereja Kristen Sangkakala
Indonesia (GKSI).
6. Yakub dari Gereja Yesus Hidup Sejati (YHS).
7. Pdt Jon Mewo dari Gereja Sinar Kemuliaan.
8. Pdt Simon dari Gereja Karismatik Siloam
9. Ev Herman Kemala, dari Yayasan Pekabaran Injil
Kemuliaan Allah
10. Dra. Anggraini. N.Paat, MSi, Kabid Urusan Agama
Kristen
11. Pdt Sonia N. Tampaguma, MTh, Kasi Kelembagaan
12. Olty.R. Paila, STh, Kasi Sistem Informasi.

166 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


5
PANDANGAN PEMIMPIN GEREJA TENTANG
PENGATURAN ORGANISASI GEREJA
Di Kota Semarang, Jawa Tengah

Oleh:
Syaiful Arif

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 167


BAB I
GAMBARAN UMUM WILAYAH

Demografi Keagamaan
Kota Semarang terletak antara garis 650’ – 710’ Lintang
Selatan dan garis 10935 – 11050’ Bujur Timur. Dibatasi sebelah
Barat dengan Kabupaten Kendal, sebelah Timur dengan
Kabupaten Demak, sebelah Selatan dengan Kabupaten
Semarang dan sebelah Utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan
panjang garis pantai meliputi 13,6 Km. ketinggian Kota
Semarang terletak antara 0,75 sampai 348,00 di atas garis
pantai.
Secara administratif, kota ini terbagi atas 16 wilayah
Kecamatan dan 177 Kelurahan. Luas wilayah Kota Semarang
tercatat 373,70 Km-2. Luas yang ada, terdiri dari 39,56 Km-2
(10,59%) tanah sawah dan 334,14 (89,41%) bukan lahan sawah.
Menurut penggunaannya, luas tanah sawah terbesar
merupakan tanah sawah tanadh hujan (53,12%) dan hanya
sekitar 19,97%-nya saja yang dapat ditanami dua kali. Lahan
kering sebagian besar digunakan untuk tanah pekarangan
atau tanah bangunan dan halaman sekitar, yaitu 42,17% dari
total lahan bukan sawah.
Secara umum penduduk Kota Semarang terdiri dari
umat beragama yang memeluk agama Islam, Katholik, Kristen
dan Buddha. Pada tahun 2012, jumlah pemeluk agama-agama
secara total meliputi; Islam (1.302.349), Katholik (115.355),
Kristen (110.232) dan Buddha (18.457). Dengan demikian,
warga Kota Semarang yang beragama Kristen menempati

168 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


urutan ketiga terbanyak setelah Islam dan Katolik. Berikut
data pemeluk agama perkecamatan:

Tabel 1
Pemeluk Agama di Kota Semarang Tahun 2012

No. Kecamatan Islam Katholik Kristen Budha


1. Mijen 53.249 1.448 1.809 14
2. Gunungpati 72.117 1.264 1.338 199
3. Banyumanik 104.841 11.929 10.491 653
4. Gajah Mungkur 55.022 4.389 3.690 172
5. Smg. Selatan 66.635 7.425 6.720 649
6. Candisari 65.265 6.785 6.667 504
7. Tembalang 123.558 9.225 9.432 372
8. Pedurungan 145.313 13.111 13.663 1.577
9. Genuk 86.522 2.429 2.349 116
10. Gayamsari 65.812 3.478 3.102 745
11. Smg. Timur 53.976 11.280 9.937 2.298
12. Smg. Utara 103.402 11.466 10.216 2.399
13. Smg. Tengah 43.588 10.373 9.715 6.340
14. Smg. Barat 125.029 14.819 14.932 1.593
15. Tugu 30.565 146 174 12
16. Ngaliyan 107.454 5.787 5.996 813

Sementara itu, tempat ibadah di Kota Semarang meliputi


Masjid (1.129), Musholla (1.931), Gereja/Kapel (289) dan
Vihara (38). Berikut data tempat ibadah secara rinci per-
kecamatan pada tahun 201144:

44 Semarang dalam Angka 2012, Badan Pusat Statistik Kota Semarang, 2012, h., 3,
164, 342

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 169


Tabel 2
Data Tempat Ibadah Tahun 2011

Gereja/
No. Kecamatan Masjid Musholla Vihara
Kapel
1. Mijen 69 140 15 1
2. Gunungpati 94 223 4 2
3. Banyumanik 115 121 33 1
4. Gajah Mungkur 57 61 17 1
5. Smg. Selatan 59 53 21 2
6. Candisari 50 44 12 1
7. Tembalang 110 196 20 0
8. Pedurungan 123 203 17 3
9. Genuk 54 240 6 0
10. Gayamsari 53 62 9 0
11. Smg. Timur 39 87 22 6
12. Smg. Utara 54 106 29 0
13. Smg. Tengah 28 71 18 17
14. Smg. Barat 111 87 51 4
15. Tugu 17 86 1 0
16. Ngaliyan 96 151 14 0

Dalam kerangka kehidupan keagamaan Kristen, Kota


Semarang memiliki 55 sinode dan 224 gereja di dalamnya.
Berdasarkan data Penyelenggara Bimas Kristen Kementerian
Agama Kota Semarang pada tahun 2013, terdapat beberapa
sinode dengan jumlah gereja terbesar, meliputi; Gereja Baptis
Indonesia (GBI) 26 gereja, Gereja Pantekosta Di Indonesia
(GPDI) 26 gereja, Gereja Isa Almasih (GIA) 23 gereja, Gereja
Kristen Jawa (GKJ) 18 gereja, Gereja Bethel Indonesia (GBI) 16
gereja, Gereja Bethel Tabernakel (GBT) 11 gereja, dan Gereja
Kristen Indonesia (GKI) sebanyak 8 gereja. Disamping itu
terdapat pula sinode dengan jumlah gereja minimum 1 buah,
seperti Gereja Kristen Getsimani, Gereja Kristen Ketulusan
Hati, Gereja Kristen Perjanjian Baru, Gereja Katolik Bebas, dll.
Berikut ini data lengkap sinode dan gereja di Kota Semarang:

170 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Tabel 3
Data Sinode dan Gereja Kota Semarang
Tahun 201345

Jumlah
No. Sinode
Gereja
1. Gereja Kristen Jawa (GKJ) 18 buah
2. Gereja Kristen Indonesia (GKI) 8 buah
3. Gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU) 6 buah
4. Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) 6 buah
5. Gereja Injili Di Tanah Jawa (GITJ) 1 buah
6. Gereja Isa Almasih (GIA) 23 buah
7. Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) 4 buah
8. Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) 2 buah
9. Gereja Kristen Indonesia Injili (GKII) 5 buah
10. Gereja Bala Keselamatan (GKB) 3 buah
11. Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) 3 buah
12. Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) 3 buah
13. Gereja Baptis Indonesia (GBI) 26 buah
14. Gereja Bethel Tabernakel (GBT) 11 buah
15. Gereja Pantekosta Di Indonesia (GPDI) 26 buah
16. Gereja Bethel Indonesia (GBI) 16 buah
17. Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) 7 buah
18. Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) 3 buah
19. Gereja Jemaat Kristen Indonesia (JKI) 6 buah
20. Gereja Kristen Injili Nusantara (GKIN) 3 buah
21. Gereja Kristen Baithani (GKB) 4 buah
22. Gereja Sidang Jemaat Pantekosta (GSJP) 1 buah
23. Gereja Sidang Jemaat Kristus (GSJK) 1 buah
24. Gereja Pantekosta Serikat Indonesia (GPSI) 1 buah
25. Gereja Pantekosta Serikat Di Indonesia (GPSDI) 2 buah
26. Gereja Pantekosta Tabernakel (GPT) 1 buah
27. Gereja Gerakan Pantekosta (GGP) 3 buah
28. Gereja Kristus Tuhan (GKT) 1 buah
29. Gereja Kristus Tuhan Indonesia (GKTI) 1 buah
30. Gereja Kristen Protestan Injili Indonesia (GKPII) 3 buah
31. Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) 1 buah
32. Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) 1 buah

45 Data Gereja Di bawah Sinode Kota Semarang Tahun 2013, Provinsi Jawa

Tengah, h., 1-11, Data Sekolah Tinggi Theologia Kristen Kota Semarang Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013, h., xlii

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 171


33. Gereja Kerasulan Baru Indonesia (GKBI) 1 buah
34. Gereja Kristen Anugerah (GKA) 1 buah
35. Gereja Kristen Nazarene (GKN) 2 buah
36. Gereja Santapan Rohani Indonesia (GSRI) 1 buah
37. Gereja Penyebaran Injil (GPI) 1 buah
38. Gereja Anugerah Injil Sepenuh (GAIS) 1 buah
39. Gereja Injil Seutuh Indonesia (GISI) 1 buah
40. Gereja Segala Bangsa (GSB) 1 buah
41. Gereja Methodist Indonesia (GMI) 1 buah
42. Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) 1 buah
43. Gereja Kristen Getsimani (GKG) 1 buah
44. Gereja Kristen Ketulusan Hati 1 buah
45. Gereja Kristen Perjanjian Baru 1 buah
46. Gereja Katolik Bebas 1 buah
47. Gereja Baptis Indonesia Independen 1 buah
48. Gereja Kristus Rahmani Indonesia 1 buah
49. Gereja Pimpinan Rohul Kudus 1 buah
50. Gereja Orthodox Indonesia Semarang 1 buah
51. Gereja Saksi Yehova 3 buah
52. Gereja Orang Suci Zaman Akhir 1 buah
53. Gereja Yesus Sejati 1 buah

Tabel 4
Pendidikan Tinggi Theologia Kristen
Kota Semarang Tahun 2013

Tahun Lembaga
No. Nama Alamat
Berdiri Sponsor
1. Sekolah Tinggi Theologia 1954 Yayasan Jl. Simongan No. 1
Baptis Indonesia Baptis
2. Akademi Theologia - - Jl. Puri Anjasmoro B1
Kristus Alfa Omega J-1/104
3. Sekolah Tinggi Theologia 1996 - Jl. Gunung Talang 24
Aliansi
4. Sekolah Tinggi Theologia 1994 - Jl. Srinindito 1 No. 7
Eklesia
5. Sekolah Tinggi Theologia 1999 World Ruko Mutiara
Harvest Harvest Mariana No. 40

172 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


BAB II
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kota Semarang memiliki 55 denominasi gereja dan 224


gereja. Dengan demikian, semua denominasi telah diakui
sebagai bagian dari keluarga besar Kristen. Dengan jumlah
yang lumayan besar tersebut, akan terlihat dinamika yang
menyimpan perbedaan laten meskipun tidak menimbulkan
konflik di permukaan. Hal ini tidak lepas dari berkembangnya
forum-forum kerukunan antar-denominasi, seperti
Persekutuan Gereja-gereja Kota Semarang (PGKS), Jaringan
Doa Sekota (JDS), Garis Depan (Garda) dan Badan
Musyawarah Antar Gereja (Bamag). Forum kerukunan yang
bersifat sukarela ini memerankan peran signifikan dalam
menjembatani perbedaan paham keagamaan di antara umat
Kristiani.
Hanya saja, masih terdapat “duri dalam daging”. Yakni
terdapatnya tiga denominasi gereja yang memiliki paham
keagamaan di luar mainstream kekristenan. Paham non-
mainstream ini merujuk pada penolakan mereka atas trinitas,
yakni dogma kesatuan tiga antara Allah Bapa, Yesus Kristus
dan Roh Kudus. Ketiga denominasi tersebut ialah; Saksi
Yehova, Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman
Akhir (OSZA), dan Gereja Jemaat Allah Global Indonesia
(JAGI).
Saksi Yehova menekankan pusat keimanan kepada
Yahweh (Allah), bukan Yesus. Namun dalam konteks ini,
mereka tetap mengimani keilahian Yesus, meskipun Yesus

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 173


bukanlah Yahweh.46 Sementara itu, Gereja OSZA menekankan
pada keterpisahan tiga pribadi Allah, Yesus dan Roh Kudus
serta mengimani kenabian yang hingga hari ini masih
berjalan. Maka pimpinan pusat Gereja OSZA merupakan nabi
yang masih mendapatkan wahyu hingga hari ini. Sedangkan
JAGI merupakan denominasi baru –disahkan pada tahun
2000- yang memiliki paham tauhid (Unitarian). Mereka
menolak ketuhanan Yesus dan mengimaninya sebagai nabi
dari Allah. Mereka mengajak kembali pada ketuhanan
Abrahamik yang Esa, yang merupakan kesinambungan antara
Yahudi, Kristen dan Islam.47
Ketidakaktifan tiga denominasi ini di dalam PGKS
menyiratkan konflik laten tersebut, sebab dengan demikian,
mereka membedakan diri dengan mainstream kekristenan,
demikian sebaliknya. Hanya saja akibat kebijakan Pembimas
Kristen Jawa Tengah, ketiga denominasi tersebut dimasukkan
ke dalam BAMAG, sehingga relatif terjadi komunikasi antar
gereja mainstream dan non-mainstream. Menariknya para
pejabat Kementrian Agama kekristenan, sejak Pembimas
Kristen Jateng hingga Penyelenggara Bimas Kristen Kota
Semarang, tidak sepenuhnya sepakat dengan ketiga
denominasi di atas. Artinya, persetujuan dan perizinan
mereka atas Yehova, OSZA dan JAGI, murni ketaatan
struktural sebab Dirjen. Bimas Kristen telah mengesahkan
ketiga denominasi tersebut. Ada suatu keterpaksaan untuk
menerima keputusan itu, sebab sebagai umat Kristen, para
pejabat Bimas Kristen Semarang tentu menolak pandangan
teologis dari Yehova, OSZA dan JAGI. Ini menimbulkan

46 Apa yang Sebenarnya Alkitab Ajarakan? Jakarta: Saksi-Saksi Yehuwa

Indonesia, 2012, h., 8


47 Tjahjadi Nugroho, Manusia Yesus Kristus, Menguak Misteri, Melihat Keunikan,

Memperoleh Kuasa Iman, Masuk Kodrat Ilahi, Semarang: Yayasan SADAR, 1995, h., 17

174 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


pelayanan yang tidak maksimal, dari Bimas Kristen kepada
tiga denominasi yang dianggap menyimpang tersebut.
Persoalan penelitian ini, yakni Pandangan Pimpinan
Gereja tentang Pengaturan Organisasi Gereja mendapatkan
konteksnya di dalam persoalan di atas. Bukan bagaimana
pimpinan gereja dan Kemenag mengatur gereja yang dilarang,
sebab tidak ada gereja atau organisasi gerejawi yang dilarang.
Melainkan bagaimana pimpinan gereja dan Bimas Kristen
menanggapi berbagai denominasi gereja yang memiliki
paham Kristologis di luar mainstream. UU No. 17/2013
tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) bisa menjadi
kerangka diskursif bagi persoalan ini. Sebab secara implisit,
UU tersebut memberikan celah kepada organisasi keagamaan
untuk mengesampingkan perdebatan serta perbedaan teologis
di bawah naungan kesamaan pandangan kebangsaan.
Artinya, bisa saja UU tersebut memperkuat legitimasi
organisasi gereja non-mainstream karena persyaratan
organisasi kemasyarakatan hanya terletak di dalam
pandangan kebangsaannya, bukan keagamaannya.

Pandangan Regulasi Gereja


Untuk kepentingan ini, penelitian ini akan memaparkan
keragaman pandangan pimpinan gereja di Kota Semarang.
Keragaman ini sengaja digambarkan apa adanya terlebih
dahulu, untuk dibuat kesimpulan setelahnya. Dalam
menanggapi persoalan regulasi organisasi gereja, sebagai
konsekuensi dari UU No. 17/2013, para pimpinan gereja
memiliki beragam pendapat. Berikut ini adalah ragam
pendapat tersebut:

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 175


1. Pdt. Djoko Sukono, M.Th, Dosen Sekolah Tinggi
Theologia Baptis Indonesia (STTBI) dan pendeta Gereja
Baptis Indonesia (GBI).

Di Jawa Tengah terdapat 96 denominasi Kristen dan


2010 gereja. Sementara di Semarang terdapat 55 denominasi
dan 235 gereja. Ini menggambarkan kemajemukan internal
kekristenan. Untuk merawat kemajemukan ini, terdapat
forum kerukunan berupa; Persekutuan Gereja Kota Semarang,
Garis Depan (Garda), Asosiasi Pendeta Indonesia (API), LPPD,
Jaringan Doa Sekota (JDS), dan Badan Musyawarah Antar
Gereja (BAMAG) Kota Semarang. Hanya saja baru Bamag
yang telah terdaftar di Kemenag dan Kesbanglimaspol Kota
Semarang. Yang lain belum terdaftar sebab belum merambah
hingga ke level kecamatan, sesuai dengan batasan Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 33/2012.

Dalam kaitan ini, pengaturan atas organisasi gereja


memang diatur oleh dua lembaga sekaligus, yakni Kemenag
dan Kesbanglimaspol. Dalam hal ini, Kemenag hanya bisa
mengeluarkan “Surat Izin Operasional” setelah sebelumnya
mendapat “Surat Keteranggan Terdaftar” (SKT) dari
Kesbanglimaspol. SKT ini harus diperbarui tiap lima tahun
sekali. Oleh karenanya, menanggapi persoalan regulasi
organisasi gereja, maka baiknya terdapat pembagian
wewenang yang proporsional. Pembagian ini merujuk pada
pemilahan wilayah kerohanian yang menjadi wewenang
Kemenag dan wilayah kemasyarakatan-kebangsaan yang
menjadi wewenang Kesbanglimaspol. Dengan adanya
pembagian ini, kedua otoritas tersebut tidak bisa sendiri-

176 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


sendiri, melainkan harus saling mensyaratkan. Artinya,
pengesahan oleh Kesbangpol harus didukung oleh
pengesahan Kemenag, demikian sebaliknya.48

2. Pdt. Rahmat, PR, pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKI)


dan Pengurus PGKS
Yang perlu dirumuskan adalah batasan pengaturan,
antara wilayah Kemenag dan Kesbangpol dalam regulasi
organisasi gereja. Untuk aktivitas ibadah, ritual dan sakramen
yang merupakan keyakinan terstruktur, merupakan
wewenang Kemenag. Sementara ketika menyangkut
perkumpulan, persekutuan, sosialisasi dan kemanusiaan,
menjadi wewenang Kesbangpol. Inilah yang menjadi esensi
dari UU No. 17/2013 tentang Ormas. Hal sama terjadi ketika
gereja mendirikan sebuah yayasan yang bergerak di bidang
pendidikan dan kemanusiaan. Yayasannya tentu terkait
dengan UU Yayasan, namun gereja tetap menaungi aktivitas
yayasan tersebut, meskipun di bawah badan hukum yang
berbeda.
Dalam rangka perawatan kemajemukan, PGKS telah
mengembangkan kegiatan bersama lintas denominasi. Seperti,
merayakan perayaan Gerejawi secara kolektif, anjang sana
antar gereja, melakukan aksi kemanusiaan bersama, misalnya
peduli banjir Semarang, serta mendukung program
pemerintah dengan melakukan sosialisasi kebijakan kepada
jemaat. Sayangnya, kegiatan kerukunan PGKS tidak
sepenuhnya didukung Penyelenggara Bimas Kristen. Sebab

48 Pandangan ini disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD) pimpinan

gereja Kota Semarang di Sekolah Tinggi Theologia Baptis Indonesia (STTBI)


Semarang, 3 April 2014

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 177


Penyelenggara hanya mengakui status gereja, namun tidak
melibatkannya di dalam program Bimas Kristen.
Hanya saja terkait dengan kerukunan intern umat
Kristiani, dibutuhkan penetapan standar baku teologia Kristen
sebagai prasyarat disahkannya suatu organisasi gereja.
Standar baku ini tentu merujuk pada trinitas sebagai inti dari
Kristologi. Maka, pembatasan terhadap hak mendirikan gereja
tidak bisa dilakukan selama gereja tersebut tetap menganut
trinitas.49

3. Aryanto Nugroho, pendeta Gereja JAGI


Berangkat dari kesepahaman dengan pemikiran KH.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), bahwa agama merupakan
urusan pribadi antara manusia dengan Sang Khaliq. Sehingga
pengaturan negara atas kehidupan beragama tidak
seharusnya seperti pengaturan negara atas partai politik,
sekolah atau perusahaan. Pengaturan tersebut tidak bisa
bersifat mekanis, melainkan humanis.
Hal ini penting sebab di Indonesia, pengaturan negara
atas agama Kristen lebih rumit daripada pengaturan negara
atas agama Islam. Sebab ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama
(NU) atau Muhammadiyah misalnya, tidak harus melaporkan
diri setiap saat kepada Bimas Islam. Sedangkan Kristen
memang memiliki sejarah berbeda, di mana Kristen di Eropa
pada saat itu memang berada di bawah kondisi totalitarian,
yakni under pressure di bawah Katolik, sehingga muncul
secara sporadis dengan berbagai konsep yang berbeda di

49 Hasil FDG Pimpinan Gereja Kota Semarang di STTBI Semarang, 3 April


2014

178 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Eropa. Sehingga Kristen memunculkan persoalan eksklusif
yang berbeda dengan agama-agama lain.
Hal ini berbeda dengan kalangan muslim. Orang
Muhammadiyah misalnya, tidak mencari masjid
Muhammadiyah untuk sholat, melainkan hanya mencari
masjid terdekat. Demikian juga NU. Terkecuali organisasi
eksklusif seperti LDII yang tidak mau melebur dengan
muslim lain. Sehingga mereka tak perlu repot-repot
mencatatkan diri sebagai orang NU atau Muhammadiyah.
Maka dalam keluarga muslim, sangat mungkin terjadi
perbedaan paham keagamaan di satu keluarga.
Sementara di Kristen memiliki konteks sejarah yang
unik, sehingga gereja terbentuk perdenominasi. Jika yang
terjadi demikian, maka negara bisa melakukan dua
kemungkinan tindakan. Pertama, menambah kerumitan
tersebut. Atau kedua, memperhalus kerumitan tersebut. Kalau
ingin menambah kerumitan, maka negara akan mengatur
Kristen seperti mengatur partai, sekolah dan perusahaan.
Yakni melakukan standarisasi atau meminta laporan mekanis
sehingga agama akhirnya menjadi angka. Misalnya ada kasus
yang unik. Di Semarang ini terdapat orang-orang Kristen yang
beribadah di banyak gereja. Lalu yang mencatat siapa? Jika
masing gereja mencatat orang tersebut, maka seolah jumlah
umat Kristen di Semarang meledak begitu besar. Maka
statistiknya menjadi kacau. Oleh karena itu, pencatatan jemaat
dibatasi saja sebagai bagian dari absensi kehadiran, tidak
harus diikat menjadi bagian keanggotaan denominasi.
Yang perlu dicatat adalah laporan yang bersifat
kualitatif. Misalnya laporan tentang persoalan moral di
kalangan jemaat, seperti maraknya perceraian di masyarakat
Semarang yang sebagian besar ternyata orang Kristen. Gereja

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 179


sebaiknya berbicara tentang krisis ini sebagai upaya untuk
membumikan larangan Yesus atas perceraian. Jika pelaporan
mekanis yang ditekankan, sama dengan perebutan ikan oleh
nelayan Pekalongan dan Tegal, padahal ikan yang
diperebutkan tersebut selalu bergerak. Demikian juga jemaat
gereja yang selalu bergerak. Oleh karena itu, berdasarkan
diskusi dengan Gus Dur ketika masih hidup; maka negara
semestinya hanya menjalankan fungsi pembinaan dan
pencatatan. Bukan standarisasi dan pendaftaran. Jadi dalam
pencatatan yang dilakukan hanyalah infentarisasi kondisi
lapangan serta pembinaan kerukunan berupa dialog dan tatap
muka antara pemerintah dan Pembina umat, serta aktivitas
bersama yang menjembatani perbedaan paham keagamaan.
Sehingga ketika umat Kristen berkumpul, tidak ada lagi
benturan tafsir. Dalam hal ini umat Kristen patut belajar dari
kalangan muslim yang mampu mendamaikan perbedaan.
Misalnya, Gus Dur yang menyebut Muhammadiyah sebagai
“NU modern”, dan menyebut NU sebagai “Muhammadiyah
kuno”.50
Dalam kaitan ini pimpinan Gereja JAGI, Tjahjadi
Nugroho menambahkan bahwa pemerintah tidak bisa
membatasi hak umat beragama untuk mengembangkan
keyakinannya selama pengembangan tersebut tidak
mengandung tindakan kriminal dan oleh karenanya
melanggar UU. Hal ini terkait dengan prinsip umum
pemerintahan dan masyarakat modern yang harus menganut
transparansi, demokrasi dan HAM. Pembatasan atas
denominasi gereja akan menciderai prinsip-prinsip tersebut

50 Hasil FGD Pimpinan Gereja Kota Semarang di STTBI Semarang, 3 April


2014

180 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


dan oleh karenanya akan mendapatkan penentangan baik dari
masyarakat maupun dunia internasional.51

4. Pdt. Djoko Poernomo, S.Th, Gereja Isa Almasih (GIA)


Pada dasarnya keyakinan beragama itu masalah pribadi
yang tidak bisa dibatasi, bahkan hingga titik ekstrim. Artinya,
setiap orang berhak berkeyakinan hingga satu titik yang
dianggap orang lain, ekstrim. Hanya saja fakta di Indonesia
memperlihatkan adanya pembatasan oleh negara, sehingga
keyakinan-keyakinan yang keluar dari batasan tersebut
mengalami kesulitan berkembang. Hal ini adalah kebijakan
politik dari pemerintah Indonesia. Misalnya, di dunia ini
terdapat banyak sekali agama. Namun di Indonesia hanya
enam agama yang diakui, yakni Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Buddha dan Konghucu. Sehingga akan terjadi
pendaftaran oleh aliran keagamaan kepada Kesbangpol, sebab
ia tidak diakui oleh Kemenag. Padahal dasar dari kedua
lembaga ini berbeda. Yang dikhawatirkan adalah munculnya
aliran-aliran di luar pakem. Misalnya, aliran kekristenan yang
tidak mengakui Kristus sebagai Tuhan, namun ia tetap
dimasukkan sebagai bagian dari agama Kristen. Di Islam juga
ada aliran Ahmadiyah yang mengimani adanya nabi baru
setelah Nabi Muhammad. Oleh karenanya, pendaftaran
organisasi keagamaan baiknya melalui “satu pintu”, yakni
pintu Kemenag. Sebab Kesbangpol tidak memiliki kompetensi
dalam persoalan keagamaan. Nah apakah UU No. 17/2013 ini
hendak menciptakan kesamarataan antara organisasi
keagamaan dan organisasi kemasyarakatan? Padahal selama
ini kedua model organisasi tersebut bisa dibedakan. Hal ini

51 Wawancara pada 31 Maret 2014

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 181


memiliki resiko, sebab Ormas memiliki keterbukaan yang
lebih inklusif daripada organisasi keagamaan. Sementara
organisasi keagamaan memiliki batasan-batasan keagamaan
yang lebih eksklusif.
Terkait dengan organisasi gereja yang memiliki paham
keagamaan non-mainstream, telah menciptakan dilema di
kalangan kekristenan Semarang. Misalnya keberadaan Saksi
Yehova. Di satu sisi, pelarangan terhadap organisasi tersebut
telah dicabut di masa Presiden Gus Dur. Sehingga Bimas
Kristen mau tak mau mengakuinya sebagai organisasi gereja
yang menjadi bagian dari kekristenan. Namun di Semarang,
kami sebagai pimpinan gereja tidak bisa sepenuhnya
menerima keberadaan Saksi Yehova ini. Ini terbukti dari
ketidaksepakatan saya, sebagai wakil Kristen di Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Semarang untuk
menandatangani rekomendasi pendirian Yehova di Semarang.
Saya dan Dr. Eko Wahyuningsih, Wakil Sekretaris FKUB,
tidak menandatangi rekomendasi tersebut. Meskipun
akhirnya rekomendasi pendirian Yehova tetap dikeluarkan
oleh FKUB secara kelembagaan, pada tahun 2013.
Alasan penolakan atas aliran ini bukan hanya terkait
dengan paham teologisnya yang menolak ketuhanan Kristus.
Melainkan metode misi yang mendakwahi orang-orang yang
sudah beragama Kristen secara door to door. Hal ini tentu
melanggar aturan bersama tentang kerukunan umat
beragama.
Oleh karena itu, negara tidak bisa bersikap netral di dalam
menghadapi aliran-aliran keagamaan yang dianggap
menyimpang. Ia harus menyediakan semacam standar umum
dogma keagamaan yang merupakan panduan umum umat
beragama. Jika sebuah organisasi gereja tidak menganut

182 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


panduan umum tersebut, resikonya ia tidak bisa diterima
sebagai bagian dari umat Kristiani. Solusinya, ia dimandirikan
sebagai bagian dari agama baru sehingga tidak mencemari
agama Kristen.52

5. Pdt. Stefanus Supai, GBT Alfa Omega


Regulasi atas organisasi gerejawi baiknya merujuk pada
penjagaan atas trinitas. Artinya, selama sebuah organisasi
gereja tetap mengimani trinitas, ia tidak bisa dilarang
meskipun memiliki liturgi yang berbeda. Misalnya, Gereja
Advent, Bale Keselamatan maupun Protestan yang berbeda
secara liturgis dengan tradisi Gereja Bathel Tabernakel (GBT)
yang kharismatik, mereka tidak bisa dilarang karena tetap
mengimani trinitas. Akan tetapi untuk gereja yang tidak
mengimani trinitas, seperti Saksi Yehova, pemerintah harus
tegas untuk tidak memasukkannya dalam kekristenan.
Di Semarang memang terdapat perbedaan dogma
kekristenan, tetapi tidak sampai menimbulkan konflik. Karena
terdapat forum kerukunan seperti Jaringan Doa Sekota (JDS)
yang menjadi wahana kerukunan dan jembatan perbedaan
dogma. JDS merupakan forum doa bersama khususnya antar-
pendeta yang sebulan sekali mengadakan doa untuk bangsa,
masyarakat dan pemimpin.Dalam kasus tertentu, banyak
sinode yang memiliki doktrin agak sama, misalnya Gereja
Bathel Tabernakel (GBT) Gereja Bathel Indonesia (GBI) dan
Gereja Pantekosta Di Indonesia (GPDI).Kesamaan
dogmatisnya merujuk pada tradisi kharismatik, yakni
menekankan kondisi ruhani. Sebagaimana titah Yesus pasca
kebangkitan yang menyatakan bahwa akan ada Roh Kudus

52 Wawancara pada 2 April 2014

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 183


yang mengelola kehidupan manusia. Tradisi kharismatik
menekankan pada pergerakan Roh Kudus dalam kehidupan
ruhani manusia. Dalam hal ini, tradisi kharismatik tidak
berbenturan dengan pemahaman kekristenan lain. Misalnya
dengan Bale Keselamatan yang lebih mengarah pada tradisi
Protestan. Ketika doa bersama Jaringan Doa Sekota diadakan
di gereja Bale Keselamatan misalnya, kita menggunakan
liturgi mereka dalam rangka penghargaan terhadap tradisi
mereka. Oleh karena itu, pengaturan organisasi gereja oleh
pemerintah haruslah dilakukan dalam kerangka pemantapan
dan peneguhan trinitas sebagai dogma baku kekristenan.
Dalam kaitan ini, pengaturan tersebut diarahkan pada
perkembangan internal Kristen itu sendiri yang telah memiliki
tiga tradisi besar; Protestantisme murni, Pentakosta dan
Kharismatik. Dua tradisi terakhir merupakan perkembangan
penafsiran atas Kristen yang menekankan sisi ruhaniah
Kristus berupa Roh Kudus. Dengan demikian, selama
organisasi gereja baru masih menginduk pada tiga tradisi
besar di atas, ia masih merupakan bagian dari Kristen dan
oleh karenanya tidak bisa dilarang.53

6. Pdt. Joko Nathanel Kriswanto, M.Min, Gereja Kristen


Jawa (GKJ) Karangayu
Dalam rangka hak-hak dasar beragama, menolak
pembatasan pendirian organisasi gereja tetapi harus diatur
secara selektif. Sebab tanpa aturan bisa menjadi kekacauan.
Apalagi pertumbuhan gereja di Semarang begitu pesat. Salah
satu persoalan yang muncul misalnya kasus “pencurian
domba” sebuah gereja oleh gereja lain atau pembaptisan di

53 Wawancara pada 19 Maret 2014

184 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


gereja tertentu dianggap tidak sah, sehingga perlu dilakukan
pembaptisan ulang.
Pendeta Joko Nathanel sering menyampaikan
pentingnya kerukunan dan saling menghargai antar umat
Kristiani di Forum Komunikasi Gereja-gereja Sekecamatan
Mijen (FKGKM) di Mijen, Semarang. Mereka memiliki
komitmen untuk tidak melakukan “pencurian domba” gereja
lain. Setiap bulan juga terdapat aktivitas doa bersama yang
diadakan secara bergilir dari gereja ke gereja. Baik pemerintah
maupun pimpinan gereja tidak bisa membatasi pemahaman
atas dogma sebab hal tersebut terkait dengan akidah. Namun
tetap harus ada pengaturan, khususnya dalam hal misi, sesuai
dengan dokumen keesaan gereja seperti yang telah ditetapkan
oleh PGI. Dalam hal ini keesaan gereja tidak harus dimaknai
secara kelembagaan, misalnya menyatu dalam satu lembaga.
Namun biarkanlah denominasi atau aliran gereja berkembang
dalam sikap saling menghargai, agar ajaran Yesus tentang
kasih, damai, membawa keadilan dan kebenaran.
Terkait dengan Bimas Kristen, GKJ Karangayu tidak
pernah dilibatkan dalam program-program pembinaan. Hal
ini terjadi karena Penyelenggara Bimas Kristen kurang
memiliki dana. Namun di setiap event gereja, Kepala
Penyelenggara selalu hadir dan memberikan pengarahan.
Dengan demikian, relasi dengan Bimas Kristen bukan dalam
kerangka program institusional melainkan sebatas personal,
yakni relasi dengan Penyelenggara Bimas, Ibu Tentrem. Oleh
karenanya, pelayanan dan pembinaan Bimas Kristen masih
sangat kurang maksimal.54

54 Hasil FGD Pimpinan Gereja Kota Semarang di STTBI Semarang, 3 April


2014

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 185


Kristanto Budi Santoso, Saksi Yehova
Pada prinsipnya Saksi Yehova tunduk kepada peraturan
dari yang berwenang, sebagaimana kitab suci memerintahkan
taat kepada yang berwenang. Selama ini kita juga
berkoordinasi dan melapor kepada Pembimas Kristen,
Penyelenggara dan Kesbanglimas di Semarang. Termasuk
semua kegiatan Saksi Yehova Semarang pasti dikoordinasikan
dengan Pembimas maupun Saksi Yehova di Jakarta.
Terkait dengan konsekuensi dari UU No. 17/2013
tentang Ormas, baiknya organisasi keagamaan memang
berada di bawah binaan Kemenag. Seperti yang dilakukan
Saksi Yehova selama ini yang secara prosedural selalu
meminta rekomendasi dari Kemenag terkait aktivitas Yehova.
Baru setelah itu ke Polsek, Polrestabes dan Polda. Dari semua
lembaga itu, rekomendasi dikeluarkan. Demikian pula setelah
selesai, laporan kegiatan dilaporkan kepada Penyelenggara.
Di acara kebaktian Kepala Penyelenggara, Polrestabes dan
orang asing diundang untuk melakukan evaluasi.
Dalam kaitan ini, Saksi Yehova tidak mencampuri
aturan pembatasan organisasi gereja sebab hal tersebut
merupakan hak orang beriman dan gereja-gereja untuk
mengembangkan diri. Di dalam sikap seperti ini, Yehova taat
dengan regulasi pemerintah yang ada.55

7. Pembimas Kristen dan Penyelenggara Kota Semarang


Gultom, M.Th, (Pembimas Kristen Jawa Tengah): UU
No. 17/2013 tentang Ormas hanya mengatur organisasi
kemasyarakatan. Bukan organisasi kerohanian. Jadi

55 Wawancara pada 28 Maret 2014

186 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


kesbangpol baiknya hanya berurusan dengan organisasi
kemasyarakatan, sementara wewenang atas organisasi
kegerejaan berada di tangan Kemenag. Persoalannya negara
sedang dalam masa transisi politik.
Pertanyananya, di dalam pemerintahan baru nanti
masih adakah Kementerian Agama? Jika pengelolaan haji
diserahkan kepada swasta, dan pendidikan diserahkan
kepada Kementerian Pendidikan; maka Kemenag bisa
kehilangan ruang kerjanya. Karena selama ini terjadi
ketimpangan dalam alokasi sumber daya. Umat Kristen yang
lebih besar jumlahnya misalnya, mendapatkan lebih sedikit
sumber dana dan aparat penyelenggara daripada umat
Katolik yang lebih sedikit. Jika seperti ini di mana letak
keadilan NKRI? Dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah,
hanya ada 8 Penyelenggara Bimas Kristen. Ini sungguh tidak
mencukupi. Sehingga pelaksanaan ibadah menjadi terkendala,
misalnya sulitnya pendirian gereja di beberapa tempat.
Demikian juga terbatasnya pendanaan untuk Penyelenggara,
sehingga mungkin program pembinaan di kota dan
kabupaten kurang maksimal.
Dalam hal ini, Pembimas Kristen sepakat dengan
pengelolaan kebebasan berdenominasi yang bersifat protektif.
Artinya di satu sisi, kebebasan beragama wajib dilindungi
sebagai bagian dari hak makhluk hidup. Namun pada saat
bersamaan, kebebasan tersebut harus diterapkan dalam
rangka aturan yang berlaku. Oleh karenanya, pihaknya
sepakat dengan adanya standar baku teologia Kristen sebagai
rujukan utama umat Kristiani. Untuk keperluan ini, pihaknya
telah menggagas terbentuknya Komisi Fatwa di dalam Badan
Musyawarah Antar-Gereja (Bamag). Komisi Fatwa ini
nantinya berisi tim ahli teologia yang bertugas menyeleksi,

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 187


mana teologi yang lurus dan menyimpang sehingga bisa
dikeluarkan fatwa atasnya.
Terkait dengan keberadaan gereja yang memiliki paham
keagamaan non-mainstream di Semarang, Pembimas
mengakui dan mengesahkannya karena sudah disahkan oleh
Dirjen Bimas Kristen. Dalam kaitan ini Pembimas telah
mengupayakan kerukunan antar-gereja, dengan menarik
gereja-gereja non-mainstream seperti Gereja Mormon, Yehova
dan JAGI ke dalam forum kerukunan seperti BAMAG. Hanya
saja Pembimas juga memiliki kendala sebab ketidaksepakatan
gereja mainstream atas gereja-gereja yang dianggap
menyimpang tersebut. Mereka membuat ilustrasi
kemustahilan bersatunya gereja mainstream dan non-
mainstream dengan ilustrasi “air dan minyak” yang tak bisa
bersatu. Namun Pembimas tetap berusaha menyatukan “air
dan minyak” itu di dalam satu gelas. Jadi meskipun tak bisa
menyatu, namun “air dan minyak” tersebut tetap tertampung
dalam satu wadah. Dan inilah peran dari Pembimas sebagai
perekat kerukunan.56
Ibu Tentrem, M.Th. (Penyelenggara Bimas Kristen
Semarang): Di Kota Semarang tidak ada denominasi yang
dilarang. Semua disahkan setelah mendapatkan legalitas oleh
Dirjen Bimas Kristen. Yang terakhir adalah Saksi Yehova yang
disahkan oleh Dirjen dan Pembimas Jawa Tengah. Sementara
peran Penyelenggara hanya melaksanakan regulasi yang telah
ada. Karena anggaran dana tidak mencukupi, maka
Penyelenggara tidak menciptakan program pembinaan
tersendiri. Biasanya Penyelenggara hanya menghadiri
undangan kegiatan kebaktian gereja-gereja untuk memberi
sambutan. Di dalam sambutan itulah, diserukan pentingnya

56 Wawancara pada 4 April 2014

188 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


kerukunan antar-gereja. Di Semarang terdapat banyak forum
kerukunan, seperti Persekutuan Hamba Tuhan dan
Persekutuan Gereja-gereja Kota Semarang.
Terkait dengan gereja non-mainstream, Penyelenggara
memang mengalami dilema. Di satu sisi harus melaksanakan
ketetapan pemerintah yang telah meresmikan suatu
denominasi tertentu. Di sisi lain sebagai bagian dari umat
Kristen tentu tidak bisa menerima paham Kristologi dari
gereja non-mainstream tersebut.57

8. Immanuel Basuki, Gereja Yesus Kristus dari OSZA


Pembatasan denominasi gereja tidak boleh dilakukan
sebab penilaian atas agama tidak dilakukan oleh manusia
melainkan oleh wahyu. Maka negara tidak berhak untuk
melarang suatu paham keagamaan, sebab hanya Tuhan
(melalui wahyu) yang berhak melakukannya.
Terkait dengan regulasi organisasi gereja, pihaknya
sepakat dengan pengaturan oleh dua otoritas sekaligus. Yakni
Kemenag untuk wilayah keagamaan dan Kesbangpol untuk
wilayah kemasyarakatan. Sebab di dalam negara nasional dan
bukan negara teokrasi, persyaratan utama yang harus
dipenuhi oleh sebuah organisasi adalah persyaratan
kenegaraan; apakah ia bertentangan dengan dasar negara atau
tidak? Sementara untuk paham keagamaan, merupakan hak
dari setiap umat beragama untuk mengembangkan paham
tersebut. Hanya saja memang masih terdapat perbedaan
paham antara Gereja OSZA atau sering disebut Gereja
Mormon, dengan umat Kristen mainstream. Hal ini yang

57 Wawancara pada 1 April 2014

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 189


melahirkan klaim penyesatan akibat beberapa ajaran yang
pahamnya tidak sama dengan gereja pada umumnya. Pertama,
tidak ada ajaran trinitas atau tritunggal. Semuanya berdiri
sendiri. Yesus sendiri, Allah Bapa sendiri dan Roh Kudus itu
sendiri. Mereka adalah pribadi yang berbeda tetapi memiliki
satu tujuan yaitu menyelamatkan umat manusia.
Kedua, Kitab Mormon. Mereka mendasarkannya pada
Kitab Wahyu (Jangan menambahi dan mengurangi kitab
wahyu yang terakhir). Dalam pemahaman Gereja Mormon,
yang dimaksud menambahi dan mengurangi itu adalah apa
yang dilihat Yohannes di Pulau Padmos tentang ramalan
akhir zaman itulah yang dimaksudkan mengurangi dan
menambahi. Dalam pengertian Gereja Mormon,
pemahamannya tidak demikian. Karena kalau merujuk pada
Perjanjian Baru, di Kitab Ulangan Perjanjian lama, kata
menambahi dan mengurangi itu juga ada. Tetapi itu
konteksnya Musa bukan masa yang akan datang. Itu yang
membuat orang lain menganggap ajaran ini sesat. Tentang
menambahi dan mengurangi ayat dalam Alkitab, Gilbert
Lumoindong menganggap bahwa itulah sebenarnya ciri dasar
dari ajaran sesat. Menurutnya ada tiga ciri dasar dari ajaran
sesat. Pertama, sama sekali sesat (bandingkan dengan Galatia
1: 6-10). Karena pengajaran yang benar bukan mencari
kesenangan manusiawi. Kedua, menambahi ayat. Ketiga,
mengurangkan ayat. Ketiga, kenabian Joseph Smith. Soal
konsep kenabian itu sebenarnya banyak yang tidak
memahami. Mereka kebanyakan memahami konsep tersebut
sesuai dengan apa yang dikatakan Pendeta, tidak
memahaminya sendiri. Pemahaman inilah yang kerap
disalahartikan.58

58 Wawancara pada 4 April 2014

190 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Pengalaman penyesatan itu dirasakan saat ada siswa
SMA Masehi Tanah Mas Semarang menulis karya tulis
tentang Mormon. Siswa tersebut lalu bertanya, apakah
Sakramen di Gereja Mormon menggunakan darah bayi. Lalu
ada juga yang menuduh sakramen kami dilakukan dengan
free sex karena banyak kamar.
Pengalaman tentang penyesatan atau perlakuan kurang
baik juga pernah dirasakan oleh Budi, Penasehat Gereja
Mormon Distrik Surakarta. Puterinya yang bersekolah di SMU
N 1 Semarang, suatu ketika mengadakan retret yang
diselenggarakan sekolahnya. Ketika guru agama mengetahui
bahwa Puteri Budi ini jemaat Gereja Mormon, ia kemudian
memanggilnya. Saat itu juga ia berdoa agar si anak tersebut
kembali kepada ajaran yang benar dan diselamatkan dari
dogma yang sesat.
Pengalaman ini juga dialami oleh Mardiyono, jemaaat
Gereja Mormon. Satu waktu ia pernah diundang ke PGKS
(Persekutuan Gereja Kota Semarang). Sejak awal ia merasakan
ada gelagat yang kurang mengenakkan dirinya. Ketika rehat
dan makan, ia kemudian ditanya salah seorang peserta
pertemuan tersebut, ”Di mana Gerejanya?” Mardiyono
kemudian menjawab Gereja A.Yani 30 (alamat Gereja Mormon
di Semarang). Dari raut mukanya, Mardiyono melihat ada
perasaaan yang tidak senang dan sepertinya tidak mau
membahas lebih lanjut.
Dalam pergaulan di kampungnya, Mardiyono
sebenarnya tidak memiliki masalah krusial dengan jemaat
Kristen lainnya. Ia biasa diundang untuk mengikuti
persekutuan oleh Jemaat Kristen dari Gereja lain. Jemaat-
jemaat itu biasanya melihat bahwa semua gereja itu sama saja.
Tetapi justru ketika Pendetanya datang lalu mereka meminta

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 191


saya berkenalan, dan ketika mereka tahu bahwa ia dari Gereja
Mormon, besoknya ia tidak diundang lagi. Meski ada
pembatasan, tetapi persoalan mengenai eksistensi Gereja
Mormon itu dilihatnya bukan sebuah masalah yang krusial.
Dalam pergaulan di masyarakat dimana ia menetap, masalah
tidak terlalu banyak muncul, apalagi hingga taraf eksklusi.
Masyarakat hanya melihat bahwa ia memiliki ajaran berbeda
dengan yang lain, karena tidak minum teh dan kopi. Justru
dengan begitulah ia memiliki kesempatan untuk menjelaskan
secara bijak kepada masyarakat.
Dalam prakteknya, meski ada yang belum bisa
menerima kehadiran Gereja Mormon, banyak yang sudah
memahaminya, bahkan mempelajari ajarannya. Biasanya yang
bisa menerima itu adalah mahasiswa Teologi, kemudian level
yang paling bawah, yakni jemaat biasa yang tingkat
pengetahuannya tidak terlalu tinggi, tentang ajaran gereja.
Karena masyarakat itu biasanya melihat kalau semua gereja
itu sama.59

Visi Pimpinan Gereja


Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan menimbulkan dampak yang
mengkhawatirkan bagi Dirjen. Bimas Kristen. Pasalnya,
dimungkinkan terjadi pendaftaran oleh denominasi Kristen
kepada Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri. Padahal, bisa
saja denominasi ini awalnya tidak disahkan oleh Kementerian
Agama sebab paham keagamaannya dianggap menyimpang.

59 Tedi Kholiludin, Laporan Penelitian, Yang Sesat Yang Berkembang Pesat,

Identitas Gereja Mormon dalam Ruang Publik Semarang, the Wahid Institute, 2008, h., 17-
18

192 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Berdasarkan UU Ormas tersebut, sebuah denominasi bisa
disahkan selama berasas Pancasila, tidak perduli paham
keagamaannya seperti apa. Hal ini terjadi karena Kesbangpol
hanya melakukan seleksi atas paham kebangsaan, bukan
keagamaan.
Menanggapi persoalan penelitian ini, nara sumber
penelitian terbelah ke dalam dua pihak. Pertama, pihak yang
taat dengan aturan yang ada. Pihak ini merupakan unsur
pemerintah, baik Pembimas Kristen Kanwil. Jawa Tengah
maupun Pelaksana Bimas Kristen Kota Semarang. Karena
menjadi bagian dari pemerintah, mereka taat dengan aturan
UU yang berlaku. Hanya saja patut dilakukan sinergi antara
Kesbangpol dan Kemenag dalam mengesahkan sebuah
denominasi. Artinya, ranah keagamaan yang menjadi
wewenang dari Kemenag harus diserahkan kepada Kemenag.
Sementara ranah kemasyarakatan dan kenegaraan, memang
merupakan wewenang Kesbangpol. Dalam hal ini menarik
sikap Saksi Yehova Semarang yang siap menaati peraturan
yang ada. Hal ini berbeda dengan gereja-gereja lain yang
bersikap kritis.
Pihak kedua adalah kalangan pimpinan gereja yang tidak
sepakat jika pendaftaran sebuah organisasi keagamaan hanya
melalui Kesbangpol. Ia harus tetap melalui pintu Kemenag
sebab organisasi keagamaan memiliki paham keagamaan
yang perlu diseleksi. Seleksi atas paham kenegaraan saja akan
menciderai sifat dasar organisasi keagamaan yang memiliki
paham keagamaan tertentu. Persoalan ini menimbulkan
pertanyaan tersendiri: haruskah negara atau Bimas Kristen
membatasi perkembangan denominasi Kristen? Dalam hal ini
terdapat tiga pandangan yang menjawab pertanyaan tersebut.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 193


Pertama, “kebebasan total”. Pandangan ini disampaikan
oleh Pdt. Tjahjadi Nugroho, pimpinan Gereja Jemaat Allah
Global Indonesia (JAGI). Menurutnya, negara tidak berhak
membatasi dan melarang umat beragama dalam
berorganisasi, beribadah dan mengembangkan keyakinannya.
Sebab hal ini merupakan hak warga negara untuk
berkeyakinan dan berserikat yang dilindungi oleh UUD 45.
Sebagai negara modern, pemerintah Indonesia harus
mengedepankan prinsip transparansi (good governance),
demokrasi dan HAM. Jika melanggar prinsip tersebut, negara
RI akan runtuh ditelan kemajuan masyarakat global yang
pesat.
Lebih jauh putranya, Pdt. Aryanto Nugroho menyatakan
bahwa negara semestinya hanya melakukan fungsi pencatatan
dan pembinaan. Pencatatan artinya mengakomodir semua
organisasi gereja tanpa melakukan seleksi atau bahkan
pelarangan. Pembinaan artinya menciptakan situasi kondusif
bagi terciptanya kerukunan. Dalam kaitan ini, negara tidak
berhak menjadi selektor dan otoritas yang menentukan mana
yang benar dan mana yang menyimpang. Gereja Yesus
Kristus dari OSZA juga memiliki pandangan serupa, sebab
negara dan manusia tidak berhak menghakimi keyakinan
agama. Yang berhak hanyalah Tuhan melalui kitab suci.
Pandangan kedua, “kebebasan selektif”. Artinya, umat
beragama berhak bebas untuk mendirikan organisasi gereja
asalkan tetap di dalam tiga tradisi besar kekristenan, yakni
Protestan Murni, Pentakosta dan Kharismatik. Tentu tiga
tradisi besar Kristen ini merujuk pada ukuran baku teologia
Kristen, yakni trinitas. Dengan demikian, pandangan ini
menetapkan trinitas sebagai standar keabsahan sebuah gereja
di dalam tiga tradisi besar, Protestan murni, Pentakosta dan

194 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Kharismatik. Pandangan ini disampaikan oleh GBT Alfa
Omega (Pdt. Stefanus Supai).
Pandangan ketiga, dan merupakan pandangan
mainstream pimpinan gereja Kota Semarang adalah
“kebebasan protektif”. Yakni penghargaan atas kebebasan
beragama dan bergereja, namun tetap dalam proteksi negara.
Artinya, Kemenag harus menetapkan "persyaratan teologis"
yang merupakan standar teologi Kristen baku, sebagai ukuran
dalam mengesahkan suatu gereja. Jika gereja tersebut tidak
memiliki standar teologi baku, maka ia bisa dilarang.
Pandangan ini disampaikan oleh Gereja Isa Almasih, Gereja
Kristen Jawa, Gereja Kristen Indonesia, serta Pembimas
Kristen Jawa Tengah, Drs. Gultom. Bahkan lebih lanjut,
Pembimas Kristen telah menggagas terbentuknya Komisi
Fatwa di dalam BAMAG yang bertugas untuk menyeleksi
pandangan Kristologis gereja-gereja agar sesuai dengan
ukuran baku teologia Kristen.
Konsekuensinya, pandangan ketiga ini bisa menoleransi
perbedaan furu'iyah di kalangan gereja, seperti yang telah
terjadi selama ini. Namun tidak bisa menerima perbedaan
ushuliyah pada level teologis. Hal ini terkait dengan tiga gereja
non-mainstream di Semarang, yakni Saksi Yehova, Gereja
Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir (OSZA)
dan JAGI. Ketiga gereja ini menolak trinitas dengan cara
masing-masing. Saksi Yehova menekankan YHWH atau Allah
sebagai pusat, bukan Yesus. Gereja OSZA meyakini Allah,
Yesus dan Roh Kudus sebagai tiga pribadi terpisah.
Sedangkan JAGI mengimani tauhid dan menempatkan Yesus
sebagai nabi, bukan Allah.
Atas ketiga gereja ini, gereja mainstream tidak
sepenuhnya bisa menerima, meskipun secara personal tidak

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 195


memusuhi pendeta dan jemaatnya. Hal ini terlihat pada
penolakan perwakilan Kristen di FKUB untuk menerima Saksi
Yehova pada tahun 2013. Wakil Kristen di FKUB, Pdt. Djoko
Poernomo tidak menandatangani rekomendasi pendirian
Yehova di Semarang, meskipun rekomendasi tersebut tetap
dikeluarkan oleh FKUB secara kolektif.
Secara kategoris, pandangan-pandangan tersebut bisa
dirumuskan dalam skema berikut:

Pandangan Pimpinan Gereja Semarang tentang Regulasi


Organisasi Gereja

Kebebasan Total: Kebebasan Selektif: Kebebasan Protektif:


Gereja JAGI, GBT Alfa Omega GIA, GKI, GKJ, GBI,
Gereja Mormon Pembimas Kristen

Argumentasi: Argumentasi: Argumentasi:


JAGI: Prinsip demokrasi, Menjaga Trinitas Trinitas sebagai
transparansi, HAM dalam tiga tradisi ukuran baku
Gereja Mormon: besar; Protestan teologia Kristen
Otoritas hanya Alkitab murni, Pantekosta dan
Kharismatik

Regulasi Negara: Regulasi Negara: Regulasi Negara:


Negara sebagai agen Negara sebagai otoritas Negara sebagai otoritas
pencatatan dan mediasi penyeleksi berdasarkan penjaga kemurnian Trinitas
kerukunan, bukan otoritas standar 3 tradisi besar dan oleh karenanya berhak
yang menyeleksi apalagi Kristen di atas. mengekslusi “yang
melarang. menyimpang”.

196 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Dari skema di atas terlihat model-model kebebasan
dalam regulasi organisasi gereja dipengaruhi oleh pandangan
dan tentunya kepentingan dari masing-masing gereja.
Pandangan ini pada akhirnya menentukan pendapat tentang
regulasi negara atas organisasi gereja. Bagi Gereja JAGI dan
Mormon, kebebasan total merupakan model terbaik sebab ia
tidak hanya sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi,
transparansi HAM dan kitab suci, melainkan karena ia sesuai
dengan kebutuhan dua gereja ini akan kebebasan yang
terbuka lebar. Hal ini terkait dengan paham teologisnya yang
bersifat non-mainstream. Namun di saat bersamaan, kedua
gereja ini juga memiliki corak argumentasi yang berbeda yang
mewakili pemikiran keagamaan yang khas. Karena JAGI lahir
dari refleksi rasional atas Kristologi, maka pendekatan
keagamaannya selalu mengedepankan rasional. Rasionalitas
inilah yang mengritisi Trinitas, dan menempatkannya tidak
semata sebagai doktrin melainkan konsep teologis yang
dibentuk oleh sejarah. Dari sini rasionalitas keagamaan
bertemu dengan pandangan rasional atas kenegaraan. Maka
sistem terbaik bagi negara modern adalah demokrasi yang
mengedepankan transparansi dan HAM. Dalam naungan
negara demokratis inilah, paham rasional JAGI bisa
terlindungi.
Sementara itu, karena Gereja Mormon berpusat pada
kitab suci, yakni Mormon, maka argumentasinya selalu
dilandaskan pada otoritas kitab suci. Oleh karenanya,
wewenang menyeleksi ajaran agama tidak di tangan manusia,
baik dalam bentuk otoritas pendeta, gereja maupun negara.
Melainkan berada di kitab suci melalui otoritas para Nabi
Mormon. Dengan demikian konsekuensi logis dari pandangan
ini adalah tuntutan adanya kebebasan total sebab wilayah ini

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 197


berada di ranah kemanusiaan yang tidak memiliki otoritas
keagamaan.
Kesepakatan atas model kebebasan total inilah yang
menempatkan negara tidak sebagai selektor yang
mengesahkan atau melarang sebuah organisasi gereja.
Melainkan sebatas agen administratif yang melakukan
pencatatan atas realitas gereja apa adanya. Pada saat
bersamaan, negara harus memainkan peran sebagai perekat
kerukunan. Inilah peran yang harus dilakukan dalam rangka
fungsi pembinaan.

Pada titik ini, antara model kebebasan selektif dan protektif


memiliki kesamaan misi, yakni penjagaan atas trinitas sebagai
standar baku teologia Kristen. Hanya saja turunan praktisnya
agak berbeda. Bagi kebebasan selektif yang ditawarkan oleh
GBT Alfa Omega, negara harus melakukan seleksi dalam
rangka tiga tradisi besar Kristen, yakni Protestan murni,
Pantekosta dan Kharismatik. Jika organisasi gereja yang baru
masih berada di dalam salah satu tiga tradisi besar tersebut,
maka tak boleh dilarang. Secara eksplisit, Pendeta Stefanus
Supai tidak menyebutkan kewajiban negara untuk melarang
organisasi yang di luar tiga tradisi besar di atas.
Sedangkan bagi pimpinan gereja GIA, GKI, GKJ, GBI dan
Pembimas Kristen; negara memang harus bersifat protektif.
Baik dalam rangka proteksi atas kemurnian agama Kristen
(trinitas), maupun proteksi perkembangan organisasi gereja
yang bersifat non-mainstream. Disahkannya beberepa gereja
seperti JAGI, Saksi Yehova dan Mormon merupakan dilema.
Di satu sisi sebagai umat Kristen tidak bisa menerima, karena
gereja-gereja tersebut dianggap menodai kemurnian Kristen.

198 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Namun secara faktual harus diterima karena negara telah
mengesahkan berdasarkan prinsip demokrasi dan HAM,
sesuai dengan harapan model kebebasan total.

Kebijakan dan Relasi Bimas Kristen


Secara umum, Bimas Kristen, baik di level Pembimas
Kanwil. Jawa Tengah dan Penyelenggara Kota Semarang
menaati aturan pemerintah yang ada. Yakni aturan, jika
pendaftaran organisasi gereja harus melalui Kesbangpol.
Kementerian Dalam Negeri, selain melalui Bimas Kristen.
Liniearitas dan hirarki kelembagaan pemerintah menjadi
alasan utamanya, sebab Pembimas dan Penyelenggara
merupakan bagian dari aparat pemerintah.
Hanya saja Pembimas Kristen memberi catatan terkait
kewenangan Kesbangpol. yang merupakan lembaga politik,
dalam mewenangi organisasi gereja. Artinya, lembaga ini
sebenarnya tidak otoritatif sebagai pintu pendaftaran gereja
sebab sebagai organisasi keagamaan, gereja memiliki struktur
yang berbeda dengan organisasi kemasyarakatan yang
merupakan wilayah Kesbangpol. Misalnya, Kesbangpol. tidak
akan mengetahui dasar teologi dari organisasi gereja yang
akan mendaftar, padahal dasar teologis itu penting bagi umat
Kristen dan Bimas Kristen. Artinya, bisa saja Kesbangpol.
meloloskan organisasi gereja berteologi menyimpang,
sementara mayoritas umat dan Bimas Kristen menolaknya.
Dalam kaitan ini kebijakan Pembimas dan
Penyelenggara Kota Semarang cukup terbuka dengan
organisasi-organisasi gereja. Hal ini terlihat dari pengabsahan
gereja yang memiliki teologi non-trinitas, seperti Gereja JAGI,
Saksi Yehova dan OSZA, sebagai bagian dari gereja yang

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 199


terdaftar di Pembimas dan Penyelenggara Bimas Kristen.
Dengan demikian, ketiga gereja ini mendapatkan pelayanan
yang sama dengan gereja-gereja mainstream di Kota
Semarang.
Dalam rangka ini, Pembimas dan Penyelenggara telah
melakukan pembinaan meskipun masih terbatas. Untuk
Pembimas, pembinaan yang dilakukan terkait dengan
penciptaan kerukunan antar-gereja, melalui perekrutan JAGI,
Yehova dan Mormon ke dalam forum kerukunan antar-gereja
seperti BAMAG. Pembimas juga aktif dalam memaksimalkan
forum kerukunan lain, seperti Jaringan Doa Sekota. Meskipun
tidak secara otomatis menghilangkan ketegangan antara
gereja mainstream dan non-mainstream, namun BAMAG
cukup efektif dalam menciptakan kondisi interaksi antar-
gereja. Hal sama dilakukan oleh Penyelenggara Bimas Kristen
Kota Semarang yang melakukan pembinaan kebangsaan
kepada gereja, khususnya Saksi Yehova. Hal ini dilakukan
mengingat gereja ini tidak melakukan penghormatan terhadap
bendera Merah-Putih sebagaimana lazimnya warga negara
Indonesia. Setelah dilakukan pembinaan kebangsaan, Yehova
Semarang kini melakukan penghormatan terhadap Sang Saka
secara wajar.
Pada titik ini relasi Pembimas dan Penyelenggara
dengan gereja cukup baik. Artinya tidak ada konflik antara
umat, pimpinan gereja dan pemerintah. Hal ini disebabkan
oleh sikap Pembimas dan Penyelenggara yang cukup terbuka,
mengayomi dan aktif dalam merawat kerukunan antar-gereja.
Baik Drs. Gultom dan Ibu Tentrem cukup akrab dengan
pimpinan-pimpinan gereja, termasuk dengan pimpinan JAGI,
Yehova dan Mormon. Hanya saja keterlibatan keduanya di
dalam kegiatan gereja-gereja tersebut tidak terlalu maksimal

200 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


dibandingkan dengan gereja-gereja mainstream. Hal ini
diperlihatkan dengan ketidaktahuan Ibu Tentrem
(Penyelenggara Bimas Kristen) terhadap Gereja JAGI, padahal
gereja ini telah terdaftar di Penyelenggara. Ibu Tentrem baru
mengetahui tentang JAGI dari peneliti.
Hanya saja keaktifan Pembimas dan Penyelenggara ini
lebih bersifat personal daripada institusional. Artinya,
keaktifannya berbasis pada keaktifan pribadi-pribadi Drs.
Gultom dan Ibu Tentrem sebagai pimpinan Bimas Kristen.
Keaktifan inipun lebih sering bersifat seremonial daripada
programatik, yakni melalui kehadiran mereka untuk
memberikan sambutan di acara-acara gereja. Selepas itu, tidak
ada program terstruktur yang terencana. Inilah yang dikritik
oleh para pimpinan gereja Kota Semarang yang kurang
dilibatkan dalam program pelayanan dan pembinaan
Pembimas dan Penyelenggara, karena program tersebut
memang kurang tersedia. Pada level Penyelenggara,
kekurangan dana menjadi penyebab kurangnya program ini.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 201


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Secara umum, pimpinan gereja di Kota Semarang tidak
keberatan dengan regulasi organisasi gereja sebagai
konsekuensi dari UU No.17/2013 tentang Ormas. Hanya saja
diperlukan pembagian yang proporsional antara Kemenag
dan Kesbangpol. Untuk wilayah keagamaan, khususnya
terkait dengan paham dogmatik, Kemenag harus
mendapatkan porsi untuk melakukan regulasi. Hal ini terkait
dengan panduan umum kekristenan yang memiliki doktrin
baku. Sementara untuk ranah kemasyarakatan dan
kenegaraan, Kesbangpol bisa berperan dalam melakukan
seleksi.
Kesimpulan ini peneliti dapatkan secara implisit dari
dilema yang dihadapi oleh pimpinan gereja mainstream di
Semarang. Dilema ini akhirnya menimbulkan konflik laten
akibat ketidaksetujuan atas paham teologis dari gereja-gereja
non-mainstream, seperti JAGI, Saksi Yehova dan Mormon.
Percikan konflik tersebut terlihat pada ketidakmauan wakil
Kristen di dalam FKUB Semarang untuk menandatangani
rekomendasi FKUB untuk pendirian Saksi Yehova di
Semarang. Dari sini terlihat bahwa secara laten, para
pimpinan gereja mainstream tetap tidak mau menerima
kehadiran gereja-gereja yang dianggap menyimpang tersebut.
Hanya saja, berkat keaktifan Pembimas Kristen Jawa
Tengah dalam mengupayakan kerukunan antar-denominasi
gereja Kota Semarang, konflik laten tersebut tidak mencuat

202 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


menjadi konflik manifes. Upaya kerukunan ini
diselenggarakan melalui BAMAG di mana JAGI, Yehova dan
Mormon dimasukkan ke dalam organisasi kerukunan antar-
gereja tersebut. Di samping itu, banyaknya forum kerukunan
seperti PGKS, Garda, JDS, dll semakin memperkuat
kerukunan manifest walaupun tentu ketiga gereja non-
mainstream tidak aktif di dalam asosiasi gereja yang terbatas
di kalangan mainstream.

Rekomendasi
1. Dibutuhkan sosialisasi lebih luas tentang UU No. 17/2013
tentang Ormas kepada pimpinan gereja khususnya terkait
dampak yang ditimbulkan bagi organisasi gereja.
Pimpinan gereja belum memahami perbedaan kategorial
antara organisasi gereja sebagai organisasi keagamaan
dengan organisasi kemasyarakatan.
2. Dibutuhkan alokasi dana yang lebih besar kepada
Pembimas Kristen khususnya dalam rangka pembinaan
kerukunan antar-gereja. Di level Penyelenggara Kota,
persoalan dana menjadi penyebab utama bagi belum
maksimalnya program pembinaan.
3. Dibutuhkan program kerukunan antar-gereja yang lebih
massif. Terutama antara gereja mainstream dan non-
mainstream. Kerukunan ini diletakkan dalam rangka
kehidupan bangsa yang majemuk, sehingga mampu
meredam perbedaan teologis yang tetap konfliktual secara
laten.
4. Dibutuhkan riset lanjutan tentang relasi sosial antara
gereja mainstream dan non-mainstream dalam rangka
pengarusutamaan kerukunan inter umat Kristen

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 203


DAFTAR PUSTAKA

Apa yang Sebenarnya Alkitab Ajarakan? Jakarta: Saksi-Saksi


Yehuwa Indonesia, 2012
Data Gereja Di bawah Sinode Kota Semarang Tahun 2013,
Provinsi Jawa Tengah, 2013
Data Sekolah Tinggi Theologia Kristen Kota Semarang
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013
Semarang dalam Angka 2012, Badan Pusat Statistik Kota
Semarang, 2012
Nugroho, Tjahjadi. Manusia Yesus Kristus, Menguak Misteri,
Melihat Keunikan, Memperoleh Kuasa Iman, Masuk Kodrat
Ilahi, Semarang: Yayasan SADAR, 1995

Daftar Informan
1. Pdt. Joko Sukono, M.Th, Dosen Sekolah Tinggi Theologia
Baptis Indonesia (STTBI) dan pendeta Gereja Baptis
Indonesia (GBI).
2. Pdt. Rahmat PR, pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKI)
dan Pengurus PGKS
3. Aryanto Nugroho, pendeta Gereja JAGI
4. Tjahjadi Nugroho, pimpinan Gereja JAGI
5. Pdt. Djoko Poernomo, S.Th, Gereja Isa Almasih (GIA)
6. Pdt. Stefanus Supai, GBT Alfa Omega

204 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


7. Pdt. Joko Nathanel Kriswanto, M.Min, Gereja Kristen Jawa
(GKJ) Karangayu
8. Kristanto Budi Santoso, Saksi Yehova
9. Drs. Gultom, M.Th, Pembimas Kristen Jateng
10. Tentrem, M.Th, Penyelenggara Bimas Kristen Kota
Semarang
11. Immanuel Basuki, Gereja Mormon

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 205


206 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM
6
PANDANGAN PEMIMPIN GEREJA TENTANG
PENGATURAN ORGANISASI GEREJA
Di Provinsi Papua

Oleh:
Asnawati

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 207


BAB I
GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA

Kondisi Demografi
Secara historis, pada tahun 1545 Ortis de Retes memberi
nama Papua dengan Nova Guinea, yang dalam bahasa
Spanyol Nova artinya baru dan Guinea artinya tanah atau
tempat. Kemudian pada waktu pemerintahan Belanda diberi
nama Nederland New Guine, yang kemudian berubah
menjadi Papua Barat. Pada masa integrasi dengan Indonesia
dirubah menjadi Irian Barat, kemudian Irian Jaya dan pada
tanggal 26 Desember 2001 diganti lagi dengan nama Provinsi
Papua sehubungan dengan diberlakukannya Otonomi Khusus
bagi Provinsi ini.
Provinsi Papua yang beribukota Jayapura terletak antara
20.25’ – 90 Lintang Selatan dan 1300 -1410 Bujur Timur.
Provinsi Papua merupakan provinsi dengan wilayah terluas
di Indonesia, yang memiliki luas 316.553,07 km2 atau 16,70
persen dari luas Indonesia. Pada tahun 2012, Papua dibagi
menjadi 28 kabupaten dan 1 kota dimana Merauke merupakan
kabupaten terluas (14,98 persen) dan Kabupaten Supiori
merupakan kabupaten/kota terkecil di Provinsi Papua (0,20
persen dari luas Papua).
Papua di bagian utara berbatasan dengan Samudra
Pasifik, sedangkan di bagian selatan berbatasan dengan Laut
Arafura. Sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Papua
Barat dan sebelah timur berbatasan dengan Negara Papua
New Guinea. Wilayah Papua terletak pada ketinggian antara 0
– 3.000 meter di atas permukaan laut. Propinsi Papua terdiri

208 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


dari 28 kabupaten dan 1 (satu) Kota, dimana kabupaten
Puncakjaya merupakan kabupaten tertinggi dengan
ketinggian 2.980 mdpl, sedangkan Kota Jayapura merupakan
kabupaten terendah, yaitu 4 mdpl (BPS Papua, 2013: 3).
Jumlah penduduk Papua dari tahun ke tahun terus
meningkat, baik karena faktor keturunan atau pun migrasi
penduduk dari luar Papua. Dan karena migrasi tersebut,
penduduk Papua menjadi multi etnis, yang terdiri dari etnis
melanesia (penduduk asli Papua) merupakan penduduk
mayoritas, etnis Bugis dan Jawa. Berdasarkan data tahun
2012, jumlah penduduk Papua adalah 3.144.581 jiwa. Dilihat
menurut jenis kelamin, jumlah penduduk Papua tahun 2012
lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (1.664.076 jiwa)
dibandingkan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan
(1.480.505 jiwa). Dengan luas wilayah 316.553,10 km2,
kepadatan penduduk di Papua sebanyak 9 jiwa per km2.
Kepadatan tertinggi terjadi di Kota Jayapura, yakni 288 jiwa
per km2, diikuti Kabupaten Jayawijaya (96 jiwa per km2) dan
Kabupaten Mimika (88 jiwa per km2). Sedangkan kepadatan
terendah terjadi di Kabupaten Mamberamo Raya, yakni
kurang dari 1 jiwa per km2 (BPS Papua, 2013: 83).
Penduduk Papua sebagian besar bekerja di sektor
pertanian, yakni sebesar 72,83 persen. Dominasi sektor
pertanian ini semakin besar pada kabupaten-kabupaten di
daerah pegunungan (BPS Papua, 2013: 85). Terdapat beberapa
model mata pencaharian penduduk Papua; Pertama,
penduduk pesisir pantai mata pencaharian utama sebagai
nelayan di samping berkebun dan meramu sagu yang
disesuaikan dengan lingkungan pemukiman itu. Kedua,
penduduk pedalaman yang mendiami dataran rendah juga
termasuk peramu sagu, berkebun, dan ditambah dengan

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 209


menangkap ikan disungai, berburu dihutan di sekeliling
lingkungannya. Ketiga, penduduk pegunungan biasanya
bercocok tanam dan memelihara babi sebagai ternak utama,
kadang kala mereka berburu dan memetik hasil dari hutan.
Peternakan babi merupakan prestise dan melambangkan
status sosial seseorang.
Jumlah pemeluk agama Kristen di Propinsi Papua
adalah terbesar (64,30%) dibanding jumlah pemeluk agama
lain. Jumlah terbesar kedua adalah pemeluk agama Katholik
kemudian disusul agama Islam, Hindu dan Budha. Sedangkan
jumlah pemeluk agama Konghucu saat penelitian dilakukan
belum diketahui secara pasti, karena belum dilakukan
pendataan. Adapun jumlah pemeluk masing-masing agama di
Papua berdasarkan data Kemenag Papua tahun 2013 adalah:
Kristen sebanyak 2.321.914 orang (64,30%), Katolik sebanyak
623.060 orang (23,29%), Islam 380.523 orang (12,56%), Hindu
4.817 orang (0,17%), dan Budha 3.117 orang (0,11%). .
Dalam melaksanakan kegiatan keagamaan pada masing-
masing umat beragama selalu berpusat pada tempat ibadat.
Jumlah tempat ibadat di Papua terbanyak adalah tempat
ibadat umat Kristen dibanding rumah ibadat agama lain. Ini
sangat wajar karena umat Kristiani jauh lebih banyak
dibanding jumlah umat agama lain. Gereja Katholik
merupakan jumlah tempat ibadat terbanyak kedua, kemudian
disusul tempat ibadat umat Islam, Hindu dan Budha.
Jumlah tempat ibadat masing-masing umat beragama di
Provinsi Papua adalah sebagai berikut: umat Kristen memiliki
gereja sebanyak 5.263 buah, gereja Katholik sebanyak 1.170
buah, umat Islam memiliki tempat ibadah (masjid/musholla/
Langgar) sebanyak 1.032 buah, tempat ibadah umat Hindu

210 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


(Pura) sebanyak 25 buah dan tempat ibadah umat Budha
(Wihara) sebanyak 14 buah (BPS Papua, 2013: 122).
Berdasarkan data Kemenag Provinsi Papua, masing-
masing agama memiliki rohaniawan/pemimpin agama yang
jumlahnya di setiap agama adalah: Kristen memiliki
rohaniawan sebanyak 28.847 orang, Katholik 863 orang, Islam
40 orang, Hindu 34 orang, dan Budha 20 orang. Selain itu,
masing-masing agama mendapatkan tenaga penyuluh agama
dari Kemenag yang statusnya Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Jumlah mereka di masing-masing agama adalah: Kristen
memiliki tenaga penyuluh agama 44 orang, Katholik 11 orang,
Islam 9 orang, dan Hindu 1 orang. Selain tenaga penyuluh
agama, juga terdapat guru pendidikan agama yang berstatus
PNS. Jumlah mereka di masing-masing agama adalah: Kristen
memiliki guru pendidikan agama sebanyak 13.247 orang,
Katholik 630 orang, Islam 855 orang, Hindu 25 orang, dan
Budha 14 orang (Data Kanwil Kemenag Papua, 2013).

Dinamika Sosial Keagamaan


Secara geografis, komunitas Kristiani di Indonesia
banyak terkonsentrasi di dua tempat, yaitu Flores dan Papua.
Sekalipun di Maluku, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah,
dan Timor Barat juga terdapat komunitas Kristiani yang
cukup besar. Di Papua, mayoritas penduduknya adalah umat
Kristiani yang terbagi-bagi atas bermacam-macam denominasi
Kristen (SKP Jayapura, 2006: 78).
Berdasarkan data dari Kanwil Kemenag Propinsi Papua,
di Papua terdapat 39 sinode/denominasi yang sudah terdaftar.
Dari 39 sinode tersebut, 9 sinode merupakan sinode asli Papua
(lahir dari hasil penginjilan misionaris Eropa/Amerika), yaitu:

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 211


Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah papua, Sinode
Gereja Injili di Indonesia (GIDI), Sinode Gereja Kemah Injil di
Tanah Papua (KINGMI/GKIP), Sinode Persekutuan Gereja-
Gereja Babtis Papua (PGBP), Sinode Gereja Bethel Gereja
Pentakosta (GBGP), Sinode Gereja Pentakosta di Papua
(GPDP), Sinode Gereja Jemaat Protestan Indonesia (GJPI) di
Tanah Papua, Sinode Gereja-Gereja Reformasi di Papua
(GGRP), Sinode Gereja Misi Kristus (GMK) di Tanah Papua.
Selain 9 sinode tersebut merupakan sinode dari luar Papua
yang membuka layanan di Papua, seperti Gereja Bethel
Indonesia (GBI) Wilayah Papua, Gereja Penyebaran Injil (GPI)
Wilayah Papua, Gereja Kerapatan Pentakosta (GKP) Wilayah
Papua, Gereja Rasuli Indonesia (GRI) Wilayah Papua, dan
lain-lain (Kemenag Papua, 2014).
Menurut penuturan Agustina Gala (Kasi Urusan Agama
Kristen Kemenang Papua) bahwa gereja-gereja yang
mengajukan permohonan Surat Keterangan Tanda Lapor
(SKTL) di Kanwil Kementerian Agama Papua, dan belum
mendapat SKTL adalah Sinode di luar Papua yang ingin
membuka pelayanan di Papua. Di antara gereja-gereja tersebut
adalah:
1. Gereja Kristen Kabernaung Indonesia. Gereja ini sudah
terdaftar di Ditjen Bimas Kristen Kemenag RI, tapi di
Pembimas Kristen Kemenag Papua belum terdaftar.
2. Gereja Ortodoks Indonesia (GOI). Gereja ini sudah
terdaftar di Ditjen Bimas Kristen Kemenag RI, belum
terdaftar di Pembimas Kanwil Papua.
3. Sinode Gereja Kristen Injili Nusantara. Sudah dapat izin
dari Ditjen Bimas Kristen, dan belum terdaftar di Kanwil
Kemenag Papua.

212 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


4. Gereja Pentakosta Maluku. Sudah terdaftar di Ditjen Bimas
Kemenag Pusat, belum ada izin dari Kanwil Kemenag
Papua.
5. Gereja Injil Seutuh Internasional Jemaat Batu Karang
Wamena. Sudah terdaftar di Ditjen Bimas Kristen Kemenag
Pusat dan Kankemenag Kabupaten Wamena, belum
terdaftar di Kanwil Kemenag Papua.
6. Gereja Misi Injili Indonesia (GMII). Sudah terdaftar di
Ditjen Bimas Kristen Kemenag Pusat, belum terdaftar di
Kanwil Kemenag Papua.
7. Gereja Kristen Nasarene (GKN) Wilayah Papua. Sudah
terdaftar di Ditjen Bimas Kristen Kemenag Pusat, belum
terdaftar di Kanwil Kemenag Papua.
8. Gereja Metodis di Papua. Sudah terdaftar di Ditjen Bimas
Kristen Kemang RI, belum terdaftar di Kemenag Papua
(wawancara dengan Agustina Gala).
Selain itu, terdapat beberapa gereja yang mengajukan
pendaftaran sinode baru, yaitu;
1. Mejelis Sinode Messianik Netzarin Tujuh Kaki Dian di
Serui, Yapen, Papua. Permohonan gereja ini ditolak karena
Ditjen Bimas Kristen tidak memberikan izin gereja baru.
2. Persekutuan Gereja Faktori Melanik Indonesia. Gereja ini
berasal dari Papua Niugini. Sama halnya dengan Sinode
Mesianik, permohonan gereja Faktori juga ditolak karena
Ditjen Bimas Kristen Kemenag RI tidak memberikan izin
gereja baru.
3. Sinode Gereja Kemah Injil (KINGMI) di Tanah Papua.
Pengajuan pendaftaran Sinode Gereja KINGMI ini sudah
diproses sampai ke Ditjen Bimas Kristen Kemenag RI, dan

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 213


Ditjen Bimas Kristen tidak mengkabulkan permohonan
tersebut. Karena permohonan tidak dikabulkan, kemudian
Kanwil Kemenag Papua pada tahun 2007 memberikan
Rekomendasi Pendaftaran Pelayanan Sementara, dan pada
tahun 2010 Kanwil Kemenag Papua memberikan
Rekomendasi Pendaftaran Pelayanan Tetap berdasarkan SK
Nomor: Kw.26.4/1/BA.01.1/1554/2010 tertanggal 20 Oktober
2010.
4. Sinode Gereja Messianik Indonesia (GMI) di Tanah Papua.
Sinode ini telah beroperasi di Papua secara resmi dengan
berdasarkan Ijin Pelayanan Tetap dari Kanwil Kemenag
Papua dengan Nomor : Kw.26.1/2/KP.01.1/2396/2013,
tertanggal 25 Oktober 2013.
Berdasarkan data dari Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Papua tahun 2014, jumlah Yayasan Kristen di
Propinsi Papua sebanyak 66 yayasan yang bergerak di bidang
sosial dan pendidikan. Diantara yayasan-yayasan tersebut
adalah: Yayasan Eklesia Christou Irian Jaya, Yayasan Amal
Kasih Jayapura, Yayasan Pendidikan Kesejahteraan dan
Pekabaran Injil, Yayasan Pendidikan Kristen (YAPKI)
Merauke, Yayasan Pendidikan Kristen Bethel Pentakosta
Pelangit Kasih di Tanah Papua, Yayasan Pendidikan
Filadelfia, Yayasan Suara Kalvari, Yayasan Penginjilan
Oikumene Victory, dan lain-lain.
Terkait dengan data lembaga pendidikan Kristen di
Papua hingga penelitian ini dilakukan tidak ditemukan
datanya, karena belum pernah dilakukan pendataan secara
resmi terkait jumlah lembaga pendidikan Kristen yang ada di
bawah naungan yayasan pendidikan gerejawi. Namun
Kementerian Agama Papua telah melakukan pembinaan
terhadap 41 Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK) yang

214 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


dikelola oleh yayasan gerejawi. Dari 41 SMTK tersebut jumlah
siswanya sebanyak 2.204 siswa dan jumlah gurunya sebanyak
478 orang. Di antara SMTK tersebut adalah: SMTK AMPARI
Jayapura, SMTK Pelita, SMTK Firdaus, SMTK Rulland
Lesnussa, SMTK YPAA Tunas Harapan, SMTK Marturia, dan
SMTK YPPGI Yonime. Selain itu, di Papua juga terdapat
beberapa Sekolah Tinggi Teologi (STT) Kristen, yang di
antaranya adalah: STT GKI IS Kijne Jayapura, STT Babtis, STT
Bethel, STT Setia, STT Gereja Reformasi, STAKN Burereh
Sentani, STT Walter Post, dan lain-lain.
Beberapa tahun terakhir ini, terutama pasca
diberlakukannya UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus Papua, dinamika organisasi/lembaga keagamaan
Kristen di Papua cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
terjadinya beberapa kasus perpecahan di internal gereja yang
kemudian ingin membentuk sinode sendiri. Di antara kasus
tersebut adalah:
1. Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) mengalami
perpecahan, sehingga berdirilah Sinode Gereja Kemah Injil
(KINGMI) di Tanah Papua. Sinode Gereja KINGMI ini telah
mengajukan pendaftaran ke Dirjen Bimas Kristen Kemenag
RI, dan pengajuan pendaftaran tersebut ditolak oleh Dirjen
Bimas Kristen. Kemudian, Kanwil Kemenag Propinsi
Papua mengeluarkan Surat Izin Pelayanan Tetap Gereja
KINGMI tersebut.
2. Sinode Gereja-Gereja Reformasi Indonesia (GGRI) juga
mengalami perpecahan, sehingga berdiri Sinode Gereja
Gereja Reformasi di Papua (GGRP). Sinode ini telah
mendapatkan SK pendaftaran dari Dirjen Bimas Kristen
pada tahun 2012. SK tersebut keluar karena permohonan
GGRP adalah perubahan nama dari GGRI menjadi GGRP.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 215


3. Sinode Gereja Bethel Gereja Pentakosta (GBGP) juga
mengalami konflik internal karena masalah kepemimpinan
antara pimpinan Pdt. Warikar dan Pdt. Samuel K. Waromi.
Namun setelah konferensi GBGP pada Februari 2014 lalu,
sudah ada upaya rekonsiliasi yangmenyepakati Pdt.
Samuel K. Waromi sebagai Ketua Sinode GBGP.
4. Persekutuan Gereja-Gereja Babtis Papua (PGGBP) juga
mengalami konflik internal sehingga terdapat dualisme
kepemimpinan.
5. Gereja Pimpinan Rohulkudus (GPR) mengalami
perpecahan sehingga berdiri Sinode Gereja Messianik
Indonesia (GMI) di Tanah Papua. Sinode ini telah
beroperasi di Papua secara resmi dengan berdasarkan Ijin
Pelayanan Tetap dari Kanwil Kemenag Prov. Papua
dengan Nomor : Kw.26.1/2/KP.01.1/2396/2013. Tanggal 25
Oktober 2013.
Sebab terjadinya perpecahan internal gereja-gereja
tersebut, menurut Melias Adii, S.Th, MM adalah lebih
dikarenakan masalah kepemimpinan. Pemimpin Gereja yang
tidak taat pada AD/ART gereja-nya sendiri, misalnya sudah
dua periode menjadi ketua sinode masih ingin jadi ketua
untuk periode ketiga (berebut menjadi pemimpin). Selain itu,
dalam UU Nomer 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Pasal 54, di Papua bisa membentuk Sinodal sendiri, karena
adanya otonomi lembaga keagamaan. Oleh sebab itu, gereja
KINGMI membentuk sinodal di Papua. Namun, Pemerintah
Pusat (Kemenag RI/Ditjen Bimas Kristen) mempunyai tafsiran
lain, sehingga Kemenag tidak memberikan rekomendasi/SK
pendaftaran. Padahal, masing-masing denominasi
mempunyai sejarah sendiri-sendiri sehingga antara satu dan
lainnya berbeda, dan tidak bisa disatukan. Menurut Klemens

216 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Taran, George Rumi, dan Pdt. Carol Maniani bahwa salah satu
pemicu perpecahan gereja di Papua adalah karena adanya UU
Nomer 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Pasal 55 yang
mengamanatkan Pemerintah Daerah untuk memberikan
bantuan keagamaan, sehingga beberapa pemimpin gereja
ingin mendirikan Sinode baru untuk mendapatkan bantusan
keagamaan tersebut.
Selain internal sinode, konflik juga terjadi antar sinode
yang biasanya diakibatkan oleh cara penginjilan yang
dilakukan oleh Gereja Pertaubatan atau Gereja Karismatik.
Sedangkan konflik antara agama Kristen dengan agama lain,
menurut tokoh-tokoh agama Kristen tidak ada masalah berarti
di tengah penduduk yang pluralis ini. Memang terdapat
sejumlah kasu-kasus khusus dimana peristiwa kecil antar
individu berkembang melibatkan banyak orang, sehingga
tidak terelakkan tercipta konflik antar etnis dan agama.
Namun kondisi tersebut dapat segera teratasi dengan baik.
Oleh karena itu, secara umum kondisi kerukunan hidup
antarumat beragama di Bumi Cenderawasih terjaga dengan
baik. Ini dikarenakan sikap saling menghargai, menghormati
dan saling mengakui perbedaan yang merupakan kunci
sukses kerukunan umat beragama.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 217


BAB II
TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISISNYA

Pandangan Pemimpin Gereja


Pengaturan Organisasi
Di atas telah dijelaskan bahwa jumlah sinode atau
organisasi gereja di propinsi Papua sudah cukup banyak, 39
sinode. Dan potensi terjadinya pertambahan jumlah sinode
tersebut cukup tinggi, apalagi pasca berlakunya UU Otonomi
Khusus yang mengamanatkan kepada pemerintah daerah
untuk menganggarkan dana bantuan keagamaan. Melihat
kondisi tersebut jelas memerlukan pengaturan yang baik dari
pemerintah guna menjaga kehidupan masyarakat yang damai,
rukun, dan semangat oikumene.
Lalu bagaimana pandangan pemimpin gereja di Papua
tentang pengaturan tersebut? Menurut Pdt. Carol Maniani
(GKII), pengaturan Kementerian Agama Papua terhadap
gereja sebenarnya sudah mengikuti peraturan yang
diberlakukan oleh Ditjen Bimas Kristen, yaitu sementara ini
pendaftaran sinode baru dimoratorium (pemberhentian
sementara), karena sudah cukup banyak sinode di Indonesia.
Tetapi Kementerian Agama Provinsi Papua justru
mengeluarkan SK yang bertentangan dengan peraturan Ditjen
Bimas Kristen, dengan memberikan rekomendasi layanan
tetap kepada sinode Baru. Ini menunjukkan bahwa
pengaturan Kementerian Agama Provinsi Papua terhadap
gereja terbukti tidak sesuia dengan Kebijakan Kementerian
Agama Pusat..

218 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Berbeda dengan Pdt. Carol Maniani, Pdt. Rolling
Gasperz (GOI) menuturkan bahwa pengaturan gereja di
Kementerian Agama Provinsi Papua sudah cukup baik dan
sangat arif serta tidak menghalang-halangi gereja dari luar
Papua yang ingin membuka layanan di Papua (mengajukan
SKTL), akan tetapi Kementerian Agama Provinsi Papua
memberikan persyaratan kepada gereja tersebut agar tidak
membuat gesekan-gesekan dengan gereja yang lain.
Pendapat yang senada juga disampaikan oleh Pdt.
Samuel K. Waromi (GBGP) bahwa pengaturan yang dilakukan
Kementerian Agama Provinsi Papua terhadap organisasi
gereja sangat baik dan Kemenag sudah memposisikan dirinya
sebagai wadah untuk setiap gereja dan bahkan setiap agama,
sehingga ketika terjadi konflik Kementerian Agama selalu
berperan sebagai mediasi.
Hal yang sama juga disampaikan Pdt. Goerge Rumi
(GGRP) bahwa pengaturan gereja yang dilakukan
Kementerian Agama cukup baik. Ini telah dibuktikan ketika
GGRP mengajukan perubahan nama dari GGRI menjadi
GGRP prosesnya cukup mudah. Selain itu, Kementerian
Agama juga pernah menyelenggarakan pertemuan bagi
Ketua Sinode/Wilayah/Daerah seluruh denominasi gereja se-
Provinsi Papua untuk mendengarkan serta mendapat data
tentang kemajuan yang telah dicapai gereja serta apa-apa
kendala yang dihadapi gereja dalam pelaksanaan visi, misi
gereja.
Pengakuan Pdt. Arjon Pakurante, bahwa dia belum tahu
pengaturan pemerintah tentang gereja. Jika memang harus
izin untuk mendirikan denominasi atau membuka pelayanan
baru dan bila tidak mendapatkan izin, maka gereja harus taat

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 219


pada peraturan yang dikeluarkan pemerintah, meskipun
sudah terdaftar di Kemenag Pusat.
Dari pandangan yang dikemukakan di atas nampak
bahwa pengaturan organisasi yang dilakukan Kementerian
Agama Provinsi Papua secara umum sudah berjalan dengan
baik. Hanya saja masih terdapat pandangan Pdt. Carol
Maniani yang memandang ‘negatif’ pengaturan gereja di
Papua. Hal ini dapat dimaklumi kerena dia sebagai Ketua
GKII Wilayah Papua merasa dirugikan oleh kebijakan
Kementerian Agama Provinsi Papua yang mengeluarkan SK
tentang Rekomendasi Pelayanan Tetap bagi gereja KINGMI
(yang memisahkan diri dari GKII). Berdasarkan penelusuran
peneliti, kenapa rekomendasi tersebut bisa keluar? Karena
Kabid Urusan Agama Kristen yang sekarang menjabat Plt.
Kakanwil Kemenag Provinsi Papua yang menandatangani
rekomendasi tersebut merupakan salah satu tokoh di gereja
KINGMI.

Pelayanan Organisasi/Denominasi
Pandangan pemuka agama terhadap pelayanan
Kementerian Agama Provinsi Papua kepada gereja, menurut
Pdt. A. Yoku, selama ini belum ada sinergitas antara
Kementerian Agama dan Gereja, termasuk dalam pelayanan
dan pembinaan. Ia sebagai pemimpin Gereja GKI di Tanah
Papua mengharapkan ad anya pertemuan antara gereja
dengan Kementerian Agama. Ketika gereja mengadakan
kegiatan seharusnya Pembimas Kristen memberikan
perhatian.
Pdt. Carol Maniani (Ketua GKII) juga berpandangan
bahwa seharusnya Kementerian Agama secara berkala

220 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


mengadakan pertemuan (seminar, penataran atau kegiatan
lainnya) untuk perbaikan kehidupan keagamaan yang
menjadi tugasnya. Sampai sekarang ia juga tidak tahu, apakah
di Kementerian Agama terdapat bantuan, dukungan,
pembinaan untuk Gereja di Papua atau tidak.
Berbeda dengan kedua tokoh di atas, Pdt. Samuel K.
Waromi berpandangan bahwa sejak ia memberikan pelayanan
dari tingkat jemaat, kemudian tingkat klasis dan sekarang
tingkat sinode sering bersinergi dengan Kementerian Agama.
Terutama ketika terjadi permasalahan di internal Gerejanya,
karena masalahnya semakin rumit, sehingga pernah terjadi
konflik, maka Kementerian Agama berperan sebagai mediasi.
Pandangan yang sama juga disampaikan Pdt. Goerge Rumi
bahwa GGRP merasakan telah dapat pelayanan yang baik dari
Kementeri Agama, tertama ketika GGRP mengajuka
perubahan nama dan bantuan pengelolaan SMTK.
Dari pandangan para pemimpin gereja di atas terdapat
pandangan bahwa yang dimaksud dengan pelayanan adalah
berupa bantuan dana. Bagi mereka yang merasa tidak
mendapatkan bantuan dana dari Kementerian Agama, merasa
belum mendapatkan pelayanan. Berbeda dengan pemimpin
gereja yang menyadari bahwa pelayanan itu tidak harus
berbentuk bantuan dana, tapi ketika mereka butuh seperti
surat rekomendasi oleh Kementerian Agama dan dilayani
dengan baik, maka mereka sudah merasakan cukup
mendapatkan pelayanan.

Pendaftaran Organisasi/Denominasi di Kesbangpol


Terkait ‘peluang’ gereja untuk mendaftar ke Kesbangpol
berdasarkan UU Ormas, para pemimpin gereja mayoritas

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 221


tidak sependapat. Menurut Pdt. Carol Maniani, pendafatran
organisasi gereja di Kesbangpol tidak benar, karena itu sudah
masuk ranah politik. Jika pendaftaran Gereja bisa di
Kesbangpol, maka fungsi dari Kementerian Agama akan
hilang, karena semua organisasi keagamaan akan ke
Kesbangpol dan mereka tidak peduli lagi dengan Kementerian
Agama.
Pdt. Samuel K. Waromi juga berpendapat bahwasannya
harus dibedakan antara Gereja dengan Ormas, karena
lembaga keagamaan ini bukan Ormas. Oleh karenanya,
pendaftaran Gereja ke Kebangpol itu tidak tepat. Negara ini
ada karena ada kekuatan iman dan takwa manusia, kalau
manusia moralnya tidak baik maka rusaklah negara ini,
sehingga dalam pandangan Mukaddimah UU 45 itu sebagai
tanda orang Indonesia mempunyai jiwa yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan. Dan jangan disamakan lembaga
keagamaan dengan ormas yang berada di bawah kendali
Kesbangpol, itu sangat keliru dalam penempatan posisi.
Menurut Pdt. A. Yoku, penafsiran UU Ormas tentang
pendafatarn gereja harus di Kebangpol adalah salah. Agama
jangan dipolitikkan, dan Kesbangpol jangan mengeluarkan
sesuatu yang bisa membahayakan keutuhan bangsa. Karena
soal-soal keagamaan, kalau salah dimanfaatkan maka akan
sangat berat sekali untuk diperbaiki. Orang lebih baik bertikai
karena masalah politik, dan jangan masalah ajaran. Kalau
bertikai masalah ajaran maka akan rusak parah, sebab orang
akan berani mati demi ajaran. Karena itu sebaiknya harus
berketetapan hati pada aturan, sudah ada Kementerian
Agama yang menangani semua hal yang menyangkut agama,
diambil keputusan dilingkup agama, jangan dipolitiskan.

222 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Pandangan yang sama juga disampaikan Rolling
Gasperz, bahwa organisasi gereja, bukan organisasi politik,
tetapi organisasi keagamaan, sehingga hubungan dengan
pemerintah alangkah baiknya kalau berhubungan dengan
Kementerian Agama, bukan Kesbangpol (Kemendagri). Dari
pandangan para pemimpin gereja di atas, semua sepakat
bahwa mereka tidak setuju pendaftaran gereja dilakukan di
Kesbangpol.

Kebijakan Kementerian Agama


Pandangan pemuka agama mengenai Kebijakan
Kementerian Agama Provinsi Papua tentang pengaturan dan
pelayanan gereja di Papua menurut Melias Adii, S.Th, MM,
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Papua
selalu mengikuti kebijakan yang dibuat Kementerian Agama
Pusat, karena Kementerian Agama merupakan lembaga
pemerintah yang bersifat vertikal. Sehingga bentuk
pengaturan dan pelayanan yang dilakukan Kementerian
Agama kepada gereja-gereja di Papua meliputi; menerima
pendaftaran Gereja, memberikan surat keterangan, dan
memberikan penyuluhan/tenaga penyuluh agama Kristen di
daerah-daerah. Sedangkan bentuk pembinaan Kementerian
Agama terhadap gereja-gereja biasanya dalam bentuk bantuan
dana renovasi bangunan Gereja dan melakukan penyuluhan
agama Kristen.
Dalam hal pendaftaran gereja, berdasarkan peraturan
dari Ditjen Bimas Kristen yang tidak membuka pendaftaran
gereja/sinode baru, maka Pembimas Kristen Kanwil
Kementerian Agama Provinsi Papua fokus melayani (memberi
pengantar) pendaftaran ulang gereja dan memberikan Surat

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 223


Keterangan Tanda Lapor (SKTL) untuk gereja di luar Papua
yang membuka pelayanan di Papua.
Menurut Klemens Taran, Kementerian Agama juga
memberikan pelayanan/bantuan berupa tenaga penyuluhan
agama. Dalam hal ini Kementerian Agama menyiapkan
tenaga penyuluh agama Kristen yang digaji oleh Kementerian
Agama. Penyuluh biasanya ada 3 tingkatan, yaitu: penyuluh
utama yang pemimpin sinode/dosen teologia), penyuluh
madya (pendeta tingkat klasis/jemaat), dan penyuluh muda
(pengajar sekolah minggu).
Terkait dengan pengajuan perpanjangan SK gereja
(daftar ulang) dan untuk mendapatkan SKTL, menurut
Agustina Gala, Pembimas Kristen Kementerian Agama Papua
memberikan persyaratan sebagaimana yang telah ditetapkan
oleh Ditjen Bimas Kristen yaitu: Surat permohonan dari gereja
yang bersangkutan, Fotocopy surat pendaftaran dari Kanwil
Kementerian Agama, Surat pengantar/usul dari Kanwil
Kementerian Agama Provinsi setempat c.q Pembimbing
Masyarakat Kristen yang menyatakan bahwa organisasi
tersebut telah hidup selama 2 (dua) tahun dan berkembang
dengan baik. Sejarah singkat berdirinya gereja, Susunan
pengurus, Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
gereja, Akte notaris tentang pendirian gereja, Rekomendasi
dari 3 (tiga) gereja yang telah terdaftar pada Ditjen Bimas
Kristen, Program kerja gereja, Surat pernyataan tidak
mengarah ke pembentukan gereja baru, Surat pernyataan
kesediaan membuat laporan tahunan, notulen rapat
berdirinya gereja, dan Laporan kegiatan gereja 2 (dua) tahun
terakhir
Untuk rekomendasi dari 3 (tiga) gereja yang telah
terdaftar di Ditjen Bimas Kristen, Pembimas Kristen

224 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Kementerian Agama Provinsi Papua mensyaratkan
rekomendasi dari 3 (tiga) gereja tertua, seperti GKI di Tanah
Papua, Gereja KINGMI, dan GBGP.
Namun, peneliti menemukan bahwa Kanwil
Kementerian Agama Provinsi Papua telah mengeluarkan
beberapa surat keterangan izin pelayanan tetap bagi gereja
yang belum mendapatkan SK pendaftaran dari Ditjen Bimas
Kristen. Di antara SK tersebut adalah SK pelayanan tetap
untuk Gereja KINGMI di Papua dan Gereja Messianik
Indonesia di Tanah Papua.
Adapun terkait kebijakan Kemenag Provinsi Papua
tentang pelayanan dan pengaturan yayasan Kristen di Papua,
Pembimas Kristen Kementerian Agama di Papua lebih pada
menerima pendaftaran yayasan. Seperti halnya perpanjangan
SK gereja (daftar ulang), pendaftaran yayasan Kristen juga
mengacu pada syarat yang telah ditetapkan oleh Ditjen Bimas
Kristen yaitu; Surat permohonan dari yayasan yang
bersangkutan, Fotocopy surat pendaftaran dari Kanwil
Kementerian Agama, Surat pengantar/usul dari Kanwil
Kementerian Agama Propinsi setempat c.q Pembimbing
Masyarakat Kristen yang menyatakan bahwa organisasi
yayasan tersebut telah hidup selama 2 (dua) tahun dan
berkembang dengan baik, Sejarah singkat berdirinya yayasan,
Susunan pengurus, Anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga yayasan (harus spesifik Kristen), Akte notaris tentang
pendirian yayasan (harus spesifik Kristen), rekomendasi dari 3
(tiga) yayasan/gereja yang telah terdaftar pada Ditjen Bimas
Kristen, Program kerja yayasan, Surat pernyataan tidak
mengarah ke pembentukan gereja baru, Surat pernyataan
kesedian membuat laporan tahunan, notulen rapat berdirinya

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 225


gereja yayasan, laporan kegiatan gereja 2 (dua) tahun terakhir,
dan Rekomendasi Kementerian Hukum dan HAM.
Seperti halnya gereja, untuk rekomendasi dari 3 (tiga)
yayasan gerejawi yang telah terdaftar di Ditjen Bimas Kristen,
Pembimas Kriten Kementerian Agama Papua juga
mensyaratkan rekomendasi dari 3 (tiga) yayasan gerejawi
tertua.

Pemikiran Visioner Pemimpin Gereja


Dalam hal kerukunan umat beragama, Papua memiliki
pengalaman yang sangat bagus. Kerukunan di wilayah ini
berlangsung kondusif, terjadi hubungan yang baik antara
umat beragama. Umat beragama berpandangan sama, yaitu
sepakat dalam perbedaan untuk menjunjung tinggi motto
“satu tungku tiga batu”. Buah dari kebersamaan ini, terjadilah
kerjasama antar penganut dan tokoh agama yang kuat
(Achmad Rosidi, 2010). Oleh sebab itu, pandangan para
pemimpin gereja di Papua tentang keberlangsungan
kerukunan umat beragama juga seirama dengan motto
tersebut. Misalnya saja pandangan Pdt. Samuel K. Waromi
yang menyatakan bahwa Papua adalah Tanah Damai,
sehingga ada kewajiban bagi setiap umat beragama untuk
mewujudkan perdamaian tersebut. Selain itu, di Papua juga
ada FKUB dan PGGP yang mempunyai kebulatan tekat untuk
menjaga kedamaian, toleransi, saling menghormati dan
menghargai kepada agama yang lain. Sehingga dalam
kaitannya dengan izin mendirikan sinode baru, menurutnya
lebih baik tidak usah ada penambahan sinode baru, dan
sinode yang ada dikembangkan dengan aturan-aturan yang
ada.

226 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Pandangan yang sama juga disampaikan oleh Pdt. A.
Yoku, yang menyampaikan bahwa terkait izin gereja baru,
Kementerian Agama harus sinergi dengan sinode yang sudah
ada, dan sebaiknya pengajuan pendaftaran sinode baru
tersebut tidak usah dijawaba. Tetapi mereka disarankan untuk
bergabung dengan gereja yang sudah ada yang masih satu
aliran. Misalnya, aliran Pentakosta maka bergabung dengan
Pentakosta yang ada, jangan membentuk Pentakosta baru.
Hal senada juga disampaikan Pdt. Goerge Rumi yang
berpandangan pendaftaran sinode baru lebih baik ditutup
daripada membuka konflik. Walaupun mereka punya hak
hidup dijamin oleh undang-undang. Tapi kita harus lihat
kondisi Papua yang sudah banyak denominasinya. Jadi
jumlah gereja harus dibatasi. Selain itu, Kementerian Agama
harus tegas, walaupun ia mempunyai wewenang untuk
memberi rekomendasi, tetapi Kemenag juga perlu
memberikan suatu pendidikan keagamaan yang baik kepada
mereka, yaitu bagi gereja baru sebaiknya bergabung dengan
yang se-aliran. Bagi yang berkonflik sebaiknya berdamai. Bisa
dibicarakan dan bukan untuk diributkan. Menurut Pdt.
Rolling Gasperz, untuk mencapai kerukunan hidup antarumat
beragama dan juga internal agama di Bumi Cenderawasih
harus ada sikap saling menghargai, menghormati dan saling
mengakui perbedaan yang merupakan kunci sukses
kerukunan umat beragama.
Menurut Klemens Taran, perlu memberdayakan
Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP) untuk membangun
kerukunan antar gereja. Dan para pimpinan lembaga
keagamaan juga sudah sepakat untuk menjalin hubungan
damai dan mewujudkan Papua Tanah Damai.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 227


Relasi Sosial Gereja dengan Masyarakat dan Kemenag
Di kalangan umat Kristiani, pemimpin gereja
merupakan sosok yang sangat terkenal dan dikenal dalam
konteks kehidupan sosial masyarakat. Pendeta
sebagaimananyahal dengan kyai atau ulama bagi kalangan
Islam, dikenal karena kemampuan dan pengetahuan yang
mereka miliki di bidang agama (Horiko Horishoki, 1987: 1-2).
Oleh sebab itu, pemimpin gereja lah yang menjadi nahkoda
bagaimana hubungan gereja dengan masyarakat dan juga
dengan pemerintah.
Secara umum relasi gereja-gereja yang ada di Papua
dengan masyarakat sekitar berjalan sangat baik. Dan
hubungan gereja dengan Kementerian Agama juga terjalin
dengan baik. Hanya saja ada gereja, yaitu GKII yang merasa
hubungannya dengan Kementerian Agama Papua kurang
harmonis dikarenakan Kementerian Agama Papua meberikan
rekomendasi pelayanan tetap kepada KINGMI yang sedang
berkonflik dengannya. Selain itu, Kakanwil Kemenag Papua
juga sangat berpihak pada gereja KINGMI.

228 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dari hasil temuan di lapangan, disimpulkan sebagai


berikut;
1. Dalam hal pengaturan organisasi gereja oleh Kementerian
Agama Provinsi Papua, para pemimpin gereja
berpandangan bahwa secara umum pengaturan tersebut
sudah berjalan dengan baik. Hanya seorang pemimpin
geraja (Pdt. Carol Maniani) yang menganggap pengaturan
tidak baik, karena dia sebagai Ketua GKII Wilayah Papua
merasa dirugikan oleh kebijakan Kemenag Papua yang
mengeluarkan SK tentang Rekomendasi Pelayanan Tetap
bagi gereja KINGMI (yang memisahkan diri dari GKII).
2. Para pemimpin gereja memiliki pandangan yang sama
bahwa mereka tidak setuju pendaftaran gereja dilakukan
di Kesbangpol, sebab organisasi gereja bukan ormas tetapi
lembaga keagamaan.
3. Dalam hal visi keberlangsungan kerukunan umat
beragama, para pemimpin gereja memiliki pandangan
yang sama, yaitu pentingnya menjalin hubungan yang
harmonis untuk mewujudkan Papua Tanah Damai, dan
menjunjung tinggi motto “satu tungku tiga batu”, agar tetap
terjalin kerjasama antar penganut dan tokoh agama yang
kuat.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 229


4. Secara umum relasi gereja-gereja yang ada di Papua
dengan masyarakat sekitar berjalan sangat baik. Dan
hubungan gereja dengan Kementerian Agama juga terjalin
dengan baik. Hanya saja ada gereja, yaitu GKII yang
sedang berkonflik dengan gereja KINGMI.
5. Umumnya para pemuka pemuka agama setuju terhadap
kebijakan Dirjen Bimas Kristen melakukan moratorium
terhadap pembentukan organisasi gereja yang baru.

Rekomendasi

Berkaitan dengan kesimpulan diatas, maka disampaikan


rekomendasi sebagai berikut:
1. Dalam melakukan pengaturan organisasi gereja,
Kementerian Agama Provinsi Papua, dalam memberikan
izin operasional organisasi gereja yang baru harus benar-
benar mengikuti peraturan yang berlaku, agar tidak ada
yang merasa dirugikan.
2. Pegawai/pejabat Kementerian Agama harus bersikap
netral ketika menangani pendaftaran gereja. Saat berada
di kantor mereka tidak boleh membawa bendera gerajanya
masing-masing, dan jika terjadi konflik di internal gereja,
Kementerian Agama hanya sebagai mediasi, sedangkan
penyelesainnya tetap harus diserahkan kepada internal
gereja yang bersangkutan.
3. Dalam hal pendaftaran gereja baru, Kementerian Agama
harus membuat peraturan yang tegas dan jelas, dan
dijalankan dengan konsekwen.

230 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, Jan Sihar, 1995, Aliran-Aliran di Sekitar Gereja,


Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Badan Pusat Statistik Propinsi Papua, 2013, Papua dalam Angka
2013, Jayapura: BPS Propinsi Papua.
Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia,
2011, Direktori Gereja-Gereja, Yayasan, Pendidikan
Agama dan Keagamaan Kristen di Indonesia, Jakarta.
Majelis Rakyat Papua, 2013, Implementasi Otonomi Khusus
Papua dan Papua Barat dalam Pandangan Cendikiawan
Orang Asli Papua, Jayapura: MRP.
Pilon, P. K., 1972, Oikumenika: Bagian Sejarah, Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Raho SVD, Bernard, 2013, Agama dalam Perspektif Sosiologi,
Penerbit Obor, Jakarta.
Rumainum, F.J.S., t.th, Sesudah Seratus Satu Tahun Zending di
Irian Barat, Jayapura: Kantor Pusat GKI.
Tim Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Jayapura,
2006, Membangun Budaya Damai dan Rekonsiliasi: Dasar
Menangani Konflik di Papua, Jayapura: SKP Jayapura.
http://cloud.papua.go.id/id/budaya/artikel/Pages/Keadaan-
Sosial-Budaya-Papua.aspx diunduh pada 7 April 2014

Informan:
Agustin Nagala, Kasi Urusan Agama Kristen Kanwil
Kementerian Agama Provinsi Papua

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 231


Klemens Taran, Kasi Pendidikan Agama Kristen Kanwil
Kementerian Agama Provinsi Papua.
Melias Adii, Plt Kakanwil Kementerian Agama Provinsi
Papua
Pdt. George Rumi, Penasehat GGRP)
Pdt. Carol Maniani, Ketua GKII Papua.
Pdt. A. Yoku, S.Th, Ketua Sinode GKI
Arjon Pakurante, Gembala Bala Keselamatan
Pdt. Samuel K. Waromi, Ketua Sinode GBGP
Romo Rolling Gasperz, Pendeta GOI Papua
Pdt. Harun H, Ketua Sinode Gereja Messianik Indonesia

232 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


4
PANDANGAN PEMIMPIN GEREJA TENTANG
PENGATURAN ORGANISASI GEREJA
Di Surabaya, Jawa Timur

Oleh:
Sony Dandel

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 233


BAB I
PENDAHULUAN

Selintas Peta Denominasi Kekristenan


Gereja perdana lahir setelah peristiwa Pentakosta (Kis.
2:1-47) pada mulanya adalah gereja yang tidak ada struktur
organisasi dan non-denominasi. Hanya dipersatukan oleh
pengakuan, yaitu “Yesus Kristus adalah Tuhan” (Flp. 2:11).
Tetapi karena perjumpaan dengan banyak budaya, filsafat
serta agama setempat, gereja yang mulai menyebar itu mulai
serius mempertahankan kemurnian ajarannya. Itu sebabnya
gereja mula-mula mulai mempertahankan diri melalui tiga
cara utama:Kanonisasi Alkitab, Perumusan pengakuan iman
dan Penetapan jabatan gerejawi.Dengan perkembangan ini
kredo fundamental gereja mulai dirumuskan secara sistematis.
Sementara itu persinggungan dengan konteks yang beragam
makin mendorong gereja-gereja untuk membuat ajarannya
relevan. Itu sebabnya kepelbagaian mulai muncul, entah
secara alami maupun akibat konflik dan pertikaian.

Perpecahan Pertama: Kasus Gereja Ortodoks Oriental


Pertikaian pertama muncul karena alasan yang amat
teologis, yaitu perdebatan mengenai hakikat Kristus yang
didahului dengan pertikaian mengenai doktrin tritunggal.
Berkenaan dengan debat tritunggal kita mencatat adanya dua
aliran utama. Aliran pertama diwakili oleh Ireneus –yang
berwatak agama misteri– yang beranggapan bahwa Kristus
adalah Allah sepenuhnya. Aliran kedua diwakili oleh

234 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Origenes–yang berwatak Yunani– yang menyatakan bahwa
Kristus lebih rendah dari Allah Bapa. Pertikaian dilanjutkan
oleh Athanasius yang mempertahankan pandangan Ireneus
dan Arius yang mempertahankan pandangan Origenes. Pada
tahun 381 dicapai kesepakatan kompromistis dalam konsili
Kontantinopel yang merumuskan, “Bapa, Anak dan Roh
Kudus adalah Esa menurut hakikatnya namun merupakan
tiga pribadi.” (una substantia, tres personae).
Pertikaian tentang trinitas dilanjutkan dengan pertikaian
teologis lain mengenai hakikat Kristus. Lagi-lagi muncul dua
kelompok. Kelompok pertama, diwakili oleh Nestorius yang
memandang bahwa kemanusiaan dan keilahian Kristus tidak
bercampur (seperti minyak dan air); karena itu pandangannya
disebut duofisit. Kelompok kedua, diwakili oleh Cyrillus yang
menganggap bahwa kemanusiaan dan keilahian Kristus
bercampur menjadi satu tabiat baru (seperti air dan susu);
karena itu pandangan ini disebut juga monofisit. Lagi-lagi
muncul kompromi teologis dalam konsili Chalcedon (451)
yang menegaskan bahwa tabiat Kristus “tak terbagi, tak
terpisah” (melawan Nestorius) sekaligus “tak bercampur, tak
berubah” (melawan Cyrillus).Akibatnya, baik kelompok
monofisit maupun duofisit (Nestorian) memisahkan diri dari
Gereja yang esa. Kaum monofisit mendirikan gereja di Mesir
(Gereja koptis) dan Siria, sedang kaum nestorian mendirikan
gereja di Persia. Kedua kelompok ini kemudian dikategorikan
sebagai Gereja-gereja Ortodoks Oriental.

Perpecahan Kedua: Gereja Timur & Gereja Barat


Pertikaian kedua muncul sekali lagi karena persoalan
teologis, yang dibarengi dengan masalah dan latar belakang

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 235


politis. Pada abad ke-4 gereja-gereja yang berada di wilayah
kekaisaran Romawi membentuk dua corak yang berbeda
berdasarkan dua wilayah, yaitu Timur dan Barat. Perbedaana
corak ini kemudian menghasilkan perpecahan besar yang
mengakibatkan munculkan Gereja Ortodoks Timurdan Gereja
Katolik Roma. Pencetus perpecahan ini ada dua: teologis dan
politis.
Secara teologis kita mencatat munculnya pertikaian
mengenai filioque (artinya: dan Sang Anak), yang awalnya
muncul dalam Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel (325),

“Kami percaya kepada Roh Kudus, yang


menjadi Tuhan dan yang menghidupkan, yang
keluar dari Sang Bapa dan Sang Anak …”

Inti persoalannya, gereja-gereja di timur menganggap


bahwa Roh Kudus hanya keluar dari Sang Bapa dan kalimat
fillioque tersebut ditambahkan oleh para uskup dari wilayah
barat. Sebaliknya, gereja-gereja barat tetap mempertahankan
anak kalimat fillioque tersebut.Perpecahan sebenarnya juga
didorong oleh faktor politis. Muncul persaingan antara
patriarkh Roma di barat dan patriarkh Konstantinopel di
timur. Akhirnya Gereja Barat dan Timur mengalami proses
perpecahan yang panjang yang baru secara final ditegaskan
perpisahannya sekitar tahun 1200-an. Dalam proses yang
panjang kemudian menjadi nyata bahwa terdapat perbedaan
yang cukup mencolok antara Gereja Katolik Roma dan Gereja
Ortodoks Timur.

236 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Gereja Gereja Katolik Barat
Ortodoks Timur
Bahasa Yunani Latin
Cara berpikir intuitif- rasional-yuridis
kontemplatif
Pokok teologi fana-tidak fana kebenaran: dosa-
rahmat
Tokoh Alkitab Yohanes Paulus
Patriarkh simbol Otoritas
kehormatan
(Tabel - Catatan Kuliah thn. 2000- Yoas Adisaputra)

Perpecahan Ketiga: Gereja Katolik Roma & Gereja Protestan

Pertikaian dan perpecahan ketiga muncul dalam kubu


Gereja Barat. Dari sini Gereja Barat terbagi menjadi dua:
Gereja Katolik Roma dan Gereja(-gereja) Protestan. Tadinya
Luther tidak bermaksud mendirikan gereja yang baru, namun
hanya ingin memperbarui ajaran gereja Barat. Namun karena
penolakan keras dari Katolik (kontra-reformasi), maka
perlahan-lahan Gerakan Reformasi ini memunculkan
gerejanya sendiri. Munculnya Gerakan Reformasi bisa kita
lihat dari berbagai sudut pandang.

Masalah tradisi dan Alkitab. Gereja Katolik Roma Abad


Pertengahan cenderung menyejajarkan tradisi dan Alkitab,
bahkan dalam praktiknya tradisi lebih diutamakan ketimbang
Alkitab. Luther dan kawan-kawan berusaha menempatkan
kembali Alkitab sebagai otoritas tertinggi (sola
scriptura).Masalah keselamatan. Gereja Katolik Roma Abad
Pertengahan cenderung menempatkan gereja sebagai institusi

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 237


keselamatan. Apa yang dicanangkan gereja dapat
menyelamatkan umat. Luther dan kawan-kawan ingin
menegaskan bahwa keselamatan hanya didapat karena
anugerah Allah (sola gratia) dalam Kristus (solus Christum)
yang diterima melalui iman (sola fide). Masalah imamat. Gereja
Katolik Roma Abad Pertengahan cenderung menempatkan
otoritas pada imam yang berjabatan. Luther kemudian
mengetengahkan prinsip bahwa semua orang percaya
memegang status imamat am orang percaya.Masalah surat
penghapus siksa. Pemicu perpecahan dimulai ketika Paus Leo X
ingin mendirikan gereja St. Petrus dan mengumpulkan dana
dengan cara menjual surat penghapus siksa (aflat). Kegiatan
ini dikoordinir oleh Johann Tetzel. Menentang propaganda ini
Luther kemudian menyusun 95 dalil di pintu gereja
Wittenberg pada tanggal 31 Oktober 1517.

Perkembangan Selanjutnya dalam Gereja Protestan

Karena prinsipnya yang amat menekankan imamat am dan


kembali ke Alkitab (back tothe Bible), maka gerakan Reformasi
mendapat dukungan luas dari umat. Dua prinsip ini
kemudian memunculkan suasana rohani yang baru. Umat
diizinkan membaca sendiri Alkitabnya dan proses interpretasi
populer pun berjalan. Hal ini menjadi salah satu sebab
mengapa hingga kini penyebaran –yang kebanyakan akibat
pertikaian paham– banyak bermunculan di kalangan gereja
Protestan. Selain itu penyebaran juga ditopang oleh kenyataan
bahwa gereja-gereja Protestan amat menekankan pentingnya
gereja lokal, ketimbang hirarki.

238 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Selintas Berbagai Denominasi Protestan di Indonesia
Kenyataannya, keberagaman denominasi protestan yang
ada di Indonesia apalagi di dunia sudah sedemikian
kompleks, sehingga identifikasi setiap denominasi yang ada
nyaris tak mungkin sempurna. Para ahli sejarah gereja
Indonesia biasanya memilah semua denominasi gereja di
Indonesia menjadi dua berdasarkan asalnya.

Denominasi-denominasi dari Eropa


Presbiterian. Presbiterian sebenarnya menunjuk pada
sistem pemerintahan gerejawi tertentu, yang biasanya
dikenakan pada gereja-gereja Calvinis, Hervormd/Reformed,
atau Gereformeerd. Ada beberapa ciri penting dari aliran ini:
a) Non-hirarkis. Penatua dan diaken setingkat dengan
pendeta.
Kesetaraan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dari sini
bermuasal banyak prinsip gerejawi lainnya, misalnya,
baptis anak, ide perjanjian, teokrasi dll.Denominasi ini
masuk ke Indonesia melalui dua jalur penting, yaitu jalur
gereja-negara (sejak 1605) dan jalur badan zending (sejak
1814). Gereja kelompok ini misalnya, GMIM, GMIT, GPIB;
GKI (w) Jabar, GKI (w) Jatim, GMIST, GKT, GKI Irja, GKP,
GBKP, GKJW; GKI (w) Jateng, GKJ, GKS, Gereja Toraja,
Gereja Toraja Mamasa, dll.
b) Uniert.Uniert di sini dimaksudkan penggabungan gereja
Lutheran dan Calvinis. Di Indonesia gereja uniert muncul
sebagai akibat penginjilan yang dilakukan oleh RMG.
Gereja kelompok ini misalnya, HKBP.

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 239


c) Menonit. Gereja-gereja menonit merupakan sayap radikal
dari Calvinisme abad ke-16. Ciri khasnya, mereka menolak
ikatan gereja-negara serta menolak keikutsertaan orang
kristen dalam urusan duniawi. Gereja kelompok ini
misalnya, GITJ dan GKMI.

Denominasi-denominasi dari Anglosaks (khususnya Amerika)


Sementara gereja-gereja yang berasal dari Eropa
mendominasi kekeristenan Indonesia abad ke-16 sampai
dengan abad ke-19, abad ke-20 ditandai dengan banjir
penginjilan besar-besaran dari Amerika Serikat. Beberapa
denominasi penting yang perlu dicatat adalah: Baptis,
Metodis, Pentakosta, Advent, Bala Keselamatan dan gereja-
gereja lainnya. Selain itu dari Amerika berdatangan pula
beberapa aliran yang selama ini dicap sebagai “sekte” (Saksi
Yehovah, Mormonisme, dan Christian Science).
Menarik jika kita memperhatikan adanya perbedaan-
perbedaan yang tegas antara gereja-gereja yang berasal dari
Eropa dan yang berasal dari Amerika.

Asal Eropa Asal Amerika


Eksklusif/Inklusif Inklusif Eksklusif
Comity/rasa Baik Kurang
hormat
Penyebaran teritorial/regional non-teritorial
Tradisi teologis rasional-ilmiah Emosional
Afiliasi PGI non-PGI
Ekumene Stabil mudah pecah

240 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Eskatologi Kini Kelak
Dimensi sosio- Struktural Personal
politis
(*Tabel- Catatan kuliah thn. 2000-Joas Adisaputra)

Tidak dapat dipungkiri pertumbuhan kekristenan di


Indonesia sampai tahun 2010 telah mencapai 323 organisasi
gereja, belum lagi ditambah dengan jumlah yayasan-yayasan
Kristen Protestan yang bersifat gerejawi. Menurut JS
Aritonang, pada tahun 1989 ada surat edaran yang diterbitkan
oleh Dirjen Bimas Kristen yang berisi himbauan agar umat
Kristen tidak membentuk organisasi atau denominasi baru.
Namun karena semangat protestantisme, tetap saja tumbuh
organisasi/ denominasi atau yayasan di seluruh Indonesia
baik karena perpecahan (skisma) dari organisasi gereja atau
yayasan Kristen sebelumnya, maupun karena kreasi anggota
gereja karena kebutuhan di suatu daerah tertentu. Pada
tahun 2008, muncul moratorium “tidak resmi” tetapi berlaku
secara resmi, bahwa Dirjen Bimas Kristen tidak lagi
memproses pendaftaran bagi organisasi atau denominasi
baru, tetapi cukup mendata saja. Hal ini diberlakukan dengan
tujuan agar tidak terjadi ledakan denominasi yang akan
berdampak pada gereakan oikumene dan kerukunan antar
umat beragama. Direktorat Jenderal Bimas Kristen melihat
bahwa organisasi/denominasi baru muncul seringkali bukan
karena perbedaan teologis, tetapi karena disemangati paham
missionary church planting dan duniawi semata. Dan seiring
pertumbuhan denominasi baru akan diikuti dengan pendirian
gedung gereja baru yang prosesnya tidak mudah. Banyaknya

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 241


aliran, kelompok, organisasi keagamaan/denominasi
memerlukan pengaturan dari pemerintah. Dalam upaya
menjaga kehidupan masyarakat yang damai dan rukun dalam
semanagat oikumene dan NKRI.

242 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


BAB II
KONDISI DEMOGRAFI
DAN DINAMIKA SOSIAL KEAGAMAAN

Kondisi Demografi
Kota Surabaya adalah ibu kota Provinsi Jawa Timur,
merupakan Kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta.
Sedangkan wilayah Gerbangkertosusila (Wilayah
Metropolitan Surabaya) merupakan metropolitan terbesar
kedua di Indonesia setelah Jabodetabek.60 Merupakan pusat
bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan
Indonesia bagian. timur. Surabaya terkenal dengan sebutan
Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan
dalam perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia
dari penjajah. Kata Surabaya konon berasal dari cerita mitos
pertempuran antara sura (ikan Hiu) dan baya (buaya) dan
akhirnya menjadi kota Surabaya. Surabaya merupakan kota
multi etnis yang kaya budaya; seperti etnis Melayu, Cina,
India, Arab, dan Eropa. Etnis Nusantara pun dapat dijumpai,
seperti Madura, Sunda, Batak, Kalimantan, Bali, Maluku,
Sulawesi yang membaur dengan penduduk asli Surabaya
membentuk pluralisme budaya yang selanjutnya menjadi ciri
khas kota Surabaya. Sebagian besar masyarakat Surabaya
adalah orang Surabaya asli dan orang Madura. Ciri khas
masyarakat asli Surabaya adalah mudah bergaul. Gaya
bicaranya sangat terbuka. Walaupun tampak seperti
bertemperamen kasar, masyarakat Surabaya sangat
demokratis, toleran dan senang menolong orang lain. Jumlah

60http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surabaya#Geografi

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 243


penduduknya mencapai sekitar 3,110,187 Orang di Tahun
201261. Agama Islam adalah agama mayoritas penduduk
Surabaya. Surabaya merupakan salah satu pusat penyebaran
agama Islam yang paling awal di tanah Jawa dan merupakan
basis warga Nahdatul Ulama yang beraliran moderat. Agama
lain yang dianut sebagian warga adalah Kristen, Katolik,
Hindu, Buddha, dan Konghucu. Posisi strategis Kota Surabaya
sebagai pusat kegiatan ekonomi masyarakat membuatnya
selalu dinamis. Surabaya menjadi pusat kegiatan
perekonomian di daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Sebagian
besar penduduknya bergerak dalam bidang jasa, industri, dan
perdagangan.

Tabel. 1
Jumlah Pemeluk Agama Islam, Protestan dan Katholik
di Kota Surabaya- BPS Tahun 2013

No Agama Jumlah Jiwa


1 Islam 2.576.576
2 Protestan 1.722.000
3 Katholik 122.787
Total 4.421.363

61http://www.surabaya.go.id/profilkota/index.php?id=22

244 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Tabel. 2
Jumlah Tempat Ibadah di Kota Surabaya-
BPS Tahun 201362

No Tempat Ibadah Jumlah


1. Masjid 1.247
2. Langgar 1.470
3. Gedung Gereja 680
Protestan
4. Gedung Gereja Katolik 17
5. Pura 8
6. Vihara 45

Tabel.3
Jumlah Penduduk Kota Surabaya
Tahun 201463

No Jenis Kelamin Jumlah Jiwa


1. Laki-laki 1.413.452
2. Perempuan 1.397.585
Total 2.811.037

62 Surabaya Dalam Angka Tahun 2013, hlm 201-202.


63http://dispendukcapil.surabaya.go.id/berita/304-sms-gateway

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 245


Tabel.4
Jumlah Penduduk Surabaya
Menurut Pemeluk Agama 201464

No Agama Jumlah Jiwa


1. Islam 2.377.121
2. Protestan 264.500
3. Katholik 115.573
4. Hindu 8.573
5. Budha 44.688
6. Konghucu 334
7. Kepercayaan 158
Total 2.811.037

Tabel.5
Jumlah Gereja di Surabaya
Sumber BAMAG 2014

No Daerah Jumlah Gereja

1. Surabaya Barat 117


2. Surabaya Utara 214
3. Surabaya Pusat 90
4 Surabaya Timur 221
5. Surabaya Selatan 83
Total 725

64Ibid.

246 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Dari table-tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Menurut data BPS Surabaya tahun 2012 (data real tahun 2011)
jumlah penduduk kota Surabaya mencapai sekitar 3,110,187
jiwa. Sedangkan tahun 2013 (data real tahun 2012) mencatat
jumlah pemeluk agama Islam, Protestan dan Katholik
4.421.363jiwa (lihat Tabel.1). Dari data ini menjelaskan bahwa
terjadi peningkatan jumlah penduduk sebesar 1.311.176 jiwa
dalam satu tahun, yang bisa saja disebabkan oleh migrasi atau
perpindahan peduduk dari kota lain ke Surabaya dan angka
kelahiran. Dari data ini belum dipastikan secara real berapa
peningkatan jumlah jiwa pemeluk agama Kristen yang
signifikan.
1. Dari Tabel.2 data BPS Surabaya tahun 2013 (data real
tahun 2012) jumlah tempat ibadah Kristen Protestan dan
Katolik berjumlah 697 gedung.
2. Tabel. 3 jumlah penduduk kota Surabaya tahun 2014
menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 2.811.037
Jiwa.
3. Tabel. 4 jumlah Penduduk Kota Surabaya Menurut
Pemeluk Agama Tahun 2014 menurut Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil 2.811.037
4. Tabel.5 jumlah gereja/denominasi di Surabaya menurut
data Bamag Jawa Timur tahun 2014 adalah 725 buah gereja.

Dinamika sosial keagamaan


Ormas dan denominasi gereja.
Di Jawa Timur terdapat 29 Sinode Gereja/Induk Gereja
yang lahir di Jawa Timur, sedangkan jumlah Gereja di Jawa

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 247


Timur; 2.514. Majelis Daerah (perwakilan dari Sinode) atau
Gereja Cabang kurang lebih ada 92 buah. Selain itu terdapat
Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) Tingkat Provinsi
dan BAMAG di 38 Kabupaten/Kota di Wilayah Jatim.
Di Jawa Timur terdapat 74 Yayasan, sedangkan
Lembaga pendidikan Kristen terdiri:
a. Perguruan Tinggi Teologi di Jawa Timur berjumlah: 33 dan
1 Institut Teologi;
b. Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK) di Malang,
Kabupaten Madiun dan Nganjuk ada 3 SMTK.
c. SDTK dan SMPTK sesuai dengan PMA No. 7 Tahun 2012
tentang Pendidikan Keagamaan Kristen
d. Persekutuan STT se-Surabaya, dan Persekutuan STT se-
JawaTimur

Dinamika/Perkembangan Kristen
Hampir semua denominasi gereja ada di Surabaya.
Mulai dari Calvinis, Lutheran, Methodis, Bala Keselamatan,
Pentakostal, Kharismatik, hingga gereja Orthodok. Banyaknya
denominasi disatu sisi merupakan sebuah kemunduran,
karena semakin banyaknya denominasi gereja menunjukkan
semakin rentannya kekristenan dengan perpecahan. Namun
di sisi lain, perserakan gereja-gereja tersebut dapat secara
positif dilihat sebagai warna-warni yang bisa saling
memperkaya. Maka, sikap yang harus diambil adalah:
Menghentikan perpecahan gereja.
Harus diakui. Pertama, semakin maraknya kepelbagaian
komunitas keagamaan - dengan beragam ajaran, cara hidup

248 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


dan ritual. Contoh; Gereja satu Jam Saja yang beribadah 5 kali
dalam satu minggu, awalnya hanya dihadiri oleh keluarganya
saja kini memiliki anggota jemaat yang tercatat melalui
layanan SMS sekitar 4.000 jiwa, beribadah di MALL GRAND
CITY SURABAYA, merupakan kreatifitas dari seorang
pendeta yang dengan “jernih” melihat kejenuhan jemaat
dalam hal lamanya beribadah. Jadi setiap Ibadah hanya satu
jam saja! 15 menit pujian, 5 menit doa, dan 40 menit khotbah.
Amin! Pdt. Sam sebagai pendiri menjelaskan bahwa, ia
awalnya dikecam dan dikatakan sesat oleh banyak pihak
termasuk para pendeta di Surabaya. Namun dengan
pergumulan doa, Ia mendapatkan kekuatan untuk terus
memperjuangkan persekutuannya. Mengapa menjumpai
Tuhan harus dibatasi ! itu pertanyaan yang selalu dilontarkan
sejak awal.
Ia mengambil nama satu jam saja dari konteks: Matius
26:41. Agar setiap jemaat berjaga-jaga… . Kehadiran Gereja
Satu Jam saja, merupakan satu contoh dari kasus yang sangat
menarik untuk ditulis. Gereja ini lahir tidak begitu saja , Pdt.
Sam Gunawan sebagai gembala sidang berasal dari
aliran/denominasi yang bercirikan menekankan kesalehan-
hidup yang benar. Kini mentransformasikan diri menjadi
gereja yang tidak lagi: dibatasi oleh baptisan selam (dua-
duanya ia akui: selam dan percik). Dalam beribadah tidak lagi
wajib berbahasa lidah, tidak lagi harus menangis ketika
sedang berdoa. Menyalurkan bantuan setiap bulan kepada
400 pendeta yang ada di seluruh daerah Surabaya dan Jawa
Timur. Membantu Para yatim dan dan 300 janda.
Kedua, gejala di atas secara alamiah memunculkan
tandingan, yang biasanya hadir dari komunitas agama
tradisional yang enggan kehilangan domba atau takut

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 249


kehilangan jatidiri, atau dari komunitas baru yang kecewa
dengan komunitas lama yang kurang kokoh berjuang
memerangi perkembangan pertama di atas dan tampil dengan
semangat back to the past atas nama membersihkan kesuaman
gereja tradisional.
Gejala kedua biasanya bermuara pada suatu bentuk
keagamaan yang fundamentalistis dan berpusat pada
kelurusan ajaran. Dengan demikian, tidak mengherankan jika
factor ajaran jadi amat dominan. Sebagaimana tampak dalam
gerakan dan persekutuan kharismatik, lebih menekankan
kesalehan , yang ditandai dengan berbagai gejala iman yang
tampil: bahasa roh, tertawa kudus, sikap beribadah tertentu,
pujian yang bersemangat dan sebagainya. Sebaliknya,
sebagaimana tampak dalam kelompok-kelompok reformed
dan/atau injili, lebih menekankan ajaran , yang ditandai
dengan intensitas pendidikan doktrin yang ketat. Mungkin
harus dipikirkan kembali bahwa ternyata Alkitab ditulis
pertama-tama bukan sebagai sebuah buku dogmatika atau
bunga-rampai doktrin gereja, walau di dalamnya kita
mendapati rangkaian ajaran iman kristen yang kita pegang
hingga kini.

250 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


BAB III
TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN

Pandangan pemimpin gereja berkaitan dengan


pengaturan organisasi atau denominasi dan pelayanan
keagamaan oleh Kementerian Agama.
Hampir seluruh narasumber yang diwawancarai ketika
ditanya tentang pelayanan yang dilakukan oleh Pembimas
Kristen Jawa Timur terhadap gerejanya masing-masing,
mengatakan baik-baik saja, yang pertama adalah Pdt. Sewi
Ketua Sinode GPPS (Gereja Pusat Pantekosta Surabaya)
memiliki jemaat lokal di seluruh Indonesia sebanyak 451
jemaat. Sementara di Surabaya terdiri dari 5 Jemaat lokal,
yaitu GPPS Sawahan, GPPS Bibis, GPPS Sungai Sukacita,
GPPS El Bethel, dan GPPS Efrata.Untuk GPPS Sawahan saja
memiliki 45 cabang di Surabaya, 40 persekutuan doa, dan 56
RKK (Rukun Keluarga Kristen). Sedangkan Pejabat Gerejawi
yang mereka miliki ada 1.216 orang yang terdiri dari Pendeta,
Pendeta Muda dan Pendeta Pendamping.
Namun ungkapan kedekatan baik-baik dari Pdt Sewi
justru berbeda dengan Sekum GPPS Pdt. Bpk.Effendi, justru
Selama ia bertugas sebagai Sekum GPPS, ia tidak pernah
berjumpa dengan Pembimas Kristen Jawa Timur (Yunus
Doloe). Rupanya relasi yang dibangun oleh Pdt. Sewi selama
kurang lebih 3 tahun itu terjadi saat ada hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan GPPS dan selalu dilakukan
oleh Pak. Sewi Sendiri baik pribadi maupun kelembagaan.
Maka tak heran jika Sekum belum pernah bertemu. Relasi
yang terputus di satu sisi disebabkan oleh sikap atau gaya
kepemimpinan mengurus segala hal, di sisi yang lain tidak

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 251


ada upaya untuk membangun komunikasi. Padahal
komunikasi merupakan hal yang strategis dalam membangun
kerjasama baik secara personal maupun komunal dalam
bidang atau organisasi apapun.
Dalam hal pertumbuhan organisasi gereja/denominasi
yang ada di Surabaya Pdt. Sewi menjelaskan bahwa
kepemimpinan Pembimas saat ini sangat tegas, berbeda
dengan para pendahulunya dalam urusan ijin pendirian
gereja/denominasi baru. Ia menyebutkan bahwa Pembimas
sangat taat aturan, tidak ada tawar menawar. Tetapi di dalam
kebakuan itu, ada upaya yang cukup bijak dalam menangani
gereja-gereja/denominasi yang tumbuh di Surabaya.
Khususnya bagi gereja ruko dan rumah, Pembimas
memberikan Surat Tempat Pembinaan Rohani (surat ini telah
disepakati bersama diberikan atas pertemuan di Raker Pejabat
Pusat dan Daerah Bimas Kristen yang dihadiri oleh Pembimas
Kristen dari seluruh Indonesia). Senada dengan kenyataan di
lapangan bahwa selama hampir kurang 3 tahun Pembimas
Kristen bertugas tidak pernah mengeluarkan ijin/rekomendasi
untuk pendirian induk organisasi gereja/sinode gereja yang
baru. Bahkan di mejanya sampai saat ini tidak ada daftar
antrian untuk itu. Pemberian Surat Tempat Pembinaan Rohani
yang diberikan sebenarnya merupakan upaya bermakna
ganda; disatu sisi seolah olah memberi harapan tetapi di sisi
yang lain sebenarnya menutup harapan itu. Sebab untuk
mendirikan gereja saat ini harus memenuhi syarat yang sangat
panjang (PBM No.9 dan No.8 tahun 2006) disamping itu
membutuhkan biaya yang cukup mahal.Lain halnya dengan
Pdt. Steven yang memimpin 200 jiwa di Jl. Kebraun Utama Do
No. 2 (Gereja Pentakosta Di Indonesia Kebraun-belum berijin)
danPdt. Octavianus (Gereja Bethel Indonesia Ebenhaezer)
yang memimpin 100 jiwa di Jl.Kalikepiting Pompa II No. 24.

252 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Mereka membandingkan gaya kepemimpinan Pembimas
Kristen yang sekarang (Yunus Doloe) dengan Pembimas yang
lalu. Mereka mengatakan bahwa Saat ini gereja/denominasi
yang kecil di pinggiran-pinggiran Surabaya semakin sulit
untuk berjuang mendirikan gereja. Mereka mengatakan
bahwa dulu Pembimas dengan mudah membantu gereja-
gereja kecil untuk mengurus ijinnya. Tetapi sekarang jelas-
jelas dipersulit dengan daftar panjang aturan yang harus
dipenuhi. Terlalu birokratis! Itu yang mereka ungkapkan. Pdt.
Octavianus (gerejanya sejak tahun 1976 s/d 1978 sudah
berpindah tempat empat kali. Menjelaskan bahwa, Pembimas
kurang turun kebawah, ia menjelaskan bahwa di Surabaya
Timur ada 221 gereja/denominasi sekitar 50% belum
mempunyai ijin ( di rumah dan ruko). Ia menjelaskan pula
bahwa saat ini ia melakukan advokasi untuk gereja-gereja
tersebut. Sebagai jalan pintas menurutnya untuk
mengantisipasi jika ada tantangan dilapangan atau resolusi
warga ia saat ini sedang mendaftarkan gereja-gereja tersebut
ke Kesbangpol, yang penting kami memiliki surat ijin
tandasnya. Memang diakuinya sebenarnya urusan agama
seharusnya ditangani oleh Kementrian Agama.
Hampir sama dengan Pdt. Sewi dari GPPS, Rudolf F.
Polimpung Pendeta di Gereja Bethel Tabernakel Jemaat Air
Hayat Jl. Demak 165 Surabaya memimpin 350 jiwa.
Mengatakan bahwa hubungan gereja dan pribadinya baik,
bahkan menjelaskan beberapa kali memberikan kesempatan
kepada Pembimas untuk menjelaskan kepada warga
jemaatnya tentang syarat-syarat pendirian gereja dan
kebijakan lain yang sesuai dengan pelayanan negara bagi
warganya. Ia membela Pembimas katanya: “jika ada yang
merasa jauh dari Pembimas” itu karena tidak aktif untuk
mencari dan membangun komunikasi. Bahkan ia menegaskan

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 253


bahwa Pembimas merupakan wakil Negara yang harus
dihormati, dia juga seorang pelayan bagi Negara dan
gerejaNya semua yang merasa diri pelayan harus saling
mendahului untuk saling melayani.
Mengenai sumbangan pemikiran yang visioner dari
pimpinan gereja untuk menjamin keberlangsungan
keharmonisan dan kedamaian kehidupan beragama antara
lain:
1. Perlu dibuat etika berpelayanan dari para gembala dan
pendeta dari berbagai aliran gereja
2. Perlu dibuat kesepakatan bersama dari para gembala dan
pendeta dalam melayani warga jemaat untuk tidak
melakukan pencurian domba dari jemaat lain.
3. Harus ada standar pelayanan yang disepakati oleh para
gembala atau pendeta secara menyeluruh di kota Surabaya.
4. Pemerintah dalam hal ini Pembimas perlu melakukan
pertemuan-pertemuan yang rutin dengan para
gembala/pendeta agar ada kesapakatan bersama dalam
memberikan pelayanan terhadap jemaat, sehingga
kehadiran gereja sungguh-sunggguh menjadi berkat di
manapun ia tumbuh.

254 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Mencari atau mencuri domba, merupakan masalah
antarumat kristiani yang paling sering muncul. Ia berupa
perpindahan anggota dari satu gereja ke gereja lain, yang
terkadang terjadi tidak secara natural, namun karena tindakan
“penginjilan-kembali”. Proselitisme semu semacam ini kerap
dikeluhkan oleh gereja-gereja arus utama terhadap gereja-
gereja pentakostal dan kharismatik.Hal ini terjadi juga karena
gereja-gereja asal Amerika ini bekerja bukan berdasarkan
teritori tertentu, seperti halnya pada gereja-gereja arus utama
asal Eropa. Lagipula Piagam Saling Menerima dan Saling
Mengakui (PSMSM) yang dilansir oleh PGI memang tidak
diterima oleh gereja-gereja non-PGI.
Pertikaian doktrin atau ajaran secara mudah bisa kita
bedakan berdasarkan bobot teologisnya, menjadi doktrin
primer (keselamatan), sekunder (perjamuan kudus, baptisan,
dll) dan tertier (eskatologi, karunia Roh). Dalam hal doktrin
primer, agaknya secara umum gereja-gereja di Indonesia,
termasuk juga Gereja Katolik, sudah memiliki kesepakatan
dan kesamaan pendapat. Masalah seringkali muncul dengan
persoalan doktrin sekunder dan tertier. Perbedaan teologi
seringkali dibarengi dengan sikap menyalahkan dan memberi
stereotip sesat dari satu gereja ke gereja lain.
Akhir-akhir ini muncul banyak gerakan antargereja
yang menyebut diri “interdenominasi.” Gerakan semacam ini
makin marak setelah munculnya rentetan peristiwa kekerasan

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 255


(perusakan, pelemparan dan pembakaran) yang dialami
gereja-gereja di Indonesia. Ujung tombak gerakan ini
diletakkan pada doa dan puasa bersama, sebagaimana yang
diorganisir oleh Gerakan Doa Nasional (GDN). Sekilas,
gerakan semacam ini memunculkan kembali optimisme
kebersamaan antarumat kristiani yang sudah begitu lama
saling bertikai dan saling berdiam diri. Namun kekhawatiran
lain muncul ketika menyadari bahwa klaim “interdenominasi”
yang didengungkan ternyata sering tak sesuai dengan
praktiknya. Dalam kenyataannya yang terjadi adalah
hegemoni atau pengunggulan satu denominasi atas
denominasi lain. Umat dari denominasi lain diterima dalam
acara-acara yang melulu mempergunakan warna dan tatacara
denominasi tertentu.
Berbagai Peluang Membina Hubungan Antarumat
Kristiani, sudah saatnya bagi gereja-gereja di Indonesia untuk
menggerakkan roda dialog, khususnya dalam hal ajaran.
Perbedaan dan pertikaian ajaran yang terjadi di gereja induk
di negara asal masing-masing gereja seringkali tidak relevan
di Indonesia, karena amat banyak faktor non-teologis yang
terlibat di dalamnya. Karena itu hubungan antarumat kristiani
harus diisi dengan kesadaran untuk mendialogkan
perbedaan-perbedaan yang ada, supaya sedapat mungkin
tercapai konvergensi dan kesepakatan-kesepakatan teologis.
Hubungan antarumat kristiani yang sehat harus
dilandasi kesadaran akan perbedaan dan kemajemukan
(ajaran dan tradisi). Cita-cita kebersamaan gereja bukan
diletakkan pada penyeragaman ajaran dan tradisi, namun
pengakuan akan kepelbagaian dan keberagaman. Perbedaan
harus dilihat sebagai kekayaan dan bukan kecelakaan. Di atas,
kita melihat bahwa retaknya hubungan antarumat sering

256 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


terjadi karena penekanan yang berat sebelah atas beberapa
aspek hidup gereja (emosi-rasio, iman-perbuatan, teks-
konteks, sakramen-firman, dan lainnya.). Sudah saatnya
mengembangkan diri ke arah sebuah bentuk keseimbangan
dan keutuhan. Dalam hal ini hubungan antarumat harus
digalakkan dengan cara dimunculkannya proses saling-belajar
antar denominasi.
Prinsip ekumenis secara mendasar diletakkan oleh
Yesus sendiri dalam doanya (Yoh. 17). Dalam doa dan
spiritualitas kita bersatu. Untuk itu perlu terus dikembangkan
moment-moment kebersamaan pada aras spiritual, melalui
ibadah, doa, persekutuan bersama; sambil tetap mengakui dan
menghargai perbedaan dan keberagaman yang ada.
Akhirnya memang jemaat lokal yang harus menjadi
ujung tombak keesaan gereja. Sedapat mungkin semua usaha
dialogis terjadi pada aras lokal, serta melihatkan semua unsur
jemaat (anak sampai dewasa, anggota dan pejabat). Kesadaran
keesaan juga harus menjadi materi sentral dalam pembinaan
kepada umat. Dengan cara itu umat diberi dorongan,
pengertian dan motivasi untuk mengupayakan keesaan dan
kesatuan dalam konteks hidup mereka masing-masing. Di
jemaat lokal pulalah eksperimentasi keesaan bisa dikerjakan,
misalnya, pemberkatan nikah bersama, perjamuan kudus
bersama, pelayanan kasih bersama, persekutuan bersama dan
sebagainya. Dalam hal ini menarik apa yang dikemukakan
oleh Martin Conway, bahwa hubungan antarumat kristiani
akan melewati lima tahapan kritis:
1. Kompetisi, di mana setiap gereja melihat dirinya sendiri
sebagai pemegang kebenaran yang penuh dan pihak lain
sebagai rival yang keliru;

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 257


2. Koeksistensi, di mana pengakuan mulai muncul, secara
tersurat maupun tersirat, bahwa gereja lain juga menjadi
wahana karya Allah;
3. Koperasi, di mana mulai tercipta kegiatan-kegiatan
bersama, walau terbatas;
4. Komitmen, di mana pengakuan timbal-balik sebagai mitra
dalam karya Allah berkembang serta munculnya cita-cita
dan tekad bersama untuk melangkah ke aras keesaan;
5. Persekutuan, di mana perbedaan dirayakan, pertikaian
dipulihkan, kesamaan paham diterima dengan baik.

Saran/Rekomendasi
Perserakan gereja-gereja tersebut dapat secara positif
dilihat sebagai warna-warni yang bisa saling memperkaya.
Maka, sikap yang harus diambil adalah:
1. Menghentikan perpecahan gereja.
2. Menghargai perbedaan yang sudah terlanjur ada.
3. Mengusahakan keesaan gereja;
a. Pembelajaran sikap ekumenis; b. Partisipasi dalam
gerakan keesaan, c. Kerjasama dalam berbagai level
(lokal, regional, nasional, internasional).
4. Gereja yang hadir di dunia agar mampu mengatur dirinya
sendiri. Dalam rangka pengaturan diri tersebut gereja
membutuhkan organisasi dan kepemimpinan.
5. Gereja yang Belajar: (a) gereja yang memusatkan diri pada
lain, dunia); (e) Gereja yang kritis, menyuarakan keyakinan
dan kebenaran secara tepat dan baik. Visi dan misi ke

258 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


depan (visioner dan misioner). (b) Gereja yang menghargai
perbedaan (intra dan ekstra); (c) Gereja yang menghargai
diri sendiri; (d) Gereja yang terbuka, mau belajar dari yang
lain (agama lain, denominasi lain).
6. Gereja yang mengutuhkan aksi, spiritualitas dan ajaran.
a) Ortodoksi: ajaran yang benar  Gereja yang berteologi
secara benar
b) Orotopraksis: tindakan yang benar  Gereja yang
beraksi secara benar
c) Ortopietas: kesalehan yang benar  Gereja yang
beribadah secara benar
d) Liturgi (ortopraksis dan ortopietas) mendahului doktrin
(ortodoksi).
e) Ortopraksis (liturgi hidup) terkait dengan Orotopietas
(liturgi ritual).
7. Gereja yang mendunia
a) Bukan gereja yang lari dari masalah
b) Bukan gereja yang asing dari lingkungan
c) Bukan gereja yang berorientasi ke atas
d) Tapi, gereja yang terlibat dalam masalah, yang akrab
dengan lingkungan, yang berorientasi ke masa depan.
e) Pembinaan semua elemen
f) Penghargaan terhadap pelayan (umat maupun pejabat)
g) Manajemen pembagian tugas yang rapih dan merata
8. Gereja yang kreatif dalam membuka bentuk pelayanan
baru sesuai kebutuhan internal dan eksternal

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 259


9. Gereja yang berpola sentralistis-desentralistis (paradigma
Bait Allah-rumah tangga)
10. Gereja yang partisipatif (melibatkan seluruh umat). Gereja
milik umat, bukan gereja milik pejabat.

***

260 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


INDEKS

A D
Agama, 1, 2, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, Demografi, 33, 41, 115, 183, 225,
13, 14, 15, 21, 27, 29, 41, 48, 57, 263
59, 60, 63, 64, 65, 68, 69, 72, 73, Denominasi, 48, 51, 153, 158, 237,
75, 80, 96, 98, 100, 103, 107, 108, 238, 253, 258, 259
111, 116, 119, 121, 122, 125, 126, Dirjen Bimas Kristen, 5, 7, 8, 12,
128, 130, 131, 133, 134, 137, 141, 21, 60, 73, 81, 82, 83, 84, 97, 98,
145, 147, 149, 150, 153, 157, 158, 99, 100, 102, 103, 104, 105, 107,
159, 163, 164, 166, 167, 168, 169, 108, 109, 131, 132, 135, 136, 140,
170, 171, 172, 173, 174, 175, 177, 145, 147, 149, 157, 158, 164, 165,
178, 179, 184, 185, 190, 203, 208, 166, 167, 173, 175, 177, 204, 232,
229, 231, 235, 236, 237, 238, 239, 248, 249, 260
240, 241, 242, 243, 244, 245, 247,
248, 249, 250, 264, 266, 267, 271,
E
273
Ephorus, 16, 63
B Etnis, 4, 36, 37, 39, 46, 80, 263

Bala Keselamatan, 7, 19, 21, 90,


91, 92, 93, 95, 96, 101, 102, 104,
F
111, 119, 122, 128, 131, 139, 142, FKUB, 64, 198, 212, 219, 243
153, 186, 250, 259, 268
BAMAG, 103, 124, 142, 169, 174,
G
190, 192, 204, 211, 216, 220, 266,
268 Gereja Ortodox Indonesia, 7, 21
Bishop, 16 GIDI, 229
GMAHK, 7, 21, 96, 153, 186
C GMIM, 153, 158, 159, 161, 162,
163, 166, 168, 170, 177, 178, 258
Calvinis, 19, 258, 268
Church, 7, 20
I
Informan, 74, 221, 249

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 261


J 233, 234, 235, 237, 240, 241, 242,
243, 249, 250, 260, 264, 267, 268,
JAGI, 187, 189, 190, 194, 196, 204, 271, 272
210, 211, 213, 214, 215, 216, 219,
220, 221 L
K Lutheran, 18, 258, 268

Kebijakan, 4, 5, 64, 65, 72, 103, M


107, 130, 135, 165, 166, 173, 215,
235, 240 Mormon, 95, 204, 205, 206, 207,
Kesbangpol, 11, 26, 108, 136, 140, 208, 213, 214, 216, 219, 220, 222
146, 193, 197, 205, 208, 209, 215,
219, 238, 239, 240, 247, 273 O
KGPM, 153, 156, 158, 159, 163,
166, 168, 170, 174, 178 Oikumene, 6, 26, 55, 74, 75, 82, 85,
150, 178, 231
KINGMI, 229, 230, 232, 233, 237,
242, 245, 247, 248
Kristen, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 10, 11, 12, P
13, 14, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22,
Papua, 3, 4, 29, 64, 163, 223, 225,
23, 24, 25, 26, 27, 29, 37, 40, 47,
226, 227, 228, 229, 230, 231, 232,
48, 49, 50, 51, 53, 55, 60, 61, 63,
233, 235, 236, 237, 238, 240, 241,
64, 68, 71, 73, 74, 75, 80, 82, 83,
242, 243, 244, 245, 247, 248, 249,
84, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 95,
250
96, 97, 98, 99, 100, 102, 103, 104,
Pembimas, 29, 48, 60, 61, 63, 75,
107, 108, 109, 111, 115, 116, 119,
90, 95, 96, 97, 98, 103, 108, 109,
120, 121, 122, 123, 124, 126, 128,
116, 119, 120, 121, 122, 123, 126,
131, 132, 133, 134, 135, 136, 137,
128, 131, 132, 133, 134, 135, 142,
138, 139, 142, 145, 147, 149, 153,
145, 190, 202, 203, 204, 209, 211,
155, 156, 157, 159, 161, 163, 164,
214, 215, 216, 217, 219, 220, 222,
166, 169, 170, 172, 174, 175, 177,
229, 237, 240, 241, 242, 243, 271,
179, 183, 184, 185, 186, 187, 189,
272, 273, 274
190, 191, 192, 193, 194, 195, 197,
198, 199, 200, 201, 202, 203, 204, Pemimpin gereja, 108
205, 207, 208, 209, 210, 211, 212, Pendeta, 19, 62, 75, 93, 99, 100,
214, 215, 216, 217, 219, 220, 221, 101, 131, 162, 192, 201, 206, 214,
222, 227, 228, 229, 230, 231, 232, 245, 250, 271, 273

262 Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM


Pentakosta, 49, 50, 51, 87, 95, 96, 174, 186, 221, 229, 230, 231, 232,
102, 119, 121, 126, 131, 140, 142, 233, 234, 236, 250, 267, 271
162, 178, 200, 210, 229, 230, 231, SKTL, 51, 108, 119, 121, 123, 131,
233, 244, 253, 259, 272 132, 134, 135, 145, 229, 236, 241
PGI, 7, 21, 22, 96, 97, 127, 132, 139, STT, 62, 88, 156, 232, 268
141, 142, 147, 164, 201, 259, 275
PGLII, 7, 21, 23, 96 T
PGPI, 7, 21, 22, 96, 102, 162
Trinitas, 20, 52, 213

R
U
Relasi, 29, 68, 72, 105, 108, 109,
142, 170, 171, 215, 245, 271 UU No. 17 Tahun 2013, 11
Relasi sosial, 108
V
S Visioner, 66, 136, 243
Sinode, 95, 96, 107, 108, 116, 124,
131, 132, 156, 162, 163, 164, 170,

Pemimpin Gereja Moratorium Organisasi Gereja dan HAM 263

Anda mungkin juga menyukai