Anda di halaman 1dari 19

TEOLOGI DALAM SURAT-SURAT PAULUS

MATA KULIAH : TEOLOGI BIBLIKA PERJANJIAN BARU

DOSEN PENGAMPU : YOLA PRADITA, M.Th

DISUSUN OLEH

KELOMPOK IV

SISKA PEBRIANI : 1902120848

STEVEN JUNIARTA : 1902120849

TIRZA JUWITA : 1902120850

VIGO YEHEZKIEL : 1902120851

WINANDA : 1902120852

KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA

IAKN PALANGKA RAYA

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus karena berkat
dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan waktu yang sudah
ditentukan, penulis sepenuhnya menyadari pemaparan pada makalah yang berjudul
TEOLOGI DALAM SURAT-SURAT PAULUS, keberadaannya masih sederhana dan jauh
dari kata sempurna karena sumber bacaan dan pengetahuan yang penulis miliki sangatlah
terbatas. Oleh sebab itu, penulis sangat berharap agar Ibu Yola Pradita, M.Th selaku dosen
mata kuliah Teologi Biblika Perjanjian Baru serta teman-teman kiranya dapat mamberi kritik
serta saran yang membangun demi perbaikan mutu dan bobot makalah yang lebih baik.
Selain itu penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan pembaca
mengenai teologi Paulus dalam surat-suratnya.

Terimakasih, Tuhan Yesus Memberkati.

Palangka Raya 14 Mei 2022

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................................... 2
C. TUJUAN PENULISAN ............................................................................................................ 2
BAB II .................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 3
A. Perjalanan Misi Paulus............................................................................................................. 3
1. Perjalanan Misi Pertama...................................................................................................... 3
2. Konsili Yerusalem ................................................................................................................. 3
3. Perjalanan Misi Kedua ......................................................................................................... 4
4. Perjalanan Misi Ketiga ......................................................................................................... 4
5. Penangkapan ......................................................................................................................... 5
B. Teologi-Teologi Paulus ............................................................................................................. 5
1. Kristologi ............................................................................................................................... 6
2. Pembenaran ........................................................................................................................... 8
3. Eskatologi............................................................................................................................. 11
4. Moral .................................................................................................................................... 11
5. Ekklesiologi.......................................................................................................................... 13
BAB III................................................................................................................................................. 15
PENUTUP............................................................................................................................................ 15
A. KESIMPULAN ....................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Susunan surat-surat Paulus pada permulaan ditulis siapa pegirimnya, lalu berturut-turut di
sebut; salam, isi (dalam surat Paulus pada umumnya terbagi atas dua bagian yakni: pegajaran
dan nasihat untuk kehidupan baru), ucapan salam permohonan berkat, jadi, bentuknya sama
benar namun isinya sangat berbeda. Barulah orang Kristen yang mulai memakai surat biasa
untuk menguraikan pokok-pokok agama. Paulus menjadi utusan Injil dalam suatu wilayah
yang sebenarnya terlalu luas; lagi pula jemaat-jemaat yang telah di bangunnya tetap harus
dipeliharanya. Paulus tidak sempat untuk sering mengunjungi jemaat-jemaatnya. Walaupun
ia berjalan denga rajin, jarak-jaraknya begitu jauh sehingga banyak waktu di perlukan.
Misalnya, Kristus-Atena menuntut perjalanan tiga hari Atena-Tesalonika kira-kira 15 hari,
dari Efesus sampai ke Troas kira-kira 10 hari. Seorang ahli pernah menghitung panjangnya
jarak yang di tempuh Paulus pada perjalanan-perjalanannya menurut yang tertera dalam kisah
para rasul dan kita mengetahui bahwa tubuhkan semua. Hasilnya, Paulus berjalan di darat
sejauh 7.800 km dan 9.000 km di laut, ini semua di lakukan tanpa mobil, kapal terbang, atau
kendaraan cepat apapun. Sungguh, Paulus tidak dapat di tegur karna kemalasannya.

Apa bila kita mengingat hal ini ketika membaca surat-surat Paulus kita keget betapa
besarnya kesulitan-kesulitannya yang harus di atasinya alangkah terpencilnya jemaat-jemaat
hidup, terpisah satu sama lain. Justru ini hal sebabnya tidak ada kemungkinan lain untuk
mamberi pimpinan, tetapi hanyadengan menulis surat. Surat-suratPaulus bukanlah uraian
teoretis,dalam arti: lepas dari kehidupan sehari-hari. Benar, banyak teori termuat di
dalamnya, tetapi teori yang menyingkapkan asas-asas kehidupan sehari-hari; dengan tepat
dan konkret diselaminya masalah-masalah yang perhadapkan kepadanya ataupun kesulitan-
kesulitan dan keburukan-keburukan yang muncul (misalnya,1 Kor.1:11; 5:1; Gal. 1:6,dyb; 1
Tes.3:6). Cara Paulus membahas soal itu begitu dalam menembus sampai ke dasar-dasar
iman dan gereja sehingga di dalamnya gereja dari segala abad dan tempat- di mana pun,
dalam keadaan apa pun, dan pada masa mana pun- mendapatkan pedoman untuk kehidupan.

1
Inilah keistimewaan karangan-karangan ini: yang ditulis dalam keadaan konkret kepada
beberapa jemaat tertentu.1

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Saja Teologi Dalam Surat-Surat Paulus?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui teologi dalam surat-surat paulus.

1
Drs. M.E Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, (Jakarta : Gunung Mulia, 2009), 87-89.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perjalanan Misi Paulus


Paulus adalah pilihan Allah untuk mewartakan kasih karuniaNya kepada semua orang
(Gal 1:15). Suatu yang menakjubkan bahwa seorang Saulus yang tadinya penganiaya
pengikut Kristus, sekarang dengan semangat bergelora mau mewartakan Kristus.
Perjalanan misi Paulus bukanlah sesuatu yang mudah, tetapi dia berani mengambil resiko
untuk menderita, menghadapi tantangan untuk Kristus. Perjumpaannya dengan Yesus
sebenarnya menjadi titik balik dari semuanya. Hidup Paulus mengalami perubahan ketika
berjumpa dengan Yesus.2
Adapun beberapa misi paulus, sebagai berikut:
1. Perjalanan Misi Pertama
Penulis Kisah Para Rasul menyusun perjalanan Paulus menjadi tiga perjalanan
terpisah. Perjalanan pertama, (Kis. 13-14) awalnya dipimpin oleh Barnabas, yang
mengambil Paulus dari Antiokhia menuju Siprus kemudian Asia Kecil (Anatolia)
selatan, dan kembali ke Antiokhia. Di Siprus, nama Yunani "Paulus" mulai dipakai
menggantikan nama Yahudi "Saulus". Di sini ia memarahi dan membutakan mata
Elimas si penyihir (Kis. 13:8-12) yang berusaha menghalang-halanginya
menyampaikan ajaran-ajaran mereka. Dari titik ini, Paulus digambarkan sebagai
pemimpin kelompok. Antiokhia dilayani sebagai pusat kekristenan utama dari
penginjilan Paulus.
2. Konsili Yerusalem
Kebanyakan sarjana setuju bahwa pertemuan penting antara Paulus dan jemaat
di Yerusalem terjadi di antara tahun 48-50, yang dijelaskan dalam Kisah Para Rasul
15:2 dan biasanya dilihat sebagai peristiwa yang sama dengan yang disebutkan oleh
Paulus dalam Galatia 2:1. Pertanyaan kunci yang diajukan adalah apakah non-Yahudi
yang bertobat perlu disunat. Pada pertemuan ini, Petrus, Yakobus (saudara Yesus
Kristus), dan Yohanes menyetujui misi Paulus bagi bangsa-bangsa lain. Meskipun
perjanjian dicapai pada Konsili Yerusalem sebagaimana yang dipahami oleh Paulus,

2
S. Agustiunus, Misi Paulus https://www.carmelia.net/index.php/artikel/pendalaman-kitab-suci/322-misi-paulus
(diakses 15 Mei 2022)

3
Paulus menceritakan bagaimana ia kemudian di depan umum mengkritik Petrus, atas
keengganan Petrus untuk makan bersama dengan orang Kristen non-Yahudi di
Antiokhia, setelah menerima kunjungan orang-orang Yahudi Kristen (karena secara
tradisi, orang-orang Yahudi dilarang makan bersama orang-orang bukan Yahudi).
Di dalam Surat Galatia, yang merupakan sumber utama dari insiden di Antiokhia ini,
Paulus mencatat perkataannya kepada Petrus: "Jika engkau, seorang Yahudi, hidup
secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara
saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?" (Gal. 2:11-14). Paulus juga
menyebutkan bahwa bahkan Barnabas (rekan seperjalanannya hingga saat itu) ikut-
ikutan bersikap seperti Petrus. Hasil akhir dari insiden tersebut masih belum jelas. The
Catholic Encyclopedia menyatakan: "catatan Paulus atas insiden itu tidak
meninggalkan keraguan bahwa Petrus melihat kebenaran dari teguran itu”
3. Perjalanan Misi Kedua
Dalam perjalanan misi kedua Paulus ditemani oleh Silas, mereka berangkat
dari Antiokhia, menuju Siria dan Kilikia, dan tiba di selatan Galatia. Di Listra,
Timotius bergabung dengan mereka. Mereka menyeberangi daerah Frigia dan
perbatasan Misia. Lalu mereka bergabung dengan Lukas di Troas. Dia memutuskan
untuk pergi ke Eropa dan di Makedonia ia mendirikan komunitas Kristen pertama
Eropa: Jemaat Filipi, Juga di Tesalonika, Berea, Atena dan Korintus. Dia tinggal
selama 1,5 tahun di Korintus, di rumah sepasang suami-isteri, Akwila dan Priskila
(Kis. 18:11). Masa tinggalnya ini bersamaan dengan waktu Galio menjabat singkat
sebagai Gubernur (prokonsul) di Akhaya dari 1 Juli 51 sampai 1 Juli 52. Pada musim
dingin tahun 51, ia menulis surat pertama kepada Jemaat Tesalonika, dokumen tertua
dari Perjanjian Baru. Tahun berikutnya ia kembali ke Antiokhia.
4. Perjalanan Misi Ketiga
Setelah tinggal di Antiokhia beberapa saat, Paulus pergi ke Galatia dan Frigia
untuk mendukung Gereja-Gereja yang telah ia dirikan pada perjalanan sebelumnya
(Kis. 18:23). Kemudian ia berkeliling pada wilayah barat Bitinia dan tiba di Efesus
dengan perjalanan darat. Di Efesus ia menulis surat pertamanya kepada orang-orang
Korintus pada tahun 54 dan surat kedua pada akhir 57. Setelah tiga tahun di Efesus,
Paulus kemudian mengunjungi Asia Kecil dan Yunani. Kemudian mendahului Lukas,
ia berlayar ke Troas, disertai beberapa murid-muridnya (Kis. 20:4), disebabkan karena
rencana pembunuhan terhadap dirinya oleh orang-orang Yahudi. Dan akhirnya ia
kembali ke Yerusalem dan bertemu dengan Yakobus di sana.

4
5. Penangkapan
Paulus tiba di Yerusalem tahun 57 membawa uang sumbangan yang
dikumpulkan untuk jemaat di sana dari kota-kota yang dikunjunginya. Ia disambut
hangat, tetapi juga ditanya dengan teliti oleh Yakobus mengenai tuduhan bahwa ia
"mengajar semua orang Yahudi yang tinggal di antara bangsa-bangsa lain untuk
melepaskan hukum Musa, sebab engkau mengatakan, supaya mereka jangan
menyunatkan anak-anaknya dan jangan hidup menurut adat istiadat Yahudi”. Paulus
dianjurkan untuk melakukan upacara pentahiran, supaya "semua orang akan tahu,
bahwa segala kabar yang mereka dengar tentang engkau sama sekali tidak benar,
melainkan bahwa engkau tetap memelihara hukum Taurat."
Tidak berapa lama setelah sampai di Yerusalem, Paulus ditangkap dengan
tuduhan membawa orang-orang bukan Yahudi ke dalam Bait Allah. Paulus dibawa ke
markas tentara Romawi dan dihadapkan kepada Gubernur Romawi Antonius Feliks di
Kaisarea. la ditahan selama 2 tahun, sampai Gubernur yang baru, Perkius Festus,
membuka kembali kasusnya pada tahun 59. Karena tidak mau diadili di Yerusalem,
Paulus menyatakan banding kepada Kaisar, sehingga kemudian ia dikirim ke Roma
dengan naik kapal.3

B. Teologi-Teologi Paulus
Surat-surat tersebut bukanlah karya teologi yang disusun dalam bentuk surat,
melainkan benar-benar surat, ditulis kepada orang yang benar benar hidup dan
menghadapi kehidupan nyata. Seandainya Paulus tidak merasa perlu menghadapi
penganjur kekristenan yang bercorak Yahudi di jemaat jemaat Galatia, kita tidak akan
memiliki Surat Galatia yang berisi penjelasan mengenai sikap orang Kristen terhadap
hukum Taurat. Jika tidak ada "kelompok-kelompok" di Korintus, kita tidak akan
mempunyai ajaran-ajaran penting yang terkandung dalam Surat 1 dan 2 Korintus Dan
jika Paulus tidak terlibat dalam masalah-masalah ini, maka mungkin dia tidak akan
pernah menulis Surat Roma. Surat-surat Paulus bukanlah hasil refleksi di balik pintu
tertutup, sewaktu duduk santai di kamar kerja, melainkan timbul dari pengalamannya

3
Marlon Butarbutar, Teologi Paulus (Klaten:Lakeisha, 2021), hal.17-20.

5
sebagai seorang perintis jemaat, dan isinya dengan sendirinya mencerminkan hal
tersebut.
Untuk memperoleh sajian yang jelas dan logis tentang pemikiran Paulus
melalui surat-surat, kita perlu memberi perhatian khusus kepada konteks di mana
surat-surat itu ditulis. Kalau kita membaca kata "gereja", maka kebanyakan orang
modern dengan sendirinya akan membayangkan sebuah gedung dengan arsitektur
khusus, atau suatu organisasi religius. Tetapi bagi Paulus artinya sangat berbeda, dia
tidak mengacu pada gedung maupun susunan birokratis, melainkan kepada kualitas
4
hubungan yang dijalin antara kelompok-kelompok manusia tertentu. Dalam
pembahasan dibawah ini akan dibahas tentang teologi-teologi Paulus dalam surat-
suratnya.
1. Kristologi
Teologi Paulus pada hakekatnya berisi, kristologi, maka tidak dimaksudkan
bahwa Paulus mempunyai Kristologi yang sistematis dan lengkap, yang dipakai
sebagai landasan dan titik pangkal untuk uraian-uraiannya yang lain, Memang benar
bahwa Paulus berbicara lebih banyak dan juga lebih eksplisit mengenai Kristus
daripada mengenai tema-tema yang lain.5
Di sini muncul lagi sifat teologi Paulus yang dirumuskan dalam bentuk surat,
artinya: dalam bentuk tanggapan atas pertanyaan dan persoalan konkrit dari jemaat.
Paulus memang banyak menulis mengenai Kristus dan secara eksplisit membahas
banyak pertanyaan kristologis. Tetapi Paulus tidak pernah mempunyai maksud atau
tujuan mau mengarang suatu teologi lengkap mengenai Kristus. Belum tentu bahwa
Paulus mempunyai suatu kristologi implisit. Paling sedikit ia tidak pernah
merumuskannya secara eksplisit. Biarpun banyak berbicara mengenai Kristus, tidak
ada suatu kristologi eksplisit dalam arti suatu refleksi teologis khusus dan uraian
sistematis serta lengkap mengenai Kristus. Dalam arti ini kristologi Paulus harus
disebut "implisit" (biarpun ada banyak pernyataan eksplisit mengenai Kristus).6
Dalam surat Paulus, nama Kristus biasa sekali dipergunakan. Dipakai lebih
dari 370 kali dalam corpus Paulinum. Bagi Paulus, nama tersebut sudah hampir
menjadi nama diri dan amat kerap dikatakan Yesus-Kristus atau Kristus-Yesus.
Seperti telah disebutkan, Paulus tidak mengenal pengakuan "Yesus adalah Kristus".

4
John Drane, Memahami Perjanjian Baru Pengantar Historis-Teologis (Jakarta:Gunung Mulia, 2009), hal.406-
4 07.
5
C. Groenen, Paulus Hidup, Karya dan Teologinya (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), hal. 6
6
Ibid.,

6
Rupa-rupanya ia mengambil alih nama Kristus itu dari Gereja purba. Tetapi kata
Kristus tetap merupakan suatu nama kehormatan, begitupun dalam karangan Paulus.
Juga di kalangan Yunani, meskipun arti Kristus tidak dimengerti lagi, namun tetap
terasa ke hormatan yang diungkapkan dengan nama itu. Kata Kristus adalah kata
dengan latar belakang yahudi. Dan Paulus mengambil-alih nama itu dari Gereja purba
di Palestina. Di jemaat-jemaat Paulus sendiri nama itu ke hilangan arti khususnya.
Tetapi Kristus tetap tinggal suatu nama kehormatan dengan arti yang khusus.7
Nama yang lebih khusus bagi kalangan Yunani adalah nama "Tuhan" Kyrios.
Dari Rom 10:9 kelihatan bahwa juga nama itu berhubungan langsung dengan
kebangkitan: "Jika kamu mengaku dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan, dan
percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati,
maka kamu akan diselamatkan". Pengakuan "Yesus adalah Tuhan" sama dengan
Allah membangkitkan Dia dari antara orang mati". Dengan nama "Tuhan"
diungkapkan kemuliaan yang diperoleh Yesus dengan kebangkitanNya (1 Kor 12:3;
Fip 2:11; juga 2 Kor 4:5). Tetapi kekhasan dari nama Tuhan ialah bahwa perhatian
dipusatkan pada kehormatan dan kemuliaan pribadi Yesus. Maka menurut
kebanyakan ahli nama ini berasal dari kultus. Pengakuan "Yesus adalah Tuhan"
seluruhnya terarahkan kepada pribadi Yesus dan mengakui kedudukannya sebagai
Tuhan yang mulia, yang berkuasa.8
Kemuliaan yang diperoleh Yesus dengan kebangkitanNya di kalangan yunani
tidak diungkapkan dengan nama "Khristos" yang seluruhnya bersifat dan berlatar
belakang yahudi, melainkan dengan nama kehormatan yang khas yunani, yakni
"Tuhan" (Kyrios). Dengan demikian memang tidak diungkapkan sifat historis,
khususnya tempat Yesus dalam sejarah keselamatan, tetapi segala perhatian langsung
diarahkan kepada kemuliaan dan kekuasaan pribadi Yesus. Lebih lagi, karena nama
"Kyrios" dalam LXX dipergunakan untuk Allah sendiri, maka dengan nama ini lebih
di ungkapkan keluhuran dan kedudukan tinggi Yesus. Dengan demikian kata "Kyrios"
tidak seluruhnya menggantikan nama "Khristos". Kata "Kyrios" mempunyai latar
belakang dan arti khusus. Bukan peristiwa keselamatan, melainkan pribadi Yesus
ditonjolkan. Akan tetapi, justru dalam kristologinya kelihatan bahwa Paulus sendiri
lebih berpikir dari latar belakang yahudi daripada dari alam pikiran yunani. Bagi

7
Ibid., hal.132
8
Ibid.,

7
Paulus, Kristus adalah pertama-tama seorang tokoh historis, jalan ke selamatan
Allah.9

2. Pembenaran
Tema pembenaran dalam teologi Paulus dikembangkan terutama dalam Roma
dan Gal. Kata "pembenaran" (dikaioosis) sendiri hanya terdapat dalam Rom 4:25 dan
Roma 5:18. Kata kerja "membenarkan" (dikaioun) terdapat 15 kali dalam Rom dan 8
kali dalam Gal; di samping itu hanya terdapat dalam 1 Kor 4,4 dan 6,11. Perlu
ditambahkan bahwa dalam Rom dan Gal pemakaian kata itu dibatasi pada teks-teks
tertentu: Rom 2:13. Seluruh ajaran Paulus mengenai pembenaran harus ditempatkan
dalam rangka soteriologinya. Pembenaran adalah dasar dari karya keselamatan Allah
yang dilaksanakan dalam Kristus. Pokok soteriologi Paulus ialah "prinsip solidaritas":
Karena Kristus bersatu dengan manusia dalam kematian, maka manusia bersatu
dengan Kristus dalam kebangkitan. "Allah mengutus PuteraNya sendiri dalam
kesamaan daging dosa dan karena dosa" (Rom 8:3); "Dia yang tidak mengenal dosa
telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh
Allah" (2 Kor 5:21). Tetapi kesatuan Kristus dengan kita dalam kematian merupakan
dasar untuk kesetian kita dengan Kristus dalam kehidupan: "Kami tahu, bahwa la,
yang telah membangkitkan Tuhan Yesus, akan membangkitkan kami juga bersama-
sama dengan Yesus" (2 Kor 4:14) Atau dengan kata lain: Yesus Kristus menjadi
miskin, sekalipun la kaya, supaya manusia menjadi kaya oleh karena kemiskinanNya
(2 Kor 8:9).
Dasar teologi mengenai pembenaran adalah solidaritas Kristus dengan
manusia dan proses penyelamatan ini oleh Paulus dirumuskan dengan tiga metafor:
gambaran "perdamaian", yang dikembangkan terutama dalam Rom 5:10-11 dan 2 Kor
5:18-20 Dalam Rom 3:25 gambaran ini dihubungkan dengan tema pembenaran dan di
situ juga terdapat metafor ketiga, yakni "penebusan" yang terdapat terutama dalam
Rom 3,24; 8,23; 1 Kor 1,30 Pokok gagasan "penebusan" ialah bahwa orang lain
mengambil alih nasib seseorang yang tidak mampu atau tidak berdaya lagi. Dalam
Perjanjian Lama Yahwe disebut "Penebus Israel" (Yes 41,14; 43, 14; 44,6.24). Dalam

9
Ibid., hal. 133

8
Perjanjian Baru Allah mengutus AnakNya untuk menebus (= membeli) mereka yang
ada di bawah Taurat (Gal 4,5).10
Yang mengesan dalam ketiga metafor ini ialah bahwa tindakan ke selamatan
selalu dilakukan oleh Allah: "Semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan
Kristus telah mendamaikan kita dengan diriNya; sebab Allah mendamaikan dunia
dengan diriNya oleh Kristus" (2 Kor 5,18-19). Begitu juga "Kristus oleh Allah telah
menjadi penebusan kita" (1 Kor 1,30); "Ia telah melepaskan kita dari kekuasaan
kegelapan dan memindah kan kita ke dalam kerajaan AnakNya yang kekasih; di
dalam Dia kita memiliki penebusan kita" (Kol 1,13-14). Dalam Rom 3,26 dikatakan
bahwa Allah "membenarkan orang yang percaya kepada Yesus". Dalam Flp 3 : 9 hal
yang sama dirumuskan berlawanan dengan Taurat: Paulus mencitacitakan supaya ia
"berada dalam Kristus bukan dengan kebenaranku sen diri karena mentaati hukum
Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu
kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan".
Adapun pembenaran oleh iman menurut paulus. "Tidak seorang pun yang
dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat" (Rom 3,20;
Gal 2,16). Paulus mempunyai dua alasan: (1) Karena tidak ada orang yang (dengan
sempurna) mengamali Taurat, dan (2) juga andaikata orang mentaati Taurat dengan
sepenuhnya, tidak ada gunanya sebab kebenaran datang hanya karena iman.
Alasan pertama tidak diuraikan oleh Paulus dengan jelas. Yang paling terang
adalah Roma 7,13-24: "hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual
di bawah kuasa dosa". Maka dalam Rom 8:3 ia dapat berkata: "apa yang tidak
mungkin dilakukan hukum Taurat, karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan
oleh Allah". Juga dalam Rom 2,1-29 ia menegaskan bahwa defacto orang yahudi
tidak menjalankan Taurat. Tetapi anehnya di dalam uraian itu sendiri ia menegaskan
bahwa "bangsa bangsa lain, yang tidak memiliki hukum Taurat, oleh dorongan diri
sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat" (ay 14; lih. juga ay 26-27).
Mengenai dirinya sendiri ia berkata dalam Flp 3,6 bahwa "dalam mentaati hukum
Taurat aku tidak bercacat". Gambaran Paulus dalam Rom 2,17-29 kiranya berat
sebelah dan terlalu hitam. Ia berbicara dengan istilah yang umum sekali: "Baik orang
yahudi, maupun orang yunani, semua ada di bawah kuasa dosa" (Rom 3,9; lih. ay 23).
Dalam Gal 3,10 disebut alasan yang kedua: Paulus berkata bahwa "semua orang, yang

10
Ibid., 162-163

9
hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk" dan ia membuktikan hal
itu dengan kutipan dari UI 27,26: "Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan
segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat". Dikatakan bahwa orang yang
melakukan Taurat akan hidup karenanya (ay 12), Tetapi tesis ini ditolak oleh Paulus
dalam Gal 3:11: "Bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena
melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: orang yang benar akan hidup oleh
iman". Tetapi Paulus mempergunakan Perjanjian Lama sesuai dengan adat kebiasaan
para ahli kitab dalam mengutip Kitab Suci. Maka Paulus di sini terang menolak
kemungkinan untuk di benarkan karena melakukan Taurat, tetapi menekankan bahwa
pembenaran itu hanya mungkin karena iman.11
Dalam Perjanjian Baru, Pembenaran/Penebusan dapat dimengerti dari fakta
Kristus khususnya melalui kematian dan kebangkitanNya. Dengan kematian dan
kebangkitan Kristus, Allah menyatakan karya penyelamatan atas manusia melalui
Pembenaran/Penebusan di dalam dan melalui Yesus Kristus.
Pentingnya kebangkitan Kristus untuk pembenaran sangat besar. Jika
kematian Kristus merupakan dasar bagi pembebasan orang berdosa, yaitu
pembenarannya, maka perlu ada bukti bahwa dasar ini berkenan kepada Allah. Bukti
ini ialah kebangkitan Kristus, suatu tindakan Allah yang menampakkan kuasa-Nya
dan juga merupakan penampakan tindakan pembenaran-Nya. Inilah agaknya makna
pernyataan dalam Roma 4:25, bahwa Yesus "dibangkitkan karena pembenaran kita".
Dapat dikatakan bahwa Sang Hakim menerima kematian Kristus sebagai pengganti
dan sekaligus membangkitkan-Nya dari antara orang mati untuk membela perkara
orang-orang yang untuk kepentingannya Ia sudah mati. M. Barth 1971: hlm. 53)
berkata bahwa "dengan membangkitkan Kristus dari an tara orang mati, Allah
mengungkapkan kodrat-Nya sendiri: Ia membuk tikan bahwa Ia adalah setia". Dalam
pengertian ini kebangkitan menegas kan kodrat Allah yang membenarkan: tindakan
ini bisa dipandang sebagai tanggapan kasih Allah kepada Anak-Nya dengan
mendudukkan-Nya ke sebelah kanan-Nya sendiri untuk membela perkara manusia.
Memang benar bahwa kebangkitan menampakkan kasih, tetapi kebangkitan itu juga
merupakan suatu ciri hakiki hukum dari pembenaran.12

11
Ibid., hal.167-168
12
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 2 (Jakarta: Gunung Mulia, 2008), hal 130

10
3. Eskatologi
Eskatologi bukan embel-embel pada teologi paulus juga bukan warisan dari
teologi yahudi yang sedikit banyak disesuaikan dengan iman kristian teologi Paulus
secara hakiki bersifat eskatologis, justru karena bersifat atologis. sebab titik pangkal
teologi paulus dan seluruh gereja purba adalah kebangkitan Kristus. Padahal
kebangkitan Kristus adalah permulaan zaman terakhir. Kristus adalah "Yang Sulung
dari orang-orang yang telah meninggal" (1 Kor 15,20), maksudnya: "Yang Sulung,
yang pertama bangkit dari antara orang mati" (Kol 1,18). Justru interpretasi
kebangkitan Kristus sebagai permulaan akhir zaman, merupakan ciri khas iman
kristiani. Kebangkitan Kristus tidak dilihat sebagai suatu peristiwa partikulir untuk
Yesus sendiri saja, melainkan tindakan penyelamatan Allah yang berarti permulaan
keselamatan yang definitif. Hubungan antara kebangkitan Kristus dan keselamatan
manusia secara khusus diuraikan oleh Paulus dalam 1 Kor 15,12-18. dan "andaikata
Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kamu dan sia-sialah juga
kepercayaan kamu" (ay 14); hal ini diulangi lagi dalam ay 17 dan ditambahkan "kamu
masih hidup dalam dosamu". Tidak hanya dikatakan bahwa kebangkitan Kristus
berkaitan langsung dengan kebangkitan umum. Dinyatakan bahwa tanpa kebangkit an
Kristus iman kosong, atau dengan lain kata isi pokok iman ialah kebangkitan Kristus.
Dan iman akan kebangkitan Kristus berarti pembebasan dari dosa. 13

4. Moral
Eskatologi Paulus merupakan latar belakang untuk moralnya. Ajaran moral
Paulus hanya dapat dimengerti dalam ketegangan antara "sudah" dan "belum"
"Dunia seperti yang kita kenal sekarang ini berlalu" (1 Kor 7:31). Oleh karena itu:
"Janganlah menjadi serupa dengan dunia ini" (Rom 12:2). Sebab "kita yang telah
menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati sambil menantikan
pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita" (Rom 8,23). Kita sudah
menerima "karunia sulung", artinya: permulaan. Dari satu pihak harus dikatakan
bahwa kita sudah ditebus dan dipersatukan dengan Kristus. Tetapi dari lain pihak
"kita diselamatkan dalam pengharapan" (Rom 8,24).
Dari situasi ini ditarik kesimpulan dalam Kol 3,1-3: "Kalau kamu
dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus

13
Ibid., hal. 245-246

11
ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di
bumi. Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersem bunyi bersama dengan Kristus di
dalam Allah". Kehususan situasi orang beriman sekarang, yang berarti ketegangan
eskatologis antara "sudah" dan "belum", merupakan dasar dan motivasi pokok untuk
moral Paulus. "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah Bait Allah dan bahwa Roh
Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan Bait Allah, maka
Allah akan membinasakan dia. Sebab Bait Allah adalah kudus dan Bait Allah itu ialah
kamu" (1 Kor 3:16-17). "Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang
hidup tidak lagi hidup untuk dirinya sen diri, tetapi untuk Dia yang telah mati dan
telah dibangkitkan untuk mereka" (2 Kor 5:15). "Barangsiapa menjadi milik Kristus
Yesus, ia telah me nyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.
Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh, dan janganlah
kita gila hormat, janganlah kita saling menantang dan saling mendengki" (Gal 5:24-
26), "Kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh-dosa
kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa" (Rom
6,6).
Ketegangan eskatologis, yang juga diungkapkan dengan "pembenaran karena
iman"56) berarti bahwa kita harus "mengerjakan keselamatan dengan takut dan
gentar" (Flp 2:12). "Dalam Kristus, Allah telah memilih kita sebelum terletaknya
dasar jagat raya, supaya kita hidup kudus dan tak bercela di hadapanNya, dalam cinta"
(Ef 1:4) Dari satu pihak dikata kan bahwa Kristuslah "kebijaksanaan, kebenaran,
pengudusan dan penebusan kita" (1 Kor 1:30). Tetapi bersama dengan itu dikatakan
pula: "Inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi per
cabulan" (1 Tes 4:3). Memang benar bahwa "Allah damai sejahtera me nguduskan
kamu seluruhnya" (1 Tes 5:23), begitu juga Paulus mendesak bahwa "sekarang harus
menyerahkan anggota-anggota tubuh menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu
kepada pengudusan" (Rom 6,19; lih. ay 22). Walaupun benar bahwa isi moral Paulus
sering kali tidak berbeda dengan moral dunia sekelilingnya, namun arti hidup moral
sangat khusus bagi Paulus. Dengan kebaikan hidup dinyatakan dan diungkapkan
kesatuan dengan Kristus.14
Moral Paulus pertama-tama berupa ajaran mengenai sikap dasar. Pada
pandangan pertama moral Paulus sangat umum: "Hiduplah oleh Roh" (Gal 5,16);

14
Ibid., hal. 303-306

12
"hendaklah kamu penuh dengan Roh" (Ef 5,18). "Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah
berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehen daki Allah
di dalam Kristus Yesus bagi kamu" (1 Tes 5,16-18). "Lakukan lah semuanya dalam
nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita" (Kol
3,17). Dalam Gal 5,22-23 ia menyebut "buah Roh" dan menyebut beberapa
keutamaan yang sebenarnya cukup umum di dalam moral kafir juga. Tetapi justru
itulah yang memperlihatkan bahwa moral Paulus adalah pertama-tama sikap dasar:
hidup oleh Roh. Dan segala sesuatu yang dilaksanakan secara konkrit merupakan
perwujud an dari sikap dasar itu, yang berulang kali disebut "mengucap syukur".15

5. Ekklesiologi
Kata "Gereja" atau "jemaat" pada Paulus selalu berarti jemaat setempat.
Dalam corpus paulinum kata "ekklèsia" terdapat 62 kali termasuk tiga kali dalam
surat pastoral). Dalam Galatia 1,13 ia berkata bahwa ia "menganiaya jemaat Allah
tanpa batas" (lih. juga 1 Kor 15,9; Flp 3,6). Jemaat adalah jemaat Allah sejauh
berkumpul "dalam Kristus": "Gereja Allah yang telah di kuduskan dalam Kristus" (1
Kor 1:2; lih. Rom 16,16; Gal 1,22). Karena hubungannya dengan Israel, maka kata
"jemaat Allah" adalah istilah dari sejarah keselamatan. Sekaligus tidak kehilangan arti
profannya, yakni kumpulan setempat. Dengan demikian Paulus dapat menyebut
jemaat setempat sebagai "jemaat Allah" dan dengan demikian menempatkannya
dalam keseluruhan sejarah keselamatan.
Paulus cukup kerap memakai kata "tubuh Kristus", dan tidak hanya untuk
menunjukkan Gereja saja. Dalam Rom 7:4 dikatakan "kamu telah mati bagi hukum
Taurat oleh tubuh Kristus". Yang dimaksud di sini kira nya "bahwa kamu telah mati
bagi dosa, tetapi hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus" (Rom 6:11). Orang yang
dibaptis "telah mati dengan Kristus" dan berpartisipasi dalam kematian Kristus berarti
mati untuk Taurat, "sebab kematian Kristus adalah kematian terhadap dosa, satu kali
untuk selama-lamanya" (Rom 6,10). Kesatuan dengan Kristus oleh Paulus dilihat
amat konkrit sekali. Hal itu diungkapkan dengan jelas sekali dalam konteks ekaristi:
"Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus?"
(1 Kor 10,16). Kiranya 1 Kor 12,27 harus dibaca dalam arah yang sama: "Kamu
semua adalah tubuh Kristus". Dimulai dengan berkata "tubuh tidak terdiri dari satu

15
Ibid., hal. 310

13
anggota, tetapi atas banyak anggota" (ay 14). Hal itu kemudian diuraikan secara
mendetail dan disimpulkan dengan berkata bahwa "kamu semua adalah tubuh Kristus
dan kamu masing-masing adalah anggotanya" (ay 27). Kiranya hal itu harus
diterangkan dari 12,4-11 yang berbicara mengenai Roh: "Semuanya ini dikerjakan
oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang
secara khusus, seperti yang dikehendakiNya" (ay 11); "dalam satu Roh kita semua
telah dibaptis menjadi satu tubuh" (ay 13). Hal itu dengan jelas lagi tampak dalam
Rom 12,4-5: "Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota,
demikian juga kita adalah satu tubuh di dalam Kristus". Juga di sini Paulus
mempergunakan gaya bahasa yaitu, tubuh untuk membicarakan kesatuan para
anggota, tetapi kesatuan tubuh ini dengan jelas diakarkan "dalam Kristus".16

16
Ibid., hal. 331-335

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah yang berjudul “Teologi dalam Surat-
Surat Paulus” adalah bahwa Susunan surat-surat Paulus pada permulaan ditulis siapa
pegirimnya, lalu berturut-turut di sebut; salam, isi (dalam surat Paulus pada umumnya
terbagi atas dua bagian yakni: pegajaran dan nasihat untuk kehidupan baru), ucapan salam
permohonan berkat, jadi, bentuknya sama benar namun isinya sangat berbeda. Perjalanan
misi Paulus bukanlah sesuatu yang mudah, tetapi dia berani mengambil resiko untuk
menderita, menghadapi tantangan untuk Kristus. Perjumpaannya dengan Yesus
sebenarnya menjadi titik balik dari semuanya. Hidup Paulus mengalami perubahan ketika
berjumpa dengan Yesus. Surat-surat tersebut bukanlah karya teologi yang disusun dalam
bentuk surat, melainkan benar-benar surat, ditulis kepada orang yang benar benar hidup
dan menghadapi kehidupan nyata. Teologi-teologi Paulus dalam surat-suratnya mencakup
pada Kristologi, pembenaran, eskatologi, moral dan ekklesiologi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Duyverman Drs. M.E, 2009, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, Jakarta : Gunung Mulia.

Agustiunus S., Misi Paulus https://www.carmelia.net/index.php/artikel/pendalaman-kitab-

suci/322-misi-paulus (diakses 15 Mei 2022)

Butarbutar Marlon, 2021, Teologi Paulus, Klaten : Lakeisha.

Drane John, 2009, Memahami Perjanjian Baru Pengantar Historis-Teologis Jakarta:Gunung

Mulia.

Groenen C, 1983, Paulus Hidup, Karya dan Teologinya Jakarta: BPK Gunung Mulia,

Guthrie Donald, 2008, Teologi Perjanjian Baru 2 Jakarta: Gunung Mulia.

16

Anda mungkin juga menyukai