A. Pengertian Konseling
!1
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
konselor pada satu pihak, dan penerima nasihat, dsb yang
disebut konseli dalam suatu interaksi yang dinamis.
b. Konseling memiliki tujuan yang jelas yaitu memberikan
pertimbangan guna membuat keputusan yang bijaksana.
tekanan utama dalam ‘memberikan pertimbangan’
menjelaskan bahwa konselor bertanggungjawab
membimbing konseli untuk mengembangkan ‘rasa
tanggungjawab’ guna membuat keputusan yang bijaksana
bagi dirinya sendiri.
c. Konseling terarah kepada fokus utama, yaitu mencari jalan
keluar atau solusi berdasarkan pertimbangan dan
keputusan yang bijaksana di atas. cirri-ciri dari jalan keluar
ini terlihat pada adanya dinamika mengatasi masalah (dari
berbagai sumber penyebab) dan adanya penanganan dan
penyelarasan perilaku dari yang negatif kepada yang positif
– perkembangan pribadi kearah yang lebih baik. di sini
terlihat bahwa fokus utama dari konseling ini terarah pada
upaya membangun dan membina karakter pribadi yang
ditandai oleh adanya sikap/perilaku yang
bertanggungjawab.
Rogers, seperti yang dikutip oleh Abineno, berkata bahwa,
“Maksud konseling ialah supaya konseli dapat melihat dirinya sendiri
dan dunia sekelilingnya secara realistis, sehingga ia dapat menjadi
orang yang benar-benar adalah dirinya sendiri, dan yang tidak hanya
hidup sesuai dengan apa yang diharapkan orang lain daripadanya,
tetapi supaya ia beroleh keberanian untuk mengungkapkan apa yang
ada di dalam dirinya”. Selanjutnya, Hulme berkata bahwa tujuan
konseling ialah bukan saja “pemecahan persoalan”, tetapi juga
“kematangan orang yang dikonsel”, sehingga ia lebih mampu
menghadapi persoalan-persoalan yang akan ia temui nanti.
Melengkapi penjelasan tentang konseling seperti di atas,
Magdalena Tomatala mengutip beberapa pendapat para pakar
pendidikan yang telah berupaya membuat definisi tentang konseling:
Konseling adalah suatu usaha untuk membantu konseli
memperoleh pengertian dan bertanggungjawab atas dirinya sendiri
(Gibbson). Definisi ini menegaskan bahwa konseling adalah upaya
memberi pengertian bagi konseli untuk memahami diri atau masalah
yang dihadapainya dengan tujuan agar konseli sendirilah yang
mengambil tanggung jawab untuk mengatasi masalah yang di
hadapainya tersebut.
Konseling adalah suatu usaha membawa konseli untuk
mendapat pemahaman dan pengenalan akan dirinya sendiri,
!2
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
memperkaya konseli dalam mengambil keputusan, menghubungkan
minat, bakat dengan perencanaan, pendidikan dan
mengidentifikasikan keinginan serta kemampuannya untuk
mencapai tujuan hidup yang berarti (Higgins). Definisi ini berkenaan
dengan tiga hal penting yaitu, bahwa konsling berhubungan dengan
pemahaman, pengenalan, dan memperkaya diri (konseli) yang
memberikan kemampuan untuk membuat keputusan berkenaan
dengan upaya mengembangkan serta mencapai hidup yang lebih
berarti.
Konseling adalah pemberian bantuan kepada konseli supaya ia
dapat mengalami dan mengevaluasi segala situasi dan segala
keterbatasannya dalam mengembangkan penyelesaian masalah atau
persoalannya (Feder). Feder melihat konseling sebagai upaya
memberikan bantuan (bukan mengambil tanggung jawab dari
konseli) kepada konseli sehingga ia dapat mengenal/memahami dan
mengevaluasi keterbatasan dirinya – yang akan memberikan
kemampuan kepadanya untuk mencari jalan (sendiri) – bagaimana
menagani serta mengatasi/menyelesaikan masalah/persoalan yang
dihadapinya secara pribadi.
Konseling adalah suatu proses untuk membatu konseli
mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
dihadapainya (Tyler). pertanyaan-pertanyaan itu adalah:
- Apakah persoalannya mengenai sesuatu hal yang dihadapainya
berlanjut, atau hal tersebut terjadi dan berakhir sampai saat itu
saja?
- Apakah persoalannya dapat diatasi secara langsung atau
masalahnya cenderung menambah kekalutan?
- Bagaimanakah ia menjajaki persoalan itu secara pribadi? Tyler
dalam definisinya ini menjelaskan secara langsung bahwa
konseling berkenaan dengan upaya menolong konseli, agar ia
mampu menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan
kemampuan yang ada padanya.
Konseling adalah hubungan individu antara konselor dengan
koseli dalam upaya membimbing konseli agar ia dapat
mengintegrasikan pengertian diri dengan situasi sehingga ia dapat
mengambil keputusan dan menguasai dirinya secara bijaksana
(Isacsion). Definisi ini menegaskan bahwa konseling adalah upaya
memberi bantuan yang bersifat membangun kesadaran orang yang
dibimbing (konseli) sehingga ia menjadi sadar akan masalahnya dan
mencari jalan keluar yang tepat untuk mengatasi masalahnya
tersebut. hal yang menarik dari definisi ini adalah bahwa hubungan
antara konselor dengan konseli adalah dasar utama untuk menolong
!3
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
konseli membuat keputusan (yang tepat) dan mengendalikan diri
sehingga ia menjadi manusia bijaksana.
3. Konselor
Istilah konselor (counselor), secara umum berarti seseorang
yang berkompeten memberi nasihat, petunjuk, peringatan, teguran,
dorongan dan ajaran. Konselor menurut Rogers berperanan sebagai
!4
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
pendorong yang memampukan klien (konseli) agar mengungkapkan
dan memahami perasaan-perasaannya yang sesungguh-sungguhnya.
!5
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
mengarah pada sikap terlalu menguntungkan atau terlalu
meremehkan sejumlah konseli.
Memang tidak mudah memiliki semua kualitas seperti di atas,
tetapi semua daftar kualitas di atas sebenarnya merupakan kualitas-
kualitas yang harus dimiliki dan diperjuangkan dalam peraktik
konseling oleh konselor.
4. Konseli
Konseli adalah orang yang mempunyai kebutuhan akan
sesuatu; dalam hal ini ini, ia membutuhkan pertolongan untuk
menghadapi masalah-masalah hidup yang sedang di alaminya.
Konslei (Conselee), yaitu orang (yang bermasalah) yang
memerlukan konseling, yang karena keadaannya (permasalahannya/
kebutuhannya) ia membutuhkan pertolongan seorang konselor untuk
memberikan petunjuk serta pertimbangan kepadanya agar ia dapat
!6
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
keluar dari permasalahan yang sedang dialaminya. Konseli bisa siapa
saja, yang ditandai oleh adanya masalah atau kebutuhan yang
mendesak/menekan, yang tidak dapat di atasinya sendiri tanpa
pertolongan atau bantuan orang lain khususnya dari seorang
konselor.
Konseli dapat ditolong apabila ia menyadari bahwa ia memiliki
masalah dan ia pun bersedia mengungkapkan hal-hal penting di
bawah ini:
a. Ia harus sanggup membahasakan masalah yang dihadapi/
dialaminya sehingga dapat dipahami oleh konselor
b. Ia harus berani mengungkapkan masalahnya dengan jujur dan
terbuka agar konselor dapat membimbingnya menemukan solusi
yang tepat
c. Ia harus insaf akan tanggung jawab yang patut dipikulnya sendiri
di mana ia perlu mengambil keputusan atau tanggung jawab atas
masalah yang dihadapinya, dan bukan menimpakan kepada orang
lain.
Konseli atau orang yang mempunyai kebutuhan untuk ditolong
dapat digambarkan sebagai pribadi yang memiliki kehormatan,
pribadi yang unik, pribadi yang dinamis dan pribadi yang
bertanggungjawab:
1. Pribadi yang memiliki kehormatan
Sebagai pribadi yang memiliki kehormatan, konseli harus
diperlakukan dengan penuh hormat dan layak sesuai dengan
martabatnya yang mulia. bersikap sopan kepadanya merupakan
satu cara yang baik untuk memperlihatkan penghargaan kita
kepadanya. Bagi konselor, bersikap demikian terhadpa konseli
akan memperkuat relasi postif yang dibutuhkan dalam sebuah
konseling yang efektif.
!7
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
3. Pribadi yang dinamis
Memperlakukan seseorang sebagai pribadi dinamis berarti berkata
kepadanya bahwa ia tidak ditentukan secara mutlak oleh masa
lampaunya, oleh peristiwa-peristiwa hidup, pengalaman-
pengalaman masa kecil, lingkungan sekitar, atau faktor-faktor
bawaan. Ia mempunyai kemampuan untuk berubah. Ini
merupakan keyakinan utama yang harus kita miliki, sebab kita
akan gagal menolong orang lain jika kita tidak memiliki keyakinan
bahwa mereka dapat berubah. Kita akan lebih terbantu jika
bersikap terbuka terhadap kemungkinan bahwa perubahan dapat
terjadi dalam banyak cara.
!8
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
kehadiran Allah yang masih terus berlaku (Yoh.5:17). Melalui para
konselor Kristen, Allah berkarya menasehati, membimbing,
menolong, membebaskan anak-anak Tuhan yang terjerat dalam dosa
dan kelemahan pribadi. Bahkan melalui pelayanan konseling, Roh
Kudus membimbing orang-orang percaya dalam proses penyucian
yang akan membentuk mereka menjadi serupa dengan Kristus (Rom.
8:29).
Istilah “Counsellor” sudah dipakai dalam Perjanjian Lama,
misalnya dalam 1 Taw. 27:32, “Yonathan, saudara ayah Daud adalah
seorang “counsellor” (Dalam Bahasa Ibrani: “Yo eets” yang berarti
Penasehat). Istilah ini juga muncul dalam Yesaya 9:5 dalam
nubuatan mengenai kedatangan Yesus. Sedangkan dalam Perjanjian
Baru, terdapat sejumlah kata Yunani yang berhubungan dengan
pengertian “konseling”, sebagai berikut:
“Kami juga menasehati (parakaleo) kamu, saudara-saudara,
tegorlah (nouthetheo) mereka yang hidup dengan tidak tertib,
hiburlah (paramutheomai) mereka yang tawar hati, belalah
(antekhomai) mereka yang lemah, sabarlah (makrothumeo)
terhadap semua orang” (1 Tes. 5:14).
- Parakaleo memiliki arti menasehati, mendorong, mendukung,
menghibur.
- Nouthetheo memiliki arti memberi pengertian, mengingatkan dan
menegur
- Paramutheomai memiliki arti menghibur, menguatkan
- Antekhomai memiliki arti memberi perhatian, memegang teguh
atau memegang erat
- Makrothumeo memiliki arti bersabar.
Dari beberapa istilah tersebut di atas, nyata dengan jelas
bahwa Tuhan memanggil dan menghendaki kita umat Tuhan untuk
saling menguatkan, mendorong, menghibur dan menasehati satu
dengan yang lain supaya yang lemah dikuatkan dan yang memiliki
masalah dapat memperoleh jalan keluar sehingga tampil sebagai
pemenang atas pencobaan, dosa dan setan.
C. Prinsip Konseling
!9
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Di bawah ini ada beberapa hal penting dari prinsip konseling
yang perlu diperhatikan dengan baik oleh konselor Kristen:
!10
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
setelah percakapan yang berlangsung lama, terangkat secara
bertahap.
!11
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
dosa yang dilakukannya pada masa lalu, atau memang dia merasa
ditolak oleh orang lain/lingkungannya. Oleh karena itu kita perlu
memohon bimbingan dan kuasa Roh Kudus menyadarkannya.
!12
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
atau ringannya suatu masalah antara konselor dengan konseli
dapat menimbulkan masalah lain.
!13
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
impulsive dan kurang pemahaman mengenai masalah itu
sendiri. Hal ini harus dihindari. Setelah proses percakapan
barulah konselor akan benar-benar tahu apa yang sebenarnya
terjadi.
!14
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
melainkan sampai sejauh mana dia bisa mengalami dan
merasakan campur tangan Tuhan.
D. Teori-teori Konseling
1. Teori Larry Crabb
Setiap orang membutuhkan perasaan tenang dalam hidupnya.
Masalah yang dihadapi oleh seorang konseli bukan saja merampas
ketenangan dalam hidupnya, tetapi dapat saja membawa
kehancuran. Dengan demikian, tugas konselor harus diarahkan pad
aupaya menolong konseli untuk memperoleh ketenangan. Setiap
masalah yang muncul memiliki sebab akibat yang brhubungan erat
yang melibatkan faktor pikiran, perasaan, dan kehendak, yang
dampaknya mempengaruhi jiwa, roh dan fisik.
Dalam upaya menangani masalah yang dihadapi konseli,
konselor dapat menggunakan tujuh tahap dasar bimbingan dari teori
Larry Crabb berikut ini:
!15
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
masalah yang dihadapinya. Pada tahap ini, konseli sedang
ditolong untuk berbijak hati menerima denga terbuka
permasalahan yang muncul dari masalah perasaan, tingkah laku,
dan pemikirannya sendiri untuk kemudian beralih pada tahap
pemulihan dengan
mengikuti tahap selanjutnya (4-7)
e. Memastikan komitmen
Pada tahap ini, konselor telah dapat dan harus memastikan
komitmennya untuk ingin atau mau berubah dari masalah
perasaan, tingkah laku dan pemikiran yang positif sesuai dengan
ajaran Alkitab. Dapat dikatakan bahwa tahapan konsling pada
tahap 4 dan 5 ditandai dengan kehendak baik/kemauan baik
untuk berubah kepada yang benar/baik.
!16
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
positif Alkitabiah yang membawa kemuliaan bagi Allah dan berkat
pemulihan dalam kehidupan konseli.
!17
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
agresif, yang menunjukkan suatu keinginan yang kuat untuk
memperoleh kebebasan. Perlu dicermati bahwa pad atingkat
psiko-seksual oral, di mana si bayi menghisap jari, ia sedang
melepaskan ketegangannya. Di sini si bayi secara psiko-seksual
melepaskan ketegangan dalam ketergantungan akan pengawasan
orang tua dan keinginan untuk bebas yang terbatas.
!18
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
orang tuanya yang berjenis kelamin yang sama. Perkembangan
identifikasi diri anak dengan ibu atau ayahnya terlaksana secara
emosi. Di sini anak cenderung memiliki hubungan emosi dengan
orang tua, yang tanpa disadari si anak mengembangkan
pemindahan hubungan interaksi antara ayah atau ibu. Pada
tahap ini, perkembangan si anak akan terganggu apabila
emosinya terganggu (dikebiri). Perkembangan ini terjadi tatkala si
anak berusia sekitar lima tahun, di mana ia mulai menuntut
supaya haknya diperhatikan. Sebagai contoh, si anak menuntut
haknya dengan cara meminta minum di malam hari, di mana ia
mau kalau ibunya yang mengambil dan bukan ayahnya.
!19
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
f. Psiko-seksual tingkat latensia
Psiko-seksual tingkat latensia terjadi pada tahap anak berumur
8-12 tahun. pada umumnya masa ini disebut dengan masa
keadaan dimana ‘emosi relative istraha’. Tahap ini adalah masa
membiarkan kedewasaan jasmani bertumbuh seimbang dengan
kedewasaan jiwa. Pada masa ini anak ingin bebas untuk bermain,
bergembira, dan mengembangkan dirinya, sebagai bagian dari
perkembangan kepribadiannya secara menyeluruh.
!20
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Manfaat khusus dari teori Freud ini bagi konseling Kristen
dapat dilihat dari adanya tiga faktor penting, yang menurut Freud
sendiri sangat mempengaruhi setiap individu. Ketiga faktor tersebut,
yaitu:
Perlu di sadari bahwa teori Freud ini tidak dapat dipakai secara
“mutlak hitam-putih” untuk memahami kepribadian seseorang
konseli, tetapi paling tidak, konselor dapat melihat rangkaian sebab-
akibat perkembangan diri seseorang konseli, yang “sangat mungkin”
mempengaruhi tindakan serta masalah yang terjadi pada dirinya.
Dengan jalan ini, konselor akan tertolong untuk mengadakan analisis
terhadap konselinya dan menemukan penyebab dari masalah yang
sedang digumuli olehnya.
!21
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Pendekatan Rogers terhadap kepribadian harus dipahami
melalui pengalaman-pengalaman manusia sendiri secara individu,
tentang apa yang dianggap sebagai “nyata” bagi setiap konseli. Apa
yang nyata bagi setiap konseli ini adalah bagian dari persepsinya
yang unik tentang realitas. realitas ini tergantung pada pengalaman
perceptual setiap individu. Dengan demikian, ketika seseorang
konselor bersiap untuk menolong konselinya, ia diharapkan untuk
memberikan bimbingan yang mengarahkan konseli agar melakukan
sesuatu yang berguna bagir dirinya sendiri.
5. Teori C. Narramore
!22
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Teori Narramore ini dikhsuskan untuk melayani para pemuda
(konselinya orang muda). Tindakan ini melihat proses bimbingan
untuk mengisi kebutuhan dasar kaum muda sebagai suatu uapaya
yang sangat penting. Dalam konseling, moto pelajaran bimbingan
yang diangkat Narramore adalah, “Berilah bimbingan kepada orang
muda sesuai dengan kebutuhannya pad awaktu yang tepat dan di
manapun dia berada; karena boleh jadi mereka tidak menemukan
bimbingan dari siapapun dan dari manapun setelah lewat masanya”.
Penegasan ini sesuai dengan Amsal 22:6 yang menegaskan
bahwa , “Didiklah seorang muda menurut jalan yang patut baginya,
maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan
itu”.
Dengan menyadari bahwa orang muda berada pada masa
transisi yang ditandai oleh berbagai gejolak dan masalah, maka
konselor perlu menyediakan upaya bantuan yang memadai. Konselor
perlu berperan sebagai seorang pendidik, agar ia dapat
mengupayakan pertolongan yang memadai bagi si konseli yang
dihadapinya. Beberapa hal penting yang perlu dilakukan:
a. Pendampingan – dimana konselor berupaya menolong
konseli dengan mendampinginya
b. Modeling – dimana konselor menjadi model yang dapat
dipercaya dan dipanut
c. Pengajaran – dimana konselor memberikan bimbingan
dengan mengajarkan kebenaran yang meneguhkan
pemulihan diri konseli.
!23
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Kalau konseling diterima sebagai proses, maka kita juga perlu
selalu berusaha memahami bagaimana kita mempengaruhi proses ni
sehingga dapat menghasilkan perubahan-perubahan yang baik pada
diri konseli.
Jadi, Proses tahapan konseling adalah langkah-langkah
bantuan yang disusun dari hasil interaksi atau kerjasama antara
konseli dengan konselor dalam mencari jalan keluar untuk
memecahkan masalah yang dihadapi konseli.
a. T a h a p P e n d a h u l u a n – p e n g e r t i a n ( i n t r o d u c t i o n -
understanding)
Pada tahap pendahuluan ini ada tiga tujuan yang harus dicapai,
antara lain:
!24
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Sejak permulaan memang sangat perlu untuk membangun
hubungan baik dengan konseli, agar ia merasa nyaman dan
rileks serta dapat mempercayai anda sebagai konselor
Memang kadang-kadang konseli menemui kesulitan untuk
mengemukakan persoalannya kepada konselor dan mungkin
bebrapa waktu tidak ada salahnya jika kita memulai
pembicaraan mengenai hoby, cuaca atau hal-hal lain yang
akan menyinggung pada persoalannya nanti. Konselor harus
tetap menunjukkan bahwa ia bersedia menolong dan
mendengar dengan baik, karena ini merupakan dorongan yang
terutama pada saat-saat permulaan.
!25
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
- Apakah konseli mengalami krisis itu sebagai ancaman,
kehilangan, atau tantangan?
- Bagian manakah yang terganggu di dalam pribadi konseli?
- Adalah sangat baik memberi tahu hasil evaluasi atau
analisis anda tentang krisis yang dialami konseli, dan
tanyakan masalah mana yang paling menekannya.
3. Ketrampilan Konselor
Penting bahwa konselor mampu menyesuaikan diri dengan
topik pembicaraan konseli. Konseli bisa saja berbicara tentang
masalah-masalah yang berbeda atau aspek berbeda dari satu
masalah. Kadang-kadang ia akan beralih dari satu topik ke topik
lainnya. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan di pihak konselor.
Agar dapat mengikutinya dengan baik, konselor dituntut untuk
mendengarkan secara cermat. Kamampuan menanggapi apa yang
disampaikan/dibicarakan konseli mencakup sejumlah ketrampilan
!26
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
dalam wawancara. Anthony Yeo meringkas ada sejumlah ketrampilan
yang harus dimiliki oleh konselor dalam merespon konseli selama
proses konseling, sebagai berikut:
a. Paraphrase (parafrase)
Yaitu pengulangan kata-kata dan pemikiran-pemikiran kunci
dari konseli dalam rumusan-rumusan yang menggunakan kata-
kata konselor sendiri. Cara ini dipergunakan konselor dengan
maksud memberi tahu konseli bahwa ia sedang mendengarkan
apa yang dikatakan dan ingin mendengar lebih banyak lagi.
Contoh Kalimat-kalimat paraphrase antara lain: “Saya
mendengar Anda berkata…. “ atau “Kelihatannya Anda
bermaksud mengatakan…”.
c. Interpretation (penafsiran)
Ketrampilan ini mencakup pemberian nama dan penggambaran
secara positif pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan dan
perilaku konseli. Penafsiran akan memberi satu cara pandang
alternative bagi konseli sehingga ia dapat melihat dirinya sendiri
dan masalah-masalahnya dengan cara yang berbeda. Pada
gilirannya hal ini akan membentuk pemahaman yang lebih baik
tentang apa yang terjadi dalam hidupnya.
Salah satu contoh adalah sbb: “Menurut saya, kelihatannya
Anda memang lemah karena tidak dapat mengatasi masalah-
masalah Anda. Meskipun demikian, Anda pasti mempunyai
keberanian sehingga Anda datang dan mengungkapkan
masalah-masalah Anda pada saya, mengingat kita tidak
sungguh-sungguh saling mengenal. Ada banyak orang yang
!27
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
terlalu takut untuk datang dan berbicara dengan saya, tidak
seperti Anda”.
Dengan menafsirakan secara berbeda apa yang mereka katakana
dan lakukan, kita dapat mengatakan kepada mereka bahwa kita
berada di pihak mereka untuk membantu mereka mengatasi
masalah-masalah mereka secara positif dan konstruktif.
d. Summarization (peringkasan)
Dalam proses konseling, baik jika konselor selalu mencatat
pemikiran-pemikiran, perilaku, perasaan-perasaan konseli.
Kemudian menyampaikannya pada konseli sebagai satu umpan
balik dari apa yang sudah didengar oleh konselor. Intinya,
“Ringkasan merupakan cara untuk meninjau ulang isi
wawancara, mengumpulkan kembali unsure-unsur umum dan
rinciannya. Ringkasan juga memberi konselor satu kesempatan
untuk mengetahui apakah pemikirannya itu tepat atau tidak”.
Contoh: “Dari seluruh pembicaraan kita hari ini dapat kita
simpulkan bahwa Anda pada saat ini sedang mengalami
masalah yang berhubungan dengan pekerjaan Anda…..dst”.
Peringkasan juga sangat membantu untuk menentukan akhir
atau awal suatu pertemuan berikutnya
e. Clarification (penajaman)
Seorang konselor tidak boleh mengandaikan bahwa ia
mengetahui secara tepat apa yang dikatakan konseli. Jika ada
keragu-raguan, lebih baik koselor berusaha mempertajam
maksudnya. Bahkan jika tidak ada keraguan tertentu,
penajaman membantu memperluas makna isi gagasan dan
perasaan-perasaan.
Kalimat-kalimat kunci untuk penajaman seperti: “Apakah Anda
bermaskud untuk berkata…? “Saya tidak begitu yakin bahwa
saya mengerti apa yang Anda maksudkan…”Apa yang Anda
maksudkan ketika Anda berkata….”.
Penajaman tidak hanya membantu konselor, tetapi juga
membantu konseli dalam menggali pernyataan-pernyataannya
dan makna yang melekat dalam kata-kata yang
dipergunakannya.
!28
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Penggunaan pertanyaan-pertanyaan secara efektif akan
membantu dalam mengawali percakapan. Pada prinsipnya,
konselor ingin mendapatkan informasi yang lebih banyak dan
lengkap mengenai keadaan konseli. Tetapi sayangnya, ada
konselor -konselor yang gagal mengajukan pertanyaan-
pertanyaan secara efektif, sehingga menyebabkan koneli enggan
memberikan informasi lebih banyak.
Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang efektif dalam
konseling, karena pertanyaan terbuka akan mendorong konseli
untuk berbicara dan memberi informasi sebanyak mungkin.
Pertanyaan terbuka dimulai dengan “Apa”, “bagaimana”,
“mengapa”, “dapatkah”, atau “bersediakah”.
Pertanyaan-pertanyaan tertutup adalah pertanyaan-pertanyaan
yang dapat dijawab hanya dengan “ya” atau “tidak”.
b. Selama Pertemuan
▪ Terimalah konseli apa adanya, tanpa syarat
▪ Tidak boleh memberikan penilaian atau memakai pendapat
orang lain sebagai dasar konseling seoalh-olah Anda sudah
!29
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
tahu ‘segala sesuatu’ tentang konseli. Hindari ucapan, “Ya,
sa]ya sudah tahu…”. atau ‘Saya sudah mendengar…”
▪ Tidak boleh memandang hanya pada satu bagian tertentu
dari tubuh konseli. sebaliknya juga jangan terus berpindah-
pindah seperti “menyapu” seluruh tubuh konseli,
khususnya kepada yang berlawanan jenis.
▪ Penuh perhatianmendengarkan apa yang dikatakan atau
pada mimic konseli. Berbicalah pada saat yang tepat
▪ Bersikap hangat, jujur dan terbuka
▪ Mencatat apabila ada hal yang penting (takut kalau lupa)
c. Sesudah Pertemuan
▪ Akhiri pertemuan dengan doa singkat
▪ Bila memungkinkan, berilah ayat firman Tuhan yang cocok
sebagai pegangan di akhir pertemuan.
▪ Katakan bahwa Anda sangat senang bisa berbicara
dengannya
▪ Tunjukkan sikap dan perhatian bahwa Anda benar-beanr
tidak keberatan dan senang seandainya konseli mau datang
lagi di lain kesempatan
▪ Terus mendoakan untuk proses pemulihannya.
!30
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Adalah sikap positif konselor terhadap konseli yang
diekspresikan melalui kesediaannya untuk menempatkan diri
pada tempat konseli, merasakan apa yang dirasakan konseli
dan mengerti dengan pengertian konseli.
➢ Acceptance
Acceptance adalah kesediaan konselor untuk menerima
keberadaan konselinya sebagaimana ia ada. Suatu sikap
nonjudgemental (tidak mengadili) artinya, tidak melihat konseli
semata-mata berdasar kesalahan, kelemahan dan
kegagalannya saja.
Acceptance bukan sikap membenarkan atau menetralisir apa
yang salah yang ada pada konseli, tetapi sikap positif yang
terencana yang sengaja dikembangkan dan dipraktikan untuk
menemukan inti persoalan yang sebenarnya, atau paling tidak
jalan untuk menyelesaikan persoalan yang sdang dialami
konseli.
!31
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
F. Ilmu Psikologi dan konseling Kristen
!32
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Berbeda dengan Mac Arthur, Yakub Susabda berkata bahwa,
“Ilmu psikologilah yang memberikan bekal pemahaman tambahan
atas rahasia keunikan kesaksian Alkitab atas jiwa manusia”.
Menurut para ahli psikologi, manusia mempunyai berbagai
kebutuhan primer dalam hidup mereka (tergantung kematangan
pribadi), dan kegagalan untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah
masalah dalam hidup mereka. mula-mula mereka bisa merasa
gelisah, khwatir, tertekan, frustrasi atau apa saja tergantung
keunikan mereka sebagai individu, tetapi kemudian mereka dapat
terjebak dalam berbagai kesalahan yang semakin mempersulit hidup
mereka. Akibatnya, kegelisahan semakin memuncak dan kesalahan
yang lebih serius lagi menjebak hidup mereka. demikian seterusnya,
manusia terjebak dari satu kesalahan ke kesalahan lainnya sampai
menggejala dalam bentuk kesalahan yang fatal (atau dianggap fatal)
ketika mereka terpaksa mencari pertolongan konselor. Alasan yang
dikemukakan bisa apa saja, tetapi keluhan konseli biasanya
berhubungan dengan gejala akhir yang mengganggu hidupnya, dan
konseling diharapkan menjadi sarana untuk mengembalikan fungsi
hidup yang terganggu karena berbagai masalah tersebut.
Gejala terakhir yang dikeluhkan sebenarnya hanya fenomena
dari persoalan-persoalan di baliknya. Oleh sebab itu, konseling tidak
seharusnya terfokus pada penyelesaian atas masalah yang
dikeluhkan tersebut. Bagaimanapun bentuknya, dan apapun yang
diceritakan atau dikeluhkan konseli sebenarnya hanya manifestasi
dari pengalaman subjektivitasnya yang sudah terkontaminasi dengan
berbagai perasaan yang arahnya simpang siur tidak menyatu.
Konselor harus dapat membedakan antara fenomena yang
dikeluhkan konseli dengan inti persoalan yang sesungguhnya
(numena) yang seringkali menyatu dengan predisposing factors (faktor
bawaan), yaitu bagaimana konseli melihat, menafsirkan, dan
merespon realita serta pengalaman hidupnya. Bahkan dapat
dikatakan bahwa persoalan konseli adalah faktor bawaan dari dalam
diri konslei itu sendiri.
“Konseling yang sejati tidak berorientasi dengan fenomena luar,
tetapi dengan akar masalah di balik fenomena yang menjadi keluhan
utama konseli. Hanya konselor yang belajar psikologi yang mengerti
realita ini. Pengetahuan teologi tidak cukup untuk pelayanan
konseling”, demikian kata Yakub Susabda.
Sebagian besar kaum profesioal Kristen telah mengambil
pedekatan integrasi dengan cara mengkombinasikan pandangan-
pandangan dan sumber-sumber Alkitab dengan hikmat psikologi dan
sebuah psikoterapi yang benar-benar efektif. Para ahli perpaduan
!33
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Kristen cenderung untuk mempersatukan kedua disiplin ilmu:
teologia dan psikologi, dan menentukan di mana pokok
permasalahan dapat saling melengkapi, dan kemudian
menggabungkan bersama-sama pandangan dari kedua disiplin ilmu
tersebut. Prose situ sangat serupa dengan mengumpulkan bersama
dua potongan gambar yang tidak utuh untuk menyelesaikan sebuah
gembar. Misalnya, hamartologi, studi tentang dosa, dan
psikopathologi, studi psikologi tentang penyimpangan mental, yang
keduanya berkaitan ditinjau dari perspektif yang berbeda dengan
pokok masalah yang secara kasar sama, yaitu tekanan manusia.
Namun demikian, prioritas utama terhadap usaha-usaha
integrasi yang bertanggungjawab adalah mengembangkan sbuah
strategi untuk mengevaluasi psikologi sekuler dalam terang ajaran
Alkitab.
Untuk itu, Larry Crabb mengusulkan agar setiap orang yang
ingin bekerja menuju integrasi yang benar-benar injili antara
kekristenan dengan psikologi harus memenuhi persyaratan-
persyaratan berikut ini:
1. Ia akan setuju bahwa psikologi harus berada di bawah
otoritas Alkitab. Maksudnya, bahwa dengan ‘di bawah
otoritas’ apabila ajaran Alkitab mengalami konflik dengan
gagasan/pandangan apapun, ajaran ALkitab akan diterima
sebagai kebenaran dan gagasan lainnya tidak akan diterima
sebagai kebenaran. Jika gagasan lain, sekalipun mendapat
dukungan riset empiris, tidak akan diterima sebagai
kebenaran.
2. Ia harus dengan bersemangat berseikeras bahwa Alkitab
adalah wahyu Allah yang tidak salah, diilhamkan, tidak
menyeleweng dalam bentuk proposisional.
3. Ia harus setuju bahwa ajaran Alkitab harus memiliki control
fungsional yang menguasai pemikirannya. Kontrol
fungsional maksudnya bahwa prinsip-prinsip prioritas
alkitabiah tidak hanya merupakan suatu doktrin, yang
kepadanya orang bersumpah setia, tetapi harus benar-
benar dipraktikan dengan sungguh-sungguh dan konsisiten.
4. Agar Alkitab dapat mencapai control fungsional seperti itu
dan mengatasi pendekatan pada psikologi, para ahli
integrasi harus membuktikan minat yang serius dalam isi
ajaran Alkitab dengan cara:
a. Paling sedikit waktu yang dihabiskan untuk mempelajari
Alkitab sama seperti untuk mempelajari psikologi.
!34
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
b. Pemahaman Alkitab harus merupakan hasil yang teratur
dan sistematis yang menghasilkan:
- Daya tangkap secara umum dari struktur dan
keseluruhan isi ajaran Alkitab
- Pengetahuan yang terus bekerja dari kdoktrin dasar
Alkitab
- Kesempatan untuk memanfaatkan karunia-karunia Roh
melalui persekutuan yang teratur dalam gereja lokal
yang mempercayai Alkitab.
G. Etika Konseling
Tidak cukup jika orang hanya memiliki pengetahuan dan
ketrampilan-ketrampilan konseling. Konseling merupakan suatu
tugas dan panggilan yang didasarkan pada nilai-nilai dan etika.
Entah ia seorang pekerja sosial, konselor, psikiater, atau psikolog, ia
diharapkan menjalankan tugasnya dalam kerangka kode etik
profesinya.
Kode etik ini biasanya mencakup hal-hal yang berkaitan
dengan cara konselor memandang relasi konseling, kliennya (apa
yang ia lakukan dengan informasi yang diberikan klien/konseli) dan
perilaku yang tepat terhadap konseli. Jadi etika berarti standar
mengenai apa yang baik dan salah. Hal ini berubungan dengan
pribadi konselor.
Anthony Yeo berdasarkan pada pendapat Ivey (1978)
mengangkat beberapa hal mengenai nilai dan etika dalam konseling,
sebagai berikut:
1. Mempertahankan kerahasiaan
Maksudnya menjaga informasi pribadi yang disampaikan oleh
konseli dalam proses konseling. Adalah suatu keharusan bahwa
konselor mempertahankan kerahasiaan unutk alasan-alasan praktis,
etis dan legal.
Konseli yang berusaha mendapatkan bantuan memiliki hak
akan jaminan kerahasiaan. Tanpa hal ini mereka akan menaggung
resiko terlalu besar dalam membuka aspek-aspek pribadi
kehidupannya. Informasi seperti ini kadang-kadang menghancurkan
reputasi, status, dan relasi dengan orang lain dalam kehidupan
mereka.
Kerahasiaan biasanya mengacu pada tertutupnya informasi
antara konselor dengan konseli.
!35
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Catatan-catatan, maupun audio/video yang direkam harus
tersimpan aman dan tidak boleh dilihat atau dibaca oleh siapapun
tanpa alasan-alasan khusus dan ijin dari konseli.
Kadang-kadang kerahasiaan dapat saja dilanggar jika jelas-
jelas ada bahaya yang mengancam konseli atau orang lain. Konseli
mungkin mempunyai kecenderungan untuk bunuh diri dan
membutuhkan pengawasan dan perawatan intensif dari anggota-
anggota keluarga atau orang-orang penting lain dalam hidupnya.
Atau, bahkan juga konseli adalah orang yang membahayakan
kehidupan orang lain, seperti dalam kasus orang tua yang kejam
yang dapat membahayakan kehidupan anak-anaknya atau
pasangannya. Dalam kasus seperti ini, hak konseli untuk
kerahasiaannya kurang mendesak dibandingkan dengan hak orang
lain yang dapat sangat dibahayakan oleh tindakannya. Seorang
konselor harus bersikap bijaksana dan menilai secara cermat
sebelum bertindak.
2. Mengakui ketebatasan-keterbatasan
Diantara para konselor yang kurang berpengalaman ada
kecenerungan untuk terlalu bersemangat mendorong konseli untuk
membuka diri. Ketika melakukan hal ini, mereka sering kali masuk
terlalu jauh dalam kehidupan batin konseli yang secara potensial
berbahaya. Konseli bisa saja membuka emosi-emosi terdalam,
sementara konselor tidak tahu bagaimana menanganinya
Para konselor bagaimanapun juga memiliki keterbatasan dalam
hal ketrampilan dan pengalaman. Tidak semua dilengkapi dengan
ketrampilan untuk menghadapi parahnya masalah-masalah yang
diajukan konseli. Tidak etis dan tidak profesioanl untuk tetap
melayani orang-orang yang seharusnya dirujuk pada konselor lain
yang lebih berpengalaman.
!36
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
rasa ingin tahu atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi
konselor. Kita akan memperalat konseli untuk kebutuhan-kebutuhan
emosional kita sendiri jika kita menggali lebih rinci.
Apapun informasi yang diberikan konseli harus dipergunakan
pertama-tama untuk menolongnya memecahkan masalah. Usaha
mencari data/informasi demikian haruslah terkait dengan masalah-
masalah yang dibicarakan dan dialami oleh konseli.
!37
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
kesan menyetujui perbuatan salah apapun yang dilakukan oleh
konseli. Oleh karena itu kita perlu menolong konseli untuk menilai
perilaku mereka dan menimbang apakah hal-hal yang mereka
lakukan itu bermanfaat, tepat secara moral atau dapat diterima
secara sosial.
Disepakati bersama bahwa konselor tidak boleh memberikan
penilaian atau memaksakan nilai-nilai pribadi. Konselor harus
memandang para konselinya sebagai orang bermasalah yang
memerlukan pertolongan
!38
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
BAB II
PASTORAL KONSELING
!39
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
A. Pengertian Pastoral Konseling
!40
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
mendamaikan/memperbaiki hubungan, menopang/menyokong,
menyembuhkan, mengasuh.
Apa itu pastoral konseling? Yakub Susabda mendefinisikannya
demikian: “Hubungan timbal balik antara hamba Tuhan (pendeta,
penginjil, dsb) sebagai konselor dengan konselinya (klien, orang yang
meminta bimbingan), dalam mana konselor mencoba membimbing
konselinya ke dalam suatu suasana percakapan konseling yang ideal
(conducive atmosphere) yang memungkinkan konseli itu betul-betul
dapat mengenal dan mengerti apa yang sdang terjadi apda dirinya
sendiri, persoalannya, kondisi hidupnya, di mana ia berada, dsb;
sehingga ia mampu melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan
tanggungjawabnya pada Tuhan dan mencoba mencapai tujuan itu
dengan takaran, kekuatan dan kemampuan seperti yang sudah
diberikan Tuhan kepadanya”.
Sedangkan Abineno (berdasarkan pendapat Hiltner) berkata
bahwa, “Pastoral konseling adalah usaha yang dijalanan oleh pastor
untuk membantu orang, agar ia dapat menolong dirinya sendiri (oleh
proses perolehan pengertian tentang konflik-konflik batiniahnya)”.
Ada bebarapa hal penting yang dapat kita perhatikan dalam
pastoral konseling:
a. Pastoral konseling adalah suatu proses, yang berusaha
memecahkan persoalan oleh relasi antara konselor dengan
konseli
b. Konselor, yang menjalankan konseling pastoral adalah orang
yang membantu, menolong konseli.
c. Bantuannya berlangsung dalam bentuk percakapan; karena
itu konselor dan konseli berusaha menciptakan relasi
percakapan yang sebaik mungkin.
d. Dalam percakapan itu, konselor membantu supaya konseli
dapat melihat persoalannya dengan jelas dan menerimanya
sebagai persoalannya sendiri
e. Tujuan akhir dari pastoral konseling adalah supaya oleh
bantuan konselor, konseli dapat memperoleh pengertian
tentang persoalannya sehingga dapat mengambil keputusan
untuk menolong dirinya sendiri.
Pastoral konseling yang dilakukan dengan baik memiliki
peranan dan fungsi positif yang sangat signifikan tentunya bagi
orang-orang yang diperhadapkan dengan persoalan/masalah dalam
hidupnya. Di bawah ini ada beberapa fungsi dan manfaat dari
pastoral konseling, antara lain:
a. Fungsi menyembuhkan
!41
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Konseli sering mempunyai perasaan yang belum pernah
diungkapkan secara lengkap. Barangkali dia pernah
mengalami suatu trauma psikis seperti kehilangan
seseorang atau pernah menyaksikan sesuatu yang
mengerikan seperti perang, pembunuhan atau mengalami
bencana dan kecelakaan. Atau ia merasa bersalah karena
pernah melakukan sesuatu yang tidak etis terhadap
seseorang, pada halo rang itu sudah tidak ada lagi. Atau
juga ada perasaan dendam yang tersimpan. Fungsi
menyembuhkan dari konseling dapat menolong konseli
untuk menyembuhkan dan memulihkan semua itu. Tidak
jarang tekanan batin konseli menimbulkan penyakit
psikosomatis seperti jantung, maag,b. Doa yang dinaikkan
sesudah percakapan konseling biasanya juga ikut
menolong.
b. Fungsi menopang
Konseli yang menghadapi krisis psikis atau penderita yang
diserang oleh rasa sakit yang tajam sekali sulit diajak
berbicara melalui percakapan yang mendalam. pada
umumnya konselor dan konseli hanya dapat memfokus
pada masalah inti. Tanggapan-tanggapan dari konselor
adalah singkat, tepat dan menekankan perasaan konseli.
Kehadiran yang baik dan komunikasi non lisan dari
konselor banyak menolong sebab bisanya konseli sangat
gelisah.
c. Fungsi membimbing
Para konseli cenderung untuk mengharapkan bimbingan
dari konseling. Mereka ingin diberi jalan keluar. Sayang
sekali para konselor terlalu sering sanggup untuk
memberikan nasihat yang setengah matang, dan tidak
mampu memenuhi harapan itu. Sepatutnya fungsi
membimbing ini muncul dalam usaha menolong konseli
untuk mengambil keputusan-keputusan mengenai
hidupnya sendiri.
d. Memperbaiki hubungan
Hampir semua persoalan konseli sedikit banyak yang
menyangkut hubungan dengan orang lain. Oleh karena itu
kita membutuhkan fungsi pastoral konseling yang
!42
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
menjamin konselor ikut berkecimpung dalam menyelesaikan
ketegangan yang timbul dalam suatu hubungan. Kesulitan
komunikasi biasanya merupakan persoalan paling
mendasar. Seyogyanya konselor tidak memihak kepada
konseli atau sebaliknya. Dalam menolong pr oses
komunikasi, semua orang yang terlibat harus ditempatkan
sebagi konseli. Kita konselor harus menajdi perantara yang
netral, perantara yang berkewajiban untuk terus menerus
membuka jalur komunikasi timbale balik.
e. Mengasuh/memelihara
Diharapkan bahwa konseli akan berkembang dan terus
menerus menjadi lebih dewasa di dalam mengahadapi
masalah-masalah selanjutnya.
Oleh karena itu, konselor seharusnya tidak hanya punya
tujuan meringankan penderitaan/masalah konseli untuk
sementara saja dengan risiko besok masalahnya datang lagi.
Tetapi konselor perlu memperkuat dan mendewasakan
konseli supaya bisa menghadapi masalah-masalah
berikutnya yang terjadi.
!43
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
d. Memulihkan (reconiling)
Usaha membangun hubungan-hubungan yang rusak
kembali di antara manusia dan sesama manusia dan di
antara manusia dengan Allah.
1. Supportive Counseling
Alkitab mengajarkan kita untuk saling menguatkan dan
mendukung satu sama lain (1 Tes. 5:11; Ibr. 3:13; 10:25), agar
konseli di dalam persekutuan umat Allah didorong secara realistis ke
arah langkah-langkah praktis menghadapi permasalahannya.
Konseling semacam ini akan menumbuhkan “sense of
fellowship” (suasana persaudaraan yang lebih terbuka dan hidup).
Collins secara tepat menyebutkan bahwa: “Konselor yang supportive
memberikan perhatian, dorongan yang lebih peka mencoba dengan
lemah lembut menyadarkan konseli terhadap tantangan realita
kehidupan ini dan membimbing konseli apda pertumbuhan iman dan
kematangan emosi sehingga problema dapat diatasi dengan lebih
mudah”.
Jadi dapat dikatakan bahwa konseling yang supportive
bertujuan menolong konseli menyadari permaslahan-
!44
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
permasalahnnya sendiri dengan lebih jelas, menumbuhkan rasa
percaya diri dengan cara berintegrasi secara lebih baik dan
konstruktif agar mampu menghadapi masalahnya yang sekarang dan
yang akan datang.
2. Confrontational Counseling
Confrontational counseling berarti koselor memperhadapkan
konseli terhadap persoalan-persoalan konseli sendiri. Yesus sering
memakai bentuk konfrontasi langsung terhadap dosa-dosa orang
yang dijumpaiNya seperti, anak muda yang kayak arena hatinya
terikat pada hartanya (Luk. 18:22); perempuan samaria dengan
p e r z i n a h a n n y a ( Yo h . 4 : 1 7 - 1 8 ) ; m r i d - m u r i d N y a k a r e n a
kekurangpercayaan mereka (Mat. 8:26; 14:13) dan pemimpin-
pemimpin agama karena dosa dan kemunafikan mereka (Mat. 12:34;
15:7-8; 23:23-33; Yoh. 8:44-45).
Dalam konfrontasi, konselor harus berbicara dengan kasih
tentunya (ef. 4:15) dan tidak seharusnya menghakimi orang lain
dengan maksud mengkritik. Karena itu Collins berkata, “…dalam
kelemahlembutan dan kasih, konselor Kristen terpanggil untuk
menolong konseli terhadap kegagalan, dosa dan kekeliruan serta
kebodohannya. Kita percaya bahwa menyembunyikan dosa hanya
akan membuat bertambahnya perasaan berdosa, frustrasi dan
kegelisahan yang terus-menerus. Jika kita mengakui kesalahan kita,
Tuhan akan mengampuni (1 Yoh. 1:9) dan kita akan memperoleh
belas kasihan dan anugerahNya. Sebagai hamba Tuhan seorang
konselor harus menolong konseli agar mampu menghadapi dosanya,
mengakui di hadapan Allah dan mengakui juga di hadapan orang lain
(Yak. 5:16), dan menolong dia bergumul memperbaiki tingkah laku
dan sikapnya yang buruk”.
Dalam hal ini, tentu bukan hanya dalam hal dosa dan tingkah
laku yang buruk saja, tetapi juga cara berpikir yang salah yang
sudah membentuk sterotype tertentu dalam dirinya, dll. Dengan
konfrontasi ini, konseli semakin di dewasakan dan lebih memahami
tindakannya sendiri, menolong dia untuk mendengar apa yang
mungkin tidak ia sukai bahkan menolong ia untuk melakukan
langkah-langkah perbaikan yang selama ini ia tidak lakukan. Bentuk
konfrontasi membutuhkan keberanian da ketegasan sebab konseli
bisa saja bersikap negatif atau marah. Konfrontasi janganlah
dilakukan pada tahap awal konseling agar konseli bisa merasa
nyaman dan mau terbuka.
3. Educative Counseling
!45
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Bahwa konseling harus juga meliputi edukasi dimana tingkah
laku yang tidak efektif dapat diperbaiki dan konseli ditolong untuk
belajar tingkah laku dan kebiasaan yang lebih baik. Konseli bisa saja
bertanya mengenai diskusi teologia, pendidikan anak, pemlihan karir,
masalah remaja/pemuda, hubungan pranikah, Gereja/masyarakat,
dll.
Memang harus dijaga agar konseling tidak berubah menjadi
biro informasi atau biro penyuluhan. Menasihati adalah hal yang
mudah tetapi menolong koneli adalah hal yang tidak mudah.
4. Spiritual Counseling
Memang pastoral counseling adalah spiritual counseling.
Sebagai konselor roahani kita bisa menanyakan, misalnya:
Bagaimana keadaan rohani anda akhir-akhir ini? Dan ini seringkali
sudah membukakan jalan pad aproblem rohani yang tersembunyi.
Kadang-kadang konselor mempunyai kesempatan untuk
memperkenalkan Tuhan Yesus sebagai Juruselamat; bahkan sering
kali sebagai konselor ketika kita berdoa atau membaca Firman
Tuhan akan dapat membawa seseorang masuk dalam kehidupan
yang lebih dapat dinikmati (Yoh. 10:10), atau mungkin mengalami
kehidupan kekal di surga (Yoh. 3:16).
Oleh karena itu, konselor harus peka terhadap kebutuhan-
kebutuhan rohani konseli. Janganlah menghindari hal-hal rohani.
Tetapi juga jangan merohanikan segala sesuatu dalam proses
konseling.
5. Group Counseling
Berarti melibatkan beberapa atau banyak orang sekaligus:
seperti Yesus dengan murid-muridNya, PercakapanNya dengan
Petrus, Yakobus dan Yohanes. Dalam jemaat mula-mulapun orang-
orang bertemu dalam kelompok-kelompok belajar, bersekutu,
perjamuan kasih, dan berdoa.
Group counseling termasuk kelompok keluarga dalam praktek
pastoral masa kini. Keluarga merupakan salah satu unit yang paling
sering mengalami goncangan dalam era globalisasi dan
informasisekarang ini ehingga membutuhkan pendampingan
pastoral.
Group counseling bisa juga meliputi kategorial seperti para
janda, lajang (orang yang tidak/belum menikah), dll. atau juga
berdasarkan masalah tertentu seperti para alcoholic. Jika kelompok
sudah terbentu, secara perlahan anggota group tersebut dianjurkan
untuk mengemukakan maslah yang mereka hadapi. Konselor
!46
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
menstimulasi diskusi dan memberikan pengarahan agar diskusi
tidak keluar jalur.
6. Informal Counseling
Informal counseling dapat dilakukan di mana saja (rumah
tangga, rumah sakit, ruang pertemuan, halaman Gereja, atau di
jalan). Kesempatan untuk konseling informal sering muncul pada
saat yang tidak direncanakan. Konseling yang dilakukan Yesus
kebanyakan adalah informal koneling tetapi ternyata semuanya
efektif.
Oleh karena itu, ada beberapa saran dari konselor yang
berpengalaman dalam konseling informal seperti ini:
f. Mendengarkan dengan penuh perhatian
g. Menggunakan pertanyaan-pertanyaan tambahan untuk
memperjelas focus persoalan
h. Mendorong konseli untuk menyimpulkan persoalan dan
mencoba membicarakan apa yang sudah diusahakan pada
masa yang lalu
i. Memberi informasi yang dapat membantu menolong konseli
mengambil keputusan tentang apa yang akan dilakukan
j. Berjanjilah pada diri sendiri bahwa Anda akan membantu
dalam doa, dan benar-benar mendoakannya
k. Bila memang diperlukan, Anda dapat mengusulkan
pertemuan selanjutnya untuk diskusi yang lebih formal
menganai masalah yang dihadapi konseli.
Konseling informal adalah koneling yang paling sederhana
tetapi banyak menolong.
7. Preventive Counseling
Konseling yang bersifat preventive ialah antisipatif, bukan
membebaskan atau menolong orang dari permasalahan yang sudah
ada (misalnya konselin pernikahan). Konseling preventif mencoba
memberikan gambaran problem apa saja yang mungkin timbul dalam
pernikahan dan pencegahannya (Konseling pra-nikah).
!47
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
bahkan Tuhan Yesus mengatakan bahwa tanda orang-orang percaya
dan menjadi muridNya, adalah jika mereka saling mengasihi (Yoh.
13:35).
Jadi, tanggung jawab gereja paling utama adalah untuk
menolong orang lain, “Allah telah menyusun tubuh kita begitu rupa…
supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, melainkan supaya
anggota-anggota yang berbeda saling memperhatikan. Karena jika
satu anggota menderita semua anggota turut menderita; jika satu
dihormati, seluruh anggota bersukacita. Kamu adalah tubuh Kristus
dan kamu masing-masing adalah anggotanya” (1 Kor. 12:24-27).
Sesuai dengan rencana Tuhan, gereja seharusnya menjadi kesatuan
atau persekutuan dari orang-orang percaya yang oleh Kuasa Roh
Kudus diberi kuasa untuk melayani sesama, baik di dalam maupun
di luar gereja.
Orang-orang Kristen diberi karunia berbeda-beda (Roma 12, 1
Kor. 12; Ef. 4); ada yang mempunyai karunia untuk berkhotbah atau
mengajar, ada yang melayani, memberi nasihat dan memang ada
karunia yang menonjol lebih dari yang lain. Namun semua sama
pentingnya.
Paulus mengingatkan jemaat di Efesus bahwa karunia Roh
Kudus diberikan dengan tujuan:
a. Memperlengkapi orang-orang percaya bagi pekerjaan
pelayanan
b. Membangun dan menguatkan iman orang percaya, sehingga
tidak lagi diombang-ambingkan oleh bermacam-macam
pengajaran, melainkan dipersatukan dan menajdi dewasa
dalam iman.
Bebarapa ahli teologia berpendapat bahwa, konseling adalah
salah satu karunia khusus yang diberikan Tuhan kepada orang-
orang percaya untuk membangun gereja dan menguatkan tiap
individu. Dalam Roma 12:8, Paulus menulis mengenai karunia untuk
menasihati yang dalam bahasa Yunani memakai kata Paraklesis,
yang berarti “datang untuk menolong”; bahkan dalam arti yang lebih
luas lagi yaitu memberi penghiburan, mendukung, memberi
semangat dan menasihati dan semuanya ini terdapat dalam
konseling.
Walaupun memang ada orang-orang yang mempunyai karunia
khusus untuk hal ini, tetapi setiap orang Kristen mempunyai tugas
untuk menolong orang lain. Dalam Kitab Yakobus diperingatkan,
bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati. Kita dapat menemukan
betapa banyak bagian dalam Perjanjian Baru yang menyinggung
ajaran untuk saling menasihati, membangun, menghibur mereka
!48
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
yang tawar hati, membela mereka yang lemah dan sabar terhadap
semua orang (1 Tes. 5:11, 14).
Sebagai anak-anak Tuhan kita harus memimpin orang yang
berbuat dosa dengan roh yang lemah lembut, bertolong-tolongan
dalam menanggung beban, dan berbuat baik bagi semua orang (Gal.
6:1,2,10). Anak-anak Tuhan seharusnya dikenal sebagai orang-orang
yang penuh kasih, rendah hati, lemah lembut, penuh kemurahan,
sabar, dan siap sedia mengampuni (Kol. 3:12-14). Jelaslah bahwa
orang Kristen atau gereja yang adalah tubuh Kristus mampunyai
tugas dan panggilan untuk menghibur dan melayani orang lain
dengan kasih. Konseling adalah salah satu cara untuk melakukan
itu.
Howard Clinebell berkata bahwa, konseling pastoral adalah alat
yang penting sekali yang membantu gereja menjadi pos penyelamat
jiwa, tempat berlindung, taman kehidupan rohani. Konseling dapat
membantu menyelamtakan bidang kehidupan yang menderita
kerusakan dalam badai kehidupan sehari-hari, yang hancur karena
rasa cemas, rasa bersalah, dan kurangnya integritas kepribadian.
Konseling mengurangi kelumpuhan kemampuan umat Kristen untuk
memberi dan menrima kasih. Konseling dapat membantu kita
menjadi gereja, yaitu persekutuan yang di dalamnya kasih Allah
menjadi realitas yang dialami dalam hubungan-hubungan.
Konseling Kristen akan efektif dan konseli akan lebih mudah
mengatasi persoalan-persoalannya jika mereka menjadi bagian dari
jemaat yang saling memperhatikan kebutuhan satu dengan yang lain.
!49
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
menunjukkan simpati atau mencoba mengerti
persoalannya.
b. Mencoba untuk mengerti
Kita perlu mengerti apa yang dibutuhkan oleh orang lain,
apa yang ada padanya dan kemampuan untuk mengatasi
persoalan tersebut. Kita perlu mempertimbangkan apa yang
dilihat dan dipikirkan oleh orang-orang lain sebelum kita
menawarkan pertolongan yang khusus padanya.
c. Menghargai dirinya
Konseling bukanlah pemberian nasihat-nasihat yang kaku,
mengecam, mengontrol atau membicarakan persoalan
tersebut pada orang lain. Tetapi inti konseling adalah
keinginan untuk memikul beban dan menunjukkan jalan
untuk bertumbuh bagi konseli.
d. Berani dan rela memikul resiko
Memang tidak mudah untuk merawat orang lain, mungkin
kita akan menghadapi resiko salah mengerti, penolakkan,
kritik bahkan penghinaan. Tetapi bagi orang Kristen, tidak
ada tempat untuk menghindari resiko-resiko seperti ini,
karena iman kepada Yesus adalah meneladani Dia.
e. Rela menerima pertolongan orang lain
Merawat selalu melibatkan paling tidak melibatkan dua
orang, yaitu orang yang membutuhkan perawatan dan yang
memberi perawatan. Kalau kita secara sungguh-sungguh
mau menerapkan ajaran untuk saling menanggung beban
(Gal. 6:2), mau tidak mau kita harus mengusulkan dua hal,
yaitu mencoba menolong orang lain dan rela menerima
pertolongan dari orang lain.
a. Kasih
Kasih adalah sesuatu yang praktis, penuh belas kasihan.
Kasih menjadi begitu dinamis pada saat kita tempatkan
dalam konteks mempedulikan sesama. Kasih adalah modal
utama dalam setiap pelayanan kita, dan kasih yang murni
timbul bila kita sudah diperbaharui oleh kasih Kristus dan
membiarkan seluruh hidup kita dikontrol oleh Roh Kudus.
!50
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
b. Kesabaran
Kita harus mengerti perlunya kesabaran bila kita
menghadapi ksus di mana ada konseli tidak menunjukkan
adanya perubahan apa-apa. Sama seperti kasih, kesabaran
datangnya dari Allah, yang seringkali muncul seiring adanya
kesulitan-kesulitan atau ujian.
Seorang yang sungguh-sungguh memperhatikan orang lain
tidak memaksa perubahan cepat dalam kehidupan orang
tersebut, namun membimbingnya dengan sabar dan
mengharapkan kesembuhan dan perubahan yang sempurna
pada waktunya.
c. Keterbukaan
Bila seseorang ingin ditolong, ia harus menyadari apa yang
ada di dalam perasaannya bahkan yang negatif/buruk atau
memalukan sekalipun. Salah satu caranya adalah belajar
mendemonstrasikan keterbukaan, baikd alam sikap
maupun dalam kata-kata.
Seseorang yang ingin sungguh-sunggu mempedulikan orang
lain ia akan jujur, terbuka, rela menanggung beban satu
dengan yang lain dan menasihati, mendorong, mendukung,
mengajar dengan lemah lembut. Membagikan perasaan
dengan jujur sangatlah penting dalam pelayanan konseling.
d. Pengharapan
Sulit sekali tentunya bila kita ingin menolong orang lain,
tetapi kita tidak dapat memberikan pengharapan.
Pengharapan memberikan kekuatan dan paling tidak
membantu orang lain yang kita tolong supaya ia memiliki
optimisme dan meringankan penderitaannya.
Pengharapan Kristen tidak berarti mendorong orang untuk
menolak realita yang dihadapi, dengan menghabiskan waktu
berhayal atas hal-hal yang tidak realistis. Pengharapan bagi
orang Kristen adalah bersukacita dalam kebijaksanaan dan
kemurahan Allah, menerima kenyataan bahwa jalan dan
waktu Tuhan selalu tepat dan terbaik, Ia akan bertindak
menolong dengan pasti, sehingga mendorong kita untuk
mencari pimpinanNya.
e. Fleksibilitas
Sangat sulit bagi kita untuk menolong orang lain jikalau
kita bersikap kaku, tidak mau berubah dan cenderung
mengatur orang lain saja. Memperdulikan orang lain berarti
kita haru smenerima mereka, mau bertumbuh, dan rela
untuk belajar dan mengubah diri sendiri.
!51
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
f. Kerendahan hati
Tak seorangpun dapat kita tolong jikalau kita tidak mau
benar-benar melibatkan diri kita dengan kerendahan hati.
Kerendahan hati bukanlah tekhnik berpura-pura, tetapi
sungguh-sungguh tulus, tidak memegahkan diri pada apa
yang diperbuatnya bagi orang lain.
!52
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
persoaland an perasaan mereka, dalam suasana
kekeluargaan dan kasih.
f. Kelompok Doa, pemahaman Alkitab dan pelayan keluar
sangat ditekankan. Dalam kelompok selalu disediakan
kesempatan bagi setiap anggota untuk mengutarakan
persoaland an perasaan mereka, dalam suasana
kekeluargaan dan kasih.
g. Para pengajar juga memperhatikan kebutuhan orang-orang
yang mereka ajar. Mereka berusaha membawa setiap anggota
dekat pada Tuhan dan belajar mempercayakan setiap
kebutuhannya kepada Tuhan
h. Mempunyai beban misi, tidak saja pada masyarakat sekitar,
tetapi juga di bagian dunia lain. Jemaat tidak sja
memperhatikan penginjilan tetapi juga kebutuhan sosial,
sehingga tidak saja membawa berita keselamatan melalaui
i m a n k e p a d a T u h a n Ye s u s K r i s t u s , n a m u n j u g a
memperhatikan kebutuhan jasmani orang-orang yang
dilayani.
i. memberikan kesempatan kepada jemaat untuk memberikan
persembahan maupun pelayanan mereka dalam berbagai
bidang
j. Jabatan kepemimpinan diberikan kepada mereka yang
mendemonstrasikan sikap dan perbuatan yang sesuai sebagai
murid Kristus yang patut diteladani.
!53
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
membimbing orang-orang kepada pertobatan. Semua hal ini adalah
bentuk-bentuk kepedulian gereja yang harus dimanifestaskan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam konseling kita bisa mempraktekakan
ciri-ciri hidup kristiani tersebut dengan melayani dengan sungguh-
sungguh orang-orang yang membutuhkan pertolongan kita, dalam
hal konseli.
D. Konseling Kristen
a. Konseling Pernikahan
Banyak sekali pernikahan yang dibangun di atas dasar angan-
angan yang indah, bahkan cita-cita yang muluk-muluk. Namun
ketika angan-angan tersebut tidak menjadi kenyataan atau tak
seindah yang diabyangakan, timbullah pertengkaran yang jika tidak
segera diatasi bisa berujung pada perceraian. pada hal jika sejak
awal kedua pasangan disadarkan dan menyadari tujuan serta makna
pernikahan yang dikehendaki Tuhan, hal-hal seperti pisah ranjang,
perselingkuhan, perceraian, atau percekcokkan Karena ego yang
besar, minimal dapat dikurangi atau dihindarkan. Itulah sebabnya,
penting bagi pasangan suami istri untuk memahami tujuan dan
keinginan dalam pernikahan.
Mereka perlu mengerti apa arti pernikahan itu, mengerti arti
janji dan komitmen yang telah mereka ikrarkan di hadapan Allah dan
jemaatNya.
Pernikahan Kristen bukanlah kontrak hukum yang bisa
dibatalkan, melainkan komitmen seumur hidup karena kekristenan
!54
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
tidak mengenal perceraian (Mark. 10:9). Komitmen dalam pernikahan
Kristen adalah sebuah perjanjian yang disahkan Allah sendiri.
Berbeda dengan pernikahan tradisional maupun sekuler, yang
didasarkan apada budaya dan hukum.
Oleh sebab itu, sebelum menikah, setiap calon pasangan
hendaknya sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai
macam konflik dalam rumah tangga kelak. Pemahaman konflik
sangat penting, karena bagaimanapun, peristiwa itu pasti akan
terjadi dalam perjalanan rumah tangga.
!55
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
➢ Tidak Berterus terang
b. Konseling Keluarga
Keluarga adalah tempat seseorang bertumbuh dan berkembang
menjadi individu yang berkepribadian dan berkarakter. Itu sebabnya,
gereja harus menekankan pentingnya keberadaan sebuah keluarga
!56
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
yang harmonis, dan hal itu harus menjadi prioritas utama dalam
pelayanan gereja. Apalagi Kitab Suci pun menekankan betapa
penntingnya makna sebuah keluarga, lembaga yang dibentuk oleh
Tuhan Allah sendiri.
Harapan dan cita-cita semua orang adalah ingin agar rumah
tangganya bahagia dan terus bertahan, demikian juga keluarga
Kristen. Namun, Keluarga Kristen tidak hanya harus terus bertahan,
tetapi juga bertumbuh secara rohani sesuai dengan kebenaran
firman Tuhan walaupun perjalanan menuju rumah tangga yang
bertumbuh dalam kebenaran firman tidak selalu melalui jalan
mulus. Di sepanjang jalan, ranjau-ranjau bertebaran, tersembunyi
dan mananti saat yang tepat untuk meledakkan harapan-harapan
tersebut.
Meskipun hal itu tampaknya sukar, dan Iblis berusaha untuk
menghancurkan keluarga Kristen, tetaplah berusaha sambil
berpegang teguh pada janji Tuhan Yesus sendiri yang berkata, “…
AKu sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau” (Ibr. 13:5c).
c. Konseling Anak/Remaja
Ketika seorang anak berkembang menuju ke tahap remaja, ia
sedang mengalami perubahan status dari anak ke remaja. Jika tidak
mendapat pengarahan yang baik, perubahan status ini dapat
membuat anak yang menjadi remaja tersebut terombang ambing
karena pad amasa transisi ini seorang anak remaja mengalami krisis
identitas sehingga mudah sekali terinfeksi bermacam-macam isu,
baik positif maupun negatif. Apalagi mereka cenderung suka
mencoba-coba hal-hal baru tanpa memikirkan akibatnya sehingga
!57
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
rentan terhadap hal-hal yang merusak seperti kebiasaan merokok,
minuman keras, seks bebas, narkoba, pemberontakkan, dsb.
Melihat dan menyadari kompleksitas masalah yang dihadapi
dalam dunia remaja, harus diakui bahwa hal itu memerlukan
penanganan khusus. Karenanya konseling terhadap anak/remaja
adalah hal yang sangat penting dan mutlak agar remaja tidak
terhilang dan rusak. Ramaja adalah pribadi yang masih labil dan
belum dewasa. Mereka perlu ditolong dan diarahkan berdasarkan
kebenaran Firman Tuhan supaya mereka suatu kelak menjadi
generasi-generasi yang kuat dan membawa dampak yang positif..
!58
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
dan Juruselamat pribadi. Konselor Kristen tiak saja
menuntut kemajuan rohani konseli, tetapi kehdupan rohani
konselor sendiri harus mencerminkan teladan yang
memberkati orang lain.
c. Oleh karena Konselor Kristen mempunyai metode yang
unik. Baik konselor Kristen maupun non Kristen
menekankan ‘listening”, “empathy”, Tanya jawab yang
terarah, pemberian dorongan, konfrontasi dengan
kesalahan, dll. Tetapi konselor Kristen tidak memakai
metode-metode terebut begitu saja tanpa didasarkan pada
kebenaran Firman Allah. Di sinilah letak keunikan tersebut,
yakni bahwa Alkitaba dalah patokan atau standar final bagi
setiap cara dan metode dalam menolong.
Di samping itu, konselor Kristen dapat berdoa bersma
konseli, menguatkan hatinya melalui pembacaan Firman
Tuhan dan memperhatikan hal-hal rohani yang dapat
menolong konseli .
!59
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Untuk menjadi seorang konselor Kristen yang efektif, kita
harus membiarkan Roh Kudus terus-menerus mengontrol dan
memperbaharui hidup kita.
!60
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Seorang konselor Kristen harus terlebih dahulu memiliki dan
mengalami kuasa Firman Tuhan dalam hidupnya sehingga dapat
memberkan pelayanan yang terbaik bagi konselinya.
6. Harus sabar
Tanpa kesabaran seorang konselor mustahil dapat memberikan
bantuan optimal kepada konselinya. Harus disadari bahwa kita
seringkali berhadapan dengan konseli yang tidak mau terbuka atau
sukar mengungkapkan isi hatinya melalui kata-kata. Adakalanya
konseli juga tiak mampu mengeksplorasi perasaan-perasaan dan isi
hatinya secara tepat dan cepat. Untuk keadaan-keadaan seperti ini
konselor harus memiliki sikap yang sabar. Sabar dalam
mendengarkan keluhan konseli, sabar dalam memberikan
bimbingan.
8. Harus berempati
Tanpa empati, seorang konselor tidak mungkin akan bisa
mengerti keadaan konseli sedalam-dalamnya. Berempati adakah
“ability to ‘feel with’ the conselee”. dalam berempati terkandung
compassion, yang berarti “menderita bersama-sama”. Dengan cara
!61
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
ini, maka konselor bisa sungguh-sungguh ikut “mengalami” atau
“merabarasakan” apa yang dirasakan oleh konseli
Konselor bisa berempati dan ber-compassion terhadap konseli
jikalau konselor menyikapinya secara tepat, yaitu dengan cara ber-
interjection (introyeksi), yaitu memasuki dunia konseli tanpa ikut
‘terhanyut’ ke dalam perasaan dan permaslahan konseli.
Supaya konselor tidak terhanyut dalam dunia konseli, maka
setelah berada di dalam ‘dunia’ konseli, konselor harus segera
kembali ke ‘dunianya’ sendiri.
1. Kesiapan fisik
a. Faktor kesehatan jasmani konselor sangat penting dalam
menjalankan tugas pelayanan konseling. Dalam menjaga
kesegaran fisiknya konselor perlu mengupayakan
menggunakan waktu untuk rileks sebelum melakukan tugas
yang melelahkan
b. Konselor juga perlu mengatur jam-jam makan pada waktunya,
meskipun ada tantangan pelayanan yang harus dihadapuinya.
Di sini konselor harus bisa menetralisir diri sendiri dan
menjaga keseimbangan serta kesegaran fisiknya.
2. Kesiapan mental
!62
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
a. Konselor perlu siap secara mental untuk medengarkan orang
lain secara aktif. Hal ini dapat dilakukan dengan terus
mengikuti pembicaraan konseli dan sekaligus selektif dalam
mendengarkan
b. Konselor perlu menetapkan pendirian bahwa ia akan
membimbing konseli melalui proses dialog, yang memerlukan
unsur mendengar yang lebih banyak dan aktif daripada
berbicara. Guna mencapai hal itu, konselor harus melatih diri
untuk mendengarkan orang lain agar proses dialog dalam
konseling dapat berjalan semestinya.
c. Konselor perlu belajar memusatkan perhatian atau
berkonsentrasi terhadap masalah konseli. Pada sisi lain,
konselor pun harus memahami daya konsentrasi dari konseli.
Sebagai gambaran, daya konsentrasi usia anak-anak kecil:
7-10 menit dan orang dewasa: 40-45 menit, untuk menerima
masukan dari orang lain pada suatu kali pertemuan yang
efektif. Dengan memahami hal ini, konselor akan tertolong
mengerti apa sesungguhnya yang dialami oleh konseli yang
dilayaninya.
d. Konselor perlu bersikap sensitive/peka melihat mkna yang
tepat dari pokok persoalan, sehingga ia akan sanggup
mengamati persoalan konseli dengan jelas.
e. Konselor perlu mengembangkan sikap bahwa ia jangan cepat
menganggap dirinya telah mengetahui semua makna pikiran
konseli yang sedang dibicarakan. Sikap ini akan membantu
konselor untuk terbuka mencari kemungkinan makna lain
dibalik pikiran konseli.
3. Kesiapan emosi
a. Konselor perlu mengontrol emosinya menghadapi setiap
konseli, supaya dapat mendeteksi secara diri apakah konseli
itu bersungguh-sungguh atau hanya berpura-pura
menemuinya.
b. Konselor yang mengontrol emosi akan bersabar melihat dan
memahami perasaan konsli jika ada hal yang tidak disetujui.
Kesabaran akan membantu konselor untuk belajar memahami
lebih dalam perasaan konseli sehingga akan lebih mudah
memberikan solusi.
c. Dengan mengontrol emosi, konselor dapat menolak hal-hal
yang membingungkan dengan menggunakan pikiran yang
jernih dan matang. Dengan mengontrol emosi pula diharapkan
agar tidak memotong percakapan sementara ia sedang
!63
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
mengikuti pembicaraan konseli yang sedang menuturkan
masalahnya.
d. Pengontroaln emosi dapat membantu usaha konselor
membangun perhatian pada pokok yang sedang dibicarakan,
supaya ia dapat berpikir dan membuat analisis yang lebih
tepat.
e. Pengendalian emosi dapat menolong konselor untuk menggali
latar belakang dan masalah konseli lebih dalam
f. Pengontrolan emosi membantu konselor berhati-hati dalam
memberikan bimbingan dan nasihat.
4. Kesiapan sosial
Kesiapan konselor secara sosial memberi kemampuan
kepadanya untuk menempatkan diri secara patut menghadapi
konseli
a. Konselor harus bersedia untuk menghadapi setiap konseli pada
level status di mana ia berada. Artinya, konselor tidak boleh
melihat dan membedakan mutu pelayanan berdasarkan status
konseli.
b. Kesiapan sosial membantu konselor manangani pergaulan/
hubungan konseling secara baik di mana ia dapat
mempertahankan hidup kekristenan yang benar sebagai kunci
untuk menghadapi konseli dengan penuh tanggung jawab.
c. Kesiapan sosial meneguhkan konselor untuk menjunjung tinggi
kesopanan dan menghargai konseli sebagai orang yang patut
diperlakukan secara manusiawi.
d. Kesiapan sosial menopang konselor memiliki sikap tulus hati,
sehingga tidak mencoba untuk menipu atau memanipulasi
konseli secara halus
e. Kesiapan sosial menunjang konselor untuk terus belajar
menerima diri sendiri sebagaimana adanya, dan tidak
terpengaruh oleh konsep pemikiran orang lain, khususnya
konseli yang dihadapinya.
5. Kesiapan rohani
Kesiapan rohani merupakan faktor fundamental bagi konselor
untuk terlibat dalam pelaksanaan tugas konseling.
a. Konselor Kristen harus memahami dan mengalami arti hidup
dalam Kristus dan mengerti apa artinya mati dan bangkit
bersama Kristus sehingga ia dapat membaginya kepada setiap
konseli.
!64
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
b. Konselor harus mengerti apa artinya dibenarkan oleh Kristus,
sebagai dasar untuk menolong konseli, bahwa pembenaran
dalam Kristus membawa kedamaian hidup.
c. Konselor patut menghayati dan mengalami arti kekudusan
hidup dalam Kristus, sehingga ia dapat membantu serta
memberi jalan/solusi kepada konseli untuk hidup sesuai
dengan kehendak Allah yang dikuasai dan dipenuhi oleh Roh
Kudus.
d. Konselor patut menghayati arti hidup dipermuliakan bersama
Kristus, sehingga ia dapat melaksanakan tugas dengan penuh
tanggung jawab bagi kemuliaan Allah.
!65
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
5. Ia bersandar sepenuhnya pada hikmat Allah Roh Kudus (Yoh.
3:17; Yes. 32:17; Ams. 14:26; Gal. 5:15-21), bukan bersandar
pada kekuatannya sendiri.
6. Ia memiliki damai sejahtera dari Allah – sehingga bisa
membagikannya dalam proses bimbingan konseling (Mat. 5:9)
7. Ia mampu mengendalikan perasaan sendiri ketika berhadapan
dengan konseli serta dapat meempatkan diri pada posisi yang
tepat sebagai konselor (Gal. 6;1-10; 1 Kor. 9:27).
!66
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
ia akan terbuka hatinya sehingga dapat mengatakan/
mencurahkan isi hatinya perihal masalah-masalah yang
membebani atau menekan dirinya yang mungkin tidak disadari
apa penyebabnya namun ia rasakan.
!67
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Hal yang sangat penting dalam konseling adalah membagikan
hikmat kebenaran Firman Tuhan atau menyampaikan Firman
Tuhan yang dibutuhkan konseli.
Ada berbagai cara untuk mengajar, antara lain mengajar secara
verbal dan memberikan informasi, arah, petunjuk untuk
dilakukan konseli tapi bisa juga mengajar dengan memberikan
teladan kita sendiri.
!68
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
pertanyaan tertutup yang cukup dijawab singkat: “ya” atau
“tidak”; “sudah” atau “belum”. Dalam perjalanan ke Emaus,
kedua murid itu bertanya kepada orang yang sedang berjalan
dengan mereka itu apakah Ia tahu “peristiwa yang baru-baru
ini terjadi. Tuhan Yesus meresponi dengan mengajukan
pertanyaan terbuka: “Apakah itu?” Ini adalah contoh
pertanyaan yang membuka banyak jalur bagi seseorang untuk
mengungkapkan pengalaman dan perasaan-perasaannya.
Oleh karena itu, kita sebagai konselor harus menggunakan
pertanyaan yang sifatnya terbuka dalam konseling.
!69
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
f. Tuhan Yesus “mengajar’ (Luk. 24:27).
Kedua murid dalam perjalanan ke Emaus itu membutuhkan
suatu kerangka berpikir (paradigma) yang baru untuk
menggantikan pola piker yang lama mengenai hal-hal yang
rohani, dan dalam kesempatan ini Yesus mengajar mereka.
!70
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
“empathy” (empati), “unconditional positive regard” (penerimaan tanpa
syarat), “transparency” (terbuka) dan “congruence” (sejajar/sederajat).
3. Pendekatan Eductive
Pendekatan eductive (to lead out). Pendekatan ini kadang-
kadang “non directive” dan kadang-kadang “directive”. Hal seperti ini
tidak apa-apa, boleh saja dilakukan guna menolong lebih mengerti
keadaan konseli.
Sumber-sumber masalah/penderitaan:
Secara garis besar, sumber-sumber masalah dan penderitaan itu
dapat dilihat sebagai berikut:
➢ Disebabkan oleh dosa (2 Sam. 12; Maz. 51)
➢ Disebabkan oleh diri sendiri ( 1 Pet. 4:15; 1 Kor. 10:13)
➢ Disebabkan oleh kesalahan bersama (Kel. 32)
➢ Disebabkan oleh musuh-musuh kita (Maz. 54; 83)
➢ Disebabkan oleh kecelakaan-kecelakaan (Kej. 42:4)
➢ Disebabkan oleh ijin Allah ( 1 Pet. 4:14-16; 2 Kor. 4:8-10,17)
➢ Disebabkan oleh Iblis (1 Pet. 5:8; 2 Kor. 12:7,10).
!71
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
dengan hubungan interpersoanal, dan masalah-masalah yang
berhubungan dengan keluarga.
a. Ciri-ciri depresi
- Perasaan ketakutan yang hebat dan kecemasan tentang
apa yang akan terjadi pada masa depan
- Kesedihan yang mendalam, kemurungan, kehilangan
semangat, pesimis dan perasaan tidak berdaya
- Kekecewawan yang berat dan merasa tidak memiliki
harga diri (self esteem)
- Perasaan putus asa, tidak mampu mengambil keputusan
dan daya konsentrasi yang buruk
- Tidak ada atau hilang selera makan Ianoreksia) disertai
kesulitan menelan makanan
- T idak ingin berkomunikasi dengan orang lain,
mengurung diri, atau menarik diri dari pergaulan karena
takut ditolak
- Mudah tersinggun/sensitive, bahkan sering ada perasaan
ingin mati atau burunh diri
- Tiba-tiba tertawa sendiri, menangis tanpa sebab atau
mudah marah
- Tidak ada keinginan untuk mengurus diri: malas mandi,
merias diri, atau merpaikand iri
- Libido menurun tajam sehingga mengakibatkan
gangguan serius dalam hubungan seks, gangguan tidur
(insomnia), dan gangguan metabolisme tubuh
!72
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
b. Penyebab Depresi
- Keadaan tubuh
banyak orang yang mengalami depresi karena sakit
penyakit yang tidak sembuh-sembuh, seperti tumor,
diabetes, jantung, ginjal, hepatitis, HIV/AIDS dan sakit
menahun lainnya. Selain itu, seseorang dapat terkena
depresi karena tubuhnya sendiri sebenarnya memiliki
potensi untuk menciptakan depresi. Dalam hal ini,
ketidak seimbangan sistemd alam tubuhlah yang
menjadi penyebabnya. Misalnya ketidakseimbangan
kadar hormonal di dalam tubuh yang dipompakan oleh
system kelenjar endokrin ke dalam darah dapat
mengakibatkan perubahan suasana hati yang memicu
timbulnya depresi.
Bagi kaum perempuan, ketidakaturan siklus menstruasi
menjelang masa menopause juga dapat menyebabkan
timbulnya depresi.
- Tekanan-tekanan kehidupan
Kadang-kadang dalam hidup ini, kita mengalami
tekanan, frustrasi dan kekecewaan. Seperti kehilangan
orang yang kita kasihi, kehilangan pekerjaan atau
kehilangan harta benda, sahabat yang pindah ke daerah
lain, dsb.
- Putus asa
Banyak penulis konseling setuju bahwa depresi muncul
pada saat-saat orang merasa bahwa usahanya gagal/
tidak berhasil.
c. Akibat Depresi
- Melakukan tindakan bunuh diri
Konsekuensi paling mengerikan dari depresi adalah
tindakan bunuh diri.
- Disorientasi/kehilangan orientasi diri
- Bulimia yaitu memuntahkan makan yang masuk ke
dalam kerongkongan
- Tindakan menyakiti diri sendiri
- Tidak mau merawat diri
- Waham yaitu suatu keyakinan yang salah, tidak rasional
tetapi diyakini sebagai kebenaran
- Mengamuk dan merusak apa saja yang dilihatnya
!73
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
- Tutup mulut atau tidak mau berbicara
d. Menaggulangi Depresi
Tindakan yang harus dilakukan oleh seseorang yang sedang
mangalami depresi agar terlepas dari depresi, dapat kita
belajar melalui cara yang dipakai oleh Malaikat Tuhan
dalam menolong Elia:
- Kebutuhan jasmani Elia terpenuhi
Ia mendapatkan makanan, air dan istrahat. Ia harus
meninggalkan pekerjaan untuk sementara waktu
berdiam diri sendirian. Tuhan Yesus juga membutuhkan
waktu untuk istrahat, menjauhkan diri dari keramaian
orang banyak untuk memulihkan diri.
Kadang-kadang hal inilah yang dibutuhkan oleh konseli,
yaitu waktu untuk istrahat dan memelihara kesehatan
tubuhnya.
- Elia mengakui bahwa ia frustrasi dan mengalami depresi
dan berani menghadapi penyebab-penyebabnya
Elia tidak menyembunyikan perasaan takutnya, kesepian
dan pergumulan serta kemarahannya. Seorang yang
mengalami depresi akan sangat tertolong jika ia
menyadari keadaanya dan mencoba mencari apa yang
menjadi penyebabnya.
- Elia dengar dan patuh kepada Tuhan
Pada waktu Elia sampai ke apdang gurun, ia berdoa
supaya Tuhan mengambil nyawanya. Tuhan
mengirimkan malaikatNya (1 Raj. 19:4) untuk
mengatakan “Keluarlah dan berdiri di atas gunung itu di
hadapan Tuhan” (ay.11) dan Elia patuh.
- Elia bangkit dan siap kembali bekerja
Alkitab menyaksikan bahwa Elia bangkit dan kembali
melayani Tuhan. Dalam masa depresi, seringkali orang
cenderung menjadi lumpuh. Karena itu, kita harus
menuntun konseli untuk memiliki semangat menghadapi
realita hidup ini dari perspektif yang benar.
- Elia menyadari kembali keadaannya
Melalui persekutuan pribadi dengan Tuhan di padang
gurun, Elia mulai melihat bahwa sebenarnya keadaanya
tiaklah separah yang ia pikirkan. Ia tiak sendirian,
karena ada 7000 orang Israel yang masih setia kepada
Tuhan (1 Raj. 19:18).
- Elia rela menerima pertolongan dan dukungan orang lain
!74
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Mulai-mula malaikat Tuhan yang datang menolong,
tetapi kemudian Elia ditolong oleh Elisa. Itulah sebabnya,
Tuhan menempatkan kita diantara kumpulan orang-
orang percaya supaya kita dapat saling menguatkan.
2. Kemarahan
Kemarahan merupakan gejolak emosi yang kuat, yang timbul
pada saat kita merasa terancam, frustrasi datau diperlakukan
tidak adil oleh orang lain.
Kemarahan adalah keadaan emosi yang bisa dialami oleh setiap
orang pada saat-saat tertentu, yang bisa diekspresikan secara
terpendam maupun terbuka/terang-terangan, bisa berlangsung
singkat dan bisa pula berlangsung lama dalam bentuk
kebencian, dendam dsb.
b. Penyebab
- Perasaan terhadap ketidakadilan yang berlaku
- Frustrasi
- Perasaan disakiti dan terancam
- Keadaan rohani yang tidak sehat
b. Akibat
- Withdrawal (menarik diri dari lingkungan)
- Menyimpan kemarahan itu
- Mencari kambing hitam
- Mencoba menyelesaikan dengan cara sendiri
c. Penanggulangan
- Membimbing konseli untuk mengarahkan pikiran dan
tindakannya pada solution oriented (penyelesaian masalah)
dan bukan pada problem oriented (mempermasalahkan
persoalannya)
- Mengajar konseli cara bagaimana memanfaatkan
kemarahannya
- Menolong konseli untuk melihat persoalan (faktor
pencetus konflik) dari kaca mata lawannya.
3. Akar Pahit/kepahitan
Akar pahit adalah gangguan emosi akibat pelecehan emosional
ataupun fisik yang terjadi pada masa lalu yang mengakibatkan
luka hati yang dalam dan mengendap selama bertahun-tahun
(waktu yang cukup lama), bahkans seumur hidup.
!75
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
b. Penyebab
- Sering menerima perlakuan agresif dan buruk
- Kemarahan yang terpendam
- Pelecehan seksual pada masa kecil
- Kekerasan fisik dan psikis
- Perasaan tertolak
- Perselingkuhan dan perzinahan
- Diskriminasi ras dan gender
b. Akibat
- Kehilangan kepercayaan kepada orang lain
- Merasa dan melihat dunia ini tidak aman
- Sulit membangun relasi yang intim dengan orang lain
- Terlalu berhati-hati sehingga mengganggu pertumbuhan
mental dan spiritualnya
- Memiliki kekhawatiran yang berlebihan
- Tertutup secara psikologis dan sukar mengambil
keputusan
- Menarik diri dari pergaulan
- Sering sesak napas
- Kehilangan damai sejahtera/sukacita
c. Penanggulangan
Sebagai konselor Kristen, kita harus membimbing dan
mengarahkan konseli untuk melakukan beberapa ghal di
bawah ini :
- Mengakui dosa dan bertobat
- Mengampuni
- mengendalikan amarah
- Jangan berdiam diri (memendam perasaan marah)
- Jangan membalas dendam
- Berdamai
- membuang akar pahit
- Hidup dalam kasih karunia Allah
!76
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Cemburu atau iri hati selalu disertai tingkah laku atau tindakan
yang merugikan, seperti: keinginan melihat orang yang
dicemburui itu celaka, dipermalukan atau kehilangan muka;
membanding-bandingkan dirinya dengan orang itu dengan
tujuan menemukan alasan membenarkan cemburu atau iri
hatinya.
a. Penyebab
- Envy lebih cenderung dialami oleh orang-orang yang
merasa dirinya gagal
- Envy cenderung dialami oleh orang-orang yang merasa
inferior
- Envy lebih cenderung dialami oleh orang-orang yang jauh
ari Allah
b. Akibat
- Envy mempengaruhi jalan pikiran manusia yang
menyebabkan seseorang menyukai kecelakaan bagi orang
lain yang dicemburuinya
- Mempengaruhi perasan sehingga tidak merasa sukacita,
bahagia dan tidak pernah merasa puas
- Mempengaruhi tingkah laku seperti kejahatan,
pembalasan, dendam, kekerasan bahkan pembunuhan
- Mempengaruhi hubungan baik dengan sesama
- Menceraikan kita dari Allah
c. Penanggulangan
Bebrapa hal yang harus dilakukan oleh konselor bagi orang
yang envy:
- Menolong konseli mengenali “persoalannya”
- Menolong konseli mengembangkan positif attitude
terhadap sesama
- Menolong konseli mengenali hal-hal yang sensitive yang
mudah menimbulkan envy dan mengatasinya
- Menolong konseli membedakan antara envy yang merusak
dengan envy yang constructive dan mendorongnya
memakai energi envy untuk mencapai hal-hal yang positif
5. Kecemaasan
Kecemasan merupakan salah satu persoalan manusia terbesar
zaman ini. Kecemasan adalah perasaan khwatir, gelisah dan
takut yang muncul cecara bersamaan dan biasanya diikuti
!77
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
dengan naiknya rangsangan pada tubuh yang menggejala dalam
bentuk jantung berdebar, keringat dingin, dsb.
a. Penyebab
- Ancaman yang dapat mengganggu tubuh
- Pertentangan/perbedaan pendapat
- Pengalaman dalam keluarga yang tidak cukup memberi
latihan untuk mandiri
- Persoalan yang tak kunjung selesai
- Kebutuhan hidup yang tidak terpenuhi
- Gangguan kesehatan tubuh
b. Akibat
- Gangguan fisik seperti sakit kepala, sesak nafas, tekanan
darah tinggi, nafsu makan berkurang
- Gangguan kejiwaan seperti mudah lupa, tidak produktif,
sulit dalam pergaulan, membela diri
- Tingkah lakunya cenderung tidak mempunyai tujuan atau
target yang akan dicapai sehingga hidupya banyak diisi
dengan hal-hal yang tidak mempunyai arti
c. Penanggulangan
- Menolong konseli untuk menyadari bahwa realita hidup
harus dihadapi secara dewasa dan bertanggung jawab
- menolong konseli unutk menemukan alasan menjadi
kuatir, gelisa dan cemas
- Menolong konseli untuk menyadari prinsip kristiani bahwa
lebih berharga mengerjakan sesuatu dengan sungguh-
sungguh walau gagal, daripada mengerjakan dengan
setengah hati walau berhasil
- Menolong konseli untuk merefleksikan apa yang
dirasakannya dan menantangnya secara rasional
- Menolong konseli untuk berani melakukan kegiatan-
kegiatan yang sehat seperti olehraga, bercocok tanam,
memelihara ikan, dsb.
6. Kesepian
Kesepian dapat menimbulkan gangguan kejiwaan. Berbagai
perasan yang timbul karena kesepian yaitu ditinggal, tidak
dikehendaki, ditolak, tidak dimengerti, tidak berguna sehingga
menjadi sedih, tidak bersemangat dan cemas.
!78
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Kesepian adalah pengalaman yang menyakitkan, di mana orang
yang bersangkutan merasakan kekosongan jiwa sehingga tidak
dapat lagi menikmati komunikasi dengan orang lain.
a. Penyebab
- Pengaruh perubahan sosial: kemajuan tekhnologi,
urbanisasi
- Pengaruh perkemabangan/pertumbuhan: kurang ikatan,
kurang penerimaan, kurang kemampuan
- Pengaruh psikologi: rendah diri, tidak mampu
berkomunikasi, tidak mampu mengontrol situasi,
bermusuhan dan takut
- Pengaruh situasi/status: orang kaya, orang asing, janda
dan orang yang bercerai
- Pengaruh kerohanian: perbuatan dosa
b. Akibat
Kesepian dapat mengakibatkan orang menjadi rendah diri,
depresi dan melampiaskan diri dengan cara minuman atau
menggunakan obat-obatan terlarang (drugs).
c. Penanggulangan
- Menyadari dan mengakui bahwa konseli kesepian
- Ubah cara berpikir konseli
- Mengembangkan self esteem
- Mendorong konseli untuk berani mengambil resiko
- Mempelajari skill komunikasi dan pergaulan
- Maningkatkan kerohanian
5. Rasa bersalah
Rasa bersalah bukanlah gangguan kejiwaan tetapi merupakan
salah satu faktor yang dapat menghasilkan gangguan kejiwaan
jika terjadi secara berlebihan. Rasa bersalah ada dua macam
yaitu rasa bersalah objektif (merasa bersalah karena melanggar
hukum) dan rasa bersalah subjektif (suara tuduhan dari dalam
atas apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan). Biasanya
rasa bersalah subjektif yang perlu penanganan konseling.
a. Penyebab
- Pengalaman masa lampau dan keinginan-keinginan yang
tak terpenuhi
- Rendah diri dan tekanan lingkungan
- Perkembangan hati nurani yang tidak sehat
!79
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
- Pengaruh dari kuasa-kuasa supranatural di luar diri
manusia: roh jahat)
b. Akibat
- Defence mecahanism, yaitu berpikir tertentu untuk
melindungi diri dari perasaan bersalah seperti mengkritik,
memikirkan kesalahan orang lain, marah, menolak
tanggung jawab
- Sikap mengutuki diri sendiri atau mempersalahkan diri
sendiri
- Reaksi sosial yaitu pemikiran-pemikiran yang negatif
terhadap orang lain sehingga menceraikan/menjauhkan
orang tersebut dengan lingkungan/persekutuan
c. Penaggulangan
Konseling untuk orang yang memiliki rasa bersalah harus
dilakukan dengan pengertian dan penerimaan, diajak untuk
menyelidiki arti benar atau salah, di bawa untuk mengerti
pertobatan dan pengampunan Allah.
6. Dukacita
Seseorang bisa saja dikatakan berdukacita ketika dia berada
dalam kepedihan yang sangat mendalam seperti kematian orang
dekat, mengalami kegagalan, putus cinta dari orang yang sangat
disayangi, tertimpa bencana atau musibah seperti rumah
terbakar atau hancur diterjang banjir/badai/gempa, dsb.
Alkitab mengajarkan bahwa kematian bukan akhir dari segala
sesuatu tetapi awal kehidupan baru bersama dengan Tuhan di
alam yang lain.
Konseling terhadap orang yang berdukacita dilakukan dengan
kesabaran, pengertian dan memperhatikan kebutuhan.
Dibutuhkan pula penghiburan dan pengharapan.
Pencegahan untuk dukacita dapat dilakukan dengan
mempersiapkan orang-orang untuk menerima kenyataan akan
kematian yang harus terjadi. Penjelasan dan pengertian yang
diberikan sebelum adanya kematian dapat mengurangi dukacita
karena mereka telah dipersiapkan dan diberikan pengertian
tentang hidup di dunia yang akan berakhir dengan kematian
untuk masuk ke dalam kehidupan yang kekal bersama dengan
Tuhan.
!80
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
a.Menyembunyikan atau menahan perasaan sedih
b.Lumpuh: tidak mampu mengambil keputusan, tidak mau
bekerja/berbuat apa-apa
c.Melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri
d.Menghukum diri/menyalahkan diri: mengapa saya tidak
menuruti kemauannya? mengapa saya tidak membawanya ke
dokter? mengapa saya meninggalkannya sendirian? dll.
e.Menyangkal rasa kehilangan: seperti tetap menganggap bahwa
suami/istrinya masih tidur di sampingnya; menyediakan
makanan/minuman kesukaannya; berbicara pada foto
almarhum, dll.
f. Berubah kepribadian: tadinya periang menjadi pendiam,
penyendiri, peminum, dsb.
!81
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Hubungan dengan sesama yang sehat tergantung dari
kemampuan kita untuk berkomunikasi, memperhatikan dan
mengerti orang lain, berhati-hati dalam berkata-kata dan memberi
komentar.
Konseling yang harus diberikan di antaranya kesadaran akan
kehendak Tuhan tentang kasih, kemauan untuk berubah agar
menyesuaikan diri, menjadi teladan, saling menghargai, memberi
hormat, diajarkan untuk menyelesaikan konflik (berdamai dengan
orang lain), dibekali dengan pengetahuan berkomunikasi yang baik.
Pencegahan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
merenungkan Firman, berdoa, saling mengaku dosa, mengerti konflik
dan komunikasi.
!82
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
menyatakan bahwa kunci kebahagiaan rumah tangga adalah takut
akan Tuhan (Maz. 128:1-6).
Konseling bagi orang yang hendak memilih pasangan hidup
seharusnya dilakukan sebelum mereka memulai hubungan karena
jika setelah “jatuh cinta” maka akan banyak hal yang sulit untuk
diterima. Istialh ‘cinta itu buta’ menjadi berlaku dan akan
membutakan mata mereka untuk melihat secara rasional dan
objektif. Yang perlu dipertimbangkan dalam konseling adalah
kerohanian, kebutuhan, motivasi, bimbingan menemukan yang
sepadan, kedewasaan dan dorongan mencari sambil menunggu
waktu Tuhan.
Pencegahan salah pilih harus dilakukan dengan memberikan
peringatan sebelum mereka memutuskan untuk berjalan bersama
berdasarkan berbagai pengertian yang benar.
!83
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
➢ Ketegangan hidup karena perbedaan pandangan, tugas rumah
tangga, kebutuhan pribadi bahkan financial
➢ Adanya perasaan takut ditolak, baik oleh suami maupun istri
➢ Tiak berterus terang dan terlalu banyak berpura-pura
➢ Adanya perasaan bersalah karena perbuatan masa lalu yang
tercela
➢ Padamnya hasrat seksual, mungkin karena faktor fisiologis
ataupun psikologis
➢ Masalah impotensi dan vaginismus
➢ Kesibukan
➢ Stress dan depresi
➢ Masalah kesehatan
➢ dll.
!84
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
➢ Mendidik anak sesuai Firman Tuhan
➢ Jangan kalah terhadap tekanan hidup.
!85
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
demikian saudara-atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil
kamu untuk hidup dalam damai sejahtera” (1 Kor. 7:15).
Dengan pernyataan itu, Rasul Paulus ingin menegaskan bahwa
jika “orang yang tidak percaya” itu tidak mau lagi hidup bersama
dalam ikatan pernikahan dengan “orang yang percaya’, maka pihak
orang percaya tidak terikat lagi dengan pasangannya itu. Artinya,
orang percaya tidak terikat untuk menahan orang yang tidak percaya
tersebut agar tetap menjadi pasangannya. Ia (orang yang percaya)
tidak terikat penikahan lagi denganorang yang tidak percaya
tersebut.
Namun, penting untuk diperhatikan bahwa inisiatif perceraian sekali-
kali tidak boleh dilakukan oleh pihak orang percaya.
!86
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
waktu setelah kejadian itu, Ervina datang menemui konselor. Ervina
bercerita bahwa ia merasa hidupnya tertekan. Ia mengakui bahwa
Mario memang telah memberikan segala kebutuhan fisik dan materi,
tetapi itu tidak cukup. Ervina membutuhkan saumi yang ideal. Oleh
sebab itu, meskipun Mario sudah mengaku dan bertobat, Ervina
ternyata tidak dapat mengampuni Mario untuk kesalahannya yang
pernah ia buat tiga tahun yang lalu. Persisnya, perselingkuhan yang
dilakukan Mario terjadi dengan rekan kerjanya.
1. Identitas Klien
Nama : Ervina (nama samaran)
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 10 Januari 1965
Agama : Kristen
Alamat : Jl. Taman Kupu-kupu I no. 10
Kebun Jeruk – Jakarta
2. Keadaan Keluarga
Suami
Nama : Mario
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Mei 1960
Agama : Kristen
Alamat : Idem
Anak
Nama : Tino
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 30 Nopember 1985
Agama : Kristen
Alamat : Idem
3. Penampilan fisik
Klien memiliki penampilan cantik, menarik, tubuh langsing, raut
wajah oval, rambut hitam, kulit kuning langsat, hidung sedang
dan suara lembut
4. Penampilan psikologis
Klien memiliki sikap yang ramah, akrab, terbuka, sopand an
cerdas
5. Ringkasan masalah
Selama lima tahun dalam pernikahannya, Ibu Ervina merasa
tertekan dan dihantui oleh rasa dikhianti oleh suaminya. Ia
masih menyimpan dendam/kepahitan dan tidak bisa
!87
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
mengampuni suaminya yang pernah berselingkuh dengan
wanita lain. Ia ingin sekali berpisah atau menyudahi
pernikahannya dengan Mario.
Pra Konseling
Kl : Hallo, Ibu Rina ya?. (nama samaran, Konselor sudah
mengenal konseli)
Pertemuan konseling
!88
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Kl : Selamat siang, bu
Kl : ehm.. baik bu
Kl : Iya bu
!89
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
dan meminta maaf kepada saya bahwa dia telah khilaf
dan menodai pernikahan kami. Mario berjanji untuk
tidak akan mengulanginya lagi. Tetapi meskipun dia
telah meminta maaf dan tidak mengulanginya lagi, saya
merasa tidak bia menerimanya lagi seperti dulu, dan ini
membuat saya tertekan sekian lama. Seringkali dalam
pikiran saya tercetus untuk bercerai dan meninggalkan
Mario.
!90
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
keperluan rumah tangga, mengurus anak, dan
mengurus keperluan rutin lainnya. Setelah 2 tahun
kejadian itu, saya mengetahui bahwa Mario
berselingkuh dan dia mengakuinya. Dalam diri saya,
tidak ada cinta yang tersisa. Saya merasa pernikahan
itu sudah kandas. Apa yang harus saya lakukan?
Haruskah saya mempertahankan pernikahan ini atau
sebaliknya saya menceraikannya?
!91
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Kl : Saya rasa masih sulit untuk melakukannya.
Bagaimana saya bisa memberi perhatian padanya,
sedangkan saya meras dia kotor.
!92
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan oleh
manusia”. Sesuai dengan iman Kristen, kita menolak
perceraian. Yang kedua, adalah masalah anak-anak.
Keadaan psikologis anak-anak tidak akan sebaik bila
keadaan keluarga lengkap dan har monis. Jadi
perceraian pasti akan mengganggu keadaan emosional
anak ibu. Berikutnya adalah bagaiamana pandangan
keluarga, saudara, atau masyarakat sekitar nanti.
!93
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
dambakan. Kira-kira apa yang ingin ibu dapatkan
dalam enam bulan itu?
!94
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Pertemuan kedua
Kl : Selamat siang ibu Rina. Bagaimana kabarnya Ibu?
(Konseli tampak berbahagia)
Kl : Begitulah Ibu.
!95
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Kesimpulan
Dari proses konseling ini dapat disimpulkan bahwa
Konseli (ibu Ervina) mengalami ketidakpercayaan dan rasa
dendam dan tidak dapat mengampuni Mario, suaminya karena
pengkhianatan, yaitu Mario melakukan perselingkuhan dengan
rekan kerjanya. Adapun yang menjadi penyebabnya adalah
karena Mario tidak mendapatkan perhatian dari sang istri.
Ervina hanya mencurahkan perhatian kepada sang bayi yang
baru lahir.
Gangguan emosional yang dialami kedua belah pihak
telah diketahui penyebabnya. Luka batin dapat disembuhkan
dengan mengobati pokok masalahnya. Setelah mengarahkan
pandangan dan pengertian mengenai apa yang terjadi kepda
konseli jika ia mengakhiri pernikahannya, maka konseli
mengambil keputusan untuk melakukan perubahan positif
supaya pernikahannya terselamtkan.
Menetapkan target atau sasaran dan program pemulihan
berikut di dalamnya jenjang waktu membuat konselor semakin
percaya akan tahapan perubahan positif terhadap kondisi
emosioanal dan pernikahan konseli. Minat dan kemauan untuk
semangat menyelamatkan pernikahan akhirnya membuahkan
hasil yang luar biasa bagi masa depan pernikahannya.
Saran-saran
Pengampunan adalah salah satu pokok penting dalam
penyelesaian amsalah.
!96
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
DAFTAR PUSTAKA
!97
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Elisa Surbakti, Konseling Praktis, (Bandung: Kalam Hidup), 1993
!98
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
!99
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi