Anda di halaman 1dari 99

BAB I

PROLOGOMENA PASTORAL KONSELING

A. Pengertian Konseling

1. Pengertian Konseling secara umum


Secara etimologi, istilah “konseling” berasal dari kata benda
“Counsel”, dalam bahasa Latin “Consilium” dari kata dasar “Consilere”
yang berarti “to consult”, yang memiliki pengertian mencari
pandangan atau nasihat orang lain sebagai penuntun untuk
pertimbangan dan pembuatan keputusan.
Dilihat dari sudut lain, kata kerja “to Counsel, counseling”
berarti memberi nasihat, petunjuk, peringatan, teguran, dorongan
atau ajaran untuk mengajarkan penyerahan diri (submission) dalam
upaya megatasi masalah dan menangani perilaku negatif dari
seorang individu.
Dari pengertian di atas, konseling dapat dijabarkan sebagai
suatu proses menyampaikan nasihat, petunjuk, peringatan, teguran,
dorongan dan ajaran untuk memberikan pertimbangan guna
membuat keputusan yang bijaksana sebagai upaya mengatasi
masalah serta menangan atau menyelaraskan perilaku.
Dalam kata “consilium” terdapat unsur “dengan” atau
“bersama” orang lain, ditambah unsur “memahami atau “mengambil
sari” dari pembicaraan, pikiran, dan ide orang lain.
Secara sederhana pengertian konseling dapat dinyatakan
sebagai usaha untuk memberi nasehat, atau bimbingan dan
semangat, walaupun sebenarnya konseling memiliki arti yang lebih
luas lagi, yaitu merupakan proses untuk pertumbuhan dan
perkembangan pribadi. Jadi perlu ditekankan bahwa konseling tidak
hanya dimaksudkan untuk urusan masalah-masalah hidup saja,
tetapi juga bimbingan-bimbingan untuk melanjutkan kehidupan
yang lebih baik.
Dari penjabaran di atas, terlihat beberapa matra penting dari
konseling, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Konseling adalah suatu proses penyampaian nasihat,
petunjuk, peringatan, teguran, dorongan dan ajaran. proses
ini melibatkan pemberi nasihat, dsb dalam hal ini disebut

!1
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
konselor pada satu pihak, dan penerima nasihat, dsb yang
disebut konseli dalam suatu interaksi yang dinamis.
b. Konseling memiliki tujuan yang jelas yaitu memberikan
pertimbangan guna membuat keputusan yang bijaksana.
tekanan utama dalam ‘memberikan pertimbangan’
menjelaskan bahwa konselor bertanggungjawab
membimbing konseli untuk mengembangkan ‘rasa
tanggungjawab’ guna membuat keputusan yang bijaksana
bagi dirinya sendiri.
c. Konseling terarah kepada fokus utama, yaitu mencari jalan
keluar atau solusi berdasarkan pertimbangan dan
keputusan yang bijaksana di atas. cirri-ciri dari jalan keluar
ini terlihat pada adanya dinamika mengatasi masalah (dari
berbagai sumber penyebab) dan adanya penanganan dan
penyelarasan perilaku dari yang negatif kepada yang positif
– perkembangan pribadi kearah yang lebih baik. di sini
terlihat bahwa fokus utama dari konseling ini terarah pada
upaya membangun dan membina karakter pribadi yang
ditandai oleh adanya sikap/perilaku yang
bertanggungjawab.
Rogers, seperti yang dikutip oleh Abineno, berkata bahwa,
“Maksud konseling ialah supaya konseli dapat melihat dirinya sendiri
dan dunia sekelilingnya secara realistis, sehingga ia dapat menjadi
orang yang benar-benar adalah dirinya sendiri, dan yang tidak hanya
hidup sesuai dengan apa yang diharapkan orang lain daripadanya,
tetapi supaya ia beroleh keberanian untuk mengungkapkan apa yang
ada di dalam dirinya”. Selanjutnya, Hulme berkata bahwa tujuan
konseling ialah bukan saja “pemecahan persoalan”, tetapi juga
“kematangan orang yang dikonsel”, sehingga ia lebih mampu
menghadapi persoalan-persoalan yang akan ia temui nanti.
Melengkapi penjelasan tentang konseling seperti di atas,
Magdalena Tomatala mengutip beberapa pendapat para pakar
pendidikan yang telah berupaya membuat definisi tentang konseling:
Konseling adalah suatu usaha untuk membantu konseli
memperoleh pengertian dan bertanggungjawab atas dirinya sendiri
(Gibbson). Definisi ini menegaskan bahwa konseling adalah upaya
memberi pengertian bagi konseli untuk memahami diri atau masalah
yang dihadapainya dengan tujuan agar konseli sendirilah yang
mengambil tanggung jawab untuk mengatasi masalah yang di
hadapainya tersebut.
Konseling adalah suatu usaha membawa konseli untuk
mendapat pemahaman dan pengenalan akan dirinya sendiri,

!2
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
memperkaya konseli dalam mengambil keputusan, menghubungkan
minat, bakat dengan perencanaan, pendidikan dan
mengidentifikasikan keinginan serta kemampuannya untuk
mencapai tujuan hidup yang berarti (Higgins). Definisi ini berkenaan
dengan tiga hal penting yaitu, bahwa konsling berhubungan dengan
pemahaman, pengenalan, dan memperkaya diri (konseli) yang
memberikan kemampuan untuk membuat keputusan berkenaan
dengan upaya mengembangkan serta mencapai hidup yang lebih
berarti.
Konseling adalah pemberian bantuan kepada konseli supaya ia
dapat mengalami dan mengevaluasi segala situasi dan segala
keterbatasannya dalam mengembangkan penyelesaian masalah atau
persoalannya (Feder). Feder melihat konseling sebagai upaya
memberikan bantuan (bukan mengambil tanggung jawab dari
konseli) kepada konseli sehingga ia dapat mengenal/memahami dan
mengevaluasi keterbatasan dirinya – yang akan memberikan
kemampuan kepadanya untuk mencari jalan (sendiri) – bagaimana
menagani serta mengatasi/menyelesaikan masalah/persoalan yang
dihadapinya secara pribadi.
Konseling adalah suatu proses untuk membatu konseli
mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
dihadapainya (Tyler). pertanyaan-pertanyaan itu adalah:
- Apakah persoalannya mengenai sesuatu hal yang dihadapainya
berlanjut, atau hal tersebut terjadi dan berakhir sampai saat itu
saja?
- Apakah persoalannya dapat diatasi secara langsung atau
masalahnya cenderung menambah kekalutan?
- Bagaimanakah ia menjajaki persoalan itu secara pribadi? Tyler
dalam definisinya ini menjelaskan secara langsung bahwa
konseling berkenaan dengan upaya menolong konseli, agar ia
mampu menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan
kemampuan yang ada padanya.
Konseling adalah hubungan individu antara konselor dengan
koseli dalam upaya membimbing konseli agar ia dapat
mengintegrasikan pengertian diri dengan situasi sehingga ia dapat
mengambil keputusan dan menguasai dirinya secara bijaksana
(Isacsion). Definisi ini menegaskan bahwa konseling adalah upaya
memberi bantuan yang bersifat membangun kesadaran orang yang
dibimbing (konseli) sehingga ia menjadi sadar akan masalahnya dan
mencari jalan keluar yang tepat untuk mengatasi masalahnya
tersebut. hal yang menarik dari definisi ini adalah bahwa hubungan
antara konselor dengan konseli adalah dasar utama untuk menolong

!3
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
konseli membuat keputusan (yang tepat) dan mengendalikan diri
sehingga ia menjadi manusia bijaksana.

2. Pengertian Konseling Kristen


Konseling Kristen adalah suatu bentuk pertolongan yang
diberikan oleh seorang konselor kristen terhadap konseli/klien yang
sedang menghadapi masalah.
Menurut Everrt L. Worthington, Jr., ada empat ciri khusus
Konseling Kristen:
a. Konseling Kristen harus dilakukan oleh seorang Kristen
b. Konseling Kristen haruslah konsisten dengan asumsi-asumsi
Kristen. Asumsi-asumsi kristen yang dimaskud adalah kebenaran-
kebenaran inti yang mendasar yang diperlukan oleh iman kristen,
sebagaimana yang dinyatakan dalam Alkitab dan sebagaimana
yang dipraktekan oleh orang-orang kristen di sepanjang sejarah
Gereja.
c. Konseling Kristen harus berpusat pada Kristus
Mempunyai Kristus sebagai pusat kehidupan kita berarti
mencerminkan sifat Allah dalam segala sesuatu yang kita
lakukan.
d. Konseling Kristen harus konsisten dengan wahyu Allah.
Ketika Tuhan Yesus dibangkitkan dan naik ke Surga, Ia mengutus
Roh Kudus yang hidup di dalam orang-orang Kristen dan yang
terus-menerus mengungkapkan kebenaran-kebenaran Allah.
semua penyataan ini adalah wahyu Allah yang memberikan kita
pengetahuan yang spesifik tentang kehendakNya bagi kehidupan
kita. seluruh wahyu Allah yang diungkapkanNya bagi kita tersedia
bagi kita untuk digunakan dalam menolong orang lain secara
kristen.
Konseling Kristen dapat dijelaskan “sebagai suatu proses
pembimbingan yang dinamis dalam tuntunan Roh Kudus untuk
menyampaikan nasihat, petunjuk, peringatan, teguran, dorongan dan
ajaran dari perspektif Kristen (Alkitab), yang di dalamnya terdapat
upaya menyampaikan pertimbangan yang memberikan kemampuan
kepada konseli untuk membuat keputusan sendiri yang bijaksana
yang membawa pemulihan, perubahan, peneguhan serta
pertumbuhan rohani.

3. Konselor
Istilah konselor (counselor), secara umum berarti seseorang
yang berkompeten memberi nasihat, petunjuk, peringatan, teguran,
dorongan dan ajaran. Konselor menurut Rogers berperanan sebagai

!4
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
pendorong yang memampukan klien (konseli) agar mengungkapkan
dan memahami perasaan-perasaannya yang sesungguh-sungguhnya.

1) Kualitas-kualitas personal Konselor secara umum.


Para Penulis dalam bidang konseling sepakat bahwa terdapat
kualitas-kualitas tertentu yang membantu konselor. Antara lain:
memiliki kesadaran akan nilai-nilai, percaya, bersikap hangat
dan penuh perhatian, mampu memperlihatkan sikap menerima,
empati dan memiliki pengetahuan. Sebagai tambahan, Yeo
mengutip daftar yang dibuat oleh Albert Ellis, sebagai berikut:
a.Konselor sungguh-sungguh berminat untuk menolong konseli
mereka dan berusaha sekuat tenaga merealisasikan minat
tersebut
b.Tanpa syarat mereka harus memandang konseli sebagai
pribadi
c.Percaya pada kemampuan terapeutis mereka sendiri
d.Mereka memiliki pengetahuan luas tentang teori-teori dan
praktisk-praktik konseling; luwes, tidak picik, dan terbuka
untuk mendapatkan ketrampilan-ketrampilan baru serta
mencobanya
e.Mereka mampu menghadapi da menyelesaikan keruwetan-
keruwetan mereka sendiri; tidak cemas, tidak tertekan, tidak
bersikap bermusuhan, tidak membiarkan diri mereka sendiri
merosot, tidak mengasihani diri sendiri.
f.Mereka sabar, tekun, disiplin dan berusaha keras dalam
kegiatan-kegiatan terapeutis mereka
g.M e r e k a b e r s i k a p e t i s d a n b e r t a n g g u n g j a w a b , d a n
menggunakan konseling hampir seutuhnya demi kebaikan
konseli dan bukannya untuk kesenangan sendiri
h.Mereka bertindak secara professional dan tepat dalam bidang
terapeutis, tetapi masih tetap sanggup mempertahankan
sikap manusiawi, spontan dan gembira dalam bekerja
i. M e r e k a o p t i m i s t i s , m a m p u m e m b e r i s e m a n g a t d a n
memperlihatkan pada konseli bahwa apapun kesulitan yang
diahadapi konseli, mereka dapat berubah
j. Mereka berhasrat untuk menolong semua konseli, dan dengan
besar hati bersedia merujuk orang-orang yang mereka anggap
tidak dapat mereka tolong kepada rekan-rekan seprofesi
lainnya.
k.Mereka juga harus berusaha untuk tidak terlalu acuh tak acuh
atau terlalu terlibat dengan konseli mereka. Mereka harus
waspada terhadap pengandaian-pengandaian mereka yang

!5
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
mengarah pada sikap terlalu menguntungkan atau terlalu
meremehkan sejumlah konseli.
Memang tidak mudah memiliki semua kualitas seperti di atas,
tetapi semua daftar kualitas di atas sebenarnya merupakan kualitas-
kualitas yang harus dimiliki dan diperjuangkan dalam peraktik
konseling oleh konselor.

2) Konselor Umum dan Konselor Kristen


Mengetengahkan perbedaan antara Konselor Umum
dengan Konselor Kristen. Konselor Kristen memiliki keunikan
khusus yaitu bahwa kompetensi yang ada padanya adalah
pemberian/anugerah Allah (1 Kor. 12:8; Roma 12:8). Faktor
utama yang membedakan Konselor Kristen dengan Konselor
Umum terletak apda faktor spiritual atau kerohanian. Walau
keduanya memiliki pengetahuan akan dasar dan metode
pelayanan konseling untuk penyelesaian masalah, tetapi
Konselor Kristen melengkapi dirnya dengan kuasa supranatural
yaitu Friman Tuhan dan Roh Kudus untuk membantu dan
menolong orang lain.
Konselor Kristen dalam pelayanannya berpusatkan pada
Tuhan Yesus Kristus sebagai “Wonderful Consellor” (Yes. 9:5),
selalu berdoa memohon pertolongan Tuhan sehingga tindakan
dan perkataannya memiliki kuasa untuk menjadikan
perubahan hidup yang ditandai dengan pertobatan,
pembaharuan akal budi (pikiran), dan ketaatan akan Firman
Tuan.
Dengan demikian, dapat dikatan bahwa fungsi Konselor
Umum dan Konselor Kristen dapat sejalan, tetapi perbedaan-
perbedaan terletak pada adanya dinamika Roh Kudus yang
membimbing Konselor Kristen dalam proses konseling dengan
tujuan yang jelas, yaitu menuntun kepada pertobatan yang
membawa perubahan kea rah pertumbuhan rohani dan
kedewasaan dalam Kristus.

4. Konseli
Konseli adalah orang yang mempunyai kebutuhan akan
sesuatu; dalam hal ini ini, ia membutuhkan pertolongan untuk
menghadapi masalah-masalah hidup yang sedang di alaminya.
Konslei (Conselee), yaitu orang (yang bermasalah) yang
memerlukan konseling, yang karena keadaannya (permasalahannya/
kebutuhannya) ia membutuhkan pertolongan seorang konselor untuk
memberikan petunjuk serta pertimbangan kepadanya agar ia dapat

!6
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
keluar dari permasalahan yang sedang dialaminya. Konseli bisa siapa
saja, yang ditandai oleh adanya masalah atau kebutuhan yang
mendesak/menekan, yang tidak dapat di atasinya sendiri tanpa
pertolongan atau bantuan orang lain khususnya dari seorang
konselor.
Konseli dapat ditolong apabila ia menyadari bahwa ia memiliki
masalah dan ia pun bersedia mengungkapkan hal-hal penting di
bawah ini:
a. Ia harus sanggup membahasakan masalah yang dihadapi/
dialaminya sehingga dapat dipahami oleh konselor
b. Ia harus berani mengungkapkan masalahnya dengan jujur dan
terbuka agar konselor dapat membimbingnya menemukan solusi
yang tepat
c. Ia harus insaf akan tanggung jawab yang patut dipikulnya sendiri
di mana ia perlu mengambil keputusan atau tanggung jawab atas
masalah yang dihadapinya, dan bukan menimpakan kepada orang
lain.
Konseli atau orang yang mempunyai kebutuhan untuk ditolong
dapat digambarkan sebagai pribadi yang memiliki kehormatan,
pribadi yang unik, pribadi yang dinamis dan pribadi yang
bertanggungjawab:
1. Pribadi yang memiliki kehormatan
Sebagai pribadi yang memiliki kehormatan, konseli harus
diperlakukan dengan penuh hormat dan layak sesuai dengan
martabatnya yang mulia. bersikap sopan kepadanya merupakan
satu cara yang baik untuk memperlihatkan penghargaan kita
kepadanya. Bagi konselor, bersikap demikian terhadpa konseli
akan memperkuat relasi postif yang dibutuhkan dalam sebuah
konseling yang efektif.

2. Pribadi yang unik


Memandang seseorang sebagai pribadi yang unik berarti sungguh-
sungguh menyatakan kepadanya “Saya melihat Anda sebagai
pribai berbeda dan saya akan berusaha membantu menolong
Anda dengan suatu cara istimewa”. setiap orang harus
diperlakukan sebagai pribadi istimewa yang dengan caranya
sendiri menangani masalah-masalah hidup. gambaran diri konseli
juga akan meningkat jika ia diperlakukan secara berbeda dari
yang biasa ia alami. Ia menjadi pribadi yang istimewa. Perasaan
seperti ini dapat menajdi motivasi baginya untuk menjalankan
hidup secara lebih berbobot lagi.

!7
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
3. Pribadi yang dinamis
Memperlakukan seseorang sebagai pribadi dinamis berarti berkata
kepadanya bahwa ia tidak ditentukan secara mutlak oleh masa
lampaunya, oleh peristiwa-peristiwa hidup, pengalaman-
pengalaman masa kecil, lingkungan sekitar, atau faktor-faktor
bawaan. Ia mempunyai kemampuan untuk berubah. Ini
merupakan keyakinan utama yang harus kita miliki, sebab kita
akan gagal menolong orang lain jika kita tidak memiliki keyakinan
bahwa mereka dapat berubah. Kita akan lebih terbantu jika
bersikap terbuka terhadap kemungkinan bahwa perubahan dapat
terjadi dalam banyak cara.

4. Pribadi yang bertanggungjawab


Melihat seseorang sebagai pribadi yang bertanggungjawab
mempunyai tiga implikasi. Pertama, kita memperlakukan mereka
sebagai pribadi-pribadi yang mempunyai pengendalian atas hidup
mereka, situasi dan lingkungan sekitar mereka. Pandangan
fatalistis mereka harus diubah dan diangkat agar menjadi lebih
optismistis. Kedua, kita berkeyakinan bahwa orang memiliki
kemampuan untuk memilih. Mereka dapat memilih apa yang ingin
mereka lakukan dengan hidup mereka. dalam hal ini konselor
harus menolong mereka untuk membuat pilihan-pilihan yang
benar supaya dapat hidup lebih baik. Ketiga, kita memandang
seseorang sebagai pribadi yang mempunyai banyak sumber daya.
Menjadi konseli berarti menjadi pribadi yang mempunyai masalah.
Masalah menunjukkan bahwa ia memiliki sumber daya untuk
mengendalikan lingkungan dan keadaan atau situasi berbahaya
yang dihadapinya.

B. Dasar Alkitab Pastoral Konseling


Alkitab menyaksikan bahwa konseling merupakan bagian
integral dari karya keselamatan Allah pada manusia. Tidak heran jika
Anak Allah datang juga untk menjadi Penasehat/Konselor yang Ajaib
(Yes. 9:5) dan peran utama Roh Kudus adalah menjadi konselor yang
menolong, mengingatkan, menghibur, menguatkan, menyertai,
menginsafkan akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Luk.
4:18-19; Yoh. 14:16, 26; 15:26, 16:7-8).
Allah adalah The Great Counsellor. Apa yang dikerjakan Allah
dalam seluruh rencana keselamatanNya tidak pernah terlepas dari
tindakan pengejewantahan pelayanan konseling. Pelayanan konseling
hadir dalam kehidupan umat kristiani sebagai salah satu tanda

!8
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
kehadiran Allah yang masih terus berlaku (Yoh.5:17). Melalui para
konselor Kristen, Allah berkarya menasehati, membimbing,
menolong, membebaskan anak-anak Tuhan yang terjerat dalam dosa
dan kelemahan pribadi. Bahkan melalui pelayanan konseling, Roh
Kudus membimbing orang-orang percaya dalam proses penyucian
yang akan membentuk mereka menjadi serupa dengan Kristus (Rom.
8:29).
Istilah “Counsellor” sudah dipakai dalam Perjanjian Lama,
misalnya dalam 1 Taw. 27:32, “Yonathan, saudara ayah Daud adalah
seorang “counsellor” (Dalam Bahasa Ibrani: “Yo eets” yang berarti
Penasehat). Istilah ini juga muncul dalam Yesaya 9:5 dalam
nubuatan mengenai kedatangan Yesus. Sedangkan dalam Perjanjian
Baru, terdapat sejumlah kata Yunani yang berhubungan dengan
pengertian “konseling”, sebagai berikut:
“Kami juga menasehati (parakaleo) kamu, saudara-saudara,
tegorlah (nouthetheo) mereka yang hidup dengan tidak tertib,
hiburlah (paramutheomai) mereka yang tawar hati, belalah
(antekhomai) mereka yang lemah, sabarlah (makrothumeo)
terhadap semua orang” (1 Tes. 5:14).
- Parakaleo memiliki arti menasehati, mendorong, mendukung,
menghibur.
- Nouthetheo memiliki arti memberi pengertian, mengingatkan dan
menegur
- Paramutheomai memiliki arti menghibur, menguatkan
- Antekhomai memiliki arti memberi perhatian, memegang teguh
atau memegang erat
- Makrothumeo memiliki arti bersabar.
Dari beberapa istilah tersebut di atas, nyata dengan jelas
bahwa Tuhan memanggil dan menghendaki kita umat Tuhan untuk
saling menguatkan, mendorong, menghibur dan menasehati satu
dengan yang lain supaya yang lemah dikuatkan dan yang memiliki
masalah dapat memperoleh jalan keluar sehingga tampil sebagai
pemenang atas pencobaan, dosa dan setan.

C. Prinsip Konseling

!9
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Di bawah ini ada beberapa hal penting dari prinsip konseling
yang perlu diperhatikan dengan baik oleh konselor Kristen:

1. Konselor harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebelum


melakukan pelayanan konseling melalui kesediaan diri dan berdoa
untuk meminta pimpinan serta hikmat dari Tuhan. Jangan
menganggap bahwa oleh karena Anda sudah terbiasa dan selalu
sering melakukan konseling, lalu Anda memandang remeh
konseli. Kita tidak dapat mengandalkan diri sendiri dan
pengalaman. Jangan menanggap diri pandai (Roma 12:16). Oleh
karena itu perlu menyediakan waktu secara khusus untuk
pelayanan tersebut, dan bukan sekedar mengisi waktu luang.

2. Menjalin relasi yang baik dengan menciptakan rapport (hubungan


yang akrab dan hangat) dengan konseli. Hal ini bertujuan agar
proses konseling itu dapat berjalan dengan lancar dan tidak
timbul gap antara konselor dengan konseli.

3. Menjadi seorang pendengar yang baik. Setiap orang pasti memiliki


perasaan dibutuhkan dan dianggap penting oleh orang lain. Oleh
karena itu konselor perlu menunjukkan bahwa konseli memang
penting bagi Anda. Hal itu dapat ditunjukkan melalui cara dan
sikap kita dalam mendengar serta memperhatikan apa yang
dikatakan oleh konseli, meskipun apa yang dikatakan itu
mungkin menurut kita tidak penting. kita harus berusaha untuk
mendengarkan secara aktif, dimana kita selalu berusaha untuk
menangkap, mengerti dan memahami apa yang sebenarnya ingin
dikemukakan oleh konseli.

4. Menjadikan konseling sebagai suatu proses dan bukan ceramah


atau kuliah. Berarti Anda tidak perlu menyampaikan banyak teori
kepada konseli. Bagi mereka teori bukanlah hal yang dianggap
penting. Yang lebih penting adalah bagiaman Anda bisa segera
melibatkan diri dalam proses konseling. Memang penanganan
suatu masalah seringkali membutuhkan waktu yang relative lama,
baik untuk mendengarkan keluhan konseli maupun
mendiskusikannya. Salah satu kecenderungan yang sering
dilakukan konselor adalah tidak sabar dalam mendengarkan
keluhan-keluhan konseli dan ingin cepat-cepat memberikan
nasihat. Tentu saja, ini sangat keliru. Karena masalah yang berat,
akar permasalahannya seringkali justru baru akan mulai nampak

!10
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
setelah percakapan yang berlangsung lama, terangkat secara
bertahap.

5. Konselor tidak boleh merespon atau menaggapi keluhan konselor


dengan langsung berkata, “Aku mengerti”. Barangkali respon
pendek seperti itu merupakan suatu bentuk acceptance, yaitu
uuntuk menunjukkan penerimaan dan pengertian kita terhadap
konseli. Tetapi kadang-kadang ini justru menutup banyak hal
tentang konseli yang sebenarnya kita belum ketahui. Pernyataan
“saya mengerti” tanpa benar-benar kita mengerti persoalan yang
sebenarnya sama saja dengan memberikan harapan semu.
sehingga solusi yang nantinya diambil pasti juga samara. Tidak
tepat sasaran.

6. Jangan langsung berkata, “Semua pasti akan beres”. Semua


masalah pasti akan dapat diatasi. Di satu sisi memang benar.
Tetapi di sisi lain, penryataan ini terlalu gegabah, meskipun ini
bertujuan untuk menenangkan dan menyenangkan konseli. Lebih
baik konselor mengatakan bahwa, “Meskipun saya juga memiliki
keterbatasan, namun sya percaya bahwa kita akan dapat
mengatasi masalah ini bersama-sama”. Perhatikan, bahwa bukan
saya atau Anda, tetapi kita yakni konslor dan konseli.

7. Jangan mendesak konseli untuk “segera mengambil keputusan”


atau menyuruhnya agar “menarik dirinya sendiri” keluar dari
permasalahannya. Konseling itu perlu proses dan perlu waktu.
Keputusan yang dibuat secara terburu-buru pasti hasilnya tidak
akan sempurna dan memusakan.

8. Mendiskusikan setiap masalah yang dikemukakan oleh konseli


secara menyeluruh. Konsleor harus berprinsip, bahwa setiap kata
atau kalimat yang diungkapkan oleh konseli itu memiliki arti dan
maksud tertentu. Oleh karena itu secara saksama konsleor harus
memperhatikan secara menyeluruh apa yang dikatakannya dan
apa kaitannya antara pernyataan yang satu dengan yang lainnya.
Jangan membiaskan diri memotong kalimat yang diucapkan oleh
konseli meskipun sepertinya kalimat itu diualang terus-menerus.

9. Terimalah konseli sebagaimana adanya selaku pribadi yang


berharga. Seringkali masalah yang dihadapi oleh konseli adalah
karena perasaan tidak berharga – atau tidak dihargai dan rasa
rendah diri. Hal itu bisa disebabkan oleh karena akibat dari suatu

!11
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
dosa yang dilakukannya pada masa lalu, atau memang dia merasa
ditolak oleh orang lain/lingkungannya. Oleh karena itu kita perlu
memohon bimbingan dan kuasa Roh Kudus menyadarkannya.

10. Jangan menunjukkan sikap/kata-kata yang manyatakan bahwa


Anda terkejut (don’t be shocked) terhadap pernyataan konseli).
Jika konseli menceritakan pengalaman atau kesalahannya
kepada kita yang menurut kita adalah kejadian luar biasa atau
kesalahan yang cukup berat, maka jangan sampai kita
menunjukkan sikap dan ekspresi wajah yang panik/terkejut.
Misalnya: “Wah, wah, wah…” atau “Aduh! Minta ampun…”,
“Ooh sampai begitu ya? dan sebagainya, apalagi sampai
berteriak dan mata terbelalak.

11. Hindari pertanyaan-pertanyaan tertutup (close-questions) yang


hanya cukup dijawab dengan “ya” atau “tidak’. Berilah
pertanyaan-pertanyaan dimana konseli dapat bercerita lebih
banyak. Misalnya, jangan bertanya: “Anda senang waktu
diperlakukan seperti itu?”. Lebih baik diganti dengan
pertanyaan, “Bagaimana perasaan Anda pada waktu
diperlakukan demikian?”.

12.Jangan menjadi seperti kamus sebagai tempat untuk mencari


jawaban. Banyak konseli yang datang kepada konselor
sebenarnya hanya bertujuan untuk memperoleh atau meminta
jawaban bagi penyelesaian masalah yang dihadapinya secara
cepat. Tetapi kadang-kadang ada juga “pesan-pesan” yang
tersembunyi. Misalnya konseli menanyakan, “Bolehkan orang
Kristen bercerai?” Kalau jawaban konselor hanya singkat,
“Boleh” atau “Tidak boleh’, maka ini sama sekali tidak
memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sebenarnya.
Kita harus membawa konseli kepada pemahaman yang lebih
luas untuk memahami prinsip-prinsip firman Tuhan secara
benar. Selain itu, konselor juga harus tahu pertanyaan itu
sebenarnya berkaitan dengan apa dan siapa.

13.Jangan terlalu membesar-besarkan masalah. Tetapi juga jangan


mengecilkan atau meremehkan suatu masalah yang
dikemukakan konseli. Hadapilah masalah itu sebagaimana
adanya. Yang penting seorang konselor harus tahu benar
kedalaman masalah konseli. Perbedaan interpretasi akan berat

!12
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
atau ringannya suatu masalah antara konselor dengan konseli
dapat menimbulkan masalah lain.

14.Refleksikan pernyataan-pernyataan konseli. Di sini konselor


harus mengulangi pernyataan konseli dengan menggunakan
kata-kata atau istilah lain yang tidak atau belum diucapkan oleh
konseli, Misalnya:
Konseli : “Pokoknya sejak peristiwa kemarin itu, saya
tidak sudi lagi berbicara dengan dia”.
Konselor : “Nampaknya Anda benar-benar marah
dengan dia”.

15.Hindari perbantahan (debat kusir). Tugas konselor bukan


ditujukan agar konseli mengikuti kehendak dan pendapat kita –
apalagi memaksa, melainkan untuk menolong agar ia dapat
melihat semua aspek permasalahannya dan melihat akibatnya,
kemudian menemukan jalan keluarnya. Jangan terjebak ke
dalam perdebatan. Konseling bukanlah ajang untuk beradu
pendapat atau berdebat. Kita dapat juga menyampaikan Firman
Tuhan sebagai bimbingan ataupun menyatakan perasaan kita,
tetapi keputusan tetap di tangan konseli.

16.Konselor harus bisa membedakan antara penyebab dan gejala.


Misalnya konseli mengeluh sakit kepala terus-menerus atau
perasaan malu yang berlebihan. Atau mencuri yang sudah
menjadi kebiasaan. Ini adalah gejala, bukan penyebab.
penyebabnya mungkin karena sakit, merasa tertekan, selelu
dihina atau kalau itu mencuri, mungkin merupakan suatu
penyakit (kleptomania) dan sebagainya. Pada waktu memberikan
layanan konseling, konselor harus memperhatikan dan
mengobati penyebabnya, bukan gejalanya.

17.Harus memegang prinsip: Masalah yang sama belum tentu bisa


diberikan solusi yang sama. Masing-masing memiliki keunikan
dan karakteristik sendiri sesuai dengan kepribadian konseli
serta kedalaman masalah. Masalah yang sama belum tentu
memiliki kedalaman yang sama.

18.Menghindari konklusi yang terburu-buru. Salah satu kekeliruan


yang paling sering dilakukan oleh konselor adalah pemberian
nasihat dan kesimpulan yang terlalu tergesa-gesa. Kesimpulan
yang tergesa-gesa biasanya didesak pada pemikiran yang

!13
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
impulsive dan kurang pemahaman mengenai masalah itu
sendiri. Hal ini harus dihindari. Setelah proses percakapan
barulah konselor akan benar-benar tahu apa yang sebenarnya
terjadi.

19.Sebagai seorang hamba Tuhan atau Konselor Kristen, bimbinglah


konseli kepada suatu pengenalan yang lebih dalam tentang
Kristus. Usaha terbesar yang dapat dilakukan oleh konselor
terhadap konseli yaitu membimbingnya untuk dapat mengenal
Krsistus serta menolongnya agar hidup dekat dengan Tuhan.
Inilah tujuan dalam pastoral konseling Kristen yang benar.
Karenanya tidak cukup jika konselor hanya membantu konseli
untuk keluar dari maslah psikis, emosi atau penyesuaian diri
mereka. Mereka harus dibantu secara rohani sehingga lebih
mengenal Firman Allah dan hidup dalam penyerahan diri ke
dalam pimpinan Roh Kudus; supaya dengan demikian mereka
kelak dapat mengatasi masalah mereka sendiri dengan
pertolongan Tuhan.

20.Ajaklah konseli untuk berdoa dan berikan atau bacakan ayat-ayat


Firman Tuhan. Doa dan Firman Tuhan adalah dua hal yang
sangat penting dalam pastoral konseling. Oleh karena itu
konselor harus mengajak konseli untuk selalu berdoa berkaitan
dengan langkah atau keputusan yang akan diambil dalam
mengatasi masalahnya. Jangan lupa bekali dengan Firman
Tuhan yang merupakan penuntun.

21.Untuk konseli yang berada dalam status terminal, persiapkan diri


konseli menjelang meninggal. Karena pada umumnya orang yang
dalam keadaan terminal biasanya melewati beberapa tahap:
Shock, menolah; marah; tawar menawar; depresi; kemudian
baru menerima kenyataan bahwa dia memang akan segera
meninggal. Konselor harus membawa konseli pada suatu
suasana yang siap untuk bertemu Tuhan, dan bahwa kematian
tidak perlu ditakutkan.

22.Mengucap syukur. Berdasarkan keyakinan dkan keselamatan di


dalam Tuhan Yesus Kristus, tentu ada maksud Tuhan yang
bersifat mendidik. Meskipun mungkin sekali hal itu berupa
pengalaman yang tidak baik. Dalam Konseling Kristen bukan
semata-mata kesembuhan konseli dari masalah yang dihadapi,

!14
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
melainkan sampai sejauh mana dia bisa mengalami dan
merasakan campur tangan Tuhan.

D. Teori-teori Konseling
1. Teori Larry Crabb
Setiap orang membutuhkan perasaan tenang dalam hidupnya.
Masalah yang dihadapi oleh seorang konseli bukan saja merampas
ketenangan dalam hidupnya, tetapi dapat saja membawa
kehancuran. Dengan demikian, tugas konselor harus diarahkan pad
aupaya menolong konseli untuk memperoleh ketenangan. Setiap
masalah yang muncul memiliki sebab akibat yang brhubungan erat
yang melibatkan faktor pikiran, perasaan, dan kehendak, yang
dampaknya mempengaruhi jiwa, roh dan fisik.
Dalam upaya menangani masalah yang dihadapi konseli,
konselor dapat menggunakan tujuh tahap dasar bimbingan dari teori
Larry Crabb berikut ini:

a. Mengenal masalah perasaan


Perasaan (emosi) biasanya sangat rentan terhadap singgungan-
singgungan dari luar, misalnya: sikap, kata-kata, atau apapun
yang datang dari orang lain. Menghadapi singgungan ini, perasaan
langsung mengadakan respon (yang cenderung negatif yang
beranjak dari asumsi-asumsi yang telah dibangun – menjadi
kebiasaan, yang mempengaruhi sikap emosi)

b. Mengenal masalah tingkah laku


Setelah menggali kebiasaan/sikap emosi dari konseli, konselor
kemudian menuntun agar konseli mengenal tingkah laku 9sikap
yang dipengaruhi emosi) yang terkait dengan masalah tersebut

c. Mengenal masalah pemikiran


Dalam upaya menolong konseli mengenal tingkah lakunya dengan
lebih mendalam, konselor kini berupaya untuk menggiring konseli
untuk mengenal masalah berpikirnya. Masalah berpikir ini terkait
erat dengan asumsi-asumsi yang telah dibakukan dalam pikiran
konseli. Dari asumsi inilah konseli mengekspresikan sudut
pandangnya (perspketif) yang ditunjukkan dalam sikapnya
(sehingga menimbulkan masalah/terhadap masalah). Dengan
memahami masalah berpikir, konseli sedang dibimbing untuk
memasuki kawasan “berpikir rasional” guna menemukan kerugian
yang ditimbulkan oleh diri sendiri, sehingga terbelenggu oleh

!15
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
masalah yang dihadapinya. Pada tahap ini, konseli sedang
ditolong untuk berbijak hati menerima denga terbuka
permasalahan yang muncul dari masalah perasaan, tingkah laku,
dan pemikirannya sendiri untuk kemudian beralih pada tahap
pemulihan dengan
mengikuti tahap selanjutnya (4-7)

d. Menjelaskan pemikiran Alkitab


Setelah konseli menerima dengan terbuka akan masalah
perasaan, tingkah laku dan pemikiran yang terkait dalam
permasalahannya. maka kini konselor siap untuk mengajar
(langkah konfrontir) menuju pemulihan. Pada tahap ini konselor
kini siap untuk mengajak konseli guna memahami ajaran Alkitab
berkenaan dengan perasaan, tingkah laku, dan pemikirannnya;
yang menunjuk pada “apa yang sebaliknya” (hal positif dari
Alkitab) yang menyiapkan jalan keluar bagi konseli dari
permasalahannya.

e. Memastikan komitmen
Pada tahap ini, konselor telah dapat dan harus memastikan
komitmennya untuk ingin atau mau berubah dari masalah
perasaan, tingkah laku dan pemikiran yang positif sesuai dengan
ajaran Alkitab. Dapat dikatakan bahwa tahapan konsling pada
tahap 4 dan 5 ditandai dengan kehendak baik/kemauan baik
untuk berubah kepada yang benar/baik.

f. Merencanakan dan menjalankan tingkah laku Alkitabiah


Tahap 6 ini dapat disebut tahap menjalani pemulihan, sesuai
dengan pilihan-pilihan dan langkah-langkah yang telah diambil
yang mengarah kepada memantapkan perasaan, tingkah laku dan
pemikiran yang Alkitabiah.

g. Mengenal perasaan yang dikuasai oleh Roh Kudus


Tahap ini adalah tahap pemantapan, di mana setelah konseli
menjalani pemulihan, ia kemudian dituntun untuk memberi diri
dibimbing oleh Roh Kudus. Pada tahap ini konselor telah
membawa konseli untuk kembali pada tahap normal yang hanya
akan semakin dengan tuntunan dan bantuan Roh Kudus. Di sini
konselor perlu menolong konseli untuk belajar peka akan
bimbingan Roh Kudus, dengan mengenal perasaan dan pikiran
yang berasal dari Roh Kudus untuk menyesuaikan tingkah laku

!16
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
positif Alkitabiah yang membawa kemuliaan bagi Allah dan berkat
pemulihan dalam kehidupan konseli.

2. Teori Sigmund Freud (Aliran Psiko-Analisis)


Dalam teorinya, Freud membentuk suatu model deskriptif dari
tiga bagian: Super ego, Ego dan Id. Model ini dibuat untuk
menerangkan teorinya di mana ia menegaskan bahwa super ego
adalah suatu system nilai hati nurani seseorang. Menurut Freud
super ego terikat kepada kebudayaan; Id sebagai bawaan lahir. Ego
sebagai suatu mediator atau pendamai dari Super ego dan Id. Super
ego adalah sumber motivasi utama dan juga sebagai penyumbang
yang besar terhadap timbulnya pertentangan di dalam diri. Hal inilah
yang mendorong seseorang untuk membenci tatkala ia mengalami
perlakuan yang sewenang-wenang dari orang lain. Dorongan ingin
membalas atas perlakuan buruk tersebut seringkali keluar dalam
“mimpi” karena pengaruh yang bersumber dari Super ego oknum
tersebut. Pad sisi lain, dapat dilihat bahwa Super ego dapat/bisa
membedakan antara pikiran dan perbuatan. Kemampuan Super ego
yang dapat membedakan antara pikiran dan perbuatan menurut
Freud tersebut menegaskan pengaruh kebudayaan Yahudi/Kristen
yang menyatakan bahwa bukan saja perbuatan mencuri itu salah,
tetapi berpikir untuk mecuri saja sudah salah. Jadi sama halnya
berbuat dengan menginginkan untuk mencuri. Fungsi Id dalam hal
ini ialah memainkan peran bawaan lahir, sehingga Id cenderung
menyembunyikan maksud dengan lambang-lambang yang tersamar
untuk menghindar hukuman dari Super ego. Di sini Ego sebagai
bagian kepribadian yang wajar akan menjembatani Super ego dan
Id, sehingga masalah yang dihadapi seseorang cenderung tersamar.
Untuk mengenal dorongan-dorongan dalam diri seseorang, ada tujuh
tingkat “psiko-seksual” yaitu yang berperan sebagai tahapan
“pelepasan ketegangan”. Ketujuh tingkat tahapan psiko seksual
tersebut diuraikan Freud sebagai berikut:

a. Psiko-seksual tingkat oral


Tahapan psiko-seksual tingkat oral seorang anak (bayi) ditandai
dengan “menghisap jari” yang umumnya di awal tahun pertama.
Pada tahapan ini sang bayi sepenuhnya bergantung pada orang
tua dalam memenuhi kebutuhan,antara lain: rasa lapar, dingin,
haus, ds. Kebutuhan-kebutuhan ini dinyatakan si bayi dengan
tindaan menangis.
Menurut Freud, ada dua jenis psiko-seksual tingkat oral: Oral
represif (penerima) yang menandakan ketergantungan dan Oral

!17
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
agresif, yang menunjukkan suatu keinginan yang kuat untuk
memperoleh kebebasan. Perlu dicermati bahwa pad atingkat
psiko-seksual oral, di mana si bayi menghisap jari, ia sedang
melepaskan ketegangannya. Di sini si bayi secara psiko-seksual
melepaskan ketegangan dalam ketergantungan akan pengawasan
orang tua dan keinginan untuk bebas yang terbatas.

b. Psiko-seksual tingkat anal.


Psiko-seksual tingkat anal terjadi pada anak berusia sekitar tiga
atau empat tahun. Pada tingkat ini, orang tua biasanya sedang
mendidik (sosialisasi atau enkulturasi untuk membudayakan
anaknya. Proses mendidik dilakukan dengan menasehati anak
untuk mematuhi beberapa “harapan-harapan kebudayaan” yang
mengandung nilai-nilai budaya yang dianggap penting untuk
dilanjutkan kepada generasi berikutnya.
Pada tahap ini anak mulai menyatakan atau memperlihatkan
keinginan untuk mempertahankan kepribadiannya. keinginan
mempertahankan kepribadian ini memiliki dua bentuk khas: “anal
penahan (retentive anal)” dan “anal penguasa (explusion anal)”.
Jika si anak mengambil sikap “anda tidak dapat mempengaruhi
saya” maka sedang mempertahankan kepribadian yang bersifat
“anal penahan”. Pada tingkat ini, anak terlihat bersikap “keras
kepada”. Dorongan mana dibangkitkan oleh suatu ingatan khusus
yang ada di dalam dirinya.
Jika si anak mengambil sikap “anda tidak dapat menghalangi
saya” maka ia sedang mempertahankan kepribadian sebagai “anal
penguasa”. Pada tingkat anal penguasa, anak mulai
memperlihatkan keinginan untuk melawan karena dorongan
untuk mempertahankan diri yang ada padanya. Pada tahap anal
ini, anak mulai menentukan sikapnya secara khusus, terlihat
pada ekspresi emosi yang tidak sabar menerima disiplin.
Adakalanya psiko-seksual tingkat anal ini membwa dorongan
keinginan yang terlihat sebagai berlawanan dengan peraturan
yang berlaku dalam kebudayaan suatu masyarakat. “keinginan
berlawan” ini akan semakin tampak pada saat si anak menjadi
dewasa.

c. Psiko-seksual tingkat phalik


Psiko-seksual tingka ini terjadi pada anak berusia sekitar lima
sampai tujuh tahun. Istilah “phalik” berasal dari “phallus” yaitu
alat kelamin lelaki. Perkembangan psiko-seksual tingkat phalik
bertujuan mengembangkan identifikasi diri anak dengan model

!18
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
orang tuanya yang berjenis kelamin yang sama. Perkembangan
identifikasi diri anak dengan ibu atau ayahnya terlaksana secara
emosi. Di sini anak cenderung memiliki hubungan emosi dengan
orang tua, yang tanpa disadari si anak mengembangkan
pemindahan hubungan interaksi antara ayah atau ibu. Pada
tahap ini, perkembangan si anak akan terganggu apabila
emosinya terganggu (dikebiri). Perkembangan ini terjadi tatkala si
anak berusia sekitar lima tahun, di mana ia mulai menuntut
supaya haknya diperhatikan. Sebagai contoh, si anak menuntut
haknya dengan cara meminta minum di malam hari, di mana ia
mau kalau ibunya yang mengambil dan bukan ayahnya.

d. Psiko-seksual tingkat Oedipus kompleks


Psiko-seksual tingkat Oedipus kompleks adalah jenis perilaku
dimana seorang anak lelaki mengindentifikasi diri dengan ibunya.
Di sini terlihat bahwa pengaruh si ibu sangat dominant terhadap
kepribadian anak. Oedipus kompleks ini bisa muncul sangat
dominant pada kepribadian anak. Sikap yang pada umumnya
muncul ialah rasa permusuhan dalam jiwa anak (tanpa disadari)
terhadap ayahnya. Oedipus kompleks pada anak wanita terlihat
pada adanya rasa takut yang tumbuh dalam jiwanya dan
bermacam-macam keraguan yang ada di dalam batinnya. Perlu
disadari bahwa psiko-seksual tingkat ini sangat berpengaruh pada
tingkat phalik, dimana kegagalan untuk merampungkan tingkat
phalik ini oleh anak lelaki, secara emosi dan soisal dapat merusak.
begitu pula kegagalan yang dialami oleh anak perempuan juga
sama merusak kondisi emosi, tetapi pada sisi sosial hal itu tidak
begitu berpengaruh.

e. Psiko-seksual tingkat Elektra kompleks


Psiko-seksual tingkat Elektra kompleks umumnya terjadi pad
anak perempuan, yang mengacu pada sindrom di mana anak
perempuan mengalihkan identifikasi kepada ayahnya. Pengalihan
identifikasi ini terjadi biasanya karena pernyataan-pernyataan
dari pihak ayah yang merendahkan ibu sebagai model “orang tua
yang tidak dapat diterima”. Identifikasi ini terjadi pada saat si
ayah merendahkan ibu di depan sang anak dengan mengatakan
“lihatlah betapa busuknya ibumu itu, semua sifatnya buruk.
Janganlah kau mengikuti sifat ibumu itu pada saat kau bersuami
nanti!” Dengan tindakan si ayah seperti ini, maka anak
perempuan yang biasanya beridentifikasi dengan ibunya, kini
mengalihkan identifikasi dirinya kepada sang ayah.

!19
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
f. Psiko-seksual tingkat latensia
Psiko-seksual tingkat latensia terjadi pada tahap anak berumur
8-12 tahun. pada umumnya masa ini disebut dengan masa
keadaan dimana ‘emosi relative istraha’. Tahap ini adalah masa
membiarkan kedewasaan jasmani bertumbuh seimbang dengan
kedewasaan jiwa. Pada masa ini anak ingin bebas untuk bermain,
bergembira, dan mengembangkan dirinya, sebagai bagian dari
perkembangan kepribadiannya secara menyeluruh.

g. Psiko-seksual tingkat genital


Psiko-seksual tingkat genital terjadi pada anak usia 13-20 tahun.
Psiko-seksual tingkat ini dibagi dalam dua fase yaitu “fase
homoseksual” (umur 13-15 tahun) dan “fase heteroseksual” (umur
16-20 tahun). Pada fase homoseksual mereka sebagai anak-anak
sesama jenis berkelompok seperti geng. Dalam pengelompokkan
(peer) ini mereka biasanya bersatu sebagai penyanggah yang
hubungannya berfungsi untuk saling menopang seperti rasa setia
kawan, rasa tanggungjawab, saling membagi rahasia dengan
teman karib, dsb. Peralihan dari homoseksual kep heteroseksual
terjadi secara bertahap.
Pada heteroseksual ini pria dan wanita sudah mulai bisa
menyalurkan emosi dan keintiman. Mereka sebagai pria dan
wanita dapat bersama secara berkelompok da membuktikan
persahabatan dengan melakukan hubungan seksual. Pada tahap
ini mereka telah berani menyatakan sikap, dengan cara
memperlakukan teman akrabnya (pria-wanita) sebagai alat bagi
eksperimen cinta, walaupun si pria dan wanita tersebut belum
matang dalam kesiapan mentalitas untuk menikah.

Perkembangan setiap individu dari tahap anal sampai tahap


genital ini merupakan suatu pengalaman yang normal dihadapi oleh
setiap orang. Apabila perkembangan ini disadari sebagai suatu
tahapan perkembangan yang normal, maka para orang tua akan
lebih mudah memahami perkembangan anak-anaknya sendiri. Dapat
dikatakan bahwa hasil penelitian Freud ini bisa dijadikan sebagai
acuan pemahaman anak dari sudut pandang psiko-analisis mengenai
proses pertumbuhan seorang anak dari bayi sampai memasuki uisa
pemuda/dewasa. Pemahaman perkembangan anak menjadi dewasa
seperti ini dapat menolong seorang konselor untuk mengenal latar
belakang konseli yang dihadapinya nanti.

!20
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Manfaat khusus dari teori Freud ini bagi konseling Kristen
dapat dilihat dari adanya tiga faktor penting, yang menurut Freud
sendiri sangat mempengaruhi setiap individu. Ketiga faktor tersebut,
yaitu:

a. Inner Drive (kekuatan penggerak/motivasi). Menurut Freud


di dalam seseorang ada inner drive yang menggerakkan
perasaan terdalam untuk mencari kepuasan. Inner drive
ini adalah penggerak motif setiap orang sehingga orang
melakukan sesuatu tindakan.

b. Super Ego (hati nurani/hati kecil). Perasaan hati kecil


(super ego) biasanya mendorong dan mengendalikan
seseorang untuk tidak berbuat sesuatu hal yang
bertentangan dengan pribadinya.

c. Ego (pertimbangan/rasa diri). Perasaan ego berperan untuk


menetralisir agar seseorang berpikir secara wajar agar
dapat mengambil sikap dan tindakan yang lebih rasional/
logis menghadapi dirinya. Dengan memperlihatkan teori
dasar psiko-snalisis ini dan proses perkembangan anak
menjadi dewasa, dapat memberikan nilai tambah yang
memperkaya khasanah dan wawasan konselor.

Perlu di sadari bahwa teori Freud ini tidak dapat dipakai secara
“mutlak hitam-putih” untuk memahami kepribadian seseorang
konseli, tetapi paling tidak, konselor dapat melihat rangkaian sebab-
akibat perkembangan diri seseorang konseli, yang “sangat mungkin”
mempengaruhi tindakan serta masalah yang terjadi pada dirinya.
Dengan jalan ini, konselor akan tertolong untuk mengadakan analisis
terhadap konselinya dan menemukan penyebab dari masalah yang
sedang digumuli olehnya.

3. Teori Carl Rogers (Aliran humanis)


Menurut Rogers, “Manusia memiliki kemampuan untuk
melakukan segala perkara”. Ia berpendapat bahwa dorongan bagi
segala kebutuhan manusia berasal dari luar dirinya sehingga faktor
lingkunganlah yang menentukan baik buruknya sifat seseorang.
Berdasarkan teori ini pula dapat dilihat bahwa pada dasarnya
manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya
sendiri. Kesadaran inilah yang dapat menolong konseli untuk
mengahrgai perkembangannya secara wajar.

!21
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Pendekatan Rogers terhadap kepribadian harus dipahami
melalui pengalaman-pengalaman manusia sendiri secara individu,
tentang apa yang dianggap sebagai “nyata” bagi setiap konseli. Apa
yang nyata bagi setiap konseli ini adalah bagian dari persepsinya
yang unik tentang realitas. realitas ini tergantung pada pengalaman
perceptual setiap individu. Dengan demikian, ketika seseorang
konselor bersiap untuk menolong konselinya, ia diharapkan untuk
memberikan bimbingan yang mengarahkan konseli agar melakukan
sesuatu yang berguna bagir dirinya sendiri.

4. Teori B. F. Skinner (Modifikasi perilaku)


M e n u r u t S k i n n e r, m a n u s i a ( s e t i a p o r a n g ) m e m i l i k i
kecenderungan untuk memanipulasi apapun yang menguntungan
dirinya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa manusia pada
dasarnya tidak mau bertanggungjwab terhadap sesamanya. Naluri
tidak bertanggungjawab ini mengakibatkan ia cenderung mencari
keuntungan bagi dirinya sendiri melalui tindakan manipulasi. Yang
dimaksud dengan tindakan manipulasi di sini adalah bahwa manusia
cnerung memperalat orang lain untuk meraih keuntungan bagi
dirinya (penipuan secara halus untuk mencapai maksud tertentu).
Berdasarkan kenyataan ini, Skiner menekankan pada
“modifikasi perilaku” (behaviour therapy) sebagai jalan untuk
mengatasi persoalan yang dihadapinya. Perilaku negatif yang
langsung dimodifikasi akan menuntun pada perubahan di dalam
perasaan dan sikap kea rah positif. tekhnik yang digunakan dalam
terapi modifikasi perilaku ini termasuk penyiapan keadaan. Sebagai
contoh, seseorang dapat menggantikan kecemasan dengan hal
berbeda dengan cemas yaitu ketenangan. Modifikasi perilaku ini
dapat dilakukan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang
bersifat etis untuk mengubah sikap negatif menjadi sikap positif.
Modifikasi perilaku seperti ini mwmabawa keuntungan yang dengan
sendirinya akan menyelesaikan masalah konseli.
Pada prinsipnya, keuntungan konseling dengan teori ini ialah
untuk memberikan informasi kepada konselor dan konseli agar
mereka dapat melihat kepentingan menentukan sikap positif bagi diri
sendiri secara wajar dan bertanggung jawab mengisinya dengan
wajar pula.

5. Teori C. Narramore

!22
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Teori Narramore ini dikhsuskan untuk melayani para pemuda
(konselinya orang muda). Tindakan ini melihat proses bimbingan
untuk mengisi kebutuhan dasar kaum muda sebagai suatu uapaya
yang sangat penting. Dalam konseling, moto pelajaran bimbingan
yang diangkat Narramore adalah, “Berilah bimbingan kepada orang
muda sesuai dengan kebutuhannya pad awaktu yang tepat dan di
manapun dia berada; karena boleh jadi mereka tidak menemukan
bimbingan dari siapapun dan dari manapun setelah lewat masanya”.
Penegasan ini sesuai dengan Amsal 22:6 yang menegaskan
bahwa , “Didiklah seorang muda menurut jalan yang patut baginya,
maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan
itu”.
Dengan menyadari bahwa orang muda berada pada masa
transisi yang ditandai oleh berbagai gejolak dan masalah, maka
konselor perlu menyediakan upaya bantuan yang memadai. Konselor
perlu berperan sebagai seorang pendidik, agar ia dapat
mengupayakan pertolongan yang memadai bagi si konseli yang
dihadapinya. Beberapa hal penting yang perlu dilakukan:
a. Pendampingan – dimana konselor berupaya menolong
konseli dengan mendampinginya
b. Modeling – dimana konselor menjadi model yang dapat
dipercaya dan dipanut
c. Pengajaran – dimana konselor memberikan bimbingan
dengan mengajarkan kebenaran yang meneguhkan
pemulihan diri konseli.

E. Proses Tahapan Konseling

1. Arti Proses Tahapan Konseling


Konseling pada dasarnya merupakan sebuah proses, yang
dibuat dengan tujuan menolong konseli yang bermasalah. Prsoes ini
mempunyai awal dan akhir. Karena itu, konseling merupakan satu
situasi sementara yang menuntut terbentunknya relasi antara
konselor dengan konseli yang bertujuan menolong konseli. Proses
konseling dapat berlangsung dalam satu kali pertemuan, beberapa
kali pertemuan atau lebih dari itu.
Dengan demikian, maka proses konseling berarti memerlukan
waktu. prosesnya bersifat bergerak maju tahap demi tahap. Sebagai
suatu situasi dinamis, konseling dipengaruhi oleh kepribadian,
lingkungan dan relasi antara konselor dengan konseli.

!23
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Kalau konseling diterima sebagai proses, maka kita juga perlu
selalu berusaha memahami bagaimana kita mempengaruhi proses ni
sehingga dapat menghasilkan perubahan-perubahan yang baik pada
diri konseli.
Jadi, Proses tahapan konseling adalah langkah-langkah
bantuan yang disusun dari hasil interaksi atau kerjasama antara
konseli dengan konselor dalam mencari jalan keluar untuk
memecahkan masalah yang dihadapi konseli.

2. Tahapan-tahapan dalam konseling


Proses konseling terdiri dari beberapa tahap yang disusun
berdasarkan situasi konseli sejak ia datang pertama kali menemui
konselor. Pada umumnya, ketika seorang konseli datang menemui
konselor, konseli dalam keadaan/suasana kalut, kacau, dan tidak
tenang yang disebabkan karena ia telah bergelut dengan problem
yang dideritanya tetapi ia belum menemukan jalan keluar yang tepat.
Bahkan ada beberapa konseli merasa malu karena menduga konselor
akan memandangnya r endah setelah ia mengungkapkan
persoalannya. Namun penderitaan yang dialaminya memuat ia harus
menyampaikan masalahnya kepada konselor. Walaupun barangkali
dengan gugup ia akan membeberkan masalah.
Garry Collins membagi tahapan konseling dalam empat tahap,
sebagai berikut:

a. T a h a p P e n d a h u l u a n – p e n g e r t i a n ( i n t r o d u c t i o n -
understanding)
Pada tahap pendahuluan ini ada tiga tujuan yang harus dicapai,
antara lain:

a. Bertemu dengan konseli


Tentu saja konseling tidak bisa dimulai bila kita tidak bertemu
dengan konseli yang membutuhkan bimbingan. Pada tujuan
tahap ini kita menerima kedatangan konseli termasuk di
dalamnya memberi salam, memanggil/menyebut namanya,
pandangan yang menunjukkan perhatian, mempersilahkan
konseli duduk (biasanya persis di depan konselor dan agak
terlindung dari pandangan orang lain).

b. Membangun hubungan yang baik

!24
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Sejak permulaan memang sangat perlu untuk membangun
hubungan baik dengan konseli, agar ia merasa nyaman dan
rileks serta dapat mempercayai anda sebagai konselor
Memang kadang-kadang konseli menemui kesulitan untuk
mengemukakan persoalannya kepada konselor dan mungkin
bebrapa waktu tidak ada salahnya jika kita memulai
pembicaraan mengenai hoby, cuaca atau hal-hal lain yang
akan menyinggung pada persoalannya nanti. Konselor harus
tetap menunjukkan bahwa ia bersedia menolong dan
mendengar dengan baik, karena ini merupakan dorongan yang
terutama pada saat-saat permulaan.

b. Tahap penetapan tujuan (Goal-setting)


Dalam penetapan tujuan, konselor harus menyadari bahwa
setiap orang adalah unik. Konselor tidak akan mampu memahami
konseli dengan sempurna. Oleh karena itu, mintalah dalam hati
pertolongan kepada Tuhan, dan dengan mendengarkan konseli agar
dapat menemukan permasalahan konseli yang ebenarnya.
Banyak konselor yang menganjurkan konseli untuk membuat
daftar hal-hal yang spesifik yang dapat mereka lakukan untuk
mengubah sikap atau kebiasaan. Tetapkan kapan dan bagaimana
goalgoal seperti itu dapat dicapai. Mintalah kepada Tuhan untuk
menolong konseli mengerjakan apa yang harus dia capai dalam
setiap sesi konseling.
Maksud tahapan penetapan tujuan ini adalah agar konseli dan
konselor secara bersama-sama dapat mengarahkan perhatia pada
apa yang dapat diusahakan, bahkan mungkin bisa juga diberi
kesempatan kepada konseli untuk memilih cara-cara untuk
mengatasinya.
Dalam penetapan tujuan ini tidak sama waktunya untuk
semua orang, tergantung dari masalah yang dihadapi. Ada konseli
hanya membutuhkan waktu sedikit dalam menetapkan
permasalahannya tapi ada juga yang membutuhkan waktu beberapa
kali pertemuan. Semua ini disebabkan ketidakjelasan persoalan
konseli, latar belakang permasalahan.
Kadang-kadang karena pengalaman, latihan dan keunggulan,
seorang konselor dapat menganalisis dan menolong konseli untuk
melihat banyak hal yang konseli sendiri tidak pernah
memikirkannya.
Ada bebrapa cara/pertanyaan yang harus dilakukan konselor
agar konseli dapat mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya
secara objektif:

!25
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
- Apakah konseli mengalami krisis itu sebagai ancaman,
kehilangan, atau tantangan?
- Bagian manakah yang terganggu di dalam pribadi konseli?
- Adalah sangat baik memberi tahu hasil evaluasi atau
analisis anda tentang krisis yang dialami konseli, dan
tanyakan masalah mana yang paling menekannya.

c. Tahap Mengerjakan Penyelesaian (Solution-activity)


Tujuan utama dari tahap ini adalah menolong konseli melihat
dan mempergunakan “kemampuan peneanggulangan masalah” yang
konseli miliki.
Daam prakteknya, bisa jadi konseli tidak melaksanakan apa
yang sudah ditetapkan apa yang harus dilakukannya. Itulah
sebabnya, konselor perlu mendorong konseli dan membangun rasa
percaya diri konseli untuk mengatasi permasalahannya.
Sekiranyapun konseli mengalami kegagalan, konselor perlu
terus membimbingnya untuk mencoba lagi menyelesaikan
permasalahannya. Konselor dan konseli dapat kembali
membicarakan usaha-usaha lainnya setelah mengevaluasi langkah-
langkah yang dilakukan.

d. Tahap akhir (Terminating-launching phase)


Apabila konselor dan konseli sudah mengerti persoalannya,
membicarakannya secara rinci, mencapai beberapa tujuan, dan
mulai dapat mengatasinya, tibalah saatnya untuk menghentingkan
konseling.
Terkadang hubungan antara konselor dan konseli seringkali
sudah sedemikian akrab, sehingga saat-saat untuk menghentikan
konseling menjadi sedemikian sulit dan lebih parah lagi jikalau
konseling masih diteruskan walaupun sebenarnya konseli sudah
tidak membutuhkan lagi.

3. Ketrampilan Konselor
Penting bahwa konselor mampu menyesuaikan diri dengan
topik pembicaraan konseli. Konseli bisa saja berbicara tentang
masalah-masalah yang berbeda atau aspek berbeda dari satu
masalah. Kadang-kadang ia akan beralih dari satu topik ke topik
lainnya. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan di pihak konselor.
Agar dapat mengikutinya dengan baik, konselor dituntut untuk
mendengarkan secara cermat. Kamampuan menanggapi apa yang
disampaikan/dibicarakan konseli mencakup sejumlah ketrampilan

!26
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
dalam wawancara. Anthony Yeo meringkas ada sejumlah ketrampilan
yang harus dimiliki oleh konselor dalam merespon konseli selama
proses konseling, sebagai berikut:

a. Paraphrase (parafrase)
Yaitu pengulangan kata-kata dan pemikiran-pemikiran kunci
dari konseli dalam rumusan-rumusan yang menggunakan kata-
kata konselor sendiri. Cara ini dipergunakan konselor dengan
maksud memberi tahu konseli bahwa ia sedang mendengarkan
apa yang dikatakan dan ingin mendengar lebih banyak lagi.
Contoh Kalimat-kalimat paraphrase antara lain: “Saya
mendengar Anda berkata…. “ atau “Kelihatannya Anda
bermaksud mengatakan…”.

b. Reflecting feelings (Pencerminanan perasaan-perasaan)


Konselor memantulkan perasaan dan sikap konseli yang ada di
balik kata-kata/kalimat yang diucapkannya. Disamping
memperhatikan kata-kata, konselor juga harus mengamati raut
wajah, kualitas vocal dan berbagai bentuk bahasa tubuh konseli.
Konselor dapat merumuskan perasaan-perasaan manusia dalam
empat kelompok: senang, sedih, marah, takut. Untuk
menghilangkan dugaan atau kesan seakan-seakan konselor
memaksakan dugaannya (sok tahu), sebaiknya konselor
menggunakan kata-kata kunci pada awal kalimat seperti:
“rupanya, agaknya, kelihatannya, sepertinya, nada-nadanya,
kalau tidak salah…”

c. Interpretation (penafsiran)
Ketrampilan ini mencakup pemberian nama dan penggambaran
secara positif pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan dan
perilaku konseli. Penafsiran akan memberi satu cara pandang
alternative bagi konseli sehingga ia dapat melihat dirinya sendiri
dan masalah-masalahnya dengan cara yang berbeda. Pada
gilirannya hal ini akan membentuk pemahaman yang lebih baik
tentang apa yang terjadi dalam hidupnya.
Salah satu contoh adalah sbb: “Menurut saya, kelihatannya
Anda memang lemah karena tidak dapat mengatasi masalah-
masalah Anda. Meskipun demikian, Anda pasti mempunyai
keberanian sehingga Anda datang dan mengungkapkan
masalah-masalah Anda pada saya, mengingat kita tidak
sungguh-sungguh saling mengenal. Ada banyak orang yang

!27
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
terlalu takut untuk datang dan berbicara dengan saya, tidak
seperti Anda”.
Dengan menafsirakan secara berbeda apa yang mereka katakana
dan lakukan, kita dapat mengatakan kepada mereka bahwa kita
berada di pihak mereka untuk membantu mereka mengatasi
masalah-masalah mereka secara positif dan konstruktif.

d. Summarization (peringkasan)
Dalam proses konseling, baik jika konselor selalu mencatat
pemikiran-pemikiran, perilaku, perasaan-perasaan konseli.
Kemudian menyampaikannya pada konseli sebagai satu umpan
balik dari apa yang sudah didengar oleh konselor. Intinya,
“Ringkasan merupakan cara untuk meninjau ulang isi
wawancara, mengumpulkan kembali unsure-unsur umum dan
rinciannya. Ringkasan juga memberi konselor satu kesempatan
untuk mengetahui apakah pemikirannya itu tepat atau tidak”.
Contoh: “Dari seluruh pembicaraan kita hari ini dapat kita
simpulkan bahwa Anda pada saat ini sedang mengalami
masalah yang berhubungan dengan pekerjaan Anda…..dst”.
Peringkasan juga sangat membantu untuk menentukan akhir
atau awal suatu pertemuan berikutnya

e. Clarification (penajaman)
Seorang konselor tidak boleh mengandaikan bahwa ia
mengetahui secara tepat apa yang dikatakan konseli. Jika ada
keragu-raguan, lebih baik koselor berusaha mempertajam
maksudnya. Bahkan jika tidak ada keraguan tertentu,
penajaman membantu memperluas makna isi gagasan dan
perasaan-perasaan.
Kalimat-kalimat kunci untuk penajaman seperti: “Apakah Anda
bermaskud untuk berkata…? “Saya tidak begitu yakin bahwa
saya mengerti apa yang Anda maksudkan…”Apa yang Anda
maksudkan ketika Anda berkata….”.
Penajaman tidak hanya membantu konselor, tetapi juga
membantu konseli dalam menggali pernyataan-pernyataannya
dan makna yang melekat dalam kata-kata yang
dipergunakannya.

f. Open and Close Questions (pertanyaan-pertanyaan terbuka


dan tertutup)

!28
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Penggunaan pertanyaan-pertanyaan secara efektif akan
membantu dalam mengawali percakapan. Pada prinsipnya,
konselor ingin mendapatkan informasi yang lebih banyak dan
lengkap mengenai keadaan konseli. Tetapi sayangnya, ada
konselor -konselor yang gagal mengajukan pertanyaan-
pertanyaan secara efektif, sehingga menyebabkan koneli enggan
memberikan informasi lebih banyak.
Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang efektif dalam
konseling, karena pertanyaan terbuka akan mendorong konseli
untuk berbicara dan memberi informasi sebanyak mungkin.
Pertanyaan terbuka dimulai dengan “Apa”, “bagaimana”,
“mengapa”, “dapatkah”, atau “bersediakah”.
Pertanyaan-pertanyaan tertutup adalah pertanyaan-pertanyaan
yang dapat dijawab hanya dengan “ya” atau “tidak”.

4. Sikap dan Kesiapan konselor


a. Sebelum Pertemuan
▪ Menyiapkan diri secara fisik dengan berpakaian rapi
▪ Kalau pertemuan itu sudah direncanakan sebelumnya,
harus mempersiapkan ruangan agar terasa nyaman (bersih,
rapi, bebas dari barang atau benda-benda yang bisa
mengalihkan perhatian konseli selama proses konseling
berlangsung)
▪ Persiapan mental dan spiritual yang cukup. Beban atau
masalah pribadi harus ditinggalkan. Berdoa terlebih dahulu
sendiri sebelum memulai wawancara konseling untuk
meminta pimpinan Roh Kudus
▪ Sebisa mungkin, siapkan buku catatan (untuk mencatat
hal-hal yang perlu dicatat) atau alat lain yang dibutuhkan.
Jangan merekam pembicaraan tanpa seijin konseli
▪ Siapkan juga Alkitab di samping Anda. Dalam konseling
tidak harus selalu mempergunakan Alkitab. T api
adakalanya Alkitab dibutuhkan di saat yang tepat. Jika
mungkin, hafalkan ayat-ayat kunci yang bisa membantu
dalam konseling.

b. Selama Pertemuan
▪ Terimalah konseli apa adanya, tanpa syarat
▪ Tidak boleh memberikan penilaian atau memakai pendapat
orang lain sebagai dasar konseling seoalh-olah Anda sudah

!29
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
tahu ‘segala sesuatu’ tentang konseli. Hindari ucapan, “Ya,
sa]ya sudah tahu…”. atau ‘Saya sudah mendengar…”
▪ Tidak boleh memandang hanya pada satu bagian tertentu
dari tubuh konseli. sebaliknya juga jangan terus berpindah-
pindah seperti “menyapu” seluruh tubuh konseli,
khususnya kepada yang berlawanan jenis.
▪ Penuh perhatianmendengarkan apa yang dikatakan atau
pada mimic konseli. Berbicalah pada saat yang tepat
▪ Bersikap hangat, jujur dan terbuka
▪ Mencatat apabila ada hal yang penting (takut kalau lupa)

c. Sesudah Pertemuan
▪ Akhiri pertemuan dengan doa singkat
▪ Bila memungkinkan, berilah ayat firman Tuhan yang cocok
sebagai pegangan di akhir pertemuan.
▪ Katakan bahwa Anda sangat senang bisa berbicara
dengannya
▪ Tunjukkan sikap dan perhatian bahwa Anda benar-beanr
tidak keberatan dan senang seandainya konseli mau datang
lagi di lain kesempatan
▪ Terus mendoakan untuk proses pemulihannya.

5. Suasana Percakapan Konseling yang kondusif


Diagnosa dan analisa pada pokok persoalan tidak mungkin
tepat jika tidak da keterbukaan dan kebebasan pada pihak konseli
untuk mengekspresikan persoalan dan perasaannya. Dan kebebasan
seperti itu hanya terjadi jiakau konselor mampu menciptakan
suasana konseling yang kondusif. Di bawah ini ada beberapa unsur
utama yang menolong terciptanya suasana percakapan konseling
yang kondusif seperti yang dikemukakan oleh Yakub Susabda sbb:

a. Understanding (sikap penuh pengertian dari konselor)


Yaitu sikap positif dan terencana dari konselor yang
diekspresikan melalui pemberian kesempatan seluas-luasnya untuk
mengekspresikan dirinya secara tepat.
Understanding yang lahir dari kasih yang benar dalam Tuhan
Yesus Kristus, bukanlah suatu permainan sandiwara dan kepalsuan
sikap konselor untuk tujuan manipulasi terhadap konseli. Oleh
karena itu, understanding harus lahir compassion terhadap konseli.
Understanding yang sejati lahir dari beberapa unsur:

➢ Empathy (empathic understanding)

!30
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Adalah sikap positif konselor terhadap konseli yang
diekspresikan melalui kesediaannya untuk menempatkan diri
pada tempat konseli, merasakan apa yang dirasakan konseli
dan mengerti dengan pengertian konseli.

➢ Acceptance
Acceptance adalah kesediaan konselor untuk menerima
keberadaan konselinya sebagaimana ia ada. Suatu sikap
nonjudgemental (tidak mengadili) artinya, tidak melihat konseli
semata-mata berdasar kesalahan, kelemahan dan
kegagalannya saja.
Acceptance bukan sikap membenarkan atau menetralisir apa
yang salah yang ada pada konseli, tetapi sikap positif yang
terencana yang sengaja dikembangkan dan dipraktikan untuk
menemukan inti persoalan yang sebenarnya, atau paling tidak
jalan untuk menyelesaikan persoalan yang sdang dialami
konseli.

➢ Listening (Effective listening)


Listening adalah unsure utama dari understanding. Tanpa
listening (kesediaan mendengar secara professional) maka
acceptance juga tak pernah menghasilkan hal-hal yang positif.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan
listening:
▪ Bahwa effective listening adalah kemampuan dan tekhnik
konseling yang sengaja dipakai oleh konselor
▪ Effective listening tidak sama dengan sikap berdiam diri saja
▪ Effective listening adalah pemakaian sensitifitas yang tinggi
untuk menangkap kata-kata dan perasaan, ekspresi wajah
maupun tingkah laku konseli.

b. Responding (Memberi tanggapan yang membangun)


Responding adalah sikap konselor untuk menjaga proses
konseling tetap berjalan dengan baik, tidak merusak sehingga
suasana percakapan konseling dapat berjalan dengan kondusif. Oleh
karena itu ada beberapa hal yang harus diusahakan agar responding
tercipta:
▪ Bersikap hangat (warmth)
▪ Memberikan dukungan (support)
▪ Memiliki kemurnian sikap (genuineness)
▪ Menstimulir (stimulating)

!31
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
F. Ilmu Psikologi dan konseling Kristen

Secara etimologi pengertian Psikologi berasal dari kata


“Psukhe” yang berarti jiwa dan kata “Logos” yang berarti pikiran,
ajaran atau refleksi. Jadi kata psikologi berarti ilmu yang
mempelajari jiwa manusia. Dalam meningkatkan kedewasaan Kristen
melalui konseling, apakah kita diijinkan untuk menarik dari teori dan
prosedur -prosedur psikologi sekuler? Apakah diijinkan bagi
pemikiran konselor Kristen untuk dibentuk atau dalam cara tertentu
untuk dipengaruhi oleh karya dari ahli psikologi yang belum percaya?
Apakah para ahli psikologi tersebut menawarkan pandangan-
pandangan yang sahih, yang dapat dimanfaatkan oleh orang Kristen,
atau apakah mereka tidak dapat diterima dalam semua bagian?
Jika psikologi menawarkan pandangan-pandangan yang akan
mempertajam keahlian konseling kita dan menambah efektifitas kita,
maka kita ingin mempelajari pandangan-pandangan itu.
Mac Arthur dengan tegas menyatakan ketidaksutujuannya
untuk mengadopsi atau menerapkan pandangan-pandangan
psikologi sekuler dalam konseling kristen dengan berkata,
“Bagaimanapun juga, hanya orang kristen yang mempunyai seumber
yang benar-benar memahami sifat jiwa manusia serta tentang
bagaimana jiwa dapat ditransformasikan. Aliran psikologi sekuler
dilandasi oleh berbagai asumsi yang tidak ilahi dan dasar-dasar yang
evolusioner; selain itu hanya mampu mengatasi masalah orang
secara dangkal yang sifatnya sementara”.
Ada bebarapa dasar pemikiran psikologi modern yang
diringkasnya yang umum dipakai. semua pemikiran ini berakar dari
awal humanisme Freudian:
- Pada dasarnya sifat manusia itu baik
- Orang telah mempunyai jawaban bagi seluruh masalahnya di
dalam dirinya
- Kunci dari memahami dan memperbaiki sikap dan tindakan
seseorang terletak pada masa lalunya
- Masalah manusia mungkin saja merupakan masalah kejiwaan –
tidak berhubungan dengan kondisi spiritual atau fisiknya
- Masalah yang mendalam hanya dapat diselesaikan oleh konselor
professional melalui terapi
- Alkitab, doa, dan Roh Kudus adalah sumber yang sederhana;
selain itu, kurang memadai untuk menyelesaikan masalah-
masalah.

!32
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Berbeda dengan Mac Arthur, Yakub Susabda berkata bahwa,
“Ilmu psikologilah yang memberikan bekal pemahaman tambahan
atas rahasia keunikan kesaksian Alkitab atas jiwa manusia”.
Menurut para ahli psikologi, manusia mempunyai berbagai
kebutuhan primer dalam hidup mereka (tergantung kematangan
pribadi), dan kegagalan untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah
masalah dalam hidup mereka. mula-mula mereka bisa merasa
gelisah, khwatir, tertekan, frustrasi atau apa saja tergantung
keunikan mereka sebagai individu, tetapi kemudian mereka dapat
terjebak dalam berbagai kesalahan yang semakin mempersulit hidup
mereka. Akibatnya, kegelisahan semakin memuncak dan kesalahan
yang lebih serius lagi menjebak hidup mereka. demikian seterusnya,
manusia terjebak dari satu kesalahan ke kesalahan lainnya sampai
menggejala dalam bentuk kesalahan yang fatal (atau dianggap fatal)
ketika mereka terpaksa mencari pertolongan konselor. Alasan yang
dikemukakan bisa apa saja, tetapi keluhan konseli biasanya
berhubungan dengan gejala akhir yang mengganggu hidupnya, dan
konseling diharapkan menjadi sarana untuk mengembalikan fungsi
hidup yang terganggu karena berbagai masalah tersebut.
Gejala terakhir yang dikeluhkan sebenarnya hanya fenomena
dari persoalan-persoalan di baliknya. Oleh sebab itu, konseling tidak
seharusnya terfokus pada penyelesaian atas masalah yang
dikeluhkan tersebut. Bagaimanapun bentuknya, dan apapun yang
diceritakan atau dikeluhkan konseli sebenarnya hanya manifestasi
dari pengalaman subjektivitasnya yang sudah terkontaminasi dengan
berbagai perasaan yang arahnya simpang siur tidak menyatu.
Konselor harus dapat membedakan antara fenomena yang
dikeluhkan konseli dengan inti persoalan yang sesungguhnya
(numena) yang seringkali menyatu dengan predisposing factors (faktor
bawaan), yaitu bagaimana konseli melihat, menafsirkan, dan
merespon realita serta pengalaman hidupnya. Bahkan dapat
dikatakan bahwa persoalan konseli adalah faktor bawaan dari dalam
diri konslei itu sendiri.
“Konseling yang sejati tidak berorientasi dengan fenomena luar,
tetapi dengan akar masalah di balik fenomena yang menjadi keluhan
utama konseli. Hanya konselor yang belajar psikologi yang mengerti
realita ini. Pengetahuan teologi tidak cukup untuk pelayanan
konseling”, demikian kata Yakub Susabda.
Sebagian besar kaum profesioal Kristen telah mengambil
pedekatan integrasi dengan cara mengkombinasikan pandangan-
pandangan dan sumber-sumber Alkitab dengan hikmat psikologi dan
sebuah psikoterapi yang benar-benar efektif. Para ahli perpaduan

!33
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Kristen cenderung untuk mempersatukan kedua disiplin ilmu:
teologia dan psikologi, dan menentukan di mana pokok
permasalahan dapat saling melengkapi, dan kemudian
menggabungkan bersama-sama pandangan dari kedua disiplin ilmu
tersebut. Prose situ sangat serupa dengan mengumpulkan bersama
dua potongan gambar yang tidak utuh untuk menyelesaikan sebuah
gembar. Misalnya, hamartologi, studi tentang dosa, dan
psikopathologi, studi psikologi tentang penyimpangan mental, yang
keduanya berkaitan ditinjau dari perspektif yang berbeda dengan
pokok masalah yang secara kasar sama, yaitu tekanan manusia.
Namun demikian, prioritas utama terhadap usaha-usaha
integrasi yang bertanggungjawab adalah mengembangkan sbuah
strategi untuk mengevaluasi psikologi sekuler dalam terang ajaran
Alkitab.
Untuk itu, Larry Crabb mengusulkan agar setiap orang yang
ingin bekerja menuju integrasi yang benar-benar injili antara
kekristenan dengan psikologi harus memenuhi persyaratan-
persyaratan berikut ini:
1. Ia akan setuju bahwa psikologi harus berada di bawah
otoritas Alkitab. Maksudnya, bahwa dengan ‘di bawah
otoritas’ apabila ajaran Alkitab mengalami konflik dengan
gagasan/pandangan apapun, ajaran ALkitab akan diterima
sebagai kebenaran dan gagasan lainnya tidak akan diterima
sebagai kebenaran. Jika gagasan lain, sekalipun mendapat
dukungan riset empiris, tidak akan diterima sebagai
kebenaran.
2. Ia harus dengan bersemangat berseikeras bahwa Alkitab
adalah wahyu Allah yang tidak salah, diilhamkan, tidak
menyeleweng dalam bentuk proposisional.
3. Ia harus setuju bahwa ajaran Alkitab harus memiliki control
fungsional yang menguasai pemikirannya. Kontrol
fungsional maksudnya bahwa prinsip-prinsip prioritas
alkitabiah tidak hanya merupakan suatu doktrin, yang
kepadanya orang bersumpah setia, tetapi harus benar-
benar dipraktikan dengan sungguh-sungguh dan konsisiten.
4. Agar Alkitab dapat mencapai control fungsional seperti itu
dan mengatasi pendekatan pada psikologi, para ahli
integrasi harus membuktikan minat yang serius dalam isi
ajaran Alkitab dengan cara:
a. Paling sedikit waktu yang dihabiskan untuk mempelajari
Alkitab sama seperti untuk mempelajari psikologi.

!34
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
b. Pemahaman Alkitab harus merupakan hasil yang teratur
dan sistematis yang menghasilkan:
- Daya tangkap secara umum dari struktur dan
keseluruhan isi ajaran Alkitab
- Pengetahuan yang terus bekerja dari kdoktrin dasar
Alkitab
- Kesempatan untuk memanfaatkan karunia-karunia Roh
melalui persekutuan yang teratur dalam gereja lokal
yang mempercayai Alkitab.

G. Etika Konseling
Tidak cukup jika orang hanya memiliki pengetahuan dan
ketrampilan-ketrampilan konseling. Konseling merupakan suatu
tugas dan panggilan yang didasarkan pada nilai-nilai dan etika.
Entah ia seorang pekerja sosial, konselor, psikiater, atau psikolog, ia
diharapkan menjalankan tugasnya dalam kerangka kode etik
profesinya.
Kode etik ini biasanya mencakup hal-hal yang berkaitan
dengan cara konselor memandang relasi konseling, kliennya (apa
yang ia lakukan dengan informasi yang diberikan klien/konseli) dan
perilaku yang tepat terhadap konseli. Jadi etika berarti standar
mengenai apa yang baik dan salah. Hal ini berubungan dengan
pribadi konselor.
Anthony Yeo berdasarkan pada pendapat Ivey (1978)
mengangkat beberapa hal mengenai nilai dan etika dalam konseling,
sebagai berikut:

1. Mempertahankan kerahasiaan
Maksudnya menjaga informasi pribadi yang disampaikan oleh
konseli dalam proses konseling. Adalah suatu keharusan bahwa
konselor mempertahankan kerahasiaan unutk alasan-alasan praktis,
etis dan legal.
Konseli yang berusaha mendapatkan bantuan memiliki hak
akan jaminan kerahasiaan. Tanpa hal ini mereka akan menaggung
resiko terlalu besar dalam membuka aspek-aspek pribadi
kehidupannya. Informasi seperti ini kadang-kadang menghancurkan
reputasi, status, dan relasi dengan orang lain dalam kehidupan
mereka.
Kerahasiaan biasanya mengacu pada tertutupnya informasi
antara konselor dengan konseli.

!35
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Catatan-catatan, maupun audio/video yang direkam harus
tersimpan aman dan tidak boleh dilihat atau dibaca oleh siapapun
tanpa alasan-alasan khusus dan ijin dari konseli.
Kadang-kadang kerahasiaan dapat saja dilanggar jika jelas-
jelas ada bahaya yang mengancam konseli atau orang lain. Konseli
mungkin mempunyai kecenderungan untuk bunuh diri dan
membutuhkan pengawasan dan perawatan intensif dari anggota-
anggota keluarga atau orang-orang penting lain dalam hidupnya.
Atau, bahkan juga konseli adalah orang yang membahayakan
kehidupan orang lain, seperti dalam kasus orang tua yang kejam
yang dapat membahayakan kehidupan anak-anaknya atau
pasangannya. Dalam kasus seperti ini, hak konseli untuk
kerahasiaannya kurang mendesak dibandingkan dengan hak orang
lain yang dapat sangat dibahayakan oleh tindakannya. Seorang
konselor harus bersikap bijaksana dan menilai secara cermat
sebelum bertindak.

2. Mengakui ketebatasan-keterbatasan
Diantara para konselor yang kurang berpengalaman ada
kecenerungan untuk terlalu bersemangat mendorong konseli untuk
membuka diri. Ketika melakukan hal ini, mereka sering kali masuk
terlalu jauh dalam kehidupan batin konseli yang secara potensial
berbahaya. Konseli bisa saja membuka emosi-emosi terdalam,
sementara konselor tidak tahu bagaimana menanganinya
Para konselor bagaimanapun juga memiliki keterbatasan dalam
hal ketrampilan dan pengalaman. Tidak semua dilengkapi dengan
ketrampilan untuk menghadapi parahnya masalah-masalah yang
diajukan konseli. Tidak etis dan tidak profesioanl untuk tetap
melayani orang-orang yang seharusnya dirujuk pada konselor lain
yang lebih berpengalaman.

3. Hindari data-data (informasi) yang tidak relevan


Konseli seringkali menceritakan informasi yang sangat intim
tentang hidup mereka. Kisah ini dapat mempesonakan jika konselor
memperlihatkan minatuntuk mendengarkan informasi intim seperti
masalah-masalah seksual, relasi intim pasangan suami istri, atau
cerita kekejian berdarah. Konseli yang tertekan sangat terbuka untuk
terluka dan akan membuka hampir semua hal jika diberi
kesempatan oleh konselor.
Jika data atau informasi tidak relevan dengan masalah yang
diajukan, konselor tidak perlu mendesak konseli untuk memberikan
informasi yang berlebihan, apalagi jika hanya untuk memuaskan

!36
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
rasa ingin tahu atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi
konselor. Kita akan memperalat konseli untuk kebutuhan-kebutuhan
emosional kita sendiri jika kita menggali lebih rinci.
Apapun informasi yang diberikan konseli harus dipergunakan
pertama-tama untuk menolongnya memecahkan masalah. Usaha
mencari data/informasi demikian haruslah terkait dengan masalah-
masalah yang dibicarakan dan dialami oleh konseli.

4. Perlakukan konseli sebagaimana Anda ingin diperlakukan


Kita akan menemukan betapa pentingnya diperlaukan dengan
penuh penghargaan, bermartabat, baik hati, jujur dan empati. Kita
meneguhkan harga diri seseorang da membiarkan ia mengetahui
bahwa kita ingin mengerti dirinya dengan memasuki dunia
pengalaman dan perasaan-perasaannya.
Hal ini dapat diwujudkan dengan membangun suatu relasi
penuh perhatian yang membuatnya merasa diterima dan cukup
aman untuk membuka diri kepada kita. Kita tidak perlu tergesa-gesa
membari jaminan kepadanya atau membuat pernyataan-pernyataan
klise seperti, “Saya mengerti perasaan Anda”, atau “Saya tahu
maksud Anda”.
Satu cara efektif untuk menyampaikan penghargaan mendalam
terhadap konseli adalah dengan berusaha memberi tanggapan-
tanggapan empatik. Hal ini menuntut konselor untuk menangkap
secara tepat dan peka perasaan dan pemikiran konseli sedemikan
rupa sehingga memperlihatkan pemahamannya tanpa perlu
mengatakan, “Saya mengerti perasaan Anda”.
Konselor dapat memperlihatkan penghargaannya dengan tetap
menjunjung tinggi martabat konseli. Orang yang lebih tua harus
disapa dengan penuh penghargaan. Ia cenderung dingin dihargai
setinggi-tingginya. Jika ia berbicara, pengalaman dan nasihatnya
harus diminta untuk memecahkan masalah.

5. Tidak boleh menghakimi/mengadili


Bersikap tidak menghakimi berarti menghindari penilaian-
penilaian yang menganggap konseli sebagai baik, buruk, jahat,
bersalah atau tidak bersalah. Juga berarti tidak mempersalahkan
konseli untuk kesulitan-kesulitan yang mereka alami Dallam hidup
mereka. Sikap terbuka dan menerima merupakan ciri utama dalam
konseling.
Tetapi ada sudut pandang lain yang harus diperhatikan.
Konselor masih dapat mempertahankan sikap tidak menghakimi, dan
meskipun demikian, juga tidak begitu saja menyetujui atau memberi

!37
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
kesan menyetujui perbuatan salah apapun yang dilakukan oleh
konseli. Oleh karena itu kita perlu menolong konseli untuk menilai
perilaku mereka dan menimbang apakah hal-hal yang mereka
lakukan itu bermanfaat, tepat secara moral atau dapat diterima
secara sosial.
Disepakati bersama bahwa konselor tidak boleh memberikan
penilaian atau memaksakan nilai-nilai pribadi. Konselor harus
memandang para konselinya sebagai orang bermasalah yang
memerlukan pertolongan

6. Meneguhkan penentuan diri konseli


Meneguhkan penentuan diri konseli biasanya mengacu pada
pengakuan praktis terhadap kebutuhan dan hak konseli akan
kebebasan dalam membuat pilihan-pilihan da keputusan-keputusan
mereka sendiri. Ini berarti menjunjung tinggi keyakinan bahwa
konseli memiliki hak dan kemampuan untuk mengarahkan hidupnya
sendiri.
Konselor tidak boleh menciptakan relasi-relasi ketergantungan
dengan konselinya, demikian juga tidak boleh meremehkan mereka
dengan memerintahkan apa yang harus mereka lakukan tanpa
memperhitungkan kekuatan-kekuatan dan sumber-sumber kekuatan
batin mereka untuk mengatasi masalah-masalah.

Sebagai tambahan, di sini saya perlu membahas tentang daya


tarik seksual dalam proses konseling.
Daya tarik seksual
Konseling mencakup situasi-situasi yang melibatkan perasaan-
perasaan antara dua orang atau lebih. Koselor menjadi lebih rentan
dalam situasi tatap muka dengan satu orang. Kadang-kadang fakta
ini dipengaruhi oleh kurang jelasnya batas-batas dalam relasi
konselor-konseli.
Tidak dapat dihindari bahwa para konselor mengalami daya
tarik seksual dengan konselinya. Hal yang penting adalah
menghadapinya. Seorang konselor dapat mengusahakan tindakan
pencegahan. Ia harus memastikan bahwa ia tidak mengambil sikap
kompromi dalam situasi-situasi seperti ini. Ia harus sadar bahwa ia
sedang tergoda atau digoda oleh konselinya.
Sejumlah langka praktis lainnya adalah merancang posisi
duduk yang memadai, tidak berdua saja dengan konseli yang
berlainan jenis tanpa kehadiran staf/orang lain (pendamping), dan
beruasaha mengambil jarak secukupnya. Kontak fisik perlu
diperhatikan dan dihindari dengan yang berlainan jenis kelami

!38
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
BAB II
PASTORAL KONSELING

!39
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
A. Pengertian Pastoral Konseling

Istilah “pastoral” berasal dari kata “pastor” dalam Bahasa Latin.


Dalam Bahasa Yunani disebut “poimen”, yang artinya gembala.
Secara tradisional, dalam kehidupan gerejawi hal ini merupakan
tugas pendeta yang harus menjadi gembala bagi jemaat atau domba-
dombanya. Pengistilahan ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus
dan karyaNya sebagai “pastor sejati” atau Gembala Yang Baik” (Yoh.
10).
Seseorang yang bersifat pastoral adalah seseorang yang bersifat
seperti gembala yang bersedia merawat, memelihara, melindungi dan
menolong orang lain. Bahkan seorang memiliki sifat gembala (pastor)
merasa bahwa karya semacam itu adalah yang seharusnya
dilakukan. Jadi warna khas kristiani dari konseling itu digambarkan
melalui istilah ‘pastoral’.
Ungkapan ‘gembala/pastor’ sejati sesungguhnya mengacu
pada Yesus yang tanpa pamrih bersedia memberikan pertolongan dan
pengasuhan terhadap para pengikutNya, bahkan rela mengorbankan
nayawaNya. pelayan yang diberikanNya merupakan tugas manusiawi
yang teramat mulia. Dan pengikutNya diharapkan dapat meneladani
sikap dan pelayanan Yesus ini dalam kehidupan praksis mereka.
Oleh sebab itu, tugas pastoral bukan hanya tugas resmi atau
monopoli para pendeta saja, tetapi juga setiap orang yang menjadi
pengikutNya.
Penambahan “pastoral” bukan kebetulan saja dalam konseling
kristen. Alasannya sangat teologis yaitu berangakat dari sabda Tuhan
Yesus yang tentu saja menjadi ukuran bagi umat Kristen. Beberapa
kali Tuhan Yesus memperkenalkan diri sebagai gembala. Kita pahami
makna gembala yang baik dalam Yohanes 10 sebagai seseorang yang
lemah lembut, yang berkenan menjadi Pemelihara dan Penolong
manusia. Dalam hal seperti itulah peneladanan orang Kristan kepada
Tuhan Yesus sebagai Konselor Agung. Orang Kristen yang bersedia
menjadi penolong bagi sesamanya, tentu saja perlu melihat dan
memperhatikan sesama yang ditolongnya sebagai ‘manusia utuh’.
Istilah Pastor dalam konotasi praktisnya berarti merawat serta
memelihara. Sikap pastoral harus mewarnai semua sendi pelayanan
setiap orang sebagai orang-orang yang sudah dirawat dan diasuh
oleh Allah secara sungguh-sungguh.
Dalam pelayanan terdapat beberapa istilah untuk
menggambarkan pelayanan pastoral. Istilah yang terkenal adalah
“penggembalaan”, yang memiliki fungsi: Membimbing,

!40
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
mendamaikan/memperbaiki hubungan, menopang/menyokong,
menyembuhkan, mengasuh.
Apa itu pastoral konseling? Yakub Susabda mendefinisikannya
demikian: “Hubungan timbal balik antara hamba Tuhan (pendeta,
penginjil, dsb) sebagai konselor dengan konselinya (klien, orang yang
meminta bimbingan), dalam mana konselor mencoba membimbing
konselinya ke dalam suatu suasana percakapan konseling yang ideal
(conducive atmosphere) yang memungkinkan konseli itu betul-betul
dapat mengenal dan mengerti apa yang sdang terjadi apda dirinya
sendiri, persoalannya, kondisi hidupnya, di mana ia berada, dsb;
sehingga ia mampu melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan
tanggungjawabnya pada Tuhan dan mencoba mencapai tujuan itu
dengan takaran, kekuatan dan kemampuan seperti yang sudah
diberikan Tuhan kepadanya”.
Sedangkan Abineno (berdasarkan pendapat Hiltner) berkata
bahwa, “Pastoral konseling adalah usaha yang dijalanan oleh pastor
untuk membantu orang, agar ia dapat menolong dirinya sendiri (oleh
proses perolehan pengertian tentang konflik-konflik batiniahnya)”.
Ada bebarapa hal penting yang dapat kita perhatikan dalam
pastoral konseling:
a. Pastoral konseling adalah suatu proses, yang berusaha
memecahkan persoalan oleh relasi antara konselor dengan
konseli
b. Konselor, yang menjalankan konseling pastoral adalah orang
yang membantu, menolong konseli.
c. Bantuannya berlangsung dalam bentuk percakapan; karena
itu konselor dan konseli berusaha menciptakan relasi
percakapan yang sebaik mungkin.
d. Dalam percakapan itu, konselor membantu supaya konseli
dapat melihat persoalannya dengan jelas dan menerimanya
sebagai persoalannya sendiri
e. Tujuan akhir dari pastoral konseling adalah supaya oleh
bantuan konselor, konseli dapat memperoleh pengertian
tentang persoalannya sehingga dapat mengambil keputusan
untuk menolong dirinya sendiri.
Pastoral konseling yang dilakukan dengan baik memiliki
peranan dan fungsi positif yang sangat signifikan tentunya bagi
orang-orang yang diperhadapkan dengan persoalan/masalah dalam
hidupnya. Di bawah ini ada beberapa fungsi dan manfaat dari
pastoral konseling, antara lain:

a. Fungsi menyembuhkan

!41
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Konseli sering mempunyai perasaan yang belum pernah
diungkapkan secara lengkap. Barangkali dia pernah
mengalami suatu trauma psikis seperti kehilangan
seseorang atau pernah menyaksikan sesuatu yang
mengerikan seperti perang, pembunuhan atau mengalami
bencana dan kecelakaan. Atau ia merasa bersalah karena
pernah melakukan sesuatu yang tidak etis terhadap
seseorang, pada halo rang itu sudah tidak ada lagi. Atau
juga ada perasaan dendam yang tersimpan. Fungsi
menyembuhkan dari konseling dapat menolong konseli
untuk menyembuhkan dan memulihkan semua itu. Tidak
jarang tekanan batin konseli menimbulkan penyakit
psikosomatis seperti jantung, maag,b. Doa yang dinaikkan
sesudah percakapan konseling biasanya juga ikut
menolong.

b. Fungsi menopang
Konseli yang menghadapi krisis psikis atau penderita yang
diserang oleh rasa sakit yang tajam sekali sulit diajak
berbicara melalui percakapan yang mendalam. pada
umumnya konselor dan konseli hanya dapat memfokus
pada masalah inti. Tanggapan-tanggapan dari konselor
adalah singkat, tepat dan menekankan perasaan konseli.
Kehadiran yang baik dan komunikasi non lisan dari
konselor banyak menolong sebab bisanya konseli sangat
gelisah.

c. Fungsi membimbing
Para konseli cenderung untuk mengharapkan bimbingan
dari konseling. Mereka ingin diberi jalan keluar. Sayang
sekali para konselor terlalu sering sanggup untuk
memberikan nasihat yang setengah matang, dan tidak
mampu memenuhi harapan itu. Sepatutnya fungsi
membimbing ini muncul dalam usaha menolong konseli
untuk mengambil keputusan-keputusan mengenai
hidupnya sendiri.

d. Memperbaiki hubungan
Hampir semua persoalan konseli sedikit banyak yang
menyangkut hubungan dengan orang lain. Oleh karena itu
kita membutuhkan fungsi pastoral konseling yang

!42
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
menjamin konselor ikut berkecimpung dalam menyelesaikan
ketegangan yang timbul dalam suatu hubungan. Kesulitan
komunikasi biasanya merupakan persoalan paling
mendasar. Seyogyanya konselor tidak memihak kepada
konseli atau sebaliknya. Dalam menolong pr oses
komunikasi, semua orang yang terlibat harus ditempatkan
sebagi konseli. Kita konselor harus menajdi perantara yang
netral, perantara yang berkewajiban untuk terus menerus
membuka jalur komunikasi timbale balik.

e. Mengasuh/memelihara
Diharapkan bahwa konseli akan berkembang dan terus
menerus menjadi lebih dewasa di dalam mengahadapi
masalah-masalah selanjutnya.
Oleh karena itu, konselor seharusnya tidak hanya punya
tujuan meringankan penderitaan/masalah konseli untuk
sementara saja dengan risiko besok masalahnya datang lagi.
Tetapi konselor perlu memperkuat dan mendewasakan
konseli supaya bisa menghadapi masalah-masalah
berikutnya yang terjadi.

Mengutip pendapat William A. Clebsch dan ch. R. jaecle,


Howard Clinebell, meringkas ada empat fungsi pastoral di sepanjang
abad:
a. Menyembuhkan (healing)
Suatu fungsi pastoral yang terarah untuk mengatasi
kerusakan yang dialami orang dengan memperbaiki orang
itu menuju keutuhan dan membimbingnya kea rah
kemajuan di luar kondisinya terdahulu.
b. Mendukung (susataining)
Menolong orang sakit (terluka) agar dapat bertahan dan
mengatasi suatu kejadian yang terjadi pada waktu yang
lampau, di mana perbaikan atau penyembuhan atas
penyakitnya tidak mungkin lagi diusahakan atau
kemungkinannya sangat tipis sehingga tidak mungkin lagi
diharapkan.
c. Membimbing (guiding)
Membantu orang yang berada dalam kebingungan dalam
mengambil pilihan yang pasti (meyakinkan di antara
berbagai pikiran dan tidakan alternative/pilihan), pilihan
yang dipandang mempengaruhi keadaan jiwa mereka
sekarang dan pada waktu yang akan datang

!43
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
d. Memulihkan (reconiling)
Usaha membangun hubungan-hubungan yang rusak
kembali di antara manusia dan sesama manusia dan di
antara manusia dengan Allah.

B. Bentuk-bentuk Pastoral Konseling

Berangkat dari asumsi dasar bahwa manusia itu adalah unik


(khas) sehingga setiap orang memiliki dunia pengalaman dan
perasaaannya sendiri dan seturut dengan hal itu setiap orang juga
mempunyai kebutuhan yang tidak sama. Bentuk-bentuk pastoral
konseling juga tidak bisa digeneralisasi karena setiap orang
memerlukan pelayanan secara unik pula.
Oleh karena itu, pastoral konseling dalam prakteknya haruslah
tidak terpaku atau kaku menerapkan metode dan bentuk-bentuk
tertentu saja, melainkan harus terbuka dab bertumbuh melalui
praktek dan observasi; dan juga bisa menggabungkan beberapa
bentuk seturut dengan kebutuhan konseli. Apapun bentuk pastoral
konseling yang dilakukan oleh seorang konselor Kristen haruslah
dilandaskan pada penyerahan dan pengandalan kepada pimpinan
dan hikmat Roh Kudus.
Para ahli konseling ada yang menyebutkan bermacam-macam
bentuk pastoral konseling dan secara garis besarnya, seperti yang
dikatakan oleh Garry Collins, bentuk-bentuk yang dapat digunakan
satu atau lebih menurut kebutuhan konseli, sebagai berikut:

1. Supportive Counseling
Alkitab mengajarkan kita untuk saling menguatkan dan
mendukung satu sama lain (1 Tes. 5:11; Ibr. 3:13; 10:25), agar
konseli di dalam persekutuan umat Allah didorong secara realistis ke
arah langkah-langkah praktis menghadapi permasalahannya.
Konseling semacam ini akan menumbuhkan “sense of
fellowship” (suasana persaudaraan yang lebih terbuka dan hidup).
Collins secara tepat menyebutkan bahwa: “Konselor yang supportive
memberikan perhatian, dorongan yang lebih peka mencoba dengan
lemah lembut menyadarkan konseli terhadap tantangan realita
kehidupan ini dan membimbing konseli apda pertumbuhan iman dan
kematangan emosi sehingga problema dapat diatasi dengan lebih
mudah”.
Jadi dapat dikatakan bahwa konseling yang supportive
bertujuan menolong konseli menyadari permaslahan-

!44
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
permasalahnnya sendiri dengan lebih jelas, menumbuhkan rasa
percaya diri dengan cara berintegrasi secara lebih baik dan
konstruktif agar mampu menghadapi masalahnya yang sekarang dan
yang akan datang.

2. Confrontational Counseling
Confrontational counseling berarti koselor memperhadapkan
konseli terhadap persoalan-persoalan konseli sendiri. Yesus sering
memakai bentuk konfrontasi langsung terhadap dosa-dosa orang
yang dijumpaiNya seperti, anak muda yang kayak arena hatinya
terikat pada hartanya (Luk. 18:22); perempuan samaria dengan
p e r z i n a h a n n y a ( Yo h . 4 : 1 7 - 1 8 ) ; m r i d - m u r i d N y a k a r e n a
kekurangpercayaan mereka (Mat. 8:26; 14:13) dan pemimpin-
pemimpin agama karena dosa dan kemunafikan mereka (Mat. 12:34;
15:7-8; 23:23-33; Yoh. 8:44-45).
Dalam konfrontasi, konselor harus berbicara dengan kasih
tentunya (ef. 4:15) dan tidak seharusnya menghakimi orang lain
dengan maksud mengkritik. Karena itu Collins berkata, “…dalam
kelemahlembutan dan kasih, konselor Kristen terpanggil untuk
menolong konseli terhadap kegagalan, dosa dan kekeliruan serta
kebodohannya. Kita percaya bahwa menyembunyikan dosa hanya
akan membuat bertambahnya perasaan berdosa, frustrasi dan
kegelisahan yang terus-menerus. Jika kita mengakui kesalahan kita,
Tuhan akan mengampuni (1 Yoh. 1:9) dan kita akan memperoleh
belas kasihan dan anugerahNya. Sebagai hamba Tuhan seorang
konselor harus menolong konseli agar mampu menghadapi dosanya,
mengakui di hadapan Allah dan mengakui juga di hadapan orang lain
(Yak. 5:16), dan menolong dia bergumul memperbaiki tingkah laku
dan sikapnya yang buruk”.
Dalam hal ini, tentu bukan hanya dalam hal dosa dan tingkah
laku yang buruk saja, tetapi juga cara berpikir yang salah yang
sudah membentuk sterotype tertentu dalam dirinya, dll. Dengan
konfrontasi ini, konseli semakin di dewasakan dan lebih memahami
tindakannya sendiri, menolong dia untuk mendengar apa yang
mungkin tidak ia sukai bahkan menolong ia untuk melakukan
langkah-langkah perbaikan yang selama ini ia tidak lakukan. Bentuk
konfrontasi membutuhkan keberanian da ketegasan sebab konseli
bisa saja bersikap negatif atau marah. Konfrontasi janganlah
dilakukan pada tahap awal konseling agar konseli bisa merasa
nyaman dan mau terbuka.

3. Educative Counseling

!45
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Bahwa konseling harus juga meliputi edukasi dimana tingkah
laku yang tidak efektif dapat diperbaiki dan konseli ditolong untuk
belajar tingkah laku dan kebiasaan yang lebih baik. Konseli bisa saja
bertanya mengenai diskusi teologia, pendidikan anak, pemlihan karir,
masalah remaja/pemuda, hubungan pranikah, Gereja/masyarakat,
dll.
Memang harus dijaga agar konseling tidak berubah menjadi
biro informasi atau biro penyuluhan. Menasihati adalah hal yang
mudah tetapi menolong koneli adalah hal yang tidak mudah.

4. Spiritual Counseling
Memang pastoral counseling adalah spiritual counseling.
Sebagai konselor roahani kita bisa menanyakan, misalnya:
Bagaimana keadaan rohani anda akhir-akhir ini? Dan ini seringkali
sudah membukakan jalan pad aproblem rohani yang tersembunyi.
Kadang-kadang konselor mempunyai kesempatan untuk
memperkenalkan Tuhan Yesus sebagai Juruselamat; bahkan sering
kali sebagai konselor ketika kita berdoa atau membaca Firman
Tuhan akan dapat membawa seseorang masuk dalam kehidupan
yang lebih dapat dinikmati (Yoh. 10:10), atau mungkin mengalami
kehidupan kekal di surga (Yoh. 3:16).
Oleh karena itu, konselor harus peka terhadap kebutuhan-
kebutuhan rohani konseli. Janganlah menghindari hal-hal rohani.
Tetapi juga jangan merohanikan segala sesuatu dalam proses
konseling.

5. Group Counseling
Berarti melibatkan beberapa atau banyak orang sekaligus:
seperti Yesus dengan murid-muridNya, PercakapanNya dengan
Petrus, Yakobus dan Yohanes. Dalam jemaat mula-mulapun orang-
orang bertemu dalam kelompok-kelompok belajar, bersekutu,
perjamuan kasih, dan berdoa.
Group counseling termasuk kelompok keluarga dalam praktek
pastoral masa kini. Keluarga merupakan salah satu unit yang paling
sering mengalami goncangan dalam era globalisasi dan
informasisekarang ini ehingga membutuhkan pendampingan
pastoral.
Group counseling bisa juga meliputi kategorial seperti para
janda, lajang (orang yang tidak/belum menikah), dll. atau juga
berdasarkan masalah tertentu seperti para alcoholic. Jika kelompok
sudah terbentu, secara perlahan anggota group tersebut dianjurkan
untuk mengemukakan maslah yang mereka hadapi. Konselor

!46
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
menstimulasi diskusi dan memberikan pengarahan agar diskusi
tidak keluar jalur.

6. Informal Counseling
Informal counseling dapat dilakukan di mana saja (rumah
tangga, rumah sakit, ruang pertemuan, halaman Gereja, atau di
jalan). Kesempatan untuk konseling informal sering muncul pada
saat yang tidak direncanakan. Konseling yang dilakukan Yesus
kebanyakan adalah informal koneling tetapi ternyata semuanya
efektif.
Oleh karena itu, ada beberapa saran dari konselor yang
berpengalaman dalam konseling informal seperti ini:
f. Mendengarkan dengan penuh perhatian
g. Menggunakan pertanyaan-pertanyaan tambahan untuk
memperjelas focus persoalan
h. Mendorong konseli untuk menyimpulkan persoalan dan
mencoba membicarakan apa yang sudah diusahakan pada
masa yang lalu
i. Memberi informasi yang dapat membantu menolong konseli
mengambil keputusan tentang apa yang akan dilakukan
j. Berjanjilah pada diri sendiri bahwa Anda akan membantu
dalam doa, dan benar-benar mendoakannya
k. Bila memang diperlukan, Anda dapat mengusulkan
pertemuan selanjutnya untuk diskusi yang lebih formal
menganai masalah yang dihadapi konseli.
Konseling informal adalah koneling yang paling sederhana
tetapi banyak menolong.

7. Preventive Counseling
Konseling yang bersifat preventive ialah antisipatif, bukan
membebaskan atau menolong orang dari permasalahan yang sudah
ada (misalnya konselin pernikahan). Konseling preventif mencoba
memberikan gambaran problem apa saja yang mungkin timbul dalam
pernikahan dan pencegahannya (Konseling pra-nikah).

C. Gereja dan Konseling Kristen

Dalam Perjanjian Baru, gereja diibaratkan sebagai tubuh


Kristus, persekutuan orang percaya. Mereka berbakti, berdoa,
mengabarkan Injil, mengajar dan hidup saling tolong menolong;

!47
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
bahkan Tuhan Yesus mengatakan bahwa tanda orang-orang percaya
dan menjadi muridNya, adalah jika mereka saling mengasihi (Yoh.
13:35).
Jadi, tanggung jawab gereja paling utama adalah untuk
menolong orang lain, “Allah telah menyusun tubuh kita begitu rupa…
supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, melainkan supaya
anggota-anggota yang berbeda saling memperhatikan. Karena jika
satu anggota menderita semua anggota turut menderita; jika satu
dihormati, seluruh anggota bersukacita. Kamu adalah tubuh Kristus
dan kamu masing-masing adalah anggotanya” (1 Kor. 12:24-27).
Sesuai dengan rencana Tuhan, gereja seharusnya menjadi kesatuan
atau persekutuan dari orang-orang percaya yang oleh Kuasa Roh
Kudus diberi kuasa untuk melayani sesama, baik di dalam maupun
di luar gereja.
Orang-orang Kristen diberi karunia berbeda-beda (Roma 12, 1
Kor. 12; Ef. 4); ada yang mempunyai karunia untuk berkhotbah atau
mengajar, ada yang melayani, memberi nasihat dan memang ada
karunia yang menonjol lebih dari yang lain. Namun semua sama
pentingnya.
Paulus mengingatkan jemaat di Efesus bahwa karunia Roh
Kudus diberikan dengan tujuan:
a. Memperlengkapi orang-orang percaya bagi pekerjaan
pelayanan
b. Membangun dan menguatkan iman orang percaya, sehingga
tidak lagi diombang-ambingkan oleh bermacam-macam
pengajaran, melainkan dipersatukan dan menajdi dewasa
dalam iman.
Bebarapa ahli teologia berpendapat bahwa, konseling adalah
salah satu karunia khusus yang diberikan Tuhan kepada orang-
orang percaya untuk membangun gereja dan menguatkan tiap
individu. Dalam Roma 12:8, Paulus menulis mengenai karunia untuk
menasihati yang dalam bahasa Yunani memakai kata Paraklesis,
yang berarti “datang untuk menolong”; bahkan dalam arti yang lebih
luas lagi yaitu memberi penghiburan, mendukung, memberi
semangat dan menasihati dan semuanya ini terdapat dalam
konseling.
Walaupun memang ada orang-orang yang mempunyai karunia
khusus untuk hal ini, tetapi setiap orang Kristen mempunyai tugas
untuk menolong orang lain. Dalam Kitab Yakobus diperingatkan,
bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati. Kita dapat menemukan
betapa banyak bagian dalam Perjanjian Baru yang menyinggung
ajaran untuk saling menasihati, membangun, menghibur mereka

!48
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
yang tawar hati, membela mereka yang lemah dan sabar terhadap
semua orang (1 Tes. 5:11, 14).
Sebagai anak-anak Tuhan kita harus memimpin orang yang
berbuat dosa dengan roh yang lemah lembut, bertolong-tolongan
dalam menanggung beban, dan berbuat baik bagi semua orang (Gal.
6:1,2,10). Anak-anak Tuhan seharusnya dikenal sebagai orang-orang
yang penuh kasih, rendah hati, lemah lembut, penuh kemurahan,
sabar, dan siap sedia mengampuni (Kol. 3:12-14). Jelaslah bahwa
orang Kristen atau gereja yang adalah tubuh Kristus mampunyai
tugas dan panggilan untuk menghibur dan melayani orang lain
dengan kasih. Konseling adalah salah satu cara untuk melakukan
itu.
Howard Clinebell berkata bahwa, konseling pastoral adalah alat
yang penting sekali yang membantu gereja menjadi pos penyelamat
jiwa, tempat berlindung, taman kehidupan rohani. Konseling dapat
membantu menyelamtakan bidang kehidupan yang menderita
kerusakan dalam badai kehidupan sehari-hari, yang hancur karena
rasa cemas, rasa bersalah, dan kurangnya integritas kepribadian.
Konseling mengurangi kelumpuhan kemampuan umat Kristen untuk
memberi dan menrima kasih. Konseling dapat membantu kita
menjadi gereja, yaitu persekutuan yang di dalamnya kasih Allah
menjadi realitas yang dialami dalam hubungan-hubungan.
Konseling Kristen akan efektif dan konseli akan lebih mudah
mengatasi persoalan-persoalannya jika mereka menjadi bagian dari
jemaat yang saling memperhatikan kebutuhan satu dengan yang lain.

Apakah artinya “memperhatikan satu dengan yang lain?”


Dalam amant Agung, Tuhan Yesus memberi tugas da tanggung
jawab bagi gereja, yaitu penginjilan dan pengajaran. Biasanya
penginjilan selalu disertai dengan pengajaran Kristen. Alkitab tidak
memberikan indikasi bahwa pekerjaan ini hanya dapat dilakukan
oleh pendeta, konselor-konselor yang terlatih atau kaum awam
tertentu. Memang kita diperintahkan untuk mengasihi satu dengan
yang lain, menerima, menasihati, meringankan, melayani,
menghibur, menangung beban bahkan saling memperhatikan
sehingga setiap anggota jemaat mempunyai hati yang mau
memperhatikan dan mempedulikan sesama sesuai dengan apa yang
diajarkan Alkitab, yaitu:

a. Mempunyai perhatian yang mendalam


Di sini dibutuhkan kasih seperti kita mengasihi diri sendiri,
y a n g l e b i h d a r i s e k e d a r m e n y u k a i , m e n g h i b u r,

!49
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
menunjukkan simpati atau mencoba mengerti
persoalannya.
b. Mencoba untuk mengerti
Kita perlu mengerti apa yang dibutuhkan oleh orang lain,
apa yang ada padanya dan kemampuan untuk mengatasi
persoalan tersebut. Kita perlu mempertimbangkan apa yang
dilihat dan dipikirkan oleh orang-orang lain sebelum kita
menawarkan pertolongan yang khusus padanya.
c. Menghargai dirinya
Konseling bukanlah pemberian nasihat-nasihat yang kaku,
mengecam, mengontrol atau membicarakan persoalan
tersebut pada orang lain. Tetapi inti konseling adalah
keinginan untuk memikul beban dan menunjukkan jalan
untuk bertumbuh bagi konseli.
d. Berani dan rela memikul resiko
Memang tidak mudah untuk merawat orang lain, mungkin
kita akan menghadapi resiko salah mengerti, penolakkan,
kritik bahkan penghinaan. Tetapi bagi orang Kristen, tidak
ada tempat untuk menghindari resiko-resiko seperti ini,
karena iman kepada Yesus adalah meneladani Dia.
e. Rela menerima pertolongan orang lain
Merawat selalu melibatkan paling tidak melibatkan dua
orang, yaitu orang yang membutuhkan perawatan dan yang
memberi perawatan. Kalau kita secara sungguh-sungguh
mau menerapkan ajaran untuk saling menanggung beban
(Gal. 6:2), mau tidak mau kita harus mengusulkan dua hal,
yaitu mencoba menolong orang lain dan rela menerima
pertolongan dari orang lain.

Ciri-ciri utama dari sikap memperdulikan sesama


Garry Colins mencatat ada beberapa ciri utama dari
sikap orang Kristen yang mempedulikan sesama, yakni:

a. Kasih
Kasih adalah sesuatu yang praktis, penuh belas kasihan.
Kasih menjadi begitu dinamis pada saat kita tempatkan
dalam konteks mempedulikan sesama. Kasih adalah modal
utama dalam setiap pelayanan kita, dan kasih yang murni
timbul bila kita sudah diperbaharui oleh kasih Kristus dan
membiarkan seluruh hidup kita dikontrol oleh Roh Kudus.

!50
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
b. Kesabaran
Kita harus mengerti perlunya kesabaran bila kita
menghadapi ksus di mana ada konseli tidak menunjukkan
adanya perubahan apa-apa. Sama seperti kasih, kesabaran
datangnya dari Allah, yang seringkali muncul seiring adanya
kesulitan-kesulitan atau ujian.
Seorang yang sungguh-sungguh memperhatikan orang lain
tidak memaksa perubahan cepat dalam kehidupan orang
tersebut, namun membimbingnya dengan sabar dan
mengharapkan kesembuhan dan perubahan yang sempurna
pada waktunya.
c. Keterbukaan
Bila seseorang ingin ditolong, ia harus menyadari apa yang
ada di dalam perasaannya bahkan yang negatif/buruk atau
memalukan sekalipun. Salah satu caranya adalah belajar
mendemonstrasikan keterbukaan, baikd alam sikap
maupun dalam kata-kata.
Seseorang yang ingin sungguh-sunggu mempedulikan orang
lain ia akan jujur, terbuka, rela menanggung beban satu
dengan yang lain dan menasihati, mendorong, mendukung,
mengajar dengan lemah lembut. Membagikan perasaan
dengan jujur sangatlah penting dalam pelayanan konseling.
d. Pengharapan
Sulit sekali tentunya bila kita ingin menolong orang lain,
tetapi kita tidak dapat memberikan pengharapan.
Pengharapan memberikan kekuatan dan paling tidak
membantu orang lain yang kita tolong supaya ia memiliki
optimisme dan meringankan penderitaannya.
Pengharapan Kristen tidak berarti mendorong orang untuk
menolak realita yang dihadapi, dengan menghabiskan waktu
berhayal atas hal-hal yang tidak realistis. Pengharapan bagi
orang Kristen adalah bersukacita dalam kebijaksanaan dan
kemurahan Allah, menerima kenyataan bahwa jalan dan
waktu Tuhan selalu tepat dan terbaik, Ia akan bertindak
menolong dengan pasti, sehingga mendorong kita untuk
mencari pimpinanNya.
e. Fleksibilitas
Sangat sulit bagi kita untuk menolong orang lain jikalau
kita bersikap kaku, tidak mau berubah dan cenderung
mengatur orang lain saja. Memperdulikan orang lain berarti
kita haru smenerima mereka, mau bertumbuh, dan rela
untuk belajar dan mengubah diri sendiri.

!51
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
f. Kerendahan hati
Tak seorangpun dapat kita tolong jikalau kita tidak mau
benar-benar melibatkan diri kita dengan kerendahan hati.
Kerendahan hati bukanlah tekhnik berpura-pura, tetapi
sungguh-sungguh tulus, tidak memegahkan diri pada apa
yang diperbuatnya bagi orang lain.

Gereja yang mempedulikan


Menurut Garry Collins, Gereja yang mempedulikan paling tidak
harus memiliki 9 tanda, meskipun setiap gereja adalah unik dan
kondisi masing-masing gereja tidak sama:
a. Terdiri dari jemaat yang percaya pada Tuhan Yesus sebagai
Juruselamat dan mau hidup sesuai dengan kebenaran
Firman Tuhan. Jemaat dari gereja yang saling mempedulikan
juga memperhatikan penginjilan, pemuridan, dan membekali
setiap anggota dengan makanan rohani yang sehat, sehingga
mereka juga dapat melayani orang lain, mempedulikans
esama, mengabarkan injil baik di rumah, dimasyarakat
sekitarnya dan di mana saja mereka berada.
b. Pemimpin-pemimpin gereja yang saling mempedulikan
termasuk pendeta atau gembalanya, terdiri dari orang-orang
yang benar-benar rindu untuk tumbuh sebagai anak-anak
Tuhan dan dengan tulus memperhatikan kebutuhan orang
lain. Hal ini diekspresikan dalam sikap mau mendengar,
mendorong dan membimbing dalam kasih dan pengertian
c. Suasana kebaktian di gereja yang saling mempedulikan
berpusatkan pada Kristus dan pembinaan persaudaraan. Ada
usaha yang sungguh-sungguh untuk memberikan sambutan
yang hangat pada mereka yang datang. Kebenaran Firman
Tuhan dan kebutuhan jemaat merupakan inti dari setiap
pemberitaan Firman Tuhan. kesempatan selalu disediakan
bagi mereka yang membutuhkan doa, pertolongan dan
persekutuan.
d. Gereja yang saling mempedulikan juga memberikan
kesempatan bagi jemaat untuk saling menanggung beban dan
saling membantu. Jemaat dapat menunjukkan perhatian
mereka pada mereka yang baru pindah, sakit, menderita,
yang tidak memiliki keluarga, kesepian, dll.
e. Kelompok Doa, pemahaman Alkitab dan pelayan keluar
sangat ditekankan. Dalam kelompok selalu disediakan
kesempatan bagi setiap anggota untuk mengutarakan

!52
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
persoaland an perasaan mereka, dalam suasana
kekeluargaan dan kasih.
f. Kelompok Doa, pemahaman Alkitab dan pelayan keluar
sangat ditekankan. Dalam kelompok selalu disediakan
kesempatan bagi setiap anggota untuk mengutarakan
persoaland an perasaan mereka, dalam suasana
kekeluargaan dan kasih.
g. Para pengajar juga memperhatikan kebutuhan orang-orang
yang mereka ajar. Mereka berusaha membawa setiap anggota
dekat pada Tuhan dan belajar mempercayakan setiap
kebutuhannya kepada Tuhan
h. Mempunyai beban misi, tidak saja pada masyarakat sekitar,
tetapi juga di bagian dunia lain. Jemaat tidak sja
memperhatikan penginjilan tetapi juga kebutuhan sosial,
sehingga tidak saja membawa berita keselamatan melalaui
i m a n k e p a d a T u h a n Ye s u s K r i s t u s , n a m u n j u g a
memperhatikan kebutuhan jasmani orang-orang yang
dilayani.
i. memberikan kesempatan kepada jemaat untuk memberikan
persembahan maupun pelayanan mereka dalam berbagai
bidang
j. Jabatan kepemimpinan diberikan kepada mereka yang
mendemonstrasikan sikap dan perbuatan yang sesuai sebagai
murid Kristus yang patut diteladani.

Hubungan antara sikap saling mempedulikan dengan konseling


Kita sebagai gereja akan gagal menjadi tubuh Kristus yang
saling mempedulikan jikalau para pemimpin sendiri tidak dapat
menjadi model/teladan yang baik. tuhan Yesus adalah satu-satunya
model sejati yang harus kita teladani. Ia tidak saja berkhotbah, tetapi
juga turut menyembuhkan dan memberi pertolongan kepada mereka
yang membutuhkan pertolonganNya. Murid-muridNya mencontoh hal
ini ketika mereka diutus melayani. kemudian murid-murid
memberikan contoh kepada jemaat mula-mula, sehingga gereja yang
baru tersebut sudah dikenal sebagai gereja atau kumpulan orang-
orang percaya yang sungguh mempeduliakan satu dengan yang lain.
Tuhan Yesus juga jemaat mula-mula memperhatikan orang lain
dengan cara mereka menghibur yang susah, melayani orang sakit,
memberikan makan yang lapar, menguatkan yang lemah, memberi
semangat dan pengahrapan kepada yang kecewa, mendoakan yang
sakit dan punya masalah, menghargai semua orang termsuk anak-
anak yang lemah, mengajar, dan mencari yang sesat. Mereka juga

!53
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
membimbing orang-orang kepada pertobatan. Semua hal ini adalah
bentuk-bentuk kepedulian gereja yang harus dimanifestaskan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam konseling kita bisa mempraktekakan
ciri-ciri hidup kristiani tersebut dengan melayani dengan sungguh-
sungguh orang-orang yang membutuhkan pertolongan kita, dalam
hal konseli.

D. Konseling Kristen

Apa sebenarnya Konseling Kristen itu? Konseling Kristen dapat


dijelaskan sebagai “suatu proses pembimbingan yang dinamis dalam
tuntuan Roh Kudus untuk menyampaikan nasihat, petunjuk,
peringatan, teguran, dorongan dan ajaran berdasarkan perspektif
Kristen (Alkitab), yang diantaranya terdapat upaya menyampaikan
pertimbangan yang memberikan kemampuan kepada konseli untuk
membuat keputusan (sendiri) yang bijaksana sehingga membawa
pemulihan, perubahan, peneguhan serta pertumbuhan dan
kedewasaan rohani”.
Dalam hal ini, seorang konselor Kristen akan berusaha
mengaplikasikan kebenaran Firman Tuhan atas persoalan-persoalan
yang dihadapi oleh konseli yang datang padanya.

1. Beberapa bentuk Konseling Kristen

a. Konseling Pernikahan
Banyak sekali pernikahan yang dibangun di atas dasar angan-
angan yang indah, bahkan cita-cita yang muluk-muluk. Namun
ketika angan-angan tersebut tidak menjadi kenyataan atau tak
seindah yang diabyangakan, timbullah pertengkaran yang jika tidak
segera diatasi bisa berujung pada perceraian. pada hal jika sejak
awal kedua pasangan disadarkan dan menyadari tujuan serta makna
pernikahan yang dikehendaki Tuhan, hal-hal seperti pisah ranjang,
perselingkuhan, perceraian, atau percekcokkan Karena ego yang
besar, minimal dapat dikurangi atau dihindarkan. Itulah sebabnya,
penting bagi pasangan suami istri untuk memahami tujuan dan
keinginan dalam pernikahan.
Mereka perlu mengerti apa arti pernikahan itu, mengerti arti
janji dan komitmen yang telah mereka ikrarkan di hadapan Allah dan
jemaatNya.
Pernikahan Kristen bukanlah kontrak hukum yang bisa
dibatalkan, melainkan komitmen seumur hidup karena kekristenan

!54
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
tidak mengenal perceraian (Mark. 10:9). Komitmen dalam pernikahan
Kristen adalah sebuah perjanjian yang disahkan Allah sendiri.
Berbeda dengan pernikahan tradisional maupun sekuler, yang
didasarkan apada budaya dan hukum.
Oleh sebab itu, sebelum menikah, setiap calon pasangan
hendaknya sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai
macam konflik dalam rumah tangga kelak. Pemahaman konflik
sangat penting, karena bagaimanapun, peristiwa itu pasti akan
terjadi dalam perjalanan rumah tangga.

Masalah dalam pernikahan

Masalah yang timbul di antara pasangan dapat timbul oleh


berbagai hal. Misalnya, kesibukan suami istri sering membuat
kehangatan rumah tangga menjadi dingin karena hampir tidak ada
waktu untuk berdua. Demikian juga keengganan untuk saling
terbuka, itupun dapat menjadi penyebab masalah, bahkan retaknya
hubungan suami istri.
Selain itu, menurut Elisa Surbakti, masalah yang juga sering
menghambat keharmonisan sebuah pasangan dalam rumah tangga
adalah sebagai berikut:

➢ Persoalan dari dalam diri sendiri

Banyak sekali kasus seks dan seksualitas yang dialami oleh


pasangan suami istri bersumber dari dalam diri mereka sendiri. Jika
tidak segera mendapat penanganan dengan baik, persoalan tersebut
berpotensi menimbulkan konflik yang berkelanjutan antara
pasangan.
Misalnya, seseorang yang pernah mengalami pelecehan seksual
pada masa kecil akan memiliki pandangan dan persepsi yang keliru
tentang segala sesuatu yang menyangkut seks dan seksualitas.

➢ Persoalan dengan pasangan

Tidak sedikit pasangan yang gagal membangun dan membina


komunikasi yang positif dengan pasangannya sehingga hampir tidak
ada komunikasi yang intim di antara mereka berdua. Jika situasi
tersebut dibiarkan, dapat dipastikan akan menyebabkan kebosanan
yang berakhir pada perpisahan/perceraian.

!55
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
➢ Tidak Berterus terang

Mungkin itu adalah salah satu penyebab utama yang


mengakibatkan keharmonisan rumah tangga menjadi kacau.
Seharusnya dalam pernikahan, tidak ada yang perlu disembunyikan
dari pasangannya. Sikap tidak terus terang dapat menyebabkan
fondasi rumah tangga yang dibangun runtuh, karena tidak adanya
saling percaya antara satu dengan yang lain.

Dan masih banyak masalah lainnya yang terjadi dalam


pernikahan, seperti masalah seks, masalah kesehatan, masalah
keuangan, masalah keturunan, dll. Untuk itu sangat perlu adanya
konseling pernikahan terhadap pasangan-pasangan yang mengalami
berbagai maslah tersebut di atas.

Perlunya Konseling Pernikahan


Situasi kemasyarakatan yang terus berubah dapat
mendatangkan stress dalam perkawinan. Tantangan dalam
pernikahan pada zaman modern ini sangat variatif dan kompleks.
Pada zaman ini begitu banyak faktor yang dapat memberikan
peluang untuk terjadinya maslah dalam rumah tangga. Budaya,
sekularisme yang semakin meningkat, masyarakat yang
individuaistis, kebebasan seks, hedonisme/materialisme,
kemerosotan ekonomi, longgarnya nilai-nilai sosial adalah hal-hal
yang tidak dapat disepelekan. Semua itu dapat membawa dampak
bagi pernikahan Krisetan jika tidak diwaspadai. Faktor-faktor itu
dapat membuat sebuah pernikahan yang semula terikat dalam
komitmen menjadi sebuah pernikahan yang bersifat longgar dan
akhirnya pecah.
Hal ini menunjukkan bahwa penanganan masalah rumah
tangga atau pernikahan tidak bisa dilakukan dengan sepintas lalu
atau berdaarkan kecenderunagn mode yang sedang berlangsung.
Selain memerlukan perenungan, permasalahan keluarga juga
memerlukan pendalaman analisis sebelum memberikan diagnosis
yang akurat. Itu sebabnya, peran konseling dalam pernikahan sangat
perlu dan penting.

b. Konseling Keluarga
Keluarga adalah tempat seseorang bertumbuh dan berkembang
menjadi individu yang berkepribadian dan berkarakter. Itu sebabnya,
gereja harus menekankan pentingnya keberadaan sebuah keluarga

!56
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
yang harmonis, dan hal itu harus menjadi prioritas utama dalam
pelayanan gereja. Apalagi Kitab Suci pun menekankan betapa
penntingnya makna sebuah keluarga, lembaga yang dibentuk oleh
Tuhan Allah sendiri.
Harapan dan cita-cita semua orang adalah ingin agar rumah
tangganya bahagia dan terus bertahan, demikian juga keluarga
Kristen. Namun, Keluarga Kristen tidak hanya harus terus bertahan,
tetapi juga bertumbuh secara rohani sesuai dengan kebenaran
firman Tuhan walaupun perjalanan menuju rumah tangga yang
bertumbuh dalam kebenaran firman tidak selalu melalui jalan
mulus. Di sepanjang jalan, ranjau-ranjau bertebaran, tersembunyi
dan mananti saat yang tepat untuk meledakkan harapan-harapan
tersebut.
Meskipun hal itu tampaknya sukar, dan Iblis berusaha untuk
menghancurkan keluarga Kristen, tetaplah berusaha sambil
berpegang teguh pada janji Tuhan Yesus sendiri yang berkata, “…
AKu sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau” (Ibr. 13:5c).

Pentingnya Konseling Keluarga


Keluarga mempunyai peranan yang penting di dalam
kehidupan manusia. Boleh dikatakan bahwa hampir selalau
persoalan individu memperlihatkan kaitan dengan sifat dan sikap
keluarga serta hubungan individu dengan anggota keluarga lain.
Jikalau kita mempunyai komitmen untuk melayani seorang konseli
secara menyeluruh, seyogyanya kita memberi perhatian yang cukup
bewsar pada hubungan kekeluargaan konseli. Setelah
mempertimbangkan faktor-faktor kekeluargaan yang mempengaruhi
persoalan individu, ada kemungkinan konselor menganggap perlu
mengadakan konseling keluarga. Ini berarti mengadakan pendekatan
koneling yang sedikit banyak melingkupi keterlibatan dari semua
anggota keluarga.

c. Konseling Anak/Remaja
Ketika seorang anak berkembang menuju ke tahap remaja, ia
sedang mengalami perubahan status dari anak ke remaja. Jika tidak
mendapat pengarahan yang baik, perubahan status ini dapat
membuat anak yang menjadi remaja tersebut terombang ambing
karena pad amasa transisi ini seorang anak remaja mengalami krisis
identitas sehingga mudah sekali terinfeksi bermacam-macam isu,
baik positif maupun negatif. Apalagi mereka cenderung suka
mencoba-coba hal-hal baru tanpa memikirkan akibatnya sehingga

!57
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
rentan terhadap hal-hal yang merusak seperti kebiasaan merokok,
minuman keras, seks bebas, narkoba, pemberontakkan, dsb.
Melihat dan menyadari kompleksitas masalah yang dihadapi
dalam dunia remaja, harus diakui bahwa hal itu memerlukan
penanganan khusus. Karenanya konseling terhadap anak/remaja
adalah hal yang sangat penting dan mutlak agar remaja tidak
terhilang dan rusak. Ramaja adalah pribadi yang masih labil dan
belum dewasa. Mereka perlu ditolong dan diarahkan berdasarkan
kebenaran Firman Tuhan supaya mereka suatu kelak menjadi
generasi-generasi yang kuat dan membawa dampak yang positif..

2. Keunikan Konseling Kristen


Setiap orang Kristen mempunyai kesempatan yang istimewa
untuk menolong orang lain, karena setiap anggota seringkali terlibat
dalam percakapan konseling, baik dengan anggota keluarga sendiri
maupun dengan saudara-saudara seiman lain bahkan denganorang
yang belum mengenal Tuhan. Secara praktis hampir setiap saat
orang Kristen bebas mengunjungi dan menolong siapa saja yang
membutukan.
Paling tidak menurut Garry Collins, konseling Kristen memiliki
keunikan karena tiga alasan:
a. Oleh kar ena orang Kristen per caya bahwa Allah
menciptakan langit dan bumi serta segala isinya, dan
menolong segala yang ada dengan firmanNya yang penuh
kuasa (Ibr. 1:1-3). Allah menciptakan manusia dengan
segala kebebasannya dan Kristus mati untuk menebus
segala dosa dan kesalahan kita.
Karena kepercayaan inilah, kita sebagai orang Kristen
mempunyai pandangan yang unik tentang dunia dan segala
persoalannya. Kita yakin bahwa Allah mengatur setiap
bagian hidup kita, mendengar doa anak-anakNya,
menyelamtkan yang percaya dan menolong mereka untuk
mengatasi segala persoalan hidupnya.
b. Oleh karena konseling Kristen mempunyai misi yang
khusus. Memang banyak persamaan antar konseling
Kristen dengan non Kristen, dalam hal menolong konseli
menghadapi persoalan, bergaul dengan orang lain,
mengatasi krisis, mengubah kebiasaan dan sikap hidup
yang merugikan, meningkatkan gairah hidup dll; namun di
samping itu konselor Kristen mempunyai arah yang lebih
konkrit yaitu memperkenalkan Tuhan Yesus sebagai Tuhan

!58
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
dan Juruselamat pribadi. Konselor Kristen tiak saja
menuntut kemajuan rohani konseli, tetapi kehdupan rohani
konselor sendiri harus mencerminkan teladan yang
memberkati orang lain.
c. Oleh karena Konselor Kristen mempunyai metode yang
unik. Baik konselor Kristen maupun non Kristen
menekankan ‘listening”, “empathy”, Tanya jawab yang
terarah, pemberian dorongan, konfrontasi dengan
kesalahan, dll. Tetapi konselor Kristen tidak memakai
metode-metode terebut begitu saja tanpa didasarkan pada
kebenaran Firman Allah. Di sinilah letak keunikan tersebut,
yakni bahwa Alkitaba dalah patokan atau standar final bagi
setiap cara dan metode dalam menolong.
Di samping itu, konselor Kristen dapat berdoa bersma
konseli, menguatkan hatinya melalui pembacaan Firman
Tuhan dan memperhatikan hal-hal rohani yang dapat
menolong konseli .

E. Kualifikasi seorang Konselor Kristen

Menjadi seorang konselor bagi orang yang membutuhkan


bimbingan dan bantuan atas masalah yang sedang dihadapinya
bukanlah suatu perkara mudah. Seseornag harus memiliki
kualifikasi-kualifikasi tertentu supaya dapat efektif dan maksimal
dalam pelayanan konseling. Terlebih seorang konselor Kristen, ia
bukan saja harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan umum,
tetapi juga harus memiliki kualifikasi Alkitabiah supaya apa yang
dikerjakan dalam proses konseling membawa berkat bagi konseli dan
Tuhan dipermuliakan.
Oleh karena itu, di bawah ini ada beberapa kualifikasi yang
harus dipenuhi oleh seorang Konselor Kristen, antara lain:

1. Memiliki kerohanian yang baik.


Memiliki kerohanian yang baik berarti memiliki buah Roh.
Dalam Galatia 5, kita dapat membaca mengenai buah Roh. Seorang
konselor Kristen harus sungguh-sungguh sudah lahir baru dan
dipenuhi oleh Roh Kudus, supaya buah kehidupannya
menceriminkan sifat Allah. Ia harus menyalibkan nafsunya dan
berjalan dalam pmpinan Roh Kudus.

!59
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Untuk menjadi seorang konselor Kristen yang efektif, kita
harus membiarkan Roh Kudus terus-menerus mengontrol dan
memperbaharui hidup kita.

2. Harus mengetahui kehendak Allah dalam hidupnya


Hal ini berarti bahwa untuk menjadi seorang konselor bukan
hanya skedar di dorong oleh keinginan pribadi, bukan pula sekedar
menyalurkan hobi atau ‘beban’ untuk bisa membantu orang lain
mengatsi permasalahan hidupnya. Karena untuk membantu
seseorang keluar dari permasalahannya tidak harus selalu dilakukan
oleh seorang konselor. Banyak profesi lain yang bisa melakukan itu.
Tetapi untuk menjadi konselor Kristen, seseorang harus benar-benar
tahu jelas bahwa Tuhan memang menghendaki tugas itu baginya.

3. Harus memiliki kasih dan bersedia menolong meringankan


beban
Walau dalam prakteknya tiak mudah, tetapi hal ini adalah
kehendak Allah supaya kita meringankan beban satu dengan yang
lain. Ada saatnya kita menolong, ada saatnya pula kita membiarkan
orang lain menolong kita. Seperti Kristus mengasihi, demikian pula
kita harus saling mengasihi.

4. Harus memiliki pengetahuan akan Firman Allah dan dapat


menggunakannya secara tepat.
Karena yang kita layani adalah jiwa manusia yang hidup, maka
kita juga harus menggunakan firman yang hidup untuk menjadikan
mereka hidup. Adalah sangat naïf jikalau seorang konselor Kristen
atau seorang hamba Tuhan, tetapi sangat kurang atau tidak memiliki
pengetahuan yang memadai tentang firman Tuhan. Tentunya
pengetahuan akan Firman Tuhan akan diperoleh jika kita bergaul
karib dengan firman Allah dengan jalan membaca dan
merenungkannya setiap hari. Karena sebagai seorang konselor
Kristen, mau tidak mau dalam percakapan konseling pasti tidak bisa
terlepas dari firman Allah. Meskipun demikian, Firman Tuhan tidak
boleh dijadikan sebagai porsi utama dalam proses konseling,
sehingga nanti sepanjang konseling yang dibicarakan adalah Firman
Allah melulu. Ingat, konseling bukanlah khotbah secara privat.
Konseling bukan juga Pendalaman Alkitab. Konseling adalah layanan
yang dilakukan oleh seorang konselor atau hamba Tuhan
berdasarkan prinsip dan tekhnik yang telah ada.

!60
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Seorang konselor Kristen harus terlebih dahulu memiliki dan
mengalami kuasa Firman Tuhan dalam hidupnya sehingga dapat
memberkan pelayanan yang terbaik bagi konselinya.

5. Harus lemah lembut


Memiliki roh yang lemah lembut tidak berarti bahwa kita tidak
boleh mengatakan apa yang tidak disukai untuk didengar dan
dilakukan. Kadang-kadang kita harus tegas, namun juga tetapt
lembut, peka kepada mereka yang datang dengan berbagai persoalan.

6. Harus sabar
Tanpa kesabaran seorang konselor mustahil dapat memberikan
bantuan optimal kepada konselinya. Harus disadari bahwa kita
seringkali berhadapan dengan konseli yang tidak mau terbuka atau
sukar mengungkapkan isi hatinya melalui kata-kata. Adakalanya
konseli juga tiak mampu mengeksplorasi perasaan-perasaan dan isi
hatinya secara tepat dan cepat. Untuk keadaan-keadaan seperti ini
konselor harus memiliki sikap yang sabar. Sabar dalam
mendengarkan keluhan konseli, sabar dalam memberikan
bimbingan.

7. Jangan terlalu cepat menghakimi


Seringkali ada kecenderungan seorang konselor terlalu cepat
untuk “menghakimia” konseli yang datang berkonslutasi kepadanya.
Anda tidak bisa menilai seseorang secara cepat hanya melalui sikap,
pandangan mata atau beberapa kalimat yang Anda dengar dari
konseli.
Ada kalanya memang penampakkan luar bisa memberitahukan
kepada kita dengan siapa kita berbicara. Tetapi tidak selamnya tepat,
kareana kita juga harus mengakui bahwa kita terbatas dalam
menilai.
Kita juga tidak boleh terjebak dengan suatu pemahaman tipe-
tipe psikologis yang sering kita pakai untuk menentukan keadaan
psikis atau sifat seseorang. Konseli harus diterima sebagaimana
adanya. Jangan berprasangka apa-apa terhadapnya. Penilaian yang
salah akan emmbawa hasil dan solusi yang salah pula.

8. Harus berempati
Tanpa empati, seorang konselor tidak mungkin akan bisa
mengerti keadaan konseli sedalam-dalamnya. Berempati adakah
“ability to ‘feel with’ the conselee”. dalam berempati terkandung
compassion, yang berarti “menderita bersama-sama”. Dengan cara

!61
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
ini, maka konselor bisa sungguh-sungguh ikut “mengalami” atau
“merabarasakan” apa yang dirasakan oleh konseli
Konselor bisa berempati dan ber-compassion terhadap konseli
jikalau konselor menyikapinya secara tepat, yaitu dengan cara ber-
interjection (introyeksi), yaitu memasuki dunia konseli tanpa ikut
‘terhanyut’ ke dalam perasaan dan permaslahan konseli.
Supaya konselor tidak terhanyut dalam dunia konseli, maka
setelah berada di dalam ‘dunia’ konseli, konselor harus segera
kembali ke ‘dunianya’ sendiri.

9. Harus bisa mengenali kemampuan dan keterbatasannya


Seorang konselor adalah manusia biasa yang memiliki
sejumlah keterbatasan, kekurangan dan kelemahan. Dengan
mengakui keterbatasan dan kelemahan tersebut, justru akan
semakin besar pula rasa bersandar diri dan pengandalan kita kepada
Tuhan. Sehingga kalau kita dimampukan untuk bisa membantu
orang lain dalam mengatasi kesulitan/masalah yang dihadapinya, itu
semata-mata hanya oleh karena kebaikan dan kuasa Tuhan terhadap
kita.

10.Oleh Karena itu, syarat terakhir bagi seorang konselor Kristen


adalah harus bergantung dan bersandar kepada hikmat dan
kekuatan Tuhan.

Menurut Magdalena Tomatala, Seseorang yang siap untuk


memberikan pertolongan kepada konseli, dia harus memiliki
kesiapan fisik, mental, emosi, sosial dan juga rohaninya, sebagai
berikut:

1. Kesiapan fisik
a. Faktor kesehatan jasmani konselor sangat penting dalam
menjalankan tugas pelayanan konseling. Dalam menjaga
kesegaran fisiknya konselor perlu mengupayakan
menggunakan waktu untuk rileks sebelum melakukan tugas
yang melelahkan
b. Konselor juga perlu mengatur jam-jam makan pada waktunya,
meskipun ada tantangan pelayanan yang harus dihadapuinya.
Di sini konselor harus bisa menetralisir diri sendiri dan
menjaga keseimbangan serta kesegaran fisiknya.

2. Kesiapan mental

!62
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
a. Konselor perlu siap secara mental untuk medengarkan orang
lain secara aktif. Hal ini dapat dilakukan dengan terus
mengikuti pembicaraan konseli dan sekaligus selektif dalam
mendengarkan
b. Konselor perlu menetapkan pendirian bahwa ia akan
membimbing konseli melalui proses dialog, yang memerlukan
unsur mendengar yang lebih banyak dan aktif daripada
berbicara. Guna mencapai hal itu, konselor harus melatih diri
untuk mendengarkan orang lain agar proses dialog dalam
konseling dapat berjalan semestinya.
c. Konselor perlu belajar memusatkan perhatian atau
berkonsentrasi terhadap masalah konseli. Pada sisi lain,
konselor pun harus memahami daya konsentrasi dari konseli.
Sebagai gambaran, daya konsentrasi usia anak-anak kecil:
7-10 menit dan orang dewasa: 40-45 menit, untuk menerima
masukan dari orang lain pada suatu kali pertemuan yang
efektif. Dengan memahami hal ini, konselor akan tertolong
mengerti apa sesungguhnya yang dialami oleh konseli yang
dilayaninya.
d. Konselor perlu bersikap sensitive/peka melihat mkna yang
tepat dari pokok persoalan, sehingga ia akan sanggup
mengamati persoalan konseli dengan jelas.
e. Konselor perlu mengembangkan sikap bahwa ia jangan cepat
menganggap dirinya telah mengetahui semua makna pikiran
konseli yang sedang dibicarakan. Sikap ini akan membantu
konselor untuk terbuka mencari kemungkinan makna lain
dibalik pikiran konseli.

3. Kesiapan emosi
a. Konselor perlu mengontrol emosinya menghadapi setiap
konseli, supaya dapat mendeteksi secara diri apakah konseli
itu bersungguh-sungguh atau hanya berpura-pura
menemuinya.
b. Konselor yang mengontrol emosi akan bersabar melihat dan
memahami perasaan konsli jika ada hal yang tidak disetujui.
Kesabaran akan membantu konselor untuk belajar memahami
lebih dalam perasaan konseli sehingga akan lebih mudah
memberikan solusi.
c. Dengan mengontrol emosi, konselor dapat menolak hal-hal
yang membingungkan dengan menggunakan pikiran yang
jernih dan matang. Dengan mengontrol emosi pula diharapkan
agar tidak memotong percakapan sementara ia sedang

!63
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
mengikuti pembicaraan konseli yang sedang menuturkan
masalahnya.
d. Pengontroaln emosi dapat membantu usaha konselor
membangun perhatian pada pokok yang sedang dibicarakan,
supaya ia dapat berpikir dan membuat analisis yang lebih
tepat.
e. Pengendalian emosi dapat menolong konselor untuk menggali
latar belakang dan masalah konseli lebih dalam
f. Pengontrolan emosi membantu konselor berhati-hati dalam
memberikan bimbingan dan nasihat.

4. Kesiapan sosial
Kesiapan konselor secara sosial memberi kemampuan
kepadanya untuk menempatkan diri secara patut menghadapi
konseli
a. Konselor harus bersedia untuk menghadapi setiap konseli pada
level status di mana ia berada. Artinya, konselor tidak boleh
melihat dan membedakan mutu pelayanan berdasarkan status
konseli.
b. Kesiapan sosial membantu konselor manangani pergaulan/
hubungan konseling secara baik di mana ia dapat
mempertahankan hidup kekristenan yang benar sebagai kunci
untuk menghadapi konseli dengan penuh tanggung jawab.
c. Kesiapan sosial meneguhkan konselor untuk menjunjung tinggi
kesopanan dan menghargai konseli sebagai orang yang patut
diperlakukan secara manusiawi.
d. Kesiapan sosial menopang konselor memiliki sikap tulus hati,
sehingga tidak mencoba untuk menipu atau memanipulasi
konseli secara halus
e. Kesiapan sosial menunjang konselor untuk terus belajar
menerima diri sendiri sebagaimana adanya, dan tidak
terpengaruh oleh konsep pemikiran orang lain, khususnya
konseli yang dihadapinya.

5. Kesiapan rohani
Kesiapan rohani merupakan faktor fundamental bagi konselor
untuk terlibat dalam pelaksanaan tugas konseling.
a. Konselor Kristen harus memahami dan mengalami arti hidup
dalam Kristus dan mengerti apa artinya mati dan bangkit
bersama Kristus sehingga ia dapat membaginya kepada setiap
konseli.

!64
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
b. Konselor harus mengerti apa artinya dibenarkan oleh Kristus,
sebagai dasar untuk menolong konseli, bahwa pembenaran
dalam Kristus membawa kedamaian hidup.
c. Konselor patut menghayati dan mengalami arti kekudusan
hidup dalam Kristus, sehingga ia dapat membantu serta
memberi jalan/solusi kepada konseli untuk hidup sesuai
dengan kehendak Allah yang dikuasai dan dipenuhi oleh Roh
Kudus.
d. Konselor patut menghayati arti hidup dipermuliakan bersama
Kristus, sehingga ia dapat melaksanakan tugas dengan penuh
tanggung jawab bagi kemuliaan Allah.

Perlu dipertegas di sini bahwa untuk menjadi konselor Kristen


yang efektif dan maksimal, konselor harus memahami arti kehidupan
Kristen dengan benar berdasarkan ALkitab dan menjalaninya. Hal ini
akan meneguhkan keyakinan dan pendirian konselor sebagai orang
Kristen bahwa Firman Tuhan adalah jawaban fial atas setiap
permasalahan hidup manusia.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa konseling yang
efektif membutuhkan persiapan pribadi konselor Kristen yang
seimbang: pengetahuan/ketrampilan umum, pengetahuan Alkitab/
teologis maupun pengetahuan psikologis yang dikembangkan melalui
pendalaman pengalaman rohani, intelektual, emosional dan sosial.
Lebih lanjut Magdalena Tomatala menyebutkan beberapa ciri
dari seorang Konselor Kristen, yaitu:

1. Kepribadian seorang Konselor Kristen harus jelas. Ia harus


menemukan identitas dirinya yaitu bahwa ia sepenuhnya yakin
akan keselamatan di dalam Yesus Kristus bagi dirnya, di mana ia
secara khusus telah menerimanya sebagai Tuhan dan
Juruselamat pribadi (ef. 2:8-9)
2. Konselor Kristen memiliki hubungan baik dengan Tuhan.
Hubungan ini ditandai dengan sikap setia membaca Firman Allah
dan sedia untuk melakukan dalam hidup dan pengabdian sehari-
hari (Bil. 12:4-8)
3. Konselor Kristen memiliki keyakinan diri yang teguh sebagai
dasar untuk merasakan beban orang lain sehingga ia sendiri tidak
dihanyutkan oleh kenyataan yang dihadapinya (2 Tim. 1:6-14)
4. Ia memiliki sikap ramah dan sanggup berkomunikasi secara
baik dengan disiplin diri yang tinggi ( 2 Tim. 2:1-13)

!65
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
5. Ia bersandar sepenuhnya pada hikmat Allah Roh Kudus (Yoh.
3:17; Yes. 32:17; Ams. 14:26; Gal. 5:15-21), bukan bersandar
pada kekuatannya sendiri.
6. Ia memiliki damai sejahtera dari Allah – sehingga bisa
membagikannya dalam proses bimbingan konseling (Mat. 5:9)
7. Ia mampu mengendalikan perasaan sendiri ketika berhadapan
dengan konseli serta dapat meempatkan diri pada posisi yang
tepat sebagai konselor (Gal. 6;1-10; 1 Kor. 9:27).

Ciri-ciri Konselor Kristen seperti di atas merupakan hakikat


dan faktor yang harus ada pada setiap konselor Kristen yang
berperan sebagai fondasi untuk melaksanakan tugas konseling.

F. Metode dan Tekhnik Konseling

Banyak metode tentang konseling. Tentu tidak perlu semua


metode yang sudah ada harus diketahui oleh seorang konselor, dan
juga konselor bisa mengembangkan metode yang ada atau juga
mengeksplorasi metode yang relevan sesuai kebutuhan konseli.
Garry Collins dalam bukunya Konseling Kristen, memberikan
dua contoh dalam Alkitab, tentang metode yang dilakukan Elihu
dalam kitab Ayub di Perjanjian Lama dan metode yang dilakukan
Yesus dalam Perjanjian Baru.

1. Contoh dari kitab Ayub


Tiga konselor sudah mencoba menolong Ayub, tapi ketiga-
tiganya tidak berhasil, kemudian datang Elihu (Ayub 32). Elihu
sebenarnya lebih muda dari 3 orang konselor yang sebelumnya,
sehingga ia agak segan melakukannya, tetapi ia memberanikan diri.
Berikut ini ada beberapa prinsip dan pendekatan yang ia
pergunakan:

a. Elihu “mendengar” (Ayub 32:11).


Mendengar adalah bagian yang sangat penting dalam
konseling. Dalam mendengar secara serius, diperlukan
kesabaran dan jangan mendengar secara selektif atau hanya
yang menarik bagi konselor saja. Mendengar dengan serius
setiap perkataan konseli membuat konseli merasa dihargai dan

!66
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
ia akan terbuka hatinya sehingga dapat mengatakan/
mencurahkan isi hatinya perihal masalah-masalah yang
membebani atau menekan dirinya yang mungkin tidak disadari
apa penyebabnya namun ia rasakan.

b. Elihu “Mengerti” (Ayub 32:12).


Sebelum pertemuan itu, Ayub sangat frustrasi karena
merasakan tidak ada seorang pun yang mengertinya. Tapi
Elihu penuh pengertian sehingga pengaruhnya terhadap Ayub
berbeda. Elihu mengerti bahwa tidak seorangpun yang telah
menjawab pertanyaan A yub. Elihu memasuki dunia
pengalaman dan perasaan Ayub dan mau bersama-sama
dengan Ayub berjalan dalam permasalahannya.

c. Elihu “menguatkan” (Ayub 32:6,7).


Ia berkata pada Ayub, “aku datang sebagai manusia biasa,
dengan berbagai macam persoalan, dan aku tidak datang
untuk membuat engkau takut”. Elihu sebagai konselor,
membuka jalan agar konseli tidak merasa segan, dan
menempatkan dirinya sebagai sesama yang setaraf.
Sebagai konselor kita harus menguatkan dan meyakinkan
konseli bahwa sekalipun sudah gagal dan berbuat dosa/
kesalahan, konselor tidak bisa menolak konseli.

d. Elihu “mengkonfrontasikan” A yub dengan kebenaran-


kebenaran Allah (Ayub 33:12).
Tanggungjawab seorang konselor bukan “moral evaluation”,
bukan menghakimi, mengecam, mengutuk, menimbulkan
perasaan bersalah. Tetapi memperhadapkan konseli dengan
kegagalannya, perbuatannya, dosannya atau tingkah lakuknya
yang merugikan, yang mungkin ia tidak lihat sebelumnya.
Elihu mengkonfrontasikan Ayub dengan kenyataan dan agar
Ayub memberi tanggapan, katanya dalam dialog dengan Ayub
tersebut: “… dalam hati engkau tidak benar…, karena Allah itu
lebih dari pada manusia” (Ayub 33:12). “Mengapa engkau
berbantah dengan Dia? sesungguhnya sikapmu itulah yang
membuat engkau bersusah hati (ay.13). Elihu tidak
memberikan khotbah yang panjang, ia mengharapkan Ayub
memberikan tanggapan atas pendapatnya dan Ayub menyadari
kesalahannya (ay. 32).

e. Elihu “mengajar” (Ayub 33:33).

!67
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Hal yang sangat penting dalam konseling adalah membagikan
hikmat kebenaran Firman Tuhan atau menyampaikan Firman
Tuhan yang dibutuhkan konseli.
Ada berbagai cara untuk mengajar, antara lain mengajar secara
verbal dan memberikan informasi, arah, petunjuk untuk
dilakukan konseli tapi bisa juga mengajar dengan memberikan
teladan kita sendiri.

f. Elihu “membimbing” Ayub kepada Tuhan.


Mulai dari pasal 34 Elihu sebagai konselor mengingatkan Ayub
tentang Allah yang bertindak secara adil dan tidak pernah
berlaku curang. Ia benar-benar memperhatikan manusia.
Kunci keberhasilan Elihu adalah sikap dasar empati yang ia
terapkan dalam mendengarkan sehingga tercipta suatu
hubungan yang kondusif dengan Ayub.
Elihu hanyalah salah satu contoh pelayan konseling Kristen
dalam Alkitab.

2. Contoh dari Tuhan Yesus


Yesus Kristus sebagai Penasihat yang Ajaib (Yesaya 9:6)
memberikan metode/tekhnik konseling yang patut kita teladani.
Dalam perjalanan dua orang murid ke Emaus setelah hari
pertama sesudah paskah dalam Lukas 24 disaksikan tentang Tuhan
Yesus yang berjalan bersama dengan kedua murid itu. Kedua murid
tersebut mempercakapkan peristiwa yang baru terjadi pagi itu.
Sementara mereka berjalan, Tuhan Yesus tiba-tiba datang
melibatkan diri di dalam percakapan mereka. Mula-mula Yesus
mendengar, kemudian menolong mereka. Garry Collins mencatat ada
beberapa hal yang dilakukan Tuhan Yesus:

a. Tuhan Yesus “datang dan berjalan bersama mereka” (Luk.


24:15). Tentu konseling dapat dilakukan di mana saja, di
rumah, di kantor, di Gereja.
Konselor harus bersedia berjalan bersama dengan konseli
dalam dunia pengalaman dan perasaan-perasaannya dan
harus menyadari faktor kehadiran Tuhan dalam proses
konseling.

b. Tuhan Yesus “bertanya” (Luk. 24:17, 19).


Dalam konteks konseling, Tuhan Yesus mengajukan
pertanyaan yang bersifat terbuka. Pertanyaan terbuka
membuat konseli terdorong untuk bercerita, beda dengan

!68
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
pertanyaan tertutup yang cukup dijawab singkat: “ya” atau
“tidak”; “sudah” atau “belum”. Dalam perjalanan ke Emaus,
kedua murid itu bertanya kepada orang yang sedang berjalan
dengan mereka itu apakah Ia tahu “peristiwa yang baru-baru
ini terjadi. Tuhan Yesus meresponi dengan mengajukan
pertanyaan terbuka: “Apakah itu?” Ini adalah contoh
pertanyaan yang membuka banyak jalur bagi seseorang untuk
mengungkapkan pengalaman dan perasaan-perasaannya.
Oleh karena itu, kita sebagai konselor harus menggunakan
pertanyaan yang sifatnya terbuka dalam konseling.

c. Tuhan Yesus “mendengar”.


Dalam perjalanan dari Jerusalem ke Emaus Yesus tidak
banyak berbicara. Ia lebih banyak mendengar – mendengar
secara serius.
Mendengarkan konseli adalah dasar utama bagi keberhasilan
konseling pastoral. Kita harus menghadirkan diri kita secara
penuh baik fisik maupun batin dan perasaan kita; berada
bersama-sama; memperhatikan secara penuh, sehingga
mampu menangkap semua ungkapan konseli.

d. Tuhan Yesus “menerima”.


Meskipun dalam peristiwa ini Yesus tahu bahwa murid-
muridNya mempunyai kesimpulan yang salah tetapi Yesus
tidak langsung mengadakan (memberikan) penilaian atau
menegor mereka. Yesus menerima mareka sebagaimana
adanya.
Dalam konseling, konselor harus menerima konseli
sebagaimana ia adanya. Seorang konselor Kristen tidak boleh
menolak dan menghakimi konseli apapun yang sudah
diperbuatnya.

e. Tuhan Yesus “memperhadapkan mereka dengan persoalan yang


sebenarnya” (Luk. 24:25,26).
Seperti contoh yang diperbuat Elihu mengkonfrontasikan Ayub
dengan masalahnya yang sebenarnya, demikian pula Tuhan
Yesus kemudian menegur murid-murid itu karena kebodohan
mereka. Apa yang diajarkan Alkitab tidak mereka pahami dan
Yesus menyadarkan ketidakpahaman tersebut sebab
ketidakpahaman itulah yang membuat atau menimbulkan
kebingungan dalam hati mereka.

!69
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
f. Tuhan Yesus “mengajar’ (Luk. 24:27).
Kedua murid dalam perjalanan ke Emaus itu membutuhkan
suatu kerangka berpikir (paradigma) yang baru untuk
menggantikan pola piker yang lama mengenai hal-hal yang
rohani, dan dalam kesempatan ini Yesus mengajar mereka.

g. Tuhan Yesus “bersedia tinggal bersama mereka” (Luk.


24:28-29).
Setelah tiba di Emasu, kedua orang itu mengudang Yesus
untuk tinggal bersama dengan mereka dan ternyata Yesus
menerima tawaran itu. Setelah Tuhan Yesus makan dan
memecahkan roti, barulah mata mereka terbuka dan mereka
pun mengenal Dia. Kemudian Yesus menghilang meninggalkan
mereka. Ada saatnya konseling harus diakhiri. itulah yang
dilakukan Tuhan Yesus.

G. Beberapa pendekatan dalam konseling pastoral

Secara umum dapat dikatakan bahwa pendekatan konseling


ada 4 bagian besar, antara lain:
1. Pendekatan Directive
Dalam pendekatan directive, yang ditekankan adalah usaha/
tindakan konselor sedangkan konseli pasif. Konseli diperlakukan
sebagai obyek tafsiran.

2. Pendekatan Non-Directive (Client Oriented)


Metode ini adalah kebalikan dari pendekatan directive.
Konselilah yang aktif. Konselor bertindak sedemikian rupa sehingga
diterima konseli. Konselilah yang menentukan segala-galanya,
mengarahkan penafsiran akan dirinya sendiri sehingga ia sendiri
apda suatu waktu akan memberikan tafsiran yang tepat mengenai
permasalahannya. Metode ini dipelopori oleh Carl Rogers, dan
kemudian hari ia mengganti istilah “non-directive” dengan “client
oriented”.
Menurut Rogers, dalam pendekatan ini manusia dilihat
mempunyai kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan,
penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain. Sehubungan
dengan client oriented counseling, ia harpakan konselor bersifat
“acceptance” (menerima), “warmth” (kehangatan), “genuine” (tulus),

!70
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
“empathy” (empati), “unconditional positive regard” (penerimaan tanpa
syarat), “transparency” (terbuka) dan “congruence” (sejajar/sederajat).

3. Pendekatan Eductive
Pendekatan eductive (to lead out). Pendekatan ini kadang-
kadang “non directive” dan kadang-kadang “directive”. Hal seperti ini
tidak apa-apa, boleh saja dilakukan guna menolong lebih mengerti
keadaan konseli.

4. Pendekatan Rapports (bahasa Prancis yang berarti hubungan)


Dalam pendekatan ini yang penting bukan konselor dan bukan
konseli, tapi hubungannya. Asumsi dasar ialah pemahaman bahwa
hubungan manusia satu dengan manusia lainlah yang menimbulkan
penyakit keruwetan jiwa yang tidak disadari penyebabnya. Oleh
karena itu, hubungan manusia jugalah yang harus
menyembuhkannya.

H. Persoalan-persoalan dalam Konseling

Ada banyak alasan yang membawa sesorang menemui atau


berkonsultasi dengan seseorang untuk konseling. Kita harus
menerima bahwa kita sedang hidup dalam suatu dunia yang telah
jatuh dan rusak akibat dosa. Masalah dan persoalan mewarnai
seluruh sendi kehidupan manusia.

Sumber-sumber masalah/penderitaan:
Secara garis besar, sumber-sumber masalah dan penderitaan itu
dapat dilihat sebagai berikut:
➢ Disebabkan oleh dosa (2 Sam. 12; Maz. 51)
➢ Disebabkan oleh diri sendiri ( 1 Pet. 4:15; 1 Kor. 10:13)
➢ Disebabkan oleh kesalahan bersama (Kel. 32)
➢ Disebabkan oleh musuh-musuh kita (Maz. 54; 83)
➢ Disebabkan oleh kecelakaan-kecelakaan (Kej. 42:4)
➢ Disebabkan oleh ijin Allah ( 1 Pet. 4:14-16; 2 Kor. 4:8-10,17)
➢ Disebabkan oleh Iblis (1 Pet. 5:8; 2 Kor. 12:7,10).

Masalah-masalah yang umumnya sering muncul dalam


konseling itu meliputi beberapa aspek: Masalah-masalah yang
berhubungan dengan pribadi, Masalah-masalah yang berhubungan

!71
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
dengan hubungan interpersoanal, dan masalah-masalah yang
berhubungan dengan keluarga.

Masalah-masalah yang berhubungan dengan pribadi:


1. Depresi
Depresi adalah suatu perasaan sedih dan tidak berdaya yang
sangat mendalam yang dialami oleh seseorang, dan secara diam-diam
dapat menggerogoti kesehatan jasmani. Depresi dapat menyerang
siapa saja. APalagi fase permulaan depresi pada umumnya sulit
untuk dideteksi.
Oleh karena itu, tidak heran jika depresi merupakan salah satu
problem yang paling sering dijumpai dalam kehidupan ini. Pada
waktu-waktu tertentu orang dapat mengalami depresi, maka dari itu
tidak mengherankan bila sebagai konselor Kristen kita sering
diperhadapkan dengan orang-orang yang mengalami persoalan ini.
Untuk memberi bimbingan kepada orang yang mengalami
depresi, kita harus mengerti cirri-ciri, sebab-sebab dan tekhnik
menanggulanginya.

a. Ciri-ciri depresi
- Perasaan ketakutan yang hebat dan kecemasan tentang
apa yang akan terjadi pada masa depan
- Kesedihan yang mendalam, kemurungan, kehilangan
semangat, pesimis dan perasaan tidak berdaya
- Kekecewawan yang berat dan merasa tidak memiliki
harga diri (self esteem)
- Perasaan putus asa, tidak mampu mengambil keputusan
dan daya konsentrasi yang buruk
- Tidak ada atau hilang selera makan Ianoreksia) disertai
kesulitan menelan makanan
- T idak ingin berkomunikasi dengan orang lain,
mengurung diri, atau menarik diri dari pergaulan karena
takut ditolak
- Mudah tersinggun/sensitive, bahkan sering ada perasaan
ingin mati atau burunh diri
- Tiba-tiba tertawa sendiri, menangis tanpa sebab atau
mudah marah
- Tidak ada keinginan untuk mengurus diri: malas mandi,
merias diri, atau merpaikand iri
- Libido menurun tajam sehingga mengakibatkan
gangguan serius dalam hubungan seks, gangguan tidur
(insomnia), dan gangguan metabolisme tubuh

!72
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
b. Penyebab Depresi
- Keadaan tubuh
banyak orang yang mengalami depresi karena sakit
penyakit yang tidak sembuh-sembuh, seperti tumor,
diabetes, jantung, ginjal, hepatitis, HIV/AIDS dan sakit
menahun lainnya. Selain itu, seseorang dapat terkena
depresi karena tubuhnya sendiri sebenarnya memiliki
potensi untuk menciptakan depresi. Dalam hal ini,
ketidak seimbangan sistemd alam tubuhlah yang
menjadi penyebabnya. Misalnya ketidakseimbangan
kadar hormonal di dalam tubuh yang dipompakan oleh
system kelenjar endokrin ke dalam darah dapat
mengakibatkan perubahan suasana hati yang memicu
timbulnya depresi.
Bagi kaum perempuan, ketidakaturan siklus menstruasi
menjelang masa menopause juga dapat menyebabkan
timbulnya depresi.
- Tekanan-tekanan kehidupan
Kadang-kadang dalam hidup ini, kita mengalami
tekanan, frustrasi dan kekecewaan. Seperti kehilangan
orang yang kita kasihi, kehilangan pekerjaan atau
kehilangan harta benda, sahabat yang pindah ke daerah
lain, dsb.
- Putus asa
Banyak penulis konseling setuju bahwa depresi muncul
pada saat-saat orang merasa bahwa usahanya gagal/
tidak berhasil.

c. Akibat Depresi
- Melakukan tindakan bunuh diri
Konsekuensi paling mengerikan dari depresi adalah
tindakan bunuh diri.
- Disorientasi/kehilangan orientasi diri
- Bulimia yaitu memuntahkan makan yang masuk ke
dalam kerongkongan
- Tindakan menyakiti diri sendiri
- Tidak mau merawat diri
- Waham yaitu suatu keyakinan yang salah, tidak rasional
tetapi diyakini sebagai kebenaran
- Mengamuk dan merusak apa saja yang dilihatnya

!73
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
- Tutup mulut atau tidak mau berbicara

d. Menaggulangi Depresi
Tindakan yang harus dilakukan oleh seseorang yang sedang
mangalami depresi agar terlepas dari depresi, dapat kita
belajar melalui cara yang dipakai oleh Malaikat Tuhan
dalam menolong Elia:
- Kebutuhan jasmani Elia terpenuhi
Ia mendapatkan makanan, air dan istrahat. Ia harus
meninggalkan pekerjaan untuk sementara waktu
berdiam diri sendirian. Tuhan Yesus juga membutuhkan
waktu untuk istrahat, menjauhkan diri dari keramaian
orang banyak untuk memulihkan diri.
Kadang-kadang hal inilah yang dibutuhkan oleh konseli,
yaitu waktu untuk istrahat dan memelihara kesehatan
tubuhnya.
- Elia mengakui bahwa ia frustrasi dan mengalami depresi
dan berani menghadapi penyebab-penyebabnya
Elia tidak menyembunyikan perasaan takutnya, kesepian
dan pergumulan serta kemarahannya. Seorang yang
mengalami depresi akan sangat tertolong jika ia
menyadari keadaanya dan mencoba mencari apa yang
menjadi penyebabnya.
- Elia dengar dan patuh kepada Tuhan
Pada waktu Elia sampai ke apdang gurun, ia berdoa
supaya Tuhan mengambil nyawanya. Tuhan
mengirimkan malaikatNya (1 Raj. 19:4) untuk
mengatakan “Keluarlah dan berdiri di atas gunung itu di
hadapan Tuhan” (ay.11) dan Elia patuh.
- Elia bangkit dan siap kembali bekerja
Alkitab menyaksikan bahwa Elia bangkit dan kembali
melayani Tuhan. Dalam masa depresi, seringkali orang
cenderung menjadi lumpuh. Karena itu, kita harus
menuntun konseli untuk memiliki semangat menghadapi
realita hidup ini dari perspektif yang benar.
- Elia menyadari kembali keadaannya
Melalui persekutuan pribadi dengan Tuhan di padang
gurun, Elia mulai melihat bahwa sebenarnya keadaanya
tiaklah separah yang ia pikirkan. Ia tiak sendirian,
karena ada 7000 orang Israel yang masih setia kepada
Tuhan (1 Raj. 19:18).
- Elia rela menerima pertolongan dan dukungan orang lain

!74
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Mulai-mula malaikat Tuhan yang datang menolong,
tetapi kemudian Elia ditolong oleh Elisa. Itulah sebabnya,
Tuhan menempatkan kita diantara kumpulan orang-
orang percaya supaya kita dapat saling menguatkan.

2. Kemarahan
Kemarahan merupakan gejolak emosi yang kuat, yang timbul
pada saat kita merasa terancam, frustrasi datau diperlakukan
tidak adil oleh orang lain.
Kemarahan adalah keadaan emosi yang bisa dialami oleh setiap
orang pada saat-saat tertentu, yang bisa diekspresikan secara
terpendam maupun terbuka/terang-terangan, bisa berlangsung
singkat dan bisa pula berlangsung lama dalam bentuk
kebencian, dendam dsb.

b. Penyebab
- Perasaan terhadap ketidakadilan yang berlaku
- Frustrasi
- Perasaan disakiti dan terancam
- Keadaan rohani yang tidak sehat

b. Akibat
- Withdrawal (menarik diri dari lingkungan)
- Menyimpan kemarahan itu
- Mencari kambing hitam
- Mencoba menyelesaikan dengan cara sendiri

c. Penanggulangan
- Membimbing konseli untuk mengarahkan pikiran dan
tindakannya pada solution oriented (penyelesaian masalah)
dan bukan pada problem oriented (mempermasalahkan
persoalannya)
- Mengajar konseli cara bagaimana memanfaatkan
kemarahannya
- Menolong konseli untuk melihat persoalan (faktor
pencetus konflik) dari kaca mata lawannya.

3. Akar Pahit/kepahitan
Akar pahit adalah gangguan emosi akibat pelecehan emosional
ataupun fisik yang terjadi pada masa lalu yang mengakibatkan
luka hati yang dalam dan mengendap selama bertahun-tahun
(waktu yang cukup lama), bahkans seumur hidup.

!75
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
b. Penyebab
- Sering menerima perlakuan agresif dan buruk
- Kemarahan yang terpendam
- Pelecehan seksual pada masa kecil
- Kekerasan fisik dan psikis
- Perasaan tertolak
- Perselingkuhan dan perzinahan
- Diskriminasi ras dan gender

b. Akibat
- Kehilangan kepercayaan kepada orang lain
- Merasa dan melihat dunia ini tidak aman
- Sulit membangun relasi yang intim dengan orang lain
- Terlalu berhati-hati sehingga mengganggu pertumbuhan
mental dan spiritualnya
- Memiliki kekhawatiran yang berlebihan
- Tertutup secara psikologis dan sukar mengambil
keputusan
- Menarik diri dari pergaulan
- Sering sesak napas
- Kehilangan damai sejahtera/sukacita

c. Penanggulangan
Sebagai konselor Kristen, kita harus membimbing dan
mengarahkan konseli untuk melakukan beberapa ghal di
bawah ini :
- Mengakui dosa dan bertobat
- Mengampuni
- mengendalikan amarah
- Jangan berdiam diri (memendam perasaan marah)
- Jangan membalas dendam
- Berdamai
- membuang akar pahit
- Hidup dalam kasih karunia Allah

4. Envy (iri hati; cemburu)


Envy adalah perasaan tidak senang yang tmbul oleh karena
sesuatu hal yang dimiliki oleh orang lain. Biasanya perasan ini
terjadi karena “perasaan kehilangan atau kekurangan” yang
timbul oleh karena melihat apa yang dimiliki orang lain itu.

!76
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Cemburu atau iri hati selalu disertai tingkah laku atau tindakan
yang merugikan, seperti: keinginan melihat orang yang
dicemburui itu celaka, dipermalukan atau kehilangan muka;
membanding-bandingkan dirinya dengan orang itu dengan
tujuan menemukan alasan membenarkan cemburu atau iri
hatinya.

a. Penyebab
- Envy lebih cenderung dialami oleh orang-orang yang
merasa dirinya gagal
- Envy cenderung dialami oleh orang-orang yang merasa
inferior
- Envy lebih cenderung dialami oleh orang-orang yang jauh
ari Allah

b. Akibat
- Envy mempengaruhi jalan pikiran manusia yang
menyebabkan seseorang menyukai kecelakaan bagi orang
lain yang dicemburuinya
- Mempengaruhi perasan sehingga tidak merasa sukacita,
bahagia dan tidak pernah merasa puas
- Mempengaruhi tingkah laku seperti kejahatan,
pembalasan, dendam, kekerasan bahkan pembunuhan
- Mempengaruhi hubungan baik dengan sesama
- Menceraikan kita dari Allah

c. Penanggulangan
Bebrapa hal yang harus dilakukan oleh konselor bagi orang
yang envy:
- Menolong konseli mengenali “persoalannya”
- Menolong konseli mengembangkan positif attitude
terhadap sesama
- Menolong konseli mengenali hal-hal yang sensitive yang
mudah menimbulkan envy dan mengatasinya
- Menolong konseli membedakan antara envy yang merusak
dengan envy yang constructive dan mendorongnya
memakai energi envy untuk mencapai hal-hal yang positif

5. Kecemaasan
Kecemasan merupakan salah satu persoalan manusia terbesar
zaman ini. Kecemasan adalah perasaan khwatir, gelisah dan
takut yang muncul cecara bersamaan dan biasanya diikuti

!77
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
dengan naiknya rangsangan pada tubuh yang menggejala dalam
bentuk jantung berdebar, keringat dingin, dsb.
a. Penyebab
- Ancaman yang dapat mengganggu tubuh
- Pertentangan/perbedaan pendapat
- Pengalaman dalam keluarga yang tidak cukup memberi
latihan untuk mandiri
- Persoalan yang tak kunjung selesai
- Kebutuhan hidup yang tidak terpenuhi
- Gangguan kesehatan tubuh

b. Akibat
- Gangguan fisik seperti sakit kepala, sesak nafas, tekanan
darah tinggi, nafsu makan berkurang
- Gangguan kejiwaan seperti mudah lupa, tidak produktif,
sulit dalam pergaulan, membela diri
- Tingkah lakunya cenderung tidak mempunyai tujuan atau
target yang akan dicapai sehingga hidupya banyak diisi
dengan hal-hal yang tidak mempunyai arti

c. Penanggulangan
- Menolong konseli untuk menyadari bahwa realita hidup
harus dihadapi secara dewasa dan bertanggung jawab
- menolong konseli unutk menemukan alasan menjadi
kuatir, gelisa dan cemas
- Menolong konseli untuk menyadari prinsip kristiani bahwa
lebih berharga mengerjakan sesuatu dengan sungguh-
sungguh walau gagal, daripada mengerjakan dengan
setengah hati walau berhasil
- Menolong konseli untuk merefleksikan apa yang
dirasakannya dan menantangnya secara rasional
- Menolong konseli untuk berani melakukan kegiatan-
kegiatan yang sehat seperti olehraga, bercocok tanam,
memelihara ikan, dsb.

6. Kesepian
Kesepian dapat menimbulkan gangguan kejiwaan. Berbagai
perasan yang timbul karena kesepian yaitu ditinggal, tidak
dikehendaki, ditolak, tidak dimengerti, tidak berguna sehingga
menjadi sedih, tidak bersemangat dan cemas.

!78
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Kesepian adalah pengalaman yang menyakitkan, di mana orang
yang bersangkutan merasakan kekosongan jiwa sehingga tidak
dapat lagi menikmati komunikasi dengan orang lain.
a. Penyebab
- Pengaruh perubahan sosial: kemajuan tekhnologi,
urbanisasi
- Pengaruh perkemabangan/pertumbuhan: kurang ikatan,
kurang penerimaan, kurang kemampuan
- Pengaruh psikologi: rendah diri, tidak mampu
berkomunikasi, tidak mampu mengontrol situasi,
bermusuhan dan takut
- Pengaruh situasi/status: orang kaya, orang asing, janda
dan orang yang bercerai
- Pengaruh kerohanian: perbuatan dosa

b. Akibat
Kesepian dapat mengakibatkan orang menjadi rendah diri,
depresi dan melampiaskan diri dengan cara minuman atau
menggunakan obat-obatan terlarang (drugs).

c. Penanggulangan
- Menyadari dan mengakui bahwa konseli kesepian
- Ubah cara berpikir konseli
- Mengembangkan self esteem
- Mendorong konseli untuk berani mengambil resiko
- Mempelajari skill komunikasi dan pergaulan
- Maningkatkan kerohanian

5. Rasa bersalah
Rasa bersalah bukanlah gangguan kejiwaan tetapi merupakan
salah satu faktor yang dapat menghasilkan gangguan kejiwaan
jika terjadi secara berlebihan. Rasa bersalah ada dua macam
yaitu rasa bersalah objektif (merasa bersalah karena melanggar
hukum) dan rasa bersalah subjektif (suara tuduhan dari dalam
atas apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan). Biasanya
rasa bersalah subjektif yang perlu penanganan konseling.
a. Penyebab
- Pengalaman masa lampau dan keinginan-keinginan yang
tak terpenuhi
- Rendah diri dan tekanan lingkungan
- Perkembangan hati nurani yang tidak sehat

!79
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
- Pengaruh dari kuasa-kuasa supranatural di luar diri
manusia: roh jahat)

b. Akibat
- Defence mecahanism, yaitu berpikir tertentu untuk
melindungi diri dari perasaan bersalah seperti mengkritik,
memikirkan kesalahan orang lain, marah, menolak
tanggung jawab
- Sikap mengutuki diri sendiri atau mempersalahkan diri
sendiri
- Reaksi sosial yaitu pemikiran-pemikiran yang negatif
terhadap orang lain sehingga menceraikan/menjauhkan
orang tersebut dengan lingkungan/persekutuan

c. Penaggulangan
Konseling untuk orang yang memiliki rasa bersalah harus
dilakukan dengan pengertian dan penerimaan, diajak untuk
menyelidiki arti benar atau salah, di bawa untuk mengerti
pertobatan dan pengampunan Allah.

6. Dukacita
Seseorang bisa saja dikatakan berdukacita ketika dia berada
dalam kepedihan yang sangat mendalam seperti kematian orang
dekat, mengalami kegagalan, putus cinta dari orang yang sangat
disayangi, tertimpa bencana atau musibah seperti rumah
terbakar atau hancur diterjang banjir/badai/gempa, dsb.
Alkitab mengajarkan bahwa kematian bukan akhir dari segala
sesuatu tetapi awal kehidupan baru bersama dengan Tuhan di
alam yang lain.
Konseling terhadap orang yang berdukacita dilakukan dengan
kesabaran, pengertian dan memperhatikan kebutuhan.
Dibutuhkan pula penghiburan dan pengharapan.
Pencegahan untuk dukacita dapat dilakukan dengan
mempersiapkan orang-orang untuk menerima kenyataan akan
kematian yang harus terjadi. Penjelasan dan pengertian yang
diberikan sebelum adanya kematian dapat mengurangi dukacita
karena mereka telah dipersiapkan dan diberikan pengertian
tentang hidup di dunia yang akan berakhir dengan kematian
untuk masuk ke dalam kehidupan yang kekal bersama dengan
Tuhan.

Reaksi dukacita yang tidak sehat:

!80
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
a.Menyembunyikan atau menahan perasaan sedih
b.Lumpuh: tidak mampu mengambil keputusan, tidak mau
bekerja/berbuat apa-apa
c.Melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri
d.Menghukum diri/menyalahkan diri: mengapa saya tidak
menuruti kemauannya? mengapa saya tidak membawanya ke
dokter? mengapa saya meninggalkannya sendirian? dll.
e.Menyangkal rasa kehilangan: seperti tetap menganggap bahwa
suami/istrinya masih tidur di sampingnya; menyediakan
makanan/minuman kesukaannya; berbicara pada foto
almarhum, dll.
f. Berubah kepribadian: tadinya periang menjadi pendiam,
penyendiri, peminum, dsb.

Melayani orang yang berdukacita


- Menerimanya: berangkat dari keberadaannya sekarang ini.
mengijinkan dia melakukan apa yang ingin dilakukannya
(tentunya yang positif). Jangan menganggap konseli terlalu
lemah dan cengeng yang harus dikasihan
- Membantunya: mengerti dan merasakan apa yang ia rasakan.
Bantulah dia untuk menghadapi dan menyadari hal ini
sebagai suatu kenyataan yang tidak bisa dihindari
- Berempati: Tempatkan diri anda se akan-akan si konseli,
sehingga anda benar -benar bia merasakan bagaimana
perasaan orang yang berdukacita itu.
- Sensitif dan jangan terlalu banyak bicara.
- Konselor juga jangan memberikan bermacam-macam janji
atau penghiburan yang tidak realistis.

Masalah-masalah yang berhubugan dengan hubungan


interpersonal
7. Persahabatan
Jika dua orang bertemu dan bersama maka terjadilah hubungan
dengan sesama yang dapat menimbulkan masalah dengan ditandai
oleh ketidaksabaran, saling mengkritik, saling menuntut untuk
kepentingan masing-masing da saling berpegang pada pendirian.
Alkitab banyak mengajarkan kepada kita untuk
mempertahankan hubungan baik dengan sesama, di antaranya
dinyatakan dalam Kitab Yakobus yaitu menjaga lidah (Yak. 4:2).

!81
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Hubungan dengan sesama yang sehat tergantung dari
kemampuan kita untuk berkomunikasi, memperhatikan dan
mengerti orang lain, berhati-hati dalam berkata-kata dan memberi
komentar.
Konseling yang harus diberikan di antaranya kesadaran akan
kehendak Tuhan tentang kasih, kemauan untuk berubah agar
menyesuaikan diri, menjadi teladan, saling menghargai, memberi
hormat, diajarkan untuk menyelesaikan konflik (berdamai dengan
orang lain), dibekali dengan pengetahuan berkomunikasi yang baik.
Pencegahan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
merenungkan Firman, berdoa, saling mengaku dosa, mengerti konflik
dan komunikasi.

8. Memilih Pasangan Hidup


Memilih pasangan hidup merupakan bagian penting dalam
hidup. Bagimanapun pemilihan pasangan hidup yang di dasarkan
landasan firman Allah, di bawah bimbingan Roh Kudus pasti akan
mendapatkan hasil yang lebih baik.
Adapun unsure utama yang menjadi landasan pemilihan
pasangan, sbb:
a. Tunduk di bawah otoritas Tuhan dan menjadikan Firman
Allah sebagai satu-satunya pedoman dalam menetapkan
syarat dan kualifikasi pasangan
b. Mencari kehendak Tuhan dengan berdoa, mengikuti
tuntunan Firman Tuhan
c. Mendahulukan kehendak Tuhan dan menekan kehendak
pribadi yang bertentangan dengan Firman Tuhan
d. Belajar dari kearifan orang tua, anggota keluarga yang lain
dan teman-teman seiman
e. M e n e r i m a p a s a n g a n s e b a g a i k e h e n d a k T u h a d a n
menempatkannya sebagai penolong yang sepadan.
Ada beberapa bagian ALkitab yang dapat digunakan sebagai
petunjuk di dalam mencari pasangan hidup, diantarnya, “Janganlah
kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-
orang yang tidak percaya” (2 Kor. 6:14) dan kisah Ribca dipinang bagi
Ishak dengan beberapa langkah yang dilakukan (baca Kej. 24:1-67).
Di dalam memilih pasangan hidup perlu disadari bahwa
keputusan yang dinyatakan “terbaik” tidak selalu memberikan
jaminan dapat menjadikan rumah tangga bahagia, bebas dari konflik.
Pembentukan rumah tangga bahagia memerlukan pembinaan
lebih lanjut di antaranya berpegang pada petunjuk Tuhan yang

!82
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
menyatakan bahwa kunci kebahagiaan rumah tangga adalah takut
akan Tuhan (Maz. 128:1-6).
Konseling bagi orang yang hendak memilih pasangan hidup
seharusnya dilakukan sebelum mereka memulai hubungan karena
jika setelah “jatuh cinta” maka akan banyak hal yang sulit untuk
diterima. Istialh ‘cinta itu buta’ menjadi berlaku dan akan
membutakan mata mereka untuk melihat secara rasional dan
objektif. Yang perlu dipertimbangkan dalam konseling adalah
kerohanian, kebutuhan, motivasi, bimbingan menemukan yang
sepadan, kedewasaan dan dorongan mencari sambil menunggu
waktu Tuhan.
Pencegahan salah pilih harus dilakukan dengan memberikan
peringatan sebelum mereka memutuskan untuk berjalan bersama
berdasarkan berbagai pengertian yang benar.

Masalah-masalah yang berhubungan dengan keluarga


1. Bimbingan Pra-nikah
Banyak pernikahan berakhir dengan perceraian bukan karena
rancangan Tuhan dalam pernikahan. Konseling pra-nikah dapat
digunakan sebagai salah satu sarana untuk mencegah terjadinya
perceraian.
Berbagai alasan yang dapat diberikan untuk mengadakan
konseling pra-nikah yaitu diantaranya agar calon suami/istri
menyadari bahwa pernikahan membutuhkan kedewasaan dan
komitmen, penghargaan yang realistis, perubahan status dan tugas,
penggunaan seksual yang kudus dan komunikasi yang baik
Pengaruh dari konseling sebelum per nikahan dapat
memberikan kesempatan kepada calon untuk berpikir tentang
pernikahand an mempersiapkan mereka untuk masuk dalam
pernikahan dengan berbagai masalah yang akan dihadapinya.
Mereka akan menjadi lebih kuat dan teguh akan tujuan pernikahan
dengan menggunakan dasar yang kuat yakni Firman Allah.

2. Masalah dalam pernikahan


Alkitab menyatakan bahwa Tuhan menghendaki keluarga
bahagia. Hidup takut akan Tuhan adalah kunci kebahagiaan
keluarga (Maz. 128:1-8). Ketidaktaatan terhadap Firman Tuhan akan
menyebabkan berbagai masalah terjadi dalam pernikahan. Berikut
adalah masalah-masalah yang dapat terjadi dalam pernikahan;
➢ Komunikasi yang tidak sehat
➢ Hubungan dengan keluarga dan orang tua menjadi tidak
harmonis

!83
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
➢ Ketegangan hidup karena perbedaan pandangan, tugas rumah
tangga, kebutuhan pribadi bahkan financial
➢ Adanya perasaan takut ditolak, baik oleh suami maupun istri
➢ Tiak berterus terang dan terlalu banyak berpura-pura
➢ Adanya perasaan bersalah karena perbuatan masa lalu yang
tercela
➢ Padamnya hasrat seksual, mungkin karena faktor fisiologis
ataupun psikologis
➢ Masalah impotensi dan vaginismus
➢ Kesibukan
➢ Stress dan depresi
➢ Masalah kesehatan
➢ dll.

Adanya berbagai masalah dalam pernikahan dapat menjadikan


suami istri bingung, putus asa, tidak berpengharapan, menjauhkan
diri, meninggalkan pasangan (perceraian). Sehingga pasti akan
membawa dampak buruk bagi anak-anak.
Konseling harus dilakukan dengan mempertimbangkan
beberapa faktor yaitu berpusat pada masalah, mengadakan
penelitiand an penilaian terhadap pernikahan, bawa masuk ke dalam
proses pemulihan dengan memperhatikan tujuan dan komitmen
pernikahan semula dan juga harus menjaga diri sendiri supaya tidak
jatuh dalam pencobaan.
Di dalam Alkitab sendiri, terdapat banyak petunjuk dan cara
yang dapat digunakan dalam pernikahan supaya rumah tangga tetap
kokoh:
➢ Saling mengasihi
➢ Saling mengampuni
➢ Saling menguatkan/membangun
➢ Saling memahami
➢ Alkitab adalah satu-satunya pedoman keluarga
➢ Kesetaraan dan bukan penaklukan
➢ Saling menghargai
➢ Jangan meremehkan pasangan
➢ Menjaga kesantunan
➢ Setia terhadap perkawinan
➢ Menerima pasanganSaling terbuka
➢ Berhati-hati dengan penggunaan uang
➢ Mendahulukan persembahan kepada Tuhan
➢ Kelola keuangan dengan baik
➢ Tidak hidup menurut standar dunia

!84
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
➢ Mendidik anak sesuai Firman Tuhan
➢ Jangan kalah terhadap tekanan hidup.

3. Perceraian dan menikah kembali


Banyak masalah perceraian dan menikah lagi yang tidak
terselaesaikan karena kita dibingungkan oleh berbagai pendapat
dunia. Adapun penyelesaian terbaik untuk masalah tersebut adalah
kembali kepada Alkitab sebagai standar dan sumber kebenaran.

Pandangan Yesus tentang perceraian


Perkataan Yesus, “….Setiap orang yang menceraikan istrinya
kecuali karena zinah, ia menjadikan istrinya berzinah; dan siapa
yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah
(Mat. 5:32), sering disalahtafsirkan orang. Mereka menganggap
bahwa Yesus menyetujui perceraian. Padahal perkataan itu tidak bisa
dilepaskan dari situasi dialog yang terjadi pada waktu itu. Kata
“kecuali” dalam perkataan Yesus itu sebenarnya menunjuk pada
ketegaran hati orang Israel (sehingga Musa “mengijinkan”
perceraian), tetapi sekali-kali tidak “memrintahkan” perceraian.
Oleh karena itu, Yesus kemudian menegaskan, “…Siapa yang
kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah”. Hal
yang sama tentunya berlaku bagi perempuan, “dan jika si istri
menceraikan suaminya dena kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat
zinah (Mark. 10:12). Dari keterangan tersebut, jelaslah bahwa Yesus
melarang perceraian.

Pandangan Rasul Paulus tentang perceraian


dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, ia mengatakan, “…
Seorang istri tidak boleh menceraikan suaminya” (1 Kor. 7:10). hal
yang sama berlau untuk suami, “…seorang suami tidak boleh
menceraikan istrinya” (1 Kor. 7:11). Bahkan ia menambahkan bahwa
jika seorang bercerai dengan pasangannya, ia harus tetap hidup
tanpa pasangan (tidak boleh menikah lagi) atau berdamai dengan
suaminya”.
Uraiannya tentang pernikahan yang tidak seiman
menunjukkan bahwa pernikahan dapat dibatalkan apabila salah
seorang yang belum beriman pergi meninggalkan pasangannya.
Dengan tegas Rasul Paulus mengatakan, “Tetapi kalau orang yang
tiak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang

!85
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
demikian saudara-atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil
kamu untuk hidup dalam damai sejahtera” (1 Kor. 7:15).
Dengan pernyataan itu, Rasul Paulus ingin menegaskan bahwa
jika “orang yang tidak percaya” itu tidak mau lagi hidup bersama
dalam ikatan pernikahan dengan “orang yang percaya’, maka pihak
orang percaya tidak terikat lagi dengan pasangannya itu. Artinya,
orang percaya tidak terikat untuk menahan orang yang tidak percaya
tersebut agar tetap menjadi pasangannya. Ia (orang yang percaya)
tidak terikat penikahan lagi denganorang yang tidak percaya
tersebut.
Namun, penting untuk diperhatikan bahwa inisiatif perceraian sekali-
kali tidak boleh dilakukan oleh pihak orang percaya.

Konseling untuk suami istri yang mau bercerai harus diberi


pengertian bahwa:
a. Tuhan tidak menghendaki perceraian
b. Jangan mencari-cari (membuat) alasan untuk bercerai
c. Belajar saling mengampuni dan menerima
d. Dorong untuk memahami rencana dan maksud Allah dengan
perikahan.

Tentunya masih banyak contoh-contoh lain yang berhubungan


dengan persoalan-persoalan yang terjadi sekitar konseling Kristen di
samping semua persoalan yang dibahas di atas.

I. Contoh Kasus dan Penangannnya


Latar Belakang Masalah

Mario (bukan nama sebenarnya) dengan bangga bersaksi di


mana-mana tentang kebahagiaan pernikahannya dengan Ervina
(bukan nama sebenarnya), istrinya. Ia bahkan dapat menceritakan
secara detil pengalaman-pengalaman yang membuktikan kedekatan
sebagai suami-istri. Cerita ini, sayangnya, tidak berlangsung lama.
Setelah sang buah hati lahir, Mario merasa tidak mendapatan
perhatian cukup dari Evrina. Untuk memenuhi hasrat perhatian dari
sang istri yang tidak terpenuhi, Mario mencari ‘cinta’ lain yaitu
dengan rekan kerjanya. Waktupun berlalu, Mario ditegur Tuhan
melalui sebuah ceramah di gerejanya. Seperti yang dianjurkan
penceramah tersebut, maka di hadapan Ervina, Mario mengakui
kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Beberapa

!86
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
waktu setelah kejadian itu, Ervina datang menemui konselor. Ervina
bercerita bahwa ia merasa hidupnya tertekan. Ia mengakui bahwa
Mario memang telah memberikan segala kebutuhan fisik dan materi,
tetapi itu tidak cukup. Ervina membutuhkan saumi yang ideal. Oleh
sebab itu, meskipun Mario sudah mengaku dan bertobat, Ervina
ternyata tidak dapat mengampuni Mario untuk kesalahannya yang
pernah ia buat tiga tahun yang lalu. Persisnya, perselingkuhan yang
dilakukan Mario terjadi dengan rekan kerjanya.

1. Identitas Klien
Nama : Ervina (nama samaran)
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 10 Januari 1965
Agama : Kristen
Alamat : Jl. Taman Kupu-kupu I no. 10
Kebun Jeruk – Jakarta

2. Keadaan Keluarga
Suami
Nama : Mario
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Mei 1960
Agama : Kristen
Alamat : Idem

Anak
Nama : Tino
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 30 Nopember 1985
Agama : Kristen
Alamat : Idem

3. Penampilan fisik
Klien memiliki penampilan cantik, menarik, tubuh langsing, raut
wajah oval, rambut hitam, kulit kuning langsat, hidung sedang
dan suara lembut

4. Penampilan psikologis
Klien memiliki sikap yang ramah, akrab, terbuka, sopand an
cerdas

5. Ringkasan masalah
Selama lima tahun dalam pernikahannya, Ibu Ervina merasa
tertekan dan dihantui oleh rasa dikhianti oleh suaminya. Ia
masih menyimpan dendam/kepahitan dan tidak bisa

!87
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
mengampuni suaminya yang pernah berselingkuh dengan
wanita lain. Ia ingin sekali berpisah atau menyudahi
pernikahannya dengan Mario.

6. Pendekatan yang digunakan


Di dalam membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh
Ibu Ervina, konselor menggunakan pendekatan Non-Directive
(client Oriented). Beberapa ciri dari pendekatan ini:
g.Konseli bebas mengekspresikan dirinya
h.Konseli ditolong makin mengenal diri sendiri
i. Konseli membuat usul-usul yang berhubungan dengan
pemecahan masalahnya

7. Percakapan Konseling (VERBATIM)


Keterangan:
Kl : Konseli
Ko : Konslor

Pra Konseling
Kl : Hallo, Ibu Rina ya?. (nama samaran, Konselor sudah
mengenal konseli)

Ko : Iya, ini saya. Dengan siapa ya?

Kl : Dengan Ervina. Ibu lagi sibuk tidak hari ini?

Ko : Kebetulan hari ini saya banyak waktu luang.


Memangnya ada apa?

Kl : Hmmm…begini bu, ada yang ingin saya bicarakan


dengan ibu. Karena hal ini penting, saya ingin ketemu
ibu.

Ko : Ok, datang saja ke kantor saya. Tapi setelah jam 13


yah. Setelah makan siang.

Kl : Iya bu. Saya akan datang ke kantor ibu. Terima kasih,


bu.

Ko : Baik. Saya tunggu ya.

Pertemuan konseling

!88
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Kl : Selamat siang, bu

Ko : O, ya selamat siang juga. Bagaimana kabarnya?

Kl : ehm.. baik bu

Ko : Ok. ada yang bisa saya Bantu?

Kl : Eeh…iya…eeh… maksud kedatangan saya ke


sini….Saya ingin meminta bantuan ibu untuk
menyelesaikan masalah saya.

Ko : Baiklah. Apa masalahnya?

Kl : Aduh…mulai dari mana ya?

Ko : Ok. Silahkan minum dulu. Atau mungkin ibu coba


duduk santai dan rileks dulu. Tenangkan diri ibu
dulu.
Kl : Terima kasih

Ko : Bagus. Nah…dengan begitu ibu lebih rileks. Sekarang


bisakah ibu menceritakan apa yang mengganjal di hati
atau pikiran ibu?

Kl : Mengenai pernikahan saya. Kami menikah sudah


sekirat 5 tahun. dan pada awal-awal tahun pernikahan
kami, keluarga kami cukup bahagia. Namun sejak 3
tahun yang lalu, kebahagiaan pernikahan kami hancur
sudah akibat dari pengkhianatan suami saya.

Ko : Jadi sebelumnya pernikahan ibu bahagia? tetapi


kebahagiaan tersebut ibu rasakan sudah rusak akibat
dari pengkhianatan suami ibu?

Kl : Iya bu

Ko : Emang apa yang telah ia lakukan?

Kl : Sejak 3 tahun yang lalu tanpa sepengetahuan saya,


suami saya, Mario telah berselingkuh dengan rekan
sekerjanya sampai akhirnya dia mengakui kepada saya

!89
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
dan meminta maaf kepada saya bahwa dia telah khilaf
dan menodai pernikahan kami. Mario berjanji untuk
tidak akan mengulanginya lagi. Tetapi meskipun dia
telah meminta maaf dan tidak mengulanginya lagi, saya
merasa tidak bia menerimanya lagi seperti dulu, dan ini
membuat saya tertekan sekian lama. Seringkali dalam
pikiran saya tercetus untuk bercerai dan meninggalkan
Mario.

Ko : Mengapa ibu tidak bisa menerima Mario seperti dulu


lagi? Bukankah Mario telah mengaku dan berjanji
untuk tidak mengulanginya lagi?

Kl : Mario memang berjanji seperti itu, tapi saya ragu akan


janjinya itu. Sebelum kami menikah, kami berjanji
untuk saling setia. Namun ternyata setelah pernikahan
kami, dia mengkhianati janji itu. Kini ia berjanji untuk
tidak mengulanginya lagi. Saya jadi ragu terhadap
janjinya itu, karena dia telah mempunyai perilaku
buruk di hadapan saya. Saya tidak bisa
mempercayainya lagi.

Ko : Pernahkah Mario menceritakan alasan kenapa dia


berselingkuh?

Kl : Ia pernah mengeluh mengenai hubungan kami. Persis


setahun setelah bayi kami lahir, ia merasa bahwa
perhatian saya tercurah sepenuhnya terhadapa sang
bayi. Ia mengeluh bahwa seakan-akan tujuan satu-
satunya dalam hidup saya adalah mendapatkan bayi
dan setelah bayi itu lahir, saya tidak memerlukan
suami lagi. Itulah yang menjadi perdebatan kami.

Ko : lalu, tanggapan ibu?

Kl : Saya bilang ia gila. Ia tidak mengerti tekanan menjadi


perawat 24 jam sehari. Saya bilang ia harus lebih
pengertian dan membantu saya. Saya sungguh
mencoba mengatasi dan memperbaiki keadaan, tapi
nampaknya percuma saja. Setelah itu, kami saling
menjauh. Dalam kekosongan saya tetap berusaha
menjadi ibu yang baik. Saya menyediakan segala

!90
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
keperluan rumah tangga, mengurus anak, dan
mengurus keperluan rutin lainnya. Setelah 2 tahun
kejadian itu, saya mengetahui bahwa Mario
berselingkuh dan dia mengakuinya. Dalam diri saya,
tidak ada cinta yang tersisa. Saya merasa pernikahan
itu sudah kandas. Apa yang harus saya lakukan?
Haruskah saya mempertahankan pernikahan ini atau
sebaliknya saya menceraikannya?

Ko :Kedua alternative yang ibu sebut, mempertahankan


pernikahan atau bercerai, pasti membuat ibu menderita
sekali. Saya mendapat kesan bahwa ibu bimbang
antara keyakinan kristen dan moral yang memberitahu
bahwa salah jika bercerai dan kepedihan emosional ibu
yang memberitahu bahwa jalan keluar satu-satunya
adalah mengakhiri pernikahan. Sebelum ibu
mengambil keputusan, saya mempunyai suatu gagasan
atau usul. saya tidak yakin apakah itu akan berhasil,
tetapi saya ingin mencobanya.

Kl : Benar sekali. Begitulah perasaaan saya bu. Saya


bimbang antara mempertahankan pernikahan saya
karena keyakinan/iman saya atau mengakhirinya. Saya
tidak tahu apa yang harus saya lakukan.

Ko : Mungkin Mario memang benar-benar tidak akan


mengulangi perbuatannya itu, asalkan ibu dapat
mengerti dan memberikan perhatian dan kepuasan
baginya. Bila segala keperluan pernikahan dan cinta
Mario, termasuk perhatian yang ibu berikan dapat
terpenuhi, maka tentu ia tidak akan mencari cinta di
luar pernikahan. Ingat, apabila kadar cinta kita sedang
rendah, kita tidak punya perasaan cinta terhadap
pasangan tetapi hanya mengalami kekosongan dan
kepedihan.

Kl : hmmm… saya mengerti. Jadi bila saya dapat mengisi


kekosongannya, kadar cintanya, maka ia tidak akan
mencari cinta lain. begitu khan?

Ko : Iya..seperti itu. Ibu siap melakukannya?

!91
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Kl : Saya rasa masih sulit untuk melakukannya.
Bagaimana saya bisa memberi perhatian padanya,
sedangkan saya meras dia kotor.

Ko : Saya ingin membacakan sesuatu yang menurut saya


ada hubungannya dengan perkawinan ibu, yang
terambil dari Firman Tuhan, demikian: “Tetapi
kepadamu yang mendengarkan Aku, AKu berkata:
Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang
yang membenci kamu, mintalah berkat bagi orang yang
mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci
kamu…dan sebagaimana kamu kehendaki supaya
orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian kepada
mereka. dan jikalau kamu mengasihi orang yang
mengasihi kamu, apa jasamu? karena orang-orang
berdosapun mengasihi juga orang yang mengasihi
mereka”. Apa ibu mengerti dan memahami serta
menerima kebenaran Firman tuhan tadi?

Kl : Hmm….hal itu memang beanr. Tetapi bila saya mulai


memperhatikan Mario, akankah sikapnya akan lebih
baik terhadap saya?

Ko : Saya turut prihatin atas pergumulan ibu. Ibu berada


dalam situasi sulit. tetapi sebagai orang percaya, kita
harus yakin dengan apa yang dikatakan Firman Tuhan,
seperti ada tertulis: “Berilah, maka kamu akan diberi;
suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang
digoncang dan yang tumpah keluar akan dicurahkan ke
dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai
untuk mengukur akan diukurkan kepadamu”. Bila ibu
percaya, dan ibu mau melalukannya memberi yang
terbaik untuk pernikahan ibu, ibu akan
mendapatkannya. Keluarga ibu akan mengalami
kebahagiaan.

Kl : Bila saya memutuskan untuk bercerai?

Ko : Itu adalah keputusan ibu. Saya tidak dapat


memaksanya. Namun, saya akan memberikan
pandangan mengenai perceraian dari Firman Tuhan.
Pertama, Alkitab berkata: “..apa yang telah

!92
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan oleh
manusia”. Sesuai dengan iman Kristen, kita menolak
perceraian. Yang kedua, adalah masalah anak-anak.
Keadaan psikologis anak-anak tidak akan sebaik bila
keadaan keluarga lengkap dan har monis. Jadi
perceraian pasti akan mengganggu keadaan emosional
anak ibu. Berikutnya adalah bagaiamana pandangan
keluarga, saudara, atau masyarakat sekitar nanti.

Kl : Men den g a r da mpak-dampak yan g telah ibu


sampaikan tadi, rasanya berat juga buat saya. Kalau
begitu, walau untuk menerima Mario juga sulit buat
saya, saya akan coba. Bagaimana saya memulainya,
bu?

Ko : Tentu saja dengan memberikan waktu dan perhatian


serta menerima Mario dengan sunggu-sungguh. Ibu
harus memiliki pikiran positif terhadap Mario. Bahwa ia
memang akan menepati janjinya untuk tidak
mengulangi perbuatannya. Ibu harus mulai
mempercayinya. Awalnya pasti berat memang. Tetapi
bagaimanapun Ibu harus mengampuni Mario. Lalu Ibu
mengendalikan emosi dan kegalauan hati. Ibu harus
memohon kekuatan dan bergantung pada anugerah
Tuhan supaya ibu mampu melakukannya.

Kl : Baiklah Ibu, saya akan mencoba. Saya coba untuk


mengampuni dan melupakan kesalahn Mario dan
berpikir positif serta mempercayai perkataannya. Andai
saya sudah mengerti hal ini terlebih dahulu, barangkali
tidak ada masalah yang seperti ini bagi saya.

Ko : Kita tidak bisa kembali ke amsa lalu Ibu. Yang kita


bisa lakukan ialah membuat masa depan kita berbeda.
Saya ingi menyarankan ibu untuk melakukan gagasan
tersebut untuk enam bulan, bagaimana?

Kl : Saya akan mencobanya ibu.

Ko : Mari kita mulai dengan menyatakan sasaran kita. Jika


dalam enam bulan ibu bisa mendapatkan yang ibu

!93
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
dambakan. Kira-kira apa yang ingin ibu dapatkan
dalam enam bulan itu?

Kl : (Ervina duduk terdiam selama beberapa saat,


kemudian dengan hati-hati ia berkata) Saya ingi
melihat Mario menyayangi saya lagi dan
mengutarakannya dengan menyediakan waktu untuk
saya. Saya ingin melihat kami melakukan beberapa hal
bersama, pergi mengdakan perjalanan bersama. Saya
ingin merasa bahwa ia memperhatikan dunia saya dan
memperhatikan anak kami. Saya ingin bahwa ia
menghargai perasaan-perasaan saya. dan menghargai
perkawinan kami lebih dari apapun. Di pihak saya,
saya ingi mempunyai perasaan hangat dan positif
terhadapnya lagi. Saya ingin merasa bangga dan
mencinatinya lagi.

Ko : Kedengarannya sasaran ibu baik sekali.

Kl : Sekarang ini kedengarannya seperti sasaran yang


mustahil. Tetapi lebih dari segala-galanya, inilah yang
ingin saya lihat.

Ko : Bagus kalau begitu. Dalam enam bulan ke depan, kita


ingin melihat ibu dan Mario memiliki hubungan baik
dan saling mencintai seperti yang ibu inginkan.
Sekarang, sebelum ibu pulang dan mencoba untuk
memperbaiki hubungan pernikahan ibu, mari kita
berdoa terlebih dahulu. (lalu keduanya berdoa dipimpin
oleh Ibu Rina)

Kl : Terima kasih banyak ya Ibu, atas waktud an saran-


sarannya. Jadi kapan lagi saya bisa ketemu Ibu?

Ko : Kita akan ketemu lagi enam bulan ke depan, setelah


ibu mencoba melakukan gagasan/sasaran yang kita
setujui hari ini.

Kl : Ok ibu. Saya akan mencobanya. Terima kasi sekali


lagi ibu. Sampai jumpa.

!94
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Pertemuan kedua
Kl : Selamat siang ibu Rina. Bagaimana kabarnya Ibu?
(Konseli tampak berbahagia)

Ko : Baik…sangat baik. Bagaimana hasilnya selama enam


bulan ini?

Kl : Sangat menakjubkan ibu. Bahkan dapat dikatakan


suatu mujizat. Pernikahan kami menjadi begitu
harmonis. Sasaran yang sebelumnya terlihat mustahil,
kini telah menjadi kenyataan.

Ko : Haleluya, Puji Tuhan.

Kl : Ya, saya belajar untuk mengampuni seperti Tuhan


Yesus sudah mengampuni dosa-dosa saya. Saya sadar
bahwa sayapun manusia yang tidak sempurna. Lega…
hati saya bisa menerima suami saya kembali.

Ko : Kalau begit, Ibu Ervina sudah enjoy dengan


pernikahan Ibu dan tidak ada masalah lagi?

Kl : Begitulah Ibu.

Ko : Selamat ya Ibu. Kalau begitu, proses konseling ini bisa


kita akhiri sampai di sini. Tetapi kalau ada maslah atau
keperluan yang sama, silahkan ibu menghubungi saya
kembali.

Kl : Ya bu, Terima kasih banyak sudah membantu


memberikan peneguhan dan saran-saran bagi saya
dalam mengatasi maslah saya.

Ko : Itu sudah menajdi tanggung jawab kita bersama


untuk saling menolong dan membantu satu sama lain.

Kl : Sekali lagi, terima kasih ya Ibu. Kalau begitu saya


permisi dulu, Ibu.

Ko : Baik. Silahkan. Sukses ya Ibu. Tuhan Yesus


memberkati.

!95
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Kesimpulan
Dari proses konseling ini dapat disimpulkan bahwa
Konseli (ibu Ervina) mengalami ketidakpercayaan dan rasa
dendam dan tidak dapat mengampuni Mario, suaminya karena
pengkhianatan, yaitu Mario melakukan perselingkuhan dengan
rekan kerjanya. Adapun yang menjadi penyebabnya adalah
karena Mario tidak mendapatkan perhatian dari sang istri.
Ervina hanya mencurahkan perhatian kepada sang bayi yang
baru lahir.
Gangguan emosional yang dialami kedua belah pihak
telah diketahui penyebabnya. Luka batin dapat disembuhkan
dengan mengobati pokok masalahnya. Setelah mengarahkan
pandangan dan pengertian mengenai apa yang terjadi kepda
konseli jika ia mengakhiri pernikahannya, maka konseli
mengambil keputusan untuk melakukan perubahan positif
supaya pernikahannya terselamtkan.
Menetapkan target atau sasaran dan program pemulihan
berikut di dalamnya jenjang waktu membuat konselor semakin
percaya akan tahapan perubahan positif terhadap kondisi
emosioanal dan pernikahan konseli. Minat dan kemauan untuk
semangat menyelamatkan pernikahan akhirnya membuahkan
hasil yang luar biasa bagi masa depan pernikahannya.

Pokok penting dalam konseling ini:


a. Apa yang menjadi penyebab
b. Bagaimana memulihkan kondisi emosional dan
pernikahan
c. Membuat perbandingan mengeai apa yang
terjadi bila per ceraian terjadi dan jika
pernikahan tetap dipertahankan
d. Menentukan sasaran dan jenjang waktu

Setelah mengikuti program tersebut, Ibu Ervina mulaid


apat menumbuhkan rasa cinta kepada suaminya dan
suaminyapun dapat menanggapinya dengan positif. Akhir yang
mengagumkan, perceraiandapat dihindari dan pernikahan yang
harmonis dapat tercapai.

Saran-saran
Pengampunan adalah salah satu pokok penting dalam
penyelesaian amsalah.

!96
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
DAFTAR PUSTAKA

A. Konseng, Konseling Pribadi (Jakarta: Obor), 1996

Aart Marthin Van Beek, Konseling Pastoral – Sebuah Buku Pegangan


bagi Para Penolong di Indonesia, (Semarang: Satya Wacana), 1992

Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia),


2001

Anthony Yeo, Konseling, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 1994

!97
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
Elisa Surbakti, Konseling Praktis, (Bandung: Kalam Hidup), 1993

E.P. Gintings, Gembala dan pastoral Klinis, (Bandung: Bina Media


Informasi), 2007

Everrt L. Worthington, Jr., Ketika Seseorang berkata Tolonglah Saya!,


(Bandung: Kalam Hidup), 2000

Garry Collins, Konseling Kristen yang Efektif, (Malang: SAAT), 1996

Hadi P. Sahardjo, Konseling Krisis dan Terapi Singkat, (Bandung: Pinoi


Jaya), 2008

Howard Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Patoral


Konseling, (Yogyakarta: Kanisius), 2002

John F. Mac Arthur, Pengantar Konseling Alkitabiah, (Malang: Gandum


Mas), 1994

Larry Crabb, Konseling yang Efektif dan Alkitabiah (Bandung: Kalam


Hidup), 2002

Magdalena Tomatala, Konselor Kompeten – Pengantar Konseling


Terapi untuk Pemulihan, (Jakarta: YT Leadership Foundation), 2000

J. L. Ch. Abineno, Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral (Jakarta:


BPK Gunung Mulia), 2006

Stephen Tanuwijaya, Bimbimngan Konselor Kristen, (Jakarta: STTI


Filadelfia), 2004

Yakub Susabda, Menjadi Konselor yang Profesional, (Yogyakarta: Andi


Offset), 2007

Yakub Susabda, Pastoral Konseling, (Malang: Gandum Mas), 2006

!98
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi
!99
Pastoral Konseling Evi Deliviana, M.Psi, Psi

Anda mungkin juga menyukai