Anda di halaman 1dari 6

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI REFORMED INDONESIA

BOOK REPORT : KONSELING PASTORAL

Pendekatan Konseling Pastoral Berdasarkan Integrasi Teologi dan Psikologi

SEBAGAI TUGAS KONSELING PASTORAL


OLEH DOSEN
Pdt. Yakub Susabda, Ph.D.

OLEH

TARULI SEPTRIANI HUTAPEA

JAKARTA

DESEMBER
Apa Itu Konseling Pastoral?

Konseling pastoral bukanlah pemberian nasihat dan bukan juga percapakan sehari-hari,
akan tetapi merupakan sebuah percakapan terapeutik, yakni percakapan antara seorang konselor
yang berperan menciptakan suatu percakapan ideal dengan konsele agar nyaman untuk terbuka
menceritakan apa yang terjadi pada dirinya, dengan harapan konsele dapat mengenal dan
mengerti apa yang dialaminya (Self-awareness). Dalam prakteknya, seorang konselor harus
mampu bersikap netral dan mampu mengontrol emosinya sehingga sikapnya tidak dipengaruhi
oleh sikap konselenya. Oleh karena itu selain memiliki talenta dan spiritual gift konseling serta
kepribadian yang matang dan memiliki empati, latihan terus menerus juga sangat dibutuhkan
sehingga siap untuk mendengar secara professional dan mampu merefleksikan apa yang sudah
didengar dan meresponinya dengan efektif.
Sebagai konselor Kristen, belajar teologi dan Alkitab bukan hanya supaya bisa
mengajarkan firman Tuhan pada saat konsele siap tapi juga dituntut untuk mendemonstrasikan,
iman, pengetahuan, kematangan pribadi, kepekaan serta kemurnian hatinya dalam pelayanannya.
Oleh karena itu belajar di sekolah Teologi juga bukan hanya untuk mendapat gelar, tapi yang
lebih penting dari itu menjadi tempat untuk berlatih dan mempersiapkan diri menjadi seorang
hamba Tuhan yang matang, punya rasa tanggung jawab dan disiplin. Pelayanan konseling
pastoral dilakukan bukan hanya supaya konsele punya kesadaran, kemauan dan tekad untuk
berani menyelesaikan masalahnya, tetapi juga melalui pelayanan ini injil dapat diberitakan.
Pelayanan ini merupakan bagian dari penggembalaan untuk menolong setiap anggota jemaat
melihat tujuan hidupnya yang baru sebagai orang Kristen, ciptaan yang segambar dan serupa
dengan Allah, sesuai dengan talenta, kesempatan dan bakat yang dianugerahkan Tuhan sehingga
mampu memikul tanggung jawabnya sendiri.
Oleh karena ada beban ingin menolong orang yang mengalami masalah, tetapi sering
mengalami keterbatasan tidak tahu apa yang harus dilakukan dan dikatakan, akhirnya saya
memutuskan untuk belajar di STTRI dengan harapan dibentuk jadi pribadi yang matang dan
bijak sehingga mampu memberikan nasihat baik untuk disampaikan dengan cara yang benar.
Tapi ternyata yang dibutuhkan oleh konsele bukan hanya arahan atau nasihat, tetapi sebuah
kesadaran untuk mampu menghadapi masalahnya. Sehingga ada lebih banyak lagi hal yang harus
dipelajari dan disiapkan untuk menjadi seorang konselor Kristen.
Mengapa Konseling Pastoral Perlu Dipelajari

Dalam konseling pastoral, pemberian nasihat akan diperlukan tetapi hanya bisa dilakukan
setelah konsele sadar dan mengerti tentang dirinya dan masalahnya sehingga dia siap untuk
mengerti apa yang harus ia lakukan. Oleh karena itu, yang diperlukan seorang konselor bukan
hanya memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan serta memahami kebenaran Alkitab, tetapi
pelayanan ini juga perlu dipelajari secara khusus. Konseling merupakan seni percakapan yang
sebetulnya tidak cocok dengan natur manusiawi kita. Sehingga untuk membimbing konsele
menemukan apa yang menjadi akar setiap persoalan yang menghambat hidupnya tidak dapat
dilakukan seperti percakapan sehari-hari. Oleh karena itu, hal-hal yang tidak cocok dengan natur
manusiwai kita perlu terus dipelajari dan dilatih sehingga apa yang diperlukan untuk pelayanan
ini dapat menjadi bagian dari diri seorang konselor.
Setiap individu itu unik sehingga walaupun dengan persoalan yang sejenis belum tentu
dapat diselesaikan dengan cara yang sama, selain itu persoalan manusia pun unik dan makin hari
makin kompleks sehingga tanpa benar-benar mempelajari konseling pastoral, hamba Tuhan tidak
mampu mendiagnosis persoalan secara tepat dan bertanggung jawab apalagi menyelesaikannya.
Ketidakpastian dalam dunia konseling menjadi tantangan bagi gereja untuk lebih mempelajari
dan mengembangkan teknik-teknik konseling dengan sungguh-sungguh memahami keunikan
prinsip-prinsip konseling pastoral.
Dalam mempelajari seni percakapan ini, seorang konselor bukan hanya terus
mengembangkan skill yang diperlukan, tetapi perlu juga belajar dari kesalahan supaya jangan
sampai terjadi dan merugikan konsele. Maurice Wagner menyebutkan 10 gejala utama dari
pelayanan konseling yang dapat merugikan, beberapa diantaranya yang sering terjadi adalah
hamba Tuhan sulit membedakan perannya sebagai pengkhotbah atau konselor, memaksa konsele
menjadi seperti apa yang konselor kehendaki, kehilangan objektivitas, gagal berempati ketika
berhadapan dengan konsele yang agresif, tidak memahami tentang perannya dalam menjaga
rahasia dengan baik, serta mencoba menangani semua persoalan.
Natur manusiawi kita seringkali justru merugikan konsele, sehingga untuk dapat
mengontrolnya diperlukan latihan dengan disiplin yang baik disertai dengan kesadaran akan hal-
hal yang dapat merugikan, sehingga dalam pelayanan ini dapat dikerjakan dengan skill yang baik
dan kesadaran yang baik untuk tidak melakukan apa yang salah.
Apa yang Membuat Konseling Pastoral Unik
dan Tidak Sama dengan Konseling Sekuler?

Keunikan Konseling Pastoral terletak pada sikap hamba Tuhan (konselor) yang percaya
bahwa pelayanan ini adalah pelayanan yang dipercayakan oleh Allah sendiri. Selain skill yang
perlu terus dikembangkan dan dipelajari, ada satu kesadarn lain juga dimana hamba Tuhan
sebagai konselor adalah orang pilihan Allah yang kepadanya sudah diberikan anugerah-anugerah
ilahi (Ef 4 : 7-13). Anugerah ilahi dari Tuhan dan skill yang terus dikembangkan sebagai respon
hamba Tuhan menjawab panggilanny tentu akan menjadikan pelayanan konseling menjadi
semakin efektif.
Konseling pastoral yang efektif akan menolong konsele mengalami sebuah kebenaran
bahwa pergumulan dan perjuangan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya tidak lain
merupakan pergumulan untuk memperbaiki hubungan dengan Allah. Namun, tanpa pengalaman
pribadi dengan keselamatan, tidak mungkin seorang konselor melihat bahwa kebutuhan paling
hakiki setiap konselenya adalah juga keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus, yaitu keselamatan
yang membuka pintu kehidupan yang berkelimpahan.
Keunikan konseling pastoral juga terletak pada sikap hamba Tuhan yang percaya akan
kehadiran, pengaruh dan campur tangan langsung dari Allah dalam pelayanan konselingnya.
Hanya jikalau hamba Tuhan percaya pada realita ini, ia akan mengerti bahwa Roh Kuduslah
sumber dari “new insight” atas kedalaman misteri kehidupan manusia dibalik persoalan-
persoalan konselenya. Kesadaran inilah yang membuat hamba-hamba Tuhan sebagai konselor
selalu rendah hati, sadar bahwa dirinya hanyalah alat di tangan Allah, keberhasilan dari
pelayanan konselingnya tidak tergantung pada keahlian dan kekuatannya sendiri. Betapapun
sempurnanya pelayanan konseling kita, tetap kita harus menantikan sebuah mujizat, yaitu
sesuatu yang ilahi yang terjadi untuk menyempurnakan pelayanan ini.
Keunikan lainnya juga terletak pada sikap hamba Tuhan yang percaya bahwa Alkitab
adalah firman Allah yang tertulis, standar kebenaran mutlak untuk menilai tingkah laku manusia.
Apa yang dikatakan dan bagaimana seorang konselor melihat persoalan konsele hendaknya juga
selalu menjadikan Alkitab sebagai dasar dari setiap pemahaman yang konselor gunakan,
sehingga sesuai dengan kebenaran yang Tuhan kehendaki.
Sumbangan Psikologi Dalam Konseling Pastoral

Akar dari persoalan manusia sebagai objek pelayanan konseling mungkin terlihat sama
dan sudah ada dari sejak manusia ada, namun selalu menampilkan bentuk yang baru. Oleh
karena itu pemilihan dan pemakaian sumbangan Psikologi juga sangat fleksibel dan selalu
berubah-ubah. Perlunya Psikologi dalam pelayanan konseling juga sudah diakui oleh hampir
setiap sekolah teologi, bahkan menjadikan psikologi sebagai mata pelajaran yang tidak boleh
diabaikan untuk melengkapi hamba Tuhan mengenal dirinya sendiri serta orang-orang yang
dilayani agar dapat melihat persoalan hidup secara objektif, karena dapat menganalisa aspek-
aspek yang tidak terlihat dari tingkah laku yang muncul pada manusia dengan pendekatan
psikologi.
Hamba Tuhan harusnya dapat membedakan antara discovered truths (kebenaran tafsiran
manusia) dengan disclosed truth (kebenaran Allah itu sendiri) sehingga tidak memakai Alkitab
secara harfiah (ayat-ayat Alkitab menjadi mantra atau resep) tetapi menjadikannya seabagai
standar kebenaran yang mutlak. Oleh sebab itu, meskipun hamba Tuhan sudah belajar berbagai
ilmu psikologi untuk melengkapi pelayanan konselingnya, mereka perlu belajar teologi.
Alkitab berisi tentang peristiwa-peristiwa yang dapat dijelaskan oleh Psikologi, namun
Alkitab tidak dapat menjelaskan peristiwa-peristiwa itu secara empiris seperti yang telah
dilakukan banyak tokoh Psikologi melalui penelitiannya yang menjelaskan bagaimana struktur
jiwa manusia sehingga memunculkan tingkah laku yang terjadi pada manusia. Misalnya,
memahami apa yang menjadi motivasi dan kebutuhan dibalik tingkah laku serta bagaimana
manusia menjalani kehidupannya dengan mengenal apa yang menjadi defence mechanism
seseorang.
Fenomena yang terjadi pada manusia tentu memiliki latar belakang yang
mempengaruhinya. Ada banyak penelitian yang dilakukan oleh para ahli Psikologi, teori-teori
tersebut dapat dipakai dalam memahami struktur jiwa manusia, sehingga membantu konsele
dalam mengenali dirinya dan memunculkan self awareness. Ilmu Psikologi juga membantu
memberikan batasan, tidak semua persoalan manusia dapat diatasi dengan konseling, salah
satunya gangguan kejiwaan, ilmu Psikologi membantu konselor mendiagnosis apa yang terjadi
dan dapat memberikan solusi yang tepat, misalnya saat mendeteksi gangguan jiwa, konselor
harus merujuknya pada yang lebih ahli karena perlu obat-obatan dan penanganan dokter.
Latihan Praktis Konseling

Dalam prakteknya, banyak alumni-alumni sekolah teologi mengeluhkan bahwa teori-teori


dan pengetahuan tentang konseling yang dipelajari di ruang kuliah ternyata tidak mudah
dipraktekan, akhirnya terjebak kembali dalam kebiasaan “konseling sebagai sarana pemberian
nasihat.” Mungkin dalam semua ilmu, setiap teori akan mudah untuk dipraktekan jika telah
melalui banyak pengalaman salah satunya dengan memperbanyak latihan. Sala satu solusinya
adalah berlatih dengan beberapa tahap. Pertama, melatih sensitivitas dengan memakai cerita-
cerita pendek yang sering ditemukan di Koran atau majalah, lalu menganalisanya misal dengan
melihatnya dari sisi consciousness yaitu sesuatu yang disadari oleh tokoh yang ada dalam cerita
tersebut, membuat pertanyaan apa yang sedang terjadi? Apa yang ia pikirkan, rasakan? Serta
melihatnya juga dari pre-consciousness yaitu sesuatu yang unspoken atau yang setengah
disadari, menduga apa yang sebenarnya dirasakan dan dibutuhkan oleh tokoh dalam cerita yang
dibaca, serta melihat dari sisi unconsciousness sesuatu yang tidak disadari, mungkin bisa
menduganya dari cerita masa kecil atau menganalisanya dari bagaimana jalan pikirannya, pola
sikap dan tingkah laku yang tidak disadari.
Selain latihan pribadi, hal lain yang sangat membantu adalah diskusi kelompok, kita juga
bisa saling belajar, karena bisa jadi apa yang ditangkap oleh satu orang akan berbeda dengan
yang lain. Bisa juga dalam bentuk diskusi film, menangkap inti cerita, jalan pikiran sutradara,
dll. Lalu latihan verbatim, melatih diri untuk bisa memakai kata-kata yang tepat pada saat yang
tepat, serta mampu merefleksikannya yaitu kemampuan untuk menangkap perasaan di balik kata-
kata konsele dan merefleksikan dalam kata-kata yang jelas, sederhana dan tepat. Hanya dengan
refleksi yang tepat, konselor dan konsele bisa masuk dalam proses konseling yang
sesungguhnya, dimana konsele akan dituntun untuk menemukan dirinya serta menemukan pokok
persoalan yang sesungguhnya. Latihan ketiga, mengklasifikasikan kasus-kasus konseling,
disinilah ilmu yang sebelumnya telah dibahas sangat diperlukan, supaya dapat mendiagnosa
apakah konsele memang hanya membutuhkan nasihat, afirmasi atau perlu ahli lain seperti
psikiatri. Dan yang terakhir latihan menangani kasus-kasus konseling yang sesungguhnya yang
menjadi bagian dari studi di sekolah Teologi dengan supervise dosen.

Anda mungkin juga menyukai