Anda di halaman 1dari 18

Signifikansi Kasih dalam Spritualitas Perintis dan Implementasinya

Bagi Hamba Tuhan Masa Kini

Resa
Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu
resasa290796@gmail.com
Abstrak
Setiap orang percaya di panggil Allah untuk melayani. Pelayanan
merupakan bagian hidup dan kewajiban mutlak bagi setiap orang percaya.
Ketaatan dan kesetian dalam melayani Tuhan merupakan salah satu sikap
yang terpuj dari kehidupan jemaat mula-mula. Dalam situasi dan kondisi
yang sulit akibat penghabatan dan penganiayaan yang diderita, seoran
perintis tetap melakukan tanggung jawab untuk memberitakan Injil. Selain
itu setiap perintis juga harus menunjukan kasih mereka dalah hubungan
spiritualitas mereka baik kepada Allah dan sesama mereka. Peran perintis
jemaat sebagai seorang perintis dalam pertumbuhan iman seseorang untuk
dapat menerima Yesus sebagai sang juruselamat, memiliki korelasi yang
sangat signifikansi. Seorang perintis jemaat memiliki peran penting sebagai
pembina, yakni mendidik, mengajar dan membimbing petobat baru kepada
pengenalan dan pertumbuhan rohani yang baik. Melalui firman Tuhan yang
diajarkan kepada petobat baru itu. Yesus memberikan teladan bagaimana
menjadi seorang perintis jemaat yang baik di mana perintis jemaat yang baik
adalah perintis yang dapat merawat atau memlihara kawanan domba dengan
sepenuh hati bahwan rela mengorbankan nyawanya demi domba-dombanya.
Tugas perintis jemaat adalah tugas yang dipercayakan oleh Allah untuk
melaksanankan tugas sesuai dengan petunjuk dan ketetapan dari Allah
sendiri. Di ciri khas dari seorang perintis jemaat yaitu harus melayani
dengan sukarela, pengabdian diri, rendah hati dan mampu menjadi teladan
yang baik.

Kata Kunci: Kasih, Spiritualitas, Perintis Jemaat, Hamba Tuhan

Abstract
Every believer is called by God to serve. Service is a part of life and
an absolute obligation for every believer. Obedience and faithfulness in
serving God is one of the praiseworthy attitudes of the life of the early
church. In the difficult situation and conditions that result from the
incarceration and persecution, a pioneer continues to carry out the
responsibility of spreading the gospel. In addition, every pioneer must also
show their love in their spiritual relationship both to God and to their
neighbors. The role of the church planter as a pioneer in the growth of
1
one's faith in accepting Jesus as the Savior has a very significant
correlation. A church planter has an important role as a coach is educating,
teaching and guiding new converts to good spiritual recognition and
growth. Through the Word of God taught to the new convert. Jesus gave an
example of how to become a good church planter where a good church
planter is a pioneer who can care for or care for the flock wholeheartedly
even willing to sacrifice his life for the sheep. The task of church planters is
the task entrusted by God to carry out tasks according to the instructions
and decrees of God Himself. The characteristics of a church planter are
voluntary service, self-dedication, humility and being able to be a good
example.

Keywords: Love, Spirituality, Church Planters, Servant of God

Pendahuluan
Seorang perintis memiliki tangung jawab yang sangat penting dalam
pentumbuhan rohani setiap orang yang mau mengikut Tuhan atau petobat
baru. Tanggung jawab seorang perintis dalam hal ini yang paling utama
adalah melayani petobat baru dengan memberikan teladan dan menunjukan
kasih dalam spiritualitas sehari hari. Seorang perintis menerima perintah
dari surga dan harus melakukannya, apapun yang akan terjadi, karena pada
akhirnya dia akan mempertangung jawabkannya kepada Allah. Karena itu
seorang perintis harus melayani Allah dengan sungguh-sungguh, hari demi
hari. Seorang perintis bertanggung jawab dalam hal perintisan, memelihara,
mendampingi setiap domba-domba yang dipercayakan kepadanya, baik
secara kualitas maupun kuantitas. Oleh sebab itu, peran seorang perintis
dalam perintisan adalah memimpin dan mendapingi seorang petobat baru
itu, serta memberitakan Injil dan seluruh Firman Allah.
Di samping aspek perintisan, perintis memiliki peran sebagai
seorang pendidik yang bertanggung jawab untuk mendidik, mengajar dan
membawa petobat baru kepada Tuhan untuk pertumbuhan rohani yang
maksimal dan menjadikan setiap petobat baru mengerti tentang nilai-nilai
kehidupan, sehingga kehidupan bersama segenap anggota jemaat terpelihara
dengan baik.melalui perannya sebagai pendidik, seorang perintis harus
memberikan teladan kasih dalam spiritualitas untuk kedamaian dan kasih
persatuan yang mengakibatkan setiap petobat baru semangkin mengenal
Tuhan Yesus Kristus ke arah yang sempurna, Karena pada saat ini di dalam
perintisan banyak masalah yang terjadi kepada seorang perintis karena

2
kebanyakan seorang perintis tidak memikirkan sebab akibat dari apa yang
mereka ambil dimana sebelum seorang perintis benar-benar memilih untuk
melakukan perintisan seorang perintis haru terlebih dahulu benar-benar
mengerti panggilannya, karena menjadi seorang perintis itu tidak mudah
seperti yang kita banyangkan di dalam perintisan sering terjadi penolakan,
penganiayaan dan banyak hal yang akan dihadapi oleh seorang perintis.
Karena itu seorang perintis di tuntut untuk menjadi teladan dalam banyak
hal yaitu: dalam spiritualitas, kasih, dan banyak hal lainnya.
Peran seorang pemimpin itu harus dapat membawa pengikutnya
membawa tujuan yang diimpikan selain itu seorang pemimpin juga
memiliki kapasitas untuk memberikan pengaruh, menjangkau ke luar karena
seorang pemimpin adalah individu yang secara utuh singifikan
mempengaruhi pikiran dan perilaku orang lain, bukan melalui paksaan,
melainkan melalui persuasi. Bahaya dalam kepemimpinan terbuka lebar
ketika pemimpin menjadi simbol Yang diangung-agungkan, dan
menggunakan kekuasaannya dengan sewenang-wenang, itulah sebabnya
dibutuhkan kepemimpinan hamba Tuhan yang memiliki spiritualitas yang
baik dan memberikan teladan kasih dalam kehidupan sehari-hari, Karena
kita tahu sekarng bahwa dunia mengalami krisis karakter pada sebagian
besar manusia akhir-akhir ini telah memunculkan harapan besar hadirnya
pribadi-pribadi yang berkarakter dan memiliki spiritualitas yang unggul,
yang dimaksud unggul adalah sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang
yang telah mengamai perubahan dan berdampak positif bagi orang. Dampak
itu secara nyata memengaruhi relasinya dengan Allah, sesama, dan dunia. 1
Selain itu juga seorang perintis harus dapat memberitakan kehadiran injil
ditengah-tengah kehidupan manusia karena sangat menarik, karena manusia
dengan segala kompleksitas kebutuhannya ternyata membutuhkan sesuatu
yang dapat memberikan jawaban secara utuh tentang kebutuhan spiritual.
Melalui pemberitaan Injil yang diberitakan oleh seorang perintis karena itu
akan menjawab kebutuhan-kebutuhan tersebut. Bahkan Injil mampu
memberikan dampak yang sangat signifikan bagi setiap orang yang mau
menerimanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk dapat melihat betapa

1
David Eko Setiawan, “Kelahiran Baru Di Dalam Kristus Sebagai Titik Awal
Pendidikan Karakter Unggul,” Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga
Jemaat 3, no. 2 (2019): 154.
3
pentingnya kasih dalam spiritualitas seorang perintis dan memberikan
dampak yang baik bagi setiap hamba Tuhan di masa kini.2

Metode Penelitian
Metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian ini mengunakan metode studi literatur. Peneliti berusaha
menjawab permasalahan penelitian dengan mencari sumber-sumber literatur
yang berkorelasi dengan masalah penelitian. Sumber-sumber tersebut adalah
buku-buku teks. Pendekatan tematis digunakan untuk memahami korelasi
kasih dalam spritualitas perintis jemaat. Kemudia peneliti mengalisis
sumber-sumber yang terkain dengan menggunakan analisis dokumen atau
analisis yang merupakan kajian yang menitik beratkan interpretasi bahan
tertulis berdasarkan konteksnya untuk mendapatkan jawaban atas
permasalahan penelitian. Peneliti juga mancermati beberapa teks Alkitab
perjanjian baru yang membahas tentang perintisan jemaat dan kehidupan
spiritualitas manusia. Selanjutnya peneliti mendeskripsikan hasil analisis
tersebut sehingga menjadi uraian yang terperinci dan mendalam.

Pembahasan
Definisi Kasih
Kasih adalah terjemahan kata Ibrani ahev amat luas pemakaiannya
dan merupakan kata umum dengan beragam makna sesuai kadarnya. Kata
ibrani lainnya adalah dod dan ra’ya kasih asmara dan objeknya wanita, khas
dalam kidung Agung, yadad (Mzm 127:2), khasyaq (Mzm91:14), khavav
(hanay di Ul 33:3), ‘agav (Yer 4:30, para pencipta) dan rakham (Mzm
81:1). Kasih dalam Perjanjian Lama, apakah yang insani atau yang ilahi,
adalah ungkapan yang spaling dalam ddari kepribadian sekaligus hubungan
pribadi paling akrab dan dekat. Dalam arti nonagamawi ‘ahev adalah kata
yang paling umumdigunakan untuk mengambarkan dorongan yang
dirasakan oleh dua insani beda jenis kelamin, yang di dalamnya tidak ada
rasa pengekangan atau rasa najis (lihat Kidung Agung untuk pengungkapan
yang paling halus). Kata ini juga di gunakan untuk hubungan-hubungan
pribadi (Kej 22:2, 37:3) dan sub pribadi (Ams 20:13), memperoleh objek
yang membangkitkan hasrat (Kej 27:4), atau dalam hal pribadi untuk
2
David Eko Setiawan, “Dampak Injil Bagi Transformasi Spiritual Dan Sosial,”
BIA’: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual 2, no. 1 (2019): 83–93.
4
melakukan pengorbanan diri demi kebaikan orang yang dikasihi (Im 19:18-
34), dan ketaatan yang tulus (1Sam 20:17-42).
Dan kata paling umum untuk semua bentuk kasih dalam Perjanjian
Baru adalah agape, agapao. Kata ini jarang dipakai bahasa Yunani klasik.
Dalam pemunculannya, yang begutu sedikit, kata ini berarti kasih yang
paling tinggi dan paling mulia, yang melihat suatu nilai tidak terbalas pada
objek kasihnya. Pengunaannya dalam Perjanjian Baru tidak langsung
berasal dari bahasa Yunani klasik, tapi lebih cenderung dari LXX, yang
menerjemahkan 95% kasih dalam bahasa Ibrani dengan kata itu, dan
menggunakannya untuk menggambarkan kasih Allah kepada manusia, kasih
manusia kepada Allah, dan kasih manusia kepada sesamanya. Keagungan
yang dikandung kata itu dalam Perjanjian Baru dilatarbelakangi
penggunaannya sebagai alat penyataan Perjanjian Lama. Kata ini dipenuhi
makna sesuai yang terkandung dalam Perjanjian Lama.
Fileo adalah pilihan lain ganti agapao. Kata ini digunakan untuk
menggambarkan kasih yang akrab (Yoh 11:3, 36; Why 3:19), dan kesukaan
untuk melakukan hal-hal yang menggembirakan (Mat 6:5), walaupun
pemakaian kedua kata ini sering tumpang-tindih. Banyak penafsiran tentang
Yoh 21:15-17 megetengahkan kecenderungan Petrus sengaja menggunakan
kata filo se, dan ragu menggunakan agapao se. sulit dimengerti mengapa
penulis dalam bahasa Yunani sederhana seperti Yohanes, menggunakan
kedua kata itu dalam konteks ini, kecuali ia hendak menekankan perbedaan
artinya. Tapi para ahli sungguh-sungguh mempersoalkan ada tidaknya
berbedaan arti yang jelas antara kedua kata itu. Perbedaan ini tidak dicatat
oleh penafsir zaman kuno, kecuali mungkin oleh Ambrosius (On Luke 10.
176) dan dalam vulgata, yang untuk ayat ini mengunakan kata diligo dan
amo menerjemahkan agapao dan filo (B.B Warfield, ‘The Terminology of
Love in the New Testement’ PTR 16, 1918; J.H Bernard, St.John, IC, 2,
1928, hlm 701.3

Definisi Spiritualitas
Ditinjau secara etimologi, kata spritualitas berasal dari kata spirit
yang diturunkan dari bahasa latin spiritus yang berarti nafas (breath),
keteguhan hati (courage), kekuatan (virgo), jiwa (soul), dan hidup (life).
Mengatakan bahwa spiritualitas berhubungan dengan emosi atau perilaku
dan sikap tertentu dari seorang individu. Spiritualitas merupakan suatu
3
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Yayasan Komunikasi Buna Kasih/ OMF, 1992).
5
penghayatan iman yang didalamnya tidak hanya menyangkut suatu
pengalaman, tetapi sekaligus sebuah praktik beriman. Sehubungan dengan
spiritualitas Kristen. Mendefinisikan sikapnya sebagai keberadaan seorang
yang tahu bagaimana ia seharusnya berelasi dengan sesama, diri sendiri, dan
ciptaan lain, serta hidup berdasarkan pengetahuan tersebut.
Akhirnya spiritualitas dalam tulisan ini dapat didefinisikan sebagai
pengalaman hidup individu sebagai pengalaman hidup individu yang
terhubung dengan Kristus yang dinyatakan dalam pikiran, perasaan da
kehendak serta wujud dalam sikap hidup sehari-hari. Sikap hidup tersebut
merupakan suatu penghayatan iman yang melibatkan relasi dengan Allah,
diri sendiri dan sesama.4 Istilah spiritualitas lebih tepat karena menunjukan
kepada spirit atau semangat hidup yang diperoleh dalam perjumpaat dengan
Tuhan. Spirit ini memengaruhi dan mengalir dalam seluruh aspek kehidupan
manusia dan memampukan manusia untuk hidup dan berjuang di tengah-
tengan kenyataan. Selain itu spiritualitas Juga dapat digambarkan sebagai
suatu gerakan pergi pulang. Yang dimaksudkan dengan gerak pergi ialah
pergi dari tengah-tengah kehidupan yang ramai, menarik diri, mencari
keheningan dan hadirat Tuhan. Kemudian yang dimaksudkan dengan gerak
pulang ialah kembali ke tengah-tengah kehidupan yang ramaiuntuk
melaksanakan tugas panggilan. 5 Sungguhnya spiritualitas adalah hal-hal
yang berkaitan dengan roh dan jiwa kita sendiri. Walaupun bagian-bagian
ini bersifat nonfisik dan tidak dapat dikenal oleh kelima indara fisik kita dan
semua latihan, pelajaran dan sebagainya yang berkaitan dengan dengan roh
dan jiwa kita juga dapat dikatakan sebagai hal spiritual. 6 Demikian juga
spiritualitas merupakan sebuah istilah yang sangat umum dan dipergunakan
untuk segala keperluan. Spiritualitas adalah kualitas hidup seseorang
sebagai hasil dari kedalaman pemahaman tentang Allah secara utuh.
Spiritualitas juga adalahgaya hidup sehari-hari yang merupakan buah dari
hubungan kita dengan Yesus, kedekatan atau keakraban hubungan kita
dengan Yesus secara transeden yang ditampakan dalam sikap hidup kita

4
David Eko Setiawan and Anton Ishariyono, “THE ESSENSE OF
SPIRITUALITY OF CHRIST SERVANT AND ITS IMPLICATION FOR THE
SERVANT OF GOD TODAY” 2 (2020).
5
Widi Artanto, Gereja Dan Misi-Nya, ed. Yayasab Taman Pustaka Indonesia and
Kristen (Yogyakarta, 2015).
6
Irmansyah M.Sc Effendi, Spiritualitas (Jakarta: PT Granmedia Pustaka Utama,
2019).
6
terhadap orang-orang yang adalah imanensi atau perwujudan kehadiran
Yesus.7

Definisi Hamba Tuhan


Pemimpin adalah seorang yang dipanggil, dipersiapkan, diberi
kapasitas oleh Allah untuk melaksanankan Misi-Nya dan melayani-Nya
dengaan pengabdian diri. Pemimpin di era yang berubah melakukan
berbagai pendekatan: spiritual, edukatif, integritas, azas manfaat,
humanistik. Melakukan tugas kepemimpinan pada dasarnya merupakan
responsnya untuk mewujudkan rencana-Nya yang dikerjakan dengan
sungguh-sungguh melalui pendekatan yang cocok. Kata pemimpin merujuk
kepada sosok pribadi yang menduduki suatu posisi dan melakukan
perkerjaan memimpin. Kepemimpinan lebih merujuk kepada fungsi dan
tanggung jawab dari seorang pemimpin. Seorang pemimpin bisa
melaksanakan tugas kepemimpinanya dengan maksimal apabila ia memiliki
pengikut yang rela hati untuk dipimpin.8 Demikian dengan Hamba Tuhan
adalah orang yang dipanggil untuk mengembalakan domba-dombanya.

Integritas Seorang Perintis


Secara panjang lebar Jonh C. Maxweel yang menempatkan integritas
sebagai faktor paling penting bagi seseorang ialah: pertama, Integritas
adalah dasar kepercayaan. Pengaruh kehidupan mengalir melalui
kepercayaan. Kedua, Integritas mempunyai nilai pengaruh yang tinggi.
Penelitian menunjukan bahwa integritas adalah kwalitas manusia yang
paling diperlukan bagi sukses dalam pelayanan. Ketiga, Integritas adalah
ukuran dari standar yang tinggi. Standar pemimpin harus lebih tinggi dari
pada pengikutnya. Kalau watak seorang pemimpin rendah, maka standar
kepemimpinan itu pasti rendah pula. Keempat, Integritas menghasilkan
reputasi yang kuat, tidak pernah mengecewakan. Kelima, Integritas adalah
keteladanan yang harus dimulai dari diri yang akan mengalir dan menular
kepada orang lain. Keenan, Integritas lebih dari kepintaran dan kemampuan,

7
Manuela Barreto, “Tinjauan Spiritualitas Terhadap Pendangan Jemaat Tentang
Peran Pendeta Di GPIB Jemaat Sion Banyumanik” 712012041 (2017): 1–14.
8
Hannas Hannas and Rinawaty Rinawaty, “Kepemimpinan Hamba Tuhan
Menurut Matius 20:25-28,” Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga
Jemaat 3, no. 2 (2019): 208.
7
meskipun semua itu diperlukan. Ketujuh, Integritas adalah prestasi yang
dicapai dengan susuh payah, bukan dengan bermasa bodoh.9
Perintisan jemaat pada masa kini sangat ditentukan oleh seorang
perintis yang profesional dan juga kualitas spiritual yang layak diteladani
karena secara tidak langsung seorang perintis adalah sosok pemimpin yang
menjadi teladan bagi petobat baru. Seorang perintis yang ingin mencapai
keberhasilan dalam pelayanan harus memiliki integritas yang baik dan dapat
menjadi teladan bagi petobat baru yang di bimbing. Karena integritas
menjadi modal sangat pentingdalam perwujudan kepemimpinan etis, suatu
kepemimpinan yang selalu menggunakan pertimbangan-pertimbangan etis
dalam setia kebijakan, keputusan ataupun tindakan yang diammbilnya.
Kehidupan yang berintegritas bersumber dari kedewasaan rohani.
Kehidupan yang berintegritas adalah kehidupan dalam segala aspeknya
memilki beragam variasi yang berjalan dengan harmonis sehingga menjadi
satu kesatuan yang intinya adalah moralitas. Integritas seorang perintis
meliputi:
Ketulusan Hati
Seorang perintis yang berhasil adalah seorang pemimpin yang
memiliki ketulusan hati atau motivasi yang benar di hadapan Allah.
Motivasi yang salah dalam pelayanan akan merusak moralitas setiap
pemimpin, dan hal ini sangat bertentangan dengan kehendak Allah yang
menginginkan setiap manusia memiliki ketulusan hati terutama bagi
perintis. Ketulusan hati seorang perintis terlihat dari:
Kesetiaan
Seorang perintis yang berjalan di dalam kehendak Tuhan utuk
menggenapi visi dan misi dalam mencapai keberhasilan dalam merintis,
akan rela meninggalkan semua agenda pribadi dan menerima agenda Tuhan
dalah hiupnya dengan penuh kesetiaan. Ini menunjukan bahwa kesetiaan
seorang perintis ditentukan oleh kemampuan untuk bargantung kepada
rencana dan kehendak Tuhan.10
Kejujuran
Sebelum membahas tentang kepemimpinan yang jujur sebaiknya
dimengerti terlebih dahulu kata jujur, jujur berarti: lurus hati tidak
9
Peter Anggu, “Integritas Diri Sebagai Karakter Pelayan Tuhan,” Jurnal Jaffray 3,
no. 1 (2005): 55.
10
Arozatulo Telaumbanua, “Peran Gembala Sidang Sebagai Pendidik Dalam
Pertumbuhan Rohani Jemaat,” FIDEI: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika 2, no. 2
(2019): 362–387.
8
berbohong, tidak curangdan tulus, iklas. Kejujuran mempunyai hubungan
yang erat dengan integritas seseorang apalagi seorang pemimpin Kristen.
Fred Smith berkata, “Integritas dimulai dengan motivasi”. Kejujuran tidak
dapat dipisahkan dari diri seorang pemimpin Kristen dan Integritas secara
utuh dari seorang pemimpin Kristen saat ini sangat dibutuhkan. Semikian
juga seorang Perintis harus jujur dalam melaksanakan tugas dan perannya.
Karena seorang perintis yang professional harus memiliki keterampilan
dalam mendampingi untuk lebih maksimal dalam menjalankan tugas.11
Kerendahan Hati
Kerendahan hati merupakan teladan Yesus yang harus dilakukan
oleh setiap orang percaya. Setiap perintis harus memiliki sifat rendah hati
seperti yang dimiliki oleh Yesus, sehingga pelayanan yang dilakukannya
dapat berhasil
Ketaatan
Ketaatan merupakan salah satu bagian dari integritas yang dilakukan
oleh setiap orang percaya, terutama bagi perintis yang diberi tanggung
jawab untuk membimbing petobat baru. Dalam kesetiaan, seorang perintis
akan membimbing, sehingga kerohanian petobat baru dapat bertumbuh
secara maksimal. Kesetiaan petobat baru juga menjadi nyata dalam
pertumbuhan rohani mereka.
Dapat Dipercaya
Seorang pemimpin yang dapat dipercaya adalah seorang pemimpin
yang berintegritas dikarenakan telah teruji dalam menghadapi bermacam-
macam tantangan. Perintisan sangat membutuhkan pemimpin-pemimpin
yang memiliki integritas khususnya berkaitan dengan kepercayaan. Seperti
dalam nasehat Paulus kepada Timotius “Awasilah dirimu sendiri dan
awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat
demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang
mendengar engkau (1 Timotius 4:15)”. Paulus berpesan agar Timotius
senantiasa mendapat kepercayaan dalam perintisan.
Konsisten
Konsisten adalah kesesuaian antara setiap perkataan yang
disampaikan dengan setiap perbuatan yang dilakukan harus susai dengan
Kebenaran Firman Tuhan yaitu doktrin-doktrin yang benar dalam Alkitab.
Menjadi Teladan
11
Hannas and Rinawaty, “Kepemimpinan Hamba Tuhan Menurut Matius 20:25-
28.”
9
Seoran perintis yang menjadi pemimpin rohani, harus dapat
diteladani melalui sikap hidup dan perkataan karena kehidupan seoran
pemimpin selalu disoroti dalam segala arah. Seorang perintis sebagai
pembimbing harus mampu menjadi teladan bagi petobat baru. Sebab hal
yang Tuhan gunakan adalah teladan hidup karena itu setiap perintis harus
dapat menjadi teladan dalam segala aspek kehidupannya. Karena seorang
pemimpin yang memberi teladan yang sama seperti dilakukan Kristus, ia
akan dikasihi dan dihormati, karena ada kekuatan didalam teladan yang
baik.12 Dalam hal ini integritas sangat penting dimiliki oleh seorang perintis
atau hamba Tuhan.

Signifikansi Kasih dalam Spritualitas Perintis


Menjadi seorang perintis itu membutuhkan suatu pertumbuhan itu
sendiri bukanlah spiritualitas, namun kehidupan spiritual membawa
seseorang kedalam proses pertumbuhan, dan Tuhan terlibat dalam proses
ini. Oleh karena itu, pertumbuhan spiritual menjadi nyata ketika seseorang
didorong oleh sebuah kerinduan yang mendalam agar kehendak Tuhan itu
menjadi nyata dalam kehidupannya. Pertumbuhan spiritual itu
membutuhkan suatu proses yang sangat panjang dan bahkan bisa bertahun-
tahun.
Rick Warren dalam bukunya yang menjadi best seller di tahun 1995
berjudul Purpose Driven Church memberikan beberapa prinsip
pertumbuhan atau perksmbangan spiritual yaitu:
a. Pertumbuhan spiritual harus dipupuk, untuk berkembang
dibutuhkan komitmen dan usaha untuk tumbuh (Ibrani 5:12).
b. Pertumbuhan spiritual itu sederhana, setiap orang percaya dapat
bertumbuh dan menajdi dewasa secara spiritual, kalau mereka
mau memelihara hidup spiritualnya.
c. Pertumbuhan spiritual adalah proses yang membutuhkan waktu.
Ini adalah perjalanan seumur hidup.
d. Pertumbuhan spiritual lebih dimanifestasikan lewat karakter dari
pada lewat iman.
e. Pertumbuhan spiritual membutuhkan orang lain untuk berbagi
dan membantu mereka untuk tumbuh.
12
Leroy Eims, 12 Ciri Kepemimpinan Yang Efektif (Bandung: Yayasa Kelam
Hidup, 1994).
10
f. Pertumbuhan spiritual membutuhkan pengalaman spiritual
bersama dengan Allah yang menghasilkan kedewasaan spiritual.
Hal ini sangat penting, karena itu merupakan suatu formasi spiritual
yang bertujuan agar setiap orang orang percaya dapat bertumbuh dalam
kehidupan spiritual. Pertumbuhan spiritual ini dapat tercapai apabila mereka
bertekun dalam membaca dan merenungkan Firman Tuhan, nerdoa, dan
mengekspresikan iman dalam kehidupan sehari-hari seperti menjadi teladan
dalam spiritualitas dan kasih sehingga dapat menjadi seperti Kristus, dan
tumbuh dalam segala hal kearah Dia Yaitu Yesus yang adalah Bapa yang
berkuasa.13 Kasih adalah sebagai karakteristik dari pemimpin pelayan yang
paling mendasar atau paling utama, dan diakhiri dengan pelayanan. Jadi
model yang ini sesuai dengan ajaran Yesus, yaitu hukum yang kedua, yang
sama pentingnya dengan hukum yang terutama, adalah mengasihi sesama
manusia. Sebagai orang yang mengasihi sesama manusia, maka dalam diri
orang tersebut akan timbul keinginan melayani sesama dengan baik dan
penuh kasih. Demikian juga sebagai seorang perintis atau sebagai pelopor
dalam pelayanan harus selalu mengasihi orang-orang yang ada disekitar
mereka baik mereka yang sudah percaya maupun yang belum percaya
karena seorang perintis adalah wakil Allah untuk menjangkau orang-orang
disekitar mereka dengan memberikan teldan kasih dalam spritualitas
seorang perintis.
Dalam perintisan seorang perintis harus mempunyai teladan kasih
yang berasal dari Yesus kristus mengapa karena salah satu kebutuhan
manusia adalah dikasihi atau dicintai. Kasih atau cinta dapat memberikan
dorongan yang kuat pada diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Jadi
pemimpin pelayanan juga perlu kasih atau cinta. Kasih atau cinta sejati
adalah memperhatikan kebahagian orang lain tanpa memikirkan apa yang
akan kita dapatkan untuk diri sendiri, sedangkan kasih atau cinta yang palsu
adalah mencari pujian, kekuasaan, kesenangan, dan keamanan pribadi atau
diri sendiri. Menurut Rome (Anne, S. and Depres, S. 2008) ada beberapa
prinsif untuk menjadi pemimpin yang efektif yaitu: Apa yang banyak
dibutuhkan oleh semua orang adalah merasa dikasihi. Orang berperilaku
buruk karena mereka tidak merasa dikasihi. Ketika saya frustasi atau marah,
saya salah (seorang yang sedang marah tidak dapat mengasihi, tidak dapat
menjadi pemimpin yang baik, dan tidak produktif). Saya tidak dapat
13
Alfius Areng Mutak, “Formasi Spiritualitas Sarana Menuju Kedewasaan
Spiritualitas,” Jurnal Theologia Aletheia Vol. 20 No (2018): 4.
11
memberi sesuatu yang tidak saya miliki, jadi saya harus menemukan kasih
sejati saya. Orang butuh dikasihi dan dihajar. Setelah orang dikasihi dan
dihajar, mereka perlu mengasihi dan mengajarkannya kembali. Orang
merasa paling berbahagia dan sangat produktif ketika mereka bertanggung
jawab (pada saat seseorang dianggap bertanggung jawab, rajin tekun, dan
secara aktif dilibatkan. Orang paling bahagia dan sangat produktif saat
mereka dikasihi.
Sebetulnya dasar dari konsep kepemimpinan seorang pelayan Tuhan,
adalah konsep kasih atau cinta kepada sesama, khususnya kepada orang
yang belum mengenal kasih Kristus. Hal ini perlu ditumbuhkan pada para
pemimpin, agar seorang pemimpin mampu menumbuhkan potensi atau
kerohanian yang ada pada orang yang baru mengenal atau menerima Kristus
dalam hidupnya dengan lebih bai lagi, yaitu dengan mengasihi,
mengembangkan, dan melayani orang-orang lain yang belum percaya
kepada Kristus serta mengajar mereka untuk kembali mengasihi orang lain
dan mau mengembangkan serta melayani orang lain dengan baik lagi.14
Yesus berkata bahwa kita harus saling sebagaimana Dia mengasihi
kita dengan cara mengurbankan diri. Secara khusus Dian mengatakan
bahwa hanya mengasihi orang yang mengasihi kita tidaklah cukup baik,
bahkan orang yang tidak percaya pun melakukan hal yang sama (Matius
5:46). Bahkan pada pada Perjanjian Baru, orang-orang yang tidak mengenal
Allah juga melakukan hal yang sama dengan orang-oeang modern sekarang
ini, yaitu kasih yang hanya untuk memuaskan diri sendiri. Kasih yang
berkurban adalah kasih ketika sya menyerahkan hidup saya untuk melayani
orang lain. Kasih yang radikal. Kasih tanpa batas. Kepada kasih yang seperti
inilah Yesus memanggil kita, saat Dia mengatakan bahwa orang-orang yang
rela kehilangan nyawamereka, tetapi pada akhirnya akan menyelamatkan
nyawanya. Kemudia Dia akan memberi kita tubuh Kristus sebagai tempat
kita menghidupi hidup seperti ini. Kita akan terus merasa bahwa hal-hal lain
lebih penting dari pada hal-hal rohani dan kita tidak akan mau mengizinkan
Allah dan umat-Nya mendapatkan waktu dan masuk ke hati kita melebihi
tingkat yang sewajarnya, sampai kita sudah menerima sisi relasional dan
spiritual dari kehidupan, Yaitu kasih kepada Allah dan kepada sesama
manusia adalah pemenuhan dan kepuasan tertinggi dalam kehidupan kita.15

Maria Marianti, “Nilai-Nilai Kristiani Dalam Kepemimpinan Pelayan,” Bina


14

Ekonomi 15, no. 1 (2011).


12
Kata gerakan artinya sebagai perbuatan atau keadaan bergerak,
usaha atau kegiatan di lapangan sosial. Istilah “perintis, dari kata rintis
artinya: jalan kecil atau setapak. Rintisan berarti usaha yang pertama kali
dilakukan atau dikerjakan, dengan kata lain merintis adalah membuka jalan
kecil dan mengerjakan untuk pertama sekali. Perintis adalah orang yang
melopori atau memulai usaha kecil. Menurut David Ariono, perintisan
adalah: “membangun sesuatu bukan di atas dasar yang diletakan orang lain”.
Jadi, istilah gerakan perintisan jemaat-jemaat memiliki pengertian
bagaimanan agar jemaat mampu untuk dapat melakukan, mempelopori atau
memulai perintisan jemaat yang baru untuk mengembangkan sebuah gereja.
Dalam perkembangan atau pertumbuhan gereja menggambarkan bahwa
jemaat tidak statis tetapi menunjukan sikaf aktif dalam menjalankan fungsi
berdasarkan tugas masing-masing.
Definisi sederhana dan ringkas dari gerakan perintisan jemaat-jemaat
adalah: peningkatan yang cepat dan ensponensial dari tindakan perintis
jemaat-jemaat yang dikerjakan oleh jemaat-jemaat indigenos di dalam suku
atau golongan populasi tertentu.
Pertama peningkatan itu bersifat eksonensial. Ini berarti,
pertambahan jumlah gereja demi gereja bukan sekedar pertumbuhan
kenaikan deret angka biasa, yaitu pertambahan satu atau dua gereja setiap
tahun.sebaliknya, ia berlipatganda dalam deret bilangan berpangkat, dua
gereja menjadi empat, empat menjadi enam belas dan seterusnya. Searah
dengan itu Larry Stockstill mengatakan, pelipagandaan jemaat secara
eksponen hanya mungkin terjadi bila jemaat-jemaat yang baru mulai,
dibangun oleh jemaat itu sendiri, bukan oleh perintis atau profesional atau
misionaris-misionaris. Kedua, semuanya adalah jemaat-jemaat asli. Artinya,
jemaat-jemaat itu dilahirkan dari dalam dan bukan dari luar. Ini bukan
berarti bahwa Injil dapat memancar secara naluriah dari dalam suatu suku.
Injil selalu berasal luar suatu suku; dan ini adalah tugas seorang misionaris.
Gerekan perintisan jemaat lebih dari sebuah kebangunan rohani yang terjadi
dalam jemaat-jemaat yang bukan jemaat baru. Terjadinya kebangunan-
kebangunan rohani sangat diharapkan, tetai itu juga bukalah gerekan
perintisan jemaat. Kebaktian-kebaktian pennginjilan dan program-program
kesaksian memang bisa membawa ribuan orang kepada Kristus, dan tentu
saja itu hal yang menakjubkan, tetapi itu tidak sama dengan gerakan
15
Dennis Mccallum, Gereja Yang Mengagungkan Sesuai Pola Perjanjian Baru
(Yogyakarta: ANDI, 2018).
13
perintisan jemaat. Gerekan perintisan jemaat memperlihkan bagaimana
jemaat-jemaat dengan cepat melahirkan jemaat lain. Dengan demikian,
sebuah gerakan perintisan jemaat terjadi ketika visi jemaat melahirkan
jemaat menjalar dari para misionaris dan para perintis jemaat profesional
kepada jemaat-jemaat itu sendiri, sehingga melalui sifat dan dasarnya
mereka memenangkan jiwa yang terhilang dan bereproduksi sendiri.16
Dalam 1 Yohanes 4:7-8 dikatakan barangsiapa yang mempunyai
kasih ia berasal dari pada Allah, karena Allah kasih adanya. Allah juga
memberikan hidup yang penuh dengan kasih-Nya pada umat yang percaya,
jadi setiap orang Kristen mempunyai potensi kasih dalam hidupnya. Ketika
Roh Kudus mencurahkan kasih pada orang Kristen, maka mereka dapat
mengambil teladan Kristus tidak dipengaruhi oleh keadaan objektif,
mengasihi orang-orang yang sebenarnya tidak ada hubungannya apa-apa
dengan merek, dorongan kasih ini meminta merekamengabarkan injil pada
orang-orang yang mereka tidak kenal. Kasih ini dapat membantu mereka
memaafkan musuh, berdoa bagi orang yang menganiaya mereka, rela mati
bagi orang yang tidak benar. Kasih ini megajar orang Kristen taat pada
kehendak dan panggilan Tuhan, mengabarkan injil ke tempat yang jauh
sulit. Ini semua adalah penyaluran potensi kasih yang tidak dapat dinilai.
Dalam perintisan jemaat seorang perintis harus mengerti konteks dimana
seoran perintis akan melakukan perintisan, harus mengerti prinsip-prinsip
apa yang di pakai atau di pegang oleh seorang perinti, juga harus mengerti
strategi-strateg apa yang haru digunakan dalam perintisan, terlebih lagi
seoran perintis harus melihat hasil-hasi yang di dapat dari perintisan itu.
Hal-hal itulah yang perlu dilakukan dan di perhatikan oleh seorang perintis
karena dalam melakukan perintisan itu tidak sembarangan dan tidak
semudah yang kita pikirkan. Seorang perintis harus mengalami salib dalam
kehidupannya karena di dalam salib seorang perintis akan mendapatkan
kekuatan dalam Allah, akan mendapat tempat pertukaran dan akan
mendapat jaminan kebebasan dari kutuk karena Kristus telah menebus
setiap orang percaya dan terlebih lagi akan mendapat tempat kedamaina di
dalam kehidupan ini dengan hidup di dalam Tuhan.17
16
Elisa Tembay and Febriaman Lalaziduhu Harefa, “STT Ebenhaezer Gerakan
Perintisan Jemaat Dalam Kisah Para Rasul Bagi Pengembangan Gereja Masa Kini” 5368
(2017): 23–47.
17
David Eko Setiawan and Dwiati Yulianingsih, “Signifikansi Salib Bagi
Kehidupan Manusia Dalam Teologi Paulus,” FIDEI: Jurnal Teologi Sistematika dan
Praktika 2, no. 2 (2019): 227–246.
14
Ada suatu prinsip yang patut diperhatikan dan dijanlankan oleh
seorang perintis adalah mengetahui karunia-karunia yang diberikan untuk
pembangunan perintisan. Karena pembangunan itu meliputi pertumbuhan,
pengembangan, dan perluasan, kita harus peduli akan rencana Tuhan dan
prinsip-prinsip-Nya untuk memperluas dan mengembangkan jemaat. Karena
jemaat adalah sebuah kesatuan dibumi saat ini dan melaluinya Tuhan ingin
penyebaran iman Kristen. Setiap perintis harus selalu peduli akan
penyebaran iman dengan menjangkau orang baru, mengembangkan jemaat
itu sendiri, dan dapat mendirikan jemaat-jemaat. Karunia-karunia itu akan
bertumbuh jika digunakan dengan baik oleh seorang perintis atau hamba
Tuhan.18

Implementasi bagi Hamba Tuhan Masa Kini


Bagaimanakah implikasi spiritualitas seorang perintis kepada hamba
Tuhan masa kin? Berdasarkan pernyataan Anggu bahwa segala ajaran
tentang pribadi dan karakter Kristen terdapat dalam Galatia 5:22, 23, 25
maka bagian tersebut dapat menjadi rujukan untuk dapat mengerti
bagaimanakah seharusnya spiritualitas pelayan Kristus masa kini. Pendapat
ini rupanya selaras dengan definisi spiritualitas Kristen yang diungkapkan
oleh Tanja sebagai sebuah sikap yang berbuahkan kasih, sukacita, damai
sejahtera, kesabaran, kemuraha, kebaikan, kesukaan, kelemahlembutan, dan
penguasaan diri. Dari sini tampak bahwa keduanya saling terkait satu
dengan yang lain. Sehingga melalui Galatia 5:22-23, implikasinya
spiritualitas pelayan Kristus masa kini dapat didefinisikan.
Adapun implikasi dari spiritualitas pelayan Kristus adalah sebagai
berikut, pertama sikap hidup yang mengamalkan kasih. Kasih yang
diamalkan itu adalah agape. Karena agape adalah jenis kasih yang berbeda
dengan jenis yang lain. Barclay menjelaskan adanya empat kata di dalam
bahasa Yunani yang merujuk pada kasih, pertama eros adalah cinta birahi
antara pria dan wanita. Kedua filia adalah kasih yang memberikan
kehangatan kepada orang yang paling dekat dan dikasihi. Ketiga, storge
yang lebih tepatnya diterjemahkan sebagai kasih sayang dalam hubungan
antara orang tua dan anak-anak. Keempat, agape yang berarti kebajikan
yang tidak dapat dilawan. Pada dasarnya agape merupakan kata benda yang
berasal dari kata kerja agapao. Agape merupakan jenis kasih yang di
dalamnya terdapat upaya yang disengaja untuk dilakukan tanpa ada maksud
18
William MacDonald, Gereja Berhasil (Jakarta: Sastra Hidup Indonesia, 2013).
15
jahat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain yang mungkin malah
bermaksud jahat. Bahkan, jenis kasih ini dapat memberikan dorongan untuk
menghadirkan pelayanan yang terbaik bagi orang. Sehingga tidaklah
berlebihan jika agape sering disebut kasih tanpa syarat. Mengingat
pengalamannya memerlukan pengorbanan yang sejati tanpa menuntut
belasan dari sang objek agape. Melalui agape seorang pelayan Kristus akan
lebih memaknai pelayanan yang sesunggunya. Pelayanan berarti
pengorbanan bukan tempat untuk mencari keuntungan semata. Bahkan
melalui agape, dia akan lebih meningkatkan mutu pelayanan kepada Allah
dan sesama tanpa menuntutadanya balasan apapun. Agape menolong sang
pelayan untuk menjaga kemurnian pelayanannya.19 Terlebih lagi seorang
perintis atau hamba Tuhan harus memberitakan karya peyelamatan Allah
telah diwartakan dalam perintisan karena sebagai wujud anugerah Allah
kepada manusia fakta menunjukan bahwa Universalisme keselamatan telah
mempegaruhi Kekristenan. Namun jika karya tersebtu ditolak maka akan
ada dampaknya tersendiri, maka dari itu seorang peritis bertanggung jawab
atas pemberitaan karya keselamatan Kristus kepada orang-orang yang
belum percaya atau yang belum sama sekali mengenal Allah secara
pribadi.20

Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk
membagun spiritual Kristen maka Friman Allah adalah sumber datangnya
spiritualitas tersebut yang kemudia direspon dengan baik oleh umat Allah
sehingga ia mengalami perubahan kedewasaan spiritualitas. Setelah itu
seorang perintis tersebut harus mengasihi Tuhan Yesus yang direfleksikan
di dalam kasih terhadap sesamam manusia. Selain itu, ia juga harus
mengasihi dirinya sendiri.
Spiritualitas Kristen adalah gaya hidup seorang sebagai hasil dari
kedalaman pemahamannya tentang Allah dan akibatnya dari relasi yang
benar dengan Allah. Spiritualitas Kristen mengikuti keteladanan hidup dan
pelyanan Tuhan Yesus Kristus, keteladanan Tuhan Yesus Kristus adalah
dasar konkret bagi seorang perintis untuk membagun spiritualitas mereka
19
Setiawan and Ishariyono, “THE ESSENSE OF SPIRITUALITY OF CHRIST
SERVANT AND ITS IMPLICATION FOR THE SERVANT OF GOD TODAY.”
20
David Eko Setiawan, “Refleksi Pastoral Terhadap Konsep Keselamatan Dalam
Universalisme Ditinjau Dari Soteriologi Kristen,” FIDEI: Jurnal Teologi Sistematika dan
Praktika 1, no. 2 (2018): 250–269.
16
dan kemudian mengimplikasikannya atau mewujudkan itu di berbagai
kehidupan. Untuk membangun spiritualitas yang dewasa atau untuk
mengembangkan keteladanan kasih dalam spiritualitas seorang perintis atau
hamba Tuhan memang bukan pekara mudah. Akan tetapi oleh pertolongan
Tuhan, semua umat-Nya diberi kemampuan. Di samping itu, mengingat
perilaku manusia masa kini yang semangkin memilukan hatinya Tuhan,
maka sebagai seorang perintis atau hamba Tuhan hendak dapat memberikan
warna. Membangun spiritualitas iman, kasih Kristen dalam menghadapi
ancaman mora, iman yang begitu cepat berkembang tanpa melihat status
personal.

Kepustakaan
Alfius Areng Mutak. “Formasi Spiritualitas Sarana Menuju Kedewasaan
Spiritualitas.” Jurnal Theologia Aletheia Vol. 20 No (2018): 4.
Anggu, Peter. “Integritas Diri Sebagai Karakter Pelayan Tuhan.” Jurnal
Jaffray 3, no. 1 (2005): 55.
Artanto, Widi. Gereja Dan Misi-Nya. Edited by Yayasab Taman Pustaka
Indonesia and Kristen. Yogyakarta, 2015.
Barreto, Manuela. “Tinjauan Spiritualitas Terhadap Pendangan Jemaat
Tentang Peran Pendeta Di GPIB Jemaat Sion Banyumanik” 712012041
(2017): 1–14.
Effendi, Irmansyah M.Sc. Spiritualitas. Jakarta: PT Granmedia Pustaka
Utama, 2019.
Eims, Leroy. 12 Ciri Kepemimpinan Yang Efektif. Bandung: Yayasa Kelam
Hidup, 1994.
Hannas, Hannas, and Rinawaty Rinawaty. “Kepemimpinan Hamba Tuhan
Menurut Matius 20:25-28.” Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan
Pembinaan Warga Jemaat 3, no. 2 (2019): 208.
Marianti, Maria. “Nilai-Nilai Kristiani Dalam Kepemimpinan Pelayan.”
Bina Ekonomi 15, no. 1 (2011).
Mccallum, Dennis. Gereja Yang Mengagungkan Sesuai Pola Perjanjian
Baru. Yogyakarta: ANDI, 2018.
Setiawan, David Eko. “Dampak Injil Bagi Transformasi Spiritual Dan
Sosial.” BIA’: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual 2,
no. 1 (2019): 83–93.
———. “Kelahiran Baru Di Dalam Kristus Sebagai Titik Awal Pendidikan
Karakter Unggul.” Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan
17
Warga Jemaat 3, no. 2 (2019): 154.
———. “Refleksi Pastoral Terhadap Konsep Keselamatan Dalam
Universalisme Ditinjau Dari Soteriologi Kristen.” FIDEI: Jurnal
Teologi Sistematika dan Praktika 1, no. 2 (2018): 250–269.
Setiawan, David Eko, and Anton Ishariyono. “THE ESSENSE OF
SPIRITUALITY OF CHRIST SERVANT AND ITS IMPLICATION
FOR THE SERVANT OF GOD TODAY” 2 (2020).
Setiawan, David Eko, and Dwiati Yulianingsih. “Signifikansi Salib Bagi
Kehidupan Manusia Dalam Teologi Paulus.” FIDEI: Jurnal Teologi
Sistematika dan Praktika 2, no. 2 (2019): 227–246.
Telaumbanua, Arozatulo. “Peran Gembala Sidang Sebagai Pendidik Dalam
Pertumbuhan Rohani Jemaat.” FIDEI: Jurnal Teologi Sistematika dan
Praktika 2, no. 2 (2019): 362–387.
Tembay, Elisa, and Febriaman Lalaziduhu Harefa. “STT Ebenhaezer
Gerakan Perintisan Jemaat Dalam Kisah Para Rasul Bagi
Pengembangan Gereja Masa Kini” 5368 (2017): 23–47.
William MacDonald. Gereja Berhasil. Jakarta: Sastra Hidup Indonesia,
2013.
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Yayasan Komunikasi Buna Kasih/ OMF,
1992.

18

Anda mungkin juga menyukai