Resa
Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu
resasa290796@gmail.com
Abstrak
Setiap orang percaya di panggil Allah untuk melayani. Pelayanan
merupakan bagian hidup dan kewajiban mutlak bagi setiap orang percaya.
Ketaatan dan kesetian dalam melayani Tuhan merupakan salah satu sikap
yang terpuj dari kehidupan jemaat mula-mula. Dalam situasi dan kondisi
yang sulit akibat penghabatan dan penganiayaan yang diderita, seoran
perintis tetap melakukan tanggung jawab untuk memberitakan Injil. Selain
itu setiap perintis juga harus menunjukan kasih mereka dalah hubungan
spiritualitas mereka baik kepada Allah dan sesama mereka. Peran perintis
jemaat sebagai seorang perintis dalam pertumbuhan iman seseorang untuk
dapat menerima Yesus sebagai sang juruselamat, memiliki korelasi yang
sangat signifikansi. Seorang perintis jemaat memiliki peran penting sebagai
pembina, yakni mendidik, mengajar dan membimbing petobat baru kepada
pengenalan dan pertumbuhan rohani yang baik. Melalui firman Tuhan yang
diajarkan kepada petobat baru itu. Yesus memberikan teladan bagaimana
menjadi seorang perintis jemaat yang baik di mana perintis jemaat yang baik
adalah perintis yang dapat merawat atau memlihara kawanan domba dengan
sepenuh hati bahwan rela mengorbankan nyawanya demi domba-dombanya.
Tugas perintis jemaat adalah tugas yang dipercayakan oleh Allah untuk
melaksanankan tugas sesuai dengan petunjuk dan ketetapan dari Allah
sendiri. Di ciri khas dari seorang perintis jemaat yaitu harus melayani
dengan sukarela, pengabdian diri, rendah hati dan mampu menjadi teladan
yang baik.
Abstract
Every believer is called by God to serve. Service is a part of life and
an absolute obligation for every believer. Obedience and faithfulness in
serving God is one of the praiseworthy attitudes of the life of the early
church. In the difficult situation and conditions that result from the
incarceration and persecution, a pioneer continues to carry out the
responsibility of spreading the gospel. In addition, every pioneer must also
show their love in their spiritual relationship both to God and to their
neighbors. The role of the church planter as a pioneer in the growth of
1
one's faith in accepting Jesus as the Savior has a very significant
correlation. A church planter has an important role as a coach is educating,
teaching and guiding new converts to good spiritual recognition and
growth. Through the Word of God taught to the new convert. Jesus gave an
example of how to become a good church planter where a good church
planter is a pioneer who can care for or care for the flock wholeheartedly
even willing to sacrifice his life for the sheep. The task of church planters is
the task entrusted by God to carry out tasks according to the instructions
and decrees of God Himself. The characteristics of a church planter are
voluntary service, self-dedication, humility and being able to be a good
example.
Pendahuluan
Seorang perintis memiliki tangung jawab yang sangat penting dalam
pentumbuhan rohani setiap orang yang mau mengikut Tuhan atau petobat
baru. Tanggung jawab seorang perintis dalam hal ini yang paling utama
adalah melayani petobat baru dengan memberikan teladan dan menunjukan
kasih dalam spiritualitas sehari hari. Seorang perintis menerima perintah
dari surga dan harus melakukannya, apapun yang akan terjadi, karena pada
akhirnya dia akan mempertangung jawabkannya kepada Allah. Karena itu
seorang perintis harus melayani Allah dengan sungguh-sungguh, hari demi
hari. Seorang perintis bertanggung jawab dalam hal perintisan, memelihara,
mendampingi setiap domba-domba yang dipercayakan kepadanya, baik
secara kualitas maupun kuantitas. Oleh sebab itu, peran seorang perintis
dalam perintisan adalah memimpin dan mendapingi seorang petobat baru
itu, serta memberitakan Injil dan seluruh Firman Allah.
Di samping aspek perintisan, perintis memiliki peran sebagai
seorang pendidik yang bertanggung jawab untuk mendidik, mengajar dan
membawa petobat baru kepada Tuhan untuk pertumbuhan rohani yang
maksimal dan menjadikan setiap petobat baru mengerti tentang nilai-nilai
kehidupan, sehingga kehidupan bersama segenap anggota jemaat terpelihara
dengan baik.melalui perannya sebagai pendidik, seorang perintis harus
memberikan teladan kasih dalam spiritualitas untuk kedamaian dan kasih
persatuan yang mengakibatkan setiap petobat baru semangkin mengenal
Tuhan Yesus Kristus ke arah yang sempurna, Karena pada saat ini di dalam
perintisan banyak masalah yang terjadi kepada seorang perintis karena
2
kebanyakan seorang perintis tidak memikirkan sebab akibat dari apa yang
mereka ambil dimana sebelum seorang perintis benar-benar memilih untuk
melakukan perintisan seorang perintis haru terlebih dahulu benar-benar
mengerti panggilannya, karena menjadi seorang perintis itu tidak mudah
seperti yang kita banyangkan di dalam perintisan sering terjadi penolakan,
penganiayaan dan banyak hal yang akan dihadapi oleh seorang perintis.
Karena itu seorang perintis di tuntut untuk menjadi teladan dalam banyak
hal yaitu: dalam spiritualitas, kasih, dan banyak hal lainnya.
Peran seorang pemimpin itu harus dapat membawa pengikutnya
membawa tujuan yang diimpikan selain itu seorang pemimpin juga
memiliki kapasitas untuk memberikan pengaruh, menjangkau ke luar karena
seorang pemimpin adalah individu yang secara utuh singifikan
mempengaruhi pikiran dan perilaku orang lain, bukan melalui paksaan,
melainkan melalui persuasi. Bahaya dalam kepemimpinan terbuka lebar
ketika pemimpin menjadi simbol Yang diangung-agungkan, dan
menggunakan kekuasaannya dengan sewenang-wenang, itulah sebabnya
dibutuhkan kepemimpinan hamba Tuhan yang memiliki spiritualitas yang
baik dan memberikan teladan kasih dalam kehidupan sehari-hari, Karena
kita tahu sekarng bahwa dunia mengalami krisis karakter pada sebagian
besar manusia akhir-akhir ini telah memunculkan harapan besar hadirnya
pribadi-pribadi yang berkarakter dan memiliki spiritualitas yang unggul,
yang dimaksud unggul adalah sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang
yang telah mengamai perubahan dan berdampak positif bagi orang. Dampak
itu secara nyata memengaruhi relasinya dengan Allah, sesama, dan dunia. 1
Selain itu juga seorang perintis harus dapat memberitakan kehadiran injil
ditengah-tengah kehidupan manusia karena sangat menarik, karena manusia
dengan segala kompleksitas kebutuhannya ternyata membutuhkan sesuatu
yang dapat memberikan jawaban secara utuh tentang kebutuhan spiritual.
Melalui pemberitaan Injil yang diberitakan oleh seorang perintis karena itu
akan menjawab kebutuhan-kebutuhan tersebut. Bahkan Injil mampu
memberikan dampak yang sangat signifikan bagi setiap orang yang mau
menerimanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk dapat melihat betapa
1
David Eko Setiawan, “Kelahiran Baru Di Dalam Kristus Sebagai Titik Awal
Pendidikan Karakter Unggul,” Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga
Jemaat 3, no. 2 (2019): 154.
3
pentingnya kasih dalam spiritualitas seorang perintis dan memberikan
dampak yang baik bagi setiap hamba Tuhan di masa kini.2
Metode Penelitian
Metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian ini mengunakan metode studi literatur. Peneliti berusaha
menjawab permasalahan penelitian dengan mencari sumber-sumber literatur
yang berkorelasi dengan masalah penelitian. Sumber-sumber tersebut adalah
buku-buku teks. Pendekatan tematis digunakan untuk memahami korelasi
kasih dalam spritualitas perintis jemaat. Kemudia peneliti mengalisis
sumber-sumber yang terkain dengan menggunakan analisis dokumen atau
analisis yang merupakan kajian yang menitik beratkan interpretasi bahan
tertulis berdasarkan konteksnya untuk mendapatkan jawaban atas
permasalahan penelitian. Peneliti juga mancermati beberapa teks Alkitab
perjanjian baru yang membahas tentang perintisan jemaat dan kehidupan
spiritualitas manusia. Selanjutnya peneliti mendeskripsikan hasil analisis
tersebut sehingga menjadi uraian yang terperinci dan mendalam.
Pembahasan
Definisi Kasih
Kasih adalah terjemahan kata Ibrani ahev amat luas pemakaiannya
dan merupakan kata umum dengan beragam makna sesuai kadarnya. Kata
ibrani lainnya adalah dod dan ra’ya kasih asmara dan objeknya wanita, khas
dalam kidung Agung, yadad (Mzm 127:2), khasyaq (Mzm91:14), khavav
(hanay di Ul 33:3), ‘agav (Yer 4:30, para pencipta) dan rakham (Mzm
81:1). Kasih dalam Perjanjian Lama, apakah yang insani atau yang ilahi,
adalah ungkapan yang spaling dalam ddari kepribadian sekaligus hubungan
pribadi paling akrab dan dekat. Dalam arti nonagamawi ‘ahev adalah kata
yang paling umumdigunakan untuk mengambarkan dorongan yang
dirasakan oleh dua insani beda jenis kelamin, yang di dalamnya tidak ada
rasa pengekangan atau rasa najis (lihat Kidung Agung untuk pengungkapan
yang paling halus). Kata ini juga di gunakan untuk hubungan-hubungan
pribadi (Kej 22:2, 37:3) dan sub pribadi (Ams 20:13), memperoleh objek
yang membangkitkan hasrat (Kej 27:4), atau dalam hal pribadi untuk
2
David Eko Setiawan, “Dampak Injil Bagi Transformasi Spiritual Dan Sosial,”
BIA’: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual 2, no. 1 (2019): 83–93.
4
melakukan pengorbanan diri demi kebaikan orang yang dikasihi (Im 19:18-
34), dan ketaatan yang tulus (1Sam 20:17-42).
Dan kata paling umum untuk semua bentuk kasih dalam Perjanjian
Baru adalah agape, agapao. Kata ini jarang dipakai bahasa Yunani klasik.
Dalam pemunculannya, yang begutu sedikit, kata ini berarti kasih yang
paling tinggi dan paling mulia, yang melihat suatu nilai tidak terbalas pada
objek kasihnya. Pengunaannya dalam Perjanjian Baru tidak langsung
berasal dari bahasa Yunani klasik, tapi lebih cenderung dari LXX, yang
menerjemahkan 95% kasih dalam bahasa Ibrani dengan kata itu, dan
menggunakannya untuk menggambarkan kasih Allah kepada manusia, kasih
manusia kepada Allah, dan kasih manusia kepada sesamanya. Keagungan
yang dikandung kata itu dalam Perjanjian Baru dilatarbelakangi
penggunaannya sebagai alat penyataan Perjanjian Lama. Kata ini dipenuhi
makna sesuai yang terkandung dalam Perjanjian Lama.
Fileo adalah pilihan lain ganti agapao. Kata ini digunakan untuk
menggambarkan kasih yang akrab (Yoh 11:3, 36; Why 3:19), dan kesukaan
untuk melakukan hal-hal yang menggembirakan (Mat 6:5), walaupun
pemakaian kedua kata ini sering tumpang-tindih. Banyak penafsiran tentang
Yoh 21:15-17 megetengahkan kecenderungan Petrus sengaja menggunakan
kata filo se, dan ragu menggunakan agapao se. sulit dimengerti mengapa
penulis dalam bahasa Yunani sederhana seperti Yohanes, menggunakan
kedua kata itu dalam konteks ini, kecuali ia hendak menekankan perbedaan
artinya. Tapi para ahli sungguh-sungguh mempersoalkan ada tidaknya
berbedaan arti yang jelas antara kedua kata itu. Perbedaan ini tidak dicatat
oleh penafsir zaman kuno, kecuali mungkin oleh Ambrosius (On Luke 10.
176) dan dalam vulgata, yang untuk ayat ini mengunakan kata diligo dan
amo menerjemahkan agapao dan filo (B.B Warfield, ‘The Terminology of
Love in the New Testement’ PTR 16, 1918; J.H Bernard, St.John, IC, 2,
1928, hlm 701.3
Definisi Spiritualitas
Ditinjau secara etimologi, kata spritualitas berasal dari kata spirit
yang diturunkan dari bahasa latin spiritus yang berarti nafas (breath),
keteguhan hati (courage), kekuatan (virgo), jiwa (soul), dan hidup (life).
Mengatakan bahwa spiritualitas berhubungan dengan emosi atau perilaku
dan sikap tertentu dari seorang individu. Spiritualitas merupakan suatu
3
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Yayasan Komunikasi Buna Kasih/ OMF, 1992).
5
penghayatan iman yang didalamnya tidak hanya menyangkut suatu
pengalaman, tetapi sekaligus sebuah praktik beriman. Sehubungan dengan
spiritualitas Kristen. Mendefinisikan sikapnya sebagai keberadaan seorang
yang tahu bagaimana ia seharusnya berelasi dengan sesama, diri sendiri, dan
ciptaan lain, serta hidup berdasarkan pengetahuan tersebut.
Akhirnya spiritualitas dalam tulisan ini dapat didefinisikan sebagai
pengalaman hidup individu sebagai pengalaman hidup individu yang
terhubung dengan Kristus yang dinyatakan dalam pikiran, perasaan da
kehendak serta wujud dalam sikap hidup sehari-hari. Sikap hidup tersebut
merupakan suatu penghayatan iman yang melibatkan relasi dengan Allah,
diri sendiri dan sesama.4 Istilah spiritualitas lebih tepat karena menunjukan
kepada spirit atau semangat hidup yang diperoleh dalam perjumpaat dengan
Tuhan. Spirit ini memengaruhi dan mengalir dalam seluruh aspek kehidupan
manusia dan memampukan manusia untuk hidup dan berjuang di tengah-
tengan kenyataan. Selain itu spiritualitas Juga dapat digambarkan sebagai
suatu gerakan pergi pulang. Yang dimaksudkan dengan gerak pergi ialah
pergi dari tengah-tengah kehidupan yang ramai, menarik diri, mencari
keheningan dan hadirat Tuhan. Kemudian yang dimaksudkan dengan gerak
pulang ialah kembali ke tengah-tengah kehidupan yang ramaiuntuk
melaksanakan tugas panggilan. 5 Sungguhnya spiritualitas adalah hal-hal
yang berkaitan dengan roh dan jiwa kita sendiri. Walaupun bagian-bagian
ini bersifat nonfisik dan tidak dapat dikenal oleh kelima indara fisik kita dan
semua latihan, pelajaran dan sebagainya yang berkaitan dengan dengan roh
dan jiwa kita juga dapat dikatakan sebagai hal spiritual. 6 Demikian juga
spiritualitas merupakan sebuah istilah yang sangat umum dan dipergunakan
untuk segala keperluan. Spiritualitas adalah kualitas hidup seseorang
sebagai hasil dari kedalaman pemahaman tentang Allah secara utuh.
Spiritualitas juga adalahgaya hidup sehari-hari yang merupakan buah dari
hubungan kita dengan Yesus, kedekatan atau keakraban hubungan kita
dengan Yesus secara transeden yang ditampakan dalam sikap hidup kita
4
David Eko Setiawan and Anton Ishariyono, “THE ESSENSE OF
SPIRITUALITY OF CHRIST SERVANT AND ITS IMPLICATION FOR THE
SERVANT OF GOD TODAY” 2 (2020).
5
Widi Artanto, Gereja Dan Misi-Nya, ed. Yayasab Taman Pustaka Indonesia and
Kristen (Yogyakarta, 2015).
6
Irmansyah M.Sc Effendi, Spiritualitas (Jakarta: PT Granmedia Pustaka Utama,
2019).
6
terhadap orang-orang yang adalah imanensi atau perwujudan kehadiran
Yesus.7
7
Manuela Barreto, “Tinjauan Spiritualitas Terhadap Pendangan Jemaat Tentang
Peran Pendeta Di GPIB Jemaat Sion Banyumanik” 712012041 (2017): 1–14.
8
Hannas Hannas and Rinawaty Rinawaty, “Kepemimpinan Hamba Tuhan
Menurut Matius 20:25-28,” Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga
Jemaat 3, no. 2 (2019): 208.
7
meskipun semua itu diperlukan. Ketujuh, Integritas adalah prestasi yang
dicapai dengan susuh payah, bukan dengan bermasa bodoh.9
Perintisan jemaat pada masa kini sangat ditentukan oleh seorang
perintis yang profesional dan juga kualitas spiritual yang layak diteladani
karena secara tidak langsung seorang perintis adalah sosok pemimpin yang
menjadi teladan bagi petobat baru. Seorang perintis yang ingin mencapai
keberhasilan dalam pelayanan harus memiliki integritas yang baik dan dapat
menjadi teladan bagi petobat baru yang di bimbing. Karena integritas
menjadi modal sangat pentingdalam perwujudan kepemimpinan etis, suatu
kepemimpinan yang selalu menggunakan pertimbangan-pertimbangan etis
dalam setia kebijakan, keputusan ataupun tindakan yang diammbilnya.
Kehidupan yang berintegritas bersumber dari kedewasaan rohani.
Kehidupan yang berintegritas adalah kehidupan dalam segala aspeknya
memilki beragam variasi yang berjalan dengan harmonis sehingga menjadi
satu kesatuan yang intinya adalah moralitas. Integritas seorang perintis
meliputi:
Ketulusan Hati
Seorang perintis yang berhasil adalah seorang pemimpin yang
memiliki ketulusan hati atau motivasi yang benar di hadapan Allah.
Motivasi yang salah dalam pelayanan akan merusak moralitas setiap
pemimpin, dan hal ini sangat bertentangan dengan kehendak Allah yang
menginginkan setiap manusia memiliki ketulusan hati terutama bagi
perintis. Ketulusan hati seorang perintis terlihat dari:
Kesetiaan
Seorang perintis yang berjalan di dalam kehendak Tuhan utuk
menggenapi visi dan misi dalam mencapai keberhasilan dalam merintis,
akan rela meninggalkan semua agenda pribadi dan menerima agenda Tuhan
dalah hiupnya dengan penuh kesetiaan. Ini menunjukan bahwa kesetiaan
seorang perintis ditentukan oleh kemampuan untuk bargantung kepada
rencana dan kehendak Tuhan.10
Kejujuran
Sebelum membahas tentang kepemimpinan yang jujur sebaiknya
dimengerti terlebih dahulu kata jujur, jujur berarti: lurus hati tidak
9
Peter Anggu, “Integritas Diri Sebagai Karakter Pelayan Tuhan,” Jurnal Jaffray 3,
no. 1 (2005): 55.
10
Arozatulo Telaumbanua, “Peran Gembala Sidang Sebagai Pendidik Dalam
Pertumbuhan Rohani Jemaat,” FIDEI: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika 2, no. 2
(2019): 362–387.
8
berbohong, tidak curangdan tulus, iklas. Kejujuran mempunyai hubungan
yang erat dengan integritas seseorang apalagi seorang pemimpin Kristen.
Fred Smith berkata, “Integritas dimulai dengan motivasi”. Kejujuran tidak
dapat dipisahkan dari diri seorang pemimpin Kristen dan Integritas secara
utuh dari seorang pemimpin Kristen saat ini sangat dibutuhkan. Semikian
juga seorang Perintis harus jujur dalam melaksanakan tugas dan perannya.
Karena seorang perintis yang professional harus memiliki keterampilan
dalam mendampingi untuk lebih maksimal dalam menjalankan tugas.11
Kerendahan Hati
Kerendahan hati merupakan teladan Yesus yang harus dilakukan
oleh setiap orang percaya. Setiap perintis harus memiliki sifat rendah hati
seperti yang dimiliki oleh Yesus, sehingga pelayanan yang dilakukannya
dapat berhasil
Ketaatan
Ketaatan merupakan salah satu bagian dari integritas yang dilakukan
oleh setiap orang percaya, terutama bagi perintis yang diberi tanggung
jawab untuk membimbing petobat baru. Dalam kesetiaan, seorang perintis
akan membimbing, sehingga kerohanian petobat baru dapat bertumbuh
secara maksimal. Kesetiaan petobat baru juga menjadi nyata dalam
pertumbuhan rohani mereka.
Dapat Dipercaya
Seorang pemimpin yang dapat dipercaya adalah seorang pemimpin
yang berintegritas dikarenakan telah teruji dalam menghadapi bermacam-
macam tantangan. Perintisan sangat membutuhkan pemimpin-pemimpin
yang memiliki integritas khususnya berkaitan dengan kepercayaan. Seperti
dalam nasehat Paulus kepada Timotius “Awasilah dirimu sendiri dan
awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat
demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang
mendengar engkau (1 Timotius 4:15)”. Paulus berpesan agar Timotius
senantiasa mendapat kepercayaan dalam perintisan.
Konsisten
Konsisten adalah kesesuaian antara setiap perkataan yang
disampaikan dengan setiap perbuatan yang dilakukan harus susai dengan
Kebenaran Firman Tuhan yaitu doktrin-doktrin yang benar dalam Alkitab.
Menjadi Teladan
11
Hannas and Rinawaty, “Kepemimpinan Hamba Tuhan Menurut Matius 20:25-
28.”
9
Seoran perintis yang menjadi pemimpin rohani, harus dapat
diteladani melalui sikap hidup dan perkataan karena kehidupan seoran
pemimpin selalu disoroti dalam segala arah. Seorang perintis sebagai
pembimbing harus mampu menjadi teladan bagi petobat baru. Sebab hal
yang Tuhan gunakan adalah teladan hidup karena itu setiap perintis harus
dapat menjadi teladan dalam segala aspek kehidupannya. Karena seorang
pemimpin yang memberi teladan yang sama seperti dilakukan Kristus, ia
akan dikasihi dan dihormati, karena ada kekuatan didalam teladan yang
baik.12 Dalam hal ini integritas sangat penting dimiliki oleh seorang perintis
atau hamba Tuhan.
Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk
membagun spiritual Kristen maka Friman Allah adalah sumber datangnya
spiritualitas tersebut yang kemudia direspon dengan baik oleh umat Allah
sehingga ia mengalami perubahan kedewasaan spiritualitas. Setelah itu
seorang perintis tersebut harus mengasihi Tuhan Yesus yang direfleksikan
di dalam kasih terhadap sesamam manusia. Selain itu, ia juga harus
mengasihi dirinya sendiri.
Spiritualitas Kristen adalah gaya hidup seorang sebagai hasil dari
kedalaman pemahamannya tentang Allah dan akibatnya dari relasi yang
benar dengan Allah. Spiritualitas Kristen mengikuti keteladanan hidup dan
pelyanan Tuhan Yesus Kristus, keteladanan Tuhan Yesus Kristus adalah
dasar konkret bagi seorang perintis untuk membagun spiritualitas mereka
19
Setiawan and Ishariyono, “THE ESSENSE OF SPIRITUALITY OF CHRIST
SERVANT AND ITS IMPLICATION FOR THE SERVANT OF GOD TODAY.”
20
David Eko Setiawan, “Refleksi Pastoral Terhadap Konsep Keselamatan Dalam
Universalisme Ditinjau Dari Soteriologi Kristen,” FIDEI: Jurnal Teologi Sistematika dan
Praktika 1, no. 2 (2018): 250–269.
16
dan kemudian mengimplikasikannya atau mewujudkan itu di berbagai
kehidupan. Untuk membangun spiritualitas yang dewasa atau untuk
mengembangkan keteladanan kasih dalam spiritualitas seorang perintis atau
hamba Tuhan memang bukan pekara mudah. Akan tetapi oleh pertolongan
Tuhan, semua umat-Nya diberi kemampuan. Di samping itu, mengingat
perilaku manusia masa kini yang semangkin memilukan hatinya Tuhan,
maka sebagai seorang perintis atau hamba Tuhan hendak dapat memberikan
warna. Membangun spiritualitas iman, kasih Kristen dalam menghadapi
ancaman mora, iman yang begitu cepat berkembang tanpa melihat status
personal.
Kepustakaan
Alfius Areng Mutak. “Formasi Spiritualitas Sarana Menuju Kedewasaan
Spiritualitas.” Jurnal Theologia Aletheia Vol. 20 No (2018): 4.
Anggu, Peter. “Integritas Diri Sebagai Karakter Pelayan Tuhan.” Jurnal
Jaffray 3, no. 1 (2005): 55.
Artanto, Widi. Gereja Dan Misi-Nya. Edited by Yayasab Taman Pustaka
Indonesia and Kristen. Yogyakarta, 2015.
Barreto, Manuela. “Tinjauan Spiritualitas Terhadap Pendangan Jemaat
Tentang Peran Pendeta Di GPIB Jemaat Sion Banyumanik” 712012041
(2017): 1–14.
Effendi, Irmansyah M.Sc. Spiritualitas. Jakarta: PT Granmedia Pustaka
Utama, 2019.
Eims, Leroy. 12 Ciri Kepemimpinan Yang Efektif. Bandung: Yayasa Kelam
Hidup, 1994.
Hannas, Hannas, and Rinawaty Rinawaty. “Kepemimpinan Hamba Tuhan
Menurut Matius 20:25-28.” Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan
Pembinaan Warga Jemaat 3, no. 2 (2019): 208.
Marianti, Maria. “Nilai-Nilai Kristiani Dalam Kepemimpinan Pelayan.”
Bina Ekonomi 15, no. 1 (2011).
Mccallum, Dennis. Gereja Yang Mengagungkan Sesuai Pola Perjanjian
Baru. Yogyakarta: ANDI, 2018.
Setiawan, David Eko. “Dampak Injil Bagi Transformasi Spiritual Dan
Sosial.” BIA’: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual 2,
no. 1 (2019): 83–93.
———. “Kelahiran Baru Di Dalam Kristus Sebagai Titik Awal Pendidikan
Karakter Unggul.” Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan
17
Warga Jemaat 3, no. 2 (2019): 154.
———. “Refleksi Pastoral Terhadap Konsep Keselamatan Dalam
Universalisme Ditinjau Dari Soteriologi Kristen.” FIDEI: Jurnal
Teologi Sistematika dan Praktika 1, no. 2 (2018): 250–269.
Setiawan, David Eko, and Anton Ishariyono. “THE ESSENSE OF
SPIRITUALITY OF CHRIST SERVANT AND ITS IMPLICATION
FOR THE SERVANT OF GOD TODAY” 2 (2020).
Setiawan, David Eko, and Dwiati Yulianingsih. “Signifikansi Salib Bagi
Kehidupan Manusia Dalam Teologi Paulus.” FIDEI: Jurnal Teologi
Sistematika dan Praktika 2, no. 2 (2019): 227–246.
Telaumbanua, Arozatulo. “Peran Gembala Sidang Sebagai Pendidik Dalam
Pertumbuhan Rohani Jemaat.” FIDEI: Jurnal Teologi Sistematika dan
Praktika 2, no. 2 (2019): 362–387.
Tembay, Elisa, and Febriaman Lalaziduhu Harefa. “STT Ebenhaezer
Gerakan Perintisan Jemaat Dalam Kisah Para Rasul Bagi
Pengembangan Gereja Masa Kini” 5368 (2017): 23–47.
William MacDonald. Gereja Berhasil. Jakarta: Sastra Hidup Indonesia,
2013.
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Yayasan Komunikasi Buna Kasih/ OMF,
1992.
18