Anda di halaman 1dari 51

BAB II

INTEGRASI EMPAT PILAR DIMENSI PEMBINAAN CALON

IMAM

Dalam Bab I telah dijelaskan secara mendalam tentang mengenal pembinaan calon

imam diosesan di Seminari Tinggi Hati Kudus Yesus Pineleng. Komunitas seminari adalah

suatu keluarga yang ditandai dengan atmosfer pengalaman persahabatan dan persaudaraan.

Pengalaman tersebut membantu seminaris di masa depan untuk memahami dengan lebih baik

terkait dengan tuntutan, dinamika serta masalah-masalah keluarga yang dipercayakan dalam

reksa pastoralnya.1

Pada Bab II ini secara khusus akan dibahas tentang integrasi empat pilar pembinaan

calon imam yang merupakan dasar atau tolak ukur pembinaan para calon imam yang telah

berlangsung dan berkembang sampai saat ini. Dalam prosesnya, calon imam diharapkan

mampu untuk menghidupi dan menjiwai nilai empat pilar ini sebagai pegangan hidup dalam

menjalani hidup sebagai seorang calon imam dan imam bahkan menjadi pribadi yang berguna

bagi bangsa dan negara nantinya. Maka, pembinaan dan pendidikan calon imam berdasarkan

empat pilar dapat dijelaskan sebagai berikut:

I. DIMENSI SPIRITUAL

Aspek yang paling penting dan menentukan dari formasi pembentukan calon imam

adalah dimensi rohani. Ini adalah karakteristiknya; ia membentuk dirinya sebagai abdi Allah,

memperkenalkan dirinya dengan Kristus, sang imam dan bersatu dengan dia sehubungan

1
Komisi Seminari, Konferensi Wali Gereja Indonesia: Karunia Panggilan Imamat;
Pedoman Pembentukan Hidup Imamat di Indonesia (Yogyakarta: Komisi Wali Gereja
Indonesia 2020), hlm. 66.

1
dengan tanaman anggur yang memberikan kehidupan. Tranformasi yang kita bicarakan

sebagai prinsip fundamental haruslah seorang imam.

Pembentukan ini lebih didasarkan pada pengalaman dari pada pembelajaran. Ini

adalah pengalaman kasih: yang mana hal itu dimulai dengan cinta pada Tuhan untuk

manusia, dan dalam cinta yang sama, diperkuat dan disempurnakan. Hal ini dimaksudkan

untuk lebih mencintai Allah. Pengalaman hidup ini memiliki pusat yang penting dalam

Kristus dan sumber prinsipnya dalam injil. Tradisi gereja kuno yang diwariskan kepada kita

oleh penguasa kehidupan spiritual merupakan bantuan penting dan berfungsi sebagai contoh.

Intinya, spiritualitas Kristen adalah satu: satu Injil untuk semua. Namun kita dapat berbicara

tentang spiritual para imam seperti yang kita sebut sebagai spiritualitas awam atau

spiritualitas sebuah lembaga kehidupan bakti. Unsur-unsur yang kita analisis di sini adalah

umum untuk semua, tetapi mereka juga memiliki kekhasan khusus yang sesuai dengan

kepribadian rohani imam.2

1.1. Manusia Pendoa

Pria dan wanita mencari teman dalam imam, seseorang yang dapat mereka

percayai dan menemukan pemahaman dan sambutan hangat. Mereka mengharapkan

seseorang yang bijaksana dan menjadi orang yang arif dan siap sedia, serta mampu

memberikan kepada mereka nasihat yang baik dalam perjuangan pribadi mereka

dan dalam momen-momen suram iman mereka. Tetapi lebih dari apa pun, mereka

menginginkan imam menjadi orangnya Allah. Imam yang ditetapkan untuk

bertindak atas nama manusia sehubungan dengan Allah “(bdk Ibr 5:1) dan dengan

demikian perantara antara keduanya, penetapan, bagi satu-satunya perantara,

2
Marcial Maciel, L.C, Inegral Formation of Catholic priest (New York: Rodale, 1992), hlm. 61-62.

2
haruslah abdi Allah dalam kedalaman keberadaannya, perasaannya, pikirannya,

niatnya dan tindakannya.

Untuk calon imam, menjadi seorang hamba Allah menyiratkan proses

bertahap dan dinamis di mana Allah, sedikit demi sedikit, menuntut semua dari

kecakapan perasaan dan perilakunya. Allah mengangkat mereka melalui kasih

karunia sesuai dengan kemurahan hati jiwa dan bekerja sama dengan tindakan ilahi.

Jalan terpasti adalah doa, yang dipahami sebagai kontak dengan Allah yang

meremajakan jiwa dan menghasilkan buah. Permohonan doa dan pada saat yang

sama memupuk tanggapan yang murah hati melalui praktik kebajikan, melalui

asketisme positif dan penuh kasih yang diperlukan untuk menyucikan seseorang dari

dosa dan pengaruhnya, dan melalui kesabaran hingga ilham Roh Kudus.3

1.2. Iman, Harap dan Kasih

Seperti termometer yang dapat diandalkan, ukuran tempat kita tinggal dan

tumbuh dalam jumlah teologis menunjukkan tingkat di mana Allah mengambil

kepemilikan atas diri kita, dan tingkat di mana kita diubah menjadi manusia

seutuhnya tidak ada tanda yang lebih baik akan kesejahteraan rohani dan pekerjaan

Allah daripada melihat bahwa seseorang tumbuh dalam nilai-nilai ini yang tujuannya

adalah Allah. Itu adalah kebajikan yang memurnikan dan mempercantik jiwa dan

merupakan landasan setiap kehidupan rohani.

1.2.1. Iman

3
Bdk. Ibid., hlm. 62-63.

3
Iman adalah jendela yang melaluinya jiwa melihat realitas rohani. Itu adalah

dasar dari semua kehidupan kristen dan juga kehidupan rohani imam. Tapi bagi

seorang imam, iman bahkan lebih diperlukan.

Pertama-tama, keberadaannya terarah pada misteri-misteri iman kita. Setiap

hari dia mempersembahkan kurban putra Allah dan mengambil Tubuh-Nya dalam

tangan-Nya, dan dalam nama Kristus dia mengampuni dosa-dosa, yang hanya Allah

yang dapat melakukan (bdk Mrk. 2:5); Ia menggambarkan Kristus sebagai kepala di

hadapan umat Allah.4 Dapatkah seorang imam hidup selaras dengan “perkara-

perkara Allah” (bdk Ibr 5:1) jika ia tidak hidup dalam iman dan iman? Kedua, imam

telah dipanggil untuk menjadi nabi kerajaan Allah, pengajar iman: jika kebajikan ini

diperlukan bagi semua, khususnya demikian bagi imam, yang memiliki misi untuk

menyampaikan iman kepada orang lain dengan pernyataan firman. Orang ini tidak

dapat dengan efektif mengkhotbahkan injil jika dia belum memiliki pesan secara

menyeluruh. Setiap imam harus menjadi menara iman.5 Bagaimana dia dapat

menjadi menara dan pengajar iman jika dia tidak sungguh-sungguh? Ketiga, salib

dan kesulitan sering kali melapisi kehidupan seorang imam. Ada saat-saat di mana

iman adalah segalanya dan tanpanya tidak ada yang dapat bertahan hidup. Oleh

karena itu, sangatlah penting agar formasi rohani kehidupan di seminari itu terpusat

pada upaya membawa imannya menuju kematangan.

Iman adalah suatu kebajikan ilahi yang tidak terbatas pada sekadar perasaan

kehadiran Allah dalam kehidupan seseorang atau pengetahuan yang sedikit lebih

terpelajar tentang Allah dan kebenaran yang diwahyukan. Percaya lebih dari sekadar

mengetahui atau merasakan. Itu adalah bentuk atau cara untuk melihat Allah dalam

4
Bdk LG. no.28

5
Jhon Paul II, Angelus, December 24,1989.

4
setiap orang dan dalam setiap peristiwa. Serta untuk mengarahkan secara konstan

setiap tindakan dan kegiatan kita kepada-Nya. Iman juga merupakan karunia ilahi.

Sehingga orang harus memintanya dengan rendah hati setiap hari, dan

mensyukurinya.

Dengan iman, para calon imam dapat menjalankan saat-saat dan kegiatan

dalam kehidupan seminari yang secara khusus dapat membantu untuk

menghidupkan, menerangi dan memperkuat iman para calon imam. Tetapi seorang

formator yang baik adalah seorang guru dan saksi akan iman kepada mereka dalam

setiap saat dan keadaan. Dalam sudut pandang dan keputusannya, dalam

ceramahnya, dalam kesaksian tentang kehidupan doanya. Dalam arah spiritual,

pengakuan, dalam percakapan pribadi. Semuanya memberikan kesempatan untuk

menyampaikan iman hidup dan segar kepada jiwa calon imamnya.6

1.2.2. Harap

Iman yang cemerlang menumbuhkan harapan kristen yang sejati dengan dua

aspek pujian: harapan yang menjadi prioritas utama Allah, dan harapan yang

menandakan pertumbuhan dan kepemilikan mutlak atas kerajaan Kristus.

Dia yang percaya pada Tuhan, percaya kepada-Nya. Dan dia percaya penuh

karena kepercayaan baik secara total atau tidak sama sekali. Harapan meyakinkan

orang bahwa Allah akan memperoleh kekuatan dan keberanian yang kita butuhkan

untuk menyelesaikan perlombaan, dan bahwa di dalam dia kita akan mewarisi

kegenapan dan kebahagiaan yang diciptakan yang tidak dapat diberikan. Seseorang

dengan harapan yakin bahwa Allah sangat mengasihi umat manusia, terlepas dari

sejumlah rintangan kejahatan dan kelemahan para pria dan wanita menciptakan

6
Bdk. Ibid., hlm. 65.

5
untuk berdirinya kerajaan Allah. Dengan harapan bahwa Roh Kudus akan

melanjutkan dalam Gereja pekerjaan keselamatan yang Yesus Kristus bawa bagi

manusia. Ketika kita hidup dengan harapan kita percaya pada kedatangan kerajaan

Allah dan kita menginginkan kebahagiaan masa depan yang hanya dapat diberikan

oleh Allah.

Di sini, seperti dengan iman, calon imam yang sedang mempersiapkan diri

bagi imamat harus mengakui bahwa harapannya bukan hanya untuk dirinya sendiri.

Imam adalah harapan. Membentuk seorang imam berarti membentuk seorang pria

dengan misi menjadi saksi harapan kristen dan memperkuatnya dalam diri orang

lain. Dunia haus akan harapan. Imam itu, pria penuh harapan. Di atas semuanya,

harus membangun harapan yang tidak pernah gagal (bdk Rm 5:5).7

Meskipun demikian harapan sering kali adalah kebajikan yang terlupakan.

Kita anggap itu biasa atau hanya mengabaikannya. Tetapi seorang formator, para

imam, tidak dapat mengabaikannya; misalnya ketika seorang calon imam sedang

melalui masa-masa kegelapan dan kesulitan, seorang formator pasti harus

menggunakan sarana manusia untuk membesarkan hatinya. Tetapi yang lebih

penting dia harus membantu calon imam untuk mengangkat matanya kepada Allah

dan menemukan harapan dan kekuatannya. Dengan cara ini, keadaan yang negatif

menjadi kesempatan bagi calon imam untuk memperkuat tekad kristennya dan

mempersiapkan diri dengan lebih baik untuk menjadi saksi pengharapan.

1.2.3. Kasih

Allah adalah kasih (bdk. 1 Yoh 4:8). Kebenaran Perjanjian Baru ini adalah

gambaran pasti dari pewahyuan Allah yang progresif, misterius dan mengejutkan.

7
Jhon Paul II, Angelus, December 24,1989.

6
Allah menciptakan pria dan wanita menurut gambar dan rupa-Nya, sehingga mereka

mampu mengasihi dan mencintai. Tugas utama orang kristen adalah meniru Allah

melalui kasih yang dengan tekun dicurahkan ke dalam setiap hati melalui Roh

Kudus yang tinggal dalam seluruh yang dibaptis (bdk Rm 5:5). Kasih amal adalah

ringkasan dan kegenapan hukum (bdk. Mat 22-40; Rm 13:10), ratu kebajikan (bdk 1

kor 13-4), dan yang terbesar dari kebajikan supernatural (bdk 1 kor 13:13). Oleh

karena itu tidak dapat absen dari hati dan kehidupan imam. Dia telah dipilih untuk

memperpanjang kehadiran Yesus Kristus dan membuat kasih-Nya hadir di antara

semua orang. Ia telah dilantik sebagai perantara antara Allah dan manusia. Oleh

karena itu, aspek ganda dari amal imam-Nya adalah mengasihi Allah sebagaimana

semua orang harus mengasihi Dia, dan mengasihi semua orang sebagaimana mereka

dikasihi oleh Allah.8

1.3. Kristus Sebagai model dan Pusat hidup Imam

Kesucian kristen nampak jelas dalam persatuan dengan Kristus. Bapa telah

memilih kita di dalam Dia sebelum dunia dijadikan. Bahwa kita harus menjadi

kudus dan kosong di hadapan-Nya. Dia menetapkan kita dalam kasih untuk menjadi

putra-Nya melalui Yesus Kristus (bdk Ef 1 :4-5), dalam diri imam, kebenaran ini

memperoleh kekuatan istimewa. Bagian pertama mengingatkan kita bahwa inti dari

imamat adalah identifikasi dengan Kristus sang imam. Imam telah dipilih untuk

menjadi Kristus yang lain dalam kehidupan pribadinya dan bahkan dalam

tindakannya.

Remaja putra yang dipanggil dalam imamat harus berusaha dengan antusias

untuk menjadikan Kristus teladan dan pusat kehidupan pribadinya dan pelayanan
8
Bdk. Ibid., hlm. 66.

7
masa depannya sebagai gembala. Oleh karena itu, tugas utama dari selubung

formasinya adalah transformasinya sendiri ke dalam Kristus. Disinilah pentingnya

pembentukan sebagai transformasi dalam arti proses di mana seseorang beralih dari

pengetahuan tentang suatu realitas ke penilaian interior dan penerimaan nilai, dan

akhirnya nilai dari kehidupan pribadinya sendiri. Transformasi ke dalam Kristus

mengikuti perkembangan yang sama: ini adalah proses yang dimulai dari

pengetahuan menjadi kasih, dan dari kasih menjadi meniru. Akhirnya, seseorang

yang mengenal dan mengasihi Kristus akan mengalami keinginan yang kuat untuk

mengomunikasikan-Nya kepada orang lain: dan cara terbaik untuk melakukannya

adalah melalui kesaksian yang dia berikan dengan meniru Gurunya sendiri.9

1.3.1. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman tentang Yesus Kristus

Hal pertama adalah mengenal Yesus Kristus. Tetapi tidak hanya teologi iman.

Seorang calon imam yang puas dengan studi dan hanya berfokus pada aspek teori

mendalam tentang objek Kristologi tetapi tidak mewujudnyatakannya dalam

kehidupan setiap hari, maka calon imam tersebut mungkin cukup menjadi seorang

sarjana, tetapi tidak pernah menjadi seorang imam yang baik (dan bahkan bagi

seorang teolog yang baik). Sebaliknya, kita sedang berbicara tentang pengetahuan

yang dimiliki oleh dua orang yang hidup. Melalui pengalaman iman, kita harus

membawa setiap calon imam pada suatu pengalaman pribadi dari Kristus yang hidup

dan nyata, yang mendekat kepada-Nya melalui Kristus. Injil, hadir dalam Ekaristi,

dan yang ingin berbicara dengan-Nya dalam doa pribadi.10

9
Bdk. Ibid., hlm. 70.

10
Bdk OT. no. 8.

8
Calon imam hendaknya familiar dengan standar-standar Kristus, cara

berpikirnya, dan mengevaluasi orang, keadaan dan peristiwa, dia harus mengetahui

tentang Tuhan. Kedalaman kasihnya dan sensitivitasnya. Ia harus mengetahui cara ia

bertindak, reaksi dan sikapnya. Tetapi di atas segalanya, dia harus mengalami

hubungan pribadi Tuhan dengan Dia ketika mereka bertemu dalam keakraban doa,

dalam pelukan Ekaristi, atau ketika mereka berada dalam hati di dalam sakramen

pengampunan.

1.4. Pelayan Gereja

Kasih bagi Kristus menuntun kita kepada gereja. Bagaimana mungkin untuk

mengasihi Kristus tanpa mengasihi gereja, karena kesaksian yang paling penuh

sukacita yang diberikan mengenai Kristus datang dari santo Paulus: “Dia mengasihi

Gereja dan menyerahkan dirinya bagi-Nya (bdk Ef 5:25)”11 Seorang imam

mengasihi gereja karena Kristus mengasihi dia. Dia adalah ibu dan guru dari iman

kristen-Nya, penyatuan dari misi Tuhan, dan awal dari kerajaan-Nya di bumi.

Kristen dan pekerjaan keimamannya. Lahir di gereja dan dipelihara oleh dia. Dia

sadar bahwa dia telah diubah oleh Kristus sebagai imam gereja dan bagi gereja, dan

bahwa dia telah mengukuhkan pilihan ini dan mempersucikan dia dalam nama

Allah.

Pusat formasi bagi para imam masa depan adalah komunitas sejati gerejawi

salah satu fungsi utamanya adalah untuk menempa para calon imam sebagai pria

sejati gereja. Bukan fungsionaris gereja, melainkan orang kristen yang dengan tulus

mengasihi Gereja ini yang didirikan dan dikasihi Kristus. Para formator hendaknya

membantu para calon imam dalam kasih yang dalam bagi gereja. Itu harus menjadi

11
Paul VI, Encyclical letter Evangelii nuntiandi, no. 16.

9
kasih sejati yang mengawasi, menderita, berdoa, berjuang, pujian dan memahami

secara intim ibu kita. Seperti semua mencintai, itu baik afektif dan efektif. Adalah

kasih yang merenungkan gereja dalam iman, menerima dia dalam kepatuhan,

membuatnya tumbuh dalam kemurtadan, dan menguduskan dirinya dalam

kehidupan seseorang.12

1.5. Maria Ibu Para Imam

Yesus saat berada di Kalvari berkata kepada ibu-Nya: Ibu, lihatlah putramu …

Dia mendirikan sebuah peran keibuan universal. Yohanes adalah seorang imam.

Yesus tidak membatasi dirinya untuk mempercayakan kepada Maria misi ini kepada

para imam. Dia juga menujukan diri-Nya kepada Yohanes untuk

memperkenalkannya ke dalam hubungan yang berbakti dengan Maria: lihatlah

ibumu.13

Sejak kalvari, Yesus Kristus telah berharap agar ibu-Nya dan para imam-Nya

tetap bersatu untuk selamanya. Setiap imam, yang mengikuti teladan Yohanes, harus

menyambut Maria ke rumahnya agar ia dapat membentuk hati keimamatannya

seraya ia melakukan hati putra ilahinya.

Ketika memprogram formasi rohani calon imam para pembina tidak bisa

melupakan segi ini dari kerohanian para imam. Ini bukan soal mengajarinya

pengabdian. Kita harus memperlihatkan kepada-Nya pengabdian yang otentik, kaya,

dan kukuh kepada ibu dari Allah yang diajukan gereja. Satu-satunya pengabdian

gereja kepada Maria memiliki aspek-aspek yang berbeda. Ini adalah pemujaan yang

mendalam ketika dia merenungkan martabat unik dari perawan yang diberkati yang

12
Bdk. Ibid., hlm. 76.

13
Jhon Paul II, Angelus, December 24,1989.

10
menjadi ibu Kristus melalui pekerjaan Roh Kudus. Adalah kasih yang penuh

semangat ketika dia mempertimbangkan peran sebagai ibu rohani Maria dari semua

anggota tubuh mistik.

Pengabdian menjadi pelayanan yang penuh kasih ketika gereja menemukan

teladan dari hamba Tuhan yang rendah hati yang telah menjadi ratu belas kasihan.

Itu menjadi nyata sebagai imitasi praktis ketika dia memikirkan kekudusan dan

kebajikan Maria, penuh kasih karunia. Ini menjadi kekaguman yang mendalam

ketika gereja, meskipun masih seorang peziarah di bumi, melihat dalam Maria

seperti dalam refleksi yang paling murni, semua yang dia inginkan dan harapkan.

Pengabdian ini juga merupakan pembelajaran penuh perhatian, karena gereja melihat

di dalamnya menebus penggenapan kenabian dari masa depannya sendiri.

Oleh karena itu, setiap calon imam tidak dapat membatasi pengabdiannya

kepada Maria pada jumlah pengabdian dan doa yang lebih besar atau lebih rendah,

tidak untuk studi yang terpisah tentang mariologi. Dia harus melangkah lebih jauh,

untuk meniru keberaniannya:14 melebihi semua iman, harapan dan kasih, kepatuhan,

kerendahan hatinya dan kerja samanya yang tanpa syarat dalam misteri penebusan. 15

“Dia adalah model yang paling lengkap dari makhluk baru lahir dari kuasa

penebusan Kristus dan saksi yang paling jelas akan hidup yang baru yang dihasilkan

oleh kebangkitan Tuhan. Mereka yang bertugas dalam formasi harus berupaya keras

untuk menyediakan sarana yang sederhana dan praktis bagi setiap calon imam untuk

mengembangkan hubungan baik dan berbakti dengan ibu surgawinya. Misalnya,

mereka dap at menyisihkan waktu tertentu dalam jadwal harian untuk berdoa

rosario, memberikan perhatian khusus pada perayaan liturgi Maria, DSB.f

14
Bdk LG. no. 67.

15
Bdk OT. no. 8.

11
Dengan cara ini, seraya si pemanen mendekat dalam penahbisan-penahbisan,

ia akan bertumbuh dalam kebiasaan berbicara dengan ibu surgawinya. Ini adalah

kebiasaan yang akan ia pertahankan selama seluruh kehidupan imamnya, dengan

menaruh dalam tangannya kesetiaannya, kegigihan, dan keberhasilan semua upaya

kerasulannya.

1.6. Kebajikan Imamat

Meniru Kristus imam menjadi kenyataan dengan mempraktikkan kebajikan

selain tiga kebajikan teologis, ada banyak hal lain yang memperkaya dan menghiasi

kehidupan seorang kristen. Kerohanian para imam. Seperti yang kita katakan

sebelumnya. Apakah kerohanian kristen yang di dalamnya sifat-sifat tertentu patut

dalam dinas pelayanan ditandaskan? Dalam pengertian ini, kita dapat berbicara

tentang “kebajikan keimaman”. Kebajikan kristen yang terutama mengatur

kehidupan dan misi seorang pelayan Yesus Kristus.16

1.6.1. Kesucian Demi Kerajaan Allah

Dengan janji selibat yang secara resmi dinyatakan pada hari pentahbisan

diakon, imam masa depan secara total, secara pasti dan eksklusif

mempersucikan dirinya sendiri kepada satu-satunya kasih tertinggi Kristus.

Dengan demikian, ia mempertahankan perasaan kasih dan ketersediaannya

yang lengkap untuk dinas itu tentang kerajaan surga (bdk. Mat 19:12), dan

kehidupannya menjadi undangan bagi semua orang untuk memikirkan dan

mengharapkan barang-barang masa depan.

Janji selibat bukan sekadar formalitas jual. Sebaliknya, itu adalah

karunia diri yang mendalam, lahir dari hati yang jatuh cinta. Selibat tidak

dibentuk pada hari tahbisan. Hal ini penting bagi calon imam untuk

16
Bdk. Ibid., hlm. 79.

12
membentuk perhatiannya dari awal setelah perayaan imam dan orientasi itu

terhadap kasih eksklusif Yesus Kristus. Sebagai formator, hendaknya

menjelaskan kepada calon imam arti mendalam dari selibat.

Penolakan perkawinan dalam bentuk selibat demi kerajaan Allah sama

sekali tidak menyiratkan rasa takut, penindasan atau penghinaan terhadap

perkawinan. Sebaliknya, itu hanya akan menjadi karunia yang menyenangkan

bagi Kristus jika calon imam dengan sadar mengakui imamat sebagai nilai

pernikahan. Dan jika dia dengan bebas, terhormat dan murah hati

menyerahkan apa yang dia anggap sebagai kebaikan yang besar. Formasi

dalam seminari harus menyajikan pandangan yang benar mengenai wanita

yang menekankan martabat pribadinya dan nilai-nilai spesifik feminimnya

sebagai kekayaan yang dihasratkan oleh Allah bagi gereja dan bagi dunia.

Kematangan afeksi sejati calon imam terdiri dalam integrasi harmonis

dari kapasitasnya untuk mencintai dan kebutuhannya untuk dicintai dengan

keadaan hidupnya sendiri. Tidak terbatas pada integrasi yang benar dari

seksualitasnya dalam personalita, dalam mencakup seluruh kapasitasnya untuk

hubungan interpersonal. Ini menyiratkan orientasi dari semua kasih sayang.

Jenis hubungan tertentu dengan wanita membangkitkan gairah kasih

sayang dan pada akhirnya, cinta pada seorang pria. Jika seorang calon imam

mengizinkan dirinya masuk dalam hubungan seperti itu dia pasti akan menjadi

mangsa dari perasaan tersebut mereka akan menjadi ancaman serius bagi

pematangan afeksinya. Karena panggilan hatinya menuntut penyerahan total

hati dan hidupnya kepada Kristus dan sifat kerajaan-Nya memiliki hukum-Nya

sendiri. Kita tidak bisa bermain dengan mereka. Para formator harus sangat

realistis dan masuk akal dalam bidang ini. Tetapi bukan hanya itu: mereka

13
juga harus adil. Dengan hak apa kita dapat mengekspos calon imam kita atau

mengizinkan mereka mengekspos diri untuk pengalaman yang membahayakan

kemurnian yang membentuk bagian dari pekerjaan yang mereka miliki dengan

menggunakan akal sehat bukanlah pikiran sempit. Dalam mendidik calon

imam untuk kematangan bukan untuk mengisolasi dia dari dunia. Adalah sama

salahnya untuk mengharapkan bahwa kecenderungan yang benar bagi setiap

umat manusia tidak hadir dalam dirinya. Pendidikan untuk kesucian terdiri

dalam membantu dia menyalurkan, bukan menekan kecenderungannya. Pasti

sangat positif.

Untuk mencapai kematangan ini, biasanya dibutuhkan waktu yang

cukup lama karena hal itu berkaitan erat dengan perkembangan fisik dan

psikologis orang tersebut. Baik formator dan calon imam harus diingat bahwa,

karena berbagai keadaan (fisiologis, psikologis, dsb.)17 seseorang dapat

memiliki saat-saat kesulitan yang lebih besar atau lebih rendah, kasih sayang

yang lebih kuat atau lebih lemah, dari godaan yang lebih besar atau lebih

rendah. Kita semua harus melanjutkan dengan penuh pertimbangan, dengan

tenang dan gigih dalam menerapkan cara-cara yang gereja, setelah lama dan

dengan pengetahuan yang mendalam tentang manusia. Memberi nasihat agar

memperoleh dan menjaga kemurnian keimaman.

1.6.2. Lembut dan Rendah Hati

Kerendahan hati adalah kebenaran dan keadilan yang dengannya

seorang kristen membawakan dirinya di hadapan Allah, di hadapan orang lain

dan di hadapan matanya sendiri. Oleh karena itu, hal itu erat kaitannya dengan

17
Bdk. Ibid., hlm. 80-82.

14
ketaatan, karena kerendahan hati memungkinkan seseorang untuk taat dan

menyempurnakannya.

Seorang imam harus rendah hati, mengikuti teladan Guru-Nya yang

"tidak untuk dilayani, tetapi untuk melayani" (bdk Mat 20:28). Apabila

kerendahan hati itu nyata, kerendahan hati tidak menanamkan sifat pengecut,

sifat malu atau kelalaian dalam memenuhi tanggung jawab seorang imam,

juga tidak membuat kita lari dari kepuasan pribadi. Sebaliknya, kerendahan

hati meneguhkan tekad pria yang menyadari bahwa dia adalah alat Allah. Ini

mengilhami keberanian kerasulan karena tidak menimbang bahaya menurut

kekuatan individu.

Imam yang rendah hati dijamin menjadi imam yang bergairah. Buah

kerasulan bergantung pada kuasa Kristus, dan bukan pada sifat-sifat, bakat

atau usaha yang sudah tidak ada, karena tanpa dia tidak ada yang dapat

dilakukan dalam tata tertib kasih karunia. Baik formator maupun calon imam

harus menyadari bahwa semua kemajuan dalam pengetahuan dan pengalaman

tentang Kristus, dan dalam kehidupan rohani secara umum, terkait dengan

kerendahan hati kita dan berdasarkan pada-Nya sebagai landasan. 18 Semakin

rendah hati calon imam, semakin penuh dengan Allah dia akan menjadi: lebih

adil, lebih mirip dengan Kristus, dan lebih terbuka, murah hati dan dapat

memahami sesamanya.

Kelembutan hati, adalah komponen penting dari hati seorang imam.

Sehingga seseorang yang menderita, atau seorang pendosa yang bertobat

mengupayakan pengampunan, atau ketika hati nurani seseorang membutuhkan

pencerahan, hati lembut dari imam yang menyambutnya mampu merubah,

18
Bdk. Ibid., hlm. 86-87.

15
membuka jalan menuju kasih karunia dan kemunduran pemahaman.

Kelembutan hati, yang menyertai dan menyempurnakan kerendahan hati,

dipupuk melalui kesabaran dan pengendalian diri, tetapi, yang terutama,

melalui kasih dan kesabaran dalam memahami.

1.7. Berdoa

Doa adalah sumber terang bagi jiwa. Dalam itu kepastian iman diperkuat. Doa

menghasilkan kasih. Dalam doa, kehendak kita berkaitan dengan kehendak Allah

yang kudus. Doa adalah pendukung yang gigih dalam bertindak: di dalamnya Allah

mengisi kita dengan gairah untuk pelayanan kepada-Nya dan untuk memberi diri

kita kepada orang lain. Adalah perlu untuk membentuk calon imam sehingga dia

ingin berdoa, belajar untuk berdoa, dan benar-benar berdoa. Seminari harus menjadi

sekolah doa, tempat berdoa, dan komunitas doa. Oleh karena itu, program dari pusat

formasi hendaknya menyisihkan saat-saat tertentu secara khusus untuk doa bersama

masyarakat dan pribadi.19

Doa merupakan dialog pribadi dan akrab dengan Allah yang membentuk dan

memperkuat keputusan untuk mengikuti kehendak-Nya, dalam benak kita, kehendak

dan harapan, dan orang yang telah hidup dalam pelayanan Allah mengetahui melalui

pengalaman bahwa dia tidak dapat menjalani harinya tanpa meluangkan banyak

waktu untuk berbicara secara pribadi dan secara eksklusif kepada-Nya. Kita tidak

bisa mengisi hari kita dengan kegiatan, belajar dan bekerja dan kemudian

memberikan kepada Tuhan remah-remah yang jatuh dari meja kita. Doa yang dalam

dan bermakna tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa, dengan sembrono, untuk

memuaskan suatu kewajiban. Doa membutuhkan waktu agar jiwa dapat memasuki

19
Jhon Paul II, Angelus, March 11, 1990.

16
kontak yang akrab dengan Allah, dan Roh Kudus dapat mengatakan apa yang ia

inginkan.

Para calon imam akan mengerti, tanpa perlu penjelasan, bahwa doa bukan

sekadar kegiatan lain dalam pembentukan mereka, melainkan waktu yang sangat

penting dalam kehidupan seorang imam. Hal ini juga menghindari risiko yang sangat

nyata bahwa kemalasan atau komitmen harian mereka mendorong mereka untuk

menunda doa pribadi mereka sampai besok.

Beberapa orang lebih suka berdoa di ruang sakramen. Sebelum Kristus dalam

Ekaristi. Yang lain lebih suka menyendiri di kamar mereka. Yang penting adalah

bahwa baik waktu dan tempat, serta suasana pusat, benar-benar mendukung

pertemuan dengan Allah dan dengan diri sendiri.20

Doa sebagai meditasi adalah seni sulit yang seseorang pelajari melalui praktik

berkelanjutan. Oleh karena itu kita hendaknya tidak mengharapkan pemuda yang

baru tiba itu tiba untuk berdoa dengan sempurna. Kita seharusnya membantunya

sejak awal untuk dengan sabar dan antusias dalam petualangan rohani ini. Hal ini.

Sangat penting agar para calon imam membentuk diri mereka dalam doa. Yang

terutama, mereka harus meyakinkan diri bahwa doa dibutuhkan untuk kehidupan

mereka sebagai imam dan untuk pelayanan mereka. Maka mereka harus belajar

untuk berdoa, untuk berdoa dengan baik Untuk menggunakan semua momen doa

dengan cara terbaik, menurut metode yang memberi mereka hasil terbaik.

Akhirnya, mereka harus mengembangkan kesukaan untuk doa. Mengingat

pentingnya doa dalam kehidupan calon imam, hal itu hendaknya menjadi topik yang

sering dibahas dalam kehidupan rohani.21 Dengan demikian, para formator dapat

20
Bdk. Ibid., hlm. 91.

21
Bdk. Ibid., hlm. 92.

17
membantu setiap calon imam untuk mengatasi kesulitan yang timbul seraya waktu

berlalu, dan menganjurkan mereka untuk tetap bersukacita dalam pertemuan sehari-

harinya dengan Allah.

1.7.1. Kehidupan Batin

Roh doa lebih dari sekadar praktik doa. Seorang imam dalam

pencarian akan kekudusan dan buah kerasulan berusaha untuk hidup bersatu

dengan pokok anggur (bdk. Yoh 15:4). Dia tidak puas untuk memenuhi tugas

doa paginya seperti orang yang membayar kewajibannya dan kemudian

melupakannya. Dia berusaha untuk hidup sepanjang harinya.

Dalam roh doa; dia mewujudkan komitmennya, pekerjaan dan

kehidupan masyarakatnya dengan kehidupan batin yang kuat dan segar. Kita

hendaknya memperlihatkan kepada para calon imam pentingnya dimensi

kehidupan rohani ini, dan memberi mereka nasihat praktis yang mereka

butuhkan untuk memupuknya. Kehidupan batin bukanlah pertanyaan, tentu

saja, untuk menghabiskan sepanjang hari di gedung gereja atau berpikir

hanya tentang Allah. Hal ini jauh lebih sederhana dan alami. Itu adalah

pertumbuhan dari benih yang Allah setorkan dalam jiwa setiap orang kristen

pada saat pembaptisan, kasih karunia dan kebajikan supranatural, menurut

pekerjaan tertentu seseorang. Setiap imam hendaknya matang secara aktif

dalam pekerjaan kristen dan pekerjaan imam sampai dia mencapai

kematangan kegenapan Kristus (bdk Ef 4:13), menggunakan setiap

kesempatan untuk memperkuat dan memperkaya kehidupan rohaninya.

1.8. Liturgi dan Sakramen

18
Liturgi adalah puncaknya dimana kegiatan gereja diarahkan; Itu juga

merupakan sumber dari seluruh kekuatannya mengalir. 22 Imam dipanggil untuk

mempersembahkan dan memimpin ibadat kepada yang setia. Ini adalah salah satu

layanan utamanya kepada masyarakat. Oleh karena itu, adalah sangat diperlukan

untuk calon imam dalam menerima pembentukan liturgi melalui yang memadai yang

dia mengerti ritual suci dan sepenuhnya berpartisipasi di dalamnya, 23 sehingga

pelayanan liturgi dan sakramen di masa depan benar-benar berfungsi untuk

meneguhkan yang setia. Kelas-kelas spesifik yang bersifat teori dan praktis tentang

liturgi, makna dan perayaannya dapat sangat membantu. Tapi tentunya hal yang

paling penting adalah partisipasi kita dalam liturgi. Dalam arti tertentu, liturgi harus

berada di pusat komunitas gerejawi seperti seminari dan menjadi pusat dan hidup

dari liturgi itu sendiri.

Organisasi internal dan bahkan tata letak fisik seminari dapat mencerminkan

pusat dan dasar dari liturgi. Kelas liturgi paling efektif adalah perayaan liturgi yang

mencerminkan maknanya yang terdalam. Liturgi kita harus bermartabat, penuh

dengan kehidupan dan partisipasi aktif. Oleh karena para formator membentuk imam

gereja katolik, dalam kejujuran dasar adalah tugas mereka untuk membentuk para

calon imam secara liturgi menurut pedoman dari gereja universal dan lokal.

Seminari tidak diminta untuk menghasilkan penemu besar ritual liturgi tetapi

perayaan yang baik akan ibadat yang Kristus percayakan kepada gereja-Nya. Saksi

hidup para formator dalam cara mereka untuk merayakan dan menjalankan

sakramen adalah menentukan untuk pembentukan liturgi abadi dari para calon imam

atau imam masa depan Gereja.24


22
Bdk SC. no. 10.

23
Bdk SC. no.17.

24
Bdk. Ibid., hlm. 94.

19
1.8.1. Sakramen Ekaristi

Pusat semua kehidupan liturgi adalah perayaan Ekaristi. Sebagai

komunitas gerejawi para anggota seminari atau para calon imam dan imam

hendaknya berkumpul setiap hari untuk merayakan bersama perjamuan

malam Tuhan, dalam ingatannya. Demikian pula, adalah patut untuk

menghiasi pesta liturgi utama dan kekhidmatan dengan perayaan Ekaristi

khusus yang disiapkan oleh para calon imam dan para formator dengan

dedikasi khusus. Persiapan hendaknya mencakup perenungan pribadi dan doa

yang sungguh-sungguh mengenai misteri-misteri yang harus dirayakan,

kepedulian khusus dalam dekorasi gedung gereja, nyanyian dan ulasan

massal yang disiapkan oleh para calon imam, dan sebagainya.25

Melalui pengabdian Ekaristi kita memperlihatkan penghargaan atas

karunia dari diri-Nya sendiri yang Kristus berikan kepada kita, dalam

hasratnya untuk membuktikan kasih-Nya yang luar biasa bagi kita sampai ke

akhir. Kasihnya harus menggerakkan hati imam itu kepada kasih yang sama,

juga rasa syukur dan sikap menghormati. Adalah perlu untuk mengajari

mereka dari tahun pertama mereka di seminari untuk menikmati dialog

pribadi dengan kristus dalam sakramen ini. Para formator hendaknya

mendorong mereka untuk sering mengunjungi Kristus dalam Ekaristi.

1.8.2. Sakramen Rekonsiliasi

Imam adalah pelayan dari Allah yang Mahapengampun (bdk. Yoh

20:23). Tetapi ia sendiri juga membutuhkan belas kasihan. Sulit bagi seorang

imam untuk menjadi imam yang baik jika dia tidak sering memiliki

pengalaman pribadi yang mendalam dalam sakramen rekonsiliasi. Seorang

25
Bdk. Ibid., hlm. 95.

20
pria dalam pelatihan untuk imamat hendaknya menerima sakramen

rekonsiliasi sering kali dalam pertemuan yang penting dan memperbarui

dengan Kristus dan gereja. Dia, lebih daripada siapa pun juga, harus

menyadari perlunya keinsafan hati yang terus-menerus untuk mencapai

kehendak Allah dengan kesempurnaan dalam kehidupannya. Ketika sakramen

kerukunan diterima sering kali sebagaimana direkomendasikan oleh Gereja,26

itu nikmat pengetahuan, membuat kita tumbuh dalam kerendahan hati dan

membantu kita membuang kebiasaan-kebiasaan buruk, meningkatkan

keramahan hati nurani kita, meningkatkan kehendak dan kecenderungan

rohani, memperkuat kehendak kita dan menuntun jiwa kita pada identitas yang

lebih intim dengan Yesus Kristus.

Demi manfaat pertumbuhan rohani kita, itu biasanya membantu

penerima pengakuan dosa yang sama selama beberapa waktu. Ini adalah cara

lain untuk memastikan kedalaman dan kemajuan dalam pekerjaan kami.

Tetapi hal ini tidak boleh membatasi kebebasan total calon imam untuk pergi

kepada bapa pengakuan yang mereka inginkan apakah di antara orang-orang

biasa atau imam lain dengan kemampuan yang tepat.

1.8.3. Liturgi Jam

Bagian penting lain dari kehidupan rohani imam masa depan adalah

saat-saat terakhir. Melalui itu, gereja, mempelai Kristus, berbicara kepada

calon imam-Nya,27 memenuhi perintah Tuhan untuk berdoa tanpa berhenti,

memuji, Bapa, dan memohon keselamatan umat manusia. Selama tahun-tahun

pembentukan di seminari, imam masa depan atau calon imam telah secara

26
Bdk PO. no. 18; Bdk CIC. no 246 $ 4. (catatan kaki ini langsung ditulis di akhir kalimat)

27
Bdk SC. no. 84. (catatan kaki dari dokumen langsung diisi pada akhir kalimat)

21
bertahap belajar untuk berdoa pada liturgi jam-jam dengan pengabdian yang

penuh perhatian, secara pribadi atau bersama.

Untuk pembacaan pribadi adalah baik bahwa seminari membentuk

kebiasaan meluangkan cukup waktu untuk itu, berdoa tanpa repot pada waktu

terbaik dan di tempat yang tepat. Meskipun sebagai imam masa depan dia

tidak akan selalu dapat berdoa pada jabatan ilahi dalam masyarakat, seminari

akan mendapati praktik ini menjadi bantuan bagi semangat pribadi dan sebuah

sarana untuk hidup dengan semangat gerejawi dalam doanya.28

1.9. Direksi Rohani

Salah satu prinsip dasar pembentukan imam adalah menandaskan pentingnya

pembentukan diri. Pada dasarnya calon imam itu sendiri yang paling bertanggung

jawab atas panggilan dan pilihan hidupnya, tapi semua tentunya membutuhkan

orang lain untuk membantu dalam proses pembentukan diri, yakni formator.

Sehingga perpaduan atau kolaborasi formator dan calon imam sangat diperlukan

guna tercapainya sebuah proses pembinaan yang disebut direksi rohani, konferensi

pembentukan pribadi, orientasi rohani atau bimbingan rohani.29 Yang penting adalah

kita memahaminya sebagai suatu bentuk dari kerja sama yang mana seorang imam

yang cakap akan Tuhan yang telah ditandai baginya. Pemimpin rohani tidak ada di

sana untuk mengarahkan calon imam seperti seorang pengemudi yang sedang

mengemudikan kendaraan, tetapi untuk membantunya menemukan jalan dan

menganjurkan dia untuk mengikutinya dengan bebas.

Itu sebabnya bantuan para formator sangat diperlukan. Sebenarnya, pemimpin

spiritual, seperti setiap formator, bekerja sama dengan calon imam dalam ukuran di

mana dia juga bekerja dengan Roh Kudus. Kami mengatakan tugasnya adalah untuk
28
Bdk. Ibid., hlm. 96-97.

29
Bdk CIC no. 246 $ 4.

22
membantu calon imam agar menemukan cara terbaik untuk hidupnya. Tempatnya

bukan untuk menunjukkan arah bahwa dia, sebagai orang yang berpengalaman dan

bijaksana, percaya bahwa dia yang paling tepat. Hal ini, dilakukan untuk membantu

calon imam untuk menemukan apa yang Tuhan inginkan di setiap saat.

1.9.1. Pemeriksaan Hati Nurani

Pemeriksaan harian terhadap hati nurani merupakan cara yang efektif

untuk keinsafan hati yang diperlukan kepada Bapa belas kasihan, dan untuk

menandai kemajuan atau kemunduran pribadi yang kita alami dalam usaha

kita untuk menguduskan diri kita sendiri dan memenuhi misi kita. Upaya yang

serius dalam kehidupan rohani, menyiratkan bahwa kita sering berhenti untuk

memeriksa diri, sama seperti seorang pengusaha secara teratur memeriksa

buku-bukunya untuk merencanakan masa depan. Jika kita sungguh-sungguh

dan serius terhadap kehidupan rohani kita, kita juga akan sering berhenti untuk

mengevaluasi situasi pribadi kita. Ketika mengajar para calon imam untuk

memeriksa hati nuraninya, adalah penting untuk membantu mereka

memahami bahwa itu bukan sekadar tindakan introspeksi, juga bukan

pengungkapan kesalahannya atau analisa diri yang negatif.30

Analisa diri yang pertama dan terutama, itu adalah momen doa di

hadapan Allah dan itu memerlukan suasana dialog pribadi dan intim dengan

Kristus yang telah memanggilnya, memohon kesetiaannya. Dan siap untuk

mengampuni kesalahannya dan dapat mendukungnya di masa depan dengan

kasih karunia-Nya. Apa yang harus ia periksa? Dia harus melihat apa yang

penting dalam kehidupannya: kemajuan rohaninya, kesetiaannya pada

30
Bdk. Ibid., hlm. 99.

23
komitmen yang telah dia buat, latihan yang luar biasa tentang kebajikan,

memberi dirinya sendiri kepada orang lain.

1.10. Latihan Rohani dan Rekoleksi/ Ret-ret

Dalam membina dan mendidik hidup rohani dari para calon imam, maka

hendaknya ditangani oleh para ahlinya yakni kepada para formator yang telah

dipersiapkan secara khusus dalam mendampingi dan menjaga calon imam

dalam proses pencarian akan kekudusan imam dan dalam dedikasi mereka

pada misi yang telah dipercayakan. Dalam proses latihan rohani, tentunya kita

memerlukan satu hari atau satu minggu yang khusus dibaktikan untuk hidup

doa, permenungan dan kesendirian dengan Allah. Sebab ketika kita hidup di

lingkungan dengan intensitas rohani yang lebih besar, maka lebih mudah

untuk mendengar suara Allah yang mungkin sia-sia untuk didengar karena kita

terlalu sibuk dengan aktivitas dan rutinitas yang dijalankan.31

Kita semua butuh waktu untuk mundur. Karena kondisi yang terbatas

dan sebagai manusia kita menderita kehausan waktu. Kita mulai melupakan

asas-asas yang kita pelajari, cita-cita kita menjadi kabur, antusias kita

berkurang. Oleh karena itu kita perlu momen pembaruan dalam kehidupan kita

lewat kegiatan-kegiatan rohani yang dapat mendatangkan semangat baru yang

dapat mengubah hidup kita.

Seorang anggota seminari membutuhkan para formator untuk

menampinginya selama menjalankan proses pendidikan dan pembinaan

menuju imamat suci. Selama prosesnya, calon imam diharapkan bisa

mengikuti kegiatan-kegiatan rohani misalnya, retret berkala: satu atau


31
Bdk. Ibid., hlm.99-100.

24
setengah hari setiap bulan, atau selama waktu khusus tahun liturgi. Selain itu,

diadakan pertemuan untuk pembahasan kelompok dengan tema spesifik sering

kali berguna serta harus menyediakan beberapa hari yang didedikasikan

khusus untuk doa pribadi dalam suasana keheningan di dalam dan di luar

ruangan.32

Hal yang sama dapat dikatakan mengenai latihan rohani. tidak ada

keraguan bahwa kegiatan seperti pertemuan, permenungan kelompok,

konferensi, dan panel informasi dapat sangat bermanfaat. Tetapi tidak ada

yang dapat menggantikan kekuatan memperbarui pertemuan pribadi dengan

Allah yang mencirikan latihan rohani. Ini adalah pengalaman yang telah

memperlihatkan keefektifannya selama berabad-abad. Ini tampaknya tidak

dapat dibenarkan untuk menghilangkan dari tangan ini berarti pertumbuhan

rohani yang Allah berikan kepada gereja melalui St. Ignatius dari Loyola.

Sangat bagus bagi para calon imam untuk mengadakan latihan rohani

setiap tahun. Mereka harus mengikuti dinamika yang tepat untuk latihan. Ini

mencakup: kombinasi meditasi, waktu yang dibaktikan untuk memeriksa diri

dan merenung; Struktur tematis fundamental dengan semua penyesuaian yang

diperlukan; Berfokuslah pada perubahan dan pembaruan kehidupan kita

sendiri yang seharusnya memberikan semua kegiatan; Keheningan total untuk

menciptakan suasana keterbukaan untuk rahmat; Dedikasi penuh pada latihan,

mengesampingkan semua bisnis atau masalah lain; Pengakuan pribadi yang

meliputi periode sejak pertemuan rohani yang terakhir (jika disarankan bagi

para imam); Dan, berdialog dengan seorang bapa rohani untuk memeriksa

32
Bdk. Ibid., hlm. 100.

25
kehidupan kita sendiri dengan bantuannya dan menganalisis arah yang harus

kita tempuh dalam waktu dekat.

Latihan rohani adalah pengalaman yang luar biasa. Kita meremehkan

kemampuan kaum muda sekarang jika kita berpikir mereka tidak mampu

untuk berproses. Adalah selalu mengejutkan untuk melihat begitu banyak

kaum muda awam dari gerakan dan paroki di seluruh dunia berperan serta

dalam latihan rohani setiap tahun dengan sukacita besar dan buah rohani yang

melimpah.

1.11. Program Hidup Rohani

Kita berbicara tentang menjadi “profesional” dalam kehidupan rohani

kita. Kita tidak dapat menyangkal bahwa ada ketidakpastiannya dalam hal-hal

roh. Karena bagi Allah satu hari sama dengan seribu tahun, dan seribu tahun

sama dengan satu hari (bdk. Mzm 90:4). Dia bisa memberi kita dalam sekejap

apa yang telah kita coba untuk dapatkan selama bertahun-tahun. Ada banyak

lembaga yang terlibat dalam kehidupan rohani dan kehidupan itu harus selalu

sangat spontan. Namun ketika seseorang benar-benar ingin mencapai suatu

tujuan, dia menggunakan semua sarana yang dimilikinya. Dalam bidang

pekerjaan sehari-hari, sarana utamanya adalah doa dan keyakinan kepada

Allah.33

Program kehidupan rohani bukanlah seperti program komputer yang

mengatur segala sesuatu untuk dijalankan secara otomatis. Tujuannya adalah

untuk menyalurkan pekerjaan kita pertama kita harus menentukan kebutuhan

pribadi kita. Kita mencari kelemahan terbesar kita yang menghalangi

kemajuan kita dalam kekudusan. Kita memilah nilai-nilai yang paling kita

33
Bdk. Ibid., hlm. 101.

26
butuhkan untuk mengatasi kekurangan ini dan untuk menjadi matang di jalan

menuju kekudusan.

Latihan rohani merupakan kesempatan istimewa untuk menyusun

rencana pekerjaan rohani. Dalam suasana kenangan dan keakraban dengan

Allah dan dengan inspirasi Roh Kudus, kita dapat menetapkan program kita

untuk tahun mendatang dan memeriksanya dengan bantuan seorang

pendamping atau bapa rohani. Sebuah program kehidupan rohani

menguntungkan hanya ketika itu menjadi bagian dari kehidupan kita. Kita

harus sering kembali ke sana. Kita dapat memeriksa hati nurani kita di atasnya

setiap hari, menjadikannya topik untuk arahan rohani atau mempersiapkan diri

untuk ucapan rekonsiliasi di atasnya.

1.11.1. Pembacaan Rohani

Adalah baik untuk memperkenalkan para calon imam pada

praktik penekanan rohani. Membaca adalah latihan penting di semua

bidang. Sebuah buku yang baik menghubungkan kita dengan hasil

terbaik dari penelitian, pengalaman, dan renungan. Ini adalah tambang

emas di ujung jari kita.

Pembacaan terbaik untuk seminari mana pun, seperti bagi

orang kristen mana pun, adalah apa yang Allah sendiri tulis. Kita harus

menganjurkan para calon imam untuk membaca tulisan suci dan

“merasakan manisnya” (bdk Mzm 119:103). Selain tulisan suci, tidak

diragukan lagi tulisan suci dapat sangat membantu untuk membaca

para leluhur gereja, tulisan klasik kerohanian yang diturunkan selama

bertahun-tahun, dokumen-dokumen utama dari Magisterium, juga para

penulis rohani modern yang baik.

27
Pembacaan rohani, untuk menjadi makanan sejati bagi roh

seseorang, hendaknya teratur dan sering. Ini dapat membantu untuk

memiliki waktu pada jadwal harian seseorang untuk itu. Ini adalah

sketsa dari beberapa unsur untuk membentuk rohani seorang imam

mudah untuk dibicarakan. Tugas setiap formator masih harus

dilakukan dia harus menemukan jalan tertentu di mana Allah ingin

membimbing setiap calon imam, dan membantu dia untuk

mengikutinya dengan murah hati dengan kepastian bahwa pendakian

ke puncak adalah bermanfaat.34

II. DIMENSI MANUSIAWI

Formasi rohani mendahului dan mengandalkan pada manusia formasi imam masa

depan. Formasi calon imam sebagai manusia harus berjalan beriringan dengan formasinya

sebagai seorang pengikut Kristus dan calon imam, agar energi alaminya dimurnikan dan

dibantu oleh doa, kasih karunia dan sakramen, seperti juga oleh pengaruh dari kebajikan

supranatural yang menemukan dalam kebajikan alami sebuah pembelaan, dan pada saat yang

sama, bantuan untuk pemenuhan.

Pembentukan manusia tidak hanya bermanfaat bagi para calon imam, tetapi juga

sangat mempengaruhi pelayanan masa depannya. Kematangan, keseimbangan psikologisnya,

dan kekuatan kehendaknya akan sangat mempengaruhi, untuk kebaikan atau kejahatan pada

kesuburan kerasulannya. Imam yang manusiawi dan sosial (cara dia berpikir dan bertindak,

cara dia berbicara dan sopan santun, dengan cara berpakaian dan berekspresi). Banyak orang

akan mencari atau menghindari seorang imam karena mereka tertarik atau muak dengan

34
Bdk. Ibid., hlm. 102.

28
kesan kepribadiannya terhadap mereka. Jadi, terbentuknya manusia tidak berarti masa bodoh,

tidak berlebihan, dan juga bukan sekadar sentuhan yang bagus.

Para formator dan para calon imam sendiri harus menghadapi aspek dasar dari

formasi integral seorang imam ini. Program formasi, kegiatan dalam seminari, dan, di atas

segalanya. Tujuan utama pembentukan manusia untuk calon imam adalah kedewasaan penuh.

Ini adalah konsep yang sangat kaya dan rinci yang sulit untuk didefinisikan dan dituliskan

karena ada begitu banyak cara yang berbeda untuk mendekatinya, yang tidak ada yang

mutlak. Untuk membantu seseorang mendapatkan kedewasaan dalam kepribadiannya kita

harus terlebih dahulu mengembangkan sampai maksimal semua kekuatan yang berbeda yang

membuatnya. Kedua Kita harus berupaya mengembangkannya secara harmonis dan

menghindari ketidakseimbangan. Ketiga, mereka semua hendaknya masuk dalam peranan

mereka sendiri dalam skala, masing-masing memenuhi fungsinya sendiri tanpa mengganggu

yang lain.35

II.1. Pembentukan Kecerdasan

Kecerdasan manusia adalah kemampuan untuk memahami esensi dari hal-hal:

yaitu jendela jiwa. Ini adalah pengemudi kepribadian kita. Tidak heran, kematangan

manusia membutuhkan kematangan kecerdasan sejak awal. Hal ini mempengaruhi

keyakinan pelayanan pastoral seorang imam. Dia harus menerima persiapan

intelektual yang kuat untuk mengatasi masalah-masalah yang dibawa orang setia

kepada-Nya, untuk memberikan nasihat yang mereka cari. Dia harus membuat

penilaian mengenai orang dan situasi, serta berurusan dengan pria dan wanita dari

masyarakat kita, baik yang percaya maupun yang tidak percaya.

35
Bdk. Ibid., hlm. 103-104.

29
Membentuk kecerdasan berarti mengembangkan empat fungsi prinsip:

menganalisis, mensintesis, berhubungan dan menilai. Menganalisis berarti berhasil

membagi keseluruhan menjadi bagian-bagiannya. Seluruh ini dapat menjadi pelajaran,

konferensi, artikel, masalah manusia, paragraf, frase atau bahkan kata. Seseorang

yang segera mengenali tempat dari suatu bagian secara keseluruhan yang merupakan

miliknya adalah seseorang yang menganalisis dengan baik. Untuk mensintesis adalah

kemampuan untuk menyatukan unsur-unsur yang ditemukan dalam berbagai sumber

untuk membentuk keseluruhan yang bermakna, dan untuk segera membedakan yang

penting dari yang kecelakaan dan perifer. Ini adalah dengan tepat dan secara ringkas

apa yang telah diekspresikan dalam banyak halaman.36

Menggambar hubungan adalah membandingkan, membedakan dan

menyatukan aspek variasi dari realitas tunggal yang kompleks, (misalnya, chapterso

yang berbeda buku atau berbagai buku oleh penulis yang sama, dari periode yang

sama atau hanya topik yang sama; Subdivisi dari kursus; Era-historis yang berbeda

atau manifestasi dari era tertentu), untuk membentuk keseluruhan organik dalam

pikiran seseorang. Titik tertinggi kegiatan intelektual manusia adalah penghakiman.

Menilai dengan baik berarti bahwa seseorang memahami dan secara objektif

mengevaluasi kebenaran yang ia temukan dalam pesan, masalah, orang, situasi dan

tindakan manusia bahwa ia tidak gegabah dalam opininya, juga tidak sekadar setuju:

bahwa ia mengatasi prasangka pribadinya dan orang-orang dari keluarga, lingkungan,

kebudayaan dan masyarakat; Bahwa ia berupaya menghakimi berdasarkan kebenaran

perkara-perkara bahkan di atas pertimbangannya sendiri.

II.2. Pembentukan Kehendak

36
Bdk. Ibid., hlm. 105-107.

30
Kehendak kita adalah elemen kunci dalam kepribadian kita. Pada tingkat yang

benar-benar alami, nilai seseorang banyak bergantung pada seberapa jauh ia menjalin

kehendaknya. Kehendak seseorang adalah di mana dia mengatur jalan yang membimbing

dan mengendalikan seluruh keberadaannya. Dengan kata lain, seseorang bebas dalam

ukuran bahwa dia adalah menguasai dirinya sendiri, dan dalam ukuran di mana dia

mengarahkan dan mendominasi nafsu, perasaan, dan instingnya. Seseorang bebas ketika,

terlepas dari keadaan eksternal, dia bertindak menurut kriteria pemikirannya yang

diterangi oleh iman.

Dilihat dalam dimensi yang benar, pembentukan kehendak sangat penting. Itu

tidak dapat diabaikan dari pembentukan seorang calon imam. Kecuali Allah membantu

dengan cara yang luar biasa keberhasilannya dalam segala bidang (manusia, rohani dan

kerasulan) bergantung pada kekuatan kehendak-nya. Segala sesuatu yang lain (manfaat

kasih karunia, sifat-sifat manusia, dsb.) menghadapi ancaman serius jika kehendak tidak

mendukungnya.37 Oleh karena itu, calon imam harus berusaha untuk membentuk

kehendak kuat yang patuh pada kecerdasannya, efektif dan konstan dalam menginginkan

yang baik, gigih dalam menghadapi kesulitan, dan mampu mengatur dan penyaluran,

dengan lembut namun tegas, semua dimensi keberadaannya. Membentuk kehendak

adalah untuk menjalankannya dalam menginginkan yang baik dengan sungguh-sungguh.

Jadi, tidak sedikit yang mengejutkan bahwa pembentukan kehendak selalu

menyiratkan meninggalkan keduniawian. Melepaskan diri adalah cara yang luar biasa

untuk menempa dan mendidik kemampuan kita untuk melakukan kehendak. Ini bukan

berarti negatif karena apa yang penting adalah tidak menyangkal kebaikan, melainkan

memilih kebaikan yang lebih besar. Pada tingkat manusia kita sekarang berbicara tentang

apa yang secara tradisional disebut abnegation atau penolakan terhadap diri kita sendiri.
37
Bdk. Ibid., hlm. 108-109.

31
Kehidupan biasa memberikan banyak sekali kesempatan untuk menjalankannya:

menolak keinginan kita dengan memilih untuk memenuhi tugas kita dengan bertanggung

jawab; Menolak rencana pribadi kita dengan memilih untuk hidup bermasyarakat dan

menganut ketaatan; Tidak membiarkan diri kita terbawa oleh kelelahan, pesimisme atau

perasaan dengan memilih jalan ketenangan dan pengendalian diri menolak keinginan

hidup yang nyaman dengan memilih penghematan, dll.

II.3. Pembentukan Bakat

Gairah adalah kecenderungan yang berkembang di luar normal. Ini terjadi pada

intelektual kita atau kecenderungan masuk akal kita. Dalam dan dari diri mereka sendiri,

gairah tidak negatif, mereka hanya kekuatan yang lebih besar intensitas yang lebih

rendah. Adalah suatu kesalahan untuk berpikir bahwa formasi gairah terdiri dalam

menindas atau menekan mereka. Ini sebenarnya kontraproduktif: dorongan alami dari

gairah, jika ditekan, dapat menyembunyikan dirinya sendiri di alam bawah sadar dan dari

sana, tak terlihat, berperang. Sebaliknya, formasi sejati dari gairah adalah untuk dengan

benar dan tegas menyalurkan potensi mereka yang berharga, mengangkat dan

mengarahkan mereka, sehingga mereka menjadi stimulus dan energi dalam usaha kita

yang lebih sulit.

Adalah penting untuk menunjukkan, seperti yang dilakukan Thomas Aquinas,

bahwa pengaruh kita terhadap nafsu bukanlah “despotik” melainkan politis.” Kekuatan

dengan penuh gairah otomatis cenderung terhadap tujuan mereka sendiri. Kehendak

tidak memiliki kontrol langsung atas mereka. Kita dapat melatih tindakan tidak langsung

atau politis menggunakan cara-cara tertentu yang tenang, mengalihkan atau mengarahkan

kembali energi ini.

32
Cara pertama dan yang paling mendasar adalah benar-benar terserap oleh cita-cita

kita. Kasih yang dalam terhadap kehidupan pribadi yang ideal membuat seluruh

kepribadian kita menyimpang darinya. Tidak hanya kecerdasan kita dan akan tetapi juga

masa lalu kita akan menjalankan pengaruh mereka sesuai dengan petunjuk yang

mempersatukan yang kita miliki. Tetapi itu tidak cukup untuk menginginkan yang ideal.

Hasrat itu, yang sifatnya otomatis, dapat “memberontak” setiap saat. Kita perlu

kesiagaan dan keteguhan untuk menghindari apa pun yang dapat memicu semangat kita

untuk memberontak. Pengalaman pribadi mengajari kita situasi eksternal atau internal

yang biasanya memicu kecenderungan alami kita untuk salah arah.38

Terakhir, adalah bijaksana untuk memiliki periode pendinginan. Jika kita

menyadari bahwa nafsu telah berkobar dalam diri kita dan secara membabi buta menekan

kita ke arah yang tidak patut, adalah bijaksana untuk tidak bertindak untuk tidak

membuat keputusan penting sampai kembali dengan tenang.

II.4. Pembentukan Perasaan

Perasaan biasanya didefinisikan sebagai pengalaman psikologis subjektif yang

ditimbulkan oleh berbagai penyebab (keadaan pikiran yang berlangsung lama atau

sementara yang berisi reaksi tidak sadar terhadap lingkungan, kondisi fisik, peristiwa.

Situasi-situasi). Yang memberikan kesan positif atau negatif pada seseorang, merangsang

dalam dirinya berbagai naluri dan kecenderungan dalam mengetahui jenis perasaan apa

yang ada dan akan membantu kita memahami aspek ini dari diri kita sendiri.

Pembentukan perasaan berusaha untuk memanfaatkan kekuatan mereka,

menggunakannya untuk kebaikan pribadi secara keseluruhan dan untuk pelayanan pada

misi yang masing-masing telah terima dari Allah. Dengan cara ini, pernyataan tersebut

38
Bdk. Ibid., hlm. 110-111.

33
sangat memperkaya dan memungkinkan dia memiliki pengalaman manusia yang

mendalam, untuk mendekatkan diri kepada Allah dan orang lain. Langkah pertama yang

sangat penting adalah menyadari bahwa kita selalu memiliki kemungkinan untuk

mengendalikan, mengarahkan, dan menyelaraskan kepribadian kita sendiri dengan semua

kekayaannya, untuk membuatnya lurus, kuat, dan menguasai dirinya sendiri.39

Sebagai langkah kedua untuk membentuk perasaannya, calon imam harus

menganalisis dan mengetahui perasaannya sendiri, terutama yang dominan, dan

menyadari tingkat pengaruh mereka terhadap perilakunya, karena sikap sentimental

dapat melakukan kerusakan ekstrim pada formasinya. Biasanya ini Faktor-faktor

bergantung pada temperamen seseorang. Dengan mana seseorang cenderung

kebahagiaan atau kesedihan, optimisme atau pesimisme, kegembiraan atau depresi.

Formator harus membantu calon imam untuk menemukan komponen kebiasaannya ini

temperamen, potensinya, aspek-aspek positif dan negatifnya dan penerapannya. Kita

hendaknya membantu dia untuk menerima dirinya dengan lembut, penuh sukacita dan

bersyukur, dan untuk berusaha secara terus-menerus dan positif untuk keseimbangan,

pengendalian diri, dan perbaikan.40

Semuanya adalah anugerah bagi hati yang jatuh cinta pada Tuhan. Sebagaimana

yang paulus katakan: “bagi mereka yang mengasihi Allah, segala sesuatu berjalan

dengan baik” (Rm 8:28). Seseorang yang mencintai pekerjaannya dan yang sepenuhnya

mengidentifikasinya akan membentuk keadaan pikiran yang terbiasa dan positif.

Pendidikan tentang perasaan juga berkaitan dengan pembentukan yang benar dari

kepekaan artistik seseorang. Begitulah. Kemampuan seseorang untuk mengenali dan

menghargai keindahan alam dan karya seni.


39
Bdk. Ibid., hlm. 112.

40
Bdk. Ibid., hlm. 113-114.

34
II.5. Pembentukan Imaginasi dan Kreasi

Imajinasi adalah kemampuan manusia akan kreativitas dan orisinalitas. Era

kita sekarang ini, yang didominasi oleh media (khususnya film dan televisi) telah

menciptakan “peradaban indra atau gambar” yang sesungguhnya Pria dan wanita, tua

dan muda, menghargai segala sesuatu yang asli, kreatif dan nyata dalam pengabaran

dan penulisan seorang imam. Mereka akan mengingat pesannya dengan lebih baik

jika itu disajikan kepada mereka dalam bungkusan yang menyenangkan dan bervariasi

yang hanya dapat diciptakan oleh orang kaya dengan imajinasi. Selain itu, imajinasi

yang dipupuk dengan baik juga merupakan tambang inisiatif inisiatif dalam pekerjaan

kerasulan seorang imam dan dalam kehidupannya secara umum seperti biasa, tugas

pertama dalam melatih imajinasi adalah untuk mengembangkan dan memperkuatnya.

Langkah kedua adalah menyalurkannya. Beberapa orang memiliki imajinasi yang

lemah dan membosankan, mereka harus mencoba untuk mempertajam itu sebanyak

mungkin.

St. Teresa dari Avila menyebutnya, dan menjadi hamba yang rendah hati dan

efisien bagi individu dan misi kerasulannya. Ini berarti bahwa kadang-kadang kita

hanya harus menempatkan kendali pada imajinasi kita. Tapi itu berarti terutama

bahwa kita harus membuatnya bekerja sama dengan kecerdasan dan kemauan kita,

fokus pada objek yang mereka kejar. Misalnya, alih-alih membiarkan imajinasi kita

berkelana selama penelaahan atau doa, kita dapat menjadikannya bekerja, membantu

pikiran kita menembus lebih dalam ke dalam konsep-konsep yang sedang kita coba

tinggalkan atau membantu roh kita mengidentifikasi dengan objek meditasi kita.41

II.6. Pembentukan Fisik

41
Bdk. Ibid., hlm.115.

35
Kecepatan dalam seminari (kehidupan rohani, praktik konstan dari kebajikan,

pembentukan intelektual, dsb.) adalah kuat. Olahraga dan rekreasi penting agar bisa

pulih secara fisik dan mental, menjaga kesehatan dan meningkatkan persahabatan.

Konsili vatikan kedua memahami hal ini sewaktu berbicara tentang pendidikan pada

umumnya pada zaman kita: olahraga dapat turut menjaga keseimbangan emosi, Dan

untuk membangun hubungan persaudaraan. Kegiatan ini menawarkan kesempatan

luar biasa untuk mengetahui dan membentuk diri sendiri dan menjalankan banyak

kebajikan seperti ketekunan, upaya dan memanfaatkan kehendak seseorang,

kemurahan hati, keterbukaan kasih amal terhadap orang lain, dan sebagainya. Selain

itu, sebagian besar siswa yang mendambakan jabatan imam adalah para pemuda yang

membutuhkan olahraga untuk pertumbuhan fisik mereka yang sehat dan

keseimbangan batin. Hal ini tidak berarti bahwa semua harus menjadi atlet, tetapi

gerak badan jasmani dalam jumlah tertentu tidak semua orang baik, seperti bermain

dalam permainan masyarakat, berjalan, atau bepergian ke daerah pedesaan atau

pegunungan. Biasanya seorang pemuda tidak malu-malu dari latihan dan upaya fisik,

atau pekerjaan yang menggantikan keringat dan kelelahan. Jika tidak, itu bisa berarti

dia malas, memiliki blok psikologis, atau ditarik.

Formasi fisik tidak hanya terbatas pada olahraga. Itu mencakup perlunya

melatih diri sendiri sekarang dan lagi dalam pekerjaan fisik yang memerlukan upaya

fisik. Pekerjaan adalah salah satu fase kehidupan kristus yang harus kita tiru. Itu

membantu membentuk karakter, memperkuat kehendak, membentuk kebiasaan kerja

keras.42 Kami menemukan bakat-bakat baru, mendapatkan pengalaman langsung

tentang kondisi, tenaga kerja dan keran banyak orang dan bisa memahami mereka

dengan lebih baik. Itu membantu kita mengatasi kecenderungan kita untuk menghibur

42
Bdk. Ibid., hlm. 116-117.

36
dan menjalani semangat kemiskinan yang lebih autentik. Baik pekerjaan olahraga

maupun jasmani menyatukan semua anggota masyarakat dan mengidentifikasi mereka

dengan pusat formasi. Mereka memberi masyarakat suasana keluarga yang otentik

dan membuat semua orang berpikir tentang seminari sebagai rumah mereka sendiri.

III. DIMENSI INTELEKTUAL

Dimensi intelektual merupakan dasar dari formasi calon imam. Itu sebabnya

baik formator maupun calon imam harus menyadari bahwa persiapan intelektual tidak

dapat diganti dengan apa pun: baik dengan semangat, atau hati yang besar. Atau

bakat, atau rencana besar untuk murtad. Biasanya, kasih karunia bertindak melalui

kualitas instrumen-instrumennya dan tidak menghasilkan pekerjaan seorang rasul

yang telah mengabaikan persiapan intelektualnya dari kemalasan, kepengecutan atau

tidak bertanggung jawab. Pembentukan intelektual bukan hanya kurikulum yang

lengkap. Selain memperoleh data tertentu, calon imam harus mengembangkan dan

menyempurnakan kemampuan intelektualnya serta memperoleh watak dan kebiasaan

yang membuatnya menjadi orang dewasa secara intelektual. Hanya setelah ia

memperoleh kematangan intelektial yang ia peroleh dalam filsafat, teologi, dan

kebudayaan umum (yang seharusnya sekaya mungkin), akan menghasilkan buahnya.

Kesanggupannya untuk mengkomunikasikan kepada orang lain kekayaan

pengetahuannya juga dapat dianggap sebagai bagian dari aspek ini.43

III.1. Pembentukan Kemampuan Intelektual dan Kebiasaan Belajar

Pada bagian pembentukan kemampuan intelektual dan kebiasaan belajar, para

formator memiki peran penting dalam memberikan pemahaman kepada calon imam
43
Bdk. Ibid., hlm. 124-125.

37
bahwa dimensi pendalaman intelektual calon imam sangatlah penting. Itu sebabnya

tidak cukup bagi para calon imam hanya memfokuskan diri mengambil unsur-unsur

pengetahuan dalam kelas atau ketika mendapat arahan dalam pembentukan intelektual

saja melainkan yang terpenting adalah dapat mengembangkan kemampuan mereka

untuk menyerap dan menggunakan dengan baik pembelajaran yang disampaikan

kepada mereka. Fokus dan gaya pendidikan dan studi yang diberikan kepada mereka

dapat mempengaruhi secara khusus pematangan kecerdasan, memori, imajinasi

mereka.

Para formator juga hendaknya membantu para calon imam dalam

mengembangkan watak dan sikap yang mendukung kematangan intelektual mereka.

Oleh karena itu, adalah perlu untuk mengetahui bagaimana selalu memotivasi,

membimbing dan mendesak mereka. Kita harus membuat mereka benar-benar ingin

belajar, bahkan jika tidak datang secara alami. Selain itu, adalah juga perlu bahwa

melalui tidak dari upaya dan dedikasi berkelanjutan mereka memperoleh kebiasaan

intelektual yang baik, seperti: kemampuan untuk berkonsentrasi dengan cepat dan

teratur saat membaca, kemampuan untuk mengikuti kelas atau kuliah secara aktif,

DLL. Kebiasaan ini, selain membantu mereka mendapatkan hasil maksimal dari

kursus seminari, akan menjadi jaminan terbaik bahwa mereka akan terus

memperbarui diri mereka secara intelektual sebagai bagian dari formasi mereka yang

berkesinambungan, setelah mereka meninggalkan seminari setelah penahbisan.44

III.2. Pendidikan Filsafat

Filsafat adalah waktu istimewa dalam pembentukan intelektual calon imamat.

Studi filosofis adalah sekolah refleksi. Berkat mereka, seorang calon imam belajar

untuk berpikir secara mendalam dalam hal, objektivitas: indra kritisnya tajam; Ia
44
Bdk. Ibid., hlm. 126.

38
bertumbuh dalam gairah akan kebenaran di mana pun itu dapat ditemukan, dan ia

belajar untuk mendeteksi dan menyanggah kesalahan. Dengan menelaah filsafat kita

menerima seluruh pusaka kebijaksanaan setua usia manusia itu sendiri.45 Calon imam

bertatap muka secara sistematis dan di kedalaman dengan yang paling teoritis dan

masalah eksistensi manusia dan menyelidiki ke akar mereka. Oleh karena itu, ia

diperkenalkan pada ide-ide yang telah menentukan jalannya sejarah dan yang telah

menjelaskan apa itu manusia, melalui kuasa pikirannya tahu tentang dirinya, dunia

dan Allah. Akibatnya dikatakan, filsafat memiliki nilai budaya yang tak tergantikan;

Ini merupakan jiwa dari keaslian suatu budaya.46

Filsafat tidak tergantikan untuk memberikan pengertian, dialog, dan argumen,

bahkan hanya untuk manusia; Itu menjadi tempat pertemuan dialog terutama di antara

orang-orang percaya dan tidak percaya.47 Optatam Totius menunjukkan pada kita cara

untuk mencapai tujuan ini. Ini merekomendasikan agar dalam studi filsafat baik

formator maupun calon imam memberikan kepentingan tertentu pada filosofi

sistematis dan setiap bagiannya, sedemikian rupa sehingga calon imam akan dituntun

untuk memperoleh pemahaman yang solid dan koheren tentang manusia, dunia, dan

Allah, mendasarkan diri mereka pada warisan filosofis yang sah secara abadi. Calon

imam juga harus fasih dengan penyelidikan filosofis kontemporer, terutama mereka

yang menggunakan pengaruh khusus di negara mereka sendiri, dan dengan kemajuan

ilmiah terkini. Ini berarti bahwa kita tidak boleh mengacaukan penelitian filsafat

dengan mempelajari sejarah filsafat, yang hanya satu di antara banyak mata pelajaran

lainnya.48
45
Congregation for Catholic Education, The Teaching of Philosphy in seminaris, January 20,1972, no.
III.2.
46
Bdk Ibid, no. II.2. (catatan kaki font 12)

47
Bdk Ibid, no. II.3.c.

48
Bdk. Ibid., hlm. 127.

39
Filsafat berarti belajar untuk merenungkan realitas dengan pikiran sendiri,

didukung oleh kontribusi mereka yang telah mendahului kita dalam sejarah. Itu juga

berarti bahwa kita hendaknya memberikan prioritas pada pokok-pokok yang

merupakan struktur dasar filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang mencari penyebab

akhir dari realitas. Misalnya, studi ilmu pengetahuan yang merupakan titik awal dari

semua pengetahuan seharusnya tidak diabaikan. Metafisika, karena merupakan

refleksi pada menjadi seperti itu, memberikan kecerdasan kita cara yang sangat

berharga untuk pergi secara mendalam karena menganalisis realitas apapun. Ini

menempatkan kita dalam kontak dengan tingkat tertinggi dari semua yang ada,

memungkinkan lompatan untuk makhluk transenden. Pengulangan filosofis pada

tuhan dan mar sangat penting bagi pria yang dipanggil untuk menjadi jembatan antara

tuhan ang kemanusiaan.

Terakhir, kita hendaknya mengingat bahwa siswa filsafat dalam seminari

adalah calon untuk imamat dan itulah sebabnya mereka menelaahnya. Pengalaman

mengajarkan bahwa tidaklah aneh bagi mereka untuk mengalami masalah dengan

iman mereka selama periode pembentukan mereka ini. Pada tahap ini dalam

perkembangannya pemuda ini sedang membangun kapasitasnya untuk menilai. Dia

berada di bawah efek dari disiplin akademik yang mewajibkan dia untuk menimbang

segala sesuatu dengan alasannya, dan dia dalam kontak yang diperlukan dengan arus

pemikiran dan penulis asing atau menentang transcendence dan iman. Ini semua dapat

menimbulkan pertanyaan atau keraguan iman.49

III.3. Pendidikan Teologi

49
Bdk. Ibid., hlm. 128.

40
Pendidikan teologi merupakan puncak pendidikan seorang imam. Di sini dia

menyelidiki pengetahuan ilmiah dan pengalaman tentang imannya dan tentang

masalah-masalah gembala yang akan segera dia gunakan dalam terang wahyu, yang

nyata dari hati kerasulannya dan kearifan teologi gembala yang baik, sebagai

penelaahan dari Allah, adalah ilmu yang mencirikan imam, sebagai orangnya Allah.

Kurikulum harus menyediakan pengetahuan keseluruhan tentang keseluruhan doktrin

katolik sehingga siswa dapat menelaahnya secara mendalam, menjadikannya

makanan bagi kehidupan rohani mereka dan, ketika mereka menjadi imam,

memperpanjangnya, menjelaskannya dan membelanya dalam pelayanan mereka. Oleh

karena itu, tugas utama kita adalah untuk memberi mereka pandangan lengkap dan

organik mengenai pokok-pokok dasar, tanpa mengabaikan yang lainnya yang kurang

penting namun juga penting bagi bentuk ajaran dan penggembalaan mereka.

Untuk mengajarkan teologi dan mempelajari kita harus melihat pada tradisi

lama gereja, serta pada gerakan pembaruan yang sah pada tahun-tahun terakhir: peran

ekegesis dalam setiap pokok, penemuan ulang patristik, transformasi mendalam

dalam perumusan dan pendekatan teologi moral, dan sebagainya. Dalam upaya

pembaruan ini kita harus memperhatikan kontribusi dari para penulis modern yang

lebih menonjol, dan untuk pedoman terbaru dari Magistenum. Dokumen tentang

pembentukan teologis para imam masa depan merupakan pokok acuan yang sangat

berharga. Kita juga dapat menambahkan dokumen-dokumen suci lihat dalam liturgi,

ekumenis, pastoral dan formasi misionaris, dalam studi para bapa gereja, di gereja-

gereja timur, tentang ateisme dan dokumen-dokumen lain yang melengkapi gambaran

dari seluruh formasi teologis.50

50
Congregation for Catholic Education, Instruction on liturgical training in seminaries, June 3 1979.

41
Berdasarkan sifatnya sendiri, teologi harus menuntun pada pertemuan pribadi

dengan Allah, menggerakkan para siswa untuk berdoa dan merenung. Kerohanian bon

dari kehidupan iman dapat dikatakan sebagai dimensi teologi internal. Teologi yang

tidak memperdalam iman kita, atau membawa kita untuk berdoa, dapat menjadi

pengganti dari kata-kata mengenai Allah: tetapi itu tidak akan pernah menjadi

ceramah yang benar mengenai Allah, Allah yang hidup, Allah yang ada, dan yang

wujudnya adalah kasih. Oleh karena itu, siswa tersebut hendaknya mendekati teologi

dengan pikiran yang saya diterangi dengan iman yang hidup dan aktif sehingga

kebenaran-kebenaran yang dia telaah akan menjadi asas-asas kehidupan kristennya,

meningkatkan pengetahuan dan hubungan pribadinya dengan Kristus, membantu dia

memperdalam penyisiannya yang penting dalam gereja dan menjadikan dia lebih

sadar akan tugas kerasulannya.

III.4. Pendidikan Humaniora

Kebudayaan umum yang luas merupakan dasar yang kuat untuk membangun

ilmu falsafah dan teologi. Sehingga kita dapat menghindari bahaya spesialisasi yang

dapat membuat kita buta secara fungsional. Benar-benar jenius dalam bidang

tertentu kita sendiri tapi hampir benar-benar tidak tahu apa-apa lagi. Area yang

sangat berguna dari pembentukan budaya imam adalah studi tentang kemanusiaan.

itu adalah sarana utama untuk masuk ke kontak langsung dengan warisan universal

yang kita bicarakan. Sejarah, sastra, seni, musik adalah sarana yang mengumpulkan

budaya dan masyarakat terbaik selama berabad-abad.

Adalah penting untuk mengingat bahwa humanioritas dapat memberikan

pelayanan nilai pada pembelajaran gerejawi. Saat ini, para remaja putra yang

memasuki seminari sering membagikan mentalitas ilmiah, pragmatis, dan teknologi

42
modern. Mentalitas ini bertentangan langsung dengan tujuan, metode dan proses

mental yang dituntut oleh filsafat dan teologi. Dengan membaca karya-karya tulis

yang bersifat clas dan menghargai nilai estetika, moral dan spiritual yang ada di

berbagai cabang kemanusiaan, buku-buku ini diperkenalkan dan dibantu untuk

beradaptasi dengan cara berpikir yang baru. Kemanusiaan memperluas cakrawala

pikiran menuju ruang yang juga memungkinkan refleksi dan keterbukaan yang

murni spekulatif dan transenden.51 Menurut para pakar, penelitian bahasa-bahasa

klasik juga mendukung struktur mental dan keakuratan logis, yang sangat

dibutuhkan jika filsafat dan teologi lebih dari sekadar penyimpangan intelektual.

III.5. Belajar untuk Menyampaikan Pesan

Apabila kesanggupan seorang imam untuk berkomunikasi dikembangkan, hal

itu akan berlipat ganda karena adanya pembentukan intelektual yang baik, atau

bahkan nilai rata-rata. Jika tidak dikembangkan itu hampir dapat berkompromi toko

nya teologis dan pengetahuan budaya tidak peduli seberapa brilian ini. Seorang imam

yang pandai membaca dan tidak dapat berkomunikasi adalah seperti sumur yang

dalam, penuh dengan air tawar, tetapi tanpa kantong si pelancong yang lewat harus

pergi dalam perjalanannya dalam keadaan kering. Sudah cukup untuk mendengar

komentar jemaat tentang beberapa homili. Kita tahu bahwa tidak semuanya

tergantung pada pengetahuan manusia. “Sebab firman Allah itu hidup dan aktif, lebih

tajam daripada pedang bermata dua mana pun (Ibr 4:12). Kasih karunia ilahi dapat

menembus jiwa tanpa, atau bahkan terlepas, campur tangan manusia. Namun dalam

rencana keselamatan Allah, firman utusan itu biasanya merupakan penghubung antara

pesan injil dan hati mereka yang mendengarkan. Ketika sebuah mata rantai gagal,
51
Bdk. Ibid., hlm. 131-132.

43
rantai rusak. “Bagaimana mereka percaya kepada dia yang tentangnya mereka tidak

pernah mendengar? Dan bagaimana mereka bisa mendengar tanpa itu Seorang

pengkhotbah?” (Rm 10:14-15). Bagaimana mereka akan memahami dan

menerimanya jika berita itu tidak dikhotbahkan dengan efektif?52

Orang-orang mengharapkan imam untuk membaca, menulis dan berbicara

dengan benar dan bersemangat. Tentu saja, di antara para calon untuk imamat

beberapa selalu lebih berbakat daripada yang lainnya di bidang ini. Seni ekspresi

lisan atau tertulis banyak bergantung pada sifat-sifat alami seseorang dan

pendidikannya sebelumnya. Tapi selalu mungkin untuk meningkatkan dan memoles,

terlepas dari bakat natura kita harus bekerja dengan, sampai kita mendapatkan

tingkat yang dapat diterima. Oleh karena itu program akademik seminari harus

melakukan kegiatan-kegiatan inchlude yang mengajarkan teori dan melatih

keterampilan komunikasi seperti kelas dan latihan yang mengembangkan kapasitas

siswa untuk menulis surat, laporan, cerita, atau artikel surat kabar dengan benar,

DLL. Kita membutuhkan penulis kristen untuk penginjilan budaya dan opini publik.

Seorang imam bisa menjadi salah satu dari mereka, kelas, dan yang lebih penting

lagi latihan ekspresi lisan, proyeksi suara, teknik klasik dan modern pidato, dan

homiletik hampir mutlak diperlukan. Lebih lanjut lagi, kita harus menemukan cara

bagi somme, yang lebih berbakat untuk ini, untuk dipersiapkan dalam keterampilan

berdebat, grouip dynamics, atau dalam komunikasi radio atau televisi. Imam adalah

manof firman; Ia harus terampil menggunakan kata-kata.53

IV. DIMENSI PASTORAL


52
Bdk. Ibid., hlm.133.

53
Bdk. Ibid., hlm. 134.

44
Formasi calon imam di area-area yang dianalisis sampai sekarang memiliki arti khusus

dalam misi pastoral nya. Prinsip dalam formasi penggembalaan yang paling umum

menandaskan fakta bahwa formasi para rasul harus meresap ke dalam seluruh identitas

keimaman baik secara rohani, dimensi intelektual dan manusia. Semuanya itu untuk

membentuk karakter dari calon imam.

Namun di samping fokus umum proses pembentukan ini, perlu menganalisis formasi

pastoral dan kerasulan sebagai area tertentu dengan tujuan dan sarana sendiri, karena itu

bukanlah sekadar tuaian yang memberikan sentuhan akhir pada seorang imam. Kristus

memanggil dua belas rasul “untuk diutus untuk berkhotbah” (Mk. 3:14). Dia memberi mereka

kekuatan imam untuk digunakan untuk misi yang dia percayakan kepada mereka. Sejak awal,

mereka sudah tahu bahwa mereka adalah para rasul dan mengerti bahwa keimaman mereka

merupakan bagian dari identitas kerasulan mereka. Dengan cara yang sama, pemuda yang

telah memasuki seminari telah dipanggil untuk diutus sebagai utusan kerajaan Allah. Jika

seminari kita hanya menghasilkan imam yang menerima karakter sakramen yang

memungkinkan mereka untuk merayakan misteri-misteri ilahi namun yang tidak memiliki

hati kerasulan dan tidak siap untuk memenuhi misi mereka dengan efektif. Kami telah gagal

sebagai formators. Semua formasi untuk kerasulan condong pada dua tujuan mendasar:

pembentukan hati kerasulan dan persiapan untuk pekerjaan pastoral.

Namun di samping fokus umum proses pembentukan ini, perlu menganalisis formasi

pastoral dan kerasulan sebagai area tertentu dengan tujuan dan sarana sendiri. Karena itu

Dengan cara yang sama, calon imam yang telah memasuki seminari telah dipanggil untuk

diutus sebagai utusan kerajaan Allah. Jika seminari kita hanya menghasilkan imam yang

menerima karakter sakramen yang memungkinkan mereka untuk merayakan misteri-misteri

ilahi namun yang tidak memiliki hati kerasulan dan tidak siap untuk memenuhi misi mereka

dengan efektif, maka tentunya sebagai pembina atau formator gagal dalam pendampingan.

45
Oleh karena itu, untuk menghindarinya semua formasi untuk kerasulan condong pada dua

tujuan mendasar yakni pembentukan hati kerasulan dan persiapan untuk pekerjaan pastoral.54

IV.1. Semangat Kerasulan dan kesadaran akan misi

Kasih calon imam bagi Kristus harus mengarah pada identitasnya dengan dia, dan

dengan cinta abadinya untuk umat manusia. Inilah yang mencetuskan keinginan yang

urgensi dan hasrat yang bergairah untuk berjuang tanpa lelah untuk mengumumkan

dan memperluas kerajaan Allah dengan segala cara yang baik, sah dan mungkin,

sampai Kristus memerintah dalam hati rakyat dan masyarakat. Untuk membentuk

semangat kerasulannya kita harus membuat calon imam sadar akan misinya. Dia

harus memahami bahwa misinya diidentifikasikan dengan misi Kristus dan bahwa

oleh karena itu pekerjaan dan kehidupannya merupakan bagian dari sejarah

keselamatan.

Kesadaran akan misi kerasulan terbentuk secara bertahap selama periode

pembentukan sampai itu menjadi perhatian yang menyerap segala sesuatu, titik fokus

dari seluruh kehidupannya, dari perubahan kepribadiannya, dalam kesadaran ini para

calon imam terus berusaha untuk memperbaiki dirinya dalam kehidupan rohaninya,

dalam kecerdasan dan pembentukan manusia, dan dalam persiapan pasalnya. Ketika

dia terlibat dalam pertobatan, kesadaran ini akan misinya terbukti dalam semangatnya

yang tulus untuk menghasilkan buah-buah yang konkret.55

IV.2. Pembentukan Pelayanan Pastoral

Seorang calon imam tidak akan menjadi rasul kecuali dia memiliki

pemahaman mendalam tentang misinya dan semangat gigih untuk memenuhinya.

54
Bdk. Ibid., hlm. 137.
55
Bdk. Ibid., hlm. 138.

46
Tetapi dia tidak akan menjadi orang baik jika dia tidak menerima persiapan gembala

yang spesifik. Sekadar ingin menjadi murtad saja tidak cukup baginya; Dia juga

harus tahu bagaimana melakukannya dengan efektif.

Dalam dimensi pastoral terdapat bidang pembentukan dan unsur pastoral yang

ditekankan diantaranya adalah menawarkan kursus atau sarana lain untuk membantu

para calon imam dalam mempersiapkan diri bagi beberapa jenis pekerjaan kerasulan

yang sering menjadi bagian dari kerasulan apa pun: kursus mengenai arahan rohani,

bagaimana memberikan latihan rohani. Sehingga terlepas dari setiap pekerjaan calon

imam di masa depan, bentukan pribadi dari calon imam hendaknya mencakup unsur-

unsur dasar dari metode para rasul. Aspek kunci dalam dimensi pembentukan ini

adalah efektivitas. Efektivitas sebagai pola pikir dan keterampilan adalah elemen

yang selalu diperlukan. Keefektifan pada dasarnya bergantung pada semangat

kerasulan seseorang untuk menghasilkan buah, tetapi itu juga dapat diajarkan

sebagai sikap dan gaya kerja.

Selain itu, terdapat pula aspek kunci lainnya adalah belajar untuk bekerja sama

dengan orang lain. Pertama-tama, calon imam harus memiliki semangat kerja sama

yang akan membawa mereka untuk memasukkan diri sepenuhnya ke dalam program

pastoral keuskupan dan bekerja sama dengan para imam lainnya. Tetapi mereka juga

membutuhkan keterampilan kerja sama dan kerja sama tim. Di masa depan calon

imam harus bekerja dengan imam lain di paroki, serta dalam pertemuan-pertemuan

lainnya dapat mengkoordinasikan para calon imam sebagai anggota hidup dan tim

yang efektif. Di sini di seminari adalah waktu untuk mempelajari teori dan praktik

kerja tim.56

56
Bdk. Ibid., hlm. 146-147.

47
Kerja sama ini tidak hanya berkaitan dengan para imam lainnya. Hal ini sama

pentingnya, jika tidak lebih, bahwa ia dapat bekerja dengan kaum awam. Imam masa

depan harus menghargai pekerjaan dan misi spesifik dari anggota yang dibaptiskan

dari umat Allah. Sinode uskup pada tahun 1977 mengungkapkan hal ini ketika

mereka mengundang para imam dan anggota seminari untuk mempersiapkan diri

mereka dengan cermat agar dapat meningkatkan pekerjaan dan misi orang awam.

Lumen Gentium meminta agar para imam belajar untuk mengenali dan

meningkatkan martabat dan tanggung jawab anggota gereja yang awam, menugasi

tugas-tugas kepada mereka dalam pelayanan gereja dan mendorong mereka untuk

melakukan tugas-tugas menurut inisiatif mereka sendiri. Sejalan dengan aspek

terakhir ini, ketetapan mengenai pembentukan imam meminta agar para imam masa

depan siap untuk menggugah dan mendorong tindakan kerasulan umat awam.

IV.3. Makna dari Formasi Kerasulan dan Pastoral

Apa yang telah kita katakan akan menjadi teori yang adil jika kita tidak

memikirkan cara yang dapat kita gunakan untuk mencapai dalam mempraktikkan

formasi kerasulan dan penggembalaan. Oleh karena itu, marilah kita pertimbangkan,

beberapa cara yang lebih mendukung pertumbuhan semangat kerasulan dan beberapa

lainnya yang akan diarahkan secara khusus terhadap persiapan yang diperlukan dan

praktis untuk pelayanan pastoral.

Di atas segalanya, kita hendaknya ingat bahwa gairah imam dan rasa misi

adalah kasih karunia ilahi, suatu persekutuan dalam kasih Kristus bagi kemanusiaan.

Oleh karena itu, sarana pertama yang kita miliki adalah doa. Bagi seorang rasul

dalam formasi (dan doa formatornya) adalah permohonan bagi kasih karunia ini. Itu

adalah kontak erat dengan sumber kasih, dan ungkapan kasihnya bagi jiwa dan dia

dipanggil untuk melayani injil dan bagi siapa dia berdoa dari seminari. Ingatlah

48
biarawati yang ditutup namanya, Theresa dari Lisieux, yang patut diberi nama

sebagai pelindung misi karena doa-doanya.

Selama doa pribadinya, calon imam hendaknya sering merenungkan teladan

Kristus sang rasul, yang memberikan dirinya seutuhnya pada misinya. Tidak ada

sekolah kerasulan yang lebih baik, terutama karena rasul imam yang diidentifikasi

dengan cara yang unik dengan Tuhan melalui sakramen.57 Rasa misi seminari,

semangat kerasulan, semangat gerejawi dan kasih amal pastoral akan diperkuat jika

kita membuka mata mereka terhadap penderitaan dan ketidakadilan yang harus

ditanggung oleh banyak pria dan wanita, dan bahkan seluruh bangsa. Rasa tanggung

jawab formator sendiri dan kesadaran mereka akan kebutuhan untuk membantu para

calon imam akan membantu mereka menemukan cara terbaik. Sebagai formator,

hendaknya dipastikan bahwa program ini berjalan dengan baik dan bahwa calon

imam mendapatkan yang terbaik dengan menghormati masa depan mereka

Jika pekerjaan kerasulan dari seminari berlangsung selama tahun ajaran,

adalah baik bagi para formator untuk bertemu secara berkala dengan kelompok-

kelompok dari mereka yang terlibat dalam kerasulan yang sama sehingga

memotivasi, merencanakan bersama, meninjau hasil, dan sebagainya. Melalui

orientasi pribadi mereka dapat memperlihatkan minat mereka pada kerasulan yang

dilakukan oleh seorang calon imam, kesulitan dan pencapaiannya, pematangan yang

sesungguhnya dari semangat kerasulannya.

Akan tetapi, sewaktu para pemuda itu membaktikan jangka waktu yang

panjang untuk menjadi murtad, para imam yang bekerja bersama mereka hendaknya

merasa bertanggung jawab atas pembentukan mereka khususnya dalam bidang

formasi gembala yang spesifik ini. Namun, jelaslah bahwa para pembina atau para

57
Bdk. Ibid., hlm. 149.

49
formator di seminari terus menjadi penanggung jawab langsung atas para calon

imam itu. Hendaknya para fomrator berusaha untuk menolong calon imam untuk

terus membentuk diri mereka dalam setiap dimensi, dari rohani sampai pastoral,

bahkan ketika mereka berada di medan pastoral. Selama periode ini, mungkin

mereka dapat terus hidup di seminari meskipun mereka mendedikasikan sepanjang

hari untuk kerasulan, atau membentuk tim pekerjaan pastoral di bawah bimbingan

seorang imam yang berpengalaman.58

V. KESIMPULAN

Pembinaan dan pendidikan calon imam diosesan Seminari Tinggi Hati Kudus Yesus

Pineleng yang merupakan dasar atau tolak ukur pembinaan para calon imam telah

berlangsung dan berkembang sampai saat ini. Dan dalam prosesnya, dasar dari pembinaan

dan pendidikan calon imam berpusat pada empat pilar pembinaan yakni dimensi spiritual,

manusiawi, intelektual dan pastoral.

Aspek utama yang paling penting dan menentukan dari formasi pembentukan calon

imam adalah dimensi rohani. Ini merupakan cara pembentukan karakter sebagai calon imam

yang bersatu dengan Kristus. Pembentukan ini lebih didasarkan pada pengalaman dari pada

pembelajaran. Itu sebabnya aspek ini merupakan pengalaman kasih: di mana penyerahan diri

secara utuh dan total kepada Tuhan demi dan untuk karya perutusan di tengah-tengah

kehidupan umat manusia, dan dalam cinta yang sama, diperkuat dan disempurnakan. Hal ini

dimaksudkan agar calon imam lebih mencintai Allah dan melaksanakan tugas perutusan

dengan penuh tanggung jawab.59 Dan pada akhirnya dengan penuh kesadaran menyadari dan

58
Bdk. Ibid., hlm. 152.

59
Marcial Maciel, L.C, Inegral Formation of Catholic priest (New York: Rodale, 1992), hlm. 61.

50
mengakui bahwa pengalaman hidup ini memiliki pusat yang penting dalam Kristus dan

sumber prinsipnya terdapat dalam injil.

Formasi rohani mendahului dan mengandalkan pada manusia formasi imam masa

depan. Sebagai calon imam, hendaknya mampu berjalan bersama Kristus dalam doa dan

lewat perayaan sakramen-sakramen lainnya sehingga dapat memperoleh energi postif yang

dapat dibagikan kepada umat Allah yang dijumpai. Dimensi intelektual merupakan dasar dari

formasi calon imam. Itu sebabnya baik formator maupun calon imam harus menyadari bahwa

persiapan intelektual tidak dapat diganti dengan apa pun. Prinsip dalam formasi

penggembalaan yang paling umum menandaskan fakta bahwa formasi para rasul harus

meresap ke dalam seluruh identitas keimaman baik secara rohani, dimensi intelektual dan

manusia.60 Semuanya itu untuk membentuk karakter dari calon imam. Fokus umum proses

pembentukan ini, perlu menganalisis formasi pastoral dan kerasulan sebagai area tertentu

dengan tujuan dan sarana sendiri. Karena itu Dengan cara yang sama, calon imam yang telah

memasuki seminari telah dipanggil untuk diutus sebagai utusan kerajaan Allah.

60
Bdk. Ibid., hlm. 137.

51

Anda mungkin juga menyukai