Anda di halaman 1dari 18

Rancangan Kotbah Minggu, 07 Agustus 2005

Tema : Hari Pembangunan GKJW


Bacaan : I Timotius 6:2b-10
Nats : Ayat 10a
Tujuan : Jemaat memahami bahwa dalam kehidupan ber-
jemaat pun ajaran-ajaran palsu itu dapat saja hi-
dup dan berkembang...

Pengantar Singkat
Surat Timotius dipercaya sebagai bagian dari surat-surat
Pastoral, yaitu kumpulan surat yang berisikan tentang
pandangan-pandangan moral tradisional yang menggema-
kan nasihat mengenai “kewajiban-kewajiban moral dalam
kehidupan rumah tangga/jemaat”, sehingga surat-surat
pastoral ini berfungsi sebagai konstitusi resmi bagi jemaat.
Adapun bagian yang akan menjadi perhatian kita kali ini
adalah mengenai “hasil yang akan dituai oleh ajaran palsu
yang dipandang sebagai hasil dari sebuah kejahatan”.

Tafsiran
Perikop yang akan kita bahas pada hari ini berbicara tentang
apa yang menjadi penyebab dan buah yang dihasilkan oleh
para pengajar palsu. Dalam bagian ini ditekankan bahwa
penyebab utama dari tumbuhnya ajaran-ajaran palsu dalam
jemaat adalah pikiran yang tidak terarah pada Kristus
melainkan terarah pada diri sendiri dan segala bentuk
aktivitas ibadah yang dibangun bukanlah ditujukan bagi
kemuliaan Kristus melainkan demi kemuliaan dirinya dan
keuntungan pribadinya. Dengan kata lain, orientasi dari para
pengajar palsu ini adalah uang (lih. ayat 2b-5, 10a)
Buah yang dihasilkan dari ajaran palsu ini adalah segala
bentuk tindakan yang sesat. Tindakan yang sesat itu berawal
dari pikiran yag tidak sehat akibat hilangnya standar nilai
kebenaran di dalam diri, dan pikiran yang tidak sehat ini akan
mengantar seseorang menuju pada tindakan-tindakan yang
hina dan memalukan, sehingga ia akan dikuasai oleh nafsu
yang hampa dan mencelakakan hidupnya sendiri (ayat 9). Di
pihak lain, pikiran yang tidak sehat itu, juga, akan menuntun
seseorang untuk beribadah secara tidak benar. Ibadah
bukan lagi dipandang sebagai sebuah bentuk aktivitas yang
bertujuan hendak membangun persekutuan bersama Tuhan
dan sesama, melainkan ibadah dipandang sebagai sarana
untuk mencari keuntungan dan mencara nama.
Dari semua yang diuraikan di atas dapat disimpulkan
bahwa ajaran palsu akan mengakibatkan lunturnya tali
persaudaraan yang berujung pada percekcokan, perselisihan
dan perceraian sebuah persekutuan. Dan dari uraian ini juga
dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa sebuah ajaran
palsu hanya dapat dipahami ketika hasil akhir dari ajaran itu
didapat; jadi meskipun pada awalnya ajaran itu terlihat indah
dan berasal dari Tuhan, namun ketika hasil akhir yang
didapat adalah tentang perpecahan; maka ajaran yang
ditebarkan itu adalah ajaran palsu bukan ajaran Kristus!

Rancangan Kotbah
Kekasih-kekasih Tuhan yang berbahagia...
Sebuah gereja atau persekutuan Kristen dibangun dengan
tujuan agar manusia dapat hidup sebagai damai bersama
Kristus dan sesamanya. Jadi, misi dan kepentingan yang
dibawa oleh gereja adalah misi dan kepentingan Kristus,
yang meliputi kasih, perdamaian, sukacita dan setiap buah-
buah Roh yang berasal dari Kristus. Semua ini akan dapat
terjadi apabila gereja melandasi pikiran mereka dengan
pikiran yang sehat dan selalu sadar akan misi Kristus.
Namun bila gereja sudah mulai melupakan misi dan
kepentingan Kristus, maka ajaran yang ditebarkan gereja
bukanlah ajaran yang berasal dari Kristus dan pikiran yang
dikembangkan gereja bukanlah pikiran yang sehat melainkan
pikiran yang jahat. Oleh sebab itu gereja harus selalu
waspada dengan setiap pengajaran yang hendak dibangun
dan dikembangkannya dalam kehidupan berjemaat.
Hal ini perlu untuk diwaspadai, karena seringkali kenyataan
di lapangan berbicara mengenai perpecahan dan perceraian
sebuah persekutuan, yang diawali dengan berkembangnya
sebuah ajaran yang tampaknya memiliki warna misi dan
kepentingan Kristus, namun dalam perkembangannya justru
ajaran ini hendak mengajak jemaat untuk memisahkan diri
dari gereja karena ajaran ini mengatakan bahwa setiap
ajaran gereja sudah menyimpang dari kebenaran Alkitab.
Dengan demikian, buah yang dihasilkan bukanlah buah yang
baik melainkan buah yang busuk dan tidak benar.
Jadi kita bisa melihat bahwa sebuah ajaran itu dapat
dikatakan baik atau tidak, bukan melalui kemasan/bungkus
dari ajaran itu melainkan dari ajakan dari ajaran itu sendiri.
Ketika ajakan dari ajaran itu menghantar kita pada pikiran
yang sehat, maka ajaran itu adalah benar dan bersumber
pada Kristus; tetapi bila ajakan dari ajaran itu membawa
pada pikiran tidak sehat dan perpcahan, maka ajaran itu
adalah ajaran sesat meskipun berbungkuskan nama Kristus!
Dalam sejarah perkembangannya, GKJW pun pernah
mengalami perpecahan yang begitu menyedihkan (dan
memalukan?) Ini semua bukanlah bersumber pada ajaran
Kristus yang benar, melainkan bersumber pada segala
bentuk kepentingan pribadi yang sudah mulai menguasai
sistem gerejawi, akibatnya roh penyesat dan ajaran sesat
dapat bertumbuh dan berkembang dalam tubuh GKJW.
Namun hal ini berhasil diatasi dengan sebuah kesadaran
untuk kembali menekuni ajaran Kristus yang mempersatukan
dengan demikian GKJW telah mengambil keputusan untuk
hidup dan mengembangkan ajaran Kristus yang sehat dan
tidak pernah memecah persekutuan jemaat. Semangat inilah
yang harus tetap dihidupkan dan dipertahankan oleh GKJW!
Selamat menikmati hari pembangunan GKJW. Amin
Rancangan Kotbah Minggu, 21 Agustus 2005

Tema : Keselamatan dalam Kristus = Pemenuhan Janji


Bacaan : Ibrani 11:32-40
Nats : Ayat 39-40
Tujuan : Jemaat memahami bahwa pemenuhan janji Allah
kepada manusia diwujudnyatakan melalui kesela-
matan di dalam Kristus.

Pengantar Singkat
Meskipun masih berada dalam tataran perdebatan, kitab
Ibrani ini lebih diyakini sebagai sebuah bentuk kotbah dari
pada sebagai sebuah surat. Ibrani merupakan sebuah
kotbah sastrawi, khususnya mengenai penafsiran atas
Perjanjian Lama, yang sengaja ditulis untuk menguatkan
jemaat untuk bertahan dalam iman dan pengharapan.
Bagian yang kita teliti kali ini menyoroti tentang aksi dari
sekelompok saksi iman dalam Perjanjian Lama, yang
dikisahkan dengan tujuan untuk memberi kekuatan dalam
pengharapan dan iman bagi para pembaca Kitab Suci.

Tafsiran
Ibrani 11 memuat tentang daftar panjang mengenai contoh/
model iman dari Perjanjian Lama. Mengapa daftar panjang
seperti ini ditampilkannya? Tidak lain adalah untuk
menggambarkan beberapa keutamaan atau kebajikan dari
para tokoh yang ditampilkan; dan hal ini sudah sangat biasa
dalam sebuah sastra Yahudi, agar setiap keutamaan dan
kebajikan para tokoh ini mampu menghidupkan semangat
keimanan dan pengharapan setiap orang yang percaya.
Akhir dari daftar panjang ini (ayat 32-40) memuat tentang
tokoh para Hakim dan juga legenda mengenai nasib yang
menimpa para nabi (misalnya: ada legenda yang
mengatakan bahwa nabi Yesaya mengalami kematian
karena digergaji menjadi dua – lih. ayat 37).
Namun tekanan dari kisah akhir dalam daftar panjang
tersebut bukanlah terletak pada kisah-kisah mengenai para
Hakim dan para Nabi, melainkan pada ayat 39-40 yang
hendak menegaskan bahwa semua contoh yang dihadirkan
dalam daftar panjang tersebut adalah contoh yang sah dari
saksi iman, tetapi Allah tetap menunda perjanjian-Nya bagi
mereka dan justru Allah menggenapinya ketika orang-orang
Kristen saat ini menanggapi dalam iman segala bentuk karya
keselamatan yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus.
Dengan demikian letak pokok dari daftar panjang tersebut
bukanlah mengenai aksi dari para saksi iman, melainkan
terletak pada penegasan bahwa penggenapan janji Allah
bukanlah melalui para saksi iman tersebut melainkan melalui
karya keselamatan Yesus Kristus yang harus ditanggapi di
dalam iman oleh para pengikut Kristus.

Rancangan Kotbah
Saudara-saudara seiman yang dikasihi Kristus...
Sebuah kesaksian yang disampaikan oleh seseorang
mengenai cinta kasih Kristus adalah perlu untuk didengarkan
dan disimak, karena kesaksian tersebut akan mengantar kita
untuk selalu bertahan dalam pengharapan dan janji
keselamatan Kristus. Namun harus juga dijaga dan dipahami
bersama, bahwa kesaksian yang diungkapkan itu harus
berorientasi pada Kristus, bukan pada orang yang
memberikan kesaksian; dengan kata lain: sebuah kesaksian
dapat menjadi sarana yang efektif untuk mengajak orang
bertahan dalam iman dan pengharapan apabila berisi kisah
yang berorientasi pada Kristus, tetapi bila kisah itu
berorientasi bukan pada Kristus, maka kesaksian tidak akan
dapat menjadi sarana untuk menumbuhkan ketahanan iman
dan pengharapan.
Saudara, isi dari perikop kita pada hari ini pun demikian.
Ibrani 11 memang menampilkan daftar panjang mengenai
saksi-saksi iman; akan tetapi semua daftar saksi ini bukanlah
merupakan inti pemberitaan dari Ibrani 11 ini. Puncak dari
semua kesaksian tersebut, justru, terletak pada ayat 39-40
yang menegaskan bahwa segala sesuatu berpuncak pada
penggenapan janji Allah di dalam karya keselamatan Yesus
Kristus.
Akan tetapi perlu digarisbawahi bahwa karya keselamatan
dalam Kristus hanya dapat dirasakan apabila manusia mau
menanggapinya melalui iman mereka kepada Yesus. Bila
karya keselamatan Yesus itu tidak ditanggapi, maka semua
karya keselamatan itu akan menjadi sia-sia belaka. Oleh
sebab itu sebuah karya keselamatan hanya dapat dirasakan
apabila berjalan dalam 2 arah yang saling melengkapi, atau
dalam sebuah sinergi; yaitu: anugerah Allah melalui karya
Kristus yang harus berjalan searah dengan upaya manusia
untuk menanggapinya melalui iman kepada Yesus.
Kisah-kisah dan kesaksian-kesaksian tentang tokoh-tokoh
iman memang perlu didengungkan untuk memperkokoh
pengharapan dan iman kita kepada Yesus Kristus, tetapi
semua kisah dan kesaksian tentang para tokoh ini jangan
sampai menjadi tujuan akhir dan pusat dari pemberitaan Injil;
melainkan pusat dan puncak pemberitaan tersebut hanyta
terletak pada karya keselamatan Kristus yang harus
ditanggapi oleh iman. Karena hanya itulah puncak dari janji
Allah yang diberikan kepada manusia. Amin.
Rancangan Kotbah Minggu, 02 Oktober 2005

Tema :
Bacaan : Kisah Para Rasul 17:16-34
Nats : Ayat 22
Tujuan : Jemaat memahami bahwa salah satu panggilan
dalam bergereja adalah untuk berdialog dengan
saudara-saudara yang berbeda pemahaman.

Pengantar Singkat
Dalam upaya memberitakan Injil Yesus Kristus, Paulus
melakukan perjalanan keliling daerah kekuasaan Roma
sebanyak 3 kali. Dalam 3 kali perjalanan itulah Paulus
berhasil memperkenalkan Injil Kristus kepada bangsa-
bangsa, tanpa menyepelekan keberadaan dari bangsa yang
didatanginya, termasuk agama dan kepercayaan mereka.
Perikop kita kali ini merupakan bagian dari perjalanan misi
Paulus yang kedua, dan “frame” dari perikop ini ditempatkan
dalam koridor misi Paulus kepada bangsa-bangsa kafir.
Sehingga tidaklah mengherankan apabila ada beberapa
bagian dari perikop ini yang bercerita tentang “allah-allah di
luar Kristus”, karena memang yang dihadapi Paulus adalah
bangsa yang belum mengenal Kristus.

Tafsiran
Secara naratif, cerita ini hendak menggarisbawahi bahwa di
Atena Paulus bekerja dalam dua sisi; di satu sisi ia
menghadapi orang-orang Yahudi dan kelompok orang yang
takut akan Allah (ketika berada di sinagoga), dan di sisi lain
ia berhadapan dengan orang-orang yang belum mengenal
Kristus di pasar. Pendekatan Paulus ketika menghadapi
orang-orang yang belum mengenal Kristus ini mirip dengan
pendekatan para ahli filsafat populer yang berbicara kepada
siapa pun yang mereka jumpai.
Kotbah Paulus di Aeropagus, yaitu sebuah tempat
pertemuan di Atena, berbeda dengan kotbah-kotbahnya
kepada orang Yahudi yang bertitik tolak dari Alkitab. Kotbah
Paulus di sini lebih bersifat filosofis, karena ia sedang
menghadapi orang-orang yang ahli dalam filsafat. Namun
perlu juga dipahami bahwa meskipun Paulus berkotbah lebih
bersifat filosofis, ia tetap berangkat dari bagian Alkitab yang
lebih kedengaran filosofis. Berarti hal ini menunjukkan bahwa
dalam upayanya memperkenalkan Kristus kepada para ahli
filsafat ini Paulus menggunakan sebuah metoda berdialog
yang baik dengan orang-orang yang belum mengenal Kristus
tersebut. Ia lebih menggunakan bentuk dialog yang
berangkat dari “teologia naturalis”, yaitu bukti-bukti dari alam
mengenai Allah yang menciptakannya, dengan harapan apa
yang disampaikannya dapat dimengerti oleh segenap orang
yang mendengar.
Dalam lanjutan kisah berikutnya, Paulus memuji sikap
religiusitas orang Atena; namun Paulus juga menekankan
bahwa apa yang mereka sebut dengan “Allah yang tidak
dikenal” (ayat 23) itu sejajar dengan Allah yang sedang ia
wartakan. Dari titik berangkat inilah, kemudian, Paulus
mengenalkan Kristus kepada orang Atena, yang
menekankan bahwa apa yang mereka sembah sebenarnya
telah dikenal oleh orang Kristen dan oleh sebab itu mereka
harus mencari Allah tersebut dalam kehidupan mereka. Dan
dampak dari pemberitaan ini mengakibatkan terjadinya dua
kubu; kubu pertama adalah orang yang meninggalkan
tempat karena tidak percaya, dan kelompok kedua adalah
orang yang percaya dan kemudian beriman kepada Kristus.

Rancangan Kotbah
Saudara-saudara yang beriman kepada Yesus Kristus...
Salah satu tugas dan panggilan gereja dalam menghadapi
kehidupan di dunia ini adalah menjalin kerjasama dan dialog
dengan setiap manusia, tanpa memandang suku, agama,
ras dan antar golongan. Tugas ini merupakan tugas yang
melekat dalam kehidupan gereja, karena melalui tugas ini
gereja dipanggil untuk memperkenalkan Kristus kepada
kehidupan dan dunia.
Dalam menghadapi dialog dengan pihak lain, perlu disadari
bahwa penggunaan metoda perlu untuk dipertimbangkan
sehingga dialog sungguh-sungguh dapat menjadi berkat dan
bukan menjadi kutuk. Inilah yang dipertimbangkan dengan
sangat matang oleh Paulus, sehingga ia berani mengadakan
dialog terbuka dengan orang-orang Atena, yang belum
mengenal Kristus, ketika ia sedang berada di Atena.
Dalam dialog tersebut, Paulus mengungkapkan ras
hormatnya yang tinggi terhadap nilai religiusitas orang-orang
Atena. Hal ini menandakan bahwa dalam sebuah dialog,
unsur pertama yang harus dikembangkan adalah
penghormatan terhadap teman berdialog kita. Tanpa
penghormatan, dialog tidak akan dapat berjalan dengan baik.
Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah: setelah Paulus
memberikan rasa hormatnya, ia kemudian memperkenalkan
tentang Yesus Kristus yang adalah Tuhan dan Juru
Selamatnya dengan berani, tanpa harus menghakimi teman
dialognya. Demikian juga dengan dialog yang harus kita
kembangkan, bahwa kita harus berani untuk menerangkan
tentang Kristus dari sudut pandang keutamaan Kristus tanpa
harus menisbikannya.
Hasil dari semua upaya ini adalah terletak pada Karya
Tuhan sendiri! Dengan jelas Kisah Para Rasul memberitakan
hal yang sangat manusiawi, yaitu ada orang yang percaya
dan ada yang tidak. Demikian jugalah apa yang harus
diupayakan dalam berdialog. Kita tidak dapat memaksakan
orang harus percaya kepada Kristus, tetapi dengan
pewartaan yang telah kita sampaikan dengan berani – at
least – nilai-nilai dan keutamaan Kristus telah mereka
tangkap. Dan bila ada yang mau percaya, kita serahkan saja
pada kinerja Roh Kudus yang begitu indah dan berani. Amin
Rancangan Kotbah Minggu, 16 Oktober 2005

Tema :
Bacaan : I Petrus 4:7-11
Nats : Ayat 10
Tujuan : Jemaat memahami bahwa

Pengantar Singkat
Surat 1 Petrus dikenal sebagai sebuah surat yang berisi
tetang nasihat-nasihat khas Kristen yang menekankan
tentang moralitas tradisional, peraturan kerumahtanggaan
dan ajakan untuk selalu taat pada segala bentuk tradisi
Kristen. Surat ini juga sangat berisifat pastoral, yang
menyemangati orang-orang Kristen untuk menghadapi
kehidupan dan krisis yang menyerang mereka secara nyata,
tanpa harus melarikan diri dari dunia ini.
Perikop yang menjadi sorotan kita kali ini juga merupakan
serangkaian nasihat umum yang hendak mengajak kita untuk
bertahan dalam tradisi Kristen yang menekankan tentang
gaya hidup orang Kristen pada umumnya.

Tafsiran
Jika kita mau melihat kitab I Petrus ini dengan jeli, khususnya
pada perikop yang sedang kita bahas ini, maka ayat 7 dalam
perikop ini tidak dapat dilepaskan dari ayat 5; dengan kata
lain: masalah penghakiman Allah dalam ayat 5 sekarang
telah menjadi latar belakang dari bagian nasihat ini, karena
nasihat ini dibuka melalui perkataan “kesudahan segala
seusatu telah dekat” (ay. 7).
Dengan latar belakang mengenai penghakiman Allah ini,
maka nasihat awal yang dikumandangkan adalah mengenai
sikap yang harus dilandasi oleh ketenangan. Hidup di dalam
zaman akhir begitu sangat menakutkan, sehingga banyak
orang akan masuk dalam kepanikan; dan ketika kepanikan
itu merajalela, maka sikap doa dari setiap orang Kristen tidak
akan pernah dapat terwujud. Oleh sebab itu, ajakan pertama
dalam nasihat ini adalah berupaya untuk tenang, agar dapat
berdoa dan menjumpai Tuhan dalam kehidupan.
Hal yang kedua, bahwa dengan hidup pada zaman akhir
rahmat Allah ini, setiap orang Kristen diajak untuk melakukan
keutamaan-keutamaan yang jelas, yaitu yang mencakup
tentang kasih, keramahtamahan khususnya ketika
berhadapan dengan setiap orang yang sudah mengalami
pertobatan namun ia hidup dalam penderitaan(ay. 8-10).
Dan hal yang berikutnya (ketiga) adalah seperti yang
tampak dalam bagian berikutnya (ay. 11); yaitu penekanan
tentang kewajiban-kewajiban orang Kristen di dalam jemaat
yang ditekan secara khusus. Dalam nasihat ketiga ini
ditandaskan bahwa segala bentuk pelayanan yang dilakukan
oleh setiap orang Kristen harus dilakukan dengan kesetiaan
dan atas dorongan keiklasan; bukan karena sungut-sungut
dan terpaksa. Dan semua ini selalu bermuara pada Yesus
Kristus; oleh sebab itu segala bentuk pelayanan Kristen
adalah bentuk dari pemuliaan nama Yesus Kristus.

Rancangan Kotbah
Saudara-saudara yang menjadi kekasih Allah ...
Kita sekarang hidup dalam zaman akhir, yang ditengarai
sebagai sebuah zaman yang dipenuhi dengan keangkara-
murkaan. Dan hal ini memang terbukti, kita bisa melihatnya
dari kenyataan hidup sehari-hari yang kaya dengan nilai-nilai
kejahatan dan miskin dengan nilai-nilai kasih. Menghadapi
zaman seperti ini, banyak orang menjadi panik dan
ketakutan. Akibatnya justru adalah mereka tidak dapat hidup
dengan tenang dan segala pikiran mereka dipenuhi dengan
hal-hal yang bersifat tidak baik. Dampak dari semua ini
adalah kehidupan tidak lagi dipenuhi dengan kedamaian,
dan doa pun tidak mungkin dapat dipanjatkan dengan benar.
Surat I Petrus 4:7-11 melihat bahwa kehidupan yang
dipenuhi dengan ketakutan dan kepanikan tidak akan pernah
menghantar seseorang masuk dalam kedamaian, oleh sebab
itu perikop ini mengajak kita untuk terlebih dahulu masuk ke
dalam ketenangan. Ketenangan adalah sebuah modal dasar
untuk mengembangkan pola pikir positif, dan melalui
ketenangan ini juga kita dapat berdoa dan berjumpa dengan
Tuhan di dalam kehidupan. Dengan demikian, sikap yang
harus ditumbuhkembangkan dalam menghadapi kenyataan
hidup yang begitu mencekam ini adalah tampil dengan sikap
yang tenang.
Saudara, sikap tenang yang menghantarkan kita masuk
dalam suasana doa akan mengakibatkan dampak positif
dalam pola kehidupan kita; yaitu kita bisa melakukan setiap
keutamaan kita selalu orang Kristen, yaitu mengasihi orang
lain dan selalu peduli terhadap mereka. Dengan sikap ini kita
dapat mengajak mereka hidup di dalam ketenangan juga
sehingga setiap orang yang kita kasihi akan bisa juga masuk
ke dalam suasana doa yang benar.
Hal lain yang juga penting untuk dilihat adalah: bahwa
melalui ketenangan dan sikap doa yang benar ini, maka kita
akan dapat melayani kehidupan dengan sebuah kesadaran
bahwa pelayanan kita hanya bisa terjadi karena anugerah
Kristus yang telah melingkupi hidup kita terlebih dahulu.
Dengan demikian pelayanan yang kita kembangkan adalah
pelayanan anugerah Kristus, sehingga dampak dari
pelayanan itu adalah demi kemuliaan Kristus.
Dari semua yang telah diuraikan ini, maka dapat kita lihat
bahwa muara dari segenap keutamaan dan pelayanan kita
kepada Kristus dan sesama terletak pada anugerah Kristus
yang berupa ketenangan dalam menghadapi kehidupan.
Dengan ketenangan, kita akan dapat berdoa, dapat
menjalankan keutamaan kita dengan benar, dan dapat
menjalankan pelayanan kita dengan baik; yang kesemuanya
diarahkan demi kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus. Amin
Pemahaman Alkitab
Judul : Ayo Mengampuni ...
Bacaan : Matius 18:21-35
Tujuan : Jemaat memiliki semangat untuk mengampuni
Metoda : Permainan dan Diskusi

Tugas Awal
1. Mintalah beberapa orang untuk maju ke depan secara
sukarela (kurang lebih 5 orang).
2. Setelah mereka berada di depan, mintalah mereka
menyebutkan nama mereka dan panggilan sehari-hari.
3. Setelah selesai memperkenalkan diri, mintalah setiap
orang yang hadir untuk memberikan penilaian kepada
orang yang dipilihnya (dengan menyebutkan satu kalimat
atau satu kata). Setiap orang yang telah dinilai diwajibkan
untuk mengucapkan kata “terima kasih” terhadap
penilaian tersebut, meskipun – mungkin – penilaian itu
sangat menyakitkan atau menimbulkan tawa
4. Selama penilaian, pemimpin PA wajib mencatat
perbandingan antara penilaian yang bersifat positif dan
yang bersifat negatif.
5. Setelah usai, mintalah kelima orang yang dinilai itu
mengungkapkan perasaannya.
6. Kemudian pemimpin menghadirkan data statistik
mengenai perbandingan yang positif dan negatif;
kemudian tanyakanlah kepada peserta mengapa mereka
memberikan penilaian negatif atau pun penilaian positif
kepada ke-5 orang tersebut
7. Diskusikanlah hal tersebut...

Pengantar Diskusi
Kerapkali dalam memandang dan menilai seseorang kita
melihat sisi negatif dari orang yang bersangkutan. Akibatnya
kita tidak dapat menemukan sisi baik dari orang tersebut dan
otak kita pun dipenuhi dengan penilaian negatif terhadap dia.
Dampak yang ditimbulkan dari pola pikir seperti ini adalah
ketidakmampuan kita untuk menempatkan orang tersebut
dalam proporsi yang sebenarnya dan pada akhirnya kita
akan selalu membenci orang tersebut. Ketika kebencian
melanda diri kita, maka kasih Allah tidak akan pernah
menyapa kita, khususnya pada waktu kita berhadapan
dengan orang yang bersangkutan.
Apabila pola pikir seperti ini menguasai hidup kita, maka
kita tidak akan pernah menjadi orang yang dapat
mengampuni sesama, karena modal dasar dari sebuah
pengampunan adalah berpikir proporsional dan positif
terhadap setiap orang yang kita jumpai dalam kehidupan ini.
Hal inilah yang diwartakan oleh Yesus ketika Ia ditanya:
sampai sebatas mana sebuah pengampunan harus diberikan
kepada orang yang pernah melakukan kesalahan.
Pertanyaan Petrus ini, bagi Yesus, adalah pertanyaan yang
sebenarnya tidak perlu diajukan apabila Petrus memiliki pola
pikir positif. Bagi orang yang berpola pikir positif, semua
bentuk kesalahan harus diampuni apabila orang yang
melakukan kesalahan itu menyadari segenap kesalahannya.
Jadi tidaklah mengherankan apabila Yesus menjawab bahwa
nilai sebuah pengampunan adalah tidak terbatas (“tujuh
puluh kali tujuh kali”), karena memang pengampunan itu
adalah hak yang dapat diterima oleh setiap orang yang telah
sadar dari kesalahannya.
Untuk menegaskan hal tersebut, Yesus menceritakan
sebuah perumpamaan mengenai orang yang bersalah
kepada Raja. Sebagai seorang Raja yang berpikir positif, ia
memberikan pengampunan kepada hambanya yang telah
berlaku salah; tetapi ketika ia mendengar bahwa hambanya
tidak dapat mengampuni temannya yang melakukan
kesalahan (akibat si hamba ini berpikir negatif), maka sang
Raja pun pada akhirnya harus menghukum si hamba
tersebut. Hukuman dari sang Raja ini tidak menunjukkan
bahwa sang Raja dipenuhi dengan pikiran negatif terhadap
hamba tersebut; melainkan hukuman itu diberikan karena si
hamba tidak pernah sadar dengan kesalahannya sendiri.
Dengan demikian, sebuah pengampunan memang harus
diberikan kepada setiap orang yang memohon
pengampunan; karena itu adalah haknya! Sama seperti
Bapa yang selalu mengampuni setiap manusia yang berdosa
dan sadar akan dosanya, maka setiap orang pun wajib untuk
memberikan pengampunan yang tanpa batas kepada setiap
sesamanya yang telah sadar dari kesalahannya.

Pertanyaan Diskusi
1. Beratkah langkah untuk mengampuni itu? Mengapa?
2. Apabila ada saudara kita yang telah kita ampuni
kemudian berbuat salah lagi, masihkan kita harus
mengampuninya? Mengapa?
3. Apa langkah konkret yang bisa kita lakukan ketika kita
melihat penghianatan yang dilakukan oleh orang yang
justru sangat dekat dengan kita?

Selamat pa
Pemahaman Alkitab

Judul : Hikmat lebih besar dari kejayaan dunia


Bacaan : Pengkhotbah 9:13-18
Tujuan : Jemaat mengerti dan mampu mengembangkan
sikap yang dilandasi oleh hikmat
Metoda : Diskusi

Studi Kasus
Dalam sebuah pemilihan panitia yang dilakukan oleh gereja,
seringkali pertimbangan utama yang diajukan dalam
menentukan kriteria dari pengurus inti adalah memiliki
kemampuan dalam segi material dan finansial dan bila perlu
ditambah dengan jabatan dan gelar yang melekat pada
dirinya. Kriteria ini sudah menjadi kriteria umum, sehingga
ketika ada orang yang memiliki kebijaksanaan tetapi tidak
memiliki kemampuan dalam bidang material, finansial,
jabatan atau pun gelar, maka orang tersebut tidak masuk
dalam kriteria sebagai ketua pelaksana.
Memang orang tersebut akan ditempatkan dalam posisi
panitia juga, tetapi bukan menjabat dalam jabatan decision
maker (pembuat keputusan), melainkan dalam jabatan yang
biasa-biasa saja. Ketika dalam rapat ia mengajukan usul
yang memang sangat baik untuk dilakukan, seringkali usulan
itu dimentahkan karena para decision maker ini tidak mau
mengakui ide briliant dari orang yang bersangktan; maklum
ia berasal dari kelompok the haves not...

Tugas Awal
1. Diskusikanlah studi kasus di atas... Apakah hal ini
memang pernah terjadi dalam kehidupan bergereja?
2. Apabila hal itu memang terjadi dalam kehidupan
persekutuan di gereja, mengapa hal itu bisa terjadi?
3. Apa langkah yang harus kita lakukan untuk
menanggapi kasus seperti ini?
Pemahaman terhadap Pkh. 9:13-18
Untaian kalimat dalam perikop yang kita baca ini merupakan
sebuah untaian cerita sindiran bagi kenyataan hidup yang
sedang dihadapi oleh si pengkhotbah. Dalam cerita itu si
pengkhotbah menekankan bahwa segala bentuk
penyelamatan dan kebijaksanaan yang dimiliki oleh
seseorang tidak akan berarti apabila orang tersebut berada
dalam situasi miskin. Karena orang miskin akan selalu
ditempatkan dalam situasi yang tidak enak dan kehadirannya
pun tidak pernah diperhitungkan.
Melalui untaian cerita sindiran ini si pengkhotbah hendak
menggaribawahi bahwa sebenarnya hikmat itu tidak terbatas
pada orang tertentu, tetapi kemana pun hikmat itu mau
hinggap maka itulah yang akan terjadi. Tetapi
permasalahannya adalah terletak pada sebuah pengakuan.
Ketika hikmat itu hinggap di atas orang yang kaya dan
berjaya secara duniawi, maka orang itu akan mendapatkan
penghargaan dan pengakuan yang memang layak ia
dapatkan, tetapi alangkah ironisnya apabila hikmat itu
hinggap di atas orang yang tidak memiliki kejayaan duniawi;
ia bukannya dihargai dan diakui melainkan tetap disingkirkan
dan dipandang sebelah mata.
Namun dalam ayat 17-18 si pengkhotbah tetap
memberikan apresiasi positif bagi setiap orang berhikmat,
meskipun ia miskin dan tidak memiliki kejayaan duniawi. Bagi
pengkhotbah, kejayaan duniawi tidak akan pernah dapat
menyelubungi dan mengalahkan hikmat; meskipun ia hidup
dalam kemiskinan tetapi orang akan tetap dapat menangkap
hikmat yang tumbuh dalam dirinya. Dengan demikian hikmat
itu lebih utama dan lebih penting dari segala bentuk kejayaan
duniawi.
Orang bisa saja terkelabui dengan segala penampilan dan
keadaan luar dari seseorang, tetapi mata setiap orang pun
dapat menangkap hikmat yang ditebarkan melalui seseorang
meskipun secara jasmaniah ia tampak seperti orang yang
tidak berhimat. Ketika hikmat menyapa hidup seseorang, ia
tidak pernah mengenal kata miskin dan kaya; dan ketika
hikmat itu mulai nilai dari kedudukan dan kejayaan duniawi,
maka hikmat itu akan menggeliat dan menampakkan dirinya
yang sebenarnya, sehingga ia tidak akan pernah dapat
dibatasi dan bahkan ia melebihi segala bentuk kejayaan
duniawi!

Pertanyaan Diskusi
1. Menurut saudara, apakah hikmat itu?
2. Bagaimana kita dapat menilai seseorang itu berhikmat
atau tidak? Adakah kriteria mengenai hikmat?
3. Apakah hikmat mengenal batasan usia? Mengapa?
4. Jika saudara diminta untuk memilih (seperti Salomo),
apakah memilih kekayaan atau hikmat, apa yang akan
saudara pilih? Mengapa saudara memilih itu?
5. Menurut saudara, apakah saudara berhikmat?

Selamat pa

Anda mungkin juga menyukai