Anda di halaman 1dari 57

TUMPUAN KEESAAN YANG SEJATI

BAB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
 
PRAKATA
 
     Kita menyembah Tuhan karena dalam pergerakan pemulihan-Nya di bumi dewasa ini, Ia telah mewahyukan kepada
umat-Nya Tumpuan Keesaan yang Sejati. Wahyu inilah yang mengawali hidup gereja di Amerika Serikat, dan karena
tumpuan keesaan ini pula, di bawah tadbir berkat-Nya, kita mengalami pertumbuhan dalam hayat dan perluasan
gereja. Syukur kepada Tuhan, bersandar belas kasihan-Nya, meskipun visi dan pelaksanaan ini mengalami serangan
yang dahsyat, namun tidak pernah kita tinggalkan.
     Semoga lebih banyak anak Allah diselamatkan dari segala tumpuan perpecahan dan dibawa kembali sehingga boleh
menikmati Kristus bersama Allah di dalam berkat hayat yang ditetapkan itu.
 
Redaksi
 
BAB 1
 

KEESAAN DALAM EMPAT KARYA BESAR ALLAH


 
Pembacaan Alkitab:
Kej. 1:26; 2:8-9, 16-17; 12:1-2; Mat. 16:16-19;
Ef. 1:22-23; 3:9-11, 21; 4:4-6, 11-12; 5:25-27;
Kol. 3:10-11; Why. 21:2-3; 22:1-2
 
     Setiap kali kita membicarakan tumpuan gereja, kita merasa sedang terlibat dalam kancah peperangan rohani. Iblis,
musuh Allah sangat benci kepada perkara tumpuan gereja yang telah tersembunyi berabad-abad bagi umat Allah.
Tumpuan gereja langsung berkaitan dengan pentingnya gereja. Beberapa bagian dari Alkitab antara lain seperti Injil
Matius, Kitab Efesus, dan Kitab Wahyu, semua mewahyukan pentingnya gereja. Baiklah kita terlebih dulu melihat
pentingnya gereja yang diwahyukan dalam kitabkitab tersebut, kemudian maju ke depan melihat berbagai aspek
dalam dan luar gereja. Hal ini akan membantu kita untuk mengapresiasi keesaan yang diwahyukan dalam empat karya
besar Allah.
 
RENCANA DALAM KEKEKALAN YANG LAMPAU
 
     Dalam Kitab Efesus yang khusus membicarakan gereja, kita melihat bahwa gereja adalah yang direncanakan Allah
dalam kekekalan yang lampau. Sesuai kerelaan hati-Nya sebelum waktu berawal, menurut tujuan dan rencana kekal-
Nya, Allah telah merencanakan ada gereja. Walau gereja muncul di dalam waktu, namun telah direncanakan Allah
dalam kekekalan.
     Hari ini sangat sedikit orang Kristen yang benar-benar mementingkan gereja. Mereka menganggap gereja sebagai
sesuatu yang sedemikian saja, dan yang mereka perhatikan hanya keselamatan, kesucian, kemenangan, kerohanian,
dan sebagainya. Ketika orang Kristen menyinggung masalah gereja, kebanyakan hanya bersifat argumentatif atau
kritik, sedikit sekali yang memperhatikan gereja secara positif. Banyak orang Kristen yang aktif menganggap
berkonsentrasi memperhatikan gereja adalah membuang-buang waktu. Namun dalam Kitab Efesus kita melihat
bahwa gereja berkaitan dengan kehendak dan hasrat hati Allah. Karena gereja adalah satu perkara yang demikian
besarnya dalam pandangan Allah, maka kita tidak berani sembarangan mengabaikannya.
 

TUBUH — KEPENUHAN KRISTUS


 
     Kitab Efesus juga mewahyukan bahwa gereja adalah Tubuh — “Kepenuhan Dia yang memenuhi semua dan segala
sesuatu” (Ef. 1:23). Gereja adalah Tubuh dan kepenuhan Kristus yang almuhit dan tak terbatas. Betapa besar dan
agungnya gereja! Gereja bukan sekadar sejenis lembaga atau organisasi agama; gereja adalah Tubuh Kristus.
Sebagaimana kita perlu satu tubuh materi untuk mengekspresikan diri kita, Kristus yang tak terhingga dan tak terbatas
ini pun perlu satu Tubuh sebagai kepenuhan-Nya untuk mengekspresikan diri-Nya dalam alam semesta. Tentu, hal ini
jauh lebih penting daripada keselamatan atau kerohanian pribadi seseorang. Saat kita nampak bahwa gereja adalah
Tubuh dan kepenuhan Kristus yang almuhit, niscaya kita selamanya tidak akan lagi menganggapnya sebagai sesuatu
yang tidak penting.

 
TUJUAN KEMATIAN KRISTUS
 
     Dalam Efesus 5:25 Paulus berkata, “Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.” Kata-
kata ini menunjukkan bahwa ketika Kristus mati di atas salib, itu adalah penyerahan diri-Nya bagi gereja. Tujuan
kematian-Nya adalah untuk melahirkan gereja. Pada waktu kita diselamatkan, kita nampak Kristus mengasihi kita dan
mati bagi kita. Pengenalan demikian sudah tentu tidak salah. Akan tetapi kita pun perlu nampak bahwa tujuan Kristus
mengasihi kita dan mati bagi kita adalah membuat kita menjadi satu bagian dari gereja. Dia telah menyerahkan diri-
Nya dan pada akhirnya adalah untuk melahirkan gereja. Kematian karena kasih yang dinyatakan Kristus di atas salib
mengandung satu target yang pasti, dan target tersebut bukan untuk memperoleh jutaan kaum beriman individual,
melainkan untuk melahirkan gereja. Untuk gerejalah Kristus mengasihi kita. Dia mengasihi kita dan menyerahkan diri-
Nya bagi kita adalah untuk membuat kita menjadi anggota dalam Tubuh-Nya.

 
TUJUAN KARUNIA-KARUNIA
 
     Dalam Efesus 4:11-12 tercantum, “Dialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik
pemberitapemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajarpengajar, untuk memperlengkapi orang-orang
kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan Tubuh Kristus.” Tujuan Kristus memberikan karunia-karunia
kepada gereja bukanlah untuk pekerjaan penginjilan atau pengajaran Alkitab atau untuk pembinaan kaum saleh.
Pemberian karunia-karunia itu adalah untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pembangunan Tubuh Kristus.
Jadi, tujuan pemberian rasul-rasul, nabi-nabi, pemberita-pemberita Injil, gembala-gembala, dan pengajar-pengajar
hanya satu, yaitu memperlengkapi kaum saleh bagi pembangunan gereja. Namun sayang, pekerjaan dan aktivitas
kebanyakan orang Kristen dewasa ini tidak memperhatikan gereja. Karena itu kita perlu mempunyai kesan yang dalam
terhadap pentingnya gereja. Berdasarkan Kitab Efesus, kehendak Allah terpaut pada gereja, setiap karunia yang Dia
berikan adalah untuk pembangunan gereja.
 

MENJADI ANAK-ANAK UNTUK TUBUH


 
     Pentingnya gereja tercantum dalam Matius 16. Dalam ayat 15-16 Tuhan berkata kepada murid-murid-Nya, “‘Tetapi
apa katamu, siapakah Aku ini?’ Jawab Simon Petrus, ‘Engkaulah Mesias (Kristus), Anak Allah yang hidup!’” Petrus
beroleh wahyu dan mengenal Yesus adalah Kristus yang diutus Allah untuk menggenapkan amanat-Nya. Tidak
diragukan lagi bahwa amanat ini berkaitan dengan pembangunan gereja. Petrus telah nampak bahwa Tuhan Yesus
adalah Kristus dan Anak Allah yang hidup. Karena Tuhan adalah Anak Allah yang hidup, maka Ia melahirkan anak-anak
Allah, yakni anggota-anggota Tubuh. Tubuh Kristus tidak dapat dibangun dengan manusia yang alamiah, hanya dapat
dibangun dengan orang-orang yang telah dilahirkan kembali menjadi anak-anak Allah.
     Ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus, kita tidak sekadar menerima Dia sebagai Juruselamat dan Penebus,
terlebih pula menerima Dia sebagai Anak Allah yang hidup. Kebanyakan orang mengetahui pada saat mereka
diselamatkan mereka telah menerima Kristus sebagai Juruselamat dan Penebus, namun sedikit sekali yang
mengetahui bahwa mereka telah menerima Dia sebagai Anak Allah yang hidup. Saya juga tidak memiliki pengetahuan
demikian ketika saya bertobat dan percaya kepada Tuhan. Yesus Kristus Tuhan Penyelamat kita adalah Anak Allah
yang hidup. Sebutan Kristus ini memiliki makna bahwa Dia adalah Persona yang membuat kita menjadi anak-anak
Allah. Melalui menerima Kristus sebagai Anak Allah, kita pun menjadi anak-anak Allah.
     Berdasarkan Kitab Roma, setiap orang yang dibenarkan oleh iman di dalam Kristus adalah anggota dalam Tubuh
Kristus. Namun untuk menjadi anggota dalam Tubuh, perlu terlebih dulu menjadi anak-anak Allah, yaitu kita harus
terlebih dulu “diputrakan”. Itulah sebabnya Roma 8 terlebih dulu mengatakan tentang keputraan, dan sampai hak
keputraan, pasal 12 baru dikatakan Tubuh. Hanya bila kita telah menjadi anak-anak Allah, barulah kita dapat menjadi
anggota dalam Tubuh.

BAGI PEMBANGUNAN GEREJA


 
     Petrus sungguh berbahagia karena ia nampak wahyu bahwa Yesus adalah Dia yang diurapi, yang melaksanakan
amanat Allah. Dia juga adalah Anak Allah yang menghasilkan anak-anak Allah menjadi anggota Tubuh — gereja. Begitu
Petrus menyatakan bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah yang hidup, Tuhan segera berkata bahwa Dia akan
membangun gereja-Nya, “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan
mendirikan jemaat-Ku” (ayat 18). Hal ini mengacu kepada semua apa adanya Kristus adalah untuk pembangunan
gereja. Tidak hanya kematian Kristus untuk gereja, bahkan diri-Nya sendiri, persona-Nya, segala kualifikasi, predikat,
dan jabatan-Nya, semua adalah untuk pembangunan gereja.
 

DUA ALAM LINGKUNGAN


 
     Tuhan pun berkata kepada Petrus bahwa alam maut tidak akan menguasai gereja yang telah terbangun. Gereja
akan mempengaruhi kuasa alam maut. Dalam ayat 19 Tuhan menyinggung kunci Kerajaan Surga. Kuasa alam maut
mengacu kepada ruang lingkup kuasa kerajaan Iblis, sedangkan Kerajaan Surga mengacu kepada alam lingkungan yang
diperintah oleh Allah. Di sini terdapat dua alam lingkungan: alam lingkungan alam maut di bawah kekuasaan Iblis dan
alam lingkungan surgawi Kerajaan Allah. Gereja menempati posisi penting di antara kedua alam lingkungan ini. Namun
si licik itu sangat benci apabila melihat umat Allah memperhatikan gereja. Ia tahu bahwa gereja sanggup
menanggulangi kuasa alam maut, dan ia pun tahu kuasa alam maut tidak berdaya mengalahkan gereja yang dibangun
Kristus di atas batu karang ini. Batu karang pada satu aspek mengacu kepada Kristus sendiri, pada aspek lain mengacu
kepada wahyu mengenai Kristus yang ditunjukkan Allah Bapa kepada Petrus. Tuhan tidak berkata, “Kuasa alam maut
tidak akan menguasai laksaan orang Kristen yang telah diselamatkan.” Musuh tidak merasa terancam oleh orang-
orang Kristen secara individual. Namun ketika semua orang beriman berkumpul menjadi gereja, Iblis akan gemetar,
kuasa alam maut pun akan terancam.
     Kata-kata Tuhan ini memberi isyarat bahwa ketika Ia membangun gereja-Nya, kuasa alam maut akan bangkit
menentang, tetapi alam maut tidak berdaya mengalahkan gereja yang dibangun oleh Kristus. Kata “menguasai”
menyiratkan peperangan. Begitu pembangunan gereja direalisasikan, suasana perang pun meningkat. Kendati
demikian, kuasa alam maut tidak berdaya mengalahkan gereja.
     Sebelum pemulihan Tuhan datang ke Amerika Serikat, tidak pernah kita melihat peperangan rohani seperti yang
kita lihat hari ini. Dalam pemulihan Tuhan, jumlah kita tidak banyak, jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan
Katolik dan berbagai denominasi besar. Walaupun kecil, seolah tidak berbobot, namun kita telah mengalami serangan
dan perlawanan yang dahsyat. Jelas bahwa di balik serangan dan perlawanan itu ada kuasa Iblis dan alam maut.
Sebelum pemulihan hidup gereja dimulai di Amerika Serikat, kuasa kegelapan boleh istirahat dengan tenang, tetapi
dewasa ini Tuhan sedang melangsungkan pembangunan hidup gereja yang normal. Maka bangkitlah kuasa itu
memusuhi dan menentang gereja. Namun, gereja mempunyai kunci Kerajaan Surga, dan kunci ini pasti dapat
mengalahkan kuasa alam maut.
     Pentingnya gereja menjadi lebih nyata lagi dalam bentrokan antara gereja dan alam maut. Di mana ada gereja,
maka kuasa alam maut di situ tidak akan menang, sebab Kerajaan Surga di situ berkuasa dan unggul. Kuasa kunci
Kerajaan Surga sedang bekerja dengan perkasa di dalam gereja.

 
KESAKSIAN YESUS
 
     Dalam kitab terakhir, Kitab Wahyu, dikatakan bahwa gereja di setiap lokal adalah kesaksian Yesus. Hal ini lebih
memperkuat pentingnya gereja. Setiap gereja lokal adalah sebuah kaki pelita yang memancarkan Kristus. Tanpa gereja
lokal yang wajar, kesaksian Yesus tidak mungkin menjadi riil dan berkuasa.
 

KEBERADAAN DALAM DAN LUAR GEREJA


 
     Setelah memahami pentingnya gereja, baiklah sekarang kita melihat keberadaan dalam dan luar gereja. Menurut
prinsip ketetapan Allah, setiap benda dalam alam semesta pada hakikatnya memiliki dua aspek: aspek di dalam,
berkaitan dengan isi; dan aspek yang di luar, berkaitan dengan penampilan. Demikian pula dengan gereja. Keberadaan
dalam gereja itulah isi gereja yang berkaitan dengan kesaksian gereja. Keberadaan luar gereja berkaitan dengan
tumpuan dan penampilan gereja. Isi gereja adalah kesaksian gereja, tetapi penampilan gereja adalah tumpuan gereja.
Banyak orang rohani hanya memperhatikan isi gereja, kesaksian gereja, namun sama sekali tidak memperhatikan
tumpuan gereja. Hanya mementingkan satu aspek dan mengabaikan aspek lainnya, adalah perkara yang sangat
menggelikan. Kita harus dengan seimbang mementingkan isi gereja dan tumpuan gereja.
     Keberadaan kita sebagai umat manusia membuktikan pentingnya kedua aspek ini. Manusia memiliki aspek dalam:
jiwa dan roh, dan aspek luar, yakni tubuh. Meskipun kita sangat mengapresiasi roh dan jiwa, kita pun sangat
memperhatikan tubuh jasmani kita. Sebenarnya, kebudayaan kita sebagian besar diperuntukkan bagi pemeliharaan
keberadaan tubuh kita. Kita sedikit pun tidak berani menilai rendah kepentingan aspek luar dari hayat manusia.
 
PENTINGNYA TUMPUAN GEREJA
 
     Walaupun kita mudah sekali menyadari pentingnya aspek luar hayat manusia, namun mungkin kita tidak nampak
pentingnya aspek luar dari keberadaan gereja. Ada sejumlah orang yang disebut orang rohani, tetapi mereka pada
hakikatnya telah mengabaikan tumpuan gereja. Mereka malahan mengatakan aspek luar gereja itu tidak penting dan
tidak diperlukan. Mungkin saja mereka beranggapan bila mulai menyinggung hal tersebut, maka akan timbul masalah;
sedangkan bila kita hanya membicarakan aspek rohani atau kesaksian kerohanian gereja, maka sedikitlah masalah
yang timbul. Itulah sebabnya mengapa kebanyakan orang hanya menuntut kerohanian dan menghindari tumpuan
gereja. Namun, sebagaimana kita perlu memperhatikan tubuh kita demi mempertahankan hidup, begitu pula kita
harus mementingkan tumpuan gereja agar kita dapat menempuh hidup gereja yang wajar. Tanpa tumpuan, gereja
mustahil ada secara riil. Karena kekristenan hari ini mengabaikan tumpuan gereja, maka tidak ada ekspresi gereja yang
riil di antara mereka. Dengan ini kita nampak bahwa masalah tumpuan gereja adalah perkara yang sangat penting.
     Lebih dari lima puluh tahun yang lalu, di China, Tuhan membangkitkan sekelompok orang muda untuk
mendatangkan pemulihan-Nya. Lewat beberapa tahun kemudian, barulah kita mulai nampak tumpuan gereja. Namun
hingga tahun 1937, ketika Saudara Watchman Nee menyampaikan beberapa berita (kemudian dibukukan dengan
judul “Merenungkan Kembali Misi Kita”), barulah kita nampak pentingnya tumpuan gereja. Sekarang dengan belas
kasihan Tuhan, masalah ini menjadi jelas dan transparan bagaikan kristal.
     Masalah tumpuan gereja telah menyingkapkan betapa seriusnya perpecahan. Kapan saja kita membicarakan
tumpuan gereja, kita harus siap menghadapi masalah perpecahan. Kita semua tahu bahwa dalam kekristenan hari ini
terdapat ribuan sekte atau denominasi. Perpecahan-perpecahan itu bukan disebabkan karena isi atau kesaksian
gereja, melainkan karena semuanya telah mengabaikan tumpuan gereja.
     Tumpuan gereja adalah keesaan gereja. Begitu ada keesaan, saat itu juga ada tumpuan. Bila kita kehilangan
keesaan sejati, kita pun kehilangan tumpuan. Karena itu, jika kita ingin membahas tumpuan gereja, kita harus
membahas keesaan gereja. Keesaan dalam Alkitab merupakan satu kebenaran yang besar.
 

KEESAAN DALAM PENCIPTAAN ALLAH


 
     Alkitab mewahyukan adanya empat karya besar atau empat perbuatan besar dari Allah: penciptaan, pemilihan,
ciptaan baru, dan Yerusalem Baru. Dalam setiap karya-Nya kita nampak keesaan. Ketiga karya yang pertama —
penciptaan, pemilihan Kerajaan Israel, dan pembentukan gereja, yakni ciptaan baru — adalah yang sudah terjadi di
masa lampau. Yang masih harus ditunggu kedatangannya ialah Yerusalem Baru, kota Allah yang baru. Setelah masa
Kerajaan Seribu Tahun berlalu, kota baru ini akan muncul secara penuh dan sempurna.
     Penciptaan Allah adalah esa. Allah hanya menciptakan satu alam semesta. Dalam alam semesta yang esa ini,
manusia adalah inti ciptaan Allah. Alkitab mewahyukan dengan jelas bahwa Allah hanya menciptakan satu manusia.
Ketika saya masih muda, saya tidak mengerti mengapa Allah tidak serentak menciptakan jutaan manusia. Menurut
pikiran saya, Allah akan lebih bijak jika Dia berbuat demikian. Sudah tentu Allah bisa menciptakan jutaan manusia
dalam waktu yang sama, tetapi Allah tidak berbuat demikian. Demi keesaan, Allah hanya menciptakan satu manusia:
Adam.
     Kejadian 1:26 mengatakan, “Berfirmanlah Allah: ‘Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,
supaya mereka berkuasa. . .” Menurut ayat ini, Allah terlebih dulu berkata, “Baiklah kita menjadikan manusia”
(tunggal), kemudian berkata “supaya mereka berkuasa”. Allah memakai kata ganti orang jamak untuk menyebut
manusia yang Ia ciptakan, ini menyatakan bahwa seorang manusia yang Ia ciptakan adalah satu manusia korporat.
Sebab Allah tidak bermaksud mendapatkan banyak manusia, melainkan satu manusia korporat. Ini adalah untuk
memelihara keesaan.
     Prinsip ini berlaku untuk gereja hari ini. Menyinggung tentang gereja, di satu aspek, boleh dikatakan gereja di suatu
tempat, misalkan, gereja di Anaheim. Namun di aspek lain, boleh juga memakai kata ganti orang jamak atau majemuk
(seperti “kita”) untuk menyebutkan anggota gereja, sebab gereja merupakan satu wujud korporat yang mencakup
seluruh orang beriman di satu lokal. Jadi, berbicara tentang gereja boleh dengan bentuk tunggal, mengacu kepada
gereja, boleh pula dalam bentuk jamak yang mengacu kepada kita, semua orang beriman di dalam Kristus. Ini berarti
gereja adalah satu wujud korporat dan kita adalah gereja. Dalam prinsip yang sama, manusia ciptaan Allah adalah satu
manusia korporat, gereja pun adalah satu wujud korporat.
 

KEESAAN DALAM PEMILIHAN ALLAH


 
     Karena kejatuhan manusia yang berulang-ulang, maka manusia korporat ciptaan Allah juga jatuh. Manusia yang
diciptakan untuk kehendak Allah semakin merosot ke bawah hingga tingkat terendah, yakni Babel dan terpecahpecah
menjadi berbagai bangsa. Adam yang satu itu memang milik Allah, tetapi bangsa-bangsa yang banyak itu berasal dari
Iblis. Mereka menjadi teramat jahat, sebab mereka terbentuk dari perpecahan manusia korporat yang diciptakan Allah
untuk menggenapkan kehendak-Nya. Karena mereka telah menjadi bangsa-bangsa, maka mereka tidak mungkin lagi
dapat menggenapkan kehendak Allah. Saat demikian, Allah hanya dapat melepaskan umat manusia yang telah jatuh.
Akan tetapi demi kehendak kekal-Nya, Allah kemudian memanggil satu orang, yaitu Abraham, untuk menjadi leluhur
bangsa yang terpilih. Dari antara umat manusia yang telah jatuh itu Allah memilih satu orang untuk menjadi nenek
moyang bangsa yang terpilih. Allah hanya menciptakan satu manusia, demikian pula Ia hanya memanggil satu
manusia. Kita boleh mengira seharusnya Allah memanggil dan memilih banyak orang. Dan jika kita adalah Allah, kita
pasti berbuat begitu. Namun itu tidak sesuai dengan hakiki Allah. Hakiki Allah adalah esa. Maka baik penciptaan
maupun pemilihan-Nya, Ia setia pada hakiki-Nya sendiri. Ketika membicarakan keesaan gereja, dalam Efesus 4 Paulus
mengatakan satu Roh, satu Tuhan, satu Allah. Karena Allah itu esa, maka Ia terikat oleh hakiki-Nya sendiri, sehingga Ia
hanya menciptakan satu manusia dan hanya memanggil satu manusia. Jika tidak demikian, berarti Ia telah melanggar
hakiki-Nya.
     Dalam melaksanakan sesuatu Allah tidak pernah tergesa-gesa. Walaupun Ia adalah Allah yang mahakuasa, tetapi
dalam melakukan apa pun, Ia tidak pernah tergesagesa. Ia telah menciptakan satu manusia — Adam; Ia juga telah
memilih satu manusia — Abraham. Karena hakiki-Nya esa, maka Ia hanya menciptakan satu manusia, juga hanya
memilih dan memanggil satu manusia.
     Ketika keturunan Abaraham akan memasuki tanah permai, Allah berpesan kepada mereka jangan menyembah
kepada-Nya di tempat yang mereka pilih sendiri (Ul. 12:8), mereka harus ke tempat yang dipilih Allah untuk
menegakkan nama-Nya (Ul. 12:5). Tidak peduli berapa jumlah orang Israel, mereka diharuskan tiga kali setahun
datang ke tempat pilihan-Nya. Menurut konsepsi alamiah, permintaan semacam itu tidak masuk akal. Namun Allah
menuntut demikian kepada umat-Nya adalah demi memelihara keesaan mereka. Sayang, pada akhirnya keesaan umat
Allah ini hilang. Pertama, keesaan umat manusia yang tercipta telah dirusak, kemudian karena kejatuhan Kerajaan
Israel, keesaan umat pilihan Allah juga dirusak. Sebagian dari mereka dibawa ke Asyur, sebagian lainnya ke Mesir, dan
sebagian besar lagi pergi ke Babilon. Karena umat Allah terpecah-pecah sedemikian rupa, maka terhambatlah
penggenapan kehendak-Nya.
 

KEESAAN DALAM CIPTAAN BARU ALLAH


 
     Dalam proses menghasilkan gereja sebagai ciptaan baru, Allah pun bertindak sesuai dengan hakiki-Nya yang esa.
Pada hari Pentakosta, berapakah gereja yang terlahir? Jawabannya kita semua tahu, hanya satu gereja. Tuhan Yesus
telah hidup selama tiga puluh tiga setengah tahun di bumi, pada akhir tahun-tahun itu tidak ada jutaan orang yang
mengikut Dia seperti yang kita harapkan. Dia tidak pernah mendirikan sekolah untuk melatih murid-murid-Nya.
Selama beberapa tahun Ia memberitakan Injil, setidaknya pernah dua kali Ia mengenyangkan orang banyak dengan
mukjizat, tetapi Ia tidak menyuruh orang-orang itu tetap tinggal dan mengikuti Dia. Jadi, pada hari Pentakosta hanya
ada 120 orang yang berhimpun bersama-sama.
     Di sini kita sekali lagi nampak bahwa jalan Allah selalu esa. Maka, pada hari Pentakosta hanya terlahir satu gereja
sebagai awal hidup gereja (church life). Hal ini menunjukkan bahwa awal gereja adalah sesuai dengan hakiki keesaan
Allah. Kemudian, melalui perluasan hidup gereja, banyak gereja dibangunkan, itu seperti keturunan Adam dan
Abraham. Meskipun Adam memiliki keturunan yang tak terhitung jumlahnya, tetapi dalam penciptaan Allah, hanya
ada satu orang. Demikian juga, meskipun keturunan Abraham banyak seperti pasir di tepi laut, tetapi pada awalnya
Allah hanya memilih dan memanggil satu orang. Kini dalam Perjanjian Baru kita nampak Roh Kudus pada hari
Pentakosta hanya menghasilkan satu gereja. Gereja ini adalah Tubuh, juga satu manusia baru.
     Sebagai manusia baru, gereja adalah satu manusia korporat, sama seperti Adam. Sebagaimana manusia korporat
ciptaan Allah kemudian terbagi menjadi banyak bangsa, demikian pula manusia korporat ciptaan baru Allah kini telah
terbagi menjadi banyak sekte atau denominasi. Inilah pekerjaan Iblis. Bangsa-bangsa telah merusak satu manusia
ciptaan Allah, sedangkan sekte-sekte telah merusak manusia korporat ciptaan baru Allah. Sebagaimana manusia
korporat ciptaan Allah dipecah-belah hingga tercerai-berai, dan sebagaimana bangsa Israel juga dipecah-belah hingga
tercerai-berai, demikian pula gereja hari ini. Walaupun perpecahan demikian merupakan suatu rintangan bagi
tergenapnya kehendak Allah, namun Allah selamanya tidak gagal atau kalah, kehendak-Nya pasti akan digenapkan-
Nya.

KEESAAN DALAM YERUSALEM BARU


 
     Pada akhirnya, kehendak Allah akan rampung melalui kota baru — Yerusalem Baru. Dalam pandangan Allah, kota
baru ini telah dihasilkan. Prinsip kota baru sama dengan prinsip terciptanya manusia. Setelah manusia tercipta, ia
ditempatkan di depan pohon hayat yang unik; ia juga diperingatkan agar jangan menyentuh pohon pengetahuan
tentang yang baik dan yang jahat. Memakan buah pohon hayat, ia akan mempertahankan keesaan; tetapi memakan
buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, ia akan jatuh ke dalam perpecahan, sebab pohon itu
berkaitan dengan maut, kegelapan, dan Iblis. Karena itu, dalam prinsip penciptaan-Nya, Allah hanya menciptakan satu
manusia dan menempatkannya di depan sebatang pohon. Prinsip ini juga berlaku bagi Yerusalem Baru. Dalam kota
yang unik ini kita melihat satu takhta, satu jalan, satu sungai, dan satu pohon hayat yang tumbuh di kedua tepi sungai.
     Berdasarkan Efesus 1:10, Kristus — inti ekonomi Allah — pada akhirnya akan melalui gereja, mempersatukan segala
sesuatu di bawah satu kepala. Perkataan Efesus 1:10 ini akan terpenuhi ketika Yerusalem Baru dalam langit dan bumi
baru kelak. Dan Yerusalem Baru akan dipakai Allah untuk mempersatukan segala sesuatu di bawah satu Kepala. Ini
berarti tidak akan ada perpecahan lagi, hanya ada keesaan sampai kekal.

 
DI ATAS TUMPUAN KEESAAN
 
     Dari Kejadian 1 hingga akhir Wahyu 22, kita telah nampak adanya keesaan ilahi yang konsisten. Allah itu esa,
manusia ciptaan Allah pun esa. Manusia yang esa ini ditempatkan di depan satu pohon hayat. Setelah manusia
korporat ciptaan Allah terpecah-belah menjadi bangsabangsa, Allah lalu memilih satu orang — Abraham. Setelah
beberapa abad kemudian Allah melahirkan satu gereja. Terakhir, Allah akan memperoleh satu kota abadi yang di
dalamnya ada satu takhta, satu jalan, satu sungai, dan satu pohon. Jadi, dalam setiap tindakan dari keempat karya
besar Allah kita dapat melihat satu prinsip, dan hal ini seharusnya menyadarkan kita bahwa gereja pada hari ini harus
esa dan juga harus dibangun di atas tumpuan keesaan. Keesaan adalah satu-satunya tumpuan gereja. Semoga dalam
hal keesaan yang mustika ini Tuhan mengaruniakan lebih banyak terang kepada kita.
 
BAB 2
 

HAKIKI KEESAAN — HAYAT DAN TERANG


 
Pembacaan Alkitab: 
Kej. 2:8-9; Im. 1:1-2; Mzm. 36:9-10; 133:1-3;
Yes. 2:3, 5; Yoh. 17:11, 17, 21-23; Ef. 4:3-6; Why. 21:22-24; 22:1-2; Ef. 1:10
 
     Dalam bab pertama kita telah nampak keempat karya besar Allah dalam alam semesta, yaitu mengenai penciptaan,
pemilihan, ciptaan baru, dan Yerusalem Baru dalam langit dan bumi baru. Dalam tiap tindakan karya tersebut, kita
selalu nampak prinsip keesaan. Dalam penciptaan terdapat satu manusia korporat: dalam pemilihan Allah atas
Abraham juga hanya terdapat satu manusia; kemudian gereja sebagai satu manusia baru, juga adalah satu-satunya
ciptaan baru Allah. Terakhir, kota baru dalam alam semesta baru pun bercirikan keesaan. Pada hakikatnya, kota itu
adalah satu manusia korporat. Karena itu, dalam setiap tindakan karya Allah, unsur dasarnya adalah keesaan.
 
KEESAAN YANG MENCAKUP KELIMPAHAN
 
     Asal mula keesaan ini adalah karena Allah itu sendiri adalah esa, keesaan adalah hakiki-Nya. Dalam setiap tindakan
Allah, kita melihat satu sumber, satu unsur, dan satu hakiki. Dalam penciptaan Allah, kita melihat satu Allah dan satu
manusia korporat. Dalam pemilihan-Nya, kita melihat satu Allah dan satu manusia. Dalam gereja, juga hanya ada satu
Roh dan satu manusia baru. Terakhir, di Yerusalem Baru pun hanya ada Allah Tritunggal yang unik di dalam satu kota.
Dan kota ini bercirikan satu takhta, satu jalan, satu sungai, dan sebuah pohon. Jadi, keesaan yang kita bicarakan di sini
bukan keesaan sebagian, melainkan satu keesaan yang agung, lengkap, luas, dan menyeluruh. Mudahmudahan kita
semua memiliki kesan yang dalam terhadap visi keesaan ini. Bila kita nampak visi keesaan keseluruhan ini, niscaya
kuman-kuman perpecahan akan terbunuh habis dan kita pun akan diselamatkan dari berbagai macam perpecahan.
 
HAYAT MEMPERTAHANKAN KEESAAN
 
     Kejadian 2:8 mengatakan: “Selanjutnya Tuhan Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur; di situlah
ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu.” Taman merupakan sebuah tempat yang memiliki hayat. Setelah
Allah menciptakan manusia, Ia menempatkan manusia di sebuah tempat yang penuh hayat. Di tengah-tengah Taman
Eden terdapat sebatang pohon yang disebut pohon hayat (kehidupan). Taman itu tidak saja merupakan tempat yang
memiliki hayat, bahkan di dalamnya ada pohon hayat. Tuhan Sang Khalik menempatkan manusia di dalam lingkungan
sedemikian itu menunjukkan satu fakta bahwa Allah membentangkan diri-Nya sendiri dan dikaruniakan kepada
manusia sebagai sumber dan suplai hayat.
     Namun manusia tidak memakan buah pohon hayat, sebaliknya memakan buah pohon pengetahuan baik dan jahat.
Karenanya, pada akhirnya manusia terpecah-belah menjadi bangsa-bangsa. Di Babel, manusia yang tercipta demi
kehendak dan tujuan Allah telah terpecah-belah menjadi berbagai bangsa. Itulah akibat manusia tergoda oleh Iblis dan
memakan buah pohon pengetahuan baik dan jahat. Babel adalah akibat manusia memakan buah pohon pengetahuan
baik dan jahat. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa kita perlu waspada untuk tidak menerima semua perkara yang
bukan hayat. Sebab perkara apa pun yang sejenis itu, pasti mengakibatkan perpecahan, yaitu Babel.
     Kita harus nampak bahwa manusia telah merosot terusmenerus dari Babel ke Babilon, dan dari Babilon ke Babilon
Besar. Pada permulaan Perjanjian Lama ada Babel, pada akhir Perjanjian Lama ada Babilon, dan hingga akhir
Perjanjian Baru ada Babilon Besar. Baik Babel, Babilon, maupun Babilon Besar, semua bersumber pada pohon
pengetahuan baik dan jahat. Jadi, dari sini kita melihat bahwa akibat manusia menggunakan pohon pengetahuan
adalah perpecahan.
     Namun pada aspek lain, hayat adalah hakiki keesaan. Dalam ekonomi Allah, keesaan sempurna dan agung yang
diwahyukan Alkitab hanya dapat dijaga dan dipertahankan dengan hayat. Begitu meninggalkan hayat, keesaan itu
mustahil ada.
     Hal ini dapat dibuktikan dari tubuh manusia. Walaupun pada tubuh manusia terdapat banyak anggota, namun
hanya karena sama-sama menikmati satu hayat, yakni hayat tubuh, maka mereka adalah esa. Jadi keesaan tubuh
jasmani kita itulah hayat tubuh jasmani kita. Lain halnya dengan sesosok mayat. Karena tidak memiliki hayat, ia akan
terpisah satu dengan yang lain setelah dikubur. Begitu hayat meninggalkan tubuh, maka anggotanya pasti akan
terpencar. Hal ini membuktikan suatu fakta, yakni hakiki keesaan tubuh jasmani manusia itulah hayat tubuhnya. Tanpa
hayat, tidak ada keesaan.
     Kekristenan yang jatuh pada hari ini pada hakikatnya bukan tubuh, melainkan sesosok mayat. Tulang-tulang kering
yang tercantum dalam Yehezkiel 37 bukan hanya mencerminkan kondisi bangsa Israel pada masa lampau, tetapi juga
boleh dipakai untuk melukiskan keadaan orang-orang Kristen pada hari ini. Dalam ayat-ayat Alkitab tersebut Allah
memperlihatkan satu visi kepada nabi Yehezkiel yaitu di sebuah lembah terdapat tumpukan tulang belulang kering. “. .
. tulang-tulang ini adalah seluruh kaum Israel” (ayat 11). Kaum Israel mula-mulanya adalah satu tubuh yang hidup,
namun setelah mereka terpecah-belah dan tercerai-berai, mereka menjadi tulang-tulang kering yang tidak saling
bertaut satu dengan yang lain. Karena hayat telah meninggalkan tulang-tulang itu, maka hakiki keesaan lenyaplah. Hal
ini sebaliknya membuktikan bahwa hakiki keesaan adalah hayat.
     Allah menetapkan bahwa manusia korporat ciptaan-Nya berkembang biak dan melahirkan banyak keturunan.
Bagaimanakah keturunan ini dapat mempertahankan keesaan? Dengan pendidikan? Dengan kekuasaan tertentu?
Atau dengan organisasi? Tidak. Jalan satu-satunya ialah dengan hayat. Keesaan baru dapat dipertahankan bila kita
berada di dalam hayat dan memakai hayat. Seandainya Adam memakan buah pohon hayat, walaupun keturunannya
laksaan banyaknya, tetap dapat mempertahankan keesaan. Sayang, Adam telah memakan buah pohon pengetahuan,
akibatnya hakiki perpecahan telah terinfus ke dalamnya, sehingga keturunannya pun terpecah-belah. Hakiki Babel
yang ternyata dalam Kejadian 11 itulah yang terinfus ke dalam manusia pada Kejadian 3. Hal ini membuktikan bahwa
semua ketidakrukunan dan perpecahan timbul dikarenakan kita menerima perkara-perkara yang bukan milik hayat ke
dalam diri kita. Unsur semacam itu adalah faktor, sumber, dan hakiki perpecahan. Sebaliknya, hakiki keesaan adalah
hayat; hanya hayatlah yang dapat mempertahankan kita di dalam keesaan.
 

PENYERTAAN ALLAH TERHADAP ABARAHAM ADALAH HAYAT


 
     Karena kasus Babel, maka Allah terpaksa meninggalkan bangsa ciptaan-Nya dan melakukan satu tindakan lain,
yakni memilih dan memanggil Abraham. Walaupun kisah Abraham dalam Kejadian tidak memakai istilah hayat
maupun terang, namun pada hakikatnya, baik hayat maupun terang, keduanya itu besar sangkut-pautnya dengan
Allah memilih Abraham. Allah menyertai Abraham, dan penyertaan Allah terhadap Abraham itulah hayat. Ketika
Abraham dipanggil Allah, ia tidak tahu harus ke mana, sebab ia tidak memiliki peta atau petunjuk lain yang jelas.
Penyertaan Allah menjadi peta, pimpinan, dan suplainya. Penyertaan Allah terhadap Abraham adalah hayat, juga
segalanya. Kecuali penyertaan Allah, Abraham tidak mempunyai apa pun. Dia benar-benar seorang yang menikmati
penyertaan Allah.
     Berdasarkan catatan Kitab Kejadian, Allah pernah beberapa kali menampakkan diri kepadanya. Sudah tentu ketika
Allah menampakkan diri, Allah juga berbicara kepadanya. Namun terhadap Abraham, berbicaranya Allah tidak lebih
penting daripada penampakan-Nya. Kisah Para Rasul 7:2 mengatakan bahwa Abraham terpanggil karena Allah yang
mulia menampakkan diri-Nya kepadanya.
 

PEMBICARAAN ALLAH DAN TUMPUAN KEESAAN


 
     Ketika keturunan Abraham — orang Israel keluar dari Mesir dan tiba di padang gurun, mereka mendirikan sebuah
kemah. Allah tinggal di dalam kemah ini, hasilnya, kemah ini menjadi Kemah Pertemuan. Kitab Imamat dan Bilangan
penuh dengan pembicaraan Allah. Dalam Imamat 1:1 dikatakan bahwa dalam Kemah Pertemuan itu Tuhan Allah
berbicara kepada Musa. Jadi, kemah, Kemah Pertemuan telah menjadi pusat berfirmannya Allah. Hampir keseluruhan
Kitab Imamat merupakan catatan berbicaranya Allah kepada Musa dari Kemah Pertemuan ini.
     Jika Musa dan orang Israel meninggalkan Kemah Pertemuan, mereka tidak dapat mendengarkan firman Allah.
Mungkin ada beberapa orang Israel berkomentar, “Allah itu Mahahadir, berdasarkan apa kalian mengatakan bahwa
Allah hanya berbicara di satu tempat? Kalian terlalu picik dan eksklusif. Allah itu Mahaagung, Dia tidak mungkin
terbatas oleh Kemah Pertemuan. Kalian jangan mengatakan Allah hanya berfirman di satu tempat tertentu saja. Kalian
jangan membatasi Allah yang tak terbatas itu di dalam Kemah Pertemuan yang kecil itu.” Memang benar Allah itu
Mahabesar dan Mahahadir, tetapi berdasarkan kitab Perjanjian Lama, Dia senang tinggal di dalam kemah yang
dibangun oleh umat-Nya di padang gurun itu. Walaupun langit memang luas, namun Allah tidak senang tinggal
bersemayam di surga. Lagi pula Dia tidak berbicara kepada umat-Nya dari surga, melainkan dari Kemah Pertemuan.
     Boleh jadi Anda merasa heran, apa hubungannya hal ini dengan Gereja? Anda akan bertanya, apa hubungannya
antara pembicaraan Allah dengan tumpuan Gereja? Ya, pembicaraan Allah erat sekali hubungannya dengan tumpuan
keesaan. Jika kita berada di atas tumpuan yang tepat, niscaya kita tiap hari akan mendengar pembicaraan Allah.
Sebaliknya, jika kita tidak mendengar pembicaraan Allah, itu mungkin karena kita tidak mempunyai tumpuan keesaan.
     Menurut Kitab Imamat, Allah berbicara dalam ruang maha kudus. Kitab Imamat justru adalah kumpulan dari
pembicaraan ilahi itu. Karena itu, Allah berbicara di dalam keesaan. Begitu keesaan itu lenyap, pembicaraan Allah pun
lenyap.
     Firman Allah mendatangkan terang, dan terang berasal dari hayat. Bila kita tidak mempunyai pembicaraan Allah,
kita akan jatuh ke dalam maut dan kegelapan. Maut dan kegelapan akan melukai dan mencelakakan Tubuh dan
membuat anggota Tubuh itu tercerai-berai. Kekristenan yang merosot hari ini kekurangan keesaan sejati dalam hayat,
karena itu, penuh dengan maut dan kegelapan.
 
MENERIMA TERANG DARI ALLAH YANG BERBICARA
 
     Sering kali ada sejumlah orang Kristen bertanya dari mana datangnya terang yang kita sampaikan dalam
tulisantulisan kita. Menyinggung tentang terang, diri kita sendiri tidak ada yang bisa dimegahkan. Terang kita itu kita
terima dari Allah yang berbicara. Untuk menerima terang, kita perlu memiliki pembicaraan Allah di atas tumpuan
keesaan yang wajar. Hari ini Allah masih tetap berbicara di dalam Kemah Pertemuan, yakni pusat tumpuan keesaan.
Kemah Pertemuan adalah tumpuan dan fondasi keesaan. Di sinilah Allah berfirman dan menerangi kita. Begitu kita
meninggalkan firman Allah, kita akan berada dalam kegelapan. Namun begitu firman-Nya datang, kita akan berada
dalam terang. Di mana ada firman Allah, di situ pasti ada terang.
     Banyak di antara kita dapat bersaksi bahwa sebelum kita datang ke jalan pemulihan Tuhan, kita berada dalam
kegelapan. Tetapi sekarang kita merasa bahwa setiap perkara menjadi begitu jelas, transparan. Inilah terang. Ketika
Anda mendengarkan berita-berita, Anda segera mengalami sorotan terang Tuhan. Baik ketika Anda dalam sidang,
maupun di rumah, Anda tahu bahwa Anda berada di bawah sorotan terang-Nya. Penerangan sedemikian berasal dari
firman Allah pada tumpuan keesaan. Karena itu, tiap kali orang bertanya tentang sumber terang yang kita terima, kita
hanya dapat berkata bahwa kita memiliki terang karena kita berada di atas tumpuan keesaan.

 
KEPUASAN YANG BERLIMPAH
 
     Orang Israel tidak hanya menikmati firman Allah, mereka juga dikenyangkan secara berlimpah dengan lemak di
rumah Allah (Mzm. 36:9). Rumah Allah mengacu kepada Bait Suci, yaitu kelanjutan dan perluasan dari Kemah
Perhimpunan. Pemazmur berkata selanjutnya dalam Mazmur 36:10, “Sebab pada-Mu ada sumber hayat, di dalam
terang-Mu kami melihat terang.” Ayat ini pun berkaitan dengan Bait. Hanya di dalam Baitlah baru umat Allah dapat
menikmati sumber hayat. Lagi pula, hanya di dalam Bait baru mereka dapat melihat terang dalam terang Allah. Ini
merupakan petunjuk lagi bahwa hakiki keesaan umat Allah adalah hayat dan terang.
 

HAYAT MEMPERTAHANKAN KEESAAN


 
     Hal ini diperkuat oleh Mazmur 133 yang berawal dengan kalimat: “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya,
apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun (keesaan).” Dan Mazmur ini berakhir begini: “Sebab ke sanalah
Tuhan memerintahkan berkat, yaitu hayat yang kekal” (Tl.). Mazmur ini dengan jelas menyatakan bahwa berkat hayat
berkaitan dengan keesaan umat Allah.
     Mazmur 133 juga mengatakan tentang minyak dan embun Gunung Hermon. Minyak dan embun yang berharga itu
bukan berada di mana-mana, ia hanya dapat dinikmati di tempat tertentu. Kalau seorang Israel ingin menikmati berkat
yang diperintahkan Tuhan, maka ia harus berada di tempat keesaan itu. Artinya, ia paling tidak setahun tiga kali
melakukan perjalanan ke Bukit Sion. Misalkan, dari suku Dan ada beberapa orang berkata, “Mengapa kita semua
harus pergi ke satu tempat untuk beribadah kepada Allah? Itu terlalu picik, terlalu agamawi, dan terlalu eksklusif. Allah
itu ada di mana-mana. Kita boleh tinggal di Dan untuk menikmati, berkidung, dan memuji Allah.” Mereka memang
boleh menikmati dan bernyanyi, namun mereka tidak mungkin menikmati berkat yang diperintahkan Tuhan itu,
kecuali mereka pergi ke Bukit Sion.
     Prinsip ini juga berlaku pada hari ini. Jika kita mau menikmati berkat hayat yang diperintahkan Tuhan, kita harus
berada dalam tumpuan keesaan. Para penentang boleh mengklaim bahwa mereka memiliki berkat yang diperintahkan
itu, tetapi sesungguhnya mereka tidak memiliki berkat tersebut. Maka, orang-orang yang mengira dirinya telah
memilikinya adalah orang-orang yang takhayul. Allah tidak picik dan eksklusif, tetapi Dia adalah teguh, tidak goyah. Ia
teguh terhadap prinsip dan ekonomi-Nya. Allah tidak bertindak berlawanan dengan keteguhan prinsip-Nya sendiri.
Perkataan dalam Mazmur 133:3 itu pasti. Pemazmur di sini berkata bahwa ke sanalah, yakni ke keesaan itulah Tuhan
memerintahkan berkat, yaitu hayat yang kekal. Ketika saudara-saudara diam bersama dalam keesaan, di sanalah ada
minyak mengalir, dan embun turun, dan umat Allah menikmati berkat hayat. Jika kita kehilangan keesaan, kita
kehilangan pengalaman urapan minyak, turunnya embun, dan berkat hayat. Jika kita ingin bertahan dalam keesaan,
kita harus tinggal dalam hayat, sebab hayat mempertahankan keesaan. Hal ini benar bagi orang Israel pada zaman
dulu, benar juga bagi kita pada hari ini.

 
TERPELIHARA DALAM HAYAT DAN TERANG
 
     Kita telah nampak bahwa hayat berkaitan dengan manusia korporat ciptaan Allah yang semula, dan juga berkaitan
dengan Abraham serta keturunannya, yakni bani Israel. Sekarang kita akan melihat bagaimana hayat adalah hakiki
keesaan gereja sebagai ciptaan baru Allah. Dalam Yohanes 17, Tuhan pernah menyinggung masalah keesaan bukan
dengan mengajarkannya kepada murid-murid-Nya, melainkan mendoakan mereka dengan hal tersebut. Doa itu
menunjukkan bahwa keesaan hanya dapat dipelihara dan direalisasikan di dalam hayat. Dalam ayat 11 Tuhan berdoa,
“Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku,
supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.” Terpelihara di dalam nama Bapa berarti terpelihara di dalam hayat-
Nya, sebab hanya orang yang lahir dari Bapa, yang memiliki hayat Bapa, baru bisa mengambil bagian dalam nama
Bapa. Sang Anak telah memberikan hayat Bapa kepada orang yang dikaruniakan Bapa kepada-Nya (ayat 2). Karena itu,
orang-orang yang percaya dapat menikmati hayat ilahi sebagai hakiki keesaan mereka. Jika kita terpelihara di dalam
hayat Bapa, kita akan terpelihara di dalam keesaan.
     Dalam ayat 17 Tuhan melanjutkan doanya, “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu itulah kebenaran.”
Dikuduskan berarti dipisahkan dari dunia bagi Allah. Makna sesungguhnya dari dikuduskan ialah dipelihara. Di sini
Tuhan berdoa kepada Bapa agar orang-orang yang percaya itu dikuduskan dalam kebenaran, yaitu dalam firman Bapa.
Kalau nama Bapa itu masalah hayat, maka kebenaran itu masalah terang. Jadi, hayat dan terang adalah hakiki
keesaan.
     Yohanes 17:22 mengatakan “Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan yang Engkau berikan kepada-Ku,
supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.” Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Tritunggal dengan
kemuliaan-Nya memelihara keesaan orang-orang yang percaya. Kita bukan terpelihara dalam keesaan melalui
ajaranajaran atau doktrin-doktrin, melainkan melalui hayat dan terang. Allah Tritunggal itu sendiri adalah hayat, dan
firman-Nya serta pembicaraan-Nya adalah terang. Melalui hayat dan terang inilah keesaan itu terpelihara. Itulah
sebabnya Efesus 4 mengkaitkan keesaan gereja (Tubuh Kristus) dengan Allah Tritunggal, Roh itu, Tuhan, dan Allah
Bapa.
     Dalam sidang-sidang gereja, kita menikmati penyertaan Allah Tritunggal. Hal ini khususnya lebih terasa dalam
sidang perjamuan Tuhan dan sidang doa. Melalui doa-doa yang diucapkan oleh kaum saleh dalam sidang doa, saya
menikmati kemanisan Tuhan. Saya dapat bersaksi bahwa setiap kali saya hadir dalam sidang doa, saya selalu
menikmati pengurapan Tuhan. Banyak di antara kita yang dapat bersaksi, yaitu kita tidak pernah memiliki kenikmatan
sedemikian sebelum kita berada dalam pemulihan Tuhan. Namun ketika kita mengecap kemanisan Tuhan dalam
sidang-sidang gereja, kita pun menerima suplai hayat dan mengalami sorotan terang hayat. O, saya begitu tersuplai
dan diterangi dalam sidang doa! Allah Tritunggal beserta kemuliaan-Nya benar-benar menyertai kita. Dalam Allah
Tritunggal — Bapa, Putra, dan Roh — dengan kemuliaan-Nya itulah kita terpelihara dalam keesaan. Inilah sebabnya
sesudah sidang doa, kita sering merasakan suatu kasih yang segar terhadap kaum saleh. Kita juga mempunyai suatu
perasaan, yaitu telah mengalami lebih banyak pembangunan.
 

PERPUTARAN HAYAT, TERANG, DAN KEESAAN


 
     Sangatlah penting bagi kita untuk nampak bahwa keesaan di antara anak-anak Allah terpelihara oleh hayat dan
terang. Keesaan bukan terpelihara melalui doktrin, organisasi, atau strategi. Kita bersyukur kepada Tuhan bahwa
dalam pemulihan-Nya, kita memiliki terang dan hayat. Pertama kita diterangi melalui firman Tuhan; kemudian kita
menerima suplai hayat; dan terakhir hayat mendatangkan terang lebih banyak. Sesungguhnya kita menikmati
perputaran terang dan hayat, hayat dan terang. Makin banyak terang yang kita miliki, makin banyak pula hayat yang
kita nikmati; makin banyak hayat yang kita nikmati, makin banyak pula terang yang kita terima. Terang, hayat, dan
keesaan, berjalan bersama-sama. Makin banyak terang, makin banyak pula hayat; makin banyak hayat, makin banyak
pula keesaan; makin banyak keesaan, terang pun makin banyak pula. Perputaran terang, hayat, dan keesaan inilah
yang memelihara keesaan kita.
     Namun kita akan kehilangan keesaan jika kita berada dalam kegelapan dan maut. Kegelapan mendatangkan maut
dan maut menyebabkan perpecahan. Tetapi ketika kita bertobat dan mengaku dosa kepada Tuhan, darah adi-Nya
akan menyucikan kita. Penyucian darah adi selalu berkaitan dengan sorotan terang (1 Yoh. 1:7). Ketika dibasuh oleh
darah di bawah sorotan terang, kita akan mengalami hayat lagi. Sesuai dengan pengalaman, kita dapat bersaksi bahwa
hayat, terang, dan darah dalam 1 Yohanes 1 itu juga memiliki fungsi perputaran yang akan memelihara keesaan kita.
Namun jika kita berada di dalam kegelapan, kita akan kehilangan keesaan, sebab kita kehilangan tumpuan gereja yang
wajar. Dan akibatnya ialah maut dan perpecahan. Sekali lagi kita nampak bahwa hakiki keesaan adalah hayat dan
terang. Keesaan berada di dalam hayat dengan terang dan di atas tumpuan yang wajar.
 

KEESAAN KOTA BARU


 
     Hayat dan terang juga adalah hakiki keesaan kota baru — Yerusalem Baru. Wahyu 21 dan 22 membicarakan kota
baru ini. Dalam pasal 21 terutama kita nampak terang, sedang dalam pasal 22 terutama adalah masalah hayat. Wahyu
21:23 mengatakan, “Kota itu tidak memerlukan matahari dan bulan untuk menyinarinya, sebab kemuliaan Allah
meneranginya dan Anak Domba itu adalah lampunya.” Di Yerusalem Baru tidak memerlukan terang alamiah, sebab
ada kemuliaan Allah Tritunggal yang bersinar di sana. Kota ini akan diterangi oleh cahaya sinar Allah sendiri. Dikatakan
lagi dalam ayat berikutnya, “Bangsa-bangsa akan berjalan di dalam cahayanya” (ayat 24). Hal ini mengingatkan kita
pada Yesaya 2:5 yang berbunyi, “Hai kaum keturunan Yakub, mari kita berjalan di dalam terang TUHAN.” Terang
memelihara keesaan dan menghalau kekacauan. Dalam Yerusalem Baru, terang akan mengendalikan, menguasai,
memimpin, dan memelihara setiap benda agar semuanya rapi teratur. Jadi, terang bisa memelihara keesaan.
     Wahyu 22:1-2 mengatakan, “Lalu ia menunjukkan kepadaku sungai air hayat, yang jernih bagaikan kristal, dan
mengalir ke luar dari takhta Allah dan Anak Domba itu. Di tengah-tengah jalan kota itu, . . . ada pohon hayat . . .” (Tl.).
Sungai air hayat mengalir keluar dari takhta Allah dan Anak Domba untuk menyuplai seluruh kota itu. Air hayat di sini
melambangkan Allah di dalam Kristus menjadi Roh yang mengalirkan diri-Nya ke dalam kaum tebusan-Nya sebagai
hayat dan suplai hayat mereka. Dalam Wahyu 22:1, air hayat merupakan sebatang sungai yang mengalir keluar dari
takhta Allah dan Anak Domba untuk menyuplai dan membasahi seluruh kota Yerusalem Baru. Dalam keadaan
demikian, seluruh kota itu dipenuhi oleh hayat ilahi demi memancarkan kemuliaan-Nya dalam hayat.
     Ayat 2 mengatakan bahwa pohon hayat itu tumbuh di seberang-menyeberang sungai itu. Sebatang pohon tumbuh
di seberang-menyeberang sungai melambangkan bahwa pohon ini adalah pohon anggur yang berkembang dan
menjalar mengikuti aliran sungai hayat untuk diterima dan dinikmati umat Allah. Umat tebusan Allah akan menikmati
Kristus sebagai pohon hayat menjadi bagian kekal mereka di dalam kekekalan (Why. 22:14, 19). Kristus, Sang pohon
hayat, adalah suplai hayat yang mengalir menurut arus Roh air hayat itu untuk memudahkan kita menikmatinya. Ke
mana saja Roh itu mengalir, di sana akan ada suplai hayat Kristus. Melalui air hayat dan pohon hayat, kota baru itu
akan selamanya beroleh suplai yang melimpah. Dan dengan suplai hayat yang melimpah ini, keesaan Yerusalem Baru
akan dipertahankan sampai selamanya. Di sini tak mungkin ada perpecahan apa pun. Terang akan menyinari seluruh
kota, dan hayat akan mendiris dan menyuplai seluruh kota. Hayat dan terang ini akan melenyapkan kemungkinan
terjadinya perpecahan. Bahkan bangsa-bangsa di sekitar kota baru akan menjadi satu pula. Ketika itu segala yang ada,
baik yang di surga maupun yang di bumi, akan menjadi satu di bawah satu Kepala (Ef. 1:10). Ini akan merupakan
keesaan terakhir, universal, dan abadi. Seperti yang kita tegaskan berulang-ulang bahwa keesaan ini akan terpelihara
di dalam hayat dan terang.
     Semua gereja dalam pemulihan Tuhan haruslah berada di dalam hayat dan di bawah sorotan terang. Melalui
sorotan terang dan pendirisan serta suplai hayat, kita adalah esa; tanpa harus ada pengaturan atau organisasi bentuk
apa pun. Hakiki keesaan bukan organisasi, melainkan hayat dan terang. Keesaan hanya bisa beroleh keunggulan dan
bertahan di dalam hayat dan terang. Semoga kita memiliki kesan yang dalam terhadap fakta ini!
 
BAB 3
 

AKIBAT PERPECAHAN —
BABEL, BABILON, DAN BABILON BESAR
 
Pembacaan Alkitab:
Kej. 2:9b, 17; 11:4, 9; 1 Raj. 12:26-30; 15:34;
2 Taw. 36:5-20; 1 Kor. 1:11-13a; Why. 17:3-5
 
DUA GARIS
 
     Dalam Alkitab ada dua garis: garis hayat dan garis maut. Kedua garis ini berasal dari dua sumber yang ada dalam
alam semesta. Satu dari sumber itu ialah Allah, dan satunya lagi ialah Iblis, Satan. Tambahan pula, kedua garis ini
masing-masing mempunyai akibatnya yang khas. Garis hayat berawal dari pohon hayat dan berakhir pada Yerusalem
Baru. Garis maut berawal dari pohon pengetahuan baik dan jahat, melalui Babilon Besar, dan berakhir pada lautan api.
Keesaan berada pada garis hayat, berawal dari Allah, dan berakhir pada Yerusalem Baru. Tetapi perpecahan berada
pada garis maut, berawal dari Iblis, melewati Babilon Besar, dan berakhir pada lautan api. Jika kita ingin memahami
kebenaran yang besar mengenai keesaan dalam Alkitab, perlulah kita jelas akan kedua sumber, garis, dan akibat ini.
Kemudian kita akan mengetahui keesaan dan perpecahan milik aspek mana.
     Kebanyakan orang Kristen tidak memperhatikan masalah perpecahan, sebab mereka tidak nampak keseriusan
kedua garis ini. Janganlah mengira perpecahan itu suatu perkara yang sepele. Perpecahan adalah perkara yang sangat
serius, berkaitan dengan hayat dan maut. Di dalam keesaan berarti di dalam hayat, tetapi di dalam perpecahan berarti
di dalam maut. Pada bab terdahulu telah kita tunjukkan bahwa hakiki keesaan adalah hayat dan terang. Dalam bab ini
kita akan maju ke depan untuk melihat akibat perpecahan yang pertama yaitu Babel, kemudian Babilon, dan terakhir
Babilon Besar.
 

TAKKAN TERPECAH-BELAH LAGI


 
     Empat karya besar Allah berkaitan dengan penciptaan, pemilihan, ciptaan baru, dan Yerusalem Baru dalam langit
baru dan bumi baru. Selain Allah sebagai satu-satunya sumber yang wajar dalam alam semesta, ada sumber lain, yakni
Iblis, yang memiliki unsur dan akibat yang lain. Sampai pada Yerusalem Baru, sumber, unsur, dan akibat ini, semuanya
akan dicampakkan ke dalam lautan api. Maka, dalam langit baru dan bumi baru, Allah akan menjadi sumber yang unik,
dan hanya unsur dan akibatnya yang tetap tinggal. Jadi, dalam alam semesta baru tidak akan ada perpecahan, tidak
ada maut, tidak ada duka, tidak ada ratapan, tidak ada kesakitan, dan tidak ada kegelapan lagi. Kita pun dapat berkata
bahwa dalam langit baru dan bumi baru tidak ada dosa, dunia, daging, ego, dan Iblis. Di sana tidak akan ada perkara-
perkara negatif. Ini berarti tidak ada perpecahan lagi.
     Perpecahan mencakup segala perkara negatif, antara lain seperti Iblis, dosa, dunia, daging, ego, manusia lama,
temperamen buruk, dan sebagainya. Kalau kita beroleh terang tentang sifat perpecahan, kita akan nampak bahwa ia
mencakup setiap perkara negatif. Jangan mengira perpecahan itu berdiri sendiri, tanpa berkaitan dengan daging, ego,
dan keduniawian. Perpecahan tidak hanya berkaitan dengan semua perkara negatif, bahkan ia mencakup segala
perkara negatif.
     Sebagaimana perpecahan itu mencakup segala perkara negatif, maka seprinsip dengan itu, keesaan pun mencakup
berbagai perkara; ia mencakup Allah, Kristus, dan Roh Kudus. Efesus 4:3-6 menunjukkan hal ini. Ayat-ayat ini
mewahyukan bahwa di dalam keesaan ada Allah Bapa, Kristus Tuhan, dan Roh itu sebagai pemberi hayat. Keesaan ini
mencakup bahkan perkara-perkara positif seperti roh kelahiran kembali kita dan pikiran kita yang telah diubah dan
diperbarui. Setiap perkara positif tercakup di dalam keesaan yang wajar ini.
     Yerusalem Baru kelak akan menjadi totalitas akhir keesaan yang di dalamnya mencakup semua perkara positif.
Namun lautan api akan menjadi tempat timbunan perpecahan serta segala perkara negatif yang tercakup di dalamnya.
Kita boleh mengatakan bahwa lautan api akan menjadi lautan maut abadi yang mencakup semua perkara negatif
dalam alam semesta. Lautan api akan menjadi tong sampah yang terakhir dan universal, sedangkan Yerusalem Baru
akan menjadi totalitas akhir dan ekspresi keesaan. Kota ini akan berciri-ciri khas dengan sebuah takhta, sebatang
sungai, sebatang pohon, dan seruas jalan. Di jalan itu akan mengalir sungai air hayat dan di seberang-menyeberang
sungai akan tumbuh pohon hayat. Jadi, kita boleh dengan memadai menyebut satu jalan yang satu di Yerusalem Baru
itu jalan hayat. Jalan yang unik ini akan menihilkan perpecahan. Perpecahan dengan segala perkara negatif yang
berkaitan dengannya hanya dapat terlihat di dalam lautan api.
 

SUMBER BABEL
 
     Akibat pertama perpecahan ialah Babel. Sumber Babel ialah pohon pengetahuan baik dan jahat. Andaikata Hawa
tidak memakan buah pohon pengetahuan itu, maka tidak mungkinlah keturunannya membangun Menara dan Kota
Babel. Berdasarkan catatan Kejadian 3, Adam telah memakan buah pohon pengetahuan baik dan jahat. Karena dia
telah memakan buah itu, maka pohon pengetahuan itu sesungguhnya telah masuk ke dalam dirinya dan secara
subyektif telah menjadi bagiannya. Hal ini ditunjukkan dalam Kejadian 4. Dalam pasal tersebut kita melihat munculnya
kebencian, pembunuhan, poligami, dan penemuan berbagai senjata untuk berperang. Kejadian 6 menyingkapkan
suatu situasi yang lebih jahat lagi. Manusia telah menjadi daging (ayat 3), kejahatan manusia besar di bumi (ayat 5).
Lagi pula, seperti tertulis dalam ayat 11, “Adapun bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan.”
Allah melihat dunia ini telah bejat benar, “sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi” (ayat 12).
Seperti kita ketahui, kemudian Allah menghukum generasi bejat itu dengan air bah. Tetapi penghukuman itu pun tidak
dapat mengubah sifat manusia. Berdasarkan Kejadian 11, manusia bahkan berani melawan Allah. Pada ayat 4 pasal
tersebut dikatakan, “Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara . . . dan marilah kita cari
nama.”Untuk mencari nama bagi diri sendiri, mereka memberontak kepada Allah. Akibat pemberontakan itu ialah
perpecahan dan kekacauan. Itulah Babel, akibat pertama perpecahan. Akibat dari pemberontakan di Babel itu,
manusia menjadi terpecah-belah.
 

MAKNA BABEL
 
     Perpecahan di Babel meliputi penyembahan berhala. Beberapa sejarawan percaya bahwa pada bata-bata yang
dipakai untuk mendirikan Menara dan Kota Babel bertuliskan nama-nama berhala. Yosua 24:2 mengatakan, “Beginilah
firman TUHAN, Allah Israel: Dahulu kala di seberang sungai Efrat, di situlah diam nenek moyangmu, yakni Terah, ayah
Abraham dan ayah Nahor, dan mereka beribadah kepada allah lain.” Ayat ini menunjukkan bahwa sebelum Abraham
dipanggil Allah, ia melayani allah-allah lain di Ur-kasdim, ini berarti ia beribadah kepada berhala. Maka perpecahan
manusia di Babel meliputi penyembahan berhala.
     Dari beberapa pasal Kitab Kejadian ini kita nampak bahwa perpecahan mencakup perkara-perkara negatif seperti
kebencian, pembunuhan, poligami, peperangan, kebejatan, pemberontakan, dan penyembahan berhala. Akibat dari
unsur perpecahan yang mencakup berbagai hal itu, pertama adalah Babel dengan perpecahan dan kekacauannya.
Maka makna Babel ialah perpecahan dan kekacauan.
 
KEESAAN UMAT ALLAH
 
     Walaupun Allah perlu melepaskan atau mengesampingkan suku bangsa ciptaan-Nya, namun Ia tidak melepaskan
tujuan kekal-Nya terhadap manusia. Demi belas kasihan-Nya, Ia malah menampakkan diri kepada seorang dari
anggota ras Adam itu, yaitu Abraham, dan memanggil dia keluar dari lingkungannya itu. Di sini kita nampak pemilihan
Allah. Seperti yang telah kita tunjukkan, dalam hal pemilihan Abraham, Allah bertindak menurut sifat keesaan-Nya.
Jadi, Ia hanya memilih satu orang, bukan sekelompok orang banyak. Allah menyuruh Abraham meninggalkan negeri,
sanak saudara, dan rumah bapanya, ke suatu tempat yang akan diberikan-Nya kepada Abraham dan keturunannya.
     Kemudian, di bawah berkat Tuhan, keturunan Abraham, bani Israel, berkembang biak. Setelah bani Israel keluar
dari Mesir, mereka masuk ke tanah permai, negeri yang dijanjikan Allah kepada Abraham. Berdasarkan catatan Kitab
Ulangan, Allah berpesan kepada mereka jangan melakukan ibadah di tempat pilihan mereka sendiri (Ul. 12).
Sebaliknya, mereka harus merendahkan diri di hadapan Allah dan menerima pilihan-Nya. Dengan menghormati Tuhan
dalam hal tempat bagi penyembahan korporat dan menerima tempat unik pilihan Allah, maka bani Israel akan
terpelihara dalam keesaan. Menurut pilihan Allah, Bait Suci itu didirikan di atas Bukit Sion, dan umat Allah harus
melakukan perjalanan ke sana tiga kali setahun. Ruang maha kudus dalam bait yang dibangun di Bukit Sion itulah
pusat keesaan umat Allah. Pusat ini adalah tempat Allah berfirman dan ia memelihara keesaan umat pilihan Allah.

 
EGOISME DAN AMBISI ADALAH PENYEBAB PERPECAHAN
 
     Namun, pada suatu hari, negara ini telah terpecah menjadi dua kerajaan; yang di utara menjadi Kerajaan Israel,
yang di selatan menjadi Kerajaan Yehuda. Yerobeam menjadi raja kerajaan utara, Rehabeam menjadi raja kerajaan
selatan. Setelah terjadi perpecahan, masuklah perkara penyembahan berhala. Yerobeam tidak hanya membuat
kerajaan terpecah, ia pun menetapkan berhala di Betel dan di Dan (1 Raj. 12:29). Yerobeam membuat dua lembu
emas dan berkata kepada umat: “Hai Israel, lihatlah sekarang allah-allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari
tanah Mesir.” Berhala-berhala itu berasal dari ambisi egois Yerobeam. Yerobeam mendirikan pusat ibadah lain oleh
karena ia takut kehilangan kerajaannya. Satu Raja-raja 12:26-27 mengatakan, “Maka berkatalah Yerobeam dalam
hatinya: ‘Kini mungkin kerajaan itu kembali kepada keluarga Daud. Jika bangsa itu pergi mempersembahkan kurban
sembelihan di rumah TUHAN di Yerusalem, maka tentulah hati bangsa ini akan berbalik kepada tuan mereka, yaitu
Rehabeam, raja Yehuda, kemudian mereka akan membunuh aku dan akan kembali kepada Rehabeam, raja Yehuda.’”
Untuk mencegah hal itu terjadi dan untuk melindungi kerajaannya, Yerobeam mendirikan satu pusat penyembahan
tandingan, mendirikan berhala. Ini dengan jelas menunjukkan bahwa penyembahan berhala itu berasal dari
ambisinya.
     Kita harus menerapkan prinsip ini kepada situasi orang Kristen hari ini. Perpecahan dalam kekristenan diakibatkan
dari egoisme dan ambisi. Karena ada orang-orang tertentu berambisi memiliki “kekaisaran” mereka, maka mereka
mengabaikan pilihan Allah. Ambisi mereka ialah memiliki satu “kerajaan” untuk memenuhi atau memuaskan
keinginan egoisnya sendiri. Dalam Perjanjian Lama, tempat unik pilihan Allah ialah Bukit Sion di Yerusalem. Di tempat
inilah Bait Suci dan ruang maha kudus untuk Allah berfirman berada. Namun Yerobeam, seorang yang ambisius dan
egois, telah mendirikan pusat penyembahan lain. Boleh jadi ada orang akan membela dia, mengatakan bahwa dia
bukan mendirikan sebuah pusat rekreasi duniawi, melainkan sebuah tempat untuk menyembah Allah. Akan tetapi,
pusat penyembahan itu sebenarnya hanya sebuah selubung untuk menutupi ambisi Yerobeam. Demikian juga
keadaannya hari ini. Karena egoisme dan ambisi, banyak tokoh Kristen mendirikan pusat penyembahan. Dari luar,
pusat-pusat itu memang dibangun untuk beribadah kepada Allah, tetapi sebenarnya untuk memuaskan ambisi mereka
dalam membangun “kekaisaran” manusia. Dalam arti yang sebenarnya, para pendiri organisasi kekristenan itu adalah
Yerobeam-Yerobeam masa kini. Pusat penyembahan yang mereka dirikan sebenarnya adalah pusat ambisi semata.
Karena itulah “berhala-berhala” dapat ditemukan di tempat-tempat itu.
     Menurut prinsip dalam 1 Raja-raja 12:26-30, banyak organisasi kekristenan telah meletakkan “berhala-berhala” di
dalamnya dengan maksud menarik dan menahan orang. “Berhala-berhala” itu membuat orang meninggalkan Allah.
Yerobeam mencontoh teladan Harun di Gunung Sinai, yakni membuat dua patung lembu emas, dan berkata kepada
umat, itulah allah yang membawa mereka keluar dari Mesir. Kita merasa heran mengapa bani Israel demikian buta
sehingga mau menerima berhala-berhala itu sebagai allah mereka. Karena kita memandang dari kejauhan, maka kita
dapat melihat dengan jelas. Tetapi andaikata kita berada di situ, jangan-jangan kita pun akan mengikuti Yerobeam dan
bersekongkol dengannya.
     Kita harus jelas terhadap situasi kekristenan hari ini. Kalau kita berada di bawah sorotan terang surgawi, kita pasti
akan mengetahui bahwa “berhala” telah didirikan sebagai pengganti Allah dalam kebanyakan kelompok atau
organisasi. “Berhala-berhala” itu menarik orang ke dalam kelompok-kelompok itu dan kemudian menahan mereka di
sana.
 

KEDAMBAAN TERHADAP RUMAH ALLAH


 
     Kita telah menunjukkan bahwa tempat Allah berfirman yang sejati adalah ruang maha kudus dalam Bait Suci.
Mazmur 27:4 menyatakan keinginan yang dalam dari umat Allah terhadap Bait Suci, rumah Allah. Ayat ini
mengatakan, “Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku,
menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya.” Betapa dambanya pemazmur tinggal dalam bait Tuhan
dan memandang-Nya!
     Kedambaan serupa juga terungkap dalam Mazmur 84. Dalam ayat 2-3 pemazmur berkata, “Betapa disenangi
tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN . . . “
Ayat 11 menyambung, “Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu daripada seribu hari di tempat lain; lebih baik
berdiri di ambang pintu rumah Allahku daripada diam di kemah-kemah orang-orang fasik.” Di sini kita nampak betapa
kuatnya kedambaan pemazmur terhadap rumah Allah, sampaisampai ingin diam di pelataran bait Tuhan. Ia rela
sekalipun berdiri di ambang pintu bait, maksudnya menjadi penjaga pintu bait Tuhan.
     Mazmur 36 dan 23 juga menyatakan kerinduan pemazmur akan bait Tuhan. Dalam Mazmur 36:9 pemazmur
berkata bahwa umat Allah “mengenyangkan dirinya dengan lemak di rumah-Mu.” Sebab di dalam bait Allah itu
mereka akan minum dari sungai kesenangan Tuhan. Dan di dalam bait Allah mereka baru beroleh sumber hayat, dan
dalam terang-Nya ia melihat terang (ayat 10). Mazmur 23 ditutup dengan perkataan, “dan aku akan diam dalam
rumah TUHAN sepanjang masa” (ayat 6). Pada zaman Perjanjian Lama, orang-orang yang takwa, semua rindu diam
dalam bait Allah, yaitu tempat kediaman Allah.
     Kedambaan demikian akan menangkal kefasikan. Hanya karena kedambaan berada di hadirat Tuhan, di dalam
rumah Allah, maka segala perpecahan dan perkara-perkara negatif yang tercakup di dalamnya akan tertangkal.
Kedambaan ini akan membuat kita menjadi takwa, kudus, dan pada akhirnya menjadi esa dengan anak-anak Allah.
     Ketika bani Israel menyanyikan Mazmur 133 sambil mendaki Bukit Sion, mereka sungguh tak mungkin saling
membenci dan meremehkan. Mazmur 133 adalah sebuah mazmur keesaan. Keesaan ini mencakup semua perangai
dan pekerti positif. Dengan memelihara keesaan, maka dengan spontan kita akan menikmati segala perangai dan
pekerti itu. Tidak hanya demikian, kita akan memiliki penyertaan Allah.

 
KEESAAN MELINDUNGI KITA DARI BERBUAT DOSA
 
     Melalui memelihara diri kita dalam keesaan, kita memiliki berkat yang diperintahkan Allah, yaitu hidup yang kekal.
Tetapi jika ada beberapa orang Israel terpecah-belah dan enggan pergi ke Bait Suci, dengan sendirinya mereka akan
kehilangan semua perkara atau berkat positif ini. Dan jika mereka memisahkan diri dari keesaan umat Allah, dengan
sendirinya mereka akan dipenuhi dengan perkaraperkara negatif seperti kesombongan, kebencian, kritik, desas-desus,
dan dusta. Ada yang berpura-pura tetap bersekutu dengan Allah, namun mendirikan satu pusat penyembahan lain.
Tetapi seperti dalam kasus Yerobeam, jelas bagi kita bahwa tindakan perpecahan sedemikian telah membuka pintu
bagi penyembahan berhala dan segala perkara jahat masuk ke dalam.
     Berdasarkan catatan Perjanjian Lama, dosa Yerobeam, dosa perpecahan, telah membuka pintu bagi bermacam-
macam kejahatan. Pada akhirnya, situasi umat Allah menjadi begitu bejatnya sehingga Allah membiarkan
Nebukadnezar, raja Babilon, membakar Bait Allah, meruntuhkan dinding Yerusalem dan menawan umat itu ke
Babilon. Maka, penawanan ke Babilon merupakan akibat lebih lanjut dari perpecahan. Yerusalem mewakili keesaan,
tetapi Babilon serta semua kejahatannya mewakili perpecahan.
     Sebelum memasuki hidup gereja, banyak di antara kita yang sangat kendur dan sembarangan, melakukan setiap hal
menurut kesenangan sendiri. Namun kita dapat bersaksi bahwa tak lama setelah kita masuk ke dalam pemulihan
Tuhan, hati nurani kita mulai berfungsi dengan wajar. Sedikit demi sedikit kita menanggulangi hal-hal tertentu dan
menanggalkan kebiasaan-kebiasaan dalam cara hidup lama. Namun saya pun tahu ada beberapa orang, karena
meninggalkan hidup gereja, lalu mengalami keadaan yang sebaliknya. Hati nurani mereka mulai kehilangan fungsinya,
perkara-perkara negatif dan duniawi yang dulu telah ditinggalkannya berangsur-angsur datang lagi. Banyak yang
memulai lagi menuntut kesenangan duniawi yang dulu disukai. Dan berangsur-angsur perkara-perkara duniawi
bahkan dosa kembali lagi. Hal itu menunjukkan bahwa keesaan melindungi kita dari kejahatan, sedangkan perpecahan
membuka pintu bagi dosa.
     Lebih dari tiga puluh lima tahun yang lalu ada seorang remaja putri yang berasal dari keluarga kaya datang
mengikuti sidang gereja di Chefoo. Penampilannya sama sekali bercorak duniawi, rambutnya disanggul dengan model
menara. Kemudian ia berkata bahwa ia sengaja merias rambutnya dengan model itu untuk menyatakan protesnya.
Namun ketika ia terus-menerus datang mengikuti sidang gereja, penampilannya mulai berubah. Di dalam sidang kami
tidak menyinggung soal keduniawian, kami hanya membicarakan tentang kasih kepada Kristus dan gereja. Tidak
seorang pun yang ingin mengoreksi tingkah laku remaja putri tersebut. Tetapi melalui berkontak dengan gereja, hati
nuraninya mulai berfungsi, dan tanpa pengarahan orang lain, dengan spontan ia mengubah model rambut dan
busananya.
 

TIDAK BERSALAH TERHADAP BAIT


 
     Bagi bani Israel, Bait Suci adalah pusat keesaan. Karena itu, sangatlah serius jika seorang umat Allah yang mana pun
bersalah terhadap bait. Orang-orang yang bersikap benar terhadap bait dan yang karenanya memelihara keesaan
akan menikmati penyertaan Allah, berkat hayat, dan setiap perkara positif lainnya. Namun orang yang bersalah
terhadap bait, yang melakukan perpecahan, akan membuka pintu lebar-lebar bagi segala macam dosa. Demikian pula
orang Kristen pada hari ini. Banyak yang membicarakan kekudusan, kemenangan, dan kerohanian, namun kalau kita
ingin memiliki pekerti-pekerti tersebut, perlulah kita berada di dalam keesaan yang wajar.
     Coba renungkan lagi pengalaman orang Israel. Kekudusan, kemenangan, dan kerohanian bukanlah hasil dari upaya
mereka. Pekerti-pekerti itu mereka peroleh karena mereka tidak bersalah terhadap bait, ruang maha kudus, dan
tabut. Asal mereka menghormati bait, bertahan dalam keesaan, maka tak perlu mereka mencoba berupaya untuk
menjadi kudus, menang, atau rohani. Mereka memiliki pekerti-pekerti itu secara spontan sebagai berkat yang
dikaruniakan Allah karena berada di dalam keesaan. Banyak orang Kristen tidak dapat menang, kudus, dan rohani,
dikarenakan mereka bersalah terhadap gereja dan tabut yang berada di dalam ruang maha kudus — Kristus. Jika ingin
menjadi kudus, rohani, dan menang, haruslah kita bersikap benar terhadap Kristus dan gereja. Dengan kata lain, kita
harus berada dalam keesaan yang wajar. Hanya keesaan itulah yang bisa memberi kita jalan untuk memperoleh
semua pekerti dan atribut positif itu.
     Ketika dulu saya berada di daratan China, Saudara Watchman Nee menjadi sasaran serangan dan oposisi. Orang-
orang yang menyerang dan menentang dia berkata bahwa dia, gereja, dan para penatua, semuanya salah. Sewaktu
saya pertama kali mendengar serangan dan penentangan demikian, saya merasa agak ragu, apakah situasinya benar
demikian. Boleh jadi Saudara Watchman Nee, para penatua, dan gereja sudah salah. Namun pada akhirnya, saya
mengetahui bahwa setiap penentang itu justru lebih banyak salahnya daripada Saudara Watchman Nee, para
penatua, dan gereja. Saya perhatikan bahwa setiap orang yang menentang dan menyerang gereja, pada aspek
kerohanian mereka menempuh kemerosotan. Saya tidak pernah melihat seorang di antara mereka masih bisa tumbuh
maju kerohaniannya. Mereka telah merusak diri sendiri dan kondisi mereka semakin memburuk.
     Satu-satunya perkara yang dapat melindungi kerohanian kita ialah keesaan. Jika kita tinggal dalam keesaan, semua
perkara positif akan menjadi milik kita. Tetapi jika kita menempuh jalan perpecahan, maka berbagai dosa, kebencian,
iri hati, pelecehan, bahkan mungkin percabulan dan penyembahan berhala, bisa menimpa kita. Cepat atau lambat,
orang-orang yang melakukan perpecahan akan tertawan ke “Babilon” sebagai tawanan.
 
BABILON BESAR
 
     Wahyu 17 juga menunjukkan bahwa dosa berkaitan dengan perpecahan. Pasal ini menyinggung tentang Babilon
Besar. Pada ayat 5, Babilon Besar dijuluki sebagai “Ibu dari wanita-wanita pelacur dan dari kekejian bumi”. Ayat 4
mengungkapkan bahwa perempuan itu, walaupun luarannya enak dipandang, namun di dalamnya mengandung
bermacam-macam dosa. “Perempuan itu memakai kain ungu dan kain kirmizi yang dihiasi dengan emas, permata dan
mutiara, dan di tangannya ada suatu cawan emas penuh dengan segala kekejian dan kenajisan percabulannya.” Pada
luarannya, Babilon Besar mengenakan pakaian berwarna ungu dan kirmizi, berhias dengan emas, permata, dan
mutiara, tetapi pada tangannya menggenggam cawan yang berisikan kekejian dan kenajisan percabulan. Ini
merupakan sebuah lukisan kekristenan hari ini. Dalam kekristenan mungkin saja ada cawan emas, namun yang terisi
dalam cawan adalah berhala, percabulan, dan berbagai jenis dosa. Itu adalah unsur dan hakiki perpecahan. Babilon
Besar adalah totalitas akhir dari perpecahan yang diwahyukan dalam Wahyu 17.
     Kekristenan hari ini benar-benar berada dalam keadaan perpecahan. Perpecahan demikian telah membuka jalan
bagi berhala dan percabulan rohani. Dalam banyak kasus, mereka bahkan membuka jalan bagi berhala dan percabulan
daging yang sesungguhnya. Kita telah berulang-ulang menegaskan bahwa itulah akibat perpecahan.
 

SERIUSNYA PERPECAHAN
 
     Ketika kita beralih ke jalan pemulihan dan memasuki hidup gereja, perkara-perkara negatif yang berkaitan dengan
perpecahan itu dengan sendirinya tersingkir. Tetapi seperti telah kita katakan bahwa orang-orang yang meninggalkan
keesaan yang wajar, dengan sendirinya pula terlibat lagi dengan perkara-perkara jahat yang dulunya pernah dibuang
itu. Ini menunjukkan kepada kita bahwa perpecahan adalah satu perkara yang sangat serius. Tidak ada perkara yang
lebih menakutkan daripada perpecahan. Iblis tahu, asal ada ide perpecahan sedikit saja pada kita, maka ia secara
diam-diam akan merusak kehidupan kristiani kita. Perpecahan ibarat rayap yang bisa membuat keropos rumah.
Karena itu bahkan ide atau pikiran perpecahan pun harus kita tolak.
     Ketika kita berada dalam keesaan, kita akan berada di dalam hayat dan menikmati berbagai pekerti dan atribut
positif, lagi pula kondisi kerohanian kita akan berangsurangsur maju bertumbuh. Namun, asalkan kita menerima
angan-angan perpecahan sedikit saja, kita akan membuka pintu bagi dosa dan membiarkannya masuk.
 
BAB 4
 

TEMPAT UNIK PILIHAN ALLAH


UNTUK MEMELIHARA KEESAAN
 
Pembacaan Alkitab:
Ul. 12:1-8, 11, 13-15, 17-18, 26-18; 14:23; 16:16
 
     Pada tiga bab terdahulu kita telah membahas beberapa prinsip yang berkaitan dengan keesaan. Mulai bab ini kita
akan menyinggung sejumlah rinciannya. Rincian pertama ialah tempat unik pilihan Allah untuk memelihara keesaan.
Dalam Kitab Ulangan 12, 14, 15, dan 16, tempat unik yang dipilih Allah disebut paling sedikit enam belas kali. Misalkan
pada pasal 12:5, Musa berpesan kepada umat untuk pergi ke “tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, dari segala
sukumu sebagai kediaman-Nya untuk menegakkan nama-Nya di sana.” Berdasarkan Ulangan 14:23, umat Allah harus
memakan persembahan persepuluhan di hadapan Tuhan, di tempat yang dipilih-Nya itu. Fakta disinggungnya berkali-
kali perkara yang unik ini menunjukkan bahwa perkara ini sangatlah penting. Kitab Ulangan adalah kitab yang
membicarakan kenikmatan kekayaan tanah permai, tanah yang dilukiskan sebagai berlimpah-limpah dengan susu dan
madu. Perkataan yang tercatat dalam kitab ini, yakni kitab Musa yang terakhir, adalah yang dikatakannya ketika bani
Israel berada di pinggir tanah permai menjelang mereka ingin memasuki dan memilikinya. Karena Musa prihatin
terhadap kenikmatan mereka di tanah permai itu, maka ia menggunakan banyak waktu untuk memberikan petunjuk
kepada mereka tentang kehidupan di tanah permai. Karena itu, Kitab Ulangan adalah pesan yang diucapkan oleh
seorang yang lanjut usia, ayah yang penuh kasih sayang, mengenai kebahagiaan yang akan datang bagi anak-anaknya.
 
MEMUSNAHKAN SEGALA TEMPAT
PENYEMBAHAN BERHALA BANGSA KAFIR
 
     Kitab Ulangan 12 membicarakan kehendak Allah tentang kehidupan orang Israel di tanah permai. Ayat 1
mengatakan tentang ketetapan dan peraturan yang harus dilakukan dengan setia di negeri yang diberikan Tuhan
kepada umat Allah. Dalam ayat 2 Musa mengutarakan ketetapan dan peraturan itu, yang pertama ialah: “Kamu harus
memusnahkan sama sekali segala tempat, di mana bangsabangsa yang daerahnya kamu duduki itu beribadah kepada
allah mereka.” Ayat 3 menyambung: “Mezbah mereka kamu harus robohkan, tugu-tugu berhala mereka kamu
remukkan, tiang-tiang berhala mereka kamu bakar habis, patungpatung allah mereka kamu hancurkan, dan nama
mereka kamu hapuskan dari tempat itu.” Sebelum orang Israel memiliki kenikmatan penuh atas kekayaan tanah
permai itu, mereka harus memusnahkan sama sekali tempat-tempat penyembahan berhala bangsa kafir itu. Setiap
tempat yang dipakai untuk pusat penyembahan berhala harus dimusnahkan. Tak peduli tempat-tempat seperti di
gununggunung yang tinggi, di bukit-bukit dan di bawah setiap pohon yang rimbun (ayat 2). Umat Allah wajib
merobohkan mezbah mereka, meremukkan tugu-tugu berhala mereka, membakar habis tiang-tiang berhala mereka,
menghancurkan patung-patung allah mereka, dan menghapuskan nama mereka dari tempat-tempat itu. Tiga hal
utama yang harus ditanggulangi: tempat, berhala, dan nama. Ini menyatakan bahwa tanah permai harus bersih sama
sekali dari pusat penyembahan bangsa kafir.
     Ulangan 12:4 mengatakan, “Jangan kamu berbuat seperti itu terhadap TUHAN, Allahmu.” Ini menunjukkan bahwa
umat Israel tidak boleh menyembah TUHAN seperti cara bangsa-bangsa itu menyembah allah mereka.
 

TEMPAT UNTUK MENEGAKKAN NAMA ALLAH


 
     Dalam ayat 5 Musa mengucapkan perkataan yang sangat penting: “Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN,
Allahmu, dari segala sukumu sebagai kediaman-Nya untuk menegakkan nama-Nya di sana, tempat itulah harus kamu
cari dan ke sanalah harus kamu pergi.” Setelah semua tempat bangsa-bangsa itu menyembah berhala dimusnahkan,
maka umat Allah harus pergi ke tempat yang dipilih Allah. Di tempat yang unik itulah Allah akan menegakkan nama-
Nya. Nama Allah mengacu kepada persona-Nya. Ditegakkan nama-Nya di tempat tertentu itu berarti Dia sendiri akan
diam di tempat itu. Ini menunjukkan bahwa tempat unik yang dipilih Allah itulah tempat kediaman Allah.
 
MAKNA PERLAMBANGAN
 
     Berdasarkan prinsip azasi wahyu ilahi dalam Alkitab, catatan dalam Perjanjian Lama mengandung lambang, gambar,
dan bayang-bayang dari perkara-perkara yang terdapat dalam Perjanjian Baru. Jika Ulangan 12 hanya memuat
ketetapan-ketetapan untuk orang Israel, maka pasal ini tentu tidak dapat diterapkan pada situasi kita hari ini. Tetapi
ketetapan-ketetapan dalam pasal tersebut mempunyai makna rohani. Kalau kita memegang makna rohani dari
ketetapanketetapan itu, kita akan nampak bahwa bagian Alkitab tersebut tidak hanya ditulis untuk orang Israel, tetapi
juga untuk kita hari ini. Rasul Paulus mengetahui bahwa sejarah bangsa Israel mengandung makna perlambangan
terhadap kaum beriman Perjanjian Baru, maka pada 1 Korintus 10:6 dia berkata, “Semuanya ini telah terjadi sebagai
contoh (lambang) bagi kita untuk memperingatkan kita . . .” Dalam 1 Korintus 10:11 dia menyambung: “Semuanya ini
telah menimpa mereka sebagai contoh (lambang) dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita . . .” Karena itu,
dalam Roma 15:4 Paulus dapat berkata, “Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi
pelajaran bagi kita . . .”
     Lambang terpenting dalam Perjanjian Baru ialah tanah permai, yang merupakan satu lambang lengkap dan
menyeluruh dari Kristus. Selain itu, kenikmatan atas hasil bumi di tanah permai itu melambangkan kenikmatan kita
atas kekayaan Kristus yang tak terduga (Ef. 3:8). Sebelum Anda datang menempuh hidup gereja, mungkin Anda tidak
pernah mendengar tentang kenikmatan atas Kristus. Saya justru demikian. Dulu saya hanya tahu Kristus sebagai Anak
Allah, Juruselamat dan Jurutebus, tidak pernah mendengar kalau Kristus dapat menjadi kenikmatan saya.
     Berdasarkan perlambangan, yang paling dulu dinikmati bangsa Israel ialah anak domba Paskah, itu adalah lambang
Kristus. Satu Korintus 5:7 menunjukkan dengan jelas bahwa hari raya Paskah adalah satu lambang dari Kristus: “Sebab
anak domba Paskah kita, yaitu Kristus, juga telah disembelih.” Setelah bangsa Israel keluar dari Mesir, mereka
mengembara di padang gurun, di sana mereka menikmati manna. Menurut 1 Korintus 10:4, manna juga sebagai satu
lambang dari Kristus. Manna melambangkan Kristus sebagai makanan rohani kita; setiap hari kita makan manna.
Walau banyak orang Kristen tahu manna itu melambangkan Kristus, tetapi jarang ada orang nampak bahwa tanah
permai juga melambangkan Kristus. Yosua 5:12 mengatakan, “Lalu berhentilah manna itu, pada keesokan harinya
setelah mereka makan hasil negeri itu. Jadi orang Israel tidak beroleh manna lagi, tetapi dalam tahun itu mereka
makan yang dihasilkan tanah Kanaan.” Ayat itu dengan jelas mengatakan bahwa hasil tanah permai Kanaan telah
menggantikan manna. Jika anak domba Paskah dan manna melambangkan Kristus sebagai kenikmatan umat Allah,
maka tanah permai dan hasilnya yang melimpah itu tentu saja melambangkan Kristus sebagai kenikmatan kita juga.
Banyak di antara kita yang dapat bersaksi, setelah kita masuk ke dalam pemulihan Tuhan dan menempuh hidup
gereja, kita baru mendengar bahwa Kristus itulah tanah permai untuk kenikmatan kita.

 
HANYA ADA SATU NAMA
 
     Sebelum kita menempuh hidup gereja, kebanyakan kita berada di tempat-tempat yang dilambangkan oleh
gununggunung, bukit-bukit dan pohon-pohon rindang (Ul. 12:2) untuk menyembah Allah, sedangkan semua itu adalah
tempat di mana orang kafir menyembah berhala mereka. Hari ini kita dapat melihat adanya berhala-berhala di
kalangan kekristenan yang telah merosot. Ada sejumlah orang Kristen setuju bahwa di kalangan agama Kristen
tertentu ada berhala-berhala, tetapi mereka tidak mengakui bahwa di antara berbagai denominasi atau sekte juga ada
berhala. Camkanlah perkataan Musa tentang penghapusan nama-nama berhala yang dikatakannya pada pasal 2 ayat
3. Setiap sekte agama Kristen pasti memiliki satu nama lain selain nama Kristus. Misalkan, ada gereja-gereja yang
menggunakan nama orang atau tokoh-tokoh tertentu. Pada prinsipnya, semua yang di luar nama Kristus, yang
memakai nama lain, itu berarti membuat satu berhala. Orang-orang dalam sekte atau denominasi tertentu mungkin
akan membantah dengan mengatakan bahwa nama-nama itu bukan berhala, melainkan hanya untuk menandakan
organisasi orang Kristen belaka. Namun penggunaan nama sedemikian itu tak ubah dengan seorang perempuan yang
sudah menikah, tetapi memakai nama laki-laki lain di luar nama suaminya; itu merupakan cara yang menyedihkan!
Dalam kekristenan hari ini, sebagian besar memiliki berhala, sebab tempat-tempat itu memasang nama-nama lain
selain nama Kristus. Tidak jarang gedung-gedung kebaktian itu disebut dengan nama seseorang. Pada prinsipnya, itu
adalah berhala. Kita hanya boleh ada satu nama, yakni nama Yesus Kristus.
     Berdasarkan lambang dari Kitab Ulangan 12:3, kita harus memusnahkan tempat-tempat itu dan menghapus nama-
nama itu. Bersamaan dengan itu, praktek-praktek yang digunakan kekristenan yang berbau agama kafir juga harus
ditiadakan satu per satu. Semua itu seharusnya sama sekali tidak ada kedudukannya di dalam gereja. Dalam buku
“Dua Babilon” membuktikan betapa banyaknya benda-benda agama kafir yang diserap oleh agama Kristen tertentu.
Misalnya seperti hari Natal, Paskah, dan Kebangkitan, semua itu bersumber dari agama kafir. Benda-benda atau
praktekpraktek itu tidak hanya terdapat di dalam agama Kristen tertentu, juga dalam berbagai sekte dan denominasi
kekristenan. Ditinjau dari aspek rohani, tempat-tempat, berhalaberhala, dan nama-nama itu harus kita enyahkan.
Itulah sebabnya, pemulihan Tuhan tidak bisa berkompromi dengan sekte atau denominasi yang menyembah berhala-
berhala di gunung-gunung tinggi, di bukit-bukit, dan di bawah pohonpohon rindang itu. Namun, kita sendiri pun harus
waspada, jangan sampai ada gunung-gunung, bukit-bukit atau pohonpohon rindang macam apa pun di tengah-tengah
kita. Kita hanya boleh memiliki tempat unik pilihan Kristus dan Allah demi memelihara keesaan.
 

BELAJAR TAKUT KEPADA ALLAH


 
     Jika kita nampak keharusan memusnahkan semua tempat yang lain, dan hanya datang ke tempat unik pilihan Allah,
maka kita harus melihat lagi beberapa butir lainnya yang diwahyukan dalam Kitab Ulangan 12 ini. Pertama, kita harus
belajar takut kepada Allah, yaitu harus datang ke tempat pilihan Allah. Ulangan 14:23 mengatakan, “Di hadapan
TUHAN, Allahmu, di tempat yang akan dipilih-Nya untuk membuat nama-Nya diam di sana, haruslah engkau memakan
persembahan persepuluhan dari gandummu, dari anggurmu dan minyakmu, ataupun dari anakanak sulung lembu
sapimu dan kambing dombamu, supaya engkau belajar untuk selalu takut akan TUHAN, Allahmu.”Pergi ke tempat
pilihan Allah berarti takut akan Allah; sebaliknya, memilih tempat atau pusat penyembahan dengan bebas berarti
tidak takut kepada Allah, melainkan hanya ingin memuaskan keinginan pribadi.
     Sebelum Anda datang menempuh hidup gereja, boleh jadi Anda sudah beralih dari satu denominasi ke denominasi
lain, dari tempat ini beralih ke tempat itu, untuk memuaskan kesenangan dan selera Anda. Praktek semacam itu
bukanlah cara yang wajar untuk takut kepada Allah. Kalau kita benar-benar takut kepada Allah, kita harus pergi ke
tempat unik yang dipilih Allah.
     Allah tidak mengizinkan kita memiliki kebebasan untuk memilih sendiri tempat penyembahan. Dalam hal ini kita
wajib takut kepada-Nya, kita harus pergi ke tempat pilihan-Nya saja. Kalau kita ingin menggunakan hak memilih
sendiri, berarti kita sudah menempuh cara orang kafir dan bangsa-bangsa. Berdasarkan Ulangan 12, orang Israel harus
memusnahkan semua tempat penyembahan orang kafir. Pada prinsipnya, ketika kita datang menempuh hidup gereja,
kita pun harus melakukan perkara serupa. Pemilihan tempat penyembahan mutlak tergantung pada Tuhan, tidak
boleh menurut kesenangan kita. Jika kita bertindak menurut kesenangan sendiri, itu berarti mengumbar hawa nafsu,
sebab kita hanya menuntut kepuasan, keinginan kita mengenai tempat penyembahan. Tingkah laku demikian akan
seperti seorang perempuan terlibat dengan seorang laki-laki di luar suaminya. Itu adalah perzinaan. Sebagaimana
seorang perempuan dalam hal pernikahan harus terbatas pada satu laki-laki, demikian juga penyembahan kita secara
korporat harus terbatas pada tempat yang dipilih oleh Allah. Kita semua harus belajar takut kepada Tuhan Allah kita.
Dalam hal perhimpunan orang Kristen, kita harus takut kepada Allah, kita harus melaksanakannya hanya menurut
pilihan-Nya. Allah menyuruh kita untuk memusnahkan semua pusat penyembahan yang lain, dan hanya pergi ke
tempat yang dipilih oleh-Nya.
 

MELAKUKAN PERKARA YANG BENAR DALAM PANDANGAN ALLAH


 
     Ulangan 12:8 mengatakan, “Jangan kamu melakukan apa pun yang kita lakukan di sini sekarang, yakni
masingmasing berbuat segala sesuatu yang dipandangnya benar.” Melakukan segala sesuatu yang kita sendiri
pandang benar itu adalah mengerikan. Tuhan berpesan agar kita tidak berbuat demikian. Namun, orang-orang Kristen
hari ini sering mengatakan bahwa perkara anu dalam pandangan mereka benar atau tidak benar. Praktek demikian
berarti melakukan perkara yang dipandang benar oleh diri sendiri. Akan tetapi hendaklah kita melakukan segala
sesuatu yang dipandang benar oleh Allah. Menurut Ulangan 12:13, bangsa Israel tidak diizinkan memberi
persembahan kurban bakaran di tempat yang mereka anggap benar. “Hati-hatilah, supaya jangan engkau
mempersembahkan kurban-kurban bakaranmu di sembarang tempat yang kaulihat.” Jelas mereka tidak diizinkan
mempersembahkan kurban-kurban bakaran di gunung-gunung, di bukit-bukit, atau di bawah pohon-pohon rindang.
Mereka tidak mempunyai hak untuk menyembah Allah di tempat yang menjadi pilihan mereka sendiri. Mereka harus
melakukan perkara yang dipandang benar dan baik oleh Allah. Kita perlu berdoa: “Tuhan, belas kasihani kami, agar
kami tidak melakukan perkara yang benar dalam pandangan kami sendiri. Tuhan, bantulah kami untuk melakukan
perkara yang benar dalam pandangan-Mu.” Kita harus melupakan cara berpikir kita terhadap setiap perkara, dan
memperhatikan kehendak dan pilihan Allah. Mungkin kita memandang suatu hal itu benar, tetapi bagaimana
pemikiran Allah? Menurut penilaian kita mungkin menyembah Allah di tempat tertentu itu benar, tetapi jangan-
jangan Allah menganggap tempat itu adalah pusat penyembahan berhala.
 
TIDAK MENYIA-NYIAKAN ANUGERAH ALLAH
 
     Allah berpesan agar kita jangan melakukan perkara yang benar dalam pandangan kita sendiri, melainkan harus
pergi ke tempat pilihan Allah, hal itu mengandung banyak alasan. Pertama, agar kita tidak menyia-nyiakan anugerah
Allah. Bangsa Israel harus mengambil sepersepuluh dari hasil tanah permai untuk dipersembahkan kepada Allah.
Lembu dan kambing sulung pun harus dipersembahkan kepada Allah. Mereka tidak berhak memiliki hewan-hewan
sulung dan hasil yang terbaik sebanyak sepersepuluh itu untuk diri sendiri. Mereka tidak diizinkan memakan barang-
barang itu di rumah masing-masing. Ulangan 12:17-18 mengatakan, “Di dalam tempatmu tidak boleh kaumakan
persembahan persepuluhan dari gandummu, dari anggurmu dan minyakmu, ataupun dari anak-anak sulung lembu
sapimu dan kambing dombamu, ataupun sesuatu dari kurban yang akan kaunazarkan, ataupun dari kurban
sukarelamu, ataupun persembahan khususmu. Tetapi di hadapan TUHAN, Allahmu, haruslah engkau memakannya, di
tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu; . . .” Kedua ayat ini menunjukkan bahwa orang Israel harus membawa
persembahan nazar dan persembahan sukarela mereka, dipersembahkan ke hadapan Allah di tempat pilihan Allah.
Sudah tentu yang dipersembahkan umat Allah adalah hasil bumi, lembu dan kambing yang terbaik sebagai
persembahan nazar dan sukarela mereka kepada Allah. Jadi titik utama ayat-ayat ini ialah: semua kurban — hasil bumi
persepuluhan, hewanhewan sulung, kurban nazar dan kurban sukarela — semuanya itu hanya dapat dinikmati di
tempat pilihan Allah untuk menegakkan nama-Nya. Dengan perkataan lain, orang Israel harus membawa bagian-
bagian yang terindah dari hasil tanah permai yang melimpah itu ke tempat kediaman Allah. Hal ini menegaskan bahwa
mereka tidak boleh menyianyiakan anugerah Allah. Mereka tidak berhak menikmati bagian-bagian yang terbaik itu
menurut kesenangan atau pilihan mereka, melainkan harus menikmati barang-barang tersebut menurut ketentuan
Allah. Mereka tidak ada pilihan lain, sebab mereka hanya diizinkan membawa kurbankurban itu ke tempat kediaman
Allah yang dipilih oleh-Nya untuk menegakkan nama-Nya.
     Prinsip ini tetap berlaku bagi hidup gereja hari ini. Jika kita tidak hadir dalam persidangan gereja, mustahillah kita
menikmati bagian terindah dari Kristus itu. Kapan saja kita sengaja tinggal di rumah, tidak pergi bersidang, kita akan
kehilangan kenikmatan kita atas bagian terindah dari Kristus. Walaupun kita mungkin juga bisa beroleh sedikit
kenikmatan dalam berdoa-baca atau persekutuan (secara pribadi), tetapi kita tidak mungkin menikmati bagian
terindah dari Kristus yang dilambangkan oleh hewan sulung, hasil bumi persepuluhan, kurban nazar dan kurban
sukarela itu. Di sini ada sebuah peraturan ilahi yang melarang kita menyia-nyiakan anugerah Allah. Dan menurut
ketentuan ini, kita harus pergi ke rumah Allah — gereja — baru kita dapat menikmati bagian terindah dari Kristus.
     Kita perlu pergi ke tempat yang dipilih Allah, tidak boleh bertindak menurut pilihan dan kesenangan kita sendiri.
Dengan menerima pilihan Allah, kita akan dapat patuh dan terpelihara hingga tidak menyia-nyiakan anugerah Allah.
 

PENANGGULANGAN TUHAN YANG PALING TUNTAS


 
     Ketika kita pergi ke tempat pilihan Allah, kita akan mengalami penanggulangan yang paling tuntas dari Tuhan. Kita
dipaksa untuk bersatu dengan saudara-saudara yang di dalam Kristus. Adakalanya kita mungkin tidak suka berjumpa
dengan seorang saudara; walaupun kita hadir dalam sidang, tetapi kita ingin sedapat mungkin menghindarinya. Jika
kita ingin menghindar dari saudara tersebut, kita akan tidak bisa menikmati bagian yang terindah dari Kristus. Maka
kita perlu patuh sepenuhnya. Kita harus berdoa, “Tuhan, belas kasihanilah aku, agar aku bisa hidup bersama secara
wajar dengan saudara ‘X’. Aku ingin bebas dari masalah apa pun dengan dia, dan aku ingin menikmati hidup
bersamanya dalam gereja.” Contoh ini menunjukkan ketika kita datang ke tempat pilihan Tuhan, kita akan dengan
tuntas ditanggulangi oleh-Nya.
     Andaikata seorang Israel bermasalah dengan sesamanya, dan karena itu ia ingin menghindarinya. Kita tahu bahwa
setiap laki-laki bangsa Israel harus tiga kali tiap tahun pergi ke Yerusalem. Siapa saja yang tidak ke Yerusalem akan
dikerat dan tidak dapat tinggal dalam persekutuan umat Israel. Karena itu, apa pun masalah yang terjadi di antara
orang Israel harus ditanggulangi dengan tuntas. Jika tidak, mereka tidak mungkin pergi ke Sion, mereka harus
menyanyikan Mazmur 133: “Sungguh alangkah baik dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dalam
keesaan!” (Tl.). Maka tempat unik yang Allah pilih ini akan memelihara keesaan umat Allah. Asalkan umat Israel
menuruti pilihan Allah, selain bersatu, mereka tidak ada jalan lain.
     Keadaan orang Kristen pada hari ini sama sekali tidak demikian. Jika seorang beriman tidak rukun dengan seorang
beriman lainnya, maka ia pergi saja ke tempat kebaktian yang lain. Sebagian besar orang Kristen menganggap bahwa
mereka boleh memilih satu tempat untuk menyesuaikan selera mereka. Karena itu, di antara kebanyakan orang
Kristen tidak terdapat kepatuhan. Namun bila kita tidak menyia-nyiakan anugerah Allah, dan datang ke tempat
pilihan-Nya dengan kepatuhan mutlak, niscayalah keesaan akan terpelihara. Tidak peduli bagaimana karakter kita, kita
harus patuh, yakni datang ke tempat pilihan Allah. Jika tidak, kita akan dikerat, tidak dapat berada di dalam
persekutuan umat Allah. Jika kita patuh, kita akan terpelihara di dalam keesaan yang wajar.

 
TEMPAT TUHAN MENEGAKKAN NAMA-NYA
 
     Sekarang mari kita lihat bagaimana kita membedakan tempat pilihan Allah itu. Prinsip pertama, tempat pilihan
Allah haruslah tidak memiliki nama lain kecuali nama Allah dan Kristus. Tempat apa pun jika selain nama Kristus masih
memakai nama lain, itu pasti bukan tempat pilihan Allah. Dalam Ulangan 12 Allah berpesan kepada umat harus
memusnahkan tempat-tempat itu serta nama-nama itu; nama apa pun tidak boleh ditinggalkan. Tempat unik pilihan
Allah itulah tempat Tuhan menegakkan nama-Nya. Oleh sebab itu, ketika kita berhimpun dalam sidang gereja, kita
harus berhimpun dalam nama Tuhan Yesus. Dalam Matius 18 Tuhan Yesus mengatakan bahwa kita harus berhimpun
ke dalam nama-Nya. Kita tidak boleh menggunakan nama-nama denominasi, seperti, gereja Anglikan, gereja
Presbiterian, gereja . . . , dan lain sebagainya; semua nama itu harus disingkirkan.

 
TEMPAT KEDIAMAN ALLAH
 
     Prinsip kedua ialah, tempat unik pilihan Allah harus merupakan tempat kediaman Allah, tempat Allah berhuni.
Efesus 2:22 membantu kita untuk memahami makna prinsip ini. Ayat ini memberi tahu kita bahwa tempat kediaman
Allah ialah roh kita. Ini berarti: tempat pilihan Allah yang sesungguhnya ialah roh kita. Jadi, dari nama-Nya dan dari roh
manusia kita mengenal tempat pilihan Allah. Tempat kediaman Allah hari ini adalah roh kita.
     Jika kita mengabaikan roh dan hidup di dalam ruang lingkup pikiran, emosi, dan tekad, kita akan sulit membuat
orang lain mengenal kita berada di dalam tempat pilihan Allah. Tempat pilihan Allah adalah roh. Dalam hidup gereja,
kita tidak boleh mengandalkan pernyataan pendapat, melainkan mengandalkan penggunaan roh. Datang ke tempat
kediaman Allah berarti datang ke dalam roh.

 
SUATU TEMPAT YANG NIKMAT
 
     Ketiga: tempat pilihan Allah adalah suatu tempat yang nikmat. Istilah makan berulang-ulang dipakai dalam Ulangan
12. Ayat 7 menunjukkan bahwa kita harus makan di hadapan Allah di tempat pilihan Allah. Dalam ayat 18 kita nampak
persepuluhan dari hasil bumi tanah permai, lembu dan kambing sulung, semuanya harus dimakan di hadapan Allah di
tempat pilihan-Nya. Masalah makan mengacu kepada kenikmatan. Jadi, tempat pilihan Allah ialah tempat yang ada
kenikmatan. Bila di suatu tempat tidak mendatangkan kenikmatan Tuhan bagi kita, kita harus menaruh tanda tanya:
apakah tempat ini tempat yang dipilih Allah? Hasil bumi tanah permai melambangkan kelimpahan kekayaan Kristus,
ke manakah kita memperolehnya? Kita boleh memperolehnya di Bukit Sion di Yerusalem pada hari-hari raya tiap
tahun. Menurut prinsip ini, hari ini kita boleh melalui adanya kenikmatan kekayaan Kristus mengenal tempat pilihan
Allah. Kenikmatan itu merupakan ciri-ciri khas dari tempat pilihan Allah.

 
SUATU TEMPAT SUKARIA
 
     Terakhir, tempat pilihan Allah adalah tempat sukaria. Ulangan 12:12 dan 18 mengatakan tentang sukaria di
hadapan Tuhan. Sukaria semacam ini berkaitan dengan memakan buah bungar hasil bumi dan lembu dan anak
kambing sulung. Sukaria semacam ini bukan sekadar sukacita. Jika orang sedang bersukacita, mungkin saja ia sangat
tenang. Tetapi ketika seorang bersukaria, pasti ia akan mengucapkan beberapa patah kata, atau mengeluarkan suara
soraksorai. Tempat kediaman Allah adalah sebuah tempat yang bersukaria. Bila umat Allah berhimpun bersama,
memang seharusnya tidak saja senang, bahkan bersukaria.
     Dari uraian kata-kata ini kita mempunyai empat jalur untuk mengenal gereja yang normal dan sejati: Satu gereja
yang sejati harus memiliki nama yang unik, yakni nama Kristus. Di sini roh manusia mendapat keunggulan, kelimpahan
kekayaan Kristus dinikmati orang, dan di sini kita dapat bersukaria di hadapan Tuhan. Ketika kelimpahan kekayaan
Kristus menjadi kenikmatan kita, dengan sendirinya kita akan dipenuhi sukacita dan sukaria. Jadi, di dalam hidup
gereja kita ada nama Tuhan dan penggunaan roh kita. Kita pun menikmati kelimpahan kekayaan Kristus dan
bersukaria di dalam Tuhan. Inilah tempat pilihan Allah, tempat unik pilihan-Nya untuk memelihara keesaan.
 
BAB 5

 
MENIKMATI KRISTUS BERSAMA DENGAN ALLAH
PADA TUMPUAN KEESAAN
 
Pembacaan Alkitab:
Ul. 12:5-7, 13-14, 17-18; 1 Tim. 3:15b-16a; Ibr. 10:25;
Mzm. 23:6; 27:4; 36:9-10; 42:5; 43:3-4; 66:13, 15;
84:2-9, 11-13; 92:11, 14-15; 133:1-3
 
     Kitab Ulangan 12 adalah satu pasal yang kaya. Menurut ayat 2 dan 3, orang Israel harus memusnahkan pusatpusat
penyembahan, berhala-berhala, patung-patung, dan nama-nama itu. Berhala-berhala tidak saja terdapat pada pusat-
pusat penyembahan agama kafir, juga terdapat pada kekristenan yang telah jatuh. Jika kita menerima terang melalui
potongan firman ini, secara rohani kita pun akan memusnahkan segala tempat, berhala, dan nama itu.
     Pusat penyembahan agama kafir lazimnya berlokasi di gunung-gunung atau bukit-bukit atau di bawah pohon
rindang (Ul. 12:2). Gunung-gunung dan bukit-bukit melambangkan ditinggikannya sesuatu selain diri Kristus, dan
pohon-pohon rindang melambangkan sesuatu yang indah dan menarik. Berbagai pusat penyembahan dalam
kekristenan hari ini telah meninggikan sesuatu selain diri Kristus. Pada prinsipnya, pusat-pusat penyembahan itu
berada di atas gunung-gunung atau bukit-bukit, di tempat-tempat tinggi. Namun, umat Allah harus pergi ke Bukit Sion,
tempat unik pilihan Allah bagi penyembahan korporat. Penyembahan di tempat-tempat tinggi itu merupakan faktor
tercerai-berainya bangsa Israel.
     Pada prinsipnya, kita harus memusnahkan semua tempat itu, berhala-berhala, dan nama-nama. Bertindak demikian
berarti melakukan perkara yang benar dalam pandangan Allah. Tetapi jika kita mempertahankan pilihan kita sendiri,
itu berarti melakukan sesuatu yang baik dalam pandangan kita sendiri. Kita harus takut kepada Tuhan dan pergi ke
tempat yang telah dipilih Allah.
 
JALAN PERPECAHAN
 
     Kekristenan telah mengikuti dunia, yaitu menggunakan jalan perpecahan. Mulai dari Babel, umat manusia di dunia
telah tercerai-berai. Alasan perpecahan itu ialah karena masing-masing mempertahankan pilihan dan kesukaannya
sendiri. Karena itulah masyarakat manusia hari ini sama sekali telah tercerai-berai. Gereja harus berbeda. Sebagai
tempat unik pilihan Allah, gereja tidak seharusnya ada perpecahan. Ini berarti gereja tidak seharusnya mengikuti
kebiasaan bangsa-bangsa atau praktek-praktek agama kafir dalam masyarakat manusia. Namun, sejak abad kedua,
gereja telah terpecah-belah karena opini-opini tentang persona Kristus. Berbagai aliran tentang Kristologi, yakni
penyelidikan tentang persona Kristus, telah menjadi “gunung-gunung” dan “bukit-bukit”. Karena itu, gereja tidak saja
terpecahbelah karena perkara-perkara yang jahat, juga karena perkara-perkara yang baik, bahkan karena pandangan
atau pendapat terhadap Kristus.
     Seperti kita semua ketahui, dalam beberapa abad setelah reformasi, kekristenan telah memiliki ratusan perpecahan
(sekte). Sesudah Perang Dunia ke-2, kelompok-kelompok independen mulai berkembang di seluruh Amerika Serikat.
Pada tahun 1963 ada orang memberi tahu saya bahwa di California Selatan saja terdapat lebih dari seribu kelompok
semacam itu. Dari sejarah kekristenan terbukti bahwa aspek yang paling mencolok dari kekristenan dalam hal
mengikuti dunia ialah berpecah-belah. Praktek agama kafir yang berpecah-belah menuruti pilihan, selera, dan
kesenangan diri sendiri telah menjadi pemandangan umum dalam kekristenan hari ini. Sekalipun kita hanya memiliki
pikiran perpecahan saja, itu sudah berarti menempuh jalan sistem agama kafir, yaitu praktek berpecah-belah dari
kebiasaan bangsa-bangsa.
     Ketika orang Israel memasuki tanah permai, pusat penyembahan kafir terdapat di mana-mana. Di beberapa tempat
ada mezbah-mezbah, di tempat-tempat lain ada patungpatung berhala, dan di tempat-tempat lain lagi ada arcaarca
ukiran dari dewa dewi kafir. Tanah Kanaan penuh dengan berhala. Karena itu, Allah berpesan kepada orang Israel
supaya memusnahkan berhala-berhala itu dan pergi ke tempat unik yang dipilih Allah. Pada prinsipnya, kita hari ini
pun harus berbuat hal yang serupa.
     Hari ini banyak orang Kristen yang mencari apa yang disebut “gereja” sama seperti orang ingin membeli sepatu di
toko. Mereka mencari dari satu toko ke toko lain untuk mendapatkan sepasang sepatu yang cocok dengan seleranya
sendiri. Ada orang-orang Kristen yang telah menggunakan beberapa tahun lamanya pergi dari satu tempat kebaktian
ke tempat kebaktian lain demi mencari satu tempat yang sesuai dengan selera mereka dan yang dapat memuaskan
keinginan mereka. Orang Kristen semacam ini dapat disebut “wisatawan” gereja. Sebelum saya masuk ke dalam hidup
gereja, saya juga dalam taraf tertentu, melakukan wisata semacam itu. Tetapi ketika saya datang ke gereja dalam
pemulihan Tuhan, berakhirlah wisata saya. Saya tahu bahwa saya telah tiba di tempat pilihan Allah.
     Ulangan 12:5 mengatakan, “Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu sebagai
kediaman-Nya untuk menegakkan nama-Nya di sana, tempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu
pergi.” Setelah orang Israel masuk ke tanah permai, mereka tidak diizinkan meniru perbuatan bangsa-bangsa. Mereka
tidak boleh memilih menurut kemauan sendiri, mereka hanya boleh pergi ke tempat unik yang dipilihkan Allah. Dari
kitab Perjanjian Lama lainnya kita melihat bahwa tempat unik ini tidak lain adalah Bukit Sion Yerusalem, Bait Allah,
tempat kediaman yang dibangun Allah.
 

KONSEPSI ALLAH TERHADAP PENYEMBAHAN


 
     Di tempat pilihan Allah itulah umat Israel makan di hadapan Tuhan sambil bersukaria (Ul. 12:7). Tidak ada satu
tempat pun dalam Kitab Ulangan yang mengatakan bahwa umat Allah pergi ke tempat unik itu hanya “menyembah”
Allah saja. Tentu saja mereka memang berharap untuk menyembah Allah di tempat pilihan Tuhan itu. Namun tidak
menurut konsepsi mereka sendiri, melainkan menurut konsepsi Allah. Menurut konsepsi alamiah manusia,
menyembah Allah itu harus bersujud, membungkukkan badan, atau meniarapkan diri di hadapan Allah. Praktek
demikian dilakukan oleh pemeluk agama tertentu di tempat sembahyang mereka. Suatu saat saya pernah
mengunjungi sebuah tempat tersebut di waktu mereka melakukan penyembahan. Saya perhatikan bahwa orang-
orang yang sembahyang itu tidak menampakkan perasaan yang nikmat, dan banyak di antara penyembah-penyembah
itu kelihatannya lebih tua dari usianya sendiri. Penyembahan yang dikatakan dalam Ulangan 12 bukanlah bersujud,
membungkukkan badan, atau bertiarap di hadapan Tuhan. Berdasarkan pasal ini, menyembah Tuhan adalah makan di
hadapan-Nya. Umat Allah datang ke tempat pilihan Allah harus memakan kurban persembahan yang terbaik itu di
hadapan Allah.
     Demikian dikatakan Ulangan 12:6, “Ke sanalah harus kamu bawa kurban bakaran dan kurban sembelihanmu,
persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu, kurban nazarmu dan kurban sukarelamu, anak-anak
sulung lembu sapimu dan kambing dombamu.” Hasil yang terbaik dari tanah permai itu harus dibawa ke tempat
pilihan Allah, lalu dimakan di hadapan Allah. Orang Israel harus menyimpan sepersepuluh dari hasil bumi yang terbaik,
untuk dibawa ke tempat pilihan Allah; juga harus menyimpan anak-anak sulung sapi dan kambing domba mereka.
Kemudian, tiga kali setahun, yakni pada hari raya Roti Tidak Beragi, hari raya Tujuh Minggu, dan hari raya Pondok
Daun, barangbarang itu dibawa ke Yerusalem, Bait Allah, lalu dimakan, dinikmati di hadapan Allah. Mereka tidak
diizinkan menikmati bagian yang khusus itu di rumah masing-masing, hanya boleh menikmati di tempat yang telah
ditetapkan Allah pada hari-hari raya tersebut. Mereka memakan kurban-kurban persembahan itu, itulah yang disebut
menyembah Allah. Setelah kurban-kurban persepuluhan dan kurban-kurban lainnya dibawa ke tempat yang telah
ditetapkan dan setelah dipersembahkan di atas mezbah, maka kurban-kurban tersebut mereka makan bersama.
Sebagian di antaranya bagi Allah, sebagian bagi para imam, dan sebagian lainnya bagi orang-orang yang
mempersembahkan. Jadi, umat Allah menikmati hasil tanah permai adalah di hadapan Allah dan menikmati bersama
Allah. Inilah penyembahan yang sejati terhadap Allah.
     Pernahkah Anda berpikiran bahwa inilah penyembahan yang dikehendaki Allah? Ulangan 12 tidak menyinggung
soal berkidung atau berdoa. Berdasarkan ayat-ayat itu, penyembahan yang tepat ialah memakan hasil tanah permai di
hadapan Allah. Tanah permai melambangkan Kristus, hasil yang kaya melambangkan kekayaan Kristus. Maka
penyembahan yang dikehendaki Allah ialah memakan dan menikmati kekayaan Kristus di hadapan Allah. Secara
rohani, kita semua harus membuat “berat badan” kita bertambah-tambah karena lebih banyak memakan Kristus.
Fokus Kitab Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan ialah makan Kristus. Jika kita tidak makan Kristus, kita tidak
dapat menyembah Allah. Penyembahan yang dikehendaki Allah berkaitan dengan kenikmatan atas Kristus. Kurban
persembahan yang berbeda-beda dalam Kitab Ulangan 12 melambangkan Kristus sebagai kenikmatan kita dalam
aspek yang berbeda-beda. Kiranya kita semua terkesan dengan fakta bahwa penyembahan yang wajar adalah perkara
makan dari hasil tanah permai, yaitu perkara menikmati kekayaan Kristus bersama Allah dan di hadapan Allah, di
tempat yang dipilih Allah.
     Dalam penempuhan sejarah kekristenan, penyembahan semacam ini telah hilang. Namun saya memiliki keyakinan
penuh bahwa Tuhan kini sedang memulihkan penyembahan semacam ini. Di dalam gereja, Ia sedang membawa kita
kembali ke penyembahan sejati ini, yakni kembali ke kenikmatan atas Kristus di tempat unik pilihan Allah. Di hadapan
Allah dan bersama dengan Allah kita menikmati Kristus di atas tumpuan keesaan. Terpujilah Dia atas hal memakan dan
menikmati kekayaan Kristus!
 

MAKAN DAN BERSUKARIA


 
     Ulangan 12:7 juga mengatakan, “Di sanalah kamu makan di hadapan TUHAN, Allahmu, dan bersukaria, kamu dan
seisi rumahmu, karena dalam segala usahamu engkau diberkati oleh TUHAN, Allahmu.” Ini menunjukkan bahwa orang
Israel tidak hanya makan di hadapan Tuhan, mereka pun bersukaria di hadapan-Nya. Makan dan bersukaria selalu
bergandengan. Ketika orang Israel menikmati hasil tanah permai di hadapan Allah, sudah tentu mereka bersukaria.
Tanpa kekayaan Tanah Kanaan, mereka tidak mungkin ada makanan, juga tidak mungkin ada sukaria. Jadi, makan dan
sukaria berasal dari kekayaan itu. Sering kali kita diundang menghadiri pesta makan, ketika makanan sudah diletakkan
di atas meja, kita tentu sangat gembira. Seprinsip dengan itu, kekayaan Kristus adalah alasan dan faktor sukaria kita di
tempat pilihan Allah.

 
EMPAT CIRI KHAS DALAM HIDUP GEREJA YANG WAJAR
 
     Dalam bab di depan telah kita tunjukkan empat ciri khas dalam hidup gereja yang wajar: nama, tempat kediaman,
kenikmatan, dan sukaria. Berbicara tentang gereja sebagai tempat kediaman Allah itu berarti kehadiran Allah ada di
dalam gereja. Allah bukan hanya datang melihat gereja sebentar, atau singgah sebentar, ibarat orang tinggal di sebuah
hotel. Karena gereja adalah Bait Allah yang hidup, sudah tentu ia adalah rumah Allah, kediaman Allah. Karena itu,
penyertaan Allah ada di dalam gereja. Di dalam gereja kita menikmati kekayaan Kristus bahkan bersukaria di dalam
Tuhan. Itulah hidup gereja yang wajar, sejati, dan normal. Di sini kita ada nama Tuhan dan penyertaan-Nya. Kita
datang ke gereja untuk menjumpai dan menikmati penyertaan-Nya. Di sini kita bersama-sama Allah menikmati
kekayaan Kristus. Ketika kita menikmati kekayaankekayaan ini, kita pun bersukaria di dalam Tuhan.
     Banyak di antara kita dapat bersaksi bahwa dulu kita di tempat lain tidak beroleh realitas nama Tuhan dan
penyertaan Tuhan. Bahkan kita tidak menikmati kekayaan dan sukaria dari Kristus. Keempat ciri khas dari hidup gereja
yang wajar ini hampir-hampir tidak kita dapati di dalam kebanyakan pusat penyembahan Kristen hari ini. Dipandang
dari luar, di tempat-tempat itu mungkin masih ada nama Kristus, tetapi pada hakikatnya tidak ada realitas nama
Tuhan. Di tempat-tempat itu juga tidak ada penyertaan Tuhan. Hal ini juga ditekankan A.W. Tozer dalam bukunya yang
berjudul: “The Waning Authority of Christ in the Churches”. Kita pun dapat bersaksi melalui pengalaman kita bahwa di
banyak pusat penyembahan kristiani tidak ada kenikmatan terhadap Kristus, juga tidak ada sukaria yang berasal dari
kenikmatan ini. Akan tetapi, di tempat pilihan Allah, yakni di dalam gereja, kita memiliki nama Tuhan, penyertaan
Tuhan, kenikmatan atas kekayaan Kristus, dan sukaria di dalam Tuhan.
 

TINGGAL DALAM BAIT ALLAH


 
     Dalam Kitab Mazmur kita nampak bagaimana kaum saleh Perjanjian Lama menikmati Tuhan di tempat unik pilihan
Allah. Baiklah sekarang kita memeriksa beberapa ayat Alkitab untuk membuktikan kenikmatan semacam ini. Dalam
ayat-ayat ini kita melihat bagaimana umat Allah menyembah Allah melalui hasil-hasil yang kaya dari tanah permai di
hadapan Allah. Kaum saleh sebermula itu benarbenar bersama dengan Allah menikmati Kristus di tempat unik pilihan
Allah. Kita akan meninjau ayat-ayat yang menonjol dalam Kitab Mazmur yang membahas menikmati kekayaan tanah
permai di tempat pilihan Allah itu.
     Dalam Mazmur 23:6 dikatakan demikian, “Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku;
dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.” Orang Kristen pada umumnya menyukai Mazmur 23,
karena mazmur ini mengatakan bahwa Tuhan adalah gembala kita. Namun sasaran akhir dari penggembalaan Tuhan
terhadap kita adalah rumah Allah. Berdasarkan ayat ini, Tuhan memimpin kita dari satu pos ke pos lainnya, terus
hingga kita masuk ke dalam rumah-Nya. Dia membaringkan kita di padang yang berumput hijau, membimbing kita ke
air yang tenang, menuntun kita di jalan yang benar, Dia membawa kita berjalan melewati lembah kekelaman,
kemudian memimpin kita ke medan perang, dan terakhir membawa kita tinggal di dalam Bait-Nya. Setelah kita berada
di rumah Tuhan, barulah ada kebajikan dan kemurahan dalam seumur hidup kita. Kita tidak seharusnya hanya
melihat-lihat sebentar di rumah Allah, melainkan kita harus menghabiskan “seumur hidup” kita tinggal di rumah Allah,
yakni tinggal sampai selama-lamanya.
     Dalam ayat 6 terdapat konstruksi paralel. Di satu pihak kebajikan dan kemurahan akan mengikuti kita seumur hidup
kita, di pihak lain kita akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa. Seumur hidup adalah paralel dengan sepanjang
masa, ini menunjukkan bahwa asalkan kita diam di rumah Tuhan, maka kebajikan dan kemurahan pasti akan
mengikuti kita. Jika kita ingin mengambil bagian dalam kebajikan dan kemurahan Tuhan, perlulah kita diam di dalam
rumah-Nya. Tempat kediaman-Nya hari ini adalah gereja. Di luar gereja, mustahillah kita dapat menikmati kebajikan
dan kemurahan Tuhan. Namun, di dalam gereja, kita akan menikmati kebajikan dan kemurahan Tuhan seumur hidup
kita.
 

SEBUAH KEINGINAN
 
     Mazmur 27:4 mengatakan, “Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN
seumur hidupku, menyaksikan kemurahan (keindahan, kemuliaan) TUHAN dan menikmati (bertanya dalam) bait-Nya.”
Di sini kita nampak pemazmur mempunyai sebuah keinginan, yakni diam dalam rumah Tuhan seumur hidup. Rumah
Tuhan hari ini adalah gereja. Jika kita juga seperti pemazmur, kita akan ingin diam dalam gereja seumur hidup kita. Di
dalam gereja, kita memandang keindahan dan kemuliaan-Nya, yakni penyertaan-Nya. Selain itu, kita juga akan
bertanya di rumah Allah. Kita tidak berdoa menurut maksud diri sendiri, melainkan bertanya apa kehendak-Nya,
mencari maksud hati-Nya. Jika kita ingin memandang keindahan dan kemuliaan Tuhan dan bertanya di dalam rumah-
Nya, haruslah kita tinggal di rumah Tuhan, yakni di dalam gereja.
 

MENIKMATI KEKAYAAN KRISTUS


 
     Mazmur 36:9 mengatakan, “Mereka mengenyangkan dirinya dengan lemak di rumah-Mu; Engkau memberi mereka
minum dari sungai kesenangan-Mu.” Lemak di rumah Tuhan secara perlambangan mengacu kepada hasil tanah
permai yang kaya melimpah. Segala kekayaan yang dipersembahkan di Bait Allah akan menjadi lemak dalam rumah
Tuhan. Lambang ini tergenap pada diri Kristus, Dialah realitas dari lemak di rumah Allah itu. Umat Allah Perjanjian
Lama hanya bisa menikmati lemak-lemak tersebut di tempat kediaman pilihan Allah. Karena itu, pemazmur
mengumumkan bahwa umat Allah akan dikenyangkan dengan lemak di rumah Allah.
     Ayat ini juga mengatakan, “Engkau memberi mereka minum dari sungai kesenangan-Mu.” Ketika kita menikmati
lemak di rumah Tuhan, kita pun minum air sungai kesenangan Tuhan. Bagi orang-orang yang datang ke tempat pilihan
Allah, kesenangan semacam ini adalah sebatang sungai kesenangan. Kesenangan ini berasal dari kenikmatan atas
lemak di rumah Tuhan. Karena itu, di dalam rumah Tuhan, ketika kita minum air sungai kesenangan, kita akan
dipenuhi sukacita.
     Ayat 10 melanjutkan, “Sebab pada-Mu ada sumber hayat, di dalam terang-Mu kami melihat terang.” Dalam ayat-
ayat ini ada lemak, kesenangan, hayat, dan terang. Kita tidak hanya menikmati sungai, juga menikmati sumber. Di
dalam rumah Allah — gereja —, kenikmatan yang kaya melimpah menjadi milik kita. Di dalam gereja kita akan puas
karena kekayaan Kristus, dan akan dipenuhi dengan kesenangan dan sukacita. Pula ada sebatang sungai kesenangan
untuk kita minum. Tidak hanya demikian, masih ada sumber hayat. Hayat ini bahkan menjadi terang, sehingga kita
beroleh terang dalam terang-Nya.
     Pengalaman kita terhadap kekayaan Kristus akan menjadi penyembahan kita yang sejati terhadap Allah.
Penyembahan semacam ini adalah unsur dasar hidup gereja. Hidup gereja mencakup penyembahan yang berasal dari
kenikmatan atas Kristus. Kenikmatan demikian akan membuat kita penuh dengan kesenangan dan sukacita; dan
kesenangan demikian akan menjadi sebatang sungai untuk kita minum. Akhirnya, kita akan tiba pada sumber hayat,
dan melihat terang dalam terang Tuhan. Di sini tidak ada kegelapan, maut, kelemahan, dan kehampaan; kita akan
menikmati hayat dan terang karena minum sukacita Tuhan, dan karenanya kita merasa gembira dan puas.
Penyembahan yang dihasilkan dari kenikmatan yang sedemikian inilah yang menjadi penyembahan yang dikehendaki
Allah hari ini. Kenikmatan dan penyembahan sedemikian inilah yang membentuk hidup gereja yang wajar dan normal.
Walaupun penyembahan yang demikian belum dimengerti oleh kekristenan, namun Tuhan sedang memulihkan
penyembahan ini dalam hidup gereja dewasa ini.
 

BERSAMA DENGAN SEMUA ORANG PERGI KE RUMAH ALLAH


 
     Pemazmur berkata dalam Mazmur 42:5, “Inilah yang hendak kuingat, sementara jiwaku gundah gulana; bagaimana
aku berjalan maju dalam kepadatan manusia, mendahului mereka melangkah ke rumah Allah dengan suara sorak-
sorai dan nyanyian syukur, dalam keramaian orang-orang yang mengadakan perayaan.” Di sini pemazmur
mengenangkan betapa nikmatnya bersama dengan orang banyak menuju ke rumah Allah. Ia teringat betapa mereka
melangkah ke rumah Allah dengan suara sorak-sorai dan nyanyian syukur ketika mengadakan perayaan bersama.
Perkataan ini diucapkan pemazmur ketika ia ditawan dan kehilangan kenikmatan rumah Allah. Begitu teringat akan hal
ini, jiwanya menjadi gundah gulana.
     Ayat ini seperti sebuah jendela yang melaluinya kita dapat membayangkan betapa kaum saleh sebermula
menikmati hasil tanah permai di rumah Allah. Dengan suara soraksorai dan nyanyian syukur mereka datang ke
hadapan Allah di rumah Allah. Mereka menikmati hasil yang terbaik dari tanah permai di hadapan Tuhan. Pada
prinsipnya, ini justru adalah pengalaman kita dalam menempuh hidup gereja pada hari ini. Kita bersama orang banyak
mengadakan perayaan, untuk menikmati Kristus. Setiap kali kita hadir dalam sidang gereja menikmati kekayaan
perjamuan Kristus, itu berarti kita sedang mengadakan perayaan. Di rumah Tuhan ini kita benar-benar menikmati
Kristus bersama dengan Allah.

 
TERANG DAN KEBENARAN
 
     Mazmur 43:3 mengatakan, “Suruhlah terang-Mu dan kesetiaan-Mu datang, supaya aku dituntun dan dibawa ke
gunung-Mu yang kudus dan ke tempat kediaman-Mu!” Terang dan kebenaran bukan dua perkara yang terpisah,
melainkan dua aspek dari satu perkara yang sama. Kita telah menunjukkan di tempat lain bahwa pada Injil Yohanes
ada anugerah (kasih karunia) dan kebenaran, tetapi dalam Surat Yohanes ada kasih dan terang. Kebenaran itulah
pancaran dari terang. Ketika terang menyoroti kita, kita akan menerima kebenaran, realitas. Namun, ketika kita
bersekutu dengan Allah, kita berada di dalam terang. Karena itu, pada aspek kita itulah kebenaran, sedangkan pada
aspek Allah itulah terang. Berdasarkan Mazmur 43:3, kita perlu ada terang ditambah dengan kebenaran.
     Ayat di atas menunjukkan bahwa terang dan kebenaran itu membawa kita ke gunung kudus Tuhan, ke kemah-Nya,
yakni rumah-Nya. Dari hari ke hari kita menerima pimpinan dari terang dan kebenaran yang bersumber dari Allah.
Dalam 1 Timotius 3:15-16 kita nampak gereja, rumah Allah yang hidup, adalah tiang penopang dan dasar kebenaran.
Ini menunjukkan bahwa di dalam gereja, rumah Allah, kita dapat melihat kebenaran. Ketika kita mempunyai
kebenaran, kita pun mempunyai terang. Jadi, terang dan kebenaran semua berada di dalam gereja.
     Ayat ini menunjukkan dengan jelas bahwa terang dan kebenaran memiliki kegunaan yang khusus dan tegas, yakni
membawa kita ke gunung kudus, ke kemah Allah, ke tempat pilihan Allah, ke tempat kediaman Allah. Orang Kristen
hari ini banyak yang mencari-cari terang dan kebenaran, namun, jaranglah yang mencarinya karena ingin dibawa ke
tempat pilihan Allah. Akan tetapi, kalau sasaran kita adalah ingin dibawa ke gunung kudus, tempat kediaman Allah,
niscayalah terang dan kebenaran akan mendatangi kita. Banyak di antara kita yang dapat bersaksi, kita bisa beroleh
terang dan kebenaran sebelum kita masuk ke dalam hidup gereja, itu dikarenakan kita sudah mulai
mempertimbangkan masalah gereja. Karena kita telah mempunyai angan-angan ingin datang ke gereja, maka terang
dan kebenaran masuk ke dalam kita. Namun, bila kita masih bersikap ragu-ragu terhadap masalah gereja, terang dan
kebenaran itu menjadi lenyap seketika. Akan tetapi, ketika kita nampak perlunya kita menempuh jalan gereja, terang
mulai berpancar, kebenaran juga lebih nyata daripada sebelumnya. Kemudian, setelah kita masuk ke dalam hidup
gereja, kita pun berada di dalam terang siang bolong, dan menerima lebih banyak kebenaran. Ini membuktikan bahwa
terang dan kebenaran sudah memimpin kita ke gunung kudus Allah, membawa kita ke tempat kediaman Allah, yaitu
gereja.

 
MEMPERSEMBAHKAN KURBAN-KURBAN KITA KEPADA ALLAH
 
     Mazmur 66:13 mengatakan, “Aku akan masuk ke dalam rumah-Mu dengan membawa kurban-kurban bakaran, aku
akan membayar kepada-Mu nazarku.” Ayat 15 melanjutkan, “Kurban-kurban bakaran dari binatang gemuk akan
kupersembahkan kepada-Mu, dengan asap kurban dari dombadomba jantan; aku akan menyediakan lembu-lembu
dan kambing-kambing jantan.” Pemazmur tahu bahwa dia hanya dapat mempersembahkan kurban bakaran dan
kurban pendamaian di rumah Allah, yaitu di Bait Suci. Ia tahu hanya di tempat pilihan Allah baru dapat
mempersembahkan kurban-kurban itu kepada Allah. Berdasarkan perlambangan ini, jika kita hari ini ingin
mempersembahkan kurban kepada Allah, kita harus datang ke tempat pilihan Allah — gereja. Untuk
mempersembahkan kurban kepada Allah, bani Israel perlu datang ke Bait Suci, sebab Allah tidak berkenan kalau
mereka mempersembahkan kurban di tempat lain yang mana pun. Andaikata seorang Israel dari Dan berhasrat
mempersembahkan sesuatu kepada Allah di Dan, Tuhan pasti berkata, “Aku tidak dapat menerima kurban
persembahanmu di sini, Aku hanya mau menerima persembahanmu di Sion.” Ini tidak berarti Allah itu picik,
melainkan Dia telah menetapkan Bait Suci sebagai fokus perhatian-Nya. Dia telah memilih Sion sebagai tempat unik
untuk penyembahan umat-Nya. Maka umat-Nya hanya dapat mempersembahkan kurban mereka di sana.
     Prinsip ini boleh diterapkan ke dalam hidup gereja hari ini. Banyak di antara kita yang dapat bersaksi, ketika ingin
mempersembahkan sesuatu kepada Allah di luar gereja, persembahan itu tidak begitu memiliki perasaan sukacita.
Saya tidak berani berkata bahwa orang Kristen tidak dapat mempersembahkan sesuatu kepada Allah di luar gereja;
namun, saya dapat bersaksi, persembahan-persembahan yang dilakukan di luar gereja tidak begitu ada sukacitanya.
Menurut perlambangan ini, kurban-kurban kita harus dipersembahkan di tempat unik pilihan Allah.
 
KEKANGAN KARENA DATANG KE TEMPAT PILIHAN ALLAH
 
     Mungkin kita mengira permintaan sedemikian sangat aneh. Tetapi bagaimanapun, angan-angan Allah lebih tinggi
daripada angan-angan kita. Kita terkekang pada tempat pilihan Allah, hal ini membuat kita tidak akan menyianyiakan
anugerah Allah. Bersamaan dengan itu, kesukaan, watak, dan karakter kita pun akan terkekang. Kita semua
mempunyai sifat alamiah, unik, temperamen, dan karakteristik sendiri. Namun, bagaimanapun ciri-ciri khas kita, kita
semua harus menerima kekangan. Bila kita tetap berada di dalam hayat, temperamen, dan karakteristik alamiah kita,
mustahillah kita mempunyai penyembahan yang dikehendaki Allah. Kita semua harus menerima kekangan karena
datang ke tempat atau tumpuan unik ini. Maksudnya, kita semua harus dikekang oleh gereja. Jika kita enggan
menerima kekangan, kita akan bentrok dengan para penatua, akan berselisih dengan saudara atau saudari lain,
bahkan bermasalah dengan suami atau istri kita. Bahkan kita akan berbeda pendapat dengan orang lain demi
perkaraperkara rohani. Kita merasa perkara ini harus dilakukan begini, tetapi orang lain ingin begitu. Karena itu, kita
benar-benar perlu menerima kekangan karena menempuh jalan gereja!
     Dalam Pelajaran-Hayat Kolose pernah kita tunjukkan bahwa kita perlu membiarkan damai sejahtera Kristus menjadi
juri dalam hati kita. Namun, di luar hidup gereja, sangatlah sulit kita mengalami penjurian damai sejahtera Kristus itu.
Memang benar damai sejahtera Kristus itu menjadi juri dalam hati kita, tetapi itu harus berada dalam ruang lingkup
hidup gereja. Pada hakikatnya, gereja itulah juri kita. Jalan gereja adalah jalan pengekangan. Karena kita menerima
kekangan tumpuan gereja, barulah kita dapat terpelihara di dalam keesaan. Di tempat pilihan Allah yang unik ini kita
terpelihara hingga tidak menyia-nyiakan anugerah Allah, dan hal itu mengekang kita. Selain itu, jalan unik ini membuat
kita menikmati Kristus dengan sepenuhnya. Ketika kita memiliki kenikmatan sejati terhadap Kristus, kita adalah esa.
Kita esa di dalam kenikmatan terhadap Kristus, kita juga esa di dalam memakan kekayaan hasil tanah permai. Tetapi
seperti telah kita tunjukkan, kita hanya dapat mempersembahkan hasil semacam itu sebagai kurban kita di tempat
pilihan Allah. Seperti yang dikatakan pemazmur, kita harus membawa kurban kita ke Bait Suci Allah.

 
MEMPERSEMBAHKAN KURBAN WANGI-WANGIAN KEPADA ALLAH
 
     Mazmur 66:15 mengatakan, “Kurban-kurban bakaran dari binatang gemuk akan kupersembahkan kepada-Mu,
dengan asap (wangi) kurban dari domba-domba jantan; aku akan menyediakan lembu-lembu dan kambing-kambing
jantan.” Dalam ayat ini saya paling menyukai frase: “asap kurban dari domba-domba jantan”. Ini berarti kurban-
kurban kita menjadi wangi-wangian tersembah kepada Allah. Dalam kurban-kurban kita itu terdapat aroma yang
semerbak. Ketika kita membawa kurban bakaran ke dalam gereja, dan ketika kurban itu dipersembahkan kepada
Tuhan, maka ada aroma yang harum menyertai kurban bakaran kita. Kurban wangi-wangian ini mengandung aroma
yang harum, yang diperkenan Tuhan.
     Anda boleh saja mempersembahkan kurban-kurban Anda kepada Tuhan di luar gereja, namun, di dalamnya tanpa
aroma yang harum. Tetapi jika kita mempersembahkan kurban di dalam gereja, akan terasa bahwa dalam
persembahan kita itu disertai “wangi kurban domba-domba jantan”. O, betapa harum dan semerbaknya kurban-
kurban yang dipersembahkan kepada Allah di dalam gereja. Walaupun aroma yang harum ini khusus diperuntukkan
bagi Allah, kita juga dapat menciumnya. Di luar hidup gereja tidak mungkin kita mengalami keharuman sedemikian.
Hanya di dalam hidup gereja barulah kita dapat mempersembahkan kurban kepada Allah dengan wajar, dan barulah
kita dapat menjadi wangi-wangian yang memuaskan hati Allah.

 
BETAPA DISENANGI TEMPAT KEDIAMAN ALLAH
 
     Mazmur 84 adalah sebuah mazmur yang kayanya luar biasa. Ayat 2 dan 3 mengatakan, “Betapa disenangi tempat (-
tempat) kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN;
hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup.” Tempat kediaman dalam ayat 2 dalam bahasa aslinya
berbentuk jamak, tidak hanya sebuah, melainkan banyak. Maka tidak diragukan lagi bahwa tempat-tempat kediaman
ini melambangkan gereja-gereja lokal. Memang gereja lokal betapa menyenangkan bagi kita, dan betapa hati kita
merindukannya. Berdasarkan ayat 3 pemazmur bahkan merindukan pelataran-pelataran Tuhan. Dalam penilaiannya,
tidak saja bagian dalam tempat kediaman Allah itu begitu menyenangkan, bahkan pelataran-pelatarannya pun sangat
menyenangkan. Tempat kediaman Allah menyenangkan karena ada Allah yang hidup berhuni di dalamnya. Penyertaan
Allah di dalam gereja lokal membuat gereja menjadi elok menyenangkan.
     Ayat 4 mengatakan, “Bahkan burung pipit telah mendapat sebuah rumah, dan burung layang-layang sebuah sarang,
tempat menaruh anak-anaknya, pada mezbah-mezbah-Mu, ya TUHAN semesta alam, ya Rajaku dan Allahku.” Tidak
diragukan lagi bahwa kita adalah burung-burung pipit dan burung layang-layang, binatang-binatang yang lemah dan
kecil. Namun, burung-burung pipit telah mendapat sebuah rumah, dan burung layang-layang sebuah sarang, tempat
menaruh anak-anaknya. Betapa manisnya perasaan pemazmur terhadap tempat kediaman Allah! Itu adalah tempat
tinggal burung-burung pipit dan tempat bersarang burung layang-layang. Di dalam tempat kediaman Allah, kita,
burung pipit dan burung layang-layang, telah beroleh sebuah rumah di mezbah Tuhan. Di mezbah Tuhan kita telah
beroleh sebuah sarang, yaitu tempat di mana kita terpelihara dan beroleh perhentian.
     Pada zaman kuno, di dalam kemah atau Bait Suci terdapat dua buah mezbah: yang satu di pelataran luar, yang satu
lagi di dalam tempat kudus. Yang di pelataran luar adalah mezbah tembaga, tempat untuk persembahan kurban bagi
penanggulangan perkara-perkara negatif, untuk menyucikan umat Allah, dan menyelamatkan mereka dari segala
masalah. Yang di tempat kudus adalah mezbah emas, yakni mezbah ukupan wangi-wangian yang melambangkan
Kristus yang telah dibangkitkan demi diperkenannya kita oleh Allah. Karena itu, kedua mezbah tersebut
melambangkan Kristus yang di atas salib dan Kristus yang bangkit. Di sinilah, di dalam Bait Allah, kita telah beroleh
rumah dan perhentian kita.
     Semua orang kecil itu — “Burung pipit” dan “Burung layang-layang”, di dalam gereja harus mengetahui dan
memahami ketersaliban dan kebangkitan Kristus serta segala sesuatu yang telah dirampungkan-Nya. Mereka perlu
memahami bagaimana Kristus di atas mezbah adalah Sang tersalib, dan di atas mezbah wangi-wangian sebagai Sang
bangkit. Bila mereka memiliki pemahaman demikian, mereka akan dapat menikmati kebajikan dan keindahan Kristus
yang tersalib dan Kristus yang bangkit. Di atas kedua mezbah itu kita memperoleh sebuah tempat perhentian sejati,
satu sarang yang membuat kita beroleh perawatan dan pengasuhan, di sanalah kita bisa memiliki perhentian. Di
tempat kediaman Allah, gereja lokal, kenikmatan demikian sungguh betapa ajaib!
     Dalam ayat 5 pemazmur maju selangkah berkata, “Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-
menerus memuji-muji Engkau.” Kita tidak seharusnya hanya berkunjung sebentar di rumah Allah, melainkan harus
diam di sana sepanjang hari. Berdasarkan perkataan ayat ini, berbahagialah jika kita diam di rumah Allah. Mereka
bahkan terus-menerus memuji Allah sepanjang hari. Kapan saja kita berhimpun bersama, haruslah kita menghabiskan
banyak waktu untuk memuji, dan waktu memuji harus lebih banyak daripada mengajar. Semoga kita semua belajar
memuji-muji Tuhan.
     Ayat 7 mengatakan, “Apabila melintasi lembah Baka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air;
bahkan hujan pada awal musim menyelubunginya dengan berkat.” “Baka” berarti mencucurkan air mata. Dalam
kehidupan gereja kita mungkin melintasi lembah air mata, tetapi kita bisa membuat lembah itu menjadi sumur,
bahkan menjadi mata air. Selain itu, sebagai pengganti air mata ialah hujan pada awal musim yang menyelubungi
seluruh lembah. Pengalaman semacam ini hanya bisa kita peroleh di rumah Allah.
     Bukan itu saja, dalam hidup gereja kita juga akan berjalan makin lama makin kuat untuk menghadap Allah (ayat 8).
Dalam gereja kita akan menyadari bahwa “lebih baik satu hari di pelataran-Mu daripada seribu hari di tempat lain.”
Orang-orang yang menikmati hidup gereja dapat berkata, “Lebih baik berdiri di ambang pintu (sebagai penjaga) rumah
Allahku daripada diam di kemah-kemah orang fasik” (ayat 11).
     Ayat 12 menunjukkan bahwa hidup gereja adalah tempat yang penuh dengan berkat: “Sebab Tuhan Allah adalah
matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela.”
Di bait Allah, kita menikmati Allah sebagai matahari dan perisai. Matahari untuk menyuplai, perisai untuk melindungi.
Di dalam hidup gereja, Tuhan adalah suplai dan pelindung kita. Selain itu, di sini kita menikmati anugerah dan
kemuliaan-Nya. Anugerah adalah kenikmatan di dalam, kemuliaan adalah ekspresi di luar. Dalam hidup gereja kita
memiliki kenikmatan anugerah di dalam, dan ekspresi kemuliaan di luar. O, betapa berkatnya hidup gereja.
     Mazmur 84 berakhir dengan perkataan begini: “Ya TUHAN semesta alam, berbahagialah manusia yang percaya
(bersandar) kepada-Mu!” (ayat 13). Mungkin kita bisa bersandar kepada Allah di luar gereja lokal, namun itu sangat
sulit. Kita dapat bersaksi bahwa bersandar kepada Allah di dalam gereja adalah sangat mudah. Rumah Allah adalah
tempat yang wajar untuk kita belajar bersandar kepada Allah.

 
PENINGGIAN, PERBAURAN, PENANAMAN, DAN PENUNASAN
 
     Dalam Mazmur 92 kita nampak pula lebih banyak kekayaan di dalam rumah Allah. Ayat 11 mengatakan, “Tetapi
Kautinggikan tandukku seperti tanduk banteng, aku dituangi dengan minyak baru.” Dalam hidup gereja kita akan
menjadi perkasa seperti banteng. Kita juga mempunyai dua buah tanduk yang ditinggikan. Hal ini hanya mungkin
terdapat di rumah Allah. Bersamaan dengan itu, kita pun telah diurapi dengan minyak, bahkan dibauri dengan minyak
baru (arti dalam bahasa Ibrani). Di luar kita ada tanduk yang ditinggikan, di dalam kita dibauri dengan minyak baru.
Setiap orang yang berada dalam hidup gereja pasti memiliki tanduk bagaikan banteng dan ada minyak yang terbaur.
     Banyak orang yang masuk ke dalam hidup gereja mengalami ditinggikannya tanduknya. Sebelum kita masuk ke
dalam hidup gereja, keadaan kita selalu rendah, dan sering dikalahkan oleh musuh-musuh. Tetapi begitu kita masuk ke
dalam hidup gereja, kita merasa bahwa tanduk kita lebih tinggi daripada musuh-musuh kita, bahkan merasa terbaur
dengan minyak. Di dalam rumah Allah, kita sungguh merasa setiap hari terbaur dengan minyak baru. Setiap hari kita
merasa ada sesuatu yang baru dan segar, inilah minyak yang terbaur di dalam kita. Kita baru dan segar karena terbaur
dengan minyak yang baru ini.
     Ayat 14 mengatakan, “Mereka yang ditanam di bait TUHAN akan bertunas di pelataran Allah kita.” Kita tidak
seharusnya hanya tinggal di rumah Allah, kita juga harus ditanam di situ. Pernahkah Anda ditanam di dalam hidup
gereja? Orang-orang yang meninggalkan gereja semua tidak pernah ditanam di dalamnya. Tetapi begitu kita ditanam
di dalam rumah Tuhan, kita tak berdaya meninggalkannya.
     Bila kita ditanam di dalam rumah Allah, kita akan bertunas menjadi subur dan segar di pelatarannya. Ini adalah satu
ungkapan yang sangat berarti. Bila kita berada di dalam rumah dan di pelataran, maka akar kita akan menancap di
dalam rumah, namun ranting-ranting akan membentang keluar. Bertunas terutama bukan pada akarnya, tetapi pada
ranting-rantingnya.
     Ayat 15 melanjutkan: “Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar.” Walaupun saya
sekarang adalah seorang yang lanjut usia, namun hari ini lebih banyak berbuah daripada masa lampau. Seperti yang
dikatakan dalam ayat ini, pada masa tua pun saya masih berbuah, bahkan saya akan subur, . . . gemuk dan segar.
Semoga kita bertunas sedemikian rupa, walau pada masa tua pun masih berbuah. Hal ini hanya bisa terjadi bila kita
berada di dalam gereja, rumah Allah. Jika kita ditanam di rumah Allah, kita akan bertunas di pelataran Allah, pada
masa tua pun kita masih berbuah, bahkan menjadi gemuk dan segar. Lebih lama kita tinggal di sini, kita akan semakin
muda. Ini adalah akibat dari tinggal di dalam rumah Allah.
     Ayat-ayat dalam Mazmur 92 ini menunjukkan bahwa tempat unik pilihan Allah ini tidak hanya sebagai tempat
penyembahan yang tepat, tetapi juga sebagai tempat yang cocok untuk pertumbuhan hayat. Kehidupan orang Kristen
yang normal adalah ditanam di dalam gereja, dan yang bertunas di dalam pelataran hidup gereja. Di dalam hidup
gereja kita mempunyai pertumbuhan hayat yang sesungguhnya. Dalam proses pertumbuhan ini kita akan dipenuhi
oleh getah sehingga kita gemuk dan segar. Hasilnya, dengan sendirinya kita memiliki kekudusan, kerohanian, dan
kemenangan.
     Siapakah yang kekudusan, kerohanian, dan kemenangannya dapat melebihi orang-orang yang tertanam di rumah
Allah? Pada aspek-aspek itu tidak ada orang yang dapat mengungguli mereka. Orang-orang yang tinggal di tempat
kediaman Allah tidak perlu menuntut kekudusan, kerohanian, dan kemenangan, semuanya itu dengan sendirinya
menjadi milik mereka, sebab mereka tertanam di dalam hidup gereja dan bertunas di dalamnya. Karena mereka
penuh dengan getah dan senantiasa gemuk dan segar, maka dengan sendirinya mereka menjadi kudus, rohani, dan
menang. Ini menunjukkan bahwa jalan yang wajar bagi kehidupan orang Kristen ialah menempuh hidup gereja yang
wajar. Di luar hidup gereja yang wajar, mustahillah kita menjadi kudus, rohani, dan menang. Atribut-atribut itu hanya
bisa diperoleh dalam hidup gereja. Begitu kita tertanam di dalam hidup gereja, kita akan bertunas hingga penuh
dengan kekudusan, kerohanian, dan kemenangan. Hasilnya, kita akan tidak hanya menyembah Allah secara obyektif,
tetapi juga akan memiliki penyembahan yang bersifat menyalurkan yang subyektif. Penyembahan semacam ini berasal
dari kenikmatan atas Kristus di dalam penyertaan Allah.

 
TINGGAL BERSAMA DALAM KEESAAN
 
     Terakhir mari kita baca Mazmur 133. Ayat 1 mengatakan, “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila
saudara-saudara diam bersama dengan rukun!” (Bahasa aslinya: diam bersama dalam keesaan). Ayat ini mengatakan
kebaikan dan keindahan diam bersama dalam keesaan. Menurut ayat 2, tinggal bersama yang demikian “seperti
minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya.”
Perhatikanlah, ayat ini mengatakan “minyak yang baik”, dalam bahasa aslinya adalah “minyak urapan”. Minyak urapan
itu lebih pelan mengalirnya daripada minyak biasa. Dalam hidup gereja, minyak urapan ini tidak mengalir dengan
cepat, melainkan perlahan-lahan, berangsur-angsur dan dengan lembut. Dan minyak urapan yang baik ini mengalir
dari kepala Harun, lalu membasahi leher jubahnya, ini menunjukkan minyak urapan ini mengalir dari kepala ke seluruh
tubuh.
     Ayat 3 mengatakan diam bersama dalam keesaan bagaikan embun Gunung Hermon yang turun ke atas gunung-
gunung Sion. Hermon adalah gunung yang tinggi, melambangkan surga; embun turun dari sana. Gunung itulah gereja
lokal, embun itulah anugerah Kristus. Embun yang turun ke atas gereja itu sangat segar dan baru. Kita dapat bersaksi
bahwa unsur Kristus yang segar dan baru itu di dalam gereja lokal turun ke atas diri kita. Terpujilah Tuhan, Dia
menurunkan embun surgawi ke atas gereja lokal untuk kenikmatan kita.
     Minyak urapan dan embun itu mendatangkan hayat. Ayat 3 mengatakan, “Sebab ke sanalah TUHAN
memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.” Perhatikanlah, ayat ini tidak berkata “TUHAN memberi
berkat”, melainkan “TUHAN memerintahkan berkat”. Dalam rumah Allah, gereja, kita menikmati berkat yang
diperintahkan Allah.
     Sekalipun dalam masa Perjanjian Lama, ketika umat Allah datang ke bait material, mereka pun menikmati
kehidupan yang indah dan nyaman di dalam rumah Allah. Mereka berhimpun mengelilingi bait sambil
mempersembahkan bagian-bagian yang top dari hasil tanah permai yang kaya itu. Kemudian di hadapan Allah dan
bersama dengan Allah mereka menikmati kurban-kurban tersebut. Itulah hayat dan kehidupan mereka serta
penyembahan mereka. Melalui menikmati kekayaan tanah permai, mereka datang menyembah Allah. Karena itu
adalah kehidupan mereka, maka mereka tertanam dan bertunas di rumah Allah. Ini adalah sebuah lukisan
perlambangan yang menggambarkan kemungkinan yang terjadi pada tumpuan keesaan.
 

KETETAPAN ALLAH
 
     Tumpuan keesaan tidak sekadar masalah satu lokal satu gereja. Ia lebih mendalam, lebih kaya, lebih unggul dan
lebih sempurna daripada itu. Kita semua harus mengetahui bahwa di alam semesta ini Allah hanya memilih satu
tempat, tempat itu ialah gereja. Allah telah menetapkan kita harus pergi ke tempat pilihan-Nya itu. Dengan istilah
rohani boleh kita katakan bahwa kita harus memusnahkan setiap tempat di luar gereja dan setiap nama di luar nama
Kristus. Ini berarti kita harus memusnahkan latar belakang budaya dan agama kita. Bila Anda dilahirkan di suatu
tempat di negeri ini, Anda harus meninggalkan pengaruhpengaruh yang Anda peroleh dari tempat ini. Mungkin Anda
telah memiliki latar belakang agama tertentu karena Anda pernah berada dalam sekte tertentu itu, sekarang Anda
harus memusnahkan tempat sekte yang di dalam Anda itu. Yang perlu kita musnahkan adalah termasuk watak pribadi,
temperamen, dan kebiasaan-kebiasaan kita. Kita harus memusnahkan segala sesuatu yang dapat merugikan dan
mencelakakan manusia baru kita.
     Berdasarkan Kolose 3:11, di dalam manusia baru ini “tidak ada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat
atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di
dalam segala sesuatu.” Gereja yang memiliki Kristus inilah tempat unik pilihan Allah. Untuk mewujudkan perkataan
dalam Kolose 3:11, maka tempat-tempat yang lain harus dimusnahkan satu per satu. Setiap hal yang bukan gereja
yang memiliki Kristus, haruslah dimusnahkan. Dengan demikian kita akan dapat menikmati Kristus sebagai kekayaan
tanah permai secara murni dalam hidup gereja. Ketika kita bersama Allah menikmati Kristus, kita akan tertanam dalam
rumah Tuhan, dan kita akan bertumbuh dan bertunas. Ini adalah jalan yang wajar bagi kehidupan orang Kristen dan
hidup gereja. Inilah tumpuan keesaan.
     Di atas tumpuan ini tidak mungkin ada perpecahan, sebab dasar perpecahan telah diruntuhkan. Watak pribadi,
temperamen, ciri-ciri khas alamiah, dan kegemaran kita semua telah dienyahkan. Agama, kebudayaan, dan praktek-
praktek kita yang khusus pun telah didobrak. Kalau semua tempat milik ajaran kafir itu telah ditiadakan, maka kita
akan datang ke tempat pilihan Allah dengan sederhana dan murni.
     Kelemahan hidup gereja justru karena kekurangan minat kita untuk memusnahkan tempat-tempat milik ajaran kafir
itu. Ulangan 12 mengandung makna rohani yang sangat besar bagi kita hari ini. Banyak tempat dalam kehidupan dan
kebudayaan kita masih ada, belum dimusnahkan. Kita harus memusnahkannya semua, kemudian kita harus datang ke
tempat unik pilihan Allah, yakni gereja. Dalam gereja, kecuali Kristus tidak ada yang lainnya. Kristus harus menjadi
segalanya dan di dalam segalanya. Mengucapkan perkataan ini memang mudah, tetapi mempraktekkannya sangat
sulit. Namun, kita tidak boleh beralasan, kita harus mempraktekkan sesuai prinsip ini.
     Setiap tempat yang harus dimusnahkan pasti ada tugu, patung, dan berhala. Ini berarti bahkan di dalam karakter,
watak pribadi kita pun mungkin ada tugu, patung, dan berhala. Karena itu, kita harus memusnahkan segala tugu,
patung, dan berhala itu. Jangan kita menyisakan tempat yang mana pun, musnahkan saja semua, dan datang saja ke
tempat unik pilihan Allah. Berulang-ulang kita tegaskan bahwa tempat ini adalah gereja. Jika kita sudah datang ke
gereja, kecuali pribadi Kristus dan jalan unik salib, tidak ada yang lain. Kalau demikian maka kita akan menikmati
Kristus sebagai bagian yang top dari hasil kekayaan tanah permai. Kita menikmati Dia di hadapan Allah, kenikmatan
semacam ini akan menjadi penyembahan kita, hidup gereja kita, bahkan kehidupan kristiani sehari-hari kita. Setelah
itu, kita akan bertumbuh dewasa di atas tumpuan keesaan.
 
BAB 6

 
BERKAT HAYAT YANG TURUN KE ATAS TUMPUAN KEESAAN —
MINYAK URAPAN DAN EMBUN (1)
 
Pembacaan Alkitab: 
Mzm. 133:1-3; Yoh. 17:21-23; Ef. 3:16— 4:6; 1 Yoh. 2:27; 1 Ptr. 3:7
 
     Kebenaran keesaan sangat besar dan dalam. Makna keesaan sejati yang diwahyukan dalam Alkitab jauh melebihi
apa yang dapat kita mengerti. Karena keesaan yang diungkapkan Alkitab sulit dimengerti, maka dalam Yohanes 17
Tuhan Yesus tidak membicarakan hal tersebut dengan murid-murid-Nya, melainkan hanya mendoakan keesaan itu.
Saya percaya Tuhan mengetahui bahwa murid-murid-Nya tidak dapat memahami ikhwal keesaan, karenanya Ia hanya
berdoa bagi keesaan.
     Yohanes 17 benar-benar merupakan satu pasal yang dalam, rohani, dan misterius. Pasal ini sendiri cukup
membuktikan bahwa Alkitab adalah wahyu Allah. Di antara umat manusia tidak ada yang dapat mengarang sebuah
karya tulis seperti Yohanes 17. Selama lima puluh tahun lebih yang lampau saya pernah berulang-ulang merenungkan
pasal ini. Namun saya harus mengakui bahwa yang saya jamah hanya sekelumit kecil dari kebenaran yang ada di
dalamnya.
 
SATU SAMA SEPERTI BAPA DAN ANAK
 
     Ayat 21-23 boleh merupakan wakil dari kedalaman pasal ini. Dalam ayat 21 Tuhan berdoa, “Supaya mereka semua
menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam
Kita . . .” Kesatuan (keesaan) apakah yang dikatakan dalam ayat ini? Apa artinya kita menjadi satu sama seperti Bapa di
dalam Anak dan Anak di dalam Bapa? Kesatuan ini benar-benar melampaui apa yang mampu kita pahami. Dalam ayat
22 Tuhan berdoa: “Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka
menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.” Apakah kemuliaan yang Bapa berikan kepada Anak, lalu diberikan juga
kepada kita? Lagi pula, apa artinya kita menjadi satu sama seperti Bapa dan Anak adalah satu? Ada orang mengira
bahwa kesatuan ini tak lain ialah tiadanya pertengkaran, perdebatan, dan perselisihan antara ketiga persona dari Sang
Tritunggal ilahi itu. Menurut konsepsi demikian, menjadi satu berarti harmonis dan tidak ada persilangan pendapat.
Mereka yang memahami ayat 22 dengan cara begitu akan berkata bahwa bila ada sekelompok orang beriman bisa
tinggal bersama tanpa berdebat atau berselisih, maka mereka sudah menjadi satu sama seperti Bapa dan Anak adalah
satu.
     Pengertian kesatuan seperti di atas terlampau dangkal. Kesatuan di sini pasti tidak hanya mengacu kepada tinggal
bersamanya satuan-satuan individual dalam keharmonisan dan kesepakatan. Tuhan berkata di sini bahwa Dia telah
memberikan kepada kita kemuliaan yang Bapa berikan kepada-Nya, supaya kita menjadi satu di dalam Bapa dan Anak.
Ini menunjukkan bahwa kesatuan semacam ini berada di dalam sifat ilahi dan hayat ilahi. Tiga dari Allah Tritunggal itu
adalah esa dalam sifat dan hayat mereka.
     Kesatuan (keesaan) di antara kaum beriman pada esensinya seharusnya juga demikian. Digunakannya istilah
kemuliaan membuktikan ini. Karena kita telah menerima kemuliaan yang diterima Anak dari Bapa, maka kita boleh
menjadi satu sama seperti Bapa dan Anak adalah satu. Hal ini menunjukkan bahwa kesatuan semacam ini tidak
sekadar suatu pertambahan dari satuan-satuan individual, melainkan suatu kesatuan yang berkaitan dengan sifat dan
hayat. Jika tidak, dalam ayat ini tidak perlu dipakai istilah kemuliaan. Kemuliaan adalah faktor dari keesaan semacam
ini. Tuhan memberikan kemuliaan kepada kita dengan tujuan supaya kita menjadi satu, sama seperti Bapa dan Anak
adalah satu. Jadi, kemuliaan Sang ilahi adalah faktor kesatuan di antara kaum beriman di dalam Kristus.
     Ayat 23 mengatakan, “Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka menjadi satu dengan
sempurna . . .” Sekali lagi kita nampak bahwa ini bukan sekadar kesatuan pertambahan. Menjadi satunya semua orang
beriman bukan hanya karena ditambahkan atau digabungkan. Dalam membahas kesatuan, ayat 23 bahkan lebih kuat
dibandingkan dengan ayat 21 dan 22, sebab di situ dikatakan kita bisa menjadi satu dengan sempurna. Ini
menunjukkan bahwa kita boleh menjadi satu, namun kesatuan kita mungkin baru dalam tahap permulaan, belum
bertumbuh besar, dan belum mencapai kesempurnaannya.
     Meskipun kita dapat menunjukkan beberapa hal tertentu dalam ayat ini, tetapi kita tetap tidak dapat
memahaminya sepenuhnya. Tambahan pula, sekalipun kita berulang-ulang membaca beberapa ayat ini, sulit bagi kita
untuk menerangkan titik utama dari masing-masing ayat tersebut. Ini menunjukkan bahwa kesatuan yang didoakan
Tuhan dalam pasal ini benar-benar dalam dan jauh melampaui apa yang dapat kita pahami.
 

PERBAURAN ANTARA ALLAH TRITUNGGAL


DENGAN KAUM BERIMAN
 
     Dalam Alkitab ada empat pasal besar yang membahas masalah keesaan: Ulangan 12, Mazmur 133, Yohanes 17, dan
Efesus 4 dengan bagian belakang Efesus 3. Jika kita memisahkan Efesus 4:1-6 dengan 3:16-21, kita akan rugi besar
dalam memahami potongan ayat tersebut. Namun jika semua ayat ini kita gabungkan menjadi satu unit, sangatlah
berfaedah. Keesaan dalam Efesus 4:1-6 ada hubungan yang sangat erat dengan apa yang dibicarakan dalam 3:16-21.
Dalam 3:16-21 Paulus berdoa kepada Bapa supaya Ia menguatkan dan meneguhkan kita oleh Roh-Nya di dalam
manusia batiniah kita, supaya Kristus diam di dalam hati kita, supaya kita berakar dan berdasar di dalam kasih, dan
berkekuatan memahami bersama semua orang saleh apa itu lebar, panjang, tinggi, dan dalam, dan dapat mengenal
kasih Kristus yang melampaui segala pengetahuan, supaya kita menjadi segala kepenuhan Allah. Hasilnya, menurut
kuasa yang bekerja di dalam kita, kemuliaan bagi Allah di dalam gereja dan di dalam Kristus. Dalam terang semua
firman inilah, pada 4:1, Paulus memgumumkan: “Sebab itu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan,
menasihatkan kamu, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.”
Dari konteksnya kita nampak dengan jelas bahwa yang menjadi titik berat hidup berpadanan dengan panggilan Tuhan
mengacu kepada memelihara keesaan (kesatuan) di dalam roh. Dari ayat 4-6 Paulus menunjukkan lebih lanjut bahwa
keesaan Roh itu pada hakikatnya adalah Allah Tritunggal itu sendiri. Paulus menyinggung Tubuh, juga satu roh, satu
Tuhan, satu Allah, dan satu Bapa. Dengan menghubungkan Tubuh dengan Allah Tritunggal jelas menunjukkan bahwa
keesaan sebenarnya adalah perbauran antara Allah Tritunggal dengan kaum beriman.
     Dalam Efesus 3 Paulus menyinggung tiga dari Allah Tritunggal. Paulus berdoa kepada Bapa, melalui Roh-Nya,
supaya semua orang beriman diteguhkan ke dalam roh manusia batiniah mereka, supaya Kristus diam di dalam hati
mereka. Di sini ada Bapa, Roh Kristus (Anak). Kemudian dalam pasal 4 disinggung Roh Tuhan dan Bapa. Dia
menghubungkan Allah Tritunggal dengan keesaan Roh itu dan Tubuh. Ini menunjukkan bahwa keesaan bukan suatu
masalah pertambahan, melainkan masalah perbauran antara Allah Tritunggal dengan kaum beriman. Keesaan adalah
berbaurnya Allah yang telah melalui proses dengan kaum beriman.
     Dalam Alkitab banyak tempat yang menyinggung Allah Tritunggal, khususnya dalam Surat-surat Kiriman rasul, yang
menunjukkan proses yang telah dilalui Allah. Dalam Perjanjian Baru Allah Tritunggal — Bapa, Anak, Roh — dengan
jelas diwahyukan dalam kaitan inkarnasi, kehidupan insani, ketersaliban, dan kebangkitan Kristus. Dalam Matius 28:19
Tuhan berpesan kepada murid-murid agar menjadikan segala bangsa murid-Nya, dan membaptis mereka ke dalam
nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Sebelum kebangkitan Kristus, Anda tidak dapat membaptis orang ke dalam nama
Allah Tritunggal. Kecuali setelah Allah melalui proses inkarnasi, kehidupan insani, ketersaliban, dan kebangkitan
Kristus, barulah orang-orang yang percaya dapat dibaptis ke dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Dibaptis ke
dalam nama Allah yang telah melalui proses ini berarti mengambil bagian dalam Allah yang telah melalui proses itu.
Selain itu, dalam Surat Kiriman rasul kita nampak bahwa Allah Tritunggal yang telah melalui proses itu adalah untuk
bagian dan kenikmatan kita. Jadi, akhirnya Allah Tritunggal berbaur dengan kita. Perbauran ini adalah keesaan.
     Keesaan sebagai hasil pertambahan adalah yang sangat dangkal. Keesaan yang diwahyukan dalam Alkitab adalah
perbauran antara Allah Tritunggal yang telah melalui proses dengan umat pilihan-Nya. Jika kita nampak hal ini, maka
kita akan lebih mudah memahami doa tentang keesaan Tuhan dalam Yohanes 17. Keesaan dalam Yohanes 17 adalah
perbauran antara sifat ilahi dan sifat insani. Akan tetapi, sifat ilahi di sini bukan yang ada pada mulanya, melainkan
yang telah melalui proses inkarnasi, kehidupan insani, ketersaliban, dan kebangkitan. Setelah melalui proses
sedemikian, maka Allah Tritunggal menjadi bagian dan kenikmatan kita. Sebagai Roh pemberi-hayat, Dia membaurkan
diri-Nya dengan orang-orang yang beriman ke dalam Kristus.
     Setelah memiliki konsepsi keesaan yang demikian, maka bolehlah kita kembali kepada Yohanes 17:21. Kita telah
nampak di sini Tuhan berdoa: “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan
Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita.”Di sini Tuhan berkata bahwa Dia di dalam Bapa, Bapa di dalam
Dia. Tak dapat disangsikan, ini menunjukkan perbauran antara Bapa dengan Anak. Perbauran ini adalah keesaan
antara Bapa dan Anak. Keesaan antara Bapa dan Anak adalah Bapa di dalam Anak dan Anak di dalam Bapa. Tuhan
berdoa supaya kita bisa menjadi esa sama seperti demikian, bahkan supaya kita bisa menjadi satu “di dalam Kita”,
yakni di dalam Allah Tritunggal.
 

KEESAAN DI DALAM KEMULIAAN ILAHI


 
     Dalam ayat 22 Tuhan berkata bahwa kemuliaan yang diberikan Bapa kepada-Nya telah diberikan-Nya kepada kaum
beriman-Nya, “supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.” Kemuliaan adalah ekspresi Allah, ekspresi
ini telah diberikan kepada Anak. Bapa telah memberikan kemuliaan kepada Anak, supaya Anak mengekspresikan Dia
di dalam hayat ilahi. Kini Anak memberikan kemuliaan itu kepada kita, supaya kita menjadi satu, sama seperti Bapa
dan Anak adalah satu. Keesaan ini adalah keesaan di dalam kemuliaan ilahi, supaya Allah beroleh ekspresi korporat.

 
DISEMPURNAKAN MENJADI ESA
 
     Ayat 23 Tuhan berdoa selanjutnya, “Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka menjadi satu
dengan sempurna.” Di sini kita nampak perbauran antara Allah yang telah melalui proses dengan kaum beriman. Kata
“Aku”, “mereka”, dan “Engkau” dalam ayat ini masing-masing mengacu kepada Kristus, kaum beriman, dan Bapa.
Anak di dalam kaum beriman, Bapa di dalam Anak. Ini adalah perbauran antara Allah dengan kaum beriman. Hasil dari
perbauran ini ialah disatukannya kita dengan sempurna.
     Boleh jadi Anda merasa heran apa artinya menjadi satu dengan sempurna. Pada hari kita beriman ke dalam Kristus,
kita sudah masuk ke dalam keesaan itu. Namun insan alamiah kita, temperamen, dan watak alamiah kita masih
bermasalah. Tetapi semakin kita mengalami Kristus sebagai Roh pemberi-hayat, maka semua unsur alamiah kita akan
semakin berkurang. Begitu unsur-unsur itu berkurang melalui kita mengalami Allah Tritunggal, kita pun akan
disempurnakan menjadi esa.
     Kita semua harus mempunyai kesan yang dalam tentang fakta bahwa keesaan yang diwahyukan Alkitab bukanlah
perkara pertambahan kaum beriman untuk membentuk suatu unit yang harmonis. Konsepsi demikian tentang
keesaan adalah alamiah dan dangkal. Kita tegaskan sekali lagi: keesaan ini adalah perbauran antara Allah Tritunggal
yang telah melalui proses dengan kaum beriman. Setelah nampak keesaan yang terwahyu dalam Yohanes 17 dan
Efesus 4, marilah sekarang kita melihat Mazmur 133.

 
DUA ASPEK KEESAAN
 
     Mazmur ini demikian dalamnya sehingga sulit dibicarakan. Ayat 1 mengatakan, “Sungguh, alangkah baiknya dan
indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dalam keesaan!” (Tl.). Perhatikan, pemazmur memakai dua kata
sifat untuk melukiskan saudara-saudara diam bersama dalam keesaan. Katanya, alangkah baiknya dan indahnya.
Digunakannya dua kata sifat dikarenakan pada kalimat berikutnya perihal diam bersama dalam keesaan itu
diibaratkan dua benda: minyak urapan yang mahal di atas kepala Harun dan embun Hermon di gunung-gunung Sion.
Kedua kata sifat itu menunjuk pada dua aspek dari keesaan, yakni baik dan indah. Baik seperti minyak urapan yang
mahal dan indah seperti embun yang turun.
     Aspek pertama dari kedua aspek — Harun — adalah satu manusia; aspek kedua — Sion, adalah satu tempat.
Pernahkah Anda nampak kedua aspek dari gereja? Gereja di satu aspek adalah satu manusia, di aspek lain adalah satu
tempat. Sebagai satu manusia, gereja mencakup kepala dan tubuh; sebagai satu tempat, gereja adalah kediaman
Allah. Di lain tempat dalam Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa gereja adalah mempelai perempuan, manusia
baru, dan laskar; semua itu adalah aspek gereja sebagai satu manusia. Sebenarnya gereja hanya mempunyai dua
aspek utama: aspek satu manusia dan aspek satu kediaman. Yang berkaitan dengan kedua aspek ini ialah minyak
urapan dan embun.

 
PENYEBARAN MINYAK URAPAN DAN TURUNNYA EMBUN
 
     Minyak urapan yang dimaksud dalam ayat 2 mengacu kepada minyak urapan kudus dalam Keluaran 30. Minyak
urapan ini adalah sejenis minyak urapan majemuk, yang terbuat dari minyak zaitun yang dicampur dengan empat
macam rempah-rempah. Harun, anak-anaknya, Kemah Pertemuan, dan setiap benda yang berkaitan dengan Kemah
Pertemuan harus dioles dengan minyak urapan ini. Menurut Mazmur 133, minyak urapan kudus ini dituangkan ke atas
kepala seorang, yakni Harun. Berbeda kontras dengan hal itu, embun yang segar dan mendiris itu turun di satu
tempat, yakni di Gunung Sion.
     Baik minyak urapan maupun embun tidak mengalir dengan cepat. Embun tidak menetes turun seperti hujan,
melainkan turun perlahan-lahan. Demikian pula minyak urapan di atas kepala Harun bukan dengan deras mengalir ke
janggutnya, melainkan menyebar dengan lambat dan lembut, kemudian menyebar lagi ke leher jubahnya. Keesaan
sejati terbentuk dari minyak urapan yang tersebar dan embun yang turun.

 
DIURAPI DENGAN ALLAH TRITUNGGAL YANG TELAH MELALUI PROSES
 
     Kita telah menegaskan dengan khusus bahwa keesaan yang sejati adalah perbauran antara Allah yang telah melalui
proses dengan kaum beriman. Walau hal ini diwahyukan dalam Perjanjian Baru, namun dalam Perjanjian Baru kita
tidak nampak cara untuk mempraktekkan keesaan ini. Cara mempraktekkan perbauran ini terdapat dalam Mazmur
133. Minyak urapan mahal dalam ayat 2 melambangkan bahwa hari ini Allah Tritunggal yang telah melalui proses
adalah Roh majemuk yang almuhit. Menurut Keluaran 30, minyak urapan ini terbuat dari minyak zaitun satu hin yang
dicampur dengan empat macam rempah-rempah. Ramuan majemuk ini melambangkan Roh almuhit (yaitu Allah yang
telah melalui proses) untuk menjadi kenikmatan kita. Dalam Roh majemuk ini tidak hanya ada sifat ilahi, tetapi juga
ada sifat insani Kristus, khasiat kematian Kristus, dan kuasa kebangkitan Kristus. Dalam hidup gereja, Roh majemuk ini
sedang mengurapi kita secara berkesinambungan.
     Minyak urapan bisa diibaratkan seperti cat, dan pengurapannya ibarat pengecatan. Ketika Anda mengecat sebuah
kursi, Anda bisa mengoleskan cat itu selapis demi selapis ke atasnya. Ketika Roh majemuk mengurapi kita, Ia pun
seolah mengecat kita dengan “cat” Allah Tritunggal. Di dalam “cat” ini terkandung sifat insani Kristus, khasiat kematian
Kristus, dan kuasa kebangkitan Kristus. Selain itu, terdapat pula sifat ilahi dan insani Kristus. Ketika unsur-unsur minyak
urapan ini terterap ke atas kita, maka kita pun akan “tercat” oleh Allah Tritunggal yang telah melalui proses dan oleh
semua unsur yang ada dalam minyak urapan majemuk itu. Hidup gereja yang wajar adalah sejenis kehidupan yang di
dalam keesaan, keesaan ini adalah perbauran antara Allah Tritunggal yang telah melalui proses dengan kaum beriman.
Ketika kita tinggal di dalam keesaan ini, kita akan “dicat” dengan minyak urapan. Semakin kita terurap sedemikian,
temperamen alamiah dan watak pribadi kita akan semakin terkikis, dan yang tertinggal ialah perbauran Allah
Tritunggal yang telah melalui proses dengan sifat insani kita yang ditinggikan. Inilah keesaan.
     Di dalam keesaan yang demikian tidak mungkin ada perpecahan, perselisihan pun tidak ada. Di dalam keesaan ini
sama sekali tidak ada kedudukan lagi bagi opini kita. Walau kita perlu lebih banyak mengalami “pengecatan” ilahi yang
membawa kita ke dalam keesaan, tetapi sedikit banyak kita telah memiliki pengalaman ini di dalam hidup gereja.
Setidak-tidaknya, pada tingkat tertentu, kita semua telah memasuki keesaan ini.
     Dulu ketika kita berada di denominasi atau kelompok bebas, kita mudah sekali mempunyai opini atau berpola kritis.
Namun di dalam gereja, unsur beda pendapat dan faktor perpecahan itu telah ditaklukkan. Ini adalah hasil keesaan.
Semakin kita membiarkan Allah Tritunggal yang telah melalui proses itu “mengecat” diri kita, semakin sulitlah bagi kita
untuk terpecah-belah. Melalui penerapan “cat” surgawi kita akan dibawa ke dalam keesaan yang sejati, bukan
keesaan dangkal yang menurut konsepsi alamiah. Kita berada di dalam keesaan, dan keesaan ini adalah “pengecatan”
Allah Tritunggal yang telah melalui proses ke dalam seluruh insan kita.
     Seperti telah kita tunjukkan, minyak urapan ini, “cat” ilahi ini, tidak mengalir ke bawah dengan cepat, melainkan
menyebar. Ketika saya mengecat rumah saya, saya ingin cat itu agak lengket, tidak dengan cat yang seperti air yang
langsung mengalir ke bawah dinding. Ketika minyak urapan terterap pada diri kita, ia pun melekat di batin kita, tidak
mengalir habis. Minyak urapan yang mengalir terlalu cepat itu akan seperti pengalaman aliran Pentakosta atau
karismatik. Pengalaman semacam itu berlalu dengan cepat sekali. Namun, dalam hidup gereja, berkat rohani datang
ke atas kita dengan berangsur-angsur, perlahan-lahan dan dengan lembut. Namun begitu ia datang, ia akan tinggal
tetap. Begitu “cat” itu teroles pada diri kita, ia akan melekat terus, bahkan melekat sampai selamanya, apa pun tak
berdaya menghapusnya.
     Pengolesan minyak urapan tidak memberi seberapa perasaan pada emosi kita. Pengalaman yang datang dan pergi
dengan cepat itu mudah merangsang emosi kita, namun itu bukan pengalaman normal dalam hidup gereja. Di dalam
hidup gereja kita mengalami minyak urapan almuhit yang menyebar secara berangsur-angsur. Misalkan dalam sidang
doa gereja kita boleh mengalami “pengurapan cat” selapis demi selapis, tetapi saat itu tidak seberapa terasa. Telah
kita tunjukkan bahwa banyak unsur yang terkandung dalam minyak urapan itu. Untuk pemulihan Tuhan kita sungguh
bersyukur kepada Tuhan! Dalam hidup gereja, dari hari ke hari, semua unsur minyak urapan tergarap ke dalam kita.
Dengan menerapkan unsur-unsur itu ke dalam kita, dengan sendirinya kita akan berada di dalam keesaan. Dengan
demikian sangat sulit bagi kita untuk menimbulkan perpecahan atau perselisihan. Keesaan dalam gereja sangatlah
baik, indah, dan nikmat! Jika kita disuruh melakukan perpecahan, itu perlu membuat tekad keras yang bertentangan
dengan insan batiniah kita. Kita esa secara spontan sebab kita telah “dicat” dengan segala unsur “cat” surgawi.
 
PENERAPAN ALLAH TRITUNGGAL

YANG TELAH MELALUI PROSES PADA DIRI KITA


 
     Tumpuan keesaan tak lain ialah terterapnya Allah Tritunggal yang telah melalui proses ke atas diri kita. Hari ini kita
justru berada di dalam keesaan yang demikian. Kita bukan berada di dalam keesaan hasil pertambahan orang-orang
beriman dalam Kristus. Keesaan macam itu mudah ditambah pun mudah dikurangi. Namun keesaan kita adalah hasil
dari terterapnya Allah Tritunggal yang telah melalui proses ke atas diri kita, karenanya sangat sulit untuk dikurangi.
Keesaan ini sama sekali berbeda dengan persatuan yang dilakukan kekristenan hari ini. Persatuan kekristenan
adakalanya bertambah, adakalanya berkurang. Tetapi keesaan dalam gereja pemulihan mencakup penerapan Allah
Tritunggal ke dalam kita.
 
UNTUK KEPALA BERSAMA DENGAN TUBUH
 
     Minyak urapan bukan untuk perorangan, melainkan untuk Tubuh. Setiap hal yang terpisah dan terlepas dari Tubuh,
mustahil dapat mengalami urapan minyak. Berdasarkan lukisan dalam Mazmur 133, minyak urapan berada di atas
kepala Harun, kemudian meleleh ke janggut, terakhir meleleh ke leher jubah. Ini menunjukkan bila kita menyendiri,
mustahillah kita mengalami minyak urapan. Ada orang akan membantah dengan mengatakan bahwa mereka pun bisa
bersekutu dengan Tuhan seorang diri di rumah. Sudah pasti mereka bisa. Namun masalah utamanya ialah apakah kita
bersatu dengan gereja. Jika kita dengan gereja esa, tentu saja kita dapat bersekutu dengan Tuhan secara wajar. Akan
tetapi kalau kita meninggalkan gereja, persekutuan kita dengan Tuhan akan berbeda sama sekali. Sebab pengurapan
minyak urapan bukan untuk anggota secara perorangan, melainkan untuk kepala dan Tubuh, bahkan untuk kepala
bersama dengan Tubuh. Karena itu, jika kita ingin “dicat” oleh minyak urapan, wajiblah kita berada di dalam gereja.
Dengan demikian dengan sendirinya kita akan menikmati minyak urapan dengan pengurapan berbagai unsur di
dalamnya. Betapa ajaibnya keesaan yang dihasilkan oleh penerapan minyak urapan ini!
 

ANUGERAH — ALLAH TRITUNGGAL SEBAGAI


SUPLAI HAYAT KITA UNTUK KENIKMATAN KITA
 
     Berdasarkan Mazmur 133:3, keesaan juga ibarat embun yang turun di atas gunung-gunung Sion. Memang minyak
urapan berada di atas kepala Harun secara pribadi, namun embun turun di sebuah tempat — Sion. Embun
melambangkan anugerah hayat (1 Ptr. 3:7). Anugerah hayat itulah suplai hayat. Dalam hidup gereja, kita tidak hanya
ada di bawah minyak urapan, kita pun menerima suplai hayat, anugerah hayat. Ketika kita terurap oleh minyak
urapan, kita pun menerima anugerah.
     Misalkan, di antara dua orang saudara yang tinggal bersama di perumahan saudara timbul masalah. Namun melalui
kenikmatan dalam hidup gereja, mereka berdua telah menerima anugerah, yakni menerima suplai hayat. Dengan
sendirinya mereka tidak hanya ingin saling memaafkan, bahkan bisa saling mengasihi dengan sesungguhnya. Itulah
pengalaman embun, anugerah.
     Rasul Paulus pernah mengalami anugerah Tuhan dengan limpah. Dia berdoa tiga kali, mohon Tuhan mengambil
“duri” yang membuatnya sengsara. Tetapi jawab Tuhan bahwa anugerah-Nya cukup baginya. Kata-kata itu
menunjukkan bahwa Tuhan tidak mau mengambil duri itu, namun Tuhan akan menyuplainya dengan anugerah yang
cukup baginya.
     Dalam 2 Korintus 13:13 Paulus memberkati gereja dengan kata-kata demikian: “Anugerah Tuhan Yesus Kristus, dan
kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian.” Ayat ini menunjukkan bahwa anugerah adalah
Allah Tritunggal yang telah melalui proses menjadi suplai hayat kita. Minyak urapan melambangkan Allah Tritunggal
yang telah melalui proses “dicat” ke dalam kita, sedangkan embun melambangkan Allah Tritunggal menjadi suplai
hayat kita, untuk kenikmatan kita. Karena itu, dalam hidup gereja kita setiap hari menerima minyak urapan dan
anugerah. Kita telah “dicat” oleh Allah Tritunggal yang telah melalui proses, pun telah menerima anugerah Allah yang
telah melalui proses, memperoleh Dia sebagai suplai hayat. Pengurapan minyak urapan dan suplai hayat
memungkinkan kita hidup di dalam keesaan. Mazmur 133 mengatakan keesaan ini ibarat minyak urapan yang mahal
dan embun yang turun. Di bawah pengurapan minyak urapan dan embun yang turun ini kita mengalami berkat hayat
di atas tumpuan keesaan.

BAB 7
 

BERKAT HAYAT YANG TURUN KE ATAS TUMPUAN KEESAAN —


MINYAK URAPAN DAN EMBUN (2)
 
Pembacaan Alkitab:
Mzm. 133:1-3; Yoh. 1:14, 16-17; Kis. 4:33; 11:23; 13:43; 14:26;
Rm. 5:2, 17, 20-21; 1 Kor. 15:10; 2 Kor. 1:12; 9:8, 14; 12:9; 13:14;
Ef. 2:7; 1 Tim. 1:14; 1 Ptr. 3:7; 4:10; 5:10a; Gal. 6:18; Why. 22:21
 
     Menurut Perjanjian Baru, keesaan kaum beriman atau gereja adalah misterius, sebab ia sangat berkaitan erat
dengan Allah Tritunggal yang telah melalui proses. Yohanes 17:21-23 menunjukkan bahwa kaum beriman menjadi esa
di dalam Allah Tritunggal sama seperti Bapa di dalam Anak dan Anak di dalam Bapa. Karena berada di dalam Allah
Tritunggal, maka kaum beriman itu esa. Tidak hanya demikian, Yohanes 17 mengatakan bahwa kemuliaan yang Bapa
berikan kepada Anak telah diberikan oleh Anak kepada kaum beriman, supaya mereka menjadi esa sama seperti Bapa
dan Anak adalah esa. Kemudian dalam ayat 23 dikatakan selanjutnya tentang menjadi esa dengan sempurna. Begitu
kita percaya, kita segera dimasukkan ke dalam keesaan yang misterius ini. Kini harus maju ke depan untuk
disempurnakan ke dalam keesaan ini secara bertahap.
 
PERBAURAN ALLAH TRITUNGGAL DENGAN TUBUH KRISTUS
 
     Dalam Efesus 4:4-6 Paulus mengetengahkan tujuh aspek dari keesaan: satu Tubuh, satu Roh, satu pengharapan,
satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, dan satu Allah, yaitu Bapa. Ayat-ayat ini juga memperlihatkan perbauran antara
Allah Tritunggal dengan Tubuh Kristus yang misterius. Perbauran ini adalah keesaan kaum beriman. Roh dalam ayat 4
tidak dapat disangsikan lagi ialah Roh almuhit majemuk yang ada di dalam Tubuh dan yang memberi hayat kepada
Tubuh. Berdasarkan 1 Korintus 12:13 keberadaan Tubuh adalah melalui baptisan Roh almuhit ini. Begitu kita dibaptis
ke dalam satu tubuh, kita harus maju terus untuk meminum Roh itu. Ini menunjukkan bahwa keberadaan Tubuh
adalah mengandalkan Roh pemberihayat yang almuhit. Tidak hanya demikian, kelangsungan keberadaan Tubuh juga
melalui kita meminum Roh itu. Apa pun yang kita minum akan berbaur dengan insan batiniah kita dengan darah dan
setiap jaringan-jaringan organ kita. Demikian juga dengan berbaurnya Roh pemberihayat dengan kita.
     Dalam Efesus 4:5 Paulus membentangkan bersamasama antara satu Tuhan dengan satu iman dan satu baptisan.
Kita berada di dalam Tuhan memang melalui percaya dan dibaptis. Beriman di dalam Tuhan berarti percaya ke dalam
Dia. Tentu saja dibaptis ke dalam Dia berarti diletakkan ke dalam Dia. Ketika kita percaya ke dalam Dia dan dibaptis ke
dalam Dia, kita menjadi esa dengan Dia, yaitu berbaur dengan Dia.
     Dalam ayat 6 Paulus berkata, “satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan melalui semua dan di
dalam semua.” Bapa ini “di atas semua”, ini bersifat obyektif; “melalui semua”, ini sebagian obyektif, sebagian
subyektif; dan “di dalam semua”, ini bersifat subyektif. Jadi, Roh itu berbaur dengan Tubuh, Tubuh berada di dalam
Tuhan, sedangkan Bapa itu di atas semua, melalui semua, dan di dalam semua. Inilah sebuah lukisan perbauran antara
Allah Tritunggal dengan Tubuh Kristus. Di dalam keesaan ini kita memiliki satu pengharapan, yaitu pengharapan akan
kemuliaan kelak.
     Keesaan ini mutlak berbeda dengan persatuan yang terdapat dalam kekristenan hari ini. Persatuan itu hanyalah
terbentuk dari pertambahan semata. Pertambahan demikian juga bisa menimbulkan pengurangan. Keesaan yang
diwahyukan dalam Alkitab ialah perbauran antara Allah Tritunggal yang telah melalui proses dengan umat pilihan-Nya.
Karena itu, keesaan dalam Alkitab merupakan perbauran persona, yaitu perbauran antara persona ilahi (Allah
Tritunggal) dengan kaum beriman. Allah Tritunggal yang berbaur dengan kita ini telah melalui proses inkarnasi,
kehidupan di dunia, ketersaliban, dan kebangkitan. Keesaan sejati yang mengacu kepada perbauran ajaib semacam ini
adalah yang diwahyukan dengan jelas di dalam Yohanes 17 dan Efesus 4.

 
SEBUAH LAMBANG DARI KEESAAN YANG SEJATI
 
     Kita bersyukur kepada Tuhan karena hampir setiap perkara rohani dalam Perjanjian Baru ada lambangnya dalam
Perjanjian Lama. Dalam Ulangan 12 kita nampak sebuah lambang dari keesaan yang sejati. Dalam pasal ini tanah
permai melambangkan Kristus yang almuhit, sedangkan gunung-gunung besar, bukit-bukit, dan pohon-pohon yang
rimbun melambangkan berbagai pusat penyembahan. Dan macam-macam kurban persembahan yang tercantum
dalam pasal ini melambangkan berbagai aspek dari kekayaan Kristus. Ulangan 12 adalah catatan pesan Allah kepada
orang-orang Israel menjelang mereka memasuki tanah permai itu. Rincian dari pesan ini tidak saja merupakan
petunjuk yang harus ditaati secara harfiah oleh bani Israel pada masa itu, tetapi juga merupakan suatu lambang. Kita
boleh menggunakan anak domba hari Paskah sebagai contoh. Di satu aspek ia mengandung makna harfiah, di aspek
lain ia juga mengandung makna perlambangan. Anak domba yang disembelih pada hari Paskah itu melambangkan
Kristus sebagai Penebus kita. Seprinsip dengan ini, manna yang dimakan bani Israel di padang gurun melambangkan
Kristus sebagai makanan surgawi kita. Prinsip ini pun berlaku atas tanah permai dalam Ulangan 12. Tanah permai tidak
sekadar mengacu kepada wilayah material yang diduduki bani Israel, juga merupakan lambang dari Kristus Sang
almuhit. Dalam pasal ini Allah berpesan kepada umat pilihan-Nya untuk pergi ke satu tempat unik yang dipilih oleh-
Nya. Allah memilih tempat ini adalah agar keesaan di antara bani Israel terpelihara. Jadi tempat tersebut tidak saja
mengacu kepada sebuah tempat sebenarnya di negeri Kanaan, ia pun melambangkan keesaan sejati kaum beriman
dalam Kristus pada hari ini.
 

KRISTUS YANG KORPORAT


 
     Mazmur 133 mengiaskan keesaan umat Allah dengan minyak urapan dan embun. Minyak urapan mahal itu
tertuang ke atas kepala Harun, lalu meleleh ke janggut, dan terakhir meleleh ke leher jubahnya. Lukisan keesaan ini
berkaitan dengan seseorang, Harun, yang melambangkan Kristus yang menunaikan jabatan keimaman. Kristus adalah
Imam Besar yang melayani Allah, menggenapkan tujuan Allah dan mewujudkan kehendak Allah. Namun, Harun dalam
Mazmur 133 tidak sekadar melambangkan diri Kristus, juga melambangkan Kristus dan Tubuh-Nya. Jadi ini berarti
Harun di sini melambangkan Kristus yang korporat — Kepala dan Tubuh. Pada hakikatnya gereja adalah Kristus yang
korporat. Gereja adalah manusia raya universal yang memiliki banyak aspek: Tubuh, mempelai perempuan, manusia
baru, laksar. Aspek-aspek gereja ini semuanya berkaitan dengan persona.
 

BANYAK GEREJA LOKAL


 
     Mazmur 133 juga mengibaratkan umat Allah dengan embun Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion.
Gunung-gunung ini melambangkan gereja-gereja lokal. Setiap gereja lokal adalah sebuah gunung dari Sion. Sion hanya
satu, tetapi banyak gunung, itu melambangkan banyak gereja lokal. Ditinjau dari segi manusia, gereja itu unik. Ditinjau
dari segi tempat, gereja di satu aspek adalah Sion yang unik, di aspek yang lain adalah banyak gunung dari satu Sion
itu. Dalam alam semesta hanya ada satu gereja, namun ada banyak gereja lokal. Setiap gereja lokal ialah salah satu
puncak dari Gunung Sion. Karena itu, manusia adalah bersifat universal, sedang gunung bersifat lokal. Keesaan kita
ibarat minyak urapan mahal yang tertuang di atas kepala Harun dan juga ibarat embun yang turun ke atas gunung-
gunung Sion. Tempat kediaman Allah — Bait Suci — dibangun di atas Sion. Di satu aspek gereja adalah satu manusia,
di aspek lain gereja adalah satu tempat; pada diri manusia ada minyak urapan, pada tempat ada embun.
 

KESEMPURNAAN ULTIMAT DARI


ALLAH TRITUNGGAL YANG TELAH MELALUI PROSES
 
     Minyak urapan mahal dalam Mazmur 133 adalah minyak urapan yang dilukiskan dalam Keluaran 30. Minyak urapan
ini melambangkan Roh pemberi-hayat almuhit yang majemuk itu. Minyak urapan ini mengandung banyak unsur: sifat
Allah, sifat manusia, kehidupan manusia, khasiat kematian Kristus, dan kuasa kebangkitan Kristus. Roh almuhit ini
adalah manifestasi Allah yang telah melalui proses. Tuhan memberi beban kepada saya untuk mengulangi hal ini, agar
kita semua memiliki kesan yang dalam terhadap hal ini.
     Yohanes 1 mengatakan kepada kita bahwa Firman yang pada mulanya bersama dengan Allah dan adalah Allah
sendiri telah menjadi daging dan tinggal (mendirikan kemah) di antara kita (1:1). Firman ini — Kristus — pernah hidup
selama tiga puluh tiga setengah tahun di bumi, kemudian melalui salib, masuk ke dalam kebangkitan, dan menjadi Roh
pemberi-hayat. Jadi, Roh pemberi-hayat ini adalah perampungan sempurna dari Allah yang telah melalui proses.
Dalam Yohanes 14, 15, dan 16 kita nampak bahwa Tuhan Yesus adalah satu dengan Bapa. Siapa saja yang melihat Dia
berarti melihat Bapa (14:9). Dalam 14:10 Tuhan Yesus berkata, “Tidak percayakah engkau bahwa Aku di dalam Bapa
dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang
tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya.” Ketika Tuhan berbicara, saat itu pula Allah
bekerja. Pada pasal ini Tuhan berkata lebih lanjut kepada murid-murid-Nya bahwa Roh kebenaran itu pada hakikatnya
adalah realisasi dari diri-Nya sendiri. Ini berarti pada saat Roh Kudus tinggal di dalam murid-murid, itulah Tuhan sendiri
yang tinggal di dalam mereka. Jadi, Anak, Roh, dan Bapa adalah Allah Tritunggal yang unik.
     Setelah melalui berbagai tahap proses, Allah Tritunggal ini menjadi Roh pemberi-hayat. Yohanes 7:39 mengatakan,
“Sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan.” Roh yang dijanjikan dalam pasal 14 hingga 16 itulah
Roh yang dimaksud Yohanes 7:39. Melalui menerima Roh itu yang sebagai perampungan sempurna dari Allah
Tritunggal yang telah melalui proses, kita telah bersatu dengan Allah Tritunggal. Itulah sebabnya setelah Tuhan
membicarakan Roh itu dalam pasal 14, pada pasal 15 Tuhan lalu berkata bahwa jika kita tinggal di dalam Dia, Dia pun
tinggal di dalam kita. Berdasarkan Yohanes 14:23, jika kita mengasihi Tuhan, maka Bapa dan Anak akan datang kepada
kita dan mengatur tempat tinggal bersama dengan kita. Tempat tinggal ini adalah sebuah tempat tinggal timbal balik,
agar Allah Tritunggal tinggal di dalam kaum beriman, dan kaum beriman tinggal di dalam Allah Tritunggal. Tinggal
bersama yang sedemikian ini adalah suatu perkara perbauran.
     Setelah Tuhan selesai berbicara dalam pasal 14, 15, dan 16, maka dalam pasal 17 Tuhan berdoa kepada Bapa.
Kalimat-kalimat yang dipakai Tuhan dalam doa itu sama sekali bersifat ilahi. Dalam doa ini Tuhan menunjukkan
perbauran yang misterius dan ajaib antara Allah Tritunggal yang telah melalui proses dengan kaum beriman. Berulang-
ulang kita katakan bahwa perbauran ini adalah keesaan.
 

HAKIKI KEESAAN KITA


 
     Keesaan ini menjadi sungguh dan riil melalui minyak urapan yang menyebar dari Kristus Sang Kepala ke atas Tubuh.
Asalkan kita tinggal di dalam Tubuh, kita akan mengambil bagian dalam minyak urapan ini. Di dalam minyak urapan ini
kita adalah esa. Karena itu, pengurapan Roh pemberi-hayat almuhit majemuk ini adalah hakiki keesaan. Artinya: para
anggota gereja bisa menjadi esa adalah berdasarkan pengurapan Roh. Jika kita tidak tinggal di bawah pengurapan ini,
mustahillah kita menjadi esa dengan siapa pun, bahkan mustahil menjadi esa dengan diri kita sendiri.
     Menjadi esa dengan orang lain bukanlah mengandalkan kepandaian alamiah kita. Ada beberapa orang beriman
menyombongkan diri bahwa mereka mempunyai temperamen yang baik sehingga mudah akur dan bersatu dengan
orang lain. Walau demikian, kesatuan semacam itu bukan keesaan berharga yang dikatakan Alkitab. Sebenarnya, itu
adalah sejenis kesatuan buruk yang memuakkan. Orang boleh saja menyombongkan diri memiliki kesatuan semacam
itu, tetapi sebenarnya ia tidak dapat bersatu dengan orang dalam waktu yang lama. Sebaliknya, pada akhirnya
mungkin dia menimbulkan banyak kekacauan. Keesaan yang sejati adalah berasal dari hidup di bawah pengurapan
Roh almuhit yang majemuk itu, dan Roh itu adalah perampungan sempurna dari Allah Tritunggal. Hanya di bawah
minyak urapan semacam ini barulah kita memiliki keesaan yang sejati dan yang tidak berubah. Di antara kita ada
ribuan orang dapat bersaksi tentang keesaan yang kita nikmati di bawah pengurapan Roh majemuk ini. Perbauran
antara Allah Tritunggal yang telah melalui proses dengan kaum beriman yang mistrius ini adalah sumber keesaan kita.
Seperti telah kita katakan pada bab terdahulu, semakin kita terurap dengan minyak urapan majemuk, kita akan
semakin esa. Terpujilah Tuhan, Roh almuhit sedang tak henti-hentinya mengurapi kita.

 
TINGGAL DI ATAS SEBUAH “PUNCAK” DI SION
 
     Aspek gereja sebagai persona memang riil, namun aspek gereja sebagai tempat itu lebih riil lagi. Kita tidak ada
problem apa pun terhadap gereja sebagai manusia universal, namun kita sangat mungkin ada problem terhadap
gereja sebagai puncak-puncak Gunung Sion di aspek tempat. Itu dikarenakan boleh jadi kita tidak begitu menyukai
gereja di tempat kita sendiri, dan ingin pindah ke tempat lain. Tetapi jika kita pindah ke kota lain, kita akan segera
menjumpai masalah serupa di tempat itu. Ini disebabkan kita sendiri tidak berubah, jadi kita inilah penyebab
masalahnya. Ada beberapa orang “menjamin” saya bahwa mereka selamanya tidak akan meninggalkan hidup gereja.
Tetapi ketika mereka tidak puas dengan tempat mereka, mereka lalu memilih “gunung” yang mereka sukai. Saya
dapat bersaksi, bagi saya, setiap “gunung” itu sama saja. Tak peduli di mana saja, saya selalu ingin memuji Tuhan dan
mengalami pekerjaan pengubahan-Nya.
     Orang-orang yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain mungkin menyukai gereja universal, namun mereka
mempunyai problem dengan gereja lokal. Mereka bisa mengumumkan bahwa mereka telah nampak Tubuh Kristus
dan mengasihi pemulihan Tuhan, tetapi tak peduli mereka tinggal di tempat mana, mereka selalu menimbulkan
masalah dengan “puncak gunung” Sion di tempat itu. Mereka mungkin menduga gereja lokal di tempat tertentu pasti
paling baik, tetapi setelah pindah ke tempat itu, mereka kecewa lagi, sebab mereka menemukan bahwa di tempat itu
tidak ada perbedaannya dengan “puncak gunung” yang dulu. Kita tidak perlu pindah dari satu “puncak gunung” ke
“puncak gunung” lain. Kita harus tinggal saja di atas “puncak gunung” di Sion, dan di sana menikmati embun yang
turun dari Hermon.
 

EMBUN — ANUGERAH HAYAT


 
     Secara perlambangan, Hermon melambangkan surga, tempat tertinggi dalam alam semesta; embun melambangkan
anugerah hayat (1 Ptr. 3:7). Jika tidak ada Perjanjian Baru, tidak mudahlah kita memahami bahwa embun
melambangkan anugerah. Istilah anugerah selalu dicantumkan oleh Paulus dalam pembukaan maupun penutupan
Suratsurat Kirimannya. Waktu saya masih muda, sebagai orang Kristen di denominasi saya diberi tahu orang bahwa
anugerah itu berarti kebaikan yang kita dapatkan tanpa jasa. Menurut tafsiran itu berarti kita menerima suatu
kebaikan yang tidak layak kita terima. Dan banyak orang Kristen mengira kebaikan yang diperoleh tanpa jasa itulah
berkatberkat jasmani yang diterima dari Tuhan. Misalkan, ada beberapa orang menghitung-hitung berkat-berkat yang
Allah berikan dalam satu tahun: suatu pekerjaan yang ideal, sebuah rumah yang besar, sebuah mobil model terbaru,
dan seterusnya. Namun berdasarkan perkataan Paulus dalam Filipi 3:8, setiap benda selain Kristus adalah sampah. Bila
Paulus membanding-bandingkan rumah, mobil, profesi, dan lain-lain dengan Kristus, tentu semuanya itu dianggapnya
sampah. Anugerah yang disebut dalam Alkitab tidak hanya mengacu kepada berkat-berkat jasmani. Dalam Perjanjian
Baru banyak ayat yang mengatakan dengan jelas bahwa anugerah adalah Allah yang telah melalui proses menjadi
suplai hayat untuk kenikmatan kita.
     Dikatakan secara ketat, anugerah adalah satu istilah dalam Perjanjian Baru. Istilah ini dalam Perjanjian Lama
mengandung arti hadiah kesayangan. Yohanes 1:17 mengatakan bahwa anugerah datang oleh Yesus Kristus. Ketika
firman menjadi daging dan mendirikan kemah di antara kita, anugerah pun turut datang. Ini berarti anugerah datang
bersama dengan Allah yaitu firman menjadi daging. Sebelum Kristus berinkarnasi, anugerah itu belum datang.
Anugerah datang melalui firman yang menjadi daging.
     Dalam Kisah Para Rasul ada banyak ayat yang mengatakan anugerah. Kisah Para Rasul 4:33 mengatakan, “Dengan
kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam
anugerah yang melimpah-limpah.” Ayat ini menunjukkan bahwa kuasa yang besar dalam kebangkitan itu adalah
anugerah yang melimpah-limpah. Kristus di dalam kebangkitan itulah anugerah. Anugerah yang dimaksud di sini
bukanlah rumah yang bagus, profesi atau mobil mewah, melainkan Allah yang dialami, diterima, dan dinikmati oleh
kaum beriman. Kisah Para Rasul 11:33 mengatakan pula bahwa Barnabas di Antiokhia melihat anugerah Allah. Sudah
tentu dia bukan melihat berkat-berkat jasmani, melainkan melihat betapa kaum beriman di Antiokhia di dalam Kristus
mengalami Allah sebagai suplai hayat untuk kenikmatan mereka.
     Satu Korintus 15:10 Paulus berkata, “Tetapi karena anugerah Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan
anugerah yang diberikan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras daripada mereka
semua; tetapi bukannya aku, melainkan anugerah Allah yang menyertai aku.” Ayat ini boleh kita bandingkan dengan
Galatia 2:20, di sana Paulus berkata, “tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam
aku.” Bukan Paulus yang bekerja lebih keras daripada semua rasul lainnya, melainkan anugerah Allah yang
menyertainya. Anugerah inilah yang memungkinkan Paulus bekerja lebih keras melampaui orang lain. Tidak perlu
disangsikan bahwa anugerah ini adalah Kristus sendiri yang menjadi kekuatan dan suplai hayat dalam pengalamannya.
     Dalam Roma 5:2 Paulus berkata, “Melalui Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman ke dalam anugerah ini.”
Anugerah yang dimasuki Paulus sudah tentu bukan rumah atau suatu jabatan atau profesi, melainkan Roh almuhit
jelmaan Allah Tritunggal yang telah melalui proses yang adalah perampungan sempurna-Nya sendiri. Melalui Kristus,
kita dapat masuk ke dalam Roh almuhit ini.
     Roma 5:17 Paulus berkata selanjutnya, “ . . . maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan
anugerah dan karunia kebenaran, akan hidup dan berkuasa karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus.” Bila kita
memiliki anugerah yang melimpah, kita akan berkuasa (menjadi raja) di dalam hayat. Ayat ini menyiratkan anugerah
adalah hayat, hayat adalah anugerah. Dalam 1 Petrus 3:17 Petrus mengatakan bahwa suami dan istri bersama-sama
mewarisi anugerah hayat. Dalam Roma 5:21 Paulus mengatakan anugerah itu berkuasa supaya orang beroleh hidup
yang kekal. Ayat-ayat itu semua menunjukkan bahwa anugerah tidak lain ialah Kristus menjadi kekuatan dan suplai
hayat kita yang kita alami dan nikmati.
     Jika kita telah jelas akan hal ini, maka terhadap Kristus yang dilambangkan oleh embun dalam Mazmur 133, kita
akan menaruh apresiasi yang lebih besar. Anugerah ibarat embun menjadi kenikmatan kita dan untuk dinikmati
bersama dalam keesaan yang sejati. Akan tetapi, bila kita tidak berada di bawah pencurahan, pendirisan, dan
penjenuhan embun ini, kita tidak akan mungkin menjadi esa dengan kaum saleh lainnya. Hanya di atas gununggunung
Sion saja baru kita dapat mengalami embun yang sedemikian. Jika kita ingin menikmati anugerah almuhit yang
dilambangkan oleh embun ini, kita harus berada di atas sebuah puncak gunung di Sion.

 
MENGALAMI ANUGERAH
 
     Banyak di antara kita yang walaupun mengalami anugerah, tetapi tetap tidak mengenal anugerah. Ini sangatlah
kasihan! Boleh jadi kita hanya pada doktrinalnya saja mengetahui Kristus sebagai suplai hayat kita untuk kenikmatan
kita. Kita harus mengenal anugerah melalui pengalaman.
     Misalkan, seorang saudara bermasalah dengan istrinya, kemudian ia mencari seorang pendeta Kristen. Si pendeta
itu mungkin menasihatinya dengan ajaran tentang suami dan istri dari Paulus dalam Surat Efesus atau memberi suatu
peringatan kepadanya. Namun, cara yang begitu sama sekali tanpa anugerah. Yang diperlukan saudara itu ialah
adanya orang yang dapat melayaninya dengan hayat dan berdoa bersamanya. Kalau demikian, maka anugerah akan
menyuplai dia agar dia dapat menghadapi masalahnya dengan istrinya itu.
     Setiap saudara dan saudari yang telah menikah harus belajar datang dan berdoa kepada Tuhan, “Tuhan, aku perlu
Engkau. Aku tidak tahan lagi dengan situasi yang begini.” Asalkan mau terbuka sedemikian terhadap Tuhan, anugerah
akan tersalur ke dalam kita. Melalui suplai anugerah seperti ini, kita akan beroleh kekuatan untuk maju ke depan.
     Akhir-akhir ini ada seorang saudara bersaksi bagaimana ia bermasalah dengan istrinya sampai titik beku. Ia jarang
sekali berbicara dengan istrinya, demikian pula sebaliknya. Pada suatu hari ia meminta agar istrinya mau berdoa
bersama dengannya. Setelah berdoa, segalanya berubah. Ini adalah suatu kesaksian dari anugerah Tuhan.
     Saudara-saudara yang tinggal bersama mungkin sekali timbul pergesekan, sehingga merasa tak tahan untuk tetap
tinggal bersama. Bila para saudara mempunyai perasaan demikian, mereka harus datang ke hadapan Tuhan,
mengontak-Nya dan berkata kepada-Nya bahwa kalian tidak tahan lagi dengan situasi kalian. Begitu berdoa demikian,
anugerah pasti akan menyuplai mereka.
     Empat puluh tahun lebih yang silam di Chefoo pernah terjadi satu kasus yang dapat mengungkapkan bahwa
anugerah Tuhan itu cukup untuk kita pakai. Ada dua orang saudara bertengkar karena masalah uang. Yang satu
mengatakan bahwa yang lain berhutang sekian kepadanya, sedangkan yang lainnya tidak mengaku. Akhirnya, kasus itu
disampaikan ke hadapan penatua gereja untuk dibereskan. Namun, kasus itu tetap tak terselesaikan. Bahkan mereka
saling menuduh di hadapan para penatua. Pada akhirnya saya berkata kepada kedua saudara itu, siapa yang
menerima anugerah, dialah yang rela melupakan masalah hutang-piutang itu. Saya berkata bahwa “pengadilan”
gereja sama sekali berbeda dengan pengadilan dunia. Bedanya ialah bahwa “pengadilan” gereja tidak peduli siapa
yang benar atau salah, melainkan dengan anugerah menyuplai dan menyelesaikan kasusnya. Kalau kalian menerima
anugerah Tuhan, kalian harus memuji Dia dan dengan rela hati menganggap kasus ini sudah beres. Kedua saudara itu
dan para penatua merasa heran. Lalu saya mengusulkan, baiklah kita berdoa bersama. Setelah berdoa sejenak, kedua
saudara tersebut menangis, kemudian mulailah kami memuji Tuhan. Hasilnya, mereka dengan senang hati
membiarkan kasus itu berlalu, dan tidak ada masalah lagi. Dalam hal itu kami semua telah makan pesta perjamuan
anugerah Tuhan.

 
MENIKMATI ANUGERAH DALAM HIDUP GEREJA
 
     Di gereja lokal setiap hari kita berada di bawah embun, di bawah anugerah. Tidak peduli kita yang sudah menikah
atau yang belum, tua atau muda, kita semua berada di bawah embun yang turun di Sion. O, betapa kita menikmati
anugerah Tuhan yang melimpah, ajaib, dan beraneka aspek! Anugerah ini tidak lain adalah Tuhan Yesus Kristus sendiri
menjadi suplai hayat kita. Bila kita ingin menikmati anugerah ini secara melimpah, kita perlu berada dalam hidup
gereja. Berdasarkan Mazmur 133, anugerah tidak turun ke atas rumah masing-masing orang beriman, melainkan
turun ke atas gunung-gunung Sion yang melambangkan gerejagereja lokal. Karena itu, jika kita ingin menikmati embun
yang turun dari Hermon, kita harus berada di atas satu puncak Gunung Sion. Seandainya kedua saudara di Chefoo tadi
meninggalkan hidup gereja, niscaya mereka akan terpisah dengan anugerah Tuhan. Jika demikian halnya, mereka
tidak hanya tidak dapat membereskan masalah itu berdasarkan anugerah Tuhan di dalam gereja, jangan-jangan
mereka malah akan minta pemberesan dari pengadilan dunia. Karena kekurangan anugerah Tuhan, mereka mungkin
akan saling menuduh siapa yang benar dan siapa yang salah. Namun, karena mereka tetap berada dalam hidup gereja,
embun surgawi pun turun ke atas mereka. Hasilnya, masalah mereka beroleh penyelesaian yang indah. Dalam hidup
gereja, embun yang turun ke atas kita itu melimpah. Kita bersukaria karena kita mempunyai suplai melimpah dari
anugerah yang serba kaya dan cukup.
     Dalam gereja kita mempunyai minyak urapan dan embun. Di sini kita mengalami pengurapan minyak urapan Allah
Tritunggal yang telah melalui proses. Dengan sendirinya kita akan menikmati anugerah Allah yang telah melalui proses
sebagai suplai hayat untuk kenikmatan kita. Melalui anugerah ini kita dapat menampilkan sejenis kehidupan yang
tidak dapat ditampilkan oleh orang dunia. Para saudara dapat mengasihi istri mereka hingga tingkat tertinggi, para
saudari juga dapat menaati suami mereka dengan sepenuhnya. Melalui anugerah yang diterima di gunung-gunung
Sion kita bisa menampilkan kehidupan semacam ini.
     Jangan sekali-kali kita meremehkan gereja sebagai manusia korporat yang menerima minyak urapan dan tempat
turunnya embun ini. Jika kita pada kedua aspek ini meninggalkan gereja, kita mustahil menikmati minyak urapan dan
tidak ada bagian dalam embun itu. Mungkin orang Kristen lainnya akan mengecam kita karena kesaksian kita yang
demikian bagi hidup gereja. Mereka mungkin mencela kita terlalu sempit atau picik, dan dengan dalih Allah itu
Mahahadir membenarkan kecaman mereka terhadap kita. Namun banyak di antara kita bisa bersaksi bahwa di dalam
gereja tidak sama. Benar, di rumah kita masing-masing kita dapat membaca Alkitab dan berdoa, dan dengan itu kita
pun mungkin beroleh anugerah dalam kadar tertentu. Akan tetapi anugerah yang sedemikan itu jika dibandingkan
dengan yang kita peroleh di dalam gereja, tidaklah begitu manis, limpah, kuat, memberi inspirasi, dan memuaskan.
Saya dapat bersaksi, tidak peduli suasana gereja tinggi atau rendah, kaya atau miskin, asalkan saya datang bersidang,
saya selalu menikmati minyak urapan embun. Semakin sering saya datang bersidang, saya semakin terlindung di
dalam anugerah Tuhan. Namun, orang-orang yang memisahkan diri dari hidup gereja, mereka telah memutuskan
suplai yang serba lengkap dari anugerah itu. Jika tidak dirahmati Tuhan, tidak lama berselang, mungkin saja mereka
akan sama sekali kembali ke dalam dunia.
     Hendaklah kita selalu menghadiri sidang-sidang gereja, sekalipun seolah-olah sidangnya tidak sangat berlimpah.
Asalkan kita hadir dalam sidang, kita akan terpelihara, sebab embun senantiasa turun di atas gunung-gunung Sion.
Asalkan kita bersidang, kita akan berada di bawah pendirisan embun itu. Hal ini terbukti berulang-ulang dalam
pengalaman kita.

 
MENGALAMI KEESAAN YANG SEJATI DAN MEMELIHARANYA
 
     Keesaan yang kita bicarakan adalah minyak urapan mahal yang tertuang ke atas kepala Kristus, dan embun segar
yang turun di atas gunung-gunung Sion. Memelihara keesaan ini atau menolaknya, perbedaannya sangatlah serius.
Hari ini orang-orang Kristen yang mondar-mandir dengan bebas adalah karena mereka tidak nampak keesaan yang
sejati ini. Mereka tidak memiliki unsur yang ditunjang dan dipelihara oleh keesaan itu. Dalam pemulihan Tuhan kita
telah menerima petunjuk dari Tuhan bahwa keesaan sejati adalah perbauran antara Allah Tritunggal yang telah
melalui proses dengan umat pilihan-Nya. Di satu aspek Allah yang telah melalui proses ini adalah Roh almuhit dan
majemuk, yang mengurapi kita dari hari ke hari; di aspek lain, Allah yang telah melalui proses ini adalah suplai hayat
untuk kenikmatan kita. Di bawah pengurapan minyak urapan dan pendirisan embun itu, kita telah mengalami keesaan
yang sejati. Asalkan kita terpelihara dalam pengalaman minyak urapan dan embun ini, kita tidak mungkin terpecah-
belah, melainkan akan terpelihara dalam keesaan. Inilah makna perkataan Paulus dalam Efesus 4:3 yang berbunyi
“Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh.” Sebenarnya keesaan ini tidak lain adalah Roh pemberi-hayat yang
almuhit itu sendiri. Melalui tetap tinggal di bawah minyak urapan dan embun, niscayalah kita akan mengayomi dan
memelihara keesaan ini.

BAB 8

RUSAK DAN HILANGNYA TUMPUAN KEESAAN


 
Pembacaan Alkitab:
1 Raj. 11:6-8; 12:26-32; 13:33-34; 14:22-24; 15:14, 34; 22:43;
2 Raj. 12:2-3; 14:3-4; 15:3-4, 34-35; 17:5-12, 18-23; 23:29-35;
2 Taw. 36:5-20; Mzm. 137:1-6;
1 Kor. 1:10-13a; Rm. 16:17-18; Tit. 3:10
 
     Dalam Ulangan 12 Musa berpesan kepada bani Israel, “Kamu harus memusnahkan sama sekali segala tempat, di
mana bangsa-bangsa yang daerahnya kamu duduki itu beribadah kepada allah mereka, yakni di gunung-gunung yang
tinggi, di bukit-bukit dan di bawah setiap pohon yang rimbun” (ayat 2). Musa juga menyuruh mereka merobohkan
mezbah mereka, meremukkan tugu-tugu berhala mereka, membakar habis tiang-tiang berhala mereka,
menghancurkan patung-patung allah mereka, dan menghapuskan nama-nama mereka dari tempat itu (ayat 3).
Setelah memusnahkan semuanya itu, mereka harus datang ke satu tempat unik yang dipilih Allah. Berdasarkan Kitab 1
Raja-raja, Bait Suci dibangun di Yerusalem yakni tempat pilihan Allah. Allah berkehendak agar tempat unik ini menjadi
tempat penyertaan-Nya. Dan tempat unik ini akan memelihara umat Allah tidak sampai tercerai-berai. Karena itu,
Allah menyuruh mereka memusnahkan tempat-tempat penyembahan berhala orang kafir, supaya umat-Nya datang
ke tempat pilihan-Nya yang unik. Ini adalah pengaturan hikmat Allah.
 
PEMBANGUNAN KEMBALI BUKIT-BUKIT PENGORBANAN
DAN MAKNANYA
 
     Walaupun bani Israel telah memusnahkan tempattempat orang kafir beribadah kepada allah mereka di
gununggunung tinggi, di bukit-bukit dan di bawah pohon-pohon rimbun, dan walaupun Bait Suci telah dibangun di
Yerusalem, namun kemudian benda-benda yang telah dimusnahkan itu muncul kembali. Bukit-bukit pengorbanan,
pohon-pohon yang rimbun, tiang-tiang berhala, tugu-tugu berhala, dan nama-nama allah itu muncul lagi. Salomo, raja
yang membangun Bait Suci di atas tumpuan keesaan sesuai dengan kehendak Allah itu malahan mengepalai pendirian
kembali bukit-bukit pengorbanan (1 Raj. 11:6-8). Bukit-bukit pengorbanan yang harus dimusnahkan orang Israel
menurut pesan Musa itu dibangun kembali oleh Salomo. Bukit-bukit pengorbanan itu berhubungan dengan perzinaan
dan berhala. Dibangunnya kembali bukit-bukit pengorbanan oleh Raja Salomo khususnya berkaitan dengan
pelampiasan hawa nafsu. Ia membangun bukit-bukit pengorbanan itu justru karena selir-selirnya yang berasal dari
perempuan-perempuan kafir.
     Mendirikan sebuah bukit pengorbanan berarti suatu perpecahan. Maka bukit pengorbanan artinya ialah
perpecahan. Dalam Perjanjian Lama, kehendak Allah terhadap bani Israel ialah agar mereka terpelihara dalam keesaan
dan beribadah kepada-Nya dengan wajar. Untuk memelihara keesaan umat-Nya, maka Allah menghendaki mereka
datang ke tempat unik yang dipilih-Nya itu. Namun, bukit pengorbanan adalah pengganti alternatif tempat unik itu. Ini
menunjukkan bahwa perpecahan adalah barang pengganti keesaan. Tempat yang unik itu — Yerusalem —
melambangkan keesaan, sedangkan bukit pengorbanan melambangkan perpecahan. Pada masa itu segala macam
dosa dan perkaraperkara yang keji berkaitan dengan pendirian bukit-bukit pengorbanan. Menurut istilah Perjanjian
Baru, segala macam dosa semua berkaitan dengan perpecahan.

 
BERKAITAN DENGAN HAWA NAFSU, AMBISI, DAN BERHALA
 
     Berdasarkan catatan 1 Raja-raja, kedua raja — Salomo (raja yang baik) dan Yerobeam (raja yang jahat) —
mengepalai mendirikan bukit-bukit pengorbanan. Salomo mendirikan bukit pengorbanan berhubungan dengan
pelampiasan hawa nafsu. Salomo memiliki ratusan istri dan selir, ia mendirikan bukit-bukit pengorbanan untuk
memenuhi keinginan mereka. Istri-istri dan selir-selir itu telah menggoda hatinya condong kepada allah lain (1 Raj.
11:4). Sedangkan Yerobeam mendirikan bukit-bukit pengorbanan karena ambisinya untuk mempertahankan takhta
kerajaannya (1 Raj. 12:26-32). Jika orang-orang Israel semua pergi ke Yerusalem menyembah kepada Allah, ia khawatir
kekuasaan pemerintahannya akan dimiliki keluarga Daud, maka “ia membuat juga kuil-kuil di atas bukit-bukit
pengorbanan” (ayat 31). Jadi ambisi Yerobeam itulah yang menyebabkan dia memutuskan untuk membuat bukit-bukit
pengorbanan. Tidak hanya itu, Yerobeam juga membuat dua anak lembu jantan dari emas dan berkata kepada bani
Israel, “Sudah cukup lamanya kamu pergi ke Yerusalem. Hai Israel, lihatlah sekarang allah-allahmu, yang telah
menuntun engkau keluar dari tanah Mesir” (ayat 28). Kemudian, “ia menaruh lembu yang satu di Betel dan yang lain
ditempatkannya di Dan” (ayat 29). Lalu, “Yerobeam menentukan suatu hari raya pada hari yang kelima belas bulan
kedelapan, sama seperti hari raya yang di Yehuda” (ayat 32). Yerobeam bahkan “mengangkat imam-imam dari
kalangan rakyat yang bukan dari bani Lewi” (ayat 31). Alangkah dosanya semua yang berkaitan dengan bukit-bukit
pengorbanan itu! Bukit-bukit pengorbanan berkaitan dengan hawa nafsu, ambisi, dan berhala. Karena bukit
pengorbanan melambangkan perpecahan, maka ini menunjukkan bahwa perpecahan-perpecahan di kalangan
kekristenan hari ini berkaitan dengan perkara-perkara jahat itu.
     Jarang sekali orang Kristen menyadari bahwa perpecahan berkaitan dengan hawa nafsu, ambisi, dan penyembahan
berhala. Kebanyakan orang Kristen hanya mengatakan bahwa perpecahan itu tidak benar dan tidak sesuai dengan
Alkitab; mereka tidak menyetujuinya. Akan tetapi dalam pandangan Tuhan, perpecahan bersangkut-paut dengan
hawa nafsu, ambisi, dan penyembahan berhala. Ingatlah, bukit-bukit pengorbanan adalah tempat tinggi yang
melampaui tanah datar. Ini menunjukkan bahwa bukitbukit pengorbanan mencakup peninggian tertentu. Pada
prinsipnya, setiap bukit pengorbanan, yakni setiap perpecahan dalam kekristenan hari ini selalu mengandung
peninggian atau penyanjungan perkara-perkara tertentu di luar Kristus. Perkara yang ditinggikan itu mungkin bukan
dosa, bahkan mungkin hal-hal yang sangat baik, seperti pengkajian Alkitab atau pengajaran Alkitab. Pengajaran Alkitab
sudah tentu baik, tetapi pengajaran Alkitab pun mungkin berkaitan dengan perpecahan. Dalam kasus demikian,
sebuah sidang pengajaran atau pemahaman Alkitab mungkin saja menjadi bukit pengorbanan dan ia mungkin
mengakibatkan peninggian perkara tertentu untuk menggantikan Kristus.
     Orang Kristen hari ini sering meninggikan perkaraperkara tertentu ke atas kedudukan Kristus. Misalkan, ada
beberapa orang meninggikan cara baptisan selam. Walaupun pembaptisan yang mencelupkan seluruh tubuh ke dalam
air itu benar dan sesuai dengan cara Alkitab, akan tetapi meninggikan cara yang demikian di atas kedudukan Kristus itu
salah. Perbuatan demikian berarti membangun sebuah bukit pengorbanan; sejenis cara khusus yang meninggikan hal
pembaptisan. Dan eksistensi bukit pengorbanan yang sedemikian sering memberi satu kesempatan bagi pelampiasan
hawa nafsu dan kepuasan bagi ambisi. Namun, tempat unik pilihan Allah akan membunuh hawa nafsu kita dan
mengekang ambisi kita. Bahkan sebuah perkara yang sangat baik, seperti halnya pengkajian Alkitab, kalau ditinggikan
hingga melampaui Kristus, itu pun akan membuka jalan bagi hawa nafsu dan ambisi. Hawa nafsu pasti disusul dengan
penyembahan berhala. Ambisi pada hakikatnya ialah sejenis bentuk penyembahan berhala.
     Menjelang bani Israel menyeberangi Sungai Yordan untuk memasuki negeri permai, karena rasa prihatin yang
sangat dalam, Musa menyuruh mereka memusnahkan semua tempat ibadah orang kafir, dan menghendaki mereka
pergi ke tempat unik pilihan Allah. Pesan Musa yang demikian adalah karena ia tahu dengan pasti bahwa tempat unik
pilihan Allah itu dan pemusnahan tempat-tempat ibadah kafir berkaitan dengan nasib mereka di hadapan Allah. Jika
mereka dengan tulus memusnahkan pusat-pusat ibadah kafir, dan datang ke tempat unik pilihan Allah, itu berarti
mereka melakukan perkara yang benar dalam pandangan-Nya. Namun jika mereka tidak menaati pesan tersebut, itu
berarti mereka melakukan perkara yang jahat dalam pandangan Allah. Ketika mereka memasuki tanah permai,
mereka benarbenar memusnahkan bukit-bukit pengorbanan dan nama-nama berhala. Hasilnya, mereka merebut
negeri itu dengan kemenangan. Samuel dan Daud boleh mewakili orang-orang yang mutlak menaati pesan Allah
melalui Musa itu.
     Ketika Salomo memerintah sebagai raja, Bait Suci dibangun di Yerusalem. Satu Raja-raja 8 menunjukkan kepada kita
betapa kemuliaan Allah memenuhi Bait Suci itu. Zaman pembangunan Bait Suci adalah zaman emasnya sejarah bangsa
Israel. Namun, tidak lama setelah Bait Suci dibangun, Salomo, si pembangun Bait Suci itu, mulai membangun kembali
bukitbukit pengorbanan. Sudah kita katakan bahwa perbuatan Salomo itu adalah untuk menyenangkan istri-istri dan
selirselirnya semata. Hal itu menunjukkan dengan jelas bahwa bukit-bukit pengorbanan berhubungan dengan hawa
nafsu Salomo. Salomo kemudian mati, dan Yerobeam bermusuhan dengan Rehabeam, ia pun karena ambisi
membangun bukitbukit pengorbanan. Kedua kasus pembangunan bukit-bukit pengorbanan itu telah membangkitkan
murka Allah.
     Pembangunan bukit-bukit pengorbanan oleh Salomo dan Yerobeam bukan sekadar suatu fakta dalam sejarah, di
balik catatan sejarah ini terkandung makna rohani untuk menjadi pelajaran bagi kita hari ini. “Sebab segala sesuatu
yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita” (Rm. 15:4). Karena itu, catatan mengenai Salomo
dan Yerobeam adalah untuk pelajaran rohani bagi kita hari ini.
     Ada beberapa perkara penting yang belum dijelaskan sepenuhnya dalam Perjanjian Baru. Saya percaya Tuhan
dengan sengaja menyuruh kita merenungkan berdasarkan perlambangan dalam Perjanjian Lama. Misalkan, tentang
rusak dan hilangnya tumpuan keesaan, hal ini tidak begitu banyak dibicarakan dalam Perjanjian Baru. Hanya tiga
tempat dalam Perjanjian Baru yang menyinggungnya secara singkat: 1 Korintus 1:10-13; Roma 16:17-18; dan Titus
3:10. Namun masalah perpecahan terungkap dengan jelas dalam perlambangan Perjanjian Lama. Seperti halnya kita
perlu meneliti catatan tentang hari Paskah dalam Kitab Keluaran baru kita bisa memahami dengan penuh tentang
Kristus sebagai Anak Domba Allah. Demikian juga kita perlu memeriksa Kitab Ulangan, 1 dan 2 Raja-raja, dan 1 dan 2
Tawarikh, baru kita bisa memahami secara lengkap tentang perpecahan serta rusak dan hilangnya tumpuan keesaan.
Berdasarkan catatan Perjanjian Lama, perpecahan dikarenakan hawa nafsu dan ambisi. Yang terdahulu Salomo
sebagai contohnya, sedang yang di belakang Yerobeam sebagai contohnya. Perjanjian Lama juga mewahyukan kepada
kita bahwa hanya tempat unik pilihan Allah baru dapat menanggulangi hawa nafsu dan ambisi. Alasan begitu
ditekannya tempat unik pilihan Allah adalah karena hanya tempat ini yang tidak mentolerir kesempatan
melampiaskan hawa nafsu dan memenuhi ambisi.
 

SATU PERINGATAN
 
     Dalam 1 Raja-raja 8, Salomo pernah menyampaikan sebuah doa yang indah. Sebagai penulis Kitab Kidung Agung,
Salomo memiliki pengenalan yang dalam terhadap perkaraperkara rohani. Namun dalam 1 Raja-raja 11, kita nampak
“hatinya telah menyimpang dari pada TUHAN, Allah Israel, yang telah dua kali menampakkan diri kepadanya, dan yang
telah memerintahkan kepadanya dalam hal ini supaya jangan mengikuti allah-allah lain, akan tetapi ia tidak berpegang
pada yang diperintahkan TUHAN” (ayat 9-10). Alangkah gawatnya kejatuhan Salomo! Kejatuhan Salomo boleh
menjadi peringatan bagi kita. Jika kita enggan menerima pembatasan pilihan Allah, kita juga akan jatuh seperti
Salomo. Padahal itu pun merupakan pengalaman banyak orang yang pernah sejangka waktu mengambil bagian dalam
pemulihan Tuhan. Mereka seolah sangat berguna bagi gereja Tuhan. Dalam kurun waktu tertentu mereka seolah
Salomo masa kini yang membangun Bait Suci dan menulis Kidung Agung. Namun hanya karena hawa nafsu tertentu,
mereka telah menempuh jalan perpecahan. Mereka telah membangun sebuah bukit pengorbanan untuk memuaskan
keinginan mereka. Keadaan demikian pernah saya lihat baik di China maupun di Amerika Serikat.
 

BUKIT PENGORBANAN DAN AMBISI


 
     Pada tahun 1963 di Los Angeles ada orang-orang dari beberapa organisasi Kristen mengajak kita mengadakan
sidang bersama. Dalam sekali kesempatan sidang bersama itu saya pernah menyampaikan sebuah berita dengan
mengutip Roma 14 untuk memperingatkan kaum saleh bahwa opini yang berbeda itulah asal mulanya perpecahan.
Saya tegaskan bahwa kita harus belajar satu pelajaran menurut Roma 14 itu. Akan tetapi tidak lama kemudian, paling
sedikit ada dua “bukit pengorbanan” telah dibangun. Satu di antaranya adalah “bukit pengorbanan” yang menekankan
bahasa lidah, sedangkan satunya lagi meninggikan ajaran Alkitab. Mereka yang membuat “bukit pengorbanan” —
perpecahan — sama sekali tidak memperhatikan tempat unik pilihan Allah. Dengan perkataan lain, mereka tidak
sungguh-sungguh mementingkan keesaan. Yang mereka pentingkan hanyalah memuaskan keinginan mereka. Selain
itu, ada yang karena ambisius lalu berbeda pendapat; mereka berambisi menjadi pemimpin. Pada akhirnya mereka
meninggalkan pemulihan Tuhan. Ketika ambisi mereka tidak terpenuhi dalam hidup gereja, mereka mengingkari
bahkan melawan gereja. Pada awalnya mereka sangat menghormati pemulihan Tuhan, namun karena ambisi mereka
yang ingin menjadi pemimpin itu tidak terpenuhi, mereka lalu pergi meninggalkan gereja dan mendirikan segunduk
“bukit kecil” untuk memuaskan ambisi mereka. “Bukit kecil” itu adalah “bukit pengorbanan” lain yang menyebabkan
perpecahan.
     Kita harus memperhatikan beberapa butir dalam Ulangan 12, ini sangat penting. Kita harus belajar takwa kepada
Tuhan Allah kita. Janganlah kita melakukan perkara yang benar menurut pandangan kita sendiri. Takutlah kepada
Tuhan dan kita harus melakukan perkara yang benar dalam pandangan-Nya. Dalam hal takwa kepada Allah, tidak ada
apa pun yang lebih penting daripada memelihara keesaan. Kalau ada orang Kristen tertentu mendirikan tempat
pelesiran dunia, kita akan segera menghakimi tindakan itu. Tetapi bila ada orang mendirikan sebuah sidang Kristen
perpecahan, tidak banyak orang yang menghakiminya dengan serius. Kebanyakan orang Kristen hanya akan berkata,
“Ya, kita tidak begitu setuju dengan sidang seperti itu.” Sebaliknya, bahkan ada yang menyetujui tindakan itu, dan
mengatakan bahwa bagaimana pun itu bertujuan mengajar orang mengenal Alkitab dan mengikut Tuhan. Secara
permukaan, sidang semacam itu menyatakan keinginan untuk memberi bantuan rohani kepada orang, namun pada
hakikatnya, itu adalah perpecahan yang bersumber dari keinginan atau ambisi manusia. Di “bukit pengorbanan”
semacam itu pasti ada sesuatu yang bukan Kristus yang ditinggikan.
     Pada tahun 1933, ketika untuk pertama kali saya pergi ke Shanghai, saya bertemu dengan seorang saudara yang
sangat aktif dalam hidup gereja. Saudara ini sudah ada dalam gereja sejak tahun 1927, dia memang seorang saudara
yang menuntut Tuhan. Pada suatu hari, Saudara Watchman Nee berkata kepada saya bahwa saudara tersebut sangat
berambisi menjadi penatua gereja. Tetapi akhirnya, pada tahun 1948, ia meninggalkan gereja karena keinginannya
untuk menjadi penatua tidak pernah terwujud. Kemudian ia mengadakan sidang di rumahnya sendiri, dan membayar
seorang penginjil keliling sebagai pendetanya. Dia sama sekali mengingkari gereja. Bukan hanya itu, penginjil yang
diupahnya itu malah mengarang sebuah buku yang isinya mengecam dan merendahkan Saudara Watchman Nee,
serta menyebarkan banyak kabar bohong. Saudara ini telah menempuh hidup gereja dua puluh satu tahun lamanya,
namun akhirnya ia meninggalkan gereja demi mendirikan suatu “bukit pengorbanan”.
 

JANGAN MENINGGIKAN PERKARA APA PUN


KE ATAS KEDUDUKAN KRISTUS
 
     Setelah Anda mengamati keadaan kekristenan hari ini, Anda akan mengetahui bahwa setiap perpecahan selalu
dikarenakan peninggian secara khusus terhadap perkaraperkara tertentu. Mengajarkan Alkitab memang baik, tetapi
pelajaran Alkitab itu tidak seharusnya menjadi sesuatu yang ditinggikan yang memisahkan umat Allah. Mengenai doa-
baca juga sama. Mungkin Anda merasa melakukan doabaca sangat membantu, tetapi Anda tidak perlu
meninggikannya sebagai keharusan mutlak dalam sidang. Bila Anda meninggikan doa-baca, bahkan doa-baca pun bisa
menjadi satu faktor perpecahan. Kita harus mohon Tuhan membelaskasihani kita agar kita tidak meninggalkan opini
apa pun untuk menggantikan Kristus. Bila kita bersikap meninggikan opini atau kesukaan kita, itu berarti membangun
sebuah “bukit pengorbanan” perpecahan. Itulah kasus orang-orang Kristen di Los Angeles pada tahun 1963 yang ingin
mengadakan sidang bersama. Orang-orang yang menentang bahasa lidah meninggikan sikap dan pandangan mereka,
sedangkan orang-orang yang memprakarsainya juga meninggikan opini mereka sendiri. Mereka semua tidak mau
mendengar perkataan saya yang menghendaki mereka memperhatikan perasaan orang lain, mereka hanya bertindak
menurut pikiran mereka sendiri. Cara berpikir mereka itulah yang menyebabkan mereka mendirikan “bukit
pengorbanan”.
     Kita semua, khususnya kaum muda, harus belajar tidak meninggikan perkara apa pun selain Kristus. Hanya Dia saja
yang patut ditinggikan. Dalam hidup gereja kita tidak seharusnya mempunyai “bukit pengorbanan” macam apa pun.
Kita semua harus di atas kedudukan yang sama meninggikan Kristus.
 

SATU PERKARA YANG SANGAT PENTING


 
     Bukit-bukit pengorbanan yang dibangun Salomo dan Yerobeam telah merusak tumpuan keesaan dengan serius.
Kalau bukit-bukit pengorbanan itu tidak begitu serius, tentu tidak berulang-ulang disinggung dalam Perjanjian Lama.
Satu Raja-raja 14:22-23 mengatakan, “Tetapi orang Yehuda melakukan apa yang jahat di mata Tuhan dan mereka
menimbulkan cemburu-Nya dengan dosa yang diperbuat mereka . . . sebab mereka pun juga mendirikan
tempattempat pengorbanan dan tugu-tugu berhala dan tiang-tiang berhala di atas setiap bukit yang tinggi dan di
bawah setiap pohon yang rimbun.” Kata “setiap” yang dipakai di sini menunjukkan bahwa perkara-perkara itu sangat
biasa dan sangat umum. Begitu bukit-bukit pengorbanan itu dibangun, tidak mudahlah ditiadakan, bahkan raja yang
paling baik, Asa, pun tidak berdaya. Asa melakukan perkara yang baik di mata Tuhan, dia memusnahkan semua
berhala yang dibuat oleh nenek moyangnya. Akan tetapi bukit-bukit pengorbanan tidak dijauhkan (1 Raj. 15:14).
Terhadap keberadaan bukit pengorbanan, boleh jadi umat Israel bersikap memaafkan atau membenarkan, yaitu
mengatakan bahwa tempat-tempat itu tidak dipakai untuk menyembah tiang berhala atau patung-patung berhala,
melainkan untuk mempersembahkan kurban bagi Allah. Cobalah lihat Yosafat, kita tahu bahwa “Ia hidup mengikuti
jejak Asa, ayahnya; ia tidak menyimpang dari padanya dan melakukan apa yang benar di mata TUHAN. Hanya bukit-
bukit pengorbanan tidak dijauhkan. Orang masih mempersembahkan dan membakar kurban di bukit-bukit itu” (1 Raj.
22:43-44). Selain itu, walaupun Yoas juga melakukan apa yang benar di mata Tuhan, namun ketika ia memerintah, ia
pun tidak meniadakan bukit-bukit pengorbanan, dan “Bangsa itu masih mempersembahkan dan membakar kurban di
bukit-bukit itu” (2 Raj. 12:3). Kita berulang-ulang melihat umat itu “masih mempersembahkan dan membakar kurban
di bukit-bukit itu” (2 Raj. 14:3-4; 15:3-4, 34-35).
 

DIBATASI OLEH PILIHAN ALLAH


 
     Seandainya ketika itu kita berada di situ, boleh jadi kita juga akan membela orang-orang yang mempersembahkan
kurban di “bukit-bukit pengorbanan”. Orang-orang yang pergi ke “bukit-bukit pengorbanan” akan berkata, “Pergi ke
Yerusalem setahun tiga kali itu terlalu jauh dan tidak mudah.” Orang Kristen hari ini juga dengan alasan serupa
memaafkan diri mereka sendiri. Setiap perpecahan orang Kristen pasti mempunyai satu alasan untuk
membenarkannya. Namun, pada zaman Perjanjian Lama, Tuhan tidak berkenan pada kurban persembahan apa pun
yang dipersembahkan di “bukit-bukit pengorbanan”. Dan kurbankurban yang dipersembahkan di sana sangat dibenci-
Nya, sebab kurban-kurban itu dipersembahkan di atas tumpuan perpecahan, yakni di tempat yang membuka pintu
bagi pelampiasan hawa nafsu dan yang memberi kesempatan untuk menuntut ambisi. Hanya penyembahan,
persembahan kurban dan pembakaran ukupan yang dilakukan di tempat unik pilihan Allah baru dianggap benar.
Tempat unik ini akan membunuh hawa nafsu dan tidak memberi kesempatan bagi ambisi. Sekalipun
mempersembahkan suatu kurban yang benar, namun jika di luar tempat unik pilihan Allah, itu akan memberi
kesempatan bagi pelampiasan keinginan egoistis. Setiap “bukit pengorbanan” yang sekalipun dipakai untuk
mempersembahkan suatu kurban yang benar, itu dapat merusak tumpuan keesaan. “Bukit-bukit pengorbanan” itu
hanyalah suatu alat yang digunakan orang untuk memuaskan keinginan dan ambisinya belaka.
     Menurut pengalaman saya dalam pemulihan Tuhan di daratan China, saya dapat bersaksi bahwa tumpuan unik
pilihan Allah ini tidak memberi kesempatan bagi pelampiasan hawa nafsu dan pernyataan ambisi. Selama tahuntahun
ketika saya berada di daratan China, saya selalu menerima bimbingan ministri Saudara Watchman Nee. Semua
khotbah saya selalu seragam dengannya. Semua “bukit pengorbanan” telah dirobohkan, karena itu saya sama sekali
tidak memberi kedudukan bagi pelampiasan hawa nafsu dan bagi pernyataan ambisi. Kita di sini hari ini juga demikian.
Kita hanya memperhatikan menjunjung tinggi Kristus. Bila kita mempertahankan tumpuan keesaan tanpa meninggikan
perkara apa pun di luar Kristus, kita pasti tidak mungkin ada perpecahan. Dalam pemulihan Tuhan, kita hanya
meninggikan Kristus.
     Kita sudah banyak membicarakan tentang hayat, namun kita tidak meninggikan hayat hingga menjadi sebuah
“bukit pengorbanan”. Di antara kita ada beberapa saudara sangat lincah dan memiliki bakat alamiah, tetapi kelincahan
dan bakat mereka harus dibatasi oleh tumpuan pilihan Allah. Pembatasan semacam ini akan membuat mereka tidak
meninggikan perkara apa pun ke atas kedudukan Kristus. Dalam pemulihan Tuhan, kita dapat bersaksi bahwa kita
dengan kekristenan hari ini memiliki perbedaan yang mencolok; kita tidak mempunyai “bukit pengorbanan”. Di
kalangan kekristenan, di mana-mana dapat dijumpai “bukit pengorbanan”. Setiap sekte, setiap kelompok bebas
merupakan “bukit-bukit pengorbanan” yang menonjol. Berulangulang kita tegaskan bahwa peninggian-peninggian itu
selalu berkaitan dengan keinginan nafsu dan ambisi.
 

TERTAWAN SEBAGAI TAWANAN


 
     Berdasarkan catatan Perjanjian Lama, setelah tumpuan keesaan itu dirusak, maka pada hakikatnya keesaan itu
telah hilang. Negara Israel di Utara ditaklukkan oleh bangsa Asyur, sedangkan negara Yehuda di Selatan ditaklukkan
oleh bangsa Babilon. Karena dosa pembangunan bukitbukit pengorbanan oleh Yerobeam, bani Israel tertawan sebagai
tawanan oleh bangsa Asyur. Di bawah murka-Nya, Allah mencampakkan mereka dari negeri kudus. Dua Raja-raja
17:22-23 mengatakan, “demikianlah orang Israel hidup menurut segala dosa yang telah dilakukan Yerobeam; mereka
tidak menjauhinya, sampai TUHAN menjauhkan orang Israel dari hadapan-Nya . . .” Selama orang Israel berada di
negeri kudus, mereka berada di hadapan Allah, tetapi ketika mereka tertawan di Asyur, mereka telah dijauhkan Tuhan
dari hadapan-Nya.
     Tertawannya orang Israel seharusnya menjadi peringatan bagi orang Yehuda, namun negara Yehuda tidak
memperhatikan peringatan itu. Seperti dikatakan dalam 2 Raja-raja 17:19, “Juga Yehuda tidak berpegang pada
perintah TUHAN, Allah mereka, tetapi mereka hidup menurut ketetapan yang telah dibuat Israel.” Orang-orang yang
di Yehuda justru membangun lebih banyak bukit pengorbanan, dan memberi lebih banyak kesempatan untuk
masuknya dosa. Karena itu Allah mengutus Firaun Nekho datang (2 Raj. 23:29-35). Firaun Nekho menghapus takhta
kerajaan Yoahas dan menggantikannya dengan Elyakim yang kemudian diubah namanya menjadi Yoyakim (2 Raj.
23:23-34). Yoahas dibawa ke Mesir dan mati di sana. Karena orang Yehuda tidak memusnahkan bukit pengorbanan,
maka pada akhirnya Tuhan mengutus Nebukadnezar membawa bala tentaranya untuk meruntuhkan Bait Suci dan
menawan sebagian besar rakyat itu ke Babilon.
     Dahulu bani Israel tinggal di negeri permai, mereka adalah suatu bangsa yang mempunyai satu pusat penyembahan
di Yerusalem. Terlebih dulu, karena mereka mendirikan bukit-bukit pengorbanan di setiap tempat, maka keesaan
terusak. Akhirnya, karena invasi bangsa Asyur dan Babilon, mereka kehilangan keesaan. Setelah terusir dari negeri
permai, umat Allah menjadi orang Yahudi Mesir, orang Yahudi Asyur dan orang Yahudi Babilon. Tumpuan keesaan
telah habis sama sekali.
     Mazmur 137:1-6 melukiskan keadaan mereka di Babilon. Umat Allah di negeri kafir itu tidak dapat menyanyikan
kidung Allah. Mereka duduk di tepi Sungai Babilon dan meratap begitu teringat akan Sion. Betapa miripnya lukisan itu
dengan keadaan orang-orang Kristen hari ini! Mayoritas orang Kristen telah tertawan menjadi tawanan. Tumpuan
keesaan tidak saja telah dirusak, bahkan telah habis sama sekali. Jarang sekali orang Kristen yang mengenal apa itu
tumpuan keesaan. Akibat tertawannya orang Israel, bahkan banyak di antara mereka yang lupa akan bahasa mereka
sendiri. Pada akhirnya mereka menjadi orang Mesir, orang Asyur, dan orang Babilon. Itulah sebuah lukisan hidup dari
orang Kristen hari ini. Semoga Tuhan berfirman lebih banyak kepada kita tentang rusak dan hilangnya tumpuan
keesaan ini!
 
BAB 9

 
PEMULIHAN DAN KESAKSIAN TUMPUAN KEESAAN
 
Pembacaan Alkitab:
Ezr. 1:1-11; 2:1-2; 3:1-6, 8-13; 6:14-18;
7:6-9; 8:28-30; 9:1-7; 10:1; 
Mzm. 126:1-6; Yes. 35:10; 51:11
 
     Pada bab terdahulu kita nampak bahwa bukit pengorbanan menyebabkan tumpuan keesaan rusak dan hilang.
Sebelum Salomo dan Yerobeam membangun bukitbukit pengorbanan, bani Israel terpelihara dalam keesaan melalui
tempat unik pilihan Allah — Bait Suci Yerusalem. Setiap tahun pada hari-hari raya umat Allah berhimpun di dalam
keesaan. Ketika mereka mendaki Gunung Sion, mereka bahkan menyanyikan Mazmur 133: “Sungguh alangkah baik
dan indahnya apabila saudara-saudara diam bersama dalam keesaan!” Namun, karena hendak melampiaskan hawa
nafsu, Salomo mengepalai mendirikan bukit-bukit pengorbanan. Bukit-bukit pengorbanan itu telah merusak keesaan
yang sejati umat Allah, sebab mereka telah merintangi banyak orang pergi ke Yerusalem untuk menyembah kepada
Allah. Ada beberapa orang mungkin pergi ke bukit pengorbanan berpura-pura menyembah Allah. Namun, di bukit
pengorbanan ada berhala-berhala. Selain itu, demi menyatakan ambisinya, Yerobeam juga mendirikan bukit-bukit
pengorbanan. Bukit-bukit pengorbanan itu didirikan di setiap bukit kecil dan di bawah pohon rimbun. Ini menunjukkan
betapa umumnya bukit-bukit pengorbanan itu.
 
SEBUAH LUKISAN SITUASI HARI INI
 
     Bukit pengorbanan adalah sumber aneka ragam kedosaan. Karena bukit pengorbanan melambangkan perpecahan,
maka perpecahan juga adalah sumber segala dosa. Bukitbukit pengorbanan didirikan oleh Salomo karena hawa nafsu,
sedangkan Yerobeam mendirikan bukit-bukit pengorbanan karena ambisinya. Jadi, hawa nafsu dan ambisi merupakan
dua faktor utama pendirian bukit pengorbanan. Dengan istilah hari ini: perpecahan adalah hasil kedagingan dan
ambisi. Pada hari ini di kalangan kekristenan terdapat “bukit-bukit pengorbanan” di mana-mana, sebab kekristenan
telah dipenuhi dengan perpecahan. Setiap “bukit pengorbanan” pasti meninggikan perkara-perkara tertentu di luar
Kristus. Karena itu, kita nampak bahwa situasi kekristenan hari ini benar-benar telah menggenapi lambang Perjanjian
Lama.
     Pertama, keesaan umat Allah telah dirusak oleh bukitbukit pengorbanan. Bukit-bukit pengorbanan itu telah
membangkitkan murka Allah. Allah sudah tidak sabar lagi, karena itu Ia mengutus tentara Asyur menginvasi negara
utara Israel. Malapetaka negara Israel seharusnya menjadi peringatan negara selatan Yehuda, namun orang-orang
Yehuda tetap menyembah di bukit-bukit pengorbanan. Walaupun ada sejumlah orang yang telah ditawan Firaun
Nekho ke Mesir, tetapi umat tetap tidak acuh terhadap peringatan itu. Akhirnya, bala tentara besar Babilon tidak
hanya menaklukkan negeri Yehuda, bahkan meruntuhkan Bait Suci dan menawan umat itu sebagai tawanan di
Babilon. Tidak hanya itu, bejana-bejana di Bait Suci pun ikut dibawa ke Babilon dan disimpan dalam kuil berhala
mereka. Dengan demikian, tumpuan keesaan tidak saja dirusak bahkan sama sekali telah hilang.
     Itulah sebuah lukisan situasi kekristenan hari ini. Berbagai denominasi dan kelompok-kelompok bebas adalah
“bukit-bukit pengorbanan” hari ini. Setiap “bukit pengorbanan” tentu meninggikan perkara-perkara tertentu di luar
Kristus. Bahkan perkara-perkara rohani yang sangat baik telah ditinggikan untuk menimbulkan perpecahan.
 

TIDAK ADA ALASAN BERPECAH-BELAH


 
     Berdasarkan Roma 14, orang Kristen tidak memiliki alasan untuk berpecah-belah. Namun, mayoritas orang Kristen
sudah terbiasa melihat keberadaan “bukit-bukit pengorbanan”, sehingga menganggap “bukit-bukit pengorbanan” itu
benar dan perlu. Kita bisa mempunyai konsepsi demikian karena kita lahir dan dibesarkan dalam lingkungan yang
penuh dengan berbagai macam “bukit pengorbanan” — perpecahan. Kita terbiasa menjumpai perpecahan-
perpecahan sehingga tidak mempunyai seberapa perasaan terhadapnya. Sama sekali berbeda dengan perasaan Paulus
dalam Roma 14. Dia menasihatkan kita jangan berdebat tentang makanan dan pemeliharaan hari raya. Dalam hal ini
kita harus menguasai diri sendiri, tidak menyatakan opini. Dengan demikian keesaan kaum beriman terpelihara.
     Pada bab terdahulu pernah kita singgung, pada tahun 1963 di Los Angeles ada beberapa organisasi Kristen
bersidang bersama dengan kita. Mereka bersidang dengan kita dengan harapan ingin mempraktekkan hidup gereja.
Mendengar minat mereka dan menerima saran mereka untuk bersidang bersama, saya lalu menyampaikan sebuah
berita berdasarkan Roma 14. Saya tegaskan jika kita mau mempraktekkan hidup gereja, kita harus bertindak menurut
apa yang ditunjukkan Paulus dalam pasal tersebut. Banyak orang Kristen dapat membicarakan kehidupan Tubuh
dalam Roma 12, namun mereka mengabaikan prinsip dalam pasal 14. Tanpa Roma 14, mustahil ada kehidupan Tubuh
yang dilukiskan dalam Roma 12. Sepanjang abad orang Kristen terpecah-belah karena opini yang berbeda terhadap
ajaran dan bentuk praktek. Misalkan, orang Kristen terpecah-belah karena masalah pembaptisan. Mereka tidak
seopini tidak saja karena cara pembaptisan, juga karena air dan nama yang disebut dalam pembaptisan. Karena
ketidaksamaan opini terhadap perkara pembaptisan, maka timbullah banyak perpecahan, bahkan menyebabkan
banyak kasus yang hanya mengukuhi opini sendiri dan meninggikan diri sendiri. Karena itu, berpegang pada ajaran
Paulus dalam Roma 14 adalah sangat penting. Orang-orang yang bersidang bersama dengan kita itu memberi jaminan
kepada saya bahwa mereka pasti mau melakukan begitu.
     Namun, beberapa minggu berselang, timbullah kesulitan. Ada yang mempertahankan menabuh tambur dan
berbahasa lidah di kala bersidang, ada pula yang bersikeras menentang praktek tersebut. Kedua belah pihak itu tidak
rela melepaskan opini mereka sendiri dan memperhatikan perasaan orang lain demi memelihara keesaan. Karena itu,
sidang bersama itu akhirnya tidak dapat dilanjutkan. Orang-orang dalam beberapa organisasi itu selalu menuntut agar
orang lain yang harus sama dengan mereka. Jika kita mempunyai tuntutan demikian, tidak mungkin ada hidup gereja.
Hidup gereja harus merangkum semuanya, dan dapat mencakup berbagai macam orang Kristen sejati.
     Mengenai makanan dan pemeliharaan hari tertentu dalam Roma 14, Paulus tidak memihak pada siapa pun. Dia
hanya berkata, “Siapa yang berpegang pada suatu hari yang tertentu, ia melakukannya untuk Tuhan. Siapa yang
makan, ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia mengucap syukur kepada Allah. Dan siapa yang tidak makan, ia
melakukannya untuk Tuhan, dan dia juga mengucap syukur kepada Allah” (ayat 6). Inilah sikap Paulus, ini seharusnya
juga menjadi sikap kita pada hari ini.
     Janganlah kita menghendaki setiap orang sama seperti kita. Misalkan, walaupun kita tidak berbahasa lidah, kita
tidak boleh melarang orang lain berbahasa lidah. Di aspek lain, mereka yang berbahasa lidah juga tidak boleh
bersikeras supaya orang lain harus sama seperti mereka. Kalau kita mempunyai sikap demikian, tentu tidak akan ada
sekte, dan tidak akan ada “bukit pengorbanan” di antara kita.
     Ada beberapa orang mengatakan bahwa kita ini sempit atau picik. Sebenarnya kita tidak picik, sebab kita menerima
semua orang Kristen sejati. Mereka yang mempertahankan ajaran atau praktek tertentu itu baru benar-benar picik.
Mereka mempertahankan perkara khusus tertentu dan meninggikannya ke atas kedudukan Kristus.

 
TUMPUAN KEESAAN HILANG SAMA SEKALI
 
     Semua perpecahan dalam kekristenan adalah kasus orang meninggikan dirinya sendiri karena hawa nafsu dan
ambisi. Perpecahan telah membuka pintu masuk bagi dosa. Lihatlah dosa yang dilakukan Yerobeam. Dia membuat
anak lembu emas, satu ditempatkan di Betel, satunya lagi di Dan. Dia juga mendirikan bait di bukit pengorbanan, dan
mengangkat rakyat biasa menjadi imam. Yerobeam “menentukan suatu hari raya pada hari yang kelima belas bulan
kedelapan, sama seperti hari raya yang di Yehuda, dan ia sendiri naik tangga mezbah itu” (1 Raj. 12:32). Semuanya itu
boleh diterapkan pada kekristenan hari ini. Misalkan, hanya orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan, yang
mempunyai hayat Kristus, yang mengasihi Tuhan, dan yang mengerti Alkitab baru boleh menjadi imam. Tetapi dalam
kalangan kekristenan hari ini banyak pendeta bahkan tidak percaya bahwa Kristus adalah Anak Allah. Dalam
kekristenan ada banyak hari raya, antara lain seperti hari Natal, hari kebangkitan, . . . , semuanya adalah yang
ditetapkan oleh manusia. Lagi pula, ketika orang Israel berada di tempat pembuangan, mereka sama sekali kehilangan
keesaan. Demikian juga, hari ini orang Kristen telah tertawan di Babilon. Tumpuan keesaan tidak saja rusak, bahkan
hilang sama sekali. Jarang sekali orang Kristen yang masih memiliki ide terhadap tumpuan keesaan. Hari ini siapakah
yang memperhatikan keesaan yang sejati? Sulit sekali kita temukan orang yang demikian. Sejak beberapa abad yang
lampau, keesaan yang sejati kaum beriman dalam Kristus sudah hilang. Maka situasi kekristenan hari ini sudah
seluruhnya menjadi Babilon. Walaupun ada beberapa orang membicarakan keesaan, tetapi bukan keesaan sejati yang
diwahyukan dalam Alkitab. Ketika kita membicarakan soal keesaan, sulit sekali kita jumpai satu orang yang mengerti
apa yang sedang kita bicarakan. Bagi kebanyakan orang Kristen, membicarakan tumpuan keesaan adalah bahasa
asing.

 
TERPULIHNYA SEGALA PERKARA POSITIF
 
     Perjanjian Lama tidak hanya mewahyukan rusak dan hilangnya tumpuan keesaan, juga mewahyukan terpulihnya
kesaksian tumpuan ini. Yeremia bernubuat bahwa sesudah 70 tahun masa pembuangan, maka Tuhan akan membawa
umat-Nya kembali ke negeri permai. Yeremia 29:10, “Sebab beginilah firman TUHAN: Apabila telah genap tujuh puluh
tahun bagi Babel, barulah Aku memperhatikan kamu. Aku akan menepati janji-Ku itu kepadamu dengan
mengembalikan kamu ke tempat ini.” Nubuat Yeremia ini disinggung dalam Kitab Ezra 1:1, di situ dikatakan bahwa
pada tahun pertama zaman Koresy, raja negeri Persia, Tuhan menggerakkan hati Koresy, raja Persia itu untuk
menggenapkan firman yang diucapkan oleh Yeremia, sehingga disiarkan di seluruh kerajaan Koresy secara lisan dan
tulisan tentang perkara pembangunan rumah Allah di Yerusalem. Ini menunjukkan bahwa kembalinya ke Yerusalem
bukan inisiatif manusia. Berdasarkan catatan jelas Alkitab, itu adalah inisiatif Allah sendiri.
     Selama umat Allah berada di Babilon, mereka tidak mempersembahkan kurban di sana. Kita tidak menemukan
dalam Alkitab yang mencatat bahwa mereka mempersembahkan kurban bakaran setiap pagi di Babilon. Tentu saja
orang-orang seperti Daniel, Ezra, dan Nehemia berdoa tiap hari. Tetapi mereka tidak memiliki tumpuan untuk
mempersembahkan kurban bakaran kepada Allah. Di Babilon juga tidak ada mezbah. Karena tidak ada mezbah, sudah
tentu tidak mungkin mempersembahkan kurban. Selain itu, di sana setiap tahun umat Allah tidak dapat memelihara
hari raya. Situasi itu alangkah kasihan! Babilon adalah tempat yang baik untuk berdoa sambil berpuasa, tetapi bukan
tempat yang baik untuk merayakan hari raya. Di sana cocok untuk meratap, tidak cocok untuk bergembira ria.
Mazmur 137:1 mengatakan, “Di tepi sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita
mengingat Sion.” Begitu tumpuan keesaan hilang, segalanya pun nyaris hilang. Umat Allah kehilangan kelimpahan
negeri permai, mezbah, dan hari-hari raya. Hanya di Gunung Sion pilihan Allah baru mereka dapat menikmati segala
perkara yang indah itu.

 
BEJANA-BEJANA DAN MEZBAH
 
     Ketika Allah menggerakkan roh umat-Nya untuk kembali ke Yerusalem, yang terpulih tidak hanya tumpuan, bahkan
dengan spontan terpulih juga segala perkara positif yang dulu telah hilang. Bejana-bejana (peralatan) yang dijarah
Nebukadnezar dan disimpan dalam kuil allahnya sendiri juga dikembalikan ke Yerusalem (Ezr. 1:7-11). Lagi pula, ketika
orang-orang Israel yang tersisa itu bersamasama kembali, mereka lalu “mendirikan mezbah itu di tempatnya semula”
(Ezr. 3:3). Umat Allah tahu bahwa tempat mendirikan mezbah bukan di Babilon, melainkan di tempat unik pilihan Allah
— Yerusalem. Mezbah itu bahkan tidak boleh didirikan di tempat lain di negeri permai, ia harus didirikan di atas
Gunung Moria, yaitu di tempat Abraham mempersembahkan Ishak. Siapa pun yang ingin mempersembahkan
persembahan kurban kepada Allah, haruslah pergi ke tempat unik khusus dan tertentu itu.
     Hari ini tempat unik ini adalah keesaan. Kapan kala orang Kristen kehilangan keesaan, dengan otomatis ia
kehilangan tempat untuk mendirikan mezbah. Akibatnya ia tidak dapat mempersembahkan kurban yang wajar kepada
Allah. Sebelum masuk ke dalam hidup gereja, banyak di antara kita yang ingin mempersembahkan diri kepada Allah.
Saya dapat bersaksi, saya sendiri justru pernah berkali-kali mempersembahkan diri kepada Allah. Namun berdasarkan
pengalaman kita sebelum dan sesudah masuk ke dalam hidup gereja, kita dapat bersaksi bahwa itu bukan
persembahan yang sejati. Tanpa kembali ke tumpuan keesaan yang sejati, tidak ada jalan untuk mempersembahkan
sesuatu kepada Allah. Begitu umat Allah kembali ke Yerusalem, mereka segera membangun mezbah dan mulai
mempersembahkan kurban mereka. Dalam pengalaman kita juga demikian. Setelah kita masuk ke dalam hidup gereja,
barulah kita dapat mempersembahkan diri kita dengan wajar dan sesungguhnya.

 
FUNGSI HATI NURANI YANG WAJAR
 
     Selain itu, setelah umat Allah kembali dari tempat pembuangan, barulah mereka menanggulangi masalah kawin
dan mengawinkan dengan orang kafir (Ezr. 9:1-7). Hati nurani mereka tidak dapat mentolerir lagi perbuatan yang tidak
takwa itu. Ini merupakan akibat spontan dari kembali ke tumpuan keesaan. Tentu saja ketika mereka di Babilon ada
beberapa orang yang menikah dengan orang kafir. Akan tetapi hanya ketika mereka kembali dari tempat pembuangan
barulah hati nurani mereka menyadari perkawinan semacam itu dan menanggulanginya.
     Suasana semacam itu juga terdapat dalam pemulihan Tuhan hari ini. Setelah kita masuk ke dalam hidup gereja, hati
nurani kita baru berfungsi dengan wajar. Kita segera mengetatkan ikat pinggang kita dan bersikap serius terhadap hal-
hal yang selama ini sangat kendur. Sebelum kita datang ke dalam hidup gereja, kita boleh sembarangan mengambil
bagian dalam hiburan-hiburan dunia tertentu. Namun sesudah masuk ke dalam hidup gereja, seluruh insan kita telah
mengetatkan ikat pinggang. Kita mulai menuntut kesucian dan ketakwaan dan semakin damba berdoa dan membaca
Alkitab. Dengan sendirinya kita bisa menanggulangi hati nurani kita secara tuntas. Tindakan semacam itu bukan akibat
dari pengajaran dan peraturan, melainkan suatu dampak spontan dari kembalinya kita ke tumpuan keesaan. Karena
kita telah masuk ke dalam hidup gereja, maka kita bisa mendambakan ketakwaan; kita bisa mencampakkan banyak
perkara negatif, dan mengalami banyak perkara positif. Misalkan, dari dalam batin kita merasa tidak seharusnya
melanjutkan merayakan hari Natal. Tidak ada yang memberi tahu kita jangan melanjutkan merayakannya, tetapi
justru perasaan diri kita sendiri merasa tidak seharusnya mengulangi perayaan itu. Demikian juga, kita mulai
meninggalkan banyak perkara negatif dan menikmati perkara-perkara positif. Ini menunjukkan begitu tumpuan
keesaan terpulih, maka segala perkara positif pun ikut terpulih.

 
KEDAMBAAN YANG KUDUS
 
     Tidak ada apa pun yang lebih memuaskan orang daripada tumpuan keesaan. Begitu kaum saleh Perjanjian Lama
masuk ke pelataran rumah Allah, bangkit rasa kudus dan takwa dalam jiwa mereka. Hal ini banyak tercatat dalam
Kitab Mazmur. Mazmur-mazmur itu penuh dengan kedambaan terhadap kekudusan, ketakwaan, dan penyertaan
Tuhan. Sungguh demikian, hanya merenungkan Bait Suci saja sudah cukup membangkitkan kedambaan semacam itu.
 

PENYERTAAN ALLAH
 
     Penyertaan Allah erat sekali hubungannya dengan tumpuan keesaan. Sebelum masuk ke dalam hidup gereja, saya
sudah mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh. Namun saya tidak seberapa menikmati penyertaan Allah. Tetapi
begitu saya masuk ke dalam hidup gereja secara riil, setiap hari saya menikmati penyertaan Allah. Sekalipun ketika
saya menggumuli suatu pekerjaan yang sangat sulit, saya tetap dapat menikmati penyertaan Allah. Berdasarkan
pengalaman saya, saya tetap dapat menikmati bahwa masuk ke dalam hidup gereja akan mengubah kehidupan
kristiani kita secara besar-besaran.
     Banyak di antara kita yang dapat bersaksi demikian. Sebelum masuk ke dalam hidup gereja, kita memang berada di
Babilon. Kita mengasihi Tuhan dan menuntut Tuhan, tetapi kita tidak seberapa banyak menikmati penyertaan Tuhan.
Setelah kita masuk ke dalam hidup gereja, berbagai kedambaan kekudusan itu dibangkitkan, sehingga kita semakin
damba hidup di hadapan Allah. Itu adalah akibat spontan dari kembalinya kita ke tumpuan keesaan — tempat unik
pilihan Allah. Saat bani Israel kembali ke Yerusalem, semua perkara positif yang hilang ketika mereka berada di tempat
pembuangan di Babilon diperoleh kembali. Semua perkara ilahi, ibadah, dan surgawi dengan sendirinya kembali lagi.
Dalam pemulihan Tuhan hari ini keadaannya juga demikian.
 
PENUH DENGAN SUKACITA
 
     Mazmur 126:1-2 mengatakan, “Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang
bermimpi. Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai.” Umat Allah yang
kembali itu penuh dengan tawa dan sorak-sorai. Sebab semua perkara yang positif telah terpulih. Sebelum kembali ke
Yerusalem, mereka tidak bisa bersukacita sedemikian. Namun setelah kembali, mereka menikmati banyak perkara
yang indah, sehingga seperti orang-orang yang bermimpi.
     Dalam Yesaya 35:10 dan 51:11 juga sama mengisahkan kesukacitaan umat Allah pada waktu mereka kembali.
Dalam kedua ayat itu dikatakan, “Dan orang-orang yang dibebaskan TUHAN akan pulang dan masuk ke Sion dengan
bersorak-sorai, sedang sukacita abadi meliputi mereka.” Perkara ini berulang-ulang diungkapkan, membuktikan
betapa pentingnya hal ini. Sebab perkara apa pun yang diulang-ulang dalam Alkitab pasti mengandung makna yang
istimewa. Pada zaman Yesaya belum terjadi kasus pembuangan ke Babilon. Namun Yesaya bernubuat mengisahkan
sukacita keselamatan yang dinikmati umat tebusan Allah. Yesaya melihat terlebih dulu sukacita umat yang kembali
dari pembuangan. Saya tidak percaya Salomo dan orang-orang yang sezaman dengannya bisa memiliki sukacita
seperti yang dimiliki Zerubabel, imam Yosua, Ezra, dan orang-orang tertawan yang kembali ke Yerusalem. Mereka
lebih banyak mengalami sukacita keselamatan Allah. Tidak heran kalau pemazmur 126 mengatakan mereka seperti
orang-orang yang bermimpi.

 
KEESAAN YANG ALMUHIT
 
     Demi pemulihan keesaan yang sejati, alangkah kita bersyukur pada Allah! Keesaan di dalam Kristus ini sudah hilang
sejak dulu. Keesaan ini bersifat almuhit, ia mencakup semua perkara positif. Sebaliknya, perpecahan juga mencakup
semua perkara negatif. Seperti sudah kita nampak, ketika kita kembali ke keesaan, semua perkara ibadah, surgawi,
dan rohani ikut kembali. Sebab perkara-perkara itu berada di dalam keesaan. Di satu pihak kita mengakui bahwa kita
sendiri masih sangat kurang, masih harus menempuh jalan yang panjang. Di pihak lain, kita dapat bersaksi bahwa
kekayaan Tuhan pasti berada di dalam pemulihan. Tumpuan keesaan ada di sini, dan segala kekayaan rohani tercakup
di dalam tumpuan ini. Di atas tumpuan keesaan ini segala perkara ibadah dan rohani adalah milik kita.

 
KESAKSIAN TUHAN YANG ADA DI ATAS TUMPUAN KEESAAN
 
     Hari ini kesaksian Tuhan dengan tumpuan keesaan adalah paralel. Kesaksian ini tidak tergantung pada bagaimana
giatnya kita memperbaiki diri sendiri; kita boleh bertekad memperbaiki diri sendiri, namun hasilnya adalah kegagalan
demi kegagalan belaka. Kesaksian Tuhan tidak tergantung pada kegiatan kita, melainkan tergantung pada pekerjaan-
Nya yang Ia lakukan di dalam kita di atas tumpuan keesaan. Setelah kita masuk ke dalam hidup gereja, kedambaan kita
terhadap hal ibadah, kekudusan, dan kerohanian akan bangkit dengan sendirinya dalam batin kita. Itu bukan
perbuatan kita sendiri, melainkan keesaan yang wajar, firman Allah terbuka dengan jelas bagi kita. Ini sama sekali
merupakan berkat Tuhan di atas tumpuan keesaan. Di mana pemulihan tumpuan keesaan, di situlah ada kesaksian
Tuhan.
     Ketika umat Allah kembali ke Yerusalem pada zaman Perjanjian Lama, segala perkara yang berkaitan dengan Allah
terpulihkan: mezbah, kurban persembahan, Bait Suci, hari raya, dan kenikmatan yang kaya. Akan tetapi, orang-orang
yang tertinggal di Babilon tidak ada bagian dalam kesaksian Tuhan. Perkara-perkara ibadah itu tidak dapat dijumpai di
Babilon. Semua itu hanya ada di Yerusalem — tempat unik pilihan Allah. Umat Allah yang kembali itu walaupun ada
yang lemah dan yang kurang memadai dalam banyak aspek, namun kita tidak dapat menyangkal bahwa kesaksian
Tuhan ada pada diri mereka. Kesaksian Allah tidak terdapat pada diri orang-orang yang di Babilon.
     Bukan hanya itu, kembalinya umat Allah ke tumpuan keesaan juga dipakai Allah untuk membawa Kristus datang.
Maria — ibu Yesus adalah keturunan orang-orang yang kembali dari pembuangan. Jika orang-orang itu tidak kembali,
maka Kristus tidak ada jalan untuk dilahirkan di Betlehem, juga tidak ada sarana atau perantara untuk membuat
kelahiran-Nya sesuai nubuat nabi. Karena itu, untuk kedatangan Kristus, kembalinya orang-orang yang tertawan di
Babilon itu merupakan persiapan yang diperlukan. Seprinsip dengan itu, saya percaya bahwa pemulihan Tuhan hari ini
juga merupakan persiapan yang dipakai Allah bagi kembalinya Kristus. Untuk kembalinya Kristus, semoga Tuhan
memakai pemulihan-Nya sepenuhnya!
 
BAB 10
 

WAHYU AKHIR KEESAAN LOKAL DAN PEMULIHANNYA


 
Pembacaan Alkitab:
Kej. 1:1; Mal. 1:1-2; Mat. 1:1; 16:16-18; 18:17;
Yoh. 1:1, 14; 20:17; Kis. 8:1a; 13:1a; 14:23; 1 Kor. 1:2a;
Gal. 1:2; Why. 1:4-5a, 11, 20; 3:22; 22:17a
 
     Pada bab terdahulu kita telah memeriksa dengan cermat beberapa pasal dan ayat dalam Perjanjian Lama. Dalam
bab terakhir ini kita akan meninjau secara keseluruhan tentang keesaan lokal dan wahyu akhir pemulihannya dalam
Perjanjian Baru.
 
PEMANDANGAN MENYELURUH ATAS
WAHYU PERJANJIAN LAMA ALLAH
 
     Jika kita memiliki pemandangan yang menyeluruh terhadap Alkitab dan membacanya secara keseluruhan, kita akan
nampak bahwa Alkitab mewahyukan empat lukisan utama: pertama, Allah adalah Pencipta. Kejadian 1:1 mengatakan,
“Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Allah ada pada mulanya dan Allah menciptakan segalanya.
Maleakhi 1:1-2 mengatakan bahwa Allah ini mengasihi bangsa Israel. Karena itu, Perjanjian Lama mewahyukan bahwa
Allah menciptakan segala sesuatu dan juga mengasihi bangsa Israel. Sedikit banyak ini merupakan sebuah ringkasan
keterangan dari wahyu Allah dalam Perjanjian Lama. Boleh kita katakan bahwa Allah ini adalah Allah Israel. Istilah ini
bahkan pernah digunakan dalam Perjanjian Lama. Sudah tentu orang Yahudi sangat mencintai Perjanjian Lama, sebab
ia mewahyukan bahwa Allah yang esa dalam alam semesta, yang menciptakan langit dan bumi, adalah Allah yang
mengasihi bangsa Israel.

 
KRISTUS DAN GEREJA
 
     Kita semua tahu bahwa selanjutnya Perjanjian Baru mewahyukan lebih banyak tentang Allah. Karena itu, kita yang
percaya kepada Kristus tidak dapat mengatakan bahwa wahyu tentang Allah dalam Perjanjian Lama adalah wahyu
yang lengkap, sebab ia sebenarnya hanya merupakan wahyu Allah sebagian dan tidak lengkap.
     Matius 1:1 mengatakan, “Inilah daftar nenek moyang Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham.” Alangkah
berbedanya pembukaan Perjanjian Baru dengan ayat pertama Perjanjian Lama! Persona yang disebut dalam Matius
1:1 itu diwahyukan lebih lanjut dalam Matius 16. Dalam pasal itu Tuhan bertanya pada murid-murid-Nya, “Kata orang,
siapakah Anak Manusia itu?” (ayat 13). Setelah murid-murid-Nya menjawab, Tuhan lalu khusus bertanya kepada
mereka, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” (ayat 15). Simon Petrus mendapat wahyu dari Bapa di surga dan ia
menjawab, “Engkaulah Mesias (Kristus), Anak Allah yang hidup!” (ayat 16). Tuhan mengakui bahwa itu bukan manusia
yang menyatakan, melainkan Bapa. Tuhan berkata selanjutnya, “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah
Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (ayat 18).
Di sini yang kita miliki bukan Israel yang dikasihi Allah, yang kita miliki adalah gereja yang dibangun oleh Kristus.
     Yohanes 1:1 mengatakan, “Pada mulanya ada Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah
Allah.” Ayat 14, “Firman itu telah menjadi manusia, dan tinggal di antara kita . . . penuh anugerah dan kebenaran.”
Firman yang bersama-sama dengan Allah pada mulanya dan yang telah menjadi manusia ialah Allah Pencipta segala
sesuatu, tetapi Dia tidak hanya demikian. Ketika kita memberitakan Injil, kita perlu menunjukkan hal ini kepada
teman-teman Yahudi kita. Kita perlu mengajar mereka tentang kebenaran ilahi! Allah Pencipta segala sesuatu telah
menjadi manusia melalui inkarnasi. Kita harus memberi tahu mereka bahwa Allah tidak berhenti hanya sebagai Allah
yang mengasihi bangsa Israel saja. Menurut Injil Yohanes, Dia telah menjadi seorang manusia. Karena itu, tidaklah
lengkap jika orang hanya mengenal Dia sebagai Allah.
     Setelah hidup di bumi selama tiga puluh tiga setengah tahun, Kristus mati di atas salib, kemudian masuk ke dalam
kebangkitan. Pada hari kebangkitan-Nya, Kristus berkata, “. . . pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah
kepada mereka bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu” (20:17).
Dalam Matius ada Kristus dan gereja, dalam Yohanes ada Anak Allah dan saudara-Nya, yakni gereja. Setelah
kebangkitan-Nya, Kristus mulai menyebut murid-murid saudara, sebab melalui kebangkitan-Nya, melalui hayat ilahi
yang Ia bebaskan lewat kematian-Nya yang menyalurkan hayat, mereka telah beroleh kelahiran kembali (1 Ptr. 1:3;
Yoh. 12:24). Kristus tadinya adalah Anak tunggal Bapa, ekspresi tunggal Bapa. Kini, melalui mati dan bangkit, Anak
tunggal Allah telah menjadi “yang sulung di antara banyak saudara” (Rm. 8:29). Banyak saudara itu mengacu kepada
anak-anak Allah, gereja (Ibr. 2:10-12), menjadi ekspresi korporat Bapa di dalam Anak.
     Mengenai hal ini, melalui wahyu Alkitab kita nampak ada tiga pemeran utamanya: Allah, Kristus, dan gereja. Allah
terwujud di dalam Kristus dan Kristus diekspresikan melalui gereja. Inilah wahyu akhir dari kitab-kitab Injil.

 
GEREJA-GEREJA LOKAL
 
     Sekarang kita harus maju ke depan dari Kisah Para Rasul ke Wahyu. Di sini kita tidak hanya melihat Allah, Kristus
dan gereja, kita juga melihat gereja-gereja. Dalam Matius 16 Tuhan berkata, “di atas batu karang ini Aku akan
mendirikan gereja-Ku” (ayat 18). Ini adalah gereja universal yang unik, yang dilambangkan oleh Sion. Namun, seperti
halnya Sion memiliki banyak puncak gunung, maka gereja yang universal itu pun memiliki banyak ekspresi lokal. Dalam
Matius 18 Tuhan membicarakan sebuah kasus yang disampaikan kepada gereja, kita nampak satu dari
ekspresiekspresi lokal itu. Kita juga boleh mengibaratkan gereja universal sebagai sebuah pohon, dan gereja-gereja
lokal sebagai ranting-rantingnya. Dalam Matius 18 kita nampak sebuah ranting di antara ranting-ranting pohon
universal itu. Di situ ada satu gereja lokal yang kepadanya kita bisa membawa masalah kita untuk diselesaikan. Sebuah
gereja yang demikian bisa menghadapi orang-orang tertentu, bahkan bisa memandang mereka sebagai orang kafir
dan pemungut cukai.
     Dalam Kisah Para Rasul kita nampak gereja di Yerusalem (8:1) dan gereja di Antiokhia (13:1). Berdasarkan 14:23,
rasul memilih dan mengangkat para penatua di masing-masing gereja. Yang dimaksud di sini ialah mendirikan gereja-
gereja di propinsi Asia kecil. Satu Korintus 1:2 mengatakan tentang “gereja Allah di Korintus”. Selain itu, dalam Galatia
1:2 tercatat “gereja-gereja di Galatia”. Galatia adalah sebuah propinsi di Kekaisaran Romawi kuno yang terdapat
banyak kota di dalamnya. Seperti halnya di negara bagian California terdapat banyak gereja hari ini. Demikian pula,
pada zaman Paulus terdapat banyak gereja di wilayah Galatia.
     Sampai Kitab Wahyu, wahyu Allah dalam Alkitab telah mencapai tahap kesempurnaan. Gereja universal — Tubuh
Kristus terekspresi melalui gereja-gereja lokal. Gereja-gereja yang mengekspresikan Tubuh Kristus itu bersifat lokal
(1:12, 20). Wahyu 1:4 mengatakan, “Dari Yohanes kepada ketujuh jemaat yang di Asia kecil.” Asia Kecil adalah sebuah
propinsi dari Kekaisaran Romawi kuno, yang di dalamnya terdapat tujuh kota yang tercatat dalam 1:11. Ketujuh gereja
itu secara terpisah berada di tujuh kota, bukan di satu kota. Kitab Wahyu tidak membicarakan gereja universal,
melainkan gereja-gereja lokal di berbagai kota. Kita telah nampak, yang pertama diwahyukan dalam Matius 16:18
adalah gereja universal, sedangkan yang dicatat dalam Matius 18:17 adalah gereja lokal. Gereja yang didirikan dengan
riil dalam Kisah Para Rasul itu bersifat lokal, misalkan gereja di Yerusalem (8:1), gereja di Antiokhia (13:1), dan gereja-
gereja di Siria dan Kilikia (15:41). Tanpa gereja-gereja lokal, niscaya gereja universal akan tidak ada pelaksanaan dan
perwujudannya. Gereja universal terwujud melalui gereja-gereja lokal. Mengenal gereja secara universal harus
berakhir dengan mengenal gereja secara lokal. Adalah suatu kemajuan besar bagi kita bila kita mengenal dan
mempraktekkan gereja-gereja lokal. Mengenai gereja, Kitab Wahyu adalah dalam tahap kemajuan, sebab ia ditulis
kepada gereja-gereja lokal. Jika kita ingin memahami kitab ini, haruslah kita tidak saja mengenal gereja universal,
tetapi juga harus maju ke depan mengenal dan mempraktekkan gereja-gereja lokal.
 

SATU KOTA, SATU GEREJA


 
     Dalam Wahyu 1:11 ada suara berkata kepada Yohanes, “Apa yang engkau lihat, tuliskanlah di dalam sebuah kitab
dan kirimkanlah kepada ketujuh jemaat ini: ke Efesus, ke Smirna, ke Pergamus, ke Tiatira, ke Sardis, ke Filadelfia dan
ke Laodikia.” Cara penulisan ayat ini sangatlah penting. Kitab ini dikirim ke tujuh gereja, sama dengan dikirim ke tujuh
kota. Ini dengan jelas menampakkan kepada kita bahwa pelaksanaan hidup gereja adalah satu gereja untuk satu kota,
satu lokal memiliki satu gereja. Di tiap kota tidak seharusnya ada lebih dari satu gereja. Ruang lingkup satu gereja lokal
seharusnya mencakup keseluruhan lokal itu. Ruang lingkup gereja lokal tidak boleh lebih besar daripada lokal itu, juga
tidak boleh lebih kecil daripada lokal. Semua orang beriman yang berdomisili di satu kota seharusnya terbentuk
menjadi satu gereja lokal unik di dalam ruang lingkup satu kota itu. Jadi, satu gereja sama dengan satu kota, satu kota
sama dengan satu gereja. Itulah gereja lokal yang kita maksudkan.
 

ANUGERAH DAN DAMAI SEJAHTERA DARI


ALLAH TRITUNGGAL BAGI KETUJUH GEREJA
 
     Wahyu 1:4-5 adalah ayat-ayat yang sangat bermakna: “Dari Yohanes kepada ketujuh jemaat yang di Asia Kecil:
Anugerah dan damai sejahtera menyertai kamu, dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, dan
dari ketujuh roh yang ada di hadapan takhta-Nya, dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari
antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini.” Berdasarkan ayat-ayat ini anugerah dan damai sejahtera
ditransmisikan dari Allah Tritunggal kepada ketujuh gereja. Perhatikan, di sini ada tiga “dari”. Dari Dia, yang ada dan
yang sudah ada dan yang akan datang (Bapa); dari ketujuh Roh (Roh itu); dan dari Yesus Kristus (Anak). Ini merupakan
wahyu yang sangat lengkap dari Allah Tritunggal. Dialah Allah Bapa yang kekal, yang ada dan yang sudah ada dan yang
akan datang; Dialah Allah Roh, yang di dalam operasi Allah sebagai Roh intensif tujuh ganda; Dia adalah Allah Putra,
adalah Saksi, penyataan Allah, ekspresi Bapa, yang pertama bangkit dari antara orang mati bagi gereja, ciptaan baru,
dan Penguasa atas raja-raja di bumi. Dari Allah yang sedemikianlah anugerah dan damai sejahtera disalurkan kepada
gereja-gereja.
     Dalam dua ayat ini wahyu Allah jauh lebih sempurna daripada wahyu dalam Kejadian 1:1. Allah yang diwahyukan
dalam Kitab Kejadian tidak dapat disebut Yesus, sebab pada waktu itu belum ada inkarnasi. Berdasarkan Yohanes 1,
Allah Pencipta adalah Firman yang menjadi daging dan diam di antara kita. Ketika Firman ini menjadi daging, Ia
bernama Yesus. Wahyu 1:5 mengatakan bahwa Yesus adalah Saksi yang setia, yang berkuasa atas raja-raja di bumi.
Wahyu 1:4-5 mencakup wahyu akhir dari Alkitab. Wahyu Alkitab berawal dari Allah sebagai Pencipta dan mencapai
kesempurnaannya melalui Allah Tritunggal yang telah melalui proses, yang menyalurkan anugerah dan damai
sejahtera kepada gereja-gereja lokal. Berdasarkan Wahyu 1:4, Roh Kudus telah menjadi tujuh Roh, yakni Roh yang
almuhit. Tambahan pula, Sang Anak telah menjadi Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan
yang berkuasa atas raja-raja di bumi. Setelah inkarnasi, menjadi manusia di bumi, tersalib, bangkit, dan naik ke surga,
Dia telah berada di takhta, melampaui semua raja di bumi. Allah Tritunggal yang telah melalui proses ini tidak saja
mempunyai hubungan umum dengan perorangan atau gereja, juga dengan gereja-gereja lokal seluruhnya. Itulah
sebabnya Wahyu 1:4-5 khusus mengatakan bahwa anugerah dan damai sejahtera dari Allah Tritunggal kepada ketujuh
gereja.
 
KEMAJUAN WAHYU ILAHI
 
     Wahyu Allah dimulai dari diri Allah sendiri dan berlanjut dengan Kristus dan Roh itu, dan terus mencapai kepada
lokal, maka wahyu ilahi akan tanpa tujuannya. Dalam hal ini kekurangan orang Yahudi, banyak orang Kristen, bahkan
orang-orang yang disebut orang rohani menjadi nyata. Orang Yahudi memiliki Allah, kebanyakan orang Kristen
memiliki Allah dan Kristus, orang Kristen yang maju memiliki Roh Kudus, namun sangat sedikit orang Kristen yang
memiliki hidup gereja yang wajar dalam gereja-gereja lokal. Hari ini kita berada di dalam gereja lokal, kita memiliki
Allah, Kristus, Roh itu, dan gereja.
     Hasil kemajuan dari manifestasi Allah ialah gereja. Allah terwujud pada Kristus, Kristus terealisasi dan teralami
sebagai Roh itu, yang menyalurkan hayat kepada kita; sedangkan hasil dari Roh itu ialah gereja-gereja. Ketika kita
mengalami dan merealisasikan Kristus sebagai Roh pemberi-hayat, hasilnya ialah gereja-gereja. Gereja adalah Tubuh
Kristus, kepenuhan-Nya. Kemajuan wahyu ini ialah Allah, Kristus, Roh itu, gereja, dan gereja-gereja lokal. Inilah wahyu
yang Allah berikan kepada kita dalam firman kudus-Nya.
     Dalam Wahyu 22:17 kita membaca sebuah kalimat yang ajaib: “Roh dan pengantin perempuan itu berkata . . .” Di
sini kita jumpai subyek majemuk — Roh dan pengantin perempuan itu. Roh itu adalah Allah Tritunggal yang telah
melalui proses dan pemberi-hayat; sedang pengantin perempuan adalah gereja, mencakup gereja-gereja dan seluruh
kaum saleh. Roh itu dan pengantin perempuan mengatakan perkataan yang sama, ini mengacu kepada Allah
Tritunggal sudah esa sepenuhnya dengan umat tebusan-Nya. Alangkah indahnya!
     Kita harus mempunyai kesan yang dalam terhadap kemajuan wahyu ilahi dalam Alkitab. Seperti telah kita tunjukkan
bahwa dalam Perjanjian Lama Allah adalah Pencipta, juga yang mengasihi bangsa Israel. Kemudian, dalam Injil Matius
dan Yohanes kita nampak silsilah Yesus Kristus dan inkarnasi-Nya dan tinggal di antara kita. Dalam kitab-kitab itu kita
juga melihat Kristus membangun gereja serta banyak saudara dari Anak Allah, yakni gereja. Dalam Kisah Para Rasul
kita nampak gereja dibangun di banyak kota. Kitab kiriman sebagian besar ditulis kepada masing-masing gereja lokal.
Terakhir, dalam Kitab Wahyu, kita nampak anugerah dan damai sejahtera dari Allah Tritunggal yang telah melalui
proses diberikan kepada seluruh gereja lokal. Berdasarkan Wahyu 22:17, Roh itu berbicara bersama dengan pengantin
perempuan, mengacu bahwa Allah Tritunggal benar-benar telah menjadi esa dengan umat tebusan-Nya.
 

GEREJA LOKAL KITA


 
     Jika kita jelas akan wahyu dalam Alkitab, kita akan nampak bahwa hari ini gereja-gereja lokal adalah tempat yang
tepat untuk menikmati Allah. Khususnya kita perlu berada di dalam satu gereja lokal yang pasti, sehingga kita dapat
berkata, inilah gereja lokal kita. Walau saya mengasihi gereja-gereja lokal, namun saya harus bersaksi dengan jujur
bahwa bagi saya tidak ada gereja lain yang lebih mustika, tersayang daripada gereja di Anaheim, sebab gereja di
Anaheim adalah gereja lokal saya. Kita harus mempunyai perasaan demikian terhadap gereja lokal di mana kita
berdomisili.
     Betapa kasihan situasi sebagian besar orang Kristen hari ini! Sebab mereka tidak berada dalam hidup gereja,
mereka seperti yatim piatu yang tidak mempunyai rumah. Itu juga merupakan situasi kita sebelum kita masuk ke
dalam hidup gereja dalam pemulihan Tuhan. Pada waktu itu kita tidak hanya sebagai yatim piatu, bahkan sebagai
pengembara. Sebelum kita masuk ke dalam hidup gereja, kita tidak pernah merasa bahwa kita sudah berada di rumah,
atau sudah mencapai tujuan. Tetapi pada suatu hari, kita berada dalam hidup gereja, kita sadar bahwa kita sudah
pulang ke rumah. Setelah mengembara bertahun-tahun lamanya, pada akhirnya kita sampai ke tempat tujuan kita.
Kita berkata dari lubuk batin kita, “Di sinilah tempat kita.” Sebaliknya, hari ini banyak orang Kristen yang menuntut,
namun tetap sebagai turis. Mereka melancong dari satu denominasi ke denominasi lain. Akan tetapi, pada suatu hari,
kita datang ke dalam hidup gereja, kita tidak mengembara lagi. Gereja lokal adalah kedambaan Allah hari ini. Ini
adalah pos terakhir dari wahyu-Nya.
     Semua orang Kristen sejati percaya bahwa Kristus adalah Allah Pencipta alam semesta. Dia menjadi manusia, lalu
mati di atas salib demi menebus kita, kemudian Dia bangkit secara jasmani dari antara orang mati. Semua orang
Kristen sejati telah menerima Kristus sebagai Juruselamat dan Jurutebus mereka. Akan tetapi, orang-orang Kristen
sejati semacam itu dalam pengalaman mereka sangat mungkin masih tetap berada dalam kitab-kitab Injil dan Kisah
Para Rasul. Kita harus menjadi orang Kristen dalam Kitab Wahyu, artinya, kita harus masuk ke dalam wahyu
kesempurnaan akhir Allah. Kita harus menikmati perbauran antara Allah Tritunggal yang telah melalui proses, yang
almuhit, dan pemberi-hayat, dengan gereja. Jika kita berada di dalam realitas ini, kita adalah orang Kristen dalam Kitab
Wahyu.
     Kaum beriman lebih mudah nampak gereja universal, namun tidak mudah nampak gereja-gereja lokal. Wahyu
terhadap gereja-gereja lokal adalah penyingkapan akhir dari Tuhan mengenai gereja, yang tercatat dalam kitab
terakhir dalam firman ilahi. Jika kita ingin mengenal gereja secara sepenuhnya, kita harus mengikuti pimpinan Tuhan
dari kitab-kitab Injil, melewati Surat-surat Kiriman hingga ke Kitab Wahyu, yaitu sampai melihat penyingkapan
gerejagereja lokal di sini. Visi pertama dalam Kitab Wahyu ialah gereja-gereja lokal. Kristus dan gereja merupakan
fokus dalam administrasi ilahi yang akan digenapkan dalam kehendak kekal Allah.
     Kita telah melihat empat peran utama dalam Alkitab: Allah, Kristus, gereja, dan gereja-gereja. Allah tidak hanya
Pencipta dalam Kejadian 1:1, Dia lebih-lebih adalah Allah yang telah melalui proses dalam Wahyu 1:4-5. Dia adalah
yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang; Dia adalah ketujuh Roh itu; Dia adalah Yesus, Saksi yang setia,
yang pertama bangkit dari antara orang mati, yang berkuasa atas raja-raja di bumi. Jika kita mempunyai pengenalan
demikian terhadap Allah, dan memiliki pandangan yang menyeluruh terhadap Alkitab, berbahagialah kita! Dan betapa
istimewa hak yang kita peroleh bila kita dapat mendengar perkataan tentang wahyu akhir dalam Alkitab dari Allah!
Hari ini di dalam gereja lokal kita dapat menikmati Allah Tritunggal yang telah melalui proses, yang almuhit, dan
pemberi-hayat.
 

ROH ITU BERBICARA KEPADA GEREJA-GEREJA


 
     Dalam Wahyu 2 dan 3 berulang-ulang dikatakan bahwa Roh itu berbicara kepada gereja-gereja. Ini berbeda besar
dengan ungkapan “Demikianlah firman TUHAN” dalam Perjanjian Lama. Karena Roh itu hari ini berbicara kepada
gereja-gereja, maka jika kita ingin mendengar perkataan-Nya, kita harus berada di dalam satu gereja lokal dari antara
gereja-gereja lokal. Hari ini Roh itu berbicara langsung kepada gereja-gereja lokal. Karena itu, alangkah pentingnya kita
hidup di dalam sebuah gereja di antara gereja-gereja lokal. Kita harus berada di dalam suatu gereja lokal, dan kita
dapat menentukannya sebagai gereja lokal kita sendiri.
 

KAKI PELITA EMAS


 
     Dalam Kitab Wahyu, kaki pelita emas yang melambangkan gereja lokal adalah yang bersaksi bagi Yesus (1:2, 9).
Mereka memiliki sifat ilahi, yang terpisah di masing-masing lokal dan yang secara kolektif memancarkan sinar di dalam
kegelapan. Gereja harus memiliki sifat ilahi — emas; mereka harus sebagai kaki, yaitu kaki pelita, yang menopang
pelita yang berisikan minyak (minyak adalah Kristus pemberihayat) dan yang terpisah dan kolektif bercahaya di dalam
kegelapan. Kaki pelita tunggal di atas lokal, namun kolektif di alam semesta. Mereka tidak saja bersinar di masing-
masing lokal, bahkan mengemban satu kesaksian secara merata baik bagi alam semesta maupun lokal. Mereka
mempunyai sifat dan bentuk yang sama; mereka menopang pelita sama dan bertujuan sama. Mereka satu sama lain
adalah seragam, tanpa ciri khas pribadi apa pun. Ketidaksamaan gereja-gereja lokal dalam catatan Wahyu 23 semua
adalah dalam perkara-perkara negatif, tidak terkandung pada sifat positifnya. Dalam kegagalan perkara-perkara
negatif memang mereka saling berbeda; tetapi pada aspek positif, pada sifat, bentuk, dan tujuan mereka, semua
mutlak seragam, bahkan saling berkaitan.

 
MENYIRATKAN MAKNA ALLAH TRITUNGGAL
 
     Sepanjang abad sangat jarang orang Kristen yang mengenal makna kaki pelita secara dalam, yakni mengenalnya
sebagai lambang atau simbol gereja-gereja lokal. Menurut konsepsi alamiah kita, kaki pelita tidak lebih sebagai satu
alat untuk menopang lampu yang bersinar dalam kegelapan. Dalam Keluaran 25 dikatakan bahwa kaki pelita terbuat
dari emas murni; Kitab Zakharia 4 dan Kitab Wahyu juga mengatakan kaki pelita itu dari emas. Memang hakiki kaki
pelita adalah emas. Kita nampak ada tiga perkara penting mengenai kaki pelita: emas, kaki pelita, dan pelita-pelita.
Kaki pelita emas menyiratkan makna Allah Tritunggal. Emas adalah sejenis esens untuk membentuk kaki pelita; kaki
pelita adalah perwujudan konkret dari emas; sedangkan pelita adalah ekspresi kaki pelita. Emas melambangkan Bapa
sebagai substansi, kaki pelita melambangkan Anak sebagai perwujudan konkret dari Bapa, sedangkan pelita
melambangkan Roh sebagai ekspresi Bapa di dalam Anak. Jadi, makna Allah Tritunggal telah terkandung di dalam kaki
pelita emas. Dari segi hakiki, kaki pelita emas memang satu, tetapi dari segi perwujudan, kaki pelita adalah tujuh,
karena ia adalah satu kaki pelita yang berpelita tujuh. Dari bawah kaki pelita itu satu, dari atas ia adalah tujuh. Apakah
kita masih harus berdebat ia satu atau tujuh? Dalam hakikinya, kaki pelita memang segumpal emas yang menopang
tujuh buah pelita. Hal ini menunjukkan dengan misterius bahwa pada hakikinya Allah Tritunggal itu memang satu;
namun pada ekspresinya ialah tujuh Roh. Bapa yang sebagai hakiki itu terwujud pada Anak yang menjadi bentuk,
sedang Anak pun terekspresi menjadi tujuh Roh.
     Bagaimana kita membuktikan bahwa ketujuh pelita itu adalah Roh yang mengekspresikan Kristus? Ketujuh pelita
pertama-tama tercantum dalam Kitab Keluaran. Andaikata hanya satu ayat ini saja, sangat sukarlah kita mengenal
bahwa tujuh pelita itu adalah Roh itu. Tetapi ketika kita maju dari Keluaran ke Kitab Zakharia, kita segera nampak
bahwa tujuh pelita adalah tujuh mata Kristus, juga tujuh mata Allah (Za. 3:9; 4:10). Jika kita lanjutkan lagi sampai Kitab
Wahyu, kita nampak bahwa ketujuh mata Anak Domba adalah Roh Allah yang diperkuat. Jadi, kita mempunyai dasar
yang kuat untuk mengatakan bahwa ketujuh pelita adalah Roh yang diperkuat tujuh kali lipat sebagai ekspresi Kristus.
 

PERWUJUDAN DAN EKSPRESI ALLAH TRITUNGGAL


 
     Kita sudah nampak bahwa kaki pelita emas menyiratkan makna Allah Tritunggal. Ia melambangkan telah terwujud
dan terekspresinya Allah Tritunggal. Allah Bapa adalah emas ilahi yang terwujud di dalam Kristus Sang Anak, kemudian
terekspresi penuh melalui Roh itu. Terekspresi berbeda dengan terwujud. Terwujud itu pasti hanya satu, sebab Allah
itu esa adanya; maka perwujudannya seharusnya adalah satu kaki pelita. Namun terekspresi harus sempurna, yaitu
harus sempurna dalam pergerakan Allah. Ingatlah bahwa tujuh merupakan angka kesempurnaan pergerakan Allah.
Sepanjang abad, Allah telah beroleh ekspresi dalam pergerakan-Nya. Karena itu, tujuh pelita melambangkan Roh yang
diperkuat tujuh kali lipat yang mengekspresikan Kristus dalam pergerakan Allah yang sempurna. Ini adalah pengertian
yang sebenarnya atas masalah tritunggal.
     Tritunggal adalah untuk Allah menyalurkan diri-Nya sendiri kepada manusia. Allah — Sang ilahi — pertama
terwujud di dalam Kristus, kemudian terekspresi melalui Roh yang diperkuat tujuh kali lipat. Kini tidak hanya ada Allah
Tritunggal, di atas kaki pelita masih ada Allah Tritunggal yang terekspresi dengan solid dan riil. Emas telah ditempa
menjadi kaki pelita yang solid. Ia asalnya hanya emas saja, kini telah menjadi kaki pelita. Emas menjadi kaki pelita
adalah untuk merampungkan tujuan Allah. Kalau tidak ada kaki pelita, tujuan Allah mustahil terampungkan. Seperti
yang telah kita nampak, kaki pelita yang melambangkan Kristus telah terekspresi melalui tujuh pelita yang
dilambangkan oleh tujuh Roh Allah. Ketujuh Roh Allah tidak terpisah dengan Allah sendiri; mereka adalah tujuh mata
Allah, juga adalah tujuh mata Anak Domba — Sang Penebus. Mereka juga adalah tujuh mata dari batu pembangunan
Allah (Za. 3:9). Karena itu, mereka membawa penebusan Kristus dan tujuh mata bagi pembangunan Allah. Kapan saja
mata-mata ini memandang orang, orang itu akan tertebus dan terbangun di dalam rumah Allah.
 

REPRODUKSI KRISTUS DAN ROH ITU


 
     Yang ditekankan Kitab Keluaran adalah kaki pelita, yang ditekankan Kitab Zakharia adalah pelita, sedangkan yang
ditekankan Kitab Wahyu 1 adalah reproduksi. Dalam Keluaran dan Zakharia, kaki pelita hanya satu, tetapi dalam
Wahyu, ia telah direproduksi menjadi tujuh. Paling awal, yang diperhatikan Kitab Keluaran adalah kaki pelita, yakni
Kristus. Kemudian, yang diperhatikan Kitab Zakharia adalah pelita, yakni Roh itu. Terakhir pada Kitab Wahyu, kaki
pelita dan pelita keduanya sama-sama diperhatikan, itulah direproduksikannya Kristus dan Roh itu menjadi gereja-
gereja lokal. Pada Kitab Keluaran dan Zakharia hanya terdapat satu kaki pelita, tetapi dalam Kitab Wahyu terdapat
empat puluh sembilan pelita, sebab setiap kaki pelita mempunyai tujuh buah pelita. Jadi, satu kaki pelita telah
berubah menjadi tujuh buah kaki pelita, tujuh pelita telah berubah menjadi empat puluh sembilan pelita. Jadi kaki
pelita dan pelita dalam Kitab Wahyu adalah reproduksi Kristus dan Roh itu. Ketika Kristus direalisasikan, Dia adalah
Roh itu, dan ketika Roh itu direalisasikan, adalah gereja-gereja sebagai reproduksinya.
 

SUBSTANSI, EKSISTENSI, DAN EKSPRESI


 
     Gereja tidak hanya esa pada sifat universalnya, ia pun terekspresi di banyak kota pada sifat lokalnya. Dalam alam
semesta hanya ada satu Kristus, satu Roh, dan satu gereja. Jika demikian mengapa harus ada tujuh gereja? Itulah
sebabnya perlu ada ekspresi. Jika untuk eksistensi, satu gereja sudah cukup. Namun untuk ekspresi, perlu ada banyak
gereja. Bila kita ingin mengenal gereja, kita harus mengenal substansi, eksistensi, dan ekspresinya. Ditinjau dari aspek
substansi, gereja, bahkan gereja-gereja adalah esa. Untuk ekspresi, maka banyak gereja adalah banyak kaki pelita.
Apakah gereja itu? Gereja adalah ekspresi Allah Tritunggal, dan ekspresi ini terdapat di banyak lokal dan tertampak
oleh manusia. Gereja bukan yang dilambangkan oleh sebuah kaki pelita, melainkan tujuh kaki pelita. Dalam Kitab
Wahyu 1 tercatat tujuh kaki pelita dan empat puluh sembilan pelita yang bersinar dalam alam semesta. Inilah
kesaksian Yesus.
     Gereja adalah kesaksian Yesus. Artinya, gereja pada aspek substansi dan penampilan adalah ekspresi Allah
Tritunggal. Menurut substansinya, gereja dalam alam semesta hanya ada satu substansi. Menurut penampilannya,
gereja adalah banyak kaki pelita dengan banyak pelita yang bersinar mengekspresikan Allah Tritunggal di dalam
kegelapan. Bapa sebagai hakiki yang terwujud di dalam Anak, Anak adalah perwujudan yang terekspresi melalui Roh
itu, dan Roh itu terealisasi sepenuhnya serta tereproduksi menjadi gerejagereja, sedangkan gereja-gereja adalah
kesaksian Yesus. Jika kita nampak visi ini, kita akan terkendali sehingga tidak akan pecah selama-lamanya.
     Kita telah nampak bahwa kaki pelita adalah emas yang ilahi terwujud menjadi bentuk solid yang merealisasikan
tujuan Allah dalam pergerakan-Nya. Kaki pelita terekspresi melalui pancaran sinar pelita. Ketika pelita terekspresi,
pancaran ini merealisasikan tujuan kekal Allah. Karena itu, kaki pelita tidak hanya melambangkan Allah Tritunggal,
tetapi juga melambangkan Allah Tritunggal dalam pergerakan-Nya dalam perwujudan dan ekspresi. Kita juga telah
nampak bahwa gereja lokal adalah perwujudan Allah Tritunggal dan reproduksi ekspresi-Nya. Kita tidak seharusnya
merasa puas dan berkata bahwa gereja-gereja lokal adalah kaki pelita yang bersinar dalam kegelapan. Walau berkata
demikian tidak salah, tetapi itu sangat dangkal. Kita harus nampak bahwa gereja adalah reproduksi dari perwujudan
dan ekspresi Allah Tritunggal.

 
DALAM GEREJA LOKAL ATAS TUMPUAN KEESAAN
 
     Kita telah menunjukkan bahwa dalam Perjanjian Lama begitu umat Allah kehilangan tumpuan keesaan, mereka
dengan sendirinya juga kehilangan banyak perkara rohani dan ilahi. Namun, begitu mereka kembali ke Yerusalem,
kembali ke tumpuan keesaan, perkara-perkara rohani dan ilahi itu semua kembali lagi. Prinsip ini sama dalam
pemulihan Tuhan pada hari ini. Hari ini Allah kita — Allah Tritunggal, adalah Bapa yang terwujud di dalam Anak, Anak
terealisasi menjadi Roh yang almuhit. Hari ini Roh itu sedang berbicara kepada gereja-gereja. Karena itu, untuk bisa
mendengar suara Roh itu, kita harus berada di dalam salah satu dari gereja-gereja lokal. Terakhir, Roh dan mempelai
perempuan yang terbentuk dari gereja-gereja dan seluruh kaum beriman akan menjadi esa dan berbicara bersama.
Hari ini kita mendengar Roh itu berbicara, namun suatu hari tidak lama lagi, Roh itu bersama dengan mempelai akan
berkata, “Marilah!” Terpujilah Tuhan karena visi demikian! Kita mempunyai visi yang demikian jelas di hadapan kita,
maka kita tahu hari ini kita harus berada di mana. Kita harus berada dalam keesaan yang bersifat lokal, yaitu di dalam
gereja lokal yang ada di atas tumpuan keesaan.
     Jika kita tidak berada dalam keesaan yang bersifat lokal, kita tidak berada di dalam gereja secara sungguh dan riil.
Tidak hanya demikian kita pun mustahil mengalami Allah Tritunggal yang telah melalui proses dan almuhit secara
penuh. Hari ini banyak orang Kristen yang miskin dalam kerohanian, itu dikarenakan mereka tidak memiliki keesaan
yang sejati, dan tidak mengalami Roh almuhit dengan sepenuhnya. Mereka mempunyai Alkitab, namun tidak
mempunyai seberapa pengalaman terhadap Kristus sebagai hayat. Mereka mempunyai nama Kristus, tetapi tidak
seberapa beroleh realitas persona Kristus sendiri. Banyak perkara rohani menjadi langka karena tumpuan keesaan
telah rusak bahkan hilang. Hanya berada di atas tumpuan keesaan barulah kita mempunyai pengalaman yang penuh
terhadap Allah Tritunggal yang telah melalui proses. Ingatlah, menurut Kitab Wahyu 1:4-5, penyaluran Allah Tritunggal
ditujukan kepada gereja-gereja lokal.
 

TUMPUAN LOKALITAS
    
     Tumpuan keesaan yang kita bicarakan adalah tumpuan lokalitas. Dua puluh tahun lebih yang silam, di Taipei ada
seorang Kristen dari Amerika Serikat, ia sahabat baik kami, juga dokter keluarga kami. Walaupun ia telah mendengar
berita tentang tumpuan gereja lebih dari 30 berita, pada suatu hari ia berkata kepada saya bahwa ia sama sekali tidak
mengerti masalah tumpuan lokalitas ini. Saya dengan sangat teliti menjelaskan kepadanya, tetapi ia tetap tidak
mengerti. Akhirnya ia mengakui bahwa ia sudah sedikit mengerti tentang masalah tumpuan keesaan, tetapi terhadap
tumpuan lokalitas ia tetap tidak paham.
     Saudara T. Austin Sparks juga mempunyai kesulitan serupa. Bertahun-tahun yang lampau saya pernah mengadakan
dialog panjang dengannya sebanyak 20 kali tentang tumpuan gereja, tiap kali dialog sampai 2 atau 3 jam lamanya. Dia
berkata kepada saya bahwa dia tetap tidak paham tentang istilah tumpuan lokalitas. Saya menunjukkan kepadanya
bahwa dia pasti tidak meragukan orang Israel hanya diizinkan membangun Bait Suci di tempat tertentu, yaitu di
Gunung Moria, di tempat Abraham mempersembahkan Ishak. Tempat unik itulah tempat tumpuan pembangunan
bait. Dan tempat itu telah memelihara keesaan umat Allah. Saya katakan lagi bahwa Allah tidak mengizinkan umat-
Nya membangun bait di Babel, sekalipun bait itu dibangun dengan ukuran sama dan dengan desain sama dengan bait
yang di Yerusalem. Semua orang yang kembali dari pembuangan harus kembali ke tumpuan keesaan di Sion, dan
membangun bait itu kembali. Jadi, bait yang dibangun di Gunung Sion itu dibangun di atas tumpuan keesaan. Itu
adalah lukisan keesaan sejati semua orang Kristen hari ini. Keesaan ini berada di atas tumpuan yang wajar, yaitu di
atas tumpuan lokalitas. Saya percaya Saudara Sparks mengerti hal itu, tetapi ia enggan mengakuinya. Padahal makna
tumpuan lokalitas tidak sulit dimengerti. Banyak orang merasa sulit terhadap hal ini karena mereka tidak rela
melepaskan konsepsi mereka.
 

PERLU BERADA DI DALAM KEESAAN LOKAL


 
     Berdasarkan Kitab Wahyu, keesaan kaum beriman di dalam Kristus adalah keesaan lokal. Siapa saja tidak berada
dalam keesaan lokal, pada hakikatnya dia sama sekali tidak berada dalam keesaan. Orang-orang yang tidak berada
dalam gereja lokal, berarti tidak sesungguhnya berada di dalam gereja. Kalau ingin berada di dalam gereja, maka kita
harus berdiri di dalam gereja lokal. Seprinsip dengan itu, jika kita ingin di dalam keesaan, haruslah kita berada di dalam
keesaan lokalitas, yaitu di dalam keesaan riil di tempat kita tinggal. Keesaan lokal sangatlah riil lagi personal. Jika tidak
berada di dalam keesaan secara personal, itu bukanlah dalam keesaan yang riil, dan itu berarti tidak benarbenar
berada di dalam gereja. Karena itu, judul bab ini ialah tentang wahyu akhir keesaan lokal. Kita memuji Tuhan karena
wahyu dan pemulihan keesaan ini!
 

PEMULIHAN HIDUP GEREJA


 
     Pada waktu gereja Katolik terbentuk, keesaan lokal telah rusak, bahkan telah hilang sama sekali. Sejak abad
keempat, Kaisar Konstantinus sudah memulai mendirikan gereja Katolik. Pada tahun 325, karena ingin menyelesaikan
perselisihan teologi yang menimbulkan keresahan di seluruh kekaisarannya, ia mengadakan suatu konferensi besar di
Nicea. Dia dengan pengaruh politiknya menciptakan sejenis persatuan. Pada akhir abad keenam, setelah sistem
kepausan terbentuk, maka gereja Katolik pun terbentuk sepenuhnya. Ketika itu keesaan lokal sudah rusak secara total.
     Pada abad-abad berikutnya disebut zaman kegelapan. Rakyat dilarang membaca Alkitab, kebenaran keselamatan
juga tertutupi. Kemudian terjadi reformasi, rakyat boleh membaca Alkitab, kebenaran pembenaran oleh iman terpulih
kembali. Dalam hal pembenaran, Martin Luther memang sangat gagah berani, namun dalam hal gereja, dia sangat
kecil hati. Dia bahkan mendukung pendirian gereja negara di Jerman. Jadi gereja negara pertama berdiri di Jerman
dengan bantuan Luther. Luther tidak hanya membuat kesalahan gawat, tetapi juga menganiaya kaum beriman yang
mementingkan pengalaman hayat. Sebagai contoh, Schwenckfeld dituduh sebagai Iblis. Dalam dekade-dekade
berikutnya banyak kaum beriman yang setia telah dianiaya, bahkan ada yang mati martir karena kepercayaan. Ada
pula yang mati di bawah tangan gereja negara. Pada waktu itu di Eropa ada banyak negara yang mendirikan gereja
negara.
 

PEMULIHAN PADA ABAD KE-18


 
     Pada awal abad ke-18, ada banyak kaum beriman, karena menghindari penganiayaan, melarikan diri ke Bohemia.
Zinzendorf memiliki kasih dan beban untuk memperhatikan para pengungsi itu. Namun, di tengah-tengah mereka
terjadi perselisihan karena doktrin dan praktek. Ketika perselisihan mereka sampai membuat mereka tidak dapat
tinggal bersama dengan rukun, Zinzendorf lalu meminta para pemimpin mereka menandatangani sebuah pernyataan,
yaitu supaya mereka setuju mengesampingkan perbedaan di antara mereka, dan hidup bersama dalam keesaan.
Setelah itu, pada sidang pemecahan roti berikutnya, mereka mengalami pencurahan Roh secara hebat. Dengan
demikian mereka telah memulihkan praktek hidup gereja, setidaktidaknya pada permulaannya.

 
PEMULIHAN PERSAUDARAAN
 
     Jenis reaksi lain terhadap formalitas dan kelembaman agama ialah yang berasal dari aliran mistis seperti Madame
Guyon dan Fenelon. Walau reaksi ini terjadi pada abad ke17, tetapi sampai abad ke-18 hidup gereja barulah terpulih.
Memang praktek hidup gereja pimpinan Zinzendorf sangat baik, tetapi belum memadai. Karena itu, pada awal abad
ke-19, demi langkah lebih lanjut untuk pemulihan hidup gereja, Tuhan membangkitkan segolongan orang lagi di
Inggris, khususnya orang-orang yang bersama dengan J.N. Darby. Kira-kira selama 25 tahun, orang-orang atau
saudarasaudara yang dipimpin oleh Darby itu mengalami pemulihan hidup gereja yang sangat indah, bahkan lebih
berisi dan sempurna, melampaui pemulihan Zinzendorf seabad sebelumnya. Namun, karena perselisihan doktrin,
keesaan pun hilang, dan Kaum Persaudaraan itu terpecah. Setelah tahun demi tahun berlalu, mereka terpecah belah
menjadi lebih dari seratus golongan. Karena keesaan telah rusak dengan serius, maka penyertaan Tuhan terhadap
mereka menjadi berkurang secara besar-besaran.
 

PEMULIHAN DI CHINA
 
     Pada tahun 1920-an, Tuhan membangkitkan sekelompok kaum muda di China di bawah pimpinan Saudara
Watchman Nee. Saudara Watchman Nee pernah berkata kepada saya bahwa Tuhan seakan-akan dipaksa datang ke
China, sebab dalam hal pelaksanaan hidup gereja, China merupakan tanah perawan (virgin soil), sedangkan Amerika
Serikat dan Eropa telah dirusak, Tuhan tidak berdaya memulai hidup gereja yang wajar di Amerika Serikat dan Eropa.
Karena itu, benih pemulihan hidup gereja ditaburkan di China, sebidang tanah yang belum pernah dibajak.
     Gereja pertama yang dibangun dalam pemulihan Tuhan berdiri pada tahun 1922 di Foochow, kampung halaman
Saudara Watchman Nee. Setelah saya beroleh selamat pada tahun 1925, saya berkontak dengan Saudara Watchman
Nee melalui majalah-majalah tulisannya. Buku-buku Saudara Watchman Nee telah membantu banyak orang nampak
kekeliruan denominasi. Kami nampak walaupun kami berpegang pada nama Tuhan, Injil, dan Alkitab, tetapi kami
harus menolak dan meninggalkan banyak perkara milik kekristenan yang terorganisir. Di bawah pimpinan Saudara
Watchman Nee, kami telah mempelajari sejarah gereja, biografi-biografi, dan semua bacaan rohani dan yang
berkaitan dengan doktrin-doktrin. Melalui pengkajian itu, kami memperoleh pengetahuan yang mendetail tentang
kekristenan. Kami berangsur-angsur mengerti dengan jelas bahwa pada aspek pelaksanaannya, kami harus menerima
baptisan selam, jabatan kepenatuaan, kekudusan yang riil, dan kepenuhan pencurahan Roh Kudus yang wajar. Orang-
orang yang mengunjungi sidang kita sering menjadi bingung dan tidak dapat mengategorikan aliran apa sebenarnya
kita. Bagi beberapa orang, kita dikira aliran Baptis, ada pula yang mengira kita aliran Presbiterian, ada lagi yang
mengira kita Kaum Saudara (The Brethren), dan lain-lain.
     Pada tahun 1932, gereja dibangkitkan di kampung halaman saya, Chefoo, propinsi Shantung. Kami tidak tahu
bagaimana menempuh hidup gereja. Kami hanya tahu mengasihi Yesus, dan kami tidak dapat membenarkan situasi
dan kondisi kekristenan yang tradisional. Kami berhimpun bersama hanya dengan hati untuk Tuhan dan kerinduan
terhadap Alkitab. Kami tidak mengerti harus bagaimana bersidang, khususnya tidak mengerti harus bagaimana
mengadakan sidang pemecahan roti. Walau demikian, kami menikmati kemanisan penyertaan Tuhan.
 

BATAS LOKALITAS
 
     Pada tahun 1930, Saudara Watchman Nee mengunjungi Eropa, Kanada, dan Amerika Serikat. Selama perjalanan
pelawatannya, dia melihat kekacauan dan perpecahan-perpecahan di antara Kaum Saudara. Situasi itu membuat
Saudara Watchman Nee gundah, maka dia menetapkan untuk mengkaji lagi kitab Perjanjian Baru, menyelidiki
seberapa besar seharusnya ruang lingkup sebuah gereja lokal. Melalui pengkajian itu dia nampak bahwa ruang lingkup
sebuah gereja lokal haruslah sebesar ruang lingkup administrasi lokalitas itu. Kebenaran ini pernah dimuat dalam buku
yang berjudul The Assembly Life (Kehidupan Sidang). Dalam buku tersebut Saudara Watchman Nee sangat
menekankan apa yang dia sebut batas lokalitas.
 

TUMPUAN LOKAL
 
     Pada tahun 1937, Saudara Watchman Nee melihat lebih maju lagi, yakni tumpuan keesaan lokalitas gereja. Dari
batas lokal dia maju melihat tumpuan lokal. Dia kemudian mengadakan sidang “darurat” bersama semua rekan
sekerja dan menyampaikan banyak berita, yang kemudian dibukukan dengan judul “Kehidupan Gereja yang Normal”.
Buku tersebut menekankan tumpuan lokal. Maka pada tahun 1937, masalah keesaan lokal sudah terpulih sepenuhnya
di tengah-tengah kita. Kita jelas sekali bahwa untuk melaksanakan hidup gereja, kita harus berada di tumpuan lokal,
yakni di atas tumpuan keesaan.
     Sejak terpulihnya tumpuan lokal, banyak orang Kristen pernah berdebat dengan kita tentang masalah ini. Ada yang
berkata, “Kalian mengatakan bahwa kalian gereja lokal, kalian sombong. Bagaimana kalian berkata hanya kalianlah
gereja, kami bukan? Kalian mengklaim bahwa kalian adalah gereja di Shanghai, bukankah kami juga gereja di
Shanghai?” Mula-mulanya kita merasa resah terhadap kecaman demikian. Kita tidak mempunyai pengalaman untuk
menghadapinya. Kemudian, melalui membela kebenaran keesaan, kita telah belajar bagaimana menghadapi berbagai
macam kritikan, penentangan, dan perdebatan.

 
SEBUAH ILUSTRASI YANG EFEKTIF DARI KEESAAN LOKAL
 
     Jika ada orang berdebat dengan Anda tentang tumpuan keesaan, Anda boleh menunjuk situasi umat Israel di negeri
Kanaan sebagai satu ilustrasi. Yerusalem adalah tempat unik, pusat unik pilihan Allah untuk memelihara keesaan umat
Allah. Kemudian, umat Allah tertawan, ada yang ditawan ke Mesir, ada yang ke Asyur, dan ada pula yang ke Babel.
Asalnya umat Allah itu esa, hanya ada satu pusat penyembahan — Gunung Sion di Yerusalem. Tetapi kemudian
mereka berserakan, paling tidak terbagi menjadi tiga kelompok. Setelah penuh tujuh puluh tahun berada dalam
pembuangan di Babel, Allah menyuruh mereka kembali ke Yerusalem, dan ada sebagian umat tersisa yang kembali.
Setelah mereka kembali ke Yerusalem, dengan sendirinya mereka menjadi kelompok keempat dari umat Allah.
Sebelum mereka kembali dari tanah pembuangan ke Yerusalem, mereka hanya ada tiga kelompok atau golongan,
yang masing-masing terpencar di Mesir, Asyur, dan Babel. Walau ketiga kelompok itu terpecah-belah, tetapi kelompok
keempat yang kembali ke Yerusalem bukanlah yang terpecah-belah. Orang-orang dari kelompok keempat ini memang
terpisah dengan yang lainnya, tetapi mereka jelas bukan suatu perpecahan, melainkan pemulihan.
     Mungkin saja umat Allah yang suka tinggal di Babel akan berkata, “Saudara-saudara, kalian jangan begitu picik,
Allah itu maha hadir. Kita tidak perlu kembali ke Yerusalem untuk menyembah Allah. Tengoklah Daniel, dia mengasihi
Tuhan dan melayani Allah, tetapi dia tidak pulang ke Yerusalem. Kalau dia boleh tetap di Babel, kami pun boleh.” Di
bawah kuasa kedaulatan Allah, bahkan setelah Raja Koresy menurunkan titah memerintahkan orang-orang buangan
pulang ke Yerusalem, Daniel tetap tinggal di Babel (1 Taw. 36:22; Dan. 1:21; 10:1). Sebelumnya, Daniel berdoa tiap
hari dengan membuka jendela mengarah ke Yerusalem. Ini menunjukkan bahwa Daniel berharap pulang ke
Yerusalem, hanya saja dia tidak beroleh kesempatan itu. Oleh karena itu, keadaan Daniel tidak boleh kita jadikan
alasan untuk membenarkan orang menetap terus di Babel, yaitu tinggal di dalam perpecahan.
     Menetapnya umat Allah di Mesir, Asyur, dan Babel berarti menetap di dalam perpecahan. Dan sekelompok orang
yang pulang ke Yerusalem sama sekali tidak berarti memperbanyak perpecahan, sebaliknya, mereka telah menikmati
pemulihan keesaan sejati. Dari keempat kelompok orang itu, hanya merekalah yang layak terbilang sebagai negara
Israel. Boleh jadi jumlah orang-orang yang tinggal di Babel jauh lebih banyak daripada mereka yang pulang ke
Yerusalem, tetapi hanya orang-orang yang kembali ke Yerusalem yang dapat disebut negara Israel, sedangkan orang-
orang yang tidak pulang, tidak dapat.
     Keadaan negara Israel hari ini pun sama. Hanya orang-orang yang pulang ke tanah kudus yang diakui sebagai
negara Israel, orang-orang Israel yang berserakan di berbagai tempat tidak dapat disebut negara Israel. Misalkan,
orang-orang Yahudi di New York jumlahnya jauh lebih banyak daripada orang-orang Yahudi di tanah Israel, namun
yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah orang-orang Yahudi di tanah kudus sebagai negara Israel; mereka
yang di New York tidak bisa menjadi sebuah negara. Orang-orang yang tinggal di New York mungkin sangat mengasihi
negara Israel, bahkan mendukungnya dengan murah hati, namun hanya karena mereka tidak kembali ke negeri
leluhur mereka, maka mereka tidak bisa diakui sebagai negara Israel. Untuk menjadi bagian dari bangsa Israel, tidak
saja perlu menjadi orang Yahudi, tetapi juga harus menjadi orang Yahudi yang berada di atas tumpuan yang wajar,
yakni di tanah permai atau tanah kudus.
 

ORANG-ORANG YANG MEMBENTUK GEREJA


 
     Kita boleh menerapkan prinsip yang terkandung dalam ilustrasi ini ke atas situasi gereja hari ini. Ketika kita
menyatakan bahwa kita adalah gereja di Anaheim, banyak orang Kristen akan memprotes. Mereka mungkin akan
bertanya, “Bagaimana kalian mengatakan bahwa kalian adalah gereja di Anaheim, dan kami bukan?” Jika ada orang
mengajukan pertanyaan begini, selidiki dulu mereka berada di denominasi mana atau dari kelompok perpecahan
kekristenan mana. Jika ia berada di dalam sebuah perpecahan, maka pada hakikatnya ia bukan bagian dalam gereja di
lokalitasnya. Hari ini banyak orang Kristen mirip dengan orang Yahudi yang belum pulang ke tanah Israel. Hanya orang-
orang Yahudi yang telah kembali ke tumpuan keesaan yang semula, ke negeri leluhur mereka, barulah terbilang
sebagai bagian dari negara Israel. Sesuai dengan prinsip ini, jika Anda ingin menjadi bagian dari gereja lokal, Anda
harus tidak saja orang Kristen, harus pula orang Kristen yang berada di atas tumpuan keesaan. Hanya kaum beriman
yang meninggalkan setiap tumpuan perpecahan dan kembali ke tumpuan keesaan barulah dapat membentuk gereja.
Tak peduli berapa sedikit jumlah mereka, merekalah gereja di lokalitas mereka itu.
     Jika kita bersidang di tumpuan keesaan Anaheim, tetapi bukan sebagai gereja di Anaheim. Lalu apakah kita? Saya
minta orang-orang yang berbantah-bantahan dengan kita tentang kesaksian gereja memberi kita sebuah nama.
Padahal kita tidak punya nama. Kita hanya bersidang bersama sebagai gereja di lokalitas kita.
     Pada waktu kita berbicara tentang tumpuan keesaan, belajarlah menggunakan ilustrasi kembalinya orang-orang
Israel dari pembuangan. Juga tunjukkan situasi negara Israel hari ini. Banyak orang Yahudi di New York yang mungkin
lebih baik daripada orang-orang Yahudi di Palestina. Namun oleh karena orang-orang yang di Palestina berdiri di atas
tumpuan yang wajar, mereka adalah negara Israel. Demikian pula halnya, orang-orang Kristen yang telah kembali ke
tumpuan keesaan barulah gereja. Mereka belum tentu lebih rohani daripada orang lain, tetapi mereka telah kembali
ke tumpuan yang wajar — tumpuan keesaan.

 
BERDIRI DI ATAS TUMPUAN KEESAAN HARUS MEMBAYAR HARGA
 
     Tahukah Anda mengapa kebanyakan umat Allah menetap terus di Babel, enggan menempuh perjalanan jauh untuk
pulang ke Yerusalem? Alasannya tak lain karena mereka sudah menetap dengan nyaman di Babel dan tidak mau
membayar harga untuk kembali ke tanah permai. Demikian pula keadaan kebanyakan orang-orang Yahudi di Amerika
Serikat hari ini. Mereka boleh jadi sangat setia dan gairah kepada negara Israel, tetapi mereka merasa tidak mudah
untuk pindah ke sana guna menjadi bagian dari negaranya. Karena mereka telah mempunyai tempat tinggal di
Amerika Serikat, maka mereka merasa lebih baik menjadi Yahudi-Amerika. Ini menunjukkan bahwa mereka enggan
membayar harga demi berdiri di atas tumpuan keesaan unik itu. Sungguh disayangkan kebanyakan orang Kristen hari
ini juga demikian keadaannya. Banyak di antara mereka yang sudah nampak beberapa kebenaran tentang keesaan,
tetapi persoalannya hanya karena mereka enggan membayar harga. Kembali ke tumpuan keesaan akan menyebabkan
banyak orang kehilangan kedudukan, nama, reputasi atau popularitas. Demi belas kasihan Tuhan, kita telah memilih
menempuh jalan sempit salib dan berdiri di atas tumpuan keesaan. Kita tidak punya pilihan kecuali menerima pilihan
Tuhan, sekalipun mungkin kita difitnah, dihina, dan dikritik. Kita harus membayar harga untuk berdiri di atas tumpuan
keesaan, dan tidak peduli orang lain dengan perkataan jahat yang bagaimana mengatai kita.
     Terpujilah Tuhan karena perkara-perkara rohani dan surgawi yang telah kita alami di atas tumpuan lokal ini! Di sini,
di dalam keesaan lokal unik ini, kita memiliki penyertaan Tuhan, mezbah, kediaman, dan pesta. Tidak ada yang bisa
dibandingkan dengan kenikmatan kekayaan rohani di atas tumpuan yang wajar ini. Betapa senangnya saya bisa
bersama-sama dengan kalian di dalam keesaan lokal! Kecuali Tuhan memimpin kita benar-benar bermigrasi ke kota
(lokal) lain, kita harus tinggal saja di gereja lokal kita, tidak pindah menuruti selera atau pilihan kita sendiri. Marilah
kita tinggal di gereja di mana Tuhan telah menempatkan kita. Kita memuji Tuhan untuk visi tentang pemusnahan
bukit-bukit pengorbanan dan pemulihan keesaan lokal. Haleluya bagi wahyu keesaan lokal dan pemulihannya!
Mengambil bagian dalam pemulihan hari ini adalah hak istimewa kita.

 
 
 
 

Anda mungkin juga menyukai