BAB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
PRAKATA
Kita menyembah Tuhan karena dalam pergerakan pemulihan-Nya di bumi dewasa ini, Ia telah mewahyukan kepada
umat-Nya Tumpuan Keesaan yang Sejati. Wahyu inilah yang mengawali hidup gereja di Amerika Serikat, dan karena
tumpuan keesaan ini pula, di bawah tadbir berkat-Nya, kita mengalami pertumbuhan dalam hayat dan perluasan
gereja. Syukur kepada Tuhan, bersandar belas kasihan-Nya, meskipun visi dan pelaksanaan ini mengalami serangan
yang dahsyat, namun tidak pernah kita tinggalkan.
Semoga lebih banyak anak Allah diselamatkan dari segala tumpuan perpecahan dan dibawa kembali sehingga boleh
menikmati Kristus bersama Allah di dalam berkat hayat yang ditetapkan itu.
Redaksi
BAB 1
TUJUAN KEMATIAN KRISTUS
Dalam Efesus 5:25 Paulus berkata, “Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.” Kata-
kata ini menunjukkan bahwa ketika Kristus mati di atas salib, itu adalah penyerahan diri-Nya bagi gereja. Tujuan
kematian-Nya adalah untuk melahirkan gereja. Pada waktu kita diselamatkan, kita nampak Kristus mengasihi kita dan
mati bagi kita. Pengenalan demikian sudah tentu tidak salah. Akan tetapi kita pun perlu nampak bahwa tujuan Kristus
mengasihi kita dan mati bagi kita adalah membuat kita menjadi satu bagian dari gereja. Dia telah menyerahkan diri-
Nya dan pada akhirnya adalah untuk melahirkan gereja. Kematian karena kasih yang dinyatakan Kristus di atas salib
mengandung satu target yang pasti, dan target tersebut bukan untuk memperoleh jutaan kaum beriman individual,
melainkan untuk melahirkan gereja. Untuk gerejalah Kristus mengasihi kita. Dia mengasihi kita dan menyerahkan diri-
Nya bagi kita adalah untuk membuat kita menjadi anggota dalam Tubuh-Nya.
TUJUAN KARUNIA-KARUNIA
Dalam Efesus 4:11-12 tercantum, “Dialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik
pemberitapemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajarpengajar, untuk memperlengkapi orang-orang
kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan Tubuh Kristus.” Tujuan Kristus memberikan karunia-karunia
kepada gereja bukanlah untuk pekerjaan penginjilan atau pengajaran Alkitab atau untuk pembinaan kaum saleh.
Pemberian karunia-karunia itu adalah untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pembangunan Tubuh Kristus.
Jadi, tujuan pemberian rasul-rasul, nabi-nabi, pemberita-pemberita Injil, gembala-gembala, dan pengajar-pengajar
hanya satu, yaitu memperlengkapi kaum saleh bagi pembangunan gereja. Namun sayang, pekerjaan dan aktivitas
kebanyakan orang Kristen dewasa ini tidak memperhatikan gereja. Karena itu kita perlu mempunyai kesan yang dalam
terhadap pentingnya gereja. Berdasarkan Kitab Efesus, kehendak Allah terpaut pada gereja, setiap karunia yang Dia
berikan adalah untuk pembangunan gereja.
KESAKSIAN YESUS
Dalam kitab terakhir, Kitab Wahyu, dikatakan bahwa gereja di setiap lokal adalah kesaksian Yesus. Hal ini lebih
memperkuat pentingnya gereja. Setiap gereja lokal adalah sebuah kaki pelita yang memancarkan Kristus. Tanpa gereja
lokal yang wajar, kesaksian Yesus tidak mungkin menjadi riil dan berkuasa.
DI ATAS TUMPUAN KEESAAN
Dari Kejadian 1 hingga akhir Wahyu 22, kita telah nampak adanya keesaan ilahi yang konsisten. Allah itu esa,
manusia ciptaan Allah pun esa. Manusia yang esa ini ditempatkan di depan satu pohon hayat. Setelah manusia
korporat ciptaan Allah terpecah-belah menjadi bangsabangsa, Allah lalu memilih satu orang — Abraham. Setelah
beberapa abad kemudian Allah melahirkan satu gereja. Terakhir, Allah akan memperoleh satu kota abadi yang di
dalamnya ada satu takhta, satu jalan, satu sungai, dan satu pohon. Jadi, dalam setiap tindakan dari keempat karya
besar Allah kita dapat melihat satu prinsip, dan hal ini seharusnya menyadarkan kita bahwa gereja pada hari ini harus
esa dan juga harus dibangun di atas tumpuan keesaan. Keesaan adalah satu-satunya tumpuan gereja. Semoga dalam
hal keesaan yang mustika ini Tuhan mengaruniakan lebih banyak terang kepada kita.
BAB 2
KEPUASAN YANG BERLIMPAH
Orang Israel tidak hanya menikmati firman Allah, mereka juga dikenyangkan secara berlimpah dengan lemak di
rumah Allah (Mzm. 36:9). Rumah Allah mengacu kepada Bait Suci, yaitu kelanjutan dan perluasan dari Kemah
Perhimpunan. Pemazmur berkata selanjutnya dalam Mazmur 36:10, “Sebab pada-Mu ada sumber hayat, di dalam
terang-Mu kami melihat terang.” Ayat ini pun berkaitan dengan Bait. Hanya di dalam Baitlah baru umat Allah dapat
menikmati sumber hayat. Lagi pula, hanya di dalam Bait baru mereka dapat melihat terang dalam terang Allah. Ini
merupakan petunjuk lagi bahwa hakiki keesaan umat Allah adalah hayat dan terang.
TERPELIHARA DALAM HAYAT DAN TERANG
Kita telah nampak bahwa hayat berkaitan dengan manusia korporat ciptaan Allah yang semula, dan juga berkaitan
dengan Abraham serta keturunannya, yakni bani Israel. Sekarang kita akan melihat bagaimana hayat adalah hakiki
keesaan gereja sebagai ciptaan baru Allah. Dalam Yohanes 17, Tuhan pernah menyinggung masalah keesaan bukan
dengan mengajarkannya kepada murid-murid-Nya, melainkan mendoakan mereka dengan hal tersebut. Doa itu
menunjukkan bahwa keesaan hanya dapat dipelihara dan direalisasikan di dalam hayat. Dalam ayat 11 Tuhan berdoa,
“Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku,
supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.” Terpelihara di dalam nama Bapa berarti terpelihara di dalam hayat-
Nya, sebab hanya orang yang lahir dari Bapa, yang memiliki hayat Bapa, baru bisa mengambil bagian dalam nama
Bapa. Sang Anak telah memberikan hayat Bapa kepada orang yang dikaruniakan Bapa kepada-Nya (ayat 2). Karena itu,
orang-orang yang percaya dapat menikmati hayat ilahi sebagai hakiki keesaan mereka. Jika kita terpelihara di dalam
hayat Bapa, kita akan terpelihara di dalam keesaan.
Dalam ayat 17 Tuhan melanjutkan doanya, “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu itulah kebenaran.”
Dikuduskan berarti dipisahkan dari dunia bagi Allah. Makna sesungguhnya dari dikuduskan ialah dipelihara. Di sini
Tuhan berdoa kepada Bapa agar orang-orang yang percaya itu dikuduskan dalam kebenaran, yaitu dalam firman Bapa.
Kalau nama Bapa itu masalah hayat, maka kebenaran itu masalah terang. Jadi, hayat dan terang adalah hakiki
keesaan.
Yohanes 17:22 mengatakan “Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan yang Engkau berikan kepada-Ku,
supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.” Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Tritunggal dengan
kemuliaan-Nya memelihara keesaan orang-orang yang percaya. Kita bukan terpelihara dalam keesaan melalui
ajaranajaran atau doktrin-doktrin, melainkan melalui hayat dan terang. Allah Tritunggal itu sendiri adalah hayat, dan
firman-Nya serta pembicaraan-Nya adalah terang. Melalui hayat dan terang inilah keesaan itu terpelihara. Itulah
sebabnya Efesus 4 mengkaitkan keesaan gereja (Tubuh Kristus) dengan Allah Tritunggal, Roh itu, Tuhan, dan Allah
Bapa.
Dalam sidang-sidang gereja, kita menikmati penyertaan Allah Tritunggal. Hal ini khususnya lebih terasa dalam
sidang perjamuan Tuhan dan sidang doa. Melalui doa-doa yang diucapkan oleh kaum saleh dalam sidang doa, saya
menikmati kemanisan Tuhan. Saya dapat bersaksi bahwa setiap kali saya hadir dalam sidang doa, saya selalu
menikmati pengurapan Tuhan. Banyak di antara kita yang dapat bersaksi, yaitu kita tidak pernah memiliki kenikmatan
sedemikian sebelum kita berada dalam pemulihan Tuhan. Namun ketika kita mengecap kemanisan Tuhan dalam
sidang-sidang gereja, kita pun menerima suplai hayat dan mengalami sorotan terang hayat. O, saya begitu tersuplai
dan diterangi dalam sidang doa! Allah Tritunggal beserta kemuliaan-Nya benar-benar menyertai kita. Dalam Allah
Tritunggal — Bapa, Putra, dan Roh — dengan kemuliaan-Nya itulah kita terpelihara dalam keesaan. Inilah sebabnya
sesudah sidang doa, kita sering merasakan suatu kasih yang segar terhadap kaum saleh. Kita juga mempunyai suatu
perasaan, yaitu telah mengalami lebih banyak pembangunan.
AKIBAT PERPECAHAN —
BABEL, BABILON, DAN BABILON BESAR
Pembacaan Alkitab:
Kej. 2:9b, 17; 11:4, 9; 1 Raj. 12:26-30; 15:34;
2 Taw. 36:5-20; 1 Kor. 1:11-13a; Why. 17:3-5
DUA GARIS
Dalam Alkitab ada dua garis: garis hayat dan garis maut. Kedua garis ini berasal dari dua sumber yang ada dalam
alam semesta. Satu dari sumber itu ialah Allah, dan satunya lagi ialah Iblis, Satan. Tambahan pula, kedua garis ini
masing-masing mempunyai akibatnya yang khas. Garis hayat berawal dari pohon hayat dan berakhir pada Yerusalem
Baru. Garis maut berawal dari pohon pengetahuan baik dan jahat, melalui Babilon Besar, dan berakhir pada lautan api.
Keesaan berada pada garis hayat, berawal dari Allah, dan berakhir pada Yerusalem Baru. Tetapi perpecahan berada
pada garis maut, berawal dari Iblis, melewati Babilon Besar, dan berakhir pada lautan api. Jika kita ingin memahami
kebenaran yang besar mengenai keesaan dalam Alkitab, perlulah kita jelas akan kedua sumber, garis, dan akibat ini.
Kemudian kita akan mengetahui keesaan dan perpecahan milik aspek mana.
Kebanyakan orang Kristen tidak memperhatikan masalah perpecahan, sebab mereka tidak nampak keseriusan
kedua garis ini. Janganlah mengira perpecahan itu suatu perkara yang sepele. Perpecahan adalah perkara yang sangat
serius, berkaitan dengan hayat dan maut. Di dalam keesaan berarti di dalam hayat, tetapi di dalam perpecahan berarti
di dalam maut. Pada bab terdahulu telah kita tunjukkan bahwa hakiki keesaan adalah hayat dan terang. Dalam bab ini
kita akan maju ke depan untuk melihat akibat perpecahan yang pertama yaitu Babel, kemudian Babilon, dan terakhir
Babilon Besar.
SUMBER BABEL
Akibat pertama perpecahan ialah Babel. Sumber Babel ialah pohon pengetahuan baik dan jahat. Andaikata Hawa
tidak memakan buah pohon pengetahuan itu, maka tidak mungkinlah keturunannya membangun Menara dan Kota
Babel. Berdasarkan catatan Kejadian 3, Adam telah memakan buah pohon pengetahuan baik dan jahat. Karena dia
telah memakan buah itu, maka pohon pengetahuan itu sesungguhnya telah masuk ke dalam dirinya dan secara
subyektif telah menjadi bagiannya. Hal ini ditunjukkan dalam Kejadian 4. Dalam pasal tersebut kita melihat munculnya
kebencian, pembunuhan, poligami, dan penemuan berbagai senjata untuk berperang. Kejadian 6 menyingkapkan
suatu situasi yang lebih jahat lagi. Manusia telah menjadi daging (ayat 3), kejahatan manusia besar di bumi (ayat 5).
Lagi pula, seperti tertulis dalam ayat 11, “Adapun bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan.”
Allah melihat dunia ini telah bejat benar, “sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi” (ayat 12).
Seperti kita ketahui, kemudian Allah menghukum generasi bejat itu dengan air bah. Tetapi penghukuman itu pun tidak
dapat mengubah sifat manusia. Berdasarkan Kejadian 11, manusia bahkan berani melawan Allah. Pada ayat 4 pasal
tersebut dikatakan, “Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara . . . dan marilah kita cari
nama.”Untuk mencari nama bagi diri sendiri, mereka memberontak kepada Allah. Akibat pemberontakan itu ialah
perpecahan dan kekacauan. Itulah Babel, akibat pertama perpecahan. Akibat dari pemberontakan di Babel itu,
manusia menjadi terpecah-belah.
MAKNA BABEL
Perpecahan di Babel meliputi penyembahan berhala. Beberapa sejarawan percaya bahwa pada bata-bata yang
dipakai untuk mendirikan Menara dan Kota Babel bertuliskan nama-nama berhala. Yosua 24:2 mengatakan, “Beginilah
firman TUHAN, Allah Israel: Dahulu kala di seberang sungai Efrat, di situlah diam nenek moyangmu, yakni Terah, ayah
Abraham dan ayah Nahor, dan mereka beribadah kepada allah lain.” Ayat ini menunjukkan bahwa sebelum Abraham
dipanggil Allah, ia melayani allah-allah lain di Ur-kasdim, ini berarti ia beribadah kepada berhala. Maka perpecahan
manusia di Babel meliputi penyembahan berhala.
Dari beberapa pasal Kitab Kejadian ini kita nampak bahwa perpecahan mencakup perkara-perkara negatif seperti
kebencian, pembunuhan, poligami, peperangan, kebejatan, pemberontakan, dan penyembahan berhala. Akibat dari
unsur perpecahan yang mencakup berbagai hal itu, pertama adalah Babel dengan perpecahan dan kekacauannya.
Maka makna Babel ialah perpecahan dan kekacauan.
KEESAAN UMAT ALLAH
Walaupun Allah perlu melepaskan atau mengesampingkan suku bangsa ciptaan-Nya, namun Ia tidak melepaskan
tujuan kekal-Nya terhadap manusia. Demi belas kasihan-Nya, Ia malah menampakkan diri kepada seorang dari
anggota ras Adam itu, yaitu Abraham, dan memanggil dia keluar dari lingkungannya itu. Di sini kita nampak pemilihan
Allah. Seperti yang telah kita tunjukkan, dalam hal pemilihan Abraham, Allah bertindak menurut sifat keesaan-Nya.
Jadi, Ia hanya memilih satu orang, bukan sekelompok orang banyak. Allah menyuruh Abraham meninggalkan negeri,
sanak saudara, dan rumah bapanya, ke suatu tempat yang akan diberikan-Nya kepada Abraham dan keturunannya.
Kemudian, di bawah berkat Tuhan, keturunan Abraham, bani Israel, berkembang biak. Setelah bani Israel keluar
dari Mesir, mereka masuk ke tanah permai, negeri yang dijanjikan Allah kepada Abraham. Berdasarkan catatan Kitab
Ulangan, Allah berpesan kepada mereka jangan melakukan ibadah di tempat pilihan mereka sendiri (Ul. 12).
Sebaliknya, mereka harus merendahkan diri di hadapan Allah dan menerima pilihan-Nya. Dengan menghormati Tuhan
dalam hal tempat bagi penyembahan korporat dan menerima tempat unik pilihan Allah, maka bani Israel akan
terpelihara dalam keesaan. Menurut pilihan Allah, Bait Suci itu didirikan di atas Bukit Sion, dan umat Allah harus
melakukan perjalanan ke sana tiga kali setahun. Ruang maha kudus dalam bait yang dibangun di Bukit Sion itulah
pusat keesaan umat Allah. Pusat ini adalah tempat Allah berfirman dan ia memelihara keesaan umat pilihan Allah.
EGOISME DAN AMBISI ADALAH PENYEBAB PERPECAHAN
Namun, pada suatu hari, negara ini telah terpecah menjadi dua kerajaan; yang di utara menjadi Kerajaan Israel,
yang di selatan menjadi Kerajaan Yehuda. Yerobeam menjadi raja kerajaan utara, Rehabeam menjadi raja kerajaan
selatan. Setelah terjadi perpecahan, masuklah perkara penyembahan berhala. Yerobeam tidak hanya membuat
kerajaan terpecah, ia pun menetapkan berhala di Betel dan di Dan (1 Raj. 12:29). Yerobeam membuat dua lembu
emas dan berkata kepada umat: “Hai Israel, lihatlah sekarang allah-allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari
tanah Mesir.” Berhala-berhala itu berasal dari ambisi egois Yerobeam. Yerobeam mendirikan pusat ibadah lain oleh
karena ia takut kehilangan kerajaannya. Satu Raja-raja 12:26-27 mengatakan, “Maka berkatalah Yerobeam dalam
hatinya: ‘Kini mungkin kerajaan itu kembali kepada keluarga Daud. Jika bangsa itu pergi mempersembahkan kurban
sembelihan di rumah TUHAN di Yerusalem, maka tentulah hati bangsa ini akan berbalik kepada tuan mereka, yaitu
Rehabeam, raja Yehuda, kemudian mereka akan membunuh aku dan akan kembali kepada Rehabeam, raja Yehuda.’”
Untuk mencegah hal itu terjadi dan untuk melindungi kerajaannya, Yerobeam mendirikan satu pusat penyembahan
tandingan, mendirikan berhala. Ini dengan jelas menunjukkan bahwa penyembahan berhala itu berasal dari
ambisinya.
Kita harus menerapkan prinsip ini kepada situasi orang Kristen hari ini. Perpecahan dalam kekristenan diakibatkan
dari egoisme dan ambisi. Karena ada orang-orang tertentu berambisi memiliki “kekaisaran” mereka, maka mereka
mengabaikan pilihan Allah. Ambisi mereka ialah memiliki satu “kerajaan” untuk memenuhi atau memuaskan
keinginan egoisnya sendiri. Dalam Perjanjian Lama, tempat unik pilihan Allah ialah Bukit Sion di Yerusalem. Di tempat
inilah Bait Suci dan ruang maha kudus untuk Allah berfirman berada. Namun Yerobeam, seorang yang ambisius dan
egois, telah mendirikan pusat penyembahan lain. Boleh jadi ada orang akan membela dia, mengatakan bahwa dia
bukan mendirikan sebuah pusat rekreasi duniawi, melainkan sebuah tempat untuk menyembah Allah. Akan tetapi,
pusat penyembahan itu sebenarnya hanya sebuah selubung untuk menutupi ambisi Yerobeam. Demikian juga
keadaannya hari ini. Karena egoisme dan ambisi, banyak tokoh Kristen mendirikan pusat penyembahan. Dari luar,
pusat-pusat itu memang dibangun untuk beribadah kepada Allah, tetapi sebenarnya untuk memuaskan ambisi mereka
dalam membangun “kekaisaran” manusia. Dalam arti yang sebenarnya, para pendiri organisasi kekristenan itu adalah
Yerobeam-Yerobeam masa kini. Pusat penyembahan yang mereka dirikan sebenarnya adalah pusat ambisi semata.
Karena itulah “berhala-berhala” dapat ditemukan di tempat-tempat itu.
Menurut prinsip dalam 1 Raja-raja 12:26-30, banyak organisasi kekristenan telah meletakkan “berhala-berhala” di
dalamnya dengan maksud menarik dan menahan orang. “Berhala-berhala” itu membuat orang meninggalkan Allah.
Yerobeam mencontoh teladan Harun di Gunung Sinai, yakni membuat dua patung lembu emas, dan berkata kepada
umat, itulah allah yang membawa mereka keluar dari Mesir. Kita merasa heran mengapa bani Israel demikian buta
sehingga mau menerima berhala-berhala itu sebagai allah mereka. Karena kita memandang dari kejauhan, maka kita
dapat melihat dengan jelas. Tetapi andaikata kita berada di situ, jangan-jangan kita pun akan mengikuti Yerobeam dan
bersekongkol dengannya.
Kita harus jelas terhadap situasi kekristenan hari ini. Kalau kita berada di bawah sorotan terang surgawi, kita pasti
akan mengetahui bahwa “berhala” telah didirikan sebagai pengganti Allah dalam kebanyakan kelompok atau
organisasi. “Berhala-berhala” itu menarik orang ke dalam kelompok-kelompok itu dan kemudian menahan mereka di
sana.
KEESAAN MELINDUNGI KITA DARI BERBUAT DOSA
Melalui memelihara diri kita dalam keesaan, kita memiliki berkat yang diperintahkan Allah, yaitu hidup yang kekal.
Tetapi jika ada beberapa orang Israel terpecah-belah dan enggan pergi ke Bait Suci, dengan sendirinya mereka akan
kehilangan semua perkara atau berkat positif ini. Dan jika mereka memisahkan diri dari keesaan umat Allah, dengan
sendirinya mereka akan dipenuhi dengan perkaraperkara negatif seperti kesombongan, kebencian, kritik, desas-desus,
dan dusta. Ada yang berpura-pura tetap bersekutu dengan Allah, namun mendirikan satu pusat penyembahan lain.
Tetapi seperti dalam kasus Yerobeam, jelas bagi kita bahwa tindakan perpecahan sedemikian telah membuka pintu
bagi penyembahan berhala dan segala perkara jahat masuk ke dalam.
Berdasarkan catatan Perjanjian Lama, dosa Yerobeam, dosa perpecahan, telah membuka pintu bagi bermacam-
macam kejahatan. Pada akhirnya, situasi umat Allah menjadi begitu bejatnya sehingga Allah membiarkan
Nebukadnezar, raja Babilon, membakar Bait Allah, meruntuhkan dinding Yerusalem dan menawan umat itu ke
Babilon. Maka, penawanan ke Babilon merupakan akibat lebih lanjut dari perpecahan. Yerusalem mewakili keesaan,
tetapi Babilon serta semua kejahatannya mewakili perpecahan.
Sebelum memasuki hidup gereja, banyak di antara kita yang sangat kendur dan sembarangan, melakukan setiap hal
menurut kesenangan sendiri. Namun kita dapat bersaksi bahwa tak lama setelah kita masuk ke dalam pemulihan
Tuhan, hati nurani kita mulai berfungsi dengan wajar. Sedikit demi sedikit kita menanggulangi hal-hal tertentu dan
menanggalkan kebiasaan-kebiasaan dalam cara hidup lama. Namun saya pun tahu ada beberapa orang, karena
meninggalkan hidup gereja, lalu mengalami keadaan yang sebaliknya. Hati nurani mereka mulai kehilangan fungsinya,
perkara-perkara negatif dan duniawi yang dulu telah ditinggalkannya berangsur-angsur datang lagi. Banyak yang
memulai lagi menuntut kesenangan duniawi yang dulu disukai. Dan berangsur-angsur perkara-perkara duniawi
bahkan dosa kembali lagi. Hal itu menunjukkan bahwa keesaan melindungi kita dari kejahatan, sedangkan perpecahan
membuka pintu bagi dosa.
Lebih dari tiga puluh lima tahun yang lalu ada seorang remaja putri yang berasal dari keluarga kaya datang
mengikuti sidang gereja di Chefoo. Penampilannya sama sekali bercorak duniawi, rambutnya disanggul dengan model
menara. Kemudian ia berkata bahwa ia sengaja merias rambutnya dengan model itu untuk menyatakan protesnya.
Namun ketika ia terus-menerus datang mengikuti sidang gereja, penampilannya mulai berubah. Di dalam sidang kami
tidak menyinggung soal keduniawian, kami hanya membicarakan tentang kasih kepada Kristus dan gereja. Tidak
seorang pun yang ingin mengoreksi tingkah laku remaja putri tersebut. Tetapi melalui berkontak dengan gereja, hati
nuraninya mulai berfungsi, dan tanpa pengarahan orang lain, dengan spontan ia mengubah model rambut dan
busananya.
SERIUSNYA PERPECAHAN
Ketika kita beralih ke jalan pemulihan dan memasuki hidup gereja, perkara-perkara negatif yang berkaitan dengan
perpecahan itu dengan sendirinya tersingkir. Tetapi seperti telah kita katakan bahwa orang-orang yang meninggalkan
keesaan yang wajar, dengan sendirinya pula terlibat lagi dengan perkara-perkara jahat yang dulunya pernah dibuang
itu. Ini menunjukkan kepada kita bahwa perpecahan adalah satu perkara yang sangat serius. Tidak ada perkara yang
lebih menakutkan daripada perpecahan. Iblis tahu, asal ada ide perpecahan sedikit saja pada kita, maka ia secara
diam-diam akan merusak kehidupan kristiani kita. Perpecahan ibarat rayap yang bisa membuat keropos rumah.
Karena itu bahkan ide atau pikiran perpecahan pun harus kita tolak.
Ketika kita berada dalam keesaan, kita akan berada di dalam hayat dan menikmati berbagai pekerti dan atribut
positif, lagi pula kondisi kerohanian kita akan berangsurangsur maju bertumbuh. Namun, asalkan kita menerima
angan-angan perpecahan sedikit saja, kita akan membuka pintu bagi dosa dan membiarkannya masuk.
BAB 4
HANYA ADA SATU NAMA
Sebelum kita menempuh hidup gereja, kebanyakan kita berada di tempat-tempat yang dilambangkan oleh
gununggunung, bukit-bukit dan pohon-pohon rindang (Ul. 12:2) untuk menyembah Allah, sedangkan semua itu adalah
tempat di mana orang kafir menyembah berhala mereka. Hari ini kita dapat melihat adanya berhala-berhala di
kalangan kekristenan yang telah merosot. Ada sejumlah orang Kristen setuju bahwa di kalangan agama Kristen
tertentu ada berhala-berhala, tetapi mereka tidak mengakui bahwa di antara berbagai denominasi atau sekte juga ada
berhala. Camkanlah perkataan Musa tentang penghapusan nama-nama berhala yang dikatakannya pada pasal 2 ayat
3. Setiap sekte agama Kristen pasti memiliki satu nama lain selain nama Kristus. Misalkan, ada gereja-gereja yang
menggunakan nama orang atau tokoh-tokoh tertentu. Pada prinsipnya, semua yang di luar nama Kristus, yang
memakai nama lain, itu berarti membuat satu berhala. Orang-orang dalam sekte atau denominasi tertentu mungkin
akan membantah dengan mengatakan bahwa nama-nama itu bukan berhala, melainkan hanya untuk menandakan
organisasi orang Kristen belaka. Namun penggunaan nama sedemikian itu tak ubah dengan seorang perempuan yang
sudah menikah, tetapi memakai nama laki-laki lain di luar nama suaminya; itu merupakan cara yang menyedihkan!
Dalam kekristenan hari ini, sebagian besar memiliki berhala, sebab tempat-tempat itu memasang nama-nama lain
selain nama Kristus. Tidak jarang gedung-gedung kebaktian itu disebut dengan nama seseorang. Pada prinsipnya, itu
adalah berhala. Kita hanya boleh ada satu nama, yakni nama Yesus Kristus.
Berdasarkan lambang dari Kitab Ulangan 12:3, kita harus memusnahkan tempat-tempat itu dan menghapus nama-
nama itu. Bersamaan dengan itu, praktek-praktek yang digunakan kekristenan yang berbau agama kafir juga harus
ditiadakan satu per satu. Semua itu seharusnya sama sekali tidak ada kedudukannya di dalam gereja. Dalam buku
“Dua Babilon” membuktikan betapa banyaknya benda-benda agama kafir yang diserap oleh agama Kristen tertentu.
Misalnya seperti hari Natal, Paskah, dan Kebangkitan, semua itu bersumber dari agama kafir. Benda-benda atau
praktekpraktek itu tidak hanya terdapat di dalam agama Kristen tertentu, juga dalam berbagai sekte dan denominasi
kekristenan. Ditinjau dari aspek rohani, tempat-tempat, berhalaberhala, dan nama-nama itu harus kita enyahkan.
Itulah sebabnya, pemulihan Tuhan tidak bisa berkompromi dengan sekte atau denominasi yang menyembah berhala-
berhala di gunung-gunung tinggi, di bukit-bukit, dan di bawah pohonpohon rindang itu. Namun, kita sendiri pun harus
waspada, jangan sampai ada gunung-gunung, bukit-bukit atau pohonpohon rindang macam apa pun di tengah-tengah
kita. Kita hanya boleh memiliki tempat unik pilihan Kristus dan Allah demi memelihara keesaan.
TEMPAT TUHAN MENEGAKKAN NAMA-NYA
Sekarang mari kita lihat bagaimana kita membedakan tempat pilihan Allah itu. Prinsip pertama, tempat pilihan
Allah haruslah tidak memiliki nama lain kecuali nama Allah dan Kristus. Tempat apa pun jika selain nama Kristus masih
memakai nama lain, itu pasti bukan tempat pilihan Allah. Dalam Ulangan 12 Allah berpesan kepada umat harus
memusnahkan tempat-tempat itu serta nama-nama itu; nama apa pun tidak boleh ditinggalkan. Tempat unik pilihan
Allah itulah tempat Tuhan menegakkan nama-Nya. Oleh sebab itu, ketika kita berhimpun dalam sidang gereja, kita
harus berhimpun dalam nama Tuhan Yesus. Dalam Matius 18 Tuhan Yesus mengatakan bahwa kita harus berhimpun
ke dalam nama-Nya. Kita tidak boleh menggunakan nama-nama denominasi, seperti, gereja Anglikan, gereja
Presbiterian, gereja . . . , dan lain sebagainya; semua nama itu harus disingkirkan.
TEMPAT KEDIAMAN ALLAH
Prinsip kedua ialah, tempat unik pilihan Allah harus merupakan tempat kediaman Allah, tempat Allah berhuni.
Efesus 2:22 membantu kita untuk memahami makna prinsip ini. Ayat ini memberi tahu kita bahwa tempat kediaman
Allah ialah roh kita. Ini berarti: tempat pilihan Allah yang sesungguhnya ialah roh kita. Jadi, dari nama-Nya dan dari roh
manusia kita mengenal tempat pilihan Allah. Tempat kediaman Allah hari ini adalah roh kita.
Jika kita mengabaikan roh dan hidup di dalam ruang lingkup pikiran, emosi, dan tekad, kita akan sulit membuat
orang lain mengenal kita berada di dalam tempat pilihan Allah. Tempat pilihan Allah adalah roh. Dalam hidup gereja,
kita tidak boleh mengandalkan pernyataan pendapat, melainkan mengandalkan penggunaan roh. Datang ke tempat
kediaman Allah berarti datang ke dalam roh.
SUATU TEMPAT YANG NIKMAT
Ketiga: tempat pilihan Allah adalah suatu tempat yang nikmat. Istilah makan berulang-ulang dipakai dalam Ulangan
12. Ayat 7 menunjukkan bahwa kita harus makan di hadapan Allah di tempat pilihan Allah. Dalam ayat 18 kita nampak
persepuluhan dari hasil bumi tanah permai, lembu dan kambing sulung, semuanya harus dimakan di hadapan Allah di
tempat pilihan-Nya. Masalah makan mengacu kepada kenikmatan. Jadi, tempat pilihan Allah ialah tempat yang ada
kenikmatan. Bila di suatu tempat tidak mendatangkan kenikmatan Tuhan bagi kita, kita harus menaruh tanda tanya:
apakah tempat ini tempat yang dipilih Allah? Hasil bumi tanah permai melambangkan kelimpahan kekayaan Kristus,
ke manakah kita memperolehnya? Kita boleh memperolehnya di Bukit Sion di Yerusalem pada hari-hari raya tiap
tahun. Menurut prinsip ini, hari ini kita boleh melalui adanya kenikmatan kekayaan Kristus mengenal tempat pilihan
Allah. Kenikmatan itu merupakan ciri-ciri khas dari tempat pilihan Allah.
SUATU TEMPAT SUKARIA
Terakhir, tempat pilihan Allah adalah tempat sukaria. Ulangan 12:12 dan 18 mengatakan tentang sukaria di
hadapan Tuhan. Sukaria semacam ini berkaitan dengan memakan buah bungar hasil bumi dan lembu dan anak
kambing sulung. Sukaria semacam ini bukan sekadar sukacita. Jika orang sedang bersukacita, mungkin saja ia sangat
tenang. Tetapi ketika seorang bersukaria, pasti ia akan mengucapkan beberapa patah kata, atau mengeluarkan suara
soraksorai. Tempat kediaman Allah adalah sebuah tempat yang bersukaria. Bila umat Allah berhimpun bersama,
memang seharusnya tidak saja senang, bahkan bersukaria.
Dari uraian kata-kata ini kita mempunyai empat jalur untuk mengenal gereja yang normal dan sejati: Satu gereja
yang sejati harus memiliki nama yang unik, yakni nama Kristus. Di sini roh manusia mendapat keunggulan, kelimpahan
kekayaan Kristus dinikmati orang, dan di sini kita dapat bersukaria di hadapan Tuhan. Ketika kelimpahan kekayaan
Kristus menjadi kenikmatan kita, dengan sendirinya kita akan dipenuhi sukacita dan sukaria. Jadi, di dalam hidup
gereja kita ada nama Tuhan dan penggunaan roh kita. Kita pun menikmati kelimpahan kekayaan Kristus dan
bersukaria di dalam Tuhan. Inilah tempat pilihan Allah, tempat unik pilihan-Nya untuk memelihara keesaan.
BAB 5
MENIKMATI KRISTUS BERSAMA DENGAN ALLAH
PADA TUMPUAN KEESAAN
Pembacaan Alkitab:
Ul. 12:5-7, 13-14, 17-18; 1 Tim. 3:15b-16a; Ibr. 10:25;
Mzm. 23:6; 27:4; 36:9-10; 42:5; 43:3-4; 66:13, 15;
84:2-9, 11-13; 92:11, 14-15; 133:1-3
Kitab Ulangan 12 adalah satu pasal yang kaya. Menurut ayat 2 dan 3, orang Israel harus memusnahkan pusatpusat
penyembahan, berhala-berhala, patung-patung, dan nama-nama itu. Berhala-berhala tidak saja terdapat pada pusat-
pusat penyembahan agama kafir, juga terdapat pada kekristenan yang telah jatuh. Jika kita menerima terang melalui
potongan firman ini, secara rohani kita pun akan memusnahkan segala tempat, berhala, dan nama itu.
Pusat penyembahan agama kafir lazimnya berlokasi di gunung-gunung atau bukit-bukit atau di bawah pohon
rindang (Ul. 12:2). Gunung-gunung dan bukit-bukit melambangkan ditinggikannya sesuatu selain diri Kristus, dan
pohon-pohon rindang melambangkan sesuatu yang indah dan menarik. Berbagai pusat penyembahan dalam
kekristenan hari ini telah meninggikan sesuatu selain diri Kristus. Pada prinsipnya, pusat-pusat penyembahan itu
berada di atas gunung-gunung atau bukit-bukit, di tempat-tempat tinggi. Namun, umat Allah harus pergi ke Bukit Sion,
tempat unik pilihan Allah bagi penyembahan korporat. Penyembahan di tempat-tempat tinggi itu merupakan faktor
tercerai-berainya bangsa Israel.
Pada prinsipnya, kita harus memusnahkan semua tempat itu, berhala-berhala, dan nama-nama. Bertindak demikian
berarti melakukan perkara yang benar dalam pandangan Allah. Tetapi jika kita mempertahankan pilihan kita sendiri,
itu berarti melakukan sesuatu yang baik dalam pandangan kita sendiri. Kita harus takut kepada Tuhan dan pergi ke
tempat yang telah dipilih Allah.
JALAN PERPECAHAN
Kekristenan telah mengikuti dunia, yaitu menggunakan jalan perpecahan. Mulai dari Babel, umat manusia di dunia
telah tercerai-berai. Alasan perpecahan itu ialah karena masing-masing mempertahankan pilihan dan kesukaannya
sendiri. Karena itulah masyarakat manusia hari ini sama sekali telah tercerai-berai. Gereja harus berbeda. Sebagai
tempat unik pilihan Allah, gereja tidak seharusnya ada perpecahan. Ini berarti gereja tidak seharusnya mengikuti
kebiasaan bangsa-bangsa atau praktek-praktek agama kafir dalam masyarakat manusia. Namun, sejak abad kedua,
gereja telah terpecah-belah karena opini-opini tentang persona Kristus. Berbagai aliran tentang Kristologi, yakni
penyelidikan tentang persona Kristus, telah menjadi “gunung-gunung” dan “bukit-bukit”. Karena itu, gereja tidak saja
terpecahbelah karena perkara-perkara yang jahat, juga karena perkara-perkara yang baik, bahkan karena pandangan
atau pendapat terhadap Kristus.
Seperti kita semua ketahui, dalam beberapa abad setelah reformasi, kekristenan telah memiliki ratusan perpecahan
(sekte). Sesudah Perang Dunia ke-2, kelompok-kelompok independen mulai berkembang di seluruh Amerika Serikat.
Pada tahun 1963 ada orang memberi tahu saya bahwa di California Selatan saja terdapat lebih dari seribu kelompok
semacam itu. Dari sejarah kekristenan terbukti bahwa aspek yang paling mencolok dari kekristenan dalam hal
mengikuti dunia ialah berpecah-belah. Praktek agama kafir yang berpecah-belah menuruti pilihan, selera, dan
kesenangan diri sendiri telah menjadi pemandangan umum dalam kekristenan hari ini. Sekalipun kita hanya memiliki
pikiran perpecahan saja, itu sudah berarti menempuh jalan sistem agama kafir, yaitu praktek berpecah-belah dari
kebiasaan bangsa-bangsa.
Ketika orang Israel memasuki tanah permai, pusat penyembahan kafir terdapat di mana-mana. Di beberapa tempat
ada mezbah-mezbah, di tempat-tempat lain ada patungpatung berhala, dan di tempat-tempat lain lagi ada arcaarca
ukiran dari dewa dewi kafir. Tanah Kanaan penuh dengan berhala. Karena itu, Allah berpesan kepada orang Israel
supaya memusnahkan berhala-berhala itu dan pergi ke tempat unik yang dipilih Allah. Pada prinsipnya, kita hari ini
pun harus berbuat hal yang serupa.
Hari ini banyak orang Kristen yang mencari apa yang disebut “gereja” sama seperti orang ingin membeli sepatu di
toko. Mereka mencari dari satu toko ke toko lain untuk mendapatkan sepasang sepatu yang cocok dengan seleranya
sendiri. Ada orang-orang Kristen yang telah menggunakan beberapa tahun lamanya pergi dari satu tempat kebaktian
ke tempat kebaktian lain demi mencari satu tempat yang sesuai dengan selera mereka dan yang dapat memuaskan
keinginan mereka. Orang Kristen semacam ini dapat disebut “wisatawan” gereja. Sebelum saya masuk ke dalam hidup
gereja, saya juga dalam taraf tertentu, melakukan wisata semacam itu. Tetapi ketika saya datang ke gereja dalam
pemulihan Tuhan, berakhirlah wisata saya. Saya tahu bahwa saya telah tiba di tempat pilihan Allah.
Ulangan 12:5 mengatakan, “Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu sebagai
kediaman-Nya untuk menegakkan nama-Nya di sana, tempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu
pergi.” Setelah orang Israel masuk ke tanah permai, mereka tidak diizinkan meniru perbuatan bangsa-bangsa. Mereka
tidak boleh memilih menurut kemauan sendiri, mereka hanya boleh pergi ke tempat unik yang dipilihkan Allah. Dari
kitab Perjanjian Lama lainnya kita melihat bahwa tempat unik ini tidak lain adalah Bukit Sion Yerusalem, Bait Allah,
tempat kediaman yang dibangun Allah.
EMPAT CIRI KHAS DALAM HIDUP GEREJA YANG WAJAR
Dalam bab di depan telah kita tunjukkan empat ciri khas dalam hidup gereja yang wajar: nama, tempat kediaman,
kenikmatan, dan sukaria. Berbicara tentang gereja sebagai tempat kediaman Allah itu berarti kehadiran Allah ada di
dalam gereja. Allah bukan hanya datang melihat gereja sebentar, atau singgah sebentar, ibarat orang tinggal di sebuah
hotel. Karena gereja adalah Bait Allah yang hidup, sudah tentu ia adalah rumah Allah, kediaman Allah. Karena itu,
penyertaan Allah ada di dalam gereja. Di dalam gereja kita menikmati kekayaan Kristus bahkan bersukaria di dalam
Tuhan. Itulah hidup gereja yang wajar, sejati, dan normal. Di sini kita ada nama Tuhan dan penyertaan-Nya. Kita
datang ke gereja untuk menjumpai dan menikmati penyertaan-Nya. Di sini kita bersama-sama Allah menikmati
kekayaan Kristus. Ketika kita menikmati kekayaankekayaan ini, kita pun bersukaria di dalam Tuhan.
Banyak di antara kita dapat bersaksi bahwa dulu kita di tempat lain tidak beroleh realitas nama Tuhan dan
penyertaan Tuhan. Bahkan kita tidak menikmati kekayaan dan sukaria dari Kristus. Keempat ciri khas dari hidup gereja
yang wajar ini hampir-hampir tidak kita dapati di dalam kebanyakan pusat penyembahan Kristen hari ini. Dipandang
dari luar, di tempat-tempat itu mungkin masih ada nama Kristus, tetapi pada hakikatnya tidak ada realitas nama
Tuhan. Di tempat-tempat itu juga tidak ada penyertaan Tuhan. Hal ini juga ditekankan A.W. Tozer dalam bukunya yang
berjudul: “The Waning Authority of Christ in the Churches”. Kita pun dapat bersaksi melalui pengalaman kita bahwa di
banyak pusat penyembahan kristiani tidak ada kenikmatan terhadap Kristus, juga tidak ada sukaria yang berasal dari
kenikmatan ini. Akan tetapi, di tempat pilihan Allah, yakni di dalam gereja, kita memiliki nama Tuhan, penyertaan
Tuhan, kenikmatan atas kekayaan Kristus, dan sukaria di dalam Tuhan.
SEBUAH KEINGINAN
Mazmur 27:4 mengatakan, “Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN
seumur hidupku, menyaksikan kemurahan (keindahan, kemuliaan) TUHAN dan menikmati (bertanya dalam) bait-Nya.”
Di sini kita nampak pemazmur mempunyai sebuah keinginan, yakni diam dalam rumah Tuhan seumur hidup. Rumah
Tuhan hari ini adalah gereja. Jika kita juga seperti pemazmur, kita akan ingin diam dalam gereja seumur hidup kita. Di
dalam gereja, kita memandang keindahan dan kemuliaan-Nya, yakni penyertaan-Nya. Selain itu, kita juga akan
bertanya di rumah Allah. Kita tidak berdoa menurut maksud diri sendiri, melainkan bertanya apa kehendak-Nya,
mencari maksud hati-Nya. Jika kita ingin memandang keindahan dan kemuliaan Tuhan dan bertanya di dalam rumah-
Nya, haruslah kita tinggal di rumah Tuhan, yakni di dalam gereja.
TERANG DAN KEBENARAN
Mazmur 43:3 mengatakan, “Suruhlah terang-Mu dan kesetiaan-Mu datang, supaya aku dituntun dan dibawa ke
gunung-Mu yang kudus dan ke tempat kediaman-Mu!” Terang dan kebenaran bukan dua perkara yang terpisah,
melainkan dua aspek dari satu perkara yang sama. Kita telah menunjukkan di tempat lain bahwa pada Injil Yohanes
ada anugerah (kasih karunia) dan kebenaran, tetapi dalam Surat Yohanes ada kasih dan terang. Kebenaran itulah
pancaran dari terang. Ketika terang menyoroti kita, kita akan menerima kebenaran, realitas. Namun, ketika kita
bersekutu dengan Allah, kita berada di dalam terang. Karena itu, pada aspek kita itulah kebenaran, sedangkan pada
aspek Allah itulah terang. Berdasarkan Mazmur 43:3, kita perlu ada terang ditambah dengan kebenaran.
Ayat di atas menunjukkan bahwa terang dan kebenaran itu membawa kita ke gunung kudus Tuhan, ke kemah-Nya,
yakni rumah-Nya. Dari hari ke hari kita menerima pimpinan dari terang dan kebenaran yang bersumber dari Allah.
Dalam 1 Timotius 3:15-16 kita nampak gereja, rumah Allah yang hidup, adalah tiang penopang dan dasar kebenaran.
Ini menunjukkan bahwa di dalam gereja, rumah Allah, kita dapat melihat kebenaran. Ketika kita mempunyai
kebenaran, kita pun mempunyai terang. Jadi, terang dan kebenaran semua berada di dalam gereja.
Ayat ini menunjukkan dengan jelas bahwa terang dan kebenaran memiliki kegunaan yang khusus dan tegas, yakni
membawa kita ke gunung kudus, ke kemah Allah, ke tempat pilihan Allah, ke tempat kediaman Allah. Orang Kristen
hari ini banyak yang mencari-cari terang dan kebenaran, namun, jaranglah yang mencarinya karena ingin dibawa ke
tempat pilihan Allah. Akan tetapi, kalau sasaran kita adalah ingin dibawa ke gunung kudus, tempat kediaman Allah,
niscayalah terang dan kebenaran akan mendatangi kita. Banyak di antara kita yang dapat bersaksi, kita bisa beroleh
terang dan kebenaran sebelum kita masuk ke dalam hidup gereja, itu dikarenakan kita sudah mulai
mempertimbangkan masalah gereja. Karena kita telah mempunyai angan-angan ingin datang ke gereja, maka terang
dan kebenaran masuk ke dalam kita. Namun, bila kita masih bersikap ragu-ragu terhadap masalah gereja, terang dan
kebenaran itu menjadi lenyap seketika. Akan tetapi, ketika kita nampak perlunya kita menempuh jalan gereja, terang
mulai berpancar, kebenaran juga lebih nyata daripada sebelumnya. Kemudian, setelah kita masuk ke dalam hidup
gereja, kita pun berada di dalam terang siang bolong, dan menerima lebih banyak kebenaran. Ini membuktikan bahwa
terang dan kebenaran sudah memimpin kita ke gunung kudus Allah, membawa kita ke tempat kediaman Allah, yaitu
gereja.
MEMPERSEMBAHKAN KURBAN-KURBAN KITA KEPADA ALLAH
Mazmur 66:13 mengatakan, “Aku akan masuk ke dalam rumah-Mu dengan membawa kurban-kurban bakaran, aku
akan membayar kepada-Mu nazarku.” Ayat 15 melanjutkan, “Kurban-kurban bakaran dari binatang gemuk akan
kupersembahkan kepada-Mu, dengan asap kurban dari dombadomba jantan; aku akan menyediakan lembu-lembu
dan kambing-kambing jantan.” Pemazmur tahu bahwa dia hanya dapat mempersembahkan kurban bakaran dan
kurban pendamaian di rumah Allah, yaitu di Bait Suci. Ia tahu hanya di tempat pilihan Allah baru dapat
mempersembahkan kurban-kurban itu kepada Allah. Berdasarkan perlambangan ini, jika kita hari ini ingin
mempersembahkan kurban kepada Allah, kita harus datang ke tempat pilihan Allah — gereja. Untuk
mempersembahkan kurban kepada Allah, bani Israel perlu datang ke Bait Suci, sebab Allah tidak berkenan kalau
mereka mempersembahkan kurban di tempat lain yang mana pun. Andaikata seorang Israel dari Dan berhasrat
mempersembahkan sesuatu kepada Allah di Dan, Tuhan pasti berkata, “Aku tidak dapat menerima kurban
persembahanmu di sini, Aku hanya mau menerima persembahanmu di Sion.” Ini tidak berarti Allah itu picik,
melainkan Dia telah menetapkan Bait Suci sebagai fokus perhatian-Nya. Dia telah memilih Sion sebagai tempat unik
untuk penyembahan umat-Nya. Maka umat-Nya hanya dapat mempersembahkan kurban mereka di sana.
Prinsip ini boleh diterapkan ke dalam hidup gereja hari ini. Banyak di antara kita yang dapat bersaksi, ketika ingin
mempersembahkan sesuatu kepada Allah di luar gereja, persembahan itu tidak begitu memiliki perasaan sukacita.
Saya tidak berani berkata bahwa orang Kristen tidak dapat mempersembahkan sesuatu kepada Allah di luar gereja;
namun, saya dapat bersaksi, persembahan-persembahan yang dilakukan di luar gereja tidak begitu ada sukacitanya.
Menurut perlambangan ini, kurban-kurban kita harus dipersembahkan di tempat unik pilihan Allah.
KEKANGAN KARENA DATANG KE TEMPAT PILIHAN ALLAH
Mungkin kita mengira permintaan sedemikian sangat aneh. Tetapi bagaimanapun, angan-angan Allah lebih tinggi
daripada angan-angan kita. Kita terkekang pada tempat pilihan Allah, hal ini membuat kita tidak akan menyianyiakan
anugerah Allah. Bersamaan dengan itu, kesukaan, watak, dan karakter kita pun akan terkekang. Kita semua
mempunyai sifat alamiah, unik, temperamen, dan karakteristik sendiri. Namun, bagaimanapun ciri-ciri khas kita, kita
semua harus menerima kekangan. Bila kita tetap berada di dalam hayat, temperamen, dan karakteristik alamiah kita,
mustahillah kita mempunyai penyembahan yang dikehendaki Allah. Kita semua harus menerima kekangan karena
datang ke tempat atau tumpuan unik ini. Maksudnya, kita semua harus dikekang oleh gereja. Jika kita enggan
menerima kekangan, kita akan bentrok dengan para penatua, akan berselisih dengan saudara atau saudari lain,
bahkan bermasalah dengan suami atau istri kita. Bahkan kita akan berbeda pendapat dengan orang lain demi
perkaraperkara rohani. Kita merasa perkara ini harus dilakukan begini, tetapi orang lain ingin begitu. Karena itu, kita
benar-benar perlu menerima kekangan karena menempuh jalan gereja!
Dalam Pelajaran-Hayat Kolose pernah kita tunjukkan bahwa kita perlu membiarkan damai sejahtera Kristus menjadi
juri dalam hati kita. Namun, di luar hidup gereja, sangatlah sulit kita mengalami penjurian damai sejahtera Kristus itu.
Memang benar damai sejahtera Kristus itu menjadi juri dalam hati kita, tetapi itu harus berada dalam ruang lingkup
hidup gereja. Pada hakikatnya, gereja itulah juri kita. Jalan gereja adalah jalan pengekangan. Karena kita menerima
kekangan tumpuan gereja, barulah kita dapat terpelihara di dalam keesaan. Di tempat pilihan Allah yang unik ini kita
terpelihara hingga tidak menyia-nyiakan anugerah Allah, dan hal itu mengekang kita. Selain itu, jalan unik ini membuat
kita menikmati Kristus dengan sepenuhnya. Ketika kita memiliki kenikmatan sejati terhadap Kristus, kita adalah esa.
Kita esa di dalam kenikmatan terhadap Kristus, kita juga esa di dalam memakan kekayaan hasil tanah permai. Tetapi
seperti telah kita tunjukkan, kita hanya dapat mempersembahkan hasil semacam itu sebagai kurban kita di tempat
pilihan Allah. Seperti yang dikatakan pemazmur, kita harus membawa kurban kita ke Bait Suci Allah.
MEMPERSEMBAHKAN KURBAN WANGI-WANGIAN KEPADA ALLAH
Mazmur 66:15 mengatakan, “Kurban-kurban bakaran dari binatang gemuk akan kupersembahkan kepada-Mu,
dengan asap (wangi) kurban dari domba-domba jantan; aku akan menyediakan lembu-lembu dan kambing-kambing
jantan.” Dalam ayat ini saya paling menyukai frase: “asap kurban dari domba-domba jantan”. Ini berarti kurban-
kurban kita menjadi wangi-wangian tersembah kepada Allah. Dalam kurban-kurban kita itu terdapat aroma yang
semerbak. Ketika kita membawa kurban bakaran ke dalam gereja, dan ketika kurban itu dipersembahkan kepada
Tuhan, maka ada aroma yang harum menyertai kurban bakaran kita. Kurban wangi-wangian ini mengandung aroma
yang harum, yang diperkenan Tuhan.
Anda boleh saja mempersembahkan kurban-kurban Anda kepada Tuhan di luar gereja, namun, di dalamnya tanpa
aroma yang harum. Tetapi jika kita mempersembahkan kurban di dalam gereja, akan terasa bahwa dalam
persembahan kita itu disertai “wangi kurban domba-domba jantan”. O, betapa harum dan semerbaknya kurban-
kurban yang dipersembahkan kepada Allah di dalam gereja. Walaupun aroma yang harum ini khusus diperuntukkan
bagi Allah, kita juga dapat menciumnya. Di luar hidup gereja tidak mungkin kita mengalami keharuman sedemikian.
Hanya di dalam hidup gereja barulah kita dapat mempersembahkan kurban kepada Allah dengan wajar, dan barulah
kita dapat menjadi wangi-wangian yang memuaskan hati Allah.
BETAPA DISENANGI TEMPAT KEDIAMAN ALLAH
Mazmur 84 adalah sebuah mazmur yang kayanya luar biasa. Ayat 2 dan 3 mengatakan, “Betapa disenangi tempat (-
tempat) kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN;
hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup.” Tempat kediaman dalam ayat 2 dalam bahasa aslinya
berbentuk jamak, tidak hanya sebuah, melainkan banyak. Maka tidak diragukan lagi bahwa tempat-tempat kediaman
ini melambangkan gereja-gereja lokal. Memang gereja lokal betapa menyenangkan bagi kita, dan betapa hati kita
merindukannya. Berdasarkan ayat 3 pemazmur bahkan merindukan pelataran-pelataran Tuhan. Dalam penilaiannya,
tidak saja bagian dalam tempat kediaman Allah itu begitu menyenangkan, bahkan pelataran-pelatarannya pun sangat
menyenangkan. Tempat kediaman Allah menyenangkan karena ada Allah yang hidup berhuni di dalamnya. Penyertaan
Allah di dalam gereja lokal membuat gereja menjadi elok menyenangkan.
Ayat 4 mengatakan, “Bahkan burung pipit telah mendapat sebuah rumah, dan burung layang-layang sebuah sarang,
tempat menaruh anak-anaknya, pada mezbah-mezbah-Mu, ya TUHAN semesta alam, ya Rajaku dan Allahku.” Tidak
diragukan lagi bahwa kita adalah burung-burung pipit dan burung layang-layang, binatang-binatang yang lemah dan
kecil. Namun, burung-burung pipit telah mendapat sebuah rumah, dan burung layang-layang sebuah sarang, tempat
menaruh anak-anaknya. Betapa manisnya perasaan pemazmur terhadap tempat kediaman Allah! Itu adalah tempat
tinggal burung-burung pipit dan tempat bersarang burung layang-layang. Di dalam tempat kediaman Allah, kita,
burung pipit dan burung layang-layang, telah beroleh sebuah rumah di mezbah Tuhan. Di mezbah Tuhan kita telah
beroleh sebuah sarang, yaitu tempat di mana kita terpelihara dan beroleh perhentian.
Pada zaman kuno, di dalam kemah atau Bait Suci terdapat dua buah mezbah: yang satu di pelataran luar, yang satu
lagi di dalam tempat kudus. Yang di pelataran luar adalah mezbah tembaga, tempat untuk persembahan kurban bagi
penanggulangan perkara-perkara negatif, untuk menyucikan umat Allah, dan menyelamatkan mereka dari segala
masalah. Yang di tempat kudus adalah mezbah emas, yakni mezbah ukupan wangi-wangian yang melambangkan
Kristus yang telah dibangkitkan demi diperkenannya kita oleh Allah. Karena itu, kedua mezbah tersebut
melambangkan Kristus yang di atas salib dan Kristus yang bangkit. Di sinilah, di dalam Bait Allah, kita telah beroleh
rumah dan perhentian kita.
Semua orang kecil itu — “Burung pipit” dan “Burung layang-layang”, di dalam gereja harus mengetahui dan
memahami ketersaliban dan kebangkitan Kristus serta segala sesuatu yang telah dirampungkan-Nya. Mereka perlu
memahami bagaimana Kristus di atas mezbah adalah Sang tersalib, dan di atas mezbah wangi-wangian sebagai Sang
bangkit. Bila mereka memiliki pemahaman demikian, mereka akan dapat menikmati kebajikan dan keindahan Kristus
yang tersalib dan Kristus yang bangkit. Di atas kedua mezbah itu kita memperoleh sebuah tempat perhentian sejati,
satu sarang yang membuat kita beroleh perawatan dan pengasuhan, di sanalah kita bisa memiliki perhentian. Di
tempat kediaman Allah, gereja lokal, kenikmatan demikian sungguh betapa ajaib!
Dalam ayat 5 pemazmur maju selangkah berkata, “Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-
menerus memuji-muji Engkau.” Kita tidak seharusnya hanya berkunjung sebentar di rumah Allah, melainkan harus
diam di sana sepanjang hari. Berdasarkan perkataan ayat ini, berbahagialah jika kita diam di rumah Allah. Mereka
bahkan terus-menerus memuji Allah sepanjang hari. Kapan saja kita berhimpun bersama, haruslah kita menghabiskan
banyak waktu untuk memuji, dan waktu memuji harus lebih banyak daripada mengajar. Semoga kita semua belajar
memuji-muji Tuhan.
Ayat 7 mengatakan, “Apabila melintasi lembah Baka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air;
bahkan hujan pada awal musim menyelubunginya dengan berkat.” “Baka” berarti mencucurkan air mata. Dalam
kehidupan gereja kita mungkin melintasi lembah air mata, tetapi kita bisa membuat lembah itu menjadi sumur,
bahkan menjadi mata air. Selain itu, sebagai pengganti air mata ialah hujan pada awal musim yang menyelubungi
seluruh lembah. Pengalaman semacam ini hanya bisa kita peroleh di rumah Allah.
Bukan itu saja, dalam hidup gereja kita juga akan berjalan makin lama makin kuat untuk menghadap Allah (ayat 8).
Dalam gereja kita akan menyadari bahwa “lebih baik satu hari di pelataran-Mu daripada seribu hari di tempat lain.”
Orang-orang yang menikmati hidup gereja dapat berkata, “Lebih baik berdiri di ambang pintu (sebagai penjaga) rumah
Allahku daripada diam di kemah-kemah orang fasik” (ayat 11).
Ayat 12 menunjukkan bahwa hidup gereja adalah tempat yang penuh dengan berkat: “Sebab Tuhan Allah adalah
matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela.”
Di bait Allah, kita menikmati Allah sebagai matahari dan perisai. Matahari untuk menyuplai, perisai untuk melindungi.
Di dalam hidup gereja, Tuhan adalah suplai dan pelindung kita. Selain itu, di sini kita menikmati anugerah dan
kemuliaan-Nya. Anugerah adalah kenikmatan di dalam, kemuliaan adalah ekspresi di luar. Dalam hidup gereja kita
memiliki kenikmatan anugerah di dalam, dan ekspresi kemuliaan di luar. O, betapa berkatnya hidup gereja.
Mazmur 84 berakhir dengan perkataan begini: “Ya TUHAN semesta alam, berbahagialah manusia yang percaya
(bersandar) kepada-Mu!” (ayat 13). Mungkin kita bisa bersandar kepada Allah di luar gereja lokal, namun itu sangat
sulit. Kita dapat bersaksi bahwa bersandar kepada Allah di dalam gereja adalah sangat mudah. Rumah Allah adalah
tempat yang wajar untuk kita belajar bersandar kepada Allah.
PENINGGIAN, PERBAURAN, PENANAMAN, DAN PENUNASAN
Dalam Mazmur 92 kita nampak pula lebih banyak kekayaan di dalam rumah Allah. Ayat 11 mengatakan, “Tetapi
Kautinggikan tandukku seperti tanduk banteng, aku dituangi dengan minyak baru.” Dalam hidup gereja kita akan
menjadi perkasa seperti banteng. Kita juga mempunyai dua buah tanduk yang ditinggikan. Hal ini hanya mungkin
terdapat di rumah Allah. Bersamaan dengan itu, kita pun telah diurapi dengan minyak, bahkan dibauri dengan minyak
baru (arti dalam bahasa Ibrani). Di luar kita ada tanduk yang ditinggikan, di dalam kita dibauri dengan minyak baru.
Setiap orang yang berada dalam hidup gereja pasti memiliki tanduk bagaikan banteng dan ada minyak yang terbaur.
Banyak orang yang masuk ke dalam hidup gereja mengalami ditinggikannya tanduknya. Sebelum kita masuk ke
dalam hidup gereja, keadaan kita selalu rendah, dan sering dikalahkan oleh musuh-musuh. Tetapi begitu kita masuk ke
dalam hidup gereja, kita merasa bahwa tanduk kita lebih tinggi daripada musuh-musuh kita, bahkan merasa terbaur
dengan minyak. Di dalam rumah Allah, kita sungguh merasa setiap hari terbaur dengan minyak baru. Setiap hari kita
merasa ada sesuatu yang baru dan segar, inilah minyak yang terbaur di dalam kita. Kita baru dan segar karena terbaur
dengan minyak yang baru ini.
Ayat 14 mengatakan, “Mereka yang ditanam di bait TUHAN akan bertunas di pelataran Allah kita.” Kita tidak
seharusnya hanya tinggal di rumah Allah, kita juga harus ditanam di situ. Pernahkah Anda ditanam di dalam hidup
gereja? Orang-orang yang meninggalkan gereja semua tidak pernah ditanam di dalamnya. Tetapi begitu kita ditanam
di dalam rumah Tuhan, kita tak berdaya meninggalkannya.
Bila kita ditanam di dalam rumah Allah, kita akan bertunas menjadi subur dan segar di pelatarannya. Ini adalah satu
ungkapan yang sangat berarti. Bila kita berada di dalam rumah dan di pelataran, maka akar kita akan menancap di
dalam rumah, namun ranting-ranting akan membentang keluar. Bertunas terutama bukan pada akarnya, tetapi pada
ranting-rantingnya.
Ayat 15 melanjutkan: “Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar.” Walaupun saya
sekarang adalah seorang yang lanjut usia, namun hari ini lebih banyak berbuah daripada masa lampau. Seperti yang
dikatakan dalam ayat ini, pada masa tua pun saya masih berbuah, bahkan saya akan subur, . . . gemuk dan segar.
Semoga kita bertunas sedemikian rupa, walau pada masa tua pun masih berbuah. Hal ini hanya bisa terjadi bila kita
berada di dalam gereja, rumah Allah. Jika kita ditanam di rumah Allah, kita akan bertunas di pelataran Allah, pada
masa tua pun kita masih berbuah, bahkan menjadi gemuk dan segar. Lebih lama kita tinggal di sini, kita akan semakin
muda. Ini adalah akibat dari tinggal di dalam rumah Allah.
Ayat-ayat dalam Mazmur 92 ini menunjukkan bahwa tempat unik pilihan Allah ini tidak hanya sebagai tempat
penyembahan yang tepat, tetapi juga sebagai tempat yang cocok untuk pertumbuhan hayat. Kehidupan orang Kristen
yang normal adalah ditanam di dalam gereja, dan yang bertunas di dalam pelataran hidup gereja. Di dalam hidup
gereja kita mempunyai pertumbuhan hayat yang sesungguhnya. Dalam proses pertumbuhan ini kita akan dipenuhi
oleh getah sehingga kita gemuk dan segar. Hasilnya, dengan sendirinya kita memiliki kekudusan, kerohanian, dan
kemenangan.
Siapakah yang kekudusan, kerohanian, dan kemenangannya dapat melebihi orang-orang yang tertanam di rumah
Allah? Pada aspek-aspek itu tidak ada orang yang dapat mengungguli mereka. Orang-orang yang tinggal di tempat
kediaman Allah tidak perlu menuntut kekudusan, kerohanian, dan kemenangan, semuanya itu dengan sendirinya
menjadi milik mereka, sebab mereka tertanam di dalam hidup gereja dan bertunas di dalamnya. Karena mereka
penuh dengan getah dan senantiasa gemuk dan segar, maka dengan sendirinya mereka menjadi kudus, rohani, dan
menang. Ini menunjukkan bahwa jalan yang wajar bagi kehidupan orang Kristen ialah menempuh hidup gereja yang
wajar. Di luar hidup gereja yang wajar, mustahillah kita menjadi kudus, rohani, dan menang. Atribut-atribut itu hanya
bisa diperoleh dalam hidup gereja. Begitu kita tertanam di dalam hidup gereja, kita akan bertunas hingga penuh
dengan kekudusan, kerohanian, dan kemenangan. Hasilnya, kita akan tidak hanya menyembah Allah secara obyektif,
tetapi juga akan memiliki penyembahan yang bersifat menyalurkan yang subyektif. Penyembahan semacam ini berasal
dari kenikmatan atas Kristus di dalam penyertaan Allah.
TINGGAL BERSAMA DALAM KEESAAN
Terakhir mari kita baca Mazmur 133. Ayat 1 mengatakan, “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila
saudara-saudara diam bersama dengan rukun!” (Bahasa aslinya: diam bersama dalam keesaan). Ayat ini mengatakan
kebaikan dan keindahan diam bersama dalam keesaan. Menurut ayat 2, tinggal bersama yang demikian “seperti
minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya.”
Perhatikanlah, ayat ini mengatakan “minyak yang baik”, dalam bahasa aslinya adalah “minyak urapan”. Minyak urapan
itu lebih pelan mengalirnya daripada minyak biasa. Dalam hidup gereja, minyak urapan ini tidak mengalir dengan
cepat, melainkan perlahan-lahan, berangsur-angsur dan dengan lembut. Dan minyak urapan yang baik ini mengalir
dari kepala Harun, lalu membasahi leher jubahnya, ini menunjukkan minyak urapan ini mengalir dari kepala ke seluruh
tubuh.
Ayat 3 mengatakan diam bersama dalam keesaan bagaikan embun Gunung Hermon yang turun ke atas gunung-
gunung Sion. Hermon adalah gunung yang tinggi, melambangkan surga; embun turun dari sana. Gunung itulah gereja
lokal, embun itulah anugerah Kristus. Embun yang turun ke atas gereja itu sangat segar dan baru. Kita dapat bersaksi
bahwa unsur Kristus yang segar dan baru itu di dalam gereja lokal turun ke atas diri kita. Terpujilah Tuhan, Dia
menurunkan embun surgawi ke atas gereja lokal untuk kenikmatan kita.
Minyak urapan dan embun itu mendatangkan hayat. Ayat 3 mengatakan, “Sebab ke sanalah TUHAN
memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.” Perhatikanlah, ayat ini tidak berkata “TUHAN memberi
berkat”, melainkan “TUHAN memerintahkan berkat”. Dalam rumah Allah, gereja, kita menikmati berkat yang
diperintahkan Allah.
Sekalipun dalam masa Perjanjian Lama, ketika umat Allah datang ke bait material, mereka pun menikmati
kehidupan yang indah dan nyaman di dalam rumah Allah. Mereka berhimpun mengelilingi bait sambil
mempersembahkan bagian-bagian yang top dari hasil tanah permai yang kaya itu. Kemudian di hadapan Allah dan
bersama dengan Allah mereka menikmati kurban-kurban tersebut. Itulah hayat dan kehidupan mereka serta
penyembahan mereka. Melalui menikmati kekayaan tanah permai, mereka datang menyembah Allah. Karena itu
adalah kehidupan mereka, maka mereka tertanam dan bertunas di rumah Allah. Ini adalah sebuah lukisan
perlambangan yang menggambarkan kemungkinan yang terjadi pada tumpuan keesaan.
KETETAPAN ALLAH
Tumpuan keesaan tidak sekadar masalah satu lokal satu gereja. Ia lebih mendalam, lebih kaya, lebih unggul dan
lebih sempurna daripada itu. Kita semua harus mengetahui bahwa di alam semesta ini Allah hanya memilih satu
tempat, tempat itu ialah gereja. Allah telah menetapkan kita harus pergi ke tempat pilihan-Nya itu. Dengan istilah
rohani boleh kita katakan bahwa kita harus memusnahkan setiap tempat di luar gereja dan setiap nama di luar nama
Kristus. Ini berarti kita harus memusnahkan latar belakang budaya dan agama kita. Bila Anda dilahirkan di suatu
tempat di negeri ini, Anda harus meninggalkan pengaruhpengaruh yang Anda peroleh dari tempat ini. Mungkin Anda
telah memiliki latar belakang agama tertentu karena Anda pernah berada dalam sekte tertentu itu, sekarang Anda
harus memusnahkan tempat sekte yang di dalam Anda itu. Yang perlu kita musnahkan adalah termasuk watak pribadi,
temperamen, dan kebiasaan-kebiasaan kita. Kita harus memusnahkan segala sesuatu yang dapat merugikan dan
mencelakakan manusia baru kita.
Berdasarkan Kolose 3:11, di dalam manusia baru ini “tidak ada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat
atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di
dalam segala sesuatu.” Gereja yang memiliki Kristus inilah tempat unik pilihan Allah. Untuk mewujudkan perkataan
dalam Kolose 3:11, maka tempat-tempat yang lain harus dimusnahkan satu per satu. Setiap hal yang bukan gereja
yang memiliki Kristus, haruslah dimusnahkan. Dengan demikian kita akan dapat menikmati Kristus sebagai kekayaan
tanah permai secara murni dalam hidup gereja. Ketika kita bersama Allah menikmati Kristus, kita akan tertanam dalam
rumah Tuhan, dan kita akan bertumbuh dan bertunas. Ini adalah jalan yang wajar bagi kehidupan orang Kristen dan
hidup gereja. Inilah tumpuan keesaan.
Di atas tumpuan ini tidak mungkin ada perpecahan, sebab dasar perpecahan telah diruntuhkan. Watak pribadi,
temperamen, ciri-ciri khas alamiah, dan kegemaran kita semua telah dienyahkan. Agama, kebudayaan, dan praktek-
praktek kita yang khusus pun telah didobrak. Kalau semua tempat milik ajaran kafir itu telah ditiadakan, maka kita
akan datang ke tempat pilihan Allah dengan sederhana dan murni.
Kelemahan hidup gereja justru karena kekurangan minat kita untuk memusnahkan tempat-tempat milik ajaran kafir
itu. Ulangan 12 mengandung makna rohani yang sangat besar bagi kita hari ini. Banyak tempat dalam kehidupan dan
kebudayaan kita masih ada, belum dimusnahkan. Kita harus memusnahkannya semua, kemudian kita harus datang ke
tempat unik pilihan Allah, yakni gereja. Dalam gereja, kecuali Kristus tidak ada yang lainnya. Kristus harus menjadi
segalanya dan di dalam segalanya. Mengucapkan perkataan ini memang mudah, tetapi mempraktekkannya sangat
sulit. Namun, kita tidak boleh beralasan, kita harus mempraktekkan sesuai prinsip ini.
Setiap tempat yang harus dimusnahkan pasti ada tugu, patung, dan berhala. Ini berarti bahkan di dalam karakter,
watak pribadi kita pun mungkin ada tugu, patung, dan berhala. Karena itu, kita harus memusnahkan segala tugu,
patung, dan berhala itu. Jangan kita menyisakan tempat yang mana pun, musnahkan saja semua, dan datang saja ke
tempat unik pilihan Allah. Berulang-ulang kita tegaskan bahwa tempat ini adalah gereja. Jika kita sudah datang ke
gereja, kecuali pribadi Kristus dan jalan unik salib, tidak ada yang lain. Kalau demikian maka kita akan menikmati
Kristus sebagai bagian yang top dari hasil kekayaan tanah permai. Kita menikmati Dia di hadapan Allah, kenikmatan
semacam ini akan menjadi penyembahan kita, hidup gereja kita, bahkan kehidupan kristiani sehari-hari kita. Setelah
itu, kita akan bertumbuh dewasa di atas tumpuan keesaan.
BAB 6
BERKAT HAYAT YANG TURUN KE ATAS TUMPUAN KEESAAN —
MINYAK URAPAN DAN EMBUN (1)
Pembacaan Alkitab:
Mzm. 133:1-3; Yoh. 17:21-23; Ef. 3:16— 4:6; 1 Yoh. 2:27; 1 Ptr. 3:7
Kebenaran keesaan sangat besar dan dalam. Makna keesaan sejati yang diwahyukan dalam Alkitab jauh melebihi
apa yang dapat kita mengerti. Karena keesaan yang diungkapkan Alkitab sulit dimengerti, maka dalam Yohanes 17
Tuhan Yesus tidak membicarakan hal tersebut dengan murid-murid-Nya, melainkan hanya mendoakan keesaan itu.
Saya percaya Tuhan mengetahui bahwa murid-murid-Nya tidak dapat memahami ikhwal keesaan, karenanya Ia hanya
berdoa bagi keesaan.
Yohanes 17 benar-benar merupakan satu pasal yang dalam, rohani, dan misterius. Pasal ini sendiri cukup
membuktikan bahwa Alkitab adalah wahyu Allah. Di antara umat manusia tidak ada yang dapat mengarang sebuah
karya tulis seperti Yohanes 17. Selama lima puluh tahun lebih yang lampau saya pernah berulang-ulang merenungkan
pasal ini. Namun saya harus mengakui bahwa yang saya jamah hanya sekelumit kecil dari kebenaran yang ada di
dalamnya.
SATU SAMA SEPERTI BAPA DAN ANAK
Ayat 21-23 boleh merupakan wakil dari kedalaman pasal ini. Dalam ayat 21 Tuhan berdoa, “Supaya mereka semua
menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam
Kita . . .” Kesatuan (keesaan) apakah yang dikatakan dalam ayat ini? Apa artinya kita menjadi satu sama seperti Bapa di
dalam Anak dan Anak di dalam Bapa? Kesatuan ini benar-benar melampaui apa yang mampu kita pahami. Dalam ayat
22 Tuhan berdoa: “Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka
menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.” Apakah kemuliaan yang Bapa berikan kepada Anak, lalu diberikan juga
kepada kita? Lagi pula, apa artinya kita menjadi satu sama seperti Bapa dan Anak adalah satu? Ada orang mengira
bahwa kesatuan ini tak lain ialah tiadanya pertengkaran, perdebatan, dan perselisihan antara ketiga persona dari Sang
Tritunggal ilahi itu. Menurut konsepsi demikian, menjadi satu berarti harmonis dan tidak ada persilangan pendapat.
Mereka yang memahami ayat 22 dengan cara begitu akan berkata bahwa bila ada sekelompok orang beriman bisa
tinggal bersama tanpa berdebat atau berselisih, maka mereka sudah menjadi satu sama seperti Bapa dan Anak adalah
satu.
Pengertian kesatuan seperti di atas terlampau dangkal. Kesatuan di sini pasti tidak hanya mengacu kepada tinggal
bersamanya satuan-satuan individual dalam keharmonisan dan kesepakatan. Tuhan berkata di sini bahwa Dia telah
memberikan kepada kita kemuliaan yang Bapa berikan kepada-Nya, supaya kita menjadi satu di dalam Bapa dan Anak.
Ini menunjukkan bahwa kesatuan semacam ini berada di dalam sifat ilahi dan hayat ilahi. Tiga dari Allah Tritunggal itu
adalah esa dalam sifat dan hayat mereka.
Kesatuan (keesaan) di antara kaum beriman pada esensinya seharusnya juga demikian. Digunakannya istilah
kemuliaan membuktikan ini. Karena kita telah menerima kemuliaan yang diterima Anak dari Bapa, maka kita boleh
menjadi satu sama seperti Bapa dan Anak adalah satu. Hal ini menunjukkan bahwa kesatuan semacam ini tidak
sekadar suatu pertambahan dari satuan-satuan individual, melainkan suatu kesatuan yang berkaitan dengan sifat dan
hayat. Jika tidak, dalam ayat ini tidak perlu dipakai istilah kemuliaan. Kemuliaan adalah faktor dari keesaan semacam
ini. Tuhan memberikan kemuliaan kepada kita dengan tujuan supaya kita menjadi satu, sama seperti Bapa dan Anak
adalah satu. Jadi, kemuliaan Sang ilahi adalah faktor kesatuan di antara kaum beriman di dalam Kristus.
Ayat 23 mengatakan, “Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka menjadi satu dengan
sempurna . . .” Sekali lagi kita nampak bahwa ini bukan sekadar kesatuan pertambahan. Menjadi satunya semua orang
beriman bukan hanya karena ditambahkan atau digabungkan. Dalam membahas kesatuan, ayat 23 bahkan lebih kuat
dibandingkan dengan ayat 21 dan 22, sebab di situ dikatakan kita bisa menjadi satu dengan sempurna. Ini
menunjukkan bahwa kita boleh menjadi satu, namun kesatuan kita mungkin baru dalam tahap permulaan, belum
bertumbuh besar, dan belum mencapai kesempurnaannya.
Meskipun kita dapat menunjukkan beberapa hal tertentu dalam ayat ini, tetapi kita tetap tidak dapat
memahaminya sepenuhnya. Tambahan pula, sekalipun kita berulang-ulang membaca beberapa ayat ini, sulit bagi kita
untuk menerangkan titik utama dari masing-masing ayat tersebut. Ini menunjukkan bahwa kesatuan yang didoakan
Tuhan dalam pasal ini benar-benar dalam dan jauh melampaui apa yang dapat kita pahami.
DISEMPURNAKAN MENJADI ESA
Ayat 23 Tuhan berdoa selanjutnya, “Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka menjadi satu
dengan sempurna.” Di sini kita nampak perbauran antara Allah yang telah melalui proses dengan kaum beriman. Kata
“Aku”, “mereka”, dan “Engkau” dalam ayat ini masing-masing mengacu kepada Kristus, kaum beriman, dan Bapa.
Anak di dalam kaum beriman, Bapa di dalam Anak. Ini adalah perbauran antara Allah dengan kaum beriman. Hasil dari
perbauran ini ialah disatukannya kita dengan sempurna.
Boleh jadi Anda merasa heran apa artinya menjadi satu dengan sempurna. Pada hari kita beriman ke dalam Kristus,
kita sudah masuk ke dalam keesaan itu. Namun insan alamiah kita, temperamen, dan watak alamiah kita masih
bermasalah. Tetapi semakin kita mengalami Kristus sebagai Roh pemberi-hayat, maka semua unsur alamiah kita akan
semakin berkurang. Begitu unsur-unsur itu berkurang melalui kita mengalami Allah Tritunggal, kita pun akan
disempurnakan menjadi esa.
Kita semua harus mempunyai kesan yang dalam tentang fakta bahwa keesaan yang diwahyukan Alkitab bukanlah
perkara pertambahan kaum beriman untuk membentuk suatu unit yang harmonis. Konsepsi demikian tentang
keesaan adalah alamiah dan dangkal. Kita tegaskan sekali lagi: keesaan ini adalah perbauran antara Allah Tritunggal
yang telah melalui proses dengan kaum beriman. Setelah nampak keesaan yang terwahyu dalam Yohanes 17 dan
Efesus 4, marilah sekarang kita melihat Mazmur 133.
DUA ASPEK KEESAAN
Mazmur ini demikian dalamnya sehingga sulit dibicarakan. Ayat 1 mengatakan, “Sungguh, alangkah baiknya dan
indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dalam keesaan!” (Tl.). Perhatikan, pemazmur memakai dua kata
sifat untuk melukiskan saudara-saudara diam bersama dalam keesaan. Katanya, alangkah baiknya dan indahnya.
Digunakannya dua kata sifat dikarenakan pada kalimat berikutnya perihal diam bersama dalam keesaan itu
diibaratkan dua benda: minyak urapan yang mahal di atas kepala Harun dan embun Hermon di gunung-gunung Sion.
Kedua kata sifat itu menunjuk pada dua aspek dari keesaan, yakni baik dan indah. Baik seperti minyak urapan yang
mahal dan indah seperti embun yang turun.
Aspek pertama dari kedua aspek — Harun — adalah satu manusia; aspek kedua — Sion, adalah satu tempat.
Pernahkah Anda nampak kedua aspek dari gereja? Gereja di satu aspek adalah satu manusia, di aspek lain adalah satu
tempat. Sebagai satu manusia, gereja mencakup kepala dan tubuh; sebagai satu tempat, gereja adalah kediaman
Allah. Di lain tempat dalam Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa gereja adalah mempelai perempuan, manusia
baru, dan laskar; semua itu adalah aspek gereja sebagai satu manusia. Sebenarnya gereja hanya mempunyai dua
aspek utama: aspek satu manusia dan aspek satu kediaman. Yang berkaitan dengan kedua aspek ini ialah minyak
urapan dan embun.
PENYEBARAN MINYAK URAPAN DAN TURUNNYA EMBUN
Minyak urapan yang dimaksud dalam ayat 2 mengacu kepada minyak urapan kudus dalam Keluaran 30. Minyak
urapan ini adalah sejenis minyak urapan majemuk, yang terbuat dari minyak zaitun yang dicampur dengan empat
macam rempah-rempah. Harun, anak-anaknya, Kemah Pertemuan, dan setiap benda yang berkaitan dengan Kemah
Pertemuan harus dioles dengan minyak urapan ini. Menurut Mazmur 133, minyak urapan kudus ini dituangkan ke atas
kepala seorang, yakni Harun. Berbeda kontras dengan hal itu, embun yang segar dan mendiris itu turun di satu
tempat, yakni di Gunung Sion.
Baik minyak urapan maupun embun tidak mengalir dengan cepat. Embun tidak menetes turun seperti hujan,
melainkan turun perlahan-lahan. Demikian pula minyak urapan di atas kepala Harun bukan dengan deras mengalir ke
janggutnya, melainkan menyebar dengan lambat dan lembut, kemudian menyebar lagi ke leher jubahnya. Keesaan
sejati terbentuk dari minyak urapan yang tersebar dan embun yang turun.
DIURAPI DENGAN ALLAH TRITUNGGAL YANG TELAH MELALUI PROSES
Kita telah menegaskan dengan khusus bahwa keesaan yang sejati adalah perbauran antara Allah yang telah melalui
proses dengan kaum beriman. Walau hal ini diwahyukan dalam Perjanjian Baru, namun dalam Perjanjian Baru kita
tidak nampak cara untuk mempraktekkan keesaan ini. Cara mempraktekkan perbauran ini terdapat dalam Mazmur
133. Minyak urapan mahal dalam ayat 2 melambangkan bahwa hari ini Allah Tritunggal yang telah melalui proses
adalah Roh majemuk yang almuhit. Menurut Keluaran 30, minyak urapan ini terbuat dari minyak zaitun satu hin yang
dicampur dengan empat macam rempah-rempah. Ramuan majemuk ini melambangkan Roh almuhit (yaitu Allah yang
telah melalui proses) untuk menjadi kenikmatan kita. Dalam Roh majemuk ini tidak hanya ada sifat ilahi, tetapi juga
ada sifat insani Kristus, khasiat kematian Kristus, dan kuasa kebangkitan Kristus. Dalam hidup gereja, Roh majemuk ini
sedang mengurapi kita secara berkesinambungan.
Minyak urapan bisa diibaratkan seperti cat, dan pengurapannya ibarat pengecatan. Ketika Anda mengecat sebuah
kursi, Anda bisa mengoleskan cat itu selapis demi selapis ke atasnya. Ketika Roh majemuk mengurapi kita, Ia pun
seolah mengecat kita dengan “cat” Allah Tritunggal. Di dalam “cat” ini terkandung sifat insani Kristus, khasiat kematian
Kristus, dan kuasa kebangkitan Kristus. Selain itu, terdapat pula sifat ilahi dan insani Kristus. Ketika unsur-unsur minyak
urapan ini terterap ke atas kita, maka kita pun akan “tercat” oleh Allah Tritunggal yang telah melalui proses dan oleh
semua unsur yang ada dalam minyak urapan majemuk itu. Hidup gereja yang wajar adalah sejenis kehidupan yang di
dalam keesaan, keesaan ini adalah perbauran antara Allah Tritunggal yang telah melalui proses dengan kaum beriman.
Ketika kita tinggal di dalam keesaan ini, kita akan “dicat” dengan minyak urapan. Semakin kita terurap sedemikian,
temperamen alamiah dan watak pribadi kita akan semakin terkikis, dan yang tertinggal ialah perbauran Allah
Tritunggal yang telah melalui proses dengan sifat insani kita yang ditinggikan. Inilah keesaan.
Di dalam keesaan yang demikian tidak mungkin ada perpecahan, perselisihan pun tidak ada. Di dalam keesaan ini
sama sekali tidak ada kedudukan lagi bagi opini kita. Walau kita perlu lebih banyak mengalami “pengecatan” ilahi yang
membawa kita ke dalam keesaan, tetapi sedikit banyak kita telah memiliki pengalaman ini di dalam hidup gereja.
Setidak-tidaknya, pada tingkat tertentu, kita semua telah memasuki keesaan ini.
Dulu ketika kita berada di denominasi atau kelompok bebas, kita mudah sekali mempunyai opini atau berpola kritis.
Namun di dalam gereja, unsur beda pendapat dan faktor perpecahan itu telah ditaklukkan. Ini adalah hasil keesaan.
Semakin kita membiarkan Allah Tritunggal yang telah melalui proses itu “mengecat” diri kita, semakin sulitlah bagi kita
untuk terpecah-belah. Melalui penerapan “cat” surgawi kita akan dibawa ke dalam keesaan yang sejati, bukan
keesaan dangkal yang menurut konsepsi alamiah. Kita berada di dalam keesaan, dan keesaan ini adalah “pengecatan”
Allah Tritunggal yang telah melalui proses ke dalam seluruh insan kita.
Seperti telah kita tunjukkan, minyak urapan ini, “cat” ilahi ini, tidak mengalir ke bawah dengan cepat, melainkan
menyebar. Ketika saya mengecat rumah saya, saya ingin cat itu agak lengket, tidak dengan cat yang seperti air yang
langsung mengalir ke bawah dinding. Ketika minyak urapan terterap pada diri kita, ia pun melekat di batin kita, tidak
mengalir habis. Minyak urapan yang mengalir terlalu cepat itu akan seperti pengalaman aliran Pentakosta atau
karismatik. Pengalaman semacam itu berlalu dengan cepat sekali. Namun, dalam hidup gereja, berkat rohani datang
ke atas kita dengan berangsur-angsur, perlahan-lahan dan dengan lembut. Namun begitu ia datang, ia akan tinggal
tetap. Begitu “cat” itu teroles pada diri kita, ia akan melekat terus, bahkan melekat sampai selamanya, apa pun tak
berdaya menghapusnya.
Pengolesan minyak urapan tidak memberi seberapa perasaan pada emosi kita. Pengalaman yang datang dan pergi
dengan cepat itu mudah merangsang emosi kita, namun itu bukan pengalaman normal dalam hidup gereja. Di dalam
hidup gereja kita mengalami minyak urapan almuhit yang menyebar secara berangsur-angsur. Misalkan dalam sidang
doa gereja kita boleh mengalami “pengurapan cat” selapis demi selapis, tetapi saat itu tidak seberapa terasa. Telah
kita tunjukkan bahwa banyak unsur yang terkandung dalam minyak urapan itu. Untuk pemulihan Tuhan kita sungguh
bersyukur kepada Tuhan! Dalam hidup gereja, dari hari ke hari, semua unsur minyak urapan tergarap ke dalam kita.
Dengan menerapkan unsur-unsur itu ke dalam kita, dengan sendirinya kita akan berada di dalam keesaan. Dengan
demikian sangat sulit bagi kita untuk menimbulkan perpecahan atau perselisihan. Keesaan dalam gereja sangatlah
baik, indah, dan nikmat! Jika kita disuruh melakukan perpecahan, itu perlu membuat tekad keras yang bertentangan
dengan insan batiniah kita. Kita esa secara spontan sebab kita telah “dicat” dengan segala unsur “cat” surgawi.
PENERAPAN ALLAH TRITUNGGAL
BAB 7
SEBUAH LAMBANG DARI KEESAAN YANG SEJATI
Kita bersyukur kepada Tuhan karena hampir setiap perkara rohani dalam Perjanjian Baru ada lambangnya dalam
Perjanjian Lama. Dalam Ulangan 12 kita nampak sebuah lambang dari keesaan yang sejati. Dalam pasal ini tanah
permai melambangkan Kristus yang almuhit, sedangkan gunung-gunung besar, bukit-bukit, dan pohon-pohon yang
rimbun melambangkan berbagai pusat penyembahan. Dan macam-macam kurban persembahan yang tercantum
dalam pasal ini melambangkan berbagai aspek dari kekayaan Kristus. Ulangan 12 adalah catatan pesan Allah kepada
orang-orang Israel menjelang mereka memasuki tanah permai itu. Rincian dari pesan ini tidak saja merupakan
petunjuk yang harus ditaati secara harfiah oleh bani Israel pada masa itu, tetapi juga merupakan suatu lambang. Kita
boleh menggunakan anak domba hari Paskah sebagai contoh. Di satu aspek ia mengandung makna harfiah, di aspek
lain ia juga mengandung makna perlambangan. Anak domba yang disembelih pada hari Paskah itu melambangkan
Kristus sebagai Penebus kita. Seprinsip dengan ini, manna yang dimakan bani Israel di padang gurun melambangkan
Kristus sebagai makanan surgawi kita. Prinsip ini pun berlaku atas tanah permai dalam Ulangan 12. Tanah permai tidak
sekadar mengacu kepada wilayah material yang diduduki bani Israel, juga merupakan lambang dari Kristus Sang
almuhit. Dalam pasal ini Allah berpesan kepada umat pilihan-Nya untuk pergi ke satu tempat unik yang dipilih oleh-
Nya. Allah memilih tempat ini adalah agar keesaan di antara bani Israel terpelihara. Jadi tempat tersebut tidak saja
mengacu kepada sebuah tempat sebenarnya di negeri Kanaan, ia pun melambangkan keesaan sejati kaum beriman
dalam Kristus pada hari ini.
TINGGAL DI ATAS SEBUAH “PUNCAK” DI SION
Aspek gereja sebagai persona memang riil, namun aspek gereja sebagai tempat itu lebih riil lagi. Kita tidak ada
problem apa pun terhadap gereja sebagai manusia universal, namun kita sangat mungkin ada problem terhadap
gereja sebagai puncak-puncak Gunung Sion di aspek tempat. Itu dikarenakan boleh jadi kita tidak begitu menyukai
gereja di tempat kita sendiri, dan ingin pindah ke tempat lain. Tetapi jika kita pindah ke kota lain, kita akan segera
menjumpai masalah serupa di tempat itu. Ini disebabkan kita sendiri tidak berubah, jadi kita inilah penyebab
masalahnya. Ada beberapa orang “menjamin” saya bahwa mereka selamanya tidak akan meninggalkan hidup gereja.
Tetapi ketika mereka tidak puas dengan tempat mereka, mereka lalu memilih “gunung” yang mereka sukai. Saya
dapat bersaksi, bagi saya, setiap “gunung” itu sama saja. Tak peduli di mana saja, saya selalu ingin memuji Tuhan dan
mengalami pekerjaan pengubahan-Nya.
Orang-orang yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain mungkin menyukai gereja universal, namun mereka
mempunyai problem dengan gereja lokal. Mereka bisa mengumumkan bahwa mereka telah nampak Tubuh Kristus
dan mengasihi pemulihan Tuhan, tetapi tak peduli mereka tinggal di tempat mana, mereka selalu menimbulkan
masalah dengan “puncak gunung” Sion di tempat itu. Mereka mungkin menduga gereja lokal di tempat tertentu pasti
paling baik, tetapi setelah pindah ke tempat itu, mereka kecewa lagi, sebab mereka menemukan bahwa di tempat itu
tidak ada perbedaannya dengan “puncak gunung” yang dulu. Kita tidak perlu pindah dari satu “puncak gunung” ke
“puncak gunung” lain. Kita harus tinggal saja di atas “puncak gunung” di Sion, dan di sana menikmati embun yang
turun dari Hermon.
MENGALAMI ANUGERAH
Banyak di antara kita yang walaupun mengalami anugerah, tetapi tetap tidak mengenal anugerah. Ini sangatlah
kasihan! Boleh jadi kita hanya pada doktrinalnya saja mengetahui Kristus sebagai suplai hayat kita untuk kenikmatan
kita. Kita harus mengenal anugerah melalui pengalaman.
Misalkan, seorang saudara bermasalah dengan istrinya, kemudian ia mencari seorang pendeta Kristen. Si pendeta
itu mungkin menasihatinya dengan ajaran tentang suami dan istri dari Paulus dalam Surat Efesus atau memberi suatu
peringatan kepadanya. Namun, cara yang begitu sama sekali tanpa anugerah. Yang diperlukan saudara itu ialah
adanya orang yang dapat melayaninya dengan hayat dan berdoa bersamanya. Kalau demikian, maka anugerah akan
menyuplai dia agar dia dapat menghadapi masalahnya dengan istrinya itu.
Setiap saudara dan saudari yang telah menikah harus belajar datang dan berdoa kepada Tuhan, “Tuhan, aku perlu
Engkau. Aku tidak tahan lagi dengan situasi yang begini.” Asalkan mau terbuka sedemikian terhadap Tuhan, anugerah
akan tersalur ke dalam kita. Melalui suplai anugerah seperti ini, kita akan beroleh kekuatan untuk maju ke depan.
Akhir-akhir ini ada seorang saudara bersaksi bagaimana ia bermasalah dengan istrinya sampai titik beku. Ia jarang
sekali berbicara dengan istrinya, demikian pula sebaliknya. Pada suatu hari ia meminta agar istrinya mau berdoa
bersama dengannya. Setelah berdoa, segalanya berubah. Ini adalah suatu kesaksian dari anugerah Tuhan.
Saudara-saudara yang tinggal bersama mungkin sekali timbul pergesekan, sehingga merasa tak tahan untuk tetap
tinggal bersama. Bila para saudara mempunyai perasaan demikian, mereka harus datang ke hadapan Tuhan,
mengontak-Nya dan berkata kepada-Nya bahwa kalian tidak tahan lagi dengan situasi kalian. Begitu berdoa demikian,
anugerah pasti akan menyuplai mereka.
Empat puluh tahun lebih yang silam di Chefoo pernah terjadi satu kasus yang dapat mengungkapkan bahwa
anugerah Tuhan itu cukup untuk kita pakai. Ada dua orang saudara bertengkar karena masalah uang. Yang satu
mengatakan bahwa yang lain berhutang sekian kepadanya, sedangkan yang lainnya tidak mengaku. Akhirnya, kasus itu
disampaikan ke hadapan penatua gereja untuk dibereskan. Namun, kasus itu tetap tak terselesaikan. Bahkan mereka
saling menuduh di hadapan para penatua. Pada akhirnya saya berkata kepada kedua saudara itu, siapa yang
menerima anugerah, dialah yang rela melupakan masalah hutang-piutang itu. Saya berkata bahwa “pengadilan”
gereja sama sekali berbeda dengan pengadilan dunia. Bedanya ialah bahwa “pengadilan” gereja tidak peduli siapa
yang benar atau salah, melainkan dengan anugerah menyuplai dan menyelesaikan kasusnya. Kalau kalian menerima
anugerah Tuhan, kalian harus memuji Dia dan dengan rela hati menganggap kasus ini sudah beres. Kedua saudara itu
dan para penatua merasa heran. Lalu saya mengusulkan, baiklah kita berdoa bersama. Setelah berdoa sejenak, kedua
saudara tersebut menangis, kemudian mulailah kami memuji Tuhan. Hasilnya, mereka dengan senang hati
membiarkan kasus itu berlalu, dan tidak ada masalah lagi. Dalam hal itu kami semua telah makan pesta perjamuan
anugerah Tuhan.
MENIKMATI ANUGERAH DALAM HIDUP GEREJA
Di gereja lokal setiap hari kita berada di bawah embun, di bawah anugerah. Tidak peduli kita yang sudah menikah
atau yang belum, tua atau muda, kita semua berada di bawah embun yang turun di Sion. O, betapa kita menikmati
anugerah Tuhan yang melimpah, ajaib, dan beraneka aspek! Anugerah ini tidak lain adalah Tuhan Yesus Kristus sendiri
menjadi suplai hayat kita. Bila kita ingin menikmati anugerah ini secara melimpah, kita perlu berada dalam hidup
gereja. Berdasarkan Mazmur 133, anugerah tidak turun ke atas rumah masing-masing orang beriman, melainkan
turun ke atas gunung-gunung Sion yang melambangkan gerejagereja lokal. Karena itu, jika kita ingin menikmati embun
yang turun dari Hermon, kita harus berada di atas satu puncak Gunung Sion. Seandainya kedua saudara di Chefoo tadi
meninggalkan hidup gereja, niscaya mereka akan terpisah dengan anugerah Tuhan. Jika demikian halnya, mereka
tidak hanya tidak dapat membereskan masalah itu berdasarkan anugerah Tuhan di dalam gereja, jangan-jangan
mereka malah akan minta pemberesan dari pengadilan dunia. Karena kekurangan anugerah Tuhan, mereka mungkin
akan saling menuduh siapa yang benar dan siapa yang salah. Namun, karena mereka tetap berada dalam hidup gereja,
embun surgawi pun turun ke atas mereka. Hasilnya, masalah mereka beroleh penyelesaian yang indah. Dalam hidup
gereja, embun yang turun ke atas kita itu melimpah. Kita bersukaria karena kita mempunyai suplai melimpah dari
anugerah yang serba kaya dan cukup.
Dalam gereja kita mempunyai minyak urapan dan embun. Di sini kita mengalami pengurapan minyak urapan Allah
Tritunggal yang telah melalui proses. Dengan sendirinya kita akan menikmati anugerah Allah yang telah melalui proses
sebagai suplai hayat untuk kenikmatan kita. Melalui anugerah ini kita dapat menampilkan sejenis kehidupan yang
tidak dapat ditampilkan oleh orang dunia. Para saudara dapat mengasihi istri mereka hingga tingkat tertinggi, para
saudari juga dapat menaati suami mereka dengan sepenuhnya. Melalui anugerah yang diterima di gunung-gunung
Sion kita bisa menampilkan kehidupan semacam ini.
Jangan sekali-kali kita meremehkan gereja sebagai manusia korporat yang menerima minyak urapan dan tempat
turunnya embun ini. Jika kita pada kedua aspek ini meninggalkan gereja, kita mustahil menikmati minyak urapan dan
tidak ada bagian dalam embun itu. Mungkin orang Kristen lainnya akan mengecam kita karena kesaksian kita yang
demikian bagi hidup gereja. Mereka mungkin mencela kita terlalu sempit atau picik, dan dengan dalih Allah itu
Mahahadir membenarkan kecaman mereka terhadap kita. Namun banyak di antara kita bisa bersaksi bahwa di dalam
gereja tidak sama. Benar, di rumah kita masing-masing kita dapat membaca Alkitab dan berdoa, dan dengan itu kita
pun mungkin beroleh anugerah dalam kadar tertentu. Akan tetapi anugerah yang sedemikan itu jika dibandingkan
dengan yang kita peroleh di dalam gereja, tidaklah begitu manis, limpah, kuat, memberi inspirasi, dan memuaskan.
Saya dapat bersaksi, tidak peduli suasana gereja tinggi atau rendah, kaya atau miskin, asalkan saya datang bersidang,
saya selalu menikmati minyak urapan embun. Semakin sering saya datang bersidang, saya semakin terlindung di
dalam anugerah Tuhan. Namun, orang-orang yang memisahkan diri dari hidup gereja, mereka telah memutuskan
suplai yang serba lengkap dari anugerah itu. Jika tidak dirahmati Tuhan, tidak lama berselang, mungkin saja mereka
akan sama sekali kembali ke dalam dunia.
Hendaklah kita selalu menghadiri sidang-sidang gereja, sekalipun seolah-olah sidangnya tidak sangat berlimpah.
Asalkan kita hadir dalam sidang, kita akan terpelihara, sebab embun senantiasa turun di atas gunung-gunung Sion.
Asalkan kita bersidang, kita akan berada di bawah pendirisan embun itu. Hal ini terbukti berulang-ulang dalam
pengalaman kita.
MENGALAMI KEESAAN YANG SEJATI DAN MEMELIHARANYA
Keesaan yang kita bicarakan adalah minyak urapan mahal yang tertuang ke atas kepala Kristus, dan embun segar
yang turun di atas gunung-gunung Sion. Memelihara keesaan ini atau menolaknya, perbedaannya sangatlah serius.
Hari ini orang-orang Kristen yang mondar-mandir dengan bebas adalah karena mereka tidak nampak keesaan yang
sejati ini. Mereka tidak memiliki unsur yang ditunjang dan dipelihara oleh keesaan itu. Dalam pemulihan Tuhan kita
telah menerima petunjuk dari Tuhan bahwa keesaan sejati adalah perbauran antara Allah Tritunggal yang telah
melalui proses dengan umat pilihan-Nya. Di satu aspek Allah yang telah melalui proses ini adalah Roh almuhit dan
majemuk, yang mengurapi kita dari hari ke hari; di aspek lain, Allah yang telah melalui proses ini adalah suplai hayat
untuk kenikmatan kita. Di bawah pengurapan minyak urapan dan pendirisan embun itu, kita telah mengalami keesaan
yang sejati. Asalkan kita terpelihara dalam pengalaman minyak urapan dan embun ini, kita tidak mungkin terpecah-
belah, melainkan akan terpelihara dalam keesaan. Inilah makna perkataan Paulus dalam Efesus 4:3 yang berbunyi
“Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh.” Sebenarnya keesaan ini tidak lain adalah Roh pemberi-hayat yang
almuhit itu sendiri. Melalui tetap tinggal di bawah minyak urapan dan embun, niscayalah kita akan mengayomi dan
memelihara keesaan ini.
BAB 8
BERKAITAN DENGAN HAWA NAFSU, AMBISI, DAN BERHALA
Berdasarkan catatan 1 Raja-raja, kedua raja — Salomo (raja yang baik) dan Yerobeam (raja yang jahat) —
mengepalai mendirikan bukit-bukit pengorbanan. Salomo mendirikan bukit pengorbanan berhubungan dengan
pelampiasan hawa nafsu. Salomo memiliki ratusan istri dan selir, ia mendirikan bukit-bukit pengorbanan untuk
memenuhi keinginan mereka. Istri-istri dan selir-selir itu telah menggoda hatinya condong kepada allah lain (1 Raj.
11:4). Sedangkan Yerobeam mendirikan bukit-bukit pengorbanan karena ambisinya untuk mempertahankan takhta
kerajaannya (1 Raj. 12:26-32). Jika orang-orang Israel semua pergi ke Yerusalem menyembah kepada Allah, ia khawatir
kekuasaan pemerintahannya akan dimiliki keluarga Daud, maka “ia membuat juga kuil-kuil di atas bukit-bukit
pengorbanan” (ayat 31). Jadi ambisi Yerobeam itulah yang menyebabkan dia memutuskan untuk membuat bukit-bukit
pengorbanan. Tidak hanya itu, Yerobeam juga membuat dua anak lembu jantan dari emas dan berkata kepada bani
Israel, “Sudah cukup lamanya kamu pergi ke Yerusalem. Hai Israel, lihatlah sekarang allah-allahmu, yang telah
menuntun engkau keluar dari tanah Mesir” (ayat 28). Kemudian, “ia menaruh lembu yang satu di Betel dan yang lain
ditempatkannya di Dan” (ayat 29). Lalu, “Yerobeam menentukan suatu hari raya pada hari yang kelima belas bulan
kedelapan, sama seperti hari raya yang di Yehuda” (ayat 32). Yerobeam bahkan “mengangkat imam-imam dari
kalangan rakyat yang bukan dari bani Lewi” (ayat 31). Alangkah dosanya semua yang berkaitan dengan bukit-bukit
pengorbanan itu! Bukit-bukit pengorbanan berkaitan dengan hawa nafsu, ambisi, dan berhala. Karena bukit
pengorbanan melambangkan perpecahan, maka ini menunjukkan bahwa perpecahan-perpecahan di kalangan
kekristenan hari ini berkaitan dengan perkara-perkara jahat itu.
Jarang sekali orang Kristen menyadari bahwa perpecahan berkaitan dengan hawa nafsu, ambisi, dan penyembahan
berhala. Kebanyakan orang Kristen hanya mengatakan bahwa perpecahan itu tidak benar dan tidak sesuai dengan
Alkitab; mereka tidak menyetujuinya. Akan tetapi dalam pandangan Tuhan, perpecahan bersangkut-paut dengan
hawa nafsu, ambisi, dan penyembahan berhala. Ingatlah, bukit-bukit pengorbanan adalah tempat tinggi yang
melampaui tanah datar. Ini menunjukkan bahwa bukitbukit pengorbanan mencakup peninggian tertentu. Pada
prinsipnya, setiap bukit pengorbanan, yakni setiap perpecahan dalam kekristenan hari ini selalu mengandung
peninggian atau penyanjungan perkara-perkara tertentu di luar Kristus. Perkara yang ditinggikan itu mungkin bukan
dosa, bahkan mungkin hal-hal yang sangat baik, seperti pengkajian Alkitab atau pengajaran Alkitab. Pengajaran Alkitab
sudah tentu baik, tetapi pengajaran Alkitab pun mungkin berkaitan dengan perpecahan. Dalam kasus demikian,
sebuah sidang pengajaran atau pemahaman Alkitab mungkin saja menjadi bukit pengorbanan dan ia mungkin
mengakibatkan peninggian perkara tertentu untuk menggantikan Kristus.
Orang Kristen hari ini sering meninggikan perkaraperkara tertentu ke atas kedudukan Kristus. Misalkan, ada
beberapa orang meninggikan cara baptisan selam. Walaupun pembaptisan yang mencelupkan seluruh tubuh ke dalam
air itu benar dan sesuai dengan cara Alkitab, akan tetapi meninggikan cara yang demikian di atas kedudukan Kristus itu
salah. Perbuatan demikian berarti membangun sebuah bukit pengorbanan; sejenis cara khusus yang meninggikan hal
pembaptisan. Dan eksistensi bukit pengorbanan yang sedemikian sering memberi satu kesempatan bagi pelampiasan
hawa nafsu dan kepuasan bagi ambisi. Namun, tempat unik pilihan Allah akan membunuh hawa nafsu kita dan
mengekang ambisi kita. Bahkan sebuah perkara yang sangat baik, seperti halnya pengkajian Alkitab, kalau ditinggikan
hingga melampaui Kristus, itu pun akan membuka jalan bagi hawa nafsu dan ambisi. Hawa nafsu pasti disusul dengan
penyembahan berhala. Ambisi pada hakikatnya ialah sejenis bentuk penyembahan berhala.
Menjelang bani Israel menyeberangi Sungai Yordan untuk memasuki negeri permai, karena rasa prihatin yang
sangat dalam, Musa menyuruh mereka memusnahkan semua tempat ibadah orang kafir, dan menghendaki mereka
pergi ke tempat unik pilihan Allah. Pesan Musa yang demikian adalah karena ia tahu dengan pasti bahwa tempat unik
pilihan Allah itu dan pemusnahan tempat-tempat ibadah kafir berkaitan dengan nasib mereka di hadapan Allah. Jika
mereka dengan tulus memusnahkan pusat-pusat ibadah kafir, dan datang ke tempat unik pilihan Allah, itu berarti
mereka melakukan perkara yang benar dalam pandangan-Nya. Namun jika mereka tidak menaati pesan tersebut, itu
berarti mereka melakukan perkara yang jahat dalam pandangan Allah. Ketika mereka memasuki tanah permai,
mereka benarbenar memusnahkan bukit-bukit pengorbanan dan nama-nama berhala. Hasilnya, mereka merebut
negeri itu dengan kemenangan. Samuel dan Daud boleh mewakili orang-orang yang mutlak menaati pesan Allah
melalui Musa itu.
Ketika Salomo memerintah sebagai raja, Bait Suci dibangun di Yerusalem. Satu Raja-raja 8 menunjukkan kepada kita
betapa kemuliaan Allah memenuhi Bait Suci itu. Zaman pembangunan Bait Suci adalah zaman emasnya sejarah bangsa
Israel. Namun, tidak lama setelah Bait Suci dibangun, Salomo, si pembangun Bait Suci itu, mulai membangun kembali
bukitbukit pengorbanan. Sudah kita katakan bahwa perbuatan Salomo itu adalah untuk menyenangkan istri-istri dan
selirselirnya semata. Hal itu menunjukkan dengan jelas bahwa bukit-bukit pengorbanan berhubungan dengan hawa
nafsu Salomo. Salomo kemudian mati, dan Yerobeam bermusuhan dengan Rehabeam, ia pun karena ambisi
membangun bukitbukit pengorbanan. Kedua kasus pembangunan bukit-bukit pengorbanan itu telah membangkitkan
murka Allah.
Pembangunan bukit-bukit pengorbanan oleh Salomo dan Yerobeam bukan sekadar suatu fakta dalam sejarah, di
balik catatan sejarah ini terkandung makna rohani untuk menjadi pelajaran bagi kita hari ini. “Sebab segala sesuatu
yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita” (Rm. 15:4). Karena itu, catatan mengenai Salomo
dan Yerobeam adalah untuk pelajaran rohani bagi kita hari ini.
Ada beberapa perkara penting yang belum dijelaskan sepenuhnya dalam Perjanjian Baru. Saya percaya Tuhan
dengan sengaja menyuruh kita merenungkan berdasarkan perlambangan dalam Perjanjian Lama. Misalkan, tentang
rusak dan hilangnya tumpuan keesaan, hal ini tidak begitu banyak dibicarakan dalam Perjanjian Baru. Hanya tiga
tempat dalam Perjanjian Baru yang menyinggungnya secara singkat: 1 Korintus 1:10-13; Roma 16:17-18; dan Titus
3:10. Namun masalah perpecahan terungkap dengan jelas dalam perlambangan Perjanjian Lama. Seperti halnya kita
perlu meneliti catatan tentang hari Paskah dalam Kitab Keluaran baru kita bisa memahami dengan penuh tentang
Kristus sebagai Anak Domba Allah. Demikian juga kita perlu memeriksa Kitab Ulangan, 1 dan 2 Raja-raja, dan 1 dan 2
Tawarikh, baru kita bisa memahami secara lengkap tentang perpecahan serta rusak dan hilangnya tumpuan keesaan.
Berdasarkan catatan Perjanjian Lama, perpecahan dikarenakan hawa nafsu dan ambisi. Yang terdahulu Salomo
sebagai contohnya, sedang yang di belakang Yerobeam sebagai contohnya. Perjanjian Lama juga mewahyukan kepada
kita bahwa hanya tempat unik pilihan Allah baru dapat menanggulangi hawa nafsu dan ambisi. Alasan begitu
ditekannya tempat unik pilihan Allah adalah karena hanya tempat ini yang tidak mentolerir kesempatan
melampiaskan hawa nafsu dan memenuhi ambisi.
SATU PERINGATAN
Dalam 1 Raja-raja 8, Salomo pernah menyampaikan sebuah doa yang indah. Sebagai penulis Kitab Kidung Agung,
Salomo memiliki pengenalan yang dalam terhadap perkaraperkara rohani. Namun dalam 1 Raja-raja 11, kita nampak
“hatinya telah menyimpang dari pada TUHAN, Allah Israel, yang telah dua kali menampakkan diri kepadanya, dan yang
telah memerintahkan kepadanya dalam hal ini supaya jangan mengikuti allah-allah lain, akan tetapi ia tidak berpegang
pada yang diperintahkan TUHAN” (ayat 9-10). Alangkah gawatnya kejatuhan Salomo! Kejatuhan Salomo boleh
menjadi peringatan bagi kita. Jika kita enggan menerima pembatasan pilihan Allah, kita juga akan jatuh seperti
Salomo. Padahal itu pun merupakan pengalaman banyak orang yang pernah sejangka waktu mengambil bagian dalam
pemulihan Tuhan. Mereka seolah sangat berguna bagi gereja Tuhan. Dalam kurun waktu tertentu mereka seolah
Salomo masa kini yang membangun Bait Suci dan menulis Kidung Agung. Namun hanya karena hawa nafsu tertentu,
mereka telah menempuh jalan perpecahan. Mereka telah membangun sebuah bukit pengorbanan untuk memuaskan
keinginan mereka. Keadaan demikian pernah saya lihat baik di China maupun di Amerika Serikat.
PEMULIHAN DAN KESAKSIAN TUMPUAN KEESAAN
Pembacaan Alkitab:
Ezr. 1:1-11; 2:1-2; 3:1-6, 8-13; 6:14-18;
7:6-9; 8:28-30; 9:1-7; 10:1;
Mzm. 126:1-6; Yes. 35:10; 51:11
Pada bab terdahulu kita nampak bahwa bukit pengorbanan menyebabkan tumpuan keesaan rusak dan hilang.
Sebelum Salomo dan Yerobeam membangun bukitbukit pengorbanan, bani Israel terpelihara dalam keesaan melalui
tempat unik pilihan Allah — Bait Suci Yerusalem. Setiap tahun pada hari-hari raya umat Allah berhimpun di dalam
keesaan. Ketika mereka mendaki Gunung Sion, mereka bahkan menyanyikan Mazmur 133: “Sungguh alangkah baik
dan indahnya apabila saudara-saudara diam bersama dalam keesaan!” Namun, karena hendak melampiaskan hawa
nafsu, Salomo mengepalai mendirikan bukit-bukit pengorbanan. Bukit-bukit pengorbanan itu telah merusak keesaan
yang sejati umat Allah, sebab mereka telah merintangi banyak orang pergi ke Yerusalem untuk menyembah kepada
Allah. Ada beberapa orang mungkin pergi ke bukit pengorbanan berpura-pura menyembah Allah. Namun, di bukit
pengorbanan ada berhala-berhala. Selain itu, demi menyatakan ambisinya, Yerobeam juga mendirikan bukit-bukit
pengorbanan. Bukit-bukit pengorbanan itu didirikan di setiap bukit kecil dan di bawah pohon rimbun. Ini menunjukkan
betapa umumnya bukit-bukit pengorbanan itu.
SEBUAH LUKISAN SITUASI HARI INI
Bukit pengorbanan adalah sumber aneka ragam kedosaan. Karena bukit pengorbanan melambangkan perpecahan,
maka perpecahan juga adalah sumber segala dosa. Bukitbukit pengorbanan didirikan oleh Salomo karena hawa nafsu,
sedangkan Yerobeam mendirikan bukit-bukit pengorbanan karena ambisinya. Jadi, hawa nafsu dan ambisi merupakan
dua faktor utama pendirian bukit pengorbanan. Dengan istilah hari ini: perpecahan adalah hasil kedagingan dan
ambisi. Pada hari ini di kalangan kekristenan terdapat “bukit-bukit pengorbanan” di mana-mana, sebab kekristenan
telah dipenuhi dengan perpecahan. Setiap “bukit pengorbanan” pasti meninggikan perkara-perkara tertentu di luar
Kristus. Karena itu, kita nampak bahwa situasi kekristenan hari ini benar-benar telah menggenapi lambang Perjanjian
Lama.
Pertama, keesaan umat Allah telah dirusak oleh bukitbukit pengorbanan. Bukit-bukit pengorbanan itu telah
membangkitkan murka Allah. Allah sudah tidak sabar lagi, karena itu Ia mengutus tentara Asyur menginvasi negara
utara Israel. Malapetaka negara Israel seharusnya menjadi peringatan negara selatan Yehuda, namun orang-orang
Yehuda tetap menyembah di bukit-bukit pengorbanan. Walaupun ada sejumlah orang yang telah ditawan Firaun
Nekho ke Mesir, tetapi umat tetap tidak acuh terhadap peringatan itu. Akhirnya, bala tentara besar Babilon tidak
hanya menaklukkan negeri Yehuda, bahkan meruntuhkan Bait Suci dan menawan umat itu sebagai tawanan di
Babilon. Tidak hanya itu, bejana-bejana di Bait Suci pun ikut dibawa ke Babilon dan disimpan dalam kuil berhala
mereka. Dengan demikian, tumpuan keesaan tidak saja dirusak bahkan sama sekali telah hilang.
Itulah sebuah lukisan situasi kekristenan hari ini. Berbagai denominasi dan kelompok-kelompok bebas adalah
“bukit-bukit pengorbanan” hari ini. Setiap “bukit pengorbanan” tentu meninggikan perkara-perkara tertentu di luar
Kristus. Bahkan perkara-perkara rohani yang sangat baik telah ditinggikan untuk menimbulkan perpecahan.
TUMPUAN KEESAAN HILANG SAMA SEKALI
Semua perpecahan dalam kekristenan adalah kasus orang meninggikan dirinya sendiri karena hawa nafsu dan
ambisi. Perpecahan telah membuka pintu masuk bagi dosa. Lihatlah dosa yang dilakukan Yerobeam. Dia membuat
anak lembu emas, satu ditempatkan di Betel, satunya lagi di Dan. Dia juga mendirikan bait di bukit pengorbanan, dan
mengangkat rakyat biasa menjadi imam. Yerobeam “menentukan suatu hari raya pada hari yang kelima belas bulan
kedelapan, sama seperti hari raya yang di Yehuda, dan ia sendiri naik tangga mezbah itu” (1 Raj. 12:32). Semuanya itu
boleh diterapkan pada kekristenan hari ini. Misalkan, hanya orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan, yang
mempunyai hayat Kristus, yang mengasihi Tuhan, dan yang mengerti Alkitab baru boleh menjadi imam. Tetapi dalam
kalangan kekristenan hari ini banyak pendeta bahkan tidak percaya bahwa Kristus adalah Anak Allah. Dalam
kekristenan ada banyak hari raya, antara lain seperti hari Natal, hari kebangkitan, . . . , semuanya adalah yang
ditetapkan oleh manusia. Lagi pula, ketika orang Israel berada di tempat pembuangan, mereka sama sekali kehilangan
keesaan. Demikian juga, hari ini orang Kristen telah tertawan di Babilon. Tumpuan keesaan tidak saja rusak, bahkan
hilang sama sekali. Jarang sekali orang Kristen yang masih memiliki ide terhadap tumpuan keesaan. Hari ini siapakah
yang memperhatikan keesaan yang sejati? Sulit sekali kita temukan orang yang demikian. Sejak beberapa abad yang
lampau, keesaan yang sejati kaum beriman dalam Kristus sudah hilang. Maka situasi kekristenan hari ini sudah
seluruhnya menjadi Babilon. Walaupun ada beberapa orang membicarakan keesaan, tetapi bukan keesaan sejati yang
diwahyukan dalam Alkitab. Ketika kita membicarakan soal keesaan, sulit sekali kita jumpai satu orang yang mengerti
apa yang sedang kita bicarakan. Bagi kebanyakan orang Kristen, membicarakan tumpuan keesaan adalah bahasa
asing.
TERPULIHNYA SEGALA PERKARA POSITIF
Perjanjian Lama tidak hanya mewahyukan rusak dan hilangnya tumpuan keesaan, juga mewahyukan terpulihnya
kesaksian tumpuan ini. Yeremia bernubuat bahwa sesudah 70 tahun masa pembuangan, maka Tuhan akan membawa
umat-Nya kembali ke negeri permai. Yeremia 29:10, “Sebab beginilah firman TUHAN: Apabila telah genap tujuh puluh
tahun bagi Babel, barulah Aku memperhatikan kamu. Aku akan menepati janji-Ku itu kepadamu dengan
mengembalikan kamu ke tempat ini.” Nubuat Yeremia ini disinggung dalam Kitab Ezra 1:1, di situ dikatakan bahwa
pada tahun pertama zaman Koresy, raja negeri Persia, Tuhan menggerakkan hati Koresy, raja Persia itu untuk
menggenapkan firman yang diucapkan oleh Yeremia, sehingga disiarkan di seluruh kerajaan Koresy secara lisan dan
tulisan tentang perkara pembangunan rumah Allah di Yerusalem. Ini menunjukkan bahwa kembalinya ke Yerusalem
bukan inisiatif manusia. Berdasarkan catatan jelas Alkitab, itu adalah inisiatif Allah sendiri.
Selama umat Allah berada di Babilon, mereka tidak mempersembahkan kurban di sana. Kita tidak menemukan
dalam Alkitab yang mencatat bahwa mereka mempersembahkan kurban bakaran setiap pagi di Babilon. Tentu saja
orang-orang seperti Daniel, Ezra, dan Nehemia berdoa tiap hari. Tetapi mereka tidak memiliki tumpuan untuk
mempersembahkan kurban bakaran kepada Allah. Di Babilon juga tidak ada mezbah. Karena tidak ada mezbah, sudah
tentu tidak mungkin mempersembahkan kurban. Selain itu, di sana setiap tahun umat Allah tidak dapat memelihara
hari raya. Situasi itu alangkah kasihan! Babilon adalah tempat yang baik untuk berdoa sambil berpuasa, tetapi bukan
tempat yang baik untuk merayakan hari raya. Di sana cocok untuk meratap, tidak cocok untuk bergembira ria.
Mazmur 137:1 mengatakan, “Di tepi sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita
mengingat Sion.” Begitu tumpuan keesaan hilang, segalanya pun nyaris hilang. Umat Allah kehilangan kelimpahan
negeri permai, mezbah, dan hari-hari raya. Hanya di Gunung Sion pilihan Allah baru mereka dapat menikmati segala
perkara yang indah itu.
BEJANA-BEJANA DAN MEZBAH
Ketika Allah menggerakkan roh umat-Nya untuk kembali ke Yerusalem, yang terpulih tidak hanya tumpuan, bahkan
dengan spontan terpulih juga segala perkara positif yang dulu telah hilang. Bejana-bejana (peralatan) yang dijarah
Nebukadnezar dan disimpan dalam kuil allahnya sendiri juga dikembalikan ke Yerusalem (Ezr. 1:7-11). Lagi pula, ketika
orang-orang Israel yang tersisa itu bersamasama kembali, mereka lalu “mendirikan mezbah itu di tempatnya semula”
(Ezr. 3:3). Umat Allah tahu bahwa tempat mendirikan mezbah bukan di Babilon, melainkan di tempat unik pilihan Allah
— Yerusalem. Mezbah itu bahkan tidak boleh didirikan di tempat lain di negeri permai, ia harus didirikan di atas
Gunung Moria, yaitu di tempat Abraham mempersembahkan Ishak. Siapa pun yang ingin mempersembahkan
persembahan kurban kepada Allah, haruslah pergi ke tempat unik khusus dan tertentu itu.
Hari ini tempat unik ini adalah keesaan. Kapan kala orang Kristen kehilangan keesaan, dengan otomatis ia
kehilangan tempat untuk mendirikan mezbah. Akibatnya ia tidak dapat mempersembahkan kurban yang wajar kepada
Allah. Sebelum masuk ke dalam hidup gereja, banyak di antara kita yang ingin mempersembahkan diri kepada Allah.
Saya dapat bersaksi, saya sendiri justru pernah berkali-kali mempersembahkan diri kepada Allah. Namun berdasarkan
pengalaman kita sebelum dan sesudah masuk ke dalam hidup gereja, kita dapat bersaksi bahwa itu bukan
persembahan yang sejati. Tanpa kembali ke tumpuan keesaan yang sejati, tidak ada jalan untuk mempersembahkan
sesuatu kepada Allah. Begitu umat Allah kembali ke Yerusalem, mereka segera membangun mezbah dan mulai
mempersembahkan kurban mereka. Dalam pengalaman kita juga demikian. Setelah kita masuk ke dalam hidup gereja,
barulah kita dapat mempersembahkan diri kita dengan wajar dan sesungguhnya.
FUNGSI HATI NURANI YANG WAJAR
Selain itu, setelah umat Allah kembali dari tempat pembuangan, barulah mereka menanggulangi masalah kawin
dan mengawinkan dengan orang kafir (Ezr. 9:1-7). Hati nurani mereka tidak dapat mentolerir lagi perbuatan yang tidak
takwa itu. Ini merupakan akibat spontan dari kembali ke tumpuan keesaan. Tentu saja ketika mereka di Babilon ada
beberapa orang yang menikah dengan orang kafir. Akan tetapi hanya ketika mereka kembali dari tempat pembuangan
barulah hati nurani mereka menyadari perkawinan semacam itu dan menanggulanginya.
Suasana semacam itu juga terdapat dalam pemulihan Tuhan hari ini. Setelah kita masuk ke dalam hidup gereja, hati
nurani kita baru berfungsi dengan wajar. Kita segera mengetatkan ikat pinggang kita dan bersikap serius terhadap hal-
hal yang selama ini sangat kendur. Sebelum kita datang ke dalam hidup gereja, kita boleh sembarangan mengambil
bagian dalam hiburan-hiburan dunia tertentu. Namun sesudah masuk ke dalam hidup gereja, seluruh insan kita telah
mengetatkan ikat pinggang. Kita mulai menuntut kesucian dan ketakwaan dan semakin damba berdoa dan membaca
Alkitab. Dengan sendirinya kita bisa menanggulangi hati nurani kita secara tuntas. Tindakan semacam itu bukan akibat
dari pengajaran dan peraturan, melainkan suatu dampak spontan dari kembalinya kita ke tumpuan keesaan. Karena
kita telah masuk ke dalam hidup gereja, maka kita bisa mendambakan ketakwaan; kita bisa mencampakkan banyak
perkara negatif, dan mengalami banyak perkara positif. Misalkan, dari dalam batin kita merasa tidak seharusnya
melanjutkan merayakan hari Natal. Tidak ada yang memberi tahu kita jangan melanjutkan merayakannya, tetapi
justru perasaan diri kita sendiri merasa tidak seharusnya mengulangi perayaan itu. Demikian juga, kita mulai
meninggalkan banyak perkara negatif dan menikmati perkara-perkara positif. Ini menunjukkan begitu tumpuan
keesaan terpulih, maka segala perkara positif pun ikut terpulih.
KEDAMBAAN YANG KUDUS
Tidak ada apa pun yang lebih memuaskan orang daripada tumpuan keesaan. Begitu kaum saleh Perjanjian Lama
masuk ke pelataran rumah Allah, bangkit rasa kudus dan takwa dalam jiwa mereka. Hal ini banyak tercatat dalam
Kitab Mazmur. Mazmur-mazmur itu penuh dengan kedambaan terhadap kekudusan, ketakwaan, dan penyertaan
Tuhan. Sungguh demikian, hanya merenungkan Bait Suci saja sudah cukup membangkitkan kedambaan semacam itu.
PENYERTAAN ALLAH
Penyertaan Allah erat sekali hubungannya dengan tumpuan keesaan. Sebelum masuk ke dalam hidup gereja, saya
sudah mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh. Namun saya tidak seberapa menikmati penyertaan Allah. Tetapi
begitu saya masuk ke dalam hidup gereja secara riil, setiap hari saya menikmati penyertaan Allah. Sekalipun ketika
saya menggumuli suatu pekerjaan yang sangat sulit, saya tetap dapat menikmati penyertaan Allah. Berdasarkan
pengalaman saya, saya tetap dapat menikmati bahwa masuk ke dalam hidup gereja akan mengubah kehidupan
kristiani kita secara besar-besaran.
Banyak di antara kita yang dapat bersaksi demikian. Sebelum masuk ke dalam hidup gereja, kita memang berada di
Babilon. Kita mengasihi Tuhan dan menuntut Tuhan, tetapi kita tidak seberapa banyak menikmati penyertaan Tuhan.
Setelah kita masuk ke dalam hidup gereja, berbagai kedambaan kekudusan itu dibangkitkan, sehingga kita semakin
damba hidup di hadapan Allah. Itu adalah akibat spontan dari kembalinya kita ke tumpuan keesaan — tempat unik
pilihan Allah. Saat bani Israel kembali ke Yerusalem, semua perkara positif yang hilang ketika mereka berada di tempat
pembuangan di Babilon diperoleh kembali. Semua perkara ilahi, ibadah, dan surgawi dengan sendirinya kembali lagi.
Dalam pemulihan Tuhan hari ini keadaannya juga demikian.
PENUH DENGAN SUKACITA
Mazmur 126:1-2 mengatakan, “Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang
bermimpi. Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai.” Umat Allah yang
kembali itu penuh dengan tawa dan sorak-sorai. Sebab semua perkara yang positif telah terpulih. Sebelum kembali ke
Yerusalem, mereka tidak bisa bersukacita sedemikian. Namun setelah kembali, mereka menikmati banyak perkara
yang indah, sehingga seperti orang-orang yang bermimpi.
Dalam Yesaya 35:10 dan 51:11 juga sama mengisahkan kesukacitaan umat Allah pada waktu mereka kembali.
Dalam kedua ayat itu dikatakan, “Dan orang-orang yang dibebaskan TUHAN akan pulang dan masuk ke Sion dengan
bersorak-sorai, sedang sukacita abadi meliputi mereka.” Perkara ini berulang-ulang diungkapkan, membuktikan
betapa pentingnya hal ini. Sebab perkara apa pun yang diulang-ulang dalam Alkitab pasti mengandung makna yang
istimewa. Pada zaman Yesaya belum terjadi kasus pembuangan ke Babilon. Namun Yesaya bernubuat mengisahkan
sukacita keselamatan yang dinikmati umat tebusan Allah. Yesaya melihat terlebih dulu sukacita umat yang kembali
dari pembuangan. Saya tidak percaya Salomo dan orang-orang yang sezaman dengannya bisa memiliki sukacita
seperti yang dimiliki Zerubabel, imam Yosua, Ezra, dan orang-orang tertawan yang kembali ke Yerusalem. Mereka
lebih banyak mengalami sukacita keselamatan Allah. Tidak heran kalau pemazmur 126 mengatakan mereka seperti
orang-orang yang bermimpi.
KEESAAN YANG ALMUHIT
Demi pemulihan keesaan yang sejati, alangkah kita bersyukur pada Allah! Keesaan di dalam Kristus ini sudah hilang
sejak dulu. Keesaan ini bersifat almuhit, ia mencakup semua perkara positif. Sebaliknya, perpecahan juga mencakup
semua perkara negatif. Seperti sudah kita nampak, ketika kita kembali ke keesaan, semua perkara ibadah, surgawi,
dan rohani ikut kembali. Sebab perkara-perkara itu berada di dalam keesaan. Di satu pihak kita mengakui bahwa kita
sendiri masih sangat kurang, masih harus menempuh jalan yang panjang. Di pihak lain, kita dapat bersaksi bahwa
kekayaan Tuhan pasti berada di dalam pemulihan. Tumpuan keesaan ada di sini, dan segala kekayaan rohani tercakup
di dalam tumpuan ini. Di atas tumpuan keesaan ini segala perkara ibadah dan rohani adalah milik kita.
KESAKSIAN TUHAN YANG ADA DI ATAS TUMPUAN KEESAAN
Hari ini kesaksian Tuhan dengan tumpuan keesaan adalah paralel. Kesaksian ini tidak tergantung pada bagaimana
giatnya kita memperbaiki diri sendiri; kita boleh bertekad memperbaiki diri sendiri, namun hasilnya adalah kegagalan
demi kegagalan belaka. Kesaksian Tuhan tidak tergantung pada kegiatan kita, melainkan tergantung pada pekerjaan-
Nya yang Ia lakukan di dalam kita di atas tumpuan keesaan. Setelah kita masuk ke dalam hidup gereja, kedambaan kita
terhadap hal ibadah, kekudusan, dan kerohanian akan bangkit dengan sendirinya dalam batin kita. Itu bukan
perbuatan kita sendiri, melainkan keesaan yang wajar, firman Allah terbuka dengan jelas bagi kita. Ini sama sekali
merupakan berkat Tuhan di atas tumpuan keesaan. Di mana pemulihan tumpuan keesaan, di situlah ada kesaksian
Tuhan.
Ketika umat Allah kembali ke Yerusalem pada zaman Perjanjian Lama, segala perkara yang berkaitan dengan Allah
terpulihkan: mezbah, kurban persembahan, Bait Suci, hari raya, dan kenikmatan yang kaya. Akan tetapi, orang-orang
yang tertinggal di Babilon tidak ada bagian dalam kesaksian Tuhan. Perkara-perkara ibadah itu tidak dapat dijumpai di
Babilon. Semua itu hanya ada di Yerusalem — tempat unik pilihan Allah. Umat Allah yang kembali itu walaupun ada
yang lemah dan yang kurang memadai dalam banyak aspek, namun kita tidak dapat menyangkal bahwa kesaksian
Tuhan ada pada diri mereka. Kesaksian Allah tidak terdapat pada diri orang-orang yang di Babilon.
Bukan hanya itu, kembalinya umat Allah ke tumpuan keesaan juga dipakai Allah untuk membawa Kristus datang.
Maria — ibu Yesus adalah keturunan orang-orang yang kembali dari pembuangan. Jika orang-orang itu tidak kembali,
maka Kristus tidak ada jalan untuk dilahirkan di Betlehem, juga tidak ada sarana atau perantara untuk membuat
kelahiran-Nya sesuai nubuat nabi. Karena itu, untuk kedatangan Kristus, kembalinya orang-orang yang tertawan di
Babilon itu merupakan persiapan yang diperlukan. Seprinsip dengan itu, saya percaya bahwa pemulihan Tuhan hari ini
juga merupakan persiapan yang dipakai Allah bagi kembalinya Kristus. Untuk kembalinya Kristus, semoga Tuhan
memakai pemulihan-Nya sepenuhnya!
BAB 10
KRISTUS DAN GEREJA
Kita semua tahu bahwa selanjutnya Perjanjian Baru mewahyukan lebih banyak tentang Allah. Karena itu, kita yang
percaya kepada Kristus tidak dapat mengatakan bahwa wahyu tentang Allah dalam Perjanjian Lama adalah wahyu
yang lengkap, sebab ia sebenarnya hanya merupakan wahyu Allah sebagian dan tidak lengkap.
Matius 1:1 mengatakan, “Inilah daftar nenek moyang Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham.” Alangkah
berbedanya pembukaan Perjanjian Baru dengan ayat pertama Perjanjian Lama! Persona yang disebut dalam Matius
1:1 itu diwahyukan lebih lanjut dalam Matius 16. Dalam pasal itu Tuhan bertanya pada murid-murid-Nya, “Kata orang,
siapakah Anak Manusia itu?” (ayat 13). Setelah murid-murid-Nya menjawab, Tuhan lalu khusus bertanya kepada
mereka, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” (ayat 15). Simon Petrus mendapat wahyu dari Bapa di surga dan ia
menjawab, “Engkaulah Mesias (Kristus), Anak Allah yang hidup!” (ayat 16). Tuhan mengakui bahwa itu bukan manusia
yang menyatakan, melainkan Bapa. Tuhan berkata selanjutnya, “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah
Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (ayat 18).
Di sini yang kita miliki bukan Israel yang dikasihi Allah, yang kita miliki adalah gereja yang dibangun oleh Kristus.
Yohanes 1:1 mengatakan, “Pada mulanya ada Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah
Allah.” Ayat 14, “Firman itu telah menjadi manusia, dan tinggal di antara kita . . . penuh anugerah dan kebenaran.”
Firman yang bersama-sama dengan Allah pada mulanya dan yang telah menjadi manusia ialah Allah Pencipta segala
sesuatu, tetapi Dia tidak hanya demikian. Ketika kita memberitakan Injil, kita perlu menunjukkan hal ini kepada
teman-teman Yahudi kita. Kita perlu mengajar mereka tentang kebenaran ilahi! Allah Pencipta segala sesuatu telah
menjadi manusia melalui inkarnasi. Kita harus memberi tahu mereka bahwa Allah tidak berhenti hanya sebagai Allah
yang mengasihi bangsa Israel saja. Menurut Injil Yohanes, Dia telah menjadi seorang manusia. Karena itu, tidaklah
lengkap jika orang hanya mengenal Dia sebagai Allah.
Setelah hidup di bumi selama tiga puluh tiga setengah tahun, Kristus mati di atas salib, kemudian masuk ke dalam
kebangkitan. Pada hari kebangkitan-Nya, Kristus berkata, “. . . pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah
kepada mereka bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu” (20:17).
Dalam Matius ada Kristus dan gereja, dalam Yohanes ada Anak Allah dan saudara-Nya, yakni gereja. Setelah
kebangkitan-Nya, Kristus mulai menyebut murid-murid saudara, sebab melalui kebangkitan-Nya, melalui hayat ilahi
yang Ia bebaskan lewat kematian-Nya yang menyalurkan hayat, mereka telah beroleh kelahiran kembali (1 Ptr. 1:3;
Yoh. 12:24). Kristus tadinya adalah Anak tunggal Bapa, ekspresi tunggal Bapa. Kini, melalui mati dan bangkit, Anak
tunggal Allah telah menjadi “yang sulung di antara banyak saudara” (Rm. 8:29). Banyak saudara itu mengacu kepada
anak-anak Allah, gereja (Ibr. 2:10-12), menjadi ekspresi korporat Bapa di dalam Anak.
Mengenai hal ini, melalui wahyu Alkitab kita nampak ada tiga pemeran utamanya: Allah, Kristus, dan gereja. Allah
terwujud di dalam Kristus dan Kristus diekspresikan melalui gereja. Inilah wahyu akhir dari kitab-kitab Injil.
GEREJA-GEREJA LOKAL
Sekarang kita harus maju ke depan dari Kisah Para Rasul ke Wahyu. Di sini kita tidak hanya melihat Allah, Kristus
dan gereja, kita juga melihat gereja-gereja. Dalam Matius 16 Tuhan berkata, “di atas batu karang ini Aku akan
mendirikan gereja-Ku” (ayat 18). Ini adalah gereja universal yang unik, yang dilambangkan oleh Sion. Namun, seperti
halnya Sion memiliki banyak puncak gunung, maka gereja yang universal itu pun memiliki banyak ekspresi lokal. Dalam
Matius 18 Tuhan membicarakan sebuah kasus yang disampaikan kepada gereja, kita nampak satu dari
ekspresiekspresi lokal itu. Kita juga boleh mengibaratkan gereja universal sebagai sebuah pohon, dan gereja-gereja
lokal sebagai ranting-rantingnya. Dalam Matius 18 kita nampak sebuah ranting di antara ranting-ranting pohon
universal itu. Di situ ada satu gereja lokal yang kepadanya kita bisa membawa masalah kita untuk diselesaikan. Sebuah
gereja yang demikian bisa menghadapi orang-orang tertentu, bahkan bisa memandang mereka sebagai orang kafir
dan pemungut cukai.
Dalam Kisah Para Rasul kita nampak gereja di Yerusalem (8:1) dan gereja di Antiokhia (13:1). Berdasarkan 14:23,
rasul memilih dan mengangkat para penatua di masing-masing gereja. Yang dimaksud di sini ialah mendirikan gereja-
gereja di propinsi Asia kecil. Satu Korintus 1:2 mengatakan tentang “gereja Allah di Korintus”. Selain itu, dalam Galatia
1:2 tercatat “gereja-gereja di Galatia”. Galatia adalah sebuah propinsi di Kekaisaran Romawi kuno yang terdapat
banyak kota di dalamnya. Seperti halnya di negara bagian California terdapat banyak gereja hari ini. Demikian pula,
pada zaman Paulus terdapat banyak gereja di wilayah Galatia.
Sampai Kitab Wahyu, wahyu Allah dalam Alkitab telah mencapai tahap kesempurnaan. Gereja universal — Tubuh
Kristus terekspresi melalui gereja-gereja lokal. Gereja-gereja yang mengekspresikan Tubuh Kristus itu bersifat lokal
(1:12, 20). Wahyu 1:4 mengatakan, “Dari Yohanes kepada ketujuh jemaat yang di Asia kecil.” Asia Kecil adalah sebuah
propinsi dari Kekaisaran Romawi kuno, yang di dalamnya terdapat tujuh kota yang tercatat dalam 1:11. Ketujuh gereja
itu secara terpisah berada di tujuh kota, bukan di satu kota. Kitab Wahyu tidak membicarakan gereja universal,
melainkan gereja-gereja lokal di berbagai kota. Kita telah nampak, yang pertama diwahyukan dalam Matius 16:18
adalah gereja universal, sedangkan yang dicatat dalam Matius 18:17 adalah gereja lokal. Gereja yang didirikan dengan
riil dalam Kisah Para Rasul itu bersifat lokal, misalkan gereja di Yerusalem (8:1), gereja di Antiokhia (13:1), dan gereja-
gereja di Siria dan Kilikia (15:41). Tanpa gereja-gereja lokal, niscaya gereja universal akan tidak ada pelaksanaan dan
perwujudannya. Gereja universal terwujud melalui gereja-gereja lokal. Mengenal gereja secara universal harus
berakhir dengan mengenal gereja secara lokal. Adalah suatu kemajuan besar bagi kita bila kita mengenal dan
mempraktekkan gereja-gereja lokal. Mengenai gereja, Kitab Wahyu adalah dalam tahap kemajuan, sebab ia ditulis
kepada gereja-gereja lokal. Jika kita ingin memahami kitab ini, haruslah kita tidak saja mengenal gereja universal,
tetapi juga harus maju ke depan mengenal dan mempraktekkan gereja-gereja lokal.
MENYIRATKAN MAKNA ALLAH TRITUNGGAL
Sepanjang abad sangat jarang orang Kristen yang mengenal makna kaki pelita secara dalam, yakni mengenalnya
sebagai lambang atau simbol gereja-gereja lokal. Menurut konsepsi alamiah kita, kaki pelita tidak lebih sebagai satu
alat untuk menopang lampu yang bersinar dalam kegelapan. Dalam Keluaran 25 dikatakan bahwa kaki pelita terbuat
dari emas murni; Kitab Zakharia 4 dan Kitab Wahyu juga mengatakan kaki pelita itu dari emas. Memang hakiki kaki
pelita adalah emas. Kita nampak ada tiga perkara penting mengenai kaki pelita: emas, kaki pelita, dan pelita-pelita.
Kaki pelita emas menyiratkan makna Allah Tritunggal. Emas adalah sejenis esens untuk membentuk kaki pelita; kaki
pelita adalah perwujudan konkret dari emas; sedangkan pelita adalah ekspresi kaki pelita. Emas melambangkan Bapa
sebagai substansi, kaki pelita melambangkan Anak sebagai perwujudan konkret dari Bapa, sedangkan pelita
melambangkan Roh sebagai ekspresi Bapa di dalam Anak. Jadi, makna Allah Tritunggal telah terkandung di dalam kaki
pelita emas. Dari segi hakiki, kaki pelita emas memang satu, tetapi dari segi perwujudan, kaki pelita adalah tujuh,
karena ia adalah satu kaki pelita yang berpelita tujuh. Dari bawah kaki pelita itu satu, dari atas ia adalah tujuh. Apakah
kita masih harus berdebat ia satu atau tujuh? Dalam hakikinya, kaki pelita memang segumpal emas yang menopang
tujuh buah pelita. Hal ini menunjukkan dengan misterius bahwa pada hakikinya Allah Tritunggal itu memang satu;
namun pada ekspresinya ialah tujuh Roh. Bapa yang sebagai hakiki itu terwujud pada Anak yang menjadi bentuk,
sedang Anak pun terekspresi menjadi tujuh Roh.
Bagaimana kita membuktikan bahwa ketujuh pelita itu adalah Roh yang mengekspresikan Kristus? Ketujuh pelita
pertama-tama tercantum dalam Kitab Keluaran. Andaikata hanya satu ayat ini saja, sangat sukarlah kita mengenal
bahwa tujuh pelita itu adalah Roh itu. Tetapi ketika kita maju dari Keluaran ke Kitab Zakharia, kita segera nampak
bahwa tujuh pelita adalah tujuh mata Kristus, juga tujuh mata Allah (Za. 3:9; 4:10). Jika kita lanjutkan lagi sampai Kitab
Wahyu, kita nampak bahwa ketujuh mata Anak Domba adalah Roh Allah yang diperkuat. Jadi, kita mempunyai dasar
yang kuat untuk mengatakan bahwa ketujuh pelita adalah Roh yang diperkuat tujuh kali lipat sebagai ekspresi Kristus.
DALAM GEREJA LOKAL ATAS TUMPUAN KEESAAN
Kita telah menunjukkan bahwa dalam Perjanjian Lama begitu umat Allah kehilangan tumpuan keesaan, mereka
dengan sendirinya juga kehilangan banyak perkara rohani dan ilahi. Namun, begitu mereka kembali ke Yerusalem,
kembali ke tumpuan keesaan, perkara-perkara rohani dan ilahi itu semua kembali lagi. Prinsip ini sama dalam
pemulihan Tuhan pada hari ini. Hari ini Allah kita — Allah Tritunggal, adalah Bapa yang terwujud di dalam Anak, Anak
terealisasi menjadi Roh yang almuhit. Hari ini Roh itu sedang berbicara kepada gereja-gereja. Karena itu, untuk bisa
mendengar suara Roh itu, kita harus berada di dalam salah satu dari gereja-gereja lokal. Terakhir, Roh dan mempelai
perempuan yang terbentuk dari gereja-gereja dan seluruh kaum beriman akan menjadi esa dan berbicara bersama.
Hari ini kita mendengar Roh itu berbicara, namun suatu hari tidak lama lagi, Roh itu bersama dengan mempelai akan
berkata, “Marilah!” Terpujilah Tuhan karena visi demikian! Kita mempunyai visi yang demikian jelas di hadapan kita,
maka kita tahu hari ini kita harus berada di mana. Kita harus berada dalam keesaan yang bersifat lokal, yaitu di dalam
gereja lokal yang ada di atas tumpuan keesaan.
Jika kita tidak berada dalam keesaan yang bersifat lokal, kita tidak berada di dalam gereja secara sungguh dan riil.
Tidak hanya demikian kita pun mustahil mengalami Allah Tritunggal yang telah melalui proses dan almuhit secara
penuh. Hari ini banyak orang Kristen yang miskin dalam kerohanian, itu dikarenakan mereka tidak memiliki keesaan
yang sejati, dan tidak mengalami Roh almuhit dengan sepenuhnya. Mereka mempunyai Alkitab, namun tidak
mempunyai seberapa pengalaman terhadap Kristus sebagai hayat. Mereka mempunyai nama Kristus, tetapi tidak
seberapa beroleh realitas persona Kristus sendiri. Banyak perkara rohani menjadi langka karena tumpuan keesaan
telah rusak bahkan hilang. Hanya berada di atas tumpuan keesaan barulah kita mempunyai pengalaman yang penuh
terhadap Allah Tritunggal yang telah melalui proses. Ingatlah, menurut Kitab Wahyu 1:4-5, penyaluran Allah Tritunggal
ditujukan kepada gereja-gereja lokal.
TUMPUAN LOKALITAS
Tumpuan keesaan yang kita bicarakan adalah tumpuan lokalitas. Dua puluh tahun lebih yang silam, di Taipei ada
seorang Kristen dari Amerika Serikat, ia sahabat baik kami, juga dokter keluarga kami. Walaupun ia telah mendengar
berita tentang tumpuan gereja lebih dari 30 berita, pada suatu hari ia berkata kepada saya bahwa ia sama sekali tidak
mengerti masalah tumpuan lokalitas ini. Saya dengan sangat teliti menjelaskan kepadanya, tetapi ia tetap tidak
mengerti. Akhirnya ia mengakui bahwa ia sudah sedikit mengerti tentang masalah tumpuan keesaan, tetapi terhadap
tumpuan lokalitas ia tetap tidak paham.
Saudara T. Austin Sparks juga mempunyai kesulitan serupa. Bertahun-tahun yang lampau saya pernah mengadakan
dialog panjang dengannya sebanyak 20 kali tentang tumpuan gereja, tiap kali dialog sampai 2 atau 3 jam lamanya. Dia
berkata kepada saya bahwa dia tetap tidak paham tentang istilah tumpuan lokalitas. Saya menunjukkan kepadanya
bahwa dia pasti tidak meragukan orang Israel hanya diizinkan membangun Bait Suci di tempat tertentu, yaitu di
Gunung Moria, di tempat Abraham mempersembahkan Ishak. Tempat unik itulah tempat tumpuan pembangunan
bait. Dan tempat itu telah memelihara keesaan umat Allah. Saya katakan lagi bahwa Allah tidak mengizinkan umat-
Nya membangun bait di Babel, sekalipun bait itu dibangun dengan ukuran sama dan dengan desain sama dengan bait
yang di Yerusalem. Semua orang yang kembali dari pembuangan harus kembali ke tumpuan keesaan di Sion, dan
membangun bait itu kembali. Jadi, bait yang dibangun di Gunung Sion itu dibangun di atas tumpuan keesaan. Itu
adalah lukisan keesaan sejati semua orang Kristen hari ini. Keesaan ini berada di atas tumpuan yang wajar, yaitu di
atas tumpuan lokalitas. Saya percaya Saudara Sparks mengerti hal itu, tetapi ia enggan mengakuinya. Padahal makna
tumpuan lokalitas tidak sulit dimengerti. Banyak orang merasa sulit terhadap hal ini karena mereka tidak rela
melepaskan konsepsi mereka.
PEMULIHAN PERSAUDARAAN
Jenis reaksi lain terhadap formalitas dan kelembaman agama ialah yang berasal dari aliran mistis seperti Madame
Guyon dan Fenelon. Walau reaksi ini terjadi pada abad ke17, tetapi sampai abad ke-18 hidup gereja barulah terpulih.
Memang praktek hidup gereja pimpinan Zinzendorf sangat baik, tetapi belum memadai. Karena itu, pada awal abad
ke-19, demi langkah lebih lanjut untuk pemulihan hidup gereja, Tuhan membangkitkan segolongan orang lagi di
Inggris, khususnya orang-orang yang bersama dengan J.N. Darby. Kira-kira selama 25 tahun, orang-orang atau
saudarasaudara yang dipimpin oleh Darby itu mengalami pemulihan hidup gereja yang sangat indah, bahkan lebih
berisi dan sempurna, melampaui pemulihan Zinzendorf seabad sebelumnya. Namun, karena perselisihan doktrin,
keesaan pun hilang, dan Kaum Persaudaraan itu terpecah. Setelah tahun demi tahun berlalu, mereka terpecah belah
menjadi lebih dari seratus golongan. Karena keesaan telah rusak dengan serius, maka penyertaan Tuhan terhadap
mereka menjadi berkurang secara besar-besaran.
PEMULIHAN DI CHINA
Pada tahun 1920-an, Tuhan membangkitkan sekelompok kaum muda di China di bawah pimpinan Saudara
Watchman Nee. Saudara Watchman Nee pernah berkata kepada saya bahwa Tuhan seakan-akan dipaksa datang ke
China, sebab dalam hal pelaksanaan hidup gereja, China merupakan tanah perawan (virgin soil), sedangkan Amerika
Serikat dan Eropa telah dirusak, Tuhan tidak berdaya memulai hidup gereja yang wajar di Amerika Serikat dan Eropa.
Karena itu, benih pemulihan hidup gereja ditaburkan di China, sebidang tanah yang belum pernah dibajak.
Gereja pertama yang dibangun dalam pemulihan Tuhan berdiri pada tahun 1922 di Foochow, kampung halaman
Saudara Watchman Nee. Setelah saya beroleh selamat pada tahun 1925, saya berkontak dengan Saudara Watchman
Nee melalui majalah-majalah tulisannya. Buku-buku Saudara Watchman Nee telah membantu banyak orang nampak
kekeliruan denominasi. Kami nampak walaupun kami berpegang pada nama Tuhan, Injil, dan Alkitab, tetapi kami
harus menolak dan meninggalkan banyak perkara milik kekristenan yang terorganisir. Di bawah pimpinan Saudara
Watchman Nee, kami telah mempelajari sejarah gereja, biografi-biografi, dan semua bacaan rohani dan yang
berkaitan dengan doktrin-doktrin. Melalui pengkajian itu, kami memperoleh pengetahuan yang mendetail tentang
kekristenan. Kami berangsur-angsur mengerti dengan jelas bahwa pada aspek pelaksanaannya, kami harus menerima
baptisan selam, jabatan kepenatuaan, kekudusan yang riil, dan kepenuhan pencurahan Roh Kudus yang wajar. Orang-
orang yang mengunjungi sidang kita sering menjadi bingung dan tidak dapat mengategorikan aliran apa sebenarnya
kita. Bagi beberapa orang, kita dikira aliran Baptis, ada pula yang mengira kita aliran Presbiterian, ada lagi yang
mengira kita Kaum Saudara (The Brethren), dan lain-lain.
Pada tahun 1932, gereja dibangkitkan di kampung halaman saya, Chefoo, propinsi Shantung. Kami tidak tahu
bagaimana menempuh hidup gereja. Kami hanya tahu mengasihi Yesus, dan kami tidak dapat membenarkan situasi
dan kondisi kekristenan yang tradisional. Kami berhimpun bersama hanya dengan hati untuk Tuhan dan kerinduan
terhadap Alkitab. Kami tidak mengerti harus bagaimana bersidang, khususnya tidak mengerti harus bagaimana
mengadakan sidang pemecahan roti. Walau demikian, kami menikmati kemanisan penyertaan Tuhan.
BATAS LOKALITAS
Pada tahun 1930, Saudara Watchman Nee mengunjungi Eropa, Kanada, dan Amerika Serikat. Selama perjalanan
pelawatannya, dia melihat kekacauan dan perpecahan-perpecahan di antara Kaum Saudara. Situasi itu membuat
Saudara Watchman Nee gundah, maka dia menetapkan untuk mengkaji lagi kitab Perjanjian Baru, menyelidiki
seberapa besar seharusnya ruang lingkup sebuah gereja lokal. Melalui pengkajian itu dia nampak bahwa ruang lingkup
sebuah gereja lokal haruslah sebesar ruang lingkup administrasi lokalitas itu. Kebenaran ini pernah dimuat dalam buku
yang berjudul The Assembly Life (Kehidupan Sidang). Dalam buku tersebut Saudara Watchman Nee sangat
menekankan apa yang dia sebut batas lokalitas.
TUMPUAN LOKAL
Pada tahun 1937, Saudara Watchman Nee melihat lebih maju lagi, yakni tumpuan keesaan lokalitas gereja. Dari
batas lokal dia maju melihat tumpuan lokal. Dia kemudian mengadakan sidang “darurat” bersama semua rekan
sekerja dan menyampaikan banyak berita, yang kemudian dibukukan dengan judul “Kehidupan Gereja yang Normal”.
Buku tersebut menekankan tumpuan lokal. Maka pada tahun 1937, masalah keesaan lokal sudah terpulih sepenuhnya
di tengah-tengah kita. Kita jelas sekali bahwa untuk melaksanakan hidup gereja, kita harus berada di tumpuan lokal,
yakni di atas tumpuan keesaan.
Sejak terpulihnya tumpuan lokal, banyak orang Kristen pernah berdebat dengan kita tentang masalah ini. Ada yang
berkata, “Kalian mengatakan bahwa kalian gereja lokal, kalian sombong. Bagaimana kalian berkata hanya kalianlah
gereja, kami bukan? Kalian mengklaim bahwa kalian adalah gereja di Shanghai, bukankah kami juga gereja di
Shanghai?” Mula-mulanya kita merasa resah terhadap kecaman demikian. Kita tidak mempunyai pengalaman untuk
menghadapinya. Kemudian, melalui membela kebenaran keesaan, kita telah belajar bagaimana menghadapi berbagai
macam kritikan, penentangan, dan perdebatan.
SEBUAH ILUSTRASI YANG EFEKTIF DARI KEESAAN LOKAL
Jika ada orang berdebat dengan Anda tentang tumpuan keesaan, Anda boleh menunjuk situasi umat Israel di negeri
Kanaan sebagai satu ilustrasi. Yerusalem adalah tempat unik, pusat unik pilihan Allah untuk memelihara keesaan umat
Allah. Kemudian, umat Allah tertawan, ada yang ditawan ke Mesir, ada yang ke Asyur, dan ada pula yang ke Babel.
Asalnya umat Allah itu esa, hanya ada satu pusat penyembahan — Gunung Sion di Yerusalem. Tetapi kemudian
mereka berserakan, paling tidak terbagi menjadi tiga kelompok. Setelah penuh tujuh puluh tahun berada dalam
pembuangan di Babel, Allah menyuruh mereka kembali ke Yerusalem, dan ada sebagian umat tersisa yang kembali.
Setelah mereka kembali ke Yerusalem, dengan sendirinya mereka menjadi kelompok keempat dari umat Allah.
Sebelum mereka kembali dari tanah pembuangan ke Yerusalem, mereka hanya ada tiga kelompok atau golongan,
yang masing-masing terpencar di Mesir, Asyur, dan Babel. Walau ketiga kelompok itu terpecah-belah, tetapi kelompok
keempat yang kembali ke Yerusalem bukanlah yang terpecah-belah. Orang-orang dari kelompok keempat ini memang
terpisah dengan yang lainnya, tetapi mereka jelas bukan suatu perpecahan, melainkan pemulihan.
Mungkin saja umat Allah yang suka tinggal di Babel akan berkata, “Saudara-saudara, kalian jangan begitu picik,
Allah itu maha hadir. Kita tidak perlu kembali ke Yerusalem untuk menyembah Allah. Tengoklah Daniel, dia mengasihi
Tuhan dan melayani Allah, tetapi dia tidak pulang ke Yerusalem. Kalau dia boleh tetap di Babel, kami pun boleh.” Di
bawah kuasa kedaulatan Allah, bahkan setelah Raja Koresy menurunkan titah memerintahkan orang-orang buangan
pulang ke Yerusalem, Daniel tetap tinggal di Babel (1 Taw. 36:22; Dan. 1:21; 10:1). Sebelumnya, Daniel berdoa tiap
hari dengan membuka jendela mengarah ke Yerusalem. Ini menunjukkan bahwa Daniel berharap pulang ke
Yerusalem, hanya saja dia tidak beroleh kesempatan itu. Oleh karena itu, keadaan Daniel tidak boleh kita jadikan
alasan untuk membenarkan orang menetap terus di Babel, yaitu tinggal di dalam perpecahan.
Menetapnya umat Allah di Mesir, Asyur, dan Babel berarti menetap di dalam perpecahan. Dan sekelompok orang
yang pulang ke Yerusalem sama sekali tidak berarti memperbanyak perpecahan, sebaliknya, mereka telah menikmati
pemulihan keesaan sejati. Dari keempat kelompok orang itu, hanya merekalah yang layak terbilang sebagai negara
Israel. Boleh jadi jumlah orang-orang yang tinggal di Babel jauh lebih banyak daripada mereka yang pulang ke
Yerusalem, tetapi hanya orang-orang yang kembali ke Yerusalem yang dapat disebut negara Israel, sedangkan orang-
orang yang tidak pulang, tidak dapat.
Keadaan negara Israel hari ini pun sama. Hanya orang-orang yang pulang ke tanah kudus yang diakui sebagai
negara Israel, orang-orang Israel yang berserakan di berbagai tempat tidak dapat disebut negara Israel. Misalkan,
orang-orang Yahudi di New York jumlahnya jauh lebih banyak daripada orang-orang Yahudi di tanah Israel, namun
yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah orang-orang Yahudi di tanah kudus sebagai negara Israel; mereka
yang di New York tidak bisa menjadi sebuah negara. Orang-orang yang tinggal di New York mungkin sangat mengasihi
negara Israel, bahkan mendukungnya dengan murah hati, namun hanya karena mereka tidak kembali ke negeri
leluhur mereka, maka mereka tidak bisa diakui sebagai negara Israel. Untuk menjadi bagian dari bangsa Israel, tidak
saja perlu menjadi orang Yahudi, tetapi juga harus menjadi orang Yahudi yang berada di atas tumpuan yang wajar,
yakni di tanah permai atau tanah kudus.
BERDIRI DI ATAS TUMPUAN KEESAAN HARUS MEMBAYAR HARGA
Tahukah Anda mengapa kebanyakan umat Allah menetap terus di Babel, enggan menempuh perjalanan jauh untuk
pulang ke Yerusalem? Alasannya tak lain karena mereka sudah menetap dengan nyaman di Babel dan tidak mau
membayar harga untuk kembali ke tanah permai. Demikian pula keadaan kebanyakan orang-orang Yahudi di Amerika
Serikat hari ini. Mereka boleh jadi sangat setia dan gairah kepada negara Israel, tetapi mereka merasa tidak mudah
untuk pindah ke sana guna menjadi bagian dari negaranya. Karena mereka telah mempunyai tempat tinggal di
Amerika Serikat, maka mereka merasa lebih baik menjadi Yahudi-Amerika. Ini menunjukkan bahwa mereka enggan
membayar harga demi berdiri di atas tumpuan keesaan unik itu. Sungguh disayangkan kebanyakan orang Kristen hari
ini juga demikian keadaannya. Banyak di antara mereka yang sudah nampak beberapa kebenaran tentang keesaan,
tetapi persoalannya hanya karena mereka enggan membayar harga. Kembali ke tumpuan keesaan akan menyebabkan
banyak orang kehilangan kedudukan, nama, reputasi atau popularitas. Demi belas kasihan Tuhan, kita telah memilih
menempuh jalan sempit salib dan berdiri di atas tumpuan keesaan. Kita tidak punya pilihan kecuali menerima pilihan
Tuhan, sekalipun mungkin kita difitnah, dihina, dan dikritik. Kita harus membayar harga untuk berdiri di atas tumpuan
keesaan, dan tidak peduli orang lain dengan perkataan jahat yang bagaimana mengatai kita.
Terpujilah Tuhan karena perkara-perkara rohani dan surgawi yang telah kita alami di atas tumpuan lokal ini! Di sini,
di dalam keesaan lokal unik ini, kita memiliki penyertaan Tuhan, mezbah, kediaman, dan pesta. Tidak ada yang bisa
dibandingkan dengan kenikmatan kekayaan rohani di atas tumpuan yang wajar ini. Betapa senangnya saya bisa
bersama-sama dengan kalian di dalam keesaan lokal! Kecuali Tuhan memimpin kita benar-benar bermigrasi ke kota
(lokal) lain, kita harus tinggal saja di gereja lokal kita, tidak pindah menuruti selera atau pilihan kita sendiri. Marilah
kita tinggal di gereja di mana Tuhan telah menempatkan kita. Kita memuji Tuhan untuk visi tentang pemusnahan
bukit-bukit pengorbanan dan pemulihan keesaan lokal. Haleluya bagi wahyu keesaan lokal dan pemulihannya!
Mengambil bagian dalam pemulihan hari ini adalah hak istimewa kita.