Anda di halaman 1dari 17

BAB VIII

Gereja, Sakramen dan Pelayanan

Tujuan Instruksional Umum:


Jemaat mampu menerangkan dengan kalimat sendiri maksud dari: gereja,
sakramen gereja dan tugas pelayanan gereja, agar jemaat dapat ikut
berpartisipasi secara konkrit.

Tujuan Instruksional Khusus:


Jemaat mampu menerangkan maksud tiap-tiap pokok bahasan mengenai:
pengertian gereja, sifat-sifat gereja, tujuan gereja, sakramensakramen
gereja, tugas pelayanan gereja.

1. Pendahuluan

Sering penggunaan kata "gereja" menunjuk pada pengertian:


gedung, rumah ibadat, tempat persekutuan orang-orang Kristen.
Pengertian tersebut benar, namun masih belum lengkap. Karena gereja
memiliki dimensi-dimensi spiritual dan tugas yang sangat luas. Bahkan
dimensi-dimensi kehidupan gereja meliputi seluruh kehidupan manusia
dalam segala bidangnya. Sehingga tidak ada satu bidang kehidupan
yang tidak berhubungan dengan dimensi-dimensi gereja. Karena dalam
tubuh gereja itu nampak seluruh eksistensi (keberadaan) hidup
manusia yang beriman kepada Allah di dalam Yesus Kristus. Jadi dapat
dikatakan bahwa iman adalah nafas dan jiwa berdirinya gereja, dan
Yesus Kristus adalah alas dan tujuan kehidupan gereja.

Lahirnya gereja di permukaan bumi ini tidak terjadi begitu saja.


Gereja berdiri bukan karena sebab-sebab alamiah atau faktor-faktor
manusiawi, juga bukan hasil perencanaan manusia. Sebab yang paling
menentukan berada atau berdirinya gereja adalah karya keselamatan
yang dilakukan oleh Allah di dalam Yesus Kristus. Jadi kehendak dan
karya Ilahi sendiri yang memungkinkan gereja berada di dalam dunia.
Itulah sebabnya gereja itu berada dalam dunia bukan untuk
kepentingan dirinya, juga bukan untuk kepentingan dunia. Tetapi
gereja mempunyai panggilan untuk mencerminkan kemuliaan citra
Allah dan kasih Allah yang menyelamatkan serta yang membebaskan.
Jadi bila terdapat gereja-gereja tertentu hidup untuk kepentingan
dirinya atau hidup seperti dunia ini, maka gereja-gereja itu telah
menyeleweng dari kehendak dan panggilan TUHAN Allah. Mereka tak
pantas menyebut diri sebagai gereja, atau sebagai tubuh Kristus.

2. Pengertian Gereja

Kata "gereja" berasal dari kata Portugis, yaitu dari perkataan:


igreya. Dalam Perjanjian Baru, kata "gereja" diterjemahkan dari kata
Yunani, yaitu kata ekklesia. Sedang kata ekklesia sendiri berasal dari 2
bentukan kata: ek (yang artinya: keluar), dan kata kalein (yang artinya:
memanggil, mengundang). Dalam bahasa sehari-hari, kata ekklesia
berarti: rapat atau perkumpulan yang terdiri dari orangorang yang
dipanggil untuk berkumpul.

Bila diteliti lebih lanjut, ternyata pengertian ekklesia (Yun.) tidak


dapat lepas dari pengertian dunia Perjanjian Lama. Umat Allah di
Perjanjian Lama menyebut dirinya sebagai jemaat dengan sebutan
qahal (Ibr.). Dan orang-orang jaman Perjanjian Baru menerjemahkan
pengertian qahal tersebut dengan kata ekklesia. Pengertian qahal
dalam bahasa Ibrani adalah menunjuk pada gagasan:
- Pertemuan
- Rapat
- Tentara
- Rakyat (massa)
- Umat

Umat Allah yang didirikan oleh Allah dalam Yesus Kristus tidak
dapat dilepaskan atau diputuskan dari umat Allah di Perjanjian Lama.
Gereja Yesus Kristus mempunyai akar yang kuat dalam tradisi iman
umat Israel sebagai umat Allah. Itulah sebabnya Gereja juga mengakui
dan memakai Alkitab Perjanjian Lama sebagai firman Allah setara
dengan Alkitab Perjanjian Baru. Sehingga kita selaku Gereja Yesus
Kristus memiliki 2 bagian besar Alkitab, yaitu: Alkitab Perjanjian Lama
yang terdiri dari 39 kitab, dan Alkitab Perjanjian Baru yang terdiri dari
27 kitab. Sehingga Alkitab kita berjumlah 66 kitab. Setiap bagian dari
66 kitab itu mendapat penghormatan dan kedudukan yang sama.
Karena itu setiap kitab dapat dipakai sebagai sumber yang sah untuk
penyampaian khotbah, ajaran gereja dan sikap bidup orang Kristen.

Umat Israel dalam Perjanjian Lama disebut sebagai QAHAL


YAHWEH (Umat TUHAN). Pada saat YAHWEH menampakkan Diri
kepada Israel di gunung Sinai, hari itu disebut sebagai: "hari
perkumpulan jemaat" (lihat Ulangan 9:10; 18:16). Jadi pada waktu itu
Musa mengumpulkan umat Israel untuk mengadakan perjanjian dengan
YAHWEH (TUHAN). Melalui peristiwa perjanjian itu, umat Israel
memiliki dasar hidupnya sebagai bangsa, bahkan sebagai umat Allah.
Tepatnya melalui perjanjian di gunung Sinai (pemberian "Sepuluh
Firman Allah''), Israel ditahbiskan oleh Allah sebagai umat
kepunyaanNya. Dan mereka menjadi suatu bangsa. Persekutuan
mereka menjadi QAHAL YAHWEH (Umat TUHAN). Sebab Allah sendiri
yang memilih mereka. Di Ulangan 7:6, TUHAN Allah berfirman: "Sebab
engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu; ngkaulah yang
dipilih oleh TUHAN Allahmu dari segala bangsa di atas muka bumi
untuk menjadi umat kesayanganNya". Jadi Allah memilih mereka untuk
menjadi "bangsa yang kudus" dan menjadi "umat kesayanganNya".

Namun pemilihan Israel sebagai QAHAL YAHWEH tersebut adalah


karena anugerah atau rahmat Allah belaka. Prinsip anugerah Allah
inilah yang ditekankan dalam teologi Perjanjian Lama. Karena itu
Ulangan 7:7 berkata: "Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari
bangsa manapun juga, maka hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih
kamu – bukankah kamu ini yang paling kecil dari segala bangsa?"
Ternyata alasan TUHAN Allah memilih Israel adalah: TUHAN Allah
mengasihi kamu (Ulangan 7:8).

Pemikiran teologis ini masih dilanjutkan dan dipertahankan dalam


teologi Perjanjian Baru. Prinsip pemikiran ini dapat kita lihat dari
pengertian ekklesia yang berarti: Allah memanggil keluar. Di I Petrus
2:9 kita dapat melihat pernyataan firman Allah sebagai berikut: TETAPI
KAMULAH BANGSA YANG TERPILIH, IMAMAT YANG RAJANI, BANGSA
YANG KUDUS, UMAT KEPUNYAAN ALLAH SENDIRI; SUPAYA KAMU
MEMBERITAKAN PERBUATAN-PERBUATAN YANG BESAR DARI DIA,
YANG TELAH MEMANGGIL KAMU KELUAR DARI KEGELAPAN KEPADA
TERANGNYA YANG AJAIB. Ini berarti gereja adalah umat Allah yang
dipanggil keluar dari kegelapan dunia dan dibawa masuk ke dalam
persekutuan dengan Allah, agar mereka memberitakan kepada dunia
tentang perbuatan-perbuatan besar dari Allah.

Anugerah Allah tersebut juga dinyatakan kepada bangsa-bangsa


kafir melalui Yesus Kristus. Melalui kehidupan, karya keselamatan,
kematian dan kebangkitan Yesus Kristus; Allah telah menetapkan
"umat pilihan" yang baru. Umat pilihan yang percaya di dalam Yesus
Kristus itulah yang disebut ekklesia yang berarti gereja atau jemaat
Allah. Karena itu pengertian gereja tidak lagi terbatas pada umat Israel
secara "daging". Sebaliknya melalui gereja, Allah membuka pintu
keselamatan bagi segala bangsa asal mereka mau dipertalikan dalam
iman kepada Kristus.

3. Sifat-Sifat Gereja

Gereja memiliki identitas yang khas, karena itu juga gereja


memiliki sifat-sifat yang hakiki. Sifat-sifat gereja tersebut tercermin
dalam PENGAKUAN IMAN RASULI, yang menyebutkan gereja itu kudus
dan am, serta persekutuan orang kudus. Oleh karena itu dalam bagian
berikut, kita akan merinci sifat-sifat gereja dalam uraian berikut ini.

3.1. Gereja adalah kudus

Bila gereja itu disebut "kudus", itu bukan dimaksudkan untuk


menunjukkan atau membuktikan bahwa para anggota di dalam gereja
itu adalah orang-orang yang kudus atau suci. Jemaat Allah di dalam
gereja itu justru adalah orang-orang yang berdosa, dan yang kadang-
kadang banyak melakukan kesalahan. Pengertian kudus menurut
Alkitab berarti: disendirikan, atau diasingkan bagi Allah. Bila disebut
"barangbarang kudus" berarti: barang-barang tersebut disendirikan
untuk kepentingan Allah. Demikian pula halnya dengan manusia. Orang-
orang kudus berarti mereka disendirikan atau dikhususkan untuk
kepentingan Allah. Jadi pengertian "kudus" menurut Alkitab menunjuk
pada pengertian nisbah (hubungan), yaitu hubungan antara orang atau
benda tertentu yang diasingkan dengan tujuan tertentu yang
berhubungan dengan pelayanan kepada Tuhan. Jadi gereja disebut
"kudus" karena gereja pada hakikatnya diasingkan bagi kemuliaan dan
pelayanan kepada Allah; sehingga gereja tidak boleh mencari
kemuliaan dan kesucian dirinya sendiri.

Sebab itu pemahaman gereja itu kudus, gereja harus menyadari


bahwa mereka:
a. Semata-mata hidup di dalam anugerah kasih (rahmat) Allah.
b. Berada di bawah pemerintahan Kristus yang membebaskan.
c. Hidup yang mengutamakan: kesucian, kebenaran dan keadilan.

Ini berarti kekudusan gereja berarti: tanda meterai yang diukir


Allah sendiri dalam tubuh gereja, dan pada pihak lain kekudusan itu
merupakan suatu tugas yang harus diperjuangkan dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga gereja dalam seluruh perjalanan hidupnya dapat
mencerminkan kehidupan baru (keselamatan) di dalam Yesus Kristus.

3.2. Gereja adalah Am

Arti "am" adalah: umum atau universal. Pengertian ini identik


dengan katholikos. Hanya pengertian katholikos mengandung gagasan
tentang keluasan dan tidak terbatas oleh ruang atau wilayah geografis.
Gereja Katolik Roma menyebut diri sebagai "katolik". Maksudnya G K
Roma tersebut menegaskan diri sebagai gereja yang memiliki aspek-
aspek keluasan yang tersebar di seluruh dunia. Semua gereja di semua
tempat dan abad menganggap dirinya bersifat am, tanpa perkecualian.
Sebab universalisme memang ciri dari gereja. Oleh karena itu gereja
tidak terbatas oleh batas-batas geografis daerah, kepulauan atau
negara. Gereja mencakup seluruh dunia sehingga gereja berada dan
berperan dalam semua negara, semua budaya, semua suku bangsa,
semua bahasa dan semua adat-istiadat.

Selain itu arti "gereja adalah am" bukan hanya karena gereja-
gereja itu sepaham (satu aliran teologi dan ajaran gereja). Gereja itu
am berarti: semua gereja yang berlandaskan iman kepada Yesus
Kristus dan Alkitab sebagai kesaksian firman Allah satu-satunya.
Karena itu gereja yang am mencakup semua aliran gereja, baik gereja
Katolik Roma, gereja Lutheran, gereja Calvinis, Gereja Pantekosta, dan
sebagainya. Mereka semuanya umat Allah yang ditebus oleh Yesus
Kristus.

Atas dasar pemikiran tersebut timbullah pada abad XX ini gerakan


oikoumenis yang menghendaki persatuan gereja. Mereka menekankan
kualitas masing-masing anggota gereja yang ada, agar dalam keaneka-
ragamannya gereja-gereja itu tetap menampakkan kesatuan gereja
yang am. Jadi perbedaan-perbedaan gereja diakui sebagai sesuatu
yang sah, namun semua gereja yang saling berbeda itu menjalin
persekutuan umat Kristen sedunia. Tujuannya agar dalam
"kebhinekaan" itu gereja-gereja itu tidak hidup saling terpisah atau
terpecahbelah. Pluralisme gereja-gereja itu jangan sampai menghapus
sifat gereja yang am. Sebab Yesus Kristus telah mempersatukan dan
memperdamaikan segala kebhinekaan gereja menjadi: kawan sewarga
dari orang-orang kudus dan anggotaanggota keluarga Allah (Efesus
2:19). Lebih lanjut lihat bab IX.

3.3. Gereja adalah persekutuan orang kudus

Dalam Pengakuan Iman Rasuli disebutkan gereja sebagai


persekutuan orang kudus, yaitu diterjemahkan dari kalimat: communio
sanctorum. Kata "communio" menunjuk suatu komunitas, persekutuan;
sedang kata "sanctorum" menunjuk ide mengenai hal-hal yang suci
atau kudus. Ini berarti gereja adalah sebagai kehidupan persekutuan
dari orang-orang kudus; tepatnya orang-orang yang telah dikuduskan
Allah. Jadi pengertian "kudus" di sini bukan menunjuk pada
kelembagaan gereja sebagai suatu organisasi. Sebab secara
kelembagaan (organisasi), gereja terdiri dari orang-orang yang berdosa
dan kadang-kadang bersifat duniawi.

Ini berarti pengertian gereja sebagai "persekutuan orang kudus"


merupakan tugas panggilan yang masih harus diperjuangkan terus-
menerus. Gereja harus senantiasa menaklukkan dan mengalahkan
dirinya yang kadang-kadang tergelincir ke arah sikap yang duniawi.
Bekal kekuatan perjuangan gereja adalah kasih Allah dalam Yesus
Kristus dan iman serta pengharapan yang tidak pernah putus. Jadi
bukan mengandalkan kepada kekuatan para individu, ajaran gereja
(dogma) atau lembaga organisasinya.

Gereja sebagai persekutuan orang kudus memiliki 2 dimensi yang


saling berkaitan. Dimensi pertama adalah gereja pada hakikatnya telah
dimeteraikan dalam perjanjian kasih dan anugerah Allah. Namun ini
masih belum selesai! Karena itu dimensi kedua adalah gereja perlu
mewujudkan kasih karunia yang telah dia terima dari Allah pada masa
kini dan masa depan, Gereja harus bergerak ke arah kepenuhan kasih
Allah.

Dari uraian di atas, kita dapat melihat makna "persekutuan orang


kudus" memiliki sifat dinamis dan progresif; tidak pasif dan puas diri.
Karena itu gereja pertama-tama harus mau senantiasa membenahi diri
sehingga secara intern gereja benarbenar berakar kokoh di dalam iman
dan kasih kepada Allah di dalam Yesus Kristus. Dan yang kedua, gereja
tetap setia kepada berita kesaksian Alkitab secara keseluruhan (bukan
setia pada bagian-bagian Alkitab tertentu saja).

4. Tujuan Gereja

Tujuan gereja adalah untuk mewujudkan Kerajaan Allah dalam


kehidupan manusia. Dan Kerajaan Allah itu telah hadir dan diayatakan
oleh Yesus Kristus (lihat uraian bab VI). Ini nampak sekali ketika Yesus
Kristus pada awal pelayananNya berkata: "Waktunya sudah genap,
Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil"
(Markus 1:15). Berkali-kali Yesus Kristus berkata bahwa Kerajaan Allah
berada dalam diriNya. Misalnya di Matius 16:28, Dia berfirman: "Anak
Manusia datang sebagai Raja dalam KerajaanNya". Juga dalam Matius
25:31, yaitu: "Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaanNya dan
semua malaikat bersamasama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam
di atas takhta kemuliaanNya. Yesus Kristus adalah RAJA dalam
Kerajaan Allah (Matius 25:34, 40). Sebab itu setiap kali Yesus Kristus
memperlihatkan kuasaNya yang menyelamatkan, pada waktu itu
Kerajaan Allah sudah datang. Di Lukas 11:20 Yesus berkata: "Jika AKU
mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan
Allah sudah datang kepadamu".

Jadi dalam kehadiran hidup Yesus Kristus, Kerajaan Allah itu


menampakkan diriNya sebagai pribadi yang hidup dan berkarya.
Dengan kata lain, melalui kehidupan Yesus Kristus, pemerintahan Allah
sebagai Raja telah menyejarah dalam kehidupan umat manusia.
Kerajaan Allah itu bukan sesuatu yang bersifat "sorgawi" saja, tetapi
"yang sorgawi" itu berkarya dan bertindak dalam sejarah hidup
manusia yang dikuasai oleh dosa. Tujuannya agar manusia yang
percaya (beriman) di dalam Yesus Kristus, manusia itu dijadikan "anak-
anak Allah" dalam Kerajaan Allah. Di Yohanes 1:12 kita menjumpai
kesaksian demikian: "Tetapi semua orang yang menerimanya diberiNya
kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya
dalam pamaNya". Kehadiran Yesus Kristus sebagai perwujudan
Kerajaan Allah adalah untuk menciptakan kehidupan yang baru.
Maksudnya: supaya manusia hanya menyandarkan diri di bawah kuasa
pemerintahan Allah (Kerajaan Yesus Kristus), bukan pada kuasa yang
lain.

Di lain pihak Yesus Kristus juga menjadi Kepala Gereja (lihat


Efesus 4:15). Dan gereja berfungsi sebagai tubuh Kristus (Efesus 4:12).
Ini berarti seluruh kehidupan gereja harus berakar dan bertumbuh di
dalam Yesus Kristus, sehingga jemaat (gereja) dapat mencapai
kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
kepenuhan Kristus (Efesus 4:13). Untuk mencapai kepenuhan Kristus,
gereja harus ikut ambil bagian dalam mewujudkan kehadiran Allah di
tengah-tengah kehidupan konkrit. Sebab gereja adalah alat yang dipilih
dan ditebus oleh darah Anak Allah sendiri (bdk. Wahyu 14:1).

Untuk menghadirkan Kerajaan Allah yaitu keselamatan dalam


Yesus Kristus, gereja harus mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan
gereja memiliki 2 arah, yaitu: pertumbuhan ke dalam dan pertumbuhan
ke luar.
4.1. Pertumbuhan ke Dalam

Maksud pertumbuhan ke dalam adalah gereja mau membenahi diri


terus-menerus agar orientasi dan cara hidupnya tetap berdasar pada
kesaksian Alkitab dan pengenalan yang makin mendalam di dalam
Yesus Kristus. Karena dapat saja gereja (jemaat) walaupun memakai
nama Kristus, tanpa disadari telah meninggalkan azas-azas hidup
Kristen dan lebih menerapkan cara-cara hidup duniawi. Juga dapat
saja terjadi gereja memakai nama Allah dan Kristus atau Injil, tetapi isi
kesaksian yang diberitakan adalah ajaran-ajaran yang bersifat duniawi
belaka. Sehingga nama Allah, Yesus Kristus atau Injil hanya dipakai
sebagai kedok atau topeng belaka.

Gereja harus mengalami pertumbuhan ke dalam, berarti juga setiap


anggota jemaat harus belajar membina diri untuk hidup dalam
persekutuan kasih Kristus. Mereka saling membagi-bagikan karunia-
karunia dan berkat-berkat dalam kehidupan, sehingga dapat saling
melengkapi atau saling membantu mereka yang kekurangan, Karena
itu jemaat perlu belajar untuk hidup rendah hati dan tidak ada yang
memegahkan diri. Sehingga tidak timbul suatu jemaat yang merasa
lebih rohani atau lebih merasa berhikmat (bijaksana) dari pada jemaat
yang lain. Tugas yang mereka lakukan hanya untuk saling membangun
dan mendatangkan damai-sejahtera (Roma 14:19).

4.2. Pertumbuhan ke Luar

Jikalau pertumbuhan gereja hanya terarah ke dalam saja, maka


gereja akan menjadi introvert, individualistis dan egoistis. Karena itu
sambil melaksanakan pertumbuhan ke dalam, gereja juga melakukan
pertumbuhan ke luar yaitu ke dalam kehidupan masyarakat sekitar dan
berpartisipasi penuh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Melalui pertumbuhan ke luar itu, gereja menyampaikan berita


keselamatan dalam Yesus Kristus dan karya-karya Kerajaan Allah yang
membawa damai-sejahtera dan keselamatan (syalom). Sehingga
Kerajaan Allah yang berpusat kepada Yesus Kristus itu dapat dialami
pula oleh masyarakat luas. Dan masyarakat luas tersebut dipengaruhi
dan dijiwai oleh sikap hidup Yesus Kristus yang membawa kasih Allah
yang mengampuni, membaharui dan memberikan damai-sejahtera. Bila
ini terjadi, masyarakat luas akan mengalami suatu transformasi (ubah-
bentuk) dalam kata dan tindakan mereka baik secara pribadi maupun
secara struktural. Inilah tujuan Kerajaan Allah dalam Yesus Kristus.
Supaya dalam kehidupan manusia benar-benar diberlakukan kuasa dan
cara hidup dari pemerintahan Allah. Sehingga bukan lagi manusia yang
menjadi "raja atau tuan" dalam kehidupannya, tetapi Allah dalam Yesus
Kristus menjadi Raja dan Tuan atas hidup manusia.

Jadi fungsi gereja adalah sedikit demi sedikit "menggarami" dunia


(kehidupan umat manusia), sehingga "wilayah" Kerajaan Allah makin
meluas dan menjangkau setiap insan umat manusia. Sehingga setiap
orang pada akhirnya mau menyerahkan seluruh kehidupannya untuk
kemuliaan Allah. Bila demikian, tujuan pertumbuhan gereja ke luar
bukan untuk menjadikan gerejanya sendiri dapat lebih kuat atau lebih
mapan. Ini adalah tujuan dan motivasi yang sangat duniawi! Tetapi
pertumbuhan gereja ke luar adalah untuk mewujudkan kehadiran
Kerajaan Allah dan kebenaranNya yang membawa syalom. Sebab itu
pertumbuhan gereja ke luar, pertama-tama adalah untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas anggota gereja. Namun usaha dan perjuangan
ini tidak boleh dimaksudkan sebagai usaha-usaha untuk
"mengkristenkan" banyak orang. Sebab Kerajaan Allah tidak identik
dengan usaha pengkristenan. Sebaliknya Kerajaan Allah adalah
pemerintahan TUHAN Allah yang mengatasi semua lembaga yang
beridentitas suatu nama agama atau ideologi.

5. Sakramen Gereja

Pengertian kata "sakramen" diambil-alih dari kebudayaan Roma,


yaitu berasal dari kata sacramentum (Lat.). Oleh Tertullianus sudah
dipakai sebagai istilah teologi sekitar tahun 200 M. Kata sacramentum
berarti: benda suci, perbuatan kudus, atau rahasia suci.
Latar-belakang pemikiran dari pengertian kata sacramentum
adalah:

a. Sumpah prajurit: sumpah kesetiaan yang harus diucapkan oleh


Seorang prajurit di hadapan panji-panji Kaisar.
b. Uang tanggungan yang harus diletakkan di kuil para dewa oleh dua
golongan yang sedang bertikai. Siapa yang kalah dalam a perkara
itu akan kehilangan uangnya.

Gereja-gereja Reformasi pada umumnya mengakui 2 sakramen


dalam gereja, yaitu: sakramen Baptisan dan sakramen Perjamuan
Kudus. Sedang Luther sendiri masih menambah satu sakramen lagi,
yaitu sakramen Pengakuan Dosa. Gereja Roma Katolik mengakui 7
sakramen, yaitu: Baptis (Permandian), Ekaristi, Penguatan, Pengakuan
dosa, Perminyakan, Perkawinan, Imamat.

Pengertian "sakramen" dalam gereja-gereja Reformasi Calvinis


adalah: sakramen gereja berfungsi sebagai tanda dan meterai yang
ditetapkan oleh Allah, yaitu tanda dan meterai Perjanjian yang 3
diadakan Allah dalam kematian Yesus Kristus di atas kayu salib.
Sedang pengertian "sakramen" dalam gereja Roma Katolik adalah:
sakramen mempunyai fungsi untuk mencurahkan daya adikodrati (daya
Ilahi) ke dalam kehidupan manusia. Sehingga gereja Roma Katolik
menghayati sakramen sebagai suatu rahasia Ilahi (mysterion), yang
bersifat adikodrati.

5.1. Sakramen Baptisan Kudus

Pengertian "baptis" diambil dari kata Yunani yaitu kata: baptizo,


yang artinya: membasahi atau menyelamkan ke dalam air. Fungsi
baptisan adalah sebagai lambang atau tanda dari kehidupan kita yang
lama (duniawi) dibenamkan ke dalam kematian Kristus, supaya kita
dibangkitkan oleh Kristus sebagai ciptaan yang baru. Roma 6:4
berkata: "Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama
dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya sama seperti Kristus
telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa,
demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru."
Oleh karena itu dalam sakramen Baptisan kudus, orang percaya itu
memiliki 2 dimensi dalam kehidupannya, yaitu:

- Kehidupan pribadi bersama Kristus: pengalaman personal


diselamatkan dan menerima kasih Allah.
- Kehidupan sebagai persekutuan jemaat: orang yang dibaptis
dihisabkan ke dalam tubuh Kristus yaitu sebagai umat Allah.

Dasar pijakan teologis sakramen baptisan kudus, jelas bukan


ditentukan oleh pemilihan manusia (bdk. Yohanes 15:16). Tetapi
ditentukan oleh:
a. Kematian Kristus dan karya Allah yang menyelamatkan.
b. Anugerah dan kasih-karunia Allah yang cuma-cuma, bukan karena
jasa dan amal manusia.

Bila demikian, kehidupan pribadi bersama Kristus tidak boleh


menghalangi kehidupan sebagai persekutuan jemaat. Sebab bila
kehidupan pribadi terlalu ditekankan akan timbul pengertian:

(1). Hanya orang dewasa yang sudah mengerti iman Kristen boleh
dibaptis. Sedangkan anak kecil tidak diperbolehkan, sebab mereka
belum mempunyai hubungan pribadi dengan Allah.
(2). Bersedia dibaptis, bila telah mengalami mujizat atau telah
menerima karunia-karunia Roh Kudus.
(3). Sakramen Baptisan diselenggarakan di dalam rumah dengan
memanggil seorang Pendeta, sebab tidak perlu terjadi di tengah-
tengah jemaat.
(4). Sesudah dibaptis tidak merasa perlu hidup berjemaat.

Sedang bila dimensi kehidupan persekutuan jemaat terlalu


ditekankan akan menimbulkan masalah:
a. Sakramen baptisan diartikan sebagai syarat menjadi anggota
organisasi gereja, sehingga sakramen baptis tidak bersifat religius-
imaniah.
b. Sakramen baptisan bukan lagi sebagai sapaan kasih Allah secara
personal.
Pelaksanaan sakramen baptisan dilakukan oleh seorang Pendeta
yaitu dengan cara:
- Membasahi dahi orang yang akan dibaptis
- Sambil mengucapkan rumusan: "Aku membaptiskan engkau dalam
Nama Allah Bapa dan Anak dan Roh Kudus" (Matius 28:19).

Justru pelaksanaan teknis ini sering menjadi masalah antara


gereja-gereja Reformasi dengan gereja-gereja Pantekostal, tentang
masalah: baptis percik atau baptis selam. Bagi gerejagereja
Pantekostal, baptis selam dianggap paling alkitabiah sebab Yesus
Kristus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis dengan cara diselamkan di
sungai Yordan (Matius 3:13-17; Markus 1:9-11; Lukas 3:21-22; Yohanes
1:32-34). Kelemahan pandangan ini adalah menganggap baptis selam
dapat menyelamatkan manusia. Padahal yang menyelamatkan
manusia, bukan cara-cara teknis, tetapi: iman kepada Kristus yang
dapat menyelamatkan. Oleh karena itu bukan bentuk pelaksanaan
teknis yang perlu dipersoalkan, tetapi apakah kita telah
mempersiapkan dengan penuh tanggungjawab orang tersebut dalam
pengenalan iman kepada Yesus Kristus dan apakah dia juga beriman
sungguh-sungguh (untuk baptis orang dewasa).

Karena sakramen baptis juga merupakan ikatan perjanjian antara


Allah dan manusia, maka baptis anak tidak menjadi persoalan teologis.
Sebab TUHAN Allah sendiri yang berinisiatif terlebih dahulu dalam
ikatan perjanjian. Di Perjanjian Lama, kita dapat melihat perjanjian
Allah dilakukan dalam upacara sunat. Di Kejadian 21:4 disebutkan
Abraham menyunat Ishak anaknya ketika dia berumur delapan hari.
Jadi ikatan perjanjian Allah dapat dilakukan kepada anak-anak kita
sebelum dia menyadari. Dan kita bertanggungjawab penuh untuk
membimbing anak-anak kita untuk hidup dalam iman dan kasih serta
pengharapan kepada Allah yang telah memilih dia dengan
anugerahNya, sebelum dia memilih Allah.

5.2. Sakramen Perjamuan Kudus


Sakramen Perjamuan Kudus ditetapkan oleh gereja dengan
mendasarkan pada tindakan dan karya Tuhan Yesus sendiri bersama
para muridNya. Sebelum Dia menderita dan disalibkan, Yesus Kristus
mengadakan perjamuan malam terakhir. Di Markus 14:22 Tuhan Yesus
mengambil roti, mengucapkan berkat, memecah-mecahkannya lalu
memberikannya kepada mereka dan berkata: "Ambillah, inilah
tubuhKu". Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu
memberikannya kepada mereka, dan mereka semuanya minum dari
cawan itu. Dan Yesus berkata kepada mereka: "Inilah darahKu, darah
perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang" (Markus 14:23-24).
(Lihat pula Matius 26:26-29; Lukas 22:14-20; I Korintus 11:23-25).

Pokok-pokok amanat yang dapat kita gali dari ayat-ayat tersebut di


atas mengenai sakramen Perjamuan Kudus adalah:
(a). Berfungsi sebagai peringatan akan karya keselamatan dan
kematian Kristus. Roti yang dipecah-pecahkan mengibaratkan
tubuh Kristus yang dicabik-cabik oleh penderitaan dan kematian,
tapi bangkit pula dari antara orang mati. Dan anggur yang
dicurahkan mengibaratkan darah Kristus harus ditumpahkan untuk
pengampunan dosa.
(b). Berfungsi sebagai persekutuan, yaitu persekutuan dengan Kristus
yang telah menang, dan persekutuan dengan anggota jemaat
sebagai tubuh Kristus.
(c). Berfungsi sebagai pengharapan eskatologis. Artinya melalui
sakramen Perjamuan Kudus, hidup orang beriman diarahkan ke
depan hingga pada akhir zaman. Jadi sakramen Perjamuan Kudus
merupakan tanda penantian iman akan kedatangan Kerajaan Allah
yang penuh (paripurna). Sehingga jemaat dapat lebih menghayati
imannya lebih dinamis dan progresif untuk ikut merealisasikan
pengharapan iman tersebut.

Oleh karena itu sebelum kita ikut serta dalam sakramen Perjamuan
Kudus, kita perlu terlebih dahulu mempersiapkan diri sebaik-baiknya.
Dalam arti apakah kehidupan kita benar dan layak di hadapan Allah.
Secara khusus kita datang kepada Allah untuk mengakui segala dosa-
dosa yang ada: dosa pikiran, dosa perkataan, dosa tindakan dan
tingkah-laku.

Di I Korintus 11:27 rasul Paulus memberi peringatan: "Jadi barang


siapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan
Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan". Jadi kita perlu
senantiasa menguji diri, agar berkat dan karunia Allah itu tidak
berbalik menjadi kutuk atau hukuman.

6. Tugas Pelayanan Gereja

Kita telah mengetahui bahwa tujuan utama dari gereja adalah


sebagai alat untuk mewujudkan atau menghadirkan Kerajaan Allah di
dalam dunia. Sehingga melalui kehadiran gereja itu, dalam kehidupan
manusia terjadi keselamatan dan damai-sejahtera (syalom) Allah. Jadi
tugas pelayanan gereja adalah mencapai tujuan yang ditetapkan Allah.
Biasanya tugas pelayanan gereja dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

A. PERSEKUTUAN (koinonia).
B. KESAKSIAN (marturia).
C. PELAYANAN (diakonia).

Gereja sebagai suatu persekutuan jemaat mempunyai tugas agar


anggota-anggota gereja dapat mengambil bagian dalam syalom Allah.
Sehingga persekutuan jemaat (koinonia) merupakan ruang untuk
mewujudkan keselamatan dan damai-sejahtera Allah. Oleh karena itu
arti persekutuan (koinonia) bukan hanya berhubungan dengan hal-hal
yang rohaniah belaka, tetapi merupakan persekutuan kehidupan
seutuhnya. Persekutuan jemaat juga bersangkut-paut dengan masalah-
masalah kehidupan konkret sehari-hari. Sehingga keselamatan dan
damai-sejahtera Allah dialami jemaat sebagai sesuatu yang konkret
dan menyeluruh (bidang hidup rohani dan bidang hidup sekuler).
Persekutuan jemaat diwujudkan dalam kebaktian-kebaktian dan acara-
acara di dalam gereja. Dan juga harus terjadi dalam rumah-rumah
jemaat, pekerjaan-pekerjaan jemaat, sekolah-sekolah atau universitas-
universitas.
Tugas gereja yang kedua adalah hidup dalam kesaksian (marturia).
Di sini khotbah sebagai salah satu bagian dari kesaksian, Artinya tugas
kesaksian tidak terbatas pada penyampaian khotbahkhotbah pada hari
Minggu atau acara-acara gerejani belaka. Tugas kesaksian adalah
berita firman Allah yang menjawab masalah-masalah kehidupan dan
dunia. Gereja harus mampu memberikan sumbangan-sumbangan
pemikiran dari sudut iman Kristen terhadap masalah-masalah keadilan,
politik, hukum, sosial-ekonomi, modernitas, hubungan dengan agama-
agama, pendidikan, bisnis, dan sebagainya. Dan kadang-kadang gereja
harus bertindak sebagai nabi Allah bila menjumpai hal-hal yang
bertentangan dengan iman Kristen. Kritik kenabian ini dapat dilakukan
melalui media komunikasi yang ada.

Tugas gereja yang ketiga adalah dalam bidang diakonia


(pelayanan). Jemaat mempunyai tugas untuk mendemonstrasikan
pelayanan yang nyata dan hidup yaitu melalui tindakan-tindakan. Agar
dalam tindakan-tindakan itu, kita mencerminkan tindakan-tindakan
Allah di dalam Yesus Kristus. Jadi diakonia gereja pada hakikatnya
adalah partisipasi dalam diakonia Kristus. Sebab Tuhan Yesus sendiri
menyatakan diriNya selaku seorang pelayan (diakonos). Di Matius
20:28 Yesus berkata: "Anak Manusia datang bukan untuk dilayani,
melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi
tebusan bagi banyak orang". Karena itu setiap orang yang percaya
kepada Kristus, hidupnya diarahkan kepada tugas untuk melayani.
Sebagaimana Tuhan Yesus berkata: "Barangsiapa ingin menjadi besar
di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa
ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi
hambamu" (Matius 20:26-27).

Prinsip tugas pelayanan gereja adalah sikap hidup yang sepipamrib


yang berdasarkan kasih yang tulus. Karena itu tugas pelayanan gereja
bukan dipakai untuk memperoleh materi, memperoleh kuasa,
memperoleh jabatan atau imbalan-imbalan yang lain. Tekanan utama
dalam tugas pelayanan adalah mewujudkan kasih Allah yang telah
dialami dan dilakukan oleh Yesus Kristus. Tugas pelayanan gereja
adalah tanggapan (jawaban) manusia yang percaya terhadap karya
kasih Allah.

Justru karena tugas pelayanan gereja adalah pelayanan kepada


TUHAN Allah, maka seorang Pelayan bukan menjadi "pelayan manusia',
misalnya: pelayan Majelis Gereja, pelayan Komisi, pelayan Panitia
Gereja, dan sebagainya. Makna Pelayan Tuhan (Hamba Tuhan) tidak
boleh dikaburkan dengan kedudukan manusia. Misalnya jabatan
Pendeta adalah jabatan hamba Kristus, sehingga tidak dibenarkan bila
seorang Pendeta harus mengikuti kehendak dan perintah-perintah dari
Majelis Gereja. Sikap yang benar, baik Pendeta maupun setiap anggota
Majelis Gereja harus tunduk terhadap keputusan bersama. Seorang
Pendeta harus melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan penuh
tanggungjawab kepada Tuhan dan jemaat yang digembalakan.
Demikian pula Majelis Gereja dan Komisi-komisi yang ada harus
melaksanakan tugas pelayanan sesuai bidang tangungjawabnya
masing-masing. Dan masing-masing hidup saling menghormati dan
saling mempercayai dalam kasih.

*****

Anda mungkin juga menyukai