Anda di halaman 1dari 10

1

Nama : Cindyani Marpaung

NIM : 19.3507

Mata Kuliah : Skripsi Pengajaran (Bab 4)

Dosen Pengampu : Pdt. Dr. Ricardo Turnip

Kematian dan Eskatologi Kristen

Tinjauan Dogmatis tentang Keberadaan Orang Percaya setelah Kematian menurut

Konfessi HKBP

BAB IV

4.1. RELEVANSI DAN KONTEKSTUALISASI

Dalam bagian ini, penulis hendak mengkaitkan relevansi dan kontekstualisasi

pembahasan penulis terhadap bagaimana para teolog masa kini memberikan pemahaman kepada

masyarakat sekitar terkhusus kepada jemaat terkait pemahaman mereka menghadapi ataupun

menerima kematian. Panggilan melayani bukanlah hanya sekedar memberikan pengajaran

tentang firman Allah, tetapi lebih dari itu. Seorang yang hendak menjadi pelayan atau pendeta

diharapkan juga mampu berperan aktif sebagai gembala yang memberikan teladan dan

pemahaman yang baik di tengah-tengah masayarakat, terkhusus sesama umat Kristiani. Dalam

Alkitab, motif gembala adalah ekspresi dari pengajaran atau pemeliharaan Allah yang penuh

dnegan kasih. Hal ini terlihat dari perjanjian-Nya dengan bangsa Israel. Ialah yang memimpin

mereka melintasi sejarah ke tanah yang dijanjikan-Nya, Ia senantiasa menjagai mereka dan

seluruh umat-Nya hingga saat ini (Mzm 121:4). Pada dasarnya motif gembala adalah pertama-

tama motif kasih dan penghiburan (Yes 40:1).1

1
J.L. Ch. Abineno, Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 9
2

Dalam Perjanjian Baru, digambarkan bahwa tugas seorang gembala ialah melayani, yang

berasal dari akar kata diakonein. Diakonein secara harafiah berarti “melayani meja” (Kis 6:2;

Luk 12:37; 17:8; Yoh 2:5,9). Diakonia bukan hanya berupa kegiatan dan proyek besar, tetapi

juga dapat berupa ungkapan sederhana dalam uluran tangan, suatu tanda kasih antara sesama

uamat manusia. Dalam PB dijelaskan bahwa melayani mempunyai arti luas dalam pelayanan

jemaat Kristus. Semua pekerjaan yang dilakukan dalam pelayanan bagi Kristus di jemaat, untuk

membangun dan memperluas jemaat. Dalam hal ini, diakonia merupakan suatu ungkapan diri

jemaat Kristen, ini dapat berupa pelayanan kasih dan pelayanan keadilan.2

Terkait pembahasan penulis tentang kematian dan eskatologi, penulis hendak

memaparkan dua sisi pemahaman kepada masyarakat atau jemaat. Yang pertama, penulis

mengambil sample, tentang pelayanan diakonia kepada keluarga jemaat yang ditinggal

meninggal oleh kepala keluarga (ayah) yang masih berusia 45 tahun, di mana ia meninggalkan

seorang istri dan dua orang anaknya yang masih berusia 17 dan 14 tahun. Dalam adat Batak, jika

seorang ayah meninggal dengan belum memiliki menantu dan cucu, disebut matte mangkar.

Dengan kata lain, orang yang meninggal tidak memiliki keturunan yang sudah menikah. 3 Dalam

tradisi Batak, hanya doa yang diadakan untuk almahrum. Pada upacara kematian matte mangkar

ada kegiatan pemberian ulos kepada orang yang meninggal. Dalam Batak Toba, jika yang

meninggal adalah suaminya, pihak yang memberikan ulos adalah pihak tulang yang meninggal,

di mana ulos yang diberikan yaitu ulos saput yang menyimbolkan perpisahan, kemudian

dilanjutkan dengan pemberian ulos tujung (yang dikerudungkan kepada isterinya) 4, lalu

pemberian umpasa dalam bahasa Batak Toba. Pemberian umpasa penulis pahami sebagai bentuk
2
A. Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja: Teologi dalam Perspektif Reformasi,(Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2011), 3-9
3
Journal of Positive School Psychology, Semiotic Meaning in Verbal and Non-Verbal on Batak Toba Death
Ceremony, 6918-6919
4
Jurnal Sosial dan Agama, Volume 1, Nomor 1, Juni 2021, Tradisi Kematian Menurut Kristen, 170
3

penghiburan kepada pihak yang ditinggalkan (misalnya: untuk isteri yang ditinggal agar panjang

umur, menjadi orang tua teladan bagi anak-anaknya).5 Pada dasarnya, dalam tradisi Batak, situasi

ini dapat menimbulkan segala macam hubungan. Kekuasaan atas isteri kemudian dialihkan

kepada kerabat terdekatnya atau dapat pula dikembalikan ke parboru-nya. Ia dapat dinikahkan

secara levirate oleh seseorang dari kekerabatan almahrum suaminya. Semua ini memiliki

konsekuensi yang berbeda-beda,6 namun terlepas dari hal itu, yang hendak penulis sampaikan

dalam bagian ini adalah tentang bagaimana memberi penghiburan kepada keluarga yang

ditinggal oleh kepala keluarga dengan kondisi anak yang masih dalam tahap perkembangan

(masih sekolah).

Terlepas dari sisi kebudayaan, dalam sudut kekristenan juga diadakan penghiburan

kepada keluarga yang berdukacita sebagai bentuk partisipasi gereja dalam kehadirannya di

jemaat. Peristiwa dukacita yang terjadi merupakan pengalaman emosi yang timbul sebagai reaksi

atas kehilangan seseorang yang penting dalam hidup. Ada beragam cara orang mengekspresikan

dukacitanya. Menurut Westberg ada beberapa tahapan kesedihan orang-orang yang sedang

berdukacita, yakni mencakup periode depresi, kemarahan, kelelahan, tekanan fisik, rasa

bersalah.7

Dalam hal ini, pelayanan pastoral diperlukan untuk menjadi salah satu prioritas

penghiburan bagi jemaat. Pelayanan pastoral pada dasarnya merupakan pelayanan gereja yang

mencerminkan pemeliharaan Allah terhadap ciptaan-Nya, secara khusus jemaat gereja yang

bersangkutan.8 Gereja harus dapat melihat pelayanan pastoral kedukaan menjadi bagian
5
Journal of Positive School Psychology, Semiotic Meaning in Verbal and Non-Verbal on Batak Toba Death
Ceremony, 6924
6
J.C. Vergouwen, The Social Organisation and Customary Law of the Toba-Batak of Northern Sumatera, (), 239
7
Howard W. Stone dan William M. Clements, Handbook for Basic Types of Pastoral Care and Counseling,
(Nashville: Abingdon Press, 1991), 222
8
Rini Wulandari, “Pelayanan Pastoral bagi Istri yang Berduka dan Signifikansinya terhadap Proses Penemuan
Makna Hidup Jemaat Gereja Kristen Jawa Kismorejo Karanganyar,” dalam Jurnal Missio Ecclesiae, 8 (1), April
4

pelayanan, salah satunya yang bersifat holistik. Holistik berarti kesatuan dari semua dimensi diri

manusia yang kompleks. Misi pengasuhan atau pelayanan pastoral di abad-21 adalah

memberdayakan penerima playanan untuk menemukan dan mengembangkan karunia Allah.

Pelayanan holistik dari saling memberi perhatian ini melibatkan pemeliharaan keutuhan dalam

individu dan hubungan mereka dalam kehidupan sosial ataupun berjemaat. 9 Disebutkan dalam

Jurnal berjudul “Pelayanan Pastoral Penghiburan Kedukaan bagi Keluarga Korban Meninggal

Akibat Covid-19” sebuah pandangan ahli, yaitu Howard Clinebell bahwa ada langkah-langkah

dalam melaksanakan pelayanan kedukaan, diantaranya:10

 memahami tugas kerja dalam kedukaan

 memahami pertolongan yang dibutuhkan

 kunjungan yang dilakukan setelah kematian

 membangun kembali kehidupan tanpa orang tercinta

 melepaskan ikatan moral dengan orang yang telah meninggal, dan mulai melanjutkan

kehidupan

Sejarawan gereja William A. Clebsch dan spesialis penggembalaan Charles R. Jaekle

mengangkat empat fungsi penggembalaan pastoral klasik/ tradisional, diantaranya:11

2019, 21
9
Howard Clinebell, Basic Types of Pastoral Care & Counseling: Resources for the Ministry of Healing and
Growth, (Nashville: Abingdon Press, 2011), 30 EPUB
10
Lavanda Permata Kusuma dan Daniel Fajar Panuntun, “Pelayanan Pastoral Penghiburan Kedukaan Bagi Keluarga
Korban Meninggal Akibat Covid-19” dalam KENOSIS Vol.6 No. 1 Juni 2020, 43-53
11
Howard Clinebell, Basic Types of Pastoral Care & Counseling: Resources for the Ministry of Healing and
Growth, (Nashville: Abingdon Press, 2011), 52 EPUB
5

 Perawatan penyembuhan (healing care); ini merupakan sebuah fungsi pastoral yang

bertujuan untuk mengatasi beberapa kelemahan dengan mengembalikan orang tersebut ke

keutuhan dan dengan memimpinnya untuk maju melampaui kondisinya sebelumnya.

 Mempertahankan perawatan (sustaining care); langkah ini membantu orang yang terluka

untuk bertahan dan mengatasi keadaan di mana pemulihan penyakit [nya] tidak mungkin

atau sangat jauh sehingga tampak mustahil.

 Membimbing perawatan (guiding care); langkah ini membantu orang yang bingung

untuk membuat pilihan yang meyakinkan antara jalan pikiran dan tindakan alternatif,

ketika pilihan seperti itu dipandang mempengaruhi keadaan jiwa saat ini dan masa depan.

 Perawatan rekonsiliasi (reconciling care); “berupaya membangun kembali hubungan

yang rusak antara manusia dan Allah, dan manusia dengan sesamanya. Rekonsiliasi

secara historis menggunakan dua cara, yakni pengampunan dan disiplin.

Saat ini, dua fungsi penggembalaan penting lainnya memiliki kepentingan strategis. Ini

berkaitan jugan dengan empat fungsi klasik, yaitu:

 Pengasuhan (nurturing care); proses pengasuhan ini berupaya memungkinkan orang

menemukan karunia dan anugerah unik mereka dan menemukan sumber daya untuk

mengembangkannya, sepanjang hidup mereka. Dalam bahasa teologis tradisional, proses

pertumbuhan yang berkelanjutan ini disebut “pengudusan”—sebuah tanggapan terhadap

karunia keutuhan yang besar dari Allah.

 Perawatan kenabian (prophetic care); tujuan dari fungsi ini adalah untuk memberikan

perawatan kepada dan melalui sistem sosial yang sangat memengaruhi kehidupan orang,

luka dan penyembuhan mereka, dan tingkat kesejahteraan yang mereka kembangkan

dalam tujuh dimensi keutuhan. Tujuan akhir dari pengasuhan kenabian adalah untuk
6

memotivasi dan memperlengkapi penerima perawatan untuk menjadi agen perubahan

konstruktif dalam patologi sosial dan alami yang lebih luas yang menjadi penyebab dan

konteks kebutuhan mereka akan perawatan.

Interaksi antara praktik penggembalaan pastoral dan warisan teologis harus menjadi

pertukaran dua arah. Dalam hubungan penggembalaan dan konseling pastoral, gembala berperan

sebagai mitra dengan jemaat terkait sambil terlibat dalam dialog. Bagi masyarakat sekuler, isu-

isu keagamaan tidak selalu begitu teridentifikasi, namun itu tersembunyi dalam hati

pendampingan dan konseling yang sadar secara spiritual. Dosa dan keselamatan, keterasingan

dan persekutuan, rasa malu dan rekonsiliasi, rasa bersalah dan pengampunan, penghakiman dan

kasih karunia, kematian dan kelahiran kembali secara rohani, keputusasaan dan harapan yang

membawa sukacita, semua ini terjalin dalam proses penggembalaan.12

Selain pendekatan holistik, ada beberapa langkah pendekatan transformasional yang bisa

diterapkan pendeta atau gembala dalam melakukan pelayanan pastoral. Tujuan dari pendekatan

ini ialah untuk membantu mereka belajar bagaimana menggunakan kesedihan mereka sebagai

kesempatan untuk bertumbuh. Tahapan pendekatan ini adalah sebagai berikut:13

 Penerimaan secara bertahap atas kenyataan suram dari kehilangan. Peran gembala dalam

memfasilitasi kesedihan yang normal adalah bekerja sama dengan proses pemulihan

batin, polanya dapat dilakukan dengan membaca Kitab Suci, doa, bernyanyi untuk

memberikan penghiburan dan harapan bagi individu dan keluarga yang berduka.

12
Howard Clinebell, Basic Types of Pastoral Care & Counseling: Resources for the Ministry of Healing and
Growth, (Nashville: Abingdon Press, 2011), 57 EPUB
13
Howard Clinebell, Basic Types of Pastoral Care & Counseling: Resources for the Ministry of Healing and
Growth, (Nashville: Abingdon Press, 2011), 215-221 EPUB
7

Memberi makan setelah upacara pemakaman adalah cara memberikan pengasuhan fisik

dan menegaskan keberlangsungan hidup meskipun kehilangan.

 Mengekspresikan dan berbicara melalui perasaan yang dilepaskan secara bertahap.

Tahapan ini membantu membebaskan keluarga yang berduka dari masa lalu dan

memungkinkan mereka untuk melanjutkan hidup di masa sekarang.

 Gembala juga dalam pelayanan pastoral kedukaannya dapat berperan untuk membantu

jemaat yang berduka mengatasi dan membangun kembali kehidupannya dengan

menunjukkan bahwa ada pihak-pihak yang senantiasa hadir bersama mereka, untuk

membantu mereka keluar dari kesedihannya.

 Meningkatkan keutuhan spiritual-etis. Pada tahapan ini, ajaran pendeta dan peran

keimanan penting dalam membantu orang berduka menempatkan kehilangannya dalam

konteks iman. Keterampilan seorang pendeta dalam memfasilitasi pertumbuhan rohani

dapat membantu orang yang berduka memperbesar iman mereka dan menghidupkan

kembali hubungan mereka dengan Tuhan.

Peran pendeta dalam kesedihan yang normal pada dasarnya adalah untuk mendukung,

mendorong perasaan, dan menyediakan sumber-sumber religius. Kedekatan dengan kematian

membangkitkan ketakutan kematian yang mendalam pada orang yang ditinggalkan. Kecemasan

eksistensial ini hanya dapat ditangani secara konstruktif dengan pengalaman kepercayaan

religius. Melalui peran imamatnya, pendeta memberikan pemahaman kepada jemaat yang

berdukacita bahwasanya umat Kristiani boleh bersedih atau berduka, namun jangan sampai

terlarut di dalam kedukaannya atau tidak boleh bersedih berlebihan. Ini adalah bagian penting

dari proses penyembuhan atau pemulihan emosi dukacita. 14 Untuk memberikan pemahaman dan

14
Howard J. Clinebell, Jr, The Mental Health Ministry of the Local Church, 164
8

penghiburan bagi jemaat yang sedang berduka atau kehilangan anggota keluarganya, pendeta

dapat memberikan penjelasan tentang janji Allah akan keselamatan.

Sisi relevansi yang kedua ialah tentang bagaimana memberikan pemahaman kepada

jemaat agar mereka tidak khawatir atau tawar hati dalam memahami kematian. Fungsi

pendampingan pastoral yang akan dilakukan kepada jemaat yang belum siap menghadapi

kematian adalah fungsi menopang (sustaining) dan mendamaikan (reconciling). Pendampingan

pastoral kepada jemaat yang belum siap menghadapi kematian yang dilakukan gereja ialah

memberikan semangat dan dorongan kepada jemaat supaya tetap percaya dan yakin bahwa hidup

dan mati pada dasarnya sudah ditentukan oleh Tuhan, dan semua ciptaan memang hakikatnya

akan kembali kepada Sang Pencipta.

Fungsi menopang (sustaining) dalam pendampingan pastoral di jemaat diwujudkan

melalui tindakan menolong orang yang sakit agar ia dapat bertahan. ). Dalam pendampingan

pastoral, sering kali muncul pertanyaan dari pihak yang bersedih tentang apa yang menyebabkan

penderitaan mereka, mengapa itu harus terjadi, dan tak sedikit orang yang memahami atau

menghubungkan penderitaan mereka dengan dosa dan hukuman Tuhan. Meskipun begitu,

pendampingan pastoral hendaknya membiarkan pertanyaan seperti itu tetap terbuka. Yang pasti,

Allah dekat dan memelihara manusia dalam penderitaannya, biarlah pertanyaan seperti itu

menjadi pergumulan iman mereka bersama Tuhan. Penopangan dilakukan supaya orang yang

mengalami penderitaan berat tidak mudah kehilangan keyakinan, terutama kepada Tuhan. Fungsi

menopang membantu konseli (pihak berduka) untuk bertahan dalam situasi krisis bagaimanapun

beratnya.15

15
Ruth Betty Panjaitan, “Pendampingan Pastoral terhadap Jemaat yang belum Siap Menghadapi Kematian di HKBP
Pasar Minggu” dalam Mitra Sriwijaya: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Volume 2 Nomor 1, Juli 2021, 49-50
9

Istilah rekonsiliasi merupakan gambaran penggenapan Allah di dalam Kristus (2 Kor

5:19). Penderitaan sering membuat manusia menjadi lebih sensitive terhadap sesamanya maupun

terhadap Allah. Dalam hal ini, fungsi reconciling merupakan bentuk pelayanan yang tepat

dengan tujuan membantu orang-orang yang merasa terasing untuk memperbaiki hubungan yang

benar dengan Tuhan dan sesamanya. Jemaat yang sedang bergumul dengan ketakutannya akan

kematian (missal: akibat sakit keras, kritis) dalam hal ini harus didamaikan dengan

pendampingan iman supaya jemaat tersebut tidak menolak, marah, depresi atau meninggalkan

kepahitan dalam penerimaannya tentang kematian. Iman berperan dalam proses penyembuhan,

karena dengan iman seseorang dapat memberikan makna baru dalam pengalaman

penderitaannya. Dengan iman. seseorang yang menderita (sakit) akan dibantu untuk melihat

kembali makna hidup. Sesesorang akan dikatakan berdamai jika ia berhasil sembuh secara

mental dan rohani, sekalipun jemaat dalam keadaan sakit jasmani.16

Penerapan pastoral terhadap jemaat yang belum siap menghadapi kematian: mengadakan

kunjunagn pastoral secara rutin: tahapan yang dilakukan pada saat melakukan kunjungan adalah

pertama-tama dengan mendengarkan pergumulan, keluhan apapun yang dirasakan oleh jemaat

dengan penuh kasih. Kemudian, memberikan pemahaman tentang kematian. Cara ini

dimaksudkan bukan untuk membiarkan jemaat menyerah terhadap penyakitnya, namun dengan

maksud mengantarkan jemaat bertemu dengan Sang Pencipta. Setelah selesai berdiskusi,

kemudian dilanjut dengan memberikan nyanyian sebagai bentuk memberikan kekuatan dan

ketenangan hati, untuk membantu menyembuhkan jiwa, sekalipun fisik sedang lemah.

Selanjutnya, ditutup dengan doa, yang merupakan kekuatan orang percaya.

16
Ruth Betty Panjaitan, “Pendampingan Pastoral terhadap Jemaat yang belum Siap Menghadapi Kematian di HKBP
Pasar Minggu” dalam Mitra Sriwijaya: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Volume 2 Nomor 1, Juli 2021, 51-52
10

Anda mungkin juga menyukai