Anda di halaman 1dari 102

RENUNGAN BAGI JIWA

Bagian 6

Kliping Aneka Renungan, Kesaksian dan Ajaran Pembangun Iman


(dihimpun dari berbagai sumber)

1 Timotius 2:4, Yang menghendaki


supaya semua orang diselamatkan
dan memperoleh pengetahuan
akan kebenaran.

1
KATA PENGANTAR

Kliping ini merupakan kumpulan tulisan terbaik dari berbagai sumber. Baik sekali jika
digunakan sebagai pelengkap pembacaan Alkitab karena memberikan penjelasan yang
mudah dipahami serta uraian kontekstual.

Sebagaimana ditulis oleh Administrator situs Roti Hidup.com dalam tulisan penutup kliping
ini:
Rahasia untuk memahami kehendak Allah:
95% adalah perkara taat kepada kehendak Allah, dan
5% adalah perkara pemahaman.

Saya percaya bahwa para Penulis telah memiliki urapan khusus, pengalaman pribadi dan
penghayatan yang baik sehingga mampu menghasilkan tulisan-tulisan yang sedemikian.

Ijinkan saya memasukkan karya tulis Anda ke dalam kliping elektronik ini untuk
disebarluaskan semata-mata untuk menyebarluaskan firman Tuhan agar menjangkau
semakin banyak jiwa, tidak dengan tujuan komersil atau alasan pribadi lainnya. Untuk itu
saya menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada semua penulis yang karyanya
saya masukkan ke dalam kliping elektronik ini. Anda telah menggunakan waktu untuk
menghasilkan sesuatu yang membangun iman para pembaca, pastilah Tuhan Yesus
memperhatikan dan membalasnya dengan segala yang terbaik. Tuhan memberkati Anda
semua.

www.airhidup.com
Sucipto Maria
John Daniel
www.papma-kasih.org
Kurniawan   
Yulia Oeniyati
Living Stream Ministry
Renungan Pelita Sahabat
Pamela Garrion
Betty Chan
Joseph Wise Poriman
Inggou
Poppy Pratva
Ineke Anggraeni
Donny Christian
cerita-kristen.com
Loren Sartika
Pinkrose, Paris van Java
Robinson Tulenan
Susan P Schutz
Henry Sujaya Lie
Lydia
gpdisacramento
dr. Harry Ratulangi dan dr. Andik Wijaya
Chuck Ebbs
Jim Kolianan
Pdm. Johny Kilapong, MA
Ayub Abner Mbuilima
Erna Liem
Henry Sujaya Lie
Jonathan L Parapak
www.kasihkekal.org
2
Eka Darmaputera
Pdt. Indri Gautama
John Adisubrata
  Ir. Stanley I. Sethiadi
Ang Tek Khun
Pdt. Mary Hartanti
Derek Prince
Hans P.Tan
Pdt. Bigman Sirait
Pdt. Erastus Sabdono.M.Th.
Rehobot Online
Benih Kekal - Departemen Pemuda & Anak Gereja Bethel Indonesia
Tim Pengerja GKI Kayu Putih
Pdt. Juswantori Ichwan, M. Th.
James C. Hefley, terbitan Yayasan Kalam Hidup.
George Muller
James C. Hefley
www.pemudakristen.com
Renungan Harian (DH, DC, SS, HW, J, MII, HV, DR, DB, DM, DE, DJ)
Ayub Yahya
SUARA PEMBARUAN DAILY
budiyanto
www.rotihidup.com

Mohon maaf sekiranya ada nama penulis/ lembaga yang tidak tercantum dalam daftar
tersebut. Tuhan Yesus memberkati Anda semua.

Salam hormat dalam kasih Kristus,

mosesforesto@gmail.com

Penderitaan
3
Pengantar
Rentetan musibah yang terjadi belakangan ini memunculkan tanya: Kenapa ada penderitaan?
Sebegitu burukkah dunia ini?
Pertanyaan tersebut sebetulnya sudah klise. Artinya sejak zaman baheula orang sudah
bertanya-tanya soal penderitaan itu. Sebab realitas penderitaan memang bukan sesuatu yang
baru dikenal manusia. Dari zaman ke zaman, dari generasi ke generasi manusia selalu harus
berhadapan dengan penderitaan; entah karena bencana alam, sakit penyakit, atau juga
kematian.
Bisa dikatakan penderitaan – seperti halnya kegembiraan – adalah bagian yang inheren dalam
hidup manusia di dunia ini.
Buletin pembinaan kali ini akan menyoroti soal penderitaan. Sekaligus ini sebagai pengantar
dari Seri Pembinaan Iman Kristen (SPIK) mendatang yang akan mengupas soal penderitaan
dalam kaitan dengan iman Kristen.
Selamat membaca.

Penderitaan dan Peran Serta Tuhan.


Apa peran serta Tuhan dalam penderitaan manusia? Ada yang menjawab: Penderitaan adalah
ujian dari Tuhan, seperti orang yang mau naik kelas harus melewati ujian. Ada juga yang
menjawab: Penderitaan adalah hukuman dari Tuhan.
Dengan musibah Tuhan hendak “menjewer” manusia agar kembali ke jalan yang benar.
Namun masalahnya, kalau betul musibah itu adalah ujian dari Tuhan, setelengas itukah
Tuhan; menguji dengan mengorbankan begitu banyak orang?!! Dan kalau itu hukuman dari
Tuhan, lalu siapa yang bersalah siapa yang dihukum?
“Di mana Tuhan?” Pertanyaan ini kerap muncul ketika seseorang berhadapan dengan realitas
penderitaan. Pertanyaan ini bisa merupakan ungkapan ketidakberdayaan bisa juga merupakan
“gugatan” terhadap Tuhan.
Bagi umat Israel dalam Perjanjian Lama penderitaan adalah ketika Tuhan meninggal kan dan
melupakan mereka. “Sion berkata: Tuhan telah meninggalkan aku, dan Tuhanku telah
melupakan aku” (Yesaya 49:14).
Dalam ungkapan yang sangat ekstrim, Elie Weisel, seorang korban yang selamat dari
kekejaman tentara Nazi Hitler, dalam bukunya yang berjudul “Malam” memaklum
“kematian” Tuhan. “Tuhan telah mati di kamar gas, di camp konsentrasi, di tengah kerja
paksa dan cuaca dingin, di tengah eksperimen sadis dokter-dokter Nazi,” begitu jeritan
Weisel.
Rabbi Kushner dalam bukunya “Derita: Kutuk atau Rahmat” (buku ini merupakan tafsiran
terhadap Kitab Ayub, dihubungkan dengan pengalaman Kushner sendiri ketika menghadapi
kenyataan anaknya tanpa sebab menderita penyakit yang sangat mematikan, progeria)
mengatakan, “Tuhan ada bersama-sama orang yang menderita. Tuhan ikut menanggung, ikut
merasakan, ikut menderita. Tidak selalu Tuhan “bisa” (pakai tanda petik) mencegah terjadinya
penderitaan.”

Penderitaan dan dosa manusia


Ada anggapan bahwa penderitaan itu terjadi karena dosa manusia. Jadi kalau kita susah, kita
terkena musibah, kita sakit nggak sembuh-sembuh, ya itu karena kita telah melakukan atau
masih menyimpan dosa.
Anggapan ini tidak salah. Tapi tidak sepenuhnya betul. Ada penderitaan akibat dosa atau
kesalahan kita sendiri. Misalnya, kita pengen punya mobil, nggak sabar dan nggak mau
berusaha, lalu nyolong. Ketangkap. Di penjara. Kita susah. Salahnya sendiri. Kita suka pakai
narkoba, jadinya menderita, salahnya sendiri juga.
Tetapi ada juga penderitaan karena dosa orang lain. Kita tidak salah apa-apa. Misalnya, kita
sedang berjalan di pinggir jalan. Sudah betul di pinggir jalan, eh ada orang naik sepeda motor
ngebut dan lagi teler. Nabrak kita. Kita masuk rumah sakit. Kita menderita. Kita nggak salah.
Orang lain yang salah.
Di samping penderitaan karena dosa sendiri dan dosa orang lain, ada juga penderitaan bukan
karena dosa, tetapi kita tidak tahu jawabnya apa. Misalnya seorang anak lahir cacat padahal
orang tuanya sehat. Bukan salah siapa-siapa. Entah.
Dalam hidup ini memang ada banyak hal yang tidak bisa kita cari-cari jawabnya dengan akal.
4
Misteri. Kita hanya bisa menerimnya.
Karena itu ketika penderitaan menimpa kita, cara paling baik adalah introspeksi diri. Apakah
memang karena ada yang salah dari tindakan dan perilaku kita? Kalau iya, marilah kita
perbaiki. Atau kalau kita sendiri tidak menemukan kesalahan dalam diri kita yang pantas
menerima penderitaan serupa itu, ya  jangan juga menyalahkan diri sendiri atau mencari-cari
kambing hitam. Cara terbaik terimalah, dan jalani dengan iman.
Lagipula kalau kita menengok sejarah kehidupan manusia, penderitaan itu mulai ada ketika
dosa memasuki kehidupan manusia. Oleh karena itu, penderitaan akan selalu ada dalam
kehidupan manusia, seiring dengan kejatuhan manusia ke dalam dosa. Dosa itulah yang
merusak kesempurnaan hidup yang semula ada.

Penderitaan dan Iman Kristen


Penderitaan melewati batas-batas iman. Artinya, entah itu orang beriman atau tidak beriman
bisa saja mengalami penderitaan. Banjir, misalnya, tidak memilih-milih mana rumah orang
beriman mana rumah orang tidak beriman. Kalau memang harusnya kebanjiran, semua ya
kebanjiran.
Kalau begitu apa gunanya iman kalau sama-sama mengalami penderitaan? Jawabannya iman
memberi perspektif yang lain. Dalam pemahaman iman Kristen Tuhan memang tidak selalu
menghindarkan kita dari penderitaan, tapi Tuhan bisa memakai semua itu untuk kebaikan.
“Kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan
kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan
rencana Allah” (Roma 8:28).
Iman Kristen memandang hidup, termasuk penderitaan secara positif, yaitu tetap di bawah
kendali Tuhan. “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku
mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan
rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”
(Yeremia 29:11).
Dalam 1 Petrus 1: 3-12 penderitaan justru bisa menjadi sarana:
(1) Ujian atas kemurnian iman. Gampang saja kita bersyukur dan memuji-muji Allah dalam
kegembiraan dan kelimpahan. Tapi iman yang sejati adalah ketika dalam susah dan derita kita
masih bisa memuliakan Tuhan. 
(2) Pembinaan watak, seperi emas yang diuji kemurniaan dengan api. Apa bedanya pohon di
atas gunung dengan pohon di depan rumah, sekalipun jenisnya sama. Pohon yang berada di
atas gunung akarnya lebih kuat dan kokoh karena setiap hari diterpa angin kecang. Sedang
pohon di depan rumah terlidungi bangunan-bangunan.
(3) Berkenaan dengan sukacita yang tidak terkatakan. Dalam himpitan penderitaan kita bisa
merasakan betapa sempitnya dunia ini, beratnya beban ini. Tapi sekali penderitaan itu lewat,
kita akan merasakan betapa dalamnya, lebarnya, luasnya kasih Tuhan. Seperti orang yang
baru merasakan nikmatnya makan setelah mengalami lapar.

Penutup

Ulasan di atas kiranya dapat menolong kita bersikap bijak dalam menghadapi penderitaan.
Beberapa hal yang perlu kita ingat apabila kita sedang mengalami pendertiaan dalam hidup
kita:

1.    Orang Kristen tidak pernah kebal dari penderitaan. Bahkan Tuhan Yesus sendiri berkata,
“Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan
mengikut Aku.” (Mat. 16: 24). Menyangkal diri dan memikul salib adalah lambang
penderitaan. Jadi orang Kristen tetap bisa mengalami penderitaan.

2.    Penderitaan bisa disebabkan oleh banyak hal, bukan melulu karena dosa atau hukuman
Tuhan. Tetapi ada penyebab lainnya yang kadangkala menjadi misteri buat manusia, dan
hanya Tuhan yang tahu.

3.    Lebih bijak buat kita menerima penderitaan itu sebagai bagian dari hidup dan menyikapinya
sesuai dengan iman kita, daripada kita terus menyalakan diri sendiri, orang lain atau Tuhan.
5
Orang yang tidak dapat menerima kenyataan dari penderitaan hidupnya, tidak akan pernah
lepas dari penderitaan itu sendiri bahkan akan semakin menderita.

4.    Terimalah penderitaan itu dengan iman, yaitu percaya bahwa Tuhan juga ada dan bekerja
bersama dengan kita saat kita menderita; ada hikmah dibalik penderitaan yang kita alami yang
akan mendewasakan iman kita; hidup semakin bermakna apabila kita bisa melewati
penderitaan dengan baik dan setia.

Inkarnasi Allah :
ALLAH MENJADI MANUSIA

1. Pembuka: Sebuah Pertanyaan Kritis


Salah satu pertanyaan kristis dalam memahami Allah adalah mengapa Allah mau cape-cape
turun menjadi manusia menyelamatkan manusia. Bukankah Allah adalah Mahakuasa?
Sebenarnya gampang buat Allah untuk menyelamatkan manusia dengan kuasa-Nya. Bisa
saja Dia melakukannya dari “langit” tempat kerajaan-Nya memerin tah. Bukankah Allah
kita membuat segala sesuatu yang mustahil menjadi mungkin terjadi?
Pertanyaan tersebut begitu menggelitik pergumulan iman kita. Ini menunjukkan betapa
terbatasnya manusia untuk memahami Allah. Kita tidak bisa 100% mengetahui cara kerja
Allah, rencana-Nya dalam menyelamatkan manusia melalui jalan penderitaan mulai dari
kelahiran sampai kematian-Nya.
Buletin Pembinaan kali ini mencoba memberi jawaban dari pertanyaan kritis di atas. Tentu
saja bahasan kali ini masih terkait dengan peristiwa Natal yang baru saja kita peringati.

2. Manusia Berdosa yang Tidak Bisa Menyelamatkan Dirinya sendiri


Semua manusia di muka bumi ini tidak luput dari dosa. Rasul Paulus dalam surat Roma 3:
9-20 menyatakan bahwa tidak ada satupun manusia yang tidak berdosa (ay.10 bdn. ay. 23).
Keberdosaannya terlihat ketika manusia tidak mencari Allah; menyeleweng dari kebenaran,
tidak berbuat baik, kata-kata mereka penuh dengan tipu daya dan sumpah serapah, cepat
menumpahkan darah, tidak takut kepada Allah, dll. (ay. 11-18).
Dalam keadaan yang berdosa, maka manusia tidak bisa menghapus dosanya dan
menyelamatkan dirinya dari maut yang adalah upah dari dosa (Roma 6:23). Seumpama
gambar yang sudah rusak sama sekali dan tidak seorang pun yang dapat memperbaikinya.
Begitulah manusia adanya. Bukan cuma maut yang harus ditang gung oleh manusia, tetapi
kesendirian, ketakutan dan kesulitan mengendalikan napsu dan keinginan menjadi bagian
dari hidup manusia sampai saat ini.

3. Oleh karena itu sejak awal kejatuhan manusia, Allah telah berencana
menyelamatkan manusia. Hanya Allah saja yang mampu menyelamatkan manusia! Berbagai
strategi dalam menyelamatkan manusia telah dilakukan Allah. Mulai dari re-kreasi
(penciptaan kembali) kehidupan melalui peristiwa air bah dan bahtera Nuh, pemanggilan
Abraham dan pemilihan Israel sebagai bangsa pilihan yang dibebaskan-Nya dari penjajahan
Mesir, memilih raja, bahkan mengirimkan nabi-nabinya. Namun semua cara itu ternyata
tidak membuat tersambungnya hubungan Allah dengan manusia. Manusia tetap berkubang
dan terbelenggu dalam dosa. Allah Turun Tangan Langsung.

Akhirnya Allah mengeluarkan “kartu truff-nya” dalam menyelamatkan manusia.


Sebenarnya “kartu truff” ini bukanlah hal yang baru karena Allah pun sudah menubuat-
kannya ketika Allah berkata kepada ular yang menggoda manusia pertama berbuat dosa.
“…keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya”
(Kej. 3: 15b). “Kartu truff” adalah hadirnya Yesus Kristus yang adalah Allah sendiri yang
datang untuk menyelamatkan manusia.
Sampai di sini kita kembali dibingungkan oleh pertanyaan kritis diatas, mengapa Allah
harus datang sendiri untuk menyelamatkan manusia; mengapa Dia tidak memakai kuasa-
Nya saja menyelamatkan dari surga?
6
DR. Andar Ismail dalam bukunya “Selamat Natal” mengemukakan bahwa sebenarnya Allah
bisa saja lepas tangan, masa bodoh dengan manusia yang berdosa. Bisa juga Dia gatal
tangan, hukum dan habisi manusia, ciptakan lagi yang baru. Atau angkat tangan, putus asa
dengan “kenakalan” manusia. Namun Allah tidak menempuh ketiga cara tersebut; Dia
memilih turun tangan langsung menyelamatkan manusia. Hanya satu alasan mengapa Dia
menempuh cara turun tangan langsung seperti yang tertulis dalam Yohanes 3:16, “Karena
begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang
tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh
hidup yang kekal.” . Karena Allah penuh kasih dan peduli terhadap dunia ini!
Cara yang digunakan Allah dalam menolong manusia yang berdosa adalah dengan turun
menjadi manusia. Allah menjadi manusia yang mewujud dalam diri Tuhan Yesus Kristus.
Peristiwa inilah yang kemudian dikenal dengan inkarnasi Allah.
.
4. Inkarnasi Allah: Sebuah Misteri Ilahi
Indonesia kaya dengan mitos dan legenda. Salah satu mitos dan legenda yang terkait dengan
kepercayaan masyarakat adalah dewa/dewi yang turun ke bumi, berubah wujud
menyamarkan dirinya menjadi manusia. Pertanyaannya sekarang adalah apakah inkarnasi
Allah sama seperti tindakan para dewa/dewi?
Inkarnasi berasal dari kata Latin, incanatio (“in” : masuk ke dalam; “caro/carnis”: daging).
Secara bebas kata ini bisa kita artinya: “masuknya Allah ke dalam daging manusia dalam
diri Yesus Kristus. Inilah yang tertulis dalam Yohanes 1: 1, 14 “Pada mulanya adalah
Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah… Firman itu
telah menjadi manusia, dan diam diantara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu
kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia
dan kebenaran.”
Hal inilah yang menunjukkan perbedaan antara tindakan dewa/dewi yang menyamar
menjadi manusia dengan inkarnasi Allah. Allah tidak menyamar dengan mengenakan tubuh
manusia. Allah tidak kelihatannya seperti manusia. Tetapi Allah sungguh-sungguh
menjadi manusia. Salah satu ciri bahwa Allah menjadi manusia yaitu Yesus melalui proses
kelahiran yang berasal dari kandungan seorang anak dara bernama Maria; sebuah proses
yang lazim bagi kehadiran manusia. Selain itu Yesus hidup dan bertumbuh seperti layaknya
manusia. Beberapa catatan Alkitab mengemukakan bagaimana Yesus bertumbuh besar
secara fisik dan rohaninya (Luk. 2: 53). Dia makan bersama murid-murid-Nya. Dia
menangis (Yoh. 11:35). Dia mengalami ketakutan (Luk. 22: 44).
Namun harus diakui inkarnasi Allah ini tidak seluruhnya dapat kita pahami. Wajar saja
manusia adalah mahluk ciptaan yang sangat terbatas. Sebab Allah adalah pencipta yang
maha tidak terbatas. Jelas tidak mungkin bagi manusia memahami Allah sejelas-jelas dan
selengkap-lengkapnya. Kita yang berusaha merasionalkan Allah (dalam arti berusaha
memahami Allah dengan mengandalkan rasio) akan kecewa.
Salah satu yang menjadi misteri Ilahi adalah catatan yang ditulis dalam beberapa kitab Injil;
yakni Matius 1: 20 “…sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus”;
Lukas 1: 35 “…Roh Kudus akan turun atasmu…”. Dua catatan ini yang kemudian dalam
rumusan Pengakuan Iman kita dinyatakan sbb.: “…dikandung daripada Roh Kudus, lahir
dari anak dara Maria…”
Ketika kita mencoba merenungkan apa yang tertulis dalam kedua kitab Injil tadi, kita
memang dapat menyaksikan bahwa Yesus bukan hanya manusia saja; tetapi Dia juga
adalah Allah karena proses kelahiran-Nya tidak lepas dari Allah. Disinilah kita memahami
bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia; Allah 100%
dan manusia 100%. Bukan setengah Allah dan setengah manusia.
Tetapi jangan pernah berpikir bahwa proses kehadiran-Nya sebagai manusia melalui proses
persetubuhan antara Roh Kudus dengan Maria, seperti layaknya kehadiran anak dalam
keluarga melalui proses persetubuhan pria dan wanita. Inilah yang menjadi misteri Ilahi
yang terus terang sulit untuk dijelaskan secara rasio. Namun hal ini tidak mengurangi
kepercayaan terhadap inkarnasi Allah. Kita harus mengakui bahwa ketika berbicara tentang
Allah, tidak seluruhnya kita bisa jelaskan dan mengerti secara rasio; diperlukan sisi lain
yang amat kuat yaitu kita menerimanya secara iman.

5. Penutup: Allah yang Menyertai Manusia


7
Kita baru saja merayakan Natal. Sesungguhnya saat itulah kita merayakan inkarnasi Allah.
Allah menjadi manusia yang menunjukkan kepada kita betapa sayangnya Allah kepada kita,
manusia. Dia turun tangan langsung karena manusia tidak bisa menye lamatkan dirinya
sendiri. Allah peduli dengan kehidupan kita.
Selain menunjukkan kasih Allah, peristiwa inkarnasi Allah memberikan kita keyakinan
iman bahwa:
1. Allah yang kita sembah bukanlah Allah yang jauh, yang tidak bisa dijangkau
oleh manusia. Karena Dia adalah Allah yang menjadi manusia, maka Dia
menjadi dekat dengan manusia, yang dapat dijumpai kapan saja dan dimana
saja, kita ingin menjumpainya.
2. Allah yang kita sembah adalah Allah yang memahami dan mengerti segala
pergumulan kita. Dia turut merasakan apa yang kita rasakan, menanggung apa
 
yang kita tanggung, termasuk penderitaan kita karena Dia sudah terlebih dahulu
menderita untuk kita (lih. Ibr. 4: 15 “Sebab Imam Besar yang kita punya,
bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan
kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat
dosa.”). Karena itu kita mengenal Allah kita pun sebagai sahabat yang
bersimpati dan berempati terhadap kita.

Kedua hal ini kiranya dapat menjawab pertanyaan kritis di depan mengapa Allah mau turun
menjadi manusia? Dia pakai cara ber-inkarnasi agar dekat dan mengerti kehidupan manusia,
ciptaan-Nya yang sempurna namun kehilangan kemuliaan Allah karena dosa. Dia memang
bisa menyelamatkan manusia dari tempat-Nya yang tinggi, namun hal ini tidak akan pernah
membuat manusia merasa dekat dengan-Nya. Inkarnasi Allah juga membuat kita yakin
bahwa Allah kita adalah Allah yang selalu hadir memberikan kekuatan kepada kita untuk
melawan dosa.
Hal inilah yang menandai bahwa Dia adalah Allah yang menyertai manusia. Immanuel.

--------------------------------------------
[1]
Andar Ismail, Selamat Natal, BPK Gunung Mulia, h. 4-5, 1992
[2]
Rumusan tersebut berasal dari Pengakuan Iman Rasuli. Rumusan yang sama juga
terdapat dalam Pengakuan Iman NIcea-Konstantinopel, yaitu “…dan menjadi daging oleh
Roh Kudus dari anakdara Maria, dan menjadi manusia…”

Paskah A-Z

Pengantar

Buletin Pembinaan kali ini terbit dalam rangka menyambut hari raya Paskah. Namun tidak
seperti buletin-buletin sebelumnya, yang ditulis dengan rangkaian kata dan kalimat yang
sambung-menyambung, buletin kali ini membahas berbagai topik di sekitar Paskah dengan
mengikuti urutan alfabetis dari huruf A-Z.
Bisa dikatakan, buletin kali ini hendak menuturkan serba-serbi tentang Paskah, mulai dari
berbagai kisah yang dicatat Alkitab menjelang dan sesudah Paskah, sampai berbagai
perkembangan di seputar perayaan Paskah.
Semoga, melalui buletin ini kita sekalian mendapat wawasan yang utuh dan menye luruh
tentang peristiwa Paskah dan yang terlebih penting adalah kita kembali diingat kan akan
makna dari peristiwa Paskah itu sendiri, yakni Allah yang menyatakan cinta kasih dan
kesetiaan-Nya kepada manusia. Selamat menyambut Paskah.

A.
Ayam berkokok tiga kali. Peristiwa tersebut segera mengingatkan Petrus akan ucapan Yesus
beberapa saat sebelum Dia ditangkap (lih Mat. 26:34,75). Ayam berkokok itu sendiri
sebenarnya mau menunjuk pada waktu terjadinya situasi itu, yakni hari Jumat subuh.
Sebelumnya dalam Perjamuan Makan Terakhir, Petrus dengan lantang me ngatakan bahwa
8
tidak sekalipun dia akan menyangkal Yesus. Peristiwa ini sebenar nya mau mengajak umat
beriman untuk bercermin perihal keadaan spiritualnya. Apakah keputusannya mengikut
Yesus sudah dilandasi oleh motivasi yang benar, bukan karena dorongan emosional sesaat.

B.
Barabas, yang bernama depan Yesus, adalah seorang penjahat terkenal pada zaman Tuhan
Yesus. Ia dipenjarakan karena telah meresahkan pemerintahan Romawi. Lazim pada zaman
itu pemerintah Romawi membebaskan seorang tawanan pada hari raya Paskah. Barangkali
sama seperti di Indonesia. Ketika peringatan 17 Agustus, maka ada tawanan yang
mendapatkan remisi, grasi, bahkan amnesti. Pontius Pilatus kemudian menawarkan pilihan
kepada orang banyak siapa yang akan dipilih untuk dibebaskan: Yesus Barabas atau Yesus
yang disebut Kristus. Keempat Injil mencatat bahwa orang banyak yang menyaksikan
peristiwa itu serentak berteriak untuk mem bebaskan Barabas.
Peristiwa ini sebenarnya hendak menunjuk pada penolakan terhadap Yesus sekaligus
penerimaan terhadap orang berdosa. Hal ini mirip dengan kehidupan manusia saat ini. Ada
banyak orang yang menolak untuk percaya kepada Yesus, namun justru me nunjukkan
penerimaannya terhadap dosa.

Bangkitnya Yesus dari kematian merupakan makna dari Paskah Kristen. Makna ini
sebenarnya sejajar dengan Paskah Yahudi, yang bermakna lewatnya bangsa Israel dari suatu
proses kematian di Mesir (Keluaran 12:1-28) (Paskah – dari kata Ibrani pesakh yang artinya
lewat). Jadi, Paskah sama-sama dimaknai sebagai perayaan pembangkitan dari kematian.

C.
Crucifixion atau penyaliban merupakan bentuk hukuman terberat yang berlaku pada zaman
Tuhan Yesus, di samping bentuk-bentuk hukuman lainnya yang lazim pada waktu itu,
seperti: cambuk, penjara dsb. Hukuman salib dijatuhkan pemerintah Romawi kepada
penjahat-penjahat besar yang telah mengganggu stabilitas wilayah kekuasaan Roma.
Ketika Yesus dijatuhkan hukuman salib oleh Pontius Pilatus, hal itu bukan disebab kan oleh
karena Yesus adalah seorang penjahat besar yang ditangkap. Penyaliban itu lebih didasarkan
pada permintaan orang banyak yang turut mengadili Yesus (bnd. Mrk. 15:13-15). Di mata
orang banyak saat itu, Yesus dipandang telah melakukan kejahatan besar yang setara dengan
kejahatan para penjahat yang dihukum salib. Memang menurut para ahli Taurat dan orang-
orang Farisi yang sering kali berhadap-hadapan dengan Yesus, Yesus telah melakukan
pelanggaran terhadap aturan agama Yahudi, misalnya: menghujat Allah dan karenanya
layak untuk dijatuhi hukuman mati (lih. Mrk. 14:64).

D.
Dosa pada hakikatnya adalah ketidaktaatan dan pemberontakan manusia terhadap Allah
yang sudah merancang sesuatu bagi kita, sudah mengarahkan kita pada sasaran yang tepat
(bnd. 1 Yoh. 3:4). Oleh karena itu, dosa yang manusia lakukan sudah sepantasnya
mendapatkan upahnya, yaitu maut (Rm. 6:23). Secara jujur kita harus mengatakan bahwa
setiap orang yang berdosa harus menanggung hukuman atas dosa yang ia lakukan. Namun
persoalannya adalah apakah ada cara yang paling tepat dan adil untuk menebus dosa
manusia?
Orang Israel dulu mempersembahkan korban untuk menebus dosanya. Ini bukanlah sebuah
cara yang adil sebenarnya. Manusia yang berdosa, namun hewan yang dikorbankan. Namun,
hal itu nyatanya dipakai sebagai sebuah cara sekaligus simbol dari upaya manusia
melakukan penebusan dosa. Pada akhirnya, manusia sendirilah yang seharusnya menebus
hukuman atas dosa. Dan penebusan yang paling sahih hanyalah dapat dilakukan oleh
manusia yang tidak berdosa.
Persoalannya adalah apakah ada manusia yang tidak berdosa? Ada! Dialah Yesus! Oleh
karena itu, Ia-lah satu-satunya manusia yang mampu menebus dosa umat manusia. Dosa
manusia ditebus oleh manusia juga. Di sinilah kita dapat melihat terjadinya keadilan; suatu
keadilan yang diprakarsai Allah dan ditawarkan kepada manusia dalam peristiwa Paskah.

E.
Eli, Eli, lama sabakhtani (bahasa Aram), artinya “Allahku, Allahku, mengapa Engkau
9
meninggalkan aku?” Ini merupakan salah satu ucapan Yesus di kayu salib. Ucapan ini dapat
dimengerti dalam terang ajaran Perjanjian Baru mengenai pendamaian. Di sini kita dapat
melihat bagaimana Yesus menyamakan diri-Nya dengan manusia berdosa (bnd. Flp. 2:8).
Dalam posisi yang demikian, maka ada suatu keterpisahan antara Allah dan manusia karena
dosa. Dosa tidak lain adalah meninggalkan Allah. Oleh karena itu, akibat dosa yang paling
hebat adalah ditinggalkan oleh Allah. Dan ketika Ia berteriak demikian, itu adalah karena
kita!
Jadi, ucapan tersebut bukanlah ekspresi perasaan kemanusiaan Yesus yang tengah menderita
disalib, karena tokh Ia sudah pernah mengalami semua bentuk penderitaan dan kepedihan
manusiawi yang paling berat dan itu tidak membuat-Nya mengaduh. Ucapan tersebut bukan
pula ekspresi kekecewaan Yesus yang mengharap Allah akan menghadirkan dunia baru,
karena bukan itu tujuan-Nya datang ke dunia. Bukan pula sekadar mengulangi Mzm 22:2
sebagai suatu latihan kesalehan. Teriakan itu diucap kan seolah suatu pertanda; pertanda
akan bahaya dosa dan akibatnya, yakni diting galkan Allah.

F
Farisi adalah salah satu aliran dalam agama Yahudi yang terlihat sangat sering berurusan
dengan Yesus. Pada umumnya mereka berasal dari kalangan menengah, yakni para tukang
dan kaum pedagang (contoh: Paulus adalah pembuat tenda). Mereka adalah orang-orang
yang setia kepada Taurat Musa dan kepada setiap pan dangan dan tafsiran para rabi. Namun
sayang tafsiran yang mereka lakukan adalah penafsiran yang harfiah, sehingga “melahirkan”
aturan-aturan praktis yang kaku dalam hidup sehari-hari bangsa Israel.
Sikap yang demikian ini didasarkan pada prapaham bahwa peristiwa pembuangan ke Babel
diakibatkan oleh kegagalan bangsa Israel dalam taat kepada Allah. Oleh karena itu, agar
mereka tidak mengalami peristiwa buruk yang serupa itu, mereka berusaha untuk sungguh-
sungguh menerapkan ketaatan kepada Allah melalui pelaksanaan Taurat. Hanya saja sayang
ketaatan yang mereka miliki adalah ketaatan yang mem buta. Mereka lebih taat kepada
Hukum Taurat, tafsirannya, dan adat-istiadat Yahudi ketimbang taat pada kehendak Allah
(bnd. Mat. 15:3-6). Sehingga muncullah legal isme dalam cara beragama mereka.

G
Getsemani (bahasa Aramnya adalah gat semen = perasan minyak) adalah nama sebuah
bukit, tempat di mana Yesus berdoa dalam suatu pergumulan yang berat. Letaknya di timur
Yerusalem, seberang lembah Kidron dekat Bukit Zaitun (Mat. 26:30). Getsemani adalah
tempat yang disenangi Yesus dan murid-murid-Nya sebagai peristirahatan, dan kemudian
menjadi panggung kesengsaraan, pengkhianatan Yudas, dan penangkapan Yesus (Mrk.
14:35-52).
Sikap Kristus di Getsemani (Luk. 22:41) memelopori kebiasaan orang Kristen untuk
berlutut bila berdoa, mengingat orang Yahudi biasanya berdoa dengan berdiri dan
menengadahkan kedua tangannya ke atas.

Golgota (bahasa Aramnya adalah gulgolta = tengkorak) adalah nama sebuah bukit, tempat
di mana Yesus disalibkan bersama dua penjahat besar lainnya (lih. Mat. 27:33; Luk. 23:33).
Letaknya di luar Yerusalem, tidak jauh dari pintu gerbang kota dan dari jalan besar. Di
dekatnya ada satu taman dengan satu kuburan.
Tentang nama Golgota, ada 3 kemungkinan yang bisa terjadi: di tempat itu terdapat banyak
tengkorak, tempat itu adalah tempat pelaksanaan hukuman mati, atau tempat itu sedikit
banyak menyerupai tengkorak. Saat ini, belum diperoleh kepastian tentang tempat yang
pasti dari Golgota.

H.
Haus yang dialami oleh Yesus mau menunjukkan sisi kemanusiaan-Nya. Di sinilah kita
dapat melihat bagaimana Yesus mengalami penderitaan seorang manusia. Selain itu, sebuah
peristiwa penyaliban pada dasarnya merupakan suatu tindakan membiarkan seseorang mati
perlahan-lahan karena kehausan.

I
Imam Besar adalah pemimpin dari suatu ibadah penebusan dosa yang dilakukan oleh orang
10
Yahudi (bnd. Im. 16:1-34). Imam Besar itulah yang menyembelih hewan kurban dan
mempersembahkannya di atas mezbah. Pertama-tama, ia mempersembahkan kurban untuk
penebusan dirinya (Im. 16:6; Ibr. 9:7). Baru setelah itu ia mempersem bahkan korban
penghabus dosa untuk orang-orang Yahudi. Dialah yang menjadi pengantara Allah dan
manusia. Melalui ritual itulah, Imam Besar dan orang-orang Yahudi mendapatkan
pengampunan dosa.
Dalam Surat Ibrani, Yesus Kristus disebut sebagai Imam Besar (Ibr. 9:11). Namun berbeda
dengan Imam Besar yang memimpin ibadah penebusan dosa, Yesus Kristus sendiri yang
menjadi kurban penebusan dosa. Ia masuk ke dalam tempat yang kudus sambil membawa
darah-Nya sendiri. Jika darah lembu dan domba jantan serta percikan abu lembu muda dapat
menguduskan mereka yang najis, maka terlebih lagi darah Yesus Kristus. Ia menyucikan
hati nurani kita dari perbuatan yang sia-sia (lih. Ibr. 9:12-14)

J.
Jumat Agung diperingati oleh orang-orang Kristen sebagai hari kematian Yesus Kristus.
Hari Jumat sebenarnya adalah hari yang biasa, sama seperti hari-hari lainnya. Namun pada
hari Jumat yang satu ini, menjadi agung karena adanya peristiwa kematian Yesus Kristus.
Dan hal yang perlu kita sadari dan waspadai adalah bahwa yang perlu diagungkan bukanlah
harinya, melainkan si Pembuat Peristiwa di hari itu, yakni Yesus Kristus sendiri.

K.
Kelinci, di berbagai negara dijadikan sebuah simbol dalam perayaan Paskah. Barangkali kita
bertanya, mengapa kelinci? Kelinci itu sendiri menyimbolkan kesuburan dan kehidupan
baru. Kelinci dikenal sebagai binatang yang memiliki banyak anak. Oleh karena sifatnya
yang demikian, maka kelinci kemudian dijadikan lambang kehidupan yang berlimpah di
dalam Kristus.

L
Lewatnya bangsa Israel dari peristiwa perbudakan di Mesir adalah makna dari pera yaan
Paskah (pesakh = melewati) dalam Perjanjian Lama. Dalam Kel. 12:1-28, kita dapat
membaca bagaimana Allah menetapkan Paskah bagi Israel. Ketika itu, Allah hendak
bertindak untuk yang terakhir kalinya dalam upaya membebaskan Israel dari Mesir. Untuk
keperluan itu, bangsa Israel diminta untuk bersiap diri, yakni dengan menyelenggarakan
perjamuan Paskah. Perjamuan Paskah ini dilaksanakan pada tanggal 14 bulan Nisan, yakni
bulan pertama dalam penanggalan Yahudi, dan ditetap kan untuk dilaksanakan secara turun-
temurun. Perayaan Paskah itu sendiri menandai awal keluarnya bangsa Israel dari Mesir.
Oleh sebab itu, Paskah dirayakan oleh orang Yahudi sebagai perayaan pembebasan bangsa
Israel dari Mesir.

M
Menetapkan tanggal Paskah. Kalender yang kita miliki, memiliki tanggal Paskah yang
berbeda-beda dari tahun ke tahun. Malah, bulannya pun berbeda-beda, kadang Paskah jatuh
di bulan Maret, kadang di bulan April. Memang, Paskah tidak mempu nyai tanggal yang
tetap seperti Natal. Bagi orang Kristen saat ini, tanggal dan bulan Paskah yang berbeda-beda
itu cukup membingungkan. Namun tidak demikian dengan gereja mula-mula.
Sebagaimana telah disinggung di atas, bagi gereja mula-mula, setiap hari Minggu adalah
hari Paskah, karena pada hari Minggulah Yesus bangkit dari kematian. Baru pada abad ke-2
ZB, mulai ada jemaat-jemaat Kristen yang mengkhususkan hari Minggu tertentu untuk
dirayakan sebagai hari Paskah setahun sekali. Namun, hal ini pun menimbulkan
kebingungan. Hari Minggu yang mana yang dipilih sebagai hari Paskah? Terhadap hal ini,
ada perbedaan yang muncul. Jemaat Kristen asal Yahudi berpendapat bahwa hari Paskah
sebaiknya ditetapkan sama seperti Paskah Yahudi, yaitu hari ke-14 bulan Nissan, yakni
bulan dalam penanggalan Yahudi. Artinya, Paskah itu bisa jatuh pada hari apa saja.
Sementara itu, jemaat Kristen yang berasal dari bangsa-bangsa lain berpendapat bahwa
Paskah sebaiknya dirayakan pada hari Minggu.
Untuk menjembatani perbedaan pendapat itu, pada tahun 325 ZB, dalam sebuah konsili (=
persidangan gerejawi) di Nicea, ditetapkan sebuah patokan bersama untuk menetapkan hari
Paskah. Paskah dirayakan pada hari Minggu pertama sesudah bulan purnama yang jatuh
11
pada atau sesudah tanggal 21 Maret, yaitu tanggal permulaan musim semi. Apabila bulan
purnama itu jatuh pada hari Minggu, maka Paska diraya kan pada hari Minggu berikutnya.
Keputusan itu dipegang terus oleh semua Gereja di seluruh dunia hingga kini. Dengan
patokan itu, setiap tahun Paskah jatuh antara tanggal 22 Maret dan 25 April. Bulan purnama
itu sendiri sudah bisa dihitung jauh-jauh hari sebelumnya, sehingga tanggal Paskah sudah
dapat dihitung sekian tahun di muka.

N
Nazoraion adalah sebutan yang ditujukan kepada para pengikut Yesus dari Nazareth (bnd.
Kis. 24:5). Kata ini diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi orang-orang Nasrani,
atau para pengikut Yesus dari Nazareth. Pada waktu itu, murid atau pengikut dari seorang
tokoh sering disebut dengan nama asal atau tempat dari tokoh yang diikuti.
Kata Nazoraion digunakan oleh para pemimpin agama Yahudi dalam kesan yang sedikit
mengejek, yakni menyebut para pengikut Yesus sebagai sebuah sebuah sekte dari agama
Yahudi. Memang pada awalnya, para pengikut Yesus yang mula-mula adalah orang-orang
Yahudi. Dan bagi pemimpin agama Yahudi, para pengikut Yesus ini dianggap sebagai sesat,
bidah atau menyimpang dari agama Yahudi.
Kata ini kemudian terus digunakan oleh orang Yahudi dan juga orang-orang yang berbahasa
Arab. Kata itu pada kemudian hari menjadi sebutan umum untuk orang Kristen.

O
Obrolan dua orang murid dalam perjalanan ke Emaus. Saat itu, dua murid, yang satu
bernama Kleopas, mengalami kebingungan terhadap hal-hal yang terjadi dalam hari-hari
terakhir yang mereka jalani. Yesus, Sang Guru telah mati meninggalkan mereka. Namun,
mereka mendengar kabar bahwa kubur Yesus telah kosong.
Lalu, ketika mereka berdua berpapasan dengan Yesus, dikatakan “Tetapi ada sesuatu yang
menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia” (Luk. 24:16). Salah
satu faktor utama dalam diri manusia yang dapat menghalangi orang melihat dengan jelas
adalah penderitaan, kesedihan dan kedukaan. Hati yang gelap tidak memungkinkan
seseorang melihat karya Allah.
Dua orang murid tersebut mengalami sikap mental yang benar-benar pesimis, sehing ga
penderitaan dipandang sebagai suatu bencana. Bagi mereka, tidak ada lagi pengharapan.
Semuanya sudah tamat. Yesus yang mereka kenal adalah Yesus yang mati, Yesus yang
tergantung di kayu salib (lih. Luk. 24:21). Itulah yang membuat mereka putus asa.
Bagi orang Kristen, memang iman kita adalah kepada Yesus yang tersalib, tetapi juga Yesus
yang bangkit, Yesus yang menang. Itulah sebabnya lambang salib yang digunakan orang
Protestan adalah salib yang kosong! Karena memang Yesus sudah tidak ada lagi di sana.
Salib itu menjadi pengharapan kita! Jadi, penderitaan yang kita alami tidak seharusnya
membuat kita putus asa apalagi kehilangan pengharapan, karena kita beriman kepada Yesus
yang bangkit, yang memberi pengharapan dan kekuatan kepada kita!

P
Pontius Pilatus adalah salah satu dari tiga nama manusia yang pasti disebut oleh orang
Kristen pada setiap hari Minggu. Nama manusia yang pertama adalah Yesus. Kita
menyebutnya saat mengikrarkan Pengakuan Iman Rasuli. Lalu, mengapa nama Pontius
Pilatus sampai harus disebut dalam Pengakuan Iman Rasuli? Apa pentingnya nama itu?
Sebagaimana kita ketahui, Pontius Pilatus adalah seorang gubernur Romawi yang
memerintah di propinsi Yudea. Pada zaman Tuhan Yesus setiap hukuman mati harus
mendapat persetujuan dari pejabat pemerintah Roma yang ada di daerah tersebut. Oleh
sebab itu, para pemimpin agama Yahudi membawa Yesus ke hadapan Pilatus, di
kediamannya.
Bagi Pilatus sendiri, tidak ada keraguan sedikit pun tentang ketidakbersalahan Yesus (Mat.
27:23). Ia tidak dapat mengerti mengapa orang-orang Yahudi begitu mengingin kan
kematian Yesus, namun tekanan politik dari orang-orang Yahudi membuat ia mengizinkan
penyaliban atas diri Yesus. Pilatus takut kalau-kalau orang-orang Yahudi itu akan
melaporkan kepada pemerintah Roma bahwa Pilatus tidak mau menghukum mati seorang
pemberontak yang membahayakan kedaulatan Roma. Pilatus akhirnya memilih tindakan
melawan apa yang semula ia pandang sebagai kebenaran. Dalam keputusasaan ia kemudian
12
memilih untuk melakukan hal yang salah.
Dari pemaparan tersebut, nama Pontius Pilatus sebenarnya menjadi simbol dan peringatan
bagi manusia untuk sadar akan bahaya berkompromi dengan ketidak benaran. Nama Pontius
Pilatus hendak mengingatkan kita agar sungguh-sungguh mau berpihak kepada kebenaran
dan menolak berkompromi dengan kejahatan.

Q
Quod scripsi scripsi (bahasa Latin), artinya “Apa yang sudah kutulis, tetap tertulis” (Yoh.
19:22). Kalimat ini dikatakan oleh Pontius Pilatus, ketika ia bersikeras untuk tetap
memasang tulisan Iesus Nazarenus Rex Iudeorum (= INRI), artinya Yesus dari Nazaret Raja
orang Yahudi, di atas kayu salib. Biasanya, di atas salib, ditaruh keterangan tentang alasan
seseorang disalib. Nah, ketika di atas salib Yesus ditaruh keterangan INRI, maka dengan
spontan imam-imam kepala orang Yahudi memprotes nya (Yoh. 19:21). Terhadap protes
tersebut, Pilatus tetap bersikeras dengan apa yang sudah diperintahkannya untuk ditulis.

Quo vadis Domine (bahasa Latin), artinya, “Tuan, ke manakah tuan hendak pergi?” Ini
adalah sebuah pertanyaan yang sangat terkenal dari Petrus. Konon, ketika Petrus telah
ditetapkan untuk dihukum mati oleh Kaisar Nero di Roma, ia melarikan diri ke luar kota
Roma. Di luar pintu gerbang kota, Petrus bertemu dengan seorang laki-laki yang hendak
memasuki kota. Maka terjadilah percakapan antara Petrus dengan laki-laki itu:
Petrus : Tuan, ke manakah tuan hendak pergi? (Bhs. Latin :“Quo Vadis Domine”)
Lelaki : Aku hendak pergi ke Roma untuk disalibkan (kemudian Petrus mengenal bahwa
lelaki itu adalah Tuhan Yesus sendiri).
Petrus : Tuhan, bukankah Engkau hanya sekali saja disalibkan?
Lelaki : Aku melihat engkau melarikan diri dari kematian dan
Aku hendak menggantikanmu.
Petrus : Tuhan, aku pergi. Aku akan memenuhi perintah-Mu.
Lelaki : Jangan takut, karena Aku menyertaimu.
Kemudian Petrus kembali ke dalam kota dan dengan sukacita menjalani hukuman matinya.
Ketika hendak disalibkan, ia meminta untuk disalibkan dengan kaki ke atas dan kepala ke
bawah. Petrus mengatakan bahwa ia tidak layak disalibkan seperti Tuhannya.

R
Romawi adalah nama sebuah kekaisaran yang tengah menguasai hampir seluruh dunia pada
zaman Tuhan Yesus. Kata “dunia” di sini sebenarnya hendak mengacu pada daerah-daerah
yang sudah dikenal pada waktu itu, yaitu menunjuk pada daerah-daerah yang tertera dalam
peta Alkitab mengenai perjalanan pekabaran Injil Paulus (daerah Afrika bagian utara, Asia
Barat Daya / Timur Tengah lalu sampai ke Eropa).
Bangsa Romawi memiliki agama dan sistem peribadahannya tersendiri. Dapat dikata kan
bahwa orang-orang Romawi menyembah dewa/i dan bahkan menyembah kaisar. Oleh
karena itu, ketika kekristenan muncul pada abad-abad pertama, keberadaannya sangat
mengguncang kekaisaran Romawi.
Banyak para pengikut Yesus yang menjadi martir karena mempertahankan imannya kepada
Yesus. Bahkan menurut catatan sejarah, hampir seluruh murid Tuhan Yesus menjadi martir
karena mempertahankan imannya kepada Yesus (lih. F.D. Wellem, Hidupku Bagi Kristus,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003). Bahkan ada ratusan bahkan ribuan lainnya yang
menjadi martir karena mempertahankan imannya di hadapan penguasa-penguasa Romawi.

S
Sengsara Kristus diperingati dalam minggu pra-paskah yang terakhir bersamaan dengan
minggu palma. Saat itu kita diingatkan pada peristiwa Yesus memasuki kota Yerusalem dan
Ia dielu-elukan oleh orang banyak. Sebenarnya, saat itu Yesus sedang menghadapi
kesengsaraan-Nya yang sudah semakin mendekat, bukan menghadapi penyambutan seorang
raja yang menang perang. Keledai yang ditunggangi Yesus mau menunjukkan bahwa Ia
datang bukan untuk mengangkat pedang, melainkan untuk membawa damai sejahtera bagi
kehidupan umat manusia.

T
13
Telur (dan kelinci) merupakan simbol dari perayaan Paskah di berbagai gereja. Mengapa
telur dijadikan suatu simbol dalam perayaan Paskah? Rupa-rupanya, hal ini berkaitan erat
dengan kebiasaan di Timur Tengah kuno. Orang Mesir dan Persia kuno punya suatu
kebiasaan menghias telur yang kemudian menukarkannya dengan temannya. Kebiasaan ini
kemudian diikuti oleh orang Kristen di Mesopotamia (daerah Irak-Iran sekarang), yaitu
dengan memberikan telur-telur kepada orang lain pada perayaan Paska untuk mengingatkan
kebangkitan Yesus.
Bangsa Mesir menguburkan telur di makam mereka. Bangsa Yunani menempatkan telur di
atas makam. Sementara itu bangsa Romawi punya pepatah, “Semua kehidupan berasal dari
telur.” Dalam sebagian besar kebudayaan dan masyarakat, telur merupakan perlambang
kelahiran dan kebangkitan. Itulah sebabnya ketika gereja mulai merayakan kebangkitan
Yesus pada abad ke-2, telur menjadi simbol yang populer. Pada masa itu, orang-orang kaya
menghias telur dengan daun dari emas, sementara orang yang kurang mampu merebus telur
dengan bunga atau daun tertentu sehingga kulit telurnya menjadi berwarna.

U
Uang sejumlah 30 keping perak diberikan oleh imam-imam kepala agar Yudas mau
menyerahkan Yesus kepada mereka (Mat. 26:14-15). Jumlah uang tersebut sebenar nya
setara dengan harga seorang budak (Kel. 21:32). Sebenarnya, para pemimpin agama Yahudi
telah berencana untuk menangkap Yesus setelah Paskah selesai (Mat. 26:4-5), namun
dengan munculnya tawaran yang tidak terduga dari Yudas, membuat rencana mereka
dipercepat.
Uang sejumlah 30 keping perak juga setara dengan nilai mata uang Romawi sebesar 3
denarius, yang bila dikurskan ke dalam rupiah saat ini bernilai sejumlah Rp. 4.392,00, suatu
harga yang sangat murah bagi seorang manusia. Namun di sini kita dapat melihat adanya
suatu kontras. Harga yang sangat murah tersebut dipakai Allah untuk membayar lunas
segala dosa dan pelanggaran manusia, justru dengan harga yang sangat mahal, yaitu
kematian Yesus Kristus (bnd. 1 Kor. 6:20; 7:23).

V
Vigilate et orate (= berjagalah dan berdoalah; Mat. 26:41), merupakan perkataan Tuhan
Yesus kepada 3 murid yang menemani-Nya berdoa di Taman Getsemani. Perintah Tuhan
Yesus tersebut sebenarnya merupakan sebuah peringatan kepada para murid bahwa Yesus
akan menghadapi suatu jalan penderitaan yang sangat berat. Namun, peringatan tersebut
tidak mampu mengalahkan rasa kantuk yang menghing gapi diri para murid.
Bagi kita saat ini, perintah vigilate et orate sebenarnya merupakan sesuatu yang masih tetap
relevan untuk dilakukan. Perintah ini mengajak kita untuk memiliki suatu kesadaran diri
terhadap segala kemungkinan godaan, memiliki kepekaan terhadap seluk-beluk godaan, dan
memiliki suatu persiapan spiritual yang ditempuh melalui doa.

W
Wanitalah yang pertama kali menjadi saksi kebangkitan Yesus dan kemudian mem
beritakan kebangkitan-Nya kepada para murid (baca Luk. 24:1-12). Wanita sendiri memiliki
peran yang istimewa dalam kehidupan Tuhan Yesus. Hal itu dapat terjadi sebagai bukti
bahwa pelayanan yang Yesus lakukan tidaklah diskriminatif. Ia melayani baik yang miskin
maupun yang kaya (mis: Zakeus). Ia melayani baik pria maupun wanita.
Dari catatan Alkitab, kita dapat melihat bahwa Tuhan Yesus memiliki sahabat dua wanita
bersaudara, yakni Maria dan Marta (Yoh. 11:5). Bahkan wanitalah yang dikisahkan
memberi penghargaan yang luar biasa kepada Yesus, melebihi para murid-Nya, yakni ketika
seorang wanita meminyaki kaki Yesus dengan minyak yang sangat mahal harganya (Mat.
26:7). Wanita jugalah yang menunjukkan kesetiaannya mengikut Yesus sampai di kayu
salib dan turut bersedih ketika Yesus mati (lih. Mrk. 15:40-41), sementara para murid Yesus
sudah kocar-kacir menyelamatkan diri (Mrk. 14:50). Dan para wanitalah yang pertama kali
bermaksud mengunjungi kubur Yesus, sebelum kepada mereka dinyatakan mengenai
kebangkitan-Nya.
Perilaku para wanita yang dicatat dalam Alkitab itu telah menjadi teladan perilaku seorang
murid Yesus yang memiliki kesungguhan dan ketulusan dalam mengikut Yesus.

14
X
Simbol “X”, pada abad mula-mula merupakan simbol untuk menunjuk kepada Kristus. Iman
kepada Yesus Kristus di tengah-tengah masyarakat mayoritas yang menyembah berhala
bukanlah suatu perkara mudah. Ada ancaman hukuman berat bagi mereka yang dengan
terang-terangan menjalankan ibadah yang berbeda dengan agama dan sistem peribadahan
Roma.
Oleh karena itu, ada banyak simbol yang digunakan oleh orang-orang Kristen pada abad-
abad pertama untuk mengekspresikan imannya. Ada tanda ikan yang di atasnya tertulis
ichtus, merupakan akronim dari bahasa Yunani: Iesus Christos uhios Theos Soter, yang
artinya Yesus Kristus Anak Allah Juruselamat. Ada juga simbol “X” yang menunjuk kepada
Kristus yang merupakan salah satu huruf dalam bahasa Yunani, yaitu singkatan dari kata
xplotovc,(baca: Kristous). Simbol “X” ini sendiri mirip dengan tanda salib yang
dimiringkan, yang juga menunjuk kepada Yesus Kristus.

Y
Yudas Iskariot tercatat dalam keempat Injil sebagai murid Yesus yang mengkhianati-Nya.
Banyak orang yang bertanya mengapa Yudas Iskariot sampai mengkhianati Gurunya.
Sebenarnya, Yudas Iskariot itu bukanlah orang yang biasa. Ia bukanlah nelayan seperti
Petrus dan beberapa murid lainnya. Iskariot adalah nama sebuah kelompok nasionalis orang
yahudi yang paling fanatik, yang bermusuhan dengan pemerintah Romawi. Kata “iskariot”
itu berasal dari kata sikarios (Lat), yang artinya pisau belati. Jadi, dapat dikatakan bahwa
Yudas Iskariot tadinya adalah bagian dari orang-orang yang mengangkat pedang terhadap
penguasa Romawi.
Dari latar belakang yang demikian, sebenarnya kita dapat mengetahui pandangan ideologi
yang dianutnya, yakni bahwa ia memiliki pengharapan mesianis politik. Yudas berharap
agar Yesus dapat menjadi mesias secara politik yang mengangkat pedang terhadap
pemerintah Romawi

Z
Zebedeus bersaudara: Yakobus dan Yohanes, beserta Petrus adalah dua orang murid Yesus
yang menemani Yesus berdoa di Taman Getsemani (Mat. 26:36-46). Kelelahan dan rasa
kantuk yang dialami oleh ketiga murid ternyata tidak mampu membuat mereka tetap
menemani dan juga menguatkan Yesus, Sang Guru yang tengah bergumul dalam persiapan
menghadapi jalan penderitaan.
Perilaku para murid yang demikian sebenarnya bisa menjadi cermin bagi kita. Allah melalui
Yesus Kristus telah terlebih dahulu menunjukkan kasih dan kesetiaan-Nya kepada kita,
bagaimana dengan kita?
 

KEMANA ORANG
SETELAH MENINGGAL?
 

1. Pengantar

Judul diatas adalah sebuah pertanyaan yang seringkali muncul dalam benak kita. Pertanyaan
ini muncul begitu saja karena sebagai manusia, kita memiliki rasa ingin tahu yang besar.
Kematian buat sebagian besar orang, adalah peristiwa yang mena kutkan, namun tidak bisa
dihindari bahwa semua orang pasti akan mengalaminya. Ketakutan orang terhadap kematian
kebanyakan disebabkan oleh tidak ingin berpisah dengan orang yang kita kasihi; tidak tahu
apa yang akan terjadi setelah kita meninggal; dan salah satunya adalah pertanyaan yang
menjadi judul bulletin pembinaan ini kemanakah kita pergi setelah meninggal?

Buletin edisi pertama ini akan membahas dan menolong kita menemukan jawaban yang
muncul dalam benak kita itu. Topik ini sudah dibahas terlebih dahulu dalam PA Jemaat
pada tanggal 5 Maret 2004.
15
2. Tempat Orang yang telah Meninggal

Salah satu pertanyaan teologis yang menjadi polemik ketika kita bicara tentang keadaan
setelah orang meninggal adalah masalah apakah ada tempat perhentian. Sebab di satu sisi
ketika kita melihat jenazah, kita akan berkata, “dia telah kembali ke rumah Bapa di sorga.”
Sementara itu kita ingat akan pemahaman iman Kristen bahwa akan ada hari penghakiman
pada saat kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Hal ini membuat kita bertanya kritis,
“apakah orang yang telah di rumah Bapa itu akan turun lagi untuk dihakimi? Atau benarkah
orang yang meninggal langsung menuju sorga?”

Dalam pemahaman orang Yahudi dan ini nyata dalam Alkitab PL, mereka mengenal satu
tempat bagi orang-orang yang sudah meninggal, yang disebut dunia orang mati (Ibrani:
sye’ol – har: dunia bawah). Dunia orang mati digambarkan sebagai tempat yang
mengerikan; selain tidak ada kehidupan dan keterpisahan dengan orang yang hidup, dunia
ini diperuntukkan bagi orang-orang fasik dan berdosa (lih. Bil. 16:33; Maz. 9: 18). Namun
dunia orang mati ini tidak bisa dihindari oleh setiap orang yang meninggal (band. 2 Sam.
22: 6; Maz. 139: 8). Dunia orang mati adalah tempat yang suram dan ingin dihindari.

Gambaran dunia orang mati dalam Alkitab PB tidak jauh berbeda dengan PL. Orang-orang
yang telah meninggal akan masuk dalam kerajaan maut (Yunani: hadesy); (band. Kisah 2:
27; Wah. 20: 13-14). Bahkan ada satu istilah Yunani yang ingin menggambarkan gelapnya
dunia orang mati itu yaitu abysos (tempat yang tidak terduga dalamnya).

Pertanyaannya sekarang adalah mengapa dunia orang mati/kerajaan maut digambarkan


begitu mengerikan dan suram; dan kalau bisa dihindarkan? Karena tradisi Yahudi
memahami dunia ini terdiri dari tiga bagian: dunia atas di mana Allah yang berkuasa; dunia
tengah dimana manusia yang menguasainya; dan dunia bawah yang dikuasai oleh iblis.
Pemahaman inilah yang kemudian mempengaruhi pandangan tentang dunia orang mati
sebagai tempat iblis dan maut berkuasa (band. Wah. 20: 13 kata maut dan kerajaan maut
digandengkan).

Satu hal yang dapat kita simpulkan dalam pandangan PL dan PB ini adalah setelah manusia
meninggal, siapapun juga orangnya, akan masuk dunia orang mati/kerajaan maut.

3. “Shelter” Tunggu dikuasai oleh Kristus

Jika dunia orang mati/kerajaan maut dikuasai oleh iblis dan maut, pertanyaan kritis
selanjutnya adalah mengapa kita memahami orang yang meninggal kembali ke rumah Bapa?
Bahkan ada gambaran yang berbanding terbalik dengan gambaran dunia orang mati, bahwa
rumah Bapa itu menyenangkan. Mana yang benar?

Salah satu pertanyaan misterius dari peristiwa kematian dan kebangkitan Kristus adalah
kemana Kristus selama tiga hari setelah mati dan sebelum kebangkitan-Nya? Apa yang
dilakukan-Nya selama tiga hari? Mengapa Dia tidak langsung bangkit saja pada hari
pertama, tokh Dia adalah Allah?

Kita bersyukur, pertanyaan ini bukanlah misteri. Karena Alkitab dengan jelas menjawabnya,
sama seperti manusia, Yesus Kristus pun masuk ke dunia orang mati/kerajaan maut ini
selama tiga hari tiga malam (lih. Mat. 12: 40 kata-kata “rahim bumi” ditafsirkan sebagai
dunia orang mati; Roma 10: 7 “Siapa yang akan turun ke jurang maut? Yaitu untuk
membawa Kristus naik dari antara orang mati”). Apa yang Yesus lakukan selama tiga hari
tiga malam di dunia orang mati itu? Inipun bukanlah misteri. Dia “berperang” mengalahkan
maut, sehingga dunia orang mati/kerajaan maut tidak lagi dikuasai oleh iblis atau maut
melainkan dikuasai oleh-Nya sehingga Dialah yang sekarang memegang kuasa dan kunci
kerajaan maut (lih. Wah. 1: 18; band. 1 Kor. 15: 54 “Maut telah ditelan dalam kemenangan.
Hai maut dimanakah kemenanganmu. Hai maut, dimanakah sengatmu”).

16
Jadi jelaslah dunia orang mati/kerajaan maut pasca kebangkitan Kristus bukanlah tempat
yang menakutkan dan mengerikan lagi, melainkan tempat yang menyenang kan karena yang
berkuasa atasnya sekarang adalah Allah sendiri. Tidak salah apabila kita katakana bahwa
setiap orang yang meninggal kembali ke rumah Bapa, karena dunia orang mati yang
sekarang bertakhta adalah Bapa juga.

Dan kebangkitan Kristus tentu membawa dampak bagi setiap orang yang telah meninggal
yaitu mereka akan dibangkitkan pula. Kristus sebagai yang sulung dari semua orang yang
telah meninggal (1 Kor. 15:20). Tentu saja ini terkait dengan kedatangan-Nya yang kedua
kali, di mana semua orang yang meninggal akan dibangkitkan dan disatukan dengan orang
yang belum meninggal untuk dihakimi; dan mereka yang tetap memelihara iman akan
menuju sorga yang sempurna (lih. 1 Tes. 4: 16-17).

Satu hal yang dapat disimpulkan pada bagian ini adalah dunia orang mati/kerajaan maut
menjadi “shelter” (tempat) tunggu sebelum kedatangan Tuhan Yesus kedua kali. Dan
tempat perhentian ini tidaklah menyeramkan karena Allah telah menguasainya.

4. Penutup

Pertanyaan teologis: “Kemana kita pergi setelah meninggal” terjawab sudah melalui uraian
bulletin pembinaan ini.

Ada beberapa kesimpulan:


1. Setiap orang tanpa terkecuali setelah meninggal akan masuk ke dalam dunia orang
mati/kerajaan maut.
2. Namun dunia orang mati/kerajaan maut itu bukanlah tempat yang gelap dan
menyeramkan, melainkan tempat yang indah karena Allah sendirilah yang berkuasa setelah
Kristus masuk ke dunia orang mati dan mengalahkan iblis dan maut.
3. Dunia orang mati ini merupakan tempat perhentian sebelum kedatangan Yesus Kristus
kedua kali untuk menghakimi baik orang yang sudah meninggal maupun belum

DOSA TURUNAN
 

Pengantar
Topik ini pernah dibahas dalam Pemahaman Alkitab di bulan April yang lalu.
Dimunculkan topik ini karena para peserta PA ingin mendapatkan kejelasan apa itu “dosa
turunan” dan bagaimana kita memahaminya dari segi iman Kristen.
Pemahaman yang suka didengar dan dikisahkan mengenai “dosa turunan” biasanya
dikaitkan dengan penderitaan, kesusahan, sakit-penyakit, malapetaka atau setiap “nasib
buruk” yang selalu menimpa seseorang atau keluarganya. Lalu berkesimpulan : Ah,
jangan-jangan saya atau keluarga saya sedang termasuk golongan orang-orang yang
terkena “dosa turunan”.
Artinya dosa dari ayah atau ibu, juga bisa dari kakek atau nenek yang saat ini sedang
dibalaskan Tuhan kepada keturunannya.

Buktinya :
Usaha saya tidak maju-maju. Pelbagai upaya diberdayakan, tetapi tetap saja tidak
membuahkan hasil. Selalu mengalami kerugian.
Musibah seringkali menimpa diri dan keluarga.
 Sakit-penyakit secara terus-menerus bergantian menimpa anggota keluarga.
 Seringkali mengalami kenyataan hidup sebagai orang yang apes.

Pertanyaannya adalah, apakah benar ketika seseorang mengalami kenyataan-kenyataan


hidup seperti ini, ia sedang menanggung yang namanya “dosa turunan” ?
Mari kita ikuti pembahasannya dan kesimpulan yang diambil bersama peserta Pemahaman
Alkitab saat itu.
17
Apa yang sesungguhnya dikatakan Alkitab
 Bukan pembalasan tapi kasih setia.
Ada yang berpegang pada pemahaman bahwa Allah memang akan membalaskan dosa
orangtua (ayah/ibu) kepada anaknya, kepada cucu bahkan sampai kepada cicitnya. Dasar
yang dipakai adalah Keluaran 20:5 “….. sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah
yang cemburu, yang akan membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada
keturunan yang ketiga dan keempat ….”
Secara harfiah, ayat ini dapat dimaknakan seperti itu. Tapi dalam ayat ini pemahaman
yang benar bukanlah pemahaman harfiah. Sebab ayat ini harus dipahami keutuhannya
bersamaan dengan pemberian Dasatitah/Dekalog yang secara lengkap disabdakan dalam
Kel. 20:1-17. Pemberian Dasatitah/Sepuluh Hukum bukan didasari pada perin tah yang
berisikan larangan, ancaman atau pembalasan tapi didasari pada pemberi taan tentang
kasih setia Allah yang masih mau dinyatakan-Nya kepada manusia berdosa, turun-
temurun.
Bahwa Dia bukanlah Allah pembalas kejahatan/dosa ayah kepada keturunannya, dengan
jelas difirmankan dalam Ulangan 24 : 16 - “Janganlah ayah dihukum mati karena anaknya,
janganlah juga anak dihukum mati karena ayahnya; setiap orang harus dihukum mati
karena dosanya sendiri”.

 “Dosa Turunan”
Ungkapan istilah ini, tidak kita temukan dalam Alkitab. Istilah ini muncul ketika orang
hendak mendalami lanjut peristiwa kejatuhan manusia dalam dosa sebagaimana
dikisahkan dalam Kejadian 3.
Setelah peristiwa ini, ada banyak pertanyaan yang manusiasendiri ingin memperoleh
jawabannya.
Antara lain :
Setelah Allah murka, menghukum dan mengusir Adam dan Hawa dari taman Eden
karena telah berbuat dosa, apa statusnya sekarang di hadapan Allah
 Setelah keduanya menjalani masa penghukuman seumur hidupnya (Kej. 3:17),
bagaimana status generasi yang lahir kemudian?
Bukankah generasi yang lahir berikutnya adalah generasi baru yang tidak ikut dalam
persepakatan untuk berbuat dosa?.

Ternyata lembaran-lembaran Alkitab terus berkisah tentang manusia sebagai penyan dang
dosa dari generasi ke generasi.
Bahkan dikatakan tidak ada lagi seorangpun yang benar, tidak ada yang berbuat baik,
seorangpun tidak (Mazmur 14:1-3, Roma 3:10-12).
Sejak awal kejatuhan manusia ke dalam dosa maka dosa telah menjalar dan menye lusup
masuk dalam hidup manusia turun-temurun. Tidak ada generasi yang lahir tanpa dosa.
Tidak ada seorang insanpun yang lahir tanpa menyandang dosa.
Dosa telah menyelubungi hidup manusia secara universal.

Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma menjelaskan “dosa turunan” dengan kalimat-kalimat
berikut :
“Sama seperti dosa telah masuk kedalam dunia oleh satu orang dan oleh dosa itu juga
maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah
berbuat dosa.
Oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman.
Oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa”. (Roma 5 : 12-
21)
Yohanes Calvin, salah seorang Pembaharu Gereja, menjelaskan “dosa turunan” dan
menguraikannya panjang lebar dalam bukunya “INSTITUTIO”.

Antara lain Yohanes Calvin menuliskannya sbb. :


“Maka kita yang dihasilkan dari benih yang cemar, semuanya lahir ternoda ketularan dosa;
bahkan sebelum kita melihat cahaya, hidup kita sudah ketularan dan najis dimata Tuhan.
Dari akar yang busuk, hanya cabang-cabang busuklah yang keluar, yang menyebarkan
18
kebusukannya ke semua ranting yang mereka hasilkan; demikian pula anak-anak telah
ketularan didalam orangtua mereka dan menjadi sebab dari pengotoran turunan mereka.
Artinya, awal kerusakan yang terdapat dalam diri Adam adalah sedemikian rupa, hingga
menjalar bagaikan arus yang terus-menerus dari orangtua ke anak”. (INSTITUTIO :
Pengajaran Agama Kristen, hal 60. Terbitan PT. BPK Gunung Mulia cetakan ke 4 – 2003
BPK/2141/1230/03).

 Bukan pembayar hutang.


Setiap kelahiran adalah kelahiran dalam dosa sebagaimana pengakuan Daud :
“Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku”
(Mazmur 51 : 7)
Itulah status yang dimeteraikan dalam hidup manusia sejak kejatuhannya dalam dosa.
“Karena semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3 : 23).
Dengan demikian, anak yang dilahirkan bukanlah menjadi penanggung dosa atau
pembayar hutang dosa bapaknya atau ibunya.
“Sebab tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri ….. Karena apa yang ditabur
orang, itu juga yang akan dituainya”. (Galatia 6 : 5, 7).

Kesimpulan
1. Istilah “dosa turunan” bukanlah untuk dipahami sebagai dosa atau perbuatan salah
orangtua secara pribadi yang menurun kepada anak-cucunya.
2. Iman Kristen percaya bahwa Allah adalah kasih. Ia bukanlah Allah pendendam, yang
membalasakan kesalahan bapa kepada anaknya.
3. Apabila Allah harus menjatuhkan penghukuman maka Ia akan melaksanakannya
berdasarkan pertimbangan-Nya yang adil : “bahwa orang yang membajak kejahatan dan
menabur kesusahan, ia menuainya juga” (Ayub 4 : 8).
4. “Dosa turunan” hendaknya dipahami sebagai dosa yang diwariskan sejak awal
kejatuhan manusia karena tergoda dan mau menjadi seperti Allah (Kej. 3 : 5). Sejak
manusia pertama berpaling dari Allah dan meninggalkan Dia maka seluruh ciptaan Nya,
langit, bumi dan segenap isinya, telah dirasuki dosa dan dirusakkan.
Inilah yang diwariskan dalam hidup manusia turun-temurun.

Penutup
Pembahasan “dosa turunan” akan meninggalkan pertanyaan lanjut yang membutuhkan
jawaban yaitu :
 Apabila pewarisan dosa terus berlangsung secara turun-temurun, berarti manusia tidak
punya masa depan lagi. Apakah manusia dapat diberi kesempatan agar kehi dupan
dosanya direhabilitasi?
Jawaban atas pertanyaan ini telah diberikan juga oleh Alkitab, bahwa hidup dosa manusia
telah direhabilitasi.
“Sebab Kristus telah mati, sekali, untuk segala dosa kita. Ia yang benar untuk orang-orang
yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah.
Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya
dan kehidupanNya adalah kehidupan bagi Allah.
….. kamu telah mati bagi dosa tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus”
(I Petrus 3 : 18, Roma 6 : 10, 11).

HOROSKOP dan FENGSHUI


 

Pengantar
Ketika kita membicarakan mengenai horoskop, fengshui, dan tenung maka kita mulai
dengan beberapa hal yang selama ini kuat ada dalam ingatan kita.
Apa ramalan hidup saya minggu ini? Berulangkali pertanyaan ini menggoda pikiran
manusia sehingga horoskop mingguan selalu menjadi sajian yang ada dalam tabloid dan
19
majalah populer di mana-mana.
Belum lagi guratan tangan yang seringkali dijadikan sarana untuk mengetahui baga imana
perjodohan, rejeki dan hidup seseorang di masa depan.
Orang sering ingin tahu apa yang menjadi masa depannya, sehingga horoskop kerap kali
menjadi lahapan yang dicari orang di hampir semua tabloid yang memuatnya, atau ramalan
garis tangan, kartu tarot dan bola kristal yang belakangan ini sering diprak tikkan di pusat-
pusat perbelanjaan.
Sementara itu, hidup kita juga penuh dengan ketergantungan pada tatanan letak dan angka-
angka atau guratan hidup yang disebut fengshui.
Orang alergi dengan angka-angka tertentu, antara lain 4 dan 13, atau senang dengan angka
keberuntungan seperti angka 8. Orang juga mengelakkan rumah tusuk sate, bentuk rumah
yang pintu-pintu nya berderet lurus dari depan ke belakang, dan lain sebagainya.
Ada juga yang mengatakan bahwa gigi gingsul pada orang tertentu bisa mengakibat kan ia
berat jodoh.
Seringkali orang pindah rumah harus diatur jam masuk rumahnya yang baru supaya tidak
mendatangkan bahaya atau kesialan pada orang itu.
Atau harus memakai jenis batu tertentu supaya jiwanya tenang, tubuhnya tidak “panas”
sehingga mendapatkan rejeki dan jodoh atau cita-cita dengan lebih mudah.

Kita lihat betapa beragamnya ramalan yang dikemas dalam bentuk supra modern. Dari yang
ada di tabloid dan majalah sampai yang disiarkan oleh media TV.
Pada dasarnya dalam ketidak tahuan dan perubahan hidup yang sering membuat orang tidak
nyaman, merasa kecil dan takut, serta keingin tahuan yang besar akan kepastian hidup ini,
membuat banyak orang menyandarkan diri pada bentuk-bentuk seperti di atas.

Ramalan dan Fengshui


Mari kita mulai dengan apa yang kita golongkan dengan ramalan dan tenung. Bentuk-
bentuk yang seringkali muncul baik dalam wujud horoskop, membaca garis tangan ataupun
fengshui.

Yang dimaksud ramalan dan fengshui adalah berbagai kegiatan atau praktik gaib yang
mencoba mengetahui sebelumnya atau dari jauh suatu peristiwa yang tidak dapat dilihat
dengan cara biasa.
Ramalan biasanya dilakukan dalam bentuk menafsirkan mimpi, mengambil kesim pulan
dari posisi matahari, bulan dan bintang pada rasi dan satu sama lainnya.
Ramalan juga dilakukan dengan melihat garis tangan, kartu bridge (tarot) atau mema kai
bola kristal dan melihatnya lewat air dalam mangkuk, dll. Ramalan juga tidak jarang
dilakukan dengan memakai medium dan mengundang arwah orang meninggal.
Sementara fengshui, lebih muncul sebagai apa yang kita katakan takhyul atas pengaruh dari
tata letak (baik bangunan, posisi gigi, angka yang membawa keberun tungan dan kesialan,
angka waktu dan bulan kelahiran serta pengaruhnya terhadap orang tersebut,dll.)

Fengshui biasanya menyarankan bagaimana kita berkompromi dan menangkal me ngenai


hal-hal di atas untuk mendapat perlindungan yang baik. Misalnya : memakai batu-batuan
tertentu, mengubah letak pintu, mengganti angka yang kita anggap membawa ketidak
beruntungan, sebaliknya menggunakan angka keberuntungan, menghitung saat dan jam baik
masuk rumah berdasarkan hari, jam dan shio orang tersebut, dan lain sebagainya.

Apa kata Alkitab?


Di tengah pelbagai praktek tentang ramalan dan fengshui ini mari kita menyoroti apa yang
Alkitab jelaskan mengenai hal tersebut.
Dalam Alkitab memang ada beberapa hal yang tampaknya berkaitan dengan apa yang kita
katakan dengan ramalan atau fengshui ini, misalnya:

- Yusuf si pemimpi dan mampu menafsirkan mimpi (Kejadian 37:6-10).


- Bileam dengan ramalannya (Bilangan 21-23).
- Saul ketika meminta seorang medium membangkitkan arwah Samuel ( 1 Samuel 28).
- Daniel yang menafsirkan mimpi (Daniel 2).
20
- Majus yang membaca tata bintang (Matius 2 : 1-2).
- Umat Yahudi yang suka membaca tanda di langit untuk menentukan cuaca dll. (Matius
16:1-4).

Kalau begitu apakah Allah memperkenankan kita menggunakan ramalan untuk menjalani
hidup ini?

1 Allah bisa saja memakai sarana apapun untuk menyatakan rencananya dalam hidup
manusia, namun harus diingat bahwa Allah tidak memakai medium tersebut secara terus
menerus untuk menyatakan rencana-Nya.
Misalnya : Yusuf dan mimpi-mimpinya bisa dipakai Allah untuk menjelaskan rencana-Nya
pada Yusuf, tetapi tidak berarti setiap mimpi dipakai Allah untuk mengkomunika sikan
rencana-Nya pada manusia.

Dan sangat jelas bahwa baik mimpi, rasi bintang maupun ramalan dengan ucapan tidak
digunakan untuk kepentingan orang itu tetapi merupakan tanda yang bisa saja pada waktu
tertentu dipakai Allah untuk menjelaskan rencana-Nya.

Jadi tidak setiap mimpi harus ditafsirkan, begitu juga bulan kelahiran tidak menentu kan
perjalanan hidup kita dari minggu ke minggu.

2. Percakapan dengan roh orang mati dengan memakai medium apapun merupakan hal yang
dimurkai Allah. Sebab hal tersebut merupakan sebuah tindakan yang mem belakangi Allah
dan dalam arti tertentu hendak melampaui Allah dengan memakai sarana kegelapan.

Misalnya : Bagaimana Saul ditegur dengan keras ketika ia memakai seorang pene nung
untuk memanggil roh Samuel.

Oleh karena itu meramal hidup kita dengan menanyakan kepada arwah adalah bagian yang
dimurkai Allah.

Allah tidak membiarkan umat-Nya dihancurkan oleh para medium.


Misalnya : Pada saat Bileam akan mengutuki umat Allah, Allah mengubahnya dan
mengendalikan lidah Bileam.
Ramalan kehancuran itu tak terucapkan bahkan yang diucapkan adalah berkat.

3. Apabila kita mengakui bahwa segala sesuatu diciptakan Allah secara baik dan berarti
segala sesuatu ada dalam komando-Nya, maka bagaimana dengan fengshui, di mana banyak
dari kita yang meyakini bahwa tata letak sebuah bangunan atau tatanan diri kita ada
pengaruhnya terhadap rejeki dan kebahagiaan kita?.

Alkitab dengan jelas menekankan bahwa hidup kita adalah ciptaan Tuhan dan Ia
menciptakan kita dengan baik. Jadi jika apa yang ada pada diri kita ingin diubah menjadi
baik mestinya kita datang kepada Dia yang menciptakan kita.

Lalu bagaimana dengan tata letak rumah? Nomor yang membawa rejeki dan tidak
membawa rejeki?
Roma 8 : 28 mengatakan bahwa Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk menda tangkan
kebaikan bagi kita.

Saya masih ingat ketika guru sekolah minggu mengajarkan lagu, Hari Senin sampai dengan
Minggu harinya Tuhan, semua hari-harinya Tuhan. Maka kalau ditanyakan mengenai hari
baik untuk ke kanan atau ke kiri, atau letak bangunan atau nomor yang membawa rejeki,
maka kita kembali pada penghayatan iman kita bahwa semua hari adalah pemberian Tuhan
dan apa yang terjadi dalam hidup adalah bagian yang tidak ditinggalkan Tuhan

Penutup
Jadi kalau hidup kita bergantung kepada Tuhan maka hendaknya kita sungguh
21
mengandalkan Tuhan yang memelihara dan yang penuh kasih dalam hidup kita.
Bukankah pemeliharaan dan kebaikan-Nya jauh lebih pasti di tengah pelbagai perubahan
dan ketidak pastian hidup kita?.

MUJIZAT
 

Pengantar
Secara umum kita memahami mujizat sebagai peristiwa yang diluar perhitungan atau
jangkauan akal manusia. Misalnya, seseorang divonis dokter karena penyakitnya yang
parah tidak akan dapat disembuhkan, tapi ternyata kemudian dia sembuh. Atau orang yang
mengalami kecelakaan lalu lintas yang sangat fatal, mobilnya ringsek, tapi ternyata dia
selamat dengan hanya luka-luka kecil. Atau orang yang dulunya buta, tapi setelah didoakan
eh dia bisa melihat.
Pengertian tersebut di atas sebetulnya sudah ada sejak dahulu. Adalah Agustinus, seorang
Bapa Gereja, yang mendifinisikan mujizat sebagai suatu kejadian yang berlawanan dengan
apa yang diketahui tentang alam. Jadi, mujizat di sini adalah sesuatu yang suprarasional
(melampaui rasio kita).
Akan tetapi seiring berjalannya peradaban manusia, mujizat juga mengalami perkem
bangan makna. Ada mujizat yang rasional. Di sini mujizat berarti sesuatu yang sebelumnya
tak terpikirkan. Sebagai contoh adalah temuan-temuan ilmu dan teknolo gi. Komputer
generasi pertama besarnya sebesar gedung perpustakaan, kini cukup hanya sebesar telapak
tangan (palmtop) adalah sebuah mujizat, yang dengannya mengirim surat cukup dengan
dua atau tiga detik saja ke berbagai penjuru dunia.
Ada juga mujizat spiritual, yang menunjuk pada peristiwa-peristiwa yang mencahayai
hubungan kita dengan Allah. Misalnya saja ketika Yesus menyembuhkan orang yang sakit
karena si sakit merespons kuasa Yesus dengan imannya. Mujizat ini juga merupakan
tindakan langsung dari kerahiman (rasa belas kasih) Allah itu sendiri.
Sebenarnya, hal-hal yang biasa dan sehari-hari terjadi juga adalah mujizat. Dan ini yang
sering tidak kita sadari. Misalnya, dulu kita adalah seorang bayi yang mungil dan lemah.
Namun sekarang kita beranjak menjadi dewasa dengan badan yang lebih besar dan tegap
daripada orang tua kita. Pertumbuhan ini kita yakini sebagai mujizat Tuhan (ada karya
Tuhan di dalamnya).
Lalu apa dan bagaimana sebetulnya mujizat menurut Alkitab?

Mujizat dalam Perjanjian Lama


Setiap mujizat besar dalam Alkitab selalu didahului oleh mujizat-mujizat yang lebih kecil.
Mujizat yang lebih kecil itu sendiri sebenarnya hendak mempersiapkan manusia pada
mujizat yang besar itu. Pernyataan ini sama seperti tanda. Sebuah tanda tidak lah lebih
berarti daripada apa yang ditandakan.
Sebenarnya ada banyak hal yang merupakan mujizat dalam PL, misalnya : peristiwa
penciptaan di mana kekacaubalauan diubah menjadi suatu ketertiban dan keteraturan; Allah
yang berbicara kepada bapa leluhur Israel dan menjawab doa-doa mereka dengan cara-cara
yang mengherankan bahkan tak terbayangkan; Allah yang tampil dalam semak belukar
yang menyala, api dan awan; Allah yang meluputkan Israel dari serangan Asyur (2 Raj.
20:11) dsb. Namun, peristiwa yang biasanya dianggap mujizat yang khas dari Perjanjian
Lama adalah peristiwa keluaran dari Mesir.
Kata yang digunakan untuk menyebut mujizat adalah oth (=tanda) yang dipergunakan
untuk sejumlah tulah yang menimpa Mesir (Kel. 7:3). Peristiwa-peristiwa ini tidak harus
menjadi peristiwa yang luar biasa karena ia menunjuk pada peristiwa yang lebih agung,
yaitu peristiwa keluaran dari Mesir.
Sebenarnya, berbagai tulah di Mesir itu tidak perlu terjadi, seandainya Firaun mau percaya
dan taat pada kuasa Allah. Jadi, bisa dikatakan bahwa mujizat yang terjadi saat itu
merupakan sarana bagi Allah menyatakan keberadaan dan kuasa-Nya kepada manusia
(Firaun dan orang Mesir). Kemudian, tanda-tanda itulah yang bermuara pada peristiwa
keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir sebagai sebuah bangsa yang merdeka.
22
Dalam kehidupan bangsa Israel pasca Mesir, peristiwa mujizat atau munculnya tanda juga
masih terjadi. Dalam Ul. 13:1-3, ada nabi atau pemimpi yang bisa melakukan tanda atau
mujizat. Hanya saja, Allah memperingati Israel agar mereka tidak terbujuk oleh nabi atau
pemimpi itu untuk mengikuti allah lain. Jadi, terjadinya tanda atau mujizat itu seharusnya
menunjuk pada kuasa dan keagungan Allah, bukan si pembuat mujizat atau allah lain.
Mujizat juga bisa merujuk kepada ketepatan waktu Allah dalam menolong dan menye
lamatkan umat-Nya. Misalnya pada peristiwa manna dan burung puyuh ketika bangsa
Israel dalam perjalanan di padang gurun. Juga ketika Musa membelah laut merah dengan
tongkatnya. Belakangan para ahli menunjukkan bahwa semua itu adalah peristiwa alam,
tapi toh kenyataan ini tidak mengurangi nilai mujizat di dalamnya; bahwa peristiwa alam
itu terjadi tepat pada saat yang dibutuhkan, itulah mujizat.

Mujizat dalam Perjanjian Baru


Kata yang digunakan adalah teras (mujizat), selalu dipakai bersama-sama dengan semeion
( tanda), untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud ialah mujizat yang bermakna, bukan
mujizat yang melulu keajaiban. Ada juga kata dunamis (kuasa yang mengagumkan), yang
menunjuk pada suatu tindakan Allah yang dapat mengerjakan segala sesuatu, yang
merupakan sumber dari segala kekuasaan. Ada juga kata ergon (kuasa). Ada juga tiga buah
kata yang semuanya ditemukan dalam pemakaian di dunia Yunani (kafir), yaitu thaumasia
(=hal-hal ajaib; Mat. 21:15); paradoxa (hal-hal aneh; hanya terdapat dalam Luk. 5:25); dan
aretai (=perbuatan-perbuatan menakjub kan;hanya pada 1 Ptr. 2:9).
Dalam PB, mujizat-mujizat yang dilakukan oleh Yesus (penyembuhan, pengusiran roh
jahat, mujizat alam) maupun mujizat yang terjadi karena kuasa Allah (gempa bumi,
robeknya tirai Bait Suci) merupakan mata rantai awal di dalam penyingkapan rahasia
kemuliaan Allah yang akhinya tersingkap di salib. Tanda dan mujizat yang Yesus lakukan
itu sebenarnya hendak menantang manusia (orang Yahudi saat itu) untuk merespons pada
suatu zaman di mana Allah memerintah secara definitif yang ditandai dengan hadirnya
Kerajaan Allah dan kuasa penebusan Allah yang tengah dilakukan yang berpuncak pada
peristiwa salib. Jadi, sebenarnya tanda dan mujizat itu tidak lebih penting dari peristiwa
yang ditandakannya, yaitu hadirnya Kerajaan Allah (bnd. Mat. 12:28) dan peristiwa salib
itu sendiri.
Yang menarik dari mujizat kesembuhan yang Yesus lakukan adalah bahwa kadang Ia
menjadikan iman sebagai syarat dari kesembuhan seseorang (Mat. 8:5-10), tetapi kadang Ia
langsung menyembuhkan si sakit (Mrk. 7:31-37). Lalu, adakalanya Yesus dipaksa untuk
melakukan mujizat dengan cara yang lain (Mrk. &:31-37). Pada perikop yang sama juga
ditampilkan sosok Yesus yang menolak publisitas (bahkan pada kesempatan yang lain
pun), bahkan ketika Ia menyembuhkan orang yang tuli dan gagap, itu dilakukanNya dalam
kesendirian.
Yesus memberi teguran pada para ahli Taurat dan orang Farisi yang suka meminta tanda
( Mat. 12:38-39; Mrk. 8:11-12) – sebenarnya ini adalah kecenderungan manusia. Bagi
Yesus, permintaan mereka itu menunjukkan ketidak percayaan mereka akan kuasa dan
wibawa ilahi yang dimiliki oleh Yesus. Jadi, tanda dan mujizat itu sebenarnya bukanlah
syarat bagi munculnya iman dalam diri manusia. Artinya lebih jauh adalah iman atau
kepercayaan kepada Yesus seharusnya muncul dengan atau tanpa tanda dan mujizat
sekalipun.
Lagipula, Yesus memberikan peringatan kepada kita bahwa akan datang suatu masa di
mana mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mengadakan tanda dan
mujizat. Namun semua yang mereka lakukan itu dengan maksud menye satkan orang-orang
percaya (Mrk. 13:22). Jadi, dengan tegas Tuhan Yesus menga jarkan bahwa tanda dan
mujizat itu bukanlah satu-satunya cara untuk membuat kita percaya akan kuasa dan karya
Allah.
Selain mujizat yang dilakukan Yesus, PB juga mencatat bahwa para murid Yesus pun
melakukan banyak mujizat (Mrk. 6:7-13). Lalu pada zaman para rasul, Paulus menyaksikan
bahwa dirinyapun melakukan mujizat ( Kis. 20:7; Kis.14:8; Kis.28:8; 2 Kor. 12:12; Rm.
15:18-19a; Gal. 3:5). Tentunya, tanda dan mujizat yang dilakukan oleh para murid dan
rasul ini hendak menunjukkan kuasa Allah kepada bangsa-bangsa yang belum percaya
kepada Allah di dalam Yesus Kristus. Jadi, keberadaan tanda dan mujzat itu berkaitan erat
dengan pertumbuhan gereja.
23
Selain itu, berkenaan dengan perbuatan-perbuatan ajaib yang dialami oleh orang-orang
kafir (non-Yahudi), Paulus menegaskan dalam Korintus. 12:12-6 bahwa Allah menger
jakan semua perbuatan ajaib itu dalam semua orang. Jadi, dengan tegas diyakini bahwa
Allahlah yang melakukan perbuatan-perbuatan ajaib itu, tanpa memandang apakah orang
yang mengalaminya sudah percaya atau tidak.

Memaknai Mujizat Kini: Bercermin pada Nabi Elia (1 Raj. 19:9-18) dan Pengajaran
Yohanes Calvin
Rasanya kita perlu mengakui bahwa manusia menyukai hal-hal yang bersifat spekta kuler
dan itu sangat mempengaruhi spiritualitasnya. Misalnya, peristiwa yang diyakini sebagai
penampakan Yesus pada dinding sebuah rumah di Jl. Karmat V beberapa tahun yang lalu
mengundang perhatian banyak orang. Namun, satu hal yang sering dilupakan adalah bahwa
Allah mampu bekerja baik secara supra-alami (hal-hal yang tidak biasa/alami) maupun
secara alami (hal-hal yang biasa terjadi).
Dari fenomena ini sebenarnya kita dapat belajar banyak dari kisah Nabi Elia. Siapakah
Elia? Oh..., Elia adalah nabi yang sangat spektakuler. Ia mampu memberikan makan
seorang janda denga tepung dalam tempayan dan sedikit minyak di buli-buli (1 Raj. 17:12-
15). Ia mampu menghidupkan anak yang mati ( 1 Raj. 17:18-22). Ia pernah membunuh 450
nabi baal sekaligus. Ia pernah berdoa mendatangkan hujan (1 Raj. 18:36-46). Bahkan ia
terangkat ke sorga dengan kereta berapi (2 Raj. 2:11).
Dengan serangkaian peristiwa spektakuler yang ia alami tersebut, tentunya Elia mengalami
bahwa Allah berkarya di balik semua itu. Namun, pernah suatu ketika ia mengalami
keputusasaan dengan sikap Israel terhadap Allah (1 Raj. 19:9-18). Lalu Tuhan menyatakan
diri kepadanya di Gunung Horeb. Apa yang terjadi? Tuhan tidak dijumpai dalam angin
besar dan kuat, gempa dan api yang terjadi secara spektakuler itu. Tuhan dijumpai dalam
angin sepoi-sepoi, suatu peristiwa yang biasa sebenarnya. Hal ini sebenarnya teguran
kepada Elia, agar ia melaksanakan tugasnya dengan penuh kesetiaan, dengan apa yang bisa
ia kerjakan, tidak melulu melakukan hal-hal yang spektakuler dan luar biasa.
Pengajaran yang serupa tentang hal ini kita dapatkan dari Yohanes Calvin, seorang
reformator. Ia mengkritik secara tajam praktik gereja waktu itu. Gereja Abad Perte ngahan
melakukan hal yang menurutnya berlebihan, yaitu berdoa kepada tokoh Alkitab dan orang-
orang kudus, pemujaan kepada sisa-sisa tubuh mereka (relikwi), serta kepada kuasa imamat
para imam yang dasarnya tak jelas bagi kita. Lalu, Calvin memandang bahwa semua
kehidupan (seharusnya) mengingatkan kita akan kehadiran dan pemeliharaan-Nya yang
bersifat sakramental dan mujizat. “Kita tidak perlu memer lukan bukti luar biasa akan
kehadiran dan kekuasaan Allah, karena kita memiliki begitu banyak hal yang
mengingatkan itu ke mana pun kita memandang,” kata Calvin. Sebagai contoh, Yesus
mengajak kita memandang bunga bakung di padang bukan hanya sebagai bunga bakung,
melainkan sebagai bunga yang didandani Allah lebih dari Salomo.
Jadi, Calvin mengajarkan agar kita mencari mujizat dalam keutuhan ciptaan, dalam cara
sehari-hari di mana Allah menyediakan kesehatan dan kesejahteraan kita, dan dalam
Firman Allah yang terus menerus berbicara kepada kita dan mengingatkan kita akan
kehadiran-Nya yang penuh kasih. Disini kita dapat melihat bahwa dalam gereja Protestan
ada beberapa perbedaan dalam cara pandang orang Kristen memandang mujizat. Yang
terpenting bagi Calvin adalah orang Kristen memandang mujizat Tuhan dalam keseharian,
kesederhanaan dan hal-hal yang umumnya dianggap biasa, sebab di dalamnya Tuhan
memperlihatkan kuasa penciptaan dan pemeliharaan-Nya yang melampaui akalbudi
manusia (mujizat supra-rasional).
Dari pemaparan di atas, rasanya kehidupan kita tidak dapat disandarkan kepada peristiwa-
peristiwa luar biasa saja, karena peristiwa mujizat bukan hal yang biasa dan agak jarang
terjadi. Di sisi lain, kehidupan kita boleh dikuatkan oleh kekaguman kita akan perbuatan
Allah yang melampaui akal dan nalar manusia. Tak seorangpun dapat menangkap habis-
habis misteri ilahi dalam pekerjaan Allah, Kristus dan Roh Kudus. Hanya saja, kita harus
menjaga agar kekaguman dan ketakjuban kita tidak jatuh pada peristiwa irasional (melawan
akal).

Penutup
Dapat disimpulkan bahwa mujizat bukan hanya merupakan kejadian spektakuler yang luar
24
biasa. Mujizat adalah juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui peristiwa biasa.
Ketika kita dapat merasakan kehadiran Allah dalam setiap apa yang kita alami, setiap
tarikan dan hembusan napas kita, lalu kita dapat bersyukur karenanya, itu adalah mujizat.
Manakala kita percaya akan pemeliharaan Allah atas kesejahteraan kita, maka kita mesti
percaya pula akan kehadiran Allah bersama kita dalam penderitaan kita. Pembaruan
pengharapan dan pemahaman kita akan mujizat memampukan kita untuk merasakan tangan
Allah dalam setiap aspek kehidupan kita dan bersyukur kepada Allah atas mujizat
pengampunan Kristus, mujizat kasih karunia Allah, mujizat penghiburan Roh Kudus dan
mujizat kehidupan itu sendiri.

Bacaan rujukan
Kuntadi, Sumadikarya, Apakah Mujizat Masih Terjadi? dalam PAINDRA II. Jakarta:
BPMSW GKI SW Jabar, tanpa tahun.

PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN
 

Pengantar
Banyak hal seputar persembahan persepuluhan yang masih mengundang tanda tanya,
bahkan pro dan kontra. Misalnya, apakah persembahan persepuluhan itu wajib atau tidak?
Sepersepuluh dari apa; apa dari seluruh pendapatan atau hanya pendapatan tertentu? Terus,
dipersembahkannya kemana; apa mesti ke gereja atau bisa juga misalnya untuk membantu
orang miskin?
Buletin edisi ini akan mengupas seputar persembahan persepuluhan. Latar belakang Alkitab,
makna, dan bagaimana sebaiknya sikap kita.

Dua Pendapat
Secara umum ada dua pendapat mengenai persembahan persepuluhan ini. Kedua pendapat
tersebut sama-sama bertolak dari Alkitab.
Pertama, pendapat bahwa persembahan persepuluhan itu sifatnya wajib dilakukan oleh
orang Kristen. Itu adalah jumlah minimal yang harus diberikan kepada Tuhan; kalau kita
sampai tidak memberikan persembahan persepuluhan maka itu berarti mencuri milik Tuhan.
Dasarnya:
1) Abraham memberikan sepersepuluh dari penghasilannya kepada Melkisedek (Kejadian
14:17-20).
2) Yakub menjanjikan kepada Allah sepersepuluh dari yang dimilikinya (Kejadian 28:20-
22).
3) Musa menetapkan persembahan persepuluhan sebagai hukum yang harus ditaati (Imamat
27:30-32, bdk. Maleakhi 3:8).
Kedua, pendapat bahwa persembahan persepuluhan bukan hal wajib dilakukan. Dasarnya:
persembahan persepuluhan adalah hukum produk Perjanjian Lama, segala hukum dalam
Perjanjian Lama sudah digenapi oleh Yesus Kristus. Jadi tidak harus lagi. Dalam Perjanjian
Baru pun tidak diharuskan. Tidak ada ayat yang mengharuskan itu.

Latar Belakang Alkitab


Kata persepuluhan (Ibrani: maaser, Yunani: dekate) sebetulnya bukan istilah keagama an.
Itu adalah istilah matematika. Dalam dunia kuno angka 10 adalah dasar untuk sistem
perhitungan (angka dasar untuk mengukur, juga merupakan simbol penyelesai an). Agama-
agama kuno di Timur Tengah memberi persembahan kepada ilah-ilahnya dengan memakai
perhitungan sepersepuluh. Dalam agama-agama kuno angka 10 adalah lambang keseluruhan
atau kesempurnaan. Bila seseorang telah memberi sepersepuluh kepada ilahnya
menunjukkan penyerahan yang menyeluruh. Jadi, bahwa ide persembahan persepuluhanan
terdapat dalam agama-agama kuno di Timur Tengah, bukan sesuatu yang baru pada zaman
Abraham.
Pada zaman Bapa Leluhur (pathriakha; zaman Abaraham, Yakub), persembahan
persepuluhan bersifat sukarela; bukan kewajiban yang ditetapkan oleh Allah. Baik Abraham
yang memberikan sepersepuluh dari penghasilannya kepada Melkisedek, dan Yakub yang
25
menjanjikan sepersepuluh dari yang dimilikinya kepada Allah, tidak melakukakannya
karena diwajibkan, tetapi karena spontan, atas dasar keinginan mereka sendiri.
Pada zaman Musa (Israel sudah menjadi sebuah bangsa yang besar), persembahan
persepuluhan wajib hukumnya. Semacam pajak. Israel adalah negara theokrasi (dari kata
theos dan kratos); Tuhanlah yang menjadi kepala pemerintahan. Melaksanakan kewajiban
negara sama dengan melaksanakan kewajiban kepada Tuhan sendiri). Pada zaman itu
persembahan persepuluhan biasanya digunakan untuk :
1). Biaya hidup orang Lewi (suku di Israel yang dikhususkan sebagai imam, Ulangan 14:28-
29),
2). Pesta nasional (Ulangan 12:17-18),
3). Untuk menolong orang miskin (Ulangan 14:28-29)
Pada zaman Perjanjian Baru persembahan persepuluhan dalam arti kedua yang berlaku.
Bangsa Yahudi diwajibkan memberikan sepersepuluh dari penghasilannya. Hal ini
diterapkan oleh para pemimpin agama Yahudi. Bahkan persembahan persepu luhan ini
kemudian menjadi ukuran “kesalehan” seseorang.

Sikap Tuhan Yesus


Tuhan Yesus sangat menghargai peraturan yang berlaku. Tetapi Tuhan Yesus menen tang
sikap yang memutlakkan peraturan. Sehingga olah peraturan itu malah menjadi tujuan, dan
malah bukannya mendatangkan kesejahteraan tapi menjadi tekanan bagi manusia. Itulah
sebabnya Tuhan Yesus mengatakan, “Hukum ada untuk manusia, bukan manusia untuk
hukum”.
Terlebih kalau peraturan, apalagi peraturan keagamaan, justru menjadi alat untuk
membenarkan diri dan menghakimi orang lain, seperti orang-orang Farisi dan para ahli
Taurat pada zaman Perjanjian Baru. Lihat, misalnya, sikap Tuhan Yesus terhadap hari
Sabat.
Dalam hal persembahan persepuluhan Tuhan Yesus tidak menekankan jumlah, tapi pada
sikap batin atau motivasi yang mendasari persembahan itu (persembahan bertolak dari hati
yang bersyukur, persembahan untuk memuliakan Tuhan, persembah an harus dengan
sukarela dan jangan dengan sedih hati atau karena terpaksa). Persembahan sebesar apa pun
tanpa dilandasi motivasi itu adalah “nol” di mata Tuhan.
Tuhan sangat menghargai dan memuji janda miskin yang memberi dua peser (Markus
12:42-44) – peser adalah mata utang Israel yang paling kecil. Tuhan Yesus juga sangat
menghargai niat baik Zakheus yang hendak memberikan separuh dari seluruh kekayaannya.

Kesimpulan
Dari apa yang sudah dipaparkan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa persem bahan
persepuluhan bukan masalah jumlahnya; kalau memang tidak bisa memberi sepersepuluh;
mungkin seperduapuluh, atau sepersepuluh kurang, ya tidak apa-apa. Jangan merasa kecil
hati, atau merasa bersalah. Tapi kalau misalnya dapat memberi lebih, berilah lebih. Jangan
mengecil-ngecilkan berkat Tuhan yang diterima. Ingat perumpamaan tentang talenta. Tuhan
tidak menuntut lebih pada yang diberi sedikit, tapi kepada yang diberi banyak, berilah
banyak juga.
Tentang kemana persembahan diberikan; tidak selalu harus ke gereja, bisa ke lemba ga
sosial, bisa untuk membantu orang miskin. Tapi toh sebagai warga sebuah gereja, kita juga
punya tanggung jawab dalam hal berlangsung tidaknya aktivitas dan pela yanan gereja.
Persembahan yang diberikan melalui gereja, dikelola oleh Majelis Jemaat untuk
kelangsungan aktivitas dan pelayanan gereja.

Penutup
Kalau bukan jumlah yang sepersepuluh, pertanyaannya, lalu buat apa dong masih ada yang
namanya persembahan persepuluhan? Ada nilai atau pesan lain dibalik ungkap an
persembahan persepuluhan:
1. Memberi persembahan dengan setia; jadi tidak semau-maunya, tergantung mood; kadang
memberi kadang tidak, kadang banyak kadang sedikit.
2. Memberi persembahan pada Tuhan harus menjadi yang utama dan pertama; sisih kan
bukan sisakan. Jadi bukan dipakai untuk segala sesuatu dulu, baru sisanya untuk Tuhan.
Tetapi sisihkan dulu untuk Tuhan, sesuai iman kita tentunya, lalu lainnya kita pakai untuk
26
kebutuhan kita.
3. Memberi persembahan kepada Tuhan dengan kesungguhan hati.

Euthanasia
 

Pengantar
Bisa jadi sebagian besar dari kita belum pernah bersinggungan langsung dengan soal
euthanasia ini. Tetapi toh euthanasia tetap menjadi topik yang sangat menarik untuk dikaji
dan perlu kita gumuli bersama, terutama mengingat dilema etis dan teologis yang
ditimbulkannya.
Bayangkan orang yang bertahun-tahun menderita sakit akut dan tidak ada kemung kian
untuk sembuh, hidupnya sepenuhnya tergantung pada alat-alat medis; sedang biaya
perawatan begitu mahal. Apa yang sebaiknya dilakukan dan dapat dipertang gungjawabkan
dalam situasi demikian?!
Buletin pembinaan edisi ini akan menyoroti hal mengenai euthanasia. Ini memang bukan
kajian lengkap dan mendalam, tapi minimal ini dapat memberi wawasan baru kepada kita.
Selamat membaca.

Kasus dr. Kevorkian dan dr. Cox


Kita mulai dengan dua kasus yang sempat menghebohkan. Pertama, terjadi di Amerika
ketika seorang dokter bernama Jack Kevorkian mengaku bahwa sejak tahun 1990 ia telah
membantu lebih dari 130 pasien dengan berbagai penyakit kronis untuk mengakhiri
hidupnya (melakukan euthanasia). Kevorkian kemudian dijuluki sebagai dr. Death.
Kontroversi terjadi. Ada yang mengutuk, tapi ada juga yang membelanya. Para pembela itu
menyebut Kevorkian sebagai dokter yang menunjukkan belas kasihan mendalam dengan
penderitaan para pasien. Terlepas dari kontroversi mana yang benar dan mana salah, yang
pasti pada tanggal 14 April 1999 dr. Kevorkian dijatuhi hukuman 25 tahun penjara.
Kedua, terjadi di Inggris tahun 1992 ketika dr. Nigel Cox mengakhiri hidup Lilian Boyes
seorang pasien sekaligus teman baiknya selama 14 tahun. Caranya dengan mem berikan
suntikan potassium chlorice. Dr. Cox mau melakukan itu karena ia sungguh-sungguh
merasa iba dengan penderitaan sahabatnya itu. “Ia mengalami kesakitan luar biasa. Lima
hari sebelum kematiannya ia memohon-mohon kepada saya untuk mengakhiri
penderitaannya dengan mengakhiri hidupnya,” demikian pembelaan dr. Cox. Kedua anak
Lilian Boyes justru menyetujui tindakan dr. Cox. Mereka malahan memberikan pembelaan
dan berpendapat bahwa dr. Cox telah merawat ibu mereka dengan sungguh-sungguh dan
penuh kasih.
Tetapi apa pun bentuk pembelaan, yang pasti kemudian dr. Cox diadili dan dijatuhi
hukuman 12 bulan, hanya saja ijin prakteknya tidak dicabut. Ia tetap bisa menjalankan
profesinya sebagai dokter.
Kedua contoh kasus di atas memperlihatkan kepada kita, betapa problematisnya soal
euthanasia ini. Pada satu pihak kita bisa saja berada pada barisan orang-orang yang pro.
Alasan yang biasa dikemukakan adalah: tidak ada kesempatan hidup, biaya mahal bisa
digunakan untuk yang hidup, penderitaan si pasien. Tetapi pada pihak lain kita juga bisa
berada pada barisan orang yang kontra. Alasannya adalah apa pun yang namanya
pembunuhan adalah pembunuhan dan itu dilarang oleh Tuhan sendiri.

Apa sebetulnya euthanasia?


Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani: eu (= baik) dan thanatos (= kematian). Jadi
euthanasia artinya “kematian yang baik” atau “mati dengan baik”.
Euthanasia itu sendiri ada tiga macam, yaitu:

a. Euthanasia pasif adalah apabila dokter atau tenaga medis lainnya secara sengaja tidak
lagi memberikan pengobatan demi memperpanjang kehidupan pasien, misalnya: dengan
mencabut alat-alat yang digunakan untuk mempertahankan hidup, keluarga tidak lagi
merawat pasien di RS. Hal ini terjadi untuk pasien yang benar-benar sudah terminal, dalam
arti tidak bisa disembuhkan lagi, dan segala upaya pengobatan sudah tidak berguna pula.
27
Belakangan tidak lagi dianggap sebagai euthanasia. Umumnya kalangan dokter dan
agamawan setuju. Karena toh pasien meninggal karena penyakit nya, bukan karena usaha-
usaha yang dilakukan manusia.

b. Euthanasia tidak langsung terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lainnya
melakukan tindakan medik tertentu yang bertujuan meringankan penderitaan pasien, akan
tetapi tindakan mediknya membawa risiko hidup pasien diperpendek secara perlahan-lahan.
Misalnya: seorang pasien penderita kanker ganas tak tersembuhkan yang sangat menderita
kesakitan diberi obat penghilang rasa sakit, namun obat tersebut mengakibatkan hidup
pasien diperpendek secara perlahan-lahan. Tindakan ini tidak bertentangan dengan
eksistensi manusia sebenarnya, karena dilakukan agar pasien tidak berada dalam penderitaan
yang terus-menerus dan tak tertahankan.

c. Euthanasia aktif terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lainnya secara sengaja
melakukan suatu tindakan untuk memperpendek (mengakhiri) hidup pasien.
Euthanasia aktif ada dua; pertama, dokter yang mengambil tindakan mematikan misalnya
dengan suntik mati. Kedua, dokter hanya membantu pasien, misalnya dengan memberi resep
obat yang mematikan dalam dosis besar. Euthanasia ini biasanya disebut “bunuh diri
berbantuan” atau “bunuh diri yang dibantu dokter” (tentu ini tidak berlaku bagi pasien yang
untuk bergerak pun gak bisa).
Dalam Alkitab sebetulnya ada juga kasus euthanasia. Tapi tentu tidak dalam bentuk yang
sekarang. Dalam Ayub 2:9 dikisahkan ketika istri Ayub yang mungkin tidak tahan melihat
penderitaan suaminya, lalu menyuruh Ayub supaya mengutuk Tuhan sehingga bisa mati
sekalian.

Pandangan Hukum di Indonesia


Secara hukum di Indonesia praktek euthanasia (aktif) dilarang. KUHP Bab IX tentang
“Kejahatan terhadap Nyawa”, pasal 344 berbunyi demikian:
“Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu yang jelas dinyatakan
dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”
Lalu pasal 345:
“Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu, atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana paling
lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.”

Sementara untuk euthanasia pasif dan tidak langsung,dokter harus bisa membuktikan bahwa
tindakan medik terhadap pasien sudah tidak ada gunanya lagi (euthanasia pasif) atau
membuktikan bahwa tindakan medik yang dilakukannya itu bertujuan untuk meringankan
penderitaan pasien (euthanasia tidak langsung).

Pro-Kontra Para Etikawan


Para etikawan tidak seragam dalam menyikapi soal euthanasia ini. Mereka pro- kontra.
Yang pro salah satu alasannya yang paling kerap dikemukakan adalah, bahwa pasien
terminal memiliki hak untuk mati. Menurut mereka, jika pasien sudah sampai akhir
hidupnya, ia berhak meminta agar penderitaannya segera diakhiri. Sebab bebe rapa hari
yang tersisa dari hidup si pasien pasti penuh penderitaan. Euthanasia hanya sekadar
mempercepat kematiannya, sehingga memungkinkan pasien mengalami “kematian yang
baik” tanpa penderitaan yang tidak perlu.
Sedang mereka yang kontra mengemukakan salah satu alasan, bahwa euthanaasia ini bisa
disalahgunakan. Kalau ada pengecualian terhadap larangan membunuh, bisa-bisa nanti cara
ini dipakai juga terhadap orang-orang cacat, misalnya, atau orang tua, atau orang-orang yang
dianggap “tidak berguna”. Ini juga salah satu yang kemudian dituduhkan kepada Kevorkian,
bahwa ia juga melakukan euthanasia terhadap pasien yang depresi (yang secara medis masih
bisa diobati).

Pandangan Iman Kristen


Iman Kristen, secara tegas menolak euthanasia aktif ini (entah suntik mati atau bunuh diri
berbantuan). Alasannya adalah bahwa Tuhanlah yang memberikan kepada manu sia nafas
28
kehidupan (Kej 2:7), maka Tuhan jugalah yang berhak memanggilnya kembali. Hidup dan
mati adalah hak prerogatif Tuhan sebagai Sang Khalik. Alasan-alasan seperti rasa kasihan
melihat penderitaan pasien, alasan ekonomi, atau kere potan mengurus pasien, adalah tidak
bisa mengesampingkan hak prerogatif Allah tersebut. Euthanasia aktif pada hakikatnya
sama dengan membunuh (menghilangkan nyawa) pasien, sekalipun dengan dalih yang
argumentatif.
Dan manusia sebenarnya adalah mahluk yang unik. Beda dengan binatang; tidak ada
keberatan untuk mengakhiri “penderitaan” yang terjadi pada binatang. Tapi manusia tidak
pantas diperlakukan dengan cara demikian. Manusia diberi anugerah oleh Tuhan untuk
melangsungkan kehidupannya, akan tetapi juga untuk menemui kematiannya. Kita harus
merawatnya baik-baik sampat saat terakhir. Tentang kematian kita serah kan kepada Tuhan.
Kedua, dalam penderitaan yang sangat itulah kerap manusia menemukan sesuatu yang
paling hakiki dalam hidupnya. Bandingkan dengan pengalaman Ayub selepas ia melewati
penderitaannya. Ayub 42:5, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau,
tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.” Di sini Ayub seolah hendak
mengatakan. Dulu ketika ia masih sukses, makmur, hidup bergelimang kemewahan ia hanya
tahu tentang Tuhan dari ajaran-ajaran dan nasihat-nasihat orang lain. Tetapi sekarang setelah
ia melewati berbagai penderitaan itu, ia mengalami sendiri Allah.

Mengenal Injil Barnabas


 

Pengantar
Jika kita mendengar kata Injil, maka pikiran kita segera mengarah pada keempat kitab
pertama dalam Perjanjian Baru. Injil, berasal dari kata Yunani: εύαγγελίον, berarti Kabar
Baik, yaitu kabar tentang keselamatan yang dikerjakan Allah di dalam Yesus Kristus.
Memang benar, bahwa dalam keempat kitab Injil, kita dapat melihat riwayat (singkat) hidup
Yesus. Ketiga Injil yang pertama (Matius, Markus dan Lukas) mengisahkan riwayat
kehidupan itu dengan sudut pandang yang sama, sehingga disebut Injil Sinoptik (= melihat
bersama; Yun: sun = bersama dan opto = melihat), sedangkan Injil Yohanes mengisahkan
riwayat Yesus dengan sudut pandang ke-Allah-an Yesus.
Lalu, ketika kita mendengar ada Injil lain yang bernama ‘Injil Barnabas’ (selanjutnya
disingkat IB), maka berdasarkan definisi di atas kita bisa menduga kalau isinya juga
berkisah tentang riwayat hidup Yesus, terlepas dari sudut pandang mana yang ia gunakan.
Tetapi, apakah memang demikian? Apakah isinya memang tentang karya keselamatan Allah
di dalam Yesus Kristus? Lalu, jika isinya memang demikian, apakah ia memiliki wibawa
yang sama dengan keempat Injil dalam Alkitab? Apakah beritanya sama dengan yang ditulis
dalam keempat Injil?
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan kita bahas bersama dalam Buletin Pembinaan kita
kali ini. Pemahaman kita tentang Injil dan isinya menjadi jalan masuk untuk mengkritisi IB.

Kemunculan “Injil” Barnabas


Pada tahun 1709, Cramer, seorang penasihat Raja Prusia (sekarang Jerman), memberikan
kepada John Toland sebuah naskah berjudul ‘Injil Barnabas’ dalam bahasa Italia di
Amsterdam. Naskah aslinya sampai saat ini masih tersimpan di The Imperial Library Wina.
Pada tahun 1718 IB mulai disebut dalam karangan John Toland yang berjudul 'Nazarenus or
Jewish, Gentile and Mohamedan Christianity'.
Buku ini mulai menghebohkan ketika diterbitkan terjemahannya ke dalam bahasa Inggris
oleh Lonsdale Ragg dan Laura Ragg dan diberi judul 'The Gospel of Barnabas' (Oxford,
1907). Pada tahun 1908 buku ini diterjemahkan oleh Khalil Saada (seorang Kristen) ke
dalam bahasa Arab, dan pada akhirnya diperkenalkan ke Indonesia oleh Ahmad Shalaby.
Beberapa terjemahan dalam bahasa Indonesia ditulis antara lain oleh J. Bachtiar Affandie
(Jasana, 1969); Husein Abubakar & Abubakar Basjmeleh (Pelita, 1970, diterjemahkan dari
bahasa Arab) – yang berisi a.l. banyak catatan pinggir ayat-ayat Alkitab yang diambil dari
terjemahan Lonsdale dan Laura Ragg, dan Rahnip M. (Bina Ilmu, 1980) – dengan diberi
notasi ayat-ayat Quran.

29
Barnabas?
Lalu, penggunaan nama Barnabas sendiri menimbulkan pertanyaan di sana sini. Apakah
memang “injil” ini ditulis oleh Barnabas, rekan sekerja Paulus ? Atau oleh Barnabas
lainnya, mengingat ada banyak nama itu pada zaman dahulu? Atau bisa jadi menggunakan
nama Barnabas – rekan kerja Paulus - untuk memberi wibawa pada “injil” yang ditulis tsb.,
seperti: surat Titus yang menggunakan nama Paulus.
Selain IB yang sempat menjadi kontroversi, ada juga kitab 'Kisah Barnabas' - yang
merupakan kitab Apokrifa - yang didasarkan pada kitab ‘Kisah Para Rasul’ dan
menceritakan dengan lebih jelas perjalanan Barnabas dan Paulus, dan pertentangan soal
Markus. Kitab ini memberi kesan ditulis oleh Markus, tetapi menurut penelitian diketahui
bahwa kitab ini ditulis sekitar abad II sampai V. Ada juga 'Surat Barnabas' yang
mempersoalkan apakah Perjanjian Lama itu untuk orang Yahudi atau juga untuk orang
Kristen dan juga berisi beberapa pengajaran moral. Kitab ini tidak diakui sah, dan
diperkirakan ditulis seorang pemimpin gereja sesudah ditulisnya kitab terakhir dalam
Alkitab (abad II).
Sampai di sini kita belum bisa menyimpulkan siapa Barnabas yang dimaksud. Oleh karena
itu, marilah kita masuk pada bagian selanjutnya.

Mengurai isi “Injil” Barnabas


IB berisi 222 pasal, cukup tebal bila kita bandingkan dengan keempat Injil (yang berjumlah
79 pasal). Memang isinya merupakan gabungan dari keempat Injil dan berbagai unsur
lainnya. Dalam IB pasal 1-9 kita dapat melihat kisah mengenai: pemberitahuan tentang
kelahiran Yesus; mimpi Yusuf; sensus penduduk; kelahiran Yesus; para gembala; Yesus
disunat; para majus; mimpi para majus; Yesus diserahkan kepada Tuhan di Bait Allah;
pembunuhan kanak-kanak di Yerusalem; pengungsian ke Mesir; dan tindakan Yesus di Bait
Allah. Kalau dicermati, urut-urutan kisah tsb. merupakan gabungan dari Injil Matius dan
Injil Lukas.
Pada bagian selanjutnya, diuraikan segala kejadian lain dari hidup Yesus dan ajaran-Nya
dengan tekanan pada ajaran Yesus. Isinya kurang lebih dua pertiga diambil dari keempat
Injil. Misalnya: Yesus menyembuhkan seorang kusta (ps. 11), Yesus memilih 12 rasul (ps.
14) , perlu tidaknya membayar pajak kepada kaisar (ps. 31) dst. Ada juga bagian-bagian
yang tidak berkaitan dengan keempat Injil, misalnya judul ps. 22 yang berbunyi, “Keadaan
yang menyedihkan dari orang yang tidak disunat: seekor anjing lebih baik daripada
mereka”, atau percakapan antara Abraham dan ayahnya (ps. 26). Dalam ps. 35 kita dapat
membaca tentang terjadinya pusat (= pusar): setan meludahi manusia dan Gabriel
membuang ludah itu dan terjadilah pusat.
Dalam IB, peranan Ismael amat menonjol: di antara 10 orang kusta yang disembuhkan
terdapat seorang Ismaeli (ps. 19); Abraham harus mengorbankan anaknya Ismael (ps. 44) ;
dan Allah adalah Allah Abraham, Ismael dan Ishak (ps. 212). Dalam pasal2 yang terakhir,
kita dapat menjumpai banyaknya perbedaan dengan keempat Injil. Sesudah perjamuan
Paskah dan pengkhianatan Yudas, Yesus mau ditangkap. Ketika serdadu-serdadu mendekati
Yesus “tibalah para malaikat kudus dan diambilnya Yesus dari jendela yang menghadap ke
sebelah selatan. Diangkatnya Yesus dan diletakkannya di sorga yang ketiga di tengah-
tengah para malaikat yang memuji-muji Allah untuk selama-lamanya” (ps. 215). “Dan
berubahlah wajah Yudas menjadi wajah Yesus, sehingga Yudas ditangkap dan disalibkan,
padahal disangka Yesus yang dibunuh! Ketika Yudas meninggal dan dikubur, para murid
Yesus datang dan mencari mayat Yudas, karena disangkanya tubuh Yesus” (ps. 218).
Dalam ps. 220 Yesus berbicara kepada Barnabas, katanya, “Meskipun Aku tiada bersalah di
dunia, Aku disebut ‘Allah’ dan ‘Anak Allah’, maka supaya Aku tidak akan diejek oleh
setan2 pada hari kiamat, Allah berkehendak agar aku diejek oleh manusia dengan matinya
Yudas yang dikira Akulah yang telah mati di kayu salib. Dan ejekan itu akan terus
berlangsung sampai datangnya Muhammad Rasul Allah, yang apabila ia datang akan
mengungkapkan penipuan kepada mereka yang percaya akan syariat Allah”. (Ayat ini aneh
sekali. Andaikata Barnabas dikarang pada abad pertama, pengarangnya sudah tahu bahwa
kitabnya akan tersembunyi sampai datangnya Muhammad. Lalu mengapa kitabnya itu
ditulisnya?) Ps. 222 merupakan pasal terakhir yang berisi serangan atas mereka yang
menyebut Yesus sebagai Anak Allah seperti yang dilakukan oleh Paulus.
Selain perbedaan2 di atas, ada juga perbedaan tentang tahun Yobel . Dalam ps. 82 disebut
30
bahwa tahun Yobel dirayakan setiap 100 tahun, padahal dalam Perjanjian Lama (Imamat
25:8-55;27:16-25) disebut bahwa tahun Yobel lamanya 50 tahun. Ini menunjukkan bahwa
kitab IB baru ditulis setelah tahun 1300 karena pada tahun itu Paus Bonifacius VII
mendekritkan perubahan tahun Yobel menjadi 100 tahun.
Ada satu hal lagi yang cukup menonjol dalam IB, yaitu mengenai keberadaan Yohanes
Pembaptis, sebagai perintis jalan bagi karya Yesus malah tidak disebut-sebut dalam IB.
Sangat mungkin penulis IB menganggap bahwa Yesuslah yang bertindak sebagai perintis
jalan, semacam Yohanes Pembaptis bagi Muhammad. Padahal, Yohanes Pembaptis disebut
dalam Al Quran (Q 19:12-15). Tentu ini menjadi pertanyaan penting, mengapa IB
menghapus peranan Yohanes Pembaptis.
Setelah kita melihat uraian di atas, jelas bahwa isi IB kira-kira sama banyaknya dengan
gabungan keempat Injil ditambah dongeng tradisi Yahudi, Kristen dan Islam, yang
disatukan dengan cerita-cerita keempat Injil kanonik. IB pun merupakan usaha sistematis
untuk menyelaraskan keempat Injil menjadi satu Injil yang dibumbui dengan tradisi agama
Yahudi, Kristen dan Islam.

Otentisitas “Injil” Barnabas

Setelah kita mengenal isi IB, maka kita dapat memunculkan sejumlah keraguan terhadap
kebenaran isinya, karena sangat berbeda dengan keempat Injil yang kita kenal. Ada cukup
banyak tradisi Yahudi yang muncul dan nafas Islamnya sangat terlihat . Namun, sebelum
kita menyimpulkan demikian, alangkah baiknya jika kita meninjau ulang berbagai studi
kritis terhadap IB.
Di samping naskah berbahasa Italia yang disinggung di atas, ada juga naskah bahasa
Spanyol, yang diterjemahkan dan diberi kata pengantar oleh Mustafa de Aranda. Di dalam
kata pengantarnya, dikisahkan riwayat tentang Fra Marino dan penemuan “injil” ini. Dalam
naskah tersebut dikisahkan bahwa Fra Marino, seorang uskup, yang hidup pada abad ke-16,
berkunjung ke istana Paus Sixtus V (1521-1590). Sejak semula ia mempunyai kerinduan
untuk dapat membaca IB. Karena terlalu lelah, Paus tertidur di muka tamunya itu. Guna
memanfaatkan waktu, Fra Marino masuk ke perpustakaan Paus dan menemukan IB di
dalamnya. Ia sangat tertarik terhadap “injil” tsb., dan mengingat ia yakin bahwa kitab yang
berharga itu tidak boleh dipinjamnya, maka ia berniat mencurinya. IB pun dimasukkan
dalam jubahnya dan begitu Paus terbangun, ia pamitan pulang. Di rumah, ia membaca
“injil” itu dan akhirnya secara spontan ia memeluk Islam.
Terhadap catatan itu, para ahli banyak mengajukan keberatan, sebab gambaran kisah tsb.
sebenarnya terdapat juga dalam IB, yaitu dalam ps. 192, yang mengatakan:

Seluruh kitab itu saya tidak sempat membacanya, sebab Imam tertinggi agama itu – di
dalam perpustakaan miliknya di mana saya membaca – melarang saya, mengatakan bahwa
seorang Ismaeli telah menulisnya.

J. Slomp - salah seorang penulis buku Seluk-beluk Buku yang disebut Injil Barnabas -
menyatakan bahwa Fra Marino dan Mustafa de Aranda adalah orang yang sama. Para ahli
lain berpendapat bahwa penulis “injil” ini adalah Fra Marino, yang tidak lain adalah
Mustafa de Aranda sendiri. Jadi, penulis dan penerjemah adalah orang yang sama.
Dari kata pengantar IB bahasa Spanyol, para ahli merekonstruksikan beberapa fakta sbb:
a. Pengarang adalah seorang penganut, atau yang kemudian menjadi penganut agama Islam
dan memanfaatkan tafsir populer dari tradisi kaum Muslimin terhadap Kekristenan.
b. Penunjukkan secara khusus nama Paulus, mengawali penulisan IB dan pasal2 selanjutnya
memperkembangkan anggapan itu. Di sini, kisah tentang Fra Marino yang mencari IB -
yang disebut Ireneus untuk menyerang Paulus - sejajar dengan pasal2 IB yang memaki2
Paulus sebagai penyesat dan penyeleweng ajaran Yesus yang asli.
c. Dalam IB, juga ada kisah tentang seorang imam yang menemukan Taurat asli yang ditulis
Musa dan Yosua di perpustakaan Imam Agung – yang berisi bahwa Ismail adalah nenek
moyang Mesias, sedangkan Ishak adalah nenek moyang dari utusan Mesias; lalu taruhan
hukuman mati apabila kebenaran itu diungkap (ps. 191-192). Kisah tsb. sesungguhnya
menggambarkan sandiwara pengarang sendiri yang hidup di bawah tekanan2 gereja dengan
inkuisisinya.
31
Selanjutnya, jika kita memperhatikan daftar kanon yang muncul pada abad2 pertama
Masehi, maka kita tidak menjumpai IB di dalamnya. Namun beberapa penulis Islam
mempunyai cara untuk menangkalnya. Lalu, dalam terbitan ulang terjemahan IB oleh
Abubakar & Basjmeleh, ada sisipan catatan kecil yang berisi kata sambutan dari Prof. Abdul
Kahar Muzakir, Dekan FH UII Yogyakarta, yang menyatakan bahwa ada 35 Injil apokrif.
Semua Injil-injil tsb. telah musnah dan hanya tinggal namanya saja, kecuali IB yang telah
diketemukan pada masa yang lalu. Selain tidak tercantum dalam daftar kanon, IB pun tidak
pernah disinggung atau dikutip dalam tulisan2 yang muncul pada abad I dan II M (lih. daftar
selengkapnya dalam Bambang Noorsena, Telaah Kritis atas Injil Barnabas (Yogyakarta:
ANDI, 1990), h. 15-16).

Beberapa kejanggalan lainnya dari “Injil” Barnabas


Pemaparan di atas telah meragukan otentisitas IB. Berikut ini ada sejumlah kejanggalan
yang dikemukakan oleh IB sendiri, yaitu:
a. Kejanggalan Linguistik
Ada sebuah cara lain untuk menguji otentisitas IB, yaitu dengan melakukan kritiks teks .
Para ahli yang mempelajari bahasa Italia dalam IB menemukan banyak kesalahan. Sering
kali huruf ‘H’ ditambahkan, padahal hal itu tidak lazim dalam bahasa Italia, mis: kata Anno
(= tahun) ditulis Hanno. Ada juga kata Chrissto (= Kristus) ditulis dengan dua huruf ‘S’
padahal lazimnya satu saja. Bahasa Italia yang digunakan pun bukan bahasa Italia yang baik.
Secara keseluruhan, nampak bahwa IB ditulis dalam dialek Toscan dan Venezian. M. De
Epalza, seorang cendekiawan dan frater Yesuit Spanyol mengatakan bahwa banyaknya
kesalahan ejaan di atas adalah khas bagi seorang yang menggunakan bahasa Spanyol
sebagai bahasa ibu (lingua franca). Ditambahkan pula, bahwa naskah Italia itu bukanlah
terjemahan dari bahasa lain, sebab sebuah karya terjemahan biasanya masih menampakkan
bahasa aslinya secara samar -samar. Jadi, dapat dikatakan bahwa IB memang ditulis dalam
bahasa Italia, bahasa yang belum ada pada zaman Yesus dan baru muncul tiga belas abad
sesudahnya.
Pada pinggiran naskah bahasa Italia, ada banyak halaman yang dibubuhi notasi-notasi dalam
bahasa Arab. Namun bahasa Arab yang digunakan kualitasnya sangat jelek. Para ahli telah
menyimpulkan adanya pengaruh Turki dalam catatan pinggir bahasa Arab tsb. Beberapa
pengamat segera menghubungkannya dengan Kata Pengantar dalam bahasa Spanyol yang
mengisahkan pelarian Mustafa de Aranda ke Istambul (Turki). Dari fakta ini sangatlah logis
untuk memperkirakan bahwa di tempat hijrahnya inilah Mustafa de Aranda mempelajari
bahasa Arab, sehingga pengaruh Turki yang diperlihatkan dalam catatan itu dapat ditelusuri.
Maka jelaslah bahwa catatan2 pinggir tsb. dibubuhkan oleh orang yang sama yang juga
menulis IB.

b. Kejanggalan Historis
Dalam IB ps. 3 dimuat kisah kelahiran Yesus sbb:

Di sana ketika itu Herodes memerintah atas tanah Yudea dengan titah Kaisar Agustus dan
Pilatus adalah Gubernur, sedangkan jabatan kepala agama dipegang oleh Hannas dan
Kayafas.

Menurut sejarah – dan sesuai dengan Perjanjian Baru, Pilatus baru menjabat sebagai
gubernur atau wali negeri di wilayah itu pada tahun 29 M, sedangkan Yesus dilahirkan k.l.
4/5 SM. Kekeliruan nama pun tidak mungkin, karena Kaisar Agustus menetapkan
pemerintahan langsung atas Yudea oleh seorang wali negeri baru pada tahun 6 M.

c. Kejanggalan Geografis
Dalam ps. 20 dikisahkan bahwa Yesus pergi ke Galilea dengan
sebuah perahu dan berlayar ke kota Nazaret. Peta bumi Palestina menunjukkan bahwa
Nazaret adalah sebuah kota yang terletak di dataran tinggi, di mana jarak antara Nazaret dan
laut Galilea k.l. 20 km. Lalu dalam ps. 21 dikisahkan bahwa setelah dari Nazaret, Yesus
pergi naik ke Kapernaum (Jesus went up to Capernaum). Padahal, Kapernaum adalah
sebuah kota pesisir yang terletak di pantai laut Galilea, tinggi permukaannya tentu saja lebih
32
rendah daripada kota Nazaret. Jadi tidaklah mungkin IB ditulis oleh seorang yang pernah
tinggal di Palestina atau bahkan seorang murid Yesus di abad 1 M.

d. Kejanggalan Budaya
Dalam ps. 145-150 dikisahkan bahwa orang-orang Farisi menjadi rahib, tidak kawin, dan
berjubah istimewa, dan perilaku tersebut berasal dari nabi Elia. Ini sebenarnya gambaran
kekristenan pada abad-abad pertengahan setelah timbulnya kerahiban. Bahkan dikisahkan
juga bahwa pada masa Nabi Elia, telah ada orang-orang Farisi, padahal aliran Farisi dalam
agama Yahudi baru berkembang pada zaman Perjanjian Baru.
Dalam ps. 152 dikisahkan tentang prajurit Romawi yang bergulingan - seperti tong anggur
kosong dari kayu - ke luar dari bait Allah. Kenyataannya, pada masa Yesus orang Romawi
tidak diperkenankan masuk bait Allah, dan pembuatan tong-tong anggur dari kayu adalah
budaya abad pertengahan. Ps. 69 menyebut para imam berpakaian indah dan naik kuda,
padahal dalam Injil kanonik para imam tidak pernah disebut naik kuda. Dalam ps. 56-58,
135 ada diskripsi tentang tujuh dosa pokok dan tujuh tingkat dalam neraka. Ini adalah hasil
teologia Katolik abad pertengahan.
 
e. Kejanggalan Perekonomian
Dalam ps. 54, tertulis nama mata uang Spanyol kuno, yang
ditempatkan dalam pembicaraan Yesus dengan para muridnya: “Barang siapa menukarkan
satu ‘Denarius’ ia mesti memperoleh 60 ‘Minuti’.” Kedua istilah di atas merupakan
pembagian dalam satuan mata uang Spanyol kuno.
Lalu dalam kisah tentang Yesus memberi makan orang banyak, disebutkan dalam ps. 98
bahwa 200 keping emas tidaklah cukup untuk memberi makan 5000 orang. Padahal dalam
Injil kanonik, disebutkan 200 dinar – yang terbuat dari perak (Mrk. 6:37). Dengan 200
keping emas, maka Tuhan Yesus tidak perlu mengadakan mujizat karena uang sebanyak itu
pastilah cukup memberi makan 5000 orang sekaligus.
Selain berbagai kejanggalan di atas, ada juga beberapa pengaruh abad pertengahan yang
terekam dengan baik dalam IB, spt: Model Liturgi Gerejawi yang khas abad pertengahan (di
mana puasa 40 hari mulai ditetapkan bnd. IB ps. 91-92 yang mengisahkan Tuhan Yesus dan
para murid berpuasa selama 40 hari untuk memenuhi syariat, doa Tuhan Yesus bdk. 1 Ptr.
5:8 bnd. IB ps. 61); perkembangan Mariologi (dalam IB ps. 3 dikisahkan tentang Maria
yang melahirkan dengan tidak merasakan sakit); pengaruh filsafat Skolastik yang
berkembang pada abad 13 M (ps. 105 yang memuat pembagian diri manusia: Roh, tubuh
dan jiwa); dan situasi kapitalistis (ps. 194 yang mengisahkan bahwa Lazarus dan kedua
saudarinya digambarkan memiliki tempat tinggal di dua desa: Magdala dan Betania).

Kesimpulan terhadap “Injil” Barnabas


Berdasarkan pemaparan di atas, maka kita dapat mengambil kesimpulan bersama bahwa
buku yang berjudul ‘Injil Barnabas’ adalah sebuah buku yang sengaja ditulis pada akhir
abad pertengahan, k.l. abad 13-16 M dengan menggunakan bahasa Italia yang cukup kentara
pengaruh aksen Spanyolnya. Ditulis oleh seseorang yang hidup pada masa diberlakukannya
inkuisisi oleh Gereja Katolik Roma, dan kemungkinan ia (baru) memeluk agama Islam.
Isinya sedikit banyak sejalan dengan ajaran dan pemahaman agama Islam , tetapi
bertentangan dengan tradisi dan sejarah Yahudi serta keyakinan Kristen. Buku tsb. sengaja
menggunakan nama Barnabas – rekan sekerja Paulus yang kemudian berpisah – untuk
memberi wibawa pada “injil” tsb. Jadi, meskipun IB mengandung banyak bahan dari Injil
kanonik, arah dan tujuan utamanya jelas berlainan dengan arah dan tujuan Injil kanonik.

Bagaimana posisinya terhadap Alkitab?


Alkitab bersifat kanonik (Yun: canon = ukuran, patokan). Arti sederhananya adalah bahwa
Alkitab yang kita miliki sekarang ini tidak lagi bisa ditambahi atau dikurangi, sekalipun
pada masa kini diketemukan berbagai kitab asli dari zaman PB seperti kumpulan naskah dari
Qumran yang ditemukan k.l. tahun 1940-an atau sekalipun menurut penilaian kita ada kitab-
kitab yang terasa kurang pas untuk dimasukkan dalam kanon Alkitab (mis: Kitab Esther
yang tidak menyebut kata Tuhan di dalamnya). Selain itu, Alkitab sudah menjadi ukuran
atau patokan yang cukup bagi iman kita, di mana melaluinya kita dapat mengenal jalan
keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus.
33
Dengan berpegang pada sifat di atas, maka kita harus menganggap kitab-kitab apokrifa
sebagai kitab-kitab rohani biasa yang tidak memiliki wibawa yang kuat bagi iman kita.
Kitab-kitab itu hanya dapat kita gunakan sebagai pembanding dan juga studi ilmiah. Namun,
karena IB tidak tergolong sebagai kitab apokrifa, karena isinya yang tidak sesuai dengan
Alkitab bahkan kitab-kitab apokrifa itu sendiri, maka kita harus menganggapnya sebagai
buku biasa dengan nilai kebenaran yang keliru bila dipandang dari sudut iman Kristen.

Refleksi Teologis : bagaimana sikap kita?


Satu hal penting yang harus kita sadari bersama adalah bahwa di samping Alkitab yang kita
miliki saat ini, ada juga kitab-kitab lainnya dari abad pertama dan sesudahnya yang berkisah
tentang Tuhan Yesus, para murid dan rasul-Nya ataupun tentang orang lain pada masa
Yesus hidup dan sesudahnya (yaitu kitab Apokrif), terlepas dari apakah isinya sesuai dengan
Alkitab atau tidak. Sekalipun demikian, keberadaan kitab Apokrif tersebut seharusnya
tidaklah mengendurkan apalagi menggugurkan iman kita. Rasul Paulus sendiri
mengemukakan kenyataan akan adanya “injil” lain dan bagaimana sikap kita terhadapnya
sebagaimana yang tertulis dalam Galatia 1:6-10.
Keberadaan kitab-kitab Apokrif seharusnya kita pandang positif dalam rangka memperluas
wawasan dan memperteguh iman kita. Di situlah esensi dialog terjadi, yaitu ketika kita
mendialogkan apa yang kita yakini dengan apa yang kita ketahui dari sumber lain, sehingga
kita semakin diperkaya olehnya. Pun demikian seharusnya sikap kita setelah mengenal dan
menyelidiki seluk beluk IB.
Ungkapan “Blessing in Disguise”, “Ada hikmah di balik musibah” ataupun keyakinan “...
Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang
mengasihi Dia ...” (Rm.8:28) rasanya terasa pas kita kemukakan dalam pembahasan
mengenai IB. Sepatutnyalah kita bersyukur dengan kemunculan IB ini, karena setidaknya,
dengan mengenal IB, maka kita lebih mengenal Injil Yesus Kristus sebagaimana yang
tertulis dalam keempat Injil.
Selain itu, kemunculan buku terjemahan “Injil” Barnabas di Indonesia sebenarnya
diprakarsai oleh kalangan Islam. Keberadaan buku terjemahan itu sebenarnya baik sejauh ia
dapat menolong kita untuk dapat lebih memahami isi dari buku asing itu. Namun sayang,
bahwa ternyata keberadaan buku terjemahan itu malah digunakan untuk menunjukkan
kekurangan atau kesalahan dari agama lain, d.h.i. Kristen. Memang kenyataannya demikian
karena buku ini kemudian digunakan sebagai sarana dakwah bagi orang Kristen, walaupun
beberapa ahli Islam menolak IB sebagai suatu kebenaran.
Tentunya, amatlah tidak adil menyatakan pihak lain salah atau sesat dan kemudian
menyatakan diri sendiri sebagai yang benar dengan mendasarkan pernyataannya pada
sesuatu yang nilai kebenarannya diragukan, yaitu IB. Dan kurang etis juga apabila kita
kemudian menuding para penerjemah IB ke dalam bahasa Indonesia sebagai orang-orang
yang telah menyebarkan fitnah dan kekejian. Mengapa? Karena barangkali orang Kristen
pun tidak luput dari perilaku yang sama, yaitu menyatakan pihak lain salah atau sesat
dengan mendasarkannya pada sesuatu yang tidak valid. Lagipula “dialog” yang demikian
bukanlah dialog yang sehat, karena mempertentangkan apa yang diyakini oleh masing-
masing pihak.
Marilah kita ingat apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus kepada orang banyak saat
berkotbah di atas bukit dan yang juga ditujukan kepada kita saat ini, “Karena dengan
penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang
kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu” (Mat. 7:2).

Bacaan Acuan
Drewes, B.F. dan Slomp, J. Seluk Beluk Buku yang disebut Injil
Barnabas. Jakarta: BPK Gunung Mulia dan Yogyakarta: Kanisius, 1983.
M, Rahnip. Terjemah Injil Barnabas, cet. ke-2. Surabaya: Bina Ilmu,
1981.
Noorsena, Bambang. Telaah Kritis atas Injil Barnabas, edisi revisi.
Yogyakarta: ANDI, 1990.

34
Puasa
 

Pengantar
Saat ini, saudara-saudara kita yang beragama Islam tengah melakukan salah satu rukun
Islam, yaitu puasa (1) , menyambut datangnya hari Idul Fitri.
Bagi umat Katolik, biasanya puasa atau pantangan (yaitu tidak melakukan atau makan dan
minum sesuatu yang disukainya) dilakukan pada Masa Raya Paskah, yang berlangsung
selama 40 hari. Masa ini dimulai dari Hari Rabu Abu, sebelum hari Minggu Sengsara I.
Sementara itu, bagi orang Kristen, puasa bukanlah sesuatu yang asing sebenarnya, sekalipun
ada gereja-gereja yang tidak mengharuskan warga jemaatnya untuk berpuasa. Hal ini
disebabkan karena belum adanya pemahaman yang utuh tentang puasa, sehingga seringkali
muncul pertanyaan sbb: Mengapa kita sebagai orang Kristen tidak (mengharuskan)
mempraktikkan puasa? Kalau ada yang mau berpuasa, apa saja yang harus dilakukan dan
berapa lama waktunya?
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang biasanya mengemuka dalam hidup keseharian dan akan
dibahas bersama dalam Buletin Pembinaan edisi ke-7 ini. Pokok bahasan ini pernah
disampaikan dalam Pemahaman Alkitab Jemaat pada bulan Maret yang lalu.

Praktik Puasa dalam Perjanjian Lama


Berpuasa dalam Alkitab pada umumnya berarti tidak makan dan tidak minum selama waktu
tertentu (band. Est. 4:16; Kel. 34:28 – tidak makan dan minum), bukan melulu menjauhkan
diri dari beberapa makanan tertentu. Dalam PL, hanya ada satu praktik puasa yang
ditentukan, yaitu pada saat hari Pendamaian (hari pengampunan dosa – Im 16; 23:26-32).
Saat itu, seluruh bangsa Israel merayakan hari itu dengan berpuasa dan beristirahat.
Sementara pada bagian-bagian lainnya, praktik puasa ini tidak jelas asal perintahnya.
Misalnya dalam 1 Sam. 7:6 ketika Israel menghadapi Filistin, mereka mengaku dosa dan
berpuasa. Ketika Nehemia mendengar situasi Yerusalem, ia berdoa dan berpuasa (Neh.1:4).
Yoel menyuruh umat bertobat dan berpuasa (Yl. 2:12).
Puasa ini kadang-kadang bersifat perseorangan (mis: 2 Sam. 12:22) dan kadang-kadang
bersama (Hak. 20:26; Yl. 1:14). Selain kewajiban hukum agama, biasanya ada dua alasan
seseorang atau sekelompok orang berpuasa, yaitu: bukti lahiriah dukacita (1 Sam. 31:13;
Est. 4:3; Mzm. 35:13-14) dan pernyataan pertobatan (1 Sam. 7:6; 1 Raj. 21:27; Dan. 9:3-4;
Yun. 3:5-8 (2) ). Berpuasa juga kerap kali dilakukan dengan tujuan memperoleh bimbingan
dan pertolongan Allah (Kel. 34:28; 2 Sam, 12:16-23; 2 Taw. 20:3-4; Ezr. 8:21-23). Ada juga
orang yang berpuasa demi orang lain (Ezr. 10:6; Est. 4:15-17).
Dalam praktik puasa, ada orang yang berpikir bahwa tindakannya itu dengan sendirinya
menjamin bahwa Allah akan mendengar (baca: mengabulkan) permintaannya (Yes. 58:3-4).
Untuk menentang ini para nabi menyatakan bahwa tanpa kelakuan yang benar, tindakan
berpuasa adalah sia-sia (Yes. 58:5-12; Yer. 14:11-12; Za. 7 – puasa disebut juga pantang).
Di sini kita dapat melihat bahwa puasa juga merupakan suatu bentuk ibadah dan para nabi
hendak meletakkan praktik puasa pada konsep ibadah yang benar: bukan untuk
membenarkan atau keuntungan diri sendiri, tapi bagaimana ibadah itu ditampakkan dalam
hidup sehari-hari: berbuat adil, memperhatikan janda dan anak yatim dsb.

Kesimpulan sementara: praktik puasa dalam PL merupakan suatu kewajiban hanya pada
saat hari raya Pendamaian, sementara lainnya dilakukan pada saat berduka, pernyataan
pertobatan atau memohon pertolongan Allah. Praktik puasa ini sebenarnya dilakukan dalam
relasi antara manusia dengan Tuhan. Namun, yang juga tidak boleh dilupakan adalah relasi
dengan Tuhan itu harus berdampak positif dalam relasi dengan sesama (mis: berlaku adil,
mengasihi mereka yang menderita dsb.)

Praktik Puasa dalam Perjanjian Baru


Puasa juga dipraktikkan dalam PB, a.l: orang Yahudi (Hana, yang mungkin berpuasa secara
rutin, Luk. 2:37), termasuk orang Farisi (beberapa orang Farisi secara ketat melakukan
puasa dua kali seminggu, yaitu pada Senin dan Kamis, lih. Luk. 18:12)(3).
Yesus hanya sekali tercatat berpuasa dengan tidak makan dan minum selama 40 hari
35
lamanya (Mat. 4:2) sebagai persiapan menghadapi godaan dan ujian. Sekalipun demikian,
praktik puasa ini tidak diperintahkan kepada murid-murid-Nya dan juga para pendengar-
Nya. Bukan berarti Yesus menolak praktik puasa, karena toh, Ia mengajar para pendengar-
Nya supaya jika mereka berpuasa, mereka berhadapan dengan Allah bukan dengan manusia
(Mat. 6:16-18).
Demikian pula ketika Yesus ditanyai, mengapa murid-murid-Nya tidak berpuasa, seperti
murid-murid Yohanes Pembaptis dan orang-orang Farisi yang nyata-nyata berpuasa, dalam
jawaban-Nya Ia tidak menolak puasa, tapi menerangkan bahwa puasa baru akan mereka
lakukan bila Yesus telah pergi (Mrk. 2:20). Jadi, puasa menurut Yesus bukan lagi hukum
agama tetapi kebutuhan penyiapan batin secara khusus bila bertobat dan diperlukan dalam
menghadapi masalah khusus seperti kepergian-Nya atau dalam memerangi setan (Mat.
17:21; Mrk. 9:29).
Yesus tidak membenarkan orang Farisi yang menjalankan hukum agama, termasuk
berpuasa, yang melakukannya dengan sombong, tetapi Ia membenarkan pemungut cukai
yang kelihatannya tidak menjalankan puasa tetapi memiliki sikap hati yang benar di
hadapan Allah (Luk. 18:9-14). Dalam Kisah Para Rasul, para pemimpin jemaat berpuasa
sebelum mereka memilih utusan Injil (13:2-3) dan tua-tua (14:23). Hal ini menandakan, di
dalam gereja mula-mula berkembang kepercayaan akan nilai lebih dari praktik berpuasa.

Kesimpulan sementara: dalam PB, praktik puasa juga dikenal. Namun, ada kecenderungan
orang-orang yang berpuasa memiliki motivasi yang salah. Oleh karena itulah, Tuhan Yesus
memaknai puasa sebagai penyiapan batin secara khusus dalam menghadapi situasi yang
khusus pula. Itu pula yang dilakukan oleh jemaat mula-mula ketika mereka memilih utusan
Injil dan mengangkat para penatua.

Puasa dan Hukum Agama


Dapat dikatakan bahwa puasa merupakan suatu ibadah. Mengapa dikatakan ibadah? Karena
di dalamnya terkandung relasi yang intim antara orang yang berpuasa dengan Allah. Ada
orang yang berpuasa sebagai pernyataan pertobatannya. Ada juga orang yang berpuasa
karena berduka cita (sikap hati yang memandang kuasa Allah). Ada juga orang yang
berpuasa sebagai persiapan diri menghadapi suatu tugas khusus (dari Allah). Karena puasa
merupakan suatu ibadah, maka pelaksanaannya tidaklah dapat dipaksakan. Relasi dengan
Allah adalah soal keyakinan pribadi dan tidak ada seorang pun yang dapat mengganggu
gugat hal itu.
Demikian pula dalam PL maupun PB, secara umum puasa bukan merupakan suatu
kewajiban yang harus dilakukan oleh umat. Namun, orang-orang Yahudi pasca pembuangan
memahami bahwa pengalaman pembuangan ke Babel merupakan akibat kegagalan mereka
dalam menjalankan Hukum Taurat dengan baik. Oleh karena itulah, mereka (baca: para ahli
Taurat dan pemimpin agama lainnya) kemudian menetapkan Taurat dan hukum-hukum
tafsirannya untuk dilaksanakan dengan ketat, termasuk berpuasa. Itulah sebabnya, orang-
orang Farisi (4) pada zaman Tuhan Yesus mempertanyakan para murid Yesus yang tidak
berpuasa (Luk. 5:33)(5).
Namun permasalahannya adalah, jika puasa itu adalah ibadah apakah puasa perlu dilegalkan
atau diwajibkan dalam hukum agama? Jika demikian kenyataannya, berarti relasi manusia
dengan Allah adalah sesuatu yang dapat (bahkan harus) dipaksakan. Dari Alkitab, kita dapat
melihat sejumlah catatan bahwa ketika puasa dijadikan hukum agama, maka makna puasa
cenderung merosot sekadar suatu legalisme agama dalam bentuk syariat lahir tanpa isi,
bahkan ada yang dilakukan sebagai suatu kesombongan diri.
Yesaya dengan jelas memberitahukan umat Israel (Yes. 58) bahwa orang bisa saja tidak
melakukan puasa lahir, tetapi yang harus dilakukan adalah melakukan puasa batin, yaitu
berpuasa dari kelaliman, menganiaya dan memperbudak orang. Berpuasa dari
mengenyangkan diri sendiri menjadi memberi makan orang lapar, tidak punya rumah, dan
yang telanjang (band. Mat. 25:31-46). Jadi, puasa itu pada dirinya sendiri tidak memiliki arti
bila bukan merupakan ungkapan hati yang bertobat dan merendahkan diri di hadapan Allah.

Orang Kristen dan Puasa


Teladan yang sempurna bagi orang Kristen adalah hidup Yesus Kristus sendiri. Kalau begitu
pernyataannya, apakah jika Yesus berpuasa, maka orang Kristen pun harus berpuasa?
36
Pertanyaan ini memiliki konsekuensi yang tidak kecil. Jika memang apa-apa yang dilakukan
Yesus adalah standar hidup yang juga harus dilakukan oleh orang Kristen, maka kita jangan
berhenti hanya pada soal puasa. Tuhan Yesus menjalani kehidupan-Nya di dunia ini dalam
rangka melaksanakan misi Allah. Untuk itu, Ia rela menjalani realitas penderitaan ketika
akan disalib. Bahkan sebelumnya, Ia pun menunjukkan kehadiran Kerajaan Allah dengan
memberi perhatian kepada orang-orang yang seringkali dipinggirkan dan tidak mendapat
tempat dalam masyarakat, seperti: anak, perempuan, orang-orang berdosa, orang kafir,
orang sakit dsb. Itu artinya, keseluruhan hidup Yesus adalah cerminan dari kehendak Allah:
keadilan, kebenaran, kasih setia dan damai sejahtera. Jadi, kehidupan orang Kristen pun
seharusnya meneladani kehidupan Yesus yang demikian.
Selain itu, marilah kita lihat lebih jauh pada apa yang dikatakan Alkitab tentang kehidupan
Yesus. Perlu disadari bahwa penebusan Yesus di atas kayu salib telah menggenapi Hukum
Taurat (PL) yang bergantung pada usaha manusia menyelamatkan diri sendiri dengan
melakukan hukum agama secara ketat (sunat, korban, sabat, puasa, halal-haram dll),
menjadi kasih karunia Allah yang diberikan kepada setiap orang yang percaya dan bertobat
(Yoh. 3:16; Ef. 2:8-10). Karunia Allah ini menjadi sempurna dengan datangnya Roh Kudus
yang akan menguatkan dan mendiami umat percaya yang digenapi pada hari Pentakosta
(Kis. 2).
Jadi, kalau begitu apakah orang Kristen perlu menjalankan puasa? Berdasarkan pembahasan
di atas, jawabannya adalah tidak dan ya. Orang Kristen tidak menjalankan puasa sebagai
hukum agama ritual pada waktu-waktu tertentu yang ditetapkan, dan bisa saja puasa
dilakukan sewaktu-waktu dengan sungguh-sungguh atas kemauannya sendiri (6). Hal yang
perlu diingat bahwa puasa adalah lambang hati yang bertobat dan merendahkan diri di
hadapan Allah (7) . Dan sebagaimana halnya lambang, lambang tidak berarti bila yang
dilambangkan (d.h.i pertobatan dan perendahan diri) tidak ada. Sebaliknya tanpa lambang
juga tidak menjadi soal selama yang dilambangkan itu ada, sebab inilah hakekat puasa yang
sebenarnya.

Kesimpulan

a. Puasa adalah ibadah (atau sebentuk disiplin spritual) guna menguasai nafsu kedagingan
(“menyangkal diri”), sehingga kita lebih dapat peka dengan kehadiran Tuhan, lebih dekat
dengan Dia.
b. Ada dua bentuk puasa yang bisa dilakukan, yaitu puasa lahir yang dilakukan secara
periodik (dengan cara pantang makan-minum serta pantang melakukan hal-hal yang disukai)
dan puasa batin yang dilakukan secara berkelanjutan (dengan cara pantang melakukan
kelaliman, ketidakadilan, kekerasan, ketamakan dsb.).
c. Puasa adalah panggilan, bukan kewajiban. Karena itu puasa harus dilakukan dengan
sukacita bukan karena terpaksa.
d. Puasa bukan ukuran kesalehan atau kerohanian seseorang. Orang yang menjalankan puasa
tidak berarti dia lebih saleh atau lebih beriman dari mereka yang tidak berpuasa.
e. Puasa harus disertai dengan ketulusan hati; sebagai bagian dari ibadah kita kepada Tuhan.
Karena itu jangan berpuasa demi mendapat pujian dari orang lain.
f. Puasa berkaitan dengan komitmen. Maka jenis dan bentuk berpuasa (mis. Pantang
makanan; minum; dan berapa lamanya seseorang harus berpuasa) ditentukan oleh orang
yang hendak berpuasa berdasarkan komitmen pribadinya dengan Tuhan; bukan ditentukan
oleh aturan agama.

------------------------------------------------------------
1. Kata puasa berasal dari dua kata Sansekerta, yaitu: “upa” dan “wasa”. Upa adalah
semacam prefiks yang artinya dekat, sedangkan wasa berarti Yang Maha Kuasa. Jadi
upawasa, atau yang biasa dilafalkan puasa, merupakan suatu cara untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan. Puasa merupakan latihan mental untuk mengubah sikap dan kejiwaan
manusia

2. Praktik puasa juga dikenal oleh bangsa lain di Timur Tengah, yaitu di Syria (Yun. 3:5-
10). Rupa-rupanya puasa merupakan sebuah kebiasaan yang berlaku juga di daerah Timur
Tengah.
37
3. Rupa-rupanya, pada zaman Tuhan Yesus – bahkan sebelumnya, puasa sudah dijadikan
hukum agama Yahudi. Artinya adalah bahwa puasa adalah suatu kewajiban yang harus
dipenuhi oleh orang-orang Yahudi.

4. Farisi adalah salah satu aliran dalam agama Yahudi yang berpegang teguh pada Hukum
Taurat dan begitu gigih dalam melaksanakan Hukum Taurat dengan ketat.

5.Sebenarnya banyak pihak yang mempertanyakan hal ini, seperti: para murid Yohanes
(Mat. 9:14) dan orang Yahudi kebanyakan (Mrk. 2:18).
6. Biasanya puasa dilakukan dengan melakukan pantang terhadap hal-hal yang disukai (bisa
berupa makanan, kebiasaan spt: merokok, belanja dsb).

7.Hal ini perlu dicamkan karena ada orang yang berpuasa supaya keinginan dirinya
terpenuhi.

Sikap di Depan Peti Jenazah


 

Pendahuluan
Serba salah! Itulah kata yang akan muncul dari mulut kita sewaktu ditanya apa yang harus
kita lakukan di depan peti jennzah pada saat kita datang melayat sahabat atau kerabat yang
meninggal dunia. Mau berdoa di depan peti jenazah takut tidak sesuai dengan pemahaman
iman Kristiani; tapi kalau tidak berdoa takut dikatakan tidak menghormati keluarga yang
sedang berduka atau bahkan orang yang telah meninggal dunia.
Perasaan kita menjadi semakin tidak nyaman ketika kita melihat orang lain yang datang
melayat menundukkan diri di depan peti jenazah; mengambil sikap berdoa. Kita semakin
canggung apabila kita berada dekat peti jenazah, pada saat orang memperlihatkan sikap
menghormat kepada almarhum dengan cara membungkukkan badan sebanyak tiga kali.
Karena itu banyak pertanyaan yang dilontarkan, seperti: "bagaimana seharusnya sikap kita
di depan peti jenazah"; "apakah kita harus berdoa?"; "bagaimanakah kita seharusnya
menunjukkan turut berbelasungkawa kepada keluarga yang ditinggalkan?" dan lainlain.
Buletin pembinaan yang singkat ini coba memberi jawaban atas kebingungan-kebingungan
kita. Topik ini sudah pernah disampaikan doan didiskusikan dalam PA bulan Juli 2004.

Beberapa Pandangan Kepercayaan dan Budaya


Beberapa agama dan aliran kepercayaan percaya bahwa orang yang telah meninggal,
arwahnya sebelum genap 7 hari atau bahkan 40 hari, masih gentayangan. Kadang kala hal
ini ditandai dengan harum parfum almarhum/ah yang masih suka tercium; atau ada bunyi-
bunyi tertentu dari kebiasaan-kebiasaan yang suka dilakukan oleh almarhum/ah, masih
terdengar di sekitar rumah; atau bahkan lewat mimpi salah satu anggota keluarga tentang
almarhum/ah.
Ada pandangan kepercayaan lainnya yang menyatakan bahwa pada saat meninggal
almarhum/ah perlu didoakan supaya arwahnya diterima oleh Tuhan. Hal ini bisa disebabkan
oleh karena almarhum/ah semasa hidup kurang menunjukkan perbuatan yang baik; atau
alasan lainnya adalah setiap orang yang meninggal memang arwahnya perlu dihantar ke
rumah Tuhan melalui doa-doa yang dinaikkan.
Dengan kepercayaan-kepercayaan semacam ini, tidaklah heran apabila di depan peti
jenazah, orang menaikkan doa-doa untuk almarhum/ah selain untuk keluarga yang
ditinggalkan. Doa-doa yang dinaikkan umumnya berisi agar arwah almarhum/ah diterima di
sisi Tuhan; agar Tuhan mengampuni dosa-dosa yang diperbuat almarhum/ah; bahkan ada
pula doa yang ditujukan bukan kepada Tuhan tetapi kepada orang yang meninggal.
Selain itu ada pula budaya masyarakat yang menentukan sikap seseorang di depan peti
jenazah. Salah satunya adalah budaya Cina yang sangat menghormati orang tua. Sikap
penghormatan inipun harus ditunjukkan oleh anak kepada orang tua sekalipun orang tuanya
telah meninggal dunia. Pengaruh budaya Cina ini sering ditunjukkan dengan penghormatan
di depan peti jenazah. Bagi anak-anak almarhum/ah, penghormatan dilakukan dengan cara
38
berjongkok dan menundukkan kepala turun sampai menyentuh tanah (pai kui) sedangkan
bagi kerabat hanya membungkukkan badan sebanyak tiga kali.

Pandangan dan Sikap Kristiani


Buletin Pembinaan GKI Kayu Putih yang berjudul "Ke mana Orang setelah Meninggal",
telah membukakan kepada kita beberapa hal tentang keberadaan orang-orang yang telah
meninggal dunia. Kesimpulan yang dapat diambil dari buletin tersebut adalah bahwa setiap
orang yang meninggal dunia kembali kepada Tuhan, yang telah menciptakan sekaligus
memelihara dirinya. Sekalipun setelah meninggal kita menempati dunia orang mati; namun
dunia orang mati pun dikuasai oleh Tuhan. Dialah yang berdaulat atas seluruh kehidupan di
dalam dunia orang mati. Tempat itu tidak Iagi menakutkan karena di sana pun Tuhan
bertakhta (lih. Ayb. 26:6a; Mzm. 139:8). Dan tidaklah salah apabila imam Kristiani kita
mengatakan bahwa orang-orang yang telah meninggal kembali ke rumah Tuhan, sekalipun
belum masuk ke dalam Kerajaan Sorga yang sempurna; yang baru akan terjadi setelah
kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali.
Melalui pemahaman ini, maka pandangan dan sikap Kristiani kita berbeda dengan
pemahaman yang menyatakan bahwa setelah meninggal bisa saja arwah orang yang
meninggal masih gentayangan; masih berada di dunia. Karena itu ketika kita melihat jasad
dari orang yang telah meninggal hanyalah tubuh jasmaninya tanpa nyawa karena hidupnya
telah kembali kepada Tuhan.
Selain itu dalam catatan Alkitab, terlihat bahwa ada keterpisahan antara dunia orang mati
dengan dunia orang hidup. Artinya tidak bisa orang-orang yang masih hidup masuk dalam
dunia orang mati; begitu juga sebaliknya orang-orang mati tidak mungkin hidup lagi di
dunia orang hidup. Kalau kita perhatikan Ayub 7:9 "Sebagaimana awan lenyap dan
melayang hilang, demikian juga orang yang turun ke dalam dunia orang mati tidak akan
muncul kembali"; dengan jelas dikatakan adanya keterpisahan antara dunia atas (dunia
orang hidup) dengan dunia bawah (dunia orang mati).
Hal lainnya yang dapat kita pelajari tentang keterpisahan orang-orang yang telah meninggal
dengan orang-orang yang masih hidup di dunia ini, dapat kita lihat dalam perumpamaan
Tuhan Yesus mengenai orang kaya dan Lazarus yang miskin dalam Lukas 16:19-31. Ketika
orang kaya merasakan penderitaan di alam maut; dia meminta Abraham untuk menyuruh
Lazarus mengingatkan saudara-saudaranya akan segala hal yang dia terima saat di alam
maut. Dia ingin saudaranya memperbaiki diri ketika ada di dunia supaya tidak menderita
seperti yang dialaminya ketika berada di alam maut (ay. 27-29). Abraham menolak
permintaan si kaya karena tidak bisa lagi Lazarus kembali ke dunia orang hidup.
Salah satu perkataan Tuhan Yesus yang dicatat Alkitab, namun sering kali membingungkan
adalah ketika salah seorang pengikut-Nya meminta izin menguburkan jenazah orang tuanya
dalam Matius 8: 22. Saat itu Yesus menjawab, “Ikutlah Aku dan biarkanlah orang mati
menguburkan orang-orang mati mereka." Jawaban Yesus ini jangan diartikan kita tidak
perlu peduli dengan orang-orang yang telah meninggal; mereka tidak perlu diurus ketika
meninggal. Jawaban itu lebih mengarah kepada betapa pentingnya totalitas diri manusia
dalam mengikut Yesus. Orang yang sudah meninggal tentu saja menjadi urusan Tuhan
karena dia kembali kepada Tuhan; bukan lagi menjadi urusan orang yang masih hidup.
Oleh karena itu, kita tidak perlu mendoakan orang yang telah meninggal agar arwahnya
diterima di sisi Tuhan atau agar dosa-dosanya diampuni. Hal itu sudah menjadi urusan
Tuhan; orang yang hidup tidak bisa lagi campur tangan untuk keselamatan orang yang telah
meninggal. Malahan yang sangat perlu didoakan adalah keluarga yang ditinggalkan.
Keterpisahan dengan orang yang dikasihi karena meninggal dunia menghasilkan rasa
kehilangan yang amat besar. Rasa kehilangan itu bisa menyebabkan berbagai masalah bagi
keluarga yang tidak siap menerima kenyataan ini. Bisa saja mereka putus asa; bisa juga
menyebabkan mereka takut dam pesimis menjalani - kehidupan ini karena mungkin
almarhum adalah orang yang selama ini menopang kehidupan keluarganya. Karena itu lebih
penting mendoakan keluarqa yang ditinggalkan agar Tuhan memberikan kekuatan dan
penghiburan bahkan kemampuan melanjutkan hidup setelah kehilangan orang yang
dikasihinya.

Penutup: Bagaimana Bersikap?


Uraian singkat di atas menunjukkan bahwa pergumulan bagaimana bersikap di depan peti
39
jenazah sebenarnya bukanlah masalah teologis melainkan kebanyakan masalah etika
pergaulan dalam bermasyarakat. Lebih banyak bagaimana menghormati dan menunjukkan
bahwa keluarga yang ditinggalkan tidaklah seorang diri, merasakan kehilangan dan
kesedihan tinimbang mengurusi almarhum/ah.
Oleh karena itu, beberapa saran untuk menolong kita bersikap ketika pergi melayat dan
berada di depan peti jenazah adalah sebagai berikut:
1. Apabila kita merasa perlu untuk melihat almarhum/ah yang berada di dalam peti jenazah;
pandanglah jasadnya dan kenanglah kehidupannya atau kenangan-kenangan kita bersama
almarhum/ah.
2. Sebagai penghormatan terakhir kepada almarhum/ah atau menunjukkan dukungan kita
kepada keluarga almarhum/ah, ikutlah memberikan minyak wangi ke dalam peti jenazah
yang biasanya telah disediakan oleh keluarga.
3. Apabila kita merasa perlu untuk memberikan dukungan kepada keluarga melalui doa, bisa
saja kita berdoa di samping peti jenazah bersama keluarga; atau kita berdoa bersama di
tempat duduk yang telah disediakan keluarga. Tentu saja isi doa kita ditujukan untuk
keluarga yang ditinggalkan agar Tuhan menguatkan dan menghibur mereka.
Bisa saja Anda menambahkan saran-saran ini agar kita tidak canggung bersikap ketika harus
melayat daa menghibur ketuarga dari orang yang telah meninggal. Dan semoga tulisan
singkat ini tidak lagi membuat bingung kalau Anda masuk dalam suasana perkabungan.

Seputar Doa
 

A. Makna doa
Doa adalah sesuatu yang sangat biasa dan sesehari. Seumpama udara yang kita hirup. Setiap
orang tahu apa itu doa. Tetapi kenyataannya tidak sedikit orang yang salah memahami
tentang doa, lantas tersandung karena doa. Maka, mari kita bicara tentang makna doa. Apa
itu doa?!
Pertama, doa bukan alot untuk memaksakan kehendak kita kepada Tuhan. Doa bukan
mantera. Betul, Tuhan Yesus dalam Matius 7:7 mengatakan, "Mintalah, maka akan
diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan
dibukakan bagimu." Tetapi ayat itu tidak terhenti sampai di situ. Pada ayat 11 Tuhan Yesus
juga mengatakan, "Bapamu yang di sorga akan memberikan yang baik kepada mereka yang
meminta-Nya." Yang baik tidak selalu itu yang kita minta, dan yang kita minta belum tentu
itu yang baik.
Jadi memang tidak selalu doa kita dikabulkan. Dalam Alkitab juga ada beberapa doa yang
tidak terkabul. Musa yang meminta supaya bisa memasuki tanah perjanjian, tetapi Tuhan
hanya mengi jinkannya melihat dari jauh (Ul. 34:4). Paulus yang berdoa supaya
disembuhkan dari penyakitnya, tetapi Tuhan menjawab: "Cukuplah kasih karunia-Ku
kepadamu" (2 Kor. 12:9). Dan Tuhan Yesus sendiri yang di Getsemani memohon agar
cawan penderitaan berlalu daripada-Nya, tetapi yang terjadi Dia harus meminumnya juga
(Mat. 26:42).
Kedua, doa seringkali tidak melepaskan kita dari masalah, tetapi doa dapat memberi kita
kekuatan untuk menghadapi masalah itu. Paulus tetap harus hidup dengan penyakit dan
kelemahan fisiknya, tetapi ia mampu menjalaninya dengan tegar, tidak tenggelam atau
hanyut dalam keputusasaan. Tuhan Yesus tetap harus melewati jalan perderitaan, via
dolorosa, tetapi berkat doa Dia dapat melaluinya dengan hati teguh dan dalam penyerahan
diri kepada Allah Bapa-Nya di Sorga.
Kalau diibaratkan, begini: kita sedang berjalan, lalu di depan kita menghadang sebuah
gunung yang tinggi. Doa seringkali tidak membuat gunung itu lari dari hadapan kita. Tetapi
doa dapat memberi kita kekuatan untuk mendakinya.
Ada cerita tentang seorang tua yang sedang naik pesawat terbang. Di sebelahnya duduk
seorang pemuda. Ketika sudah berada di angkasa, pesawat yang mereka tumpangi terbakar.
Orang tua itu serta merta melipat tangannya dan berdoa. Tetapi si pemuda mengejeknya,
"Apa artinya doa dalam keadaan seperti ini? Apa dengan berdoa kita ini lantas selamat?"
Orang tua itu tersenyum dan menjawab, "Anak Muda, doa barangkali tidak mengubah apa-
apa dan kita tetap akan terhempas ke bumi. Tetapi dengan berdoa, paling tidak saya tahu
40
kepada siapa saya pergi."
Ketiga, doa adalah landasan hidup kita. Doa bukan jalan terakhir. Doa harus menjadi yang
pertama dan utama, langkah awal ketika kita hendak memulai sesuatu di mana pun dan
kapan pun.
Jadi keliru kalau kita baru ingat berdoa hanya selagi butuh atau kepepet. Juga keliru, kalau
kita baru berdoa setelah usaha lain-lain tidak berhasil. Itu sama saja dengan memperlakukan
Tuhan sebagai penjaga gudang. Tempatnya di pojok, dipanggil sesekali kalau lagi
membutuhkan. Tetapi kalau ada apa-apa yang tidak sesuai dengan harapan dan keinginan,
kita langsung memprotes dan marah.
Oleh karena itu, sebelum kita menyalahknn Tuhan, kecewa dan menyesali Tuhan, baiknya
tanyakan dulu pada diri sendiri: Apakah kita sudah memperlakukan Tuhan dengan
semestinya?
Keempat, doa bukan sekedar soal kata-kata, tetapi juga soal tindakan. Terwujudnya sebuah
doa seringkati merupakan kerja sama antara anugerah Tuhan dan usaha kita. Percuma,
misalnya, kita berdoa supaya terhindar dari pencobaan, tetapi kita terus nyerempet-
nyerempet bahaya. Percuma kita berdoa supaya mendapat pekerjaan, tetapi kita tidak mau
mencarinya. Percuma kita berdoa supaya orang-orang miskin ditolong, tetapi kita sendiri
tidak mau menolong orang yang di depan jelas-jelas membutuhkan bantuan.
Ada seorang pemuda yang protes kepada Tuhan, kelika melihat seorong anak gelandangan
yang tengah kelaparan di pinggir jalan. "Tuhan, kenapa Engkau membiarkan kemalangan
menimpa anak itu?" serunya. Lalu Tuhan menjawab, "Tetapi Aku sudah mengirimkan
kamu."
8erdoa dan berusaha ibarat dua sisi dalam satu mata uang yang sama; dapat dibedakan,
tetapi tidak dapat dipisahkan. Terkabulnya sebuah doa kerapkali merupakan gabungan
antara anugerah Allah dan upaya kita. Seperti kalau kita sakit, kita pergi ke dokter. Dokter
memberi nasihat ini dan itu. Tetapi kalau kita tidak melaksanakannya, ya percuma saja.
Itulah doa. Berdoa berarti mempercayakan seluruh pergumulan dan hidup kita kepada
Tuhan. Karena itu doa harus dilandasi dengan penyerahan diri kepada Tuhan, dan keyakinan
bahwa Tuhan mengetahui apa yang terbaik buat kita. Doa juga harus diiringi dengan upaya.

B. Bagaimana Berdoa
Doa artinya komunikasi dengan Tuhan. Pengertian ini sudah umum kita ketahui. Sejak
Sekolah Minggu kita sudah diajar begitu. Hanya apa maknanya kerap kurang kita sadari dan
hayati. Sehingga pengertian itu menjadi sekadar hafalan di luar kepala. Tanpa makna apa-
apa.
Lalu apa yang harus kita pahami dengan pengertian tersebut?
Pertama, komunikasi tidak selalu berupa untaian kata-kata yang diucapkan. Kita dapat
menjalin komunikasi dengan orang-orang yang dekat dengan kita - misalnya suami, istri,
orang tua, atau anak kita - tanpa harus ngomong. Ketika sama-sama berdiam diri dalam
suasana tertentu kita tetap dapat saling berkomunikasi. Karena doa adalah komunikasi
dengan Tuhan, maka itu berarti berdoa kita tidak selalu berarti berbicara; mengutarakan ini
dan itu.
Ada saatnya kita kehabisan kata-kata. Kita tidak tahu harus ngomong apa lagi dalam doa
kita. Dalam keadaaan seperti itu daripada kita memaksakan diri bicara padahal tidak tulus,
lebih baik kita berdiam diri saja dalam suasana hening. Rasakan kehadiran Tuhan; betapa
dekat-Nya Dia. Hayati penyertaan dan kasih Tuhan; betapa baiknya Dia. Tidak usah
ngomong apa pun. Itu sudah doa. Mengenai kebutuhan kita, tidak usah kuatir karena Tuhan
juga tahu (Mat. 6;8).
Baik juga kalau sambil diiringi dengan lagu rohani dari kaset. Lalu alami sungguh-sungguh
lagu itu. Kita renungkan syairnya. Resapi melodinya. Doa kita akan terasa sangat berbeda.
Kerap karena kita menganggap berdoa berarti berbicara, lalu kita jadi sibuk ngomong. Kita
lupa untuk "mendengarkan" Tuhan.
Kedua, berkomunikasi adalah kebutuhan kita. Bayangkan kalau kita sama sekali tidak
diperbolehkan berkomunikasi dengan orang lain; betapa akan sangat menderitanya kita. Di
Afrika konon ada sebuah suku yang melaksanakan hukuman mati bagi warganya dengan
cara mengusir dan mengucilkan ia dari komunitasnya; tidak boleh seorang pun melakukan
kontak dengannya. Apa yang akan terjadi? Si terhukum akan merana sendiri dan mati
kesepian.
41
Jadi doa bukanlah sekadar kewajiban, panggilan atau undangan. Doa merupakan kebutuhan
kita. Seperti kita membutuhkan udara untuk hidup jasmani, begitu juga kita membutuhkan
doa untuk hidup rohani. Tidak salah kalau dikatakan doa adalah napas orang kristiani. Tanpa
napas tubuh jasmani kita mati, tanpa doa tubuh rohani kita kering dan mati pula. Maka,
kalau kita merasa hidup ini hampa, kosong, jangan- jangan kita memang kurang berdoa.
Ketiga, karena doa adalah komunikasi dengan Tuhan, maka alamat atau tujuan doa itu
adalah Tuhan. Ini penting disadari, sebab kerap sadar atau tidak sadar sekalipun kita berdoa
kepada Tuhan, tetapi pikiran dan hati kita malah terarah kepada orang-orang di sekeliling.
Contoh, kadang-kadang ada orang yang mengaku tidak bisa berdoa di depan umum.
Alasannya grogi, takut kata-katanya tidak bagus nanti ditertawakan. Tetapi kalau berdoa
sendiri atau dalam hati dia bisa. Kenapa begitu? Karena pikirannya lebih terarah kepada
orang-orang yang di sekitar dia. Bukan kepada Tuhan. Padahal doa bukan soal kata-kata
bagus atau puitis. Doa soal ketulusan dan kesungguhan.
Ada cerita, seorang anak sangat dimanjakan oleh neneknya. Apa yang dia minta selalu
diberi. Sekali waktu anak itu berdoa di kamarnya, "Tuhan, berikanlah kepada saya mobil-
mobilan yang kemarin saya lihat di toko mainan." Suaranya sangat keras sampai kedengaran
ke halaman depan.
Ibunya yang mendengar menegur dia. "Nak, kalau berdoa jangan keras-keras begitu. Cukup
dalam hati, Tuhan pasti mendengar kok "
"Iya, bu, berdoa dalam hati Tuhan mendengar," jawab si anak kalem, "Tetapi bagaimana
nenek bisa mendengarnya juga."
Contoh lain, orang Yahudi mempunyai aturan doa yang ketat dam kaku. Mereka memiliki
waktu-waktu khusus untuk berdoa. Biasanya sehari lima kali; dua kali sebelum dan sesudah
matahari terbenam. Lalu tiga kali Iainnya pk. 9.00, pk. 12.00, dan pk. 15.00. Sikap mereka
berdoa juga sangat atraktif: berdiri dengan kedua tangan direntangkan ke atas kepala.
Dengan cara dan aturan serupa ini maka doa mudah beralih tujuannya. Bukan untuk
berkomunikasi dengan Tuhan, tetapi supaya dipuji orang. Banyak dari mereka yang pada
waktu-waktu itu secara sengaja berada di tempat ramai; pasar atau ujung-ujung jalan.
Sehingga pas waktunya berdoa, mereka bisa berdoa dan orang-orang lain bisa melihatnya.
Lalu memuji mereka sebagai orang saleh.
Karena itu Tuhan Yesus pun berkata ” Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti
orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah
ibadat dan pada tikungan-tikungan ,jalan raya, supaya mereka dilihat orang" (Mat. 6:5).
Lalu lanjut-Nya, "Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu
dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi" (Mat. 6:6). Maksudnya di
sini tentu bukan harafiah, kalau berdoa harus di dalam kamar yang terkunci rapat. Bukan
begitu. Tetapi biarlah doa kita betul-betul menjadi sebuah komunikasi pribadi dengan
Tuhan.

Doa Bapa Kami


 

Kata Pengantar
Melalui tulisan kali ini kita akan mendalami makna doa Bapa Kami yang kali ini disajikan
melalui penyarian dari ungkapan James Muholian dalam bukunya yang berjudul Praying
Like Jesus, Dengan pendalaman yang tidak terlepas dari penghayatan pribadi kita diajak
untuk menghayati makna doa Bapa Kami yang diajarkan Yesus kepada murid-murid-Nya
dalam realita hidup sehari-hari.
Buletin pembinaan seri doa Bapa Kami ini akan dibagi dalam 2 seri. Kali ini kita akan
membahas pernyataan yang diungkapkan dalam doa Bapa Kami yaitu: BAPA KAMI
YANG DI SORGA dan DATANGLAH KERAJAANMU, JADIlLAH KEHENDAKMU DI
BUMI SEPERTI DI DALAM SORGA.
Mari meresapi komitmen dan kedalaman dari isi doa Bapa Kami melalui hati dan pikiran
yang jernih terhadap apa yang telah Yesus ajarkan dalam doa Bapa Kami.

I. BAPA KAMI YANG DI SURGA


a. ALLAH YANG KEPADA-NYA KITA BERDOA
42
Kalau kita berdoa, kepada Tuhan yang manakah kita menyampaikan permohonan kita?
Di tengah pelbagai sesembahan yang ada di dunia ini, maka satu pertanyaan teologis
adalah : dengan nama apa kita memanggil Tuhan kita apabila kita datang kepada-Nya?
Dalam Alkitab kita mengenal ada beberapa istilah untuk menyebut Allah. Elohim adalah
istilah yang digunakan untuk menyebutkan Allah yang disembah oleh Abraham, Ishak dan
Yakub. Dan nama ini kemudian dijelaskan oleh Allah dalam menjawab pertanyaan Musa
tentang nama allah. Di sana Dia menjelaskan nama-Nya sebagai YHWH, yang oleh orang
Yahudi kemudian disebut sebagai ADONAI yang diterjemahkan sebagai Tuhan. Mereka
meyakini bahwa nama YHWH adalah nama Allah tetapi mereka tidak mendorong orang
untuk menyebutkannya karena dianggap terlalu suci untuk diucapkan. Allah Israel begitu
suci dan kudus, memandang wajah-Nya sajapun akan berisiko kematian. Orang-orang yang
datang kepada-Nya datang berlutut, mereka mendahului doa-doa mereka dengan mengakui
kekuasaan dan kemuliaan Allah. Mereka berusaha meredakan kemarahanNya untuk
memperoleh kemurahan hati-Nya.
Di tengah-tengah gambaran mengenai Allah yang sedemikian menakutkan dan agung itu,
Yesus mengajar para murid-Nya untuk menyapa Allah sebagai seorang Bapa.

b. MAKNA ALLAH SEBAGAI BAPA


Meskipun Perjanjian Lama kadang-kadang menyebut Allah sebagai seorang Bapa (Mazmur
103:13), Yesus menegaskan bahwa hubungan akrab tersebut adalah gambaran utama-Nya
tentang Allah.
la tidak mengutip istilah Penasihat yang Ajaib, Raja Damai, Allah yang Perkasa melainkan
Yesus memilih istilah Bapa yang kekal (lihat istilah dalam Yesaya 9:5). Yesus
memperkenalkan dengan jelas bahwa Allah yang oleh banyak orang dipandang dari
kejauhan dengan rasa takut dan gemetar adalah seorang Bapa. Yesus tidak membuat doa
menjadi sesuatu yang rumit dengan bermacam syarat tambahan dan ritualitas yang penuh
dengan kebingungan dan kepura-puraan. Dia mengajarkan sebuah doa yang intim dengan
sebutan Bapa untuk memanggil Allah.
Para pemimpin agama Yahudi pada zaman Yesus merasa amat tersinggung ketika Yesus
memanggil Allah sebagai Abba/Bapa. Dalam suatu budaya di mana nama Allah tidak boleh
disebutkan secara langsung, menyebutkan Allah sebagai Abba merupakan suatu hal yang
amat mengagetkan bahkan dianggap sebagai hujatan.
Apa maksud Yesus menggunakan sebutan Bapa untuk sebuah jalan masuk kepada hubungan
dengan Allah?
Tampaknya Yesus menggunakan gambaran Bapa untuk Allah dalam rangka mengimbangi
gelar-gelar yang membuat Allah jauh dan tidak bersifat pribadi. Dengan cara ini, Yesus
mendefinisikan hubungan kita dengan Allah secara baru. Allah adalah Tuhan yang akrab,
mencintai dan mempunyai komitmen. Seperti orang tua yang kita panggil apabila kita
terjaga dalam kegelapan, dalam cekaman mimpi buruk, yang mengeringkan air mata dan
membasuh luka ketika kita terjerat dan terluka.
Allah sebagai Bapa adalah Allah yang penuh perhatian, setia dan rela berkorban bagi anak-
anak-Nya. Di sana ada jaminan kasih sayang yang tak pernah mengecewakan yang
pengenalannya sempurna atas kebutuhan anak-anak-Nya bahkan sebelum kita memintanya.
Dengan memanggil Allah sebagai Bapa maka di sana ada jaminan akan cinta Allah yang tak
pernah mengecewakan (lihat Matius 7:9-11). Memanggil Allah dengan sebutan Bapa, kita
bertemu dengan Allah yang akan dengan sabar mendidik kita apabila kita keliru dengan
permohonan kita. Sebab cinta-Nya menyadarkan bahwa saya mendapatkan apa yang
sesungguhnya saya dambakan dan membuat saya ingin seperti Dia.

c. SEBUAH HUBUNGAN YANG INTIM DAN BERTANGGUNG JAWAB


Melalui sebutan Bapa, Yesus mengajar murid-Nya untuk berdoa dengan intim dan
bertanggung jawab. Bila saya menyatakan bahwa Allah adalah Bapa saya, maka saya juga
menerima tanggung jawab untuk menjadi seperti Dia.
Bila kita memiliki keberanian untuk berdoa Bapa Kami maka kita juga harus memiliki
keberanian untuk hidup sebagai anak-anak-Nya. Kita tidak boleh mencemarkan martabat-
Nya dan meniru teladan-Nya dalam hidup kita. Bahwa melalui pengungkapan diri kita,
orang lain melihat betapa baiknya kita menghadirkan kebenaran dan karakter dari sang
Bapa. Dan kebanggaan ini hanya akan terjadi bila anak-anak Allah menghargai relasi
43
dengan Bapanya lebih dari pada sekedar ritual agama.
Kehendak dari Bapa yang dalam keberadaan-Nya yang mulia, telah menjadikan kita
istimewa dalam kasih-Nya dan dengan menyebutkan Allah sebagai Bapa, di sana muncul
sebuah tanggung jawab untuk menyenangkan hati Allah sebagai Bapa kita. Melalui
kesediaan melaksanakan perintah dan menjalankan kehendakNya.

d. BERADA BERSAMA DALAM KOMUNITAS ORANG PERCAYA


Dengan kata "kami", maka di sana Yesus mengarahkan bahwa setiap orang percaya yang
memanggil Bapa kepada Allah adalah seorang yang hidup dalam sebuah komunitas.
Di sini kita tidak berdoa hanya untuk kebutuhan sendiri secara egois, tetapi kebutuhan kami.
Dengan cara ini kita bisa berhenti bertindak seolah-olah cinta Allah kepada orang lain akan
mengurangi cinta-Nya bagi kita. Kita bisa menikmati hubungan kita dengan Allah tanpa
mengabaikan tanggung jawab kita terhadap saudara-snudara kita yang membutuhkan cinta
kasih yang sama dari Allah.
Berdoa demi kebutuhan-kebutuhan orang lain akan membantu kita untuk melihat betapa
melimpahnya berkat yang kita terima dan kita menjadi lebih memiliki kepekaan terhadap
diri sendiri.
Dengan menyebut Bapa kami dalam doa, kita mengundang Allah untuk memberi kita cara
mencintai satu sama lain dan sekaligus menyadari akan betapa besarnya berkat Allah yang
melimpah dalam hidup kita.
Melalui sebutan Bapa kami, di sana kita bukan hanya membangun keintiman dengan Allah
namun juga kesadaran untuk bertanggung jawab sebagai anak Allah untuk hidup sesuai
dengan karakter Bapanya dan komunitas yang di dalamnya ia terpanggil untuk saling
mendukung dalam doanya.

e. SEBUTAN YANG MENDIDIK KITA UNTUK MENYANGKAL DIRI.


Melalui sebutan Bapa Kami di sana kita dididik untuk berani melakukan penyangkalan diri
untuk tidak cemburu pada pemihakan Allah pada orang lain sebab kita menyadari bahwa
Allah menjadikan kita semua istimewa menurut situasi dan kondisi yang sedang kita alami.
Misalnya: orang miskin memerlukan makanan, tempat tinggal dll, sedangkan orang kaya
membutuhkan pembebasan diri mereka dari ketergantungan akan harta.
Allah tidak mengistimewakan yang satu dan mengabaikan yang lain, dengan istilah Bapa
kami, di sana ada kesadaran bahwa Allah menjadikan kita masing-masing istimewa dalam
kasih-Nya, pada saat yang sama kita dididik untuk menyangkal diri dengan kerelaan hati
dalam menikmati berkat yang dialami orang lain. Kita diajar untuk mempercayai kasih setia
Allah yang menjadikan setiap kita menerima pemeliharaan yang benar di dalam Bapa kita.
Di sana tidak ada anak emas dan anak yang ditelantarkan. Bukan hanya Allah mengerti akan
apa yang dibutuhkan dan baik bagi anak-anak-Nya dalam kondisi dan keberadaannya
masing-masing, tapi pada saat yang sama kita diajari kerelaan untuk melihat orang lain
dengan cinta dan pemeliharaan yang sama. Penyangkalan diri di sini menjadi suatu bagian
yang penting di mana kita diajar untuk tidak secara egois mengklaim berkat Allah hanya
untuk diri sendiri.

II. DATANGLAH KERAJAAN-MU


a. JADILAN KEHENDAK-MU DI BUMI SEPERTI DALAM KERAJAAN SURGA
Bagaimana cara memahami kehendak Allah?
Seringkali kita memahami kehendak Allah dengan mernbawa kecenderungan egoisme kita.
Allah ingin saya melakukan apa? Jalan mana yang paling sempurna yang dipersiapkan-Nya
bagi saya? Bagaimana kita bisa menjamin kebahagiaan dan keberhasilan kita?
Beberapa orang bahkan mendefinisikannya sebagai anugerah kesehatan, kekayaan dll untuk
memperoleh apa yang diinginkannya. Sementara itu ada pihak yang lain yang mencari
kehendak Allah dengan rasa takut. Kita beranggapan bahwa kehendak Allah adalah suatu
jalan yang sempit dan tersembunyi di mana satu saja kesalahan yang kita lakukan kita akan
menerima murka Allah. Yesus mengajar para murid-Nya untuk mencari kerajaan dan
kehendak Allah sebelum mengajukan tuntutan dan permohonan mereka.
Yesus meminta agar para murid memberi perhatian khusus kepada kehendak Allah daripada
kebutuhan-kebutuhan mereka (bandingkan Matius 6:33).
Dan memahami Kerajaan Allah merupakan kunci untuk mencari kehendak-Nya. Sebab
44
mencari kehendak Allah tanpa memahami Kerajaan-Nya sama dengan memulai perjalanan
tanpa peta. Dan Kerajaan Allah itu ada menunggu diwujudkan di bumi seperti di dalam
surga, melalui kita orang-orang yang percaya kepada-Nya.
Bila kita berdoa datanglah Kerajaan-Mu, maka di sana kita tidak sedang membuat suatu
permohonan melainkan kita menjanjikan kesediaan kita untuk mengijinkan Kerajaan Allah
dibangun di dalam dan melalui diri kita.
Kerajaan Allah tidak sama dengan kerajaan keagamaan. Pemahamnn tentang kehendak
Yesus tidak boleh menjadi sebuah strategi untuk memperkaya diri atau menghukum
kemiskinan sebagai dosa dan kekayaan sebagai rahmat.
Kerajaan Allah dibangun lebih berdasarkan rahmat daripada karya, lebih berdiri di atas cinta
kasih ketimbang legalisme, lebih terbuka kepada semua orang ketimbang hanya kepada
sejumlah kecil orang (Lukas 1:51-53; Lukas 4:18-19)
Dalam perumpamaan tentang talenta dalam Matius 25:14-30, Yesus menjelaskan betapa
Kerajaan Allah meminta seluruh perhatian dan tekad dari murid-murid-Nya untuk bekerja
dan menerjemahkan kehendak Allah di bumi ini melalui apa yang sudah dikerjakan dan
diajarkan Yesus. Tadi sebuah komitmen para murid untuk mewujudkan Kerajaan Allah di
bumi seperti apa yang telah diajarkan Yesus kepada mereka. (bandingkan Wahyu 21:3-4).
Dengan permohonan datanglah kerajaan-Nya sesungguhnya sebuah persiapan dari para
murid untuk bekerja dan berkarya di bumi untuk mewujudkan sebuah kondisi dan situasi
seperti yang Allah kehendaki. Dengan permohanan ini sebuah keyakinan bahwa Allah
sedang berproses di bumi ini menghadirkan terus kerajannNya melalui setiap orang yang
berdoa: datanglah kerajaan-Mu. Sebab dalam doa tersebut, terjadi penyatuan antara
kehendak Allah dengan kehendak kita. Sebuah keinginan untuk melakukan apa yang
menyenangkan bagi Allah. Melalui permohonan ini Yesus mengajarkan kepada murid-
murid-Nya untuk menerima Kerajaan Allah dan mengalami pengubahan hidup sesuai
dengan yang Allah kehendaki.
Di sana terdapat sesuatu komitmen total yang di dalamnya termasuk kesediaan untuk masuk
ke dalam penyangkalan diri. Contoh yang paling sempurna adalah apa yang diperlihatkan
Yesus di Getsemani dalam doa-Nya, Di sana dia bersedia melakukan penyangkalan diri total
yaitu kesediaan-Nya untuk mati agar Kerajaan Allah hadir di bumi melalui komitmen total-
Nya. Sebuah kesediaan menerima kehendak Allah sebagai suatu yang lebih utama daripada
kehendak kita, meskipun di sana lebih sering dialami perjuangan daripada kemenangan,
penderitaan daripada kesenangan. Suatu komitmen yang keluar dari keyakinan bahwa Bapa
kita yang di surga dapat dipercaya. Sebuah sikap aktif untuk mengenal dia secara lebih
mendalam dan menjawab panggilan untuk menjalankan kehendak-Nya di bumi (bandingkan
ungkapan Paulus dalam Filipi 3:10).
Maka permohonan "Datanglah kerajaan-Mu dan jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di
dalam surga" yang diajarkan Yesus dalam Doa Bapa Kami adalah sebuah komitmen total
dari orang percaya untuk mempercayai kehendak Allah dan menjalankannya di bumi di
mana ia hidup dan melalui hidupnya. Kita dipanggil bersama dalam arak-arakan kemuridan
Kristus untuk meyakini sebuah perubahan dunia menurut apa yang Allah kehendaki melului
kesediaan kita menjalankan rahmat Allah dalam Kristus untuk memberlakukan kehendak
dan karya-Nya di bumi di tempat kita hidup dan berada.

Penutup
Besar harapan kami bahwa melalui perenungan bersama kembali akan Doa Bapa Kami ini,
kita akan didorong untuk menyadari hubungan yang intim dan penuh keyakinan kepada
Allah yang adalah Bapa, yang hangat, dapat dipercaya dan mengenal setiap kita dengan
sempurna.
Pada pihak yang lain kita diingatkan untuk menjadi anak yang bertangung jawab terhadap
citra Bapanya melalui apa yang kita mohonkan dan responi dalam kehidupan kita sebagai
anak-anakNya di bumi ini. Warga Kerajaan Allah yang bersedia memberi komitmennya
baik dalam kesediaan memandang orang lain dan memperlakukannya dengan benar,
maupun komitmen untuk terus berada dalam kesediaan bersama berada dan menyaksikan
hadirnya Kerajaan Allah di bumi ini melalui sikap dalam kehidupan nyata kita.
Ada komunitas yang sedang menyejarah bersama, yang melalui doanya memahami kasih
Allah sebagai Bapa yang menginginkan kita untuk saling mengingat, merelakan dan
meninggalkan egoisme kita dalam hidup di dunia ini. Pusatnya bukan kebutuhan kita tetapi
45
memahami kasih Sang Bapa dan mempercayai kebajikan-Nya dalam setiap jawaban yang
diberikan kepada anak-anak-Nya serta menjalankan komitmen kita sebagai orang percaya
yang berada dalam perjalanan sejarah Kerajaan Allah. Sebuah komitmen dan pengakuan
bahwa kehendak-Nya menjadi pengakuan untuk karya dan karsa bersama di bumi di mana
kita hidup dan ditempatkan bersama orang lain.

Doa Bapa Kami


(Lanjutan)
 

Kata Pengantar
Buletin ini adalah bagian kedua dari pembahasan mengenai Doa 8apa Kami. Untuk menjadi
jelas bagi kita, ulasan Doa Bapa Kami ini diambil dari Injil Lukas 11:2-5. Jadi bagian
doksologi (karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai
selama-lamanya) tidak kami uraikan dalam tulisan mengenai Doa Bapa Kami yang kami
buat kali ini.
Dengan secara sadar tulisan ini tidak mengutip secara mutlak ungkapan pemikiran James
Mulholland, dalam bukunya Praying Like Jesus, kami menyadari bahwa setiap kali kita
mencoba bersama memahami makna Doa Bapa Kami yang Yesus ajarkan kepada murid-
murid-Nya kita akan makin diteguhkan dan diperlengkapi untuk memberi makna hidup
sesuai dengan kehendak-Nya.
Mari meresapi komitmen dan kedalaman dari isi Doa Bapa Kami melalui hati dan pikiran
yang jernih terhadap apa yang telah Yesus ajarkan dalam Doa 8apa Kami.

BERIKANLAH KEPADA KAMI MAKANAN YANG SECUKUPNYA


Dalam bukunya, Praying Like Jesus, James Mulholland menceritakan ketika ia sedang
menyaksikan suatu program TV di mana seorang Sudan-Kristen sedang diwawancarai.
Orang itu bertanya, "Bagaimana saudara-saudari Kristen kita yang kaya di Amerika dapat
mengabaikan fakta bahwa kami di Sudan sedang mati kelaparan?"
Tiba-tiba pertanyaan ini memberi pelbagai keinginan di hati James. Pertama-tama ia
bersyukur bahwa ia tidak harus menjawab pertanyaan itu. Tetapi kemudian ia berkata pada
dirinya, apa yang harus aku katakan kepada orang itu? Bukankah selama ini kita sering
meminta kepada Tuhan, "Berilah kepada kami kemewahan sehari-hari pada hari ini? Dan
jarang sekali memikirkan penderitaan mereka yang berada pada garis kelaparan yang amat
menakutkan? Bukankah bagi orang Sudan itu doa, "Berikanlah kami pada hari ini makanan
kami yang secukupnya" merupakan doa yang disampaikan sebagai jerit keputusasaan?
Sementara itu bagi James yang bobotnya sudah kelebihan 20 pon dari yang seharusnya,
bukankah permohonan tersebut merupakan sebuah tekad untuk melakukan tindakan
kemurahan hati untuk tidak meminta roti bagi diri sendiri melainkan dorongan untuk
memastikan bahwa saudara kita yang di Sudan memiliki makanan yang cukup?
Ungkapan "Berikanlah kepada kami makanan yang secukupnya" menuntun kita untuk
memahami secara serius apa yang diajarkan Yesus kepada para murid-Nya. Bahwa mampu
makan secukupnya adalah masalah yang serius dan ini merupakan prioritas yang penting
dalam membangun Kerajaan Allah, yaitu kebutuhan dasar manusia harus dipenuhi. Dalam
Matius 25.31-46 di jelaskan dengan gamblang mengenai prioritas utama dari membangun
Kerajaan Allah. Sebab ketika aku lapar, kamu memberi aku makan; ketika aku haus kamu
memberi Aku minum....... dst.
Dengan kalimat doa ini, Yesus selain mengajarkan orang untuk memiliki kecukupan
kebutuhan dirinya, Ia menekankan tugas murid-murid Kristus/Gereja untuk menoleh kepada
mereka yang berkekurangan dan menderita. Yesus menentang ketamakan dan mengajarkan
bagaimana berbagi dan peduli dalam kasih.
Lihatlah bagaimana sesungguhnya sejak dalam masa Perjanjian Lama umat Allah
diingatkan untuk memerangi ketamakan dan mendapat teguran dari Allah terhadap cara
hidup yang penuh dengan pemuasan diri sendiri (bnd. Yehezkie) 34:3-4, 20-22).
Melalui permohonan: "Berikanlah kepada kami makanan kami yang secukupnya",
mengajarkan bahwa berkat-Nya merupakan sumber daya kita untuk membangun Kerajaan
Allah. Tanggapan terhadap kemakmuran bukanlah menuruti nafsu dengan sepuas-puasnya
46
atau mencari lebih banyak berkat bagi kenikmatan diri sendiri. Di sana Yesus mengajarkan
bahwa kemakmuran dan berkat bukanlah tujuan hidup itu sendiri. Tanggapan yang tepat
terhadap kemakmuran adalah belas kasih. "Berikanlah kepada kami makanan yang
secukupnya", merupakan doa persamaan derajat.
Dalam Kisah Rasul 2:41-47, ketika jemaat mula-mula mengalami pertumbuhan yang pesat,
itu terjadi karena mereka memiliki karakter yang penuh belas kasih dan kepedulian satu
kepada yang lain. Pesan yang perlu kita ingat adalah "dan selalu ada dari mereka yang
menjual harta miliknya lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan
keperluan masing-masing" (Kis. 2:45).
Doa ini merupakan sebuah pengakuan bahwa Allah memberi perhatian yang lebih daripada
sekedar kebutuhan saya. Allah peduli pada kebutuhan semua orang. Allah menginginkan
agar semua orang memiliki secukupnya melalui tindakan aktif dan penuh inisiatif satu
kepada yang lain dalam memaknai berkat Allah dalam hidupnya. Ini bukan berarti bahwa
Yesus memihaki kemalasan dan sikap meminta-minta, tetapi merupakan sebuah panggilan
untuk adanya keseimbangan dalam hidup ini. Sebuah penyangkalan diri untuk tidak
mengklaim berkat sebagai milik kepunyaan diri melainkan sebuah perlengkapan yang
Tuhan beri agar kita menjalankan keadilan dan kemurahan hati di dalam hidup terhadap
orang lain yang membutuhkannya sehingga terdapat keseimbangan (bnd. dengan II Korintus
8:13).

AMPUNILAH KAMI SEPERTI KAMI MENGAMPUNI ORAN6 YANG BERSALAH


KEPADA KAMI
Menjelang akhir Perang Saudara di Amerika, banyak orang yang mendukung dilakukannya
hukuman yang cepat dan mengerikan untuk pihak Selatan kepada Abraham Lincoln.
Keinginan untuk menghancurkan musuh terasa begitu pekat. Tetapi Lincoln mematahkan
kecenderungan dan semangat menghancurkan ini dengan jawabannya, "Apakah saya tidak
menghancurkan musuh saya bila saya membuat mereka menjadi sahabat saya?" Lincoln
meyakini bahwa Alkitab mengajarkan belas kasih yang memenangkan penghakiman.

"Ampunilah kesalahan kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada
kami", adalah ulasan yang sangat indah yang diajarkan Yesus dalam Doa Bapa Kami. Doa
ini mengingatkan kita pada apa yang Yesus jelaskan dalam perumpamaan mengenai hamba
yang diampuni rajanya karena hutangnya yang amat besar, sementara ia sendiri tidak mau
mengampuni kesalahan temannya yang relatif kecil sekali bila dibandingkan dengan
hutangnya (Mat. 18:2135)

Pengampunan harus dimulai dengan sebuah permohonan ampun atas kesalahan kita dan
pada saat yang sama sebuah dorongan kesediaan untuk mengampuni orang lain. Kenapa
demikian? Hal ini karena sebuah pengampunan yang luar biasa cuma bisa kita terima
dengan rendah hati dan ungkapan terimakasih. Sebuah pengampunan yang mendorong kita
melakukan hal yang serupa terhadap kesalahan orang lain.
Di sini kita juga mendengar apa yang menjadi keinginan Allah terhadap umat-Nya. Ia tidak
menginginkan penghukuman, penghakiman dan pengutukan, tetapi yang dikehendaki-Nya
adalah pertobatan, pendamaian kembali dan belas kasih. Dalam doa-Nya ini Yesus
menjelaskan betapa rahmat memiliki tujuan ganda. Rahmat ditujukan untuk mengembalikan
kita dalam hubungan yang sepantasnya dengan Tuhan, tetapi rahmat mengembalikan kita
dalam hubungan yang semestinya dengan sesama.
Kita diberi pengampunan sehingga kita kembali dalam rengkuhan Tuhan tanpa rasa takut
dan perasaan bersalah, dan pada saat yang sama kita juga belajar mengucapkan syukur atas
pemulihan Allah melalui kesediaan berdamai kembali dengan sesama.

"Ampunilah kami akan kesalahan kami seperti kami mengampuni orang yang bersalah
kepada kami" adalah panggilan untuk berbelas kasih. Pengampunan bukanlah suatu pilihan.
Pengampunan adalah suatu fondasi di dalam hubungan yang sehat dengan Allah dan
sesama_ Suatu tindakan yang pembelajarannya berasal dari Allah sendiri dalam Kristus.
Sesungguhnya memiliki hati yang berbelas kasih bukanlah keinginan dasar dari manusia.
Ada banyak kali khayalan balas dendamlah yang pertama-tama menguasai hati yang terluka,
pedih dan marah terhadap perlakuan orang lain terhadap kita. Kebencian dan rasa sakit yang
47
menyengat perasaan kita sering membuat kita tidak bisa tidur dan menginginkan orang yang
menyebabkan kita mengalami semua itu mendapatkan pembalasannya yang setimpal; kalau
bukan kita sendiri yang mengutuki atau merencanakan pembalasan dendamnya. Walaupun
kemudian disadari bahwa balas dendam tidak menghasilkan solusi apapun. Ada banyak
contoh dari perjalanan balas dendam yang hanya menghancurkan hidup secara
berkesinambungan dan penderitaan. Secara besar-besaran misalnya bisa kita lihat pada apa
yang terjadi di Rwanda, Irlandia Utara, dan Bosnia. Kematian dan penderitaan dari generasi
ke generasi menjadi saksi atas ketidakberdayaan dari pembalasan dendam.

Dalam doa; "Ampunilah kami seperti....... ", Yesus mengajarkan bahwa hanya dalam belas
kasih, pengampunan dan pendamaian kembali di tengah relasi antar manusia di sana terjadi
pemulihan yang diinginkan dalam hidup. Dan itulah kehendak Allah bagi kehidupan dan
pemulihan hidup. Bila dalam interaksi pribadi dan interaksi yang lebih luas/skala nasional
atau internasional, kita lebih memilih penghakiman dan balas dendam daripada pendamaian
kembali, maka kita menyelewengkan kehendak Allah dan menghambat pembangunan
Kerajaan Allah di muka bumi ini.
Kemampuan untuk berbelas kasih sangat berkaitan langsung dengan kesadaran akan belas
kasih Allah yang kita alami. Hanya ketika kita mengakui kebaikan dan rahmat Allah maka
kita bisa mengupayakan pendamaian daripada balas dendam. Sebab tanpa itu yang sering
terjadi adalah kita sering terganggu dan bingung apabila segala sesuatu terjadi tidak seperti
yang kita harapkan, tidak sesuai dengan aturan dan kehendak yang saya tetapkan.

"Ampunilah kami....." mengajarkan kepada kita sikap rendah hati dan jujur. Bahwa saya
sama dengan musuh yang terburuk sekalipun sama-sama membutuhkan pengampunan.
Dengan permohanan ini kita juga disadarkan betapa sikap membenarkan diri adalah dosa
yang amat menggoda, sebab ketika saya menyukai kebaikan saya maka dosa-dosa orang lain
tampak lebih jahat. Ketika saya melupakan kebutuhan saya untuk diampuni maka dosa
orang lain menjadi lebih sulit untuk diampuni.

Seberapa sukarnya mengampuni? Pengampunan selalu merupakan hal yang amat sukar
dilakukan. Apalagi kalau orang yang kepadanya kita tawarkan sikap berdamai dan
mengampuni secara sukarela dan mereka membalasnya dengan sikap yang sama sekali di
luar dugaan kita. Bukannya berterimakasih malah mereka memberikan reaksi yang
menyerang atau melecehkan kita. Apakah kalau begitu pengampunan tidak berlaku bagi
orang seperti itu?
"Ampunilah kesalahan kami seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami",
adalah kalimat yang penuh dengan kebijaksanaan. Kita sendiri tidak sempurra karenanya
kita selalu membutuhkan pengampunan dari Tuhan dan sesama. Pada saat yang sama orang
lain pun bersalah kepada kita sehingga mereka membutuhkan pengampunan dari Tuhan dan
kita.

LEPASKANLAH KAMI DARI YANG JAHAT


"Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan tetapi lepaskanlah kami dari yang jahat",
merupakan pengakuan atas kecenderungan kita untuk masuk ke dalam dosa dengan segala
dampak yang ada padanya. Dengan sangat kuat James M. menekankan bahwa salah satu
bentuk pencobaan yang amat kuat menggoda manusia adalah uang/kekayaan. Bukan
uang/kekayaan itu sendiri yang membawa manusia ke dalam pencobaan tetapi sikap cinta
akan uang yang membuat kita jatuh dalam pelbagai pencobaan dan menjadi jahat. Hal yang
lain adalah kekuasaan. Haus kekuasaan akan membuat manusia kehilangan citra
manusiawinya terhadap sesamanya dan terutama Tuhan Penciptanya. Hasrat dan
ketergantungan kita akan uang menjadikan manusia kehilangan nalar manusiawinya.
Penggodaan yang datang dalam kehidupan kita pada dasarnya adalah sebuah dorongan
pemuasan hasrat diri. Apakah itu kekayaan, kekuasaan, hawa nafsu, keserakahan dan
pemuasan diri. Dalam permohonan ini maka kita diajak untuk perlahan walaupun
menyakitkan kita belajar menyatukan kehendak kita dengan kehendak Allah dan mengubah
kita menjadi makhluk penuh rahmat sebagaimana yang dikehendaki-Nya.
Dengan mengakui kelemahan dan ketidakberdayaan kita melawan pencobaan yang datang
ke dalam hidup kita, maka di sana kita memohon agar kita diberi kekuatan untuk
48
memusatkan perhatian kita pada prioritas-prioritas Allah.

Kisah Pencobaan Yesus di padang gurun merupakan gambaran yang sangat gamblang
mengenai betapa kuatnya dorongan untuk menyembah kekuasaan dan kekayaan yang
disodorkan kepada manusia. Membuat batu menjadi roti, adalah sebuah godaan yang
memukul telak pada saat orang amat lapar sesudah berpuasa 40 hari 40 malam.
Menggunakan kekuasaan, karunia dan segala kepunyaan untuk tu juan pribadi, merugikan
godaan pertama yang disodorkan kepada Yesus. Lalu Yesus digoda dengan cobaan yang
kedua, yaitu godaan untuk menggunakan kekuasaan, karunia dan segala kepunyaanNya
untuk memajukan diri-Nya sendiri. Yesus dicobai untuk memanfaatkan hubungan-Nya
dengan Allah agar mendapatkan hak istimewa bagi dirinya sendiri.
Cobaan yang terakhir adalah, sebuah keinginan untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di
dunia dan memilikinya dalam genggaman sendiri merupakan godaan yang amat berat untuk
dilawan. Ada pemuasan ego dan segala hasrat bertumpuk di sana dengan cara yang
tampaknya mudah yaitu menggadaikan nilai dan harkat dirinya sebagai makhluk ciptaan
kekasih Allah yang diciptakan untuk berada dalam rencana Allah. "Janganlah membawa
kami ke dalam pencobaan" adalah suatu jeritan untuk mendapatkan kekuatan untuk
melawan godaan-godaan yang membuat kita menyimpang dari ketaatan kepada rencana
Allah dan menyembah Dia sebagai Tuhan yang kita taati dalam hidup kita.

"Lepaskanlah kami dari yang jahat", merupakan sebuah komitmen untuk terus berada dalam
tuntunan kehendak Allah dan memenangkan pelbagai godaan yang menyerang hidup kita.
Sebuah permohonan yang keluar dari kerendahan hati yang mengingatkan kita akan
kelemahan kita sendiri dari pelbagai dorongan hawa nafsu dan angkara murka yang
sewaktu-waktu dapat mengalahkan ketaatan iman kita pada perjalanan mengikuti karya-
karya Allah bagi manusia. Permohonnn ini juga akan membimbing kita kepada sebuah
hubungan yang aktif dengan Kristus yang sanggup mengalahkan godaan.
Permohonan ini adalah sebuah penyadaran betapa ingatan dan ketaatan akan kebenaran
kehendak Allah sajalah yang akan membuat kita tetap berada pada jalur hidup yang
seharusnya. Sebab di luar jalur itu kita akan berada dalam belenggu si jahat. Mamon yang
akan membuat kita menukarkan imam dan kebenaran Allah dengan hawa nafsu dan
kebodohan manusiawi kita.

Saat Teduh
 

Kata Pengantar
Bagi orang-orang Kristen yang tinggal di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia,
Alkitab merupakan sesuatu yang mudah dan murah untuk dimiliki. Namun, kenyataan
tersebut tidak berlaku di semua tempat di Indonesia. Di beberapa daerah di Indonesia,
masih banyak arang Kristen yang kesulitan memperoleh Alkitab. Kalaupun ada, mahal
harganya.
Sekalipun orang-orang Kristen di kota-kota besar telah dibekali dan membekali diri dengan
Alkitab, tidak semuanya telah sungguh-sungguh membaca Alkitabnya. Padahal kesempatan
ia memiliki Alkitab sendiri sangatlah besar, dibandingkan saudara-saudaranya di daerah
yang lain.
Ada banyak faktor penyebab mengapa orang-orang Kristen di kota-kota besar tidak
membaca Alkitabnya secara rutin. Ada faktor kemalasan. Ada yang beralasan sibuk dengan
kegiatan sehari-hari. Ada juga yang beralasan tidak tahu cara membaca Alkitab dengan
benar. Ada juga yang mengalami kesulitan dalam memahami berita Alkitab dari masa lalu
untuk diterapkan pada masa kini. Dan sejumlah alasan lainnya.
Pada kesempntan kali ini, Buletin Pembinaan akan membahas tentang Saat Teduh. Topik
ini sengaja dipilih untuk membekali warga jemaat dengan pengetahuan praktis untuk
melakukan saat teduh, baik secara pribadi maupun berkelompok. Selain itu, diharapkan
warga jemaat termotivasi untuk melakukan saat teduh secara rutin.

Pengertian dasar saat teduh


49
Jika ditinjau dari segi makna kata, maka istilah "saat teduh" menunjuk pada segi waktu dan
juga suasana atau keadaan. Saat teduh adalah masa di mana suasana/keadaan yang terjadi
bersifat teduh dan tenang. Dengan pengertian tersebut, tentu ada banyak saat teduh dalam
hidup kita. Misalnya: sebelum tidur di malam hari, sewaktu bangun pagi-pagi sekali,
sewaktu sendirian di rumah peristirahatan, setelah mendengarkan kotbah dalam kebaktian
Minggu dsb.
Pada perkembangan selanjutnya, istilah "saat teduh" itu dipakai untuk menunjuk pada
waktu di mana orang Kristen menenangkan diri dalam masa yang teduh dan tenang untuk
membaca Alkitab dan merenungkannya. Beberapa puluh tahun yang lalu, banyak orang
Kristen yang memakai buku renungan berjudul "Saat Teduh" sebagai alat bantu
merenungkan Firman Tuhan. Oleh karena itu, banyak orang yang kini menyebut Saat
Teduh terhadap tindakan membaca, merenungkan isi Alkitab dan berdoa.
Jadi, dapat dikatakan bahwa Saat Teduh itu adalah kegiatan orang percaya dalam
membaca, merenungkan Firman Tuhan don berdoa yang dilakukan dalam masa yang
suasananya teduh dan tenang.

Mengapa bersaat teduh?


Barangkali ada yang bertanya,"Mengapa saya harus bersaat teduh?" Sekilas; mungkin
pertanyaan itu terdengar bodoh. Tetapi, pertanyaan itu baik untuk ditanyakan dan
dipertanyakan. Mengapa? Karena banyak orang yang saat ini masih membeo. Melakukan
apa yang disuruhkan orang kepadanya tanpa bersikap kritis dan yang parah adalah ketika
ia tidak tahu untuk apa ia melakukannya.
Pertanyaan itu baik, karena mendorong kita untuk mencari tahu alasan mengapa orang
Kristen harus bersaat teduh. Alasan pertama adalah bahwa kita harus bersyukur kalau
sampai dengan saat ini, kita masih memiliki kesempatan untuk memiliki Alkitab sendiri.
Ada banyak orang Kristen yang tidak bisa membeli Alkitab. Bahkan ada juga banyak orang
Kristen yang harus sembunyi-semburryi dalam mencari dan membaca Alkitab (mis: orang
Kristen di Republik Rakyat China).
Alasan kedua, kita harus bersyukur bahwa Alkitab pada masa kini ditulis dalam bahasa
yang kita mengerti. Bahkan, kini tersedia banyak terjemnhan Alkitab ke dalam berbagai
bahasa yang dapat kita manfaatkan untuk memperkaya pembacaan kita terhadap Firman
Tuhan. Bukan berarti sejak dulunya sudah begitu. Dulu, Alkitab hanya boleh dibaca oleh
para pastor dan ditulis dalam Bahasa Latin, yang tidak populer di kalangan umat
kebanyakan.
Martin Luther, seorang tokoh reformator, menilai situasi tersebut tidaklah sehat. Oleh
karera itu, ia coba menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Jerman, sehingga Firman
Tuhan itu bisa dibaca, dikenal dan juga dilakukan oleh umat. Upayanya itu diikuti oleh
yang Iainnya, sehingga kini muncul Alkitab dalam berbagai bahasn. Alkitab menjadi dekat
dengan manusia, karena ia ditulis dalam bahasa yang bisa kita mengerti. Bukankah itu
adalah anugerah?
Alasan ketiga, karena Alkitab itu memiliki banyak fungsi yang baik untuk membekali
kehidupan orang percaya, terutama ketika saat ini problematika kehidupnn yang kita hadapi
bertambah luas dan kompleks. Dalam 2 Tim. 3:16, diungkapkan beberapa fungsi dari
Alkitab, yaitu:

o Mengajar. Apa yang diajarkan oleh Alkitab? Tentu saja kita dapat belajar tentnng Allah
yang menyatakan diri, karya dan kehendak-Nya sampai saat ini kepada umat manusia. Kita
pun dapat belajar tentang respon manusia, baik yang positif maupun negatif, terhadap
Allahnya.

o Menyatakan kesalahan Di dalam Alkitab terdapat kebenaran yang sifatnya universal dan
kekal. Oleh karena itu, dengan membaca yang benar (Alkitab), maka kita dapat tahu apa
yang salah.

o Memperbaiki kelakuan. Dengan mengetahui apa yang salah, maka kita diajak untuk
memperbaiki kelakuan kita Tidak hanya kelakuan bahkan, tetapi juga pola pikir dan tutur
kata kita juga.

50
o Mendidik orang dalam kebenaran. Ini adalah fungsi yang tidak kalah pentingnya.
Sebagai orang percaya, kita diharapkan untuk setia pada kebenaran dan karenanya
berupaya untuk hidup dalam kebenaran itu. Alkitab dapat menolong kita untuk mengenal
kebenaran dan mendidik kita untuk setia pada kebenaran.

Saat teduh pribadi dan kelompok


Berdasarkan pengertian di atas, maka saat teduh pada dasarnyan dapat kita lakukan secara
pribadi ataupun berkelompok. Tentu saja itu dilakukan berdasarkan kebutuhan. Bagi
mereka yang belum berkeluarga, tentu bersaat teduh dilakukan secara pribadi. Kalaupun
dilakukan secara berkelompok, ia dapat melakukannya bersama orang tua atau teman-
temannya.
Ada juga orang yang bersaat teduh secara berkelompok, misalnya: bersama keluarga,
kelompok tumbuh bersama, teman-teman sekantor, dsb. Bersaat teduh secara berkelompok
memiliki nilai lebih dibandingkan saat teduh pribadi, karena di dalamnya, kita bisa saling
berbagi tentang Firman Tuhan, pengalaman hidup dsb., sehingga hal itu dapat saling
memperkaya. Bukan berarti saat teduh pribadi itu nilainya kurang. Tidak. la tetap berharga
untuk dilakukan.
Bagi mereka yang telah berkeluarga, sangatlah baik jika saat teduh dilakukan secara
berkelompok. Selain nilai lebih di atas, saat teduh keluarga juga dapat mempererat ikatan
kekeluargaan dan kebersamaan di antara sesama anggota keluarga. Di situlah wadah dan
kesempatan kita dapat saling berkomunikasi, menguatkan dan juga bertumbuh.

Waktu dalam bersaat teduh


Sebenarnya tidak ade waktu yang paling baik dalam bersaat teduh, karena pada dasarnya
kita dapat membaca dan merenungkan Firman Tuhan kapan saja. Sekalipun demikian,
pemilihan waktu yang tepat akan sangat menentukan proses saat teduh yang kita lakukan.
Kalau begitu, kapan waktu yang tepat itu? Tentu itu tergantung dari diri kita masing-
masing. Yang penting, ada suasana teduh dan tenang saat kita bersaat teduh. Suasana yang
demikian akan sangat menolong kita untuk berkonsentrasi dan mendapat sesuatu dari
Firman yang kita baca (bnd. Mat. 6:6).
Dalam Mrk. 1:35, dikisahkan tentang Tuhan Yesus yang berdoa pada pagi-pagi sekali
sewaktu hari masih gelap. Tempat yang dipilih pun adalah tempat yang tenang. Di situlah
Ia dapat berkonsentrasi dalam bersaat teduh untuk mendapatkan kekuatan spiritual guna
melanjutkan karya-Nya di dunia.
Bukan berarti bahwa kita harus bersaat teduh pada pagi-pagi sekali, sama seperti Tuhan
Yesus. Bagaimana dengan mereka yang harus pergi ke kantor pagi-pngi sekali? Kapan
waktu mereka bersaat teduh? Lagipula, Tuhan Yesus juga biasa berdoa pada malam hari,
saat suasananya mendukung (lih. Mat. 14:23).
Oleh karena itu, yang penting bukan kapannya, tetapi waktu yang tepat; tepat karena ada
suasana teduh dan tenang, tepat karena kita bisa dengan sungguh-sungguh membaca
Alkitab untuk mencari tahu apa kehendak-Nya bagi kita, tepat karena kondisi fisik kita
masih memungkinkan untuk berdoa kepada-Nya.
Kalau waktu yang tepat itu adalah pagi hari, ya... lakukanlah pada pagi hari. Kalau waktu
yang tepat itu adalah malam hari, sebelum tidur, ya... lakukanlah pada malam hari. Yang
penting, kita tetap melakukan saat teduh di waktu yang tepat.

Tempat bersaat teduh


Sejalan dengan pembahasan di atas tentang waktu dalam bersaat teduh, maka tidak ada
tempat yang paling baik dalam bersaat teduh. Dalam Alkitab, Tuhan Yesus berkali-kali
berdoa di sebuah bukit, di tempat yang sunyi (bnd. Mat. 14:23; Mrk. b:46; Luk. 6:12).
Mengapa bukit menjadi tempat favorit-Nya? Yang pasti, bukit dipilih bukan karena tempat
itu lebih tinggi dan karenanya lebih dekat ke sorga atau dengan kata lain doanya lebih cepat
didengar oleh Allah Bapa.
Tempat itu dipilih karena menyediakan suasana yang teduh dan tenang. Suasana itu adalah
prasyarat bagi saat teduh yang baik dan berkualitas.
Lagipula, dalam kesempatan yang lain, Tuhan Yesus menyuruh para pendengar-Nya untuk
berdoa di kamar yang terkunci (Mat. 6:6). Di balik pengajaran itu, sebenarnya terkandung
pemahaman bahwa saat teduh itu harus dilakukan dalam suasana yang teduh, tenang, serta
51
bukan dalam semangat untuk memamerkan kepada orang lain bahwa diri kita adalah orang
yang saleh, yang ditun jukkan dengan seringnya berdoa (bersaat teduh).
Jadi, dapat dikatakan bahwa tempat yang baik dalam bersaat teduh adalah tempat yang
menyediakan suasana teduh dan tenang. Oleh karena itu, kita tidak terikat pada kamar di
rumah kita. Kita juga bisa bersaat teduh di villa saat retreat pribadi misalnya. Hal yang
penting adalah bahwa tempat itu haruslah mendukung kita bersoat teduh secara berkualitas.

Langkah-langkah praktis dalam bersaat teduh


Sebenarnya, ada sejumlah langkah praktis untuk melakukan saat teduh, misalnya: diawali
dan diakhiri dengan nyanyian. Tetapi secara umum, bersaat teduh dapat dilakukan dengan
langkah demikian:
a. Berdoalah. Sebelum kita membaca dan merenungkan Firman Tuhan, diharapkan kita
berdoa terlebih dahulu. Kita berdoa supaya Roh Kudus memberi penerangan kepada kita,
sehingga bagian Alkitab yang kita baca sungguh-sungguh memberi arti dan makna bagi
hidup kita. Kita pun dimampukan untuk memahami berita Alkitab dari masa lalu untuk
diterapkan pada masa kini. Jadi, untuk memahami isi Alkitab diperlukan bantuan Allah
sendiri, tidak bisa dan tidak boleh bergantung pada pengertian diri sendiri.

b. Bacalah. Ada baiknya, kita memiliki daftar bacaan harian. Saat ini, ada daftar bacaan
harian yang diterbitkan oleh LAI selama setahun (biasanya juga dicantumkan dalam warta
jemaat mingguan). Atau, kalau kita tidak mempunyainya, kita dapat memanfaatkan daftar
bacaan yang tertera dalam buku renungan yang biasa kita pakai (spt: Saat Teduh, Renungan
Harian, Santapan Harian, dsb.). Jika kita sudah tahu bagian Alkitab mana yang harus kita
baca, maka kita dapat segera membacanya. Dalam membaca Aikitab, tentu kita tidak boleh
tergesa-gesa, sehingga kita tidak bisa menangkap maknanya. Membaca Alkitab tidak sama
seperti membaca buku komik, yang dapat dibaca sekilas saja.

c. Renungkanlah. Seusai kita membaca Alkitab, ada baiknya kita merenungkan terlebih
dahulu hal-hal di bawah ini. Ada baiknya kita tidak langsung membaca buku renungan
yang kita punyai. Buku itu hanya menolong kita saja. Oleh karena itu, yang penting adalah
proses pemaknaan secara pribadi terhadsp teks Alkitab yang kita baca. Pertanyaan-
pertanyaan di bawah ini dapat menolong kita untuk merenungkan teks Alkitab itu secara
pribadi, yaitu:

o Apa saja yang kubaca. ada peristiwa apa? Hal apa yang menarik? Siapa yang menjadi
tokoh atau pusat berita? Adakah kaitan dengan ayat atau perikop sebelumnya?

o Apa pesan yang Allah sampaikan kepadaku melalui nas tadi. adakah janji terungkap di
sana? Apakah Allah memberi peringatan dalam ayat itu? Adakah teladan yang bisa kita
pelajari? Dst.

o Apa responku adakah hal-hal spesifik dalam hidupku kini yang disoroti oleh pesan
Firman Tuhan tsb.? Apa responku terhadap firman itu agar menjadi bagian dari hidupku?

d. Bandingkanlah hasil perenungan pribadi kita dengan buku renungan yang kita miliki.
Kalau ternyata hasilnya berbeda, jangan kecil hati. Bukan berarti kita salah dalam
memahami pesan Firman Tuhan. Perbedaan itu justru memperkaya pemahaman yang bisa
kita dapat dari teks Alkitab yang dibaca. Lagipula, setiap orang dewasa harus memiliki
perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan melalui Alkitab yang ia baca. Dan pengalaman
perjumpaannya itu adalah sahih.

e. Berdoalah kembali di akhir perenungan kita. Kita berdoa supaya pesan Firman Tuhan itu
dapat terus kita ingat dan lakukan. Kita pun boleh mendoakan berbagai hal lainnya, spt:
kegiatan di sepanjang hari yang akan kita lalui (kalau saat teduh dilakukan pagi hari);
kegiatan yang sudah kita lakukan (pada malam hari); keluarga yang kita kasihi dsb.

f. Periksalah apakah kita sudah melakukan pesan Firman Tuhan itu dalam kehidupan
sehari-hari. Jika kita bersaat teduh di pagi hari, maka kita dapat memeriksa diri kita pada
52
malam harinya. Jika kita bersaat teduh di malam hari, maka kita dapat memeriksa diri pada
keesokan malamnya saat kita bersaat teduh kembali. Langkah ini menjadi penting, sebagai
proses evaluasi diri dan juga mengingatkan kita untuk terus termotivasi melakukan dan
memberlakukan Firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.

Catatan penutup
Bersaat teduh bukanlah sebuah tindakan yang sekali jadi, yang dengannya kita dapat
langsung mengerti apa kehendak Tuhan bagi kita. Ia adalah proses yang harus kita lakukan
secara berkesinambungan. Oleh karena itu, bersaat teduh sebaiknya dilakukan secara
kontinyu, sehingga dengan demikian kita semakin akrab dengan Alkitab dan yang lebih
penting adalah kita menjadi peka akan apa yang menjadi kehendak-Nya untuk kita lakukan
dan berlakukan. Soli Deo Gloria (= segala kemuliaan hanya bagi Allah)

Ibadah
 

1 . Pengantar
Ibadah atau beribadah adalah hal yang sangat umum dan sangat berkaitan erat dengan hidup
kita keseharian. Ibadah juga memiliki makna yang sangat luas mengingat bahwa setiap
bangsa, suku bangsa dan agama-agama yang ada mempunyai ritual yang berbeda-beda
dalam hal beribadah. Dari sisi budaya manusia secara universal kita juga mengenal pelbagai
ragam, bentuk dan ritual ibadah. Bahasan kita kali ini tidak hendak mendalami ibadah yang
banyak ragamnya itu.
Bahasan kita hanya akan membicarakan beberapa hal mengenai ibadah Kristiani antara lain:
- Apa sebenarnya makna sebuah ibadah dan mengapa kita beribadah.
- Apa sebenarnya yang sedang terjadi selama sebuah ibadah berlangsung.
- Apa yang dikatakan Alkitab mengenai ibadah.

2. Bukan sekadar ritual atau rutinitas


Yang kita maknakan dengan ibadah bukan hanya berkaitan dengan apa yang kelihatan dari
luar, misalnya berbondong-bandongnya orang mengunjungi gedung gereja pada setiap hari
Minggu. Ibadah juga bukan hanya berkaitan dengan sebuah ritual disaat orang berkumpul
lalu bernyanyi dan berdoa.
Nilai sebuah ibadah tidaklah terletak pada ritual dan rutinitas dari orang-orang yang
melakukannya. Tapi ibadah menjadi bermakna kepada apa yang mendasarinya. Contoh:
apabila seseorang hampir tidak pernah absen ke gereja pada setiap hari Minggu, dinilai ia
"rajin beribadah". Penilaian ini belum tentu betul karena bisa saja terjadi bahwa "kerajinan"
itu hanya bersifat rutinitas. Penilaian ini akan memberi makna apabila "kerajinan" yang
dimaksud adalah kerajinan berdasarkan iman dan bukan kerajinan dalam arti rutinitas.
Karena ibadah yang sesungguhnya bukanlah sekedar seseorang hadir atau menghadirkan
diri dalam ibadah melainknn sebuah kehadiran yang hendak menjawab pernyataan kasih
Allah yang teralami dalam hidup setiap hari. Ibadah berkaitan erat dengan apa yang kita
kerjakan setiap hari dan harus menjadi bagian hidup yang utuh dari iman serta tidak
terpenggal-penggal. Contohnya dapat kita ikuti dalam ilustrasi dibawah ini.

3. Ilustrasi
Buku 10 Renungan Hidup Berkemenangan karya Pdt. Ayub Yahya memuat ilustrasi ini:
Seorang pejabat mengunjungi tempat di mana sebuah gedung sedang dibangun. Ia melihat
tiga orang tukang bangunan tengah bekerja; meletakkan batu satu demi satu dan
menyemennya. "sedang apa kalian?" tanya sang pejabat kepada ketiganya.
Ketiga tukang bangunan itu memberi jawaban yang berbeda. Tukang bangunan pertama
menjawab, "Saya sedang meletakkan batu ini." Tukang bangunan kedua, "Saya sedang
mendirikan tembok." Dan tukang bangunan ketiga , "Saya sedang membangun gedung."
Satu pertanyaan diajukan pada situasi yang sama kepada orang-orang yang berbeda, ternyata
jawabannya berbeda. Hal itu menunjukkan bahwa "nilai" sebuah perbuatan tidak hanya
diukur dari apa yang tampak, tetapi juga dari hati yang mendasari, Seperti ketiga tukang
bangunan itu; mereka mengerjakan satu hal yang sama, tetapi visi dan motivasinya berbeda.
53
Hasilnya pasti akan berbeda juga.
Misalnya, kita umpamakan apa yang dikerjakan oleh ketiga tukang bangunan itu adalah
ibadah. Tukang bangunan pertama menganggap pekerjaannya sebagai rutinitas sa ja. Ia tidak
tahu untuk apa melakukannya atau mungkin tidak mau tahu. Pokoknya itu adalah
pekerjaannya, maka ia lakukan. Titik. Sama dengan contoh ini: kita pergi ke gereja.
Kenapa? Ya, karena kita orang kristiani. Sebagai orang kristiani sudah seharusnya kita ke
gereja. Selesai.
Tukang bangunan kedua tidak hanya melihat pekerjaannya sebagai rutinitas, tetapi juga
mempunyai tujuan melalui pekerjaannya. Sayangnya, ia hanya melihat pada peker jaannya
sendiri, yaitu mendirikan tembok. Hanya parsial. Ia tidak melihat bahwa mendirikan tembok
adalah bagian atau salah satu pekerjaan dari keseluruhan pekerjaan membangun gedung.
Akibat yang bisa terjadi, dia sangat baik dalam mengerjakan tugasnya mendirikan tembok,
tetapi tidak mau peduli atau sembarangan dengan pekerjaan lain. Misalnya membuat atap
dan memasang tegel, yang adalah juga bagian dari pekerjaan membangun gedung. Padahal
semua pekerjaan itu saling terkait; tidak bisa yang satu diperhatikan dan yang lain
diabaikan.
Melanjutkan contoh tadi: kita ke gereja bukan sekedar karena kebiasaan sebagai orang
kristiani, melainkan untuk beribadah kepada Tuhan. Sayangnya kita lupa, bahwa ibadah
menyangkut keseluruhan hidup kita. Pergi ke gereja hanyalah salah satu bagian dari ibadah.
Akibatnya bisa begini: di gereja kita menjadi orang yang sangat baik, tetapi di luar gereja
-entah itu dirumah, di jalan raya, atau juga di tempat kerja kelakuan kita sangat
bertentangan.
Tukang bangunan ketiga memberi jawaban paling baik. Ia mempunyai visi yang utuh, yaitu
membangun gedung. Maka di samping pekerjaannya sendiri, dia juga tentunya akan
memperhatikan pekerjaan lainnya.
Hidup beribadah juga seperti itu; tidak terpilah-pilah atau terpisah-pisah. Bahwa kita
bekerja, bukan sekedar tuntutan kebutuhan; bahwa kita mendidik dan membesarkan anak,
bukan sekedar memenuhi kewajiban sebagai orangtua; bahwa kita melakukan ini dan itu,
bukan sekedar karena tanggung jawab. Semua itu kita Iakukan pula dalam rangka ibadah
kepada Tuhan.
Dengan motivasi beribadah kepada Tuhan, kita tidak akan melihat semua itu sebagai beban.
Kita akan sungguh-sungguh mengerjakannya. Sepenuh hati. Dengan sukacita, tidak dengan
bersungut-sungut. Dan memang, hidup akan terasa lebih indah kalau kita hayati sebagai
ibadah kepada Tuhan.

4. Ibadah Menurut Alkitab


Agar uraian mengenai ibadah tidak terlalu panjang, maka hanya akan dipilih dua kata yang
menjadi latarbelakang dan memberi makna mengenai ibadah dalam Alkitab.
Yang pertama adalah kata avoda (bhs Ibrani) / latreia (bhs Yunani). Kata-kata ini berarti
pelayanan karena mula-mula kata ini dipakai untuk pekerjaan para budak atau orangorang
upahan. Pekerjaan mereka adalah melayani sang majikan. Mereka harus bekerja dan
melayani sesuai dengan perintah yang diberikan oleh majikan. Setiap pekerjaan yang
diiakukan hanya ditujukan untuk kepentingan bagi yang memberi perintah.
Pemahaman yang terkait kepada makna ini maka kata avoda / latreia digunakan untuk
memberi bentuk dan isi dalam ibadah umat / jemaat kepada Tuhan. Ibadah pertama-tama
bukanlah tertuju kepada manusia tetapi kepada Allah sebagai Pencipta dan Pemelihara.
lahirnya ibadah didasarkan kepada perintah Allah dan bukan kepada inisiatif manusia untuk
mengadakannya. Ibadah adalah jawaban manusia atas panggilan dan perintah Allah.
Terciptanya ibadah karena Allah sendiri yang berinisiatif memanggil manusia untuk datang
kepada-Nya dan bertobat. Ibadah adalah tindakan Allah untuk menyatakan kasih-Nya dan
manusia dipanggil untuk menjawab perbuatan kasih-Nya dan melayani-Nya.
Martin Luther merumuskan demikian:
Ibadah adalah saat di mana Allah Yang Pengasih itu sendiri berbicara kepada kita melalui
firman-Nya yang kudus dan bahwa kita pada gilirannya berbicara kepada-Nya dalam doa
dan nyanyian pujian.
Beberapa kutipan dari Alkitab mengenai ibadah yang dimaknakan dengan avoda / latreia
sebagai berikut:
- "Tetapi kamu harus beribadah kepada TUHAN Allahmu; maka Ia akan memberkati roti
54
makananmu dan air minummu ..." (Keluaran 23: 25)
"... tetapi janganlah berhenti mengikuti TUHAN, melainkan beribadahlah kepada TUHAN
dengan segenap hatimu" (1 Samuel 12:20)
"... supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus
dan yang berkenan kepada Allah; itu adalah ibadahmu yang sejati (Roma 12:1)
Yang kedua adalah kata hisytokhawa (bhs Ibrani) / proskuneo (bhs. Yunani), yang berarti
tiarap atau bertiarap. Dalam Alkitab diterjemahkan dengan: sujud menyembah / tersungkur.
Dari pemahaman ini hendak dimaknakan bahwa ibadah adalah suatu pernyataan penaklukan
diri manusia di hadapan Allah. Ibadah dengan merebahkan diri / sujud menyembah mau
menyatakan ketidaklayakan diri kita di hadapan Allah.
Perbuatan dosa telah menciptakan jurang pemisah antara Allah dan manusia. Tidak mungkin
lagi terjadi perjumpaan antara Allah yang suci dan manusia yang berdosa. -manusia kini
telah menjadi seteru Allah (Ratapan 2:5, Roma 5:10)
Tetapi ketika kenyataannya Allah masih mau mencari dan menyapa manusia bahkan
menunjukkan kasih-Nya untuk mengampuni, manusia hanya bisa menyambutnya dengan
tersungkur dalam rasa takut, hormat dan kagum. Ada rasa syukur tapi juga rasa takut dan
gentar.
"Segeralah Musa berlutut ke tanah, Ialu sujud menyembah. (Keluaran 34:8)
"Biarlah segenap bumi takut kepada TUHAN, biarlah semua penduduk dunia gentar
terhadap Dia! Sujudlah menyembah kepada TUHAN, ... gentarlah di hadapanNya hai
segenap bumi" (Mazmur 33:8, 96:9)

Sikap sujud menyembah / tersungkur adalah sikap yang paling layak untuk sebuah ibadah
atau saat beribadah, ketika kita mau menyambut pernyataan kasih Allah yang besar itu.
"Maka tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas
takhta itu dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya" (Wahyu 4:10)

Saat ini cara kita beribadah tidak dengan sujud sembah dan tersungkur. Kita bisa saja
beribadah dengan cara duduk atau berdiri. Tapi hati yang kita bawa dalam ibadah harus
berisikan hisytakhawa / proskuneo. Sebab hanya ibadah dengan hati yang remuk yang
mengundang kehadiran Allah (Yesaya 57:15). Hanya ibadah dengan hati yang tulus ikhlas,
Allah berkenan dijumpai (1 Tawarikh 28:9). Ibadah dengan jiwa yang hancur, dengan hati
yang patah dan remuk tidak akan dipandang-Nya hina (Mazmur 51:19).

5. Rangkuman dan Penutup


Di bagian penutup ini kami kutipkan sebagai rangkuman beberapa rumusan mengenai
ibadah.
- "Allah sendirilah yang membuat ibadah dimungkinkan ada. Dalam anugerah-Nya, Ia
mengundang penyembahan manusia tertuju kepada -Nya. Ibadah selalu berfokus tunggal
yaitu ketika Allah bertindak menyatakan kasih-Nya kepada kita dan Ia jugalah yang
mendorong tanggapan kita atas semua pernyataan kasih-Nya."
(J.J. Van Almen: Worship, Its Theology and Practice) "Ibadah adalah jawaban manusia
terhadap panggilan Allah, terhadap tindakan-tindakan-Nya yang penuh kuasa yang
berpuncak pada tindakan pendamaian dalam Kristus. Ibadah adalah kegiatan puji-pujian
dalam penyembahan yang mensyukuri kasih Allah yang merangkul kita dan kebaikan kasih-
Nya yang menebus kita dalam Kristus, Tuhan kita"
(Eve Underhill : Worship)
"Ibadah (baca; kebaktian) adalah suatu ‘bakti’ dan persembahan kepada Allah. Persembahan
yang dinaikkan bukan sekedar ritus batiniah tetapi persembahan yang juga dihaturkan dari
tengah pergumulan kehidupan sesehari yang nyata"
(Warta Jemaat GKI Pondok Indah - 8 Januari 2006) "Pengudusan manusia oleh Allah dan
pemuliaan Allah oleh manusia, keduanya merupakan karakteristik dalam ibadah" (Kat.
Roma - Konsili Vatikan II 1963)
"Ibadah yang sejati tidak hanya terbatas pada ritual-ritual keagamaan. Atau sebatas misalnya
pergi ke gereja, ikut persekutuan ini dan itu. Betul, semua itu adalah ibadah. Namun tidak
hanya sebatas itu. Ibadah yang sejati juga menyangkut kehidupan sehari-hari, kapan saja dan
di mana saja."
(Pdt. Ayub Yahya: Kita orang Berhutang)
55
Ibadah Kristen
Apa dan Bagaimana?
Pdt. Juswantori Ichwan, M. Th.
 

A. Apa Itu Liturgi?

Apakah ibadah Kristen itu ? Dalam bahasa Inggris, istilah yang dipakai untuk "ibadah”
adalah worship, yang berasal dari kata Inggris kuno weorthscipe. Weorth (=worthy) berarti
"layak" dan scipe (=ship) menunjukkan atribut respek atau hormat kepada seseorang. Jadi,
ibadah (worship) adalah suatu pemujaan; pernyataan hormat kepada Tuhan yang dianggap
layak disembah. Dalam bahasa Ibrani (PL), dipakai kata shachah yang berarti
"menundukkan diri." Dalam bahasa Yunani (PB) digunakan kata proskuneo yang berarti
menyembah atau "mencium tangan kepada." Jadi, ibadah adalah ungkapan penyembahan
manusia di hadapan AllahNya. Namun dalam ibadah Kristen, komunikasi yang terjadi
bukan hanya satu arah, melainkan dua arah. Martin Luther mendefinisikan ibadah sebagai
saat dimana Allah berbicara kepada jemaat lewat FirmanNya (revelation) dan jemaat
berbicara kepadaNya (merespons) dalam doa dan pujian. Jadi, dalam ibadah terjadi dialog
(komunikasi) antara Allah dan jemaat. Masing-masing saling berinteraksi. Tuhan lebih
dahulu berinisiatif menyatakan diri, baru kemudian jemaat menanggapi. Adanya dua pihak
yang terlibat ini tergambar jelas dalam istilah bahasa Jerman untuk "ibadah": Gottesdienst.
Kata ini bermakna ganda: Pelayanan Allah (God's service) dan pelayanan kita kepada Allah
(our service to God).
Menarik sekali, bahwa kata "liturgi' berasal dari kata berbahasa Yunani: leitourgia. Asal
katanya adalah laos (artinya rakyat) dan ergon (artinya pekerjaan). Jadi, liturgi adalah
pekerjaan publik atau pekerjaan yang dilakukan oleh rakyat/jemaat secara bersama-sama.
Jadi, liturgi adalah kegiatan peribadahan dimana seluruh anggota jemaat harus terlibat
secara aktif dalam pekerjaan bersama untuk menyembah dan memuliakan nama Tuhan.
Dengan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa "liturgi" adalah "ibadah." Setiap ibadah
Kristen (apapun denominasinya) harus bersifat liturgis; artinya melibatkan setiap orang yang
hadir didalamnya. Ibadah dimana jemaat hanya menjadi penonton yang pasif bukanlah
ibadah sesungguhnya. Oleh karena semua anggota jemaat harus terlibat aktif, perlu
ditentukan kapan giliran mereka berpartisipasi dalam ibadah dan bagaimana bentuk
partisipasinya (apakah menyanyi, berdoa, memberi persembahan, dll). Dari sini muncullah
"tata ibadah"yang mengatur giliran partisipasi setiap orang. Tata ibadah sering disebut
liturgi dalam arti sempit.
Banyak orang memiliki konsep yang keliru tentang ibadah. Kita cenderung memandang
ibadah seperti pertunjukan teater. Yang menjadi aktor adalah pendeta dan pelayan ibadah
lainnya. Penontonnya adalah anggota jemaat yang hadir, sedangkan sutradaranya adalah
Tuhan. Konsep ini keliru karena memandang jemaat hanya sebagai penonton! Soren
Kierkegaard, seorang teolog Eropa abad ke-19, mengatakan bahwa dalam ibadah Kristen,
aktornya adalah jemaat. Sutradaranya adalah para pelayan ibadah (pendeta, liturgos,
pemusik), sedangkan penontonnya adalah Tuhan! Tata ibadah adalah skenario drama yang
harus dimainkan oleh anggota jemaat sebagai para pemeran.

B. Ibadah yang Hidup


Setiap gereja tentu ingin memiliki ibadah yang hidup dan menyegarkan. Belakangan ini
banyak orang mencoba membuat ibadah di jemaatnya `lebih hidup' dengan mengganti
liturgi yang ada dengan liturgi yang lebih populer atau trendy. Yang lainnya mengubah jenis
nyanyian atau alat musik yang dipakai. Cara ini memang bisa membuat ibadah lebih
semarak, lebih ramai, lebih populer, namun belum tentu menjadi lebih hidup! Sebuah ibadah
baru dikatakan hidup jika melaluinya terjadi penyatuan dengan Allah (union with God),
56
dimana lewat komunikasi selama ibadah, jemaat menjadi "sehati sepikir" dengan Allah.
Jemaat menjadi sadar apa yang menjadi kehendak Allah bagi mereka. Apa hasilnya? Tuhan
dimuliakan (glorification) dan orang percaya dikuduskan (sanctification). Jadi, ibadah yang
hidup adalah ibadah yang melaluinya seseorang bisa mengalami perjumpaan dengan Tuhan
dan perjumpaan itu mentransformasi hidupnya. Orang bisa rnerasakan kehadiran Tuhan
menyapa mereka.
Sebenarnya Tuhan hadir dimana-mana, tidak hanya di gedung gereja saat ibadah
berlangsung. Namun demikian, kerapkali kita lebih dapat merasakan kehadiran Allah dalam
ibadah di gereja, sebab pada saat itu kita benar-benar memfokuskan diri kepada Tuhan. Hal
ini dapat diumpamakan seperti selembar kertas yang tergeletak di sebuah lapangan parkir
pada siang hari yang panas. Cahaya matahari bersinar merata di segala sudut, namun tidak
dapat membakar kertas itu. Hanya jika ada orang membawa kaca pembesar lalu
memfokuskan cahaya matahari ke atas kertas itu, kertas dapat terbakar. Begitu pula dalam
ibadah. Saat jemaat sungguh mengarahkan hatinya kepada Tuhan, barulah mereka dapat
merasakan hadirNya dan ditransformasi olehNya.
Persoalannya, bagaimanakah liturgi GKI bisa menciptakan transformasi hati didalam
ibadah? Untuk itu kita perlu melakukan 'bedah liturgi' lebih dahulu. Kita perlu memahami
benar pola dasar liturgi kita, sebelum bisa membangun strategi untuk menghidupkan ibadah
lewat liturgi kita.

C. Mengenal Pola Ibadah Kita


Liturgi yang kita pakai di GKI berasal dari tradisi gereja Reformasi yang berbentuk dialog.
Jadi, dalam liturgi GKI, dari awal sampai akhir terjadi dialog antara Tuhan dan jemaat.
Dialog itu terjadi dalam empat babak. Itu sebabnya, pola ibadah yang kita pakai dikenal juga
dengan nama The Fourfold Pattern of Worship (Empat Langkah Pola Ibadah). Pola ini
diambil dari Yesaya 6:1-9 yang menjelaskan bagaimana nabi Yesaya menghadap Tuhan.
Mari kita melihatnya lebih jauh.

LANGKAH PERTAMA: BERHIMPUN

Ibadah dimulai dengan langkah berhimpun, yang bertujuan


mempersatukan hati jemaat. Prosesnya dimulai saat jemaat
memasuki ruang ibadah. Orang perlu mengambil waktu
sejenak untuk berdiam diri agar ia dapat menyadari kehadiran
Allah. Kesadaran ini akan membuat hatinya terbuka dan siap
untuk berdialog dengan Tuhan dalam ibadah.

Nyanyian Prosesi berfungsi menyatukan hati jemaat untuk datang menghadap Tuhan
(Contoh: KJ 15 - "Berhimpun Semua"). Setelah itu, diadakan seremoni Penyerahan
Alkitab (entry of the Bible) dari pemimpin ibadah kepada Pendeta,untuk menunjukkan
bahwa ibadah didasari oleh Firman Tuhan. Pendeta lalu mengucapkan Votum dengan
mengutip Mzm 124:8 "Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN yang menjadikan
langit dan bumi." Lewat votum, jemaat mengaku bahwa mereka dapat beribadah hanya
karena Tuhan memanggil dan rnenolong: menghimpun mereka menjadi satu. Pengakuan itu
diaminkan dengan nyanyian "Amin." Selanjutnya, Pendeta menyampaikan Salam (greeting
saluation) untuk mengingatkan jemaat bahwa Kristus hadir di tengah-tengah mereka. Lalu,
untuk lebih menyatukan jemaat dan memfokuskan perhatian mereka pada ibadah, Pendeta
memberikan Kata Pembuka. Bisa dengan membacakan Nats Pengantar yang akan
mewarnai topik dialog hari itu, atau menyampaikan informasi tentang tema, tahun liturgi,
atau memperkenalkan pengkhotbah tamu dari jemaat/gereja lain., sehingga mereka tidak
lagi menjadi orang asing, melainkan dihimpun dan dipersatukan dengan jemaat.
Setelah dipersatukan, kini jemaat dibawa menghadap hadirat Tuhan dalam doa. Karena
jemaat hadir sebagai umat yang berdosa di hadapan Allah yang suci, diadakanlah ritual
Pengakuan Dosa. Setelah doa pengakuan dipanjatkan, Berita Anugerah (assurance of
pardon) disampaikan. Pendeta sebagai hamba Allah menyatakan janji pengampunan Tuhan
yang obyektif (tertera di dalam Alkitab), bukan subyekif (diampuni karena kuasa gereja).
Ketika menerima pengampunan dosa, jemaat diperdamaikan kembali dengan Allah dan
sesamanya. Oleh sebab itu mereka lalu saling bersalaman sambil berkata "Damai
57
besertamu" (Peace be with you) dalam ritus Salam Damai (peace). Dalam liturgi lama,
masih dibacakan Petunjuk Hidup Baru. Mengapa? Karena orang yang sudah diampuni
dosanya harus diberi nasehat agar tidak jatuh lagi ke dalam dosa yang sama. Petunjuk Hidup
Baru merupakan sebuah nasehat positif, yang direspons dengan Nyanyian Kesanggupan,
sebagai pernyataan tekad bahwa jemaat bersedia mematuhi petunjuk itu. Dalam liturgi baru,
Petunjuk Hidup Baru dimasukkan dalam langkah kedua: Firman. Setelah lagu kesanggupan
dinaikkan, langkah pertama selesai. Jemaat telah berhimpun dan membereskan dosa-
dosanya. Kini mereka siap menerima Firman Tuhan.

LANGKAH KEDUA: FIRMAN

Sebelum Firman Tuhan dibacakan, dinaikkan Doa Penerangan (prayer


of illumination). Mengapa? Karena untuk dapat mengerti FirmanNya, hati
kita perlu diterangi oleh kuasa Roh Kudus (2 Kor 3:14-16). Setelah itu
barulah diadakan Pembacaan Alkitab. Dalam liturgi lama, hanya satu
bagian Alkitab yang dibacakan. Namun dalam liturgi baru, dibacakanlah
satu set bacaan (lection), mengikuti daftar bacaan (leksionari).Di antara
pembacaan diselingi nyanyian Mazmur atau himne. Setelah itu, khotbah
disampaikan.

Gereja Reformasi berpandangan bahwa Allah menyatakan diriNya dalam ibadah lewat
Alkitab yang dibacakan dan dikhotbahkan. Saat Firman dibacakan dan dikhotbahkan, Yesus
Kristus sendiri hadir di tengah jemaat dan menyapa jemaat. Tugas pengkhotbah adalah
"menghidupkan” kata-kata dalam Alkitab hingga menjadi relevan bagi pendengar masa kini.
Setelah mendengarkan Firman, jemaat memberi tiga jenis respons.

 Respon pribadi dalam bentuk Saat Teduh. Jemaat masuk dalam keheningan untuk
merenungkan apa makna firman yang baru disampaikan bagi mereka.
 Respon bersama dalam bentuk Pengakuan Iman (Affirmation of Faith). Pengakuan Iman
berisi rangkuman seluruh isi Injil. Ketika mengucapkannya, jemaat menegaskan kembali
keyakinan mereka (" Aku percaya" ) akan berita Firman yang telah diberitakan. Pengakuan
Iman juga mempersatukan jemaat sebagai bagian dari gereja segala abad dan tempat.
 Respon bersama sebagai Imamat Rajani, dengan menaikkan Doa Syafaat bagi dunia
(Prayers of the People). Lewat doa syafaat jemaat "menjangkau dunia." Oleh sebab itu doa
syafaat hendaknya tidak hanya bersifat lokal, melainkan "seluas kasih Tuhan dan sama
spesifiknya seperti belas kasihNya pada orang yang terlemah di antara kita." Doa syafaat
ditutup dengan Doa Bapa Kami; induk segala doa.

LANGKAH KETIGA: PENGUCAPAN SYUKUR

Setelah menerima Firman, jemaat mengucap syukurr. Langkah ini diawali


dengan memberi Persembahan. Di jemaat mula-mula, orang Kristen
membawa roti dan air anggur sebagai persembahan, yang ditaruh di dekat
pintu masuk. Ketika ibadah berlangsung, para diaken menyisihkan
sebagian persembahan itu untuk dipakai pada Perjamuan Kudus. Setelah
pemberitaan firman selesai, roti dan air anggur dibawa masuk menuju
meja altar dan Perjamuan Kudus pun dimulai.

Roti dan anggur adalah makanan dan minuman sehari-hari masyarakat Timur Tengah.
Mempersembahkan makanan dan minuman ke meja altar merupakan lambang persembahan
hidup bagi Tuhan (Rom 12:1 ). Melaluinya jemaat mengakui: "Dari pada-Mulah segala-
galanya , dan dari tangan-Mu sendirilah persembahan yang kami berikan kepada-Mu"
(1Taw 29:14). Selain roti dan air anggur, jemaat mula-mula juga mengumpulkan
persembahan uang untuk orang miskin sesudah kebaktian selesai (di kotak persembahan).
Uang itu, beserta sisa roti dan air anggur dibagikan kepada orang miskin.
58
LANGKAH KEEMPAT: DIUTUS KE DALAM DUNIA

Langkah terakhir dalam liturgi adalah mempersiapkan jemaat kembali berkiprah dalam
dunia sehari-hari. Ibarat mobil yang sudah diservis, jemaat kini harus bertugas kembali
di dalam dunia. diutus ke dalam dunia.Ibadah di gedung gereja harus dilanjutkan dengan
ibadah dalam hidup sehari-hari. Untuk menyiapkannya, jemaat perlu diutus.

Bentuknya berupa Nyanyian Pengutusan yang berfungsi menegaskan kembali pesan Firman
Tuhan hari itu, sekaligus mengekspresikan tekad jemaat untuk siap diutus ke dalam dunia.
Juga dalam bentuk rumusan kalimat Pengutusan (charge) yang diberikan oleh Pendeta. Agar
sanggup melakukan tugas pengutusannya, dibutuhkan berkat. Oleh sebab itu Pengutusan
disusul dengan Berkat (blessing/ benediction)," yang diambil dari Ul 6:24-26, Rom 15:13,
atau rumusan lainnya. Berkat disambut dengan aklamasi "Haleluya!" (atau
"Hosiana”/"Maranatha" sesuai tahun liturgi). Pada akhir ibadah, diadakan Penyerahan
kembali Alkitab yang menandai kebaktian telah dijalankan sesuai Firman Tuhan.

D. Bagaimana Menghidupkan Liturgi?


Ada tiga faktor yang mempengaruhi hidup-tidaknya sebuah
ibadah. (1) Faktor Pribadi; (2) Faktor Liturgi; (3) Faktor Gereja. Jika ketiga faktor di atas
bisa bekerjasama dengan baik, terjadilah ibadah yang hidup. Sebaliknya, jika ketiga faktor
diatas tidak dapat berkerjasama atau terjadi disintegrasi di antaranya, maka ibadah akan
berjalan secara mekanis. Muncullah ritualisme, dimana orang menjalankan ritual ibadah
tanpa penghayatan. Misalnya:

 Faktor pribadi. Sepasang suami-istri baru saja bertengkar, lalu mengikuti ibadah dengan
hati jengkel. Selama beribadah mereka tidak dapat berkonsentrasi menyembah Tuhan.
Muncul ritualisme karena faktor pribadi.
 Faktor liturgi. Seorang anggota jemaat tidak pernah mendapat pendidikan liturgi. Walaupun
sudah bertahun-tahun ikut beribadah, ia tidak tahu apa artinya votum. Ia menganggap
Pengakuan Iman Rasuli adalah doa bersama_ Ia tidak tahu mengapa harus ada Doa
Pengakuan Dosa sebelum pemberitaan Firman. Akibatnya, setiap minggu ia menjalankan
ritual-ritual itu secara mekanis, tanpa mengerti maknanya. Terjadilah ritualisme karena
faktor liturgi.
 Faktor gereja. Yang dimaksud adalah sarana-prasarananya (gedung gereja dan peralatan
ibadahnya) serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang mengelola ibadah. Jika suara Pendeta
di mimbar tidak dapat jelas terdengar karena masalah sound system, ibadah pasti terganggu.
Juga nilai SDM-nya tidak siap (misalnya: khotbah tidak jelas atau iringan musik tidak dapat
menggugah jemaat mengekspresikan isi hatinya).

Untuk menciptakan ibadah yang hidup, ketiga faktor di atas perlu menyatu dan
berkerjasama dengan baik, sehingga terjadilah ritual yang sinergistik (saling mendukung).
Untuk menentukan hidup matinya sebuah ibadah, Douglas Erickson membuat garis skala
partisipasi seperti terlihat dalam gambar berikut. Erickson berpendapat bahwa skala
partisipasi seseorang dalam ibadah berubah-ubah di antara nilai 0 sampai dengan 10 di
sepanjang ibadah. Ibadah yang hidup terjadi jika skala pratisipasi bergerak makin ke kanan,
namun dalam prakteknya, skala partisipasi tiap orang berubah-ubah di sepanjang kebaktian!

E. Faktor Pribadi
Setiap pribadi yang hadir dalam ibadah sangat menentukan tercapai atau tidaknya ibadah
yang hidup. Sehebat apapun disain sebuah ibadah, jika anggota jemaatnya tidak punya hati
yang sungguh-sungguh ingin beribadah, tidak dapat menciptakan ibadah yang hidup. Mari
kita melihat hambatan-hambatan apa saja yang dapat menghalangi anggota jemaat beribadah
bisa berpartisi secara penuh dalam ibadah.

 Adanya Masalah pribadi. Pergumulan hidup, kesehatan yang terganggu, rasa bersalah, krisis
59
iman, semuanya dapat membuat seseorang tidak dapat berkonsentrasi dalam ibadah dan
berpartisipasi sepenuhnya. Begitu pula jika seseorang datang beribadah dengan motivasi
yang keliru (misalnya, untuk mencari jodoh), maka hatinya menjadi tidak dapat sungguh-
sungguh beribadah.
 
 Konsep yang keliru. Banyak orang datang ke gereja dengan pola pikir yang konsumtif.
"Saya harus mendapat sesuatu" dalam ibadah, bukannya "saya harus menyumbangkan
sesuatu." Mereka menempatkan diri sebagai penonton, bukan sebagai pemain yang turut
rnenentukan hidup-tidaknya ibadah.
 
 Hatinya belum diterangi, Ibadah Kristen hanya bisa bermakna bagi mereka yang sudah
diterangi hatinya oleh Roh Kudus (illumination of the heart). Orang hanya bisa mengalami
perjumpaan dengan Allah jika hatinya telah"diterangi” (2Kor 13:14-16), dalam artian ia
telah memiliki iman kepada Kristus (Kis 26:18, Rom 8:5, Why 21:5, Yoh 9:39). Jika
anggota jemaat belum lahir baru, sulit baginya untuk dapat menikmati ibadah. Baginya,
ritus-ritus ibadah hanyalah ritual kosong yang membosankan.
 
 Tidak memahami tata ibadahnya. Jemaat perlu memahami apa yang terjadi di dalam ibadah.
Mengapa kita beribadah seperti sekarang ini? Bagaimana melakukannya dengan benar?
Disini diperlukan penerangan pikiran (illumination of the mind). Mereka memerlukan
pengetahuan tentang liturgi.

Bagaimana kita dapat menolong jemaat mengatasi hambatan-hambatan ini?


 
 1.Berikan jemaat waktu untuk hening. Jika jemaat hadir dengan pikiran yang kusut atau hati
yang jengkel, mereka perlu menenangkan diri lebih dulu agar dapat memasuki suasana
ibadah. Kita dapat menolong dengan memberikan mereka kesempatan berdiam diri di
hadapan Tuhan. Kesadaran dan kepekaan akan Tuhan bisa muncul di tengah keheningan.
Suasana hening bisa kita sediakan sebelum ibadah dimulai, jika perlu diiringi musik lembut
yang meneduhkan hati. Dalam Doa Pengakuan Dosa, jemaat dapat diberi kesempatan untuk
berdoa pribadi lebih dulu sebelum Pemimpin menaikkan doa bersama. Sesudah khotbah
disampaikan, keheningan dapat diciptakan dengan memberikan waktu teduh agar jemaat
dapat merenung. Doa dan Pembacaan Alkitab juga jangan dilakukan secara terburu-buru.
Berikan waktu diam selama 5-6 hitungan sebelum seseorang memimpin doa atau membaca
Alkitab, sehingga jemaat mendapat kesempatan untuk mengarahkan hati pada Tuhan.
 
 Berikan pendidikan/formasi liturgi pada jemaat. Untuk bisa beribadah dengan baik, jemaat
harus familiar dan menguasai liturginya (predictable). Jika tidak, mereka akan merasa
menjadi orang asing (outsider) dan tidak bisa menikmati ibadah. Menguasai liturgi sama
seperti belajar menyetir mobil atau bermain piano: Pertama-tama terasa kaku, namun
pengulangan ribuan kali membuat kita makin mahir. Dengan mengulang ritus-ritus dari
minggu ke minggu, liturgi akan menyatu dengan jemaat dan menjadi bagian dari gaya
ibadah mereka. Oleh sebab itu, kepada anggota jemaat yang baru, perlu kita informasikan
tata ibadah yang dipakai, agar mereka bisa mempelajarinya. Tata ibadah juga sebaiknya
jangan sering diubah-ubah.Jemaat membutuhkan kontinuitas. Kalaupun diubah, jangan
terlalu radikal. Bedakan mana elemen yang tetap (ordinarium) dan mana yang variabel
(proprium). Ingat bahwa ibadah bukanlah tontonan film di TV yang harus terus menerus
diganti supaya orang tidak bosan. lbadah adalah sebuah ritual untuk menghadap Tuhan yang
harus menyatu dengan jemaat.
Lebih jauh lagi, jemaat juga harus mengerti mengapa mereka beribadah seperti sekarang ini.
Mengapa urutannya dibuat sedemikian rupa? Apa artinya Votum? Kita perlu memahami dan
memdalami tata ibadah yang kita pakai. Tanpa semuanya itu, kita tidak mampu
menghayatinya sungguh-sungguh.

F. Faktor Liturgi
Liturgi harus disusun sedemikian rupa sehingga berfokus pada tema yang ditetapkan. Baik
pemilihan lagu, nats, maupun doa-doa yang dinaikkan, semuanya harus berfokus pada tema

60
liturgi. Hambatan yang sering muncul adalah:

 Liturgi tidak dapat mengekspresikan dengan tepat apa yang menjadi pergumulan jemaat,
sehingga jemaat tidak merasa terlibat didalamnya.
 Liturgi sarat dengan kata namun miskin refleksi dan aksi. Ini dapat membuat ibadah terasa
terlalu verbal: hanya menyentuh pikiran tetapi tidak menyentuh hati.

Untuk mengatasi hambatan ini, apa yang dapat kita lakukan?

1. Carilah kata-kata yang tepat; yang dapat mengungkapkan pergumulan iman jemaat dengan
tepat. Kita memerlukan kata yang tepat untuk mengeskpresikan pergumulan iman jemaat.
Kita dapat mencarinya dari Alkitab, buku-buku liturgi/ doa tertulis (written prayer), atau
membuatnya sendiri dari kalimat yang dipilih dengan cermat. Walaupun doa spontan itu
baik, namun ada kelemahannya: orang cenderung memakai kata-kata yang terbatas dan
berulang-ulang karena kekurangan waktu berpikir. Disini doa tertulis dapat menolong.
2. Libatkan partisipasi multi-indera (Multisensate Participation). Ketika Kristus diutus menjadi
manusia, orang bisa melihat Allah lebih jelas karena kehadiranNya dapat ditangkap oleh
panca indera. Dalam ibadah modern-pun diperlukan komunikasi multi-indera, bukan hanya
komunikasi verbal. Komunikasi non-verbal dapat diwujudkan dalam tindakan, raut wajah,
gerak tubuh seperti berdiri, berlutut, menengadah, mengangkat tangan (orans), berpegangan
tangan, memegang roti/cawan, berjalan, dll. Ini akan menolong jemaat mengekspresikan
imannya secara lebih maksimal. Namun semuanya perlu disesuaikan dengan konsensus
yang berlaku di jemaat setempat.
3. Libatkan Anggota Jemaat dalam liturgi. Karena gereja adalah Imamat Rajani, anggota jemat
harus diberi peran dalam ibadah, sesuai karunia masing-masing.
a. Paduan Suara (choristers). Peran paduan suara yang utama bukanlah unjuk kebolehan,
melainkan menolong jemaat bernyanyi.
d.Cantor/Cantoria. Selain memimpin jemaat bernyanyi, ia dapat memperkenalkan lagu baru
kepada jemaat dan mengoreksi kesalahan menyanyi.
e. Lektor. Sejak ibadah di sinagoge, kitab Taurat dibacakan oleh saIah seorang lelaki dewasa
yang hadir (bdk. Luk 4:16-17). Tradisi pembacaan Alkitab oleh anggota jemaat perlu
dilanjutkan. Kita dapat menunjuk anggota jemaat untuk dilatih membaca Alkitab dengan
hidup. Disini diperlukan latihan dan pendampingan.

F. Faktor Gereja
Berbicara tentang faktor gereja, kita perlu menyinggung dua hal: sarana-prasarana yang ada
(gedung, perlengkapan, peraturan gereja, maupun iklim jemaatnya), dan Sumber Daya
Manusianya.
Sarana-prasarana. Akustik ruang ibadah, pengaturan suara (sound system), maupun tata
ruang bisa mempengaruhi suasana ibadah. Oleh sebab itu, perhatikan beberapa saran berikut
ini.
1. Persiapkan segala peralatan sebelum ibadah. Saat ini banyak gereja mengandalkan alat
elektronik (microphone, LCD proyektor, alat musik elektronik) dalam ibadah. Ini disebut
dengan Hightech Worship. Kelemahan high-tech worship adalah ketergantungannya pada
aliran listrik dan alat-alat elektronik. Jika tidak bekerja dengan baik, kebaktian menjadi
kacau. Oleh sebab itu, gereja dengan high-tech worship harus benar-benar mempersiapkan
peralatannya sebelum ibadah dimulai.

2. Ciptakanlah "Suasana Gereja." Ruang ibadah adalah "jendela sorga." Ia adalah


sanctuary: tempat berteduh bagi jiwa yang penat. Oleh sebab itu hindarilah kabel-kabel yang
berserakan. Tata cahaya, rangkaian bunga, tanaman, lilin, kaca patri berwarna, bendera
dengan warna liturgis, suara lonceng, semuanya dapat menciptakan suasana religius yang
menolong orang menyadari kehadiran Tuhan. Jika perlu, dekorlah ruang ibadah sesuai
dengan tema atau suasana yang ingin diciptakan dalam ibadah.

Sumber Daya Manusia. Para petugas ibadah (Pengkhotbah, Liturgos, Pemusik, Paduan

61
Suara, dll) sangat mempengaruhi tercipta atau tidaknya ibadah yang hidup.

 Pengkhotbah yang tidak siap bisa mengacaukan ibadah.


 Pemusik yang keliru memainkan tempo atau gaya lagu dapat menghambat jemaat bernyanyi
dengan sepenuh hati.
 Liturgos yang mengucapkan kalimat-kalimat klise membuat ibadah tidak mengalir lancar
dan jemaat merasa bosan.
 Paduan Suara yang menyanyikan lagu yang tidak sesudai dengan tema ibadah dapat
mengacaukan fokus ibadah.

Disini diperlukan kerjasama yang baik antar pelayan ibadah, agar segala unsur yang terlibat
dapat berpadu menjadi kesatuan yang sinergis. Hal ini akan kita kupas lebih jauh dalam sesi
selanjutnya. Namun, secara garis besar, ada tiga hal yang perlu diperhatikan:
1. Setiap pelayan ibadah harus berdedikasi. Syarat utama pelayan ibadah adalah adanya
dedikasi. Dedikasi (to dedicate) artinya melakukan sesuatu dengan kerelaan berkorban (baik
waktu, tenaga, pikiran dan perasaan) karena yakin bahwa apa yang dilakukan sangat
penting. Seorang yang berdedikasi akan datang tepat waktu. Ia tetap bertugas sekalipun ada
tawaran acara lain yang lebih menarik. Jika terpaksa tidak bisa datang, ia sudah
mempersiapkan pengganti. Tanpa dedikasi, seorang pelayan ibadah dapat menjadi
pengganggu ibadah.
2. Pelayan Ibadah perlu ikut beribadah. Pemimpin ibadah harus menenggelamkan dirinya
sendiri dalam ibadah. Ia tidak boleh bersikap seperti wasit yang hanya mengamati orang
bermain bola tanpa ia sendiri ikut terlibat bermain!
Menghidupkan ibadah ternyata tidak sulit. Cukup dengan memakai liturgi yang ada, yang
dikelola dengan serius.

DAFTAR PUSTAKA
Allmen,J-.J von. Worship: Its Theology and Practice. London: Lutterworth, 1965.
Bower, Peter C., Ed. The Companion to The Book of Common Worship (Louisville: Geneva
Press, 2003), 23.
Davies, J.G & A.Raymond George, Eds. The Worship of The Reformed Church. Richmond:
John Knox Press, 1966.
Duck, Ruth C. Finding Words For Worship: A Guide for Leaders. Louisville: Westminster
John Knox,1995.
Erickson, Craig Douglas. Participating in Worship: History, Theory, and Practice,
Louisville: Westminster/John Knox, 1998.
Fletcher, Jeremy & Christopher Cocksworth. The Spirit and Liturgy. Cambridge; Grove
Books, 1998.
Johnson, Susanne. Christian Spiritual Formation in the Church and Classroom. Nashville:
Abingdon Press, 1989.
Keifert, Patrick R.. Welcoming The Stranger: A Public Theology of Worship and
Evangelism. Mineapolis: Fortress Press, 1992.
Leech, John. Living Liturgy. Eastbourne: Kingsway Publications, 1997.
Rice, Howard L. & James C.Huffstutler. Reformed Worship. Louisville: Geneva Press,
2001.
Ramshaw, Elaine. Ritual and Pastoral Care. Philadelphia: Fortress, 1987.
Urban, Linwood. Sejarah Singkat Pemikiran Kristen. Jakarta: SPK Gunung Mulia, 2003.
Vatican Council II. The Constitution on the Sacred Liturgy.
White, James F. Introduction to Christian Worship: Third Edition. Nashville: Abingdon,
2000.
Willemon, William H. The Service of God: How Worship and Ethics Are Related.
Nashville: Abingdon, 1990.

Alkitab
 
62
ALKITAB DAN FIRMAN ALLAH
Alkitab dan Firman Allah adalah 2 pengertian yang berbeda. Kita mempercayai bahwa
Alkitab adalah Firman Allah, tetapi kita tidak mempercayai bahwa Firman Allah identik
dengan Alkitab (bnd.: Si Budi adalah manusia - pernyataan yang benar, tetapi pernyataan
"manusia adalah si Budi" adalah salah).
Lagipula Firman Allah telah ada jauh sebelum Alkitab ada; bahkan sudah ada sejak awal
mulanya (lih. Yoh. 1:1). Menurut Injil Yohanes, "Firman itu adalah Allah". Di sini, yang
dimaksud "firman" jelas bukan Alkitab. Sebab pada mulanya tidak ada Alkitab. Alkitab
baru ada jauh di kemudian hari. Sebelum Alkitab ada, Allah sudah ada dan sudah
berfirman; bahkan sampai dengan sekarang Allah masih berfirman sekalipun sudah ada
Alkitab, mis: melalui khotbah, alam ciptaan, bimbingan kuasa Roh Kudus, dsb.. Kita
menyembah Allah yang hidup, bukan Alkitab, yang adalah buku (Yunani: biblion/biblos =
kumpulan buku-buku, Arab = qitab). Ada bahaya mempersamakan Alkitab dengan Allah
(disebut bibliolatri = memberhalakan sebuah buku).
Bukan berarti Alkitab itu adalah buku biasa, sebab di atas telah dinyatakan dengan tegas
bahwa Alkitab adalah Firman Allah. Hanya saja, pemahaman dan perlakuan yang salah
terhadap Alkitab bisa menggiring kita pada pemberhalaan Alkitab.

Selama berabad-abad, umat Allah hidup tanpa Alkitab. Menurut kesaksian Perjanjian Lama
(PL), bentuk tertulis dari Firman Allah yang mula-mula adalah ketika YHWH
memerintahkan Musa untuk menuliskan kisah peperangan melawan bangsa Amalek (Kel.
17:14) dan kemudian menuliskan hukum-hukum Allah (Kel.24:3,4,7; 34:27), tetapi itu
masih jauh sekali dari Alkitab, PL sekalipun. Namun, tidak berarti selama itu Allah tidak
berfirman. Dari sisi Allah, Allah terus berfirman, ada atau tidak ada Alkitab. Sedangkan
dari sisi umat, iman mereka juga tidak tergantung pada ada atau tidak adanya Alkitab,
karena Firman Allah dan pengalaman mereka tentang Allah mereka teruskan kepada anak-
cucu dan orang lain secara lisan dan lewat ingatan (UI. 6:4-9). Baru kemudian dirasakan
kebutuhan untuk dibuat secara tertulis.

ISI ALKITAB
Dari pengertian dasar di atas, kita dapat menyatakan bahwa Alkitab berisi kesaksian
tentang Allah yang menyatakan diri (mis: kepada Abraham, Yakub dsb.), firman (mis:
kepada Musa di Gunung Sinai), kehendak dan karya keselamatan-Nya kepada manusia.
Dalam iman Kristen, isi Alkitab berpusat pada pemberitaan tentang Yesus Kristus, baik
nubuatannya (dalam PL) maupun penggenapannya (dalam PS).
Selain itu, Alkitab juga berisi kesaksian tentang manusia yang menyambut/ menanggapi
penyataan dan karya Allah. Jawaban manusia ini ada yang bersifat positif, artinya
menyambut dengan iman, misal: Abraham; tetapi ada juga yang mulanya menolak, misal:
Musa (Kel. 3:11, 13), Yunus (Yun. 1:1-3).
Jadi ada proses dialogis di dalam Alkitab. Allah berfirman, menyatakan diri, dan berkarya
dalam kehidupan manusia, serta manusia menyambut-Nya dengan iman dalam kehidupan
sehari-hari.

PENULISAN ALKITAB
Dari catatan singkat di atas (tentang Alkitab dan Firman Allah), kita dapat melihat bahwa
Alkitab bukanlah "benda sorgawi" yang datang dari langit (bnd. Luk. 1:1-4), sehingga
dianggap begitu suci, keramat, dan tidak boleh diterjemahkan. Akibatnya adalah muncul
bibliolatri. Memang, Allah mampu menurunkan Alkitab langsung kepada manusia. Tetapi
cara itu tidak dipilih Allah, karena Allah sejak semula telah melibatkan manusia dalam
penataan dunia (bnd. kisah penciptaan di mana Adam-Hawa dipercaya untuk menatalayani
bumi - Kej. 1:28).
Oleh karena itu, Alkitab terbentuk melalui suatu proses penyusunan dan penulisan yang
panjang (Alkitab -> biblos= kumpulan buku-buku). Ada 2 teori tentang penulisan Kitab
Suci, yaitu:
a. Ditulis secara mekanis. Artinya, manusia hanya menjadi alat yang meneruskan setiap
kata yang disampaikan Allah. Seperti guru sedang mendiktekan pelajaran kepada para
siswa. Teori ini dianut oleh agama Islam, yaitu bahwa Alquran terbentuk melalui proses
63
mekanis. Nabi Muhammad mendengar/mendapat firman, ia menyampaikan kepada juru
tulisnya, lalu ditulis dengan utuh dan lengkap.
b. Ditulis secara organis. Artinya, manusia dalam "kebebasannya", menuliskan Firman
yang ia dengar dan terima dengan mempergunakan bahasa dan unsur-unsur kemanusiaan
lainnya yang berpengaruh seperti kondisi sosial, ekonomi, politik, budaya pada masanya
(bnd. Yer. 36:1-4). Karena itu, Alkitab merupakan kesaksian pergumulan kehidupan umat
beriman. Alkitab tidak bisa dilepaskan dari pergumulan dan permasalahan yang dihadapi
oleh umat pada masa dan kondisi tertentu. Sekalipun demikian, para penulis Alkitab tidak
menulis menurut kehendak pribadinya, tetapi menurut ilham yang diberikan Allah atau
bimbingan kuasa Roh Kudus (2 Tim. 3:1b; 2 Ptr. 1:21).
Penulisan yang demikian membuat Firman Allah itu dapat dimengerti oleh manusia, karena
mempergunakan bahasa manusia. Yoh. 1:14 mengatakan bahwa "Firman itu telah menjadi
manusia". Artinya, adalah penting bagi Allah agar Firman yang disampaikan-Nya dapat
dimengerti dan dilaksanakan oleh manusia. Oleh karena itu, agama Kristen tidak menaruh
keberatan pada proses penerjemahan Alkitab. Berbeda dengan Alquran, yang ditulis dalam
bahasa Arab yang dipandang bahasa suci.
Sebelum ditemukan kertas, kitab-kitab dalam Alkitab ditulis dalam lempengan batu (bnd.
Kel. 34:1), kulit kayu, lembaran daun papyrus (= "anyaman" tanaman pandan air), dan di
atas perkamen atau vellum (= gulungan kulit binatang yang halus). Semua itu ditulis
dengan tangan.
Dengan pemahaman demikian, maka kita melihat bahwa Alkitab, sebagai sebuah buku
kesaksian iman, tentu memiliki keterbatasan. Dan hal ini bukan karena Firman Allah yang
terbatas, tetapi karena bahasa manusia terbatas. Namun justru karena itulah Alkitab bisa
dimengerti oleh manusia. Karena andaikata Alkitab disampaikan dengan "bahasa surgawi",
tentu kita tidak akan dapat memahaminya. Pada suatu masa, gereja pernah menjauhkan
umat dari Alkitab, yaitu ketika Alkitab ditulis daiam bahasa Latin dan hanya dimengerti
oleh para imam (Katolik). Saat ini, Gereja Katolik mulai menyadari pentingnya umat
membaca Alkitabnya sendiri.
Justru yang luar biasa adalah Allah secara sengaja mau bekerja lewat manusia yang terbatas
untuk menyampaikan firmanNya yang tak terbatas kepada manusia yang terbatas. Allah
mau memakai manusia yang hidup untuk menyampaikan firman-Nya, bukan manusia yang
seperti benda-benda mati (pensil, kertas) yang hanya bekerja sesuai perintah. Dan karena
itulah kita juga menjumpai keunikan dari berbagai gaya penulisan dan model kitab dalam
Alkitab (ada yang berbentuk prosa, puisi, surat dsb.). Selain itu, kita juga dapat melihat
adanya keterangan yang berbeda dalam Alkitab (mis; bnd. Kej. 1- Adam & Hawa
diciptakan bersamaan; Kej. 2 -Adam diciptakan duluan dsb.). Bukan berarti Alkitab kita
salah, tetapi itu justru mempertegas bahwa Alkitab kita ditulis, yaitu ditulis dengan sudut
pandang yang berbeda. Fakta itu harus kita pahami bahwa berbagai keterangan yang
berbeda itu justru dapat memperkaya pemahaman kita. Dan bukankah dengan demikian
kita justru melihat betapa besarnya peranan Roh Kudus dalam penulisan Alkitab?
Dari proses penulisan yang demikian, kita dapat melihat bahwa Alkitab bersifat ilahi, tetapi
juga insani, yaitu dengan dipergunakannya bentuk-bentuk dan unsur-unsur kemanusiaan
dan kebudayaan pada lingkup sejarah tertentu, sehingga menampakkan keterbatasan-
keterbatasan tertentu (terutama ilmu pengetahuan). Misalnya orang Yahudi memahami
bahwa bumi berbentuk datar (=tempat kehidupan, langit sebagai sorga, dan bawah bumi
sebagai dunia orang mati) dan juga sebagai pusat tata surya (bnd. Mzm. 104:1-5). Jelas, ini
adalah pengaruh kosmologi zaman dahulu, yang masih sangat terbatas dalam memandang
dunia.
Namun sayang, ada gereja yang mengembangkan paham inerrancy (to err = berbuat salah),
yaitu paham yang mengajarkan bahwa Alkitab tidak dapat salah, sehingga segala macam
pernyataan ilmiah maupun non-ilmiah yang bertentangan dengan Alkitab tidak dapat
diterima.
GKI menolak paham inerrancy karena mempertentangkan secara langsung antara Alkitab
dengan ilmu yang senantiasa berkembang. Sejarah membuktikan bahwa ketika gereja
memiliki sikap yang keliru terhadap Alkitab, yaitu menentang segala pernyataan yang
bertentangan dengan Alkitab, maka tindak kekerasanlah yang muncul. Misal: Galileo
Galilei mengemukakan teori bahwa bumi itu bulat, tidak datar seperti yang dipahami
Gereja pada waktu itu; Nicolaus Copernicus mengemukakan teori heliosentris
64
(matahari/helios sebagai pusat tata surya), berbeda dengan yang dipahami Gereja pada
waktu itu, yakni geosentris (bumi/geos sebagai pusat tata surya). Kedua ilmuwan itu lantas
diekskomunikasi (dikeluarkan dari Gereja) bahkan dijatuhi hukuman mati, hanya gara-gara
menyatakan pandangan yang berbeda dengan Alkitab.
Memang Alkitab mengandung pengetahuan, namun ia terbatas oleh situasi ketika ditulis.
Lagipula Alkitab bukanlah buku ilmu pengetahuan, tetapi buku kesaksian iman.

                      Ilmu pengetahuan-> bagaimana sesuatu terjadi


                      Alkitab-> mengapa sesuatu terjadi

Ilmu pengetahuan yang ada, seperti arkheologi, sosiologi, sejarah, bahasa dsb. justru dapat
menolong kita dalam upaya memahami Alkitab. dengan demikian pesan Alkitab dapat kita
terima dengan jelas dan utuh, misalnya: lobang jarum (Mat. 19:24). Apa artinya lobang
jarum itu? Jika dipahami secara harfiah, ucapan Yesus dalam Injil tsb., tentu sangat
mustahil. Bagaimana mungkin seekor unta dapat masuk lobang jarum? Syukurlah, lewat
arkheologi kita dapat mengetahui bahwa lobang jarum itu menunjuk pada pintu kecil yang
ada di sebuah gerbang besar kota (bnd. pintu kecil untuk pejalan kaki di pintu gerbang
perumahan dengan sistem kluster).

Dari pemahaman di atas, hal yang perlu kita camkan adalah:

* Sekalipun ada keterbatasan dalam Alkitab (dikarenakan konteks yang terentang kl. 14
abad), kebenaran dan kesaksian Alkitab melampaui ruang dan waktu.*

KANONISASI
Dari pemaparan di atas, kita dapat melihat bahwa Alkitab muncul setelah melalui proses
penulisan. Penulisan itu sendiri tidak sekali jadi, tetapi membutuhkan waktu yang sangat
lama. Perjanjian Lama sendiri membutuhkan waktu k.l. 1000 tahun dalam penulisannya. Itu
dikarenakan setiap kitab muncul pada zaman dan tempat yang berbeda-beda. Setiap kitab
biasanya memuat keprihatinan atau menjawab kebutuhan umat. Intinya adalah kesaksian
iman Israel. Bukan iman yang mengambang, tetapi yang nyata dalam keseharian hidup
mereka. Iman mereka diuji ketika mengalami berbagai persoalan hidup. Dan pada akhirnya
mereka mengakui bahwa campur tangan Allah bisa dialami lewat peristiwaperistiwa alam
dan keseharian mereka.
Dari iman yang mereka hayati ini, mereka menceritakan secara lisan kepada anak-cucu
mereka (bnd. Ul. 6:4-9). Dari tradisi lisan/cerita ini, beberapa orang mulai membuat catatan
dan menuliskannya. Di sinilah proses perumusan dan penulisan kitabkitab mulai
berlangsung. Dengan adanya catatan tertulis proses pewarisan iman dari satu generasi ke
generasi berikutnya terjamin, karena pewarisan tidak hanya dari mulut ke mulut (tradisi
lisan/cerita). Di sinilah muncul pola penulisan kitab-kitab suci: dari penghayatan iman ke
pengungkapan iman, yaitu perumusan dan penulisan.
Dalam penulisannya, selain memanfaatkan tradisi lisan, ada juga sumber-sumber lain yang
dijadikan rujukan oleh para penulis kitab2 PL (pola yang sama digunakan juga dalam
penulisan kitabkitab PB), misalnya: "Buku Peperangan Tuhan" (Bil. 21:14); "Kitab Orang
Jujur" (Yos. 10:13, 2 Sam. 1:18); "Kitab Riwayat Salomo" (1 Raj. 11:41), "Kitab Sejarah
Raja-raja Yehuda" (1 Raj. 14:29, 2 Taw. 16:11), dsb.
Kitab-kitab yang ditulis itu kemudian disusun menjasi satu. Proses penyusunan kitab-kitab
menjadi satu disebut kanonisasi (Yun: canon= batang pengukur, patokan). Jadi, kanon
adalah sesuatu yang sudah diukur, dipatok. Jumlahnya dianggap sudah cukup, tidak perlu
ditambah / dikurangi.
Kata "perjanjian" dalam Alkitab PL, mencerminkan isi dari "PL" itu sendiri, yaitu
perjanjian Allah dengan Israel, di mana Allah adalah Allah Israel dan Israel menjadi umat
Allah (Kel. 6:3-6). Nama "perjanjian" baru muncul pada zaman Gereja Perdana.

Perjanjian Lama terdiri dari 3 kelompok, yaitu:


a. Torah / Taurat : Kejadian - Ulangan
b. Neviim / Nabi-nabi
- Nabi-nabi besar (disebut demikian bukan karena sang nabinya yang berukuran besar,
65
tetapi karena kitab-kitabnya memiliki isi yang tebal), yakni: Yesaya, Yeremia + Ratapan,
Yehezkiel
- Nabi-nabi kecil : Daniel s/d Maleakhi
c. Ketuvim / Kitab-kitab
- Sejarah : Yosua s/d 2 Tawarikh
- Sastra Hikmat : Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung
Orang Yahudi menyebut PL sebagai Tenakh.
Catatan: ada perbedaan dalam kanon Yahudi dan Yunani; ada beberapa kitab yang dalam
kanon Yahudi menjadi bagian Ketuvim, di kanon Yunani menjadi bagian Newiim.

Sejarah terjadinya kitab-kitab PB lebih sederhana dan singkat dibandingkan dengan PL.
Pada awal zaman Tuhan Yesus dan sesudahnya, memang tidak ada yang namanya
"Perjanjian Baru" atau "Perjanjian Lama". Yang ada ialah kitab-kitab suci yang masih
berupa gulungan (bnd. Luk. 4:17). Jadi, apabila kita membaca dalam Alkitab bahwa Yesus
membuka dan membaca "Alkitab", tentu yang dimaksud bukanlah Alkitab seperti yang
sekarang ada pada kita, tetapi bagian-bagian/tulisan-tulisan tertentu yang diyakini sebagai
kitab suci oleh orang-orang Yahudi pada masa itu.
Meskipun dalam Alkitab, kitab yang terdepan adalah Injil Matius, tetapi tulisan tertua
dalam Perjanjian Baru, yang ditulis sekitar tahun 51 M adalah surat Rasul Paulus kepada
jemaat Tesalonika yang pertama dan kedua (1 & 2 Tesalonika). Sedangkan yang terakhir
(termuda) adalah Surat 2 Petrus, sekitar tahun 120 M. Jadi jangka waktu penulisan kitab-
kitab PB adalah sekitar 70 tahun. Dari keempat Injil, yang tertua adalah Injil Markus
(ditulis sebelum tahun 70 M), kemudian Matius (k.l. 80 M), Lukas (k.l. 85 M) dan Yohanes
(k.l. 100 M).

Mengapa kitab yang tertua adalah surat bukan Injil? Setelah Yesus tidak ada lagi di dunia,
karya-Nya dilanjutkan oleh para murid yang mewartakan secara lisan tentang Yesus dan
karya-Nya ke berbagai tempat. Tradisi lisan atau cerita dari mulut ke mulut ini berkembang
terus. Dan akhirnya terbentuklah sejumlah kelompok jemaat yang telah menerima
pewartaan para rasul tersebut. Untuk membina hubungan antar kelompok tsb., para rasul
dan umat sering saling berkiriman surat. Dalam surat-surat tersebut dirumuskan dan
diungkapkanlah iman kepada Yesus dari Nazaret. Karena itulah, sebenarnya setiap surat
hendak menjawab sebuah pergumulan spesifik suatu jemaat di tempat dan masa tertentu
(sekalipun ada juga yang bersifat umum). Sekalipun demikian, ia tetap bermakna sampai
saat ini.

Sementara itu, dalam perkembangan selanjutnya, para murid juga mengumpulkan sejumlah
catatan-catatan mengenai Yesus, baik kehidupan, ajaran, pokok-pokok iman, yang
sebelumnya diberitakan secara lisan. Karena itu berkembanglah sejumlah kumpulan cerita,
lisan atau tulisan mengenai Yesus yang kelak menjadi sumber penulisan Injil, seperti
kumpulan cerita mujizat Yesus, kumpulan kata-kata Yesus, kumpulan kisah kehidupan
Yesus. Di kemudian hari, baru para penulis Injil memanfaatkan sumber-sumber tersebut
untuk menuliskan semacam "riwayat hidup Yesus", tentu dengan penekanan dan
kekhasannya masing-masing. Maka terbentuklah Kitab-kitab Injil.
Dalam PB, intinya adalah iman gereja perdana, yaitu iman kepada Allah dalam Yesus
Kristus yang hadir bagi manusia secara universal, tidak terbatas hanya kepada satu bangsa
(Israel) saja. Karena itu iman gereja perdana sebenarnya tidak bisa dilepaskan begitu saja
dari iman Israel. Lagipula, para pengikut Kristus dan Gereja Perdana sebenarnya semula
juga tidak berniat untuk menulis suatu kitab suci baru, karena mereka percaya bahwa Yesus
adalah penggenapan apa yang tertulis dalam Perjanjian Lama, Alkitab pada masa itu. Oleh
karena itu, bagi kita saat ini, sekalipun PB terasa lebih akrab dan mudah dibaca, tetapi
sangat penting juga untuk membaca dan belajar memahami PL.

Perjanjian Baru terdiri dari 4 kelompok, yaitu:

a. Injil (Yun= euangelion, Lat = evangelium), berisi cerita tentang kehidupan, karya dan
ajaran Yesus. Dapat dikatakan sebagai dasar dari seluruh PB. Ketiga Kitab Injil pertama
disebut Injil Sinoptik (Yun: sun = bersama-sama, opto= melihat; sinoptik = melihat dari
66
pandangan yang sama). Dalam penulisannya, Injil Sinoptik memanfaatkan sumber-sumber
cerita yang sama, misalnya berita tentang kelahiran Yesus. Dalam Injil Sinoptik, ada berita
tentang kelahiran Yesus (biasa disebut dengan Kristologi dari bawah). Sementara Kitab
Injil ke-4 (Yohanes) agak berbeda dalam pemanfaatan sumber cerita. Dalam Injil ini, tidak
ada berita tentang kelahiran Yesus, tetapi yang ada adalah berita tentang siapa Yesus, yakni
Ia adalah Firman yang sudah ada pada mulanya dan Firman itu adalah Allah yang
kemudian menjadi manusia (Yoh. 1:1-14). Sudut pandang penulisan yang demikian ini
biasa disebut Kristologi dari atas.
b. Kisah Para Rasul: berisi keadaan Gereja Perdana, bagaimana para rasul dan pekabar Injil
(khususnya Petrus dan Paulus) menyebarkan iman Kristiani di dunia sekitar mereka.
Penulis Kisah Para Rasul sama dengan penulis Injil Lukas.
c. Surat-surat : berisi surat-surat kepada jemaat-jemaat perdana di berbagai tempat,
biasanya berisi nasehat, jawaban atas pertanyaan jemaat, penguatan atas kondisi jemaat
yang teraniaya.
- Surat-surat Paulus
- Surat-surat lainnya; Surat Pastoral, Surat Umum.
d. Wahyu : berisi apa yang dilihat Yohanes sebagai pergumulan antara Gereja Kristus
dengan Iblis (yang mewujud dalam kuasa pemerintah Roma), dengan kemenangan Allah
atas kekuatan jahat sebagai puncaknya. Kitab ini sering dianggap sebagai ramalan masa
depan belaka, padahal tujuan utama sebenarnya adalah menguatkan Gereja Perdana yang
mengalami penganiayaan, dari pemerintah Roma di bawah pemerintahan Kaisar
Domitianus, karena iman mereka kepada Yesus Kristus.
Karena itu agak berbahaya apabila kita membaca dan menafsirkannya tanpa
memperhatikan konteks dan situasi jemaat yang dituju oleh kitab ini.
Selain kitab-kitab yang ada dalam Alkitab, sebenarnya masih banyak tulisan-tulisan lain
yang pada masanya tergolong tulisan suci/mengandung makna rohani dan beredar di tengah
jemaat. Fakta itu membuat umat kadang mengalami kebingungan mengenai kitab/tulisan
manakah yang harus dipegang sebagai kitab suci mereka. Karena itulah kemudian
berkembang suatu proses kanonisasi.
Kanon Yahudi ditetapkan pada tahun 90 M di Jamnia, dalam suatu sidang para rabi yang
dipimpin oleh Rabi Johannan bin Zakkai.
Sementara yang membuat kanon Kristen pertama kali adalah Marcion, yang di kemudian
hari digolongkan sebagai bidah (sesat) oleh gereja. Marcion membuat daftar buku-buku
yang menurut ukurannya sendiri disebut "Kitab Suci" yaitu Injil Lukas dan sejumlah Surat
Paulus. la menolak seluruh PL, karena menurutnya Allah yang ada dalam PL adalah Allah
Yahudi yang berbeda dengan Allah sebagaimana disaksikan Yesus Kristus dalam PB.
Perbuatan Marcion (dan kemudian pula para pemimpin bidat lainnya) itu menyadarkan
para pemimpin gereja untuk menetapkan kanon kitab suci, terutama untuk menghadapi
para bidat dan memberikan pegangan yang tetap kepada umat, manakah kitab-kitab yang
tergolong sebagai kitab suci. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya pada tahun 367
M, daftar yang disampaikan Athanasius, Uskup Aleksandria ditetapkan menjadi daftar
baku Kitab Suci.

Catatan: karena penggunaan sumber terjemahan yang berbeda, ada perbedaan kanon yang
dipakai Gereja Katolik Roma dengan Gereja2 Protestan. GKR menggunakan daftar kanon
yang mengikuti alur Septuaginta (terjemahan PL dalam bahasa Yunani) yang lebih panjang
karena memuat 9 kitab yang oleh GKR disebut Deuterokanonika (kanon kedua).
Deuterokanonika tidak diakui sebagai bagian Kitab Suci oleh Gereja2 Protestan, yang
mengikuti kanon Yahudi sebagai sumber terjemahannya.

PROSES TERJADINYA ALKITAB:


Allah berfirman kepada manusia - Firman Allah diteruskan secara lisan dan turun-temurun
(Ul. 6:4-9) -> mulai dituliskan dalam gulungan2 kertas -> disusun menjadi suatu kanon
Yahudi.
Muncul kembali kitab-kitab yang ditulis pada zaman Gereja Perdana -> disusun menjadi
suatu kanon Kristen.
Kedua kanon itu digabungkan -> Alkitab.

67
SIFAT ALKITAB
Dalam membaca Alkitab, ada dua sifat Alkitab (PL & PB) yang
perlu diperhatikan, yaitu:
1. Kanonik (kanon = patokan, ukuran). Artinya adalah bahwa Alkitab adalah patokan yang
cukup, yang sudah diukur bagi iman yang benar. Melalui Alkitab, kita sudah dapat
mengenal iman di dalam Yesus Kristus (2 Tim. 3:15). Oleh karena itu, Alkitab tidak dapat
ditambahi, sekalipun dalam perjalanan waktu ada penemuan2 baru tentang kitab2 yang
berasal dari zaman gereja mula-mula. Misalnya: saat ini di dunia sedang heboh perihal
penemuan Injil Yudas (Iskariot). Injil Yudas yang berasal dari k.l. tahun 150 M (abad ke-2
M) itu menggambarkan sosok Yesus dan Yudas dengan cara yang berbeda dengan keempat
Injil yang ada. Setelah diteliti, ternyata Injil Yudas sangat terpengaruh oleh filsafat Yunani
aliran Gnostik, yang berbeda dengan iman Kristiani kita tentang sosok Yesus. Terlepas dari
apakah kitab baru itu cocok atau tidak dengan iman Kristiani kita, ia tetap tidak dapat
masuk dalam kanon Alkitab kita. Alkitab juga tidak dapat dikurangi, sekalipun dalam
Alkitab ada kitab yang "dirasa" kurang cocok masuk kanon, seperti Kitab Kidung Agung
yang jika dilihat dari sudut tertentu terkesan berbau pornografi dan Kitab Ester yang tidak
sekalipun menyebut kata Tuhan/ Allah. Mengapa Alkitab tidak dapat ditambah atau
dikurangi? Karena Alkitab kita sudah cukup sebagai patokan iman yang benar (2 Tim.
3:15).
2. Kesatuan. Artinya adalah bahwa Alkitab harus dipahami secara utuh (ada keterkaitan
antara ayat/perikop/pasal/kitab yang satu dengan ayat/perikop/pasal/kitab sesudah dan
sebelumnya), tidak boleh parsial (sebagian-sebagian). Misalnya: baptisan air dan baptisan
Roh. Saat ini, ada gereja2 yang begitu menekankan baptisan Roh selain baptisan air,
bahkan menganggap baptisan Roh lebih mumpuni. Hal itu disebabkan karena pembacaan
yang tidak utuh terhadap Alkitab. Dalam Alkitab kita melihat ada 2 hal tentang baptisan air
dan baptisan Roh: (a) Ada jemaat yang mula-mula menerima baptisan air lalu menerima
baptisan Roh (Kis.8:16-17); (b) Ada yang mula-mula menerima baptisan Roh lalu
menerima baptisan air (Kis.10:44-47).
Tindakan Gereja Purba ini menunjukkan belum adanya ketertiban dalam baptisan yang satu
dan utuh. Dalam perkembangan selanjutnya, kita melihat adanya ketetapan yang utuh dan
satu mengenai baptisan (Ef.4:5; 1 Kor.12:13) karena hal itu disesuaikan dengan baptisan
Yesus (Luk.3:21-22 dan paralelnya) serta baptisan Paulus (Kis.9:17-18). Tindakan Gereja
Purba yang lebih kemudian ini menunjukkan ditetapkannya satu baptisan secara utuh sesuai
dengan amanat Yesus (Mat.28:18-20). Demikian pula ketika kita mau memahami tentang
topik lainnya, spt: bahasa roh, poligami, perceraian, maka sifat kesatuan itu tidak boleh
diabaikan.
Sifat kesatuan dari Alkitab ini juga hendak mengingatkan kita agar menghindari cara
penafsiran yang keliru terhadap Alkitab. Secara umum, ada 2 cara penafsiran yang
berkembang sampai saat ini, yakni: (1) eisegesis (penafsiran dengan memasukkan ke dalam
teks Alkitab arti yang sesuai dengan kemauan (dan kepentingan) penafsir itu sendiri dan (2)
dan dan yang seharusnya dijalani adalah penafsiran eksegesis dengan mengeluarkan dari
dalam teks Alkitab arti atau pesan yang mau disampaikan penulis teks tersebut.
Cara penafsiran kedualah yang bisa dan biasa dikembangkan oleh GKI. Selamat
memahami, membaca dan melakukan firman Tuhan dalam Alkitab!

Jawaban Doa
 

Pengantar
Jemaat yang terkasih, tulisan kali ini mengambil topik : JAWABAN DOA, dan dengan
tulisan ini kami tidak berpretensi bahwa kami memahami semua cara bagaimana supaya
doa terjawab melainkan mencoba menggali bersama penghayatan komunikasi dialogis
antara anak dengan Bapanya melalui hubungan doa.
Besar harapan kami agar melalui tulisan ini kita bersama merenungkan kembali
penghayatan kita dalam menjalani kehidupan beriman bersama dengan jawaban-jawaban
yang kita terima dari Tuhan atas permohonan doa kita.
68
Sebelum memasuki ulasan tentang JAWABAN DOA, kita diajak merenungkan ungkapan
dari tulisan Fanny Crosby yang berjudul FOR WHAT HIS LOVE DENIES.
Tulisan yang dibuat Fanny Crosby pada tgl. 6 Januari 1899 tersebut ditemukan oleh Donald
Hustad dan belum pernah diterbitkan walaupun tampaknya Ira Allah Sankey sudah
mencorat- coret notasi lagu untuk puisi tersebut.
Melalui apa yang diungkapkan dalam FOR WHAT HIS LOVE DENIES, ia
mengungkapkan betapa persahabatan yang akrab dan indah dengan Tuhan menjadikan
orang percaya tetap mempercayai Tuhan bahkan pada saat doanya dijawab "tidak" oleh
Tuhan

FOR WHAT HIS LOVE DENIES.


                                                                             ditulis pada tgl. 6 Januari 1899
God does not give me all I ask, nor answer as I pray
But, 0 my cup is brimming o'er, with blessings day by day
How oft the joy I thought withheld delight my longing eyes
And so I thank Him from my heart for what His love denies

Sometimes I miss a treasured link in friendship's hallowed chain


and yet His smiles is my reward for every throb of pain
I look beyond where purer joys
Delight my longing eyes
and so I thank Him from my heart for what His love denies
for what His love denies.

how tenderly He leadeth me when earthly hopes are dim


and when I falter by the way He bids me lean on Him
He lifts my soul above the clouds where friendship never dies
and so I thank Him from my heart

Pendahuluan
Mengawali pemahaman kita terhadap jawaban Tuhan atas doa-doa kita, marilah kita
kembali mendalami:

1. MAKNA DOA dalam kehidupan orang percaya.


Doa adalah sebuah sarana yang dianugerahkan Tuhan kepada orang percaya untuk
membangun kornunikasi dengan Tuhan. Melalui doa setiap orang percaya
mengkomunikasikan dirinya kepada Tuhannya. Apakah itu berupa ungkapan syukur,
permintaan maupun keluh-kesahnya. Di sana orang percaya belajar untuk mengenal
Tuhannya dengan lebih jelas melalui jawaban-jawaban Tuhan dalam kornunikasi melalui
doa.

Karena doa merupakan sarana komunikasi timbal balik, maka di dalam melakukan doa,
orang percaya belajar menunggu dan mencermati jawaban Tuhan atas permohonan doa-
doanya. Sebuah proses yang akan membuat manusia memahami siapa Tuhan yang dengan-
Nya ia mengkomunikasikan diri.

2. JAWABAN TUHAN terhadap doa-doa kita


Ketika kita berdoa kita mempunyai pengharapan yang melandasi doa kita bahwa Tuhan
yang kepada-Nya kita datang memohon adalah Bapa yang akan memberi jawaban kepada
doa-doa kita. Melalui jawaban doa yang diterima, kita makin diperkaya akan pengenalan
yang benar terhadap Tuhan sebagaimana kita sendiri makin menyadari betapa Tuhan
mengenal kita dan keberadaan kita. Beberapa jawaban doa yang ingin kita renungkan saat
ini adalah, ketika Tuhan menjawab doa kita dengan : ya, tidak, tunggu atau berbeda dari
apa yang kita mohon. Dan waktu untuk memahami jawaban tersebut bisa secara
langsung/tidak lama dari waktu permohonan kita, tetapi bisa juga dengan melewati
waktu/proses yang panjang.

69
Cara Tuhan Menjawab Doa-doa Kita
Beberapa bentuk jawaban Tuhan atas doa-doa kita yaitu:

1. SAAT TUHAN menjawab "ya" , terhadap permohonan doa kita. Respon dari orang yang
mengalami jawaban ya, terhadap doanya, berikut ini kita mengikuti pengalaman Fanny
Crosby saat doanya dijawab langsung oleh Tuhan.

Fanny Crosby, penulis lagu yang matanya buta, suatu saat sangat membutuhkan uang $ 5
berlutut di hadapan Tuhan dan membawa pergumulannya kepada Tuhan di dalam doanya,
Uang $ 5 terasa amat besar baginya sebab sebuah tulisan lagunya hanya dihargai $ 3 waktu
itu. Setelah ia selesai berdoa beberapa saat kemudian pintu rumahnya diketuk oleh seorang
laki-laki yang tidak dikenalnya dan menyerahkan sumbangan sebesar $ 5 tanpa ia tahu
kenapa ia harus memberikan itu kepada Fanny Crosby. Pengalaman yang menakjubkan
tersebut kemudian membuat Fanny Crosby mengekspresikan respon imannya melalui lagu:

All The way my Savior leads me

All the way my Savior leads me


what have I to ask beside?
Can I doubt His tender mercy
who through life has been my Guide? Heavenly peace, devinest comfort
here by faith in Him to dwell
for I know, whate'er befall me
Jesus doeth all things well.

Melalui lagu yang dikarangnya tersebut Fanny Crosby menyaksikan kepada banyak orang
betapa Tuhan yang dipercayanya adalah Tuhan yang tidak pernah meninggalkannya.
Dengan pengalaman doa yang seperti itu, ia menjadi makin diperkaya dengan ungkapan
iman melalui lagu-lagunya yang meneguhkan hati banyak orang. Fanny Crosby justru
sangat kreatif dengan karya-karyanya. Jawaban doa yang langsung yang dialaminya tidak
membuat dia berpangku tangan dan memanfaatkan kasih sayang Tuhan untuk keuntungan
dan kenikmatan dirinya.
Setiap jawaban doa selalu mengajar kita untuk mengenal Dia secara lebih mendalam dan
lebih mengucap syukur akan kebajikan-Nya dalam hidup kita.

2. SAAT TUHAN menjawab "tidak"


Apakah Tuhan bisa menjawab tidak pada permohonan anak-anakNya? Ya. la bisa
menjawab tidak. Kenapa Tuhan menjawab tidak? Kita mempercayai bahwa jawaban tidak
terhadap permohonan kita diberikan Tuhan karena kasih sayang-Nya terhadap kita. la
mengenal apa yang terbaik untuk kita. la mendidik kita untuk memahami sudut pandang
Allah dan bukan sudut pandang manusia.
Beberapa contoh berikut ini akan memperjelas pemahaman kita tentang saat Tuhan
menjawab : “Tidak".
Daud memohon agar anak yang dilahirkan Batseba bisa bertahan hidup, memohon sambil
berpuasa dan berkain kabung. la begitu sedih dan terus memohon agar anak ini selamat.
Pada saat anak ini ternyata meninggal, Daud membuka kain kabungnya dan makan. la
menerima jawaban Tuhan atas doanya dan ia menyikapinya dengan sikap iman.

Jawaban "tidak" dari Tuhan membuat Daud tidak kecewa melainkan sebuah kerelaan untuk
menyadari jawaban doa sebagai yang baik menurut pandangan Tuhan. Iman Daud tidak
ditentukan dan diukur dari jawaban doa, tetapi justru memperkaya hubungannya dengan
Tuhan.
Saat Paulus memohon dengan sungguh-sunggh (ungkapan 3x menyatakan kesungguhan
hatinya) agar penyakitnya dicabut dari dirinya, ia mendapat jawaban tidak dari Tuhan.
"Berkat-Ku cukup untukmu." (Lih. 2 Kor. 12: 8-9)
Dan dengan jawaban ini Paulus mengimani bahwa dalam kelemahan seperti inipun Tuhan
akan terus menjadikannya kuat karena kasih dan kesetiaan Tuhan sendiri. Dengan jawaban
"tidak" dari Tuhan, Paulus makin rendah hati dan menyadari bahwa sumber kekuatannya
70
bukan dari apa yang ia pikirkan (tubuh yang sehat) tetapi dalam perjalanan bersama dengan
Tuhan dan pendampingan-Nya.

Jawaban tidak dari Tuhan bukan berarti Ia tidak menyayangi kita, juga tidak selalu berarti
permohonan kita salah/tidak layak, tetapi untuk membangun sikap beriman kita kepada
Tuhan. Sebab setiap jawaban Tuhan bukantah untuk mengukur siapa Tuhan, tetapi untuk
makin mengenali lebih dalam maksud dan rancangan-Nya yang baik dalam hidup kita.
Percaya bahwa apa yang belum kita lihat kemudian akan menjadi jelas dalam proses
perjalanan kehidupan beriman kepada-Nya. Seperti seorang anak yang permohonannya
ditolak oleh ayahnya, maka bukan berarti bapaknya jahat dan tak berperasaan, tetapi
bapaknya tahu apa yang terbaik bagi dirinya. Terbaik bisa saja berisi pendidikan, terbaik
bisa juga memuat pencegahan untuk anaknya berjalan pada jalan yang keliru, terbaik
seringkali ditemukan ketika kita mempercayai penolakan itu sebagai latihan yang lebih
baik lagi untuk sesuatu yang bahkan mungkin belum kita mengerti.

3. SAAT TUHAN menjawab "tunggu/belum saatnya."


Dalam menjawab doa-doa kita, kadang Tuhan meminta kita untuk bersabar sampai segala
sesuatu indah pada waktunya. Masalahnya kita sering tidak sabar untuk menjalani waktu
Tuhan.
Hanna merupakan seorang yang mendapatkan jawaban yang panjang dari doanya kepada
Tuhan sebelum Samuel dianugerahkan kepadanya .Ada banyak air mata dan kebingungan
dalam diri Hanna ketika ia terus bertahan dengan permohonan doanya. Ketika Samuel
akhirnya hadir sebagai jawaban doa dari Tuhan, maka Hanna membawa anak ini menjadi
pelayan Tuhan seumur hidupnya sebagai ungkapan syukurnya. Apa yang membuat Hanna
melakukan ini? Bersama panjangnya waktu dari pengabulan doanya, Hanna sampai pada
pemahaman yang indah tentang anak sebagai anugerah Tuhan.
Ia tidak memperlakukan Samuel sebagai pemuas dari kerinduan hatinya tetapi ia sungguh
memahami anak itu sebagai anugerah yang dipercayakan Tuhan dalam hidupnya dan ia
mengarahkannya untuk menjadi berharga bagi Tuhan.

4. SAAT TUHAN mengganti permohonan kita dengan bentuk yang lain.


Tidak tertutup kemungkinan ketika menjawab doa, Tuhan mengubah permohonan kita
dengan hal yang sama sekali tidak/ belum terpikirkan oleh kita. Dan kita hanya bisa
terkagum ketika kemudian menyadari bahwa yang tidak kita lihat ternyata Tuhan cermati
dan kemudian menjadi syukur sepanjang hidup kita.
Kadang kita meminta hal, barang, posisi, keinginan hati yang kita rasa sebagai hal yang
terbaik yang kita ingini. Ketika kemudian kita menerima yang berbeda, apa yang kita
pelajari di sana? Jawaban doa selalu merupakan sebuah dialog timbal-balik dengan Tuhan
dan kita menjadi diperkaya seeara rohani melaluinya.

Sikap Orang Percaya dalam Membangun Komunikasi dengan Tuhan Melalui Doa-
doanya.

Dalam membangun komunikasi yang hidup dengan Tuhan dibutuhkan sikap iman sebagai
berikut:

a. Rendah hati.
Artinya kita harus menempatkan diri sebagai pemohon dan Tuhan adalah Penjawab
permohonan kita.
Menyadari bahwa kita sedang mengkomunikasikan diri dengan Tuhan yang Mahakuasa
tetapi yang begitu akrab untuk dihampiri sebagai Bapa di dalam Yesus Kristus, Tuhan kita.

b. Mempercayai Tuhan,
Kita datang bukan kepada ilah yang asing, dan menakutkan, tetapi kepada Tuhan
Penyelamat dan Penolong hidup kita Kemahakuasaan Tuhan tidak membuat manusia
menjadi ketakutan dengan kekuatan asing yang tak dikenalnya, tetapi berjumpa dengan
Tuhan yang perduli dan mengasihi serta memahami kenyataan diri kita.

71
c. Keterbukaan hati untuk mengenal kasih sayang Tuhan melalui jawaban doa-doa
kita kepada-Nya.
Terbuka untuk mengenal Tuhan dengan lebih dalam lagi melalui jawaban-jawaban doa
yang kita terima. Melalui jawaban Tuhan terhadap doa-doa kita, kita pun diasah menjadi
lebih peka untuk mengenali kebaikan, tuntunan, pembentukan dan hikmat Tuhan. Oleh
karena itu apapun jawaban doa kita, di sana kita belajar untuk melihat makna jawaban itu
dari sudut pandang Tuhan dan bukan keinginan hati atau tuntutan diri kita sendiri.

Sikap yang perlu dipersiapkan orang percaya pada saat menunggu jawaban doa yang bisa
saja merupakan proses panjang yang mesti dijalani sebelum kita memahami jawaban Tuhan
terhadap permohonan kita adalah:
• Jangan pernah menjadi tawar hati
• Menjalani seluruh proses dengan sepenuh hati walaupun itu bukan yang kita maui
• Terbuka kepada rancangan-Nlya melalui seluruh proses beriman kita kepada Tuhan

Memahami Isi Hati Tuhan Melalui Jawaban doa

1. Melalui jawaban doa kita bertemu dengan rencana Allah yang hendak dijelaskan-Nya
dalam hidup kita. Kadang kita sendiri terpana takjub ketika pada akhirnya kita melihat
bahwa apa yang sedang kita lakukan atau orang lain lakukan merupakan bagian dari
rancangan Allah yang mengenal dan mempedulikan kita.

Salah satu contoh yang sungguh menakjubkan adalah apa yang dialami oleh Tim Misi GKI
Kayu Putih waktu perjalanan ke Merdey di Papua pada tgl. 18-21 Maret 2007 yang lalu.
Segenap anggota tim sebenarnya sudah mempunyai tiket seminggu sebelum berangkat.
Rencananya tim akan menginap semalam di Manokwari sebelum besoknya (tgl.19/3)
berangkat ke Merdey dengan pesawat MAF. Tetapi 3 hari sebelum berangkat seorang
anggota Tim mendapat sms dari Dr. Eka Widrian bahwa pesawat MAF baru bisa berangkat
tgl. 21/3/07. la tertegun membacanya sebab itu berarti mereka akan berada 3 hari tanpa
kerja di Manokwari. Mau merubah tanggal tidak bisa sebab tiket yang dibeli dengan harga
promo tidak bisa ditukar ataupun ganti nama. Dengan perasaan bingung tim harus
menerima kenyataan ini. Tetapi kemudian datang tawaran untuk melawat ke MOMI
sebagai pengisi waktu luang sekaligus studi banding terhadap sekolah yang dibangun oleh
Yayasan PESAT di sana. Tawaran ini agak melegakan sebab berarti tim GKI Ka-Put
tidak nganggur 3 hari di Manokwari. Perjalanan Manokwari -MOMI sekitar 8 jam PP.
melewati sungai-sungai yang dalam dan gundukan batu-batu besar sampai badan rasanya
terguncang-guncang di mobil Landrover yang ditumpangi. Ketika sampai di sana tim
mendapati bahwa ada 51 jiwa, guru-guru dan anak-anak asrama yang sedang berada dalam
pergumulan doa akan kelangsungan hidup dan karya mereka di sana, Sebab donatur yang
selama ini mendukung sudah selesai dengan janji imannya dan untuk bulan April belum
ada lagi donatur yang baru. Jadi kedatangan Tim GKI Ka-Put bagi mereka merupakan
jawaban Tuhan atas doa-doa mereka karena waktu Tim Misi GKI Ka-Put melakukan
perjalanan ke pedalaman ada beberapa donatur yang menitipkan dukungan dana dan
sebagian dari dukungan dana tersebut itulah yang disampaikan oleh tim kepada mereka.

Ketika Tim Misi keluar dari MOMI rasa takjub itu masih terus membayangi diri mereka.
Betapa rancangan Tuhan itu menakjubkan dan melampaui pemikiran manusia. Sesuatu
yang tampaknya unplanned ternyata suatu perjumpaan yang luar biasa indah dan
meneguhkan syukur kita kepada Tuhan akan kebesaran dan kasih setia-Nya.
Bayangkan, bagaimana bisa sebuah Tim Misi GKI KAYU PUTIH bertemu dengan
pelayanan Tim PESAT tanpa direncanakan dan justru di sana mereka menyadari bahwa
Tuhan memelihara karya kasih-Nya di bumi ini dan kita yang dipercaya menjadi alat dalam
karya-Nya yang besar akan terus menyaksikan betapa Maha-besar dan Mahasetia Tuhan
itu.

2. Jawaban doa menuntun kita untuk tidak memakai doa dan jawaban-Nya sebagai alat
pemuas kebutuhan kita. Kita dituntun melalui doa dan jawabannya untuk makin
menghargai keleluasaan Tuhan untuk memperkenalkan diri-Nya.
72
Doa Tuhan Yesus di Taman Getsemani merupakan sebuah doa kepercayaan sempurna.
Walau dengan gentar dan takut, Yesus mempercayai bahwa kehendak Bapa-Nya adalah
yang terbaik bagi hidup-Nya.
Banyak kali kita membangun kehidupan doa sebagai jalan keluar dari permasalahan kita
dengan cara meminjam tangan kuasa Tuhan untuk membereskan problema hidup kita.
Salahkah memohon apa-apa yang menjadi kebutuhan diri kita? Tentu saja tidak, setiap
orang boleh memohon apa yang ingin disampaikannya kepada Tuhannya. Tetapi melalui
jawaban doa kita mengalami pembelajaran yang indah untuk mengenal siapa Tuhan. Bapa
yang kepada-Nya kita datang sebagai pemohon.
3. Kita diajar untuk mengenali dan mensyukuri sebuah hubungan kasih sayang dari seorang
Bapa dengan anak-Nya. Karena itu doa adalah komunikasi aktif dan dialogis antara kita
dengan Bapa kita yang di surga.
Matius 7:7-11, Lukas 18:1-8 menekankan betapa sebuah upaya yang sungguh-sungguh dari
seorang pemohon merupakan sikap Kristiani yang sesungguhnya dalam membangun
hubungan dengan Tuhannya. Tetapi perikop ini jangan disalahartikan sebagai cara agar
Tuhan menuruti kemauan kita melainkan menekankan tentang sikap proaktif dari orang
percaya dalam membawa permohonannya kepada Tuhan dimana ia mesti datang dengan
sebuah ketekunan serta keyakinan dan bukan datang dengan sikap pasif atau rasa
ketakutan.
Yohanes 15-7 dan 16 dengan sangat jelas menyatakan bahwa doa merupakan permohonan
yang akan diungkapkan secara benar dan sesuai dengan keinginan Tuhan apabila kita
membangun rasa mencintai dan mentaati kehendak Tuhan. Kita datang sebagai sahabat dan
permohonan kita mengikuti petunjuk perintah-Nya yang kita renungkan, gumuli dan taati
dalam kehidupan kita. Dengan hubungan seperti ini maka permintaan kita pastilah tidak
mengarah kepada keinginan kita sendiri tetapi pada apa yang Tuhan ingini. Maka
pengabulan doanya pun pasti dikarenakan kita sudah dituntun untuk memohon apa yang
sesuai dengan isi hati Tuhan. Namun yang sulit adalah ketika kita harus belajar mencari,
menemukan dan mencintai Tuhan dalam seluruh perjalanan hidup beriman kita. Tuhan
kiranya selalu menolong dan memampukan kita untuk membangun hubungan doa yang
akrab dan penuh penyerahan diri kepada-Nya.

Penutup
Besar harapan kami bahwa melalui tulisan ini kita kembali diingatkan untuk membangun
hubungan yang indah denganTuhan melalui permohonan doa kita dan respon iman kita
terhadap jawaban doa dari Tuhan.
Kita diajak untuk lebih menyadari bahwa doa merupakan sebuah pembelajaran bagi orang
percaya untuk secara aktif dan terbuka belajar lebih mengenal Dia yang sudah mengenal
kita dengan sempurna.
Mari berjalan dan bertumbuh terus dalam iman kepada-Nya. Sebab setiap pembelajaran
pertumbuhan iman melalui doa dan jawabannya, kita akan makin memiliki sukacita sebagai
anak-anak yang dikasihi Bapa di surga, yang tidak akan memberikan batu kalau anak-Nya
meminta roti dan tak akan memberikan ular bagi yang meminta ikan sebab la tahu apa yang
kita perlukan dan yang baik bagi hidup kita.
Amin.

Lingkungan Hidup
"Kita adalah Penatalayan pada Rumah yang Sama"
 

Pendahuluan
Pada tahun 2007 ini, gerakan penyadaran tentang pemanasan global mulai gencar
dilakukan oleh banyak pihak. Salah satu upaya signifikan yang ada adalah pembuatan film
dokumenter berjudul An Inconvenient Truth yang diinspirasi oleh perjuangan Albert Gore,
Jr. - mantan wakil presiden Amerika Serikat - dalam mengingatkan dunia akan dampak
pemanasan global.1 Diberi judul demikian, karena film dokumenter itu berisi fakta-fakta
kebenaran yang menggelisahkan tentang "nasib" bumi di masa yang akan datang.
73
Dunia boleh menganggap terorisme sebagai musuh terbesar saat ini. Tapi sesungguhnya,
musuh terbesar dunia - menurut film tsb. - adalah berbagai bencana yang ditimbulkan oleh
pemanasan global. Gejala-gejala ke arah tersebut sudah mulai tampak beberapa tahun
terakhir ini:
 Salju di pegunungan Kilimanjaro (Afrika) dan berbagai gletser di sejumlah negara (seperti:
Grinnel, Boulder, dan Columbia di Amerika Serikat; AX010 di Kilimanjaro, Nepal;
Adamello Mandron di Italia; Tschierva dan Rhone di Swiss; serta beberapa gletser lainnya
di Peru dan Argentina) sudah menipis.
 Naiknya temperatur air laut telah menimbulkan sejumlah badai topan: topan Jeanne dan
Ivan di Florida serta topan Frances di Laut Atlantik (September 2004), sejumlah topan di
perairan Jepang (2004), topan Emily di Karibia-Brasil dan topan Dennis di Florida (Juli
2005), serta topan Katrina di California (Agustus 2005).
 Sementara di beberapa bagian dunia terjadi badai topan dan banjir, di beberapa bagian
dunia lainnya justru terjadi kekeringan, seperti: Darfur - Sudan dan Nigeria. Situasi seperti
ini juga terjadi di Indonesia.-Bulan Juli lalu, hujan masih mengguyur sejumlah wilayah di
Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi, Tetapi kekeringan mulai terjadi di beberapa wilayah
Pulau Jawa.

Atau, harian Kompas, pada beberapa edisi di bulan Juli dan Agustus yang lalu, melaporkan
berbagai dampak pemanasan global pada anomali iklim yang tengah terjadi, sbb.:

 Cuaca ekstrem telah melahirkan berbagai bencana (seperti: badai, banjir, dan tanah
longsor) di China, Jepang, India, Banglades, Nepal, Filipina dan Indochina. Hal ini perlu
disikapi secara serius, sebab sebagian besar dari negara-negara tersebut, selama ini telah
menjadi sentra produksi beras.
 Banjir besar juga terjadi di sejumlah wilayah Inggris, Swiss dan Sudan.
 Gelombang udara panas kembali terjadi di beberapa wilayah Eropa. Situasi yang sama
pernah terjadi beberapa tahun yang lalu di Argentina dan Amerika Serikat.
 Air sejumlah waduk di Indonesia mulai menyusut dan sumber-sumber air bersih pun mulai
mengering.

Buletin Pembinaan kali ini bisa juga dipahami sebagai bagian integral dari upaya
penyadaran akan bahaya pemanasan global. Sekalipun perlu disadari bahwa apa yang akan
dipaparkan pada buletin ini belum bisa menyentuh seluruh aspek yang terkait dengan
lingkungan hidup.

Komunitas Bumi dalam krisis dan Upaya Penyadaran


Komunitas bumi dalam krisis. Tidak ada yang bisa menyanggah pernyataan dan kenyataan
tersebut. Selain konflik dan peperangan, krisis yang mengancam lebih banyak orang adalah
krisis lingkungan hidup.
Krisis ini sebenarnya sudah lama terjadi, namun agaknya manusia (secara keseluruhan)
belum menyadari akan bahaya laten yang terdapat di dalamnya. Manusia masih asyik
menjadi penguasa alam semesta 2, belum menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari alam
semesta ini, sehingga krisis lingkungan hidup belum menjadi perhatian bersama.
Padahal, dari berbagai definisi tentang lingkungan hidup yang ada, kita diingatkan bahwa
lingkungan hidup adalah bagian dari kita dan kita adalah bagian dari lingkungan hidup; dan
keduanya saling berinteraksi dalam sebuah ekosistem.
Secara umum, krisis lingkungan hidup didorong oleh dua hal berikut ini, yaitu:
a. Pertambahan penduduk yang begitu pesat yang menuntut pemenuhan kebutuhan yang
tak terbatas (bahan makanan, bahan bakar, energi, dsb).
b. Kemajuan di pelbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) 3
Kesadaran akan perlunya usaha pelestarian lingkungan tidak muncul sekali jadi. Kesadaran
itu muncul berangsur-angsur melalui pengalaman interaksi manusia dengan lingkungannya.
Manusia semakin menyadari bahwa antara dirinya dan lingkungannya terdapat hubungan
yang sangat erat tak terpisahkan. Kesadaran itu akhirnya melahirkan suatu disiplin ilmu
yang baru, yang disebut ekologi. Perhatian akan masalah lingkungan hidup di zaman
modern ini dimulai pada dasawarsa 50-an di Amerika Serikat ketika terjadi pencemaran di
kota Los Angeles akibat smog (smoke fog) hasil pembakaran industri dan kendaraan
74
bermotor. Pada dasawarsa yang sama masyarakat Jepang digemparkan oleh peristiwa
pencemaran limbah merkuri (Hg) di Teluk Minamata yang memakan korban ribuan jiwa.
Lama-kelamaan perhatian akan krisis lingkungan hidup ini menjadi keprihatinan
masyarakat dunia secara bersama, termasuk di Indonesia - yang baru muncul pada dekade
60-an.4
Salah satu pokok yang ramai diperdebatkan dalam gerakan kesadaran ekologi ini ialah
hubungan antara pembangunan dan lingkungan hidup.5 Ada yang menuduh pembangunan
sebagai penyebab terjadinya kerusakan lingkungan. Tetapi ada juga yang mengatakan
sebaliknya, kerusakan lingkungan hanya dapat diatasi melalui pembangunan, sehingga
kalangan ini (negara-negara industri maju) menuduh negara-negara yang sedang
berkembang sebagai penyebab terjadinya pemanasan global.6
Di Indonesia sendiri, persoalan krisis lingkungan hidup merupakan persoalan yang aktual
dan potensial, tetapi belum menjadi perhatian bersama. Pembangunan yang sekarang
sedang berlangsung, seolah-olah merupakan hal yang terpisah dengan kelestarian
lingkungan hidup. Hal ini dapat terlihat dari masih adanya perusahaan industri yang tidak
mematuhi tata cara pembuangan limbah yang berlaku. Atau pembangunan perumahan di
kota yang tidak sesuai dengan Tata Ruang Kota, sehingga menimbulkan keruwetan
tersendiri bagi pemerintah kota.7

Manusia dan Komunitas Bumi: pola-pola yang dikembangkan


Terjadinya krisis lingkungan hidup saat ini tentunya tidak terlepas dari bagaimana manusia
berelasi dengan lingkungannya. Relasi ini pun ternyata mengalami perkembangan sejak
keberadaan manusia.
Pada awalnya, ketika agama-agama primitif masih berkembang, manusia memandang
segala sesuatu yang ada di sekitarnya secara religius. Ada proses pensakralan terhadap
lingkungan hidup, sehingga pola yang dikembangkan adalah subjek-subjek. Demikian pula
yang terjadi pada masyarakat yang masih tradisional, di mana masih ada tabu-tabu (pamali-
pamali) yang dikembangkan.8 Selain itu pandangan hidup dan sikap religius yang
dikembangkan berdasarkan pengalaman eksistensial mereka, turut menumbuhkan
kesadaran ekologis mereka.9
Akan tetapi ketika terjadi proses desakralisasi yang ditunjang dengan tumbuh-
berkembangnya agama monoteis, maka lingkungan hidup tidak lagi dipandang sebagai
sesuatu yang sakral atau sebagai subjek, tetapi objek.10 Saat itulah manusia mulai menjadi
penguasa atas lingkungan hidup dan kini kita diperhadapkan pada krisis lingkungan hidup
yang parah.
Th. van den End memberikan argumentasi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh
mengenai dari mana datangnya krisis yang sedang kita alami ini dikaitkan dengan
kekristenan, yaitu:11
a. Menurut Lynn White, kekristenan dipersalahkan karena menempatkan manusia pada
pusat dunia, karena sifat anthroposentrisnya. Kekristenan membuat manusia percaya bahwa
dirinya merupakan pusat alam semesta, dan bahwa seluruh alam hanya diciptakan untuk
melayani dia.12
b. Menurut Ritchie Lowrie, Calvinisme harus dipersalahkan karena mengajak manusia
untuk bekerja keras dan untuk hidup sederhana. Akibatnya tak bisa tidak adalah
pertumbuhan ekonomi yang besar. Timbullah dunia perindustrian modern dan terjadilah
krisis lingkungan.
c. Theodore Roszak, bertolak dari pengertian "teknokrasi". Teknokrasi berarti bahwa
kehidupan manusia dan seluruh lingkungannya mau diatur oleh teknik dan ilmu-ilmu
pengetahuan. Tidak boleh ada proses-proses spontan, karena yang bersifat spontan tidak
bisa diperhitungkan sebelumnya, dan membahayakan tujuan yang besar, yaitu
menaklukkan dunia kepada manusia dan menghasilkan produksi barang-barang yang
sebesar mungkin. Dengan adanya sikap ini, manusia memandang segala sesuatu di
sekitarnya, termasuk sesamanya manusia, sebagai obyek semata-mata; ia tidak
berpartisipasi di dalam kehidupan di sekitar dirinya, ia menjadi terasing daripadanya.
Roszak juga mempermasalahkan agama Kristen yang menempatkan manusia dalam relasi
75
subjek-objek dengan alam, dan menganggap alam sebagai kurang sempurna dan perlu
diperbaiki.
Dari pemaparan di atas, kita dapat melihat bahwa seolah-olah kekristenan turut bersalah
atas kerusakan lingkungan hidup. Hal ini tentunya harus dikritisi lebih lanjut. Karena
jangan-jangan, "kekristenan" telah salah dalam menafsirkan Alkitab ataupun telah
dipengaruhi oleh tujuan-tujuan politis dan ekonomis, sehingga dikatakan turut merusak
lingkungan hidup. Selain itu, di bagian dunia yang minoritas Kristen, toh terjadi juga krisis
lingkungan hidup. Artinya, ada berbagai faktor penyebab dari krisis yang terjadi.
Lagipula, jika kita memahami secara utuh berita Alkitab tentang lingkungan hidup, maka
sebenarnya kekristenan memiliki sumbangsih yang besar dalam pelestarian lingkungan
hidup.

Pandangan Alkitab tentang Lingkungan Hidup


Untuk mengetahui pandangan Alkitab tentang lingkungan hidup, maka pertama-tama yang
harus kita miliki adalah pemahaman yang benar mengenai Alkitab sebagai sumber teologi
kita. Alkitab yang merupakan Firman Allah tersebut, bukanlah sebuah buku ilmiah
mengenai asal-usul bumi dan segala sesuatu di dalamnya, bukan pula buku sejarah bumi.13
Alkitab adalah buku iman akan Allah yang telah menciptakan, memelihara dan
menyelamatkan bumi dan segala isinya. Walaupun Alkitab bukan buku tentang ekologi,
sejumlah penulisnya telah melukiskan ekologi manusia dan mengangkat keadaan dan
gejala alam dalam hubungan dengan Firman Tuhan. Keberadaan segala ciptaan terkait
dengan Tuhan Pencipta.14

a. Pandangan Perjanjian Lama (PL)


Dalam PL, ada dua kitab yang secara khusus berbicara tentang alam semesta, yaitu Kitab
Kejadian dan Mazmur. Tujuan mula-mula dari cerita dalam Kitab Kejadian ialah untuk
memberi makna kepada dunia yang dipahami sebagai kekacaubalauan.15 Pengarang kitab
ini mengaitkan pengalaman hidupnya dari kawasan lingkungannya dengan pemahaman
tentang sejarah penyelenggaraan ilahi Israel sebagai bangsa yang telah dijanjikan tanah
khusus.16
Sorotan kitab ini adalah pada tindakan keteraturan Yahweh. Tatanan kosmik dikaitkan
dengan tatanan moral dan social:
ketidakteraturan moral, kekerasan, air bah. Perhatian bagian Kitab Suci khususnya terpusat
pada tatanan kosmos dan bukan pada penggalian asal-muasal kosmos.17
Penulis ini tidak memandang kekuasaan manusia atas makhluk ciptaan lain sebagai kuasa
tak terbatas, namun di hadapan mata Tuhan makhluk ciptaan nonmanusia dan manusia
diandaikan untuk membentuk suatu komunitas makhluk ciptaan, dan di dalam komunitas
itu manusia bertanggung jawab.18 Jadi ciptaan nonmanusia itu tidak diberikan kepada
manusia untuk dikuasai, tetapi untuk manusia kelola dan pelihara.
Dalam Kitab Mazmur, kosmos digambarkan sebagai buah tangan Tuhan (misalnya Mzm
19). Langit, termasuk bintang-bintang, mengidungkan kemuliaan Allah dan memberikan
kesaksian karya Pencipta. Kosmos bukan sekadar undangan untuk percaya akan Allah
Pencipta, namun termasuk desakan untuk terus-menerus memuji kebesaran Tuhan melalui
doa. Mazmur 104 kembali mengumandangkan pandangan kontemplatif tentang penciptaan
alam semesta dalam Kejadian 1 dengan menampilkan unsur-unsur alam. Dalam Mazmur
136 kita dapat melihat bahwa dunia dan sejarahnya adalah karya cinta kasih Allah yang
menakjubkan. Tampak bahwa doa-doa bangsa Israel melalui mazmur mencerminkan
kedekatan hidup mereka dengan makhluk ciptaan.19

b. Pandangan Perjanjian Baru (PB)


Dalam dunia Yunani, kosmos adalah tatanan organisme dalam ketenangan. Sementara itu,
gagasan kosmos dalam PB terorientasi pada hidup manusia dalam sejarah. PB
mempertimbangkan kosmos dalam kaitan dengan Yesus Kristus (bercorak kristologis) dan
manusia di hadapan Yesus Kristus (bercorak antropologis).20 Gambaran tentang kosmos
dalam PB dipandang sebagai sarana untuk pewartaan Injil. Maksudnya, PB tidak berbicara
tentang kosmos dalam dirinya, sebagai benda belaka, namun pembicaraan tentang kosmos
dikaitkan dengan dunia manusia, tempat Tuhan bertindak dan manusia melakukan sesuatu
76
secara bertanggung jawab. Pada dasarnya terdapat suatu konsep antroposentris dunia:
dalam cara tertentu, dunia berubah bersama sejarah manusia.21
Untuk mengubah atau membebaskan dunia, umat Allah harus melakukan tindak pembaruan
hati dan dengan tingkah laku yang sesuai dengan kehendak Allah. Ini tidak hanya
menyangkut pembaruan batiniah individual, tetapi melahirkan komunitas ciptaan baru,
yaitu umat Allah.22

Ekologi dan Ekumene


Gereja selaku persekutuan orang percaya tidak hanya bertanggung jawab untuk
mewujudkan persekutuan di antara sesama manusia, tetapi juga dengan lingkungan.23
Selama ini ekumene hanya dimengerti sebagai hubungan interdenominasi gereja, padahal
arti kata oikos menunjuk pada bumi sebagai tempat tinggal (habitat). Habitat adalah inti
makna dari semua kata eko; ekonomi, ekologi, dan ekumenesitas.24
Oleh karena itu, tujuan ekumene tidak bisa lagi terbatas pada usaha pembentukan Gereja
Kristen yang Esa atau menciptakan hubungan yang harmonis di antara orang Kristen, tetapi
harus menjangkau wawasan yang lebih luas, sesuai dengan arti dan makna yang terkandung
dalam kata ekumene, yaitu dunia atau kosmos ini secara keseluruhan, khususnya hubungan
dengan seluruh ciptaan.25 Ted Peters membedakan antara kata ecumenical dan kata
ecumenic, yang akar katanya sama yaitu oikos, tetapi maknanya berbeda. Kalau ecumenical
berbicara tentang kesatuan iman, maka ecumenic berbicara tentang kesatuan manusia
dengan segala sesuatu yaitu dengan semua realitas ciptaan Allah. Akan tetapi, keduanya
mempunyai hubungan sebab kesatuan iman harus mempunyai implikasi terhadap kesatuan
dengan seluruh ciptaan.26
Banyak tradisi keagamaan, termasuk Yudaisme dan Kekristenan, memahami inti
penciptaan sebagai tempat tinggal Allah di dalamnya. Ciptaan adalah tempat kehadiran
Allah. Jadi, kata oikos menunjuk pada rumah tempat kehadiran dan kediaman Allah. Allah
ada "rumah" di sini, sebagaimana kita,27 Jadi dalam mengelola alam, maka kita harus
sejalan dengan Ekonomi Allah.28 Kita adalah rekan sekerja Allah (householders) dalam
menatalayani (oikodomeo) dunia.29 Di sinilah peran gereja mendapat tempat30, karena
gereja karena gereja merupakan bagian dari earth habitat. Sebagai bagian darinya, maka
gereja terpanggil untuk terlibat aktif dalam kesatuan dengan bagian-bagian lain dari earth
habitat.
Jika keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus dipahami sebagai keselamatan untuk seluruh
ciptaan, maka gereja terpanggil tidak hanya untuk menyatakan koinonia dengan sesamanya
manusia, tetapi juga dengan sesama ciptaan. Ted Peters juga mengingatkan bahwa gereja
harus melaksanakan pendamaian dalam rangka menghadirkan Kerajaan Allah. Dan sejalan
dengan hal ini, Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD) memahami pendamaian dan
pembaruan ciptaan sebagai tujuan dari misi gereja.31
Sudah sejak tahun 1968 dalam Sidang Raya IV DGD di Upsala, Swedia, DGD membahas
perhatian dan tanggung jawab gereja-gereja terhadap lingkungan hidup. Sedangkan, di
Indonesia sendiri, baru dalam Sidang Raya XI PGI di Surabaya tahun 1989, dikukuhkan
secara eksklusif pengertian pemberitaan Injil yang mencakup usaha pelestarian lingkungan
hidup. Selain sebagai bagian dari tugas pemberitaan Injil, tugas pengelolaan dan
pemeliharaan serta pelestarian lingkungan hidup menjadi salah satu dasar bagi gereja-
gereja di Indonesia untuk berpartisipasi dalam pembangunan nasional.32
Bagi gereja-gereja di Indonesia, terdapat suatu permasalahan tersendiri dalam usahanya
untuk menjadi penatalayan dunia. Pertama, gereja-gereja di Indonesia masih terkotak-
kotakan dalam berbagai denominasi, di mana masing-masing denominasi memiliki concern
tersendiri. Kedua, konsep ecumenic sendiri belum begitu populer di Indonesia. Oleh karena
itu, diperlukan usaha untuk lebih menggugah kesadaran gereja-gereja di Indonesia akan
perannya menjadi penatalayan dunia melalui berbagai cara, mis: diskusi teologis, proyek
kerjasama mengenai pelestarian lingkungan hidup.
Sementara itu tantangan lain yang dihadapi oleh gereja-gereja di Indonesia adalah
pluralisme agama. Seharusnya kenyataan ini bukanlah penghambat bagi gereja untuk
menjadi penatalayan dunia, tetapi malah merupakan sebuah peluang bagi gereja-gereja di
Indonesia untuk membina kerjasama dengan para pemeluk agama lain untuk bersama-sama
menjadi penatalayan dunia, karena mereka pun adalah bagian dari earth habitat. Memang
77
hal ini tidak mudah, karena harus ada kesamaan visi di antara kita. Oleh karena itu, perlu
diusahakan pula "proyek penyadaran bersama" di antara para pemeluk agama.

Refleksi Teologis
Judul buletin ini adalah "Kita adalah Penatalayan Rumah yang Sama" hendak
menegaskan bahwa kita semua yang hidup saat ini sebenarnya memiliki peran sebagai
penatalayan bersama penatalayan yang lainnya di "rumah dunia" - yang juga tempat tinggal
Allah - di mana Allah adalah Sang Kepala Rumah Tangga. Oleh karena itu, sebagai
penatalayan, maka kita sebenarnya tidak berhak sepenuh-penuhnya atas ciptaan Allah yang
lain - dalam hal ini lingkungan hidup dan isinya. Dalam tugas tersebut, kita harus sesuai
dengan Ekonomi Allah. Kita mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk berbagi
tempat dan hasil bumi dengan sesama kita dan juga dengan generasi yang akan datang di
rumah kita (orientasi kehidupan yang futuris).
Saat ini perlu dikembangkan sebuah etika komunitas bagi komunitas bumi (mencakup
semua yang ada, baik yang hidup maupun tidak) atau moral lingkungan hidup, karena
masalah ekologi umumnya terkait dengan krisis moral. Etika ini berdasarkan pada
pernyataan sederhana bahwa "semua yang ada, ada bersama"33, atau mengacu pada Teori
Sistem. Dari sini diperoleh kesimpulan bahwa semua yang ada saling mempengaruhi, tanpa
ada status manusia sebagai penguasa dan alam sebagai objek penguasaan, karena sampai
kapan pun, manusia tidak bisa menjadi penguasa semesta. Ibarat tubuh, apabila kita tidak
memelihara kesehatan tubuh kita, misalnya dengan istirahat yang teratur dan makan-minum
yang baik, maka lama-kelamaan kita akan sakit. Sakit itu tidak hanya dirasakan oleh bagian
tubuh tertentu, tetapi juga oleh seluruh tubuh.34 Oleh karena itu, manusia - sebagai ciptaan
yang berakal budi - sudah seharusnya lebih arif dalam menatalayani dunia ini. Kesadaran
dan penyadaran bahwa jumlah manusia penghuni bumi semakin banyak dengan
kebutuhannya yang seolah-olah tak terbatas, sedangkan sumber energi bumi yang terbatas,
menuntut kita untuk benar-benar arif dalam berelasi dengan lingkungan hidup.
Kesulitan muncul ketika orientasi manusia dikuasai motif ekonomi yang profit oriented
didukung faktor politik yang tidak ramah lingkungan. Di sinilah peran gereja ditantang.
Apakah ia berani menjadi nabi yang memperingatkan para pemimpin (di dunia) dalam
menentukan kebijakannya, ataukah justru ia kehilangan peran kenabiannya. Jika ia tidak
berani, maka misi gereja, yaitu menjadi mitra pendamaian dan penciptaan Allah akan
gagal. Diperlukan sebuah kerjasama dan jaringan relasi yang konsisten dan terus-menerus
antara gereja dan lembaga-lembaga di dunia dalam menangani krisis lingkungan hidup dan
mengkritisi kebijakan ekonomi dan politik pemerintah yang berkenaan dengan lingkungan
hidup.
Apa yang diusahakan dalam buletin ini bukanlah sesuatu yang final, Artinya buletin ini
baru menyentuh satu segi saja mengenai eko-teologi, sedangkan persoalan krisis
lingkungan hidup merupakan persoalan bersama yang sangat kompleks yang harus dibahas
dan ditangani bersama (meliputi berbagai bidang ilmu) pula.35
Mengakhiri refleksi ini, marilah kita menghayati syair doa berikut ini:

Goodnight God

I hope that you are having a good time being the world.
I like the world very much.
I'm glad you made the plants and trees survive with the rain and
summers.
When summer is nearly near the leaves begin to fall.
I hope you have a good time being the world.
I like how God feels around everyone in the world.
Your arms clasp around the world. I like you and your friends.
Every time I open my eyes I see the gleaming sun.
I like the animals - the deer, and us creatures of the world,the mammals.
I love my dear friends.36

78
 

______________________________
1. Kegiatan lain yang patut disinggung berkenaan gerakan penyadaran tentang pemanasan
global adalah konser Live Earth yang serentak dilaksanakan di 8 negara pada tanggal 7 Juli
2007 yang lalu. Di Indonesia sendiri ada 2 momen yang perlu disinggung, yakni : Global
Warming Music Concert 2007 di Kemayoran, Jakarta pada 18-19 Agustus 2007 dan
Konferensi Internasional tentang Pemanasan Global di Denpasar, Bali pada Desember
2007.
2 Robert P. Borrong, "The Role of Humankind in the Environmental Crisis" dalam Robert
P. Borronq, et al., (eds), Berakar di dalam Dia & Dibangun di atas Dia (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1998), hlm.156.
3 Bnd. Ibid., hlm.157.
4 Freddy Buntaran, Saudari Bumi Saudara Manusia: Sikap Iman dan Kelestarian
Lingkungan (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm.21-22.
5 Sumitro Djojohadikusumo (dan mungkin para pakar yang lain) menyatakan bahwa
persoalan krisis lingkungan menimbulkan persoalan-persoalan di bidang ekonomi
masyarakat yang mengandung pengaruh dan aspek politik secara bercabanq (ramifikasi
politik). Sebaliknya perkembangan ekonomi dan politik - baik di dalam masyarakat sendiri
maupun dalam hubungan antar negara sangat mempengaruhi keadaan ekologi dan
lingkunqan hidup dari masyarakat yang bersangkutan. Lih. Sumitro Djojohadikusumo,
"Aspek Ekonomi dan Politik sekitar Masalah Ekologi dan Lingkungan Hidup" dalam M.T.
Zen (ed.), Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup (Jakarta: Gramedia, 1981), hlm. 70.
6 Buntaran, Op. Cit . , hlm. 23 . Bahkan sampai saat inipun Negara industri maju, misalnya
USA - lewat pernyataan presidennya, George W. Bush, masih terkesan angkuh untuk
mengakui bahwa mereka juga turut menyebabkan pemanasan global.
7 Disisi lain, kita patut mensyukuri upaya sejumlah pengembangan yang sudah
mengedepankan pelestarian lingkungan hidup dalam megaproyek mereka.
8. Bnd.. P. M. Laksono, et al . , Perempuan di hutan Mangrove (Yoqyakarta: Galang Press,
2000), h l m.122-126.
9 Bnd. Buntaran, Op. Cit., hlm.27-33.
10 Sebagai contoh kasus adalah kisah yang disampaikan oleh Th. van den End dalam
orasinya yang berjudul "Kapak Elia", yaitu ketika seorang rahib bernama Mar Elia
menebang sebuah pohon yang dianggap keramat oleh penduduk Yazd. Setelah pohon itu
lumbang, maka penduduk Yazd tidak perlu takut lagi terhadapnya. Lih. Th. van den End,
Kapak Elia (Jakarta: Orasi Dies Natalis STT Jakarta,1976), hlm.1.
11 lbid., hlm.4-5.
12 Celia Deane – Drummond, Teologqi & Ekologi: Buku Peqangan, terj., hlm. 20
13 Bnd. William Chang, Moral Lingkungan Hidup (Yogyakarta : Kanisius, 2001 ) ,hlm. 46.
14 Ibid. , hlm.47
15 Deane-Drummond, Op.Cit., hlm.16.
16 Chang, Op. Cit . , hlm. 48 . Bagi bangsa Israel, tanah adalah anugerah Allah. Dengan
prinsip dasar tersebut., maka manusia hanya dapat memanfaatkannya untuk mengenal dan
memuliakan nama Allah. Di samping aspek manusia sebagai pengelola, ada pula aspek
tanqgung jawab yang erat berkaitan dalam persoalan hubungan manusia-tanah. Hubungan
manusia-tanah dalam tradisi Yahudi mendapat bentuk yan9 khusus di dalam perayaan
Sabat. Lih. Karel Phil Erari, "Teologi Lingkungan dalam Perspektif Melanesia: Urgensi
bagi Transformasi Relasi Manusia-Tanah" dalam Setia, no.1/1997, him.46-47.
17 Ibid. , hlm. 49.
18 Ibid.
19 Ibid., hlm.49-51.
20 Pengertian ini harus dilihat dalam terang karya penyelamatan dan penebusan Allah di
dalam Yesus Kristus dan sikap (respons) kita terhadap karya-Nya tersebut. Lih. Buntaran,
Op.Cit., him.48.
21 Chang, Op.Cit., hlm. 51-52.

79
22 Ibid. , hlm. 54.
23 Borrong, Berakar..., Op.Cit., hlm.124.
24 Lih. Rasmussen, Op.Cit., hlm.91.
25 Borrong, Op. Cit . , hlm. 124 -125 . Bnd. Rasmussen, Op.Cit. , hlm . 90 yang mencatat
definisi ekumene dari Shannon Jung, yaitu keseluruhan dunia yang didiami (the whole
inhabited world) atau benda bulat yang didiami (the inhabited globe) .
26 Ted Peters, God - the World's Future (Minneapolis: Fortress Press 1992) sebagaimana
yang di kutip oleh Borrong, ibid., hlm.125
27 Rasmussen, Op.Cit., hlm. 90
28 Ekonomi Allah dimengerti sebagai bagaimana Allah menatalayani dunia ini dengan
penuh keteraturan.
29. Bnd. Rasmussen,Op. Cit. hlm. 92.
30. Permasalahan sekarang adalah, sejauh mana kesadaran tugas dan tanqqung jawab
qereja ini dihayati oleh qereja-gereja di seluruh penjuru bumi . Apakah pusat perhatian
gereja pada saat ini hanya terpaku pada ritus-ritus keagamaan, atau "justru sudah terguqah
oleh perannya yang justru lebih luas, sebagai penatalayan dunia bersama-sama dengan
Allah. Jika ritus-ritus keagamaan masih menjadi perhatian utama gereja, maka yang terjadi
adalah pelanggengan krisis lingkungan hidup, karena selain gereja menjadi tidak terlibat
dalam usaha penatalayanan dunia, di dalam ritus-ritus itu sendiri juga banyak digunakan
berbagai jenis tanaman untuk menunjang ritus-ritus tersebut, mis: penebangan pohon
cemara untuk dijadikan pohon Natal. Ritus-ritus keagamaan tersebut seharusnya dipakai
oleh gereja-gereja sebagai alat penyadaran bagi warga gereja mengenai pentingnya peran
kita menjadi penatalayan dunia 31 Borrong, Etika..., Op.cit., him.256.
32 Lih. Borrong, Etika..., Op.Cit., hlm.259-267.
33 Rasmussen, Op.Cit., hlm. 324.
34 Bnd. dengan 1 Kor. 12:12-31 mengenai "Banyak anggota, tetapi satu tubuh".
35 Kita patut menyambut positif adanya gerakan dan kebijakan (biasa disebut CSR :
corporate social responsibility) yang mengharuskan setiap perusahaan memerhatikan
lingkungan hidup , selain aspek-aspek social di dalam dan di luar perusahaan. Hal ini
diperkuat dengan 10 aturan main korporasi global (Global Compact) yang dibuat PBB, di
mana 3 butir di dalamnya terkait dengan lingkungan hidup.
36 Danu Baxter, dalam Earth Prayer from Around the World sebagaimana dikutip
Rasmusen, ibid. , hlm.268-269

80
DOANYA YANG TERAKHIR

Tentara komunis telah menemukan kelompok pemahaman Alkitab yang mereka anggap ilegal. Ketika
sang pendeta sedang membaca Alkitab, tiba-tiba tentara komunis mendobrak pintu sambil menteror
orang yang berkumpul untuk mengadakan persekutuan itu dengan menggunakan pistol. Mereka
meneriakkan ancaman dan hinaan, mereka mengancam akan membunuh semua orang Kristen.
Komandan tentara komunis itu mengarahkan pistolnya ke arah sang pendeta sambil
berteriak,"Serahkan kepadaku Alkitabmu."
Dengan penuh keengganan, Alkitab itu diserahkannya karena itu adalah benda yang paling berharga
yang dimilikinya. Dan dengan tawa mengejek, si komandan melemparkan firman Allah itu ke lantai
dekat kakinya. Ia melotot kepada kelompok kecil itu sambil berkata, "Kami akan melepaskan kalian
jika kalian mau meludahi buku yang berisi kebohongan ini. Siapa pun yang tidak mau meludahi buku
itu, akan ditembak." Orang-orang itu tidak memiliki pilihan lain kecuali menuruti apa yang menjadi
perintah komandan.
Seorang tentara mengacungkan pistol kepada salah seorang dari kelompok itu, "Kamu duluan." Pria
itu perlahan berdiri dan berlutut di samping Alkitab itu, dengan berdoa "Bapa, tolong ampuni aku," ia
meludah dan berjalan ke pintu. Tentara mundur dan memperbolehkannya keluar. Tentara itu
kemudian menyuruh seorang wanita, sambil berurai air mata, ia nyaris tidak sanggup melakukan apa
yang diperintahkan kepadanya. Ia meludah hanya sedikit, tetapi itu sudah cukup dan ia pun diizinkan
pergi.
Dengan tenang, seorang gadis muda maju. Dan dengan penuh kasih pada Tuhannya, ia berlutut lalu
mengangkat Alkitab itu. Disekanya ludah-ludah itu dengan gaunnya, sambil berdoa, "Ampunilah apa
yang telah mereka lakukan kepada firman-Mu ya Tuhan." Dan seketika itu pula tentara komunis itu
memuntahkan peluru menembus kepala gadis
itu.
Diambil dan diedit seperlunya dari:
Judul buku : Jesus Freaks
Judul artikel: Cipta Olah Pustaka
Penulis : DC Talk dan Voice Of Martyr
Penerbit : Doanya yang Terakhir
Halaman : 54 – 55

TIGA KALI ANNE BERTEMU TUHAN


Saat ini Anne Satya Adhika (12) mungkin sudah bisa melihat wajah Tuhan. Ia sudah
memperoleh apa yang pernah dijanjikan oleh Tuhan Yesus yang datang dua kali dalam
mimpinya. Dalam mimpi itu Tuhan Yesus berkata akan mengambil dua benda dari
tubuhnya, namun Ia akan mengganti dengan sesuatu yang paling baik buat Anne. Yang
paling baik bagi puteri pasangan Antonius Yosef Sri Kahono (43) Dan Yohana Fransisca
Emy Kusindriati (38) tiada lain adalah surga! Karena Anne dipanggil Tuhan pada 26
September 2007, setelah melewati pergulatan panjang dari operasi tumor 3 April 2007
berikut rangkaian enam kali kemoterapi.
Anne Satya Adhika, terlahir 7 Juni 1995 dengan badan sehat Dan gemuk. Anne yang
penurut Dan lugu, menurut ayahandanya adalah anak yang pendiam, namun anehnya
Anne punya banyak teman. Walaupun terkesan pendiam, Anne pandai merangkai DOA
bahkan memimpin DOA dengan rangkaian kata-kata yang dibuatnya sendiri. Kecintaan
Anne untuk berdoa juga terbukti dengan rajinnya Anne ikut ibadat, DOA Rosario atau
pun misa baik di paroki, maupun di rumah. Di kamar Anne yang bernuansa pink,
tertempel DOA Bapa Kami dalam bahasa Inggris, menunjukkan kecintaan Anne pada
Tuhan Dan keinginannya untuk belajar bahasa Inggris.

81
Tingginya semangat belajar Anne Dan keinginannya untuk mengetahui sudah terbukti
dari prestasi belajar yang IA dapatkan dari sekolahnya di SD Kanisius Demangan Baru.
Beberapa kali Anne mendapatkan ranking di sekolahnya, terutama ketika Anne belajar di
kelas 1 sampai dengan 3. Di kelas 6, seperti anak-anak lain yang juga ingin
mempersiapkan ujian, maka Anne mengikuti les-les supaya memperoleh nilai bagus
dalam ujian Dan bisa melanjutkan ke sekolah favorit. “Menjelang ujian, tanpa Ada gejala
sakit sebelumnya tubuh Anne tampak mengurus namun perutnya agak besar. Setelah
dicek di RS Panti Rapih ternyata Ada tumor di bagian perut,” terang Bapak Kahono.
Kemudian waktu itu dokter menganjurkan supaya segera dilakukan operasi. Vonis
tersebut membuat Pak Kahono Dan istri merasa panik Dan stress. Ada keinginan untuk
mengikuti pengobatan alternatif. Namun, menurut dokter hal ini hanya akan
memperparah kondisi pasien.
Itu sebabnya tanpa memikirkan masalah biaya, mereka menyetujui operasi pengangkatan
tumor Anne. “Kami hanya ingin Anne sembuh. Namun, ternyata Tuhan mempunyai
rencana lain untuk Anne Dan kami sekeluarga.” jelas Ibu Emy tabah. Ibunda Anne Dan
Gisela Sotya Gracia Diwyacita (3,5) ini ternyata masih harus berjuang untuk membujuk
putri sulungnya agar mau dioperasi.
Namun, ternyata hanya Tuhan Yesus sendiri yang bisa membujuk Anne. “Malam
sebelum dioperasi Anne bermimpi bertemu Tuhan. Katanya, dia melihat Tuhan Yesus
menungguinya di ruang operasi Dan memegangi tangan kanannya. Jadi, setelah mimpi
itu dia pasrah saja dioperasi.” ujar Ibu Emy.
Mimpi itu adalah kali pertama Anne bertemu Tuhan Yesus. Sebelumnya, Anne belum
pernah menceritakan perjumpaan dengan Tuhan. Namun, Anne sangat suka berdoa. Ia
gemar berdoa Rosario Dan memimpin DOA spontan. Bahkan setelah IA meninggal
orang tuanya menemukan diari DOA Anne yang dibuatnya sejak IA duduk di kelas 3
SD. “Kami tidak tahu kalau Anne menulis berbagai DOA mulai DOA di Hari ibu, Hari
pahlawan, sampai Hari kelahiran Gisela. Dan baru menjelang saat-saat terakhirnya IA
menulis DOA untuk dirinya sendiri,” tutur Bapak Kahono. Dalam doanya yang terakhir,
Anne juga sempat memohon berkat agar kedua orang tuanya sehat Dan mempunyai
cukup rejeki untuk membiayai pengobatan di rumah sakit. Padahal saat itu tidak seorang
pun yang memberitahu bahwa kedua orang tuanya kesulitan menutup biaya yang tidak
sedikit. Dan untunglah sebagian biaya dibantu oleh perusahaan tempat Pak Kahono
bekerja. Bantuan juga datang dari sanak saudara, juga dari teman-teman di milis yang
bersimpati dengan Pak Kahono. Namun bantuan itupun belum bisa menutup seluruh
biaya pengobatan yang luar biasa mahalnya. Maka atas kebaikan perusahaan tempat Pak
Kahono bekerja meminjami uang untuk menutup biaya tersebut, sedangkan untuk
pengembaliannya Pak Kahono harus real dipotong gajinya setiap bulan, yang jumlahnya
cukup besar. “Saya tidak tahu berapa tahun potongan gaji itu akan selesai.” kata Pak
Kahono. Maka untuk menutup kebutuhan setiap bulannya yang selalu minus Pak kahono
harus berjuang mencari kerja dimalam Hari diluar perusahaannya.
Perjumpaan Anne dengan Tuhan Yesus dalam mimpi ternyata membawa mukjijat bagi
kondisi fisik Dan mentalnya. Secara mengejutkan, rekam jantung Dan berbagai
pemeriksaan sebelum operasi memungkinkan bagi terlaksananya operasi. Padahal dua
Hari sebelumnya, rekam jantung Anne sangat jelek. Begitu senangnya Anne berjumpa
Tuhan sampai dia bisa menghibur sang ibu. “Sebelum masuk kamar operasi, Anne
sempat bilang pada saya: Ibu, wajahnya jangan begitu. Senyum to….DA…DA….”
kenang Ibu Emy.
Operasi yang menyita waktu 3 jam 45 menit itupun seperti mukjizat, karena sebelumnya
dokter sempat memberitahukan bahwa setelah operasi Anne pasti membutuhkan
perawatan di ICU, namun hal ini tidak terjadi. Tuhan seakan menjawab DOA Anne Dan
keinginan Anne. Sebelum operasi Anne sempat bilang kepada Ibunya, “Ibu setelah
operasi saya maunya kembali ke kamar ini.” Dan memang benar, setelah operasi, Anne

82
tidak memerlukan perawatan di ICU. Anne dikembalikan ke kamar perawatan semula
Dan dia kelihatan tegar, tidak merasa sakit.
Pasca operasi dengan semangat hidup yang luar biasa, Anne ngotot ikut ujian kelulusan
sekolah dasar. “Waktu itu Anne tidak pernah belajar karena sakit Dan masuk rumah
sakit. Tapi, syukurlah Anne bisa Lulus ujian kelulusan sekolah dasar Dan diterima di
SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta,” kata Bapak Kahono. Anne pun tetap rajin menyalin
pelajaran guna mengejar ketertinggalannya selama dia harus mengikuti kemoterapi.
Saat-saat mendampingi kemoterapi Anne, Bapak Kahono dan Ibu Emy merasakan beban
yang sangat berat. “Setiap bulan, kurang lebih 4 sampai 5 hari kami harus mendampingi
Anne yang pasti merasakan sakit, pusing berat, mual, muntah, dan menggigil sampai
tempat tidurnya bergoyang hebat. Setelah itu, di rumah kadang-kadang Anne susah
minum obat.” Kata kedua orangtua Anne. Disaat-saat Anne menggigil karena efek dari
kemoterapi ia selalu bilang pada ibunya, “Bu…dingin banget, doakan Anne ya bu….”
Kenang ibu Emy sambil menangis. “ia anak yang tabah, semangat dan selalu ingat pada
Tuhan, saya bisa merasakannya betapa sakitnya orang menjalani kemoterapi, tetapi saya
harus tabah dan kuat selama mendampingi anak saya”.
Di tengah beratnya pendampingan itu, keduanya tidak putus asa. Meski doa mereka agar
sang anak tidak kesakitan paska kemoterapi tidak dikabulkan Tuhan, mereka terus
berdoa agar Anne disembuhkan. Dengan kepercayaan penuh mereka membimbing Anne
agar terus berpasrah dan berdoa. Bahkan Pak Kahono juga rajin berpuasa agar Anne
segera sembuh dan Pak Kahono bisa sabar melayani Anne.
Dari kemoterapi pertama sampai keempat, kondisi fisik Anne sangat bagus. Meski harus
kesakitan setelah kemoterapi, ia bisa kembali beraktifitas dengan ceria. Bahkan setelah
menjalani kemoterapi ia antusias untuk masuk sekolah, ia dengan semangat dan senang
hati selalu ingin bersekolah berjumpa dan belajar bersama-sama dengan teman-
temannya. Kali ini tantangan besar menanti keluarga Kahono karena kerontokan rambut
Anne tidak bisa dicegah. Anne pun mengalami stres berat. Berbagai cara dilakukan oleh
keluarganya agar rasa percaya diri Anne kembali. Mulai dari membeli wig sampai jalan-
jalan untuk sekadar makan atau membeli pensil pun dilakoni keluarga ini agar Anne bisa
merasa senang. “Syukur kepada Allah karena dengan cepat Anne bisa menerima
kenyataan ini, dia sempat stress selama 4 hari, selalu marah karena hampir setiap hari
rambutnya lepas satu per satu. Kami hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar kami diberi
kesabaran dan ketabahan, maka disaat-saat selesai doa malam atau disaat-saat kami
makan bersama diluar secara pelan-pelan kami mencoba menjelaskan kepada Anne
mengenai kerontokan rambutnya” kata pak Kahono. “Dan syukur kepada Allah sekali
lagi Anne akhirnya mau mendengarkan dan mau menerima kenyataan ini”.
Setelah kemoterapi ketiga, Anne bermimpi ketemu Tuhan Yesus lagi. Pada sang ibu,
Anne bercerita,” Ibu, Tuhan datang lagi. Tuhan bilang Dia telah ambil salah satu organ
tubuhku sebanyak dua buah. Tuhan bilang agar aku tidak khawatir, suatu saat akan
diganti yang lebih baik, tetapi tidak dalam waktu dekat. Kemudian Tuhan bilang dengan
bahasa lain yang tidak pernah aku mengerti. Tapi aku paham dengan apa maksud
perkataan Tuhan padaku. Bu kira-kira apa ya organ yang diambil itu?”
Lewat pertemuan kedua ini, akhirnya Tuhan Yesus sendiri yang menunjukkan pada Anne
apa yang terjadi dalam operasi itu. Mengingat tumor seberat 3,2 kg itu menempel pada
kedua indung telurnya, dokter memutuskan untuk mengangkat indung telur Anne
sekaligus. Pengangkatan kedua indung telur ini tidak disampaikan oleh keluarga pada
Anne agar dia tidak stress. Rencananya baru akan disampaikan setelah dia dewasa karena
dia tidak akan bisa punya anak. Namun, justru Tuhan sendiri yang memberitahukannya
langsung pada Anne.
Perjumpaan Anne yang kedua dengan Tuhan Yesus ini juga menimbulkan perubahan
drastis pada dirinya. Menurut cerita keluarga dan para tetangga, setelah kemoterapi
ketiga Anne tidak seperti dirinya lagi. Pada seorang anggota keluarganya dia berkata,

83
“Mbak, Anne minta maaf ya kalau ada salah.” Sementara itu, pada kedua orang tuanya ia
sering minta supaya para kerabat diundang makan-makan. Dengan undangan ini dia
seakan berpamitan. Ketika itu Anne juga ingin sekali bertemu dengan emak Inge dan
oma Maria, mereka berdua adalah sahabat orangtua Anne yang begitu baik
memperhatikan Anne. Namun sayang keinginan itu tidak bisa terlaksana, Anne sangat
senang sekali dengan pemberian boneka dari emak Inge dan emak Nancy juga rosario
dari oma Maria, maka Anne sering memeluk boneka dan memakai rosario disaat-saat
Anne opname di rumah sakit. Dia juga berkesan dengan para suster yang selalu
menjenguknya, suster Gratia, suster Theresia. Juga romo Agus dan ibu guru Erna yang
selalu setia menemani dan mendampingi Anne sejak operasi bulan April.
Menjelang kemoterapi ke-6 Anne sebenarnya sudah menolak, bahkan sempat kirim sms
kepada ibunya “Bu..aku tidak mau dikemo lagi, aku tahu bapak ibu ingin
menyembuhkanku, tapi aku sudah tidak kuat lagi..” begitu isi dari sms yang ia kirimkan
kepada ibunya. Bahkan Anne sempat kirim sms juga kepada ibu gurunya “bu tolong aku,
aku tidak mau dikemo lagi, kalau ibu gak mau menolong aku maka kita tidak akan
berjumpa lagi”. Dan bagi Kahono hal itu pun sangat dilematis. Menurut dokter
kemoterapi harus dijalani, “Pak ini kemo terakhir, sayang kalau tidak dijalani, biar
tuntas” begitu kata dokter. Bahkan ketika ibu Anne menanyakan soal kemoterapi yang
ke-6 kepada dokter, maka dokter hanya menjawab “memang begitu skedulenya bu, harus
dijalani”. Padahal kondisi Anne saat itu sangat stress dan bahkan hasil lab sangat tidak
baik, lekosit dan trombosit tutun drastis.
Namun Anne seakan ingin memakai waktu-waktu terakhirnya untuk menyenangkan
semua orang. Ia tidak mau orang tuanya sedih, “Bapak jangan gitu, Bapak tahan sedih
ya,” ucapnya setiap kali sang ayah nyaris menitikkan air mata. Anne juga sempat
membelikan kado ulang tahun bagi temannya di sela kesakitan paska kemoterapi
keempat. Menjelang kemoterapi terakhir, ia sempat momong Gisela bermain di sebuah
mall di Yogyakarta. Waktu itu itu Anne punya keinginan yang tidak bisa ditolak, ia ingin
mengajak adiknya untuk bermain disebuah mall. Ia juga berjuang menyiapkan sepucuk
doa “Malaikat Tuhan” yang ditulis rapi untuk kedua orang tuanya. Doa itu belum sempat
diajarkan pada orang tuanya karena Tuhan sudah menemuinya untuk yang ketiga kali.
Hari Selasa sore 25 september pukul 14.20 WIB, Tuhan Yesus menjumpai Anne yang
sedang mengalami masa kritis. Saat itu Anne selalu meminta bapak dan ibunya untuk
memeluknya. Tiba-tiba Anne minta duduk, lalu memandang ke arah sudut ruangan.
Seperti ketakutan ia menunjuk ke sudut ruangan dan berkata dengan nada yang terpatah-
patah, “Ibuuu… ka..ta Tuu..han Yesusss, o..rang yang ma…mau me…ning..gal itu
su..su..lit bernafas…..bapaaaak…..ibuuu, aku ta..kutt..” Anne lalu meminta agar kedua
tangannya dipegang dengan erat oleh kedua orangtuanya. Ketika itu Anne juga
menanyakan saudara-saudaranya kepada ibunya, “Bu…mana budhe dan pak dhe, mana
mbak vita, mbak Nuke….kok sepi to” Kenang ibu Emy. Bahkan ketika itu Anne juga
menanyakan adiknya dan keponakannya, katanya “…mana Marsa, mana Gisela…Gisela
mbak Anne mau meninggal…” kenang pak kahono sambil menitikkan air mata. Kata-
kata Anne seperti itu membuat perasaan orangtua Anne menjadi tidak karuan. Maka pak
Kahono segera menelepon seluruh sanak saudara untuk datang ke rumah sakit, dan juga
menelepon Romo Agus. Sore itu juga pada pukul 18.00, Anne menerima sakramen
minyak suci. Ketika upacara pemberkatan minyak suci berlangsung Anne bisa
mengikutinya dengan khidmat, dan setelah selesai kepada Romo ia masih berucap,
“Terima kasih Romo. Doakan saya Romo.” Lalu setelah itu dilanjutkan dengan doa
roasio oleh warga lingkungan dan Anne pun juga bisa mengikuti dengan tenang.
Mulai jam 21.00 – 03.30 Anne tidak bisa tidur, sesekali minta minum karena haus sekali,
tetapi ketika diberi minum selalu dikeluarkan lagi. Orangtua anne sehari tidak tidur
menunggui Anne.
Keesokan paginya, hari Rabu, dokter yang memeriksa Anne bilang bahwa Anne

84
membutuhkan cuci darah karena kondisinya semakin menurun. Namun kata dokter
melihat kondisi seperti ini cuci darah tidak berani. Pukul 9 pagi, Anne mengalami masa
kritis lagi. Meski ketakutan akan berpisah dengan orang-orang terkasih dan terutama adik
yang dinantinya tujuh tahun lamanya Anne manut saja mengikuti bimbingan doa dari
sang ayah. Pada saat itu, pak Kahono membimbing Anne untuk berdoa Bapa Kami yang
diikuti Anne dengan pelan-pelan. Anne minta air karena merasa haus sekali. Tapi Anne
sudah tidak bisa menelan lagi. Anne hanya minta dipeluk kedua orangtuanya sambil
sesekali memanggil orangtuanya dengan nada pelan ”bapaaaak…….ibuuuuu……”
tangan Anne begitu kuat memegang tangan kedua orangtuanya, tangan kanan memegang
tangan ibunya, sedang tangan kiri minta dipegang bapaknya. Pada saat itu, Papa Anne
membimbing Anne untuk berdoa. Sekali lagi pak Kahono membimbing Anne untuk
berdoa dan Anne pun bisa mngikuti doa walaupun dengan suara yang pelan dan terpatah-
patah. “Ya Tu…han, Ampuni hamba-Mu Anne. Pe….ganglah tangan Anne ke dalam
pangkuan-Mu… tuntunlah hamba-Mu kedalam surga” Dan pada waktu itu, kedua
orangtuanya sempat minta maaf juga. “Anne, bapak ibu minta maaf ya, bapak dan ibu
banyak dosa dan salah pada Anne.” Anne pun menjawab, “Aku ituuu sudah
me..maaf..kan.” Saat itu juga Anne sempat minta maaf kepada bapak dan ibunya. “Anne
juga ya bu minta maaf..” Kahono sambil menangis menjawab, “Anne gak punya salah.
Bapak dan ibu sudah memaafkan”.
Setelah itu Anne memanggil Bapak Ibu-nya sekali lagi dan memegang dengan kuat ta-
ngan orang tua itu. Bapak Kahono pun berdoa untuk yang terakhir pada Tuhan, “Tuhan
yang Maha Kasih, Tuhan yang Maha Agung, seandainya Anne harus Kau panggil, maka
tuntunlah dan peganglah Anne ke dalam pangkuan-Mu di surga. Tapi apabila Engkau
menghendaki mukjizat, kami siap untuk membimbingnya kembali.” Sekali lagi Anne
berkata “Ba..paaak..ibuuuu” Perlahan pegangan Anne terasa semakin mengendur dan
akhirnya Anne pergi memenuhi panggilan Tuhannya. Saat itu kedua orangtua Anne
terasa lemas sekali, mau bicarapun tidak bisa, hanya cucuran airmata yang ada. Para
suster berusaha untuk memompa paru-paru Anne tetapi nampaknya sia-sia karena Anne
memang sudah tiada……orangtua anne menangis habis-habisan sambil berdoa memohon
ampun kepada Sang Maha Suci…
“Rasa menyesal, rasa kecewa, dan marah berbaur menjadi satu saat itu.” ujar pak
Kahono. Ketika para sahabat pada datang dan bertanya “Anne sakit apa, kok meninggal,
kemarin khan masih sehat” . Dengan nada kesal pak Kahono pun menjawab “Anne
meninggal karena di kemoterapi”. Rasa kesal dan kecewa masih terlihat diwajah pak
Kahono saat itu, untunglah banyak sahabat, saudara dan juga romo mencoba
menenangkan hati pak Kahono.
“Selamat jalan anakku, selamat jalan Anne…..banyak kenangan indah bersamamu yang
tidak akan aku lupakan selamanya, engkau begitu baik, bersemangat dan bahkan mau
maaf memaafkan menjelang engkau pergi. Sekali lagi maafkan segala kesalahan bapak
ibu nak….damai dan bahagia di Surga Amin” begitu kata pak Kahono
Begitulah Anne Satya Adhika menyelesaikan peziarahannya di bumi dalam doa.
Kisah dan percakapan tersebut diatas adalah kisah nyata yang sebenarnya, tanpa
mengurangi dan menambahi sedikitpun. Pak Kahono bercerita apa adanya, ia memang
ingin berbagi pengalaman iman kepada kita semua. “Saya ingin sharing pengalaman
pribadi dan iman kepada semua sahabat tanpa kecuali, bahwa mendampingi seseorang
yang sedang sakit terlebih oarnga yang mau meninggal dunia itu sangat-sangat penting”
kata pak Kahono. “Sekali lagi, mudah-mudahan sharing ini berguna…” lanjutnya.
Catatan:
Kisah ini ditulis dari hasil wawancara orangtua Anne dengan seorang teman wartawan
pada tanggak 29 September 2007 (tiga hari setelah Anne tiada) dan dilanjutkan pada
awal bulan Nopember setelah 40 hari peringatan Anne. Artikel ini berencana akan
dimuat di 2 media yang akan terbit bulan Desember dan Januari.

85
Sumber: http://anne1995.wordpress.com/
walaupun gw atau kalian ga kenal sama adik Anne ini, tapi smoga kesaksian hidupnya
memberi kekuatan utk kita mengikut Tuhan Yesus, Amin...

KELLY

Ada saat-saat di dalam hidup kita yang menonjol seperti batu mulia. Ada yang diharapkan
dan direncanakan, ada pula yang direkam.
Kadang-kadang, saat-saat itu diberikan kepada kita sebagai sesuatu yang memberikan
pemahaman baru. Yang kumaksud ialah beberapa peristiwa luar biasa yang mengubah
cara pandang kita terhadap dunia dan kehidupan. Pada Desember 1990, aku mendapat
hadiah cinta dan harapan yang sangat besar sehingga jalan hidupku mengalami perubahan.
Hadiah yang kumaksud ialah Kelly. Ia adalah seekor anjing pelacak yang berbulu coklat
keemasan.

Pada akhir 1989, aku menjadi editor majalah yang terbit secara berkala di Illinois, yakni
"Golden Retriever Klub". Klub kami mencari jalan untuk menarik anggota-anggota baru.
Aku membaca beberapa artikel tentang anjing-anjing yang mengunjungi orang sakit dan
orang-orang di rumah perawatan serta di rumah sakit. Beragam cerita mengenai anjing
dan apa yang dilakukannya telah membuatku berpikir bahwa program semacam ini
mungkin cocok untuk klub kami. Ini merupakan kiat yang luar biasa untuk melibatkan
pemilik anjing pelacak yang bermutu.

Menjelang Desember 1990, program terapi awal untuk anjing pada Klub Golden Retriever
di Illinois siap dimulai. Kami membentuk kelompok-kelompok pada beberapa daerah
pinggiran di Chicago. Tepat sebelum Natal, aku dan Kelly berencana untuk melakukan
kunjungan kami yang pertama ke sebuah panti untuk para wanita yang menderita cacat
mental.

Aku sangat gugup pada saat melakukan kunjungan itu. Kami pergi ke panti itu bersama
dengan dua anggota klub. Mereka memunyai anjing yang bisa segera menyesuaikan diri.
Salah satu di antaranya cukup terampil dalam menjalankan perintah tuannya. Sebaliknya,
Kelly tidak mudah untuk menyesuaikan diri dan ia tidak seterampil anjing lain dalam
menuruti perintah tuannya. Aku menjadi lebih yakin ketika aku membuat suatu kesalahan
asumsi tentang Kelly. Kupikir Kelly bisa
mempertahankan diri dalam menghadapi kedua anjing milik temanku yang luar biasa.

Aku melakukan perjalanan yang tidak terlalu jauh dari rumah.


Perjalananku diwarnai dengan langit yang mendung dengan temperatur sekitar tiga puluh
derajat. Hari yang kelabu itu seakan-akan cocok dengan suasana hatiku. Tidak ada
seorang pun dari kami yang pernah melakukan sesuatu seperti yang terjadi di panti itu.
Semua rencana yang akan kami lakukan pada kunjungan itu tiba-tiba menjadi tidak
berarti. Kami tidak tahu apa yang kami harapkan dari para penghuni.
Kami semakin takut dengan apa yang jarang kami lihat dan kami dengar di tempat itu.

Mungkin kami telah membuat suatu kesalahan. Meskipun anjing-anjing kami telah diuji
dan terdaftar pada Terapi Anjing Internasional, mereka mungkin belum siap untuk
melakukannya. Saat itu, beberapa penghuni segera turun ke gang dan menuju ke arah
kami sambil tersenyum. Kami tidak mungkin untuk berputar kembali. Kami menarik
napas dalam-dalam sambil tersenyum untuk menunjukkan keberanian.
Kami pun menggenggam rantai anjing di tangan kami dengan erat. Kemudian kami
masuk ke pondok pertama dari ketujuh pondok yang harus kami kunjungi.
86
Banyak di antara wanita yang kelihatan sakit di tengah suasana ruangan yang terang-
benderang dan penuh dengan aksesoris menarik.
Beberapa di antara mereka duduk di kursi roda, sedangkan yang lain dijaga sedemikian
rupa sehingga mereka tidak akan jatuh. Beberapa penghuni duduk di sofa atau di kursi
yang ditempatkan dalam kelompok-kelompok yang penuh keceriaan. Sebuah permadani
bekas yang berwarna terang menambah sentuhan seperti suasana di rumah. Sebuah pohon
Natal kecil ada di salah satu sudut dan sedang menunggu untuk dihias. Ketika kami
memasuki ruangan, anjing-anjing mengambil alih dan mulai berjalan dari satu kelompok
ke kelompok lain. Sepertinya,
anjing-anjing ini meminta belaian dari para penghuni panti.
Wanita-wanita itu menuruti keinginan mereka dengan senang hati.

Ketika anjing-anjing itu berkeliling di tengah tawa riang dan celotehan gembira dari para
penghuni panti, Kelly bergerak menuju ke salah seorang wanita yang duduk di kursi roda.
Kelihatannya perempuan itu sedang tidur. Kelly berusaha untuk menarik perhatiannya.
Bila Kelly mendekatinya, kupikir wanita itu tidak akan mengalami apa pun karena ia
berada di ruang harian bersama penghuni lainnya.

Kelly berjalan ke arah kursi roda itu. Ia menyorongkan dan mendorongkan kepalanya
yang lembut di bawah lengan wanita itu. Ternyata tidak terjadi apa pun. Kelly mendorong
lebih keras dan belum terjadi apa-apa. Kemudian Kelly menaikkan moncongnya ke pipi
wanita itu dan memberikan salah satu ciumannya yang berharga. Ciuman yang dingin,
basah, dan sangat berair. Ternyata kali ini berhasil!
Wanita itu membuka matanya. Perlahan-lahan, ia memusatkan perhatiannya kepada Kely.
Kemudian ia mulai meneriakkan suara-suara yang menunjukkan ketakutannya. Ini pun
membuatku takut. Ekor Kelly semakin cepat berkibas dan ini belum pernah kulihat
sebelumnya. Ia terus menjilati pipinya. Kelihatannya Kelly sangat menyukainya.

Wanita itu mengulurkan tangannya untuk menarik Kelly lebih dekat.


Rupanya ia mengalami kesulitan karena gerakan tangannya sangat terbatas. Tetapi ia
berhasil mendekatkan kepalanya ke kepala Kelly. Lalu suara ketakutannya pun berhenti.
Ia mulai bersenandung: "Bayiku! Bayiku!" secara berulang-ulang.

Salah seorang perawat menjaga anjing-anjing yang lain. Ternyata ia mendengar keributan
yang disebabkan oleh Kelly. Ia bergegas ke arah kami dan kelihatannya terguncang. Apa
yang telah kami perbuat? Apakah Kelly membuat wanita ini marah? Seharusnya, aku
tidak membiarkan Kelly menciumnya.

"Mary Ann? Mary Ann? Apakah Anda dapat mendengarku?" perawat itu berteriak di
telinga wanita itu. Mata Mary Ann berkedip ke arah perawat itu, tetapi ia tak pernah
berhenti bersenandung. Bahkan, ia menarik kepala Kelly lebih keras. Perawat itu melihat
ke arahku dan air mata menetes di pipinya.

"Mary Ann berada pada tahap akhir dari penyakit Alzheimer," perawat itu menerangkan.
"Dia belum pernah mengucapkan sepatah kata pun dalam dua setengah tahun terakhir.
Sebetulnya, kami tidak tahu apakah ia bisa berbicara. Selama ini, ia dalam keadaan
setengah sadar dan tak pernah menunjukkan reaksi pada siapa pun atau apa pun.
Sekarang, lihatlah padanya! Ia tertawa dan berbicara dengan anjing Anda!"

Beberapa perawat lainnya menyadari apa yang sedang terjadi antara Kelly dan Mary Ann.
Mereka kagum pada Kelly dan peristiwa penting itu. Marry Ann terus memeluk Kelly dan

87
berbicara dengannya. Ia terus mengucapkan kata-kata yang sama secara berulang-ulang.
Mary Ann danKelly terus saling berinteraksi selama lebih dari lima menit. Tiba-tiba,
Mary Ann memejamkan matanya. Lengannya jauh ke samping dan ia tidur kembali.

Perawat menerangkan bahwa keadaan Mary Ann makin lama makin buruk. Tak ada yang
bisa dilakukan untuk memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Tak seorang pun
mengharapkan Mary Ann untuk "bangun". Tetapi, ia bisa bangun. Mary Ann terbangun
selama lebih dari lima menit. Mary Ann tahu bahwa dirinya masih hidup serta ada satu
sosok bersamanya dan sekaligus mencintainya. Ini adalah hadiah Natal dari Kelly kepada
orang asing yang bernama Mary Ann.

Kunjungan kami berlanjut dan kami membawa anjing-anjing kami ke pondok-pondok


lain. Kami mengunjungi penghuni-penghuni yang lain. Anjing-anjing kami mengadakan
sedikit pertunjukkan. Mereka memakai topi-topi Santa yang lucu dan memberikan cinta
sebanyak yang mereka terima selama ini.

Sepanjang sore, aku terus berpikir tentang kejadian yang dialami oleh Mary Ann. Aku
memutar rekaman di benakku beberapa kali dan menghayatinya. Ternyata aku menyukai
kisah itu. Ketika Kelly dan anjing yang lain memberikan ungkapan cinta dan kegembiraan
kepada wanita-wanita ini, aku memikirkan apa yang baru saja kulihat dan kurasakan
dalam waktu yang pendek itu. Kusadari bahwa aku tidak akan
pernah menukarkan momen itu dengan semua hadiah yang terbaik di dunia sekalipun.
Kelly telah membawa keajaiban khusus untuk Mary Ann dan yang lain.

Aku bersyukur karena Kelly menjadi bagian dalam hidupku. Aku sangat beruntung karena
bisa menyaksikan peristiwa itu. Ini yang kumaksud dengan munculnya batu mulia dalam
hidup kita. Kadang-kadang, batu-batu mulia itu datang ketika kita tidak
mengharapkannya. Ini suatu kesanggupan untuk menemukan hadiah bagi hati dan jiwa
secara tak sengaja, bahkan ini dilakukan oleh seekor anjing. Itu yang diberikan oleh Kelly
kepadaku. Kelly bukanlah mempertunjukkan sesuatu. Ia adalah hewan piaraan dan
bulunya mulai berwarna abu-abu karena bertambahnya usia. Ketika aku bersama Kelly di
waktu Natal, aku dapat menemukan kembali kehangatan khusus dan cinta yang lembut
yang mendatangkan kegembiraan bagi orang lain.

(Kesaksian dari Gloria S. Dittman, Lake Zurich, Illinois)

Diambil dan disunting seperlunya dari:


Judul buku: The Magic of Chrismas Miracle
Penulis : Jamie C. Miller, Laura Lewis, dan Jennifer Basye
Sander
Penerbit : PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta 2002
Halaman : 70 -- 76

TERSENYUM

Saya adalah ibu tiga orang anak (umur 14, 12, dan 3 tahun) dan baru saja menyelesaikan
kuliah saya.
Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif
dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya.
Tugas terakhir yang diberikannya diberi nama "Tersenyum".  Seluruh siswa diminta untuk
pergi ke luar dan tersenyum kepada tiga orang dan mendokumentasikan reaksi mereka.
88
Saya adalah seorang yang mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang dan
mengatakan "hello",  jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah.

Segera setelah kami menerima tugas tsb, suami saya, anak bungsu saya, dan saya pergi ke
restoran McDonald's pada suatu pagi di bulan Maret yang sangat dingin dan kering.
Ini adalah salah satu cara kami dalam antrian, menunggu untuk dilayani, ketika mendadak
setiap orang di sekitar kami mulai menyingkir, dan bahkan kemudian suami saya ikut
menyingkir.
Saya tidak bergerak sama sekali... Suatu perasaan panik menguasai diri saya ketika saya
berbalik untuk melihat mengapa mereka semua menyingkir.

Ketika berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang sangat menyengat, dan
berdiri di belakang saya dua orang lelaki tunawisma.
Ketika saya menunduk melihat laki-laki yang lebih pendek, yang dekat dengan saya, ia
sedang "tersenyum".
Matanya yang biru langit indah penuh dengan cahaya Tuhan ketika ia minta untuk dapat
diterima. Ia berkata "Good day" sambil menghitung beberapa koin yang telah ia
kumpulkan. Lelaki yang kedua memainkan tangannya dengan gerakan aneh sambil berdiri
di belakang temannya.

Saya menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental dan lelaki dengan mata
biru itu adalah penolongnya. Saya menahan haru ketika berdiri
di sana bersama mereka.

Wanita muda di counter menanyai lelaki itu apa yang mereka inginkan. Ia berkata, "Kopi
saja, Nona" karena hanya itulah yang mampu mereka beli. (Jika mereka ingin duduk di
dalam restoran dan menghangatkan tubuh mereka, mereka harus membeli
sesuatu.Ia hanya ingin menghangatkan badan).
Kemudian saya benar-benar merasakannya - desakan itu sedemikian kuat sehingga saya
hampir saja merengkuh dan memeluk lelaki kecil bermata biru itu. Hal itu terjadi
bersamaan dengan ketika saya menyadari bahwa semua mata di restoran menatap saya,
menilai semua tindakan saya.

Saya tersenyum dan berkata pada wanita di belakang counter untuk memberikan saya dua
paket makan pagi lagi dalam nampan terpisah. Kemudian saya berjalan melingkari sudut
ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu sebagai tempat istirahatnya. Saya
meletakkan nampan itu ke atas meja dan meletakkan tangan saya di atas tangan dingin
lelaki bemata biru itu.

Ia melihat ke arah saya, dengan air mata berlinang, dan berkata "Terima kasih."
Saya meluruskan badan dan mulai menepuk tangannya dan berkata, "Saya tidak
melakukannya untukmu. Tuhan berada di sini bekerja melalui diriku untuk memberimu
harapan."

Saya mulai menangis ketika saya berjalan meninggalkannya dan bergabung dengan suami
dan anak saya. Ketika saya duduk suami saya tersenyum kepada saya dan berkata, "Itulah
sebabnya mengapa Tuhan memberikan kamu kepadaku, Sayang. Untuk memberiku
harapan." Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan pada saat itu kami tahu
bahwa hanya karena Kasih Tuhan kami diberikan apa yang dapat kami berikan untuk orang
lain.

Hari itu menunjukkan kepadaku cahaya kasih Tuhan yang murni dan indah.

89
Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah, dengan cerita ini ditangan saya. Saya
menyerahkan "proyek" saya dan dosen saya membacanya. Kemudian ia melihat kepada
saya dan berkata, "Bolehkan saya membagikan ceritamu kepada yang lain?" Saya
mengangguk pelahan dan ia kemudian meminta perhatian dari kelas. Ia mulai membaca
dan saat itu saya tahu bahwa kami, sebagai manusia dan bagian dari Tuhan, membagikan
pengalaman ini untuk menyembuhkan dan untuk disembuhkan. .

Dengan caraNya sendiri, Tuhan memakai saya untuk menyentuh orang-orang yg ada
diMcDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap jiwa yang menghadiri ruang kelas di
malam terakhir saya sebagai mahasiswi..
Saya lulus dengan satu pelajaran terbesar yang pernah saya pelajari: PENERIMAAN
YANG TAK BERSYARAT.

Banyak cinta dan kasih sayang yang dikirimkan kepada setiap orang yang mungkin
membaca cerita ini dan mempelajari bagaimana untuk MENCINTAI SESAMA DAN
MEMANFAATKAN BENDA-BENDA BUKANNYA MENCINTAI BENDA DAN
MEMANFAATKAN SESAMA.

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh anda dengan cara apapun, tolong
kirimkan cerita ini kepada setiap orang yang anda kenal. Disini ada seorang malaikat yang
dikirimkan untuk mengawasi anda. Supaya malaikat itu bisa bekerja, anda harus
menyampaikan cerita ini pada orang-orang yang ingin anda awasi. Seorang malaikat
menulis:
Banyak orang akan datang dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya sahabat2 sejati yang
akan meninggalkan jejak di dalam hatimu. Untuk menangani dirimu, gunakan kepalamu.
Tetapi untuk menangani orang lain, gunakan hatimu.

Tuhan memberikan kepada setiap burung makanan mereka, tetapi Ia tidak melemparkan
makanan itu ke dalam sarang mereka. Ia yang kehilangan uang, kehilangan banyak;Ia yang
kehilangan seorang teman, kehilangan lebih banyak; tetapi ia yang kehilangan keyakinan,
kehilangan semuanya.
Orang-orang muda yang cantik adalah hasil kerja alam, tetapi orang-orang tua yang cantik
adalah hasil karya seni.
Belajarlah dari kesalahan orang lain. Engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk
mendapatkan semua itu dari dirimu sendiri.

KESAKSIAN DARI LUAR TEMBOK PENJARA

Dr. Rebekka Zakaria, Eti Pangesti, dan Ratna Bangun akhirnya dibebaskan dari penjara
Indramayu, Jawa Barat, pada tanggal 8 Juni 2007 pukul enam pagi, tiga jam lebih cepat dari
jadwal awal untuk menghindari demonstrasi dari kelompok-kelompok radikal.

Kelompok-kelompok ini berencana untuk menunggu di luar penjara dan mengantar ketiga
ibu ini keluar dari kota Indramayu dan memastikan mereka tidak kembali lagi dan tidak lagi
melayani di Indramayu.

Setelah pembebasan, ketiganya langsung pergi ke Cirebon untuk beberapa hal administrasi.
Mengendarai bis yang disediakan Open Doors, tujuh mobil yang berisikan keluarga, kerabat,
media, dan aparat menemani mereka.

Dr. Rebekka yang telah dicabut izin praktiknya karena pemenjaraan mengatakan, "Saya akan
90
mengejar impian masa kecil untuk menjadi dokter misionaris."

Ibu Ratna berencana untuk segera bertemu dengan anak-anaknya yang tinggal di Pekanbaru.
"Ayah saya meninggal dunia dua bulan lalu.
Saya sangat kehilangan karena kami sangat dekat. Jika saja ia masih hidup, pasti kata-kata ini
yang akan disampaikannya saat bertemu saya setelah bebas, 'Saya sangat bangga padamu,
anakku, karena kau menderita bagi Kristus,'" demikian dikatakan Ibu Ratna.

Sementara Ibu Eti belum memunyai rencana setelah pembebasan dirinya.


Sebuah acara ucapan syukur telah disiapkan di rumahnya, "Keluarga saya berjumlah dua
puluh orang akan hadir. Beberapa dari mereka bahkan cuti dari kantor untuk menyambut
saya," ujarnya.

Pembebasan ketiga ibu ini adalah jawaban doa. Namun, tantangan tetap ada, "Kami tetap
memerlukan doa saudara-saudara seiman di Indonesia dan di seluruh dunia. Kami masih
mencari tempat untuk beribadah.
Kemungkinan kami tetap akan beribadah di Haurgeulis jika Tuhan menghendaki. Tolong
doakan kami dan keluarga agar tetap setia dan tetap teguh mengikut Tuhan apa pun yang
terjadi," Ibu Rebekka berkata mewakili kedua ibu lainnya.

Diambil dan diedit dari:


Judul Buletin: Open Doors, Edisi September -- Oktober 2007,Volume 14 No. 5
Judul Artikel: Kesaksian dari Luar Tembok Penjara
Penulis : tidak dicantumkan
Halaman : 9

KEGIGIHAN SEORANG IBU


Ini adalah cerita seorang ibu yang akan menyelesaikan skripsinya.This is really a good
story....
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------
Saya adalah ibu tiga orang anak (umur 14, 12, dan 3 tahun) dan baru saja menyelesaikan
kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi.
Sang Dosen sangat inspiratif dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya.
Tugas terakhir yang diberikannya diberi nama "Tersenyum". Seluruh siswa diminta untuk
pergi ke luar dan tersenyum kepada tiga orang dan mendokumentasikan reaksi mereka. Saya
adalah seorang yang mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang dan
mengatakan "hello", jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah.

Segera setelah kami menerima tugas tsb, suami saya, anak bungsu saya, dan saya pergi ke
restoran McDonald's pada suatu pagi di bulan Maret yang sangat dingin dan kering. Ini
adalah salah satu cara kami dalam antrian, menunggu untuk dilayani, ketika mendadak setiap
orang di sekitar kami mulai menyingkir, dan bahkan kemudian suami saya ikut menyingkir.
Saya tidak bergerak sama sekali... suatu perasaan panik menguasai diri saya ketika saya
berbalik untuk melihat mengapa mereka semua menyingkir.

Ketika berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang sangat menyengat, dan
berdiri di belakang saya dua orang lelaki tunawisma.
Ketika saya menunduk melihat laki-laki yang lebih pendek, yang dekat dengan saya, ia
sedang "tersenyum". Matanya yang biru langit indah penuh dengan cahaya Tuhan ketika ia
minta untuk dapat diterima. Ia berkata "Good day" sambil menghitung beberapa koin yang
91
telah ia kumpulkan. Lelaki yang kedua memainkan tangannya dengan gerakan aneh sambil
berdiri di belakang temannya.

Saya menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental dan lelaki dengan mata
biru itu adalah penolongnya. Saya menahan haru ketika berdiri di sana bersama mereka.

Wanita muda di counter menanyai lelaki itu apa yang mereka inginkan. Ia berkata, "Kopi
saja, Nona" karena hanya itulah yang mampu mereka beli.
(Jika mereka ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh mereka, mereka harus
membeli sesuatu. Ia hanya ingin menghangatkan badan).
Kemudian saya benar-benar merasakannya - desakan itu sedemikian kuat sehingga saya
hampir saja merengkuh dan memeluk lelaki kecil bermata biru itu. Hal itu terjadi bersamaan
dengan ketika saya menyadari bahwa semua mata di restoran menatap saya, menilai semua
tindakan saya.

Saya tersenyum dan berkata pada wanita di belakang counter untuk memberikan saya dua
paket makan pagi lagi dalam nampan terpisah. Kemudian saya berjalan
melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu sebagai tempat istirahatnya.
Saya meletakkan nampan itu ke atas meja dan meletakkan tangan saya di atas tangan dingin
lelaki bemata biru itu.

Ia melihat ke arah saya, dengan air mata berlinang, dan berkata "Terima kasih."
Saya meluruskan badan dan mulai menepuk tangannya dan berkata, "Saya tidak
melakukannya untukmu. Tuhan berada di sini bekerja melalui diriku untuk memberimu
harapan."

Saya mulai menangis ketika saya berjalan meninggalkannya dan bergabung dengan suami
dan anak saya. Ketika saya duduk suami saya tersenyum kepada saya dan berkata, "Itulah
sebabnya mengapa Tuhan memberikan kamu kepadaku, Sayang. Untuk memberiku
harapan." Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan pada saat itu kami tahu bahwa
hanya karena Kasih Tuhan kami diberikan apa yang dapat kami berikan untuk orang lain.

Hari itu menunjukkan kepadaku cahaya kasih Tuhan yang murni dan indah.
Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah, dengan cerita ini ditangan saya. Saya
menyerahkan "proyek" saya dan dosen saya membacanya.
Kemudian ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkan saya membagikan ceritamu kepada
yang lain?" Saya mengangguk pelahan dan ia kemudian meminta perhatian dari kelas. Ia
mulai membaca dan saat itu saya tahu bahwa kami, sebagai manusia dan bagian dari Tuhan,
membagikan pengalaman ini untuk menyembuhkan dan untuk disembuhkan. .

Dengan caraNya sendiri, Tuhan memakai saya untuk menyentuh orang-orang yg ada
diMcDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap jiwa yang menghadiri
ruang kelas di malam terakhir saya sebagai mahasiswi..
Saya lulus dengan satu pelajaran terbesar yang pernah saya pelajari: PENERIMAAN YANG
TAK BERSYARAT.

Banyak cinta dan kasih sayang yang dikirimkan kepada setiap orang yang mungkin membaca
cerita ini dan mempelajari bagaimana untuk MENCINTAI SESAMA DAN
MEMANFAATKAN BENDA-BENDA BUKANNYA MENCINTAI BENDA DAN
MEMANFAATKAN SESAMA.

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh anda dengan cara apapun, tolong

92
kirimkan cerita ini kepada setiap orang yang anda kenal.
Disini ada seorang malaikat yang dikirimkan untuk mengawasi anda.
Supaya malaikat itu bisa bekerja, anda harus menyampaikan cerita ini pada orang-orang yang
ingin anda awasi. Seorang malaikat menulis:
Banyak orang akan datang dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya sahabat2 sejati yang
akan meninggalkan jejak di dalam hatimu. Untuk menangani dirimu, gunakan kepalamu.
Tetapi untuk menangani orang lain, gunakan hatimu.

Tuhan memberikan kepada setiap burung makanan mereka, tetapi Ia tidak melemparkan
makanan itu ke dalam sarang mereka.
Ia yang kehilangan uang, kehilangan banyak; Ia yang kehilangan seorang teman, kehilangan
lebih banyak;tetapi ia yang kehilangan keyakinan, kehilangan semuanya.
Orang-orang muda yang cantik adalah hasil kerja alam, tetapi orang-orang tua yang cantik
adalah hasil karya seni.
Belajarlah dari kesalahan orang lain. Engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk
mendapatkan semua itu dari dirimu sendiri.

AKU PERNAH DATANG DAN AKU SANGAT PATUH


Kisah seorang gadis yatim piatu yang dirawat dan dibesarkan oleh laki-laki miskin. Gadis
penderita leukemia yang memutuskan melepaskan biaya pengobatan senilai 540.000 Dollar.
Dana pengobatan tersebut berhasil dihimpun dari perkumpulan orang China diseluruh dunia.
Dia rela melepaskan dana pengobatan tersebut dan membaginya kepada tujuh anak yang juga
sedang berjuang menghadapi kematian. Kalimat terakhir yang ia tinggalkan dalam surat
wasiatnya adalah, "Saya pernah datang dan saya sangat patuh". Seorang gadis berusia
delapan tahun yang mempersiapkan pemakamannya sendiri.
Sejak lahir dia tidak pernah mengetahui siapa kedua orang tua kandungnya. Dia hanya
memiliki seorang ayah angkat yang memungutnya dari sebuah lapangan rumput. Seorang
pria miskin berusia 30 tahun. Karena miskin, tak ada perempuan yang mau menikah
dengannya.
30 November 1996, adalah saat dimana pria miskin tersebut menemukan bayi yang sedang
kedinginan diatas hamparan rumput. Diatas dadanya terdapat selembar kartu kecil tertuliskan
tanggal, "20 November jam 12".
Ketika ditemukan, suara tangisnya sudah melemah. Pria tersebut khawatir jika tak ada yang
memperhatikannya, maka bayi tersebut akan mati kedinginan. Ia memutuskan untuk
memungutnya. Dengan berat hati karena takut tak dapat menghidupinya kelak karena
kemiskinannya, ia memeluk bayi tersebut sambil berkata "apa yang saya makan, itulah yang
kamu makan". Kemudian ia memutuskan untuk merawat bayi tersebut dan memberinya
nama Yu Yan.
Yu Yan akhirnya dirawat dan dibesarkan oleh seorang pria lajang dan miskin yang tak
mampu membeli susu. Yu Yan hanya diberi minum air tajin (air hasil cucia beras). Keadaan
yang berat tersebut membuat Yu Yan tumbuh menjadi anak yang lemah dan sakit-sakitan
karena kurangnya asupan gizi. Namun Yu Yan adalah anak yang sangat penurut dan patuh.
Musim silih berganti, Yu Yuan pun bertambah besar dan memiliki kepintaran yang luar
biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, mereka sangat menyukai Yu Yan,
meskipun ia sering sakit-sakitan. Yu Yan tumbuh ditengah kekhawatiran ayahnya.
Yu Yuan sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Teman-temannya memiliki sepasang
orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang ayah angkat. Dia sadar bahwa ia harus
menjadi anak yang penurut dan tidak boleh membuat ayahnya sedih.
Yu Yan sangat mengerti bahwa dia harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah agar
ayahnya yang tidak pernah sekolah bisa merasa bangga. Dia tidak pernah mengecewakan
ayahnya. Yu Yan sering bernyanyi untuk ayahnya. Semua hal lucu yang terjadi di
93
sekolahnya di ceritakan kepada ayahnya. Senyum sang ayahlah yang bisa membuatnya
bahagia.
Pada suatu pagi di bulan Mei 2005, ketika Yu Yuan sedang membasuh mukanya, ia terkejut
karena air bekas basuhan mukanya berubah menjadi berwarna merah akibat darah yang
menetes dari hidungnya. Darah dari hidungnya terus mengalir tanpa bisa dihentikan.
Ayahnya segera melarikan Yu Yan ke puskesmas untuk mendapat pertolongan dokter. Di
puskesmas ia diberi suntikan sebagai pertolongan awal. Namun ternyata dari bekas suntikan
tersebut juga mengeluarkan darah yang terus mengalir diikuti dengan munculnya bintik-
bintik merah dipahanya. Sang dokter menyarankan ayahnya untuk membawa Yu Yan
kerumah sakit.
Sesampainya dirumah sakit Yu Yan dan ayahnya masih harus menunggu karena tak
mendapat nomor antrian. Selama menunggu, darah dari hidung Yu Yan terus mengalir. Ia
hanya bisa menunggu dikursi panjang ruang tunggu sambil menutup hidungnya agar
darahnya tidak mengotori lantai. Tetapi banyaknya darah yang keluar tak bisa dhentikan dan
mulai mengotori lantai sehingga perlu tampung dalam sebuah baskom. Dalam waktu singkat,
baskom tersebut telah dipenuhi oleh darah Yu Yan.
Dokter yang melihat keadaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa. Setelah
didiagnosa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia ganas. Pengobatan
penyakit tersebut sedikitnya membutuhkan biaya sebesar 300.000 $. Ayahnya mulai cemas
melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Ia hanya hanya ingin menyelamatkan
anaknya. Ayahnya berusaha mencari pinjaman dari saudara-saudaranya. Setelah jerih payah
yang dilakukan, uang yang ia peroleh jumlahnya sangat sedikit. Ia memutuskan untuk
menjual rumahnya. Namun sangat sulit untuk menjual rumahnya yang kumuh dalam waktu
cepat.
Beban pikiran yang ditanggung membuat ayah Yu Yan semakin kurus. Kesedihannya terlihat
oleh Yu Yan. Melihat keadaan ayahnya, Yu Yan menjadi sangat sedih. Diruang perawatan, ia
menatap ayahnya dan menggenggam tangan sang ayah bermaksud mengatakan sesuatu
kepada yahnya. Air mata Yu Yan mulai menetes. Bibirnya bergetar. "Ayah, saya ingin mati"
kata Yu Yan dengan suara yang sangat lemah. Ayahnya terkejut mendengar apa yang
dikatakan anak angkatnya itu. "Kamu masih terlalu muda, kenapa kamu ingn mati sayang?".
"Aku hanya anak yang dipungut dari lapangan rumput. Nyawaku tak berharga. Biarlah aku
keluar dari rumah sakit ini".
Karena keadaan yang teramat sulit, dengan terpaksa ayahnya menyetuji permintaan anaknya.
Sadar dengan sisa hidupnya yang singkat, gadis yang masih berusia delapan tahun itupun
mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakaman untuk dirinya.
Sejak kecil Yu Yan tak pernah menuntut apapun pada ayahnya. Namun hari itu, setelah ia
keluat rumah sakit ia mengajukan beberapa permintaan kepada ayahnya. Ia ingin
mengenakan baju baru dan berfoto dengan ayahnya. Sang ayah memenuhi permintaan Yu
Yan, ia membelikan baju baru untuk anaknya itu dan pergi ke studio foto untuk berfoto
bersama anaknya.
Dengan baju barunya Yu Yan berpose bersama ayahnya. Dalam sakit yang dideritanya Yu
Yan berusaha tersenyum sambil menahan air matanya yang menetes mebasahi pipi. "Kalau
ayah meridukanku setelah aku tidak ada, lihatlah foto ini", ujar Yu Yan kepada ayahnya.
Keadaan Yu Yan diketahui oleh seluruh warga desa tempat tinggal Yu Yan. Selama ini, ia
dikenal sebagai anak yang baik dan cerdas. Penderitaan yang ditanggung Yu Yan dan
ayahnya membuat penduduk desa bersimpati dan berupaya membantu mereka dengan
berusaha menggalang dana dari banyak orang.
Berita tentang Yu Yan pun meluas sampai akhirnya terdengar oleh seorang wartawati
bernama Chun Yuan. Berkat laporan yang ditulis di surat kabar tempat wartawati itu bekerja,
cerita tentang anak yang mempersiapkan pemakamannya sendiri itu dengan cepat tersebar
keseluruh kota Rong Cheng. Banyak orang tergugah dengan pemberitaan di surat kabar
tersebut. Kabar tentang Yu Yan akhirnya tersebar hingga keseluruh dunia. Orang-orang yang

94
mengetahui cerita tentang Yu Yan mulai menyebarkan email kebanyak orang diseluruh dunia
untuk menggalang dana.
Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese didunia saja telah
terkumpul 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali
lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang.
Sumbangan dana masih terus mengalir dari segala penjuru dunia meskipun pengumuman
dihentikannya penggalangan dana telah disebarkan.Segala yang dibutuhkan telah tersedia
untk pengobatan Yu Yan, semua orang menunggu kabar baik tentang Yu Yan. Seseorang
bahkan mengatakan dalam emailnya, "Yu Yuan anakku yang tercinta saya mengharapkan
kesembuhanmu. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa
tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta."
Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah
terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan
hidup. Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan. Dokter Shii Min yang menangani Yu Yan
memintanya untuk menjadi anak perermpuannya. Air mata Yu Yuan pun mengalir deras
karena merasa bahagia.
Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggilnya Mama.
Suara itu, Shii Min kaget, ia tersenyum sambil berkata, "Anak yang baik".
Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen dimana Yu Yuan
hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan. Banyak
juga orang yang menanyakan kabar Yu Yuan melalui email. Selama dua bulan Yu Yuan
melakukan terapi. Fisik Yu Yan semakin lemah.
Yu Yuan pernah bertanya kepada Fu Yuan, seorang wartawati, "Tante kenapa mereka mau
menyumbang uang untuk saya? Wartawati tersebut menjawab, karena mereka semua adalah
orang yang baik hati". "Tante saya juga mau menjadi orang yang baik hati" ujar Yu Yan.
Dari bawah bantal tidurnya gadis kecil itu mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke
Fu Yuan. "Tante ini adalah surat wasiat saya."
Fu yuan kaget setelah mebaca surat wasiat dari Yu Yan. Ternyata gadis tak berdaya itu telah
mempersiapkan pemakamannya sendiri. Seorang anak berumur delapan tahun yang sedang
menghadapi kematian menulis tiga halaman surat wasiat yang dibagi menjadi enam bagian.
Lewat surat wasiatnya itu YuYan menyampaikan rasa terimakasih sekaligus megucapkan
selamat tinggal kepada semua orang yang telah sangat peduli dengan keadaanya. Kalimat
terakhir dalam surat wasiat tersebut berbunyi, "Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam
mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa disumbangkan
untuk sekolah saya. Dan katakan kepada pemimpin palang merah, Setelah saya meninggal,
sisa biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya agar mereka
lekas sembuh". Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang
membasahi pipinya. "Saya pernah datang, saya sangat patuh", itulah kata-kata terakhir yang
keluar dari bibir Yu Yuan.
Pada tanggal 22 agustus, akibat pendarahan dibagian pencernaan Yu Yuan tidak bisa makan
dan hanya mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Yu Yuan yang telah menderita karena
penyakitnya itu akhirnya menutup mata untuk selamanya. Berita ini merupaka pukulan bagi
banyak orang yang mengharapkan kesembuhan Yu Yan.
Diatas batu nisannya tertulis, "Aku pernah datang dan aku sangat patuh" (30 nov 1996- 22
agus 2005). Dan dibelakangnya terukir riwayat hidup Yu Yuan.
Sesuai pesan Yu Yuan, sisa dana sebesar 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-
anak penderita luekimia lainnya. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan
kematian.
Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah
sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang mengambang pun terlukis diraut
wajah anak tersebut. "Saya telah menerima bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik
Yu Yuan kamu pasti sedang melihat kami diatas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan kami

95
juga akan kami ukir dengan kata-kata "Aku pernah datang dan aku sangat patuh".
Teruskan cerita ini kepada teman-teman Anda agar dapat menjadi inspirasi buat mereka.

WANITA BERHATI MULIA

Takut akan Tuhan


Meski ia berasal dari sebuah kelompok masyarakat yang paling rendah, Esther (28) memiliki
rasa percaya diri yang besar karena ia tahu bahwa Tuhan mengasihinya. Ia telah menjadi
pengikut Kristus sejak masih kecil. Ketika berusia delapan belas tahun, ia mengikuti
pelatihan bagi hamba-hamba Tuhan dan terus bertumbuh dalam iman.
Meski ia tidak bisa menyelesaikan sekolah menengah, Tuhan memakainya untuk melayani
keluarga, gereja, dan masyarakat. Ia dan suaminya melayani di sebuah gereja rumah.

Pekerja Keras
Orang-orang di sekitarnya mengagumi Esther karena kerja kerasnya. Ia menerima bantuan
SED (Social Economic Development) dari Open Doors dalam bentuk Micro Lending
Program (pinjaman lunak). Seorang staf Open Doors mengisahkan, "Kami tidak pernah
menghadapi masalah dengan Esther karena ia selalu membayar tepat waktu."

"Saya sangat bersyukur pada Tuhan," ujar Esther. "Bantuan yang diberikan memampukan
saya untuk hidup layak," Ia menunjukan rasa terima kasihnya dengan rasa kepedulian dan
kasih terhadap sesama, khususnya mereka yang membutuhkan pertolongan. Ia setia dalam
perpuluhan, meski di saat yang sulit.

Wanita dengan hikmat Tuhan


Esther kini memimpin kelas baca-tulis di beberapa komunitas suku S. Ia memiliki komitmen
yang patut dikagumi. Pernah suatu ketika ia diminta untuk mengajar baca-tulis di tengah
sebuah komunitas M. Setelah berdoa dan mempertimbangkan beberapa hal, ia akhirnya
bersedia.

Hingga hari ini, hidup Esther berada dalam ancaman dan intimidasi.
Kelompok fundamentalis pernah mengancam akan membunuhnya dan membiarkan
mayatnya di tengah jalan agar semua orang yang lewat melihat apa yang terjadi pada dirinya.
Esther berkata, "Apa pun kejahatan yang dirancangkan orang atas diri saya, jiwa saya tetap
aman dalam Tuhan. Tidak ada satu pun yang dapat menahan saya untuk membagikan
kebenaran."

Diambil dan diedit seperlunya dari:


Judul buletin: Open Doors, Edisi Maret-April 2007, Volume 12 No. 2
Judul artikel: Wanita Berhati Mulia
Penulis : tidak dicantumkan
Halaman : 9

BIARLAH YANG MISKIN BERKATA, "AKU KAYA!"

Suatu hari, ayah dari suatu keluarga yang sangat sejahtera membawa anaknya bepergian ke
suatu negara yang sebagian besar penduduknya hidup dari hasil pertanian. Semua itu
dilakukan dengan maksud untuk menunjukkan bagaimana kehidupan orang-orang yang
96
miskin.

Mereka menghabiskan waktu berhari-hari di sebuah tanah pertanian milik keluarga yang
terlihat sangat miskin.

Sepulang dari perjalanan tersebut, sang ayah bertanya kepada anaknya, "Bagaimana
perjalanan tadi?"

"Sungguh luar biasa, Pa."

"Kamu lihat 'kan bagaimana kehidupan mereka yang miskin?" tanya sang ayah.

"Iya, Pa," jawabnya.

"Jadi, apa yang dapat kamu pelajari dari perjalanan ini?" tanya ayahnya lagi.

Si anak menjawab, "Saya melihat kenyataan bahwa kita memunyai seekor anjing, sedangkan
mereka memiliki empat ekor. Kita punya sebuah kolam yang panjangnya hanya sampai ke
tengah-tengah taman, sedangkan mereka memiliki sungai kecil yang tak terhingga
panjangnya. Kita memasang lampu taman yang dibeli dari luar negeri dan mereka memiliki
bintang-bintang di langit untuk menerangi taman mereka. Beranda rumah kita begitu lebar
mencapai halaman depan dan milik mereka seluas horizon. Kita tinggal dan hidup di tanah
yang sempit sedangkan mereka memunyai tanah sejauh mata memandang. Kita memiliki
pelayan yang melayani setiap kebutuhan kita, tetapi mereka melayani diri mereka sendiri.
Kita membeli makanan yang akan kita makan, tetapi mereka menanam sendiri. Kita
memunyai dinding indah yang melindungi diri kita dan mereka memiliki teman-teman untuk
menjaga kehidupan mereka."

Dengan cerita tersebut, sang ayah tidak dapat berkata apa-apa.

Kemudian si anak menambahkan, "Terima kasih, Pa, akhirnya aku tahu betapa miskinnya
diri kita."

Terlalu sering kita melupakan apa yang kita miliki dan hanya berkonsentrasi terhadap apa
yang tidak kita miliki. Kadang kekurangan yang dimiliki seseorang merupakan anugerah
bagi orang lain.

Semua berdasar pada perspektif setiap pribadi. Pikirkanlah apa yang akan terjadi jika kita
semua bersyukur kepada Tuhan atas anugerah yang telah disediakan oleh-Nya bagi kita
daripada khawatir untuk meminta lebih lagi.

Diambil dan diedit seperlunya dari:


Nama situs : Heart 'n Souls in Indonesia: Collection of
Inspirational and Motivational Stories
Penulis : Tidak dicantumkan
Diceritakan oleh: Joe Gatuslao Phillipines

PENCURI YANG DIUBAH

Tukang pajak berbangsa Prusia yang berwajah kejam itu berhadapan muka dengan putranya
yang berusia sepuluh tahun dan berkata, "Kamu telah mengambil uang yang bukan milikmu,
George."
97
Anak itu menggeliat-geliat di bawah pandangan ayahnya. "Tidak, Ayah," ia menggagap,
"saya tidak mengambil uang."
"Sekali ini aku memasang sebuah perangkap," si ayah menjelaskan.
"Aku kira kamu telah mencuri uang dari pajak pungutanku, saat itu aku menghitung sejumlah
uang dan kemudian menaruhnya di ruangan ini.
Sebagian dari uang itu telah hilang. Nah, kucing tidak mungkin mengambilnya."
"Ayah keliru," anak itu memohon.
"Aku tidak keliru. Jika kamu tidak mengakuinya, aku harus menggeledahmu."
Tukang pajak itu menggeledah saku anaknya dan tidak menemukan apa-apa. George
tersenyum sendiri.
"Sekarang buka sepatumu," ayahnya memerintahkan.
"Kaki saya sakit. Kalau dibuka nanti sakit."
"Aku katakan, buka."
Anak itu dengan segan membuka sepatunya.
"Sekarang berikan sepatu itu kepadaku."
Anak itu menurut. Senyuman itu samar-samar lenyap dari wajahnya.
"Ah, ini dia. Sekarang, pergilah ke gudang."
"Tetapi, saya minta maaf, Ayah. Saya berjanji tidak akan mencuri lagi."
George Muller menerima hukumannya. Tetapi ia mencuri lagi, mencuri lagi, mencuri lagi --
sampai akhirnya hidupnya diubah oleh Kristus.

Ibunya meninggal ketika ia berumur empat belas tahun dan waktu itu ia sedang bersekolah.
Pada malam ketika ibunya meninggal, dengan tidak sadar akan penyakit ibunya, George
sedang bermain kartu. Hari Minggu, keesokan harinya, ia menghabiskan waktunya bersama-
sama dengan beberapa temannya di sebuah kedai minuman.
Tidak berapa lama kemudian, ia dibaptiskan di sebuah gereja Lutheran. Ayahnya telah
memberinya uang yang banyak untuk membayar gembala jemaatnya. Tetapi George yang
licik itu memberi gembala jemaat itu hanya seperduabelas dari jumlah uang itu.
"Saya akan berlaku lebih baik," ia berjanji kepada dirinya sendiri pada saat ia mengikuti
kebaktian. Tetapi keputusannya itu sia-sia saja.

Tahun berikutnya, ayahnya dipindahkan ke kota Schoenebeck, Prusia. Ia meninggalkan


George sendirian di rumahnya yang lama agar mengawasi perbaikan-perbaikan rumahnya
dan belajar dengan seorang pendeta karena George telah membuat keputusan untuk belajar
menjadi pendeta. Tetapi ketika tukang pajak itu pergi. George sibuk dengan pekerjaannya
yang lain. Ia mengumpulkan uang orang-orang di desanya yang berutang kepada ayahnya,
lalu ia melakukan perjalanan yang
kemudian ia sebut "dosa enam hari." Ketika uangnya telah habis, ia pindah ke hotel yang
mahal, menginap seminggu, kemudian lari tanpa membayar ongkos-ongkosnya. Ia pindah ke
hotel lain, menginap dan bersenang-senang seminggu lamanya, lalu bersiap-siap untuk
melarikan diri melalui sebuah jendela. Namun, kali ini ia tertangkap. Pada umur enam belas
tahun, anak tukang pajak itu dipenjara selama dua puluh empat hari.

Setelah ayahnya memberikan uang jaminan untuknya, ia bersekolah di Nordhausen, Prusia.


Untuk menyenangkan hati gurunya, ia belajar dari jam empat pagi sampai jam sepuluh
malam. Gurunya memujinya di kelas sebagai seorang pemuda dengan harapan yang baik
dalam pelayanan kependetaan. Walaupun demikian, George Muller terus-menerus
bermabuk-mabukan dan berfoya-foya. Ia merasa bersalah pada saat ia turut ambil bagian
dalam perjamuan Tuhan. "Tetapi satu atau dua hari setelah ikut serta dalam perjamuan Tuhan
itu, saya berlaku sama jahatnya seperti sebelumnya," ia menulis dalam catatan hariannya.

Ketika ia berumur dua puluh tahun, ia dianjurkan belajar di Universitas Halle serta diberi hak

98
untuk berkhotbah. Ketika di Halle inilah ia menyadari bahwa ia harus memperbaiki diri
seandainya saja ada sebuah jemaat yang memilih dia sebagai gembala jemaatnya. Pada waktu
itu, ia menganggap pelayanan kependetaan semata-mata sebagai suatu mata pencaharian
yang baik, bukan sebagai suatu pelayanan kepada orang-orang yang memerlukan
pertolongan.
Ia bertemu dengan seorang teman mahasiswa bernama Beta yang hidup sebagai orang
Kristen yang patut dicontoh. George memilih Beta sebagai teman dekatnya, dengan berpikir
bahwa ia memperbaiki hidupnya dengan seorang teman Kristen.

Tetapi Beta itu seorang Kristen yang kembali berbuat jahat dan ia bersahabat dengan George
hanya karena ia mengira George akan membawanya kepada kesenangan-kesenangan yang
lebih banyak.
Dalam bulan Agustus tahun 1825, George Muller, Beta, dan dua orang mahasiswa lainnya
menggadaikan sebagian milik mereka untuk memeroleh cukup banyak uang untuk bepergian
selama beberapa hari.
Ketika seorang dari mahasiswa-mahasiswa itu mengusulkan pergi ke Swiss, George yang
licik itu sudah memunyai suatu rencana. Ia hanya duduk saja dan memalsukan surat-surat
penting yang diperlukan dari orang tuanya untuk mendapatkan paspor.

Dalam perjalanan itu, George menjadi bendahara. Karena ia memang suka mencuri, ia
menyelewengkan uang itu supaya teman-temannya membayar sebagian dari ongkos-
ongkosnya.

Ketika mereka kembali ke universitas, Beta sangat menyesal dan ia mengakui segala dosanya
kepada ayahnya. Kemudian ia mengundang George untuk menghadiri suatu persekutuan doa
di rumah seorang teman. Mereka pergi bersama. "Saya belum pernah sebelumnya melihat
seorang berdoa berlutut," demikianlah komentar George yang kemudian menjadi seorang
yang terkenal di dunia karena kuasa doanya.

George merasa canggung di dalam persekutuan itu karena suasananya yang aneh. Ia bahkan
meminta maaf atas kehadirannya di sana.
"Datanglah sering-sering; pintu dan hati kami terbuka bagi Saudara," tuan rumah itu
mengundangnya dengan senang hati.
Setelah dua lagu pujian, satu pasal dari Alkitab dibacakan. Kemudian lagu pujian lainnya dan
pada saat tuan rumah itu berdoa, suatu perasaan sukacita dan damai timbul dalam hari
George Muller. Dalam perjalanan pulang, dengan penuh kegembiraan, ia berkata kepada
Beta, "Segala kesenangan kita yang dulu itu tidak ada artinya dibandingkan dengan apa yang
kita alami malam ini."
Kristus telah menyentuh hati George Muller di persekutuan doa itu, dan sejak saat itu ia
menjalani kehidupan yang telah diubah.

Kemudian ia pindah ke Inggris, di mana ia menjadi terkenal sebagai orang yang beriman. Ia
mendirikan lima buah Panti Asuhan di Bristol yang dapat menampung dua ribu orang anak.
Selama hidupnya, ia mengurus 9.975 orang anak yatim piatu dan menerima lima puluh ribu
jawaban khusus bagi doanya.
Inilah kisah orang yang tidak pernah melihat seorang Kristen berdoa berlutut sampai ia
berusia dua puluh satu tahun.

Diambil dan diedit seperlunya dari:


Nama situs : Pemuda Kristen
Judul asli artikel: Pencuri yang Diubah -- George Muller
Penulis : James C. Hefley

99
Alamat URL : http://www.pemudakristen.com/artikel/pencuri_yang_diubah.php

Catatan: Artikel di atas dapat ditemukan dalam versi tercetak pada buku "Bagaimana Tokoh-
Tokoh Kristen Bertemu dengan Kristus" karya James C. Hefley, terbitan Yayasan Kalam
Hidup.

HIDUP KARENA BERPALING

Walaupun mengetahui bahwa ayah dan kakeknya adalah pendeta-pendeta Inggris yang
terkenal, hal tersebut tidak banyak menolong Charles yang kala itu berusia lima belas tahun
dan mempunyai banyak kesusahan itu.
"Saya kira dosa saya lebih besar daripada dosa orang lain," keluhnya. "Saya menangis
memohon pengampunan kepada Allah, tetapi saya takut Ia tidak akan mengampuni saya."
Pada waktu bersekolah di Colchester Charles muda berjanji, "Saya akan menghadiri setiap
gereja di kota ini untuk mengetahui bagaimana menjadi seorang Kristen."
Ia mendengar sebuah khotbah yang diambil dari Galatia 6:7, "Jangan sesat! Allah tidak
membiarkan diri-Nya dipermainkan." Tetapi pengkhotbah itu tidak mengatakan bagaimana
caranya ia dapat menghindari tipuan. Setelah enam bulan mengunjungi setiap gereja yang
dapat ia temui, ia merasa hampir putus asa.
Kemudian tibalah tanggal 6 Januari 1850, hari yang dingin dan bersalju. Dengan patuh
Charles pergi menghadiri gereja yang telah dipilihnya. Pada saat ia berjalan hatinya merasa
lebih dingin daripada salju yang turun itu. Ketika ia tahu bahwa badai yang dahsyat akan
menahannya untuk dapat mencapai tujuannya, ia membelok ke sebuah gereja kecil yang tak
dikenal, yang tidak pernah ia kunjungi sebelumnya. Semula ia ragu-ragu memasuki Gereja
Metodis sederhana di Artilery Street itu. Di kemudian hari ia berkata, "Saya telah mendengar
bahwa orang-orang itu menyanyi dengan begitu keras sehingga membuat orang menjadi
pusing."
Tetapi Charles Spurgeon menyelinap masuk dan duduk. Setelah beberapa menit dalam
kesunyian yang menyiksa, seorang pria yang tinggi kurus berjalan dengan terseret-seret ke
mimbar. "Rupanya pendeta kita terhalang oleh cuaca," jelasnya, "saya kira Saudara-saudara
sekalian harus tahan mendengarkan saya."
"Sekarang saya akan membaca sebuah ayat seperti apa yang dilakukan oleh pengkhotbah-
pengkhotbah lain," lanjut pria sederhana itu. "Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah
dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi!" (Yesaya 45:22). Sambil duduk di bangku
gereja, Charles mengernyitkan dahinya dan berpikir, "Mengapa ia tidak dapat mengucapkan
kata-katanya dengan sepatutnya?"

Di mimbar, pengkhotbah pengganti itu mulai menguraikan ayat itu dengan berputar-putar
karena ia tak tahu apa yang harus dikatakannya lagi. "Ayat ini mengatakan, 'Berpalinglah',"
ia berbicara dengan cara yang membosankan. "Nah, dengan berpaling itu Saudara tidak akan
merasa sakit sedikit pun. Tidak perlu pula mengangkat kaki atau jari Saudara; hanya
'berpaling'!"
"Nah, beberapa di antara Saudara sekalian berpaling kepada diri sendiri, yang sebenarnya
tidak ada manfaatnya. Saudara mungkin mengatakan, 'Tunggulah Roh Kudus bekerja.' Tetapi
saya katakan, 'Berpalinglah kepada Kristus!'"
Mata beberapa pendengar yang bosan itu mulai melihat ke sana ke mari, tetapi mata Charles
Spurgeon tidak. Sambil menatap pengkhotbah yang kurang berpengetahuan itu, ia seolah-
olah berkata, "Mengapa saya tidak memikirkan hal ini sebelumnya?"
Pada saat pengkhotbah itu mengulur-ulur ayatnya, ia mulai berteriak, "Berpalinglah kepada-
Ku, 'Aku berpeluhkan darah; Aku tergantung di salib.'" Kemudian pria yang tinggi itu
melihat wajah Charles yang tegang.
100
"Anak Muda, kamu tampak sedih," teriaknya pada saat anak laki-laki itu menggeser satu inci
ke bawah di tempat duduknya yang tidak enak itu. Kemudian ia mengangkat tangannya dan
berteriak dengan gaya Metodis yang sederhana, "Anak Muda, berpalinglah kepada Yesus
Kristus. Berpalinglah! Berpalinglah!"
Kemudian Charles memberikan kesaksian, "Aku segera melihat jalan keselamatan itu. Aku
melihat sampai benar-benar berpaling kepada Kristus. Kegelapan hilang lenyap dan aku
melihat matahari. Aku merasa dapat meloncat dari tempat dudukku dan berteriak sekeras-
kerasnya bersama dengan saudara-saudara Metodis ini, 'Aku diampuni!'."
"Oh, betapa ingin aku melakukan sesuatu bagi Kristus," tulis Charles kepada ibunya setelah
ia pulang ke rumah. Dalam seminggu ia telah berbuat sesuatu. Pertama-tama, ia membagikan
traktat; kemudian ketika persediaan traktatnya habis, ia menulis di atas carik-carik kertas dan
menyebarkannya di jalan dengan harapan agar seseorang dapat tertolong jiwanya.
Ia mulai mengajar sekolah minggu pada usia enam belas tahun, setahun kemudian ia
dipanggil sebagai gembala jemaat di gereja kecil, Waterbeach Chapel. Kemudian ia pindah
ke London, ke gereja yang lebih besar. Sebelum berumur 21 tahun, ia diberi julukan "Anak
Ajaib dari Inggris". Pada usia 23 tahun, ia berkhotbah kepada tepatnya
23.645 orang dalam suatu kebaktian. Gerejanya membangun Metropolitan  Tabernacle yang
mampu menampung 5.500 orang. Ia mendirikan sebuah perguruan tinggi bagi para
pengkhotbah, sebuah panti asuhan, dan bahkan menerbitkan sebuah surat kabar Injil.
Khotbah-khotbahnya diterbitkan oleh surat kabar Amerika. Dan sampai sekarang -- lebih dari
seratus tahun kemudian -- masih banyak orang yang percaya bahwa Charles Haddon
Spurgeon adalah pengkhotbah terbesar sejak Rasul Paulus.

Pada tahun 1864, Spurgeon kembali mengunjungi gereja di Artilery Street. Ia berkhotbah
dari Yesaya 45:22, ayat yang menyebabkan dia bertobat. Sambil menunjuk ke sebuah tempat
duduk di bawah balkon, ia berkata, "Saya pernah duduk di bangku itu." Identitas
pengkhotbah pengganti yang tinggi kurus itu masih menjadi teka-teki. Pengkhotbah itu tidak
pernah maju ke muka untuk menyatakan bahwa ia menyampaikan khotbah yang mendorong
Spurgeon yang terkenal itu untuk berpaling kepada Kristus.

Catatan: Artikel di atas dapat ditemukan dalam versi tercetak pada


buku "Bagaimana Tokoh-Tokoh Kristen Bertemu dengan Kristus" karya
James C. Hefley, terbitan Yayasan Kalam Hidup.

UANG NGOBROL

Uang kertas 1 dolar ketemu dengan uang kertas 20 dolar, lalu bilang, "Hey, ke mana saja
kamu? Aku jarang lihat kamu akhir-akhir ini."
Uang kertas dua puluh dolar menjawab, "Aku habis pergi dari kasino,naik kapal pesiar, lalu ke
pertandingan bola, ke supermarket, dan hal-hal semacam itulah .... Kalau kamu?"
Uang kertas satu dolar bilang, "Tau sendirilah ... seperti biasa, aku di gereja terus ...."

ORANG BARU

Seorang pria baru saja percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juru Selamatnya. Tapi,
semangatnya untuk bersaksi ngga kalah besar sama yang udah puluhan tahun percaya Yesus.
Selesai dibaptis, ia pergi ke desa pamannya di pedalaman untuk bersaksi pada orang yang
ditemuinya di jalan. Begitu turun dari bis,
a ketemu orang yang ngga ia kenal. Spontan, ia bertanya, "Mas, kenal Yesus, ngga?"
Spontan orang itu geleng-geleng kepala, jawabnya, "Belum, sori aku orang baru di sini. Coba
tanya Ibu yang jualan di warung itu!" (Sumber : E-Humor)

101
SALIB: HIKMAT ATAU KEBOHONGAN

"Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa,
tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan
itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18
Kekristenan yang bertolak pada ajaran Tuhan Yesus banyak menjungkir-balikkan nilai-nilai
yang berlaku umum di dunia ini, bukan hanya dulu tapi juga sekarang, misalnya: siapa yang
terbesar harus melayani. Dunia menekankan kebesaran, kekuatan dan kekuasaan, sedangkan
Tuhan Yesus berbicara pengabdian. Dan terbukti dalam sejarah, orang-orang seperti Mahatma
Gandhi, Ibu Teresa, Martin Luther King lebih dikenang daripada misalnya Hitler, Saddam
Hussein atau George W. Bush.
Dunia mengajarkan mata ganti mata, bom balas bom. Tuhan Yesus mengajarkan dalam Matius
5:39 agar "tampar pipi kanan berikan pipi kiri". Ajaran ini menuai banyak ejekan. Filsuf
Jerman Nietszhe mengatakan "agama: pengecut, pecundang" sebagai reaksi atas ajaran jangan
membalas kebencian dengan kebencian, kekerasan dengan kekerasan.
Dunia memperlihatkan hal yang serba cepat dan persaingan. Tuhan Yesus : menawarkan:
"Siapa yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan siapa yang terakhir akan menjadi yang
terdahulu." Hati-hati memilih yang utama, yang utama bagi dunia bisa membawa kita
meluncur ke belakang.
Salib juga begitu. Dunia menunjukkan salib adalah simbol kebodohan, keterkutukan. Tetapi
justru itu yang dipakai Allah untuk menunjukkan hikmat-Nya. Sebenarnya Tuhan Yesus bisa
memilih cara mati yang lain. Namun yang penting bukan cara mati, melainkan cara hidup-Nya
di dunia!!!
Demikianlah Paulus menekankan apa yang dipandang oleh dunia bodoh, justru dipakai Allah
untuk menjungkirbalikkan hikmat manusia. Jangan takut karena iman kita, walaupun kita
seperti orang bodoh.
Salib mengingatkan tiga hal:
1. Harga yang harus dibayar setiap pengikut Kristus. "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia
harus memikul salib-Nya...", seorang pengikut Kristus jangan hanya memikirkan diri sendiri.
2. Salib mengingatkan: Kristus sudah memberikan diri-Nya untuk kita, apa yang sudah kita
lakukan bagi Dia? Kita hidup bukan untuk mendapatkan apa-apa. tapi memberi apa-apa.
3. Betapa pun enak dan nyamannya hidup kita, seperti pepatah Belanda; Setiap rumah punya
salib. Salib adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hidup kita. Jalani hidup ini apa pun itu
dengan syukur. (Ayub Yahya)

102

Anda mungkin juga menyukai