Anda di halaman 1dari 24

MENYELAMATKAN DAN MENEGAKKAN INTEGRITAS

SISTEM KENEGARAAN PANCASILA-UUD PROKLAMASI 45*


(MENGHAYATI HIKMAH SP 11 MARET 1966)

LATAR BELAKANG
Rakyat Indonesia sebagai bangsa telah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia Raya
sepanjang penjajahan : kolonialisme-imperialisme sampai diberkati Kemerdekaan Nasional
Indonesia Raya melalui puncak perjuangan : Proklamasi 17 Agustus 1945.
Rakyat Indonesia dengan kepemimpinan para pahlawan (the founding fathers) generasi
demi generasi berjuang dan berkorban sampai tercapainya kemerdekaan nasional berwujud
NKRI berdasarkan Pancasila-UUD Proklamasi 1945. Bangsa Indonesia mengakui bahwa
kemedekaan Indonesia adalah atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, sebagai terumus
dalam Pembukaan UUD 45, alinea 2 - 3 :

“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat


yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannnya “.

Menghayati anugerah dan berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, kita sebagai bangsa
yakin bahwa kemedekaan nasional dan kedaulatan Indonesia Raya tegak dalam wujud NKRI
sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45. Kita bersyukur dan bangga
menerima (dan mengemban) amanat mulia demikian untuk ditegakkan, diwariskan dan
dilestarikan bagi generasi penerus, rakyat dan bangsa Indonesia seutuhnya ! Visi-misi demikian
bermakna sebagai amanat kewajiban moral yang kita pertanggung jawabkan ke hadapan Allah
Yang Maha Kuasa; sekaligus kepada the founding fathers yang mewariskan; juga kepada
generasi penerus pemilik NKRI masa depan!.
Amanat filosofis-ideologis, dan konstitusional --- sekaligus amanat moral ---
sesungguhnya terkandung sebagai jabarannya dalam UUD 45 seutuhnya, istimewa Pasal 29 :
(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

Dasar negara dan ideologi negara Pancasila sebagai termaktub dalam Pembukaan
UUD 45, terjabar secara konstitusional dalam Batang Tubuh (Pasal-Pasal) seutuhnya; dan
diperjelas dalam Penjelasan UUD Proklamasi 45.
Amanat filosofis-ideologis dan konstitusional demikian bersifat imperatif (mengikat,
memaksa) semua yang ada di dalam wilayah kekuasaan (kedaulatan) hukum Indonesia
untuk setia, menegakkan, mengamalkan, membudayakan, mewariskan, dan
melestarikannya; termasuk kewajiban bela negara! Jadi, tidak ada seorang warganegara,
bahkan lembaga-lembaga negara dan produknya, bahkan juga pejabat dan pemimpin negara
*
) Makalah disajikan dalam Acara Renungan Memetik Hikmah (SP 11 Maret 1966) diselenggarakan YKCB
11 Maret 2010 di Jakarta

1 MNS, Lab. Pancasila UM


yang tidak terikat (untuk setia) kepada amanat filosofis-ideologis dan konstitusional sejak
Indonesia merdeka dan untuk selamanya, generasi demi generasi dalam dinamika peradaban
nasional dan internasional!
Demikianlah, dalam dinamika sejarah nasional Indonesia Raya, seluruh rakyat sebagai
warganegara yang setia dan bangga dengan amanat perjuangan leluhurnya (the founding
fathers) yang mewariskan NKRI sebagai negara merdeka dan berdaulat dalam integritasnya
sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 --- yang potensial dan
bermartabat! ---.
Pengingkaran dan atau degradasi kesetiaan nasional (degradasi wawasan nasional)
sesungguhnya adalah tindakan pengkhianatan dan makar kepada Dasar Negara dan Ideologi
Negara Pancasila dan UUD Negara Proklamasi!

I. MENGHAYATI SEJARAH NASIONAL INDONESIA RAYA DAN NKRI


Kita bangga dan bersyukur senantiasa atas sejarah nasional bangsa Indonesia Raya se-
Nusantara, mulai awal sejarahnya sampai puncak abad XXI ini, yang secara skematis terlukis
dalam skema 1.

INTEGRITAS WAWASAN NASIONAL DALAM NKRI

NKRI Sebagai Sistem


Era Reformasi: NKRI Sebagai
Kenegaraan Pancasila
NKRI Negara Otoda (= federal) dengan
dengan Sistem Demokrasi
demokrasi liberal
Pancasila NEGARA
PROKLAMASI
UUD Proklamasi UUD 1945
AGUSTUS 1945
1945 Amandemen I – IV

20 MEI '08 DAN 28 OKT '28


Sejarah perjuangan
XVI – XX (1596 – 1945) = kemerdekaan
KOLONIALISME- IMPERIALISME Indonesia

MAJAPAHIT XIII – XVI Kejayaan dan


Zaman
SRIWIJAYA VII – XII = Keemasan
Indonesia Raya
T A R U M A N A G A R A ; ......... K U TAI

RAKYAT INDONESIA SEBAGAI BANGSA DAN SDM INDONESIA


NUSANTARA INDONESIA RAYA
DALAM DINAMIKA GLOBALISASI–LIBERALISASI–POSTMODERNISME

skema 1 (MNS, 2007)


A. Sejarah Nasional Indonesia Raya
Lukisan dalam skema 1 membuktikan bagaimana dinamika sejarah nasional yang amat
panjang, dalam dinamika pasang surut, pengorbanan dan pengabdian yang
membanggakan. Sebagai bangsa yang mewarisi pandangan hidup (filsafat hidup,

2 MNS, Lab. Pancasila UM


Weltanschauung), yang kemudian terkenal sebagai Filsafat Pancasila. Filsafat hidup ini
menjiwai kehidupan rakyat sebagai bangsa yang bermartabat, yang memancarkan nilai sosio-
budaya yang berkepribadian nasional Indonesia Raya. Nilai mendasar ini merupakan identitas
dan integritas (jiwa bangsa, Volksgeist) atau jatidiri nasional Indonesia Raya .
Berdasarkan nilai-nilai fundamental ini watak dan kepribadian SDM Indonesia terbentuk,
untuk senantiasa menilai dan membudayakan s e s u a t u (untuk melakukan atau tidak
melakukan; untuk meterima atau menolak) hanya dengan landasan asas normatif filsafat
hidup yang telah menjiwainya generasi demi generasi.
Demikianlah, ketika bangsa Indonesia mengalami krisis dan degradasi, sampai jatuh ke
dalam kekuasaan (kedaulatan) bangsa asing: zaman kolonialisme-imperialisme 1596 – 1945
rakyat Indonesia senantiasa menolak dan berjuang untuk merebut kembali kemerdekaan dan
kedaulatan nasionalnya. Asas dan wawasan nasional demikian tetap tegak-tegar dalam
dinamika Indonesia merdeka: Proklamasi 45 dengan tegaknya NKRI dalam integritas sebagai
Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 --- yang potensial dan bermartabat!
Makna fungsionalnya, warganegara, lebih-lebih pemimpin dan pejabat negara akan m e n i l a i
semua yang berkembang dalam kehidupan nasional berdasarkan asas dan kaidah
fundamental filsafat Pancasila. Jadi, siapapun, komponen manapun dari unsur bangsa yang
tidak sesuai, apalagi bertentangan dengan nilai fundamental filsafat Pancasila dianggap
bukanlah warga bangsa yang setia dan bangga dalam integritas martabat bangsa
Indonesia Raya!
Dinamika sejarah nasional berkembang sebagai sintesa faktor internal (dalam negeri)
maupun eksternal (luar negeri, global); sebagai bangsa yang hidup dalam pergaulan dan
peradaban bangsa-bangsa (umat manusia). Kondisi fenomenal demikian adalah kodrat kehidupan
bangsa, bahkan SDM sebagai manusia (mikro-personal; dan makro-nasional).
Sebagai SDM bangsa Indonesia Raya kita bersyukur dan bangga diberkati dengan
berbagai keunggulan sebagai potensi untuk menjadi bangsa dan negara yang jaya dan
bermartabat.

B. Dinamika NKRI Negara Proklamasi 45 dalam Romantika Revolusi


Rakyat Indonesia sebagai bangsa yang dipelopori The founding fathers, dan diwakili oleh
PPKI dengan musyawarah mufakat, dan hikmat kebijaksanaan serta kepemimpinan
kenegarawanan menetapkan NKRI sebagai negara berdasarkan Pancasila sebagai
terjabar dalam UUD 45 (UUD Proklamasi 45).
Dalam dinamika internasional --- dengan membandingkan antar sistem ideologi negara
--- wajarlah kita mengakui bahwa Indonesia Raya tegak sebagai bangsa yang merdeka dan
berdaulat dalam Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 --- yang
sejajar dengan semua bangsa dan negara modern dalam pergaulan internasional! ---.

Dinamika sejarah NKRI sebagai Negara Proklamasi 45, terlukis dalam kronologis
berikut:
1. Negara Indonesia Raya (NKRI) merdeka 17 Agustus 1945;
2. NKRI dalam Revolusi; dengan UUD RIS 1949 – 1950 (sebagai hasil kompromi
dengan Belanda melalui KMB);
3 MNS, Lab. Pancasila UM
3. NKRI berdasarkan UUD RI Sementara 1950 (sebagai wujud tekad Negara Kesatuan,
yang dijwai sila III Pancasila); dengan praktek sistem demokrasi liberal dan
Parlementer (1950 - 1959);
4. NKRI (kembali) berdasarkan UUD Proklamasi 45 melalui Dekrit Presiden 5 Juli
1959.
5. Dalam dinamika dan romantika revolusi Indonesia, Presiden RI menggalang poros
revolusioner Jakarta-Peking (sekarang: Beijing)-Pyong Yang dalam rangka
menghadapi tantangan nekolim (= neo-kolonialisme-imperialisme!) dalam NKRI,
komando revolusioner ada dalam otoritas Presiden/PBR/Pangti/Mandataris MPRS.
6. Bung Karno berpikir revolusioner dalam asas dialektika; antara pendukung
revolusioner dan musuh revolusioner; dengan kategori: revolusioner dan kontra-
revolusi. Inilah dialektika revolusi; rakyat terbelah antara revolusioner dan kontra-
revolusioner. Aksi-aksi revolusioner ini didominasi potensi politik nasionalis-kiri:
kaum nasional---yang dulu terkenal dipimpin Mr. Ali Sastroamidjojo dan Ir.
Surachman. Oleh rakyat yang moderat dan tidak sepaham dengan dialektika
revolusi kepemimpinan mereka disebut PNI Asu (akronim : Ali Sastroamidjojo
dengan Surachman). Mereka berhadapan dengan PNI Osa-Usep.
7. NKRI berdasarkan UUD 1945 (1959 – 1965) menegakkan sistem demokrasi
terpimpin berdasarkan Ajaran Pemimpin Besar Revolusi; dengan praktek budaya
sosial-politik: NASAKOM.
Melalui praktek budaya sosial-politik NASAKOM (mulai NASAKOM jiwaku, sampai
NASAKOMISASI) kepemimpinan semua kelembagaan negara, makin
berkembanglah ideologi marxisme-komunisme-atheisme! Karena “perjuangan” PKI
yang terus “membudayakan” revolusi!... berpuncak : dengan bencana dan tragedi
nasional kudeta G30S/PKI 1 Oktober 1965.
----------------------------------------------------------

II. INTEGRITAS SISTEM KENEGARAAN PANCASILA-UUD PROKLAMASI 45


Sebagai aktualisasi sistem filsafat Pancasila dan atau sistem ideologi (nasional)
Pancasila secara ontologis dan axiologis dikembangkan dan ditegakkan dalam integritas
Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan asas-asas fundamental
berikut :

A. Sistem Filsafat Pancasila sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Negara


Filsafat Pancasila (Dasar Negara dan Ideologi Negara) memberikan kedudukan yang
tinggi dan mulia atas martabat manusia, sebagai pancaran asas moral (sila I dan II);
karenanya ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila yang bersumber asas normatif
theisme-religious, secara fundamental sbb:
1. Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II: hidup,
kemerdekaan dan hak milik/rezki); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh
umat manusia.
2. Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan
kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat)
manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3. Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:

4 MNS, Lab. Pancasila UM


a. Manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha
Pencipta (sila I).
b. Manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta,
termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan
c. Manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta (Tuhan
Yang Maha Esa), atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada
(kepribadian). Manusia terikat dengan hukum alam dan hukum moral !.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM;
sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia.
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas
potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah
kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya
(termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)
Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk
wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan
ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara
berkedaulatan rakyat (sistem demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat). Asas-asas
fundamental ini memancarkan identitas, integritas dan keunggulan sistem kenegaraan RI
(berdasarkan) Pancasila – UUD 4, sebagai sistem kenegaraan Pancasila.
Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai
keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya --- karena sesuai dengan
potensi martabat dan integritas kepribadian manusia---.

B. Sistem Kenegaraan Pancasila Terjabar dalam UUD Proklamasi 45


Sistem Kenegaraan Pancasila dalam UUD Proklamasi 45 nampak dalam Keunggulan
Sistem Kenegaraan Indonesia Raya; dalam asas dan sistem berikut :
Keunggulan Sistem Kenegaraan Pancasila sebagai negara Proklamasi 17 Agustus
1945; terjabar dalam asas konstitusional UUD 45:
1. NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat (demokrasi);
2. NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat);
3. NKRI sebagai negara bangsa (nation state);
4. NKRI sebagai negara berasas kekeluargaan (paham persatuan, wawasan
nasional dan wawasan nusantara);
5. NKRI menegakkan sistem kenegaraan berdasarkan UUD Proklamasi 45
yang memancarkan asas konstitusionalisme melalui tatanan kelembagaan dan
kepemimpinan nasional dengan identitas Indonesia, dengan asas budaya dan asas
moral filsafat Pancasila yang memancarkan identitas martabatnya sebagai
sistem filsafat theisme-religious. Asas demikian memancarkan keunggulan
sistem filsafat Pancasila (sebagai bagian dari sistem filsafat Timur) dalam
menghadapi tantangan dan godaan masa depan: neo-liberalisme, neo-
kapitalisme dan neo-imperialisme serta neo-PKI dalam pascamodernisme
yang menggoda dan melanda bangsa-bangsa modern abad XXI.

Keunggulan Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 sebagai jabaran


asas filosofis-ideologis Pancasila --- istimewa filsafat dan ideologi Pancasila sebagai asas
kerokhanian bangsa dan negara --- terjabar dalam Keunggulan Sistem Kenegaraan
Pancasila --- yang menyempurnakan Keunggulan Natural-Sosial-Kultural dan SDM

5 MNS, Lab. Pancasila UM


Indonesia Raya sebagai anugerah dan amanat Allah Yang Maha Kuasa, Maha Rahman
dan Maha Rahim bagi Indonesia Raya ---. Karenanya, amanat ini wajib kita syukuri dengan
mengembangkan, membudayakan, mewariskan dan melestarikan demi generasi penerus!
Keunggulan Alamiah (Natural) SDA, SDM dan Kutural yang amat potensial. Kita bangsa
Indonesia wajib bersyukur dan bangga atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa bahwa
bangsa dan NKRI diberkati dengan berbagai keunggulan potensial, terutama:
1. Keunggulan natural (alamiah): nusantara Indonesia amat luas (15 juta km 2, 3 juta km2
daratan + 12 juta km2 lautan, dalam gugusan 17.584 pulau dengan berlakunya ZEE).
Nusantara yang amat kaya hutan tropis, amat subur dan nyaman iklimnya; amat kaya
sumber daya alam (SDA); amat strategis posisi geopolitiknya: sebagai negara bahari
(maritim, kelautan) di silang benua dan samudera.
2. Keunggulan kuantitas-kualitas manusia (SDM) sebagai rakyat dan bangsa; merupakan
asset primer nasional: 235 juta dengan karakteristika dan jatidiri yang diwarisinya
sebagai bangsa pejuang (ksatria)…… ---silahkan dievaluasi bagaimana identitas dan
kondisi kita sekarang!--- dalam era reformasi.
3. Keunggulan posisi strategis Nusantara di silang benua dan silang samudera yang
berbatasan dengan Samudera Pasifik sebagai transpolitik-ekonomi dan kultural
postmodernisme dan masa depan (MNS 2000: 23 – 30).
4. Keunggulan geostrategis pada garis khatulistiwa, amat luas membujur dari Timur ke
Barat dan dari Utara ke Selatan (95 – 141BT dan 9LU – 11LS); sehingga menjadi
“pusat” energi matahari yang menyuburkan hutan tropis sebagai sumber oksigen (O 2 :
paru-paru dunia); sebagai sumber potensi energi masa depan.
5. Keunggulan sosiokultural sebagai wilayah negara agraris (dengan lahan amat luas dan
subur); dengan wilayah kelautan amat luas dan kaya sebagai sumber kehidupan rakyat
(sosio-ekonomi : petani dan nelayan) yang menjadi basis ekonomi kerakyatan dan
sumber kehidupan + kesejahteraan ekonomi rakyat sepanjang zaman.

Sedemikian istimewa berkat dan rahmat Allah bagi bangsa dan NKRI, wajarlah kita
sebagai bangsa bersyukur dan bangga; dan siap bela-negara (membudayakan dan
melestarikannya) demi generasi penerus supaya senantiasa tegak sebagai bangsa yang merdeka,
berdaulat, jaya dan bermartabat!
Jadi, bagaimana sistem kenegaraan bangsa itu, ialah jabaran dan praktek dari ajaran
sistem filsafat dan atau sistem ideologi nasionalnya masing-masing. Berdasarkan asas
demikian, kami dengan mantap menyatakan NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila,
dan terjabar (pedoman penyelenggaraanya) dalam UUD Proklamasi 45 --- yang orisinal,
bukan menyimpang sebagai “ terjemahan “ era reformasi yang menjadi UUD 2002 --- yang
kita rasakan amat sarat kontroversial, bahkan menjadi budaya neo-liberalisme !
Secara filosofis-ideologis dan konstitusional inilah amanat nasional dalam visi-
misi Pendidikan dan Pembudayaan Filsafat Pancasila dan Ideologi Nasional! Visi-misi
mendasar dan luhur ini menjamin integritas SDM dalam Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD 45.
Tantangan oleh (bangsa dan ideologi apapun) akan kita hadapi dengan kesetiaan
nasional sebagai kewajiban dan amanat konstitusional dan amanat moral! Karena itulah,
ideologi marxisme-komunisme-atheisme yang diperjuangkan PKI, juga ideologi liberalisme-
kapitalisme-sekularisme dan neo-imperialisme akan senantiasa kita hadapi dengan jiwa
kesetiaan ksatria-bhayangkari integritas NKRI!

III. INTEGRITAS SISTEM KENEGARAAN PANCASILA-UUD PROKLAMASI 45


DALAM TANTANGAN REVOLUSI KOMUNISME (PKI)

6 MNS, Lab. Pancasila UM


Menghayati dengan kebanggaan dan syukur atas Integritas Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45, adalah pancaran (manifestasi) jatidiri nasional dan
kebanggaan atas kebenaran sistem filsafat hidup Pancasila (ideologi nasional, ideologi negara)
Indonesia Raya. SDM Indonesia Raya senantiasa setia dan bangga, siap dan rela bela negara
sebagai perwujudan bela (diri) kepribadian nasionalnya (martabat nasional Indonesia Raya).
Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 tegak berkat
terlaksananya semua asas dan kaidah fundamental Dasar Negara dan Ideologi Negara
Pancasila sebagaimana diamanatkan UUD Proklamasi 45. Asas demikian hanya tegak
berkat kesetiaan semua SDM bangsa menegakkan asas budaya dan moral (filsafat)
Pancasila. Karena setiap momen, berbagai ideologi mengancam Integritas Sistem
Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dalam rangka politik supremasi ideologi: baik
liberalisme-kapitalisme dan neo-kolonialisme; sinergis dengan ideologi marxisme-komunisme-
atheisme (PKI)!

A. Kudeta (Makar) G30S/PKI atas Integritas NKRI Negara Proklamasi 45


Manakala ada komponen bangsa, lebih-lebih orsospol yang memiliki sistem ideologi
yang tidak sesuai dan atau bertentangan dengan Dasar Negara dan Ideologi Negara Pancasila,
secara ideologis dan konstitusional adalah tindak separatisme ideologi (pengkhianatan atas
konstitusi, makar). Karenanya, secara ideologis dan konstitusional rakyat akan bangkit
menumpas tindakan makar --- sebagai tindakan kesetiaan bela-negara! ---
Makar PKI 18 September 1948 dan 1 Oktober 1965 telah membangkitkan perlawanan
seluruh rakyat untuk menumpas (mengutuk dan mengikis) tindakan yang a-nasional, a-
sosial, a-moral, dari ideologi atheisme yang memang bertentangan dengan ideologi
Pancasila!
Sesungguhnya, bila rakyat Indonesia tidak bangkit melawan dan menumpas
mereka, bangsa dan NKRI akan diruntuhkan untuk mereka membangun bangsa dan
negara yang berideologi marxisme-komunisme-atheisme --- yang bertentangan dengan
mental dan moral Pancasila (theisme-religious).
Sejarah Indonesia Merdeka juga mencatat bahwa negara kita menumpas semua
tindakan makar, mulai separatisme kedaerahan (provinsialisme), ekstrim kanan;
sebagaimana juga kita menumpas dan mengikis ekstrim kiri! Makna dan bukti sejarah
demikian, bangsa Indonesia secara nasional senantiasa bela dasar negara dan ideologi
negara Pancasila demi tegaknya kemerdekaan, kedaulatan dan martabat nasional dalam
integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
Dinamika dan romantika revolusioner sungguh-sungguh dimanfaatkan PKI---
karena sinergis mulai asas dialektika sampai metode politik revolusioner! Penggalangan
poros Jakarta-Peking (sekarang: Beijing)-Pyong Yang juga dimanfaatkan oleh RRC untuk
mengatur konspirasi bagaimana NKRI mengikuti jejak revolusioner rakyat China. Sejarah
mencatat revolusi China meruntuhkan Republik China Nasionalis 1 Oktober 1949, dengan
mendirikan RRC. Hari keramat revolusi China mereka harapkan juga sukses dengan revolusi
PKI melalui kudeta 1 Oktober 1965 (mereka juga meyakini revolusi komunis di Rusia 17
Oktober 1917; jadi, Oktober dianggap bulan keramat, penuh berkah dari berhala ideologi
komunisme-atheisme!) Nampak jelas, pilihan revolusi Oktober (G30S/PKI) bukan saja hasil
konspirasi, melainkan juga dilandasi ideologi revolusi yag dikeramatkan! Konspirasi RRC dan
PKI semuanya terbuka baik oleh penelitian pakar-pakar luar negeri, maupun fakta dalam
penyelesaian hukum G30S/PKI di Jakarta.
7 MNS, Lab. Pancasila UM
--
B. Asas Penghayatan dan Penilaian Sejarah (Nasional)
Sebagai manusia, bahkan sebagai bangsa kita adalah bagian dari dinamika sejarah, baik
nasional maupun internasional. Sebagaimana juga pribadi manusia hidup dalam antar-hubungan
multi faktor; mulai faktor internal (potensi pribadi), faktor eksternal (lingkungan hidup, sosial-
ekonomi keluarga dan masyarakat; kondisi nasional keseluruhan; bahkan kehidupan budaya dan
peradaban internasional/global/universal!).
Penghayatan demikian secara mendasar dan filosofis dilukiskan sebagai asas dinamika
integral-fungsional-universal; sebagai wujud hukum alam (natural law; atau Sunnatullah).
Adalah juga potensi kepribadian manusia/SDM sebagai makhluk yang dianugerahi
kepribadian unggul-agung-mulia --- berkat potensi kejiwaan: rasio dan cita karsa; dan
mental-spiritual-moral sebagai potensi budinurani dan kerokhanian manusia! ---. Karenanya,
integritas martabat manusia sungguh unggul-agung-mulia yang akan dinikmati dalam keabadian
--- dunia dan akhirat, berdasarkan filsafat dan agama Islam khususnya ---.

C. Asas dan Penilaian Sejarah


Kesadaran manusia senantiasa berkat potensi kepribadian yang sinergis dengan keyakinan
dan penghayatan nilai-nilai; terutama meliputi sebagai diuraikan dengan ringkas di bawah.
Bagaimana manusia (terutama ilmuan, pakar) secara umum menghayati dan menilai
sejarah, yang dalam fenomena kebangsaan dan kenegaraan --- sekarang amat kontroversial! ----.
Asas penilaian secara a-priori (niscaya, kodrati) sesuai dan berdasarkan atas keyakinan
hidupnya; baik nilai filsafat dan atau ideologi; maupun nilai budaya dan agamanya! Jadi,
penilaian obyektif yang dimaksud dalam opini umum, bukanlah penilaian yang tidak dijiwai dan
dilandasi oleh sistem nilai-nilai tersebut! Misalnya, kita perhatikan melalui analisa berikut:

1. Asas-asas Rasional Ilmiah (Kultural)


a. Pribadi manusia sebagai pelaku atau saksi sejarah: mengalami dan menyaksikan
langsung peristiwa, kasus, kejadian berbagai fragmen sejarah. Artinya, pribadinya
secara aktual mengalami sendiri; self-evidence dalam dirinya. Fakta ini dialami sebagai
realitas yang aktual.
b. Pribadi sebagai saksi peristiwa; secara langsung tidak mengalami / menghayati
bagaimana kasus fragmen sejarah itu “menyentuh”, atau menimpa dirinya. Bagaimana
keluarga Pahlawan Revolusi hari Jum’at 1 Oktober 1965 (jam 03.00 – 05.00) pagi itu
aktual dalam keluarganya; menyentuh kepribadiannya: indera, rasa karsa, akal dan
budinuraninya. Mereka memiliki penilaian objektif, atau subjektif?
c. Pribadi, khususnya ilmuan / pakar; bahkan pakar sejarah menyaksikan dengan
membaca berbagai data kepustakaan, berdialog antar-pakar sejarah; baik pakar senior
yang menyaksikan sejarahnya, maupun pakar yang “hanya membaca” laporan berbagai
sumber. Secara kumulatif, ia menyimpulkan suatu kebenaran yang dia anggap benar,
valid, dan terpercaya!
d. Pakar atau tokoh dan kader politik --- dengan wawasan dan ideologi tertentu --- pastilah
menghayati dan menilai peristiwa sejarah itu dijiwai, dilandasi dan berpedoman
(“kacamata”) nilai-nilai ideologisnya. Kesimpulannya, “objektif” berdasarkan nilai-nilai
kolektivitasnya; yang pasti berbeda atau bertentangan dengan objektivitas kolektivitas
--- berdasarkan asas ideologi yang berbeda.

8 MNS, Lab. Pancasila UM


e. Berdasarkan kuantitas dan kualitas sumber data dan kepustakaan dari tokoh-tokoh/pakar
bervariasi: dalam negeri dan luar negeri, makin banyak data untuk dipertimbangkan dan
dipilih berdasarkan akal sehat-rasional-ilmiah akan makin banyak dan kaya alternatif
kesimpulan validitas kebenaran yang kita pilih! Artinya, sumber yang kaya memberikan
pilihan yang cukup untuk yang terbaik!
Kesimpulan :
1) Bila dalam Pemilu, kandidat mendapat suara terbanyak dia dianggap terpilih
sebagai pemimpin yang menerima mandat / kepercayaan orang banyak (mayoritas:
51%).
2) Bila kandidat hanya mendapat suara tidak mayoritas (=minoritas) dia tidak
dianggap yang terbaik (mungkin baik); jadi, tidak dibenarkan untuk memimpin
(tidak mendapat mandat dan legalitas secara sosial-politik).
Artinya, kebenaran politik demikian didasarkan atas pertimbangan / pilihan berdasarkan
perbandingan antara : suara terbanyak dan yang kurang banyak; dalam budaya dan
moral politik = mayoritas berbanding minoritas.
Adagium dan dogma sosial-politik dalam moral demokrasi (universal) = Majority
Ruler, Minority Rights, dengan makna secara normatif-imperatif: mayoritas memiliki
legalitas dan otoritas sebagai pemerintah (memerintah); dengan kewajiban melindungi
(mengayomi) hak-hak minoritas!. Tegasnya, minoritas tidak memiliki legalitas dan
otoritas untuk “memerintah”, atau mengatur; melainkan dapat “mengontrol” sebagai
oposisi!
Demikian pula, menurut asas filsafat hukum tentang makna universal cita hukum
(keadilan, justice); terutama:

“....THIS HAS AT ALL TIMES FOUND ITS MOST UNIVERSAL EXPRESSION IN


THE IDEA OF JUSTICE. BUT IT WOULD BE FUTILE TO ATTEMPT A UNIFORM
DEFINITION OF JUSTICE, FOR THAT TERM SIMPLY IS INTENDED TO STATE
WHAT IS ABSOLUTE AND A PRIORI IN THE LAW, AND SO IT COVERS
WHATEVER ANY WORLD OUTLOOK (WELTANSCHAUUNG) MAY REQUIRE
OF THE LAW.” Emil Lask dalam Wilk (1950: 21; 123)

Jadi, benar dan adil secara universal berdasarkan kaidah fundamental bangsa negara,
yakni: WORLD OUTLOOK (WELTANSCHAUUNG); dalam NKRI hanyalah filsafat
Pancasila!
Kebenaran PKI untuk apapun, berdasarkan filsafat apa; kecuali: marxisme-
komunisme-atheisme--- yang sesungguhnya bertentangan dengan kondrat kerokhanian
martabat manusia secara universal! (di negara Unie Soviet ataupun Rusia telah terbukti
runtuh karena bertentangan dengan kodrat dan budinurani martabat manusia secara
universal; lebih-lebih moral agama!).
Jadi, dalam NKRI warganegara Indonesia Raya mayoritas pembela setia negara
Pancasila (filsafat dan ideologi Pancasila, UUD Proklamasi 45) dibandingkan PKI dengan
ideologi marxisme-komunisme-atheisme yang bertentangan dengan semua nilai ajaran
filsafat Pancasila, bahkan dengan UUD Proklamasi 45. Adalah tidak rasional, tidak
nasional, tidak konstitusional bahkan tidak bermoral Pancasila siapapun yang membela dan
membenarkan tindakan makar PKI (1948 maupun 1965; dan kapanpun kemudian hari).
9 MNS, Lab. Pancasila UM
Jadi, hanya revolusi yang menindas rakyat Indonesia Raya dan ideologi Pancasila yang
mungkin memaksa adanya ideologi marxisme-komunisme-atheisme (PKI, neo-PKI, KGB).

2. Asas-asas Doktrin Filosofis-Ideologis dan atau Dogma Agama :


a. Doktrin yang menyatakan bahwa: ilmu pengetahuan adalah bebas nilai ---
sesungguhnya adalah doktrin dan dogma ajaran sistem filsafat dan ideologi
liberalisme (yang bersumber dari ajaran filsafat Natural Law). Karena mereka adalah
bangsa dan negara yang supra-modern, dan memiliki otoritas negara adidaya serta
supremasi ideologi (bahkan supremasi neo-imperialisme) semua ilmuan “terpesona”
--- tergoda dan terlanda, seperti terhipnotis --- sehingga “membudayakan” doktrin ilmu
bebas nilai ! Praktek asas budaya dan moral sekularisme; free fights liberalism! Dan
individualism!
b. Doktrin demikian ditumpangi oleh praktek ideologi marxisme-komunisme-atheisme
untuk bukan saja membudayakan bahwa ilmu (termasuk ilmu sejarah) bebas nilai,
melainkan juga semua unsur kehidupan, tingkah laku manusia seutuhnya bebas nilai!
Bagi kita mengerti dan menghayati doktrin di atas amat cukup memahami. Karena, kita
sadar bahwa mereka dijiwai keyakinan ideologi (sebagai filsafat hidupnya) ialah “asas
moral” sekularisme dan atheisme!
c. Kita bangsa Indonesia khususnya --- penganut filsafat hidup Pancasila sekaligus
penganut nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa / Theisme-religious / monotheisme-
religious bukan saja sebagai doktrin dan dogma hidup kita, melainkan sebagai wujud
kualitas dan integritas kerokhanian kita --- integritas martabat kepribadian
bangsa kita ---, pastilah dengan tegas, konsisten (istiqomah) dan tegar sampai akhir
hidup (khusnul khotimah) senantiasa dijiwai nilai dan asas moral Ketuhanan Yang
Maha Esa.

D. Kontroversial Penilaian Sejarah PKI


Dinamika era reformasi melahirkan budaya kebebasan. Reformasi Indonesia 1998
mengusung visi: kebebasan (=liberalisme), demokrasi (liberal) * , atas nama HAM sekaligus
mengikis KKN yang kemudian dipraktekkan sebagai budaya liberalisme dan neo-liberalisme.
Budaya sosial-politik atas nama demokrasi dan HAM ternyata membudayakan “moral-
politik” oligarchy, plutocracy, dan anarchy. Demokrasi melalui pemilihan umum langsung
dengan biaya super mahal dan melahirkan konflik horizontal sampai anarkhisme.
Dalam era yang memuja kebebasan kader dan warga PKI (senior) bangkit untuk merebut
cita-cita yang sejak dulu terkubur akibat kegagalan G30S/PKI. Melalui berbagai cara, terutama
propaganda “pelurusan sejarah”, mereka memutarbalik sejarah dengan fitnah yang menjadi
budaya moral politik mereka! Sistem negara komunis tidak mengakui HAM dan demokrasi,
melainkan kedaulatan negara (etathisme)!
Bagaimanapun, akal dan budinurani SDM Indonesia Raya yang berjiwa Pancasila, akan
senantiasa menghayati (verstehen, wawasan waskita) kebenaran sejati berdasarkan nilai
fundamental asas kerokhanian bangsa, filsafat hidup Pancasila! Karenanya, apapun alasan dan
hujatan kaum PKI (atheisme) secara filosofis-ideologis dan religious kita tidak dapat menerima
validitasnya; karena Tuhan Yang Maha Esa saja mereka anggap tidak benar adanya; apalagi
kebenaran sejarah --- yang mereka ciptakan dengan menghalalkan semua cara, termasuk fitnah!.

*
)

10 MNS, Lab. Pancasila UM


Dalam era reformasi mereka menulis sejarah versi atheisme: “pelurusan sejarah!”.
Puncak romantika revolusi Indonesia ialah pengkhianatan mereka yang mengaku barisan
revolusioner, penghujat anti-revolusi sebagai kaum kontra-revolusioner. Sejarah Indonesia Raya
menyaksikan drama dan tragedi konspirasi komunis-internasional (komintern), (Victor M.
Vic, 2005; Antonie Dake, 2006).
1. NKRI mengalami bencana dan tragedi nasional karena adanya kudeta G30S/PKI
1 Oktober 1965. Rakyat sebagai bangsa Indonesia mengalami tragedi nasional
bermuara disintegrasi nasional!
2. Dalam dinamika dan momentum inilah rakyat membuktikan Kesetiaan dan
Kebanggaan Nasionalnya atas integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD
Proklamasi 45 (sekalipun mereka digolongkan kaum : kontra-revolusioner),
pembela NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang
terpercaya!
Kondisi bangsa dan NKRI menghadapi krisis nasional yag dapat mengancam integritas
nasional.

IV. SUPERSEMAR SEBAGAI MANDAT PENYUCIAN/SUBLIMASI SISTEM


FILSAFAT DAN IDEOLOGI PANCASILA
Seluruh rakyat yang setia dasar negara dan ideologi Pancasila bangkit bersama TNI
untuk bela NKRI dan menumpas-mengikis G30S/PKI yang meracuni integritas sistem filsafat
dan ideologi Pancasila--- yang berjiwa theisme-religious kontra-marxisme-komunisme-
atheisme. Ternyata dialektika revolusioner dan kaum kontra-revolusioner sungguh-
sungguh menjadi perang ideologi!.

A. Pemberontakan PKI (G30S/PKI) : Makar/Pengkhianatan Pancasila dan Negara


Proklamasi
Dalam kondisi negara yang amat kritis akibat makar G 30 S/PKI, keamanan nasional
terancam disintegrasi bangsa, kemudian beberapa pejabat tinggi negara berusaha memulihkan
keamanan dan stabilitas nasional…..
Bangkitnya rakyat Indonesia menumpas PKI adalah reaksi --- sebagai wujud hubungan
sebab-akibat ---, karena tindakan makar PKI yang mengancam integritas NKRI sekaligus
integritas kepribadian SDM Indonesia Raya yang bermoral Pancasila (istimewa berjiwa
Ketuhanan Yang Maha Esa, Theisme-religious; sebagai bangsa yang beragama)!.
Adanya makar G30S/PKI amat menggoncangkan kehidupan nasional bangsa dan NKRI.
Sejarah mencatat Indonesia cukup tergoncang dengan banyaknya korban rakyat yang menjadi
sasaran keganasan PKI. Karenanya, reaksi rakyat se-nusantara juga amat keras dalam ….. :
dibunuh atau membunuh!. Latar belakang G30S/PKI juga dengan rumus politiknya: didahului
atau mendahului (PKI kudeta 1 Oktober 1965 dengan alasan mereka khawatir ditumpas oleh TNI
karena berbagai fenomena gerakan revolusioner dalam revolusi Indonesia!).

B. Kebangkitan Orde Baru


Peristiwa kudeta G30S/PKI dihadapi seluruh komponen bangsa, mulai TNI, sampai
pemuda pelajar (KAPPI), mahasiswa (KAMI), sarjana (KASI); sampai orsospol dan organisasi
keagamaan.

11 MNS, Lab. Pancasila UM


Berbagai demonstrasi massa menuntut Presiden/PBR/Pangti ABRI Dr. Ir. Soekarno
untuk membubarkan PKI dan semua mantel organisasinya. Terekam dalam sejarah Tri-Tura
yang diperjuangkan mereka :
1. Bubarkan PKI
2. Bersihkan Kabinet dari elemen PKI; dan
3. Turunkan harga (perbaikan ekonomi)

Sementara kondisi nasional sejak 1 Oktober 1965 sampai Januari 1966 keamanan
nasional tidak stabil, dan penumpasan PKI di luar kendali negara. Di berbagai kota besar se-
Indonesia terus bangkit demonstrasi Tri-Tura; sampai terjadinya SP 11 Maret 1966 (terkenal
sebagai : SUPERSEMAR) yang kita ketahui dinamika dan gejolaknya.
Kondisi ibukota negara, Jakarta, amat tegang; sementara Presiden Soekarno sedang
memimpin Sidang Kabinet 11 Maret 1966. Di sekitar Istana Merdeka ada sekelompok tentara
yang dipersepsi adanya ‘pasukan liar’ karen tanpa identitas mengepung Istana kemudian
Presiden Soekarno dengan tergesa-gesa meninggalkan sidang untuk pergi ke Istana Bogor.
Mayor Jenderal Basuki Rahmat, Brigjend Amir Mahmud dan Brigjend M. Jusuf
melaporkan kejadian tersebut kepada Letjend Soeharto --- ke rumah di Jalan Agus Salim, karena
beliau tidak mengikuti Sidang Kabinet sebab sakit---. Laporan ini bertujuan untuk mendapat
persetujuan Soeharto bahwa mereka akan menyusul Presiden ke Istana Bogor.
Inti misi mereka, untuk meyakinkan Presiden bahwa Men/Pangad Letjend Soeharto siap
memulihkan keamanan ibukota Jakarta, bila diberi perintah. Karenanya, ketiga jenderal tersebut
di atas melaporkan kondisi Jakarta dan kesiapan Soeharto untuk melaksanakan perintah
pemulihan keamanan tersebut.
Setelah bermusyawarah dengan Presiden Soekarno, beliau berkenan memberikan
perintah untuk Men/Pangad, yang kemudia terkenal sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966
(SUPERSEMAR).
Presiden
Republik Indonesia
SuratPerintah
I. Mengingat :
I.1 Tingkatan revolusi sekarang ini, serta keadaan politik baik Nasional maupun
Internasional.
I.2 Perintah Harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersendjata/Presiden/Pemimpin Besar
Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966.

II. Menimbang :
II.1 Perlu adanja ketenangan dan kestabilan Pemerintahan dan djalannja Revolusi.
II.2 Perlu adanya djaminan keutuhan Pemimpin Besar Revolusi. ABRI dan rakjat untuk
memelihara kepemimpinan dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin
Besar Revolusi serta segala adjaran-adjarannja.

III. Memutuskan / Memerintahkan :


Kepada : LETNAN DJENDRAL SOEHARTO, MENTERI PANGLIMA ANGKATAN
DARAT
Untuk : Atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi:

12 MNS, Lab. Pancasila UM


1. Mengambil segala tindakan jang dianggap perlu, untuk terdjaminnya keamanan dan
ketenangan serta kestabilan djalannja Pemerintahan dan djalannja Revolusi, serta
mendjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima
Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS demi untuk keutuhan bangsa dan
Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala adjaran Pemimpin
Besar Revolusi.
2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan lain
dengan sebaik-baiknja.
3. Supaya melaporkan segala sesuatu jang bersangkut-paut dalam tugas dan
tanggungjawabnya seperti tersebt diatas.

IV. Selesai
Djakarta, 11 Maret 1966
PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI/
PEMIMPIN BESAR REVOLUSI/MANDATARIS M.P.R.S.
ttd.
SUKARNO

Dalam naskah asli terekam Supersemar ini ditandatangani langsung (original) oleh Presiden
Soekarno.

Catatan :
Mengapa Pres. Soekarno / PBR / Pangti / Mandataris MPRS bukan beliau sendiri yang
membubarkan PKI --- meskipun didesak oleh berbagai komponen bangsa? ---. Mengapa pula
beliau memberikan mandat untuk menyelamatkan keamanan dan ketertiban nasional --- padahal
beliau sadar sumber bencana nasional adalah kudeta PKI ---.

Berdasarkan SUPERSEMAR, MenPangad Letjend. Soeharto dapat melaksanakan Tri-


Tura, sekaligus sebagai kebijaksanaan nasional pembersihan (penyucian/sublimasi) filsafat dan
ideologi Pancasila dari anasir marxisme-komunisme-atheisme! Tegasnya, “asas budaya politik”
NASAKOM JIWAKU dan NASAKOMISASI dengan mengikis PKI, integritas bangsa dalam
NKRI adalah: NASAKOM (minus, likuidasi) KOM = NASA.
Potensi NASA adalah integritas potensi bangsa yang secara fundamental berwatak dan
berkepribadian Pancasila.
MenPangad Soeharto dengan dukungan seluruh komponen bangsa dan
berdasarkan SP 11 Maret dapat melaksanakan visi-misi penyucian filsafat dan ideologi
Pancasila. Jadi, kesimpulan demikian terlukis dalam analisis fenomena sosial, mental dan moral
Indonesia Raya:
1. Rakyat bangkit bersama TNI membela dan menegakkan integritas NKRI kita,
berpuncak dengan Keputusan SP 11 Maret 1966 oleh
Presiden/PBR/Pangti/Mandataris MPRS kepada Letjend. Soeharto sebagai
MenPangad.
2. Men/Pangad Letjen Soeharto dengan hikmat kebijaksanaan dan kenegarawanan
melaksanakan amanat dalam SP 11 Maret 1966 itu dengan penghayatan nilai
moral Pancasila dalam integritasnya yang memancarkan martabatnya sebagai ; sistem
filsafat theisme-religious terutama yang bermakna signifikan : menyelamatkan
13 MNS, Lab. Pancasila UM
integritas NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dan
Ajaran Bung Karno tentang Ideologi Negara Pancasila, dengan : membubarkan
PKI beserta semua mantel organisasinya (Jadi, penyucian/sublimasi filsafat
Pancasila secara fundamental sebagai sistem filsafat theisme-religious).
3. Keputusan dan ketetapan atas pembubaran PKI (marxisme-komunisme-
atheisme), sebagai wujud kesaktian nilai Tuhan Yang Maha Esa yang
mengamanatkan NKRI (sebagai termaktub dalam Pembukaan UUD 45 alinea 3).
Keputusan negara ini menjadi Monumen sejarah nasional sebagai Kebangkitan
Orde Baru dengan visi-misi : “Melaksanakan Pancasila-UUD 45 secara murni
dan konsekuen!”.

Analisis filosofis-ideologis-konstitusional yang dijiwai theisme-religious, berkeyakinan


bahwa SP 11 Maret (Supersemar) dengan semua produk otoritas dan legalitasnya,
bukanlah sesuatu yang kebetulan!. Demikian pula Presiden/PBR/Pangti/Mandataris
MPRS berkenan memberikan perintah atas nama negara --- demi integritas Sistem
Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 --- pada hakikatnya adalah integral
dengan penyucian dan fungsionalisasi nilai fundamental di dalam Pembukaan UUD
Proklamasi 45 seutuhnya, istimewa dijiwai alinea 3-4!

Jadi, peristiwa G30S/PKI bukanlah sekedar tindakan komponen bangsa --- sebagai
‘anak nakal’ dalam keluarga Indonesia Raya --- yang cukup dididik untuk menyadari
dosanya ---. Mereka adalah manusia yang sadar --- bahkan yakin secara dogmatis atas
kebenaran ideologi marxisme-komunisme-atheisme --- sebagai doktrin perjuangan
hidupnya melalui revolusi dengan menghalalkan segala cara (karena moral a-sosial, a-
nasional, a-moral dan atheisme)!
Alhamdulillah, ternyata Pancasila tetap sakti (hari kesaktian Pancasila) sebagai
berkat dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa (Sila I Pancasila)!. Semoga selamanya
Indonesia Raya dalam pengayoman dan rahmat Allah Yang Maha Berdaulat, Maha
Rahman dan Maha Rahim!
Marilah kita bersyukur dengan bangga; disertai niat dan tekad untuk terus menegakkan
integritas sistem filsafat dan ideologi Pancasila dalam wujud Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45 selamanya! (Abadi, karena kepribadian SDM Indonesia
utuh dengan sila-sila Pancasila dalam keyakinan dan dalam amal kebajikan oleh dan
untuk Indonesia Raya dan bermartabat kemanusiaan universal!).
Monumen sejarah nasional sebagai fundamen menegakkan dasar negara dan ideologi
nasional Pancasila secara murni dan konsekuen. Monumen sejarah ini diakui pula sebagai
Kebangkitan Orde Baru dengan visi-misi : Melaksanakan Pancasila-UUD Proklamasi 45
secara murni dan konsekuen (tanpa ideologi marxisme-komunisme-atheisme).
Sejarah nasional mencatat sejak kebangkitan Orde Baru Pemerintah melaksanakan
Pendidikan dan Pembudayaan Dasar Negara Pancasila, mulai peningkatan PKn, Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi; sampai Pemasyarakatan nilai Pancasila bagi pejabat, tokoh
masyarakat dan warga masyarakat (terkenal program P4 yang dibina secara melembaga oleh
BP7 dan P7).
Hari ini, dalam era reformasi (satu dasawarsa) ada pakar yang “berjuang” untuk
“pelurusan sejarah” --- sesungguhnya adalah fitnah dan pengkhianatan yang dilanjutkan oleh
pembela komunis-atheisme atas nama demokrasi dan HAM.
14 MNS, Lab. Pancasila UM
Amboi, marxisme-komunisme-atheisme bukanlah ideologi penegak demokrasi;
melainkan penegak totalitarianisme dan etatisme; juga bukan pembela HAM, melainkan
pembela kolektivitas dan etatisme --- dengan menindas warganegaranya yang setia-teguh
dengan nilai-nilai moral Ketuhanan/agama, demokrasi dan HAM!
Sejarah mencatat Presiden Soeharto sebagai Ketua Dewan Hankamnas melaksanakan
riset-strategis untuk merumuskan HAM berdasarkan filsafat Pancasila bekerjasama dengan 45
PTN-PTS terkemuka 1983 – 1993; untuk kemudian dengan Keppres No. xxx/1993 Membentuk
Komisi Nasional HAM --- Komnas HAM sekarang bukanlah karya dan misi Reformasi yang
makin membela HAM liberalisme-idividualisme ---.

V. BANGSA DAN NKRI DALAM TANTANGAN: GLOBALISASI-LIBERALISASI


DAN POSTMODERNISME
Dinamika Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme sesungguhnya adalah
gelombang negara adidaya untuk merebut supremasi ideologi liberalisme-kapitalisme;
sebagai otoritas neo-imperialisme dunia. Dinamika ini juga sinergis dengan gelombang
Postmodernisme yang laksana badai menggoda dan melanda bangsa dan negara modern,
terutama bangsa negara berkembang. Fenomena dimaksud nampak dalam karsa elite untuk
mempelopori reformasi---karena merasa warisan nilai lama perlu di reformasi ---, meskipun
ternyata menjadi bencana yang dapat meruntuhkan integritas nasional dan integritas
negara !.
Kita menyaksikan bagaimana reformasi glasnost dan perestroika yang dicanangkan
Michael Gorbachev di Unie Soviet kemudian r u n t u h menjadi negara tidak berdaya
dan “ m u r t a d “ dari ideologi marxisme-komunisme-atheisme !. (McCoubrey & Nigel
D. White 1996 : 109 - 132)

Catatan: Runtuhnya negara adidaya Unie Soviet menjadi negara tidak berdaya, namun
rakyatnya bersyukur dapat kembali memuja Tuhan (Agama, Theisme) sehingga negara
Rusia sekarang amat sangat meningkat kemakmuran dan kejayaannya.

A. Tantangan Nasional : Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme


Menyelamatkan bangsa dan NKRI dari tantangan demikian (baca: keruntuhan
sebagaimana yang dialami Unie Soviet), maka bangsa Indonesia wajib meningkatkan
kewaspadaan nasional dan ketahanan mental-ideologi Pancasila. Visi-misi demikian
terutama meningkatkan wawasan nasional dan kepercayaan nasional (kepercayaan diri)
agar SDM warganegara kita mampu mewaspadai tantangan: globalisasi-liberalisasi dan
postmodernisme dan neo-PKI/KGB!
Kemampuan menghadapi tantangan yang amat mendasar dan akan melanda
kehidupan nasional ---sosial-ekonomi dan politik, bahkan mental dan moral bangsa---maka
benteng terakhir yang diharapkan mampu bertahan ialah keyakinan nasional atas kebenaran
dan kebaikan (baca: keunggulan) dasar negara Pancasila baik sebagai jatidiri bangsa dan
filsafat hidup bangsa (Volksgeist, Weltanschauung), sekaligus sebagai dasar negara
(ideologi negara, ideologi nasional). Hanya dengan keyakinan nasional ini manusia Indonesia
tegak-tegar dengan keyakinannya yang benar dan terpercaya: bahwa sistem filsafat
Pancasila sebagai bagian dari filsafat Timur memancarkan identitas dan integritas
martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Sebagai jiwa UUD negara yang

15 MNS, Lab. Pancasila UM


menjiwai dan melandasi budaya dan moral politik Indonesia dalam integritas sistem
kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
Bandingkan dengan ajaran filsafat kapitalisme-liberalisme yang beridentitas
individualisme-materialisme-sekularisme-pragmatisme (neo-imperialisme) akan hampa
spiritual religius sebagaimana juga identitas ideologi marxisme-komunisme-atheisme!
Kapitalisme-liberalisme memuja kebebasan dan HAM demi kapitalisme (baca: materi,
kekayaan sumber daya alam yang dikuasai neoimperialisme): dalam praktek politik dan
ekonomi liberal, yang menjajah Irak awal abad XXI ---negara adidaya yang bergaya
pembela HAM di panggung dunia!--- ternyata HAM yang HAMPA!. Mengapa bangsa-
bangsa beradab, bahkan PBB sebagai organisasi dunia yang beradab tetap bungkam ?!
Tantangan globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme dapat berwujud adanya
degradasi wawasan nasional dan wawasan ideologi nasional. Demikian pula adanya
degradasi mental ideologi, seperti budaya demokrasi liberal dan HAM individualisme-
egoisme--- bukan kesatuan dan kerukunan sebagai asas moral filsaafat dan ideologi
bangsanya---. Perhatikan beberapa fenomena sosial politik dan ekonomi (neo-liberal) dalam
era reformasi sebagai praktek budaya: kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme
dalam hampir semua bidang kehidupan Indonesia, bermuara sebagai neoimperialisme!
Sinergis dengan kondisi global maka dalam NKRI juga tantangan kebangkitan neo-PKI /
KGB;!
1. Watak setiap ajaran filsafat dan ideologi dengan asas dogmatisme senantiasa merebut
supremasi dan dominasi atas berbagai ajaran filsafat dan ideologi yang dipandangnya
sebagai saingan. Ideologi kapitalisme-liberalisme yang dianut negara-negara Barat
sebenarnya telah merajai kehidupan berbagai bangsa dan negara: politik kolonialisme-
imperialisme. Karena itulah, ketika perang dunia II berakhir 1945, meskipun mereka
meraih kemenangan atas German dan Jepang, namun mereka kehilangan banyak negara
jajahan memproklamasikan kemerdekaan, termasuk Indonesia. Sejak itulah penganut
ideologi kapitalisme-liberalisme menetapkan strategi politik neo-imperialisme untuk
melestarikan penguasaan ekonomi dan sumber daya alam di negara-negara yang telah
mereka tinggalkan (disusun strategi rekayasa global, 1947).
2. Melalui berbagai organisasi dunia, mulai PBB, World Bank dan IMF sampai APEC
dipelopori Amerika Serikat mereka tetap sebagai kesatuan Sekutu dan Unie Eropa dalam
perjuangan merebut supremasi politik dan ekonomi dunia (neo-imperialisme). Lebih-
lebih dengan berakhirnya perang dingin (1950-1990) mereka makin menunjukkan
supremasi politik neoimperialisme!
3. Hampir semua negara berkembang yang kondisi ipteks, industri dan ekonomi amat
tergantung kepada negara maju (G-8) maka melalui bantuan modal pembangunan baik
bilateral maupun multilateral, seperti melalui IMF dan World Bank, termasuk IGGI
kemudian CGI semuanya mengandung strategi politik ekonomi negara Sekutu (USA dan
UE).
4. Melalui kesepakatan APEC, mereka mempropagandakan doktrin ekonomi liberal, atas
nama ekonomi pasar ---tidak boleh ada proteksi demi peningkatan kemampuan dan
kemandirian---. Sementara potensi ekonomi berbagai negara berkembang tanpa proteksi,
tanpa daya saing yang memadai...... semuanya dilumpuhkan dan ditaklukkan. Tercapailah
politik supremasi ekonomi kapitalisme-liberalisme, sebagai neo-imperialisme.
5. Sesungguhnya sejak dimulai perang dingin (sekitar 1950 – 1985) Sekutu telah
menampilkan watak untuk merebut dominasi dan supremasi politik internasional.
16 MNS, Lab. Pancasila UM
Kondisi perang dingin yang amat panjang meskipun menguras dana dan biaya perang
(angkatan perang dan persenjataan), namun juga dijadikan media propaganda bahwa
otoritas supremasi politik dan ideologi dunia tetap dimiliki Blok Barat. Supremasi politik
dan ideologi ini juga didukung oleh supremasi ipteks .......sehingga banyak intelektual
negara berkembang (baca: negara GNB) yang belajar ipteks ke negara-negara blok Barat.
Sebagian intelektual kita itu telah tergoda dan terlanda wawasan politiknya,
sehingga sebagai elite reformasi mempraktekkan demokrasi liberal, ekonomi
liberal, bahkan juga budaya negara federal!

Ternyata kemudian, mereka telah dididik juga sebagai kader pengembang ideologi dan
politik ekonomi kapitalisme-liberalisme ---termasuk dalam NKRI---. Kepemimpina mereka
belum membuktikan keunggulannya dalam mengatasi multi –krisis nasional yang makin
menghimpit rakyat warga bangsa tercinta. Kondisi buruk ini dapat menjadi lahan subur
bangkinya neo-PKI/KGB yang berpropaganda menjadi ”penyelamat ” kaum miskin dan
buruh tani dalam NKRI! Inilah fenomena dan bukti sebagian elite dalam NKRI tergoda dan
terlanda ideologi neo-liberalisme dan neo-komunisme!

17 MNS, Lab. Pancasila UM


INTEGRITAS NASIONAL DAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA

NEO-IMPERIALISME TAP – MPR *


NEO-LIBERALISME NEO-KOMUNISME, NEO-PKI, KGB
KEDAULATAN NEGARA (= ETATISME),
SEKULARISME-PRAGMATISME
KOLEKTIVISME –
DEMOKRASI LIBERAL, U U D 45 INTERNASIONALISME MARXISME –
INDIVIDUALISME – AN. HAM KOMUNISME – ATHEISME,
KAPITALISME DIALEKTIKA–HISTORIS–
(MATERIALISME) P A N C A S I L A MATERIALISME

ERA – REFORMASI
POSTMODERNISME
GLOBALISASI – LIBERALISASI

7. UU No. 27 TAHUN 1999 TENTANG KEAMANAN NEGARA (YANG DIREVISI): TERUTAMA


PASAL 107a – 107f. SEBAGAI JABARAN UUD 45 DAN TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966
(KARENANYA DAPAT DITEGAKKAN SEBAGAIMANA MESTINYA).
6. TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 jo. Tap MPR RI No. I/MPR/2003, Pasal 2 dan 4
5. UUD Proklamasi 45 SEUTUHNYA ……. (PEMBUKAAN, PASAL 29 DAN PENJELASAN )
4. NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA
3. DASAR NEGARA (IDEOLOGI NEGARA, IDEOLOGI NASIONAL) PANCASILA
2. FILSAFAT HIDUP (WELTANSCHAUUNG), JATIDIRI INDONESIA : PANCASILA
1. SOSIO – BUDAYA NUSANTARA INDONESIA

*) = UUD 45 Amandemen, dengan kelembagaan negara (tinggi) : = Presiden, MPR, DPR, DPD; MK, MA dan BPK (+ KY)
skema: 2 (MNS, 2007)

18 MNS, Lab. Pancasila UM


B. Tantangan Nasional dalam Era Reformasi
Pemerintahan dan kelembagaan negara era reformasi, bersama berbagai
komponen bangsa berkewajiban meningkatkan kewaspadaan nasional yang dapat
mengancam integritas nasional dan NKRI.
Tantangan nasional yang mendasar dan mendesak untuk dihadapi dan
dipikirkan alternatif pemecahannya, terutama:
1. Amandemen UUD 45 yang sarat kontroversial; baik filosofis-ideologis bukan
sebagai jabaran dasar negara Pancasila, juga secara konstitusional amandemen
cukup memprihatinkan karena berbagai konflik kelembagaan. Berdasarkan
analisis demikian berbagai kebijaksanaan negara dan strategi nasional, dan sudah
tentu program nasional mengalami distorsi nilai ---dari ajaran filsafat Pancasila,
menjadi praktek budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme---.
Terutama demokrasi liberal dan ekonomi liberal……..bermuara sebagai
supremasi neo-imperialisme!
2. Elite reformasi dan kepemimpinan nasional hanya mempraktekkan budaya
demokrasi liberal atas nama HAM; yang aktual dalam tatanan dan fungsi
pemerintahan negara (suprastruktur dan infrastruktur sosial politik) hanyalah:
praktek budaya oligarchy, plutocracy.......bahkan sebagian rakyat mempraktekkan
budaya anarchy (anarkhisme)!
3. Rakyat Indonesia mengalami degradasi wawasan nasional ---bahkan juga
degradasi kepercayaan atas keunggulan dasar negara Pancasila, sebagai sistem
ideologi nasional---. Karenanya, elite reformasi mulai pusat sampai daerah
mempraktekkan budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme. Jadi, rakyat
dan bangsa Indonesia mengalami erosi jatidiri nasional!
4. NKRI sebagai negara hukum, dalam praktek justru menjadi negara yang tidak
menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Pancasila – UUD 45. Praktek
dan “budaya” korupsi makin menggunung, mulai tingkat pusat sampai di berbagai
daerah: Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kekayaan negara dan kekayaan PAD
bukan dimanfaatkan demi kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat, melainkan
dinikmati oleh elite reformasi. Demikian pula NKRI sebagai negara hukum,
keadilan dan supremasi hukum; termasuk HAM belum dapat ditegakkan.
5. Tokoh-tokoh nasional, baik dari infrastruktur (orsospol), maupun dalam
suprastruktur (lembaga legislatif dan eksekutif) hanya berkompetisi untuk
merebut jabatan dan kepemimpinan yang menjanjikan (melalui pemilu dan
pilkada). Berbagai rekayasa sosial politik diciptakan, mulai pemekaran daerah
sampai usul amandemen UUD 45 (tahap V) sekedar untuk mendapatkan legalitas
dan otoritas kepemimpinan demi kekuasaan. Sementara kondisi nasional rakyat
Indonesia, dengan angka kemiskinan dan pengangguran yang tetap menggunung
belum ada konsepsi alternatif strategis pemecahannya. Kondisi demikian dapat
melahirkan konflik horisontal dan vertikal, bahkan anarchisme sebagai fenomena
sosio-ekonomi-psikologis rakyat dalam wujud stress massal dan anarchisme!

19 MNS Lab. Pancasila UM, 2010


6. Pemujaan demokrasi liberal atas nama kebebasan dan HAM telah mendorong
bangkitnya primordialisme kesukuan dan kedaerahan. Mulai praktek otoda
dengan budaya negara federal sampai semangat separatisme. Fenomena ini
membuktikan degradasi nasional telah makin parah dan mengancam integritas
mental ideologi Pancasila, integritas nasional dan integritas NKRI, dan integritas
moral (komponen pimpinan, manusia, bangsa!)
7. Momentum pemujaan kebebasan (neo-liberalisme) atas nama demokrasi dan
HAM, dimanfaatkan partai terlarang PKI untuk bangkit. Mulai gerakan
“pelurusan sejarah” ---terutama G.30S/PKI--- sampai bangkitnya neo-PKI
sebagai KGB melalui PRD dan Papernas. Mereka semua melangkahi (baca:
melecehkan Pancasila – UUD 45) dan rambu-rambu (= asas-asas konstitusional)
yang telah berlaku sejak 1966, terutama:
a. Bahwa filsafat dan ideologi Pancasila memancarkan integritas sebagai sistem
filsafat dan ideologi theisme-religious. Artinya, warga negara RI senantiasa
menegakkan moral dan budaya politik yang adil dan beradab yang
dijiwai moral Pancasila berhadapan dengan separatisme ideologi:
marxisme-komunisme-atheisme yang diperjuangkan neoPKI / KGB dan
antek-anteknya.
b. UUD Proklamasi seutuhnya memancarkan nilai filsafat Pancasila: mulai
Pembukaan, Batang Tubuh (hayati: Pasal 29) dan Penjelasan UUD 45.
c. Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan dikukuhkan Tap MPR RI No.
I/MPR/2003 Pasal 2 dan Pasal 4.
d. Tap MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa; dan
e. Undang Undang No. 27 tahun 1999 tentang Keamanan Negara ( yang
direvisi, terutama Pasal 107a—107f).
Perhatikan dan hayati isi nilai dalam skema 2
Praktek dan Budaya Neo-Liberalisme Menggoda dan Melanda NKRI
Dunia postmodernisme makin menggoda dan melanda dunia melalui politik
supremasi ideologi. Kita semua senang dan bangga, menikmati kebebasan dan
keterbukaan atas nama demokrasi dan HAM, tanpa menyadari bahwa nilai-nilai
neoliberalisme menggoda dan melanda sehingga terjadi degradasi wawasan
nasional, sampai degradasi mental dan moral sebagian rakyat bahkan elite dalam era
reformasi.
Sebagian elite reformasi bangga dengan praktek reformasi yang memuja
kebebasan (=liberalisme) atas nama demokrasi (demokrasi liberal) dan HAM
(HAM yang dijiwai individualisme, materialisme, sekularisme) sehingga rakyat
Indonesia masih terhimpit dalam krisis multi dimensional.
Harapan berbagai pihak dengan alam demokrasi dan keterbukaan, nasib rakyat
akan dapat diperbaiki menjadi lebih sejahtera dan adil sebagaimana amanat
Pembukaan UUD 45 : “ ........ memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa .... “ dapat terlaksana, dalam makna SDM Indonesia cerdas dan

20 MNS Lab. Pancasila UM, 2010


bermoral! Tegasnya, bukan euforia reformasi dengan budaya demokrasi neo-liberal
dalam praktek oligarchy, plutocracy dan anarchy…….berwujud konflik
horisontal…..degradasi wawasan nasional dan moral (korupsi menggunung) dapat
bermuara disintegrasi bangsa dan NKRI.
Sesungguhnya, dalam era reformasi yang memuja kebebasan atas nama
demokrasi dan HAM, ternyata ekonomi rakyat makin terancam oleh kekuasaan
neoimperialisme melalui ekonomi liberal. Analisis ini dapat dihayati melalui
bagaimana politik pendidikan nasional (UU RI No: 9 tahun 2009 tentang BHP
sebagai kelanjutan PP No. 61 / 1999) yang membuat rakyat miskin makin tidak
mampu menjangkau.
Bidang sosial ekonomi, silahkan dicermati dan dihayati Perpres No. 76 dan
77 tahun 2007 tentang PMDN dan PMA yang tertutup dan terbuka, yang
mengancam hak-hak sosial ekonomi bangsa masa depan!
Demokrasi liberal dengan biaya amat mahal beserta social cost yang cukup
memprihatinkan ---konflik horisontal, sampai anarkhisme yang bermuara disintegrasi
bangsa --- adalah tragedi penyimpangan elite reformasi dalam menegakkan sistem
kenegaraan Pancasila! ----lebih-lebih pasca Amandemen UUD Proklamasi 45,
menjadi : UUD 2002 !

POKOK-POKOK PIKIRAN DAN PERTIMBANGAN


Refleksi (renungan) sejarah nasional --- istimewa Supersemar --- membangkitkan
kesadaran mental-moral bangsa untuk bersyukur dan bangga bahwa integritas Sistem
Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 atas berkat rahmat Allah Yang Maha
Kuasa terselamatkan. Keselamatan berlanjut dengan visi-misi: Melaksanakan
Pancasila-UUD 45 secara murni dan konsekuen; terutama dengan :

A. Kebijaksanaan Negara dalam Era Orde Baru; terutama :


1. Menegakkan demokrasi (berdasarkan) budaya dan moral Pancasila;
2. Menegakkan asas konstitusional; UUD Proklamasi 45
3. Melaksanakan Pembangunan Nasional (PJP I: 25 tahun pertama); dan
dirancang PJP II: 25 tahun kedua
4. Menegakkan asas dasar negara Pancasila sebagai satu-satunya asas (asas
tunggal: UU No. 5/1985)
5. Pendidikan dan pembudayaan nilai dasar negara Pancasila-UUD Proklamasi
45 (melalui P4) --- termasuk membudayakan asas tabu SARA; --- (sekarang:
dilangkahi: rakyat SARA, sengsara!).

B. Era Reformasi
Kita semua menghayati dengan berbagai keprihatinan, terutama sebagai terlukis
dalam Bagian V B Tantangan Nasional dalam Era Reformasi.

21 MNS Lab. Pancasila UM, 2010


Fenomena reformasi dapat meruntuhkan Integritas Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45; bahkan meruntuhkan mental dan moral rakyat
warganegara Indonesia Raya --- degradasi wawasan nasional, jatidiri nasional…
sampai terlanda mental-moral; individualisme, materialisme, anarkhisme;
bahkan sekularisme dan atheisme! ---
Reformasi wajib kita nilai (AUDIT) berdasarkan asas moral dasar negara
dan ideologi negara Pancasila-UUD Proklamasi 45!

C. Kebijakan Negara dan Komponen Bangsa Bhayangkari Integritas Sistem


Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, dengan Alternatif :
1. Kembali menegakkan UUD Proklamasi 45 sejati (original);
2. Membudayakan Dasar Negara dan Ideologi Negara Pancasila secara melembaga
(Lintas Kementerian dan Non-Kementerian)
3. SDM Indonesia Raya, istimewa generasi muda dididik kesadaran dan
kebanggaan atas Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi
45, melalui: PKn, Pendidikan Filsafat Pancasila di Perguruan Tinggi; dan
Mimbar Pancasila bagi rakyat se-Nusantara

D. Pengembangan dan Pewarisan Visi-Misi Orde Baru


Melalui Memorandum Nasional/Deklarasi Nasional, bersama semua komponen
bangsa yang setia dan bangga dengan visi-misi: Melaksanakan Pancasila-UUD
Proklamasi 45 secara Murni dan Konsekuen, perlu dibentuk dan dikembangkan

LEMBAGA NASIONAL
PEMBUDAYAAN FILSAFAT DAN IDEOLOGI NASIONAL PANCASILA

Visi-misi dan aktualisasinya insya Allah menjamin SDM warganegara NKRI


sebagai generasi penerus, penegak dan bhayangkari negara Pancasila wajarlah semua
rakyat warga bangsa Indonesia Raya menghayati dan mengamalkan filsafat Pancasila
(sebagai filsafat hidup, dasar negara, ideologi negara!). Visi-Misi demikian makin
mendesak sebagai kesiapan Ketahanan Nasional menghadapi TANTANGAN
GLOBALISASI-LIBERALISASI DAN POSTMODERNISME sebagai terlukis dalam
skema 2.
SDM dengan integritas demikian adalah perwujudan Ketahanan Nasional
yang fundamental.
Demikian sebagai bahan pertimbangan dan renungan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa mengayomi dan memberkati bangsa Indonesia
dalam Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
Malang, 11 Maret 2010
Laboratorium Pancasila
Universitas Negeri Malang (UM)

22 MNS Lab. Pancasila UM, 2010


Ketua,
Prof. Dr. Mohammad Noor Syam, SH
(Guru Besar Emeritus UM)

KEPUSTAKAAN
Aco Manafe. 2007. TEPERPU Mengungkap Pengkhianatan PKI pada Tahun 1965
dan Proses Hukum bagi Para Pelakunya. Jakarta, PT. Pustaka Sinar Harapan
Antonie CA Dake 2006: Soekarno File (berkas-berkas Soekarno 1965-1967)
Kronologi suatu Keruntuhan, Aksara Karunia
Atmadji Sumarkidjo. 2006. Jenderal M. Jusuf Panglima Para Prajurit. Jakarta, Kata
Hasta Pustaka
Avey, Albert. E., 1961 : Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas &
Noble, Inc.
Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and
Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education.
Edwards, Paul (editor), 1972: The Encyclopaedia of Philosophy, vol. 1 – 8, New York,
MacMillan Publishing Co. Inc & The Free Press.
Encyclopaedia Britannica, Micropaedia 1982, vol. I – X, Chicago, The University of
Chicago.
Encyclopaedia Britannica, Macropaedia 1982, vol. 1 – 20, Chicago, The University of
Chicago.
Fadli Zon & M Halwan Aliudidin 2005: Kesaksian Korban Kekejaman PKI 1948.
Jakarta, Komite WaspadaKomunisme
Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4,
Bandung, Penerbit Alumni.
Karl Marx & Engels 1955: On Religion (2nd edition) Moscow, Foreign Language
Publishing House.
Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell
Markonina Harusekar & Akrin Isjani Abadi 2001: Mewaspadai Kuda Troya
Komunisme di Era Reformasi (cetakan-3). Jakarta Pustaka Sarana Kajian.
McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition),
Glasgow, Bell & Bain Ltd.
Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum
(sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III,
Malang, Laboratotium Pancasila.
------------------ 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-
Kultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.
Moeljanto, D.S. & Taufiq Ismail 2008 : Prahara Budaya, Kilas Balik Ofensif
Lekra/PKI dkk (Kumpulan Dokumen Pergolakan Sejarah) (cetakan V), Jakarta,
Penerbit Mizan bekerjasama dengan HU Republika

23 MNS Lab. Pancasila UM, 2010


Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to
Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.
Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen
Grundbegriffe, Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.
Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan
ke-6.
Pakasi, Johan 2005: 1 Oktober 1965 Kudeta Soeharto. Jakarta Lembaga Penelitian
Korban Peristiwa 1965
Roosa, John 2008: Dalih Pembunuhan Massal G30S dan Kudeta Soeharto. Jakarta,
Institut Sejarah Sosial Indonesia Hasta Mitra.
Rosihan Anwar H. 2006 : Sukarno, Tentara, PKI (Segitiga Kekuasaan sebelum
Prahara Politik 1961 – 1965). Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
Sekretariat Negara RI 1980 : 30 Tahun Indonesia Merdeka (Cetakan ketiga). Jakarta,
PT. Tira Pustaka.
Sekretariat Negara RI 1994 : Gerakan 30 September. Pemberontakan Partai
Komunis Indonesia. Jakarta, Sekretariat Negara RI.
Samsudin (Mayjen) 2004 : Mengapa G-30 S/PKI Gagal ? (Suatu Analisis). Jakarta,
Yayasan Obor Indonesia.
Sartono Kartodirdjo dkk 1977: Sejarah Nasional Indonesia V-VI, Jakarta Depdikbud,
Balai Pustaka.
Sulastomo 2006: Dibalik Tragedi 1965, Jakarta, Penerbit Yaysan Pustaka Umat.
Taufiq Ismail 2005: Katastrofi Mendunia Marxisma, Leninisma, Stalinisma,
Maoisma dan Narkoba (edisi 3), Jakarta, Yayasan Titik Infinitum
UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York,
UNO
UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS – MPR RI dan UU yang berlaku. (1966;
2001, 2003)
UUD Proklamasi 1945; UUD 45 (Amandemen) 1999 – 2002
UU No. 27 tahun 1999; dan UU No. 20 tahun 2003
Victor M. Fic 2005: Kudeta 1 Oktober 1965 sebuah Studi tentang Konspirasi.
Jakarta, Yayasan Obor Indonesia
Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New
York, Harvard College, University Press.

24 MNS Lab. Pancasila UM, 2010

Anda mungkin juga menyukai