Anda di halaman 1dari 78

RENUNGAN BAGI JIWA

Bagian 7

Kliping Aneka Renungan, Kesaksian dan Ajaran Pembangun Iman


(dihimpun dari berbagai sumber)

1 Timotius 2:4, Yang menghendaki


supaya semua orang diselamatkan
dan memperoleh pengetahuan
akan kebenaran.

1
KATA PENGANTAR

Kliping ini merupakan kumpulan tulisan terbaik dari berbagai sumber. Baik sekali jika
digunakan sebagai pelengkap pembacaan Alkitab karena memberikan penjelasan yang
mudah dipahami serta uraian kontekstual.

Sebagaimana ditulis oleh Administrator situs Roti Hidup.com dalam tulisan penutup kliping
ini:
Rahasia untuk memahami kehendak Allah:
95% adalah perkara taat kepada kehendak Allah, dan
5% adalah perkara pemahaman.

Saya percaya bahwa para Penulis telah memiliki urapan khusus, pengalaman pribadi dan
penghayatan yang baik sehingga mampu menghasilkan tulisan-tulisan yang sedemikian.

Ijinkan saya memasukkan karya tulis Anda ke dalam kliping elektronik ini untuk
disebarluaskan semata-mata untuk menyebarluaskan firman Tuhan agar menjangkau
semakin banyak jiwa, tidak dengan tujuan komersil atau alasan pribadi lainnya. Untuk itu
saya menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada semua penulis yang karyanya
saya masukkan ke dalam kliping elektronik ini. Anda telah menggunakan waktu untuk
menghasilkan sesuatu yang membangun iman para pembaca, pastilah Tuhan Yesus
memperhatikan dan membalasnya dengan segala yang terbaik. Tuhan memberkati Anda
semua.

www.airhidup.com
Sucipto Maria
John Daniel
www.papma-kasih.org
Kurniawan   
Yulia Oeniyati
Living Stream Ministry
Renungan Pelita Sahabat
Pamela Garrion
Betty Chan
Joseph Wise Poriman
Inggou
Poppy Pratva
Ineke Anggraeni
Donny Christian
cerita-kristen.com
Loren Sartika
Pinkrose, Paris van Java
Robinson Tulenan
Susan P Schutz
Henry Sujaya Lie
Lydia
gpdisacramento
dr. Harry Ratulangi dan dr. Andik Wijaya
Chuck Ebbs
Jim Kolianan
Pdm. Johny Kilapong, MA
Ayub Abner Mbuilima
Erna Liem
Henry Sujaya Lie
Jonathan L Parapak
www.kasihkekal.org
2
Eka Darmaputera
Pdt. Indri Gautama
John Adisubrata
  Ir. Stanley I. Sethiadi
Ang Tek Khun
Pdt. Mary Hartanti
Derek Prince
Hans P.Tan
Pdt. Bigman Sirait
Pdt. Erastus Sabdono.M.Th.
Rehobot Online
Benih Kekal - Departemen Pemuda & Anak Gereja Bethel Indonesia
Tim Pengerja GKI Kayu Putih
Pdt. Juswantori Ichwan, M. Th.
James C. Hefley, terbitan Yayasan Kalam Hidup.
George Muller
James C. Hefley
www.pemudakristen.com
Renungan Harian (DH, DC, SS, HW, J, MII, HV, DR, DB, DM, DE, DJ)
Ayub Yahya
SUARA PEMBARUAN DAILY
budiyanto
www.rotihidup.com

Mohon maaf sekiranya ada nama penulis/ lembaga yang tidak tercantum dalam daftar
tersebut. Tuhan Yesus memberkati Anda semua.

Salam hormat dalam kasih Kristus,

mosesforesto@gmail.com

Bunga Di Ujung Tebing

3
Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai  sifatnya yang alami dan saya menyukai
perasaan  hangat yang muncul di hati saya ketika bersandar di bahunya yang bidang.

Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun  dalam masa pernikahan, saya harus akui,
bahwa saya  mulai merasa lelah, alasan-2 saya mencintainya dulu telah berubah menjadi
sesuatu yang menjemukan.

Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-2  sensitif serta berperasaan halus. Saya
merindukan  saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen.

Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan. Suami  saya jauh berbeda dari yang saya
harapkan. Rasa  sensitif-nya kurang.

Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang  romantis dalam pernikahan kami
telah mementahkan  semua harapan saya akan cinta yang ideal.

Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan  keputusan saya kepadanya, bahwa saya
menginginkan  perceraian.

"Mengapa?", dia bertanya dengan terkejut.  "Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan
cinta  yang saya inginkan"  Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan
komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan
sesuatu, padahal tidak.

Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang  bahkan tidak dapat
mengekspresikan perasaannya,  apalagi yang bisa saya harapkan darinya?

Dan akhirnya dia bertanya, "Apa yang dapat saya  lakukan untuk merubah
pikiranmu?".

Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan  pelan,  "Saya punya
pertanyaan untukmu, jika kamu dapat  menemukan jawabannya di dalam hati
saya, saya akan  merubah pikiran saya:

"Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah  yang ada di tebing gunung
dan kita berdua tahu jika  kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah
kamu akan melakukannya untuk saya?"

Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan  memberikan jawabannya


esok.".  Hati saya langsung gundah mendengar responnya.

Keesokan paginya, dia tidak ada dirumah, dan saya  menemukan selembar kertas
dengan coret-2an tangannya  dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat
yang  bertuliskan....

"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu  untukmu, tetapi ijinkan saya
untuk menjelaskan  alasannya.".

Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya  melanjutkan untuk


membacanya kembali.

"Kamu bisa mengetik di komputer dan selalu  mengacaukan program di PC-nya


dan akhirnya menangis  di depan monitor, saya harus memberikan jari-2 saya
supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya.".

"Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu  keluar rumah,  dan saya
harus memberikan kaki saya supaya bisa  mendobrak pintu, dan membukakan
pintu untukmu ketika  kamu pulang.".
4
"Kamu suka jalan-2 ke luar kota tetapi selalu nyasar  di tempat-tempat baru
yang kamu kunjungi, saya harus  menunggu dirumah agar bisa memberikan mata
saya  untuk mengarahkanmu.".

"Kamu selalu pegal-2 pada waktu 'teman baikmu'datang  setiap bulannya, dan
saya harus memberikan tangan  saya untuk memijat kakimu yang pegal.".

"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir  kamu akan menjadi
'aneh'. Dan aku harus membelikan  sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah
atau  meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu  yang aku alami
hari ini.".

"Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku dan  itu tidak baik untuk
kesehatan matamu, saya harus  menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti,
saya  masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan  mencabuti ubanmu.".

"Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu  menelusuri pantai, menikmati


matahari pagi dan pasir  yang indah. Menceritakan warna-2 bunga yang
bersinar  dan indah seperti cantiknya wajahmu".

"Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga  itu untuk mati. Karena
saya tidak sanggup melihat  air matamu mengalir menangisi kematianku.".

"Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bisa  mencintaimu lebih dari
saya mencintaimu.".  "Untuk itu, sayang, jika semua yang telah diberikan
tanganku, kakiku, mataku, tidak cukup bagimu.  Sayang, aku tidak bisa
menahan dirimu mencari  tangan, kaki, dan mata lain yang dapat
membahagiakanmu.".

Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat  tintanya menjadi kabur,
tetapi saya tetap berusaha  untuk membacanya kembali.

"Dan sekarang, sayangku, kamu telah selesai membaca  jawaban saya. Jika kamu
puas dengan semua jawaban  ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal
dirumah  ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang  sedang berdiri
disana menunggu jawabanmu.".

"Jika kamu tidak puas, sayangku, biarkan aku masuk  untuk membereskan
barang-barangku, dan aku tidak  akan mempersulit hidupmu. Percayalah,
bahagiaku bila  kau bahagia.".

Saya segera berlari dan membuka pintu dan melihatnya  berdiri di  depan
pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya
 memegang susu dan roti kesukaanku.

Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah  mencintai saya lebih dari dia mencintaiku.
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita
karena kita  merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud  yang kita inginkan,
maka cinta itu sesungguhnya  telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita
bayangkan sebelumnya.

Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud  cinta dari pasangan kita, dan
bukan mengharapkan  wujud tertentu. Karena cinta tidak selalu harus  berwujud
"bunga".

Caranya Mengampuni dan Melupakan

5
1.Ambillah inisiatif
Jangan tunggu orang yang bersangkutan minta maaf.

2.Kalau orang yang telah Anda ampuni itu ingin memasuki kehidupan Anda lagi adillah untuk
menuntut kejujuran.
la hendaknya dibuat mengerti, dibuat merasakan kepedihan yang telah Anda rasakan. Lalu
hendaknya Anda harapkan janji tulus bahwa Anda takkan dilukai sepert itu lagi.

3.Bersabarlah.
Kalau kepedihannya dalam, Anda tidak mungkin mengampuninya seketika.

4.Ampunilah “secara eceran”, bukannya “secara grosiran”


Adalah hampir tidak mungkin mengampuni seseorang yang jahat. Fokuskanlah pada perbuatan
tertentu yang menyinggung Anda (Mungkin akan membantu kalau Anda menuliskannya).

5.Jangan terlalu berharap.


Mengampuni tidaklah berarti Anda harus memperbaharui hubungan yang pernah dekat.

6.Singkirkanlah rasa benar sendiri.


Seorang korban bukanlah orang kudus. Andapun bisa-bisa membutuhkan pengampunan suatu
hari nanti.

7.Pisahkanlah amarah dengan kebencian.


Untuk menghilangkan kebencian Anda: Hadapilah emosi Anda dan terimalah itu sebagai
alami. Lalu diskusikanlah, entah dengan objek kebencian Anda (kalau Anda dapat
melakukannya tanpa menambah kebenciannya) atau dengan pihak ketiga yang bisa Anda
percayai.

8.Ampunilah diri sendiri.


Mungkin inilah yang paling berat. Bersikap apa adanya sangat penting. Akuilah kesalahan
Anda. Rileks-kanlah pergumulan Anda untuk menjadi sempurna. Lalu bersikaplah yang
konkrit dan spesifik tentang apa yang mengganggu Anda. Perbuatan Anda mungkin jahat.
Tetapi Anda tidak.

Sudah Dipersiapkan

Suatu malam saya bekerja keras untuk menolong seorang ibu di sebuah bangsal
rumah sakit, tapi apapun yang kami lakukan, dia meninggal dan meninggalkan
bayi prematur yang sangat mungil serta seorang anak perempuan usia 2 tahun
yang menangis.

Kami mengalami kesulitan untuk menjaga agar si bayi tetap hidup, karena kami
tidak punya inkubator (kami tidak punya listrik untuk menyalakan inkubator),
kami juga tidak punya makanan khusus bayi.

Meskipun kami tinggal di daerah khatulistiwa, di malam hari seringkali udara


sangat dingin dan anginnya kencang.

Salah seorang muridku menaruh bayi itu dalam box dan membungkus bayi dengan
kain wol. Yang lain menyalakan api dan mengisi botol air panas. Kemudian
muridku yang mengisi botol air panas segera kembali dengan kebingungan
sambil bercerita bahwa saat mengisi botol itu dan ternyata meledak (karet
mudah rusak dalam kondisi cuaca tropis).

"Dan ini adalah botol air panas terakhir kita," dia berseru.

"Oke," kataku, "taruh bayi itu di dekat api dalam jarak yang cukup aman, dan
6
tidurlah di antara bayi itu dan pintu untuk menjaganya dari angin. Tugasmu
adalah menjaga bayi tetap hangat."

Siang hari berikutnya, seperti hari sebelumnya, aku pergi berdoa dengan
harapan beberapa anak yatim-piatu yang berkumpil denganku. Aku berikan
mereka bermacam-macam saran untuk mendoakan dan bercerita pada mereka
tentang bayi mungil itu.

Aku menceritakan tentang masalah kami soal menjaga bayi supaya cukup hangat,
menyebutkan tentang botol air panas, dan bagaimana bayi itu bisa dengan
mudah meninggal bila kedinginan. Aku juga bercerita pada mereka tentang
saudara perempuannya yang berumur 2 tahun, yang menangis karena ibunya
meninggal.

Selama berdoa, seorang gadis usia 10 tahun, Ruth, berdoa dengan doa singkat
seperti anak Afrika kami.

"Tolong, Tuhan," dia berdoa, "kirimkan botol air. Tidak baik besok, Tuhan,
karena bayinya bisa mati, jadi tolong kirim sore ini."

Saat aku menarik napas dalam hati karena keberaniannya dalam berdoa, dia
menambahkan, "Dan saat Engkau mengirimkan botol air itu, maukah Engkau
mengirimkan juga boneka untuk gadis kecil itu, supaya dia tau bahwa Engkau
sungguh mengasihinya? "

Seringkali dalam doa anak-anak, aku merasa ditempatkan pada pusatnya. Dengan
sungguh-sungguh kukatakan, "Amin". Oh yah aku tahu bahwa Tuhan dapat
melakukan segalanya, Kitab Suci mengatakan demikian. Tapi pasti ada
batasnya, kan? (pikiran manusia selalu ingin membatasi kuasa Tuhan)

Dan menurutku satu-satunya jalan Tuhan dapat menjawab doa-doa kami yaitu
jika keluargaku di Amerika mengirimi bingkisan. Namun aku sudah tinggal
selama hampir 4 tahun, dan tidak pernah, sama sekali menerima bingkisan dari
rumah. Tapi, bila seseorang mengirimiku bingkisan, siapa yang dapat memberi
botol air panas. Sebab aku tinggal di daerah tropis!

Menjelang sore, ketika aku sedang mengajar di sekolah pelatihan perawat,


sebuah parcel dikirimkan dengan mobil di depan pintu rumahku.

Saat aku sampai di rumah, mobilnya sudah pergi, tapi di sana, di beranda,
ada dua puluh dua pon parcel yang sangat besar. Aku merasa pedih
dimataku....

Aku tidak dapat membuka parcel itu sendirian, jadi aku meminta ke anak-anak
yatim-piatu untuk membantuku. Bersama-sama kami menarik talinya, dengan
hati-hati membuka simpulnya. Kami melipat kertasnya, supaya tidak
merobeknya. Kegembiraan meningkat. Sebanyak 30 atau 40 pasang mata melihat
ke dalam kardus tersebut. Dari atas, kami mengeluarkan baju rajutan berwarna
merah. Mata kami langsung silau melihatnya. Ada perban rajutan untuk pasien
kusta, dan anak-anak mulai terlihat sedikit bosan. Lalu ada sekotak kismis,
ini bisa dipakai untuk membuat setumpuk kue kismis di akhir pekan.

Lalu, aku memasukkan tanganku lagi, aku merasa ..... benarkah ini?? Aku
menariknya keluar .... yaa ..... ini baru, botol air panas karet. Aku
menangis terharu. Aku tidak meminta Tuhan untuk mengirimkannya. Aku tidak
percaya bahwa Dia benar-benar melakukannya. Ruth ada di barisan depan dari
anak-anak. Ia cepat-cepat maju, sambil menangis, "Jika Tuhan mengirimkan bot
olnya, Dia harus mengirim bonekanya juga!"
7
Sambil mengobrak-abrik bagian bawah kotak, dia menarik sesuatu yang mungil,
boneka bergaun indah.
Matanya berkilau! Dia tidak pernah sangsi!
Sambil melihatku, dia berkata : "Dapatkah aku pergi bersamamu & memberikan
boneka ini kepada gadis kecil itu, supaya dia tahu, Tuhan sangat
mencintainya? ?"

Ternyata parcel itu telah dipersiapkan dan dikirim 5 bulan lalu. Dibungkus
oleh siswa Kelas Hari Mingguku, yang mana saat mempersiapkan parcel itu,
Tuhan telah memerintahkannya juga untuk mengirimi botol air panas walaupun
di daerah tropis. Lalu salah satu dari siswaku juga telah memberikan boneka
untuk dikirimkan ke anak Afrika.

Dan itu semua terjadi 5 bulan sebelumnya, sebagai jawaban dari doa seorang
gadis 10 tahun untuk membawanya "sore itu".

English Translation :
English Translation Not Avaiable

Kisah Bayi-Bayi Yang Lahir Ketika Orang Tuanya Dibelit Kemiskinan

...seorang ibu terpaksa memberikan bayi kembar yang baru dilahirkannya kepada orang lain
karena tak mampu mengasuh. Di Makassar, seorang ibu tak bisa membawa pulang bayi
yang baru dilahirkannya di rumah sakit karena tak punya sepeser pun duit untuk membayar
biaya persalinan.

Dedy H.S.- Suryanta, Surabaya

Seandainya boleh memilih, bayi-bayi yang baru dilahirkan pasti akan minta kepada Tuhan
agar berada dalam suasana yang serba berkecukupan serta kedua orang tua yang penuh
perhatian.

Tapi, inilah takdir. Setiap bayi yang lahir punya garis hidup masing-masing. Seperti yang
dialami bayi kembar Fernando-Fernanda (bukan Rivaldo dan Aldo, seperti diberitakan di
halaman Metropolis 14/3). Umur mereka kini baru 25 hari.

Ketika melahirkan, Sri Herudianti, sang ibu, dalam kondisi tak punya uang. Perempuan 27
tahun yang tinggal di kawasan Pondok Benowo Indah, Surabaya, itu sehari-hari bekerja
sebagai buruh pabrik plastik. Suaminya minggat sejak dia mengandung dua bulan.

Ketika tiba waktu melahirkan, Sri sama sekali tidak ada persiapan, terutama untuk biaya
persalinan. "Untuk belanja sehari-hari saja sering tidak cukup," cerita Sri, yang kini tinggal
bersama Dedy, adiknya.

Sri melahirkan di rumahnya. Saat itu, awalnya, dia memanggil dukun beranak. Tapi, karena
orok yang akan keluar ternyata kembar, si dukun beranak itu kesulitan. Lantas, dipanggillah
bidan. Maka, bayi kembar itu pun lahir.

Karena ditolong bidan, biaya persalinan pun membengkak. Saat itu, Sri panik sekali karena
tak mampu membayar biaya yang disodorkan bidan.

Dalam kondisi seperti itu, Sri menghubungi Maya Astuti, 31, temannya yang tinggal di
kawasan Balongsari Krajan, agak jauh dari rumah Sri. Sehari-hari, Maya menunggui salon
kecil-kecilan miliknya sendiri.

8
Kepada Maya, Sri mengatakan terus terang, dia tak akan sanggup menghidupi bayi
kembarnya. Apalagi, setelah melahirkan, dia menanggung utang biaya persalinan.

Maya pun iba terhadap penderitaan Sri. Dia berinisiatif merawat bayi kembar itu meski
kondisi ekonominya juga tergolong pas-pasan.

Di rumah petaknya yang hanya berukuran 3 meter x 2 meter, Maya tinggal bersama Jefry,
anaknya yang berumur 14 tahun, dan Ny Masnah, ibu angkatnya. Rumah petak itu sekaligus
dijadikan salon. Lantai satu untuk salon sekaligus kamar tidur, sedangkan lantai dua untuk
jemuran dan menyimpan barang. Dalam sehari, dari hasilnya membuka salon, Maya
mengaku mendapatkan Rp 30 ribu-Rp 50 ribu.

"Mendengar cerita Sri, saya iba. Saya beri dia Rp 550 ribu untuk mengganti biaya
persalinan. Kedua anaknya saya rawat," cerita Maya kepada Jawa Pos yang kemarin
mendatangi rumah petaknya.

Setelah uang diberikan, bayi kembar itu lantas diboyong ke rumah petak Maya. Tiga
minggu lebih berada di rumah Maya, hal yang tak diduga terjadi. Tiba-tiba, aparat
kepolisian mendatangi rumah Maya, Kamis lalu (13/3). Polisi langsung menangkap Maya
dan mengamankan bayi kembar tersebut. Tak lama berselang, polisi juga menciduk Sri
(baca JP 14/3). Saat itu, polisi menduga Maya dan Sri terlibat dalam kasus penjualan bayi.
Penangkapan Maya dan Sri dilakukan setelah polisi mendapatkan informasi dari tetangga
Maya. Menurut informasi itu, Maya memberikan uang Rp 550 ribu kepada Sri. Inilah yang
awalnya dijadikan bukti bahwa diduga terjadi penjualan bayi.

Tapi, tuduhan itu ternyata tak dikuatkan bukti-bukti lain. Kemarin, aparat kepolisian dari
Polresta Surabaya Utara membebaskan Maya dan Sri (selengkapnya tentang perkembangan
kasus ini, baca di halaman Metropolis).

Kini bayi kembar itu tetap diasuh Maya. "Anak ini sekarang punya tiga ibu. Saya, ibu
kandungnya sendiri, dan juga ibu angkat saya," kata Maya.

Dia mengaku sempat trauma terhadap peristiwa penangkapan oleh polisi. "Saya kan niatnya
menolong. Malah berurusan dengan polisi," ujarnya.

Maya juga menyesalkan beberapa tetangganya yang gegabah melapor ke polisi dan
menuduhnya menjadi pelaku penjualan bayi. "Itu semua fitnah," tegasnya.

Sri mengaku, selama bayi kembarnya dirawat Maya, dia berjanji akan datang dua hari sekali
untuk menjenguk. "Saya harus rela Fernando dan Fernanda menjadi milik bersama,"
tuturnya.

Nasib yang dialami Sri hampir sama dengan yang dialami Basse. Wanita 35 tahun yang
tinggal di Pulau Kodingareng, Kecamatan Ujungpandang, Kotamadya Makassar, Sulawesi
Selatan, itu juga berasal dari keluarga tak mampu.

Ceritanya, Senin lalu (10/3), dia melahirkan anak ketiganya di Rumah Bersalin (RB) Rakyat
BKIA di Jl Tentara Pelajar, Makassar.

Sebenarnya, Basse ingin melahirkan di rumahnya dengan ditangani dukun beranak. Tapi,
saat itu dia mengalami perdarahan sehingga harus dirujuk ke rumah sakit. Saat itu, tak ada
pilihan lain. Apalagi, suami Basse sedang melaut.

Di rumah sakit, Basse melahirkan bayi laki-laki dengan berat badan 2,6 kilogram. Basse
pun senang. Tapi, tak lama berselang, wajah Basse berubah murung. Sebab, dia harus
membayar biaya persalinan sebesar Rp 301 ribu. Mengandalkan suami, jelas tak
memungkinkan. Karena tak juga bisa membayar biaya persalinan, bayi Basse pun terpaksa
tak bisa dibawa pulang.
9
"Saya hanya bisa menangis dan berdoa, semoga ada yang membantu kami," harapnya.

"Suami saya bekerja sebagai nelayan. Penghasilannya sangat tidak menentu," ceritanya
sambil sesenggukan.

Apalagi, di rumahnya, tinggal lima anggota keluarga. Mereka adalah orang tua Basse
bernama Muna, Adik Basse bernama Anti, 10, dan Indah, 5, serta dua anak Basse, Rama, 7,
dan Wanda, 5.

Berbeda dengan Sri, Basse tak akan menyerahkan bayinya kepada orang lain untuk dirawat
meski dia hidup serba pas-pasan. "Saya nanti akan bekerja apa saja, yang penting halal,"
katanya.

Wanda, salah seorang perawat di RB Rakyat BKIA, menceritakan, saat bersalin, Basse
sama sekali tak punya persiapan. Bahkan, Wanda terpaksa memanfaatkan baju daster untuk
diikatkan ke pinggang Basse usai melahirkan.

Peralatan bayi lainnya pun tak punya. Jangankan bedak, selimut saja tak ada. "Karena tak
bisa membayar, dia (Basse) belum bisa pulang dari rumah sakit," kata Wanda.

Seorang ibu yang juga melahirkan persis di samping tempat tidur Basse menuturkan, hampir
setiap malam Basse menangis karena tak punya uang. "Dia bingung tidak punya uang.
Basse juga pernah bilang akan menitipkan anaknya di rumah sakit, lalu keluar mencari
uang, untuk menebus biaya persalinannya, " ujarnya seraya menolak menyebutkan
identitasnya. (ditambahkan abu bakar)

SUARA PEMBARUAN DAILY

Tuhan Tahu

sia-sia...
Tuhan tahu betapa keras engkau sudah berusaha.

Ketika kau sudah menangis sekian lama dan hatimu masih terasa pedih...
Tuhan sudah menghitung air matamu.

Jika kau pikir bahwa hidupmu sedang menunggu sesuatu dan waktu serasa
berlalu begitu saja...
Tuhan sedang menunggu bersama denganmu.

Ketika kau merasa sendirian dan teman-temanmu terlalu sibuk untuk


menelepon.
Tuhan selalu berada disampingmu.

Ketika kau pikir bahwa kau sudah mencoba segalanya dan tidak tahu
hendak berbuat apa lagi...
Tuhan punya jawabannya.

Ketika segala sesuatu menjadi tidak masuk akal dan kau merasa tertekan...
Tuhan dapat menenangkanmu.

Jika tiba - tiba kau dapat melihat jejak - jejak harapan...


Tuhan sedang berbisik kepadamu.

Ketika segala sesuatu menjadi tidak masuk akal dan kau merasa tertekan...
10
Tuhan dapat menenangkanmu.

Ketika kau memiliki tujuan untuk dipenuhi dan mimpi untuk digenapi...
Tuhan sudah membuka matamu dan memanggilmu dengan namamu.

Ingat bahwa dimanapun kau atau kemanapun kau menghadap...


TUHAN TAHU

PENGINJILAN DUNIA
 
Baik di Timur maupun di Barat, baik dahulu maupun sekarang, kita menyaksikan
kekristenan selalu berayun di antara dua ekstrem. Yang satu menjurus ke arah rasional,
berpusat pada kebudayaan dunia dan manusia. Gereja dikelilingi oleh lapisan-lapisan
organisasi, ekonomi, administrasi dan tradisi, sehingga iman yang murni tidak lagi
dijadikan fokus. Ekstrem yang kedua terjadi ketika sebagian orang yang tidak merasa
puas terhadap gereja yang terlalu menitikberatkan liturgi, berbalik kepada cara-cara
pengobralan emosi, meninggalkan pemikiran teologi dan pengajaran Alkitab yang ketat,
dan akibatnya menitikberatkan kepuasan pengalaman individual saja. Kedua kondisi ini
makin menggerogoti kekristenan dewasa ini, bagaikan akar beracun yang telah menjalar
dalam tubuh Kristus.
Di antara dua ekstrem itu, kita harus menemukan jalan yang ketiga, yaitu pemikiran
teologi yang sesuai dengan aksioma Alkitab, dan menggabungkan esensi dari semua
aliran kekristenan. Meneliti kebenaran secara serius perlu ditambah dengan menaati
Amanat Agung Yesus Kristus: suatu aksi penginjilan yang dinamis, yaitu penggabungan
antara teologi dan penginjilan. Penggabungan kedua hal ini pasti akan menghasilkan
kebangunan gereja.
Kita menyaksikan banyak penginjil melalaikan teologi, dan sebaliknya banyak teolog
tidak menginjili. Allah bukan saja Allah kebenaran, tetapi juga Allah yang bertindak.
Allah bukan saja Allah yang memberikan wahyu, tetapi juga Allah yang menyelamatkan
dunia. Dalam kebenaran yang diwahyukan kita melihat tindakan penyelamatan Allah, dan
di dalam tindakan penyelamatan tersebut kita memahami sumber wahyu dan makna
keselamatan. Gereja yang menyinkronkan antara wahyu dengan tindakan penebusan
pastilah merupakan gereja yang sehat dan teguh, dapat melaksanakan amanat Allah
dengan penuh potensi dan efisien di tengah-tengah dunia yang penuh dengan kubu-kubu
buatan manusia dan ideologi filsafat.
Jika mereka yang menangani penginjilan tidak tahu apa itu penginjilan, dan mereka
yang meneliti teologi tidak mengetahui apa itu teologi, bukankah orang Kristen menjadi
lebih ceroboh dari orang dunia? Hal itu sudah menjadi fakta yang sangat disesalkan.
Bukankah banyak orang yang belajar teologi, tetapi teolog-teolog yang sejati, yang
berpegang pada teologi yang ketat dan sesuai dengan firman Tuhan, tidak banyak
jumlahnya? Bukankah ada banyak orang yang menginjili, tetapi berapa yang sudah
mengenal makna penginjilan yang sesungguhnya, sesuai dengan Alkitab? Sebab itu, kita
perlu mengkaji kembali makna penginjilan dan teologi, serta hubungan antara keduanya.
Kata teologi dalam bahasa Yunani terbentuk dari dua kata, yaitu theos dan logos,
Allah dan firman. Mengenal firman Allah secara sistematis, itulah teologi. Siapakah yang
dapat menolak untuk mengenal Allah? Mengenal Allah adalah kewajiban iman yang
harus ditunaikan oleh setiap orang Kristen, karena pengetahuan secara sistematis inilah
yang akan membawa kita lebih mengenal Allah, dan lebih memahami hubungan kita
dengan-Nya.
Apakah penginjilan? Penginjilan adalah proklamasi dinamis tentang Injil penebusan
sebagai titik pusat iman kita kepada umat manusia. Bolehkan orang Kristen menginjili
tanpa mengetahui apa yang ia beritakan? Bolehkah orang Kristen yang sudah mengenal
Allah tidak membagikan pengalamannya dan pengenalannya kepada orang lain? Orang
yang mengetahui teologi tidak boleh tidak pergi menginjili, dan orang yang menginjili
tidak boleh tidak memiliki dasar teologi. Adalah suatu kejanggalan yang besar bagi
11
seorang yang hanya ingin menjadi teolog dan tidak melakukan penginjilan, demikian juga
seorang penginjil yang tidak mau meneliti teologi.
Apakah teologi penginjilan? Teologi penginjilan adalah teori dasar dari memberitakan
Injil. Teologi adalah esensinya, sedangkan penginjilan adalah perluasannya. Yesus
Kristus adalah teladan penginjilan bagi kita. Dia adalah titik permulaan dan juga esensi
dari Injil itu sendiri. Dia, Firman yang telah menjadi manusia, membawakan kabar baik
bagi manusia.
Membicarakan soal esensi, saya akan memberikan sedikit penjelasan. Segala sesuatu
yang kita tahu adalah fenomena, sedangkan esensi yang berada di luar fenomena sulit kita
jangkau dengan rasio. Mengenai esensi Firman (Logos) yang kita renungkan, apakah
yang kita kenal itu hanya fenomena atau esensi? Ketika Firman datang ke dunia, Dia
menembus dan masuk ke dalam dunia manusia, untuk menyatakan wahyu Allah yang
tertinggi dan yang paling benar, yaitu isi hati Allah. Jadi meskipun kata-kata yang kita
pakai dalam penginjilan sekarang sangat terbatas, namun kita memiliki keinginan yang
tak terhingga untuk menyatakan esensi Firman.
Dengan demikian, baik kita meneliti doktrin Kristus (Kristologi), doktrin manusia,
doktrin dosa, doktrin kosmos, semuanya tak dapat lepas dari Injil; memberitakan Injil pun
harus didasarkan pada wahyu Allah di dalam Alkitab. Saya tidak mengatakan kita harus
meneliti teologi dengan sangat mendalam baru kita dapat memberitakan Injil. Setiap
orang yang sudah mengalami keselamatan dari Allah seharusnya menceritakan bagian
yang sudah dia ketahui kepada orang lain. Memberitakan Injil dan melengkapi diri harus
berjalan seiring, sama seperti mengajar harus diimbangi dengan belajar, supaya baik
pengetahuan diri maupun mutu pengajaran semakin meningkat.
Kita lihat Paulus sebagai contoh. Siapakah Paulus? Dia seorang penginjil atau seorang
teolog? Konsep umum yang mendualismekan teologi dan penginjilan di antara orang
Kristen masa kini hendaknya berhenti dalam pengertian akan kasus Paulus. Setelah
Paulus menerima wahyu, dia meneliti kebenaran dengan serius, juga mengenal Kristus
dengan sempurna, sudah tentu doktrin dasarnya amat kokoh. Bersamaan dengan itu,
Paulus juga menginjili dengan dinamis, dengan cara yang fleksibel, dengan tekad yang
kuat dan jangkauan yang cukup luas serta menyeluruh. Kita bukan saja perlu
mengembalikan fungsi gereja yang bercorak Paulus, teteapi juga memerlukan pemudapemuda
yang seperti Paulus. Paulus berkata, “Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan
perhatikanlah mereka, yang hidup seperti kami yang menjadi teladanmu” (Flp 3:17). Di
sini terlihat bahwa penginjilan dan teologi bertalian begitu erat, bagaikan saudara
kandung yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya harus sama-sama berbobot baik dalam
kualitas maupun kuantitasnya.
Jadi penginjilan harus didasarkan pada teologi, dan teologi harus didasarkan pada
wahyu Allah dalam Alkitab. Tetapi dalam dua ratus tahun terakhir ini, teolog-teolog
besar yang berpengaruh terhadap kekristenan justru mendasarkan teologi mereka pada
filsafat manusia, bukan pada wahyu Allah dalam Alkitab. Sebagai contoh,
Schleiermacher bertitik tolak dari Romanticisme; nilai iman dari Albrecht Ritschl
didasarkan pada pengajaran etika dari Immanuel Kant; doktrin teologi Karl Barth didasari
oleh transcendental philosophy dari Soren Kierkegaard; teori demitologisasi Rudolf
Bultmann didasarkan pada Eksistensialisme dari Martin Heidegger; dan teori encounter
dari Emil Brunner didasarkan pada pemikiran Martin Buber.
Rasio manusia yang sudah bejat tak mungkin menemukan kebenaran yang tertinggi
(the ultimate truth); kecuali ia kembali kepada wahyu, barulah ia dapat menemukan jalan
keluar.

Injil di dalam Wahyu

 
Yesus berkata, “Tidakkah kamu baca apa yang difirmankan Allah?” (Mat 22:31).
Kitab Kejadian mencatat bahwa setelah Adam diciptakan dan berbuat dosa, Allah
12
mulai memberikan wahyu kepada manusia. Sebelum manusia jatuh dalam dosa, rencana
keselamatan sudah tersembunyi di dalam diri Allah, sehingga ketika manusia berdosa,
wahyu mengenai keselamatan segera datang. Dalam Perjanjian Lama kita menyaksikan
persiapan Allah untuk penyelamatan, sampai di Perjanjian Baru Yesus Kristus sendiri
datang ke dunia untuk menggenapkannya, dan setelah Yesus Kristus naik ke surga, Roh
Kudus melaksanakannya.

Wahyu Allah di dalam kasus Adam dan Hawa


Setelah Adam dan Hawa berdosa, apakah perasaan mereka yang pertama? Dingin!
Mengapa manusia harus memakai pakaian? Selain takut dingin, masih ada penyebab lain,
yaitu dosa. Perasaan kedua adalah takut. Dalam Kejadian 3 tercatat, “… pada waktu hari
sejuk … aku menjadi takut.” Tindakan apa yang mereka ambil setelah merasa takut?
Bersembunyi! Setelah manusia berdosa, perkataan pertama yang Allah ucapkan pada
mereka adalah, “Di manakah engkau?” Suatu panggilan yang begitu hangat, biarpun
mungkin nadanya sedikit menegur, namun panggilan itu mengandung kadar kasih yang
teramat banyak. Bukankah Allah sudah tahu di mana manusia itu berada, mengapa Dia
masih bertanya? Jawabnya: karena Dia mau berinisiatif mencari mereka. Dalam hal ini
kita melihat beberapa hal yang diwahyukan kepada Adam. Yang pertama, sifat Allah
yang mengambil inisiatif. Yang kedua, fakta terpisahnya status manusia yang semula
dengan status sekarang. Yang ketiga, ketidakberdayaan manusia dan janji Allah yang
Mahakuasa.
Adam sudah jatuh ke dalam dosa, dia telah meninggalkan status yang semula;
statusnya yang semula itu bukanlah keadaannya yang sekarang. Bagaimanakah Adam,
ketika berada di hadapan Allah dan melihat status semulanya yang indah serta status
sekarang yang memalukan? Dia tidak dapat mengelakkan diri dari kewajiban yang harus
dipertanggungjawabkannya dan hanya dapat menerima fakta; meskipun takut akan
eksistensi Allah namun ia tidak berdaya menolak fakta ini.
Selain memberikan wahyu, Allah juga bernubuat. Dia sendirilah yang
memproklamasikan rencana Injil keselamatan. Dalam Kej 3:15 tertulis, “Aku akan
mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan
keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan
tumitnya.” Allah menyebutkan tentang musuh dan peperangan, sehingga Dia menyatakan
adanya proses peperangan sebagai sifat dasar Injil. Jadi manusia tidak diberi anugerah
penebusan dengan cuma-cuma. Di sini kita melihat adanya wahyu Allah tentang suatu
peperangan, dan kemenangan ada di pihak keturunan perempuan.
Allah terus-menerus menganugerahkan pengharapan bagi manusia yang sudah jatuh
dalam dosa. Meskipun manusia memiliki kewajiban yang harus ditunaikannya,
bagaimanapun juga hal ini tak dapat dibandingkan dengan harga yang telah dibayar
Allah. Dia yang telah memukul ular dan berperang itulah yang telah membayar dan
menggenapkan semuanya.
Allah bukan saja bernubuat, tetapi juga memberikan suatu lambang yang amat
penting, yaitu kematian yang pertama. Dosa Adam adalah dosa yang pertama dalam
seluruh Alkitab, tetapi kematian Adam bukanlah kematian yang pertama, karena ada
makhluk lain yang telah mati untuk menggantikannya. Makhluk-makhluk itu bukan mati
karena tua, tetapi Allah sendirilah yang telah menyembelih mereka. “Tuhan Allah
membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk istrinya itu” (Kej 3:21).
Dari manakah datangnya kulit? Demi menyelamatkan mereka haruslah ada penumpahan
darah dan pengorbanan. Allah menyembelih makhluk ciptaanNya, dan dengan kematian
untuk menggantikan dosa, Ia telah melambangkan keselamatan yang berdasarkan
substitusi (penggantian).
Dalam Kejadian pasal 3 teologi penginjilan sangat kuat dinyatakan, termasuk inisiatif
Allah memberikan wahyu kepada manusia tentang status mereka yang semula, status
yang sekarang, kewajiban dan ketidakberdayaan manusia; semuanya ini terkandung di
dalam janji Allah, nubuat Allah dan lambang-lambang yang digunakan Allah.

Wahyu Allah di dalam kasus Kain dan Habel


Kain dan Habel adalah saudara, tetapi kemudian Kain telah membunuh Habel. Itulah
“perang dunia” yang pertama, yang angka kematiannya mencapai seperempat dari jumlah
13
penduduk. Jadi perang dunia yang pertama seharusnya bukan yang terjadi pada tahun
1914-1918. Setelah “perang dunia” itu reda, maka Allah sendiri keluar untuk meminta
pertanggungjawaban. Kalau sebelumnya Adam yang mengundang malapetaka dan Allah
berfirman, “Di manakah engkau?”, kali ini Allah berfirman kepada Kain, “Di mana
Habel adikmu itu?” Dalam kasus ini Allah tetap berinisiatif, namun kuncinya adalah pada
“Mengapa engkau membunuh Habel,” yaitu karena iri hati. Iri hati timbul karena Adam
sudah jatuh dalam dosa, dan merupakan salah satu corak dosa setelah kejatuhan. Adapun
penyebab timbulnya iri hati adalah karena orang lain lebih baik daripada dirinya. Jika
bukan dosa yang bercokol, apabila orang lain lebih baik dari dirinya seharusnya boleh
dijadikan teladan, boleh dijadikan pendorong untuk menuntut kebenaran. Tetapi setelah
dosa hadir, untung rugi menjadi hal yang lebih diprioritaskan daripada benar atau tidak
benar.
Kain iri hati karena persempahan Habel diindahkan dan diperkenan oleh Allah. Ini
mengakibatkan banyak orang ingin tahu mengapa persempahan Habel yang diperkenan
Allah. Ada orang yang mengatakan bahwa karena yang dipersembahkan Kain tidak
mengandung darah, maka Allah tidak berkenan. Allah berkenan pada anak domba sulung
yang dipersembahkan Habel karena ada darah; berarti juga ada keselamatan. Tetapi
secara tegas, kedua saudara itu sudah menunaikan kewajiban mereka. Habel adalah
penggembala ternak, sebab itu ia mempersembahkan hewan; Kain bercocok tanam dan
mempersembahkan hasil ladangnya kepada Allah. Di manakah letak kesalahannya?
Bukankah dalam II Kor. 8:12 tertulis, “Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka
pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu,
bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu.” Dan Kain memang tidak memiliki
domba!
Menuntut untuk tahu memang memerlukan penyelidikan sampai ke akarnya. Marilah
kita menghipotesa sejenak keadaan pada saat itu: Adam dan Hawa menyaksikan Allah
menyembelih binatang dan mengulitinya untuk dijadikan pakaian yang dikenakan pada
mereka. Hati mereka sedih bukan kepalang, karena binatang yang disembelih adalah
sahabat baik yang biasa bermain bersama-sama. Dengan demikian maka konsep “mati
untuk menggantikan” telah terukir dalam hati mereka. Dalam gereja pertama yang ada di
dunia, yaitu keluarga Adam, sekolah minggunya yang pertama hanya mempunyai dua
murid, yaitu Kain dan Habel. Adam sebagai guru dan Hawa adalah asistennya. Kebaktian
keluarga dimulai, Adam berkata, “Papa dan mama sudah berdosa, seharusnya mati dan
tidak ada di sini lagi, tetapi ternyata tidak mati, karena ada binatang yang sudah
disembelih yang telah menggantikan kami.” Di antara dua murid sekolah minggu itu, ada
seorang yang mendengarkan dengan penuh perhatian, dan setelah memahaminya lalu
timbullah iman dalam dirinya. Mungkin sekali pada waktu dia mempersembahkan dia
sekaligus menyatakan konsep mati-untuk-menggantikan-yang-berdosa dan konsep
keselamatan. Inilah pandangan pribadi saya. Allah berfirman kepada Kain, “Apakah
mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat
baik, dosa sudah mengintip di depan pintu.” Dari orang yang tidak diterima oleh Allah,
yang dituntut Allah adalah peri lakunya. Sedangkan orang yang diterima oleh Allah,
diterima karena imannya.
Dari pembahasan di atas dapatlah diketahui bahwa iman dan perbuatan tidak dapat
dicampuradukkan. Ada orang yang memberi dalih bahwa Abraham diperkenan karena
imannya, Kain tidak diperkenan karena tak beriman. Tetapi iman adalah anugerah Allah,
bagaimana kita dapat mempersalahkan Kain? Pertanyaan ini sering timbul pada saat kita
memberitakan Injil, dan Allah sudah memiliki a priori akan timbulnya pertanyaan
tersebut, maka sudah diwahyukanNya sejak dini dengan jelas, “Apakah mukamu tidak
akan berseri, jika engkau berbuat baik?” Perbuatan orang berdosa di hadapan Allah sudah
tidak mungkin baik, mereka sama sekali tak mempunyai kehendak yang bebas untuk
berbuat baik, tetapi sebaliknya mempunyai kehendak yang bebas mutlak untuk
melakukan kejahatan. Dengan demikian, manusia yang telah dipredestinasikan untuk
diselamatkan, tidak dapat membanggakan jasa-jasa dan perbuatan baiknya; manusia yang
menerima hukuman kebinasaan pun tak mempunyai alasan untuk mengelak dari
pertanggungjawaban atas perbuatan jahatnya. Adapun dasar dari penghukuman adalah
perbuatan. Firman Tuhan mengatakan, “Bukan seperti Kain, yang berasal dari si jahat
dan yang membunuh adiknya. Dan apakah sebabnya ia membunuhnya? Sebab segala
14
perbuatannya jahat dan perbuatan adiknya benar” (1 Yoh 3:12).
Karena iri hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram. Tuhan Allah segera
memperingatkan dia, namun dia bukan saja tidak menyadarinya, malahan turun tangan
untuk membuktikan kebiasaannya dalam berbuat dosa. Dia sama sekali tidak
memperdulikan wahyu Allah, dan lebih suka memilih kejahatan yang mengundang
malapetaka bagi dirinya sendiri.
Dalam kasus ini kita dapat melihat dengan jelas, bahwa manusia beriman sebab
anugerah Allah, dan mereka yang tidak percaya Yesus tidak akan dihukum karena tidak
memiliki iman, melainkan akan dihukum karena perbuatannya yang jahat. Keselamatan
berkaitan dengan iman, sedangkan hukuman berkaitan dengan perbuatan. Itulah aksioma
Alkitab yang selaras dari awal sampai akhir. Janganlah kita mengacaukannya pada saat
memberitakan Injil. Bagi orang yang percaya, Allah telah memakai darah sebagai tanda,
untuk mewakili substitusi bagi hidup, dan di dalam proses wahyu yang bersifat progresif,
Allah telah merealisasikan arti yang terkandung di dalamnya.
Wahyu Allah di dalam kasus Abraham
Melalui Abraham, Allah telah mewahyukan beberapa hal kepada kita. Panggilan dan
pilihan Allah datang pada Abraham, menghendaki dia segera meninggalkan negeri, sanak
saudara dan rumah bapanya. Tindakan kali ini, masih Allah yang berinisiatif. Selamanya
bukan manusia yang mencari Allah, melainkan Allah yang mencari manusia; selamanya
bukan manusia yang memanggil Allah, melainkan Allah yang memanggil manusia;
selamanya bukan manusia yang terlebih dahulu berseru kepada Allah, melainkan Allah
yang terlebih dahulu memperingatkan manusia. Bukan manusia yang terlebih dahulu
memilih Allah, melainkan Allah yang terlebih dahulu memilih manusia.
Mengapa Abraham disebut sebagai bapa orang beriman? Salah satu sebab adalah, dia
telah menguasai titik iman yang paling penting dalam dua hal: pertama, Allah adalah
Pencipta; kedua, Allah adalah Juruselamat. Hubungannya dengan Allah bukan sekedar
antara ciptaan dengan Pencipta; jika hanya demikian apa bedanya dengan hewan dan
tumbuhan? Tindakan menciptakan berarti menjadikan sesuatu dari tidak ada menjadi ada,
sedangkan tindakan penebusan adalah membangkitkan kembali sesuatu yang sudah mati.
Rm 4:17-18 mengatakan, “Seperti ada tertulis: ‘Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa
banyak bangsa’—di hadapan Allah yang kepadaNya ia percaya, yaitu Allah yang
menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firmanNya apa yang tidak ada
menjadi ada. Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap
juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah
difirmankan: ‘Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.’”
Bukankah benar bahwa Allah menciptakan terlebih dahulu baru kemudian
menyelamatkan? Tetapi di sini tertulis, “Allah yang menghidupkan orang mati dan yang
menjadikan dengan firmanNya apa yang tidak ada menjadi ada.” Jadi iman Abraham
yang utama adalah pada penebusan, kedua baru pada penciptaan. Hal ini memberitahu
kita bahwa Abraham beriman injili, karena kepercayaan injili yang paling penting adalah
pada kematian Yesus Kristus yang sanggup membuat kita diselamatkan dan dilahirkan
kembali; lain dengan kaum liberal yang menitikberatkan karya penciptaan Allah dan
moral manusia.
Setiap orang mengetahui di dalam hati bahwa ada Pencipta, tetapi hanya sebagian
kecil mengetahui kebenaran tentang keselamatan di dalam Yesus dan Allah yang
membangkitkan orang mati. Iman seperti ini sudah ada pada Abraham sebagai bapa
orang beriman. Dia mengerti Allah, memegang dengan teguh setiap kata, setiap kalimat
dan setiap huruf dari Firman Allah, demikian juga setiap janji Allah. Inilah keunikannya.
Empat ratus tiga puluh tahun setelah Abraham dibenarkan, barulah hukum Taurat
diproklamasikan; demikian juga sunat dilaksanakan setelah dia dibenarkan. Dari sini
terllihat bahwa iman Abraham melampaui Taurat dan segala syariatnya. Dalam Rm 4:9b-
10 tertulis dengan jelas, “Sebab telah kami katakan, bahwa kepada Abraham iman
diperhitungkan sebagai kebenaran. Dalam keadaan manakah hal itu diperhitungkan?
Sebelum atau sesudah ia disunat? Bukan sesudah disunat, tetapi sebelumnya.” Orang
Farisi dan bangsa Israel telah menyimpang dari iman yang fundamental ini. Mereka
menafsirkan Perjanjian Lama dengan Taurat sebagai pusat, dan beranggapan bahwa
menaati hukum Taurat adalah cara untuk dibenarkan. Demikian pula sunat dipandang
sebagai tanda untuk menerima janji Allah.
15
Wahyu Allah di dalam sejarah bangsa Israel
Hukum Taurat diberikan. Allah mempercayakan Firman yang kudus kepada mereka.
Allah berbicara melalui Taurat dan para nabi. Firman Allah yang berbentuk tulisan
dimulai dari Musa, dan sejak itu manusia memiliki catatan tentang kebenaran Allah. Hal
itu sangat penting. Oleh karena teologi penginjilan didasarkan pada wahyu Allah, maka
wahyu yang berbentuk tulisan menjadi suatu keharusan. Meskipun tulisan kurang mampu
mengungkapkan kebenaran secara sempurna, namun Allah telah memungkinkannya
untuk mengembangkan fungsinya semaksimal mungkin. Sungguh, tidak ada catatan yang
lebih lengkap daripada Alkitab!
Mengapa Allah memberikan hukum Taurat kepada bangsa Israel? Fungsi hukum
Taurat ada dua: yang pertama adalah untuk mengenal sifat-sifat Allah, yang kedua ialah
menyadari kelemahan diri sendiri. Taurat telah mewahyukan kesucian Allah, kemurahan
Allah dan keadilan Allah, dan melalui cermin Taurat nyata ketidakberdayaan manusia.
Pelajarilah Roma pasal 3 dan Galatia pasal 2, 3, dan 4, maka Anda akan lebih
memahaminya.
Kepercayaan monoteisme. Bangsa-bangsa yang berada di sekitar Israel semuanya
menganut politeisme. Umat Israel yakin bahwa yang dianut oleh bangsa lain adalah Allah
juga. Salah satu pekerjaan adalah Musa yang amat berat ialah menjernihkan konsep ini.
Dia berseru kepada umatnya agar senantiasa ingat akan nasihat ini: “Dengarlah, hai orang
Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa! Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu” (Bil 6:4, 5).
Bangsa Israel justru berulang kali jatuh dalam hal ini. Dalam kitab para nabi Allah
terusmenerus
menegur umat Israel karena mendua hati: sambil melayani Allah juga
menyembah Baal, Asytoret, patung lembu. Dalam Perjanjian Baru tidak lagi muncul
perkataan yang senada, karena setelah umat Israel pulang dari pembuangan di Babel
selama 70 tahun, mereka dapat meninggalkan berhala secara total dan melayani Tuhan
Allah dengan segenap hati, tak berani mengulangi ulah mereka yang dulu. Itulah faedah
didikan Allah, karenanya perlu dilaksanakan.
Lambang korban darah. Melalui sejarah Israel, Allah mewahyukan keselamatan melalui
persembahan darah, yang menjadi lambang untuk mengajar mereka berharap kepada
Mesias yang akan datang, yaitu realita dari lambang-lambang itu sendiri. Kristuslah
Mesias yang dijanjikan untuk menggenapi rencana penebusan, tetapi ketika sampai pada
Perjanjian Baru Kristus sendiri sudah datang, bani Israel masih belum mengenal Dia
sebagai Mesias yang dilambangkan dalam Perjanjian Lama. Mereka tetap memegang
lambang itu lebih daripada menerima Kristus yang adalah realita lambang. Itulah
sebabnya pada waktu Yesus berkata, “DagingKu adalah benar-benar makanan dan
darahKu adalah benar-benar minuman,” banyak orang berdiri dan meninggalkan Dia. Hal
ini sudah diwahyukan lebih lanjut kepada kita melalui Paulus (2 Kor 5:21), dan juga oleh
rasul-rasul yang lain.
Pemerintahan teokratis. Inilah bentuk pemerintahan dimana Allah sendiri menjadi Raja
dan memerintah umatNya. Di antara bangsa-bangsa yang tidak percaya dan tidak
merajakan Allah, Tuhan memilih bani Israel untuk mewahyukan kerajaanNya yang
bersifat teokratis, sehingga bangsa Israel boleh mengerti dan mematuhi kedaulatan Allah,
dan Allah memerintah mereka dengan kebenaran dan keadilan, dengan kedaulatan dan
kasih. Dengan ini dunia boleh mengerti takhta Allah di dalam umat manusia dan Israel
pun menjadi teladan segala bangsa yang menaati pemerintahan Allah.
Selama bangsa Israel patuh akan keempat perjanjian tadi, berarti mereka berjalan di
dalam kehendak Allah, tetapi begitu mereka menyeleweng jatuhlah mereka dalam
kesukaran dan kepicikan. Adapun kehendak yang indah dan tujuan semula dari Taurat
adalah supaya bangsa Israel kembali ke hadirat Allah untuk mengakui dosa mereka
dengan rendah hati, tetapi nyatanya bangsa Israel malah menganggap diri benar karena
 
Sifat Dasar Injil

 
16
Apakah Injil itu? Jika seseorang belum diperlengkapi sampai taraf memahami apakah
sebenarnya Injil itu, maka ia tak seharusnya memberitakan Injil. Ia bukan saja tidak akan
mendapat hasil, tetapi malah menghamburkan waktunya maupun waktu orang lain dan
merusak iman orang lain.
Yesus Kristus telah mati bagi manusia yang berdosa, juga telah bangkit bagi mereka,
sehingga pengharapan dapat sampai kepada banyak orang. Paulus berkata, “Sebab yang
sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah
bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah
dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab
Suci” (1Kor 15:3,4). Sebab itu memberitakan Yesus yang mati dan tidak bangkit
bukanlah memberitakan Injil; demikian juga memberitakan Yesus yang bangkit tetapi
tidak sungguh-sungguh mati pun bukan merupakan pemberitaan Injil. Selanjutnya
marilah kita meneliti sifat dasar Injil dari tiga segi.

Sifat dasar dari Injil itu sendiri


Injil bersifat menebus. Keselamatan di dalam Kristus telah mempersatukan manusia
dengan Allah. Ini Jauh melampaui semua pengajaran tentang penebusan di dalam
agamaagama
lain, balk dalam sifat kesempurnaan maupun sifat ketepatan; agama-agama lain
hanya memiliki konsep penggantian (substitusi) yang kabur. Injil yang bersifat
menyelamatkan hanya dapat terlihat dengan jelas di dalam wahyu Allah.
a) Kematian Yesus Kristus merupakan korban yang bersifat menggantikan (the sacrifice
of substitution). Mengapa kematianNya disebut demikian? Karena Jika Dia tidak mati,
kita tidak berdaya untuk melepaskan diri dari status orang berdosa yang patut dikutuk.
Tetapi Dia sudah menggantikan kita untuk berdiri pada status yang terkutuk itu.
2 Kor 5:21 dengan jelas memberitahu kita, bahwa Dia yang tidak mengenal dosa telah
dibuatNya menjadi dosa karena kita; 1 Ptr 3:18 juga memberitahukan dengan jelas: Ia
yang benar mati untuk orang-orang yang tidak benar; 1 Ptr 2:24 lebih jelas lagi: Kristus
telah menanggung hukuman dosa bagi kita di atas tubuhNya sendiri. Dia sendiri telah
memikul dosa kita. Semua ayat itu memberitahu kita bahwa baik teologi Paulus, teologi
Petrus, maupun teologi dari pengarang surat Ibrani, tidak lepas dari konsep yang penting
tentang korban penggantian.
Kematian Kristus merupakan korban penggantian. Sebenarnya kitalah yang harus
menerima hukuman dan murka Allah, tetapi Kristus rela berdiri pada status kita untuk
menerima hukuman, untuk menanggung dosa-dosa kita dan mati menggantikan kita,
sehingga kita bebas dari hukuman. Jika kita telah memahami dengan jelas bahwa Dia
pernah mati bagi kita, maka kita tentu tidak lagi hidup bagi diri sendiri, melainkan hidup
bagi Tuhan yang telah mati dan bangkit demi menggantikan kita. Pemikiran inilah yang
merupakan dasar penyerahan kita.
Kematian Kristus merupakan korban penggantian: Ia telah menggantikan saya; meski
di seluruh dunia ini hanya tersisa saya seorang, demi saya, Yesus rela datang ke dunia
untuk mati bagi saya, bukan karena Dia telah berutang kepada saya, melainkan karena
saya membutuhkan Dia. Betapa ajaib kehendak Allah, betapa tinggi dan dalam kasihNya
kepada kita! Sungguh, hanya karena pengorbanan Kristus yang bersifat menggantikan itu
kita dibawa kembali ke haribaanNya.
b) Kematian Yesus Kristus merupakan korban yang bersifat meredakan murka Allah (the
sacrifice of propitiation). Kematian yang diderita Kristus, cawan yang diminumNya, dan
hukuman murka yang diterimaNya, telah meredakan murka Allah dan telah
menyelamatkan kita dari status “seharusnya binasa.” Siapa yang dapat mencegah
manusia yang sedang menuju penghakiman kekal, vonis kekal dan hukuman kekal? Siapa
yang dapat merintangi atau meredakan murka Allah yang segera akan dicurahkan? Selain
Yesus Kristus tak seorang pun sanggup melakukan hal itu. Kita harus menengadah dan
berharap hanya kepada Kristus yang dapat menyelamatkan kita dari murka yang akan
dicurahkan itu. 1 Tes 1:9 memberitahu kita bahwa hanya Yesus Kristus yang dapat
menyelamatkan kita dari murka yang akan datang. Siapakah yang akan mencurahkan
murka? Anak Domba! Murka Allah dinyatakan melalui Anak Domba, dan pada saat itu
orang-orang yang tidak percaya kepada Yesus akan berseru kepada gunung-gunung dan
batu-batu karang, “Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap Dia
17
yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu.” Pada waktu Yesus
Kristus datang kembali, Ia tidak lagi membicarakan keselamatan atau pun pertolongan
Allah dan kasih Allah, melainkan membicarakan keadilan dan penghakiman Allah, yang
akan menimpa mereka yang tidak mau menerima Tuhan Yesus.
Yesus Kristus telah menghentikan murka Allah dan mencegah kita menuju jalan
penghakiman kekal dan vonis hukuman kekal, sehingga kita boleh kembali kepada
anugerah Allah dan tetap tinggal di dalamnya. Melalui sacrifice of propitiation itu Allah
telah menarik kembali murkanya, memelihara bahkan menghentikan langkah kita yang
menuju kebinasaan, dan dengan demikian penebusan yang dari padaNya dianugerahkan
kepada kita.
Salib adalah tempat yang vakum kasih. Pada waktu Kristus disalibkan Ia tidak bisa
menerima cinta dari Allah, karena Ia menanggung dosa manusia dan keadilan serta
murka Allah menimpaNya. Cinta manusia yang bersimpati kepadaNya juga tidak bisa Ia
terima, karena pada waktu itu dosadosa manusia sedang ditimpakan kepadaNya. Itulah
sebabnya salib Kristus menjadi satu-satunya tempat yang vakum kasih di seluruh alam
semesta. Sebaliknya kemenangan Kristus atas kematian menjadikan salib ini tempat
sumber kasih. Ini merupakan paradoks. Murka Allah dihentikanNya, demikian pula
langkah kita yang menuju kebinasaan. Maka kita kembali ke hadirat Allah.
c) Kematian Yesus Kristus merupakan korban yang bersifat menanggungkan hukuman,
yang seharusnya dijatuhkan pada manusia oleh karena dosa-dosanya (the sacrifice of
retribution). Dia telah menebus kita dari kuasa dosa, kuasa maut, dari keadaan
diperhamba yang menakutkan, supaya kita berbalik dari kuasa iblis kepada Allah, dari
kegelapan kepada terang, untuk menjadi seorang yang memperoleh kasih dalam
kerajaanNya, dan “turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh dan peserta
dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus” (Ef 3:6).
Barangsiapa tidak meneliti kebenaran dengan sungguh-sungguh, hendaknya tidak
mengajar orang lain dengan sembarangan, karena ia mungkin membicarakan hal yang
salah. Dalam sejarah pernah terjadi seorang pemimpin menyampaikan khotbah yang
salah sama sekali. Dia berkata, “Yesus Kristus telah mencurahkan darah untuk membayar
harga tebusan kepada iblis, sehingga kita dapat direbut kembali dari tangan iblis.”
Khotbah ini salah. Memang untuk sementara kita berada di bawah kuasa iblis, namun kita
tidak berutang kepada iblis, melainkan berutang kepada Allah. Kristus telah melunaskan
utang kita kepada Allah dengan memenuhi segala tuntutan keadilan Allah, dan juga
merebut kita kembali dari tangan iblis sehingga kita berbalik kepada Allah. Dia telah
menggantikan kita, dan membayar kembali utang kemuliaan kita kepada Allah.
Pengorbanan yang bersifat menebus ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam
Why 1:5, “telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahNya,” juga dengan Why 5:9,
“Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan
bangsa,” dan yang Paulus sebutkan dalam 1 Kor 6:20, “Sebab kamu telah dibeli dan
harganya telah lunas dibayar; karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” Dalam 1
Ptr 1:18 dikatakan bahwa “kamu telah ditebus ... bukan dengan barang yang fana, bukan
pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus.”
Ini menunjukkan harga yang jauh lebih tinggi dari apa pun di dalam dunia. Petrus
membandingkan nilai darah ini dengan emas dan perak yang sangat dihargai oleh
manusia, dengan menyebut bahwa darah Kristus sama seperti darah anak domba yang tak
bernoda dan tak bercacat. Melalui korban penebusan inilah kita menjadi milik Allah.
d) Kematian Yesus Kristus merupakan korban yang bersifat memperdamaikan (the
sacrifice of reconciliation). Melalui kematian Kristus, bukan saja kita tidak lagi menjadi
seteru Allah, tetapi bahkan berdamai denganNya. Karena Kristus telah menerima kutukan
dosa dan Taurat maka kita dibenarkan dan disebut sebagai orang yang tidak berdosa.
Sebenarnya istilah “dibenarkan” adalah istilah hukum yang dipakai oleh orang
Yunani. Istilah ini juga merupakan istilah pengadilan yang biasa dipakai untuk
mengumumkan bebasnya seorang terdakwa dari hukuman. Dibenarkan berarti
diperhitungkan sebagai orang yang tidak bersalah. Melalui pembenaran ini kita dapat
berdamai dengan Allah; orang yang semula berseteru dengan Allah boleh kembali ke
hadiratNya melalui kematian Kristus; melalui darah Yesus Kristus kita dapat diampuni;
dan melalui kebangkitan Yesus Kristus kita dapat menerima kebenaran yang Allah
karuniakan dalam Kristus.
18
Kematian Kristus telah memberikan arti yang dapat kita tinjau dari empat segi di atas,
yaitu pengorbanan yang bersifat menggantikan, pengorbanan yang bersifat meredakan
murka Allah, pengorbanan yang bersifat menebus, dan pengorbanan yang bersifat
memperdamaikan. Keempat segi pengorbanan tersebut telah menggenapkan bagi kita halhal
yang tak mampu dicapai oleh semua agama, filsafat, pendidikan, politik, ilmu
pengetahuan maupun kebudayaan manusia.
Injil bersifat esa. Yesus sendiri berkata, tak seorang pun dapat datang kepada Bapa
kecuali melalui Dia. Jika kebenaran dapat ditemukan oleh manusia, maka manusia
menjadi subyek dan kebenaran menjadi obyek. Sedangkan kebenaran sudah
mengumumkan, “Akulah kebenaran.” Maka di sini kebenaran adalah subyek, sedangkan
manusia yang menerimanya adalah obyek. Kebenaran agama-agama merupakan
kebenaran yang berposisi obyek; hanya Kristus, yang memproklamasikan diriNya
sebagai Kebenaran, merupakan kebenaran yang bersifat subyek. Barangsiapa bukan
Kebenaran itu tetapi berani menyebut diri sebagai kebenaran, adalah pembual yang
congkak dan tak tahu diri. Tetapi diri Kebenaran itu memproklamasikan diri sebagai
Kebenaran, ini bukan bualan, melainkan pewahyuan kebenaran yang tertinggi melalui
tindakan merendahkan diri di dalam dunia (realm) manusia, Itulah sebabnya Yesus
berkata, “Aku lemah lembut dan rendah hati.”
Ketika Yesus diadili, Dia membungkam terhadap semua pertanyaan yang diajukan
kepadaNya, kecuali pada saat Dia harus menyatakan diri sebagai diri Kebenaran itu (the
self of Truth).
“Engkaukah raja orang Yahudi?”
JawabNya, “Engkau sendiri mengatakannya.”
Mengapa Dia hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan itu? Karena jika diri Kebenaran
yang bersifat subyek ini tidak mengakuinya maka Dia menyangkal Diri yang telah
diproklamasikanNya sebagai Kebenaran itu. Itulah sebabnya Yesus harus menjawab.
Selain proklamasi Kristus sendiri sebagai Kebenaran, Petrus juga menegaskannya: “Di
bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang
olehnya kita dapat diselamatkan.” Dan Paulus juga: “Dan esa pula Dia yang menjadi
pengantara antara Allah dan manusia.” Dia adalah Kristus, namun manusia tidak dapat
menerima kebenaran yang bersifat subyektif ini; demikian pula agama yang telah
memutlakkan diri telah menolakNya, bahkan memakukanNya di atas kayu salib.
Sifat esa ini merupakan keunikan kekristenan yang harus kita pegang teguh dengan
bersyukur kepada Tuhan, meskipun ini merupakan batu sandungan bagi yang tidak
percaya, baik dalam gereja Tuhan, baik dari pihak kaum liberal di dalam gereja, maupun
dari pihak agama lain.
Injil bersifat sempurna. Injil tidak perlu ditambahi sesuatu agar menjadi sempurna,
karena dia pada dirinya sendiri sudah sempurna. Allah adalah Allah yang sempurna pada
diriNya, berkekekalan pada diriNya, dan berdiri sendiri pada diriNya. Demikian juga Injil
memiliki sifat-sifat dasar tersebut, tidak perlu ditambah dengan unsur-unsur yang dibuat
oleh manusia supaya menjadi lebih sempurna. Barangsiapa berniat menambahkan jasa
manusia dalam Injil dengan maksud untuk menyempurnakannya, ia adalah musuh Injil,
karena di dalam usaha menambahkan sesuatu untuk menjadikan Injil lebih sempurna
sudah terkandung unsur menganggap Injil tidak sempurna.
Injil bersifat mutlak. Kristus sendiri berasal dari alam kemutlakan, dari Allah. Maka
seluruh rencanaNya bukanlah peristiwa yang terjadi secara kebetulan dalam sejarah,
bukan hasil falsafah manusia, juga bukan merupakan hasil kebudayaan, melainkan adalah
kehendak Allah yang telah ditetapkan dalam kekekalan. Sebab itu Injil pasti bersifat
mutlak, tidak dapat ditambah atau dikurangi. Sifat kemutlakan ini menyatakan bahwa
Injil sendiri sudah memenuhi diri sampai suatu taraf, sehingga tidak perlu ditambahkan
jasa apa pun padanya, dan juga tidak boleh dikurangkan apa pun dari padanya.
Sifat keutuhan Injil merupakan perbedaan utama antara kekristenan dengan agamaagama
lain. Agama-agama lain ada yang berusaha meniadakan pengantara antara Allah
dan manusia dan berpendapat bahwa manusia boleh langsung datang ke hadirat Allah,
ada juga yang menambahkan pengantara di luar Kristus, misalnya orang-orang kudus dan
Bunda Maria. Baik menambahkan atau mengurangi, telah melanggar sifat keutuhan dan
sifat kemutlakan dari Injil.
Jika kita tidak memelihara keempat sifat dasar Injil ini, kita tak mungkin dapat
19
memiliki keberanian dan tekad yang mantap untuk menghadapi peperangan rohani kita.
Dan bukan saja demikian, tetapi kita pun tidak mudah larut berbaur dengan ajaran-ajaran
yang bukan dari Tuhan. A man who keeps the purity of the Gospel becomes strong and
never compromises.

Sifat dasar Injil di antara kebudayaan dan agama lain


Sifat kekal. Injil sama sekali tak mungkin berubah menjadi sesuatu yang tidak
dibutuhkan hanya karena kemajuan zaman. Injil juga tak mungkin berubah karena zaman
yang telah berubah. Sifat kekal dan tidak berubah ini ada padanya, karena Injil adalah
kehendak Allah yang telah Ia tetapkan dalam kekekalan. Injil bukanlah hasil produksi
zaman, sebab itu tak mungkin tergeser oleh zaman.
Injil akan selalu segar, selalu baru walaupun harus melewati segala zaman. Anak
Domba yang tersembelih yang dicatat dalam kitab Wahyu, adalah Anak Domba yang
disembelih sebelum dunia dijadikan, untuk menyatakan bahwa Allah menebus umat
pilihanNya melalui kematian Kristus sehingga mereka didirikan sebagai gereja. Semua
itu bukan merupakan tindakan Allah yang bersifat kebetulan, juga bukan merupakan
suatu rencana yang bersifat kebetulan dalam sejarah, melainkan adalah tindakan yang
bersifat kekal.
Bagi Allah tidak ada peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba. Rencana Allah yang kekal
adalah Injil. Jika kita tidak melihat sifat kekal dari Injil ini, kita pasti terbawa oleh zaman
yang tak menentu arahnya. Hanya orang-orang yang sungguh-sungguh memahami makna
Injillah yang tidak akan tunduk terhadap zaman. Karena segala sesuatu yang dihasilkan
oleh zaman pasti akan digugurkan oleh zaman lain, namun tidaklah demikian dengan Injil
Yesus Kristus yang sumbernya adalah kekal.
Sifat universal. Karena keselamatan Kristus berasal dari kekal maka kuasa
keselamatanNya pun melampaui batas-batas geografi. “Injil Kerajaan ini akan diberitakan
di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba
kesudahannya” (Mat 24:14). “Jadikanlah semua bangsa muridKu” (Mat 28:19). Kedua
ucapan itu telah memecahkan konsep orang Yahudi yang sempit, dan menyatakan sifat
universal dari Injil.
Injil sanggup menyempurnakan masyarakat manusia dari aspek apa pun termasuk
kebudayaan, negara atau aliran pikiran apa pun. Injil juga bisa memenuhi kebutuhan
hidup setiap orang. Sebenarnya di dalam dunia tidak ada satu orang pun yang tidak
memerlukan Injil Yesus Kristus. Maka kita tidak boleh menunjukkan diskriminasi rasial,
tetapi seharusnya kita memberitakan Injil dengan sikap mental yang mengasihi suku-suku
mana pun yang Tuhan bebankan dalam hati kita untuk menginjilinya. Kita harus
memberitakan Injil tanpa memandang bulu. Pahamilah akan sifat dasar Injil yang
universal ini, supaya tatkala kita memberitakan Injil kita juga memiliki jiwa universal.
Sifat peperangan. Injil bukan merupakan suatu gerakan indoktrinasi agama, juga bukan
suatu pengajaran teoritis yang rasional saja, ataupun gerakan perluasan norma-norma
etika, melainkan Injil adalah semacam peperangan rohani yang merebut manusia keluar
dari aliran hidup Adam kembali kepada Yesus Kristus berdasarkan kuasa Tuhan. Ini
adalah suatu peperangan. Jika kita memegang kuat konsep ini maka pelayanan kita tidak
akan bersandar pada diri sendiri tetapi sebaliknya bersandar pada Tuhan dengan iman
yang teguh, sambil melakukan semua pelayanan dengan kebijaksanaan, strategi dan
kemampuan yang berasal dari Roh Kudus.
Sifat dasar Injil di dalam pemberitaan
Sifat paradoks. Injil sendiri bersifat paradoks. Pada saat diberitakan juga bersifat
paradoks, sebab itu memiliki sifat dasar yang berparadoks ganda. Inilah yang disebut
kontradiksi secara eksternal dan harmonis secara internal. Dari manakah kita dapat
melihat sifat yang khas ini? Marilah kita mengambil contoh penyebaran Injil. Manusia
yang membutuhkan Injil selalu tidak menyadari kebutuhannya terhadap Injil. Sebenarnya
orang yang paling tidak sadar akan kebutuhan terhadap Injil adalah orang yang paling
membutuhkan Injil. Itulah yang disebut paradoks. Paulus mendengar seruan orang
Makedonia dan pergi ke sana, namun setelah tiba di sana, yang ia peroleh adalah masuk
penjara. Itulah sifat paradoks dalam memberitakan Injil.
Jika kita mengenal dengan jelas sifat paradoks, kita tidak akan merasa putus asa hanya
karena orang menolak Injil yang kita beritakan, tetapi sebaliknya justru akan memiliki
20
semangat juang yang semakin teguh dalam memberitakan Injil. Manusia tidak akan
menentang hal-hal yang tidak penting, tetapi hanya menentang hal-hal yang mengandung
ancaman. Hal yang dapat mewujudkan suatu ancaman tentulah merupakan eksistensi
yang besar. Jika ada orang yang menentang hendaklah kita bersyukur kepada Tuhan.

Motivasi Memberitakan Injil


 
 
Motivasi adalah penyebab yang menghasilkan suatu tindakan, sedangkan tujuan adalah hasil
yang diharapkan dapat tercapai melalui tindakan itu. Seringkali kita sudah
mencampuradukkan kedua istilah tersebut. Misalnya, orang yang percaya kepada Yesus
memperoleh hidup yang kekal.
Hidup yang kekal adalah hasil dari percaya, bukan motivasi untuk percaya. Motivasinya
adalah: karena kasih karunia Allah telah dicurahkan kepada kita, Kristus telah mati bagi
kita dan telah menebus kita supaya kita menjadi milikNya, maka terdorong oleh
kasihNya itulah kita mau kembali kepadaNya. Itulah motivasi untuk percaya. Sedangkan
masuk surga merupakan akibatnya atau hasilnya, bukan motivasinya.
Demikian pula motivasi dan tujuan pemberitaan Injil berbeda. Jika seseorang memiliki
motivasi yang murni maka ia pasti memiliki jiwa yang lurus, baik antara Allah dan
manusia, maupun antara langit dan bumi. Sebaliknya jika seseorang tak memiliki
motivasi yang murni, betapa pun banyaknya bakat dan talenta yang ia miliki, ia tidak
akan dapat mencapai hasil yang positif dan menyeluruh. Motivasi memang amat penting.
Allah tidak akan menerima pelayanan yang bermotivasi campuran, oleh karena itu kita
harus meniadakan unsur-unsur campuran dalam motivasi pelayanan kita.
Di dalam dunia kekristenan, banyak orang berbakat tidak mencapai hasil pelayanan
yang seharusnya dicapainya. Salah satu penyebab utama ialah motivasi yang tidak murni.
Paulus berkata, “Aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk
membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus” (2 Kor 11:2). Kesucian dan
kemurnian adalah hal yang terpenting pada saat kita melayani. Motivasi yang paling
dasar dan paling minimal ini haruslah kita pertahankan.
Seorang yang bermotivasi murni tidak mudah mengalami depresi pada saat putus asa,
tidak mudah berkompromi pada saat menghadapi musuh yang kuat, tidak mudah goyah
pada saat menghadapi banyak godaan. Sebaliknya motivasi yang benar memberikan
kekuatan yang besar pada saat yang paling melelahkan, dan memberi keteguhan pada
waktu penganiayaan menimpa, memberi sukacita pada waktu sengsara menekan; pada
saat lingkungan menunjukkan kegelapan yang paling dahsyat, cahaya di dalam hati kita
makin menjadi terang. Maka motivasi yang murni dan hati nurani yang suci adalah salah
satu penyebab yang paling penting bagi sukses pelayanan kita.
Kalau begitu, apakah sebenarnya motivasi yang murni dalam penginjilan?

Kehendak Allah
Kehendak Allah adalah unsur yang menentukan eksistensi dari segala sesuatu. Selain
Allah sendiri, tidak ada hal lain yang lebih besar dari kehendakNya. Apakah kehendak
Allah? Yaitu segala sesuatu yang telah ditetapkan di dalam hati Allah. Allah adalah Allah
yang kekal, yang melampaui sejarah, yang menciptakan waktu dan ruang. Segala sesuatu
yang telah direncanakan dan ditetapkan di dalam hati Allah yang melampaui waktu dan
ruang adalah hal-hal yang berhubungan dengan kekekalan. Kehendak Allah tidak perlu
dirundingkan dengan manusia, terlaksananya pun tidak perlu tergantung pada kerja sama
manusia denganNya. Dia adalah Allah yang melakukan segala sesuatu menurut kehendak
sendiri. Sebagaimana perintah raja harus dilaksanakan, terlebih lagi kehendak Allah pasti
Dia genapi.
Orang Tionghoa menyebut perintah raja sebagai perintah atau kehendak kudus.
Karena itu ketika utusan raja membawa perintah raja dan memasuki sebuah kota, begitu
menyebut perintah kudus, maka berlututlah kepala daerah dan semua orang kepadanya.
Bolehkah mereka berkata, “Perintah raja yang bagaimana? Dapatkah kita
mendiskusikannya sebentar, supaya kita tahu apakah perintah itu dapat dilaksanakan atau
tidak?” Tentu tidak mungkin hal seperti itu terjadi. Yang ada hanya kewajiban untuk
21
mematuhi, rakyat tidak diberi kesempatan untuk berdiskusi. Jika raja dunia yang bisa
salah berbuat demikian, lalu bagaimanakah sikap kita terhadap Allah yang tidak mungkin
berbuat salah?
Saya tidak terlalu sering menggunakan istilah “kehendak,” karena banyak orang
Kristen yang terlalu ceroboh memakai istilah “kehendak Allah” atau “pimpinan Roh
Kudus.” “Dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan
kehendak Allah tetap hidup selamalamanya” (1 Yoh 2:17). Sebab itu kita harus
membedakan dengan tegas antara kehendak dan pimpinan.
Kehendak Allah berbeda dengan pimpinan Roh Kudus, namun keduanya mempunyai
hubungan. Pimpinan Roh Kudus akan membawa manusia memasuki kehendak Allah
yang kekal; pimpinan adalah proses, sedangkan kehendak adalah ketetapan. Segala
sesuatu yang direncanakan Allah dalam kekekalan merupakan keputusan yang tidak
dapat diubah, tetapi bagaimana mungkin manusia yang berdosa dapat masuk ke dalam
kehendak Allah? Untuk itu perlu pimpinan Roh Kudus. Siapakah yang dapat dipimpin
oleh Roh Kudus kecuali anak-anak Allah? (Rm 8:14) Roh bukan saja memperanakkan
kita, Ia juga memimpin kita yang diperanakkanNya masuk ke dalam kehendak Allah
untuk disempurnakanNya.
Karena memberitakan Injil adalah hal yang sudah Allah tetapkan dalam kekekalan dan
dipercayakan kepada kita untuk melaksanakannya, maka orang-orang yang
dipredestinasikan oleh Allah akan menerima Injil dan menjadi anak-anak Allah. Apakah
doktrin ini menghambat pemberitaan Injil? Tidak! Sebab predestinasi Allahlah yang
menjamin kita berhasil dalam pemberitaan Injil. Jika kita sungguh-sungguh tahu bahwa
penginjilan adalah menjalankan kehendak Allah, maka kita tidak terpengaruh oleh hasil
kita. Bukankah Nuh sudah menjadi contoh bagi kita? Setelah 120 tahun memberitakan
firman, yang menerima hanya keluarganya sendiri. Itu sebabnya saya anggap Nuh
penginjil yang teragung sepanjang sejarah, karena dia memberitakan berdasarkan
kehendak Allah, bukan terpengaruh oleh hasil pemberitaannya. Sekalipun demikian,
faktanya pada saat kita memberitakan Injil tidak mungkin tanpa ada hasil.
Pengutusan Kristus
Setelah Tuhan Yesus menang atas kuasa maut, Dia lalu mengutus gerejaNya untuk
memberitakan Injil. Jadi kita memberitakan Injil karena Raja di atas segala raja dan Tuan
di atas segala tuan telah mempercayakan tugas penginjilan kepada kita. Paulus berkata,
“Kalau andaikata aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, memang aku berhak
menerima upah. Tetapi karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri,
pemberitaan itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku” (1 Kor
9:17). Tuhan mempercayakan tugas itu pada diri kita, betapa mulia hal ini dan betapa
menakutkan! Siapakah yang telah menyerahkan tugas ini kepada kita? Pencipta semesta
alam, Tuhan yang telah menyelamatkan saya, yang akan menghakimi saya bahkan
menghakimi seluruh dunia! Tuhan yang begitu terhormat dan mulia menyerahkan tugas
itu kepada kita, maka kita pun patut memiliki rasa tanggung jawab yang serius
terhadapnya.
Gerakan penginjilan sepanjang sejarah merupakan kepatuhan anak-anak Tuhan kepada
pengutusan Kristus ini. Sejak rasul-rasul menerima Amanat Agung di bukit Galilea
sampai sekarang kita melihat dalil yang tidak pernah berubah, yaitu barangsiapa
mematuhi pengutusan ini, mereka menerima pertolongan Roh Kudus. Mereka menikmati
penyertaan Allah dan mereka menjadi rekan Allah untuk memberitakan Injil kepada umat
manusia.

Dorongan kasih Kristus


Paulus menyebutkan dengan jelas, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada
kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” Di sini terlihat
bahwa “Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi
hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan
untuk mereka.”
Ketika kasih hadir dalam hidup seseorang, dia akan menemukan bahwa hidupnya
dilingkungi, dipegang dan diliputi oleh kasih. Kasih telah menguasai kebebasannya, juga
telah menentukan arah langkahnya, oleh sebab itu dirinya sendiri rela ia serahkan kepada
Tuhan, dan segenap potensi yang ada pada dirinya ia kembangkan sepenuhnya. Dengan
22
kasih Allah inilah beribu-ribu misionaris rela meninggalkan keluarga mereka, bangsa
mereka, dan menuju tempat yang jauh untuk memberitakan Injil.
Pada tahun 1969 saya pertama kali melintasi benua Asia menuju Eropa. Pada saat
melewati daerah Turki, karena terdorong oleh rasa ingin tahu saya melihat keadaan di
bawah melalui jendela pesawat terbang. Di situ terbentang provinsi Galatia, Atalia dan
daerah-daerah lain, yang pernah dijelajahi oleh Paulus. Baru saya tahu daerah itu begitu
tandus, begitu luas dan begitu kering. Di daerah padang belantara yang kering-kerontang
semacam ini, bisakah kita membayangkan bagaimana Paulus telah pergi dengan kaki
sebagai kendaraannya untuk memberitakan Injil? Jika bukan kasih Kristus yang
mendorongnya, mungkinkah Paulus rela berkorban seperti ini?
Dalam hati para rasul terdapat suatu tekad yang agung, yaitu pergi, pergi! Paulus
pergi, Petrus pergi, Yohanes pergi, Thomas pergi. Pergi ke Afrika Utara, ke Arab, ke
Eropa, ke India, ke Asia Kecil. Baik di padang belantara, di hutan rimba, mereka hanya
tahu pergi, tanpa bertanya ke mana mereka harus pergi, kapan mereka kembali, apakah
dijamin dapat kembali. Asalkan bisa pergi, hati mereka sudah cukup puas. Bagi orang
yang rela mati di tangan Tuhan, adakah tempat yang tak dapat dikunjunginya? Manusia
semacam ini semakin berat jatuhnya, semakin besar aniaya yang dideritanya, justru
semakin mendesak dia untuk menyelinap ke dalam lengan Tuhan yang penuh kasih dan
kelembutan. Itulah sebabnya mereka rela pergi.
Di sinilah letak rahasia rohani: berapa besar kasih seseorang terhadap Tuhan
tergantung sampai berapa dalam dia menyelami kasih dan pengorbanan Tuhan di bukit
Golgota. Bila seseorang sudah mengalami kasih itu dan menyelaminya dengan
sungguhsungguh,
dengan sendirinya dia dapat mengasihi Tuhan dengan lebih mendalam.
Paulus mengalami pelbagai mara bahaya, baik yang berasal dari banjir, penyamun,
saudara-saudara palsu, di darat, laut, dari orang Yahudi dan bukan Yahudi; ia dalam
keadaan telanjang, dihina, sengsara, kedinginan, diadili dan dipukul, mengalami
penganiayaan dan penderitaan, tetapi dia tetap memberitakan Injil. Apakah sebabnya dia
rela menanggung semua itu? Gilakah dia? Bodohkah dia? Sama sekali tidak! Sebaliknya,
Paulus tergolong kaum intelektual agung pada zaman itu. Sampai hari ini dia tetap
termasuk salah seorang dari puluhan pemikir yang paling besar pengaruhnya terhadap
umat manusia dalam sejarah. Tokoh yang demikian besar, ternyata telah melalui suatu
kehidupan yang amat sangat menderita, dipukuli, dicaci-maki, dianiaya. Apakah
sebabnya dia mau menderita penganiayaan dunia yang sementara ini? Paulus sendiri pasti
merasa heran, sehingga dia menjawab, “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami ...” (2
Kor 5:14; dalam terjemahan lain: menggerakkan dan mendorong). Sebagaimana seorang
ibu yang melahirkan tidak lagi bisa tahan ketika saatnya sudah tiba, demikian juga orang
yang didorong oleh kasih Tuhan tak mungkin menahan diri untuk memberitakan Injil.
Itulah arti dari “menggerakkan dan mendorong.”

Perasaan berutang
Orang Kristen adalah orang yang menuju kesempurnaan melalui perasaan berutang.
Dalam Alkitab kita melihat utang kemuliaan kita terhadap Allah, utang kasih kita
terhadap sesama, dan lebih dari itu kita masih mempunyai utang terhadap dunia, yaitu
utang Injil. Bila gereja hari ini tidak maju, itu adalah karena gereja tidak memiliki
perasaan berutang. Paulus berkata, “Aku berutang kepada orang terpelajar dan orang
tidak terpelajar, orang Yunani dan orang bukan Yunani” (Rm 1:14). Perasaan berutang
semacam inilah yang selalu mendesak Paulus memberitakan Injil kepada manusia dari
lapisan mana saja. Bagaimanakah dengan kita? Apakah kita juga menuju kesempurnaan
melalui perasaan berutang ini, atau merasa diri sudah kaya sehingga menuju kepada
kemiskinan rohani kita? Bukankah kita yang seharusnya menginjili dunia, tidak peduli
siapa mereka, baik kaum miskin, kaum kaya, orang intelektual, maupun rakyat jelata,
yang sama-sama membutuhkan Injil? Bukankah perasaan berutang ini harus diikuti oleh
pembayarannya, yakni melaksanakan penginjilan? Apakah kita sudah memperlengkapi
diri untuk mengisi kebutuhan setiap lapisan masyarakat dengan Injil secara relevan?

Pengharapan maranata
Alkitab dengan jelas memberitahukan bahwa Injil Kerajaan itu akan diberitakan di
23
seluruh dunia, agar sekalian bangsa dapat mendengar Injil, sesudah itu barulah tiba
kesudahannya (Mat 24:14). Jadi apakah yang harus dilakukan oleh orang-orang yang
mengharapkan kedatangan Tuhan kembali? Ada dua hal yang harus kita lakukan: yang
pertama, menyucikan diri, dan yang kedua, menyelesaikan pekerjaanNya melalui
pemberitaan Injil.
Bagaimanakah kita harus menyambut kedatangan Tuhan kembali? Bukankah dengan
hati yang bersih dan tangan yang suci? Maka kita harus meniadakan kejahatan dari hati
kita dan menghapus tipu daya dari tangan kita, menghapus segala kenajisan dan hati yang
bercabang, supaya kita dapat menantikan kedatangan Yesus Kristus kembali dengan
tulus, dengan tekad yang bulat, dengan hati nurani yang bersih, dengan kehidupan yang
suci. Alkitab hampir tidak menyinggung berdasarkan apakah kita dipakai oleh Tuhan,
kecuali menjadi kudus. “Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan
menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk
dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia” (2 Tim 2:21). Taat
kepada Roh Kudus, membiarkan Roh Kudus bekerja dalam diri kita, dengan itulah baru
kita dapat mempunyai kehidupan yang kudus dan menghasilkan buah-buah Roh Kudus.
Hal kedua yaitu memberitakan Injil sampai Kristus datang kembali. Karena
kedatangan Kristus kali yang kedua itu bukan dengan status Juruselamat, bukan lagi
utusan perdamaian, melainkan sebagai hakim yang terakhir, penghakim yang mahakuasa.
Itu sebabnya kita harus memberitakan firman Tuhan dengan serius, menasihati orang agar
bertobat dan kembali kepada Kristus.

Momentum penginjilan
Yesus Kristus bersabda, “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke
atas kamu, dan kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan
Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Terlihat di sini bahwa momentum penginjilan
adalah kuasa yang dinyatakan oleh Roh Kudus dalam diri orang yang mau taat dengan
sungguh-sungguh.
Saudara sekalian yang kekasih, kita perlu dipenuhi oleh Roh Kudus. Seorang yang
dipenuhi oleh Roh Kudus dapat mengalami perubahan dari takut menjadi berani, dari
rendah diri menjadi percaya diri, dari lemah menjadi kuat, dari membela diri menjadi
penyerang. Mereka dapat memberitakan kebenaran Tuhan kepada orang lain; sebab itu,
tunggu sajalah di Yerusalem. Ketika Roh Kudus turun ke atas kamu, kamu pasti akan
menerima kuasa. Pada saat itu para murid mematuhi perintah Tuhan, mereka berdoa di
Yerusalem, dan ternyata Roh Kudus yang dijanjikan turun ke atas diri mereka, sampai
Petrus yang pernah tiga kali menyangkal Tuhan di hadapan hamba perempuan yang hina
itu juga berdiri dan berkata, “Tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang
apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar.” Sungguh lain dengan sikap
berdiam diri yang mereka tunjukkan pada saat Yesus dipukul, dianiaya dan dicaci-maki!
Seorang yang dipenuhi oleh Roh Kudus, tidak harus berkata-kata dalam bahasa roh,
waktu berdoa juga tidak harus berguling-guling di lantai, karena Alkitab tidak
memberikan catatan yang demikian, namun Alkitab dengan jelas memberitahukan kepada
kita bahwa orang yang dipenuhi Roh Kudus pasti akan bersaksi dengan berani,
meninggikan Kristus dengan tidak memperdulikan untung rugi, mati hidup diri sendiri.
Semuanya kembali kepada kebenaran Alkitab, menyukai hidup yang suci, menjadi hadiah
kasih, supaya orang lain mendapat bagian dalam anugerah yang telah diterimanya. Kalau
Allah telah menaruhkan kebenaran dan Roh hikmat dalam hati kita, maka tatkala kita
dipenuhi Roh Kudus kita juga harus bersaksi.
Pintu penginjilan belum pernah ditutup dari luar. Tidak ada seorang pun berhak
menutup pintu itu. Musuh gereja tidak berkuasa menutupnya. Jika pintu penginjilan
ditutup, ia ditutup dari dalam, oleh orang Kristen yang tidak beriman. Namun Tuan yang
empunya Injil tidak dapat dikunci oleh kita; ketika Roh Kudus memenuhi murid-murid,
Dia datang ke tengah-tengah mereka, untuk mengadili, menghibur, memberi perintah dan
mengubah hati manusia. Tuhan dapat membuka pintu yang kita tutup, melapangkan hati
orang Kristen, membuka pandangan tiap orang, agar melihat visi yang lebih besar,
kebutuhan jutaan jiwa dan penantian sekalian bangsa. Menghadapi visi ini, Tuhan
membuat kita melihat kedatangan amanatNya. Dengarlah Tuhan berkata kepadamu,
“Serahkanlah dirimu! Serahkanlah! Biarlah Roh Kudus memenuhimu, mendorongmu
24
pergi untuk menjadi bejanaKu, dengan menyampaikan kesaksian di mana-mana, rela
mempersembahkan diri dan rela mati demi Aku.” Karena segala sesuatu yang
dipersembahkan di atas mezbah seturut dengan kehendakNya, pasti akan Dia peliharakan
sampai selama-lamanya. Sebaliknya, segala sesuatu yang kita pertahankan bagi diri kita
yang egois pastilah akan hilang.
“Dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan
kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya” (1 Yoh 2:17). Di manakah posisimu dalam
kehendak Allah? Bagaimanakah sikapmu dalam melaksanakan kehendak Allah? Kiranya
Tuhan membersihkan segala unsur campuran dalam hati kita, supaya motivasi kita
menjadi murni dan kita berkenan kepadaNya serta menggenapkan pekerjaan Tuhan yang
mulia di atas bumi ini sesuai kehendak Allah di surga.

5 Sifat Amanat Agung

 
Sebelum amanat ini,
darah Kristuslah yang telah dicurahkan, dan sesudah amanat ini, darah orang kuduslah
yang dicurahkan. Sebelum amanat ini ada pengutusan Allah Bapa terhadap Allah Anak,
sesudah amanat ini ada jutaan misionaris yang diutus. Sebelum amanat ini ada semangat
Kristus yang rela berkorban, sesudah amanat ini ada berjuta-juta manusia yang
berkorban, yaitu mereka yang telah ditebus oleh darah Kristus. Karena amanat ini,
banyak keluarga menjadi hancur, karena amanat ini banyak orang telah dibunuh.
Meskipun harga yang harus dibayar demikian besar, namun kehendak Tuhan tidak boleh
ditunda.
Sesungguhnya sifat-sifat apakah yang terdapat dalam amanat ini?

Sifat supraalamiah
Jika bukan Tuhan yang supraalamiah yang sudah mengalahkan dunia alamiah, maka
tidak akan ada Amanat Agung. Dia mengutus kita dengan status supraalamiah, yaitu
status Tuhan yang bangkit. Dari manakah tampak sifat supraalamiah ini di dalam Amanat
Agung? Yaitu dari tindakan rasul-rasul menyembah kepadaNya di bukit di Galilea, yang
telah ditentukan oleh Yesus (Mat 28:17). Ini menyatakan bahwa Kristus adalah Tuhan,
Tuhan yang telah bangkit dari kematian. Itulah sebabnya murid-murid menyembahNya.
Pada saat Yesus meredakan topan dan ombak, murid-muridNya menyembahNya dan
berkata, “Siapa gerangan Engkau ini, sehingga angin dan danau pun taat padaMu?” Dan
Tomas ketika berlutut di hadapanNya berkata, “Ya Tuhanku dan Allahku.” Ini semua
menunjukkan bahwa Kristus adalah Tuhan atas alam yang patut menerima sembah sujud
kita.
Sayang sekali pada waktu mereka menyembah Kristus, sambil menyembah mereka
meragukan Dia. Bukankah ini cermin dari kita yang kurang pengertian yang sempurna
tentang sifat supraalamiah Kristus? Selama ini, teolog-teolog liberal menolak sifat
keilahian Yesus dan hanya menitikberatkan sifat moralNya. Itulah sebabnya gereja-gereja
mereka mundur. Jika Tuhan tidak memiliki kedaulatan mutlak dalam gereja, maka Injil
yang kita beritakan pun tak mempunyai dasar yang sejati. Seorang yang tidak tahu
menyembah kepada Tuhan adalah orang yang tidak mengetahui Amanat Agung. Seorang
yang tidak tahu menempatkan posisi Kristus yang supraalamiah dalam hatinya, adalah
orang yang tidak dapat menjalankan perintah pemberitaan Injil. Tuhan yang kekal dan
supraalamiah adalah Tuhan yang telah menang atas semesta alam. Sifat inilah yang
menjadi dasar sifat Amanat Agung.

Sifat otoritas
Dengan kuasaNya yang melampaui segala kuasa di langit dan di bumi Dia memberikan
amanat ini dan mengutus murid-muridNya. Yesus mendekati mereka dan berkata,
“KepadaKu telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi.” Ini bukan merupakan
kemenangan dari sifat keilahian Kristus, melainkan kemenangan dari sifat
kemanusiaanNya. Sifat keilahian Kristus tidak perlu ditingkatkan lagi, karena Allah
adalah yang tertinggi; sifat keilahian Kristus tidak perlu ditambah dengan kuasa apa pun,
25
karena Dia sudah memiliki kuasa yang mahatinggi. Pada saat Kristus datang ke dunia dan
menjadi manusia, Dia pernah menjadi seorang yang tak mempunyai kuasa, dilahirkan
sebagai manusia namun tak memiliki hak asasi manusia: pada saat lahir meminjam
tempat hewan, pada saat mati pun meminjam kubur orang. Tetapi puji syukur kepada
Allah, sebagaimana Adam telah menjadi wakil kita menempuh jalan kegagalan, Kristus
Kalam yang telah menjadi daging telah membuka jalan kemenangan bagi kita.
Kemenangan sifat kemanusiaan Kristus menjadi wakil kemenangan yang agung bagi
umat manusia. Apa yang dicapai oleh sifat kemanusiaan Kristus merupakan penggenapan
yang sempurna, yang diidamkan dan tidak pernah mungkin tercapai oleh umat manusia.
Segala kuasa di surga dan di bumi telah diberikan kepadaNya. Tuhan kita telah
memberikan kuasa kepada gereja, itulah sebabnya kita dapat melakukan penginjilan. Hari
ini berdasarkan kuasa inilah kita memberitakan Injil kepada massa manusia. Janganlah
takut, hai kamu kawanan kecil! Hari ini yang Tuhan berikan kepada kita adalah kuasa
dan bukan pengalaman. Janganlah mengira bahwa dengan bersandar kepada gelar dan
pengetahuan kita dapat melepaskan orang dari kuasa alam maut serta berpaling kepada
Allah. Kita hanya dapat membuang rintangan yang terdapat dalam kepercayaan orang,
namun yang menimbulkan iman pada manusia adalah Roh Kudus dan kebenaran.
Kuasa melampaui kekuatan. Kekuatan berasal dari kuasa; pada saat kekuatan terasa
tidak mampu, kuasa tetap dapat melakukan pekerjaan yang ajaib. Belasan tahun yang
lalu, saya pernah pergi ke Jakarta dengan kereta api. Salah seorang penumpang kereta itu
telah mengajukan suatu pertanyaan yang sangat menarik dan cukup memeras pikiran
orang lain: benda apakah yang didorong oleh ratusan orang sekalipun tidak akan bergerak
karena terlalu berat, tetapi ketika satu orang datang dan meniup angin saja, benda berat
itu langsung bergerak? Banyak orang tidak bisa menjawab pertanyaan itu, sampai
akhirnya si penanya sendiri yang mengumumkan jawabannya, yaitu kereta api! Dari sini
kita mendapat suatu pengertian, yaitu jika kita bekerja dengan kekuatan diri sendiri,
sering kita merasa tak berdaya untuk menyelesaikannya, namun Tuhan mempunyai
kuasa, bahkan kuasa yang lebih besar dari kekuatan, maka begitu Dia memberikan
perintah, lingkungan pun akan terbuka. Itulah sebabnya kita dapat berdiri di hadapan
massa dengan penuh kuasa, untuk memproklamasikan pada dunia bahwa Yesus Kristus
adalah Juruselamat satu-satunya.
Ditinjau dari pandangan manusia, pengutusan Kristus adalah kejam dan sadis: “Aku
mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala.” Coba bayangkan keadaan
seluruh tubuh domba kecil yang dicabik-cabik oleh serigala, maka kita pun akan
mengetahui apa yang disebut pengutusan. Saudara yang kekasih, jika kuasa Tuhan ada di
dalam diri kita, betapa besar pun kesulitan yang harus kita tempuh, dan betapa besar pun
pengorbanan yang harus kita bayar, kita tetap harus melakukannya. Sekarang ini seluruh
gereja yang ada di dunia dibangunkan dan berjuta-juta orang telah melakukan pekerjaan
yang indah itu, bukan bersandar pada sesuatu yang lain, melainkan hanya pada kuasa
Allah di dalam Kristus.

Sifat positif
Penginjilan bukan kita mengundang orang datang, melainkan kita diutus pergi
memberitakan Injil. Karena itu kita harus menegakkan konsep pergi untuk meneguhkan
semangat menjalankan Amanat Agung. Itulah yang disebut sifat positif. Jika kita tidak
pergi ke tengah-tengah orang yang berlawanan jalan dengan kita secara aktif, dan
memberitakan Injil Kerajaan Surga kepada mereka, maka pekerjaan gereja tak mungkin
mengalami terobosan untuk selamanya.
Apakah kita harus menunggu sampai orang menyenangi kita? Ataukah menanti
sampai orang menyambut dan menerima kita? Tiada satu kebudayaan pun yang persis
sesuai dengan jalan Alkitab, bahkan ketika Injil diberitakan, pasti akan terjadi
bentrokanbentrokan
kebudayaan. Namun sifat dasar yang positif dan sifat berinisiatif itu
mengakibatkan kita pergi memberitakan Injil dengan tidak takut pada kesulitan, karena
“kepadaKu telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi, karena itu pergilah!” Di
sini kuasa dan pergi adalah dua hal yang saling berkaitan, tidak dapat dipisahkan.

Sifat universal
26
Yesus tidak hanya mengutus murid-muridNya kepada domba-domba yang hilang dari
umat Israel, juga tidak berpesan agar mereka jangan pergi ke negara-negara lain,
melainkan mengutus mereka ke seluruh muka bumi untuk memberitakan Injil kepada
sekalian bangsa. Di antara seluruh umat, seluruh agama, semua filsuf, semua nabi dan
semua sistem filsafat, siapa yang memberi pengutusan seperti Kristus, yang bersifat
melampaui batasan-batasan nasional? Jika kita tidak memahami sifat universal dari
Amanat Agung ini, bagaimana mungkin kita pergi memberitakan Injil, bagaimana
mungkin kita membicarakan penginjilan, dan bagaimana mungkin kita terbeban untuk
pelayanan penginjilan secara universal?
Mari kita berlapang dada dalam memberitakan Injil, agar kita tidak hanya
memperhatikan diri kita, bangsa kita sendiri. Bolehkah kita menunggu sampai bangsa
kita sudah menerima Injil baru kita menginjili bangsa lain? Tidak! Jika sejak mula bangsa
Yahudi berpikir demikian, tidak seorang pun dari kita bisa menjadi orang Kristen. Selama
dua abad yang lampau kita sudah menerima begitu banyak utusan Injil. Berapa
banyakkah utusan Injil yang seharusnya kita kirim untuk menginjili bangsa-bangsa lain?
Kiranya Tuhan menolong kita untuk mengerti sifat universal ini, supaya kita dapat
keluar dari lingkungan diri sendiri, melintasi batas-batas suku, kebudayaan dan bangsa
untuk masuk ke dalam rencana Allah yang kekal dan universal itu.

Sifat gerejawi (ekklesiastik)


Yesus berkata, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah
mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat 28:19). Kata “baptislah
mereka” yang terdapat dalam ayat ini berarti membawa orang percaya kepada gereja
yang berwujud. Melalui tanda berupa baptisan ini orang percaya masuk ke dalam
kematian dan kebangkitan Kristus, supaya orang-orang yang termasuk dalam persekutuan
Kristus dapat mendirikan gereja di bumi. Ini menunjukkan bahwa Amanat Agung bersifat
gerejawi.
Penginjilan tanpa mengerti makna gereja dan gereja tanpa penginjilan kedua-duanya
tidak sehat. Gereja terbentuk sebagai hasil penginjilan. Penginjilan hanya merupakan
salah satu di antara banyak fungsi gereja, tetapi penginjilan tidak bisa mencakup
keseluruhan fungsi itu. Demikian juga fungsi persekutuan, fungsi persembahan, hanyalah
sebagian dari fungsi yang lengkap itu. Kehidupan gereja membuat hasil penginjilan
bukan hanya sekedar menabur benih saja, tetapi juga membangun rumah Allah yang
kekal. Sebab itu di mana Injil diberitakan, bertambahlah satu kelompok yang bersaksi di
bumi, yaitu yang disebut rumah Allah yang kekal, gereja yang merupakan tiang penopang
dan dasar kebenaran. Yesus Kristus bersabda, “Aku akan mendirikan jemaatKu di dunia
ini.” Itulah sebabnya kita harus memimpin orang kembali kepada Tuhan, dan melayani di
dalam gerejaNya.
“Baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” adalah amanat yang
diberikan Tuhan Yesus kepada jemaat, supaya kita mendirikan jemaat dan tubuh Kristus
di dunia—suatu tubuh yang berkelimpahan, yang memiliki meterai Allah, kebenaran,
Roh Kudus dan kasih.

Sifat doktrinal
“Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” Bagian
ini dapat disebut sebagai sifat doktrinal dalam Amanat Agung, yaitu mengajarkan doktrin
yang sesuai dengan kebenaran Allah. Banyak orang yang giat dalam penginjilan sangat
meremehkan doktrin, sebaliknya banyak orang yang mementingkan teologi tidak suka
memberitakan Injil. Gereja yang memiliki doktrin yang benar tidak selalu berkobar-kobar
semangatnya, sedangkan gereja yang bersemangat tidak memiliki doktrin yang benar.
Kedua-duanya salah.
Kaum intelektual yang telah menerima pendidikan tinggi dalam jaman ini, tidak
seharusnya hanya suka mendengar khotbah-khotbah gereja yang bersifat alegoris, yang
menekankan emosi, tetapi harus menuntut pengajaran yang bersifat teologis, doktrinal
dan sistematis. Bila tidak, masa depan gereja akan suram.
Di manakah semangat berkobar-kobar yang pernah meluap di antara kelompok Jesus
People di Amerika? Bukankah mereka sangat berapi-api di dalam penginjilan? Mengapa,
mereka lenyap setelah seketika lamanya? Ini semua hanya disebabkan karena mereka
27
tidak mempunyai dasar teologi yang kuat.
Rasul Paulus berkata kepada Timotius, “Awasilah dirimu sendiri dan awasilah
ajaranmu.” Sungguh hal itu bertalian dengan hidup, dengan kerohanian, bahkan
hubungan antara Allah dengan manusia. Jika doktrin teologi diajarkan dengan benar,
maka gereja pun akan berjalan pada jalan yang benar; sebaliknya jika doktrin teologi
diajarkan secara salah, maka gereja pun akan berjalan di jalan yang salah. Karena itulah
setiap orang yang memberitakan Injil, tidak dapat bersemangat hanya dalam penginjilan
dan pengenalan akan berita utama itu secara dangkal saja, melainkan harus mempunyai
dasar Alkitab yang lebih mendalam dan kokoh. Dengan demikian kita dapat berdiri
dengan teguh pada kebenaran yang kudus, dan menjadi laskar yang benar-benar gagah
dalam mematuhi Amanat Agung.
Mari kita menitikberatkan doktrin yang benar dan ketat dan ortodoks, di samping
memiliki semangat penginjilan yang berkobar-kobar dan nyata.

Sifat Kekekalan
“Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir jaman.” Ucapan
ini berarti bahwa pekerjaan penginjilan harus dilakukan terus sampai saat dunia ini
berakhir. Amanat Agung ini mula-mula diucapkan kepada sebelas murid, tetapi setelah
Injil disebarkan, orang yang telah menerima Injil memberitakan Injil, sehingga Injil
diberitakan terus dalam tiap jaman dan generasi. Demikianlah pekerjaan gereja terbentuk
di dunia ini. Selain itu, dalam Amanat Agung ini juga terdapat sebuah janji yang amat
penting, yaitu penyertaan Tuhan. Bukankah penyertaan Tuhan telah dinyatakan pada saat
Kalam menjadi manusia? Secara status ini memang benar. Kristus, Kalam yang menjadi
manusia, menyatakan penyertaan Allah pada manusia; tetapi secara pengalaman hidup
rohani, pada saat gereja melaksanakan amanat penginjilan, pada saat itulah gereja akan
mengalami penyertaan Tuhan yang sesungguhnya. Mengenai perintah Tuhan dalam
Alkitab selalu terdapat suatu prinsip, yaitu bahwa perintah selalu disertai dengan janji.
Pada waktu Allah memberikan perintah, Dia pasti memberikan janjiNya juga, dan ketika
manusia melaksanakan perintah Allah, ia akan menikmati janji Allah yang diberikan
dalam perintahNya. Demikian pula dengan Amanat Agung ini. Yesus bersabda, “Jika
kamu memerintahkan mereka untuk melaksanakan apa yang telah Kuperintahkan
kepadamu, maka Aku akan menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir jaman.”
Semoga anugerah Tuhan, kasih Tuhan sekali lagi mendorong dan menggerakkan kita,
dan Roh Kudus sekali lagi menerangi kita dengan kebenaran yang diwahyukanNya,
sehingga kita diingatkan lagi akan sifat-sifat yang begitu penting di dalam Amanat Agung
yang diberikan di bukit di Galilea.

Paskah, Sebuah Kemenangan dari Jalan Salib Kehidupan


 
Seorang penulis dalam harian kompas menuliskan sebuah pemaknaan Paskah yang cukup
menarik dalam tulisannya : Paskah, Tribute Solidaritas.

Ketika Natal, Tuhan lahir dalam kemiskinan menyapa setiap bentuk kemiskinan hidup
manusia. Dalam Paskah, kematian Tuhan menunjukkan solidaritas yang sehabis-habisnya
kepada setiap bentuk kehinaan, duka, derita, dan kecemasan manusia.

Kemiskinan adalah sebuah fenomena nyata dalam kehidupan manusia dari jaman lampau
sampai saat ini baik miskin material, miskin rohani, ataupun miskin cinta. Begitu halnya
dengan penderitaan yang akan selalu dialami oleh setiap manusia.

Saya pribadi sangat bersyukur memiliki Tuhan yang benar-benar dekat dengan kehidupan
realitas manusia. Tuhan yang begitu aneh, Tuhan yang tak mau megahkan diri ataupun
mencari keagungan semu di dunia nyata. Tuhan yang hidup dalam kemiskinan jasmani. Tuhan
yang begitu solider, yang dekat untuk bersama-sama berjalan dalam penderitaan. Tuhan yang
murah hati untuk memberikan pertolonganNYA, ketika saya jatuh.

28
Dalam dunia dimana gigi harus dibalas gigi, dimana kekerasan harus dibalas dengan
kekerasan meskipun dengan embel-embel atas nama Tuhan dan kesucian. Dalam dunia
dimana kekayaan, kekuasaan dan kenikmatan menjadi sesuatu yang diperjuangkan
setiap orang.

Namun Tuhan yang ini justru sebaliknya, membiarkan dirinya dalam kehinaan, dalam
kekalahan, dalam kesakitan, dalam kenistaan yang paling nista hingga disalib. Tuhan yang
juga mengajarkan agar pengikutnya mengasihi musuh-musuhnya, Tuhan yang tidak ingin
dibela, Tuhan yang tidak merasa perlu dipuja sebagai raja di dunia.

Tuhan yang berkata kepada orang-orang yang menyalibkannya : “Ya Bapa, ampunilah
mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”

Suatu ajaran kasih yang tak sesuai dengan rasionalitas manusia pada umumnya.

Dari situlah saya benar-benar bersyukur untuk menjadi seorang pengikutnya. Pengikut
pemanggul salib kehidupan, yang mungkin tak pernah bisa meneladaniNYA secara utuh.
Sesuatu yang sangat teramat sulit untuk seorang seperti saya untuk belajar berbagi dan
mengasihi dalam suatu penderitaan.

Memang lebih mudah menyalibkan Kristus dengan tindakan - tindakan saya dengan
merasa diri paling benar, menuduh orang lain kafir, mudah terbakar emosi oleh karena
kata-kata hinaan, pembelaan diri, mencari kenikmatan sesaat diatas penderitaan orang
lain, acuh dengan situasi, dan tindakan-tindakan lainnya yang tidak sesuai dengan
kehendakNYA.

Hmmm… Hanya sebuah mujizat Allah jika sampai sekarang saya masih bertahan berjalan
dalam iman kepadaNYA. Hanya karena solidaritasNYA saya masih bisa memanggul salib
sampai sekarang. Hanya karena pertolonganNYA, saya masih bisa bangun dalam setiap
kejatuhan saya.
Hanya dalam pengharapan yang diajarkanNYA, saya percaya bahwa pada akhirnya saya bisa
memperoleh PASKAH yang membahagiakan bersamaNYA. Sebuah kemenangan akan jalan
salib kehidupan.

Hari Paskah adalah peringatan kebangkitan Yesus


 
Hari Paskah adalah peringatan kebangkitan Yesus. Masa Paskah dimulai dari Pekan
Sucisampai Pentakosta

Dalam Pekan Suci umat Kristen, terutama Kristen Katolik, memperingati kematian dan
kebangkitan Yesus dari kubur. Pekan Suci sendiri terdiri dari lima bagian:

 Minggu Palma (Palem), saat Yesus masuk kota Yerusalem dan disambut serta dielu-elukan
sebagai seorang raja.
 Kamis Putih, saat Yesus mengadakan Perjamuan Malam terakhir bersama para muridNya.
 Jumat Agung, saat Yesus diadili dan dijatuhi hukuman mati oleh Pontius Pilatus, disalibkan,
wafat, dan dimakamkan.
 Sabtu Suci / Sabtu Sunyi, saat Yesus turun ke tempat penantian, ke dunia orang mati, untuk
mengabarkan Injil.
 Hari Minggu Paskah, saat Yesus bangkit kembali dari antara orang mati.

Perayaan Minggu Paskah dasawarsa ini menurut tradisi Katolik dan Protestan:

 2000 23 April
 2001 15 April
29
 2002 31 Maret
 2003 20 April
 2004 11 April
 2005 27 Maret
 2006 16 April
 2007 8 April
 2008 23 Maret
 2009 12 April
 2010 4 April
 2011 24 April

Dengan ini umat Kristen menggantikan perayaan Paskah umat Yahudi, yang disebut Pesakh
(dari bahasa Ibrani ‫) פסח‬. Pada saat itu umat Yahudi memperingati keluarnya bangsa Yahudi
dari tanah Mesir yang dipimpin oleh nabi Musa, sebagaimana tertulis dalam kitab Perjanjian
Lama Keluaran.

Setelah kebangkitan-Nya, Yesus beberapa kali menampakkan diri-Nya, sebagaimana tercatat


dalam kitab Injil. Pada suatu peristiwa penampakanNya, Yesus menunjuk St. Petrus sebagai
pemimpin atas kawanan domba-Nya, atau yang kita kenal sebagai Paus pertama. Ketika genap
empat puluh hari setelah kebangkitan-Nya, Yesus naik ke surga.

Sepuluh hari kemudian, Roh Kudus turun atas diri para rasul dalam rupa lidah-lidah api,
sebagaimana yang dijanjikan oleh Yesus sendiri. Hal inilah yang menjadikan para murid-Nya
mampu bercakap-cakap dalam pelbagai bahasa yang tidak mereka kenal sebelumnya.
Peringatan turunnya Roh Kudus ini disebut Pent

Hari Paskah adalah peringatan kebangkitan Yesus. Masa Paskah dimulai dari Pekan
Sucisampai Pentakosta

Dalam Pekan Suci umat Kristen, terutama Kristen Katolik, memperingati kematian dan
kebangkitan Yesus dari kubur. Pekan Suci sendiri terdiri dari lima bagian:

 Minggu Palma (Palem), saat Yesus masuk kota Yerusalem dan disambut serta dielu-elukan
sebagai seorang raja.

 Kamis Putih, saat Yesus mengadakan Perjamuan Malam terakhir bersama para muridNya.

 Jumat Agung, saat Yesus diadili dan dijatuhi hukuman mati oleh Pontius Pilatus, disalibkan,
wafat, dan dimakamkan.

 Sabtu Suci / Sabtu Sunyi, saat Yesus turun ke tempat penantian, ke dunia orang mati, untuk
mengabarkan Injil.

 Hari Minggu Paskah, saat Yesus bangkit kembali dari antara orang mati.

Perayaan Minggu Paskah dasawarsa ini menurut tradisi Katolik dan Protestan:

 2000 23 April

 2001 15 April

 2002 31 Maret

 2003 20 April

 2004 11 April

 2005 27 Maret
30
 2006 16 April

 2007 8 April

 2008 23 Maret

 2009 12 April

 2010 4 April

 2011 24 April

Dengan ini umat Kristen menggantikan perayaan Paskah umat Yahudi, yang disebut Pesakh
(dari bahasa Ibrani ‫) פסח‬. Pada saat itu umat Yahudi memperingati keluarnya bangsa Yahudi
dari tanah Mesir yang dipimpin oleh nabi Musa, sebagaimana tertulis dalam kitab Perjanjian
Lama Keluaran.

Setelah kebangkitan-Nya, Yesus beberapa kali menampakkan diri-Nya, sebagaimana tercatat


dalam kitab Injil. Pada suatu peristiwa penampakanNya, Yesus menunjuk St. Petrus sebagai
pemimpin atas kawanan domba-Nya, atau yang kita kenal sebagai Paus pertama. Ketika genap
empat puluh hari setelah kebangkitan-Nya, Yesus naik ke surga.

Sepuluh hari kemudian, Roh Kudus turun atas diri para rasul dalam rupa lidah-lidah api,
sebagaimana yang dijanjikan oleh Yesus sendiri. Hal inilah yang menjadikan para murid-Nya
mampu bercakap-cakap dalam pelbagai bahasa yang tidak mereka kenal sebelumnya.
Peringatan turunnya Roh Kudus ini disebut Pentakosta, yang berarti hari kelima puluh dalam
bahasa Ibrani, karena terjadi 50 hari setelah Minggu Paskah.Pentakosta, yang berarti hari
kelima puluh dalam bahasa Ibrani, karena terjadi 50 hari setelah Minggu Paskah.

Identitas Seseorang

Matius 12:33 Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu
pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu
dikenal.
Setelah kerusuhan tahun 1998, banyak mahasiswa dan orang-orang Indonesia yang berada di
luar negeri terpaksa berbohong mengenai identitas mereka. Beberapa teman pernah bercerita
bagaimana mereka terpaksa berbohong ketika ditanya dari mana asal mereka. Pada umumnya
mereka akan menjawab: I’m Malaysian atau I’m Phillipino. Mengapa? Karena mereka merasa
malu dengan kerusuhan yang terjadi dan mereka memilih mengaku sebagai orang Malaysia
atau Filipina karena secara fisik mirip. Mereka tidak mengaku sebagai orang Australia atau
India karena secara fisik memang tidak mirip. Sebenarnya walau secara fisik mirip,
sebenarnya ada beberapa ciri lain yang dapat membedakan identitas seseorang misalnya:
• Logat bahasa.
Seorang hamba Tuhan yang melayani di Australia pernah bercerita bahwa ketika seorang
jemaat datang ke gereja, dalam waktu singkat ia bisa mengetahui identitas orang tersebut
melalui logat bicaranya. Jawa, sunda, batak, bali masing-masing punya logat bicara yang
berlainan.
• Atribut.
Melalui atribut seperti gaya berpakaian, merk jam tangan, bahkan baunya kita dapat
mengenali identitas seseorang. Misal saudara kita yang berasal dari Papua mempunyai bau
yang khas.
Identitas Kristen
Jika bentuk fisik, logat bahasa dan atribut dapat menjadi tanda yang membedakan identitas
seorang dengan lainnya, apakah orang kristen memiliki identitas yang khas, yang berbeda
dengan orang dunia?. Apakah Salib yang dipasang di tembok rumah atau toko merupakan
identitas kristen?. Saya ingat ketika masih kecil orang tua saya (yang waktu itu belum orang
31
percaya) pernah berkata bahwa kalau mencari karyawan, carilah orang kristen karena orang
kristen itu jujur. Sementara beberapa bulan yang lalu ketika kami sekeluarga sedang makan di
sebuah food court, ada sepasang kekasih yang bukan orang kristen di depan meja kami sedang
berpacaran dengan gaya pacaran yang cukup atraktif. (kami tahu mereka bukan orang kristen
dari atribut pakaian yang mereka kenakkan). Istri saya rupanya merasa agak terganggu oleh
tontonan gratis tsb dan berkomentar: Huh, orang...... kok pacarannya seperti itu. Saudara,
kalimat tsb semakin saya renungkan, semakin saya merasa terganggu.
Mengapa? Karena dibalik ucapan itu secara tidak sadar ada sebuah pengakuan bahwa
orang.....normalnya gaya pacarannya lebih sopan. Hari ini di manakah posisi orang kristen?
Apakah masih terkenal sebagai orang yang jujur?

Bagaimana caranya agar kita dapat hidup konsisten

Lalu bagaimana caranya agar kita dapat hidup konsisten dan hidup apa adanya tanpa memakai
topeng yang berlapis-lapis?
• Yang pertama, pendidikan dimulai dari anak-anak. Mendidik anak tidaklah mudah,
kompleks sampai Hillary Clinton pernah berkata ‘it’s takes a village’ (untuk mendidik anak).
Matius 12:33 menyatakan Kekristenan adalah agama yang berorientasi pada pohon (hati)
bukan pada buah (perbuatan). Apa yang kita kejar dalam mendidik anak seharusnya adalah
proses pembentukan hati/pohon bukan hasil/buah. Hanya saja proses membutuhkan waktu
yang lama sedangkan buah bisa instant. Satu ciri pendidikan hati adalah dengan bertanya
‘why’ bukan ‘how’ ketika menghadapi masalah. Contoh misal ketika raportnya jelek, kita
seharusnya bertanya kenapa kok jelek, apa sebabnya? Kita mencari tahu dengan mencari
penyebabnya terus sampai ke akar masalahnya, bukan sekedar bagaimana agar raportmu
bagus. Raport adalah buah dan anak adalah pohon. Kalo sekedar bermain pada level buah
gampang, kita les-kan anak 10 kali seminggu pasti raportnya bagus atau kalo anaknya sudah
besar kita katakan: kalo semester depan ada nilai merah lagi, keluar dari rumah ini, wah si
anak gemetaran dan belajar keras. Tapi apa motivasinya berubah? Karena takut diusir
sehingga buahnya berubah tapi pohonnya tetap sama. Saudara, ketika buahnya jelek maka
pasti ada yang tidak beres pada pohonnya, kita fokus untuk memperbaiki pohonnya bukan
memoles buahnya. Jangan-jangan raportnya jelek karena kebanyakan main PS dan dia main
PS karena melihat kita tiap hari main PS dan dia hanya meniru kita. Siapa yang salah kalo
gini, siapa yang harus ditegur? Anak atau bapaknya?. Siapa yang harus berubah pertama kali?
Ya bapaknya dulu.
• Yang kedua, bagi kita semua yang sudah dewasa jelas lebih sulit karena karakter kita dalam
batasan tertentu sudah mengkristal. Kalau diilustrasikan dengan kue lapis maka saya yang
saudara lihat sekarang ini adalah lapis pertama. Jadi lapis pertama adalah apa yang saya
tampilkan di luar, yang saya ingin saudara lihat pada diri saya. Nah, lapis kedua yang boleh
lihat siapa? Biasanya orang rumah bukan, istri, pembantu, supir. Lapis ketiga siapa yang boleh
tahu? Ya cuma diri sendiri, Tuhan dan setan, lapis keempat hanya Tuhan dan setan yang tahu,
kitapun tidak tahu. Ketika pacaran kita cenderung melihat yang baik dari pasangan kita,
setelah menikah baru kita kaget-kaget tahu pasangan kita yang sebenarnya walau baru lapis
kedua.

identitas orang kristen mesti berbeda

Saudara pada suatu malam yang bersalju ada sepasang pastor dan suster yang tersesat dan
kemalaman di jalan. Di tengah kebingungan mereka melihat sekilas cahaya dari sebuah motel.
Akhirnya mereka memutuskan untuk bermalam di motel tsb tetapi malang ternyata hanya
tersisa sebuah kamar dengan sebuah tempat tidur. Dengan jiwa besar pastor berkata: suster,
silahkan tidur di ranjang, saya akan tidur di kantong tidur. Begitu merebahkan badannya sang
suster berkata: pastor rasanya dingin sekali. Dengan penuh kasih pastor bangkit dan
menyelimuti suster. Begitu pastor membalikkan badan, suster berkata: pastor rasanya masih
dingin. Kembali pastor mengambil sebuah selimut dan menyelimuti suster. Kali ini sebelum
pastor membalikkan badan suster memanggil: pastor...dengan menghela nafas pastor berkata:
masih dingin kan? Sang suster tidak menjawab hanya mengangguk. Pastor berkata: suster,
32
tempat ini jauh dari mana-mana dan tidak ada yang kita kenal. Maukah jika kita
berlaku seperti suami-istri malam ini saja? Suster menjawab: ya...kalau untuk malam ini saja
saya setuju. Pastor berkata dengan nada marah: elu ya sekali lagi ngomong dingin, ambil
sendiri tuh selimut. Bawel amat sih, lu nggak tau gua capek, besok masih banyak kerjaan.
Saudara, inilah realita kehidupan suami-istri bukan? Kenapa kita bisa kasar pada pasangan
kita? Kan orang sendiri sehingga kita merasa aman untuk menunjukkan diri kita yang asli.
Inilah lapis kedua dari kue lapis hati kita.
Untuk membuang lapisan kedua, ketiga dan keempat bukan masalah mudah dan hanya melalui
pergumulan yang berat bersama Roh Kudus secara terus menerus yang dapat merubah
karakter kita. Ini bukan sesuatu yang instan dan cepat. Ketika karakter kita sudah mengkristal
dan membatu tidak ada jalan lain kecuali menggantinya dengan pohon yang baru yang dimulai
dari benih, tumbuh kecil, terus disirami. Tidak bisa hari ini ditanam besok sudah besar.
Saudara pada bagian pertama ini kita sudah memikirkan identitas orang kristen berbeda
dengan dunia karena peran Roh Kudus sehingga perilaku kita bisa sama dengan orang dunia
tapi dengan alasan yang total berbeda. Contoh. Jika kita berlaku setia pada istri itu bukan
karena takut ketahuan atau takut dosa tapi karena memang hati kita tidak ingin untuk
menyeleweng, pada dasarnya kita memang tidak suka menyeleweng. Orang lain bisa
melakukan hal yang sama tapi dengan alasan takut dosa dan tidak masuk sorga.

Bebas Dari Hutang


Bottom of Form
Written by Kurniawan   
Saturday, 22 March 2008

HIDUP PENUH BERKAT ??? BENARKAH ???


Bottom of Form
Written by Kurniawan   
Monday, 18 February 2008
"Hidup penuh berkat" ? Hmm... rasanya sering kita mendengar tentang kalimat itu.
Tapi kenapa tidak semua orang bisa mengalaminya ? Kenapa sulit sekali untuk bisa melihat
perkara tersebut di dalam hidup kita sendiri ? Apakah itu cuma dongeng belaka ? Hanya kata-
kata indah agar kita termotivasi ?  Ah, mungkin itu hanya terjadi buat orang-orang tertentu
saja... Itu yang saya pikir selama ini, sampai akhirnya Tuhan bukakan perkara-perkara ini buat
saya. Dan sekarang saya rindu untuk membagikannya juga untuk saudara semua.
Yang saya alami dahulu adalah, saya harus bekerja keras untuk bisa hanya sekedar survive dari
waktu ke waktu. Tidak ada yang spesial dari kehidupan saya dahulu. Seringkali saya dengar
tentang “Hidup berkelimpahan” atau “Hidup Penuh Berkat”, tapi hal itu sepertinya tidak pernah
mampir dalam hidup saya. Mungkin itu cuma buat orang-orang tertentu saja, bukan buat semua
orang. Mungkin Tuhan memang cuma memberi berkat hanya untuk orang-orang tertentu, tidak
semua orang.  Tapi apakah Saudara tahu ? ITU SALAH !
Tuhan tidak pernah memilih-milih untuk siapa berkat-Nya diberikan. Dia bukan Allah yang
pilih kasih. Dia Allah yang mengasihi semua anak-anak-Nya. Bahkan orang berdosa sekalipun.
(Anda bisa lihat betapa baiknya Allah kita?) 
Saya tidak tahu pemikiran itu datang dari mana, mungkin dari si jahat, mungkin juga dari otak
kita yang kecil ini, yang tidak akan pernah bisa memahami kebenaran Allah secara penuh. Jadi,
apa yang bisa kita lakukan ? Kembali ke Firman Allah. Itulah pegangan kita yang paling tepat
untuk bisa mengerti maksud Allah dalam hidup kita.
Ada beberapa prinsip yang Tuhan buat saya mengerti setelah beberapa waktu :
 
1.    Berhenti berusaha dengan kekuatan sendiri dan hiduplah di dalam kasih Allah.
33
Apakah Saudara ingat tentang perumpamaan tentang anak yang hilang (Lukas 15:11-32) ? Di
situ diceritakan bagaimana si anak bungsu meminta bagian hartanya dari bapanya dan pergi dari
rumah itu. Di luar rumah itu pada akhirnya ia kehabisan harta dan hidupnya sengsara, dan
akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke rumah bapanya dengan harapan bahwa minimal ia
bisa jadi hamba di situ, tapi tidak hidup sengsara.
Dari perumpamaan ini, kita bisa belajar bahwa kesalahan si anak bungsu ini bukan karena ia
meminta bagian hartanya dari bapanya, karena itu memang adalah bagian miliknya yang sudah
bapanya sediakan bagi dia. Tetapi yang menjadi kesalahan si anak bungsu adalah dia
MENINGGALKAN rumah bapanya. Di situ dia dengan kata lain menyatakan pada bapanya
bahwa dia tidak membutuhkan lagi bapanya. Dia menyatakan bahwa dia tidak butuh lagi kasih
bapanya. Itulah kesalahan si anak bungsu.
Dan Saudara tentu tahu kelanjutan dari kisah tersebut. Ketika si anak bungsu kembali ke rumah
bapanya, dia menemukan kembali kasih dari bapanya. Ternyata dia tidak bisa hidup tanpa kasih
dari bapanya.
Dari pelajaran ini kita bisa belajar bahwa kita haruslah tetap hidup di dalam kasih Allah, jangan
pernah menyatakan (baik dengan perkataan atau perbuatan) bahwa kita tidak membutuhkan
Allah, atau bahwa kita bisa hidup dengan kekuatan kita sendiri. Karena apa ? Karena Allah
MEMBENCI orang yang hidup mengandalkan kekuatan manusia (Yeremia 17:5), tetapi Allah
mengasihi dan memberkati orang yang mengandalkan Allah dalam hidupnya (Yeremia 17:7)
 
2.    Kita adalah anak-anak Allah.
Jadi apakah kita harus hidup seperti si anak sulung di dalam perumpamaan tersebut di atas ? Itu
juga bukan pilihan. Diceritakan di situ bagaimana si anak sulung marah ketika si anak bungsu
pulang, si bapa menerimanya dengan penuh sukacita, sampai malah disembelihnya seekor anak
lembu tambun (menggambarkan betapa bersukanya sang bapa). Sedangkan selama si anak
sulung tinggal di situ dan bekerja di situ, bahkan dia tidak pernah diberikan seekor kambing
sekalipun oleh bapanya. Hmm… apa yang salah ? Apakah sang bapa pilih kasih ? Apakah sang
bapa hanya mengasihi anaknya yang bungsu ? Sekali-kali tidak! Sang bapa mengasihi
keduanya, makanya sang bapa menjawab kegelisahan si anak sulung demikian, “Anakku,
engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu.”
(Lukas 15:31)
Jadi Saudaraku, yang salah bukan sang bapa, tetapi si anak sulung lah yang salah melihat
posisinya di dalam rumah itu. Dia tidak melihat posisinya sebagai anak, tetapi hanya sebagai
pekerja disitu, yang tugasnya hanya bekerja dan melayani bapanya.  Dia lupa akan posisinya
sebagai anak, yang sebetulnya dia memiliki seluruh harta kepunyaan bapanya.
Jadi ingatlah posisi kita sebagai apa di hadapan Tuhan: Sebagai ANAK-ANAK ALLAH !
“Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah,
yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;” (Yohanes 1:12 )
Artinya apa ? Itu artinya adalah bahwa Allah mengasihi kita sebagai anak, bukan sebagai
hamba atau budak, tetapi sebagai ANAK. Itu mengapa Allah tidak akan pernah menahan
berkat-Nya buat kita yang adalah anak-anak-Nya. Malahan Allah rindu dan mau untuk
memberkati kita dengan limpah. Nah, sekarang setelah kita tahu bahwa kita adalah anak-anak
Allah, bertindaklah juga sebagai seorang anak Allah. Kita punya kuasa untuk menolak
kemiskinan. Kita punya kuasa untuk mendapatkan berkat melimpah.  Amin !
 
3. Stop Robbing Your God! (Berhentilah MERAMPOK Allahmu !) (Maleakhi 3:8)
Sepertinya ini klise. Banyak pendeta atau hamba Tuhan sudah membagikan hal ini, yaitu
tentang PERPULUHAN. Mungkin kita bosan mendengarnya, dan tetap tidak percaya akan hal
tersebut.  Dulu saya juga sempat tidak mau lagi memberikan perpuluhan. Alasannya ? Klise, …
34
ya.. dengan segini aja udah kurang, apalagi kalo dikurangin perpuluhan, mau makan apa saya ?
….
Tapi Saudaraku, matematika manusia sama sekali berbeda dengan matematika nya Tuhan.
Mungkin menurut matematika manusia, 10 – 1 = 9, tetapi menurut Tuhan, sepuluh dikurang
satu, bisa berarti berkali-kali lipat ganda dari apa yang tadinya engkau miliki.
Tuhan akhirnya membukakan mata saya mengenai perkara perpuluhan ini.
Allah TIDAK PERNAH BUTUH uang kita. Dia maha kaya, Dia tidak butuh sedikitpun uang
kita, yang Dia rindukan cuman HATI kita. Saudara, apakah Saudara tahu, bahwa ketika
Saudara memberikan persembahan perpuluhan, sebetulnya yang sedang Saudara lakukan
adalah, Saudara sedang memberikan pernyataan pada Tuhan : “Tuhan, aku tahu dalam mata
manusia, mustahil aku bertahan dengan kekuranganku, aku tidak sanggup dengan kekuatanku
sendiri, tetapi aku PERCAYA bahwa Tuhan SANGGUP, dan MAU untuk menjaga dan
memberikan padaku segala berkat yang ada di langit dan di bumi agar aku tidak menjadi
kekurangan.”
Dan Tuhan kita, sangat senang ketika kita menyatakan betapa kita membutuhkan Dia dalam
hidup kita. Lakukan kembali hal tersebut, dan Saudara akan lihat betapa Tuhan akan
memulihkan hidup Saudara seperti dalam Maleakhi 3:10-12.
 
4. Kembangkan terus kapasitas karaktermu
Allah sudah menyediakan berkat yang melimpah buat semua orang. Sekarang tinggal seberapa
besar daya tampung kita untuk berkat tersebut.  Apakah yang digunakan untuk menampung
berkat Allah tersebut ? KARAKTER !
Karakter Anda lah yang menentukan besarnya daya tampung Anda terhadap berkat Allah
tersebut.  Berkat Allah seperti layaknya hujan deras yang sudah Tuhan curahkan di depan
rumah Anda, sekarang tinggal apakah Anda akan keluar dengan membawa piring ceper ataukah
membawa ember ? Semuanya tergantung kapasitas karakter Anda.
Apakah karakter bisa dikembangkan ? BISA.
Seperti seorang olahragawan, mereka harus berlatih untuk meningkatkan kemampuan mereka
dalam berolahraga, dan latihan tidak boleh seenaknya jika ingin mendapatkan hasil yang
sempurna. Latihan haruslah teratur dan disiplin. Harus berani membayar harga dalam berlatih.
Saya pernah mencoba ikut berlatih olahraga, pada awalnya karena saya tidak pernah
berolahraga selama bertahun-tahun, saya mengalami sakit-sakit pada seluruh badan saya. Sang
pelatih lalu berkata, justru pada saat itulah kita tidak boleh berhenti untuk berlatih, karena saat
itulah badan kita sedang di-stretch untuk diperbesar kapasitasnya (catatan: untuk para
olahragawan, kalau salah mohon dikoreksi).
Anyway setelah beberapa waktu, akhirnya setelah melewati masa-masa sulit tersebut, ketika
berlatih, rasa sakit semakin berkurang dan hasilnya badan saya menjadi semakin ringan dalam
bergerak.
Sama halnya dengan karakter, kita bisa melatih karakter kita agar menjadi semakin baik. Dan
memang pada awalnya kita akan mengalami yang namanya ‘sakit-sakit’ pada saat karakter kita
di-stretch, tapi Anda tidak boleh berhenti jika ingin berhasil, Anda perlu terus berlatih dan
berlatih sampai karakter Anda berkembang. Karakter seperti apa yang harus kita latih ?
Karakter Ilahi, karakter yang dimiliki Allah, itulah yang harus kita kembangkan. Contohnya ?
Rajin, Ulet, Tekun, Sabar, Teliti, Stabil, Tenang, Tulus, dll.
Dan sama seperti seorang olahragawan, jika latihannya berhenti, maka kemampuan tubuhnya
pun akan menurun kembali dengan berjalannya waktu. Jadi disamping kita mengembangkan
karakter, kita pun perlu untuk mempertahankan kapasitas karakter kita, jangan sampai menjadi
turun kembali ke bentuk awalnya lagi, yaitu tubuh yang malas, tidak ulet, tidak teliti, dsb.
 

35
5.    Hiduplah di dalam Aliran-Nya
“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku
dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-
apa.” (Yohanes 15:5)
Jadilah seperti ranting-ranting anggur, yang menempel pada pokok anggurnya dan mengalirkan
kehidupan yang didapatnya dari sang pokok anggur menuju buah-buah yang bisa dinikmati
oleh orang banyak.
Maksudnya adalah, ketika kita mendapatkan berkat dari Allah, jangan disimpan sendiri, tetapi
alirkanlah lagi supaya menjadi berkat juga buat banyak orang.
“Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang
dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai
untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Lukas 6:38)

Seorang Yatim Piatu Yang Menjadi Ratu


Bottom of Form
Written by Administrator   
Friday, 11 August 2006

Seorang Yatim Piatu Yang Menjadi Ratu


Oleh : Mart De Haan
 
Dia adalah seorang yatim piatu yang menyimpan sebuah rahasia keluarga sampai menjadi
seorang seorang pahlawan nasional. Sekarang hidupnya dihormati di sinagoga di seluruh dunia
dan dirayakan di jalan-jalan Israel selama hari besar Yahudi, Purim. Dengan segala suara-suara,
kostum, dan canda tawa, keluarga nasionalnya masih mengingat satu dari kisah besar sepanjang
sejarah.
 
SKENARIO:  Seorang Pelindung tak terlihat menggunakan seorang Yahudi yatim piatu untuk
menahan sebuah plot pembunuhan massal rasialis.
TEMPAT:      Ibukota dari Kerajaan Persia
WAKTU:       Abad ke-5 SM
PEMAIN:       Ahasyweros – Raja Persia
               Vashti – Ratu Persia yang diceraikan karena berkata “tidak”
               Haman – Perdana Menteri Persia
               Esther – Hadassah, seorang buangan Yahudi, terpilih untuk menggantikan Vashti
               Mordekai – Sepupu dan penjaga Esther
               Allah – Pelindung yang tak terlihat, dan tak tersebut.
Babak I
 
            Selama 6 bulan, Raja Persia telah memperlihatkan kekayaannya kepada para utusan dari
seluruh penjuru dunia, Untuk akhir dari pertunjukkan istananya, Ahasyweros menjamu sebuah
jamuan besar selama 7 hari.
            Pada hari ketujuh dan hari terakhir dari pesta kerajaannya, minuman terus mengalir
dengan bebas, dan sang raja yang mabuk memanggil ratu untuk menunjukkan kecantikannya di
hadapan para tamu yang mabuk.
            Mempermalukan sang raja, Vashti berkata “tidak”. Respon Vashti tersebut mengagetkan
istana, Menurut penasehat raja, sang ratu harus pergi. Jika sikap tersebut didiamkan, para

36
wanita di seluruh kerajaan akan mengikuti contohnya. Mereka akan melihat teladan sang ratu
dan akan juga melawan kepada suami mereka sendiri.
            Maka Ahasyweros mengeluarkan sebuah titah yang harus diperhatikan oleh para wanita
dimanapun. Vashti akan dituruntahtakan dan dibuang dari hadapan raja. Pria harus menjadi
tuan dari rumah mereka. Titah raja menjadi sebuah hukum dari suku Medes dan suku Persia.
 
Babak II
 
            Ketika kemarahan raja telah reda, dia teringat akan Vashti dan apa yang telah hilang
darinya. Para penasehatnya menasehatinya dengan memunculkan sebuah rencana untuk
menemukan seseorang yang lebih berharga dari mahkota. Mereka mengutus utusan ke 127
propinsi di Persia untuk membawa wanita muda yang paling cantik dari seluruh daratan ke
istana raja.
            Satu dari mereka yang terpilih selama pencarian untuk ratu tersebut adalah seorang
wanita muda Yahudi bernama Hadassah. Sejak kematian orang tuanya, dia telah hidup dibawah
asuhan penjaga dan sepupunya, Mordekai. Hadassah pergi dengan nama Persia, Esther, agar
tidak menarik perhatian kepada ke-Yahudi-annya.
            Kecantikan Esther membuat dia menjadi pusat perhatian seluruh kerajaan. Seluruh mata
dari kerajaan tersebut melihat padanya ketika dia berubah dari orang yang tak dikenal menjadi
orang yang memakan mahkota Ratu Persia.
 
Babak III
 
            Mordekai tetap berada tidak jauh darinya. Satu hari, ketika duduk di gerbang istana, dia
mendengar dua penjaga bersekongkol untuk membunuh sang raja. Dia menyampaikannya pada
Esther. Kemudian Esther memberitahukan pada suaminya, dan dua orang yang bersekongkol
tersebut ditahan dan digantung. Akibat dari perbuatannya itu, Mordekai diberikan sebuah
catatan penghargaan di dalam catatan sejarah Persia.
            Penghargaan Mordekai, akan tetapi, segera dilupakan. Tidak lama kemudian dia berada
dalam masalah karena menolak bersujud pada Haman, perdana menteri sang raja.
            Ketika Haman tahu bahwa Mordekai adalah seorang Yahudi yang bersujud hanya pada
Allahnya, dia meyakinkan sang raja bahwa orang-orang Yahudi adalah bahaya bagi keamanan
nasional. Dia menjelaskan bahwa mereka mempunyai hukum sendiri dan menolak pembauran.
Dia mendorong sang raja untuk menyelesaikan masalah Yahudi ini dengan menandatangani
sebuah hukum untuk melenyapkan mereka. Sang raja terus mengikuti rencana tersebut, tanpa
tahu bahwa istrinya adalah seorang Yahudi.
            Ketika Esther mengetahui skenario tersebut, dia mendapati dirinya dalam situasi yang
sulit. Untuk berpihak pada rakyatnya melawan hukum pemusnahan tersebut akan berarti
membuka identitasnya sebagai seorang Yahudi. Dalam semua kemungkinan, pembongkaran
sepacam itu hanya akan berakibat bukan hanya kehilangan mahkota tetapi nyawanya juga.
Mordekai, akan tetapi, dengan lembut mendorong, “Jika engkau tetap diam saat ini, ketenangan
dan keselamatan akan bangkit dari orang Yahudi dari tempat lain, tetapi engkau dan rumah
ayahmu akan hilang. Lagipula siapa yang tahu apakah engkau telah datang di kerajaan ini
dengan maksud seperti sekarang ini?” (4:14)
            Esther merasakan takdirnya dan resiko yang ada dihadapannya. Dia setuju untuk
menggunakan pengaruhnya untuk datang menolong rakyatnya, dan berkata, “Jika aku harus
mati, aku akan mati!”

37
 
Babak IV
 
            Surga menolong sang ratu. Sang raja sedang merasakan kelelahan dan meminta laporan
negara untuk dibawa kehadapannya. Ketika seorang ajudan membacakan laporan rutin
mengenai kerajaan, tibalah pada satu baris kalimat mengenai seorang bernama Mordekai yang
telah melaporkan sebuah konspirasi untuk membunuh sang raja. Ahasyweros sadar dia telah
tidak melakukan apapun untuk menghargai orang yang telah menolong nyawanya.
            Ketika hari telah pagi, segalanya berubah drastis. Raja meminta tangan kanannya untuk
memberi penghargaan pada Mordekai. Haman harus memberi pujian kepada orang yang dia
benci. Segera setelahnya Esther dengan cerdik membongkar Haman sebagai orang yang telah
berkonspirasi untuk membunuhnya dan keluarganya. Haman termakan sendiri jebakan yang
telah dia siapkan untuk Mordekai. Bukannya sebuah pelenyapan suku Yahudi yang terjadi,
orang buangan tersebut menemukan kekuatan yang mereka butuhkan untuk mengatasi mereka
yang berniat membunuh mereka.
 
Esther – Sebuah Kisah Untuk Hari Ini
            Allah tidak pernah disebutkan barang sekalipun dalam halaman-halaman yang
menyandang nama dari Esther. Tetapi dalam pasal sejarah ini memperlihatkan bahwa Allah
tidak perlu disebutkan bahwa Dia hadir.
            Kisah dari Esther adalah sebuah persembahan yang tidak dimakan waktu kepada Allah
yang tidak perlu diumumkan atau dimengerti untuk hadir. Dia adalah Allah dari malam-malam
yang melelahkan dan akhir yang mengejutkan. Dia adalah Allah yang bekerja untuk kita di
dalam kegelapan, kebingungan, dan ketakutan dalam hidup kita.
            Apa yang memberi inspirasi buat kisah ini adalah ini bukan tentang Esther. Ini adalah
sebuah kisah tentang Allah yang, ketika menjadi sumber dan pelindung kita, dapat
menggunakan kita untuk memberi pertolongan untuk orang lain. Siapa yang dapat berkata
ketika kita, seperti Esther, mungkin menemukan diri kita melihat takdir kita ketika kita
memperhatikan kebutuhan seorang anak yang teraniaya, seorang tetangga kesepian, seorang
teman sekerja yang ketakutan, atau seorang teman yang sedang bingung? Siapa dapat berkata
bahwa surga tidak membawa kita ke tempat ini – untuk waktu seperti sekarang ini ? (Esther
4:14)

JOHN WYCLIFFE (Si Bintang Fajar Reformasi)


Bottom of Form
Written by Administrator   
Saturday, 21 April 2007

1325 Lahir di Yorkshire, Inggris (lihat gambar)


38
1361 Mengajar di Universitas Oxford
1372 Memperoleh gelar doktor di Universitas Oxford
1377 Diajukan ke persidangan
1384 Meninggal dunia
1428 Kuburannya digali dan tulang-tulangnya dibakar

John Wycliffe dilahirkan di Yorkshire pada tahun 1325. Studi teologianya ditempuh di
Universitas Oxford dan memperoleh gelar doktor teologia di sana pada tahun 1372. Wycliffe
dikenal sebagai seorang mahasiswa yang sangat cerdas. Banyak kalangan sangat
menghormatinya sebagai orang yang bijaksana dan berpendidikan. Reputasi Universitas Oxford
ikut terangkat karena keberadaan Wycliffe sebagai pengajar di universitas ini, yang telah
dimulainya sejak tahun 1361. Hampir sebagian besar hidup Wycliffe akhirnya ia habiskan
untuk mengabdi di sekolah ini.

Kehidupan Wycliffe pada dasarnya penuh dengan kontroversi. Ia mempunyai kebiasaan


berbahaya yaitu mengatakan apa saja yang dipikirkannya. Jika apa yang dipelajarinya
membuatnya memper-tanyakan tentang ajaran Katolik resmi, maka ia langsung akan
menyuarakannya. Namun hal yang membuat gereja mulai bermusuhan dengan Wycliffe adalah
ketika ia mempertanyakan tentang hak Gereja atas kuasa duniawi dan kekayaan gereja. Paus
telah menuntut bahwa hak milik gereja-gereja di Inggris adalah milik Paus. Wycliffe sangat
tidak menyetujui tuntutan seperti itu. Menurutnya harta milik gereja adalah milik negara.
Persoalan inilah yang mendorong Wycliffe mulai menyelidiki prinsip dasar kepemilikan dalam
Alkitab. Ia menarik kesimpulan bahwa gereja seharusnya tidak memiliki harta duniawi. Gereja
harus menjadi miskin dan sederhana seperti gereja pada masa Perjanjian Baru. Dalam hal ini
Paus dikritik secara tajam oleh Wycliffe. Menurutnya Paus dan konsili seharusnya berada di
bawah hukum Allah, karena Kristus lah Kepala Gereja. Oleh karena Kristus tidak pernah
mentahbiskan Paus, maka Paus tidak mempunyai kekuasaan dari Kristus. Bahkan sampai
puncaknya Wycliffe menyebut Paus sebagai Si Anti-Kristus.
Selain itu Wycliffe juga mempertanyakan tentang penjualan kartu-kartu pengampunan dosa dan
jabatan-jabatan gerejawi, penyembahan kepada para santo dan religi yang berbau takhayul. Ia
mempertanyakan juga pandangan resmi tentang Ekaristi (doktrin transubstansiasi1*) yang
dikeluarkan oleh Konsili Lateran Keempat. Untuk pandangan-pandangannya inilah Wycliffe
sering harus berhadapan dengan para uskup dan konsili-konsili untuk disidang. Namun, Inggris
pada dasarnya penuh sentimen terhadap Gereja Roma, khususnya pada tahun-tahun 1300-an.
Para pangeran – dan banyak orang awam yang memegang kepemimpinan yang sangat kuat di
Inggris – menyesalkan cara Gereja merampas kekuasaan dan harta rakyat. Dalam hal inilah
Wycliffe mendapat dukungan dari John Gaunt (Pangeran Lancaster). Dengan memanfaatkan
kecerdasan Wycliffe, John Gaunt sering memakai ide-ide dan kepopuleran Wycliffe untuk

39
berargumentasi dengan Gereja. Sebagai imbalannya, Pangeran John Gaunt memberi Wycliffe
semacam perlindungan.

Pada tahun 1377, Wycliffe akhirnya diajukan ke persidangan dan diminta menghadap uskup
London untuk mempertanggungjawab-kan pandangan dan ajaran-ajaran sesat yang dituduhkan
kepadanya. Namun persidangan terpaksa dihentikan, sebelum Wycliffe sempat mengeluarkan
sepatah kata pun, karena ternyata John Gaunt dan pemimpin persidangan beradu pendapat
tentang bagaimana persidangan dijalankan, tentang apakah Wycliffe harus duduk atau berdiri.
Namun sejak itu Paus mengutuk pandangan dan ajaran Wycliffe. Tulisan-tulisan Wycliffe
mulai dilarang beredar.

Selama kritik Wycliffe adalah seputar kebusukan-kebusukan Paus dan tentang penyelewengan
terhadap pengambilalihan hak milik gereja, maka Wycliffe merupakan pahlawan yang populer.
Paus sangat geram terhadap Wycliffe dan memerintahkannya untuk berhenti berkhotbah,
bahkan meminta universitas Oxford untuk memecatnya, namun tidak berhasil karena Wycliffe
mendapat perlindungan dari John Gaunt. Oxford justru mendukung Wycliffe. Dewan doktor di
Oxford menyatakan bahwa tidak satupun tuduhan itu dapat membuktikan bahwa ajaran
Wycliffe salah. Buku yang berjudul "Protes" akhirnya ditulis Wycliffe, sebagai pembelaan
terhadap ajaran-ajarannya.

Namun, ketika Wycliffe mulai menyerang gereja dalam hal doktrin transubstansiasi, ia mulai
kehilangan banyak pendukung. Hal lain yang terjadi yang akhirnya menyakitkan Wycliffe
adalah Skisma Besar yang menyebabkan Inggris menjalin persekutuan dengan Roma dan
Pemberontakan Petani (1381) yang dianggap merupakan hasil dari pengajarannya yang sesat.
Akibatnya, tulisan-tulisannya dilarang, bahkan diperintahkan untuk dibakar Wycliffe sendiri
akhirnya kehilangan kedudukannya di Oxford dan dilarang berkhotbah. Para pengikutnya juga
diusir dari Oxford.

Akibat pengusirannya ini, Wycliffe justru memanfaatkan waktunya untuk menterjemahkan


Alkitab. Menurut Wycliffe, setiap orang harus diberi keleluasaan membaca Kitab Suci dalam
bahasanya sendiri. "Oleh karena Alkitab berisikan Kristus, yang diperlukan untuk mendapatkan
keselamatan, maka Alkitab sangat diperlukan bagi semua orang, bukan hanya bagi para imam
saja," tulisnya. Maka meskipun Gereja tidak setuju, ia bekerja sama dengan sarjana lain untuk
menterjemahkan Alkitab bahasa Inggris pertama yang lengkap. Menggunakan salinan tulisan
tangan Vulgata (Alkitab terjemahan bahasa Latin) (lihat gambar) Wycliffe berusaha keras
membuat Kitab Suci agar dapat dimengerti oleh orang-orang sebangsanya. Edisi pertama
diterbitkan. Penerbitan kedua mengalami perbaikan tetapi baru selesai dikerjakan setelah
Wycliffe meninggal. Edisi itu dikenal sebagai "Alkitab Wycliffe", dan dibagi-bagikan secara
ilegal oleh para Lollard (skolar2* dari Oxford).

Karena kelemahan badan yang menyerangnya, Wycliffe akhirnya tinggal di Lutterworth dan
menghabiskan waktunya di sana untuk menulis. Begitu produktifnya Wycliffe dalam menulis
40
sampai membuat para musuhnya kagum. Pada tanggal 31 Desember 1384 Wycliffe meninggal
karena serangan stroke. Tiga puluh satu tahun setelah Wycliffe dikuburkan, Konsili Konstanz
mengucilkan dan menghukum dia. Pada tahun 1428 kuburannya digali dan tulang-tulangnya
dibakar, abunya disebarkan di sungai Swift.
Pengaruh ajaran Wycliffe sangat kuat, khususnya keyakinannya yang sangat dalam terhadap
otoritas Alkitab sehingga memberi inspirasi yang luar biasa bagi munculnya gerakan Reformasi
di kemudian hari. Itu sebabnya sangat pantas jika John Wycliffe mendapat julukan "Si Bintang
Fajar Reformasi", karena melalui semangatnya Reformasi mulai muncul seperti munculnya
fajar di pagi hari.
Pada dasarnya Wycliffe berusaha untuk tetap bertahan di Gereja Roma, namun Gereja tidak
lagi menghendakinya. Sesudah Wycliffe, para pengikutnya juga ditindak di Inggris, namun
pandangan-pandangannya mulai tersebar dengan cepat ke Eropa.

Yulia Oeniyati
* Wellem. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja. Hal 134-136, 246-247.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1989
** Curtis, A. Kenneth, dkk. 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen. Hal 68-69, 66-67.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1991
*** Douglas, J. D. The New International Dictionary of the Christian Church. Hal 492-493,
1064-1065. Zondervan Publishing House
**** Ferguson, Sinclair B. New Dictionary of Theology. Hal 323-324, 732. InterVarsity Press

Pemulihan Tubuh Kristus, yaitu Gereja-Nya, telah berlangsung pada tahun 1300-an , bahkan
sampai saat ini. Yesus yang memulai pekerjaan yang baik di antara kita akan meneruskannya
sampai pada akhirnya, yaitu hari Kristus Yesus (Fil 1:6). Terpujilah Allah yang tak pernah lalai
terhadap janji-janji-Nya (2 Pet 3:9). Dan firman Allah tidak mungkin gagal (Rom 9:6). Amin.

1* Transubstansiasi adalah doktrin Gereja Katolik yang mengajarkan bahwa roti dan anggur
perjamuan Tuhan, setelah didoakan, menjadi tubuh dan darah Kristus. Kesesatan yang timbul
antar lain pada beberapa acara roti yang telah didoakan disembah sebagai perwujudan Kristus
sendiri.
2* Skolar adalah para sarjana

Redaksi

JOHN HUS
Bottom of Form
Written by Administrator   
Saturday, 21 April 2007

1369 Lahir di Husinetz, Bohemia Selatan


1396 Menyelesaikan studi teologianya
41
1401 Ditahbiskan menjadi imam
1402 Diangkat menjadi rektor Universitas di Praha
1414 Menghadiri konsili di Contanz
1415 Dibakar

Pengaruh John Wycliffe tersebar sampai ke Bohemia. Banyak orang yang menjadi pengikutnya.
Di antara para pengikutnya, muncullah seorang murid Kristus yang setia dan mengikuti
jejaknya, yaitu John Hus.
John Hus lahir di sebuah keluarga petani di kota Husinetz, wilayah Bohemia Selatan.
Pendidikan dasar dan menengahnya ditempuh di Husinetz, tetapi kemudian melanjutkan studi
teologinya ke Universitas Charles, di Praha. Pada tahun 1393 dan 1396, dia telah
menyelesaikan S1 dan S2-nya.

Di antara teman-teman sebayanya, John Hus dikenal sebagai seorang mahasiswa yang pandai.
Kesukaannya membaca melebihi teman-temannya. Hampir semua macam buku dibacanya, baik
itu buku teologia yang diakui resmi oleh gereja maupun yang dianggap sesat oleh gereja, seperti
halnya buku karangan para pembaharu gereja Bohemia, Milic, Yanov, dan buku John Wycliffe,
sang reformator Inggris. John Hus dikenal juga sebagai seorang yang sangat ramah dan
bersahabat dengan orang- orang di sekitarnya. Selain diakui sebagai seorang yang saleh, ia juga
dianggap sebagai seorang yang mempunyai tingkah laku yang sangat terpuji.

Pada tahun 1401 dan 1402, secara berurutan Hus ditahbiskan menjadi imam dan diangkat
menjadi rektor Universitas di Praha. Di kampus inilah John Hus menghabiskan sebagian besar
waktunya. Namun di samping tugasnya sebagai rektor, ia juga berkhotbah dua kali sehari di
Kapel Bethlehem, sebuah kapel yang sangat berpengaruh, yang letaknya tidak jauh dari
universitas itu.
Kapel Bethlehem banyak dihiasi dengan lukisan-lukisan gambar Kristus dan Paus, namun
dengan perilaku yang justru sangat berlawanan. Di satu sisi adalah gambar Kristus yang sedang

42
berjalan tanpa alas kaki, di sisi lain gambar Paus yang sedang menunggang kuda. Di satu sisi
gambar Yesus yang sedang membasuh kaki murid-murid-Nya, di sisi lain gambar Paus yang
sedang diciumi kakinya. Hus sangat geram dengan sifat keduniawian para rohaniwan gereja
saat itu, termasuk Paus. Dalam khotbahnya, ia terus-menerus mengajarkan tentang kesucian
pribadi dan kemurnian hidup. Tak jarang ia juga menggunakan kesempatan berkhotbah untuk
mengkritik kehidupan gereja, khususnya para klerus, uskup dan kepausan. Dari semua
khotbahnya sangat jelas terlihat bahwa ajaran tentang otoritas Alkitab adalah penekanan
utamanya.

Di antara buku dan tulisan para reformator gereja pada abad pertengahan, Hus paling tertarik
pada pandangan-pandangan Wycliffe. Meskipun John Wycliffe ada di Inggris namun pengaruh
tulisannya tersebar sampai ke Bohemia, bahkan sampai ke istana, khususnya ke saudara
perempuan raja Bohemia, Anne, yang menikah dengan Raja Richard II dari Inggris. Huslah
yang menjadi penyebar utama ajaran-ajaran Wycliffe di Bohemia. Ajaran-ajaran Wycliffe
dikuliahkannya kepada mahasiswanya, bahkan karangan Wycliffe “Trialogus”
diterjemahkannya ke dalam bahasa Cekoslowakia. Banyak orang tertarik dengan ajaran yang
baru itu sehingga Hus menjadi sangat terkenal, bahkan sampai ke kalangan aristokrat, termasuk
sang ratu. Ketika pengaruh Hus di universitas semakin besar, maka semakin populerlah tulisan-
tulisan Wycliffe.

Namun dari pihak gereja, hal ini dipandang sebagai malapetaka. Uskup Agung Praha menolak
ajaran Hus dan mulai memerintahkan Hus untuk berhenti berkhotbah. Namun Hus menolak
perintah tersebut. Paus Innocentius VII memerintahkan Uskup Agung Bohemia untuk
mengambil tindakan-tindakan perlawanan terhadap ajaran Wycliffe yang sudah dinyatakan
sesat pada tahun 1407. Universitas secara khusus diperintahkan untuk membakar semua tulisan-
tulisan Wycliffe. Paus John XXIII akhirnya menempatkan Praha di bawah "interdict" – suatu
tindakan untuk mengucilkan seluruh kota itu, sehingga tidak ada seorang pun di kota itu yang
dapat menerima sakramen gereja. Demi jemaat, akhirnya Hus bersedia meninggalkan kota
Praha. Tantangan-tantangan yang dihadapi Hus justru membangkitkan semangat nasionalisme
rakyat Bohemia, termasuk Raja Bohemia.

Di luar kota Praha, Hus terus melanjutkan perjuangannya dengan mengembangkan perlawanan
terhadap gaya hidup yang amoral dari kaum rohaniwan, termasuk Paus, bahkan menegaskan
bahwa hanya Kristuslah Kepala Gereja, bukan Paus. Dalam bukunya yang berjudul "On the
Church", Hus mencela otoritas kaum rohaniwan, tapi menekankan bahwa hanya Allah yang
dapat mengampuni dosa. Menurut Hus, jika doktrin gereja bertentangan dengan ajaran Alkitab,
maka ajaran Alkitablah yang harus dijunjung tinggi.
Pengajaran Hus tentang otoritas Alkitab inilah yang sangat menonjol, bahwa Alkitab adalah
satu-satunya yang memiliki kewibawaan yang tertinggi dalam gereja. Kristus adalah Kepala
yang memerintah gereja, bukan Paus. Semua ajaran gereja yang bertentangan dengan Alkitab
ditolak oleh Hus, seperti penjualan surat penghapusan dosa, kehidupan mewah dan amoral dari
para pejabat gereja, termasuk Paus. Ia mendesak agar roti dan anggur dalam perjamuan juga
harus diberikan kepada semua anggota jemaat.
Menyadari sangat berbahayanya ajaran-ajaran Wycliffe, yang dipopulerkan oleh Hus, bagi
Gereja Katolik Roma saat itu maka Paus Gregorius memperingatkan Uskup Agung agar
melakukan tindakan yang tegas terhadap Hus dan tulisan Wycliffe. Oleh karena itu, pada bulan
Juni 1408 diadakan sidang sinode yang memutuskan untuk membrendel semua tulisan Wycliffe
dan meminta Hus untuk tidak lagi mengajarkannya. Akibat dari keputusan tersebut Hus
mengadakan perlawanan terhadap Uskup Agung. Hal yang tidak dapat dielakkan adalah
terjadinya pergolakan dalam Universitas Praha karena ada sebagian orang yang mendukung
Hus tapi ada juga yang melawan.
43
Namun demikian Hus bertekad untuk menegakkan pengajaran yang ia yakini berdasarkan pada
Alkitab. Selama hampir dua tahun ia mencoba mengadakan pembelaan lewat tulisan-tulisan dan
khotbah-khotbahnya. Akhirnya Paus John XXIII menggunakan kekuasaannya untuk
mengucilkan Hus dan para pendukungnya dari gereja. Raja Romawi, Sigismund, sebenarnya
menaruh simpati terhadap Hus. Oleh karena itu, ia menawarkan bantuannya untuk
menyelesaikan pertikaian Hus dengan Paus. Didesaknya John Hus untuk mau menghadiri
konsili yang akan diadakan oleh Paus pada tahun 1414. Pikirnya konsili, yang akan membahas
tentang tindakan-tindakan pembaharuan dalam gereja, akan dapat mengakomodasi ide-ide Hus.
Konsili akan diadakan di Konstanz. Jika Hus bersedia menghadirinya, Sigismund menjanjikan
keselamatan diri Hus, bahkan jika hasil konsili tidak menguntungkan Hus.
Itikad baik Raja Sigismund diterima dengan baik oleh Hus, sehingga ia setuju untuk menghadiri
konsili dengan tujuan agar ia dapat mempertanggungjawab-kan pandangan-pandangan
teologinya yang dituduh menyesatkan jemaat. Namun, malapetaka menimpa diri Hus, setibanya
di Konstanz, ia ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Kesempatan untuk pembelaan diri
dalam konsili ternyata tidak pernah diberikan. Sebaliknya, Hus dihadapkan ke beberapa kali
persidangan dengan tuduhan-tuduhan yang sangat memojokkannya. Akhirnya konsili
memutuskan untuk meminta Hus menarik kembali ajaran-ajarannya yang dianggap sesat.
Namun Hus menolak dengan tegas dan menuntut untuk suatu persidangan yang adil. Hus
bersedia mengaku bersalah hanya jika konsili berhasil menunjukkan dari Alkitab bahwa
ajarannya telah menyimpang. Untuk hal ini Hus tidak pernah mendapatkan jawaban dari sidang
konsili. Selama delapan bulan masa persidangan yang silih berganti, Hus dipaksa harus
meringkuk di dalam penjara dan diperlakukan dengan tidak layak.

Sekali dua kali Raja Sigismund berusaha untuk membujuk anggota sidang konsili agar mereka
mendengarkan pembelaan Hus. Namun konsili menolak, bahkan mengancam untuk
mengucilkan Raja dari gereja jika ia terus mendesak konsili. Ancaman ini membuat Raja tidak
berkutik untuk membela Hus, sehingga janji perlindungan Raja terhadap keselamatan Hus pun
terpaksa harus dibatalkan dengan alasan bahwa janji terhadap penyesat tidak perlu ditepati.

Keadaan penjara dan masa persidangan yang panjang membuat kondisi fisik Hus menurun
dengan drastis. Namun di tengah kelemahan tubuh karena kurang tidur dan penyakit yang
menyerangnya, serta desakan Raja agar Hus menyerah, Hus tetap menyatakan bahwa ia tidak
bersalah, bahkan ia terus menuntut haknya untuk memberikan pembelaan diri atas tuduhan-
tuduhan yang diberikan kepadanya. Pada sidang konsili ia berseru: “Meskipun ditawarkan
sebuah kapel yang penuh dengan emas, saya tidak akan mundur dari kebenaran.” Selama dalam
penjara John Hus masih sempat menulis banyak surat kepada sahabat-sahabatnya di Bohemia.
Surat-suratnya penuh memuat petunjuk-petunjuk bagi para pengikutnya, bahkan untuk
beberapa tahun lamanya surat-surat itu menunjukkan wibawa yang besar.
Pada tanggal 6 Juli 1415, di hadapan jemaat, sidang konsili membacakan tiga puluh tuduhan
yang diberikan kepada ajaran Hus, yang mana tidak satu pun dari tuduhan itu betul. Akhirnya
Gereja memutuskan dengan resmi menyatakan bahwa Hus adalah pengajar sesat, jabatannya
sebagai imam dicopot dan ia diserahkan kepada pihak otoritas sekuler untuk segera dihukum
mati pada hari itu juga. Dalam perjalanan menuju tempat eksekusi, Hus melewati halaman
sebuah gereja di mana sedang berkobar sebuah api unggun yang dibuat dari buku-bukunya. Hus
masih sempat berseru kepada orang-orang yang berkumpul di jalan agar tidak mempercayai
kebohongan yang beredar tentang dia dan ajarannya. Pada saat Hus siap dibakar mati di atas
tiang pancang, yaitu hukuman paling keji yang pantas dijatuhkan bagi pengajar sesat jaman itu,
pejabat pemerintah yang bertugas melaksanakan hukuman mati masih berharap agar Hus
menarik kembali ajaran-ajarannya, namun Hus berkata: "Allah adalah saksi saya. Bukti yang
mereka kemukakan salah. Saya tidak pernah mengajar atau berkhotbah kecuali untuk maksud
44
memenangkan manusia, jika mungkin, dari dosa mereka. Hari ini saya siap mati dengan
gembira."

Walaupun John Hus telah mati dibakar hidup-hidup, tetapi pengajarannya masih terus
dikumandangkan oleh para pengikutnya yang setia. Mereka menamakan diri sebagai Kaum
Hussit. Selama beberapa waktu, pengikut kelompok ini dikejar-kejar dan dihambat dengan
sangat kejam. Namun pemerintah Bohemia dan Gereja Katolik Roma tidak mampu
membendung semangat mereka. Setelah melewati perang Hussit yang panjang, akhirnya Gereja
Hussit diakui keberadaannya di Bohemia di samping Gereja Katolik Roma.
Abu jasad John Hus telah hanyut di sungai, tapi semangat Hus untuk menegakkan pengajaran
Alkitab yang murni tidak pernah dihanyutkan oleh jaman dan waktu. Pengaruh dari semangat
dan kegigihan John Hus untuk memegang/ menaati kebenaran Alkitab telah membuka jalan
bagi pencerahan rohani yang memuncak pada terjadinya Reformasi Gereja Protestan.

Yulia Oeniyati

* Wellem. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja. Hal 134-136, 246-247.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1989
** Curtis, A. Kenneth, dkk. 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen. Hal 68-69, 66-67.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1991
*** Douglas, J. D. The New International Dictionary of the Christian Church. Hal 492-493,
1064-1065. Zondervan Publishing House
**** Ferguson, Sinclair B. New Dictionary of Theology. Hal 323-324, 732. InterVarsity Press

Sungguh indah, di mana ada Roh Allah di situlah ada kemerdekaan (2 Kor. 3:17). Roh inilah
yang menuntun setiap orang percaya menuju kemerdekaan yang ada di dalam. Kemerdekaan di
dalam tidak ditentukan oleh segala sesuatu yang di luar, tetapi ditentukan oleh ada tidaknya
Roh Allah. Roh Allah ada di dalam Hus, Roh Allah yang sama juga ada dalam kita. Bukan
hanya Roh Allah di dalam kita, kita juga ada di dalam Roh Allah. Berarti Roh Allah berbaur
dengan roh kita. Dengan demikian, Tubuh Kristus - mempelai-Nya, Gereja-Nya - tersusun dan
terbangun.
Pembangunan Tubuh Kristus adalah perkara di dalam roh. Kita, orang-orang percaya (1 Yoh.
3:14), adalah Tubuh-Nya. Tubuh-Nya, yaitu Gereja-Nya, adalah sesuatu yang organik (yang
hidup). Puji Tuhan!! Tubuh-Nya adalah tubuh yang hidup. Pada tubuh yang hidup, sel-sel terus
bertumbuh dan berbiak. Sel yang mati tidak bertumbuh dan berbiak. Demikian juga dengan
mempelai Kristus, yaitu orang-orang percaya, ia bertumbuh sehingga menjadi mempelai yang
dewasa. Bersyukur kepada Allah bahwa Ia terus bekerja di dalam diri orang-orang percaya,
mempelai-Nya, untuk mendewasakannya.
Tubuh-Nya tersusun atas banyak anggota, bukan satu anggota saja. (1 Kor. 12:12). Setiap
anggota mempunyai fungsi tersendiri yang tidak bisa dibanding-bandingkan satu dengan yang
lainnya. Seperti perumpamaan tentang talenta, seorang tuan tidak membanding-bandingkan
hambanya, baik ia yang telah menerima dua maupun lima talenta. Perkataan tuan kepada hamba
yang menerima dua dan lima talenta adalah sama, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku
yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu
tanggung jawab dalam perkara yang besar.” (Mat. 25:21,23). Tuan tersebut tidak membanding-
bandingkan kedua hambanya. Dalam Tubuh-Nya, satu anggota dengan yang lainnya tidak bisa
dibanding-bandingkan. Fungsi masing-masing anggota telah diatur dalam pengaturan-Nya.
Setiap anggota dapat menemukan fungsinya, jika dan hanya jika ia tinggal di dalam Yesus,
Kepala Gereja. Marilah kita tetap tinggal di dalam Yesus, berakar di dalam Dia (Kol. 2:7)
sehingga kita tidak kehilangan fungsi pada Tubuh-Nya, yakni orang-orang percaya. Amin!!

45
Redaksi

Kegagalan dari Kesuksesan: Kisah tentang Yunus


Written by Administrator   
Tuesday, 08 August 2006
Page 1 of 8
Kegagalan dari Kesuksesan:
Kisah tentang Yunus
 
            Banyak yang telah diterbitkan mengenai prinsip-prinsip sukses. Tetapi sukses dan gagal,
mungkin bisa didefinisikan dalam cara-cara yang berbeda oleh masing-masing orang. Apakah
ada standard yang absolut untuk sukses dan gagal ? Apakah kita menang ataukah kita kalah
ketika pencapaian kita lebih memakan biaya daripada yang kita mampu ?
            Dalam halaman-halaman berikut ini, Bill Crowder, Direktur RBC untuk Pelayanan
Gereja, membawakan hal ini dengan mempelajari kehidupan dari Yunus, seorang nabi di masa
Perjanjian Lama – seorang yang menjadi model dan mengalami “kegagalan dari kesuksesan”.
Martin R. De Haan II
SEBUAH KEGAGALAN YANG “SUKSES”
 
            Film ‘Apollo 13’ menceritakan sebuah kisah pengalaman dari Jim Lovell dan awak
ruang angkasa NASA. Tujuan dari misi mereka adalah untuk mendarat dan menjelajahi bulan,
namun sebuah ledakan dalam penerbangan yang dahsyat membuat pesawat ruang angkasa
mereka lumpuh. Mendadak, targetnya berubah. Pusat Kontrol di Houston menghabiskan
beberapa hari kemudian mencoba untuk mengarahkan perbaikan dari pesawat ruang angkasa
tersebut dan meyelamatkan nyawa dari ketiga astronot di dalamnya. Akhirnya, misi tersebut
terlihat sebagai sebuah keberhasilan karena semua awaknya berhasil kembali dengan selamat.
Meskipun itu merupakan sebuah kegagalan karena Apollo 13 tidak pernah mencapai tujuannya
semula untuk mendarat di bulan. Itu adalah sebuah kegagalan yang “sukses”.
            Hal yang sama bisa dikatakan  mengenai nabi Yunus. Kitab yang bertuliskan namanya
tersebut memperlihatkan bahwa meskipun Yunus mempunyai banyak kegagalan, Allah berhasil
mengarahkan sebuah penyelamatan yang luar biasa.
            Ironisnya, nubuatan dari Yunus seringkali dilihat sebahai satu bagian dari Perjanjian
Lama yang memperlihatkan hati Allah untuk bangsa-bangsa di dunia. Tapi Yunus, tidak
memperoleh kredit sedikitpun. Dari awal hingga akhir, dia adalah seorang partisipan yang
susah diatur dalam misi penyelamatan dari Allah.
            Gambaran besarnya adalah bahwa kegagalan Yunus untuk peduli terhadap orang-orang
di Niniwe memperlihatkan sikap dari orang-orang sebangsanya juga. Bersama-sama, dia dan
seluruh bangsa di Israel terlihat melupakan kenyataan bahwa sesuatu yang sangat salah telah
terjadi terhadap orang Niniwe dan bahwa hidup mereka berada di ujung tanduk. Kenyataan
bahwa orang-orang ini yang akan segera binasa adalah musuh bebuyutan dari Israel ini
merupakan bagian dari kisah yang luar biasa ini.
 
            Memperkenalkan Nabi Yunus. Yunus 1:1 dimulai dengan: “Datanglah firman
TUHAN kepada Yunus bin Amitai.” Yunus (berarti “burung merpati” dalam bahawa Ibrani)
dikenal sebagai anak dari Amitai (yang berarti “jujur”). Menurut 2 Raja-raja 14:25, Yunus
berasal dari Gat-Hefer, sebuah desa berjarak 2 mil timur laut dari Nazareth. Kitab 2 Raja-raja
14 juga membantu kita untuk menghitung masa hidup Yunus yaitu masa sekitar pemerintahan
46
Jeroboam dari 793 – 753 SM.
Beberapa percaya bahwa Yunus mulai berbicara mewakili Allah ketika masa dimana Nabi Elisa
menyelesaikan pekerjaannya.
            Memahami Kitab Yunus. Dua kunci akan terbukti berguna dalam memahami perkara
utama dalam kitab ini.
            Kunci #1: Kitab ini merekam misi Yunus ke Niniwe, tapi di situ tertulis untuk Israel,
yang membenci Niniwe. Karena Allah menggunakan  Yunus untuk menghadapi kebencian dari
Israel, nubuatan Yunus menjadi lebih merupakan rasisisme ketimbang sebuah sebuah misi.
            Kunci #2: Yunus bukanlah karakter utama dari kitabnya sendiri – melainkan Allah!
Allah yang mengucapkan kata pertama dan terakhir. Dia menyutradarai keseluruhan drama
tersebut untuk menunjukkan kasih-Nya bagi musuh-musuh Israel. Ketika kejadian-kejadian
yang luar biasa tersebut diungkapkan, kita jangan sampai terjebak dalam peralatan dan
panggungnya. Allah Jehovah, bukan Yunus, adalah karakter utama dalam kisah ini.
 
            Fokus inilah yang dapat membuka pengertian kita terhadap pesan sesungguhnya dari
Yunus – “Kegagalan dari Kesuksesan”.

Kegagalan dari Kesuksesan: Kisah tentang Yunus


Written by Administrator   
Tuesday, 08 August 2006
Page 2 of 8
 
BERHASIL DALAM KEGAGALAN
 
            Di tahun 1960-an, the Beatles merekam lagu lama country, “Act Naturally”. Judul
tersebut mengingatkan kita bahwa ada beberapa hal yang kita tidak usah belajar untuk
melakukannya – semua itu datang pada kita dengan wajar.
            Hal ini benar ketika kita pikir bahwa kecenderungan kita adalah untuk lari dari Allah.
Hal itu telah dikatakan bahwa semua dari kita harus belajar untuk taat, tapi tidak ada
seorangpun yang diajarkan untuk tidak taat. Berperan sebagai pelarian rohani adalah sebuah
insting alami dari umat manusia yang jatuh.
 
Kekawatiran Yunus terhadap dirinya sendiri atas pengorbanan orang lain. (Yunus 1:1-
16)
            Ketika kita dikenalkan dengan tokoh Yunus, kita melihat dia “berlaku alami” – dia lebih
memperlihatkan kekawatiran jangka pendek untuk dirinya sendiri ketimbang yang dia lakukan
untuk Allah atau orang lain. Ketika Allah Israel meminta Yunus untuk membawa sebuah pesan
peringatan bagi bangsa lain, nabi yang susah diatur ini malah lari ke arah yang berlawanan.
Mari kita lihat lebih dekat pada apa yang terjadi dalam hati Yunus – dan dalam hati Allah.
 
Kerinduan Allah (1:1-2)
Datanglah firman TUHAN kepada Yunus bin Amitai, demikian: "Bangunlah, pergilah
ke Niniwe, kota yang besar itu” (1:1-2a)
            Niniwe, didirikan oleh Nimrod, berada di sebelah timur dari Sungai Tigris, sekitar 550
mil dari Samaria, ibukota dari Kerajaan Utara Israel. (Yunus akan membutuhkan sekitar satu
bulan untuk berjalan kesana dengan 15-20 mil sehari). Kota itu besar, dan dijaga oleh tembok
47
luar dan tembok dalam. Tembok dalam mempunyai lebar 50 kaki dan tinggi 100 kaki. Ini
adalah masa keemasan Niniwe.
Berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku. (1:2b)
Perhatikan baik-baik bahwa ini adalah sebuah pesan penghakiman, bukan
penyelamatan. Allah akan menghakimi penduduk Niniwe untuk kejahatan mereka. Dia adalah
“Hakim segenap bumi” (Kej. 18:25). Dan Dia harus dikenal sedemikian rupa karena, meskipun
Dia adalah Penyelamat, Dia juga berkuasa.
Allah sebagai Hakim mengutus seorang utusannya dengan sebuah pesan penghakiman,
tapi Yunus menolak. Bukannya menerima tugasnya untuk berbicara mewakili Allah, nabi
tersebut memutuskan untuk lari dari tugasnya.
 
Pelarian Yunus (1:3)
            Kemana Yunus pergi ?
                Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan
TUHAN(1:3a)
            Jawaban Yunus kepada misi Allah adalah kebalikan dari Yesaya, yang berkata kepada
Allah, “Ini aku! Utus aku.” (Yes. 6:8) Yunus diperintahkan untuk bangkit dan pergi, dan dia
lakukan – tapi dengan arah yang berlawanan! Dia berangkat menuju Tasis, yang berada 2,500
mil barat dari Joppa di belahan barat dari Spanyol. Dan Yunus berpikir dia akan sanggup untuk
“pergi … dari hadirat Tuhan,” yang mana adalah mustahil.
            Mazmur 139 memperjelas bahwa adalah mustahil untuk lari dari hadirat Tuhan. Tetapi,
Yunus tetap berusaha apa yang Adam dan Kain telah coba lakukan sebelum dia – lari dari
hadirat Tuhan. Dan dia lebih memilih melakukan ini daripada mentaati perintah Tuhan.
            Kenapa Yunus pergi ?
            Dia mengerti penghakiman Allah, tapi dia juga mengerti kasih Allah. Dan, seperti yang
akan kita lihat, Yunus tidak mau Niniwe, ibukota dari bangsa musuh, untuk diampuni. Karena
Yunus tahu keinginan Allah untuk mengampuni dosa ketika ada perubahan sejati di hati, dia
pergi ketimbang memberi tahu orang Niniwe tentang datangnya penghakiman. Dia tidak mau
mereka untuk bisa selamat dari murka Allah.
            Selama beberapa tahun, beberapa telah berusaha untuk memberi alasan dari reaksi
Yunus tersebut. Beberapa berkata bahwa tingkat kesulitan dari tugas tersebut telah mengecilkan
hatinya karena akan memakan waktu satu bulan untuk pergi kesana, dan perjalanan 3 hari
hanya untuk pergi dari satu sisi kota ke sisi yang lain (3:3)
            Beberapa juga berkata bahwa Yunus mengira tugasnya itu terlalu berbahaya. Niniwe
yang jahat adalah sebuah legenda di masa purba, dan sering dialami oleh orang-orang Yahudi
(lihat Nah. 3:1-5)
            Tetapi, pada akar ketidakinginan Yunus untuk pergi ke penduduk Niniwe adalah karena
kebencian yang mendalam pada mereka. Mereka telah membuktikan lagi dan lagi untuk
menjadi musuh dari Israel. Mereka terlihat sebagai penyiksa yang kejam yang memandang
bangsa saingannya seperti wabah berbahaya – menghancurkan dan menghabiskan semua.
            Bagi Yunus untuk pergi ke Niniwe adalah serperti meminta penduduk Yahudi di kota
New York di tahun 1940-an untuk pergi ke Berlin dan memberikan Nazi kesempatan untuk
diampuni. Ketegangan ras begitu kuat sehingga, daripada mentaati, Yunus pergi melarikan diri.
            Nabi yang hilang ini akan belajar harga dari kebencian, dan belajar dengan cara yang
keras. Frank Gaebelein menulis :
            Dalam sehari ketika prasangka dan kebencian membakar perasaan seseorang dan
mempengaruhi penilaiannya, Yunus berbicara dengan sekuat tenaga tentang membatasi kasih
48
dan rasa simpati kita hanya untuk beberapa manusia teman kita dan menyisihkan yang lain dari
rasa kasihan dan pengampunan kita (Four Minor Prophets, hal. 25)
            Adalah lebih mudah untuk membenci daripada mengasihi – dan beberapa dari kita
mungkin menemukan diri kita begitu dekatnya untuk menciptakan Niniwe kita sendiri.
Mungkin orang-orang yang melakukan kebiasaan “Niniwe” adalah yang melakukan aborsi,
homoseksual, musuh-musuh politik, ajaran sesat, atau sebuah kelompok masyarakat yang tidak
kita sukai. Pertanyaan yang harus kita pertimbangkan dengan jujur adalah ini : Akankan
prasangka kita membuat kita, seperti Yunus, menjadi bersalah dengan diam, ataukah kita akan
dengan sengaja menunjukkan hati dari Allah kita ?
            Yunus memilih untuk diam dan membenci daripada taat dan mengasihi.
 
            Bagaimana Yunus melarikan diri?
                [Yunus] pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke
Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu (1:3b)
            Sebuah kapal berlayar dari Joppa ke Tasis hanya beberapa kali dalam setahun. Di sana
ada ruangan untuk dia dalam kapal tersebut, jadi dia membayar biaya perjalanannya, naik ke
kapal itu dari mengarah ke barat.
            Pada waktu ini, Yunus mungkin merasa yakin dengan tindakannya. Semua berjalan
dengan baik, keadaan hidupnya sepertinya memastikan rencananya – tapi kenyataan yang
menyedihkan adalah bahwa dia masih lebih kawatir tentang dirinya sendiri daripada orang lain.
Betapa mudahnya untuk untuk membenarkan tindakan kita, terlebih ketika angin ada di
belakang kita. Tetapi keadaan sekitar, seperti angin, dapat berubah degan sangat cepat.
 
Keputusasaan dari para pelaut (1:4-9)
            Reaksi Allah (ay. 4)
                Tetapi TUHAN menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar,
sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur.
            Kalimat “tetapi TUHAN” sangat bertolak belakang dengan “tetapi Yunus” dalam ayat
sebelumnya. Tuhan yang memanggil Yunus sekarang mengejar pelayannya yang lari.
            Ayat tersebut mengatakan bahwa Allah “mengirimkan”, dimana dalam bahasa Ibrani itu
adalah kata yang menggambarkan “melemparkan” (ekspresi yang sama digunakan dalam 1
Samuel 18:11 dimana Saul melemparkan tombaknya kepada Daud). Itu adalah sebuah istilah
yang menjelaskan bagaimana angin menerjang lautan dengan kekuatan yang sangat luar biasa
sehingga mengaramkan kapal.
            Hasil dari tindakan Allah tersebut adalah “badai yang sangat besar”. Kalimat ini
membawa pikiran kita kepada kebalikannya. Dalam Markus 4, ketika Yesus ada dalam badai di
laut Galilea, Dia menenangkan badai tersebut. Tetapi disini Dia yang membuatnya! Dan sangat
menarik untuk dicatat bahwa manusia pelayan Allah (Yunus dalam hal ini) dapat tidak mentaati
Dia, tetapi pelayan-Nya di alam ini (angin dan laut) selalu mentaati Dia.
 
            Jawaban para pelaut (ay.5a)
            Awak kapal menjadi takut, masing-masing berteriak-teriak kepada allahnya, dan
mereka membuang ke dalam laut segala muatan kapal itu untuk meringankannya.
            Ketidaktaatan Yunus mengakibatkan masalah bukan hanya untuk dirinya tetapi juga
untuk semua yang berada di sekitarnya. Para pelaut tersebut adalah penonton yang tidak
bersalah (seperti keluarga Akhan dalam Yosua 7). Mereka adalah orang-orang yang sederhana,

49
bekerja keras yang terperangkap di tengah-tengah peperangan Yunus dengan Allah.
            Apa jawaban mereka ? Ada tiga:
            Pertama, mereka mengalami respon yang emosional – mereka “takut”. Ini dapat tercatat
karena para pelaut veteran sangatlah berpengalaman di Laut Mediterania. Mereka tahu sifat-
sifat badai di sana, dan mereka tahu bahwa ini bukanlah badai yang biasa.
            Kedua, mereka mengalami respon yang rohani – “masing-masing berteriak kepada
allahnya”. Anda mungkin mengkritik para pelaut ini karena “doa serigala”-nya tersebut, tetapi
semua orang di kapal tersebut berdoa – kecuali Yunus! Meskipun dia seharusnya adalah hamba
Allah, Yunus bertingkah seperti satu-satunya orang atheist di kapal tersebut.
            Ketiga, mereka melakukan respon yang praktis – mereka “membuang muatan .. ke
dalam laut, untuk meringankan beban”. Mereka melihat kematian begitu dekatnya sehingga
keinginan untuk bertahan hidup lebih besar daripada kebutuhan mereka akan penghasilan.
 
            Jawaban Yunus (ay. 5b)
                Tetapi Yunus telah turun ke dalam ruang kapal yang paling bawah dan berbaring di
situ, lalu tertidur dengan nyenyak.
            Di tengah-tengah badai, ketika semua kegiatan panik dilakukan di atas dek kapal, Yunus
dapat dengan tidur nyenyak! Bagaimana mungkin ? Dia terlihat begitu damai. Tetapi kita tahu
bahwa dia sedang dalam perselisihan dengan Allah. Kadang-kadang kita berkata bahwa
perasaan damai adalah sebuah cara yang baik untuk mengukur apakah sebuah keputusan kita
adalah keputusan yang benar. Tetapi mungkin ukuran rohani ini sebenarnya sebuah perasaan
pribadi dan sama sekali bukan damai dari Allah. Komentator Merril Unger menulis :
            Dalam kondisinya yang berantakan [Yunus] tidur “nyenyak”, adalah bukan hasil dari
penyerahan diri pada Allah dan percaya pada-Nya, seperti dalam kisah Tuhan kita tertidur di
danau Galilea yang  mengamuk (Mar 4:37-39), tetapi karena kebebalan rohani yang dihasilkan
oleh hati nurani yang tumpul.
 
            Perbaikan Para Pelaut (ay. 6-9)
                Datanglah nakhoda mendapatkannya sambil berkata: "Bagaimana mungkin engkau
tidur begitu nyenyak? Bangunlah, berserulah kepada Allahmu, barangkali Allah itu akan
mengindahkan kita, sehingga kita tidak binasa." (ay. 6)
            Di dalam keputusasaan, kapten kapal membangunkan Yunus dan memohon padanya
untuk berdoa. Betapa ironisnya bahwa seorang biasa harus meminta hamba Allah untuk berdoa!
            Setelah mencoba segalanya, para pelaut hanya memiliki satu kemungkinan – badai
tersebut adalah murka dari para allah terhadap seseorang di kapal tersebut. Perhatikan apa yang
mereka coba lakukan untuk memperbaiki situasi yang putus asa tersebut :
            Lalu berkatalah mereka satu sama lain: "Marilah kita buang undi, supaya kita
mengetahui, karena siapa kita ditimpa oleh malapetaka ini." Mereka membuang undi dan
Yunuslah yang kena undi.(ay.7)
           Di masa kuno, orang-orang terkadang menggunakan batu berwarna untuk membantu
mencerna “maksud dari para allah”. Dalam hal ini hal itu bekerja dan undian pun jatuh pada
Yunus. Allah yang sama yang mengontrol badai juga mengontrol undian tersebut. (Ams 16:33)
            Berkatalah mereka kepadanya: "Beritahukan kepada kami, karena siapa kita ditimpa
oleh malapetaka ini. Apa pekerjaanmu dan dari mana engkau datang, apa negerimu dan dari
bangsa manakah engkau?" (ay. 8)
            Dengan kecepatan senapan mesin mereka mulai mengajukan pada Yunus serentetan
pertanyaan yang pada dasarnya berisi: Siapa kamu dan kenapa ini bisa terjadi? Yunus
50
menjawab :
           Aku seorang Ibrani; aku takut akan TUHAN, Allah yang empunya langit, yang telah
menjadikan lautan dan daratan (ay. 9)
            Ya, itu tidak sepenuhnya benar, kan ? Jika Yunus betul-betul takut akan Allah, dia
mungkin akan pergi ke timur ke arah Niniwe, bukan ke barat menuju Tarsis.
            Saya percaya bahwa ketika Yunus mengenal Allah-nya sebagai yang “menciptakan
lautan”, dia memberi indikasi bahwa Allah-nya lah seorang  yang bertanggung jawab akan apa
yang terjadi – dan Dia lah satu-satunya solusi untuk itu.
 
Keputusan Yunus (ay. 10-14)
            Orang-orang itu menjadi sangat takut, lalu berkata kepadanya: "Apa yang telah
kauperbuat?" —sebab orang-orang itu mengetahui, bahwa ia melarikan diri, jauh dari
hadapan TUHAN. Hal itu telah diberitahukannya kepada mereka.
Bertanyalah mereka: "Akan kami apakan engkau, supaya laut menjadi reda dan tidak
menyerang kami lagi, sebab laut semakin bergelora." (ay. 10-11)
            Ayat 10 mengatakan bahwa setelah para pelaut tersebut tahu mengetahui Yunus lari dari
Allah, mereka “menjadi sangat takut”. Mengapa ? Pada awalnya mereka takut hanya karena
badai; sekarang mereka taku pada Allah yang ada di belakang badai tersebut.
            Inti dari takut akan Allah adalah mengenal otoritas-Nya, menghormati otoritas-Nya, dan
meresponi otoritas-Nya. Para pelaut melakukan ini, tetapi Yunus tidak!
Satu kali beberapa orang berkata bahwa mereka yang tidak percaya tidak pernah terlihat lebih
baik daripada ketika mereka dibandingkan dengan anak-anak Tuhan yang tidak taat. Karena
Yunus tidak bertobat, para pelaut tersebut bertanya bagaimana mereka dapat menenangkan
badai yang dihasilkan Allah itu.
            Sahutnya [Yunus] kepada mereka: "Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut,
maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena
akulah badai besar ini menyerang kamu." (ay. 12)
            Pada intinya, Yunus berkata, “Aku lebih baik mati daripada mentaati Allah dan
berkotbah mempertobatkan orang-orang yang aku benci.”
            Betapa tragisnya, Yunus pedahal dapat berkata, “Aku bertobat dan kalian juga
seharusnya!” atau “Belokkan kembali kapal ini dan bawa aku ke Niniwe,” atau paling sedikit,
“Beri aku dayung dan bantu aku untuk mendayung.” Tetapi malahan dia sepertinya berkata
pada Allah, “Aku lebih baik mati daripada pergi dengan-Mu ke Niniwe.”
            Kebalikan dari ketidakmauan Yunus untuk ikut serta dalam mengasihani hidup dari
ratusan ribuan dari penduduk Niniwe, perhatikan bagaimana kerasnya para pelaut itu bekerja
untuk menyelamatkan satu nyawa manusia. Dan juga perhatikan rasa hormat mereka pada
Tuhan dibandingkan rasa tidak hormat yang Yunus perlihatkan:
            Lalu berdayunglah orang-orang itu dengan sekuat tenaga untuk membawa kapal itu
kembali ke darat, tetapi mereka tidak sanggup, sebab laut semakin bergelora menyerang
mereka. Lalu berserulah mereka kepada TUHAN, katanya: "Ya TUHAN, janganlah kiranya
Engkau biarkan kami binasa karena nyawa orang ini dan janganlah Engkau tanggungkan
kepada kami darah orang yang tidak bersalah, sebab Engkau, TUHAN, telah berbuat seperti
yang Kaukehendaki." (ay. 13-14)
 
Akhir Dari Badai Yang Dramatis (ay. 15-16)
                Kemudian mereka mengangkat Yunus, lalu mencampakkannya ke dalam laut, dan
laut berhenti mengamuk. Orang-orang itu menjadi sangat takut kepada TUHAN, lalu
51
mempersembahkan korban sembelihan bagi TUHAN serta mengikrarkan nazar.
            Ketika laut dan badai tiba-tiba kembali tenang, badai di dalam hati para pelaut menjadi
semakin kuat – sekarang mereka betul-betul takut pada Allah! Bukan hanya Dia telah membuat
badai, Dia juga mampu meredamnya kembali ketika tujuan-Nya telah tercapai.
            Mereka mempersembahkan korban sembelihan kepada Allah yang benar dan membuat
sumpah setia kepada-Nya.
Sementara itu, Yunus tenggelam seperti sebuah batu – berpikir bahwa dia telah mencapai
tujuannya. Dia sangat yakin bahwa dia telah berhasil melarikan diri dari hadirat Tuhan. Tetapi
apakah iya ?

Kegagalan dari Kesuksesan: Kisah tentang Yunus


Written by Administrator   
Tuesday, 08 August 2006
Page 3 of 8
 
RESPON ALLAH PADA KETIDAKTAATAN (YUNUS 1:17-2:10)
            Kita sekarang meluncur pada pasal yang membuat kitab Yunus menjadi salah satu buku
yang paling ditentang. Di tahun 1930-an sidang pembunuhan terhadap Leopold dan Loeb, 
pengacara mereka Clarence Darrow menyerang kredibilitas dari seorang saksi kunci dengan
berkata, “Anda dapat lebih mudah percaya bahwa Yunus ditelah oleh seekor ikan paus.” Tetapi
strateginya berbalik, karena banyak dari juri berkata mereka percaya pada kisah Yunus dan ikan
tersebut. Sehingga klien Darrow dinyatakan bersalah.
 
Persiapan Allah (1:17)
            Maka atas penentuan TUHAN datanglah seekor ikan besar yang menelan Yunus; dan
Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya.
            Ini adalah pernyataan dalam kisah Yunus yang terkadang tidak dapat dipercaya – tapi
itu juga membutuhkan iman kita pada Allah yang supernatural yang tidak terbatas pada
kenyataan alam. Mari kita lihat pada ayat 17 lebih dekat lagi.
            Kata Ibrani untuk penentuan mengandung aktivitas ide yang kreatif, menyatakan bahwa
ikan ini diciptakan Allah khusus untuk kejadian ini.
            Kalimat tersebut mengatakan bahwa Allah membuat “seekor ikan besar”, bukan seekor
ikan paus seperti banyak orang percaya, meskipun beberapa jenis ikan paus dapat menelan
seorang manusia. (Seekor ikan paus sperm dewasa mempunyai mulut dengan panjang 20 kaki,
lebar 9 kaki dan dapat memakan seekor cumi besar bulat-bulat). Tetapi kalimat tersebut
menandakan, bahwa itu adalah seekor “ikan besar” yang memang khusus disiapkan.
            Dan Yunus bukan hanya ditelan oleh sang ikan, dia diam di dalam perutnya selama 3
hari 3 malam. Ini sangat penting, karena dalam Matius 12:40 Yesus bukan hanya sekedar
mengetahui fakta sejarah bahwa Yunus di dalam ikan, tetapi Dia melebihi itu dan
memperlihatkan perbedaan profetiknya. Dia berkata, “Sebab seperti Yunus tinggal di dalam
perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi
tiga hari tiga malam.”
 
Doa Yunus (2:1-9)
            Berdoalah Yunus kepada TUHAN, Allahnya, dari dalam perut ikan itu,(ay.1)
            Yunus melakukan sesuatu di dalam perut ikan yang dia tolak untuk lakukan ketika dia

52
berada di atas perahu – dia berseru pada Allah. Gua, salib, dan pelemparan batu mungkin
tempat-tempat yang tidak biasa untuk berdoa, tapi tidak ada yang melebihi ini!
Bayangkan apa rasanya mengalami kejadian ditelannya itu sendiri. Dan apa lagi kondisi berada
di dalam kuburan hidup ini ! Tetapi itu semua ada di situ dimana Yunus berseru untuk berdoa.
Doanya mempunyai beberapa bagian:
 
                Doa Pertobatan Yunus (ay.2)
            Dalam kesusahanku aku berseru kepada TUHAN, dan Ia menjawab aku, dari tengah-
tengah dunia orang mati aku berteriak, dan Kau dengarkan suaraku.
            Yunus berdoa karena “kesusahan”-nya, yang memang sesuai untuk seseorang yang
berada di dalam ikan. Perhatikan bahwa tempatnya berdoa adalah “di tengah-tengah dunia
orang mati (Sheol)”, bukan hanya di dalam perut ikan.
            Apa itu Sheol ? Digambarkan dalam alkitab sebagai berada di dalam tanah (Ayub
17:16), sebuah tempat kegelapan (Ayub 10:19-22), dan sebuah tempat yang sunyi (Mazmur
6:5). Meskipun berada di dalam Sheol berarti terpisah dari Allah, masih dapat dijangkau oleh
Allah. Dalam banyak kasus, Sheol adalah dunia orang mati. Apakah digunakan untuk berbicara
tentang kuburan atau dunia setelah kematian, sangat jelas bahwa Sheol adalah sebuah tempat
kematian, bukan hidup.
            Yunus berangkat ke Tarsis dalam rangka menghindari Allah, tetapi dia berakhir di
Sheol. Meskipun dalam pemberontakannya, ketika Yunus bertobat, Allah tetap menjawab.
Yunus berkata pada Allah, “Engkau mendengar suaraku.”
 
                Doa Penundukan Diri Yunus (ay. 3-4)
                Telah Kaulemparkan aku ke tempat yang dalam, ke pusat lautan, lalu aku terangkum
oleh arus air; segala gelora dan gelombang-Mu melingkupi aku. Dan aku berkata: telah
terusir aku dari hadapan mata-Mu. Mungkinkah aku memandang lagi bait-Mu yang kudus?
            Disini Yunus kembali sadar. Akhirnya, di dalam perut seekor ikan besar, dia melihat
kebesaran Allah daripada kondisi sekitarnya. Di dalam genggaman kematian, dia melihat
tangan Allah ada di belakang semua yang telah terjadi terhadapnya (“Kau lemparkan aku”,
Gelora-Mu”, “Gelombang-Mu”, “pandangan-Mu”). Allah yang membuat badai datang dan Dia
juga yang menggunakan para pelaut untuk melangsungkan penghakiman-Nya dengan
membuang Yunus ke dalam laut.
            Bukti dari hadirat Allah yang kuat di dalam keadaan hidup dapat dilihat di seluruh
Alkitab. Paulus, sebagai contoh, melihat dirinya sendiri sebagai seorang tawanan Kristus
(bukan Roma). Yusuf melihat tangan Allah berada dibalik perbudakannya. Ayub melihat karya
Allah dalam penghakimannya. Dan Anak Allah mengenal tangan Bapa dalam penderitaan-Nya.
            Disamping mengenal kuasa dan otoritas Allah dalam keadaannya, Yunus juga meminta
belas kasihan Allah. Dengan harapan dapat dipulihkan untuk menyembah, dia berdoa di dalam
ayat 4, “Aku akan memandang lagi bait-Mu yang kudus.”
 
                Doa Yunus di dalam Kesusahan (ay. 5-6)
                Segala air telah mengepung aku, mengancam nyawaku; samudera raya merangkum
aku; lumut lautan membelit kepalaku di dasar gunung-gunung. Aku tenggelam ke dasar bumi;
pintunya terpalang di belakangku untuk selama-lamanya. Ketika itulah Engkau naikkan
nyawaku dari dalam liang kubur, ya TUHAN, Allahku.
            Ayat-ayat ini menggambarkan kedalaman yang mengerikan dimana Yunus telah
tenggelam. Kepergiannya dari Allah, badai yang ganas, air yang dalam, dan mulut seekor ikan
53
monster yang lapar telah membawa dia kepada genggaman Sheol, dunia orang mati (“pintunya
terpalang dibelakangku untuk selama-lamanya”).
            Tetapi, meskipun Yunus percaya bahwa kematian telah mengambil dirinya, bagian dari
doanya berakhir dengan pengharapan ketika dia berkata, “Engkau naikkan nyawaku dari dalam
liang kubur.” Dia merasakan kasih Allah untuk memperbaiki memang dibutuhkan untuk
pemulihan dirinya, bukan untuk menghancurkan.
 
                Doa Pemulihan Yunus (ay.7)
                Ketika jiwaku letih lesu di dalam aku, teringatlah aku kepada TUHAN, dan
sampailah doaku kepada-Mu, ke dalam bait-Mu yang kudus.
            Ketika Yunus mulai menyerah, dia berdoa untuk pemulihan.
 
                Doa Pengakuan Dosa Yunus (ay. 8)
                Mereka yang berpegang teguh pada berhala kesia-siaan, merekalah yang
meninggalkan Dia, yang mengasihi mereka dengan setia.
            Yunus mengakui dosanya dalam mempercayai sebuah berhala yang tidak dapat
menolong atau menyelamatkan dia, yang sangat membuang-buang waktu dan tenaga dengan
sangat percuma. Dan apakah berhala dari Yunus tersebut ? Itu adalah keinginan pribadi –
berhala yang paling utama.
            Dengan menyembah pada berhala dari keinginan pribadinya, Yunus telah membuat
dirinya ikut dalam jalur pemberontakan – kegagalan rohani yang paling parah. Hanya ketika dia
berpaling kembali kepada Allah dalam pertobatan sehingga dia menemukan apakah sebenarnya
arti dari keberhasilan rohani.
 
                Doa Syukur Yunus (ay.9)
                Tetapi aku, dengan ucapan syukur akan kupersembahkan korban kepada-Mu; apa
yang kunazarkan akan kubayar. Keselamatan adalah dari TUHAN!"
            Doa ini berarti dua hal. Dia sudah siap untuk berhenti memuja dirinya sendiri pada altar
kehendak pribadinya. Dan dia sudah siap untuk berbalik. Seperti seorang pelarian yang terluka
dengan tidak adanya tempat persembunyian, dia menyerahkan dirinya. Sehingga dia
menyatakan, “kupersembahkan korban” dan “apa yang kunazarkan akan kubayar”.
Dengan kata-kata inilah dia menyatakan penyerahan dirinya yang lama tertunda dan berkata,
sebagai hasilnya, “Tuhan, bawa aku ke Niniwe!”
 
Kuasa Allah (2:10)
                Lalu berfirmanlah TUHAN kepada ikan itu, dan ikan itupun memuntahkan Yunus ke
darat.
            Lagi kita melihat kuasa Allah. Angin taat. Laut pun taat. Sekarang ikan pun taat. Satu-
satunya yang tidak taat adalah Yunus, sang hamba Allah. Para pelaut tidak dapt membawa
Yunus ke darat, tetapi Allah menggunakan ikan untuk membawa ke sana dengan mudahnya.
            Kembalinya Yunus ke daratan sangat tidak biasa dan tidak terduga. Sang ikan
memuntahkan dirinya. Ini sungguh bukan pemikiran biasa, tetapi ini adalah satu-satunya
kegunaan “positif” dari kata muntah di dalam Alkitab. Ditempat lain muntah digunakan pada
Israel (Im. 18), si kaya (Ayub 20), Laodikia (Wah. 3), seekor anjing dan seorang bodoh (Ams.
26:11), dan kebanyakan tentang mabuk.
            Kisah Yunus berawal dengan dirinya “berhasil pada kegagalan” ketika dia menolak
54
panggilan Allah, tidak mentaati perintah Allah, dan tidak menghiraukan kehendak Allah. Dia
memuja pada berhala pribadinya, lebih memilih mati daripada menyerah pada Allah.
Tetapi di dalam kasih dan dalam perbaikan, Allah mengejar hambanya yang lari itu. Sekarang
Yunus, yang begitu berhasilnya pada kegagalah rohani, akan diberikan kesempatan kedua,
kesempatan lain untuk menjadikan semuanya kembali benar.

Kegagalan dari Kesuksesan: Kisah tentang Yunus


Written by Administrator   
Tuesday, 08 August 2006
Page 4 of 8
 
GAGAL PADA KEBERHASILAN
 
Di tahun 1836, sebuah perang terjadi untuk kemerdekaan Texas. Pemimpin dari Mexico, Santa
Anna, tidak akan menyerah pada orang-orang “Texas” yang sudah siap untuk mati demi
kemerdekaan mereka. Pada bulan Maret di tahun itu, serdadu Santa Anna menambah
kesiagaannya di San Antonio de Bejar selama 13 hari yang menentukan. Meskipun mereka
pada akhirnya berhasil dalam membantai Alamo dan menguasai orang-orang Texas yang jauh
kalah jumlah, Santa Anna harus membayar mahal untuk kemenangannya itu. Sementara
pasukan Mexico tisibukkan dalam pertempuran untuk Alamo, Jendral Sam Houston
menggunakan waktu tersebut untuk menyusun sebuah pasukan yang dapat mengalahkan
Mexico di San Jacinto dan membiarkan Texas untuk menjadi sebuah republik. Santa Anna
memenangkan pertempuran tersebut – tapi dia kalah dalam perang.

Kegagalan dari Kesuksesan: Kisah tentang Yunus


Written by Administrator   
Tuesday, 08 August 2006
Page 5 of 8
 
MEMENANGKAN PEPERANGAN (YUNUS 3:1-10)
            Waktu kita mulai di pasal ketiga dari kitab Yunus ini, Allah Israel telah memenangkan
pertempuran. Tetapi seperti yang akan kita lihat, peperangan belum berakhir.
           Kembali ke daratan, Yunus mulai perjalanannya ke Niniwe. Dia telah mengambil jalan
memutar melalui perut seekor ikan, tetapi sekarang dia telah kembali ke jalan yang benar. Pada
dua pasal sebelumnya, Allah hendak menggunakan dia untuk membawa satu penyelamatan
terbesar dalam sejarah. Tetapi bagaimana Yunus akan meresponinya?
 
Kesempatan Kedua (3:1-2)
                Datanglah firman TUHAN kepada Yunus untuk kedua kalinya, demikian:
"Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan
yang Kufirmankan kepadamu."
            Terhadap penolakan Yunus dan tindakan pemberontakannya, Allah, dalam kasih dan
karunia, memberikan Yunus sebuah kesempatan kedua untuk menjalankan misinya.
            Perhatikan bahwa pemanggilan Yunus yang kedua ini bersifat jauh lebih pribadi dan
dalam daripada yang pertama. Panggilan yang pertama bersifat lebih umum (“serukanlah”),
tetapi panggilan yang kedua lebih spesifik (“sampaikanlah … seruan yang Ku-firmankan

55
kepadamu”).
            Kesempatan kedua untuk melayani bukannya tidak pernah terdengar. Itu pernah
diberikan kepada Musa (Kisah 7:25) dan juga pada Petrus (Yoh. 21). Tetapi kita jangan
menduga-duga. Alkitab menunjukkan bahwa bisa berbahaya menduga kita akan diberikan
kesempatan kedua (1 Raja 13:26). “Panggilan kedua” tidak pernah dapat dipastikan. Jauh lebih
aman untuk merespon Allah pada panggilan pertama. Pada kasus Yunus, Allah dapat saja
memanggil orang kedua, teatpi untuk tujuan-Nya itu Dia memilih untuk memanggil orang yang
sama untuk kedua kalinya.
 
Sebuah Pesan Yang Sederhana (3:3-4)
                Bersiaplah Yunus, lalu pergi ke Niniwe, sesuai dengan firman Allah. Niniwe adalah
sebuah kota yang mengagumkan besarnya, tiga hari perjalanan luasnya. Mulailah Yunus
masuk ke dalam kota itu sehari perjalanan jauhnya, lalu berseru: "Empat puluh hari lagi,
maka Niniwe akan ditunggangbalikkan."
            Kota Niniwe berukuran sangatlah besar, sangat maju dan kaya. Tetapi juga besar dalam
hal dosa (1:2). Itulah sebabnya Yunus ada di situ, dan dia memulai perjalanan selama 3 hari 
melewati kota untuk menyatakan peringatan Allah kepada para penduduknya.
            Bagaimana dia mendapatkan perhatian orang –orang? Komentator Alkitab Harry
Rimmer mengira bahwa cairan dari ikan besar mempunyai efek yang dramatis pada penampilan
Yunus dengan merontokkan rambut dan mengelupas kulitnya. Penampilan dirinya (dan
mungkin baunya juga) pasti mengakibatkan orang-orang untuk memerhatikan dia.
                Penghakiman Allah.
            “Niniwe akan ditunggangbalikkan!” Kata ditunggangbalikkan berarti “dihancurkan”,
dan penekanan pada kata kerja tersebut menggambarkan hal tersebut akan  dilakukan secara
menyeluruh – sebuah penghancuran yang lengkap bagi kota tersebut hingga ke fondasinya.
Kata yang sama ini digunakan dalam Kejadian 19:25 untuk menggambarkan penghancuran
Sodom dan Gomorah.
            Tidak diragukan lagi, Yunus memberitakan lebih dari kata-kata ini, tetapi ini adalah
tema utamanya. Sewaktu peringatan ini disiarkan, pesannya sangatlah singkat dan langsung
pada sasaran. Pesan-pesan penghakiman seringkali ditandai oleh kelangsungan seperti berikut :
>Natan berkata pada Daud, “Engkaulah orangnya!” (2 Sam. 12:7)
>Pesan penghakiman pada Raja Belshazar secara supernatural muncul pada dinding dengan
pesan berikut: “Mene, mene, tekel, upharsin” (Dan. 5:25)
>Tuhan berkata pada Gereja di Efesus, “Bertobatlah dan lakukan lagi apa yang semula kau
lakukan” (Wah 2:5)
 
Sangat mungkin bahwa Yunus terlalu menikmati pesan penghakimannya. Dia telah
menunjukkan kebenciannya pada orang-orang Niniwe, dan sekarang dia mengumumkan
penghancuran yang akan datang. Dia dapat dengan mudah merasakan perasaan puas ketika dia
memberitakan kata-kata tersebut. Tetapi jika dia memang menemukan kesukaan seperti itu, dia
kehilangan kasih Allah dalam pesan tersebut dan peringatan penting yang dia siarkan.
 
            Kasih Allah.
            “Empat puluh hari lagi …” Inilah kuncinya, karena menggambarkan kasih Allah. Jika
tidak terdapat kesempatan untuk bertobat, tidak ada batas waktu yang dibutuhkan. Tetapi Allah
memberikan Niniwe sejumlah waktu tertentu untuk bertobat. Dan apa yang membuat mereka
bertobat ? Seperti biasa, karena firman Allah yang telah diberikan kepada orang-orang yang
56
membutuhkan kasih-Nya dan pengampunan-Nya lebih dari semua yang ada di hidup ini.
            Ironis dari kisah Yunus, adalah, bahwa penduduk Niniwe menghormati Allah dengan
penyerahan diri yang mana Yunus masih belum siap untuk berikan. Di belakan dan di dalam
ketaatan yang tampak, pemberontakan di dalam masih ada. Dia telah memberontak secara aktif
dengan pergi menuju tarsis, tetapi sekarang dia secara pasif memberontak melawan hati Allah.
Seperti yang akan kita lihat, meskipun dia membicarakan firman Allah, dia tetap berada diluar
dari hati Allah yang penuh kasih yang “menghendaki supaya jangan ada yang binasa,
melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.” (2 Pet. 3:9)
 
Sebuah Respon Yang Serius (3:5-9)
            Apa rasanya berada di Niniwe ketika Yunus menyampaikan pesannya ? Pastor dan
pengarang James Montgomery Boice menggambarkan hal itu sebagai berikut:
            Kita dapat hampir melihat Yunus ketika dia masuk pada hari pertama perjalanannya dan
mulai menerukan pesannya. Apa yang ada dalam benaknya? Apakah orang Niniwe akan
tertawa? Apakah mereka akan melawan Yunus dan menyiksanya ? Ketika dia berseru orang-
orang pun berhenti dan mendengarkan. Keributan pasar pun menjadi hilang dan suara kudus
pun mencuri semua perhatian. Segera mereka pun menangis dan tanda-tanda lain yang
menunjukkan pertobatan yang sejati. Pada akhirnya pesan dari Yunus pun memasuki istana,
dan sang raja, membuka jubah kebesarannya, mengambil tempat bersedih bersama hamba-
hambanya yang bertobat (Can You Run Away From God?, Victor, 1977, hal. 71-72).
            Pemandangan yang luar biasa! Perhatikan bagaimana seluruh suku bangsa meresponi
kasih dan karunia Allah:
 
                Kepercayaan Mereka (ay. 5a)
            Orang Niniwe percaya kepada Allah…
            Kata percaya di sini sama dengan kata di dalam Kejadian 15:6. “Lalu percayalah Abram
kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Ini
bukan hanya mempercayai pada apa yang dikatakan; tapi mempercayai pada Allah yang telah
berbicara. Orang-orang tersebut percaya bahwa pesan Yunus itu berasal dari Allah, dan mereka
yakin akan itu. Ibrani 11:6 berkata bahwa “tanpa iman adalah mustahil untuk menyenangkan
Allah.” Mereka percaya pada Allah – dan meresponinya!
 
                Pertobatan Dan Doa Mereka (ay.5-9)
                Orang Niniwe percaya kepada Allah, lalu mereka mengumumkan puasa dan mereka,
baik orang dewasa maupun anak-anak, mengenakan kain kabung. Setelah sampai kabar itu
kepada raja kota Niniwe, turunlah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya,
diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di abu. Lalu atas perintah raja dan para
pembesarnya orang memaklumkan dan mengatakan di Niniwe demikian: "Manusia dan ternak,
lembu sapi dan kambing domba tidak boleh makan apa-apa, tidak boleh makan rumput dan
tidak boleh minum air. Haruslah semuanya, manusia dan ternak, berselubung kain kabung dan
berseru dengan keras kepada Allah serta haruslah masing-masing berbalik dari tingkah
lakunya yang jahat dan dari kekerasan yang dilakukannya. Siapa tahu, mungkin Allah akan
berbalik dan menyesal serta berpaling dari murka-Nya yang bernyala-nyala itu, sehingga kita
tidak binasa."
            Dua ekspresi pada Perjanjian Lama tentang perubahan hati yang tulus adalah dengan
berpuasa dan menggunakan kain kabung. Perhatikan bahwa iman mereka menghasilkan
tindakan – spontan, langsung, dan pasti.
            Mengenakan kain kabung adalah sebuah simbol dari dipermalukan, dan rasa sedih yang
57
mendalam. Itu adalah sebuah pernyataan pribadi untuk ketidakberhargaan, dan itu dilakukan
oleh semua orang, mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil. Bahkan binatang-binatang
pun diikutsertakan.
            Iman pertobatan orang-orang tersebut mengakibatkan perubahan pada perilaku mereka.
Tidak ada pengakuan yang pura-pura atau bohong yang dapat melakukan hal itu. Perubahan
sejati pada pikiran dan hati yang dibuktikan dengan perubahan hidup  sangatlah dibutuhkan.
            Meresponi peringatan Allah lewat Yunus, seorang raja kota memimpin penduduknya
dalam pertobatan nasional, mengakui  bahwa Allah berkuasa dan dapat “berpaling dari murka-
Nya yang bernyala-nyala itu” (ay. 9) jika Dia memilih untuk itu. Tetapi dia masih memanggil
penduduk Niniwe untuk berdoa untuk meminta belas kasihan Allah. Permintaanya tersebut
memperlihatkan iman dan pengharapan pada bagian dari sang raja. Sangat penting untuk
diperhatikan bahwa sang raja maupun penduduk Niniwe mempunyai bukti yang dapat dijadikan
sebagai dasar pengharapan mereka kecuali bahwa Allah telah memberikan mereka sebuah
peringatan daripada dengan segera menghancurkan mereka. Jadi, dengan iman, mereka berdoa
dalam pengharapan bahwa belas kasihan akan menggantikan penghakiman.
 
Allah Sang Penolong (3:10)
                Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari
tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah
dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Iapun tidak jadi melakukannya.
            Apa yang Allah Lihat. Dia melihat yang mereka lakukan dan mereka secara murni
berbalik dari dosa-dosa mereka. Ketulusan dari pertobatan mereka itulah yang terlihat sebagai
bukti dari perubahan hidup mereka (lihat Lukas 3:8; Kisah 26:20).
            Apa yang Allah Lakukan. “menyesallah Allah … dan Ia pun tidak jadi
melakukannya.” Allah merubah pernyataan penghakiman-Nya dan menyelematkan mereka dari
dosa dan kesalahan mereka. Tetapi, ini tidak berarti, bahwa Allah berubah pikiran. Tetapi
malahan, Dia tetap berpegang pada prinsip abadi-Nya tentang keadilan dan belas kasihan.
Pertimbangkan yang berikut ini :
>Lagi Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia bukan
manusia yang harus menyesal." (1 Sam. 15:29)
>Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal.
Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya? (Bil.
23:19)
 
Maksudnya adalah bahwa karakter dari Allah tidak berubah. Tetapi malahan, ketika orang-
orang berubah dalam hubungannya dengan Dia, hukum yang berbeda menjadi berlaku. Ketika
ayat 10 berkata bahwa “menyesallah Allah,” itu tidak menunjuk pada penyesalan karena telah
berbuat suatu kesalahan dalam penghakiman, tetapi sebuah pencabutan dari penghakiman
sebagai tindakan dari belas kasihan kepada orang yang telah bertobat.
      Hukum-hukum Allah tentang penghakiman akan dosa sangatlah jelas, tetapi terdapat jalan
keluar ketika kita datang pada-Nya memohon belas kasihan dan pengampunan. Itulah
bagaimana pertempuran untuk hati dari Niniwe telah dimenangkan.

Kegagalan dari Kesuksesan: Kisah tentang Yunus


Written by Administrator   
Tuesday, 08 August 2006
Page 6 of 8
58
 
KALAH DALAM PEPERANGAN (YUNUS 4:1-11)
 
            Dari sudut pandang kita, kisah Yunus dapat berakhir di pasal 3. Tugas telah dilakukan,
Niniwe sudah bertobat, dunia pun menjadi baik. Tetapi pasal 4 ada untuk satu alasan. Ketika
kita masuk pada pasal terakhir dari kitab Yunus, kita melihat dia gagal dalam kesuksesan.
Setelah menjadi alat Allah untuk menghasilkan pertobatan terbesar sepanjang sejarah manusia,
Yunus lebih dari sedih – dia dipenuhi kemarahan yang tidak dapat hilang.
            Sangat ajaib melihat betapa cepatnya Niniwe meresponi pada karya Allah, tetapi betapa
lambatnya Yunus meresponi Allah. Kasih yang begitu besar yang Allah berikan pada Niniwe
membuat kemarahan dan kepahitan yang begitu dalam dan menguasai pada sang nabi.
 
Kemarahan Yunus (4:1-3)
            “Tetapi hal itu sangat mengesalkan hati Yunus… “ Kata mengesalkan di sini berarti
“melihat sebagai kejahatan”. Yunus sebenarnya memandang penyelamatan Allah terhadap
Niniwe adalah salah!
                “… lalu marahlah ia.” Kata marah berarti “membakar”. Allah dengan penuh kasih
telah reda dari murka-Nya, tetapi kemarahan Yunus kepada Allah menjadi tak terbendung.
            Mengapa dia marah ? Karena penghakiman telah dihapuskan, dan itu adalah
penghakiman yang Yunus begitu ingin saksikan terjadi! Yunus telah melakukan apa yang Allah
ingin dia lakukan – untuk pergi dan memberitakan – tetapi Allah tidak melakukan apa yang
Yunus inginkan – untuk menghancurkan Niniwe. Yunus begitu marah pada Allah karena
memberikan belas kasihan dan dia merasa dikhianati karena Dia telah mengampuni Niniwe
yang dibenci.
                “Dan berdoalah ia … , katanya:” Terakhir kali Yunus berdoa, dia berada di dalam
perut seekor ikan dan bersyukur karena dibelaskasihani. Tetapi sekarang dia marah pada Allah
untuk belas kasihan yang sama. Mengapa? Karena belas kasihan tersebut diberikan pada
musuh-musuhnya.
                “ … bukankah telah kukatakan itu … ?” Dia pada dasarnya berbicara pada Allah,
“Apa kubilang! Aku betul, dan Engkau salah.” Dia malahan berusaha untuk membenarkan
pemberontakannya dengan mengakui bahwa tindakan awalnya dengan ketidaktaatan adalah
suatu usaha untuk mencampuri atau menghalangi kasih Allah.
            Akibatnya, Yunus berkata, “Inilah alasan aku menolak untuk pergi ke Niniwe ketika
Engkau pertama memanggil aku. Dan apa yang aku lakukan adalah benar!” Bukankah itu yang
kadang-kadang kita lakukan? Boice menuliskan:
            Sesuatu tidak berjalan seperti yang kita inginkan, sehingga kita mencari untuk
membenarkan ketidaktaatan di hadapan Allah. Apa yang kita perlu pelajari adalah bahwa kita
tidak cukup untuk lewat dalam kepantasan atau ketidakpantasan dari hasil akhir, juga kita tidak
tidak bertanggung jawab untuk itu. Kita bertanggung jawab hanya untuk melakukan
keseluruhan kehendak dari Allah (ibid. hal. 84-85).
                “… sebab aku tahu, bahwa Engkaulah …” Hebatnya, Yunus mendasarkan
argumennya pada daftar sifat-sifat ilahi yang ditemukan dalam Keluaran 24:6-7,  wahyu Allah
tentang diri-Nya mengikuti dosa dari Israel dengan anak lembu emas di Sinai. Yunus menyesali
kenyataan bahwa Allah adalah :
>“Pengasih” – memberikan bantuan kepada mereka yang tidak layak menerimanya (seperti
Yunus, yang menerimanya dalam 2:9).
>“Penyayang” – menunjukkan kebaikan, kasih, dan pengampunan kepada mereka yang

59
membutuhkan. Yunus telah menerima itu, tetapi dia menolak untuk memperpanjangnya.
>“Penyabar” – Allah tidak selalu melaksanakan hukuman tetapi memberikan waktu untuk
bertobat.
>“Berlimpah kasih setia” – berlimpah dalam kasih, kebaikan dan belas kasihan.
>“yang menyesal karena malapetaka” – berkemampuan dalam penghakiman dan juga dalam
pengampunan.
 
                Yunus menggunakan penjabaran Allah tentang diri-Nya sendiri dalam Keluaran 34
untuk menuduh Dia sebagai bermuka dua dan tidak konsisten. Yunus pada dasarnya berkata,
“Aku tahu seperti apa Engkau itu. Jadi mengapa Engkau mengutus aku dengan sebuah pesan
penghakiman kalau Engkau hanya hendak menunjukkan pada mereka belas kasihan-Mu ?”
      Yunus begitu pahit hati dan marah pada Allah sehingga dia hanya ingin mati.
      “ … cabutlah kitanya nyawaku …” Sangat ajaib bahwa sebelumnya Yunus memuji
Allah tiga kali karena menyelamatkan nyawanya (2:5-7). Tetapi di sini, yang pertama dari dua
kali (lihat juga ay. 8), dia meminta Allah untuk membunuh dia. Mengapa? Yunus menolak
untuk menerima kehendak Allah karena kebencian dirinya kepada orang Niniwe. Kehendak
pribadinya mencengkeram pikirannya begitu kuat (Yunus menggunakan kata-kata, aku, dan
milikku sebanyak 7 kali dalam dua ayat ini) sehingga Yunus memilih lebih baik mati daripada
membiarkan mereka hidup. Betapa berbedanya dengan sang Penyelamat, yang dengan rela mati
supaya kita dapat hidup.
 
Tantangan Allah (4:4)
                Tetapi firman TUHAN: "Layakkah engkau marah?"
            Allah tidak akan membiarkan persoalan ini tidak terselesaikan, jadi Dia menantang
Yunus tentang kemarahannya. Sangat biasa di dalam Alkitab bagi Allah untuk menantang
umat-Nya dengan pertanyaan yang menusuk:
>Dia bertanya pada Adam, “Dimanakah engkau?” (Kej. 3:9)
>Dia bertanya pada Kain, “Dimanakah Abel, adikmu?” (Kej. 4:9)
>Yesus bertanya pada Yudas, “Apakah engkau mengkhianati Anak Manusia dengan sebuah
ciuman?” (Luk. 22:48).
 
            Sepertinya Allah berkata pada Yunus, “Kita sedang melihat situasi yang sama persis
dalam dua cara yang berbeda. Yang mana di antara kita yang mempunyai sudut pandang yang
lebih baik?” Jawabab Yunus seharusnya begini, “Allah adalah benar, dan semua manusia
pembohong” (Rom. 3:4). Tetapi sebaliknya, dia kembali melarikan diri.
 
Kepergian Yunus (4:5)
                Yunus telah keluar meninggalkan kota itu dan tinggal di sebelah timurnya. Ia
mendirikan di situ sebuah pondok dan ia duduk di bawah naungannya menantikan apa yang
akan terjadi atas kota itu.
            Yunus hanya peduli pada dirinya sendiri – membuat sebuah naungan dimana dia dapat
duduk dan melihat kota. Keegoisannya yang menyedihkan itu telah membuatnya menjadi orang
yang tertutup dan pahit hati – dan dengan tanpa perubahan hati, seorang yang pahit hati hanya
akan menjadi sebakin buruk dengan berjalannya waktu.
            Allah akan berurusan dengan nabi-Nya yang lari dengan menanyakan padanya
pertanyaan lain. Tetapi sebelumnya Dia akan menyiapkan langkah-langkah untuk menyiapkan
60
hati Yunus untuk pesan di dalam pertanyaan itu.
 
Persiapan Allah (4:6-8)
                Lalu atas penentuan TUHAN Allah tumbuhlah sebatang pohon jarak melampaui
kepala Yunus untuk menaunginya, agar ia terhibur dari pada kekesalan hatinya. Yunus sangat
bersukacita karena pohon jarak itu. (ay. 6)
            Pohon jarak adalah suatu tumbuhan yang tumbuh dengan cepat dengan daun yang
lebar. Beberapa mengatakan bahwa pohon jarak dapat tumbuh setinggi kira-kira 12 kaki dan
mempunyai daun-daun yang lebar. Perhatikan bahwa untuk pertama kalinya dalam keseluruhan
kisah, Yunus “sangat bersukacita”. Tetapi ini hanya karena dia mendapat keuntungan dari
pohon tersebut.
                Tetapi keesokan harinya, ketika fajar menyingsing, atas penentuan Allah datanglah
seekor ulat, yang menggerek pohon jarak itu, sehingga layu.(ay. 7)
            Ulat mempunyai selera yang rakus (“mengunyah pohonnya” NIV). Ayat 6 dan 7
memperlihatkan dua karakteristik yang berlawanan dari sifat Allah – kemampuan-Nya untuk
menyelamatkan dan menghancurkan. Tujuan dari ulat tersebut adalah untuk menghancurkan
tumbuhan itu sehingga Yunus sekali lagi dapat terlihat.
                Segera sesudah matahari terbit, maka atas penentuan Allah bertiuplah angin timur
yang panas terik (ay. 8a)
            Angin tersebut adalah angin timur yang panas dan terik (terkadang disebut “sirocco”)
yang bertiup dari gurun pasir Arabia. Allah merespon kepada panas dari kemarahan Yunus
dengan memperlihatkan kepadanya panas dari gurun pasir dan semua elemennya.
                sehingga sinar matahari menyakiti kepala Yunus, lalu rebahlah ia lesu dan berharap
supaya mati, katanya: "Lebih baiklah aku mati dari pada hidup."(ay. 8b)
            Allah dengan supernatural menyingkirkan tempat persembunyian Yunus sehigga Dia
mendapatkan perhatian Yunus menjadi tidak terbagi. Tetapi tragisnya, Yunus masih melihat
kematian sebagai pilihannya dibanding menyerahkan diri pada Allah.
 
Pertanyaan Allah (4:9a)
                Tetapi berfirmanlah Allah kepada Yunus: "Layakkah engkau marah karena pohon
jarak itu?"
            Di ayat 4, Yunus marah terhadap Allah. Sekarang dia marah karena sebuah tumbuhan.
Kepahitan terkadang dimulai dengan sombong dan diakhiri dengan lemah. Boice menulis:
            Hal yang sama terjadi ketika kita menjadi marah. Kita mulai dengan marah pada hal-hal
besar, tetapi dengan cepat kita menjadi marah pada hal-hal sepele. Pertama kita marah pada
Allah. Kemudian kita menunjukkan kemarahan kita pada keadaan, kemudian keadaan sepele.
Terakhir, tali sepatu kita putus di satu pagi, dan kita menemukan diri kita sedang menyumpahi.
Allah sedang memperlihatkan dia ini, katakanlah akibatnya, “Lihat kemana kemarahanmu telah
membawamu, Yunus. Apakah ini benar ? Apakah ini caranya untuk hidup ? Apakah engkau
ingin menghabiskan sisa hidupmu dengan menyumpahi perkara-perkara sepele yang
menyedihkan?” (ibid., hal. 95).
 
Niat Buruk Yunus (4:9b)
                Jawabnya [Yunus]: "Selayaknyalah aku marah sampai mati."
            Yunus masih belum mengerti. Di situ dia duduk, dibawah dahan yang kering, tidak
bersemangat, pahit, penuh dendam – sebuah potret tragis dalam mengasihani diri sendiri. Dia

61
masih membela dirinya sendiri dan tidak menghargai hidup lagi. Dia melihat sangat tidak
masuk akal bagi tindakan Allah terhadap Niniwe atau terhadap tumbuhan tersebut, sehingga dia
memutuskan bahwa jika Allah hendak bertindak dengan cara ini, dia pun lebih baik mati.
 
Pernyataan Dari Allah (4: 10-11)
            Belas Kasih Untuk Sebuah Tanaman? (ay. 10)
                Lalu Allah berfirman: "Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya
sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam
satu malam dan binasa dalam satu malam pula.
            Allah menaruh kelakuan Yunus dalam perspektif :
>Dia mengasihi sebuah tanaman yang tidak berharga, tetapi membenci roh manusia yang abadi.
>Dia menunjukkan belas kasihan buat satu elemen kecil dari ciptaan Allah tetapi tidak
mempunyai kasih buat seluruh kota yang sedang berhadapan dengan penghakiman kekal.
 
            Belas Kasih Untuk Sebuah Kota! (ay. 11)
                Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang
berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan
tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?
            Yunus butuh untuk melihat bahwa belas kasihan buat sebuah tanaman adalah tidak ada
harganya, tetapi belas kasihan buat sebuah kota dengan lebih dari 120,000 anak-anak kecil
memiliki nilai yang abadi. Jika mereka tidak dapat membedakan yang kanan dari yang kiri,
bagaimana mereka tahu mana yang baik dan yang salah? Jika Yunus tidak dapat mengasihani
penduduk kota tersebut, pastilah dia dapat mengasihani anak-anak kecil dan ternaknya – yang
minimal dapat terlihat tidak berdosa sama seperti tumbuhan tersebut!
            Di tengah-tengah kebangunan rohani yang besar ini, Yunus masih kehilangan kebesaran
dari kasih dan karunia Allah . Memenangkan pertempuran dengan menjangkau Niniwe oleh
pesan dari Allah, Yunus merasa telah kalah dalam perang di dalam hatinya sendiri.

Kegagalan dari Kesuksesan: Kisah tentang Yunus


Written by Administrator   
Tuesday, 08 August 2006
Page 7 of 8
 
AKHIR DARI KISAH
           
            Apa yang terjadi kemudian ? Mungkin Yunus kembali mengerti kebutuhan akan belas
kasihan untuk mengalahkan penghakiman. Jika ini tidak benar, kenapa juga dia menuliskan
pengalaman pribadinya dan mengakhirinya dengan firman Allah tentang nilai yang Dia
taruhkan pada jiwa-jiwa yang abadi ?
            Di sekitar bulan tersebut, telah membawa Yunus untuk kembali ke Gat-Hefer,
pernyataan Allah tersebut mungkin masuk begitu dalam di dalam hatinya. Dakwaan yang terus
menerus menjadi begitu kuatnya sehingga ketika dia mencapai rumah, dia memiliki hati yang
penuh kasih dan belas kasihan bagi yang terhilang – meskipun bagi mereka yang adalah
musuhnya.
            Mungkin Yunus menjadi sadar bahwa ketika musuh kita mempunyai iman kepada
Allah, mereka bukan lagi musuh kita. Bukan kau bersyukur bahwa Yunus menulis kisahnya
dengan keterbukaan dan kejujuran sehingga kita dapat diingatkan mengapa kasih itu selalu
62
lebih baik dari pada kebencian?

Kegagalan dari Kesuksesan: Kisah tentang Yunus


Written by Administrator   
Tuesday, 08 August 2006
Page 8 of 8
 
GAGAL VS SUKSES
           
            Kita belajar banyak hal dari kitab Yunus, tetapi benang yang menghubungkan semuanya
itu adalah kasih dari Allah. Kita melihatnya ketika Allah mengejar dan memulihkan Yunus,
ketika Dia mengampuni para pelaut, dan penyelamatan-Nya yang ajaib bagi Niniwe. Juga
dalam pandangan keseluruhan kegagalan rohani dari Yunus …
>yang mengalami belas kasihan tetapi tidak memberikan sedikitpun;
>yang menerima kasih tetapi tidak mengembalikan apapun;
>yang merasakan kesabaran Allah tetapi menyesali Allah karena memperlihatkan kesabaran
yang sama pada Niniwe.
 
            Mudah untuk melupakan bahwa orang yang diampuni begitu banyak juga harus
mengasihi begitu banyak, dan orang yang menerima belas kasihan juga harus selalu
memberikan belas kasihan.
            Ada sebuah lagu lama yang mengatakan, “Kasih Allah begitu luas, seluas lautan.”
Tetapi bahkan itu pun masih kurang luas. Pernyataan yang paling hebat dari luasnya kasih
Allah adalah tangan Kristus yang terentang dipaku pada kayu salib dan mati karena dosa-dosa
kita.
            Bagaimana masing-masing dari kita meresponi kasih itu adalah perkara dimana
kekekalan kita bergantung. Yunus telah “berhasil” dalam pelariannya dari kasih Allah, tetapi
kegagalan terbesarnya adalah dengan tidak menginginkan orang lain untuk mengalami kasih
tersebut. Allah menganugerahkan  bahwa kita dapat berhasil dalam ucapan syukur dan dengan
taat membawa kasih-Nya pada mereka yang membutuhkan sama seperti kita.
 
(Diterjemahkan dari RBC Discovery Series : The Failure of Success – The Story Of Jonah)

Robert Morison - Perintis ke China


Written by Administrator   
Saturday, 21 April 2007
1782 Lahir di Inggris
1806 Sidang Timbunan Jerami – awal pekerjaan misionaris Protestan ke China
1807 Morrison tiba di China
1813 Menyelesaikan terjemahan Perjanjian Baru bahasa Chinese
1814 Orang Chinese yang pertama bertobat dibaptiskan
1819 Menyelesaikan terjemahan Perjanjian Lama bahasa Chinese
1821 Ny. Morrison meninggal dunia
1834 Meninggal dunia di Kanton, China

63
Pada suatu hari di tahun 1805, lima orang muda berkumpul bersama di suatu padang
rumput terbuka di daerah Williams College di Williamstown, Massachusetts (Amerika
Serikat). Saat itu, mereka telah bersidang selama beberapa waktu dua kali seminggu
untuk berdoa. Namun, kali ini sesuatu yang unik terjadi. Sidang mereka dihentikan
oleh topan badai yang memaksa mereka untuk berteduh di bawah timbunan jerami di
dekat tempat itu. Saat mereka melanjutkan doa mereka di bawah naungan jerami,
mereka dijamah oleh Tuhan mengenai kebutuhan yang mendesak bagi Sekristenan
untuk menyebar ke Asia.

Sidang doa itu, yang dikenal sebagai “Sidang Timbunan Jerami,” menjadi suatu
peristiwa yang monumental di dalam sejarah Sekristenan. Ini adalah awal penyebaran
Sekristenan ke tanah perawan China dan juga permulaan semua pekerjaan misionaris
Protestan yang terarah ke daerah ini. China adalah suatu lahan perawan, yang memberi
pergerakan yang baru bagi Allah di tempat yang jauh terpisah dari polusi agama
Yahudi, filsafat Yunani, dan organisasi manusia yang telah menghambat pelaksanaan
ekonomi-Nya sejak kedatangan Kristus kali pertama. Walaupun tidak ada seorang pun
dari kelima orang yang berdoa di bawah timbunan jerami hari itu yang pernah berlayar
ke China, namun Tuhan mendengar doa mereka dan memberi respons dengan memberi
beban kepada seorang saudara yang rajin yang berusia 25 tahun di Inggris. Namanya
adalah Robert Morrison, dan pada tahun berikutnya dia berlayar mengarungi samudera
untuk pergi ke China. “Sidang Timbunan Jerami” menjadi pemicu pergerakan ke China
yang berlangsung selama 100 tahun dan yang mencakup Robert Morrison sebagai
perintisnya, diikuti oleh Dr. Gutsia, Hudson Taylor, the Cambridge Seven, dan banyak
lainnya. Yang paling penting, hal ini menimbulkan bangkitnya bejana-bejana yang
unik yang digunakan secara strategis oleh Tuhan di dalam pemulihan-Nya, termasuk
Dora Yu, M.E. Barber, Watchman Nee, dan akhirnya Witness Lee.
Dalam hikmat dan kedaulatan-Nya, Tuhan memilih Robert Morrison untuk mengawali
pergerakan-Nya ke China. Bahkan sejak muda, Tuhan telah mempersiapkan Morrison.
Mengenai masa mudanya, Morrison menulis, “Aku memutuskan hubungan dengan
teman-temanku yang sembarangan dan memberikan diriku untuk membaca,
bermeditasi, dan berdoa. Ini menyenangkan Allah sehingga Dia menampakkan Putra-
Nya di dalam aku, dan pada saat itu aku banyak mengalami ‘kebaikan masa mudah dan
kasih mesra’” (Marshall Broomhall, Robert Morrison – A Master Builder, p. 15)*. Saat
berumur 25 tahun, dia memiliki satu sasaran – menyebarkan pekerjaan Tuhan ke
China. Keputusannya untuk menginjili negeri yang keras dan tidak ramah ini sangat
mutlak. Dia menulis, “Jika kita pergi, kita harus menghukum mati diri kita sendiri,
tidak bersandar pada diri kita sendiri melainkan bersandar dalam Allah yang hidup”
(Ibid., p. 31). Kemudian sebelum, berlayar ke China, seseorang mengejek dia dengan
bertanya, “Jadi, Tuan Morrison, Anda benar-benar percaya bahwa Anda bisa
mempengaruhi Kekaisaran China yang penuh dengan berhala?” Dengan penuh iman,
Morrison menjawab, “Tidak Tuan, saya percaya bahwa Allah bisa” (Ibid., p. 39).

Bagi seorang Barat untuk menembus China bukanlah suatu tantanga yang mudah.
Pandangan ini tercermin di dalam undang-undang pengadilan kejahatan dari kekaisaran
China “bagi orang-orang Eropa” yang “menyembah Allah”:
Mulai saat ini, orang-orang Eropa yang secara pribadi mencetak buku-buku dan
menghasilkan para pengkhotbah, untuk memalingkan orang banyak, serta orang-orang
Tartar (Turki dan Mongol) dan orang-orang China, yang menjadi wakil orang-orang
Eropa, yang mempropagandakan agama mereka, membuat orang mengganti nama, dan
meresahkan orang banyak, harus membaca keputusan berikut ini: yang menjadi
pemimpin atau ketua akan dihukum: siapa saja yang menyebarkan agama mereka,
64
namu tidak menimbulkan ketidaknyamanan dan tidak menyebarkannya ke banyak
orang, dan tanpa mengganti nama orang, akan dipenjarakan, sambil menantikan saat
hukuman mati; dan mereka yang mengikuti agama yang demikian, tanpa berniat untuk
mengubah diri, akan diasingkan ke Manchuria Utara (Ibid., p. 68).
China adalah negara yang berbenteng dengan Kanto sebagai satu-satunya pintu masuk,
namun pelabuhannya sangat ketat sehingga orang-orang Barat jangan berharap untuk
bisa masuk. Namun dalam kedaulatan-Nya, Tuhan membuka pintu untuk masuk ke
dalam negara yang tertutup rapat ini melalui perdagangan suatu perusahaan India
Timur yang berasal dari kerajaan Inggris yang industrial. Namun karena tujuan
kepergian Morison sangat potensial untuk menimbulkan keretakan dalam hubungan
yang rapuh antara perusahaan India Timur itu dengan China, maka perusahaan itu
menolak untuk membawa dia ke China. Satu-satunya pilihan yang dia miliki adalah
pergi ke Amerika dahulu, kemudian pergi ke China melalui kapal dagang Amerika.
Sebelum tiba, Morrison harus terlebih dulu singgah di semenanjung Makao, suatu
koloni yang berada di bawah kekuasaan Portugis dekat Hong Kong hari ini. Dari
Makao dia bisa berlayar me1alui sungai ke Kanton dalam kurun waktu 4 bulan tiap
tahunnya saat pelabuhan itu dibuka. Walaupun Morrison bisa tinggal di Makao, dia
tidak disambut oleh pemerintah Portugis yang beragama Katolik Roma dan para pastor
di kolor.i itu yang tidak menyukai pengabaran Injil. Morrison ditentang oleh tiga kubu:
oleh para pedagang Inggris, oleh pemerintah China, dan oleh agama Katolik Portugis.

Pada tahun 1807, setelah perjalanan yang mengerikan mengarungi laut selama 220
hari, akhirnya Morrison mencapai China. Tantangannya yang pertama adalah
mempelajari bahasa Chinese untuk menerjemahkan Alkitab, karena dia mengenal
bahwa Alkitab itu memiliki peranan yang sangat besar dalam penyebaran Injil.
Kemudian Morrison menemukan bahwa setiap orang asing yang ketahuan mempelajari
bahasa Chinese, dengan orang yang mengajarkan bahasa itu, dinyatakan bersalah
karena tindakan kriminal. “Orang-orang yang licik dan diskriminasi ini sungguh
menggelikan dan tidak masuk akal [catat Morrison] karena menganggap kriminal bila
orang asing mengenal bahasa mereka atau memiliki buku mereka, dan lebih kriminal
lagi bila orang China memiliki buku orang asing ... kejahatan saya adalah ingin
mempelajari bahasa Chinese” (Ibid., p.56). Dari kegigihannya, Morrison berhasil
mendapatkan beberapa buku berbahasa Chinese, bahkan harus mencurinya. Pada
akhirnya, dia menyewa seorang guru; tetapi karena resikonya tinggi, dia harus
membayar sangat tinggi untuk kursus itu. Sambil memberikan kursus, guru bahasa
Chinese itu membawa sepasang sepatu wanita dan berakting seperti guru pembuat
sepatu. Untuk berjaga-jaga, guru itu juga membawa racun untuk ditelannya bila dia
tertangkap – lebih baik mati keracunan dibandingkan menderita rasa sakit di penjara
orang Chinese. Setelah mempelajari bahasa itu. Morrison memulai pekerjaan
penerjemahannya dan kemudian bekerja sebagai penerjemah di perusahaan India
Timur itu untuk membiayai hidupnya.
Walaupun istrinya pernah menemani dia sejangka waktu di Makao, kehidupannya
sangat sepi dan melelahkan. Tidak lama kemudian dia menjadi orang yang menyendiri
dan secara teratur bekerja 13 hingga 14 jam sehari. Pada usia 41 tahun, istri dan teman-
teman terdekatnya dari telah meninggal dunia. Mengenai hal ini dia menulis, “Mereka
yang paling kukasihi telah diambil. Para penyembah berhala yang ada di sekitarku,
karena peraturan negara mereka. menjadi tidak ramah dan tidak memiliki rasa kasih
terhadap orang asing. Aku tidak mengeluh—sama seperti kesendirianku, ini bukanlah
kondisi yang aku dambakan. Namun, aku sungguh harus bersyukur! Allah
menyelamatkan aku dari kehilangan ucapan syukur kepada Dia” (Ibid., p. 134). Perlu
waktu tujuh tahun bagi dia untuk menyelesaikan terjemahan Perjanjian Barunya yang
65
dilengkapi dengan kamus. Setelah itu, dia harus mengadakan persiapan untuk
mencetaknya, yaitu dengan memahat balok-balok kayu satu demi satu dengan sabar.
Balok-balok kayu itu mudah dimakan oleh serangga dan mudah rusak oleh cuaca.
Ketika pekerjaannya hampir selesai, suatu kebakaran menghabisi semua hasil usahanya
itu, memaksa dia untuk memulainya lagi. Walaupun pemerintah China melarang
penerbitan Alkitab, namun dia tetap menemukan jalan untuk mencetak hasil
pekerjaannya.

Sama seperti benih-benih gandum lainnya yang juga mengorbankan diri mereka,
Morrison tidak pernah melihat tuaian hasil jerih lelahnya. Selama 10 tahun pertamanya
di China, dia hanya menghasilkan satu buah, dan selama dia tinggal di China dia
membaptis kurang dari sepuluh orang. Dia sangat tergerak ketika dia membaptis orang
yang pertama sehingga dia menulis, "Semoga orang ini menjadi buah sulung dari
tuaian yang besar; satu dari berjuta-juta orang yang akan diselamatkan dari murka yang
akan datang" (Ibid.. p. 83). Ketika dia berbaring sekarat pada tahun 1834, dia
memberitahu beberapa orang Chinese yang bersama-sama dengannya itu, " Seratus
tahun yang akan datang, kalian akan melihat tuaian ini sepuluh ribu kali lebih banyak."
Kutipan ini pada akhirnya di ukirkan di atas batu nisan Robert Morrison di
permakaman di Makao dimana dia dibaringkan di sisi istrinya.
Sebagai sebutir biji gandum, Morrison merintis jalan bagi pergerakan Tuhan yang baru
keluar dari situasi Kekristenan yang merosot untuk mendatangkan suatu peralihan yang
segar bagi kemajuan pemulihan-Nya. Dia adalah teladan yang luar biasa bagi semua
orang yang ingin mengikuti Tuhan. Visi dan amanatnya untuk menginjili China benar-
benar adalah responnya terhadap transmisi beban Tuhan yang digemakan oleh mereka
yang mengikuti sidang doa "Timbunan Jerami satu tahun sebelum keberangkatannya.
Dia dilanjutkan oleh lonjakan misionaris dari Barat, orang-orang yang mau membayar
harga hingga martir selama pemberontakan Boxer. Semuanya ini menghasilkan
ministri yang sangat penting dari Dora Yu, M. E. Barber. dan pada akhirnya
Watchrnan Nee dan Witness Lee. Semuanya ini benar-benar adalah pekerjaan Tuhan
bagi pelaksanaan ekonomi kekal-Nya melalui pemulihan-Nya.
Benjamin Reymer

* Broomhal, Marshall. Robert Morrison – A Master Builder. Edinburgh: Turnbull and


Spears. 1924.

WITNESS LEE
Top of Form
Written by Administrator   
Saturday, 21 April 2007
Saudara Lee (Witness Lee) bisa dikiaskan dengan satu perkataan, yaitu:
“sangat disiplin”, setiap hari ia bangun pagi, karena takut mengusik orang lain, maka
dia tetap berada di atas ranjang, itulah saat yang paling berharga baginya, banyak
perkara rohani yang dihasilkan pada waktu itu. Setelah dia bangun dan cuci muka, lalu
mengenakan pakaian dengan rapi, menata tempat tidur dan kamarnya, serta
menggantungkan baju tidurnya, kehidupannya setiap hari adalah demikian, ia harus
berpakaian dengan rapi barulah keluar dari kamar tidurnya. Selanjutnya, ia duduk di
ruang baca, membaca Alkitab, berdoa, lalu sarapan pagi tepat pada waktunya. Sejak
66
tahun 1974 mulai memberitakan Pelajaran Hayat, menulis cukup memakan waktu yang
banyak dalam seharian, saudari Liem Juen Che (saudari yang menerjemahkan
pemberitaan yang disampaikan oleh saudara Lee) bekerja dengan dia selama 20 tahun
lebih; pagi-pagi saudara Lee sudah mempersiapkan buku dan bahannya, menunggu
saudari Liem datang lalu mulai bekerja, tanpa perkataan yang sia-sia. Pada mulanya dia
menuturkan, saudari Liem mengetik, setelah ada komputer maka diakses ke dalam
komputer. Bekerja kira-kira sampai pk. 10:30, kemudian dia pasti istirahat. Ketika
istirahat dia pasti jalan-jalan, kadang kala melakukan olahraga ringan, misalnya Pak
Tuan Chi. Setelah istirahat sejenak, tepat waktunya dia pasti kembali melanjutkan
pekerjaannya sampai tengah hari. Sesudah makan siang, dia berjalan-jalan lagi.
Kemudian dia pasti tidur siang kira-kira selama 1 jam, dia mudah sekali tertidur, begitu
tidur langsung lelap. Jika malam hari ada sidang, dia mempersiapkan berita untuk
malam hari, kalau tidak ada sidang, dia menangani urusan, atau menelepon, pk. 22:30,
dia tidur. Jadwal kehidupan sehari-harinya adalah demikian, setiap hari selalu begitu.
Terkecuali keadaan yang istimewa, misalnya sejangka waktu mengerjakan (Alkitab)
Versi Pemulihan di Taipe, dia tidak peduli, setiap hari bangun pagi, bekerja sampai
tengah malam, pk. 23:00-24:00. Adakalanya pk. 01:00 dini hari, masih pergi ke
perpustakaan melihat situasi kerja saudara saudari. Namun pada umumnya dia sangat
disiplin.

Sekarang saya kisahkan kehidupannya sehari-hari:

1. Pakaian
Dalam hal berpakaian dia tidak terlalu mendetail, asalkan rapi, bersih, sampai saatnya
akan naik ke atas podium untuk membawakan berita, setelah dia selesai makan malam,
pasti mengenakan pakaian dengan baik. Tatkala berbicara bagi Tuhan, dia mengenakan
pakaian apa? Dasi, kemeja, sepatu, kaos kaki, bahkan warnanya juga diperhatikan,
sebab dia berbicara bagi Tuhan. Ia tidak memberi perasaan yang kurang nyaman
terhadap saudara saudari.

2. Makan
Banyak orang bertanya kepada saya, sesungguhnya saudara Lee makan apa? Sayang
sekali kalian tidak melihatnya. Banyak orang takjub ketika melihat makanan yang
dimakan saudara Lee, dengan mengatakan, “Hanya ini saja!” Sangat sederhana,
sarapan pagi, hampir-hampir selama puluhan tahun ini tetap saja begitu, semangkuk
bubur gandum, semangkuk sup ayam di dalamnya dibubuhi sedikit sayur yang segar,
kemudian ditambah sebutir telur, kadang-kadang makan lagi sebuah pisang. Siang juga
begitu, siang hari makan manto (sejenis roti), ikan, dua macam sayur yang segar,
kadang-kadang makan semangkuk sup mie ayam, dua batang daun bawang merah yang
mentah, sedikit ikan dan dua macam sayur yang segar. Waktu malam makan nasi
sedikit, dada ayam sedikit, dan dua macam sayur. Sebab itu dia makannya sangat
sederhana, setelah usai berkotbah, apakah ia masih makan lagi? Dia hanya minum
segelas susu, tapi sampai di sini saya teringat, manusia hidup tidak bisa tidak makan
makanan, tetapi bukan hanya dari makanan saja, melainkan dari setiap firman yang
keluar dari mulut Allah. Hal ini tergenapi di atas dirinya. Makanan yang digoreng dia
tidak terlalu bisa memakannya. Lambungnya tidak begitu baik pada usia setengah
baya. Di rumah dia makan makanan yang sederhana ini biasanya tidak ada masalah.
Namun jika dia berada di luar, lambung mudah sekali kambuh. Ketika pertama kali dia
keluar, saya tidak bersamanya, orang lain mendengar dia suka makan ciaoce (sejenis
pangsit), ada kalanya satu hari tiga kali dia diberi makan ciaoce; mendengar dia suka
67
makanan yang manis, maka sering memberinya makanan yang manis. Dengan makan
makanan yang sederhana, lambungnya perlahan-lahan menjadi baik. Pada dekade
delapan puluhan, pernah satu kali lambungnya pendarahan, sejak itu, ia semakin
membatasi makanannya, sehingga lambungnya tidak kambuh lagi. Hal ini tidaklah
mudah bagi kebanyakan orang, banyak orang setelah lambungnya terluka juga masih
sering kambuh. Namun saudara Lee tidak menjalani operasi, hanya makan obat paten
sudahlah sembuh. Dia mutlak menuruti perkataan dokter untuk mengendalikan
makanannya, makan tepat waktu bahkan tepat porsi, inilah keistimewaannya dalam hal
makan.

3. Tempat tinggal
Dia tinggal di rumah itu kira-kira 20 tahun lamanya, bahkan tidak mewah, tetapi dia
sangat menyukai, karena rumah itu dibangun sendiri oleh saudara saudari. Dia sering
memperhatikan kebersihannya, ketika muda tubuhnya masih sehat, dia sering
mengerjakan pembersihan, bahkan serambi depan dan taman bunga dia sendiri yang
mengaturnya.

4. Kendaraan
Dia sendiri tidak mengendarai mobil, pada waktu datang ke Amerika memulai
pekerjaan, kesempatannya ke luar sangat banyak, saat itu kaum saleh di Los Angeles
sangat sedikit, pekerjaan pun sedikit, pekerjaan Tuhan baru saja dimulai. Ada sepasang
suami istri, yaitu saudara Chang Ie Luen dengan istrinya, yang mengendarai mobil
mengantar dia dari satu tempat ke tempat yang lain, menjenguk tiap-tiap lokal. Nyonya
Chang mengatakan anda sungguh beruntung, naik mobil tertidur, turun mobil
berkotbah. Ke mana saja dia pergi, semangatnya sangat baik, kadang-kadang orang
menampung dia, di mana pun berada, dia selalu bisa makan bisa tidur, tidak seperti
kebanyakan orang, keluar rumah pindah ke tempat lain, tidak bisa makan tidak bisa
tidur. Waktu itu sasaran penjengukannya adalah orang manca negara, apa saja dia
makan, tidak pilih-pilih. Karena itu menyiapkan hidangan baginya sangatlah gampang,
sebab dia tak pernah pilih-pilih. Saya paling tidak bisa membuat hidangan, namun dia
tidak pernah mengkritik. Terkecuali sangat enak, barulah dia mengatakan enak sekali.
Makan ciaoce adalah kesukaannya, tetapi yang lain, dia sedikit pun tidak pilih. Ini
tidak gampang. Ada sebagian istri membuat hidangan bagi suaminya, membuat dan
membuat, akhirnya kehabisan akal tidak tahu menghidangkan apa lagi. Namun hal ini
bagi saya tidak menjadi masalah, sebab dia tidak pilih-pilih, juga tidak ada minat untuk
pilih-pilih, sebab itu membuat hidangan untuknya sangatlah mudah, inilah letak
keuntungan saya. Lauk pauk yang dimakannya cara membuatnya sangat sederhana,
tidak perlu metode yang rumit. Justru metode tersebut akan membuat gizi makanan
tersebut hilang. Tim – panggang – oven dan lain sebagainya, tidak saya pakai. Yang
diperhatikan oleh saudara Lee, pertama ialah sayuran yang segar, ayam, ikan,
semuanya segar, makanan harus sehat, cara membuatnya semakin sederhana, semakin
segar semakin baik, saya tidak memberinya makanan yang sangat enak, hanya
memberinya makanan yang segar, sederhana, tidak perlu terlalu banyak diolah.
Makanan – pakaian – tempat tinggal – kendaraannya, sangatlah biasa dan sederhana.

Saudari Witness Lee

Mengatur Ulang Fokus


Bottom of Form
68
Written by Administrator   
Tuesday, 01 August 2006
    Belum pernah sepanjang sejarah manusia, kita mengalami perkembangan
teknologi informasi yang sepesat sekarang ini. Tentunya akan lebih hebat lagi kemajuannya di
tahun-tahun mendatang.
    Begitu banyak hal yang membanjiri cara atau pola pikir kita. Bukan hanya hal-hal yang baik
dan berguna, bahkan hal-hal yang tidak baik dan merusakpun sekarang ini dikemas apik dengan
segala daya tariknya. Betapa sulitnya membuat pilihan bila hanya melihat sesuatu dari segi
luarnya saja.
Mewaspadai Pengalih Perhatian
Ada beberapa hal yang bisa mengalihkan perhatian kita, dan membuat kita menyimpang dari
tujuan yang semestinya dicapai:

1. Hal-hal yang baik menjadi musuh yang terbaik. Hal-hal yang baik belum tentu merupakan
pilihan yang tepat. Kita perlu berupaya mengerti kehendak Tuhan agar kita benar-benar
melakukan pilihan yang terbaik (Efesus 5 : 17)
2. Hal-hal yang rutin namun tanpa pengertian. Tidak semua hal yang rutin itu salah dan buruk.
Yang perlu diwaspadai adalah tatkala kita melakukan semua rutinitas tersebut sebagai
sesuatu yang tanpa arah dan tujuan.
3. Hal-hal yang mempesona mata. Bila kita mengamati kemajuan teknologi industri, maka kita
akan menemukan satu prinsip yang hampir sama. Prinsip tersebut adalah ciptakanlah
produk yang menarik untuk dilihat, walaupun kegunaannya tetap sama. Sebagai contoh,
cobalah perhatikan teknologi telepon seluler dalam 4 bulan terakhir. Dengan kemajuan
teknologi yang hampir sama di antara beberapa produsen telepon seluler, merka melakukan
persaingan di dalam bentuk produk yang menarik. Dunia penuh dengan obyek yang
berusaha menarik perhatian mata kita.
4. Kekuatiran hidup. Banyak hal yang semakin tidak pasti di waktu-waktu mendatang. Hal ini
tentu saja akan memunculkan kecemasan tentang keadaan hidup di masa mendatang.
Seseorang yang tidak mendasarkan hidupnya dalam iman kepada Tuhan, akan secara
mudah dikuasai kekuatiran.
5. Rasa puas dan nyamannya hidup. Keberhasilan dan raihan hidup ternyata tidak selalu postif.
Menjadi ancaman yang membahayakan bila hal –hal ini membuat kita puas dan berhenti
untuk maju. Kita merasa kenyamanan hidup sebagai titik akhir. Maka disinilah kita sedang
mundur dan terhanyut dari tujuan yang semestinya dicapai.

Perlunya Mengatur Ulang Fokus


    Menyadari begitu banyak hal yang bisa membuat perhatian atau fokus hidup kita teralih dari
tujuan semula, maka adalah hal yang penting dan mendesak bagi kita untuk senantiasa
mengatur ulang fokus kita.     Salah satu langkah praktis guna mengatur ulang fokus kita adalah
melatih hidup kita memiliki waktu teduh yang benar. Bukan sekedar melakukannya sebagai
kewajiban ataupun rutinitas. Namun menjadikan waktu teduh sebagai kesempatan bagi Tuhan
menyegarkan ulang rohani kita. Juga membuka kesempatan bagi Tuhan agar lebih
mempertajam mata rohani kita.
Nilai Sebuah Visi Sejati
    Bila kita telah terus-menerus mendisiplin hidup kita untuk terfokus pada rencana Tuhan,
maka kita akan semakin diperteguh atas visi yang sejati. Begitu banyak orang yang mengaku-
ngaku memiliki visi dari Tuhan. Namun ujian waktu akan membuktikan apakah benar visi
tersebut benar-benar visi sejati dari Tuhan.
    Visi sejati dari Tuhan seperti bahan bakar dan motor penggerak bagi hidup kita. Seberat

69
apapun tantangn yang kita hadapi, acapkali visi sejati dari Tuhan justru membuat kita semakin
tahan banting. Penting sekali bagi setiap orang memastikan dirinya memiliki visi yang sejati
dari Tuhan.
    Bila visi sejati dari Tuhan sudah diperoleh, peganglah itu, bergeraklah terus untuk
mewujudkannya bersama Tuhan. Fokuskan hidup bagi penggenapan visi tersebut. Tak ada
kebahagiaan yang dapat menandingi tatkala seseorang mengalami sendiri bahwa visi hidupnya
telah tercapai. Tak ada pujian yang lebih membahagiakan selain kepuasan bahwa rencana
Tuhan telah tuntas terwujud di dalam hidupnya. Di dalam mata rohaninya, ia seolah melihat
Tuhan di sorga tersenyum atas terselesaikannya rencana Tuhan dengan tuntas.
(Diambil dari Renungan Pelita Sahabat)

Watchman Nee (Bejana yang Terbuka)


Written by Administrator   
Saturday, 21 April 2007

1903 Lahir di Swatow, China


1920 Diselamatkan dan dipanggil
1934 Menikahi Charity Chang
1952 Ditangkap
1956 Dijatuhi hukuman penjara 15 tahun
1971 Saudari Charity meninggal
1972 Meninggal di dalam penjara

Hari ini di dalam pemulihan Tuhan, kita telah mewarisi segudang kekayaan melalui ministri
Watchman Nee. Semua kekayaan ini bukan hanya berasal dari jerih lelah yang luar biasa atas
Firman dan wahyu dari Allah melainkan juga melalui banyak pemberesan dari Tuhan dan
pengalaman akan Kristus. Dimulai dari malam hari saat dia diselamatkan hingga awal
pelayanannya bagi Tuhan, Watchman Nee telah melalui banyak pemberesan dari Tuhan agar
dia dapat dilucuti dan dikosongkan dari segala sesuatu yang bukan diri Allah sendiri. Sebagai
orang yang telah seluruhnya dikosongkan, saudara kita melayani Tuhan dengan konstan
dipenuhi oleh Roh itu.

Watchman Nee tidak selalu berada pada posisi siap dibereskan oleh Allah. Bahkan sebenarnya
dia masih tetap sebagai seorang Kristen KTP yang mengejar ambisi duniawi hingga dia berusia
17 tahun. Sama seperti orang-orang di generasinya, dia “adalah seorang muda yang memiliki
banyak mimpi yang besar dan banyak rencana untuk masa depan” (Watchman Nee, Watchman
Nee’s Testimony, p.17)*.
Walaupun dia mengambarkan dirinya sebagai “orang yang berperilaku buruk” (Ibid., p.16),
Watchman Nee selalu menjadi murid yang terpandai di kelasnya, mendapatkan nilai yang
tertinggi pada setiap ujian. Dia mengejar prestasi dalam bidang literatur Chinese, dan tulisan-
tulisannya seringkali dikirimkan untuk dibaca oleh orang lain. Artikel-artikel yang dia tulis dan
70
yang telah diterbitkan di surat-surat kabar memberi dia uang yang dia habiskan untuk membeli
lotre, karcis bioskop, dan kesia-siaan dunia lainnya. Dia berkata “Aku bisa dengan rendah hati
mengatakan bahwa aku telah bekerja keras di dunia ini, sangat besar kemungkinannya bagiku
untuk meraih sukses yang besar” (Ibid., p.16).

Tidak lama setelah keselamatan dinamis ibunya melalui pengabaran Dora Yu yang penuh kuat
kuasa, Watchman bergumul dengan perkara keselamatan. Masalahnya adalah bahwa Tuhan
bukan hanya memanggil dia untuk diselamatkan, melainkan Dia juga memanggil Watchman
untuk melayani Dia; panggilan-Nya kepada Watchman Nee adalah suatu panggilan ganda.
“Pada saat itu, aku takut diselamatkan, sebab aku tahu bahwa begitu aku diselamatkan, aku
harus melayani Tuhan ... Aku tidak mungkin mengesampingkan panggilan Tuhan dan hanya
mendambakan keselamatan saja” (Ibid., p.15).
Pada malam hari tanggal 29 April 1920, Watchman Nee yang berusia 17 tahun, sendirian di
tempat tidur dan tidak bisa menemukan damai sejahtera, berlutut dan berdoa untuk menerima
Tuhan Yesus sebagai Juruselamatnya. Damai sejahtera dan sukacita melonjak di dalam dia
ketika dia mengalami pengampunan dan kasih karunia Tuhan. Hidupnya tidak akan pernah
sama lagi. “Sejak malam hari ketika aku diselamatkan, aku mulai menempuh satu hidup baru,
sebab hayat Allah yang kekal telah masuk ke dalamku ... Saat itu aku memutuskan karirku di
masa depan sekali untuk selamanya” (Ibid., p.17). Sekarang orang muda ini sepenuhnya
meninggalkan mimpi-mimpinya untuk menjawab panggilan Tuhan untuk menjadi apa yang
dahulu pernah dia kesampingkan dan dia anggap sebagai pekerjaan yang paling dangkal dan
rendah – seorang penginjil.

Dua tahun kemudian, Tuhan melucuti Watchman Nee dari sesuatu yang sangat dekat dan yang
sangat dia kasihi. Namanya adalah Charity Chang. Dia adalah seorang gadis yang menarik,
berbakat, terampil, dan cantik, dia tumbuh bersama Watchman Nee dan telah memikat hatinya.
Tetapi dia belum beroleh selamat dan bahkan menertawai Tuhan yang dipercaya oleh
Watchman Nee. Pada saat ini Tuhan mulai berbicara melalui Mazmur 73:25: “Siapa gerangan
ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.” Ayat ini
belum menjadi pengalaman Watchman, sebab Charity masih menduduki tempat yang pertama
di hatinya. Sekarang Tuhan mengarahkan telunjuk-Nya pada Charity, mengharapkan agar
Watchman mau melepaskannya.

Watchman berharap agar pemberesan Tuhan ini bisa ditunda dan bahkan berharap agar Tuhan
mengubah pikiran-Nya, sehingga dia bernegosiasi dengan Tuhan melalui mempersembahkan
diri untuk mengabarkan Injil di daerah yang terpencil di Tibet bersama beberapa misionaris
lain. Namun, tidak peduli betapapun harga yang rela dia bayar, Watchman tidak bisa mengubah
permintaan Tuhan terhadap orang yang paling dikasihinya. “Begitu Allah meminta, Dia akan
bertahan dan tidak akan pernah berkompromi dengan siapapun juga” (Ibid., p.21). Ketika kasih
Tuhan pada akhirnya menang dan Watchman dengan rela mengesampingkan orang yang dia
kasihi, hatinya dikosongkan dan Tuhan mulai memakai dia untuk memimpin banyak orang
kepada keselamatan. Terobosan ini terjadi pada tanggal 13 Februari 1922.
Pada tahun 1934, setelah lebih dari 10 tahun Watchman melepaskan Charity, Tuhan
memberikan Charity kembali kepadanya untuk menjadi istrinya. Charity tidak menikah selama
bertahun-tahun itu dan telah mulai menghadiri sidang di gereja di Shanghai setelah berpaling
kepada Tuhan. Sama seperti Abraham yang menerima kembali Ishak yang telah dia
persembahkan kepada Allah, demikian juga Watchman menerima kembali Charity yang telah
dia serahkan. Watchman masih mengasihinya. Dia sangat mengasihinya sehingga ketika
kesehatan Charity menurun pada usia tuanya, Watchman sangat gelisah, dan kematian Charity
pada tahun 1971 adalah hal yang paling menyakitkan dan menyedihkan bagi dia selama 20
tahun dia di penjara. Dalam surat yang dia tulis kepada iparnya setengah tahun setelah kematian
71
Charity, dia berkata, “Hatiku sangat sedih dan pedih. Selama lebih dari 20 tahun, aku belum
pernah sempat merawat dia. Ini akan menjadi penyesalan seumur hidupku. Semuanya ini adalah
karena aku; aku berhutang banyak kepadanya dan telah memberikan banyak kesulitan
kepadanya ... Namun, aku tunduk pada pengaturan yang ditentukan pada lingkunganku.”
(Witness Lee, Watchman Nee: A Seer of the Divine Revelation in the Present Age, p.183)**.
Bagi dunia, pemisahan Watchman dan Charity selama 20 tahun adalah suatu tragedi. Bagi kita
di dalam pemuliahn Tuhan, itu adalah kesaksian yang harum dari nilai Tuhan Yesus Kristus
yang tak tertandingi, yang bagi-Nya Watchman Nee rela mengorbankan mustika hatinya yang
paling berharga.

Setelah dia melayani Tuhan. Watchman ditanggulangi dalam perkara ego dalam pelayanannya.
Ego adalah penghambat yang terbesar dalam melayani Tuhan. Selalu berusaha untuk menjadi
yang nomor satu, selalu berusaha untuk mendapatkan ide yang paling unggul, ego harus
dibereskan sebelum seseorang bisa melayani Tuhan dengan tepat. Oleh belas kasihan-Nya,
Tuhan tidak pernah memberikan posisi otoritas kepada Watchman pada tahun-tahun pertama
pelayanannya, melainkan dia selalu berada di bawah otoritas orang lain. Ini menjadi latihan
yang terbaik baginya. Sebagai seorang sekerja muda, Tuhan menempatkan Watchman Nee di
bawah saudara lain yang usianya lebih tua 5 tahun dan bernama Leland Wang. Sebagai dua
orang yang paling berprestasi (dan dua orang yang paling banyak ide), Watchman Nee dan
Leland Wang selalu bertengkar mengenai usulan dan opini mereka. Berulang kali setelah
Watchman kalah dalam perdebatan dengan Leland, dia berusaha mencari pembelaan dari
Saudari M.E. Barber, namun selalu dibuat malu oleh pertanyaan, “Saat kamu menuduh
saudaramu di depanku, apakah kamu seperti orang yang memikul salib? Apakah kamu seperti
seekor anak domba?” (Ibid., p.20).
Selama delapan belas bulan yang penuh dengan tangisan dan penderitaan, Watchman Nee
mempelajari pelajaran yang paling berharga untuk seumur hidupnya – makna memikul salib.
Bertahun-tahun kemudian, dari apresiasinya terhadap Tuhan, Watchman Nee bersaksi bahwa
“jika bukan karena perkara ini, aku tidak akan pernah menyadari betapa sulitnya bagiku untuk
dibereskan. Allah ingin memoles aku dan membuang tepian-tepianku yang tajam dan
menonjol ... Aku sungguh bersyukur dan memuji Allah, kasih karunia-Nya telah membawaku
melalui perkara ini.” (Ibid., p.21). Melalui pemberesan Tuhan, dan melalui penggembalaan
ketat M.E. Barber, Watchman Nee belajar mengambil jalan hayat, bukan jalan kesuksesan.
Pelajaran ketaatan yang sulit ini telah melatih dia untuk lebih mempedulikan kehidupan
daripada pekerjaan, dan sejarah telah membuktikan bahwa ministrinya adalah pengaliran hayat
yang sejati.

Saudara kita, Watchman Nee, benar-benar adalah bejana yang terbuka. Pengalaman dan
pemberesan awalnya oleh Tuhan membuat dia dikosongkan dan dilucuti dari ambisi
duniawinya, dari tarikan bumiah, dan dari egonya dalam pelayanannya. Setelah dilucuti dia bisa
secara konstan dipenuhi oleh Roh itu untuk menjadi hamba Tuhan yang berguna. Dia telah
diberi kemampuan alamiah untuk meraih sukses yang besar di dunia. Namun dia tidak
mengabaikan panggilan Tuhan untuk melayani-Nya. Dia belajar untuk mengasihi dan menaati
Kristus di atas segala hal dan manusia. Hari ini, ministrinya juga memimpin kita untuk
mengasihi Tuhan dengan kasih terbaik kita. Tetapi kita juga tergerak oleh kisah seorang yang
sejati, yang sangat mengasihi istrinya, yang bisa dijamah dan menderita kerugian. Pada
akhirnya, dia belajar melalui pemberesan khusus dari Tuhan untuk memikul salib dan untuk
mengambil jalan hayat dan bukan jalan kesuksesan. Beberapa dekade kemudian, ministrinya
telah terbukti membawa keberhasilan yang riil karena ministrinya memimpin para pencari
Tuhan kepada hayat, kepada diri Allah sendiri. Pengalaman dan pemberesan awal Watchman
Nee ini hanyalah sebagian kecil dari begitu banyak kekayaan yang kita warisi di dalam
pemulihan Tuhan. Semoga kita semua terdorong untuk mengapresiasi segala berkat yang telah
72
Tuhan berikan kepada kita melalui saudara kita.

Ben Shih

* Nee, Watchman. Watchman Nee’s Testimnoy. Anaheim: Living Stream Ministry. 1991.
** Lee, Witness. Watchman Nee – A Seer of the Divine Revelation in the Present Age.
Anaheim: Living Stream Ministry. 1991.

Dora Yu : Kehidupan Iman


Written by Administrator   
Tuesday, 03 October 2006

1873   Lahir di Hanchow, China


1895   Diselamatkan dan mengkonsikrasikan hidupnya kepada Allah
1903   Pindah ke Shanghai
1904   Selama satu tahun hidup oleh iman untuk keperluan finansial dan makanan
1915   Mulai institut Alkitab
1920   Memberitakan Injil di Foochow dimana Watchman Nee dan ibunya diselamatkan
1931   Meninggal dunia di China

        Di sepanjang sejarah, para pelayan Tuhan yang tidak terhitung banyaknya telah
memberikan hidup mereka bagi perluasan Kristus yang telah mereka lihat dan kasihi. Mereka
hidup seperti biji-biji gandum yang ditaburkan ke dalam tanah sehingga orang-orang yang
mengikuti mereka bisa berbagian dan menikmati buah dari jerih lelah mereka. Sebagai reaksi
dari banyak kehidupan yang tersembah sedemikian, muncullah kebangunan di mana-mana di
seluruh daerah China selama akhir abad ke-19. Dora Yu, seorang perempuan China muda,
didapatkan pada salah satu kebangunan Injil ini. Akibatnya, kebanyakan fungsi dan ministrinya
adalah suatu kebangunan.
Pada saat dia dilahirkan kembali, Dora dengan jelas melihat dan merasakan kasih Tuhan.
Dia memberi respon terhadap kasih Tuhan dengan mengkonsikrasikan (mempersembahkan)
dirinya sendiri untuk meministrikan kabar baik itu. Selama hidupnya, Dora Yu bepergian ke
seluruh China, mengabar-kan Injil di jalan-jalan, meskipun pada awalnya tidak mendapatkan
dukungan dan tidak ada orang yang mengupah dia. Kehidupan Kristen Dora dimulai dengan
pengakuan dosa pribadi yang kuat dan yang tuntas dan sebagian besar ministrinya berisikan
pengabaran Injil pengakuan dosa. Penghidupannya ditandai dengan iman yang solid dan murni
di dalam Tuhan yang membuatnya dapat menempuh kehidupan yang tinggal di dalam Dia
secara terus menerus. Kehidupan iman dan kemutlakan yang sedemikian ini menginsafkan dan
meneguhkan teladan bagi banyak orang, termasuk Watchman Nee dan ibunya.
Pada suatu pagi di tahun 1895, Dora Yu bangun dengan suatu perasaan penghukuman
yang mengerikan. Dia merasa seolah-olah telah melakukan beberapa dosa yang menjijikkan
dan yang tidak dapat diampuni. Perasaan bersalah yang sangat besar dan beratnya dosa
membebani dia dengan sangat mengerikan, tetapi dia tidak dapat memberitahu siapapun juga
tentang peperangan yang dahsyat di dalam jiwanya ini. Dora menyadari bahwa dia perlu
didamaikan, namun dia sudah putus asa karena serangan rasa bersalahnya dan dia percaya
bahwa keadaannya yang menyedihkan ini sudah melampaui kuasa darah. Perasaan
73
penghukuman yang mengerikan ini mempengaruhi dia secara fisik, mental, dan sosial. Dia
berpikir, ”Saya tidak percaya bahwa ada penderitaan fisik yang dapat dibandingkan dengan
teror jiwa yang saya alami saat ini” (Dora Yu, God’s Dealings with Dora Yu, p.23)*. Teman-
temannya menganjuri dia untuk dengan sungguh-sungguh berseru kepada nama Tuhan dan
menerima keselamatan dan pengampunan dosa-dosa. Dia merasa enggan karena dia menyadari
bahwa untuk percaya ke dalam Tuhan Yesus dia harus rela menyerahkan segala sesuatu di
dunia ini dan melakukan kehendak-Nya. Karena tidak dapat lagi bertahan dari beratnya
penghukuman itu dan karena hatinya damba akan damai sejahtera, akhirnya dia percaya ke
dalam Tuhan. Rasa bersalah dan penghukuman subyektif Dora yang mendalam membuka jalan
bagi dia untuk dijenuhi dengan kasih Allah dan untuk mengapresiasi khasiat kekal darah Yesus.
Setelah diselamatkan, perasaannya tentang dosa-dosanya telah diampuni itu tidak bisa
dibandingkan dengan kasih Allah yang memenuhi hatinya, ini menyebabkan penghukuman
dosa itu terusir. Kasih Tuhan mendesak dia untuk mengkonsikrasikan (mempersembahkan)
hidupnya kepada Tuhan.
Perasaan Dora Yu yang sangat sensitif terhadap dosa ini memimpin dia pada keselamatan
dan bahkan menghasilkan ministrinya. Operasi Roh yang menguduskan itu telah
menyingkapkan dosanya dan membuat dia percaya ke dalam Tuhan. Setelah menerima
kesadaran akan dosa yang sedemikian tajam, Dora mampu menjamah dan menginsafkan orang
lain akan dosa-dosa mereka. Pada tahun 1920, Dora Yu diundang untuk mengabarkan Injil di
Foochow. Pemberitaannya sangat menyakinkan dan penuh dengan kuasa sehingga setelah
setiap sidang aliran air mata dari tangisan para pendengar dapat terlihat di lantai. Banyak yang
diinsafkan dan dibawa untuk menerima Tuhan. Di antara mereka yang berpaling ada seorang
perempuan Chinese yang terpelajar – Lin Huo-ping. Setelah diselamatkan, Lin Huo-ping
pulang ke rumah dan secara tuntas mengaku dosa kepada suami dan anak-anaknya (Witness
Lee, Wachman Nee – A Seer of the Divine Revelation in the Present Age, p.10)**. Terhadap
keselamatannya, Nee Shu-tsu, putranya yang tertua, sangat terkesan oleh pengakuan dosanya
yang begitu tiba-tiba. Apakah yang mampu membongkar fondasi seseorang yang kokoh dan
membawanya mengaku dosa secara terbuka? Respon ibunya terhadap keselamatan memicu
kedambaan yang tak terkatakan di dalam dia untuk melihat apa yang telah mendatangkan
perubahan yang drastis itu. Keesokan harinya, Nee Shu-tsu menghadiri sidang Injil Dora dan
kemudian menerima Tuhan, dia mengubah namanya menjadi Watchman Nee dan menyerahkan
diri untuk melayani Tuhan seumur hidupnya.
Dora hidup di dalam Kristus seperti ranting pohon anggur. Pada tahun 1915, melalui
usaha Dora untuk terus menerus tinggal di dalam Kristus dan membantu orang lain untuk hidup
kepada Kristus, dia memulai suatu institut Alkitab. Tujuan sekolah ini adalah untuk membantu
mereka yang benar-benar mengasihi Tuhan dan mengenal Firman-Nya namun memerlukan
pekerjaan Roh Kudus yang lebih dalam untuk memperhidupkan kebenaran itu. Penghidupan
yang demikian akan memperlengkapi dan lebih membebaskan mereka untuk membimbing
orang lain kepada Kristus (Dora Yu, God’s Dealings with Dora Yu, p.60)*. Bentuk training ini
adalah kesempatan yang sangat jarang dan unik bagi mereka yang damba untuk menuntut
Tuhan secara menyala-nyala. Karena Watchman Nee dengan sunguh-sungguh menuntut hal-hal
rohani, dia meninggalkan sekolah dan diterima di institut Alkitab Dora Yu. Dora melihat
kedambaannya untuk hidup menurut Roh Kudus dan merasa bahwa dia akan berguna bagi
kepentingan Tuhan. Tetapi setelah melihat kemalasannya, Dora mengeluarkan Watchman Nee
dari sekolahnya. Ketika dikeluarkan, “Watchman Nee menyadari bahwa dagingnya belum
dibereskan, dia masih menyukai makanan yang enak, baju yang bagus, dan dia senang tidur
hingga pukul 8 pagi” (Witness Lee, Watchman Nee – A Seer of the Divine Revelation in the
Present Age, p.15)**. Dora melihat perlunya hidup menurut Roh dan sepenuhnya dibereskan
oleh Tuhan. Gairah Dora terhadap kepentingan Tuhan, trainingnya yang ketat, dan
dikeluarkannya Watchman Nee, adalah suatu training dan penggembalaan bagi saudara kita.
Pengalaman yang didapat Watchman Nee di training Dora Yu memberikan kesan yang sangat
74
dalam dan membantu dia menyadari keperluan dan keuntungan menerima pelatihan rohani.
Meskipun tanpa wahyu ekonomi Perjanjian Baru Allah, Dora menempuh kehidupan yang
dikendalikan, ditunjang, dan dibatasi oleh Tuhan. Dia hidup oleh iman dalam Tuhan karena
baginya Tuhan itu lebih riil dari segala kenikmatan atau tunjangan duniawi. Transaksinya
dengan Tuhan memberinya kekuatan dan kemampuan untuk menuntut Dia dengan harga berapa
pun juga. Pada suatu ketika, Dora mendapatkan kesempatan untuk menikah, dan walaupun dia
ingin menikah, dia memutuskan untuk tidak melanjutkan pertunangannya karena dia takut
kasihnya bagi Tuhan akan terpecah. Dia merasa bahwa dia belum belajar bagaimana mengasihi
dengan kasih Tuhan. Menurut kebiasaan tradisional, pertunangan tidak dapat dibatalkan tanpa
alasan yang kuat. “Selama berminggu-minggu aku menangis terus menerus karena memikirkan
hal ini, dan berjanji kepada Allah bahwa jika Dia melepaskan aku dari hal ini, aku akan menjadi
pelayan-Nya seumur hidupku ... aku tidak akan pernah melupakan hari itu ketika firman itu
datang bahwa pertunangan itu bisa dibatalkan” (Dora Yu, God’s Dealings with Dora Yu, p.20-
21)*. Dora Yu tidak pernah menikah tetapi dia puas bisa dipelihara oleh Tuhan sendiri dan
memiliki Tuhan sebagai perlindungannya. Dia mengasihi Tuhan dan bahkan rela mengabaikan
pernikahan agar memiliki kebebasan yang penuh untuk melayani Dia dan untuk hanya
memuaskan Dia.
Dora pindah ke Shanghai pada tahun 1903 pada usia 30 tahun dengan keinginan untuk
mengajarkan Kitab Suci, memperhidupkannya, dan menjadi seorang saksi Tuhan yang hidup.
Doanya sebelum dia pindah adalah, “Tuhan, jika Engkau menginginkan aku pindah ke China,
berikan aku uang,” sebab pada saat itu dia hanya memiliki 26 sen di bank (Ibid., p.32). Dia
pindah meskipun dia tidak memiliki tempat untuk tinggal, tidak ada tunjangan keuangan, dan
tidak mengetahui sejarah orang lain yang hidup oleh iman. Tuhan memberinya amanat untuk
pindah, sehingga dia menjadi setia dan akhirnya pindah. “Pada saat yang lain, aku memerlukan
beberapa baju baru, dan ketika aku hampir selesai berdoa untuk baju-baju itu, datanglah sebuah
bingkisan yang berisi baju-baju yang diperlukan, dengan kata-kata ini tertulis di atasnya,
‘Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan
kepadamu’ ”. Dia menyadari bahwa “kebutuhan kita yang sementara ini hanyalah suatu
tambahan sedangkan yang utama adalah mencari kerajaan-Nya dan kebenaran” (Ibid., p.48-49).
Uangnya, rumahnya, dan keluarganya adalah Tuhan yang dia kasihi dan dia andalkan dengan
hidupnya. Dia menengadah kepada Tuhan untuk sandangnya, pangannya, dan semua keperluan
lainnya. Kemudian, teladannya memberikan keyakinan kepada Saudara Nee untuk hidup oleh
iman, bersandar pada Allah bagi semua kebutuhan sehari-harinya dan bagi kuat kuasanya untuk
bekerja.
Persona dan penghidupan Dora Yu adalah teladan bagi Watchman Nee dan tetap menjadi
teladan bagi kita hari ini. Setelah pengakuan dosanya yang berat dan pengalaman kelahirannya
kembali yang manis, Dora mutlak menyerahkan dirinya kepada Tuhan. Kerelaannya untuk
mengikuti Tuhan dan tinggal di dalam hadirat-Nya, meskipun harus membayar harga,
memberikan teladan yang mustika bagi orang lain untuk mengikutinya. Pada saat itu, ketika
belum pernah terlihat ada orang yang hidup oleh iman, kehidupan Dora menjadi saksi iman
yang mutlak di dalam Tuhan. Dia adalah orang yang ketat dalam menuntut Tuhan dan dia
mengharapkan keketatan yang sama dari murid-muridnya. Melalui penghidupan dan
ministrinya, banyak orang diinsafkan dari dosa-dosa mereka dan dibawa ke dalam suatu
penghidupan yang sesuai dengan Firman Tuhan dan yang berada di hadirat-Nya.
 
Pamela Garrion
 
* Yu, Dora. God’s Dealings with Dora Yu. London: Organ& Scott, Ltd.
** Lee, Witness. Watchman Nee – A Seer of The Divine Revelation in the Present Age.

75
Anaheim: Living Stream Ministry. 1991.

M.E. Barber
Bottom of Form
Written by Administrator   
Tuesday, 03 October 2006

1866  Lahir di Inggris


1896  Perjalanan pertama ke China, Mengajar di Tau Su Girls' High School
1909  Perjalanan kedua ke China tidak ditunjang
1922  Bertemu Watchman Nee dan mulai membantu dia dalam perkara-perkara rohani
1930  Meninggal pada usia enam puluh tiga tahun

Beberapa abad yang lalu, banyak misionaris menempuh perjalanan yang jauh dan luas,
mengabaikan kehidupan mereka bagi penyebaran Injil. Banyak yang datang dan pergi tanpa
meninggalkan jejak keberadaan mereka. Namun hanya sedikit yang berhasil membuat pengaruh
yang besar, yang mengubah jalan hidup orang, dan yang menaburkan banyak benih bagi
generasi mendatang. Margaret E. Barber, meski pun tidak terkenal di dunia, namun dia
mempengaruhi banyak kehidupan. Sejarahnya menjamah banyak hati bahkan sampai hari ini,
hampir seabad kemudian. Di negara dan zaman yang tidak ramah, orang asing ini dengan
berani meninggalkan rumahnya di Inggris untuk menantang dunia yang menolak orang asing,
perempuan, dan pekerjaannya.
M.E. Barber lahir pada tahun 1866 Peasenhall, County Suffolk, Inggris. Sepanjang
hidupnya, Tuhan memberi beban kepadanya untuk menyebarkan Injil di China. Dia membuang
semi kenyamanan rumah dan semua kebiasaannya, termasuk makanan, kebudayaan, dan
norma-norma lnggris untuk menempuh perjalanan ke negara yang terbelakang bagi penyebaran
Tuhan. Dia memilih untuk meninggalkan semuanya, menempuh kehidupan yang hina,
menyendiri, dan menderita bagi kemuliaan Allah.
Tidak seperti banyak misionaris yang pergi sebelum dia, sasarannya bukan ditujukan untuk
mendapatkan hasil. Melainkan, dia lebih mempedulikan kehidupan daripada pekerjaan. Dia
pernah berkata, “Syarat untuk bekerja bagi Tuhan adalah tidak bekerja” (James Reetzke, M. E.
Barber – A Brief Histroy of the Lord’s Recovery, p.5-6)*. Walaupun tidak ditunjang oleh suatu
misi atau tabungan pada perjalanannya kali kedua ke China pada tahun 1909, dia hidup oleh
iman dan bersandar kepada Tuhan untuk memimpin dia kemana dia harus pergi dan untuk
menyuplai kebutuhan-kebutuhannya. M.E. Barber tidak menetap di kota yang padat
penduduknya seperti Shanghai, melainkan dia tinggal di desa yang terisolasi di Pagoda
Anchorage. Banyak yang berpikir bahwa dia menyia-nyiakan hidupnya di sana di dalam
pengasingan, bukannya mencari pengikut yang besar. Sementara orang lain mencari hasil yang
cepat dan kelihatan, dia berjerih lelah dengan setia pada beberapa orang yang Tuhan bawa
kepadanya, taat dan tunduk pada jalan dan kehendak Tuhan.
Sepanjang hidupnya yang rendah dan terasing, imannya tetap teguh. Dia bersandar di dalam
Tuhan yang menyuplai semua kebutuhannya. Dia menolak segala sesuatu yang bukan
disediakan oleh Tuhan. Pada saat-saat kesulitan keuangan, dia menolak untuk mencari dana

76
atau meminta sumbangan. Melainkan, dia memilih untuk hidup oleh iman, menunggu Tuhan
memenuhi kebutuhannya bahkan di dalam situasi sangat ekstrim sekalipun. Pada suatu ketika,
dia harus membayar suatu tagihan namun dia sama sekali tidak punya uang. Walaupun
keadaannya sangat sulit. namun dia menolak bantuan dari seseorang yang memiliki prinsip
rohani yang berbeda dengannya. Walaupun demikian, Tuhan dengan setia memenuhi
kebutuhannya. Keesokan harinya, Saudara D.M. Panton mengirim uang  dalam jumlah yang
besar kepadanya. Ketika dia bertanya bagaimana Saudara Panton bisa tahu bahwa dia
memerlukan uang. Saudara Panton menjawab bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang situasi Ms.
Barber tetapi dia dijamah oleh Tuhan untuk mengirimkan uang kepadanya (Ibid., p 13).
Lebih jauh lagi, dia menempuh kehidupan yang taat kepada salib Ketika dia sedang
mengajar di Tau Su Girls' High School pada perjalanannya kali pertama ke China, kepala
sekolahnya memfitnah dia dengan menuduhnya telah melakukan sepuluh “tindakan kriminal”.
Dia tidak mencari keadilan, dia memilih untuk disalahpahami dan menikmati kematian Kristus.
Setelah dia meninggalkan sekolah itu dan kembali ke Inggris, seorang saudara menyuruh dia
untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya. Pada akhirnya, dia bebas dari semua tuduhan.
Berapa seringkah kita, di dalam situasi yang tidak terlalu ekstrim, berusaha untuk membela diri
kita? Walaupun dia dipermalukan di depan umum, karena dia menempuh kehidupan yang taat
dan tunduk kepada Tuhan dan bukan kepada dirinya sendiri, dia tidak berbicara untuk
menyelamatkan reputasinya. Perkataan dan tindakannya memperlihatkan bahwa ia hidup
kepada Tuhan, bukan kepada manusia. Di salah satu catatannya, dia menulis, “Aku tidak ingin
apa-apa bagi diriku sendiri; Aku ingin semuanya bagi Tuhan” (Ibid., p.9).
Doa-doanya mencerminkan kedam-baannya agar semuanya bagi Tuhan. Selama lebih dari
sepuluh tahun dia dan seorang saudari lain secara khusus berdoa untuk membangkitkan orang-
orang muda di China. “Mereka adalah saudari-saudari lemah yang tidak mendapat tunjangan
dari suatu misi, tetapi mereka tidak lemah dalam pandangan rohani. Mereka tidak peduli
dengan keterbelakangan dan luasnya China, mereka ingin agar China berpaling kepada Kristus.
Ini kelihatannya seperti mimpi yang sangat jauh, tetapi mereka menyadari bahwa Allah akan
membangkitkan beberapa orang muda bagi kepentingan-Nya” (Ibid., p.15). Tuhan dengan setia
menjawab doa mereka, dan membangkitkan beberapa orang muda yang salah satunya adalah
Watchman Nee. Walaupun dia bukanlah seorang penginjil besar yang berbicara kepada jemaat
yang besar atau mengadakan pergerakan yang besar, namun dia mempengaruhi kehidupan
setiap orang yang dia temui melalui perkataan dan kehidupannya, dan pada akhirnya
mempengaruhi kehidupan orang-orang yang tak terhitung banyaknya. Secara khusus,
kehidupannya menjamah Saudara Nee, membantu dia untuk mengenal Tuhan, untuk hidup oleh
salib dan matang menjadi orang yang ministrinya mempengaruhi kehidupan banyak orang di
seluruh dunia.
Salah satu poin penting yang sangat mengesankan bagi Saudara Nee adalah kedambaannya
akan kedatangan Tuhan.
Salah satu bagian dari biografinya berkata, "Kedatangan Tuhan bukan hanya perkara
mengenal melainkan juga perkara menunggu. Dia benar-benar adalah orang yang hidup bagi
kedatangan Tuhan." Pada suatu hari ketika Ms. Barber dan Saudara Nee sedang berjalan di
pinggir jalan, dia berkata, "Ini sungguh mengherankan. Mengapa Dia masih belum datang
bahkan hingga hari ini? Mungkin Dia akan datang sebelum tahun depan.” Kemudian dia
mengatakan bahwa mereka mungkin berjumpa dengan Dia di persimpangan jalan berikutnya
(Ibid., p. 28).
Walaupun dia tidak menciptakan suatu kebangunan rohani yang besar, namun kehidupannya
menimbulkan efek yang tak berkesudahan. Di mata orang-orang yang mengamati dia,
kehidupannya tampak sia-sia, penuh dengan penderitaan dan kesendirian, hanya berhubungan
dengan berbagai kesulitan. Namun bagi Tuhan, kehidupan M.E. Barber bukanlah suatu yang
sia-sia. Melainkan, dia seperti benih yang ditaburkan ke dalam tanah China yang subur
77
sehingga pada akhirnya bertumbuh dan berkembang, menyebarkan benih-benih yang tak
terhitung jumlahnya di bumi ini.
Walaupun saudari kita tidak meninggalkan banyak tulisan, namun dia telah meninggalkan
teladan yang mengesankan untuk kita ikuti. Dia bergerak menurut pergerakan Tuhan, dia
bekerja dengan memberikan tempat yang terutama kepada Tuhan di dalam dirinya, dan dia
mengasihi Tuhan dengan seluruh dirinya. Akhirnya, dia meninggalkan warisan yang kaya bagi
kita berupa kidung-kidung. Kidung berikut ini dapat menggambarkan kehidupan dan prinsip-
prinsip rohaninya. Kidung 650:
1.   Bukan semau kita,
melainkan pimpinanNya;
Arah air hidup ‘ngalir,
di sana hati tenang
2.   Bukan pilihan kita,
menarik perkenanNya;
Tapi rampung tugasnya,
baru t’rima pahala
3.   Bukan menurut ego,
doa di depan takhta;
Keluh kesah Roh Kudus, menjamah keperluan
4.   Bila menjawab “tidak”, bisikanNya “Ku perlu”;
Kurban taruh di altar,
tak menarik hatiNya
5.   Mati terhadap ego,
hidup surga denganNya;
Konsekrasi, layani,
Tuhan jadi pahala
Dari lagu ini, kita melihat kehidupan macam apa yang dia tempuh. Aspek-aspek kehidupan
M.E. Barber yang paling mengesankan bagiku adalah kesabarannya dalam bersandar pada
Tuhan untuk suplai hidupnya, kedambaannya untuk kepuasan Tuhan, kemampuannya untuk
menderita disalahpahami melalui tetap tinggal di atas salib, dan yang paling utama adalah
bahwa dia mempedulikan kehidupan, bukan pekerjaan. Lebih jauh lagi, dia tidak peduli dengan
orang yang pandai berbicara atau yang memiliki pendidikan Alkitab yang lengkap namun
perkataannya tidak meministrikan hayat. Dia meministrikan hayat melalui pembicaraannya, dan
mengekspresikan Allah dalam karakternya, kebajikan-kebajikannya, dan prinsip-prinsipnya.
Dia menempuh kehidupan yang meministrikan hayat ini hingga dia pergi kepada Tuhan pada
usia 63 tahun pada tanggal 1 Maret 1930.
 
Betty Chan
* Reetzke, James. M.E. Barber – A Brief History of the Lord’s Recovery. Chicago: Chicago
Bibles and Books. 2000.

Rahasia untuk memahami kehendak Allah:


95% adalah perkara taat kepada kehendak Allah, dan
5% adalah perkara pemahaman.

78

Anda mungkin juga menyukai