Anda di halaman 1dari 11

Aku ingin menikah Bang!!!

Aku ingin menikah bang!!! Itu awal dari suratnya…membuat jantungku berdekap kencang, lalu
ku baca surat itu perlahan.

Aku ingin menikah bang!!!


Bukan karena aku ingin melakukan hal yang selama ini dilarang oleh agama, tapi aku ingin
menikmati pernikahan itu sendiri.

Aku tau tak mudah untuk menjalani sebuah pernikahan, suatu ikatan erat yang tak bisa dimainkan
layaknya orang yang berpacaran. Tapi aku inginkan itu, aku ingin menikmati susahnya menjadi
seorang istri, mempunyai anak dan mengurus mereka..aku suka akan hal itu dan aku akan
menganggapnya sebagai suatu ibadah karena ada tantangan yang harus aku lalui, disamping
menjalankan roda rumah tangga juga berkarir untuk diriku sendiri.

Bukankah kau tau, dari dulu aku ingin sekali menikah muda. Kau mau tau alasannya? Karena aku
suka melakukan hal itu, aku merasa bangga menjadi seorang istri sekaligus menyandang status
ibu bagi anak-anakku, melihat perkembangan mereka dari kecil hingga dewasa menaklukkan rasa
penatku setelah sehari bekerja. Mengurus suami yang sangat aku hormati juga aku cintai,
memberikannya limpahan cinta dan ingin selalu tampil cantik didepannya. Itulah yang ingin aku
lakukakan.

Aku tau ini gak gampang untukmu, aku tau banyak hal yang engkau fikirkan. Tapi terkadang hal
itu hanya sebuah keinginan, dimana manusia tak bisa lepas dari rasa puas. Saat keinginan engkau
telah tercapai, engkau pasti menginginkan hal yang lain lagi.

Kau tau sayang??menikah itu ibadah, dengan menikah kau telah menyempurnakan ibadahmu
juga agamamu. Menikah bukanlah hal yang paling manakutkan, setidaknya menurut versiku,
karena semua tak akan berbeda, kecuali hidup bersama dengan kewajiban masing-masing.

Kau masih bisa beraktivitas seperti biasa, yang berbeda hanyalah kurangnya waktu luangmu
diluar rumah karena ada seorang istri yang menantimu dirumah, menyediakanmu segala hal yang
engkau perlukan.

Aku bisa membayangkan betapa bahagianya dengan keluarga seperti itu. Tak ada paksaan juga
tekanan, karena semua didasari dengan rasa sayang juga kebersamaan.

Keinginan ini sudah kupendam sejak lama, hanya saja aku juga gak bisa sembarangan memilih
calon suami yang akan mendampingiku seumur hidupku.

Satu hal yang perlu kau tau, selama ini aku juga terjebak dalam dua keadaan yang sangat
mengganggu fikiranku, menikah atau berkarir.

Karena jika aku memilih untuk menikah, maka karirku tak seperti yang aku inginkan, sementara
aku juga ingin sukses dalam berkarir, kebanyakan perusahaan menginginkan karyawan yang
belum menikah.

Tapi hasrat ku ini sangat kuat, banyak pro dan kontra akan keinginanku ini, ada yang memberiku
nasehat untuk menyegerakan pernikahan, ada juga yang menyuruh kami untuk berkarir karena
usia kami yang terbilang muda, hanya saja menurutku usiaku bukan muda lagi, walaupun masih
banyak yang lebih tua usianya dan belum menikah, tapi aku mengkhawatirkan usia ini. Aku juga
mengkhawatirkan kesalahan yang akan kulakukan dalam menjalin sebuah hubungan yang biasa
disebut pacaran.

Menurutku 1 tahun cukup untuk mengenal karakter masing-masing, dan aku rasa aku telah cukup
mengenalmu. Apa fikiranku ini salah?
Mungkin engkau tlah banyak menyusun rencana untuk masa depan kita, aku dukung semua itu,
tapi aku tak mau terlalu berencana bang, karena terlalu sakit klo semua itu tak seperti yang kita
harapkan, bukankah kita lebih mantap menyusun rencana saat kita sudah menikah? Menyatukan
untuk satu tujuan, apa apa saja yang ingin kita raih dan kita miliki.

mungkin banyak hal yang terfikir dikepalamu, seperti memiliki sebuah rumah, kendaraan juga
yang lainnya, tapi tidakkah kau tau itu pasti bisa kita dapatkan dan aku yakin kita bisa
mewujudkannya bersama-sama.

Mungkin engkau adalah penganut faham yang mengatakan belum siap menikah apabila belum
mapan dari segi materil, engkau ingin segalanya perfect saat engkau ingin melanjutkan sebuah
hubungan ke jenjang pernikahan. Itu wajar, aku tau engkau melakukan semua itu karena kau
ingin membahagiakan aku. Semua itu memang sangat kita butuhkan, apalagi di era globalisasi
seperti ini, dimana persaingan semakin ketat, juga mahalnya biaya hidup baik primer maupun
sekunder.

Tapi sampai kapan kau ingim mewujudkan semua itu?semakin lama waktu berjalan, semakin
banyak yang akan difikirkan, dan semakin mahal pula biaya hidup yang harus
dikeluarkan..tidakkah kau mengerti akan hal itu.

Kita tak pernah tau apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, tapi jika kita mempunyai niat
yang baik untuk suatu urusan, aku yakin Allah pasti memberikan kemudahan, apalagi kita
mempunyai niat untuk menyempurnakan.

Tidakkah kau sadari, selama ini engkau telah memiliki niat yang tulus dalam hatimu, walau
engkau sempat merasa putus asa, namun perlahan tapi pasti, engkau mendapatkannya satu demi
satu, tawaran itu mengalir walau belum seperti yang engkau inginkan, hanya saja itu adalah
proses akan niat baikmu.

Aku tak bisa menjelaskan dengan detail akanhal itu, aku takut engkau akan merasa seolah aku
mengguruimu atau mungkin memaksamu, bukan-bukan itu yang aku mau, aku hanya ingin
meluruskan maksudmu, aku akan tetap menunggumu. Sampai engkau merasa siap. Tapi aku tak
mau engkau terus berfikir akan semua materil, karena aku yakin seiring berjalannya waktu kita
pasti bisa mewujudkannya bersama-sama.

Banyak orang sukses pada awal ia menikah biasa-biasa saja, tapi karena mereka mau berusaha,
bahu membahu dan didampingi oleh istri tercinta, akhirnya mereka bisa mewujudkan cita-
citanya.
Untuk itu jangan memaksakan diri untuk segera mewujudkannya, aku tak mau dirimu sakit,
hanya kerena bekerja dan tak mengenal waktu beristirahat.

Engkau mengatakan agar aku tak perlu memikirkan dan mengkhawatikanmu, tapi aku tak bisa,
karena aku tau sikapmu yang selalu merasa bisa dan menganggap semua mudah, itu yang aku
khawatirkan. Istirahat yang kurang dan tidak beraturan bisa membuatmu sakit, bagaimana bisa
aku tidak memikirkanmu? Kau tau..engkau adalah semangatku, separuh dari hidupku, ada yang
kurang jika sehari saja aku tidak memikirkan dan mendengar kabarmu, bagaimana bisa aku
melupakanmu jika engkau sudah terpatri dalam hatiku.

Mungkin kau tak pernah tau akan hal itu, seberapa besar aku mencintaimu, mengharapkanmu tuk
menjadi pendampingku. Menjadi imam untukku juga anak-anakku kelak.

Kadang aku juga merasa heran, mengapa aku begitu menyanjungmu, tak perduli akan yang lain.
Engkau yang terbaik, segalanya untukku.

Sayang aku terus berdoa untuk kita, semoga Allah memberikan kemudahan dan melimpahkan
rahmatnya pada kita. Amien….
Cermin Seekor Burung
Ketika musim kemarau baru saja mulai. Seekor burung pipit mulai merasakan tubuhnya
kepanasan, lalu mengumpat pada lingkungan yang dituduhnya tidak bersahabat. Dia lalu
memutuskan untuk meninggalkan tempat yang sejak dahulu menjadi habitatnya, terbang jauh ke
utara, mencari udara yang selalu dingin dan sejuk.

Benar, pelan pelan dia merasakan kesejukan udara, makin ke utara makin sejuk, dia semakin
bersemangat memacu terbangnya lebih ke utara lagi.

Terbawa oleh nafsu, dia tak merasakan sayapnya yang mulai tertempel salju, makin lama makin
tebal, dan akhirnya dia jatuh ke tanah karena tubuhnya terbungkus salju.

Sampai ke tanah, salju yang menempel di sayapnya justru bertambah tebal. Si burung pipit tak
mampu berbuat apa apa, menyangka bahwa riwayatnya telah tamat.

Dia merintih menyesali nasibnya. Mendengar suara rintihan, seekor kerbau yang kebetulan lewat
menghampirinya. Namun si burung kecewa mengapa yang datang hanya seekor kerbau. Dia
menghardik si kerbau agar menjauh dan mengatakan bahwa makhluk yang tolol tak mungkin
mampu berbuat sesuatu untuk menolongnya.

Si kerbau tidak banyak bicara, dia hanya berdiri, kemudian kencing tepat di atas burung tersebut.
Si burung pipit semakin marah dan memaki maki si kerbau. Lagi-lagi si kerbau tidak bicara, dia
maju satu langkah lagi, dan mengeluarkan kotoran ke atas tubuh si burung. Seketika itu si burung
tidak dapat bicara karena tertimbun kotoran kerbau. Si Burung mengira lagi bahwa mati tak bisa
bernapas.

Namun perlahan lahan, dia merasakan kehangatan, salju yang membeku pada bulunya pelan-
pelan meleleh oleh hangatnya tahi kerbau, dia dapat bernapas lega dan melihat kembali langit
yang cerah. Si burung pipit berteriak kegirangan, bernyanyi keras sepuas puasnya.

Mendengar ada suara burung bernyanyi, seekor anak kucing menghampiri sumber suara,
mengulurkan tangannya, mengais tubuh si burung dan kemudian menimang nimang, menjilati,
mengelus dan membersihkan sisa-sisa salju yang masih menempel pada bulu si burung. Begitu
bulunya bersih, si burung bernyanyi dan menari kegirangan, dia mengira telah mendapatkan
teman yang ramah dan baik hati.

Namun apa yang terjadi kemudian, seketika itu juga dunia terasa gelap gulita bagi si burung, dan
tamatlah riwayat si burung pipit ditelan oleh si kucing.

Hmm… tak sulit untuk menarik garis terang dari kisah ini, sesuatu yang acap terjadi dalam
kehidupan kita: halaman tetangga tampak selalu lebih hijau; penampilan acap menjadi ukuran;
yang buruk acap dianggap bencana dan tak melihat hikmah yang bermain di sebaliknya; dan
merasa bangga dengan nikmat yang sekejap. Burung pipit itu adalah cermin yang memantulkan
wajah kita…
Ketika Kami Tak Cocok Lagi
Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai
perasaan yang hangat yang muncul ketika saya bersender di bahunya yang bidang. Tiga tahun
dalam masa kenalan dan bercumbu, sampai sekarang, dua tahun dalam masa pernikahan, harus
saya akui, saya mulai merasa lelah dengan semua itu.

Alasan saya mencintainya pada waktu dulu, telah berubah menjadi sesuatu yang melelahkan.
Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya
merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak kecil yang menginginkan permen. Dan suami
saya bertolak belakang dari saya, rasa sensitifnya kurang, dan ketidakmampuannya untuk
menciptakan suasana yang romantis di dalam pernikahan kami telah mematahkan harapan saya
tentang cinta.

Suatu hari, akhirnya saya memutuskan untuk mengatakan keputusan saya kepadanya. Saya
menginginkan perceraian.

“Mengapa?” dia bertanya dengan terkejut.

“Saya lelah. Terlalu banyak alasan yang ada di dunia ini,” jawab saya.

Dia terdiam dan termenung sepanjang malam dengan rokok yang tidak putus-putusnya.
Kekecewaan saya semakin bertambah. Seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan
perasaannya, apalagi yang saya bisa harapkan darinya? Dan akhirnya dia bertanya, “Apa yang
dapat saya lakukan untuk mengubah pikiranmu?”

Seseorang berkata, mengubah kepribadian orang lain sangatlah sulit, dan itu benar. Saya pikir,
saya mulai kehilangan kepercayaan bahwa saya bisa mengubah pribadinya. Saya menatap dalam-
dalam matanya dan menjawab dengan pelan, “Saya punya pertanyaan untukmu. Jika kamu dapat
menemukan jawabannya yang ada di dalam hati saya, mungkin saya akan mengubah pikiran.
Seandainya, katakanlah saya menyukai setangkai bunga yang ada di tebing gunung, dan kita
berdua tahu, jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya
untuk saya?”

Dia berkata, “Saya akan memberikan jawabannya besok.”

Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan
saya melihat selembar kertas dengan coret-coretan tangannya, di bawah sebuah gelas yang berisi
susu hangat, yang bertuliskan:

“Sayang, Saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu. Tetapi izinkan saya untuk menjelaskan
alasannya.”

Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya mencoba untuk kuat melanjutkan
membacanya kembali…

“Kamu hanya bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan
akhirnya menangis di depan monitor. Lalu saya harus memberikan jari-jari saya untuk
memperbaiki programnya.

“Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus
memberikan kaki saya supaya bisa masuk mendobrak rumah, membukakan pintu untukmu.

“Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu
kunjungi: saya harus memberikan mata untuk mengarahkanmu.
“Kamu selalu pegal-pegal pada waktu ‘tamu’ kamu datang setiap bulannya: saya harus
memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal.

“Kamu senang diam di dalam rumah, dan saya kuatir kamu akan jadi ‘aneh’. Lalu saya harus
memberikan mulut saya untuk menceritakan lelucon dan cerita-cerita untuk menyembuhkan
kebosananmu.

“Kamu selalu menatap komputer dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu. Saya harus menjaga
mata saya sehingga ketika nanti kita tua, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu
dan mencabuti ubanmu. Saya akan memegang tanganmu, menelusuri pantai, menikmati sinar
matahari dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga kepadamu yang bersinar seperti
wajah cantikmu….

“Juga sayangku, saya begitu yakin ada banyak orang yang mencintaimu lebih dari cara saya
mencintaimu. Tapi saya tidak akan mengambil bunga itu lalu mati….”

Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur dan saya membaca
kembali…

“Dan sekarang sayangku, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan
semua jawaban ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri di sana
dengan susu segar dan roti kesukaanmu….”

Saya segera membuka pintu dan melihat wajahnya yang dulu sangat saya cintai. Dia begitu
penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti. Saya tidak kuat lagi dan langsung
memeluknya dan rebah di bahunya yang bidang sambil menangis….
Angin di Daun Pohon
Alasan mengapa orang-orang memanggilku “Pohon” karena aku sangat baik dalam menggambar
pohon. Setelah itu, aku selalu menggunakan gambar pohon pada sisi kanan sebagai trademark
pada semua lukisanku. Aku telah berpacaran sebanyak 5 orang wanita ketika aku masih di SMA.

Ada satu wanita yang aku sangat aku cintai, tapi aku tidak punya keberanian untuk
mengatakannya. Dia tidak memiliki wajah yang cantik, tubuh yang sexy, dan sebagainya. Dia
sangat peduli dengan orang lain dan religius. Tapi dia hanya wanita biasa saja.

Aku menyukainya, sangat menyukainya, menyukai gayanya yang innocent dan apa adanya,
kemandiriannya, aku menyukai kepandaiannya dan kekuatannya.

Alasan aku tidak mengajaknya kencan karena aku merasa dia yang sangat biasa dan tidak serasi
untukku. Aku juga takut, jika kami bersama semua perasaan yang indah ini akan hilang. Aku juga
takut kalau gosip-gosip yang ada akan menyakitinya. Aku merasa dia adalah “sahabatku” dan aku
akan memilikinya tiada batasnya dan aku tidak harus memberikan semuanya hanya untuk dia.

Alasan yang terakhir, membuat dia menemaniku dalam berbagai pergumulan selama 3 tahun ini.
Dia tau aku mengejar gadis-gadis lain, dan aku telah membuatnya menangis selama 3 tahun.

Ketika aku mencium pacarku yang kedua, dan terlihat olehnya. Dia hanya tersenyum dengan
berwajah merah dan berkata “lanjutkan saja…” dan setelah itu pergi meninggalkan kami.
Esoknya, matanya bengkak, dan merah…

Aku sengaja tidak mau memikirkan apa yang menyebabkannya menangis, but aku tertawa
dengannya seharian. Ketika semuanya telah pulang, dia sendirian di kelas untuk menangis. Dia
tidak tahu bahwa aku kembali dari latihan sepakbola untuk mengambil sesuatu di kelas, dan aku
melihatnya menangis selama sejaman.

Pacarku yang ke-4 tidak menyukainya. Pernah sekali mereka berdua perang dingin, aku tahu
bukan sifatnya untuk memulai perang dingin. Tapi aku masih tetap bersama pacarku. Aku
berteriak padanya dan matanya penuh dengan air mata sedih dan kaget. Aku tidak memikirkan
perasaannya dan pergi meninggalkannya bersama pacarku. Esoknya masih tertawa dan bercanda
denganku seperti tidak ada yang terjadi sebelumnya. Aku tahu bahwa dia sangat sedih dan
kecewa tapi dia tidak tahu bahwa sakit hatiku sama buruknya dengan dia, aku juga sedih.

Ketika aku putus dengan pacarku yang ke-5, aku mengajaknya pergi. Setelah kencan satu hari itu,
aku mengatakan bahwa ada sesuatu yang ingin kukatakan padanya. Dia mengatakan bahwa
kebetulan sekali bahwa dia juga ada sesuatu yang ingin dia katakan padaku. Aku cerita padanya
tentang putusnya aku dengan pacarku dan dia berkata tentang dia sedang memulai suatu
hubungan dengan seseorang. Aku tahu pria itu. Dia sering mengejarnya selama ini. Pria yang
baik, penuh energi dan menarik.

Aku tak bisa memperlihatkan betapa sakitnya hatiaku, tapi hanya bisa tersenyum dan
mengucapkan selamat padanya. Ketika aku sampai di rumah, sakit hatiku bertambah kuat dan aku
tidak dapat menahannya. Seperti ada batu yang sangat berat di dadaku. Aku tak bisa bernapas dan
ingin berteriak namun tidak bisa.

Air mata mengalir dan aku jatuh menangis. Sudah sering aku melihatnya menangis untuk pria
yang mengacuhkan kehadirannya.

Ketika upacara kelulusan, aku membaca SMS di handphone-ku. SMS itu dikirim 10 hari yang
lalu ketika aku sedih dan menangis.

SMS itu berbunyi, “Daun terbang karena Angin bertiup atau karena Pohon tidak memintanya
untuk tinggal?“
DAUN

Selama SMA, aku suka mengoleksi daun-daun, kenapa? Karena aku merasa bahwa daun
membutuhkan banyak kekuatan untuk meninggalkan pohon yang selama ini ditinggali.

Selama 3 thn di SMA, aku dekat dengan seorang pria, bukan sebagai pacar tapi “Sahabat”. Tapi
ketika dia mempunyai pacar untuk yang pertama kalinya, aku mempelajari sebuah perasaan yang
belum pernah aku pelajari sebelumnya, CEMBURU. Perasaan di hati ini tidak bisa digambarkan
dengan menggunakan Lemon. Hal itu seperti 100 butir lemon busuk. Mereka hanya bersama
selama 2 bulan. Ketika mereka putus, aku menyembunyikan perasaan yang luar biasa
gembiranya. Tapi sebulan kemudian dia bersama seorang gadis lagi.

Aku menyukainya dan aku tahu bahwa dia juga menyukaiku, but mengapa dia tidak mau
mengatakannya? Sejak dia mencintaiku, mengapa dia tidak yang memulainya dulu untuk
melangkah? Ketika dia punya pacar baru lagi, hatiku selalu sakit. Waktu berjalan dan berjalan,
hatiku sakit.

Aku mulai mengira bahwa ini adalah cinta yang bertepuk sebelah tangan, tapi mengapa dia
memperlakukanku dengan sangat baik di luar perlakuannya hanya untuk seorang teman?

Menyukai seseorang sangat menyusahkan hati, aku tahu kesukaannya, kebiasaannya. Tapi
perasaannya kepadaku tidak pernah bisa diketahui. Kau tidak mengharapkan aku sebagai seorang
wanita untuk mengatakannya bukan?

Di luar itu, aku mau tetap di sampingnya, memberinya perhatian, menemaninya, dan
mencintainya. Berharap, bahwa suatu hari, dia akan datang dan mencintaiku. Hal itu seperti
menunggu telponenya setiap malam, mengharapkannya untuk mengirimku SMS. Aku tau sesibuk
apa pun dia, dia pasti meluangkan waktunya untukku. Karena itu, aku menunggunya. 3 tahun
cukup berat untuk kulalui dan aku mau menyerah. Kadang aku berpikir untuk tatap menunggu.
Luka dan sakit hati, dan dilema yang menemaniku selama 3 tahun ini.

Ketika diakhir tahun ke-3, seorang pria mengejarku, dia adalah adik kelasku, setiap hari dia
mengejarku tanpa lelah. Dari penolakan yang telah dia tunjukkan, aku merasa bahwa aku ingin
memberikan dia ruang kecil di hatiku.

Dia seperti angin yang hangat dan lembut, mencoba meniup daun untuk terbang dari pohon.
Akhirnya, aku sadar bahwa aku tidak ingin memberikan Angin ini ruang yang kecil di hatiku.

Aku tau Angin ini akan membawa pergi Daun yang lusuh jauh dan ke tempat yang lebih baik.
Akhirnya aku meninggalkan Pohon. Tapi Pohon hanya tersenyum dan tidak memintaku untuk
tinggal, aku sangat sedih memandangnya tersenyum ke arahku.

“Daun terbang karena Angin bertiup atau Pohon tidak memintanya untuk tinggal?”

ANGIN

Karena aku menyukai seorang gadis bernama Daun, karena dia sangat bergantung pada Pohon,
jadi aku harus menjadi Angin yang kuat.

Angin akan meniup Daun terbang jauh. Ketika aku pertama kalinya, ketika 1 bulan setelah aku
pindah sekolah. Aku melihat seorang memperhatikan kami bermain sepakbola. Ketika itu, dia
selalu duduk di sana sendirian atau dengan teman-temannya memerhatikan Pohon. Ketika Pohon
berbicara dengan gadis-gadis, ada cemburu di matanya. Ketika Pohon melihat ke arah Daun, ada
senyum di matanya. Memperhatikannya menjadi kebiasaanku, seperti daun yang suka melihat
Pohon. Satu hari, dia tidak tampak, aku merasakan kehilangan.

Seniorku juga tidak ada saat itu, Aku pergi ke kelas mereka, melihat seniorku sedang
memperhatikan daun. Air mata mengalir di mata daun ketika Pohon pergi, besoknya, aku melihat
Daun di tempatnya yang biasa, memperhatikan Pohon. Aku melangkah dan tersenyum padanya.
Menulis catatan dan memberikan kepadanya. Dia sangat kaget.

Dia melihat ke arahku, tersenyum dan menerima catatanku. Besoknya, dia datang,
menghampiriku dan memberiku catatan. “Hati Daun sangat kuat dan Angin tidak bisa meniupnya
pergi, hal itu karena Daun tidak mau meninggalkan Pohon.” Aku melihat ke arahnya dengan
kata-kata tersebut dan pelan dia mulai berkata padaku dan menerima kehadiranku dan teleponku.

Aku tahu orang yang dia cintai bukan aku, tapi aku akan berusaha agar suatu hari dia
menyukaiku. Selama 4 bulan, aku telah mengucapkan kata Cinta tidak kurang dari 20 kali
kepadanya. Setiap kali dia mengalihkan pembicaraan… tapi aku tidak menyerah, aku
memutuskan untuk memiliki dia dan berharap dia akan setuju menjadi pacarku.

Aku bertanya, “apa yang kau lakukan? Kenapa kau tidak pernah membalas?” Dia berkata, “aku
menengadahkan kepalaku”.

“Ah?” Aku tidak percaya apa yang aku dengar.

“Aku menengadahkan kepalaku” dia berteriak.

Aku meletakkan telepon, berpakaian dan naik taxi ke tempat dia, dan dia membuka pintu, aku
memeluknya kuat-kuat.

“Daun terbang karena tiupan Angin atau karena Pohon tidak memintanya untuk tinggal”.
Dia
Dia adalah Seseorang yang sangat aku sayangi dan aku cintai, seseorang yang selalu
memendam permasalahan sendiri, selalu tampak tegar ditengah kerapuhannya. Selalu tersenyum
ditengah kemarahannya, hal itu yang membuat aku sayang padanya, tetapi dia juga yang
membuat aku terhanyut dalam kesedihan ini.

Dia bernama Andri, aku bertemu dengannya di sebuah acara kemahasiswaan, dia anak
yang baik dan humoris, makanya gak heran dalam waktu singkat kami bisa berteman akrab,
teman-temanku mengira kami pacaran dan mereka sangat mendukung. Aku hanya tersenyum geli
melihat teman-teman ku menjahili dia, terfikir olehku apa benar yang mereka katakan. Tapi aku
menepisnya, aku gak mau memikirkan hal itu, karena aku pernah bertekad untuk tidak pacaran
sampai aku selesai kuliah dan aku berusaha menjaga itu.

Waktu terus berlalu, aku juga tak mengerti kapan rasa itu datang dan hinggap di hati ini,
berawal saat kami bermain ke rumah Hilman, saat itu hilman mengajak ku keluar untuk membeli
makanan, kami bercerita banyak hal sampai hilman menyinggung tentang Andri dan pacarnya,
aku terperanjat sejenak, tapi cepat-cepat kusembunyikan rasa itu, aku kembali bercerita seolah-
olah aku tau kalau dia sudah memiliki pacar, baru aku tersadar hatiku sakit mandengarkan cerita
dari hilman.

Sepulang dari rumah hilman, aku lebih banyak diam begitu juga dengannya, dia marah
karena aku terlalu lama pergi bersama hilman, tapi bukan itu yang ku pikirkan, aku memikirkan
diriku, ada apa denganku, aku hanya temannya, mengapa aku cemburu dan sakit hati kalau dia
memiliki pacar, mengapa tidak terpikirkan olehku kalau orang semanis dia pasti ada yang
memiliki, dasar bego!. Aku tersenyum sendiri dikamar, mencoba untuk ceria, menganggap hal ini
biasa dan pasti bisa ku atasi, aku bertekad pada diriku untuk menjadi teman yang baik, selalu ada
disisinya saat suka dan duka. Semangat teriakku pagi itu.

Namun perasaan itu muncul kembali saat kami pergi makan di suatu café, disana dia
mencurahkan semua isi hati yang selama ini di pendamnya, aku terkejut melihatnya menangis
layaknya seorang anak kecil di hadapanku, belum pernah aku melihat dia seperti itu, tarnyata
dibalik keceriaannya selama ini tersimpan luka yang sangat dalam, aku terharu ketika dia
mengatakan percaya padaku, aku sangat sayang padanya tapi aku tak mungkin memilikinya.

Setelah kejadian itu dia lebih terbuka padaku tentang pacarnya yang selama ini dia tutupi,
aku semakin mengerti bagaimana dirinya, makin memahami apa yang diinginkannya, harapku
suatu hari dia memiliki seseorang yang benar-benar mengerti dirinya dan sayang padanya, walau
hati ini hancur setiap kali mendengarkan dia bercerita tentang pacarnya. Akan tetapi yang tak ku
mengerti, kerap kali dia mengatakan satu hal yang membangkitkan kembali perasaan ku, bahwa
dia tak ingin melepaskanku karena aku telah menjadi sebagain dari dirinya, aku bingung, tapi aku
juga gak punya nyali untuk bertanya kepadanya bagaimana perasaan dia terhadapku.

Sampai pada puncaknya aku tak kuat membendung perasaanku sendiri, aku mengatakan
padanya kalau aku sayang padanya dan aku tau perasaan ini gak boleh terbina, aku hanya sekedar
mengeluarkan uneg-uneg yang ada dalam hatiku, terserah dia menganggap apa yang penting
hatiku lega, aku tidak akan membahas masalah ini lagi, karena aku berjanji akan selalu menjadi
teman dan sahabat yang baik buatnya

Namun rasa sayang dan cinta sudah bersemi dalam hatiku, tak mudah untuk menepisnya,
walau aku sudah berusaha, ternyata benar kata pepatah cinta itu datang tiba-tiba walau kita tidak
menginginkannya, tapi setelah kita tau mengapa terasa sakit jadinya. Entah mengapa, setelah
kejadian itu dia makin perhatian padaku, aku gak pernah tau apa maksudnya karena dia tak
pernah mengatakannya padaku, yang aku tau dia memberikan perhatian lebih dari biasanya,
seakan-akan menjawab semua pertanyaan tanpa harus diungkapkan, aku gak peduli aku hanya
ingin menjalani apa yang aku jalani sekarang, tidak mau berfikir yang muluk-muluk tentang masa
depan. Tapi biarlah kisah ini berjalan seiring dengan waktu yang kami pun tak pernah tau akhir
dari semua ini, tapi aku tetap berharap semoga…….
Gunung dan Cinta
Gunung dan Cinta

Ada sebuah kisah tentang seorang bocah sedang mendaki gunung bersama ayahnya.

Tiba-tiba si bocah tersandung akar pohon dan jatuh. “Aduhh!” jeritannya memecah keheningan
suasana pegunungan. Si bocah amat terkejut, ketika ia mendengar suara di kejauhan menirukan
teriakannya persis sama, “Aduhh!”.

Dasar anak-anak, ia berteriak lagi, “Hei! Siapa kau?”


Jawaban yang terdengar, “Hei! Siapa kau?”

Lantaran kesal mengetahui suaranya selalu ditirukan, si anak berseru, “Pengecut kamu!” Lagi-
lagi ia terkejut ketika suara dari sana membalasnya dengan umpatan serupa.

Ia bertanya kepada sang ayah, “Apa yang terjadi?”

Dengan penuh kearifan sang ayah tersenyum, “Anakku, coba perhatikan.”

Kemudian Lelaki itu berkata keras, “Saya kagum padamu!”

Suara di kejauhan menjawab, Saya kagum padamu!”

Sekali lagi sang ayah berteriak “Kamu sang juara!”

Suara itu menjawab, “Kamu sang juara!”

Sang bocah sangat keheranan, meski demikian ia tetap belum mengerti. Lalu sang ayah
menjelaskan, “Suara itu adalah gema, tapi sesungguhnya itulah kehidupan.” Kehidupan memberi
umpan balik atas semua ucapan dan tindakanmu.

Dengan kata lain, kehidupan kita adalah sebuah pantulan atau bayangan atas tindakan kita. Bila
kamu ingin mendapatkan lebih banyak cinta di dunia ini, ya ciptakan cinta di dalam hatimu. Bila
kamu menginginkan tim kerjamu punya kemampuan tinggi, ya tingkatkan kemampuan itu. Hidup
akan memberikan
kembali segala sesuatu yang telah kau berikan kepadanya.

Ingat, hidup bukan sebuah kebetulan tapi sebuah bayangan dirimu.

Anda mungkin juga menyukai