Anda di halaman 1dari 39

HUJAN..

Langit seperti berisyarat..

Dengan warnanya yang berubah kelabu.

Awan gelap itu perlahan menyapu sebagian langit yang membiru.

Seharusnya hari ini kulihat senja yang tersenyum bersama burung-burung yang berlarian kembali
kesangkarnya.

Kegelisahan itu kembali menyeruak, melingkupi hati.

Terlalu sulit untuk kucegah, kubiarkan saja ia memelukku dengan rasa yang tidak pernah
kubayangkan sebelumnya.

Mungkin ini sudah dipenghujung musim kemarau.

Kemarau akan senang hati berpamitan dan berganti dengan hujan.

Kucoba menghibur diri.

Hujan yang turun tanpa ampun,

tanpa jeda dari satu tetes ketetes berikutnya, membuat gelombang dihatiku semakin besar.

Ayolah ini bukan saatnya untuk membuat hujan ditempat lain.

Pandanganku sudah buram melihat hujan dari balik jendela.

Kurasakan ada hujan yang lain yang mulai menetes perlahan.

Kupejamkan mataku untuk menyingkirkan air mata yang sudah mengumpul dikelopak mata.

Aku terlalu pengecut, hanya berani melihat hujan dari balik jendela kamarku.

Seharusnya aku keluar bergabung bersamanya.

Merasakan angin yang berhembus tak beraturan dan membiarkan tubuhku dihantam hujan
berubi-tubi.
Mungkin saja hujan bisa melunturkan kegelisahan didalam hati, membawanya pergi jauh ke
muara yang tak pernah kuketahui ujungnya.

Ini bukan cerita tentang anak muda yang sedang patah hati. tetapi ini tentang kegalauan
orang dewasa. Entah aku bisa dikatakan orang dewasa atau belum. Usiaku belum genap 21
tahun. Masih empat bulan lagi. Cukup lama memang, tapi masalah yang kuhadapi saat ini tidak
mudah.

Ada banyak hal yang membuat aku pusing. Entah harus bertahan ataukah pergi. Hampir
empat tahun aku menjalin hubungan dengan seorang laki-laki. Beberapa bulan ini hubungan
kami merenggang. Karena candaanku waktu itu, kalau aku menginginkan menikah muda.

Terdengar lucu memang. Tapi keinginanku ini memang bukan lelucon. Aku pikir
sekarang memang waktunya untuk serius bukan lagi untuk main-main. Aku memang bukan
wanita soleha dan jauh dari kata sempurna. Tapi tidak ada salahnya bukan, kalau aku ingin
meninggalkan perbuatan sia-sia ini? Pacaran!

Dari agama islam yang kuanut, tidak ada istilah pacaran, yang ada itu ta’aruf. Iya
memang sebelumnya aku menjalin hubungan pacaran dengannya, tapi kini fikiran itu pergi jauh-
jauh dari kepalaku. Aku igin menjalin hubungan yang halal, yang Tuhan ridhoi.

Ini keputusan yang tidak mudah, karena umur kami masih muda. Bahkan umurku lebih
tua satu tahun darinya. Ada pro dan kontra dari orang tuaku dan orang tuanya. Heii.. ini masalah
agama, jauh lebih penting bukan?

Aku belum memiliki banyak ilmu agama, tapi setidaknya saat ini aku mulai
mempelajarinya sedikit demi sedikit. aku sungguh bosan dengan hubungan ini. Awalnya
hubungan kami baik-baik saja, setelah kami memiliki keputusan ingin menikah, hubungan kami
mulai tidak senyaman dulu.
Tiba-tiba orang tuanya tidak merestui hubungan kami, karena perbedaan suku. Heii,
selama tiga tahun terakhir mereka tahu kalau anak laki-lakinya itu menjalin hubungan denganku,
wanita bersuku jawa. Kenapa baru sekarang mereka tidak memberikan restu? Memang apa
salahku? Kalau aku bisa meminta kepada Tuhan, aku tidak akan meminta dilahirkan dari
keturunan orang jawa.

Apa ini yang dinamakan deskriminasi? Ketidakadilan? Aku sedih. Sungguh hatiku sakit,
hancur. Kenapa baru sekarang? Kenapa tidak dari awal, mungkin tidak akan sesakit ini rasanya.
Aku dan dia berjuang untuk tetap bertahan dengan hubungan kami. Sudah banyak air mata yang
tumpah karena masalah itu.

Hanya satu bulan masalah itu berlangsung. Alhamdulillah.. sungguh aku bersyukur
Tuhan masih mengizinkanku untuk tetap berada disampingnya. Yang aku rasakan saat itu,
sungguh bahagia. Aku benar-benar bahagia. Dan kami bisa melanjutkan rencana untuk menikah.
Mungkin ini yang dinamakan masih rezeki.
RINDU

Rindu hujan yang perlahan jatuh membahasih bumi

Rindu hujan di ujung senja.

Meski sebentar indahnya tak terlupa

Rindu hujan yang memecah dandelion

Terbang bersama bulir hujan

Dan menyatulah setiap doa yang bergantung pada kepingan dandelion

Rindu hujan diujung senja


Sendu berbaur dengan rasa sejuk.

Perlahan meresap ke dalam jiwa.

Ada sesuatu yang tak terungkap dan melebur bersamanya.

Mungkin ini yang dinamakan “kebelet nikah”. Aku selalu rindu saat-saat bersama
dengannya. Berdua dengannya. Berbincang tentang masa depan. Tentang harapan kami berdua.

Setelah permasalahan itu, hubungan kami semakin membaik. Orang tuanya sudah
merestui hubungan kami dan mereka memberi izin atas rencana pernikahan kami dua tahun lagi.
Luar biasa bukan nikmat Tuhan, ketika kami memiliki rencana mulia, awalnya memang ada
cobaan tapi setelahnya ada karunia yang begitu indah.

Bagaimana dengan orang tuaku? Mereka tidak mempermasalahkan usia kami. Kalau
memang kami sudah siap untuk menikah, mereka akan merestui kami. Dari awal aku dan dia
menjalin hubungan, orang tuaku sudah memberi restu. Sampai saat ini ketika aku dan dia
berencana untuk menikah

Masalahnya saat ini, kami sudah tidak bisa berjauhan. Rumah kami tidak terlalu jauh,
mungkin hanya sekitar dua kilometer. Rasanya kami tersiksa rindu yang semakin hari memupuk
dan tumbuh subur di lubuk hati.

Ingin berteriak, mama… papa… lihat anak kesayanganmu ini, sudah tidak bisa hidup
melajang. Ingin segera diresmikan. Ingin secepat mungkin dinikahkan. Ya Tuhan… perasaan apa
ini yang sedang menjangkit hati kami?

Aku pernah membaca hadist tentang menikah.

“Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah : a. orang yang berjihad/berperang di
jalan Allah. B. budak yang menebus dirinya dari tuannya. C. pemuda/I yang menikah karena
mau menjauhkan dirinya dari yang haram.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)

Hatiku terenyah ketika membaca hadist itu. Malu. Sungguh aku sangat malu dengan apa
yang aku lakukan. Keinginan itu semakin dalam tertanam di dalam hati. ingin sesegera mungkin
aku menghalalkan hubungan ini.

Aku tidak bisa berbuat banyak. Aku hanya bisa menunggu laki-laki yang kini aku cintai
melamarku. Dua tahun rasanya lama sekali. Menunggu bergantinya bulan saja sudah terasa lama,
apalagi berganti tahun?!

MENUNGGU
Ini bukan tentang aku mencintaimu atau kamu mencintaiku.

Sudah banyak hal yang kita lewati

Sudah banyak waktu yang kita luangkan bersama

Ini tentang komitmen.

Tentang saling percaya.

Tentang mau atau tidak hidup bersama dan berdampingan seumur hidup

Masalah waktu yang masih bungkam kapan akan menyatukan kita dalam sebuah ikatan suci.

Kalau saja aku bisa memilih, mungkin bukan kamu.

Kalau saja aku bisa memilih dengan siapa aku akan jatuh cinta, mungkin bukan kamu orangnya.

Kalau saja aku bisa memilih, mungkin saat ini aku sudah menjadi seorang istri.

Tapi kenyataannya hati ini memilihmu.

Sudah kucoba untuk melirik laki-laki lain, tapi usahaku sia-sia.

Mungkin aku hanya perlu diam dan bersabar.

Kelak kalau memang sudah menjadi takdirku, sebesar apapun godaannya, aku akan tetap
denganmu.

Semua butuh waktu.

Tidak peduli seberapa bosannya aku menunggu.

Tidak peduli seberapa sakitnya aku bersabar.

Aku akan menanti takdir yang terbaik dari Tuhan


. Kata orang, hal yang paling membosankan itu menunggu. Seperti yang aku rasakan saat
ini. Sungguh sangat bosan menunggu dilamar sang pujaan hati. Setiap malam aku memikirkan
hal itu. Sempat terselip dihati rasa iri kepada teman-teman seumuranku yang sudah menikah.
mereka terlihat bahagia karena sudah tidak melakukan hal sia-sia lagi.

Aku pun ingin merasakan apa yang mereka rasakan. Aku ingin melepas perbuatan yang
sia-sia ini. Aku sungguh sangat malu. Aku belum bisa taat kepadaTuhan. Selepas sholat isya aku
selalu sholat sunnah istikharoh. Aku meminta petunjuk kepada Allah agar dipermudah segala
urusannku dan diberikan petunjuk kalau laki-laki yang aku pilih ini tepat untuk agamaku dan
kehidupanku kelak.

Rencana itu memang ada, tapi apalah sebuah rencana kalau belum ada kepastian. Aku
hampir putus asa menunggunya. Rasanya kesal ketika anak seusiaku sudah membicarakan yang
halal dan haram tetapi orang tua belum bisa mewujudkan karena alasan materi. Miris. Kenapa
menjadi terbalik dan kenapa menjadi serumit ini.

Ada satu hadist yang membuatku merasa kalau aku ini sungguh hina. Aku semakin malu
dengan Tuhan ku.

“Janganlah kalian mendekati Zina, karena Zina itu perbuatan keji dan suatu jalan yang
buruk” (Al-Isra (17):32)

Aku bukan hanya mendekati, tetapi aku sudah berzina. Berpegangan tangan dan bertatap
muka setiap hari, itu sama saja dengan Zina. Perasaanku semakin tidak karuan. Aku semakin
tidak sabar. Tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

Sudah ku pastikan kalau perasaan ini bukan main-main. Dan keinginan ini bukan omong
kosong. Aku dan dia sudah merasa cocok. Kami sudah menjalin hubungan hampir empat tahun.
Memang tidak bisa menjadi patokan untuk menikah, karena kehidupan setelah menikah berbeda
dengaan pacaran.

Aku yakin menikah akan jauh lebih baik daripada pacaran. Menikah jauh lebih dihalalkan
daripada pacaran. Aku mengutip kata-kata yang aku baca dari social media. “menikah itu
sunnahnya Nabi , lah kalau pacaran sunnahnya siapa?” nyeeess kan, baca kata-kata itu? Aku
semakin merasa tersindir.

Aku hampir putus asa. Aku sempat berfikir, kenapa begitu sulit mewujudkan yang sudah
benar-benar dihalalkan daripada yang haram. Semua memang butuh keyakinan dan kesanggupan
untuk menjalani. Tetapi, bukan berarti tetap melakukan zina dengan alasan masih
mempersiapkan diri.

Kata orang menikah itu butuh dana besar. Menikah itu harus begini dan begitu. Tapi
menurutku untuk apa menghabiskan uang berpuluh-puluh juta hanya untuk pesta satu hari dan
lebih rela tersiksa setelah itu karena kehabisan uang? Tuhan tidak pernah mempesulit hambanya,
hanya saja kita yang membuatnya sulit dan menyalahkan kalau menikah butuh dana yang besar.
Bukan salah pernikahannya tapi, salahkan gengsinya.
ENTAH,,

Entah karena iri atau memang sudah bosan dengan keadaan seperti ini..

Ada sebagian rasa yang memaksaku untuk pergi,

Dan ada sebagian rasa yang memaksaku untuk bertahan.

Keduanya memiliki konsekuensi.

Kalau aku pergi.. tidak akan mungkin aku bisa bertemu laki-laki yang seperti dia untuk kedua
kalinya.

Bertahan.. meski tersakiti karena harus sabar menunggunya.

Ada banyak rasa yang berkecambuk didalam hati.

Menangis berhari-hari pun tidak membuat dada ini lega.

Rasanya ingin sekali menyerah.

Menyerah karena tidak bisa menunggu terlalu lama.

Tetapi rasa sayang yang begitu mendalam untuknya yang memaksaku untuk memilih tetap
bertahan.
Aku frustasi memikirkan pernikahan ini. Aku ingin sekali menyerah dan meminta kedua
orangtuaku untuk menjodohkanku kepada laki-laki yang sudah siap menikahiku. Terlalu bodoh
memang. Entah darimana fikiran segila itu muncul dikepalaku.

Aku tersiksa dengan keadaan ini. Mungkin dia juga sama sepertiku. Tersiksa karena rindu
yang mendalam. Semua pasangan pasti ingin menikah. ingin hidup bersama dengan orang yang
dicintai untuk selamanya dan tidak ada batasan jarak. Apalagi batasan status.

Aku terlalu egois. Bagaimana tidak, setiap hari yang aku bahas hanya menikah dan
setelahnya jangan ditanyakan lagi, pasti kami ribut karena hal itu. Sudah sering terjadi. Andaikan
saja aku bisa menjelaskan apa yang aku rasakan saat ini. Sayangnya aku tidak bisa
menjelaskannya. Aku tidak tahu kenapa aku sangat menginginkan pernikahan itu cepat
terlaksana.

Aku sangat yakin menikah tidak akan membuat kami miskin, walaupun kami berdua
belum memiliki pekerjaan yang tetap. Tetapi kami sudah sama-sama bekerja dan memiliki
penghasilan.

Tuhan tidak akan membuat hidup kami menderita. Bahkan kami bisa bekerja juga karena
ada campur tangan Tuhan. Maha benar janji Allah akan segala firmannya.

“…Jika mereka miskin, maka Allah akan mengumpulkan mereka dengan karunia-NYA”
(Umar bin Khattab)

Masih mau membantah lagi takut miskin setelah menikah? pernikahan itu sederhanya
saja, karena yang penting itu kehidupan setelah menikah, bukan pesta pernikahannya.

“Temukan kekayaan dengan menikah.”(Abdullah bin Mas’ud)

Kita terlahir tidak mengenakan apa-apa, jangankan uang, pakaian pun tidak kita kenakan.
Lalu kita bisa hidup sampai saat ini. Menikmati syurga dunia, semua itu berkat Allah. Semua
kerja keras kita berkat campur tangan Allah, bukan semata-mata usaha kita sendiri. Jadi kenapa
harus takut miskin kalau semuanya sudah ada yang mengatur.
AKAL SEHAT

Saat rasa yang tak kukenal menembus masuk kedalam hati

Dan memaksaku untuk berfikir apa yang sedang terjadi

Sungguh aku goyah.

Aku tak tahu apa yang harus kulakukan?

Rasa itu cukup ampuh menghilangkan separuh akal sehatku.

Tak akan kubiarkan bibir ini mengatakan sesuatu.

Biar saja semua tetap begini

Dan kubebaskan kau bertindak semaumu.

Bukannya ku tak suka..

Hanya saja ada hal yang belum bisa kukatakan.


Tiba-tiba aku teringat masalalu yang cukup menyakitkan. Itu kesalahanku. Saat aku
sudah menemukan kekasih yang begitu mecintaiku, aku justru tertarik dengan laki-laki lain.
Bodoh! Iya.. waktu itu aku cukup bodoh, bisa membagi perasaanku. Sejujurnya aku tidak ingin
hal itu terjadi. sudah kucoba paksa untuk membuang jauh-jauh perasaan itu, tetapi percuma.

Perasaan yang awalnya hanya sebuah rasa kagum, berubah menjadi rasa suka. Berkali-
kali kufikirkan ulang. Kuteliti satu persatu rasa yang ada didalam hati. Ya Tuhan… ini tidak
boleh terjadi. aku tidak boleh menyakiti kedua laki-laki itu. Aku sudah pernah merasakan
rasanya dicampakkan oleh orang yang begitu kucintai dulu dan tidak mungkin aku bisa
melakukan itu kepada orang yang kucintai saat ini.

Saat itu aku masih sekolah. Kelas XII SMK. Mungkin perasaanku masih labil saat itu.
Tapi aku bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Beberapa bulan kutersiksa
dengan perasaan itu. Perasaan yang tiba-tiba terbagi dua.

Dan kau tahu? Betapa bersyukurnya aku memiliki kekasih yang sabarnya luar biasa. Ia
masih bersedia berada disampingku meskipun dia tahu kalau hatiku saat itu bukan hanya untuk
dirinya, tetapi juga untuk laki-laki lain.

Aku sholat istikharoh berkali-kali. Memohon agar Allah memberiku petunjuk, laki-laki
mana yang harus kupilih. Bahkan aku juga meminta pendapat kepada mamaku. Aku takut salah
memilih. Aku yakin mama tidak akan salah memilih. Aku yakin akan kekuatan doa seorang ibu.

Mamaku memilih laki-laki yang hampr tiga tahun terakhir dekat denganku. Dan harus ku
akui, dia laki-laki yang luar biasa yang pernah kukenal. Meskipun umurnya terpaut satu tahun
lebih muda denganku, tetapi dia laki-laki yang bertanggung jawab dan dewasa. Masa-masa sulit
itu bisa terlewati dengan mudah. Kumantapkan diri untuk tetap mencintai laki-laki yang sudah
setia denganku dan tetap berada disampingku, apapun keadaanku.

Laki-laki seperti dia tidak akan datang untuk kedua kalinya bukan? Aku mencoba
mengembalikan perasaanku seperti dulu. Aku hanya mencintai satu orang, yaitu dia. Dia
jawaban dari doa disetiap malamku dan restu dari mamaku. Tidak boleh lagi ada orang ketiga
diantara kami.
Kebodohan itu selalu menghantuiku. Rasa bersalah terus menyelimuti hati. Rasanya tidak
tenang. Rasanya takut kehilangan. Aku tidak akan mungkin membiarkannya pergi begitu saja
dari hidupku. Ini kesalahanku dan aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Sampai saat ini
aku masih memikirkan kejadian itu.

Itu hanya sebagian kecil cerita masaluku. Kini aku tidak ingin pacar-paran lagi. Aku
ingin memiliki hubungan yang halal. Yang Allah ridhoi. Aku sudah tidak bisa bersabar lebih
lama lagi. Ya Tuhan.. keinginan ini sudah terlalu bergejolak didalam hati.

Sudah kupastikan keinginan ini, keinginan yang benar-benar berasal dari dalam hati.
bukan karenaikut-ikutan ataupun rasa iri. Aku selalu berharap, dia bisa memberi kepastian kapan
akan melamarku. Aku sangat mengharapkan hal itu.
TERPESONA

Senyumannya yang membuat aku terperangai kagum

Sikapnya yang membuat aku terus tersapu kedalam dekapannya

Suara lembutnya

Memecah amarah dalam jiwa

Membuat hati mengharu biru

Selembut sutra kata-katanya

Hatiku tersentuh..

Aku terpesona ..

Hanya mampu mengikuti arah cinta yang melambungkan ku jauh keangkasa

Jauh menuju angkasa luar.


Kata orang, cinta itu buta. Cinta itu bisa membuat gila. Anggapan itu bisa dibilang benar
tapi bisa juga dibilang tidak. Dulu aku pernah merasakan cinta buta, tapi sekarang sudah tidak
lagi. Dan sekarang aku merasakan cinta gila! Ya ampun… aku ingin sekali cepat menikah.
padahal rencana awalku, aku ingin menikah kalau sudah berumur 24 tahun, dan sekarang aku
baru berumur 21 tahun.

Rencana itu sudah tidak lagi ada dipikiranku. Aku ingin menikah muda. Aku sudah malu
dengan Rabb ku yang Maha Penyayang, tapi yang ku lakukan sebuah kehinaan. Rasanya aku
ingin menutup wajahku dan tak akan kulepaskan.

Keinginan itu maju tiga tahun lebih awal. Aku sedang berusaha keras untuk mewujudkan
itu. Apalagi yang harus ditunggu? Pekerjaan sudah punya. Agama? Kami satu keyakinan. Cinta?
Kami saling cinta. Umur? Yaa.. menurutku, kami sudah cukup umur.

Daritadi aku selalu membahas keinginanku ya? Bukan. Ini keinginan kami berdua. Hanya
saja orang tua kami masih tidak setuju dengan keinginan kami ini. Katanya kami belum mapan,
belum bisa berumah tangga. Lalu, kami bisa apa? Bisa berzinah dan membuat banyak dosa?
Rasanya tidak masuk akal. Berpacaran yang tidak ada kaidahnya saja diperbolehkan tapi
mengapa menikah yang sudah menjadi Sunnah Rasul masih harus dipertimbangkan?!

Aku bingung. Berkali-kali aku berfikir, apa ini keputusan yang salah? Apa ini keputusan
yang memalukan? Aku semakin galau. Sudah cukup untuk semua ini. Semua hal yang
menyakitkan dan semua hal yang membuat kepalaku nyaris meledak.

Ini kegalauan yang sangat berat yang pernah kurasakan. Aku bingung harus berbuat
apalagi. Tidak mungkin memaksa untuk menikah tanpa restu kedua orang tua. Terlebih aku
perempuan, tidak bisa menikah tanpa didampingi seorang wali. Masa iya menikah dengan wali
hakim, sedangkan kedua orang tuaku masih hidup. Noooo!!

Dua bulan yang lalu aku dan dia selalu bertengkar karena orang tuanya tidak merestui
hubungan kami. Alasan yang tidak masuk akal, terlebih ini sudah jaman modern. Bahkan waktu
jaman Rasullullah tidak ada larangan untuk menikah dengan orang yang berbeda suku. Kami
hampir putus karena masalah itu. Aku sudah tidak sanggup. Perih rasanya melihat bbm orang
tuanya seperti itu.

Dia laki-laki yang baik. Sangat baik. Sulit bagiku untuk merelakannya pergi begitu saja.
Dan aku harus bersyukur, karena dia mau berjuang bersamaku. Sampai akhirnya kami sudah
memiliki restu dari kedua orang tuanya dan juga keluarga besarnya.

Allah itu maha baik. Hubungan yang kami jalin ini bukan hubungan yang halal, tapi
Allah masih memberikan bantuannya. Kami sudah berjanji akan mempercepat pernikahan kami.
Kami ingin berubah untuk kembali kejalan-NYA.
Alhamdulillah.. segala puji bagi Allah pemilik seluruh alam ini. Aku masih bisa
mengucap syukur. Sangat bersyukur. Masalah yang ku lalui tidaklah mudah. Apalagi dengan
umurku yang baru menginjak 21 thaun.

Bisa dibayangkan bagaimana sedihnya aku, lelah, pusing, sakit dan masih banyak lagi,
untuk menghadapi masalah yang mungkin orang lain merasakan ini ketika mereka berusia 25
tahun keatas. Nikmat Allah sungguh luar biasa. Aku tidak menyesal dengan apa yang sudah
menjadi takdirku saat ini.

Gadis seumuran ku mungkin saat ini sedang sibuk dengan kuliahnya, dengan teman-
temannya,dengan hobinya, sedangkan aku.. aku harus berfikir keras untuk bisa menikah dengan
laki-laki yang sudah ku cintai selama empat tahun. Aku sudah berfikir tentang agama dan
akhirat. Mungkin aku berbeda dengan gadis-gadis lain, tapi aku hanya ingin belajar mendekatkan
diri kepada Allah.

Selama 20 tahun aku hidup, aku hanya memikirkan dunia. Bagaimana caranya aku bisa
pintar, bagaimana caranya aku bisa kaya, bagaimana caranya aku bisa sukses, tapi aku lupa
bagaimana caranya selama 20 tahun aku masih hidup kalau bukan karena Allah. Aku masih bisa
melakukan maksiat dan lupa akan akhirat.

Aku teringat beberapa tahun silam, ketika Allah memberiku hidayah untuk mengenakan
hijab. Entah kenapa niat itu sangat kuat melekat di dalam hati. Alhamdulillah sampai saat ini aku
masih mengenakan hijab. Lagi dan lagi, nikmat yang luar biasa dari Allah untukku.

Dan kini aku mendapat hidayah untuk segera melepas status lajangku. Untuk segera
menyempurnakan setengah agamaku. Lagi dan lagi, aku merasa semua petunjuk ini datangnya
dari Allah. Dia-lah yang Maha membolak baikkan hati manusia.

Dengan susah payah aku meyakinkan kekasihku untuk segera menikah. nyaris roboh
kesabaranku. Setiap malam aku selalu bersimpuh dihadapan Allah dengan berlinangan air mata
agar keinginannku dikabulkan.
Aku yakin setelah kesulitan ini pasti akan ada kemudahan. Maha benar janji Allah.
Terbukti dan sudah dijelaskan.

“karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan..”

“sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan..”

(QS. Al Insyirah : 5-6)

Sudah sangat jelas bukan? Lalu apalagi yang harus kita takuti?

Hidup kita Allah yang mengatur. Jodoh, rezeki, maut Allah yang mengatur. Tugas kita
hanya berusaha semaksimal mungkin. Aku belum menjadi wanita soleha, tapi setidaknya aku
sedang belajar untuk menuju itu.
KEPUTUSAN

Malam yang panjang

Aku masih tetap terjaga.

Pandanganku mulai buram.

Perlahan.. air mata mulai menetes.

Ku biarkan mengalir tanpa henti.

Aku malu… sangat malu…

Rasanya sudah tidak sabar mengganti status ini menjadi halal.

Rasanya sudah tidak sanggup untuk terus melakukan dosa

Mungkin memang tidak mudah

Tapi bukan berarti maksiat lebih mudah.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

Ku mantapkan hati ini untuk memilih…

Sakinnah bersamamu.
Terkadang yang bisa dilakukan orang lain itu hanya menilai. Tidak peduli bagaimana
sulitnya yang kita lalui. Terlalu pusing untuk memikirkan komentar orang lain tentang kita.
Hidup ini kita yang tentukan. Suksesatau tidaknya kita juga yang merasakan. Bukan mereka.
bukan orang-orang yang bisanya hanya berkomentar.

Perjalanan panjang yang kita lalui begitu kita nikmati. Karena dengan begitu kita bisa
sampai dititik ini. Menentukan pilihan untuk menikah. menikah muda. Sulitnya mendapatkan
restu orang tua, sudah kita lewati. Air mata yang kemarin tumpah ruah, kini sudah berbalas
dengan kebahagiaan yang tiada tara.

Tidak bisa dijelaskan bagaimana cara Allah membuat sekenario seindah ini. Jalan
keluarnya selalu ada. Allah tidak membirakan kita tersesat dalam masalah kalau kitanya pun mau
bersusaha mencari jalan keluarnya. Allah beserta dengan orang-orang yang sabar.

Sudah kami putuskan. Insha allah pernikahan kami akan dilaksanakan tahun depan. Ini
baru rencana. Bulan dan tanggalnya belum ditentukan. Aku dan dia sedang fokus untuk
menyiapkan apa-apa saja yang dibutuhkan untuk pernikahan nanti.

Sudah menjadi tradisi, ketika menikah calon pengantin laki-laki akan memberikan
seserahan berupa uang dan barang-barang yang akan dipakai calaon mempelai wanita. Sebagai
symbol kalau laki-laki tersebut sudah siap lahir dan batin untuk menafkahi istrinya.

Di jaman modern seperti ini memang tidak ada yang murah. Rasanya sulit untuk menikah
secara sederhana. Kalau tidak menjaga nama baik kedua orang tua, rasanya malas sekali harus
repot-repot menyiapkan ini itu. Membeli ini itu.
Asalkan orang tua bahagia, kita pasti bahagia. Tidak apa-apa, perayaan ini kan hanya
dilaksanakan seumur hidup sekali, jadi butuh persiapan yang matang. Bahagia memang tidak
sesimple itu. Butuh perjuangan dan kerja keras.

Fikiranku sudah melayang entah kemana. Aku begitu mendambakan rumah tangga yang
sakinnah, mawaddah, warohmah. Iri sekali melihat pasangan muda yang terlihat bahagia. Aku
juga ingin seperti mereka. sudah tidak lagi dihantui rasa takut hamil diluar nikah. Aku sungguh
tidak sabar menantikan hari itu. Hari dimana kekasihku mengucapkan janji seumur sehidup
semati didepan penghulu dan kedua orang tuaku. Satu yang pasti Allah juga menggenggam janji
sakral itu. Aku hanya menginginkan kehidupan yang normal. Kehidupan yang berada dijalurnya.
Tidak dirundung rasa takut.

Banyak orang yang tidak yakin dengan keputusanku. Terutama teman-teman kerjaku.
Banyak diantara mereka yang masih mengejar karir dan pendidikan. Katanya masa muda harus
dinikmati dulu, supaya nantinya tidak menyesal.

Menurutku hidup itu hanya sekali. Ketika Allah sudah mengetuk pintu hatiku dan
menyadarkanku untuk segera menikah, lalu apalagi yang harus kutunggu? Mengejar dunia tidak
akan ada habisnya. Coba bayangkan, kalau kita sedang berduaan dengan pacar kita lalu Allah
mengambil nyawa kita hari itu juga? Pasti kita tidak mau kan, meninggal dengan cara seperti itu,
sedang melakukan dosa.

Tidak ada yang menjamin umur kita akan panjang. Selagi ada kesempatan untuk berbuat
dan melakukan hal baik kenapa harus menunggu? Sama seperti mengenakan hijab. Itu kewajiban
bagi wanita muslim, tapi masih banyak yang belum mau dengan alasan akhlaknya belum baik.
Padahal akhlak dengan mengenakan hijab itu dua hal yang berbeda.

Banyak juga yang mengatakan menikah diusia muda rentan dengan perceraian. Lalu ada
juga yang mengatakan, belum mapan mau dikasih makan apa istri dan anaknya nanti.
Astagfirullohalazim.. rezeki, maut, jodoh itu semua Allah yang mengatur. Kenapa kita harus
seuzon dengan Allah. Allah Maha Pemberi segala nikmat. Bahkan pengemis pun tidak mati
bukan, karena tidak makan? Allah Maha Adil, semua kehendak ada ditangan-NYA.
Ketika Allah bilang “Jadi” maka jadilah.. masyallah. Semua seakan-akan manusia yang
mengatur. Kita kanya bisa berencana dan yang menentukan itu Allah. Semua sudah kupustan
kalau aku ingin menikah muda. Semoga restu yang diberikan kedua orang tuaku menjadi restu
Allah untuk aku.

Aku memang hanya lulusan SMK, tidak lebih dari itu. Kuliah atau tidak kuliah bukan
ukuran untuk mencapai kesuksesan. Ada banyak alasan mengapa aku tidak melanjutkan
pendidikanku. Orang lain mungkin hanya bisa berkomentar, karena mereka tidak merasakan
posisi yang aku rasakan saat ini.

Ketika harapan kuliah itu sudah ada, tetapi Allah berkehendak lain. Beberapa bulan
sebelum aku lulus sekolah, ibuku kecelakaan. Ia ditabrak sepeda motor saat ingin menyebrang.
Tulang pahanya pecah dan harus dioperasi. Tabungan untuk aku kuliah terpaksa digunakan
untuk berobat ibuku. Rasanya aku sudah hilang harapan. Melihat ibu yang begitu aku cintai
hanya bisa berbaring tak berdaya.

Aku sedih. Kecewa. Tapi ini kehendak Allah. Aku tidak bisa menghindar atau
mengelaknya. Aku selalu berfikir mungkin Allah punya rencana lain. Allah sayang denganku
makanya Allah memberikan aku cobaan.
Setiap hari aku bangun jam 4 pagi untuk mencuci pakaian, memandikan ibuku,
memberikannya sarapan, setelah seemuanya selesai lantas aku pergi kesekolah. Untuk makan
siang, ada saudara dari ayahku yang datang membawakan makanan. Sedih rasanya harus
meninggalkan ibuku di rumah sendirian dengan keadaan sakit, tapi aku juga harus sekolah.
Hanya menghitung bulan aku akan lulus.

Yang lebih menyedihkan teman-temanku tidak ada yang menghiburku. Bahkan teman
terdekatku. Hanya kekasihku yang selalu ada untukku. Menemaniku kemana pun aku pergi,
menghiburku ketika aku sedih, iya.. hanya dia yang ada disaat aku membutuhkan.

Sahabat-sahabatku sibuk dengan urusannya masing-masing. Dengan study-nya. Setiap


hari mereka membicarakan tentang kuliah, sedangkan aku hanya bisa diam, memikirkan nasib
ibuku dan keluargaku. Aku membiarkan kesedihan setiap hari melingkupi hati, sungguh nikmat
ujian waktu itu.

Semua orang membicarakan tentang kuliah. Katanya kuliah itu harus supaya kehidupan
kita lebih baik. Iya, itu memang benar, tetapi bagaimana kalau keadaan mereka sepertiku? Apa
mereka masih memikirkan kuliah? Memaksa kedua orang tuanya membiayai kuliahnya? Ya
Allah rasanya aku tidak tega. Lebih baik aku tidak kuliah. Aku harus kerja dan membantu kedua
orang tuaku. Aku tidak mau membebani siapapun.

Ada kata-kata yang sampai saat ini masih menyakitkan hatiku. Sahabatku mengatakan
“anak yang pintar itu dilahirkan dari ibu yang pintar”. Luar biasa bukan kata-katanya. Mereka
mengenalku selama tiga tahun, apa mereka lupa orang tuaku hanya lulusan SD, itupun tidak
lulus. Sakit rasanya ketika mendengar kata-kata itu. Yang bisa kulakukan hanya diam.
Terserahlah mereka mau mengatakan apa. Kedua orang tuanya mampu membiayai kuliahnya,
mampu memberikan fasilitas apapun yang mereka butuhkan. Sedangkan aku, apapun yang aku
mau, aku harus membelinya dengan uangku sendiri.

Huuuhhh… kata-kata itu begitu menyayat hati. tidak ada satu orangpun yang mau hidup
susah. Tidak ada satu orangpun yang tidak mau merasakan bangku kuliah, aku juga mau.
Sayangnya keadaan yang memaksaku aku harus memilih, kerja atau kuliah.
Aku harus sabar, ikhlas, dan tabah dengan keadaan yang aku dapati saat ini. Tidak ada
yang mau seperti ini. Ini ketentuan dari Allah. Allah sayang denganku. Mungkin terasa sulit, tapi
insha allah semuanya akan menghasilkan sesuatu yang membahagiakan.

Sekarang aku tidak peduli dengan komentar orang lain tentang diriku. Selagi yang aku
jalani halal dan diridhoi kedua orang tuaku, pasti akan aku lakukan dengan senang hati.

Mungkin cobaan yang bertubi-tubi itu membentukku menjadi wanita yang kuat. wanita
yang mandiri. Wanita yang sabar dan ikhlas. Aku tidak mau mengeluh. Tidak mau meratapi
nasib. Allah memiliki rencana lain yang mungkin lebih indah dari rencanaku.

Tidak bisa kupungkiri, kata-kata itu selalu menghantui malamku. Aku merasa takut kalau
nanti aku tidak bisa melahirkan anak-anak yang pintar. Aku takut. Kalau nantinya aku tidak bisa
meraih kesuksesan. Disaat hati gelisah dan pikiranku kacau, Allah memberiku petunjuk. Aku
selalu berusaha membaca buku-buku tentang pernikahan muda. Aku selalu mencari tahu
bagaimana peran seorang wanita setelah menikah.

Aku selalu menemukan hal yang diluar dari dugaanku. Aku merasa semakin yakin kalau
pilihanku ini tidak salah. Memang ini yang seharusnya kulakukan. Daripada harus terjerumus
dalam kemaksiatan, lebih baik menikah. allah sudah menjamin rezeki untuk setiap manusia. Aku
tidak boleh takut. Aku tidak boleh seuzon kepada Allah. Yang perlu aku lakukan sekarang,
menjalankan perintah Allah da berusaha meninggalkan larangannya.
Menjadi wanita sholeha itu menyenangkan. Allah selalu memberikanku ketenangan dan
petunjuk. Terserah dengan komentar miring teman-temanku tentang rencana ku untuk menikah
muda. Aku sudah tidak bisa menanggung dosa yang lebih besar lagi. Semakin hari orang tuaku
semakin tua, aku tidak ingin membuatnya ikut menanggung dosa-dosaku.

Aku belum bisa membahagiakan mereka, jadi setidaknya aku tidak melakukan perbuatan
dosa yang nantinya akan mempersulit kehidupannya di akhirat. Aku berfikir lebih awal dari
gadis-gadis seusiaku. Ini nikmat yang luar biasa. Aku sangat bersyukur.

Katanya tidak mudah menjadi seorang istri. Tidak mudah mengurus suami, rumah dan
pekerjaan. Semua harus dipelajari agar tidak kaget ketika sudah berumah tangga. Lalu sampai
kapan semua itu harus dipelajari sedangkan kemana-mana dengan pacar. Bergandengan tangan.
Berduaan tanpa didampingi mahramnya. Mengapa rela menunda menikah demi kesenangan
nafsunya?

Semua itu akan berjalan dengan sendirinya. Semua akan berubah sesuai dengan keadaan
dan situasi. Tentunya kita sebagai wanita yang sudah menikah akan melakukan tugasnya sebagai
seorang istri. Semua itu akan berjalan secara otomatis. Tentu kita juga punya fikiran, kan,?
TENTANG..

Ini bukan perihal aku yang dulu atau kamu yang sekarang

Ini tentang proses..

Semua tidak pernah kuduga sebelumnya

Bahkan menerkanya saja tidak

Kalau mereka menilai aku memiliki maksud lain,

Aku tidak peduli!

Karena aku percaya, kamu lebih tahu tentang aku dan maksud hatiku

Mungkin kamu idaman banyak orang, sekarang.

Tetapi, kamu idamanku, dulu, sekarang, bahkan sampai kapan pun.

Ini tentang proses yang luar biasa, yang selalu punya bagian.

Selalu punya posisi.

Posisinya tetap sama. Tetap ada di dalam hati.

Hanya kita yang tumbuh dan semakin tumbuh.

Ini yang dilihat mereka.

Ada sebagian nada-nada yang sumbang,

Entah karena ada tangisan atau pertengkaran.


Tentang kita yang tidak pernah lenyap dilahap waktu.

Proses untuk mencapai dititik ini bukan proses yang mudah. Ada banyak rintangan dan
cobaan yang menghadang. Hubungan yang dibangun sejak belia sampai akhirnya kita dewasa.
Ini bukan tentang siapa dia dan siapa aku. Ini tentang cinta dan kodratnya.

Sudah 1095 hari kita lewati atau bahkan lebih dari itu. Lalu apalagi yang kita tunggu?
Sudah selama itu kita mengenal, beradaptasi untuk mengerti karakter satu sama lain. Takut tidak
bisa membina rumah tangga diusia muda? Bahkan yang menikah berpuluh-puluh tahun pun
masih sulit untuk mengimbangi pasangannya.

Seberapa tua pun usia kita, ketika kita sudah memilih untuk menikah, berarti kita sudah
siap untuk melewati masa-masa tersulit dalam kehidupan. Semua yang hidup sudah ditakdirkan
akan mendapatkan kesedihan dan juga kesenangan. Bisa atau tidak bisa melewatinya itu
tergantung kepada pribadinya masing-masing.

Kenapa harus takut? Bahkan Allah sudah berjanji semua yang hidup pasti berpasang-
pasangan. Laki-laki dengan perempuan begitupun dengan duka pasti ada suka. Ini yang harus
kita hadapi. Mengambil keputusan, menjalaninya dengan baik, lalu menerima apa yang akan
terjadi setelah itu.

Kini aku dituntut untuk lebih sabar menunggu lamaran dari kekasihku. Dan itu sangat
membosankan. Menunggu berhari-hari, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Gejolak didalam
hatiku sudah tak mampu ku bendung lagi, bahkan rasanya tidak mungkin membendungnya
selama itu. Rasanya begitu menyiksa.
--@@--

Senja menyapa menyambut malam. Hatiku terasa begitu sepi. Galau. Penantian yang
begitu panjang dan proses yang tidak mudah sudah ku lalui satu persatu. Lagi-lagi air mata ini
meleleh tanpa bisa kucegah. Mengalir perlahan membasahi pipi. Aku tidak bisa mengungkapkan
isi hatiku saat ini. Sedih, senang, marah, atau apapaun itu rasanya tidak bisa ku ungkapkan.

Ya Allah, kuatkan aku. Beri aku kesabaran yang lebih untuk menunggu hari itu tiba. Beri
aku kekuatan untuk menantinya.

Dan kini pertahananku sudah hancur. Air mata semakin deras meluncur bebas membasahi
wajahku. Aku selalu bertanya-tanya, apa harus sesakit ini menanti datangnya sebuah pernikahan
yang indah? Itu niat baik, kan? Apa harus seperti ini?

Pertanyaan bodoh yang kadang menghantui fikiranku. Semuanya begitu sulit untuk
kubayangkan. Pernikahan yang seharusnya menjadi ibadah, mengapa harus menguras air mata?
Mengapa harus sesakit ini?
GERIMIS

Ada luka yang begitu terasa ketika gerimis turun

Berangan, kalau saja gerimis menjadi penawar perih ini

Ada kenangan yang berputar kembali bersamaan dengan

Gerimis yang semakin deras.

Kenangan yang larut bersama dengan harapan.

Gejolak di dalam dada semakin membesar.

Menhimpit ruang untukku bernafas

Aku masih terjebak di tengah harapan yang begitu sulit untukku gapai

Aku masih berteduh bahkan menjauhkan tubuhku dari gerimis

Akan begitu menyakitkan kalau aku memaksa menerjang gerimis

Gerimis yang tak akan usai.


Gerimis pertama ditahun yang baru. Tidak terlalu banyak harapan yang aku gatungkan di
tahun ini, aku hanya menginginkan pernikahan itu terlaksana di tahun ini. Aku menginginkan
kehidupan yang baru dan jauh lebih baik di tahun 2016 ini.

Aku tetap berusaha seampuku untuk meyakinkan kekasihku untuk mempercepat


pernikahan kami. Andaikan aku bisa menyudahi hubungan ini, mungkin aku tidak akan mau
menyakiti hatiku dengan menunggu.

Penantian seakan mengikis kesebaran di dalam hatiku. Semakin tak sanggup aku
membendung rasa ini. Semakin menyiksa dan menyesakkan. Andai saja aku bisa bertindak
sesukaku, melakukan apapun yang aku mau. Sayangnya aku tidak bisa melakukan itu.
Aku hanya bisa berharap dalam doa. Menangis dalam sujudku. Hanya kepada-NYA aku
bisa menceritakan semua isi hatiku. Hanya DIA yang mengerti apa mauku. Berharap kepada
selain DIA hanya akan menimbulkan rasa kecewa.

Ketika aku mendengar kalau kekasihku ingin melamarku pada bulan april mendatang,
rasanya aku sangat bahagia, sungguh bahagia. Entah harus bagaimana aku mengutarakan
perasaanku, tetapi aku sungguh, sungguh sangat bahagia.

Wanita mana yang tidak berbahagia ketika tahu akan dilamar oleh sesorang yang begitu
dicintainya. Sejuta rencana dan khayalan memenuhi fikiranku. Kalau saja hari itu benar-benar
terjadi, mungkin aku tidak mudah untuk mempercayainya.

Masih tentang gerimis. Gerimis sesekali datang, bahkan tidak jarang gerimis turun
dengan deras. Sampai pertengahan bulan Februari gerimis masih setia mewarnai bumi. Tetapi,
menjelang hari ulang tahunku, gerimis turun begitu lebat, dengan kelabu yang tak kunjung usai.
Gerimis pun turun dihati rapuh ini. Hati yang berkali-kali jatuh, hancur lalu disusun kembali
bahkan masih menyisakan retakan disana-sini, kini harus jatuh lagi bahkan lebih keras.

Mamaku, memutuskan untuk mengundur pertunanganku dengan kekasihku. Ya Allah..


ujian apalagi yang ingin kau berikan kepadaku? Aku tidak dapat membendung gerimis dimataku.
Ku biarkan menetes perlahan, lalu semakin deras, dan semakin deras.

Aku hancur, sangat hancur. Alasannya karena kakakku juga memiliki rencana menikah di
tahun ini. Lebih rela mengundur rencanaku yang sudah tersusun sejak awal. Ya Allah, aku tidak
bisa menerima kenyataan ini. Sekali lagi, aku harus melewati masa-masa tersulit, bahkan lebih
sulit dari yang sebelumnya.

Gerimis kali ini mengundang perih. Perih yang tak tahu akan terobati dengan cepat atau
tidak. Berkali-kali ku sadarkan diri, rasanya ini seperti mimpi buruk. Tapi sayangnya ini bukan
mimpi buruk, ini kenyataan terburuk yang harus ku terima.

Ketika umurku menginjak 21 tahun, aku harus menghadapi masalah yang baru. Mungkin
lain dari yang lain. Ketika wanita diluar sana dengan mudah menikah dengan laki-laki yang
dicintainya, tetapi berbeda dengan kau, yang harus berusaha lebih keras untuk melewati
rintangan demi rintangan yang menghadang langkahku.
Mai tidak mau, terima tidak terima, aku harus relakan semua ini. Hanya berfikir positif
yang mampu menghiburku. Mungkin Allah memiliki rencana yang lebih indah dan lebih baik
untukku. Setidaknya itu bisa menenangkan hati walaupun tidak bisa menghentikan tetes demi
tetes air mata yang berjatuhan dari mataku.

Banyak yang tidak tahu, apapun yang ku rasakan, apapun masalahnya semuanya ku
simpan sendiri. Aku menyelesaikannya sendiri. Aku tidak akan menceritakan kepada mamaku.
Oh Tuhan, jangan biarkan dendam merasuki hatiku.

Menangis berjam-jam didalam kamar sudah biasa ku lakukan. Mungkin tidak bisa
merubah segalanya menjadi baik, tapi setidaknya aku bisa menenangkan diri dan fikiranku.
Menulis, tidak lain hanya tulisan yang bisa kulakukan untuk mencurahkan isi hatiku.

Bolehkah aku menangisi hal yang sama?

Bolehkah aku terlalu berharap pernikahan itu cepat terjadi?

Ya Allah, kalau memang pernikahan itu baik untukku,

Aku mohon jangan biarkan aku menunggu terlalu ama dan terlalu lama pula

Melakukan dosa.

Tetapi kalau memang itu belum Engkau izinkan terjadi ,

Berilah aku kekuatan, kesabaran dan keikhlasan untuk menerima takdir-MU.

Aku tidak ingin terus-menerus melakukan dosa.

Aku tidak ingin menangis sepanjang malam hanya karena memikirkan hal ini.

Engkau yang lebih tahu apa-apa yang terbaik untukku,

Ku serahkan semuanya yang tidak mampu kulakukan hanya kepada-MU.

Aku memang merasakan ketidak adilan dari orang tuaku. Tetapi, aku harus menerimanya.
Aku tidak bisa memaksakan kehendakku. Satu tahun lagi aku harus menunggu. Menunggu.
Menunggu. Biarkan saja, mereka tidak perlu tahu tentang perasaanku, aku hanya memendamnya
sendiri. Biarkan doa-doaku yang menggema. Tuhan pasti tahu yang terbaik untukku.
GUNDAH

Kala hati gundah..

Fikiran terbelah..

Dan aku tak tahu harus berbuat apa.

Diam,

Terpejam,

Memendam,

Semua akan pada akhir dimana aku sudah tidak bisa menahannya.

Sudah cukup berandai-andai.

Sudah cukup berfikir yang belum terjadi,

Karena akan menyakiti hati.


Aku mendapatkan pelajaran baru, aku tidak boleh terlalu mengharapkan sesuatu. Terlebih
aku mengharapkannya secara berlebihan. Aku harus lebih pasrah menerima takdir dari-NYA.
Memang tindakan tidak semudah dengan kata-kata, tapi kalau dijalankan dengan ikhlas insya
allah semuanya akan terasa mudah.

Yang sudah ku rencanakan memang hilang, dan sekarang harus ku rancang ulang
rencana-rencanaku bersamanya. Keyakinan akan mewujudkan semuanya. Allah tidak akan
tinggal diam, aku yakin.

Ketika sakit hati rasanya kebahagiaan itu berlari jauh dari diri kit. Tidak perlu ikut berlari
itu hanya akan membuat kita lelah, hanya perlu berjalan perlahan kebahagiaan itu akan tergapai.
Fikiranku masih jauh melayang entah kemana. Masih tidak yakin dengan kenyataan ini.
Semuanya harus aku hadapi sendiri. Rasa sakit, sedih dan kecewa harus ku telan sendiri.

Ujian yang menerpaku tidak ada henti-hentinya. Mungkin aku mampu melewati dan
menghadai masalah-masalah ini, hanya sabar dan berdoa semoga aku diberi kekuatan yang lebih.
Selalu ada rasa ingin menyerah, tapi aku harus ingat ada banyak hal yang sudah aku dan dia
lewati, tidak mungkin menyerah sampai disini, ini bukan akhir dari segalanya.

Aku memaknai semua ini sebagai wujud kasih sayang Allah kepadaku. Mungkin aku
harus memperbaiki diri. Harus lebih baik lagi. Tidak usah memberontak hanya perlu keikhlasan
menjalani takdir yang sudah menjadi ketentuan Ilahi. Semua pasti ada hikmahnya.

Memang mayakinkan diri sendiri itu lebih sulit daripada harus meyakinkan orang lain.
Rasanya sudah tidak sanggup lagi kalau harus seperti ini. Menerima bukan hal yang mudah tapi
bisa dilakukan, sedangkan prosesnya usdah nyaris membuat hati ini hancur.
Batin ini rasanya sudah tidak mampu untuk menahan luka lebih banyak lagi. Ini terlalu
menyiksaku. Ketika aku sudah yakin dengan pilihanku, tetapi orang tua ku tidak sependapat
denganku. Dan sekarang ketika semuanya hampir terwujud harus terhalang dengan masalah lain.
Kalau bisa aku memberontak pasti sudah ku lakukan dari awal. Sayangnya, aku tidak bisa
melakukan itu. Aku hanya bisa memendam luka ini sendiri. Meangis sendiri. Dan menguatkan
diri sendiri.

Aku percaya Allah memiliki rencana yang lebih indah dari rencanaku. Allah tidak tidur
dan Dia pasti tidak akan tinggal diam melihat hambanya bersedih hati.

Aku tidak menyerah apalagi mundur dengan keputusanku. Aku meyakini yang ku
lakukian sudah beanar. Meskipun berkali-kali aku menangis dalam diam. Terluka dalam
senyuman, akan ku lakukan untuk mewujudkan keinginanku.

Ujian ini akan membuatku kuat dan menjadikanku lebih dewasa. Aku harus bersykur
karena memiliki calon suami yang sabar dan bertanggung jawab. Bahkan ia tidak
meninggalkanku sendirian. Ia begitu sabar untuk selalu menguatkanku dan mau berusaha berdua
denganku.

Laki-laki yang selalu berusaha membuatku bahagia dan mengusap air mataku. Ya Tuhan..
kalau aku harus menerima kenyataan ini, maka lapangkanlah hatiku untuk bisa menerimanya.
Hapus rasa sedih dan kecewa. Hapus semua rasa yang membuatku bersedih. Hanya doa dan
usaha yang bisa kulakukan. Aku sudah berusaha keras untuk meyakinkan orangtuaku, tetapi
mungkin hati mereka belum terbuka. Maka bukakanlah hati mereka. sadarkanlah ya Allah,
bahwa aku tersiksa.

Doa yang akan merubah semuanya. Seburuk apapun hari ini, kelak doa akan merubah
segalanya menjadi indah. Seperti kata pepatah berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian,
bersakit sakit dahulu baru bersenang-senang kemudian.

Seperti yang sedang ku hadapi saat ini, memang tidak mudah. Memang tidak
menyenangkan hati. Tapi suatu saat nanti aku akan mengecap manis hasil dari semua
perjuanganku.

Anda mungkin juga menyukai