Anda di halaman 1dari 12

The Journey Begins

Stronger Marriage
PERNIKAHAN ADALAH sebuah perjalanan panjang
tanpa henti sampai maut memisahkan. Dalam per-
jalanan ini, banyak hal akan dialami. Baik susah
maupun senang. Ada lembah kelam penuh air mata
dan kegelapan panjang mencekam, ada pula puncak
gunung penuh tawa canda dengan pemandangan
indah menawan. Baik di atas atau di bawah pasti-
nya menjadi kenangan tak terlupakan bagi suami
maupun isteri yang pernah mengikat janji di hadapan
Tuhan.

APA MAKNA PERJALANAN PANJANG INI?

Bahwa apa pun yang Anda semua alami baik


itu kebahagiaan maupun penderitaan, menjadi
pengalaman berharga atas kehadiran Tuhan yang
tak pernah berhenti menuntun tangan Anda. Saat
menengok ke belakang, ternyata sudah melewati
semuanya dengan penuh kenangan manis. Tak ada

3
yang salah jika Tuhan ada di sana. Sebab itu, di setiap tanjakan
Introduction

terjal atau turunan berbahaya, pastikan Anda selalu bertumbuh


dan berbuah lebat untuk memuliakan nama-Nya.

Pernikahan dengan kebahagiaan dan air mata


silih berganti.

Kiranya menjadi pengalaman tidak terlupakan atas


kehadiran Tuhan yang setia menuntun untuk melewati
semuanya dengan penuh kemenangan.

SAAT MEMEGANG BUKU INI, saya dan Liana ingin


mengajak Anda meng-arungi halaman demi halamannya untuk
kembali mengalami Tuhan Yesus yang sudah mati, bangkit dan
hidup bagi Anda dan saya. Melalui membaca dan menuliskan
perenungan Anda di halaman yang sudah kami sediakan,
Anda akan mengalami perubahan positif menuju apa yang
Tuhan inginkan bagi Anda pribadi.

Di setiap bab ada bagian self reflection yang bisa Anda tulis
setelah merenungkan apa yang saya sampaikan. Cantumkan
juga hari dan tanggal saat Anda mengisinya, supaya di masa
depan, Anda sanggup bersyukur karena melihat Tuhan ada
dan nyata menuntun langkah hidupmu. MARI BERTEKAD
BULAT.

4
“Dengan pertolongan Tuhan, saya berkomitmen akan me-
nyelesaikan journey ini sampai halaman terakhir untuk
menemukan Rencana Kekal Allah dalam pernikahanku.”

Saya yang bertekad Suami/Isteri yang mendoakan


Stronger Marriage
INTRODUCTION:
Tiga Pernikahan,
Tiga Kisah Berbeda.

7
ADA TIGA pasang suami istri (pasutri) yang menikah 10 tahun
Introduction

yang lalu. Ketiganya diberkati di gereja yang sama. Setelahnya


mereka beribadah di gereja itu pula, pastinya mendengar
firman Tuhan yang sama dan mengalami komunitas yang mirip.
Nah, apa yang terjadi setelah 10 tahun?

Pasutri pertama ternyata sudah bercerai. Sedih ya? Teman-


temanku saja yang kukenal sejak masa pemuda dan beribadah
di gereja yang sama, yang sudah cerai minimal ada empat
pasang. Ini terjadi sebelum 10 tahun pernikahan mereka.

Pasutri kedua, seperti apa keadaannya sekarang?

Kalau ditanya,”Bagaimana pernikahan kalian?” “Ya, baik-


baik saja tidak ada masalah,” jawab suaminya.

“Senang ga dengan pernikahan selama ini? “Hmmm…ga


tahu ya...” Sambil otaknya terus berputar mencoba mencari
jawaban. Intinya tidak ada masalah berarti sih, tapi tidak
senang tidak sedih juga. So and so lah. Kadang sukar memang
mendefinisikan perasaan yang tepat jika pernikahan sudah
berjalan di atas lima tahun.

Kalau pasutri ketiga bagaimana keadaannya? Ternyata


setelah 10 tahun Sang Suami sudah menjadi majelis. Bahkan
sejak tahun kelima pernikahannya, mereka belajar melayani
menjadi pemimpin kelompok kecil.

8
Dari tiga pernikahan di gereja yang sama, mendengar

Stronger Marriage
firman Tuhan sama, kegiatan gereja juga sama, kok ada tiga
arah pernikahan yang berbeda?

Yang satu sudah bercerai meninggalkan luka bagi pasutri


dan anak-anak.

Yang kedua so and so hanya menjalani hari-hari kehidupan


tanpa keinginan untuk mencari makna pernikahan yang Tuhan
mau. Tambahkan 10 tahun lagi usia pernikahan mereka, akan
begitu-begitu saja tanpa perubahan berarti.

Yang ketiga, nampak pertumbuhannya. Suami isteri ini


berani belajar mengasihi Tuhan di tengah berbagai beban
pernikahan, tuntutan pekerjaan dan membesarkan anak, toh
ada kerinduan untuk melayani Tuhan Yesus Kristus yang sudah
menebus mereka.

Apa yang membedakan perjalanan ketiga pasutri ini kalau


katakanlah background kehidupan mereka mirip?

Sebelum menjawab, saya ingin men-sharing-kan bahwa


keadaan di Indonesia dan keadaan kita hari ini, besar
kemungkinan 70% suami istri itu berasal dari keluarga
dysfunction. Artinya ayah dan ibu mereka ada di rumah, hadir
secara fisik, tetapi tidak berfungsi. Seorang ayah, dia pastinya
mencari nafkah bagi keluarga, tapi tidak berfungsi sebagai ayah.
Apa maksudnya tidak berfungsi? Artinya sejak anaknya masih
kecil sampai dewasa mungkin jarang sekali ada family altar,
jarang pula ayahnya berinisiatif mendoakan anak-anaknya

9
saat berangkat sekolah, terutama juga jarang sekali sang ayah
Introduction

mengajak anaknya berbicara. Dalam budaya suku-suku di


Indonesia, hubungan ayah dan anak itu saya temukan cukup
jauh dan tidak akrab.

Bagaimana dengan ibu? Ibu pastinya berfungsi membesar-


kan anak-anak. Tapi kalau tanpa kehadiran suami, sang
ibu merasa menanggung beban berat ini sendirian. Ujung-
ujungnya merasa kehadiran anak adalah beban berat dan
malas berinteraksi dengan mereka. Anak dibiarkan main
HP sendirian berjam-jam. Biarkanlah, yang penting tidak
mengganggu aku.

Dalam pernikahan tanpa sadar pelan-pelan seringkali


terbentuk dua divisi, urusan anak adalah urusan ibu saja, suami
sibuk urusan cari makan. Jarang ada suami isteri yang mau
bersepakat mendiskusikan beban bersama-sama dan berjalan
memikulnya sebagai team work. Banyakan urus urusannya
masing-masing saja: Loe Loe Gua Gua. Tahun-tahun berjalan
makin tidak mau tahu urusan dan beban pasangannya. Anak
pun akhirnya seringkali dianggap mengganggu padahal
mereka sekedar cuma mau curhat atau minta ditemani. Dalam
hati ortu suka membatin, ”Kapan sih kamu gede biar ga
nyusahin aku?”

10
Padahal Tuhan ingin

Stronger Marriage
Divorce berasal dari kata pasutri senantiasa bersatu,
divisi, jika ada dua divisi di termasuk dalam memikul
rumah tangga Anda. Hati-hati. beban tanggung jawab
keluarga. Divorce berasal
dari kata divisi, jika ada dua
divisi di rumah tangga Anda. Hati-hati.

Inilah realita yang sering terjadi. Anak lelaki yang tumbuh


dalam keluarga seperti ini tidak mengerti peranannya sebagai
suami saat nanti menikah.

Anak perempuan juga sami mawon karena sesungguhnya


bagaimana Anda bisa berperan sebagai suami dan istri yang
baik sesungguhnya berasal dari keteladanan orang tua.

Chang Khui Fa’s Story

Saya berani mengatakan bahwa saya pun berasal dari


keluarga dysfunction. Papa saya mungkin sekali memiliki
konsepnya sendiri bahwa saya ini urusan mama saya dan
bukan urusannya sama sekali.

Papa jarang mengajak ngobrol, seingat saya malah ga


pernah. Saya enggak kurang makan sih, sedari kecil sampai
besar selalu ada makanan di rumah. Tapi, ayah tidak pernah
ajak main, dan seingat saya tidak pernah mengarahkan
hidupku. Saya tak ada memori berkesan dengan ayah.

11
Kalau ditanya apa kenangan paling indah dengan papa?
Introduction

Saya blank, saya sulit mengingatnya, padahal seharusnya


papa dan anak ada relasi yang dekat.

Teringat kami berdua suka pergi ke Pancoran di


Kawasan Glodog, Jakarta. Pergi dan pulang naik becak
atau bajaj, tapi perjalanan itu selalu diiringi kesunyian. Tak
ada komunikasi. Jadi, saya asyik saja melihat jalanan di
tengah kebisuan papaku. Sesudah tiba di Pancoran, papa
langsung ke toko kaset langganannya dan asyik milih-milih
kaset lagu Mandarin kesukaannya. Di depan Gloria lama,
banyak tukang jualan mainan. Saya pengen sekali punya
salah satu mainan itu, tapi papa tak pernah berhenti dan
bertanya,”Apa kamu mau mainan itu?” Wah kalo ditanya
begitu bisa-bisa saya melonjak kegirangan! But it never
happended…

Begitu saya menjadi seorang ayah, Saya mencoba


memutar 180° dan belajar menjadi ayah yang berfungsi dan
rasanya tidak gampang!

Kembali ke tiga pasutri tadi, katakanlah tiga-tiganya dari keluarga


dysfunction. Jadi, dari manakah mereka mengerti untuk jadi
suami itu gimana, jadi istri seperti apa? Memang umumnya
ada Kelas Pembinaan Pranikah sebelum pemberkatan nikah
di gereja.

Di kelas ini pasti diajarkan suami harus jadi kepala, istri jadi
penolong yang sepadan. Juga berbagai topik penting lainnya,

12
semuanya diajarkan dengan baik di gereja. Tapi, apakah pe-

Stronger Marriage
mahaman ini betul-betul bisa dihidupi sehari-hari pas sudah
menikah? Ah, pastinya sulit kalau sejak kecil tak pernah melihat
dan mengalami contoh kehidupan yang baik.

Setelah 10 tahun terjadilah fakta pernikahan di atas. Kita


bedakan tiga pernikahan tadi sebagai:

1. Pernikahan di Level Negatif, yang isinya konflik melulu.


Lama-kelamaan akan menuju emotional divorce dan
akhirnya divorce beneran.

2. Pernikahan di Level Nol, buat pernikahan yang so and so.

3. Pernikahan di Level Positif, dimana tahun-tahun telah berlalu


dan terasa ada pertumbuhan.

Anda yang mana? Coba diskusikan dengan suami atau istri Anda.

Pernikahan kami ada di Level:

Alasan kami di level ini:

13
Jika Anda di Level Negatif, cepat-cepatlah hubungi konselor
Introduction

pernikahan. Pernikahan Anda perlu dikerek ke titik nol. Pasti


bisa. Kami juga pernah kok di posisi ini.

Pernikahan Level Nol, ini kan artinya bagus tidak, jelek


juga tidak. Jalani hidup ini “baik-baik saja” lah, tapi suami istri
juga tidak dekat, karena jarang berbagi pikiran atau berbagi
perasaan, jarang pula berbagi kisah. Jadi, cuma berfungsi
masing-masing: Satu cari duit, satu besarkan anak. Karena
pernah konflik dan untuk menjaga agar tidak ada konflik lagi,
masing-masing saling jaga, “Kamu jangan macem-macem ya.
Saya juga nggak bakalan aneh-aneh.” Ini pernikahan nol.

Masak Anda mau begini terus? Hubungilah mentor pernikahan,


kami bersedia menjadi mentor Anda.

Nah, yang kita mau coba tuju adalah pernikahan positif,


artinya betul suami dan istri itu bisa menikmati pernikahan.
Bahkan dalam perjalanan pernikahan mereka itu bertumbuh.
Suami berperan maksimal di dalam rumah. Juga di gereja dan
tempat kerja. Istri begitu juga dan saat nanti anak-anak dewasa
istri bisa mengembangkan self actualization-nya.

Apa yang membedakan ketiga pasutri itu? Kalau khotbah-


nya sama, kegiatan gerejanya sama. Selama setahun 52 minggu
setahun mereka hadir di gereja, apa yang membedakan?

Saya percaya yang membedakan mereka adalah sebuah


kemampuan yang saya sebut kemampuan self reflection.
Setelah memahami hal ini, maka mari Saya ajak Anda masuk
lebih dalam ke self reflection.

14

Anda mungkin juga menyukai