Anda di halaman 1dari 40

Surat 12

Katamu Saya Membuat Bahagia. Tapi Bagi Saya, Kamu Itu Semesta

Ada yang berbeda dari caramu memandang saya..


Tidak pernah lama, tapi dalam dan membuat saya lebur di dalamnya..
Kali pertama kita bertemu, masih jelas saya ingat kamu memesankan kopi latte yang tidak
terlalu kuat menurutmu. Saya meminumnya demi menghargaimu. Nampaknya kamu belum tahu
jika saya berdebar semalaman setelah itu. Kopi tidak pernah bersahabat dengan metabolisme
dan jantung gadismu.

Sampai hari ini sudah banyak hal terjadi diantara kita. Dan saya rasa sudah saatnya kita
menyudahi semua keriaan masa muda. Sebab bersamamu berhenti tidak lagi terasa absurd
dijalani. Berdua, apapun bisa kita hadapi.

Denganmu nyaman tak perlu lekat dengan membosankan. Sementara semua berjalan, kita
tetap punya mimpi untuk diperjuangkan

Sebelum bertemu kamu saya sempat khawatir jika hubungan sudah mencapai titik nyaman.
Sebab biasanya selepas tak ada lagi tantangan kita dengan mudah bisa saling meninggalkan.
Sudah saya lihat dengan mata kepala sendiri berbagai alasannya. Mulai dari bosan, tak lagi
bisa menemukan kesamaan bersama, sampai ingin menjajal ikatan yang menawarkan lebih
banyak tawa.

Namun bersamamu, nyaman berubah makna.

Saya tidak keberatan menghabiskan seluruh senja dalam hidup untuk berbaring di atas
pangkuanmu. Menemanimu menonton televisi sementara saya menyelesaikan tenggat
pekerjaan yang makin dekat. Karena bersamamu bahagia bisa datang dari hal-hal yang sudah
sangat akrab.

Kawan-kawan bilang berhenti untuk seseorang itu pengorbanan. Tapi buat saya ini pilihan yang
malah ingin disegerakan. Katamu saya penawar lelah yang menawarkan bahagia. Bolehkah
sebagai balasannya saya bilang kamu — semesta?

Setiap sedang lelah sekali, banyak tekanan dari kanan-kiri, kamu sering menggenggam tangan
saya lama. Menarik nafas panjang kemudian menatap saya dengan muka frustasi dan lucu
yang bagi saya menggemaskan. Perkataanmu ini sering diulang,

“Paling tidak sekarang saya punya kamu. Dunia tidak lagi sebejat itu.”

Skenario paling tertebak selanjutnya adalah saya merengkuh pinggangmu ringan.


Membiarkanmu meleburkan saya dalam pelukan. Harum dan hangat tubuhmu kemudian saya
sesap lama.

Sementara kamu mengeratkan lengan di sekeliling tubuh saya, berbisik di telinga bahwa
memeluk saya bisa membuatmu melupakan kebejatan dunia — dalam hati saya mengucapkan
permohonan sederhana.
Tuhan, tolong jaga dia selalu bahagia. Sebab bagi saya, dia ini semesta. Poros dunia saya.

Pendampinganmu membuat kebahagiaan tidak lagi harus datang karena hal-hal besar.
Kejadian sehari-hari, bahkan hal-hal yang sangat biasa dijalani– mampu menciptakan gelak
tawa tak henti-henti.

Definisi bahagia bertransformasi, semenjak wajah dan pesan darimu yang menyapaku di awal
hari. Jika selama ini kebahagiaan adalah percik-percik kejutan di tengah hubungan yang mulai
membosankan, bersamamu bahagia justru didapatkan dari keteraturan.

Di sisimu kebahagiaan selalu bisa diciptakan. Lupakan kencan dengan fancy dinner di restoran
mewah. Gelas kita terangkat karena hal remeh-remeh yang ternyata perlu dihargai dan
dirayakan.

Kamu jelas bukan pasangan sempurna. Namun baru dirimu yang mampu membuka lapisan
diriku sampai ke tabir terdalamnya

Dalam senja-senja kita bersama, selalu ada cerita baru dan gumaman yang menguap ke udara.
Satu lagi fakta terbuka. Selapis lagi kau membuka tabirku sampai ke lapisan terdalamnya.

Untuk setiap cerita yang bisa terbagi tanpa usaha, atas nama kesediaanmu jadi penutur dan
pendengar setia. Di situ, ada limpahan rasa syukur yang mengendap jadi bahagia

Masa depan boleh masih kabur sekarang. Kita belum tahu akan jadi apa, akan bekerja macam
apa, tinggal di rumah macam apa — tapi kutahu aku ingin kau ada di sana.

Tanganmu lah yang ingin kugenggam setiap menyeberang jalan. Wajahmu yang ingin
kutemukan setiap membuka mata dan merasa butuh pelukan. Bahu dan lekukan lehermu yang
kuharap jadi tempat pulang saat kesibukan meremukkan badan.

Aku berdoa, semoga masa depan berpihak pada kita. Semoga kau dan aku seperti segelas
wine yang tahan lama.

Kita, semoga tak ada habisnya.

Kita, semoga diaminkan dunia.

Buatku, Kebahagiaanmu Selalu Lebih Dulu. Bahagiaku Bisa Menunggu

Kamu punya kualitas yang tak biasa. Di sampingmu aku berhenti menghitung apa yang sudah
kuberikan, serta apa yang telah kau persembakan sebagai balasan. Kalkulasi macam itu sudah
lawas sekali rasanya. Geli, jengah jika hal yang sama masih diterapkan dalam cinta kita.

Barangkali ini rasanya menjalani cinta yang dewasa. Saat bukan lagi keinginanku yang harus
dipenuhi setiap waktu. Ketika pemenuhan kebutuhan dan kebaikanmu yang kuletakkan lebih
dulu. Bersamamu aku bukan lagi gadis demanding yang suka merengek ini-itu. Kebahagiaan
dan rasa cukupmulah yang kini jadi nomor satu. Merasa kurangkah aku? Anehnya, tidak begitu.
Sebab kuakui:

Kau masuk kategori hal terbaik yang pernah terjadi di hidupku. Demi itu, bahagiaku selalu rela
menunggu.

Kini bahagia bukan lagi soal kencan atau bingkisan. Melainkan saat kau bisa mencapai semua
impian, denganku berada di sisi kanan

Berdua sudah kita lewati senja-senja penuh perbincangan soal masa depan. Tentang
bagaimana kau ingin menciptakan perpustakaan mini di rumah bergaya minimalis victorian kita.
Juga bagaimana kau akan mendidik anak-anak kita menabung sejak dini demi bisa keliling
Indonesia saat remaja.

Dalam perbincangan selepas hari yang melelahkan, terucap banyak keinginan yang
nampaknya menggelikan jika diucapkan. Tapi bersamamu, semua jadi masuk akal untuk
dikejar. Baru kamu yang sepakat bahwa kelak, anak-anak kita perlu dididik untuk membaca
karya Murakami, Picoult, dan Pramudya saat belia. Cuma kamu yang tak meninggikan alis mata
saat kukeluarkan keinginan mencukupi diri dari menulis lewat rumah saja.

Kebaikanmu mengamini seluruh harapan membuatku tergerak melakukan hal sepadan.

Aku tak lagi ingin jadi gadis yang hanya bisa bermanja dan merepotkan. Aku ingin jadi orang
yang mendampingimu lulus gelar Magister. Jadi telinga yang mendengar segala keluhanmu
soal perubahan cuaca dan makanan yang tak pernah enak di lidah Asia. Aku mau berada di
sisimu saat kita harus sering menahan lapar demi tercukupinya modal Lembaga Bahasa yang
sudah diimpikan terbangun sejak lama.

Aku ingin ada di titik terlemah dan terendahmu sebagai pria. Sebab hanya dengan itu, bisa
kurasa diriku lengkap sebagai wanita.

Kita sudah bukan lagi remaja yang menjalin rasa hanya untuk menghangatkan hatinya. Saling
mendorong dan membahagiakan kini jadi target utama. Bersamamu bukan lagi kehangatan hati
yang kucari. Melainkan bagaimana pendampinganku bisa memberi arti.

Jelas kita tak akan langsung mapan sebagai sepasang manusia. Tabungan kita akan tiris
sementara, berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan sederhana lainnya beberapa kali harus
kita hadapi berdua. Telinga pun harus akrab dengan gumam orang-orang sekeliling yang
menyangsikan ketahanan kita. “Sudahlah, kerja di bank saja. Gajinya cukup buat hidup dan cicil
KPR.”, tak cuma sekali saran macam itu diungkapkan di muka.

Kau dan aku selalu sepakat untuk berterima kasih atas saran mereka, sembari berusaha
tersenyum manis dan berkata bahwa itu bukan jalan kita. Tak masalah susah sementara, asal
hasil kerja bukan cuma dimakan berdua. Kau sekolah tinggi-tinggi bukan untuk diri sendiri. Aku
menulis sampai dini hari bukan cuma untuk memenuhi rekening pribadi. Kemanfaatan, jadi
benang merah dari semua hal yang kita lakoni.

Akan ada malam di mana kau rebah di dadaku, menangis sebab merasa tak bisa memenuhi
kewajibanmu. Ada petang saat aku terisak di punggungmu, sebab merasa mimpi hanya
memberikan lebam biru. Dalam momen-momen terendah itu, satu yang bisa kupastikan — kau
tetap akan memilikiku.

Sementara kau berjuang semampu yang dibisa, gadismu ini akan berjaga. Ketika kau hampir
kehabisan tenaga, ketahuilah dalam sujud dan rapalku selalu ada cadangan doa

Selalu ada konsekuensi dalam pilihan yang diambil manusia. Memilihku membuatmu harus
ikhlas jadi pendengar plot cerita random yang sering kuceritakan sebelum kita bercinta. Kau
pun rela melapangkan hati demi turut mencintai sahabat-sahabatku sejak SMA, mereka yang
tak lagi hanya kuanggap kawan — tapi juga saudara.

Bagiku, rela pula kuhadapi konsekuensi yang sama. Akan kusiapkan senyuman ketika harus
menghadapi debat sengit denganmu yang kerap merasa argumennya paling benar di dunia.
Kusiapkan kesabaran tanpa penilaian berlebihan, waktu kau pulang dengan tangan hampa
selepas dihajar kenyataan.

Waktu kau melanglang buana demi mimpi-mimpi di kepala, lengan mungilku akan berjaga.
Walau tenagaku tak seberapa, kupastikan kau tak akan jatuh menghantam tanah — sampai
tulang rusukmu remuk tak bersisa.

Saat semangat di dada mulai hilang, di titik kau tak lagi percaya bahwa dirimu bisa — akan
kusimpuhkan kaki lalu berdoa. Seperti iman yang baik, keyakinan kuat selalu menyisakan tanda
tanya. Kali inilah tugasku membangkitkan semangat agar kau kembali percaya.

Bolehkah kuminta kesempatan untuk jadi tanah lapang bagi kembalinya layang-layangmu?
Berkenankah dirimu jika mulai saat ini, kebahagiaanmulah yang kutempatkan lebih dulu?

Terbanglah setinggi yang kau mau. Kejarlah segala impian yang membentukmu jadi pejuang,
jadi orang yang tak mengenal kata kalah sebelum maju dan berpayah perang. Tak perlu
khawatir akan apa yang terjadi di depan — sebab kau miliki orang yang meyakini
ketangguhanmu sebagai calon pemenang.

Di waktu bersamaan, akan kuperlambat sementara langkahku. Jangauan kaki yang biasanya
sedepa, kuturunkan jadi sehela. Keinginan yang menggebu tak ada habisnya, akan kudinginkan
dulu sementara di kepala.

Jika proses mengejar impianmu setara dengan terbangnya layang-layang, kali ini kau sukses
membuatku ingin bertransformasi jadi tanah lapang.

Jadi orang yang dengan sabar selalu menunggumu pulang.

Kelak, saat impianmu sudah tergenapi — barulah tiba giliranku untuk berlari. Tentu dengan
pendampinganmu di sisi. Tidak, kau sama sekali tidak mmebuatku mengerdilkan mimpi. Hanya
saja, di sisimu kini aku lebih tahu diri. Harus ada yang mengatur langkah kaki, sementara
pasangan hatinya berjingkat sekuat tenaga menggapai mimpi.

Bahagiakan dirimu, penuhi segala angan yang sudah kau simpan dari dulu.
Buatku kini, bahagiamu selalu lebih dulu. Milikku bisa menunggu.

“Aku Siap Untuk Sesuatu yang Baru. Tak Lain, Hidup Bersamamu.”

Bukan berarti aku tak bahagia dengan hidup yang makin bisa ditebak arahnya. Lulus, bekerja,
mengenal satu-dua orang yang nampaknya bisa diajak membangun masa depan bersama.
Menjalani hari sebagaimana orang dewasa selayaknya.

Tapi kehadiranmu membuatku ingin melakukan sesuatu yang baru. Antitesis dari otonomi dan
seluruh kebebasan masa mudaku. Keputusan ini akan membuatku tak bisa seleluasa dulu lagi,
tapi di sisimu babak hidup selanjutnya terasa masuk akal dijalani.

Sayangku, kali ini mantap sudah kesiapanku. Aku siap untuk sesuatu yang baru — yaitu
memulai hidup bersamamu.

Kita adalah rima yang sudah bisa ditebak ke mana arahnya. Genggam tangan dan rengkuhan
sayang adalah peta menuju jalan pulang

Sebelum bersamamu cinta penuh tanda tanya sudah khatam kujalani bersama mereka. Aku
pernah jadi gadis gengsi yang enggan mengungkapkan apa yang dirasa. Berharap prianya
mampu membaca apa yang diinginkan tanpa harus berkata-kata. Masalah didiamkan,
mengendap sekian lama, hingga akhirnya meledak pada saatnya.

Di lain kesempatan perasaan pernah dibiarkan menuntun perjalanan. “Yang penting bahagia,
urusan masa depan lain perkara.”, begitulah perbedaan berusaha dibuat sederhana. Toh pada
akhirnya masalah tidak menguap setelah diacuhkan sekian lama. Perbedaan yang nyata
menyisakan satu-dua kerat luka di dada.

Mendapatkan pendampinganmu membuatku merasa seperti tutup botol bertemu ulirnya.


Rasanya ada suara, “Klik!” yang menggema di telinga setiap kita bersama. Kita jelas bukan dua
manusia yang sama — tapi kau dan aku seperti sepasang penyair yang lihai menyamakan
rima.

Dalam genggam tanganmu jemariku membaca gurat masa depan. Dekap hangatmu seperti
sandi morse yang menuntunku menuju pulang. Bersamamu, aku tak lagi merasa gamang.

Hidup penuh prediksi makin lawas rasanya dijalani. Bolehkah lenganmu sekarang kujadikan
pegangan? Bersama, kita hadapi tidak pastinya masa depan

Biar saja jika kita tak langsung bahagia. Kali ini aku berjanji akan lebih keras kepala
memperjuangkan kita.

Sudah lewat masanya menjalani cinta yang begitu-begitu saja. Kencan ke tempat baru setiap
Malam Minggu, fancy dinner sebulan sekali tepat di tanggal gajianmu, ditutup dengan berbagi
cium dan peluk yang sesekali melibatkan tangan yang menyusup ke balik baju. Kita sudah
terlalu dewasa untuk cinta kacangan macam itu.

Sekarang lebih ikhlas kujalani cinta yang melibatkan perdebatan sengit di antara kita. Tentang
bagaimana menyisihkan gaji agar DP KPR bisa dilunasi segera, soal mengatur hobiku dan
hobimu yang ternyata menghabiskan sekian banyak dana, pun perkara imunisasi anak yang
membuat kita migrain saat mengantri membayarnya.

Selepas kepastian komitmen didapatkan kini saatnya menjalani hubungan penuh tantangan.
Berdua, kita akan jadi penyintas yang bertekad mengerahkan seluruh tenaga demi
memenangkan keadaan. Kau menggiring tanganku dan membuka jalan. Sementara lenganmu
kugenggam erat. Pada navigasimu masa depan kupercayakan.

Akan ada masa sulit yang tak terelakkan. Akan datang malam-malam panjang yang membuat
kita terpaksa berjaga. Bukan untuk bercinta, melainkan demi mengurus nyawa baru yang kita
hasilkan berdua.

Dalam tiap pergeseran mozaik kehidupan, ada pengharapan yang dipanjatkan. Kau dan aku
akan belajar berbaik sangka pada Tuhan bahwa kesulitan tidak datang tanpa tujuan. Ada
kebaikan yang pasti menunggu di masa depan.

Berdua, kita akan tumbuh jadi partner dalam merayakan kehidupan. Idealisme dan keyakinan
diangkat tinggi-tinggi di setiap prosesi bersulang

Meski kebahagiaan tak langsung serta merta datang, ada rasa cukup setiap kita berjalan
bersisian. Kau dan aku adalah dua manusia dengan banyak kekurangan, tapi hanya
masing-masing dari kita yang bisa menerima satu sama lain tanpa perlu banyak persyaratan.

Kuterima kegigihanmu mempertahankan idealisme yang kerap membuat kita dikomentari rekan
sejawat yang tampak selangkah lebih mapan. Kudampingi dirimu, dengan segala nilai-nilai yang
kau percaya, sembari terus mengulang keyakinan dalam dada bahwa idealisme akan menjadi
kemewahan terakhir yang dimiliki generasi muda.

Di sisi lain, kau pun menerimaku apa adanya. Kegemaranku berandai-andai tak pernah
membuatmu memalingkan telinga. Kau dengarkan cerita anehku tentang keinginan akad nikah
di Ranu Kumbolo, atau tentang hujan yang seperti tarian waltz di mataku. Kau pun mengamini
cita-citaku yang ingin terus mendongeng sampai anak kita besar nanti.

Berdua, idealisme terasa makin ringan dijalankan. Ada tangan yang akan selalu menggenggam.
Ada hati yang akan terus percaya bahwa nilai yang dipegang erat di dekat dada memang layak
diperjuangkan sebegitu kuatnya. Kegagalan akan dihadapi dengan hati lapang, pun
keberhasilan selalu terasa lebih lengkap dengan denting gelas kita yang saling menemukan.

Di luar sana biar dunia tetap berputar pada porosnya. Hanya saja kali ini ijinkan aku melakukan
sesuatu yang berbeda. Kini, bolehkah aku dan kamu melebur sepenuhnya — jadi kita?

Saat kuucapkan kesiapan ini roller coaster akan tetap berputar berulang di lintasannya.
Lebaran, Natal, dan Tahun Baru akan tetap datang saling berurutan. Tidak semua hal di dunia
berhenti dan berubah hanya karena urusan keyakinan.

Kau dan aku akan tetap jadi manusia keras kepala dengan kadar menyebalkan yang sama.
Kesulitan hidup juga tak langsung lebih ramah menyapa. Bahkan di beberapa episode
hantaman datang lebih keras dari biasanya.

Hanya saja kini ada kepasrahan soal masa depan yang tak perlu dijelaskan. Ada kemantapan
yang muncul tanpa membutuhkan undangan.

Bersamamu, kesulitan hidup layak diperjuangkan. Jatuh bangun kita sebagai pasangan masuk
kategori momen sakral yang pantas dikenang. Kau, satu-satunya orang yang membuatku
mampu berkata, “Iya” tanpa banyak rentetan pertanyaan.

Sesuatu yang baru tak pernah terasa semenjanjikan ini, selain bersamamu.

Surat 11

Kamu Seperti Buku yang Tak Pernah Bosan Saya Baca. Meski Sudah Berkali-kali
Mengulangnya

Kamu tahu sendiri bagaimana saya ini mudah sekali bosan karena hal-hal monoton yang terjadi
berulang kali. Kamu jadi saksi mata betapa saya suka sekali mengubah jalan, mengganti rute
sehari-hari karena alasan kata hati. Kebiasaan menggeser perabot demi suasana yang berganti
pun amat mudah kamu pahami.

Tapi baru padamu saya menemukan anomali.

Setelah sekian lama kita bersama, anehnya rasa bosan belum juga melanda. Kamu adalah
antitesis dari semua kengganan saya pada rutinitas. Padamu, perasaan yang sudah sekian
lama dirasa anehnya tetap berbekas.

Dalam ikatan sebelum ini mudah sekali untuk saya berpaling dan menyerah setiap rasa bosan
datang. Bahkan komitmen tak begitu saja membuat saya bertransformasi jadi pejuang. Namun
seperti gelombang demokrasi yang konsisten melanda Amerika Latin, perubahan pun datang
selepas kebersamaan kita jadi sesuatu yang rutin.

Bersama kamu anehnya rutinitas tidak lagi meninggalkan lebam sebagai bekas. Justru
kedekatan membuat kita tumbuh sebagai dua penyimpan rasa yang tegas. Seperti buku yang
tak pernah bosan dibaca berulang kali, baru kali ini saya tak keberatan menjalani hari-hari yang
sama dengan kamu di sisi.

Kamu adalah e-book yang tidak pernah bosan saya baca di gadget kesayangan hampir setiap
hari. Meski sudah lama terunduh dan jadi teman melewati waktu luang yang sepi, kamu tetap
jadi rumah ternyaman untuk saya kembali.

Membuka ulang halamanmu seperti menemukan jalan pulang. Sampai hari ini kamu tak pernah
gagal membuat saya meremang

Bukan hal yang mudah untuk mempertahankan rasa. Apalagi buat orang yang tak sabaran
macam saya. Kalau bisa setiap hari ada jingkatan baru demi membuat bosan tak lagi datang.
Hal-hal anyar yang membuat remang selalu bisa dipanggil pulang.
Tapi seperti yang sudah saya bilang, kamu adalah anomali yang sampai hari ini jadi nomor
wahid sebagai pemenang. Kebiasaan kecilmu yang sudah saya hapal di luar kepala:
bagaimana kamu menyesap kopi dengan syahdu, seriusnya wajahmu saat memelototi halaman
e-book di gadget andalanmu, sampai bagaimana tanganmu selalu melingkar pas di pinggang
atas saya seerat itu.

Menjalani semua ini sekian lama denganmu membuat saya percaya. Rasa bosan bukan
sahabat baik yang pasti datang dalam setiap interval masa. Sudah lebih dari ratusan hati kita
bersama. Tapi kamu adalah buku lawas yang tak pernah bosan saya baca. Selalu ada kejutan
tiap kali saya membuka ulang halamannya.

Barangkali cinta kita ini seperti wine yang tua. Atau buku yang sudah terlalu nyaman dipahami
sampai tiap baris dalam paragrafnya. Kita memang sudah lama bersama. Tapi makin lama,
justru kebersamaan ini makin mahal harganya.

Bersulang untuk kebersamaan dan kehangatan kita.

Sungguh, saya cinta.

Di Luar Sana Banyak Gadis yang Lebih Sempurna. Tapi Terima Kasih Kau Telah Mencintaiku
Apa Adanya

Sampai hari ini aku masih sering terbengong-bengong tak percaya setiap kau pelan mengusap
kepala saat aku sedang bertingkah menyebalkan. Kau selalu bilang aku seperti anak kecil yang
tak bisa menyembunyikan perasaan. Keras kepala, ogah mendengar, sampai mau menang
sendiri memang jadi kebiasaan. Tapi dengan semua keburukanku itu tak sedikit pun kau berniat
meninggalkan.

Sayang, di luar sana banyak gadis yang lebih istimewa. Tapi terima kasih sudah bertahan,
meski aku tak sempurna.

Bicara soal memulas muka aku bukan ahlinya. Penampilanku selalu seadanya. Anehnya,
senyummu untukku tetap ada

Tak sekali-dua kali aku bertanya,

Kebaikan apa yang sudah kulakukan di dunia hingga mendapat pendamping sebegini baiknya?
Bukankah aku masih sering bandel sebagai HambaNya?

Tak sekali dua kali kita bertengkar seperti dua orang keras kepala. Kau salahkan keadaan,
kurutuki kesalahpahaman. Tapi apapun yang terjadi, kau dan aku selalu saling menemukan di
ujung hari

Kau membuatku hampir gila, tapi padamulah kutemukan penerimaan yang tak ada duanya.

Pada bibirmu kutemukan penerimaan, bahkan bayam keasinan kau ganyang tanpa keluhan.
Dua lapis tipis di bawah hidungmu tak pernah keberatan. Meski pendampingan kadang
membosankan kau tetap mengisi tempat kosong di bangku kanan.

Atas nama impian-impian kita, ijinkan aku mengucap syukur atas kehadiranmu di setiap senja.

Terima kasih Sayang, untuk telinga yang selalu tersedia bagi setiap perbincangan. Untuk
kejujuranmu mengungkapkan pendapat — yang kadang menyakitkan — tapi penuh kebenaran.
Bagi setiap perdebatan yang sering berakhir pada pertengkaran, namun membangun pondasi
kita lebih tegar pada berbagai goncangan.

Terima kasih Sayang, untuk genggaman di tangan setiap aku merasa sendirian. Untuk rengkuh
di pinggang setiap kali kita menyeberang jalan. Untuk kesabaran menjelaskan arah utara, timur,
dan letak bangunan. Untuk kesediaan bangun pagi ketika aku random ingin sarapan soto di
pagi hari. Untuk kelapangan hati menerima gadismu yang jauh dari kata sempurna dan manis
ini.

Bersamamu aku tahu selalu ada yang layak diperjuangkan dalam hidup ini. Di sisimu aku selalu
cukup punya alasan untuk bertahan, tak peduli bagaimana kerasnya sikutan cobaan
menghampiri.

Maafkan aku Sayang, kau memang didampingi wanita yang tak pandai mengungkapkan
perasaan. Satu yang tak perlu kau ragukan: cintaku tenang. Aku selalu mencintaimu dalam
diam.

Di luar sana masih banyak gadis yang lebih sempurna. Ia yang lebih pandai memulas muka, ia
yang lebih piawai memanjakan perut dan hatimu dengan hidangan hangatnya. Ia yang lebih
lihai mengungkapkan perasaan dengan lidah dan kata-kata manisnya.

Kau selalu punya pilihan. Kau selalu bisa mencari yang lebih baik, lebih cantik, bahkan
menemukan dia yang membawa diri dengan lebih apik. Tapi padakulah kau memilih berhenti.
Di tanganku kau selalu menyisipkan jari dan kembali.

Apapun alasannya, terima kasih karena kau berkenan berjalan di sisi. Setelah sekian ratus hari.
Setelah sekian banyak episode naik-turun yang kita lalui. Terima kasih, sebab kau sudah
mencintaiku dengan setulus hati. Meski kekuranganku tak cukup jika dihitung dengan jari,
kuangkat topi untuk keberanianmu meluangkan kasih dan berhenti mencari.

Akan jarang kau dengar ucap cinta dariku yang kadang terlalu gengsi ini. Satu yang perlu kau
ingat setiap kau merasa aku kurang menyanyangi,

Ada saat dimana orang kalah lantang bicara tentang cintanya, dan perlahan pasangannya
menyerah pada suara keras ditelinganya.

Tapi kau tahu, cinta yang tak lantang itu lebih bertahan dan tidak reda – reda juga.

Kamu tentu tahu bahwa di balik acakan gemas tanganku ke rambutmu, dalam setiap rengkuh
manjaku ke pinggangmu — ada rasa sayang di situ.

Tapi biarkan kali ini kujelaskan bagaimana aku akan menyayangimu.


Kamu akan bertanya kenapa namamu jarang ku tag di berbagai linimasa sosial media. Kenapa
sepertinya aku tidak bangga atau ingin mengabarkan pada dunia saat kita pergi berdua. Dalam
hatimu bisa muncul keraguan soal apakah aku benar-benar cinta? Masihkah perasaanku sama
kuatnya seperti saat kita bertemu untuk kali pertama?

Meski terlihat tenang, sesungguhnya kamu kusayangi dengan penuh rasa kepemilikan. Ingin
kunikmati semua momen kita tanpa perlu berbagi pada dunia. Patahan perbincangan kita tak
harus masuk ke timeline Path untuk jadi bermakna. Kita juga tak butuh sekian love di feed
Instagram hanya untuk merasa bahagia.

Panggilang “Sayang”, “Dear”, atau ucapan cinta kujamin akan jarang mampir ke telinga. Namun
akan kupastikan seat belt mu terpasang sebelum lepas dari pandangan mata. Akan kau
temukan senyum damaiku setiap mendengarmu tertawa. Berkali-kali kubilang aku suka bentuk
tubuhmu apa adanya, wajahmu yang tanpa make up, bahkan memujimu seksi waktu merasa
sedang gemuk-gemuknya.

Dan kamu akan berkeras, tak mau percaya.

Kugenggam tanganmu sebagai jawabannya. Berharap hangat hatiku terasa dalam pergesekan
pori-pori kita.

Aku akan jadi orang yang paling keras menentang keputusan-keputusan konyolmu. Kubilang
kamu tak perlu takut mencanangkan mimpi setinggi yang kamu mau. Menutup telinga saat
orang bilang kamu tak mampu.

Ada tanganku yang pasti sedia mengusap air mata kegagalanmu. Menarikmu bangkit sembari
meyakinkan bahwa tidak semua hal harus kau pedulikan. Kadang kamu hanya terus berjalan.
Ada bibirku yang setia mengucap mata lelahmu. Mengusap halus kelopak yang makin kuyu itu.
Agar kamu tahu, sepayah apapun harimu — aku akan ada di situ.

Begitulah aku akan menyayangimu.

Surat 10

Syukur Tak Berkesudahan — Sebab Kamu Adalah Doa yang Dikabulkan Tuhan

Sampai saat ini setiap punya kesempatan memandangimu lama saya bertanya kebaikan apa
yang sudah saya lakukan sebagai manusia. Perasaan saya ini masih banyak kurangnya.
Kadang lupa berdoa. Lebih sering merayu Tuhan hanya saat ada maunya. Tapi dia tetap
memberi sumber kehangatan di dada. Kehadiranmu, jadi buktinya.

Sepanjang hidup sudah banyak episode doa yang saya alami. Mulai dari doa yang dijawab
dengan gelengan pasti, diiyakan dengan imbuhan ‘Nanti’, sampai ditolak karena Ia lebih tahu
apa yang harus diberi. Bersamamu kali ini adalah antitesis dari seluruh perjalanan doa yang
pernah terjadi.
Kamu adalah doa yang terkabulkan. Untuk itu saya mengucap syukur tak berkesudahan.

Lantai kamar dan sujud panjang jadi saksinya. Sempat ada doa untuk meminta pasangan yang
menghargai jeda. Mungkin Tuhan sedang bercanda saat mempertemukan kita. Sampai saat ini
masih saja ada pertanyaan, “Kok bisa…”

Kita ini seperti dua kutub yang tak pernah terbayang titik temunya. Berubahnya aku dan kamu
jadi ‘Kita’ kadang kurang masuk akal dalam jalan rasional manusia. Waktumu lebih banyak
habis di tempat kerja daripada bertemu saya. Sekilas kita pun tak bisa bersisian dengan damai
sebagai dua orang dewasa.

Namun pelukan dan rengkuhmu jadi jawaban atas semua pertanyaan yang memenuhi kepala.
Kamu jadi tanda tanda titik yang mengakhiri pertanyaan, “Setelah ini apa?” Kehadiranmu
memberi saya alasan untuk menepi dan berhenti mencari. Meski tak selalu bersama setiap
waktu ada rasa cukup di hati setiap mengingat kamu.

Bagiku, Kamu yang memang tidak harus selalu bertukar kabar setiap waktu. Tapi hati dan
komitmennya tak pernah menipuku.

Barangkali Tuhan sedang bercanda saat mempertemukan kita. Kali ini selera humornya
sungguh apik level dewa.

Kamu adalah doa yang terwujud. Terkabulnya pengharapan ini membuat semua bahagia larut

Dari terlalu banyak doa yang tidak ia terima, saya bersukur bahwa kamu adalah harapan yang
diwujudkannya. Bersulang untuk kedatanganmu. Bersulang untuk cinta yang membebaskan itu.

Saya tidak sebaik itu — tapi Tuhan memberi kamu.

Kini..

Bolehkah Kuminta Satu Hal Sederhana: Kita Menua Bersama?

Sebagai dua orang yang sudah tidak membutuhkan approval untuk melakoni apapun yang
disuka, kita bisa melakukan segalanya. Saya bisa mengajakmu memasak tumpeng,
membangun istana pasir — atau membuat liburan avant garde versi kemping.

Saya ingin belajar menghapal berapa sendok gula yang paling pas untuk kopimu. Jadi penikmat
tunggal sesapmu yang syahdu.

Berbeda dari ikatan sebelumnya, kamu tak pernah merasa kurang dengan apa adanya saya.
Kamu bilang tak masalah kalau saya tak bisa memasak. Keberatan juga tak kamu utarakan
saat saya bilang paling tak suka menggosok pakaian. Katamu, “Masih ada laundry dan
restoran.” Toh kamu mencari pasangan, bukannya pelayan.

Jelas saya bahagia melihatmu begitu menerima. Tapi kali ini ada gelegak berbeda dalam dada.
Biarpun tak masalah bagimu untuk makan dan mencucikan baju di luar rumah, kali ini saya
ingin belajar berpayah. Meski tak rapi, celana dan bajumu akan saya gosok sepenuh hati.
Saban pagi saya pun berjanji akan membuatkanmu kopi.

Hubungan kita bukan trampolin yang selalu butuh sentakan agar bertahan. Hari-hari kita tak
harus selalu dipenuhi kejutan. Sesekali kita akan mengangkat keril dan menjajal berbagai
petualangan. Namun di lain waktu kita bisa jadi dua kentang besar di atas sofa, yang terlalu
malas membuat gerakan.

Bersama kamu, alih-alih melulu diciptakan, bahagia malah membersamai perjalanan. Bukankah
kemewahan macam ini tak harusnya dilepaskan?

Rambut warna tembaga di kepala akan kita hitung dengan sabarnya. Berdua, ‘selamanya’ tak
lagi terasa absurd di telinga.

Saat kelak kamu menua lebih dulu, saya akan jadi orang paling teliti yang menghapal jumlah
rambut warna tembaga di kepalamu. Memprediksi berapa banyak rambut putih yang muncul
setelah itu.

Waktu nanti perut saya mulai tak rata dan kehilangan lekuk tubuh yang selama ini ada — kamu
akan tetap jadi pengecup seluruh inci kulit dengan ketelatenan yang sama. Rasa ini tak akan
mudah pudar karena kemunduran fisik wajar yang amat ‘manusia.’

Kita jelas tak punya seluruh waktu yang ada di dunia. Tapi selama kita bersama, akan saya
berikan seluruh yang saya punya. ‘Selamanya’ tak lagi terasa absurd di telinga.

Hey, bagaimana? Sepakatkah kamu jika kali ini saya minta sesuatu yang berbeda? Maukah
kamu kita menua bersama?

Terima kasih sudah datang. Bagaimanapun saya bahagia sempat mencintai orang begitu dalam

Terima kasih sudah mengajak saya mencoba berbagai hal baru. Hal-hal absurd yang tak akan
saya jajal tanpa kamu. Untuk rasa cukup dan dicintai. Untuk debar dalam dada saat kita saling
mencari. Terima kasih, kamu pernah hadir di sisi.

Kamu membuat saya kembali percaya bahwa apa adanya diri ini bisa diterima. Akan ada orang
yang membuka hatinya, menempatkan saya di dalamnya, tak ingin saya pergi ke mana-mana.
Saat kita selalu rindu dan ingin bertemu setiap hari — sampai ini momen itu masih manis jika
diingat lagi. Terima kasih, kamu sudah menumbuhkan rasa percaya ini.

Pelukanmu tak pernah gagal membuat saya tenang. Terima kasih untuk lengan yang selalu ada
saat dibutuhkan.

Entah kenapa pelukanmu memang remedy untuk semua jeritan dalam kepala. Anehnya,
semanja apapun saya kamu tak pernah berpaling dan mengernyitkan muka. Setiap rasa tidak
mampu datang, lenganmu merengkuh saya dan memberikan rasa tenang.

Kali Ini Sungguh Aku Berdoa: Semoga Memang Kamulah Orangnya.

Aku membayangkan sepetak ruang tempat kita bisa menua bersama. Berbagi bantal, saling
mendekat ketika hari menyisakan banyak kisah yang bisa dibagikan. Atau ketika kau dan aku
hanya ingin punya rekan untuk mengutuk keadaan.

Semakin dewasa, akan lebih banyak masalah yang kita hadapi bersama. Senyum penuh
pemahaman lebih sering tersungging di muka. Hidup ternyata bukan cuma soal kencan manis
atau saling bertukar kata sayang saja. Saat masa itu tiba — tak ada lagi yang lebih kuinginkan
di dunia.

Aku berdoa, semoga wajah bangun tidurmu yang tertangkap mata. Dan ketika kuselipkan
tangan di bawah bantal kita — jemari dan lengamulah yang kutemukan di sana.

Berjanjilah, suatu hari akan kita rayakan wajah bangun tidur dengan kecupan. Aroma khas pagi
kita sesap lewat peluk-peluk panjang. Hidup jelas tak langsung mudah hanya karena kita sudah
berdua. Tapi rasa lemah sebab merasa sendiri pasti tak lagi ada.

Bersisian, jelas hidup tak akan serta merta jadi lebih mudah dihadapi. Tapi perasaan tak lagi
sendiri jadi amunisi kuat bagi kaki yang harus terus berlari.

Di akhir hari yang panjang, kekuatan datang dari bahumu yang bisa jadi tempatku pulang. Pun
lewat kebebasan memanjat dada selepas lelah menentang dunia seharian.

Bagimu, dadaku juga sudah kusiapkan sebagai tanah paling lapang. Kau bebas melakukan apa
saja di sana. Memanjatnya, bersembunyi di baliknya, hingga merebahkan kepalamu lama. Di
luar sana kau boleh jadi lelaki vokal yang bersuara keras untuk menentang apa saja. Di
hadapanku, kau tak perlu keras berusaha. Pulanglah, pejamkan mata, nikmati setiap inci
tubuhku sepuasnya.

Di tengah begitu banyak ketidakmungkinan yang ditawarkan dunia — kali ini aku tulus
memanjat doa: “Semoga memang kamulah orangnya”

Hidup tak akan berubah 180 derajat selepas kita bersama. Kita bisa saja banyak bertengkar,
bersisian pendapat, harus jatuh bangun sampai melunasi impian yang selama ini sudah
dicanangkan. Manisnya hidup selaps bersama bisa saja baru terasa setelah hitungan tahun
bersama.

Tapi bukankah itu yang menyenangkan dari kita? Di tengah segala ketidakmungkinan, kau dan
aku akan keras mengangkat lengan demi mewujudkan harapan.

Aku hanya ingin menikahimu, jika itu tanpa dosa. Menikah, jadi tua bersama, menjadi sepasang
manusia yang biasa-biasa saja. Bahagia? Belum tentu juga. Terkadang kamu tidak perlu tanda
centang di berbagai alasan untuk berani menikahi seseorang, ‘kan?

Semoga akan ada banyak senja yang bisa kita bagi berdua. Semoga gagasan-gagasan idealis
kita bisa disatukan dalam percakapan di atas bantal yang sama. Semoga akan ada mulut-mulut
baru yang menyusu dari payudaraku dan makan lewat hasil keringatmu. Semoga, dunia cukup
berbesar hati untuk memberi ruang pada kita.

Dalam segala kesemogaan, kuharap memang kamulah orangnya.


Sampai Tiba Hari Saat Aku Bisa Bangun di Sisimu

Aku membayangkan kelak kita bisa jadi rekan tidur bersama. Pada pagi-pagi yang biasa
dengkur pelanmu jadi suara pertama yang menyapa gendang telinga. Satu tanganmu terselip di
bawah selimut, sementara lengan satunya merengkuh pinggulku. Kamu akan terbangun karena
gerakanku yang mengagetkanmu.

Bergelung sedikit, dengan mata masih setengah terbuka satu tanganmu keluar dari bawah
selimut — mengetatkan pelukannya di tubuhku. Kita akan merayakan pagi dengan wajah
berkerut sebab tidur terlalu lama di satu sisi kasur. Kaki yang saling menindih nyaman membuat
kita merasa mujur.

Semoga saat itu segera tiba. Hari di mana wajahmulah yang kutemukan saat pertama
membuka mata.

Tak perlu cemas walau sekarang kita belum bersama. Kau dan aku bukan rel kereta. Kita akan
saling menatap lalu merasa saling menemukan muara

Tak usahlah memenuhi linimasa media sosialmu dengan kegalauan yang tak perlu. Atau
menghabiskan waktu produktifmu demi menemukanku. Asal kau tahu, aku di sini. Sedang
menjalani kompartemen hidupku sendiri.

Orang boleh bilang kita kurang berusaha. Atau bahkan dianggap tak mau membuka hati karena
urusan perasan jadi begini terjal jalannya. Mereka boleh berpendapat apa saja — tapi hanya
kita yang tahu apa yang sedang diperjuangkan dengan begini kerasnya.

Melunasi impian pribadi sebelum bersama nanti akan meringankan langkah kaki. Saat sudah
saling memiliki, corong impian yang kosong membuat kita leluasa berlari.

Tak sabar rasanya menunggu masa kamu jadi perwujudan nyata dari doa. Menemukan mata
mengantukmu , kutahu kini pencarianku ada ujungnya

Kamu jelas bukan orang pertama yang kupegang tangannya. Bukan juga lawan jenis pertama
yang punggungnya kujamah hangat tanpa pretensi di baliknya. Petualangan berbasis kuatnya
gejolak di dada sudah mengantarkanku pada pintu-pintu yang sudah kubuka sebelumnya.

Tapi tak perlu khawatir pada kuatnya rasaku. Toh buktinya semesta menggulirkan jalan mulus
(well, boleh kita lupakan beberapa pertengkaran tak penting itu?) hingga kita bisa bersatu.

Kau, jadi orang yang punya otoritas menguras seluruh isi tubuhku. Buatmu, tubuhku bebas
dibentuk seliat tanah lempung dalam gerakan jarimu.

Seperti oilfield man yang terus menunggu hari sampai saat kapal jemputan tiba, kau adalah
ujung pencarian yang kusyukuri kedatangannya. Kamu membuat semua pencarian dan
petualangan yang sempat membuatku babak belur tidak terasa sia-sia.

Waktu tidak bisa disuap dan dipercundangi. Ia akan datang pada titik terbaik yang telah
semesta yakini.

Yakinlah, jika boleh memilih sekarang aku juga sudah ingin kamu ada di sini. Menggantikan
posisi gulingku yang setiap malam bisa kudekap erat. Menggantikan porsi musik yang sengaja
kupasang menyumpal telinga demi menghalau penat.

Namun bukankah kita seharusnya adalah sepasang kebaikan yang datang pada saat yang
tepat, bukan diusahakan dengan nekat?

Untukmu, Tujuan Akhirku Memantaskan Diri

“Aku pernah mencoba dengan dia yang salah. Kau pernah gagal menjelajahi labirin hatinya
sampai kehilangan arah.

Tapi bukankah setiap pagi selalu menawarkan kesempatan baru? Bukankah setiap orang
berhak atas perjalanan yang lebih menjanjikan untuk dijalani kemudian?

Demimu, aku rela menunggu. Demi kau, aku bersabar dan berjibaku demi memantaskan
diriku.”

Hey kamu, yang juga sedang berjuang menahan diri

Apa kabar dirimu? Jika bisa, rasanya ingin kutawarkan tempat duduk di sisiku khusus untukmu.
Ingin kupandang wajahmu lekat-lekat lalu bertanya,

“Beratkah hari-harimu belakangan ini? Cukup menyenangkan kah pekerjaan yang sedang kau
jalani? Atau kau masih berkutat dengan teori dan buku yang membuatmu terjaga sampai dini
hari?”

Harapanku, semoga kamu dan kehidupanmu di sana berjalan mulus tanpa gangguan yang
berarti. Doaku tak putus-putus untukmu, kukirim dari sini.

Seandainya sekarang kita sudah bisa berjumpa, ingin kuceritakan semua rasa yang sudah
sekian lama mengendap di udara. Melihat kuatnya hasratku bercerita, tampaknya kelak
pertemuan kita akan lebih mirip reuni dua sahabat lama dibanding pertemuan dua orang yang
sedang dimabuk cinta.

Sampai hari itu tiba, kumohon tabahkan dirimu. Semesta sedang berjingkat mengurus
pertemuan kita di satu masa paling sempurna. Yakinlah ia akan segera ada di hadapan mata.

Padamu, yang kuyakini telah ditakdirkan namun tetap perlu diperjuangkan

Kita adalah dua manusia yang sebenarnya berjuang di arena pertarungan serupa, hanya saja
dari dua tempat berbeda. Kau berjuang menjaga mata, aku di sini mencoba sekuat tenaga
membentengi hati sampai kau tiba.

Beragam godaan itu tetap ada. Mulai dari ajakan nonton, makan bersama, sampai tawaran
diantar pulang ketika waktu sudah kian malam. Sebagai manusia biasa, kadang aku tergoda. Iri
rasanya melihat rekan-rekan sejawat tampak punya pasangan yang selalu bisa diandalkan.
Sedang aku, harus sabar menghadapi dunia seorang diri sembari menunggumu datang.

Maka Sayang, jangan pula kau keluhkan keterbatasanmu. Memang benar, kau sering diejek
tidak laki-laki karena tak kunjung menyampaikan perasaanmu. Tak jarang juga kau diberi label
“jomblo abadi” sebab hidupmu nihil wanita yang mendampingi. Sesekali merasa tak nyaman itu
wajar, tapi jangan pernah menyalahkan orang-orang di sekitarmu dan mengutuk keadaan.
Mereka hanya belum paham apa yang sesungguhnya sedang kita perjuangkan.

Bukan penjelasan panjang lebar yang bisa menyelamatkan. Orang-orang itu hanya butuh
melihat kegigihan dan keyakinan kita:

Bahwa semua perasaan yang belum kita luapkan ini akan menemui muaranya. Menjumpai
akhir yang kita tunggu sebagai pesta perayaan. Jika menahan diri untuk tidak membuka hati
pada sembarang orang adalah puasa, berjumpa denganmu jadi momen berbuka yang telah
ditunggu sekian lama.

Saat pertemuan itu terjadi, kita akan saling menatap dengan penuh isyarat. Mata kita bertaut
merayakan kemenangan. Kita dua orang yang sama-sama keras kepala berjuang demi akhir
yang sebenarnya belum bisa diperkirakan. Kita, sepasang cinta yang dipertemukan tanpa
proses pendekatan. Kau dan aku, sepasang manusia yang lekat tanpa pernah harus
berpelukan.

Datanglah padaku dengan apa adanya. Kau tak perlu harus sangat kaya raya, rupawan, atau
punya kesabaran tanpa batasan demi menjadikanku pasangan. Sungguh, versi ideal macam itu
tak begitu penting di mataku. Aku pun tak akan repot bertanya berapa banyak hati yang sempat
kau lewati sebelum diriku. Buat apa? Toh tanpa mereka, kau yang sebaik hari ini juga tak akan
ada. Walau kadang cemburu, aku akan berusaha sekuat mungkin untuk berdamai dengan
masa lalumu.

Bagiku, cukuplah kamu yang muncul di depan pintu sembari berkata,

“Aku sudah selesai dengan diriku. Sekarang aku ingin menjalani hidup bersamamu.”, kata-kata
sederhana macam ini sudah bisa melelehkan hatiku.

Aku juga bukan manusia sempurna. Dulu, aku sempat menjelma jadi versi brengsek seorang
manusia. Aku pernah menyakiti orang-orang yang menyayangiku tanpa syarat. Aku pernah
melakukan kebodohan dengan menyerahkan hati pada orang yang salah. Dalam beberapa
kesempatan, air mataku sempat menetes karena menangisi kehilangan yang serasa seperti
kiamat.

Sampai hari itu datang, jangan lelah untuk terus berjuang. Meski tak bersisian, ketahuilah kau
tak pernah sendirian.

Hidup terlalu singkat untuk terus-terusan mengeluhkan kesepian. Hatimu terlalu berharga jika
diisi dengan kesibukan untuk mengurusi cinta yang hanya sementara.

Setiap kau merasa sendiri dan tak ada yang mendampingi, ingatlah padaku. Seseorang yang
belum pernah kau temui.
Tidakkah fakta ini harusnya membuatmu merasa punya rekan? Aku mendampingimu dalam
diam. Barang sedetik pun, kau tak pernah sendirian.

Surat 9

Senantiasa Menyebut Namamu Dalam Setiap Do’a; Ritual Sederhana Namun Membuat Saya
Bahagia

Awalnya aku tak pernah menyangka bertemu dengan pria hebat sepertimu. Pria yang tegas,
yang mampu membuatku menjadi seseorang yang lebih baik. Pria yang membuatku melihat
cinta dengan cara yang tak biasa. Hari itu dimana percakapan kita pertama kali dimulai.

Ada senyum hangat yang menyertaimu walau dari kata-kata obrolan chat kita. Tawa candamu
bagaikan sebuah kebahagiaan kecil untukku. Awalnya aku tak menyangka bisa semudah itu
akrab dengamu, tapi kau mampu menghadirkan kenyamanan yang tak ku duga.

Hari pun berlalu, kita pun memutuskan untuk bertemu.

Hari ini, Desember 2016

Pertemuan pertama yang ku pikir akan biasa saja, seperti kebanyakan para pria yang manis
ucapannya. Tapi kau menghadirkan lain. Pertama kali yang ku lihat darimu adalah sesosok pria
yang hangat dan ceria, tapi ternyata dibalik itu kau sangat rapuh. Kau banyak bercerita tentang
wanita yang sangat kau cintai dengan sungguh-sungguh tapi mengabaikanmu. Sepertinya aku
memiliki teman yang senasib rupanya.

Dalam hatiku berkata "Alangkah beruntungnya wanita itu memiki dia, pria yang saat ini di
depanku".

"Pria yang mau memperjuangkan wanita satu satunya agar menjadi pelengkap hidupnya".

"Pria yang menjadi lemah terhadap wanita yang ia cintai".

"Pria yang tak memikirkan dirinya sendiri, agar sang wanita bahagia".

Beruntung bukan wanita itu ?

Seandainya saja aku, akan ku jaga ia sepenuh hati. Takkan ku lukai hatinya walau hanya
goresan saja. Tapi kembali lagi, aku adalah orang lain yang ia anggap hanya teman curhat saja,
tak lebih.

Dari sejak pertama kali bertemu denganmu, hingga hari ini … rasa itu tak pernah berubah ..
rupanya memang aku jatuh hati padamu.

Tidak ada kata yang lebih tepat menggambarkan perasaanku kecuali kata bahagia. Meskipun di
satu sisi aku tentu memiliki pertanyaan tentang perjalanan hidupku ini selanjutnya. Ada banyak
kejutan yang menantiku di ujung sana. Beratnya perjalanan hidup yang nantinya akan kita pikul
berdua, bersamamu hingga akhirnya kita menua dan menutup mata.

Bisa bertemu setiap waktu bagi kita adalah kemewahan. Dalam hubungan ini jarak sudah jadi
sahabat dekat yang harus selalu dipeluk mesra. Bahkan kalau perlu dikecup di keningnya.
Karena sampai kapan pun dia akan selalu ada.

Tolong jangan kecewa jika saya bilang saya tidak pernah rindu impian dan semua hal besar
yang pernah kita bincangkan. Setiap kita berjauhan rasa rindu justru muncul dari hal-hal kecil
yang sebelumnya tidak terbayangkan.

Saya rindu saat di sisimu saya selalu merasa baik-baik saja.

Saya rindu melihat matamu. Berbincang tak tentu arah bersamamu. Menjadi 2 makhluk yang
paling sok tahu.

Saya sering rindu melihat matamu. Rindu celotehan-celotehan ngawurmu. Rindu mengusap
bagian atas bibirmu demi menyingkirkan ampas kopi dari situ. Rindu gesturmu mengacak
rambut dan menggigit bibir setiap saya ajukan pertanyaan yang susah dijawab saat itu.

Meski sedang tidak bersama, jangan pernah merasa saya lupa. Bagi saya — lewat berbagai
spektrum — kamu akan selalu ada

Sebab sesungguhnya saya hanya tak ingin memberatkanmu.

Tapi walau kita sedang tidak bersama, meski saya lebih sering kelihatan biasa saja — jangan
pernah merasa khawatir bahwa saya lupa. Yeah, sesekali memang saya harus membuka
profile picturemu di media sosial agar bayangan tentang profil wajahmu selalu ada. Namun
percayalah, dalam berbagai spektrum kamu tak pernah sedetik pun meninggalkan saya.
Masing-masing dari kita pernah punya cerita cinta yang berbeda. Tapi kini Tuhan menyatukan
kita dalam hubungan yang lebih dari sekadar saling suka

Tidak ada yang bisa kuucapkan selain kata terima kasih karena telah datang membawa
ketulusan yang rasanya tidak akan bisa dibayar. Dengan ketulusan kamu menawarkan
komitmen untuk kehidupan mendatang. Kamu memang tidak menjanjikan hidup bergelimang
harta tapi sebaik-baiknya kamu akan memberikan apa yang aku butuhkan. Jujur, aku suka
dengan gayamu yang tak berlebihan. Lebih suka lagi karena kamu selalu berusaha
membuktikan apa yang sudah dikatakan.

Untuk semuanya kini izinkanlah aku mempersembahkan diri, menjadi istri yang kuharap bisa
melengkapi. Kusadari aku bukanlah seorang yang sempurna. Tapi percayalah, sama
denganmu aku tentu akan mengusahakan yang terbaik. Mencoba memberikan semua yang
kupunya untuk kebaikan keluarga kita nanti:

“Sekali lagi aku tidak datang dengan sejuta kelebihan, namun aku percaya pengertianmu akan
melengkapkan segala kekurangan.”

Aku memang bukan perempuan yang punya banyak kelebihan. Tapi dalam pendampinganmu,
sebaik-baiknya diri ini akan kupersembahkan. Semoga janji suci yang sebentar lagi kita ucap
tak hanya bertahan sesaat, karena janji itu adalah sumpah yang seumur hidup akan selalu kita
ingat

Hari bahagia itu sudah semakin dekat di depan mata. Ini adalah satu babak baru yang sudah
lama kita tunggu. Tepat di hari itu kita akan mengucap janji untuk selalu setia sampai nanti. Aku
sungguh berharap apa yang keluar dari mulut kita bukanlah janji yang dengan cepat menguap.
Ketika ada badai yang datang, menggoyangkan kapal yang kau nahkodan, ku harap satu pun
dari kita berpikir untuk saling meninggalkan.

Semoga aku adalah pasangan yang sepadan denganmu. Melengkapi segala kelebihan dan
kekurangan yang ada pada dirimu. Tidak ada yang bisa kujanjikan selain kesetiaan. Kamu tahu
benar bahwa perempuanmu ini tidak sarat dengan segala kelebihan. Hingga tiba waktunya
nanti kapal kita akan berlabuh. Menggenapi setiap rencana yang telah kita buat bersama.
Membiarkan anak-anak kita pergi berlayar dengan kisah selanjutnya.

Walau Tak Selalu Bisa di Sana– Ketahuilah, Aku Ada


Meski berusaha tampak biasa, aku tahu sebenarnya di dalam sana kau tidak baik-baik saja.
Punggungku boleh kau usap penuh sayang saat tubuhmu kurengkuh dalam. Tepuk ringanmu di
bahu meyakinkanku. Seperti yang sudah-sudah: kali ini kamu akan mampu. Kau boleh tidak
berkata apa-apa. Tapi diammu mengirim tanda, sebenarnya kau tak ingin aku beranjak dari
sana.

Mendampingiku membuatmu terbiasa berdamai dengan jeda. Di tengah hari-hari manis kita,
teleponku bisa berdering dan mengakhiri semuanya. Duty call tiba. Kau harus mengikhlaskanku
pergi ke dunia yang sungguh berbeda.

Atas kegigihanmu bertahan, untuk ketabahanmu memelihara perasaan — layak rasanya


kuucap rasa terima kasih tak berkesudahan. Kau jelas bukan pasangan sembarangan. Saat
jarak dan kesibukan membuat pasangan lain kelabakan, lapangnya hatimu membuat kita tetap
bertahan.

Pendampingan setiap waktu memang tak bisa kujanjikan. Tapi akan kucintai dirimu sampai tak
ada lagi yang bisa kau bagikan. Kau, jadi satu-satunya orang yang akan kucintai habis-habisan.
Sampai seluruh milikku habis kuberikan.
Tak bosan-bosan kuyakinkan dirimu. Akan kucintai kau sampai habisku.

Saya ingin menggenggam tanganmu waktu ada luapan rasa yang tak tahu harus diarahkan ke
mana. Merelakan jemari saya memerah, atau basah berlimpah keringat sebab kamu pegang
erat terlalu lama. Tanpa harus meminta saya pastikan kamu akan terus punya teman bicara.
Partner terbaik untuk membicarakan mimpi dan mengutuk dunia selalu bisa kamu temukan di
hadap mata.

Telinga saya akan selalu sedia mendengar semua impianmu. Bahkan sampai yang paling
random dan tak masuk akal bagi orang-orang di sekitarmu. Asal kamu tahu. Tetap ada mata
dengan sorot bangga mengarah padamu. Entah esok kamu kere sementara waktu selepas
bergabung di perusahaan rintisan yang menguji seluruh daya juangmu. Atau waktu karirmu
melesat secepat lontaran trampolin bersama perusahaan minyak multinasional yang jadi
mimpimu.

Malam nanti di sepertiga waktuNya yang paling sunyi, permohonan sama kembali saya
panjatkan lagi. Tak henti-henti. Untuk seseorang yang masuk kategori hal terbaik yang terjadi di
hidup saya, semoga Tuhan memberikan limpahan bahagia. Apapun definisinya, apapun
kategorinya, dalam spektrum apapun terwujudnya.

Ini pernyataan terklise yang pernah saya ajukan atas nama cinta. Tapi sungguh, apapun yang
terjadi saya hanya ingin kamu bahagia.

Dia adalah orang yang tetap menggenggam tanganmu saat kalian pergi ke bioskop bersama.
Bersamanya kamu tak keberatan menghabiskan waktu sepulang kerja seperti lovey dovey yang
sedang jatuh cinta.

Entah sudah berapa lama — tapi sampai sekarang kamu masih suka menggenggam lengan
atasnya. Meremasnya setiap ada adegan mengerikan yang membuatmu bergidik. Sesekali
meletakkan kepalamu di bahunya lalu diam-diam melirik.

Dia adalah perasaan yang tak kunjung hilang. Dia adalah masa depan yang tak keberatan
kamu persiapkan mati-matian. Tulisan ini sebenarnya sederhana. Soal pria yang kelak
menikahimu dan membangun hidup bersama. Sudah itu saja.

Dia tidak harus tampan atau menjanjikan banyak hal. Hanya menjadi dirinya sudah membuatmu
merasa pulang

Di sampingnya kamu merasa pintu rumah selalu terbuka. Kampung halaman tidak lagi harus
ditempuh berjam-jam lamanya. Menemukan rengkuhannya di akhir hari yang panjang selalu
memberimu perasaan tenang. Seperti euphoria di dada selepas merantau dan punya
kesempatan pulang.

Bersama dia yang kelak kamu nikahi hidup tidak harus penuh mimpi dan janji. Terkadang kalian
bahkan hanya harus menjalani. Dari satu pagi ke pagi yang lain, kamu merasa tenang karena
kini sudah punya memimpin. Karena menikah berarti menyerahkan kebebasan untuk hidup
yang makin teratur. Menikah berarti merelakan waktu bersenang-senang demi lekas pulang.

Tolong Jangan Mengejarku Untuk Jadi Pacarmu. Aku Lebih Ingin Jadi Ibu dari Anak-anakmu

Jika boleh jujur, kaki ini sudah lelah berjalan menjajal tanah yang berbeda. Jemariku juga mulai
jengah digenggam tangan yang tak sama. Sudah tidak lagi kubutuhkan kencan romantis di
malam Minggu, atau kejutan anniversary berupa bunga di depan pintu.

Drama tak penting dalam cinta sudah khatam kita alami sebelumnya. Bersamamu, bolehkah
kujalani cinta yang lebih dewasa?

Kita jelas bukan dua orang dengan sejarah manis dalam urusan perasaan — tapi bukankah
justru lewat kesakitan kita banyak belajar?

Di tengah dunia yang makin tak waras dan tanpa batasan, bersama akan kita bangun hidup
dalam tudung kewajaran.

Kita dipertemukan tak hanya untuk melebur mimpi dan cair tubuh jadi satu.Ada tanggung jawab
demi membangun peradaban baru. Membentuknya lewat arahanmu, kemudian
membesarkannya lewat tanganku.

Kuharap kamulah yang menggenggam tangan saat perut mulai membesar. Jadi orang pertama
yang kubangunkan setiap makhluk kecil itu mulai menendang. Kuminta kau berhenti bukan
karena tak ingin didampingi. Tolong, biarkan aku masuk dalam hidupmu lewat peran yang lebih
penting — nanti.

Akan kuabdikan diriku, kuberikan seluruh kesetiaanku, kuserahkan akses ke semua lekuk
tubuhku — agar kau bisa membuatku menjadi seseorang yang dipanggil, “Ibu.”

Oleh anak yang lahir dari benihmu.

Surat 8
Untuk Kamu. Yang Sampai Sekarang Masih Sabar Kutunggu

-Aku masih berharap kamu sadar aku ada-

Kadang aku bertanya di mana dermaga perjumpaan kita. Agar setidaknya aku bisa memetakan
kapan dan dimana kita bisa bersua. Bukan tengah jenuh dengan penantian yang aku ciptakan,
tapi hanya sekadar mengingatkan bahwa aku di sini. Menunggumu. Genap menahun dan
masih. Mungkin detik ini kamu tengah sibuk mewujudkan impian yang dulu tak pernah bosan
kamu ceritakan. Aku pun sadar, ocehan ini hanya sayup angin dingin yang membuatmu
menggigil. Sungguh mengusikmu. Tapi, kalau boleh meminjam menitmu sejenak, biarkan aku
menceritakan perasaan ini…

Jangan sekalipun jatuh cinta pada seseorang setelah kamu khatam kekurangannya. Karena itu
hanya membuatmu sulit melupakannya. Aku setuju dengan pepatah ini.

Jatuh cinta padamu kadang kumaknai sebuah kutukan. Kamu dengan wajah sinismu yang
menyebalkan, tak pernah kusangka akhirnya mampu membuat tawaku pecah. Aku tidak tahu
kapan pastinya kamu dan aku bisa saling berbagi kisah, dekat seakan tak ada jarak. Hingga
aku khatam segala kebiasaan dan kekuranganmu. Tapi tahukah kamu, justru itu yang membuat
namamu masih bertahta di hati ini. Karena aku mencintaimu setelah paham segala
kekuranganmu.

Aku tahu dia yang selama ini menggenapkan bahagiamu. Tapi tahukah kamu, di tengah jarak
kening dan sajadah, selalu terselip doa agar kita akhirnya ditakdirkan bersama.

-Semoga kamu akhirnya untukku-

Aku tahu dia yang ada di hatimu. Dia yang jauh lebih sempurna dibanding diriku. Mungkin kamu
tak pernah tahu, di tengah jarak kening dan sajadah, selalu kuselipkan harap pada-Nya agar
kita akhirnya ditakdirkan bersama. Tanpa bermaksud mengusik kebahagiaanmu dengannya.
Aku memang mampu membuatmu tertawa dan siaga mendengar keluh kesahmu, tapi apa
artinya itu jika pada akhirnya dia yang justru menggenapkan bahagiamu?

Cintaku padamu tak perlu kupupuk setiap waktu. Karena kutahu rasa ini selalu berdiam di
tempatnya.

Something always brings me back to you.


It never takes too long.
No matter what I say or do
I’ll still feel you here ‘til the moment I’m gone (Gravity, Sara Bareilles)

Silih berganti penggantimu di hatiku hadir. Namun entah mengapa pada akhirnya namamu tak
pernah bergeser dari posisinya. Kamu selalu menempati sudut spesial di hati ini. Tanya selalu
menyeruak dalam pikiran, mengapa begitu sulit bagiku melupakan kenangan bersamamu.
Meski kenangan itu mungkin hanya segenggam tanganmu, berbeda dengan dia yang mampu
membahagiakan hatimu. Utuh.
Seperti ada gravitasi yang membuat namamu selalu kembali ke hati. Lagi, perasaanku padamu
mengikat, meski kutahu tak pernah terbalas.

Saya Tak Pernah Suka Menunggu — Kecuali Untuk Kamu

Selalu ada yang pertama untuk segala sesuatu. Bagi kita, ini kali pertama kita jalani hubungan
yang tidak bisa bertemu sepanjang waktu. Sering-sering menyelipkan tangan ke jarak antara
jarimu, menyandarkan kepala dengan kasual di bahumu, bahkan mendengar kikik tawa khasmu
— semua berubah jadi kemewahan nomor satu.

Jarak memang terkadang bajingan. Tapi kita bukan pecundang yang tak mampu mengalahkan
keadaan.

Jika rindu harus diakrabi, kali ini keluhan tidak akan saya keluarkan lagi. Karena kamu, kita,
memang berharga untuk dinanti.

Kamu tahu sendiri bagaimana dalam hidup saya ingin terus ‘berlari’. Baru untukmu saya rela
menanti

Bersamamu, jarak memang mesti diajak berdamai dengan berbagai cara. Namun anehnya
saya tak pernah merasa kurang bahagia. Perbincangan denganmu via Skype, sapaan random
di tengah jam kerja, chat-chat panjang kita sebelum tidur masih saja sama hangatnya.

Mungkin benar apa kata orang di luar sana:

Jarak jadi nisbi selama membersamai dia yang dicinta.

Hubungan ini jelas tidak mudah. Tapi kita tidak dipertemukan hanya untuk merasa payah, lalu
menyerah

Getar suara tawamu membuat saya bisa tidur lelap malam itu. Kamu tidak balik bilang rindu.
Namun saya tahu di sana kamu pun berusaha menikmati jeda yang sedang jadi kawan akrab
hatimu.

Kata orang hal-hal baik membutuhkan waktu tunggu. Untuk kebaikan yang kelak dijalani
bersamamu, saya rela berdamai dengan jarak dan waktu

Ketika rindu singgah, selalu timbul tanya, Apa kabarnya kamu di sana? Sementara aku di sini
tengah sibuk mengusahakan impian.

Apa kabarnya kamu di sana? Masihkah kamu sama seperti dulu? Jika mereka dapat dengan
mudahnya menuntaskan rindu, aku hanya bisa mengalihkannya. Menyibukkan diri adalah cara
terbaik untuk tidak terlalu memikirkanmu. Aku memilih untuk mengusahakan impian yang sudah
lama kurencanakan. Ku yakin kamu pun demikian, tengah bergulat dengan rencana masa
depan yang dulu selalu kamu ceritakan.

Menunggumu tidak pernah ada kata jenuh, walau sudah genap menahun. Mungkinkah memang
aku ditakdirkan untuk mencintaimu?

Aku masih menunggu saatnya nanti aku dan kamu menjadi kita…

Menunggumu tak pernah menjemukan. Meski sudah merengkuh dua ribu hari. Bukan waktu
yang singkat memang. Mungkinkah itu pertanda bahwa aku memang ditakdirkan untuk
mencintaimu? Jika memang begitu, izinkan aku sejengkal lagi menunggumu. Karena aku
percaya, semua pasti akan ada ujungnya. Pun mengharapkanmu pasti akan ada ujungnya.
Bahwa aku dan kamu suatu saat bisa menjadi kita adalah bukan delusiku semata.

Untuk Kamu, yang Membuatku Mengerti Makna Jatuh Cinta dan Benar-Benar Mencintai

Bagiku, jatuh cinta itu perkara sederhana. Kita hanya harus duduk berdua, beradu mata, dan
bicara tentang apa saja. Aku mengagumi hidungmu yang mancung berlebihan, kebiasaanmu
menggaruk rambut yang tak gatal, hingga gaya bicaramu yang ceplas-ceplos dan membuat
pertemuan kita selalu berkesan.

Namun, berdampingan denganmu ternyata membuatku belajar banyak hal baru, salah satunya
perihal cinta yang aku punya untukmu. Darimu aku tahu, bahwa jatuh cinta dan benar-benar
mencintai adalah 2 hal yang jauh berbeda. Bersamamu aku mengerti bahwa cinta hanya akan
sia-sia jika kita tak punya niat dan usaha untuk menghidupinya.

“Orang yang memang ingin tinggal dalam hidup kita, akan selalu mencari cara untuk
mengamankan tempat mereka.”

Jatuh cinta itu biasa saja. Dengan mudah, aku dan kamu saling tergila-gila dengan pertemuan
yang hanya sekejap mata

Aku paling suka mencerapi kenangan. Mengingat betapa dulu kita tak sedikitpun berusaha jual
mahal untuk bertukar nomor telepon dan merencanakan pertemuan. Semua terjadi begitu
cepat, mengalir apa adanya tanpa harus dibuat-buat. Hanya butuh waktu satu bulan masa
pendekatan, sebelum kita akhirnya sepakat untuk jadian dan resmi pacaran.

Cinta memang berhasil membuat kita “mabuk”. Rasanya, tak ada hari tanpa keinginanku
mendengar kabarmu. Seperti aku, kamu pun akan berusaha mencuri-curi waktu di antara
padatnya rutinitas pekerjaan demi kita bisa bertemu. Ya, ingatan tentang momen perkenalan,
masa pendekatan, hingga cerita di awal pacaran memang jadi yang paling membahagiakan.

Aku dan kamu jadi pasangan paling jemawa. Kita lupa pada jalan panjang sarat ketidakpastian
yang akan menguji kadar cinta kita

Kita tak sedikitpun merasa kesulitan untuk beradaptasi. Sekalipun awalnya kita adalah 2 orang
yang tak saling kenal, kita bisa “nyambung” lantaran punya banyak kesamaan. Soal musik, film,
cita-cita, prinsip hidup; berbagai hal yang kadang membuat kita jemawa – merasa jadi
pasangan paling cocok sedunia.
Dulu, kita seperti hidup di dunia fantasi. Aku adalah putri cantik dan kamu pangeran berkuda
nan tampan. Kelak kita akan menikah, punya banyak anak, dan hidup bahagia selamanya.
Tapi, harapan seringkali berseberangan dengan realita. Kita lupa bahwa pacaran itu justru
seperti berjalan melewati sebuah lorong gelap. Kita “dipaksa” awam dengan berbagai
ketidakpastian yang akan menguji seberapa kuat cinta kita.

Kita pernah menghamba pada emosi yang menjadikan kehidupan seperti candu, tak terkendali
dan menggebu-gebu

Saat hubungan kita tak sehangat dulu lagi, genggam tanganku dan mari mengulang kenangan
yang pernah kita miliki

Cinta akan selalu memberi kita dua pilihan; bertahan demi menghidupi rasa itu, atau
membiarkannya sekejap datang dan berlalu?

Selama ini, kita mau belajar untuk saling mengerti. Menjadikan pengalaman di masa lalu
sebagai pelajaran agar hubungan yang dijalani bisa terus bertahan. Yang pasti, cinta kita akan
selalu punya dua pilihan; apakah mau sama-sama berusaha menghidupi rasa itu, atau justru
membiarkannya sekejap datang dan berlalu?

Cinta adalah anugerah yang pantas kita syukuri datangnya, entah itu sekadar jatuh cinta atau
benar-benar mencintai. Saat aku sudah menemukanmu yang menurutku paling sempurna,
satu-satunya yang akan aku lakukan adalah berjuang demi “kita”.

Surat 7

Kepada Suami yang Kini Mendampingi Hari-Hariku: Terima Kasih Kuucapkan Untukmu

Aku dan kau adalah dua orang yang saling jatuh cinta. Sepakat menjalani hubungan cinta, kita
berdua yakin bahwa kisah ini kelak akan berujung bahagia dan indah pada akhirnya.

Sejak awal kita pacaran hingga menjalani kebersamaan selama berbulan-bulan, kesungguhan
untuk mempersuntingku selalu saja kau utarakan. Katamu,

“Aku tak berharap hubungan yang sementara. Aku mau kau jadi pendamping hidupku untuk
selamanya.”

Hati wanita mana yang tak tersentuh mendengarnya. Tatapanmu yang meyakinkan dan semua
kebaikan yang selama ini kau tunjukkan, membuatku tak habis-habis mengucap syukur pada
Tuhan untuk sebuah pertemuan yang dahulu pernah Ia takdirkan.

Kau adalah harapan yang menemukan jawaban. Aku bersyukur karena doa-doa yang kurapal
siang malam akhirnya dikabulkan Tuhan.

Saat masih berpacaran denganmu, sering gundah datang dalam hati. Rindu ingin bertemu tapi
tak bisa begitu saja memelukmu. Ketika waktu kunjungmu berakhir dan ayah sudah memintamu
pulang, aku selalu berharap kau bisa tinggal lebih lama di sini dan berbincang ringan sampai
kita lelah bicara. Ketika ibu membuatkan hidangan ringan untuk ayah, aku pun berharap bisa
melakukan hal yang sama untukmu.

“Setiap gundah menghampiri, merapal doa jadi caraku menenangkan diri. Kau yang namanya
kusebut berkali-kali, aku harapkan jadi pendampingku nanti.”

Akhirnya, Tuhan mendengar harapku. Segala keinginan sederhana tentang kita kini bisa
menjadi nyata. Aku dan kau tinggal satu atap bersama. Makan di meja yang sama, bahkan tidur
satu ranjang berdua. Bagiku, menikah denganmu seperti sedang bermimpi. Memilikimu yang
kini mendampingi hari-hari, jadi salah satu yang tak henti-henti aku syukuri.

Ketulusanmu memang bukan sekadar kata-kata. Layaknya suami siaga, kau selalu berusaha
memberikan segala yang terbaik yang kau bisa.

Suamiku, terima kasih untuk cinta dan kasih sayang yang kau beri. Harapanku semoga kita bisa
bersama hingga maut memisahkan nanti.

Terima kasih telah bersedia menjadi pelengkap dalam hidupku. Menutupi segala kekuranganku
dengan segala kelebihanmu. Terima kasih telah membuatku merasa menjadi wanita yang
paling beruntung di dunia. Kau yang tak banyak menuntut dan mau menerima segala
kekurangan yang kupunya.

Sayang, mungkin kau tak pernah tahu bahwa di setiap sembahyangku selalu ada namamu
yang kusebut. Doaku semoga kau selalu sehat dan bahagia. Semoga kau diberi umur panjang
agar bisa terus mendampingiku. Dan semoga aku selalu merasakan bahagia yang sama saat
bersamamu.

God have given me my husband so that we could weather the storms in life together.

I trust you not because you are my husband but because you are the epitome of everything that
a good man should be.

Every day I ask myself: How did I get so lucky that I got to marry my best friend in this world.

You are not only the source of my joy, but also the sole center of my world and the whole of my
heart.

I would like to inspire my husband. I want to make him look at me and say: I didn’t give up
because of you.

Even if he is not leading the way I want him to lead, my husband is still a great leader.

Marriage is a relationship in which one side is always right and the other side is the husband.

A man’s success could be measured by what his wife and children say about him when he is
not around.

Each passing day that I spend with you, it becomes the new best day of my life.
The relationship between a husband and wife is like the relationship of Tom and Jerry. Even if
they are teasing and fighting, they still can’t live without each other.

Having you as the father of our children is the only thing better than having you as my husband.

Only real men would stay faithful. They would not have the time to look for other women
because they are too busy looking for new ways to love their own wife.

When I married my husband, my life only began there and then.

You could see the sign of a man’s strength from how gently he loves his wife.

My husband has been my strength and he still is after all these years, and I would forever owe
him a debt greater than what he would ever claim.

Surat 6

1. Terima kasih untuk semua lelah dan keringat yang kau keluarkan demi memberikan aku
kehidupan agar tetap bisa memberikan apa yang memang sangat pantas kau terima

2. Meskipun tidak ada kata romantis yang kau keluarkan, tapi aku tahu cintamu masih begitu
besar. Pengorbanan dan cara kau menjagaku hingga saat ini sudah cukup untuk membuktikan
semua itu, terima kasih suamiku

3. Sudah sejauh ini kamu memberikan hidupmu untukku, denganmu aku bisa belajar untuk
berusaha menjadi istri yang baik. Tanpa bimbinganmu mungkin aku tidak akan sampai sejauh
ini

4. Di Dunia ini aku hanya merasakan ketulusan dari dua pria, berani berkorban hidupnya
untukku. Dua pria itu adalah ayah dan engkau suamiku. Terima kasih untuk semua yang telah
engkau lakukan untukku

5. Jika saja semua wanita yang pernah menyakitimu tahu, mungkin mereka akan menyesal
sudah membuang kesempatan bahagia karena menjadi istrimu. Dan andai mereka semua tahu
apa yang aku rasakan, mungkin mereka akan iri padaku karena sudah memiliki suami seperti
kamu

6. Suamiku, kamu adalah pahlawan yang benar-benar berjuang untuk hidupku. Yang lebih
menakutkan dari peluru pun kamu hadapi demi tetap membuatku bertahan di sisimu

7. Selama ini aku merasa belum bisa menjadi istri yang baik, tapi meskipun begitu aku selalu
merasa bahwa apa yang kamu berikan selalu dalam kadar yang sempurna

8. Meskipun orang lain menilai bahwa kamu beruntung punya istri seperti aku, menurutku
mereka salah karena sebenarnya akulah yang merasa beruntung karena memiliki suami seperti
kamu
9. Dulu aku selalu takut ayahku menyerahkanku pada pria yang salah, tapi denganmu aku
merasa pilihan ayah adalah orang yang benar-benar tepat

10. Suamiku, aku tidak berani membayangkan tekanan, kesulitan, bahkan mungkin ancaman
bahaya ketika kamu bekerja mencari nafkah untukku. Sebab aku takut semakin merasa tidak
bisa membalas semua apa yang sudah kamu lakukan untuk hidupku. Aku hanya bisa berterima
kasih meskipun itu tidak sebanding dengan semua yang sudah kamu berikan untukku

1. Dulu aku menganggap wanita secantik kamu hanya akan menjadi istri yang menyebalkan
dan merepotkan, tapi aku salah karena selama ini kamu selalu ikhlas dalam memberikan apa
yang aku butuhkan

2. Sebelum menikah, aku berpikir tidak seharusnya aku memberikan semua yang kamu mau,
aku masih berpikir materi adalah segalanya saat itu. Tapi kini pikiran itu berubah, justru aku
merasa meskipun aku berikan segalanya harta benda untukmu, tidak mampu membalas semua
pengorbanan yang sudah kamu lakukan untuk hidupku

3. Aku hanya bekerja untuk mencari uang, sedangkan kamu bekerja untuk segalanya.
Meskipun banyak yang menganggap istriku tidak bekerja, tapi aku tahu peran kamu sangat
besar untuk masa depan terutama untuk pembentukan pribadi anak. Terima kasih sayang untuk
semua yang sudah kamu lakukan.

4. Pernah bimbang karena harus menentukan pilihan wanita yang akan aku nikahi, tapi setelah
terjadi aku merasa beruntung karena sudah memilih kamu yang benar-benar memberikan
kesempurnaan dalam menjalani kehidupan

5. Bertahun-tahun berjalan mengajarkan aku banyak hal. Salah satunya membuat aku tahu
bahwa sebagai pasangan, tidak ada wanita yang lebih tulus dari ketulusan kamu untukku.

6. Jika orang lain melihat kamu sebagai wanita biasa, maka aku akan selalu menganggapmu
sebagai wanita sempurna. Sebab aku merasakan semua kebaikanmu dimana orang lain tidak
akan pernah bisa merasakannya.

7. Jika segalanya diukur dengan uang, mungkin tidak cukup waktu bagiku bekerja untuk
membalas kesetiaan kamu menemani aku selama masa berjuang. Terima kasih untukmu istri
tercinta.

8. Sebagai rasa terima kasih untuk istri tercinta, ingin sekali aku berikan berlian sebanyak yang
ada di dunia ini. Karena itulah pemberian yang pantas kamu terima. Tapi itu jelas tidak
mungkin, maka terimalah kesetiaanku sebagai ungkapan terima kasih yang tidak bisa aku balas
dengan harta sebanyak apapun

9. Kamu bukan hanya sebagai istri, tapi juga sebagai guru dan pengasuh anak-anakku. Tidak
banyak yang bisa aku berikan untuk membalas itu, maka izinkan aku menyerahkan hidupku
sepenuhnya karena cuma itu yang bisa aku lakukan.

10. Aku hanya mempertaruhkan pikiran dan tenaga untuk menjalani hidup bersama kamu,
membesarkan anak kita, hingga menata kehidupan. Sedangkan kamu mempertaruhkan banyak
hal, kenyamanan dalam hitungan bulan, kebebasan, bahkan nyawa. Hanya bisa berucap terima
kasih karena kamu tidak menuntut terlalu banyak untuk membuatnya seimbang.

1. Kebahagiaan selalu diharapkan datang dari cinta, tapi cuma cinta yang halal yang mampu
memberikan kebahagiaan sempurna. Seperti cinta ini yang sudah kita jalani meski penuh
dengan halangan dan rintangan

2. Jika saja ada satu permintaan yang pasti dikabulkan, aku tidak ingin harta melimpah. Yang
aku inginkan cuma satu, terus hidup bersama kamu karena cuma itulah hal yang sangat
membuat aku bahagia

3. Aku selalu bersyukur atas pemberian Tuhan yang terindah, yaitu kamu. Tanpa kamu
mungkin aku masih mengalami banyak perubahan cara pandang terhadap definisi keindahan
yang sebenarnya

4. Terima kasih karena dalam segala kekuranganku, kamu tetap menjadi sosok yang sempurna
untuk melengkapi hidupku

5. Kamu yang dulu aku anggap orang asing, tidak aku sangka setelah kita saling mengenal dan
kemudian menikah, kamu benar-benar memberikan dan melakukan segalanya dengan
sempurna. Terima kasih sayang.

Surat 5

1. Cintamu adalah hal spesial yang membuatku bangun di pagi hari. Aku tidak bisa hidup
tanpanya.

2. Satu-satunya hal sempurna yang dapat dibanggakan oleh alam semesta ini adalah cinta
manis yang luar biasa yang kamu dan aku bagikan.

3. Hatiku adalah yang paling beruntung dan paling bahagia di alam semesta karena kamu hidup
di dalamnya. Tidak ada kata yang dapat menjelaskan betapa aku bersyukur menjadi penerima
cinta dan dukunganmu.

4. Beberapa orang akan mencintaimu apa adanya, sementara yang lain memakai topeng yang
kamu kenakan. Terima kasih karena masih mencintaiku bahkan ketika aku melepas topengku.

5. Terima kasih, sayangku, karena selalu membuatku merasa seperti wanita paling cantik di
dunia.

6. Satu-satunya hal yang saya benar-benar kuyakin dalam hidup ini adalah kenyataan bahwa
cinta kita akan berbunga selamanya.

2. “Lengannya cukup kuat, untuk menahan setiap rasa takut, setiap bagian diriku yang indah
dan patah. Pria ini tidak hanya membuatku merasa lengkap, dia melengkapiku"
3. Ketika aku mengatakan aku mencintaimu, aku tidak mengatakannya dengan santai. Aku
mengatakannya untuk mengingatkanmu bahwa kamu adalah segalanya bagiku, dan hal terbaik
yang pernah terjadi padaku dalam hidup.

4. Suatu kebanggaan bisa memelukmu seperti ini dan dengan senang hati menyebutmu
milikku.

5. Hatiku mengandung semua kebahagiaan di dunia karena kamu adalah cinta dalam hidupku,
calon suamiku, dan sahabat terbaikku.

1. “Aku melihat kamu sempurna, jadi aku mencintaimu. Lalu aku melihat bahwa kamu tidak
sempurna dan aku bahkan lebih mencintaimu. "- Angelita Lim

2. ”Aku mencintaimu bukan hanya karena dirimu apa adanya, tetapi juga diriku apa adanya
ketika aku bersamamu.” - Roy Croft

3. "Kamu adalah kedamaian yang kuinginkan di dunia yang kacau ini."

4. Aku suka bagaimana kita kacau tapi romantis, berapa banyak masalah yang datang dan
pergi tetapi kita tetap stabil.

5. Kita telah melalui begitu banyak hal dan aku tidak akan ingin melewatinya dengan orang lain
selain kamu.

Aku biasanya tidak suka menulis tentang perasaanku, apalagi tentang cinta. Tapi karena
keadaan yang memaksa, sepertinya harus kulakukan juga. Karena jika tidak kutuliskan disini,
maka perasaan ini hanya akan kusimpan sendiri. Dan rasanya sayang sekali, karena kalau ku
ungkapan, surat ini bisa jadi surat cinta terindah yang pernah ada, tapi itu tidak akan terjadi.
Karena inilah surat cinta terindah yang tidak akan pernah sampai.

Aku masih ingat hari pertama kita bertemu, begitu aku melihatmu, aku langsung tahu, bahwa
orang ini akan menjadi orang yang memberi dampak dalam hidupku.

Saat kita mulai berbicara, aku menemukan lebih banyak hal lagi yang menarik diriku untuk jatuh
lebih dalam lagi dalam dirimu.

Misalnya karena selera humormu, atau selera musikmu yang aneh, atau bagaimana kamu suka
makan cokelat seperti aku.

Dan bagaimana kamu sangat baik hati, terutama padaku, tanpa menginginkan suatu balasan
apapun.

Dan saat kita berbicara tentang mimpi kita, tentang semua tempat yang kita ingin kunjungi, dan
semua hal yang ingin kita lakukan nanti.

Dan saat aku sedang duduk disana, di sampingmu, dengan hati berdebar-debar, aku sudah
tahu, bahwa aku ingin sekali kau menginginkanku, seperti aku menginginkanmu.
"Kalau aku adalah lautan, aku harap kau tenggelam di dalamnya."

Dan dengan sepenuh hati aku percaya, kalau kita memang diciptakan untuk bersama. Kaulah
jawaban dari semua pertanyaan yang selama ini terus kucari. Karena setiap kali aku melihatmu,
aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa bahagia. Dan saat kita tidak bersama pun, kau
masih tetap menghantuiku dalam mimpi.

Semua tanda-tanda itu meyakinkanku, kalau kita pasti akan menjadi sesuatu yang besar dan
luar biasa.

Tapi.
Terkadang, hal-hal baik yang terjadi tidak harus memiliki kelanjutan. Terkadang, mereka hanya
berhenti begitu saja. Tidak semua yang baik harus berakhir baik juga. Ini bukan salahmu, dan
juga bukan salahku. Memang mungkin, jalan cinta kita hanya sekian saja.

Terkadang aku masih menyayangkan, kalau aku ingat akan betapa besar potensi kita bersama.
Kita mungkin bisa menakhlukan dunia bersama. Tapi tidak, hanya sekian saja.

Aku pikir kamu merasakan sesuatu yang tak kalah hebatnya dengan apa yang aku rasakan.
Tapi tidak, hanya sekian saja.

Aku pikir kamu merasakan sesuatu yang tak kalah hebatnya dengan apa yang aku rasakan.
Tapi tidak, hanya sekian saja.

Dan aku dulu berpikir kalau aku akan bisa terus bertahan, menunggumu, jika sekiranya suatu
saat nanti kamu ingin mencariku. Tapi tidak, hanya sekian saja.

Akhirnya aku mengerti bagaimana rasanya mencintai seseorang begitu dalam, meskipun orang
tersebut tidak melihatku sebagai prioritas. Dan saking besarnya cinta itu, aku bahkan tidak
menuntut balas. Karena bagiku, merasakan perasaan itu saja sudah cukup. Aku pikir cinta itu
tidak akan ada habisnya, tapi tidak, hanya sekian saja.

Jadi dengan menulis surat ini, jeritan hati ini, aku telah menyelesaikan tugasku. Cinta di dalam
hati yang kusimpan ini, yang ingin mengucapkan dirinya padamu, akhirnya telah ku ucapkan.

Aku mencintaimu.

Berbahagialah di luar sana, aku tetap menginginkan yang terbaik untukmu. Walaupun mungkin
kita tidak bertemu lagi atau tidak menjadi suatu apapun lagi nanti, aku akan tetap mengingatmu
sebagai seseorang yang berdampak dalam hidupku. Jadi berbahagialah, karena aku pernah
mencintaimu.

Tapi sampai sekian saja.

Malam ini, Aku tidak pernah merasa seyakin ini dengan keputusan yang kubuat. Ketika aku
memintamu untuk menikah denganku dua tahun lalu, aku tahu bahwa kau adalah perempuan
yang tepat untukku. Setiap bulan, hari, dan waktu menjelang pernikahan kita adalah
masa-masa yang indah. Tanpa kamu ketahui, keberadaanmu di dekatku, selalu membuatku
jatuh cinta lagi, lagi dan lagi, tak pernah berubah, masih sama seperti saat mata ini
memandangmu untuk pertama kali. Kamu adalah perempuan yang cantik luar dan dalam, dan
mungkin aku tak perlu mengatakan tentang ini lagi padamu.

Aku pikir, sangat normal untuk banyak pria mengalami rasa gugup sebelum menikah. Aku rasa
ini bisa dimengerti, karena sebenarnya pernikahan adalah sebuah komitmen yang mengubah
hidup seseorang. Selagi aku menulis surat ini, dibanding merasa takut tentang tantangan masa
depan atau apa yang akan terjadi tanpamu, aku duduk di sini berpikir tentang irama hidup kita
nantinya.

Jika aku bisa hidup 100 tahun, maka dengan jujur aku tak akan mengubah pikiranku tentangmu
saat ini. Kamu benar-benar hal terindah dan terhebat yang pernah terjadi dalam hidupku, sejak
dari awal kita bertemu sampai perasaanku saat ini. Perasaan yang diperkenalkan kepada kita
saat masih jadi anak baru di sekolah, perasaan yang kita pertahankan sampai kuliah dan
dewasa. Perasaan yang selalu kita jaga dalam sehat atau sakit. Semua perasaan ini adalah
cinta.

Jadi kuharap kamu bisa mempertimbangkan untuk berkata, "aku bersedia" di altar nanti. Ini
adalah sebuah janji yang indah dalam kegembiraan, kesedihan, sakit, dan sehat. Ini adalah
sebuah janji untuk mencintai dan menghormatimu sepanjang hidupku.

Aku,

calon suamimu."

Surat 4

Dear calon suamiku…


Apa kabar imanmu hari ini? Sudahkah harimu ini diawali dengan syukur
karena dapat menatap kembali fananya hidup ini? Sudahkah air wudhu
menyegarkan kembali ingatanmu atas amanah yang saat ini tengah kau
genggam?

Wahai Calon Suamiku…


Tahukah engkau betapa Allah sangat
mencintaiku dengan dahsyatnya? Disini aku ditempa untuk menjadi dewasa,
agar aku lebih bijak menyikapi sebuah kehidupan dan siap mendampingimu
kelak. Meskipun kadang keluh dan putus asa menyergapi, namun kini
kurasakan diri ini lebih baik.

Kadang aku bertanya-tanya, kenapa


Allah selalu mengujiku tepat dihatiku. Bagian terapuh diriku, namun aku
tahu jawabannya. Allah tahu dimana tempat yang paling tepat agar aku
senantiasa kembali mengingat-Nya kembali mencintai-Nya. Ujian demi
ujian Insya Allah membuatku menjadi lebih tangguh, sehingga saat kelak
kita bertemu, kau bangga telah memiliki aku dihatimu, menemani harimu.
Calon suamiku…

Entah
dimana dirimu sekarang. Tapi aku yakin Allah pun mencintaimu
sebagaimana Dia mencintaiku. Aku yakin Dia kini tengah melatihmu
menjadi mujahid yang tangguh, hingga akupun bangga memilikimu kelak.

Apa
yang kuharapkan darimu adalah kesalihan. Semoga sama halnya dengan
dirimu. Karena apabila kecantikan yang kau harapkan dariku, hanya
kesia-siaan yang dapati.

Aku masih haus akan ilmu. Namun berbekal


ilmu yang ada saat ini, aku berharap dapat menjadi isteri yang mendapat
keridhaan Allah dan dirimu, suamiku.

Wahai calon suamiku…


Saat
aku masih menjadi asuhan ayah dan bundaku, tak lain doaku agar menjadi
anak yang solehah, agar kelak dapat menjadi tabungan keduanya di
akhirat. Namun nanti, setelah menjadi isterimu, aku berharap menjadi
pendamping yang solehah agar kelak disyurga cukup aku yang menjadi
bidadarimu, mendampingi dirimu yang soleh.
Aku ini pencemburu berat. Tapi kalau Allah dan Rasulullah lebih kau cintai daripada aku, aku
rela. Aku harap begitu pula dirimu.

Pernah
suatu ketika aku membaca sebuah kisah; “Aku minta pada Allah setangkai
bunga segar, Dia memberiku kaktus berduri. Aku minta kepada Allah hewan
mungil nan cantik, Dia beri aku ulat berbulu. Aku sempat kecewa dan
protes. Betapa tidak adilnya ini.

Namun kemudian kaktus itu


berbunga, sangat indah sekali. Dan ulatpun tumbuh dan beruba menjadi
kupu-kupu yang teramat cantik. Itulah jalan Allah, indah pada waktunya.
Allah tidak memberi apa yang kita inginkan, tapi Allah memberi apa yang
kita butuhkan.”

Aku yakin kaulah yang kubutuhkan, meski bukan seperti yang aku harapkan.

Calon suamiku yang di rahmati Allah…

Apabila
hanya sebuah gubuk menjadi perahu pernikahan kita, takkan kunamai
dengan gubuk derita. Karena itulah markas dakwah kita, dan akan menjadi
indah ketika kita hiasi dengan cinta dan kasih.

Ketika kelak telah


lahir generasi penerus dakwah islam dari pernikahan kita, Bantu aku
untuk bersama mendidiknya dengan harta yang halal, dengan ilmu yang
bermanfaat, terutama dengan menanamkan pada diri mereka ketaatan kepada
Allah SWT.

Bunga akan indah pada waktunya. Yaitu ketika bermekaran


menghiasi taman. Maka kini tengah kupersiapkan diri ini sebaik-baiknya,
bersiap menyambut kehadiranmu dalam kehidupanku.

Kini aku sedang


belajar menjadi yang terbaik. Meski bukan umat yang terbaik, tapi
setidaknya menjadi yang terbaik disisimu kelak.

Calon suamiku…

Inilah
sekilas harapan yang kuukirkan dalam rangkaian kata. Seperti kata
orang, tidak semua yang dirasakan dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Itulah yang kini kuhadapi. Kelak saat kita tengah bersama, maka
disitulah kau akan memahami diriku, sama halnya dengan diriku yang akan
belajar memahamimu.
Sudah Dulu Ya Calon Suamiku..
Salam Cintaku Untukmu..

Surat 3

Sayang, sebelumnya maaf jika tulisan ini terlihat panjang, memang hanya butuh beberapa
menit saja buatku menyelesaikan tulisan ini. Juga mungkin dibutuhkan hanya beberapa menit
saja untukmu membacanya hingga tuntas. Tapi, tulisan ini mewakili segenap perasaanku yang
tak lama lagi akan bersanding denganmu, seumur hidup.

Sayang, aku Cuma mau bilang...

Terima kasih karena telah memlihku

Aku yang bodoh ini, ada juga orang yang mempercayai untuk dibimbing dan dijadikan sebagai
istri yang cerdas.
Aku yang manja ini, juga dipercayai untuk menjadi pribadi yang kuat dan mandiri juga untuk
menjadi ibu mendidik anak-anak yang mandiri pula.
Aku yang sederhana ini, dicintai dan disayangi dengan penuh kesederhanaan.

Aku memang bisa masak, tapi belum tentu masakanku enak dimulutmu. Mungkin bisa
membahagiakan hatimu, tapi belum tentu membahagiakan lidah dan perutmu. Aku memang
terbiasa beres2 rumah dan menyiapkan segala keperluanku sendiri sejak kecil, tapi belum tentu
pekerjaan2ku bisa memenuhi standarmu.

Terima kasih telah mencintaiku


Aku gak akan pernah lupa, saat pertama kita bertemu. Kamu nampak gak asing, dari itu aku
merasa kita telah terasa dekat. Terima kasih telah menitipkan hatimu di hatiku. Meskipun aku
bukan sang malaikat yang tak pernah salah, aku selalu mencoba untuk membahagiakanmu dan
menjaga hatimu dari rasa sakit dan kesal. Kelak kita akan jadi sepasang yang halal, yang akan
saling menjaga hati masing2, dari merasa khawatir, gelisah, takut kehilangan dan perasaan2
lainnya yang mengganggu.

Meskipun kamu bukan pecinta ulung, tapi aku percaya itu hanya caramu yang tak ingin
membuatku jadi pribadi yang melow dan manja. Kelak sebagai istri, bukan hanya sikap
romantis yang dibutuhkan dari kamu sebagai suami, tapi sikap bertanggung jawab dan
pengertianlah yang benar-benar dibutuhkan setiap istri.

Terima kasih telah mau menerimaku apa adanya

Kita berdua memiliki kepribadian yang berbeda, tapi karena itulah hubungan kita jadi indah, dan
akan semakin indah kelak jika aku sudah halal untukmu. Banyak yang bisa aku pelajari darimu,
begitupun engkau mungkin banyak hikmah yang kau petik dari diriku. Kita saling melengkapi
satu sama lain dalam balutan kekurangan dan kelebihan masing2.

Kita dipertemukan bukan dalam kemudahan dan kenyamanan, kita dipertemukan dalam
kesulitan masing2 dari itu bersama berjuang dan akhirnya menemukan cinta. Maka, perlu kamu
tahu bahwa aku begitu bersemangat menjalani setiap hari, setiap minggu, setiap bulan dan
setiap tahun disampingmu dalam susah dan senang, terlebih kelak berstatus sebagai istrimu.
Semoga perasaan dan keyakinan ini selalu istiqomah dan bahkan semakin kokoh setiap
waktunya. Jadi, kamu gak perlu khawatir. Bukan harta, bukan tahta, dan bukan gelarmu yang
aku lihat, karena uang kita bisa cari bersama, tapi ketegaranmu dalam hidup yang buat aku
percaya bahwa kamu juga bisa jadi pemimpin yang kuat dan penuh cinta untukku kelak.

Aku bermimpi untuk jadi srikandimu, jadi perhiasan duniamu, jadi surgamu. Dimana kamu akan
merasa selalu bahagia di sampingku, dan menjadikan aku kebanggaan di hidupmu yg
memberikan keindahan dan kenyamanan lahir batin di dalam rumahmu. Aku bermimpi untuk
jadi sahabat terbaikmu sepanjang masa. Diantara segelintir sahabat wanitamu diluar sana, aku
akan jadi bukan hanya sekedar sahabat, tapi juga belahan jiwamu, ibu dari anak2 lucumu,
disaat aku jauh darimu maka hidupmu terasa hampa dan kosong. Sahabat yang bisa
memelukmu erat saat susah, dan sahabat yang mengingatkanmu untuk tawadhu saat senang.
Aku akan jadi wanita terspesial di hidupmu, selain ibumu.

Kelak, jadilah engkau seorang suami yang selalu mengerti dan mendengarkan, menjagaku lahir
dan batin, menguatkan, pantang menyerah dalam usaha, sahabat terbaik sepanjang masa
bagiku, dan teladan yang baik untukku dan anak2 kita. Tak ada hal yang lebih diimpikan setiap
wanita selain memiliki suami terbaik yang memberikan keamanan lahir batin. Maka pundakmu
akan jadi sandaran pertamaku saat menangis, tanganmu adalah tangan yang selalu
menopangku saat jatuh, bibirmu akan mencium keningku setiap malam sebelum tidur, dan
wajahmu akan jadi wajah pertama yang aku lihat setiap pagi, seumur hidupku.

Sayang, jangan pernah khawatirkan hidup ini!


Apapun yg orang bilang kita adalah yang terkuat, dalam rumah tangga kita kelak. Apapun
godaannya diluar sana kita akan jadi sepasang yang tetap saling mencintai sampai tua nanti.
Apapun ujian rumah tangga yang menimpa, kita akan tetap saling memahami dan memaafkan.
Aku bukan takut akan penghianatan dirimu, tapi yang aku takutkan adalah diriku sendiri. Takut
tak bisa menjadi istri yang baik dan menjaga amanah, takut tak bisa jadi istri yang istiqomah
dalam ketaatan kepadamu. Tapi dibalik semua ketakutan itu, aku percaya satu hal bahwa kamu
bisa jadi pembimbingku yang baik. Amin.

Jangan khawatirkan pula soal biaya pernikahan, mas kawin, atau apalah yang membuatmu
penat. Menikah itu murah, yang mahal itu gengsinya. Aku, menegaskan, bukan semua itu yang
jadi tuntutan. Tapi yang lebih penting ialah bagaimana kamu bisa menjaga amanahmu sebagai
suami, setelah kita menikah dan seumur hidupmu.

Sayang, masa depan kita memang abu2, entah akan senang atau malah susah. Tapi satu hal,
setiap istri melihat suaminya tak pantang berusaha adalah suatu semangat dan kebanggaan
tersendiri dalam hidupnya, tak peduli apapun hasilnya. Hidup pun berputar, saat ini kita susah
mungkin satu saat kita senang, jika tiba waktunya kita senang mungkin kita diberi cobaan lagi.
Tapi semua itu akan selalu indah untuk dilalui bersama, dalam rumah tangga kita yang penuh
cinta. Semoga Allah meridhoi niat baik kita, dan diberi kemudahan dalam setiap urusannya.

Amin

Surat 2

Kelak saat kita bersama, maka disitulah kau akan memahami diriku, sama halnya dengan diriku
yang akan belajar memahami dirimu.

Dulu, aku mencinta karena aku butuh. Namun sekarang, aku membutuhkanmu karena aku
mencintaimu.

Untuk calon suamiku yang masih sibuk dalam kelelahanmu. Ketahuilah bahwa aku selalu
menunggumu. Menunggu menjadi kendaraan yang nyaman buatmu. Menjadi rumah yang
lapang untukmu. Menjadi penunjuk jalan yang lurus untukmu. Menjadi penyejuk hatimu.

Bunga akan indah pada waktunya ketika bermekaran menghiasi taman. Maka kini tengah ku
persiapkan diri ini sebaik-baiknya untuk menyambut kehadiranmu di dalam kehidupanku.

Apabila hanya sebuah gubuk menjadi pernikahan kita, tak akan ku namai dengan gubuk derita,
karena itulah markas bahwa kita dan akan menjadi indah ketika dihiasi dengan cinta dan kasih.

Wahai calon imamku. Di sini aku ditempa untuk menjadi dewasa, agar aku lebih bijak
menyingkapi sebuah kehidupan dan siap mendampingimu kelak. Meskipun kadang keluh dan
putus asa menyergapi, namun kini kurasakan lebih baik.

Pasangan paling bahagia di dunia ini tidak pernah memiliki sifat yang sama. Mereka hanya
saling memahami dengan baik tentang perbedaan yang mereka miliki.
Kau hadir mengisi kehidupanku. Kau ketuk pintu hatiku, yang membuatku enggan berpaling dan
menjauh darimu. Kau hadirkan bunga-bunga asmara antara kita. Hingga sampai saat di mana
ku tersadar, entah jalan apa yang sedang kulalui ini. Tanpa petunjuk mana yang benar dan
mana yang salah. Karena semua masih nampak abu-abu, belum jelas ujung dari semua ini.

Duhai calon pemilik tangan gagah yang menolongku ketika aku terpuruk dan jatuh. Lindungi
aku dalam perjalanan hidup kita, ketika engkau terluka kan kubalut dengan cinta jiwa yang
merona, menyembuhkan segala perih dalam jiwamu.

Peluklah hati ini di saat ku mulai merasa gelisah, dalam penantian penuh kesabaran ini.
Terkadang hatiku merasa rindu pada dia insan yg ku cintai dalam diamku.

Inilah sekilas harapanku yang terukir dalam rangkaian kata. Seperti kata orang, tidak semua
yang dirasa dapat diungkapkan dengan kata-kata, itulah yang kini aku hadapi.

Kini aku sedang belajar menjadi yang terbaik, meski bukan manusia terbaik, tapi
setidak-tidaknya menjadi yang terbaik di sisimu kelak.

Memang di hadapanmu aku malu memandangmu. Tetapi di hadapannya aku terang-terangan


meminta agar dijodohkan denganmu.

Aku yakin, jika dua orang sudah ditakdirkan untuk bersama, maka dari sudut bumi manapun
meraka berasal pastilah mereka akan bertemu.

Aku sedang mempersiapkan diriku, agar menjadi yang terbaik saat menjadi istrimu nanti.

Namun nanti setelah menjadi istrimu, aku berharap menjadi pendamping yang solehah, agar di
surga cukup aku yang menjadi bidadarimu. Walau aku ini pencemburu berat, kalau Allah dan
Rasulullah lebih kau cintai dari pada aku, sungguh aku rela. Aku harap begitu pula dirimu.

Aku ingin cinta yang akan berkata: "Bahkan kematian pun tidak akan memisahkan kita, karena
kelak kita akan dipertemukan kembali di surga", Insyaallah.

Aku akan memohon kepada Allah untuk berjumpa denganmu dua kali, sekali di dunia ini dan
sekali lagi di surga nanti.

Aku mencintaimu karena agamamu. Jagalah hatiku dengan imanmu, wahai calon imanku.

Ujian demi ujian, insya Allah membuatku lebih tangguh sehingga saat kita bertemu, kau bangga
telah memiliki aku dihatimu.

Bila dia memang baik untukku, agamaku, masa depan dunia dan akhiratku, bisa membimbing
dan membawaku lebih dekat pada-Mu, maka dekatkanlah diriku dengannya & satukanlah kami
dalam pernikahan yang sakinah, mawaddah, warrahmah.

Semoga Allah selalu menjagamu agar tak tersentuh yang bukan mahrammu, meski hanya
seujung kuku. Agar kau bisa mempersembahkan dirimu seutuhnya untukku seperti halnya aku
yang ingin mempersembahkan diriku seutuhnya hanya untukmu.
Surat 1

Untukmu, yang masih terus kusebut dalam doa

Hey, sedang apa kamu sekarang?

Kubayangkan dirimu sedang tenggelam ditengah kesibukan. Serius menatap layar, memeras
otak untuk belajar, atau tengah asyik berbincang bersama kawan seperjuangan. Sadarkah
dirimu, kamu selalu tampak lebih gagah saat sedang berkonsentrasi penuh seperti itu? Aku
ingin segera bisa menyapukan jariku di tulang rahangmu. Meletakkan kepala pada jarak antara
kepala dan bahumu.

Aku, merindukanmu. Dari dulu.

Berani bertaruh, keberadaan calon istrimu ini sedang tak sedikit pun berkelebat di pikiran. Kau
kerap menyingkirkanku demi bisa fokus mengejar impian. Tapi tak layak rasanya jika kuangkat
suara keberatan. Menyadari bahwa kau telah dipersiapkan sepatutnya membuatku merapal
syukur tak berkesudahan.

Aku selalu membayangkan bagaimana nanti kita akan bertemu. Apakah akan lucu, romantis
atau justru sebenarnya kau dan aku sudah saling mengenal dari dulu? Apapun jalannya, aku
berharap kelak kita akan saling menemukan. Bertukar pandangan untuk kemudian tahu:

Akulah muara akhir petualanganmu. Kehadiranmu, mencukupkanku.

Sayang, yang namanya selalu terapal dalam doa dari fajar hingga ujung malam

Sesungguhnya aku tak sabar ingin segera bisa mengajakmu jalan-jalan. Kita memang bukan
pasangan yang gila pada kencan romantis di kafe yang harganya membuat pupil mata
membesar.

Hari-hari kita akan dilalui dengan biasa-biasa saja. Di pagi hari, kau mengecup keningku
sebelum berpisah untuk bekerja. Kebutuhan hidup memang makin tak bisa dipenuhi jika tidak
disokong berdua. Kesibukan kadang membuat kita lupa untuk saling berkirim kabar. Jangankan
saling mengirim pesan mesra, ingat mengabari sedang di mana saja sudah untung.

Sebelum kita sempat bertemu, izinkan aku mengucap terima kasih atas keberadaanmu

Terima kasih telah mempersiapkan dirimu untuk menyambutku. Kau mengorbankan waktu
tidurmu, merelakan indahnya masa mudamu demi bisa lebih siap menjemput masa depan
bersamaku. Saat teman-temanmu kecanduan main DoTA, kau justru begadang demi
menyelesaikan tugas terakhirmu sebagai mahasiswa. Kau memilih belajar bekerja dibanding
nongkrong hingga pagi buta. Mengikhlaskan gelak tawa yang semestinya kau nikmati sampai
puas semasa muda. Terima kasih atas kedewasaanmu. Sebagai pria, kamu sadar harus lekas
lulus dan mulai menjajaki dunia yang sebenarnya.
Terima kasih sudah tumbuh jadi lelaki yang bisa diandalkan. Kamu tak hanya lihai memperbaiki
mobil dan mengganti ban, namun memang layak jadi panutan. Di sampingmu aku tak pernah
merasa kekurangan. Kamu tak hanya menghujaniku dengan berbagai pemenuhan kebutuhan,
tapi juga menghujaniku dengan banjiran perhatian.

Bersamamu kutemukan pendampingan yang membebaskan. Kadang tak habis pikir, kenapa
aku yang banyak kurang bisa begini mudah mendapat keberuntungan?

Aku bukan wanita sempurna. Mendampingiku akan membuatmu melihat banyak cela

Diluar sana masih banyak yang lebih cantik dibanding aku. Mereka yang lebih lihai
memadankan baju, cerdik memulaskan pewarna di muka tanpa harus canggung dihadapmu.
Tapi kau menganggap semua aksesori itu tak perlu.

Kau ikhlas mengakrabi nadi di gurat leherku, kau pasrahkan liat tubuhmu pada tak lentiknya jari
tanganku. Tak jarang aku malu saat kita bercumbu, namun kau lihai menyihirku jadi penggoda
nomor satu: hanya untukmu.

Terima kasih, untuk selalu menjaga hatiku.

Jika suatu hari kita bertengkar hebat, tolong ingatlah…

Kita bisa berubah jadi monster paling menyebalkan bagi satu sama lain. Kamu sudah tak tahan
lagi dengan omelan cerewetku yang kadang memang tak ada habisnya. Aku pun tak lagi bisa
mentoleransi kebiasaanmu yang terlihat jorok di mataku. Bagaimana bisa kaus kaki kotor tak
kau taruh di keranjang cucian? Justru kau biarkan tergeletak di lantai kamar.

Kamu ingin aku menerimamu apa adanya. Aku berharap kau berubah. Kita saling membentak.
Jari tertuding tak mau kalah.

Saat aku sedang keras kepala — peluk aku dan ingatkan — mau tak mau salah satu dari kita
harus diam. Cinta bukan kompetisi yang perlu menghitung poin menang-kalah. Waktu kau lelah
menghadapi egoismeku, bicaralah. Calon istrimu ini tak pandai membaca kode tanpa arah. Di
titik kau tak mampu lagi dan ingin pergi, ingat kembali. Tuhan tak mungkin mempersatukan kita
dengan suci hanya untuk semudah itu diakhiri.

Maka, bersediakah kamu?

Maukah kau jadi kawan terbaikku membangun masa depan? Jadi orang yang aroma badannya
kuhirup saban malam. Pria yang namanya tak pernah alpa kusebut di tiap sujud dan tangkupan
tangan.

Kita akan memulai segalanya dari nol. Barangkali kau dan aku tak akan langsung hidup
nyaman. Rumah kontrakan sederhana juga sudah cukup membahagiakan.

Sudikah kamu jadi Bapak dari anak-anakku? Mereka yang akan kita dewasakan bersama.
Nyawa-nyawa baru yang akan kita biasakan untuk rajin membaca. Tak mengalah pada kuasa
tablet digital yang membuat mereka kian tak peka.
Akankah kau mengijinkanku jadi wanita yang memiliki nama belakangmu? Menjadi pribadi
terhormat yang mengandung anak dari benihmu.

Maukah kau menghabiskan masa denganku? Dengan rendah hati menerima segala kurang dan
lebihku, mengingatkanku untuk lebih bersabar setiap nada suaraku mulai meninggi karena
kesal. Aku tak bisa menjanjikan apa-apa, selain akan lebih berusaha untuk jadi wanita yang
membahagiakanmu dalam berbagai masa.

Kita akan menua bersama,ditemani tawa dan kerut yang makin nyata.

Berjanjilah, tak peduli nanti kita akan berselisih paham; kekurangan uang; anak-anak kita
berulah dan menyusahkan — kau dan aku akan kembali saling menatap untuk menemukan
keyakinan : selama masih bersama kita akan tetap baik-baik saja.

Relakah priaku, jika kau kudampingi sampai surga?

Sayang, dari 3,4 miliar pria diluar sana: aku berharap kamu ada.

Sampai kelak kita bertemu,

Calon Istrimu

Anda mungkin juga menyukai