Anda di halaman 1dari 3

Khotbah Lukas 23:33-43 Bapa Ampunilah Mereka

Bapa Ampunilah Mereka


Luk.23:33,34; 39-43

Tujuan: Dalam rangka memperingati Hari Kesengsaraan Tuhan, jemaat diajak untuk merenungkan
kembali salah satu ucapan Tuhan Yesus di kayu salib, agar mereka mengalami pembaharuan
baik di dalam hidup maupun pelyanan mereka.
Pendahuluan
Tujuh perkataan terakhir yang diucapkan Tuhan Yesus, dikenal dengan sebutan “7 Perkataan Salib”,
disebut demikian karena ke-7 perkataan itu memang diucapkan Tuhan pada saat-saat terakhir
hidupNya ketika Dia disalibkan. 7 perkataan ini mengandung makna yang sangat penting dan dalam,
sehingga cukup banyak orang sulit mengertinya. Di dalam khotbah, kalimat ini seringkali dikatakan
sebagai doa Tuhan bagi orang berdosa. Tapi bagaimana pengertiannya? Apakah dalam arti Tuhan
berdoa bagi dosa yang mereka lakukan kepadaNya? Dan apakah dengan doa ini mereka benar-benar
diampuni dosanya oleh Bapa karena sang Anak telah berdoa bagi mereka?
               Di lihat dari ajaran kitab suci, tidak mungkin terjadi seperti itu. Alkitab secara jelas dan
tegas mengajarkan bahwa pengampunan dosa terjadi melalui penyesalan dan pertobatan dari pribadi
yang bersangkutan, bukan karena doa permohonan pihak ke tiga. Tidak ada pengampunan tanpa
pertobatan, ini prinsip Alkitab. Kalau begitu, apa arti kalimat ucapan Tuhan yang agung ini?
Isi
Keagungan dari kalimat ucapan Tuhan Yesus ini, pertama-tama harus dilihat dan dimengerti di
dalam kaitannya dengan serangkaian peristiwa yang secara khusus terjadi sejak malam sebelumnya.
Setelah perjamuan malam yang terakhir bersama murid-murid, Yudas pergi untuk menjalankan
rencana penghianatannya kepada Tuhan. Dia pergi menjual Tuhan kepada para pemimpin Yahudi
dengan 30 keping uang perak.
               Setelah Yudas pergi, Tuhan mengajak murid-muridNya menuju sebuah taman yang dikenal
dengan “Taman Getsemani”. Di sana Tuhan bergumul sepanjang malam sendirian berdoa kepada
Bapa. Dari seluruh inkarnasi-Nya, ini adalah saat yang paling berat bagi Tuhan. Dia sadar bahwa
saatNya telah tiba. Sebentar lagi Dia harus menerima cawan murka yang mengerikan itu. Suatu
peristiwa yang sangat-sangat mengerikan segera harus Dia alami, dan Dia bergumul dengan perasaan
sangat ketakutan. Ini adalah saat di mana Tuhan paling membutuhkan dukungan para murid yang
begitu dikasihiNya, tetapi mereka tidur bahkan termasuk 3 murid yang paling dekat dengan Dia;
Petrus, Yohanes, dan Yakobus. Mereka tertidur karena mereka tidak mengerti apa yang sedang
Tuhan hadapi.
               Di dalam kesendirian Dia bergumul, dan sendirian juga Dia menghadapi orang-orang yang
membenci-Nya yang datang dengan membawa pasukan asing untuk menangkap Dia. Yesus
ditangkap, dan malam itu juga Dia di bawa ke rumah Imam Besar. Di sana, di rumah Iman Besar,
Dia diolok-olok, dihujat, ditutupi mukaNya untuk dipukul dan dipermainkan.
               Keesokan harinya, Dia diadili oleh pengadilan agama orang-orang Yahudi yang tidak
mengerti apa arti dari agama yang mereka yakini itu, mereka mempertanyakan
identitasNya,  “Apakah Engkau Kristus? Apakah Engkau Anak Allah?” Belum pernah ada satu
orang pun yang mampu melakukan apa yang dilakukan Yesus di tengah-tengah mereka, kalau Dia
bukan Mesias, kalau Dia bukan Anak Allah, Dia tidak mungkin dapat melakukan apa yang
dinubuatkan oleh Yesaya tentang pekerjaan Mesias. Mereka bukan belum tahu, tapi mereka memang
sungguh-sungguh tidak mengerti! Mereka mengklaim diri sebagai pemimpin agama, tapi
sesungguhnya mereka buta sama sekali tentang kebenaran!
               Dialog singkat yang terjadi di antara Tuhan dengan mereka, hanya membuat mereka
semakin dirasuk dengan kemarahan dan kebencian, lalu mereka membawa Yesus ke hadapan
Pilatus. Dari mula, Pilatus sudah tidak tertarik untuk mengurus perkara ini, maka dia mengirim
Yesus kepada Herodes. Di tempat Herodes kembali Yesus dijadikan bahan olok-olokan untuk
kemudian dikembalikan kepada Pilatus.
Kali ini, Pilatus tidak bisa menghindar lagi, dia dipaksa untuk mengadakan pengadilan resmi
atas status jabatannya sebagai wali dari Kekaisaran Romawi. Di sana, Yesus diadili melalui suatu
pengadilan yang paling tidak adil; karena Dia tidak melakukan kesalahan apapun dan tuduhan yang
diajukan adalah tuduhan palsu yang tidak bisa dibuktikan, dan Pilatus sendiri jelas tidak dapat
membuktikan kesalahan apapun pada diri Yesus. Tapi demi untuk mengambil hati menyenangkan
orang Yahudi, dia memutuskan hukuman salib atas diri Tuhan Yesus.
Mereka menerima Yesus, menelanjangi dan mencambuk-Nya, mereka memasang mahkota
duri di atas kepala-Nya, dan mereka membawa Dia menelusuri lorong-lorong kota Yerusalem, dan
Yesus menapaki sepanjang jalan penderitaan itu menuju Kalvari untuk disalibkan di sana.
Mengapa Dia menerima saja perlakuan seperti itu? 
Karena kasih-Nya kepada orang berdosa. Karena ini memang jalan yang harus Dia tempuh untuk
menyediakan satu-satunya jalan, agar orang berdosa dapat diampuni dosanya dan diselamatkan dari
hukuman ilahi. Yesus Kristus menerima penolakkan manusia sepenuh-penuhnya. Dia dikhianati
murid-Nya sendiri; Dia ditinggalkan oleh murid-murid lainnya; Dia diperlakukan sebagai kriminal;
Dia diadili secara tidak adil; Dia dihina, dipukul, dicambuk, diludahi,  dimahkota duri, disalibkan di
atas kayu palang dan terus dihujat. Paku-paku tajam menghunjam di kedua tanganNya, dan ketika
salib itu ditegakkan, berat tubuhNya sendiri membuat luka paku itu semakin terkoyak. Tetapi, di
dalam keadaan seperti itulah terlontar suatu kalimat yang menggoncangkan jiwa, “Bapa ampunilah
mereka karena apa yang mereka lakukan, mereka tidak tahu …”
Apakah ucapan Tuhan Yesus ini berarti bahwa Dia sedang berdoa bagi mereka yang telah
melakukan semua penghinaan itu kepadaNya supaya dosa mereka diampuni? Apakah dengan
kalimat itu maka dosa-dosa mereka diampuni Allah Bapa? Tidak! Makna dari kalimat ucapan ini,
bukan berarti Tuhan sedang berdoa bagi mereka dan oleh doaNya mereka diampuni dosanya. Tidak
mungkin mereka yang melakukan penghinaan seperti itu terhadap kewibawaan Allah dan yang telah
menyalibkan Kristus hari itu diampuni begitu saja, sedangkan mereka sama sekali tidak menyesali
perbuatan mereka hingga saat terakhir Tuhan menghembuskan nafas. Kalau begitu, lalu apa arti dari
kalimat ini? Kalimat ini diucapkan, untuk mengungkapkan kepada manusia berdosa; seberapa
dalamnya Kristus berbelas kasihan dan mengasihi orang berdosa!
Di dalam cerita silat kita membaca satu tema dasar yang menjadi inti dari semua cerita:
pembalasan dendam! Awal kisah dimulai dengan terbunuhnya seseorang, entah keluarga atau orang
tua atau guru atau perguruan diserang, kemudian tampillah orang yang akan menjadi peran utama
cerita, berdiri dengan lantang berkata: “Jika aku tidak membalas dendam darah ini, biarlah aku
dikutuki oleh langit dan jangan dianggap manusia lagi!”  Dari sanalah berkembang cerita yang
dikemas dengan serunya. “Balas dendam” itulah tema utama cerita-cerita silat dan banyak film aksi,
dan itu memang logis bagi sifat manusia yang hatinya sudah cemar oleh dosa. Gigi ganti gigi, mata
ganti mata – bahkan itulah ajaran PL yang dimengerti secara salah oleh para pengajar Yahudi.
Jikalau pada saat itu, ketika sayatan luka paku itu mengoyak lengan Tuhan sementara orang-
orang berdiri di sana menyoraki penderitaanNya, lalu Dia berseru: “Bapa, hajarlah umatMu yang
durhaka ini sekeras-kerasnya karena dosa yang diperbuat mereka!” Lalu bumi terbelah menelan
habis orang-orang itu. Seandainya terjadi seperti itu, tentu tidak ada seorangpun akan mengajukan
keberatan karena memang hak Allah membalas kejahatan. Dan bukankah di dalam PL pernah terjadi
penghukuman ilahi seperti itu? Apa yang dilakukan orang-orang Yahudi terhadap Anak Allah adalah
dosa yang terlalu besar, ditangkap dan dinilai oleh logika manusia. Tapi Tuhan tidak melakukan itu.
Di atas salib, Kristus memperagakan kasih yang paling sempurna. Setelah semua penghinaan yang
dialami, Tuhan Yesus justru melontarkan kalimat yang sama sekali tidak masuk akal. “Bapa   ampuni
mereka …”
Ini bukan basa-basi, ini menunjukkan betapa Dia sungguh-sungguh mengerti kondisi ketidak
berdayaan manusia yang terjerat dan dibutakan oleh dosa. Mereka sedang melakukan suatu dosa
yang akan membuang mereka ke dalam neraka kekal, tetapi mereka melakukannya dengan semangat
antusiasme yang buta, karena mereka memang buta. Mereka memang tidak tahu apa yang sedang
mereka lakukan, dan Tuhan berbelas kasihan atas kondisi manusia seperti itu. Inilah kebenaran
pertama yang terkandung dalam ucapan Tuhan.
Kebenaran kedua yang dapat kita tangkap dalam kalimat Tuhan yang agung ini adalah
berkenaan dengan tujuan dari pengucapanNya, yaitu supaya hati orang berdosa yang keras
dihancurkan oleh kekuatan kasih yang luar biasa itu. Supaya orang berdosa yang mendengar kalimat
agung ini sadar bahwa baginya satu kesempatan sedang ditawarkan; kesempatan untuk bertobat dan
menerima pengampunan dosa.
Kita harus ingat bahwa kalimat ini dicatat di dalam Injil Lukas, yang secara khusus
menekankan dua salib lainnya. Ada 3 salib berdiri di bukit Golgota pada hari itu. Salib di tengah
adalah salib yang menyatakan kasih dan belas kasihan Allah kepada orang berdosa. Sedangkan 2
salib lainnya adalah pernyataan sikap manusia terhadap curahan kasih itu. Salah satu perampok yang
di salib, menertawakan dan menghujat Tuhan. Tetapi satu perampok lainnya bereaksi lain. Ketika
kalimat yang tidak masuk akal itu terlontar keluar dari mulut Tuhan, hatinya tergoncang dan dia
sadar tidak akan pernah ada seorang manusia yang mampu memiliki hati berbelas kasihan kepada
musuh seperti itu. Tidak ada!
Apa yang diucapkan oleh orang yang bernama Yesus ini, adalah suatu ucapan ilahi. Hanya
Anak Allah yang mampu memiliki hati penuh kasih seperti itu. Dan kalau Yesus sungguh adalah
Anak Allah, maka inilah satu-satunya kesempatan bagi dirinya untuk menerima pengampunan dan
kemurahan Tuhan. Itu sebabnya dia memohon dan berharap kepadaNya: “Yesus, ingatlah akan aku
kalau Engkau datang kembali sebagai Raja.” Ini adalah suatu pengharapan eskatologis; dia
memohon kepada Tuhan supaya ketika hari penghakiman itu tiba, dia boleh mendapat belas kasihan
dari Tuhan. Dan dia mendapatkannya.
Hari itu, ada 2 orang berdosa yang sedang berdiri di tepi jurang neraka menanti ajal. Salah
satu di antaranya bertobat karena mendengar ucapan Tuhan Yesus ini. Dia telah meraih kesempatan
yang Tuhan tawarkan, dia diterima oleh Tuhan di Firdaus. Sedangkan seorang lainnya mengabaikan
ucapan Tuhan, dengan kekerasan hatinya dia membuang dirinya sendiri masuk ke dalam neraka
kekal!
Allah mengasihi orang berdosa. Dia mengorbankan AnakNya sendiri untuk menderita semua
penghinaan dari manusia. Dia mengutus AnakNya ke dalam dunia menjadi manusia untuk
menanggung hukuman ilahi atas dosa, dan di atas salib Dia menyatakan kasih-Nya yang sejati
kepada orang berdosa yang buta dan tidak berdaya. Manusia membenci Allah dengan hati yang
buta, namun Kristus tetap berbelas kasihan kepada orang berdosa. Dia menawarkan satu
kesempatan bagi orang berdosa untuk bertobat dan menerima pengampunan.
Makna dari ucapan agung Tuhan Yesus ini adalah Injil, berita baik bagi orang berdosa yang
membenci dan menolak Dia. Kondisi keberdosaan manusia telah merusak kehidupan sedemikian
rupa, menghilangkan sukacita dan kepuasan jiwa yang sejati, membuat hidup manusia kering dan
kosong. Kekeringan dan kekosongan jiwa seperti itu tidak bisa diselesaikan itu dengan uang dan
harta. Hanya pengampunan Tuhan yang bisa merubah hati, membersihkan dosa dan memberi
kepuasan jiwa dan kebahagiaan sejati. Ucapan yang agung ini adalah tantangan bagi orang berdosa
untuk bertobat dan kembali kepada Allah.
Makna klasik ini sudah sering kita dengar. Tapi apakah kita merasa bahwa makna kalimat ini
juga untuk kita semua yang sudah menjadi anak-anakNya? Di dalam kehidupan dan pelayanan kita
bersama, bukankah kita juga berulangkali melakukan kesalahan dan dosa? Apakah pelayanan kita
sampai hari ini telah membawa kemajuan bagi Gereja Tuhan? Apakah melalui pelayanan kita selama
ini jemaat Tuhan telah dibangun imannya dan dibimbing untuk hidup memuliakan Tuhan dan
mereka telah melakukan itu dan hati Bapa kita berkenan atas semuanya?
Bukankah sampai hari ini kita terus gagal dan gagal melakukan apa yang menjadi tugas dan
tanggung jawab kita, dan karena itulah Gereja Tuhan tidak mengalami kemajuan yang berarti?! Dan
bukankah begitu sering kita tidak mampu menyadari itu, terlebih lagi mengakuinya! Bukankah kita
sama membutuhkan belas kasihan dan pengampunan Tuhan? Bukankah kalimat yang agung itu
juga masih selalu terasa begitu menggoncangkan hati kita?
Menyambut peringatan Hari Kesengsaraan Tuhan tahun ini, mari kita merenungkan kembali
bersama kalimat Tuhan yang agung ini. Dan biarlah perenungan ini membawa suatu pembaruan di
dalam hidup dan pelayanan kita kepada-Nya.

Amin

Anda mungkin juga menyukai