Anda di halaman 1dari 3

UNGKAPAN SYUKUR YANG SEJATI

(Imamat 7:11-13, Roma 12:1-3)

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,

Mengungkapkan rasa syukur  atas berbagai peristiwa


penting dan berkesan yang kita alami dalam kehidupan kita, merupakan sebuah sikap hidup
yang layak  untuk kita nyatakan selaku orang percaya di hadapan Tuhan. Hal itu kita lakukan
sebagai bentuk kesadaran kita tentang keterbatasan kita sebagai manusia, namun kemudian 
kita dapat mengalami sesuatu yang mensukacitakan di luar dari batas ketidakmampuan kita,
karena kita meyakini bahwa ada  suatu sosok pribadi yang berperan di dalamnya yang
memiliki kuasa, yaitu Tuhan. Entah peristiwa itu terjadi dimana kita boleh mengalami
tuntunan dan menerima berkat Tuhan dalam usaha dan pekerjaan kita, mengalami
kesembuhan dari penyakit yang selama ini kita derita, terluput dari sebuah musibah,
mengalami pertambahan umur, mengalami kenaikan pangkat, dan sebagainya. Ada begitu
banyak peristiwa penting yang bisa dijadikan sebagai alasan bagi setiap orang untuk
menyatakan ungkapan syukurnya kepada Tuhan. Juga, ada begitu banyak cara yang dapat
dilakukan oleh setiap orang dalam mengekspresikan rasa syukurnya.
Dalam konteks Perjanjian Lama misalnya, sebelum Allah memperkenalkan diri
kepada umat Israel sebagai jalan keselamatan di dalam Yesus Kristus, dan umat Israel belum
mengenal Yesus Kristus secara pribadi, kita menemukan suatu bentuk kebiasaan praktek
ucapan syukur yang sering dilakukan oleh umat Israel kepada Allah yang mereka yakini
sebagai sumber hidup dan keselamatan mereka. Dalam praktek ini, setiap kali mereka hendak
menyatakan rasa syukurnya, mereka harus memberikan suatu korban bakaran bagi Allah,
yaitu korban berupa hewan dengan berbagai kelengkapan lainnya ( seperti: sajian roti sesuai
dengan ketentuan bentuk olahannya).
Korban syukur dalam perjanjian lama identik dengan memberikan yang terbaik dan
sempurna bagi Allah. Yaitu korban yang tak bercacat. Setiap orang yang hendak memberi
korban syukur harus dengan kejujuran dan tidak dengan berbohong. Mereka diwajibkan
memberi persembahan berdasarkan kemampuan mereka masing-masing, yaitu sesuai berkat
Tuhan yang ada padanya. Kalau orang kaya yang sanggup membawa domba, maka yang
dibawa haruslah domba, tidak boleh burung tekukur. Mereka melakukan ini semua sebagai
wujud ucapan syukur atas karya keselamatan dari Allah yang maha ajaib terjadi dalam
kehidupan mereka.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Dalam konteks Perjanjian Baru, kita tidak lagi mempersembahkan korban syukur
melalui kurban hewan, tapi kita datang di hadirat Tuhan dengan mempersembahkan diri
sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada-Nya. Prinsip ini mengajarkan
kita bahwa ibadah syukur yang sejati adalah ibadah secara keseluruhan hidup kita dan secara
pribadi kita membawa diri kepada Tuhan. Yang diharapkan oleh Allah adalah kehadiran
langsung diri kita di hadirat-Nya. Adapun kalau kita membawa persembahan “materil” dalam
setiap ibadah yang kita lakukan, itu adalah bentuk jawaban atas panggilan kita dalam
mendukung operasional pelayanan bagi persekutuan hidup di dalam dunia ini bagi kemuliaan
Tuhan.
Melaui suratnya kepada jemaat di Roma, Rasul Paulus menegaskan, “Karena itu,
saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang
berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Roma 12:1). Ini mengajarkan
kepada kita bahwa menghitung-hitung berkat Tuhan bukanlah berdasarkan materi semata
yang kita terima atau yang bisa kita nikmati, tapi yang utama adalah berdasarkan kualitas
penghayatan iman kita mengenai betapa besarnya kasih dan pengorbanan Yesus Kristus yang
telah relah mati demi menyelamatkan kita. Itulah berkat yang sesungguhnya. Pengorbanan
Yesus telah menjadi jaminan hidup dan sumber berkat dalam menjalani segala tantangan
kehidupan di dunia sekarang ini menuju pengharapan kekal di dunia akhirat. Penghayatan
demikian akan berdampak pada sebuah kesadaran iman setiap orang untuk senantiasa
bertanya pada dirinya; sudah seberapa besar perubahan hidup pada dirinya, keluarganya dan
orang-orang disekitarnya karena telah menikmati berkat keselamatan dari Allah di dalam
Kristus Yesus.
Dari proses perenungan yang mendalam tentang kasih Allah yang begitu besar dan
ajaib, yang telah menjadi korban keselamatan kepada kita, akan menggerakkan kita secara
spontan dan tulus datang kepada-Nya membawa kehidupan kita sebagai persembahan syukur
melalui puji-pujian dan berbagai bentuk pelayanan dan kesaksian yang bisa kita perankan.
Dalam Ibrani 13:15, dikatakan, “Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa
mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-
Nya”. Dengan mulut kita memuji dan memuliakan nama Tuhan. Hal Ini menjelaskan kepada
kita bahwa bersyukur adalah satu nilai ibadah yang berkenan kepada Tuhan. Jadi, ucapan
syukur antara lain diwujudkan dengan puji-pujian. Puji-pujian adalah suatu reaksi iman untuk
menyadari dan mengakui kebesaran karya Tuhan.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Jika pada saat ini kita boleh berkumpul dalam suasana syukur bersama dengan
segenap keluarga di tempat ini, tentunya karena ada begitu banyak peristiwa penting yang
membawa kesan yang baik bagi keluarga, dan itulah yang dijadikan alasan oleh keluarga
dalam menyatakan ungkapan syukurnya. Namun di balik alasan-alasan tersebut, sebenarnya
yang menjadi dasar pokok kita dalam menyatakan ungkapan syukur, tidak lain adalah karena
Yesus Kristus telah berkorban demi menyelamatkan kita. Jaminan Keselamatan itulah yang
memungkinkan keluarga untuk tetap berharap kepada Tuhan dalam menjalani berbagai
rencana dan tantangan kehidupan pada waktu-waktu yang lalu. Dan kasih-setia Tuhan
sungguh terbkti. Tuhan boleh menyatakan kemurahan-Nya, menyertai keluarga hingga paa
saat ini, bahkan memberinya sukacita; ( pengkhotbah dapat menyebutkan alasan keluarga
bersyukur; apakah karena kesuksesan dalam pekerjaan, mengalami pertambahan umur,
sembuh dari penyakit, dan sebagainya).
Sangat penting juga untuk kita pahami, bahwa kita mengucap syukur bukan semata-
mata karena kita mengalami hal-hal yang kita anggap baik dan menyenangkan, namun
terlebih karena kita memiliki Allah yang Mahabaik. Kita mengucap syukur, bukan pula
karena pemberian Allah secara materil semata-mata, melainkan karena Allah itu telah
memiliki hidup kita seutuhnya dan kita memiliki Dia melalui Yesus Kristus.
Mengucap syukur dalam keadaan baik, tentu semua orang bisa melakukannya. Tetapi
mengucap syukur dalam segala hal tidak semua orang bisa melakukannya. Mungkin kita
lebih mudah bersungut-sungut dari pada mengucap syukur bila keadaannya kurang baik
menurut penilaian kita. Bukan berarti kita mengucap syukur atas malapetaka atau
kemalangan yang menimpa kita. kita mengucap syukur bukan pada keadaan yang buruk.
Tetapi mengucap syukur kepada Tuhan bahwa sekalipun keadaannya buruk, Dia pasti
menolong dan menunjukkan kebaikan-Nya kepada kita. Bukankah Dia dengan relah telah
menjadi korban persembahan menggantikan kita agar kita memperoleh keselamatan dan
kebahagiaan hidup? Oleh karena itu, mari kita menyembah Dia dengan tubuh kita, bahkan
dengan seluruh kehidupan kita. Itulah ibadah kita yang sejati. Itulah ungkapan syukur yang
sejati yang dikehendaki oleh Allah. Terpujilah Tuhan. Amin!
Posted by Unknown at 5:52 PM 
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

Anda mungkin juga menyukai