(cerita mengawali khotbah) Ada kisah nyata yang melatarbelakangi lukisan "Perjamuan
Terakhir" Yesus dan murid-murid. Leonardo da Vinci, sang pelukisnya ... ternyata membutuhkan
waktu bertahun-tahun (katanya) untuk menyelesaikan mahakaryanya itu.
Bagi da Vinci, tak sulit menemukan model untuk melukis wajah para murid. Akan tetapi, untuk
menemukan model untuk melukis gambar diri Yesus, bukan perkara mudah.
Lama da Vinci mencari, akhirnya dia bertemu dengan seseorang yang bernama Pietri Bandinelli,
"Ini dia model Yesus .. cocok!"
Namun, ada satu model lagi yang harus dia temukan untuk menyelesaikan lukisannya itu dan ini
tampaknya jauh lebih sulit menemukannya dibanding model bagi gambar Yesus. Yaitu Da Vinci
kesulitan untuk menemukan model wajah Yudas Iskariot.
Dicari kemana-mana model buat Yudas, tapi hasilnya nol besar. Sampai satu ketika dia bertemu
dengan satu orang yang menurut dia orang ini mampu memberikan gambaran tentang karakter
Yudas yang tentunya sangat berbeda sama sekali dengan karakter murid-murid, apalagi karakter
Yesus Akhirnya proses penyelesaian lukisan "Perjamuan Terakhir" pun dilanjutkan.
"Pak da Vinci ... " kata laki-laki yang menjadi model Yudas itu, "Apakah bapak sudah tidak
mengenali saya lagi? Beberapa tahun yang lalu, saya duduk di kursi ini, juga untuk menjadi
model lukisan bapak. Ini saya pak" kata orang itu dengan nada berat.
"Saya Pietri Bandinelli, dulu saya menjadi model bagi wajah Yesus. Ahhh, ternyata perjalanan
hidup saya membawa saya sekarang ini menjadi model yang menggambarkan wajah Yudas."
Bukankah apa yang dialami oleh Bandinelli juga merupakan tantangan terbesar kita sebagai
orang percaya dalam persiapan memasuki tahun tahun pelayanan yang baru ini?
Dalam beberapa waktu seseorang bisa menjadi "mirip Kristus," namun seiring dengan perjalanan
kehidupan yang semakin berat, bukan tidak mungkin seseorang berubah drastis menjadi lebih
"mirip Yudas."
Dari cerita ini kita mengerti bahwa setiap manusia pasti mengalami yang namanya perubahan,
dari masa ke masa, waktu ke waktu bahkan dari generasi ke generasi, namun hidup sebagai umat
yang percaya kita akan menyadari bahwa ada satu yang tak pernah berubah yaitu Tuhan itu
sendiri. Tuhan yang kita imani dalam Yesus Kristus tidak pernah berubah, kasih setia-Nya tetap
menyertai kehidupan kita.
Jemaat yang diberkati oleh Tuhan, Hal ini juga yang menjadi titik perhatian firman Tuhan
kepada jemaat di Efesus waktu itu, Efesus 4:17-32. Paulus sebagai hamba yang dipakai Tuhan
menuliskan surat ini kepada Jemaat di Efesus, walaupun keberadaannya sedang dipenjara namun
dengan imannya untuk melayani sehingga Paulus berusaha memperingatkan mereka: yaitu
mengenai perubahan hidup manusia; dari manusia lama menjadi manusia baru. Peringatan ini
dengan maksud agar mereka tetap semangat di dalam Yesus Kristus yang telah mereka kenal
dahulu dan agar kiranya mereka tidak terpengaruh terhadap berbagai praktik kehidupan yang
tidak sesuai di kota Efesus waktu itu (ay.17).
Perlu kita ketahui bahwa kota Efesus yang merupakan kota terbersar kedua ini memiliki
latar belakang budaya dan kepercayaan yang menyebah dewa dewi (terutama dewi Artemis atau
dewi kesuburan yang mereka sembah melalui ritual-ritual yang tidak pantas). Dengan notabene
orang-orang yang tingga disana yaitu orang-orang Yahudi dan Yunani yang ternyata juga banyak
diantara mereka masih melakukan ritual-ritual ini (mengingat tindakan-tindakan tidak pantas ini
dilegalkan di kota ini). Dalam situasi seperti ini Paulus kawatir bilamana jemaat terguncang
imannya, untuk itulah ada peringatan/himbauan Paulus terhadap jemaat di Efesus bahkan ia
hendak menguatkan jemaat melalui suratnya yang kita baca saat ini, dengan maksud supaya
jemaat tetap fokus dengan keyakinan iman mereka kepada Yesus Kristus dan jangan goyah
dengan ajaran-ajaran yang tidak sehat.
Karena itu Paulus katakan; bahwa sebagai orang yang percaya kepada Yesus Kristus,
yang telah diselamatkan mereka (jemaat Efesus) itu adalah manusia baru, karena itu manusia
lama harus ditanggalkan. Kata “ditanggalkan/menanggalkan manusia lama” adalah ungkapan
yang menggambarkan adanya perubahan karakteristik rohani; yang berkaitan dengan pertobatan
dan perubahan hidup. Dalam pembacaan kita saat ini, orang yang dikatakan manusia lama berarti
masih hidup dalam dosa maka orang-orang seperti inilah yang tidak mengenal Allah bahkan jauh
dari Allah dan mereka menyerahkan hidup mereka kepada kesia-siaan.
Jemaat yang diberkati Tuhan hal ini kembali lagi, apakah sebagai manusia baru yang
telah diselamatkan dalam Yesus akan hidup seperti ini? Tentu tidak, tetapi mau dikatakan mari
kita buang akar pahit, dendam, amarah, pertikaian dan semua fitnah karena akan sulit bagi kita
untuk menyatakan kasih bagi sesama bahkan bagi Tuhan Kita Yesus Kristus. Untuk itu kita
harus memiliki keramahan, kerendahan hati, dan ada belas kasihan, sebagaimana yang
diinginkan Tuhan untuk kita lakukan sebagai manusia baru yang telah diselamatkan. Sehingga
sebagaimana tema kita yaitu “Kenakanlah Manusia Baru” kita diingatkan untuk Hidup dalam
Pertobatan walaupun tidak muda, tetapi inilah kehidupan kita, menjadi orang percaya, menjadi
orang Kristen berarti mengalami berubahan dan manusia baru yang telah mengalami perubahan
ini, perubahannya bukan seperti hewan bunglon (artinya perubahan yang hanya sewaktu-waktu
saja) tetapi perubahannya seperti kupu-kupu (artinya usaha perubahan hidup yang permanen
seperti kupu-kupu: dari ulat, kepompong dan menjadi kupu-kupu yang indah). Tuhan
memberkati kita manusia yang mau berusaha mengalami perubahan dalam kehidupan kita. amin