Anda di halaman 1dari 15

Renungan 18 Januari 2023

Bacaan: Yesaya 48 : 12 – 21 | Pujian: KJ. 23
Nats: ‘’Akulah yang tetap sama, Akulah yang terdahulu, Akulah juga yang terkemudian!’’ (Ayat
12b)
Apakah yang tidak akan pernah berubah dalam dunia ini? Apakah yang akan abadi dan tidak
pernah berakhir dalam kehidupan seorang manusia? Jika berkaitan dengan ciptaan Tuhan, maka
dapat dipastikan bahwa tidak ada sesuatupun yang kekal dan abadi. Pada satu waktu semua akan
berakhir dan berlalu.

Nats hari ini berkata ‘Akulah (Tuhan Allah) yang tetap sama’. Dia yang terdahulu dan yang
terkemudian. Dia adalah Allah yang telah menciptakan segala-galanya, tanpa Dia tidak ada
sesuatupun di dunia ini. Dia adalah Allah Sang Pengasih yang telah menjadi penuntun dan
penebus bagi bangsa Israel agar terlepas dari perbudakan, kesesakan dan kesulitan hidup mereka.
Dia adalah Allah yang telah memberkati Abraham dan Sara, sehingga mendapatkan keturunan
seorang putra, yaitu Ishak sebagai ahli warisnya. Dia juga adalah Allah pemelihara kehidupan
bangsa Israel, bahkan ketika mereka kehausan, dari bukit batupun memancar air yang
menyegarkan. Saat mereka kelaparan, tersedia roti dari sorga untuk mengenyangkan mereka.

Sebuah lagu rohani anak-anak yang sedang viral di Tik Tok, yaitu Tuhan Yesus tidak berubah.
Liriknya ‘Tuhan Yesus tidak berubah, tidak berubah, tidak berubah. Tuhan Yesus tidak berubah
tak berubah selama-lamanya”. Lagu tersebut diaransemen dengan musik yang menarik, sehingga
enak didengar. Liriknya sederhana, tetapi sangat bermakna membuat lagu tersebut mudah diingat
dan dihafal. Viralnya lagu tersebut membuat lagu itu digemari oleh banyak orang dewasa,
bahkan orang non Kristen juga suka dan ikut menyanyikan lagu tersebut. Lirik lagu tersebut
sangat tepat, bahwa hanya Tuhan Yesus yang tidak berubah. Janji Tuhan tentang Dia yang tidak
pernah berubah juga masih terus terjadi sampai hari ini dalam kehidupan kita setiap hari. Dia
yang telah memilih dan memanggil kita menjadi anak-anak-Nya. Tidak pernah sekalipun Tuhan
membiarkan kita berjalan sendirian. Tuntunan-Nya, pemeliharaan-Nya, kasih-Nya senatiasa bisa
kita rasakan dalam segala situasi hidup kita. Manusia, keadaan, dan situasi hidup kita bisa
berubah, namun hanya ada satu yang tetap sama, yaitu Tuhan Yesus sendiri yang kasih setia-Nya
kekal selama-lamanya. Amin. [eS].

“Tuhan Yesus tidak berubah.”

=============================

hotbah Minggu 22 Januari 2023


 Khotbah Minggu 22 Januari 2023
 SALIB ADALAH KEKUATAN ALLAH (1Kor. 1: 10-18)
 Bacaan lainnya: Yes. 9:1-4; Mzm. 27:1, 4-9; Mat. 4:12-23
 
Pendahuluan
Bacaan di atas merupakan respon Rasul Paulus setelah mendapat laporan dari utusan keluarga
Kloë yang mungkin adalah anggota jemaat di Korintus tentang terjadinya perpecahan di antara
jemaat. Sebagai orang yang pernah tinggal di sana dan membimbing banyak jemaat, Paulus
memberikan nasihat dan ini menjadi pelajaran dan teladan kepada kita, bagaimana potensi-
potensi perpecahan dalam gereja perlu dikenali, diungkapkan, dan kemudian diarahkan agar
gereja tidak menghabiskan energi hanya untuk mengurusi hal seperti itu. Pusat perhatian gereja
hanyalah kepada Tuhan Yesus Kristus, dan kita dipanggil untuk menjadi kekuatan Allah. Melalui
nas bacaan ini, kita diberikan pelajaran sebagai berikut.
 
Pertama: Jangan ada perpecahan di jemaat (ayat 10-12)
Ungkapan “Bersatu kita teguh dan bercerai kita runtuh” merupakan pepatah atau adagium yang
bisa diterima semua orang. Contoh sapu lidi sangat umum untuk menggambarkan hal ini.
Barisan yang teratur dan saling terkait dan menopang, pasti menjadi pertahanan atau benteng
yang kuat dan bagus. Kesatuan tembok batu bata atau simpul tali/kawat yang dipilin pasti akan
lebih kuat. Demikian pula ungkapan kalau menggapai mimpi lebih baik dilakukan
berdua/bersama dibandingkan dengan dilakukan sendiri-sendiri. Istilah sinergi adalah istilah
generik yang memang manfaatnya tidak bisa terbantahkan. Namun, kalaupun ada yang berpikir
bahwa sebuah lidi juga bisa bermanfaat, atau bermimpi juga bisa dilakukan sendirian, atau
sinergi juga membawa efek samping, ya semua sah-sah saja. Namun dengan kesatuan dan
kebersamaan dalam mencapai tujuan, dipastikan lebih efektif dan hasilnya jauh lebih baik.
 
Tetapi mengapa orang tidak mudah bersatu? Mengapa orang mau berselisih dan tidak melihat
contoh di atas dan lebih memilih berpisah, bercerai atau perpecahan (schisma)? Orang lebih suka
berpisah dan membangun sesuatu yang baru dengan kembali ke titik nol, dibandingkan dengan
tetap bersinergi bersama-sama membangun yang sudah ada dan saling mendukung. Sepertinya
semua hanya karena EGO atau EGOISME. Ini sifat yang lebih mementingkan diri sendiri, atau
dorongan untuk menguntungkan diri sendiri dibandingkan dengan kepentingan orang lain. Fokus
utamanya adalah kepuasan diri sendiri dan bukan menyenangkan orang lain, yang dalam hal ini
menyenangkan hati Tuhan juga (Band. Gal. 5:20). Mereka melihat dirinya lebih utama dan
penting sehingga bertindak lebih baik sendiri, dengan kadang berprinsip lebih baik jadi raja kecil
daripada serdadu raja besar. Merasa diri penting sangat berbahaya, seperti kata T.S. Eliot,
“Separuh rasa sakit yang terjadi di dunia ini hanya karena seseorang merasa dirinya penting.”
 
Itulah yang terjadi di jemaat Korintus. Keragaman anggota jemaat membuat adanya kelompok-
kelompok, dan masing-masing kelompok ini berpendapat bahwa kelompoknyalah adalah yang
terbaik, termasuk adanya kelompok Yahudi dan non-Yahudi. Mereka juga mendasarkan
kelompoknya pada siapa yang membaptis, karunia yang mereka miliki, kaya miskin, sekelompok
orang yang masih terlibat dengan masalah moralitas lama, dan sebagainya sehingga
menimbulkan perpecahan dalam jemaat. Semua merasa dirinya utama dan penting. Padahal,
perpecahan mendatangkan ketidaknyamanan bagi seluruh anggota lainnya, menjadi kelemahan,
celaan (Mat. 12:26) dan batu sandungan, membawa kepahitan (Ibr. 12:15), dan kehancuran (Mat.
12:35). Mereka ikut dalam pertempuran di lapangan tetapi sebenarnya mereka tidak bertujuan
memenangkan peperangan. Seseorang yang mengutamakan dirinya sendiri sebaiknya melihat
dulu dosa-dosa yang sudah dilakukannya, dan bagaimana Yesus telah mati bagi dirinya dengan
merendahkan diri dan menerima siksaan yang berat. Bagi Paulus, sikap perpecahan ini
menyedihkan dan itulah dasar dari suratnya.
 
Kedua: Baptisan dan keutamaan denominasi (ayat 13-16)
Pada waktu surat ini ditulis, memang belum ada kitab Perjanjian Baru sebagai sebuah kitab suci
referensi bersama. Jadi semua orang sangat tergantung kepada pengajar masing-masing. Ada
yang merasa kalau murid Kefas (nama Petrus dalam bahasa Aram) adalah rasul yang paling
berwibawa saat itu, ada yang merasa murid Paulus (sebab ia pernah tinggal disana), ada yang
merasa murid Apolos dari Aleksandria yang pandai berpidato dan mengeluarkan kata-kata
“berhikmat” dan senang pada keanggunan sastra (band. Kis. 18:24; 19:1), dan ada pula yang
merasa menjadi murid Kristus langsung. Kemungkinan juga mereka ini dibaptis oleh masing-
masing gurunya tersebut sehingga membedakan baptisan-baptisan yang ada dan mereka
memiliki karunia-karunia yang berbeda kualitasnya. Dengan demikian mereka menjadikan
Kristus yang terbagi-bagi, tidak lagi dalam satu tubuh-Nya.
 
Bagaimana pun Kristus tidak dapat terbagi-bagi berdasarkan baptisan dan guru atau pengajar,
bahkan rasul sekalipun. Namun bagi jemaat Korintus mereka berpikiran adanya hubungan
khusus antara yang membaptis dan mereka yang dibaptis. Mereka merasa pembaptislah yang
menjadi pemilik hidupnya (karena berlatar belakang pemikiran budak), seolah-olah kewibawaan
atau “kebesaran” nama dan kepintaran berpidato oleh orang membaptis itu menjadi sebuah
keistimewaan dalam baptisan, semacam memiliki kekuatan rohani yang berbeda. Jelas ini cara
berpikir yang salah. Bahkan mereka juga menjelek-jelekkan baptisan orang lain, bahwa baptisan
oleh pihak lain itu tidak sah, tidak berwibawa, kurang memiliki Roh yang kuat, dan sebagainya,
sementara baptisan mereka adalah yang penuh wibawa, penuh Roh, dan berdasarkan hikmat
yang lebih besar, dan sebagainya. Inilah yang membuat mereka menempatkan diri sebagai
kelompok eksklusif dan menjadi biang keladi perpecahan jemaat. Padahal, tujuan dibaptis adalah
sesuai dengan perintah Kristus dan mencirikan mereka bukan manusia lama, dan mereka yang
sudah dibaptis ke dalam Kristus akan menjadi manusia baru (band. Rm. 6:1-11).
 
Hal ini juga yang menjadi pergumulan umat Kristen saat ini. Masih banyak gereja-gereja yang
mengaku bahwa baptisannya (selam) sah dan baptisan yang lain (percik) tidak sah. Ada yang
bahkan mengaitkan baptisan (selam) dengan syarat keselamatan sehingga mewajibkan baptisan
ulang, yang berarti mengabaikan dan menihilkan baptisan sebelumnya. Mereka ini menyatakan
bahwa baptisan kepada bayi dan anak-anak tidak sah. Sikap seperti ini jelas bukan meneladani
Kristus dan para rasul yang merendahkan diri demi untuk pelayanan. Hal yang lebih
mengkhawatirkan juga akibat dari pandangan ini, jemaat masa kini banyak yang menjadi lebih
berpihak pada manusia (gembala, pendeta) yang menahbiskannya, bersedia bertengkar demi
mengikuti pandangan yang “salah” tersebut, dan bukan berpihak pada Kristus, sumber kuasa Roh
dalam baptisan. Ini bahayanya kalau orang hanya mendengar khotbah tanpa membaca ulang
firman-Nya, akan ada fanatisme buta. Pesan pengkhotbah tidak lebih utama dan benar dari
firman. Kekuatan bukan pada yang bercerita, tetapi pada ceritanya (get the story, not the
storyteller). Kebanggan kita bukan pada pengkhotbah melainkan pada Tuhan Yesus. Inilah yang
ditekankan oleh Firman-Nya melalui Rasul Paulus, agar kita tetap dalam kasih dan kesetiaan kita
kepada Allah, berfokus pada Sumbernya yakni Tuhan Yesus, berfokus pada misi-Nya, dan bukan
pada orang yang membaptis kita di dunia ini. Firman Tuhan berkata, membanggakan kelompok
sesuai baptisan menunjukkan bahwa kamu adalah manusia duniawi yang bukan rohani (1Kor.
3:4).
 
Ketiga: Kita dibaptis untuk diutus (ayat 17)
Meski Paulus menyatakan bahwa dia dipanggil bukan untuk membaptis, baptisan bukan berarti
tidak perlu. Tuhan Yesus memerintahkan baptisan (Mat. 28:19) dan juga dikhotbahkan oleh para
rasul (Kis. 2:41). Baptisan sebagai “pengganti” dan sejajar dengan sunat merupakan pemersatu
kita dengan Kristus. Pemersatuan itu disimbolkan dengan adanya air, baik itu dalam bentuk
percikan maupun dalam bentuk diselamkan. Memang kata baptis berarti diselamkan, akan tetapi
diselamkan dalam pengertian diselamkan secara rohani ke dalam Roh, bukan hakekatnya ke
dalam air, sebab air itu hanyalah tindakan simbolis saja.  Pengertian dibaptis atau diselamkan
dalam hal ini diutamakan dipersatukan ke dalam kematian Tuhan Yesus dan kebangkitan-Nya.
Baptisan juga tidak ada hubungannya dengan pengudusan dan juga dengan keselamatan, sebab
keselamatan itu hanya melalui pertobatan, iman, ketaatan, dan kasih karunia saja (band. Kis.
2:38). Itu hanya merupakan tanda dipersekutukan dan tidak ada salahnya bila dipakai sebagai
persyaratan keanggotaan gereja tertentu, namun bukan pada keselamatan.
 
Rasul Paulus sendiri tidak terlalu berminat dalam membaptis sehingga ia katakan hanya
membaptis beberapa orang saja. Tugas itu lebih ia berikan kepada pihak lain yang secara teologis
memang siapa saja orang percaya dapat melakukannya, meski aturan gereja kadang
menyebutkan harus dilakukan oleh hamba Tuhan yang ditahbiskan (Pendeta). Rasul Paulus lebih
menekankan tugas dan pelayanannya dalam pemberitaan Iniil, sebab menurutnya untuk itulah dia
dipanggil, bukan dipanggil untuk membaptis. Dalam pandangannya, sepanjang baptisan itu di
dalam nama Tuhan Yesus (beserta Allah Bapa dan Roh Kudus), maka semua baptisan itu sudah
sah dan mempersatukan kita dengan Dia. Dengan demikian, firman Tuhan yang disampaikannya
lebih menempatkan kedudukan baptisan pada pengertian yang sebenarnya, bukan diartikan
menjadi sesuatu yang membuat perbedaan baik dalam cara maupun dalam kualitas berkat dan
karunia yang diterimanya. Oleh karena itu Rasul Paulus sebagai pembimbing mereka, dalam
kekecewaannya dengan perpecahan karena baptisan ini sampai mengatakan: "Apakah yang kamu
kehendaki? Haruskah aku datang kepadamu dengan cambuk atau dengan kasih dan dengan hati
yang lemah lembut'?" (1Kor. 4:21).
 
Oleh karena itu seyogianya bagi kita yang diberi karunia berkata-kata dalam hikmat seperti
Apolos dalam pengertian pandai berkhotbah, jangan melupakan bahwa fokus utama panggilan
kita adalah untuk terus memberitakan Injil, bukan dengan membangun gereja yang baru,
kelompok baru, menghimpun anggota untuk kepentingan diri sendiri, sehingga tujuan utama
pemberitaan Injil menjadi terpinggirkan atau tidak fokus. Itulah sebabnya Rasul Paulus tidak
mau terjebak dalam pidato atau khotbah yang menggebu-gebu, berkata-kata dengan bunga
rampai hikmat duniawi, melainkan ia mengandalkan kekuatan Roh dalam pemberitaan Injil, agar
semakin banyak orang yang bertobat, percaya, dan taat agar menerima kasih karunia itu (1Kor.
2:1, 4). Bagi dia, pemberitaan Injil dan Kristus yang disalib dan bangkit kembali merupakan hal
yang utama, bukan mempersoalkan baptisan, bukan perbedaan karunia rohani, sebab hal
demikian membuat salib Kristus menjadi sia-sia atau kosong kehilangan tujuannya.
 
Keempat: Pemberitaan salib itu kekuatan Allah (ayat 18)
Ada banyak makna salib bagi banyak orang. Ada yang membuat salib sebagai perhiasan di baju,
digantungkan di leher; ada yang membuat sebagai hiasan di dinding rumah; ada yang membuat
sebagai senjata atau bahkan menjadi tiang jemuran; tapi secara umum salib adalah simbol
kekristenan, sebab Yesus mati di kayu salib dan curahan darah-Nya itulah yang menjadi
penebusan dosa umat manusia. Alkitab berkata bukan lagi persembahan hewan dan percikan
darahnya di bait Allah di Yerusalem yang dapat menghapuskan dosa manusia, melainkan hanya
dengan mengakui dan percaya bahwa Yesus menderita dan telah mati bagi dia, kita sudah
ditebus oleh-Nya, darah-Nya yang kudus telah menguduskan kita, dan bertobat serta taat akan
firman-Nya, maka salib itu memiliki makna khusus dalam hidup kita.
 
Bagi mereka yang mengutamakan penggunaan akal pikiran dalam mencerna penebusan Yesus di
salib, itu tampak seperti hal yang tidak masuk akal. Kesannya, bagaimana mungkin seseorang
mati di kayu salib bisa menggantikan segala dosa-dosa yang kita lakukan. Bagi mereka, yang
terus mengutamakan penggunaan akal dan mengandalkan semua logika duniawi, ini dipandang
sebagai kebodohan. Kesombongan intelektual mereka membuat mereka menolak, tetapi
ketidakpercayaan itulah yang membuat mereka menjadi binasa. Nas minggu ini mengatakan,
pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka. Mereka tidak sadar bahwa
justru itulah keunikan dan kekhususan kekristenan, dengan kebenaran pengampunan dan
keselamatan hanyalah kasih karunia dan anugerah.
 
Tetapi sebaliknya bagi kita yang percaya pada penebusan Yesus, mengakui salib itu adalah
kekuatan Allah. Salib itu adalah tempat Allah memperlihatkan kasih-Nya dengan bersedia
menderita dan menerima siksaan hingga mati demi untuk menebus dosa-dosa yang percaya
kepada-Nya. Salib bagi kita bukan (hanya) ornamen, hiasan, atau simbol, namun salib sudah
menjadi hakekat penebusan. Dengan demikian, pemberitaan salib menjadi kekuatan Allah, sebab
apabila kita memberitakan penderitaan Tuhan Yesus, yang mati di kayu salib, dan kuasa-Nya
berupa kebangkitan dan naik ke sorga, maka itu menjadi kekuatan bagi mereka yang belum
mengenal Dia. Pemberitaan salib memberi hikmat dan kebenaran dengan kuasa yang
menyertaiNya, menjadi pintu penerimaan bagi mereka yang belum merasa pasti selamat.
 
Penutup
Melalui nas minggu ini, kita diminta untuk terus bersatu dan saling membahu dalam
mengabarkan Injil dan salib. Pemberitaan salib adalah kekuatan Allah. Kita tidak perlu berpisah
dan menjadi terpecah, berdebat soal baptisan atau karunia-karunia rohani yang terbesar di
hadapan Allah. Kita harus sepenuh hati memberikan kontribusi sesuai dengan yang diberikan
Allah dalam hidup kita, yakni karunia-karunia tersebut. Rasul Paulus menekankan bukan
indahnya kata-kata dalam khotbah, ajaran yang glamor, tetapi kembali ke tugas pokok dengan
pertanyaan: Apakah diri kita dan gereja kita terus menginjili ke luar? Berjuanglah mendapatkan
keharmonisan, jauhkan perdebatan yang tidak perlu dalam kelompok. Kristus yang utama dan
nama ini yang ditekankan berulang-ulang pada surat Paulus ini.
 
Tuhan Yesus memberkati, amin.

========================

Makassar - Contoh khotbah tahun baru


bisa menjadi referensi bagi pengkhotbah yang akan membawakan ceramah keagamaan,
khususnya bagi umat kristiani. Khotbah akhir tahun juga bisa menjadi bahan renungan dan
refleksi diri agar dapat menjadi pribadi yang lebih baik di tahun berikutnya.
Setiap akhir tahun dan awal tahun masehi yang didasarkan pada kelahiran Yesus, sebagian besar
umat kristiani di seluruh dunia akan mengadakan ibadah di gereja. Ibadah yang dilakukan pada
akhir tahun ini merupakan serangkaian dari peringatan Natal yang jatuh pada 25 Desember.

Pergantian tahun sejatinya menjadi momen yang tepat untuk merenungi hal-hal yang telah
terlewati sepanjang tahun yang lalu, serta memproyeksikan diri untuk setahun yang akan datang.
Karena itulah, khotbah akhir tahun ini sangat penting dalam pelaksanaan ibadah akhir tahun yang
dilakukan umat kristiani.

Umumnya, khotbah akhir tahun ini diambil dari berbagai ayat Alkitab. Khotbah akhir tahun
bertujuan memberikan renungan bagi umat kristiani seputar firman Tuhan yang disampaikan
dalam berbagai tema yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Baca juga:
Daftar Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2023, Cek di Sini
Berikut ini kumpulan contoh khotbah akhir tahun yang telah dirangkum detikSulsel dari berbagai
sumber:

Contoh Khotbah Tahun Baru 1


Judul Khotbah: Allah Senantiasa Menuntun Kepada Jalan Keselamatan

Apakah jalan kehidupan manusia selalu mudah? Dengan segera kita tentu akan menjawab
"tidak." Berdasarkan pengalaman, ada berbagai tantangan, rintangan serta kesulitan yang
mewarnai kehidupan. Tak ayal kadangkala manusia menjalani kehidupannya tanpa pengharapan.
Tidak ada gairah dan semangat, karena rasanya Tuhan terlalu jauh dan tak kuasa untuk menolong
kita. Apa yang kita lakukan dalam kehidupan ini rasanya sia-sia saja. Jika itu yang kita rasakan,
kisah berikut menolong kita untuk merefleksikan bahwa semua pengalaman kehidupan kita
berharga.

Diceritakan, di sebuah desa yang mengalami kekeringan, penduduknya harus mengambil air di
sumur yang letaknya berada jauh di pinggir desa. Seorang laki-laki bernama Semi juga tidak
luput dari kondisi seperti penduduk lainnya. Setiap hari menjelang senja, dengan menggunakan
dua ember yang dipikulnya, Semi mengambil air di pinggir desa. Sengat matahari, jarak yang
jauh dan jalan yang berbatu-batu menjadi tantangan tersendiri. Tantangan itu terasa semakin
berat ketika ia menyadari embernya yang ada pada sebelah kanan pikulannya mengalami lubang
kecil pada bagian bawahnya. Sehingga setiap kali ia memenuhi ember dengan air, maka
sesampainya di rumah airnya sudah berkurang. Ia merasa sia-sia, sedangkan untuk mengganti
embernya sudah tidak mungkin, ia tidak punya biaya untuk membelinya. Rasanya ia mau
menghentikan saja usahanya mengambil air. Tetapi, seorang temannya yang mengetahui hal itu
mengajaknya untuk bercakap-cakap. "Jangan kau hentikan usahamu untuk mengambil air, kau
tidak tahu apa yang dihasilkan dari ember mu yang berlubang itu. Coba kau perhatikan jalan
setapak yang kau lewati. Perhatikan sebelah kanan jalan itu kau akan melihat bunga-bunga putih
kecil yang tumbuh. Padahal ini musim kering, dari mana tanaman itu dapat air, sehingga ada
bunga-bunga yang bisa tumbuh? Ketahuilah, air itu datangnya dari air yang jatuh dari ember mu
yang berlubang. Tidak ada yang sia-sia, engkau masih bisa membawa air ke rumahmu dan
engkau juga bisa membuat kehidupan tanaman itu tetap berlangsung," ujar kawan Semi.

Kisah tersebut di atas mengajak kita untuk merefleksikan bahwa dalam setiap pengalaman
kehidupan, sesungguhnya Tuhan senantiasa ada dan membawa kebaikan bagi manusia, meskipun
terkadang manusia keliru dalam menangkap rencana Tuhan.

Pada saat ini kita mengawali tahun baru 2023. Hari-hari telah kita lalui di sepanjang tahun 2022
dengan berbagai dinamika kehidupan yang mewarnai. Apabila kita diperkenankan untuk
memasuki tahun 2023, sesungguhnya itu semua juga karena karunia dari Tuhan. Sebagaimana
refleksi penulis Kitab Yesaya dalam Yesaya 63:7-9, Tuhan dihayati sebagai penuntun kehidupan
yang telah membawa mereka kembali ke Israel. Dalam ayat 7 tertulis demikian "Aku hendak
menyebut-nyebut perbuatan kasih setia TUHAN, perbuatan TUHAN yang masyhur, sesuai
dengan segala yang dilakukan TUHAN kepada kita dan kebajikan yang besar kepada kaum
Israel yang dilakukan-Nya kepada mereka sesuai dengan kasih sayang-Nya dan sesuai dengan
kasih setia-Nya yang besar." Tuhan penuh dengan kasih setia, Ia melakukan kebajikan kepada
umat-Nya dengan penuh kasih sayang. Kasih sayang Tuhan dinyatakan dengan melepaskan
bangsa Israel dari kesesakan mereka (Ay. 8). Sebagai bangsa yang ada di bawah penguasaan
Babel, bangsa Israel kala itu tidak memiliki kebebasan. Hak-hak mereka ada di bawah kekuasaan
penguasa Babel. Hidup yang semacam ini tentu sangatlah tidak menyenangkan. Namun Tuhan
kemudian melepaskan bangsa Israel dari segala kesesakan itu, karena kasih setia dan kasih
sayang Tuhan. Di sini nampak dengan jelas bagaimana penyertaan Tuhan dalam perjalanan
kehidupan bangsa Israel.

Dalam bacaan kedua kita juga mendapat peneguhan Yesus sebagai pemimpin kepada
keselamatan. Dalam Ibr. 2:10 penulis surat Ibrani menulis demikian "Sebab memang sesuai
dengan keadaan Allah - yang bagi-Nya dan oleh-Nya - segala sesuatu dijadikan - yaitu Allah
yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin
mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan." Menariknya, penulis Surat Ibrani melihat
penderitaan bukan sebagai nasib buruk, namun justru menjadi sarana bagi Yesus untuk
memimpin kepada keselamatan. Kata penderitaan pada kalimat tersebut terambil dari bahasa
Yunani patematon. Kata patematon berasal dari kata dasar patema yang berarti 'penderitaan.'
Adapun kata patematon adalah kata benda bentuk jamak dari patema, sehingga kata tersebut
lebih tepat diterjemahkan dengan 'penderitaan-penderitaan.' Penderitaan Yesus yang tidak hanya
satu kali itu menjadi sarana atau jalan bagi Yesus untuk memimpin manusia menuju jalan
keselamatan. Sekali lagi kita mendapatkan penegasan bahwa penderitaan tidak sama sekali buruk
pada dirinya, dibalik penderitaan ada hal baik yang bisa kita dapatkan.

Dalam bacaan ketiga, kita diajak untuk mengingat kisah kelahiran Yesus. Kisah di dalam Injil
Matius mengenai bayi Yesus yang dibawa mengungsi ke Mesir memang khas Matius dan tidak
terdapat dalam Injil Sinoptik yang lain. Itu artinya sumber cerita ini terlepas dari Injil Markus.
Penulis Injil Matius yang berlatar belakang Yahudi, membawa kisah Yesus pada kisah tokoh
besar bagi bangsa Yahudi, yakni Musa. Dengan alur kisah yang sama, penulis hendak
menampilkan Yesus sebagai sosok Musa yang baru, yang kuasa dan ketokohannya lebih besar
dari pada Musa. Pada masa bayi, Yesus mengalami bahaya dengan adanya rencana jahat Herodes
yang hendak membunuh-Nya. Namun Tuhan menyelamatkan bayi Yesus dengan memerintahkan
Yusuf untuk mengungsi ke Mesir. Kuasa dan rencana Tuhan melampaui rencana jahat manusia.

Memasuki tahun yang baru ini, kita tidak tahu tantangan apa yang terbentang di depan. Apakah
keadaan kita menjadi lebih baik di tahun yang baru, kita tidak tahu. Saya teringat dengan sebuah
kalimat indah yang berbunyi: Learn from yesterday, Live for today, and Hope for tomorrow.
Belajarlah dari hari kemarin, hiduplah di hari ini, dan milikilah pengharapan untuk hari esok. Di
setiap dinamika kehidupan, Ia senantiasa menyertai kehidupan kita. Tidak ada yang sia-sia
dengan hari yang telah kita lalu, jika kita mau belajar darinya. Dengan semangat dan
pengharapan yang penuh, marilah kita menyongsong hari depan, dengan meyakini bahwa Tuhan
yang penuh kasih setia akan senantiasa menolong kita, menuntun, dan memimpin kita kepada
jalan keselamatan. Amin.

Baca juga:
100 Ucapan Selamat Tahun Baru 2023 Lengkap Mulai Pesan Bijak hingga Romantis
Contoh Khotbah Tahun Baru 2
Judul Khotbah: Menggunakan Waktu Karunia Allah dengan Benar

Saudaraku yang berbahagia, yang dikasihi Tuhan dan mengasihi Tuhan, puji syukur kehadirat
Tuhan bahwa kita telah diperkenankan melewati tahun 2022 dengan selamat dan memasuki
tahun yang baru, tahun 2023 dengan tidak kurang suatu apa.

Tuhan Pencipta, Pengatur dan Pengarah Waktu

Saudaraku yang dikasihi dan mengasihi Tuhan, Kitab Pengkhotbah ditulis kira-kira abad ke 4
sampai ke 3 SM, dimana keadaan Israel digambarkan begitu muram. Secara politis Israel hidup
dibawah kekuasaan penjajah silih berganti. Mulai Penjajah Babil, kemudian Madai, Persia dan
sejak tahun 332 SM dijajah Yunani. Kekerasan, penindasan, perang, kriminalitas dan penderitaan
terjadi silih berganti. Tidak ada perbaikan masyarakat. Raja Al Masih yang dinantikan belum
datang-datang. Nabi-nabi tidak muncul, Firman Tuhan yang menyegarkan menjadi langka,
sehingga seorang ahli hikmat (pengkhotbah) menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang baru di
bumi, segalanya sia-sia."Untuk segala sesuatu ada masanya" (3:1a), kata Pengkhotbah. Dalam
sukacita waktu terasa begitu cepat, namun di waktu menderita waktu berjalan begitu lambat.
Namun sebenarnya itu hanyalah persepsi manusia saja. Kata waktu di dalam Bahasa Yunaninya
dipakai dua kata: pertama, kronos, yaitu suatu proses dari peristiwa dan keadaan yang berawal
dan berakhir. Proses ini seperti titik-titik yang membentuk garis. Yang kedua, Kairos artinya
kesempatan. Bahwa setiap titik itu tidak akan terjadi lagi, oleh karena itu ia menjadi kesempatan
yang tiada duanya untuk diisi. Jikalau dibandingkan dengan umur bumi dan planet-planet alam
semesta yang jutaan tahun, lebih-lebih keabadian, waktu manusia sebenarnya sangat singkat dan
sangat sementara sekali (Mzm 89:48; 90:5-7,10). Manusia hanya seperti titik atau debu yang
kecil sekali. Dalam waktu yang sangat singkat itu berisi beraneka ragam peristiwa dan keadaan,
bahkan yang bertentangan antara satu dengan yang lain. Seolah tidak ada yang pasti, otak
manusia tidak ada yang mampu menggapai. Banyak orang bingung!

Manusia bingung, karena hanya mengetahui sekeping kecil waktu. Namun bagi Tuhan Sang
Pencipta waktu, Dia mengetahui waktu tersebut secara utuh. Bahkan Dia mengaturnya dan
mengarahkannya dengan cermat, sehingga tidak ada yang "kebetulan" bagi-Nya. Oleh karena itu
hanya Dialah yang dapat diandalkan untuk menjadi dasar berdiri teguh di tengah berbagai
guncangan dan penjungkir-balikan ketidakpastian dan ancaman penyirnaan ini. Bersama Tuhan
Sang Pencipta, Pengatur dan Pengarah waktu itulah kita melangkahkan kaki memasuki tahun
2021 ini. Maka berita Pengkhotbah, bahwa di tengah kesia-siaan ini janganlah hidup kita
menjadi sia-sia juga. Hiduplah secara positip terhadap waktu, pekerjaan dan keluarga.

Betapa pentingnya tiap titik waktu yang kita miliki untuk kita isi dan gunakan dengan benar.
Sebab Dia tidak hanya akan membuat segala sesuatu indah dan bermakna pada waktunya saja,
melainkan juga akan memberikan kekekalan dalam hati kita (3:11). Betapa indahnya, di tengah
dunia yang tidak sempurna, kemampuan manusia yang serba terbatas dan penuh kefanaan, kita
dapat melihat dan mengimani apa yang melampaui apa yang kelihatan dan segera berlalu ini,
yakni karya dan pengaturan Tuhan yang utuh akan waktu, bahkan tujuan Tuhan yang akan
membawa kepada kekekalan masa depan setelah waktu itu sendiri berakhir. Hal itu akan
membawa hidup kita tidak diombang ambingkan oleh gebyar nilai-nilai dunia yang serba
terbatas dan fana ini, melainkan dituntun dan ditentukan oleh nilai-nilai kekekalan. Itulah yang
akan membawa kepada hidup penuh hikmat dan ketenangan.

Menikmati dan Mengisi Waktu dengan Benar

Saudaraku yang berbahagia, masa depan yang cemerlang yang disediakan Tuhan itu adalah
langit baru dan bumi baru, sebagaimana yang disaksikan oleh Yohanes di Pulau Patmos (Wahyu
21:1-6a). Langit baru, bumi baru dan Yerusalem baru itu turun dari langit, artinya bukan berasal
dari dunia, bukan hasil pencapaian karya manusia, melainkan dari Allah sendiri. Ia akan menjadi
Allah mereka dan mereka akan menjadi umatNya yang dikasihiNya, artinya terjadi persekutuan
antara Allah dan manusia yang demikian indah dan baiknya. Tidak ada derita, perkabungan,
maut dan air mata. Dia akan menghapus segala air mata. Ia menjadikan segala sesuatu baru, yang
lama telah berlalu. Dia adalah Sang Alfa (awal) dan Omega (akhir).
Yang mengagetkan, untuk masuk ke dalam langit baru dan bumi baru itu ditentukan oleh apa
yang kita lakukan dengan waktu yang dikaruniakan Tuhan dalam hidup kita kini. Lebih
mencengangkan lagi, dasar dan ukuran penilaiannya dalam mengisi waktu itu adalah bukan
benar atau salahnya doktrin agamamu, bukan pula sejauh mana kerajinan ibadahmu atau
mengikuti semua ritual agamamu, melainkan bagaimanakah sikapmu kepada sesamamu. Yakni
sesamamu yang paling hina yang tidak dapat kau harapkan untuk memberikan balasan
kepadamu. Sebab Sang Raja, Tuhan Yesus sendiri mengidentifikasikan dengan mereka yang
paling hina dan membutuhkan itu: yang lapar, haus, telanjang, terasing, sakit dan terpenjara. Apa
yang kau lakukan kepada mereka, itulah yang kau lakukan kepada Tuhan Yesus Sang Raja dan
Sang Hakim itu sendiri. (Matius 25:34-40).

Saudaraku yang berbahagia, yang dikasihi Tuhan dan mengasihi Tuhan, seperti para gembala
dan orang Majus yang datang mengitari palungan menyaksikan Bayi Yesus di Natal yang kita
rayakan seminggu yang lalu, kini pun kita juga mengitari palungan dan menyaksikan Sang Bayi
itu sebelum bergegas pergi, melangkahkan kaki memasuki lebih dalam tahun 2021. Di sini kita
tidak hanya mendapatkan jaminan kepedulian, penyertaan dan keselamatan-Nya saja, melainkan
juga tuntunan-Nya untuk menuju langit baru dan bumi baru yang kekal. Sabdanya: "Inilah yang
kuberikan kepadamu, apakah yang akan kau berikan kepada-Ku? Sesungguhnya segala sesuatu
yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah
melakukannya untuk Aku" (Matius 25:40). Amin.
Contoh Khotbah Tahun Baru 3
Judul Khotbah: Songsong Tahun Baru Bersama Dengan Tuhan

Menyongsong pergantian tahun, kita perlu selalu diingatkan akan perubahan zaman yang sangat
dahsyat dan cepat karena era informasi yang berkembang sangat luar biasa. Dalam situasi seperti
ini, sebetulnya banyak sekali anak Tuhan, gereja, dipengaruhi oleh pemikiran yang sebenarnya
bukan pemikiran Kristen. Kita mengadopsi pemikiran-pemikiran yang datang dari dunia, kita
mengadopsi berbagai statement yang sebetulnya statement dunia, dan hanya mencoba
mencocok-cocokkannya dengan ayat-ayat Alkitab. Dan sedihnya, kita tidak menyadari hal itu,
bahkan sebalik-nya bangga dan menganggapnya sebagai pemikiran Kristen.

Memasuki tahun 2023, kita dituntut memiliki kesadaran sekaligus pertobatan supaya tidak
terjebak dan berlama-lama di tempat yang salah seperti ini. Bagaimana kita membangun konsep
yang utuh memahami hal-hal yang perlu, itu menjadi penting. Ini tentu suatu pergumulan yang
tidak sederhana. Karena itulah kita perlu belajar menemukan satu kesejatian prinsip hidup
kristiani yang tepat. Bacalah Alkitab, dengarkan khotbah, observasi semuanya, perhatikan baik-
baik dan kembali-lah kepada Alkitab sebagai tempat yang final.

Pengkhotbah 1: 9-11 mengatakan, Apa yang pernah ada, akan ada lagi, dan apa yang pernah
dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari Pengkhotbah melihat,
ketika manusia hidup jauh dari Tuhan, hidup hanya dalam perputaran lingkaran kesementaraan.
Karena itulah, hanya bersama dengan Tuhan hidup penuh dengan pengharapan, dan kita
melakukan karya seperti yang dimaui oleh Tuhan.

Kalau kita membicarakan sesuatu yang disebut baru semisal karya baru, penemuan baru, tahun
baru, dan sebagainya, hal itu sebetulnya tidak lebih dari simbol manusia di dalam
kesementaraannya. Manusia yang dikurung oleh waktu sehingga merasa perubahan tahun 2022
ke 2023 disebut baru. Istilah baru hanya untuk menunjukkan bahwa kita punya sesuatu yang plus
. Nah, karena itu, di dalam perputaran waktu sebenarnya tidak ada yang sejati. Segala sesuatu
berjalan dan terus bergulir, tidak ada sesuatu yang baru. Jika Alkitab mengatakan tidak ada yang
baru, itu sangat betul. Karena toh hidup kita hanya pengulangan.

Maka yang disebut baru itu sangat relatif. Dalam perputaran waktu, apa yang sekarang ada, dulu
sudah ada, termasuk bumi dan isinya. Perputaran matahari, perputaran bumi, bulan bintang dan
sebagainya, dari dulu sudah ada. Yang namanya pagi, siang, petang, malam, juga sudah ada dari
dulu. Jadi, perputaran di dalam hidup tidak ada yang baru, karena semua dikurung di dalam suatu
perjalanan waktu. Tetapi sekali lagi, karena kita hidup di dalam kesementaraan, dikurung dalam
penanggalan, maka kita menyebut pergantian waktu itu baru, karena keterbatasan kita.

Dengan demikian, dalam kurung-an-kurungan seperti itu, hal-hal yang kita sebut baru itu
hanyalah suatu pemikiran yang sangat duniawi. Semangat dunialah yang kita tangkap. Padahal
semangat kekristenan itu mesti melihat dengan hal yang berbeda. Jika kita berkutat hanya pada
pengalaman baru, mobil baru, rumah baru, itu akan aneh dan lucu, karena seakan-akan itulah
hidup bagi kita. Itu hanya aksesoris, bukan hidup. Jika kita beranggapan demikian, kita sudah
terjebak pada perangkap yang salah.

Kalau yang kita bicarakan hanya aksesoris, mestinya kita malu. Padahal Tuhan selalu berbicara
pada kita tentang hidup, bukan aksesoris. Tetapi begitulah semangat kebanyakan orang Kristen
saat ini, yang dipikirkan cuma asesoris hidupnya, bukan hidupnya itu sendiri. Sebagai orang
Kristen, kita sudah terjebak pada pemikiran dunia ini, tapi kita selalu berani menyebut diri
sebagai orang Kristen yang beriman, tapi pola pikir kita tidak karu-karuan. Kita berani
mengatakan beda dengan produk dunia, padahal sama saja. Kalaupun ada bedanya, kita ke
gereja, mereka ke night club, tapi toh akhirnya yang keluar produk yang sama saja. Maka
berhati-hatilah. Kalau mau jadi Kristen, jadilah Kristen yang utuh, sehingga tampak berbeda
dengan orang dunia, yang membuat orang lain kagum. Dan memang itulah tugas kita untuk
membawa orang lain datang kepada Tuhan.

Dalam hal waktu, ada istilah kronos dan khairos . Kronos hanya perputaran waktu semata
(kronologis). Sedangkan khairos, adalah waktu di mana Tuhan turut serta. Jadi, hari-hari kita
hanya kronos jika tidak ada penyertaan Tuhan. Padahal yang paling penting dari hidup kita
adalah khairos, yakni pengabdian pada Tuhan, pertemuan dengan Tuhan. Pertemuan dengan
Tuhan harus selalu baru dalam pengertian setiap hari kita mengalaminya. Karena apa? Karena
pertemuan dengan Tuhan akan bisa memperbaharui hidup kita.

Roma 12: 2 Janganlah kau serupa dengan dunia ini tapi berubahlah oleh pembaharuan budimu .
Siapa yang mengerjakan pembaharuan dalam diri kita? Roh Allah. Roh Kudus-lah yang bisa
memberi pembaharuan yang sejati. Tetapi justru itu tidak kita kejar. Kita hanya sekadar berkata
bahwa Roh Kudus memper-baharui, tapi dalam nuansa dan suasana kronos. Ibadah berulang-
ulang kita kerjakan, namun dalam suasana kronos. Itulah kesalahan kita selaku orang Kristen,
yang berhitung secara kuantitatif dalam ibadah. Kita tidak memperhatikan secara kualitatif,
yakni bagaimana sikap iman, dan motivasi di dalam batin. Akhirnya kita munafik.

Karena itu, kembalilah pada Alkitab dan firman Tuhan. Perhati-kan dirimu, bergaullah dengan
Tuhan secara jujur, supaya yang terjadi dalam hidupmu benar-benar khairos. Bukan soal tahun
20023 tahun baru, tetapi barulah karena pemahaman kita akan Tuhan terus bertumbuh.
Pengalaman kita bersama dengan Tuhan terus berkembang, membawa kita pada pemahaman
yang lebih baik lagi. Maka dengan demikian, kita semakin bijak dalam menilai jaman, dan
menilai diri kita, karena ada sesuatu yang baru dan selalu baru di dalam hidup kita.

Dan satu hal yang pasti, pembaharuan hanya terjadi di dalam hidup bersama Tuhan. Orang yang
dekat dengan Tuhan dan dikuasai Tuhan, semakin bercaha-yalah hidupnya, makin indah pulalah
masa depannya. Di dalam takut akan Tuhan kita menemukan kesejatian hidup. Bukankah itu
sesuatu yang baru? Karena itu, baru bukan tahunnya, tetapi baru itu sangat bergantung kepada
mutu iman: khairos. Adakah Tuhan hadir dalam hidup kita? Jika tidak, menangislah, karena kita
tidak mendapatkan yang baru. Masuki tahun 2023 dengan khairos, bersama Tuhan.
Baca juga:
50 Ucapan Selamat Tahun Baru 2023 Penuh Harapan, Cocok Jadi Status di Medsos
Contoh Khotbah Tahun Baru 4
Dalam sukacita waktu terasa begitu cepat, namun di waktu menderita waktu berjalan begitu
lambat. Namun sebenarnya itu hanyalah persepsi manusia saja. Kata waktu di dalam Bahasa
Yunaninya dipakai dua kata: pertama, kronos, yaitu suatu proses dari peristiwa dan keadaan yang
berawal dan berakhir. Proses ini seperti titik-titik yang membentuk garis. Yang kedua, Kairos
artinya kesempatan. Bahwa setiap titik itu tidak akan terjadi lagi, oleh karena itu ia menjadi
kesempatan yang tiada duanya untuk diisi. Jikalau dibandingkan dengan umur bumi dan planet-
planet alam semesta yang jutaan tahun, lebih-lebih keabadian, waktu manusia sebenarnya sangat
singkat dan sangat sementara sekali (Mzm 89:48; 90:5-7,10). Manusia hanya seperti titik atau
debu yang kecil sekali. Dalam waktu yang sangat singkat itu berisi beraneka ragam peristiwa dan
keadaan, bahkan yang bertentangan antara satu dengan yang lain. Seolah tidak ada yang pasti,
otak manusia tidak ada yang mampu menggapai. Banyak orang bingung!

Manusia bingung, karena hanya mengetahui sekeping kecil waktu. Namun bagi Tuhan Sang
Pencipta waktu, Dia mengetahui waktu tersebut secara utuh. Bahkan Dia mengaturnya dan
mengarahkannya dengan cermat, sehingga tidak ada yang "kebetulan" bagi-Nya. Oleh karena itu
hanya Dialah yang dapat diandalkan untuk menjadi dasar berdiri teguh di tengah berbagai
guncangan dan penjungkir-balikan ketidakpastian dan ancaman penyirnaan ini. Bersama Tuhan
Sang Pencipta, Pengatur dan Pengarah waktu itulah kita melangkahkan kaki memasuki tahun
2023 ini. Maka berita Pengkhotbah, bahwa di tengah kesia-siaan ini janganlah hidup kita
menjadi sia-sia juga. Hiduplah secara positip terhadap waktu, pekerjaan dan keluarga.

Betapa pentingnya tiap titik waktu yang kita miliki untuk kita isi dan gunakan dengan benar.
Sebab Dia tidak hanya akan membuat segala sesuatu indah dan bermakna pada waktunya saja,
melainkan juga akan memberikan kekekalan dalam hati kita (3:11). Betapa indahnya, di tengah
dunia yang tidak sempurna, kemampuan manusia yang serba terbatas dan penuh kefanaan, kita
dapat melihat dan mengimani apa yang melampaui apa yang kelihatan dan segera berlalu ini,
yakni karya dan pengaturan Tuhan yang utuh akan waktu, bahkan tujuan Tuhan yang akan
membawa kepada kekekalan masa depan setelah waktu itu sendiri berakhir. Hal itu akan
membawa hidup kita tidak diombang ambingkan oleh gebyar nilai-nilai dunia yang serba
terbatas dan fana ini, melainkan dituntun dan ditentukan oleh nilai-nilai kekekalan. Itulah yang
akan membawa kepada hidup penuh hikmat dan ketenangan.

Contoh Khotbah Tahun Baru 5


Judul Khotbah: Tahun Baru, Rahmat Baru, Harapan Baru

"Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi;
besar kesetiaan-Mu!"

Kita menyukai hal-hal baru. Kita menanti film baru, lagu baru, tempat-tempat baru, kesuksesan,
peningkatan dan pencapaian baru, bahkan hubungan kita pun akan terasa membosankan kalau
hanya begitu-begitu saja tanpa adanya kejutan dan hal-hal baru yang dilakukan bersama.
Tantangan-tantangan baru mampu membuat banyak orang bersemangat, karena disana mereka
akan belajar hal baru dan menggapai keberhasilan yang baru pula.

Seperti apa tahun baru dalam hidup. Ketika ada peluang baru muncul, itu artinya saya bisa
mempergunakan talenta, kemampuan, daya kreasi dan ide-ide yang ada pada diri saya untuk
menghasilkan sesuatu yang baru pula. Yang mudah-mudahan membawa manfaat bagi banyak
orang, syukur-syukur memberkati dan yang pasti dilakukan sebaik-baiknya dengan tujuan
memuliakan Tuhan di dalamnya. Jadi hal baru membuka peluang baru, membawa tantangan baru
yang memerlukan strategi baru. Ada yang sudah menampakkan hasil, ada yang belum, ada yang
gagal. Tapi yang gagal sekalipun merupakan proses untuk menuju sesuatu yang lebih baik.
Singkatnya, tahun baru merupakan tahun percepatan dengan terbukanya banyak peluang.
Walaupun kegiatan bertambah dan jam istirahat berkurang, tetapi peluang-peluang dan aktivitas
baru membuat kita bersemangat dan tidak sabar melihat bagaimana kelanjutannya di tahun yang
baru.

Menariknya, Tuhan pun suka dengan hal-hal baru. Lihatlah apa kata Pemazmur berikut ini:
"Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi!"
(Mazmur 96:1). Tuhan menyukai puji-pujian yang baru dari kita, bukan hanya yang itu-itu saja
dari tahun ke tahun. Tuhan merindukan hubungan yang terus diperbaharui menjadi lebih dalam
lagi, Tuhan menantikan perubahan sikap kita ke arah yang lebih baik dan semakin seperti Yesus.
Tuhan menyukai proses kita menuju kedewasaan, kebijaksanaan dan kerohanian yang lebih
tinggi. Tuhan tidak mau kita terus menerus menjadi manusia yang tercemar dalam dosa sejak
lahir, maka Dia pun memberikan kesempatan buat kita menjadi ciptaan baru dalam Kristus. "Jadi
siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya
yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Kita diminta untuk membuang "ragi yang lama"
supaya bisa menjadi "adonan yang baru." (1 Korintus 5:7).

Menariknya, dan pujilah Tuhan untuk ini, Tuhan bahkan sudah menyatakan bahwa Dia memberi
kita rahmatNya yang baru. Bukan sekali-kali, bukan hanya setahun sekali, sebulan sekali atau
seminggu sekali, tetapi setiap pagi. "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya
rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). His mercy, loving
kindness and blessings are new every morning. That's the way He greets us everytime we wake
up. Begitulah cara Tuhan menyapa kita setiap kali kita bangun di pagi hari. Kalau kita
merenungkan hal ini, bukankah itu luar biasa? Tuhan menganggap penting rahmat-rahmat,
berkat-berkat baru untuk dicurahkan kepada kita. Tuhan besar kesetiaanNya untuk selalu
melimpahi kita dengan sesuatu yang segar dan baru, bukan sisa-sisa, bukan sesuatu yang
kadaluarsa. Dia selalu memberkati kita dengan segala yang terbaik. Masalahnya, sejauh mana
kita sadar akan hal itu? Kita malah suka menganggap Tuhan tidak tanggap terhadap diri kita,
seolah Tuhan senang melihat kita susah berlama-lama. Kita bahkan sering lupa untuk mengucap
syukur dan berterimakasih setiap kita bangun pagi dan lebih memilih untuk langsung sibuk-
sibuk, bersiap menghadapi aktivitas yang menanti tanpa peduli untuk menyapaNya. Padahal
Tuhan siap memberkati kita dengan penuh sukacita untuk memulai hari dan melakukan yang
terbaik hari ini.

Di mata Tuhan kita sangatlah berharga. KasihNya kepada kita tidak terukur besarnya. "Ia, yang
tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua,
bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama
dengan Dia?" (Roma 8:32). Ayat ini dengan sangat jelas menggambarkan betapa besar kerinduan
Allah untuk selalu memberikan yang terbaik pada kita. Bahkan dengan kedatangan Kristus, kita
dimungkinkan untuk mengalami pemulihan hubungan dengan Tuhan, mengalami penebusan dan
dilayakkan untuk menerima berkat keselamatan, menikmati hadiratNya hari ini, merasakan
kedekatan dan kasihNya yang begitu teduh secara langsung, tidak lagi harus lewat perantara
seperti di masa Perjanjian Lama. Kita bukan lagi yang lama tetapi sudah menjadi ciptaan baru,
diberi rahmat yang baru setiap pagi berdasarkan kasih setia Tuhan pada kita. Apakah kita mau
mensyukuri hal itu dan mengimaninya dengan hidup sebagai sosok yang sudah diperbaharui,
atau kita memilih untuk terus terikat pada berbagai kebiasaan buruk di masa lalu, terbelenggu
pengalaman-pengalaman pahit di waktu lalu dan tidak juga ingat untuk mengucap syukur
kepadaNya? Apakah kita mau memakai dan memaksimalkan rahmat-rahmat yang baru dari
Tuhan setiap pagi atau melupakannya saja, itu pilihan kita. Satu hal pasti, apa yang disediakan
Tuhan sesungguhnya baru dan segar, dan itu hadir setiap pagi.

Memasuki Tahun yang baru, mari kenali Tuhan lebih lagi. Semakin kita mengenalNya, semakin
kita mengetahui kasih dan rancanganNya buat kita, semakin kita terkagum-kagum dibuatNya.
Firman Tuhan yang disampaikan kepada Hosea berkata "Marilah kita mengenal dan berusaha
sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita
seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi." (Hosea 6:3). Seperti apa
tahun baru buat anda? Mungkin ada yang merasa tahun ini tidak terlalu baik, atau malah buruk?
Dengarlah, Tuhan menyediakan yang baru bagi anda. Tuhan membuka peluang-peluang baru,
kesempatan baru di tahun yang baru. Bagi anda yang menganggap tahun baru sebagai tahun yang
baik setidaknya menjanjikan, Tuhan pun menyediakan rahmatNya yang baru bagi anda. Apapun
yang anda rasakan di tahun baru, semuanya merupakan bagian dari keberhasilan baru yang
menanti di depan sana. Karenanya bersukacitalah dalam menyambut tahun yang baru, jalanilah
dengan penuh semangat dan harapan baru. Ada Tuhan dengan rahmatNya yang baru disana, dan
Dia akan selalu berjalan bersama dalam setiap langkah.

Tahun baru, rahmat baru, harapan baru. Selamat tahun baru, Tuhan memberkati.

Baca artikel detiksulsel, "5 Contoh Khotbah Tahun Baru 2023 sebagai Bahan Renungan dan
Refleksi Diri" selengkapnya https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6482891/5-contoh-khotbah-
tahun-baru-2023-sebagai-bahan-renungan-dan-refleksi-diri.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

Anda mungkin juga menyukai