Saudara-saudara, saya yakin bahwa kita tahu semboyan yang satu ini: “Bhinneka Tunggal
Ika.” Tentu semua masih ingat artinya: Berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Para bapak
bangsa, ketika menelurkan semboyan ini, tentu tahu betul bahwa bangsa Indonesia memiliki
keragaman suku, bahasa, budaya, agama, dll. Meskipun demikian, ada cita-cita dalam diri
mereka agar bangsa ini menjadi bangsa Indonesia yang bersatu.
Ketika saudara mendengar ini, mungkin ada yang berpikir, “Ah, itu bukan urusan
saya. Urusan saya adalah jemaat-jemaat yang saya layani. Persatuan dan kesatuan bangsa
adalah urusan pemerintah.” Tetapi jika kita renungkan lebih dalam, sesungguhnya keadaan
gereja seringkali tidak berbeda dengan keadaan bangsa ini. Kita sering menjumpai jemaat
Tuhan yang terpecah belah akibat berbagai macam perselisihan, padahal semua orang
percaya sudah dipersatukan dalam satu tubuh Kristus. Jika demikian, di manakah kesatuan
itu? Mengapa perpecahan itu sampai terjadi?
(1) Kesatuan tubuh Kristus dapat dipelihara jika orang percaya seia sekata
dan sehati sepikir (ay. 10-11)
Dalam perikop sebelumnya (ay. 5-6) dikatakan bahwa jemaat Korintus adalah jemaat
yang kaya dalam segala hal, baik dalam perkataan maupun pengetahuan (ay. 5). Di ayat 7
dikatakan: “Demikianlah kamu tidak kekurangan satu karuniapun…” dan Paulus sangat
mengucap syukur akan semua ini (ay. 4). Sayangnya, di dalam segala kelebihan yang
dimiliki oleh jemaat Korintus, ada borok yang jika dibiarkan dapat menjadi infeksi yang
menyebar dan membahayakan kesatuan tubuh Kristus, yakni perpecahan.
Untuk memelihara kesatuan tubuh Kristus, rasul Paulus di dalam nama Yesus Kristus
menasihatkan dengan tegas agar jemaat seia sekata dan sehati sepikir (Baca ayat 10).
Perhatikanlah bahwa nasihat ini disampaikan dengan sungguh-sungguh! Paulus tidak
meminta jemaat seia sekata hanya untuk menghormati dia, melainkan karena Kristus. “Seia
sekata” yang dimaksudkan Paulus adalah kesatuan jemaat dalam pemberitaan dan pengajaran
Injil yang murni, yaitu Injil yang tidak terkontaminasi oleh hikmat manusia (2:1-5).
Selanjutnya, Paulus menggunakan frasa “sehati sepikir” dengan maksud agar jemaat
Korintus memiliki kesatuan dalam mind-set mereka bahwa karunia-karunia berbeda yang
dimiliki harus dipakai untuk saling melengkapi sebagai sesama anggota tubuh Kristus.
Saudara-saudara, gambaran setiap orang percaya yang seia sekata dan sehati sepikir
dapat dibandingkan dengan penampilan sebuah orkestra. Gesekan dawai biola
dipadukan dengan tiupan saxophone, petikan harpa, pukulan drum, dan ditambah
dengan choir nan merdu, yang semuanya dipadukan menjadi sebuah harmoni yang begitu
indah di bawah komando sang conductor. Hasilnya adalah alunan musik dan lirik yang
sangat mengagumkan. That’s amazing. Inilah kesatuan itu, yaitu harmoni. Dari perbedaan
peran masing-masing pihak, tercipta sebuah harmoni yang indah. Jika masing-masing pihak
bermain semaunya sendiri, hasilnya tidak akan indah, tetapi kacau. Di sinilah ada kesatuan di
dalam keragaman: unity in diversity.
(2) Kesatuan tubuh Kristus dapat dipelihara jika orang percaya tidak
Saudara-saudara, orang Korintus pada umumnya sangat bangga akan kemampuan intelektual
yang mereka miliki. Kalau kita perhatikan 1Kor. 1:18 dan seterusnya, maka kita akan
melihat bahwa semakin tinggi kemampuan intelektual seseorang, dia akan semakin dihargai
oleh masyarakat. Kalau saja kejadiannya di zaman sekarang, mungkin orang akan datang
berbondong-bondong untuk mendengarkan orang tersebut berbicara. Bahkan, tidak sedikit di
antara mereka yang mungkin rela merogoh kocek lebih dalam hanya untuk selembar tiket
yang dijual para calo tiket. Pemberitaan media pun akan menambah semarak dari
penyelenggaran ceramah tersebut. Akan ada banyak stasiun TV yang berlomba-lomba untuk
mendapatkan hak tayang ceramah tersebut secara live. Orang-orang “pintar” tersebut tentu
akan menjadi magnet yang memiliki daya tarik yang luar biasa bagi orang-orang Korintus
pada masa itu karena memang itulah yang menjadi kesukaan dan hiburan mereka.
Dengan latar belakang budaya masyarakat yang demikian itu, hampir dapat dipastikan
bahwa jemaat Korintus adalah jemaat yang memiliki kebudayaan yang tinggi dan kritis.
Dapat dipastikan juga bahwa telinga mereka tidak hanya terbiasa untuk
mendengarkan khotbah-khotbah mingguan, tetapi juga ceramah-ceramah dari filsuf-filsuf
tersebut. Dan sama seperti kebanyakan orang di Korintus, para jemaat pun nge-fans berat
kepada pemimpin-pemimpin gereja yang memberi kesan khusus bagi mereka. Sikap itulah
yang akhirnya menimbulkan penggolongan-penggolongan dalam jemaat Korintus, tetapi
penggolongan seperti inilah yang dilihat Paulus sebagai benih perpecahan jemaat.
Dan yang terakhir adalah mereka yang menamakan diri sebagai CFC (Christ Fans
Club). Dengan nama itu saja, orang bisa langsung melihat bahwa mereka adalah kumpulan
orang-orang yang sombong, menganggap diri mereka lebih benar dari kelompok lain karena
memiliki hubungan khusus dengan Kristus. Dengan berani mereka
mengatakan bahwa “Kristus adalah milikku dan bukan milikmu.” Mungkin kelompok inilah
yang meragukan kebangkitan tubuh karena memandang Kristus dari sisi manusia saja.
Apa yang telah dilakukan oleh para tokoh tersebut sebenarnya tidak sebanding dengan
apa yang telah dilakukan Kristus bagi jemaat. Dalam bagian ini, Paulus mengungkapkan
kewaspadaannya agar sebagai pemimpin ia tidak mencuri kemuliaan Tuhan.
Memang Paulus punya banyak fans. Ia telah membaptis beberapa orang dan bisa saja ia
menjadi pujaan di antara jemaat, namun ia mengatakan bahwa tujuannya bukan itu.
Tujuannya hanyalah untuk memberitakan Injil supaya salib Kristus tidak menjadi sia-sia.