Anda di halaman 1dari 17

BAB I

Pendahuluan

Pada bab pendahuluan ini, penulis akan menguraikan secara ringkas tentang

beberapa hal yang mendasar berkaitan dengan penulisan ini yaitu: Latar belakang

masalah, tujuan penulis, manfaat penulisan, ruang lingkup penelitian, metode

penelitian, definisi istilah dan sistematika penulisan.

Latar Belakang Masalah

Penulis menemukan beberapa masalah yang berkaitan dengan karakter

jemaat Kristen dalam kitab I Korintus.

Pertama, dalam dunia Perjanjian Baru, selama abad pertama banyak

muncul golongan dan sekte-sekte, bahkan bangsa Yahudi memiliki Ahli Taurat,

orang Farisi, dan orang Saduki. Banyak di antara orang-orang Yunani berminat

pada pemikiran yang serius masuk dalam golongan-golongan, seperti golongan

Stoa, Epikuros, dan Sinis. Golongan-golongan dan aliran-aliran yang didirikan oleh

Plato dan Aristoteles ini ada di Atena. Tetapi di antara orang-orang dalam lima

puluh tahun terakhir dari abad pertama timbulah satu kebangunan yang disebut

“Neo-Sophisme”, yaitu suatu gerakan yang membangkitkan kembali minat yang

semula dalam perdebatan dengan kurang memikirkan kebenaran.

Hal menggabungkan diri dengan aliran-aliran pikiran adalah soal rutin atau

sudah biasa terjadi. Ada banyak orang-orang di Korintus karena latar belakang

Yunaninya menyombongkan diri mereka dengan hikmat. Orang Yunani merupakan

1
2
orang yang suka berpikir dan bertindak dengan bebas, juga cenderung pada

penggolongan. Banyak orang di Korintus senang berdebat dan bertengkar hanya

bagi kesenangan untuk berselisih dan berdebat saja.

Agama Kristen tidak tumbuh dari suatu kekosongan agama, dimana

masyarakat yang tidak mempunyai pegangan menunggu-nunggu sesuatu untuk

diyakini, sebaliknya kepercayaan baru dalam Kristus harus berjuang melawan

berbagai kepercayaan agama yang telah ada dalam masyarakat selama berabad-

abad. Demikian juga dengan keadaan agama Kristen di Korintus. Keadaan agama

di Korintus berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Brill menjelaskan, “pengaruh

agama terhadap penduduk Korintus sangat kuat, bahkan agamalah yang

menyebabkan kejahatan bertambah.”1 Korintus terkenal karena kejahatan dan moral

penduduk, ada yang menyembah dewi Aprodite, dan disediakan 1000 pelacur bakti

yang dianggap keramat untuk melayani hawa nafsu para penyembah.

Dalam hal jemaat Korintus, pemimpin menjadi suatu pribadi yang menjadi

sangat penting dan bahkan mereka saling mengunggulkan pemimpin masing-

masing. Dilihat dari (1 Kor.1:12), memang benar bahwa ada orang-orang yang

berkata “aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari

golongan Kefas”. Hal ini dilatarbelakangi oleh pengaruh filsafat yang kuat pada

masa itu, dimana orang lebih condong kepada kata-kata hikmat yang disampaikan

oleh orang-orang yang berhikmat dan menjadi pengikut atau penganut ajaran

tersebut. Dalam hal ini ada sebagian yang mengelompokkan diri sesuai dengan

pemimpin yang disukai dan kemudian saling membanggakan pemimpin-pemimpin

tersebut. Muncul suatu kesombongan diantara golongan-golongan tersebut sesuai

1
J Wesley. Brill, Tafsiran Surat Korintus Pertama (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, t.th),
11
3

dengan kelebihan para pemimpin dan sesuai dengan kehendak dari orang-orang

Korintus.

Ada empat golongan yang terjadi yang masing-masing mengklaim lebih

hebat dari yang lain. Pertama, Paulus, yang memulai dan mendirikan jemaat di

Korintus. Kedua, Apolos, seorang Yahudi dari Aleksandria (Kis 18:24-28). Apolos

datang ke Efesus tahun 52 pada kunjungan Palus yang terburu-buru di Palestina.

Apolos memiliki pengetahuan yang cermat mengenai kehidupan Yesus. Menurut,

“Apolos penuh gairah memberitakan kebenaran yang diketahui , dari Efesus ke

Korintus, dimana menunjukkan keahliannya membela ajaran Kristen terhadap

orang Yahudi (Kis 18:27-28).”2 Ketiga, Kefas merupakan murid Yesus yang sering

juga disebut Petrus. Dan juga merupakan Murid Tuhan Yesus yang pertama.

Kelompok Kefas tampaknya meragukan mandate Paulus, dan lebih memilih

hubungan dengan Yerusalem melalui Petrus. Keempat, golongan Kristus, yaitu

golongan yang merasa lebih tinggi dari yang lain karena mengikut Kristus. Menurut

Ibrahim, “Kemungkinan golongan ini adalah yang dulu ada di Yudea dan sudah

melihat Yesus, sehingga lebih minta dihormati dan menganggap lebih dari pada

yang lain dan menjadi sombong.”3

Kedua, Jemaat Korintus disebut oleh Paulus adalah jemaat yang masih

duniawi dan masih belum dewasa (1 Korintus 3). Van den End menuliskan,

“Manusia duniawi mengandung pengertian, bukan dari Allah, memusuhi Allah,

menghendaki yang bertentangan dengan Allah.”4 Dalam hal ini Paulus tidak

2
R. E Nixon, “Apolos”, Ensiklopedi Akkitab Masa Kini, Jilid 2 (Jakarta: Yayasan Bina
Kasih/OMF), 74
3
David Ibrahi, Surat I Korintus (Jakarta: Mimey Press, 1999), 12
4
Th. Van den End, Surat Roma (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 324
4
mengatakan bahwa jemaat Korintus masih belum lahir baru, Karena pada pembuka

suratnya kepada jemaat ini Paulus mengatakan bahwa jemaat Korintus adalah

orang-orang kudus. Dengan pemahaman demikian berarti Paulus menjelaskan

bahwa orang-orang kudus di Korintus masih memiliki sifat duniawi atau masih

hidup dalam daging. Paulus mendaftarkan perbuatan-perbuatan orang yang masih

hidup dalam daging dalam suratnya kepada jemaat Galatia, dalam Galatia 5:19-21.

Dalam suratnya kepada jemaat Galatia, Paulus membuat suatu karakteristik orang

Kristen dalam daging, dan hal inilah yang menjadi penyebab terjadinya perpecahan

dalam jemaat Korintus. Menyombongkan diri dengan karunia yang jemaat Korintus

miliki.

Ketiga, ketika Rasul Paulus menjelaskan tentang karunia-karunia yang

diberikan bagi gereja (1 Korintus 12). Edvardsen menuliskan, “karunia Roh Kudus

bagi orang Kristen akan melengkapkan orang-orang suci bagi pelayan. Melayani di

dalam mendirikan Tubuh Kristus, karunia itu diberikan untuk meneguhkan sidang

jemaat.”5

Paulus dalam suratnya kepada jemaat Efesus menjelaskan tentang

pemberian karunia atau sering disebut jabatan dalam gereja yaitu, rasul nabi,

pembertia injil, gembala dan pengajar dengan tujuan untuk memperlengkapi orang-

orang kudus (Ef 4:7-12). Barclay menjelaskan, “Memperlengkapi dipakai kata

“katartismon”, asal katanya ialah “katartizw” (katartizo), yaitu memperbaiki,

5
Aril Edvardsen, Baptisan dan Karunia Roh Kudus (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil
Immanuel, t.th), 10
5

menyempurnakan, melengkapi, memulihkan, menempatkan sesuatu kembali di

tempat dan keadaan dimana sesuatu itu seharusnya berada.”6

Jemaat Korintus telah beruntung karena dilayani oleh bermacam-macam

rasul dan pemberita Injil. Sejumlah ahli memperlihatkan bahwa, “jemaat Korintus

memandang Paulus dan Apolos sebagai para pengajar misteri religious yang

membawa jemaat Korintus ke dalam suatu kebijakan spiritual baru. Jemaat

Korintus secara mencolok menyamakan diri dengan pengajar-pengajar ini

ketimbang kepada Kristus yang mereka ajarkan.”7 Bahkan orang-orang Korintus

suka menonjolkan diri dan membanding-bandingkan karunia mereka dengan

anggota lain. Oleh karena itu Paulus menempatkan pembahasan karunia Roh,

dengan tujuan supaya jemaat Korintus mengerti bahwa sesungguhnya kasih adalah

hal yang utama serta sangat penting dalam kehidupan berjemaat.

Fakta yang disebabkan oleh letaknya Korintus yang strategis dan juga

karena perjalan yang jauh-jauh dari para utusan Injil pertama (2 Kor 1:19). Karena

terlalu mengutamakan hikmat duniawi, timbullah perselisihan intern pada waktu


beberapa
orang mengadu dombakan pembertia Injil kesayangan antara satu dengan

yang lain. Tetapi ini bukan sekedar soal kesukaan pribadi, semua orang percaya

menaruh kasih sayang kepada pemberita Injil yang telah memimpin mereka

bertobat. Kepribadian manusia yang begitu berbeda-beda yang menimbulkan

bermacam-macam orang pastilah merupakan salah satu sebab Allah memilih untuk

6
William Barclay, Galatia-Efesus, Seri Pemahaman Alkitab sehari-hari (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1991), 223
7
David L. Berlett, Pelayanan Dalam Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000),
324
6
memberitakan injil dengan perantaraan manusia, dan bukan dengan perantaraan

malaikat.

Dalam hubungan dengan jemaat Korintus, Paulus menaruh perhatiannya

yang sangat dalam berkaitan dengan pertumbuhan jemaat kristen yang masih

sementara bertumbuh. Rusell menjelaskan: “keadaan Kota Korintus adalah sebuah

kata yang relatif masih baru, umurnya 95 tahun ketika Paulus mengunjunginya kali

pertama. Korintus adalah kota kosmolitan, kaya, pelindung kesenian, beragama dan

terkenal dengan sensualitasnya (pemuasan hawa nafsu).”8

Dengan melihat permasalah ini, penulis terdorong untuk menulis serta

mengangkat judul yaitu: Pandangan Rasul Paulus Mengenai Karakter Jemaat Kristen

Menurut Kitab I Korintus.

Rumusan Masalah

Berkaitan dengan berbagai permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya,

maka dalam pembahasan karya ilmiah, penulis membuat suatu rumusan masalah

yaitu sebagai berikut: Apa pandangan Rasul Paulus mengenai karakter jemaat

Kristen menurut kitab I Korintus?

Tujuan Penulisan

Sehubungan dengan adanya penelitian ini, penulis hendak mengemukakan

sasaran yang menjadi tujuan dalam penulis, yaitu menjelaskan pandangan Rasul

Paulus mengenai karakter jemaat Kristen menurut Kitab I Korintus.

Manfaat Penelitian

8
Russell P. Spittler, Pertama dan Kedua Korintus (Malang: Gandum Mas, 1971), 29
7

Penulis ingin memberikan beberapa hal berkaitan dengan manfaat penulisan

karya ilmiah ini sebagai berikut:

Pertama, jemaat Kristen harus memiliki sikap yang dewasa dalam Kristus,

supaya dapat mengantisipasi berbagai permasalahan dalam gereja atau antar jemaat.

Kedua, memberikan pemahaman yang benar bagaimana sikap seorang

jemaat Kristen dalam gereja, keluarga dan masyarakat.

Ketiga, untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar

“Sarjana Teologi” di Sekolah Tinggi Teologi Pentakosta Bolaang Mongondow

Timur.

Ruang Lingkup Penelitian

Bertitik tolak dari latar belakang masalah dan rumusan masalah yang sudah

dijelaskan sebelumnya, maka penulis, akan membuat ruang lingkup penelitian yang

terfokus pada Pandangan Rasul Paulus Mengenai Karakter Jemaat Kristen Menurut

Kitab I Korintus.

Metode Penelitian

Menurut Binsen S. Sidjabat, “Metode penelitian adalah cara atau

pendekatan tentang bagaimana keseluruhan studi akan diwujudkan.”9 Sedangkan

9
Binsen S. Sidjabat, Desain Riset Penulisan Karya Ilmiah Prinsip Kerja Penelitian Teologi
(Bandung: Insitut Alkitab Turanus, 2003),17.
8
menurut Iqbal Hasan, metode penelitian adalah: “Tata cara bagaimana suatu

penelitian akan dilaksanakan,”10

Dalam metode penulisan ini ada beberapa hal penting yang akan dibahas

oleh penulis yaitu: pengertian metode yang akan dipakai dalam karya ilmiah ini

yaitu, objek penelitian, waktu penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan

teknik pengolahan data ini. Langkah awal penulis adalah mencari arti atau definisi

dari setiap metode yang akan digunakan dalam penulisan ini. Penulis menggunakan

metode kualitatif Deskriptif Hermeneutik Biblikal Eksegesis.

Metode penelitian dikenal dengan dua pendekatan yaitu, kuantitaif dan

kualitatif, dan dalam penyusunan skripsi ini penulis melakukan pendekatan dengan

cara kualitatif, yaitu: “Prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”11

Penulis menggunakan penelitian secara kualitatif dalam pengumpulan data dengan

metode deskriptif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online: “deskriptif bersifat

menggambarkan apa adanya.”12

Definisi deskriptif adalah sebagai salah satu jenis metode yang berusaha

menggambarkan dan emnginterpretasikan objek sesuai apa adanya.13

Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status

sekolompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran ataupun

10
Iqbal Hasan, “Pengertian Metode Penelitian”, dalam pengertian metode penelitian, jenis
dan contohnya di akses 8 November 2019, http://www.pengertianpakar.com/2015/06pengertian-
metode-penelitian--jenis-contohnya.html.
11
Suryana, Metodelogi Penelitian, 37
12
“Definisi Deskriptif,” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, diakses 8 November
2019,http://kbbi.awe.id/deskripsi.
13
Ridwan, pengertian deskriptif, dalam penegrtian metode penelitian.
9

suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.14 Metode deskriptif adalah suatu metode

yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian

tetapi tidak digunakan utuk membuat kesimpulan yang lebih luas.15

Objek yang akan diteliti oleh penulis yaitu dalam penulisan karya ilmiah ini,

objek yang akan diteliti oleh penulis adalah kitab I Korintus.

Waktu penelitian karya ilmiah ini mulai dari bulan November 2019 sampai

dengan bulan Mei 2020. Pengumpulan data mulai bulan November-januari dan

pengolahan data mulai bulan februari-mei 2020.

Adapun sumber-sumber data yang akan digunakan yaitu data primer dan

data sekunder. Data primer yaitu Alkitab Bahasa Indonesia (LAI), NIV, KJV, kamus

Alkitab, kamus Bahasa Indonesia, Wycliffe, Ensiklopedi ALkitab masa kini A-L,

Tafsiran dan lain-lain.

Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yaitu kepustakaan, dalam teknik pengumpulan

data ini aka nada proses yang terjadi yaitu dengan cara:

- Membaca Alkitab secara berulang-ulang sampai mengerti

- Mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan

sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli, sedangkan Data

Sekunder merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan dari

berbagai sumber yang telah ada.

14
Nazir, pengertian deskriptif, dalam pengertian metode penelitian.
15
Sugiyono, pengertian deskriptif, dalam pengertian metode penelitian.
10
- Mencari setiap data dalam tafsiran, buku-buku dan internet.

- Membaca berulang-ulan semua data-data primer dan sekunder yang

sudah dikumpulkan

- Mencari poin-poin utama pada setiap Bab

- Mencari sub-sub poin pada Bab tersebut.

Pengolahan Data

Setelah data-data dikumpulkan, sebagai proses selanjutnya penulis akan

mengolah data tersebut dengan menggunakan Prinsip Penafsiran. Sesuai yang

dipelajari, pada prinsipnya Alkitab tidak selamanya mudah dimengerti, juga tidak

selamanya sulit dimengerti. Ada ayat yang bisa langsung dimengerti, ada ayat yang

susah untuk dimengerti.

Dalam prinsip-prinsip penafsiran secara umum terdiri dari enam prinsip

penafsiran, yaitu:

Penafsiran Kontekstual

Dalam penafsir ini para penafsir akan menafsirkan nats dengan melihat

konteks dekat yaitu dilihat dari paragraph sebelum dan sesusdah nats yang diselidiki

dan juga kontkes jauh yang diperhatikan oleh penafsir yang ditinjau dari seluruh isi

kitab dimana nats itu berada.

Penafsiran Literal

Para penafsir menggunakan penafsiran ini untuk menafsirkan nats yang

sebenarnya dari setiap kata yang diselidiki. Ini penting karena ada kata-kata dalam
11

nats yang memiliki lebih dari satu arti, oleh karena itu penafsiran literal perlu

dilakukan untuk mendapat arti yang sebenarnya dari kata-kata tersebut sehingga

terhindar dari kekeliruan dalam menafsirkan kata-kata.

Penafsiran Teologia

Tujuan penafsiran ini untuk menafsirkan setiap nats sesuai dengan ajaran

Alkitab secara menyeluruh. Empat tahap dalam menggunakaan penafsiran ini, yaitu

dengan membandingkan nats yang lain dengan kitab yang sama, membandingkan

dengan nats yang lain dengan penulis yang sama, membandingkan dengan nats yang

lain dalam Perjanjian yang sama dan membandingkan dengan nats yang lain dari

seluruh Alkitab.

Penafsiran Historis

Dalam penafsiran ini, para penafsir akan menafsirkan berdasarkan

latarbelakang sejarah, geografis, dan kebudayaan. Ini dianggap penting karena

peristiwa yang tertulis dalam Alkitab terjadi pada masa yang tertentu, dalam sejarah,

tertentu, dan tertulis untuk orang-orang dalam masa tertentu. Karena itu perlu untuk

menafsirkan nats dari pandangan pembaca asli dari kitab yang akan diselidiki.

Penafsiran Sesuai dengan Tujuan Penulis

Tujuan penafsiran ini untuk menafsirkan nats berdasarkan tujuan dari

penulisannya agar dapat mengetahui apa yang sebenarnya menjadi sasaran dari

penulis dalam nats tersebut.

Dari keseluruhan enam prinsip penafsiran yang sudah dijelaskan, penulis

hanya akan menggunakan prinsip penafsiran kontekstual, dan penafsiran historis.


12
Penyimpulan Data

Setelah menggunakan proses pendekatan Penafsiran Kontekstual, Penafsiran

Teologia, dan Penafsiran Historis, penulis akan membuat kesimpulan data disetiap

bab.

Definisi Istilah

Istilah yang akan digunakan oleh penulis dalam karya ilmiah ini, yang

menurut penulis perlu untuk didefinisikan adalah kata “Rasul, Karakter, Jemaat dan

Kristen”.

Rasul

Rasul adalah sebagai salah satu yang dikirim pada misi otoritas penuh Rasul,

dalam perjanjian baru digunakan terutama dari seorang utusan untuk Allah, sebagai

orang yang mengatakan pesan Injil. Menurut Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid II

tentang rasul: “Dengan demikian, apostolos mungkin bermakna ‘petugas’- diutus

oleh Kristus,” 16

Karakter

Definsi karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: “Sifat-sifat

kejiwaan, budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang.”17 Menurut Jhon C

Maxwell dalam bukunya The Indispensable adalah: “Karakter jauh lebih baik dari

sekedar perkataan, lebih dari itu karakter merupakan sebuah pilihan yang

menentukan tingkat kesuksesan. Jadi pengertian karakter dapat diartikan suatu sifat,

16
A.F. Walls, “Rasul” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I, pen, Sijabat-Runkat dan H.A
Oppusnggu, (Jakarta: Yayasan komunikasi Bina Kasih, 1995), 307
17
Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Karakter”
(Jakarta: Balai Pustaka, 2001), 201
13

ahlak atau budi pekerti yang dengan sedirinya ada dalam jiwa seseorang unutk selalu

melakukan hal yang baik.

Jemaat

Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan penjelasan tentang kata jemaat

sebagai: “kumpulan atau rombongan orang yang beribadah, orang banyak atau

public.”18

Dalam buku Ensiklopedi Fakta Alkitab dikatakan bahwa:

Kata Yunani yang oleh Alkitab terjmahkan sebagai jemaat atau gereja, adalah
ekklesia dari kata kaleo (“Aku memanggil dan Aku memerintahkan”). Bacaan
sekuler mungkin memnggunakan kata ekklsia untuk mengacu kepada suatu
kerusuhan, kampanye politik, pesta pora, atau pertemuan dengan tujuan-tujuan
lainnya. Tetapi perjanjian baetu menggunakan ekklesia hanya merujuk kepada
pertemuan-pertemuan orang kristen untuk menyembah Kristus. Itulah
sebabnya para penerjemah Alkitab menggunakan kata Jemaat, dan bukan
menggunakan istilah-istilah yang lebih umum seperti pertemuan dan
perkumpulan.”19

Dalam lexicon Yunani kata ini “€κκλσιία” (Ekklesia) yang diterjemahkan


dengan: Assembly (pertemuan), Assemblage (orang-orang yang berkumpul), the
congregation (jemaat), church (gereja).20

Kristen

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “nama agama yang disampaikan oleh
Kristus (Nabi Isa)”.21

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia: “1.Berjalan, melalui atau mengikuti;


2.Meniru; mencontoh; meneladani; 3.melakukan apa yang diperintahkan; tidak

18
“Kamus Besar Bahasa Indoesia, “jemaat”. 357
19
J.I Packer, Merril C. Tanney, Wiliam white, Ensiklopedi Fakta Alkitab, (Malang: Yayasan
penerbit gandum mas, 2002, 1113)
20
Arndt, and Gingrich, A Greek-English Lexicon, 340
21
Kamus Besar Bahasa Indonesia Ibid, “Kristen”.531
14
melawan, mengindahkan; 4. Memenuhi; 5. Ikut; 6.Sesuai dengan”. 22

Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan ini, penulis akan menguraikan 5 bab yang

menjadi rincian dari skripsi ini, yaitu:

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, ruang lingkup

penelitian, metode penelitian, definisi istilah, dan sistematika penulisan.

Bab kedua, membahas mengenai karakter jemaat Kristen yang memiliki

Kerendahan hati.

Bab tiga, membahas mengenai karakter jemaat Kristen yang memiliki

Kekudusan Hidup.

Bab keempat, membahas mengenai karakter jemaat Kristen yang memiliki

Kasih.

Bab kelima, merupakan penutup yang teridiri dari kesimpulan dan saran-

saran.

22
. Ibid, 1089
15

BIBLIOGRAFI

Buku

A.F. Walls, “Rasul” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I, pen, Sijabat-
Runkat dan H.A Oppusnggu, Jakarta: Yayasan komunikasi Bina Kasih, 1995

Aril Edvardsen, Baptisan dan Karunia Roh Kudus Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil
Immanuel

Binsen S. Sidjabat, Desain Riset Penulisan Karya Ilmiah Prinsip Kerja Penelitian
Teologi Bandung: Insitut Alkitab Turanus, 2003

David Ibrahi, Surat I Korintus Jakarta: Mimey Press, 1999

David L. Berlett, Pelayanan Dalam Perjanjian Baru Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2000

J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Korintus Pertama, Bandung kalam hidup 2003

J.I Packer, Merril C. Tanney, Wiliam white, Ensiklopedi Fakta Alkitab, Malang:
Yayasan penerbit gandum mas, 2002

Nazir, pengertian deskriptif, dalam pengertian metode penelitian.

R. E Nixon, “Apolos”, Ensiklopedi Akkitab Masa Kini, Jilid 2 Jakarta: Yayasan Bina
Kasih/OMF

Ridwan, pengertian deskriptif, dalam penegrtian metode penelitian.

Russell P. Spittler, Pertama dan Kedua Korintus Malang: Gandum Mas, 1971

Suryana, Metodelogi Penelitian, 1999

Sugiyono, pengertian deskriptif, dalam pengertian metode penelitian.

Th. Van den End, Surat Roma Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000

William Barclay, Galatia-Efesus, Seri Pemahaman Alkitab sehari-hari Jakarta: BPK


Gunung Mulia, 1991

KAMUS

Arndt and Gingrich, A Greek-English Lexicon


16
Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 2001

WEBSITE

Iqbal Hasan, “Pengertian Metode Penelitian”, dalam pengertian metode penelitian,


jenis dan contohnya di akses 8 November 2019,
http://www.pengertianpakar.com/2015/06pengertian-metode-penelitian--jenis-
contohnya.html.

Definisi Deskriptif,” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, diakses 8


November 2019,http://kbbi.aweb.id/deskripsi
17

Anda mungkin juga menyukai