Disusun Oleh:
DAFTAR ISI.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................
B. Rumusan masalah...........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan .........................................................................................................
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada saya untuk menyelesaikan makalah ini. Saya berharap agar makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan bagi pembaca. Saya juga mengucapkan terima kasih pada semua
pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Saya menyadari makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan Saya terima
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, Saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca. Sekian dan terimakasih.
PENGERTIAN GEREJA
Gereja dalam berasal dari kata "igreja" dalam bahasa Portugis dan bahasa Yunani berasal dari
kata "εκκλησία / ekklesia" dari kata kaleo yang berarti dipanggil keluar. Dalam perjanjian lama,
gereja dapat didefinisikan sebagai persekutuan orang-orang yang telah dipanggil atau
dikumpulkan. Dan dalam perjanjian baru gereja memiliki arti perkumpulan orang Kristen
sebagai jemaat untuk menyembah dan memuliakan Tuhan Yesus. Secara etimologi Gereja dapat
diartikan :
1. "Umat", atau lebih tepatnya persekutuan orang kristen. Arti ini diterima sebagai arti
pertama orang kristen. Jadi, pada awalnya gereja bukanlah sebuah gedung, melainkan
orang itu sendiri. Itulah yang disebut sebagai gereja tidak nampak.
2. "Ibadah", pertemuan/perhimpunan ibadah umat kristen. Hal ini bisa dilakukan dimana
saja, dirumah, dihotel, dilapangan maupun ditempat rekreasi.
3. "Rumah ibadah", inilah pengertian umum dari gereja itu sendiri. Gereja merupakan
sebuah rumah ibadah bagi umat kristen untuk berdoa dan bersembahyang. Gereja yang
berbentuk bangunan ini disebut gereja nampak.
Pada awalnya gereja memang berasal dari amanat agung yang diberikan oleh Tuhan
Yesus kepada murid-murid-Nya. Hal ini dijelaskan dalam Kis. 1 : 1 – 11, yang menceritakan
sebelum Tuhan Yesus naik ke surga, Tuhan Yesus memperintahkan kepada murid-muridNya
untuk pergi ke Yerusalem dan menunggu disana sampai Roh Kudus dicurahkan kepada mereka.
Dengan kuasa Roh Kudus itu Tuhan memperlengkapi murid-muridNya untuk menjadi saksi-
saksi Kristus, bukan hanya di Yerusalem saja, tetapi hingga ke ujung bumi. Dari situlah murid-
murid Yesus mulai berani bergerak untuk menyaksikan tentang Tuhan Yesus kepada orang-
orang. Pada Kisah Para Rasul 11:26, di kota Antiokhia itulah orang percaya disebut sebagai
orang kristen. Dari Antiokhia berkembang ke Asia kecil, Yunani, Italia (Roma) dan dari kota
Roma gereja berkembang ke Eropa dan keseluruh muka bumi.
Dengan kebangkitan Yesus, gereja mula-mula mulai menyadari bahwa Allah berkarya
dalam bentuk yang sungguh-sungguh berbeda dari perkiraan mereka. Gereja bertugas
menghadirkan "tanda" kerajaan Allah. Menurut perjanjian baru, percaya pada Allah dan
gereja artinya gereja adalah persekutuan orang beriman.
GEREJA MULA-MULA
Gereja dimulai 50 hari sesudah kebangkitan Yesus (sekitar tahun 30-34 Masehi). Gereja
(“kumpulan yang dipanggil keluar”) secara resmi dimulai. Gereja pada masa itu biasa disebut
sebagai Gereja abad pertama. Pentobat-pentobat pertama kepada kekristenan adalah orang-orang
Yahudi atau penganut-penganut Yudaisme, dan gereja, yaitu persekutuan orang-orang yang
mengaku Yesus sebagaiTuhan itu, berpusat di Yerusalem.
Kekristenan pada mulanya dipandang sebagai sekte Yahudi, sama seperti orang-
orang Farisi, Saduki, atau Eseni. Namun, apa yang dikhotbahkan para rasul berbeda secara
radikal dari apa yang diajarkan oleh kelompok-kelompok Yahudi lainnya. Yesus diberitakan
sebagai "Mesias" atau Juruselamat orang Yahudi, yaitu Raja yang Diurapi, yang telah
dinubuatkan kedatangannya untuk menggenapi Hukum Taurat dan mendirikan Perjanjian
Baru yang berdasarkan pada kematianNya. Berita ini, dan tuduhan bahwa mereka telah
membunuh Mesias mereka sendiri, membuat banyak pemuka Yahudi menjadi marah, dan
beberapa orang, seperti Saul, yang kemudian dikenal sebagai Paulus, dari Tarsus, mengambil
tindakan untuk memusnahkan “Jalan” itu sebelum ia sendiri akhirnya menjadi penganut Kristus
yang sangat gigih.
Periode gereja mula-mula dimulai sejak dimulainya pelayanan rasul Petrus, Paulus dan
lain-lainnya dalam memberitakan kisah Yesus hingga bertobatnya Kaisar Konstantinus I, kurang
lebih tahun 33 hingga 325. Pada periode ini gereja dan orang-
orang Kristen mengalami penganiayaan, terutama penganiayaan fisik, namun bapak-bapak gereja
mulai menulis tulisan-tulisan Kristen yang pertama dan ajaran-ajaran yang menyeleweng yang
bermunculan diatasi.
Tidak lama setelah Pentakosta, pintu gereja terbuka kepada orang-orang bukan Yahudi.
Penginjil Filipus berkhotbah kepada orang-orang Samaria, dan banyak dari mereka yang percaya
kepada Kristus. Rasul Petrus berkhotbah kepada rumah tangga Kornelius yang bukanlah orang
Yahudi dan mereka juga menerima Roh Kudus. Rasul Paulus (mantan penganiaya gereja)
memberitakan Injil di seluruh dunia Greko-Romawi, sampai ke Roma sendiri dan bahkan
mungkin sampai ke Spanyol.
Pada tahun 70, tahun di mana Yerusalem dihancurkan, kitab-kitab Perjanjian Baru telah
lengkap dan beredar di antara gereja-gereja. Untuk 240 tahun berikutnya, orang-orang Kristen
dianiaya oleh Roma, kadang secara acak, kadang atas perintah pemerintah.
Pada abad kedua dan ketiga, kepemimpinan gereja mejadi makin hierakis seiring dengan
peningkatan jumlah. Beberapa ajaran sesat diungkapkan dan ditolak pada zaman ini, dan kanon
Perjanjian Baru disepakati. Penganiayaan terus meningkat.
1. Mereka banyak berdoa memuji dan menyembah Tuhan dalam Bahasa Roh (Kisah Rasul
2:4)
2. Mereka bertekun dalam pengajaran para rasul (Kisah Rasul 2:42) –seorang saksi Kristus
akan selalu lapar & haus akan Firman Tuhan –Mazmur 1:1-3
3. Mereka banyak berkumpul dengan sehati/unity (Ibrani 10:25) –ada kuasa yang dahsyat
dalam kesatuan hati sehingga berkat Tuhan mengalir berlimpah dalam kehidupan kita
4. Mereka saling menolong sehingga tidak ada yang berkekurangan (Kisah Rasul 2:44-45,
Amsal 19:17)
5. Mereka disukai semua orang (Kisah Rasul 2:47) –orang Kristen yang semakin bertumbuh
dalam kedewasaan rohani pasti akan semakin memiliki kepribadian yang baik (memiliki
kebenaran, damai sejahtera & sukacita) sehingga menarik orang lain untuk mengenal
mereka
Gaya hidup jemaat mula-mula itulah yang membuat mereka tetap teguh dalam menghadapi
berbagai pencobaan dan penganiayaan yang mengiringi pertumbuhan mereka.
TANTANGAN JEMAAT MULA-MULA
Gereja / jemaat yang baru berdiri mengalami pertumbuhan yang luar biasa tetapi dalam
pertumbuhan mereka terdapat juga berbagai tantangan dan kesulitan yang menghalangi
pertumbuhan mereka. Walaupun dalam kesulitan mereka, gereja Tuhan terus berkembang dan
hal itu tidak terlepas dari pemeliharaan Tuhan yang selalu menyertai mereka.
Tidak sedikit orang Kristen yang rela mati untuk mempertahankan iman mereka kepada
Tuhan Yesus. Seperti contohnya Stefanus yang harus mati martir dengan dirajam batu karena
memberitakan Injil yang dituduh sebagai ajaran sesat. Tetapi setelah kematian Stefanus, orang-
orang kristen menjadi menyebar ke Yudea dan Samaria. (Kis 8 : 1).
GEREJA MASA KINI
Gereja masa kini memang lebih modern daripada gereja mula-mula, dimana banyak
sekali hal yang diperbarui sesuai perkembangan zaman. Gereja masa kini terlihat memiliki
bangunan yang lebih megah dan indah daripada gereja mula-mula, pujian dan lagu yang lebih
semangat dan mudah dinyanyikan, musik iringan yang lebih modern dan komplit. Dilihat dari
semua hal itu gereja sekarang ini memang memiliki kemajuan yang luar biasa.
Namun melihat kondisi warga gereja masa kini mungkin mengalami kemunduran dari gereja
mula-mula. Beberapa warga gereja masa kini menganggap datang ke gereja hanya sebuah
rutinitas saja. Ke gereja yang seharusnya dilakukan sebagai kesempatan memuji dan memuliakan
Tuhan malah dilalaikan. Lalu bagaimana sebenarnya anggapan warga gereja terhadap Gereja?
Mungkin ilustrasi dibawah ini lebih menjelaskannya :
1. Pertama, banyak warga gereja memandang Gereja sebagai super market. Mereka
memiliki daftar kebutuhan hidup dan rohani yang mereka harapkan dapat mereka peroleh
dari Gereja. Mereka mengharapkan bahwa Gereja dapat memberikan layanan yang
memuaskan: khotbah-khotbah yang cocok dengan kebutuhan, penataan ibadah yang
menarik, suasana yang enak, dsb. Jika unsur-unsur ini tidak terpenuhi masuk akallah bila
mereka mengunjungi "super-market" lain yang lebih mampu menyediakan layanan yang
memuaskan.
2. Kedua, ada pula warga gereja yang menganggap Gereja sebagai gedung pertunjukan,
tempat mereka menonton berbagai pertunjukan seperti vocal group atau paduan suara,
sakramen, kemampuan bicara pengkhotbah dsb. Tidak heran bahwa daftar kebaktian
Minggu yang dimuat di sementara surat kabar, diperlakukan mirip dengan daftar
pertunjukan bioskop.
3. Ketiga, ada pula yang memperlakukan Gereja sebagai klub sosial tempat para anggotanya
memperluas pergaulan, mencari lubang-lubang kesempatan untuk memperluas jaring-
jaring bisnis. Sementara itu, tidak kurang pula para pemimpin gereja yang menata
kehidupan gereja seperti seorang direktur menata suatu perusahaan. Decision-making di
setir lebih banyak oleh pertimbangan budgeting, program-oriented, efisiensi, dsb.
4. Terakhir, sebagian warga gereja menganggap Gereja seperti rumah sakit. Mereka pergi
ke gereja untuk mendapatkan perhatian, dikunjungi, dirawat, didoakan, ditelateni, dsb.
Maka gereja yang memiliki pendeta dan pemimpin yang mampu bertindak seperti
perawat dan dokter rohani akan lebih disenangi warga gereja tipe ini.
Mungkin Anda merasa ilustrasi tentang kehidupan Gereja tadi terlalu sinis dan pesimis.
Tetapi kalau Anda amati dengan tajam, ternyata memang begitulah sebagian besar penghayatan
warga gereja kita masa kini. Dari semua gambaran tadi, tak ada satu pun yang melihat Gereja
sebagai "aku" atau "kita". Semua melihat Gereja, entah sebagai tempat (tempat mendengarkan
firman, tempat beribadah, tempat beribadah, tempat dilayani) atau sebagai pihak yang melalui
siapa "kami" (para warga gereja) mendapatkan faedah rohani. Dengan kata lain, ada kekeliruan
konsep tentang arti Gereja dan ada kesenjangan yang lebar antara awam dan pejabat Gereja.
Kalau tadi kita melihat kehidupan gereja dari sudut penghayatan para warga gereja, mari kita
tinjau keadaan gereja di Indonesia dari sudut penataan kehidupan gereja.
1. Pertama, kita melihat kecenderungan sifat tradisionalisme yang sangat kuat terutama di
kalangan gereja-gereja yang mapan. Yang saya maksudkan tradisionalisme di sini ialah
sikap puas akan tradisi dan sikap kaku mempertahankan tradisi sampai-sampai
mengorbankan penghayatan segar yang harus ada dalam kehidupan gereja dan tradisi
yang sebetulnya baik dan perlu itu menjadi sesuatu yang mati dan menghambat
kehidupan gereja. Dalam sikap ini kita jumpai keengganan untuk menyesuaikan bentuk-
bentuk ibadah, tata ibadah dan pengajaran agar sesuai dengan kebutuhan, kondisi dan ciri
manusia masa kini. Kita jumpai pula sikap Farisi yaitu mati-matian mempertahankan
bentuk-bentuk ibadah walaupun tanpa isi dan semangat, ibadah yang hidup. Tradisi yang
baik memang harus dipertahankan tetapi di dalamnya harus hadir kuasa kehadiran Allah
yang memperbarui dan menyegarkan itu. Tradisi bagaimana pun baiknya, tetap
dipengaruhi oleh bentuk-bentuk pergumulan budaya di suatu konteks tempat dan kurun
waktu tertentu. Karena kita hidup dalam zaman yang sedang berubah cepat, kekakuan
tradisi akan membuat kita menjadi agama yang tidak relevan dan tidak kontekstual.
2. Kedua, kecenderungan mengartikan gereja sebagai institusi. Tidak salah dan tidak dapat
disangkal bahwa ada aspek kelembagaan dalam kehidupan gereja. Namun demikian segi
kelembagaan ini dilihat sebagai unsur sarana dan bukan unsur hakiki. Sedangkan pada
masa kini, sepertinya terdapat penyamarataan antara kegiatan dengan kehidupan gereja,
antara gedung dengan Gereja. Khususnya di kota-kota besar terdapat kecenderungan
untuk mengidentikkan gereja dengan gedung dan bahkan untuk berlomba-lomba
membangun gedung yang megah, mewah dan harga yang wah. Bila demikian gedung
gereja justru mengikat kita kepada beberapa kelemahan: immobilitas, karena semakin
besar dan megah semakin menyedot program ke dalam gereja sendiri, bukan ke luar;
kekakuan, karena penataan ruang mengharuskan bentuk komunikasi yang satu arah dan
pasif; ketiadaan persekutuan; kesombongan dan kesenjangan antar kelas ekonomi.
3. Ketiga, kecenderungan menata gereja secara birokratis. Dalam bukunya: "Teologia Kaum
Awam", Hendrik Kraemer menelanjangi bentuk keuskupan baru yang menjangkiti
gereja-gereja Reformasi, yaitu adanya dualisme antara kaum cleros atau para pejabat
gereja, pemimpin gereja, atau mereka yang expert dalam bidang teologia dan
kepemimpinan kerohanian dan kaum awam yang menganggap atau dianggap buta
teologia, buta Alkitab dan tidak mampu melayani. Secara fakta gereja-gereja reformasi
masa kini sebenarnya sudah mundur balik ke keadaan kepausan Roma Katolik yang
tadinya ditentang para pendahulu kita, hanya saja sekarang dalam bentuk dan warna lain.
Disadari atau tidak, kenyataan ini adalah salah satu penyebab utama kelumpuhan Gereja
masa kini. Sebenarnya Gereja adalah kita semua, yaitu semua umat tebusan Allah. Jika
para warga gereja yang justru merupakan ujung tombak Kekristenan di tengah dunia ini
diperlakukan sebagai awam yang bodoh dan tak mampu, maka praktis gereja tak
mungkin lagi membawa dampak dalam dunia ini.
4. Keempat, adanya kesenjangan yang cukup parah antar generasi dan kelas para warga
gereja. Misalnya, program-program gereja kebanyakan disusun menurut usia dan jenis
kelamin. Kelas-kelas Sekolah Minggu yang terbatas hanya pada usia anak sampai
pemuda, terpisah dari konteks keluarga yang sebenarnya justru lebih diutamakan Alkitab
sebagai iklim paling tepat untuk pendidikan rohani. Juga ada kelompok-kelompok
kegiatan yang memperkuat kesenjangan antar generasi. Misalnya: kegiatan komisi
wanita, komisi pemuda, dlsb. Memang pembagian kegiatan menurut kategori tadi
membuat pelayanan mungkin lebih efektif, namun harus dipikirkan wadah-wadah ibadah
dan pelayanan yang aktif menghayati sifat heterogen dari gereja. Bila tidak, sukar sekali
gereja bersangkutan menghayati hakekat keumatannya.
5. Terakhir, adanya kecenderungan mengutamakan para profesional dalam kepemimpinan
gereja dan menjalankan semangat profesionalisme dalam pelayanan gereja. Memang kita
patut mensyukuri potensi yang ada di tengah warga gereja, juga memetik manfaat dari
keahlian mereka. Namun kriteria kepemimpinan Alkitabiah tetap mendahulukan dan
mensyaratkan kwalitas rohani mengatasi kwalitas pengetahuan, pendidikan, keterampilan
atau pun kedudukan dalam masyarakat. Bahaya dari kepemimpinan para profesional yang
tidak rohani ialah menerapkan semua prinsip yang mereka pandang berhasil dari dunia
mereka ke dunia gerejawi. Padahal sifat gereja sebagai organisme rohani dan bukan
terutama organisasi menuntut adanya pendekatan kepemimpinan, penataan dan
pemrograman yang khas. Sementara itu menjalankan pelayanan semata-mata karena
keahlian akan menghasilkan suatu kegiatan yang mungkin berhasil secara manusiawi
tetapi tidak disertai dan diberkati Tuhan.
Hal-hal diatas bisa dianggap sebagai problem serius dan hambatan bagi perkembangan
Gereja. Oleh karena itu, mulai dari sekarang kita harus mengubah bagaimana pandangan dan
anggapan kita terhadap gereja, jangan menganggap pergi ke gereja hanya sebagai sebuah
rutinitas, tetapi anggaplah sebagai sebuah 'kebutuhan'. Jadi milikilah hati yang haus dan lapar
akan kebenaran firman Tuhan. Dan jangan ragu untuk mengambil pelayanan di gereja, jangan
mempunyai pikiran bahwa anda tidak pantas untuk mengambil bagian pelayanan gereja. Setiap
kita diperlengkapi Tuhan untuk menjadi pemuji, penyembah, dan pelayan-Nya yang luar biasa.
Dan jangan lupa untuk memberikan persembahan dan persepuluhan yang terbaik buat Tuhan, hal
itu bukan hanya sebagai wujud ucapan syukur, tetapi juga dukungan bagi perkembangan gereja
Tuhan.
PERKEMBANGAN GEREJA DI
Perkembangan gereja di Indonesia tidak lepas dari sejarah Indonesia dimana Indonesia
(dulu Nusantara) didatangi oleh pedagang-pedagang Eropa dan adanya hubungan perdagangan
antara rakyat Indonesia dengan bangsa Eropa. Tidak hanya itu, Indonesia pun sempat memiliki
pengalaman pahit dibawah penjajahan bangsa Eropa. Hal itu memberikan kesempatan bagi
Bangsa Eropa untuk memperkenalkan kekristenan di Indonesia.
A. GEREJA KESUKUAN/KEDAERAHAN
Banyak jenis atau cabang gereja yang ada di Indonesia (di level provinsi) merupakan gereja yang
bersifat kesukuan atau kedaerahan tertentu. Hal ini terjadi karena adanya politik gospel masa lalu
oleh pihak Penjajah (Portugal ataupun Belanda) yang memakai taktik pendekatan suku.
Gereja kesukuan/kedaerahan ini berciri kedaerahan atau kesukuan tertentu menurut adat istiadat
daerah setempat, yang mana merupakan tempat Gereja tersebut pertama didirikan, namun
Gereja-gereja ini tetap terbuka bagi suku lain (adapula gereja yang tertutup untuk suku lain,
namun kemungkinannya sangat kecil)
Gereja Kristen Jawa atau Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa (disingkat GKJ) didirikan pada
tanggal 17 Februari 1931 adalah sebuah ikatan kebersamaan Gereja-gereja Kristen Jawa yang
seluruhnya berjumlah 307 gereja yang terhimpun dalam 32 klasis dan tersebar di 6 provinsi di
pulau Jawa yaitu Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI
Jakarta dan Banten.
Gereja Kristen di Sumatera Bagian Selatan - GKSBS (memakai adat Jawa dan Melayu)
Huria Kristen Batak Protestan - HKBP (memakai adat suku Batak Toba
Gereja Batak Karo Protestan - GBKP (memakai adat suku Batak Karo)
Gereja Kristen Protestan Simalungun - GKPS (memakai adat suku Batak Simalungun)
Huria Kristen Indonesia adalah sebuah persekutuan gereja Lutheran di Indonesia yang berkantor
pusat di Jl. Melanthon Siregar No. 111, Pematangsiantar, Sumatera Utara. Gereja ini termasuk
kelompok gereja-gereja Kristen Protestan di Indonesia dan merupakan anggota Persekutuan
Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Dalam umurnya yang ke 79 tahun ini, HKI sudah tersebar di
persada Nusantara ini terutama di Sumatera dan Jawa. Warga jemaatnya kurang lebih 300.000
jiwa dan tersebar di 674 Jemaat, 103 Resort, dan 8 Distrik/ Daerah, dilayani oleh 130 orang
pendeta, 78 orang guru jemaat penuh waktu dan 596 orang guru jemaat paruh waktu, 8 orang
bibelvrow, 4 orang diakones. (Pdt.Hopol M.Sihombing)
Gereja Kristen Rejang - GKR (memakai adat Suku Rejang, tertutup bagi suku-suku lainnya)
Gereja Kristen Injili Indonesia - GKII (melayani suku Anak Dalam dan orang-orang pribumi
(bumi putera) seperti Rejang dan Lembak di sebagian besar Bengkulu dan sebagian
Sumatera Selatan)
Gereja Protestan di Indonesia - GPI dengan dua belas Gereja Bagian Mandiri (GBM) dalam
lingkup GPI:
o Gereja Masehi Injili di Minahasa - GMIM
o Gereja Masehi Injili di Sangihe Talaud - GMIST
o Gereja Protestan Maluku - GPM
o Gereja Masehi Injili di Timor
o Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat - GPIB
o Gereja Protestan Indonesia di Donggala - GPID
o Gereja Protestan Indonesia di Buol Toli-Toli - GPIBT
o Gereja Protestan Indonesia di Gorontalo - GPIG
o Gereja Kristen Luwuk Banggai - GKLB
o Gereja Protestan Indonesia di Papua - GPI Papua
o Gereja Protestan Indonesia Banggai Kepulauan GPIBK
o Indonesian Ecumenical Christianity Church - IECC
o Gereja Masehi Injili di Talaud - GERMITA
Gereja Batak Karo Protestan - GBKP
Gereja Kristen Indonesia - GKI
Gereja Kristen Indonesia Sumatera Utara - GKI SUMUT
Gereja Kristen di Sumatera Bagian Selatan - GKSBS
Gereja Kristen Pasundan - GKP
Gereja Kristen Jawa - GKJ
Gereja Kristen Jawa Tengah Utara - GKJTU
Gereja Kristen Jawi Wetan - GKJW
Gereja Kristen Sulawesi Tengah - GKST
Gereja Kristen Sulawesi Barat - GKSB
Gereja Kristen Sulawesi Selatan - GKSS
Gereja Protestan di Sulawesi Tenggara - GEPSULTRA
Gereja Protestan Indonesia di Luwu - GPIL
Gereja Kristen Sumba - GKS
Gereja Kristen Injili di Tanah Papua - GKI di Tanah Papua
Gereja Kristus
Gereja Kristus Yesus - GKY
Gereja Reformed Injili Indonesia - GRII
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Gereja adalah istilah eklesiologis yang digunakan berbagai denominasi Kristen untuk
menyifatkan badan persekutuan umat Kristen yang sejati atau lembaga asali yang diasaskan
Yesus. Istilah "Gereja" juga digunakan di ranah keilmuan sebagai muradif Kekristenan,
sekalipun pada kenyataannya Kekristenan terdiri atas banyak Gereja atau denominasi, dan
banyak di antaranya yang mendaku sebagai "satu-satunya Gereja yang sejati" dengan meliyankan
yang lain.
Bagi banyak orang Kristen Protestan, Gereja mengandung dua unsur, yakni kasatmata
dan tak kasatmata. Gereja yang kasatmata adalah lembaga-lembaga tempat "Firman Allah secara
murni diwartakan maupun disimak, dan sakramen-sakramen dilayankan menurut ketetapan
Kristus", sementara Gereja yang tak kasatmata adalah segenap orang "yang sungguh-sungguh
diselamatkan" (dan menjadi warga Gereja yang kasatmata). Di dalam lingkup pemahaman akan
Gereja yang tak kasatmata ini, "Gereja" (atau Gereja yang am) tidak merujuk kepada suatu
denominasi Kristen tertentu, tetapi mencakup semua orang pribadi yang sudah diselamatkan.
Menurut teori cabang, yang digadang-gadangkan di kalangan Anglikan, Gereja-Gereja pelestari
suksesi apostolik adalah bagian dari Gereja yang sejati. Teori ini bertentangan dengan sikap
menyematkan label "satu-satunya Gereja yang sejati" pada suatu lembaga nyata Kristen tertentu,
yakni sikap eklesiologis yang dianut Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, Gereja-Gereja
Ortodoks Oriental, Gereja Asyur dan Gereja Purba di Timur.
Di dalam Alkitab bahasa Indonesia, kata "jemaat" digunakan sebagai padanan untuk kata
Yunani "eklesia" (ἐκκλησία), yang makna umumnya adalah "sidang jemaat" atau "Jemaah.
Empat Ciri Gereja pertama kali mengemuka di dalam Syahadat Nikea tahun 381 yang
menegaskan bahwa Gereja itu satu, kudus, katolik (am), dan apostolic.