Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PENDIRIAN GEREJA SAMPAI EDIKT MILAN

Sebelum melangkah lebih jauh, kita perlu mengenal suatu kerangka berpikir
mengenai perkembangan Gereja. Kerangka ini penting agar pembelajaran kita terarah, runtut
dan mencakup keseluruhan.
Dari tahun 30 hingga 313, Gereja menempuh 3 tahap perkembangan yang sangat
menentukan perjalanan Gereja.
(1), pelebaran sayap dan wilayah Gereja sampai wilayah kekuasan Romawi. Langkah
pelebaran ini tidak dilakukan secara massal dan tidak terorganisir, melainkan bersifat
personal, spontan dan atas prakarsa sendiri. Ekspansi ini diyakini sebagai konsekuensi logis
pertobatan seseorang ke dalam kekristenan.
(2), Gereja mendapat pengakuan dari pihak otoritas sipil. Pengakuan terhadap Gereja
berwajah ganda:
 Pertama, sifatnya negatif. Hal ini terjadi terutama dalam kurun waktu
penganiayaan terhadap jemaat Kristen. Penganiayaan itu pertama-tama
sebagai pelaksanaan kebijakan pemerintah sipil, yang mengembangkan
pandangan dan praduga mereka sendiri. Melalui dan dalam penganiayaan ini
menjadi jelas bahwa keberadaan (eksistensi) Gereja diakui, kendati pengakuan
itu mau menihilkan iman Kristen yang sudah hidup dan berkembang.
 Kedua, sifatnya positif. Secara terang-terangan penguasa atau pemerintah sipil
mengakui keberadaan, menyambut, memberi peran kepada lembaga dan
anggota jemaat dalam urusan-urusan kenegaraan.
(3), Gereja merumuskan ajaran, tatalaksana peribadatan dan mengalami ketegangan
ke dalam. Rangkaian demi rangkaian konflik, opini, perkembangan tradisi dan maraknya
ajaran-ajaran serta praktik hidup yang dikhawatirkan berlawanan dengan ajaran dan tradisi
suci rasuli, sejumlah konsili atau sinode berikut keputusan-keputusan yang otoritatif. Akan
tetapi tidak kurang mendorong bagi munculnya konsili-konsili tandingan, perebutan kekuasan
gereja dan konflik kepentingan dan lain sebagainya. Semua itu telah mematangkan serta
mendewasakan Gereja dalam merumuskan kembali dan mempraktikkan ajaran Yesus Kristus.

1. Penyediaan Dunia bagi Kekristenan


Setelah beberapa ratus tahun lamanya, akhirnya Roma menaklukkan segala daerah
yang terletak di sekitar Laut Tengah. Ketika Agustus memproklamirkan diri sebagai kaisar,
Republik Roma telah mempunyai tapal batas sebagai berikut:
 Bagian Utara – selat Calais, sungai Rhein, Donau dan Laut Hitam
 Bagian Barat – Samudera Atlantik
 Bagian Selatan – padang gurun Sahara dan pegunungan Etiopia
 Bagian Timur – padang Gurun Arab dan kerajaan Persia
Seiring berjalannya waktu, wilayah Inggris, daerah selatan Jerman beserta Donau pun
bergabung dalam wilayah kekuasaan Romawi.
Dengan semakin kokohnya kekuasaan Romawi, bangsa Romawi menganggap dirinya
sebagai bangsa yang dilahirkan untuk menguasai dunia. Sejumlah aturan dan undang-
undang diciptakan. Semboyan Pax Romana, perdamaian Roma harus mengemudi bahtera
jagat, menjadi pemersatu seluruh wilayah yang berada dalam kekuasaan Romawi.
Kekuasaan Romawi yang begitu kuat memungkinkan adanya perubahan-perubahan dalam
kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Rintangan-rintangan yang terjadi antar bangsa
lenyap seketika; lalu lintas berjalan dengan baik, suasana damai dan tertib terjamin.
Dalam kehidupan keagamaan, di luar tapal batas Palestina sebagian besar penduduk
kekaisaran adalah kafir. Dikatakan kafir lantaran keagamaan asli hilang atau tenggelam
ketika berada di bawah kekaisaran Romawi. Tak ada agama kesatuan untuk seluruh
kekaisaran. Kaisar sebagai penguasa dunia waktu itu, dipandang setara dengan dewa-dewi
yang dianut oleh bangsa-bangsa pada waktu itu. Dengan situasi ini, muncullah berbagai
macam pemujaan terhadap dewa-dewi. Konsekuensi lanjut dari ketiadaan kesatuan dalam
keagamaan berpengaruh pada kehidupan sosial masyarakat di mana kemerosotan moral dan
akhlak semakin nampak. Dosa dan tindakan kemesuman terus dipupuk dan bermekaran dari
saat ke saat.
Dari segala bangsa, hanya bangsa Yahudilah yang mengenal Allah yang Esa dan
benar. Pusat yang terkuat bagi mereka adalah Yerusalem. Mereka dikenal bangsa yang taat
pada agama, secara khusus pada hukum taurat. Mereka yang menerima dan taat pada aturan
Musa dan yang menjalankan persunatan dipandang sebagai warga Yahudi yang tulen.
Sedangkan mereka yang tidak taat disebut proselies.

2. Pendirian Gereja
Secara historis Yesus dari Nazaret pernah menegaskan, bahwa diri-Nya tidak
bermaksud menghapuskan hukum Taurat atau kitab para nabi, melainkan untuk
menunjukkan arti yang sesungguhnya (Mat 5: 17-18). Selanjutnya kehadiran Yesus adalah
untuk mewartakan kerajaan Allah. Dalam konteks demikian muncul pertanyaan, apakah
Yesus mendirikan Gereja? Atau siapakah yang mendirikan Gereja?
Terhadap pertanyaan itu bisa dijawab dengan Ya dan Tidak.
 Tidak. Yesus tidak mendirikan Gereja dalam arti bahwa Yesus pada saat tertentu
dan di tempat tertentu melakukan suatu perbuatan “mendirikan Gereja”. Para murid
memang dikumpulkan tetapi tidak ada instruksi yang jelas tentang perlunya
membangun suatu organisasi dan bagaimana organisasi itu dijalankan. Para murid
tidak begitu saja membentuk suatu kelompok umat baru. Mereka bahkan tetap
mengikuti atau menerapkan tradisi Yahudi, mengikuti ibadat di kenisah dan
mengamalkan hukum taurat.
 Ya (dalam arti Yesus mendirikan Gereja). Tanpa pribadi Yesus, pewartaan-Nya,
karya-karya-Nya, wafat-Nya di kayu salib dan terutama kebangkitan-Nya dari alam
maut, keberadaan Gereja saat ini menjadi sesuatu yang mustahil. Peristiwa kalvari
menjadi sebuah gerak awal terbentuknya persekutuan yang kemudian disebut
Gereja. Wafat dan kebangkitan Yesus ketika diwartakan melahirkan pertobatan bagi
begitu banyak orang. Pertobatan ini melahirkan kelompok persekutuan umat yang
kelak di Antiokhia disebut sebagai Kristen. (Kis 11:26).

Yesuslah yang mendirikan Gereja atau Gereja lahir karena hadirnya Yesus. Melalui
karya dan pewartaan-Nya sebelum Paskah sebenarnya dasar-dasar Gereja sudah mulai
diletakkan oleh Yesus sendiri. Setelah peristiwa Pentekosta, para rasul secara berani
mewartakan apa yang pernah dibuat oleh Yesus. Karena pewartaan mereka diterima oleh
orang lain, maka mulailah pembaptisan bagi mereka yang percaya. Sesudah dibaptis, orang-
orang terbaptis itu sering berkumpul untuk berdoa bersama dan mendengarkan Sabda
Tuhan. Dan untuk melaksanakan amanat Yesus, mereka juga berkumpul untuk makan
bersama, atau dalam bahasa Kitab Suci, memecahkan roti bersama-sama. Itulah cikal-bakal
lahirnya ekaristi seperti yang kita kenal dewasa ini. Lewat pembaptisan, seseorang diterima
secara resmi menjadi anggota Gereja. Dan karena mendengarkan firman dan makan roti
ekaristi, iman orang dikuatkan. Dengan demikian, terbentuklah Gereja yang kemudian
dikenal dengan nama Gereja Perdana di Yerusalem.
Enam tahun lamanya Gereja perdana berada di bawah bayang-bayang agam a Yahudi.
Sekalipun mereka sudah dibaptis, namun mereka tetap mengikuti kegiatan di sinagoga dan
kenisah. Kemudian saudara-saudari yang berbudaya helenis perlahan-lahan menarik diri
dari sinagoga dan memulai ibadah mereka sendiri. Orang-orang kristen yang berbudaya
yahudi masih tetap ingin bergabung dengan agama yahudi dan melaksanakan segala
tuntutan hukum taurat. Selain itu, penulis Kisah Para Rasul juga menceritakan kepada kita
bahwa ada juga pertikaian mengenai urusan makan-minum. Inti persoalannya yakni janda-
janda kristen yang berlatar belakang yahudi diutamakan, sedangkan yang berlatar belakang
helenis dinomorduakan. Hal ini diselesaikan dengan pengangkatan ketujuh diakon. Nama
ketujuh orang diakon itu adalah; Stefanus, Filipus, Nikanor, Prokhorus, Parmenas, Timon
dan Nikolaus.
Memang ada usaha untuk menyelesaikan soal, namun ketegangan-ketegangan ini
terus ada hingga berpuncak pada pembunuhan Diakon Stefanus, martir pertama dalam
Gereja yang pestanya kita peringati setiap tanggal 26 Desember. Sejak pembunuhan itu,
umat kristen tercerai-berai ke mana-mana. Ada yang tetap tinggal di Yerusalem, yang lain
melarikan diri ke berbagai tempat untuk mengamankan diri. Dalam pengungsian mereka
itu, di setiap tempat baru, mereka mewartakan Sabda Tuhan dan menyebarluaskan agama
yang baru ini. Sejak saat itu, bangsa-bangsa kafir mulai mengenal ajaran Yesus.

3. Gereja Merembes ke Dunia Kafir


3.1. Pertobatan pertama dari dunia kafir.
Dalam Kis 8:4-25 dikisahkan perjalanan para rasul menyebarluaskan keyakinan
iman akan Yesus kepada orang-orang kafir. Filipus, salah satu dari 7 diakon, berkhotbah
di Samaria dengan hasil yang gilang-gemilang. Pun Simon seorang yang sangat
berpengaruh di daerah itu bertobat dan diterima dalam pangkuan Gereja.
Hal lain yang menarik adalah pertobatan seorang sida-sida dari Etiopia, pembesar
dan kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia, yang pergi ke Yerusalem
untuk beribadah. Dalam perjalanannya, ia dibaptis oleh Filipus.

3.2. Pertobatan warga Roma pertama (Kis 10: 1-48)


Pertobatan orang Roma pertama ditandai dengan dibaptisnya Kornelius beserta
sanak keluarganya oleh Petrus. Kornelius adalah seorang kepala 100 orang perwira
Romawi yang disebut dengan nama centurion dan bertugas di kota Kaisarea, Filipi.
Pertobatan Kornelius dan sanak keluarganya menjadi jalan masuk bagi kesamaan derajat
antara agama Kristen dengan agama-agama lainnya di seluruh kekaisaran Romawi.

3.3. Jalan ke Roma


Penyebaran Injil ke wilayan kafir sangat gencar. Bersamaan dengan itu, Kaisar
Gaius Kaligula menghendaki agar semua orang yang di wilayah kekuasaannya mengabdi
kepadanya sebagai allah. Perintah kaisar ini tidak dihiraukan oleh orang-orang yang
percaya. Karena keteguhan iman akan Kristus, dan atas hasutan orang-orang Yahudi
bahwa Yakobus dan Petrus menyebarkan ajaran sesat, mereka dua ditangkap dan
dipenjarakan. Akhirnya Yakobus dibunuh oleh Herodes Agripa, cucu Herodes Agung,
pada tahun 42, namun karena bantuan Allah Petrus dibebaskan dari penjara. Menurut
Eusebius, dari situ, Petrus berjalan ke kota Roma dan menjadi pewarta injil sampai
meninggal di sana. Dia dibunuh oleh para tentara kaisar Nero.

3.4. Pertobatan warga di Antiokhia (Kis 11:19-30)


Setelah kematian Stefanus dan karena tekanan penganiayaan semakin gencar
kepada orang beriman, para saudara tersebar luas sampai ke Fenisia, Siprus dan
Antiokhia. Peristiwa ini memungkinkan pula semakin tersebarnya pewartaan tentang
Yesus Kristus kepada kaum kafir. Beberapa saudara akhirnya menetap di Antiokhia,
Syria, salah satu metropolitan di bagian Timur. Berkat kemahiran dalam berbahasa
Yunani, mereka mampu menarik banyak orang kafir masuk Gereja. Di Anthiokhia inilah
orang-orang yang percaya akan Kristus pertama kali disebut Kristen. Nama Kristen
berarti para pengikut Kristus. Mereka disebut demikian karena mereka betul hidup saling
mengasihi satu sama lain; tidak ada garis pemisah antara kaum bersunat dan kaum tak
bersunat. Semua mereka merasa satu sebagai saudara-saudari seiman. Antiokhia menjadi
pusat segala perencanaan penyebaran Injil Yesus Kristus dan menjadi sentral bagi
perkumpulan para rasul; sedangkan Siprus dan Asia Kecil adalah pusat operasi
penyebaran Injil.
Dalam tahun 46 Paulus dan Barnabas serta Markus sebagai pembantu, berlayar
menuju Siprus. Di Pafos, sebuah kota Siprus, mereka berhasil mempertobatkan Prokonsul
Sergius Paulus sehingga menerima Agama Kristen. Setelah Pafos, mereka melanjutkan
perjalanan menuju Perga di wilayah Pamfilia.
Selama penyebaran Injil, Paulus dan Para rasul mengembangkan suatu metode
penyebaran yang misionaristis. Metode yang ditampilkan adalah:
1. Selama penyebaran Injil, para rasul membiayai kegiatan penyebaran itu dengan hasil
kerja mereka sendiri (bdk. Kis. 9:10).
2. Paulus membentuk suatu kelompok presbiter, pemuka, sebagai pemimpin, sedangkan
ia sendiri memegang tugas koordinasi atau kuasa uskup.
Sehubungan dengan sistem kepemimpinan ini sejak awal mula Gereja menyakini
bahwa otoritas di dalam Gereja berasal dari atas (Allah), dan tidak berasal dari bawah
(manusia). Otoritas itu diserahkan kepada pribadi-pribadi tertentu. Artinya, (dalam hal
tugas dan peranan) ke-12 rasul berbeda dengan yang bukan ke-12 rasul. Kisah Para Rasul
dan surat-surat Paulus memberikan struktur umum dengan gelar otoritatif seperti uskup,
imam dan diakon. Perbedaan antara uskup dan imam dulu tidak sejelas sekarang. Para
imam abad I menerima kepenuhan tugas, yakni semua ditahbiskan sebagai uskup. Harus
disadari bahwa pembedaan itu tak pernah ditetapkan oleh Yesus, melainkan merupakan
prakarsa institutif gerejawi, hasil evolusi historis gerejawi, doktriner, dan pastoral.

4. Keruntuhan Yerusalem
Tindakan bengis yang dilancarkan oleh pihak Romawi menyebabkan munculnya
antipati masyarakat Yahudi secara berlebihan. Sikap antipati yang berdampak pada
pemberontakan bangsa Yahudi terhadap kekuasaan Romawi mencapai puncaknya ketika
Prokonsul Gesius Florus menunjukkan sikap anti kristen secara berlebihan. Tindakan
prokonsul ini menyebabkan bersatulah bangsa Yahudi menentang Roma pada tahun 66.
Kaum pemberontak bangsa Yahudi menamakan dirinya Zelotes menentang kekuasaan
Romawi, bahkan sempat meruntuhkan kekuasaan Florus di Yerusalem.
Kekalahan ini tidak membuat bangsa Romawi mundur dari wilayah kekuasaan bangsa
Yahudi tetapi justru semakin menyulut munculnya peperangan demi peperangan.
Vespasianus muncul dengan 60.000 serdadu di Palestina. Kehadiran Vespasianus
membawa dampak yang mengerikan. Penduduk kota yang telah diduduki dibunuh ataupun
dibagi-bagikan kepada serdadu-serdadu. Setelah bertempur selama 3 tahun seluruh daerah
jatuh dalam kekuasaan Romawi kecuali Yerusalem. Sebenarnya Vespasianus hendak
melancarkan serangan berikut ke Yerusalem akan tetapi pada saat itu ia ditunjuk menjadi
kaisar. Ia harus kembali ke Roma. Puteranya Titus melanjutkan peperangannya.
Titus merebut Yerusalem dalam tahun 70. Seluruh kota dan kenisah dihancurkan dan
dimusnahkan oleh api. Penduduk yang masih tersisa dijual sebagai budak. Sebagai kenang-
kenangan akan kemenangan Titus itu, didirikan Gapura Titus di Roma. Kehancuran
Yerusalem ini memiliki makna ganda bagi umat Kristen Yahudi, yaitu:
o Penghancuran Yerusalem memperlemah kekuatan spiritual, sosial, dan politik aliran-
aliran keagamaan dalam Yudaisme.
o Penghancuran tersebut membuat orang Kristen termotivasi meninggalkan Yerusalem.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa penghancuran Yerusalem membuat pemisahan
agama Kristen dari Yudaisme. Ada dua hal yang mencolok dalam hal ini, yaitu:
o Bersifat dogmatis. Gereja menggarisbawahi ketikdakcocokan antara tata keselamatan
lama (Yudaisme) dengan perlunya iman akan Kristus sebagai satu-satunya jalan
kepada keselamatan.
o Bersifat praktis. Separasi Gereja dari sinagoga (Yudaisme) juga menyelamatkan
kekatolikan (universalitas) Gereja. Sebab kristianitas tidak identik dengan peradaban
kelompok ras atau etnis tertentu. Kristianitas tidak terkurung dalam budaya, alam
pikiran serta mentalitas negara tertentu.

5. Penganiayaan Gereja dan Para Saksi Iman


Menyingung soal penganiayaan, tidak ada suatu sumber otentik negara yang
menyinggung hal tersebut. Sebagian besar berita penganiayaan merupakan desas-desus
yang berasal dari kelompok orang Kristen. Sebab-musabab penganiayaan yang mungkin
adalah dugaan bahwa agama Kristen itu “agama baru yang aneh”.
Motif kekerasan terhadap agama Kristen memang tidak selalu sama. Tetapi untuk
mempermudah penelahan kita dapat disebutkan dua motif utama, yaitu:
1. Motif kekerasan bermuatan kepetingan politik
Konon orang Kristen jarang sekali memperlihatkan dirinya sebagai warga negara
yang tulen. Hal ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa mereka tidak mempersembahkan
kurban kepada kesejahteraan kaisar. Umat Kristen memang mengakui otoritas negara dan
berupaya menjauhkan diri dari setiap deviasi (penyimpangan) terhadap hukum. Tetapi
selalu membuat distingsi (pemisahan) antara agama dan politik. Orang Kristen tidak
mengakui kaisar sebagai pemimpin tertinggi agama. Penolakan untuk mengkultuskan
kaisar hanya merupakan konsekuensi dari iman mereka.
Suatu kenyataan bahwa agama Kristen bersifat revolusioner. Agama Kristen tidak
berciri nasional (orang Romawi menghormati dewa-dewi). Dengan demikian kekristenan
seringkali dipandang sebagai sesuatu yang baru yang tidak ada dalam kerangka
peribadatan lokal-tradisional.
2. Motif kekerasan bermuatan kepentingan non-politik
Pada kenyataannya orang kristen merupakan warga negara yang baik, tetapi mereka
sering dilihat sebagai agama yang aneh. Lantaran agama itulah, mereka berperilaku aneh,
tidak seperti kebanyakan orang. Akibat perilaku yang berbeda ini muncul bermacam-
macam tuduhan terhadap orang Kristen. Dalam suratnya kepada kaisar Trayanus, Plinius
Muda berkata bahwa “orang Kristen menjual kembali daging persembahan sehingga
pembeli daging saat ini sangat berkurang”.
Selain itu ada unsur kebencian orang non-kristen. Mengapa? Ada beberapa hal yang
menyebabkan kebencian yaitu:
o Adanya tuduhan bahwa orang Kristen membunuh orok yang baru lahir.
o Adanya tuduhan bahwa orang Kristen bertingkah tidak senonoh dalam liturgi.
o Orang kristen disingkirkan karena tidak seperti kebanyakan orang yang membuang
kesepiannya di panti-panti hiburan.
o Adanya tuduhan bahwa orang kristen telah menghina Allah Tanah Air dan ateis
karena tidak percaya kepada dewa-dewi dan tidak mengakui kaisar sebagai titisan
dewa.
Alasan-alasan itu pada akhirnya mewarnai berbagai macam penganiayaan
terhadap agama Kristen dari saat ke saat. Tindakan penganiayaan inilah yang
menyebabkan banyak jemaat Kristen menjadi korban. Menyinggung soal penganiayaan,
maka dapat kita lihat berbagai macam penganiayaan dari masa ke masa menurut kaisar
yang berkuasa.
1. Nero (54-68)
Penganiayaan paling hebat pertama dimulai pada zaman Kaisar Nero berkuasa.
Nero menjadi kaisar pada tahun 54-68 M. Pada tahun 53 M, ketika berusia 16 tahun, ia
menikah dengan puteri Claudius yang bernama Octavia. Pada tahun 59, ia membunuh
ibunya Agrippina kemudian isterinya Octavia, guru filsafatnya Seneca serta isteri
keduanya, Popea dll.
Pada tanggal 18 Juli 64 M dua pertiga kota Roma terbakar. Orang mengatakan
bahwa Nero sendirilah yang membakarnya karena dia ingin membangun kembali kota
Roma menjadi satu kota baru yang akan diberi nama dengan namanya sendiri yakni
Nereapolis. Selama 10 hari api merajalela sedangkan Nero bersenang-senang di loteng.
Untuk menghindari tuduhan terhadapnya dan untuk meredam keributan di sekitar
terbakarnya kota Roma, Nero menuduh orang Kristen sebagai pelakunya. Berdasarkan
tuduhan ini, Kaisar Nero mulai menerapkan sikap permusuhan dan kebencian terhadap
orang Kristen.
Orang Kristen mulai ditangkap dan disiksa. Suatu hari, atas perintahnya, orang
Kristen dikumpulkan dalam colleseum, lalu harimau dan singa serta serigala
dikeluarkan dari sangkarnya untuk menerkam orang-orang Kristen. Selain itu, ada yang
dibungkus dengan kulit binatang lalu dikeringkan hingga mati. Ada pula yang
disalibkan atau dibakar di kebun Nero untuk penerangan di waktu malam. Yang lain
ditenggelamkan dalam sungai Tiber atau dirobek-robek oleh binatang buas.
Menurut tradisi, Petrus dan Paulus mati sebagai martir di bawah
pemerintahannya pada tahun 67 M. Tidak lama setelah itu Praetorian Guadd bangkit
menentang Nero. Nero melarikan diri, ia ditetapkan oleh parlemen sebagai musuh
negara; karena takut Nero bunuh diri pada masa pelariannya ketika ia berusia 31 tahun.

2. Kaisar Titus Flavius Domitianus Augustus (95-96 M)


Domitianus adalah adik bungsu dari raja Titus. Dilahirkan di Roma, dan menjadi
kaisar tahun 81. Kaisar ini menamakan dirinya Dominus et Deus, Tuhan dan Allah.
Dengan ini ia menentang setiap orang yang tidak mau menyembahnya sebagai Tuhan
dan Allah. Ia juga dikenal sebagai orang yang bermoral rendah, bersifat kejam sehingga
membunuh isteri dan menantu serta keponakannya yang dianggap sebagai orang
Kristen. Suatu ketika ia mendengar bangsa Yahudi membicarakan mengenai Kerajaan
Kristus, maka ia takut kehilangan kekuasaan lalu mulai menganiaya orang Kristen.
Konsul Titus Flavius Klemens dibunuh sedangkan isterinya Domitila diasingkan ke
pulau Pandataria. Santo Johanes Rasul dibuang ke pulau Patmos.

3. Kaisar Markus Ulpius Tryanus (98-117)


Ia menjadi kaisar pada tahun 98-117 M. Ia lahir di perbatasan Spanyol dan
Italia di Sevillo. Pada tahun 98 M ia naik takhta. Awal mulanya ia hanya menguasai
daerah Dacia, yaitu Rumania, akhirnya pemerintahannya menguasai daerah Armenia,
Mesopotamia, Asyria, bahkan meluaskan kekuasaannya sampai ke sungai Efrat.
Ia dikenal cukup toleran dengan agama-agama. Tapi karena agama Kristen
tidak menyembah kaisar, maka ia menghukum orang-orang Kristen. Ignatius dari
Anthiokia adalah salah satu korban kebengisannya. Ignatius dibuang ke tengah singa-
singa yang ganas.
4. Kaisar Antonius Pius (138-161)
Ia adalah kaisar yang agak sedikit lebih lunak dari kaisar sebelumnya. Namun
pada pemerintahannya, Polikarpus uskup Smirna menjadi korban. Polikarpus adalah
murid St. Yohanes. Sebagai seorang uskup, ia bergiat menentang pengajar-pengajar
palsu. Salah satunya Marcion. Tahun 156 Polikarpus dijatuhi hukuman mati dengan
cara dibakar. Namun api tidak membakarnya, sehingga jantungnya ditikam. Matanya
akhirnya dibakar. Tubuhnya yang lebih berharga dari permata dan lebih indah dari
emas, diterima oleh umatnya dan diletakkan di pekuburan yang layak.
Polikarpus adalah seorang tokoh yang tulus, sederhana tetapi kuat, sehingga ia
dihormati dan dicintai umat Kristen di Asia, tetapi ditakuti dan dibenci oleh golongan
Yahudi dan kafir.

5. Markus Aurelius (161-180)


Ketika menjadi kaisar, ia mengeluarkan dekrit untuk orang Kristen. Seorang
tokoh yang menjadi korbannya adalah Yustinus. Yustinus adalah salah seorang bapa
Gereja yang ternama dalam abad II. Ia dilahirkan di Nablus (Samaria) dari keluarga
kafir. Terdorong oleh kebenaran ia lalu mencari keselamatannya pada beberapa ahli
pikir dalam zamannya. Ia belajar dalam aliran stoa, Aristoteles, Pyhtagoras, dan Plato.
Karena tidak mengalami kepuasan dalam aliran-aliran tersebut, atas dorongan seorang
tua di Efesus, ia berkenalan dengan Perjanjian Baru dan Yesus Kristus. Perkenalan ini
mendorongnya menjadi seorang pembela ajaran iman Kristen. Ia wafat sebagai saksi
iman. Markus Aurelius wafat pada tanggal 17 Maret 180 M jauh dari Roma ketika ia
mengadakan pertempuran di daerah Donau.

6. Septimius Severus (193-211)


Tahun 202 ia mengeluarkan edikt yang melarang pertobatan dengan hukuman
mati. Satu dari korban Severus ialah Ireneus. Tidak saja itu. Semasa pemerintahannya
banyak orang Kristen di Afrika menjadi korban Severus.

7. Decius (249-251)
Septimius Severus dan Maximinus Thrax coba mencegah penyebaran agama,
sedangkan Decius hendak melenyapkannya. Severus melarang pewartaan Injil dan
penerimaan Permandian. Decius mengumumkan satu edikt menentang agama Kristen.
Edikt itu menegaskan bahwa setiap orang yang dicurigai sebagai oang Kristen harus
menghadap pemerintah setempat guna membersihkan diri kembali dengan berkorban
kepada dewa-dewi. Apabila mereka tidak mematuhi tuntutan edikt itu maka akan
dijatuhi hukuman mati. Orang yang keras kepala akan diungsikan atau dibunuh serta
diambil alih harta miliknya.
Meskipun begitu, Decius menyadari bahwa hampir sepertiga penduduk
kekaisaran beragama kristen. Bila orang kristen dibunuh maka sama artinya
kehancuran kekaisaran. Karena itu pemurtadan adalah jalan yang lebih baik untuk
maksudnya.
Dalam masa pemerintahannya ayah Origenes yang bernama Leonidas menjadi
korbannya. Origenes adalah salah satu saksi iman Gereja. Ia dijuluki Admantios atau
manusia wajah. Karena semangat kerja dan pemikirannya yang luas. Walaupun baru
berusia 17 tahun ia telah mengajar di tempat partikular dan tempat umum. Otaknya
yang encer, kebijaksanaannya serta kefasihannya menyebabkan ia ditempatkan di
Sekolah Katekis di Alexandria oleh uskup Demetrius. Kehadirannya cukup
mengharumkan nama sekolah tersebut. Ia membimbing sekolah tersebut sampai tahun
230. Tidak saja di Alexandria, di Caecarea ia mendirikan sekolahnya. Origenes
meninggal di Tyre Fenesia tahun 253.

8. Valerianus (254-260)
Kaisar Valerianus pada mulanya sangat baik terhadap umat Kristen. Tetapi
pada akhir pemerintahannya ia berubah sikap. Tahun 257 ia mengeluarkan satu dekrit
yang menegaskan bahwa uskup, imam dan diakon harus membawa korban kepada
dewa-dewi; ia juga melarang orang kristen mengunjungi pekuburan.
Pada suatu hari para penganiaya memasuki katakombe dengan bersenjata
lengkap. Pada saat itu, Paus Sixtus sementara merayakan Misa Kudus di katakombe
Kalixtus. Ia dibunuh di tempat itu bersama 6 diakon pada tanggal 6 Agustus 258.
Tiga hari kemudian Laurentius dibunuh. Tidak saja itu Cyprianus, uskup Kartago di
Afrika Utara pun meninggal pada zaman Valerianus.

9. Aurelianus (270-275)
Setelah kaisar Klaudius II meninggal, Aurelius diumumkan menjadi kaisar
dengan persetujuan angkatan perang. Tugasnya yang pertama adalah menggempur
musuh-musuh dari dalam dan dari luar. Ia berhasil melaksankana tugasnya. Atas
keberhasilan ini ia diberi gelar pembaharu kekaisaran. Ia bersikap kasar terhadap
golongan Kristen. Ia mempersiapkan satu edikt penghambaan terhadap warga kristen.
Edikt itu tidak dapat dilaksanakan seluruhnya karena ia dibunuh oleh sekretarisnya.

10. Dioklesianus (284-268)


Sejarah baru dimulai ketika Dioklesianus menduduki takhta tahun 284. pada
tahun 286 ia mengangkat Maximianus sebagai pembantunya di dalam
pemerintahannya. Ketika ia melihat bahwa bahaya makin mengancam di Timur dan di
Barat, ia mengangkat dua Caesar dalam tahun 292. Galerius harus bertindak sebagai
wakilnya di Timur dan Konstantius Chlorus harus memerintah bersama Maximianus
di bagian barat.
Pada tahun 303, Ia mengeluarkan edikt yang berisi empat hal, yaitu:
a. Memerintah kepada semua orang untuk mempersembahkan kurban dan lhukuman
bagi yang melanggar.
b. Mencaplok hak milik Gereja.
c. Kewajiban para imam untuk menyerahkan Kitab Suci dan kaum kristen
kehilangan hak serta kehormatan sipil.
d. Penghancuran bangunan Gereja
Penganiayaan terhadap orang Kristen, yang berlangsung hingga tahun 311 ini,
mencapai tahap krusial dalam tahun 303-305. Tetapi penganiayaan ini tidak berlaku di
seluruh wilayah kekuasaan Romawi; hanya di Roma, Asia Kecil dan Mesir. Seorang
saksi mata di suatu daerah Mesir mengisahkan bahwa setiap harinya selama satu
tahun ada 30 orang yang dibunuh. Sebuah desa Kristen dibakar habis bersama dengan
penghuninya, oleh karena mereka enggan mempersembahkan korban kepada dewa-
dewi.
Saksi iman yang menjadi korban Dioklesianus adalah Paulus dari Gaza. Ia
dipenggal kepalanya. Tanggal 1 Mei 305, Dioklesianus dan Maximianus turun takhta.

Anda mungkin juga menyukai