Anda di halaman 1dari 15

I.

      Gereja di Asia (Zaman PB – Abad 13 M)

Awal perjalanan Gereja mula-mula dimulai dari peristiwa pentakosta. Kemudian dilanjutkan
dengan khotbah pertama Petrus di serambi Salomo yang membuat sekitar 3000 orang
pendengar memilih menjadi pengikut Kristus. Setelah itu benih-benih Gereja tersebut mulai
disebut “Kristen” untuk pertama kalinya di Antiokhia (Kis 11:26). Sejarah permulaan Gereja
dapat ditemui di sepanjang kitab Kisah para Rasul yang menggambarkan perjalanan Gereja
mula-mula. Pada awalnya pemimpin Gereja mula-mula ialah para murid Yesus yakni para
Rasul. Setelah zaman murid Yesus tersebut berakhir sekitar tahun 70-140 M terjadilah
banyak perubahan dan perkembangan dalam Gereja. Misalnya dalam hal kepemimpinan,
setelah zaman para Rasul, kepemimpinan beralih ke nabi-nabi atau pengajar-pengajar yang
memiliki karunia (orang-orang berkharisma), lalu ke penatua (presbiter) dan kemudian uskup
(episkopos)[1].

Saat itu kekristenan terbagi atas dua yakni Kristen Yahudi yang masih berpokok pada Taurat
dan Kristen Helenis yang merupakan Kristen percampuran budaya yang dipelopori oleh
Paulus. Dalam perjalanan Gereja mula-mula, Gereja tersebut diketahui mengalami banyak
hambatan dan tantangan dalam perkembangannya. Hambatan tersebut antara lain datang dari
pemeluk Kristen Yahudi yang memiliki perbedaan pandangan teologi dengan Kristen Helenis
yang dipelopori rasul Paulus itu. Selain dari Kristen Yahudi, Gereja mula-mula juga di
perhadapkan dengan adanya penganiayaan yang hebat dari pihak pemerintahan kekaisaran
Roma. Saat itu orang-orang Kristen dikejar-kejar dan hendak dibunuh apabila tidak mau
menyembah kaisar yang berkuasa di masa itu. Namun meskipun mndapati banyak tantangan,
Greja tetap berusaha untuk berkembang dan tidak takut akan tantangan selanjutnya yang akan
terjadi.

Sekitar tahun 64 M terjadi peristiwa terbakarnya kota Roma. Pada peristiwa tersebut orang-
orang Kristen mendapat fitnah sebagai pelaku pembakaran tersebut, padahal sesungguhnya
pelakunya ialah Kaisar Nero yang berencana mengubah kota Roma sebagai kota
metropolitan[2]. Akibat dari peristiwa tersebut orang-orang Kristen mendapati penganiayaan
dan terpaksa harus diusir keluar kota Roma. Dalam perjalanan Gereja mula-mula terdapat
istilah martyr yang berarti orang-orang yang rela mati demi mempertahankan imannya. Dari
martyr inilah Gereja mula-mula menjadi semakin bersemangat untuk tetap berkembang.
Memasuki tahun 70 M terjadi lagi suatu peritiwa besar yang mempengaruhi perkembangan
Kristen yakni peristiwa hancurnya kota Yerusalem yang dipelopori oleh tokoh bernama Titus.
Dampak dari peristiwa tersebut, kekristenan Yahudi menjadi semakin merosot. Namun
dibalik itu Kristen Helenis justru semakin berkembang di berbagai daerah seperti; Siria, Asia
kecil, Mesopotamia, Mesir, Italia dan Yunani[3].

Memasuki abad ke II, Gereja yang pada awalnya berjumlah sedikit sudah mulai bertambah
banyak dan meluas di berbagai daerah  sehingga menjadi agama yang besar. Saat itu Gereja
mulai berjumpa dengan berbagai corak kebudayaan, agama lain, dan beberapa ilmu filsafat.
Dari perjumpaan itu tidak sedikit ditemui bberapa ajaran-ajaran sesat yang sempat menjadi
penghambat kekristenan. Beberapa ajaran tersebut seperti Gnostik yang dalam ajarannya
menyinggung pokok asal muasal dunia, tabiat manusia, dan asal mula kejahatan[4].
Kemudian Marcion yang pokok ajarannya menekankan tentang keselamatan yang hanya
dapat diperoleh oleh iman kita kepada Yesus Kristus saja[5]. Ajaran ini secara mentah-
mentah menolak Perjanjian Lama karena menganggap Allah dalam Perjanjian Lama adalah
Allah yang kejam. Lalu ada pula Montanisme, dipelopori oleh Montanus dan dibantu dua
orang temannya yakni Priscilla dan Maximilla yang dalam pokok ajarannya ingin
menghidupkan kembali parousia yang dilihatnya mulai memudar[6]. Gerakan ini juga
bernubuat bahwa Yerusalem baru akan didirikan di Pepuza.

Di abad ini dalam perkembangan kekristenan, terdapat tokoh yang cukup penting dan
berpengaruh dalam Gereja. Salah satunya ialah Yustinus Martyr yang merupakan seorang
teolog pertama yang berusaha menguraikan iman Kristen secara ilmiah. Ia mengajarkan
agama Kristen dengan mengadopsi filsafat Stoa yaitu wawasan logos yang diterjemahkan
sebagai Firman, Akal, dan Pikiran. Yustinus mengakui bahwa Allah yang tidak dikenal itu
telah memperkenalkan diri dengan mengutus AnakNya ke dunia untuk menyelamatkan
manusia. Selain mengajar ia juga membuat kerya tulis yang berjudul Apology yang
ditujukannya kepada kaisar Antoninus Pius yang menyinggung bahwa penyiksaan yang
dilakukan penguasa Romawi terhadap orang-orang Kristen adalah salah. Sebaliknya, mereka
seharusnya bergabung dengan orang Kristen untuk menunjukkan kepalsuan sistem
penyembahan dewa-dewa yang pada saat itu juga marak terjadi.

Tokoh lainnya yang juga mempengaruhi Gereja ialah Polycarpus[7] yang mati sebagai martyr
di Smirna sekitar tahun 156 karena menolak menyembah pada kaisar dan dewa-dewi yang
disembahnya. Tokoh selanjutnya ialah Irenaeus yang pada tahun 177 menjadi uskup di
Lyons, Irenaeus adalah orang yang mempelajari ajaran yang dianggap sesat yaitu Gnostik
lalu kemudian melawan ajaran tersebut karena dianggap bertolak belakang dari ajaran Kristen
yang sebenarnya. Dan tokoh berikutnya ialah Tertulianus yang pada tahun 196 menuliskan
banyak karya sehingga ia digelari bapak teolog Latin.

Di abad ke III, lagi-lagi Gereja diperhadapkan dengan penganiayaan yang masih dalancarkan
oleh kekaisaran Romawi. Dari penganiayaan tersebut muncullah golongan apologet, yakni
golongan yang berusaha membela iman Kristen. Salah satu tokoh yang masuk dalam
golongan ini adalah Origenes. Ia dikenal juga sebagai penulis, ia mulai menulis pada tahun
205 yang dalam penulisannya bertujuan untuk membela ajaran iman Kristen. Selain Origenes
terdapat juga Cyprianus yang merupakan uskup dari Kartago yang menulis karya berjudul
“On the Unity of the Church” (Persatuan di dalam Gereja). Karena ia menolak melakukan
persembahan korban bagi dewa-dewa kafir, Cyprianus harus menerima siksaan dari
kekaisaran dan mati dipenggal pada tahun 258.

Sekitar tahun 250, ketika berada dalam pemerintahan kaisar Decius, penganiayaan terhadap
kekristenan terus berlanjut dan makin menjadi-jadi. Saat itu kaisar Decius menyuruh
membunuh umat Kristen terutama para uskup dengan maksud agar jemaat yang ada dalam
Gereja kehilangan pemimpinnya sehingga Gereja tersebut perlahan-lahan menghilang. Akan
tetapi cara yang digunakan kaisar Decius ini tampaknya kurang berhasil karena umat Kristen
tetap tidak jera untuk tetap mempertahankan imannya sebagai pembela Kristus.

Pada tahun 270 seorang tokoh bernama Antonius meninggalkan seluruh harta bendanya dan
memilih untuk hidup sebagai pertapa yang menjadi latar belakang dari kerahiban. Gerakan
pertapaan yang dilakukan Antonius ini menekankan kehidupan suci dan sederhana yang
dalam hidupnya harus disertai dengan tindakan askese dengan menjauhi hal-hal yang
berhubungan dengan duniawi.

Memasuki abad ke IV, negara akhirnya mengakui kekalahannya pada Gereja karena tidak
berhasil memusnahkannya. Hal ini menjadi awal yang baik bagi Gereja itu sendiri dan
akhirnya Gereja mendapatkan pengakuan serta dukungan penuh oleh negara. Hal tersebut
terjadi ketika kaisar Konstantinus Agung berkuasa. Kaisar Konstantinus sendiri bertobat dan
mulai menerima iman Kristen sekitar tahun 312. Pada tahun 313 kaisar Konstantinus
mengeluarkan Edik Milano. Karena sudah mendapatkan pengakuan serta dukungan penuh
atas Gereja, tidak menunggu waktu yang lama akhirnya Gereja menjadi agama resmi di
kerajaan Romawi. Gerejapun menjadi kaya karena negara menyokong dan memberi bantuan
sepenuhnya atas Gereja. Selain kaya, Gereja juga menjadi semakin penuh akan jemaat karena
banyak orang masuk Kristen dan diantaranya ada orang-orang yang tadinya murtad kembali
memeluk agama Kristen.

Di abad ke IV ini Gereja di perhadapkan pada beberapa persoalan baru yang dimulai dari
turunnya semangat yang dulu berkobar-kobar ketika masih di masa penganiayaan. Gereja
diwarnai dengan kesuraman karena ada banyak orang yang berlomba-lomba menjadi Kristen
hanya untuk mendpatkan penghormatan dan pangkat semata. Hal tersebut akhirnya memicu
beberapa orang yang tidak menyukai suasana Gereja tersebut untuk melakukan askese.
Kegiatan tersebutpun berlanjut sampai pada berdirinya kaum cluny. Selain itu ancaman serius
lain juga muncul seperti caesaropapisme yakni raja-raja memandang diri sebagai kepala
Gereja. Ancaman lainnya juga muncul dari ajaran sesat baru bernama arianisme[8] yang
dipelopori oleh Arius yang seorang imam di Alexandria yang beranggapan bahwa Kristus
adalah makhluk pertama yang termulia dari segala manusia sehingga boleh dianggap sebagai
Allah tetapi meskipun begitu Dia bukanlah Allah yang sesungguhnya. Atas pemahaman
ajaran sesat tersebut, kaisar Konstantinuspun turun tangan dengan mengadakan konsili.
Masalah tersebut dibahas bersamaan dengan penetapan pengakuan iman (credo) dan
diputuskan pada Konsili Nicea[9] (325) dan Konsili Konstantinopel[10] (381) yang hasilnya
membuat aliran arianisme tersebut berakhir.

Di abad ke IV ini juga, terdapat tokoh penting yang ikut berperan dalam perkembangan
Gereja seperti Athanasius yang pada tahun 367 menuliskan surat-surat paskah yang di
dalamnya berisi kitab perjanjian baru yang dikanonkan untuk pertama kalinya. Pada tahun
387, seorang uskup bernama Augustinus menjadi Kristen sepenuhnya setelah meninggalkan
ajaran lamanya yaitu manikheisme[11]. Ia terkenal dengan tulisannya dengan judul Buku
Pengakuan (Confessionum) dan juga Kota Allah (De Civitate Dei).

Perjalanan Gereja di abad ke V selanjutnya diwali dengan beberapa karya yang berhasil
diselesaikan oleh beberapa tokoh. Shopronius Eusibius Hieronimus salah satunya. Ia
merupakan asisten dari Damasius seorang uskup di Roma yang menjabat sekitar tahun 366-
385, ia berhasil menyelesaikan terjemahan Alkitab kedalam bahasa Latin yang disebut
dengan Vulgata pada tahun 405[12]. Selanjutnya ada Patrick yang merupakan bekas budak di
Irlandia. Ia berhasil menjalankan misinya sebagai pekabar Injil di negara dimana dulunya ia
menjadi budak pada tahun 432, selain itu ia juga berhasil membuat sekitar 120.000 orang
menjadi Kristen dan mendirikan sekitar 300 Gereja[13].

Di abad ke V, Gereja juga tidak luput dengan permasalahan baru. Saat itu Gereja
diperhadapkan pada pertikaian yang menarik dua tokoh yaitu Nestorius dan Cyrillus yang
disebabkan oleh perbedaan pendapat mengenai dua tabiat Kristus. Belum selesai sampai
disitu, terjadi lagi pertikaian yang diakibatkan Nestorius karena memberi
gelar kristotokos kepada Maria Ibu Yesus. Untuk menyelesaikan masalah ini akhirnya kaisar
menyusun konsili yang berlangsung di Efesus (431) yang berakibat dipecatnya Nestorius dari
keuskupan dan atas pahamnya tersebut ia dinyatakan sesat oleh Gereja. Konsili berikutnya
adalah konsili Chalcedon (451) yang keputusannya berakibat perpecahan pada gereja yang
ada dalam kekaisaran Romawi yaitu gereja timur Monofisit (Cyrillus) dan barat Nestorian
(Nestorius)[14]. Dari gereja yang terpisah ini sebenarnya sudah sejak lama terlihat corak
perbedaannya, yaitu; pada gereja monofisit (meliputi gereja Ortodoks timur dan gereja
lainnya) masih menggunakan sistem episkopal dan teologi yang dipakai adalah dari teologi
Irenaeus, Athanasius, dan Cyrillus yang pokok teologinya mengenai kefanaan manusia.
Sedangkan pada gereja Nestorian (meliputi gereja katolik Roma dan gereja reformasi
(protestan)) menggunakan sistem sebaliknya yaitu keuskupan ada di bawah Paus dan dalam
protestan sistem tersebut sudah ditiadakan. Teologi yang digunakannya pun berbeda, yaitu
teologi Tertullianus dan Augustinus yang teologinya mengenai dosa dan rahmat Tuhan.
Selanjutnya perbedaan juga terlihat dari cara kedua gereja tersebut dalam masyarakat dan
negara.

Didalam gereja yang berpisah tadi, terdapat tokoh yang banyak mempengaruhi gereja serta
menginspirasi banyak orang awam. Tokoh tersebut ialah Ambrosius yang mewakili
pemikiran barat tentang hubungan gereja dan kenegaraan, selain Ambrosius terdapat tokoh
lain lagi yaitu Augustinus yang seorang bapak gereja termasyur karena membantah ajaran-
ajaran sesat dan terkenal akan karyanya yang berjudul De Civitate Dei yang menginspirasi
orang banyak termasuk Luther dan Calvin.

Memasuki abad ke VI, kekristenan dalam Gereja yang terpisah tadi mulai mengambil
jalannya masing-masing. Dalam Gereja barat misalnya di abad tersebut sekitar tahun 529
berdirilah sebuah ordo untuk pertama kalinya. Ordo tersebut bernama Ordo Benedictin,
diambil dari nama pelopornya yaitu Benedictus dari Nursia. Ordo ini menuntut tiga janji bagi
para pengikutnya yaitu; kemiskinan, kesucian (kesucian kelamin), dan ketaatan. Gerakan ini
semakin lama semakin berkembang dan menyebar hingga ke Italia dan Perancis. Gerakan ini
juga memiliki andil besar dalam sejarah Gereja barat karena aturan dalam gerakan ini dipakai
oleh hampir semua biara, dan mulai dari saat itu kehidupan kekristenan dalam Gereja barat
berpusat pada biara.

Sekitar tahun 590, seorang tokoh bernama Gregorius diangkat menjadi Paus. Pengkristenan
paksa terhadap suku-suku di Jerman menjadi salah satu prestasinya. Selain itu Gregorius juga
menjadi seorang perintis pembaharuan musik Gereja yang sampai sekarang dikenal sebagai
musik Gregoriani. Ia juga di kenal sebagai orang yang menetapkan ajaran gereja tentang api
penyucian dan dalam hal keselamatan, Gregorius berpendapat bahwa keselamatan kekal
hanya dihasilkan oleh kerja sama dari rahmat Tuhan dengan jasa, amal,
dan penitensia manusia.

Dalam Gereja bagian timur atau yang lebih dikenal dengan Kristen Nestorian yang tadinya
memisahkan diri dari Gereja yang satu, mulai mencoba bangkit dengan mendirikan
Gerejanya sendiri di Persia. Dalam mengabarkan Injil, Gereja Nestorian bisa dibilang
berhasil berkembang dengan baik. Kegiatan pekabaran Injil oleh Gereja Nestorian sendiri
meliputi seluruh Asia. Orang-orang Kristen ini diketahu telah menyebarkan Injil ke Arabia,
India, Asia Tengah, dan Tiongkok. Dalam menyebarkan Injil, orang-orang Nestorian
mengikuti sebuah jalur perdagangan yang menghubungkan wilayah Cina dengan India yang
biasa disebut sebagai “jalan sutra”[15]. Melalui jalan sutra tersebut, Gereja Nestorian
bertemu dengan seorang tokoh pelopor agama Islam yakni Muhammad, dan hal ini menjadi
latar belakang perjumpaan awal Gereja dengan Islam. Hingga akhir abad ke VI, Gereja
Nestorian tetap berusaha menunjukkan kemampuannya untuk terus mengabarkan Injil.

Memasuki abad ke VII, kekristenan mulai meluas dan pekabaran Injil kelihatan sudah mulai
mapan di seluruh dunia. Gereja Barat dan Gereja Timur memiliki perkembangannya sendiri-
sendiri. Dalam abad ini, Gereja Nestorian (Timur) yang berkembang di Asia mulai terancam
perkembangannya dengan adanya agama Islam yang melakukan ekspansi-ekspansi ke
berbagai negara yang mayoritas Kristen. Pada akhirnya kekristenan mulai terlihat semakin
merosot dan bahkan diketahui hampir hilang di beberapa daerah di Asia pada masa itu. Hal
ini diakibatkan karena tekanan-tekanan dan hambatan hebat yang diberikan Islam kepada
orang-orang Kristen. Ada beberapa faktor mengapa Islam melakukan ekspansinya, yakni
faktor agama, sosial, dan ekonomi. Akibat hambatan yang diberikan Islam juga membuat
kehidupan orang-orang Kristen saat itu mulai berubah menjadi sangat tidak makmur karena
Islam mendiskriminasinya. Tindakan diskriminasi orang-orang Islam kepada orang-orang
Kristen dimasa itu mencakup faktor sosial dengan pengucilan terhadap orang Kristen,
ekonomi dengan menaikkan pajak hanya kepada orang Kristen, dan agama dengan
mengklaim agama Kristen berada dibawah Islam, bahkan orang Kristen dilarang menginjili
orang Islam. Namun kendatipun mendapatkan diskriminasi, orang-orang Kristen juga
mendapatkan sedikit saja toleransi dari orang Islam dengan memperbolehkan tinggal
berdampingan. Pada akhirnya perluasan agama Islam yang cepat di abad ini menjadi
tantangan besar bagi kekristenan di Asia, bahkan menjadi tantangan terbesar dalam sejarah
Gereja sehingga kehidupan orang Kristen dalam negara yang dikuasai Islam tersebut lebih
memilih untuk bertahan dari pada berkembang lagi hingga kini[16].

Umat Kristen dan Islam di Asia hidup berdampingan selama hampir beberapa abad lamanya
meskipun umat Kristen sering dan masih mendapatkan tindakan diskriminasi. Di abad ke
VIII, orang-orang Kristen yang tinggal berdampingan dengan Islam tersebut diberikan gelar
“warga kelas dua” dalam lingkungannya[17]. Kehidupan yang tidak makmur itu masih terus
berlanjut hingga akhirnya pada abad ke XI keadaan itu berubah dikarenakan terjadi perang
salib yang mengakibatkan hancurnya hubungan Kristen dan Islam sampai sekarang. Ada
berbagai latar belakang yang memicu terjadinya perang salib, salah satunya ialah
pembunuhan raja Aragon di Spanyol oleh seorang muslim (1063), oleh sebab demikian Paus
Alexander II mengerahkan orang-orang Kristen untuk merebut kembali sebagian daerah
Spanyol yang berusaha dikuasai oleh Islam dan pada tahun 1085 pasukan Kristen berhasil
merebut Kota Toledo dan sebagian wilayah Spanyol. Selain itu Yerusalem yang dianggap
merupakan Kota Suci bagi umat Kristen pun telah di kuasai oleh Islam, dan dari sana tersiar
kabar bahwa orang-orang Kristen yang melakukan ziarah di sana banyak mengalami
penghambatan saat mengunjungi kota Yerusalem.

Akhirnya pada tahun 1095, Paus Urbanus II melancarkan perang salib pertama dengan
mengumpulkan tentara sebanyak lebih dari seratus ribu orang. Dengan menguasai Yerusalem
pada tahun 1099, perang salib pertamapun dimenangkan oleh tentara salib[18]. Perang salib
kedua berlangsung pada tahun 1147-1149.  Perang salib ini merupakan reaksi atas jatuhnya
kota Edessa ketangan pasukan Muslim yang kembali menyatukan kekuatannya, usaha perang
salib kedua ini gagal dan mengakibatkan jatuhnya kembali Yerusalem ke tangan Islam yang
dipimpin oleh Saladin pada tahun 1187. Jatuhnya Yerusalem ke tangan Islam tersebut
memicu lagi terjadinya perang salib ke tiga. Pada saat itu Paus Innocentius menyerukan
pembebasan Yerusalem kepada para pemimpin-pemimpin Eropa, dan atas imbauan ini
Frederick Barbosa yang merupakan kaisar jerman bersama dan Richard I raja Inggris
memimpin tentaranya untuk berangkat ke Yerusalem, tetapi usaha inipun gagal.

Perang salib keempat dipelopori oleh Paus Inocentius III. Perang salib ini di latar belakangi
oleh jalur dagang yang sudah di kuasai Islam sejak abad ke X. Pada saat itu para pedagang
Venesia merasa terganggu atas kehadiran  umat islam di jalur dagang tersebut, satu-satunya
jalan yang dirasa cukup baik untuk mematahkan kekuasaan Islam di jalur dagang tersebut
adalah dengan penyerangan langsung kepada Islam di Konstantinopel yang dimenangkan lagi
oleh tentara salib. Di tahun 1212 terjadi perang salib “anak-anak”. Tentara Perancis bernama
Steven memimpin anak-anak untuk menjadi tentara perang sebanyak 30.000 anak. Namun
dalam perjalanan ke Yerusalem banyak anak-anak yang mati sia-sia dan  sisanya diangkut
serta dijual sebagai budak di Mesir. Usaha perang salib ke lima ini mrupakan usaha kelam
yang dilakukan oleh kekristenan pada masa itu.

Perang salib keenam dimulai tahun 1219 bertujuan menaklukan Mesir sebagai pusat
kekuasaan Islam tetapi perang inipun gagal karena bala tentara kekurangan bantuan militer
dari kaisar Jerman. Perang salib ketujuh dilancarkan oleh Frederick II pada tahun1228 dan
hasil yang dicapai dari perang ini ialah perjanjian dengan Al-Kamil, yang berisi
pengembalian hak-hak Kristen terhadap Yerusalem. Selama lima belas tahun Raja Frederick
tinggal di Palestina dan bersahabat baik dengan kaum Muslim dan selama itu Frederick II
menjadi raja atas Yerusalem tetapi tidak bertahan lama karena kekuasaanya kembali dikuasai
Islam tahun 1242. Paus Innocentius IV mempelopori perang salib kedelapan yang dipimpin
oleh Raja Prancis Louis IX, dari perang salib ini pada tahun 1249 Damietta ( Mesir) direbut
hampir selama empat tahun tetapi ia kembali ke Prancis karena terjadi kekacauan
dinegaranya. Tahun 1271-1272 terjadi perang salib kesembilan. Pada perang salib ini Edward
melanjutkan takhta Louis ke IX, pada akhirnya perang salib ini tidak membuahkan hasil yang
baik dan menjadi akhir perang salib besar yang terjadi sepanjang abad tersebut. Meskipun
perang salib besar telah selesai, tidak dapat dipungkiri sering terjadi juga perang salib kecil di
beberapa wilayah di dunia yang sering dilatar belakangi oleh faktor agama, bahkan hingga
saat ini.
Terjadinya perang-perang besar maupun kecil melawan Islam saat itu tidak menyurutkan
semangat Gereja Barat untuk terus berkarya dan menyebarkan Injil. Tidak dipungkiri selama
masa ekspansi Islam hingga masa perang salib muncullah ordo-ordo baru di Gereja Barat
seperti ordo Dominikan[19] dan juga ordo Fransiscan[20] yang di pelopori oleh tokoh
bernama Fransiscus dari Asisi. Selain itu seorang tokoh bernama Bernardus yang mendirikan
biara di Clairvaux dan menjadi pusat spiritual dan pengaruh politik yang besar. Kemudian
pada tahun 1150 Universitas Paris dan Universitas Oxford didirikan.  Selanjutnya di tahun
1173 Peter Waldo memulai garakan kaum Waldens[21] yang menekankan kemiskinan,
khotbah dan Alkitab. Pada saat itu Gereja menuduh para gerakan ini sebagai gerakan yang
sesat. Namun gerakan ini berkembang pesat di Perancis selatan dan Italia utara dan penganut
kaum ini menolak sumpah dan perang. Mereka lebih memilih berpegang teguh pada Alkitab.

II.      Misi Katolik di Asia

Masuk dan meluasnya agama Islam di Asia bahkan hampir di seluruh benua di dunia
merupakan tolak ukur kemunduran bagi kekristenan. Gereja-gereja di daerah kekuasaan
Islam berusaha mati-matian mempertahankan imannya. Gereja Timurpun diketahui
keberadaanya mulai merosot drastis bahkan hampir hilang. Tetapi Gereja Barat praktis
berkembang di benua Eropa. Memasuki abad ke XV, menjadi zaman baru bagi Gereja Barat,
semangat menginjili yang tadinya menurun karena ekspansi Islam mulai tumbuh lagi. Dengan
adanya reformasi yang dipelopori Luther, Calvin dan para tokoh Protestan lainnya
menumbuhkan semangat pembaruan. Tidak hanya itu perkembangan ilmu teknologi, budaya,
dan rohani juga menjadi salah satu faktor yang ikut mempengaruhi semangat baru untuk
menginjili tersebut. Gereja Katolik Roma akhirnya mengadakan misi penginjilan ke seluruh
wilayah yang belum diinjili yang ada di dunia melalui jalan laut. Sebenarnya ada beberapa
faktor yang ikut dalam misi tersebut yaitu faktor ekonomi, politik, dan agama[22].

Saat itu bidang perekonomian tengah dikuasai oleh Islam, dengan mencoba ikut berdagang
dan berusaha mematahkan jalur perdagangan Islam, misi tersebut dilancarkan. Selanjutnya
dalam bidang politik, Roma Katolik juga berupaya untuk memperluas daerah kekuasaannya
di daerah yang belum dikuasai Islam, maupun yang sudah dikuasai Islam. Dalam bidang
agama, Paus menginginkan agar penginjilan bisa sampai dan merata di seluruh benua.
Melalui pedagang-pedagang dan pelaut Spanyol serta Portugal misi tersebut mulai berlayar
ke seluruh benua termasuk di Asia.
A.    Jepang

Kekristenan memasuki Jepang sekitar abad ke XVI. Saat itu agama yang berkembang
sebelum kekristenan muncul adalah agama Syinto. Agama ini pada dasarnya menyembah
objek-objek alam bahkan manusia yang dianggap mempunyai kekuatan supra-alami atau
rohani. Selain agama Syinto, agama Buddha juga sudah berkembang melalui kaum
bangsawan di Jepang sejak abad ke IV. Agama Buddha menjadi makmur di Jepang dan
mengambil peran penting dalam bidang politik di sana. Pada abad ke XVI didirikanlah
pemerintahan pusat yang kuat dan berusaha melawan tokoh-tokoh Buddha. Hal ini
berdampak pada keterbukaan orang-orang dari golongan istana terhadap iman Kristen. Dari
situ, Kristen masuk dan berkembang sangat cepat di Jepang. Salah satu tokoh yang ikut
dalam perkembangan Gereja di Jepang adalah Fransiscus Xaverius[23].

Perkembangan kekristenan di Jepang lama kelamaan mulai terhambat karena kaum Buddha
berusaha untuk mempengaruhi dan kembali bersekutu dengan pejabat-pejabat bahkan kaisar
Jepang yang tadinya membantu kekristenan memerangi mereka. Selai itu Jendral Toyotomi
Hideyoshi salah satu orang yang pada awalanya menerima Kristen dengan baik mulai ikut
membenci Kristen karena ia curiga akan kekristenan yang tumbuh dan berpengaruh di antara
golongan tinggi Jepang juga menjadi salah satu faktor penghambatannya. Akibatnya pada
tahun 1587 Hideyoshi mengeluarkan edik yang tujuannya hendak mengusir orang-orang
Kristen dari Jepang. Tetapi baru pada tahu 1597 edik tersebut dilaksanakan, dengan
menyalibkan 26 orang Kristen, penghancuran gedung gereja dan semua pekabar injil di usir
dari Jepang.

Penganiayaan terhadap orang Kristen di Jepang makin meningkat ketika tahun 1603 dimana
Hideyoshi digantikan oleh Ieyasu (wakil kaisar). Ieyasu melarang pembaptisan terhadapap
kaum daimyo. Pada tahun 1604 ia mengeluarkan edik yang menuduh orang Kristen berusaha
merubah pemerintahan dan merebut kekuasaan, akibatnya banyak tokoh Kristen Jepang
diasingkan ke Cina, Manila, dan Filipina. Setelah kematian Ieyasu, penghambatan makin
parah dengan ancaman penyiksaan serta pembunuhan bagi orang yang tidak mau menyangkal
iman Kristennya. Sekitar tahun 1614 dan 1643 hampir sebanyak 5000 orang Kristen mati
syahid. Saat itu kekristenan makin dicurigai dalam masyarakat dan makin dianggap jahat
serta berbahaya. Namun meskipun begitu kekristenan tetap berusaha ada di Jepang dengan
membangun “gereja bawah tanah” secara diam-diam selama dua abad[24].
B.     Cina

Agama Kristen sudah dua kali memasuki Cina dan berhasil berkembang sesaat namun tidak
sampai berakar. Salah satu faktor yang mengganggu perkembangan Kristen di Cina adalah
agama Kong Hu Cu yang berkembang di Cina. Selain itu agama Buddha dan Taoisme juga
ikut menjadi salah satu faktornya. Pada tahun 1583 dua orang tokoh Yesuit, yakni Michael
Ruggerius dan Matteo Ricci, diizinkan menetap di Kanton. Matteo Ricci menggunakan
keahlian-keahliannya sebagai cara untuk menarik perhatian golongan masyarakat tinggi. Ia
menyesuaikan diri dengan baik di Cina dengan ikut berpakaian gaya Cina seperti jubah
biarawan Buddha dan jubah sutra cendekiawan Kong Hu Cu.

Pada tahun 1601, Ricci memasuki ibukota Beijing dan mendapatkan penerimaan di istana.
Hasil pelayanannya membuahkan hasil dengan mengkristenkan beberapa orang cendekiawan.
Pelayanan Ricci melemah dikarenakan oleh kontroversi mengenai upacara adat istiadat di
Cina, selain itu kaum Buddha yang juga ikut menentang kekristenan juga menjadi salah satu
faktor yang mengakibatkan penghambatan kekristenan di Cina[25].

C.    India

Di akhir abad ke XVI Gereja Katolik Roma yang memasuki Goa mulai berkembang yang
bermula dari daerah pantai India. Dalam perkembangan Gereja di India, di hadapi dengan
kesulitan dari agama Hindu yang sudah mendarah daging dalam masyarakat India serta
agama Islam yang juga mengalami perkembangan yang terlebih dahulu dari kekristenan. Saat
itu umat Islam dari Afganistan menyerbu India dan berhasil menguasai India bagian utara dan
selatan, dan dari situ Islam membentuk kekaisaran Moghul.

Gereja Katolik Roma yang ada di India pada akhirnya berusaha menginjili bangsa Moghul.
Hal ini ditanggapi dengan senang hati oleh kaisar Akhbar yang mengajak serikat Yesus yang
juga menginjil di sana untuk mengutus pekabar Injilnya ke istana. Akhirnya kaisar
memperbolehkan warganya menjadi Kristen dan membangun Gereja di Lahore. Kaisar
Akhbar rupanya memiliki rencana memecahkan persoalan agama di negaranya dengan jalan
menyusun sendiri agama baru yang bersifat sinkretisme, namun sayang agama sinkretis dan
Gereja Katolik kurang berkembang dengan baik.

Di daerah lainnya De Nobili berhasil menginjili beberapa orang Brahmin, tetapi Gereja
dilemahkan oleh permasalahan baru yakni kontroversi mengenai upacara istiadat Malabar.
Dari pengalaman sebelumnya akhirnya dalam setiap permasalahan yang dialami Gereja,
akhirnya Gereja memutuskan untuk selalu menolak bahaya sinkretisme atau berkompromi
dengan agama-agama lain. Hal ini mengakibatkan Gereja susah berkembang di India.

D.    Burma/Myanmar

Diketahui bahwa raja Burma atau Myanmar selalu menolak kedatangan orang asing dan
masyarakat juga bersikap tidak baik kepada kaum pendatang. Pada tahu 1554 dua orang
tokoh Dominikan diutus ke Burma untuk tugas menginjili kaum pedagang di sana. Namun
setelah tiga tahun melayani para tokoh tadi akhirnya meninggalkan Burma. Beberapa tahun
kemudian sejumlah prajurit Portugis ditangkap dan dipekerjakan sebagai pengawal istana
yang pada akhirnya terjadi kawin campur antara Portugis dan Burma. Saat itu di Burma
sudah brkembang agama selain Kristen yakni Buddha. Semua usaha misi yang memasuki
Burma harus menghadapi para imam-imam Buddha yang diketahui tidak menyukai Kristen.

Telah banyak misi-misi penginjilan yang gagal di Burma dan hanya meninggalkan
penghambatan bagi para missionarisnya. Misalnya sekitar tahun 1693 dua pekabar Injil dari
Perancis disiksa dan dibunuh. Kemudian tahun 1764 seorang uskup Burma pertama tewas
dibunuh bersama dua pastor dari Ordo Barnabas. Tetai dalam pemerintahan raja Taninganwe
misi pekabaran Injil mulai melihat titik terang yang dikarenakan sang raja memberi izin
kepada dua pastor bernama Villoni dan Calchi untuk membangun Gereja dan berkhotbah.
Akhirnya di awal abad ke 19 sudah terdapat dua gedung Gereja yang didirikan di kota
Rangoon dan berhasil mengkristenkan sekitar 3000 orang. Selanjutnya di abad itu juga
Gereja Katolik Roma ikut berkembang meski agak terlambat di awal, namun belakangan
sudah didirikan tiga vikariat rasuli, dua seminari dan banyak sekolah. Dari situ tampak juga
bahwa Gereja Katolik Roma lebih berhasil mengkristenkan orang-orang yang tinggal di
pedalaman dan pegunungan daripada di kalangan masyarakat Burma itu sendiri.

E.     Filipina

Dalam sejarah Gereja di Filipina pada abad ke XIII sampai abad ke XVI di Filipina dapat
dikatakan merupakan sejarah Katolik Roma yang paling bersejarah sebab dengan mudahnya
ajaran ini bisa berkembang begitu pesatnya tanpa ada hambatan-hambatan yang cukup rumit.
Bahkan dapat di catat orang-orang yang sudah memeluk iman kristen di Filipina sampai pada
tahun 1586 telah mencapai 400.000 orang dan tentunya ini merupakan sebuah kemajuan yang
luar biasa dalam 55 tahun kedatangan Spanyol di Filipina.
Keberhasilan dalam pekabaran Injil ini tentunya tak lepas dari perjuangan tokoh-tokoh
pekabaran Injil seperti Pedro Chirino. Pedro Chirino merupakan tokoh pekabaran Injil yang
berasal dari Ordo Yesuit[26]. Dalam melaksanakan tugas pelayanan di Filipina, Chirino
mengunakan metode yang cukup sederhana namun begitu berpengaruh. Chirino dalam
misinya mengajar terlebih dahulu kepada anak-anak kecil sebab menurutnya anak-anak akan
lebih cepat memahami dan lebih cepat untuk mengerti tentang pengajaran iman Katolik
Roma dan setelah itu anak-anak yang telah dididik inilah yang kemudian harus mengajar para
orang tuanya. Sebelum metode ini dilaksanakan Chirino terlebih dahulu membangun sebuah
sekolah yang bertempat di kota Taytay. Tujuannya adalah agar para murid-muridnya dapat
belajar iman Katolik di sekolah tersebut.

F.     Siam/Thailand

Pada tahun1511 seorang tokoh bernama Albuquerque yang berhasil merebut pelabuhan
Malaka mengutus delegasi ke Ayuthia ibukota Siam. Dari situ para utusannya disambut baik
oleh pihak kerajaan dan diberikan izin berdagang di Thailand. Pada tahun 1555 uskup Goa
mengutus dua pastor Dominikan ke Siam namun ditolak dan mati syahid disana dikarenakan
bangsa Siam menentang misi Kristen masuk ke wilayahnya. Namun suatu ketika raja Narai
meminta pertolongan dari Perancis untuk melawan Belanda, dari situ untuk pertamakali misi
Katolik di perbolehkan untuk dijalankan di Siam.

Pada tahun 1662 uskup Pierre Lambert de la Motte bersama 27 pastor Katolik tiba di Siam
dan mendirikan seminari empat tahun kemudian. Constantin Phaukon, seorang upahan
Yunani beragama Katolik, diangkat menjadi menteri di kerajaan Narai. Hal ini
mengakibatkan banyak orang iri hati kepadanya dan pengaruh besarnya. Tahun 1688 terjadi
pemberontakan yang ditujukan kepada Phaukon. Akibatnya ia dibunuh dan umat Kristen di
luar ibukota di tindas. Stelah itu terjadilah penyerangan Burma ke Siam yang mengakibatkan
perang. Pada tahun 1856 pekabaran Injil mulai lagi berkembang dan akhirnya tahun 1885
seminari dibuka di sana. Misi Katolik lebih berhasil dikalangan masyarakat non-Thai yang
sejumlah besar adalah orang Cina.

[1]. Bendrio P. Sibarani, Gerakan-Gerakan Pembaharuan Dalam Sejarah Gereja, (Yogyakarta: Deepublish, 2013) hal. 1
[2] . A. Kenneth Curtis Dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007) hal. 1-2
[3] . Ibid, hal. 3-5
[4] . Op.Cit, hal. 7
[5] . H. Berkhof & I. H. Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2009), hal. 22
[6] . Op.Cit, hal. 8
[7] . F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2003), hal. 160
[8] . Bendrio P. Sibarani, Op. Cit, hal. 13
[9] . Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012) hal. 23
[10] . Ibid, hal. 32
[11] . Op.Cit, hal. 15
[12] . A. Kenneth Curtis Dkk, Op.Cit,  hal. 31
[13] . Ibid.
[14] . Th. Van den End, Harta Dalam Bejana Sejarah Gereja Ringkas, Op. Cit, hal. 71

[15]. Dr. Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2006), hlm. 13
[16] . Ibid.  hal. 61
[17] . Ibid.  hal. 71
[18] . A. Kenneth Curtis Dkk, Op.Cit,  hal. 54-55
[19] . Ordo Dominikan merupakan sebuah ordo yang didirikan oleh Dominicus di Spanyol. Ordo ini sering disebut ordo predecatorum
[20]. F. D. Wellem, Op.Cit, hal. 106
[21]. Kaum Waldens merupakan sekumpulan orang-orang miskin dari Lyon yang juga pengikut dari gerakan yang dipelopori Peter
Waldo.

[22] . Thomas Van den End, Op.Cit, hal. 204-205

[23]. Fransiscus Xaverius lahir pada tahun 1506  di daerah pegunungan Baskis, Spanyol Utara. Xaverius ketika melanjutkan studi di
Universitas Paris merupakan teman kuliah Ignatius Loyola. Dalam metode pengajarannya, ia memulai terlebih dahulu memulai

pengajarannya terhadap anak-anak dengan mengajarkan empat pokok Iman Katolik yakni Doa Bapa Kami, Pengakuan Iman Rasuli,

Kesepuluh Hukum serta Ave Maria. Lih. Anne Ruck,  Sejarah Gereja Asia, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2006), hal. 97

[24] . Dr. Anne Ruck, Op.Cit, hal. 101-106


[25] . Ibid, hal. 106-111
[26]. Ordo Yesuit merupakan Ordo yang diresmikan pada tahun 1540 dalam Bulla Paus “Reqimini Militantes”. Salah satu tokoh yang
terkenal dari Ordo ini adalah Fransiscus Xaverius dan Ignatius Loyola. Lih.  Anne Ruck,   Sejarah Gereja Asia, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia,

2011), hal. 97

[27] . Ibid, hal. 87-93

Anda mungkin juga menyukai