didapat:
Bab I
Agama Yahudi memegang Taurat Musa sebagai inti ibadah mereka. Mereka
menganggap Taurat Musa sebagai syarat untuk berkenan kepada Allah padahal
seharusnya Taurat itudijalankan sebagai sumber kegembiraan. Mereka juga
mengecam orang-orang yang hidup di luar agama Yahudi sebagai orang-orang
kafir sehingga hubungan antara orang-orang Yahudi dengan bangsa-bangsa
lainnya, yang pada saat itu mayoritas memeluk agama-agama suku, kurang baik.
Orang-orang bukan Yahudi pada masa itu yang tertarik pada ajaran ke-esaan Allah
dan memeluk agama Yahudi dan yang menaati seluruh hukum Taurat disebut
sebagai orang-orang proselit; sedangkan orang-orang yang hanya percaya kepada
Tuhan namun tidak taat kepada seluruh hukum Taurat (misal perintah untuk
bersunat) dikenal sebagai orang-orang yang takut akan Allah.
Dalam bab IV diceritakan bahwa gereja menghindari semua hal yang justru
digemari oleh orang-orang zaman itu, sehingga mereka menjadi sasaran
kebencian, baik dari pihak rakyat maupun dari pihak Pemerintah, sehingga
gereja mulai menghadapi penganiayaan. Karena pemerintah tidak berhasil
mempertahankan keutuhan negara dengan jalan memusnahkan gereja, maka
pemerintah mulai berubah haluan mencari dukungan gereja. Ini yang
ditempuh oleh Kaisar Konstantinus Agung (306-337). Berkat dukungan negara,
gereja menjadi kaya-raya dan jumlah orang Kristen melonjak. Tetapi banyak
orang yang tidak senang dan menganggap ada semangat yang hilang dalam
gereja, yaitu sifat menyangkal diri dan askese (berpuasa, berjaga, menjauhi
wanita, mengadakan perenungan yang lama). Mereka ingin tetap memlihara
cita-cita lama agama Kristen, dan oleh sebab itu mereka menjauhi kelompok
orang-orang Kristen yang suam dan pergi hidup menyendiri sambil beraskese.
Halaman 58-118 telah dibaca pada hari Jumat, 14 September 2007, inti yang
didapat:
Bab VII berisi pada abad ke-4 ternyata corak gereja bagian barat Kekaisaran
Romawi lain dari corak gereja di bagian timur. Hal ini mengakibatkan
perpecahan sampai sekarang. Bagian timur meliputi Gereja Ortodoks Timur
dan beberapa gereja lain, sedang di bagian barat berkenbang Gereja Katolik
Roma dan selanjutnya juga gereja-gereja Reformasi (Protestan). Yang
digunakan oleh Gereja Ortodoks Timur adalah teologi Irenaeus, Athanasius
dan Cyrillus. Poko teologinya ialah: bagaimana manusia bisa menjadi tidak
fana kelak. Sedang Gereja Barat mengikuti jejak Tertulianus dan Augustinus
serta Ambrosius dengan teologinya: bagaimana manusia bisa menjadi benar
di hadapan Allah. Di daerah Asia Tengah dan Timur ada satu gereja yang
termasuk paling ”tua” karena telah ada sejak abad ke-2, yaitu gereja di Irak
dan Iran yang disebut Gereja Nestorian.
Dari abad ke-4 sampai abad ke-14, gereja ini yang paling luas wilayahnya dan
paling berhasil usahanya untuk mengabarkan Injil ke seluruh Asia. Ini dibahas
dalam bab VIII.
Halaman 119-172 telah dibaca pada hari Senin, 17 September 2007. Inti yang
didapat:
Kemudian di bab XIII menjelaskan bahwa cara percaya yang dianjurkan oleh
Gereja Katolik Roma dalam Abad Pertengahan berpusat pada lembaga gereja
dan pada sakramen-sakramen yang dilakukan gereja. Namun di masa itu
terdapat pula orang yang tidak puas oleh corak kesalehan itu dan
mengemukakan cara-cara percaya yang lain, yaitu:
1. Ada yang mencari Tuhan dengan jalan mistik, seperti: Bernhard dari
Clairvaux, Eckhart dan lainnya).
2. Ada yang mencari Dia dengan mendengarkan Firman-Nya dan
mengkritik teologi dan kepercayaan yang resmi dengan bertolak dari Firman
itu, mereka adalah ”perintis-perintis Reformasi”.
3. Ada yang ingin kembali ke suasana Gereja Lama dan yang kritiknya
terhadap teologidan kepercayaan yang resmi bertolak dari suasana itu (kaum
humanis).
Pada bab XIV berisi tentang kehidupan Martin Luther, seorang
biarawan yang melalui hasil pergumulan yang berlangsung dalam kehidupan
seorang rahib di Jerman mencetuskan Reformasi.
anak-anak.
Kemudian pada bab XVII berisi kisah hidup seorang sarjana hukum
Perancis yang berminat pada ilmu dan teologi, yaitu Yohanes Calvin (1509-
1564) sebagai salah seorang tokoh lain di samping Luther yang paling
mempengaruhi gerakan Reformasi. Akibat pengaruh Reformasi yang
mengakibatkan banyak daerah yang melepaskan diri dari Roma, maka Gereja
Roma menjawabnya dengan Kontra-Reformas, yang terdiri dari:
Selanjutnya pada bab XX berisi sejarah gereja di Indonesia pada zaman VOC
(1596-1799). Hubungan antara gereja dan negara (VOC) terlalu erat dan gereja
dikuasai oleh negara. Kebijakan VOC terhadap gereja membawa akibat
tenaga pendeta/pekabar Injil sangat kurang jumlahnya dan hal ini berakibat
fatal bagi pembinaan jemaat dan pekabaran Injil kepada orang-orang bukan
Kristen tidak dapat berkembang. Di antara pendeta-pendeta yang datang ke
Indonesia ada beberapa orang yang berbakat dan bersemangat, seperti:
Pendeta Sebastian Danckaerts (1618-1622 di Ambon dan 1624-1634 di
Jakarta) dan Pendeta Heurnius (1624-1632 di Jakarta dan 1632-1638 di
Saparua).
Halaman 229-317 telah dibaca pada hari Rabu, 19 September 2007, inti yang
didapat:
Hal ini dijelaskan pada bab XXI. Yang dimaksud dengan gerakan Pencerahan
adalah satu gerakan yang menyatakan bahwa dalam segala hal tidak perlu
manusia tunduk pada kepercayaan atau keyakinan apa saja yang dianjurkan
kepadanya oleh kekuasaan di luar dirinya sendiri, misalnya oleh Alkitab dan
gereja, atau oleh adat-istiadat yang dijalankan secara turun-temurun. Manusia
hendaknya mementingkan pikirannya sendiri dan menganut apa yang dapat
diterima oleh otaknya. Prosesnya berlangsung dalam tiga tahap, yaitu:
Bab XXIII berisi sejarah gereja-gereja yang lahir dari zending, seperti HKBP
dan GKJW. Tokoh utama dalam sejarah pekabaran Injil di tengah bangsa
Batak adalah Ludwig Ingwer Nommensen (1834-1918). Ia memilih daerah
Silindung sebagai pusat pekabaran Injil di Tapanuli (1864). Berkat dukungan
seorang kepala suku Batak, yaitu Raja Pontas Lumbantobing (+ 1830-1900),
ia berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan dan bahaya-bahaya yang ada di
tahun-tahun pertama. Sesudah itu Injil memenangkan tanah Batak dengan
pesat. Sejak mulai bekerja di Tapanuli, Nommensen telah mementingkan
pendidikan tenaga Batak sebagai guru dan guru Injil. Ia pun membuka sekolah
pendidikan pendeta yang pertama di Indonesia (1883). Soal organisasi gereja
diperhatikannya juga; pada tahun 1881 ia menyusun tata gereja yang berlaku
sampai 1930. Setelah Perang Dunia I Gereja Batak mulai berdiri sendiri.
Prosesnya selesai pada tahun 1940. Yang terbesar di antara gereja-gereja
Batak itu ialah HKBP.
Halaman 318-400 telah dibaca pada hari Sabtu, 22 September 2007. Inti yang
didapat:
Bab XXIX berisi sejarah gereja Eropa di abad ke-19 dan 20. Gereja di
Eropa sampai abad ke-20 mendapat lebih banyak dukungan dan
penghormatan dari pemerintah dibanding Amerika. Sebaliknya, gereja-gereja
itu dihadapkan pada tantangan yang lebih hebat dari pihak masyarakat, yaitu
perkembangan filsafat dan perkembangan sosialisme. Yang pertama ialah
perkembangan pemikiran modern yang dengan cara makin terbuka menjauhi
iman Kristen. Ada tiga filsuf abad ke-19 yang disebut di sini,
yaitu: Hegel (+ 1820) menyatakan bahwa Allah adalah Roh yang menjiwai
alam semesta dan segala isinya. Roh manusia adalah sebagian dari Roh itu
pula dan menjadi semakin sadar akan kenyataan itu. Puncak kesadaran itu
dicapai oleh manusia Kristen. Kristen yang dimaksud Hegel
adalah panteisme, yang beda dengan ajaran Kristen yang tidak menyamakan
roh manusia dengan Roh Allah. Namun Hegel masih membela agama Kristen
dan adanya Allah. Lain dengan Feuerbach (+ 1840) yang menyangkal adanya
Allah dan menganut ateisme. Juga Nietzche (+ 1880) yang mengajarkan
bahwa segala nilai yang dianut oleh agama Kristen harus dirombak; nilai yang
tertinggi bukanlah kasih, tetapi kekuasaan. Manusia yang kuat patut
berkuasa atas yang lemah dan memperbudaknya, demi kemajuan umat
manusia. Filsafat ini disebut nihilisme. Juga banyak ahli ilmu pengetahuan
menegaskan bahwa dalam alam semesta tidak ada sesuatu yang lain
daripada zat benda yang tertangkap oleh pancaindera. Roh, apalagi Allah,
tidak ada, karena tidak bisa dilihat. Pandangan ini disebut materialisme.
Banyak orang Eropa yang tergoda oleh filsafat meninggalkan agama Kristen.
Mula-mula kaum cendikiawan, kemudian di abad ke-20 juga golongan-
golongan lain. Tantangan kedua bertolak dari keadaan sosial. Di abad ke-19 di
Eropa terjadi urbanisasi dan industrialisasi. Kaum buruh merasa tertindas
oleh golongan yang menguasai ekonomi dan politik. Karena gereja di Eropa
berhubungan erat dengan penguasa-penguasa itu, maka kaum buruh tidak lagi
mempedulikan gereja dan iman Kristen. Karl Marx (+ 1860) menawarkan
kepada mereka suatu kepercayaan yang baru, ia menganjurkan sosialisme
kepada mereka yang digabungkannya dengan ateisme dan materialisme. Ada
teolog-teolog yang berusaha menjawab tantangan pihak pemikiran modern itu
dengan menyusun teologi yang merupakan campuran Injil dengan filsafat baru
itu, seperti Scheiermacher (1768-1834). Ada juga yang yakin bahwa tidaklah
mungkin mendamaikan iman Kristen dengan pemikiran modern, seperti Søren
Kierkegaard (1813-1855) dan Karl Barth (1886-1968).
Dalam bagian ini beberapa hal yang bisa kita pelajari adalah:
- Belajar dari sejarah gereja akan membuat kita menjadi lebih bijak dalam
pelayanan.
Aplikasi::
Semangat untuk mempelajari dan menyelidiki kebenaran Allah harus kita
teladani.
Kita harus berani mempertahankan kebenaran Allah yang kita yakini walau apa
pun yang harus dihadapi.
Perbedaan doktrin gereja yang ada hendaknya jangan sampai membuat gereja
terpecah-belah.