Anda di halaman 1dari 14

Halaman 1-57 telah dibaca pada hari Kamis, 13 September 2007 inti yang

didapat:   

 Bab I

Perkembangan gereja sangat dipengaruhi oleh lingkungan di mana Injil tumbuh


dan berkembang. Secara politis, Injil lahir di wilayah yang terbagi dalam dua
negara besar, yaitu kekaisaran Roma dan kerajaan Partia (Persia 225M).
Kekaisaran Romawi meliputi daerah-daerah sekitar Laut Tengah sedangkan
kerajaan Partia meliputi wilayah Irak dan Iran yang sekarang. Di wilayah ini
terdapat berbagai macam kebudayaan dan agama suku yang dianut oleh
penduduknya. Di wilayah itu dapat juga ditemukan penganut agama Yahudi.
Agama Yahudi inilah yang paling mempengaruhi awal perkembangan gereja.

Agama Yahudi memegang Taurat Musa sebagai inti ibadah mereka. Mereka
menganggap Taurat Musa sebagai syarat untuk berkenan kepada Allah padahal
seharusnya Taurat itudijalankan sebagai sumber kegembiraan. Mereka juga
mengecam orang-orang yang hidup di luar agama Yahudi sebagai orang-orang
kafir sehingga hubungan antara orang-orang Yahudi dengan bangsa-bangsa
lainnya, yang pada saat itu mayoritas memeluk agama-agama suku, kurang baik.
Orang-orang bukan Yahudi pada masa itu yang tertarik pada ajaran ke-esaan Allah
dan memeluk agama Yahudi dan yang menaati seluruh hukum Taurat  disebut
sebagai orang-orang proselit; sedangkan orang-orang yang hanya percaya kepada
Tuhan namun tidak taat kepada seluruh hukum Taurat (misal perintah untuk
bersunat) dikenal sebagai orang-orang yang takut akan Allah.

Tempat orang-orang Yahudi beribadah dinamakan Bait Allah di Yerusalem. Di


setiap kota dan desa juga terdapat satu sinagoge, gedung ibadah di mana setiap hari
Sabtu dilakukan pembacaan Taurat dan penjelasannya. Di daerah kekaisaran
Romawi orang Yahudi merupakan minoritas. Sebagian besar penduduknya
menganut agama suku dan kebudayaan Helenisme[1]. Bahasa pengantar di
sebagian besar wilayahnya yaitu bahasa Yunani, yang juga dipakai dalam kitab
perjanjian baru (PB).

Ketidakpuasan masyarakat terhadap agama-agama dan kepercayaan yang ada pada


saat itu membuat mereka membuat pegangan-pegangan baru dalam bentuk aliran
kepercayaan baru, filsafat dan pemujaan terhadap kaisar. Agama-agama misteri
muncul menggantikan agama suku. Kaisar Augustus yang berhasil memulihkan
perdamaian di negara Romawi dipandang sebagai penyelamat dan disembah.
Aliran filsafat yang muncul pada masa itu beberapanya adalah ajaran aliran Stoa
yang berkembang pada abad pertama dan ke-2 M, Platonisme, dan Neo-
Platonisme. Aliran Stoa mengajarkan bahwa ketenangan batiniah adalah
keselamatan; Platonisme (±375M) memenuhi ketidakpuasan terhadap pertanyaan
‘apa yang dapat kuharapkan’, yang tidak dapat dipenuhi oleh ajaran aliran Stoa,
dan mengalami perkembangan yang berbelit-belit. Pada abad ke-3 M aliran itu
berkembang menjadi aliran Neo-Platonisme (Neo: baru). Ciri-ciri filsafat Neo-
Platonisme ini yaitu bahwa Allah berada jauh tak terhingga di atas dunia dan
manusia. Tak ada sesuatu yang dapat mengungkapkan tentang Allah. Ia tidak
bergerak, tidak bertindak, tidak memperkenalkan diri, tidak mempunyai nama,
kecuali Yang Esa; namun dari Yang Esa itu mengalirlah Nous (Roh, pemikiran).
Ada pula logos (Firman, tertib) yang menyatakan Nous Allah di dalam roh manusia
dan dalam tata tertib dunia di sekitar manusia. Keduanya ini merupakan pengantara
antara Allah dengan manusia dan dunia namun kadar keilahiannya tidak sama
dengan Yang Esa. Dalam ajaran ini terlihat bahwa Allah seperti beritngkat-tingkat.
Sebenarnya agama-agama dan aliran-aliran filsafat helenistis ini memiliki suatu
persamaan, yaitu bahwa dunia ini terbagi ke dalam dua bagian (baik dan buruk,
atas dan bawah, jiwa dan raga, dsb.), yang disebut sebagai dualisme. Cara-cara
pemisahan jiwa yang bersifat ilahi dari raga yang bersifat fana atau baik dari yang
buruk disebut askese, yaitu misalnya dengan menyendiri demi mencapai
ketenangan batiniah.

Babb II menjelaskan sejarah gereja merupakan kisah tentang perkembangan


dan perubahan yang dialami gereja selama di dunia ini. Lingkungan yang
paling mempengaruhi gereja dalam tahap pertama sejarahnya adalah
lingkungan Yahudi dan kebudayaan yang menonjol pada waktu itu adalah
kebudayaan Helenisme, yaitu kebudayaan yang meneruskan kebudayaan
Yunani dan zaman kejayaan Atena. Kemudian

bab III menceritakan adanya tantangan yang dihadapi gereja dengan


munculnya bidat Gnostik, di mana tokoh-tokoh dan para penganut mazhab
Gnostik menyatakan bahwa mereka mempunyai pengetahuan (gnosis) yang
lama dan lebih tinggi daripada iman Kristen seperti yang dianut oleh anggota
jemaat biasa. Untuk menangkalnya gereja mengatasinya dengan kanon,
pengakuan iman dan uskup. Juga diceritakan munculnya gerakan Montanisme
yang ingin menghidupkan kembali karunia-karunia Roh dan hukum disiplin
gereja yang keras.

Dalam bab IV diceritakan bahwa gereja menghindari semua hal yang justru
digemari oleh orang-orang zaman itu, sehingga mereka menjadi sasaran
kebencian, baik dari pihak rakyat maupun dari pihak Pemerintah, sehingga
gereja mulai menghadapi penganiayaan. Karena pemerintah tidak berhasil
mempertahankan keutuhan negara dengan jalan memusnahkan gereja, maka
pemerintah mulai berubah haluan mencari dukungan gereja. Ini yang
ditempuh oleh Kaisar Konstantinus Agung (306-337). Berkat dukungan negara,
gereja menjadi kaya-raya dan jumlah orang Kristen melonjak. Tetapi  banyak
orang yang tidak senang dan menganggap ada semangat yang hilang dalam
gereja, yaitu sifat menyangkal diri dan askese (berpuasa, berjaga, menjauhi
wanita, mengadakan perenungan yang lama). Mereka ingin tetap memlihara
cita-cita lama agama Kristen, dan oleh sebab itu mereka menjauhi kelompok
orang-orang Kristen yang suam dan pergi hidup menyendiri sambil beraskese.
Halaman 58-118 telah dibaca pada hari Jumat, 14 September 2007, inti yang
didapat:

       Bab V menceritakan tentang model ibadah dalam gereja lama,


diawali dengan pembacaan firman dari surat-surat rasuli dulu, lalu dari PL
yang berlangsung cukup lama, kemudian dinyanyikan salah satu mazmur,
setelah itu uskup bekhotbah. Setelah khotbah selesai, semua orang yang
belum dibaptis atau yang belum masuk Kristen disuruh keluar, kemudian
pintu dikunci sebab mereka akan mereka akan melakukan perayaan
sakramen yang utama, Ekaristi. Sesudah perayaan Ekaristi kebaktian pun
selesai.

       Setelah tekanan dari luar berhenti, mulai timbul pertikaian di dalam


yang dijelaskan pada bab VI. Yang menjadi persoalan ialah diri Kristus, yaitu
hubungan-Nya dengan Allah Bapa (soal Trinitas) dan hubungan tabiat ilahi dan
manusiawi di dalam diri Kristus (soal Kristologi). Soal Trinitas diputuskan
pada Konsili Nicea (325) dan Konstantinopel (381) dan soal Kristologi pada
Konsili Chalcedon (451).

Bab VII berisi pada abad ke-4 ternyata corak gereja bagian barat Kekaisaran
Romawi lain dari corak gereja di bagian timur. Hal ini mengakibatkan
perpecahan sampai sekarang. Bagian timur meliputi Gereja Ortodoks Timur
dan beberapa gereja lain, sedang di bagian barat berkenbang Gereja Katolik
Roma dan selanjutnya juga gereja-gereja Reformasi (Protestan). Yang
digunakan oleh Gereja Ortodoks Timur adalah teologi Irenaeus, Athanasius
dan Cyrillus. Poko teologinya ialah: bagaimana manusia bisa menjadi  tidak
fana kelak. Sedang Gereja Barat mengikuti jejak Tertulianus dan Augustinus
serta Ambrosius dengan teologinya: bagaimana manusia bisa menjadi benar
di hadapan Allah. Di daerah Asia Tengah dan Timur ada satu gereja yang
termasuk paling ”tua” karena telah ada sejak abad ke-2, yaitu gereja di Irak
dan Iran yang disebut Gereja Nestorian.

Dari abad ke-4 sampai abad ke-14, gereja ini yang paling luas wilayahnya dan
paling berhasil usahanya untuk mengabarkan Injil ke seluruh Asia. Ini dibahas
dalam bab VIII.

Kemudian bab IX menceritakan sekitar tahun 400 Kekaisaran Romawi dibagi


menjadi dua, yakni Barat yang sesudah setengah abad dihancurkan oleh suku-
suku bangsa German dan Timur yang hidup terus sampai tahun 1453.
Mayoritas bangsa-bangsa German dan Slav menganut agama suku (politeis),
namun ini tidak lama bertahan terhadap agama Kristen. Salah seorang
pekabar Injil yang terkenal adalah Bonifatius. Perancis dikristenkan kembali
sekitar tahun 500; Inggris dengan bangsa Anglo-Sakson dikristenkan kembali
sekitar tahun 600. Sesudah dikristenkan, Inggris menjadi pusat pekabaran
Injil, dengan tokohnya yang paling besar adalah Bonifatius (675-754) yang
disebut ”Rasul Jerman” karena dialah yang mengabarkan Injil di sbagian
besar negeri Jerman. Sampai tahun 750, pekabaran Injil diselenggarakan
dengan damai. Sesudah itu perang juga digunakan untuk memaksa orang
menjadi Kristen. Contohnya raja-raja orang Frank, Charles Agung (+ 800) yang
menaklukkan Jerman Utara dan memaksa penduduknya  menjadi Kristen.
Kemudian sekitar tahun 1000, Eropa Timur dikristenkan oleh utusan-utusan
dari Konstantinopel, sehingga menjadi sebagian wilayah Gereja Ortodoks
Timur.

       Bab X menceritakan setelah tahun wafatnya Muhammad, sejak tahun


632 orang-orang Arab menyerang kedua negara yang berbatasan dengan
Arabia, yaitu Kerajaan Persia dan Kerajaan Romawi Timur dan berhasil
ditaklukkan. Kedudukan orang-orang Kristen di bawah kekuasaan Arab cukup
baik, walaupun mereka tidak mempunyai kebebasan penuh dalam beragama
sehingga lama-kelamaan jumlah anggota gereja menurun. Kemudian muncul
perang Salib (+ tahun 1050-1450) yang dimulai dari Spanyol yang mempunyai
latar belakang agama, di mana orang-orang Eropa Barat berusaha
membebaskan Tanah Suci, Palestina dari kekuasaan orang-orang Islam.

Halaman 119-172 telah dibaca pada hari Senin, 17 September 2007. Inti yang
didapat:

       Selama Abad Pertengahan, hubungan Gereja Barat dengan dunia


sekitarnya, dapat dilihat dua sikap yang tampak bertentangan. Hal ini dibahas
dalam bab XI. Di satu pihak gereja ingin menguasai dunia atau menjadi
lembaga pembimbing dan pengatur dunia (hidup kenegaraan dan
kemasyarakatan). Di pihak lain banyak orang Kristen yang menarik diri dari
dunia dengan menempuh hidup miskin. Tetapi keduanya berdasarkan
keyakinan yang sama, yakni bahwa hal-hal ”duniawi” patut kurang dihargai
dibandingkan dengan hal-hal ”rohani”.

Pada bab XII membahas mengenai teologi dan kepercayaan Abad


Pertengahan yang merupakan hasil kompromi antara: ajaran Alkitab dengan
filsafat Yunani (teologi Skolastik) dengan tokohnya Thomas dari Aquino
(1225-1274) anggota Ordo Dominikan, kesalehan yang alkitabiah dengan
agama kafir (Yunani-Romawi, German) yang tersebar di Eropa sebelum
datangnya agama Kristen.

Kemudian di bab XIII menjelaskan bahwa cara percaya yang dianjurkan oleh
Gereja Katolik Roma dalam Abad Pertengahan berpusat pada lembaga gereja
dan pada sakramen-sakramen yang dilakukan gereja. Namun di masa itu
terdapat pula orang yang tidak puas oleh corak kesalehan itu dan
mengemukakan cara-cara percaya yang lain, yaitu:

1. Ada yang mencari Tuhan dengan jalan mistik, seperti: Bernhard dari
Clairvaux, Eckhart dan lainnya).
2. Ada yang mencari Dia dengan mendengarkan Firman-Nya dan
mengkritik teologi dan kepercayaan yang resmi dengan bertolak dari Firman
itu, mereka adalah ”perintis-perintis Reformasi”.
3. Ada yang ingin kembali ke suasana Gereja Lama dan yang kritiknya
terhadap teologidan kepercayaan yang resmi bertolak dari suasana itu (kaum
humanis).
       Pada bab XIV berisi tentang kehidupan Martin Luther, seorang
biarawan yang melalui hasil pergumulan yang berlangsung dalam kehidupan
seorang rahib di Jerman mencetuskan Reformasi.

Kemudian dilanjutkan pada bab XV yang menceritakan tentang permulaan


pembaruan gereja atau Reformasi yang disebabkan karena perbedaan antara
teologi serta praktek gereja dengan ajaran Alkitab seperti yang ditemukan
oleh Luther. Peristiwa yang memicu Reformasi itu mulai ialah penjualan surat-
surat penghapusan siksa di Jerman oleh Tetzel. Untuk menentang ucapan-
ucapan Tetzel, Luther menyusun ke-95 dalilnya.

Halaman 173-228 telah dibaca pada hari Selasa, 18 September 2007. Inti


yang didapat:

       Bab XVI menceritakan bahwa kekacauan yang ditimbulkan oleh


Reformasi memberi keleluasaan bagi aliran-aliran yang selama Abad
Pertengahan ditindas oleh Gereja Roma. Kelompok-kelompok itu kadang-
kadang disebut ”Sayap kiri dari Reformasi” atau ”Reformasi radikal”. Dua
diantaranya yang dibahas adalah: 1. Pemikiran mistik Abad Pertengahan yang
muncul kembali di dalam diri

    Thomas Münzen. Tetapi, Münzen mencampurkannya dengan gagasan-


gagasan

    yang menyebabkan revolusi sosial.

2. Kaum Anabaptis yang menegaskan bahwa jemaat Kristen hanya boleh


terdiri

    dari orang-orang percaya saja. Oleh karena itu mereka menolak


pembaptisan

    anak-anak.

       Kemudian pada bab XVII berisi kisah hidup seorang sarjana hukum
Perancis yang berminat pada ilmu dan teologi, yaitu Yohanes Calvin (1509-
1564) sebagai salah seorang tokoh lain di samping Luther yang paling
mempengaruhi gerakan Reformasi. Akibat pengaruh Reformasi yang
mengakibatkan banyak daerah yang melepaskan diri dari Roma, maka Gereja
Roma menjawabnya dengan Kontra-Reformas, yang terdiri dari:

1. Didirikannya Serikat Yesus sekitar tahun 1540.


2. Pada tahun 1542 Paus mengatur kembali Inkwisisi, pengadilan
gerejawi yang bertugas mengusut dan menghukum kaum penyesat.
3. Pada tahun 1545-1563 diadakan Konsili Trente, yang menetapkan
mana ajaran yang diakui oleh Roma dan mana yang sesat.
Dengan demikian Gereja Roma mendapatkan pasukan penggempurnya,
lembaga pengadilan dan kepastian tentang apa yang diperjuangkannya. Lalu
dalam bab selanjutnya menceritakan tentang usaha misi Gereja Katolik Roma
yang didorong oleh ditemukannya benua Amerika oleh Colombus dan adanya
Kontra Reformasi. Karena Portugis dan Spanyol saling berebut dan bersaing,
maka atas mandat dari Paus dibuat perjanjian Tordesillas pada tahun 1494
untuk membagi dunia dan menentang bangsa dari Eropa yang ingin masuk ke
daerah kekuasaan mereka. Penyelenggaraan misi di wilayah jajahan
menggunakan sistem Padroado  yang artinya Paus menyerahkan seluruh
usaha misi itu ke tangan raja. Adapun beberapa orang yang diutus sebagai
Misionaris dalam sistem Padroado itu antara lain:

1. Fransiscus Xaverius (1506-1552) yang melayani di Asia Timur, dari India


ke semenanjung Melayu, Maluku dan Jepang.
2. Matius Ricci di Tiongkok (+ 1600).
3. De Nobili di India (+ 1625).

Selanjutnya pada bab XX berisi sejarah gereja di Indonesia pada zaman VOC
(1596-1799). Hubungan antara gereja dan negara (VOC) terlalu erat dan gereja
dikuasai oleh negara. Kebijakan VOC terhadap gereja membawa akibat
tenaga pendeta/pekabar Injil sangat kurang jumlahnya dan hal ini berakibat
fatal bagi pembinaan jemaat dan pekabaran Injil  kepada orang-orang bukan
Kristen tidak dapat berkembang. Di antara pendeta-pendeta yang datang ke
Indonesia ada beberapa orang yang berbakat dan bersemangat, seperti:
Pendeta Sebastian Danckaerts (1618-1622 di Ambon dan 1624-1634 di
Jakarta) dan Pendeta Heurnius (1624-1632 di Jakarta dan 1632-1638 di
Saparua).

Halaman 229-317 telah dibaca pada hari Rabu, 19 September 2007, inti yang
didapat:

       Sesudah pertengahan abad ke-17 ada dua gerakan yang menarik


perhatian di Eropa, yaitu: Gerakan Pencerahan dan Revival  (Kebangunan
Rohani).

Hal ini dijelaskan pada bab XXI. Yang dimaksud dengan gerakan Pencerahan
adalah satu gerakan yang menyatakan bahwa dalam segala hal tidak perlu
manusia tunduk pada kepercayaan atau keyakinan apa saja yang dianjurkan
kepadanya oleh kekuasaan di luar dirinya sendiri, misalnya oleh Alkitab dan
gereja, atau oleh adat-istiadat yang dijalankan secara turun-temurun. Manusia
hendaknya mementingkan pikirannya sendiri dan menganut apa yang dapat
diterima oleh otaknya. Prosesnya berlangsung dalam tiga tahap, yaitu:

1. Perkembangan ilmu alam seperti: Kopernikus dan Kepler membuktikan


bahwa bumi berputar di sekitar matahari dan bukan sebaliknya; Newton
menemukan daya berat sebagai hukum yang memerintah alam semesta.
2. Filsafat René Descartes (1596-1650) yaitu aku yang berpikir, jadi
ada. Dengan bertolak dari ”aku” ia membangun kembali seluruh pengetahuan
manusia termasuk pengetahuan tentang Allah, juga seluruh ajaran gereja.
Serta John Locke (1632-1704) yang menegaskan bahwa penyataan Allah
layak diterima karena memang sesuai dengan akal budi kita.
3. Filsafat John Toland (1670-1722) yang pada umur 25 tahun menulis
buku Christianity Not Mysterious. Intinya apa saja dalam agama Kristen yang
bertentangan dengan akal budi (tidak rasional) sebaiknya dihapus. Karena itu,
dogma Trinitas dan Inkarnasi harus dilepaskan.
Dalam abad ke-17 gerakan Pencerahan disiarkan oleh pengarang-pengarang
Perancis, seperti Voltaire (1694-1778) dan di Amerika tokoh utamanya Tom
Paine (1737-1809). Selain itu pada abad ke-18 juga timbul dalam gereja-gereja
Protestan suatu gerakan kebangunan Rohani. Di Belanda dan Jerman
disebut Pietisme; di Inggris dan Amerika disebut Revival. Gerakan Pietisme
mulai sekitar tahun 1675 di Jerman dan Belanda, dengan tokohnya August
Hermann Francke (1663-1727). Penganut-penganut Pietisme dan Revival
memandang peristiwa pertobatan sebagai sesuatu yang harus dialami orang
Kristen, sebelum ia benar-benar dianggap sebagai Kristen. Salah seorang
muridnya adalah Zinzendorf (1700-1760) yang menjadi pemimpin jemaat
Herrnhut, yang sangat giat di bidang pekabaran Injil. Sedangkan pelopor
Revival di Inggris ialah John Wesley (1703-1791). Ia pun mengalami peristiwa
pertobatan dan pada akhir hidupnya ia mendirikan Gereja Metodis.

       Bab XXII membahas mengenai sejarah gereja di Indonesia sesudah


tahun 1799, khususnya Gereja Protestan Maluku; di mana abad ke-19 ini
menjadi ”abad pekabaran Injil”. Pemerintah Hindia Belanda yang
menggantikan VOC meneruskan kebijakan VOC atas gereja. Gereja Protestan
Indonesia dijadikan gereja-negara. Karena pada tahun 1815 GPI kekurangan
tenaga pendeta, maka gereja-negara mengadakan kerjasama dengan lembaga
PI, yaitu NZG (Nederlands Zendeling Genootschap – Lembaga Pekabar-
pekabar Injil Belanda). Beberapa pekabar Injil utusan NZG diangkat menjadi
pendeta atau pendeta pembantu GPI. Salah seorang di antara mereka
ialah Joseph Kam (1769-1833) yang diangkat menjadi pendeta kota Ambon,
dan seluruh Indonesia Timur menjadi wilayah kerjanya. Ia tidak hanya
memelihara jemaat-jemaat yang sudah ada dari zaman VOC, tetapi juga
menangani pekabaran Injil di lingkungan orang bukan Kristen. Seperti di
seluruh Indonesia, di Maluku juga mutu kehidupan gerejawi sangat merosot.
Jasa Kam dalam memulihkan gereja di Maluku begitu besar, sehingga ia
dijuluki ”Rasul Maluku”. Sembilan tahun setelah Kam meninggal, kerja sama
antara Gereja Protestan dengan Zending yang telah berhasil baik dihentikan
oleh pemerintah. Tetapi hasil pekerjaan Kam dan kawan-kawan tidak dapat
ditiadakan. Sejak + 1850 orang-orang Ambon ikut membawa Injil ke seluruh
Indonesia Timur. Dalam abad ke-20 organisasi GPI diperbaharui. Hubungan
antara gereja itu dengan negara dilepaskan (1935/1950). Lagi pula dibentuk
gereja-gereja tersendiri: GMIM, GPM dan GMIT. Pada tahun 1935 Gereja
Protestan Maluku menjadi mandiri.

Bab XXIII berisi sejarah gereja-gereja yang lahir dari zending, seperti HKBP
dan GKJW. Tokoh utama dalam sejarah pekabaran Injil di tengah bangsa
Batak adalah Ludwig Ingwer Nommensen (1834-1918). Ia memilih daerah
Silindung sebagai pusat pekabaran Injil di Tapanuli (1864). Berkat dukungan
seorang kepala suku Batak, yaitu Raja Pontas Lumbantobing (+ 1830-1900),
ia berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan dan bahaya-bahaya yang ada di
tahun-tahun pertama. Sesudah itu Injil memenangkan tanah Batak dengan
pesat. Sejak mulai bekerja di Tapanuli, Nommensen telah mementingkan
pendidikan tenaga Batak sebagai guru dan guru Injil. Ia pun membuka sekolah
pendidikan pendeta yang pertama di Indonesia (1883). Soal organisasi gereja
diperhatikannya juga; pada tahun 1881 ia menyusun tata gereja yang berlaku
sampai 1930. Setelah Perang Dunia I Gereja Batak mulai berdiri sendiri.
Prosesnya selesai pada tahun 1940. Yang terbesar di antara gereja-gereja
Batak itu ialah HKBP.

       Sementara itu permulaan sejarah Gereja Kristen Jawi Wetan


ditentukan oleh dua orang yang sangat berbeda coraknya: Bapa Emde (1774-
1859) seorang pietis dari Jerman dan Laurens Coolen, yang mewakili dua
metode pekabaran Injil yang bertentangan. Bagi Emde, kalau seseorang
masuk Kristen, dia harus menerima kebudayaan Kristen. Sedangkan Coolen
mengabarkan Injil dalam bentuk-bentuk khas Jawa: dengan memakai wayang,
musik Jawa dan tarian khas Jawa. Hanya saja dia tidak melaksanakan
sakramen karena dipandang olehnya sebagai hal yang kebarat-baratan. Sejak
tahun 1844 yang menjadi pusat agama Kristen di Jawa Timur adalah jemaat
Mojowarno, yang dipimpin oleh Paulus Tosari (+ 1810-1882). Tosari dan
Jellesma, seorang utusan Zending Belanda, mengambil kebijakan meredakan
sikap ekstrem Emde maupun Coolen dengan menempuh jalan tengah. Pada
tahun 1931 seluruh Gereja Kristen Jawi Wetan berdiri sendiri. Namun, seperti
dalam gereja-gereja Indonesia lainnya, sampai tahun 1942 pengaruh Zending
tetap besar sekali.

       Pada bab XXIV menjelaskan bahwa sejarah gereja-gereja di Indonesia


pada abad ke-19 dan 20 menghadapi beberapa persoalan pokok dalam
menyebarkan agama Kristen dan membangun gereja. Persoalan-persoalan itu
antara lain: sikap pemerintah belanda terhadap penyebaran agama Kristen,
hubungan antara Injil dengan kebudayaan Barat dan kebudayaan Indonesia
serta sikap pihak Zending terhadap kemandirian orang-orang Kristen dan
gereja-gereja Indonesia.

       Memasuki bab XXV kembali dibahas mengenai sejarah Gereja Katolik


Roma sesudah Kontra Reformasi. Baru sesudah tahun 1960, dengan
diadakannya konsili Vatikanum II (1962-1965) nampak lebih terbuka dan
terjadi beberapa perubahan. Misalnya: ibadah gereja tidak usah lagi dalam
bahasa Latin, sikap terhadap oikumenis menjadi lebih lunak, Paus yang
terpilih juga paus pertama yang bukan orang Italia. Sesudah tahun 1815
semangat misionaris dalam Gereja Katolik Roma bangkit kembali. Alat-
alatnya yang utama ialah ordo-ordo biarawan/biarawati. Di Afrika yang
dipelopori oleh Kardinal Lavigerie (1825-1892), Uskup Agung Aljazair (Afrika
Utara) dan Asia (Tiongkok, Vietnam, di Jepang dan Filipina) telah
menghasilkan berdirinya Gereja Katolik Roma di daerah baru. Setelah
melewati waktu yang lama, barulah Misi mulai mengalihkan
kepemimpinannya kepada orang-orang pribumi; di Asia sesudah tahun 1925
dan di Afrika baru sesudah tahun 1950. Hubungan misi dengan pekabaran Injil
Protestan dan gereja-gereja Protestan yang muda menjadi lebih baik. Di
Amerika Latin, Gereja Katolik Roma telah berhasil memperoleh kedudukan
yang kuat. Tetapi sebagian besar masyarakat di kawasan itu belum diresapi
betul-betul oleh agama Kristen. Sementara di Indonesia, dengan
dibubarkannya VOC maka kebebasan agama dinikmati oleh orang-orang
Katolik Roma juga. Baru sesudah tahun 1850 misi dapat mulai bekerja dengan
sungguh. Pusat terdapat di Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur.

Halaman 318-400 telah dibaca pada hari Sabtu, 22 September 2007. Inti yang
didapat:

       Bab XXVI berisi sejarah pekabaran Injil modern di Asia yang


dipelopori oleh William Carey (1761-1834), seorang Baptis dari Inggris, yang
mencari nafkah dengan bekerja sebagai tukang sepatu merangkap pendeta
awam dan guru sekolah rakyat. Di India yang waktu itu adalah jajahan Inggris,
Carey meletakkan dasar pekabaran Injil di sana dengan menterjemahkan
Alkitab ke dalam berbagai-bagai bahasa dan dengan memikirkan metode-
metode yang perlu diikuti. Seperti di Afrika dan daerah-daerah Asia lainnya, di
India hubungan antara agama Kristen dengan kekuasaan dan kebudayaan
Barat merupakan persoalan. Tokoh-tokoh India, seperti Sadhu Sundar
Singh (1888-1929) berusaha memberi bentuk khas India kepada Injil. Gereja
Kristen di India telah menghasilkan sejumlah teolog yang pandai dan terkenal
di seluruh dunia. Diantaranya M.M. Thomas (lahir 1916), seorang awam
anggota Gereja Mar Siria di India Selatan yang pernah menjadi Pengurus
Dewan Gereja-gereja se-Dunia. Pemikirannya antara lain terungkap dalam
bukunya The Christian Response to the asian Revolution (1966). Di Tiongkok
pekabaran Injil Protestan dimulai sesudah tahun 1840. Salah satu tokohnya
ialah Hudson Taylor (1832-1905). Pada tahun 1860, setelah melayani selama
7 tahun, terpaksa pulang karena kesehatannya terganggu. Sekembalinya di
Inggris, ia merasa gelisah mengingat nasib begitu banyak orang yang belum
pernah sampai mendengar Kabar Baik. Ia mendirikan badan baru, yaitu China
Inland Mission (CIM, Lembaga PI untuk pedalaman Tiongkok; setelah diusir
dari Tiongkok oleh Rezim Komunis 1951, namanya diubah menjadi Overseas
Mission Fellowship (OMF). Asas utamanya ialah para utusan Injil harus
mengenakan pakaian Tionghoa dan harus sebanyak mungkin menyamakan
diri dengan orang-orang Tionghoa. CIM menunjukkan perhatiannya kepada
rakyat jelata, berbeda dengan metode Timothy Richard yang bekerja di
Tiongkok dari tahun 1870-1920. Ia sangat menjunjung tinggi kebudayaan
Tiongkok dan ingin mendidik orang-orang dari masyarakat lapisan atas
supaya dengan perantaraan mereka kebudayaan Tionghoa diresapi oleh cita-
cita Kristen. Di beberapa negara Asia lainnya orang-orang Kristen merupakan
minoritas yang sangat aktif, seperti di Srilangka, di Myanmar (Burma) dan
Muangthai, Kamboja, Laos, Vietnam, Malaysia, Singapura, Filipina, Taiwan,
Jepang dan Korea. Asia Utara (Siberia) sejak + tahun 1600 menjadi bagian
dari Rusia, sehingga suku-suku yang mendiami daerah yang luas itu
merupakan lapangan kerja bagi Gereja Ortodoks Rusia dengan tokoh
pekabaran Injil yang bersemangat, seperti Innokenti Benyaminov (1797-1879)
yang lahir di Siberia. Pulau-pulau di Lautan Pasifik sekarang hampir semuanya
sudah dimasehikan (dikristenkan). Pelopornya ialah John Williams (1796-
1839).

       Bab XXVII berisi sejarah gereja-gereja Protestan di Afrika. Di Afrika


Utara agama Kristen sudah menetap di Afrika Utara sejak abad ke-2, tetapi
sejak abad ke-7 agama Islam berhasil menggantikan kekristenan di wilayah
itu. Sejak tahun 1500 Injil sudah mulai dibawa ke bagian Afrika di sebelah
selatan gurun Sahara, namun sampai tahun 1800 kegiatan pekabaran injil itu
belum menghasilkan gereja yang berdiri sendiri. Di antara pekabar Injil di
Afrika Barat sesudah tahun 1800, ada banyak bekas budak. Salah seorang di
antaranya yang membawa agama Kristen kepada orang-orang sebangsanya
adalah Samuel Crowther (+ 1810-1892). Di bagian selatan Afrika, baru
sesudah tahun 1850 pekabaran Injil mulai masuk ke pedalaman. Perintis yang
terkenal ialah David Livingstone (1813-1873). Sesudah tahun 1880, hampir
seluruh Afrika dijajah oleh negara-negara Eropa Barat. Pada waktu yang sama
usaha penyebaran agama Kristen meluas sampai ke pelosok-pelosok Afrika.
Gereja di Afrika menghadapi tantangan berat dari beberapa pihak, yaitu
tantangan akibat perkembangan ekonomi-sosial dan tantangan akibat
pengaruh dunia pemikiran asli Afrika.

       Bab XXVIII menceritakan tentang sejarah Gereja di Amerika Utara.


Karena Amerika merupakan jajahan Inggris, maka kita perlu mengetahui
sejarah gereja di Inggris. Pada abad ke-16 di Inggris didirikan Gereja Anglikan
yang sangat erat hubungannya dengan negara. Golongan minoritas, baik
Katolik Roma maupun Protestan ditindas. Banyak penganut golongan yang
tertindas itu mengungsi ke Amerika, bersama dengan anggota-anggota gereja
lainnya. Akibatnya di Amerika ada banyak gereja yang bersaing secara hebat,
tetapi yang belajar untuk bersifat toleran satu sama lain; tidak ada gereja
yang dianakmaskan negara, tetapi semua berbangga karena berdiri sendiri
dan bebas dari ikatan dengan negara. Pada abad ke-18 gereja-gereja di
Amerika mengalami kebangunan Rohani (Revival) seperti di Eropa. Tokohnya
yang terkemuka ialah Jonathan Edwards (1703-1758) yang berhasil memberi
dasar teologi yang kokoh bagi gerakan kebangunan itu. Hasil yang tak
terduga ialah timbulnya The Great Awakening, Kebangunan Rohani yang
Besar. Sesudah tahun 1750 The Great Awakening melemah. Tetapi suasana
revival itu menjadi salah satu ciri yang tetap dalam kehidupan gerejawi di
Amerika. Dapat dibedakan tiga gelombang kebangunan yang besar lagi, yang
masing-masing dengan tokoh yang terkenal: yang kedua mulai + 1800
(Finney), yang ketiga + 1870 (Moody) dan yang keempat + 1950 (Billy
Graham). Pengaruh kebangunan-kebangunan ini atas gereja-gereja pada
umumnya jauh lebih besar di Amerika daripada di Eropa. Tetapi kesatuan
teologis yang telah dicapai Edwards menjadi hilang. Karena zaman
kebangunan rohani yang kedua tidak ada seorang teolog besar seperti
Edwards, yang tahu menggabungkan unsur-unsur yang tampak bertentangan,
akibatnya abad ke-19 dan 20 masyarakat Protestan di Amerika terpecah.
Muncul dua aliran yang saling bertentangan, yaitu aliran liberal dan
evangelikal (Injili). Sayap golongan Injili yang paling ekstrem ialah golongan
fundamentalis. Salah satu ciri khas kekristenan di Amerika adalah banyaknya
kelompok yang sangat menekankan satu pokok ajaran sambil menolak
sesama orang Kristen yang tidak menerima ajaran itu. Kelompok seperti itu
biasa disebut sekte-sekte (kelompok sempalan). Yang termasuk golongan ini
antara lain beberapa Gereja Adventis. Sekte yang sangat jauh dari ajaran
Kristen tradisional ialah Saksi Yehova. The Christian and Missionary Allience
(CAMA, Kemah Injil) dan Gerakan Pentakosta memelihara bagian lain dari
warisan Kebangunan Kedua itu. Tetapi mereka berada jauh lebih dekat
dengan gereja-gereja Protestan lainnya daripada kedua kelompok tadi.
Gereja-gereja Amerika telah memberi berbagai sumbangan kepada gereja
Kristen sedunia, baik yang negatif atau positif. Gereja-gereja Protestan di
Amerika Latin sebagian besar lahir dari kegiatan PI oleh lembaga-lembaga
dari Amerika Utara. Sejak tahun 1950-an mayoritas orang Protestan di
Amerika Latin termasuk gereja-gereja Pentakosta.

       Bab XXIX berisi sejarah gereja Eropa di abad ke-19 dan 20. Gereja di
Eropa sampai abad ke-20 mendapat lebih banyak dukungan dan
penghormatan dari pemerintah dibanding Amerika. Sebaliknya, gereja-gereja
itu dihadapkan pada tantangan yang lebih hebat dari pihak masyarakat, yaitu
perkembangan filsafat dan perkembangan sosialisme. Yang pertama ialah
perkembangan pemikiran modern yang dengan cara makin terbuka menjauhi
iman Kristen. Ada tiga filsuf abad ke-19 yang disebut di sini,
yaitu: Hegel (+ 1820) menyatakan bahwa Allah adalah Roh yang menjiwai
alam semesta dan segala isinya. Roh manusia adalah sebagian dari Roh itu
pula dan menjadi semakin sadar akan kenyataan itu. Puncak kesadaran itu
dicapai oleh manusia Kristen. Kristen yang dimaksud Hegel
adalah panteisme, yang beda dengan ajaran Kristen yang tidak menyamakan
roh manusia dengan Roh Allah. Namun Hegel masih membela agama Kristen
dan adanya Allah. Lain dengan Feuerbach (+ 1840) yang menyangkal adanya
Allah dan menganut ateisme. Juga Nietzche (+ 1880) yang mengajarkan
bahwa segala nilai yang dianut oleh agama Kristen harus dirombak; nilai yang
tertinggi bukanlah kasih, tetapi kekuasaan. Manusia yang kuat patut
berkuasa atas yang lemah dan memperbudaknya, demi kemajuan umat
manusia. Filsafat ini disebut nihilisme. Juga banyak ahli ilmu pengetahuan
menegaskan bahwa dalam alam semesta tidak ada sesuatu yang lain
daripada zat benda yang tertangkap oleh pancaindera. Roh, apalagi Allah,
tidak ada, karena tidak bisa dilihat. Pandangan ini disebut materialisme.
Banyak orang Eropa yang tergoda oleh filsafat meninggalkan agama Kristen.
Mula-mula kaum cendikiawan, kemudian di abad ke-20 juga golongan-
golongan lain. Tantangan kedua bertolak dari keadaan sosial. Di abad ke-19 di
Eropa terjadi urbanisasi dan industrialisasi. Kaum buruh merasa tertindas
oleh golongan yang menguasai ekonomi dan politik. Karena gereja di Eropa
berhubungan erat dengan penguasa-penguasa itu, maka kaum buruh tidak lagi
mempedulikan gereja dan iman Kristen. Karl Marx (+ 1860) menawarkan
kepada mereka suatu kepercayaan yang baru, ia menganjurkan sosialisme
kepada mereka yang digabungkannya dengan ateisme dan materialisme. Ada
teolog-teolog yang berusaha menjawab tantangan pihak pemikiran modern itu
dengan menyusun teologi yang merupakan campuran Injil dengan filsafat baru
itu, seperti Scheiermacher (1768-1834). Ada juga yang yakin bahwa tidaklah
mungkin mendamaikan iman Kristen dengan pemikiran modern, seperti Søren
Kierkegaard (1813-1855) dan Karl Barth (1886-1968).

Tantangan di bidang sosial dijawab oleh beberapa orang Kristen,  yang


kebanyakan berasal dari lingkungan kebangunan rohani, dengan usaha-usaha
meringankan akibat-akibat keadaan buruk di bidang sosial. Tetapi mereka
tidak berhasil meniadakan sebab-sebab dari keadaan buruk itu. Di antaranya
ialah William Booth (1829-1912), seorang pendeta Metodis di London dengan
mendirikan Bala Keselamatan. Semboyan mereka ialah kasih kepada sesama
manusia harus diwujudkan dalam susunan masyarakat.
Semangat nihilisme menjiwai gerakan nasional-sosialis yang lahir + 1920
dan berkuasa di Jerman pada tahun 1933-1945. Gerakan ini menentang dan
menindas Gereja Kristen di Jerman. Di dalam gereja orang-orang ”Kristen
Jerman” mendukung cita-cita nazi, tapi golongan ”Gereja yang Mengaku”
berani melawan cita-cita itu. Tantangan dari Marxis pada masa 1917-1989
menyatakan diri dalam kekuasaan suatu negara, yaitu Rusia (Uni Sovyet).
Dalam tahun 1917-1942 gereja di Rusia mengalami penghambatan yang hebat.
Sesudah itu penindasan tersebut mereda.

       Pada bab XXX membahas sejarah gereja di negeri Belanda secara


lebih terperinci. Mulai abad ke-16 sampai tahun 1795 Gereja Gereformeerd di
Belanda meliputi sekitar separoh penduduk. Gereja ini memiliki hak-hak
istimewa, sekali pun tidak dapat disebut ”gereja negara”. Di sampingnya
berdiri beberapa gereja Protestan yang kecil. Sebagian penduduk, khususnya
bagian Selatan tetap setia kepada Gereja Roma Katolik. Sejarah Gereja
Gereformeerd di Belanda dalam abad ke-17 ditandai oleh pergumulan
mengenai penegakan teokrasi. Gereja bergumul dengan kalangan penguasa
dan dengan massa rakyat agar tercipta masyarakat Kristen. Tetapi cita-cita
ini tidak berhasil diwujudkan. Tahun-tahun sekitar 1800 ditandai oleh
beberapa perkembangan yang penting. Tahun 1795 Belanda diduduki
Perancis, toleransi dijadikan sebagai dasar negara. Hal itu berarti Gereja
Gereformeerd kehilangan segala hak istimewa yang pernah dinikmatinya.
Namanya pun diubah; dalam abad ke-19 dan 20 orang menyebutnya Gereja
Hervormd (Nederlandse Hervormde Kerk, NHK). Gereja Katolik Roma bisa
berkembang kembali. Perkembangan penting lainnya ialah munculnya
semangat pekabaran Injil dalam lingkungan kaum Kristen Belanda. Hal ini
terbukti dengan dibentuknya lembaga PI pertama di Belanda tahun 1797,
yaitu Nederlands Zendeling Genootschap (NZG) yang menjadi wadah kerja
sama bagi orang dari berbagai gereja dan berbagai aliran teologia. Dalam
abad ke-19 sejarah Gereja Hervormd di Belanda lebih dari sebelumnya
ditandai oleh ketegangan antar aliran yang menyebabkan perpecahan yang
bertubi-tubi. Dalam abad ke-20, yang menjadi tantangan paling hebat bagi
gereja-gereja di Belanda, khususnya bagi Gereja Hervormd,
ialah sekularisasi. Jumlah warga gereja merosot, namun gereja tetap hidup.
       Pada bab XXXI dibahas mengenai sejarah Gerakan Oikumene. Dalam
sejarah yang panjang gereja yang esa sudah terpecah belah menjadi banyak
gereja. Namun, begitu terjadi perpecahan, segera mulai pula usaha-usaha
untuk memulihkan kesatuan yang telah didoakan oleh Kristus. Kesatuan
gereja yang dicita-citakan itu disebut oikumene. Usaha-usaha oikumenis
zaman kita berpangkal pada gerakan Revival/Pietisme abad ke-18 dan
berhubungan erat dengan usaha-usaha pekabaran Injil abad ke-19. Puncak
segala usaha oikumenis abad ke-19 ialah Konferensi Pekabaran Injil se-Dunia
di Edinburgh, tahun 1910. Konferensi ini merupakan titik tolak untuk gerakan
oikumenis pada zaman kita ini. Sesudah Edinburgh, gereja-gereja mulai
terlibat di dalamnya. Begitulah pada tahun 1948 didirikan Dewan Gereja-
gereja se-Dunia (DGD). Salah satu tujuan DGD ialah membantu gereja-gereja
untuk menjadi satu. Di beberapa daerah kesatuan yang demikian itu sudah
berhasil diwujudkan, misalnya di India Selatan. Selain Gereja Katolik Roma,
golongan Evangelikal juga tidak ikut serta dalam kegiatan DGD.

Tanggapan Terhadap Gagasan Utama Pengarang:

       Setelah membaca buku ini, pembaca setuju dengan cara penyajian


bahan yang diberikan oleh penulis buku ini. Karena penulis telah
memperkenalkan tokoh-tokoh dan fakta-fakta sejarah gereja beserta dengan
latar belakang teologi mereka dan semua peristiwa yang ada di seputar
sejarah gereja. Walaupun disajikan secara ringkas, namun cukup dapat
dipahami.

Implikasi bagi Pelayanan:      

Dalam bagian ini beberapa hal yang bisa kita pelajari adalah:

-          Belajar dari sejarah gereja akan membuat kita menjadi lebih bijak dalam
pelayanan.

-          Bagi para pemimpin gereja harus berhati-hati jangan sampai


menyalahgunakan kekuasaan yang seringkali menyebabkan penyimpangan
terhadap Firman Tuhan.

-          Berani menentang penyimpangan dari Firman Tuhan dan memperjuangkan


kebenaran Allah.

-          Mempunyai semangat untuk menyeliki kebenaran Allah melalui FirmanNya.

Aplikasi::
  Semangat untuk mempelajari dan menyelidiki kebenaran Allah harus kita
teladani.

  Kita harus berani mempertahankan kebenaran Allah yang kita yakini walau apa
pun yang harus dihadapi.

  Perbedaan doktrin gereja yang ada hendaknya jangan sampai membuat gereja
terpecah-belah.

Anda mungkin juga menyukai