Anda di halaman 1dari 115

Sejarah Gereja K. Widianto, M.

Th

BAB I
MASA PERSIAPAN GEREJA

Lahirnya Gereja diuntungkan oleh beberapa kondisi sesuai dengan rencana Allah:
suatu kekaisaran yang sentralistis dan tertib; suatu bahasa yang luas dimengerti dan
sangat kaya dan tepat perbendaharaan kata dan bahasanya untuk mengekspresikan
filsafat dan konsep-konsep theologis; suatu system perhubungan dan infra-struktur yang
sangat maju; suatu kebudayaan yang meliputi seluruh kekaisaran sehingga pekabaran
Injil lintas budaya dipermudah; suatu perdamaian dan ketentraman yang dijamin oleh
kekuatan militer Roma; suatu kerinduan yang kuat akan keselamatan dan
berkembangnya kesadaran akan monotheisme. Tuhan mengaturnya sehingga
kekristenan dapat berkembang dalam naungan agama Yahudi sampai dapat berdikari;
terjadinya diaspora sejak abad ke-6 s.M. merupakan suatu persiapan buat gerakan misi
gereja mula-mula, karena khususnya orang-orang Yahudi perantauan menjadi titik tolak
pekabaran Injil selama kurang lebih abad pertama dan melalui diaspora konsep-konsep
theologis Alkitab diperkenalkan kepada dunia luar. Semuanya ini menolong gereja
untuk berkembang dengan cepat. Tuhan sungguh-sungguh mempersiapkan kelahiran
AnakNya dan lahirnya gereja mula-mula.

Pasal 1
Latar Belakang Gereja

Sejarah Gereja. Istilah sejarah atau history berasal dari bahasa Yunani,
historia, kata kerja historio, yang berarti belajar melalui penelitian. Sedangkan Gereja
berasal dari bahasa Protugis: igreja, yang berasal dari bahasa Yunani: εκκλησία
(ekklêsia) yang berarti dipanggil keluar (ek= keluar; klesia dari kata kaleo=
memanggil); kumpulan orang yang dipanggil ke luar dari dunia, yaitu orang-orang yang
dipanggil keluar dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib. Disamping itu, dalam
bahasa Yunani ada suatu kata lain yang berarti gereja, yakni kuriakon (rumah) Tuhan.
Di mana yang pertama-tama dipanggil oleh Kristus adalah para murid, yaitu Petrus dan
kawan-kawan (kedua belas murid). Sesudah kenaikan Yesus ke sorga dan pencurahan
1
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Roh Kudus pada hari Pentakosta, para murid itu menjadi rasul, artinya mereka yang
diutus. Mereka diutus ke dalam dunia untuk mengabarkan berita kesukaan, sehingga
lahirlah Gereja Kristen.1 Tugas panggilan mereka dapat dirumuskan dengan tiga istilah,
yakni: “martyria” (kesaksian yang mencakup pekabaran Injil dan kesaksian hidup, juga
dalam arti setia sampai mati syahid), “koinonia” (persekutuan), dan “diakonia”
(pelayanan). Dengan demikian Sejarah Gereja merupakan suatu penelitian tentang
kesetiaan, keberhasilan dan kegagalan dalam menghayati penggilannya dan mentaati
Amanat Agung Tuhan Yesus.

Di dalam suratnya kepada jemaat di Galatia rasul Pulus mengatakan: “Tetapi


setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang
perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.” (Galatia 4:4). Kelahiran Tuhan Yesus
ke dalam dunia ini adalah suatu penggenapan janji Allah yang disampaikan berabad-
abad sebelumnya; juga merupakan penggenapan nubuatan para nabi yang dinubuatkan
ratusan tahun sebelumnya. Dan ini semua sesuai dengan rencana Allah.
Rencana Allah bagi kelahiran AnakNya, Yesus Kristus telah melalui persiapan
yang luar biasa. Di mana bukan hanya melalui siapa Ia dilahirkan, tetapi tempat
kelahirannya, nama yang diberikan untukNya, semuanya sudah ditentukan. Bahkan,
segala sesuatunya telah dipersiapkan sedemikian rupa untuk menyambut kelahirnNya.
Berbagai hal yang berikut yang turut mewarnai dan melatarbelakangi kelahiran Tuhan
Yesus.
Pemusatan dunia. Hal ini terjadi di bawah pemerintahan Alexander Agung
(Iskandar Agung: 336-323 s.M.) kerajaan Mekedonia (Yunani) sangat meluas dan
akhirnya meliputi Yunani, Asia Kecil (Turki), Palestina, Syria, Irak, Persia dan Mesir,
bahkan Akexander Agung memasuki India dan mencapai sungai Gangga di India Utara.
Walaupun kerajaannya hanya berlangsung 13 tahun, namun pemerintahannya
mempunyai arti yang sangat menentukan bagi perkembangan sejarah dunia dan sejarah
gereja. Sejak Alexander Agung kebudayaan Yunani (Hellenisme) mempengaruhi dan
akhirnya mengungguli semua kebudayaan yang lain. Proses Hellenesisasi (pen-
Yunanian) itu diteruskan juga oleh pemerintah Romawi yang sejak abad ke-2 sebelum
Masehi menjadi kekuatan politik di dunia.

1
Dr. Th. Van den End, Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987 (cetakan ke-6),
hal.7
2
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Kesatuan kebudayaan di kekaisaran Romawi. Walaupun bangsa Roma


menguasai hampir seluruh dunia yang dikenal saat itu, mereka tidak memaksa suku dan
bangsa yang lain untuk memeluk kebudayaan Romawi. Dalam pengetahuan umum,
kesenian, kesusasteraan dan filsafat, kebudayaan Yunanilah (Hellenisme) yang menjadi
alat pemersatu. Dalam bidang agama dan dan kepercayaan, agama-agama dari Mesir
dan Persia yang menjadi dominan dan berkembang di seluruh kekaisaran Romawi. Pola
keagamaan kekaisaran Romawi pada umumnya sangat bijaksana dan memberikan
kebebasan kepada masing-masing agama untuk berkembang. Melalui dibentuknya
kekaisaran Romawi berkembangnya suatu pandangan universalisme yang berdasarkan
sinkritisme. Dalam batas tertentu perkembangan inipun turut menyiapkan dunia bagi
Injil yang juga bersifat universal.
Dimengerti dan dipakainya bahasa Yunani di seluruh kekaisaran Romawi,
kususnya di kota-kota, seperti Alexandria, Antiokhia, Palestina: Tiberias dan Kaisarea
Filipi2 itu menjadi lebih penting bagi perkembangan gereja. Oleh karena itu bahasa
Yunani disebut “koine”, yaitu bahasa umum atau bahasa pergaulan. Perjanjian Baru
ditulis dalam bahasa “Koine”. Dengan demikian kitab-kitab Perjanjian Baru tidak perlu
diterjemahkan. Para misionaris gereja mula-mula tidak perlu mempelajari bahasa-
bahasa yang baru setiap kali mereka memasuki daerah baru. Bahasa “Koine” menjadi
bahasa Pekabaran Injil. Hal ini sangat mempermudah perkembangan gereja mula-mula.
Infra-struktur. Bukan hanya bahasa yang Allah persiapkan sebelum mengutus
Anaknya, Yesus Kristus, tetapi infra-strukturnya juga dipersiapkan. Pemerintahan
Romawi sangat memperhatikan infra-struktu – lalu lintas, perhubungan, hal ini
dimaksudkan untuk perkembangan perdagangan di antara propinsi-propinsi kekaisaran
Romawi dan mempermudah pemindahan para pasukan Romawi pada saat
pemberontakan ada serangan dari luar. Tentunya infra-struktur ini sangat
mempengaruhi gerak para misionaris gereja mula-mula mewartakan Tuhan Yesus.
Perdamaian Dunia. Hal lain, selain yang telah dikemukakan di atas yang turut
mewarnai persiapan lahirnya Tuhan Yesus adalah apa yang disebut “Pax Romana”.
Sejak tahun 236 s.M. pemerintah Romawi terus terlibat dalam pertempuran dengan
bangsa-bangsa di sekitarnya dan satu persatu mereka ditaklukkan. Baru pada tahun 29
s.M. kaisar Agustus dapat menutup kuil Mars di Roma, yaitu kuil dewa peperangan,
dan mulailah apa yang disebut “Pax Romana”, yaitu perdamaian yang dijamin oleh

2
Ibid., hal. 9.
3
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

kekuatan militer Roma. Dalam hal ini kita melihat persiapan Tuhan bagi lahirnya
gereja, karena ketentraman dan ketertiban dalam kekaisaran Romawi sengat
menguntungkan gerak para misionaris gereja mula-mula.
Sinkritisme di Kekaisaran Romawi. Dalam kekaisaran Romawi, orang-orang
Yahudi hanya minoritas saja. Mayoritas penduduknya menganut agama-agama dan
kebudayaan lain, yaitu kebudayaan Hellenisme. Dalam situasi yang sedemikian
wajarlah orang-orang menjadi gelisah, merasa terasing dalam dunia kekaisaran yang
terlalu luas (wilayahnya 21/2 kali lebih besar dari Indonesia). Dengan demikian, mereka
mulai mencari sesuatu yang akan memberi mereka pegangan dan harapan baru. Dan hal
mana mereka jumpai dalam hal-hal yang berikut.
Sinkritisme yang terjadi di kekaisaran Romawi ternyata salah satu hal yang
mewarnai persiapan sebelum kelahiran Tuhan Yesus. Di Mesir, Persia, dan Asia Kecil
(Turki) banyak berkembang yang kemudian juga dibawa ke daerah-daerah lain di
kekaisaran Romawi, misalnya agama Isis dan Osiris (dari Mesir), agama Mithras (dari
Persia) dan agama Cybele dan Attis (dari Asia Kecil) dan agama Baal dari Siria.3
Perkembangan agama-agama tersebut dalam lingkungan kekaisaran Romawi
mempunyai dua akibat:4 Pertama, penduduk kekaisaran Romawi dapat membanding-
bandingkan pelbagai agama dan menjadi biasa dengan munculnya dan berkembangnya
agama-agama yang baru, agama-agama itu keluar dari lingkungan suku dan menjadi
universal sifatnya. Kedua, terjadinya percampuran agama. Dewa-dewa tertinggi
pelbagai agama disamakan: Zeus (Yunani), Jupiter (Roma), Ahura Mazda (Persia),
Marduk (Babylonia-Irak) dianggap sama. Dengan demikian kesadaran akan
monotheisme berkembang dan menyiapkan jalan untuk kepercayaan kepada Allah yang
Maha Esa. Semua agama ini juga mempunyai suatu unsur yang sama di kemudian hari
akan menguntungkan bagi pekabaran Injil: agama-agama ini berkisar di sekitar suatu
dewa yang meninggal dan yang akhirnya dihidupkan kembali. Semuanya itu dapat
menjadi jembatan untuk dapat menerima berita tentang Yesus Kristus yang bangkit.
Ilmu Filsafat. Filsafat zaman Yunani-Romawi berusaha juga untuk memberi
pegangan baru kepada manusia yang terasing itu. Nampaknya ini merupakan harapan
baru menyusul tidak ditemukannya jawaban dalam agama-agama misteri. Kata falsafah

3
Ibid., hal. 13.
4
Dr. Dieter Kuhl, Sejarah Gereja Bagian Umum, Departemen Komunikasi YPPII Bidang Literatur,
tt.hal. 20.
4
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

atau filsafat diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini,
kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan,
cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang
“pencinta kebijaksanaan”. Para penganutnya berusaha mengelakkan kepercayaan dan
tindakan agama-agama misteri yang mereka anggap keterlaluan:5 “manusia yang ingin
mematahkan belenggu kehidupan yang fana dan serba terbatas ini, aliran-aliran
kepercayaan (agama-agama di atas) menunjukkan cara untuk mendapat bagian dalam
kehidupan alam/dewa yang “awet muda” (ibarat tumbuhan, musim dingin/kering
seakan-akan mati, daun gugur, tetapi pada musim panas/hujan tiba, kembali hidup).
Ada yang menggunakan upacara-upacara yang penuh arti untuk menuntun orang
kepada hidup yang mengatasi maut. Biasanya upacara-upacara itu dirahasiakan dan
sekarang pun tidak diketahui apa sebenarnya yang sedang terjadi di dalamnya. Aliran-
aliran ini dinamakan agama-agama misteri. Contohnya agama Isis dan Mithras. Ada
pula aliran-aliran yang membawa anggotanya ke hutan belantara agar di situ mengalami
kesatuan dengan dewa melalui tari-tarian yang membuat orang menjadi kerasukan. Dan
ada pula yang menggunakan mantera-mantera bahkan guna-guna untuk memberi
kekuatan lebih dari yang biasa kepada para anggotanya.”
Terdapat beberapa golongan ahli filsafat yang muncul saat itu, seperti Stoa,
Platonisme, Epikureisme. Mulanya kaum filsuf tak mau tahu tentang keselamatan yang
harus datang dari luar. Ketenangan batiniah merupakan keselamatan. Manusia harus
hidup sesuai dengan kodratnya, dengan tidak membiarkan diri digoncangkan oleh
kejadian-kejadian dunia di sekitarnya. Demikian ajaran aliran Stoa (Yunani:balai).
Merupakan suatu sekolah filsafat yang berasal dari Athena (Yunani).
Penyembahan kepada Kaisar. Selain semua yang dipaparkan sebelumnya,
penyembahan kepada kaisar juga mewarnai dunia sebelum Allah mengurus AnakNya
ke dalam dunia ini. Hal ini terjadi ketika Kaisar Augustus berkuasa. Ia telah
memulihkan perdamaian di Negara Romawi, sesudah perang saudara yang setengah
abad lamanya. Mereka memandang Augustus sebagai penyelamat dan mendirikan kuil-
kuil dan patung-patung untuk dia. Tetapi sesudah dia, penyembahan terhadap kaisar-
kaisar semakin meningkat. Bahkan, kaisar-kaisar itu disebut Anak Allah, dan Tuhan
(Kyrios). Kaisar dianggap membawa ketentraman dan kesejahteraan bagi rakyatnya,
asalkan rakyatnya menyembah dia, dengan mengucapkan kata-kata “Kaisar adalah

5
Th. Van den End, Harta Dalam Bejara. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987, hal.13-14.
5
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Tuhan” dan membakar dupa di depan patungnya. Awalnya, kaisar-kaisar itu hanya
disembah sesudah mangkat, tetapi kemudian Negara menuntut korban bagi kaisar yang
masih hidup. Dan hal ini diwajibkan bagi semua penduduk (kecuali orang-orang
Yahudi) di wilayah kekaisaran. Siapa yang tidak menaatinya dianggap musuh Negara.
Melalui paparan di atas kiranya menjadi jelas apa yang disampaikan oleh rasul
Paulus kepada jemaat di Galatia (4:4), “setelah genap waktunya, maka Allah mengutus
Anak-Nya,…”, yakni bagaimana kondisi yang terjadi sebelum lahirnya gereja, dan
kkondisi tersebut sangat menguntungkan bagi pemberitaan Kabar Baik. Satu negara
kekaisaran yang tertib, satu bahasa yang dimengerti secara luas dan yang sangat kaya
dan tepat perbendaharaan kata dan tata bahasanya untuk mengekspresikan filsafat dan
konsep-konsep teologis; suatu system perhubungan dan infra-struktur yang maju; suatu
kebudayaan yang meliputi seluruh kekaisaran sehingga pekabaran Injil lintas budaya
dipermudah; suatu perdamaian dan ketentraman yang dijamin oleh kekuatan militer
Roma; suatu kerinduan yang kuat akan keselamatan dan berkembangnya kesadaran
akan monotheisme; Tuhan mengaturnya sehingga kekristenan dapat berkembang dalam
naungan agama Yahudi sampai dapat berdikari. Juga, terjadinya diaspora sejak abad
keenam sebelum Masehi merupakan suatu persiapan bagi gerakan misi gereja mula-
mula, karena khususnya orang-orang Yahudi perantauan menjadi titik tolak pekabaran
Injil selama lebih kurang abad pertama dan melalui diaspora konsep-konsep teologis
Alkitab diperkenalkan kepada dunia luar (proselit dan orang-orang yang takut akan
Allah), yang pada gilirannya mereka menjadi jembatan untuk pemberitaan Kabar Baik.
Sekarang nyatalah, bahwa Tuhan telah mempersiapkan sungguh-sungguh kelahiran
AnakNya dan lahirnya gereja mula-mula.

6
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pasal 2
Permulaan Gereja

Gereja Kristus mulai timbul di tengah bangsa Yahudi, dan pekabarannya pertama-
tama ditujukan kepada orang Yahudi dalam perserakan.6 Berikut keadaan bangsa
Yahudi pada saat itu.
Pada masa kelahiran Gereja, tanah Palestina takhluk kepada pemerintahan
Romawi. Bagian selatan Palestina (Yudea) dikepalai oleh seorang wali negeri Romawi,
diantaranya Pilatus, Festus, Felix; Raja bagian urata (Galilea) waktu itu ialah Herodes
Antipas. Pada masa itu, kaum Yahudi masih diberi kebebasan menyembah Allahnya
menurut hokum tauratnya. Pemimpin agama mereka adalah “Sanhedrin” yang
anggotanya terdiri dari para imam dan para ahli taurat, 70 orang banyaknya, dan
diketuai oleh imam besar. Pusat agama Yahudi adalah Bait Allah di Yerusalem, tetapi
kebanyakan orang Yahudi tak sempat berbakti ke sana, sehingga tiap-tiap jemaat
Yahudi dibangunkan Sinagoge, tempat mereka berhimpun pada hari Sabat di bawah
pimpinan ahli-ahli taurat.
Kendatipun orang Yahudi tidak dianiaya, namun secara rohani mereka merasa
tertindas, sebab mereka yang dipilih Tuhan untuk memerintah dunia tetapi realitanya
justru dikuasai oleh bangsa kafir. Semangat kebangsaan hidup berkobar dalam hati
banyak orang, sehingga kadang ada yang memberontak seperti orang Zelot (lih.
Mrk.3:18; Luk 6:15). Biasanya para pemberontak itu akhirnya harus mengaku kalah,
tetapi hatinya dengan penuh kerinduan menanti kedatangan Mesias yang dijanjikan itu.
Di tengah-tengah penantian mereka akan kedatangan Masias, mereka bertanya-
tanya dan berkesimpulan bahwa untuk beroleh bagian dalam kerajaan Mesias harus
berbuat segala sesuatu sesuai dengan tuntutan Taurat. Diantara mereka terdapat
golongan ahli-ahli Taurat dengan keras mempelajari dan mengajarkan segala hokum
dan larangan hokum Musa. Kebanyakan mereka masuk golongan Farisi (artinya: yang
terasing), yang berusaha melakukan Taurat secermat-cermatnya, seperti berpuasa,
berdoa, memberi sedekah, menguduskan hari Sabat. Menurut mereka, segala amat itu
akan membawa manusia kepada pintu sorga. Tetapi saying, kesalehan mereka hanya

6
Dr. H. Berkhof dan Dr. I.H. Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia (cetakan ke-5),
1986, hal. 4.
7
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

sebatas lahiriah dan tidak diikuti dengan kesalehan batiniah, itulah sebabnya Tuhan
Yesus menyebut mereka sebagai orang munafik.
Berbeda dengan kaum Farisi, ada golongan lain yang hidup di tengah-tengah
bangsa Yahudi, yakni golongan Saduki. Mereka menolak segala harapan akan
kedatangan Mesias, dan mereka lebih dekat dan sepakat dengan orang-orang Romawi
dan Yunani. Terdapat suatu mazhab yang lain lagi yaitu orang Essena, yang
mementingkan askese; mereka hidup terutama hidup di pesisir Laut Mati, jauh dari
keramaian kota.
Pada umumnya kaum Yahudi berpegang teguh pada Kitab Kudusnya, yaitu
Perjanjian Lama. Sesudah pembuangan di Babel, kaum Yahudi hidup diaspora. Yang
tinggal di Palestina satu juta saja, sedang yang diluarnya sekitar enam juta orang.
Sebagai saudagar, mereka berdagang gandum di kota-kota sekitar bagian timur Laut
Tengah dan di kota Roma. Pada masa Tuhan Yesus di Roma terdapat sepuluh ribu
orang Yahudi di antara enam ratus ribu penduduk kota itu. Kendati pun berserakan,
tetapi mereka tetap setia kepada agamanya; mereka dibebaskan dari kewajiban
mempersembahkan korban kepada kaisar. Sedapat mungkin mereka mentaati Taurat
Musa. Dimana-mana terdapat rumah ibadah sinagoge.
Melihat kehidupan kaum Yahudi yang tetap setia dengan sifat penyembahan
monotheismenya itu maka banyak orang non-Yahudi yang tertarik masuk agama
Yahudi secara resmi (lih.Kis 2:11; 6:5; 13:43) dan takluk kepada Taurat, mereka
disebut “proselit” (“proselytes”=yang datang kemari dan beralih kepada agama
Yahudi)7, bandingkan Mat.23:15; Kis. 2:11. Selain orang-orang proselit, masih terdapat
orang-orang yang tertarik kepada agama Yahudi, yaitu “orang-orang yang takut akan
Allah” mereka itu percaya kepada Allah dan suka ikut beribadah dalam sinagoge, tetapi
belum menganut agama Yahudi secara resmi (lih.Kis 13:16; 17:4). Orang-orang proselit
yang menyambut Injil dari rasul-rasul, menjadi perantara Gereja untuk memasuki dunia
Yunani-Romawi.8
Kaum Yahudi yang tinggal dalam diaspora itu berbahasa Yunani (Koine), karena
mereka sudah lupa bahasa Ibrani. Karena itu Perjanjian Lama perlu diterjemahkan ke
dalam bahasa Yunani, kira-kira 200 tahun s.M. di mana terjemahannya dikerjakan di

7
J.D. Douglas, The New International Dictionary of the Christian Church, Zondervan Publisher,
Grand Rapids 1974, hal. 807.
8
Dr. H. Berkhof, op.cit., hal. 7.
8
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Mesir. Terjemahan itu disebut Septuaginta (artinya tujuh puluh, biasa ditulis LXX)9,
karena konon ceritanya ada 70 ahli bahasa yang mengarangnya.
Gereja Mula-mula. Berbagai pandangan tentang berdirinya gereja: antara lain
seperti, Pertana, gereja adalah umat perjanjian Allah yang dikaitkan dengan panggilan
Abraham dan janji yang diberikan kepadanya sebagai permulaannya. Kedua, gereja
adalah orang-orang yang percaya pada janji Allah kepada Adam (Kej. 3:15). Oleh
karena itu gereja telah mulai jauh sebelum panggilan Abraham. Pendapat berikutnya
menyatakan bahwa gereja dimulai pada waktu Kristus di dunia, tetapi berdasarkan
pengakuan bahwa murid-murid Yesus adalah inti gereja, maka gereja belum nyata
sampai kedatangan Roh Kudus pada hari Pentakosta. Namun demikian harus diakui
bahwa gereja sudah ada dalam rencana Allah dikekekalan masa lampau (Ef. 1:4), tetapi
realitasnya gereja dimulai pada Pentakosta, karena gereja, dengan hakekatnya sebagai
tubuh Kristus, bergantung pada karya Kristus yang telah selesai (Kis. 20:28) dan
kedatangan Roh Kudus. Jadi hari kelahiran gereja ialah pada hari turunnya Roh Kudus
pada hari Pentakosta.10,11,12 Hal serupa dikemukakan oleh J.W. Brill yang menegaskan,
“Terbentuknya jemaat yaitu pada hari Pentakosta. Sebelum hari itu sudah ada orang-
orang yang telah percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi pada hari itulah jemaat terbentuk.
Murid-murid Tuhan berhimpun dengan sehati di Yerusalem dan tiba-tiba Roh Kudus
turun ke atas mereka, dan demikianlah jemaat Kristus terbentuk. Akan tetapi dasar
jemaat telah diletakkan oleh Tuhan Yesus sendiri, yang berkata, ‘Di atas batu karang ini
Aku akan mendirikan jemaat-Ku.’ (Matius 16:18,19).”13 Murid-murid dipenuhi Roh
Kudus, sehingga mereka berani bersaksi tentang Yesus, dan melalui kesaksian tersebut
orang-orang menyambut Injil dan percaya kepada Yesus; di sana terbentuklah jemaat
kecil. Mereka terdiri dari orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi-Kristen itu awalnya
masih seperti mazhab Yahudi, di mana mereka tetap mengunjungi Bait Allah dan
Sinagoge serta mentaati Hukum Taurat dengan setia (Kis 2:46, 3:1).

Permulaan sejarah Gereja dapat dipelajari dalam kitab Kisah Para Rasul yang
melukiskan hidup jemaat mula-mula yang rukun bersatu, yang peduli dan yang setia
dalam pengajaran. Jemaat-jemaat itu bersifat missioner: self-governing (memimpin diri

9
J.D. Douglas, op.cit., 897.
10
H. Berkhof, op.cit., hal. 7.
11
Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika. hal. 485
12
Charles C. Ryrie, Teologi Dasar, Buku 2. Yogyakarta: Yayasan Andi, 2002, hal. 192.
13
J. Wesely Bril, Dasar yang Teguh, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, t.t., hal. 269.
9
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

sendiri, berdiri secara kepemimpinan), self-supporting (berdikari secara keuangan),


self-propagating (giat memberitakan Injil) dan self-reprocing (mendirikan pos-pos
penginjilan).14
Berita Injil yang mulanya hanya diterima oleh orang-orang Yahudi, namun
setelah kematian Stefanus membuat mereka lari dari Yerusalem dan melarikan diri ke
daerah-daerah orang Samarita dan orang kafir, dan di mana-mana pemberitaan Injil
diterima oleh penduduk daerah itu (Kis 8; 11:19-30). Petrus tidak mau memasuki rumah
seorang kafir tetapi Roh Kudus memaksa dia dengan memakai suatu penglihatan (Kis
10).
Menyusul setelah Injil berhasil masuk ke dalam dunia orang-orang kafir itu,
timbullah persoalan yang mengemuka. Hal ini disebabkan karena di satu sisi orang-
orang Kristen-Yahudi tetap ingin mentaati Hukum Taurat, karena mereka tidak mau
memutuskan hubungan dengan orang-orang Yahudi lainnya. Haruskah hal yang sama
diwajibkan kepada orang-orang Kristen-nonYahudi? Petrus ragu-ragu. Ia masuk ke
rumah Kornelius (Kis 11), tetapi ketika ia dating ke Antiokhia, ia tidak mau makan
bersama dengan orang-orang Kristen Yunani yang “najis” karena tidak mau mentaati
Hukum Taurat (Gal. 2:11-14, bdg juga Kis 15:1-2; 7-21).
Paulus benar-benar memahami bahwa tidak perlu lagi orang-orang Kristen itu
mengikuti perintah-perintah Taurat Musa. Sebab orang percaya telah bersatu dengan
Kristus (Gal.5:6), yaitu dengan kematian dan kebangkitan Kristus (Roma 6; Kol 2:6-
3:4). Di Antiokhia, Paulus mencela Petrus karena keraguannya (Gal 2:11-14). Lalu
perkaranya diputuskan dalam sidang para pemimpin Gereja di Yerusalem, kira-kira 18
tahun sesudah hari Pentakosta, + tahun 48 ses. M. (Kis 15). Di sana Paulus berhasil
meyakinkan para rasul lainnya untuk tidak memaksa orang-orang kafir mentaati Taurat
Musa. Kendatipun demikian masih banyak orang Kristen-Yahudi yang tetap
memperjuangkan Taurat sebagai syarat keselamatan (bdg Gal 2,3). Orang-orang ini kita
sebut orang-orang Yudais. Paulus dengan keras melawan mereka, dan dalam rangka
perjuangan ini ia menulis surat kepada jemaat di Galatia.
Perluasan Gereja Mula-mula. Perluasan Gereja bertolak dari daerah Palestina-
Siria. Dari sana Injil dibawa ke daerah-daerah di sebelah Barat, Timur dan Selatan.

14
Dr. Dieter Kuhl, Sejarah Gereja Bagian Umum, Departemen Komunikasi YPPII Bidang Literatur,
tt., hal. 26.
10
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Sebelah Barat Palestina. Paulus dan sejumlah orang lain (bdg Kis 18:24-25)
membawa Injil ke daerah-daerah di sebelah Barat Palestina. Pada masa pertama, salah
satu pusat penginjilan yang utama ialah kota Ankiokhia. Di sini untuk pertama kali
timbul suatu jemaat yang terdiri atas orang-orang kafir (Kis 11:20). Jemaat ini dipakai
Tuhan sebagai alat untuk membawa Injil ke daerah-daerah yang lebih jauh. Utusan
jemaat Antiokhia yang paling terkenal ialah Paulus. Ia mengabarkan Injil di wilayah
Asia Kecil (Turki) dan di Yunani (+ 47-57). Tetapi lepas dari usaha ini sudah berdiri
jemaat di Roma (bdg Roma 16:20-24).
Siria Timur. Salah satu pusat kekristenan di Siria Timur dan di Mesopotamia ialah
Edessa. Selama abad ke-2 kota ini merupakan negara merdeka yang kecil. Tahun 179,
raja Edessa masuk Kristen, sehingga Edessa merupakan Negara Kristen pertama. Salah
seorang yang mengabarkan Injil di sebelah Timur Edessa adalah Addai. Pada tahun
104 Addai menahbiskan uskup yang pertama di kota Arbil (Mesopotamia Utara).
Selatan. Th.van den End menyatakan bahwa rasul Bartolomeus melayani daerah
ini, bahkan, menurutnya, rasul Thomas melayani di India. Dikatakan bahwa sekitar
tahun 180 sesudah Masehi, agama Kristen sudah tersebar ke daerah yang membentang
dari Gallia (Perancis) di Barat sampai Arabia Selatan dan Persia di Timur. Orang-orang
Kristen paling banyak terdapat di Mesopotamia Utara, Siria, Asia Kecil dan di Afrika
Utara (sekarang Tunisia).

11
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pasal 3
Organisasi
Gereja Mula-Mula15

Mula-mula pimpinan Gereja diamanatkan kepada para rasul (yaitu bukan saja
saksi-saksi kebangkitan Yesus, tetapi juga para utusan Injil), para pengajar (guru-guru
agama, yang menafsirkan Alkitab, seperti ahli-ahli Taurat dalam agama Yahudi) dan
para nabi (yang menerima karunia Roh yang istimewa). Mereka itu bukan dipilih,
melainkan dengan sendirinya mereka dihormati dan diakui kuasanya dalam jemaat
karena karunianya yang luar biasa. Dan mereka tidak terikat kepada satu jemaat saja.
Selain itu, ada penatua (presbyteros = presbiter) dalam tiap-tiap jemaat; dari
antaranya dipilih orang yang diberi tugas mengamati jemaat (episkopos atau uskup,
artinya penilik). Pejabat-pejabat itu diserahi pimpinan harian jemaat mengenai
keuangan, organisasi, administrasi dan sebagainya. Mereka dibantu oleh syamas (atau
diakonos, diaken) yang tugasnya melayani orang miskin, memungut uang derma dan
menjaga rumah kebaktian. Ketiga kategori ini diangkat melalui pemilihan , untuk tugas
yang tetap. (bdg Kis 6)
Setelah ketiga golongan yang disebut pertama meninggal maka penggembalaan
jemaat beralih kepada presbiter, episkopos dan syamas. Dengan demikian pangkat
uskup (episkopos) bertambah penting selaku gembala jemaat dan pemimpin ibadah.
Pada permulaan abad kedua jemaat di Asia Kecil dan Siria dikepalai oleh seorang
uskup saja. Kemudian peraturan ini diikuti di mana-mana, sehingga susunan Gereja
menjadi episcopal. Presbiter-presbiter merupakan suatu badan tetap yang memilih
uskup serta membantunya dalam kebaktian dan pemerintahan jemaat. Dalam Gereja
mula-mula tak ada perbedaan pangkat di antara mereka. Tetapi sekitar tahun seratus
para “penilik” mulai menganggap pelayan-pelayan lainnya sebagai bawahannya.
Ditetapkanlah suatu hierarki (aturan pangkat): penilik-penatua-diaken.16 Tambahnya,
lalu berlangsung juga perubahan lain lagi: karena memang lebih praktis bahwa
pimpinan dilaksanakan oleh satu orang, maka mulailah lazim adanya satu penilik untuk
satu jemaat.

15
Dr. H. Berkhof, Hal. 10-11
16
Dr. van den End, Harta Dalam Bejana¸hal. 33.
12
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Dalam surat-suratnya, baik kepada Timotius maupun kepada Titus rasul Paulus
memaparkan bebagai klasifikasi bagi para penatua, penilik dan diaken (1 Tim 3:1-13;
Tit 1:5-16). Persyaratan-persyaratan ini penting artinya bagi tugas pelayanan yang
dipercayakan kepada mereka.

13
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pasal 4
Peribadatan Gereja
Pada Tiga Abad Pertama

Selaras dengan bertambahnya umat yang percaya kepada Kristus dan perlunya
pelayanan yang lebih baik maka peribadatannya pun tidak mungkin untuk diabaikan.
Bagaimana Gereja pada tiga abad pertama beribadah?

A. Doa
Menurut Gubernur Plinius (th.112-), orang-orang Kristen di Bythynia
berkumpul pada “pagi-pagi benar” dan juga pada waktu malam “pada hari yang
telah ditetapkan”.17 Waktu berkumpul jemaat disuruh berdoa secara silih berganti
oleh seorang pelayan sebagai kegiatan pertama (disebut Votum) di dalam
kebaktian.18 Adapun rumusannya seperti berikut:
Pelayan: Datanglah anugerah (=Tuhan) dan binasalah dunia ini!
Jemaat: Hosana Allah (=Anak) Daud
Pelayan: Kalau ada orang yang kudus, biarlah ia dating! Kalau ia tidak kudus,
biarlah ia bertobat! Maranatha!
Jemaat: Amin!
Masih terkait dengan doa, Abineno menyatakan bahwa menurut Didache19
ada doa syafaat untuk jemaat waktu mengadakan Perjamuan Kudus, yang sebagian
doa itu sebunyi seperti berikut: “Ingatlah Tuhan akan jemaatMu, untuk
memeliharanya dari segala kejahatan dan menyempurnakannya di dalam kasihMu:
dan kumpulkan dia, jemaatMu yang dikuduskan, dari keempat penjuru mata
angina, di dalam kerajaanMu, yang Engkau telah sediakan baginya.” 20 Di dalam
surat pertama Clemens dari Roma (th.90-an) terdapat doa yang tertua, di mana ia
mendoakan jemaat yang sakit, dalam keadaan bahaya, dan lain sebagainya; juga
berdoa untuk pemerintah, para pemimpin dan penguasa di kekaisaran, serta memuji
Tuhan dengan kata-kata yang mengharukan.

17
J.L. Ch. Abineno, Ibadah Jemaat Dalam Abad-abad Pertama. DJakarta: Badan Penerbit Kristen,
1961), 37.
18
Ibid, demikian Abineno mengutip Didache (th.90-115)
19
Salah satu tulisan yang terkenal dari zaman sesudah para rasul, yang ditulis di Siria, + 100 M.
kitab ini singkat saja, kira-kira sebesar surat Yakobus.
20
Ibid., hal. 36.
14
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Doa Bapa Kami. Merupakan doa yang sering diucapkan di Gereja abad tiga
pertama. Didache mengajarkan bahwa doa bapa kami didoakan sehari tiga kali oleh
orang-orang Kristen. Terkadang doa ini dipergunakan sebagai doa pengudusan
sebelum anggur dan roti perjamuan diambi. Doa Bapa Kami biasanya dilakukan
mengakhiri doa syafaat, di mana seorang imam (setelah khotbah) mengajak jemaat
untuk berdoa syafaat begi pemerintah, gereja dan para pemimpinnya, perdamaian,
orang-orang sakit dan orang-orang yang telah meninggal.21 Terkait dengan “Doa
Bapa Kami”, Martin Luther, tokoh reformasi ini menegaskan bahwa doa ini adalah
doa terbaik di dunia ini. Sebab jaminan yang paling pasti ialah bahwa Allah
berkenan mendengarnya. Lebih daripada segala harta dunia, hendaknya kita jangan
mengabaikannya.22
Cara Berdoa dalam Ibadah. Sikap badan orang-orang Kristen waktu berdoa
bermacam-macam. Kadang-kadang berlutut, berdiri, menutup mata, kadang
menengadah ke langit dan terkadang berdoa sambil mengangkat tangan. Semuanya
itu dianggap sikap badan yang pantas, yang mencermintan kerendahan hati dan
melambangkan jiwa yang tertuju kepada Allah. Biasanya pada hari Minggu jemaat
berdoa sambil berdiri untuk melambangkan kesukacitaan jemaat atas kebangkitan
dari maut dan kebebasan dari dosa. Tetapi tidak ada peraturan yang saragam.
Origenes menekankan sikap yang mengangkat jiwa kepada Allah dan
membungkukkan hati di hadapanNya. Kata Origenes, “doa seseorang masih
dianggap layak bila ia berdoa sambil duduk, berbaring, atau berdagang, tergantung
pada keadaan.” 23
Doa untuk Orang Mati. Sudah bukan menjadi rahasia umum bahwa di
berbagai tempat ada kebiasaan mendoakan orang-orang yang sudah meninggal.
Tertullianus, bapa theologia Latin yang bertobat tahun 197-an, mengaku bahwa
tidak ada sumber Alkitabiah yang jelas untuk kebiasaan tersebut. Menurut ukir-
ukiran pada batu-batu nisan dari abad ketiga, doa itu bermacam-macam, misalnya
seperti, doa syafaat untuk orang yang meninggal itu akan berada di sisi Tuhan, atau
supaya dosanya diampuni.

21
Dr. J.L.Ch. Abineno, Ibadah Djemaat dalam Abad-abad Pertengahan, Djakarta: Badan Penerbit
Kristen, 1966, hal. 35
22
Katekismu Besar Martin Luther¸ diterjemahkan oleh Anwar Tjen, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1966, hal. 151.
23
Phillip Schaff, History of Christian Church (Jilid II). Grand Rapids, MI: W.B. Eerdmans, 1988,
hal.379.
15
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Doa dan Puasa. Di dalam Didache (Ajaran keduabelas rasul) Gereja


diberitahu bahwa orang-orang benar berpuasa pada hari keempat (Rabu) dan
keenam (Jumat). Pada tahun-tahun kemudia itu Gereja umumnya berpuasa
setengah hari pada kedua hari itu, teristimewa pada hari Jumaat, di mana semua
jemaat berpuasa setengah hari atau paling tidak, tidak makan daging. Pada abad
kedua Gereja mengadakan puasa. Dalam beberapa tempat puasa tersebut
dilaksanakan selama 40 jam pada minggu sebelum Paskah. Sedang di tempat-
tempat lain puasa itu berlangsung beberapa minggu, mungkin selama 40 hari.
Puasa juga diadakan sebelum hari-hari raya khusus. Clemens dari Alexandria
memperhatikan Gereja dengan mengutip dari Roma 14:17 supaya orang-orang
Kristen tidak berpuasa secara berlebihan dengan motivasi yang tidak murni.24

B. Perjamuan Kudus
Tujuan. Gereja pada tiga abad pertama merayakan Perjamuan Kudus
(Eukaristi) bukan sekedar mengingat kembali secara akal akan pengorbanan
Kristus, tetapi juga untuk mengambil bagian dalam hidup dan sengsaraNya, dengan
demikian menguatkan baik secara pribadi maupun kesatuan berjemaat dalam kasih.
Maknanya. Tertullianus, yang nama lengkapnya adalah Quintus Septimius
Florens Tertullianus, menggambarkan roti sebagai tubuh Kristus. Ia berkata, orang
percaya “memakan tubuh Kristus supaya jiwanya dapat dipenuhi oleh Allah.” Di
pihak lain, Tertullianus juga mengatakan bahwa roti itu adalah gambar (Latin
figura) tubuh Kristus. Berbeda dengan Tertullianus, Clemens dan Origenes yang
cenderung mengalegorikan tubuh dan darah itu.25
Cara Mengadakannya. Diadakan tiap hari Minggu, kegiatan ini merupakan
puncak ibadah.26 Adapun polanya adalah seperti berikut:
1. Setelah doa-doa ibadah ada ciuman (pria dengan pria, wanita dengan wanita).
2. Roti dan cawan berisi campuran air danggur diberi kepada pelayan yang
mengucapkan doa syukur dan doa penyucian.
3. Jemaat menjawab “amin!” atau mengucapkan doa bapa kami.

24
Schaff, History, II, 379-380.
25
J.N.D. Kelly, Early Christian Doctrine, edisi kelima. New York: Harper & Row, 1978, hal.211-214.
26
Schaff, op.cit., hal. 235-240.
16
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

4. Laku para Diaken membagikan roti dan anggur dan juga membawanya ke
rumah-rumah orang percaya bagi mereka yang sedang sakit.
5. Hanyalah orang-orang percaya yang dibaptis boleh mengikuti perjamuan
tersebut.
6. Di abad pertama dan kedua ada Perjamuan Agape yang langsung menyusul.
Akan tetapi, lama-kelamaan, Perjamuan Kudus itu terpisah dari Perjamuan
Agape. Yang pertama diadakan di waktu pagi, yang kedua di waktu malam.

C. Pemberitaan Firman Tuhan


Firman Tuhan biasanya ditafsirkan segara alegoris. Origenes yang lahir
tahun 185 dari keluarga Kristen yang saleh itu, dipandang sebagai bapa metode
penafsiran alegoris. Ia memandang bahwa Alkitab sebagai suatu organisme yang
hidup yang terdiri dari tiga unsur yang memberikan jawaban kepada tubuh, jiwa
dan roh. Ayat-ayat Alkitab mempunyai tiga arti, yaitu arti harafiah, etis dan mistis27
Tata Cara Pemberitaan Firman Tuhan. Berikut penuturan Abineno28
mengenai tata cara pemberitaan firman Tuhan:
1. Dimulai dengan pembacaan Taurat, Kitab Nabi-nabi, Surat Rasul Paulus, Kisah
Para Rasul dan Injil. Lalu surat-surat kiriman uskup dibaca.
2. Mazmur dinyanyikan oleh seorang penyanyi diantara tiap bacaan itu.
3. Lalu ada “Haleluya” yang dinyanyikan jemaat.
4. Kemudian khotbah disampaikan, biasanya oleh uskup atau gembala atau penatua
jemaat. Saat berkhotbah, uskup biasanya tidak berdiri, tetapi duduk di atas
kursinya. Sedang jemaatnya pun tidak berdiam diri selama khotbah berlangsung,
tetapi ada berbagai reaksi.29 Bagi yang setuju dengan kata-kata uskup, mereka
sering berseru, “Rahmat Allah besar!”; ada pula yang berseru sampai 36 kali:
“Syukur kepada Allah! Terpujilah Kristus!”. Namun ada pula yang menggerutu:
“itu sudah biasa”. Demikian yang pernah terjadi dalam ibadah hari Minggu di
kota Roma pada tahun 251.

27
F.D. Willem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1987, hal. 207.
28
Abineno, Ibadah Djemaat Abad-abad Pertama, 36.
29
Dr. Th. Van den End, Harta dalam Bejana, hal. 65-66
17
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

D. Baptisan
Makna Baptisan. Justinus Martir, seorang aplologet terkemuka, yang
dilahirkan pada tahun 95 dari keluarga kafir dan yang bertobat pada tahun 130
melalui kesaksian seorang nelayan, Fenerable. Menurutnya, baptisan
menggambarkan sebagai anagenesis (kelahiran kembali) dari hidup lama ke dalam
hidup baru. Baptisan adalah pembebasan dari dosa, yang melaluinya kita beroleh
pembebasan dari dosa dan membawa pencerahan supaya dapat melakukan
kehendak Allah.30 Terdapat pendapat umum, bahwa baptisan itu hampir sama
seperti upacara magis kafir, membersihkan orang dari dosa turunan; dan dalam hal
orang dewasa, dari segala dosa yang dilakukannya. Ditegaskan bahwa kalau orang
belum dibaptiskan, sekalipun dia adalah seorang anak kecil yang belum berbuat
dosa, pasti tidak selamat. Sebaliknya bila dibaptis ia masuk sorga.31
Persiapan dan Tata Cara Baptisan. Mengenai persyaratan baptisan,
Justinus Martir, yang mati sebagai martir pada masa pemerintahan Marcus
Aurelius, mengatakan bahwa mereka yang dibaptiskan adalah mereka yang telah
percaya kepada pengajaran Kristen dan yang telah berjanji untuk hidup mengikuti
ajaran-ajaran tersebut. Calon baptisan harus berdoa dan berpuasa dan bertobat dari
dosa-dosa yang lampau; dan jemaat pun turut berdoa dan berpuasa. Kemudian pada
hari yang ditentukan mereka dibaptis.32 Bagi Hippolytus, seorang uskup Portus
yang terletak di sebelah utara muara sungai Tiber, yakni sekitar 20 km dari Roma,
menerapkan persiapan yang lebih keras bagi calon baptisan. Di mana seorang yang
mau dibaptis harus siap diuji secara seksama, dan selama tiga tahun mereka
diharuskan mengikuti katekisasi secara bertahap, sebelum akhirnya ia
dibaptiskan.33 Adapun tata caranya demikian: Seseorang harus dibaptis di dalam
Nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, dalam air yang mengalir. Tetapi, kalai tidak ada
suangai, ia boleh dibaptis dalam kolam air yang dingin. Kalau tidak ada sungai atau
kolam, boleh disiram tiga kali dalam Nama Bapa, Anak dan Roh Kudus34

30
Jon Culver, Sejarah Gereja Umum, hal. 33.
31
Ibid. Hal.66.
32
F.D. Willem, op.cit., hal. 150
33
Williston Walker, A Historu of the Christian Church. Edisi ke-4. New York: Charles Scribner &
Sons, 1983, 107.
34
Jon Culver, Sejarah Gereja Umum. Tp, hal. 34.
18
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

E. Hari dan Tata Ibadah


Tentang hal ini, Justinus Martir, seorang apologet Kristen terkemuka dalam
gereja abad kedua memberikan informasi yang sangat berharga.35 Menurutnya
ibadah dilakukan pada hari Minggu.36 Mengapa pada hari Minggu? Karena dua alas
an, pertama, Allah menciptakan segala sesuatu selama enam hari lamanya dan
Tuhan Allah beristirahat pada hari ketujuh. Kedua, karena Kristus bangkit pada
hari Minggu. Pada hari Minggu orang datang dari kota dan desa berkumpul pada
suatu tempat. Dalam ibadah itu dibacakan kenangan Para Rasul (Injil-injil) dan
Kenangan dari Para Nabi (maksudnya Perjanjian Lama). Sesudah pembacaan
maka pemimpin ibadah menyampaikan khotbah dan nasehat supaya jemaat
mengikuti contoh-contoh yang baik. Selanjutnya meraka berdiri untuk berdoa dan
dilanjutkan dengan saling menyalami dan cium persaudaraan serta Perjamuan
Kudus dilaksanakan. Mengakhiri ibadah, kepada jemaat diberi kesempatan yang
ingin memberikan korban dengan sukarela; yang mana persembahan ini disimpan
oleh pemimpin ibadah untuk dibagi-bagikan kepada anak yatim piatu, para janda,
orang-orang yang terpenjara, orang asing dan orang-orang yang berkekurangan.

35
F.D. Willem, op.cit. hal.150.
36
Bandingkan Th. Van den End. Hal. 64.
19
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

BAB II
MASA PENGANIAYAAN GEREJA

Awalnya bersanding tetapi kemudian berpaling! Nampaknya itulah kalimat yang


pantas dialamatkan kepada Gereja pada empat abad pertama. Pada mulanya
menganggap kaum Kristen sebagai mazhab Yahudi sehingga mereka diberi kebebasan
kewajiban agamanya. Namun lama-kelamaan pemerintah Romawi mengetahui bahwa
kaum Kristen bukanlah seperti yang dipahami sebemulnya. Hal itu diketahui dari
keseharian hidup mereka. Mereka lain daripada yang lain, tidak seperti orang-orang
Yahudi, juga tidak seperti orang-orang Romawi. Dalam pergaulan hidupnya orang
Kristen menjauhi apa yang justru didekati oleh orang Yahudi dan Romawi. Orang
Kristen tidak melakukan seperti apa yang biasa dilakukan oleh orang-orang
disekitarnya. Misalnya, menjauhi persundalan, menghindari tontotan perkelaian antar
binatang dan sandiwara-sandiwara dalam teater pun tidak mereka kunjungi. Mereka
juga menjauhi kuil-kuil dewa, bahkan menghindari upacara-upacara kenegaraan di
mana kaisar dihormati sebagai seorang dewa.
Akibat dari semuanya itu maka muncullah kecurigaan dan fitnah terhadap orang
Kristen. Ada yang menyangka bahwa bahwa orang Kristen menangkap dan membunuh
anak-anak kecil untuk diminum darahnya dan dimakan dagingnya dalam perkumpulan
mereka. Ada pula desas-desus bahwa orang Kristen itu peracun, berhubung dengan
“cawan” yang dipakainya. Sementara yang lain pun menuduh orang Kristen melakukan
percabulan keluarga, kerena mereka mendengar tentang “cium persaudaraan”, yaitu
semacam salam satu sama lain dalam kebaktian.
Berbeda dengan masyarakat pada umumnya yang mulai membenci orang Kristen
atas dasar kecurigaan, tetapi pemerintah Romawi melihatnya dari apa yang dilakukan
oleh orang-orang Kristen. Mereka melihat orang Kristen menolak kesetiaannya kepada
Negara dengan membakar dupa di depan patung kaisar, seperti yang dilakukan oleh
semua rakyat. Dan agamanya, bagi seorang yang berpendidikan hanya merupakan
tahyul yang keras, memuncak dalam harapan akan datangnya suatu kerajaan lain, dan
ini jelas merupakan suatu ancaman bagi kekaisaran Romawi.37 Dimata pemerintah
bahwa orang Kristen adalah “selaku orang yang tak dapat dipercaya sebagai

37
Bandingkan dengan sikap dan reaksi raja Herodes terhadap kelahiran Yesus, Matius 2.
20
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

warganya”(subversive dan membahayakan). Mereka dipandang sebagai anasir-anasir


politik yang jahat, yang hendak memberontak dan melawan kaisar. Tampaknya sekte
ini cepat merambat kemana-mana. Dengan berkembangnya Gereja Kristen, maka
persembahan korban di rumah berhala semakin berkurang. Perlu dicatat pula bahwa
saat itu kepercayaan yang berkembang di Romawi adalah paganisme; yakni adalah
sebuah kepercayaan/praktik spiritual penyembahan terhadap berhala yang pengikutnya
disebut Pagan. Pagan pada zaman kuno percaya bahwa terdapat lebih dari satu dewa
dan dewi dan untuk menyembahnya mereka menyembah patung. Dampak buruknya,
orang Kristen sering dikambing-hitamkan, seperti penuturan yang berikut.
Apabila ada kebakaran, kelaparan, banjir menimpa sesuatu kota, nama
penduduknya berteriak: orang-orang Kristen yang bersala! Biarlah mereka
dilemparkan kepada binatang buas saja! Lalu rumah-rumah orang Kristen itu
didatangi, dan mereka diseret ke pengadilan gubernur (bdg Kis 18:12, 19:29).
Gubernur itu memulai sidang dengan bertanya: “Apakah engkau seorang
Kristen”? Kalau mereka menyangkalnya, maka terus mereka diminta untuk
mempersembahkan korban kepada kaisar, dan kalau mereka mengiyakannya,
maka si gubernur, yang sering menyayangi mereka, menanyakannya sekali lagi,
untuk memberi kesempatan kepada mereka untuk luput. Kalau mereka tetap
bersikeras dalam pengakuannya, dan juga menolak untuk menyembah patung
sang kaisar, maka mereka dihukum mati. Kesempatan membela diri sama sekali
tidak ada: nama Kristen dan penolakan itu sudah cukup. Cara mereka dibunuh
adalah sama seperti dalam hal penjahat-penjahat yang paling jahat: mereka
dibakar, disalibkan atau harus berkelai dengan binatang buas.38

Berbagai penghambatan dan menganiayaan terhadap orang Kristen di tiga abad


pertama merupakan sebuah realita dalam sejarah. Dan ini merupakan “masa
kegelapan”. Penghambatan pertama terjadi di Roma pada tahun 64, yakni pada masa
pemerintahan Kaisar Nero (tahun 54-68). Berikutnya pada masa pemerintahan Kaisar
Domitianus (tahun 81-96); pada waktu pemerintahan Kaisar Trayanus (tahun 98-117) di
Asia Kecil; dibawah pemerintahan Kaisar Aurelius (tahun 161-180) di kota Lyon di
Perancis Selatan (177). Kemudian dibawah pemerintahan Kaisar Septimus Severus
(tahun 193-211) di propinsi Afrika Utara.

Tak berhenti sampai disitu, bahkan penghambatan selanjutnya bersifat umum


yang mulai terjadi pada tahun 250. Hal ini disebabkan oleh dua hal, pertama, gereja
semakin kuat dan luas pengaruhnya sehingga gereja itu menjadi suatu factor politik
yang harus dipertimbangkan. Kedua, kekaisaran Romawi semakin lemah dan kacau

38
Dr. van den End, Harta, hal. 55.
21
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

secara ekonomi dan politik (kepemimpinan semakin beralih kepada panglima-panglima


militer yang saling bersaing); kelemahan itu mendorong suku-suku Persia di ujung
Timur dan suku-suku German di ujung Barat untuk menyerang kekaisaran Romawi.
Perlu diingat pula bahwa kekaisaran Romawi itu bukan suatu kesatuan homogeny
(serba sama), melainkan mencakup suatu jumlag besar bangsa-bangsa, ras, agama dan
adat-istiadat. Justru di dalam situasi semacam itu kekaisaran Romawi membutuhkan
suatu alat pemersatu. Alat pemersatu itu ialah penyembahan kepada Kaisar yang
disembah sebagai “kyrios” (Tuhan) dan “soter” (Juruselamat). Tetapi Gereja tidak dapat
turut menyembah Kaisar sebagai dewa. Dengan demikian timbullah usaha sistematis
pemerintahan Romawi untuk melenyapkan gereja. Karena itu timbulkan penghambatan
berikutnya, mulai dibawah pemerintahan Kaisar Decius (tahun 249-251); pada masa
pemerintahan Kaisar Valerianus (tahun 253-260) dan pada masa Kasiar Diokletianus
(tahun 284-305). Hingga akhirnya pada tahun 313, Kaisar Konstantinus melegalkan
agama Kristen dan bahkan minta untuk dipermandikan, dan 80 tahun setelahnya, Kaisar
Theodosius (tahun 380-395) melarang segala bentuk paganisme dan menetapkan agama
Kristen sebagai agama-negara.

Bukan saja penganiayaan dari luar yang dialami oleh Gereja, yakni dari para
penguasa yang sedang berkuasa, sebagaimana tersebut di atas. Tetapi Gereja juga
menghadapi penganiayaan yang datangnya dari dalam, yakni munculnya bidat-bidat.
Apa yang dimaksud dengan bidat? Bidaah atau bidat berasal dari kata Arab yang berari
suatu ajaran atau aliran yang menyimpang dari ajaran resmi.39 Sementara menurut
Berkhof dan Enklaar, bidat ditinjau dari sudut histpris adalah persekutuan Kristen yang
kecil, yang dengan sengaja memisahkan diri dari gereja besar dan ajarannya
menekankan iman Kristen secara berat sebelah. Sehingga teologianya dan praktek
kesalehannya biasanya membengkokkan kebenaran Injil.40 Kata bidat atau bidah, dalam
bahasa Inggris-heresy, berasal dari bahasa Yunani ‘heiresis’ yang berarti semacam
pendapat, pandangan atau credo yang bertentangan dengan credo atau pengakuan dari
Gereja. Kata bidat juga disejajarkan dengan kata ‘sekte’, dari kata Latin ‘secta’ dan
berarti ‘a faction’, sebagian yang memotong diri dari keseluruhannya. Dengan demikian
‘sekte’ dimaksudkan sebagai sekelompok penganut dari sautu agama yang mengambil

39
Dr. J. Verluyl, Gereja dan Bidat. Cetakan kedua. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1966, hal. 12.
40
Dr. H. Berkhof dan Dr. I.H. Enklaar, Sejarah Gereja. Hal.348-349.
22
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

sebagian dari keseluruhan pengajaran dan menekankannya sedemikian sehingga mereka


kehilangan keseluruhan.

Dalam Perjanjian Baru dikenal sekte orang Saduki (Kis. 5:17) dan sekte orang
Farisi (Kis. 15: 5; 26:5) yang dibentuk dari kelompok Yudaisme. Sekte orang Saduki
adalah kelompok yang menolak hal-hal yang bersifat supernatural, seperti ajaran
tentang kebangkitan, hidup kekal, juga adanya malaikat. Sedangkan sekte orang Farisi
adalah mereka yang percaya kepada hal-hal tersebut di atas, dan digambarkan di dalam
Perjanjian Baru sebagai kelompok yang sangat memegang tradisi nenek moyang,
mengerti dan memelihara Kitab Taurat secara kaku. Karena itu, kelompok ini sering
bertentangan memusuhi Tuhan Yesus. Perlu diperhatikan bahwa kata yang sama, yaitu
sekte, juga digunakan oleh non Kristen terhadap kekristenan. Sebagai contoh, kita dapat
membaca tuduhan yang diberikan kepada rasul Paulus: "Telah nyata kepada kami
bahwa orang ini adalah penyakit sampar, seorang yang menimbulkan kekacauan di
antara semua orang Yahudi di seluruh dunia yang beradab, dan bahwa ia adalah seorang
tokoh dari sekte orang Nasrani (Kis. 24:5,14; 28:22).

Jadi jika pada mulanya pengertian "hairesis" adalah aliran, opini atau dogma,
kemudian aliran atau sekte ini diindikasi sebagai aliran yang menyesatkan Dalam
tulisan rasul Paulus, aliran ini disebut menimbulkan perpecahan yang perlu diwaspadai.
Karena itu, bidat dapat juga dimengerti sebagai kelompok dalam gereja yang
memecahkan diri karena alasan-alasan tertentu (band. 1Kor.11:19; Gal.5:20). Dalam
Tit.3: 10 kata ini digunakan untuk orang tertentu. Rasul Paulus menulis: "Seorang bidat
yang sudah satu dua kali kau nasehati, hendaklah engkau jauhi. Engkau tahu bahwa
orang yang semacam itu benar-benar sesat dan dengan dosanya menghukum dirinya
sendiri"(Tit.3:10-11).

Dalam Perjanjian Baru, penggunaan kata bidat dalam arti penyimpangan terhadap
ajaran sebagaimana kita sebut di atas, pertama kali dapat ditemukan dalam surat 2
Petrus, di mana di sini rasul Petrus menegaskan adanya guru-guru palsu. Petrus
menulis: "Mereka akan memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan,
bahkan mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka dan dengan
jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka sendiri" (2Pet.2: 1).
Sebernarnya, kita melihat bahwa ada dua kelompok bidat yang paling menonjol dalam
23
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

PB. Pertama, kelompok Gnostik Yahudi (Kol.2:8-23) dan Dosetisme (1Yoh.4:2,3 dan 2
Yoh.7). selain itu, terdapat pula bidat-bidat baru, yang muncul pada abad kedua dan
ketiga, yaitu bidat Marcionisme, Manicheisme,Montanisme dan Novationisme dan
Donatisme.

24
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

BAB III
MEMBENDUNG AJARAN SESAT

Munculnya dan merebaknya ajaran-ajaran sesat mendorong Gereja untuk segera


mengambil langkah preventif sekaligus menetapkan ajaran-ajaran resmi yang
membedakan dengan ajaran yang benar dan ajaran sesat. Oleh karenanya ditetapkanlah
kanon, pengakuan iman dan penggantian para pejabat gereja yang diatur melalui prinsip
pewarisan jabatan rasuli.

Pasal 1
Kanonisasi

Istilah kanon berasal dari bahasa Yunani yang berarti 'tongkat pengukur, standar
atau norma'. Secara historis, Alkitab telah menjadi norma yang berotoritas bagi iman
dan kehidupan bergereja. Proses pengkanonan ini dilakukan oleh berpuluh-puluh ahli
kitab suci dan bahasa yang dengan teliti dan serius memilah-milah banyak tulisan yang
dianggap suci untuk menemukan kitab-kitab yang benar-benar suci dan diwahyukan
Allah untuk kemudian dijadikan satu.

Adapun tanda-tanda kanonitas meliputi beberapa hal, seperti: Kitab tersebut


ditulis atau disahkan oleh para nabi/rasul; Kitab tersebut diakui otoritasnya di kalangan
gereja mula-mula; Kitab tersebut mengajarkan hal yang selaras dengan kitab-kitab
lainnya yang jelas termasuk dalam kanon. Hal senada dikemukakan oleh Agustinus41
yang menyatakan bahwa lima batu uji yang dipakai untuk menentukan kanon, yakni
ditulis oleh nabi atau rasul, menyatakan kebenaran tentang kuasa Allah, cocok dengan
bagian yang lain, mempunyai kuasa Allah dan sikap umat Allah terhadapnya sepanjang
abad.

41
K. Widianto, Tokoh-tokoh Penting Sejarah Gereja. Diktat Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia
Surabaya, t.t., hal. 35
25
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Setelah Tuhan Yesus naik ke surga, belum sebuah kitab pun ditulis mengenai diri
dan ajaran-Nya, karena belum dirasa perlu – para saksi mata utama masih hidup. Jadi
Injil masih dalam bentuk verbal, lisan; dari mulut ke mulut, oleh para rasul.

Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah para saksi mata dan para rasul
berkurang, dan semakin banyak ancaman pemberitaan ajaran-ajaran sesat. Pada masa
itu banyak ditemukan tulisan-tulisan yang bercorak rohani, yang sebenarnya bukan
Firman Allah. Oleh karena itu gereja merasakan pentingnya ditentukan kitab-kitab
mana sajakah yang dapat diakui berotoritas sebagai Firman Allah. Kemudian para rasul
mulai menuliskan surat-suratnya untuk para jemaat, lalu perlahan-lahan dibuat salinan
surat-surat itu untuk berbagai gereja dan salinan itu dibacakan dalam pertemuan gereja
(Kolose 4:16; 1 Tesalonika 5:7, Wahyu 1:3). Tulisan-tulisan ini diinspirasikan oleh
Allah (2 Petrus 1:20-21; Wahyu 22:18; Efesus 3:5).

Pada waktu yang bersamaan, ada banyak orang-orang yang menulis kitab-kitab
tentang Yesus dan surat-surat ke gereja-gereja, yang tidak termasuk kanon. Lambat-
laun gereja-gereja mulai jelas mengenai kitab-kitab mana yang diinspirasikan oleh Roh
Kudus dan mana yang bukan.

Pada abad ke 2 kanon Perjanjian Baru telah lengkap. Hal ini kita ketahui dari:

1. The Old Syriac – terjemahan PB pada abad kedua dalam bahasa Syria. Semua
kitab ada, kecuali: 2 Petrus, 2 Yohanes, 3 Yohanes, Yudas, dan Wahyu.
2. Justin Martyr pada tahun 140 M. Semua kitab PB ada, kecuali: Filipi dan 1
Timotius.
3. Daftar buku PB yang disusun di Roma pada tahun 140 M oleh seorang bidat
yang bernama Marcion. Menurut Marcion kitab PL harus ditolak dan juga kitab-
kitab PB yang dipengaruhi oleh Yudaisme, karena menurutnya Allah PL
mempunyai status yang lebih rendah dari Allah yang dinyatakan dalam diri
Kristus. Itu sebabnya kanon Marcion hanya terdiri dari 2 bagian: Pertama, Kitab
Injil Lukas (Injil yang tidak dipengaruhi oleh Yudaisme); kedua, 8 Surat Paulus
(3 Surat Penggembalaan tidak dimasukkan), yaitu: 1 & 2 Korintus, Efesus
(Laodikia), Filipi, Kolose, 1 & 2 Tesalonika, Filemon.

26
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

4. Polycarp pada tahun 150 M pernah mengutip: Matius, Yohanes, sepuluh surat
Paulus, 1 Petrus, 1 Yohanes dan 2 Yohanes.
5. The Muration Canon pada tahun 170 M. Semua PB ada, kecuali: Ibrani,
Yakobus, 1 Petrus dan 2 Petrus (sama dengan The Old Latin).
6. Irenaeus (murid Polycarp) pada tahun 170 M. Semua kitab PB ada, kecuali:
Filemon, Yakobus, 2 Petrus, dan 3 Yohanes.
7. The Old Latin – sebuah terjemahan sebelum tahun 200 M. Terkenal sebagai
Alkitab dari gereja Barat. Semua PB ada, kecuali Ibrani, Yakobus, 1 Petrus dan
2 Petrus.
8. Codex Barococcio pada tahun 206 M. Semua kitab PL dan PB ada, kecuali:
Ester dan Wahyu.
9. Origen pada sekitar tahun 230 M menulis daftar kitab-kitab PB, sebagai berikut:
ke-4 Injil, Kisah Para Rasul, ke-13 surat-surat Paulus, 1 Petrus, 1 Yohanes dan
Wahyu.
10. Tahun 303 Eusebius dari Kaisarea juga membuat daftar kitab PB.
11. Pada tahun 367 M dalam Festal Letter yang ditulis oleh Athanasius, Bishop
Alexandria, mencantumkan daftar 27 kitab-kitab PB. Daftar itu kemudian
diterima oleh umat di bagian Timur. Sedangkan di bagian barat, umat menerima
daftar yang disusun oleh Atanasius. Paus Inosentius I mengirim daftar itu ke
Perancis pada tahun 419.
12. Jerome pada tahun 382 M, Ruffinua pada tahun 390 M dan Augustine pada
tahun 394 M mencatat kanon PB sebanyak 27 kitab.
13. Akhirnya pada tahun 397 M, konsili gereja di Carthago mengesahkan 27 kitab
PB.
14. Daftar ke 27 kitab itu kembali diperteguh dalam Konsili Florence (1441),
Konsili Trente (1546) serta Konsili Vatikan I (1870).

Gereja sebagai persekutuan orang-orang yang telah ditebus, yang beriman


sungguh-sungguh di dalam Kristus bukan menentukan atau menciptakan kanon, tetapi
gereja hanya mengesahkan kitab-kitab yang memiliki tanda kanonitas dan karena itu
kitab-kitab tersebut memiliki otoritas dalam gereja.

27
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pasal 2
Penetapan Credo

Kata “Kredo” dalam bahasa Latin: credo merupakan pernyataan atau pengakuan
rangkuman mengenai suatu kepercayaan; atau dalam bahasa inggris ‘creed’ yang berari
“Aku percaya”, yang tidak lain merupakan “Pengakuan Iman”. Dalam bahasa Yunani
disebut dengan “Symbolum”, yang berarti “simbul” atau “tanda”. Pengakuan ini
merupakan pernyataan daripada suatu kelakuan. Dan pernyataan daripada kelakuan ini
sekaligus merupakan garis perbatasan antara kebenaran dan bidat. Di dalam Sejarah
Gereja dikatakan bahwa Cyprianus (200-258) yang pertama kali memakai istilah ini.

Pada zaman para rasul atau permulaan Gereja, Gereja mempunyai dasar
kepercayaan yang sama, karenanya tidak ada pengakuan iman orang Kristen yang
ditetapkan oleh Dewan Gereja-gereja. Pengakuan Iman orang Kristen pertama kali
ditetapkan pada Sidang Nicea tahun 325 AD.

Pada abad ke-XI Gereja Barat dan Timur terpecah menjadi Gereja Yunani
Ortodoks dan Gereja Latin atau Katolik. Gereja Yunani Ortodoks memakai “Pengakuan
Iman” sebagai dasar kebenaran yang membedakan antara kebenaran dan bidat dalam
agama Kristen. Sedang Gereja Latin, yakni Gereja Katolik atau Roma menggunakan
“Pengakuan Iman Rasul-rasul” sebagai dasar. Setelah masa reformasi pada tahun 1517
M, maka dikeluarkan pengakuan iman yang diakui secara umum.

Asal Pengakuan Iman. Dalam Roma 10:10 menyatakan bahwa “Karena dengan
hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan
diselamatkan.” Jadi Pengakuan Iman adalah “Pengakuan yang diakui dengan mulut dan
dipercaya dalam hati, seperti yang dikatakan oleh Tuhan Yesus, Matius 10:32, yakni
tentang pengakuan kepercayaan kepada Tuhan Yesus di muka umum.

Berikut beberapa contoh Pengakuan Iman yang dapat kita ketahui di dalam
Alkitab, Perjanjian Lama, “Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa” (Ul 6:4). Dalam
Perjanjian Baru terdapat banyak pengakuan iman, adalah sebagai berikut:

28
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

1. Pengakuan iman Natanael, “Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang
Israel” (Yoh 1:49).
2. Pengakuan iman Petrus, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup” (Mat
16:16).
3. Pengakuan iman Thomas, “Ya Tuhanku dan Allahku” (Yoh 20:28)
4. Pengakuan iman sida-sida, “Aku percaya, bahwa Yesus Kristus adalah Anak
Allah” (Kis 8:37).
5. Pengakuan iman Paulus, “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa
Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah
membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan”
(Rom 10:9).
6. Pengakuan iman yang ditunjukkan rasul Paulus kepada Timotiun, antara lain
seperti: 1 Timotius 1:15; 2:4-6; 3:1; 4:8; 6:20; 2 Timotius 1:13, 14; 2:11.
7. Pengakuan tentang Allah Tritunggal. Awalnya Tuhan Yesus sendiri yang
memproklamirkan (Mat 28:19), selanjutnya diberitakan pula oleh para rasulNya
(Kis 19:5; 2 Kor 13:14).

Sejarah singkat Pengakuan Iman42

1. Pengakuan Iman yang tertua ditulis oleh Irenius dan Tertulianus pada tahun 170-
200 M. Pengakuan ini merupakan sebuah karangan untuk menegur ajaran
Ebionisme.
2. Pengakuan Iman Rasul-rasul. Pengakuan ini bukan ditulis oleh para rasul,
melainkan ditulis antara tahun 200=325 M. beberapa Bishop dan Diaken
mengambil ajaran-ajaran para rasul yang penting dari Alkitab, kemudian
dikumpulkan dan ditulis menjadi Pengakuan Iman. Pada tahun + 340 M digunakan
di Roma. Pengakuan Iman Nicea. Pengakuan iman ini hadir untuk menentang bidat
Arianisme43, yang ditulis pada tahun 325 M dalam sidang (konsili) Nicea. Setelah
melalui beberapa koreksi, maka ditetapkan menjadi Pengakuan Iman, yakni pada
tahun 381 M. Pengakuan Iman Athanasius, 313 M. pengakuan ini

42
Peter Wongso, Penjelasan Tentang Pengakuan-pengakuan Iman Kristen. Malang: Seminari
Alkitab Asia Tenggara, t.t., hal.8.
43
J.D. Douglas, The New International Dictionary of the Christian Church. Exeter: Paternoster
Press. 1974, hal. 67.
29
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

mengetengahkan tentang kebenaran Allah Tritunggal. Pengakuan Iman Augsburg


(Augsburg Confession), yang ditulis pada waktu Martin Luther mengadakan
konferensi pada tahun 1530 M
3. Pengakuan Iman Dort. Ini adalah dari golongan Presbyterian yang ditulis oleh John
Calvin pada tahun 1549 M di Genewa. Kemudian disetujui oleh konferensi besar di
Dort, maka disebut Pengakuan Iman Dort.
4. Pengakuan Iman Westminster. Pengakuan ini ditetapkan pada tahun 1649 M, dan
sekarang dipakai oleh Gereja Presbyterian.
5. Gereja Angklikan Negara Inggris. Pada tahun 1553 ditetapkan 42
pengakuan/artikel. Di mana 9 tahun kemudian (tahun 1562 M) diubah menjadi 39
pengakuan/artikel. Sekarang dipakai oleh agama Negara Inggris dan berbagai
Negara Angklikan,
6. Gereja Methodis. Pada mulanya menggunakan 39 pengakuan/artikel dari
pengakuan iman gereja Angklikan, tetapi sampai tahun 1874 diubah menjadi 25
pengakuan.

30
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pasal 3
Pewarisan Jabaran Rasuli

Selain adanya kanonisasi Alkitab dan ditetapkannya berbagai pengakuan iman,


terdapat pula pewarisan jabatan rasuli, yang mana eksistensi ketiganya sama-sama
bertujuan untuk membendung ajaran-ajaran sesat yang muncul di dalam gereja saat itu.
Pada masa itu gereja dikepalai oleh seorang uskup, dan umumnya para uskup tidak turut
tersesat oleh bidat-bidat. Karenanya muncullah semboyan, “Berpeganglah kepada
uskupmu, karena dialah yang mengetahui kebenaran!.” Tetapi lama-kelamaan
semboyan ini, yang timbul dari praktek penggembalaan jemaat, berubah menjadu suatu
suruhan ilahi, oleh karena pangkat uskup makin dijunjung tinggi. Demikianlah pada
akhir abad ke-2 terjadi keadaan: rasul-rasul telah mengangkat uskup-uskup sebagai
gantinya. Kemudian uskup itu diganti pula oleh seorang uskup lain, yang juga dipilih
dan ditahbiskan dengan jalan demikian dan seterusnya. “sekarang penggantian yang sah
itu menjamin penyerahan kebenaran Injili, yang mula-mula dipunyai rasul-rasul, terus-
menerus di dalam Gereja segala masa”. Setiap kali apabila seorang uskup ditahbiskan
maka bersama dengan jabatan itu kebenaran Injili diwarisi dan dimilikinya pula. Ajaran
itu dinamai “dogma pewarisan atau suksesi jabatan rasuli.”44

44
H. Berkhpf dan I.H. Enklaar, Sejarah Gereja, hal. 29
31
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

BAB IV
PERSELISIHAN THEOLOGIS

Kehadiran Gereja seakan tak pernah sepi dengan berbagai tantangan dan
rintangan, baik dari luar (kekaisaran) maupun dari dalam (bidat-bidat). Walau Gereja
sudah mengambil langkah untuk menghentikan ajaran-ajaran sesat dengan terbentuknya
kanonisasi kitab-kitab serta penetapan Pengakuan Iman, ternyata kini muncullah
pertikaian yang disebabkan karena beda pemahaman teologis dari para tokoh-tokoh
sejarah gereja. Di mana yang dipersoalkan adalah oknum Kristus, yaitu hubungan
dengan Allah Bapa (soal Trinitas) dan hubungan tabiat ilahi dan manusiawi di dalam
diri Kristus (soal Kristologi). Soal Trinitas diputuskan pada konsili Nicea tahun 325 dan
Konstantinopel pada tahun 381; sedang soal Kristologi diputuskan pada konsili
Cahalcedon tahun 451.

Pasal 1
Pertikaian Tentang Trinitas

Terdapat beberapa tokoh sejarah gereja yang turut terlibat dalam persoalan
Trinitas, satu diantaranya adalah Origenes (185 – 254). Ia adalah seorang Mesir, dari
Alexandria yang cerdas dan menguasai filsafat Yunani. Dalam usianya yang ke 17
tahun sudah menjadi kepala “katekisasi” bagi mereka yang ingin masuk Kristen.
Diceritakan bahwa ratusan buku yang telah ditulisnya. Berikut berbagai ajaran
Origenes.

Tentang terjadinya dunia dan tubuh kita.45 Bahwa pada awalnya ada Allah,
dikelilingi oleh malaikat-malaikat yang tak terhitung jumlahnya. Sedang dunia dan
manusia belum ada. Kemudian para malaikat tersebut, kecuali satu, menjauh dari Allah.
Semakin jauh dari Allah malaikat-malaikat itu melekat pada sesuatu yang berat dan
jelek, yang tidak ada sebelumnya, yaitu materi. Demikianlah terjadinya dunia dan kita.

45
Th. Van den End, Harta dalam Bejana, hal 73.
32
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Tujuan kedatangan Kristus ke dunia, adalah untuk melepaskan malaikat-malaikat


yang terkurung dalam materi itu. Kristus mengajarkan kepada para malaikat atau jiwa
itu jalan untuk kembali kepada Allah, yaitu kasih dan askese. Dengan demikian, segala
sesuatu, termasuk malaikat yang telah jatuh paling dalam (iblis), naik lagi kepada Allah,
dan materi (tubuh) yang melekat pada mereka “menguap” kembali. Dan untuk
menyelamatkan malaekat-malaekat yang telah jatuh itu Logos menggabungkan diri
dengan satu-satunya malaikat (jiwa) yang tidak jatuh itu, dan turun ke dalam dunia
sambil menerima tubuh sama seperti tubuh mlaikat yang lain. ia mengorbankan diri
demi keselamatan segala sesuatu, lalu naik ke sorga. Sama seperti tubuh setiap maekat,
begitulah tubuh Kristus hilang saat Ia kembali ke sorga.

Ajarannya tentang Tritunggal. Origenes menyatakan bahwa Allah itu esa adanya,
tidak diperanakkan. Dan pada-Nya ada banyak roh yang pada mulanya bersana dengan
Allah. Salah satunya adalah Logos atau Anak, berasal dari Bapa dari kekekalan.
Dikatakan, bahwa peranakanNya (Yesus) itu tak dapat dibandingkan dengan peranakan
manusia. Bapa selaku Bapa, Anak selaku Anak; hubungan antara keduanya
digambarkan sebagai peranakan (filiation). Anak merupakan “Allah yang kedua” yang
dalam arti tertentu adalah lebih rendah daripada Allah Bapa.46Selanjutnya mengenai
Roh Kudus, Origenes menegaskan bahwa itu bukan sekedar suatu kuasa, melainkan
oknum secara konkrit.47 Singkatnya, Origenes menggambarkan Tritunggal itu secara
hierarki, terdapat tingkatan: Allah (Bapa), Anak Allah, Roh Kudus, di mana masing-
masing ikut berpastisipasi dalam keberadaan dari tingkat di atasnya.48

Sejalan dengan Origenes, Arius, yang saat itu menjabat sebagai sebagai penatua
(presbiter, dan ada pula yang menyebut ia sebagai pendeta) di salah satu gereja di
Alexandria; mengajarkan bahwa Anak atau Logos itu adalah makhluk Tuhan yang
sulung dan yang tertinggi derajatnya. Ia bukannya dari kekal, melainkan diciptakan.
Logos itu telah datang ke bumi ini selaku Pengajar dan Teladan bagi segala makhluk
yang lain, dengan rela hati Kristus taat sepenuhnya pada Allah; oleh karenanya Ia diberi
kehormatan ilahi.49 Yesus merupakan makhluk yang sempurna, lebih tinggi dari

46
Th. Van den End, hal. 74.
47
Jon Culver, hal. 57.
48
Tony Lane, Runtut Pijar, hal.19.
49
Berkhof, Sejarah Gereja. Hal. 53.
33
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

malaikat, tetapi dibawah Allah (Bapa), dikatakan bahwa Yesus itu Logos dan Hikmat
Bapa tetapi Ia beda dengan Logos yang berada (imanen) di dalam Allah.50

Segera sesudah itu Arius mendapat perlawanan keras dari Athanasius yang
selama hampir setengah abad (328-373) menjadi uskup Alexandria. Pertikaian theologis
ini terjadi pada zaman kaisar Konstantinus Agung berkuasa. Athanasius, yang
theologianya serupa dengan theologia Irenius, mengatakan bahwa Kristus adalah Allah
sepenuhnya, dan tidak boleh dibedakan dengan Allah Bapa. Kalau Kristus bukan Allah,
maka bagaimana mungkin kita memperoleh keselamatan?

Konsili Nicea. Berhubungan banyak uskup yang tidak dapat menerima ajaran
Arius, juga ajaran Athanasius yang dipandang mereka sebagai berat-sebelah, maka
terjadilah pertikaian hebat. Oleh karena itu, kaisar Konstantinus berusaha untuk
mendamaikannya dengan jalan mengadakan konsili di kota Nicea pada tahun 325
(pertama) dengan tujuan supaya gereja bersatu. Dalam konsili yang dihadiri sekitar 250
- 318 uskup kebanyakan dari Timur (Gereja Ortodoks Timur), sementara hanya lima
orang dari Barat (Gereja Katolik). dan yang dipimpin oleh kaisar sendiri itu
menghasilkan satu rumusan, yakni Pengakuan Iman Nicea,51 (beda dengan Pengakuan
Iman Nicea-Constantinopel). Salah satu rumusannya menegaskan bahwa “Logos atau
Anak, sehakekat (Yunani:‘homo-usios’) dengan Bapa.”52 Logos sama sekali sehakekat
dengan Allah Bapa; sungguhpun Logos dan Allah harus dibedakan, tetapi pada
hakekatnya mereka satu saja, demikian kata Athanasius.53 Akibat dari konsili Necea
325 adalah ajaran Arius dianggap sesat, maka Ia dipecat, dikucilkan dan dibuang ke
IllyriaSementara Eusebius dari Kaisarea bersama mayoritas uskup yang saat itu hadir
dalam konsili Nicea mengikuti “jalan tengah”, karena mereka mencurigai istilah
‘homousios’ karena mereka berpendapat kata itu berbau ajaran Sabellius
Ketidakpuasan Eusebius dan kawan-kawan ini digunakan oleh pihak Arius untuk
memajukan ajaran Arius. Akibatnya, kaum Arius muncul dan menjadi kuat antara tahun
335-357.

50
J.N.D. Kelly, Early Christian Doctrine, “The Teaching of Arius”, 226-231.
51
Toni Lane, Runtut Pijar, hal.24.
52
Ibid., 25.
53
Berkhof, op.cit., 55.
34
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Karena rumusan yang diputuskan dalam konsili Nicea 325 masih belum jelas
maka pertikaian berlangsung terus. Arius dan Athanasius secara bergiliran dibuang oleh
kaisar-kaisar. Akibat dari konsili Necea 325 adalah ajaran Arius dianggap sesat, maka
Ia dipecat, dikucilkan dan dibuang ke Illyria. Begitupun dengan Athanasius, selama
masa jabatan keuskupannya (menggantikan uskup Alexander) Athanasius mengalami
lima kali pengusiran. Pada tahun 335 diadakan sinode di Tirus, di mana Athanasius
dipecat karena ia tidak mau menerima Arius untuk kembali ke dalam persekutuan
gereja. Kaisar Konstantinus mengusirnya ke Treves pada tahun 336. Pada tahun 337
Konstantinus meninggal dunia dan Athanasius kembali menduduki keuskupannya di
Alexandria. Baru saja dua tahun ia menduduki keuskupannya, maka kaisar mengusirnya
lagi kerana kaisar berpihak kepada golongan Arianisme pada tahun 339. Sesuai dengan
keputusan sinode Antiokia, maka Athanasius dibuang ke Roma.

Pertikaian theologia yang hebat dan lama ini baru berakhir sesudah Theodosius
Agung, yang anti-Arian, menjadi kaisar pada tahun 379. Konsili oikumenis yang kedua
diselenggarakan di Konstantinopel pada tahun 381, memutuskan bahwa Anak itu homo-
usios dengan Bapa. Dengan demikian keputusan konsili pertama (di Nicea 325)
diteguhkan, tetapi dengan pengertian yang lebih terang dan dalam. Dalam konsili ini,
mengakui pula Roh Kudus juga sezat dengan Bapa, selaras dengan ajaran Athanasius.

35
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pasal 2
Pertikaian Tentang Kristologi

Keputusan konsili Konstatinopel 381 ternyata tidak serta merta menghentikan


pertikaian teologis yang bergolak di dalam gereja. Buktinya, pertikaian tentang Trinitas
tersebut disusul pertikaian tentang kedua tabiat Kristus. Yang menjadi persoalan adalah
bagaimana eratnya hubungan antara kemanusiaan dan keilahian dalam diri Kristus.
Pertikaian Kristologi dari beberapa tokoh berikut ini berlangung sampai Konsili
Kalsedon pada tahun 451.

Apollinaris (310-390). Dilahirkan di Alexandria sekitar tahun 310, seorang yang


sangat saleh dan pandai. Pada tahun 360 ia telah menjadi presbiter di Laodicea, Siria.
Demikian ajarannya tentang Kristus, “Kristus memiliki tubuh dan jiwa manusia, namun
rohNya bukanlah roh manusia tetapi Roh Ilahi”54 Apollianaris memakai suatu istilah
teknis: Theos sark hophoros, artinya Allah yang memikul daging.55 Di dalam diriNya
sendiri Allah tidak menderita tetapi di dalam tabiatNya yang memukul daging, Allah
menderita melalui tubuhNya. Allah tidak makan, tidak menangis, tidak dahaga, namun
yang makan, menangis, dahaga adalah tubuhNya. Ajaran ini ditolak oleh Konsili
Konstantinopel tahun 381.

Nestorius dan Cyrillus. Nestorius dilantik menjadi patriarch/uskup pada tahun


428. Dalam masa jabatannya, ia bermaksud untuk memperbaharui Gereja dan mengusir
ajaran bidat-bidat. Dalam kanpanye untuk mengusir para pengikut Apolinaris, dalam
khotbahnya ia menyerang penggunaan istilah theotokos (bunda Allah) bagi Maria.
Menurutnya, lebih baik kata itu diganti dengan kristotokos (bunda Kristus).
Pemahamannya tentang Kristus ialah bahwa hubungan kedua tabiat Kristus itu tidak
begitu erat, misalnya seperti minyak dengan air dalam satu gelas. Zat-zat itu tidak
bercampur, tetapi masing-masing mempertahankan sifatnya sendiri.

Tidak demikian dengan Cyrillus. Menurut uskup Alexandria (tahun 412-444) ini
bahwa hubungan kedua tabiat Kristus itu sama seperti hubungan antara susu dengan air:
sifat khusus air tidak nampak lagi ketika dicampur dengan susu. Begitu juga sifat-sifat

54
Berkhof, hal.57.
55
F.D. Willem, hal. 13.
36
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

khusus dari kemanusiaan Kristus menjadi hilang ketika tabiat itu digabungkan dengan
keilahian Kristus, sehingga tubuh Kristus mengambil alih sifat-sifat ilahi. Pendek kata
bahwa Nestorius menekankan kamanuiaan Kristus, sedang Cyrillus menekankan
keilahian Kristus.

Konsili Oikumenis Ketiga (di Efesus, 431). Untuk mengatasi pertikaian


Kristologi tersebut di atas, maka kaisar Theodosius II mengadakan konsisi (sidang),
di mana 60 uskup yang hadir memenuhi undangan kaisar Theosius II memutuskan
Cyrillus yang menang sedang ajaran Nestorius ditolak oleh Gereja dan Nestorius
dibuang. Nestorius pergi ke arab, lalu tinggal di Mesir sampai meninggal pada tahun
439; sedangkan para pengikutnya berlindung di Edessa (Laut Hitam di Rusia Selatan)
dan di Irak. Walaupun Nestorius meninggal namun ajarannya tidak turut meningeal,
tetapi tetap hidup dan diteruskan oleh para pendukungnya. Mereka mendirikan
gerejanya sendiri dengan nama Gereja Nestorian. Gereja ini giat memberitakan Injil
hingga sampai di India, Tiongkok, Arab, bahkan Indonesia (abad ketujuh) gereja ini
sudah ada di Sumatera Utara.

Konsili Chalcedon (451). Tujuh belas tahun kemudian perselisihan itu berkobar
kembali, taktaka seorang sarjana theologia,56 seorang biarawan tua dari
Konstantinopel57 yang bernama Eutyches, mengajarkan bahwa sebenarnya Kristus
hanya bertabiat satu saja. Kemanusiaan Kristus dipengaruhi atau diisi oleh
keilahianNya, sehinga kemanusiaaNya itu cuma kelihatannya saja. Jadi Yesus itu
bertabiat satu, yakni Ia ilahi bukan manusia. inilah monophysit (mono = satu, physit =
tabiat). Dengan kata lain, Eutyches mengorbankan kemanusiaan Kristus dan
menekankan keilahian Kristus. Maka pada tahun 449, patriarch Alexandria, Dioscurus
membantu Eutyches lalu mengadakan “sidang penyamun” di Efesus, bersama rahibnya
yang bersenjata memaksa supaya monophisitisme Eutyches diakui sebagai ajaran
ortodoks. Tetapi Leo I, uskup Roma tidak menyetujui putusan ini.

Satu tahun kemudian (450) seorang kaisar yang lebih kuat pendiriannya naik tahta
di Byzantium (Konstantinopel). Kaisar ini bermaksud melawan kuasa Alexandria yang

56
Berkhof, hal. 58.
57
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

37
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

semakin kuat itu, supaya mewujudkan persatuan baru dalam Gereja dan kekaisarannya.
Atas ajakan Leo I, maka kaisar sepakat untuk menyelenggarakan konsili oikumenis (ke-
IV) di Chalcedon (sebuah kota di Bithinia di Asia Kecil) yang kini merupakan bagian
kota Istanbul di sisi Asia dari selat Bosforus. Yang berlangsung dari tanggal 8 Oktober
sampai dengan 1 November tahun 451.58

Dalam konsili yang dihadiri oleh enam ratus uskup ini menghasilkan suatu
keputusan kompromi (jalan tengah) yang menyatakan, ‘Kristus bukan bertabiat satu’
(Alexandria) dan ‘bukan bertabiat dua’ (Antiokhia), melainkan ‘bertabiat dua dalam
satu oknum’. Kedua tabiat ini ‘tidak bercampur dan tidak berubah’ (melawan
Eutyches), dan ‘tidak terbagi dan tidak terpisah’ (melawan Nestorius). Dengan putusan
ini Gereja telah mengaku bahwa sebenarnya Yesus Kristus di bumi ini merupakan satu
rahasia yang tak dapat dipahami oleh akal bubi manusia.

Selain menghasilkan putusan terkait kedua tabiat Kristus, konsili Kalsedon juga
memutuskan karya konsili ini terangkum dalam 30 kanon disiplin.59

1. Menyatakan, semua kanon dari konsili-konsili sebelumnya tetap berlaku,


konsili-konsili yang dimaksud diklarifikasikan oleh kanon 2 Konsili Quinisext
(Konsili Kelima-Keenam),
2. Menyatakan, bagi mereka yang membeli jabatannya, anatema,
3. Melarang para uskup untuk terlibat dalam bisnis,
4. Memberikan, wewenang bagi para uskup atas para biarawan dalam
keuskupannya, dengan hak untuk mengizinkan atau melarang pendirian biara-
biara baru,
5. Mengharuskan, para uskup keliling tunduk pada hukum kanon,
6. Melarang, kaum klerus untuk berpindah keuskupan atau
7. Menjadi anggota militer
8. Tempat-tempat pelayanan bagi kaum papa ditempatkan di bawah yurisdiksi
uskup,
9. Membatasi kemungkinan untuk menuduh seorang uskup melakukan
penyelewengan,

58
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
59
Ibid.
38
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

10. Melarang kaum klerus menjadi anggota dari lebih dari satu gereja,
11. Memperhatikan surat-surat perjalanan bagi orang miskin,
12. Provinsi tidak akan dibagi-bagi dengan maksud menciptakan gereja lain,
13. Tak seorangpun dari kaum klerus yang boleh diterima oleh pihak lain tanpa
surat rekomendasi,
14. Memperhatikan istri dan anak-anak para kantor (penyanyi dalam liturgi) and
lektor (pembaca dalam liturgi),
15. Diakones (diakon wanita) harus berusia paling kurang 40 tahun,
16. Melarang para biarawan dan biarawati untuk menikah dengan ancaman
ekskomunikasi,
17. Gereja-gereja pedesaan tidak dapat mengganti uskup,
18. Melarang persekongkolan,
19. Mengharuskan para uskup untuk menyelenggarakan sinode dua kali dalam
setahun,
20. Mendaftarkan pengecualian-pengecualian bagi mereka yang telah diusir ke kota
lain,
21. Menyatakan, penuduh seorang uskup harus lebih dahulu dicurigai sebelum
uskup yang bersangkutan,
22. Menyatakan ilegal, menyita barang-barang milik seorang uskup yang telah
meninggal dunia,
23. Mengizinkan, pengusiran orang luar yang menyulut huru-hara di
Konstantinopel,
24. Biara-biara bersifat permanen,
25. Mengharuskan seorang uskup baru diangkat dalam waktu 3 bulan,
26. Mengharuskan gereja-gereja memiliki seorang penatalayan (kepala urusan
rumah tangga / steward) untuk memantau urusan gereja,
27. Melarang, membawa lari wanita dengan pernikahan pura-pura (kawin lari)
28. Memberikan kepada Konstantinopel hak-hak istimewa yang setara (isa presbeia)
dengan Roma karena Konstantinopel adalah Roma Baru sebagaimana
diperbaharui oleh kanon 36 dari Konsili Quinisext (para utusan paus tidak hadir
untuk memberikan suaranya untuk kanon ini, dan kemudian mengajukan
protes),

39
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

29. Menyatakan bahwa seorang uskup tidak dapat diturunkan statusnya, melainkan
hanya disingkirkan,
30. Memberikan waktu kepada pihak Ortodoks Koptik untuk mempertimbangkan
penolakan mereka atas Tome Leo.

Akibat yang ditimbulkan dari konsili chalcedon (konsili oikumenis IV) adalah
merusak kesatuan Gereja, di mana beberapa Gereja memisahkan diri dari Gereja
Katolik, mislnya, seperti Gereja Armenia (monophysid), Gereja Kopt di Mesir
(monophysit), Gereja Yakobit di Siria (monophysit), Gereja Kopt di Etiopia
(monophysit) dan Gereja Nestorian di Persia da Irak (duopfisit), dengan pusatnya di
Bagdad. Mereka tidak lagi mengakui kepemimpinan Roma dan gereja Katolik. Pada
abad-abad berikutnya pekabaran Injil oleh kaum Nestorian berkembang sampai ke Asia
Tengah, bahkan sampai ke Peking. Di mana sekitar tahun 1200 muncullah Gereja yang
besar pengaruhnya (dari Nestorian) di Tiongkok; tapi akhirnya lenyap karena serangan
bangsa Mongol pada abad ke-13.

40
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

BAB V
SKISMA GEREJA TIMUR DAN BARAT

Kata skisma berasal dari bahasa Inggris schism ('skɪzəm), dari bahasa Yunani
σχισμα, schisma (dari kata σχιζω, schizo, "memecah", "memisahkan"), yang berarti
perpecahan. Inilah yang terjadi dalam sejarah Gereja pada tahun 1054, di mana Gereja
Katolik (maksudnya ialah gereja resmi pada abad ke-2 sampai tahun 1054) pecah
menjadi Gereja Katolik-Roma (di Barat, yang berpusat di Roma) dan Gereja
Orthodoks-Yunani atau Orthodoks-Gerika (di Timur, yang berpusat di Konstantinopel).
Sebelum perpecahan resmi terjadi pada tahun 1054, pada umumnya dibedakan antara
Gereja Timur dan Gereja Barat.60

Skisma Timur-Barat61 sebenarnya adalah akibat dari keterasingan antara dunia


Kristen Latin dan Yunani yang berlangsung lama. Sebab-musabab skisma ini adalah
permasalahan otritas paus—Paus Leo IX mengklaim bahwa dia memegang otoritas
atas empat patriark Timur—serta permasalahan klausa filioque (istilah Latin, artinya
‘dan dari Putra’) yang disisipkan ke dalam Kredo Nicea oleh Gereja Barat. Umat
Ortodoks Timur sekarang ini mengklaim bahwa primasi Patriark Roma bersifat
kehormatan belaka, dan bahwa dia memiliki otoritas hanya atas keuskupannya serta
tidak memiliki otoritas untuk mengubah keputusan-keputusan konsili-konsili ekumenis.

Gereja terpecah dalam hal doktrin, teologi, linguistik, politik, serta geografi, dan
perpecahan fundamental tersebut belumlah pulih. Dapat dikatakan bahwa kedua Gereja
telah dipersatukan kembali pada tahun 1274 (oleh Konsili Lyons II) dan pada tahun
1439 (oleh Konsili Basel), namun dalam tiap kasus konsili-konsili tersebut dimentahkan
kembali oleh pihak Ortodoks secara keseluruhan, dengan alasan bahwa para hierarkhi
telah melampaui otoritas mereka dengan memberi kata setuju untuk bersatu kembali.
Upaya-upaya selanjutnya untuk mempersatukan kembali kedua belah pihak telah gagal.

60
Dieter Kuhl, hal.88.
61
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

41
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Asal-mula

Sejak awal, Gereja mengakui kedudukan istimewa dari tiga orang uskup, yang
dikenal sebagai patriark: Uskup Roma, Uskup Aleksandria, dan Uskup Antiokhia.
Kemudian turut bergabung Uskup Konstantinopel dan Uskup Yerusalem, keduanya
dikonfirmasi sebagai patriarkat oleh Konsili Khalsedon tahun 451. Para patriark itu
memiliki keutamaan di atas rekan-rekan uskup mereka dalam Gereja. Tatkala Tahta
Keuskupan Konstantinopel berargumen bahwa dia mesti berada pada peringkat kedua
karena dia adalah, "Roma Baru" Patriark Roma dengan gigih mempermasalahkan poin
tersebut, dengan berargumen bahwa alasan dari Primasi (keuskupan) Roma sejak
semula adalah karena dia merupakan tempat kedudukan Penerus St. Petrus, orang
nomor satu di antara para rasul.

Pemisah-misahan dalam Kekaisaran Romawi pada gilirannya turut berperan pada


pemisah-misahan dalam Gereja. Theodosius Agung, yang mangkat tahun 395, adalah
kaisar terakhir yang memerintah atas Kekaisaran Romawi bersatu; setelah mangkatnya,
daerah kekuasaannya dibagi menjadi wilayah Barat dan wilayah Timur, masing-masing
diperintah kaisarnya sendiri. Menjelang akhir abad ke-5, Kekaisaran Romawi Barat
jatuh dalam taklukan suku-suku Jerman, sementara itu Kekaisaran Romawi Timur
(dikenal pula sebagai Kekaisaran Byzantium) tetap bertahan. Dengan demikian,
kesatuan politik Kekaisaran Romawilah yang pertama-tama runtuh.

Banyak faktor lain yang menyebabkan Timur dan Barat makin saling menjauh.
Bahasa dominan di Barat adalah Bahasa Latin, sedangkan di Timur adalah Bahasa
Yunani. Segera sesudah runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat, jumlah individu yang
menguasai baik bahasa Latin maupun Yunani mulai berkurang, dan komunikasi antara
Timur dan Barat menjadi makin sulit. Dengan lenyapnya kesatuan linguistik, kesatuan
budaya pun ikut goyah. Dua bagian Gereja secara alami terbelah mengikuti alur-alur
serupa; masing-masing mengembangkan ritus (tata cara dalamkeagamaan) yang
berbeda dan memiliki pendekatan yang berbeda terhadap doktrin-doktrin keagamaan.
Meskipun skisma besar terjadi berabad-abad kemudian, garis-garis pemisahnya sudah
tertoreh.

42
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Skisma Besar

Banyak perbedaan pendapat yang dicari-cari untuk mengipas-ngipasi pertikaian


tersebut. Gereja Timur menggunakan bahasa Yunani - Septuaginta, Barat menggunakan
bahasa Latin - Vulgata. Bentuk kebaktian berbeda: roti perjamuan yang dipakai untuk
perjamuan, tanggal mulai masa puasa, dan cara merayakan misa. Di Timur, para
rohaniwan boleh menikah dan mereka memelihara janggut. Para imam di Barat dilarang
menikah dan mukanya dicukur bersih.

Teologinya pun berbeda. Timur merasa kurang enak dengan ajaran api penyucian.
Barat menggunakan istilah Latin filioque, "dan dari Putra", dalam Pengakuan Iman
Nicea, setelah anak kalimat tentang Roh Kudus yang berbunyi bahwa Roh "datangnya
dari Bapa". Bagi Timur, penambahan tersebut merupakan ajaran sesat. Permasalahan
menyangkut soal-soal teologis dan soal-soal lainnya mengakibatkan skisma-skisma
antara Gereja di Roma dan Gereja di Konstantinopel selama 37 tahun, dari tahun 482
sampai tahun 519, dan selama 13 tahun, dari tahun 866 sampai tahun 879.

Ekskomunikasi dan perpecahan akhir

Penyebab-penyebab langsung dari Skisma Besar tidaklah sehebat filioque yang


terkenal itu. Hubungan antara kepausan dan pemerintah Byzantium terjalin baik pada
tahun-tahun sebelum 1054. Kaisar Konstantinus IX dan Paus Leo IX menjalin
persekutuan melalui mediasi Argyrus, Katepan Italia berkebangsaan Lombardia, yang
pernah tinggal bertahun-tahun di Konstantinopel, awalnya sebagai tawanan politik. Leo
dan Argyrus memimpin pasukan melawan gerombolan bangsa Normandia, namun bala
tentara kepausan dikalahkan dalam Pertempuran Civitate pada tahun 1053, yang
mengakibatkan paus ditawan di Benevento, di mana dia memanfaatkan waktu dengan
mempelajari Bahasa Yunani. Argyrus tidak datang ke Civitate dan ketidakhadirannya
menciptakan jurang dalam hubungan antara kepausan dan kekaisaran persis di saat
patriark siap-siap membuka Kotak Pandora.

Sementara itu, Bangsa Normandia sibuk menggubah adat-kebiasaan Latin,


termasuk roti tidak beragi—dengan persetujuan paus. Hal ini menjengkelkan Patriark
Kerularius, yang memerintahkan gereja-gereja Latin di Konstantinopel untuk
mengadopsi tata-cara Timur dan ketika mereka menolak, dia menutup gereja-gereja itu

43
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

(meskipun potongan informasi ini dipertanyakan oleh banyak sejarawan sekarang ini;
tampaknya beberapa gereja Latin tetap dibuka bahkan sampai bertahun-tahun
kemudian). Dia kemudian memerintahkan Leo, Uskup Agung Ochrid, kepala Gereja
Bulgaria, untuk menulis sepucuk surat kepada Uskup Trani, Yohanes, seorang Timur,
dalam mana dia menyerang praktik-praktik "ke-Yahudi-Yahudian" orang-orang Barat.
Surat itu dikirim Yohanes kepada seluruh uskup di Barat, termasuk paus. Sepucuk surat
itu jatuh ke tangan Humbertus dari Mourmoutiers, Kardinal-Uskup Silva Candida, yang
pada saat itu berada di keuskupan Yohanes. Humbertus menerjemahkan surat itu ke
dalam Bahasa Latin dan menyampaikannya kepada paus, yang memerintahkan untuk
menulis balasannya yang berisi jawaban untuk masing-masing tuduhan beserta
pembelaan atas supremasi kepausan.

Sekalipun adalah seorang yang lekas naik darah, Kerularius berhasil diyakinkan,
mungkin oleh kaisar dan Uskup Trani, untuk menghindari perdebatan dan mencegah
perpecahan. Akan tetapi Humbertus dan paus tidak mendiamkannya, Humbertus diutus
dengan kuasa sebagai legatus ke ibukota kekaisaran guna mengakhiri permasalahan
sekali dan untuk selamanya. Humbertus, Fredericus dari Lorraine, dan Petrus, uskup
agung Amalfi berangkat di awal musim semi dan tiba pada bulan April 1054. Namun
penyambutan yang mereka terima tidaklah seperti yang mereka harapkan, sehingga
mereka dengan segera meninggalkan istana, meninggalkan surat jawaban dari paus
pada Kerularius, yang justru lebih geram dari pada mereka. Meterai-meterai pada surat
itu telah dirusak dan para legatus tersebut telah mempublikasikan, dalam Bahasa
Yunani, draft awal surat tersebut yang tidak sesopan suratnya, untuk dibaca seluruh
masyarakat. Patriark menganggap para legatus itu lebih buruk dari pada sekedar orang-
orang Barat liar biasa, mereka adalah pembohong dan penipu. Dia menolak mengakui
otoritas mereka atau, secara praktis, keberadaan mereka.

Ketika Paus Leo mangkat pada 19 April 1054, otoritas para legatus tersebut
secara hukum berakhir, namun tampaknya hal tersebut tidak mereka sadari. Penolakan
patriark untuk segera membicarakan isu-isu tersebut mendorong misi perutusan itu
mengambil tindakan ekstrem: pada 16 Juli, ketiga legatus memasuki gedung gereja
Hagia Sophia sewaktu liturgi suci pada hari Sabtu sore dan meletakkan selembar Bulla
kepausan berisi pernyataan ekskomunikasi (1054) di atas altar. Para legatus berangkat

44
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

ke Roma dua hari sesudahnya, meninggalkan kota yang terancam pecahnya huru-hara
itu. Patriark didukung sepenuhnya oleh masyarakat melawan kaisar, yang telah
mendukung para legatus, serta Argyrus, yang tetap dipandang sebagai seorang sekutu
paus. Untuk meredakan kemarahan massa, keluarga Argyrus di Konstantinopel ditahan,
bulla dibakar, dan para legatus dianathema—terjadilah Skisma Besar.

Uskup Ortodoks Kallistos Ware (sebelumnya bernama Timothy Ware) menulis,


"dipilihnya Kardinal Humbertus sebagai legatus merupakan tindakan yang kurang
menguntungkan, karena baik dia maupun Kerularius merupakan orang-orang yang kaku
dan berpendirian teguh. . . . Seusai pertemuan pertama yang tak bersahabat itu, patriark
menolak melanjutkan pembicaraan dengan para legatus. Humbertus serta-merta
kehilangan kesabarannya dan meletakkan selembar bulla berisi pernyataan
ekskomunikasi atas Kerularius pada altar gereja Hikmat Kudus. . . . Kerularius beserta
sinodenya membalas dengan menganathema Humbertus (bukan Gereja Romawi)."

Dalam New Catholic Encyclopedia dikatakan, "Skisma tersebut umumnya


dianggap terjadi pada tahun 1054, yakni tahun terjadinya rentetan peristiwa yang
kurang menguntungkan tersebut. Namun penyimpulan tersebut tidaklah tepat, karena
yang tertera dalam bulla rancangan Humbertus, hanyalah ekskomunikasi atas Patriark
Kerularius. Validitas bulla itu patut dipertanyakan karena Paus Leo IX telah mangkat
saat itu. Di lain pihak, sinode Byzantium hanya mengekskomunikasikan para legatus
dan sama sekali tidak menyerang Sri Paus ataupun Gereja Latin."

Rekonsiliasi

Pada abad ke-12, Gereja Maronit di Libanon dan Syria berekonsiliasi dengan
Gereja Roma, dengan tetap mempertahankan sebagian besar liturgi Syrianya. Antara
waktu itu dan abad ke-20, beberapa gereja Ortodoks Timur dan Oriental menjalin
komuni penuh dengan Gereja Katolik Romawi, sehingga terbentuklah Gereja-Gereja
Katolik Timur yang berada dalam persekutuan penuh dengan Tahta Suci, namun secara
berbeda dengannya secara liturgis dan hierarkis.

Deklarasi bersama Katolik-Ortodoks tahun 1965 diumumkan pada 7 Desember


1965, secara bersamaan dalam sebuah pertemuan umum dari Konsili Vatikan II di
Roma dan dalam sebuah upacara khusus di Konstantinopel. Deklarasi ini menarik
45
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

kembali ekskomunikasi satu sama lain antara para pejabat tinggi gerejawi di Keuskupan
Roma dan Patriarkat Ekumenis Konstantinopel tahun 1054. Deklarasi ini tidak
mengakhiri Skisma Timur-Barat namun menunjukkan adanya niat mencapai
rekonsiliasi yang lebih besar lagi antara kedua Gereja, yang masing-masing diwakili
oleh Paus Paulus VI dan Patriark Ekumenis Athenagoras I.

7 Mei-9 Mei 1999: atas undangan Teoctist, Patriark Gereja Ortodoks Romania,
Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Romania. Peristiwa ini merupakan kunjungan
pertama yang dilakukan seorang paus ke sebuah negara Ortodoks Timur sejak Skisma
Besar. Seusai misa yang digelar di Izvor Park, Bucharest, kerumunan massa (baik
Katolik Romawi maupun Ortodoks Timur) menyanyikan "Persatuan!" Meskipun
kenyataannya Paus Yohanes Paulus II tidaklah turut serta sebagai seorang konselebran,
namun hanya menghadiri liturgi Ortodoks yang dipimpin Patriark Romania, para rahib
Yunani di Gunung Athos menolak menerima para imam dan hieromonakos Romania
sebagai konselebran dalam liturgi mereka sampai beberapa tahun kemudian. Patriark
Teoctist mengunjungi Kota Vatikan atas undangan Paus Yohanes Paulus II dari tanggal
7 Oktober–14 Oktober 2002.

Pada 27 November 2004, dalam upaya "promosi persatuan Kristiani", Paus


Yohanes Pulus II mengembalikan relikui dua orang santo uskup agung Konstantinopel,
Yohanes Krisostomus dan Gregorius Nazianzus ke Konstantinopel (sekarang Istanbul).
Umat Ortodoks yakin bahwa relikui tersebut dicuri dari Konstantinopel pada 1204 oleh
para peserta Perang Salib IV, interpretasi ini oleh juru bicara Vatikan Dr. Joaquin
Navarro Valls dinyatakan "tidak akurat secara historis".

Patriark Ekumenis Bartolomeus I, bersama para patriark dan uskup agung Gereja-
Gereja Ortodoks Timur, hadir dalam pemakaman Paus Yohanes Paulus II pada 8 April
2005. Bartolomeus duduk di kursi kehormatan pertama. Peran yang istimewa dan
makin meningkat dari para patriark Ortodoks Timur dalam pemakaman Paus Yohanes
Paulus II serta kenyataan bahwa peristiwa tersebut merupakan saat pertama kalinya
selama berabad-abad seorang Patriark Ekumenis menghadiri pemakaman seorang Paus,
dipandang banyak pihak sebagai sebuah pertanda serius bahwa dialog menuju
rekonsiliasi boleh jadi sudah dimulai.

46
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pada tanggal 29 Mei 2005 di Bari, Italia, Paus Benediktus XVI menyebut
rekonsiliasi sebagai sebuah komitmen masa kepausannya, demikian ungkapnya, "Saya
ingin mengulangi kesediaan saya untuk menerima sebagai sebuah komitmen
fundamental mengusahakan kembali kesatuan yang tampak dan yang sepenuhnya dari
semua pengikut Kristus, dengan sekuat tenaga saya."[4] Paus Benediktus XVI telah
diundang ke Turki pada bulan November 2006 oleh Patriark Ekumenis Bartholomeus I.

Uskup Agung Christodoulos, kepala Gereja Ortodoks Yunani, mengunjungi Paus


Benediktus XVI di Vatikan pada 13 Desember 2006. Peristiwa ini merupakan
kunjungan resmi pertama seorang kepala Gereja Yunani ke Vatikan.

47
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

BAB VI
PERANG SALIB

Perang Salib62 yang berlangsung hampir 200 tahun, yakni mulai sekitar
pertengahan abad ke-XI sampai abad XIII merupakan kekacauan di Konstantinopel.
Tentara-tentara Turki, yang telah mengambil kekuasaan dalam khalifah Arab,
memanfaatkan kesempatan ini dan memasuki Asia Kecil. Tahun 1071 mereka
menghanculkan tentara Kekaisaran Romawi di Armenia, lalu merebut seluruh daerah
Romawi di Asia: Asia Kecil (Turki), Suriah, Palestina dengan Yerusalem. Salah satu
akibat dari perang ini, bukan saja banyak Kaisar yang dibunuh tetapi orang-orang Eropa
yang berziarah ke Yerusalem amat diganggu, bahkan dibunuh. Perubahan situasi inilah
yang menjadi titik tolak Perang Salib yang berlangsung hingga delapan kali, yakni
mulai tahun 1096 sampai 1270.

Terhadap perlakuan bangsa Turli-Seljuk Islam yang keras memusuhi agama


Kristen, yang tentu saja mempengarui jumlah dan ketenangan jemaat Kristen yang
melakukan ziarah ke Kota Suci, maka Kaisar di Konstantinopel meminta pertolongan
kepara Negara-negara di Eropa Barat untuk menghadapi tentara Turki=Seljuk yang baru
saja mendirikan kerajaan dekat Konstantinopel. Kaisar Alexius Comnenus mengajak
Paus Urbanus II untuk merebut kembali Pelestina dan Kota Suci dari tangan Turki-
Seljuk.

Dikisahkan bahwa pada tahun 107163, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan


oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran
Manzikert, yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil
mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari tentara
Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung
kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern). setelah Dinasti
Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fatimiyah
yang berkedudukan di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi bebas beribadah sejak
Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.

62
Dr. Dietrich Kuhl, Sejarah Gereja Jilid II, Batu: Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia,
1997, hal. 23.
63
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
48
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Perang Salib Pertama (1096-1099)

Paus Urbanus II, seorang Perancis yang menjadi Paus pada tahun 1088 itu
menyambut baik permintaan Kaisar Alexius dari Konstantinopel. Meskipun masa
Kepausannya sedang diwarnai pertikaian dengan raja Jerman, Henry IV,64 namun
Urbanus tidak berminat meneruskan pertikaan itu, tetapi lebih tertarik pada ajakan
Kaisar Alexius. Selain karena terdorong untuk memulihkan kembali Skisma Besar
(1054) yang telah mencabik-cabik kesatuan Gereja Katolik Barat dengan Gereja
Ortodoks Timur; juga ingin merebut kembali Kota Suci yang telah diduduki Turki–
Seljuk. Segera setelah mengadakan konsili di Clermont, Perancis pada tanggal 27
Nopember 109565, Paus Urbanus II mengobarkan semangat umat Kristen bagi kekuatan
invasi yang besar bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan
tetapi untuk merebut kembali Yerusalem. Dalam khotbahnya ia mengatakan:66,67 "Telah
tersebar sebuah cerita mengerikan ... sebuah golongan terkutuk yang sama sekali
diasingkan Allah ... telah menyerang tanah (negara) orang Kristen dan memerangi
penduduk setempat dengan pedang, menjarah dan membakar." Ia berseru: "Pisahkanlah
daerah itu dari tangan bangsa yang jahat itu dan jadikanlah ia sebagai milikmu."
Mendengar khotbah ini, serentak para peserta berteriak, "Deus vult! Deus vult! (Allah
menghendakinya).”68 Ungkapan itu telah menjadi slogan perang pasukan Perang Salib.
Ketika para utusan Paus melintasi Eropa, merekrut para ksatria untuk pergi ke Palestina
dengan menggunakan kata-kata propaganda pemimpin mereka, mereka mendapatkan
respons antusias dari pejuang-pejuang Eropa terutama Perancis dan Italia. Banyak di
antaranya tersentak dan terbakar karena tujuan agamawi, tetapi tidak diragukan juga
bahwa yang lain berangkat juga untuk keuntungan ekonomi. Ada juga yang ingin
berpetualang merampas kembali tanah peziarahan di Palestina, yang telah jatuh ke
tangan kaum Muslim.

64
A. Kenneth, 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003,
hal. 54.
65
Michael Collins & Matthew A.Price. THE STORY OF CHRISTIANITY, Menelusuri Jejak Kristianitas.
Kanisius. hlm. 108.
66
A. Kenneth, op.cit., hal. 55.
67
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
68
A. Kenneth, op. cit.
49
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Untuk mendorong tentara Perang Salib, Urbanus II menjanjikan"keuntungan"


spiritual69 kepada para tentara Perang Salib, yakni pengampunan dosa, pembebasan dari
segala hukuman gerejawi dan pengurangan masa di Api Penyucian70 (Purgatory: Gereja
Katolik-Roma menyebut 2 Makabeus 12:39-45, Mat. 12:31 dst., 1 Kor. 3:11-15 sebagai
dukungan untuk pengajarannya tentang Api Penyucian71). Urbanus meyakinkan para
pejuang itu bahwa dengan melakukan perbuatan ini, mereka akan langsung masuk
surga, atau sekurang-kurangnya dapat memperpendek waktu di api penyucian
(purgatory)72

Dalam perjalanannya menuju tanah suci, para tentara Perang Salib berhenti di
Konstantinopel, kemudian berangkat melalui Asia Kecil menuju Palestina. Berturut-
turut ditaklukkan Nicea (ibu kota kerajaan Turki-Seljuk di Asia Kecil) pada tahun 1097,
kemudian Edessa, Antiokhia dan kota Yerusalem, masing-masing pada tahun 1097,
1098 dan tanggal 15 Juli 1099. Bukan saja Sinagoge Agung yang dibakar, tetapi
terdapat ribuan orang terbunuh dalam Perang Salib I ini, baik orang Islam maupun
orang Yahudi.

Selanjutnya, segera didirikan sebuah Kerajaan Latin atau Kerajaan di Yerusalem


(1099-118773) dan mengangkat Godfried dari Bouillon, Perancis, sebagai raja dan diberi
gelar “Pelindung Makam Suci”. Namun Godfried (Godfrey) menolah mahkota emas
(tanda pangkat raja) yang diberikan kepadanya, karena katanta: di kota ini Yesus telah
dimahkotai dengan duri.74

Perang Salib Kedua (1145-1149)

Perang Salib Kedua75 adalah perang salib yang dilancarkan dari Eropa. Perang ini
meletus akibat jatuhnya County Edessa pada tahun sebelumnya. Edessa adalah negara
tentara salib yang pertama kali didirikan selama Perang Salib Pertama (1095–1099),
dan juga negara yang pertama kali jatuh. Perang Salib Kedua diumumkan oleh Paus
Eugenius III, dan merupakan Perang Salib pertama yang dipimpin oleh raja-raja Eropa,

69
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
70
Dietrich Kuhl, Sejarah Gereja Jilid II, hal.24.
71
J.D. Douglas. The International International of the Christian Church. 1974, hal. 814.
72
A. Kenneth, op.cit.
73
Dietrich, ibid. hal. 25.
74
H. Berkhof & Enklaar, Sejarah Gereja, hal.83.
75
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
50
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

seperti Louis VII dari Perancis dan Conrad III dari Jerman, dengan bantuan dari
bangsawan-bangsawan Eropa penting lainnya. Pasukan-pasukan kedua raja tersebut
bergerak menyeberangi Eropa secara terpisah dan sedikit terhalang oleh kaisar Romawi
Timur, Manuel I Comnenus. Setelah melewati Bizantium dan memasuki Anatolia,
pasukan-pasukan kedua raja tersebut dikalahkan oleh tentara Seljuk. Louis, Conrad, dan
sisa dari pasukannya berhasil mencapai Yerusalem dan melancarkan serangan yang
"keliru" ke Damaskus pada tahun 1148. Perang Salib di Timur mencapai kemenangan.
Kegagalan ini memicu jatuhnya kota Yerusalem dan Perang Salib Ketiga pada akhir
abad ke-12.

Tentara Salib yang mampu menggapai kemenangan adalah gabungan tentara


Salib Flandria, Frisia, Normandia, Inggris, Skotlandia, dan Jerman.76 Mereka berlayar
menuju Tanah Suci. Di tengah perjalanan, tentara tersebut berhenti dan membantu
bangsa Portugis merebut Lisboa tahun 1147. Sementara itu, Perang Salib Utara
dikobarkan sebagai upaya untuk mengubah orang-orang yang menganut paganisme
menjadi beriman Kristen, dan mereka harus berjuang selama berabad-abad.

Berikut awal dan kisahnya Perang Salib Kedua. Berita jatuhnya Edessa
dikabarkan oleh para peziarah pada awal tahun 1145, lalu kemudian oleh duta besar dari
Antiokhia, Yerusalem dan Armenia. Uskup Hugh dari Jabala melaporkan berita ini
kepada Paus Eugenius III, yang mengeluarkan bula kepausan quantum praedecessores
pada tanggal 1 Desember 1145 yang memerintahkan dilaksanakannya Perang Salib
Kedua. Hugh juga memberitahu Paus bahwa seorang raja Kristen timur diharapkan
akan memberi pertolongan kepada negara-negara tentara salib.

Perang salib yang baru diharapkan akan lebih teratur daripada Perang Salib
Pertama. Apalagi, tentara salib akan dipimpin oleh raja-raja terkuat dari Eropa.
Sayangnya, paus hanya mendapat sedikit tanggapan. Louis VII dari Perancis telah
memikirkan ekspedisi baru tanpa campur tangan Paus. Ia telah mengumumkan hal itu
pada istanannya di Bourges tahun 1145. Saat ini masih diperdebatkan, apakah Louis
merencanakan perang salibnya sendiri, atau ia hendak memenuhi janjinya kepada
saudaranya, Phillip, bahwa ia akan pergi ke Tanah Suci. Mungkin Louis menghendaki

76
Dengan jumlah pasukan lebih dari 35.000 tentara (Jerman 20.000, Perancis 15.000),
sebagaimana dilaporkan dalam Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, 13012012.
51
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

pilihan bebasnya setelah mendengar tentang quantum praedecessores. Sayangnya,


Kepala Biara Suger dan bangsawan lainnya tidak senang dengan rencana Louis, karena
ia akan pergi dari kerajaan selama beberapa tahun. Louis berkonsultasi dengan
Bernardus dari Clairvaux, yang menyuruhnya menemui Eugenius. Kini Louis pasti
telah mendengar tentang bula kepausan, dan Eugenius dengan penuh semangat
mendukung perang salib Louis. Bula kepausan dikeluarkan kembali pada tanggal 1
Maret 1146, dan Paus Eugenius memberikan kekuasaan kepada Bernardus untuk
berkhotbah di Perancis.

Paus memerintahkan Bernardus untuk mengkhotbahkan Perang Salib Kedua dan


memberikan indulgensi sebagaimana yang diberikan oleh Paus Urbanus II untuk Perang
Salib Pertama.[6] Parlemen dihimpunkan di Vézelay, Burgundia tahun 1146, dan
Bernardus berkhotbah dihadapan dewan pada 31 Maret. Louis VII dari Perancis, istri
Louis Aliénor dari Aquitania, pangeran dan pemimpin-pemimpin hadir dan bersujud
dibawah kaki Bernardus untuk menerima salib peziarah. Conrad III dari Jerman dan
keponakannya Frederick Barbarossa, menerima salib dari tangan Bernardus.[7] Paus
Eugenius sendiri datang ke Perancis untuk menyemangati. Bernardus kemudian pergi
ke Jerman.

Walaupun semangatnya meluap-luap, namun pada dasarnya Bernardus bukanlah


seorang fanatik maupun penganiaya. Seperti pada Perang Salib Pertama, khotbahnya
dengan tidak sengaja menyebabkan serangan terhadap orang Yahudi. Pendeta fanatik
Perancis yang bernama Rudolf telah menyebabkan pembantaian Yahudi di Rhineland,
Cologne, Mainz, Worms, dan Speyer. Rudolf menyatakan Yahudi tidak membantu
secara finansial untuk menyelamatkan Tanah Suci. Bernardus menentang serangan
tersebut dan berkelana dari Flandria ke Jerman untuk menyelesaikan masalah dan
menenangkan massa. Bernardus lalu bertemu Rudolf di Mainz dan berhasil
membuatnya diam, lalu mengembalikannya ke biara.

Ketika Perang Salib Kedua diserukan, banyak orang Jerman Selatan yang menjadi
sukarelawan perang. Orang-orang Sachsen di Jerman Utara merasa enggan. Pada
pertemuan Reichstag di Frankfurt tanggal 13 Maret 1147, mereka memberitahu Santo
Bernardus bahwa mereka lebih ingin berperang melawan bangsa Slavia. Paus Eugenius
menerima rencana Sachsen dan mengeluarkan bula kepausan divina dispensatione pada
52
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

13 April. Bula Kepausan ini menyatakan bahwa tidak ada perbedaan nilai spiritual yang
didapat dalam masing-masing perang salib. Orang yang menjadi sukarelawan melawan
bangsa Slavia adalah bangsa Denmark, Sachsen, dan Polandia, dan juga terdapat bangsa
Bohemia. Wakil Paus, Anselm dari Havelberg, diberi wewenang untuk memegang
kekuasaan secara keseluruhan. Kampanye militer itu sendiri dipimpin oleh keluarga-
keluarga Sachsen seperti Ascania, Wettin, dan Schauenburg.

Kecewa dengan parsitipasi Jerman dalam perang salib, Obotrit menyerang Wagria
pada Juni 1147, sehingga tentara salib mulai bergerak pada akhir musim panas tahun
1147. Setelah mengusir Obotrit dari wilayah Kristen, tentara salib menyerang benteng
Obotrit di Dobin dan benteng bangsa Liutizia di Demmin. Ketika beberapa tentara salib
menganjurkan untuk menghancurkan wilayah di luar kota, beberapa lainnya menolak,
dan bertanya, "apakah itu bukan tanah kita sehingga kita hendak menghancurkannya,
dan apakah mereka bukan bangsa kita sehingga kita hendak bertempur melawan
mereka?" Pasukan Sachsen dibawah Henry si Singa mundur setelah kepala kaum pagan
Niklot setuju untuk membaptis garnisun Dobin. Setelah pengepungan Demmin gagal,
kontingen tentara salib dialihkan untuk menyerang Pomerania. Mereka telah mencapai
kota Kristen Stettin, lalu tentara salib dibubarkan setelah bertemu dengan Uskup Albert
dari Pomerania dan Pangeran Ratibor I dari Pomerania.

Menurut Bernardus dari Clairvaux, tujuan perang salib ini adalah untuk melawan
Slavia pagan "hingga pada saatnya nanti, dengan pertolongan Tuhan, entah mereka
akan berpindah agama atau disingkirkan." Sayangnya, tentara salib gagal mengganti
agama orang-orang Wend. Orang-orang Sachsen mendapati kaum Slavia di Dobin
berbondong-bondong kembali ke kepercayaan pagan mereka ketika tentara Kristen
dibubarkan. Albert dari Pomerania menjelaskan, "jika mereka ingin agar Kekristenan
mengakar kuat ... yang harus mereka lakukan adalah menyebarkannya melalui
pengajaran, bukan menggunakan senjata."

Pada akhir perang salib, Mecklenburg dan Pomerania mengalami penjarahan dan
depopulasi akibat maraknya pertumpahan darah, terutama diakibatkan oleh keganasan
tentara Henry si Singa. Akibatnya, penduduk Slavia kehilangan banyak metode
produksi, sehingga membatasi perlawanan mereka di masa depan.

53
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pada musim semi tahun 1147, Paus mengatur perluasan perang salib ke
semenanjung Iberia. Ia memerintahkan Alfonso VII dari León untuk menyamakan
kampanyenya melawan Moor dengan Perang Salib Kedua. Pada Mei 1147, kontingen
tentara salib pertama meninggalkan Dartmouth di Inggris menuju Tanah Suci. Cuaca
buruk memaksa kapal mereka berhenti di kota Porto pada 16 Juni 1147. Di sana mereka
dibujuk untuk bertemu dengan Afonso I dari Portugal.

Tentara salib setuju untuk membantu Afonso menyerang Lisboa. Pengepungan


Lisboa berlangsung dari 1 Juli hingga 25 Oktober 1147. Pada 25 Oktober, penguasa
Moor menyerah, terutama karena kelaparan. Kebanyakan tentara salib menetap di kota
yang baru direbut, tetapi beberapa dari mereka berlayar dan meneruskan perjalanan ke
Tanah Suci. Beberapa di antara mereka, yang telah berangkat lebih awal, membantu
merebut Santarém pada tahun yang sama. Mereka juga membantu menguasai Sintra,
Almada, Palmela dan Setúbal, dan dipersilakan untuk tinggal di tanah yang telah
ditaklukan. Selanjutnya mereka mulai menghasilkan keturunan.

Di tempat lain di semenanjung Iberia pada waktu yang hampir sama, Alfonso VII
of León, Ramon Berenguer IV, dan lainnya, memimpin tentara salib Catalunya dan
Perancis melawan kota pelabuhan Almería yang kaya. Dengan dukungan dari angkatan
laut Genova-Pisa, kota ini berhasil diduduki pada Oktober 1147. Ramon Berenger lalu
menyerang wilayah Taifa Murabitun di Valencia dan Murcia. Pada Desember 1148, ia
merebut Tortosa setelah pengepungan selama lima bulan dengan bantuan tentara salib
Perancis dan Genova. Satu tahun kemudian, Fraga, Lleida dan Mequinenza jatuh ke
tangan pasukannya.

Tentara salib Jerman, tediri dari Franconia, Bayern, dan Swabia, meninggalkan
tanah air mereka pada Mei 1147. Ottokar III dari Styria bergabung dengan Conrad di
Wina, dan musuh Conrad, Geza II dari Hongaria, akhirnya membiarkan mereka lewat.
Ketika 20.000 pasukan Jerman tiba di wilayah Bizantium, Manuel takut mereka akan
menyerang Bizantium, dan pasukan Romawi Timur ditugaskan untuk memastikan agar
tidak terjadi masalah apapun. Pertempuran-pertempuran kecil dengan beberapa orang
Jerman yang tidak mau menurut meletus di dekat Philippopolis dan di Adrianopel,
tempat jendral Bizantium, Prosouch, bertempur dengan keponakan Conrad, yang
nantinya akan menjadi kaisar, Frederick. Lebih buruk lagi, beberapa pasukan Jerman
54
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

tewas karena banjir pada awal bulan September. Pada 10 September, mereka tiba di
Konstantinopel. Hubungan dengan Manuel kurang baik dan orang Jerman diminta
untuk menyeberang ke Asia Kecil secepat mungkin. Manuel ingin Conrad
meninggalkan beberapa pasukannya di belakang untuk membantunya bertahan
melawan serangan Roger II, yang telah mengambil kesempatan untuk untuk merebut
kota-kota di Yunani, tetapi Conrad menolak, walaupun ia adalah musuh dari Roger.

Di Asia Kecil, Conrad memilih untuk tidak menunggu pasukan Perancis, dan
maju menyerang Iconium, ibukota Kesultanan Rum. Conrad memisahkan pasukannya
menjadi 2 divisi. Conrad memimpin salah satu 1 divisi, yang hampir dihancurkan oleh
Seljuk pada 25 Oktober 1147 dalam Pertempuran Dorylaeum Kedua.

Turki Seljuk menggunakan taktiknya. Mereka berpura-pura mundur, lalu


menyerang kavaleri kecil Jerman yang terpisah dari pasukan utama karena mengejar
mereka. Conrad mulai mundur pelan-pelan ke Konstantinopel, dan pasukannya
diganggu setiap hari oleh Turki Seljuk, yang menyerang dan menaklukan penjaga
depan. Bahkan Conrad terluka saat bertempur dengan mereka. Divisi yang lain,
dipimpin oleh Otto dari Freising, maju ke selatan pantai Mediterania dan dapat
ditaklukan pada awal tahun 1148.

Tentara salib Perancis berangkat dari Metz pada bulan Juni 1147, dipimpin oleh
Louis, Thierry dari Elsas, Renaut I dari Bar, Amadeus III dari Savoy dan saudaranya
William V dari Montferrat, William VII dari Auvergne, dan lain-lain, bersama dengan
pasukan Lorraine, Bretagne, Burgundi, dan Aquitaine. Pasukan dari Provence, dipimpin
oleh Alphonse dari Tolosa, memilih untuk menunggu sampai bulan Agustus. Di
Worms, Louis bergabung dengan tentara salib dari Normandia dan Inggris. Mereka
mengikuti rute Conrad dengan damai, meskipun Louis datang dalam konflik dengan
Geza dari Hongaria sat Geza menemukan Louis telah mempersilakan orang Hongaria
untuk bergabung dengan pasukannya.

Sejak negosiasi awal di antara Louis dan Manuel, Manuel telah menghentikan
kampanye militer melawan Kesultanan Rüm dan menandatangani gencatan senjata
dengan Mas'ud. Hal ini dilakukan sehingga Manuel dapat memusatkan perhatiannya
pada pertahanan kekaisarannya dari tentara salib, yang memiliki reputasi buruk akibat

55
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

pencurian dan pengkhianatan sejak Perang Salib Pertama. Mereka dituduh melakukan
hal yang jahat di Konstantinopel. Hubungan Manuel dengan pasukan Perancis lebih
baik daripada dengan orang Jerman. Beberapa orang Perancis marah karena gencatan
senjata Manuel dengan Seljuk dan melakukan penyerangan di Konstantinopel, tapi
mereka dapat dikendalikan oleh Louis.

Ketika pasukan dari Savoy, Auvergne, dan Montferrat bergabung dengan Louis di
Konstantinopel dengan melewati Italia dan menyeberang dari Brindisi menuju Durres,
seluruh pasukan mereka menyeberangi Bosporus menuju Asia Kecil melalui kapal.
Mereka disemangati oleh rumor bahwa Jerman telah merebut Iconium, tetapi Manuel
menolak memberi Louis bantuan tentara Bizantium. Bizantium baru saja diserang oleh
Roger II dari Sisilia, dan seluruh pasukan Manuel dibutuhkan di Balkan. Baik Jerman
dan Perancis memasuki Asia tanpa bantuan Bizantium, tidak seperti pada Perang Salib
Pertama. Dalam tradisi yang dibuat oleh kakek dari Manuel, Alexios I, Manuel
menyuruh orang Perancis untuk menyerahkan wilayah manapun yang direbutnya
kepada Romawi Timur.

Pasukan Perancis bertemu sisa pasukan Conrad di Nicea, dan Conrad bergabung
dengan pasukan Louis. Mereka mengikuti rute Otto dari Freising, dan tiba di Efesus
pada bulan Desember. Di situ, mereka menyadari bahwa Turki Seljuk mempersiapkan
serangan terhadap mereka. Sementara itu, Manuel mengirim utusan yang menyatakan
keluhan mengenai penjarahan dan perampasan yang dilakukan oleh Louis, dan tidak
ada jaminan bahwa Bizantium akan membantu mereka melawan Turki Seljuk. Setelah
itu, Conrad jatuh sakit dan kembali ke Konstantinopel. Louis tidak mendengarkan
peringatan mengenai serangan Seljuk dan lalu bergerak keluar Efesus. Seljuk
menunggu menyerang, tapi dalam pertempuran kecil diluar Efesus, pasukan Perancis
berhasil memenangkan pertempuran.

Mereka mencapai Laodicea pada Januari 1148, hampir pada waktu yang sama
ketika Otto dari Freising dihancurkan di tempat yang sama. Perjalanan pun tetap
dilanjutkan. Barisan depan dibawah pimpinan Amadeus dari Savoy terpisah dari
pasukan di Gunung Cadmus, sementara pasukan Louis mengalami kekalahan. Pasukan
Turki tidak mengganggu dengan menyerang lebih lanjut dan pasukan Perancis bergerak
menuju Adalia. Adalia telah dihancurkan oleh Seljuk, dan juga dibakar agar pasukan
56
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Perancis tidak mendapat makanan. Louis tidak lagi ingin melalui jalur darat, dan
memilih untuk mengumpulkan armada di Adalia dan berlayar ke Antiokhia. Setelah
terlambat selama 1 bulan karena badai, hampir semua kapal yang dijanjikan tidak tiba.
Louis dan koleganya mengambil kapal untuk diri mereka sendiri, sementara sisa
pasukan harus melanjutkan perjalanan yang jauh ke Antiokhia. Pasukan itu hancur, baik
karena serangan Turki maupun karena sakit.

Perjalanan menuju Yerusalem. Louis tiba di Antiokhia pada tanggal 19 Maret,


setelah terlambat akibat badai. Amadeus dari Savoy meninggal di Siprus selama
perjalanan. Louis disambut oleh paman Aliénor, Raymond. Raymond mengharapkan ia
membantunya bertahan melawan Seljuk dan menemaninya dalam ekspedisi melawan
Aleppo, tetapi Louis menolak. Ia lebih memilih untuk menyelesaikan peziarahannya di
Yerusalem daripada memusatkan perhatian pada aspek militer perang salib. Raymond
ingin agar Aliénor, istri Louis, tetap berada di belakang dan menceraikan Louis jika ia
menolak membantunya. Louis segera meninggalkan Antiokhia menuju County Tripoli,
meninggalkan Aliénor. Sementara itu, Otto dari Freising dan sisa pasukannya tiba di
Jerusalam pada awal bulan April, setelah itu Conrad segera sampai. Fulk, Patriark
Yerusalem, dikirim untuk mengundang Louis bergabung dengan mereka. Armada yang
berhenti di Lisboa tiba, dan juga Provencal dibawah komando Aphonse dari Tolosa.
Alphonse sendiri tewas dalam perjalanan menuju Yerusalem karena diracuni oleh
Raymond II dari Tripoli, keponakannya yang takut akan aspirasi politiknya di Tripoli.
Target utama tentara salib adalah Edessa, tetapi target yang lebih diutamakan oleh Raja
Baldwin III dan Ordo Bait Allah adalah Damaskus.

Konsili Akko. Bangsawan Yerusalem menyambut datangnya pasukan dari Eropa,


dan diumumkan bahwa konsili harus dihimpunkan untuk menentukan target terbaik
tentara salib. Pertemuan berlangsung pada tanggal 24 Juni 1148. Dewan Haute Cour
bertemu dengan tentara salib dari Eropa di Palmarea, dekat kota Akko (kota utama di
Kerajaan Yerusalem). Baik Louis maupun Conrad dibujuk untuk menyerang Damaskus.

Beberapa bangsawan (baron) Yerusalem menyatakan bahwa menyerang


Damaskus adalah tindakan yang tidak bijaksana, karena Dinasti Burid di Damaskus,
meskipun Muslim, adalah sekutu mereka melawan dinasti Zengid. Conrad, Louis, dan
Baldwin bersikeras bahwa Damaskus adalah kota suci untuk Kekristenan. Seperti
57
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Yerusalem dan Antiokhia, Damaskus akan menjadi hadiah yang patut diperhitungkan di
mata Kristen Eropa. Pada bulan Juli, pasukan mereka dikumpulkan di Tiberias dan
bergerak menuju Damaskus. Mereka berjumlah 50.000 tentara.

Pengepungan Damaskus. Tentara salib memilih untuk menyerang Damaskus


dari barat, tempat berdirinya kebun buah yang akan memberi mereka makanan. Mereka
tiba pada tanggal 23 Juli. Pasukan Muslim sudah siap untuk serangan tersebut dan
langsung menyerang pasukan yang bergerak melalui perkebunan diluar Damaskus.
Damaskus meminta bantuan dari Saifuddin Ghazi I dari Aleppo dan Nuruddin Zengi
dari Mosul. Damaskus lalu menyerang perkemahan tentara salib. Tentara salib dapat
dipukul mundur dari tembok ke perkebunan. Di sana mereka rentan terhadap serangan
gerilya.

Menurut William dari Tirus, pada 27 Juli, tentara salib memilih untuk bergerak ke
bagian timur, yang lebih sedikit pertahanannya, tetapi lebih kurang lagi persediaan
makanan dan airnya. Nuruddin dan Saifuddin telah tiba. Dengan hadirnya Nuruddin di
lapangan, sangatlah tidak mungkin bagi tentara salib untuk kembali ke posisi mereka
yang lebih baik. Pemimpin tentara salib lokal menolak untuk meneruskan pengepungan,
dan ketiga raja tidak memiliki pilihan selain meninggalkan kota. Conrad, lalu sisa
pasukan, memilih untuk mundur kembali ke Yerusalem pada 28 Juli. Ketika mundur,
mereka diikuti oleh pemanah Turki yang terus menerus menyerang mereka.

Akibat. Setiap pihak Kristen merasa saling dikhianati satu sama lain. Rencana
baru dibuat untuk menyerang Ascalon, dan Conrad membawa pasukannya kesana, tapi
tidak ada bantuan tiba, karena kurangnya kepercayaan akibat kegagalan pengepungan
Damaskus. Ketidakpercayaan ini terus berkepanjangan, sehingga menghancurkan
kerajaan Kristen di Tanah Suci. Setelah ekspedisi Ascalon dihentikan, Conrad kembali
ke Konstantinopel untuk memperkuat aliansi dengan Manuel. Louis tetap berada di
Yerusalem sampai tahun 1149.

Bernardus dari Clairvaux juga dipermalukan oleh kekalahan ini. Bernardus


meminta maaf kepada Paus. Menurutnya, dosa tentara salib adalah akibat dari
ketidakberuntungan dan kegagalan mereka. Ketika usahanya untuk menyerukan perang

58
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

salib baru gagal, ia mencoba memisahkan dirinya dari kegagalan Perang Salib Kedua.
Bernardus meninggal dunia pada tahun 1153.

Perang Salib Wend membuahkan hasil yang manis dan pahit. Sementara Sachsen
menyatakan Wagria dan Polabia sebagai jajahan mereka, pagan tetap menguasai
wilayah Obodrit di sebelah timur Lübeck. Sachsen menerima upeti dari Niklot,
memungkinkan kolonisasi Keuskupan Havelberg, dan pembebasan beberapa tahanan
Denmark, namun pemimpin-pemimpin Kristen saling mencurigai dan menuduh satu
sama lain atas tuduhan mensabotase kampanye militer. Di Iberia, kampanye militer di
Spanyol, dan juga pengepungan Lisboa, merupakan satu-satunya kemenangan Kristen
dalam Perang Salib Kedua. Kampanye tersebut dianggap sebagai pertempuran penting
dalam Reconquista, yang akan selesai pada tahun 1492.

Serangan terhadap Damaskus membawa malapetaka kepada Yerusalem:


Damaskus tidak lagi percaya kepada negara-negara tentara salib, dan kota itu diberikan
kepada Nuruddin tahun 1154. Baldwin III menguasai Ascalon pada tahun 1153, yang
menyeret Mesir kedalam konflik ini. Yerusalem mampu memasuki Mesir dan merebut
Kairo pada tahun 1160. Akan tetapi, bantuan dari Eropa jarang datang setelah bencana
yang diakibatkan oleh Perang Salib Kedua. Raja Amalric I dari Yerusalem bersekutu
dengan Romawi Timur dan melancarkan invasi gabungan ke Mesir tahun 1169, tapi
serangan ini gagal. Pada tahun 1171, Salahuddin Ayyubi, keponakan dari salah satu
jenderal Nuruddin, menjadi Sultan Mesir. Ia mempersatukan Mesir dan Suriah, lalu
mengepung kerajaan tentara salib. Sementara itu, aliansi dengan Bizantium berakhir
setelah kematian Kaisar Manuel I pada tahun 1180, dan pada tahun 1187, Yerusalem
diserang dan direbut oleh Salahuddin. Pasukannya lalu menyebar ke utara dan merebut
semua ibukota negara-negara tentara salib, memicu meletusnya Perang Salib Ketiga.

Perang Salib Ketiga (1189–1192)

Perang Salib Ketiga juga dikenal sebagai Perang Salib Para Raja, adalah sebuah
perang yang dikobarkan para pemimpin Eropa untuk mendapatkan kembali Tanah Suci
dari tangan Shalahudin Al-Ayyubi dalam rangkaian Perang Salib.

Setelah Perang Salib Kedua, dinasti Zengid yang berhasil mengontrol Suriah
terlibat dalam konflik dengan Mesir pimpinan dinasti Fatimiyah, yang berakhir dengan
59
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

bersatunya Mesir dan Suriah di bawah pimpinan Shalahudin Al-Ayyubi. Shalahudin Al-
Ayyubi kemudian menggunakan kekuatannya untuk menaklukan Yerusalem pada tahun
1187. Serangan salib ketiga ini dipimpin oleh tokoh-tokoh Eropa yang paling terkenal:
Friedrich I Barbarosa dari Jerman, Richard I Lionheart dari Inggris dan Phillip II dari
Perancis. Namun di antara mereka ini sendiri terjadi perselisihan dan persaingan yang
tidak sehat, sehingga Friedrich mati tenggelam, Richard tertawan (akhirnya dibebaskan
setelah memberi tebusan yang mahal), sedang Phillip bergegas kembali ke Perancis
untuk merebut Inggris justru selama Richard tertawan.

Kegagalan dari Perang Salib Ketiga lalu mengarah pada panggilan untuk Perang
Salib Keempat enam tahun setelah Perang Salib Ketiga berakhir pada 1192.

Perang Salib Keempat (1202-1204)

Pada awalnya dimaksudkan untuk menaklukkan Yerusalem yang telah dikuasai


Muslim melalui suatu invasi melalui Mesir. Sebaliknya, pada April 1204, Tentara Salib
dari Eropa Barat menyerang dan menaklukkan Kristen (Ortodoks Timur) kota
Konstantinopel, ibukota Kekaisaran Bizantium. Ini dipandang sebagai salah satu dari
tindakan yang mengakibatkan skisma besar antara Gereja Ortodoks Timur dan Gereja
Katolik Roma.

Latar Belakangnya. Setelah kegagalan Perang Salib Ketiga (1189-1192),


Yerusalem kini telah dikendalikan oleh dinasti Ayyubiyah, yang memerintah seluruh
Syria dan Mesir, kecuali untuk beberapa kota di sepanjang pantai masih dikuasai oleh
tentara salib Kerajaan Yerusalem, sekarang berpusat di Acre. Perang Salib Ketiga juga
telah mendirikan sebuah kerajaan di Siprus.

Paus Innosensius III berhasil menjadi Paus pada 1198, dan penyeruan perang
salib baru menjadi tujuan dari kepausannya. Mayoritas pasukan perang salib, yang
berangkat dari Venesia pada Oktober 1202 berasal dari daerah-daerah di Perancis.
Beberapa daerah lain di Eropa dikirim juga, seperti Flanders dan Montferrat. Kelompok
terkenal lainnya berasal dari Kekaisaran Romawi Suci, termasuk orang-orang di bawah
Uskup Martin dari Pairis and Uskup Conrad dari Halberstadt, bersama-sama dalam
persekutuan dengan tentara dan pelaut Venesia yang dipimpin oleh Enrico Dandolo

60
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

doge. Perjanjian ini diratifikasi oleh Paus Innosensius, dengan larangan penyerangan
terhadap negara-negara Kristen.

Perang Salib ketiga atas anjuran Paus Innocentius III itu hanya menghasilkan
penghancuran Konstantinopel oleh tentara-tentara Salib. Dengan kekerasan dan
beringas mereka membunuh ribuan penduduk. Lalu seorang Kaisar Latin diangkat.
Seorang patriarch Latin pun diangkat untuk menggantikan Patriarkh Gereja Ortodoks-
Yunani. Selanjutnya Paus Innocentius III memproklamirkan persatuan kembali Gereja
Katolik-Roma dengan Gereja Ortodoks-Yunani, suatu penipuan diri yang hanya
berlangsung selama Kaisar Latin memerintah Nicea (1203-1261). Kejahatan dan
kebiadaban tahun 1204 ini menghasilkan suatu semboyan di antara anggota-anggota
Gereja Ortodoks-Yunani: “Lebih baik di bawah pemerintah Turki dari pada Latin.”77

Perang Salib Kelima (1217–1221)

Perang ini adalah upaya untuk merebut kembali Yerusalem dan seluruh wilayah
Tanah Suci lainnya dengan pertama-tama menaklukkan Dinasti Ayyubiyyah yang kuat
di Mesir.

Paus Honorius III mengorganisir Tentara Salib yang dipimpin oleh Leopold VI
dari Austria dan Andrew II dari Hongaria, dan sebuah serangan terhadap Yerusalem
akhirnya menyebabkan kota itu tetap berada di tangan pihak Muslim. Belakangan pada
1218, sebuah pasukan Jerman yang dipimpin oleh Oliver dari Koln, dan sebuah pasukan
campuran Belanda, Vlams dan Frisia yang dipimpin oleh William I, Adipati Belanda
tiba. Untuk menyerang Damietta di Mesir, mereka bersekutu dengan Kesultanan Rûm
Seljuk di Anatolia, yang menyerang Dinasti Ayubi di Suriah dalam upaya
membebaskan Tentara Salib dari pertempuran di dua front.

Setelah menduduki pelabuhan Damietta, para Tentara Salib berbaris ke selatan


menuju Kairo pada Juli 1221, tetapi mereka berbalik setelah pasokan mereka berkurang
dan menyebabkan mereka harus mengundurkan diri. Sebuah serangan malam oleh
Sultan Al-Kamil menyebabkan kerugian besar di kalangan Tentara Salib dan akhirnya

77
Dietrich Kuhl, Sejarah Gereja Jilid II, hal.26.
61
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

pasukan itu pun menyerah. Al-Kamil sepakat untuk mengadakan perjanjian perdamaian
delapan tahun dengan Mesir.

Seruan untuk berperang. Pada musim semi 1213, Paus Inosensius III
menerbitkan bula kepausan Quia maior, yang menyerukan kepada seluruh Dunia
Kristen untuk bergabung dalam sebuah Perang Salib yang baru. Namun raja-raja dan
kaisar-kaisar Eropa, sedang sibuk berperang di antara mereka sendiri. Pada saat yang
sama, Paus Inosensius III tidak menginginkan bantuan mereka, karena perang salib
sebelumnya yang dipimpin oleh raja-raja pernah gagal. Ia memerintahkan diadakanya
prosesi, doa, dan mengkhotbahkan seruan untuk mengorganisir Perang Salib itu, dengan
harapan untuk melibatkan penduduk umumnya, para bangsawan kecil, dan para ksatria.

Prancis. Pesan yang mengandung seruan berperang ini disampaikan di Prancis


oleh Robert dari Courçon. Namun, berbeda dengan Perang Salib lainnya, tidak banyak
ksatria Prancis yang ikut serta, karena mereka sudah berperang dalam Perang Salib
Albigensia melawan sekte Kathar yang sesat di Pranis selatan.

Pada 1215 Paus Inosensius III menghimpun Konsili Lateran IV. Dengan rekan-
rekannya, antara lain Patriarkh Latin dari YJerusalem, Raoul dari Merencourt, ia
membahas perebutan kembali Tanah Suci, di antara urusan gereja lainnya. Paus
Inosensius ingin peperangan ini dipimpin oleh kepausan, seperti yang mestinya terjadi
dengan Perang Salib Pertama untuk menghindari kesalahan-kesalahan Perang Salib
Keempat, yang diambil alih oleh bangsa Venezia. Paus Inosensius merencanakan para
perwira Salib bertemu di Brindisi pada 1216, dan melarang perdagangan dengan pihak
Muslim, untuk memastikan bahwa para perwira Salib akan memiliki kapal dan senjata.
Setiap perwira Salib akan menerima indulgensia, termasuk mereka yang hanya ikut
menolong membayar biaya-biaya seorang perwira Salib, namun tidak pergi sendiri
dalam peperangan.

Ringkasanya. Dapat disimpulkan bahwa perang Salin V ini tiada membawa


hasil. Tentara-tentara Salib memasuki Mesir, namun dikalahkan oleh Sultan al-Malik
al-Kamil (1218-1238). Perang Salib ini menyebabkan fanatisme anti-Kristen di Mesir:
gereja-gereja Ortodoks-Kopt dihancurkan, penghambatan, pemungutan pajak yang

62
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Perang Salib Keenam (1228-1229)

Tidak seperti perang-perang Salib sebelumnya (dua-lima) yang diwarnai


kegagalan. Perang Salib kelima ini munuai hasil lagi, yakni mendapatkan kembali
Yerusalem.78 Perang Salib VI, yang dipimpin oleh Kaisar Frederik II (cucu Kaisar
Frederik I Barbarosa [turut terlibat dalam Perang Salib III])79 berhasil melakukan
diplomasi dengan Sultan al-Malik dari Mesir, hasilnya: Sultan al-Malik menyerahkan
Yerusalem, Bethlehem dan Nasareth. Karena Frederik II menikah dengan ahli waris
tahta Kerajaan Latin di Yerusalem, Kaisar Frederik II memahkotai diri sendiri di
Yerusalem menjadi raja Yerusalem (1229). Seiring dengan berjalannya waktu, tahun
1244 Yerusalem jatuh pula ke tangan Islam kembali.

Perang Salib Ketujuh (1248-1254)

Perang Salib ketujuh ini dipimpin oleh raja Perancis, Louis IX . Sekitar 50.000
bezant emas (suatu jumlah yang setara dengan seluruh pendapatan tahunan dari
Perancis) dijadikan tebusan untuk membebaskan Raja Louis yang bersama dengan
ribuan pasukannya, ditangkap dan dikalahkan oleh pasukan Mesir yang dipimpin oleh
Sultan Ayyubiyah Turansyah didukung oleh Bahariyya Mamluk dipimpin oleh Faris ad-
Din Aktai, Baibars al-Bunduqdari, Qutuz, Aybak dan Qalawun.

Perang Salib Kedelapan (1270)

Perang Salib ini tidak lain merupakan kelanjutan perang Salib ketujuh yang
dipimpin oleh raja Louis IX dari Perancis, di mana sasarannya ke Tunisia, tetpi tidak
berhasil. Raja Louis meninggal di Tunisia. Pada tahun 1226 tentara Turki-Memeluk,
yang pada tahun 1250 telah merebut tahta Sultan di Mesir, memenangkan kembali
Palestina. Akhirnya juga Akko, markas besar tentara Salib di Timur-Tengah
ditaklukkan pada tahun 1291. Akhirnya, berakhirlah perang Salib yang bergulir hampir
200 tahun itu.

Akibat Perang Salib.

78
H. Berkhof & Enklaar, Sejarah Gereja, hal. 83.
79
Dietrich Kuhl, op.ci.,, hal.27
63
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

BAB VII
REFORMASI GEREJA

Reformasi Protestan lahir sebagai sebuah upaya untuk mereformasi Gereja


Katolik, diprakarsai oleh umat Katolik Eropa Barat yang menentang hal-hal yang
menurut anggapan mereka adalah doktrin-doktrin palsu dan malapraktik gerejawi,
khususnya ajaran dan penjualan indulgensia80, serta simoni81 yang menurut para
reformator merupakan bukti kerusakan sistemik hirarki Gereja, termasuk Sri Paus.

Para pendahulu Martin Luther mencakup John Wycliffe dan Jan Hus, yang juga
mencoba mereformasi Gereja Katolik. Reformasi Protestan berawal pada 31 Oktober
1517, di Wittenberg, Saxonia, tatkala Martin Luther memakukan Sembilan puluh lima
dalilnya, yang mengkritisi Gereja dan Sri Paus, tetapi berkonsentrasi pada penjualan
indulgensiadan kebijakan-kebijakan doktrinal mengenai Purgatori, Maria, ibunda
Yesus), perantaraan-doa dan devosi pada Orang-Orang Kudus, sebagian besar
sakramen, keharusan selibat bagi rohaniwan, termasuk monastisisme, dan otoritas Sri
Paus. Reformator-reformator lain, seperti Ulrich Zwingli, segera mengikuti teladan
Martin Luther.

Akan tetapi selanjutnya para reformator berselisih faham dan memecah-belah


pergerakan mereka menurut perbedaan-perbedaan doktrinal, pertama-tama antara
Luther dan Zwingli, kemudian antara Luther dan John Calvin, akibatnya terbentuklah
denominasi-denominasi Protestan yang berbeda-beda dan saling bersaing, seperti
Lutheran, Reformed, Puritan, dan Presbiterian. Sebab, proses, dan akibat reformasi
agama berbeda-beda di tempat-tempat lain; Anglikanisme muncul di Inggris dengan
Reformasi Inggris, dan banyak denominasi Protestan yang muncul dari denominasi-
denominasi Jerman. Para reformator turut mempercepat laju Kontra Reformasi dari
Gereja Katolik. Reformasi Protestan disebut pula Reformasi Jerman atau Revolusi
Protestan.

80
Lat. Penghapusan siksa atau hukuman yang dikenakan oleh Gereka Katolik Roma
81
Jual beli jabatan gereja
64
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pasal 1
Perintis Reformasi

Sebelum reformasi didengungkan oleh Martin Luther pada 31 Oktober 1517,


sudah ada beberapa perintis reformasi, yakni John Wycliffe (1330-1380 di Inggris,
Johanes Hus (1373-1415) di Bohemia kini bagian utara Cekoslowakia) dan Savonarola
(1452-1498) di Florensa, Italia.

John Wyclif, yang lahir dari keluarga tuan tanah Inggris pada tahun 1330 adalah
alumni sekaligus gurubesar di Universitas Oxford, yang kemudian mengundurkan diri
karena pendiriannya yang berikut. Dia mengajarkan bahwa gereja yang benar adalah
gereja yang rohani dan tak kelihatan, dan hanya beranggotakan orang-orang yang
diselamatkan. Dia berpendapat bahwa gereja yang tampak, yang diperintah oleh Paus-
paus dan bishop-bishop tidak dapat menjadi gereja yang benar. Dia juga mengajarkan
bahwa Kristus hidup dalam kemiskinan, dan gereja adalah tubuh rohani semata-mata
tanpa kekayaan. Menurutnya, gereja jangan mempunyai milik duniawi, tetapi patut
menjadi miskin dan sederhana. Dia berpendapat bahwa otoritas dalam gereja harus
didasarkan pada Alkitab, dan bahwa semua ajaran dan perbuatan gereja seharusnya
diuji berdasarkan Alkitab. Oleh karena itu dia ingin agar setiap orang dapat
membacanya.

Wyclif juga menentang ajaran transubstansiasi.82 Dikatakannya, bahwa sesudah


pemberkatan roti dan anggur itu tetap ada, tetapi menjadi sakramen dari tubuh dah dan
darah Kristus. Roti itu tanda, yang secara sacramental melambangkan tubuh Kristus.
Tetapi ia bukan tanda belaka. Tubuh Kristus hadir dalam roti sama seperti jiwa hadir
dalam tubuh manusia.83 Dia juga mengkritik terhadap susunan gereja yang hierarkhis
itu, tentang kerahiban, pemujaan kepada orang-orang kudus dan relikwi-relikwi,84 dan
memandang kepausan sebagai antikrist. Dia juga orang pertama yang menerjemahkan

82
Ajaran Gereja Roma Katolik bahwa dalam misa “substansi” (zat) roti dan anggur sungguh-
sungguh berubah menjadi tubuh dan darah Tuhan Yesus Kristus.
83
Tony Lane, Runtut Pijar. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990, hal. 117.
84
Barang-barang peninggalan orang kudus dan benda-benda suci lainnya yang dianggap
berkhasiat, sehingga mengandung berkat istimewa.
65
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Alkitab ke dalam bahasa Inggris. Wyclif mengutus banyak pengkhotbah tobat, yakni
kaum Lollard (imam-imam miskin)85 menjelajah segala daerah negeri Inggris.

Sekalipun kritiknya sedemikian pedas terhadap Gereja Roma Katolik, sampai


meninggalnya (1384) Wiclif tidak pernah dianiaya, karena ia dilindungi oleh raja dan
dicintai oleh kaum bangsawan dan rakyat. Tetapi pada abad ke-XV para pengikutnya,
kaum Lollard sangat dihambat.

Johanes Hus,seorang gurubesar dan pengkhotbah di kota Praha, dan yang


ditahbiskan menjadi imam para tahun 1402 ini dikenal sebagai pengikut Wyclif, yang
setia mengajarkan ajaran Wyclif (kecuali ajaran transubstansiasi yang tetap ia
pertahankan) baik kepada para mahasiswanya maupun kepada umat Kristen di
Bohemia. Pada masa hidupnya terjadi kemelut dan pertikaian di lingkungan Gereja
Roma Katolik, di mana Bohemia (Cekoslowakia) bersikeras ingin membebaskan diri
dari kekuasaan Jerman yang saat itu masih tunduk pada otoritas paus.

Dalam rangka menyelesaikan kemelut ini, raja Sigmund mengundang John Hus
pergi ke Constanz untuk merundingkannya lewat konsili. Sekalipun Sigmund telah
berjanji untuk melindunginya, namun Hus ditangkap, disiksa dan dipenjara atas
perintah para pembesar Gereja. Raja Sigmund beretikat untuk membebaskan Hus, tetapi
dihalangi oleh pihak Gereja dengan alasan bahwa janji kepada penyesat tidak perlu
ditepati. Akhirnya Hus menjalani hukuman mati pata tanggal 6 Juli 1415 dibakar hidup-
hidup di kota Constanz. Begitupun sahabatnya, Hieronymus dari Praha juga menemui
ajalnya dengan cara yang sama.

Empat tahun kemudian (1419) dikala Sigmund masih berkuasa, terjadilah


“perang Husit” yang sangat dahsyat. Di mana kaum Husit melakukan perlawanan
terhadap raja dan Gereja. Golongan yang menamakan diri “Calixtin” (calix = piala)
menuntut, supaya kaum awam boleh menerima Perjamuan “dengan dua rupa” (roti dan
anggur). Sementara golongan radikal lainnya yang disebut orang Taborit mau
membuang segala perkara dan peraturan yang tidak sesuai dengan Alkitab. Dalam
pertempuran yang dipimpin oleh orang Taborit ini banyak melakukan pembakaran
rumah-rumah biara dan pembunuhan dimana-mana. Gereja mengundang mereka ke

85
Jan Sihar Aritonang, Garis Besar Sejarah Reformasi. Bandung: Jurnal Info Media, 2007, hal. 8
66
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Basel untuk melakukan musyawarah tetapi gagal. Akhirnya, perang ini berakhir pada
tahun 1436, dan di Bohemia, selain Gereja Roma didirikan pula Gereja Husit.

Savonarola, seorang rahib Dominican merupakan perintis reformasi ketiga yang


berpengaruh di Florensa, Italia. Dengan kepemimpinannya yang keras itu ia mengusir
tuan-tuan yang memegang kuasa di kota Flrensa, termasuk Paus Alaxander VI
diserangnya. Kepada semua penduduk, Savonarola mengajaknya untuk bertobat dan
mematikan kemewahan dan keinginan duniawi; serta memerintahkan agar Yesus saja
yang boleh diakui sebagai raja Florensa. Seperti halnya pendahulunya, Johanes Hus,
atas perintah paus ia titangkap, disiksa, dan dibakar sampai mati.

67
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pasal 2
Renaissance dan Humanisme

Ditengah-tengah semangat memurnikan dan kembali kepada ajaran Alkitab, pada


abad ke-XIV di Italia dan Jerman bangkitlah kesadaran baru akan keindahan dunia dan
manusia, yang dalam kata Perancis biasa disebut “renaissance” (baca renesanse), yakni
“kelahiran kembali” atau semangat untuk kembali kepada kejayaan masa lalu. Untuk
itu perlu kembali kepada sumber-sumber asli (ad fonts), yang dalam hal ini sumber-
sumber yang berasal dari zaman Yunan i-Romawi, yang berbahasa Yunani dan Latin.86
Pergerakan ini berpusat di kota Florensa. Di mana dalam bidang politik, mereka yang
kuat pendiriannya merebut kekuasaan dan memerintah dengan hidup mewah dan
memajukan kesenian.

Sementara dalam bidang ilmu pengetahuan dan kesusasteraan, gerakan ini


dinamakan “humanisme” (arti sebenarnya “kemanusiaan”); namun dalam hal ini
gerakan yang memiliki semboyan “pulanglah kepada sumber-sumber” ini bangkit
untuk menyelidiki berbagai kesusasteraan kuno, baik kesusasteraan Kristen, yakni
kitab-kitab para bapa gereja tetapi juga karangan-karangan para filsuf, juga pujangga-
pujangga kafir.

Walaupun jalan baru ini nampak beda dengan semangat Gereja namun tak sedikit
paus dan klerus yang tertarik akan hal ini. Seorang humanis Jerman yang cukup
terkenal bernama Reuclin, yang membuka jalan bagi pelajaran baru bahasa Yunani dan
Ibrani. Tokoh humanis lainnya yang termasyur adalah Desiderius Erasmus, yang lahir
pada tahun 1469 di dekat Gouda, Belanda. Bukan hanya di tempat tinggalnya,
Rotterdam ia berkiprah tetapi juga di Italia, Inggris, Belgia dan Swiss. Humanisme
Erasmu adalah campuran pandangan-pandangan Yunani-Romawi dengan ajaran Injil.
Menurutnya, Injil adalah suatu ajaran yang indah tentang kebajikan manusia, ajaran
mana teristimewa terdapat dalam khotbah Tuhan Yesus di bukit. Disebutkannya bahwa
Yesus ialah kegenapan yang sempurna (sempurnanya dari segala perkara yang baik dan
benar), yang sudah terdapat dalam agama-agama kafir. Jadi bagi “bapa aliran
kekristenan yang serba bebas (liberal)” ini, menegaskan bahwa ajaran tentang Logos

86
Jan Sihar Aritonang, Garis Besar Sejarah Reformasi. Bandung: Jurnal Info Media, 2007, hal. 10.
68
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

yang diajarkan dalam Injil, pada dasarnya hanyalah bentuk penyempurnaan ajaran
terdahulu, yang disampaikan filsafat kafir. Sebelum meninggalnya (1536 di kota Basel)
Erasmus menyerukan, sebaiknya Gereja harus makin dipengaruhi oleh humanism, agar
Gereja dapat berbalik pada kusuciannya yang semula.

69
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pasal 3
Theologi Abad Pertengahan

Terdapat perbedaan pendidikan abad ke-11 dengan abad sebelumnya. Sebelum


abad XI, tempat untuk pendidikan biasanya dilakukan di dalam Gereja atau biara-biara,
yang dipimpin oleh seorang abbot (pemimpin biara), di mana pelajarannya pokoknya
ialah Alkitab dan ajaran bapa-bapa Gereja. Ciri khas pendidikannya ialah
konteplatif/mistikal, dan tujuannya ialah memperoleh hikmat-yaitu mengalami secara
batiniah misteri-misteri sorgawi. Tetapi mulai abad XI timbullah metode pendidikan
yang baru, yakni para pengajar pergi keliling menawarkan ajarannya kepada murid-
murid ke kota-kota, di katedral-katedral di daerah perkotaan. Pelajarannya bersifat
teoristis dan tujuannya bukanlah hikmat melainkan pengetahuan (scientia). Adapun
metode yang dipergunakan ialah melalui diskusi secara logis, yang dimulai dengan
pertanyaan, disusul dengan berbagai argument, lalu diakhiri dengan kesimpulan yang
logis. Dan inilah yang biasa disebut dengan “scholastik”.

Jadi maksud scholastik bukanlah untuk menciptakan pasal-pasal kepercayaan


yang baru, tetapi bermaksud memikirkan kembali isi theologia yang diwarisi waktu-
waktu sebelumnya. Persoalan yang ingin dicari oleh scholastik adalah bagaimanakah
relasi antara wahyu Tuhan dengan akal budi manusia. dari sini nyatalah theologi abad
pertengahan merupakan campuran ajaran Alkitab dengan filsafat Yunani; dimana
mereka mendasarkan pembelajarannya pada theology Augustinus (untuk mengerti
penyataan/wahyu Tuhan) dan untuk melatih diri dalam berpikir maka digunakan kitab
“Logica” karengan Aristoteles. Beberapa teolog abad pertengahan adalah Anselmus
(1033-1109), Petrus Abelardus (1079-1142), Thomas Aquinas (1225-1274), Johanes
Duns Scotus (1265-1308) dan William dari Occam (1280-1349).

70
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pasal 4
Kesalehan Abad Pertengahan

Selama abad pertengahan muncullah kesalehan hidup yang berbeda dari abad
sebelumnya. Di mana awalnya Gereja Katolik-Roma menginginkan agar kepercayaan
dan kesalehan orang-orang berkisar sakramen-sakramen dan Gereja selaku sarana-
sarana keselamatan. Tidaklah demikian yang mengemuka pada abad pertengahan. Di
mana terdapat orang/golongan yang mencari Tuhan dengan jalan mistik87; yang dalam
hal ini diwakili, diantaranya Berhard dari Clairvaux dan Eckhart.

Eckhart (1260-1327) merupakan tokoh mistik pada abad pertengahan. Eckhart


berpendapat bahwa pada batin manusia terdapat api kecil yang berasal dari zat ilahi
yang menggerakkan segala sesuatu. Kebahagiaan jiwa yang terindah bisa dirasakan bila
manusia sudah menyadari akan kesatuannya dengan Allah. dan untuk dapat mencapai
hal ini maka tiga hal yang harus dilakukan oleh manusia: Pertama, melepaskan diri dari
dunia; kedua, wajib menempuh jalan penitensia (penebusan dosa) dan penyucian,
mematikan keakuannya. Dan yang berikutnya, mengikuti teladan Kristus. Dengan
berlaku demikian maka manusia disatu-padukan dengan kehendak dan wujud Allah.

Dikatakannya, bahwa dalam suasana mistik seperti ini maka manusia dan
pekerjaan Kristus bukan lagi puncak kesalehan. Yesus tidak lain hanyalah sebagai
contoh saja bagi manusia yang membimbing pada perjalanan mistik. Begitu pun dengan
Gereja dan sakramen-sakramennya menjadi kurang penting, selain hanya sekedar
sebagai “alat” pendidikan saja bagi orang yang belum mencapai kesalehan hidup.

Tokoh mistik terkemuka pada abad pertengahan lainnya adalah Bernhard dari
Clairvaux; yang lahir dari keluarga bangsawan di Fontaines, dekat Dijon, Perancis,
pada tahun 1090. Pada tahun 1112, bersama 3 orang saudaranya serta 30 orang pemuda
bangsawan lainnya, memasuki biara di Citaeux. Atas kesalehan dan kepemimpinannya
maka Stephanus Harding, pimpinan biara Citaeux memilihnya untuk memimpin salah
satu biara yang ada di Citaeux. Dan selama hidup kepemimpinannya, 80 rumah
didirikan di Citaeux yang menjadi pusat Ordo Cistersian.

87
Yun. Keinginan dan usaha manusia untuk memesrakan jiwa kepada asalnya, yakni keilahian
71
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Bernhard juga dipandang sebagai seorang yang sangat gigih melawan ajaran
sesat; salah satunya adalah Petrus Abelardus, yang atas pengaduannya diadili dalam
konsili di Sens (1140) dan ajarannya dinyatakan sesat. Bahkan, Bernhard pulalah yang
berperan mempropagandakan Perang Salib II atas perintah Paus Eugenunius II.

Buku karyanya yang terkenal berjudul De Gratis et libero arbitrio (Rahmat dan
Kehendak Bebas), di mana ia menekankan kasih karunia Allah dan usaha manusia
dalam mencapai keselamatan. Bernhard, yang meninggal di Clairvaux, 20 Agustus
1151 ini, mengajarkan bahwa jiwa harus mengarahkan seluruh perhatiannya kepada
Yesus Kristus yang sedang menderita sengsara. Untuk mencapai kesatuan dengan
Kristus, maka jiwa harus melalui tiga tahap yaitu tahap mencium kaki Kristus; mencium
tangan Kristus dan mencium mulut Kristus. Maksudnya: tahap pertama, bila melihat
Yesus Kristus jiwa itu akan menyesali dosanya dan bertobat; kedua, jiwa itu
memikirkan dan berusaha meneladani kasih Kristus yang nampak dalam
penderitaanNya; ketiga, akhirnya jiwa itu dilimpahi dengan kasih karunia dan
dinyalakan olehnya dalam ketergiuran yang tak terkatakan.

Golongan orang mistik lainnya adalah mereka yang biasa dikenal “Saudara-
saudara dari Roh Bebas” di Jerman Selatan. Mereka sama sekali menolak Gereja dan
sakramen, karena anggapnya mereka sendiri adalah Allah, dan menganggap sebagai
yang tidak berdosa.

Lain lagi kesalehan abad pertengahan yang muncul di Belanda, terdapat


pergerakan lain yang dinamai “Devosi Baru”. Perkumpulan yang dimotori oleh
pengkhotbah awam bernama Geert Groote (1340-1384) mengumpulkan sejumlah
klerus (pejabat Gereja Katolik) dan awam, yang bergelar “Saudara-saudara yang hidup
rukum”. Sehari-hari mereka hidup bersama, yang memenuhi nafkahnya dengan bekerja,
misalnya menyalin kitab-kitab. Berbeda dengan kaum miktik sebelumnya, Devosi baru
ini menghormati dan melayani Gereja serta mengikuti teladan dan taat kepada Kristus.
Selain turut berkecimpung dalam bidang sosial, seperti memajukan sekolah,
memperhatikan penggembalaan, juga turut menuntut ilmu humanis dan mementingkan
kuasa Alkitab.

72
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Alat Keselamatan. Ditengah-tengah maraknya kesalehan “lain” yang muncul


sebagimana tersebut di atas, tetapi masih banyak rakyat Kristen hidup dalam semangat
lain, di mana mereka tunduk kepada kuasa Gereja, yakni mengakui tujuh sakramen
yang dimengerti sebagai alat keselamatan. Sejak abad ke-XIII Gereja Katolik Roma
(GKR) mengakui tujuh sakramen ini: Perjamuan, baptisan, konfirmasi, pengakuan dosa,
perminyakan, pernikahan dan pentabisan imam. Gereja Roma Katolik mengajarkan
bahwa “hanya melalui sakramen ini” manusia memperoleh rahmat dan keselamatan
lahir batin.

Perjamuan. Berdasarkan dogma transubstansiasi, roti yang telah ditahbiskan itu


dipuja oleh jemaat selaku Tuhan sendiri, dan roti suci itu bernama hostia. Sesudah misa,
roti suci tersebut disimpan dalam ‘rumah sakramen’ yang terdapat di atas atau sebelelah
mezbah. Itulah sebabnya orang-orang Karolik Roma membuka topi dan bertelut tanda
hormat ketika mereka masuk gereja dan atau melewati mezbah.

Baptisan. Bagi GKR, baptisan bukan bermakna lambang penghapusan dosa oleh
darah Yesus, tetapi diakuinya sebagai sungguh-sungguh menghapus dosa turunan dan
dosa perbuatan. Sebelum dibaptiskan, manusia dianggap masih berada di luar ratmah
Allah dan pasti binasa karena dosa turunan dan dosa perbuatannya masih melekat
padanya. Oleh karena itu manusia harus dibaptis; bahkan sesaat sebelum meninggal.

Konfirmasi. Sakramen yang didasarkan pada Kis 8:14-17 ini dilakukan pasca
baptisan, dengan tujuan untuk menguatkan iman dan mengaruniakan Roh Kudus. Tata
raca pelaksanaannya: dilakukan (hanya) oleh seorang uskup; dengan jalan membuat
tanda salib pada dahi dengan minyak suci dan dengan meletakkan tangan pada orang
yang menyambutnya; dan diberlakukan umur minimal tujuh tahun.

Pengakuan dosa. Sakramen ini terdiri atas tiga bagian: pertama, penyesalan batin
yang sungguh-sungguh; dua, pengakuan dengan mulut di depan imam (seorang yang
diyakini sebagai yang dapat memberi absolusi-melepaskan dari dosa; karena ia
mendapat “kuasa anak kunci” dari Tuhan sendiri (Mat 16:19); tiga, penebusan dosa
dengan amal (penitensia).

73
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Perminyakan. Ayat yang dijadikan dasar pelayanan ini adalah Yakobus 5:14.
Sakramen ini biasanya dilakukan terhadap orang sakit yang akan meninggal. Caranya:
imam membubuhkan minyak suci pada mata, telinga, hidung, mulut, tangan dan kaki.
Lalu, sebagai bekal perjalanan menuju hidup baka, kepadanya diberikan Perjamuan
penghabisan.

Perkawinan. Sakramen ini diberlakukan kepada kaum awam (tidak kepada uskup,
klerus – yang dilarang menikah demi mematikan hidup badani jasmaniah untuk dapat
menuju kesempurnaan rohani). Karena “nikah” dianggapnya sebagai hidup kodrati
alamiah, maka bagi kaum awam yang menikah perlu dipertinggi derajatnya dan
dikuduskan oleh rahmat dan berkat Tuhan dengan perantaraan Gereja yang dilakukan
oleh imam. Bagi GKR, nikah yang sah adalah nikah yang ditahbiskan oleh imam dan
bukan nikah di hadapan pegawai pemerintah.

Pentahbisan Imam. Yang melandasi penetapan sakramen ini adalah bahwa


imamlah satu-satunya pengantara yang dipakai Tuhan untuk menyampaikan rahmatNya
kepada manusia. segala hak dan kuasa rasul-rasul dikaruniakan kepada imam menurut
dogma suksesi rasuli. Karenanya maka sakramen ini harus dilaksanakan. Ketika
seorang imam telah ditahbiskan, ia tetap imam sampai kapanpun dan bagaimanapun
dia.

Obyek iman. Karena dirasa Tuhan Allah dan Yesus Kristus itu terlalui tinggi dan
jauh, maka umat Kristen mengarahkan kepada hal-hal yang dianggapnya dapat menjadi
“perantara” hubungannya kepada Tuhan; seperti: sakramen-sakramen, orang-orang
kudus, Maria, bunda Tuhan, relikwi-relikwi.

Penyataan iman. Umat Kristen saat itu menyatakan imannya pertama-tama


mentaati kuasa Gereja. Mereka ditakut-takuti lewat khotbah mengenai kiamat dan
siksaan neraka. Selain harus bertobat dengan sungguh-sungguh, mereka juga dituntut
melakukan amalan supaya berkenan kepada Tuhan, misalnya, seperti berpuasa,
memberi sedekah, berdoa, ziarah ke tempat-tempat suci, memnyumbang gedung gereja,
memberi sumbangan kepada Gereja, menyiksa diri, masuk biara, dan sebagainya.
Amalan yang banyak besar pahalanya.

74
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Penghapusan siksa,yang dalam bahasa Latin disebut Indulgensia. Hal ini timbul
dari praktek pengakuan dosa (di depan imam) agar memperoleh pengampunan dosa;
maka orang yang bersangkutan harus sungguh-sungguh melakukan penyesalan dengan
menaklukkan diri kepada rupa-rupa hukuman (Gereja) atau melakukan penitensia
(amal). Seiring berjalannya waktu, berlakulah bahwa indulgensia itu bukan hanya
berlaku untuk menghapuskan hukuman Gereja yang harus ditanggung selama di dunia
ini, tetapi sekaligus meniadakan “purgatory”, yakni siksaan yang harus diderita dalam
api penyucian. Dan pada gilirannya, praktek indulgensia ini bisa diperoleh bukan hanya
lewat penitensia, tetapu juga bisa diperoleh dengan cara membelinya.

75
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pasal 5
Reformasi di Jerman

Sejarah Gereja mencatat bahwa pada tanggal 31 Oktober 1517 pernah terjadi
sebuah gerakan Reformasi Gereja yang dipelopori oleh Martin Luther. Pada saat itu
Martin Luther memakukan 95 dalil yang ditulis dalam bahasa Latin di depan gereja
istana Wittenberg, Jerman. Oleh sebab itu pada tanggal 31 Oktober ditetapkan sebagai
hari Reformasi Gereja Protestan.

Martin Luther lahir 10 November 1483 Eisleben, Kekaisaran Romawi Suci;


adalah seorang pastur Jerman dan ahli teologi Kristen dan pendiri Gereja Lutheran,
Gereja Protestan, pecahan dari Katolik Roma. Dia merupakan tokoh terkemuka bagi
Reformasi. Seruan Luther kepada Gereja agar kembali kepada ajaran-ajaran Alkitab
telah melahirkan tradisi baru dalam agama Kristen. Gerakan pembaruannya
mengakibatkan perubahan radikal juga di lingkungan Gereja Katolik Roma dalam
bentuk Reformasi Katolik.88 Sumbangan-sumbangan Luther terhadap peradaban Barat
jauh melampaui kehidupan Gereja Kristen. Terjemahan Alkitabnya telah ikut
mengembangkan versi standar bahasa Jerman dan menambahkan sejumlah prinsip
dalam seni penerjemahan. Nyanyian rohani yang diciptakannya mengilhami
perkembangan nyanyian jemaat dalam Gereja Kristen. Pernikahannya pada 13 Juni
1525 dengan Katharina von Bora menimbulkan gerakan pernikahan pendeta di
kalangan banyak tradisi Kristen.

Masa Kecil Luther. Martin Luther (10 November 1483 - 18 Februari 1546) anak
dari seorang penambang bernama Hans Luder dan ibunya, Margarethe. Karena berhasil
berkembang dari kalangan buruh tani, ayahnya bertekad bahwa anaknya harus menjadi
pegawai negeri dan memberikan kehormatan kepada keluarganya. Dengan harapan
itulah Hans mengirimkan Martin yang masih kecil untuk belajar di Mansfeld,
Magdeburg dan Eisenach.

Pada usia 17 tahun, di tahun 1501, Luther masuk ke Universitas Erfurt, dan
mendapatkan gelar sarjananya pada 1502, serta gelar magisternya pada 1505.

88
Uraian lebih lanjut pada kontra reformasi dalam diktat ini
76
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Kemudian ia mendaftarkan diri di sekolah hukum di universitas itu demi memenuhi


keinginan ayahnya. Semuanya itu berubah ketika pada suatu hari di musim panas tahun
1505, saat terjadi serangan badai. Petir menyambar di dekatnya ketika ia sedang
berjalan pulang dari sekolah. Dalam ketakutan, ia berseru, "Tolonglah, Santa Ana! Saya
akan menjadi biarawan!". Karena nyawanya selamat, Luther meninggalkan sekolah
hukumnya dan masuk ke biara Augustinian di Erfurt.

Pergumulan Luther. Martin Luther sepenuhnya mengabdikan dirinya pada


kehidupan biara, berusaha melakukan segala perbuatan baik untuk menyenangkan Allah
dan melayani orang lain melalui doa-doa untuk jiwa-jiwa mereka. Ia mengabdikan diri
dengan puasa, menyiksa diri, berdoa selama berjam-jam, melakukan ziarah, dan terus-
menerus melakukan pengakuan dosa. Semakin ia berusaha untuk Allah tampaknya ia
semakin sadar akan keberadaannya yang penuh dengan dosa.

Johann von Staupitz, atasan Luther, berusaha mengalihkan rasa kuatir yang
berlebihan dalam diri Luther. Karena itu ia memerintahkan Luther untuk
mengembangkan kariernya sebagai akademisi. Pada 1507 Luther ditahbiskan menjadi
imam. Pada 1508 ia mulai mengajar teologi di Universitas Wittenberg. Luther
mendapatkan gelar sarjananya dalam Studi Alkitab pada 9 Maret 1508, dan gelar
sarjananya dalam Sentences karya Petrus Lombardus (buku ajar teologi yang terutama
pada Zaman Pertengahan), pada 1509. Pada 9 Oktober 1512, Martin Luther menerima
gelar Doktor Teologinya dan pada 21 Oktober 1521, ia "diterima menjadi anggota senat
dosen teologi" dan diangkat menjadi Doktor dalam Kitab Suci.

Keluarga Luther. Luther menikah dengan Katharina von Bora, seorang mantan
biarawati, pada 13 Juni 1525. Pasangan ini mendapatkan enam orang anak, tiga laki-
laki dan tiga perempuan:

 Hans, lahir pada 7 Juni 1526, belajar hukum, menjadi pejabat hukum dan
meninggal pada 1575.
 Elizabeth, lahir pada 10 Desember 1527 dan meninggal pada usia sangat muda
pada 3 Agustus 1528.

77
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

 Magdalena, lahir 5 Mei 1529, meninggal di dalam pelukan ayahnya pada 20


September 1542. Kematiannya merupakan pukulan yang sangat hebat bagi Luther
dan Katharina.
 Martin, Jr., lahir 9 November 1531, belajar teologi tetapi tidak pernah dipanggil
menjadi pendeta hingga ia meninggal pada 1565.
 Paul, lahir 28 Januari 1533, menjadi dokter. Ia mempunyai enam orang anak
hingga ia meninggal pada 1593. Garis keturunan laki-laki keluarga Luther
berlanjut melalui dia kepada John Ernest, yang berakhir pada 1759.
 Margaretha, lahir 17 Desember 1534, menikah dengan George von Kunheim,
keturunan keluarga bangsawan Persia yang kaya, tetapi meninggal pada 1570
pada usia 36 tahun. Keturunannya berlanjut hingga sekarang.

Pertikaian Indulgensia. Selain tugas-tugasnya kesehariannya, Martin Luther


melayani sebagai pengkhotbah dan penerima pengakuan dosa di Gereja Kastil,
"fondasi" dari Frederick yang Bijak, Pemilih dari Saxony. Gereja ini dinamai "Semua
orang Suci" karena di sinilah disimpan koleksi relikwi sucinya. Dalam melakukan
tugas-tugas inilah Luther diperhadapkan dengan berbagai akibat yang timbul ketika
orang biasa harus mendapatkan indulgensia.

Indulgensia adalah penghapusan penghukuman sementara yang masih ada bagi


dosa-dosa setelah kesalahan seseorang dihapuskan melalui absolusi (pernyataan oleh
imam bahwa dosa seseorang telah dihapuskan). Saat itu terjadi penyalahgunaan
indulgensia oleh oknum-oknum Gereja, yaitu sebuah indulgensia dapat dibeli seorang
umat untuk dirinya sendiri ataupun untuk salah seorang sanak keluarga yang sedang
berada di api penyucian. Johann Tetzel, seorang imam Dominikan, ditugasi berkeliling
di seluruh wilayah keuskupan Uskup Agung Albert dari Mainz untuk mempromosikan
dan menjual indulgensia untuk merenovasi Basilika St. Petrus di Roma. Tetzel sangat
berhasil dalam hal ini. Ucapan Tetzel yang terkenal ialah, "Kalau uang tersebut
berdenting di dalam peti, melompatlah jiwa itu ke dalam sorga.”89

Luther menganggap penjualan indulgensia ini sebagai penyelewengan yang dapat


menyesatkan umat sehingga mereka hanya mengandalkan indulgensia itu saja dan

89
W.J. Kooiman, Martin Luther: Doktor dalam Kitab Suci Reformator Gereja. Jakatra: BPK
Gunung Mulia, 2001, hal. 46
78
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

mengabaikan pengakuan dosa dan pertobatan sejati. Luther menyampaikan khotbahnya


menentang indulgensia ini pada 1516 dan 1517. Pada 31 Oktober 1517, menurut
laporan tradisional, 95 dalil Luther dipakukan pada pintu Gereja Kastil sebagai
undangan terbuka untuk memperdebatkannya. Sementara ada yang menyebutkan
bahwa Luther sebetulnya tidak menempatkan ke-95 dalil itu di pintu Gereja Wittenberg,
tetapi menerbitkan salinannya.

Dalam 95 dalil tersebut Luther mengkritik, antara lain, kepausan dengan


mengatakan:90

a. Kekayaan bangsa Jerman dirampas oleh penjualan surat ampun dosa tersebut,
harena hasil dari pungutan uang mengalir ke kepausan di Roma.
b. Paus tidak berkuasa atas api penyucian sehingga dapat melepaskan jiwa seseorang
daripada siksaanya di sana. Malah, perantaraan, baik paus maupun santo tak
dibutuhkan untuk memperoleh pengampunan atau penyucian.
c. Bahwa surat ampun dosa itu menghambat diperolehnya keselamatan, karena
seseorang dapat saja memberi uang untuk membeli surat pengampunan tanpa
menyesal dan bertobat dari dosanya.

Ke-95 dalil Luther segera diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, disalin dan
dicetak secara luas. Dalam waktu dua minggu, dalil-dalilnya telah menyebar ke seluruh
Jerman, dan dalam waktu dua bulan ke seluruh Eropa. Ini adalah salah satu peristiwa
pertama dalam sejarah yang dipengaruhi secara mendalam oleh mesin cetak, yang
membuat distribusi dokumen lebih mudah dan meluas.

Reaksi terhadap Dalil Luther. Berikut reaksi dan aksi yang muncul menyusul
95 dalil Luther:

a. Menghebohkan (1518)

Penempelan 95 dalil itu sangat menghebohkan Gereja Katolik sehingga seorang


wakil dari kepausan diutus (namanya Cajetanus) untuk berhadapan dengan Luther
pada 7 Oktober tahun 1518 di Augsburg. Sebelum pertemuan berlangsung,

90
Peter Wongso, Penjelasan tentang Pengakuan-pengakuan Iman Kristen. Malang: Seminari
Alkitab Asia Tenggara, Stensilan, hal. 30-35
79
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Cajetanus sudah mengirim seorang wakil untuk membujuk Luther, antara lain
demikian, “Hanya énam huruf 91
yang harus kauucapkan agar lepas dari
perkaramu.” Dan dalam pertemuannya dengan Cajetanus Luther tetap pada
pendiriannya, tidak mau menarik tulisannya, ia justru menolak hak paus untuk
membagikan jasa/amal dari perbenhadaraan amal para santo.

b. Perdebatan dengan Johanes Eck (1519)

Tahun 1519 Johanes Eck, dari Universitas Leipzig menantang Luther untuk
berdebat; di mana dalam perdebatan ini Luther menyatakan bahwa iman harus
dibangun atas Alkitab semata-mata, bukan pada keputusan Paus atau konsili-
konsili.

c. Traktat Luther Pasca perdebatan (1520)

Setelah perdebatannya dengan Eck, pendirian Luther menjadi lebih tegas


sehingga ia berani menulis, dengan beberapa topik, sebagai berikut:

1) “Khothah Mengenai Perbuatan Baik”: kata Luther, perbuatan yang paling


baik ialah percaya kepada Kristus.
2) “Kepada Para Bangsawan Kristen di Jerman”: Apabila seorang paus
bersalah atau melanggar ajaran Kristus, maka ia harus diadili dengan
cepat.
3) “Pembuangan Gereja di Babilon”: Luther menegaskan bahwa kepausan
sudah lama membuang Gereja ke dalam perbudakan. Dalam traktat yang
sama Luther menolak 5 dari 7 sakramen Katolik , yakni pentahbisan,
peneguhan, pernikahan, perminyakan dan pengakuan dosa.

d. Pengucilan Luther (1520)

Menindaklanjuti sikap dan tindakan Luther tersebut maka pada tahun 1520, maka
Paus Leo X mengeluarkan surat (Bulla) pengucilan (Exsurge Domine), yang
antara lain berbunyi, “Bangkitlah, ya Allah dan laksanakanlah perkaraMu,
serigala-serigala mau merusakkan kebun anggurMu yang Kaupercayakan kepada

91
W.J. Kooiman: enam huruf itu adalah revoco (jerm. Artinya saya mencabut kembali), hal. 63
80
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Petrus, wakil raja itu, babi hutan membongkarnya, binatang hutan


merusakkannya…”92 Lalu Luther membakar bulla tersebut di depan pintu gerbang
di kota Wittenberg di hadapan para gubernur dan mahasiswa.

e. Luther Menghadap sidang di kota Worms (1521)

Akibatnya, Luther dipanggil untuk mempertanggungjawabkan perbuatan-


perbuatan dan karangan-karangannya ke dalam persidangan (sidang kaisar) di
Worms, yang diresmikan oleh Kaisar Charles V pada 22 Januari 1521. Para
sahabat memohon agar Luther tidak menghadiri undangan, yang disebutnya
sebagai alat untuk menangkapnya. Tetapi Luther berkata: “Biarpun di Worm ada
setan sebanyak genteng di atas rumah, aku pergi juga.”93

Pada tanggal 17 April 1521, Luther berhadapan dengan Kaisar Karel V, yang
menjabat sebagai pemimpin atas kekaisaran Romawi, dan menganggap dirinya
sebagai pembela yang setia akan Gereja Katolik. Kini ia ada di Worms untuk
mengadili Luther.

Akan tetapi membereskan Luther dapat dilakukan begitu saja. Karel V datang ke
Jerman untuk mencari dukungan dari para pangeran Jerman dalam peperangan
terhadap kaum Turki Otoman, yang saat itu mengancam kota Vien di Austria.
Yang sulit bagi Karel V ialah bahwa ada pangeran-pangeran yang menaruh
simpati pada Luther. Tentu saja ia tidak akan mendapatkan apa yang diinginkan
bila ia menekan Luther dengan membabi buta.

Dalam persidangan itu, Luther diperhadapkan dengan semua karangan yang


ditulisnya, dan diminta untuk untuk menariknya kembali. Tetapi Luther
menegaskan, katanya: “Buku-buku saya ini terdiri dari berbagai jenis, ada yang
berkenaan dengan iman dan kehidupan. Apabila saya menyangkalinya, maka saya
menyangkali kebenaran…saya sedang dihakimi, bukan karena kehidupan saya,

92
W.J. Kooiman, hal. 87
93
Th. Van den End, hal. 171.
81
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

melainkan karena ajaran Kristus; oleh sebab itu saya tidak akan menariknnya
kecuali saya dibuktikan saya secara Alkitabiah…”94

Menindaklanjuti pembelaannya di hadapan sidang kaisar ini, maka pada tanggal


18 April 1521, Luther dituntut untuk mengakui ajaran-ajarannya (yang dianggap sesat)
itu. Tetapi Luther menjawab dengan tegas: “Saya tidak percaya kepada paus atau
kepada konsili-konsili saja, karena sudahlah jelas seperti siang bahwa mereka sesat
berkali-kali dan seringkali bertentangan dengan dirinya sendiri. Hati saya sudah terikat
oleh perkataan Kitab Suci dan saya tertangkap dalam Firman Allah: menarik kembali,
saya tidak dapat dan saya tidak mau sama sekali. Semoga Allah menolong saya.
Amin!”95 Beberapa minggu kemudian, dalam Edik Worm, Luther bersama pengikutnya
dikucilkan dari masyarakat dengan “kutukan kekaisaran”. Tetapi diselamatkan dari
maut dan dilarikan atas perintah Frederick yang Bijaksana, dan Luther dibawa ke puri
Wartburg.

Dengan bantuan rekannya, Luther bermukim di balaikota Wartburg, berdekatan


dengan Erfurt. Dalam balai kota tersebut, dia menerjemahkan Alkitab Perjanjian Baru
dari bahasa Yunani ke bahasa Jerman (1522). Kemudian dia juga menerjemahkan
Perjanjian Lama ke dalam bahasa Jerman (1534). Luther mengasaskan ajarannya
sendiri dengan rekannya Philip Melanchton dan meninggal pada tahun 1546. Alkitab
terjemahan Luther menjadi Alkitab berbahasa Jerman pertama yang diterbitkan. Dalam
dua bulan sejak diterbitkan, Alkitab ini telah terjual hingga 5000 kopi.

Pemikiran Theologianya

a. Pembenaran

Kajian mengenai Surat Paulus, terutamanya surat kepada jemaat di Roma


memberikan kesan kepada Luther akan asas sola fide (hanya karena iman).
Hanya imanlah yang dapat menyelamatkan manusia yang diberikan Tuhan
berdasarkan anugerahnya (sola gratia) kepada manusia seperti yang dijelaskan
menurut Alkitab (sola scriptura). Luther sangat menentang ajaran gereja pada

94
Roland Bainton, Here I Stand: A Life of Martin Luther, Nashville: Abingdon Press, 1978, hal.141
95
Ibid., 172.
82
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

saat itu yang dianggapnya menawarkan keselamatan dengan murah dengan cara
menjual surat-surat penghapusan dosa (indulgensia).

b. Perjamuan Kudus

Salah satu hal yang dengan tegas ditolak oleh Luther dalam pekerjaan
pembaharuannya pada gereja Katolik adalah ajaran gereja tentang Perjamuan
Malam yang mengatakan bahwa waktu imam yang melayani Perjamuan Malam
mengucapkan kata-kata penetapan "Inilah tubuhku... Inilah darahku" , maka
substansi roti dan anggur secara otomatis berubah menjadi tubuh dan darah
Kristus. Peristiwa perubahan ini disebut transsubstansiasi. Bagi Luther, yang
penting adalah Kristus benar-benar hadir (secara substansi dan esensi96) dalam
ekaristi, dan bukan hadir secara kwantitatif. Luther menonjolkan peranan iman
dalam Perjamuan Kudus, karena tanpa iman Perjamuan Kudus tidak berguna
apa-apa.97

c. Kristologi

Dikatakan, jika Kristus bukan manusia sejati, maka tidak mungkin Ia mati di
kayu salib dan menebus umat manusia. dan hanya dalam kemanusiaan Kristus,
kita dapat mengenal siapa Allah itu.

d. Tata Ibadah. Dalam hal ini Luther melakukan beberapa hal sebagai berikut:

a) Mempertahankan Tata Ibadah yang lama: kebaktian Protestan (GP) tetap


berjalan seperti Misa Katolik (GKR): salam berkat, prngakuan dosa, berita
pengampunan dosa, baca Alkitab, khotbah dan diakhiridengan perayaan
sakramen.
b) Melakukan perubahan: GKR, dalam ibadah menggunakan bahasa Latin dan
memberi tempat lebih kepada perayaan sakramen. GP, menggunakan
bahasa Jerman dan memberi tempat tebih kepada khotbah, walau sakramen
juga dilaksanakan pula

96
Roland Bainton, hal.249
97
Christiaan de Jonge, Apa itu Calvinisme? Hal. 217.
83
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

c) Berbeda dengan GKR, Luther memberlakukan dalam kebaktian GP


diselingi dengan nyanyian jemaat (seperti jamannya Ambrosius). Luther
sendiri menyusun lagu-lagu dalam bahasa Jerman: Mazmur dan nyanyian
rohani diberi musik.

84
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pasal 6
Reformasi di Swiss

Masa muda dan pendidikannya (1484-1506)


Ulrich atau Huldrych Zwingli lahir pada 1 Januari 1484 di Wildhaus di daerah
Toggenbrug Atas, Swiss. Ayahnya ialah seorang petani yang makmur, yang juga
menjabat sebabagi pengawai negri. Ibunya adalah saudara perempuan dari seorang
imam. Zwingli belajar di Universitas Wien, di Austria, lalu pindah ke Universitas Basel
di Swiss, di mana ia meraih gelar Bachelors pada tahun 1504, lalu M.A nya pada tahun
1506. Di sana Zwingli diperkenalkan kepada cita-cita humanisme sebagai yang
dikemukakan oleh Erasmus. Oleh sebab itu ia menjadi “reform minded” dan berminat
untuk memepelajari bahasa Latin serta kesusastraan klasik. Lagi pula, sama seperti
Erasmus, ia berpegang pada pendapat bahwa roh atau yang batiniah, ialah lebih tinggi
dan justru berlawanan dengan tubuh, atau hari membawa dia kepada pengertian akan
perjamuan Kududs yang berlawanan dengan Luther.

Jemaat yang dilayani dan perkembangannya sebagai Reformator


Pada tahun 1506,atas dorongan dari orang tuanya, ia ditabihkan sebagai iman.
Lalu ia ditempatkan di desa Glarus (1506-1516). Di sana ia melanjutkan studinya dalam
bahasa Yunani, dan menguasainya tanpa pertolongan dari guru. Karenanya kemudian ia
mahir membaca PB dalam bahasa aslinya, akan tetapi ia tidak begitu berminat-minat
mempelajari teologinya.
Pada tahun 1516 ia pindah ke Einsiedeln di mana ia mempelajari karangan-
karangan bapa-bapa Gereja, teristimewa Origenes, Ambrosius, Chrisostomus,
Agustinus dll. Lalu pada tahun 1518 ia mulai menyerang system penjunjualan surat
pengampunan dosa (indulgensia), bukan karena ia mau mempertahankan keselamatan
oleh iman, melainkan karena penjualannya berlawanan dengan cita-citanya sebagai
humanis bergaya Erasmus.
Untuk alasan yang sama ia juga menyerang Mariology dan peraturan Gereja
Katolik bahwa imamat tidak boleh menikah. Pada waktu yang sama ia menerima
sebuah salinan dari PB dalam bahasa Gerika, edisi Erasmus.

85
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Karyanya di Zurich, pembaruannya dan langkah-langkah pertamanya sebagai


Reformator (1519-1522)
Oleh karena Zwingli sudah terkenal sebagai pengkhotbah ia dipanggil menjadi
iman di gereja pusat di Zurich. Ia mulai mengkhotbahkan riwayat hidup Yesus dari
kitab Matius, suatu langkah yang merubah tradisi Katolik, yang biasanya membaca
bagian-bagian Alkitab sesuai dengan urutan penanggalan Gereja.98
Pada empat tahun berikutnya, Zwingli mengkhotbahkan hamper seluruh PB,
terutama surat-surat Paulus. Semuanya dikhotbahkan berdasarkan nas dari bahasa asli
dan diselidikinya secara teliti. Tujuannya ialah untk mengajarkan Kristus dari sumber
aslinya, dan menyatakan Kristus yang sejati guna memperbaharui jemaat.
Setelah ia menyampaikan khotbahnya yang pertama, salah seorang anggota gereja
itu yang sudah jemu mendengar renungan-renungan dari imam dan rahib yang sama
sekali tak berfaedah berkata: “ini pengkhotbah sejati akan kebenaran, bagaikan Musa
yang akan membebaskan umatnya dari perbudakan.”99
Di musim kemarau, tahun 1519, para penduduk Zurich dilanda wabah yang
dahyat, sehingga sepertiga dari penduduk kota dimusnahkan. Zwingli, sebagai gembala
yang baik, merawat mereka yang sakit dan yang akan mati. Akhirnya iapun kena
penyakit yang ganas itu hampir mati.
Tetapi oleh rahmat Tuhan ia tidak mati. Nampaknya, wabah itu merupakan satu
peristiewa yang dipakai Tuhan untuk memperbaharui rohani Zwingli. Berbeda dengan
rasul Paulus, Agustinus atau Luther, Zwingli kelihatannya tidak pernah mengalami
suatu perpalingan yang drastis. Melainkan kelihatannya diperbaharui secara
berkesinambungan.100
Antara tahun 1519-1522, ada beberapa peristiwa yang terjadi yang akhirnya
mengakibatkan perpisahan antara Zwingli dan Gereja Katolik. Dalam khotbah-
khotbahnya ia mengutarakan beberapa doktrin yang anti-Katolik, melontarkan kritik
terhadap kekuasaan kepausan, mempertahankan kaum imam untuk menikah, dsb. Lagi
pula, untuk pertama kalinya beberapa karangan dan traktat dari Luther diperkenalkan

98
Philip Schaff berkata bahwa Zwingli ini meniru kebiasaan Chrysostomus dan Agustinus yang
mengkhotbahkan kitab-kitab dari Alkitab sebagai seri khotbah - Schaff, History of the Christian Church,
VII. (Grand Rapids MI: W.B. Eerdman, 19888), 38.
99
Schaff, Ibid, VII. 41
100
Schaff, Ibid, VII. 44

86
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

kepadanya, dan ini menegaskan keyakinan-keyakinan yang sudah


dipegangnya.kelihatannya

Reformasi di Zurich dan perpisahan dari Gereja Katolik (1522-1531)

Zwingli Mengutarakan “Enam Puluh Tujuh Artikel” (1511):


Latar belakang untuk peristiwa di atas itu (band. 95 dalil Luther) ialah, pertama-
tama, ada beberapa imam yang protes terhadap Gereja katolik dengan mengambil istri.
Kedua, Zwingli dan sepuluh imam yang lain mengajukan sebuah petisi untuk mendapat
kebebasan dalam mengajarkan Injil.
Ketika petisi iti ditolak, Zwingli membalas dengan menulis 67 Artikel di mana
antara lain ia: (1) menolak keutamaan kepausan; (2) menolak pemujaan orang –orang
kudus; (3) selibasi kaum imam; (4) api penyucian; dan (5) menegaskan bahwa Alkitab
semata-mata cukup untuk mengajarkan tentang keselamatan.

Perbebatan-perdebatan, tahun 1523:


Bagi Gereja Katolik, peristiwa mengeluarkan 67 Artikel tersebut adalah
perkembangan yang sangat memprihatinkan. Oleh karena itu, ada delegasi Katolik yang
datang ke Zurich pada bulan Januari, 1523 untuk protes. Zwingli menantang mereka
untuk berdebat, lalu Dewan kota Zurich menyatakan Zwingli sebagai pemenang.
Tak lama kemudian, perdebatan kedua diadakan, di mana Zwingli menyerang misa
Katolik, konsep transubtansiasi101 dan pemujaan patung-patung.

Pembaruan Gereja Yang Drastis, tahun 1523-1525, dan kematian Zwingli:


Segera sesudah perdebatan kedua tersebut, para pengikut Zwingli, mengambil
batu menghancurkan patung-patung di Gereja. Salib-salib pun turut dihancuran di
beberapa tempat. Lagi pula, ibadah dilaksanakan dengan menggunakan bahasa Jerman,
bukan bahasa Latin.
Pada tahun 1525, Perjamuan Reformatis bergaya Zwingli pertama kali diadakan.
Di dalam perjamuan tersebut Zwingli menolak transubstansiasi dan sebagai pengganti
mengajarkan bahwa perjamuan hanya sekedar peringatan akan kesengsaraan dan
kebangkitan Yesus.

101
Christiaan de Jonge, Apa itu Calcinisme? Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999, hal. 219
87
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Dengan mengadakan Perjamuan Suci pada tahun 1524 itu, boleh dikata bahwa
Reformasi Zwingli sudah memuncak. Peristisw-peristisw yang berikutnya berpusat
pada menegaskan doktrin-doktrin yang sudah diutarakan di dalam 67 Artikel dan pula,
membela kaum Protestan terhadap serangan Katolik.
Waktu kaum Katolik menyerang bagian-bagian di Negara Swiss yang
mayoritasnya Protestan, Zwingli mengambil pedang untuk melawan Katolik di medan
peperangan. Di situ Zwingli gugur tanpa tahun 1531, bersama dengan banyak pendeta
Protestan yang lain.

Pemikiran Theologianya
a. Mengenai Alkitab
Alkitab cukup untuk mengajarkan ytentang keselamatan sehingga tidak perlu
ditanbah dengan tradisi. Firman Tuhan yang terdapat dalam Kitab Suci terutama
PB adalah satu-satunya petunjuk untuk iman dan praktek kekristenan.

b. Mengenai Kristus
Kristus adalah satu-satunya Juruselamat dan pengantara antara manusia dengan
Allah, sehingga pengantara orang-orang Kudus tidak perlu. Kristus adalah kepala
Gereja yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Karenanya, sembahlah
Kristus saja, bukan Maria atau orang Kudus lainnya.

c. Mengenai Keselamatan Bayi


Zwingli percaya bahwa anak-anak yang meninggal masih bayi akan diselamatkan
sekalipun belum dibaptis, serta orang-orang kafir yang mengasihi kebenaran
dalam kehidupan ini kaan memperoleh keselamatan.

d. Mengenai Perjamuan Kudus


Dalam buku karyanya “Pengakuan Iman” yang ditulisnya tahun 1530, Zwingli
menolak kehadiran secara fisik dari tubuh Kristus dalam Perjamuan Kudus,102
melainkan kehadiran dalam Roh Kudus dan tidak terikat pada roti dan anggur.103

102
Tony Lane, Runtut Pijar, hal 144.
103
Christiaan de Jonge, Op.ci., hal.220
88
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

e. Mengenai Baptisan
Zwingli memahami sakramen Baptisan (juga Perjamuan Kudus), selain
merupakan tindakan jemaat untuk mengaku imannya, juga suatu tanda yang
mewajibkan kita untuk mengikatkan diri pada Kristus.104

f. Musik di Gereja

Zwingli adalah orang Protestan pertama yang membuang penggunaan alat musik
dalam kebaktian. Ia merasa bahwa alat musik itu suatu pelanggaran, sambil
mengutip bapak-bapak gereja kuno untuk mendukung pernyataannya. Zwingli
berusaha kembali ke praktek yang diikuti oleh kebanyakan gereja Ortodoks
Timur. Namun lebih dari mereka, ia menganggap musik dapat mengalihkan
perhatian orang dari pemberitaan firman Allah.

104
J.L. Ch. Abineno, Ulrich Zwingli: Hidup, Pekerjaan dan Ajarannya. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1993, hal. 41
89
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pasal 8
Reformasi Radikal

Menyusul reformasi di Jerman (oleh Luther) dan di Swiss (oleh Zwingli), pada
abad yang sama (XVI) muncullah reformasi yang biasa disebut sebagai “sayap kiri dari
Reformasi” atau “reformasi radikal” di Zurich, Swiss, yang dimotori oleh kaum
Anabaptis dan pengikut-pengikut Munster.

Anabaptis (Yunani: ανα βαπτιζω - dibaptis kembali). Menurut mereka, jemaat


Kristen hanya boleh terdiri dari orang-orang percaya saja. Karena itu mereka menolak
baptisan anak-anak.

Sebab-musabab Reformasi. Reformasi radikal kaum Anabaptis ini bermula dari


ketundukan para pendeta di kota Zurich, Swiss (1523) yang menyerah kepada
pemerintah yang melarang mereka merubah perayaan Ekaristis ala Katolik menjadi ala
Protestan. Oleh karena itu beberapa angora jemaat Zurich marah. Bagi mereka,
pemerintah tidak berhak mencampuri urusan rohani. Bahkan mereka menegaskan
bahwa keadaan Gereja yang buruk disebabkan oleh praktek baptisan anak-anak, yang
dilayankan begitu saja tanpa mempedulikan kerohanian mereka. Bukanlah dikatakan
dalam Alkitab (Mark 16:16) bahwa percaya mendahului baptisan.

Memisahkan dari Gereja. Januari tahun 1525 mereka memisahkan diri dari
Gereja-kota Zurich dan mendirikan suatu jemaat tersendiri, yang terdiri dari orang-
orang percaya saja. Mereka membaptis ulang para pengikutnya. Juga tidak mau
berurusan dengan Negara, seperti yang disusun (1527) dalam pengakuan iman
mereka:105

 Tentang Baptisan. Dilakukan kepada mereka yang sudah sungguh-sungguh


kepada Kristus. Bagi mereka yang sudah dibaptis tetapi berbuat dosa lagi dan
tidak mau mengoreksi diri akan diekskomunikasikan dari persekutuan.
 Tentang penggunaan Pedang untuk melawan orang-orang jahat; bahwa Kristus
memerintahkan kita untuk belajar padaNya, karena Ia lemah-lembut dan rendah

105
Th. Van den End, Harta dalam Bejana, hal. 185
90
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

hati (Mat 11:29). Di Gereja satu-satunya senjata yang dipakai adalah


ekskomunikasi.106,107
 Tentang memangku jabatan Hakim. Mendasarkan pada Lukas 12:13, kaum
Anabaptis menyimpulkan bahwa kita harus mengitu Kristus yang tidak mau
menjatuhkan hukuman dalam perkara antara saudara dan saudara dalam hal soal
warisan.
 Tentang memegang Jabatan Pemerintah. Dikatakannya, tidak layak orang Kristen
memegang jabatan Negara, sebab aturan pemerintah adalah menurut daging, tapi
orang Kristen menurut Roh. Jabatan pemerintah dimadsudkan oleh Allah untuk
dipakai pejabat duniawi untuk menghukum orang jahat.108

Selain yang tersebut di atas, dalam “Schleitheim” (Pengakuan Iman Anabaptis),


juga mengatur berbagai hal109antara lain tentang Perjamuan Kudus, Sumpah, dan
jabatan Gembala. Perjamuan Kudus dimaknai sebagai persekutuan untuk memperingati
Kristus, yang hanya boleh diikuti oleh orang yang sudah dibaptis. Orang Kristen
dilarang bersumpah. Tentang gembala, dipilih dari orang-orang baik, dan jemaatnya
harus menjamin gaji mereka.

Penyebaran Anabaptis. Gerakan Anabaptis cepat menyebar ke mana-mana,


(selain di Swiss-tempat kalahirannya) juga di Jerman dan Belanda. Pada tahun 1530, di
Jerman muncul seorang pemimpin aliran ini, yang memasukkan ajaran lain, namanya
Melchior Hoffman. Ia menekankan tentang kedatangan Kristus kembali, akan segera
terjadi, bukan saja untuk membenarkan umatNya dan membalaskan segala kejahatan
seteru-seteru yang menganiaya jemaat; tetapi juga untuk mendirikan kerajaan damai
seribu tahun di kota Strasburg yang dianggapnya sebagai Yerusalem Baru. Akhirnya, di
kota inilah selama 10 tahun Hoffman dipenjara hinggal ajalnya.

Orangnya boleh ditahan dan dipenjarakan tetapi ajarannya tak bisa distop begitu
saja, buktinya para pengikutnya, terutama di Belanda mengobarkan ajaran Hoffman,
tetapi dengan cara yang radikal, yakni dengan mengadakan pemberontakan bersenjatan.
Pemberontakan ini dipimpin oleh seorang tukang roti, namanya Jan Matthijsz, dari

106
Tony Lane, hal. 160
107
KUBI: pengucilan seseorang dari keanggotaan Gereja
108
Tony Lane, Runtut Pijar, hal 160.
109
Ibid.
91
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Haarlem. Menurut Matthijsz, yang menyebut dirinya sebagai jilmaan nabi Henokh ini,
menegaskan bahwa orang percaya wajib segera mewujudkan kerajaan Allah yang akan
dating, dengan segala daya upaya.

Di Munster, Jerman Barat (1354) pergerakan Anabaptis terus bergulir, juga


dengan radikal. Di mana para pejabat Katolik Roma dan pejabat Negara diusirnya dan
diganti oleh orang Anabaptis dari Belanda. Banyak orang-orang dari luar Jerman
berdatangan, termasuk diantaranya adalah Matthijsz, karena di Munster lah Yerusalem
baru akan didirikan. Baptisan ulang secara masa pun dilakukan. Tak lama kemudian
uskup Munster mengepung kota itu dan perang pun terjadilah, di mana Jan Matthijsz
tewas. Pasca kematian Matthijsz, Jan Beukelszoon, tukang jahit dari Leiden
meneruskan perjuangan, tetapi dengan cara yang lebih radikal dan ektrim. Di mana ia
mengijinkan umat untuk mengambil banyak istri, hal ini dilakukannya semata-mata
untuk memperbanyak umat. Beukleszoon sangat dihormati, dan dinobatkan selaku Raja
Sion. Selain berhidup mewah, Beukelszoon bertindak bengis dan kejam. Setiap orang
yang melanggar “Taurat Tuhan” dijatuhi hukuman mati. Akhirnya, tanggal 25 Juni
1535, kota Muster diambil alih kembali oleh golongan Katolik Roma.

Anabaptis aroma baru. Pimpinan Anabaptis di Nederland, Belanda adalah


Menno Simons110 yang lahir di Friesland, Belanda Utara pada tahun 1497. Pada usia
(27-tahun 1524) ia menjadi imam GKR, namun tak lama kemudian ia memalingkan diri
terhadap ajaran Gereja Katolik-Roma tentang doktrin transubstansiasi dan baptisan
anak karena dianggap tidak sesuai dengan Alkitab. Walaupun demikian ia masih tetap
menjalankan tugasnya sebagai imam, tetapi akhirnya (tanggal 30 Januari 1536) ia
meninggalkan GKR lalu bergabung dengan kaum Anabaptis. Setahun kemuadian
(1537) ia ditahbiskan menjadi menjadi pimpinan Anabaptis di Negara kelahirannya.

Dasar Gereja. Bagi Menno Simons (“Mennonit”), dasar Gereja pertama-tama


adalah kesucian para anggotanya, bukan rahmat Allah atas orang-orang berdosa (seperti
ajaran Luther dan Calvin111). Mennonit (atau Mennis atau Doopsgezeinden112) mencita-
citakan jemaat kecil yang jemaatnya hanya terdiri atas orang-orang percaya, dan

110
Referensi buku-buku: Kenneth Curtis, Tony Lane, Berkhof & Enkllar, Th. Van den End, Jan
Aritonang
111
Th. Van den End, hal. 182
112
Berkhof, hal. 156)
92
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

menjauhkan diri dari masyarakat serta Negara. Karena, menurutnya Negara tidak lain
bidangnya iblis.113

Perkembangan Anabaptis. Anabaptisme yang dipimpin Menno Simons ,baik di


Belanda maupun (di Jerman Utara-tempat ia meninggal pada tahun 1561) mengalami
perkembangan siknifikan. Ia membentuk jemaat-jemaat yang berdiri sendiri dan
mengangkat para pemimpin untuk menyebarkan ajarannya. Pada abad XVIII gerakan
ini berkembang sampai ke Rusia atas undangan Katarina Agung. Kemudian
penganiayaan menyebabkan mereka berimigrasi ke Amerika Utara (1873-1882) dan
tahun 1923-1930. Sekarang mereka berjumlah 700.000 jiwa, yang tersebar di seluruh
dunia, sebagian besar di Kanada dan Amerika Serikat.

113
Th. Van den End, op.cit.
93
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pasal 7
Reformasi di Perancis

Riwayat Hidupnya (thn. 1509-1564)114

Masa Mudanya (1509-1534)


Yohanes Calvin lahir di Noyen, Perancis pada tahun 1509 Ayahnya Gerard
Cauvin menjabat sebagai sekretaris keuskupan nayon dan pula sebagai adpokat. Ibunya,
bernama Jeanne Lefranc, adalah seorang wanita yang cantik dan saleh. Ia meninggal
dunia tetkala Calvin masih muda.
Ayahnya menghendaki agar Calvin menjadi serang imam dan untuk itu ia disuruh
berkuliah di Universitas Paris. Di sana ia menguasai bahasa Latin. Ia belajar filsafat
Aristoteles dan Logika, hingga tahun 1528, waktu ia meraih gelar M.A. Tetapi,
berhubung ayahnya bertengkar dengan Gereja, maka ia menyuruh Calvin pindah ke
Universitas Bourges, di mana ia mengikuti jurusan hukum. Di sana ia berminat belajar
bahasa Yunani di bawah Melchior Wolmar, yang bersimpati dengan reformasi Luter.
Tetapi, waktu itu, Calvin sama seklai tidak tertarik akan hal-hal rohani, ia malah
ketika ayahnya meninggal pada tahun 1531, ia merasa lebih bebas untuk mengikuti
minatnya sendiri, yaitu, humanism. Dan untuk itu ia menulis sebuah buku (komentar
akan akrangan oleh Seneca) yang amat terpelajar. Ia juga mulai belajar bahasa Ibrani.
Pada waktu itu, antara tahun 1532-1534 (ada yang berpendapat 1528-30), Calvin,
dalam perkataannya sendiri mengalami perpalingan yang tiba-tiba. Latar belakang
untuk peristiwa ini hamper tidak diketahui. Perpalingan ini berkisar pada keyakinan
Calvin bahwa Allah, dalam kehendaknya yang rahasia, membelokkan haluan hidupnya,
dan telah menundukkan hatinya yang begitu keras sehingga ia sekarang dapat ditujukan
kepada kepatuhan akan Tuhan.

Perpisahannya dari Gereja Katolik


Pada tahun 1534, Calvin, secara terang-terangan termasuk kaum Reformasi. Pada
waktu itu golongan reformatories dihambat dengna keras di Perancis, sehingga ada
banyak yang melarikan diri ke Strasbourg atau Swiss. Calvinpun melarikan diri ke

114
Francis Wandel, Calvin: Origins and Development of His Religious Thought, diterjemahkan oleh
Philip Mairet. Duchan, NC: Labyrinth Press, 1987
94
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Strakbourg, di mana ia disambut dengan hangat oleh Marrtin Bucer, yang berperan
sebagai tokoh reformator terkemuka di sana. Kemudian Calvin meneruskan
perjalanannya ke Basel, Swis, di mana ia menetap selama setahun. Disitu ia menulis
karangannya yang terkenal yaitu: “Religiones, Christianae Institulio” (Pengajaran
Tentang Agama Kristen), biasanya dikenal dengan sebutan “Institutio.
Pada tahun 1536 Calvin pergi ke Italia, dan waktu ia pulang, ia terpaksa melalui
Jenewa. Dewan Kota Jenewa waktu itu, atas dorongan Guillaume Farel, baru saja
memutuskan untuk mejadi kota reformasi. Farel langsung meminta Calvin untuk
menetap di sana dan membantu, tetapi Calvin mencita-citakan suatu hidup yang tenang
di mana ia dapat menulis banyak karya theologis.
Sebgai balasan Farel, dengan tegas dan berkata-kata tajam mengutuk dia dengan
mengatakan bahwa Allah tidak akan memberkati usaha Calvin jika ia meninggalkan
Jenewa. Dengan rasa malu akhirnya setuju untuk menetap di Jenewa.

Karya Reformatis Calvin di Jenewa (1536-1564)115


Kini tinggal di Jenewa bersama Farel. Mereka merangcangkan sebuah tatagereja
yang mengatur seluruh kehidupan tiap warga kota, menurut cita-cita theokratis.
Dalam pengertian, Jenewa harus menjadi Israel Allah yang baru, yang mengikuti
perjanjian dengan Allah dan siap mempertahankan kesucian dan penyembahan yang
sejati akan Yehova dan melawan godaan dari Baal, ancaman-ancaman dari orang-orang
Moab, Amalek, Filistin (yaitu kaum Katolik, Orang-orang bidat dan orang-orang fasik).
Untuk itu ia mengumunkan banyak peraturan. Misalnya, Perjamuan Kudus akan
diadakan sebulan sekali dan berhubungan dengan itu akan dijalankan pula disiplin yang
ketat sekali. Setiap warga terpaksa menandatangani sehelai surat pengakuan-
pengakuannya. Selain itu, peraturan yang lain termasuk:
a. Hukuman atas mereka yang mencari petunjuk dari seorang tukang sihir.
b. Hukuman atas mereka yang tertawa waktu Firman dikhotbakan di kebaktian.
c. Hukuman atas mereka yang bertaruh pada hari Minggu
d. Hukuman atas mereka yang tidak sanggup mengucapkan doa Bapa Kami.
e. Tempat penjualan minuman keras dilarang.

115
F.D. Williem, Riwayat Hidup Singkat Dalam Sejarah Gereja Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1987

95
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Calvin Diusir Jenewa, Melayani di Strasburg (1538-1541)


Ada banyak tidak menyetujui Theokrasi , dan sebagai akibatnya, akhirnya Dewan
Kota dikuasai oleh pihak anti , sehingga ia dan Farel terpaksa meninggalkan kota itu.
Kemudian, Calvin dipangil oleh jemaat Strasburg, dan di sana ia menjadi pendeta antara
tahun 1539-1541. Waktu menetap di Strasburg merupakan kurun waktu yang paling
menyenangkan baginya . Disana ia menulis banyak karya bersifat komentar, merevisi
Institutio dan menyusun liturgi dan Mazmur yang dapat dinyanyikan di kebaktian
Gereja. Ia juga menikah dengan Idelete de Bure, seorang janda dari kaum Anabaptis
yang diyakinkan olehnya sehingga ia menjadi Reformed.

Akhir Hidup Calvin (1541-1564


Pada tahun 1541, pihak pro-Calvin menguasai di Dewan di Jenewa, dan kini,
Calvin diundang untuk kembali ke sana. Namun Calvin tidak mau kembali, tetapi
merasa diri dipanggil untuk kembali. Calvin meneruskan peraturan-peraturan yang ketat
sebagaimana yang dijalankannya dulu, dan ia juga merevisi liturgi dan kebaktian
Gereja.
Satu kasus yang terkenal dan yang juga menarik banyak kritikan terhadap Calvin
masa kini ialah keputusan menjalankan hukuman mati atas Michael Servetus, pada
thaun 1533. Severus adalah seorang bidat yang terkenal wilayah ajaran Trinitas. Ia
sudah diusir dari wilayah Katolik dan datang ke Jenewa, kelihatannya untuk membuat
suatu pertikaian atas masalah Trinitas. Untuk membuat suatu pertikaian atas maslah
Trinitas. Dewan kota, atas persetujuan Calvin, menjalankan hukuman mati dengan
membakar Servertus hidup-hidup.
Sebelum kita terlalu tajam melontarkan kritikan terhadap Calvin, ingatlah akan fakta-
fakta berikut:116
a. Hukuman mati atas mereka yang menyangkal Inkarnasi adalah hukum yang sudah
lama dijalankan, Calvin tidak menciptakannya.
b. Ada orang-orang lain lagi yang juga dihukum mati karena menyangkal Trinitas
dan dibakar hidup-hidup di masa Calvin.
c. Inqwisisi Katolik telah menjatuhkan pernyataan hukuman mati atas Servetus.

116
John D. Woodbridge, Great Leaders of the Christian Church. Chicago: Moody Press, 1988,
hal. 212

96
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

d. Keputusan untuk membakar Servetus hidup-hidup diambil oleh Dewan Kota,


bukan Calvin. Calvin memohon agar kepala Servetus di panggil, tetapi
permohonannya ditolak
e. Calvin sama seklai tidak mau Servetus dihukum mati. Untuk menghindari itu, ia
berjam-jam mengunjungi dia dan berusaha membimbing dan meyakinkannya
supaya ia bertobat dari pendapat yang berbeda itu.
f. Para Reformator yang lain, termasuk Bucer dan Melanton, yang bersifat lebih
lembut, menyetujui keputusan itu.

Meninggal Dunia
Pada tahun 1564 Calvin akhirnya meninggal dunia, karena banyak penyakit yang
dideritanya, termasuk TBC. Namun, walaupun ia bertahun-tahun dalam keadaan sakit,
ia tidak tidur lebih dari empat jam per hari, mendikte buku-buku, tulisan-tulisan
theologis dan surat-surat dalam bahasa Latin dan Perancis kepada empat sekretaris,
berkhotbah tiap hari, membina banyak orang dan berbicara dengan yang lain yang
berbondong-bondong datang untuk mengunjunginya.

Pemikiran Theolohianya
a. Mengenai Kedaulatan Allah
Ia mendukung dan mengembangkan penekanan Luther (sola Fide sola gratia,
sola scriptura) dan menegaskan bahwa semuanya itu harus ditekankan tetapi
demi kemuliaan Allah sendiri.

Sehubungan dengan penekanan Calvin pada kedaulatan Allah, Dr. bainton


menunjukkan: bahwa ayat emas Luther ialah “Anakku, dosamu telah diampuni”
(mark. 2:5); sedangkan ayat vaforit Calvin ialah “Jika Allah dipihak kita siapa
yang akan melawan kia? (Rom 8:31).117

Segala sesuatu diciptakan untuk kemuliaan Allah. Sebagai umatNya, manusia


harus berusaha melakukan kehendakNya. Allah Mahabijak dan menjadi sumber
segala kebijakan, manusia wajib taat atas kehendakNya.

117
Roland H. Bainton, The Refermation of the Sixteenth Century. Boston: Beacon Press, 1952,
hal. 114.

97
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

b. Mengenai Keburukan Moral Manusia (Total Depravity)


Manusi sebenarnay mempunayi kebajikan yang menyebabkan ketaatan epada
Allah, tetapi setelah kejatuhan Adam, maka kebajikan hilang, ia tidak dapat
melakukan kebajikan lagi, manusia dalam keadaan binasa menantikan hukuman.

Calvin berpendapat bahwa akal budi dan kehendak manusia tercemar oleh dosa.
Kehendak manusia hanya mengejar kejahatan. Jadi, iman yang sejati, kasih akan
Allah dan sesama manusia, dan kerindua akan kesucian yang sejati, adalah
sesuatu yang asing buat manusia. Namun manusia masih memiliki kemampuan
dan bakat lahiriah, tetapi inipun kehilangan akan kemuliaan dan kekuasaannya.118
Calvin tidak pernah mengatakan bahwa mansuia sellau berbuat dosa yang kluar
biasa jahat, malahan sebaliknya, anugerah umum yang dicurahkan pada manusia
menjamion agar manusia tidak harus hidup di dalam suatu “kandang babi”.
Namun dari sudut kebenaran ilahi, para filsuf manusia yang melakukan agama,
adalah “sebuta keluang-keluang (kelelawar besar) dan tikus-tikus mondok.119

c. Mengenai Pilihan ta Bersyarat dan Predestinasi


Bagi Calvin doktrin ini bukanlah penekanan utama dari theologinya sebagaimana
dipikirkan beberapa sarjana. Lagi pula, doktrin ini buat Calvin bukanlah pokok
untuk berspektulasi, melainkan membuat lebih terang doktrin pembenaran oleh
iman semata-mata, dan memberi dasar theologia untuk doktrin eklesiologi.
Mengenai dokrin ini Calvin mengemukakan :120
1) Pilihan Allah adalah rahasia, dan Ia memilih siapa yangIa hendak pilih
berdasarkan kerelaan, kehendak dan apa yang berkenan kepadaNya.
2) Allah menyatakan pilihannya kepada seseorang, dan orang itu dapat
mengetahui panggilan Allah secara pasti jika ia beriman. Iman adalah bukti
bahwa seseorang dipilih.
3) Pilihan Allah yang mendatangkan iman dan keselamatan ialah tetap, tidak
dapat diganggu gugat atau hilang (perseverance of the saints).
4) Sebaliknya, mereka yangtidak dipilih telah ditentukan oleh Allah untuk
kebinasaan (predestinasi ganda). Namun diakhirat, penyebab kebinasaan
118
Francis Wendel, Calvin: Origins and Delepment of His Religius Thougt. (Durham, NC:
Labyrinth Press, 1987, 188-189.
119
Bainton, Reformation, 117
120
Wendel, op. Cit., 263-284.
98
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

mereka, tidak terletak pada decret Allah, melainkan pada kejahatan mereka
sendiri.
5) Pilihan Allah memberi keyakinan, menguatkan iman dan memberi
pertolongan istimewa karena yang terpilih itu tak ragu-ragu akan
panggilannya. Calvin berkata bahwa mereka yang bimbang antara
pengharapan dan ketakutan akan keyakinan keselamatan mereka tak
mungkin dapat menyerahkan dirinya dengan segenap hati kepada Allah.121

d. Mengenai Gereja
Agar pemberitaan Injil bisa terus berlanjut, Allah telah mempercayakan harta
karun ini kepada Gereja-Nya.122 Ditambahkan, bahwa tugas Gereja adalah
menjadi sarana untuk panggilan kita dan menolong pengudusan kita.

e. Mengenai Sakramen
1) Perjamuan Kudus: Calvin mengambil jalan tengah aantara Luther dan
Zwingli. Ia menolak bahwa Kristus hadir secara jasmani dalam Perjamuan
Kudus dengan cara yang diajarkan Luther. Pada pihak lain ia menolak
bahwa Perjamuan Kudus hanya tindakan pengakuan jemaat yang memupuk
semangat iman saja, seperti dikatakan Zwingli. Bagi Calvin, Perjamuan
Kudus adalah tanda yang diberikan Kristus untuk menunjuk pada
penyelamatan manusia, yang memeteraikan keselamatan dalam diri orang
percaya. Karena itu ia menegaskan bahwa Kristus sungguh-sungguh hadir,
bukan dengan tubuhNya (karena tubuh-Nya ada di sorga) tetapi dalam Roh
Kudus.123

2) Baptisan: selaras dengan Zwingli124, Calvin menyatakan bahwa baptisan


adalah suatu demonstrasi di hadapan umum akan kesetiaan kepada Allah,
“Baptisan adalah tanda inisiasi yang memungkinkan kita diterima ke dalam
persekutuan masyarakat gereja.” Selain itu, Calvin memasukkan penekanan

121
Bainton, op. Cit., 117
122
Francois Wendel, Calvin: Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran Religiusnya. Surabaya:
Penerbit Momentum, 2010, hal. 332.
123
Christiaan de Jonge, Gereja Mencari Jwab: Kapita Selekta Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1994, hal. 31.
124
Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997, hal.238.
99
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Luther, “Baptisan juga membawa manfaat yang lain karena baptisan itu
memperlihatkan kepada kita keberadaan kita yang dimatika di dalam Kristus
dan kehidupan kita yang baru di dalamNya…Dengan demikian
pengampunan dosa yang cuma-cuma dan peningkatan kebenaran itu
pertama kali dijanjikan dan kemudian anugerah Roh Kudus untuk
memperbarui kita kepada kebaruan kehidupan.”125

Mengenai baptisan anak-anak, Calvin mirip dengan Luther (pendapat Luther


sesudah 1521) dalam pengertiannya bahwa anak-anak harus memiliki iman,
dan iman itu dikaruniakan kepada anak-anak pilihan. Lalu, benih iman yang
ditanamkan didalam mereka akan berbuah pada kemudian hari.

f. Mengenai Pekerjaan Roh Kudus


Manusia yang menerima keselamatan Kristtus harus melalui iman untuk memiliki
keselamatan itu. Proses ini digerakkan oleh Roh Kudus. Ketika timbul iman
dalam hati, iman itu menimbulkan hidup baru, yaitu keselamatan, maka ia dapat
melakukan kebajikan. Kebajikan ini pasti diperkenankan oleh Allah, dan
menyatakan bahwa ia telah bersatu dengan Kristus.

Orang yang telah diselamatkan Kristus harus dibuktikan dengan adanya


kebajikan. Kebajikan merupakan akibat setelah diselamatkan.
Tentang kehidupan orang Kristen: Allah menetapkan tiga unsure yang mengatur
kehidupan mereka yakni, Gereja, Sakramen dan pemerintah.

125
Ibid., hal. 239.
100
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pasal 8
Kontra Reformasi

Kontra Reformasi atau Reformasi Katolik (kadang-kadang disebut pula


Kebangunan Rohani Katolik. Dalam rangka untuk menghambat kaum reformator maka
atas desakan kaisar Karel V maka akhirnya Paus menyetujui dan mengadakan konsili
Trente, Jerman. Konsili ini adalah reaksi awal Gereja Katolik terhadap gerakan
Reformasi. Di bawah desakan Paus Paulus III, konsili ini akhirnya dilaksanakan pada
tanggal 13 Desember 1594. Konsili ini dihadiri oleh 25 orang Uskup, 5 pemimpin
umum tarekat religius, dan tidak ada seorang pun dari kalangan Prostestan.126 Sejarah
konsili Trente panjang sekali. Pada tahun 1547-1549, Paulus memindahkan konsili itu
ke Bologna (Itali) di daerahnya sendiri. selanjutnya tahun 1551-1552 mereka
berkumpul lagi di Trente; kemudian tahun 1562-1563. Tujuannya adalah untuk
membahas masalah-masalah yang dipertikaikan seperti para uskup dan imam yang
korup, indulgensia, dan penyelewengan-penyelewengan keuangan lainnya.

Keputusan. Beberapa keputusan yang diambil sebagai hasil dari konsili


Trente,adalah sebagai berikut:

 Konsili ini dengan tegas menolak posisi-posisi Protestan tertentu dan


mengukuhkan struktur dasar dari Gereja Abad Pertengahan, sistem
sakramentalnya, ordo-ordo keagamaan, dan doktrinnya.
 Konsili menolak semua kompromi dengan pihak Protestan, menegaskan kembali
ajaran-ajaran dasar dari Katolisisme Abad Pertengahan.
 Menanggapi ajaran Luther tentang keselamatan yang diperoleh melalui iman;
konsili ini dengan tegas mendukung dogma keselamatan yang diperoleh melalui
iman dan karya. Kalau seseorang mengatakan bahwa seorang berdosa dibenarkan
hanya oleh iman, sehingga tidak ada dituntut dari orang berdosa itu sesuatu yang
lain, maka terkutuklah dia.127
 Rumusan mengenai hubungan Alkitab dan Tradisi: Semangat sola scriptura
(semangat untuk kembali kepada Kitab Suci) yang disuarakan oleh para

126
Eddy Kristiyanto. 2004. Reformasi dari Dalam: sejarah Gereja Zaman Modern.
Yogyakarta: Kanisius. 2004, hal.104-114.
127
Th. Van den End, Sejarah Gereja. Hal.203.
101
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

reformator secara tidak langsung menggugat aspek "tradisi" yang sangat menonjol
dalam Gereja Katolik. Menanggapi gugatan ini, Konsili Trente mengeluarkan
rumusan yang secara tegas menekankan pentingnya tradisi dengan menyatakan
bahwa:128 "Kebenaran dan kaidah ini terkandung di dalam kitab-kitab yang
tertulis serta tradisi yang tidak tertulis...Konsili menerima dan menghargai semua
Kitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru dengan kesetiaan dan kehormatan
yang sama...bersama-sama dengan semua tradisi tersebut."
 Mengenai Transubstansiasi, yang menyatakan bahwa pada waktu misa, roti dan
anggur yang dikonsekrasikan (disucikan) itu berubah (secara substansial) menjadi
tubuh dan darah Kristus, dikukuhkan, bersama-sama dengan ketujuh sakramen.
 Praktik-praktik Katolik lainnya yang membangkitkan kemarahan di kalangan para
reformator di lingkungan Gereja, seperti indulgensia, ziarah, penghormatan
kepada para santo dan relikwi, serta penghormatan kepada Bunda Maria dengan
tegas dikukuhkan sebagai hal-hal yang penting secara rohani.

Ignatius dari Loyola (1491-1556) merupakan sosok yang hidup dan sekaligus
menjadi bagian dari Reformasi Katolik; yang dilahirkan dari keluarga bangsawan di
Loyola, Spanyol. Awalnya ia masuk dan menjadi tentara pada masa Karel V dan tidak
berminat berkecimpung dalam urusan religious, namun karirnya terhenti karena kakinya
patah oleh peluru meriam. Selanjutnya ia memutuskan untuk menjadi prajurit Kristus
menyusul setelah membaca buku-buku rohani.

Pada tahun 1534 Ignatius (Inigo Lopes) mendirikan Serikat Yesus (Ordo Yesuit),
yang bertujuan untuk mengumpulkan seluruh dunia di dalam Gereja Katolik dan
berusaha untuk menanggulangi Reformasi (rintisan Luther dkk).129 Anggota ordo ini
berikrar: akan hidup miskin, membujang (suci), dan akan taat (“seperti bangkai” yang
tak mempunyai kehendak sendiri130) mutlak kepada paus dan jendral.

128
David L. Baker. Satu Alkitab Dua Perjanjian: Suatu Studi tentang Hubungan Teologis antara
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1996, hal. 40-41
129
Th. Van den End, Harta dalam Bejana, hal.198
130
H. Berkhof dan Enklaar, Sejarah Gereja, hal.184
102
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Untuk dapat mencapai tiga ikrar di atas, maka Ignatius menetapkan “latihan-
latihan rohani” yang wajib dijalani oleh anggota dan atau para calon anggota yang
masuk ordo Yesuit; adalah sebagai berikut:131

o Harus mengangan-angankan segala siksa neraka dengan seluk beluknya


o Selama minggu-minggu berikutnya, wajib merenungkan rupa-rupa siasat hidup,
sengsara dan kebangkitan Kristus
o Sebagai puncak latihan, mengangankan pertempuran antara Kristus, Raja sorga
dengan Lusifer, raja kegelapan bersama pasukan tentara nerakanya.
o Akhirnya, mereka harus menentukan pilihan
o Dan bagi yang sudah bergabung dengan ordo ini132 dianjurkan supaya sering
melakukan pengakuan dosa serta ikut perayaan Misa, serta menganjurkan sarana-
sarana kesalehan rakyat, seperti ziarah, perhatian kepada relikwi dsb.
o Dengan berbuat demikian maka akan siap mengabdi dan menjadi laskan Allah.

Hasilnya. Perjuangan Kontra-Reformasi yang berlangsung satu setengah abad (+


1550-1700), hasilnya adalah, walau tidak bisa memusnahkan Reformasi (Protestan)
namun kekuasaan Roma dipulihkan dalam wilayah yang luas, mulai dari Inggris,
Perancis, Hungaria, Polandia, juga Eropa Selatan. Dan harus dicatat pula bahwa dalam
perjuangan itu pasukan Kontra-Reformasi juga menerapkan “intoletansi” (abad 16 dan
17), bersikap kejam, yang didasari oleh pemahaman bahwa133 seorang “penyesat”
dianggapnya sebagai penjahat, yang ‘membunuh jiwa orang’, dan yang patut dihukum
seperti seorang penjahat.

Kebangunan Rohani Katolik. Sejak bergulirnya Kontra-Reformasi maka


timbullah suatu kegiatan missioner yang hebat, telah membangkitkan suatu kegairahan
luar biasa, bukan hanya terarah kepada perlawanan kaum Protestan, melainkan juga
bangkit menjadi saksiNya ke berbagai penjuru, misalnya, seperti Amerika Latin, Afrika
dan Asia Timur, Filipina, India, Vietnam, Tiongkok, Jepang , dan Indonesia.

131
Ibid., hal.185
132
Th. Van den End, op.Cit., hal.199
133
Ibid., hal. 201
103
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

BAB VIII
GERAKAN-GERAKAN BARU

Selama abad ke-16 dan ke-17, ilmu pengetahuan maju dengan pesat. Copernicus
dan Keprer membuktikan bahwa bumi berputar di sekitar mtahari, dan bukan
sebaliknya. Newton menemukan daya-berat sebagai hokum yang memerintah alam
semesta. Pada abat ini pula (sesudah pertengahan abad ke-17) di Eropa dan Amerika
muncul dua gerakan, yakni pencerahan dan Revival.

Pasal 1
Pencerahan

Pencerahan adalah suatu gerakan yang menyatakan bahwa dalam segala hal
manusia tidak perlu tunduk kepada kepercayaan atau keyakinan mana saja yang
dianjurkan oleh kekuasaan di luar dirinya, termasuk oleh Alkitab, Gereja dan atau adat-
istiadat yang diturnkan turun-temurun.134 Selain sangat menjunjung tinggi kemampuan
rasio dan akal budi manusia, gerakan ini juga menjunjung tinggi toleransi agama dan
berdasarkan segi relatifnya kebenaran semua agama. Dengan demikian, bagi gerakan
ini, kebenaran agama (termasuk Kristen) merupakan kebenaran relatif; karenanya
mereka melawan dan menolak otoritas Alkitab. Hal mana nampak jelas dalam pola
pikir tokoh-tokoh berikut ini.
Rene Descartes (1596-1650), seroang Perancis yang menetap di Belanda. Ia
melepaskan pola berpikir dari otoritas Alkitab dan penyataan. Sebaliknya menjunjung
tinggi prasangka keragu-raguan. Hanya ada satu fakta yang tak dapat diragukan, yakni
bahwa hidup ini penuh keragu-raguan. Akhirnya, ia sampai pada kesimpulan “aku
berpikir maka aku ada.”
François-Marie Arouet (lahir 21 November 1694 – meninggal 30 Mei 1778
pada umur 83 tahun), lebih dikenal dengan nama Voltaire, adalah penulis dan filsuf
Perancis. Voltaire dikenal tulisan filsafatnya yang tajam, dukungan terhadap hak-hak
manusia, dan kebebasan sipil, termasuk kebebasan beragama dan hak mendapatkan

134
Th. Van den End, hal.230
104
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

pengadilan yang patut. Ia sering menggunakan karyanya untuk mengkritik dogma


gereja dan institusi Perancis pada saat itu.
David Hume (1711-1776), seperti halnya Descartes, Hume menegaskan bahwa
dalam hidup ini tidak ada yang yang pasti-termasuk di dalamnya adalah “kepastian”
yang diajarkan dalam agama. Itulah sebabnya dengan berani mengatakan, hanya orang
yang bodoh yang mempercayai kisah-kisah dalam Alkitab.
Thomas Paine (29 Januari 1737 – 8 Juni 1809) adalah filsuf politik penemu
istilah “United States of America” yang berperan sangat besar terhadap pembentukan
konstitusi Amerika dan apa yang dikenal sebagai American Way of Life. Ia
menganjurkan bahwa pajak harus diterapkan pada mereka yang menghasilkan kekayaan
untuk kebaikan masyarakat. Pelaksanaan pajak bagi tanah dan property harus
digunakan untuk investasi kesejahteraan bersama yang dapat dirasakan semua orang.
Dalam bukunya, The Age of Reason memuat tentang “pengakuan imannya”, antara lain,
seperti:135 “Aku tidak percaya kepada ajaran yang dianut oleh gereja (=agama) Yahudi,
oleh gereja Roma, oleh gereja Yunani (=Ortodoks Timu), oleh gereja Turki (= Islam),
oleh gereja Protestan atau oleh gereja manapun yang kukenal. Batinku adalah gerejaku.
Selanjutnya menyatakan bahwa semua lembaga gereja nasional, baik Yahudi, Kristen
maupun Turki, pada hematku tidak lain daripada hasil pemikiran manusia, yang
didirikan untuk menakut-nakuti dan memperbudak umat manusia dan untuk
memonopoli kekuasaan dan keuntungan.”
Seiring dengan berjalannya waktu lahirlah apa yang kita kenal sebagai ateisme
dan liberalism dalam gereja; dan ini semua merupakan pengaruh dari pencerahan.

135
Th. Van den End, Harta Dalam Bejana. hal.240.
105
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pasal 2
Revival-Pietisme

Pietisme bukanlah suatu sistem ajaran ataupun lembaga keagamaan yang baku.
Pietisme lebih merupakan semangat hidup atau gaya religiositas yang saleh, yang
muncul sejak abad ke-17, dan yang semakin marak di abad 18. Gerakan ini mula-mula
muncul di lingkungan gereja Lutheran kemudian juga meluas ke lingkungan gereja
Calvinis. Istilah Pietis berasal dari kata dalam bahasa Latin 'pietas' yang artinya 'saleh'
(Inggris: piety = kesalehan). Kata 'pietis' (di Inggris dan Amerika = revival), awalnya
merupakan kata ejekan bagi kalangan warga gereja kelompok Collegia Pietatis yang
dirintis oleh P.J. Spener pada tahun 1660-an. Kelompok Collegia Pietatis adalah
kelumpok yang sangat mengutamakan praktik hidup yang saleh lebih daripada diskusi
theologis atau doktrin-doktrin gereja.

Semangat Pietisme ini lahir karena kekecewaan mereka terhadap gereja yang
tampak menjadi semakin melembaga, semakin menjadi gereja-negara, serta semakin
baku dan kaku dengan ajarannya yang sangat bersifat intelektualistis. Mereka ingin
kembali pada kehangatan persaudaraan, pengalaman rohani dan persekutuan langsung
dengan Allah, kesederhanaan pemahaman terhadap Alkitab, serta pemahaman nilai-
nilai moral dan kesucian hidup. Kaum Pietis pada umumnya tidak keluar dari gereja
resmi atau membentuk gereja sendiri - mereka membentuk persekutuan orang-orang
saleh di dalam lingkungan gereja resmi yang besar. Bagi sebagian pemimpin gereja
'resmi' kaum pietis acapkali di lihat sebagai ancaman terhadap wewenang gereja yang
menyangkut masalah-masalah keagamaan di dalam kehidupan masyarakat.

Kaum Pietis, umumnya menekankan: (1) iman yang berpusat pada Alkitab dan
bukan pada ajaran gereja; (2) pengalaman khas dalam kehidupan kristiani (rasa berdosa,
pengampunan, pertobatan, kesucian, dan kasih dalam persekutuan); (3) pengungkapan
iman secara bebas melalui nyanyian, kesaksian, dan semangat menginjil.136

August Hermann Francke (1663-1727) adalah guru besar Universitas Halle


selama 30 tahun. Selama Francke di sana, universitas ini menjadi pusat dan lumbung

136
Aritonang, Garis Besar Sejaran Reformasi, hal.81.
106
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Pietisme.137,138 Ribuan pendeta dan penginjil dengan semangat pietisme (memfokuskan


diri pada karya-karya sosial seperti panti asuhan, perawatan orang miskin, pendidikan
sekolah-sekolah umum maupun keagamaan) merupakan lulusan universitas ini.
Francke adalah murid dari Philip Jacob Spener, sang pencetus gerakan pietisme. Karya-
karya sosial milik Francke banyak menjadi acuan John Wesley dan kalangan Metodis
dalam mengembangkan kekristenan. Dari Halle, Pietisme menyebar ke seluruh dunia
termasuk ke Amerika, sehingga secara langsung juga mempunyai banyak andil dalam
Gerakan Kebangunan Rohani.

Riwayat Hidup dan Karya Francke. August Hermann Francke lahir di Lubeck,
dekat kota Hamburg pada tanggal 22 Maret 1663. Pada usia 16 tahun, ia masuk
Universitas Erfurt dan memusatkan diri pada studi logika dan metafisika. Akan tetapi,
karena tidak menyukai setuasi di kota Erfurt, Francke pun pindah ke Universitas Kiel
dan di sana ia belajar teologi, fisika, filsafat, dan sejarah. Ia juga sempat belajar bahasa
Ibrani dan Yunani di Hamburg sebelum akhirnya pada tahun 1684 masuk Universitas
Leipzig. Francke adalah seorang mahasiswa teologi yang gemilang, pada umur 24
tahun ia sudah menjadi guru besar di Universitas Leipzig. Pada 1687 Francke bertobat.
Menurut Francke, kehidupannya yang tampak berhasil itu sebenarnya tidak berarti,
sebab ia belum memiliki iman yang hidup. Penganut Pietisme dan Revival kemudian
memandang peristiwa pertobatan itu adalah sesuatu yang harus dialami oleh seorang
Kristen.139 Sejak pertobatannya itu, Francke kemudian berkecimpung dalam lingkungan
Spener, tokoh Pietisme yang banyak memberikan pengaruh besar bagi Francke. Pada
tanggal 7 Januari 1692, Francke tiba di Halle dan menjadi guru besar di Universitas
Halle. Halle kemudian menjadi salah satu pusat pietisme hingga Francke meninggal
dunia pada tahun 1727.

Francke mendirikan panti asuhan dan sekolah-sekolah bagi anak yatim piatu dan
yang miskin yang operasionalnya didanai oleh donatur. Ada empat macam sekolah
yang didirikan Francke. Pertama, The Paedagogium, yaitu sekolah khusus bagi anak-
anak bangsawan. Kedua, sekolah Latin, sekolah yang menyiapkan anak-anak untuk

137
Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1995, hal. 39-40.
138
Tony Lane. Runtut Pijar: Sejarah pemikiran Kristiani. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005, hal.
142-143.
139
Thomas van den End, hal. 234-235.
107
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

masuk universitas menjadi pengacara, dokter, teolog dan pedagang. Ketiga, sekolah
Jerman, di mana anak-anak dari rakyat biasa belajar di sini. Keempat, sekolah bagi
mereka yang miskin dengan biaya gratis. Bagi Francke sendiri, lembaga-lembaga yang
didirikannya itu hanya sekedar alat saja, karena tujuan utamanya adalah agar anak-anak
tersebut dipersiapkan untuk menjadi penginjil. Selama abad ke 18, sebanyak 60 orang
murid Francke menjadi pekabar-pekabar Injil di Asia dan Amerika.

Gereja Moravia merupakan sebuah denominasi gereja yang menekankan ciri


Pietisme. Gereja ini sudah ada sejak awal abad ke-15, yang kemudian juga masuk ke
dalam mazhab Protestan. Pada abad ke-17 dan ke-18 Gereja ini sempat lumpuh dan
kembali hidup sejak abad ke 18 setelah semangat atau roh Pietisme dimasukkan ke
dalamnya.140 Salah seorang tokoh Pietisme Moravia yang terkenal adalah Pangeran
Nicolaus von Zinzendorf (1700-1760). Kaum Pietis Moravia, yang juga dikenal
dengan nama persekutuan Herrnhut, pernah mengutus penginjilnya ke Indonesia pada
abad ke-18. Para Pietis Moravia dan Injili telah memainkan peranan utama dalam
gerakan misioner. Gereja Moravia ini juga menyebar dan berkembang di Amerika
sebagai gereja berciri Pietis dan bersemangat kebangunan rohani. Gereja Moravia ini
juga lah yang ikut membawa semangat Pietisme ke Inggris. Lewat para penginjil
Moravia nantinya John Wesley berkenalan dengan Pietisme, kendati tidak semua
pemahaman dan corak kesalehan kaum Pietis Moravia disetujui Wesley.141

Salah satu gerakan yang dipelopori oleh berkembangnya Pietisme adalah


Gerakan Kebangunan Rohani (The Great Awakening) yang menjangkiti wilayah
Eropa dan Amerika.142 Gerakan ini digambarkan sebagai gelombang unik yang turut
mewarnai kebangkitan negara-negara koloni pada 1740-1742. Gerakan ini kemudian
dikenal sebagai permulaan gerakan evangelikal.143 Ada empat periode dari gerakan
kebangunan rohani ini.144 Masing-masing memiliki karakteristik menyebar luas dengan
sangat pesat, dipimpin oleh para pendeta evangelikal, memberi peningkatan sangat

140
Tony Lane. Runtut Pijar. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2007, hlm. 143.
141
Jan S. Aritonang. Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
2008, hlm. 148.
142
C. de Jonge. Pembimbing ke dalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulian, 2009, hal. 78-
79
143
Daniel G. Reid, Dictionary of Christianity in America. Illionis: Intervarsity Press, 1990, hal. 397-
398.
144
Aritonang, op. Cit., hal. 155-156.
108
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

tajam dalam ketertarikan beragama dan membawa dampak besar bagi rasa bersalah dan
pengampunan terhadap seseorang. Hal inilah yang mengakibatkan gereja evangelikal
mengalami lompatan hebat dalam hal jumlah dan membawa bentuk pergerakan
keagamaan baru dan denominasi (termasuk di dalamnya Gereja Baptis).

Gerakan Kebangunan Rohani Terbesar Pertama meluas ke seluruh koloni di


Amerika. Benih kebangkitan tersebut mulanya bertumbuh di tengah kelompok
Anabaptis dan Moravian yang telah ada di Pennsylvania. Akan tetapi, hal tersebut tidak
bertahan lama hingga muncul seorang Pietis berkebangsaan Jerman bernama Theodore
J. Frelinghuysen, yang mulai menyerukan perlunya transformasi dalam diri daripada
sekadar menjalani ritual-ritual gerejawi sehingga kebangkitan rohani yang
sesungguhnya bisa terjadi. Seiring meluasnya popularitas Frelinghuysen, meluas pula
kritikan terhadap pesan dan metode yang digulirnya. Walau dikritik, ia tetap berhasil
membangun fondasi spiritual bagi banyak orang. Tetesan keringatnya menghasilkan
buah berupa dibentuknya Gereja Reformis Belanda di Amerika pada tahun 1737.145

Collins dan Mattew lebih lanjut menuturkan bahwa peristiwa-peristiwa paling


penting dalam Kebangkitan Besar Pertama di Amerika merupakan buah perjuangan
seorang pelayan muda di Massachusetts bernama Jonathan Edwards bersama dengan
rekannya George Whitefield. Melalui khotbah dan tulisan-tulisannya ia berhasil
mengetuk hati para evangelis dan pewarta lain untuk memberitakan pesan Injil. Karya-
karya teologis Jonathan Edwards begitu memukau hingga dia dianggap sebagai teolog
paling berpengaruh yang pernah ada di Amerika Utara. Sedangkan rekannya,
Whitefield juga berhasil memberi inspirasi pada ribuan orang dengan gaya
pewartaannya yang dramatis dan kemampuannya memasuki semua golongan.146
Dampak Kebangkitan Besar Pertama ini adalah dibangunnya banyak sekolah besar,
termasuk sekolah tinggi Rutgers dan Darmouth serta yang kelak menjadi Universitas
Princeton, Brown, dan Universitas Columbia. Banyak program sosial yang digalakkan
oleh orang-orang yang dipengaruhi gerakan ini dengan cara membantu orang lain, dan
terhadap kehidupan sosial politik juga turut menggulirkan gagasan-gagasan demokrasi.

145
Michael Collins & Mattew A. Price. Millenium the Story of Christianity: Menelusuri Jejak
Kristianitas. Yogyakarta: Kanisius, 2006, hal. 167-169.
146
Ibid.
109
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Gerakan kebangunan besar kedua ini dipelopori oleh Charles Finney (1792-
1876).147 Teologi Finney jauh kurang mendalam dibandingkan dengan pemikiran
Edwards, namun demikian pandangan kebangunan rohani yang kedua ini lebih dapat
diterima karena dapat meleburkan perjuangan sosial di dalamnya. Gerakan ini sangat
erat kaitannya dengan gerakan anti perbudakan di Amerika yang akhirnya membawa
kepada Perang Saudara (1861-1865), pembebasan budak-budak (1863), dan ikut
membawa kelahiran Lembaga Alkitab Amerika.

Kebangunan besar ketiga ini dipelopori oleh Dwight L. Moody, seorang awam
Kristen yang paling giat dalam pelayanan Sekolah Minggu dan turut mendirikan Institut
Alkitab Moody, yang masih dikenal di Indonesia dengan "Moody Press"nya.148 Ia
mengelilingi seluruh Amerika bersama dengan pemimpin nyanyian Ira Sankey, yang
menciptakan banyak nyanyian Injil (Gospel Song). Caranya lebih halus daripada
metode kebangunan yang kedua dan sifatnya lebih konservatif (seperti kebangunan
rohani selanjutnya). Dan kebangunan besar keempat ini dipelopori oleh Billy Graham,
yang menjadi seorang terkemuka sesudah Perang Dunia Kedua dan ia juga mengadakan
kampanye ke seluruh dunia.

Kebangunan-kebangunan rohani yang terjadi selama dua abad ini (terutama yang
kedua (1800), telah memberi kepastian yang tetap kepada sebagian besar dari
Protestantisme di Amerika. Gereja-gereja yang paling giat di dalamnya (Gereja-gereja
Metodis dan Baptis) menjadi gereja-gereja protestan terbesar di Amerika. Pengaruh
kebangunan terasa dalam kehidupan orang Kristen secara individual, yang melatih
imannya dengan pembacaan Alkitab sehari-hari, saat teduh, dalam kebaktian mereka
yang cenderung bersifat bebas dan penuh perasaan, khotbah-khotbah yang praktis.

Gerakan Pentakosta yang mulai sekitar tahun 1905 di Amerika, juga merupakan
suatu gerakan revival. Yang menarik iadalah bahwa setiap kali terjadi suatu revival,
maka kegiatan pekabaran Injil menjadi lebih bergairah dan hebat. Hal ini mengingatkan
kembali kepada Amanat Agung Kristus, yang dilaksanakan dengan penuh keberanian
oleh para rasul dan jemaat mula-mula. Realita historis menunjukkan bahwa eksistensi
Injil selalu berhadapan dengan berbagai tantangan yang menghadang, baik dari luar

147
Th. Van den End, hal. 234-236.
148
Ibid.
110
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

maupun dari dalam, baik secara kasat mata maupun tidak. Dan itu semua sangat
mempengaruhi kwalitas iman: semakin naik, atau semakin turun, bahkan menyimpang
dari ajaran yang ortodoks. Namun sampai batas akhir diktat ini disusun, dapat dikatakan
bahwa eksistensi Gereja bermula dan berkembang karena “misi Ilahi” dan berlangsung
hingga kini karena misi Ilahi.

Tidak kurang dari seratus nama tokoh-tokoh sejarah gereja yang diungkap dalam
diktat ini, yang sejak berabad-abad lamanya diabadikan dalam sejarah dunia, di mana
kehadiran mereka turut mewarnai bergulirnya misi Ilahi. Memang harus diakui bahwa
ada di antara mereka yang menjadi “onak duri”, namun banyak juga sumbangsih
mereka demi kelancaran dan kelansungan eksistensi misi Ilahi di dunia ini. Ingatlah,
mereka telah tiada! Siapakah yang bersedia mengambil tongkat estafet mereka untuk
terus menghadirkan kasihNya, agar semakin banyak orang yang bisa menikmati
anugerahNya?

111
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Daftar Pustaka

Abineno, J.L. Ch. 1961. Ibadah Jemaat Dalam Abad-abad Pertama. Djakarta: Badan
Penerbit Kristen.

Abineno, Dr. J.L.Ch. 1966. Ibadah Djemaat dalam Abad-abad Pertengahan. Djakarta:
Badan Penerbit Kristen, Ditjetak oleh Pinda Grafika Prof.Djabar.

Abineno, J.L. Ch. 1983. Aku Percaya Kepada Allah. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Abineno, Dr. J.L.Ch. 1993. Ulrich Zwingli: Hidup, Pekerjaan dan Ajarannya. Jakarta:
BPK Gunung Mulia.

Aritonang, Jan Sihar. 2001. Garis Besar Sejarah Reformasi. Bandung: Jurnal Info
Media, anggota IKAPI.

Aritonang, Jan Sihar. 2008. Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja. Jakarta:
BPK Gunung Mulia.

Armstrong, Karen. 2003. Perang suci: dari perang salib hingga perang teluk. Jakarta:
Penerbit Serambi.

As-Suyuthi, Imam. 2006. Tarikh Khulafa': Sejarah Para Penguasa Islam. Jakarta: Al-
Kautsar.

Baker, David L.1996. Satu Alkitab Dua Perjanjian: Suatu Studi tentang Hubungan
Teologis antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.

Berkhof, H. dan Enklaar, I.H., Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Brill , J. Wesley. (t.t). Dasar Yang Teguh. Bandung: Yayasan Kalam Hidup.

Calvin, Johanes. 1985. Institutio. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Collins, Michael & A.Price, Matthew. Michael Collins & Matthew A. Price. 2006.
Millenium The Story of Christianity: Menelusuri Jejak Kristianitas. Yogyakarta:
Kanisius.

Culver, Jon. 1991. Sejarah Gereja Umum, Diktat Institut Alkitab Tiranus.

Daun, Paulus. 1985. Bidat Kristen dari Masa kemasa. Ujung Pandang: Sekolah Tinggi
Theologia Jaffray. Cetakan II.

Dirks, Jerald F. (t.t). Abrahamic Faiths. Jarakta: Penerbit Serambi.

112
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Douglas, J.D. 1974. The New International Dictionary of the Christian Church. Grand
Rapids: Zondervan Publisher.

End, Thomas van den. 1987. Harta Dalam Bejana. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
(cetakan ke-6)

End, Thomas van den, Sejarah Perjumpaan Gereja Dan Islam. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.

Gerald O'C, SJ. & Edward G Farrugia, SJ. 1996. Kamus teologi. Yogyakarta: Kanisius.

Harun, M. Yahya. 1987. Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa. Yogyakarta: CV.
Bina Usaha Yogyakarta.

Hillenbrand, Carole. 2005. Perang salib: sudut pandang Islam. Jakarta: Penerbit
Serambi.

Hitti, Philip K. 2005. History of the Arabs: Rujukan induk dan paling otoritatif tentang
sejarah peradaban Islam. Jakarta: Penerbit Serambi.

Husaini, Adian. 2004. Tinjauan historis konflik Yahudi Kristen Islam. Gema Insani.

Husaini, Adian. 2005. Wajah peradaban Barat: dari hegemoni Kristen ke dominasi
sekular-liberal. Gema Insani.

Iqbal, Akhmad. Perang Perang Paling Berpengaruh Didunia. Jogja: Bangkit Publisher

Ira C,ph. (t.t). Semakin Dibabat Semakin Merambat. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Jonge, Christiaan de. 1994. Gereja Mencari Jawab: Kapita Selekta Sejarah Gereja.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Jonge, Christiaan de. 1999. Apa itu Calvinisme? Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Jonge, Christiaan de. 2009. Pembimbing ke Dalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.

Katekismu Besar Martin Luther¸ diterjemahkan oleh Anwar Tjen, 1966. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.

Kelly, J.N.D. 1978. Early Christian Doctrine, edisi kelima. New York: Harper & Row.

Kooiman, W.J. 2001. Martin Luther. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Kuhl, Dieter. (t.t). Sejarah Gereja Bagian Umum. Batu: Departemen Komunikasi
YPPII Bidang Literatur.

Kuhl, Dieter. 1997. Gereja Katolik Roma. Jilid II. Batu: Yayasan Persekutuan
Pekabaran Injil Indonesia.
113
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Kumoro, Bawono. Hamas, Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel. Mizan
Pustaka.

Kristiyanto, Eddy. 2004. Reformasi dari Dalam: sejarah Gereja Zaman Modern.
Yogyakarta: Kanisius.

Lane, Tony. 2007. Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.

Lang J., Stephen & Peter, Randy. 2003. 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Lalu, Yosef. Gereja Katolik Memberi Kesaksian Tentang Makna Hidup. Kanisius

Lefebure, Leo D.. Penyataan Allah, Agama Dan Kekerasan. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.

McGrath, Alister E. 1997. Sejarah Pemikiran Reformasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Pieris, John. 2004. Tragedi Maluku: sebuah krisis peradaban : analisis kritis aspek
politik, ekonomi, sosial budaya, dan keamanan. Yayasan Obor Indonesia.

Reid, Daniel G. et al. 1990. Dictionary of Christianity in America. Illinois: Intervarsity


Press.

Ryrie, Charles C. 2002. Teologi Dasar, Buku 2. Yogyakarta: Yayasan ANDI.

Schaff, Phillip. 1988. History of Christian Church (Jilid II). Grand Rapids, MI: W.B.
Eerdmans.

Smith, Daniel L.(t.t). Lebih Tajam dari Pedang. Yogyakarta: Kanisius.

Thiessen, Henry Clarence. 2003. Teologi Sistematika. Malang: Gandum Mas.

Walker, Williston. 1983. A Historis of the Christian Church. Edisi ke-4. New York:
Charles Scribner & Sons,

Ward, Keith. (t.t). Benarkah Agama Berbahaya. Yogyakarta: Kanisius.

Wellem, Frederiek Djara. 2004. Kamus sejarah gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Wendel, Francois. 1987. Calvin: Origins and Delepment of His Religius Thougt.
Durham, NC: Labyrinth Press.

Wendel, Francois. 2010. Calvin: Asal Usul dan Perkembangan Pemikian Religiusnya.
Surabaya: Penerbit Momentum.

Wessels, Anton. Arab Dan Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, (t. t.)
114
Sejarah Gereja K. Widianto, M. Th

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.

Willem, Frederiek Djara. 1987. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Sejarah Gereja.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Wongso, Peter. 2001.Sejarah Gereja, Seri Diktat (cetakan ketiga). Malang: Literatur
Seminari Alkitab Asia Tenggara.

Wongso, Peter. (t.t). Penjelasan tentang Pengakuan-pengakuan Iman Kristen. Malang:


Seminari Alkitab Asia Tenggara.

Verkuyl, J. 1966. Gereja dan Bidat. Cetakan kedua. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

115

Anda mungkin juga menyukai