Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

SEJARAH GEREJA UMUM

Dosen Pengampu : Dr. Kosmartua Situmorang, M.Th

Di Susun Oleh :
Efrain Ririmasse
Robby Tarigan
Lina Waty

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah SEJARAH GEREJA UMUM

SEKOLAH TINGGI RAHMAT EMMANUEL

JAKARTA 2023
SEJARAH GEREJA KATOLIK
A. ASAL MULA

Menurut Tradisi Suci Kristen Katolik, pendiri Gereja Katolik adalah Yesus Kristus sendiri.
Kitab Suci Perjanjian Baru meriwayatkan kiprah dan ajaran Yesus, bagaimana ia memilih
kedua belas rasulnya, maupun amanatnya kepada mereka untuk melanjutkan karyanya.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa peristiwa turunnya Roh Kudus ke atas para rasul pada
hari Pentakosta adalah tonggak sejarah permulaan kiprah Gereja Katolik di muka umum.
Umat Katolik percaya bahwa Santo Petrus adalah Uskup Roma yang pertama, sekaligus rasul
yang menahbiskan Linus menjadi Uskup Roma berikutnya, dan oleh karena itu merupakan
cikal bakal dari suksesi apostolik tak terputus sampai kepada Uskup Roma saat ini, yakni
Paus Fransiskus. Dengan kata lain, Gereja Katolik memelihara kesinambungan suksesi
apostolik Uskup Roma selaku pengganti Santo Petrus, yang lazim dikenal dengan sebutan
"Sri Paus".

Menurut Injil Matius, Kristus menetapkan Petrus menjadi "cadas" landasan Gerejanya,
karena ia mengakui Yesus sebagai Kristus. Meskipun sebagian ahli sudah menandaskan
bahwa Petrus adalah Uskup Roma yang pertama, sebagian lainnya berpendapat bahwa
keberadaan lembaga kepausan tidak bergantung pada keyakinan bahwa Petrus adalah Uskup
Roma, bahkan tidak bergantung pula pada keyakinan bahwa Petrus pernah tinggal di Roma.
Banyak ahli meyakini bahwa struktur kepemimpinan Gereja Perdana di kota Roma mula-
mula terdiri atas sekumpulan imam atau sekumpulan uskup, sebelum berkembang menjadi
struktur kepemimpinan yang terdiri atas satu orang uskup dan sekumpulan imam pada abad
ke-2, dan sebutan "Uskup Roma" sesungguhnya baru kemudian hari dilekatkan para pujangga
pada nama para mendiang rohaniwan Roma terkemuka, termasuk Petrus. Bertolak dari
pandangan semacam ini, Oscar Cullmann dan Henry Chadwick mempertanyakan keberadaan
kaitan resmi antara Petrus dan lembaga kepausan modern, sementara Raymond E. Brown
mengemukakan bahwa sekalipun penyebutan Petrus sebagai uskup lokal kota Roma adalah
tindakan anakronistis, umat Kristen pada masa hidup Petrus sudah tentu menganggap Petrus
memiliki "peran-peran tertentu yang menjadi pangkal perkembangan peran lembaga
kepausan dalam Gereja pada masa-masa selanjutnya".

Agama Katolik tumbuh ketika Yesus lahir di kota Betlehem yang terletak di Palestina
pada awal abad keempat Masehi dimana gereja mendapat pengakuan resmi dari kaisar
Romawi Konstantin Agung (380 M) dalam bentuk Katolik Ortodoks. Mengutip dari
Ensiklopedi Gereja, Katolik berasal dari kata sifat Bahasa Yunani yaitu Katholikos yang
artinya universal- menyeluruh atau umum. Istilah Katolik juga muncul dalam syahadat-
syahadat dan rumus pengakuan iman para calon baptis sejak abad ke-4, walaupun
sebelumnya diyakini sudah ada di teori lain bahwa Gereja Kristus adalah Katolik. Agama dan
teologi Kristen Katolik yaitu Kathilikos. Yang artinya adalah ajaran yang bersifat umum dan
tersebar di seluruh dunia atau dapat diterima diseluruh dunia. Kata Katolik lebih lanjut lagi
dianggap sebagai nama ajaran gereja yang benar.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)8 kata yang benar diucapkan adalah Katolik.
Sebab dari masa kolonial Belanda pada saat itu kata Katholiek yang merupakan Bahasa latin
diserap menjadi kata Katolik. Karena bunyi θ atau th dalam bahasa Indonesia tidak dikenal,
selain itu bahasa Indonesia menerapkan penulisan bahasa secara etimologis. Maka dari itu
kata yang dipakai menjadi Katolik.

Agama Katolik tumbuh ketika Yesus lahir di kota Betlehem yang terletak di Palestina pada
awal abad keempat Masehi dimana gereja mendapat pengakuan resmi dari kaisar Romawi
Konstantin Agung (380 M) dalam bentuk Katolik Ortodoks. Sejak abad pertama sampai abad
keempat agama Kristen Katolik telah menyebar di sekitar laut tengah. Dan dalam abad
keempat sampai abad ketiga belas menyebar di Eropa, abad ketiga belas sampai abad
kedelapan belas memasuki benua Amerika, sebagian Afrika dan Asia. Dalam abad ke-19,
agama Kristen Katolik sudah berkembang ke seluruh dunia. Penganut agama Katolik itu pun
membludak. Masyarakat yang dulu menganut paham animism dan politeisme, dan lain-lain
ketika agama Katolik disebarkan, meninggalkan animismenya dan memeluk agama Katolik.

B. PERKEMBANGAN GEREJA KATOLIK DI DUNIA

Gereja Katolik bermula pada tahun 33 Masehi di Yerusalem, pada saat peristiwa Pentakosta
terjadi. Pada waktu itu, Yesus Kristus telah naik ke surga setelah kebangkitannya, dan Roh
Kudus turun ke atas para pengikut-Nya di Yerusalem. Roh Kudus memberikan kekuatan
kepada para rasul untuk menyebarkan ajaran Kristus ke seluruh dunia.
Para rasul, termasuk Santo Petrus, mulai mengajarkan Injil dan membentuk komunitas
gereja-gereja di berbagai tempat. Gereja Katolik awalnya masih merupakan bagian dari
Gereja Timur yang umumnya disebut Gereja Ortodoks.
Pada awalnya, pengikut-pengikut Kristus di Yerusalem dan sekitarnya masih mengikuti
kebiasaan Yahudi dan mempertahankan hubungan dengan umat Yahudi lainnya. Namun,
pada saat Santo Paulus menjadi pengikut Kristus dan mulai melakukan perjalanan
misionarisnya, pengikut-pengikut Kristus mulai menyebar ke luar Yerusalem dan berinteraksi
dengan orang-orang dari berbagai budaya dan agama.

GEREJA PERDANA 313 Masehi


1. Kaisar Konstantinus: Pada tahun 313 Masehi, Kaisar Konstantinus mengeluarkan Edict of
Milan yang memberikan kebebasan beragama kepada semua orang di Kekaisaran Romawi,
termasuk pengikut Kristus. Hal ini membuat gereja Katolik mendapatkan dukungan dari
pemerintah, dan membuka jalan bagi pengaruh politik gereja pada masa mendatang.

2. Konsili Nicea: Pada tahun 325 Masehi, diadakan Konsili Nicea yang dipimpin oleh Uskup
Agung Aleksander dari Alexandria dan diselenggarakan atas perintah Kaisar Konstantinus.
Konsili ini membahas doktrin tentang Allah Bapa dan Yesus Kristus sebagai putra-Nya, dan
menghasilkan penegasan bahwa Yesus adalah sama dengan Allah Bapa dalam substansi dan
keabadian.

3. Santo Agustinus: Santo Agustinus adalah seorang tokoh gereja Katolik yang hidup pada
abad ke-4 dan merupakan salah satu teolog dan filsuf paling berpengaruh dalam sejarah
gereja. Dia menulis banyak karya penting seperti "Confessions" dan "City of God" yang
membahas masalah teologis dan filsafat dalam konteks iman Kristen.

4. Perpecahan Timur-Barat: Pada abad ke-4, mulai terjadi perbedaan antara Gereja Timur
(yang menjadi Gereja Ortodoks) dan Gereja Barat (yang menjadi Gereja Katolik) yang pada
akhirnya menyebabkan Skisma Besar pada tahun 1054 Masehi

ABAD 5 – 15
1. Periode Patristik: Pada abad ke-5 hingga ke-8, para Bapa Gereja (Patristik) seperti Santo
Agustinus, Santo Yohanes Krisostomus, dan Santo Basilius Agung menulis banyak karya
yang membentuk doktrin gereja Katolik dan membantu membentuk identitas gereja dalam
konteks sejarah

2. Raja-raja Kristen: Pada abad ke-5 hingga ke-10, banyak raja-raja di Eropa menjadi
pengikut Kristus dan membantu memperkuat posisi gereja Katolik dalam kehidupan politik
dan sosial. Mereka membangun banyak gereja dan biara, dan menjadi pelindung bagi para
uskup dan imam

3. Investitur Kontroversi: Pada abad ke-11, terjadi konflik antara Paus dan Kaisar Romawi
Suci tentang hak untuk mengangkat uskup dan imam. Konflik ini dikenal sebagai Investitur
Kontroversi, dan pada akhirnya diselesaikan pada abad ke-12 dengan Concordat of Worms
yang mengakui hak gereja dan negara dalam pemilihan dan pengangkatan pejabat gereja

4. Konsili Lateran: Pada abad ke-12 dan ke-13, diadakan lima Konsili Lateran yang
membahas masalah teologis dan praktis dalam gereja Katolik, termasuk reformasi gereja dan
masalah gereja seperti pelarangan interaksi dengan orang-orang non-Kristen

ABAD 16 - 19
1. Reformasi Protestan: Pada abad ke-16, muncul gerakan Reformasi Protestan yang
dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Martin Luther dan John Calvin. Gerakan ini menentang
doktrin dan praktik gereja Katolik dan menghasilkan perpecahan dalam gereja Barat, dan
memicu Perang Agama di Eropa

2. Reformasi Katolik: Setelah terjadinya Reformasi Protestan pada abad ke-16, Gereja
Katolik melakukan reformasi internal yang dikenal sebagai Reformasi Katolik atau
Contrareformasi. Reformasi ini dipimpin oleh beberapa tokoh seperti Ignatius Loyola dan
terdiri dari berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas iman dan praktik dalam gereja,
termasuk pembentukan ordo baru seperti Ordo Yesuit, pembangunan seminari, dan
penghapusan praktik-praktik yang dianggap kontroversial

3. Misi Katolik: Pada abad ke-16 hingga ke-19, Gereja Katolik aktif melakukan misi ke
seluruh dunia untuk mengajarkan iman Katolik kepada orang-orang di luar Eropa, terutama di
Amerika Selatan dan Asia. Misi ini dipimpin oleh para misionaris seperti Santo Fransiskus
Xaverius dan Fransiskus Solano, dan berhasil menarik banyak orang untuk menjadi Katolik
4. Revolusi Prancis: Pada akhir abad ke-18, terjadi Revolusi Prancis yang menggulingkan
kekuasaan monarki dan gereja Katolik di Prancis. Revolusi ini menghasilkan perubahan besar
dalam tata kelola gereja, termasuk pembentukan gereja negara dan pelarangan pengaruh
gereja dalam urusan politik

ABAD 20
1. Konstitusi Vatican II: Pada tahun 1962-1965, Gereja Katolik mengadakan Konsili Vatikan
II, sebuah pertemuan para uskup dan pemimpin gereja yang bertujuan untuk memperbaharui
dan memperkuat gereja dalam menghadapi tantangan zaman modern. Konsili ini
menghasilkan beberapa konstitusi dan dekret penting, termasuk penekanan pada pentingnya
partisipasi umat dalam liturgi, dialog antar agama, dan peran gereja dalam masyarakat

2. Paus Yohanes XXIII: Paus Yohanes XXIII, yang menjabat dari tahun 1958 hingga 1963,
dianggap sebagai pemimpin gereja yang berpikiran terbuka dan progresif. Ia memimpin
gereja dalam persiapan Konsili Vatikan II dan memperkenalkan beberapa reformasi penting
dalam gereja, termasuk meningkatkan partisipasi umat dan mempromosikan dialog antar
agama
3. Paus Santo Yohanes Paulus II: Paus Santo Yohanes Paulus II, yang menjabat dari tahun
1978 hingga 2005, adalah salah satu paus yang paling berpengaruh dalam sejarah modern. Ia
melakukan banyak kunjungan ke seluruh dunia dan mempromosikan perdamaian dan
toleransi antar agama. Ia juga memimpin gereja dalam menghadapi beberapa kontroversi,
termasuk skandal seksual dalam Gereja Katolik

4. Perkembangan misionaris: Gereja Katolik terus melakukan misi ke seluruh dunia pada
abad ke-20, terutama di Afrika dan Asia. Gereja juga memperkuat upaya-upaya dialog antar
agama dan mempromosikan kemitraan antar gereja dalam upaya menghadapi tantangan
zaman modern

5. Skandal seksual dalam Gereja Katolik: Pada awal abad ke-21, Gereja Katolik menghadapi
serangkaian skandal seksual yang melibatkan para imam dan pejabat gereja. Skandal ini
mengguncang gereja dan memicu upaya reformasi dalam tata kelola gereja dan penegakan
hukum terhadap para pelaku

ABAD 21
1. Pemimpin Gereja Katolik: Paus Fransiskus masih memimpin gereja Katolik sebagai
pemimpin tertinggi, dan ia terus memperkuat misi gereja untuk mempromosikan perdamaian,
keadilan sosial, dan persatuan antar umat manusia

2. Reformasi tata kelola gereja: Setelah skandal seksual yang melanda gereja Katolik pada
beberapa tahun terakhir, gereja terus berusaha untuk melakukan reformasi dalam tata kelola
gereja untuk melindungi anak-anak dan orang yang rentan dari kekerasan dan pelecehan

3. Pandemi COVID-19: Pandemi COVID-19 telah mempengaruhi gereja Katolik seperti


halnya hal lainnya. Gereja harus menyesuaikan cara penyelenggaraan ibadah dan kegiatan
pastoral dengan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan setempat

4. Lingkungan hidup: Gereja Katolik terus memperkuat penekanannya pada lingkungan


hidup dan keadilan sosial. Paus Fransiskus mengeluarkan ensiklik "Laudato Si" pada tahun
2015, yang mengajak semua orang untuk bertanggung jawab dalam menjaga lingkungan
hidup dan keadilan social

5. Hubungan antar agama: Gereja Katolik terus mendorong dialog antar agama dan
memperkuat upaya untuk mempromosikan perdamaian dan toleransi di seluruh dunia

6. Peran wanita: Gereja Katolik terus memperjuangkan peran dan martabat wanita dalam
gereja dan masyarakat. Beberapa perubahan dan inisiatif dilakukan untuk memberi ruang
bagi wanita dalam pelayanan gereja, namun masih banyak tantangan yang harus diatasi

Saat ini, ada lebih dari 1,3 miliar umat Katolik di seluruh dunia yang tergabung dalam Gereja
Katolik. Gereja Katolik memiliki kehadiran di hampir seluruh negara di dunia, dengan jumlah
gereja dan paroki yang bervariasi di setiap negara. Gereja Katolik terdiri dari 24 Gereja Ritus
Timur yang berbeda, yang terdiri dari umat Katolik yang mempraktikkan liturgi dan tradisi
yang berbeda dari Ritus Latin yang umum dikenal. Selain itu, Gereja Katolik juga memiliki
institusi-institusi seperti sekolah, universitas, rumah sakit, dan lembaga amal yang tersebar di
seluruh dunia.

C. PERKEMBANGAN GEREJA KATOLIK DI INDONESIA

Agama Katolik merupakan salah satu agama resmi yang diakui di Indonesia. Jumlah umat
Katolik berdasarkan data resmi dari Kementrian Agama di tahun 2022 mencapai 3,12 % dari
junlah penduduk Indonesia, atau sekitar 8,3 juta jiwa.

Gereja Katolik di Indonesia merupakan bagian dari kesatuan Gereja Katolik Roma dunia, di
bawah kepemimpinan Paus sebagai pimpinan tertinggi hierarki Gereja Katolik.

Era Perintisan pelayanan di Asia


Misi katolik pertama di Indonesia di pimpin oleh Biarawan Fransiskan Mattiussi dari Italia
pada abad ke 14 atau sekitar tahun 1318 - 1330. Pada masa itu beberapa tempat yang
dikunjungi adalah Sumatera, Jawa, Banjarmasin. Biarawan Fransiskan diutus Paus
melancarkan misi ke pedalaman Asia. Tahun 1318 ia berangkat dari Padua, menyebrangi laut
Hitam ke Persia dan kemudian ke Kalkuta, Madras, dan Sri Lanka.

Dari Sri Lanka ia menuju pulau Nikobar dan Sumatera, kemudian lanjut mengunjungi Jawa
dan Banjarmanin (Kalimantan) dan Kembali ke Italia melalui jalur darat melalui Vietnam,
Cina, dan jalur Sutra ke Eropa.

Dari catatan perjalanan yang diketemukan , kerajaan Jawa yang disebut adalah kerajaan
Majapahit Hindu- Buddha. Misi ini adalah perintis, memberikan gereja beberapa informasi
tentang Asia. Pada masa itu gereja Katolik belum berdiri di wilayah tersebut, penduduk
masih dengan mayoritas agama Hindu dan Buddha.

Era Portugis
Agama Katolik masuk dan berkembang ke Indonesia pada abad ke 16 atau tahun 1512 yang
diprakarsai oleh bangsa Portugis dalam periode kolonialisme dan imperialisme bangsa-
bangsa Eropa. Tujuan Portugis datang ke Indonesia mencari rempah- rempah. Bangsa
Portugis mendarat di Maluku. Dalam melakukan penjajahan bangsa Portugis mengusung misi
3G, yaitu Gold (kekayaan), glory (kejayaan) dan gospel (agama).

Di Indonesia, orang pertama yang menjadi Katolik adalah orang maluku, Kolano (Kepala
Kampung) Mamuya (di Halmahera Utara) yang dibaptis seorang awam pedagang Portugis
Gonzalo Veloso.

Awal kedatangan bangsa Portugis disambut baik oleh Sultan Ternate. Pada tahun 1522
Bangsa Portugis mendirikan benteng pertahanan di Ternate, yang kemudian menjadi pusat
kekuasaan misi Portugis selama tinggal di Maluku.

Salah seorang misionaris yang pertama kali sampai di maluku adalah Simon Vaz pada tahun
1534. Misi penginjilan yang dilakukan Simon Vaz berjalan dengan baik, terbukti dengan
sejumlah bangsawan menjadi katolik, salah satunya Sultan Ternate Tabarjii (1533- 1534).
Pada tahun 1536 Simon Vaz meninggal dunia karena terbunuh.

Setelah itu bangsa Portugis mengirim Serikat Jesuit, yang diimani Fransiscus Xaverius,
seorang misionaris kebangsaan Spanyol. Pada 1546-1547, Xaverius bekerja di antara orang
Ambon, Ternate, dan Morotai. Meski mendapat tentangan dari penguasa kerajaan Islam
setempat, banyak orang Ambon yang akhirnya memeluk agama Kristen Katolik. Hal ini
terlihat dari nama-nama orang Ambon yang meniru nama-nama orang Portugis, seperti de
Pereira, de Fretes, Lopes, Diaz, dan sebagainya. Sampai tahun 1560-an, terdapat sekitar
10.000 orang Katolik di wilayah itu. Kemudian 30 tahun berikutnya jumlahnya telah
mencapai 60.000 orang.

Setelah itu, hadir tokoh militer Portugis, Antonio Golvao, yang membuka sekolah Kristen
Katolik di Ternate. Penyebaran ajaran Kristen Katolik di Maluku terus dilakukan oleh bangsa
Portugis hingga 1575, sebelum akhirnya mereka diusir dari Nusantara.

Orang Portugis yang menyebarkan ajaran Katolik kepada penduduk Maluku dengan beragam
cara dan metode. Mereka bukan hanya mengajak orang yang menganut paham animisme dan
dinamisme untuk mengimani iman Katolik, tetapi juga berusaha mengajak penduduk yang
telah beragama Islam.

Misi penyebaran ajaran agama Kristen-Katolik yang dilakukan Portugis terbilang cukup
signifikan.
Era VOC ((Vereenigde Oostindische Compagnie)
Kedatangan dan kekuatan militer VOC di Indonesia tahun 1619- 1799 akhirnya merebut
monopoli perdagangan rempah-rempah dari bangsa Portugis dan praktis menegakkan
hegemoni politik di Indonesia, Gereja Katolik dilarang secara mutlak melakukan kegiatan
misi dan hanya bertahan di beberapa wilayah yang tidak termasuk dalam lingkup pengaruh
VOC yaitu Flores dan Timor.
Para penguasa VOC beragama Protestan, maka mereka mengusir imam-imam Katolik yang
berkebangsaan Portugis dan menggantikan mereka dengan pendeta-pendeta Protestandari
Belanda. Banyak umat Katolik yang kemudian diprotestankan saat itu, seperti yang terjadi
dengan komunitas-komunitas Katolik di Ambon.
Imam-imam Katolik diancam hukuman mati, kalau ketahuan berkarya di wilayah kekuasaan
VOC. Pada 1624, Pastor Egidius d'Abreu SJ dibunuh di Kastel Batavia pada zaman
pemerintahan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen, karena mengajar agama dan
merayakan Misa Kudus di penjara.
Pastor A. de Rhodes, seorang Yesuit Prancis, pencipta huruf abjad Vietnam, dijatuhi
hukuman berupa menyaksikan pembakaran salibnya dan alat-alat ibadat Katolik lainnya di
bawah tiang gantungan, tempat dua orang pencuri baru saja digantung, lalu Pastor A. de
Rhodes diusir (1646).
Yoanes Kaspas Kratx, seorang Austria, terpaksa meninggalkan Batavia karena usahanya
dipersulit oleh pejabat-pejabat VOC, akibat bantuan yang ia berikan kepada beberapa imam
Katolik yang singgah di pelabuhan Batavia. Ia pindah ke Makau, masuk Serikat Jesuit dan
meninggal sebagai seorang martir di Vietnam pada 1737.
Pada akhir abad ke-18 Eropa Barat diliputi perang dahsyat antara Prancis dan Britania
Raya bersama sekutunya masing-masing. Simpati orang Belanda terbagi, ada yang memihak
Prancis dan sebagian lagi memihak Britania, sampai negeri Belanda kehilangan
kedaulatannya. Pada tahun 1806, Napoleon Bonaparte, mengangkat adiknya, Lodewijk atau
Louis Napokeon, seorang Katolik, menjadi raja Belanda. Pada tahun 1799 VOC bangkrut dan
dinyatakan bubar. Utang-utang dan hak-hak VOC diambil alih oleh Kerajaan Belanda.
Era Hindia Belanda
Perubahan politik di Belanda, khususnya kenaikan takhta Raja Louis, seorang Katolik,
kerabat Napoleon Bonaparte, membawa pengaruh yang cukup positif. Semangat Revolusi
Prancis "liberte, egalite, fraternite" (kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan) merembes ke
kalangan pemerintahan Belanda. Kebebasan umat beragama mulai diakui pemerintah. Hal itu
terbawa ke bumi nusantara yang kemudian disebut Hindia Belanda. Pada tanggal 8 mei 1807,
Paus Pius VII, pimpinan Gereja Katolik Roma mendapat persetujuan Raja Louis Napoleon
untuk mengaktifkan kembali karya misi di Hindia Belanda dan mendirikan Prefektur
Apostolik Hindia Belanda di Batavia pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Daendels
1808-1811
Pada tanggal 4 April 1808, dua orang Imam dari Negeri Belanda tiba di Jakarta, yaitu Pastor
Jacobus Nelissen, Pr dan Pastor Lambertus Prisen, Pr. Yang diangkat menjadi Prefek
Apostolik pertama adalah Pastor J. Nelissen, Pr.
Setelah Gubernur Jendral Daendels (1808-1811) walaupun kebebasan beragama kemudian
diberlakukan, namun agama Katolik saat itu agak dipersukar. Hal itu karena pergantian
kekuasaan di Belanda setelah kekalahan Napoleon pada 1815, yang mengangkat Willem I
menjadi raja Belanda. Selain itu misi di Hindia Belanda kekurangan tenaga. Imam saat itu
hanya 5 orang untuk memelihara umat sebanyak 9.000 orang yang hidup berjauhan satu sama
lainnya. Dengan kerja keras, Prefektur Apostolik Batavia dinaikkan statusnya menjadi
Vikariat Apostolik pada 20 September 1842. Situasi berangsur-angsur membaik setelah
perundingan berangsur-angsur dengan pihak pemerintah pada tahun 1847. Pada
tahun 1889 ada 50 orang imam di Indonesia sejak misi di Hindia Belanda diserahkan kepada
Serikat Yesus (SY). Di daerah Yogyakarta, misi Katolik dilarang sampai tahun 1891.

Persekolahan Van Lith dan pembagian kerja ordo- ordo Misonaris


Misi Katolik di daerah ini diawali oleh Pastor F. Van Lith, SJ yang datang ke Muntilan pada
tahun 1896. Pada awal usahanya tidak membuahkan hasil yang memuaskan, akan tetapi pada
tahun 1904 tiba-tiba 4 orang kepala desa dari daerah Kalibawang datang ke rumah Romo dan
mereka minta untuk diberi pelajaran agama. Sehingga pada tanggal 15 Desember 19043,
rombongan pertama orang Jawa berjumlah 178 orang dibaptis di sebuah mata air Semagung
yang terletak di antara dua batang pohon Sono. Tempat bersejarah ini sekarang menjadi
tempat ziarah Sendangsono.
Romo van Lith juga mendirikan sekolah guru di Muntilan yaitu Normaalschool pada
tahun 1900 dan Kweekschool (Sekolah Pendidikan Guru) pada tahun 1904. Pada
tahun 1918 sekolah-sekolah Katolik dikumpulkan dalam satu yayasan, yaitu Yayasan
kanisius. Para imam dan Uskup pertama di Indonesia adalah bekas siswa Muntilan.
Pada permulaan abad ke-20 gereja Katolik berkembang pesat. Berawal babak baru dengan
pembagian kerja di antara Ordo-ordo misionaris. Setiap ordo mendatangkan tenaga
misionarisnya. Paus Leo XIII mendirikan Prefektur Apostolik baru di Maluku dan sekitarnya,
dan menyerahkan pembinaannya kepada imam-imam Misionaris Hati Kudus (MSC) pada 22
Desember 1902. Tiga tahun kemudian, pada 1905 Paus Pius X membentuk Prefektut
Apostolik Kalimantan dan pelayanannya diserahkan kepada Ordo Fransiskan
Kapusian (OFMCap). Sumatera menyusul menjadi Prefektur Apostolik pada tahun 1911 dan
diserahkan kepada Ordo Kapusin juga. Prefektur Apostolik Serikat Abdi Allah Kepulauan
Sunda Kecil didirikan pada 1913 dan diserahkan kepada Serikat Abdi Allah (SVD). Prefektur
Apostolik Celebes berdiri pada tahun 1919 dan diserahkan kepada MSC.
Selanjutnya di Jawa sendiri perkembangan besar terjadi dengan pembagian tugas baru. Pada
1923 imam-imam Ordo Karmel (O.Carm) diberi tugas membina daerah misi Malang,
Suatu Prefektur Apostolik didirikan pada tahun 1927 di Malang. Surabaya diserahkan kepada
imam-imam Lazaris (C.M.) pada tahun 1923 dan berkembang menjadi Frefektur Apostolik
pada 1928. Imam-imam MSC juga mengembangkan Purwokerto di Jawa Tengah, dan
suatu Prefektur Apostolik didirikan di Purwokerto pada tahun 1932. Bersamaan dengan itu
Bandung menjadi Prefektur Ordo Salib Suci (OSC). Semarang dijadikan Vikariat
Apostolik pada tahun 1940.
Pada 1911 Van Lith mendirikan Seminari Menengah. Tiga dari enam calon generasi pertama
dari tahun 1911-1914 ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1926 dan 1928, yaitu Romo
F.X.Satiman, SJ, A. Djajasepoetra, SJ, dan Alb. Soegijapranata, SJ.

Era Perjuangan kemerdekaan


Para pemimpin kawasan misi, yaitu para waligereja, yang telah berbagi tugas berhubungan
dengan baik satu sama lain, dengan diketuai oleh Vikaris Apostolik Batavia (Jakarta). Mereka
berkumpul dan mengadakan sidang Waligereja yang pertama pada 1924 di Jakarta. Mereka
membagi-bagi tenaga guru 10 orang ke Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi dan
Sumatra. Seminari di Jawa akan menerima siswa dari mana saja, tetapi disepakati untuk
mendirikan satu seminari baru di Flores. Disepakati untuk menyusun Katekismus Hindia
Belanda guna pengajaran agama di sekolah-sekolah.
Sidang Waligereja kedua juga diadakan di Jakarta pada tahun 1925. Disetujui pendirian
berbagai surat kabar berbahasa Melayu dan daerah. Sidang ketiga dilaksanakan di Muntilan,
Jawa Tengah. Disetujui untuk mendirikan Kantor Pusat Misi di Jakarta, dan dibahas rencana
Undang-undang perkawinan sipil untuk umat Kristen. Sidang keempat diselenggarakan di
Girisonta, Ungaran, Jawa tengah pada 1934. Dianjurkan penggunaan nama Indonesia
menggantikan Hindia Belanda. Sidang kelima juga berlangsung di Girisonta pada tahun 1939
menegaskan kesatuan tindakan para Waligereja. Semua sidang itu menjadi cikal bakal
kegiatan Majelis Agung Waligereja Indonesia yang kemudian berganti nama
menjadi Konferensi Waligereja Indonesia atau KWI.
Seminari Tinggi Yogyakarta didirikan pada tahun 1939. Albertus
Soegijapranata menjadi Vikaris Apostolik (Uskup di tanah misi) Indonesia yang pertama,
ditahbiskan pada tahun 1940 untuk Vikariat Apostolik Semarang.
Pada tahun 1942 Jepang menyerbu dan menguasai Indonesia sampai tahun 1945. Tenaga
imam, burder, suster yang berkebangsaan Belanda ditangkap dan ditahan. Gereja dilayani
oleh tenaga-tenaga pribumi yang jumlahnya sangat terbatas. Gereja Katolik tetap bertahan
sebagai Gereja dalam diaspora.
Mgr. Soegijapranata (Semarang) bersama Uskup Petrus Johanes Willekens SJ (Jakarta)
menghadap penguasa pendudukan pemerintah Jepang dan berhasil mengusahakan agar
Rumah Sakit St. Carolus Jakarta dapat berjalan terus.
Indonesia menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, tak lama setelah Jepang
menyerah kepada Sekutu. Hal itu tidak disetujui Belanda yang berusaha keras untuk kembali
menguasai bumi Nusantara. Terjadilah konflik mempertahankan kemerdekaan melawan
Belanda (dan Sekutu). Para misionaris berkebangsaan Belanda dibebaskan dan boleh bekerja
kembali.
Tanggal 20 Desember 1948, Romo Sandjaja terbunuh bersama Frater Hermanus Bouwens, SJ
di dusun Kembaran dekat Muntilan, ketika penyerangan pasukan Belanda ke Semarang yang
berlanjut ke Yogyakarta dalam Agresi Militer Belanda II. Romo Sandjaja dikenal sebagai
martir pribumi dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia.
Era Demokrasi Terpimpin
Setelah mundurnya kekuatan Belanda dari Indonesia pada 1949, umat Katolik yang
berpartisipasi sejak awal dalam mengawal kemerdekaan Indonesia menyelenggarakan
Kongres Umat Katolik Seluruh Indonesia (KUKSI) pada bulan Desember di Jogjakarta.
Pertemuan ini bagaikan prototip Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) sekarang.
Diputuskan untuk melebur partai-partai umat Katolik yang bersifat kedaerahan menjadi satu
Partai Katolik yang bersifat nasional. Niat itu terlaksana di Semarang pada tahun 1950. Partai
Katolik mengikuti Pemilihan Umum 1955 untuk DPR dan Konstituante dengan perolehan
kursi yang melebihi kuota umat Katolik. itu berarti partai ini mendapat kepercayaan besar
rakyat Indonesia, bukan hanya umat Katolik.
Pada tahun 1953 Pater Djajasepoetra SJ diangkat menjadi Vikaris Apostolik Jakarta,
menggantikan Mgr Willekens SJ. Ia adalah uskup bumiputera yang kedua di Indonesia.
Hubungan dengan Pemerintah Indonesia pada mulanya berjalan baik. Tetapi ketika pengaruh
komunisme semakin besar (dengan semangat materialisme dan ateismenya yang ditentang
oleh Paus Leo XIII sejak Ensiklik Rerum Novarum, 1891) umat Katolik agak renggang
dengan Pemerintah. Dengan tegas Mgr Soegijopranoto menyatakan kepada Presiden
Soekarno bahwa "umat Katolik akan bekerja sama dengan Pemerintah asalkan kebebasan
beragama dijamin dan rakyat Indonesia dipimpin terlepas dari materialisme dan sikap ateis."
Para Waligereja melakukan sidang pada tahun 1955 di Surabaya dan secara resmi
menggunakan nama MAWI (Majelis Agung Waligereja Indonesia). Dalam sidang ditekankan
agar semua pemimpin umat Katolik menyesuaikan diri dengan cita rasa kebangsaan
Indonesia di segala bidang, mulai dari bidang pendidikan.
Sidang selanjutnya pada tahun 1960 di Girisonta membahas kemungkinan pendirian hierarki
mandiri Gereja Katolik di Indonesia. Menanggapi harapan sidang ini, pada 3 Januari 1961
Paus Yohanes XXIII dengan konstitusi apostolik Quod Christus mendirikan hierarki Gereja
katolik di Indonesia. Ini berarti Indonesia bukan tanah misi lagi, tetapi Gereja muda.
Semua Prefektur Apostolik dan Vikariat Apostolik ditingkatkan menjadi Keuskupan,
dipimpin Uskup masing-masing. Keuskupan-keuskupan yang berdekatan dihimpun menjadi
suatu Provinsi GerejaniKeuskupan ditunjuk menjadi metropolit pusat himpunan
sebagai Keuskupan Agung. Ada 6 Keuskupan Agung dan 20 Keuskupan yang
disebut Kesukupan Sufragan.
Selanjutnya para Uskup Indonesia mengikuti Konsili Vatikan II di Vatikan yang berlangsung
1962-1965, dengan hati was-was karena situasi dalam negeri Indonesia yang semakin panas
bergolak, penuh dengan pemberontakan. Pemerintahan menjurus kepada pemerintahan
diktator. Presiden Soekarno tumbang pada tahun 1965 setelah kegagalan pemberontakan
komunis. Mulailah periode Orde Baru di Indonesia. Gereja pun mengalami banyak
pembaruan karena keputusan-keputusan Konsili vatikan II. Bahasa Indonesia digunakan
dalam liturgi menggantikan Bahasa Latin. Umat awam diberi kesempatan berperan serta di
berbagai hal dalam kegiatan pastoral Gereja.
Kardinal pertama di Indonesia adalah Yustinus Kardinal Darmojuwono diangkat pada
tanggal 29 Juni 1867. Gereja Katolik Indonesia aktif dalam kehidupan Gereja Katolik dunia.
Era Orde Baru
Banyak korban jiwa pada masa epilog pasca pemberontakan yang gagal dari Partai Komunis
Indonesia pada 1965. Gereja Katolik dengan kerja keras berusaha mengerem kekejaman yang
terjadi di mana-mana. Dengan semangat kasih ditegaskan bahwa yang harus dimusuhi adalah
ideologi yang jahat, bukan orangnya. Sambil mengobati luka-luka batin umat Katolik
didorong untuk ikut aktif dalam proses pembangunan masyarakat dan negara dari situasi yang
porak poranda. Kegagalan panen di mana-mana menyebabkan wabah kelaparan dan penyakit
berjangkit. Gereja mengulurkan tangan dengan membagikan sumbangan pangan dan obat-
obatan dari sesama umat Katolik luar negeri. Inflasi yang melejit tinggi nyaris melumpuhkan
perekonomian. Gereja ikut serta mengembangkan koperasi dan menggalakkan semangat
menabung.
Ungkapan kasih dan perhatian umat Katolik itu mendapat tanggapan positif dari rakyat
kebanyakan. Banyak orang belajar agama Katolik dan memberikan diri dibaptis. Jumlah umat
menjadi berlipat ganda. Gereja Katolik serta agama-agama lain mengalami pertumbuhan
yang sangat besar terutama di daerah yang dihuni oleh sejumlah besar suku Tionghoa dan
etnis Jawa. Peningkatan dramatis jumlah umat Katolik pada khususnya dan orang Kristen
pada umumnya telah menyebabkan permusuhan dan tuduhan 'Pengkristenan'.
Sejak tahun 1970 MAWI berusaha bersidang setahun sekali. Setiap kali sidang MAWI
mengangkat satu hal yang menjadi keprihatinan bersama. Dokumen sidang disebarluaskan
kepada umat. Selain itu para Uskup Waligereja Indonesia juga aktif mengikuti persidangan
umum Federasi Konferensi Uskup Asia (FABC) sejak lembaga itu didirikan pada tahun 1970
di Taipei.
Suatu tantangan muncul pada awal 1970-an ketika pemerintah tidak lagi memberi izin masuk
dan menetap di Indonesia kepada misionaris asing. Bahkan Departemen Agama tidak mau
memberi rekomendasi perpanjangan visa pada misionaris yang sudah lama bekerja dan
tinggal di Indonesia. Namun masalah ini justru merupakan “blessing in disguise”, berkat
terselubung, karena Gereja Katolik Indonesia kemudian berusaha keras untuk mencukupi
kebutuhan imam dan relatif berhasil.
Bayangan kemiskinan, ledakan jumlah penduduk dan semakin beratnya kehidupan ekonomis
merupakan tantangan tersendiri bagi keluarga-keluarga muda berhadapan dengan moralitas.
Program Keluarga berencana yang dicanangkan pemerintah untuk mengatasi persoalan itu
diminati banyak umat Katolik. Tetapi cara-cara pencegahan kehamilan yang ditawarkan
relatif berseberangan dengan ensiklik Humanae Vitae (1968). Sikap pastoral para Waligereja
dalam hal ini menyerahkan keputusan kepada hati nurani umat (1972). Ini menyebabkan
gesekan dengan Vatikan.
Kemajuan diperoleh dalam kerjasama ekumenis penerjemahan dan penerbitan Kitab Suci
dalam bahasa Indonesia. Sejak tahun 1974 diterbitkan Kitab Suci edisi ekumenis dengan
pembedaan. Kitab Suci untuk umat Katolik dilengkapi dengan Deuterokanonika.
Undang-undang Perkawinan 1974 yang mengganti tata-cara lama justru meruwetkan situasi.
Sekalipun demikian kerukunan antar umat beragama relatif meningkat pada level menengah
ke atas, sekalipun ada masalah sehubungan dengan beberapa surat keputusan Menteri Agama
(No. 70/1978 tentang penyiaran agama dan No.77/ 1978 tentang bantuan luar negeri) yang
praktis menjadi penghalang kemajuan umat Katolik dan meresahkan sehingga perlu
ditenangkan dengan Surat Keputusan Bersama dua menteri (No 1/1979) yang merupakan
aturan pelaksanaan dari kedua keputusan yang terdahulu, dengan pernyataan bahwa
pemerintah tidak bermaksud mengurangi hak dan kemerdekaan seseorang untuk
memeluk/menganut agama dan melakukan ibadat menurut agamanya itu.
Pedoman pastoral “Umat Katolik dalam Masyarakat Pancasila” (1985) merupakan
petunjuk MAWI kepada umat Katolik Indonesia dalam menyikapi persoalan pembangunan
dan pluralitas di Indonesia sebagai warga negara yang baik dan mengusahaan kesejahteraan
umum.
Pada tahun 1985 semua uskup di Indonesia adalah putra-putra Indonesia.
Dalam Sidang Waligereja tahun 1986 nama MAWI yang telah digunakan sejak tahun 1955
diganti menjadi KOnferensi Waligereja Indonesia (KWI). KWI menyatakan
bahwa KWI adalah wujud kolegialitas uskup dan bertujuan memadukan kebijakan
pelaksanaan tugas dan karya penggembalaan para uskup agar seirama dan berkesinambungan
di seluruh Indonesia (lih Pembukaan Statuta KWI par. 2-4).
Pada tahun 1989 Paus Yohanes Paulus II berkunjung ke Indonesia dan disambut dengan
antusias oleh umat Katolik Indonesia.

Era Reformasi
Pada tahun 1990-an dan mulai tahun 2000 juga ditandai dengan kekerasan terhadap umat
Katolik pada khususnya dan Kristen pada umumnya. Namun mantan presiden Abdurrahman
Wahid, yang juga seorang pemimpin Nadratul Ulama, salah satu organisasi Islam terbesar di
Indonesia, telah memberikan kontribusi oleh beberapa penyatuan bagian-bagian yang berbeda
dari beberapa kalangan.

BERERAPA AJARAN UTAMA GEREJA KATOLIK


Gereja Katolik memiliki banyak ajaran dan keyakinan yang diajarkan melalui Katekismus
Gereja Katolik dan doktrin gereja. Beberapa ajaran utama dalam Gereja Katolik antara lain:
● Kepercayaan kepada Allah Tritunggal: Gereja Katolik mengajarkan keyakinan akan
adanya satu Allah yang berpribadi tiga, yaitu Allah Bapa, Allah Putera (Yesus Kristus),
dan Allah Roh Kudus.
● Yesus Kristus sebagai Juruselamat: Gereja Katolik mengajarkan bahwa Yesus Kristus
adalah Anak Allah yang menjadi manusia untuk menyelamatkan umat manusia dari dosa
dan memberikan keselamatan.
● Sakramen: Gereja Katolik mengajarkan bahwa sakramen adalah tanda-tanda nyata kasih
karunia Allah yang diberikan kepada umat manusia. Sakramen-sakramen dalam Gereja
Katolik antara lain: Pembaptisan, Ekaristi (Misa), Pengakuan Dosa, Krisma (Penguatan),
Perminyakan Orang Sakit, Perkawinan, dan Tahbisan.
● Peran Maria dan Orang Kudus: Gereja Katolik mengajarkan penghormatan kepada Maria,
ibu Yesus Kristus, serta penghormatan kepada Orang Kudus sebagai teladan iman dan doa
bagi umat Katolik.
● Ajaran Moral: Gereja Katolik mengajarkan ajaran moral yang meliputi etika, keadilan
sosial, nilai-nilai keluarga, serta perlindungan dan penghargaan terhadap kehidupan
manusia dari konsepsi hingga kematian alami.
● Komunitas Gereja: Gereja Katolik mengajarkan pentingnya hidup dalam komunitas gereja,
serta peran umat Katolik dalam melayani dan berpartisipasi dalam kehidupan gerejawi,
termasuk dalam liturgi, katekese, dan pelayanan sosial.
● Pengutamaan Kasih dan Pengampunan: Gereja Katolik mengajarkan pentingnya kasih dan
pengampunan sebagai nilai-nilai Kristen yang mendasari hubungan dengan sesama
manusia dan dengan Allah.

Selain ajaran-ajaran di atas, Gereja Katolik juga memiliki banyak doktrin dan peraturan
lainnya yang berkaitan dengan tata kelola gereja, organisasi keuskupan, tata cara ibadah, dan
praktik-praktik keagamaan yang bervariasi di berbagai wilayah dan budaya di seluruh dunia.
Ajaran-ajaran dalam Gereja Katolik diwariskan dan diperdalam melalui tradisi, Kitab Suci,
Magisterium (otoritas pengajar Gereja), serta pengalaman iman komunitas Katolik yang terus
berkembang.

KESIMPULAN
Gereja Katolik merupakan salah satu gereja Kristen terbesar di dunia, dengan sejarah yang
panjang dan kompleks. Gereja Katolik didirikan oleh Yesus Kristus pada abad pertama
Masehi, dan sejak itu mengalami berbagai perkembangan dalam doktrin, tata kelola, dan
pengaruh sosial di berbagai zaman dan tempat.
Gereja Katolik memiliki struktur hierarkis yang dipimpin oleh Paus sebagai pemimpin
tertinggi. Gereja ini memiliki doktrin dan ajaran yang diajarkan melalui Katekismus Gereja
Katolik, yang meliputi keyakinan mengenai Allah, Yesus Kristus, Sakramen, moralitas, dan
praktik ibadah.
Sebagai lembaga agama, Gereja Katolik memiliki peran yang signifikan dalam pelayanan
pastoral, pengajaran, liturgi, serta pelayanan sosial dan kemanusiaan. Gereja Katolik juga
aktif dalam mempromosikan perdamaian, keadilan sosial, dan pelestarian lingkungan hidup.
Namun, seperti halnya organisasi manusia lainnya, Gereja Katolik juga menghadapi
tantangan dan kontroversi, termasuk masalah yang berkaitan dengan skandal seksual, tata
kelola gereja, perubahan sosial dan budaya, serta hubungan dengan pihak luar, baik itu
pemerintah, agama lain, atau masyarakat secara umum.
Secara keseluruhan, Gereja Katolik terus menghadapi dinamika dan tantangan dalam
menghadirkan ajaran dan nilai-nilai kristiani dalam dunia modern, sambil berusaha untuk
memenuhi panggilannya untuk menyebarkan Injil, melayani sesama, dan menjadi saksi kasih
Kristus di dunia.

Anda mungkin juga menyukai