BAB I
PENDAHULUAN
terkait dengan latar belakang dan tujuan penulisan kitab Korintus yang pertama, terutama
pasal yang dijadikan topik utama, dan juga yang menjadi latar belakang masalah yang
Surat ini menyebut rasul Paulus sebagai penulis dari surat ini. Tampaknya
surat ini ditulis dengan bantuan seorang juru tulis, mengingat tidak mudah untuk menulis
surat di atas kertas perkamen, tetapi di akhir surat ini Paulus menulis dengan tulisan
besar pada tahun terakhir dari perjalanan Paulus selama 3 tahun di Efesus, sekitar tahun
56 M, yang berarti gereja Korintus saat itu berusia sekitar 4 tahun. Pendapat lain memberi
perkiraan tahun 53 atau antara tahun 53-56. Keberadaan jemaat di Korintus saat itu
terkenal dengan adanya perpecahan antar berbagai golongan dan juga karena perilaku
moral mereka yang menyimpang. Adanya perbedaan antara mereka sebenarnya bukan
hanya timbul dari kejahatan mereka saja, namun juga disebabkan oleh adanya para
petinggi agama yang membuat perbedaan golongan. Atas perbedaan inilah Paulus
2
menulis suratnya dengan tujuan untuk menegur perpecahan yang telah menghambat
Kota Korintus sendiri telah lama dikenal sebagai pusat perdagangan dan
budaya, dan kota ini juga pernah dihancurkan oleh bangsa Romawi pada 146 SM. Setelah
pembangunan kembali, kota ini pun dikenal sebagai pusat dari Akhaya, yaitu provinsi
Romawi yang pada tahun 55 M dipimpin oleh Gubernur Galio dan menjadi pusat
tembikar, kota ini dikenal juga karena kemajuannya yang pesat dalam kebudayaan,
B. Identifikasi Masalah
kedua sekitar tahun 52 M. Di Korintus, Paulus tinggal selama 18 bulan dan memimpin
gereja yang baru ini, sambil sehari-hari bekerja sebagai pembuat tenda. Paulus menyebut
orang Korintus tidak kekurangan dalam suatu karunia pun dan atas keadaan inilah,
namun keadaan ini juga yang membuat jemaat di Korintus menjadi sombong dan
memegahkan diri sehingga keadaan jemaat menjadi kacau. Karena kekacauan ini, jemaat
Korintus mengalami kegembiraan yang meluap namun hal itu ditujukan bukan lagi
kepada Kristus. Kota ini didominasi oleh penyembahan terhadap Akrokorintus, yang
dikenal dalam kebudayaan Romawi sebagai dewi asmara, dan pemujaan kepada sosok ini
oleh perilaku seksual menyimpang dan pemujaan dewa Romawi di kuil-kuil, dan tidak
3
penyimpangan tersebut timbul dari pemikiran dan kebudayaan Yunani yang penuh logika
atau rasionalis.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
Karunia Roh Kudus dipahami sebagai hal-hal yang dimiliki oleh orang
percaya atau orang Kristen yang pertama kali dimiliki oleh para rasul. Karunia-karunia
Roh Kudus ini muncul dalam dalam bentuk bahasa Roh melalui lidah api dan kejadian ini
menjadi titik awal terbentuknya gereja perdana. Karunia-karunia Roh Kudus itu dapat
dasar yang diberikan oleh Roh Kudus adalah kemerdekaan atau kebebasan, hubungan
yang baru dengan Allah melalui Yesus Kristus dan kasih. Prinsip dari Roh itu adalah
menganugerahi kehidupan karena Roh membebaskan manusia dari ikatan dosa, hukuman
dan kematian. Roh juga menciptakan hubungan yang diperbaharui, yang kita sebut
sebagai lahir baru, dengan Allah dan Yesus Kristus. Melalui apa yang diberikan Roh itu
orang Kristen menerima status sebagai anak Allah. Bagi Paulus karunia adalah suatu
4
pemberian anugerah Allah untuk kepentingan umat-Nya. Karunia bukan diberikan Allah
untuk menambah gengsi seseorang. Paulus juga menekankan bahwa karunia apapun
jenisnya, pemberinya adalah Roh Kudus yang sama, dan ini bukan tentang orang yang
mendapatkan ataupun jenis-jenis karunia itu. Sementara itu, di dalam beberapa surat
Paulus, ditemukan juga istilah pneumatika. Istilah ini berasal dari istilah pneuma yang
berarti "roh". Istilah ini berasal dari Bahasa Yunani. pneumatika merujuk pada istilah
mengatakan bahwa pemberian rohani harus dipahami dalam konteks anugerah yang
diberikan oleh Roh Kudus kepada orang-orang percaya. Menurut Paulus, karunia-karunia
rohani ini bukanlah menjadi hak khusus sebagian pihak atau sekelompok kecil manusia
saja. Setiap orang Kristen pasti memiliki satu karunia rohani. Di dalam 1 Korintus 12:1
dikatakan bahwa karunia-karunia rohani ini diberikan kepada tiap-tiap orang. Kemudian
Paulus juga mengembangkan prinsip tentang gereja sebagai Tubuh Kristus. Di dalam
tubuh itu, setiap anggota memiliki satu fungsi yang berbeda dengan anggota tubuh yang
lainnya. Paulus mengatakan karunia itu harus berfungsi untuk kepentingan bersama dan
harus digunakan untuk kesejahteraan dan kesatuan. Setiap anggota Gereja memiliki
karunia masing-masing yang harus digunakan untuk saling memperlengkapi satu sama
lain. Karunia-karunia yang beragam jenisnya itu harus digunakan untuk membangun
gereja dan jemaat. Bagi Paulus karunia dengan pelayanan jemaat adalah sebuah bagian
yang utuh dan tidak bisa dipisahkan. Jemaat yang memiliki karunia namun tidak
menggunakan karunia tersebut untuk melayani telah menyangkal hakikat dari tujuan
pemberian karunia rohani tersebut. Dalam pemahaman Paulus, setiap jemaat adalah
5
komunitas karismatik. Semua karunia-karunia rohani itu diberikan dengan satu tujuan,
Gereja adalah suatu lembaga yang didirikan Tuhan di dunia dengan tujuan
agar gereja melaksanakan tugasnya untuk menuntun manusia. Namun yang terjadi, ada
banyak gereja tidak lagi menjadi gereja karena terjebak dengan banyaknya aktifitas yang
tidak sesuai dengan tugas gereja yang sebenarnya. Tugas gereja yang utama mulai
dilupakan, namun aktivitas yang seolah-olah melaksanakan tugas gereja ada begitu
banyak. Gereja diutus ke dalam dunia dengan tujuan agar gereja menjadi instrument
Allah. Sesungguhnya gereja adalah alat anugerah (an instrument of grace) dan alat
Yesus Kristus bagi dunia.1 Keberadaan gereja di dunia merupakan representative Allah
untuk mewujudnyatakan kasih Allah dalam pemberitaan Injil. Dengan demikian gereja
harus menempatkan pelayanan misi sebagai tanggung jawab utama yang harus dilakukan.
I Nyoman Enos menulis konsep misi yaitu Allah, gereja, dan dunia. Tuhan-lah yang
dunia. Jadi, gereja adalah intrumen misi Allah.2 Namun yang terjadi saat kini
menunjukkan kepada kita bahwa Gereja mulai berkompromi dengan dosa. Misalnya ada
1
Yakob Tomatala, Teologi Misi, (Jakarta: YT Graduate School Of Leadership, 2003), 90
2
I Nyoman Enos, Penuntun Praktis Misiologi Modern, (Bandung: Kalam Hidup, 2012), 90
6
kasus gereja yang melegalkan pernikahan sejenis, memperbolehkan perceraian, dan yang
lainnya. Gereja menghabiskan banyak waktu, tenaga maupun dana hanya untuk
dalam gereja itu sendiri. Gereja lebih condong menjadi organisasi sosial. Gereja hanya
mengabaikan tugas utama gereja yaitu memberitakan Injil. 3 Gereja yang lebih condong
program-program gereja lebih banyak bersifat sosial. Gereja yang ideal adalah gereja
yang harus terus mengalami pembaharuan dan saat gereja berhenti untuk dibaharui, saat
itulah gereja sedang sakit. Saat gereja masuk dan bertahan di dalam zona nyaman, maka
saat itu gereja akan berhenti memberikan dampak bagi dunia. Sejak lahirnya gereja dan
sehingga harus berulang kali gereja harus mengalami pembaharuan. Puncaknya pada
tahun 1517 Reformasi terjadi demi mengembalikan gereja pada prinsip Alkitab yang
sesungguhnya sebagaimana yang telah dimulai oleh para Rasul sebagi akibat dari
penyimpangan yang terjadi dalam gereja Katolik Roma. Panggilan misi gereja tidak
panggilan tersebut. Hakikat gereja Yesus Kristus sudah dan sedang hilang. Para
pemimpin gereja yang tidak belajar Alkitab secara teratur melalui Sekolah Tinggi
Teologi telah mengubah gereja menjadi bukan gereja, melainkan paguyuban serupa
gereja. Banyak pemimpin yang sesungguhnya tidak percaya Tuhan dan pasti tidak
mengasihi Tuhan, seperti yang terungkap pada sikap tidak mengasihi gereja-Nya. Hal
3
Shirley C.Guthrie, Christian Doctrine, (London: Westminster John Knox Press), 349
7
yang mendasar dan utama bagi kita orang percaya adalah mengasihi Kristus, danyaitu
mengasihi gereja-Nya. Mengasihi gereja hanya dengan cara mempelajari, melakukan dan
mengajarkan Alkitab, Firman Allah kepada gereja. Sayangnya, gereja Yesus Kristus telah
diubah menjadi perusahaan dengan dalil pertumbuhan gereja, namun yang sebenarnya
adalah semi pertumbuhan ekonomi gereja dan pelayan gereja.4 Seharusnyalah gereja
kembali kepada fungsinya yaitu melaksanakan Misi Allah. Verkuyl menegaskan bahwa
Missio Dei tidak bisa dipisahkan dengan Missio Ecclesiae.5 Gereja sebagai agen tunggal-
Nya didalam dunia membutuhkan transformasi Allah. Gereja harus berorientasi pada
keselamatan manusia berdosa. Gereja harus kembali kepada hakikatnya sebagai alat yang
diutus dan didirikan oleh Yesus Kristus ke dalam dunia. Sebelum membahas misi gereja,
pertama kita perlu mepahami terlebih dahulu mengenai hakikat gereja. Lumintang dalam
sebagai berikut : Pertama, Umat Allah – Umat Allah yang baru, kepunyaan Allah dalam
hubungannya dengan Dia, melalui anugerah dan iman (Rm. 9:24, 11:16); kedua, Israel
yang benar, bukan melalui kelahiran lahiriah, melainkan melalui kelahiran iman, yang
mengklaim janji Allah kepada Abraham, bapa dari segala orang beriman (Flp. 3:3; Kol.
2:11; Gal. 3:7); ketiga, rumah Allah, dimana Allah diam, baik secara pribadi maupun
secara persekutuan, (I Kor. 3:17, 6:12); keempat, suatu persekutuan koinonia, yang lebih
dari persahabatan manusia dan sesungguhnya adalah suatu persekutuan sorgawi (Kis.
2:42); kelima, orang percaya, mereka yang memanggil nama Yesus (Rm. 10:11);
4
Stevri Indra Lumintang, Theologia Reformasi Gereja Abad XXI , (Jakarta: Institut Theologia
Indonesia, 2017), 131
5
J.H Bavink, An Introduction to the Science of Missions , (Philipsburg, New Jersey: Presbyterian
and Refomed Publishing Co, 1960), 69
8
keenam, tubuh Kristus, yang paling sering digunakan oleh Paulus untuk menerangkan
tentang keunikan gereja, yang tidak mungkin ada tanpa Kristus sebagai kepalanya (Ef.
4:15; Kol. 1:18); ketujuh, suatu bangunan Allah (1 Kor. 3:9, 16); kedelapan, tentara Allah
(1 Tim. 2:3).6 Gereja adalah bagian dari kerajaan Allah, bahkan sebagai instrumen dari
kerajaan Allah dalam konteks misi Allah untuk dunia ini. Kita harus membedakan
identitas kerajaan dengan identitas gereja. Gereja bukanlah dipahami sebagai suatu
organisasi manusia, melainkan suatu komunitas yang hidup dari kerajaan yang di
dalamnya Allah memrintah sebagai raja, dan olehnya Allah memerintah dunia ini sebagai
pencipta dan raja yang menopang segala ciptaan-Nya. Shierley C. Guthrie melihat istilah
Ekklesia dalam Perjanjian Baru yang digunakan untuk menunjuk kepada gereja memiliki
dua makna yaitu pertama, mereka yang dipanggil dan menerima pengampunan dosa, dan
kedua, mereka yang diutus kembali menjadi pembawa kabari baik dari Allah yaitu
pengampunan dan pembaharuan dalam dunia. Gereja sebetulnya mempunyai fungsi yang
lebih bersifat instrumental, ketimbang sebagai tujuan pada dirinya sendiri. Gereja
seharusnya hadir di tengah-tengah dunia ini dan membawa berkat bagi dunia ini, tidak
hanya mengajak supaya dunia ini masuk ke dalam gereja, tetapi bagaimana gereja keluar
dan menjumpai dunia ini untuk mempertemukan dunia ini dengan Allah. Gereja ada
bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia ini. Misi Gereja harus berakar pada Misi
Allah karena semua aktivitas Misi adalah dari Allah, oleh Allah dan untuk Allah saja.
Misi gereja bukanlah milik gereja, melainkan milik Allah.7 Bahkan Norman E. Thomas
menguraikan tentang identitas sebuah gereja, bahwa gereja tidak mempunyai dinding,
6
Stevri I. Lumintang, Misiologi Kontemporer, (Batu: PPII, 2006), 117-118
7
Martin L. Sinaga dkk, Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia: Teks-Teks terpilih Eka
Darmaputera, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 25
9
Lingkaran tersebut harus cukup terbuka bagi orang lain untuk melihat dan bergabung di
dalam peristiwa Kristus yang sentral. Ia pun harus cukup terbuka bagi jemaat untuk pergi
keluar dari pusat tersebut untuk melihat dan bergabung dalam peristiwa Kristus dengan
orang-orang lainnya di manapun hal tersebut terjadi di dalam dunia. Gereja ada
seutuhnya hanya untuk tujuan-tujuan yang dimaksud Allah ketika Ia menciptakan gereja
Missio Dei, yang memberikan kesaksian tentang kegiatan Allah di dunia melalui
pemberitaan kabar baik mengenai Yesus Kristus dalam ucapan dan tindakan. 8 Mengasihi
Kristus berarti mengasihi gereja-Nya. Kata misi yang dalam bahasa latin ”mission”
memiliki arti perutusan. Kata misi dapat juga diartikan sebagai pengutusan para
misionaris ke suatu daerah demi melakukan kegiatan penginjilan. Secara teologis misi
juga mengandung arti penyebaran dan perluasan firman Allah kepada orang-orang yang
belum mengenal Allah. Pengertian yang sangat luas, istilah misi adalah Allah yang Maha
Kuasa sebagai pengutus dan orang-orang yang diutus diberi tugas untuk melaksanakan
kehendak-Nya.9 Tanpa misi, gereja bukan lagi dirinya yang sesungguhnya. Gereja adalah
alat untuk suatu tujuan, gereja adalah alat untuk melaksanakan misi Allah dan
melanjutkan misi Kristus di dunia, gereja bukan bertujuan pada dirinya sendiri.
Memahami hakekat gereja tersebut maka gereja harus kembali kepada misi dan tujuan
utama terciptanya mereka sebagai utusan Allah, dengan puncaknya pada karya Kristus
dalam penebusan, memberitakan Kristus yang mati dan bangkit, bahkan naik ke sorga.
8
Andrew Kirk, Apa itu Misi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 37
9
David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2001), 13-14
10
BAB III
KESIMPULAN
Persoalan gereja yang ada di masa kini telah jauh menyimpang dari hakekat
gereja yang sesungguhnya. Oleh sebab itu, gereja harus diingatkan untuk kembali kepada
tugasnya atau dengan kata lain, gereja harus kembali kepada misinya. Misi gereja harus
bersumber dan berpegang kepada misi Allah, karena sesungguhnya gereja melaksanakan
Misi Allah bukan misi organisasi manusia belaka. Dengan berbagai macam tugas gereja
yang ada kita tidak boleh lupa bahwa hal tersebut tidak bermaksud mengabaikan yang
lain, dan misi gereja haruslah Misi Allah, seperti kisah di dalam Alkitab bahwa Misi
Allah melalui Yesus Kristus adalah misi penyelamatan manusia berdosa, dan gereja harus
menyelasakan misinya dengan Misi Yesus Krustus. Dengan melaksanakan Misi Allah
gereja kembali kepada hakekatnya, bahkan gereja akan kembali layak disebut gereja.
Misi Allah yang terdapat pada gereja akan menjadikan gereja sungguh-sungguh menjadi
gereja dan hal ini terwujud dari peran gereja dalam misinya yang bersifat holistik, yaitu
misi yang berfokus kepada keselamatan jiwa-jiwa namun tidak terlalu jauh dan
11
mengabaikan tanggung jawab sosial. Demikian juga gereja harus berperan dalam Misi
yang mana Kristus harus menjadi pusat dalam pemberitaan Injil sebagai kabar baiik.