Anda di halaman 1dari 12

Rancangan Kotbah Minggu, 21 November 2004

Judul : Pemilihan Tuhan


Bacaan : Kis. 13:1-3
Nats : Kis. 13:2b
Tujuan : Agar Jemaat mengerti tentang aspek pemilihan Tuhan.

Tafsiran Perikop
Dalam jemaat mula-mula, dikenal lima jabatan pelayanan yaitu:
rasul, nabi, pemberita Injil, gembala dan pengajar/guru. Kelima
jabatan pelayanan ini adalah jabatan yang diurapi, sehingga
kepada mereka diberikan “kuasa” untuk melayani dan
mendampingi para jemaat. Mereka yang bertanggung jawab
terhadap kehidupan dan perkembangan jemaat, dengan
mengandalkan kekuatan Roh Kudus. Kelima jabatan ini memiliki
kesejajaran dalam kedudukan (tidak ada yang lebih tinggi atau
lebih rendah), sehingga kerjasama antar kelimanya untuk
membangun dan memelihar jemaat akan selalu membuahkan
hasil yang sangat berkenan di hati Tuhan. Kelima jabatan ini
adalah jabatan yang dipilih dan ditentukan oleh Tuhan, sehingga
konsekuensi dari kelima jabatan ini adalah penyerahan diri total
kepada Tuhan dan mengarahkan hidup dan pelayanannya hanya
kepad Tuhan, dalam perwujudan melayani jemaat Tuhan.
Bacaan pada hari ini juga hendak menekankan aspek
pemilihan Tuhan tersebut. Digambarkan bahwa jemaat Anthiokia
dapat berdiri dan berkembang atas pendampingan beberapa
pengajar dan nabi (Barnabas, Simeon, Lukius, Menahem dan
Saulus). Harus diakui bahwa pendampingan beberapa rasul dan
pengajar ini memampukan jemaat Anthiokia menjadi salah satu
jemaat terbesar dalam masa Gereja perdana, sehingga dari
jemaat Anthiokia ini tersebar nama Kristus dengan harum.
Di tengah pendampingan beberapa nabi dan pengajar
tersebut, muncul perkataan Roh Kudus agar jemaat Anthiokia
membiarkan Barnabas dan Saulus dikhususkan bagi Tuhan untuk
melakukan sebuah tugas khusus bagi Tuhan. Ungkapan dalam
ayat 2 ini menarik, karena istilah-istilah Yunani yang dipakai
adalah: aphorisate (memanggil, mengkhususkan, memisahkan),
ergon (tugas) dan proskaleomai (memanggil seseorang dengan
panggilan khusus – yang mengarah pada panggilan Kristiani).
Melalui ketiga kata yang digabungkan tersebut, sebenarnya mau
ditekankan bahwa aspek pemanggilan terhadap Saulus dan
Barnabas adalah mengenai panggilan khusus untuk mengemban
tugas Kristus di tengah-tengah dunia sehingga mereka harus
dipisahkan dan disendirikan dari tengah-tengah kawanan jemaat
dan pelayan Tuhan. Panggilan khusus ini pun mengandung
implikasi penderitaan, karena dengan panggilan khusus ini
mereka akan berjalan sendiri di tengah belantara kehidupan, dan
teman serta yang harus mereka taati hanya Tuhan saja!
Itulah sebabnya setelah Barnabas dan Saulus mengalami
panggilan tersebut, mereka ditumpangi tangan oleh para pelayan
di Anthiokia sebagai simbol bahwa mulai saat itu mereka akan
selalu didampingi Roh Kudus ke mana pun mereka pergi, dan
mereka tidak akan mendapatkan pendampingan, secara fisik, dari
para sahabat dan teman-teman sepelayanan. Tetapi mereka akan
tetap didampingi oleh doa-doa serta harapan para teman
sepelayanan, sehingga hubungan dan dukungan tidak pernah
putus meskipun hal itu didapat tidak secara fisik. Inilah yang
menguatkan Barnabas dan Paulus dalam menjalankan tugas
khusus mereka sebagai orang-orang yang dipanggil oleh Tuhan.

Rancangan Khotbah
Kekasih-kekasih Tuhan yang berbahagia,
Kekristenan yang kita kenal saat ini bukanlah sekadar sebagai
sebuah agama yang kita anut; melainkan lebih daripada itu.
Kekristenan adalah sebuah jalan hidup bagi setiap orang yang
telah memilih dan memutuskan untuk mengikuti jalan Kristus.
Peristiwa pembaptisan dan Mengaku Percaya (Sidhi) bukanlah
peristiwa biasa, melainkan sebuah peristiwa yang memiliki simbol
pengurapan Tuhan kepada mereka yang telah memutuskan diri
untuk ikut dan berjalan bersama Tuhan Yesus Kristus.
Oleh sebab itu, setiap orang yang telah memilih Kristus
sebagai jalan hidupnya adalah orang-orang yang diurapi oleh
Kristus dan mengenakan kelima jabatan pelayanan (nabi,.rasul,
pengajar, gembala dan pemberita Injil) dalam kehidupan. Ini
adalah konsekuensi dan harga yang harus dibayar ketika kita
memilih Tuhan Yesus sebagai jalan hidup kita.
Memang ada orang-orang yang secara khusus dipilih oleh
Tuhan untuk melakukan tugas kelima jabatan tersebut (misalnya:
pendeta, penatua dan diaken), akan tetapi secara umum kelima
jabatan yang diurapi tersebut adalah merupakan hak dan tugas/
kewajiban setiap jemaat juga. Sehingga jemaat Tuhan adalah
merupakan kumpulan para orang kudus yang harus saling
melayani, mendukung, memberkati, mengajar dan mendampingi.
Hal inilah yang harus menjadi kekuatan dan ciri khas jemaat
Kristen di mana pun mereka berada. Dengan pemahaman ini,
maka setiap orang percaya akan selalu merasa bahwa dirinya
didukung oleh sahabat-sahabat dan saudara-saudaranya.
Hal ini juga yang harus terjadi dalam kehidupan setiap
pelayana yang dikhususkan oleh Tuhan. Mereka telah dipanggil
dan dikhususkan untuk melayani tugas khusus dan mereka telah
disendirikan dari kawanan jemaat Tuhan. Mereka tidak akan
pernah dapat kuat dan bertahan apabila mereka tidak didukung
dan didoakan oleh jemaat. Para orang pilihan dengan tugas
khusus ini akan merasa kuat dan mampu melaksanakan segala
tugas Tuhan apabila mereka didampingi dan dikuatkan oleh
jemaat Tuhan, bukan dilecehkan dan dikesampingkan. Oleh
sebab itu, adalah tugas bagi setiap orang percaya untuk saling
mendukung dan mendoakan setiap orang yang telah dipilih,
dipanggil dan diutus oleh Tuhan, baik secara umum maupun
khusus, agar dunia mengerti bahwa hidup di dalam jalan Tuhan
Yesus Kristus adalah indah karena semua saling mendukung dan
tidak ada yang saling menjatuhkan.
Kiranya Tuhan selalu menguatkan kita dan memanggil kita
untuk saling menguatkan satu sama lain. AMIN!
Rancangan Kotbah Minggu, 19 Desember 2004

Judul : Menghadirkan Syalom dalam Kehidupan


Bacaan : Mikha 5:1-4
Nats : Mikha 5:3
Tujuan : Agar Jemaat memiliki semangat untuk menjadi Syalom
Kehidupan.

Tafsiran Perikop
Secara naratif, perikop yang kita perhatikan saat ini adalah salah
satu bagian dari pasal 4:1 – 5:14, yang membicarakan tentang
Pertemuan Orang Miskin dan Tersisih. Dengan demikian, harapan
mesianis yang muncul dalam perikop yang kita amati ini adalah
sebuah pengharapan yang muncul di kalangan orang miskin dan
tersisih. Hal ini tidak dapat dipungkiri, karena hanya merekalah
yang memang sangat mengharapkan pembebasan; bukan orang
kaya dan berkuasa! Jadi syarat khusus dari sebuah pengharapan
terhadap pembebasan adalah situasi yang menekan sehingga
mengakibatkan orang-orang merasa tertindas dan menjadi miskin.
Perikop yang menjadi perhatian kita hendak menegaskan
bahwa pengharapan yang akan hadir bagi setiap orang yang
miskin dan tersisih akan datang dari seorang Mesias yang terlahir
dari seorang perempuan. Adalah menarik apabila melihat istilah
“perempuan yang akan melahirkan telah melahirkan” (ay. 2)
karena dalam bahasa Ibrani istilah ini muncul dari permainan kata,
yaitu Yoledah Yaladah, dimana kedua kata ini berasal dari kata
dasar yang sama yaitu Yalad. Kata Yalad ini bisa berarti
membawa, melahirkan, anak kecil atau gadis. Jadi bila permainan
kata di atas diartikan, maka artinya bukan sekadar “perempuan
yang akan melahirkan telah melahirkan”, tetapi artinya lebih dalam
daripada itu yaitu: “Seorang gadis (perawan) yang telah ditentukan
untuk ‘membawa’ seorang anak kecil telah melahirkan (anak
tersebut)”. Jadi yang dimaksud perempuan di sini adalah seorang
gadis, perawan yang telah ditentukan oleh Tuhan dan berada di
dalam kesucian. Dengan demikian “anak kecil” yang dibawa oleh
perempuan yang masih perawan tersebut lahir dari dalam
kesucian. Inilah pengharapan yang benar, yaitu pembebas datang
dari seorang perempuan yang suci dan dilahirkan dalam kesucian,
sehingga hidup sang Pembebas ini pun selalu dalam kesucian.
Dalam ayat selanjutnya ditekankan bahwa Sang Pembebas
itu akan menjadi damai sejahtera (ay. 4). Perhatikanlah kalimat
ini, bahwa Sang Pembebas bukan membawa damai tetapi ia
menjadi damai sejahtera itu sendiri! Dengan demikian
pengharapan yang timbul mengenai Pembebas merujuk pada
situasi damai sejahtera itu sendiri (Syalom). Mengapa demikian?
Karena mereka sudah tidak percaya lagi terhadap tokoh/seorang
tokoh yang mengaku sebagai seorang pembebas. Mereka sudah
terlalu dikenyangkan dengan harapan-harapan palsu sehingga
mereka sudah tidak bisa percaya lagi terhadap manusia yang
mengaku membawa kebebasan. Untuk itulah mereka memliki
pengharapan bahwa Sang Pembebas itu bukanlah sekadar
manusia yang membawa pembebasan dan damai sejahtera, tetapi
Sang Pembebas itulah Damai Sejahtera!

Rancangan Khotbah
Kekasih-kekasih Tuhan yang berbahagia ...
Kata “pengharapan” seringkali tidak lagi memiliki makna yang
mendalam dalam kehidupan kita sehari-hari. Hal ini bisa terjadi
karena dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah lagi merasa
“gelisah” terhadap kejadian-kejadian yang melingkupi kehidupan
kita. Akibatnya kita tidak lagi perduli terhadap apa yang menimpa
kehidupan. Mungkin juga hal ini disebabkan oleh perasaan kita
yang sudah merasa mapan, sehingga kita tidak mau terusik oleh
hal-hal yang menimbulkan kegoncangan dalam kemapanan kita.
Bila hal ini sudah menjadi gaya hidup kita, maka diri kita sudah
tidak lagi mengharapkan seorang Pembebas karena kita merasa
untuk apa kita dibebaskan, toh saya tidak merasa tertindas!
Jika gaya hidup itu yang dikembangkan dalam kehidupan,
maka kedatangan seorang Mesias pun tidak akan pernah punya
arti! Karena Mesias hanya datang dan dimiliki oleh setiap orang
yang merindukan pembebasan, setiap orang miskin dan yang
selalu disisihkan dari kehidupan (bdk. Mt. 5:3). Oleh karena itu,
Mesias hanya punya arti bagi mereka yang rendah hati dan
merasa bahwa miskin di hadapan Allah. Tetapi bagi mereka yang
merasa dirinya sudah mapan dan tidak memiliki kerendahan hati,
maka Mesias pun tidak memiliki arti apa pun!
Sebenarnya, bila kita amati hidup ini, setiap manusia tidak
berhak untuk merasa “mapan” bagi dirinya sendiri, karena di sana-
sini tampak banyak ketidakadilan terjadi; entah itu dalam
kehidupan rumah tangga, masyarakat, pemerintahan bahkan
dalam kehidupan bergereja! Ketidakadilan yang terjadi ini haruslah
membuat orang merasa “gelisah” dan ingin agar ada jawaban
terhadap ketidakadilan ini. Jika hal ini dapat ditumbuhkembangkan
maka Mesias pun memiliki arti bagi kehidupan. Karena setiap
kegelisahan akan menimbulkan sebuah pengharapan terhadap
hadirnya kedamaian (Syalom) itu. Dan “kegelisahan” semacam
inilah yang akan mengundang datangnya Syalom ke tengah-
tengah kehidupan.
Di sisi lain, setiap orang yang “gelisah” akan ketidakadilan
yang terjadi, maka ia akan memiliki dorongan semangat untuk
menapaki dan memperjuangkan kehidupan yang lebih baik, yaitu
kehidupan yang diwarnai dengan keadilan dan damai sejahtera.
Untuk menggapai ini memang dibutuhkan kesediaan untuk tidak
pernah berhenti berupaya dengan sungguh-sungguh dan tulus
(tidak berpura-pura dan suka merekayasa) dan tidak pernah
merasa puas dengan apa yang sudah dicapai, karena masih
banyak yang harus diperjuangkan untuk menghadirkan Syalom
itu! Dengan demikian, maka ia sedang mensinergikan dirinya
dengan Pusat Syalom (yaitu Mesias dan Sang Pembebas),
sehingga Saylom dapat mewujud dalam kehidupan. Dengan
demikian, pengharapan terhadap Syalom hanya ada di dalam
setiap orang yang memiliki pengharapan kepada Mesias; yaitu
setiap orang yang “gelisah” terhadap kenyataan hidup yang tidak
menampakkan keadilan. AMIN
Pemahaman Alkitab 2004

Judul : Panggilan GKJW Di Tengah Budaya Kekerasa


Bacaan : Kej. 4:1-16
Tujuan : Peserta PA memahami arti kekerasan dan dapat bersi-
kap secara arif dan menentang kekerasan
Metoda : Diskusi

Pendahuluan:
Pemimpin PA mengajak para peserta PA untuk memberikan
contoh-contoh konkret tentang kekerasan, yang meliputi:
a. Perkataan
b. Perbuatan/tindakan
c. Sikap/bahasa tubuh yang ditampilkan
d. Simbol-simbol kehidupan yang menggambarkan kekerasan
Inventarisasilah semua contoh tersebut, dan kemudian contoh-
contoh itu dibahas bersama dengan pertanyaan: Mengapa contoh
itu dapat dimasukkan dalam kategori kekerasan? Biarkan diskusi
ini mengalir dengan bebas, dan semua hasil diskusi sebaiknya
selalu berada dalam catatan si pemimpin PA.

Makna Kej. 4:1-16


Beberapa hal yang perlu dicatat dan digarisbawahi dalam butir-
butir makna dalam Kej. 4:1-16 adalah sebagai berikut:
1. Kisah ini dibuka dengan peristiwa Hawa melahirkan
seorang anak laki-laki. Dalam bahasa asli (Ibrani), ungkapan
perempuan itu (ay. 1) sebenarnya lebih tepat diterjemahkan
dengan kalimat, “Aku telah menciptakan (qaniti – kata dasar:
qana = menciptakan) seorang anak laki-laki...” Ungkapan ini
hendak menunjukkan bahwa kelahiran Kain diikuti dengan
ungkapan kesombongan dari Hawa karena Hawa merasa
bahwa ia dapat menyaingi Allah dalam menciptakan seorang
anak dan sebuah kehidupan...
2. Dalam cerita selanjutnya digambarkan bahwa Kain dan
Habil sama-sama bekerja dalam bidang pekerjaan yang
berbeda. Adalah menarik bila diamati perkembangan cerita ini:
ketika mereka mempersembahkan kepada Tuhan, ada
ketidakadilan yang dirasakan oleh Kain. Persembahan Habil
diterima sedangkan persembahan Kain tidak diterima Allah.
Mengapa? Akibatnya dalam diri Kain timbul kemarahan dan
kemarahan menimbulkan keinginan untuk membunuh adiknya.
Jadi peristiwa pembunuhan itu memiliki modus operandi yang
sudah direncanakan terlebih dahulu (bdk. Ay. 5, 8).
3. Perasaan inilah yang diingatkan oleh Allah kepada Kain;
bahwa tindakan Kain dalam merencanakan pembunuhan
terhadap Habil adalah Dosa! Jadi dosa muncul bukan ketika
terjadi sebuah peristiwa, tetapi sudah muncul ketika sudah ada
rencana dan keinginan berbuat di luar kehendak Tuhan.
Namun hal ini sama sekali tidak digubris oleh Kain.
4. Kemudian terjadilah pembunuhan, dan Kain tidak dapat
mempertanggungjawabkan apa yang sudah diperbuatnya di
hadapan Allah. Akibatnya Kain menjadi seorang yang terusir
dari kehidupan; namun Allah tetap memberi tanda
perlindungan pada diri Kain sehingga Kain bisa berjalan dalam
perasaan yang tenang.

Budaya Kekerasan
Apa yang disajikan dalam rangkaian kisah di atas, seluruhnya
berisi tentang kekerasan. Mulai dari Hawa yang berseru dengan
kesombongannya; hal itu sudah menunjukkan kekerasan secara
verbal. Kemudian Kain yang sudah dirasuk rencana untuk
membunuh adiknya, yang menunjukkan kekerasan spiritual; dan
diikuti dengan kekerasan fisik, yaitu ketika Kain melaksanakan
niatnya yaitu membunuh adiknya sendiri. Dengan demikian cerita
dalam Kej. 4:1-16 sangat sarat dengan nuansa kekerasan.
Namun adalah menarik ketika kita melihat sikap yang
dimunculkan oleh Allah. Pertama Ia menegur Kain dengan
mengatakan bahwa rencana untuk membunuh saja sudah dosa
(yang merupakan akar kekerasan). Allah memunculkan sikap
yang sangat berlawanan dengan kekerasan yang ditimbulkan
Kain. Sikap ini semakin tampak ketika Allah tidak
menghancurkan hidup Kain ketika Kain telah melaksanakan
niatnya membunuh Habil. Bahkan Allah tetap lembut dan
memberikan tanda perlindungan bagi Kain.
Dengan kata lain: Allah hendak mengajarkan kita bahwa
kekerasan hanya dapat dihadapi, bukan dengan kekerasan
melainkan dengan kelembutan dan cinta kasih. Air tuba harus
dibalas dengan air susu; karena tindakan yang paling efektif untuk
mengatasi kekerasan adalah kelembutan dan cinta kasih.

Bahan Diskusi
1. Ada ungkapan bahasa Jawa yang mengatakan:
SURADIRA JAYANINGRAT, LEBUR DENING PANGASTUTI.
Apakah kita setuju dengan ungkapan ini?
2. Apakah mungkin kasih mampu meredam dan mengatasi
budaya kekerasan yang sudah sangat marak dalam kehidupan
dewasa ini? Mengapa anda berpendapat demikian?
3. Kekerasan bukan hanya terjadi di luar, melainkan seringkali
kita jumpai dalam lingkup domestik (rumah tangga); misalnya:
memaki pasangan dan/atau anak; mengejek orang tua;
memukul pasangan; mengatakan “goblok” kepada anak, dan
semua bentuk kekerasan verbal, spiritual dan fisik. Apakah
mungkin hal ini dapat diminimalisasi sehingga keluarga Kristen
mampu untuk menumbuhkembangkan budaya cinta kasih di
tengah budaya kekerasan yang merajalela saat ini?
Bagaimana caranya?
Pemahaman Alkitab 2004

Judul : Panggilan GKJW Di Tengah Krisis Ekologi


Bacaan : Kej. 8:1-22
Tujuan : Agar peserta PA dapat memahami makna ekologi dan
tahu bagaimana bersikap adil kepada alam semesta.
Metoda : Kolase & Diskusi

Pengantar
Sebelum mengadakan PA, terlebih dahulu pemimpin PA
mengumpulkan gambar-gambar mengenai peristiwa banjir, entah
itu yang terjadi di Indonesia maupun di luar Indonesia. Gambar-
gambar ini disusun dan diatur sedemikian rupa di atas sebuah
karton, sehingga susunan itu dapat menghadirkan cerita
mengenai peristiwa banjir.
Susunan gambar (kolase) ini dihadirkan dan diperlihatkan
kepada seluruh peserta PA (dengan cara berkeliling). Setelah
semua selesai melihat gambar tersebut, pemimpin PA menunjuk,
secara acak, salah seorang peserta PA dan meminta peserta
tersebut menceritakan isi hatinya mengenai gambar yang telah
dilihatnya. Disarankan juga agar peserta itu, di samping
menceritakan isi hatinya, menganalisa gambar dan kejadian banjir
dengan mengungkapkan alasan-alasan mengapa harus terjadi
banjir dan bagaimana cara menanggulangi banjir tersebut? Ulangi
pertanyan dan tugas ini kepada 2 orang peserta PA lagi
(sebaiknya dengan memperhitungkan komposisi laki-laki,
perempuan dan pemuda).

Penjelasan Perikop
Perikop yang disoroti kali ini hendak berbicara tentang rencana
Allah mendatangkan air bah untuk memusnahkan kehidupan yang
telah diciptakan dan dibangun-Nya sendiri. Mengapa Allah sampai
tega untuk menghancurkan apa yang telah diciptakan-Nya
sendiri? Jawabannya adalah karena KECEWA! Allah kecewa
karena manusia tidak tahu diri dan tidak tahu diuntung.
Kekecewaan Allah akhirnya mendorong diri-Nya untuk
menhancurkan kehidupan yang selama ini telah diciptakan dan
dipelihara-Nya. Namun di tengah-tengah kekecewaan-Nya, ada
sedikit penghiburan bagi diri-Nya yaitu karena masih ada Nuh dan
keluarganya, yang mau tetap setia kepada Allah. Jadi dalam kisah
ini ada nilai kontradiksi dalam diri Allah; di satu sisi Ia sangat
kecewa dan ingin menghancurkan kehidupan, di sisi lain Ia masih
punya pengharapan dalam diri Nuh dan ingin agar kehidupan itu
dilanggengkan saja. Untuk menjawab kontradiksi ini, maka Allah
mengambil tindakan untuk menghacurkan sebagian besar
kehidupan yang sudah rusak, dan berupaya untuk membangun
kembali kehidupan yang baru dengan didasarkan atas keluarga
Nuh yang kecil dan sedikit. Jadi penghancuran bumi dalam kisah
air bah ini bertujuan untuk membangun sebuah kehidupan baru
melalui sebuah keluarga yang setia dan selalu bersahabat dengan
Allah dan alam semesta.
Hal ini semakin tampak dengan jelas ketika Nuh
mempersembahkan kurban bakaran di atas mezbah, dan
kemudian Allah menerima kurban itu seraya berjanji bahwa Ia
tidak akan pernah lagi bermaksud untuk menghancurkan bumi
dan kehidupan (ay. 20-22). Hal ini menunjukkan bahwa Allah akan
menjadi pemelihara tunggal bagi kehidupan di alam semesta ini.

Pertanyaan untuk didiskusikan


1. Dengan memperhatikan alur cerita di atas, kita
mendapatkan sebuah pesan bahwa Allah tidak pernah
merencanakan lagi kehancuran bagi bumi. Allah tidak pernah
mendatangkan lagi air bah bagi bumi dan manusia. Namun
pertanyaan yang timbul sekarang: Mengapa masih sering
terjadi banjir? Apakah hal ini berarti Allah sudah melanggar
janji-Nya sendiri?
2. Menurut anda, apakah manusia sudah akrab dengan alam?
Apakah manusia sudah menempatkan dirinya sebagai bagian
dari alam semesta dan memandang alam semesta sebagai
sahabat yang harus dijaga dan dilestarikan?
3. Franciscus dari Asisi pernah mengatakan bahwa seluruh
alam semesta ini adalah saudara kita. Setujukah kita dengan
pendapat tersebut? Mengapa anda berpendapat demikian?
4. Orang Jawa mengatakan bahwa dunia ini adalah “jagad
gedhe” dan manusia adalah “jagad alit”. Bagaimana kita
mencoba menjelaskan kedua istilah ini di dalam terang
keduanya adalah satu kesatuan? “Two for one and one for
two.”

Anda mungkin juga menyukai