Anda di halaman 1dari 18

PEMURIDAN

I.PENDAHULUAN

Tidak dapat disangkal bahwa salah satu pokok penting yang dipaparkan Injil adalah pemuridan.
Pokok bahasan ini kadang kurang mendapat tempat dalam kekristenan sebab dianggap terlalu
praktis, kurang teologis atau karena orang percaya sibuk membicarakan pokok bahasan lain.
Melalui pelajaran ini kiranya Roh Kudus membimbing kita ke dalam kebenaran dan kesucian
yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Pesan terakhir biasanya dianggap seseorang sebagai memiliki nilai khusus, memiliki nilai lebih.
Pada umumnya orang akan memperhatikan dan berusaha untuk melaksanakan pesan terakhir dari
seseorang yang dikasihinya. Pada pesan terakhir inilah seseorang menyampaikan sesuatu yang
dipandang sangat urgent, mendesak, harus disampaikan. Demikian pula denan pesan terakhir
Tuhan Yesus kepada murid-muridNya sebelum Ia naik ke sorga. Pesan yang populer disebut
sebagai amanat agung Tuhan.

Amanat yang disampaikan Tuhan di akhir pelayananNya sebelum Ia kembali ke tempat asalNya
adalah amanat yang memiliki nilai khusus. Amanat yang harus serius kita camkan, sebab dibalik
amanat agung ini tentu ada makna penting yang harus dimengerti, dihayati dan dilaksanakan.
Oleh sebab itu, kita harus menemukan maksud amanat agung tersebut secara tepat. Kesalah-
mengertian amanat ini akan berakibat fatal.

Dibalik amanat agung Tuhan Yesus inilah terdapat rahasia kehidupan pelayanan gereja Tuhan di
dunia. Panggilan anak-anak Allah bagi generasinya. Kegagalan kita memahami pengertian
amanat agung ini berarti kegagalan kita mengerti arti ke-Kristenan yang sesungguhnya. Essensi
amanat agung Tuhan pada dasarnya adalah panggilan untuk menjadi murid Tuhan bagi orang
yang sudah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat.

II.LANDASAN AMANAT AGUNG TUHAN YESUS

Mengawali amanat agungNya, Tuhan Yesus berkata kepadaKu telah diberikan segala kuasa di
sorga dan di bumi. Di dalam kalimat inilah tersimpul landasan amanat agungNya.

Tidak seorang nabi, tokoh agama, politikus, filsuf dan orang besar manapun yang berhak berkata
jadikanlah semua bangsa muridKu. Tuhan Yesus sendiri juga tidak akan mengucapkannya
sebelum Ia berhasil tampil sebagai pemenang, yaitu menang atas maut dan dosa serta menerima
segala kuasa di sorga dan di bumi. Landasan amanat agung Tuhan Yesus adalah bahwa Ia adalah
satu-satunya Penguasa yang harus ditaati, satu-satunya Juru Selamat yang mampu
menyelamatkan manusia dari kebinasaan kekal. Dialah sumber berkat yang daripadaNya semua
makhluk boleh hidup dan menerima kelimpahan. Dialah sumber kebenaran, sebab Dia sendiri
adalah Kebenaran itu (Yoh 14:6).

Dengan kemenanganNya atas maut, Tuhan Yesus berhak memerintah dan berkuasa atas sorga dan
dunia. Dengan kemenanganNya, Ia berhak menarik semua orang datang kepadaNya (Yoh 12:31-
32). Ia berkata: Segala kuasa di sorga dan di bumi diberikan kepadaKu. Demikianlah menjadi
syah panggilan bagi diriNya sebagai Kristus, artinya yang diurapi. Dalam Perjanjian Lama, yang
menerima urapan adalah imam dan raja. Seorang raja yang hendak memerintah harus menerima
urapan terlebih dahulu, tanpa pengurapan itu ia tidak berhak memerintah sebagai raja. Yesus
adalah Raja, Dialah yang diurapi yaitu yang berhak menerima pemerintahan. Oleh ilham Roh,
Petrus berkata: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup." Tuhan Yesus mengomentari
pernyataan Petrus itu sebagai berasal dari Bapa, dan pengakuan ini adalah ciri penting gereja
Tuhan di muka bumi (Mat 16:16-19).

Gereja yang benar adalah gereja yang mengakui dan menerima bahwa Yesus adalah Mesias, Dia
adalah Kristus, yang diurapi. Pengakuan inilah yang akan memberikan kuasa kepada gereja
Tuhan. Hal ini dapat kita mengerti sebab amanat agung Tuhan Yesus sendiri beralaskan pada
pengakuan bahwa Dia adalah yang diurapi, Ia sebagai penguasa yang menerima kemuliaan
pemerintahan, segala kuasa di sorga dan di bumi diberikan kepadaNya. Itulah sebabnya dalam
Mark 16:19, dikatakan bahwa Ia naik ke sorga, "duduk di sebelah kanan" Allah. Duduk di sebelah
kanan Allah, artinya bahwa Ia menerima kuasa pemerintahan (Band.: Kis 2:36).

Kata karena itu (Mat 28:19) menunjukkan relasi antara pemberian kuasa di sorga dan di bumi
kepada Tuhan Yesus dengan perintah untuk pergi menjadikan semua bangsa murid Tuhan.
Pemberian kuasa bagi Yesus adalah landasan bagi orang percaya untuk menerima perintahNya
menjadikan semua bangsa muridNya.

Amanat agung Tuhan ini tersirat disertai jaminan bahwa yang memerintahkan adalah yang berhak
memberi perintah, Dialah penjamin kerja kita. Dialah yang akan menanggung segala
konsekwensi dan resiko tugas dari amanatNya tersebut. Oleh sebab itu, gereja tidak boleh ragu-
ragu untuk melaksanakan amanat Tuhan ini. Sesuai janjiNya, Ia menyertai gerejaNya, yaitu orang
percaya sampai kesudahan jaman. Orang percaya akan diperlengkapi kuasa untuk melaksanakan
amanatNya tersebut. Tentu kuasa di sini bukan berarti hanya potensi melakukan tanda heran atau
mujizat, tetapi segala kelengkapan yang memungkinkan orang percaya memuridkan orang lain.

III.ESSENSI AMANAT AGUNG TUHAN

Esensi amanat agung Tuhan Yesus seperti yang telah disinggung di atas adalah panggilan untuk
menjadi murid Tuhan bagi orang yang menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi.
Jiwa dan isi amanat agung ini harus dimengerti betul dan diterima dengan lapang. Yesus
memanggil kita bukan sekedar menjadi seorang beragama. Beragama Kristen, masuk ke dalam
gereja dan melakukan segala liturgi. Ia memanggil kita supaya kita boleh memiliki pengakuan
bahwa kita adalah pengikutNya. Ia memanggil kita agar kita menjadi muridNya. Kurang dari ini
berarti kita luncas, tidak kena sasaran, tidak mengenal kebenaran. Keluncasan ini menghasilkan
kekristenan yang miskin dan dangkal. Kekristenan kita hanyalah sebuah keberagamaan yang
mati. Keberagamaan yang tidak memiliki hakekat ibadah yang sesungguhnya. Bila terjadi
demikian, itu berarti rencana agung Tuhan tidak terealisir dalam hidup kita.

Kekristenan yang tidak mengenal pemuridan adalah kekristenan yang tidak akan bertumbuh. Ini
berarti sebuah kekristenan yang stagnasi, tidak dinamis bertumbuh normal di mata Allah.

Panggilan untuk bertumbuh ini haruslah disambut dengan sikap positif. Bukan sebagai tekanan
atau tuntutan yang berat. Panggilan ini merupakan kesempatan yang mulia dan indah.
Kehormatan yang tiada duanya. Konon tersebut banyak orang-orang yang memiliki kesaktian dan
"kepandaian tinggi" yang menjadi pujaan masyarakat, yang sukar menerima murid untuk
mewarisi segala kehebatan yang guru tersebut miliki. Menjadi murid tokoh-tokoh tersebut berarti
suatu kehormatan besar. Adalah kehormatan yang jauh melebihi segala kehormatan untuk
dilayakkan menjadi murid Tuhan Yesus. Sebab di dalamnya kita diberi kesempatan untuk
mewarisi segala yang mulia dan indah dari Allah bagi kelimpahan kita (1 Kor 2:9).
Dewasa ini terdapat gereja-gereja yang tidak mengerti panggilanNya. Panggilan untuk
melaksanakan amanat agung Tuhan Yesus, memuridkan segala bangsa. Gereja-gereja ini sibuk
dengan segala kegiatan gerejani yang kelihatannya aktif dan rohani, bertendensi kepada pekerjaan
Tuhan, tetapi sebenarnya telah luncas. Gereja- gereja tersebut tidak melaksanakan pekerjaan
Tuhan, tetapi melaksanakan pekerjaannya sendiri dengan visi-visi gerejani yang tidak membawa
jemaat kepada proyek pemuridan. Dengan kegiatan-kegiatan gerejani tersebut, gereja semakin
berwarna duniawi dan agamani. Kegiatan-kegiatan tersebut telah membuat jemaat dan aktivisnya
tenggelam ke dalam berbagai kesibukan yang sia-sia dan kelelahan yang percuma. Tentu saja
sebagai akibatnya, proses pemuridan tidak terselenggara sebagaimana mestinya. Akhirnya
kekristenan semacam itu membuat orang Kristen jenuh dengan gereja.

Yang membedakan gereja yang benar dengan agama di luar gereja adalah pemuridan ini. Bukan
pada kegiatan-kegiatan keberagamaannya, bukan pula pada syariat-syariat lahiriahnya. Sebab hal-
hal yang bernilai agamani dimiliki semua agama pada umumnya. Tetapi proses pemuridan oleh
Tuhan Yesus dan dengan cara Tuhan Yesus hanya ada di dalam kekristenan yang sejati. Proses
inilah yang menjadikan gereja akan semakin cemerlang dan semakin berbeda dengan dunia ini.

IV.OBYEK PEMURIDAN

Telah disinggung di atas bahwa pemuridan ini adalah panggilan bagi orang yang sudah menerima
Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Dalam hal ini tidak ada diskriminasi. Tidak ada
pembedaan warna kulit, bentuk rambut dan lain-lain. Semua bangsa beroleh kesempatan yang
sama untuk menerima kehormatan menjadi murid Tuhan.

Jelas, dalam amanat agung itu Tuhan Yesus menyebutkan semua bangsa. Ini berarti tidak ada lagi
pemisahan dan pembedaan antar umat manusia. Di dalam Kristus kita menjadi satu bangsa yang
tidak terpisah-pisah (Kol 3:5-11). Semua orang dapat menjadi murid Tuhan. Dalam hal ini pula
tidak ada kriteria lahiriah yang mengklasifikasikan seseorang boleh menjadi murid Tuhan atau
tidak. Orang percaya yang setia memberi diri dibimbing oleh Firman dan RohNya, dilayakkan
dan dimungkinkan menjadi murid Tuhan.

Pengertian murid di sini harus dimengerti secara benar. Ini bukan berarti haruslah seorang murid
sekolah Alkitab. Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa hanya orang-orang yang duduk di
bangku sekolah Alkitab atau sekolah Theologia yang efektif menjadi murid Tuhan. Hanya
merekalah yang layak disebut murid Tuhan yang nantinya layak mengajar orang lain dan menjadi
orang percaya yang berkwalitas. Oleh karena itu, hanya mereka yang layak berpredikat hamba
Tuhan. Tanpa disadari acapkali jemaat berpikir bahwa yang tidak duduk di bangku sekolah
Alkitab atau sekolah Theologia adalah murid kelas rendah sedangkan murid sekolah Alkitab
adalah murid Tuhan kelas tinggi dalam pemandangan mata Tuhan.

Pola berpikir yang salah tersebut adalah akibat pola pelayanan gereja yang salah. Seharusnya
semua jemaat Tuhan dimuridkan, dididik, diajar dan dilengkapi dengan berbagai perlengkapan
rohani yang baik sehingga kemudian hari jemaat dapat melayani pekerjaan Tuhan. Tetapi gereja
tidak melakukan hal ini, sehingga ketika gereja membutuhkan pelayanan jemaat, gereja
mengandalkan murid-murid sekolah Alkitab yang kadang-kadang kurang dipersiapkan
karakternya untuk memuridkan jemaat. Sebab sekolah-sekolah Alkitab kadang-kadang kurang
menyediakan menu pemuridan yang cukup dalam kurikulum pendidikan bagi
siswa/mahasiswanya. Gereja seharusnya menjadi sekolah Alkitab, sekolah pelayanan, sekolah
theologia dan pembinaan karakter demi pendewasaan untuk menjadi serupa dengan Yesus.
Jemaat harus menerima proses pemuridan yang memperlengkapi jemaat yaitu orang-orang kudus
bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus. Ini berarti semua jemaat pada
akhirnya akan menjadi pelayan-pelayan Tuhan. Untuk proyek besar ini gereja Tuhan
diperlengkapi Allah dengan rasul, nabi, pemberita Injil, gembala dan pengajar (Ef 4:11-13).

Melihat kenyataan ini, gereja Tuhan akhir jaman harus bangkit untuk memuridkan anggotanya.
Gereja Tuhan harus bangkit untuk membenahi diri guna melengkapi kegiatannya yang
bertendensi kepada pemuridan. Gereja harus merealisir amanat agung Tuhan ini kepada semua
anggotanya, tidak terkecuali. Gereja tidak boleh membuat pemisahan dan diskriminasi antar
anggotanya. Kaya atau miskin, berpendidikan atau tidak, dari suku apapun harus menerima
pelayanan yang sama yang membawa mereka kepada kesempurnaan.

Sebagai calon-calon pemimpin gereja, rohaniawan-rohaniawan yang mengajar dan berkhotbah di


gereja. Mahasiswa sekolah Theologia harus diperlengkapi dengan pemahaman pemuridan ini.

V. PENGERTIAN MURID DAN PROSESNYA DALAM KONTEKS INJIL

Kata "murid" menurut pengertian umum adalah orang yang sedang berguru dan pada umumnya
ditujukan untuk anak-anak. Pengertian umum ini juga dapat dikenakan dalam konteks Injil, tetapi
dalam konteks Injil kata murid memiliki pengertian tambahan. Murid dalam teks bahasa Yunani
adalah matetes. Dalam Mat 28:19, teks bahasa Indonesia berbunyi: Jadikanlah semua bangsa
MuridKu. Murid di sini menunjukkan kata benda. Dalam teks asli bahasa Yunani, kata murid
tidak digunakan sebagai kata benda tetapi kata kerja dan kalimatnya berbentuk imperatif
poreuthentes oun matheteusate panta ta ethen. Kata murid dalam bahasa Indonesia sebenarnya
pengambil-alihan dari kata matheteusate, muridkanlah.

Ada perbedaan yang sangat tipis antara bahasa Yunani dan bahasa Indonesia. Oleh karena dalam
bahasa Indonesia kata "murid" berbentuk kata benda maka secara tidak sadar, orang memberi isi
"murid" sekedar sebagai status. Walau sebenarnya secara langsung kata murid sudah harus
menunjuk kepada status yang memiliki tanggung jawab dan hak. Status pada umumnya memiliki
unsur tanggung jawab dan hak.

Dalam teks bahasa Yunani, kata murid berbentuk imperatif (metheteusate). Kata matheteusate
yang lebih tepat diterjemahkan "muridkanlah" lebih menunjukkan bahwa hal menjadi murid
Tuhan tidak sekedar sebuah status atau identitas yang karenanya seseorang memperoleh berbagai
hak. Tetapi hal menjadi murid menunjuk kepada suatu proses, kegiatan dan gerak hidup. Sebagai
murid memiliki hak untuk menerima pengajaran dan didikan dan sebagai murid harus menerima
hajaran dan didikan dengan patuh.

Pada umumnya anggapan kebanyakan orang-orang kristen menjadi murid sekedar sebuah status,
identitas. Kalaupun predikat murid ini dikaitkan dengan sesuatu yang lain, maka pada umumnya
orang Kristen suka mengkaitkan dengan "hak". Murid Tuhan memiliki hak, yaitu diberkati,
dipelihara dan memperoleh apa yang menyenangkan menurut selera manusia. Pola pikir ini tidak
menantang orang Kristen untuk belajar, bertumbuh dan bergumul menjadi dewasa.

Penting sekali untuk menekankan kenyataan bahwa hal menjadi murid adalah sebuah proses,
sebuah kegiatan gerak hidup. Bila sungguh demikian maka kekristenan menjadi jalan hidup.
Dalam Alkitab seringkali dipaparkan tentang kehidupan kekristenan yang adalah sebuah proses.

A.Pertumbuhan bagai tanaman (1 Kor 3:6-9; Kol 2:6-7). Berkenaan dengan ini, Alkitab juga
berbicara mengenai buah. Buah adalah hasil dari sebuah proses pertumbuhan (Band. Gal 5:22).
B.Bertumbuh ke arah Yesus (Ef 4:15), maksudnya adalah pertumbuhan kesempurnaan karakter di
dalam Yesus. Hal inilah yang menjadi titik penting dalam pemuridan. Inilah pokok bahasan yang
kita gumuli sepanjang pemuridan.

C.Bertumbuh dalam kasih karunia dan pengenalan akan Allah (2 Pet 3:18). Pengenalan akan
Allah berbicara mengenai pengertian kita tentang Allah. Hal inilah yang menentukan mutu hidup
seseorang (Yoh 17:3; 2 Pet 1:3-4). Rasul Paulus menasehati kita agar kita bertumbuh dalam
pengetahuan yang benar tentang Allah (Kol 1:10).

D.Bertumbuh dalam iman (2 Kor 10:15; Ibr 4:2).

E.Pertumbuhan bagai proses membangun sebuah gedung (Ef 2:21).

F.Pertumbuhan bagai pertumbuhan tubuh manusia (Kol 2:19).

Informasi dari isi Alkitab di atas ini jelas menunjukkan bahwa menjadi orang Kristen bukan
sekedar memiliki status atau identitas sebagai umat Kristen, tetapi menjadi murid berarti
dimasukkan dalam proses. Menjadi orang Kristen adalah sebuah proses sedang berjalan. Dalam
hal ini mutlak pengiringan kita kepada Tuhan adalah sesuatu yang seharusnya dinamis, bukan
statis. Bila pengiringan kita tidak dinamis, itu berarti bukan kekristenan yang benar.

Ribuan bahkan jutaan orang Kristen telah tertipu oleh filsafat yang salah tentang hidup
kekristenannya. Mereka puas dengan kesetiaan kekristenan mereka yang dangkal. Mereka
merasa puas bahwa mereka tidak pindah agama, mereka puas karena mereka tidak beralih kepada
kepercayaann lain. Mereka tetap menjadi orang Kristen dan melakukan berbagai kegiatan rohani.
Mereka merasa puas dengan semua itu. Padahal yang Tuhan kehendaki adalah kesetiaan yang
benar. Kesetiaan bukan hanya tetap percaya kepada Yesus. Kesetiaan Kristiani bukan hanya
makin cakap melakukan pekerjaan-pekerjaan gereja atau kegiatan-kegiatan rohani. Kesetiaan
kristiani bukan hanya tetap menjadi orang kristen fanatik dengan kepercayaannya tetapi
pertumbuhan yang konsisten (1 Kor 9:26; Fil 3:1-14).

Perjalanan bangsa Israel di padang gurun bukanlah perjalanan tanpa tujuan. Mereka keluar dari
Mesir dengan tujuan pasti yaitu Kanaan, tanah yang dijanjikan Allah kepada Abraham. Demikian
pula dengan arah hidup kekristenan kita yang harus jelas pula. Kita menuju Kanaan sorgawi.
Perjalanan tersebut paralel dengan pertumbuhan iman Kristen, pertumbuhan kedewasaan rohani.
Perjalanan tersebut dalam konteks kita haruslah menunjukkan perubahan-perubahan positif dalam
karakter. Dalam pengertian umum, murid adalah seorang yang berguru. Berkenaan dengan ini,
ada prinsip pendidikan yang tidak pernah berubah dari sejak jaman dahulu sampai pada
pendidikan modern sekarang ini. Prinsip itu adalah peningkatan. Seorang yang belajar adalah
seorang yang mengalami peningkatan. Dari bodoh menjadi pintar, dari tidak mengerti menjadi
mengerti, dari tidak cakap menjadi cakap. Dari lemah menjadi kuat.

Kehidupan kekristenan adalah proses yang melibatkan seluruh kehidupan kita dan segenap waktu
kita. Dalam hal ini perlu diketahui dan diterima bahwa segala sesuatu yang terjadi di dalam hidup
kita adalah bagian dari proses pemuridan (Roma 8:28). Segenap waktu kita, yaitu sepanjang umur
hidup kita dan 24 jam waktu kita adalah jangka waktu pendidikan kita. Untuk ini betapa kita
harus sungguh-sungguh memanfaatkan setiap detik, menit dan jam hidup kita untuk belajar
menjadi murid Tuhan yang baik (Maz 90:9- 12). Dalam proses pemuridan, waktu adalah sarana
yang sangat penting.
VI. PRINSIP-PRINSIP DASAR PEMURIDAN

Untuk menjelaskan syarat pengikutan kita kepada Yesus sebagai murid, terlebih dahulu kita harus
melihat prinsip-prinsip kekristenan yang menjadi dasar pengiringan kita kepada Tuhan. Di dalam
prinsip-prinsip ini antara lain:

A.Mengikut Yesus Adalah Jalan Yang Sukar

Dewasa ini muncul berbagai pengajaran yang mengajarkan secara langsung maupun tidak
langsung, bahwa kekristenan adalah mudah. Kekristenan adalah jalan yang terbaik, tetapi bukan
jalan yang gampang. Pengajaran yang menekankan bahwa kekristenan adalah jalan yang mudah
dapat mengakibatkan hal-hal tersebut di bawah ini:

1. Umat Tuhan cenderung duniawi.


Kekristenan yang diajarkan sebagai jalan yang mudah, pada umumnya menekankan hal-hal
duniawi. Kekristenan dan kuasa Allah menjadi sarana untuk memperoleh kekayaan dunia dan
pemuasan ambisi manusia. Kekristenan semacam ini biasanya adalah kekristenan yang
bertendensi hendak mengatur dan "memperkuda" Tuhan semata-mata. Gereja yang mengajarkan
pola ajaran ini kemungkinan besar akan banyak dikunjungi orang.

Orang percaya yang menerima Injil kadar rendah ini memiliki kecenderungan kurang mengabdi
kepada Tuhan. Mengiring Tuhan hanya karena keuntungan pribadi. Kalaupun mereka hendak
berbuat sesuatu bagi Tuhan, mereka suka berbuat hanya untuk gereja, sebab ada berkat dibalik
memberi bagi gereja. Dalam hal ini, persembahan disejajarkan dengan mata kail. Namun mereka
kurang memberi dan memperhatikan sesamanya. Mereka memberi hanya karena mau "barter".

Kekristenan yang mengajarkan bahwa mengikut Yesus adalah jalan yang mudah, secara tidak
langsung cenderung membawa jemaat Tuhan menjadi kerdil, kekanak- kanakan dan kurang
bertumbuh. Bila terjadi demikian, maka cinta jemaat terhadap dunia tidak menjadi surut. Sebagai
akibatnya, hati jemaat cenderung kurang merindukan Yesus dan kerajaanNya (band. Yoh 3:31;
Kol 3:1- 4).

2. Umat Tuhan tidak sunguh-sungguh belajar kebenaran Tuhan guna mencapai tingkat
rohani yang lebih tinggi. Dengan demikian jemaat menjadi malas untuk bertumbuh menuju ke
kedewasaan. Bisa timbul kepuasan rohani yang mengakibatkan seseorang sombong rohani (Band.
Wah 3:17). Seorang yang merasa puas dengan hidup kerohaniannya cenderung haus dengan hal-
hal duniawi. Tetapi kalau seseorang haus dan lapar akan kebenarannya itu hal-hal rohani, ia
cenderung puas dengan hal-hal duniawi.

Dalam berbagai kesempatan, Tuhan Yesus menjelaskan bahwa mengiring Tuhan tidak mudah.
Mengiring Tuhan adalah jalan yang sukar. Kebenaran ini dinyatakan Tuhan melalui beberapa
penjelasan antara lain:

a. Matius 7:13-14.

Ayat-ayat ini berbicara mengenai jalan lebar dan jalan sempit. Dalam kehidupan ini ada dua jalan.
Jalan lebar adalah jalan mudah yang membawa manusia menuju kebinasaan. Mereka ini adalah
orang-orang yang mau "nikmat hidup" dengan dunia. Mereka adalah kelompok orang yang
hendak menyelamatkan nyawa (Mat 10:39; 16:25; Mark 8:35; Luk 9:24; 17:33; Yoh 12:25). Jalan
menuju kehidupan adalah jalan yang sempit, sesak dan sedikit orang yang masuk melaluinya. Ini
adalah jalan yang tidak disukai orang. Ini adalah jalan yang penuh resiko. Tetapi inilah jalan
menuju jalan kebenaran dalam Tuhan Yesus Kristus, yaitu jalan yang sukar tersebut. Oleh sebab
itu adalah salah kalau kita mengajarkan bahwa mengiring Tuhan itu adalah jalan yang mudah.
Kepada jemaat Tuhan harus ditegaskan berulang-ulang bahwa mengiring Tuhan berarti jalan
dalam pergumulan yang tidak pernah usai.

b. Lukas 14:28-33.

Perumpamaan yang Tuhan Yesus sajikan mengenai orang yang membangun menara dan raja yang
maju berperang, hendak menjelaskan kepada kita bahwa mengiring Tuhan bukan hal yang
gampang. Mahal harganya. Harus dipertimbangkan dengan serius. Oleh sebab itu kekristenan
harus ditawarkan secara benar. Injil harus diberitakan secara benar dan lengkap. Injil yang
bermutu adalah Injil yang diberitakan secara lengkap. Orang-orang bukan saja dipanggil untuk
menjadi orang percaya yang menikmati keselamatan jiwa saja, tetapi mereka dipanggil pula untuk
"mengikut Yesus" sebagai murid. Untuk menekankan betapa tidak mudahnya "pengikutan" itu,
Tuhan menegaskan hitung dulu anggarannya. Menerima Yesus sebagai Juru Selamat, gratis
mendapat keselamatan, tetapi mengikut Yesus, bayar harga pengiringan.

B.Percaya Kepada Yesus Berarti Mengikut Dia.

Orang yang dipanggil Tuhan adalah orang yang akan dilelahkan akibat keputusannya mengiring
Yesus. Kelegaan yang diberikan Tuhan Yesus akan disusul dengan "kuk" (Mat 11:28-30). Hal ini
menjadi rencana Tuhan bahwa orang-orang yang dipanggil itu juga dimuridkan. Menjadi murid
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah seseorang yang sedang berguru, seseorang yang
harus belajar, bergumul dan dididik agar mengalami peningkatan. Proses ini sungguh-sungguh
melelahkan. Namun demikian perlu kita beri isi yang benar terhadap kata kelelahan di sini. Ini
adalah kelelahan yang disertai sukacita, damai sejahtera Allah. Ini bukanlah "kelelahan" seperti
yang diucapkan Yesus dalam Matius 11:28. Menjadi anak Tuhan itu berarti lepas dari kelelahan
yang membinasakan (Mat 11:28), masuk ke dalam kelelahan yang membawa kenikmatan dan
kehidupan. Lepas dari satu kelelahan masuk ke dalam kedalam kelelahan yang lain, kelelahan
yang kedua ini adalah kelelahan kuk.

Seseorang barulah dapat disebut pengikut Yesus kalau orang tersebut mengalami keselamatan
dari Allah dan memberi diri dimuridkan. Penolakan terhadap proses pemuridan ini berarti
penolakan mengikut Yesus (Band. Luk 9:57-58; Yoh 13:13-15). Dalam kedua perikop ini, Tuhan
Yesus menunjukkan bahwa setiap orang percaya harus mengikuti jejakNya. Apa yang Yesus dapat
perbuat, orang percaya juga dapat lakukan (Yoh 14:12). Ini bukan saja menyangkut kuasa dan
mujizat yang sudah lakukanNya, tetapi juga menyangkut kehidupan Tuhan Yesus yang harus
diteladani.

Mengikut Yesus berarti meniru jejakNya. Jejak di sini adalah seluruh kehidupanNya, pola hidup
dan tindakNya. Jadi kalau ada seseorang mengaku mengikut Yesus tetapi tidak mengikuti
jejakNya, ia telah berdusta terhadap orang lain dan dirinya sendiri. Dalam hal ini, ternyata banyak
orang Kristen yang tertipu oleh pola pikirnya sendiri. Ada orang-orang Kristen yang merasa
bahwa kalau ia menjadi orang Kristen itu berarti sudah mengikut Yesus. Belum tentu.

VII. SYARAT MENGIKUT YESUS

Menyangkal diri dan memikul salib adalah dua kalimat yang tidak boleh tidak diketahui dan
dikenakan dalam kehidupan orang percaya. Inilah syarat seorang yang mau menjadi murid Tuhan
(Mat 16:24; Mark 8:34; Luk 9:23). Inilah atribut yang memberi ciri apakah seseorang itu murid
Tuhan atau tidak. Biasanya orang menggabungkan 2 kalimat "menyangkal diri" dan "memikul
salib" menjadi satu pengertian. Anggapan ini kurang tepat. Kedua kalimat tersebut memiliki
pengertian yang berbeda, yang oleh karenanya harus dipisahkan dan masing-masing dibahas
secara khusus. Demikian pula dengan kalimat mengikut Aku, memiliki pengertian khusus yang
harus dijelaskan.

A.Menyangkal Diri.

Menyangkal diri adalah sikap dari ketetapan hati yang mengasihi Tuhan yang berkata "tidak"
untuk dosa dan "ya" untuk kehendak Allah. Kesediaan untuk meninggalkan manusia lama, hasrat-
hasrat yang kita miliki sebelum mengiring Tuhan. Hasrat-hasrat dosa yang jelas bertentangan
dengan kehendak Allah. Hasrat inilah yang kita warisi dari nenek moyang, bertumbuh dan makin
kuat karena lingkungan mempengaruhi. Hasrat dosa ini harus dikikis dan dimatikan agar benih
ilahi di dalam hidup kita bertumbuh (Yoh 1:13; Ef 1:13; 2 Pet 1:3 dst).

Penyangkalan diri ini merupakan proses yang melibatkan Allah dan diri kita secara penuh. Untuk
itu Allah memberikan perlengkapan antara lain:

1. Roh Kudus yang ada di dalam kita membimbing kita kepada kebenaran. Memberi
pengertian-pengertian terhadap FirmanNya (Yoh 16:13; 1 Pet 2:27). Selanjutnya, Roh Kudus juga
menguatkan batin manusia untuk melakukan Firman Tuhan, yang dalam ayat ini dikalimatkan
"berakar serta berdasar dalam kasih" (Ef 3:16).

2. Firman Tuhan menuntun kita kepada kesucian Tuhan (Yoh 17:17). Firman Tuhan adalah
cermin kesempurnaan yang menjadi ukuran kehidupan kita. Dengan cermin ini, kita dapat
mengerti tujuan ideal kehidupan kita.

3. Segala peristiwa yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup kita, melaluinya Tuhan
mengajarkan kita untuk menanggalkan manusia lama kita. Allah akan menyediakan sarana ini
dengan merancang segala sesuatu terjadi bagi kita (Roma 8:28).

Penyangkalan diri ini berbeda dengan pertarakan yang terdapat dalam banyak agama dan
kepercayaan. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pertarakan bertujuan membawa manusia untuk mematikan secara total segala sesuatu
yang bersifat daging, tetapi penyangkalan diri membawa kita kepada kehidupan yang tepat pada
proporsinya menurut Allah.

2. Pertarakan mengandalkan kekuatan manusia, tetapi penyangkalan diri melibatkan Tuhan


dan bergantung kepada kekuatan Roh Kudus.

3. Pertarakan adalah hasil rekayasa manusia, tetapi penyangkalan diri terjadi atas rekasaya
dari rencana Allah yang sempurna.

4. Pertarakan tidak memiliki standard Allah, penyangkalan diri memiliki standar Allah yaitu
FirmanNya yang sempurna.

5. Pertarakan dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh pengampunan dosa,


penyangkalan diri adalah buah dari seseorang yang sudah diampuni.
6. Pertarakan tidak membawa manusia kepada kesempurnaan menurut ukuran Allah, tetapi
penyangkalan diri membawa manusia kepada kesempurnaan.

Penyangkalan diri ini dalam surat rasul Paulus kepada jemaat Galatia dikalimatkan sebagai
dipimpin oleh Roh. Kita perlu mendalami apa yang dimaksud dengan dipimpin oleh Roh. Dengan
memahami kebenaran ini kita memahami pula apa yang terjadi pada penyangkalan diri itu.
Penyangkalan diri atau dipimpin oleh roh akan menghasilkan buah-buah roh (Gal 5:22-23). Buah-
buah roh berbeda dengan karunia roh. Karunia roh diperoleh melalui permohonan tanpa terlalu
membutuhkan waktu, tetapi buah-buah roh membutuhkan waktu. Oleh sebab itu bagi seorang
percaya waktu mempunyai peranan. Kedewasaan rohani kita tidak instant, tetapi sebuah proses
yang membutuhkan waktu.

Untuk memahami apa yang dimaksud dengan dipimpin oleh roh perlulah kita membaca Galatia
5:16-25. Dari pembacaan ayat- ayat Alkitab ini dapat kita temukan rahasia agar dalam kehidupan
kita didapati buah-buah Roh.

Sering orang memberi tafsiran dan pengertian yang keliru terhadap apa yang dimaksud dengan
dipimpin oleh Roh. Sering kita dengar tentang pengertian dipimpin oleh Roh adalah kalau
seseorang diatur mutlak sedemikian rupa oleh Roh, seperti robot yang diatur dan dikendalikan
oleh remote kontrol. Pemahaman ini muncul karena dipimpin oleh Roh memberi kesan kita yang
dipimpin pasif dan Roh Allah yang yang memimpin aktif.

Dipimpin oleh Roh. Kebenaran ini diambil dari ayat 25 ... dipimpin oleh Roh. Dari terjemahan
ei zomen pneumati kai stoixomen - If we live in the Spirit, let us also walk in the Spirit. Jikalau
kita telah hidup oleh baiklah kita juga berjalan. "Dipimpin oleh roh" dalam terjemah bahasa
Indonesia lebih tepat diterjemahkan berjalan di dalam Roh . Stoikomen artinya berjalan seirama.
Seperti orang yang sedang baris berbaris semua harus berjalan seirama.

Berangkat dari pemahaman kita terhadap ayat 25 dari teks asli Alkitab, maka dapat kita ketahui
bahwa dipimpin oleh Roh maksudnya: Berjalan seirama dengan Roh. Merelakan diri berpikir,
berperasaan sama dengan Roh itu. Oleh sebab itu di dalam perjalanan dipimpin oleh Roh,
membutuhkan keaktifan kedua belah pihak. Bukan hanya Allah yang aktif, sedangkan kita pasif.
Allah aktif memimpin kita dan kita aktif merelakan diri dipimpinNya.

Perelaan diri dipimpin oleh Roh ini merupakan suatu pergumulan yang panjang dan
membutuhkan keseriusan yang tinggi. Pergumulan dipimpin oleh Roh ini disebut sebagai
pergumulan "penyesuaian atau singkronisasi". Penyesuaian antara kehendakku dan kehendakNya.
Stoixomen artinya berjalan seirama , untuk itu kita perlu memperhatikan instruksi. Seperti
seorang yang menjadi anggota suatu barisan kita harus seirama dengan instruktur. Roh Kudus
adalah instruktur kita.
Untuk ini kita mengenal bahwa ada ada 2 bagian besar dalam perjalanan hidup kekristenan kita:

1. Hidup Oleh Roh.


2. Dipimpin oleh Roh.

Hidup oleh Roh terjadi otomatis ketika kita lahir baru, tetapi dipimpin oleh Roh suatu hal yang
berbeda. Hidup oleh Roh terjadi otomatis ketika kita bertobat dan menerima Tuhan Yesus sebagai
Tuhan dan Juru Selamat pribadi. Tetapi dipimpin oleh Roh adalah suatu pergumulan, penyesuaian
kehendak kita terhadap kehendak Allah. Hal ini terjadi sebab ketika kita lahir baru memang nama
kita terdaftar di sorga, kita sah menjadi anak Allah. Kita selamat, hidup oleh Roh, tetapi manusia
lama kita belum otomatis hilang.
Di dalam kehidupan orang Kristen yang sudah bertobat terdapat 2 benih ini:

1. Benih Allah. Tabiat rohani. KehendakNya.


2. Tabiat lama. Kedagingan kita. Kehendakku.

Oleh sebab itu dalam Gal 5:16-25 judul perikopnya adalah "Hidup menurut daging atau Roh".
Setiap orang Kristen mempunyai kemungkinan menghasilkan satu dari dua pilihan. Buah daging
atau buah Roh. Dalam hal ini jelas bahwa setiap orang Kristen yang benar-benar telah mengalami
kelahiran baru sejak ia lahir baru mengalami pergumulan, antara kehendak Allah, tabiat rohani,
pimpinan Roh dengan kehendak daging, manusia lama, kehendakku. Pergumulan serupa ini
rupanya juga dialami oleh rasul Paulus yang ditulisnya dalam Rom 7:21-23 (Band. Gal 5:17).

Bagaimana kita merelakan diri dipimpin oleh Roh itu? Jawabnya terdapat dalam Matius 16:24.
Itulah yang disebut-sebut Tuhan Yesus sebagai menyangkal diri. "Barang siapa" tidak ada
dispensasi, siapapun yang mau mengikut Tuhan Yesus "harus", tuntutan tegas yang tidak dapat
ditawar (harga mati), menyangkal diri.

Menyangkal diri memikul salib artinya: Sikap yang berkata "tidak" terhadap "dosa" dan "ya"
untuk "kehendak Allah". Ingat "sikap" bukan kata-kata. Ini berarti sikap yang dapat
diterjemahkan dengan pengakuan yang berbunyi bukan kehendakku tetapi kehendakMu (Hub.
dengan Gal 5:24-25).

Dari Galatia 5:24-25 ditemukan kebenaran bahwa hanya orang yang rela dimiliki Kristuslah yang
menjadi milikNya.

Galatia 5:24-25 adalah ayat yang paralel (ayat 24:25).

1. Siapa milik Yesus kelanjutannya menyalibkan daging2. Hidup oleh Roh kelanjutannya
dipimpin oleh Roh.

Pergumulan penyangkalan diri inilah wilayah yang terberat yang harus dijalani setiap anak Tuhan
yang mau menang. Seperti Yesus yang bergumul di taman Getsemani, antara kehendakNya dan
kehendak BapaNya demikian pula kita antara kehendak kita sendiri dan kehendak Bapa.

Allah tidak akan mencabut hakNya untuk memimpin kita tetapi sebaliknya Ia tidak akan
memaksa kita dipimpinnya. Manusia adalah manusia yang bebas, Allah menghargai kebebasan
itu dan tidak akan memperkosanya. Kebebasan ini seperti kebebasan Adam dan Hawa.

Oleh karena kebebasan inilah kita mempunyai pergumulan sekaligus tanggungjawab. Oleh
karenanya Paulus menghimbau, menasihati, mengingatkan kita: If we live in the Spirit, let us also
walk in the Spirit.

Berangkat dari pemahaman ini maka kita dapat menemukan orang Kristen yang terbagi dalam
berbagai tingkatan atau kelompok.

1. Orang Kristen yang dipimpin oleh Roh. (Gal 5:25)


2. Orang Kristen yang mendukakan Roh (Ef 4:30). Mereka tidak mau atau menolak
pimpinan Roh.
Seperti yang telah disinggung bahwa Pimpinan Roh inilah yang menghasilkan buah-buah Roh
dalam kehidupan orang percaya. Sebab melalui pergumulan-pergumulan penyangkalan diri kita
semakin berkepribadian seperti Yesus. Yaitu pribadi yang tidak dikuasai dosa (Gal 5:18). Kita
dapat hidup benar bukan karena peraturan atau hukum, tetapi kita menjadi seperti yang telah
tertulis. Firman Tuhan terpersonifikasikan. Diperagakan secara nyata dalam hidup.

B.Memikul Salib.

Memikul salib adalah salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi bagi setiap orang yang
hendak mengikut Yesus. Harus dipisahkan penjelasan menyangkal diri dan memilkul salib, sebab
masing-masing memiliki pengertian yang "khas", dan ke"khas"an masing-masing harus
dijelaskan secara khusus. Hal ini dimaksudkan supaya jangan terjadi kerancuan pengertian antara
menyangkal diri dan memikul salib.

Salib adalah sebuah kata yang tidak asing bagi orang Kristen. Benda yang paling menonjol dari
segala benda yang ditampilkan oleh Alkitab adalah "salib". Bicara soal salib pada umumnya
orang selalu mengkaitkan dengan korban Kristus. Ingat salib, ingat Yesus. Bahkan kata salib itu
sendiri identik dengan korban Kritus.
Salib (Inggris cross) dalam bahasa Yunaninya stauros adalah alat siksaan bagi para penjahat pada
waktu jaman penggenapan. Salib juga disebut sebagai "ksylon" yang artinya kayu, alat gantung.
Bentuk salib bisa 3 kemungkinan:

1. Berbentuk tonggak vertikal saja.


2. Berbentuk huruf T (Lat. crux commissa), vertikal dan horisontal.
3. Berbentuk hurut T tetapi kayu horisontalnya agak ke bawah, seperti yang sekarang
populer dikalangan kita (Lat. crux immissa)

Seorang penulis bernama Cicero memberikan komentarnya tentang salib sebagai "hukuman yang
paling kejam dan hina". Hukuman ini biasa diterapkan atas orang-orang yang tertuduh dan
terbukti sebagai orang jahat yang melanggar hukum yang berlaku. Hukuman penyaliban ini
(Inggris crucifiction) biasanya ditujukan kepada golongan budak atau orang-orang yang bukan
warga negara Romawi. Bagi seorang yang terkena hukuman salib, sebelum disalib biasanya
disiksa terlebih dahulu. Salib adalah lambang penderitaan dan siksaan yang maha dahsyat, oleh
karenanya salib pada jamannya dikaitkan dengan kutuk (Gal 3:13).

Tuhan Yesus jelas berkata bahwa setiap orang yang mau mengikut Dia harus memikul salibNya.
Perhatikan kata salibnya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang Kristen pasti memiliki
salibnya masing-masing. Ini berarti seharusnya setiap kali kita tertumbuk dengan salib kita bukan
hanya menghubungkannya dengan Yesus dan pengorbananNya, tetapi juga menghubungkannya
dengan kita. Ingat salib, ingat kehidupan kekristenan yang benar. Ingat salib, ingat pengiringan
kita terhadap Yesus. Salib identik dengan kehidupan orang percaya.

Dalam beberapa ayat yang terdapat dalam Alkitab menunjuk kepada pengertian kematian dari
segala sesuatu yang duniawi (Gal 2:19; 5:24; 6:14). Ini adalah suatu pergumulan yang membawa
seseorang merasa "sakit".

Salib dalam kekristenan menunjuk kepada penderitaan yang ditanggung seseorang demi berkat
dan keuntungan orang lain. Salib tidak menunjuk kepada kelemahan, kekurangan atau kegagalan
kita seperti anggapan orang pada umumnya. Salib berbicara mengenai penderitaan yang kita
tanggung bukan karena kesalahan kita, tetapi oleh karena kita melayani Tuhan dan mau
memberkati orang lain.
Inilah yang dimaksud Yesus sebagai baptisan yang diterima baik oleh Yesus maupun oleh orang
percaya (Mark 10:38-39; Luk 12:50). Baptisan inilah yang menunjuk kepada penderitaan. Bagi
Yesus baptisanNya inilah yang membawa manusia kepada keselamatan. Tetapi bagi kita baptisan
yang identik dengan penderitaan adalah berkat bagi orang di sekitar kita yang tersentuh oleh
pelayanan kita.

Menjadi seperti Yesus bukan saja kehebatan kuasaNya yang di dalamnya terdapat berbagai
mujizat dan tanda ajaib. Menjadi seperti Yesus bukan saja seperti Dia dalam kesempurnaan
pribadinya yang tidak terikat oleh dosa, tetapi juga kesediaan untuk diremukkan bagi kepentingan
orang lain (Band. Yoh 13:1-20). Tuhan Yesus memberi teladan kepada kita sebuah kehidupan
yang dipersembahkan kepada Bapa. Sebuah kehidupan yang memberkati orang lain. Teladan itu
harus kita kenakan. KehendakNya dalam hal ini mengalir jelas dari banyak ayat yang dapat kita
temukan dalam Alkitab misalnya dalam 1 Yoh 3:16. Dalam ayat ini nyatalah bahwa kadar kasih
yang kita harus berikan kepada orang lain sama dengan kadar kasih yang Yesus berikan kepada
kita. Inilah adalah sebuah pengorbanan yang tinggi, sebuah salib.

Beban salib yang kita pikul akan selalu sesuai dengan kemampuan kita mengangkatnya. Semakin
seseorang diremukkan melalui penyangkalan diri, semakin Allah percayai kita untuk memikul
salib yang lebih besar. Masing-masing kita memiliki salib yang berbeda. Tidak ada salib yang
sama.

Pola kehidupan salib ini dinyatakan oleh rasul-rasul Tuhan dengan berbagai ungkapan, seperti
misalnya dalam Filipi 2:17 dinyatakan rasul Paulus rela mempertaruhkan seluruh hidupnya bagi
kepentingan jemaatNya. Seseorang dapat sampai tingkat ini bila ia sudah bergumul untuk
menyangkal diri dari waktu ke waktu dari hari ke hari. Bebas dari egoisme dan ikatan- ikatan
dosa pada karakter kita. Ia harus sudah berpaling dari melihat diri sendiri (kesenangan dan apa
yang menguntungkan dirinya sendiri). Ia harus melihat kepentingan Tuhan di atas segala
kepentingan. Bila seseorang belum belajar berjalan dalam penyangkalan diri, maka mustahillah ia
dapat memikul salib bagi kepentingan orang lain.

Kehidupan memikul salib adalah dinamika hidup orang percaya yang sudah dewasa rohani.
Orang-orang Kristen yang sudah belajar banyak kebenaran Tuhan dan mengikut Tuhan dari waktu
ke waktu. Orang Kristen baru atau Kristen kanak-kanak sukar menerima kenyataan ini, sebab
mereka belum sanggup menerimanya.

Pemikulan salib ini akan mendatangkan "upah, pahala dan tempat" dalam kerajaan Bapa di sorga
nanti (Mark 10:35-45). Oleh sebab itu kalau Tuhan mengijinkan memikul salib kita masing-
masing maka ini adalah suatu kehormatan, karena dengan memikul salib kita diberi kesempatan
untuk menimbun harta sorga. Tidak ada mahkota tanpa salib. Pernyataan ini benar, bahwa seorang
yang hendak menerima mahkota haruslah melalui pemikulan salib. Mahkota sorgawi bukanlah
gratis tetapi ada harganya, dan harganya adalah salib itu.
Memikul salib ini dikalimatkan oleh Paulus sebagai "menderita bersama-sama dengan Yesus"
(Rom 8:17). Syarat pemuliaan adalah memikul salib bersama Tuhan. Hal inilah yang ditawarkan
Tuhan Yesus kepada anak-anak Zebedeus ketika mereka minta kedudukan dalam kerajaan Yesus
nanti (Mark 10:35-45). Sejauh mana kita rela memberi diri bagi orang lain, yang karenanya kita
menanggung salib sejauh itu pula kemuliaan yang kita peroleh.

VIII. MENGIKUT YESUS


Seperti telah dijelaskan di atas bahwa percaya Yesus berati mengikut mengikut Yesus. Secara
ringkas telah disinggung bahwa mengikut Yesus berarti mengikut jejakNya. Dalam bab ini
dijelaskan secara lebih luas pengertian mengikut Yesus menurut penjelasan Tuhan Yesus sendiri
yang dikuti oleh Injil Lukas.

Begitu mudahnya orang memberi pengertian terhadap apa yang dimaksud dengan "mengikut
Yesus". Kebanyakan orang berpendapat bahwa mengikut Yesus itu identik dengan menjadi orang
Kristen. Oleh sebab itu banyak orang yang merasa sudah "mengikut Yesus", hanya karena ia
sudah berani mengaku sebagai orang Kristen dan pergi ke gereja. Mengikut Yesus bukan sekedar
sebuah pengalaman dan petualangan keagamaan, mengikut Yesus merupakan perjalanan hidup
yang melibatkan seluruh kehidupan kita. Ini adalah persyaratan menjadi murid Tuhan.

Mudah untuk menjawab amin terhadap pertanyaan apakah saudara orang Kristen, tetapi
pertanyaan yang lebih penting adalah apakah saudara adalah pengikut Yesus yang sejati. Apakah
saudara telah memiliki sebuah kehidupan yang mengikut Yesus? Pertanyaan kedua ini penting
sebab hanya pengikut Yesus yang sejati yang akan dimuliakan bersama dengan Kristus dan
menikmati kehidupan ini bersama dengan Tuhan. Sebuah kehidupan yang diberkati, penuh
sukacita dalam arti yang sesungguhnya.

Untuk memahami apa yang dimaksud dengan mengikut Yesus kita perlu membaca Lukas 9:57-
62. Dari perikop ini kita temukan kriteria seorang yang mengikut Yesus. Kriteria ini memberi
pengertian apa yang dimaksud dengan mengikut Yesus.

Mengikut Yesus berarti rela hidup seperti Yesus hidup. Mengikut Yesus berarti mengikuti
jejakNya. Oleh sebab itu harus diterima bahwa mengikut Yesus adalah tantangan bagi orang yang
sudah siap meninggalkan dunia dengan segala kesenangannya. Mengikut Yesus diberikan kepada
orang-orang yang mau menyangkal diri.

A.Mengikut Yesus berarti tidak memberi perhatian kepada perkara-perkara duniawi.Ucapan


Tuhan bahwa serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi anak manusia tidak
mempunyai tempat untuk meletakkan kepalanya hendak menunjukkan bahwa Tuhan Yesus tidak
menjanjikan kenikmatan duniawi.

Sekilas pernyataan orang pertama yaitu kesediaan mengikut Tuhan Yesus kemanapun Tuhan
pergi, sangat mengagumkan. Namun Tuhan yang dapat melihat hati manusia mengetahui motivasi
apakah yang bertakhta di hati orang ini yang mendorongnya menyampaikan pernyataan tersebut.
Ia mengiring Tuhan Yesus karena melihat jaminan hidup duniawi.

Harus diperhatikan bahwa Kerajaan Allah bukan soal makan dan minum (Rom 14:17-18).
Berkaitan dengan ini, kita mengerti mengapa rasul Paulus menyarankan "asal ada makanan dan
pakaian, cukuplah" (I Tim 6:8). Dalam tulisan lain rasul Paulus menyarankan agar kita tidak
memberi perhatian kepada apa yang kelihatan (2 Kor 4:18) dan banyak ayat yang menandaskan
bahwa mengiring Yesus berarti hanya memikirkan perkara-perkara yang di atas. Pengertian siap
ke sorga tidak lagi terikat dengan hal-hal dunia (Band. dengan Ibr 12:1-2)

B.Mengikut Yesus berarti menjadikan Tuhan segalanya.

Pengkhianatan kita kepada Tuhan dimulai kalau kita sudah mulai menjadikan sesuatu sebagai
sumber kesenangan. Satu hal yang sangat berat dalam hidup kekristenan kita ialah kalau kita
dibawa Tuhan kepada pilihan, menjadikan Tuhan segalanya atau tidak sebab pada wilayah ini kita
diajak untuk mati "sebelum mati". Orang seperti ini adalah orang yang memiliki pengakuan
"selain engkau tidak ada yang kuingini di bumi" (Maz 73:25)

Orang kedua dalam Lukas 9:57-62 mau mengikut Yesus, namun ia masih ingin menikmati
kesenangan dunia. Ia masih mau bertumpu pada fasilitas dunia ini untuk menciptakan kesukaan
dalam jiwanya. Ia mau menguburkan orang tuanya karena ia juga ingin memperoleh warisan.

Mengikut Yesus berarti menikmati Tuhan saja, mengharapkan sukacita dari Allah bagi kehausan
dan dahaga jiwanya. Orang Kristen yakin bahwa sukacita Allah belum cukup memuaskan dahaga
jiwanya adalah orang Kristen yang rapuh, orang Kristen yang lemah dan mudah berkhianat. Tidak
teguh kesetiaannya. Pemazmur menunjukkan bahwa Tuhanlah satu-satunya kesenangan dan
kebahagiaannya (Maz 27:1; 62:2). Oleh sebab itu, Tuhan tidak boleh hanya menjadi sekedar
tambahan. Ia adalah sumber kesukaan dan perlindungan. Orang yang memiliki prinsip seperti ini
akan senantiasa merindukan Allah seperti rusa merindukan sungai yang berair (Maz 42).
Mengikut Yesus berarti menjadi mempelaiNya (2 Kor 11:2). Dengan menjadi mempelaiNya, itu
berarti keterikatan kita dengan Yesus melebihi keterikatan kita dengan apapun dan siapapun.

C.Mengikut Yesus berarti hanya tetap memandang lurus ke depan.

Orang ketiga hendak pamitan terlebih dahulu kepada orang tua sebelum mengikut Yesus, tetapi
Tuhan Yesus menjawab, orang yang siap untuk membajak menoleh ke belakang tidak layak untuk
Kerajaan Allah. Kalimat ini hendak mengajarkan kepada kita bahwa seorang yang mengikut
Yesus adalah orang-orang yang harus berkonsentrasi penuh untuk mengabdi kepada Tuhan dan
tidak lagi memikirkan kepentingannya sendiri.

Istri Lot menoleh. Ini adalah gambaran kehidupan yang masih suka berkiblat ke belakang untuk
menikmati kembali apa-apa yang Tuhan kehendaki harus ditinggalkan. Ini juga hendak
menunjukkan kehidupan yang masih egosentris dan egois.

Tidak menoleh ke belakang, bisa berarti pula tidak lagi berbuat dosa. Tuhan mau kalau kita
hendak berjalan bersama Tuhan harus hidup dalam persekutuan dengan Allah, harus
meninggalkan dosa dan tidak menoleh ke belakang. Kepada perempuan yang hendak dilempari
batu (Yoh 8:1-11) Tuhan Yesus berkata: "...pergilah dan jangan berbuat dosa lagi".

Dalam Filipi 3:12-14 Paulus mengajarkan kepada kita untuk tidak berhenti dan menjadi lambat
hanya karena melihat ke belakang. Mengingat masa lalu yaitu dosa, kesalahan, kegagalan dana
kepahitan. Di antara kegagalan, kesalahan dan dosa masa lalu kita, maju terus untuk mencapai
kesempurnaan, sebab kita tidak bisa berhenti mengiring Yesus. Apapun yang terjadi, jangan
sekali-kali berhenti.

Dalam pengiringan kita dikehendaki Allah agar kita memiliki tujuan tunggal yaitu kemuliaan
bersama dengan Yesus. Hidup dalam penantian akan kedatangan Tuhan Yesus, dimuliakan
bersama dengan Yesus dan mewarisi langit baru dan bumi baru (Mat 19:28-29; Luk 22:24-30;
Wah 22:1-5).

IX. KESETIAAN

Memperkaya pembahasan mengenai pemuridan ini dan secara khusus melengkapi bahasan bab
terdahulu kita perlu kita meninjau apa yang dimaksud dengan kesetiaan. Kesetiaan ini adalah
faktor penting yang harus dimiliki seorang yang memasuki proses pemuridan. Tuhan Yesus
berkata: Jikalau kamu tetap dalam Firman kamu benar-benar adalah muridku (Yoh 8:31). Kata
"tetap" dalam teks aslinya adalah "meinete", yang dapat diterjemahkan sebagai terus menerus
(Inggris continue). Dari ayat ini jelas bahwa persyaratan untuk dapat menjadi murid yang benar
adalah "tetap di dalam Firman". Tetap dalam Firman inilah kesetiaan itu. Orang tentu suka
mendengar, dan mudah mengatakan kata "setia" ini , tetapi kenyataannya sukar orang
menerapkan dalam hidupnya. Kata ini merupakan sikap hidup yang penting yang harus dimiliki
seorang murid Tuhan. Tanpa memiliki sikap hidup ini sia-sia pemuridan kita .

Dari Wahyu 2:10; 17:14 dapat kita tahu betapa pentingnya kesetiaan itu. Tanpa kesetiaan maka
sia-sialah apa yang sudah kita lakukan bagi Tuhan. Tanpa kesetiaan percumalah pengiringan kita
kepada Tuhan selama bertahun-tahun. Karenanya Tuhan memerintahkan atau menghendaki agar
kita setia kepadaNya (Maz 37:3; Kiss 11:23; Wah 2;10 ).

Harus diingat bahwa tidak semua yang terpanggil juga terpilih, sebab banyak orang ke gereja,
dipanggil untuk mengiring Tuhan tetapi tidak semua mereka terpilih dan dari sekalian mereka
yang terpilih ini tidak semuanya setia. Menjadi kehendak Tuhan agar kita bukan saja menjadi
orang yang terpanggil tetapi juga terpilih dan setia.

Sebenarnya kata setia ini juga mempunyai pengertian yang sama dengan menang. Siapa yang
setia dialah yang menang. Yang menang dialah yang setia, dan yang menang atau setia ini akan
memperoleh mahkota kehidupan. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa pergumulan untuk
menang adalah pergumulan untuk tetap setia. Kemenangan ini identik dengan "lulus" sebagai
murid.

A.Pengertian kesetiaan.

Pengertian setia menurut kamus umum bahasa Indonesia (W.J.S Poerwadarminta) adalah tetap
dan teguh hati. Kalimat ini tidak cukup menampung pengertian kata setia. Sebab di dalam kata
setia terkandung pengertian suatu kegiatan atau sikap yang berkesinambungan terus menerus.

Di dalam Kekristenan pengertian setia dikaitkan dengan hubungan antara Allah dengan kita,
Allah semesta alam sebagai Allah,sebagai Bapa, sebagai mempelai pria dengan jemaat sebagai
umat, sebagai anak dan sebagai mempelai wanita.

Kalau Alkitab mengajarkan kita untuk setia itu berarti kita dituntut tetap pada posisi/tempat kita
sebagai umat di hadapan Allah, sebagai anak di hadapan Bapa sorgawi, sebagai mempelai wanita
yang menunggu kedatangan mempelai pria.

B.Ciri Kesetiaan Kristen.

Alkitab mengajarkan kepada kita ciri-ciri kesetiaan Kristen. Ada 2 ciri kesetiaan yang diajarkan
Alkitab:

1. Kesetiaan haruslah dimulai dari perkara-perkara yang kecil (Luk 16:10). Seseorang tidak
akan setia dalam perkara yang besar kalau ia tidak setia dalam perkara yang kecil.
2. Kesetiaan haruslah kesetiaan yang tidak bersyarat (Unconditional).

Kalau kita setia kepada Tuhan bukan karena kita mengharapkan sesuatu akibat dari kesetiaan kita
tersebut bagi diri kita. Kesetiaan kita harus berdasar atau berangkat dari hati kita yang setia dan
mengasihi Tuhan. Dalam Matius 19:27-30 diungkapkan tentang pertanyaan Petrus yang
menanyakan tentang upah mengikut Tuhan. Tuhan menjamin upahnya namun Tuhan Yesus
mengakhiri jaminan upah itu dengan ucapan "tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi
yang terakhir". Di sini Tuhan Yesus ingin mengajarkan kepada kita. Bahwa setiap kesetiaan pasti
ada upahnya tetapi bukan karena upah itu kita setia.

Kesetiaan tak bersyarat adalah kesetiaan yang tidak ditentukan oleh kondisi. Kondisi
bagaimanapun juga ia tetap dalam tempatnya. Inilah kesetiaan "walau", bukan kesetiaan "kalau".
Dalam hal ini kita belajar dari kesetiaan Rut terhadap mertuanya. Tanpa jaminan upah dan
imbalan ia mengasihi dan setia kepada mertuanya. Kemudian hari Rut dipersunting oleh seorang
konglomerat pada jamannya dunia menjadi nenek moyang Messias.

C.Bentuk Kesetiaan Kristen.

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa kesetiaan kita adalah kesetiaan seorang umat kepada
Allahnya, kesetiaan seorang Anak kepada Bapanya, kesetiaan seorang mempelai wanita kepada
mempelai pria. Berangkat dari pemahaman ini maka kita akan melihat bentuk-bentuk kesetiaan
kristiani.

1. Kesetiaan sebagai Umat kepada Allahnya.

Kesetiaan ini berkaitan dengan ibadah kepada Tuhan. Kalau seseorang menjadi umat Allah ia
dituntut untuk setia kepada Allahnya dalam beribadah. Ini berarti ia harus tetap memuji,
menyembah dan memuja Allah satu- satunya sebagai obyek ibadahnya terus menerus. Tuhan
menghendaki kita beribadah dengan setia (Yos 24:14). Kita harus meletakkan kepentingan ibadah
kepada Tuhan di atas segala kepentingan.

Salomo telah gagal setia beribadah kepada Allahnya sebab di hari tuanya Salomo
mencondongkan hatinya kepada dewa-dewa kafir (I Raja 11:1-13). Dalam hal ini ini Salomo
tidak setia, ia tidak setia sebagai umat kepada Allahnya. Kemudian hari ia tidak memperoleh apa
yang Allah janjikan yaitu panjang umur, kemuliaan atau kekayaan (sebab di akhir
pemerintahannya Israel berada pada kenyataan terpecahnya kerajaan itu menjadi dua).
Demikian pula dalam kehidupan kita apapun alasannya kita tidak boleh beribadah kepada obyek
lain dan harus meletakkan kepentingan ibadah kepada Tuhan diatas segala kepentingan. Contoh-
contoh ketidaksetiaan dalam hal ini:

1. Berpindah agama karena partner atau jodoh, dll.

2. Pergi ke Gunung kawi, tempat-tempat keramat untuk memperoleh kekayaan, ke dukun


atau orang-orang yang dianggap sakti dan mempunyai kelebihan untuk meminta petunjuk dll.
3. Karena penganiayaan dan kesukaran meninggalkan Tuhan dan ibadahnya hal sudah
pernah terjadi di abad-abad pertama, nanti juga akan terjadi lagi.
4. Tidak pergi ke gereja atau berbakti karena mencari nafkah dll.

Dalam hal ini pula Tuhan mengajar kita untuk setia dari perkara-perkara yang kecil (Luk 16:10).
Jangan karena tersinggung sedikit perasaan kita dalam gereja kita tidak berbakti, jangan karena
hujan gerimis kita tinggalkan kebaktian. Ingat kita belum mengalami hujan batu.

Selanjutnya seorang yang setia kepada Tuhan sebagai seorang umat kepada Allahnya, ia akan
tetap setia melayani dan mengabdi kepada Tuhan dengan apa yang dapat ia lakukan bagi
Tuannya, TuhanNya. Di dalam Perjanjian Baru kita mengenal seorang yang bernama Demas yang
oleh karena mencintai dunia ia meninggalkan pelayanan pekerjaan Tuhan dan Tuhan sendiri (Kol
4:14; II Tim 4:10).
Dalam hal ini kesetiaan identik dengan ketekunan beribadah dan melayani Tuhan.

2. Kesetiaan seorang Anak kepada Bapanya.

Kesetiaan di sini kesetiaan yang berkaitan dengan kepatuhan kita mematuhi segala perintah dan
hukum- hukumNya. Sebagai seorang anak di hadapan Allah kita harus patuh taat mutlak dengan
penuh hormat seperti yang dilakukan Tuhan Yesus kepada BapaNya (Fil 2:5-8; Ibr 5:7-8).
Kepatuhan kita harus dibangun di atas kesadaran bahwa kita adalah anak dan Allah adalah Bapa
kita yang harus dipatuhi. Berkaitan dengan ini kita jangan mencontoh sikap si bungsu yang
meninggalkan rumah Bapanya, tidak mau patuh kepada kehendak dan rencana bapanya. Ia telah
memberontak kepada Bapanya. Inilah sikap ketidaksetiaan itu. Dikisahkan lama perumpamaan
tersebut (Luk 15) ia menjadi sengsara dan miskin. Inilah upah ketidaksetiaan.Dalam hal ini Tuhan
mengajar kita untuk patuh, mutlak sepenuh kepada Tuhan tanpa dalih atau alasan. Inilah
kesetiaan yang tidak bersyarat. Apapun situasi dan kondisinya harus tetap patuh. Ada banyak
alasan yang dikemukakan setiap kali seseorang kedapatan berbuat salah. Korupsi karena terpaksa,
berjinah karena terpaksa, berdusta karena terpaksa.

Dalam ketaatan tersebut Tuhan juga mengajar kita untuk setia dalam perkara-perkara yang kecil
(Luk 16:10). Misalnya: Ada telepon mengaku tidak ada dll. Tuhan mengajar kita untuk suci di
dalam seluruh kehidupan kita (I Petrus 1:13-16). Dalam hal ini kesetiaan Kristiani identik dengan
"kesucian hidup".

3. Kesetiaan seorang mempelai wanita kepada mempelai Pria.

Kesetiaan di sini berkaitan dengan ketertambatan hati kita kepada sesuatu atau seseorang.
Berkaitan dengan cinta atau kasih kita kepada sesuatu atau seseorang.

Seorang yang setia kepada Tuhan Yesus akan mengasihi Tuhan lebih dari segala perkara. Bila kita
mengasihi seseorang atau sesuatu melebihi kasih kita kepada Tuhan ini adalah sebuah
ketidaksetiaan. Oleh sebab Tuhan Yesus berkata bahwa kita harus mengasihi Tuhan lebih dari
mengasihi siapapun dan apapun juga (Luk 14:26). Pengertian "membenci" dalam ayat ini (Mat
14:26) jangan ditafsirkan secara hurufiah. Ayat di atas ini maksudnya adalah bahwa kasih kita
kepada Tuhan Yesus harus melebihi kasih kita kepada siapapun dan apapun juga. Oleh sebab itu
Tuhan tidak menghendaki ada satu ikatanpun dalam hati kita yang mengganggu hubungan kita
dengan Tuhan. Tuhan harus menduduki tahta pertama dan utama dalam hati kita.

Dalam Matius 19: 16-26 tercatat kisah seorang yang menyatakan ingin kehidupan yang
berkwalitas (hidup kekal). Tuhan Yesus mengajarkan agar ia melepaskan dirinya dari segala
ikatan (Mat 19 :21) Tetapi pemuda kaya kepala rumah ibadah ini menolaknya, ia berkeberatan.
Hati kita harus tertambat kepada Tuhan Yesus. Perjinahan ilahi terjadi kalau hati kita tidak
tertambat kepada Tuhan. Bisa saja orang tubuhnya di gereja tetapi hatinya di tempat lain. Seperti
seorang istri duduk di samping suami tetapi hatinya tertambat kepada sopir pribadi, atau seorang
suami tidur seranjang dengan istri tetapi hatinya tertambat kepada si "susi".
Dalam hal ini patut kita mendengarkan nasihat Paulus dalam II Kor 11:3. Tuhan Yesus harus
menduduki takhta hati kita sekarang ini dan untuk selama-lamanya. Cinta kita kepada Tuhan
tidak boleh luntur di tengah-tengah segala ancaman yang kita alami dalam hidup ini.
19 Desember 1995
Pdt. Erastus Sabdono, MTh

Anda mungkin juga menyukai