ISOLASI SOSIAL
1. Pengertian
Perilaku isolasi sosial menraik diri merupakan suatu gangguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (Depkes RI, 2000).
2. Rentang Respon
Waktu membina suatu hubungan sosial, setiap individu berada dalam rentang
respons yang adaptif sampai dengan maladaptif. Menurut Stuart dan Sundeen,
1999, respon setiap individu berada dalam rentang adaptif sampai dengan
maladaptive yang dapat dilihat pada bagan berikut :
a. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma –norma
sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat. Respon
adaptif terdiri dari:
1) Menyendiri(Solitude): Merupakan respons yang dibutuhkan seseorang
untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan
suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
Solitude umumnya dilakukan setelah melakukan kegiatan.
2) Otonomi: Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3) Bekerja sama (mutualisme): adalah suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan
menerima.
4) Saling tergantung (interdependen): Merupakan kondisi saling tergantung
antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
b. Respon maladaptive
1
Respon maladaptif adalah respon yang menimbulkan gangguan dengan
berbagai tingkat keparahan (Stuart dan Sundeen, 1998). Respon maladaptif
terdiri dari:
1) Menarik diri: merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
2) Manipulasi: Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada
individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut
tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
3) Impulsif: Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan.
4) Narkisisme: Pada individu narkisisme terdapat harga diri yang rapuh,
secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap
egosenetris, pencemburuan, marah jika orang lain tidak mendukung.
5) Tergantung (dependen): terjadi bila seseorang gagal mengembangkan
rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
6) Curiga: Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya dengan
orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan dengan tanda-
tanda cemburu, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan individu ditandai dengan
humor yang kurang, dan individu
3. Faktor Predisposisi
Terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut
salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang
lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan meresa tertekan. (Stuart and
Sundeen, 1995).
a. Faktor tumbang :
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial berkembang
sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia bayi sampai dewasa
lanjut untuk dapat mengembangkan hubungan social yang positif, diharapkan
setiap tahap perkembangan dilalui dengan sukses. Sistem keluarga yang
terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial maladaptif.
2
produktif ( lansia, berpenyakit kronis dan penyandang cacat) diasingkan dari
lingkungan sosialnya.
d. Faktor biologis.
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan isolasi sosial. Organ tubuh yang dapat
memengaruhi terjadinya gangguan hubungan adalah otak, misalnya pada
pasien Skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki
struktur yang abnormal pada otak seperti atrofi otak, serta perubahan ukuran
dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal
e. Faktor genetic dapat berperan dalam respon social maladaptif.
4. Faktor Presipitasi
dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah
karena meninggal dan fakto psikologis seperti berpisah dengan orang yang
terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam
keluarga sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri
dari lingkungan (Stuart and Sundeen, 1995).
a. Faktor eksternal :
- stressor sosial budaya : stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya
(keluarga)
b. Faktor Internal :
- stresor psikologik : stres terjadi akibat ansietas berkepanjangan disertai
keterbatasan kemampuan mengatasinya keterbatasan.
6. Pohon masalah:
3
7. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
1) Masalah keperawatan:
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
Isolasi sosial: menarik diri
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
- Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
- Perkenalkan diri dengan sopan
- Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
- Jelaskan tujuan pertemuan
- Jujur dan menepati janji
- Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
- Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2) Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
a) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan
tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-
olah ada teman bicara
c) Bantu klien mengenal halusinasinya
- Tanyakan apakah ada suara yang didengar
- Apa yang dikatakan halusinasinya
- Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat sendiri tidak mendengarnya.
- Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
- Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d) Diskusikan dengan klien :
- Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,
malam)
e) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan
perasaannya
5
3) Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber
pujian
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
- Katakan “ saya tidak mau dengar”
- Menemui orang lain
- Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
- Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
d) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya
secara bertahap
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
f) Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
g) Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
4) Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
halusinasi
b) Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
- Gejala halusinasi yang dialami klien
- Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
- Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian
bersama
- Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri
atau orang lain
5) Klien memanfaatkan obat dengan baik
6
Tindakan :
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat minum obat
b) Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
c) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasakan
d) Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
7
5) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
6) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
7) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain
8) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
9) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
d. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan:
1) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
2) Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap :
▪ Klien – Perawat
▪ Klien – Perawat – Perawat lain
▪ Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
▪ K – Keluarga atau kelompok masyarakat
3) Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
4) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
5) Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu
6) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7) Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
1. Kondisi Klien
Klien dengan isolasi sosial menarik diri jarang bahkan tidak mampu melakukan
interaksi dengan orang lain (Rawlins, 1993). Klien sering menunjukan tanda dan
gejala seperti kurang spontan, apatis, akspresi wajah kurang berseri, afek datar,
kontak mata kurang, komunikasi verbal menurun, mengisolasi diri (menyendiri),
posisi a(ceritakan kondisi klien , gambaraan pasienny seperti apa)
2. Diagnosa keperawatan: Isolasi Sosial Menarik Diri
3. Tujuan
Mampu membina hubungan saling percaya dengan klien
Klien mampu menyebutkan penyebab isolasi sosial menarik diri
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Klien mampu berkenalan dengan orang lain.
4. Strategi pelaksanaan:
Orientasi :
Orientasi (Perkenalan):
“Selamat pagi ”
“Saya Agung Nugroho Saya senang dipanggil Agung Saya mahasiswa keperawatan
USKW salatiga, saya yang akan membantu merawat ibu dari sekarang sampai 2
minggu kedepan
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan S... hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga
dan teman-teman ibu S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di
ruang tamu? Mau berapa lama S...? Bagaimana kalau 15 menit”
Kerja:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang
jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap
dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? Apakah S merasa sendirian? Siapa
saja yang S kenal di ruangan ini”
10
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang
lain?”
”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada
teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah
kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau
begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?
« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan
nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang
dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini:
Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang
hal-hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi,
tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak
ada. Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke
pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan
hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan
teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”
DAFTAR PUSTAKA
Agungmajestic.files.wordpress.com/2011/10/lp-menarik-diri.doc
12