SIFAT-SIFAT GEREJA
Dalam doa syahadat/credo/aku percaya, kita mengakui 4 sifat gereja yaitu: gereja yang satu, kudus,
katolik dan apostolik. Penjelasan dari masing-masing sifat gereja sebagai berikut:
Kesatuan iman ini bukan kesatuan statis tetapi kesatuan yang dinamis, artinya iman yang sama
namun diungkapkan dan dirumuskan secara berbeda-beda. Kesatuan di sini bukanlah keseragaman
tetapi bisa dipahami seperti Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu.
v Kesatuan dalam pimpinan yaitu hierarki. Yesus memilih 12 rasul namun Ia juga memilih Petrus
sebagai ketua para rasul. Dalam diri Petrus, Kristus menetapkan asas dan dasar kesatuan iman
yang kemudian diteruskan dalam diri Paus juga masing-masing uskup sebagai pemimpin Gereja di
sebuah wilayah.
Kita sudah mendengar tentang fakta perpecahan gereja. Hal ini terjadi karena perbuatan manusia.
Untuk itu semangat persatuan harus dipupuk dan diperjuangkan melalui berbagai cara seperti:
v Usaha untuk menguatkan persatuan kita dalam gereja:
v Sumber gereja berasal adalah kudus. Gereja didirikan oleh Kristus . gereja menerima kekudusan
dari Kristus sendiri (Yoh 17: 11)
v Tujuan dan arah gereja adalah kudus. Gereja bertujuan untuk kemuliaan Allah dan penyelamatan
manusia.
v Jiwa Gereja adalah kudus sebab jiwa gereja adalah Roh Kudus sendiri
v Unsur-unsur Ilahi yang otentik/asli yang berada dalam gereja adalah kudus misalnya ajaran-
ajaran atau sakramen-sakramen.
v Anggotanya adalah kudus karena ditandai oleh Kristus melalui pembaptisan dan dipersatukan
melalui iman, harapan dan cinta yang kudus. Artinya, kita semua dipanggil menjuju kekudusan.
v Merenungkan dan mendalami Kitab Suci khususnya ajaran dan hidup Yesus yang merupakan
arah dan pedoman hidup kita.
v Gereja terbuka terhadap semua bangsa dari berbagai daerah, agama, suku dan budaya
v Iman dan ajaran gereja bersifat umum artinya dapat diterima dan dihayati oleh siapa saja
Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku, dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak
Dia yang mengutus Aku
1. 4. Sifat Gereja Yang Apostolik
Arti Apostolik
v Berasal dari para rasul dan tetap berpegang teguh pada kesaksian iman mereka yang hidup
bersama YESUS
v Tidak terpaku pada gereja perdana namun tetap berkembang dibawah bimbingan Roh Kudus
v Gereja berhubungan dengan para rasl yang diutus oleh Kristus sendiri
v Option for the poor atau keberpihakan pada orang-orang yang miskin. Gereja senantiasa
membantu dan memihak mereka yang miskin sekaligus mereka yang tertindas. Dalam hal ini gereja
berupaya menjadi suara bagi mereka (the voice of the voiceless)
v Kenabian: dalam konteks ini, gereja mengambil peran sebagai seorang nabi yang mengkritisi
ketidakadilan yang ada. gereja juga menjadi saksi akan Kristus yang mengasihi. Disinilah nampak
sikap gereja yang profetis (kenabian)
v Membebaskan: gereja menjadi pembebas bagi masyarakat yang berada dalam kungkungan atau
belenggu ketidakadilan atau ketidakadilan.
v Ragi. Seperti ragi yang membuat sebuah adonan terus berkembang maka gereja pun mengambil
peran dan tugas yang sama
v Kharismatis: gereja terus berusaha dan mengakomodir setiap potensi yang ada yang dimiliki oleh
umatnya sebagai anugerah Allah
SIMBOLISME SENI KATOLIK:
DELAPAN SIMBOL ROH KUDUS
Sahabat-sahabat GK,
Kita tentu sudah mengenal burung merpati dan api sebagai dua simbol Roh Kudus. Namun tahukah
anda bahwa sebenarnya ada DELAPAN simbol Roh Kudus yang tercatat secara resmi dalam
Katekismus Gereja Katolik (KGK) #694-701? Nah apa saja simbol-simbol tersebut? Yuk kita pelajari
sama-sama.
1) AIR
Dalam upacara Pembaptisan, air adalah lambang tindakan Roh Kudus, karena sesudah
menyerukan Roh Kudus, air menjadi tanda sakramental yang berdaya guna bagi kelahiran kembali.
Seperti pada kelahiran kita yang pertama, kita tumbuh dalam air ketuban, maka air Pembaptisan
adalah tanda bahwa kelahiran kita untuk kehidupan ilahi, dianugerahkan kepada kita dalam Roh
Kudus. “Dibaptis dalam satu Roh”, kita juga “diberi minum dari satu Roh” (1 Kor 12:13). Jadi Roh
dalam Pribadi-Nya adalah air yang menghidupkan, yang mengalir dari Kristus yang disalibkan dan
yang memberi kita kehidupan abadi.
2) URAPAN
Salah satu lambang Roh Kudus adalah juga urapan dengan minyak, malahan sampai [urapan
minyak] menjadi sinonim dengan [Roh Kudus]. Dalam inisiasi Kristen, urapan adalah tanda
sakramental dalam Sakramen Penguatan, yang karenanya dinamakan “Khrismation” dalam Gereja-
gereja Timur. Tetapi untuk mengerti sepenuhnya bobot nilai dari lambang ini, orang harus kembali
ke urapan pertama, yang Roh Kudus kerjakan, yaitu Urapan Yesus.
“Khristos” (terjemahan dari kata bahasa Ibrani “Mesias”) berarti “yang diurapi dengan Roh Allah”.
Dalam Perjanjian Lama sudah ada orang yang “diurapi” Tuhan; terutama Daud adalah seorang yang
diurapi. Tetapi Yesus secara khusus adalah Dia yang diurapi Allah: kodrat manusiawi yang Putera
terima, diurapi sepenuhnya oleh Roh Kudus. Oleh Roh Kudus, Yesus menjadi “Kristus”. Perawan
Maria mengandung Yesus dengan perantaraan Roh Kudus, yang mengumumkan-Nya melalui
malaikat pada kelahiran-Nya sebagai Kristus, dan yang membawa Simeon ke dalam kenisah,
supaya ia dapat melihat Dia yang diurapi Tuhan.
[Roh Kudus]-lah yang memenuhi Kristus, dan kekuatan-Nya keluar dari Kristus, waktu Ia melakukan
penyembuhan dan karya-karya keselamatan. Pada akhirnya Ia jualah yang membangkitkan Yesus
dari antara orang mati. Dalam kodrat manusiawi-Nya, yang adalah pemenang atas kematian,
setelah sepenuhnya dan seutuhnya menjadi “Kristus”, Yesus memberikan Roh Kudus secara
berlimpah ruah, sampai “orang-orang kudus” dalam persatuan-Nya dengan kodrat manusiawi Putera
Allah menjadi “manusia sempurna” dan “menampilkan Kristus dalam kepenuhan-Nya” (Ef 4:13):
“Kristus paripurna”, seperti yang dikatakan Santo Agustinus.
3) API
Sementara air melambangkan kelahiran dan kesuburan kehidupan yang dianugerahkan dalam Roh
Kudus, api melambangkan daya transformasi perbuatan Roh Kudus. Nabi Elia, yang “tampil
bagaikan api dan perkataannya bagaikan obor yang menyala” (Sir 48:1), dengan perantaraan
doanya menarik api turun atas kurban di Gunung Karmel — lambang api Roh Kudus yang
mengubah apa yang Ia sentuh.
Yohanes Pembaptis, yang mendahului Tuhan “dalam roh dan kuasa Elia” (Luk 1:17) mengumumkan
Kristus sebagai Dia, yang “akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api” (Luk 3:16).
Mengenai Roh ini Yesus berkata: “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapa Aku
harapkan, api itu telah menyala” (Luk 12:49). Dalam “lidah-lidah seperti api” Roh Kudus turun atas
para rasul pada pagi hari Pentakosta dan memenuhi mereka (Kis 2:3-4). Dalam tradisi rohani,
lambang api ini dikenal sebagai salah satu lambang yang paling berkesan mengenai karya Roh
Kudus: “Janganlah padamkan Roh” (1 Tes 5:19).
Kedua lambang ini selalu berkaitan satu sama lain, ketika Roh Kudus menampakkan Diri. Sejak
masa teofani Perjanjian Lama, awan — baik yang gelap maupun yang cerah — menyatakan Allah
yang hidup dan menyelamatkan, dengan menyelubungi kemuliaan-Nya yang adikodrati. Demikian
juga dengan Musa di Gunung Sinai, dalam kemah wahyu dan selama perjalanan di padang gurun;
pada Salomo waktu pemberkatan kenisah. Semua gambaran ini telah dipenuhi dalam Roh Kudus
oleh Kristus.
Roh turun atas Perawan Maria dan “menaunginya”, supaya ia mengandung dan melahirkan Yesus
(Luk 1:35). Di atas gunung transfigurasi, [Roh Kudus] datang dalam awan “yang menaungi” Yesus,
Musa, Elia, Petrus, Yakobus, dan Yohanes, dan “satu suara kedengaran dari dalam awan: Inilah
Anak-Ku yang Kupilih dengarkanlah Dia” (Luk 9:34-35). “Awan” yang sama itu akhirnya
menyembunyikan Yesus pada hari Kenaikan-Nya ke surga dari pandangan para murid (Kis 1:9);
pada hari kedatangan-Nya awan itu akan menyatakan Dia sebagai Putera Allah dalam segala
kemuliaan-Nya.
5) METERAI
Meterai adalah sebuah lambang yang erat berkaitan dengan pengurapan. Kristus telah disahkan
oleh “Bapa dengan meterai-Nya” (Yoh 6:27) dan di dalam Dia, Bapa juga memeteraikan tanda milik-
Nya atas kita. Karena gambaran meterai (bahasa Yunani “sphragis”) menandakan akibat
pengurapan Roh Kudus yang tidak terhapuskan dalam penerimaan Sakramen Pembaptisan,
Penguatan, dan Tahbisan (Imamat), maka ia dipakai dalam berbagai tradisi teologis untuk
mengungkapkan “karakter” yang tidak terhapuskan, tanda yang ditanamkan oleh ketiga Sakramen
yang tidak dapat diulangi itu.
6) TANGAN
Yesus menyembuhkan orang sakit dan memberkati anak-anak kecil, dengan meletakkan tangan ke
atas mereka. Atas Nama-Nya para Rasul melakukan hal yang sama. Melalui peletakan tangan para
rasul, Roh Kudus diberikan. Surat kepada umat Ibrani memasukkan peletakan tangan dalam “unsur-
unsur pokok” ajarannya. Dalam epiklese sakramentalnya, Gereja mempertahankan tanda
pencurahan Roh Kudus ini yang mampu mengerjakan segala sesuatu.
7) JARI
“Dengan jari Allah” Yesus mengusir setan (Luk 11:20). Sementara perintah Allah ditulis dengan “jari
Allah” atas loh-loh batu (Kel 31:18); “surat Kristus” yang ditulis oleh para rasul, “ditulis dengan Roh
Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging yaitu di dalam hati
manusia” (2 Kor 3:3). Madah “Veni Creator Spiritus” berseru kepada Roh Kudus sebagai “jari tangan
kanan Bapa” (digitus Paternae dexterae).
8) MERPATI
Pada akhir air bah (yang adalah lambang Pembaptisan), merpati — yang diterbangkan oleh Nuh
dari dalam bahtera — kembali dengan sehelai daun zaitun segar di paruhnya sebagai tanda bahwa
bumi sudah dapat didiami lagi. Waktu Kristus naik dari air Pembaptisan-Nya, Roh Kudus — dalam
rupa merpati — turun atas-Nya dan berhenti di atas-Nya. Roh turun ke dalam hati mereka yang
sudah dimurnikan oleh Pembaptisan dan tinggal di dalamnya. Di beberapa gereja, Ekaristi Suci
disimpan di dalam satu bejana logam yang berbentuk merpati (columbarium) dan digantung di atas
altar. Merpati dalam ikonografi Kristen sejak dahulu adalah lambang Roh Kudus.
Devosi bukanlah liturgi. Devosi adalah suatu sikap bakti yang berupa penyerahan
seluruh pribadi kepada Allah dan kehendak-Nya sebagai perwujudan cinta kasih, Atau
yang lebih lazim: devosi adalah kebaktian khusus. kepada berbagai misteri iman yang
dikaitkan dengan pribadi tertentu: devosi kepada sengsara Yesus, devosi kepada Hati
Yesus, devosi kepada Sakramen Mahakudus, devosi kepada Maria, dan lain-lain.
Semua devosi harus diatur sedemikian rupa sehingga selaras dengan liturgi kudus:
sesuai dengan rnasa liturgi, bersumber pada liturgi, dan mengantarumat kepada liturgi,
sebab menurut hakekatnya liturgi jauh mengungguli semua bentuk devosi (lihai KL13).
Menurut Konsili Vatikan II dalam dokumen Gaudium et Spes (kegembiraan dan harapan) artikel 16:
“Di lubuk hati nuraninya, manusia menemukan hukum yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri
melainkan harus ditaati. Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan
apa yang baik dan menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam lubuk
hatinya: jalankan ini dan elakkan itu. Hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar suci di
situ ia seorang diri bersama Allah, yang pesanNya menggema dalam hatinya. Berkat hati nurani
dikenallah secara ajaib hukum, yang dilaksanakan dalam cinta kasih terhadap Allah dan terhadap
sesama.”
1. CARA MEMBINA SUARA HATI
Ada beberapa cara membina suarah hati/hati nurani yaitu:
Seseorang yang selalu mengikuti dorongan suara hati, keyakinan akan menjadi sehat dan kuat.
Bertanya kepada orang yang memiliki pengetahuan atau pengalaman yang dapat dipercaya
1. Paham Nasionalis, percaya bahwa Bangsa Israel akan merdeka dari penjajahan dan Kerajaan Allah
akan ditegakkan
2. Paham Apokaliptis, percaya bahwa Allah akan menghabisi orang jahat dan Kerajaan Allah akan berdiri
3. Paham Para Rabi, percaya bahwa Allah menguasai hukum dan karenanya kebenaran akan ditegakkan
Sifat atau ciri hakiki perkawinan katolik adalah: 1. monogami, 2. tidak dapat diceraikan dan 3.
berlangsung seumur hidup. Berikut refleksinya.
Perkawinan sebagai sakramen, itu maksudnya adalah bahwa Perkawinan itu menjadi sarana dan
tanda kehadiran Kristus yang menyelamatkan. Jadi artinya, suami menjadi tanda kehadiran Kristus
bagi istrinya, dan demikian pula istri bagi suaminya. Dengan demikian, perkawinan tersebut menjadi
gambaran akan kasih Kristus (sebagai mempelai pria) kepada Gereja (sebagai mempelai wanita, lih.
Ef 5:22-33).
Nah kesatuan Kristus dan Gereja-Nya ini dirayakan secara istimewa dalam perayaan Ekaristi.
Dalam perayaan Ekaristi-lah, pihak yang Katolik mengambil bagian dalam kasih kesatuan antara
Kristus dan Gereja-Nya, dan dengan demikian memperbaharui kembali janji perkawinannya di
hadapan Tuhan. Karena itu, salah satu syarat penerimaan Ekaristi bagi umat Katolik yang sudah
menikah adalah: perkawinan mereka sudah sah menurut hukum Gereja. Ikatan perkawinan yang
sah inilah yang diperbaharui dalam sakramen Ekaristi.
Dalam Ekshortasi Apostoliknya, Familiaris Consortio, Paus Yohanes Paulus II yang terberkati
mengajarkan:
“Peran pengudusan dalam keluarga Kristiani mengambil dasar dari Sakramen Baptis, dan
diekspresikan secara tertinggi dalam Ekaristi, di mana perkawinan Kristiani secara mesra
diikatkan…. Ekaristi adalah sumber perkawinan Kristiani. Kurban Ekaristi, menghadirkan
perjanjian kasih antara Kristus dan Gereja-Nya, yang dimeteraikan oleh darah-Nya di kayu
Salib. Di kurban Perjanjian Baru dan kekal ini, pasanganpasangan Kristiani terhubung
dengan sumber yang darinya perjanjian perkawinan mereka itu sendiri mengalir, disusun,
dan senantiasa diperbaharui….” (Familiaris Consortio, 57)
halangan dari hukum ilahi ini adalah:
impotensi seksual yang bersifat tetap (kan. 1084)
ikatan perkawinan sebelumnya (kan. 1085)
hubungan darah dalam garis lurus, baik ke atas maupun ke bawah (kan. 1091 §1)
Halangan dari hukum gerejawi. Halangan nikah dikatakan bersifat gerejawi karena diciptakan oleh
otoritas Gereja. Gereja yang tampil di dunia ini dengan struktur dan ciri masyarakat yang kelihatan
memiliki undang-undangnya sendiri yang dibuat oleh otoritas gerejawi yang berwenang untuk
mencapai tujuan-tujuan khasnya secara lebih efektif, yakni menegakkan dan mempromosikan
kesejahteraan umum komunitas gerejawi yang bersangkutan. Kesejahteraan umum ini harus sesuai
dengan misi yang diterimanya sendiri dari Kristus, misi yang mengatasi dan melampaui
kesejahteraan masing-masing anggota (kan. 114 §1). Selain kesejahteraan umum, hukum Gereja
dibuat untuk membantu setiap orang mencapai keselamatan jiwanya karena keselamatan jiwa-jiwa
adalah norma hukum tertinggi (kan. 1752).
Pernyataan fakta dan opini ini biasanya diutarakan secara singkat, logis, menarik ditinjau dari segi
penulisan dengan tujuan untuk mempengaruhi pendapat/ menerjemahkan berita yang menonjol
agar pembaca menjadi menyimak seberapa penting berita tersebut. Fungsi tajuk rencana/editorial
biasanya menjelaskan berita, artinya, dan akibatnya pada masyarakat. Tajuk rencana/Editorial juga
mengisi latar belakang dari kaitan berita tersebut dengan kenyataan sosial dan faktor yang
mempengaruhi dengan lebih menyeluruh. Dalam tajuk rencana/editorial terkadang juga ada ramalan
atau analisis kondisi yang berfungsi untuk mempersiapkan masyarakat akan kemungkinan-
kemungkinan yang dapat terjadi, serta meneruskan penilaian moral mengenai berita tersebut.