Anda di halaman 1dari 5

SHOWCASE

Menjadi Pekerja Di Kebun Anggur Tuhan


2 Korintus 4:1-18

“namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di
dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman
dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku..”
(Gal.2:20)
Perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur adalah sebuah perumpamaan
Yesus yang tercantum dalam Matius 21:33-44, Markus 12:1-12, dan Lukas 20:9-19. Tuan
tanah melambangkan Allah dan para penggarap kebun anggur adalah para pemimpin
agama seperti orang-orang Farisi. Allah berulang kali mengirim utusannya, nabi-nabi,
kepada orang Israel dengan harapan mereka akan bertobat, namun orang-orang Israel
tidak mendengarkan mereka dan bahkan membunuhi nabi-nabi tersebut. Akhirnya Allah
mengirimkan sang Anak yang dikasihi, yaitu Yesus, namun ketika orang Israel melihat dan
mendengar Yesus, mereka membunuhnya (dalam hal ini perumpamaan Yesus tersebut
menubuatkan tentang apa yang akan terjadi pada Yesus)

Perumpamaan orang-orang upahan di kebun anggur adalah sebuah perumpamaan yang


diajarkan oleh Yesus kepada murid-muridnya. Kisah ini tercantum di dalam Matius 20:1-16.
Perumpamaan ini menceritakan tentang kerajaan Sorga. Tuan di dalam cerita tersebut
melambangkan Allah, dan hamba-hambanya adalah manusia yang berdosa. Allah
memanggil dan menyelamatkan manusia dari dosa (kepengangguran) atas inisiatif Allah
sendiri. Ia memberikan manusia pekerjaan di dunia (kebun anggurnya) untuk
mengusahakan dunia ini. Pekerja yang dipanggil di pagi hari melambangkan orang yang
percaya sejak muda. Semakin sore menunjuk kepada usia yang semakin tua ketika percaya
kepada Yesus. Di akhir zaman nanti (malam hari), Allah akan mengumpulkan orang percaya
(pekerja-pekerjanya) dan membagikan upah mereka, yaitu keselamatan (sedinar uang).
Upah tersebut tidak dibeda-bedakan dalam arti mereka yang percaya sejak lahir tidak
mendapat upah yang lebih besar dari mereka yang percaya menjelang ajal.

Menjadi pekerja di kebun Anggur Allah pada masa kini, berarti menjadikan diri kita sebagai
showcase dari kehidupan Yesus dan kasih Allah. Di dunia yang adalah kebun Anggur Allah,
kita orang-orang yang dijadikan penggarap-penggarap atau orang orang upahan haruslah
menjadi perwakilan dari Anak Tuan Pemilik kebun Anggur. Di dalam Kristus, Sang Pemilik
Kebun Anggur, kita harus menyatakan diriNya, kita menjadi “Showcase” dariNya.

St. Frasiskus dari Asisi melalui doanya mengajarkan siapa kita di dalam Kristus, yaitu kita
harus menjadi Showcase, yang melalui hidup kita orang melihat Yesus Kristus.

Tuhan,
Jadikanlah aku pembawa damai,
Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih,
Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan,
Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan,
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian,
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran,
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku sumber kegembiraan,
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang,
Tuhan semoga aku ingin menghibur dari pada dihibur,
memahami dari pada dipahami,
mencintai dari pada dicintai,
sebab
dengan memberi aku menerima,
dengan mengampuni aku diampuni,
dengan mati suci aku bangkit lagi,
untuk hidup selama-lamanya. (St. Fransiskus dari Asisi)

Showcase, berasal dari dua kata “Show” dan “Case” secara sederhana kita dapat melihat
maknanya: dimana ada “case”, masalah atau kasus, maka ada “show”, ada sesuatu yang
kita tunjukan. Dalam doa St. Fransiskus di atas, ada beberapa kata yang diitalic yang
menunjukkan kasus yang terjadi dan kata kata itu dilanjutkan dengan pertunjukkan yang
seharusnya. Ketika ada kebencian, tunjukkanlah cinta kasih; ada penghinaan, tunjukkan
pengampunan; ada perselisihan, tunjukkan kerukunan; ada kebimbangan, tunjukkan
kepastian; ada kesesatan, tunjukkan kebenaran; ada kesedihan, tunjukkan kegembiraan;
ada kegelapan tunjukkan terang. Itulah juga pribadi kita dalam Kristus, menjadi showcase.

Dalam 2 Korintus 4:1-18, khususnya ayat 8-11, kita bisa melihat kasus “case” dan
“show”nya, yaitu:
4:8 Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun
tidak putus asa; 4:9 kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami
dihempaskan, namun tidak binasa. 4:10 Kami senantiasa membawa kematian Yesus
di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh
kami. 4:11 Sebab kami, yang masih hidup ini, terus-menerus diserahkan kepada maut
karena Yesus, supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana
ini.

Lebih jelas “case” dan “show” nya dapat digambarkan:

Ayat Case (kasus) Show (pertunjukkan)


8 Ditindas Tidak terjepit
Habis Akal Tidak putus asa
9 Dianiaya Tidak ditinggalkan sendiri
Dihempaskan Tidak binasa
10 Membawa kematian Yesus Kehidupan Yesus Nyata
11 Diserahkan kepada maut Hidup Yesus menjadi nyata

Lebih jauh, dalam 2 Korintus 4:1-18, kita dapat melihat betapa kita sungguh sungguh
dipanggil untuk menjadi showcase di dalam Kristus, sebagaimana dikatakan:
 Ay. 2 ...Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami
menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan..
 Ay. 4,5 ... sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus,
yang adalah gambaran Allah. Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi
Yesus Kristus sebagai Tuhan..
 Ay.7... supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah,
bukan dari diri kami.
 Ay.11 .... supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana ini.

Sebagai showcase, kita menyerahkan diri untuk dipertimbangkan oleh semua orang. Sebagai
showcase cahaya Injil tentang kemuliaan Yesus harus nampak melalui kehidupan kita.
Sebagai showcase kekuatan Allah yang berlimpah limpah itu harus kita nyatakan dan
akhirnya sebagai showcase hidup Yesus harus menjadi nyata di dalam tubuh kita yang fana
ini.

Tentu tidak mudah menjadi showcase di zaman milenial ini. Gereja di era Korintus tentu
sangat berbeda dengan gereja di masa kini, apalagi dengan yang disebut megachurch atau
gereja modern. Gereja atau orang percaya di zaman milenial ini memiliki tantangan
tersendiri untuk menjadi showcase. Paling tidak ada, 4 tantangan:
1. Relasi gereja masa kini
2. Media Sosial
3. Waktu (kasus David Flood)
4. Orang Lainpun Bisa

Relasi gereja masa kini, bukan lagi relasi langsung, terutama gereja-gereja diperkotaan.
Terkadang antar jemaat tidak terlalu kenal, tidak saling tahu tempat tinggalnya dimana,
pekerjaan dan lainnya. Bahkan jemaat terkadang tidak tahu dan tidak pernah ke rumah
gembala atau para hamba Tuhan, apalagi untuk megachurch. Jemaat tidak dapat
mengamati secara langsung kehidupan para hamba Tuhan diluar jam-jam ibadah. Padahal
sebagai showcase, hamba Tuhan dan orang percaya, justru harus terlihat bukan ditempat-
tempat ibadah, namun di tempat tempat kehidupan sehari hari, dan dalam kasus-kasus
kehidupan sehari-hari.

Media sosial, menjadi saingan dari kehidupan sosial yang nyata. Dunia maya begitu besar
dan luas, sementara dunia nyata seakan begitu kecilnya. Media sosial sudah menjadi wadah
untuk menjadi showcase. Ada banyak “status-status” pelayanan yang diupload, mulai dari
pelayanan mimbar, misi Injil dan misi sosial. Tentu ini menjadi tantangan baru bagi orang
percaya dan gereja sebagai showcase.

Waktu adalah tantangan yang menguji kesinambungan dan kesetiaan dari pribadi seorang
showcase. Kerap kali keteladanan seorang showcase, sirna begitu saja ketika dalam
dinamika kehidupan ada waktu dimana kesalahan atau kejatuhan terjadi. Kerap kali juga
seorang showcase menyerah dan mundur, karena tidak segera melihat dampak dari apa
yang dilakukannya.

Orang lainpun bisa menjadi showcase, kalau yang dipertunjukan dalam setiap kasus
hanyalah kasih kemanusiaan. Humanisme menjadi tantangan kita sebagai showcase. Orang-
orang diluar Yesus, bahkan yang ateis sekalipun dapat menunjukkan kepedulian, kebaikan
dan kasih, jadi apa yang membedakan kita? Apa yang dapat membuat Yesus dinyatakan,
kekuatan Allah yang melimpah-limpah itu ditunjukkan ketika kita melakukan perbuatan
kemanusiaan di tengah-tengah masyarakat yang majemuk dan pluralis ini?
Keberadaan kita sebagai showcase lebih jauh dapat kita lihat perwujudannya dalam
rangkaian Khotbah di bukit dan akhirnya dalam teks bacaan kita, 2 Korintus 4:1-18. Dalam
bagian dari rangkaian khotbah di bukit, yaitu Matius 5:13-48, eksistensi orang percaya
sebagai showcase digambarkan sebagai “Garam dan terang dunia” dan “Kita Berbeda”.

Sebagai garam dan terang dunia, maka seorang showcase harus berdampak, dia harus
membawa pengaruh yang positip bagi sekelilingnya dan di dalam dirinya ada perilaku-
perilaku dan karakter-karakter yang menjadi gambaran dari garam dan terang itu,
diantaranya:
1. Berbaur sebagaimana garam disebar
2. Memotivasi sebagaimana garam memberi rasa
3. Memberi arah sebagaimana terang
4. Tidak bersembunyi dan pilih kasih sebagaimana terang
Namun, semuanya itu harus dilakukan sesuai dengan kebenaran firman Tuhan dengan
keyakinan dan kesadaran bahawa “Kita Berbeda”, karena berulang kali Yesus berkata
“...kamu telah mendengar, tetapi Aku...” (Mat. 5:21-22; 27-28; 31-32; 33-34; 38-39; 43-44)
yang menunjukkan kita harus berbeda.

Dalam 2 Korintus 4:7 perbedaan kita sebagai “Showcase” dinyatakan secara tegas, yaitu kita
sebagai “showcase” adalah bagaikan “bejana tanah”. Paulus menuliskannya: “Tetapi harta
ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-
limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami.” Sebagai “bejana tenah” kita rapuh, kita
terbatas, namun di dalam kita ada harta yang terindah, sehingga kita juga tersanjung.
Sebagai showcase kita bagaikan bejana tanah liat, agar nyata bahwa kekuatan kita berasal
dari Tuhan.

Sekali lagi showcase dari bejana tanah liat menggambarkan kehinaan, keterbatasan kita,
namun juga menggambarkan keberhargaan dan ketersanjungan kita. Kita sebagai showcase
dari bejana tanah dalam 2 Korintus 4:1-18 harus:
1. Menyadari semua karena Anugrah (ay.1-2)
2. Memberitakan Injil (ay.3-6)
3. Menyatakan kerapuhan kita namun kekuatan Allah (ay.7-12)
4. Menyatakan syukur (ay.13-15)
5. Memperhatikan yang tidak kelihatan (ay.16-18)

Menyadari dan menjalani panggilan sebagai showcase adalah karena anugrah Allah semata,
akan membuat kita tidak tawar hati dan motivasi kita dimurnikan. Paulus berkata: “Oleh
kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini. Karena itu kami tidak tawar hati.
Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku
licik dan tidak memalsukan firman Allah. (1Kor.4:1-2) Paulus tidak tawar hati dan menolak
segala motivasi diluar memberitakan firman Allah, sehingga yang ada ketulusan dan
keiklasan.

Paulus juga tegas menyatakan tujuannya sebagai showcase dari bejana tanah adalah untuk
memberitakan Injil bukan kasih kemanusiaan semata. Injil adalah berita tentang kemuliaan
Yesus Kristus yang membawa manusia dari gelap menuju terang. (ay. 3-6)
Tentu ada banyak keterbatasan dan hal itu perlu disadari, karena kita sebagai showcase
bejana tanah rapuh. Namun, justru disitulah kelebihannya, di dalam kekurangan dan
keterbatasan itu, orang lain bisa melihat kekuatan dan kemuliaan Tuhan. Andai kita kuat
dan perkasa, maka orang lain kan mengira bahwa itu semua, karena kekuatan dan
kecakapan kita. (ay. 7-12)

Ketika kekuatan dan kemuliaan Allah yang nyata melalui kelemahan dan keterbatasan kita,
maka rasa syukur akan mengalir. Rasa syukur selalu berhubungan dengan roh, iman,
pengetahuan dan harapan (ay. 13-15).

Harapan sejati tentunya tidak terletak pada apa yang kelihatan saja. Paulus mengatakan:
“sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tidak kelihatan, karena
yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tidak kelihatan adalah kekal.” (2Kor.4:18)
Sikap memandang apa yang tidak kelihatan ini, menimbulkan kekuatan yang menjadikan
kita tidak tawar hati dan kekuatan untuk menghadapi penderitaan “ringan” dengan
keyakinan bahwa penderitaan itu mengerjakan kemuliaan. (ay.16-18)

Anda mungkin juga menyukai