Simon Tampubolon
Salah satu pergumulan filosofis manusia yang menentukan siapa dirinya adalah
pergumulan tentang “Eksistensi Manusia” atau “Keberadaan Manusia”. Salah satu pemikiran
filsuf yang terkenal berkaitan dengan keberadaan manusia adalah filsafat “Cogito ergo sum.”
Filsafat ini adalah sebuah ungkapan yang dicetuskan oleh Descartes, sang filsuf ternama dari
Prancis. Artinya adalah: "aku berpikir maka aku ada". Maksudnya kalimat ini membuktikan
bahwa satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah keberadaan seseorang sendiri.
Keberadaan ini bisa dibuktikan dengan fakta bahwa ia bisa berpikir sendiri.
Jika dijelaskan, kalimat "cogito ergo sum" berarti sebagai berikut. Descartes ingin
mencari kebenaran dengan pertama-tama meragukan semua hal. Ia meragukan keberadaan
benda-benda di sekelilingnya. Ia bahkan meragukan keberadaan dirinya sendiri. Melaui
pergumulan panajang Descartes tiba-tiba sadar bahwa bagaimanapun pikiran mengarahkan
dirinya kepada kesalahan, tetapi ia tetaplah berpikir. Dengan demikian, Descartes sampai
pada kesimpulan bahwa ketika ia berpikir, maka ia ada. Atau dalam bahasa Latin: COGITO
ERGO SUM, aku berpikir maka aku ada
Kalau Descartes mengatakan Cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada) sementara
Levinas mengatakan “ Respondeo ergo sum” - aku bertanggung jawab, jadi aku ada -. Orang
lain itu dipahami sebagai titipan Yang Tak Berhingga di atasnya kita memiliki tanggung
jawab untuk menjadikannya sesama dengan cara “bertanggung jawab”. Tanggung jawab itu
muncul ketika saya berhadapan muka dengan yang lain. Dengan menghadapkan wajah
kepada orang lain, kita mengalami perjumpaan yang menggerakan totalitas diri kita untuk
bertanggung jawab kepada orang lain, sehingga kita akan menjadi pribadi yang proaktif
untuk mengarahkan muka kepada orang lain, bukan karena dia, tetapi akrena kita. Karena itu
dalam diri kita muncul pertimbangan untuk membagikan perhatian, waktu, energi, dan harta
benda saya bagi yang lain. Aku bertanggung jawab, aku ada. Intinya keberadaan kita
ditentukan oleh keputusan dan sikap kita untuk bertanggung jawab. Levinas menyatakan:
Kuetemukan Allah dan tanggung jawabku dalam wajah sesamaku
Pertanyaan pertama yang diajukan Tuhan pasca kejatuhan Adam dan Hawa adalah:
Dimanakah Engkau?, situasi itu digambarkan sebagai berikut:
8 Ketika mereka mendengar suara Tuhan Allah yang sedang berjalan di dalam taman,
di suatu hari yang sejuk, maka manusia dan istrinya itu menyembunyikan diri mereka
dari TUHAN Allah di antara pepohonan di taman. 9 Akan tetapi, TUHAN Allah
memanggil manusia itu dan berkata, "Di manakah engkau?" 10 Jawab manusia itu,
"Aku mendengar Engkau sedang berjalan dalam taman, dan aku takut karena aku
telanjang, karena itu aku bersembunyi." (Kej. 4:8-10)
Seri Siapa Di Dalam Kristus? Simon Tampubolon
Adam tidak mau bertanggung jawab, ia memilih untuk menyalahkan Hawa. Demikian juga
Hawa, tidak mau bertanggung jawab, ia memilih menyalahkan ular. Mungkin peradaban dan
kehidupan akan berbeda pasca kejatuhan Adam dan Hawa, bila mereka bertanggung jawab
atas dosa mereka.
Tidak terlalu jauh dan lama, generasi selanjutnya dari Adam dan Hawa, yaitu Kain,
menunjukkan sikap yang tidak bertanggung jawab ini. Dikisahkan dalam kitab Kejadian pasal
4, bagaimana Kain membunuh adiknya dan tidak mau bertanggung jawab akan hal tersebut.
Dalam kisah itu, pasca Kain membunuh Habel, pertanyaan Tuhan adalah: "Di manakah
Habel, saudaramu?…" (Kej.4:9)
Sekali lagi, yang dituntut disini bukan persoalan lokasi, melainkan eksistensi yang ada
melalui tanggung jawab Kain terhadap keberadaan Habel. Dan, jawaban Kain sungguh
menunjukkan sikap yang tidak bertanggung jawab, ia berkata: "Aku tidak tahu. Apakah aku
penjaga saudaraku?" (Kej. 4:9)
Kisah Kain dan Habel ini membawa tanggung jawab kita selangkah lebih maju, kita
tidak sekedar bertanggung jawab dan kita ada, tetapi juga kita bertanggung jawab dan sesama
kita ada. Tuhan bertanya: “Di manakah Habel, saudaramu?, Pertanyaan ini menyiratkan
kepada kita bahwa tanggung jawab kita menentukan juga keberadaan orang lain dalam
kehidupan kita.
Levinas mengusulkan titik awal munculnya sikap bertanggung jawab kepada sesama
adalah perjumpaan wajah dengan wajah. Dengan menatap wajah sesama kita, yang bebas dari
konteksnya, maka secara pelan, namun pasti hati akan tergerak oleh belas kasihan.
Tuhan menunjukkan tanggung jawabnya terhadap kehidupan Kain, ketika Dia
berkata:
4:6 Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu
muram? 4:7 Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika
engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau ,
tetapi engkau harus berkuasa atasnya. “ (Kej.4:6-7)
Tuhan memperhatikan “Wajah” Kain, dan menunjukkan tanggung jawabNya, bahkan dengan
memberikan sebuah rumus kehidupan yang dalam kalimat lain dapat dituliskan: mukamu akan
berseri, jika engkau berbuat baik.
Dalam praktek kehidupan kita, kita berkewajiban menatap wajah kita dan sesama kita, dan
mengijinkan Roh Tuhan menggerakkan kita untuk ikut ambil tanggung jawab atas kehidupan sesama.
Seri Siapa Di Dalam Kristus? Simon Tampubolon
Dan memang, tanggung jawab itu selalu ada dalam kaitan dengan pihak lain dalam kehidupan kita.
Tanggung jawab pribadi sekalipun pasti ada dalam konteks kehidupan kita dengan pihak lain, entah
itu keluarga kita, sesama kita dan Tuhan.
Sampai akhir hidup kita dan sesama kita, wajah adalah gambaran total keberadaan kita dan
sesama kita, yang menggerakkan tanggung jawab. Bukankah ketika kita melayat orang yang sudah
meninggal yang kita lihat terakhir adalah wajahnya, dan melaluinya hati kita tergerak.
1. “…tanah tidak akan menghasilkan panen yang baik untukmu…”. Ini merupakan
gambaran kehidupan yang tidak mau bertanggung jawab membawa kita kepada
kehidupan yang semakin sulit, karena keberadaan kita bergantung pada tanggung
jawab kita.
4. “…dan siapa saja yang berjumpa denganku akan membunuhku…” Hukuman ini
merupakan akibat yang lebih jauh dari ketidak bertanggung jawaban kita, dimana
ketika kita tidak menemukan pertolongan yang tepat dan kita berlari kea rah dan
orang yang salah, maka kita akan terbunuh. Gambaran hal ini dapat dilihat dari
kehidupan seorang anak remaja yang tidak merasakan keberadaan orang tuanya, lewat
tanggung jawab orang tuanya, maka anak tersebut akan lari dari rumah. Namun,
ketika anak tersebut terjerumus dalam pergaulan yang salah, maka lambat laun dia
akan terbunuh, mungkin oleh narkoba, seks bebas, dan kriminalitas.
Seri Siapa Di Dalam Kristus? Simon Tampubolon
Hukuman atas ketidak bertanggung jawaban itu begitu berat, dan itupun disampaikan
oleh Kain, ia berkata: "Hukuman ini terlalu besar untuk kutanggung!” (Kej.4:13). Akan
tetapi, TUHAN berkata kepada Kain "Tidak demikian! Siapa pun yang membunuh Kain, Aku
akan membalasnya tujuh kali lipat." Kemudian, TUHAN memberi suatu tanda pada Kain
supaya jangan ada orang yang akan membunuhnya ketika bertemu dengannya. (Kej. 4:15)
Dibalik hukuman, tetap ada kasih karunia Allah yang bekerja, karena Allah adalah Allah
yang bertanggung jawab atas hidup kita.
Dibalik hukuman kepada Adam dan Hawa, ada sebuah janji keselamatan yang besar,
yang dikenal sebagai protevangelium atau Kabar Baik yang pertama. Firman Tuhan: “Aku
akan menaruh permusuhan antara engkau dan perempuan itu, dan di antara keturunanmu dan
keturunannya. Keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan mematuk
tumitnya." (Kej. 3:15)
Istilah tumit dikaitkan dengan Yakub, sehingga keturunanmu yang dimaksud adalah
keturunan dari Yakub dan selanjutnya secara teologis yang dimaksud dengan “Keturunanmu”
adalah Mesias, yang adalah Yesus Kristus yang kelak bertanggung jawab atas semua dosa
manusia. Tanggung jawab yang diambil Yesus tersebut digambarkan dalam Yesaya 52:13 -
53:12
Keturunan Yakub, yang kemudian disebut sebagai bangsa Israel dan Tuhan
menyatakan sebuah berkat khusus bagi bangsa ini, yang ditulis dalam kitab Bilangan 6:24-27:
“23 "Berbicaralah kepada Harun dan anak-anaknya: Beginilah harus kamu
memberkati orang Israel, katakanlah kepada mereka: 24 TUHAN memberkati engkau
dan melindungi engkau; 25 TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan
memberi engkau kasih karunia; 26 TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu
dan memberi engkau damai sejahtera. 27 Demikianlah harus mereka meletakkan
nama-Ku atas orang Israel, maka Aku akan memberkati mereka."
Berkat ini begitu khusus bila kita hubungkan dengan wajah dan tanggung jawab. Menatap
wajah akan memunculkan tanggung jawab, dan ketika Tuhan menyampaikan berkat khusus
tersebut – menyinari engkau dengan wajahNya…menghadapkan wajahNya kepadamu –
maka Tuhan hendak menyatakan bahwa Ia bertanggung jawab atas kehidupan umatNya,
sehingga umatNya beroleh damai sejahtera.
Selalu ada harapan bagi kita di dalam Kristus untuk menjadi pribadi yang
bertanggung jawab. Ketika Petrus memutuskan untuk tidak bertanggung jawab dengan
menyangkal Yesus, firman Tuhan menuliskan:
” Tetapi Petrus berkata: “Bukan, aku tidak tahu apa yang engkau katakan.” Seketika
itu juga, sementara ia berkata, berkokoklah ayam. Lalu berpalinglah Tuhan
memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya:
“Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku.”
(Lukas 22:60-61)
Pandangan Yesus kepada Petrus menyadarkan Petrus dan kelak Petrus pun dipulihkan dan
menjadi pribadi yang bertanggung jawab atas cintanya kepada Yesus.
Seri Siapa Di Dalam Kristus? Simon Tampubolon
Dalam Galatia 6:1-10, kita akan melihat bagaimana kita menjadi pribadi yang
bertanggung jawab.
Wujud pertama dari kehidupan kita yang bertanggung jawab kepada sesama adalah
dengan menolong mereka yang terjatuh secara moral. Kejatuhan disini
digambarkan“kalaupun seorang kedapatan” secara harfiah dapat diartikan tidak sengaja
mengalami kejatuhan. Beberapa orang tidak secara sengaja melanggar karunia Allah dan itu
kita wajib memimpin mereka. Kata “memimpin” dalam bahasa
Yunani katartizo berarti “memulihkan”
Cara Tuhan menyelesaikan masalah dalam kejatuhan Adam dan Hawa, serta
Kejatuhan Kain, mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan tetap memimpin mereka yang
berdosa untuk dipulihkan dan kembali kepada Tuhan. Tatapan Yesus kepada Petrus, yang
dilanjutkan dengan proses pemulihan yang diceritakan dalam Yohanes 21, memberi teladan
juga bagi kita, bagaimana menolong mereka yang terjatuh.
Tentu ini bukan hal yang mudah, karena itu dibutuhkan kelemahlembutan Inilah
kelemahlembutan, melihat kekuatan dibalik kelemahan. Dan ini juga tidak mudah, sehingga
ditengah tanggung jawab kita menolong sesame yang jatuh, kita harus tetap waspada dan
menjaga diri agar tidak terjatuh.
Sebab kalau seorang menyangka, bahwa ia berarti, padahal ia sama sekali tidak
berarti, ia menipu dirinya sendiri. Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya
sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat
keadaan orang lain. (Gal. 6:3-4)
Bahaya dan ujian dari kesigapan kita menolong orang lain, bukanlah ada pada saat
proses menolong itu, melainkan pasca semua proses itu terjadi dan terselesaikan, bahaya itu
adalah perasaan bangga dan bermegah.
Adalah mudah bagi kita, untuk merasa sombong, karena telah menolong orang lain.
Setelah kita selesai menolong sesama kita, dihati kecil kita muncul rasa diri lebih
dibandingkan yang lain dan kadang kala kita berkata dalam hati: “Coba, kalau ngak ada saya!
Kalau bukan saya, apa bisa? Kita merasa diri kita “berarti”.
Tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri, berarti bahwa tiap-tiap orang
akan memiliki bagian yang menjadi tanggung jawabnya sendiri secara pasif. Namun, secara
aktif tiap-tiap orang harus berani mengambil porsi untuk menolong sesama dan menjadikan
sebagai bagian dari bekal hidup, yang membuatnya semakin terlatih dalam tanggung jawab.
Pernah ada sebuah akrostik “JOY” yang menujukkan sebuah prioritas: Jesus, others,
dan Your self. Artinya yang kita harus dahulukan ada Yesus, sesama dan baru diri kita.
Sebaiknya hal ini tidaklah diurutkan secara demikian, karena semua itu sesungguhnya satu
paket dengan aspek-aspek yang tidak terpisahkan, Ketika kita melayani sesama, maka
melaluinya kita melayani Yesus, disaat kita memelihara kehidupan kita pribadi, melaluinya
Seri Siapa Di Dalam Kristus? Simon Tampubolon
juga kita melayani Yesus dan sesama, Ketika kita melayani Yesus secara pribadi lewat
ibadah-ibadah kita, sesungguhnya kita sedang melayani dan bertanggung jawab atas diri kita
juga.
37 "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
dan dengan segenap akal budimu. 38 Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri. (Mat. 22:37-39)
Kalimat pengantar ke hukum yang kedua adalah “dan hukum yang kedua, yang sama dengan
itu”. Hukum ini “sama” dengan hukum pertama, jatuh dan berdirinya hukum pertama sama
dengan jatuh berdirinya hukum kedua, dan juga sebaliknya.
Dalam semangat dari orang-orang Ibrani yang menuliskan Perjanjian Lama tidak ada
pembagian yang nyata antara cinta Allah, cinta sesama dan cinta sensual antara suami dan
istri; masing-masing menggunakan akar kata yang sama, “ahavah”:
Sikap dan perbuatan “Respondeo Ergo Sum” adalah sebuah proses menabur. Ketika
kita berbicara menabur, maka konotasi yang muncul adalah benih, dan dalam konteks
menanggung beban, benih tersebut dinyatakan sebagai benih perbuatan baik (ay.6,9,10)
Tetapi sebelum kita berbuat baik, kita harus mengerti terlebih dahulu apa itu kebaikan atau
perbuatan baik.
Seri Siapa Di Dalam Kristus? Simon Tampubolon
Dalam ayat dinyatakan: “Siapa yang mendapat pengajaran dari firman Allah haruslah
ia membagikan semua hal yang baik itu…” disini kita melihat kebaikan itu dikaitkan dengan
pengajaran firman Tuhan, hal ini memberi arti bagi kita bahwa kebaikan adalah segala
sesuatu yang kita lakukan berdasarkan kebenaran firman Tuhan. Selanjutnya kita melihat
bahawa kita harus menabur dari Roh, hal ini mengajarkan kepada kita bahwa kebaikan juga
adalah sesuatu yang kita lakukan berdasarkan kebergantungan kita kepada pimpinan dan
kuasa Roh Kudus.
Menabur dalam Roh lebih jauh lagi mengingatkan kita akan peran Roh Kudus dalam
kehidupan manusia yaitu: “Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan
penghakiman; akan dosa, karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku; akan kebenaran,
karena Aku pergi kepada Bapa dan kamu tidak melihat Aku lagi; akan penghakiman, karena
penguasa dunia ini telah dihukum (Yoh. 16:8-11). Menabur dalam Roh berarti disaat kita
menolong saudara yang terjatuh, kita berkewajiban mengingatkan dia akan dosa,
membimbing kepada kebenaran dan mengingatkan akan adanya penghakiman, itulah
kebaikan sejati dimana kita mengusahakan pertumbuhan dan perkembangan sesame kita
dalam segala aspek kehidupannya,terutama dalam kehidupan spritualnya.
Menabur dalam Roh mengingatkan juga bahwa Roh Kudus diutus menjadi Penolong
bagi kita, Yesus berkata: “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu
seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya…” Ini berarti ketika
kita mau bertanggung jawab dengan menolong sesama kita, maka kita sedang menabur dalam
Roh Kudus, dimana kita dipakai Roh Kudus untuk menolong sesama dengan kekuatan dan
bimbingan Roh Kudus.
Menabur itu selalu ada musimnya, demikian juga dalam kehidupan spiritual kita,
waktu untuk menabur itu ada masa atau kesempatannya, oleh karena itu selagi kita masih
memiliki kesempatan dan tidak lelah menaburlah. Dan, akan tiba waktunya bagi kita unuk
menuai dalam Roh.
Alkisah, seorang tukang kuli bangunan tua yang hendak pensiun dari profesi yang
sudah digelutinya selama bertahun-tahun. Mengingat usianya sudah sangat tua, maka ia
merasa harus menikmati masa tua bersama istri tercinta, anak-anak, cucu dan orang-orang
yang dikasihinya. Ia pun menyampaikan rencana tersebut kepada majikannya. Dengan berat
hati, merasa sedih dirasakan oleh sang Majikan, sebab ia akan kehilangan salah satu tukang
bangunan terbaiknya, yang tidak diragukan lagi keahlinya di bidang bangunan. Sebagai
permintaan terkahir, sang majikan meminta si kuli membangun sebuah rumah mewah.
Mendengar permintaan terakhir sang Majikannya itu, maka ia pun mengiakannya.
Tetapi kali ini dengan rasa terpaksa. Dengan berat hati, mengerutu atau penuh dengan sungut-
sungut si tukang bangunan ini mengerjakannya.
Keesokan harinya si tukang pun memulai pekerjaan terakhirnya itu. Namun, ia
bermalas-malasan dan asal-asalan saat mengerjakannya. Ia menggunakan bahan-bahan yang
tidak berkualitas, bahan-bahan yang seharusnya tidak pantas untuk sebuah bangunan megah,
kokoh dan terlihat mewah. Ia menutupi semua keburukan itu dengan cat-cat yang mahal.
Seri Siapa Di Dalam Kristus? Simon Tampubolon
Ketika bangunan itu telah selesai, sang majikan memeriksa luar dalamnya dan sang
majikan pun berkata, "Ini adalah rumahmu, hadiah dariku untukmu, semoga kamu dan
keluargamu hidup bahagia!"
Mendengar itu tukang bangunan ini sangat terkejut dan merasakan penyesalan yang
amat mendalam atas apa yang telah ia lakukan. Dalam hatinya ia berkata dengan sesal: “kalau
saja sejak dari awal aku tahu bahwa rumah ini akan menjadi milikku, maka aku pasti
membangunnya dengan sungguh-sungguh, menggunakan bahan-bahan terpilih dan
menggunakan bahan-bahan terbaik serta berkualitas tingggi.”
Renungkanlah Repondeo Ergo Sum, aku bertangung jawab, aku ada.!