Anda di halaman 1dari 12

ACARA 6

PENGENDALIAN PENYAKIT TUMBUHAN

I. TUJUAN
1. Mengenal jenis-jenis fungisida.
2. Menguji ketahanan jenis tanaman.
3. Mengetahui cara membuat bubur bordo.
4. Melakukan pengendalian penyakit tumbuhan dengan cara eradikasi secara biologis dan
proteksi kimia pada benih.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Dari diagnosis penyakit, penyebab penyakit, mekanisme penyakit, epidemiologi
penyakit, dan lain-lain, dapat dikembangkan suatu metode pengendalian penyakit yang
dapat diaplikasikan dan efektif. Ada empat prinsip dalam pengendalian penyakit tumbuhan
yaitu (Sinaga, 2003):
1. eksklusi patogen
2. eradikasi (pemusnahan) patogen
3. proteksi (perlindungan) inang yang rentan
4. resistensi inang.
Metode pengendalian sangat bervariasi dari satu penyakit ke penyakit yang lain,
tergantung pada jenis patogen, jenis inang, dan interaksi antara keduanya. Pengendalian
ditujukan untuk melindungi tumbuhan sebelum terjadi penyakit, bukan menyembuhkan
penyakit setelah tumbuhan terserang. Seperti kenyataan yang biasa terjadi, yaitu beberapa
penyakit tumbuhan yang bersifat infektif dapat dengan memuaskan dikendalikan di
lapangan melalui terapi (pengobatan), walaupun ada jenis penyakit yang dapat
disembuhkan pada kondisi percobaan (Agrios, 1996).
Pemberantasan harus dilakukan secara tertib. Untuk penyakit-penyakit yang
belum ada di negara kita harus diusahakan jangan sampai masuk dengan menggunakan
peraturan karantina seandainya karena sesuatu hal terpkasa masuk maka harus segera
ditumpas sampai punah dengan jalan eradikasi. Bila jalan ini juga tidak berhasil maka
untuk selanjutnya penyakit itu harus betul-betul kita kendalikan dengan cara proteksi
maupun terapi dengan cara bercocok tanam (Martoredjo, 1984).
Pengendalian penyakit tanaman juga dapat dilakukan dengan beberapa cara,
misalnya (Rukmana dan Saputra, 1997):
1. Cara fisik
Misal perlakuan panas, pembakaran sisa-sisa tanaman atau bagian tanaman yang sakit
dan penggunaan penghalang.
2. Cara kultur teknis
Misal dengan sanitasi, pengelolaan tanah yang baik, penggunaan benih unggul bebas
penyakit, pergiliran tanaman dan pola tanam, dan lain-lain.
3. Cara biologis
4. Cara kimia
5. Karantina tumbuhan.

III. METODOLOGI
Pengenalan jenis-jenis fungisida
Dalam pengenalan jenis-jenis fungisida digunakan berbagai macam jenis
fungisida. Semua jenis fungisida tersebut dicatat nama dagang, kandungan bahan aktif,
bentuk, formulasi, warna, komoditi, konsentrasi penggunaan dan dosis.
Pembuatan bubur bordo
Bahan yang dipakai dalam pembuatan bubur bordo yaitu kapur tohor (CaO)
sebanyak 20 gram, terusi (CuSO4) sebanyak 20 gram, air steril sebanyak 1 liter, dan kertas
pH. Alat yang dipakai yaitu cawan porselin, gelas ukur 500 ml, beaker gelas, dan
pengaduk.
Cara kerjanya yaitu kapur tohor dihaluskan dengan cawan porseli, setelah benar-benar
halus kapur tersebut dilarutkan dengan 500 ml air steril kemudian diaduk. Terusi sebanyak
20 gram juga dilarutkan dengan 500 ml air. Larutan kapur tohor dituangkan ke dalam
larutan terusi yang telah dibuat. Penuangan harus dilakukan sedikit demi sedikit dan
dilakukan terus sampai campuran kedua larutan mencapai pH 7. Pengecekan pH dilakukan
dengan menggunakan kertas pH. Setelah pH mencapai angka 7 penuangan dihentikan dan
fungisida tersebut siap untuk diaplikasikan di lapangan.
Uji tahan pada cabai
Pada percobaan jenis tahan, bahan dan alat yang digunakan yaitu buah cabai
merah besar dan cabai merah keriting, biakan murni jamur Colletotrichum capsici yang
dibuat suspensi, air steril, alkohol 95%, kapas, tissue, jarum preparat, pipet, dan lampu
spiritus.
Cara kerjanya yaitu pertama, meja yang akan digunakan untuk pengujian
ketahanan dibersihkan dengan alkohol 95%. Buah cabai merah basar didisinfeksi
menggunakan alkohol 95%, diberi tanda lingkaran dengan spidol dan dilukai dengan jarum
preparat steril. Kemudian pada bagian yang dilukai tersebut diteteskan suspensi jamur
Colletotrichum capsici dengan menggunakan pipet sebanyak 1-2 tetes. Suspensi ini dibuat
dari biakan murni dan air steril. Cabai yang telah diinokulasi tersebut dimasukkan ke
dalam gelas bertutup yang telah diberi kapas basah. Sebagai pembanding, dibuat kontrol
dari buah cabai merah besar yang langsung diinokulasi dengan Colletotrichum capsici
tanpa dilukai terlebih dahulu. Untuk cabai merah keriting dilakukan langkah-langkah yang
sama seperti di atas. Cabai tersebut diinkubasikan selama 1 minggu, diamati gejala yang
muncul dan dibandingkan ketahanan antara cabai besar dengan cabai keriting terhadap
jamur Colletotrichum capsici.
Proteksi khemis pada benih
Bahan dan alat yang digunakan adalah biji jagung, ridomil, air steril, petridis
untuk merendam biji, petridis steril yang dengan filter di dalamnya untuk media
perkecambahan, lampu spiritus dan kantong plastik.
Cara kerjanya yaitu biji jagung sebanyak 10 butir diletakkan ke dalam petridis
yang berisi air steril selama beberapa menit, kemudian dikeringkan di atas kertas tissue dan
di masukkan ke dalam kantong plastik yang berisi ridomil. Petridis steril dengan kertas
filter di dalamnya diberi sedikit air, setelah itu biji jagung tadi di masukkan ke dalam
petridis secara aseptis. Sebagai kontrol dikecambahkan pula 10 butir biji jagung tanpa
diberi ridomil dengan cara yang sama seperti di atas. Selama 1 minggu dilakukan
pengamatan terhadap jumlah biji yang berkecambah dan yang berjamur.
Eradikasi secara biologis (uji antagonis)
Bahan dan alat yang digunakan yaitu biakan murni antagonis Trichoderma
viridae dan patogen Fusarium sp, PDA tegak, petridish steril, lampu spiritus, spidol, dan
penggaris.
Cara kerjanya yaitu petridis diambil dan dibuat garis di bawahnya dengan spidol,
diberi tanda pada pertengahan jari-jarinya yang satu dengan A atau T dan yang satu dengan
P atau F. Cairkan media PDA tegak dalam tabung, kemudian dituangkan ke dalam petridis
secara aseptis dan biarkan sampai dingin. Sedikit koloni antagonis diambil dan diletakkan
di atas media pada titik yang diberi tanda A atau T, diambil juga sedikit koloni patogen dan
diletakkan di atas meja pada titik yang bertanda P atau F. Perkembangan koloni kedua
jamur tersebut diamati dengan jalan mengukur jari-jari koloni patogen yang mendekati
antagonis dan yang menjauhi antagonis. Kemudian dihitung intensitas penghambatan (IP)
dengan rumus:
r1  r 2
IP  x100%
r1
dengan r1: menjauhi antagonis
r2 : mendekati antagonis

IV. HASIL PENGAMATAN


1. Pengenalan Fungisida
a. Daconil 75 WP
Bahan aktif : tetrachloroisopthalonitrite 75 %.
Warna : putih keabu-abuan.
Formulasi : WP (Wettable Powder).
Kegunaan : untuk tanaman yang berumur 1 bulan, gunakan 1,5
– 2 sendok makan yang dilarutkan ke dalam 10 L air. Pada tanaman yang
berumur lebih dari 5 bulan, naikkan dosis menjadi 2-3 sendok makan untuk
setiap 10 L air. Penyemprotan dilakukan sekali setiap 5-7 hari. Sebaiknya
lakukanlah setelah turun hujan.
Untuk tanaman kacang tanah yang terkena bercak daun (Cercospora
sp), dengan dosis 15 g per 10 L air.
Untung tanaman bawang merah, kentang dan tomat, dengan dosis
untuk masing-masing tanaman adalah 15 g per 10 L air.

b. Ridomil 35 SP
Bahan aktif : metalaksil 35 %.
Formuloasi : SD (tepung).
Warna : merah jambu (pink).
Kegunaan : mencegah atau mengendalikan penyakit bulai (Sclerospora
maydis) pada Jagung dengan cara perlakuan benih.
Kegunaan lain : untuk mengendalikan penyakit busuk daun (Phytophtora
infestans) pada tanaman kentang dan tomat.

c. Bayleton 250 EC
Bahan aktif : triadimefon 250 g/L.
Warna : coklat jernih.
Formulasi : EC (Emulsiflable Concentrate), membentuk emulsi.
Untuk tanaman jambu mete, mengendalikan penyakit cendawan akar putih
(Rigidoporus lignosus), dengan dosis 5-10 ml per pohon.
Untuk tanaman kakao, mengendalikan penyakit cendawan akar putih
(Rigidoporus lignosus), dengan dosis 2,5-5 ml per 2 L air per pohon.
Untuk tanaman kopi, mengendalikan penyakit karat daun (Hemileia
vastatrix), dengan dosis 0,25-0,5 L per hektar.
Untuk tanaman teh, mengendalikan penyakit cacar daun (Exchasidium
voxans), dengan dosis 0,25 L per hektar.
Untuk tanaman tembakau, mengendalikan penyakit petik daun (Cercospora
nicotiane), dengan dosis 0,25-0,5 L per hektar.
Untuk tanaman kedelai, mengendalikan penyakit karat daun (Cercospora
pachynizi), dengan dosis 0,5 L per hektar.

d. Benlate
Bahan aktif : bendmil 50 %.
Warna : putih.
Formulasi : tepung.
Kegunaan : untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh jamur.
Untuk tanaman apel, mengendalikan penyakit kanker Dothiorella sp,
dosisnya 2 g/L.
Untuk tanaman cengkeh, mengendalikan penyakit bercak daun
Clyndrociadium quinqueseptatum, dosisnya 0,3-0,5 g/L (300-600 L per
hektar).
Untuk tanaman kacang hijau, mengendalikan penyakit kudis Elsinoe iwatae,
dosisnya 0,3-0,5 g/L (400-800 L per hektar).
Untuk tanaman kacang tanah, mengendalikan penyakit bercak daun
Cercospora arachidicola dan Cercospora personata, dosisnya 0,3-0,5 g/L
(400-800 L per hektar).
Untuk tanaman karet, mengendalikan penyakit bidang sadap
Ceratocystisfimbriata, dosisnya 2 g/L.
Untuk tanaman kentang, mengendalikan penyakit busuk ubi Fusarium spp.,
dosisnya 0,5 g/L (400-800 L per hektar).

e. Dithane M-45 80 WP
Bahan aktif : mankozeb 80 %.
Formulasi : tepung.
Warna : kuning
Kegunaan : untuk mengendalikan penyakit pada tanaman.
Untuk tanaman apel, dosisnya 1,5-3 g/L.
Untuk tanaman cabai, dosisnya 3-6 g/L.
Untuk tanaman bawang, mengendalikanpenyakit bercak ungu Alternaria
alil, dengan dosis 1-2 kg per hektar.
Untuk tanaman bawang merah, dosisnya 3-6 g/L.
Untuk tanaman bawang putih, dosisnya 3-6 g/L.
Untuk tanaman cengkeh, mengendalikan penyakit bercak daun
Clyndrociadium quinqueseptatum di pembibitan, dosisnya 1-1,8 kg per
hektar.
Untuk tanaman kakao, mengendalikan penyakit busuk buah Phytophtora
palmivora, dosisnya 0,8-1,2 kg per hektar atau setara dengan 200-600
larutan per hektar.
Untuk tanaman karet, dosisnya 0,5-1 kg per hektar atau setara dengan 500
larutan per hektar.
Untuk tanaman kelapa, mengendalikan penyakit bercak daun Fusarium sp.,
Gloeosporium sp., dan Pestalotia sp., dosisnya 2 g/L atau setara dengan
100-600 larutan per hektar.

f. Sandovit
Bahan aktif : alkilaril poliglikol eter 958 g/L.
Warna : kuning.
Kegunaan : bahan pembasah dan perekat untuk mengurangi tegangan
permukaan butir-butir semprot pestisida.
Insektisida dan fungisida pada penyemprotan volume tinggi (HV) 20-30 mL
per 10 L air.
Insektisida pada penyemprotan volume ultra rendah (ULV) 0,2-0,3 %.
Pengaburan 10 mL.
Herbisida kontak 15-30 mL per 10 L air (0,15-0,3 %).

2. Uji Tahan pada Cabai


Hari Cabai besar Cabai besar Cabai kecil Cabai kecil
pengamatan perlakuan kontrol perlakuan kontrol
1 - - - -
2 - - + -
3 + - ++ -
4 ++ - +++ -
5 +++ - ++++ -
6 ++++ + ++++ +

Keterangan: - : tidak bergejala


+ : bergejala
+ semakin banyak gejala yang terkena penyakit semakin parah

3. Proteksi khemis pada benih


Perlakuan
Hari pengamatan
Ridomil Kontrol
% biji berkecambah - -
1
% biji berjamur - -
% biji berkecambah 40% 40%
2
% biji berjamur - -
% biji berkecambah 50% 100%
3
% biji berjamur - -
% biji berkecambah
4
% biji berjamur
% biji berkecambah 50% 100%
5
% biji berjamur - -
% biji berkecambah 50% 100%
6
% biji berjamur 50% -
4. Eradikasi secara biologis (uji antagonis)
Hari Pengamatan
Keterangan
1 2 3 4 5 6
r1 - 0,5 0,7 0,8 0,9
r2 - 0,2 0,5 0,5 0,5
IP - 60% 28,6% 37,5% 44,4%

V. PEMBAHASAN

Berbagai cara pengendalian dapat dikelompokkan ke dalam pengendalian dengan


peraturan/undang-undang, kultur teknis, hayati, fisik, dan kimiawi, yang tergantung pada
sifat agensia yang digunakan. Tindakan pengendalian melalui peraturan/undang-undang
bertujuan untuk meniadakan (mengeluarkan/melarang masuk) patogen dari inang atau
daerah geografis tertentu. Sebagian besar pengendalian melalui kultur teknis bertujuan
untuk membantu tumbuhan tidak berkontak dengan patogen dan mengeradikasi atau
menurunkan jumlah patogen yang terdapat pada tumbuhan, lahan atau daerah.
Pengendalian secara hayati dan beberapa pengendalian secara kultur teknis bertujuan untuk
meningkatkan ketahanan inang atau menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi
mikroorganisme antagonis terhadap patogen. Akhirnya, pengendalian secara fisik dan
kimiawi bertujuan untuk melindungi tumbuhan dari inokulum patogen yang
berkemungkinan besar mencapai tumbuhan serta untuk menyembuhkan infeksi yang telah
berkembang (Agrios, 1996).

Pengenalan jenis-jenis fungisida


Dalam pengenalan jenis-jenis fungisida digunakan berbagai macam jenis
fungisida. Semua jenis fungisida tersebut dicatat nama dagang, kandungan bahan aktif,
bentuk, formulasi, warna, komoditi, konsentrasi penggunaan dan dosis. Dari pencatatan
tersebut ada jenis-jenis fungisida yang tidak diketahui kandungan bahan aktif, bentuk,
formulasi, warna, komoditi sasaran, konsentrasi penggunaan atau dosisnya. Produk
fungisida yang baik seharusnya mengandung rincian mengenai bahan aktif, formulasi,
warna, komoditi sasaran, dan lain-lain sehingga pengguna fungisida tersebut dapat
mengaplikasikannya dengan tepat.

Pembuatan bubur bordo


Bahan utama yang dipakai dalam pembuatan bubur bordo yaitu kapur (CaO) 10 g
dan terusi (CuSO4) sebanyak 10 g, kapur dapat menyebabkan terusi menjadi garam alkalis
sehingga sifat masam terusi menjadi hilang, sedangkan terusi (CuSO4) dapat membentuk
senyawa yang bersifat sebagai koloid irreversibel sehingga endapan bubur bordo pada
permukaan daun sukar tercuci. Bahan lain yang digunakan dalam pembuatan bubur ini
adalah air steril sebanyak 0,5 liter atau 500 mL untuk melarutkan kapur dan terusi dan
kertas pH untuk mengukur pH campuran antara larutan kapur dengan larutan terusi.
Cara kerjanya yaitu kapur sebanyak 10 g dihaluskan dengan cawan porselin,
setelah benar-benar halus kapur tersebut dilarutkan dengan 250 mL air steril kemudian
diaduk sampai endapan menghilang. Kemudian terusi sebanyak 10 gram juga dilarutkan
dengan 250 mL air. Larutan kapur dituangkan ke dalam larutan terusi yang telah dibuat.
Penuangan harus dilakukan sedikit demi sedikit dan dilakukan terus sampai campuran
kedua larutan mencapai pH 7. Pengecekan pH dilakukan dengan cara mencelupkan kertas
pH ke dalam campuran larutan kemudian dicocokkan dengan warna pH standar, setelah pH
mencapai angka 7 penuangan dihentikan. Apabila larutan terusi yang dituangkan ke dalam
larutan kapur maka akan didapatkan campuran larutan yang bersifat sangat masam dan bila
dilakukan penambah larutan kapur tohor terus menerus pH sulit naik menjadi 7.
Bubur bordo merupakan suatu suspensi koloidal berwarna biru muda, bila
didiamkan akan membentuk endapan berwarna keputihan. Kelemahan fungisida ini yaitu
membuat korosi pada alat-alat penyemprotan, tidak dapat disimpan, sering membuat
lubang nozzle tersumbat, dan endapannya melekat kuat sehingga sukar dicuci dan tidak
baik untuk sayuran yang dimakan daunnya. Sedangkan kelebihannya yaitu efektif terhadap
bermacam-macam patogen, mempunyai daya rekat yang tinggi, dan bahan-bahannya
mudah didapat.

Uji tahan pada cabai


Gejala penyakit yang disebabkan jamur Colletotrichum capsici ini berupa bercak
coklat kehitaman, kemudian meluas menjadi busuk lunak, di tengah terdapat kumpulan
titik-titik hitam. Pada serangan berat, buah akan menjadi kering dan keriput, dan buah yang
seharusnya berwarna merah akan berwarna kekuningan.
Hasil pengamatan terhadap uji ketahanan antara cabai besar dan cabai kecil
menunjukkan bahwa cabai besar lebih tahan dibandingkan dengan cabai kecil. Hal ini
ditandakan dengan jumlah miselium jamur pada cabai kecil lebih banyak dan lebih dahulu
muncul, yaitu pada hari kedua, dibandingkan dengan jumlah miselium jamur pada cabai
besar, yang gejalanya muncul pada hari ketiga.
Resistensi tanaman atau ketahanan tanaman dapat dilakukan melalui program
pemuliaan, termasuk seleksi varietas tahan. Ketahana ini bisa merupakan (Sinaga, 2003):
Ketahanan morfologi yang terjadi karena adanya struktur dari tanaman yang dapat
mencegah patogen masuk, misalnya berupa kulit buah yang tebal.
Ketahanan fungsional misalnya ditunjukkan oleh membukanya stomata terjadi
dalam waktu yang singkat.
Tanaman mempunyai ketahanan protoplasmik meskipun jaringan selnya dapat
dimasuki oleh patogen.
Ketahanan biokimiawi merupakan ketahanan tanaman dengan cara memproduksi
senyawa yang toksik bagi patogen.

Proteksi khemis pada benih


Pada perlakuan benih dengan bahan kimia, tindakan pencegahan harus diambil,
sehingga viabilitasnya tidak menjadi lebih rendah atau rusak. Kadang-kadang bahan kimia
dengan jumlah yang cukup harus melekat pada benih untuk melindunginya dari serangan
patogen dan sewaktu benih ditanam, terdifusi ke dalam dan mendisinfeksi tanah di
sekeliling benih tempat nantinya tumbuhan baru dapat tumbuh tanpa diserang pada fase
perkembangan yang peka tersebut (Agrios, 1996).
Dari hasil pengamatan yang didapat yaitu pada biji jagung yang diberi ridomil
lebih sulit berkecambah dan terdapat jamur, sedangkan pada biji jagung kontrol semua biji
dapat berkecambah dan tidak ditumbuhi jamur. Ridomil yang berlebihan yang melekat
pada biji jagung tersebut dapat menyebabkan viabilitas biji lebih rendah sehingga
kemampuan biji berkecambah menjadi lebih kecil. Sedangkan jamur yang tumbuh
mungkin disebabkan karena proses pengerjaan yang kurang steril dan jamur sudah terbawa
di dalam fungisida.
Eradikasi secara biologis (uji antagonis)
Pengendalian ini termasuk dalam pengendalian hayati yaitu menghancurkan
sebagian atau seluruh populasi patogen dengan organisme lain. Umumnya mekanisme
mikroorganisme antagonis mempengaruhi populasi patogen melalui empat pengaruh
berikut, yaitu (1) parasitisme dan membunuh patogen secara langsung, (2) berkompetisi
dengan patogen dalam hal makanan, (3) toksin yang langsung mempengaruhi patogen
melalui zat yang mudah menguap, seperti etilen yang dilepaskan oleh aktivitas metabolik
antagonis (Agrios, 1996).
Diantara mikoparasitik yang sangat umum adalah Trichoderma sp. yang telah
ditemukan menghambat pertumbuhan banyak jenis jamur, salah satunya adalah Fusarium
sp. Usaha pengendalian hayati ini ditujukan untuk mengurangi atau mematikan aktivitas
patogen. Efek ini bisa berupa biocidal (jasad yang satu mematikan jasad yang lain) atau
biostatic (jasad yang satu menghambat pertumbuhan jasad yang lain). Pada percobaan yang
telah dilakukan efek yang ditimbulkan adalah efek biostatic.
Dari pengamatan yang telah dilakukan selama 1 minggu hasilnya yaitu
pertumbuhan jamur Trichoderma lebih cepat daripada pertumbuhan jamur Fusarium.
Pertumbuhan jamur Fusarium lebih lambat karena sebagian besar bahan makanan diambil
oleh jamur Trichoderma sehingga pertumbuhan jamur Fusarium menjadi terhambat. Hal
ini berarti mekanisme mikroorganisme antagonis (Trichoderma sp.) mempengaruhi
populasi patogen melalui kompetisi bahan makanan.

VI. KESIMPULAN

1. Pengendalian penyakit tumbuhan bertujuan untuk mengurangi kerugian ekonomis atau


menaikkan atau mempertahankan nilai hasil panenan.
2. Pengendalian penyakit tumbuhan dapat dilakukan dengan cara ekslusi, eradikasi,
proteksi, dan ketahanan.
3. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa:
pembuatan bubur bordo dilakukan dengan cara larutan kapur dituangkan ke dalam
larutan terusi
cabai besar lebih tahan daripada cabai kecil
proteksi khemis pada biji jagung yang diberi ridomil mengalami kegagalan karena
terserang jamur
pertumbuhan jamur Trichoderma menghambat pertumbuhan jamur Fusarium
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University. Yogyakarta

Martoredjo, T. 1984. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Bagian Dari Perlindungan


Tananaman. Sinar Baru. Bandung

Rukmana, R. dan S. Saputra. 1997. Penyakit Tanaman dan Teknik Pengendalian. Kanisius.
Yogyakarta

Sinaga, M.S. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai