I. TUJUAN
1. Mengenal jenis-jenis fungisida.
2. Menguji ketahanan jenis tanaman.
3. Mengetahui cara membuat bubur bordo.
4. Melakukan pengendalian penyakit tumbuhan dengan cara eradikasi secara biologis dan
proteksi kimia pada benih.
III. METODOLOGI
Pengenalan jenis-jenis fungisida
Dalam pengenalan jenis-jenis fungisida digunakan berbagai macam jenis
fungisida. Semua jenis fungisida tersebut dicatat nama dagang, kandungan bahan aktif,
bentuk, formulasi, warna, komoditi, konsentrasi penggunaan dan dosis.
Pembuatan bubur bordo
Bahan yang dipakai dalam pembuatan bubur bordo yaitu kapur tohor (CaO)
sebanyak 20 gram, terusi (CuSO4) sebanyak 20 gram, air steril sebanyak 1 liter, dan kertas
pH. Alat yang dipakai yaitu cawan porselin, gelas ukur 500 ml, beaker gelas, dan
pengaduk.
Cara kerjanya yaitu kapur tohor dihaluskan dengan cawan porseli, setelah benar-benar
halus kapur tersebut dilarutkan dengan 500 ml air steril kemudian diaduk. Terusi sebanyak
20 gram juga dilarutkan dengan 500 ml air. Larutan kapur tohor dituangkan ke dalam
larutan terusi yang telah dibuat. Penuangan harus dilakukan sedikit demi sedikit dan
dilakukan terus sampai campuran kedua larutan mencapai pH 7. Pengecekan pH dilakukan
dengan menggunakan kertas pH. Setelah pH mencapai angka 7 penuangan dihentikan dan
fungisida tersebut siap untuk diaplikasikan di lapangan.
Uji tahan pada cabai
Pada percobaan jenis tahan, bahan dan alat yang digunakan yaitu buah cabai
merah besar dan cabai merah keriting, biakan murni jamur Colletotrichum capsici yang
dibuat suspensi, air steril, alkohol 95%, kapas, tissue, jarum preparat, pipet, dan lampu
spiritus.
Cara kerjanya yaitu pertama, meja yang akan digunakan untuk pengujian
ketahanan dibersihkan dengan alkohol 95%. Buah cabai merah basar didisinfeksi
menggunakan alkohol 95%, diberi tanda lingkaran dengan spidol dan dilukai dengan jarum
preparat steril. Kemudian pada bagian yang dilukai tersebut diteteskan suspensi jamur
Colletotrichum capsici dengan menggunakan pipet sebanyak 1-2 tetes. Suspensi ini dibuat
dari biakan murni dan air steril. Cabai yang telah diinokulasi tersebut dimasukkan ke
dalam gelas bertutup yang telah diberi kapas basah. Sebagai pembanding, dibuat kontrol
dari buah cabai merah besar yang langsung diinokulasi dengan Colletotrichum capsici
tanpa dilukai terlebih dahulu. Untuk cabai merah keriting dilakukan langkah-langkah yang
sama seperti di atas. Cabai tersebut diinkubasikan selama 1 minggu, diamati gejala yang
muncul dan dibandingkan ketahanan antara cabai besar dengan cabai keriting terhadap
jamur Colletotrichum capsici.
Proteksi khemis pada benih
Bahan dan alat yang digunakan adalah biji jagung, ridomil, air steril, petridis
untuk merendam biji, petridis steril yang dengan filter di dalamnya untuk media
perkecambahan, lampu spiritus dan kantong plastik.
Cara kerjanya yaitu biji jagung sebanyak 10 butir diletakkan ke dalam petridis
yang berisi air steril selama beberapa menit, kemudian dikeringkan di atas kertas tissue dan
di masukkan ke dalam kantong plastik yang berisi ridomil. Petridis steril dengan kertas
filter di dalamnya diberi sedikit air, setelah itu biji jagung tadi di masukkan ke dalam
petridis secara aseptis. Sebagai kontrol dikecambahkan pula 10 butir biji jagung tanpa
diberi ridomil dengan cara yang sama seperti di atas. Selama 1 minggu dilakukan
pengamatan terhadap jumlah biji yang berkecambah dan yang berjamur.
Eradikasi secara biologis (uji antagonis)
Bahan dan alat yang digunakan yaitu biakan murni antagonis Trichoderma
viridae dan patogen Fusarium sp, PDA tegak, petridish steril, lampu spiritus, spidol, dan
penggaris.
Cara kerjanya yaitu petridis diambil dan dibuat garis di bawahnya dengan spidol,
diberi tanda pada pertengahan jari-jarinya yang satu dengan A atau T dan yang satu dengan
P atau F. Cairkan media PDA tegak dalam tabung, kemudian dituangkan ke dalam petridis
secara aseptis dan biarkan sampai dingin. Sedikit koloni antagonis diambil dan diletakkan
di atas media pada titik yang diberi tanda A atau T, diambil juga sedikit koloni patogen dan
diletakkan di atas meja pada titik yang bertanda P atau F. Perkembangan koloni kedua
jamur tersebut diamati dengan jalan mengukur jari-jari koloni patogen yang mendekati
antagonis dan yang menjauhi antagonis. Kemudian dihitung intensitas penghambatan (IP)
dengan rumus:
r1 r 2
IP x100%
r1
dengan r1: menjauhi antagonis
r2 : mendekati antagonis
b. Ridomil 35 SP
Bahan aktif : metalaksil 35 %.
Formuloasi : SD (tepung).
Warna : merah jambu (pink).
Kegunaan : mencegah atau mengendalikan penyakit bulai (Sclerospora
maydis) pada Jagung dengan cara perlakuan benih.
Kegunaan lain : untuk mengendalikan penyakit busuk daun (Phytophtora
infestans) pada tanaman kentang dan tomat.
c. Bayleton 250 EC
Bahan aktif : triadimefon 250 g/L.
Warna : coklat jernih.
Formulasi : EC (Emulsiflable Concentrate), membentuk emulsi.
Untuk tanaman jambu mete, mengendalikan penyakit cendawan akar putih
(Rigidoporus lignosus), dengan dosis 5-10 ml per pohon.
Untuk tanaman kakao, mengendalikan penyakit cendawan akar putih
(Rigidoporus lignosus), dengan dosis 2,5-5 ml per 2 L air per pohon.
Untuk tanaman kopi, mengendalikan penyakit karat daun (Hemileia
vastatrix), dengan dosis 0,25-0,5 L per hektar.
Untuk tanaman teh, mengendalikan penyakit cacar daun (Exchasidium
voxans), dengan dosis 0,25 L per hektar.
Untuk tanaman tembakau, mengendalikan penyakit petik daun (Cercospora
nicotiane), dengan dosis 0,25-0,5 L per hektar.
Untuk tanaman kedelai, mengendalikan penyakit karat daun (Cercospora
pachynizi), dengan dosis 0,5 L per hektar.
d. Benlate
Bahan aktif : bendmil 50 %.
Warna : putih.
Formulasi : tepung.
Kegunaan : untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh jamur.
Untuk tanaman apel, mengendalikan penyakit kanker Dothiorella sp,
dosisnya 2 g/L.
Untuk tanaman cengkeh, mengendalikan penyakit bercak daun
Clyndrociadium quinqueseptatum, dosisnya 0,3-0,5 g/L (300-600 L per
hektar).
Untuk tanaman kacang hijau, mengendalikan penyakit kudis Elsinoe iwatae,
dosisnya 0,3-0,5 g/L (400-800 L per hektar).
Untuk tanaman kacang tanah, mengendalikan penyakit bercak daun
Cercospora arachidicola dan Cercospora personata, dosisnya 0,3-0,5 g/L
(400-800 L per hektar).
Untuk tanaman karet, mengendalikan penyakit bidang sadap
Ceratocystisfimbriata, dosisnya 2 g/L.
Untuk tanaman kentang, mengendalikan penyakit busuk ubi Fusarium spp.,
dosisnya 0,5 g/L (400-800 L per hektar).
e. Dithane M-45 80 WP
Bahan aktif : mankozeb 80 %.
Formulasi : tepung.
Warna : kuning
Kegunaan : untuk mengendalikan penyakit pada tanaman.
Untuk tanaman apel, dosisnya 1,5-3 g/L.
Untuk tanaman cabai, dosisnya 3-6 g/L.
Untuk tanaman bawang, mengendalikanpenyakit bercak ungu Alternaria
alil, dengan dosis 1-2 kg per hektar.
Untuk tanaman bawang merah, dosisnya 3-6 g/L.
Untuk tanaman bawang putih, dosisnya 3-6 g/L.
Untuk tanaman cengkeh, mengendalikan penyakit bercak daun
Clyndrociadium quinqueseptatum di pembibitan, dosisnya 1-1,8 kg per
hektar.
Untuk tanaman kakao, mengendalikan penyakit busuk buah Phytophtora
palmivora, dosisnya 0,8-1,2 kg per hektar atau setara dengan 200-600
larutan per hektar.
Untuk tanaman karet, dosisnya 0,5-1 kg per hektar atau setara dengan 500
larutan per hektar.
Untuk tanaman kelapa, mengendalikan penyakit bercak daun Fusarium sp.,
Gloeosporium sp., dan Pestalotia sp., dosisnya 2 g/L atau setara dengan
100-600 larutan per hektar.
f. Sandovit
Bahan aktif : alkilaril poliglikol eter 958 g/L.
Warna : kuning.
Kegunaan : bahan pembasah dan perekat untuk mengurangi tegangan
permukaan butir-butir semprot pestisida.
Insektisida dan fungisida pada penyemprotan volume tinggi (HV) 20-30 mL
per 10 L air.
Insektisida pada penyemprotan volume ultra rendah (ULV) 0,2-0,3 %.
Pengaburan 10 mL.
Herbisida kontak 15-30 mL per 10 L air (0,15-0,3 %).
V. PEMBAHASAN
VI. KESIMPULAN
Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University. Yogyakarta
Rukmana, R. dan S. Saputra. 1997. Penyakit Tanaman dan Teknik Pengendalian. Kanisius.
Yogyakarta
Sinaga, M.S. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta