“MULTIFUNGSI PERTANIAN”
Disusun Oleh
Fakultas Pertanian
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, Saya
sebagai penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Multifungsi Pertanian"
dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Pertanian.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan dan memperluas
wawasan tentang berbagai fungsi pertanian terutama di Indonesia sebagai negara agraris baik
bagi pembaca dan juga penulis.
Saya selaku penulis makalah ini mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.
Ir. Suntoro Wongso Atmojo, MS. selaku dosen Mata Kuliah Pengantar Ilmu Pertanian. Serta
saya ucapkan terima kasih juga untuk semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian makalah ini. Saya selaku penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR
ISI ..............................................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN ..........................................................................................................4
1.2. Rumusan
Masalah ...............................................................................................................5
1.3. Tujuan
Penulisan .................................................................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................................6
3
2.3. Pengembangan Multifungsional Pertanian di
Indonesia......................................................8
Kesimpulan...............................................................................................................................12
Saran.........................................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
4
sektor agribisnis padi, dan 3) kesuksesan pelaksanaan program diversifikasi usaha tani di
lahan sawah dengan mengambil pertimbangan berupa komoditas alternatif nonpadi
seperti palawija dan hortikultura.
Bagi bangsa Indonesia, kebijakan-kebijakan terkait fungsi pertanian seharusnya
mengutamakan kesejahteraan bersama terutama para petani dan berbasis berkelanjutan
untuk menjaga kelestarian lingkungan. Paradigma multifungsi pertanian merupakan
peralihan dari fungsi pertanian yang hanya sekedar produksi saja, menjadi banyak fungsi
produksi dan jasa sebagai tanggapan dari lajunya angka peningkatan penduduk ,
pertumbuhan ekonomi, urbanisasi masyarakat, dan intensifikasi pertanian. Beragam hal
tersebut telah menyebabkan krisis pada konsep keberlanjutan dan penurunan diversifikasi
permintaan (demand) oleh masyarakat perkotaan pada daerah hinterland.
5
5. Mengetahui perkembangan multifungsi pertanian di Indonesia.
6. Mengetahui tantangan dan perubahan yang mungkin terjadi dalam multifungsi
pertanian.
Adapun manfaat yang bisa diambil dari penulisan ini adalah untuk membantu para
pembaca dalam mengetahui dan memahami serta menerapkan multifungsi pertanian terutama
di Indonesia dengan baik dan komprehensif dengan tujuan kesejahteraan bangsa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Eco Summit 1992 di Rio de Janeiro dan Putaran Uruguay (The Uruguay Round) telah
berhasil menarik perhatian dunia tentang perdagangan multilateral. Terlebih lagi di disiplin
ilmu pada bidang ekonomi, sosiologi, geografi, ekologi, dan ekonomi politik. Berbagai
macam pertanyaan bermunculan dari summit ini dan menghasilkan beberapa penelitian lebih
lanjut dan menghasilkan isu-isu ekonomi pertanian, diantaranya 1) Identifikasi output
multifungsi pertanian, 2) Sinergi antara pasar dan barang produksi multifungsi, 3) Kebijakan
6
yang berkaitan dengan biaya transaksi yang ditargetkan untuk mempromosikan keluaran
multifungsi yang dipisahkan dengan biaya produksi dalam sistem operasional pelaksanaan
perdagangan.
Eco Summit tersebut tentunya membuahkan hasil notulensi yang berbeda di setiap
negara dikarenakan perbedaan sudut pandang tentang multifungsi pertanian. Interpretasi yang
berbeda tentunya menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula terkait hal ini. Perbedaan
kesimpulan diantara negara-negara di dunia, didasari berbagai pertimbangan dan data aktual.
Karena hal inilah, perbedaan pendekatan menghasilkan perbedaan kesimpulan berupa hal
yang paling mereka (negara) butuhkan dan komponen yang krusial berupa sektor pendukung
sebagai pilar multifungsi pertanian.
Multifungsi pertanian dari sudut pandang ekonomi terdefinisikan sebagai 2 tipe yang
mencakup permukaan yang berbeda, 1) eksternalitas teknis dan/atau kebutuhan publik, dan 2)
eksternalitas uang (Blandford dan Boisvert, 2005). Tipe yang pertama mengandung faktor
ekosistem (habitat liar dan bioma), manfaat pembuatan ulang, manfaat rekreasional, dan
perlengkapan lanskap pertanian.
Barang-barang dan jasa yang diproduksi memiliki keterkaitan erat satu sama lain,
yaitu hubungan produksi antara pasar dan hasil non-pasar melalui sifat dependency
7
(ketergantungan) produksi dan pembagian keuntungan. Eksternalitas teknis yang dimaksud
adalah penyebab kegagalan pasar diakibatkan oleh kurangnya penyediaan pangan atau bahan
umum yang bersifat eksternalitas positif dan kelebihan bahan publik yang bersifat
eksternalitas negatif. Kegagalan pasar ini dapat diatasi dengan menginternalisasikan
eksternalitas positif melalui subsidi Pigouvian dan secara optimal menyediakan barang dan
jasa dengan metode kolektif. Subsidi pigouvian sendiri adalah subsidi yang dirancang untuk
memperbaiki eksternalitas positif dimana eksternalitas positif menyebabkan rendahnya
konsumsi barang dan jasa.
Konseptualisasi multifungsi pertanian sebagai empat warna jenis fungsi : (i) fungsi
hijau, yaitu mengacu pada berbagai jasa lingkungan dan ekosistem seperti habitat satwa liar,
keanekaragaman hayati, daur ulang nutrisi, absorbsi karbon; (ii) fungsi biru mengacu pada
layanan terkait pengairan, seperti air pengelolaan, penjernihan air tanah, dan pengendalian
banjir; (ii) fungsi kuning yang mencakup kohesi dan vitalitas pedesaan, wisata agro, warisan
budaya dan sejarah; dan (iv) fungsi putih termasuk ketahanan pangan, keamanan dan mutu
pangan (Van Huylenbroeck, G., Vandermeulen, V., Mettepenningen, E., Verspecht, A.,
2007).
8
dengan World Trade Center (Pusat Perdagangan Dunia) dalam hal perdagangan multilateral,
WTO sendiri sampai menghabiskan subsidi dalam jumlah besar untuk mempromosikan dan
meningkatkan aspek multifungsi pertanian AS dengan bertuju pada program pertanian
lingkungan berkelanjutan dan lestari, pengawasan dan proteksi habitat satwa liar, program
peremajaan (revitalisasi) atau restorasi lahan basah termasuk juga semi-arid, dan program
konservasi tanah.
Teori kedua yaitu terkait penunjukkan dan pembuktian bahwa permintaan masyarakat
terhadap ruang terbuka dan fasilitas pedesaan adalah motivasi utama di balik kepemimpinan
undang-undang (UU AS) tersebut untuk program konservasi lahan pertanian di sebagian
besar negara bagian di AS (Hellerstein, D., Nickerson, C., Cooper, J., Feather, P., Gadsby,
D., Mullarkey, D.,Tegene, A., Barnard, C., 2003). Faktanya, peneliti dari AS telah meneliti
tentang hal ini tapi dengan label ‘program pelestarian lahan pertanian’ bukan sebagai
program multifungsi pertanian, hal ini juga membuat teori ini berada pada validitas yang abu-
abu untuk dilakukan pendekatan secara mendalam.
9
Berbagai aspek yang bisa membantu kelancaran penerapan nilai-nilai multifungsional
pertanian antara lain:
10
7. Promosi produk lokal, adanya perhatian yang semakin besar terhadap produk
pertanian lokal dan tradisional, yang membantu mempromosikan keanekaragaman
produk dan budaya makanan di Indonesia.
8. Kemitraan dan Kerjasama, dalam pendistribusian hasil tani, para petani tidak serta
merta terlibat langsung dengan pasar namun memiliki mitra untuk membantunya
memasarkan produknya dan memperoleh keuntungan yang optimal. Pemerintah,
lembaga penelitian, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan sektor swasta turut
membantu proses pemasaran ini sehingga tercapainya keharmonisan berbagai pihak
dalam satu kesatuan usaha tani.
Perubahan iklim merupakan masalah global yang dialami seluruh negara di berbagai
belahan dunia. Dampak dari kenaikan suhu yang signifikan, menjadikan perubahan iklim
memiliki potensi untuk mempengaruhi pola cuaca, suhu, dan curah hujan secara
keseluruhan, baik dalam micro-scale dan macro-scale. Sehingga, hal ini dapat berdampak
negatif pada produksi pertanian. Oleh karena itu, penting untuk mengadaptasi teknik
pertanian dan pengelolaan sumber daya air agar sesuai dan bisa beradaptasi dengan
perubahan iklim tersebut.
Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pertanian adalah kepemilikan dan akses
lahan. Dengan meningkatnya urbanisasi dan konversi lahan pertanian menjadi
pemukiman atau perkebunan, masalah kepemilikan lahan menjadi semakin rumit. Selain
itu, ada juga masalah pergantian generasi dalam dunia pertanian. Banyak petani yang
sudah tua dan kurang minat dari generasi muda untuk terlibat dalam pertanian. Hal ini
mengubah demografi petani serta pengetahuan dan teknologi yang digunakan.
11
Kualitas tanah juga merupakan isu serius dalam pertanian. Erosi tanah, degradasi
kualitas tanah, dan penggunaan pupuk yang berlebihan menyebabkan penurunan kualitas
tanah secara signifikan. Oleh karena itu, diperlukan praktik pengelolaan tanah yang
berkelanjutan.
Perkembangan teknologi pertanian, seperti penggunaan data dan sistem irigasi cerdas
atau smart farming, juga berpotensi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi
dalam pertanian. Namun, adopsi teknologi ini mungkin menjadi tantangan bagi beberapa
petani karena mayoritas petani pada masa sekarang mayoritasnya adalah generasi tua.
Terakhir, ketergantungan pada impor pangan membuat Indonesia rentan terhadap
fluktuasi harga global dan ketidakpastian pasokan pangan di tingkat global.
BAB 3
12
PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
13
2. Pribadi O. D. et al., 2017. Multifunctional adaption of farmers as response to
urban growth in the Jabodetabek Metropolitan Area, Indonesia. Journal of Rural
Studies. 55(2017) 100-111.
3. Zhang Y. et al., 2023. The development of multifunctional agriculture in farming
regions of China: Convergence or divergence?. Land Use Policy. 127(2023)
106576.
4. Wahyudi K.D. 2012. KEBIJAKAN STRATEGIS USAHA PERTANIAN
DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENGENTASAN
KEMISKINAN. Majalah Ilmiah “Dian Ilmu”. 11(2) 78-91.
5. Moon W. 2015. Conceptualising multifunctional agriculture from a global
perspective: Implications for governing agricultural trade in the post-Doha Round
era. Land Use Policy. 49(2015) 252-263.
6. Valerio E. et al., 2022. Analysis of the agricultural innovation system in
Indonesia: A case study of the beef sector in Nusa Tenggara Barat. Agricultural
Systems. 203(2022) 103529.
7. Noordwijk M.v. et all., 2006. Kriteria dan Mekanisme Pemberian Imbalan kepada
Petani Miskin di Hulu atas Jasa Lingkungan yang Mereka Hasilkan. Multifungsi
dan Revitalisasi Pertanian. 1(0) 123-154.
8. KAPUTRA I. 2013. ALIH FUNGSI LAHAN, PEMBANGUNAN PERTANIAN
DAN KEDAULATAN PANGAN. Antropologi Sosial Universitas Negeri Medan.
1(1) 25-39.
9. P.H. Vereijken (2003) Transition to multifunctional land use and agriculture,
NJAS: Wageningen Journal of Life Sciences, 50:2, 171-179, DOI:
10.1016/S1573-5214(03)80005-2.
14