Disusun oleh :
1. Maulana Khoirul Rizky 2010101053
2. Yulyta Nur Afifah 2010101064
3. Taufiq Setiawan 2010101065
4. Farakh Aini Fitri 2010101074
5. Nurul Annisa 2010101075
6. Iqbal Kurniawan 2010101101
Kelas : K2
FAKULTAS EKONOMI
PROGAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS TIDAR
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada kelompok kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat
dan hidayah-Nya kelompok kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kebijakan-Kebijakan Pertanian di Indonesia” tepat waktu.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
2.7.3 Pendekatan pokok-pokok kebijakan irigasi tahun 2015-2025 ........ 24
2.7.4 Sasaran kebijakan pengelolaan irigasi ............................................ 26
2.8 Kelebihan dan Kelemahan Negara ......................................................... 26
2.8.1 Kelebihan Pertanian di Indonesia.................................................... 26
2.8.2 Kelemahan Pertanian di Indonesia .................................................. 27
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 29
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 29
3.2 Saran ............................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian berperan penting dalam kehidupan, pembangunan, dan
perekonomian Indonesia. Indonesia sebagai negara agraris, sector pertanian mampu
melestarikan sumber daya alam, memberi hidup dan penghidupan, serta
menciptakan lapangan pekerjaan. Keberlangsungan sector pertanian dalam jangka
panjang membutuhkan perencanaan yang amtang, serta data yang akurat dan dapat
dipercaya.
Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi ruang untuk rakyak kecil.
Kurang lebih 100 juta jiwa atau hampir separuh dari jumlah rakyak Indonesia
bekerja di sector pertanian. Untuk itu Kementerian Pertanian yang bekerja sama
dengan pemerintah telah melakukan upaya untuk membina dan membantu para
pelaku pertanian di Indonesia agar menjadi pondasi kuat dalam mendukung
perekonomian Indonesia. Upaya-upaya yang dilakukan terssebut adalah dengan
dikeluarkannya kebijakan pada sector pertanian. Adapun kebijakan yang telah
dikeluarkan antara lain kebijakan harga, kebijakan pemasaran, kebijakan kredit,
kebijakan input, kebijakan mekanisme, kebijakan perbaikan lahan, kebijakan
penelitian, dan kebijakan irigasi. Kebijakan-kebijakan tersebut dilakukan dalam
rangka mendorong pertanian di Indonesia agar menjadi pertanian yang lebih unggul.
Dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana penerapan kebijakan
pertanian tersebut dilaksanakan. Selain itu juga akan dijelaskan apa saja rincian dari
kebijakan-kebijakan pertanian tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa saja kebijakan harga pada pertanian di Indonesia?
2. Bagaimana kebijakan pemasaran pertanian di Indonesia?
3. Bagaimana kebijakan kredit pertanian di Indonesia?
4. Apa saja kebijakan input pertanian di Indonesia?
5. Bagaimana kebijakan mekanisme pertanian di Indonesia?
1
6. Bagaimana kebijakan perbaikan lahan di Indonesia?
7. Apa saja kebijakan penelitian dan irigasi pada pertanian?
8. Apa saja kelebihan dan kelemahan pertanian di Indonesia?
2
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka dapat diketahui tujuan pembuatan makalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui macam-macam kebijakan harga pada pertanian di Indonesia.
2. Mengetahui pelaksanaan kebijakan pemasaran di Indonesia.
3. Mengetahui macam dan pelaksanaan kebijakan kredit di Indonesia.
4. Mengetahui macam-macam kebijakan input pada pertanian.
5. Mengetahui pelaksanaan kebijakan mekanisme pertanian di Indonesia.
6. Mengetahui pelaksanaan kebijakan perbaikan lahan di Indonesia.
7. Mengetahui macam kebijakan penelitian dan irigasi pada pertanian.
8. Mengetahui kelebijan dan kelemahan pertanian di Indonesia.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
menetapkan harga minimum suatu komoditas.
2. Dukungan program oleh pemerintah dimana pemerintah melakukan intervensi
dengan melakukan sejumlah pembelian komoditas pertanian hingga tercapai
harga yang diinginkan. Hal ini umumnya dikenal dengan istilah price support
program.
Kebijakan harga dasar dapat mendistorsi pasar yang memaksa harga yang
terbentuk di atas titik equilibrium. Sebagai akibatnya, harga yang dibentuk tidak
berdasarkan mekanisme pasar sehingga timbul inefisiensi. Secara umum, kebijakan
harga dasar akan menimbulkan kehilangan (deadweight loss) bagi seluruh pelaku
pasar serta menimbulkan surplus penawaran.
Kebijakan harga dasar juga menimbulkan dampak lain dimana besarnya
tergantung pada jenis kebijakan harga dasar. Jika kebijakan harga dasar yang
diambil adalah jenis yang pertama (legal floors), maka beberapa dampak yang
timbul antara lain sebagai berikut:
a. Inefisensi alokasi penjualan diantara produsen. Dalam pasar yang tidak
terdistorsi, alokasi penjualan antar produsen akan dipengaruhi oleh marginal
cost masing-masing produsen. Semakin kecil marginal cost suatu produsen,
maka tingkat efisiensi yang dimiliki produsen tersebut semakin baik sehingga
dapat menjual produk lebih cepat dibandingkan dengan produsen yang
memilikimarginal cost yang relatif lebih tinggi. Dengan adanya legal floors,
hal tersebut dapat diminimalisir karena seluruh produsen memiliki harga
minimum yang sama. Hanya saja inefisiensi alokasi penjualan akan tetap
terjadi di antara produsen yang menerima kebijakan floor price dengan yang
tidak.
b. Kebijakan harga dasar legal floors menimbulkan sumber daya yang terbuang
(wasted resources). Kasus upah minimum merupakan contoh yang mudah
dipahami bahwa pencari kerja akan mengoptimalkan sumber dayanya untuk
mendapatkan pekerjaan sesuai dengan upah minimum yang ditetapkan
sementara tidak semua perusahaan mampu menyerap seluruh tenaga kerja pada
tingkat upah minimum.
c. Legal floors pada dasarnya merupakan bagian dari peningkatan kualitas secara
5
tidak efisien karena regulator (pemerintah) menentukan harga minimum namun
tidak menjamin kualitas produk yang dijual.
d. Legal floors akan membuka peluang terciptanya pasar illegal (black market)
dimana pemain pasar (misal broker) dapat menjual produk yang dibeli
berdasarkan harga minimum dan menjualnya ke pasar umum untuk
mendapatkan margin yang tinggi.
Sedangkan jika kebijakan yang diambil adalah price support program, maka
beberapa dampak tambahan yang ditimbulkan antara lain sebagai berikut:
a. Pemerintah harus membeli kelebihan produksi sehingga jika tidak disertai
dengan efisiensi kelembagaan seperti pergudangan, maka dapat mengakibatkan
pemborosan (wasted resources)
b. Price support program umumnya menyebabkan kebijakan pemerintah menjadi
meluas seperti intervensi tambahan pada sisi produksi. Hal ini akan semakin
mendistorsi pasar.
c. Dana yang dibutuhkan relatif besar dan dibebankan pada pajak. Dalam hal ini,
pembayar pajak seolah-olah melakukan pembayaran ganda (double tax) yaitu
pajak untuk pembelian kelebihan produksi dan harga komoditas yang relatif
lebih tinggi dari harga pasar.
6
c. Harga atap akan membuka peluang terciptanya pasar illegal (black market)
dimana pemain pasar (misal broker) dapat membeli produk berdasarkan harga
minimum dan menjualnya ke pasar umum untuk mendapatkan margin yang
tinggi.
d. Harga atap akan menimbulkan inefisiensi alokasi bagi konsumen karena harga
yang terbentuk tidak berdasarkan penilaian konsumen (harga pasar).
7
diukur dari besar kecilnya margin pemasaran, setelah mempertimbangkan berbagai
fungsi yang dijalankan dalam kegiatan pemasaran tersebut.
8
konsumen sehingga petani dapat melakukan evaluasi terhadap strategi
pemasarannya. Apabila nilainya lebih mendekati 100%, berarti petani semakin
tidak dirugikan.
Kelemahan:
Dengan adanya nilai farmer’s share, berarti ada pula bagian harga yang
diambil oleh lembaga pemasaran yang akan menyebabkan semakin rendahnya
harga di tingkat petani dan meningkatnya harga di tingkat konsumen.
2.2.3 Instrumen
Policy instruments atau instrumen kebijakan adalah perangkat sarana yang
melalui mana kebijakan diimplementasikan. Ini biasanya dikategorikan
berdasarkan tingkat intervensi, intrusi, atau paksaan yang mereka wakili.
Dalam ekonomi makro, instrumen kebijakan merupakan alat pengambil
kebijakan untuk mempengaruhi aktivitas ekonomi secara agregat. Untuk kebijakan
moneter, bank sentral menggunakan bauran instrumen suku bunga kebijakan,
cadangan wajib dan operasi terbuka untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan
perekonomian. Sementara itu, untuk kebijakan fiskal, instrumen kebijakannya
adalah pajak dan belanja pemerintah.
Sementara itu, pemerintah juga dapat menggunakan sejumlah instrumen
untuk mempengaruhi aktivitas ekonomi dan bisnis. Mereka dapat mengambil
banyak bentuk, mulai dari subsidi hingga pembangunan infrastruktur.
9
Kelemahan dari kebijakan pemasaran
a. Dalam Praktiknya tidak selalu independen Dibentuk sebagai badan semi-
otonom dengan kemampuan pengambilan keputusan yang seharusnya
independen dalam domain tugas yang mereka lakukan.
b. Pembatasan Pemerintah Sering beroperasi dalam batasan yang ditentukan
oleh kebijakan pemerintah yang lebih luas, misalnya, harga tingkat petani dan
harga eceran yang menentukan margin di mana mereka harus beroperasi, atau
kebijakan nilai tukar yang menentukan mata uang domestik yang setara
dengan harga pasar dunia.
c. Peraturan yang ditetapkan Pemerintah Mereka juga harus mengikuti
peraturan negara dalam hal lain, seperti kondisi pelayanan pemerintah dan
skala gaji, dan ini jarang mendorong semangat dinamisme. Parasental
pemasaran membuktikan diri mereka rentan terhadap kelebihan staf,
penyelewengan dana, dan praktik akuntansi yang meragukan.
d. Sering kali terjadi biaya overhead Hal ini terjadi karena kewajiban hukum
untuk menyediakan layanan yang sama di banyak lokasi berbeda terlepas dari
biaya yang terlibat.
10
Kebijaakan tariff dan non tariff impor
Kebijakan tariff impor adalah pemeberian bea masuk bagi produk-produk
impor kedalam negeri tujuan dari tariff ini agar produk impor tidak bebas masuk
kedalam negara lain dengan adanya tariff juga akan meningkatkan cost dari produk
tersebut sehingga dengan harga produk tersebut akan mejadi tinggi sehingga produk
dalam negeri mampu bersaing dengan produk impor tersebut.
11
Usaha Kelompok), subsidi bunga (KKP) mendekati komersial (Skim Pelayanan
Pembiayaan Pertanian/SP3).
12
KUT dan mempunyai riwayat buruk di masa lalu. Tingkat bunga masih disubsidi,
dan dengan beberapa modifikasi kredit tersebut masih eksis. KKP ditujukan untuk:
(1) intensifikasi tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, ubi kayu) dan (2)
pengadaan pangan. Target dari KKP adalah kelompok tani dan koperasi. Bank
pelaksana adalah BUMN seperti BRI, Bank Agro, Bukopin, Bank Mandiri, dan
Bank Pembangunan Daerah. Bank menggunakan dana mereka dalam penyaluran
KKP tetapi mereka menerima subsidi bunga dari kredit yang disalurkan.
3. BLM/BPLM/PMUK
Departemen Pertanian memperkenalkan program Peningkatan Ketahanan
Pangan (PKP) pada tahun 2001 dengan menggunakan dana BLM. Dana BLM ini
merupakan dana bergulir yang disalurkan langsung ke kelompok tani (klomtan).
yang diharapkan dapat diputar dalam kelompok. Klomtan membuat rencana
kegiatan kelompok dan anggota diharapkan dapat menggunakan untuk usaha dalam
rencana dan membayar ke kelompok dengan tingkat suku bunga yang disepakati
dalam kelompok. tahun 2002, Deptan juga meluncurkan program yang disebut
Proyek Pembangunan Agribisnis berbasis Komunitas (PPABK) melalui Bantuan
Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM). BPLM merupakan design ulang dari
BLM dalam konteks desentralisasi yaitu pengelolaan di tingkat kabupaten/kota
dengan melibatkan penyuluh pertanian dalam peningkatan kapasitas petani dalam
kredit, seleksi group dan monitoring.
13
yang dilakukan pemerintah pada dasarnya adalah peningkatan kapasitas melalui
pelatihan dan penyuntikan modal kerja LKMA.
Departemen Pertanian telah memberikan pembinaan serta dukungan
terhadap 368 LKMA di 12 provinsi selama periode 2004-2006. Dengan
memanfaatkan bantuan dana Second Round Kennedy (SRK), pada tahun 2006
Deptan juga melaksanakan peningkatan kapasitas 30 LKMA yang merupakan
trasnformasi dari Baitul Mal wa Tamwil (BMT), Koperasi Simpan Pinjam (KSP),
Koperasi Pertanian (koptan) dan Koperasi Pondok Pesantren (kopontren) bersama
dengan 30 LKM embrio hasil trasnformasi dari kelompok tani di beberapa provinsi.
14
SP3 merupakan skim program untuk meningkatkan akses petani pada
fasilitas kredit/pembiayaan dari bank pelaksana melalui mekanisme bagi risiko (risk
sharing) antara bank pelaksana dengan pemerintah. Diharapkan dengan SP3 ini
dapat membantu kemudahan akses petani pada layanan perbankan melalui jasa
penjaminan bagi petani/kelompok tani skala usaha mikro, kecil dan menengah yang
tidak mempunyai agunan yang cukup. Dengan adanya program penjaminan kredit
pemerintah dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR), maka pada akhir tahun 2008,
SP3 diintegrasikan dan dileburkan ke dalam KUR tersebut.
15
2.4 Kebijakan Input
Kebijakan merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah untuk
mencapai kemajuan di sektor pertanian. Salah satu kebijakan tersebut adalah
Kebijakan Input, yaitu subsidi harga input usaha tani berupa subsidi pupuk, benih,
alat mesin pertanian dan bunga kredit. Kebijakan subsidi input, dalam hal ini pupuk
dan benih, sudah ada sejak program Bimas dan Inmas tahun 1969. Meskipun
sempat dicabut pada tahun 1994, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
kembali memberikan subsidi input dengan nilai subsidi yang terus meningkat,
bahkan mencapai 18 triliun pada tahun 2014 (Hermawan, 2014).
Kebijakan input ini pula merupakan kewajiban pemerintah membantu
petani yang sebagian besar merupakan masyarakat miskin yang tidak mempunyai
kapasitas yang memadai untuk mengembangkan kapasitas produksi pertanian
sementara eksistensi produksi pertanian ke depan masih sangat diperlukan.
Kebijakan input memiliki tujuan untuk melindungi petani dari ancaman eksternal
akibat ketidakadilan perdagangan dalam rangka memberdayakan mereka menjadi
masyarakat yang mandiri mampu menghidupi dirinya dan menjaga eksistensi sektor
pertanian ke depan.
Kebijakan input dalam pelaksanaanya memiliki dampak positif antara lain
perlindungan terhadap keseimbangan input bagi petani yang menjamin
produktivitas dan efisiensi usaha yang diharapkan dapat meningkatakan produksi
hasil pertanian sehingga menaikkan pendapatan petani selaku pelaku usaha. Namun,
terdapat pula dampak negatif yaitu terjadinya sifat ketergantungan dari pelaku
usaha terhadap subsidi pemerintah yang secara tidak langsung ikut merubah pola
usaha dan produksi mereka, sehingga dapat menyebabkan over supply dan akhirnya
berpengaruh terhadap perubahan keseimbangan harga di pasar. Kebijakan ini perlu
dilakukan pengawasan dan regulasai terhadap pelaksanaanya sehingga tujuan awal
dapat tercapai.
16
perawatan, pemanenan sampai ke produk siap di pasarkan (Priyanto, 1997).
Mekanisasi pertanian diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas
usaha tani serta meningkatkan kualitas hasil produksi pertanian meminimalisasi
gagal panen. Menurut menteri pertanian mekanisme pertanian merupakan
komponen penting untuk pertanian modern dalam mencapai target swasembada
pangan berkelanjutan (Sulaiman et al., 2018). Penggunaan mekanisasi tidak hanya
untuk meningkatkan produktivitas pertanian namun juga untuk menarik generasi
muda untuk berminat kerja dalam bidang pertanian. Dalam mekanisasi pertanian
dibutuhkan manajemen pertanian terintegritas hulu-hilir yang bisa dibagi menjadi
empat (Sulaiman et al., 2018), yaitu :
1. manajemen input untuk mencapai produksi tanaman yang optimal dan
berkelanjutan mengikuti konsep praktek budidaya sampai dengan panen
yang benar.
2. manajemen proses pascapanen primer dan sekunder, pengemasan serta
penyimpanan untuk menjamin sistem distribusi yang benar.
3. manajemen pemasaran hasil berkualitas sesuai keinginan konsumen.
4. manajemen sistem informasi pendukung produksi dan pemasaran hasil.
Kebijakan pengembangan mekanisasi pertanian merupakan sistem sosio-teknis
yang dipengaruh berbagai faktor internal maupun eksternal. Mekanisasi disebut
sistem sosio-teknis karena mekanisasi pertanian tidak dapat didekati hanya dari segi
teknis namun juga dari interkasi sosial.
17
Sistem mekanisasi pertanian sebagai sistem sosio-kultural masyarakat (Sulaiman et
al., 2018)
Kebijakan pemerintah yang berubah dapat mengubah pola pikir masyarakat
dalam menggunakan mekanisasi pertanian. kebijakan pengembangan mekanisme
di Indonesia hingga saat inin masih berasaskan konsep sentralisasi yang tidak untuh.
Namun, sekarang ini pengembangan mekanisasi pertanian sangat diperlukan
dilakukan secara desentralisasi sebagai potensi dan kebutuhan pengembangan
mekanisasi. Indonesia yang memiliki beragam kondisi lingkungan sehingga
dibutuhkan pendekatan sistem transformasi sosio-kultural masyarakat.
Untuk mewujudkan swasembada pangan Indonesia melakukan program
kebijakan kementrian pertanian dalam bentuk peraturan perundangan pada tahun
2015-2016. Peraturan kebijakan berisi tentang perilaku masyarakat serta norma dan
standar teknis perlatan, proses dan produk pelaku usaha. Dalam mekanisasi
pertanian kebijakan untuk mengatur mengenai penggunaan, pengadaan,
pengawasan, penindakan, standar mekanisasi dan norma. Adanya peraturan
bertujuan untuk melindungki konsumen dan memberikan kepastian berusaha bagi
pengusaha tani secara umum (Sulaiman et al., 2018). Indonesia menggunakan
kebijakan bantuan pemberian teknologi bagi para petani untuk membantu petani
beralih dari pertanian tradisional menjadi pertanian modern. Bentuk bantuan yang
diberikan adalah traktor roda dua untuk pengolahan lahan pertanian, pompa air
untuk irigasi, combine harvester untuk panen dan perontokan padi dan transplanter
untuk penanaman padi.
Perkembangan teknologi mekanisasi pertanian sudah dimulai sejak tahun
1950 dengan penggunaan alat pembajak dan traktor. Pada tahun 1966 alat mesin
pertanian dari luar negeri sudah masuk ke Indonesia.pada tahun 1975, Dr.
Soedjatmiko MA, menciptakan konsep sistem dan pola pengembangan mekanisasi
selektif dan spesifikasi dalam penggunaan alat mesin sesuai dengan kondisi wilayah
di Indonesia. Mekanisasi selektif dan spesifikasi dapat dibagi menjadi empat yaitu
wilayah maju, wilayah berkembang, wilayah semi-berkembang dan wilayah
terbatas. Pada tahun 1980 hingga 1982 dikembangkan mesin perontok pada yang
telah dimodifikasi. Pada tahun 1990 dibuat kebijakanan pemetaan untuk penerapan
18
teknologi sesuai dengan aspek agrofisik, infrastruktur wilayah dan sosial ekonomi.
Model yang digunakan menggunakan model matrik pemilihan tingkat teknologi
merupakan sistem pendukung dalam pengambil kebijakan. Pada tahun 2005
dihasilkan peta aahan seleksi tingkat teknologi mekanisasi pertanian sebgai
panduan untuk pelaku agribisnis sebagai pengembanan lahan sawah dan lahan
kering di Indonesia. Tahun 2006 prasarana dan sarana pertanian menyelengarakan
pengembangn sistem mekanisme pertanian melalui kebijakan pengembangan,
pengawasan, kelembagaan teknologi pertanian di indoensia. Indonesia sekarang
sudah mengalami peningkatan mekanisasi pertanian terbesar dalam sejarah
indonesia.
Kebijakan yang digunakan di Indonesia dari pemberian bantuan teknologi,
penelitian alat dan mesin pertanian yang sesuai dengan wilayah di Indonesia, dan
pembuatan peta untuk memudahkan penggunaan teknologi yang tepat sasaran
untuk meningkatkan mekanisasi pertanian di Indonesia. Tahun 2016 kementrian
pertanian melakukan kebijakan refocusing merupakan pengalihan alokasi anggaran
biaya oprasional yang kurang efisien bagi kehidupan ekonomi petani dialihkan pada
kegiatan yang produktif dan prioritas yang berdampak langsung kepada
perekonomian petani.
Mekanisasi di indoneisa sangat berperan dalam pembangunan Indonesia
yaitu meningkatkan efisiensi tenga kerja, meningkatkan taraf hidup petani,
meningkatkan kualitas dan kuanitas produksi serta mempercepat tarnsisi Indonesia
dari sifat agraris manual menjadi pertanian industrial. Namun, mekanisasi di
Indonesia masih mengalami kendala dalam permodalan, kondisi lahan, tenaga kerja
dan tenaga ahli. Untuk mengatasi permasalahan yang ada kementrian pertanian
menggunakan kebjikan Critical Mass Analisys setiap tahunnya dalam peningkatan
kualitas SDA dalam penelitian alat dan mesin pertanian (Pertanian, 2014).
19
oleh para petani, terjadi pula persaingan lahan antara sektor pertanian dan
nonpertanian. Menurut Isa (2006) faktor-faktor yang mendorong terjadinya
konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian, yaitu: 1) Pesatnya peningkatan
jumlah penduduk, 2) Pembangunan real estate, kawasan industri, kawasan
perdagangan, dan jasa-jasa lainnya, 3) Tingginya land rent, 4) Keberadaan hukum
waris yang menyebabkan terfragmetnasinya tanah pertanian, 5) Degradasi
lingkungan, 6) Otonomi daerah yang mengutamakan pembangunan pada sektor
yang menjanjikan keuntungan jangka pendek, 7) Lembahnya sistem perundang-
undangan dan penegakan hukum dari peraturan-peraturan yang ada.
Berbagai kebijakan berkaitan dengan masalah alih fungsi lahan pertanian
terutama sawah perlu ditegaskan kembali. Telah muncul banyak dampak negatif
dari konversi lahan sawah, namun masalah ini tidak dianggap sebagai persoalan
yang serius untuk segera ditangani dengan konsisten. Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Landasan konstitusional undang-undang tersebut bersumber pada Pasal 33 Ayat 3
UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat”. Lebih lanjut undang-undang ini juga merupakan sebuah
implementasi dari Pasal 48 ayat 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang. Dengan demikian, dalam membahas kebijakan perbaikan lahan
pertanian harus berangkat dari kerangka berpikir yang mana ditujukan bagi
kepentingan kemakmuran rakyat dan harus melihat juga penjabaran dalam dimensi
hukum penataan ruang (Pitaloka, 2020).
20
life serta sumber kehidupan sebagian besar masyarakat. Langkah pengendalian alih
fungsi lahan pertanian yang bertumpu pada masyarakat dan juga mereka pihak-
pihak yang berkepentingan. Pertama, strategi pengendalian adalah melalui
partisipasi segenap pelaku kepentingan yang bersentuhan langsung dengan proses
alih fungsi lahan pertanian. Kemudian, fokus analisis strategi pengendalian adalah
sikap pandang pemangku kepentingan terhadap eksistensi peraturan kebijakan
seperti instrumen hukum, ekonomi, dan zonasi (batasan-batasan alih fungsi lahan
pertanian. Terakhir sasaran strategi pengendalian adalah terwujudnya pengendalian
alih fungsi lahan pertanian yang selaras dan berkelanjutan.
21
Gambar 1. Alur ganda pengelolaan lahan suboptimal agar menjadi lahan
pertanian yang produktif
22
Dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar pemerintah kekurangan sumber
daya penelitian pertanian dibandingkan dengan alokasi anggaran lainnya karena
menghasilkan pengembalian investasi yang jauh lebih rendah.
Tujuan umum kebijakan riset pada dasarnya sama dengan tujuan dari
kebijakan pertanian lainnya: pertumbuhan, kesetaraan, dan keamanan pangan.
Namun, sifat kontribusi penelitian terhadap tujuan-tujuan ini berbeda dengan
kebijakan lainnya.
Beberapa problem, keterbatasan dan keraguan terkait dampak
riset/penelitian pertanian:
a) Definisi dari investasi penelitian/riset (sisi biaya dari kalkulasi biaya)
adalah problematika.
b) Definisi tentang perolehan, atau sumber daya yang mencakup
ambiguitas yang sama.
c) Beberapa penulis akan mempertanyakan manfaatnya mengukur dampak
riset dengan menggunakan istilah-istilah ekonomis yang sempit seperti
itu.
d) Jenis dampak studi cenderung mengabaikan dampak lingkungan jangka
panjang dan dampak keberlanjutan dari inovasi penelitian.
e) Dampak studi cenderung ditempatkan secara kukuh dalam linear.
23
dapat dicapai suatu kondisi yang sesuai dengan kebutuhan untuk
pertumbuhan tanaman yang ada di tanah tersebut.
b) Tujuan Tidak Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan yang meliputi :
mengatur suhu dari tanah, mencuci tanah yang mengandung racun,
mengangkut bahan pupuk dengan melalui aliran air yang ada, menaikkan
muka air tanah, meningkatkan elevasi suatu daerah dengan cara
mengalirkan air dan mengendapkan lumpur yang terbawa air, dan lain
sebagainya (Rachman, 2009).
Dari sisi petani, pelaksanaan perkembangan pengelolaan irigasi memiliki
manfaat sebagi berikut.
a) Meningkatkan kemampuan P3A sebagai lembaga petani yang mandiri dan
mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi
b) Petani mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dan
pengelolaan dana IPAIR.
Sedangkan dari sisi pemerintah adalah:
a) Beban pemerintah pusat atau daerah dalam biaya OP jaringan irigasi
berkurang
b) Pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator
c) Pemerintah bersifat koordinatif dan menjaga keberlanjutan sumber daya air.
24
h. Forum dialog irigasi.
i. Pengembangan konsep kerja sama antara Pemerintah Pusat, Provinsi
dan Kabupaten/Kota.
2. Pendekatan Kebijakan Operasi dan Pemeliharaan (OP) Irigasi
a. Melakukan perkuatan institusi operasi dan pemeliharaan (OP).
b. Penyediaan data OP yang sahih (valid) dan akurat.
c. Melakukan evaluasi pelaksanaan OP berdasarkan peraturan yang
berlaku.
d. Mengupayakan pembiayaan OP irigasi sesuai dengan AKNOP.
e. Perkuatan pelaksanaan program pengelolaan aset strategis secara
terpadu.
3. Pendekatan Kebijakan Pengembangan dan Rehabilitasi Irigasi
a. Pengembangan irigasi (pembangunan baru dan peningkatan).
b. Rehabilitasi jaringan irigasi.
c. Keterkaitan dengan pemberdayaan dan perkuatan institusi untuk
pengembangan dan peningkatan.
d. Persiapan operasi dan pemeliharaan (POP).
4. Pendekatan Kebijakan Pembiayaan Irigasi
a. Membangun konsep pembiayaan irigasi atas dasar aturan yang
berlaku.
b. Pembiayaan pembangunan jaringan irigasi baru.
c. Pembiayaan peningkatan (upgrading).
d. Pembiayaan rehabilitasi.
e. Pembiayaan operasi dan pemeliharaan.
f. Perencanaan pembiayaan irigasi.
g. Pembiayaan POP.
5. Pendekatan Kebijakan Riset Keirigasian − Riset Perubahan Iklim dan Cuaca
Serta Adaptasi Tanaman
a. Riset pengembangan teknologi infrastruktur dan hidrolika.
b. Riset operasi dan pemeliharaan irigasi.
c. Riset sistem informasi manajemen irigasi.
25
d. Riset pengembangan institusi pendukung teknologi.
e. Riset-riset berkaitan dengan keseimbangan lingkungan strategis.
26
4. Menjadi sector pemegang peranan penting dalam membangun
perekonomian nasional maupun daerah.
Sector pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam
membangun perekonomian nasional termasuk perekonomian daerah,
karena sector pertanian berfungsi sebagai penyedia bahan pangan untuk
ketahanan pangan masyarakat, sebagai pengentas kemiskinan, penyedia
lapangan kerja, seerta sumber pendapatan masyarakat.
2.8.2 Kelemahan Pertanian di Indonesia
1. Penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya lahan pertanian
Dari segi kualitas, lahan dan pertanian Indonesia sudah mengalami
degradasi yang cukup parah, dari sisi kesuburan akibat pemakaian pupuk
anorganik. Dari sisi kuantitasnya, konfeksi lahan di daerah jawa memiliki
memiliki kultur dimana orang tua akan memberikan pembagian lahan
kepada anaknya turun temurun, sehingga terus terjadi penciutan luas lahan
pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan bangunan dan industri.
2. Terbatasnya aspek ketersediaan infrastruktur penunjang
Dari total areal sawah di Indonesia sebesar 7.230.183 ha, sumber airnya 11%
(787.971 ha) berasal dari waduk, sementara 89% (6.432.212 ha) berasal dari
non-waduk. Dalam kenyataannya badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) menyatakan, 42 waduk saat ini dalam kondisi waspada akibat
berkurangnya pasokan air selama kemarau. Selain itu masih rendahnya
kesadaran dari para pemangku kepentingan di daerah untuk
mempertahankan lahan pertanian produksi menjadai salah satu penyebab
infrastruktur pertanian buruk.
3. Adanya kelemahan dalam system alih teknologi
Ciri utama pertanian modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu, dan
kontinuitas pasokan yang terus menerus harus ditingkatkan dan dipelihara.
Produk-produk pertanian baik komoditi tanaman pangan, perikanan,
peternakan, dan perkebunan harus menghadapi pasar dunia yang dikemas
dengan kualitas tinggi dan memiliki standar tertentu. Produk berkualitas
tinggi tersebut dihasilkan melalui proses yang menggunakan muatan
27
teknologi standar. Namun tidak semua teknologi dapat diadopsi dan
diterapkan begitu saja karena pertanian di negara sumber teknologi
memiliki karakteristik yang berbeda dengan Indonesia.
4. Terbatasnya akses layanan usaha terutama mengenai permodalan
Kemampuan petani untuk membiayai usaha taninya sangat terbatas
sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial.
5. Masih panjangnya mata rantai tata niaga pertanian
Panjangnya mata rantai menyebabkan petani tidak dapat menikmati harga
yang lebih baik karena pedagang telah mengambil untung terlalu besar dari
hasil penjualan.
6. Kurangnya minat masyarakat untuk bertani karena tambang dan sawit
menjanjikan.
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sektor pertanian berperan penting dalam kehidupan, pembangunan, dan
perekonomian Indonesia. Indonesia sebagai negara agraris, sector pertanian mampu
melestarikan sumber daya alam, memberi hidup dan penghidupan, serta
menciptakan lapangan pekerjaan. Untuk itu Kementerian Pertanian yang bekerja
sama dengan pemerintah telah melakukan upaya untuk membina dan membantu
para pelaku pertanian di Indonesia agar menjadi pondasi kuat dalam mendukung
perekonomian Indonesia. Upaya-upaya yang dilakukan terssebut adalah dengan
dikeluarkannya kebijakan pada sector pertanian. Adapun kebijakan yang telah
dikeluarkan antara lain kebijakan harga, kebijakan pemasaran, kebijakan kredit,
kebijakan input, kebijakan mekanisme, kebijakan perbaikan lahan, kebijakan
penelitian, dan kebijakan irigasi. Kebijakan-kebijakan tersebut dilakukan dalam
rangka mendorong pertanian di Indonesia agar menjadi pertanian yang lebih unggul.
Tetapi dalam kehidupan nyata, pertanian Indonesia masih memiliki beberapa
kelemahan yang dialami walaupun ada juga kelebihan pada pertanian Indonesia.
3.2 Saran
Pelaksanaan kebijakan-kebijakan perertanian demi memajukan pertanian di
Indonesia tentunya mengalami berbagai rintangan dan hambatan. Untuk itu, perlu
adanya kerja sama dari berbagai pihak terutama pihak-pihak yang terjun langsung
dalam sector pertanian tersebut seperti petani dan lembaga terkait. Sebelum
pelaksanaan kebijakan dalam pertanian tersebut sebaiknya pemerintah dan lembaga
terkait lebih dahulu memberikan sosialisasi maupun pembekalan kepada para petani
agar pentani dapat memahami dan melaksanakan kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah dengan baik.
29
DAFTAR PUSTAKA
Hermawan, I. (2014). Analisis dampak kebijakan subsidi pupuk urea dan TSP
terhadap produksi padi dan capaian swasembada pangan di Indonesia.
Lakitan, B., & Gofar, N. (2013). Kebijakan Inovasi Teknologi untuk Pengelolaan
Laahan Suboptimal Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional Lahan
Suboptimal “Intensifikasi Pengelolaan Lahan Suboptimal Dalam Rangka
Mendukung Kemandirian Pangan Nasional,” 1, 1–11.
Sulaiman, A. A., Herodian, S., Hendriadi, A., Jamal, E., Prabowo, A., Prabowo, A.,
Mulyantara, L. T., Budiharti, U., Syahyuti, & Haerudin. (2018). Revolusi
Mekanisasi Pertanian (Agricultural Mechanization Revolution).
http://ppid.pertanian.go.id/doc/1/Buku Seri/Revolusi Mekanisasi
Pertanian.pdf
Hakim,B.D, 2009. Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran, IPB Press, Bogor
30
Hanafie. R 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian, Penerbit Andi, Yogyakarta
31