Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

EKONOMI PEMBANGUNAN PERTANIAN


“Permasalahan dan Kebijakan Dibidang Pertanian”

Oleh :
MUH. ZARESTA
(G2B122008)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Marsuki Iswandi, M.Si.

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023

i
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan kemudahan dan kesehatan kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan sebuah makalah Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan Pertanian.
Tidak lupa, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir.
Marsuki Iswandi, M.Si. selaku Dosen MK Ekonomi Pembangunan Pertanian
yang sudah membimbing dan memberikan pedoman serta petunjuk kepada kami
dalam proses penggarapan makalah ini.
Makalah yang kami susun membahas terkait Permasalahan dan
Kebijakan Dibidang Pertanian. Isi dari makalah tersebut diharapkan dapat
memberikan manfaat kepada pembaca sebagai tambahan informasi baru serta
bahan referensi ataupun rujukan bagi pengambil kebijakan.
Penulis menyadari jika isi makalah ini jauh dari sempurna karena
keterbatasan penulis. Oleh sebab itu, penulis harapkan adanya umpan balik berupa
kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini.
Akhirnya, semoga makalah yang telah penulis susun dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Kendari, 27 Juni 2023

 
Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
1.4 Manfaat......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................4
2.1 Kebijakan Pertanian................................................................................4
2.2 Beberapa Kebijakan dibidang Pertanian...............................................5
2.3 Permasalahan Pertanian..........................................................................9
2.4 Strategi dan Kebijakan Pokok Pembangunan Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian...........................................................................14
BAB III PENUTUP.........................................................................................18
3.1 Kesimpulan................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................19

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian
nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama, sektor pertanian
merupakan sektoryang mendasari kehidupan setiap masyarakat di Indonesia.
Potensi dari sector pertanian di Indonesia didukung oleh ketersediaan sumber
daya alam, serta kondisi iklim yang sangat baik untuk bertani. Sehingga, sektor
pertanian layak untuk dikembangkan secara berkelanjutan demi kelangsungan
hidup suatu bangsa.
Seiring dengan perkembangan pembangunan, peran pertanian mulai
menurun setelah prioritas pembangunan beralih ke sektor non pertanian. Masalah-
masalah juga mulai muncul dan cukup sulit untuk diatasi. Majunya pembangunan
mengakibatkan tingkat pendapatan masyarakat juga makin tinggi. Keadaan ini
ternyata tidak selalu membawa dampak baik pada usaha pertanian. Kenyataannya
kenaikan pendapatan masyarakat yang makin tinggi secara proposional akan
menyebabkan kenaikan pendapatan yang dibelanjakan untuk produk pertanian
semakin menurun, ini akibat dari sifat produk pertanian yang memiliki elastisitas
rendah. Sehingga banyak produk pertanian yang tidak terjual secara baik, serta
kenaikan nilai tambah yang sangat kecil. Akibatnya penerimaan petani mejadi
rendah dan akhirnya pendapatan petani secara umum juga semakin rendah.
Kebijakan tentang murah pangan juga membawa implikasi masalah bagi
petani, yakni semakin menurunnya nilai tukar sektor pertanian dibandingkan
dengan sektor industri. Contoh untuk padi, harga padi dari tahun ke tahun tidak
bisa naik secara signifikan. Tentunya petani sangat berharap harga padi bisa naik
jauh lebih tinggi. Tetapi hal ini tidak mungkin karena merupakan makanan pokok
rakyat Indonesia, dan tetap dipertahankan agar harga beras tidak mahal. Kalaupun
harga beras sebagai sembako dibiarkan dan tidak dikontrol pemerintah, ada
kemungkinan harganya memang bisa sangat tinggi. Namun kenaikan harga beras
atau sembako nantinya juga mempunyai implikasi kenaikan harga-harga lain
yang menimbulkan masalah baru.
2

Tujuan kebijakan meliputi pertimbangan stabilitas politik dan sosial,


integrasi ekonomi nasional, peningkatan keamanan pangan, peningkatan
penerimaan ekspor, pencegahan kekurangan gizi, pertumbuhan ekonomi,
pembukaan lapangan kerja, dll. Scopenya bisa lokal, provinsi atau nasioanal.
Penerapan kebijakan menyesuaikan dengan kendala yang muncul disektor
pertanian. Misal harga tidak stabil maka kebijakan yang diterapkan adalah
stabilisasi harga hasil usaha tani. Kendala kekurangan air maka kebijakan yang
diterapkan berhubungan dengan perairan. Apabila terjadi serangan hama maka
yang diterapkan kebijakan tentang penelitian pemberantasan hama dst.Pada
intinya apabila ingin mengangkat kesejahteraan petani maka seluruh kebijakan
hendaknya diarahkan untuk peningkatan produktifitas pertanian baik fisik maupun
nilai tambahnya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diajukan beberapa rumusan
masalah, antara lain :
1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan pertanian?
2. Apa saja kebijakan di bidang pertanian?
3. Apa saja permasalahan di bidang pertanian?
4. Strategi dan kebijakan pokok pembangunan pengolahan dan pemasaran
hasil pertanian?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang diperoleh dari rumusan masalah tersebut adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari kebijakan pertanian.
2. Untuk mengetahui kebijakan di bidang pertanian.
3. Untuk mengetahui permasalahan di bidang pertanian.
4. Untuk mengetahui strategi dan kebijakan pokok pembangunan pengolahan
dan pemasaran hasil pertanian.

1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat kita petik dari makalah ini adalah kita dapat mengetahui
tentang permasalahan dan kebijakan pertanian yang ada di Indonesia sehingga
3

dengan adanya kebijakan pertanian ini, masyarakat dapat lebih memahami hal-hal
apa yang perlu di perhatikan dalam kegiatan usaha tani mereka.
4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan Pertanian


Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan
akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun
tujuan umum kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian,
mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi
produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan kesejahteraan petani
meningkat. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, pemerintah baik di pusat maupun di
daerah mengeluarkan peraturan-peraturan tertentu; ada yang berbentuk Undang-
undang, Peraturan-peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur
dan lain-lain. Peraturan ini dapat dibagi menjadi dua kebijakan-kebijakan yang
bersifat pengatur (regulating policies) dan pembagian pendapatan yang lebih adil
merata (distributive policies). Kebijakan yang bersifat pengaturan misalnya
peraturan rayoneering dalam perdagangan/distribusi pupuk sedangkan contoh
peraturan yang sifatnya mengatur pembagian pendapatan adalah penentuan harga
kopra minimum yang berlaku sejak tahun 1969 di daerah-daerah kopra di
Sulawesi.
Persoalan yang selalu tidak mudah diatasi adalah persoalan keadilan.
Hampir setiap kebijakan jarang akan disambut dengan baik oleh semua pihak.
Selau ada saja pihak yang memperoleh manfaat lebih besar dari pihak lainnya dan
bahkan ada yang dirugikan. Itulah sebabnya masalah kebijakan pertanian
bukanlah terletak pada banyak sedikitnya campur tangan pemerintah, tetapi pada
berhasil tidaknya kebijakan itu mencapai sasarannya dengan sekaligus mencari
keadilan bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu kebijakan pertanian
yang lebih baik adalah yang dapat mencapai tujuan nasional untuk menaikkan
produksi secara optimal dengan perlakuan yang adil pada pihak-pihak yang
bersangkutan itu.
5

2.2 Beberapa Kebijakan Di Bidang Pertanian


1. Kebijakan Harga
Kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan yang terpenting di banyak
negara dan biasanya digabung dengan kebijakan pendapatan sehingga disebut
kebijakan harga dan pendapatan (price and economic policy). Segi harga dari
kebijakan itu bertujuan untuk mengadakan stabilitas harga, sedangkan segi
pendapatannya bertujuan agar pendapatan petani tidak terlalu berfluktuasi dari
musim ke musim dan dari tahun ke tahun. Kebijakan harga dapat mengandung
pemberian penyangga (support) atas harga-harga hasil pertanian supaya tidak
terlalu merugikan petani atau langsung mengandung sejumlah subsidi tertentu
bagi petani. Di banyak negara seperti; Amerika Serikat, Jepang, dan Australia
banyak sekali hasil pertanian seperti gandum, kapas, padi, dan gula yang
mendapat perlindungan pemerintah berupa harga penyangga dan atau subsidi.
Indonesia baru mulai mempraktekkan kebijakan harga untuk beberapa hasil
pertanian sejak tahun 1969. Secara teoritis kebijakan harga yang dapat dipakai
untuk mencapai tiga tujuan yaitu:
1. stabilitas harga hasil-hasil pertanian terutama pada tingkat petani
2. meningkatkan pendapatan petani melalui pebaikan dasar tukar (term of
trade)
3. memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi.
Kebijakan harga di Indonesia terutama ditekankan pada tujuan pertama
yaitu Stabilitas harga hasil-hasil pertanian dalam keadaan harga-harga umum yang
stabil berarti pula terjadi kestabilan pendapatan. Tujuan yang kedua banyak sekali
dilaksanakan pada hasil-hasil pertanian di negara-negara yang sudah maju dengan
alasan pokok pendapatan rata-rata sektor pertanian terlau rendah dibandingkan
dengan penghasilan di luar sektor pertanian.
Tujuan kebijakan yang ketiga dalam praktek sering dilaksanakan oleh
negara-negara yang sudah maju bersamaan dengan tujuan kedua yaitu dalam
bentuk pembatasan jumlah produksi dengan pembayaran kompensasi.
Berdasarkan ramalan harga, pemerintah membuat perencanaan produksi dan
petani mendapat pembayaran kompensasi untuk setiap kegiatan produksi yang
diistirahatkan. Di negara kita, dimana hasil-hasil pertanian pada umumnya belum
6

mencukupi kebutuhan, maka kebijakan yang demikian tidak relevan. Selain


kebijakan harga yang menyangkut hasil-hasil pertanian, peningkatan pendapatan
petani dapat dicapai dengan pemberian subsidi pada harga sarana-sarana produksi
seperti pupuk/insektisida. Subsidi ini mempunyai pengaruh untuk menurunkan
biaya produksi yang dalam teori ekonomi berarti menggeser kurva penawaran ke
atas.

2. Kebijakan Pemasaran
Di samping kebijakan harga untuk melindungi petani produsen,
pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan khusus dalam kelembagaan
perdagangan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan tekanan pada perubahan
mata rantai pemasaran dari produsen ke konsumen, dengan tujuan utama untuk
memperkuat daya saing petani. Di negara-negara Afrika seperti Nigeria dan
Kenya apa yang dikenal dengan nama Badan Pemasaran Pusat (Central Marketing
Board) berusaha untuk mengurangi pengaruh fluktuasi harga pasar dunia atas
penghasilan petani. Badan pemasaran ini sangat berhasil di Inggris yang dimulai
sesudah depresi besar tahun 1930 untuk industri bulu domba, susu, telor dan
kentang. Di Indonesia Badan Pengurusan Kopra, Badan Pemasaran Lada pada
prinsipnya mempunyai tujuan yang sama dengan Badan pemasaran Pusat di
Afrika dan Inggris.
Masalah yang dihadapi di Indoensia adalah kurangnya kegairahan
berproduksi pada tingkat petani, tidak ada keinginan untuk mengadakan
penanaman baru dan usaha-usaha lain untuk menaikkan produksi karena
persentase harga yang diterima oleh petani relatif kecil dibandingkan dengan
bagian yang diterima golongan-golongan lain.
Selain kebijakan pemasaran hasil-hasil tanaman perdagangan untuk
ekspor, kebijakan ini meliputi pula pengaturan distribusi sarana-sarana produksi
bagi petani. Pemerintah berusaha menciptakan persaingan yang sehat di antara
para pedagang dengan melayani kebutuhan petani seperti pupuk, insektisida,
pestisida dan lain-lain sehingga petani akan dapat membeli sarana-sarana produksi
tersebut dengan harga yang relatif tidak terlalu tinggi. Jadi disini jelas bahwa
kebijakan pemasaran merupakan usaha campur tangan pemerintah dalam
bekerjanya kekuatan-kekuatan pasar.
7

3. Kebijakan Struktural
Kebijakan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki
strukutur produksi misalnya luas pemilikan tanah, pengenalan dan pengusahaan
alat-alat pertanian yang baru dan perbaikan prasarana pertanian pada umumnya
baik prasarana fisik maupun sosial ekonomi.
Kebijakan struktural ini hanya dapat terlaksana dengan kerjasama yang
erat dari beberapa lembaga pemerintah. Perubahan struktur yang dimaksud disini
tidak mudah untuk mencapainya dan biasanya memakan waktu lama. Hal ini
disebabkan sifat usahatani yang tidak saja merupakan unit usaha ekonomi tetapi
juga merupakan bagian dari kehidupan petani dengan segala aspeknya. Oleh
karena itu tindakan ekonomi saja tidak akan mampu mendorong perubahan
struktural dalam sektor pertanian sebagaimana dapat dilaksanakan dengan lebih
mudah pada sektor industri. Pengenalan baru dengan penyuluhan-penyuluhan
yang intensif merupakan satu contoh dari kebijakan ini. Kebijakan pemasaran
yang telah disebutkan di atas sebenarnya dimaksudkan pula untuk mempercepat
proses perubahan struktural di sektor pertanian dalam komoditi-komoditi
pertanian. Pada bidang produksi dan tataniaga kopra, lada, karet, cengkeh dan
lain-lain. Dalam kenyataannya pelaksanaan kebijakan harga, pemasaran dan
struktural tidak dapat dipisahkan, dan ketiganya saling melengkapi.

4. Kebijakan Pertanian dan Industri


Ciri-ciri pokok perbedaan antara pertanian dan industri adalah:
1. Produksi pertanian kurang pasti dan risikonya besar karena tergantung
pada alam yang kebanyakannya di luar kekuasaan manusia untuk
mengontrolnya, sedangkan industri tidak demikian.
2. Pertanian memproduksi bahan-bahan makanan pokok dan bahan-bahan
mentah yang dengan kemajuan ekonomi dan kenaikan tingkat hidup
manusia permintaannya tidak akan naik seperti pada permintaan atas
barang-barang industri
3. Pertanian adalah bidang usaha dimana tidak hanya faktor-faktor ekonomi
saja yang menentukan tetapi juga faktor-faktor sosiologi, kebiasaan dan
lain-lain memegang peranan penting. Industri lebih bersifat lugas
(zakelijk).
8

Ketiga ciri khusus pertanian ini nampak dalam teori ekonomi sebagai
perbedaan dalam respons permintaan dan penawaran atas perubahan-perubahan
harga.
Elatisitas harga atas permintaan dan penawaran hasil-hasil pertanian jauh
lebih kecil daripada hasil-hasil industri. Misalnya elastisitas harga atas permintaan
radio, buku-buku, mobil dan lain-lain, jauh lebih tinggi daripada elatisitas harga
atas permintaan beras dan bahan pakaian. Hal ini disebabkan pendapatan sektor
industri pada umumnya lebih tinggi daripada pendapatan sektor pertanian maka
elastisitas pendapatan atas permintaan barang-barang hasil industri lebih besar
daripada atas bahan makanan pokok.

5. Pendapatan Penduduk Desa dan Kota


Perbedaan kebijakan antar sektor pertanian dan industri dapat dilihat pula
dalam keperluan akan kebijakan yang berbeda antara penduduk kota dan
penduduk desa. Perbedaan pendapatan antara penduduk kota dan penduduk
pedesaan adalah sedemikian rupa sehingga mempunyai akibat dalam pola
pengeluaran konsumsi dan perilaku ekonomi lain-lainnya.
Ada tiga hal yang meyebabkan rata-rata pendapatan penduduk kota lebih
tinggi dibanding penduduk desa yaitu:
1. kestabilan dan kemantapan pendapatan penduduk kota lebih besar
dibanding pendapatan penduduk desa
2. lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan yang dapat mendorong kegiatan
ekonomi di kota lebih banyak dibandingkan di desa
3. lebih banyaknya fasilitas pendidikan dan kesehatan di kota yang
memungkinkan rata-rata produktivitas tenaga kerja di kota lebih tinggi.
Salah satu upaya untuk mengurangi perbedaan pendapatan ini adalah
dengan
Menambah persediaan modal di desa serta mengurangi jumlah tenaga
kerja di pedesaan dan diserap bagi lapangan industri di kota-kota. Dengan lebih
banyaknya investasi di desa misalnya dalam alat-alat pertanian yang lebih
modern, huller , traktor dan juga dalam pembangunan-pembangunan prasarana
fisik seperti jembatan-jembatan baru, bendungan irigasi dan lain-lain maka timbul
adanya keperluan akan peningkatan keterampilan tenaga kerja. Seorang petani
9

yang mengerjakan sawah dengan bajak atau traktor dalam waktu yang sama akan
mampu menyelesaikan luas sawah yang lebih besar daripada petani lain yang
hanya menggunakan cangkul. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya adalah:
1. Adanya tambahan modal yang berupa pajak dan ternak serta mesin traktor
pada petani pertama
2. Adanya keahlian dan keterampilan khusus yang diperlukan oleh petani
yang menjalankan bajak atau traktor itu.
Kedua unsur inilah yang menimbulkan perbedaan produktivitas tenaga kerja.

2.3 Permasalahan Pertanian


1. Jarak Waktu yang Lebar Antara Pengeluaran dan Penerimaan
Pendapatan dalam Pertanian
Banyak persoalan yang dihadapi oleh petani baik yang berhubungan
langsung dengan produksi dan pemasaran hasil-hasil pertaniannya maupun yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain merupakan usaha, bagi si petani
pertanian juga merupakan bagian dari hidupnya, bahkan suatu cara hidup (way of
live), sehingga tidak hanya aspek ekonomi saja tetapi aspek-aspek sosial dan
kebudayaan, aspek kepercayaan dan keagamaan serta aspek-aspek tradisi
semuanya memegang peranan penting dalam tindakan-tindakan petani. Namun
demikian dari segi ekonomi pertanian, berhasil tidaknya produksi petani dan
tingkat harga yang diterima oleh petani untuk hasil produksinya merupakan faktor
yang sangat mempengaruhi perilaku dan kehidupan petani.
Perbedaan yang jelas antara persoalan-persoalan ekonomi pertanian dan
persoalan ekonomi di luar bidang ekonomi pertanian adalah jarak waktu (gap)
antara pengeluaran yang harus dilakukan para pengusaha pertanian dengan
penerimaan hasil penjualan. Jarak waktu ini sering pula disebut gestation period,
yang dalam bidang pertanian jauh lebih besar daripada dalam bidang industri. Di
dalam bidang industri, sekali produksi telah berjalan maka penerimaan dari
penjualan akan mengalir setiap hari sebagaimana mengalirnya hasil produksi.
Dalam bidang pertanian tidak demikian kecuali bagi para nelayan penangkap ikan
yang dapat menerima hasil setiap hari sehabis ia menjual ikannya. Jadi ciri khas
kehidupan petani adalah perbedaan pola penerimaan pendapatan dan
10

pengeluarannya. Pendapatan petani hanya diterima setiap musim panen,


sedangkan pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu atau kadang-
kadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum panen tiba.

2. Tekanan Penduduk dan Pertanian


Persoalan lain yang sifatnya lebih jelas lagi dalam ekonomi pertanian
adalah persoalan yang menyangkut hubungan antara pembangunan pertanian dan
jumlah penduduk. Malthus dalam tahun 1888 menerbitkan buku yang terkenal
mengenai persoalan-persoalan penduduk dan masalah pemenuhan kebutuhan
manusia akan bahan makanan. Penduduk bertambah lebih cepat daripada
pertambahan produksi bahan makanan. Penduduk bertambah menurut deret ukur,
sedangkan produksi bahan makanan hanya bertambah menurut deret hitung.
Persoalan penduduk di Indonesia tidak hanya dalam kepadatannya tetapi juga
pembagian antardaerah tidak seimbang. Komposisinya menunjukkan suatu
penduduk yang muda dengan pemusatan penduduk di kota-kota besar. Tingkat
pertambahan penduduk tinggi, karena angka kelahiran tinggi, sedangkan angka
kematian menurun. Menurunnya angka kematian disebabkan oleh kemajuan
kesehatan dan sanitasi.
Ditinjau dari sudut ekonomi pertanian maka adanya persoalan penduduk dapat
dilihat dari tanda-tanda berikut:
1. persediaan tanah pertanian yang makin kecil
2. produksi bahan makanan per jiwa yang terus menurun
3. bertambahnya pengangguran
4. memburuknya hubungan-hubungan pemilik tanah dan bertambahnya
hutang-hutang pertanian.

3. Pertanian Subsisten
Perkataan subsisten ini banyak sekali dipakai dalam berbagai karangan
mengenai ekonomi pertanian sebagai terjemahan dari perkataan subsistence dari
kata subsist yang berarti hidup. Pertanian yang subsisten diartikan sebagai suatu
sistem bertani dimana tujuan utama dari si petani adalah untuk memenuhi
keperluan hidupnya beserta keluarganya. Namun dalam menggunakan definisi
yang demikian sejak semula harus diingat bahwa tidak ada petani susbsisten yang
11

begitu homogen, yang begitu sama sifat-sifatnya satu dari yang lain. Dalam
kenyataannya petani subsisten ini sangat berbeda-beda dalam hal luas dan
kesuburan tanah yang dimilikinya dan dalam kondisi-kondisi sosial ekonomi
lingkungan hidupnya.
Apa yang sama di antara mereka adalah bahwa mereka memandang
pertanian sebagai sarana pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga yaitu
melalui hasil produksi pertanian itu. Dengan definisi tersebut sama sekali tidak
berarti bahwa petani susbsisten tidak berfikir dalam pengertian biaya dan
penerimaan. Mereka juga berpikir dalam pengertian itu, tetapi tidak dalam bentuk
pengeluaran biaya tunai, melainkan dalam kerja, kesempatan beristirahat dan
partisipasi dalam kegiatan-kegiatan upacara adat dan lain-lain.

4. Mekanisasi, Pemecahan Masalah Efisiensi Kerja Petani


Dewasa ini strategi pembangunan nasional khususnya pembangunan
sektor pertanian dipusatkan pada upaya mendorong percepatan perubahan
struktural, meliputi proses perubahan dari sistem pertanian tradisional ke sistem
pertanian yang maju dan modern, dari sistem pertanian subsistem ke sistem
pertanian yang berorientasi pasar dan dari kedudukan ketergantungan kepada
kedudukan kemandirian.
Perubahan struktural tersebut merupakan langkah dasar yang meliputi
pengalokasian sumber daya (baik alam, manusia maupun mekanik), penguatan
kelembagaan dan pemberdayaan manusia. Dalam pelaksanaannya harus meliputi
langkah-langkah nyata untuk meningkatkan akses kepada aset produktif berupa
teknologi harus dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk tujuan-tujuan yang
lebih maju dan lebih bermanfaat termasuk antara lain pengolahan tanah,
pemberian air pemilihan bibit unggul, pemupukan, pengendlaian hama dan
penyakit, dan pemanenan secara bijaksana.
Pembangunan pertanian harus diarahkan pada terciptanya tenaga petani
yang terampil dalam mengelola usaha taninya. Juga terbentuknya masyarakat
petani yang maju, bersemangat profesional sehingga mampu menghadapi
tantangan dan permasalahan dalam melaksanakan usaha taninya.

5. Perlunya Efisiensi
12

Menurut Clifford Geertz dalam Involusi Pertanian, pemakaian tenaga kerja


di sektor pertanian di Indonesia tergolong sangat besar dibanding negara lain. Di
Amerika Serikat kurang lebih 0,002 Kw/ha, Jepang 0,014 Kw/ha, sedang
Indonesia 0,127 Kw/ha. Tetapi tenaga kerja manusia di Jepang dan Amerika
Serikat lebih intensif dibanding di Indonesia. Terlihat adanya perbedaan nyata
antara petani Indonesia dengan petani Jepang.
Langkah yang menyebabkan pertanian di Jepang jauh meninggalkan
Indonesia dalam jangka waktu yang sama adalah produktivitas pekerja. Yang
utama dalam produktivitas pekerja (petani) Jepang adalah terjadinya perbaikan
yang esensial dalam praktik pertanian Jepang sesuai dengan produksi kecil yang
efisien. Selain itu di Jepang produktivitas pekerja (petani) bukan hanya
diperhitungkan per ha sawah, tetapi penggunaan tenaga kerja dimanfaatkan se
efisien mungkin dengan menggunakan perhitungan yang baik.
Di Indonesia, efisiensi yang diartikan sebagai kedayagunaan suatu sumber
tenaga dapat menangani suatu bahan, masih belum mendapat perhatian secara
serius. Padahal fungsi perbaikan pertanian adalah menaikkan pendapatan,
kesejahteraan, taraf hidup dan daya beli petani. Sangat kecilnya efisiensi petani
merupakan hambatan bagi faktor-faktor lain yang merupakan penetrasi
pembangunan pertanian.
Perbaikan taraf hidup petani memang tidak dilakukan dengan hanya
memberi landreform (Redistribusi Tanah Pertanian) atau credit reform (Pemberian
Kredit Usaha Tani), tetapi perlu juga diperhatikan situasi kerja petani. Situasi
kerja yang monoton dengan hasil yang rendah menyebabkan petani mengalami
kejenuhan. Ditilik lebih jauh, perlu diakui bahwa kejenuhan petani ini terus
berlangsung. Hal ini disebabkan oleh miskinnya inovasi dan tiadanya gebrakan-
gebrakan baru yang menggairahkan petani.
Efisiensi teknologi yang memperkecil tingkat kejerihan kerja dengan
produktivitas tinggi masih dicemburui. Harapan memperkenalkan teknologi yang
efisien selalu dihantui oleh pembengkakan pengangguran terutama di wilayah
perdesaan. Akibatnya jumlah tenaga pengangguran semu dalam sektor pertanian
di Indonesia sangat besar. Tidak jelas lahirnya tenaga kerja semu ini karena
13

efektivitas kerja rendah yang menyerap banyak tenaga manusia atau memang
karena distribusi kerja yang tidak merata.

6. Tuntutan Inovasi
Dalam arah kebijakan pembangunan nasional, pembangunan sektor
pertanian diarahkan untuk meningkatkan pendapatan kesejahteraan, daya beli,
taraf hidup, kapasitas dan kemandirian serta akses masyarakat pertanian dalam
proses pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas produksi serta
distribusi dan keanekaragaman hasil pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan
pada pengembangan sistem pertanian yang berkelanjutan yang berbudaya industri,
maju dan efisien ditingkatkan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Untuk memenuhi tuntutan di atas, alternatif inovasi yang sampai sekarang
tampaknya relevan walaupun tidak terlalu baru adalah penerapan mekanisasi
pertanian (penggunaan alat dan mesin pertanian). Sudah saatnya dimulai
penerapan mekanisasi pertanian dalam sistem pertanian nasional meskipun tetap
dilakukan secara selektif.
Upaya menuju pertanian industri antara lain dapat dikembangkan dengan
peningkatan penggunaan alat dan mesin pertanian dalam pengolahan tanah dan
penanganan pasca panen. Salah satu keuntungan yang diperoleh adalah terjadinya
peningkatan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan sumber daya alam.

7. Mekanisasi Dan Distribusi Kerja


Penggunaan alat dan mesin pertanian saat ini memang sudah merupakan
suatu kebutuhan. Efisiensi tinggi saat ini harus mulai diperkenalkan kepada
petani. Hal ini tentu beralasan karena tenaga kerja yang digunakan saat ini tidak
mempunyai kesinambungan (kontinuitas). Seorang buruh tani hanya akan
dibutuhkan pada saat pengolahan tanah dan panen. Pada proses lain mereka
kurang dibutuhkan, akhirnya terjadi pengangguran yang tidak kentara (disguised
unemployment). Pembuangan waktu yang lama dan sia-sia ini menyebabkan
efisiensi menjadi lebih rendah.
Berdasarkan data dalam Involusi Pertanian, pada saat pengolahan tanah,
traktorisasi di Indonesia sangat rendah dibanding negara lain. Pada hakikatnya
14

Indonesia masih sangat ketinggalan pada pengembangan traktor. Pemakaian


traktor di Indonesia hanya 0,005 Kw/ha. Amerika Serikat 1,7 Kw/ha, Belanda 3,6
Kw/ha dan Jepang 5,6 Kw/ha. Rendahnya pemakaian traktor ini disebabkan oleh
rendahnya perkembangan mekanisasi di Indonesia.

2.4 Strategi dan Kebijakan Pokok Pembangunan Pengolahan dan


Pemasaran Hasil Pertanian
Dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan pengolahan
dan pemasaran hasil pertanian, maka strategi kebijakan yang ditempuh harus
mencerminkan visinya, yaitu: tangguh, berdaya saing, dan berkelanjutan. Dalam
hubungan tersebut maka strategi pokok pembangunan pengolahan dan pemasaran
hasil pertanian adalah:

1. Meningkatkan Kapasitas dan Memberdayakan SDM serta


Kelembagaan Usaha di Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian.
Salah satu permasalahan yang mendasar dalam memajukan usaha
pertanian di tanah air adalah masih lemahnya kemampuan sumber daya manusia
dan kelembagaan usaha dalam hal penanganan pasca panen, pengolahan dan
pemasaran hasil. Hal tersebut disebabkan oleh karena pembinaan SDM pertanian
selama ini lebih difokuskan kepada upaya peningkatan produksi (budidaya)
pertanian, sedangkan produktivitas dan daya saing usaha agribisnis sangat
ditentukan oleh kemampuan pelaku usaha yang bersangkutan dalam mengelola
produk yang dihasilkan (pasca panen dan pengolahan hasil) serta pemasarannya.
Adapun beberapa kebijakan operasional terkait dengan strategi tersebut adalah:

1. Meningkatkan penyuluhan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan di bidang


pasca panen, pengolahan serta pemasaran hasil pertanian;
2. Mengembangkan kelembagaan usaha pelayanan pascapanen, pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian yang langsung dikelola oleh petani/kelompok tani.

2. Meningkatkan Inovasi Dan Diseminasi Teknologi Pasca Panen Dan


Pengolahan.
15

Salah satu dampak yang signifikan dari kebijakan yang menitik beratkan
kepada usaha produksi (budidaya) selama ini adalah kurang memadainya upaya-
upaya inovasi teknologi pasca panen dan pengolahan serta diseminasinya. Hal
tersebut mengakibatkan lemahnya daya saing dan kecilnya nilai tambah yang
dapat dinikmati oleh petani, sehingga kesejahteraan tidak meningkat dari tahun ke
tahun. Untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian maka
perlu ditingkatkan upaya-upaya inovasi teknologi pasca panen dan pengolahan
hasil pertanian serta diseminasinya. Dalam hubungan tersebut, beberapa kebijakan
yang akan dilaksanakan adalah:
1. Melakukan kerjasama dan koordinasi dengan sumber-sumber inovasi
teknologi seperti lembaga riset, Perguruan Tinggi dan bengkel-bengkel
swasta dalam rangka pengembangan dan diseminasi teknologi tepat guna.
2. Mengembangkan bengkel alsin pascapanen dan pengolahan hasil
3. Mengembangkan sistem sertifikasi dan apresiasi (penghargaan) terhadap
inovasi teknologi yang dilakukan oleh masyarakat.
4. Mengembangkan pilot proyek dan percontohan penerapan teknologi pasca
panen dan pengolahan hasil pertanian.
5. Memberikan penghargaan dengan kriteria mutu, rasa, skala usaha, tampilan
terhadap produk olahan yang dihasilkan oleh para pelaku usaha.

3. Meningkatkan Efisiensi Usaha Pasca Panen, Pengolahan Dan


Pemasaran Hasil
Kunci terpenting dalam rangka meningkatkan daya saing produk pertanian
baik produk segar maupun olahan hasil pertanian adalah mutu produk yang baik
dan efisiensi dalam proses produksi maupun pada tahap pemasarannya. Mutu
produk dan efisiensi akan berpengaruh langsung terhadap harga dari setiap produk
bersangkutan. Kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu dan efisiensi produksi
dan pemasaran hasil pertanian di antaranya adalah:
1. Revitalisasi teknologi dan sarana/ prasarana usaha pasca panen pengolahan
dan pemasaran hasil pertanian;
2. Mengembangkan produksi sesuai potensi pasar;
3. Menerapkan sistem jaminan mutu, termasuk penerapan GAP, GHP dan GMP;
16

4. Mengembangkan kelembagaan pemasaran yang dikelola oleh kelompok tani di


sentra produksi;
5. Mengupayakan sistem dan proses distribusi yang efisien.
6. Memfasilitasi pengembangan kewirausahaan dan kemitraan usaha pada bidang
pemasaran hasil pertanian.

4. Meningkatkan Pangsa Pasar Baik Di Pasar Domestik Maupun


Internasional.
Pasar merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha agribisnis;
oleh karena itu maka pengembangan pemasaran harus selalu dilakukan sejalan
dengan pengembangan usaha produksi. Seperti usaha industri pada umumnya,
sistem usaha produksi pertanian atau agribisnis dimulai dengan salah satu
kegiatan pemasaran yaitu Riset Pasar. Dari kegiatan riset pasar dihasilkan
informasi pasar yaitu antara lain berupa potensi pasar dan harga. Sub sistem
selanjutnya adalah perencanaan produksi, termasuk penentuan desain produk,
volume dan waktu. Dalam sistem budidaya pertanian, perencanaan tersebut lazim
disebut sebagai penentuan pola tanam atau penentuan luas tanam untuk tanaman
semusim. Hal tersebut perlu dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas harga
produk yang bersangkutan tetap berada pada tingkat harga yang wajar
berdasarkan keseimbangan kebutuhan dan pasokan atas produk yang
bersangkutan. Sub sistem selanjutnya adalah kegiatan pemasaran yang meliputi:
promosi, penjualan dan diakhiri dengan distribusi (delivery). Dalam hubungan
tersebut maka beberapa kebijakan dalam pengembangan pasar ialah:
1. Mengembangkan kegiatan riset pasar
2. Meningkatkan pelayanan informasi pasar;
3. Meningkatkan promosi dan diplomasi pertanian;
4. Mengembangkan infrastruktur dan sistem pemasaran yang efektif dan adil.
5. Rasionalisasi impor produk pertanian.

5. Pendekatan Pengembangan Industri Melalui Konsep Cluster Dalam


Konteks Membangun Daya Saing Industri Yang Berkelanjutan
Pokok-pokok rencana aksi, dalam jangka menengah ditujukan untuk
memperkuat rantai nilai (value chain) melalui penguatan struktur, diversifikasi,
17

peningkatan nilai tambah, peningkatan mutu, serta perluasan penguasaan pasar.


Sedangkan untuk jangka panjang difokuskan pada upaya pembangunan industri
pertanian yang mandiri dan berdaya saing tinggi. Adapun prioritas cluster industri
pertanian yang akan dikembangkan dalam jangka menengah meliputi :
1. Pengembangan Industri yang memiliki daya saing (Competitive Industry)
a. Industri Pengolahan kakao dan cokelat,
b. Industri Pengolahan Buah,
c. Industri Pengolahan Kelapa,
d. Industri Pengolahan Kopi,
e. Industri Pengolahan Tembakau,
f. Industri Kelapa Sawit, dan
g. Industri Karet dan Barang Karet
h. Industri Pasca Panen Produk Segar
2. Pengembangan Industri Strategis
a. Industri Perberasan
a. Industri Kedele
b. Industri Jagung
c. Industri Gula
d. Industri Daging dan Susu
3. Pengembangan Industri Rumah Tangga
- Industri pangan lokal, camilan dan pengolahan produk samping.
18

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan
akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun
tujuan umum kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian,
mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi
produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan kesejahteraan petani
meningkat.
Beberapa kebijakan di bidang pertanian Kebijakan Harga, kebijakan
pemasaran, kebijakan structural, kebijakan pertanian dan industry, pendapatan
penduduk desa dan kota. Itulah beberapa kebijakan yang diambil oleh pemerintah
indonesia. Yang diharapkan dapat meningkatkan hasil produk pertanian indonesia.
Beberapa permasalahan pertanian jarak waktu yang lebar antara
pengeluaran dan penerimaan pendapatan dalam pertanian, tekanan penduduk dan
pertanian, pertanian subsisten, mekanisasi pemecahan masalah efisiensi kerja
petani, perlunya efisiensi, tuntutan inovasi dan mekanisasi dan distribusi kerja.
Untuk mengatasi permasalah diatas pemerintah kini tengah gencar
mengatasi permasalahan yang ada dalam bidang pertanian Indonesia misalnya
dengan pengembangan teknologi permodalan untuk para petani ditambah dan
pengusahaan peningkatan hasil pertanian.
19

DAFTAR PUSTAKA

Suyastiri, Ni Made. "Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi


Lokal Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Pedesaaan Di Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul." Jurnal
Ekonomi Pembangunan 13.1 (2008): 51-60. (diakses pada 7 Desember
2014 pukul 2014).
Muta'ali, Lutfi, dan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.1996. EVALUASI
KEBIJAKAN PANGAN DI INDONESIA. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada.
Pangan, Dewan Ketahanan. "Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006–2009."
Jurnal Gizi dan Pangan 1.1 (2006): 57.(diakses 8 desember 2014 pukul
15.23).
Nuhung, Iskandar Andi. 2006.Bedah terapi pertanian nasional: peran strategis
dan revitalisasi. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Mulyandari, Retno Sri Hartati, and E. Eko Ananto. "Teknik implementasi
pengembangan sumber informasi pertanian nasional dan lokal P4MI."
Informatika Pertanian 14 (2005): 802-817. (diakses pada 8 Desember
2014 pukul 19.32).
Widanaputra, A. A. G. P. "Pengaruh Konflik Keagenan Mengenai Kebijakan
Dividen terhadap Konservatisma Akuntansi." Jurnal Aplikasi
Manajemen 8.2 (2012): pp-379.

Anda mungkin juga menyukai