Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PENERAPAN PARADIGMA BARU PERTANIAN OLEH

PENYULUH PERTANIAN DI KABUPATEN MANDAILING NATAL

OLEH:

RONY RAHMAT HIDAYAT HASIBUAN 2021662001

PRODI ILMU PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PEMBANGUNAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan
dalam menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya,
penulis tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa
shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi agung Muhammad SAW yang
syafa’atnya kita nantikan kelak.Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT
atas limpahan nikmat sehat-Nya, sehingga makalah “Penerapan Pradigma Baru
Pertanian Oleh Penyuluh Pertanian di Kabupaten Mandailing Natal”. Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah. Penulis berharap makalah tentang
paradigma baru pertanian oleh penyuluh pertanian di Kabupaten Mandailing Natal
untuk dapat menjadi referensi bagi pembaca untuk meningkatkan hasil pertanian y
ang berkualitas dan membantu pergerakan perekonomian nasional.

Penulis menyadari makalah bertema paradigma baru pertanian ini masih perlu
banyak penyempurnaan karena kesalahan dan kekurangan. Penulis terbuka
terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih baik. Apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan maupun
konten, penulis memohon maaf.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini
dapatbermanfaat.

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATAPENGANTAR................................................................................... I
DAFTAR ISI................................................................................................. Ii
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................
4
BAB III. METODA PENULISAN MAKALAH........................................
14
BAB IV. PEMBAHASAN………………....................................................
15
BAB V. PENUTUP.......................................................................................
22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
23

ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mandailing adalah nama sebuah wilayah terletak di bagian paling selatan


dan bagian barat wilayah propinsi Sumatera Utara, berbatasan sengan provinsi
Sumatera Barat. Mandailing terletak 00 13’30”-01 20’24’’ lintang utara dan 98
50’30’’-99 57’19’’ bujur timur dengan batas wilayahsebelah utara barbatasan
daerah kabupaten Tapanuli selatan (kecamatan Batang Angkola, Barumun,
Padang sidimpuan Barat, Sosopan, dan Kecamatan Siais). Sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten pasaman Provisnsi Sumatera Barat dan sebelah
barat berbatasan dengan Kecamatan Batang Natal dan Kecamatan Natal
Kabupaten Mandailing Natal (Madina)(Pulungan, 2008).

Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah yang memiliki potensi


sumber dayaalam yang cukup besar untuk sektor pertanian, perkebunan dan
pertambangan. Salahsatu komoditi dari pertanian adalah padi sawah yang
pengolahannya masih tetappengolahan bahan baku. Daerah ini juga merupakan
daerah yang sebagian besarpenduduknya bermatapencaharian sebagai petani padi
sawah selain mata pencaharian padi sawah masyarakat di Mandailing Natal
bermata pencaharian petani karet.

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang banyak memberikan


sumber kehidupan bagi masyareakat Mandailing Natal dan penting dalam
pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut diantaranya berkaitan dengan letak
geografis dan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian, sehingga
memungkinkan pengembangan sektor ini sebagai salah satu usaha dalam memacu
pembangunan nasional. Salah satu sektor pertanian yang masih akan terus
dikembangkan adalah tanaman pangan. Sektor pertanian ini diharapkan dapat
berperan dalam penyediaan pangan terutama tanaman padi yang cukup bagi
kehidupan masyarakat bangsa ini (Soekartawi, 2003). Komoditas padi sawah

1
adalah salah satu tanaman pangan yang sangat penting dan strategis
kedudukannya sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok yaitu berupa
beras. Beras berkaitan erat dengan kebutuhan masyarakat banyak dan dapat
dijadikan sebagai alat politik. Jumlah penduduk yang semakin meningkat
menyebabkan kebutuhan akan beras pun semakin meningkat. Namun, produksi
padi cenderung stagnan bahkan menurun dan kondisi kesejahteraan petani itu
sendiri juga terus mengalami penurunan (Mariyah, 2008). Dari permasalahan
diatas Untuk meningkatkan pembangunan di Mandailing Natal perlu diberikan
pembelajaran melalui paradigma baru pertanian yang diberikan oleh penyuluh.

Dalam upaya memajukan sektor pertanian pengajaran tentang perubahan


paradigma pertanian perlu dilaksanakan.Perubahan paradigma pembangunan
pertanian dan perdesaan ke arah desentralisasi, peningkatan daya saing, dan
partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, membawa konsekuensi
terhadap paradigma penyuluhan. Memasuki era otonomi daerah, terjadi perubahan
kelembagaan penyuluhan dan peran penyuluh. Di sisi lain, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam beberapa dekade ini telah berpengaruh terhadap
perubahan perilaku masyarakat. Meningkatnya aksesibilitas kawasan dan
keterdedahan masyarakat atas informasi yang ada juga sangat mendukung
percepatan perubahan perilaku tersebut. Di bidang pertanian, perubahan perilaku
petani digerakkan melalui upaya penyuluhan pertanian.

Mengingat adanya begitu banyak perubahan yang telah dan sedang terjadi
di ling-kungan pertanian, baik pada tingkat individu petani, tingkat lokal, tingkat
daerah, nasional, regional maupun internasional, maka pelaksanaan penyuluhan
pertanian perlu dilandasi oleh pemikiran-pemikiran yang mendalam tentang
situasi baru dan tantangan masa depan yang dihadapi oleh penyuluhan pertanian.
Paradigma baru ini memang perlu, bukan untuk mengubah prinsip-prinsip
penyuluhan tetapi untuk mampu merespon tantangan-tantangan baru yang muncul
dari situasi baru itu. Paradigma baru yang perlu diterapkan dalam menghadapi
tantangan-tantangan usaha tani di Mandailing Natal seperti 1. Jasa informasi, 2.
Lokalitas, 3. Beriorentasi Agribisnis dan sebagainya.

2
B. Rumusan Masalah

Adapun beberapa rumusan masalah yang akan di bahas pada


makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Paradigma baru penyuluhan pertanian?
2. Bagaimana penerapan paradigma baru penyuluhan pertanian terhadap
usaha tani di Kabupaten Mandailing Natal?
3. Apa saja permasalahan penyuluh pertanian dalam menerapkan
paradigma baru penyuluhan pertanian terhadap usaha tani petani di
Kabupaten Mandailing Natal?
C. Tujuan

Adapun Tujuan dari pembuatan Makalah ini adalah untuk


mengetahui apakah paradigma baru pertanian tersebut sudah dilaksanakan
oleh penyuluh pertanian di Kabupaten Mandailing Natal.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah perubahan paradigma pertanian

Berdasarkan sejarah,pembangunan pertanian telah mengalami beberapa tahap


atau perkembangan. Secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
zaman sebelum dan sesudah Bimas. Dari kedua zaman tersebut, banyak terjadi
perubahaan yang dapat dilihat dari aspek yang ditimbulkanya. Pada masa sebelum
Bimas, umumnya masyarakat belum mengenal jenis-jenis padi unggul, sehingga
mereka masih menggunakan varietas lokal yang dicirikan dengan umur yang
panjang dan produksi yang relatif rendah. Dalam usaha tani, secara umum
masyarakat belum menggunakan teknologi yang modern (seperti pupukdan obat-
obatan). Dalam menentukan jenis kegiatan termasuk jenis komoditi yang akan
diusahakan, para petani `masih mempunyai kebebasan atau dengan kata lain tidak
ada intervensi dari pemerintah. Pada era enam puluhanpemerintah melalui suatu
terobosan guna memacu peningkatan produksi, melaksanakan program Bimas
dengan menerapkan beberapa teknologi dalam usaha pertanian yang berlanjut
hingga saat ini. Dalam program ini, sudah terlihat adanya suatu bentuk intevensi
dari pemerintah dalam pengaturan terhadap kegiatan petani sehingga petani tidak
bebas dalam menentukan jenis usaha komoditi yang dilaksanakannya.
Pembangunan dengan cara penerapan teknologi yang dikenal dengan revolusi
hijau, dimana penerapan teknologi sudah diperkenalkan kepada petani dengan
tujuan untuk meningkatkan produksi pangan dan kesejahteraan petani ternyata
tidak berhasil dan bahkan menimbulkan perubahan sosial yang bersifat negatif
pada masyarakat.

Sejarah pembangunan pertanian berawal pada masa orde baru. Pada awal
masa orde baru pemerintahan menerima beban berat dari buruknya perekonomian
orde lama. Tahun 1966-1968 merupakan tahun untuk rehabilitasi ekonomi.
Pemerintah orde baru berusaha keras untuk menurunkan inflasi dan menstabilkan
harga. Dengan dikendalikannya inflasi, stabilitas politik tercapai yang

4
berpengaruh terhadap bantuan luar negeri yang mulai terjamin dengan adanya
IGGI. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan
pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA).

Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA :

1.REPELITA I (1969-1974) Repelita I mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April


1969 hingga 31 Maret 1974. Repelita I ini merupakan landasan awal
pembangunan pertanian di orde baru. Tujuan yang ingin dicapai adalah
pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah
cukup pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang
pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Titik berat Repelita I ini adalah
pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian. Banyak program
yang dilakukan oleh pemerintah untuk merealisasikan programnya tersebut,
antara lain :
a. Memberikan bibit unggul kepada petani dan melakukan beberapa eksperimen
untuk mendapatkan bibit unggul yang tahan hama tersebut.
b. Memperbaiki infrastuktur yang digunakan oleh sektor pertanian seperti jalan
raya, sarana irigasi sawah dan pasar yang menjadi tempat dijualnya hasil
pertanian.
c. Melakukan transmigrasi agar lahan yang berada di kalimantan, sulawesi,
maluku dan papua dapat diolah agar menjadi lahan yang mengahasilkan bagi
perekonomian.

2.REPELITA II (1974-1979) Repelita II mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April


1974 hingga 31 Maret 1979. Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5%
per tahun. Prioritas utamanya adalah sektor pertanian yang merupakan dasar untuk
memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya
industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Selain itu sasaran

5
Repelita II ini juga perluasan lapangan kerja. Repelita II berhasil meningkatkan
pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal
irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan
jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.

3.REPELITA III (1979-1984) Repelita III mulai dilaksanakan sejak tanggal 1


April 1979 – 31 Maret 1984. Repelita III lebih menekankan pada Trilogi
Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya
adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya
adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.

4.REPELITA IV (1984-1989) Repelita IV mulai dilaksanakan sejak tanggal 1


April 1984 – 31 Maret 1989. Repelita IV adalah peningkatan dari Repelita III.
Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, mendorong
pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas kesempatan
kerja. Prioritasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan
dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri.
Hasil yang dicapai pada Repelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun
1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Kebijakan yang
ditempuh pada saat itu adalah menitikberatkan kepada usaha intensifikasi, dengan
menaikkan produksi terutama produktivitas padi pada areal yang telah ada. Pada
waktu itu rata-rata petani hanya memiliki setengah hektare dan kemampuan
penguasaan teknologi tanam juga belum banyak dikuasai kecuali bercocok tanam
secara tradisional. Pemerintah pun mencetak sejumlah tenaga penyuluh pertanian,
membentuk unit-unit koperasi untuk menjual bibit tanaman unggul, menyediakan
pupuk kimia dan juga insektisida untuk membasmi hama.

Sistem pengairan diperbaiki dengan membuat irigasi ke sawah-sawah


sehingga banyak sawah yang semula hanya mengandalkan air hujan, kini bisa
ditanami pada musim kemarau dengan memanfaatkan sistem pengairan. Lahan-
lahan percontohan pun dibangun, kelompok petani dibentuk di setiap desa untuk

6
mengikuti bimbingan dari para penyuluh pertanian yang disebut Intensifikasi
massal (Inmas) dan Bimbingan massal (Bimas). Bukan hanya lewat tatap muka,
tetapi juga disiarkan melalui radio dan televisi bahkan juga sejumlah media cetak
menyediakan halaman khusus untuk koran masuk desa dengan muatan materi
siaran yang khas pedesaan, membimbing petani. Hasilnya Indonesia berhasil
swasembada beras. Kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO
(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. Hal ini merupakan
prestasi besar bagi Indonesia.

5.REPELITA V (1989-1994) Repelita V mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April


1989 – 31 Maret 1994. Pada Repelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor
pertanian dan industri untuk memantapakan swasembada pangan dan
meningkatkan produksi pertanian lainnya serta menghasilkan barang ekspor.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu
dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan
Repelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas
Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju
terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

B. Perubahan Paradigma Pembangunan Dalam Bidang Pertanian

Paradigma merupakan kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir


seseorang sehingga mempengaruhi citra subyektif seseorang mengenai realita dan
dapat menentukan bagaimana seseorang menanggapai realita tersebut. Sedangkan
pembangunan adalah proses jangka panjang untuk meningkatkan pendapatan
nasional yang pada dasarnya butuh perubahan dan pertumbuhan. Paradigma
pembangunan adalah cara pandang terhadap suatu persoalan pembangunan yang
di pergunakan dalam penyelenggaraan pembangunan dalam arti pembangunan
baik secara proses maupun sebagai metode untuk mencapai peninggkatan kualitas
kehidupan manusia, kesejahteraan bagi masyarakat petani.

Paradigma pembangunan di indonesia telah mengalami perubahan di awali


dari pembangunan berkelanjutan dimana pembangunan pertanian ini dapat

7
memberikan kontribusi penting terhadap penyediaan lapangan kerja, peningkatan
pendapatan petani, mendorong pemerataan pendapatan dan pemerataan
kesempatan berusaha dan pelestarian sumber daya alam. Mengingat paradigma
pembangunan berkelanjutan berupaya memenuhi kebutuhan masa kini, tanpa
mengurangi kebutuhan generasi masa depan.

Pembangunan pertanian pada masa lampau yang lebih menekankan pada


pertumbuhan ekonomi,telah menimbulkan dampak negatif terhadap ketersediaan
sumber daya alam dan kualitas lingkungan. Akibatnya, setelah hampir empat
dasawarsa pembangunan berlangsung , kondisi pertanian nasional masih di
hadapkan pada berbagai masalah, diantaranya :

o Menurunnya kesuburan dan produktifitas lahan


o Berkurangnya daya dukung lingkungan
o Meningkatnya konversi lahan pertanian produktif
o Meluasnya lahan kritis
o Meningkatnya pencemaran dan kerusakan lingkungan
o Menurunnya nilai tukar, penghasilan dan kesejahteraan petani
o Meningkatnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran di pedesaan
o Terjadinya kesenjangan sosial di masyarakat.

Melihat masalah-masalah yang terjadi ini semakin menunjukkan bahwa


paradigma pembangunan selalu dan harus berubah dari waktu ke waktu, sesuai
dengan tuntutan zaman dan permasalahannya. Paradigma pembangunan di
indonesia dalam bidang pertanian harus mengubah paradigma lama. Paradigma
profitabilitas harus segera di gantikan oleh paradigma berkelanjutan juga dengan
paradigma keseimbangan, selain itu paradigma efisiensi lingkungan harus lebih di
kedepankan dari pada paradigma efisiensi teknis. Secara konsepsi perwujudan
dari sistem pertanian yang berwawasan lingkungan dengan ciri utamanya antara
lain :

a) Perencanaan pembangunan bersifat bottom up (melibatkan stakeholders


petani, pelaku agribisnis).

8
b) Program dan pelaksanaan pembangunan tidak berdasarkan batas administrasi
pemerintah (Provinsi/kabupaten/kecamatan), melainkan batas agroekologi.
c) Pewilayahan atau zonasi wilayah sasaran dalam satu kesatuan hamparan
(economy of scale).
d) Pembangunan pertanian menggunakan pendekatan sistem usaha tani.
e) Perhatian terhadap pelestarian sumber daya alam tanah, air dan sumberdaya
hayati serta keterkaitan antara daerah aliran sungai (DAS) hulu-tengah-hilir.
f) Penerapan prinsip KISS (koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergis) antara
instansi yang berwenang.
g) Penerapan hukum secara konsekuen.

Pembangunan pertanian berkelanjutan adalah masalah yang kompleks.


Menurut Soemarwoto (1992), masalah itu timbul karena perubahan lingkungan
yang menyebabkan lingkungan itu tidak atau kurang sesuai lagi untuk mendukung
kehidupan manusia. Akibatnya adalah terganggunya kesejahteraan manusia.
Masalah lingkungan berkaitan erat dengan ekonomi global, sehingga memerlukan
solidaritas dan kerja sama antar bangsa. Krisis lingkungan global bersumber pada
kesalahan fundamental filosofis dari etika antroposentris, yang memandang
manusia sebagai pusat dari alam semesta, dan hanya manusia yang mempunyai
nilai, sementara alam dan segala isinya sekadar alat bagi pemuasan kepentingan
hidup manusia (Keraf, 2002).Cara pandang seperti ini melahirkan sikap dan
perilaku eksploitatif tanpa peduli sama sekali terhadap alam dan segala isinya.
Diperlukan paradigma baru interaksi manusia dengan seluruh kehidupan di bumi
yang memandang alam sebagai bernilai pada dirinya sendiri dan pantas
diperlakukan secara bermoral. Manusia dituntut untuk menjaga dan melindungi
alam beserta isinya.

Perubahan paradigma ini berdampak pada melambatnya pertumbuhan


ekonomi, namun tidak berarti bahwa pertumbuhan ekonomi akan terganggu
secara signifikan, justru kerusakan sumber daya alam bisa dikurangi.
Implementasi konsep efisiensi yang merupakan perpaduan yang efektif antara
ekonomi, ekologi, dan sosial dalam penggunaan sumberdaya sangat diperlukan.

9
Dengan adanya konsep strategi Agricultural-demand-led industrialization (ADLI),
Proses pembangunan industri didasari atas teknologi padat karya dengan sektor
pertanian sebagai sektor pemimpin yang akan menciptakan pertumbuhan seiring
dengan perluasaan kesempatan kerja, peningkatan kinerja ekonomi dan
pendapatan petani.

C. Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian Untuk Pembangunan


Berkelanjutan

Paradigma berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan


masa kini tanpa mengurangi kemapuan generasi mendatang untuk memiliki
kebutuhan mereka sendiri. Pertanian berkelanjutan(sustainable agricuture)
merupakan implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustinable
development) pada sektor pertanian. Konsep pembanguan berkelanjutan mulai
dirumuskan pada akhir taahun 1980’an sebagai respon terhadap strategi
pembangunan sebelumnya yang terfokus pada tujuan pertumbuhan ekonomi
tinggi yang terbukti telah menimbulkan degradasi kapasitas produksi maupun
kualitas lingkungan hidup. Konsep pertama dirumuskan dalam Bruntland Report
yang merupakan hasil kongres Komisi Dunia Mengenai Lingkungan dan
Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa:“Pembangunan berkelanjutan ialah
pembangunan yang mewujudkan kebutuhan saat ini tanpa mengurangi
kemampuan generasi mendatang untuk mewujudkan kebutuhan mereka” (WCED,
1987)pembangunan pertanian berkelanjutan di Indonesia sangat memiliki potensi
untuk terealisasikan.

Peluang yang dimiliki Indonesia untuk membangun pertanian dengan


paradigma baru adalah sebagai berikut:

(a) Munculnya kawasan Asia Pasifik sebagai kekuatan ekonomi baru yang
potensial bagi pemasaran produk pertanian Indonesia,
(b) Adanya penurunan peranan beberapa negara produsen pertanian pesaing
Indonesia yang berartimeningkatkan kapasitas kompetitif Indonesia,

10
(c) Adanya kemungkinan penurunan proteksi baik yang dilakukan oleh negara-
negara majumaupun oleh negara-negara berkembang sehingga akan memperluas
pasar ekspor komoditi pertanian Indonesia,
(d) Masih adanya kesempatan untuk meningkatkan produksi melalui pemanfaatan
IPTEK, perluasan areal tanam, dan peningkatan indeks pertanaman,
(e) Tersedianya plasma nutfah untuk sumber perbaikan varietas, baik untuk lahan
subur maupun lahan marginal,
(f) Iklim Indonesia yang tropis memberikan kesempatan untuk mengusahakan
berbagai tanaman sepanjang tahun,
(g)Ekosistem yang beragam antardaerah dengan keunggulan komoditi
setempatnya dapat menghasilkan berbagai produk untuk perdagangan antardaerah,
(h) Penekanan kehilangan hasil dan peningkatan mutunya melalui perbaikan
teknologi pascapanen dan pendekatan pemuliaan tanaman,
(i) adanya kemauan politik pemerintah untuk memperbaiki kinerja pertanian,
(j) Penggunaan produk pertanian yang semakin beragam, yakni untuk pangan
manusia dan bahan baku industri dan pakan ternak.

Sumber daya pertanian seperti lahan dan air menjadi suatu yang sangat
penting dalam pertanian karena konversi lahan secara besar-besaran menyebabkan
lahan produktif di Indonesia menjadi berkurang sedangkan air menjadi sangat
sulit saat ini ketika industri-industri membutuhkan air dengan jumlah yang begitu
besar sehingga perlu upaya dari pemerintah untuk membuat regulasi yang adil
terhadap kedua sumberdaya tersebut.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam sektor pertanian negara-negara yang


sedang berkembang, baik pada lingkungan internal maupun eksternal, terdapat
tiga masalah pokok yang harus diperhatikan dalam penyusunan paradigma baru
pembangunan pertanian. Pertama, di tengah-tengah perubahan-perubahan
eksternal dan internal tersebut, bagaimana kita dapat menciptakan kebijaksanaan
pertanian yang menjamin agar petani dapat memperoleh hak mereka atas air dan
bibit, yang mereka butuhkan untuk mengelola usahatani secara lestari. Air
merupakan sarana produksi yang utama bagi petani untuk membangun usaha

11
taninya. Pada saat ini bukan lagi hanya terkait dengan kebutuhan pertanian, tetapi
telah menjadi kebutuhan atau milik sektor perekonomian yang ada di negara kita.
Bertambahnya peminat yang ingin memanfaatkan air mendorong terjadinya
persaingan. Umumnya sektor pertanian menjadi sektor yang relatif lemah dalam
kancah persaingan tersebut, birokrasi umumnya melihat industri lebih maju dari
agraris sehingga mendapat prioritas untuk mendapatkan hak atas air.

Terkait dengan akses terhadap bibit, seperti halnya air, bibit merupakan salah
satu sarana produksi utama dalam produksi pertanian. Petani semestinya
memperoleh akses bibit yang murah, hal ini dapat dicapai bila pemerintah
memberikan kembali hak kepada petani untuk memproduksi bibit bagi
kepentingan komunitas pertanian mereka. Departemen Pertanian hendaknya
melakukan penelitian bersama petani di lapangan atau di lahan petani dan dapat
difokuskan dalam program penangkaran benih desa yang dapat mendukung
otonomi petani dalam menyediakan bibit. Kedua, masalah pertanian tersebut
berkaitan dengan masalah kedua, yakni bagaimana membangun suatu pertanian
yang dapat menjamin adanya suatu sistim ketahanan pangan baginegara-negara
yang sedang berkembang. Ketiga, bagaimana kita dapat melindungi dan
memanfaatkan kekayaan alam yang berupa plasma nuftah yang dimiliki oleh
negara-negara sedang berkembang, tidak hanya untuk kepentingan pembangunan
sektor pertanian, tetapi juga sektor-sektor yang lain dalam perekonomian nasional
negara-negara tersebut, demi kesejahteraan rakyat.

Bedasarkan definisi pembangunan berkelanjutan tersebut, Organisasi Pangan


Dunia mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai berikut :manajemen dan
konservasi basis sumberdaya alam, dan orientasi perubahan teknologi dan
kelembagaan guna menjamin tercapainya dan terpuaskannya kebutuhan manusia
generasi saat ini maupun mendatang. Pembangunan pertanian berkelanjutan
menkonservasi lahan, air, sumberdaya genetik tanaman maupun hewan, tidak
merusak lingkungan, tepat guna secara teknis, layak secara ekonomis, dan
diterima secara sosial (FAO, 1989)

12
Sejak akhir tahun 1980’an kajian dan diskusi untuk merumuskan
konseppembangunan bekelanjutan yang operasional dan diterima secara universal
terus berlanjut. Pezzy (1992) mencatat, 27 definisi konsep berkelanjutan dan
pembangunan berkelanjutan, dan tentunya masih ada Banyak lagi yang luput dari
catatan tersebut. Walau banyak variasi definisi pembangunan
berkelanjutan,termasuk pertanian berkelanjutan, yang diterima secara luas ialah
yang bertumpupada tiga pilar: ekonomi, sosial, dan ekologi (Munasinghe, 1993).

Dimensi sosial adalah orientasi kerakyatan, berkaitan dengan kebutuhan akan


kesejahteraan sosial yang dicerminkan oleh kehidupan sosial yang harmonis
(termasuk tercegahnya konflik sosial) preservasi keragaman budaya dan modal
sosial-kebudayaan, termasuk perlindungan terhadap suku minoritas. Untuk
pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan berusaha dan
pendapatan,partisipasi sosial politik dan stabilitas sosial-budaya merupakan
indikator-indikatorpenting yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan
pembangunan.

13
BAB III

METODE PENULISAN MAKALAH

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penulisan makalah ini dilaksanakan pada tanggal 3 Oktober-12 Oktober 2020


di Kabupaten Mandailing Natal dan Dinas Pertanian Kabupaten Mnadailing Natal.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penulisan makalah ini Laptop, Alat tulis, Handphone.
Bahan yang digunakan dalam penulisan makalah ini jurnal jurnal tentang
penyuluhan, laporan dari penyuluh di Kabupaten Mandailing Natal.

C. Metode atau Rancangan Penulisan Makalah

Penulisan makalah ini dilakukan dengan mewawancarai penyuluh dan dinas


pertanian di bidang penyuluhan kemudian dilihat laporan dari kegiatan penyuluh
di masing masing kecamatan dan menyurvey lokasi penyluhan kabupaten
Mandailing Natal.

D. Pelaksanaan Penulisan Makalah

Penulisan makalah ini dilaksanakan di rumah di Kabupaten Mandailing Natal


dengan meminta data ke Dinas Pertanian dan mewawancarai penyuluh yang ada
di Kabupaten Mnadailing Natal. Untuk penambahan penulisan makalah dicari
sumber sumber dari jurnal-jurnal dan buku tentang paradigma baru penyuluhan
pertanian.

14
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian

Mengingat adanya begitu banyak perubahan yang telah dan sedang terjadi di
ling-kungan pertanian, baik pada tingkat individu petani, tingkat lokal, tingkat
daerah, nasional, regional maupun internasional, maka pelaksanaan penyuluhan
pertanian perlu dilandasi oleh pemikiran-pemikiran yang mendalam tentang
situasi baru dan tantangan masa depan yang dihadapi oleh penyuluhan pertanian.
Paradigma baru ini memang perlu, bukan untuk mengubah prinsip-prinsip
penyuluhan tetapi untuk mampu merespon tantangan-tantangan baru yang muncul
dari situasi baru itu. Slamet (2001) mengajukan sembilan ciri paradigma baru
dalam penyuluhan. Menurutnya, paradigma baru yang dikembangkan bukan untuk
mengubah prinsip-prinsip, tetapi diperlukan untuk lebih mampu merespon
tantangan-tantangan baru yang muncul dari situasi. Paradigma baru itu mencakup
sebagai berikut:
1. Jasa Informasi.
Bertani adalah profesi para petani, dalam keadaan bagaimanapun petani akan
tetap bertani (kecuali dia pindah profesi) dan selalu berusaha dapat bertani dengan
lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu yang mereka perlukan adalah informasi
baru tentang segala hal yang berkaitan dengan usahataninya. Apakah itu informasi
baru tentang teknologi budidaya pertanian, tentang sarana-sarana produksi,
permintaan pasar, harga pasar, cuaca, serangan dan ancaman hama dan penyakit,
berbagai alternatif usahatani lain, dan lain sebagainya. Informasi adalah bahan
mentah untuk menjadi pengetahuan, dan pengetahuan itu sangat diperlukan untuk
bisa mempertahankan hidupnya, apalagi untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Dunia petani tidak lagi sebatas desanya, tetapi sudah meluas ke semua daerah di
negaranya bahkan ke manca negara. Oleh karena itu para petani juga semakin
memerlukan informasi tentang dunianya yang semakin luas itu. Kalau
kebutuhannya akan berbagai macam informasi itu tidak terpenuhi maka itu berarti

15
para petani itu terkendala untuk maju. Penyuluhan pertanian seyogyanya dapat
berfungsi melayani kebutuhan informasi para petani itu.

2. Lokalitas.
Akibat dari adanya desentralisasi dan kemudian otonomi daerah, penyuluhan
pertanian harus lebih memusatkan perhatian pada kebutuhan pertanian dan petani
di daerah kerjanya masing-masing. Ekosistem daerah kerjanya harus dikuasai
dengan baik secara rinci, ciri-ciri lahan dan iklim di daerahnya harus dikuasai
dengan baik, informasi-informasi yang disediakan haruslah yang sesuai dengan
kondisi daerahnya, teknologi yang dianjurkan haruslah teknologi yang sudah
dicoba dan berhasil baik di daerah yang bersang-kutan, pokoknya semua
informasi dan anjuran harus yang benar-benar sesuai dengan kondisi daerah dan
ini diketahui karena sudah melalui ujicoba setempat.

3. Berorientasi agribisnis.
Usahatani adalah bisnis, karena semua petani melakukan usahatani dengan
motif mendapatkan keuntungan. Kebutuhan keluarga petani pada saat ini telah
sangat berkembang dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Hampir semua
kebutuhan perlu dibeli ataupun dibayar dengan uang. Kebutuhan keluarga ini akan
terus berkembang seiring dengan meningkatnya taraf kehidupan mereka, se-
hingga para petani memerlukan pendapatan yang semakin banyak dari usaha-
taninya. Untuk mendapatkan itu para petani perlu mengadopsi prinsip-prinsip
agribisnis agar mereka memperoleh pendapatan yang lebih besar dari hasil
usahataninya. Penyuluhan dimasa lalu lebih menekankan perlunya meningkatkan
produksi usahatani, dan kurang memperhatikan pendapatan atau keuntungan .
Oleh karena itu di masa depan penyuluhan pertanian harus berorientasi agribisnis,
memperhatikan dan memperhitungkan dengan baik masalah pendapatan dan
keuntungan itu.

16
4. Pendekatan Kelompok .

Pendekatan kelompok ini disarankan bukan hanya karena pendekatan ini lebih
efisien, tetapi karena pendekatan itu mempunyai konsekuensi dibentuknya
kelompok-kelompok tani, dan terjadinya interaksi antar petani dalam wadah
kelompok-kelompok itu.Terjadinya interaksi antar petani dalam kelompok-
kelompok itu sangat penting sebab itu merupakan forum komunikasi yang
demokratis di tingkat akar rumput (grass root). Forum kelompok itu merupakan
forum belajar sekaligus forum pengambilan keputusan untuk memperbaiki nasib
mereka sendiri. Melalui forum-forum semacam itulah pemberdayaan
ditumbuhkan yang akan berlanjut pada tumbuh dan berkembangnya kemandirian
rakyat petani, dan tidak menggantungkan nasib dirinya pada orang lain, yaitu
penyuluh sebagai aparat pemerintah. Melalui kelompok-kelompok itu
kepemimpinan di kalangan petani juga akan tumbuh dan berkembang dengan baik
melalui pembinaan penyuluh per-tanian.

5. Fokus pada kepentingan petani.


Kepentingan petani harus selalu menjadi titik pusat perhatian penyuluh-an
pertanian. Kalaupun ada kepentingan-kepentingan lainnya, tetap kepentingan
petani adalah yang pertama, yang kedua juga kepentingan petani, juga yang
ketiga. Baru sesudah itu difikirkan kepentingan fihak lain.
Kepentingan petani itu sederhana saja yaitu mendapatkan imbalan yang wajar
dan adil dari jerih payah dan pengorbanan lainnya dalam berusaha tani, dan
mendapatkan kesempatan untuk memberdayakan dirinya sehingga mampu me-
nyejajarkan dirinya dengan unsur masyarakat lainnya.

6.Pendekatan humanistik-egaliter.
Agar berhasil baik penyuluhan pertanian harus disajikan kepada petani dengan
menempatkan petani dalam kedudukan yang sejajar dengan penyuluhnya, dan
diperlakukan secara humanistik dalam arti mereka dihadapi sebagai manusia yang
memiliki kepentingan, kebutuhan, pendapat, pengalaman, kemampuan, harga diri,

17
dan martabat. Mereka harus dihargai sebagaimana layaknya orang lain yang
sejajar dengan diri penyuluh.

7. Profesionalisme

Penyuluhan pertanian di masa depan harus dapat dilaksanakan secara


profesional dalam arti penyuluhan itu tepat dan benar secara teknis, sosial, budaya
dan politik serta efektif karena direncanakan.Ketepatan materi penyuluhan
terhadap kebutuhan petani akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan bersama dengan para petani, dan ini menjamin adanya partisipasi para
petani. Kegagalan karena kurangnya respon dan partisipasi petani dapat
dihindarkan. Programa-programa penyuluhan dirancang pula secara profesional
sehingga terjamin kelancaran dan keefektifannya bila dilaksanakan. Bila
penyuluhan pertanian dapat dilakukan secara profesional dan dilaksanakan oleh
tenaga-tenaga profesional dan sub-profesional pula, maka otonomi penyuluhan
dalam arti melaksanakan secara mandiri dan tidak selalu tergantung pada arahan
dan petunjuk dari ”atas” akan benar-benar dapat diwujudkan. Dan penyuluhan
yang otonom seperti telah dikemukakan di atas menjamin diperhatikannya
kepentingan petani setempat.

8. Akuntabilitas
Akuntabilitas atau pertanggung-jawaban, maksudnya setiap hal yang dila-
kukan dalam rangka penyuluhan pertanian harus difikirkan, direncanakan, dan
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar proses dan hasilnya dapat dipertang-
gung-jawabkan. Sistem pertanggung-jawaban itu harus ada dan mengandung
konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi penyuluh-penyuluh yang bersangkutan,
apakah itu berupa konsekuensi positif (penghargaan) ataupun negatif (hukuman).

9. Memuaskan Petani
Apapun yang dilakukan dalam penyuluhan pertanian haruslah membuah-kan
rasa puas pada para petani yang bersangkutan dan bukan sebaliknya kekece-waan.
Petani akan merasa puas bila penyuluhan itu memenuhi sebagian ataupun semua

18
kebutuhan dan harapan petani. Ini berarti kegiatan penyuluhan haruslah di-
rencanakan untuk memenuhi salah satu atau beberapa kebutuhan dan harapan
petani. Sebagian besar prinsip yang telah dikemukakan di atas sebenarnya bisa
diartikan untuk memuaskan petani juga, tetapi rangkuman dari semua prinsip itu
haruslah tetap bernuansa memuaskan petani. Karena itulah prinsip memuaskan
petani itu dikemukakan di sini sebagai prinsip tersendiri.
Berbagai ahli dan lembaga memberikan berbagai definisi tentang falsafah
dan prinsip penyuluhan pertanian. Dari berbagai pengertian yang dikemukakan di
atas, dapat ditarik suatu hal yang mendasar falsafah dan prinsip penyuluhan
pertanian, yaitu falsafah penyuluhan pertanian merupakan landasan atau dasar-
dasar pemikiran dalam penyuluhan, sebagai pengarah dan pedoman dalam
memberikan kegiatan penyuluhan dengan benar. Beberapa paradigma baru
penyuluhan pertanian adalah sebagai berikut: (1) Jasa Informasi, (2) lokalisasi, (3)
Berorientasi Agribisnis, (4) Pendekatan kelompok, (5) Fokus Pada Kepentingan
petani, (6) Pendekatan humanistik, (7) Profesionalisme, (8) Akuntabilitas , (9)
memuaskan petani. Sedangkan 6 Falsafah Pendidikan yg dikembangkan dalam
falsafah penyuluhan, sebagai berikut:

1. Falsafah mendidik
2. Falsafah demokrasi
3. Falsafah pentingnya individu
4. Falsafah Membantu diri sendiri
5. Falsafah kerjasama
6. Falsafah Kontinu (terus menerus)

Prinsipmerupakan suatu pernyataan mengenai kebijaksanaan yang


dijadikan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan dilaksanakan
secara konsisten. Pemahaman terhadap pengertian dan makna falsafah dan prinsip
penyuluhan secara lengkap dan menyeluruh, diharapkan eksistensi dan esensi
penyuluhan dapat diakui dan dikembangkan lagi semata-mata untuk mencapai
perubahan perilaku masyarakat yang tidak akan pernah berkesudahan.

19
B. Penerapan Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian Terhadap Usaha Tani di
Kabupaten Mnadailing Natal
Penerapan paradigma baru di Kabupaten Mandailing Natal belum
semuanya terjalankan hanya sebagian dari paradigma baru tersebut yang sudah
dijalankan antara lain paradigma yang sudah banyak di laksanakan jasa informasi
menurut penyuluh informasi yang diberikan tentang usaha tani sudah banyak
sekali diberikan kepada petani melalui brosur dan melalui penyuluhan juga sudah
diberikan informasi lewat facebok juga sudah diberikan untuk informasi usaha
tani mereka yang kedua pendekatan kelompok sudah dilaksanakan di Kabupaten
Mandailing Natal tetapi masih sebagian daerah yang adanya pendekatan
kelompok oleh penyuluh kepada petani yang ketiga penyuluh sudah fokus kepada
permasalahan ataupun kepentingan petani yang ada di daearh ini. Adapun
paradigma baru yang belum terlaksana orientasi agribisnis dikarenakan masih
banyak penyuluh yang belum mengerti tentang pengelolaan agribisnis
dikarenakan penyuluh hanya tammatan smk pertanian yang kedua pendekatan
belum adanya pendekatan humanitik egaliter dari penyuluh terhadap petani.

C. Permasalahan Penyuluh Pertanian Dalam Menerapkan Paradigma Baru


Penyuluhan Pertanian Terhadap Usaha Tani Petani di Kabupaten
Mandailing Natal
Permasalahan penyuluh dalam menerapkan paradigma baru di Kabupaten
Mandailing Natal Sebagai Berikut:
1. Kapasitas dan kemampuan Penyuluh belum optimal.
2. Jumlah Penyuluh belum mencukupi untuk mendukung satu desa satu
penyuluh.
3. Jumlah KJF Kabupaten sebagai widyaswara dan instruktur belum
memadai.
4. Pola perilaku berusahatani dan berorganisasi/berkelompok sebagian besar
Petani (Pelaku Utama) masih bersifat tradisionil, relatif rendah dan belum
berorientasi Agribisnis.

20
5. Terbatasnya akses Pelaku Agribisnis terutama Pelaku Utama kepada
Lembaga Keuangan dalam mendukung permodalan, teknologi dan

informasi pasar.
6. Umumnya pelaksanaan program-program sektor pertanian (daerah dan
nasional) masih bersifat parsial dan belum terintegrasi dan terlaksana
secara berkesinambungan.
7. Umumnya perencanaan program belum bersifat bottom-upakibat masih
rendahnya partisipasi masyarakat lapisan bawah (grass root) dalam
perencanaan dan rendahnya kualitas penyuluh dalam menyusun
perencanaan yang partisipatif sesuai dengan kebutuhan spesifik lokal.
8. Masih rendahnya daya dukung teknologi dan informasi dalam penentuan
komoditi unggulan setempat.
9. Masih minimnya anggaran yang tersedia sehingga pencapaian tujuan dan
sasaran penyuluhan juga masih rendah.
10. Belum optimalnya koordinasi lintas sektoral dalam penyelenggaraan
penyuluhan sesuai dengan amanah UU No. 16 Tahun 2006.

21
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari penulisan makalah ini masih banyak penyuluh di Kabupaten


Mandailing Natal yang belum menerapkan paradigma baru untuk pembangunan
pertanian. Paradigma baru yang sudah diterapkan di petani dan sudah mulai
dilaksanakan oleh penyuluh dalam penyuluhan pertanian antara lain:(1) Jasa
Informasi, (2) lokalisasi, (3) Pendekatan Kelompok, (4) Fokus Pada Kepentingan
petani, (5) Profesinalisme, (6) Akuntabilitas dan paradigma penyluhan pertanian
baru yang belum dilaksanakan petani atau pelaksanaannya masih rendah antara
lain: (1) Pendekatan humanistik, (2) Beriorentasi Agribisnis. Paradigma baru
penyuluhan pertanian ini diterapkan bukan semata- mata untuk megubah prinsip-
prinsip usaha tani tetapi melawan tantangan- tantangan yang ada nantinya
dibidang usaha tani.

B. Saran

Saran penulis untuk dinas pertanian Kabupaten Mandailing Natal yang


pertama dilaksanakan peningkatan kompetensi penyuluh dari berbagai bidang,
yang kedua peningkatan kompetisi penyuluh tentang agribisnis, yang ketiga
penataan sistem informasi penyuluh melalui media online dan yang terakhir
penyampaian informasi penyluhan oleh penyuluh kepada petani ataupun pelaku
utama agribisnis.

22
DAFTAR PUSTAKA

Asngari, Pang S. 2001. Peranan Agen Pembaruan/Penyuluh Dalam Usaha


Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola
Agribisnis, Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi,
Fakultas Peternakan, IPB. (dibacakan pada Tanggal, 15 September 2001)

Keraf, A. Sony. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas

Mardikanto, Totok. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Lembaga


Pengembangan Pendidikan UNS dan UNS Press : Surakarta.

Mardikanto, Totok. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas


Maret University Press : Surakarta.

Mariyah. 2009. Pengaruh Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat Terhadap


Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Penajam
Paser Utara. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Pembangunan, Vol. 6 No. 1:
Juni 2009.

P3P UNRAM, 2007. Kinerja Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Lombok Timur.


Laporan Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdesaan (P3P)
Universitas Mataram: Mataram

Samsuddin, U, 1987. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian.,


Binacipta : Bandung.

Sastraatmadja, Entang, 1986, Penyuluhan Pertanian, Alumni : Bandung.


Van Den Ban dan Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Agnes Dwina
Herdiastuti (Pent). Judul Asli : AgriculturalExtention (Second Edition).
Kanisius. Jogjakarta
Soekartawi.2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Cobb-
Douglas. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 250 hal

Soemarwoto, Otto, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: PT


Bumi Aksara, 2005)

Yustina, Ida dan Sudrajat, Adjat (Penyt.), 2003, Membentuk Pola Perilaku
Manusia Pembangunan : Didedikasikan Kepada Prof. Dr. H.R. Margono
Slamet, IPB Press : Bogor.

23

Anda mungkin juga menyukai