Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

BISNIS DI SEKTOR RIIL


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
“KEWIRAUSAHAAN”

Ditulis Oleh Kelompok 1

Rachmawati Nuraini Safitri : 3418007


Zaimi Laila : 3418015
Emawanti : 3418023

Dosen Pengampu
Hartono. MA

Jurusan Akuntansi Syariah


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri Bukittinggi
2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dan puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang memberikan
kesehatan dan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
KEWIRAUSAHAAN yang berjudul “BISNIS DI SEKTOR RIIL”. Shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak terutama Bapak/Ibuk yang
mengajarkan kami bagaimana cara membuat makalah yang baik dan benar. Kami menyadari
dalam makalah ini terdapat kekurangan, karena kami masih dalam tahap pembelajaran.
Kami mengharapkan kritikan dan saran dari semua pihak, terutama Bapak/Ibuk & teman-
teman kami untuk perbaikan dan penyempurnaan pada makalah ini berikutnya. Untuk itu kami
ucapkan Terimakasih.

Bukittinggi, Februari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN………................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................. 6
A. Bisnis Sektor Rill di Bidang Pertanian................................................................ 6
B. Bisnis Sektor Rill di Bidang Perkebunan............................................................ 7
C. Bisnis Sektor Riil di Bidang Peternakan…………………………………….... 11
D. Bisnis Sektor Riil di Bidang Kuliner ………………………………………... 14
BAB III PENUTUP........................................................................................................ 17
A. Kesimpulan............................................................................................................ 17
B. Saran...................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 18

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sektor riil atau disebut juga real sector, adalah sektor yang sesungguhnya, yaitu
sektor yang bersentuhan langsung dengan kegiatan ekonomi di masyarakat yang sangat
mempengaruhi atau yang keberadaannya dapat dijadikan tolok ukur untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi.
Sektor pertanian sangat penting karena sektor pertanian memiliki banyak peranan.
Sektor pertanian sangat menjanjikan untuk dijadikan usaha atau bisnis. Potensi sumberdaya
alam yang luar biasa, jumlah permintaan yang sangat banyak dan terus meningkat baik
digunakan untuk pangan, pakan, energi maupun untuk industri lainnya, merupakan peluang
usaha yang sangat menggiurkan, mulai dari produk pertanian pangan, peternakan,
perikanan, kehutanan dan perkebunan.
Komoditas perkebunan merupakan salah satu andalan bagi pendapatan nasional
dan devisa negara Indonesia, yang dapat dilihat dari kontribusi subsektor perkebunan
pada tahun 2013 mencapai US$ 45,54 milyar atau setara dengan Rp.546,42 trilliun
(asumsi 1 US$ = Rp. 12.000,-) yang meliputi ekspor komoditas perkebunan sebesar US$
35,64 milyar, cukai hasil tembakau US$ 8,63 millyar dan bea keluar (BK) CPO dan biji
kakao sebesar US$ 1,26 milyar. Jika dibandingkan dengan tahun 2012 kontibusi
subsektor perkebunan mengalami peningkatan sebesar 27,78% atau naik sebesar US4
9,90 milyar.
Sektor peternakan merupakan sektor yang cukup penting di dalam proses
pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat. Produk peternakan merupakan sumber
protein hewani. Elastisitas pendapatan terhadap permintaan produk peternakan relatif
cukup tinggi, sementara itu pemenuhan kebutuhan akan daging sapi lebih rendah
dibandingkan dengan kebutuhan akan daging sapi.
Dari sisi segmentasi pasar produk kuliner memiliki pangsa pasar yang beragam
karena semua tingkatan umur membutuhkan makanan, baik dari sisi komposisi nilai
gizinya maupuan bentuknya. Dalam kondisi pandemi ini pelaku usaha di tuntut memiliki
kemampuan inovasi dan menyesuaikan dengan selera dan tuntutan konsumen menjadi
sangat penting.

4
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Bisnis Sektor Rill di Bidang Pertanian ?
2. Bagaimana Bisnis Sektor Rill di Bidang Perkebunan?
3. Bagaimana Bisnis Sektor Riil di Bidang Peternakan?
4. Bagaimana Bisnis Sektor Riil di Bidang Kuliner?

C. TUJUAN
Untuk dapat memahami tentang Bisnis Sektor Rill di bidang pertanian, perkebunan,
pertenakan,dan kuliner.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bisnis Sektor Rill di Bidang Petanian
1
Salah satu sektor riel yang benar-benar riel dibutuhkan oleh manusia adalah sektor
pertanian. Sektor pertanian sangat penting karena sektor pertanian memiliki banyak peranan.
Sektor pertanian merupakan daya ungkit perekonomian. Sumberdaya alam telah
memungkinkan tumbuhkan tanaman dan hidupnya hewan dan ikan yang memungkinkan bisa
ditransaksikan dan diusahakan menjadi kegiatan pertukaran barang dan jasa.
Sektor pertanian sangat menjanjikan untuk dijadikan usaha atau bisnis. Potensi
sumberdaya alam yang luar biasa, jumlah permintaan yang sangat banyak dan terus
meningkat baik digunakan untuk pangan, pakan, energi maupun untuk industri lainnya,
merupakan peluang usaha yang sangat menggiurkan, mulai dari produk pertanian pangan,
peternakan, perikanan, kehutanan dan perkebunan.
2
Sektor pertanian tidak bisa dipungkiri memiliki potensi yang sangat besar untuk
dikembankan menjadi peluang usaha. Namun, sampai saat ini pengembangan dan
perkembangan sektor pertanian masih banyak menemui kendala. Beberapa masalah dan
tantangan di sektor pertanian:
a. Nilai tukar petani (NTP) masih rendah dan cenderung turun.
b. Harga produk pertanian sangat fluktuatif dan tidak pasti.
c. Pengelolaan usaha pertanian masih belum efisien.
d. Kualitas produk pertanian belum tinggi.
e. Hasil produksi pertanian masih sangat bergantung dengan alam.
f. Kelembagaan petani lemah.
g. Orientasi usaha masih pada production oriented, belum market oriented.
h. Infrastruktur dasar dan infrastruktur pertanian belum mendukung.
i. Dukungan pemerintah belum tinggi, komitmen pemerintah dalam pertanian masih
kurang.
j. Produk pertanian Indonesia banyak yang kalah bersaing dengan produk impor.
k. Non tariff barrier. Persoalan hambatan non tarif menjadi masalah bagi produk
pertanian di Indonesia.
1
Aribowo ,Prasetyo , Potensi Dan Peluang Investasi Sektor Pertanian, (Semarang: Jawa tengah,2018),Hal. 5
2
Ibid,hal. 8

6
l. Kebutuhan konsumen bermacam-macam dan berubah terus.
3
Bidang pertanian telah menunjukkan ketahanan yang luar biasa dalam pembangunan
nasional dan bahkan mampu menjamin keberlangsungan kehidupan dan pendapatan bagi
kebanyakan masyarakat.Pertanian mempunyai potensi tidak saja untukmenjadi tumpuan
dalam penyerapan tenaga kerja dan membuka berbagai lapangan usaha, tetapi juga dapat
diandaikan sebagai penghasil dan sekaligus penghemat devisa.
Pertanian merupakan salah satu sektor yang dominan dalam pendapatan masyarakat
dan memiliki peranan penting di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia bekerja
sebagai petani. Kebijakan pemerintah sangat penting untuk mengatasi permasalahan dalam
pembangunan di sektor pertanian. Kebijakan yang dilakukan untuk mencapai pembangunan
sektor pertanian yang kuat antara lain adalah kebijakan dalam invetasi di bidang pertanian
untuk membantu meningkatkan akses ke pasar, pembangunan pertanian ini merupakan salah
satu upaya pengentasan kemiskinan.
4
Karakteristik kegiatan usaha di sektor pertanian yang penuh risiko, baik risiko
produksi maupun jatuhnya harga, telah menyebabkan rendahnya minat lembaga perkreditan
dalam mendanai sektor ini. Pengembanga lembaga pembiayaan syariah sebagai lembaga
alternatif dalam pembiayaan sektor pertanian merupakan pilihan yang strategis, karena secara
konseptual relevan dengan usaha sektor pertanian. Tiga penciri dari pembiayaan berbasis
syariah adalah: (1) bebas bunga, (2) berprinsip bagi hasil dan risiko, dan (3) perhitungan bagi
hasil dilakukan setelah periode transaksi berakhir.
Sebagai negara agraris, sektor pertanian dan pedesaan memiliki peran sangat strategis
dalam pembangunan nasional.
B. Bisnis Sektor Rill di Bidang Perkebunan
Komoditas perkebunan merupakan salah satu andalan bagi pendapatan nasional dan
devisa negara Indonesia, yang dapat dilihat dari kontribusi subsektor perkebunan pada tahun
2013 mencapai US$ 45,54 milyar atau setara dengan Rp.546,42 trilliun (asumsi 1 US$ = Rp.
12.000,-) yang meliputi ekspor komoditas perkebunan sebesar US$ 35,64 milyar, cukai hasil
tembakau US$ 8,63 millyar dan bea keluar (BK) CPO dan biji kakao sebesar US$ 1,26

3
Hariyadi, Purwiyatno, dkk. Hariyadi Hariyadi, (Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian-IPB,2000),hal. 88
4
Ashari dan Saptana. Prospek Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Pertanian (Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan PertanianJalan A. Yani 70 Bogor 16161, 2005), hal. 145

7
milyar. Jika dibandingkan dengan tahun 2012 kontibusi subsektor perkebunan mengalami
peningkatan sebesar 27,78% atau naik sebesar US4 9,90 milyar.
Prospek Industri Perkebunan di Indonesia   Dalam beberapa tahun tahun ke depan,
sektor usaha perkebunan (pertanian) diproyeksikan akan tumbuh stagnan di kisaran 4‐5,5%.
Hal ini antara lain disebabkan kecenderungan penurunan harga komoditas perkebunan dalam
beberapa tahun terakhir, serta ancaman perubahan iklim global. Walapun demikian, bisnis
perkebunan di Indonesia memiliki prospek yang sangat cerah mengingat beberapa
kecenderungan perkembangan industri di dunia saat ini, yaitu, pengembangan energi
terbarukan, pengembangan teknologi berbasis alami, ekowosata, pelestarian lingkungan
hidup, dan spesialisasi pengembangan industri bebasis wilayah. Pertama, tuntutan masyarakat
akan praktek industri yang ramah lingkungan akan memaksa hampir semua industri untuk
mengoptimalkan emisi gas buang yang dihasilkan dari proses bisnis perusahaan, mulai dari
infrastruktur produksi, rantai pasokan, hingga distribusi produk akhir ke tangan konsumen.
Langkah yang paling banyak diambil saat ini adalah dengan meningkatkan efisiensi
energi dan penggunaan sumber energi terbarukan. Memang pada saat ini belum banyak
konsumen yang menuntut produk/jasa haruslah ramah lingkungan, namun dalam jangka
panjang hal ini akan berubah. Seiring dengan perubahan pola pandang konsumen, industri
yang mampu menghasilkan energi terbarukan atau yang memiliki praktek transportasi hemat
energi akan berjaya.   Saat ini berbagai negara sedang mengembangkan bahan bakar yang
tidak berasal dari fosil. Dari semua negara, Swedia mungkin adalah yang paling tidak
bergantung pada sumber bahan bakar fosil. Saat ini, hanya 30% kebutuhan energinya Swedia
yang berasal dari minyak bumi. Swedia mengembangkan apa yang mereka sebut sebagai
Green Zone, sebuah area industri yang tidak membutuhkan bahan bakar fosil, namun
mengandalkan bahan bakar terbarukan (renewable) berbasis tanaman. Wilayah yang juga
dikenal sebagai the BioFuel Region initiative di utara Swedia ini mempekerjakan lebih dari
200 tenaga ahli untuk menciptakan berbagai proyek riset dan inovasi di bidang konstruksi
gedung, desain urban, pakan ternak dan produksi cellulosic ethanol berbasis sisa potongan
kayu (wood chips) yang merupakan limbah dari industri kehutanan Swedia. Produksi biofuel
yang dihasilkan sektor kehutanan mampu memenuhi 80% kebutuhan energi sektor tersebut
dan sudah mencapai level 5 Twh per tahun.5
5
M.R. Yantu , Sisfahyuni , Ludin , Taufik STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM
PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH

8
Strategi Pengembangan Industri Perkebunan di Indonesia   
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan terutama BUMN Perkebunan. Pertama,
melihat pengalaman bisnis dan kinerja perusahaan perkebunan di Indonesia hingga saat ini
masih berfokus pada bisnis inti yang terdiri dari penyediaan hasil/panen tanaman, plantation
management yang terkait dengan pengelolaan waktu tanam dan tebang serta pemeliharaan dan
aktivitas penghijauan kembali. Sementara, pengembangan diversifikasi lebih mengarah
kepada forward integration dengan pembangunan industri hilir (consumer products) dan
pariwisata. Untuk itu BUMN Perkebunan ke depan lebih berpotensi mengembangkan
usahanya mengikuti arah pengembangan yang selama ini dilakukan hanya dalam fokus yang
lebih jelas dan skala yang lebih besar. Intinya bisnis yang dijalankan harus dapat mencakup
seluruh kegiatan rantai pasokan.
Kedua, perusahaan perkebunan harus aktif memperhatikan dan mengelola lahan secara
berkelanjutan (sustainable) dan ramah lingkungan mengingat areal kebun merupakan
pemasok komoditi utama perusahaan, dan yang terpenting trend ke depan akan mengarah
pada praktek dimana konsumen akan memberikan harga terbaik bagi produk yang dipercaya
dihasilkan dari praktek yang ramah lingkungan. Karena, dengan menjaga lahan secara
berkesinambungan akan membantu perusahaan dapat bertahan dan berkembang dalam jangka
panjang. Untuk pengembangan perkebunanBUMN Perkebunan, misalnya diusulkan untuk
mengusung tema besar ”to Prosper in Sustainable Way” dalam menjalankan dan
mengembangkan bisnisnya. 
Ketiga, potensi pengembangan BUMN Perkebunan secara aliansi dengan sesamanya
juga terbuka. Aliansi yang mungkin dibentuk dapat difokuskan untuk memperkuat kapabilitas
BUMN Perkebunan di bidang logistik (handling, storage, transportation & distribution),
processing (pengolahan atau produksi hilir), international marketing dan teknologi
perkebunan secara lebih cepat dan menguntungkan. Untuk jangka pendek, proses bisnis harus
dikonfigurasi secara komprehensif mulai dari lahan hingga distribusi produk akhir. Praktek
pengelolaan perkebunan harus sudah dirancang untuk dapat menghasilkan produk dengan
kuantitas dan kualitas yang tepat, konfigurasi tanaman yang dioptimalkan untuk menghasilkan
ukuran yang diperlukan, hingga strategi logistik yang diatur untuk meminimalkan biaya
transport dan penanganan produk, hingga pembentukan jaringan distribusi produk akhir yang
meminimalkan jumlah perantara.  

9
Keempat, pengembangan future green industry perlu dilakukan sedini mungkin
dengan eskalasi investasi dan komersialisasi dilakukan setelah BUMN Perkebunan sudah
memiliki profitabilitas yang kuat dan stabil dari bisnis tradisional maupun pengembangan
produk olahan terkait. Kegiatan penelitian dan pengembangan tentu mengandung risiko
mengingat probabilitas keberhasilan komersialisasi yang relatif kecil. Sehingga akan sangat
membantu jika departemen teknis dapat mengambil peran lebih banyak dalam kegiatan
penelitian dan pengembangan produk olahan hasil perkebunan masa depan dan BUMN
Perkebunan difokuskan hanya untuk mengkomersialisasikan hasil riset dan pengembangan
yang dianggap oleh mereka paling potensial dari semua portofolio penelitian yang digarap
departemen teknis. Dalam hal ini dapat pula diatur sistem royalti sebagai penghargaan atas
terobosan yang diciptakan di laboratorium kelolaan departemen teknis seandainya berhasil
dikomersialisasikan oleh BUMN Perkebunan sebagai produk masa depan mereka.
Kelima, dalam melakukan perbaikan proses bisnis, perusahaan sebaiknya
mempertimbangkan secara khusus aspek fleksibilitas terutama dalam kapasitas dan teknologi
produksi yang akan digunakan. Kondisi pasar yang fluktuatif akan memaksa perusahaan
untuk memiliki kapasitas lebih (slack capacity). Hal ini biasanya akan lebih mahal, untuk itu
data yang digunakan sebagai input dalam penentuan keputusan harus diperhatikan. 6
C. Bisnis Sektor Rill di Bidang Peternakan
Sektor peternakan merupakan sektor yang cukup penting di dalam proses pemenuhan
kebutuhan pangan bagi masyarakat. Produk peternakan merupakan sumber protein hewani.
Permintaan pangan asal ternak di Indonesia terus meningkat, rata-rata konsumsi protein
hewani penduduk Indonesia masih sangat rendah, yaitu kurang dari 4g/kapita/hari. Elastisitas
pendapatan terhadap permintaan produk peternakan relatif cukup tinggi, sementara itu
pemenuhan kebutuhan akan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan akan
daging sapi. Kondisi ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi calon peternak dan
pengusaha sapi potong untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Ternak sapi, khususnya
sapi potong merupakan salah satu sumber penghasilan protein hewani, yaitu berupa daging
yang bernilai ekonomi. Produksi daging sapi di Indonesia masih sangat rendah, sehingga
kebutuhan daging masih mengimpor sapi dari luar negri. Kebutuhan daging seharusnya dapat
dipenuhi oleh peternak di Indonesia.

6
Analisis Industri Perkebunan Dan Kontribusi BUMN hlm. 5

10
STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN
1. Faktor Kekuatan
a. Potensi sumber daya alam
Dilihat dari aspek sumber daya alam seperti luas lahan serta potensi bahan pakan
yang masih cukup tersedia dan potensial untuk dikelola bagi pengembangan peternakan.
Sebagian lahan di Kabupaten Agam merupakan lahan yang subur. Sungai-sungai besar dan
kecil terdapat cukup banyak sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengairan bagi
pertanian dan peternakan. Kabupaten Agam juga memiliki posisi yang strategis yaitu berada
diantara jalur antara kabupaten dan ibu kota Propinsi Sumatera Barat (Padang).
b. Kemampuan memasarkan
Keunggulan peternak di daerah ini dalam hal memasarkan produknya karena
dekatnya jarak antar konsumen dengan produsen peternakan di Kabupaten Agam. Hal ini
memberikan tingkat kepercayaan konsumen menjadi lebih baik kepada produsen daerah,
alasan keamanan pangan, produk peternakan didaerah ini dapat langsung diketahui dan
dinilai keamanannya oleh konsumen.
c. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan adalah suatu keputusan yang memberikan arahan untuk memberi
solusi terhadap permasalahan khusus yang berkembang dikalangan masyarakat.
Kebijakan yang tepat akan memberikan dampak positif yang sesuai dengan yang
diharapkan.
2. Faktor Kelemahan
a. Sumber Daya Manusia Peternak
Salah satu inefisiensi dalam pengusahaan pengembangan peternakan adalah
ketidakharmonisan antara pelaku dan pembina. Faktor ketidakharmonisan ini adalah
rendahnya kualitas sumber daya manusia peternakan. Masih rendah dan terbatasnya
kemampuan sumberdaya manusia akan menjadi hambatan dalam percepatan proses
transfer teknologi dan pengetahuan kepada peternak dalam memanfaatkan dan
mengembangkan sumberdaya yang tersedia. Dari sisi peternak diketahui sebagian besar
peternak berpendidikan sekolah dasar bahkan ada yang tidak tamat pendidikan dasar.
b. Penyebaran peternakan

11
Penyebaran peternakan ini membuat pengembangan peternakan menjadi lebih
sulit karena membutuhkan biaya, waktu dan tenaga besar untuk menjangkau lokasi usaha
peternakan yang menyebar
c. Adopsi Teknologi
Perkembangan informasi dan teknologi merupakan pendorong nilai tambah
ekonomi yang juga dapat mendorong peningkatan daya saing bangsa Adopsi Teknologi
yang rendah terjadi karena peternak secara umum kekurangan informasi atau masih
berkaitan erat dengan terbatasnya kemampuan sumber daya peternak atau lembaga
Pembina.
d. Ketersediaan Sarana Prasarana
Sarana Prasarana Peternakan di Kabupaten Agam belum tersedia secara memadai.
Sarana peternakan pun tidak terdistribusi secara merata. Sarana peternakan kurang adalah
pos kesehatan hewan, Rumah Potong Hewan yang masih tradisional dan belum terjaga
kebersihannya, akses jalan ke sentra peternakan banyak yang rusak sehingga
menyebabkan tambahan biaya bagi produsen.
e. Kemampuan Modal Usaha
Peternak kesulitan dalam mengembangkan usaha peternakannya karena memiliki
keterbatasan modal. Usaha peternakan memerlukan modal yang cukup besar.
Ketidakmampuan menyediakan modal ini terjadi karena masih rendahnya pendapatan
penduduk. Selain itu akses modal petani terhadap fasilitas kredit cukup sulit karena
persyaratan cukup banyak dan tingkat kepercayaan lembaga keuangan masih rendah
terhadap sektor pertanian pada umumnya.
f. Motivasi peternak
Motivasi adalah kondisi dalam diri individu yang berhubungan dengan rangsangan
sehingga mendorong seseorang bertindak untuk mencapai tujuan. Motivasi berperan dalam
menentukan perkembangan dan keberhasilan suatu usaha. Hal ini terlihat dari belum
meningkatnya sebagian besar sistem usaha sambilan/sampingan subsektor peternakan dan
subsistem ke arah wawasan untuk menjadi pengusaha yang mandiri.
Faktor Strategis Eksternal
1. Faktor Peluang
a. Potensi pasar

12
Posisi Kabupaten Agam yang strategis yang terletak diantara ibu kota kabupaten/
kota dan ibu kota propinsi dapat menjadikan kota-kota tersebut menjadi peluang target
pasar. Selain itu pertumbuhan penduduk kabupaten Agam yang cukup tinggi yaitu
sebesar 0,93 persen per tahun menunjukkan perkembangan yang positif sedangkan rata-
rata Sumatera Barat sebesar 1,33 persen pertahun sehingga menjadi peluang pasar baru.
b. Otonomi daerah
Berlakunya otonomi daerah sejak tahun 1999 dengan lahirnya Undangundang No.
22 Tahun 1999 dan kemudian digantikan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang pemerintahan daerah, memberikan kesempatan kepada masyarakat di daerah
untuk mengatur diri sendiri melalui local self government dan melaksanakan pembangun-
an sesuai prakarsa dan karakteristik daerah masing-masing.
c. Tuntutan keamanan produk (ASUH)
Selain tuntutan kuantitas terhadap ke-butuhan pokok produk peternakan, saat ini
masyarakat luas telah mulai sadar akan pentingnya keamanan pangan yaitu produk hasil
ternak yang aman, sehat, utuh dan halal. Pada saat ini standar kualitas ditentukan oleh
konsumen, konsumen mempunyai kekuatan penuh untuk memilih produk yang sesuai
dengan spesifikasi yang diinginkan. Tuntutan keamanan produk dapat menjadi peluang
yang menambah nilai bagi produsen.
2. Faktor Ancaman
a. Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi akibat tekanan krisis dan meningkatkan berbagai komoditas
terutama pakan berdampak pada semua subsektor usaha peternakan. Inflasi yang tinggi
akan berdampak pada stabilitas harga yang tidak menentu. Hal ini akan mengakibatkan
peternak kesulitan membeli sarana produksi, sehingga mengancam kelangsungan usaha
peternakan terutama bagi pengusaha ternak yang bermodal kecil.
b. Kejadian penyakit ternak
Kejadian penyakit ternak akan mempengaruhi tingkat keamanan dan produksi ternak.
Isu penyakit antrax, avian influence, pemalsuan/kecurangan pada perlakuan daging/ternak
sangat mempengaruhi kondisi peternakan.

d. Fluktuasi Harga

13
Seperti halnya produk pertanian secara umum, harga produk peternakan juga
sangat fluktuatif. Penyebab terjadinya fluktuasi harga produk peternakan adalah karena :
pertama, pertumbuhan berat badan akan menemui titik optimum, sehingga konversi
pakan akan semakin meningkat yang akan mengakibatkan tingkat keuntungan peternak
semakin turun karena meningkatnya biaya pakan; kedua, produk peternakan seperti
daging, telur, susu tidak dapat disimpan lama. Kedua hal ini menuntut peternak harus
menjual hasil ternaknya walaupun harga saat itu murah. Disisi lain pada waktu-waktu
tertentu seperti menghadapi hari-hari besar keagamaan (idul fitri, isra’ mi’raj) harga
produk peternakan dapat meningkat tinggi.
e. Sosial budaya masyarakat
Cukup banyak kasus pada pendirian usaha peternakan mengalami penolakan oleh
masyarakat dilingkungan sekitar usaha peternakan alasan utama penentangan ini adalah
polusi yang ditimbulkan peternakan terutama polusi udara yang akan mengganggu mereka.
Kasus pencurian pun akan menjadi ancaman bagi peternak.
e. Pengaruh global
Pengaruh global terutama ekonomi sangat mempengaruhi sektor peternakan baik
langsung maupun tidak langsung. Pada saat ini pengaruh global yang dominan adalah krisis
keuangan dan krisis ekonomi. Hal ini membuat perlambatan ekonomi dunia termasuk
Indonesia. Tingkat konsumsi akan menurun dan ekspor pun ikut menurun. Sehingga
pendapatan pemerintah mengalami penurunan, hal ini berpengaruh terhadap belanja
pemerintah pusat dan daerah.7
D. Bisnis Sektor Rill di Bisnis Kuliner
Kata kuliner diperoleh dari Culina kata latin yang berarti dapur yaitu biasanya
digunakan kita mengacu pada hal yang berkaitan dengan memasak atau profesi kuliner
sedangkan, professionl kuliner memasak atau menyiapkan makanan sebagai profesi
“Sementara menurut kamus Inggris Indonesia John M. Echols Culinary diartikan sebagai
yang berhubungan dengan dapur atau masakan. Selanjutnya Daya tarik utama wisata kuliner
adalah produk makanan. Produk makanan merupakanhasil proses pengolahan bahan mentah
menjadi makanan siap dihidangkan melalui kegiatanmemasak (Farida Arifianti : 38). Lebih
lanjut Davis dan Stone mengemukakan bahwa karakteristik fisik dari produk makanan dan
7
Yulia, Lukman dkk, PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN
KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT

14
minuman antara lain kualitas, penyajian,susunan menu, porsi makanan, siklus hidup produk,
dekorasi ruang maupun pengaturan meja.
Sebagian makanan dan minuman disajikan dan disediakan di restoran yaitu suatu
tempat atau bangunan yang diorganisir secara komersial, yang menyelenggarakan pelayanan
dengan baik kepada semua tamunya baik berupa makanan maupun minuman (Marsum WA.
Selain restoran, tempat penjualan makanan dan minuman yang banyak berdiri adalah
warungmakan yaitu tempat penjualan makanan pokok dalam skala lebih kecil dan lebih
sederhana dari pada restoran, dan toko atau pusat jajanan yaitu tempat yang secara khusus
hanya menjual makanan kudapan yang sebagian besar berupa makanan kering.8
Usaha Kecil Menegah (UKM) dari waktu ke waktu mengalami perkembangan bagus.
Para pelaku bisnisnya pun menghasilkan jenis produk yang beragam. Usaha kecil menengah
menjadi salah satu terobosan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di tengah-tengah
masyarakat untuk mencapai kesejahteraan hidup yang memadai. Usaha kecil menengah
menjadi penopang perekonomian Indonesia, karna membantu pertumbuhan perekonomian
masyarakat.
Kegiatan Usaha kuliner meluputi sub UMKM yaitu usaha produktif yang dimiliki
perorangan maupun badan usaha yang telah memenuhi kriteria sebagai usaha mikro. Seperti
diatur dalam peraturan perundang-undangan No. 20 tahun 2008, sesuai pengertian UMKM
tersebut maka kriteria UMKM dibedakan secara masing-masing meliputi usaha mikro, usaha
kecil, dan usaha menengah. 9

8
Muh.Musawantoro,PERANAN UMKM DALAM MENGEMBANGKAN KULINER TRADISIONAL UNTUK EKONOMI
MASYARAKAT DI SULAWESI SELATAN(Makasar; PoliteknikPariwisata Makassar), hal. 6
9
SRY WALA RESKY,KONTRIBUSI USAHA KULINER DANGE TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA (STUDI KASUS
USAHA KULINER DANGE DI DESA BENTENG KECAMATAN MANDALLE KABUPATEN PANGKEP),( Makasar; 2019,
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR),hal. 23

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pertanian merupakan salah satu sektor yang dominan dalam pendapatan masyarakat
dan memiliki peranan penting di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia bekerja
sebagai petani. Kebijakan pemerintah sangat penting untuk mengatasi permasalahan dalam
pembangunan di sektor pertanian.
Komoditas perkebunan merupakan salah satu andalan bagi pendapatan nasional dan
devisa negara Indonesia.
Sektor peternakan merupakan sektor yang cukup penting di dalam proses pemenuhan
kebutuhan pangan bagi masyarakat. Produk peternakan merupakan sumber protein hewani.
Permintaan pangan asal ternak di Indonesia terus meningkat, rata-rata konsumsi protein
hewani penduduk Indonesia masih sangat rendah, yaitu kurang dari 4g/kapita/hari.
Dari sisi segmentasi pasar produk kuliner memiliki pangsa pasar yang beragam
karena semua tingkatan umur membutuhkan makanan, baik dari sisi komposisi nilai gizinya
maupuan bentuknya.

B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan, penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Analisis Industri Perkebunan Dan Kontribusi BUMN

Musawantoro,Muh. Peranan UMKM dalam Mengembangkan Kuliner Tradisional untuk


Ekonomi Masyarakat di Sulawesi Selatan (Makasar; PoliteknikPariwisata Makassar),

RESKY SRY WALA . 2019. Kontribusi Usaha Kuliner Dange Terhadap Pendapatan Rumah
Tangga (Study Kasus Usaha Kuliner Dange di desa Banten Kecamatan Mandalle
Kabupaten Pangkap ),( Makasar; UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR).

M.R. Yantu,Sisfahyuni. 2009. Strategi Pengembangan Subsektor Perkebunan Dalam


Perekonomian Tengah
Yulia1, Lukman M. Baga, dan Netti Tinaprilla2 Peran Dan Strategi Pengembangan Subsektor
Peternakan dalam Pembangunan Kabupaten Agam Sumatera Barat Volume 3. Institut
Pertanian Bogor.

17
18

Anda mungkin juga menyukai