Anda di halaman 1dari 18

PORTOFOLIO

PERMASALAHAN DAN UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS


PERTANIAN
MATA KULIAH KEWARGANEGARAAN

DOSEN PENGAJAR : Dr.Ir.H. Feira B. Arief, M.Si,IPM,ASEAN Eng.


Oleh:
NAMA: AGREANUS REHO
NIM : C1011231082
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS PERTANIAN
AGROTEKNOLOGI A
2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya tugas
portofolio mata kuliah Kewarganegaraan yang berjudul "Permasalahan dan Upaya
Peningkatan Produktifitas Pertanian". Atas materi dan penjelasan yang di berikan, maka
penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.Ir.H. Feira B. Arief, M.Si,IPM,ASEAN
Eng, selaku dosen pengajar mata kuliah Kewarganegaraan. Penulis menyadari jika tugas
portofolio ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran serta keritik dari pembaca
sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan portofolio ini.

Pontianak, 18 September 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
1. BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 4
2. 1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................. 4
3. 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 5
4. 1.3 Tujuan ......................................................................................................................................... 5
5. 1.4 Manfaat ....................................................................................................................................... 5
6. BAB 2 PERMASALAHAN ..................................................................................................................... 5
7. PERMASALAHAN ................................................................................................................................ 5
8. I. KONDISI SAAT INI ............................................................................................................................ 5
9. 1. Petani masih miskin ....................................................................................................................... 5
10. 2. Ketergantungan impor ................................................................................................................... 6
11. 3. Banyak usia produktif meninggalkan pertanian ............................................................................ 6
12. II. ASPEK PERMASALAHAN ................................................................................................................. 6
13. Aspek Geografis ................................................................................................................................. 6
14. Aspek Kebijakan Pemerintah ............................................................................................................. 7
15. Aspek Program Pemerintah ............................................................................................................... 7
16. LANGKAH TINDAK LANJUT ................................................................................................................. 9
17. Intervensi pasar ................................................................................................................................. 9
18. 2. Standardisasi kualitas sektor pertanian ......................................................................................... 9
19. 3. Subsidi input pertanian dan lanjutan............................................................................................. 9
20. 4. Peningkatan produktivitas daerah produsen ................................................................................. 9
21. 5. Infrastruktur ................................................................................................................................... 9
22. 6. Perlindungan terhadap lahan pertanian/kebun .......................................................................... 10
23. BAB 3. PENUTUP…………………………………………………………………………………………………………………………11
24. 3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………………………………..11

3
BAB 1 PENDAHULUAN
Sangat ironis, sebagai negara agraris dan negara maritim yang berkelimpahan
sumber daya alam, Indonesia masih bergantung pada impor, petani masih miskin dan
banyak usia produktif meninggalkan pertanian. Kondisi tersebut disebabkan karena
permasalahan yang terjadi dibagi tiga yaitu pertama aspek geografi, Indonesia berpotensi
terkena dampak bencana alam. Kedua aspek kebijakan pemerintah, dimana kebijakan
pemerintah kurang pro-petani, Ketiga, aspek program pemerintah seperti subsidi baik
benih, pupuk dan bunga kredit pertanian yang kurang tepat sasaran, 50% jaringan irigasi
rusak dan target komoditas di sektor pertanian di RPJMN tidak pernah tercapai.
Kedaulatan pangan di Indonesia mampu tercapai apabila terdapat arah kebijakan yang
tegas dan implementasi kebijakan yang tepat dari pemerintah dalam mengatasi
permasalahan pertanian baik jangka pendek maupun jangka panjang.

1.1 Latar Belakang

Ketergantungan impor merupakan permasalahan yang berulang setiap tahun. Sangat


ironis sebagai negara agraris yang kelimpahan sumber daya alam, Indonesia harus
mengimpor 29 komoditas pangan (BPS, 2013)1. 29 komoditas tersebut adalah beras,
jagung, kedelai, biji gandum dan mesin, tepung terigu, gula pasir, gula tebu, daging sejenis
lembu, jenis lembu, daging ayam, garam, mentega, minyak goreng, susu, bawang merah,
bawang putih, kelapa, kelapa sawit, ladateh, kopi, cengkeh, kakao, cabai, cabai kering,
cabai awet, tembakau, ubi kayu, kentang. Sebagian pangan yang diimpor tersebut justru
bisa dihasilkan di negeri sendiri. Tidak masuk akal garam juga diimpor di Indonesia, negara
maritim dengan garis pantai terpanjang ke-4 di dunia2. Terlebih lagi sejak 2010 Indonesia
sudah menghadapi ASEAN- China Free Trade Area (ACFTA) dan akan ditetapkannya
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015, berarti akan semakin banyak
produk pertanian dari luar negeri termasuk ASEAN dan China yang masuk ke Indonesia.
Idealnya, impor yang dilakukan pemerintah disebabkan karena kekurangan produksi dalam
negeri. Namun yang terjadi di negeri ini, Bulog selalu kekurangan kebutuhan beras ketika
masa panen raya. Konon, masalah berulang tiap tahun inilah yang terus menjadi alasan
pemerintah dalam melakukan impor. Impor pangan secara langsung berdampak pada
pasokan dan harga yang terjaga hingga mempengaruhi rendahnya inflasi tulisan ini tidak
menganalisa hubungan inflasi tersebut, namun menekankan pada permasalahan
penurunan produktivitas pertanian dan langkah tindak lanjutnya.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang menyebabkan petani Indonesia belum sejahtra


2. Bagainama cara dan upaya untuk mensejahterakan petani Indonesia
3. Mengapa Indonesia bergantung kepada impor
4. Apa solusi agar Indonesia tidak bergantung pada impor

1.3 Tujuan
Untuk mencari solusi dari permasalahan-permasalah perekonomian Indonesia di atas.

1.4 Manfaat
Memberikan pengetahuan dan wawasan bagi para Masyarakat Indonesia tentang
pengaruh impor terhadap kesejahteraan petani.

BAB 2 PERMASALAHAN
PERMASALAHAN
Menurut proyeksi para ahli kependudukan, pada tahun 2035 sekalipun program Keluarga
Berencana (KB) sukses, penduduk kita akan mencapai sekitar 350 juta jiwa. Dengan tingkat
konsumsi per kapita seperti sekarang ini, 139 kg per kapita per tahun, pada 2035 dibutuhkan
sekitar 50 juta ton beras. Untuk menghasilkan 50 juta ton beras, dibutuhkan sawah dengan
produktivitas rata-rata 5 ton GKG (Gabah Kering Giling) per ha seluas sekitar 11 juta ha. Data
menunjukkan, sekarang Indonesia hanya mempunyai sekitar 6,5 juta hektar sawah, sehingga
sangat sulit membayangkan mendapatkan areal baru untuk mencapai 11 juta ha tadi.5
Masalah pertambahan permintaan lebih besar daripada kemampuan berproduksi, harus
segera menjadi fokus perhatian pemerintah. Perlu upaya serius dari pemerintah dalam
menghadapi kondisi saat ini di sektor pertanian.

I. KONDISI SAAT INI


1. Petani masih miskin
Berdasarkan data BPS, 29 juta jiwa penduduk indonesia masih berada di bawah garis
kemiskinan dimana 18 juta jiwa tersebut berada di pedesaan. Selain itu, Nilai Tukar Petani
sekitar 100-105 sejak 2010, dibandingkan dengan target batas bawah RPJMN, yaitu 115-120.6
Hal ini menunjukkan petani (nelayan, peternak, perkebun) Indonesia belum sejahtera.
Penyebab budaya masyarakat Indonesia yang makan nasi/kebutuhan pokok tertentu yang sulit
berubah atau dengan kata lain, ketergantungan konsumsi pangan masih tinggi. Dari segi IB,

5
keterlambatan bantuan input usaha pertanian seperti benih dan pupuk sering terjadi. Biasanya
anggaran belum bisa dicairkan dengan mudah pada lemahnya NTP dapat dilihat dari IT atau IB.
Dari segi IT, sulitnya diversifikasi konsumsi pangan karena awalawal tahun, padahal petani
harus segera memulai penanaman di awal tahun. Petani tetap hidup miskin karena petani
tidak punya hak untuk menetapkan kebijakan pertanian pada semua level. Asosiasi pertanian
yang ada di Indonesia tidak memihak petani. Di India sudah diberlakukan Farmer Jury. Ini
berdampak pada gerakan kedaulatan pangan di India. Dengan 1,2 miliar penduduk masih bisa
ekspor 4,5 juta ton beras, 2,2 juta ton jagung, dan 4,2 juta ton tepung kedelai tahun 2011. 8
Bandingkan dengan Indonesia yang penduduknya hanya 240 juta tapi banyak impor berbagai
komoditas.

2. Ketergantungan impor
Impor tanaman pangan menempati 74% dari total impor yang dilakukan pemerintah.
Sedangkan impor peternakan, holtikultura, dan perkebunan sebesar 8 – 9%. Pada Desember
2013, ekspor perkebunan meliputi minyak sawit, kelapa, karet dan gula tebu sebesar 96%.
Namun produk perkebunan yang diekspor merupakan bahan mentah dan sebagian impor
merupakan bahan jadi. Impor dilakukan sebagian besar untuk konsumsi, bukan untuk proses
produksi. Hal ini menunjukkan sangat tergantungnya pemenuhan konsumsi domestik terhadap
impor

3. Banyak usia produktif meninggalkan pertanian


Grafik berikut menunjukkan penurunan jumlah rumah tangga usaha pertanian dari 2003 ke
2013. Hal ini dapat disimpulkan bahwa usia produktif di Indonesia berkurang, mereka lebih
tertarik bekerja pada non pertanian dikarenakan kurangnya dukungan pemerintah pada sektor
pertanian. jika sektor pertanian menjadi kurang menarik bagi usia produktif, maka 10 tahun
lagi, sektor pertanian Indonesia makin terpuruk

II. ASPEK PERMASALAHAN


Aspek Geografis
Penyebab penurunan produktivitas pertanian bisa disebabkan force majeur atau
dengan kata lain diluar kendali manusia seperti seperti bencana alam dll. Indonesia terletak
di ring of fire, sehingga Indonesia akan lebih sering terkena dampak bencana alam.
Menurut Annual Dissaster Statistical Review 2012, yang dilakukan oleh CRED (Centre for
Research on the Epidemiology of Disaster), Indonesia menempati posisi ke-4 untuk negara-
negara yang sering mengalami bencana alam. Pada 2012, Indonesia mengalami 4 kejadian
Geophysical (gempa bumi, gunung meletus, kekeringan), 9 kejadian hydrological (banjir)
dan 2 kejadian meteorological (badai). Upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah

6
bekerja sama dengan lembaga lain seperti BNPB, BMKG dll untuk memitigasi potensi
kerugian yang harus ditanggung petani akibat terjadinya bencana alam dan anomali cuaca.
Selain itu, pemerintah dapat mendorong penelitian dan pengembangan benih yang
berpotensi yang lebih adaptif dan lebih berumur pendek yang disesuaikan dengan
perubahan iklim.

Aspek Kebijakan Pemerintah


Selama ini, Pemerintah berupaya membuat berbagai kebijakan Pertanian namun
program dan kebijakan yang telah digulirkan masih belum sepenuhnya berjalan secara
terpadu, efisien dan efektif. Hal ini dapat terlihat dari tidak pernah tercapainya target di
sektor pertanian di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-
2014.
Salah satu kebijakan terbaru yang tidak pro-petani adalah Keputusan MA No.70 Tahun
2014 yang membatalkan Perpres No 31/2007. Aturan yang mulai berlaku 22 Juli 2014,
menyatakan semua produk pertanian segar yang dihasilkan petani dikenai PPN sebesar
10% untuk produk segar pertanian, perkebunan, hortikultura dan hasil hutan. Selain
berlaku bagi barang impor, aturan itu juga berlaku bagi barang lokal. Barang-barang yang
dikenai PPN dari Pengusaha Kena Pajak meliputi produk perkebunan, yakni kakao, kopi,
kelapa sawit, biji mete, lada, biji pala, buah pala, bunga pala, cengkeh, getah karet, daun
the, daun tembakau, biji tanaman perkebunan dan sejenisnya. Komoditas hotrikultura
yakni pisang, jeruk, mangga, salak, nanas, manggis, durian dan sejenisnya. Tanpa PPN saja,
produk pertanian Indonesia sudah kalah bersaing dengan produk impor apalagi ditambah
kewajiban PPN. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah membebaskan pajak yang
dikenakan ke petani dan memberi tarif tinggi kepada produk impor. Hal ini tidak melanggar
ketentuan peraturan perdagangan Internasional dan dapat melindungi produk pertanian
dalam negeri. Jepang sudah mengimplementasikan hal ini untuk meningkatkan produksi
pertaniannya. Kebijakan pertanian harus jangka panjang untuk memastikan
keberlangsungannya. Kebijakan domestik hendaknya disertai dengan kebijakan
perdagangan luar negeri untuk melindungi produksi dalam negeri

Aspek Program Pemerintah

Program Pemerintah yang dilakukan selama ini yang berupa peningkatan produktivitas, antara
lain:
a. Subsidi Benih, Pupuk dan Bunga Kredit Program

7
Indonesia masih mengalokasikan sebagian besar anggaran di APBN pada subsidi
energi yang tidak tepat sasaran. Alokasi anggaran subsidi benih pada APBN rata-rata
hanya 2.3% per tahun dari total subsidi non energi dan rata-rata 0.4% per tahun dari
total subsidi. Rata-rata subsidi pupuk 37% dari subsidi non energi dan 7% dari total
subsidi. Sangat sedikit untuk sebuah negara agraris. Selain anggaran sedikit, masalah
yang hampir setiap tahun terjadi adalah pupuk subsidi yang naik setiap tahun. Kenaikan
harga pupuk tersebut disebabkan kenaikan Harga Pokok Penjualan (HPP) yang
disebabkan lonjakan harga gas, kenaikan harga bahan bakar minyak, inflasi dan
melemahnya nilai tukar rupiah. Hal ini membuat petani khawatir (termasuk spekulan)
sehingga membeli pupuk berlebihan. Mekasnisme distribusi pupuk subsidi pupuk juga
perlu dikaji lebih mendalam.Subsidi pupuk mendukung produsen pupuk, dikarenakan
belum terdapat pemisahan biaya yang tegas antara operasional pupuk subsidi atau non
subsidi atau ekspor. Hal ini dikarenakan satu pabrik pupuk memproduksi pupuk subsidi,
non subsidi dan ekspor. Hal ini membuat kesulitan mengalokasikan biaya operasional
dan tentunya dapat memunculkan fraud. Penyuluh pertanian dapat membimbing
petani supaya dapat membuat pupuk sendiri dari bahan yang tersedia di
lingkungannya. Pertanian organik yang ramah lingkungan ini membuat tanah lebih
subur di jangka panjang. Selain itu, petani tidak perlu membeli pupuk yang setiap tahun
harganya naik. Subsidi pupuk dapat dialokasikan ke infrastruktur pertanian seperti jalan
usaha tani atau irigasi yang juga sangat penting dalam meningkatkan produksi
pertanian Subsidi bunga kredit pertanian di perbankan, terutama tanaman pangan dan
hortikultura juga kurang pro-petani. Dari total kredit ke sektor pertanian, lebih dari 60%
untuk perkebunan sawit. 12 Padahal, perkebunan sawit biasanya pemilik modal besar.
Kendala petani dalam mengakses kredit perbankan adalah persyaratan formal yang
dibutuhkan perbankan sulit dipenuhi oleh para petani. Hal ini dilematis karena Bank
dalam pemberian kredit selalu terikat pada aturan hukum yang berlaku. Pemerintah
mengupayakan pengembangan kredit pada sektor pertanian, disisi lain Bank melalui
peraturan Bank Indonesia menekankan prinsip kehati-hatian dalam setiap
penyalurannya dengan pembebanan resiko pada setiap penurunan kualitas kredit
tanpa adanya perlakuan khusus.

b. Perbaikan Irigasi
Target terlaksananya rehabilitasi irigasi pada areal seluas 1340 ribu Ha di 2014.
Realisasinya sampai 2011, total areal hanya sebesar 577.18 ribu Ha. Jadi, masih kurang
762.9 ribu Ha sampai tahun 2014. 50% jaringan irigasi strategis nasional di Jawa rusak.
Ini berarti dalam 30 tahun terakhir tak ada perhatian pemerintah soal irigasi.

8
LANGKAH TINDAK LANJUT
Kebijakan dan program pangan dari masing-masing instansi harus dipersatukan
menjadi kebijakan dan program nasional yang sistematis, konsisten dan terpadu.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah melalui kebijakan dan
program:
Intervensi pasar
2. Standardisasi kualitas sektor pertanian
• Revitalisasi Bulog, kampus dan industri sektor pertanian dalam penetapan
standar dan pelatihan kepada produsen agar produknya dapat memenuhi
standar tersebut
• Insentif terhadap penelitian yang memberi dampak bagi pertanian Indonesia.
• Pelatihan-pelatihan dan sosialisasi penyuluh pertanian yang efektif untuk
petani (petani disini termasuk peternak, nelayan, perkebun) melibatkan kampus
dan swasta yang terlibat dlm industri ini.
3. Subsidi input pertanian dan lanjutan
• Memberikan subsidi pupuk, alat pertanian, kapal, bibit, obat hewan peliharaan
dan memberikan pengawasan terhadap mekanisme pemberian subsidi-subsidi
tersebut.
• Insentif untuk swasta atau industri-industri yang mau terlibat misalnya
industri input (pupuk, benih) sehingga tercipta harga pupuk yang lebih masuk
akal.
• Insentif untuk industri lanjutan (industri pengolahan makanan) untuk mejaga
keutuhan mata rantai industri pertanian.
4. Peningkatan produktivitas daerah produsen
• Menjamin ketersediaan sekolah, puskesmas, listrik, pasar di daerah-daerah
(pantai, perkebunan, pedesaan) sehingga usia produktif tertarik membangun
desanya.
• Diversifikasi pangan lokal seperi: gatot, thiwul, emping, lemper, geplak, dan
lain-lain pangan lokal berbagai daerah di Indonesia. Bahan makanan tersebut
juga memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan beras. Cara ini akan
meningkatkan pendapatan rumah tangga pedesaan dan sekaligus menghasilkan
pangan lokal yang berdaya saing.
5. Infrastruktur
• Menjamin irigasi, jalan dan jembatan serta angkutan gratis/murah untuk
distribusi produksi pertanian
• Mengembangkan fasilitas pembuangan limbah ternak supaya dapat berdaya
guna seperti pupuk kompos dll.

9
6. Perlindungan terhadap lahan pertanian/kebun
• Insentif berupa keringanan pajak untuk setiap hektar tanah/jumlah peliharaan
yang dimiliki
7. Penunjukkan/pembentukan lembaga Keuangan (bank atau asuransi) yang pro-
petani
• Pemberian kredit murah (subsidi bunga) untuk petani khususnya petani kecil.
8. Perlindungan terhadap gagal panen/masa paceklik untuk petani
• Kerja sama dengan lembaga lain seperti BNPB, BMKG dll untuk memitigasi
potensi kerugian yang harus ditanggung petani akibat terjadinya bencana alam dan
anomali iklim.

BAB 3 PENUTUP

1. Kesimpulan
Indonesia, sebagai negara maritim dan agraris, memiliki kelimpahan sumber daya alam,
seharusnya dapat dapat mewujudkan kedaulatan pangan. Indonesia masih bergantung pada
impor, petani masih miskin dan banyak usia produktif meninggalkan pertanian. Permasalahan
yang terjadi dibagi tiga yaitu pertama aspek geografi, Indonesia berpotensi terkena dampak
bencana alam. Kedua aspek kebijakan pemerintah, dimana kebijakan pemerintah kurang pro-
petani dan ketiga, aspek program pemerintah seperti subsidi baik benih, pupuk dan bunga
kredit pertanian yang kurang tepat sasaran, dan target RPJMN yang tidak pernah tercapai.
Kedaulatan pangan ini mampu tercapai apabila terdapat arah kebijakan yang tegas dan
implementasi kebijakan yang tepat dari pemerintah dalam mengatasi permasalahan pertanian
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Melalui Peningkatan produktivitas pertanian dari
sektor hilir, hulu dan jasa penunjangnya, Indonesia bisa mewujudkan kedaulatan pangan, yang
merupakan hak setiap warga negara.

10
11
12
13
14
15
16
17
18

Anda mungkin juga menyukai